KONTRIBUSI PEMANFAATAN HASIL HUTAN BUKAN KAYU TERHADAP PENDAPATAN MASYARAKAT SEKITAR SUAKAMARGASATWA BUKIT RIMBANG BUKIT BALING

THE CONTRIBUTION OF NON TIMBER FOREST PRODUCTS TOWARD COMMUNITY REVENUE AROUND BUKIT RIMBANG BUKIT BALING WILDLIFE SANCTUARY

Kevin Natama Pardede1, Evi Sribudiani2, Defri Yoza2. Department of ForestryFaculty of AgricultureUniversity of Riau Address BinaWidya, Pekanbaru, Riau Email : [email protected]

ABSTRACT

The forest-based activities in that were judged to increase the income of the state, leading to massive decline of forest cover. Based on this, the government has established several conservation areas. One of the areas established by the government as a conservation area is the Bukit Rimbang Bukit Baling Wildlife Sanctuary. The communities surrounding the forest generally use existing forest products, especially Non Timber Forest Products (NTFPs), so it is important to know the amount of the contribution of NTFPs to the people's income. This research was conducted in Koto Lamo Village around of Bukit Rimbang Bukit Baling Wildlife Sanctuary area, Kampar Kiri Sub-district, Kampar District, Riau Province. The research that has been done shows the economic value of each NTFPs that is utilized, namely: jengkol is Rp 245.194.444, petai is Rp 179.648.780, durian is Rp 176.685.185, kulit resak is Rp 136.123.200, kembang semangkuk is Rp 121.309.756, duku is Rp 111.100.000, rotan manau is Rp 88.698.750, rotan manau is Rp 79.195.000, langsat is Rp 62.515.384, idan is Rp 38.157.473, forest rambutan is Rp 35.828.000, tampui is Rp 31.119.121, mangosteen is Rp 17.054.074, biga bambu is Rp 14.280.000, rambai is Rp 13.368.750, kulit medang is Rp 10.971.428, honey is Rp 10.368.000, cempedak is Rp 9.173.333 and kabau is Rp 2.425 .833 and contributed to the income of the Koto Lamo Village community by 43.65%. Keywords: Contribution, Non Timber Forest Products (NTFPs), Bukit Rimbang Bukit Baling Wildlife Sanctuary PENDAHULUAN hanya 2,743,198 ha (33% dari luasan daratan Riau). Dalam kurun waktu tersebut Provinsi Krisis ekonomi di Indonesia pada tahun Riau rata-rata kehilangan hutan alamnya seluas 1980an mendorong meningkatnya kegiatan 160.000 hektar/tahun dan selama periode 2004 yang berbasiskan hutan yang dinilai dapat hingga 2005 hutan alam yang hilang mencapai memberikan penambahan pemasukan 200 ribu hektar (Jikalahari, 2016). pendapatan negara sehingga menyebabkan Berdasarkan hal tersebut pemerintah menurunnya tutupan hutan secara besar- menetapkan beberapa kawasan konservasi. besaran. Provinsi yang tergolong cukup tinggi Salah satu kawasan yang ditetapkan melakukan eksploitasi hutan kemudian pemerintah sebagai kawaan konservasi adalah mengganti ke tanaman perkebunan dan hutan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Bukit industri pada saat itu adalah Provinsi Riau. Baling. Suaka Margasatwa Bukit Rimbang Selama kurun waktu 24 tahun (1982-2005) Bukit Baling merupakan salah satu suaka Provinsi Riau sudah kehilangan tutupan hutan margasatwa yang ada di provinsi Riau. Hingga alam seluas 3,7 juta hektar. Pada tahun 1982 saat ini kawasan Suaka Margasatwa Bukit tutupan hutan alam di Provinsi Riau masih Rimbang Bukit Baling telah memberikan meliputi 78% (6.415.655 hektar) dari luas penghidupan kepada masyarakat di dalam daratan Provinsi Riau 8.225.199 Ha maupun di luar kawasan. (8.265.556,15 hektar setelah dimekarkan). Masyarakat yang berada di sekitar hutan Hingga tahun 2005 hutan alam yang tersisa pada umumnya memanfaatkan hasil hutan 17 1Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 2Staf pengajar Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. Jurnal Ilmu Kehutanan Faperta UR Vol.2 No.2 Oktober 2018

yang ada terutama Hasil Hutan Bukan Kayu. Jumlah kepala keluarga yang ada di desa Setiap jenis hasil hutan yang dimanfaatkan tersebut adalah sebesar 229 kepala keluarga tentunyamemiliki nilai ekonomi tersendiri dan dengan total populasi sebesar 866 jiwa. memberikan kontribusi terhadap pendapatan Penentuan ukuran sampel yang digunakan masyarakat. Kontribusi yang diberikan kepada pada penelitian ini menggunakan rumus slovin. masyarakat sekitar hutan memiliki nilai yang N beragam. Jika kawasan hutan tersebut 푛 = memberikan kontribusi yang cukup tinggi bagi 1 + N푒² Keterangan: masyarakat sekitar maka dapat dilakukan n = Ukuran sampel pengembangan pemanfaatan HHBK untuk N = Ukuran Populasi menambah pendapatan masyarakat sekitar. e = Taraf Kesalahan (eror) sebesar 0,10 Hingga saat ini gambaran mengenai kontribusi (10%) pemanfaatan HHBK belum tergambar jelas. Dari rumus tersebut maka besarnya Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan jumlah sampel (n) adalah sebagai berikut: penelitian terhadap pemanfaatan HHBK agar 229 dapat mengetahui kontribusi yang diberikan 푛 = terhadap pendapatan masyarakat sekitar Suaka 1 + 229(0,010) Margasatwa Bukit Rimbang-Baling. n = 70 kk. Tujuan penelitian ini yaitu Pengolahan data yang diperoleh dari mengidentifikasi jenis HHBK yang sudah pengumpulan data dari lapangan baik berupa dimanfaatkan oleh masyarakat yang data primer ataupun data sekunder serta berinteraksi dengan kawasan Suaka jawaban daftar pertanyaan dianalisis secara Margasatwa, kedua untuk mengetahui besaran deskriptif kualitatif. Affandi dan Patana (2002) nilai ekonomi setiap jenis HHBK yang menyatakan nilai HHBK per unit atau dimanfaatkan dan yang ketiga untuk persatuannya diperoleh dengan: mengetahui besaran nilai kontribusi HHBK 1. Untuk hasil hutan bukan kayu yang belum terhadap pendapatan masyarakat. dikenal harga pasarnya tetapi dapat ditukarkan atau dibandingkan dengan nilai BAHAN DAN METODE barang dan jasa yang telah ada pasarnya, maka penilaian disatukan dengan metode Penelitian ini dilakukan di Desa Koto relatif. Sedangkan untuk barang dan jasa Lamo di sekitar kawasan Suaka Margasatwa hasil hutan yang belum dikenal pasarnya Bukit Rimbang Bukit Baling, Kecamatan dan tidak termasuk dalam sistem Kampar Kiri, Kabupaten Kampar, Provinsi pertukaran, maka penilaian dilakukan Riau. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan dengan metode biaya pengadaan, yaitu September-Oktober 2017.Data dan informasi banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk yang dikumpulkan merupakan data primer dan mendapatkan barang dan jasa hutan data sekunder. tersebut. Metode pengambilan sampel pada 2. Menghitung nilai rata-rata jumlah barang penelitian ini menggunakan purposive yang diambil setiap responden per jenis sampling yang didasarkan pada kriteria-kriteria (setiap pengambilan). tertentu sesuai dengan tujuan penelitian yang Rata-rata jumlah barang yang di ambil: ingin dicapai. Menurut Sugiyono (2010) 푋1 + 푋2 + ⋯ + 푋푖 purposive sampling merupakan teknik 푛 pengambilan sampel dengan pertimbangan keterangan: tertentu. Sampel yang digunakan pada Xi : Jumlah barang yang diambil responden penelitian ini adalah Masyarakat Desa Koto (unit) Lamo. Pengambian sampel tersebut n : Jumlah banyak pengambil per jenis dikarenakan desa tersebut berada di sekitar barang (pengambil) kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang 3. Menghitung nilai total pengambilan setiap Bukit Baling. jenis barang per tahun 18 1Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 2Staf pengajar Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. Jurnal Ilmu Kehutanan Faperta UR Vol.2 No.2 Oktober 2018

TP = RJ x FP x JP HASIL DAN PEMBAHASAN Keterangan : TP: Total pengambilan per tahun (unit per 1. Kondisi Umum Desa Koto Lamo tahun). RJ: Rata-rata jumlah unit yang di ambil Desa Koto Lamo merupakan desa yang (unit per pengambil). berada di Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau dengan luas FP: Rata-rata frekuensi pengambilan unit 2 barang setiap responden per tahun desa 116 km . Desa Koto Lamo merupakan (pengambilan per tahun). desa yang berada disekitar Suaka Margasatwa JP: Jumlah pengambil per unit barang Bukit Rimbang Bukit Baling. Adapun (pengambil). perbatasan desa Koto Lamo adalah sebagai 4. Menghitung nilai ekonomi hasil hutan per berikut: A. Sebelah timur : Desa Dua Sepakat jenis barang setiap tahun NE = TP x HH B. Sebelah utara : Desa Batu Sanggan Keterangan: C. Sebelah barat : Desa Tanjung Belit NE: Nilai ekonomi hasil hutan per jenis Selatan (Rupiah per tahun) D. Sebelah selatan : Desa Sungai Santi TP: Total pengambilan (unit per tahun). Desa Koto Lamo dihuni oleh 866 jiwa, HH: Harga hasil hutan (Rupiah per unit). laki-laki 436 jiwa dan perempuan 430 jiwa 5. Mengitung persentase nilai ekonomi dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 229 dengan cara: kk. Rata-rata pekerjaan masyarakat Desa Koto NEi Lamo adalah sebagai pekebun karet. Hal ini %푁퐸 = ⁄εNE × 100% dapat dilihat dengan luas perkebunan karet Keterangan: didesa ini yang mencapai 200 hektar diiringi %NE : Persentase nilai ekonomi setiap jenis dengan lahan padi ladang dan sawit yang barang. masing-masing memiliki luas 30 dan 20 NEi : Nilai ekomoni hasil hutan/jenis. hektar. Menurut masyarakat desa, hanya orang εNE : Jumlah total nilai ekonomi dari berpenghasilan lebih yang mampu membuka seluruh hasil hutan. lahan sawit di daerah mereka. 6. Menghitung pendapatan total, pendapatan dari dalam hutan dan luar hutan: 2.Karakteristik Responden a. Pendapatan Total yaitu jumlah rata-rata pendapatan/tahun. a. Umur b. Pendapatan Dalam hutan yaitu jumlah nilai Berdasarkan penelitian yang dilakukan ekonomi dari seluruh jenis. diketahui bahwa jumlah responden menurut c. Pendapatan Luar Hutan yaitu selisih antara tingkat umur tahun terbanyak berada pada pendapatan total dengan pendapatan dalam kelompok umur 39-48 tahun dengan jumlah 32 hutan. responden, kemudian disusul kelompok umur terbanyak kedua yaitu umur 49-58 tahun Hasil perhitungan hasil hutan ini sebanyak 20 reponden, selanjutnya kelompok menjelaskan total pendapatan hasil hutan umur 29-38 sebanyak 16 responden dan yang seluruh jenis per tahun, sehingga dapat terakhir jumlah responden berdasarkan tingkat dihitung besar nilai kontribusi dari nilai hasil umur terkecil berada pada kelompok umur >59 hutan ini terhadap pendapatan masyarakat. tahun yaitu sebanyak 2 responden. Menurut Menghitung tingkat kontribusi pemanfaatan Mulyadi (2006), umur yang tidak produktif hasil hutan: berada di kisaran 0-15 tahun dan > 65 tahun, 푃푒푛푑푎푝푎푡푎푛 푑푎푙푎푚 퐻푢푡푎푛 sedangkan umur 15-64 tahun tergolong dalam Kontribusi = × 100% kelompok umur produktif. 푃푒푛푑푎푝푎푡푎푛 푇표푡푎푙 b. Mata Pencaharian Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 70 orang 19 1Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 2Staf pengajar Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. Jurnal Ilmu Kehutanan Faperta UR Vol.2 No.2 Oktober 2018

dengan mata pencaharian yang berbeda-beda. c. Pendapatan pokok Matapencaharian adalah salah satu faktor yang Pendapatan pokok responden pada menjadi tolak ukur tingkat kesejahteraan penelitian ini tidak memiliki kesenjangan yang masyarakat. Jumlah penduduk Desa Koto begitu jauh. Hal ini dikarenakan mata Lamo yang sudah bekerja adalah sebanyak 588 pencaharian responden sebagian besar adalah jiwa. Mata pencaharian penduduk yang sebagai pekebun karet. Adapun jumlah berdomisili di Desa Koto Lamo terdiri dari responden menurut tingkat pendapatan petani, tukang, pedagang, Pegawai Negeri terbanyak terdapat pada pendapatan ≤ Rp Sipil (PNS), guru, perawat, pensiunan, supir, 2.000.000 adalah sebanyak 33 responden dan dan wiraswasta. Mata pencaharian responden pendapatan > Rp 2.000.000 adalah sebanyak pada penelitian ini yaitu didominasi oleh 37 responden. Pendapatan tertinggi responden petani/pekebun, diikuti oleh wiraswasta dan adalah sebesar Rp 5.500.000 dan pendapatan guru. terendah responden adalah sebesar Rp Mayoritas responden bermata 1.000.000. pencaharian sebagai petani/pekebun. Sektor pertanian paling banyak menyerap tenaga kerja 3. Jenis-jenis HHBK sebanyak 67 responden terutama subsektor Berdasarkan penelitian yang telah perkebunan. Guru yang menjadi responden dilakukan terhadap responden di Desa Koto pada penelitian ini merupakan salah satu guru Lamo, hasil hutan yang dimanfaatkan berupa yang mengajar di sekolah dasar Desa Koto hasil hutan tangible atau yang bisa Lamo. Demikian juga responden yang dimanfaatkan secara langsung. Jenis-jenis hasil memiliki pekerjaan sebagai wiraswasta hutan bukan kayu yang dimanfaatkan oleh merupakan pedagang penjual barang masyarakat Desa Koto Lamo dapat dilihat kebutuhan harian. pada tabel berikut:

Tabel 1. Komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu No Jenis Hasil Hutan Bukan Kayu Jumlah responden Persentase (HHBK) (%) 1 Rotan manau 16 22,86 2 Buah rotan manau 20 28,57 3 Buah hutan 70 100 4 Madu 15 21,43 5 Biga Bambu 6 8,57 6 Kulit kayu 12 17,14

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) yang bahwa mereka memanfaatkan hasil hutan paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat berupa buah-buahan ini pada saat musim buah Desa Koto Lamo adalah buah hutan. Seluruh telah tiba. responden menyatakan bahwa mereka Proses pengambilan buah dari dalam memanfaatkan HHBK berupa buah-buahan hutan dilakukan dengan 2 cara. Sebagian dari dalam hutan untuk dijual ketika musim responden memilih untuk mengambil buah- buah telah tiba. buahan secara pribadi dan selebihnya dengan Terdapat banyak jenis buah-buahan cara berkelompok. Buah-buahan yang diambil hutan yang dimanfaatan oleh responden dalam oleh responden merupakan buah-buahan yang penelitian ini yaitu kembang semangkuk, idan, berasal dari dalam hutan, namun sebagian tampui, duku, langsat, rambai, cempedak, responden mengambil buah-buahan tersebut durian, manggis, rambutan hutan, kabau, dari dalam kebun milik mereka yang telah jengkol dan petai. Pemanfaatan buah-buahan tumbuh secara alami maupun sengaja hutan ini tidak dapat dilakukan pengambilan ditanami. Ketika pengambilan buah secara kapan saja dikarenakan pokok buah yang berkelompok telah dilakukan, akan dilakukan hanya berbuah satu tahun sekali. Seluruh proses penjualan buah-buahan dan hasil responden di Desa Koto Lamo menyatakan penjualan tersebut dibagi sama rata kepada 20 1Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 2Staf pengajar Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. Jurnal Ilmu Kehutanan Faperta UR Vol.2 No.2 Oktober 2018

anggota kelompok. Proses penjualan kepada cukup jauh dari Desa Koto Lamo. Jenis-jenis konsumen tidak dapat dilakukan secara buah-buahan hutan yang dimanfaatkan oleh langsung melainkan melalui proses penadahan. masyarakat Desa Koto Lamo dapat dilihat Hal ini dikarenakan buah-buah hutan akan pada Tabel 2. dipasarkan di sekitar Desa Gema yang berada

Tabel 2. Jenis buah-buahan hutan yang dimanfaatkan Jumlah No Nama lokal Nama ilmiah pengambil 1 Kembang semangkuk Scaphium spp 41 2 Idan Nephelium sp 38 3 Tampui Baccaurea macrocarpa 41 4 Duku Lansium domesticum var. duku 22 5 Langsat Lansium domesticum var. domesticum 26 6 Rambai Baccaurea motleyana 8 7 Cempedak Artocarpus integra 12 8 Durian Durio zibethinus 27 9 Manggis Garcinia mangostana 27 10 Rambutan Hutan Nephelium sp 32 11 Kabau microcarpum 12 12 Jengkol Archidendron pauciflorum 54 13 Petai Parkia speciosa 41

Buah-buahan dari dalam hutan dinilai dimanfaatkan sesuai dengan yang dinyatakan sangat memberikan pengaruh kepada oleh Januminro (2009) dalam Simanjuntak masyarakat dikarenakan kondisi hutan yang (2016) bahwa rotan potensial untuk masih terjaga menjadikan keberadaan pokok dikembangkan sebagai bahan perdagangan, buah masih sangat banyak dijumpai. Pada saat baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun musim buah seluruh responden akan masuk ke ekspor. Penelitian yang telah dilakukan hutan untuk mengambil buah-buahan tersebut menunjukkan hanya 16 responden yang untuk menambah pendapatan perekonomian memanfaatkan rotan manau. Keberadaan rotan mereka disamping pekerjaan utama sebagai manau yang banyak disekitar tempat tinggal pekebun. Proses pengeluaran buah-buahan dari mereka tidak menjamin bahwa HHBK tersebut dalam hutan didasarkan pada kemampuan dapat memberikan tambahan perekonomian responden untuk membawa jumlah beban yang bagi responden. Sedikitnya jumlah pengepul mereka ambil. yang membeli rotan manau menjadi alasan Buah-buahan yang paling banyak utama responden lain untuk tidak diambil oleh responden adalah buah jengkol memanfaatkan HHBK jenis ini. Periode yaitu dengan jumlah pengambil sebanyak 54 pengambilan rotan manau oleh responden juga responden. Pemanfaatan utama buah jengkol terlihat tidak menetap dikarenakan responden oleh responden adalah sebagai bahan baku lebih memilih fokus pada pekerjaan utama makanan sehari-hari dan sebagian akan dijual mereka yaitu sebagai pekebun karet. kepada pengepul dan atau dijual pada saat hari Komoditi HHBK selanjutnya yaitu buah pasar di desa tersebut. rotan manau. Buah rotan manau adalah buah Rotan Manau (Calamus manan) yang dihasilkan dari tumbuhan rotan manau merupakan produk HHBK yang banyak (Calamus manan). Buah ini berwarna kuning dijumpai di dalam hutan Desa Koto Lamo. kecokelatan dan sejak lama telah Menurut responden persebaran rotan manau diperdagangkan dan dimanfaatkan sebagai sangat banyak dan sangat potensial untuk rempah-rempah untuk bahan makanan. 21 1Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 2Staf pengajar Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. Jurnal Ilmu Kehutanan Faperta UR Vol.2 No.2 Oktober 2018

Penelitian yang telah dilakukan responden harus menebang dan membelah memperoleh hasil bahwa hanya 20 responden bambu terlebih dahulu tanpa mengetahui yang memanfaatkan buah rotan manau. Hal bagaimana ciri-ciri bambu yang didalamnya tersebut dikarenakan pengambilan buah rotan terdapat kristal. Bambu yang dimanfaatkan manau yang tidak selalu pada lokasi tumbuh adalah bambu yang berada di dalam hutan rotan yang sama sehingga menyebabkan setiap maupun disekitar pemukiman. proses pengambilan oleh responden harus Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dilakukan secara berpindah-pindah dan berikutnya adalah kulit kayu. Terdapat 2 hasilpenjualan buah ini dinilai tidak sebanding jeniskulit kayu yang dimanfaatkan responden dengan tenaga yang harus dikeluarkan. pada penelitian ini yaitu kulit kayu resak Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) (Vatica spp) dan kulit kayu medang (Phoebe berikutnya berupa madu. Madu yang hunanensis). Kulit kayu resak dimanfaatkan dimanfaatkan oleh responden adalah madu oleh 5 orang responden dan kulit kayu medang lebah yang terdapat pada pohon sialang. dimanfaatkan oleh 7 reponden. Terdapat 15 responden yang memanfaatkan Kulit kayu resak diambil oleh madu untuk menambah penghasilan mereka. responden dari dalam hutan dan akan dijual Menurut responden keberadaan pohon sialang kepada pengepul di Desa Gema dalam satuan yang jauh di tengah hutan menyebabkan ikat. Setiap ikat kulit kayu resak terdapat 6 banyak responden lain tidak memilih untuk lembar kulit kayu. Kulit kayu ini nantinya akan mengambil madu dikarenakan membutuhkan digunakan sebagai bahan baku dalam membuat tenaga ekstra dan hasil yang didapat juga tidak minuman tradisional. Pemanfaatan kulit kayu terlalu banyak. tidak terlalu sering dilakukan responden Pengambilan madu dilakukan secara dikarenakan setiap pengambilannya berkelompok yaitu 3-5 orang. Madu yang membutuhkan batang pohon resak dan didapat oleh responden pada setiap ketersediaan pohon tersebut juga semakin sulit pengambilan berkisar 5-10 liter dan akan ditemukan. Responden juga harus masuk lebih dijual kepada pengepul di Desa Gema. jauh kedalam hutan untuk dapat menemukan Keuntungan yang didapat dari madu juga pohon tersebut. Kulit kayu akan diambil dari dinilai tidak terlalu menguntungkan yaitu pangkal bawah pohon hingga pangkal atas hanya sebesar Rp 30.000 per liter. sehingga akan merusak kondisi batang pohon Komoditi HHBK selanjutnya berupa tersebut. Biga Bambu yang disebut masyarakat dengan Kulit kayu medang merupakan jenis sebutan Cik Tikuang. Jenis HHBK ini HHBK yang cukup memiliki nilai ekonomi. didapatkan responden dari dalam bambu yang Kulit kayu medang dijual kepada pengepul berjenis Gigantochloa scortechinii. Biga dalam satuan kilogram dan nantinya akan Bambu merupakan jenis HHBK yang memiliki digunakan sebagai bahan baku pembuatan obat harga jual tinggi. Responden dapat menjual nyamuk. Proses pengambilan kulit kayu komoditi HHBK ini dengan harga Rp 150.000 medang serupa dengan proses pengambilan hingga Rp 200.000 per kilogram. kulit kayu resak yang dilakukan didalam hutan. Biga Bambu merupakan kristal yang Pengambilan kulit kayu medang tergolong terdapat didalam bambu dan digunakan pemanfaatan hasil hutan yang tidak lestari sebagai bahan obat-obatan. Untuk karena kulit kayu diambil dari bagian pangkal pengambilan jenis HHBK ini sendiri tidak bawah pohon hingga pangkal atas. terlalu sering dilakukan dan tidak terlalu banyak masyarakat yang memanfaatkan. Ini 4. Nilai Ekonomi Hasil Hutan Bukan Kayu terlihat dari hasil penelitian yang menunjukan (HHBK) yang dimanfaatkan hanya 6 responden saja yang memanfaatkan HHBK jenis ini. Pengambilan Biga Bambu Buah-buahan hutan yang dimanfaatkan dapat dikategorikan sebagai pemanfaatan yaitu: Kembang semangkuk, petai, idan, HHBK yang tidak berkelanjutan. Untuk tampui, jengkol, durian, rambutan hutan, mendapatkan kristal (biga) dari dalam bambu manggis, langsat, cempedak, duku, rambai dan 22 1Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 2Staf pengajar Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. Jurnal Ilmu Kehutanan Faperta UR Vol.2 No.2 Oktober 2018

kabau. Untuk jenis kulit kayu yang dimanfaatkan yaitu kulit kayu resak dan kulit kayu medang. Nilai ekonomi setiap jenis HHBK dalam satu tahun dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Ekonomi HHBK Total Harga Jenis HHBK Nilai Ekonomi Persentase No Pengambilan Satuan dan Satuan (Rp) NE (%) (1 tahun) (Rp) 1 Kembang semangkuk 12.130,97 10.000 121.309.756 8,77 (kg) 2 Buah rotan manau (kg) 3.167,80 30.000 79.195.000 5,72 3 Petai (kg) 11.976,58 20.000 179.648.780 12,98 4 Idan (kg) 6.359,57 7.000 38.157.473 2,75 5 Tampui (kg) 7.779,78 5.000 31.119.121 2,25 6 Biga bambu (kg) 84,00 170.000 14.280.000 1,03 7 Rotan manau (batang) 8.869,87 10.000 88.698.750 6,41 8 Jengkol (kg) 12.259,72 20.000 245.194.444 17,73 9 Durian (kg) 8.834,25 20.000 176.685.185 12,77 10 Kulit medang (kg) 5.485,71 2.000 10.971.428 0,79 11 Kulit resak (ikat) 11.343,60 12.000 136.123.200 9,84 12 Madu (liter) 345,60 30.000 10.368.000 0,75 13 Rambutan hutan (kg) 8.957,00 4.000 35.828.000 2,59 14 Manggis (kg) 3.410,81 5.000 17.054.074 1,23 15 Langsat (kg) 6.251,53 10.000 62.515.384 4,52 16 Cempedak (buah) 1.834,66 5.000 9.173.333 0,66 17 Duku (kg) 11.110,00 10.000 111.100.000 8,03 18 Rambai (kg) 2.228,12 6.000 13.368.750 0,96 19 Kabau (kg) 2.425,83 1.000 2.425.833 0,17 Total Nilai Ekonomi Rp 1.383.216.516

Nilai ekonomi terbesar dari pembeli sehingga mereka lebih memilih untuk pemanfaatan HHBK adalah dari buah-buahan menjual kepada pengepul. hutan dengan total persentase yaitu sebesar Jengkol menjadi jenis buah-buahan 75,41%. Untuk jenis buah-buahan yang yang memiliki nilai ekonomi tertinggi. Hal memiliki nilai ekonomi terbesar adalah buah inidisebabkan oleh musim panen jengkol yang jengkol dengan persentase 17,73% dari seluruh dapat dipanen sebanyak 2 kali dalam setahun komoditi HHBK yang dimanfaatkan. bahkan lebih dan keberadaan pohon jengkol Buah-buahan menjadi komoditi sudah banyak terdapat di sekitar pemukiman HHBK dengan nilai ekonomi tertinggi warga. Sebagian besar jengkol dimanfaatkan dikarenakan keberadaan pohon yang untuk teman santap pada saat makan dan menghasilkan buah tersebut masih banyak sebagian lagi akan dijual baik pada saat hari terdapat di hutan sekitar pemukiman pasar di desa maupun dijual ke desa tetangga. masyarakat. Masa panen buah-buahan yang Harga jual jengkol untuk setiap kilogram secara musiman menyebabkan hampir seluruh adalah Rp 20.000. responden memanfaatkan waktu tersebut untuk Komoditi HHBK yang memiliki nilai mengambil buah hutan dan menjual kepada ekonomi terkecil adalah buah kabau. Kabau pengepul. Kondisi desa yang cukup jauh dari oleh masyarakat Desa Koto Lamo digunakan pusat keramaian menyebabkan sulitnya sebagai lalapan atau lauk untuk penambah responden untuk menjual langsung kepada kenikmatan dalam makan sama halnya seperti jengkol dan petai. Pemanfaatan kabau menjadi 23 1Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 2Staf pengajar Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. Jurnal Ilmu Kehutanan Faperta UR Vol.2 No.2 Oktober 2018

komoditi yang paling sedikit memiliki nilai tepat karena harga tersebut merupakan harga ekonomi dikarenakan harga jual kabau yang yang sesuai dengan kondisi di lapangan. hanya Rp 1.000 per kilogram dan sebagian Pemanfaatan HHBK oleh masyarakat besar responden memilih untuk mengkonsumsi memberikan tambahan pendapatan sebesar Rp kabau secara langsung dibandingkan untuk 19.760.000/kk dalam setiap tahunnya dijual. Menurut Mahayasih (2013), tanaman ini berdasarkan asumsi nilai ekonomi (Tabel 3). didugaberpotensi sebagai tanaman obat, karena Hasil ini menunjukkan bahwa pemanfaatan kabau memiliki kandungan berupa HHBK memberikan kontribusi pada yang belum di eksplorasi manfaatnya. Secara pendapatan setiap masyarakat di Desa Koto umum, protein pada tumbuhan telah diketahui Lamo. memiliki peran penting dalam mencegah pertumbuhan mikroba atau sebagai protein 5. Kontribusi Nilai Ekonomi Hasil Hutan antimikroba. Pengambilan kabau tidak lagi Bukan Kayu (HHBK) Terhadap dilakukan di dalam hutan karena responden Pendapatan Rumah Tangga telah menanam di pekarangan rumah mereka. Harga jual setiap komoditi didapatkan Mata pencaharian masyarakat di Desa dari rata-rata harga yang disebutkan responden Koto Lamo rata-rata adalah berkebun karet dan pada saat wawancara. Pengambilan harga bertani tanaman hortikultura. Di sepanjang setiap komoditi tidak disamakan dengan harga Sungai Batang Bio yang berada di desa di lokasi lain karena akan menyebabkan tersebut, terdapat beberapa tumpukan getah perbedaan harga yang cukup berpengaruh. warga yang nantinya akan dijual keluar desa Penetapan harga jual berdasarkan rata-rata melalui jalur sungai. Data pendapatan harga yang disebutkan responden dinilai lebih masyarakat Desa Koto Lamo dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Data pendapatan dan kontribusi pemanfaatan HHBK terhadap pendapatan Masyarakat.

Pendapatan diluar Pendapatan dari Pendapatan Kontribusi HHBK Terhadap HHBK (Rp) HHBK (Rp) Total (Rp) Pendapatan Masyarakat (%)

1.785.600.000 1.383.216.516 3.168.816.516 43,65

Pendapatan total responden diluar masyarakat Desa Koto Lamo. Berdasarkan hal HHBK pada penelitian ini adalah sebesar Rp tersebut, maka pihak terkait yaitu pihak 1.785.600.000/tahun dengan rata-rata pemerintah maupun pengelola sudah pendapatan setiap responden adalah sebesar Rp seharusnya memberikan perhatian lebih 2.100.000/bulan. Pendapatan total dari HHBK terhadap sektor pemanfaatan HHBK agar responden pada penelitian ini adalah sebesar nantinya dapat memberikan kontribusi yang Rp 1.383.216.516/tahun dengan rata-rata lebih besar, serta perlu dilakukan pelatihan pendapatan setiap responden adalah sebesar Rp tentang teknik pemanfaatan dan budidaya agar 1.646.686/bulan. Berdasarkan uraian tersebut masyarakat dapat merasakan manfaat dari maka total pendapatan masyarakat Desa Koto kelestarian HHBK yang ada seperti yang Lamo adalah sebesar Rp 3.746.686/bulan/kk dinyatakan oleh Ismenni (2015). dengan kontribusi HHBK yang dimanfaatkan sebesar 43,65 %. KESIMPULAN Kontribusi pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) terhadap pendapatan 1. Jenis HHBK yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Koto Lamo tergolong cukup masyarakat Desa Koto Lamo yaitu: rotan besar. HHBK memberikan kontribusi sebesar manau, buah rotan manau, buah hutan, 43,65% dan memberikan penambahan madu, biga bambu dan kulit kayu. jenis- pendapatan yang cukup besar terhadap jenis buah-buahan hutan yang dimanfaatkan yaitu kembang semangkuk, idan, tampui, 24 1Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 2Staf pengajar Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. Jurnal Ilmu Kehutanan Faperta UR Vol.2 No.2 Oktober 2018

rambutan hutan, duku, langsat, rambai, 2016/03/faktakritisanalisis.pdf. Diakses cempedak, durian, manggis, jengkol, kabau pada 20 Januari 2017. dan petai. Mulyadi, S. 2006. Ekonomi Sumber Daya 2. Nilai Ekonomi setiap HHBK yang Manusia: Dalam Perspektif dimanfaatkan yaitu: jengkol sebesar Rp Pembangunan. PT Raja Grafindo 245.194.444, petai sebesar Rp Persada, Jakarta. 179.648.780,durian sebesar Rp 176.685.185, kulit resak sebesar Rp Mahayasih, P. G. M. W., Handoyo, T., 136.123.200, kembang semangkuk sebesar Hidayat, M. A. 2013. Antibacterial Rp 121.309.756, duku sebesar Rp Activity of Water Soluble from Porang 111.100.000, rotan manau sebesar Rp Tubers (Amorphophallus muelleri 88.698.750, buah rotan manau Rp Blume) Againts Escherichia coli and 79.195.000, langsat sebesar Rp 62.515.384, Staphylococus aureus. Jurnal Pustaka idan sebesar Rp 38.157.473, rambutan Kesehatan, Volume 1:1. hutan sebesar Rp 35.828.000, tampui Simanjuntak, N. Idham, M. Ardian, H. 2016. sebesar Rp 31.119.121, manggis sebesar Rp Pemanfaatan Rotan sebagai Bahan 17.054.074, biga bambu sebesar Rp Kerajinan Anyaman di Desa edahan 14.280.000, rambai sebesar Rp 13.368.750, Jaya Kecamatan Sukadana Kabupaten kulit medang sebesar Rp 10.971.428, madu Kayong Utara. Jurnal Hutan Lestari, sebesar Rp 10.368.000, cempedak sebesar Volume 4(3): 344-351 Rp 9.173.333 dan kabau sebesar Rp 2.425.833. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif 3. Kontribusi pemanfaatan hasil hutan bukan Kualitatif dan RND. Alfabeta. Bandung. kayu terhadap pendapatan masyarakat Desa Koto Lamo adalah sebesar 43, 65%.

SARAN

Saran dalam penelitian ini yaitu perlunya dilakukan penyuluhan pemanfaatan HHBK oleh pemerintah setempat dikarenakan potensi HHBK yang banyak terdapat di Desa Koto Lamo dinilai belum dioptimalkan oleh warga.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, O. dan P. Patana. 2002. Penelitian Perhitungan Nilai Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Non- Marketable oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan. USU Press. Medan. Ismenni, B, N., Defri, Y., Yossi, O. 2015. Kontribusi Pelestarian Hutan Mangrove terhadap Tingkat Pendapatan Anggota Kelompok Pengelola (KPM) Belukap Dea Teluk Pambang Kecamatan Bantan Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau. Jom Faperta, Volume 2:2. Jikalahari. 2016. Fakta Kritis Analis. http://jikalahari.or.id/wpcontent/uploads/ 25 1Mahasiswa Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. 2Staf pengajar Jurusan Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Riau. Jurnal Ilmu Kehutanan Faperta UR Vol.2 No.2 Oktober 2018