BALANOPHORA DI KAWASAN HUTAN BATANG TORU BLOK BARAT, KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

BAGUS PRIO PRAKOSO 140805054

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DI KAWASAN HUTAN BATANG TORU BLOK BARAT, KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

BAGUS PRIO PRAKOSO 140805054

PROGRAM STUDI BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA PERNYATAAN ORISINALITAS

BALANOPHORA DI KAWASAN HUTAN BATANG TORU BLOK BARAT, KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2020

Bagus Prio Prakoso 140805054

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENGESAHAN SKRIPSI

Judul : Balanophora di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara Kategori : Skripsi Nama : Bagus Prio Prakoso Nomor Induk Mahasiswa : 140805054 Program Studi : Sarjana Sains Fakultas : MIPA- Universitas Sumatera Utara

Disetujui di Medan, Januari 2020

Komisi Pembimbing Pembimbing 2 Pembimbing 1

Matthew G. Nowak, M. A. Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc. NIP. 196301231990032001

Ketua Program Studi,

Dr. Saleha Hannum, M. Si NIP. 197108312000122001

i

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BALANOPHORA DI KAWASAN HUTAN BATANG TORU BLOK BARAT, KABUPATEN TAPANULI UTARA, PROVINSI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Hutan di Indonesia merupakan hutan hujan tropis yang di dalamnya tumbuh berbagai tumbuhan, salah satunya adalah parasit. Tumbuhan parasit digolongkan menjadi hemiparasit dan holoparasit. Salah satu kelompok tumbuhan holoparasit adalah suku , diantaranya adalah Balanophora. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis Balanophora, tumbuhan inang, asosiasi tumbuhan bawah dan faktor abiotik yang mempengaruhinya di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat dan telah dilaksanakan dari bulan Juli sampai September 2018. Balanophora dieksplorasi menggunakan metode eksplorasi di jalur trek yang ada. Tumbuhan inang diketahui dengan menelusuri jalinan akar yang diparasiti. Asosiasi tumbuhan bawah diketahui dengan mendata tumbuhan menggunakan metode petak bersarang. Ditemukan dua jenis Balanophora yaitu Balanophora papuana dan Balanophora elongata dengan 13 jenis tumbuhan inang yang semuanya adalah pohon kecuali satu jenis sebagai pencekik. Tidak ada persamaan jenis asosiasi tumbuhan bawah pada masing-masing jenis dimana Balanophora papuana berasosiasi sebanyak tujuh jenis dan Balanophora elongata sebanyak 14 jenis. Faktor abiotik yang mempengaruhi keberadaan Balanophora adalah pH tanah. Balanophora papuana dipengaruhi oleh suhu udara, sedangkan Balanophora elongata dipengaruhi oleh suhu tanah. Perbedaan faktor abiotik kedua jenis tersebut yaitu pada suhu udara dan tanah, kelembaban udara dan intensitas cahaya.

Kata Kunci: Asosiasi, Balanophora, Hutan Batang Toru, Sumatera Utara Tumbuhan Inang.

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BALANOPHORA IN THE WEST BLOCK BATANG TORU FOREST, NORTH TAPANULI, NORTH SUMATRA PROVINCE.

ABSTRACT

Indonesia’s forest are tropical forest that contains many kind of , including parasite. Parasitic plants were separated into hemiparasite and holoparasite. Balanophoraceae is a holoparasitic and Balanophora was one of it. The aim of this study was to inventory species of Balanophora, it’s host trees, association with ground cover and abiotic factors that affect Balanophora in The West Block Batang Toru Forest. This studies has been conducted from July until September 2018. The exploration method were used to inventory the Balanophora along the existing track path. The hosts were known by traced the roots that attached to the Balanophora. Ground cover association was known using nested plot method. There were only two Balanophora found, they are Balanophora papuana and Balanophora elongata. Thirdteen host plants were known and all of it was tree except one as a strangler fig. Neither the B. papuana and B. elongata shared same ground cover association. B. papuana associated with seven species while B. elongata associated with 14 species of ground cover. Soil acidity were known affected both Balanophora. Balanophora papuana affected by air temperature while B. elongata affected by soil temperature. There were soil and air temperature, air humidity and light intensity that differ between the Balanophora.

Key Words: Associations, Balanophora, Batang Toru Forest, Host Plant, North Sumatra.

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PENGHARGAAN

Alhamdulillahirabbil’alamiin, puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul Balanophora Di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Terima kasih yang sebesar-besarnya Penulis sampaikan kepada Ibunda tercinta R.A. Sri Anom Wulan Widyo Widjinarti dan Ayahanda Legianto serta Adik Wahyu Windari dan Keluarga Besar R.A Irfan Ali dan Keluarga Besar M. Husin atas doa, cinta, kasih sayang dan dukungan baik semangat maupun materi serta perhatian setulus hati kepada Penulis untuk menyelesaikan naskah skripsi ini. Terima kasih Penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Nursahara Pasaribu, M. Sc dan Bapak Matthew G. Nowak, M. A selaku dosen pembimbing atas dukungan, arahan, waktu serta kesabaran yang luar biasa dalam membimbing Penulis saat memulai penulisan hinggah naskah skripsi ini selesai. Terima kasih juga Penulis sampaikan kepada Ibu Dr. Etti Sartina Siregar, M. Si dan Ibu Dr. Erni Jumilawaty, M. Si selaku dosen penguji yang telah membantu dan memberikan masukan dan saran untuk kesempurnaan penulisan naskah skripsi ini. Semoga Allah SWA melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada Bapak dan Ibu. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Isnaini Nurwahyuni, M. Sc selaku dosen akademik yang juga telah banyak membantu dan menyemangati Penulis melewati permasalahan perkuliahan dan penelitian, Ibu Dr. Saleha Hannum, M. Si dan Bapak Riyanto Sinaga M. Si selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Biologi FMIPA USU serta Ibu dan Bapak dosen serta staff Program Studi Biologi FMIPA USU. Terima kasih penulis sampaikan kepada pihak Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) yang telah memberi izin dan membiayai penelitian Penulis di stasiun penelitian Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat. Ucapan terima kasih juga Penulis sampaikan kepada Ibu Gabriella Fredriksson, Bapak Mistar Kamsi, S. Si, Abangda Herman dan Iwan yang telah memfasilitasi dan membiayai Penulis untuk melakukan penelitian di Hutan Batang Toru serta meluangkan waktu memberikan arahan dan ide-ide sehingga penelitian terlaksana dengan baik. Terima kasih yang

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

tak terhingga juga Penulis sampaikan kepada Kakak-Abang terhebat di stasiun penelitian Camp Mayang yaitu Kakanda Andayani Oerta Ginting S. Hut, Sheila Kharismadewi Silitonga S. Si sebagai koordinator camp yang telah banyak memberikan bantuan, waktu dan diskusi kepada Penulis. Terima kasih juga kepada Staff Lapangan Abangda Ulil Amri, Dosman Sitompul, Jevi Gultom, Nanda Simanungkalit atas kerjasamanya, sambutan hangat, canda tawa, ilmu dan bantuannya selama Penulis berada di Camp Mayang. Terima kasih juga kepada Pak Aan, Kak Rita, Kak Friska, Bang Andri, Tante, Bang Ozi, Bang John dan Pak Sity atas sambutan hangat, bimbingan dan canda tawa selama Penulis di Mess Yel. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman GENOM Stambuk 2014 khususnya teman seperjuangan Mutia Muharani, Siti Aisyah Harahap dan Rince Gustia Lisna yang telah berjuang bersama dalam suka dan duka saat penelitian sampai selesainya naskah skripsi ini Terima kasih kepada sahabat- sahabat penulis yaitu TRANSPARAN (Taufik, Aries, Agum dan Yogi) dan NOMADEN (Rizky, Fajar Angkat, Juflin, Farhan, Fajar Shiddiq, Almed, Jo, Aldi dan Febri) yang telah memberi dukungan, semangat, tempat pelarian dan mewarnai kehidupan Penulis selama perkuliahan. Terima kasih kepada Keluarga Besar Taksonomi dan Ekologi Tumbuhan (Kak Zia, Kak Khairani, Kak Fitri, Kak Fina, Kak Ivana, Kak Tia, Fuji, Yuli, Cindy, Gilang, Ilmal dan Pretty) dan Keluarga Besar Ekologi Umum (Bang Sandro, Bang Adet, Tria, Dina, Ardy, Mika, Bayti, Yuda, Melati dan Ulfa). Terima kasih kepada BIOPALAS yang selalu menjadi kebanggaan Penulis baik di dalam kampus maupun di luar kampus. Sebagai manusia dengan kodratnya yang tidak pernah luput dari kesalahan dan kekhilafan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu Penuis mengharapkan kritik dan saran dalam melengkapi kekurangan penyusunan skripsi ini. Semoga kiranya skripsi ini akan bermanfaat bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Medan, Januari 2020

Bagus Prio Prakoso

v

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

Halaman PENGESAHAN SKRIPSI i ABSTRAK ii ABSTRACT iii PENGHARGAAN iv DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR x DAFTAR LAMPIRAN xi BAB 1. PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Permasalahan 2 1.3 Tujuan Penelitian 2 1.4 Manfaat Penelitian 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 4 2.1 Hutan 4 2.2 Tumbuhan Parasit 4 2.3 Pengelompokan dan Jenis-jenis Tumbuhan Parasit 6 2.3.1. Hermiparasit 6 2.3.2. Holoparasit 6 2.4 Taksonomi Balanophoraceae 7 2.5 Morfologi Balanophora 7 2.6 Persebaran Balanophoraceae 8 2.7 Jenis-jenis Balanophoraceae di Malesia 9 2.8 Tumbuhan Inang Balanophora 9

BAB 3. METODE PENELITIAN 11 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 11 3.2 Deskripsi Area 11 3.2.1. Letak dan Luas 11 3.2.2. Iklim 11 3.2.3. Topografi 11 3.2.4. Vegetasi 12 3.3 Metode Penelitian 12 3.3.1. Di Lapangan 12 3.3.2. Di Laboratorium 13 3.3.3. Analisa Data 15

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4.1 Karakteristik Balanophora yang Didapatkan 17 4.1.1. Rimpang 17 4.1.2. Daun 18 4.1.3. Pembungaan 18 4.2 Deskripsi Morfologi Balanophora papuana Schlechter 20 4.3 Deskripsi Morfologi Balanophora elongata Blume 21

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4.4 Kajian Inang Balanophora 23 4.4.1. Jenis-jenis Inang Balanophora 23 4.4.2. Kajian Ukuran Akar Inang 25 4.5 Interaksi Hewan dengan Balanophora 25 4.6 Habitat Balanophora 28 4.7 Faktor Abiotik yang Mempengaruhi Balanophora 29 4.7.1. Suhu Udara 30 4.7.2. Suhu Tanah 30 4.7.3. RH Udara 30 4.7.4. RH Tanah 31 4.7.5. pH Tanah 31 4.7.6. Intensitas Cahaya 31 4.8 Tumbuhan Asosiasi Balanophora 32

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 35 5.1 Kesimpulan 35 5.2 Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 37

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR TABEL

Tabel Judul Halaman 3.1 Parameter Uji 15 4.1 Jumlah Individu Balanophora dan Inangnya 24 4.2 Jenis Hewan yang Berinteraksi dengan Balanophora 25 4.3 Perbedaan Karakteristik Habitat Balanophora 28 4.4 Tipe Habitat dan Jumlah Rimpang Balanophora 29 4.5 Uji Mann-Whitney Faktor Abiotik Lingkungan Balanophora 29 4.6 Nilai Indeks Asosiasi Jaccard Berdasarkan Kehadiran B. elongata dengan Tumbuhan Bawah 32 4.7 Nilai Indeks Asosiasi Jaccard Berdasarkan Kehadiran B. papuana dengan Tumbuhan Bawah 33

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR GAMBAR

Gambar Judul Halaman 2.1 Morfologi haustorium 5 2.2 Morfologi Pembungaan Balanophora 8 4.1 Morfologi Balanophora 17 4.2 Bentuk rimpang Balanophora 18 4.3 Perbedaan Morfologi Daun Balanophora 19 4.4 Perbedaan Morfologi Pembungaan jantan Balanophora 19 4.5 Morfologi Balanophora papuana 21 4.6 Morfologi Balanophora elongata 22 4.7 Jumlah Rimpang Balanophora Berdasarakan Kelas Diameter Akar Inang 25 4.8 Interaksi Hewan dengan Balanophora papuana 26 4.9 Interaksi Hewan dengan Balanophora elongata 27

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul Halaman 1 Peta Lokasi Penelitian 41 2 Peta Jalur Penelitian 42 3 Lay Out Plot 43 4 Peta Persebaran Balanophora 44 5 Faktor Abiotik Plot Balanophora dan non-Balanophora 45 6 Kisaran Faktor Abiotik Pada Habitat Balanophora 46 7 Tabel dan Grafik Data Cuaca 47 8 Uji Mann-Whitney Faktor Abiotik 51 9 Hasil Identifikasi Herbarium Medanense 52 10 Contoh Perhitungan Nilai Asosiasi Jaccard Balanophora elongata 61 11 Kehadiran Jenis Asosiasi Pada Plot Balanophora elongata 62 12 Asosiasi Tumbuhan Bawah Dengan Balanophora elongata 65 13 Kehadiran Jenis Asosiasi Pada Plot Balanophora papuana 68 14 Asosiasi Tumbuhan Bawah Dengan Balanophora papuana 79 15 Foto-foto Penelitian 84

x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 1

BAB 1 PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang Di dunia terdapat 25 hotspot biodiversitas yang tersebar pada berbagai negara. Asia Tenggara memiliki 4 hotspot biodiversitas yang dapat ditemukan di tiga negara megabiodiversitas yaitu Indonesia, dan Filipina (von Rintelen et al., 2017). Diantara tiga negara tersebut, Indonesia memimpin sebagai negara paling kaya akan jenis di Asia Tenggara. Indonesia juga sebagai negara kedua paling beragam setelah Brasil (Keong, 2015). Kawasan hutan hujan tropis Indonesia terkenal dengan keanekaragaman flora dan fauna yang tinggi. Keanekaragaman jenis tumbuh- tumbuhan di Indonesia secara keseluruhan tercermin pada jenis hutan-hutan tropika basah yang ditaksir mencapai sekitar 10% dari flora di dunia (Achmaliadi, 2003). Sebagian besar hutan-hutan di Indonesia termasuk dalam hutan hujan tropis, yang merupakan masyarakat yang kompleks, tempat yang menyediakan pohon dari berbagai ukuran. Di dalam kanopi iklim mikro berbeda dengan keadaan sekitarnya, cahaya lebih sedikit, kelembaban sangat tinggi, dan temperatur lebih rendah. Di dalam iklim mikro inilah terjadi pertumbuhan dan perkembangan pohon-pohon kecil dalam naungan pohon yang lebih besar, dan berkembang juga tumbuhan yang lain seperti pemanjat, epifit, tumbuhan pencekik, saprofit dan parasit (Irwanto, 2007). Istilah tumbuhan parasit digunakan untuk tumbuhan-tumbuhan yang membentuk akar termodifikasi yang disebut haustoria yang membentuk hubungan morfologi dan fisiologi dengan tumbuhan lain, khususnya dalam upaya memperoleh sumber nutrisi untuk keberlangsungan hidupnya. Tidak seperti tumbuhan autotrof pada umumnya yang berfotosintesis dan menghasilkan makanannya sendiri, tumbuhan parasit digolongkan sebagai tumbuhan yang memperoleh sebagian (hemiparasit) atau seluruh makanannya (holoparasit) dari organisme lain (Nickrent, 2002). Balanophoraceae adalah kelompok tumbuhan holoparasit (Rakhmawati et al., 2016) dan tidak memiliki stomata pada kedua permukaan daunnya (Kuijt and Dong, 1990). Balanophoraceae termasuk tumbuhan herbaceus, tidak memiliki klorofil dan bersifat parasit pada akar tumbuhan lain. Tubuh berwarna kuning keputihan hingga

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2

kuning, cokelat, jingga hingga merah atau merah muda. Batang muncul dari rimpang secara endogenous ataupun exogenous. Balanophoraceae dapat memiliki daun ataupun tidak. Bunga majemuk seperti tongkol (spadix) dengan bunga uniseksual, jantan dan betinanya terpisah atau dalam satu tongkol. Kepala sari berjumlah 26, berhadapan dan menyatu menjadi synandrium. Pembungaan yang sangat banyak namun dengan ukuran yang kecil-kecil serta reduksi bagian bunga membuat banyak orang mengiranya sebagai Fungi (Hansen, 1976; Heide-Jørgensen, 2008). Balanophoraceae ini juga merupakan tumbuhan langka yang terdiri dari 17 marga di seluruh dunia (Mukhti et al., 2012). Penelitian tentang suku Balanophora di Indonesia serta kajian jenis-jenis tumbuhan inang dan asosiasinya belum banyak diteliti, namun di China dan Jepang sudah banyak dilaporkan (Hansen, 1999). Di Sabah, Malaysia dilaporkan 1 marga Balanophora yang terdiri dari 5 jenis oleh Barkman et al. (2003). Di Indonesia, telah dilaporkan oleh Mukhti et al. (2012) di Sumatera Barat, Rakhmawati et al. (2016) dan Cahyo (2017) di Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).

1. 2 Permasalahan Dari survei yang sudah dilakukan di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara ditemukan Balanophora pada beberapa tipe habitat. Kajian tentang marga Balanophora belum pernah dilakukan di lokasi ini. Oleh karena itu dilakukan penelitian untuk mengetahui jenis-jenis marga Balanophora, jenis tumbuhan inang, asosiasi jenis-jenis tumbuhan bawah dan faktor abiotik yang mempengaruhi Balanophora di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara.

1. 3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui jenis-jenis dari marga Balanophora di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. b. Untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan inang marga Balanophora. c. Untuk mengetahui jenis-jenis tumbuhan bawah yang berasosiasi dengan Balanophora.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3

d. Untuk mengetahui faktor abiotik yang mempengaruhi keberadaan Balanophora.

1. 4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai data bagi peneliti, masyarakat dan pihak-pihak yang membutuhkannya serta sebagai data untuk penelitian lebih lanjut mengenai tumbuhan marga Balanophora di Indonesia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Hutan Masyarakat hutan merupakan kelompok organisme mencakup berbagai jenis tumbuhan yang dikuasai oleh pohon dan berbagai jenis tumbuhan yang dikuasai oleh pohon serta berbagai jenis hewan dan organisme mikro yang menempati suatu habitat, sehingga pada habitat itu terjadi hubungan timbal balik antar organisme dengan organisme yang lain dan lingkungannya. Hubungan timbal balik itu haruslah alami (Indriyanto, 2006). Formasi ekosistem hutan merupakan tipe atau bentuk susunan ekosistem hutan yang terjadi akibat pengaruh faktor lingkungan yang dominan terhadap pembentukan dan perkembangan kounitas dalam ekosistem hutan. Adanya pengelompokan formasi hutan dipahami oleh paham klimaks yaitu komunitas akhir yang terjadi selama proses suksesi (Arief, 1994). Hutan dipandang sebagai suatu ekosistem karena hubungan masyarakat tumbuhan pembentuk hutan dengan binatang liar dan alam lingkungannya. Oleh karena itu, hutan yang dipandang sebagai suatu ekosistem dapat dipelajari dari segi autekologi maupun sinekologinya (Indriyanto, 2006).

2. 2 Tumbuhan Parasit Interaksi parasitisme terjadi saat dua jenis hidup dalam asosiasi mutlak, dimana parasit bergantung pada metabolit inangnya (Krebs, 1994). Tumbuhan parasit dapat dijabarkan sebagai tumbuhan-tumbuhan yang mana mengekstrak nutrisi dan atau air dari tumbuhan lain dan menimbulkan efek negatif bagi performa tumbuhan inang. Tumbuhan-tumbuhan yang tidak dapat membuat atau menyediakan nutrisi esensial seperti karbon, nitrogen dan fosfat untuk dirinya sendiri dapat digolongkan sebagai heterotrof, kebalikan dari tumbuhan autotrof yang mana mampu mendapatkan kebutuhannya sehingga tumbuhan parasit bersifat heterotrof (Heide-Jørgensen, 2008).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5

Kelompok tumbuhan Angiospermae parasit yang mengeksploitasi tumbuhan berbunga lainnya untuk mendapatkan air dan mineral melalui struktur khusus yang bernama haustorium (Gambar 2.1). Bagian dari haustorium (organ penusuk) menembus jaringan inang untuk melakukan kontak terhadap jaringan pengangkut inang (Rubiales and Heide-Jørgensen, 2011).

Gambar 2.1 Morfologi haustorium (Heide-Jørgensen, 2008).

Kata haustorium berasal dari Bahasa Latin ‘haustor’ yang artinya “untuk minum” dan ‘orium’ yang artinya “alat untuk”. Disamping fungsinya sebagai alat untuk mengangkut air dan nutrisi, ada beberapa fitur khusus pada haustoria dan terdapat variasi struktur antar suku yang sangat banyak. Sebuah haustorium memiliki dua bagian: pertama, sebagai penahan luar yang mana tidak selalu dijumpai dan kedua, sebagai organ penusuk yang menembus jaringan hidup inang. Penahan berperan sebagai aspek mekanis dari penetrasi tetapi tidak selalu berkembang sebagaimana dijumpai pada berbagai parasit akar. Organ penusuk menyerap material dari inang dibantu dengan jaringan penghisapnya yang membentuk saluran ke bagian lain tubuh parasit. Akan tetapi, dengan sedikit pengecualian, jaringan pembuluh hanya mengembangkan pembuluh xilem yang mengangkut air dan nutrisi anorganik. Pada bagian ujung organ penusuk, pembuluh xilem ini melakukan kontak langsung dengan pembuluh xilem inang membentuk jembatan haustorial xilem antara inang dan parasit. Jembatan xilem ini merupakan fitur paling umum dari haustorium (Heide-Jørgensen, 2008).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 6

2. 3 Pengelompokan dan Jenis-jenis Tumbuhan Parasit Pengelompokkan tumbuhan parasit berdasarkan hubungan evolusinya atau berdasarkan tipe kebutuhan nutrisinya. Terdapat 2 tipe parasitisme yakni hemiparasit dan holoparasit (Nickrent, 2002).

2. 3. 1 Hemiparasit Hemiparasit adalah tumbuhan hijau yang memiliki kemampuan untuk melakukan fotosintesis. Mereka mampu menyediakan karbohidrat bagi dirinya sendiri, walaupun tidak dalam kadar yang cukup. Secara umum, tumbuhan ini mendapatkan nutrisi yang disuplai melalui penempelan haustorium pada satu atau beberapa tumbuhan inang. Tetapi pada suatu periode masa hidupnya, tumbuhan ini mampu hidup terpisah dari inangnya. Kebanyakan akar tumbuhan hemiparasit mampu bertahan tanpa inang walaupun tidak begitu baik (Heide-Jørgensen, 2008). Hemiparasit dapat dipisahkan menjadi dua tipe yakni fakultatif dan obligat, tergantung kemampuan mereka merdeka dari inang. Hemiparasit fakultatif tidak membutuhkan inang untuk menyelesaikan siklus hidupnya tetapi jika terdapat inang, maka haustorium dapat terbentuk. Hemiparasit fakultatif dapat dijumpai pada beberapa suku parasit akar seperti Olacaceae, Opiliaceae, Santalaceae, Krameriaceae dan Scrophulariaceae. Kebalikannya, hemiparasit obligat membutuhkan inang untuk menyelesaikan siklus hidupnya. Hemiparasit obligat dapat dijumpai pada beberapa marga seperti Cuscuta, Cassytha, Phacellaria, Striga dan Arceuthobium (Nickrent, 2002).

2. 3. 2 Holoparasit Pembeda utama tedapat pada ada tidaknya klorofil untuk melakukan fotosintesis. Holoparasit bergantung sepenuhnya pada inangnya untuk kebutuhan air dan mineral. Setelah berkecambah, holoparasit akan mati ketika cadangan makanan didalam endosperma habis kecuali ia telah membentuk haustorium fungsional pada inang. Hal ini membuat haustorium primer penting bagi holoparasit. Kebanyakan holoparasit adalah parasit pada akar tumbuhan dan hanya suku Apodanthaceae, Cytaniaceae, dan Rafflesiaceae yang merupakan parasit pada batang tumbuhan. Tumbuhan ini tidak mempunyai klorofil dan tidak melangsungkan fotosintesis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 7

sehingga holoparasit tidak membutuhkan cahaya dan dapat ditemukan di tempat tergelap di hutan. Hal ini juga memungkinkan keseluruhan atau bagian besar tubuh vegetatif tersembunyi didalam inang dan hanya bunga yang mencuat keluar dari inang (Heide-Jørgensen, 2008). Beberapa suku holoparasit yakni Balanophoraceae, Cynomoriaceae, Hydnoraceae, Rafflesiaceae, Cuscutaceae, Lennoaceae dan Orobanchaceae (Nickrent, 2002).

2. 4 Taksonomi Balanophoraceae Suku Balanophoraceae adalah suku tunggal dari ordo Balanophorales. Suku ini awalnya dimasukkan ke dalam Fungi oleh para author kemudian dikelompokkan diantara paku-pakuan dan tumbuhan monokotil atau antara keduanya dengan tumbuhan dikotil. Hooker (1856) menyadari kelompok ini sebagai Angiospermae dan menitikberatkan morfologi bunganya memiliki kesamaan ciri dengan Gunneraceae- Haloragaceae, pemindahan posisi selanjutnya dilakukan oleh Dahlgren (1975) memposisikanya dekat dengan yang disarankan kuat oleh banyak author pada zamannya. Harms (1935) lebih menyarankan Balanophoraceae untuk dipisahkan dari Santalales karena terdapat reduksi struktural sehingga ada ciri jelas yang hilang memisahkan mereka dari Santalales (Kuijt dan Hansen, 2015). Telah dilakukan revisi beberapa suku tumbuhan yang belum jelas posisi bangsanya. The Angiosperm Phylogeny Group (2009), telah meletakkan posisi suku Balanophoraceae ke dalam Santalales. Walaupun data molekuler terbaru menunjukkan kemungkinan Balanophoraceae menunjukkan kedekatan dengan Santalales, posisi pasti Balanophoraceae tetap menjadi pertanyaan. Untuk mengklarifikasi kecocokan Balanophoraceae dengan Santalales telah dilakukan perbandingan pohon filogeni berdasarkan 18S rDNA dan gen-gen floral B-class homeotic. Hasil dari berbagai analisis filogenetik mengkonfirmasi posisi dasar Balanophoraceae didalam Santalales (Su dan Hu, 2014).

2. 5 Morfologi Balanophora Balanophora adalah tumbuhan herba berumah satu atau dua, berdaging, parasit pada akar atau rimpang berbagai jenis inang. Rimpang umumnya bercabang biasanya dengan sisik, kerutan atau lentisel. Tunas pembungaan muncul secara endogenous dari

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 8

rimpang; ibu bunga dengan atau tanpa daun, tidak bercabang. Daun bersisik, berseling atau berhadapan dan tersebar atau tersusun spiral terkadang berkarang, jarang bersatu atau membentuk rumpun. Pada daun tidak ditemukan stomata. Bunga majemuk berkelamin satu atau ganda, terminal berbentuk tongkol atau seperti tongkol ditutupi dengan cabang kecil; cabang-cabang berhadapan dengan braktea yang beragam variasi (Gambar 2.2). Bunga berkelamin tunggal dengan tangkai bunga atau tidak. Bunga jantan lebih besar dari bunga betina. Berjumlah 3 atau 4 atau lebih. Perhiasan bunga diujung berlekuk atau bergigi, atau tidak ada; lobus tidak menumpuk. 1 atau 2 tangkai ketika perhiasan tidak ada atau umumnya sebanyak perhiasan dan berhadapan dengan lobus perhiasan ketika perhiasan ada. Tangkai sari bebas atau menyatu membentuk syndrium; kepala sari bebas atau menyatu, dengan 2 locul atau lebih, dipisahkan oleh celah. Bunga betina: padat pada cabang atau pada pangkal tongkol dan atau sumbu tunas. Perhiasan tidak ada atau tereduksi dan berlekuk 2 secara irreguler melekat pada ovary. Ovary tenggelam. Tangkai putik 1; sedikit membengkak. Buah keras, berbiji 1 (Hansen, 1979; Shumei dan Murata, 2003).

A B

Gambar 2.2 Morfologi Pembungaan Balanophora A. Bunga jantan dan betina pada individu yang sama (monoceus); B. Bunga jantan dan betina pada individu yang berbeda (dioceus). 1. Pembungaan betina, 2. Pembungaan jantan, 3. Daun, 4. Rimpang (Mukhti et al., 2012).

2. 6 Persebaran Balanophoraceae Suku Balanophoraceae memiliki 120 jenis diseluruh dunia. Kebanyakan jenis dari suku ini tersebar di wilayah Asia tropis dan Oceania dan kira-kira 20 jenis tersebar luas di China Barat Daya (Wang et al., 2012). Enam marga tersebar terbatas di

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 9

Amerika tropis, lima marga di Afrika dan Madagaskar, dua marga di Asia tropis, satu marga di Kaledonia Baru dan satu marga di North Island, Selandia Baru. Marga terbesar Balanophora terdiri atas 15 jenis dengan 10 jenis berpusat di Peninsular Indo- China dan satu jenis tersebar dari Afrika tropis melalui Madagaskar ke Asia tropis, Malesia, dan Kepulauan Pasifik. Langsdroffia memiliki lima jenis. Dua jenis di Amerika tropis, satu jenis di Madagaskar dan dua jenis di Papua Nugini. (Kuijt dan Hansen, 2015). Rhopalocnemis tersebar di sepanjang Cina hingga Asia Tenggara (Hansen, 1979; Shumei and Murata, 2003). Helosis tersebar di wilayah Neotropis dan Kawasan Malesiana, namun hanya satu jenis yang berada di Kawasan Malesiana (Kiew et al., 2010).

2. 7 Jenis-jenis Balanophoraceae Di Malesia Jenis Balanophoraceae yang diketahui dari kawasan Malesia terdiri dari 4 marga yaitu Rhopalocnemis Junghuhn yang diwakili oleh jenis Rhopalocnemis phalloides Junghuhn (Hansen, 1979; Shumei and Murata, 2003), Helosis Rich dengan jenis Helosis ruficeps (Ridl.) R. K. Eberwein (Kiew et al., 2010), Langsdorffia Mart dengan jenis Langsdorffia papuana Geesink (Hansen, 1979) dan Balanophora J. R. & G. Forst (Hansen, 1976; Barkman et al., 2003; Kiew et al., 2010). Jenis dari marga Balanophora terdiri dari 10 jenis yaitu B. abbreviata Bl, B. coralliformis Barcelona, Tandang & Pelser, B. elongata Bl, B. fungosa J. R. & G. Forst, B. hansenii Hambali, B. indica (Arnott) Grifft, B. latisepala (Tiegh.) Lecomte, B. lowii Hook.f, B. papuana Schltr dan B. reflexa Becc (Hambali, 1980; Barkman et al., 2003; Shumei dan Murata, 2003; Kiew et al., 2010; Mukhti et al., 2012; Pelser et al., 2014; Rakhmawati et al., 2016; Cahyo, 2017).

2. 8 Tumbuhan Inang Balanophora Keberadaan tumbuhan parasit di dalam vegetasi dan komunitas tumbuhan akan selalu bergantung kepada distribusi tumbuhan inangnya. Parasit-parasit yang memiliki lebih banyak jenis inang memiliki persebaran yang lebih luas di dalam komunitas dibandingkan jenis inang yang lebih sedikit. Parasit dengan jenis inang yang lebih sedikit akan memiliki persebaran yang lebih terpencar (Heide-Jørgensen, 2008).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 10

Tumbuhan parasit baik dari kelompok hemiparasit maupun holoparasit diketahui hanya menyerang tumbuhan berkayu (dikotil), sangat jarang dilaporkan menyerang kelompok monokotil. Balanophora di ekspektasi memiliki tingkat spesifiksitas inang yang tinggi, akan tetapi kebanyakan jenis memiliki inang yang beranekaragam. Kelompok yang sudah diketahui memiliki inang spesifik hanya dua jenis Mystropetalon yang memparasit kelompok Proteaceae dari marga Protea dan Leucadendron. Kelompok holoparasit akar diketahui menyerang berbagai jenis inang (Heide-Jørgensen, 2008). Tumbuhan parasit berumah dua ini umumnya tumbuh pada pohon hijau berdaun lebar, terutama pada suku Leguminosae, Ericaceae, Urticaceae dan Fagaceae (Wang et al., 2012). Balanophora tidak menunjukkan inang yang spesifik (Kiew et al., 2010). Telah diketahui sedikitnya 74 jenis tumbuhan inang yang termasuk dalam 35 suku seperti pada Balanophora fungosa telah diketahui memparasit sedikitnya 25 jenis (Hansen, 1976). Tetapi beberapa kasus seperti B. fungosa spp. indica var. globosa menurut Hansen (1972), hanya memparasiti inang khusus yaitu Puspa (Schima wallichii). Hal tersebut juga didukung oleh Sunaryo (1999), dan Cahyo (2017), yang menyebut jenis ini sebagai Perud Puspa. Sebanyak 15 jenis marga Balanophora telah diketahui memparasiti kelompok tumbuhan yaitu: Acanthaceae, Aceraceae, Apocynaceae, Aquifoliaceae, Araliaceae, Asclepidiaceae, Berberidaceae, Betulaceae, Celasteraceae, Corylaceae, Datiscaceae, Ebenaceae, Ericaceae, Euphorbiaceae, Fagaceae, Graminae, Hamamelidaceae, Juglandaceae, Lauraceae, Leguminae, Malvaceae, Moraceae, Myrtaceae, Oleaceae, Pinaceae, Piperaceae, Pittosporaceae, Rosaceae, , Sterculiaceae, Symplocaceae, Theaceae, Urticaceae, Verbenaceae dan Vitaceae (Kuijt and Hansen, 2015).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 11

BAB 3 METODE PENELITIAN

3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian Survei penelitian telah dilaksanakan pada tahun 2017 dan penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai September 2018 di Stasiun Riset Yayasan Ekosistem Lestari-Sumatran Orangutan Conservation Progamme (YEL-SOCP) Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat, Kabupaten Tapanuli Utara, Provinsi Sumatera Utara. Identifikasi tumbuhan dan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan dan Herbarium Medanense, Universitas Sumatera Utara.

3. 2 Deskripsi Area 3. 2. 1 Kawasan Hutan Batang Toru Hutan Batang Toru (HBT) memiliki luasan 136.000 Ha dan terbagi dalam dua Blok yaitu Blok Timur dan Blok Barat. Secara administratif Kawasan Hutan Batang Toru terletak di Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan. Secara geografis berada antara 98° 53’ – 99° 26’ BT dan 02° 03’ – 01° 27’ LU (Lampiran 1). Kawasan hutan Batang Toru Blok Barat seluas 76.000 ha berada antara 98° 046’ 48” – 99° 017’ 24” BT dan 10° 27’ 00” – 10° 59’ 24” LU. Lokasi penelitian merupakan kawasan stasiun pemantauan flora dan fauna seluas 12.000 Ha yang berada antara 49°93’31’’ BT dan 18°63’20’’ LU (SOCP-YEL, 2007).

3. 2. 2 Iklim Iklim di hutan Batang Toru termasuk iklim tropis dengan curah hujan yang tinggi berkisar 4.500 sampai 5.000 mm per tahun. Hutan ini berada di pegunungan, suhu pada malam hari bisa turun sampai 14˚C, suhu tertinggi pada siang hari 31oC, dan memiliki kelembaban berkisar 33%-95% (SOCP-YEL, 2007).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 12

3. 2. 3 Topografi Kawasan Hutan Batang Toru berada pada ketinggian antara 124-1.797 mdpl, daerah terendah (124 mdpl) ditemui di Tepi Sungai Batang Toru dan ketinggian 1.797 mdpl ditemui di Puncak Dolok Saut di Blok Timur. Sebagian besar sisa hutan primer terletak pada ketinggian antara 800-1.300 mdpl (58%) dan 300-800 mdpl (32%) (Mistar et al., 2017).

3. 2. 4 Vegetasi Secara umum, Hutan Batang Toru dapat dikategorikan berdasarkan ketinggian menjadi hutan dataran rendah, bukit, hutan dataran tinggi, dan hutan pegunungan. Pada masing-masing kategori dapat ditemukan berbagai tipe hutan yang lebih spesifik termasuk hutan Dipterocarpaceae, kerangas dan hutan aluvial. Jenis pohon yang mendominasi didekat stasiun monitoring YEL termasuk , Myrtaceae, Lauraceae dan Fagaceae namun komposisi dan dominasi jenis berbeda di seluruh hutan. Hutan dataran rendah yang tersisa di dominasi oleh Dipterocarpaceae, Burseraceae dan Malvaceae (Fredriksson, 2017).

3. 3 Metode Penelitian 3. 3. 1 Di Lapangan Eksplorasi Balanophora dilakukan dengan metode survei (eksplorasi) di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat sepanjang jalur trek utama yakni jalur A (3000 meter), B (3500 meter), C (4000 meter), H (2600 meter), G (3300 meter), JMK (2400 meter) dan Gua (2600 meter) (Lampiran 2), namun juga akan dilakukan eksplorasi pada jalur-jalur trek lainnya. Balanophora yang berbunga dikoleksi untuk dibuat spesimen herbarium dan beberapa bagian bunga atau buah dikoleksi basah. Karakter morfologi yang penting dicatat, seperti warna rimpang, daun dan bunga. Dilakukan juga pengukuran terhadap ketinggian dan titik ordinat. Spesimen yang dikoleksi dalam awetan basah menggunakan alkohol 70% (Rakhmawati et al., 2016). Tumbuhan inang diketahui dengan melihat langsung pada akar tumbuhan apa Balanophora ditemukan pada lokasi penelitian. Tumbuhan inang selanjutnya dikoleksi untuk dibuat spesimen herbarium. Karakter morfologi yang penting dicatat untuk

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 13

proses identifikasi selanjutnya di laboratorium (Rakhmawati et al., 2016; Cahyo, 2017). Tumbuhan yang berasosiasi dengan Balanophora diketahui dengan membuat plot bersarang (nested plot) pada rimpang Balanophora (Lampiran 3) (Rakhmawati et al., 2016; Zuhri, 2017) dan dilakukan juga plot analisis di wilayah yang tidak ditemukan Balanophora dengan metode purposive random sampling sebanyak 10 plot pengamatan yang mewakili berbagai tipe ekologi habitat di lokasi penelitian. Tumbuhan-tumbuhan yang didapat dikoleksi untuk dibuat spesimen herbarium. Karakter morfologi yang penting dicatat untuk proses identifikasi selanjutnya di laboratorium. Sebagai data pendukung dilakukan pengukuran faktor fisik di plot bersarang. Parameter yang diukur yaitu suhu udara dengan hygrometer, pengukuran kelembaban udara dengan hygrometer, pengukuran intensitas cahaya dengan luxmeter, pengukuran pH tanah dengan soil tester, pengukuran suhu tanah dengan termometer tanah dan pengukuran curah hujan dengan manual raingauge. Titik koordinat diambil menggunakan GPS Garmin 64s untuk pembuatan peta persebaran.

3. 3. 2 Di Laboratorium a. Pembuatan Herbarium Spesimen basah Balanophora yang didapat dari lapangan kemudian dipindahkan ke dalam toples kaca dan di ganti alkohol yang digunakan. Spesimen dikelompokkan secara umum berdasarkan kesamaan dan perbedaannya. Kemudian dilakukan pengamatan dan pengukuran karakter morfologi vegetatif dan generatif. Spesimen kering yang diperoleh dari lapangan, diganti korannya, diapit dengan sasak, kemudian dikeringkan di oven. Kira-kira 3-6 hari spesimen sudah kering, kemudian dikeluarkan dari oven. Setelah pengeringan, dilakukan pengelompokan spesimen secara umum berdasarkan kesamaan dan perbedaannya. Selanjutnya dilakukan pengamatan dan pengukuran karakter morfologi vegetatif dan generatif. Untuk koleksi basah, dimasukkan ke dalam toples kaca kemudian direndam alkohol 70%.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 14

b. Identifikasi Jenis Tumbuhan Pustaka acuan yang digunakan untuk identifikasi Balanophora yaitu: a) Flora Malesiana Series I Vol. 7, Part 4 (Hansen, 1976). b) Balanophoraceae. Flora of China 5 (Shumei dan Murata, 2003). c) Flora of Peninsular Malaysia. Series II: Seed Plant, Vol 1 (Kiew et al., 2010). d) The Genus Balanophora (Balanophoraceae) In Sabah, Malaysia (Barkman et al., 2013). Pustaka acuan yang digunakan untuk identifikasi tumbuhan inang dan asosiasi yaitu: a) Tree Flora of Malaya A Manual For Foresters Volume 2 (Whitmore, 1973). b) Tree Flora of Malaya A Manual For Foresters Volume 3 (Whitmore, 1978). c) Thonner’s Analytical Key To The Families Of Flowering Plants (Geesink et al., 1981). d) Ferns Of Malaysia In Colour (Piggot, 1988). e) Plant Resources of South-East Asia. Timber Trees: Major Commercial Timbers Volume 1 (Soerianegara and Lemmens, 1994). f) Plant Resources of South-East Asia. Timber Trees: Minor Commercial Timbers Volume 2 (Lemmens et al., 1995). g) Identification of Tropical Woody Plants In The Absence of Flower and Fruits A Field Guide (Keller, 1996). h) The Genera of Araceae (Mayo et al., 1997). i) Plant Resources of South-East Asia. Timber Trees: Lesser-known Commercial Timbers Volume 3 (Sosef et al., 1998). j) Orchids of Sumatera (Comber, 2001). k) Tree Flora of Sabah and Sarawak Vol 5 (Ashton, 2005). l) A Pocket Guide Gingers of Sarawak (Poulsen, 2006). m) Flora Pegunungan Jawa (van Steenis, 2006). n) Burmanniaceae. Flora of China 23 (Te-Lin et al., 2010). o) Freycinetia (Pandanaceae) of Sumatra (Pasaribu, 2010). p) Flora of Peninsular Malaysia Series I: Ferns and Lycophytes (Parris et al., 2010).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 15

q) Enumeration of Sumatran Free-Petalled Species of (Myrtaceae) (Widodo, 2011). r) The Araceae of Peninsular Malaysia (Mansor et al., 2012). s) A Revision of Syzygium Gaertn. (Myrtaceae) in Indochina (Cambodia, Laos and Vietnam) (Soh and Parnell, 2015). t) Study of Ficus in West Block Batang Toru Forest Region, North Tapanuli District, Indonesia (Pasaribu et al., 2018). Untuk jenis-jenis yang tidak dapat diidentifikasi akan dikirim ke Herbarium Bogoriense untuk diidentifikasi.

3. 3. 3 Analisa Data Data jenis-jenis Balanophora disajikan dalam bentuk deskripsi morfologi yang dilengkapi dengan foto dan gambaran habitat secara umum dari masing-masing jenis Balanophora. Data tumbuhan inang disajikan dalam bentuk daftar jenis inang dan pembagian ukuran diameter akar. Data tumbuhan asosiasi diketahui dengan menggunakan tabel contingency 2x2 yang selanjutnya diuji dengan tabel chi-square (x2) dan Indeks Asosiasi Jaccard (Mueller-Dombois et al., 1974; Jongman et al., 1987; Zuhri, 2017). (Tabel 3.1). Tiap parameter faktor abiotik akan diuji statistik Mann- Whitney menggunakan software PAST. Peta persebaran Balanophora menggunakan software ArcMap ESRI. Analisis data untuk menghitung Indeks Asosiasi Jaccard dilakukan dengan rumus: a. Perhitungan Plot Kehadiran Tumbuhan Asosiasi Tabel 3.1 Tabel Contingency 2x2 Jenis Asosiasi A Balanophora Jumlah Ada Tidak Ada Ada a b a + b Tidak Ada c d c + d Jumlah a + c b + d n = a + b + c + d Keterangan : a adalah jumlah plot Balanophora dan A hadir, b adalah jumlah plot Balanophora hadir dan A tidak hadir, c adalah jumlah plot jenis A hadir dan Balanophora tidak hadir, d adalah jumlah plot jenis A dan Balanophora tidak ditemukan. n adalah jumlah keseluruhan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 16

b. Uji chi-square (x2) [푎 − 퐸(푎)]2 [푏 − 퐸(푏)]2 [푐 − 퐸(푐)]2 [푑 − 퐸(푑)]2 푥2 = + + + 퐸(푎) 퐸(푏) 퐸(푐) 퐸(푑) (푎+푏)(푎+푐) Dimana: 퐸(푎) = 푛 (푎+푏)(푏+푑) 퐸(푏) = 푛 (푎+푐)(푐+푑) 퐸(푐) = 푛 (푏+푑)(푐+푑) 퐸(푑) = 푛 Asosiasi dan tipe asosiasi dapat diketahui apabila: a) Nilai x2 test > x tabel menunjukkan asosiasi b) Nilai x2 test < x tabel menunjukkan tidak asosiasi c) Nilai a > E (a) menunjukkan tipe asosiasi positif d) Nilai a > E (a) menunjukkan tipe asosiasi negatif

c. Indeks Asosiasi Jaccard 푎 Indeks Jaccard (%) = 100% 푎+푏+푐

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 17

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1 Karakteristik Balanophora Berdasarkan hasil eksplorasi yang dilakukan, didapatkan 2 jenis Balanophora yaitu Balanophora papuana dan Balanophora elongata. Jenis-jenis tersebut dapat dibedakan berdasarkan beberapa karakter morfologi. Balanophora mempunyai 3 bagian utama yaitu rimpang (tuber), daun dan pembungaan () (Gambar 4.1).

C

B

A

Gambar 4.1 Morfologi Balanophora. A. Rimpang, B. Daun, C. Pembungaan majemuk.

4. 1. 1 Rimpang Rimpang Balanophora dapat dibedakan berdasarkan bentuknya yaitu bulat dan memanjang. Jenis B. papuana memiliki bentuk bulat sedangkan B. elongata memiliki bentuk memanjang (Gambar 4.2).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 18

A B

Gambar 4.2 Bentuk rimpang Balanophora: Rimpang memanjang pada B. elongata (A) dan rimpang bulat pada B. papuana (B).

4. 1. 2 Daun Balanophora dapat dibedakan berdasarkan ujung kuncup daun, susunan dan jumlah daunnya. Ujung kuncup daun pada B. papuana berbentuk membulat sedangkan B. elongata meruncing. Susunan daun pada kedua jenis ini juga berbeda, B. elongata memiliki susunan spiral sedangkan B. papuana tersusun berhadapan. Jumlah daun pada B. papuana lebih sedikit daripada B. elongata (Gambar 4.3).

4. 1. 3 Pembungaan Balanophora yang didapatkan adalah tumbuhan berumah dua (dioceus). Pada B. papuana ditemukan individu jantan dan betina, akan tetapi pada B. elongata hanya individu jantan. Perbedaan morfologi pembungaan jantan pada kedua jenis ini dapat dilihat pada panjang tangkai anak bunga, bentuk synandrium dan bractea pembungaan jantan. Tangkai anak bunga pada B. elongata lebih panjang daripada B. papuana dua kali lipat (6.5-10 : 1-5 mm). Synandrium kedua jenis ini berbentuk bulat, akan tetapi, pada B. elongata synandrium-nya teramati lebih gepeng dibandingkan B. papuana. Bractea dapat diamati di bawah tangkai anak bunga dengan bentuk seperti huruf “V”. Pada B. papuana, ukuran bractea-nya sangat kecil dibandingkan dengan B. elongata (Gambar 4.4).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 19

A B

C D

Gambar 4.3 Perbedaan morfologi daun Balanophora. Ujung kuncup daun runcing pada B. elongata (A) dan membulat pada B. papuana (B). Susunan daun spiral pada B. elongata (C) dan berhadapan pada B. papuana (D).

b a

a

c c b A B Gambar 4.4 Perbedaan morfologi pembungaan. Pembungaan jantan Balanophora papuana (A) dan Balanophora elongata (B). Panjang bunga (a) yang lebih pendek pada B. papuana. Bractea (b) yang lebih jelas dan panjang pada B. elongata. Synandrium (c) yang lebih gepeng pada B. elongata.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 20

4. 2 Deskripsi Morfologi Balanophora papuana Schlechter. Tumbuhan berumah dua, panjang total 6-24 cm. Rimpang: bercabang membentuk rimpang besar atau tidak, rimpang membulat atau memanjang, (1-) 2.5-3 (-3.3) x (1.5-) 3-4.2 (-5.2) cm, permukaan kasar dengan banyak kerutan (stellate warts), warna merah atau jingga. Daun: daun duduk, berhadapan, 2-8 helai, bulat telur (0.55-) 0.7-1.3 (-1.7) x (1.5-) 1-2.8 (-3.3) cm, pangkal rata, tepi rata dan bergigi dekat ujung, ujung tumpul, vena 6-9 garis, warna merah, cokelat atau jingga, daun membuka penuh saat bunga mekar. Pembungaan jantan: ibu tangkai bunga berwarna merah, kuning atau jingga. Bunga jantan: memiliki daun penumpu (braktea) berbentuk ‘V’, 1 mm, tangkai bunga berukuran 1-5 mm, tenda bunga (tepal) berjumlah 4 buah (tepal tengah lebih besar daripada tepal tepi), berwarna kuning atau merah, tepal tengah berbentuk persegi atau persegi panjang, ujung rata, 3-5 x 1.2-4 mm, tepal tepi berbentuk persegi atau segitiga, ujung rata atau runcing, 2.8-4 x 2-3 mm. Synandrium bulat dan sedikit gepeng. Pembungaan betina: lonjong memanjang, ukuran 1.8-5.3 x 1.2-2.5 cm, warna cokelat atau merah (Gambar 4.5). Spesimen : BPP 01, BPP 09, BPP 28, BPP 37, BPP 51, BPP 109, BPP 117, BPP 252, BPP 261. Pembungaan : Berbunga mulai Bulan Juli-September. Sesuai dengan Hansen (1976), yang menyatakan bahwa jenis ini berbunga sepanjang tahun namun 66% koleksi herbarium didapatkan pada bulan Juni-November. Ekologi : Ditemukan pada ketinggian 868 hingga 1003 mdpl namun lebih umum dijumpai pada ketinggian 900-910 mdpl. Paling umum dijumpai pada habitat gambut. Umum pada tanah dengan pH asam (4.5-5.2) hingga netral (6.8). Menyukai tanah yang lembab (>8) tetapi dapat juga dijumpai pada tanah yang sedikit kering (3-4). Menyukai tempat yang ternaungi. Suhu udara hangat (21.6-26.7 oC) dengan kelembaban udara yang tinggi (80-99 %). Persebaran : Semenanjung Malaya, Sumatera (Hutan Batang Toru, Hutan Silalahi, Gunung Singgalang), Kalimantan, Sulawesi, Papua, Papua Nugini dan Filipina (Hansen, 1976; Barkman et al., 2003; Kiew et al., 2010; Damayanto dan Riastiwi, 2019).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 21

A B

a b d

c

C D

Gambar 4.5 Morfologi Balanophora papuana. A. Rimpang jantan. B. Rimpang betina. C. Bunga jantan a. tepal tengah, b. tepal tepi dan c. braktea rudimenter, d. Synandrium. D. Permukaan spadix pembungaan betina.

4. 3 Deskripsi Morfologi Balanophora elongata Blume. Tumbuhan berumah dua, panjang total 14-25 cm. Rimpang: bercabang membentuk rimpang besar (mass tubers), rimpang memanjang 2-2.9 x 3-4 cm, permukaan kasar dengan banyak kerutan (stellate warts), warna merah. Daun: daun duduk, melingkar, 14-18 helai, berbentuk elips 1-2.1 x 3.2-7.1 cm, pangkal rata, tepi rata, ujung runcing, vena 7-9 garis, warna cokelat kehitaman, daun membuka sebagian saat bunga mekar. Pembungaan jantan: ibu tangkai bunga berwarna kuning. Bunga jantan: memiliki daun penumpu (braktea) berbentuk ‘V’, 5 mm, tangkai bunga berukuran 6.5-10 mm, tenda bunga (tepal) berjumlah 4 buah (tepal tengah lebih besar dari tepal tepi), warna kuning atau kecokelatan, tepal tengah berbentuk persegi panjang, ujung rata, 4.3-4.6 mm x 7-9 mm, tepal tepi berbentuk persegi panjang, ujung

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 22

runcing, 1.7-2.8 mm x 3.3-8.3 mm. Synandrium pipih dan gepeng. Pembungaan betina tidak dijumpai (Gambar 4.6). Spesimen : BPP 338, BPP 339, BPP 340. Pembungaan : Berbunga mulai Bulan Oktober-November. Sesuai dengan Shumei and Murata (2003), menyatakan jenis ini berbunga pada November- Desember, namun berbeda dengan Hansen (1976), yang menyatakan bahwa jenis ini berbunga sepanjang tahun namun 80% koleksi herbarium didapatkan pada bulan Maret-September. Rakhmawati et al (2016), juga menemukan jenis ini mulai mekar saat bulan Maret. Persebaran : Sumatera (Hutan Batang Toru), Jawa dan Kalimantan (Hansen, 1979; Barkman et al., 2003). Ekologi : Ditemukan pada satu lokasi dengan ketinggian 908-915 mdpl dijumpai pada tipe hutan peralihan. Umumnya pada tanah dengan pH netral (5.8-6.5). Jenis ini ditemukan tanah yang lembab (>8). Menyukai tempat yang ternaungi. Suhu udara hangat (21.6-22.5 oC) dengan kelembaban tinggi (92-99 %).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 23

A B

d

c

a

b C Gambar 4.6. Morfologi Balanophora elongata. A. Rimpang dengan kuncup muda. B. Rimpang jantan. C. Bunga jantan a. tepal tengah, b. tepal tepi dan c. braktea, d. Synandrium.

4. 4 Kajian Inang Balanophora 4. 4. 1 Jenis-jenis Inang Balanophora Balanophora yang dijumpai memparasit banyak jenis tumbuhan inang. Telah diketahui 13 jenis tumbuhan inang yang terdiri atas 11 suku. Sebanyak 7 suku yakni Anacardiaceae, Cannabaceae, Dipterocarpaceae, Elaeocarpaceae, Ochnaceae, Rubiaceae dan Sapotaceae merupakan laporan baru suku yang menjadi inang Balanophora. Data jenis inang dapat dilihat pada Tabel 4.1. Balanophora elongata sangat selektif dan hanya memparasit 1 jenis inang yaitu Ficus pallescens. Ficus ini merupakan tumbuhan pencekik yang memiliki sangat banyak akar pencekik. Akar-akar ficus tersebut terlihat jelas memlilit batang inangnya yaitu Campnosperma auriculatum. Balanophora yang diamati pada Ficus ini menginfeksi akar yang terdapat di atas permukaan tanah. Jenis Ficus menjadi inang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 24

Balanophora elongata juga dilaporkan oleh Hansen (1976) dan Zuhri (2017) seperti jenis F. lepicarpa, F. ribes, F. septica dan F. villosa, namun tidak ada laporan mengenai F. pallescens. Menurut Zuhri (2017), akar lateral Ficus yang terekspose dapat menjadi tempat tumbuh B. elongata. Keberadaan jenis ini di lokasi penelitian sangat terbatas dan hanya diketahui menyerang Ficus pallescens. Jenis Ficus lainnya di lokasi penelitian telah dilaporkan oleh Siswiyati (2015) dan Pasaribu et al. (2018) sebanyak 28 jenis Ficus spp. yang didominasi oleh habit semi-epifit/pencekik (50%). Melimpahnya Ficus di lokasi penelitian memungkinkan untuk lestarinya jenis ini.

Tabel 4.1 Jumlah Individu Balanophora dan Inangnya. Jumlah Rimpang Jumlah No Famili Jenis Inang B. papuana B. elongata Inang 1 Anacardiaceae Campnosperma auriculatum 1 - 1 2 Cannabaceae Gironniera nervosa 4 - 2 3 Dipterocarpaceae Dipterocarpus eurynchus 64 - 1 4 Elaeocarpaceae Elaeocarpus petiolatus 2 - 1 5 Euphorbiaceae Baccaurea sumatrana 2 - 1 6 Lauraceae Alseodaphne sp. 1 - 1 7 Moraceae Ficus pallescens - 7 1 8 Ochnaceae Campylospermum serratum 1 1 9 Rubiaceae Psychotria viridiflora 2 - 1 10 Rutaceae glabra 2 - 1 11 Sapotaceae rostratum 15 - 5 12 laurifolia 1 - 1 13 Madhuca neriifolia 1 - 1 Jumlah 95 7 18

Balanophora papuana ditemukan banyak memparasit jenis tumbuhan. Sebanyak 12 jenis tumbuhan dari 10 suku telah diketahui menjadi inang B. papuana yang keseluruhannya berbentuk pohon. Menurut Hansen (1976), jenis ini diketahui hanya menyerang kelompok pohon seperti Macaranga sp. (Euphorbiaceae) dan Ficus sp. (Moraceae). Jenis-jenis inang pada penelitian ini merupakan data baru untuk tumbuhan inang B. papuana. Balanophora papuana tidak memiliki inang spesifik untuk tempat hidup sehingga mengakibatkan sangat melimpahnya jenis ini. Hansen (1976) dan Kiew et al. (2010), menyatakan beberapa jenis Balanophora tidak menunjukkan inang spesifik tetapi mampu memparasit banyak jenis pohon dan beberapa dapat menyerang herba dan bambu.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 25

4. 4. 2 Kajian Ukuran Akar Inang Hasil pengamatan terhadap beberapa ukuran akar inang yang diparasit oleh Balanophoraceae disajikan dalam Gambar 4.7.

16 14 14 13 12 10 8 6 4 3 2 2 1 1 0 0-0.2 0.21-0.5 0.51-0.9 0.91-1.3 1.31-1.8 1.81-2.2 2.21-2.7 >3 Kelas Diameter Akar Inang

Jumlah Individu

Gambar 4.7 Preferensi ukuran akar inang Balanophora.

Berdasarkan Gambar 4.7, Balanophora yang ditemukan lebih menyukai akar dengan ukuran 0.21-0.9 cm dimana akar dengan ukuran tersebut tergolong akar yang masih muda. Hal ini sesuai dengan Cahyo (2017), dimana akar yang disukai Balannophora elongata dan B. fungosa spp. indica var. globosa berukuran 0.2-0.9 cm. Selain itu, Hansen (1972), melaporkan jenis B. fungosa spp. indica menginfeksi akar berukuran 0.09-0.9 cm.

4. 5 Interaksi Hewan dengan Balanophora Beberapa jenis hewan berinteraksi dengan Balanophora. Hewan-hewan ini diduga penting dalam ekologi Balanophora. Jenis-jenis hewan yang berinteraksi dengan Balanophora dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Jenis Hewan yang Berinteraksi dengan Balanophora. No Suku Jenis B. papuana B. elongata 1 Apidae Trigona sp. - √ 2 Drosophilidae Drosophila sp. - √ 3 Formicidae Anoplolepis sp. √ - 4 Megascolicidae Pheretima sp. √ - 5 Vespidae Vespa sp. √ -

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 26

Hewan yang berinteraksi dengan B. papuana berjumlah 3 jenis yaitu Naning (Vespa sp.), semut hitam (Anoplolepis sp.) dan cacing tanah (Pheretima sp.). Naning yang diamati mendatangi pembungaan jantan dan betina yang berdekatan pada satu lokasi. Semut hitam yang diamati mendatangi pembungaan betina memakan nektar yang dieksresikan pembungaan tersebut. Cacing tanah yang diamati hidup di dalam sela-sela dasar rimpang busuk yang terkubur dalam tanah. Baik Naning atau semut hitam, keduanya hanya teramat mendatangi pembungaan yang baru mekar. Naning teramati hanya mencari nektar yang diekskresikan oleh pembungaan B. papuana baik oleh pembungaan jantan maupun betinanya (Gambar 4.8). Naning hinggap dan mengelilingi pembungaan jantan dan betina tanpa membawa atau menjatuhkan serbuk sari. Akan tetapi, Kawakita and Kato (2002); Bellot and Renner (2013) dan Vislabokov and Galinskaya (2018), telah mencatat kelompok ini sebagai penyerbuk kelompok Balanophoraceae terkhususnya marga Balanophora.

A B

C D Gambar 4.8 Interaksi Hewan dengan B. papuana: A. Vespa sp. mendatangi pembungaan betina, B. Vespa sp. mendatangi pembungaan jantan, C. Anoplolepis sp. memakan nektar dari pembungaan betina, D. Pheretima sp. pada sela-sela rimpang busuk.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 27

Semut hitam yang diamati hanya memakan nektar pada pembungaan betina B. papuana (Gambar 4.8). Tidak diketahui apakah semut ini juga mendatangi pembungaan jantan juga. Cacing tanah teramati berada pada sela-sela rimpang B. papuana yang telah membusuk. Hewan ini memanfaatkan rimpang busuk B. papuana untuk tempat berlindung karena lapisan luarnya masih keras dan kaku tetapi pada bagian dalamnya sudah rapuh.

A B Gambar 4.9 Interaksi Hewan dengan B. elongata: A. Trigona sp. mengumpulkan serbuk sari dari synandrium pada keranjang serbuk sari ( basket) di tibia kaki belakangnya, B. Drosophila sp. mendatangi kuncup bunga jantan.

Jenis Balanophora elongata teramati berinteraksi dengan 2 jenis hewan yaitu lebah tanpa sengat (Trigona sp.) dan lalat buah (Drosophila sp.) (Gambar 4.9). Trigona sp. teramati mengumpulkan serbuk sari dari synandrium yang baru mekar. Drosophila sp. yang mendatangi jenis ini cukup banyak, lalat ini datang dan hinggap pada tepal bunga yang masih kuncup/belum mekar. Pengumpulan serbuk sari oleh lebah tanpa sengat di keranjang serbuk sarinya menunjukkan bahwa jenis ini merupakan penyerbuk dari B. elongata, akan tetapi tidak dapat dipastikan terjadi penyerbukan karena pada penelitian ini tidak ditemukan individu betina B. elongata. Menurut Bellot and Renner (2013) dan Suetsugu (2014), kelompok lebah Trigona sp. merupakan agen penyerbuk suku Balanophoraceae. Lalat buah (Drosophila sp.) yang diamati hinggap pada kuncup bunga jantan yang belum mekar dan sudah mekar. Tidak teramati lalat ini membawa serbuk sari dari synandrium. Menurut Vislabokov and Galinskaya (2018), suku Drosophilidae sering

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 28

mendatangi pembungaan jantan Balanophora fungosa dan Balanophora harlandii dan ditetapkan sebagai agen penyerbuk Balanophora.

4. 6 Habitat Balanophora Balanophora ditemukan di habitat hutan gambut dataran tinggi, hutan Dipterocarpaceae atas dan daerah peralihan antara keduanya. Sesuai dengan Wijiarti (2009) dan Pujiyani (2009), yang menyatakan lokasi penelitian memiliki tipe habitat hutan gambut (peat swamp forest), hutan Dipterocarpaceae atas (upper Dipterocarp floristic zone) dan daerah peralihan keduanya (Tabel 4.3).

Tabel 4.3 Perbadaan Karakteristik Habitat Balanophora. Karakteristik Hutan Gambut Hutan Dipterokarp Atas Hutan Peralihan Fagaceae, Lauraceae, Myrtaceae, Sapotaceae Floristik Dipterocarpaceae dan Anacardiaceae dan dan Tetrameristaceae Lauraceae Sapindaceae Keasaman Sangat asam Netral Sedikit asam tanah Kandungan air Tinggi Sedang Sedang tanah Ketinggian 902-932 m >1000 m 879-915 m

Peta persebaran Balanophora dapat dilihat pada Lampiran 4. Balanophora yang ditemukan berada pada kisaran ketinggian 879-1003 mdpl dan lebih banyak dijumpai pada ketinggian 900 mdpl (Tabel 4.4). Beberapa laporan seperti Barkman et al. (2003), menyatakan Balanophora papuana dapat ditemukan pada hutan dataran rendah sampai hutan pegunungan tengah sedangkan B. elongata pada hutan pegunungan atas hingga hampir ke puncak. Hansen (1976), melaporkan ketinggian B. papuana berada pada 1000-2000 mdpl namun paling rendah dapat mencapai ketinggian 300 mdpl. Balanophora elongata hanya ditemukan pada 1 lokasi pada ketinggian 908-915 mdpl. Menurut Hansen (1976), Balanophora elongata ditemukan pada ketinggan 1000-3000 mdpl dan Zuhri (2017), menemukan pada ketinggian 1300 mdpl, namun Mukhti et al. (2012), mendapati B. elongata pada ketinggian 600 mdpl. Menurut Cahyo (2017), ketinggian tidak berdampak langsung terhadap Balanophora tetapi akan berdampak kepada pohon inangnya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 29

Tabel 4.4 Tipe Habitat dan Jumlah Rimpang Balanophora. Habitat Jalur Ketinggian (mdpl) Jumlah Rumpun Jumlah Rimpang R 1100 914-932 2 5 BA 1000 903-908 2 4 Gambut Gua 1275 911-916 1 4 H 1000 903-908 3 3 CII2 0 902 1 2 Diptero atas JMK 100 1000-1003 3 64 PG3 879-909 2 5 Peralihan Plot 13 Fenologi 908-915 2* 7* Keterangan: *= rimpang B. elongata.

Balanophora yang ditemukan berada pada semua tipe habitat kecuali daerah gambut inti. Pemilihan habitat juga berbeda untuk kedua jenis Balanophora dimana Balanophora elongata hanya dijumpai pada hutan peralihan sedangkan B. papuana dijumpai pada semua tipe habitat (Tabel 4.4). Balanophora papuana lebih banyak ditemukan pada berbagai wilayah gambut walaupun jumlah rimpang yang ditemukan tidak banyak seperti pada wilayah Diptero atas. Menurut Hansen (1976), kedua jenis ini hanya ditemukan pada wilayah hutan pegunungan evergreen.

4. 7 Faktor Abiotik yang Mempengaruhi Balanophora Nilai faktor abiotik yang diukur dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. Disamping itu, lokasi ini sedang mengalami musim kemarau. Hal ini dapat dilihat pada grafik suhu dan curah hujan harian (Lampiran 7), sehingga akan mempengaruhi kelembaban dan suhu udara. Hasil uji Mann-Whitney faktor abiotik Balanophora dapat dilihat pada Lampiran 8. Faktor abiotik yang signifikan mempengaruhi Balanophora pada tiap parameter uji dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Uji Mann-Whitney Faktor Abiotik Lingkungan Balanophora Perlakuan Intensitas Suhu Udara Suhu Tanah RH Udara RH Tanah pH tanah Uji Cahaya A 0.0572 0.6051 0.1875 0.4601 0.0291 0.2458 B 0.0003 0.0008 0.0043 0.3713 0.2459 0.0303 C 0.0153 0.7468 0.5260 0.4016 0.0856 0.1078 D 0.7675 0.0030 0.0051 0.9083 0.0065 0.5905 Keterangan: A = Balanophora versus non-Balanophora. B = Balanophora papuana versus Balanophora elongata. C = Balanophora papuana versus non-Balanophora. D = Balanophora elongata versus non-Balanophora. = p < 0.05 = faktor penyatu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 30

4. 7. 1 Suhu Udara Secara umum (perlakuan A) uji Mann-Whitney tidak menunjukkan perbedaan signifikan suhu udara, namun pada perlakuan B dan C didapatkan hasil yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa faktor abiotik suhu udara sudah sesuai untuk daya dukung hidup Balanophora. Perbedaan signifikan pada perlakuan C dikarenakan B. papuana memiliki nilai suhu udara yang lebih bervariasi. Perbedaan signifikan antar jenis Balanophora menunjukkan bahwa B. elongata lebih menyukai suhu udara yang lebih rendah dibandingkan dengan B. papuana karena Menurut Hansen (1976), jenis B. elongata ditemukan pada ketinggian tempat yang lebih tinggi (mencapai 3.000 mdpl) daripada B. papuana (2.000 mdpl). Menurut Whitten et al. (1997), laju penurunan suhu udara pada pegunungan umumnya sekitar 0.6 oC per 100 m tetapi bervariasi pada tiap-tiap daerah. Suhu pada lokasi ini sesuai dengan laporan Rakhmawati et al. (2016), sebaliknya, terdapat perbedaan dengan Cahyo (2017), dan Zuhri (2017), yang melaporkan suhu udara yang lebih rendah.

4. 7. 2 Suhu Tanah Uji Mann-Whitney menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan suhu udara pada perlakuan A dan C, namun signifikan pada perlakuan B dan C. Hal ini menunjukkan bahwa faktor abiotik suhu tanah sudah sesuai untuk daya dukung hidup Balanophora. Perbedaan signifikan antar Balanophora (perlakuan B) dikarenakan suhu tanah pada habitat B. elongata lebih rendah dibandingkan keduanya. Data ini merupakan laporan baru mengenai hubungan faktor suhu tanah dengan Balanophora.

4. 7. 3 RH Udara Uji Mann-Whitney hanya menunjukkan signifikansi antar Balanophora (perlakuan B). Hal ini dikarenakan kelembaban udara pada habitat B. elongata tinggi (>95%) dibandingkan kelembaban udara B. papuana dan non-Balanophora (dapat mencapai 80%). Hasil ini juga selaras dengan uji terhadap suhu udara karena pada hutan pegunungan penurunan suhu udara sejalan dengan kenaikan kelembaban udara. Rakhmawati et al. (2016), Cahyo (2017) dan Zuhri (2017), mendapati Balanophora pada kelembaban 85-99%. Menurut Whitten et al. (1997), hutan pada ketinggian yang lebih tinggi akan memiliki kelembaban yang sangat tinggi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 31

4. 7. 4 RH Tanah Uji Mann-Whitney menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan RH tanah di semua perlakuan uji. Kelembaban tanah pada lokasi ini sangat lembab pada semua tipe habitat. Balanophora papuna yang didapat mampu hidup pada tanah yang sangat lembab (skala 7-9) maupun kering (skala 1-4), namun B. elongata hanya ditemukan pada tanah sangat lembab. Berbeda dengan laporan Rakhmawati et al. (2016) dan Zuhri (2017), dimana Balanophora ditemukan pada kelembaban tanah yang sedang (60.75-69.17% dan 50-75 %).

4. 7. 5 pH Tanah Uji Mann-Whitney menunjukkan perbedaan signifikan pada perlakuan A. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum, Balanophora di lokasi penelitian keberadaannya dipengaruhi oleh pH tanah. Balanophora papuana dapat hidup pada pH yang cukup asam (4,5) sampai netral (6,8), sedangkan jenis B. elongata ditemukan pada tanah yang sedikit asam (5,8) sampai netral (6,5). Hal ini menunjukkan bahwa Balanophora yang ditemukan menyukai tanah yang asam. Sesuai dengan penelitian Rakhmawati et al. (2016), dimana B. elongata var elongata dan Balanophora fungosa ssp. indica var. globosa ditemukan pada tanah dengan sedikit asam yaitu 5.9 dan 6.5 di Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Akan tetapi Zuhri (2017), B. elongata di Kawasan Hutan Kebun Raya Cibodas ditemukan pada tanah dengan pH netral (6.9-7). Menurut Lakitan (2007), umumnya tumbuhan tumbuh normal pada pH optimum 6-8 akan tetapi, menurut Hanafiah (2007), tumbuhan-tumbuhan tertentu menyukai kisaran pH ideal tertentu pula.

4. 7. 6 Intensitas Cahaya Uji Mann-Whitney menunjukkan perbedaan signifikan pada antar Balanophora (perlakuan B). Hal ini dikarenakan B. papuana lebih banyak ditemukan baik pada tempat yang terbuka maupun sangat tertutup, sedangkan B. elongata ditemukan pada tempat yang terbuka namun dengan kanopi hutan yang rapat. Nilai intensitas cahaya pada lokasi penelitian ini tidak begitu cerah yang dipengaruhi oleh rapatnya vegetasi pada setiap tipe habitat. Nilai ini tidak berbeda dengan laporan Cahyo (2017) dan Zuhri (2017). Hubungan intensitas cahaya terhadap Balanophora

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 32

menurut Cahyo (2017), hanya mempengaruhi warna rimpang Balanophora dimana rimpang akan berwarna cerah jika tumbuh di bawah perakaran yang menaungi Balanophora dari cahaya matahari langsung. Terdapat perbedaan dalam penelitian ini dimana rimpang B. papuana yang mendapatkan lebih banyak cahaya matahari akan berwarna lebih cerah (kuning) sedangkan yang ternaungi akan berwarna lebih gelap (merah).

4. 8 Tumbuhan Asosiasi Balanophora Telah teridentifikasi beberapa jenis tumbuhan bawah di lokasi penelitian pada masing-masing plot Balanophora maupun non-Balanophora (Lampiran 9). Terdapat perbedaan jenis tumbuhan bawah pada kedua jenis Balanophora. Contoh perhitungan nilai asosiasi jenis tumbuhan bawah dengan tiap jenis Balanophora dihitung menggunakan Indeks Asosiasi Jaccard (Lampiran 10 sampai dengan 14).

a. Tumbuhan Asosiasi Balanophora elongata Jumlah jenis tumbuhan bawah yang berasosiasi dengan B. elongata sebanyak 14 jenis dengan kisaran nilai asosiasi 28.57 – 71.42%. Jenis-jenis tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6 Nilai Indeks Asosiasi Jaccard Berdasarkan Kehadiran Balanophora elongata dengan Tumbuhan Bawah. No Famili Jenis Nilai Asosiasi Jaccard Tipe Asosiasi 1. Aspleniaceae Asplenium tenerum 71.428 + 2. Burmanniaceae Burmannia oblonga 71.428 + 3. Rubiaceae Psychotria nervosa 57.142 + 4. Sapindaceae Nephelium cuspidatum 57.142 + 5. Araceae Scindapsus sp1. 57.142 + 6. Zingiberaceae Globba aurantiaca 50 + 7. Urticaceae Elatostema sp. 42.587 + 8. Zingiberaceae Amomum sp. 42.587 + 9. Dipterocarpaceae Shorea sp. 42.857 + 10. Araceae Scindapsus sp2. 42.857 + 11. Moraceae Ficus aurata 42.857 + 12. Costaceae Hellenia speciosa 28.571 + 13. Pandanaceae Freycinetia sp. 28.571 + 14. Araceae Rhaphidophora angustata 28.571 + Keterangan: + = Asosiasi positif, - = Asosiasi negatif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 33

Jumlah jenis tumbuhan asosiasi dengan jenis B. elongata pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Zuhri (2017), dimana dilaporkan 37 jenis tumbuhan asosiasi. Akan tetapi, dilihat dari kisaran nilai asosiasi didapatkan rentang kisaran nilai lebih tinggi yakni 28.57 – 71.42%, dimana nilai asosiasi yang dilaporkan Zuhri (2017), memiliki rentang nilai 5-60%. Tumbuhan asosiasi dengan nilai asosiasi di atas 50% dianggap berasosiasi kuat. Pada penelitian ini tumbuhan yang berasosiasi kuat sebanyak 6 jenis. Tumbuhan dengan nilai asosiasi tertinggi pada penelitian ini ditunjukkan oleh jenis Burmannia oblonga dan Asplenium tenerum (71.42%). Berbeda dengan laporan Zuhri (2017), dimana hanya jenis Schismatoglottis acuminatissima berasosiasi tertinggi. Dari hasil ini juga diketahui jenis-jenis tumbuhan bawah yang ditemukan di lokasi penelitian sangat berbeda dengan Zuhri (2017). Tidak adanya kesamaan tumbuhan asosiasi penelitian ini dengan kedua penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa komposisi vegetasi tumbuhan bawah pada pada masing-masing lokasi penelitian berbeda.

b. Tumbuhan Asosiasi Balanophora papuana Jumlah jenis tumbuhan bawah yang berasosiasi dengan B. papuana sebanyak 7 jenis dengan kisaran nilai asosiasi 3.48 – 23.07%. Jenis-jenis tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Nilai Indeks Asosiasi Jaccard Berdasarkan Kehadiran Balanophora papuana dengan Tumbuhan Bawah. No Famili Jenis Nilai Asosiasi Jaccard Tipe Asosiasi 1. Selaginellaceae Selaginella delicatula 23.076 + 2. Urticaceae Elatostema sp. 19.230 + 3. Araceae Homalomena sp1. 19.230 + 4. Araceae Scindapsus sp1. 19.230 + 5. Melastomataceae Dissochaeta rostrata 15.384 + 6. Casuarinaceae Gymnostoma sumatranum 6.666 - 7. Ochnaceae Euthemis sp. 3.488 - Keterangan: + = Asosiasi positif, - = Asosiasi negatif.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 34

Jenis tumbuhan asosiasi B. papuana lebih sedikit dibandingkan dengan Balanophora elongata. Didapatkan 7 jenis tumbuhan bawah yang menunjukkan asosiasi dengan rentang nilai asosiasi berkisar 3.48 - 23.07%. Nilai tersebut menunjukkan semua jenis tumbuhan tersebut berasosiasi rendah. Jenis dengan nilai asosiasi tertinggi ditunjukkan oleh Selaginella delicatula (23.07%) dan nilai asosiasi terendah ditunjukkan oleh Euthemis sp. (3.48%). Dari ketujuh jenis tumbuhan tersebut terdapat 2 jenis tumbuhan bawah yang menunjukkan tipe asosiasi negatif. Keberadaan asosiasi negatif akan menjadi indikator tidak ditemukannya Balanophora. Nilai asosiasi Jaccard tumbuhan bawah yang rendah menunjukkan bahwa tidak adanya asosiasi khusus karena B. papuana ditemukan pada banyak tipe habitat yang memiliki karakteristik vegetasi tumbuhan bawah yang berbeda pula. Berbeda halnya B. elongata, jenis ini hanya ditemukan pada satu jenis habitat sehingga vegetasi tumbuhan bawahnya tidak terlalu berbeda pada masing-masing plot. Penelitian ini merupakan data awal untuk kajian asosiasi tumbuhan bawah jenis B. papuana.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 35

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Dari penelitian yang telah dilakukan mengenai Balanophora di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat Kabupaten Tapanuli Utara dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Ditemukan 2 jenis Balanophora yaitu Balanophora papuana Schlechter dan Balanophora elongata Blume. b. Ditemukan 13 jenis tumbuhan inang, jenis B. papuana memparasit 12 jenis pohon yaitu: Campnosperma auriculatum, Melicope glabra, Gironniera nervosa, Dipterocarpus eurynchus, Baccaurea sumatrana, Alseodaphne sp., Elaeocarpus petiolatus, Psychotria viridiflora, Palaquium rostratum, Madhuca laurifolia dan Madhuca neriifolia, sedangkan jenis B. elongata hanya memparasit jenis tumbuhan inang Ficus pallescens. c. Didapatkan 7 marga baru inang yaitu Anacardiaceae, Cannabaceae, Dipterocarpaceae, Elaeocarpaceae, Ochnaceae, Rubiaceae dan Sapotaceae. d. Diketahui 21 jenis tumbuhan bawah yang berasosiasi dengan Balanophora. Sebanyak 14 jenis berasosiasi dengan Balanophora elongata dengan rentang nilai 28.57 – 71.42% dan 7 jenis berasosiasi dengan Balanophora papuana dengan rentang nilai 3.45 – 23.07%. Terdapat 2 jenis tumbuhan bawah yang berasosiasi dengan kedua jenis Balanophora yaitu Scindapsus sp1 dan Elatostoma sp. e. Faktor abiotik yang mempengaruhi keberadaan Balanophora yaitu pH tanah (p = 0.0291). Balanophora papuana dipengaruhi oleh suhu udara (p = 0.0153), sedangkan Balanophora elongata dipengaruhi oleh suhu tanah (p = 0.0030), RH udara (p = 0.0051) dan pH tanah (p = 0.0065). f. Faktor abiotik yang sama mempengaruhi kedua jenis Balanophora tersebut adalah RH tanah (p = 0.3713) dan pH tanah (p = 0.2459).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 36

5.2 Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat Kabupaten Tapanuli Utara pada lokasi yang berbeda. Penelitian tentang asosiasi Balanophora tidak hanya pada tumbuhan bawah tetapi juga pada tiap tingkatan vegetasi tumbuhan dan perlunya pengukuran analisis vegetasi lengkap pada tiap plot.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 37

DAFTAR PUSTAKA

Achmaliadi R, 2003. Menuju Tegaknya Kedaulatan Rakyat atas Ruang, Peluang dan Tantangan Pemetaan Partisipatif. Bogor: Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif. Arief A, 1994. Hutan: Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Ashton PS, 2005. Dipterocarpaceae. In: Soepadmo E, Saw G, Chung RCK (Eds). Tree Flora of Sabah and Sarawak. Forest Research Institute Malaysia (FRIM): Malaysia. Barkman TJ, Emoi BE and Repin R, 2003. The Genus Balanophora (Balanophoraceae) In Sabah, Malaysia. Blumea 48: 465-474. Bellot S and Renner SS, 2013. Pollination and Mating System of Apodanthaceae and The Distribution of Reproductive Traits in Parasitic Angiosperms. American Journal of Botany. 100(6): 1083-1094. Cahyo BSD, 2017. Keanekaragaman Spesies dan Kondisi Habitat Balanophora Di Gunung Salak Satu dan Dua Taman Nasional Gunung Halimun Salak. [SKRIPSI]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Comber JB, 2001. Orchids of Sumatra. Natural History Publications (Borneo) Sdn. Bhd: Sabah. Coulter JD, 1967. Mountain Climate. Proceedings (New Zealand Ecological Society) 14: 40-57. Damayanto IPGP and Riastiwi I, 2019. Balanophora papuana Schltr. (Balanophoraceae), a Neglected Holoparasite Species: Rediscovery for Indonesia. The 3rd SATREPS Conference: 102-110. Eberwein R, Nickrent DL and Weber A, 2009. Development and Morphology of Flowers and Inflorescence in Balanophora papuana and B. elongata (Balanophoraceae). American Journal of Botany. 96(6): 1055-1067. Fredriksson G, 2017. Batang Toru Tapanuli, Sumatera. Medan: Yayasan Ekosistem Lestari Sumatran Orangutan Conservation Society. Geesink R, Leeuwenberg AJM, Ridsdale CE and Veldkamp JF, 1981. Thonner’s Analytical Key To The Families Of Flowering Plants. London: Leiden University Press. Hambali GG, 1980. A New Species of Balanophora From The Malay Peninsula. Reinwardtia 9(4): 425-427. Hanafiah AK, 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Edisi 2. Jakarta: Raja Gravindo Persada. Hansen B, 1972. The Genus Balanophora J.R. and G. Forster. A Taxonomic Monograph. Dansk Bot Ark. 28: 1-188. Hansen B, 1976. Balanophoraceae. In: C. G. G. J. van Steenis (Ed.), Flora Malesiana, Series 1- Spermatophyta Flowering Plants. Volume 7, Part 4. Noordhoff International Publishing, Leyden: Netherlands. Hansen B, 1999. Balanophora Species Published 1971-1998, Mostly From China and Japan. Nord J. Bot. 19(6): 641-642. Heide-Jørgensen HS, 2008. Parasitic Flowering Plants. Leiden: Koninklijke Brill NV. Indriyanto, 2006. Ekologi Hutan. Jakarta: Bumi Aksara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 38

Irwanto, 2007. Analisis Vegetasi Untuk Pengelolaan Kawasan Hutan Lindung Pulau Marsegu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku. [SKRIPSI]. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada. Jin CB and Hoo LK, 2010. Balanophora: The Hidden Highland Parasite With Unexplored Medicinal Potential. Malaysian Naturalist. Jongman RHG, ter Braak CJF and van Tongeren OFR (Eds). Data Analysis in Community and Landscape Ecology. Netherlands: Centre for Agricultural Publishing and Documentation (Pudoc). Kawakita A and Kato M, 2002. Floral Biology and Unique Pollination System of Root Holoparasites, Balanophora kuroiwai and Balanophora tobiracola (Balanophoraceae). American Journal of Botany. 89(7): 1164-1170. Keller R, 1996. Identification of Tropical Woody Plants In The Absence of Flowers and Fruits. Switzerland. Springer Basel AG. Keong CK, 2015. Sustainable Resource Management and Ecological Conservation of Mega-Biodiversity: The Southeast Asian Big-3 Reality. International Journal of Environmental Science and Development 6(11). 10.7763/IJESD.2015.V6.715. Kiew R, Chung RCK, Saw LG, Soepadmo E and Boyce PC, 2010. Flora of Peninsular Malaysia: Series II: Seed Plants. Vol 1. Malaysia: Straits Digital Sdn., Bhd., Subang Jaya, Selangor Darul Ehsan. Krebs CJ, 1994. Ecology The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Forth Edition. Harper Colins College Publishers: New York. Kuijt J and Dong WX, 1990. Surface Features of The of Balanophoraceae- A Family Without Stomata?. Plant Systematic and Evolution 170. 29-35. Kuijt J and Hansen B, 2015. Flowering Plants Santalales, Balanophorales. In Kubitzki, K [eds], The Families and Genera of Vascular Plants Volume XII. Switzerland: Springer International Publishing. Kurniawan A, Undaharta NKE dan Pendit IMR, 2004. Asosiasi Jenis-jenis Pohon Dominan di Hutan Dataran Rendah Cagar Alam Tangkoko, Bitung, Sulawesi Utara. Biodiversitas 3: 199. Lakitan B, 2007. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Lemmens RHMJ, Soerinegara I and Wong WC, 1995. Plants Resources of South-East Asia 5 (2) Timber Trees: Minor Commercial Timbers. Bogor: Prosea Foundations Mansor M, Boyce PC, Othman AS and Sulaiman B, 2012. The Araceae of Peninsular Malaysia. Penerbit Universiti Sains Malaysia: Malaysia. Mistar K, Handayani S, Siregar AJ dan Fredriksson G, 2017. Buku Panduan Lapangan Amfibi Reptil Kawasan Hutan Batang Toru. Medan: Herpetologer Mania Publishing. Mukhti RP, Syamsuardi dan Chairul, 2012. Jenis-jenis Balanophoraceae Di Sumatera Barat. Jurnal Biologi Universitas Andalas 1(1): 15-22. Nickrent DL, 2002. Parasitic Plants of The World. Chapter 2. Page 7-27 In López- Sáez PC and Sáez L [eds], Parasitic Plants of The Iberian Peninsula and Balearic Islands. Parris BS, Kiew R, Chung RCK, Saw LG and Soepadmo E (Ed.), 2010. Flora Of Peninsular Malaysia. Series I: Ferns and Lycophytes. Malaysia: Forest Research Institute Malaysia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 39

Pasaribu N, 2010. Freycinetia (Pandanaceae) of Sumatra. [DISERTASI]. Post Graduate School. Bogor Agricultural University. Bogor. Pasaribu N, Aththorick TA and Siswiyati E, 2018. Study of Ficus in West Block Batang Toru Forest Region, North Tapanuli District, Indonesia. IOP Conf. Series: Journal of Physics: Conf. Series. 1116: 052049. Pelser PB, Tandang DN and Barcelona JF, 2014. Balanophora coralliformis (Balanophoraceae), A New Species From Mt. Mingan, Luzon, Phillippines. Phytotaxa 170(4): 291-295. Piggot AG, 1988. Ferns Of Malaysia In Colour. Malaysia: Tropical Press SDN, BHD. Poulsen AD, 2006. A Pocket Guide Gingers of Sarawak. Natural History Publication: Borneo. Pujiyani H, 2009. Karakteristik Pohon Tempat Bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Utara-Sumatera Utara. [SKRIPSI]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Purba DKT, Mukhlis dan Supriadi, 2017. Klasifikasi Tanah Gambut di Dataran Tinggi Toba. Jurnal Agroekoteknologi FP USU 5(1): 103-112. Rakhmawati SU, Peniwidiyanti, Hutabarat PWK dan Wardani FF, 2016. Balanohoraceae spp. Di Resort Cikaniki, Taman Nasional Halimun Salak. Prosiding Symbion. Prodi Biologi. FKIP. Universitas Ahmad Dahlan: 463- 474. Rubiales D and Heide-Jørgensen HS, 2011. Parasitic Plants. Encyclopedia of Life Sciences (ELS). Chichester: John Wiley & Sons ltd. Shumei H and Murata J, 2003. Balanophoraceae. Flora of China 5: 272-276. Siswiyati E, 2015. Studi Ficus di Kawasan Hutan Batang Toru Blok Barat Kabupaten Tapanuli Utara Propinsi Sumatera Utara. [SKRIPSI]. Departemen Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan. Soerianegara I and Lemmens RHMJ, 1994. Plant Resources of South-East Asia 5 (1) Timber Trees: Major Commercial Timbers. Bogor: Prosea Foundations. Soh WK and Parnell J, 2015. A Revision of Syzygium Gaertn. (Myrtaceae) in Indochina (Cambodia, Laos and Vietnam). Adansonia. 37(2): 179-275. Sosef MSM, Hong LT and Prawirohatmodjo S (eds), Plants Resources of South-East Asia 5 (3) Timber Trees: Lesser-known Timbers. Bogor: Prosea Foundations. Su HJ and Hu JM, 2014. The Phylogenetic Relationships Of Balanophoraceae and Related Santalales Inferred From Floral B Homeotic Genes And Nuclear 18S rDNA Sequences. Acesses From www.botanyconference.org/engine/se arch/index/php. Suetsugu K and Aoyama K, 2014. Visiting Flowers of The Holoparasitic Plant Balanophora fungosa ssp. indica. Entomological News. 124(2): 145- 147. Sumatran Orangutan Conservation Programme-Yayasan Ekosistem Lestari [SOCP- YEL], 2007. Medan: Hutan Batang Toru Harta Karun Tapanuli. Sunaryo, 1999. Gambaran Morfologi Buah/Biji Perud Puspa (Balanophora fungosa J.R. & G. Forst. ssp. indica (Arn.) B. Hansen var. globosa (Jungh.) B. Hansen). Berita Biologi. 4(5): 339-340. Te-Lin W, Dian-Xiang Z and Saunders RMK, 2010. Burmanniaceae. Flora of China. Vol 23: 121-124.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 40

The Angiosperm Phylogeny Group, 2009. An Update of The Angiosperm Phylogeny Group Classification For The Ordes And Families of Flowering Plants: APG III. Botanical Journal of The Linnean Society 161: 105-121. van Steenis CGGJ, 2006. Flora Pegunungan Jawa. Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Jakarta: LIPI Press. Vislabokov NA and Galinskaya TV, 2018. Pollination Ecology of Two Co-occuring Species of Balanophora: Differences in Range of Visitors and Pollinators. Int. J. Plant Sci. 179(5):000-000. von Rintelen K, Arida E and Häuser C, 2017. A Review of Biodiversity-related Issues and Challenges in Megadiverse Indonesia and Other Southeast Asian Countries. Research Ideas and Outcomes 3: e20860. Wang XH, Liu ZZ, Qiao WL, Cheng RY, Liu B and She GM, 2012. Phytochemical and Biological Studies of Plants From The Genus Balanophora. Chemistry Central Journal. 6(79): 1-9. Whitmore TC, 1973. Tree Flora of Malaya A Manual for Foresters. Volume Two. Malaysia: Longman Malaysia SDN. Whitmore TC, 1978. Tree Flora of Malaya A Manual for Foresters. Volume Three. Malaysia: Longman Malaysia SDN. Whitten T, Damanik SJ, Anwar J and Hisyam N, 1997. The Ecology of Indonesia Series Volume 1. The Ecology of Sumatra. Periplus: . Widodo P, 2010. Enumeration of Sumatran Free-Petalled Species of Syzygium (Myrtaceae). [TESIS]. Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wijiarti L, 2009. Preferensi Habitat Bersarang Orangutan Sumatera (Pongo abelii Lesson, 1827) di Kawasan Hutan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Utara- Sumatera Utara. [SKRIPSI]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Zuhri M, 2017. Asosiasi Balanophora elongata Blume Dengan Tumbuhan Bawah di Hutan Kawasan Kebun Raya Cibodas. Seminar Nasional Biologi (SEMABIO) 2017: 1071-1078.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 41

Lampiran 1. Peta Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitan nLokasi

Sumber: Sumatran Orangutan Conservation Programme-Yayasan Ekosistem Lestari (2015).

\

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 42

Lampiran 2. Peta Jalur Penelitian

Sumber: Sumatran Orangutan Conservation Programme-Yayasan Ekosistem Lestari (2015).

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 43

Lampiran 3. Lay Out Plot

50 cm

50 cm

Keterangan: Lingkaran biru adalah posisi Balanophora.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 44

Lampiran 4. Peta Persebaran Balanophora

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 45

Lampiran 5. Faktor Abiotik Plot Balanophora dan non-Balanophora Suhu Intensitas Kode Suhu Udara Kelembaban Kelembaban pH Tanah Cahaya Altitude Plot (oC) Udara Tanah Tanah (oC) (x 2000) P01 23.7 22.0 91 8.0 6.6 1025 927 P02 26.4 23.0 91 9.0 5.8 282 927 P03 26.4 22.0 91 8.0 6.0 750 927 P04 26.4 24.0 91 6.5 6.6 5770 932 P05 26.1 23.0 82 3.0 6.8 1010 914 P06 23.5 22.0 90 9.0 6.0 1340 916 P07 24.6 22.0 93 9.0 5.9 509 911 P08 23.6 23.0 95 9.0 5.2 395 911 P09 22.6 23.0 95 9.0 5.6 330 911 P10 23.2 21.0 90 8.0 6.6 411 868 P11 23.2 21.0 90 9.0 6.1 451 903 P12 23.2 21.0 90 9.0 6.0 232 906 P13 23.2 21.0 90 9.0 6.2 226 908 P14 26.7 22.0 91 9.0 5.8 352 903 P15 23.8 21.0 92 7.5 6.6 77 908 P16 22.7 21.0 92 7.0 6.3 100 910 E17 22.5 19.0 99 9.0 6.3 418 914 E18 22.2 20.0 98 8.0 6.4 860 915 E19 22.2 20.0 98 8.0 6.4 860 915 E20 22.2 20.0 98 8.0 6.4 860 915 E21 21.6 20.0 95 9.0 6.1 480 908 E22 21.6 20.0 95 9.0 6.4 482 908 E23 21.6 20.0 95 9.0 5.8 286 908 P24 22.8 20.0 81 7.0 6.2 246 1000 P25 22.8 20.0 80 8.0 6.3 284 1002 P26 22.4 19.0 83 5.0 6.8 86 1003 P27 22.0 20.0 92 7.0 6.2 55 1000 P28 21.6 20.0 92 7.0 6.0 53 1000 P29 24.6 22.0 92 4.0 6.6 121 879 P30 23.2 20.5 99 8.0 6.2 330 879 P31 23.4 20.5 96 9.0 4.5 323 902 P32 23.4 20.5 96 9.0 4.5 323 902 P34 22.8 22.0 98 9.0 5.6 60 905 P35 22.8 22.0 98 9.0 5.6 67 905 P36 22.5 21.0 98 9.0 5.6 40 909 NB 01 20.6 22.0 97 9.0 5.8 371 910 NB 02 24.7 23.0 82 4.0 6.3 634 885 NB 03 21.2 21.0 93 9.0 5.6 840 904 NB 04 22.1 21.0 92 6.5 5.8 2330 911 NB 05 22.2 21.0 88 9.0 5.8 203 900 NB 06 20.6 20.0 92 8.0 5.6 303 918 NB 07 23.1 22.0 90 9.0 4.6 323 902 NB 08 22.6 21.0 96 9.0 5.5 566 880 NB 09 22.1 20.0 84 9.0 6.2 141 1031 NB 10 25.7 21.5 89 9.0 6.0 1310 892 Keterangan: P = Plot Balanophora papuana E = Plot Balanophora elongata NB = Plot non-Balanophora

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 46

Lampiran 6. Kisaran Faktor Abiotik Pada Habitat Balanophora Tipe Jalur pH RH Tanah Suhu Udara RH Udara Intensitas Habitat Tanah (oC) (%) Cahaya (x2000) (Lux) Gambut R 1100 5.8-6.8 (3) 6.5-10 23.7-26.4 82-91 282-1025 BA 1000 6-6.6 8-10 23.2 90 226-451 Gua 1275 5.2-6 9-10 22.6-24.6 90-95 330-1340 H 1000 5.8-6.6 7-9 22.7-26.7 91-92 77-362 CII2 0 4.5 9-10 23.4 90 323 Diptero JMK 100 6-6.8 5-8 21.6-22.8 80-92 53-246 atas Peralihan PG3 5.6-6.6 (4) 8-10 22.5-24.6 92-99 40-330 Plot 13 5.8-6.5 8-10 21.6-22.5 92-99 286-860 Fenologi* Keterangan: *= lokasi B. elongata.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 47

Lampiran 7. Tabel dan Grafik Data Cuaca a. Tabel Cuaca Bulan Juli 2018 Curah Hujan (mm) Suhu (oC) Tanggal Total 6:00 18:00 Min Max 1 75.2 0.0 75.2 17.8 24.7 2 0.2 0.0 0.2 17.8 25.1 3 0.0 0.0 0.0 17.6 21.3 4 0.0 0.0 0.0 17.1 24.6 5 0.0 6.0 6.0 17.4 22.9 6 0.0 0.0 0.0 17.5 24.7 7 0.0 0.0 0.0 17.2 25.8 8 0.0 0.8 0.8 17.2 25.1 9 1.0 22.4 23.4 18.6 23.3 10 1.6 7.2 8.8 18.3 19.8 11 0.0 0.0 0.0 17.9 21.4 12 0.0 0.0 0.0 17.6 23.6 13 0.6 0.0 0.6 17.4 23.9 14 3.6 15.6 19.2 20.1 23.4 15 4.8 1.2 6.0 19.0 22.2 16 2.0 0.0 2.0 19.0 24.1 17 0.0 0.2 0.2 17.2 24.2 18 24.8 1.8 26.6 19.0 23.5 19 51.8 24 75.8 19.0 23.5 20 4.0 0.6 4.6 19.2 21.5 21 2.0 0.2 2.2 18.8 24.2 22 0.4 0.0 0.4 18.8 24.2 23 0.0 0.0 0.0 17.4 24.5 24 0.0 0.2 0.2 17.4 24.3 25 0.0 0.0 0.0 19.3 24.4 26 0.0 0.6 0.6 17.2 24.2 27 14.0 4.0 18.0 20.5 23.8 28 0.4 2.6 3.0 20.7 25.7 29 12.6 15.0 27.6 19.1 25.1 30 1.4 5.8 7.2 20.4 24.3 31 2.8 0.2 3.0 18.0 24.8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 48

Lampiran 7. (Lanjutan). b. Tabel Cuaca Bulan Agustus 2018 Curah Hujan (mm) Suhu (oC) Tanggal Total 6:00 18:00 Min Max 1 0.2 0.4 0.6 19.1 24.7 2 9.8 2.0 11.8 19.5 24.3 3 0.3 0.0 0.3 17.6 24.7 4 0.4 0.0 0.4 17.6 25.3 5 37.4 1.0 38.4 17.6 25.2 6 10.6 0.0 10.6 20.3 23.3 7 12.2 12.2 24.4 19.6 24.5 8 6.0 0.0 6.0 19.5 25.1 9 4.0 25.2 29.2 19.6 25.2 10 18.8 0.4 19.2 19.5 23.9 11 0.0 0.0 0.0 19.0 24.0 12 0.0 0.0 0.0 18.9 24.4 13 0.0 0.0 0.0 18.5 24.6 14 0.0 0.0 0.0 17.9 24.9 15 0.0 0.0 0.0 17.1 25.3 16 0.0 0.0 0.0 16.6 25.9 17 0.0 0.0 0.0 19.8 25.4 18 6.0 12.4 18.4 19.6 22.9 19 0.6 4.8 5.4 17.6 23.3 20 8.6 12.2 20.8 18.5 24.6 21 25.2 24.4 49.6 18.1 24.9 22 20.0 40.2 60.2 18.1 24.9 23 36.6 0.6 37.2 17.6 23.1 24 0.0 2.0 2.0 19.5 24.4 25 10.6 0.0 10.6 19.0 24.3 26 0.0 0.0 0.0 16.6 24.5 27 0.3 0.0 0.3 18.0 25.2 28 26.3 0.4 26.7 18.8 25.2 29 5.0 0.0 5.0 18.8 25.5 30 5.6 25.5 31.1 19.1 25.5 31 27.0 24.1 51.1 20.1 24.1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 49

Lampiran 7. (Lanjutan). c. Grafik Suhu dan Cuaca

Data Suhu Juli 2018 30

25

20 15 Min

SuhuoC 10 Max 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728293031

Data Suhu Agustus 2018 30 25 20 15 Min

SuhuoC 10 Max 5 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10111213141516171819202122232425262728293031

Curah Hujan Juli 2018

80

60

40

20

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Curah Hujan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 50

Lampiran 7. (Lanjutan).

Curah Hujan Agustus 2018 80 60 40 20 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31

Curah Hujan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 51

Lampiran 8. Uji Mann-Whitney Faktor Abiotik A. Uji Mann-Whitney Faktor Abiotik Balanophora versus Non-Balanophora. Intensitas Uji Mann- Suhu Udara Suhu Tanah RH Udara RH Tanah pH tanah Cahaya Whitney A B A B A B A B A B A B N 35 10 35 10 35 10 35 10 35 10 35 10 Mean rank 19.44 3.55 17.47 5.53 18.97 4.03 17.33 5.66 19.67 3.33 16.93 6.06 p (same) 0.0572 0.6051 0.1875 0.4601 0.0291 0.2458 Keterangan: A = Plot Balanophora, B = Plot Non-Balanophora.

B. Uji Mann-Whitney Faktor Abiotik Balanophora papuana versus Balanophora elongata. Intensitas Uji Mann- Suhu Udara Suhu Tanah RH Udara RH Tanah pH tanah Cahaya Whitney C D C D C D C D C D C D N 7 28 7 28 7 28 7 28 7 28 7 28 Mean rank 1.11 16.89 1.32 16.67 5.57 12.43 4.18 13.81 4.41 13.59 5.11 12.89 p (same) 0.0003 0.0008 0.0043 0.3713 0.2459 0.0303 Keterangan: C = Plot Balanophora elongata, D = Plot Balanophora papuana.

C. Uji Mann-Whitney Faktor Abiotik Balanophora papuana versus Non- Balanophora. Intensitas Uji Mann- Suhu Udara Suhu Tanah RH Udara RH Tanah pH tanah Cahaya Whitney E F E F E F E F E F E F N 28 10 28 10 28 10 28 10 28 10 28 10 Mean rank 16.3 3.19 14.63 4.86 14.88 4.61 13.75 5.75 15.74 3.76 13.08 6.42 p (same) 0.0153 0.7468 0.5260 0.4016 0.0856 0.1078 Keterangan: E = Plot Balanophora papuana, F = Plot Non-Balanophora.

D. Uji Mann-Whitney Faktor Abiotik Balanophora elongata versus Non- Balanophora. Suhu Suhu Intensitas Uji Mann- RH Udara RH Tanah pH tanah Udara Tanah Cahaya Whitney G H G H G H G H G H G H N 7 10 7 10 7 10 7 10 7 10 7 10 Mean rank 3.6 5.5 2 7 5.41 3.58 3.61 5.38 5.35 3.64 4.05 4.94 p (same) 0.7675 0.0030 0.0051 0.9083 0.0065 0.5905 Keterangan: G = Plot Balanophora elongata, H = Plot Non-Balanophora.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 52

Lampiran 9. Hasil Identifikasi Herbarium Medanense HERBARIUM MEDANENSE (MEDA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA JL. Bioteknologi No.1 Kampus USU, Medan – 20155 Telp. 061 – 8223564 Fax. 061 – 8214290 E-mail. [email protected]

HASIL IDENTIFIKASI SPESIMEN Nama : Bagus Prio Prakoso NIM : 140805054 Instansi : Departemen Biologi, Universitas Sumatera Utara No. Koleksi Famili Spesies BPP 01 Balanophoraceae Balanophora papuana Schlechter BPP 02 Sapotaceae Palaquium rostratum (Miq.) Burck BPP 03 Pandanaceae Freycinetia angustifolia Blume. BPP 04 zeylanica L. BPP 05 Myrtaceae Syzygium pyrifolium (Blume) DC. BPP 06 pumila (Bl.) F,-Vill BPP 07 Cannabaceae Gironniera nervosa Planch. BPP 08 Melastomataceae Dissochaeta rostrata Korth. BPP 09 Balanophoraceae Balanophora papuana Schlechter BPP 10 Pteridaceae Taenitis blechnoides (Willd.) Sw. BPP 11 Cyatheaceae Cyathea obscura (Scort.) Copel. BPP 12 Primulaceae Labisia pumila (Bl.) F,-Vill BPP 13 Pandanaceae Freycinetia confusa Ridl. BPP 14 Commelinaceae Pollia hasskarlii R. S. Rao. BPP 15 Sapotaceae Palaquium rostratum (Miq.) Burck BPP 16 Lauraceae Cinnamomum iners Reinw. ex Bl. BPP 17 Rubiaceae Hedyotis megalantha Merr. BPP 18 Annonaceae Fissistigma latifolium (Dunal) Merr. BPP 19 Euphorbiaceae Mallotus barbatus Mull. Arg. BPP 20 Selaginellaceae Selaginella delicatula (Desv. ex Poir.) Alston BPP 21 Melastomataceae Dissochaeta rostrata Korth BPP 22 Rubiaceae Hedyotis megalantha Merr. BPP 23 Rubiaceae Argostemma uniflorum Blume ex DC BPP 24 Arecaceae Calamus rotang L. BPP 25 Arecaceae Pinanga disticha (Roxb.) H. Wendl. BPP 26 Zingiberaceae Globba pendula Roxb. BPP 27 Pteridaceae Pteris sp. BPP 28 Balanophoraceae Balanophora papuana Schlechter BPP 29 Areaceae Calamus rotang L. BPP 30 Hymenophyllaceae Vandenboschia maxima (Bl.) Copel. BPP 31 Zingiberaceae Globba sp.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 53

Lampiran 9. (Lanjutan) No. Koleksi Famili Spesies BPP 32 Melastomataceae Dissochaeta rostrata Korth. BPP 33 Melastomataceae Sonerila calophylla Ridl. BPP 34 Pteridaceae Taenitis interrupta Hook. & Grev. BPP 35 Pandanaceae Freycinetia angustifolia Blume. BPP 36 - SP1 BPP 37 Balanophoraceae Balanophora papuana Schlechter BPP 38 Lindsaeaceae Lindsaea parallelogramma Alderw. BPP 39 Casuarinaceae Gymnostoma sumatranum (Jungh. ex de Vriese) L.A.S Johnson BPP 40 Myrtaceae Syzygium lineatum (DC.) Merr & L.M. Perry BPP 41 Pandanaceae Pandanus dubius Spreng. BPP 42 Myrtaceae Syzygium vriesianum (Miq.) C.A. Backer BPP 43 Vitaceae Tetrastigma sp. BPP 44 - SP2 BPP 45 Podocarpaceae Dacrycarpus imbricatus (Blume) de Laub. BPP 46 Orchidaceae Tainia sp. BPP 47 Casuarinaceae Gymnostoma sumatranum (Jungh. ex de Vriese) L.A.S Johnson BPP 48 - SP3 BPP 49 Lindsaeaceae Lindsaea parallelogramma Alderw. BPP 50 Euphorbiaceae Macaranga depressa (Mull.Arg.) Mull.Arg. BPP 51 Balanophoraceae Balanophora papuana Schelchter BPP 52 Ochnaceae Campylospermum serratum (Gaertn.) V. Bittrich & M.C.E. Amaral BPP 53 Arecaceae Rhapis excelsa (Thunb.) A. Henry BPP 54 Lindsaeaceae Lindsaea parallelogramma Alderw. BPP 55 Orchidaceae Tainia sp. BPP 56 Podocarpaceae Dacrycarpus imbricatus (Blume) de Laub. BPP 57 Annonaceae Fissistigma latifolium (Dunal) Merr. BPP 58 Myrtaceae Syzygium pyrifolium (Blume.) DC. BPP 59 Rutaceae Melicope glabra (Bl.) T.G. Hartley BPP 60 Cyatheaceae Cyathea sp. BPP 61 Cyatheaceae Cyathea sp. BPP 62 Sapotaceae Madhuca laurifolia (King & Gamble) H.J. Lam BPP 63 Dryopteridaceae Tectaria sp. BPP 64 Arecaceae Calamus australis Mart. BPP 65 Menispermaceae Abuta grandifolia (C. Martius) Sandwith. BPP 66 Henckelia quinquevulnera (Ridley) A.Weber. BPP 67 Araceae Homalomena sp1. BPP 68 Araceae Homalomena sp1. BPP 69 Sapotaceae Madhuca laurifolia (King & Gamble) H.J. Lam BPP 70 Arecaceae Calamus sp BPP 71 Selaginellaceae Selaginella delicatula (Desv. ex Poir.) Alston. BPP 72 Balsaminaceae Impatiens sp. BPP 73 Hanguanaceae Hanguana malayana (Jack.) Merr.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 54

Lampiran 9. (Lanjutan) No. Koleksi Famili Spesies BPP 74 Arecaceae Calamus sp. BPP 75 Selaginellaceae Selaginella alutacea Spring BPP 76 Sapotaceae Madhuca laurifolia (King & Gamble) H.J. Lam BPP 77 Myrtaceae Tristaniopsis whiteana (Griff.) Peter G. Wilson & J.T Waterh. BPP 78 Lindsaeaceae Lindsaea sp. BPP 79 Sapotaceae Palaquium hexandrum (Griff.) Baill. BPP 80 Selaginellaceae Selaginella intermedia (Bl.) Spring BPP 81 Sapotaceae Madhuca laurifolia (King & Gamble) H.J. Lam BPP 82 Gesneriaceae sp. BPP 83 Lauraceae Cinnamomum javanicum Bl. BPP 84 Smilacaceae Smilax leucophylla Blume. BPP 85 Arecaceae Calamus sp. BPP 86 Zingiberaceae Amomum sp. BPP 87 Lindsaeaceae Lindsaea sp. BPP 88 Anacardiaceae Campnosperma auriculatum (Bl.) Hook. Fil. BPP 89 Thelypteridaceae Christella sp. BPP 90 Cyatheaceae Cyathea obscura (Scort.) Copel. BPP 91 Menispermaceae Abuta grandifolia (C.Martius) Sandwith BPP 92 Euphorbiaceae Macaranga depressa (Mull.Arg.) Mull.Arg. BPP 93 Arecaceae Calamus sp. BPP 94 Pandanaceae Freycinetia confusa Ridl. BPP 95 - SP2 BPP 96 Adiantaceae Syngramma sp1. BPP 97 Pteridaceae Taenitis interupta Hook. & Grev. BPP 98 Euphorbiaceae Baccaurea sumatrana (Miq.) Müll.Arg BPP 99 - SP3 BPP 100 - SP 2 BPP 101 Anacardiaceae Campnosperma auriculatum (Bl.) Hook. Fil. BPP 102 Orchidaceae Tainia sp. BPP 103 Orchidaceae Cystorchis sp. BPP 104 Araceae Scindapsus pictus Hassk. BPP 105 Fabaceae Derris sp. BPP 106 Rubiaceae Argostemma laotica Lanors. & Chantar. BPP 107 Orchidaceae Cystorchis sp. BPP 108 Melastomataceae Sonerila calophylla Ridl. BPP 109 Balanophoraceae Balanophora papuana Schlechter BPP 110 Orchidaceae Neuwiedia sp. BPP 111 Rubiaceae Argostemma bryophilum K.Schum. BPP 112 Pandanaceae Pandanus dubius Spreng. BPP 113 Araceae Aglaonema nitidum (Jack) Kunth BPP 114 Araceae Homalomena cf humilis (Jack) Hook.f. BPP 115 Lindsaeaceae Tapeinidium luzonicum (Hook.) Kramer. BPP 116 Sapotaceae Madhuca neriifolia (Moon) H.J.Lam BPP 117 Balanophoraceae Balanophora papuana Schlechter

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 55

Lampiran 9. (Lanjutan). No. Koleksi Famili Spesies BPP 118 Adiantaceae Syngramma sp2. BPP 119 Selaginellaceae Selaginella alutica Spring BPP 120 Orchidaceae Cystorchis sp. BPP 121 Adiantaceae Syngramma sp1. BPP 122 Araceae Homalomena cf. humilis (Jack) Hook.f. BPP 123 Zingiberaceae Globba pendula Roxb. BPP 124 Hymenophyllaceae Abrodictyum obscurum (Bl.) Ebihara & K. Iwats BPP 125 Piperaceae Peperomia sp. BPP 126 Orchidaceae Neuwiedia sp. BPP 127 Arecaceae Calamus mollis Blanco. BPP 128 Zingiberaceae Amomum centrocephalum A.D. Poulsen BPP 129 Araceae Homalomena cf. griffithii (Schott) Hook.f. BPP 130 Pteridaceae Taenitis blechnoides (Willd.) Sw. BPP 131 Annonaceae Fissistigma latifolium (Dunal) Merr. BPP 132 Smilacaceae Smilax leucophylla Blume. BPP 133 Euphorbiaceae Elateriospermum sp. BPP 134 Selaginellaceae Selaginella alutica Spring BPP 135 Casuarinaceae Gymnostoma sumatranum (Jungh. ex de Vriese) L.A.S Johnson BPP 136 Commelinaceae Amischotolype hispida (A.Rich.) D.Y.Hong BPP 137 Podocarpaceae Dacrycarpus imbricatus (Blume) de Laub. BPP 138 Rubiaceae Argostemma uniflorum Blume ex DC BPP 139 Orchidaceae Dendrobium sp. BPP 140 Myrtaceae Syzygium splendens (Bl.) Merr. & Perry BPP 141 Cyperaceae Scleria sp. BPP 142 Vitaceae Ampelocissus sp. BPP 143 Annonaceae Fissistigma sp. BPP 144 Menispermaceae Anomospermum sp. BPP 145 Myrtaceae Syzygium pyrifolium (Blume.) DC. BPP 146 Menispermaceae Abuta sp1. BPP 147 Piperaceae Peperomia sp2. BPP 148 Casuarinaceae Gymnostoma sumatranum (Jungh. ex de Vriese) L.A.S Johnson BPP 149 Myrtaceae Tristaniopsis whiteana (Griff.) Peter G. Wilson & J.T Waterh. BPP 150 Pteridaceae Taenitis blechnoides (Willd.) Sw. BPP 151 Rubiaceae Hedyotis megalantha Merr. BPP 152 Smilacaceae Smilax leucophylia Blume. BPP 153 Nepenthaceae Nepenthes longifolia Nerz & Wistuba BPP 154 Rutaceae Acronychia laevis J.R. Forster & G. Forster BPP 155 Menispermaceae Abuta sp2. BPP 156 Podocarpaceae Dacrydium beccarii Parl. BPP 157 Melastomataceae Sonerila calophylla Ridl. BPP 158 Anacardiaceae Mangifera foetida Lour. BPP 159 Zingiberaceae Globba sp.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 56

Lampiran 9. (Lanjutan) No. Koleksi Famili Spesies BPP 160 Hanguanaceae Hanguana malayana (Jack.) Merr. BPP 161 Annonaceae Fissistigma latifolium (Dunal) Merr. BPP 162 Selaginellaceae Selaginella intermedia (Bl.) Spring BPP 163 Melastomataceae Dissochaeta sp. BPP 164 Adiantaceae Syngramma sp. BPP 165 Annonacae Fissistigma latifolium (Dunal) Merr. BPP 166 Myrtaceae Rhodamnia cinerea Jack BPP 167 Commelinaceae Cyanotis sp. BPP 168 Lindsaeaceae Lindsaea sp. BPP 169 Araucariaceae Agathis borneensis Warb. BPP 170 Podocarpaceae Dacrycarpus imbricatus (Blume) de Laub. BPP 171 Selaginellaceae Selaginella alutica Spring BPP 172 Nepenthaceae Nepenthes longifolia Nerz & Wistuba BPP 173 Sapotaceae Madhuca laurifolia (King & Gamble) H.J. Lam BPP 174 Fagaceae Lithocarpus sp. BPP 175 Symplocaceae Symplocos sp. BPP 176 Menispermaceae Abuta grandifolia (C.Martius) Sandwith BPP 177 - SP2 BPP 178 Myrtaceae Syzygium sp BPP 179 Gesneriaceae Aeschynanthus sp. BPP 180 Gesneriaceae Aeschynanthus radicans Jack. BPP 181 Zingiberaceae Camptandra sp. BPP 182 Fabaceae Bauhinia racemosa Lam. BPP 183 Moraceae Ficus pallescens (G.D. Weiblen) C.C. Berg BPP 184 Arecaceae Calamus sp. BPP 185 Myrtaceae Syzygium splendens (Bl.) Merr. & Perry BPP 186 Fabaceae Bauhinia racemosa Lam. BPP 187 Sapindaceae Nephelium cuspidatum Bl. BPP 188 Rubiaceae Psychotria nervosa Sw. BPP 189 Menispermaceae Abuta sp. BPP 190 Zingiberaceae Globba sp. BPP 191 Araceae Scindapsus sp1. BPP 192 Aspleniaceae Asplenium tenerum G. Forst. BPP 193 Araceae Scindapsus sp1. BPP 194 Zingiberaceae Globba sp. BPP 195 Dipterocarpaceae Shorea sp. BPP 196 Rubiaceae Psychotria nervosa Sw. BPP 197 Araceae Scindapsus sp2. BPP 198 Commelinaceae Hellenia speciosa (J.Koenig) S.R.Dutta BPP 199 Burmanniaceae Burmannia oblonga Ridl. BPP 200 Aspleniaceae Asplenium tenerum G. Forst BPP 201 Commelinaceae Hellenia speciosa (J.Koenig) S.R.Dutta BPP 202 Zingiberaceae Amomum sp. BPP 203 Pandanaceae Freycinetia sp. BPP 204 Zingiberaceae Amomum sp.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 57

Lampiran 9. (Lanjutan) No. Koleksi Famili Spesies BPP 205 Sapindaceae Nephelium cuspidatum Bl. BPP 206 Burmanniaceae Burmannia oblonga Ridl. BPP 207 Sapindaceae Nephelium cuspidatum Bl. BPP 208 Burmanniaecae Burmannia oblonga Ridl. BPP 209 Araceae Rhaphidophora angustata Schott. BPP 210 Aspleniaceae Asplenium tenerum G. Forst BPP 211 Sapotaceae Palaquium rostratum (Miq.) Burck BPP 212 Anacardiaceae Campnosperma auriculatum (Bl.) Hook. Fil. BPP 213 Cyperaceae Scleria sp. BPP 214 Podocarpaceae Dacrydium beccarii Parl. BPP 215 Casuarinaceae Gymnostoma sumatranum (Jungh. ex de Vriese) L.A.S Johnson BPP 216 Primulaceae Labisia pumila (Bl.) F,-Vill BPP 217 Euphorbiaceae Mallotus muticus (Müll.Arg.) Airy Shaw BPP 218 Cyatheaceae Cyathea sp. BPP 219 Annonaceae Fissistigma latifolium (Dunal) Merr. BPP 220 Lindsaeaceae Lindsaea sp. BPP 221 Rubiaceae Argostemma bryophilum K.Schum. BPP 222 Arecaceae Daemonorops sp. BPP 223 Arecaceae Korthalsia scortechinii Becc. BPP 224 Cyatheaceae Alsophila commutata Mett. BPP 225 Moraceae Ficus aurata (Miq.) Miq. BPP 226 - SP2 BPP 227 Arecaceae Daemonorops sp. BPP 228 Annonaceae Fissistigma latifolium (Dunal) Merr. BPP 229 Menispermaceae Abuta imene (C.Martius) Eichler BPP 230 Arecaceae Pinanga limosa Ridl. BPP 231 Lauraceae Cinnamomum malabatrum (Burm. fil.) Presl. BPP 232 Myrtaceae Syzygium lineatum (DC.) Merr. & L.M. Perry BPP 233 Sapotaceae Palaquium rostratum (Miq.) Burck BPP 234 Menispermaceae Smilax leucophylla Blume. BPP 235 Myrtaceae Syzygium sp. BPP 236 Aspleniaceae Asplenium tenerum G. Forst BPP 237 Hanguanaceae Hanguana malayana (Jack.) Merr. BPP 238 Cyatheaceae Sphaeropteris obscura (Scort.) R. M. Tryon BPP 239 Primulaceae Labisia pumila (Bl.) F,-Vill BPP 240 Commelinaceae Pollia hasskarlii R. S. Rao BPP 241 Vitaceae Ampelocissus elegans (Kurz) Gagnepain BPP 242 Moraceae Ficus geocarpa Teijsm BPP 243 Symplocaceae Symplocos laeteviridis Stapf BPP 244 Myrtaceae Syzygium sp. BPP 245 Myrtaceae Syzygium glabratum (DC.) Veldkamp BPP 246 Smilacaceae Smilax calophylla Wall. ex A. DC. BPP 247 Arecaceae Pinanga sp. BPP 248 Melastomataceae Sonerila pulchella Stapf

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 58

Lampiran 9. (Lanjutan). No. Koleksi Famili Spesies BPP 249 Podocarpaceae Podocarpus neriifolius D.Don BPP 250 Arecaceae Araceae Sp1. BPP 251 Melastomataceae Sonerila pulchella Stapf BPP 252 Balanophoraceae Balanophora papuana Schlechter BPP 253 Dipterocarpaceae Dipterocarpus eurynchus Miq BPP 254 Myrtaceae Rhodamnia cinerea Jack BPP 255 Euphorbiaceae Blumeodendron tokbrai (Blume) Kurz BPP 256 Myristicaceae Knema sp. BPP 257 Annonaceae Fissistigma latifolium (Dunal) Merr. BPP 258 Asparagaceae Dracaena sp. BPP 259 Annonaceae Fissistigma sp. BPP 260 Lauraceae Cinnamomum zeylanicum Bl. BPP 261 Balanophoraceae Balanophora papuana Schlechter BPP 262 Rubiaceae Hedyotis megalantha Merr. BPP 263 Lindsaeaceae Lindsaea heterophylla Dryand. BPP 264 Annonaceae Fissistigma latifolium (Dunal) Merr. BPP 265 - SP1 BPP 266 Lauraceae Cinnamomum zeylanicum Bl. BPP 267 Melastomataceae Dissochaeta sp. BPP 268 Rubiaceae Hedyotis megalantha Merr. BPP 269 Pteridaceae Taenitis interrupta Hook. & Grev. BPP 270 Rubiaceae Hedyotis megalantha Merr. BPP 271 Araceae Scindapsus sp. BPP 272 Zingiberaceae Amomum sp. BPP 273 Araceae Scindapsus sp. BPP 274 Cyatheaceae Sphaeropteris obscura (Scort.) R. M. Tryon BPP 275 Cyatheaceae Sphaeropteris obscura (Scort.) R. M. Tryon BPP 276 Adiantaceae Syngramma sp. BPP 277 Symplocaceae Symplocos batakensis Nooteboom BPP 278 Pandanaceae Freycinetia angustifolia Blume BPP 279 Rubiaceae Hedyotis megalantha Merr. BPP 280 Myrtaceae Tristaniopsis whiteana (Griff.) Peter G. Wilson & J.T Waterh. BPP 281 Pteridaceae Taenitis sp. BPP 282 Menispermaceae Abuta imene (C.Martius) Eichler BPP 283 Hymenophyllaceae Abrodictyum obscurum (Bl.) Ebihara & K. Iwants BPP 284 Hymenophyllaceae Abrodictyum meifolium (Bory ex Willd.) Ebihara & K. Iwats. BPP 285 Myrtaceae Syzygium bisulcum (Miq.) Widodo. BPP 286 Casuarinaceae Gymnostoma sumatranum (Jungh. ex de Vriese) L.A.S Johnson BPP 287 Lauraceae Cinnamomum verum J. S. Presl BPP 288 Rubiaceae Argostemma uniflorum Blume ex DC BPP 289 Rubiaceae Psychotria viridiflora Reinw. ex Blume BPP 290 Fabaceae Pterocarpus indicus Willd. BPP 291 Melastomataceae Miconia racemosa (Aubl.) DC.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 59

Lampiran 9. (Lanjutan) No. Koleksi Famili Spesies BPP 292 Meliaceae Aglaia sp. BPP 293 Hymenophyllaceae Abrodictyum obscurum (Bl.) Ebihara & K. Iwants BPP 294 Selaginellaceae Selaginella delicatula (Desv. ex Poir) Alston BPP 295 Araceae Homalomena sp. BPP 296 Araceae Scindapsus pictus Haask. BPP 297 Melastomataceae Miconia racemosa (Aubl.) DC. BPP 298 Thymeleaceae Aquilaria sp. BPP 299 Selaginellaceae Selaginella delicatula (Desv. ex Poir) Alston BPP 300 Araceae Homalomena sp. BPP 301 Elaeocarpaceae Elaeocarpus petiolatus (Jack) Wall. ex Kurz BPP 302 Selaginellaceae Selaginella alutacea Spring BPP 303 Lauraceae Cinnamomum zeylanicum Bl. BPP 304 Melastomataceae Melastoma sp. BPP 305 Arecaceae Pinanga sp. BPP 306 Myrtaceae Syzygium pyrifolium (Blume) DC. BPP 307 Gesneriaceae Henckelia quinquevulnera (Ridley) A.Weber. BPP 308 Cannabaceae Gironniera nervosa Planch. BPP 309 Pteridaceae Taenitis blechnoides (Willd.) Sw. BPP 310 Selaginellaceae Selaginella alutacea Spring BPP 311 Araceae Homalomena BPP 312 Orchidaceae Calanthe sp. BPP 313 Myrtaceae Rhodamnia cinerea Jack BPP 314 Selaginellaceae Selaginella alutacea Spring BPP 315 Araceae Scindapsus sp. BPP 316 Arecaceae Korthalsia sp. BPP 317 Araceae Scindapsus sp. BPP 318 Smilacaceae Smilax leucophylla Blume BPP 319 - SP1 BPP 320 Selaginellaceae Selaginella willdenowii (Desv. ex Poir) Baker BPP 321 Menispermaceae Abuta imene (C.Martius) Eichler. BPP 322 Lindsaeaceae Lindsaea heterophylla Dryand. BPP 323 Hanguanaceae Hanguana malayana (Jack.) Merr. BPP 324 Araceae Scindapsus sp. BPP 325 Selaginellaceae Selaginella intermedia (Bl.) Spring. BPP 326 Araceae Homalomena sp. BPP 327 Lindsaeaceae Lindsaea heterophylla Dryand. BPP 328 Sapindaceae Filicium sp. BPP 329 Myrtaceae Syzygium syzygioides (Miq.) Merr.& Perry BPP 330 Selaginellaceae Selaginella intermedia (Bl.) Spring. BPP 331 Annonaceae Fissistigma latifolium (Dunal) Merr. BPP 332 Rubiaceae Psychotria viridiflora Reinw. ex Blume BPP 333 Arecaceae Calamus rotang L. BPP 334 Myrtaceae Rhodamnia cinerea Jack BPP 335 Selaginellaceae Selaginella alutacea Spring BPP 336 Arecaceae Pinanga disticha (Roxb.) H.Wendl.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 60

Lampiran 9. (Lanjutan) No. Koleksi Famili Spesies BPP 337 Zingiberaceae Alpinia sp. BPP 338 Balanophoraceae Balanophora elongata Blume BPP 339 Balanophoraceae Balanophora elongata Blume BPP 340 Balanophoraceae Balanophora elongata Blume

Demikian, semoga berguna bagi saudara.

Kepala Herbarium Medanense.

Dr. Nursahara Pasaribu, M.Sc NIP. 1963 01 23 1990 03 2001

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 61

Lampiran 10. Contoh Perhitungan Nilai Asosiasi Jaccard Balanophora elongata a. Uji Chi-square (X2) Nephelium cuspidatum (퐴+퐵)(퐴+퐶) E(a) = 푁 (4+3)(4+0) = 14 = 2 (퐴+퐵)(퐵+퐷) E(b) = 푁 (4+3)(3+7) = 14 = 5 (퐴+퐶)(퐶+퐷) E(c) = 푁 (4+3)(0+7) = 14 = 2 (퐵+퐷)(퐶+퐷) E(d) = 푁 (3+7)(0+7) = 14 = 1.5 [푎−퐸(푎)]2 [푏−퐸(푏)]2 [푐−퐸(푐)]2 [푑−퐸(푑)]2 X2 test = + + + 퐸(푎) 퐸(푏) 퐸(푐) 퐸(푑) [4−2]2 [3−5]2 [3−2]2 [7−1.5]2 = + + + 2 5 2 1.5 = 24.967

Asosiasi : X2 tabel > x Tabel 24.968 > 3.84 ……………………… ASOSIASI

Jenis Asosiasi : A > E(a) 4 > 2 ……………………… Positif

b. Index Jaccard dan Penentuan Asosiasi 퐴 Index Jaccard (IJ) = 푥 100% 퐴+퐵+퐶 4 = 푥 100% 4+3+3 = 57.143 %

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 62

Lampiran 11. Kehadiran Jenis Asosiasi Pada Plot Balanophora elongata Plot Balanophora elongata Plot Non-Balanophora Jenis 17 18 19 20 21 22 23 N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7 Syzygium pyrifolium 1 Labisia pumila 1 Taenitis 1 1 blechnoides Sphaeropteris 1 obscura Freycinetia confusa 1 Hedyotis 1 megalantha Fissistigma 1 1 1 latifolium Argostemma 1 uniflorum Globba aurantiaca 1 1 1 1 1 Sonerila calophylla 1 Taenitis interrupta 1 Elatostema sp. 1 1 1 Gymnostoma 1 1 1 sumatranum Euthemis sp. 1 1 Dacrycarpus 1 1 imbricatus Macaranga 1 depressa Cyathea sp. 1 Abuta grandifolia 1 1 Selaginella alutacea 1 1 Calamus sp. 1 1 Hanguana 1 malayana Madhuca laurifolia 1 Tristaniopsis 1 whiteana Lindsaea sp. 1 1 Amomum sp. 1 1 1 Smilax leucophylla 1 1 Aeschynanthus sp. 1 Selaginella 1 intermedia Argostemma 1 bryophilum Syngramma sp1. 1 1 Psychotria nervosa 1 1 1 1 Nephelium 1 1 1 1 cuspidatum Abuta sp. 1 1 Syzygium splendens 1 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 63

Lampiran 11. (Lanjutan).

Plot Balanophora elongata Plot Non-Balanophora Jenis 1 2 3 4 5 6 7 N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7 Scindapsus sp1. 1 1 1 1 Asplenium tenerum 1 1 1 1 1 Shorea sp. 1 1 1 Scindapsus sp2. 1 1 1 Hellenia speciosa 1 1 Burmannia oblonga 1 1 1 1 1 Ficus aurata 1 1 1 Freycinetia sp. 1 1 Rhaphidophora 1 1 angustata Rhodamnia cinerea 1 Fissistigma sp. 1 Dissochaeta sp. 1 Christella sp. 1 Amischotolype 1 hispida Homalomena cf. 1 Griffithii Amomum 1 centrocephalum Elateriospermum sp. 1 Dendrobium sp. 1 Scleria sp. 1 1 Anomospermum sp. 1 Peperomia sp2. 1 Ampelocissus sp. 1 Abuta sp2. 1 Acronychia laevis 1 Dacrydium beccarii 1 1 Nepenthes longifolia 1 Mangifera foetida 1 Cyanotis sp. 1 Agathis borneensis 1 Lithocarpus sp. 1 Symplocos sp. 1 Syzygium sp 1 Aeschynanthus 1 radicans Camptandra sp. 1 Bauhinia racemosa 1 Palaquium rostratum 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 64

Lampiran 11. (Lanjutan).

Plot Balanophora elongata Plot Non-Balanophora Jenis 17 18 19 20 21 22 23 N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7 Campnosperma 1 auriculatum Mallotus muticus 1 Daemonorops sp. 1 Korthalsia 1 scortechinii Alsophila 1 commutata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 65

Lampiran 12. Asosiasi Tumbuhan Bawah dengan Balanophora elongata Jenis Jenis A B C D N E(a) E(b) E(c) E(d) X2 IJ Asosiasi Asosiasi Syzygium 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif pyrifolium Labisia pumila 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif Taenitis 0 7 2 5 14 1.0 6.0 1.0 4.5 2.222 0.000 Tidak Negatif blechnoides Sphaeropteris 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif obscura Freycinetia 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif confuse Hedyotis 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif megalantha Fissistigma 0 7 3 4 14 1.5 5.5 1.5 5.0 3.609 0.000 Tidak Negatif latifolium Argostemma 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif uniflorum Globba 4 3 1 6 14 2.5 4.5 2.5 2.0 10.300 50.000 Asosiasi Positif aurantiaca Sonerila 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif calophylla Taenitis 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif interrupta Elatostema sp. 3 4 0 7 14 1.5 5.5 1.5 2.0 15.909 42.857 Asosiasi Positif Gymnostoma 0 7 3 4 14 1.5 5.5 1.5 5.0 3.609 0.000 Tidak Negatif sumatranum Euthemis sp. 0 7 2 5 14 1.0 6.0 1.0 4.5 2.222 0.000 Tidak Negatif Dacrycarpus 0 7 2 5 14 1.0 6.0 1.0 4.5 2.222 0.000 Tidak Negatif imbricatus Macaranga 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif depressa Cyathea sp. 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif Abuta 0 7 2 5 14 1.0 6.0 1.0 4.5 2.222 0.000 Tidak Negatif grandifolia Selaginella 0 7 2 5 14 1.0 6.0 1.0 4.5 2.222 0.000 Tidak Negatif alutacea Calamus sp. 1 6 1 6 14 1.0 6.0 1.0 3.5 1.785 12.500 Tidak Negatif Hanguana 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif malayana Madhuca 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif laurifolia Tristaniopsis 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif whiteana Lindsaea sp. 0 7 2 5 14 1.0 6.0 1.0 4.5 2.222 0.000 Tidak Negatif Amomum sp. 3 4 0 7 14 1.5 5.5 1.5 2.0 15.909 42.857 Asosiasi Positif Smilax 0 7 2 5 14 1.0 6.0 1.0 4.5 2.222 0.000 Tidak Negatif leucophylla Aeschynanthus 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif sp. Selaginella 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif intermedia Argostemma 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif bryophilum Syngramma sp1. 0 7 2 5 14 1.0 6.0 1.0 4.5 2.222 0.000 Tidak Negatif

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 66

Lampiran 12. (Lanjutan). Jenis Jenis A B C D N E(a) E(b) E(c) E(d) X2 IJ Asosiasi Asosiasi Psychotria 4 3 0 7 14 2.0 5.0 2.0 1.5 24.966 57.142 Asosiasi Positif nervosa Nephelium 4 3 0 7 14 2.0 5.0 2.0 1.5 24.966 57.142 Asosiasi Positif cuspidatum Abuta sp. 1 6 1 6 14 1.0 6.0 1.0 3.5 1.785 12.500 Tidak Negatif Syzygium 1 6 1 6 14 1.0 6.0 1.0 3.5 1.785 12.500 Tidak Negatif splendens Scindapsus sp1. 4 3 0 7 14 2.0 5.0 2.0 1.5 24.966 57.142 Asosiasi Positif Asplenium 5 2 0 7 14 2.5 4.5 2.5 1.0 42.388 71.428 Asosiasi Positif tenerum Shorea sp. 3 4 0 7 14 1.5 5.5 1.5 2.0 15.909 42.857 Asosiasi Positif Scindapsus sp2. 3 4 0 7 14 1.5 5.5 1.5 2.0 15.909 42.857 Asosiasi Positif Hellenia 2 5 0 7 14 1.0 6.0 1.0 2.5 10.266 28.571 Asosiasi Positif speciosa Burmannia 5 2 0 7 14 2.5 4.5 2.5 1.0 42.388 71.428 Asosiasi Positif oblonga Ficus aurata 3 4 0 7 14 1.5 5.5 1.5 2.0 15.909 42.857 Asosiasi Positif Freycinetia sp. 2 5 0 7 14 1.0 6.0 1.0 2.5 10.266 28.571 Asosiasi Positif Rhaphidophora 2 5 0 7 14 1.0 6.0 1.0 2.5 10.266 28.571 Asosiasi Positif angustata Rhodamnia 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif cinerea Fissistigma sp. 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif Dissochaeta sp. 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif Christella sp. 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif Amischotolype 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif hispida Homalomena cf. 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif Griffithii Amomum 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif centrocephalum Elateriospermum 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif sp. Dendrobium sp. 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif Scleria sp. 0 7 2 5 14 1.0 6.0 1.0 4.5 2.222 0.000 Tidak Negatif Anomospermum 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif sp. Peperomia sp2. 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif Ampelocissus sp. 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif Abuta sp2. 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif Acronychia 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif laevis Dacrydium 0 7 2 5 14 1.0 6.0 1.0 4.5 2.222 0.000 Tidak Negatif beccarii Nepenthes 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif longifolia Mangifera 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif foetida Cyanotis sp. 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 67

Lampiran 12. (Lanjutan). Jenis Jenis A B C D N E(a) E(b) E(c) E(d) X2 IJ Asosiasi Asosiasi Agathis 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif borneensis Lithocarpus sp. 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif Symplocos sp. 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif Syzygium sp 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif Aeschynanthus 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif radicans Camptandra 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif sp. Bauhinia 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif racemosa Palaquium 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif rostratum Campnosperma 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif auriculatum Mallotus 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif muticus Daemonorops 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif sp. Korthalsia 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif scortechinii Alsophila 0 7 1 6 14 0.5 6.5 0.5 4.0 2.038 0.000 Tidak Negatif commutata

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran 13. Kehadiran Jenis Asosiasi Pada Plot Balanophora papuana a. Jenis Asosiasi di Plot Balanophora

Jenis 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Freycinetia 1 1 angustifolia Smilax zeylanica 1 Syzygium pyrifolium 1 1 1 1 Labisia pumila 1 1 Gironniera nervosa 1 Dissochaeta rostrata 1 1 1 1 Taenitis blechnoides 1 1 1 1 Sphaeropteris obscura 1 1 1 Freycinetia confusa 1 Pollia hasskarlii 1 1 1 Cinnamomum iners 1 Hedyotis megalantha 1 1 1 Fissistigma latifolium 1 1 1 1 Mallotus barbatus 1 Selaginella delicatula 1 1 1 1 1 1 Argostemma uniflorum 1 Calamus rotang 1 1 1 Pinanga disticha 1 1 Globba pendula 1 1 Pteris sp. 1 Trichomanes maximum 1

Globba sp. 1 68 Sonerila calophylla 1 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran 13. (Lanjutan) Jenis 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Taenitis interrupta 1 1 Elatostema sp. 1 1 1 1 1 Gymnostoma 1 1 sumatranum Lindsaea 1 1 parallelogramma Syzygium lineatum 1 Pandanus dubius 1 1 Syzygium vriesianum 1 Tetrastigma sp. 1 Euthemis sp. 1 Dacrycarpus 1 1 imbricatus Tainia sp. 1 1 1 SP3 1 Macaranga depressa 1 Rhapis excels 1 Cyathea sp. 1 Henckelia 1 1 1 quinquevulnera Calamus australis 1 Abuta grandifolia 1 Homalomena sp1. 1 1 1 1 1 Tectaria sp. 1 Selaginella alutacea 1 1 1 1 1 1 1 1 Calamus sp 1 1 1 69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran 11. (Lanjutan) Jenis 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Hanguana malayana 1 1 Impatiens sp. 1 Madhuca laurifolia 1 1 1 Tristaniopsis whiteana 1 Lindsaea sp. 1 Palaquium hexandrum 1 Amomum sp. 1 1 Smilax leucophylla 1 1 Aeschynanthus sp. 1 Selaginella intermedia 1 1 Cinnamomum 1 javanicum Derris sp. 1 Cystorchis sp. 1 1 Argostemma laotica 1 Scindapsus pictus 1 1 Aglaonema nitidum 1 Tapeinidium luzonicum 1 Neuwiedia sp 1 1 Argostemma 1 bryophilum Homalomena cf 1 1 humilis Calamus mollis 1 1 Peperomia sp. 70

Syngramma sp1. 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran 13. (Lanjutan) Jenis 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Syngramma sp2. 1 Abrodictyum obscurum 1 1 Abuta sp. Syzygium splendens Scindapsus sp1. 1 1 1 1 1 Asplenium tenerum Cinnamomum 1 1 zeylanicum Rhodamnia cinerea 1 1 1 1 Knema sp. 1 Dracaena sp. 1 Blumeodendron tokbrai 1 Fissistigma sp. 1 Dissochaeta sp. 1 Lindsaea heterophylla 1 1 1 Selaginella willdenowii 1 Abuta imene 1 Filicium sp. 1 Syzygium syzygioides 1 Psychotria viridiflora 1 Miconia racemose 1 1 Pterocarpus indicus 1 Aglaia sp. 1 1

Aquilaria sp. 71

Pinanga sp. 1 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran 13. (Lanjutan). Jenis 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Melastoma sp. 1 1 Calanthe sp. 1 1 Korthalsia sp. 1 1 Alpinia sp. 1 Taenitis sp. Christella sp. Amischotolype hispida Homalomena cf.

griffithii Amomum

centrocephalum Elateriospermum sp. Dendrobium sp. Scleria sp. Anomospermum sp. Peperomia sp2. Ampelocissus sp. Abuta sp2. Acronychia laevis Dacrydium beccarii Nepenthes longifolia Mangifera foetida Cyanotis sp. Agathis borneensis Lithocarpus sp. 72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran 13. (Lanjutan) Jenis 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Symplocos sp. Syzygium sp Aeschynanthus

radicans Camptandra sp. Bauhinia racemose Palaquium rostratum Campnosperma

auriculatum Mallotus muticus Daemonorops sp. Korthalsia scortechinii Alsophila commutata Pinanga limosa Cinnamomum

malabatrum Araceae Sp1. Ficus geocarpa Podocarpus neriifolius Smilax calophylla Symplocos laeteviridis Syzygium glabratum Ampelocissus elegans Sonerila pulchella

Syzygium bisulcum 73

Cinnamomum verum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lampiran 13. (Lanjutan) Jenis 01 02 03 04 05 06 07 08 09 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Abrodictyum meifolium Symplocos batakensis

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 75

Lampiran 13. (Lanjutan).7 b. Jenis Asosiasi di Plot Non-Balanophora Jenis N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7 N8 N9 N10 Freycinetia angustifolia 1 Smilax zeylanica Syzygium pyrifolium 1 Labisia pumila 1 1 Gironniera nervosa Dissochaeta rostrata Taenitis blechnoides 1 1 Sphaeropteris obscura 1 1 1 Freycinetia confusa 1 Pollia hasskarlii 1 Cinnamomum iners Hedyotis megalantha 1 1 Fissistigma latifolium 1 1 1 1 Mallotus barbatus Selaginella delicatula Argostemma uniflorum 1 1 Calamus rotang Pinanga disticha Globba pendula Pteris sp. Vandenboschia maxima Globba sp. 1 Sonerila calophylla 1 Taenitis interrupta 1 Elatostema sp. Gymnostoma sumatranum 1 1 1 1 Lindsaea parallelogramma Syzygium lineatum 1 Pandanus dubius Syzygium vriesianum Tetrastigma sp. Euthemis sp. 1 1 1 Dacrycarpus imbricatus 1 1 Tainia sp. SP3 Macaranga depressa 1 Rhapis excels Cyathea sp. 1 Henckelia quinquevulnera Calamus australis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 76

Lampiran 13. (Lanjutan)

Jenis N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7 N8 N9 N10 Abuta grandifolia 1 1 Homalomena sp1. Tectaria sp. Selaginella alutacea 1 1 Calamus sp 1 Hanguana malayana 1 1 Impatiens sp. Madhuca laurifolia 1 Tristaniopsis whiteana 1 1 Lindsaea sp. 1 1 Palaquium hexandrum Amomum sp. Smilax leucophylla 1 1 1 Aeschynanthus sp. 1 Selaginella intermedia 1 Cinnamomum javanicum Derris sp. Cystorchis sp. Argostemma laotica Scindapsus pictus Aglaonema nitidum Tapeinidium luzonicum Neuwiedia sp Argostemma bryophilum 1 Homalomena cf humilis Calamus mollis Peperomia sp. Syngramma sp1. 1 1 Syngramma sp2. 1 Abrodictyum obscurum 1 Abuta sp. 1 Syzygium splendens 1 Scindapsus sp1. Asplenium tenerum 1 Cinnamomum zeylanicum Rhodamnia cinerea 1 Knema sp. Dracaena sp. Blumeodendron tokbrai Fissistigma sp. 1 Dissochaeta sp. 1 Lindsaea heterophylla

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 77

Lampiran 13. (Lanjutan).

Jenis N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7 N8 N9 N10 Selaginella willdenowii Abuta imene 1 1 Filicium sp. Syzygium syzygioides Psychotria viridiflora Miconia racemosa Pterocarpus indicus Aglaia sp. Aquilaria sp. Pinanga sp. 1 Melastoma sp. Calanthe sp. Korthalsia sp. Alpinia sp. Taenitis sp. 1 Christella sp. 1 Amischotolype hispida 1 Homalomena cf. griffithii 1 Amomum centrocephalum 1 Elateriospermum sp. 1 Dendrobium sp. 1 Scleria sp. 1 1 Anomospermum sp. 1 Peperomia sp2. 1 Ampelocissus sp. 1 Abuta sp2. 1 Acronychia laevis 1 Dacrydium beccarii 1 1 Nepenthes longifolia 1 Mangifera foetida 1 Cyanotis sp. 1 Agathis borneensis 1 Lithocarpus sp. 1 Symplocos sp. 1 Syzygium sp 1 1 Aeschynanthus radicans 1 Camptandra sp. 1 Bauhinia racemose 1 Palaquium rostratum 1 1 Campnosperma auriculatum 1 Mallotus muticus 1 Daemonorops sp. 1 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 78

Lampiran 13. (Lanjutan).

Jenis N1 N2 N3 N4 N5 N6 N7 N8 N9 N10 Korthalsia scortechinii 1 Alsophila commutata 1 Pinanga limosa 1 Cinnamomum malabatrum 1 Araceae Sp1. 1 Ficus geocarpa 1 Podocarpus neriifolius 1 Smilax calophylla 1 Symplocos laeteviridis 1 Syzygium glabratum 1 Ampelocissus elegans 1 Sonerila pulchella 1 Syzygium bisulcum 1 Cinnamomum verum 1 Abrodictyum meifolium 1 Symplocos batakensis 1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 79

Lampiran 14. Asosiasi Tumbuhan Bawah dengan Balanophora papuana Jenis Jenis A B C D N E(a) E(b) E(c) E(d) X2 IJ Asosiasi Asosiasi Freycinetia 2 24 1 9 36 2.1 23.8 0.8 6.9 0.66 7.41 Tidak - angustifolia Smilax zeylanica 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + Syzygium 4 22 1 9 36 3.6 22.4 1.4 6.4 1.22 14.81 Tidak + pyrifolium Labisia pumila 2 24 2 8 36 2.9 23.1 1.1 7.2 1.10 7.14 Tidak - Gironniera 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + nervosa Dissochaeta 4 22 0 10 36 2.9 23.1 1.1 6.1 4.07 15.38 Asosiasi + rostrata Taenitis 4 22 2 8 36 4.3 21.7 1.7 6.7 0.36 14.29 Tidak - blechnoides Sphaeropteris 3 23 3 7 36 4.3 21.7 1.7 7.2 1.57 10.34 Tidak - obscura Freycinetia 1 25 1 9 36 1.4 24.6 0.6 7.2 0.94 3.70 Tidak - confusa Pollia hasskarlii 3 23 1 9 36 2.9 23.1 1.1 6.7 0.83 11.11 Tidak + Cinnamomum 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.84 Tidak + iners Hedyotis 3 23 2 8 36 3.6 22.4 1.4 6.9 0.55 10.71 Tidak - megalantha Fissistigma 4 22 4 6 36 5.8 20.2 2.2 7.2 2.33 13.33 Tidak - latifolium Mallotus barbatus 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + Selaginella 6 20 0 10 36 4.3 21.7 1.7 5.6 5.99 23.08 Asosiasi + delicatula Argostemma 1 25 2 8 36 2.2 23.8 0.8 7.5 2.35 3.57 Tidak - uniflorum Calamus rotang 3 23 0 10 36 2.2 23.8 0.8 6.4 3.22 11.54 Tidak + Pinanga disticha 2 24 0 10 36 1.4 24.6 0.6 6.7 2.45 7.69 Tidak + Globba pendula 2 24 0 10 36 1.4 24.6 0.6 6.7 2.45 7.69 Tidak + Pteris sp. 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + Vandenboschia 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + maxima Globba sp. 1 25 1 9 36 1.4 24.6 0.6 7.2 0.94 3.70 Tidak - Sonerila 2 24 1 9 36 2.1 23.8 0.8 6.9 0.66 7.41 Tidak - calophylla Taenitis 2 24 1 9 36 2.1 23.8 0.8 6.9 0.66 7.41 Tidak - interrupta Elatostema sp. 5 21 0 10 36 3.6 22.4 1.4 5.8 4.97 19.23 Asosiasi + Gymnostoma 2 24 4 6 36 4.3 21.7 1.7 7.8 5.18 6.67 Asosiasi - sumatranum Lindsaea 2 24 0 10 36 1.4 24.6 0.6 6.7 2.45 7.69 Tidak + parallelogramma Syzygium 1 25 1 9 36 1.4 24.6 0.6 7.2 0.94 3.70 Tidak - lineatum Pandanus dubius 2 24 0 10 36 1.4 24.6 0.6 6.7 2.45 7.69 Tidak + Syzygium 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + vriesianum Tetrastigma sp. 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak +

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 80

Lampiran 14. (Lanjutan). Jenis Jenis A B C D N E(a) E(b) E(c) E(d) X2 IJ Asosiasi Asosiasi Euthemis sp. 1 25 3 7 36 2.9 23.1 1.1 7.8 4.68 3.45 Asosiasi - Dacrycarpus 2 24 2 8 36 2.9 23.1 1.1 7.2 1.10 7.14 Tidak - imbricatus Tainia sp. 3 23 0 10 36 2.2 23.8 0.8 6.4 3.22 11.54 Tidak + SP3 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + Macaranga 1 25 1 9 36 1.4 24.6 0.6 7.2 0.93 3.70 Tidak - depressa Rhapis excels 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + Cyathea sp. 1 25 1 9 36 1.4 24.6 0.6 7.2 0.93 3.70 Tidak - Henckelia 3 23 0 10 36 2.2 23.8 0.8 6.4 3.22 11.54 Tidak + quinquevulnera Calamus 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + australis Abuta 1 25 2 8 36 2.2 23.8 0.8 7.5 2.35 3.57 Tidak - grandifolia Homalomena 5 21 0 10 36 3.6 22.4 1.4 5.8 4.99 19.23 Asosiasi + sp1. Tectaria sp. 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + Selaginella 8 18 2 8 36 7.2 18.8 2.8 5.6 1.40 28.57 Tidak + alutacea Calamus sp 3 23 1 9 36 2.9 23.1 1.1 6.7 0.83 11.11 Tidak + Hanguana 2 24 2 8 36 2.9 23.1 1.1 7.2 1.10 7.14 Tidak - malayana Impatiens sp. 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + Madhuca 3 23 1 9 36 2.9 23.1 1.1 6.7 0.83 11.11 Tidak + laurifolia Tristaniopsis 1 25 2 8 36 2.7 23.8 0.8 7.5 2.35 3.57 Tidak - whiteana Lindsaea sp. 1 25 2 8 36 2.2 23.8 0.8 7.5 2.35 3.57 Tidak - Palaquium 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + hexandrum Amomum sp. 2 24 0 10 36 1.4 24.6 0.6 6.7 2.45 7.69 Tidak + Smilax 2 24 3 7 36 3.6 22.4 1.4 7.5 2.74 6.90 Tidak - leucophylla Aeschynanthus 1 25 1 9 36 1.4 24.6 0.6 7.2 0.94 3.70 Tidak - sp. Selaginella 2 24 1 9 36 2.2 23.8 0.8 6.9 0.66 7.40 Tidak - intermedia Cinnamomum 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + javanicum Derris sp. 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + Cystorchis sp. 2 24 0 10 36 1.4 24.6 0.6 6.7 2.45 7.69 Tidak + Argostemma 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + laotica Scindapsus 2 24 0 10 36 1.4 24.6 0.6 6.7 2.45 7.69 Tidak + pictus Aglaonema 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.74 3.85 Tidak + nitidum Tapeinidium 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.74 3.85 Tidak + luzonicum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 81

Lampiran 14. (Lanjutan). Jenis Jenis A B C D N E(a) E(b) E(c) E(d) X2 IJ Asosiasi Asosiasi Neuwiedia sp 2 24 0 10 36 1.4 24.6 0.6 6.7 2.45 7.69 Tidak + Argostemma 1 25 1 9 36 1.4 24.6 0.6 7.2 0.94 3.70 Tidak - bryophilum Homalomena cf 2 24 0 10 36 1.4 24.6 0.6 6.7 2.45 7.69 Tidak + humilis Calamus mollis 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.8 Tidak + Peperomia sp. 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + Syngramma sp1. 1 25 2 8 36 2.2 23.8 0.8 7.5 2.35 3.57 Tidak - Syngramma sp2. 1 25 1 9 36 1.4 24.6 0.6 7.2 0.94 3.70 Tidak - Abrodictyum 2 24 1 9 36 2.2 23.8 0.8 6.9 0.66 7.41 Tidak - obscurum Abuta sp. 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - Syzygium 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - splendens Scindapsus sp1. 5 21 0 10 36 3.6 22.4 1.4 5.8 4.99 19.23 Asosiasi + Asplenium 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - tenerum Cinnamomum 2 24 0 10 36 1.4 24.6 0.6 6.7 2.45 7.69 Tidak + zeylanicum Rhodamnia 4 22 1 9 36 3.6 22.4 1.4 6.4 1.22 14.81 Tidak + cinerea Knema sp. 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + Dracaena sp. 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + Blumeodendron 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + tokbrai Fissistigma sp. 1 25 1 9 36 1.4 24.6 0.6 7.2 0.94 3.70 Tidak - Dissochaeta sp. 1 25 1 9 36 1.4 24.6 0.6 7.2 0.94 3.70 Tidak - Lindsaea 3 23 0 10 36 2.2 23.8 0.8 6.4 3.22 11.54 Tidak + heterophylla Selaginella 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + willdenowii Abuta imene 1 25 2 8 36 2.2 23.8 0.8 7.5 2.35 3.57 Tidak - Filicium sp. 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + Syzygium 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + syzygioides Psychotria 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + viridiflora Miconia 2 24 0 10 36 1.4 24.6 0.6 6.7 2.45 7.69 Tidak + racemose Pterocarpus 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + indicus Aglaia sp. 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + Aquilaria sp. 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak + Pinanga sp. 2 24 1 9 36 2.2 23.8 0.8 6.9 0.66 7.41 Tidak - Melastoma sp. 2 24 0 10 36 1.4 24.6 0.6 6.7 2.45 7.69 Tidak + Calanthe sp. 2 24 0 10 36 1.4 24.6 0.6 6.7 2.45 7.69 Tidak + Korthalsia sp. 2 24 0 10 36 1.4 24.6 0.6 6.7 2.45 7.69 Tidak + Alpinia sp. 1 25 0 10 36 0.7 25.3 0.3 6.9 1.73 3.85 Tidak +

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 82

Lampiran 14. (Lanjutan). Jenis Jenis A B C D N E(a) E(b) E(c) E(d) X2 IJ Asosiasi Asosiasi Taenitis sp. 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - Christella sp. 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - Amischotolype 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - hispida Homalomena cf. 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - griffithii Amomum 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - centrocephalum Elateriospermum 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - sp. Dendrobium sp. 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - Scleria sp. 0 26 2 8 36 1.4 24.6 0.6 7.8 5.29 0.00 Tidak - Anomospermum 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - sp. Peperomia sp2. 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - Ampelocissus sp. 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - Abuta sp2. 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - Acronychia 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - laevis Dacrydium 0 26 2 8 36 1.4 24.6 0.6 7.8 5.29 0.00 Tidak - beccarii Nepenthes 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - longifolia Mangifera 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - foetida Cyanotis sp. 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - Agathis 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - borneensis Lithocarpus sp. 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - Symplocos sp. 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - Syzygium sp 0 26 2 8 36 1.4 24.6 0.6 7.8 5.29 0.00 Tidak - Aeschynanthus 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - radicans Camptandra sp. 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - Bauhinia 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - racemose Palaquium 0 26 2 8 36 1.4 24.6 0.6 7.8 5.29 0.00 Tidak - rostratum Campnosperma 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - auriculatum Mallotus muticus 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - Daemonorops 0 26 2 8 36 1.4 24.6 0.6 7.8 5.29 0.00 Tidak - sp. Korthalsia 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - scortechinii Alsophila 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - commutata Pinanga limosa 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - Cinnamomum 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - malabatrum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 83

Lampiran 14. (Lanjutan). Jenis Jenis A B C D N E(a) E(b) E(c) E(d) X2 IJ Asosiasi Asosiasi Araceae Sp1. 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - Ficus geocarpa 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - Podocarpus 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - neriifolius Smilax 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - calophylla Symplocos 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - laeteviridis Syzygium 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - glabratum Ampelocissus 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - elegans Sonerila 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - pulchella Syzygium 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - bisulcum Cinnamomum 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - verum Abrodictyum 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - meifolium Symplocos 0 26 1 9 36 0.7 25.3 0.3 7.5 2.92 0.00 Tidak - batakensis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 84

Lampiran 15. Foto-foto Penelitian

Kondisi Lantai Hutan Kumpulan Balanophora papuana

Inang Dipterocarpus eurynchus Penelusuran Akar Inang Balanophora

Pengukuran dan Pencatatan Data di Lapangan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA