Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur © Jurusan Arsitektur Itenas | No.1 | Vol. III ISSN: Juni 2018

Penerapan Konsep Kesehatan dan Kenyamanan pada Stasiun Kereta Api

Aishah Faudina Ervianti Jurusan Arsitektur, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Itenas, Bandung Email: [email protected]

ABSTRAK Sistem perkeretaapian di banyak mengalami perkembangan, hal ini terlihat dari meningkatnya jumlah pengguna kereta api di Indonesia. Perkembangan perkeretaapian berpengaruh juga terhadap kebutuhan perkembangan fasilitas publiknya yaitu Stasiun Kereta Api. Keberadaan Stasiun Kereta Api diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pengguna kereta api sebagai tempat naik dan turunnya penumpang dan operasional Stasiun lainnya. Perancangan bangunan dengan konsep Green Building perlu dilakukan sebagai bentuk perhatian terhadap kondisi lingkungan alami dan buatan, agar terjadi konservasi energi dan efisiensi energi. Salah satu kriteria penilaian Green Building yang berasal dari Green Building Council Indonesia (GBCI) yaitu Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang. Perancangan bangunan yang menerapkan konsep Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang pada Stasiun Kereta Api Bandung merupakan cara untuk mengatasi peningkatan jumlah pengguna Stasiun. Konsep ini dapat mencegah terjadinya Sick Building Syndrome (SBS) yang akan membahayakan pengguna bangunan. Konsep Kesehatan dan Kenyamanan ini berisi tentang standar Introduksi Udara Luar yang Baik, Pemantauan Kadar Karbondioksida, Pengendalian Asap Rokok, Material anti Polutan, Kenyamanan Visual, Pemandangan Keluar Gedung, Kenyamanan Termal dan Standar Tingkat Kebisingan. Desain Bangunan Stasiun Kereta Api Bandung ini akan menerapkan Konsep Kesehatan dan Kenyamanan dalam Bangunan agar pengguna bangunan tetap merasa sehat dan nyaman walaupun jumlah pengguna bangunan meningkat Kata kunci: stasiun kereta api, green building, kesehatan & kenyamanan.

ABSTRACT The railway system in Indonesia is much improved, as can be seen from the increasing number of rail users in Indonesia. The development of the railway also influences the needs of the development of its public facilities, namely Railway Station. The existence of Railway Station is required to meet the needs of railway users as a place for the rise and fall of passengers and other operational stations. The design of buildings with the concept of Green Building needs to be done as a form of attention to the natural and artificial environment conditions, in order to occur energy conservation and energy efficiency. One of the Green Building Council's criteria for Green Building assessment (GBCI) is Health and Leisure in Space. The design of buildings that apply the concept of Health and Comfort in Space at Bandung Train Station is a way to overcome the increasing number of Station users. This concept can prevent the occurrence of Sick Building Syndrome (SBS) that will harm building users. This Health and Comfort Concept contains good Overseas Introduction Standards, Carbon Dioxide Level Monitoring, Smoke Smoke Control, Anti- Pollutant Materials, Visual Comfort, Out-of-Building View, Thermal Comfort and Noise Level Standards. Bandung Railway Station Building Design will implement the concept of Health and Comfort in Building so that building users still feel healthy and comfortable even though the number of building users increased Keywords: railway station, green building, health, comfort.

Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur – 1 Aishah Faudina Ervianti

1. PENDAHULUAN

Transportasi di Indonesia memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat. Hal ini sesuai dengan UU No. 13/1992 tentang moda transportasi, yaitu: perkeretaapian adalah salah satu moda transportasi yang memiliki karakteristik dan keunggulan khusus terutama dalam kemampuan mengangkut, baik penumpang maupun barang secara massal, hemat energi, hemat dalam penggunaan ruang dan juga mempunyai faktor keamanan yang tinggi dan tingkat pencemaran yang rendah serta lebih efisien dibanding dengan moda lainnya. Keberadaan stasiun merupakan bagian terpenting sebagai terminal pemberangkatan dan menurunkan penumpang, serta dalam proses interaksi dan aktivitas bagi pengguna transportasi kereta api yang menunggu jadwal keberangkatannya.

PT. (Persero) memiliki 9 buah daerah operasional atau DAOP. DAOP I merupakan daerah operasional perkeretaapian yang berada di wilayah dan sekitarnya. DAOP II merupakan daerah operasional perkeretaapian yang berada di wilayah Bandung dan sekitarnya. DAOP III merupakan daerah operasional yang berada di wilayah Cirebon dan sekitarnya. Sedangkan DAOP IV, V, VI, VII, VIII dan IX merupakan daerah operasional yang berada di Semarang, Purwokerto, , Madiun, , dan Jember. Kota Bandung merupakan Ibukota dari Jawa Barat, yang saat ini menjadi kota dengan jumlah wisatawan yang semakin meningkat. Wisatawan yang berkunjung ke Kota Bandung tidak hanya menggunakan kendaraan pribadi tetapi juga menggunakan transportasi umum yang dapat berupa Kereta Api. Perkeretaapian Bandung merupakan bagian dari operasional DAOP II.

2. EKSPLORASI DAN PROSES RANCANGAN

2.1 Lokasi Lokasi tapak berada diantara Jl. Kebon Kawung dan Jl. Stasiun Timur. Area tapak ini dapat dicapai melalui kedua jalan tersebut baik melnggunakan kendaraan bermotor maupun berjalan kaki. Kemudahan dalam pencapaian tapak ini merupakan suatu potensi yang baik bagi bangunan pelayanan publik yang merupakan bangunan transporasi. Tapak ini memiliki 9 jalur atau rel kereta api yang menghubungkan Stasiun Bandung dengan stasiun lain yang juga berada di luar Kota Bandung. Kontur tapak yang relatif datar dapat memudahkan perancangan Stasiun Kereta Api Bandung ini.

Proyek ini memiliki nama yaitu Stasiun Kereta Api Bandung. Lokasi site memiliki batas utara yaitu Jl. Kebon Kawung, sisi selatan berbatasan dengan Jl. Stasiun Timur dan sisi timur berbatasan dengan Terminal Damri. Luas site yaitu 44.000 m2. site memiliki peraturan regulasi setempat yaitu KDB sebesar 70%, KLB sebesar 1,4, GSB pada Jl. Kebon Kawung sebesar 6,5 m, dan KDH sebesar 40%. Peruntukan kawasan site ini merupakan kawasan campuran.

Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur – 2 Penerapan Konsep Kesehatan dan Kenyamanan dalam Bangunan Stasiun Kereta Api Bandung

Gambar 1 Lokasi Tapak Stasiun Kereta Api Bandung

2.2 Tema dan Konsep Perancangan Tema yang akan diterapkan pada bangunan Stasiun Kereta Api Bandung yaitu “Kesehatan dan Kenyamanan dalam Ruang”. Tema ini diambil dari salah satu kategori penilaian bangunan hijau yang dikeluarkan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI). Kategori penilaian ini memiliki beberapa kriteria yang perlu dicapai yaitu Introduksi Udara Luar yang Baik, Pemantauan Kadar CO2, Kendali Asap Rokok, Material Anti Polutan Kimia, Kenyamanan Visual, Pemandangan Keluar Gedung, Kenyamanan Termal dan Tingkat Kebisingan. [1]

Gambar 2 Konsep Penerapan Kesehatan dan Kenyamanan dalam Bangunan

Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur - 3 Aishah Faudina Ervianti

a. Penghawaan Berdasarkan Greenship Gedung Baru/ New Building Versi 1.2, tujuan introduksi udara luar yaitu untuk menjaga dan meningkatkan kualitas udara di dalam ruangan dengan menyesuaikan dengan kebutuhan laju ventilasi untuk kesehatan pengguna gedung. Tolak ukur yang diterapkan oleh Greenship yaitu desain ruangan yang menunjukkan adanya potensi introduksiudara luar minimal sesuai dengan Standar ASHRAE 62.1 – 2007 atau Standar ASHRAE edisi terbaru.

Agar tujuan dan keuntungan dari introduksi udara luar ini dapat tercapai dengan optimal, terdapat parameter yang harus dipenuhi terkait pergerakan udara dalam ruangan atau bangunan. Parameter keberhasilan sistem penghawaan alami dapat diukur dari: (1) Kenyamanan Termal (Thermal Comfort); (2) Luas Bukaan Udara (Opening Area); (3) Ventilasi Silang (Cross Ventilation; (4) Laju Udara (Air Flow); dan (5) Pergantian Udara per jam (Air Changes per hour (ACH)). [2]

Gambar 3 Sistem Ventilasi pada Bangunan Sumber: Butera, Frederico. Sustainable Building Design for Tropical Climates. 2014

Untuk mencapai sirkulasi udara yang baik diperlukan bukaan udara (inlet) yang sesuai dengan luas minimal bukaan udara. Luas bukaan minimal ini dapat dihitung berdasarkan luas dinding fasad yaitu 40%- 80% luas dinding atau luas ruangan yaitu 20% dari luas ruangan.

Untuk mencapai kenyamanan termal, terdapat syarat minimal air flow atau laju udara yang harus terjadi didalam bangunan atau ruang. Rumus laju udara (air flow) sebagai berikut: [2]

Keterangan: Q = Laju udara (air flow) dalam m3/min (meter kubik per menit) A = Area, luas inlet dalam m2 (meter persegi) v = kecepatan udara (velocity) dalam m/det (meter perdetik)

Salah satu parameter keberhasilan penghawaan alami yaitu tercapainya pergantian udara perjam atau Air Changes per Hour (ACH). Rumus ACH dalam satuan metrik yaitu: [2]

N = jumlah air changes per hour (ACH)/ pergantian udara perjam Q = besar laju udara dalam m3/min (meter kubik per menit) V = besar volume ruang dalam m3 (meter kubik)

Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur – 4 Penerapan Konsep Kesehatan dan Kenyamanan dalam Bangunan Stasiun Kereta Api Bandung

b. Kenyamanan Visual Kenyamanan visual adalah keadaan manusia yang dapat mengekspresikan kepuasan terhadap penglihatannya ke sekitar. Parameter kenyamanan visual yaitu: (1) Kuat penerangan; (2) Luminasi; (3) Kualitas warna. Semakin berat kerja visual maka penerangan minimal semakin tinggi. Apabila pencahayaan alami belum memenuhi syarat maka perlu dibantu pencahayaan buatan. Luminasi sendiri menunjukan agar pada objek tidak terjadi kontras cahaya dan atau kontras kecerahan warna objek yang berlebih. Kontras cahaya yang berlebih data menyebabkan kurangnya kenyamanan visual dalam ruangan. [3] Pencapaian kenyamanan visual dalam aspek kuat penerangan memiliki standar yang dapat diterapkan yaitu standar pencahayaan buatan di Indonesia (SNI) yaitu: (1) SNI 03-6575-2001 mengenai Tata Cara Perancangan Sistem Pencahayaan Buatan pada Bangunan Gedung; (2) SNI-03-6197-2000 mengenai Konservasi Energi pada Sistem Pencahayaan; (3) SK SNI T-14-1993-03 mengenai Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung. Apabila ruangan memiliki fungsi yang membutuhkan mata melakukan kerja visual dengna konsentrasi tinggi, maka kuat penerangan yang dibutuhkan lebih besar dari kerja visual mata yang ringan. Apabila kuat penerangan tidak mencapai standar kebutuhan, maka otot dan syaraf mata akan bekerja lebih keras, hal itu dapat menyebabkan kelelahan dan tidak nyaman. c. Kenyamanan Termal Kenyamanan termal adalah keadaan pikiran manusia yang mengekspresikan kepuasan terhadap lingkungan sekitar. [4] Kenyamanan disini dirasakan oleh tubuh apabila mendapat keseimbangan termal dimana panas yang dihasilkan tubuh setara dengan pelepasan panas dan perolehan panas dalam tubuh. Apabila udara semakin panas maka tubuh semakin memperoleh panas, terutama dengan cara konveksi melalui udara, dan juga konduksi dan radiasi dari material yang ada disekitarnya. Apabila keseimbangan termal terganggu maka tubuh akan merasakan ketidaknyamanan termal. Kelembapan udara sangat mempengaruhi kenyamanan termal, karena semakin lembap udara maka semakin sulit keringat menguap sehigga pelepasan panas tubuh pun semakin terhambat dimana hal ini dapat menyebabkan ketidaknyamanan. Kenyamanan termal juga dipengaruhi oleh kecepatan udara. Kecepatan udara dapat berubah-ubah sehingga dapat dicari rata-rata kecepatan udara berdasarkan hasil rata-rata harian, mingguan dan rata- rata bulanan. Arah dan kecepatan angin dapat menjadi acuan untuk menentukan bahwa udara atau angin disini merupakan potensi atau kendala dalam mencapai kenyamanan. Untuk mencapai kenyamanan termal di daerah tropis panas lembab seperti di Indonesia, kecepatan udara yang diperlukan adalah 0,6 m/s hingga 1,5 m/s. Kecepatan udara didaerah ini juga harus cukup agar udara panas dan lembab dapat tergantikan oleh udara yang sejuk dan dingin sehingga tubuh dapat mencapai keseimbangan termal. [2] Pemilihan material pada bangunan serta orientasi bangunan dan juga bukaan cahaya dapat menentukan perolehan radiasi panas matahari yang dapat meningkatkan suhu udara dan mempengaruhi perolehan kenyamanan termal.

3. HASIL RANCANGAN

3.1 Konsep Massa Konsep gubahan massa bangunan utara berasal dari transformasi bentuk massa yang berbentuk balok. Massa berbentuk balok disini diberi tambahan massa untuk menyesuaikan kebutuhan massa dalam mencapai penghawaan alami yang maksimal. Agar terjadi stack effect bentuk atap bangunan diberi perbedaan ketinggian agar udara panas dapat keluar melalui celah-celah atap tersebut.

Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur - 5 Aishah Faudina Ervianti

Menjaga ketebalan bangunan agar tidak terlalu tebal dilakukan untuk mencapai penghawaan dan pencahayaan alami yang maksimal. Selain menjaga ketebalan bangunan, hal yang dapat dilakukan agar terjadi stack effect dan area sirkulasi udara silang, bentuk atap bangunan diberi perbedaan ketinggian agar udara panas dapat keluar melalui celah-celah atap tersebut.

Perbedaan ketinggian atap disini juga dilakukan agar bentuk bangunan menjadi tidak monoton. Atap bangunan diberi penambahan dimensi untuk melindungi bangunan dari air hujan agar tidak masuk kedalam ruangan. Selain itu atap ini juga dijadikan pelindung bangunan dari sinar matahari berlebih yang dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi pengguna bangunannya.

Pada site stasiun selatan tidak ada perubahan bentuk dikarenakan bangunan stasiun selatan merupakan bangunan heritage yang tidak dapat dirubah baik bentuk, warna, material dan bagian bangunan lainnya. Oleh karena itu, bangunan stasiun yang di olah hanya pada stasiun bagian utara saja.

Aditif

Aditif

Penambahan Atap

Penambahan Atap

Gambar 3 Gubahan Massa

Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur – 6 Penerapan Konsep Kesehatan dan Kenyamanan dalam Bangunan Stasiun Kereta Api Bandung

Pembagian zona pada site dibagi menjadi 3 bagian yaitu Stasiun Utara, Stasiun Selatan dan area rel kereta api. Terdapat bangunan stasiun utara yang bersebelahan dengan gedung parkir. Letak bangunan utama yang dekat dengan jalan memudahkan pejalan kaki untuk mencapai bangunan. Gedung parkir yang berada di sebelah bangunan juga memudahkan pengguna kendaraan untuk mencapai bangunan.

B A

Keterangan: D A. Jalur Masuk Site E Stasiun Utara C B. Jalur Keluar Site Stasiun Utara C. Gedung Parkir D. Bangunan Utama G Stasiun Utara U F F E. Plaza F. Rel Kereta Api I G. Skybridge H H. Stasiun Selatan I. Area Pengiriman Barang

Gambar 4 Blok Plan

Konsep massa apabila dilihat dengan perspektif mata burung dapat menunjukan area-area penghijauan berupa ruang terbuka hijau yang di desain menjadi plaza yang dapat digunakan sebagai ruang tunggu dan juga menjadi area tangkapan angin untuk diarahkan kedalam bangunan agar tercapai kenyamanan termal.

Gambar 5 Perspektif Bangunan Stasiun Kereta Api Bandung

Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur - 7 Aishah Faudina Ervianti

3.2 Konsep Fasad Fasad pada bangunan stasiun utara digambarkan seperti gambar dibawah ini. Atap pada area masuk utama memiliki perbedaan dibandingkan atap bangunan sisi lainnya, hal ini dilakukan untuk memudahkan pengunjung untuk mengetahui area masuk utama bangunan agar tidak kesulitan dalam mencari pintu masuk.

Gambar 6 Tampak Utara dan Tampak Barat Stasiun Utara

Gambar 7 Tampak Selatan dan Tampak Timur Stasiun Utara

Jendela yang digunakan pada bangunan ini hampir seluruhnya dapat dibuka (bukan jendela mati) hal ini bertujuan agar sirkulasi udara didalam bangunan dapat dimaksimalkan seiring dengan adanya pencahayaan alami didalam bangunan.

Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur – 8 Penerapan Konsep Kesehatan dan Kenyamanan dalam Bangunan Stasiun Kereta Api Bandung

Gambar 8 Detail Jendela pada Stasiun Utara

4. SIMPULAN

Stasiun Kereta Api Bandung ini dirancang dengan tujuan untuk mengembangkan bangunan yang sudah ada agar menjadi lebih baik dan layak digunakan oleh pengunjung Stasiun yang semakin meningkat setiap tahunnya. Perancangan Stasiun dengan menerapkan konsep Kesehatan dan Kenyamanan dalam Bangunan ini telah menyesuaikan dengan kriteria penilaian yang sudah diberikan oleh GBCI. Kriteria Penilaian tersebut yaitu Introduksi Udara Luar yang Baik, Pemantauan Kadar CO2, Kendali Asap Rokok, Material Anti Polutan Kimia, Kenyamanan Visual, Pemandangan Keluar Gedung, Kenyamanan Termal dan Tingkat Kebisingan.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Green Building Council Indonesia., (2013). Greenship untuk Bangunan Baru Versi 1.2 – Ringkasan Kriteria dan Tolok Ukur, Jakarta, Divisi Rating dan Teknologi GBCI. [2] Latifah, Nur Laela. (2015). Fisika Bangunan 1, Jakarta, Griya Kreasi. [3] Latifah, Nur Laela. (2015). Fisika Bangunan 2, Jakarta, Griya Kreasi. [4] 55-1992. ASHRAE (American Society of Heating, Refrigerating and Air-Conditioning Engineers).

Repository Jurnal Tugas Akhir Arsitektur - 9