DAMPAK EKONOMI DAN POSITIONING PADA BEBERAPA MASKAPAI PENERBANGAN DALAM NEGERI Suryadi Peneliti Pada Badan Pusat Statistik E-mail : cokie@bps .go.id
ABSTRACT The problem often encountered in the development planning is the difficulty of measuring on the economic impact that occurs in other sectors, as a result of the growth of air transport. On the other hand, the policy of deregulation in the airline business makes no more barriers for new airlines to enter the aviation industry making competition more competitive. The method of research used was the data of Input-Output Tables of Indonesia in 2008 and biplot analysis. The results showed that an increase in the growth of air transport, the impact on growth in air transport itself with multiplier (1.71), the oil refining industry with multiplier (0.11), the services sector with multiplier (0.10), the other industries sector with multiplier (0.08), the transport sector industries with multiplier (0.07) as well as trade sector with multiplier (0.06). Through biplot analysis is known that Lion Air forms a cluster. The cluster is characterized by a variable of passenger transported (pnp_diak), the plane departed (pes_brk) and load-factor of passenger (lf_pnp). A cluster that has the advantage of variable of km-plane (km_pes) is Garuda Indonesia Airline and Batavia Air in 2010. A cluster that has the advantage of variable of load /actor of goods transported (lf_brg) is Merpati Nusantara Airline and Sriwijaya Air. Keywords: Multiplier, passengers transported, miles-plane, the plane left and aircraft flight hours
ABSTRAK Masalah yang sering dihadapi dalam perencanaan pembangunan yaitu sulitnya mengukur dampak ekonomi yang terjadi pada sektor-sektor lainnya, sebagai akibat pertumbuhan angkutan udara. Pada sisi lain, kebijakan deregulasi pada bisnis penerbangan membuat tidak ada lagi hambatan bagi maskapai penerbangan baru untuk masuk ke industri penerbangan sehingga persaingan usaha semakin kompetitif. Metode penelitian menggunakan data Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 dan biplot analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan pertumbuhan angkutan udara, berdampak pada peningkatan pertumbuhan angkutan udara itu sendiri dengan multiplier (1,71), sektor industri pengilangan minyak dengan multiplier (0,11), sektor jasa-jasa dengan multiplier (0,10), sektor industri lainnya dengan multiplier (0,08), sektor industri angkutan dengan multiplier (0,07) serta sektor perdagangan dengan multi plier (0,06). Melalui biplot analisis diketahui bahwa maskapai penerbangan Lion Air membentuk satu klaster. Klaster tersebut dicirikan oleh variabel penumpang diangkut (pnp_diak), pesawat berangkat (pes_brk) dan load faktor penumpang (lf_pnp). Anggota kluster yang memiliki keunggulan pada variabel km-pesawat (km_pes) adalah Garuda
580 Volume 24, Nomor 6, ]uni 2012 Indonesia Airline dan Batavia Air tahun 2010. Anggota klaster yang memiliki_keunggulan pada variabel load faktor barang yang diangkut (lf_brg) adalah Merpah Nusantara Airline dan Sriwijaya Air. Kata kunci : Multiplier, penumpang diangkut, km-pesawat, pesawat berangkat dan jam terbang pesawat
PENDAHULUAN penumpang yang diangkut sebanyak Untuk mengaktifkan industri penerbangc:m 13,49 juta dan diperebutkan oleh 5 dalam negeri, pemerintah mengeluarkan maskapai, namun pada tahun 2001 Peraturan Pemerintah (PP) No.40 tahun jumlah penumpang sebanyak 9,17 juta 1999 yang memberikan izin seluas-luasny~ diperebutkan oleh 15 maskapai penerbangan kepada siapa saja yang ingin memasuk1 dalam negeri. industri penerbangan. Peraturan Pemerintah Mudahnya mendapatkan berbagai ar tersebut juga member izin kepada mada pesawat udara dengan harga maskapai penerbangan baru, untuk murah, juga telah membawa dampak terbang di rute-rute padat yang selama ini positif bagi perkembangan industri dikuasai oleh Garuda Indonesia Airline penerbangan yang cukup pesat. Di sisi dan Merpati Nusantara Airline. Dengan lain, pesatnya pertumbuhan industri semakin banyaknya maskapai penerbangan angkutan udara juga tidak lepas dari baru di rute padat, maka menjadi peran pemerintah dalam menciptakan tantangan tersendiri bagi maskapai iklim yang kondusif dengan mengadakan penerbangan yang sudah beroperasi untuk berbagai deregulasi aturan di bidang mempertahankan dan meningkatkan angkutan udara yang turut memberikan pangsa pasamya. kontribusi dalam memacu pertumbuhan Dengan dikeluarkannya PP No.40 tahun angkutan udara. 1999 tersebut, mampu menarik minat para Kondisi ini sangatlah menguntungkan pengusaha untuk memasuki bisnis bagi konsumen pengguna jasa angkutan penerbangan dalam negeri. Menjamurnya umum yang sebelumnya beranggapan maskapai penerbangan mengakibatkan tidak mampu menggunakan jasa persaingan bisnis di industri penerbangan penerbangan karena tarif tiket yang menjadi semakin kompetitif. Para pelaku mahal. Dengan kondisi perusahaan jasa bisnis penerbangan semakin dibuat penerbangan yang berlomba menjual tiket bergairah dengan dikeluarkannya berbagai dengan harga murah, telah menimbulkan Keputusan Pemerintah yang berisi minat yang tinggi bagi pengguna jasa kemudahan-kemudahan di dalam angkutan lain untuk beralih menggunakan menjalankan bisnis penerbangan. jasa penerbangan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah maskapai Masalah yang sering dihadapi dalam penerbangan yang pada saat belum perencanaan pembangunan yaitu sulitnya dikeluarkannya PP No.40 tahun 1999 mengukur dampak ekonomi yang terjadi yaitu jika pada tahun 1996 jumlahnya pada sektor-sektor lainnya, sebagai akibat sebanyak 5 maskapai, namun pada tahun dari pertumbuhan angkutan udara. 2001 jumlahnya sudah mencapai 15 maskapai. Bila pada tahun 1996 jumlah Kebijakan deregulasi di bisnis penerbangan
Volume 24, Nomor 6, Juni 2012 581 membuat tidak ada lagi hambatan bagi langsung mendukung pariwisata dan maskapai penerbangan barn untuk masuk bisnis internasional. Dalam kondisi ke industri penerbangan (fre e entry) persaingan yang kompetitif, hal utama sehingga persaingan akan semakin yang harus diprioritaskan menurut kompetitif. Pada tingkat persaingan yang Purnama (2008) adalah kepuasan sangat tinggi, strategi positioning menjadi pelanggan agar maskapai penerbangan hal yang sangat penting untuk diketahui dapat bertahan, bersaing dengan menguasai oleh maskapai penerbangan dalam negeri. pangsa pasar yang ada. Maskapai Topik permasalahan yang ingin dijawab penerbangan harus faham hal-hal apa dalam penelitian adalah : saja yang dianggap penting oleh para penumpang dan maskapai penerbangan 1. Sektor-sektor ekonomi apa saja yang harus berusaha untuk menghasilkan terkena dampak positif akibat kinerja sebaik mungkin sehingga dapat perkembangan angkutan udara ? memuaskan pelanggannya. 2. Bagaimana positioning masing-masing perusahaan penerbangan dalam Ketetapan Pemerintah dalam hal harga negeri berdasarkan variabel yang tiket pesawat udara, diambil dari dihasilkannya ? penetapan tarif angkutan udara tanpa batas bawah yang artinya harga tiket Penelitian ini bertujuan untuk : pesawat udara yang paling rendah akan 1) Mengetahui dampak ekonomi yang ditentukan oleh mekanisme pasar. Hal ini ditimbulkan oleh angkutan udara tertuang dalam SK. Menteri Perhubungan sebagai akibat terjadinya peningkatan Nomor 8 Tahun 2000 tentang tarif jumlah penumpang angkutan udara. Dengan adanya SK 2) Mengetahui positioning pada masing tersebut, menyebabkan perusahaan masingmaskapai penerhlngan domestik perusahaan angkutan udara dapat seperti Garuda Indonesia Airline, menentukan tarif serendah-rendahnya Merpati Nusantara Airline, Lion Air, tanpa adanya batasan untuk memperluas Sriwijaya Air dan Batavia Air berdasarkan pangsa pasarnya. Selanjutnya, SK Menteri pada beberapa variabel yang dihasilkan Perhubungan Nomor 10 Tahun 2000 oleh masing-masing maskapai dikeluarkan dalam kaitannya dengan ijin penerbangan tersebut. usaha perusahaan angku tan udara. Menurut Ningrum (2003), akibat dari diterbitkannya SK Nomor 10 Tahun 2000 TINJAUAN PUSTAKA membawa dampak antara lain : Perkembangan dan peningkatan jasa 1) Perusahaan penerbangan tidak pelayanan maskapai penerbangan dari memerlukan armada pesawat udara tahun ke tahun semakin menjadi dalam mengoperasikan perusahaannya perhatian masyarakat. Hal ini dapat sehinggakesempatan untuk memberikan dilihat dari tingginya persaingan kualitas harga tiket yang rendah pada jalur layanan yang diberikan, harga dan jalur penerbangan yang padat menjadi promosi diantara sekian banyak maskapai lebih besar, karena perusahaan tidak penerbangan. Peranan pesawat terbang perlu memikirkan biaya operasional sebagai sarana transportasi menjadi yang besar dengan tidak memiliki ar semakin penting bagi dunia, yang secara mada pesawat.
582 Volume 24, Nomor 6, Juni 2012 2) Banyaknya perusahaan penerbangan bagasi. Jika harapan tersebut tidak menyebabkan persaingan bisnis yang terpen uhi, akan menim bulkan kompetitif, disamping ada juga teori ketidakpuasan masyarakat dan berdampak dalam dunia penerbangan "kepadatan langsung pada kredibilitas serta reputasi tinggi, penghasilan rendah", teori ini maskapai penerbangannya. menjadikan dasar bagi perusahaan Strategi LCC yang diterapkan perusahaan dalam menetapkan strategi bisnisnya. penerbangan disinyalir menjadi penyebab Kondisi tersebut membawa persaingan terjadinya beberapa kecelakaan pesawat bisnis sehingga harga tiket pada jalur terbang, meskipun pada kenyataannya jal ur padat menjadi rendah dan kecelakaan yang menimpa maskapai perusahaan mendapat profit yang bertiket murah lebih disebabkan oleh hu serendah-rendahnya dengan jumlah man error (Rochma, 2008). Umur pesawat penumpang yang banyak. Hal ini terbang mulai dipermasalahkan dengan tidak dapat dilakukan oleh beberapa terjadinya kecelakaan pada bebera~~ perusahaan penerbangan seperti pesawat Boeing 737 seri 200. Atas kond1s1 Garuda dan Merpati, karena mereka ini, Departemen Perhubungan merespon harus memikirkan keuntungan yang dengan melakukan audit terhadap lebih besar guna keperluan memenuhi pesawat Boeing 737 seri 200 yang berumur biaya operasional untuk perawatan lebih dari 20 tahun. Selain itu pemerintah dan perbaikan armada pesawatnya. juga memperketat perizinan pembukaan Setiap maskapai penerbangan harus siap perusahaan penerbangan dengan menerima segala risiko dan konsekuensi mensyaratkan perusahaan penerbangan logis dari aktivitas penerbangannya. untuk mengoperasikan minimal lima Menurut Sugitoro (2008), sebagian pesawat, meningkat dari syarat sebelumnya pengguna jasa angkutan udara menganggap yang hanya dua pesawat. Pemerintah juga bahwa risiko tinggi kecelakaan terkait mencabut izin perusahaan yang tidak dengan sistem penerbangan bertarif segera menjalankan kegiatan operasi murah (law cost carrier /LCC). Pemerintah setelah izin dikeluarkan. dalam hal ini Kementerian Perhubungan Pada saat yang bersamaan, untuk menegaskan, Indonesia tidak akan menciptakan industri penerbangan yang mengeluarkan regulasi tentang eksistensi sehat dengan tingkat keselamatan tinggi, penerbangan bertarif murah. Jadi, pemerintah memberlakukan tarif acuan logikanya, jika ada maskapai penerbangan batas atas dan tarif referensi (batas kategori LCC yang menekan biaya murah bawah). Tarif referensi pada tahun 2005 dengan mengorbankan keselamatan untuk perusahaan penerbangan adalah penumpang, hal itu sama saja bunuh diri. sebesar Rp.338.386 per jam per penumpang Perusahaan seperti South West Airlines atau dengan biaya operasi rata-rata per (SW A), Virgin Blue, Ryan Air dan Air Asia kilometer sebesar Rp. 376 per penumpang. sukses dan dipercaya karena mereka Dari tarif ini maka tarif batas bawah berbisnis dengan cara yang wajar dan Jakarta-Makassar adalah sebesar Rp benar. Tarif murah bukan berarti 480.000, Jakarta-Medan Rp 487.000, mengabaikan aspek penting yang Jakarta-Padang Rp 361.000, Jakarta diharapkan penumpangyakni keselamatan, Semarang Rp 225.000, Jakarta-Surabaya ketepatan waktu, reliabilitas dan keamanan Rp 303.000, dan Jakarta-Yogyakarta Rp
Volume 24, Nomor 6, Juni 2012 583 233.000. Namun beberapa perusahaan Tahun 1992. Dengan kondisi tersebut, berbiaya rendah, masih ada yang menyerabkan jumlahoperator penerbangan melanggar tarif batas bawah ini dengan terbatas hanya enam perusahaan alasan komponen biaya bahan bakar penerbangan yaitu Garuda Indonesia Air pesawat mereka relatif lebih rendah line, Merpati Nusantara Airline, Mandala dibanding komponen biaya bahan bakar Air, Bouraq Air, Sempati Air dan yang dijadikan acuan untuk menentukan Dirgantara Air Service (DAS). Sedikitnya batas bawah tersebut. Dilihat dari umur jumlah operator yang beroperasi, pesawat, penggunaan pesawat dengan membuat pasar penerbangan hanya umur tidak lebih dari 5 tahun dapat dikuasai oleh enam maskapai penerbangan menekan biaya perawatan sampai 60 terse but. persen dibandingkan dengan pesawat Karakteristik yang sangat khas bagi yang berumur lebih dari 20 tahun perusahaan angkutan udara menurut (Rochma, 2008). Syafe' i dan Majid (2003) adalah : Soegoto (2011) melalui hasil penelitiannya, (a) Pembuatan produk penerbangan menyarankan perlunya pembenahan dan dilakukan tidak dalam satuan atau perbaikan secara terus menerus pada ketengan (unit), tetapi dalam kelompok dimensi kinerja bauran pemasaran, seats. Dengan demikian, jumlah keunggulan position, kepuasan penum pang produk dan biaya satuan penumpang dan kepercayaan. Hal ini disebabkan tidak dapat dipastikan besarnya. masih adanya variabel menifes pelayanan setiap operator penerbangan yang (b) Jumlah produk yang dihasilkan tidak dirasakan lemah oleh pihak penumpang pernah tepat sehingga dalam setiap dan yang relevan dengan kejadian saat ini proses produksinya, produk yang berkaitan dengan penerbangan Indonesia. dihasilkan jumlahnya bersifat spekulatif. Soegoto juga menyarankan kepada pihak (c) Dalam penerbangan, penumpang dan regulator agar terus menerus melakukan barang tidak dapat dikuasai sehingga pembenahan pada prasarana, sarana serta selalu terjadi oversupply. Produk sistem operasi karena berkaitan erat penerbangan baru tercipta jika ada dengan kualitas penerbangan sehingga penumpang yang diangkut. pada akhimya akan tercipta transportasi udara yang diharapkan seluruh masyarakat (d) Produk atau seat yang diterbangkan pengguna moda transportasi udara tidak dapat disimpan dan dijual ulang sehingga seluruh biaya tempat duduk Menurut Budi (2005), sampai dengan yang diterbangkan dibebankan awal tahun 90-an, bisnis operator kepada jumlah penumpangnya. angkutan udara sangat sulit untuk dimasuki oleh kalangan swasta karena Berdasarkan hasil penelitian Daud (2008) adanya aturan yang rigid berkaitan terhadap posisi delapan maskapai dengan penetapan rute, struktur tarif penerbangan yang melayani rute perjalanan maupun jenis pesawat yang digunakan Surabaya - Jakarta, diperoleh informasi oleh para maskapai penerbangan. Hal ini bahwa maskapai penerbangan Garuda berkaitan dengan adanya UU No.83 Indonesia Airline memposisikan diriseragai Tahun 1958 tentang penerbangan yang maskapaidenganmengutamakan pelayanan kemudian diganti dengan UU No.15 (full service carrier) dan tujuh maskapai
584 Volume 24, Nomor 6, Juni 2012 lainnya yakni Adam Air, Air Asia, Batavia 3) Industri Pengilangan Minyak Air, Lion Air, Mandala Airline, Sriwijaya 4) Industri Alat Angkutan Air dan Wings Air memposisikan diri 5) Industri Lainnya sebagai low cost carrier. Sedangkan atribut-atribut yang dipertimbangkan 6) Listrik, Gas dan Air oleh responden dalam menilai tingkat 7) Konstruksi kinerja maskapai adalah: kemudahan 8) Perdagangan mendapatkan tiket, antrian check-in yang 9) Restoran dan Hotel tepat waktu, penanganan bagasi yang 10) Angkutan Udara ceµit, keterampilan pramugari berkomunikasi, terbang sesuai jadwal, reputasi keselamatan 11) Jasa Penunjang Angkutan penumpang dan harga tiket. 12) Angkutan Lainnya 13) Komunikasi METODOLOGI 14) Jasa-Jasa Penelitian ini menggunakan data sekunder a) Tabel Input-Output yang bersumber dari Kementerian Tabel input-output disajikan dalam bentul Perhubungan dan Badan Pusat Statistik. matriks, yaitu sistem penyajian data yan~ Pengolahan data dilakukan dengan Excel menggunakan dua dimensi yaitu dimens dan SPSS. Untuk mengetahui dampak baris dan dimensi kolom. Isian sepanjan~ ekonomi angkutan udara, digunakan data baris Tabel input-output menunjukkar Tabel Input-Output tahun 2008 yang pengalokasian/ pendistribusian dari out bersumber dari Badan Pusat Statistik. put yang dihasilkan oleh suatu sektoi Selanjutnya, sektor-sektor yang tertera dalam memenuhi permintaan antara olel pada Tabel Input-Output 2008 diagregasi sektor lainnya dan permintaan akhir menjadi 14 sektor agar analisis menjadi Sedangkan isian sepanjang kolorr lebih fokus. Sektor-sektor tersebut yaitu: menunjukkan struktur input yan~ 1) Pertanian digunakan oleh masing-masing sektoi 2) Pertambangan dalam kegiatan produksinya.
Tabel 1. Ilustrasi Tabel Input-Output Untuk 3 Sektor Produksi
Penyedaai Perm rtaai lmpor JLmlah Pkhir Ol..tpl.t F1 M, X1 F2 M X1 f 3 M Xi
Keterangan: angka 1, 2 dan 3 merupakan kode sektor produksi
Volume 24, Nomor 6, Juni 2012 58 Isian sepanjang baris pada Tabel 1, Untuk mempermudah perhitungan, memperlihatkan komposisi penyediaan dilakukan operasi secara matematis dan permintaan pada suatu sektor. dengan menggunakan kaidah matriks. Penyediaan dapat berasal dari output Secara sederhana, total output yang domestik (X) dan impor untuk produk dihasilkan oleh setiap sektor produksi, sejenis (MJ Sedangkan permintaannya merupakan penjumlahan permintaan terdiri dari permintaan antara (xii) dan antara dan total permintaan akhir (final permintaan akhir (FJ Isian sepanjang demand). Secara matematis dapat ditulis kolom pada Tabel 1 tersebut menunjukkan sebagai berikut: susunan input yang digunakan dalam X. = A X. + F dengan uraian : proses produksi oleh suatu sektor. Input l l tersebut dapat berupa input antara (xii) Xi : adalah total output sektor i dan input primer (VJ A : matriks proporsi output sektor Sesuai dengan cara pengisian angka-angka produksi i yang digunakan sektor industri dalam sistem matriks, maka angka-angka lainnya setiap sel pada tabel tersebut bermakna F : final demand ganda. Angka pada sel di kuadran I , Variabel A sering disebut sebagai koefisien (transaksi antara), misalnya x12 dari sisi baris angka ini menunjukkan besarnya input yang dapat pula diterjemahkan penyediaan di sektor 1 yang digunakan sebagai aii yakni jumlah input yang untuk memenuhi permintaan antara oleh digunakan untuk memproduksi satu unit sektor 2. Sedangkan dari sisi kolom, angka output sektor j yang berasal dari sektor i. tersebut menunjukkan besarnya input Untuk mengetahui nilai multiplier effect sektor 2 yang diperoleh dari penyediaan suatu sektor, dapat dilihat dari persamaan sektor 1. di bawah ini : Berdasarkan cara membaca angka di (I -A) Xi= F setiap sel tersebut, terlihat bahwa Xi= F/(I-A) = (I-A)-1 F penyajian informasi dalam Tabel Input Matriks O - Al-1 merupakan multiplier ef Output menunjukkan suatu jalinan yang fect suatu sektor produksi terhadap sektor saling berhubungan dari kegiatan ekonomi lainnya atau biasa disebut sebagai matriks yang dilakukan oleh setiap sektor. Sebagai pengganda yang akan digunakan untuk contoh untuksektorl, jumlah penyediaannya analisis dampak. adalah sebesar ~ + M1 dan dialokasikan untuk memenuhi permintaan antara oleh b) Analisis Biplot sektor 1, 2 dan 3 masing-masing sebesar Untuk mengetahui positioning pada x , x dan x ; sedangkan sisanya sebesar 11 12 13 masing-masing maskapai penerbangan F digunakan untuk memenuhi 1 seperti Garuda Indonesia Airline, Merpati permintaan akhir. Cara pengamatan yang Nusantara Airline, Lion Air, Sriwijaya Air sama berlaku juga untuk sektor 2 dan 3. dan Batavia Air, digunakan analisis biplot. Selanjutnya, untuk mengetahui dampak Variabel yang dianalisis antara lain ekonomi suatu sektor, dapat dilakukan penumpang domestik yang diangkut, km dengan perhitungan secara aljabar berupa pesawat, frekuensi pesawat berangkat, multiplier effect. jam terbang pesawat, load faktor