Jurnal Museum Nasional JURNAL MUSEUM NASIONAL PRAJNAPARAMITA

Diterbitkan oleh: Alamat redaksi: Museum Nasional Museum Nasional Direktorat Jenderal Kebudayaan Jl.Medan Merdeka Barat No. 12 Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Pusat 10110

Penanggung Jawab: Telp. / Fax. : Kepala Museum Nasional Indonesia 021-3447778, 3868172 / 021-3447778

Redaktur: Email : Dewi Murwaningrum, M.Hum [email protected]

Sekretariat: Website : Suswadi, S.Pd. Web Museum Nasional Indonesia: Sri Wiyarto www.museumnasional.or.id Virtual Museum Nasional Indonesia: Editor: wwwmuseumnasional.indonesiaheritage.org/ Dra. Sri Patmiarsih Retnaningsih, M.Hum Museum Nasional Indonesia Setting & Desain: https://www.facebook.com/ Handrito Danar Prabowo, S.Ds. Nusi Lisabilla Estudiantin museumnasionalindonesia/

Fotografer: @MuseumNasional Ujang Mulyadi, A.Md. https://twitter.com/MuseumNasional

Mitra Bestari: Dr. Kresno Yulianto Soekardi, S.S., M.Hum. ISSN: 2355-575-01 Copyright © 2013 Cetakan Pertama 2019 Pihak yang ingin mengutip sebagian maupun seluruh isi buku dapat mencantumkan buku ini sebagai sumbernya.

Isi di luar tanggung jawab penerbit dan menjadi tanggung jawab dari masing-masing penulis.

Tidak untuk diperjualbelikan

Hak cipta dilindungi undang-undang

Artikel/naskah ilmiah yang dimuat dalam Jurnal Museum Nasional belum pernah dipublikasikan sebelumnya di media apapun PENGANTAR REDAKSI

Jurnal Museum Nasional edisi VII tahun 2019 ini merupakan terbitan pertama dari saya yang menjabat sebagai Kepala Bidang Penyajian dan Publikasi Museum Nasional mulai tahun 2018. Semoga saja ini membuka berbagai penerbitan tulisan ilmiah yang semakin berkembang di masa mendatang. Kegiatan Museum Nasional tahun 2019 diramaikan dengan keikutsertaan Museum Nasional dalam mendukung kegiatan DAK (Dana Alokasi Khusus) di berbagai daerah di Indonesia. Selain itu tentunya dalam mendukung kemeriahan Pekan Kebudayaan Nasional yang rencananya akan diadakan di Istora Senayan. Jurnal Museum Nasional edisi VII menyajikan tulisan membandingkan Bataviaasch Genootschap Van Kunsten En Wetenschappen dengan The Siam Society yang lekat dengan awal mula Museum Nasional. Sajian lain terkait dengan kebudayaan materi (tangible) seperti Mamuli: Penghormatan Kepada Kehidupan, Warna-warni dalam Naskah Kakawin Sumanasantaka, Museum dan Instagram Perlukah Museum Diubah Menjadi Tempat Instagramable?, juga Biografi Budaya Materi : Lika-Liku Pesona Kain Hinggi, Tenun Ikat dari Sumba Timur. Kali ini kami juga melibatkan mitra bestari, Dr. Kresno Yulianto Soekardi, S.S., M.Hum. yang merupakan Staf pengajar Dpartemen Arkeolog Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia agar kredibilitas Jurnal Museum Nasional bisa semakin baik. Tentunya keberadaan jurnal bermuatan kebudayaan dan permuseuman menjadi salah satu wadah perkembangan ilmu pengetahuan yang perlu untuk menaungi keilmuan budaya dan permuseuman di Indonesia. Dengan terbitnya jurnal museum Nasional ke VII ini, diharapkan dapat meningkatkan wawasan kebudayaan Indonesia kepada masyarakat luas. Kami mengucapkan terima kasih dan menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada para penulis, tim pembuat jurnal dan semua pihak yang terlibat sehingga jurnal edisi VII dapat terwujud. Tiada gading yang tak retak, apabila masih ada kekurangan dalam penulisan maupan tata letak gambar, kami mohon maaf sebesar-besarnya.

Redaksi DAFTAR ISI

1. Menyandingkan Bataviaasch Genootschap Van Kunsten En Wetenschappen dengan The Siam Society Nunus Supardi...... 7 2. Mamuli: Penghormatan Kepada Kehidupan Mawaddatul Khusna Rizqika...... 35 3. Warna-warni dalam Naskah Kakawin Sumanasantaka Sari Gumilang...... 49 4. Museum dan Instagram Perlukah Museum Diubah Menjadi Tempat Instagramable? Ashar Murdihastomo...... 61 5. Biografi Budaya Materi : Lika-Liku Pesona Kain Hinggi, Tenun Ikat dari Sumba Timur Valentina Beatrix Sondag...... 73 6 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Menyandingkan Bataviaasch Genootschap Van Kunsten En Wetenschappen dengan The Siam Society

Oleh: Nunus Supardi Pemerhati Budaya Email: [email protected]

Abstrak

Ketika Chulalongkorn (Rama V) naik tahta masih sangat muda. Baru berusia 15 tahun. Untuk mendalami ilmu pemerintahan modern, pada 1871 Rama V belajar ilmu pemerintahan pada pemerintah Hindia Belanda. Selain ke Batavia Rama juga berkunjung ke berbagai kota di Jawa termasuk ke kerajaan Surakarta, dan . Sejak pertama datang Rama V langsung tertarik dengan alam dan budaya Jawa. Datang lagi pada 1896 dan 1901. Dari tiga kali kunjungan itu Rama V sangat terkesan dengan pengembangan kebudayaan di lingkungan kerjaan. Raja juga sangat terkesan dengan lembaga penelitian seni dan ilmu pengetahuan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW). Juga tertarik pada museum dan perpustakaan sebagai bagian dari BGKW. Setelah kembali ke Siam Rama V kemudian mendirikan lembaga yang sama dengan BGKW. Lembaga yang dinamai Siam Society itu hingga kini masih ada dan menerbitkan Jurnal secara rutin. Selain itu Rama V juga mendirikan museum dan perpustakaan seperti yang dimiliki oleh BGKW.

Abstraction:

King Chulalongkorn (Rama V) of Siam ascended the throne was still very young. Only 15 years old. To explore the science of modern government, in 1871 Rama V studied the science of government in the government. Rama also visited the kingdoms of Surakarta, Yogyakarta and Cirebon. Since the first time Rama V was interested in Javanese nature and culture. Coming again in 1896 and 1901. From the three visits, besides being impressed with the development of culture in the work environment, he was also very impressed with the Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW) institution, museums and

Prajnaparamita 7 Jurnal Museum Nasional libraries as part of BGKW. After returning to Siam Rama V then established the same institution as BGKW. The institution, called the Siam Society, still exists today and publishes journals on a regular basis. In addition, Rama V also established museums and libraries like those owned by BGKW.

Key word: Rama, .

Pengantar ke Indonesia, melihat keindahan , dan kepala pemerintahan pertama Di masa penjajahan Belanda yang menginap di Istana Tampak antara pemerintah Hindia Belanda Siring. Raja datang lagi tahun 1960. dan pemerintah kerajaan di Jawa Dari beberapa kunjungan yang (Keraton Surakarta, Yogyakarta, dirintis Rama V sejak hampir 150 Pura Mangkunegaran, Paku tahun yang lalu itulah yang membuat Alaman, Kasepuhan dan Kanoman) hubungan baik kedua bangsa berlanjut dengan pemerintah kerajaan Siam hingga kini. Dapat dipastikan dari (Thailand sekarang) telah bertemu. pertemuan berkali-kali itu telah Tampaknya Jawa di mata raja Siam dibicarakan berbagai hal yang mendapatkan tempat tersendiri. Raja berkenaan hubungan persahabatan Chulalongkorn atau Rama V (1853- kedua bangsa. Pembicaraan tentu tidak 1910) telah tiga kali datang ke Jawa, hanya sebatas bidang politik, ekonomi, yaitu pada 1871, 1896, dan 1901. Raja sosial, pertanian, transportasi misalnya, berikutnya yang berkunjung adalah tetapi juga di bidang budaya. Pada Raja Prajadhipok atau Rama VII kesempatan ini penulis hanya ingin pada 1929 dan pada 1934. Sebelum mengangkat hal-hal yang berkenaan menjadi raja, Prajadhipok - yang bidang yang terakhir ini, khususnya punya nama panggilan Iad-Noi – pada mengenai masalah museum, 1901 juga telah pernah datang ke Jawa perpustakaan serta penelitian bidang mendampingi Raja Chulalongkorn budaya di negeri Siam yang kuat (Imtip Pattajoti Suharto:2010, hal. 134). mengindikasikan sebagai buah dari Lawatan raja Siam berlanjut setelah kunjungan Raja Chulalongkorn ke Jawa. Indonesia merdeka. Raja Bhumibol Dengan menyandingkan keberadaan Adulyadej pada pada 1957 berkunjung lembaga Bataviaasch Genootschap van

8 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Chulalongkorn atau Raja Rama V yang pertama kali ke Jawa pada 1871 adalah untuk mendalami ilmu pemerintahan modern dari pemerintahan kolonial Inggris di Singapura dan Belanda di Batavia. Raja Rama V waktu naik tahta baru berusia 15 tahun menggantikan ayahnya Raja Mongkut (Rama IV) yang wafat pada 1868. Selama 17 tahun memerintah (1851-1868), Raja Mongkut telah berhasil mencanangkan dua kebijakan yang dinilai menjadikan negeri Siam tidak pernah dijajah oleh bangsa asing seperti negara-negara tetangganya. Gambar 1. Somdetch Phra Paramindr Maha Pertama, kebijakan melakukan Chulalongkorn atau Rama V, menjabat dari 1 Oktober pembaharuan (modernisasi) 1868 – 23 October 1910. kehidupan masyarakat Siam seperti Kunsten en Wetenschappen (BGKW) halnya bangsa Eopa. Masyarakat yang melahirkan Museum Nasional Siam yang dipandang masih tradisional, dengan lembaga The Siam Society oleh Raja Mongkut sikap pandangan itu (SS) tampaknya ada hubungan yang diubah dengan cara menerima berbagai dekat. Mungkinkah lembaga-lembaga pembaharuan yang datang dari Barat. museum, perpustakaan dan lembaga Menurut Raja cara memajukan aspek SS di Siam itu lahir karena diinspirasi politik, ekonomi dan sosial dan oleh empat kali kunjungan Raja ke budaya masyarakat Siam sehingga museum, perpustakaan dan lembaga menjadi bangsa moden adalah dengan BGKW? mengadopsi dan mengadaptasi sistem pemerintahan Barat. Sekilas kunjungan Raja Kedua, kebijakan untuk Chulalongkorn ke Jawa mempertahankan kedaulatan bangsa Siam agar tetap menjadi bangsa Tujuan utama dari lawatan Raja merdeka. Untuk mewujudkan

Prajnaparamita 9 Jurnal Museum Nasional modernisasi dan menjaga kedalautan Batavia (Jawa). Singapura yang saat itu itu Raja Mongkut menempuh cara menjadi jajahan Inggris dinilai dapat merekrut sejumlah tenaga ahli dari menambah wawasan pemerintahan Barat. Selain itu Raja menandatangani modern kerajaan Inggris, dan lawatan beberapa perjanjian dengan negara- ke Batavia (Jawa) untuk belajar negara Barat, seperti dengan Inggris (18 pemerintahan modern kerajaan April 1855) Amerika (1856), Perancis Belanda. Raja datang didampingi (1856), Denmark (1858), Portugis oleh 208 orang pengikut dengan (1859), Belanda (1860), Jerman (1862), menggunakan kapal pesiar bernama serta Belgium, Norwegia, Italia, dan Pritayamronnayuth dinahkodai oleh Swedia (1868). John Bush berkebangsaan Inggris. Setelah Raja Mongkut mangkat, Menurut Anchalee Pupaka, seluruh tanggung jawab melanjutkan kebijakan perjalanan itu seluruhnya memakan itu sepenuhnya ada di atas pundak waktu dua bulan (Anchalee Pupaka. raja muda. Sebagai seorang raja muda 2015: hal. 40) tetapi kalau menurut belia dan belum memiliki pengetahuan Imtip Pattajoti selama 38 hari, yaitu banyak tentang ilmu pemerintahan dari tanggal 9 Maret sampai dengan menjadi perhatian serius bagi senior 15 April 1871 (Imtip Pattajoti Suharto. kerajaan. Menambah wawasan raja 2001: hal. 1). muda menjadi pembicaraan serius. Di Singapura Raja Muda yang Sebagian senior menyarankan agar saat itu berusia 18 tahun (1871) tertarik Raja melakukan perjalanan belajar ke pada kemajuan dan kemakmuran Eropa, dan sebagian mengkhawatirkan koloni Inggris, yang ditandai antara bila Raja Muda harus meninggalkan lain oleh keberadaan kantor pos, gereja, kerajaan. Akhirnya disepakati untuk Raffles College, hotel, rumah sakit, mendatangkan saja guru dari Barat. penjara, pengadilan, taman Botani, Guru yang dipilih adalah Anna dan sebagainya. Seperti dikutip dari Leonowens dari Inggris yang sedang Journal of a Journey to Java of Over bekerja di Singapura. Tampaknya the Two Months 1896, Raja menyebut berbagai ajaran dari Anna Leonowens Singapura itu sebagai “pintu gerbang” yang menekankan pembaharuan yang (bahasa Thai:pratu ban) menuju ke lebih luas membekas di benak Raja. dunia luar (Davisakd Puaksom, 2007: Selain itu, untuk mengganti lawatan hal. 187). ke Eropa yang dibatalkan, perjalanan Dari Singapura Raja Rama V Raja dialihkan ke Singapura dan melanjutkan perjalanan ke Jawa. Ia

10 Prajnaparamita Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Jurnal Museum Nasional tinggal di Batavia dan Semarang. kesulitan menyebut nama museum Raja mengagumi modernitas kota berbahasa Belanda (Museum van het Batavia setelah mengamati sistem BGKW), dengan dipajangnya patung administrasi kolonial, barak militer, gajah di halaman museum, masyarakat sekolah umum, sekolah taruna, rumah kemudian menyebut museum itu sakit dan laboratorium medis, sistem sebagai “Museum Gajah”. peradilan, kantor pengadilan dan Kunjungan Raja Rama V yang penjara, konstruksi kereta api, Kebon kedua berlangsung pada 1896 dengan Raya Bogor dan sebagainya. Pada menggunakan kapal bernama kesempatan itu raja juga berkunjung Maha Chakri, duapuluh lima tahun ke Museum van het BGKW. Setelah kemudian ketika Raja telah berusia 43 berkeliling museum raja sangat tahun. Tujuan kunjungan kedua yang mengagumi keagungan gedung berlangsung dari 9 Mei – 12 Agustus museum dan berbagai artefak yang ada 1896 itu sedikit berbeda dengan yang di dalamnya. Selain itu Raja juga sangat pertama. Bila pada kunjungan pertama tertarik dengan upaya pengembangan ke Batavia dan Semarang perhatian dan penerapan ilmu pengetahuan dan raja hanya pada beberapa aspek budaya teknologi ilmiah pada saat itu. Jawa, kunjungan kedua benar-benar Dari Batavia rombongan naik hanya sebagai “muhibah budaya”, kereta api menuju Semarang. Di atau membangun hubungan dengan kota ini Raja mengunjungi pabrik raja-raja Jawa melalui pendekatan senjata, rumah sakit, barak militer, “diplomasi bermatra budaya”. Setelah pertunjukan kesenian, cara membatik, tiba di Batavia tempat pertama yang dll. Karena merasa puas dengan dikunjungi adalah (pada 26 Mei kunjungan yang pertama kali itu, Raja 1896) adalah Museum van het BGKW. memerintahkan untuk membuat dua Setelah melihat hasil pemasangan patung gajah dan selanjutnya patung patung Gajah yang dihadiahkan itu dikirim ke Singapura dan Batavia setelah kunjungan 1871, Raja merasa sebagai hadiah. Di Batavia patung sangat puas. Hasilnya lebih bagus diserahkan oleh utusan bernama Praya dibandingkan dengan pemasangan Samutburamurak kepada pemerintah patung yang sama di Singapura. Hindia Belanda. Diputuskan patung Kepuasannya itu ditulis di dalam buku gajah itu ditempatkan di Museum van hariannya sebagai berikut: “The base het BWKG dan selesai dipasang pada was nicer than the one in Singapore 1872. Karena masyarakat mengalami with a nicely carved stone design of

Prajnaparamita 11 Jurnal Museum Nasional ” (Imtip Pattajoti Suharto. beberapa kali kunjungan itu Raja dan 2001: hal. 37). Karena puas dengan Permaisuri “memborong” sejumlah landasan patung lebih bagus daripada batik dan akhirnya terkumpul sebanyak yang ada di Singapura, dengan batu 307 lembar batik. Koleksi batik yang yang diukir bergaya Borobudur dengan sebelumnya hanya dipajang di istana, baik, Raja puas dan betah berkunjung mulai tahun 2003 ada yang dipamerkan ke museum. di museum yang didirikan oleh Yang Dari Batavia kunjungan Mulia Ratu Sirikit dengan nama Queen dilanjutkan ke Bogor (Buitenzorg), Sirikit Museum of Textiles, di Bangkok. Garut, Bandung, Sukabumi, kembali Selanjutnya, Raja juga berkunjung ke Garut, Yogyakarta dan Paku ke Surabaya dan sekitarnya dengan Alaman singgah ke , ke tujuan untuk menelusuri asal usul Magelang melihat candi Borobudur cerita Panji Asmarabangun. Di Siam dan Mendut, ke Surakarta, Surabaya, tidak hanya cerita Ramayana dari India Pasuruan (menginap di Tosari), saja yang dikenal tetapi juga cerita gunung Bromo, Kediri, dan Semarang. Panji yang berasal dari Jawa (Kediri). Di Yogyakarta diterima oleh Cerita ini telah berkembang menjadi Hamengkubuwono VII dan seluruh drama tari dengan nama “Inao” yang staf istana berpakaian Jawa dan bukan berasal dari kata “Inu” pada nama Inu pakaian gaya Eropa. Pada saat itu Sultan Kertapati atau Panji Asmarabangun. menyampaikan cenderamata berupa Selain itu Raja juga dua kali ke Garut sebilah keris bernama Mangkurat. Dari selain untuk mengunjungi perkebunan Yogyakarta Raja Rama V melanjutkan teh, ke situ Bagendit, gunung Cikurey, kunjungan ke Surakarta dan dan pergelaran kesenian Sunda, juga Pura Mangkunegaran, dijamu oleh karena tertarik pada acara adu domba Susuhunan Pakubuwana X. Ternyata Garut dan membeli lima belas ekor Raja Rama juga menerima cenderamata kuda dibawa ke Siam (Imtip Pattajoti dari Sunan berupa sebilah keris dengan Suharto. 2001: hal. 134) nama yang sama dengan cenderamata Kunjungan ketiga berlangsung dari raja Yogya yaitu Mangkurat. pada 5 Mei sampai dengan 24 Juli Di kota batik Yogyakarta, Surakarta 1901. Setelah tiba di Batavia raja dan Semarang, Raja dan Permaisuri berkunjung ke kota-kota: Bogor, menyaksikan peragaan batik dan Tangerang, Bandung, Cianjur, Cipanas, sangat tertarik dengan aneka ragam Garut, Surakarta, Surabaya, Kediri, corak batik yang dipamerkan. Dari Madiun, Yogyakarta dan Magelang. Di

12 Prajnaparamita Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Jurnal Museum Nasional Yogyakarta Raja kembali berkunjung Raja dicatat di dalam buku harian. ke candi Prambanan, Borobudur dan Selama kunjungan banyak berdiskusi Mendut. Di Surakarta, Raja Rama V tentang kebudayaan Nusantara dengan disambut dengan gendhing Sri Minulya ahli dari Belanda seperti Dr. Isaäc (ladrangan) laras slendro pathet sanga. Groneman, Pieter Vincent van Stein Sebaliknya, Raja Rama menghadiahkan Callenfels, Ir. van Romondt, Dr. J.L.A. bintang kehormatan yang disebutnya Brandes, dengan para kerabat keraton bintang “Groot Kries Kroon Order di Yogya, Surakarta dan Cirebon serta Siam”. Kedatangan raja itu menurut ahli fotografi Kassian Cephas. catatan di keraton Surakarta, berbunyi: Seperti ditulis dalam Jurnal SS “Amarengi ing dinten malem Akad yang dikutip oleh Davisakd Puaksom, Pahing, tanggal kaping 11 Mulud ing dari kunjungan itu Raja ternyata tahun Dal 1831 wuku sinta, utawi telah terpesona pada bidang budaya. kaping 30 Juli 1901”. Antara lain disebutkan: “Namun, pada akhir abad itu, bukan lagi kemajuan Mendirikan Museum dan ilmiah dan modernitas kolonial yang Perpustakaan memesona raja. Sebaliknya, dalam dua jurnal yang diterbitkan dari dua Dari gambaran tiga kali kunjungan perjalanan ke Jawa pada tahun 1896 itu menunjukkan bahwa perhatian dan 1901, keasyikannya adalah dengan Raja Rama V pada bidang budaya tidak budaya, sejarah dan artefak arkeologi kalah besar bila dibandingkan dengan di pulau itu.” (Davisakd Puaksom, bidang-bidang lainnya. Kunjungan hal. 189). Dalam tiga kali kunjungan ke Jawa tidak hanya ingin menyerap ke Jawa, Rama V tidak pernah sekali ilmu pemerintahan modern a la pun melewatkan waktu untuk tidak pemerintahan kolonial Belanda tetapi berkunjung ke Museum van het BGKW. juga mengenai bentuk pemerintahan Bahkan pada kunjungan 1896 sampai kerajaan di Jawa dan juga cara-cara dua kali Raja datang ke museum. pengurusan kebudayaan. Selain ingin Kunjungan pertama berlangsung pada menelusuri sejarah cerita Panji, Raja 31 Maret 1871, kedua 26 Mei 1896, juga tertarik pada bidang sejarah, ketiga 30 Mei 1896 dan keempat pada museum, kesenian, arkeologi, upacara 16 Mei 1901. Dalam kunjungannya adat, permainan rakyat, cerita rakyat, yang ketiga Raja bertemu dengan Dr. olah raga tradisional, dan lain-lain. J.L.A. Brandes dan sempat berbincang Semua hal yang dianggap menarik bagi lama tentang kepurbakalaan, museum

Prajnaparamita 13 Jurnal Museum Nasional serta tugas dan fungsi BGKW. Di diberi nama Museum Wang Na atau dalam Jurnal SS tahun 1905 dimuat museum istana bagian depan. Museum tulisan khusus untuk mengenang terus mengalami penataan dan pada Brandes yang meninggal pada 25 1926, museum berganti nama lagi Juli 1905. Antara lain ditulis “dengan menjadi “Museum Bangkok” dan senang hati Brandes membimbing Yang kemudian dikembangkan menjadi Mulia mengenali koleksi arkeologi di “Museum Nasional Bangkok”, dan museum Batavia”. Pada akhir tulisan mulai 1934 museum itu berada di itu dikatakan karya Brandes sebagai bawah binaan Departemen Seni Rupa seorang sarjana Oriental akan tetap Thailand. Di museum inilah sejumlah dikenang dan diingat oleh Siam Society artefak dari Jawa antara lain dari dan dengan bangga telah menempatkan Borobudur, Prambanan, Jawa Timur namanya di antara anggota-anggota SS. yang diberikan pemerintah Hindia (J.H. v. D.H., Journal Siam Society, Vol. Belanda kepada Raja Rama V ikut 2.1 tahun 1905, hal. 71). dipamerkan. Menurut A.J. Bernet Tampaknya berangkat dari Kempers, ada artefak purbakala yang “keasyikannya adalah dengan budaya, berasal dari Jawa yang dihadiahkan sejarah dan artefak arkeologi di Jawa” oleh pemerintah Hindia Belanda itu yang membuat selang tiga tahun kepada Raja Rama V pada kunjungan kemudian Raja Rama V memerintahkan 1896. Satu-satunya koleksi yang untuk mendirikan museum umum berasal dari candi Borobudur berupa pertama. Museum yang didirikan pada arca dwarapala (penjaga) didampingi 1874 itu menempati Paviliun Concordia oleh dua buah arca singa. Artefak yang yang berada di dalam kompleks Grand dihadiahkan itu menurut AJ Bernet . Museum ini memamerkan Kempers jumlahnya mencapai delapan koleksi kerajaan Raja Rama IV serta gerobak sapi. (A.J. Bernet Kempers, beberapa artefak lain yang memiliki 1975: hal.35). nilai budaya dan unik. Upacara Masih dalam kaitan dengan pembukaan Museum Concordia museum, dari tiga kali kunjungan ke berlangsung pada 19 September 1874. Jawa Raja Chulalongkorn juga tertarik Untuk membuat museum lebih pada koleksi batik. Tidak kurang dari baik lagi, pada 1887, Raja Rama V 307 lembar batik dari Jawa (Yogya, Solo, memerintahkan untuk memindahkan Semarang, Lasem, Cirebon, Banyumas, museum dari Paviliun Concordia ke dan lain-lain) yang dikumpulkan oleh istana bagian depan, dan kemudian Raja Chulalongkorn disimpan sebagai

14 Prajnaparamita Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Jurnal Museum Nasional koleksi Istana. Ketika ratusan koleksi Javanese design modified to the Thai itu pada 2018 yang lalu dipamerkan di taste). Sayang tidak ada penjelasan Museum Tekstil Queen Sirikit koleksi tentang nama hiasan kepala di Siam itu disebut-sebut sebagai “Harta Karun yang disebut oleh Raja sebagai hasil Tersembunyi” (Hidden Treasure). modifikasi hiasan kepala dari Jawa. Koleksi batik yang diakui sebagai Jika benar, maka dapat diartikan gambaran kisah perjalanan Raja ke hiasan kepala karya budaya Jawa Jawa yang luar biasa itu belum pernah juga disenangi bahkan ditiru oleh ditampilkan untuk umum. Ketika dari masyarakat Siam. 1 November 2018 hingga Mei 2021 Hal lain yang tidak kalah berbagai kain batik itu dipamerkan menarik, adalah catatan Raja yang di Galeri 3 dan 4 di Museum Tekstil mencerminkan ketertarikannya untuk Queen Sirikit, apresiasi dari masyarakat membaca buku perpustakaan BGKW. Thailand sangat besar. Di dalam buku hariannya Raja sempat Selain tertarik pada museum dan mengutarakan rasa menyesalnya koleksi batik Raja Rama V juga tertarik karena waktu kunjung yang terbatas. pada koleksi yang ada di perpustakaan Karena ketatnya acara kunjungan Raja museum BGKW. Pada kunjungan ke harus segera meninggalkan museum museum Batavia tanggal 26 Mei 1896, dan perpustakaan. Di dalam buku Raja menyempatkan diri melihat ruang hariannya Raja menulis: “Jika saya bisa perpustakaan. Raja sangat terkesan berada di sana selama 3-4 jam sehari, dengan 150.000 koleksi buku yang saya akan dapat menulis buku tentang beranekaragam temanya. Bagian yang itu” (“If I could be there for 3-4 hours a menarik Raja adalah ketika membaca day, I would be able to write a book about buku-buku tentang budaya Jawa yang it”). (Impit Pattajoti Suharto.2001: dianggapnya tidak lazim (unusual). hal.37). Dari ketidaklaziman itu Raja sempat Dari kutipan ini jelas menunjukkan menulis komentar tentang gambar betapa besar perhatian Rama V pada hiasan kepala dari Jawa di dalam buku lembaga perpustakaan di Museum hariannya. Raja antara lain menulis: BGKW. Oleh karena itu, selain “Saya bisa membuktikan bahwa hiasan mendirikan museum Raja Rama V juga kepala nasional kami (Siam) adalah kemudian mendirikan perpustakaan desain Jawa yang dimodifikasi sesuai sebagai Perpustakaan Kerajaan. dengan selera Thailand” I( can attest Perpustakaan yang didirikan pada 1883 that our national headdress is the itu diberi nama Perpustakaan Kerajaan

Prajnaparamita 15 Jurnal Museum Nasional Phra Vajirayanana. Kemudian pada sejumlah ilmuwan Eropa. Berdirinya 1897, Raja Chulalongkorn menyatakan lembaga itu terinspirasi setelah ada keinginannya untuk menjadikan seruan untuk mendirikan yayasan perpustakaan Phra Vajirayanana yang merupakan bagian ekonomi menjadi Perpustakaan Vajirayanana (economische task) dari Hollandsche Ibukota. Keinginan itu baru terwujud Maatschappij der Wetenschappen pada 1905, atas perintah Raja tiga (Perhimpunan Ilmiah Belanda) yang perpustakaan yang telah ada, yaitu didirikan di Haarlem pada 1777 (J.P.M. Perpustakaan Mandira Dharma, Groot, 2006: hal. 353). Perpustakaan Vajirayanana, dan Ketika Raja Rama V pertama Perpustakaan Buddha Sangaha, kali berkunjung ke lembaga BGKW digabung menjadi satu menjadi (1871) pada saat itu lembaga sudah Perpustakaan Vajirayanana Ibukota. berusia 93 tahun. Usia yang sudah Statusnya tetap berada di bawah matang sehingga Raja sangat terkesan lindungan kerajaan. Kemudian pada dengan keberadaan dan hasil yang tahun 1933, setelah terjadi reformasi dicapai oleh lembaga BGKW sebagai di Siam dibentuklah Departemen Seni sebuah lembaga ilmu pengetahuan Rupa yang salah satu tugasnya adalah budaya. Lembaga BGKW telah mengurus administrasi Perpustakaan berkembang menjadi sebuah lembaga Vajirayanana, yang kemudian berganti ilmiah yang disegani. Lembaga ini nama menjadi Perpustakaan Nasional telah membangun jejaring (network) Thailand. mencakup seluruh benua. Tidak hanya dengan Ibukota Negara tetapi dengan Mendirikan The Siam Society berbagai kota. Hubungan dengan lembaga- Tampaknya selain tertarik pada lembaga penelitian di Belanda, museum dan perpustakaan, Raja juga misalnya, telah mencakup kota- sangat terkesan dengan keberadaan kota: Amsterdam, Breda, Deventer, BGKW sebagai sebuah lembaga s’Gravenhage, Groningen, Haarlem, yang berfungsi sebagai wadah Leiden, Middenburg, Nijmegen, pengembangan dan penerapan ilmu Oegstgeest, Rotterdam, Sittard, pengetahuan budaya dan seni pada Tilburg, Utrecht, Wageningen. saat itu. Lembaga yang berdiri pada Selain Belanda juga dengan Belgie 24 April 1778 itu dirintis oleh Jacobus (Antwerpen, Brussel, Gent; Czecho Cornelis Radermacker bersama dengan Slovakije (Praag); Denemarken

16 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional (Kopenhagen); Duitschland (Berlin, sepenuhnya didirikan atas inisiatif Bremen, Dresden, Frankfurt, ilmuwan Siam bekerja sama dengan Gottingen, Halle (Saale), Hamburg, ilmuwan dari Eropa. Dengan demikian Keulen, Leipzig, Munchen); Engeland berbeda dengan inisiatif pendirian (Cambridge, Londen); Frankrijk BGKW yang sepenuhnya tumbuh atas (Parijs); Italie (Rome); Noorwegen inisiatif ilmuwan Belanda. Jika status (Oslo); Oostenrijk (Weenen); Polen kerajaan Siam pada waktu itu sebagai (Krakow); Rusland (Leningrad); pemerintahan kerajaan yang merdeka, Zweden (Uppsala); Zwitserland sebaliknya keadaan di Jawa saat itu (Zurich). Untuk benua Afrika sedang dalam cengkeraman penjajah adalah: Tananarive (Madagascar); Belanda. Maroko: Rabat, Stellenbosch (Zuid- BGKW didirikan pada 24 April Afrika). Benua Asia: China (Peiping, 1778 atas inisiatif ilmuwan Jacobus Shanghai); Japan (Taihoku (Formosa) Cornelis Radermacker yang didukung Tokio); Philippijnen (Manila); Siam: dan dikendalikan oleh sejumlah Bangkok (Royal Institute of Literature ilmuwan Eropa. Tidak ada satupun Archaeology and Fine Arts. Hindia orang bumiputra yang menjadi Depan dan Belakang: Anuradhapura pengurus maupun anggota. Orang (Ceylon), Bombay, Calcutta, Colombo bumiputra pertama yang diterima (Ceylon) Lahore, Mandalay, Patna, menjadi anggota kehormatan BGKW Poona, Simla, Kuala Lumpur, Singapore, baru pada 1866, atau 88 tahun setelah Ranggon, Hanoi. Untuk benua berdirinya BGKW adalah Raden Saleh Australia dan Oceanea: Melbourne, Bustaman yang lebih dikenal sebagai Popeete (Tahiti), Wellington. Wilayah maestro pelukis. Ia diterima di lembaga Amerika Utara: Berkley, Boston, BGKW karena Raden Saleh adalah Cambridge, Chicago, Newhoven, New seorang ahli di bidang paleontologi York, Washington, sedangkan dari kemudian diakui oleh pakar-pakar Amerika Selatan adalah Rio de Jeneiro. paleontologi, seperti E. Dubois (1858- Berkat kesan yang mendalam 1940), L.J.C van Es, R. Lydekker dan tentang BGKW itu, selain mendirikan G.H.R. von Koenigswald (1902-1982). museum dan perpustakaan, pada Belakangan baru menyusul nama- 1904 Raja Rama V merestui berdirinya nama Prof. Dr. Hoesein Djajadiningrat, lembaga yang mirip dengan lembaga Prof. Dr. Poerbatjaraka, Drs. Amir BGKW. Lembaga itu diberi nama Sutaarga, Soekmono, dan lain-lain. The Siam Society( SS). Lembaga ini Sementara itu, pendirian lembaga

Prajnaparamita 17 Jurnal Museum Nasional SS di dalam dokumen pendirian dan sekarang pemerintah Thailand berikut AD-ART memang tidak sedang memproses pengusulan untuk menyebut secara jelas adanya perintah mendapat pengakuan sebagai Memory Raja seperti ketika mendirikan of the World dari UNESCO. museum dan perpustakaan. Meskipun Bila dilihat dari segi tata demikian bukan berarti pendirian kelembagaan, keduanya sama-sama SS tidak seperti pendirian BGKW memiliki status hukum yang jelas, yang sepenuhnya atas inisiatif bangsa diperkuat dengan adanya semacam Barat. Seperti terlihat dalam susunan Anggaran Dasar dan Rumah Tangga pengurus SS, dengan masuknya nama (AD-ART). BGKW berstatus lembaga Yang Mulia Putra Mahkota Vajiravudh swasta, berkedudukan di Batavia. (yang kemudian menjadi Raja Rama Lembaga ini merupakan lembaga ilmu VI), dan Yang Mulia Pangeran pengetahuan pertama di Asia yang Damrong seorang sejarawan hebat dan didirikan oleh ilmuwan dari Barat. terpelajar yang berusaha keras untuk Di dalam Statuta Pasal 2 dijelaskan melestarikan sastra dan artefak kuno bahwa tujuannya adalah: ”Memajukan Siam, sebagai Wakil Pelindung. Seperti pengetahuan-pengetahuan kebudayaan, yang dilaporkan oleh O. Frankfurter sejauh hal-hal ini berkepentingan bagi Sekretaris Jenderal SS pada 1904 pengenalan kebudayaan di Kepulauan disebutkan bahwa The Siam Society Indonesia dan kepulauan sekitarnya”1. Under Royal Patronage dapat diartikan Untuk mencapai tujuan itu kegiatan Raja sangat mengetahui dan merestui dilakukan antara lain: (1) memelihara pendirian lembaga itu (Journal Siam museum termasuk perpustakaan; Society, Vol. 1.0, tahun1904) Masih (2) mengusahakan majalah dan menurut laporan Frankfurter lembaga penerbitan lainnya di samping ini didirikan atas kesepakatan 103 pengumpulan penulisan dari BGKW orang sebagai anggota, dan memiliki sendiri; (3) melakukan penelitian di hampir 1.800 orang anggota. Seperti samping memberikan penerangan dan halnya dengan BGKW, lembaga SS sejak kerja sama dengan semua pihak yang berdiri juga menerbitkan jurnal dengan melakukan studi di lingkungan BGKW; nama Journal of the Siam Society (JSS). (4) memperbanyak penerangan bagi Dalam usia lebih dari seratus tahun Pemerintah Hindia-Belanda. telah menghasilkan ribuan artikel Sama dengan BGKW, lembaga SS

1Statuten en Reglementen Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, 1936

18 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional juga merupakan sebuah lembaga yang (Tijdschrift) lembaga SS menerbitkan memiliki status, tujuan dan kegiatan jurnal juga dengan nama The Journal yang jelas. Lembaga yang berada of the Siam Society, mengelola program di bawah binaan langsung dari Raja publikasi dalam bentuk buku-buku ini memiliki misi mempromosikan yang berisi aneka topik budaya dan pengetahuan budaya, sejarah, seni karya ilmiah. Tugas dan fungsi SS dan pengetahuan alam Siam serta tersebut mirip sekali dengan lembaga negara-negara tetangga seperti Birma, BGKW. Kamboja, Laos, Vietnam, Malaysia, Selain itu, SS mensponsori dan lain-lain. Bahkan dengan dipandu program kuliah dan pertunjukan oleh moto “Knowledge Gives Rise to artistik, dan secara teratur melakukan Friendship” mengundang partisipai perjalanan studi ke situs-situs semua negara. Untuk mencapai tujuan purbakala di Thailand dan luar negeri. itu SS menyelenggarakan kegiatan Kegiatan dan acara SS dilaporkan sebagai berikut.: (1) mengadakan dalam surat edaran reguler dan khusus. seminar, diskusi, pertemuan, Lembaga SS memiliki “The Kamthieng membahas hasil-hasil penelitian; (2) House”, sebuah museum etnologi, menerbitkan dan mempublikasikan memberikan contoh rumah tradisional berbagai tulisan, artikel setelah Thailand utara dengan artefak mendapat persetujuan Dewan dalam kehidupan pedesaan dan koleksi bahan bentuk jurnal; (3) mendirikan tenun dan ukiran kayu yang luar biasa. perpustakaan untuk menampung Kemudian juga ada Rumah tradisional berbagai buku dan manuskrip serta Saengaroon, rumah khas Thailand mendirikan Museum Etnologi. tengah. Untuk bagian Sejarah Alam Tugas dan fungsinya adalah dari SS dibentuk pada tahun 1913, mengurus masalah seni, sastra, ilmu yang fungsinya mensponsori program pengetahuan dan unsur budaya ceramah tentang alam, konservasi lainnya. Lembaga SS juga memiliki satwa liar dan flora Thailand. Perpustakaan yang sangat lengkap dan Dari paparan singkat mengenai dikelola dengan baik seperti halnya pendirian museum, perpustakaan dan BGKW memiliki unit perpustakaan lembaga SS di Siam jelas menunjukkan yang ketika Raja berkunjung jumlahnya adanya suatu “keasyikan” di dalam diri mencapai 15.000 koleksi. Selain itu Sang Raja terhadap lembaga BGKW kalau lembaga BGKW menerbitkan berserta museum dan perpustakaan semacam majalah atau jurnal yang ada di dalamnya. Keasyikan itu

Prajnaparamita 19 Jurnal Museum Nasional kemudian dikembangkan di negerinya. apa yang telah dilihatnya di kota-kota Langkah cepat yang dilakukan oleh kolonial. Misalnya, raja merenovasi Raja Rama untuk memajukan Siam Singgasana Balai Phaisantaksin dengan dengan cara menerapkan segala hal desain Barat, membangun jembatan yang didapat dari kunjungan ke Jawa, yang mirip dengan jembatan sungai dengan mendirikan lembaga-lembaga Ciliwung, membangun kebon raya, itu bukahlah hal yang aneh. Raja mengadopsi baju dan jamuan makan memang merasa mendapatkan “ilmu a la Barat di lingkungan istana, dll. baru” untuk memajukan kerajaan (Udomporn Teeraviriyaku, 2012: Siam. Besarnya perhatian untuk hal. 264) Sebagai contoh lain, ketika mengembangkan bidang budaya dan Chulalongkorn berkunjung ke Prancis ilmu pengetahuan serta bidang-bidang sangat terkesan dengan patung Louis lain membuat Raja Chulalongkorn XIV yang naik kuda di depan istana atau Rama V oleh masyarakat Siam di Versailles. Setelah pulang, pada atau Thailand dinyatakan sebagai raja tahun 1907 Raja menugaskan ahli yang paling dikenang dan dihormati patung untuk membuat patung seperti karena berhasil membangun Siam yang ada di Paris. Patung itu setahun menjadi negara maju. Raja Rama kemudian diresmikan (pada 1908), V disebut-sebut sebagai “The Great menggambarkan Raja Chulalongkorn Beloved King”, “The Great Developer”, sedang naik kuda, mirip patung Louis “The Great Moderniser” kerajaan Siam XIV (Julie Kalman.2015: hal. 238). (Irene Stengs. 2008: hal. 72). Seperti ditulis oleh Udomporn Penutup Teeraviriyaku: “Soon after returning from Singapore and Java in 1871, King Dari sekilas gambaran dari Chulalongkorn commanded to be built tiga kali kunjungan Raja Siam governmental buildings with architecture Chulalongkorn atau Rama V ke Jawa and interior design that was inspired by banyak hal yang dapat dicatat sebagai what he had seen in the colonial cities”. bukti sejarah pertautan antara kedua Segera setelah Raja Chulalongkorn bangsa. Khusus dalam kaitan dengan kembali dari Singapura dan Jawa pada keberadaan lembaga ilmu pengetahuan tahun 1871, langsung memerintahkan dan seni Bataviaasch Genootschap van untuk membangun gedung Kunsten en Wetenschappen (BGKW) pemerintahan bersama arsitektur dan dengan Lembaga The Siam Society yang desain interior yang terinspirasi oleh didirikan oleh pemerintah kerajaan

20 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Siam, setelah disandingkan dapat kini menjadi Museum Nasional disimpulkan hal-hal sebagai berikut. Thailand (National Museum of Pertama, tiga kali kunjungan Thailand). Demikian pula halnya Raja Rama V (1871, 1896, dan 1901) dengan perpustakaan, di Bangkok menunjukkan bahwa pulau, alam pada 1883 didirikan perpustakaan dan budaya Jawa serta pemerintahan yang kini menjadi Perpustakaan kerajaan-kerajaan di Jawa (Surakarta Nasional Thailand National( Library of dan Pura Mangkunegaran serta Thailand). keraton Yogyakarta dan Pura Paku Kelima, dari kunjungan itu Alaman, Keraton Kasepuhan dan Raja juga tertarik untuk mendirikan Kanoman di Cirebon) telah menarik lembaga ilmu pengetahuan seperti perhatian raja untuk menjadi tempat lembaga BGKW. Lembaga yang diberi belajar, menjadi tempat menjalankan nama Siam Society itu disebut-sebut diplomasi bermatra budaya dan tujuan menjadi “pesaing” dari keberadaan wisata. BGKW. Meskipun pada saat itu posisi Kedua, pernyataan Raja ketika dan prestasi SS masih berada di bawah berada di Museum van het BGKW BGKW, tetapi keberadaan SS lebih dengan menulis: ”I can attest that our tangguh dibandingkan dengan BGKW. national headdress is the javanese design Hingga kini keberadaan SS masih tetap modified to the Thai taste”, sebagai hidup, dan dalam proses pengusulan sebuah penghargaan dan bukti bahwa untuk mendapat pengakuan sebagai hiasan kepala nasional Thailand adalah Memory of the World dari UNESCO. desain Jawa yang dimodifikasi sesuai Sementara itu, sangat disayangkan selera orang Thailand. BGKW (Lembaga Kebudayaan Ketiga, setelah berkunjung Indonesia) bubar pada 1962 dan untuk ke pusat pemerintahan kerajaan di mengumpulkan seluruh dokumennya Jawa Rama V juga merasa mendapat bukanlah pekerjaan mudah. pengetahuan baru terutama dalam Demikian gambaran sekilas hasil hal mengurus kebudayaan serta penyandingan antara Bataviaasch peninggalan sejarah dan purbakala. Genootschap van Kunsten en Keempat, dari kunjungan itu Wetenschappen (BGKW) dengan The Raja mendapatkan inspirasi untuk Siam Society yang ternyata memiliki mendirikan sebuah museum seperti kemiripan dalam hal latar belakang Museum van het BGKW. Pada tahun pendirian, misi serta satuan kerja yang 1874 berdirilah museum yang mendukungnya, yaitu museum dan

Prajnaparamita 21 Jurnal Museum Nasional perpustakaan. Semoga ada manfaatnya.

Jakarta, 27 September 2018

Gambar 2. Kapal pesiar Pritayamronnayuth yang digunakan oleh Raja Chulalongkorn berkunjung ke Jawa pada 1871.

22 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Gambar 3. Kapal pesiar The Maha Chakri yang digunakan Raja Rama V untuk berkunjung ke Jawa singgah di Singapura yang kedua tahun 1896 dan 1901(Sumber: http://www.soravij.com/essays/Yachts/royalyachts.html)

Prajnaparamita 23 Jurnal Museum Nasional Gambar 4. Kapal pesiar The Maha Chakri yang digunakan Raja Rama V untuk berkunjung ke Jawa singgah di Singapura yang kedua tahun 1896 dan 1901(Sumber: http://www.soravij.com/essays/Yachts/royalyachts.html)

24 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Gambar 5. Raja Chulalongkorn di Keraton Yogyakarta pada 1896

Prajnaparamita 25 Jurnal Museum Nasional Gambar 6. Raja Rama V sedang berwisata di Situ Bagendit (Sumber https://mooibandoeng.com/2013/05/30/ kunjungan-raja-rama-v-ke-bandung)

26 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Gambar 7. Patung Gajah berbahan perunggu yang dihadiahkan oleh Raja Rama V kepada pemerintah Hindia Belanda dan ditempatkan di depan Museum van het Batacviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen pada 1871 dan selesai dipasang pada 1872

Prajnaparamita 27 Jurnal Museum Nasional Gambar 8. Patung Raja Chulalongkorn naik kuda diresmikan 11 November 1908 untuk memperingati ulang tahun ke 40 naik tahta.

28 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Gambar 9. Dua buah arca dari Jawa sebagai bagian dari sejumlah artefak yang dihadiahkan di Museum Nasional Bangkok (Foto: Nusi L.E.).

Prajnaparamita 29 Jurnal Museum Nasional Gambar 10. Kiri arca Dwarapala dan kanan arca singa dari candi Borobudur (A.J. Bernet Kempers, 1975: hal 14)

30 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Daftar Pustaka

Frankfurter, O. 1904. Journal of the Siam Society Vo. 1.0 tahun 1904. Groot, J.P.M. 2006. Van der Grote Rivier naar het Koningsplein: Het Batacviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, Universiteit Leiden Journal of The Siam Society Vol. 84, Part 2 (1996) hal 127-128) Kalman, Julie (Ed).2015. French History and Zivilization, Volume 6 (Aldrich, Robert. 2015. France and the King of Siam: An Asian King’s Visits to the Republican Capital). Kempers, A.J. Bernet. 1975. Ageless Borobudur: Buddhist Mystery in Stone Decay and Restoration Mendut and Pawon Folklife in Ancient Jawa. Sevire/ Wassenaar. Puaksom, Davisakd, 2007. The Pursuit of Java: The Panji Stories, Melayu Lingua Franca and The Question of Traslation (Disertasi) Pupaka, Anchalee. 2015. King Rama V’s Travelogues: The Distribution of Modern Knowledge, Journal of Social Sciences, Humanities, and Arts Vol.15 (1): 31-49, 2015. 100th anniversary of King Prajadhipok of Siam’s commencement of service in Thailand and anniversary of the 10th Asian cycle of his birth, 2014. A paper for Proposed to UNESCO for consideration under the Anniversaries and Great Personalities of the World Project Stengs, Irene. 2008. Worshipping the Great Moderniser King Chulalongkorn, Patron Saint of the Thai Middle Class. NUS PRESS Singapore. Suharto, Imtip Pattajoti. 2001. Journeys to Java by a Siamese King. ITB Press, Bandung. Supardi, Nunus. 2013. Kebudayaan dalam Lembaga Pemerintah: Dari Masa ke Masa, Direktorat Jenderal Kebudayaan. Teeraviriyaku, Udomporn. 2012. Bangkok Modern: Singapore and Batavia as Models, International Journal of Thai Studies Vol. 5/2012.

Prajnaparamita 31 Jurnal Museum Nasional 32 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Mamuli: Penghormatan Kepada Kehidupan

Oleh: Mawaddatul Khusna Rizqika Kepala Seksi Pencarian dan Pengumpulan Museum Nasional [email protected]

Abstrak

Ketika Chulalongkorn (Rama V) naik tahta masih sangat muda. Baru berusia 15 tahun. Untuk mendalami ilmu pemerintahan modern, pada 1871 Rama V belajar ilmu pemerintahan pada pemerintah Hindia Belanda. Selain ke Batavia Rama juga berkunjung ke berbagai kota di Jawa termasuk ke kerajaan Surakarta, Yogyakarta dan Cirebon. Sejak pertama datang Rama V langsung tertarik dengan alam dan budaya Jawa. Datang lagi pada 1896 dan 1901. Dari tiga kali kunjungan itu Rama V sangat terkesan dengan pengembangan kebudayaan di lingkungan kerjaan. Raja juga sangat terkesan dengan lembaga penelitian seni dan ilmu pengetahuan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW). Juga tertarik pada museum dan perpustakaan sebagai bagian dari BGKW. Setelah kembali ke Siam Rama V kemudian mendirikan lembaga yang sama dengan BGKW. Lembaga yang dinamai Siam Society itu hingga kini masih ada dan menerbitkan Jurnal secara rutin. Selain itu Rama V juga mendirikan museum dan perpustakaan seperti yang dimiliki oleh BGKW.

Abstraction:

King Chulalongkorn (Rama V) of Siam ascended the throne was still very young. Only 15 years old. To explore the science of modern government, in 1871 Rama V studied the science of government in the Dutch East Indies government. Rama also visited the kingdoms of Surakarta, Yogyakarta and Cirebon. Since the first time Rama V was interested in Javanese nature and culture. Coming again in 1896 and 1901. From the three visits, besides being impressed with the development of culture in the work environment, he was also very impressed with the Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW) institution, museums and

Prajnaparamita 33 Jurnal Museum Nasional Pendahuluan terhadap koleksi mamuli kemudian dikomunikasikan kepada masyarakat Museum Nasional sebagai luas melalui beragam media, misalnya lembaga pemerintah di bawah buku terbitan Museum Nasional dan Kementerian Pendidikan dan pameran. Desa Lairuru, Kecamatan Kebudayaan menyelenggarakan salah Umalulu, Kabupaten Sumba satu fungsinya yang terdapat dalam Timur dipilih sebagai lokasi kajian Peraturan Menteri Pendidikan dan dikarenakan desa ini tersohor sebagai Kebudayaan Republik Indonesia desa yang dihuni beberapa perajin Nomor 28 tahun 2015 tentang mamuli dan perhiasan tradisional Organisasi dan Tata Kerja Museum lainnya. Para bangsawan Sumba Timur Nasional, yakni menyelenggarakan pun memesan hasil kerajinan di desa pengkajian benda bernilai budaya ini untuk keperluan berbagai upacara berskala nasional. Museum Nasional adat. memiliki beberapa koleksi mamuli, Kajian atau penelitian lapangan namun data dan informasi mengenai merupakan jantung dari antropologi koleksi tersebut sangat terbatas. Oleh budaya. Menurut Malinowski (1922), karena itu, kurator Museum Nasional tujuan utama kajian atau penelitian melakukan kajian lapangan untuk etnografi adalah to“ grasp the native’s mengumpulkan kembali konteks awal point of view, his relation to life, to dari mamuli beserta dinamika mamuli realise his vision and his world” atau pada masa kini dari sudut pandang yang berarti untuk memahami suatu pelaku budayanya sendiri. pandangan hidup dari sudut pandang Kajian ini bertujuan untuk penduduk asli, hubungannya dengan meningkatkan potensi nilai dan kehidupan, dan untuk mendapatkan infomasi koleksi mamuli untuk pandangannya mengenai dunianya dikomunikasikan kepada masyarakat. (Spradley, 1997: 3). Kajian mengenai Dari hasil kajian tersebut kurator koleksi mamuli Museum Nasional ini dapat menginterpretasi koleksi mamuli menggunakan pendekatan kualitatif. sesuai visi Museum Nasional saat ini, Sugiyono (2016) menulis bahwa yaitu Museum Kebudayaan Indonesia metode kualitatif merupakan metode bertaraf internasional melalui insan penelitian yang berlandaskan aliran dan ekosistem yang berkarakter filsafat positivisme. Instrumen kunci dengan dilandasi semangat gotong- dari metode ini adalah peneliti sendiri, royong. Hasil interpretasi kurator analisis datanya bersifat induktif, serta

34 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional hasilnya lebih difokuskan pada makna. Data dan informasi pada kajian ini diperoleh melalui wawancara dan observasi partisipatif. Informan dalam kajian lapangan ini terdiri dari para pelaku budaya, yakni perajin mamuli, seorang raja dari Prailiu, dan beberapa bangsawan Sumba Timur. Data yang dipergunakan dalam tulisan ini juga didapat melalui wawancara dengan beberapa informan kunci yang bukan merupakan pelaku budaya secara langsung, melainkan mengetahui tentang seluk-beluk mengenai mamuli terutama dari sisi akademis. Sedangkan pencarian data sekunder dilakukan di Museum Negeri Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Profil PerajinMamuli

Mamuli merupakan perhiasaan anting-anting masyarakat Sumba yang bermukim di Nusa Foto 1. Lukas Kaborang sedang membuat mamuli Tenggara Timur. Mamuli merupakan Mawaddatul Khusna Rizqika perhiasan yang menempati posisi pria yang akrab disapa Lukas ini istimewa pada masyarakat Sumba. terkenal rapi dan indah dibanding yang Mamuli dihadirkan pada banyak lain. Tubuhnya tidak tinggi, tidak pula upacara adat terkait siklus hidup pendek. Rahangnya keras menyiratkan manusia, misalnya saja pernikahan. keseriusan di wajahnya. Saat ini terdapat empat orang yang Saat tim kajian Museum berprofesi sebagai perajin perhiasan Nasional bertandang ke rumahnya, di Desa Lairuru. Salah seorang perajin Lukas tengah sibuk membuat mamuli perhiasan yang tersohor adalah Lukas dengan ditemani anak keduanya, Kaborang. Perhiasan-perhiasan buatan Yudias. Di meja kerjanya yang terbuat

Prajnaparamita 35 Jurnal Museum Nasional Foto 2. Salah satu mamuli koleksi Museum Nasional yang dibuat keluarga Lukas sumber: Museum Nasional dari kayu, Lukas menempa lempengan masyarakat Sumba Timur golongan ini logam kuningan. Lantai rumahnya berada di tengah. Nama marga keluarga beralaskan tanah kapur. Seperti Lukas adalah Kahikku. Dalam keluarga mayoritas rumah di Lairuru, dinding besar Lukas, orang pertama yang rumah Lukas beranyamkan bambu. memiliki keahlian membuat perhiasan Angin semilir menerobos pintu dan adalah sang nenek. Keahlian ini lantas jendela rumah yang dibingkai kayu diturunkan kepada ayah dan ibu Lukas. tanpa plitur. Selain Lukas, seluruh saudaranya Keluarga Lukas termasuk yang berjumlah enam orang juga golongan orang merdeka (kabihu memiliki keahlian membuat perhiasan. bokul/besar) yang dalam strata sosial Pekerjaan membuat perhiasan ini

36 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional sebenarnya bukan pekerjaan asli digunakan untuk menempa keluarganya. Mata pencaharian asli lempengan tembaga dan dan utama dari keluarga ini adalah digunakan sesuai kebutuhan. Palu berkebun seperti halnya sebagian besar besar digunakan untuk menempa penduduk Desa Lairuru lainnya. tembaga saat pertama kali. Setelah Demikian hari-hari Lukas tembaga sedikit tipis, lantas diganti dan keluarga yang memilih hidup palu kecil untuk membuat tembaga untuk tradisi. Meski semakin sedikit lebih tipis dan merata. orang yang memilih menjalani profesi 3. Berbagai jenis gunting dan tang sebagai pembuat mamuli, keluarga ini Gunting berfungsi untuk sedikit pun tidak ragu untuk bertahan. memotong lempengan tembaga. Mamuli menjadi sebuah bagian yang Tang digunakan untuk membentuk tidak lagi bisa dipisahkan dari hidup atau melengkungkan tembaga. mereka. Mamuli adalah lambang jati 4. Alat pompa api diri bagi masyarakat Sumba. Beberapa Para perajin dahulu mamuli hasil kreasi keluarga Lukas menggunakan bahan lemak saat ini menjadi bagian dari koleksi sebagai campuran untuk pelebur Museum Nasional. logam emas atau perak dalam pembuatan perhiasan. Lantas, Proses Pembuatan Mamuli teknik peleburan dengan api yang ditiup manual menggantikan Secara umum, mamuli dibuat teknik tersebut. Namun, saat ini menggunakan teknik tempa dan peleburan bahan emas dan perak filigran. Pada masa dahulu bahan menggunakan alat pompa api yang utama pembuatan mamuli adalah dianggap lebih praktis. emas. Tetapi pasca krisis moneter Tahapan pembuatan mamuli, 1998, bahan baku emas semakin susah yaitu: didapat sehingga para perajin beralih 1. Lempengan tembaga dipotong menggunakan campuran tembaga, membentuk persegi panjang. perak, dan emas. Sedangkan peralatan 2. Lempengan tembaga ditempa pada pembuatan mamuli, yakni: salah satu sisi sehingga sisi tersebut 1. Batu kapur sebagai alas menempa melebar. mamuli. 3. Lempengan tembaga 2. Berbagai jenis palu dilengkungkan pada salah satu. Beragam jenis palu ini 4. Lempengan tembaga ditempa,

Prajnaparamita 37 Jurnal Museum Nasional Foto 3. Berbagai bentuk dasar lempengan tembaga sesuai dengan urutan pembuatan mamuli sumber foto: Mawaddatul Khusna Rizqika dipanaskan, dan dibentuk digunting, lantas direkatkan pada sedemikian rupa hingga tampak tepi kanan dan kiri mamuli dengan bentuk dasar mamuli. cara dipanaskan. 5. Dua lempengan bentuk dasar 10. Mamuli dilebur menggunakan mamuli direkatkan tepinya dengan perak. Cairan perak terbuat dari cara dipanaskan. biji perak dan air keras perak yang 6. Untuk membuat rongga, bagian dipanaskan. Mamuli dimasukkan tengah mamuli dicungkil ke dalam cairan panas tersebut. menggunakan pencungkil khusus. 11. Setelah dilebur perak, mamuli 7. Bagian tepi atas mamuli dihias dibersihkan dengan sikat kawat. dengan titik-titik tembaga kecil 12. Mamuli kembali dilapis emas. yang dipanaskan. Cairan emas terbuat dari biji 8. Untuk membuat hiasan bagian emas dan air keras emas yang tengah menggunakan benang dipanaskan. Mamuli dicelupkan tembaga yang dibentuk spiral ke dalam cairan emas tersebut dengan cara dipanaskan. beberapa waktu, lantas dibersihkan 9. Hiasan tepi kanan dan kiri mamuli kembali dengan sikat kawat. dapat berbentuk motif ayam, burung kakatua, prajurit, dan Mamuli dalam Kehidupan lain-lain. Hiasan ini juga terbuat Masyarakat Sumba dari lempengan tembaga yang

38 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Terdapat sebuah kisah menarik yang berasal dari Rote. Sejak dahulu mengenai asal mula mamuli ini. Umbu orang-orang Ndao dikenal memiliki Turupaita, pemimpin adat Desa Prailiu, keahlian mengerjakan perhiasan menjelaskan bahwa mamuli pertama emas. Orang Ndao berkeliling dari kali dikreasikan oleh Umbu Lombu pulau ke pulau menawarkan keahlian yang berasal dari Sabu sekitar seratus mereka membuat perhiasan bagi para tahun lampau. Umbu Lombu bernama penduduk yang memiliki logam mulia asli Lobo, namun karena pengaruh seperti emas dan perak. dialek Sumba namanya berubah Mengenai bahan baku menjadi Umbu Lombu. Umbu Lombu mamuli yang terbuat dari logam singgah di desa-desa di Sumba untuk mulia, masyarakat Sumba meyakini memperkenalkan mamuli. Selain itu, bahwa langit merupakan asal mula ada pula seorang leluhur yang berperan dari logam. Matahari yang berada di dalam pembuatan dan perkembangan langit terbuat dari emas, sedangkan mamuli Sumba, yaitu Umbu Ruapa bulan dan bintang terbuat dari perak. yang berasal dari Rote dengan nama Dalam tradisi lisan mereka diceritakan asli Rupa. Dari kedua leluhur inilah bahwa matahari, bulan, dan bintang orang Sumba kini mampu membuat jatuh kemudian tenggelam sehingga mamuli. Para perajin perhiasan Sumba tertanam di perut bumi (Husin, sangat menghormati mereka. Pada 2011). Karena keistimewaan tersebut, perkembangannya banyak pula orang- hasil kriya termasuk juga perhiasan orang Sumba yang menjadi perajin dimaknai sebagai penanda kekayaan mamuli. Para perajin ini biasanya dan berkah dari Sang Pencipta. bekerja pada kaum bangsawan Kepercayaan ini mendasari (maramba). pula para perajin mamuli untuk Bentuk mamuli memiliki melakukan upacara kasih dingin. kemiripan dengan beberapa jenis Salah satu bagian dari pekerjaan anting-anting dari daerah Sikka, Ende, membuat mamuli adalah mematri Ngada dan Lembata. Yang membedakan logam yang menimbulkan percikan adalah ukuran mamuli lebih besar dan api yang menyerupai petir. Pekerjaan dihiasi ornamen tambahan yang khas. mematri ini dianggap lancang karena Bentuk ornamen dari perhiasan ini menandingi sang dewa Marapu Kabalat mendapat sentuhan dari pengrajin yang dipercaya sebagai pencipta petir. emas yang berasal dari Pulau Sabu. Supaya terhindar dari amarah dewa Selain itu juga ada Orang Ndao maka dilakukan upacara kasih dingin.

Prajnaparamita 39 Jurnal Museum Nasional Semua peralatan yang digunakan untuk atau kelamin perempuan. Bentuk membuat perhiasan dibersihkan dan ini dipandang sebagai lambang disembahyangkan. Persembahan pun kewanitaan yang diasosiasikan dengan diberikan, yakni berupa sirih pinang, kesuburan dan asal mula kehidupan. ayam putih, dan sedikit lempengan Mamuli dibuat dengan maksud untuk emas dan perak1. menghormati kedudukan perempuan. Pandangan lain mengenai asal Penghormatan tersebut juga tampak mula penggunaan logam di Sumba pada perilaku masyarakat Sumba terdapat dalam buku “Power and yang selalu menghadirkan mamuli Gold” karya Susan Rodgers (1990). Ia pada upacara-upacara penting terkait menuliskan bahwa pembuatan mamuli dengan daur hidup manusia. atau perhiasan khas Sumba lainnya Secara garis besar, bentuk berkembang pada masa kolonialisme mamuli terbagi menjadi mamuli Belanda di Nusantara. Emas diberikan mapamuluk yang bentuknya polos oleh pihak Belanda kepada para raja tanpa hiasan dan mamuli mapawihi sebagai hadiah atas persekutuan yang dihias ornamen. Mamuli mereka. Pada perkembangan mapamuluk merupakan bentuk awal berikutnya, perolehan emas dan perak dari mamuli. Bentuk yang sederhana berlangsung lewat jalur perdagangan. ini dikarenakan pada saat itu fungsi Para pedagang asing seperti dari nilai spiritual sebuah mamuli lebih India, Eropa, dan Tionghoa mendarat diutamakan dibandingkan nilai di Tanjung Sasar dan Teluk Mananga keindahannya sebagai perhiasan. untuk bertransaksi dengan masyarakat Mamuli dipandang sebagai lambang setempat2. Karena aktivitas inilah kehadiran marapu. Mamuli yang kemungkinan mereka menyebut kedua polos tanpa hiasan ini disebut tempat ini dengan istilah Mananga juga sebagai mamuli perempuan. Leli dan Mananga Lewa, yaitu tempat Sedangkan mamuli yang dianggap masuknya gading dan perak (Bell, maskulin adalah yang pada bagian 2005). bawahnya terdapat hiasan seperti Bentuk mamuli sangat khas figure manusia, binatang atau bentuk yakni berbentuk omega (Ω). Bentuk lainnya. Mamuli dengan hiasan seperti dasarnya menyerupai bentuk rahim ini melambangkan kemakmuran

1Wawancara dengan Leonardus Nahak, Kepala Museum Propinsi Nusa Tenggara Timur pada Mei 2012 2Wawancara dengan Umbu Turupaita pada Mei 2012.

40 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional dan kekuasaan. Logam diasosiasikan atau juga dimaknai pengantin dengan laki-laki, sedangkan bentuk yang melakukan luhungandi mamuli adalah representasi dari rahim palaeingandi (kawin lari). perempuan. Kedua unsur bersatu laki- 6. Kereta kuda diiringi manusia laki dan perempuan tersebut bersatu memperlihatkan makna dan bermakna sebagai asal mula penguburan seorang bangsawan kehidupan. menurut kepercayaan marapu. Pada perkembangannya 7. Prajurit dengan tameng bermakna barulah mamuli dihias dengan beragam perlindungan dan saling ornamen terutama setelah adanya melengkapi. kontak dengan budaya asing, seperti Kehidupan sehari-hari melalui perdagangan dan migrasi. masyarakat Sumba hampir tidak Secara umum, ornamen pada mamuli bisa dipisahkan dari mamuli. berupa figur manusia dan binatang. Mamuli menjadi harta pusaka di Di bawah ini beberapa ornamen dan keluarga-keluarga Sumba. Mereka makna yang terkandung di dalamnya. menyimpannya bersama dengan benda 1. Burung kakatua merupakan pusaka lainnya di tempat yang sakral lambang musyawarah dan ikatan yaitu tempat tertinggi pada bagian atas persatuan. Ornamen ini digunakan rumah. Mamuli yang berfungsi sebagai oleh perempuan bangsawan. pusaka hanya dikeluarkan pada saat 2. Monyet bermakna musyawarah tertentu karena dipercayai mengandung dan persatuan seperti halnya kekuatan yang dapat menimbulkan burung kakatau. Oleh karena itu, malapetaka jika pemakaiannya tidak monyet dan burung kakatua sering sesuai adat-istiadat. Oleh karena itu, digambarkan secara bersamaan. mamuli pusaka hanya dipakai oleh rotu 3. Kuda melambangkan kendaraan (pemuka adat) dengan cara disematkan yang digunakan oleh orang pada penutup kepala saat memakai meninggal dalam perjalanannya pakaian adat. Mamuli diyakini juga menuju alam marapu. sebagai media penghubung antara 4. Ayam bagi masyarakat Sumba manusia dengan leluhurnya. Mamuli bermakna kesigapan bertindak pusaka diturunkan sebagai warisan dalam menangani masalah. kepada generasi berikutnya dan 5. Perempuan dan laki-laki diyakini memiliki kekuatan magis. mengendarai seekor kuda Pernikahan adat Sumba bermakna sepasang pengantin terdiri dari beberapa tahapan, yakni

Prajnaparamita 41 Jurnal Museum Nasional meminang, lua papangga (pertemuan konsep palei ngandi/luhung ngandi utusan keluarga), kawuku rehi yaitu pernikahan yang tanpa melewati (penentuan waktu), pertunangan, dan proses peminangan atau kawin lari. pernikahan. Dalam bagian upacara Pernikahan ini terjadi karena adanya pernikahan, mamuli digunakan sebagai ketidaksetujuan dari pihak orang tua, belis dan balasan. Belis merupakan mas baik laki-laki maupun perempuan. kawin yang diberikan oleh pihak calon Pihak laki-laki akan mengajak dan pengantin laki-laki atau pengambil membawa pihak perempuan untuk perempuan (layia) kepada pihak calon pergi dari rumah. Pasangan tersebut pengantin perempuan atau pemberi meletakkan mamuli dan rantai emas istri (yera). Mamuli yang terbuat dari di tempat tidur perempuan. Pihak laki- logam bersifat maskulin kemudian laki juga meninggalkan seekor kuda dan dipertukarkan dengan benda-benda tanda dari klan keluarganya di halaman dari pihak perempuan yang bersifat rumah untuk menginformasikan bahwa feminin, seperti kain-kain tenun, ia telah melarikan anak perempuan manik-manik, dan gelang gading. dari rumahnya untuk dinikahi. Ayah Selain mamuli, pihak laki- dari anak perempuan tersebut akan laki juga membawa hewan ternak mengutus wakilnya ke rumah pihak dan benda-benda yang terbuat dari laki-laki. Pada saat pertemuan kedua emas lainnya. Jumlahnya berdasarkan belah pihak mendiskusikan mas kawin status sosial mereka (Wellem, 2001). dan denda yang harus dibayarkan Namun, pada masa kini makna belis pihak laki-laki. Denda adat tersebut mengalami pergeseran dari sesuatu biasanya berupa mamuli dalam jumlah yang bersifat sakral menjadi lebih yang banyak dan benda-benda lainnya bermakna ekonomis. Mamuli yang (Wellem, 2001). menjadi lambang bersatunya pihak Mamuli juga dihadirkan dalam laki-laki dan perempuan bergeser upacara penguburan masyarakat menjadi sekedar benda yang hanya Sumba. Mamuli menjadi bekal kubur dihadirkan saat upacara saja. Pada utama selain gelang perak, gelang saat upacara pihak laki-laki membawa gading, manik-manik, dan kalung mamuli untuk diberikan kepada pihak logam (luluamahu). Jenazah orang perempuan, tetapi saat upacara selesai Sumba, terutama bangsawan, akan mamuli dikembalikan lagi kepada dimasukkan ke dalam kubur batu pihak keluarga laki-laki. saat upacara penguburan dengan Masyarakat Sumba mengenal dilengkapi bekal kubur yang salah

42 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Foto 4. Perempuan bangsawan Sumba memakai mamuli sebagai liontin kalung sumber foto: Mawaddatul Khusna Rizqika

Prajnaparamita 43 Jurnal Museum Nasional satunya adalah mamuli. Kubur batu mamuli juga menjadi inspirasi para tersebut dihias dengan pahatan- penenun untuk menampilkan ragam pahatan yang bentuknya sesuai dengan hias mamuli pada tekstil tradisional hartanya. Pahatan ini memperlihatkan Sumba, seperti hinggi (selimut) dan lau status sosial orang yang dikubur semasa (sarung). Pada dinamikanya sekarang, hidupnya. mamuli banyak dijadikan cenderamata. Pahatan dapat berbentuk Jika dahulu mamuli digunakan sebagai perhiasan emas seperti mamuli, lamba, anting-anting bagi para wanita di marangga, dan hewan. Pada saat waktu Sumba dengan lubang telinga yang penguburan sudah ditentukan, pihak besar, maka saat ini mamuli banyak keluarga akan mengutus seorang dipakai sebagai liontin kalung yang wunang untuk mengumumkan terdiri dari untaian mutisala. Mamuli pelaksanaan upacara tersebut kepada tidak hanya digunakan perempuan kerabat dan masyarakat. Pada masa Sumba saat upacara adat, tetapi juga lalu, undangan untuk menghadiri semakin popular sebagai perhiasan penguburan berupa mamuli dan lau yang dipakai oleh masyarakat umum. (sarung). Wunang akan membawa Saat ini seiring dengan makin mahalnya mamuli emas untuk kerabat laki- harga emas serta sulitnya mendapatkan laki dan lau (sarung) untuk kerabat bahan mentahnya, mamuli banyak perempuan. Jika kerabat bersedia dibuat dari bahan lain seperti perunggu menerima mamuli dan lau maka berarti atau kuningan yang diperoleh dari luar ia akan memenuhi undangan tersebut3. Sumba. Selain sebagai hiasan, bentuk 3Wawancara dengan Umbu Tarupaita Mei 2012

44 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Daftar Pustaka

Bell, Alexander, dkk. (2005). Mamuli dalam Kehidupan Masyarakat Sumba. Kupang: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, UPDT Museum Daerah, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Rodgers, Susan. (1990). Power and Gold, Jewelry from Indonesia, Malaysia, and the Philippines. Munich: Prestel-Verlag.

Spradley, James P. (1997). Metode Etnografi. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana.

Sugiyono. (2016). Metode penelitian pendidikan, pendekatan kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Wellem, Frederiek Djara. (2001). Injil dan Marapu: Suatu Studi Historis-Teologis Perjumpaan Injil Masyarakat Sumba pada Periode 1876-1900. Jakarta: BKP Gunung Mulia.

Internet

Husin, Usman Maman. (2011). Mamuli: Sebuah Simbol Reproduksi dalam Identitas Kebudayaan Lokal. 12 Mei 2012. http://daonlontar.blogspot.com/2011/12/ mamuli-sebuah-simbol-reproduksi-dalam.html.

Prajnaparamita 45 Jurnal Museum Nasional 46 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Warna-warni dalam Naskah Kakawin Sumanasantaka

Oleh: Sari Gumilang Departemen Linguistik Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia e-mail: [email protected]

Abstract

Colors are part of daily needs because all objects have color. Colors have existed since ancient times. We can see this in ancient manuscripts, one of them is Kakawin Sumanasantaka by Mpu Monaguna. The aim of this paper is to see color lexicons mentioned in the Sumanasantaka and the variations of the color lexicons that appear in the Sumanasantaka. The conclusion is that in Kakawin Sumanasantaka found eight basic color lexicons from eleven basic colors according to Berlin and Kay, and total there were sixteen color lexicons. Some basic colors have more than one variation of the lexicon. This shows that the Old Javanese language in Sumanasantaka also has a variety of color lexicons that vary according to the color variations of objects in Old Java. The variation of the color lexicon shows the richness of the Old Javanese language. The white, yellow, blue and indigo lexicons in the Indonesian language have been used since the Old Javanese period.

Keywords: color; color lexicons; Sumanasantaka; Old Javanese

Abstrak

Warna adalah bagian dari kebutuhan sehari-hari karena semua benda memiliki warna. Warna sudah ada sejak zaman kuno. Kita bisa mengetahui variasi warna pada masa kuno melalui naskah kuno. Salah satu naskah kuno yang ada di Indonesia adalah Kakawin Sumanasantaka karya Mpu Monaguna. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat leksikon warna yang disebutkan dalam Sumanasantaka dan variasi leksikon warna yang muncul dalam Sumanasantaka. Kesimpulannya adalah bahwa dalam Kakawin Sumanasantaka ditemukan delapan leksikon warna dasar dari sebelas warna dasar menurut Berlin dan Kay, sedangkan secara keseluruhan terdapat enam belas leksikon warna. Beberapa warna dasar memiliki lebih dari satu variasi leksikon.

Prajnaparamita 47 Jurnal Museum Nasional Hal ini menunjukkan bahwa bahasa Jawa Kuna dalam Sumanasantaka juga memiliki variasi leksikon warna yang sesuai dengan variasi warna benda pada masa Jawa Kuna. Variasi leksikon warna menunjukkan kekayaan leksikon bahasa Jawa Kuna. Leksikon warna putih, kuning, biru, dan nila yang terdapat dalam bahasa Indonesia saat ini sudah digunakan sejak masa Jawa Kuna.

Kata kunci: warna; leksikon warna; Sumanasantaka; Jawa kuno

Pendahuluan Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) warna adalah kesan Warna merupakan bagian dari yang diperoleh mata dari cahaya yang kebutuhan sehari-hari karena segala dipantulkan oleh benda-benda yang benda memiliki warna. Oleh karena dikenainya sehingga kita bisa melihat itu, warna memiliki banyak nama warna yang berbeda dari setiap sesuai dengan kebutuhan manusia akan benda yang kita lihat (https://kbbi. warna. Misalnya saja warna cat yang kemdikbud.go.id/entri/warna). Dalam bisa muncul dalam ratusan bahkan bahasa Indonesia, kita menyebut ribuan warna. Salah satu perusahaan warna merah, putih, biru, kuning, produsen cat terkenal memiliki koleksi hijau, hitam, dan lain-lain. Penyebutan warna yang sangat banyak untuk warna merah adalah merah atau putih setiap warna karena untuk satu warna adalah putih, dan lain sebagainya terdapat puluhan sampai ratusan sudah ada sejak zaman dahulu. Hal variasi warnanya. Sebagai contoh ini dapat kita lihat di dalam naskah- misalnya cat warna putih mempunyai naskah kuno. Salah satu naskah kuno 129 variasi warna (https://www.dulux. yang ada di Indonesia adalah Kakawin co.id/id/palet-warna#white), cat warna Sumanasantaka. merah mempunyai 294 variasi warna Sumanasantaka merupakan (https://www.dulux.co.id/id/palet- salah satu puisi naratif Jawa Kuno. warna#red), dan seterusnya. Selain itu, Peter Worsley dan S. Supomo dalam perusahaan tersebut juga siap untuk “Kakawin Sumanasantaka Mati membuatkan warna yang lain selain karena Bunga Sumanasa” karya warna-warna yang sudah disediakan Mpu Monaguna Kajian sebuah puisi apabila konsumen menginginkan epik Jawa Kuno menjelaskan bahwa warna baru. Sumanasantaka merupakan karya

48 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional yang ditulis pada abad ke-13. Kakawin memayunginya dari terik matahari’ Sumanasantaka ditulis berdasarkan (Worsley, et.al, 2014: 58—59). Oleh mahakavya Raghuvamsa karya penyair karena itu, kita dapat mengetahui India abad ke-5, Kalidasa. Oleh karena penyebutan leksikon warna apa saja itu, melalui Kakawin Sumanasantaka yang sudah dikenal pada masa kakawin dapat diperoleh pemahaman tentang ini ditulis. Tulisan ini bertujuan untuk hubungan budaya antara India, Jawa, memperlihatkan kekayaan kata yang dan Bali (2014: ix—3). dimiliki suatu bahasa (leksikon) Kakawin Sumanasantaka (https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ berkisah tentang bidadari bernama leksikon) dalam hal ini khususnya Harini yang diutus oleh Dewa Indra leksikon warna dan variasinya di untuk menggoda seorang pertapa dalam Kakawin Sumanasantaka yang bernama Trnawindu, namun gagal berbahasa Jawa Kuna. Naskah Kakawin dan mendapat kutukan dari sang Sumanasantaka yang digunakan pertapa. Sang bidadari akan menitis adalah naskah yang terdapat di dalam menjadi seorang perempuan bernama buku karya Peter Worsley, S. Supomo, Indumati, lalu menikah dengan dan M. Fletcher dengan kerjasama T. seorang raja bernama Aja, yang H. Hunter (Worsley, et.al, 2014: iii). memenangkan sayembara untuk Untuk memeriksa leksikon warna menjadi pasangan Indumati. Akan dalam bahasa Jawa Kuna digunakan tetapi, suatu saat Indumati akan mati Kamus Jawa Kuna Indonesia yang karena bunga Sumanasa. Aja sangat merupakan versi terjemahan dari sedih dan sangat marah kepada bunga “Old Javanese – English Dictionary” Sumanasa (Worsley, et.al, 2014: 3—16). karya P. J. Zoetmulder bekerja sama Penggambaran alam di dalam dengan S. O. Robson pada tahun 1982. Sumanasantaka menyebutkan berbagai Versi terjemahan merupakan karya benda-benda dan deskripsinya Dausuprapta dan Sumarti Suprayitna sehingga muncul leksikon warna-warna pada tahun 1995. dalam mendeskripsikan benda-benda tersebut. Misalnya saja warna bunga, Warna-warna yang muncul dalam seperti yang disebutkan dalam Pupuh Kakawin Sumanasantaka 2 no. 3 …sĕkar ning asanâmayung kuning apinda mamayungana kāla ning Di dalam Kakawin panas… yang artinya: ‘bunga asana Sumanasantaka ditemukan enam belas yang serupa payung kuning berusaha leksikon warna, yaitu:

Prajnaparamita 49 Jurnal Museum Nasional Foto 1. Buku Kakawin Sumanasantaka, Mati karena Bunga Smanasa karya Mpu Monagusa sumber foto: Sari Gumilang 1. Putih (Pupuh 1, No. 23, hlm. 56— dia menunggu seperti keong laut 57) merayap bersamaan pada pasir’. Penyebutan warna putih sama dengan leksikon yang kita kenal 2. Aputih (Pupuh 10, No. 8, hlm. sekarang. 86—87) Contoh dalam kalimat: Penyebutan warna putih selain līlânganti darā putihnya kadi leksikon putih adalah dengan śangkha madulur angurambat ing leksikon aputih. hĕnī Contoh dalam kalimat: ‘dan burung-burung merpati putih wahw âhuntw aputih katon sĕdĕng

50 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional irâsĕmu guyu bangun anghĕmū sama dengan leksikon yang kita mĕnur gunakan saat ini. ‘ketika gigi putih pertamanya Contoh dalam kalimat: tumbuh dan dia tersenyum tampak sĕkar ning asanâmayung kuning seolah bunga melati di mulutnya’. apinda mamayungana kāla ning panas 3. Hireng (Pupuh 2, No. 2, hlm. 58— ‘bunga asana yang serupa payung 59) kuning berusaha memayunginya Penyebutan warna hitam dari terik matahari’. adalah dengan leksikon hireng. Contoh dalam kalimat: 6. Kunyit giling (Pupuh 10, No. 15, hirĕng ni kucup ing trikañcu hlm. 88—89) sumĕlat kadi sipat awawan pudak- Kunyit giling berasal dari pudak tumbuhan yang memiliki bagian ‘kuntum gelap bunga trikancu umbi berwarna kuning. Menurut yang berserakan tak ubahnya celak KBBI kunyit adalah tumbuhan, hitam di kotak rias’. suku Zingiberaceae, marga Curcuma, banyak digunakan 4. Krsna (Pupuh 20, No. 2, hlm. dalam masakan, misalnya sebagai 120—121) bumbu penyedap, pemberi warna Penyebutan warna hitam selain kuning, dan dapat membuat leksikon hireng adalah dengan makanan lebih awet, dapat juga leksikon krsna. digunakan sebagai obat; kunir; Contoh dalam kalimat: kurkuma (Curcuma domestica) kṛṣṇakara padânglunang kadi (https://kbbi.kemdikbud.go.id/ gunung kumukus i sĕḍĕng ing entri/kunyit). darâwrĕg aputih Contoh dalam kalimat: ‘bentuk-bentuk hitam terpampang mambĕt madhya nirâwĕlū bungah i laksana gunung berapi berasap warṇa nika kadi giling-giling kuñit manakala merpati putih terbang ‘pinggangnya gilik gemulai di atasnya’. berpendar warna kunyit giling’.

5. Kuning (Pupuh 2, No. 3, hlm. 58— 7. Bang (Pupuh 5, No. 8, hlm. 68—69) 59) Penyebutan warna merah Penyebutan warna kuning adalah dengan leksikon bang.

Prajnaparamita 51 Jurnal Museum Nasional Contoh dalam kalimat: amrang bang ing katirah arja hanê 10. Dadu (Pupuh 52, No. 5, hlm. 224— laṭinta 225) ‘merahnya tunas katirah yang Penyebutan warna merah indah tertera di bibirmu’. muda atau merah jambu adalah dengan leksikon dadu. 8. Mirah (Pupuh 29, No. 10, hlm. Contoh dalam kalimat: 158—159) akweh war ṇ a nik ā hanan Penyebutan warna merah dadu hanan prĕcik asira-siran selain leksikon bang adalah paḍângadĕg dengan leksikon mirah. ‘warna-warni ada yang merah Contoh dalam kalimat: jambu ada yang bitnik-bintik lwir lung ning katirah mirah ni semua berdiri tegak bersaing satu sungut ing hurang angaring-aring sama lain’. marêng lumut ‘sungut merah delima udang yang 11. Biru (Pupuh 5, No. 8, hlm. 68—69) istirah di rumput laut yang mirip Penyebutan warna biru sama lumut tampak seperti sulur merah dengan leksikon yang kita gunakan katirah’. saat ini. Contoh dalam kalimat: 9. Rakta (Pupuh 138, No. 1, hlm. tuñjung birū mĕkar alurw akusū 368—369) sugandha Penyebutan warna merah yang artinya ‘teratai biru yang memiliki variasi leksikon yang mekar sempurna telah memucat cukup banyak. Selanjutnya kusam dan berbau harum’. leksikon rakta juga merupakan warna merah selain leksikon bang 12. Wulung (Pupuh 159, No. 4, hlm. dan mirah. 448—449) Contoh dalam kalimat: Penyebutan warna biru tua samantaji mijil hyang arka kadi menggunakan leksikon yang raktakumuda sumĕkar sakêng berbeda dengan saat ini, yaitu bañu dengan leksikon wulung. ‘tak lama kemudian matahari Contoh dalam kalimat: terbit semerah bunga padma yang tan hana śeṣa ning ambĕk aruhur i menyembul dari air’. huwus ning aḍampa wulung

52 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional ‘namun tak ada jejak keangkuhan dengan leksikon wungu. sebab ia telah memupus pelangkin Contoh dalam kalimat: biru tua’. tuhun kita lumĕṇḍwa-lĕṇḍwa ri śawangku gĕsĕngĕn i pañaṇḍi ning 13. Nila (Pupuh 114, No. 1, hlm. 332— wungū 333) ‘jika demikian mohon rangkul Penyebutan warna nila sama jasad hamba dan perabukan di dengan leksikon yang kita gunakan kuil kembang wungu’. saat ini. Di dalam KBBI disebutkan Contoh dalam kalimat: bahwa wungu merupakan bentuk bwat Kāmeśwara ratna nīla tidak baku dari kata ungu (https:// winangun gṛha linarangan ing kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ huwus prabhu ungu). ‘rumah yang dibangun dari batu safir bercorak Dewa Kama 15. Ahawuk (Pupuh 9, No. 3, hlm. dianggap tabu bagi yang sudah 82—83) menjadi raja’. Penyebutan warna abu-abu Di dalam KBBI nila memiliki menggunakan leksikon yang beberapa arti, diantaranya berbeda dengan saat ini, yaitu yaitu: tumbuhan perdu yang dengan leksikon ahawuk. mengandung indikan yang Contoh dalam kalimat: menghasilkan zat warna indigo hayunya milu bhasmibhūta tĕka (nila); dan batu permata nilam ring gĕlung ahawuk amiṇḍa ring (https://kbbi.kemdikbud.go.id/ kukus entri/nila). Oleh karena itu, ‘kecantikannya juga terbakar leksikon nila yang terdapat di menjadi abu. Bahkan sanggulnya dalam contoh kalimat dapat kelabu abu dan berubah menjadi dianggap mengacu kepada warna a s a p’. nila. 16. Mas (Pupuh 59, No. 6, hlm. 240— 241) 14. Wungu (Pupuh 7, No. 12, hlm. 76— Penyebutan warna emas 77) menggunakan leksikon mas. Penyebutan warna ungu Warna emas merupakan variasi menggunakan leksikon yang warna dari warna kuning. Di berbeda dengan saat ini, yaitu dalam KBBI disebutkan bahwa

Prajnaparamita 53 Jurnal Museum Nasional Tabel 1. Variasi leksikon warna dalam Kakawin Sumanasantaka

No. Warna dasar menurut Berlin Warna dalam Kakawin dan Kay Sumanasantaka 1 Hitam Hireng Krsna 2 Putih Putih Aputih 3 Merah Bang Mirah Rakta 4 Hijau 5 Kuning Kuning Kunyit giling Mas 6 Biru Biru Wulung Nila 7 Cokelat 8 Ungu Wungu 9 Merah muda Dadu 10 Jingga 11 Abu-abu Ahawuk

kuning adalah warna yang serupa seperti sayap untuk menerbangkan dengan warna kunyit atau emas mereka’. murni (https://kbbi.kemdikbud. go.id/entri/kuning). Di dalam daftar warna Contoh dalam kalimat: yang terdapat dalam Kakawin kram ning sampir i bāhu mās Sumanasantaka yang disebutkan di inapi molah asĕmu hĕlaranya n atas terdapat beberapa leksikon yang anglayang memiliki arti yang mengacu kepada ‘selendang emas murni yang satu warna yang sama. Hal ini dapat mereka sampirkan pada bahu dilihat di dalam contoh-contoh kalimat tampak berkilauan terkesan yang berisi leksikon warna tersebut.

54 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Hal ini menunjukkan bahwa leksikon tiga warna dasar menurut Berlin dan warna bahasa Jawa Kuna dalam Kay yang tidak muncul dalam Kakawin Kakawin Sumanasantaka memiliki Sumanasantaka, yaitu: hijau, cokelat, variasi leksikon warna. dan jingga. Menurut Berlin dan Kay dalam W. T. Morrill (1971, 151—152) leksikon Kesimpulan untuk warna dasar adalah black and white ‘hitam dan putih’, red ‘merah’, Dalam Kakawin Sumanasantaka yang green or yellow ‘hijau atau kuning’, blue berbahasa Jawa Kuna ditemukan ‘biru’, brown ‘cokelat’, purple and/or delapan leksikon warna dasar jika pink ‘ungu dan/atau merah muda’ and/ mengacu kepada sebelas warna dasar or orange ‘dan/atau jingga, and/or grey menurut Berlin dan Kay. Beberapa ‘dan/atau abu-abu’. Terdapat sebelas warna dasar ada yang memiliki lebih leksikon yang dikumpulkan dari hasil dari satu variasi leksikon, yaitu: penelitian terhadap bahasa-bahasa di warna hitam memiliki dua leksikon dunia. Akan tetapi, tidak semua bahasa yaitu hireng dan krsna; warna putih memiliki sebelas leksikon tersebut, memiliki dua leksikon yaitu putih dan ada yang kurang dan ada yang lebih. aputih; warna merah memiliki tiga Apabila kita bandingkan dengan leksikon yaitu bang, mirah, dan rakta; leksikon warna yang terdapat dalam warna kuning memiliki tiga leksikon Kakawin Sumanasantaka, maka dapat yaitu kuning, kunyit giling, dan mas; dilihat variasi leksikon warna sebagai warna biru memiliki tiga leksikon berikut: yaitu biru, wulung, dan nila. Hal ini menunjukkan bahwa Bahasa Jawa Tabel variasi leksikon warna dalam Kuna dalam Kakawin Sumanasantaka Kakawin Sumanasantaka memiliki variasi leksikon warna yang beragam sesuai dengan variasi warna Dalam tabel di bawah dapat benda-benda yang ada pada masa Jawa dilihat bahwa enam belas leksikon Kuna. Selain itu, dari enam belas warna warna yang terdapat dalam Kakawin tersebut, terdapat empat leksikon Sumanasantaka terdiri dari delapan warna yang sama dengan leksikon warna dasar menurut Berlin dan Kay, warna yang digunakan saat ini, yaitu yaitu: hitam, putih, merah, kuning, leksikon warna putih, kuning, biru, biru, ungu, merah muda, dan abu-abu. dan nila. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat

Prajnaparamita 55 Jurnal Museum Nasional Daftar Pustaka

Darusuprapta dan Sumarti Suprayitna. 1995. Kamus Jawa Kuna Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Cet. kelima: Juni 2006. Worsley, P. et. al. 2014. Kakawin Sumanasantaka Mati karena Bunga Sumanasa karya Mpu Monaguna Kajian sebuah puisi epik Jawa Kuno. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Morrill, W. T. 1971. Basic Color Terms: Their Universality and Evolution by Brent Berlin and Paul Kay. Man, New Series. Vol. 6, No. 1. Royal Anthropological Institute of Great Britain and Ireland. (https://www.jstor.org/stable/2798490 yang diunduh pada tanggal 21 Februari 2019). https://www.dulux.co.id/id/palet-warna#red yang diunduh pada 21 Februari 2019. https://www.dulux.co.id/id/palet-warna#white yang diunduh pada 21 Februari 2019. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/warna yang diunduh pada 21 Februari 2019. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kunyit yang diunduh pada 14 Maret 2019. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/nila yang diunduh pada 14 Maret 2019. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/ungu yang diunduh pada 14 Maret 2019. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/kuning yang diunduh pada 14 Maret 2019. https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/leksikon yang diunduh pada 17 Maret 2019.

56 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Foto 2. Bunga melati sumber foto: Sari Gumilang

Prajnaparamita 57 Jurnal Museum Nasional Foto 3. Bunga melati sumber foto: Sari Gumilang

58 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Foto 4. Bunga cempaka sumber foto: Sari Gumilang

Prajnaparamita 59 Jurnal Museum Nasional Foto 5. Bunga cempaka sumber foto: Sari Gumilang

60 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Museum dan Instagram Perlukah Museum Diubah Menjadi Tempat Instagramable?

Oleh: Ashar Murdihastomo, M.A. [email protected] Pemerhati Museum

Abstract

Social media has been drive a narcissist phenomenon in the society, especially for teenager. Because of that, many people documented their activities and share them into social media, one of the social media is instagram. It can be an interesting issue because the narcissist phenomenon also affect the museum. The research about museum and instagram has a purpose to get information about the relation between museum and instagram on the new museum concept. This research use interview methods to get the data. The research result give us information that museum and instagram have a tight relationship nowadays, however the new museum concept of the 21st Century is focused on its function. Keywords: museum, social media, narcissist, instagram

Abstrak

Media sosial juga telah membawa fenomena baru di kalangan masyarakat, terutama anak muda, berupa narsis. Hal ini mengakibatkan setiap aktivitas yang dilakukan berusaha untuk didokumentasikan dan kemudian disebarkan di media sosial, salah satunya adalah instagram. Hal ini tentu menjadi salah satu isu menarik dalam kajian museum karena institusi ini juga mendapat imbas dari fenomena tersebut. Dengan mengkaji museum dan instagram bertujuan untuk memperoleh informasi keterkaitan keduanya dalam kajian museum baru. Melalui wawancara dan kuesioner diperoleh hasil bahwa museum dan instagram dapat dikaitkan satu sama lain dengan syarat fungsi museum pada abad 21 tetap menjadi yang utama. Kata kunci: instagram, media sosial, dan narsis.

Prajnaparamita 61 Jurnal Museum Nasional Pendahuluan munculnya layanan perangkat lunak yang dapat digunakan oleh masyarakat Kemajuan teknologi yang pesat dalam kehidupan sehari-hari, baik telah membawa perubahan yang nyata dalam bidang akademis, hiburan, bagi masyarakat. Jarak dan waktu dapat maupun personal. Salah satu aspek dipersempit sehingga komunikasi yang muncul dan turut booming dalam dan hubungan antar personal di lain perkembangan smartphone adalah tempat dapat terjalin secara nyata. keberadaan media sosial. Hal ini memungkinkan dijumpainya Media sosial merupakan informasi baru yang kemudian dapat media yang membuat masyarakat menyebar ke segala penjuru secara saling terhubung satu sama lain. Hal ini cepat. Kemajuan teknologi ini dapat menyebabkan media sosial merupakan terdiri dari dua aspek, baik perangkat salah satu aplikasi yang populer di keras maupun lunak. Perkembangan kalangan masyarakat. Kemunculan keduanya selalu beriringan. Hal ini media sosial ini juga memberikan dapat dicontohkan dengan kehadiran pengaruh signifikan terhadap perilaku smartphone atau gawai pada sepuluh masyarakat. Munculnya tren atau tahun terakhir. mode baru yang diperkenalkan oleh Kemunculan smartphone seseorang maupun tokoh terkenal juga menandai era baru dalam mampu memikat kalangan masyarakat perkembangan masyarakat karena dan mereka berusaha untuk menirunya. alat ini telah mampu menghimpun Kondisi ini dominan dan berkembang seluruh fungsi alat yang pada masa pesat di kalangan anak muda. Salah lalu masih terpisah, antara lain satu media sosial yang menjadi salah kamera, pemutar musik, pengirim satu sumber informasi tren tersebut pesan, telepon, GPS, radio, pemutar adalah Instagram. film, internet, dan masih banyak Instagram merupakan salah lainnya. Dengan banyaknya fungsi satu media sosial yang menitikberatkan dalam satu genggaman menjadikan pada penyebaran foto maupun alat ini menjadi salah satu primadona video sehingga setiap orang dapat alat komunikasi masyarakat. Tidak melihatnya. Karena fungsinya inilah mengherankan apabila hampir seluruh instagram banyak digandrungi oleh masyarakat memiliki alat ini. masyarakat. Hal ini juga dikaitkan Keberadaan smartphone ini dengan maraknya fenomena narsistik pun memberikan pengaruh terhadap di kalangan masyarakat sehingga

62 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional masyarakat tersebut berusaha untuk Arca di Jogja, Old City 3D Trick Art mengabadikan seluruh aktivitasnya Museum Semarang, Alive Museum melalui media sosial. Ancol Jakarta, Dream Museum Fenomena narsistik ini Zone Bali, dan masih banyak lainnya kemudian dimanfaatkan oleh banyak (Asterasa, 2017). instansi maupun perusahaan komersial Dari beberapa informasi dalam upayanya menggaet perhatian tersebut, didapatlah beberapa masyarakat. Banyak diantaranya pertanyaan, antara lain, apakah yang menyediakan tempat atau penyajian museum yang instagramable spot foto unik agar banyak orang merupakan suatu keharusan? Apakah yang datang dan berfoto, kemudian kondisi tersebut sangat mendesak? mengunggahnya di Instagram sehingga Bagaimana keterkaitannya dengan dapat menjadi salah satu promosi konsep museum baru (new museum)? gratis untuk menarik masyarakat agar Beberapa pertanyaan tersebut diajukan datang atau membeli produk tertentu. untuk mengetahui hubungan antara Bidang yang banyak memanfaatkan museum dengan Instagram dalam instagram antara lain bidang budaya, konteks konsep museum baru. bidang pariwisata, pendidikan, hingga Dalam rangka menjawab komersial. pertanyaan tersebut dibutuhkan Bagaimana dengan museum? beberapa data terkait keberadaan Sebagai instansi yang bergerak dalam Instagram dan museum. Data diperoleh bidang budaya, pendidikan, serta melalui wawancara dengan orang yang pariwisata, banyak museum telah terkait (pekerjaannya terkait museum, mengadopsi dan mengembangkan kurator, pemandu, konservator, dan tempatnya sesuai dengan edukator) dengan museum, masyarakat perkembangan yang terjadi di tengah umum, dan studi pustaka yang terkait masyarakat, termasuk dalam hal media dengan konsep museum baru serta sosial instagram. Kini telah banyak spot aspek positif-negatif Instagram. Setelah foto yang dihadirkan oleh pengelola data terkumpul dan dilakukan analisis museum sehingga masyarakat dapat maka diharapkan dapat digunakan berfoto di tempat tersebut. Selain itu, untuk menjawab pertanyaan yang mulai banyak bermunculan “museum” diajukan yang bertujuan untuk mencari yang berkonsep instagramable yang tahu posisi Instagram di museum. menawarkan pengalaman baru melalui foto, seperti Museum De Mata-De Pembahasan

Prajnaparamita 63 Jurnal Museum Nasional menyatakan bahwa museum perlu 1. Konsep Baru Museum melakukan pendefinisian ulang Museum yang muncul di terkait misi, tujuan, fungsi, dan tengah-tengah masyarakat telah strateginya dalam menghadapi melewati berbagai perkembangan perubahan yang berkembang di yang membantu menentukan masyarakat. Dengan melakukan tujuan dan fungsi museum. Sejarah pendefinisian ulang tersebut mencatat museum telah beberapa diharapkan museum dapat menjadi kali mengalami perubahan fungsi. agen perubahan yang bersinergi Mulai dari menjadi media yang dengan masyarakat sehingga menunjukkan status sosial, identitas mampu menunjukkan keselarasan negara, tempat untuk menyimpan dan membantu arah perkembangan dan memamerkan benda, serta masyarakat. tempat untuk memberikan Menurut Mairesse dan informasi kepada masyarakat. Desvallees (2010 dalam McCall dan Perubahan fungsi tersebut Gray, 2013: 2), peran museum pada masih berkembang hingga sekarang. konsep baru ini lebih menekankan Pada awal abad ke-21 mulai muncul pada pembaharuan komunikasi pemikiran-pemikiran baru terkait dan pengembangan baru dalam keberadaan museum. Para ahli tampilan museum yang meliputi, museum bersepakat bahwa museum interpretasi, makna, kontrol, nilai, memiliki fungsi yang sangat serta kewenangan dalam museum. dinamis dan luas. Fungsi museum Bagi Stam (1993) kondisi tersebut ini dapat dihubungkan dengan disebut dengan distribusi ulang perkembangan yang muncul di dalam tahap kuratorial (curatorial tengah-tengah masyarakat, yang redistribution), sedangkan merupakan bagian penting dari Harrison (1993) menyebutnya museum. Dengan kata lain fungsi pemberdayaan, dialog, definisi baru museum ini lebih cenderung ulang sosial (social re-definition), menitikberatkan pada peran dan keberadaan aspek emosional. sosial kepada masyarakat (Pabst, Melalui pemahaman baru Johansen, dan Ipsen, 2016: 8). ini, museum bukan lagi sekedar Keberadaan peran sosial ini tempat untuk memamerkan benda telah dibahas oleh beberapa ahli, (McCall dan Gray, 2013: 1). Hal seperti Arinze (1999: 1-2) yang ini disebabkan karena terdapat

64 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional dua aspek yang menjadi peran ini tidak hanya digandrungi oleh sentralnya,, yaitu komunikasi dan individu personal saja. Banyak pendidikan (Hooper-Greenhill, institusi maupun instansi yang 2000). Komunikasi menitikberatkan mulai menggunakan media sosial. pada proses penyampaian informasi Penggunaannya dimanfaatkan yang terkait dengan desain, materi, untuk dapat mengetahui tren yang dan interpretasi, sedangkan aspek sedang berkembang di dalam pendidikan tidak hanya dalam masyarakat serta digunakan untuk kaitannya dengan segi kognitif, mencari pangsa pasar baru (Kelly, namun juga soft skill dan kompetensi 2009: 7 dan Marakos, 2014: 76). Hal kreatif lainnya (Mastenistsa, 2014: ini terbukti efektif karena sebagian 6). Dengan kata lain museum besar masyarakat telah mengenal menjadi salah satu institusi yang dan menggunakan media sosial memiliki kapasitas dan kemampuan secara intensif. dalam memanfaatkan sumber daya Penggunaan media sosial yang dimilikinya (Hein, 2004: 423). juga banyak dijumpai di museum. Penggunaan media sosial di 2. Museum dan Media Sosial museum merupakan salah satu cara Media sosial telah menjadi agar terdapat ikatan antara museum salah satu wahana baru bagi dengan masyarakat. Hal ini juga masyarakat dalam berkomunikasi. terkait dengan perkembangan Cara berkomunikasi yang konsep museum baru yang mampu menggabungkan dua menempatkan masyarakat sebagai unsur bahkan lebih ini mampu salah satu bagian penting museum. menarik perhatian masyarakat Kondisi tersebut sejalan dengan untuk menggunakannya. Tidak pernyataan Simon (2010 dalam mengherankan apabila saat ini Visser, 2013: 3) yang menyatakan banyak masyarakat yang memiliki bahwa masyarakat pada saat ini media sosial, tidak hanya satu telah berubah bukan lagi sebagai bahkan bisa lebih dari dua. konsumer tetapi telah memiliki Kebutuhan akan interaksi antara kontribusi nyata sebagai partisipan. individu merupakan salah satu Berdasarkan pada pernyataannya alasan mengapa media sosial ini tersebut, Simon (2010) begitu populer. mendefinisikan museum bukan lagi Kepopuleran media sosial sebagai tempat memajang benda

Prajnaparamita 65 Jurnal Museum Nasional tetapi lebih kepada suatu tempat momen yang dianggap penting. di mana pengunjung mampu Sejalan dengan pernyataan tersebut, berkreasi, berbagi, dan terkoneksi Harisa dan Asriwandari (2017 : satu sama lain dalam satu cakupan. 4) menyebutkan bahwa fenomena Pada taraf ini media sosial bisa ini sangat erat terkait dengan citra memberikan gambaran aktivitas yang akan dipersepsikan seseorang komunikasi yang ada. Aktivitas kepada orang lain, di mana individu komunikasi ini dapat terlihat dari tersebut berusaha menunjukkan berbagai level, contohnya adalah sisi terbaiknya untuk meninggalkan mengembangkan model baru dalam kesan positif bagi orang lain. Hal segi partisipasi dan timbal balik inilah yang membuat para individu museum, mempromosikan aktivitas yang berswafoto maupun swavideo yang ada di museum, membantu akan memilih tempat maupun dalam menentukan keaslian dan kegiatan yang menarik (Raditya, keabsahan koleksi museum, serta 2014: 29). berperan dalam membentuk konten Museum dianggap sebagai salah pameran (Marakos, 2014: 80). satu tempat yang menarik untuk berswafoto maupun swavideo yang 3. Museum Instagramable kemudian diunggah ke instagram. Instagram merupakan salah Harsono (2016) menjelaskan bahwa satu media sosial yang cukup keberadaan benda-benda koleksi populer di kalangan masyarakat. merupakan salah satu pemicu Keberadaan media sosial ini masyarakat mengabadikan diri di sering dimanfaatkan oleh banyak museum. Selain itu, keberadaan masyarakat, khususnya anak desain pameran maupun gaya muda, untuk mengunggah foto bangunan juga menjadi daya maupun video terkait kegiatan tarik tersendiri. Keunikan yang yang dilakukannya. Salah satu dimiliki oleh museum ini tidak caranya adalah dengan melakukan dijumpai di tempat lain. Sehingga swafoto atau swavideo (melakukan tidak mengherankan apabila ada perekaman foto maupun video museum yang menarik, maka akan secara mandiri). cepat dikenal oleh masyarakat. Dua aktivitas tersebut oleh Hal ini merupakan suatu Raditya (2014: 29) dinyatakan keuntungan bagi pengelola museum sebagai tindakan pendokumentasian karena aktivitas tersebut menjadi

66 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional salah satu ajang promosi gratis Penulis terhadap beberapa orang yang dilakukan oleh masyarakat. yang berkecimpung di dunia Maka, tidak mengherankan apabila permuseuman mengangap pada saat ini banyak museum yang bahwa keberadaan instagram merenovasi bangunan, menata bagi museum merupakan suatu ulang desain pameran maupun hal yang wajar dan cenderung penambahan koleksi serta adanya penting. Hal ini didasarkan pada area untuk berfoto. Kondisi ini juga fungsi komunikasi yang ada pada ditiru oleh beberapa pihak. Oleh instagram. Komunikasi yang ada karena itu, tidak mengherankan di instagram cenderung mampu apabila kini banyak bermunculan menghadirkan pengalaman tempat berlabel “museum” yang berbeda jika dibandingkan menghadirkan atraksi foto dengan media sosial lainnya, tanpa adanya “jiwa museum” seperti Facebook dan Twitter. yaitu menyampaikan informasi Hal ini didasarkan pada tampilan untuk menambah pengetahuan instagram yang lebih efektif. Selain pengunjung. itu, keberadaan instagram juga Fenomena ini sedikit banyak dapat difungsikan sebagai “ruang telah memberikan pandangan pamer digital” sehingga setiap orang kepada kita bahwa keberadaan mampu melihat beberapa koleksi media sosial diibaratkan sebagai museum. Keuntungan lainnya dua sisi mata uang, ada sisi positif adalah pengelola museum mampu dan ada sisi negatif. Sisi positifnya mengetahui fenomena yang muncul adalah dikenalnya museum secara di kalangan anak muda sehingga luas oleh masyarakat melalui museum mudah beradaptasi. media sosial (Instagram) yang Sementara itu, keberadaan dapat menjadikannya sebagai museum instagramable bagi orang- wahana untuk menarik kelompok orang museum perlu diperhatikan masyarakat tertentu yang potensial secara cermat. Keberadaannya tidak untuk dijadikan pengunjung baru ditolak namun terdapat beberapa hal museum. Sisi negatifnya adalah yang perlu digarisbawahi. Beberapa fungsi museum sebagai tempat diantaranya adalah terkait fungsi penyebaran pengetahuan tidak museum. Sesuai dengan konsep terlaksana dengan semestinya. museum baru, museum harus Hasil wawancara yang dilakukan mengedepankan kemanfaatannya

Prajnaparamita 67 Jurnal Museum Nasional bagi perkembangan masyarakat. tidak harus berupa tempat khusus Kekhawatiran ini disampaikan oleh untuk berfoto tetapi pengunjung Sinaulan (Susantio, 2018) yang dibebaskan berfoto di ruang menyatakan bahwa anak muda saat pamer. Kondisi ini didasarkan pada ini rela berkunjung ke museum yang sifat anak muda yang selalu bisa memiliki tiket mahal hanya untuk melihat sesuatu hal yang menarik mencari latar belakang foto yang dan pengambilan gambar dari sisi bagus. Akibat yang ditimbulkan yang berbeda. Hal menarik adalah adalah terkikisnya fungsi museum adanya pengunjung museum yang sebagai tempat pendidikan. Hal berpendapat bahwa keberadaan lainnya adalah aktivitas orang yang museum yang instagramable tidak mengambil foto juga perlu menjadi perlu dipaksakan, karena hal perhatian khusus. Kondisi ini yang terpenting adalah membuat perlu disadari mengingat manusia pengunjung nyaman terlebih juga menjadi salah satu sumber dahulu. Nyaman dalam arti agen perusak (deterioration) baik pengunjung betah untuk berlama- vandalisme maupun fisik (physical lama di museum dikarenakan forces) (Canadian Conservation lingkungannya yang kondusif untuk Institute, 2017). Salah satu contoh berkeliling di museum. Alasan ini adanya kerusakan yang diakibatkan cukup menarik mengingat masih oleh swafoto adalah kerusakan banyak museum Indonesia dalam patung dari abad ke-18 di Museum kondisi yang belum memberikan Nasional Seni Kuno (National kenyamanan pengunjung. Museum of Ancient Art) di Lisbon Dari hasil dua tahap (Marcus, 2016). wawancara tersebut dapat diperoleh Hasil wawancara terhadap beberapa pernyataan. Keberadaan pengunjung museum diperoleh media Instagram sebagai salah informasi bahwa pengelola satu alat komunikasi alangkah museum harus memiliki akun baiknya dimanfaatkan oleh instagram. Alasannya adalah untuk pengelola museum. Keuntungan menyebarkan segala kegiatan yang diperoleh adalah museum yang ada di museum sehingga melangkah menjadi institusi yang masyarakat mengetahuinya. mengikuti perkembangan zaman, Adanya area untuk berfoto juga dan dapat dijadikan media untuk perlu dipertimbangkan. Area ini menggaet pengunjung baru.

68 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Keberadaan museum instagramable memperlihatkan koleksi museum, juga dapat dijadikan opsi untuk serta sarana berkomunikasi dengan promosi museum sehingga pengunjung. Penggunaan instagram akan banyak masyarakat yang di museum juga menghadirkan datang. Tetapi, yang terpenting menghadirkan fenomena yang disebut dari keseluruhan tersebut adalah museum instagramable. adanya kontribusi dari museum Dari hasil penelitian diperoleh dalam perkembangan masyarakat. kesimpulan bahwa pembentukan Dengan adanya keseimbangan museum instagramable bukanlah suatu antara museum instagramable dan kebutuhan yang mendesak mengingat fungsi baru museum maka akan masih banyak museum yang ada di didapatkan museum menarik Indonesia belum memperhatikan namun tetap mampu menjadi kenyamanan museum. Namun tempat belajar pengunjung. penggunaan Instagram sebagai media komunikasi merupakan Penutup keharusan karena berusaha mengikuti perkembangan zaman. Terkait dengan Perkembangan zaman yang keberadaan konsep museum baru, terjadi di seluruh dunia telah membawa adanya instagram ini perlu mendapat perubahan perilaku masyarakat perhatian bagi pengelola museum. terutama dalam konteks komunikasi. Fungsi museum berdasarkan pada Munculnya media sosial telah menarik konsep ini adalah memberikan dampak perhatian masyarakat luas, salah satunya positif bagi perkembangan masyarakat adalah instagram. Kegunaan Instagram yaitu dengan menjadikan museum mampu memberikan pengalaman sebagai tempat belajar. Sehingga, baru berinteraksi melalui tampilan munculnya fenomena museum yang efektif terkait foto, video, dan instagramable ini perlu diseimbangkan teks. Instagram digunakan di berbagai dengan konsep museum baru agar institusi seperti museum. Penggunaan tidak hanya faktor kesenangan pribadi di museum dapat dimanfaatkan dalam yang dicari namun pengetahuan pun berbagai hal, seperti menginformasikan juga didapatkan oleh pengunjung. kegiatan yang sedang berlangsung,

Prajnaparamita 69 Jurnal Museum Nasional Daftar Pustaka

Arinze, Emmanuel N. 1999. The Role of the Museum in Society. Public Lecture at the Natonal Museum, Georgetown, Guyana, 17 Mei 1999. p.1-2 Bennet, Tony. 1995. The Birth of The Museum: History, Theory, Politics. London and New York: Routledge Direktorat Permuseuman. 2008. Pedoman Museum Indonesia. Direktorat Museum, Direktorat Jendral Sejarah dan Purbakala, Departemen Kebudayaan dan Pari- wisata. Jakarta Harisa, Suci Ananda dan Asriwandari, Hesti. 2017. Perilaku Berfoto Selfie Sebagai Ke- cenderungan Munculnya Gaya Hidup Modern (Studi Tentang Kegiatan Berfoto Selfie Pada Mahasiswa di Universitas Riau) dalam JOM FISIP, Vol. 4, No. 1, Februari 2017 Hein, George E. 2004. John Dewey and Museum Education on Curator 47/4 October 2004 Hooper-Greenhill, Eilean. 1999. “Education, Communication, and Interpretation: Towards a Critical Pedagogy in Museum” dalam The Educational Role of the Museum. Hal. 3-28. London and New York: Routledge Kelly, Lynda. 2009. The Impact of Social Media on Museum Practice, presented at The National Palace Museum Taipe 20 october 2009 Marakos, Panteleimon. 2014. Museums and Social Media: Modern Methods of Reaching a Wider Audience. Mediterranean Archaeology and Archaeometry, Vol. 14, No. 4 hal. 75-81. Yunani Pabst, Kathrin; Johansen, Eva D.; dan Ipsen, Merete. 2016. Towards New Relations Be- tween the Museum and Society. Oslo: ICOM Norway Kurniasari, Luvy dan Rachmah, Eva Nur. 2017. Relasi Narsisme dan Konsep Diri pada Pengguna Instagram. Prosiding SEMNAS Penguatan Individu di Era Revolusi Informasi. Hal. 136-142 Mastenitsa, Elena. 2014. Actual Issues of Museology and Practice of Museum Manage- ment in the 21st Century: Policy Brief. Moscow: Russian National Committee of International Council of Museums McCall, V dan Gray, C. 2014. Museums and the ‘New Museology’: Theory, Practice and Organisational Change. Museum Management and Curatorship, 29(1), Hal. 19-35 Raditya, Michael HB. 2014. Selfie dan Mediasosial Pada Seni Sebagai Wujud Eksistensi dalam Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 18, No. 1, juli 2014 Rahmawati, Dewi. 2016. Pemilihan dan Pemanfaatan Instagram sebagai Media Komu- nikasi Pemasaran Online (Studi Deskriptif Kualitatif pada Akun Instagram @

70 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional FreezyBrowniezz). Skripsi. Yogyakarta: Program Studi Ilmu Komunikasi Fakul- tas Ilmu Sosial dan Humaniora Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Trihayuningtyas, E; Wulandari, W; Adriani Y; Sarasvati. 2018. Media Sosial sebagai Sarana Informasi dan Promosi Pariwisata bagi Generasi Z di Kabupaten Garut. Tourism Scientific Journal. Vol. 4, No. 1. Hal. 1-22 Visser, Jasper. 2013. From Social Media to a Social Museum. The Nordic Centre of Herit- age Learning.

Internet

Asterasa. 2017. 10 Museum 3D Trick Art Paling Menakjubkan di Indonesia. Diakses dari https://www.idntimes.com/travel/destination/asteria-dw/10-museum-3d-trick- art-paling-menakjubkan-di-indonesia-c1c2/full, pada tanggal 29 Agustus 2018 Canadian Conservation Institute. 2017. Agents of Deterioration. www.canada.ca/en/ conservation-institute/services/agents-deterioration.html, diakses tanggal 2 September 2018.Diakses pada tanggal 2 September 2018 Harsono, Fitri Haryati. 2016. Mencengangkan, Jauh-jauh Datang ke Museum Hanya Untuk Foto Selfie. https://www.liputan6.com/citizen6/read/2473561/mencen- gangkan-jauh-jauh-datang-ke-museum-hanya-untuk-foto-selfie, 3 April 2016. Diakses pada 29 Agustus 2018 Marcus, Lilit. 2016. Selfie Taking Tourist Destroys 18th Century Saint Michael Statue in Lisbon. 10 November 2016 Permana, Rizky Wahyu. 2016. Ternyata Kini Banyak Orang ke Museum Hanya untuk Melakukan Selfie. 4 maret 2016. https://www.merdeka.com/gaya/ternyata-kini- banyak-orang-ke-museum-hanya-untuk-melakukan-selfie.html. Susantio, Djulianto. 2018. Generasi Sekarang ke Museum untuk Berswafoto, Bukan Mencari Informasi. Kompasiana,18 Mei 2018. Diakses pada tanggal 29 Agustus 2018

Prajnaparamita 71 Jurnal Museum Nasional Foto 1. Pengunjung bergaya untuk berfoto di depan Arca Bhairawa di Museum Nasional. dok. Museum Nasional

72 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Biografi Budaya Materi : Lika-Liku Pesona Kain Hinggi, Tenun Ikat dari Sumba Timur

Oleh: Valentina Beatrix Sondag Museum Nasional Indonesia [email protected]

Abstract

This paper discusses the cultural biography of hinggi, one of the traditional ikats cloths from East Sumba. The concept of cultural biography explains that an object has a cultural meaning beyond its physical form. The meaning of an object will change for its user, over time and space. Data collection is carried out by obser- vation, literature study and interviews. The results of the study show that through the perspective of cultural biography, hinggi it is not merely an inanimate object that has no meaning. Hinggi has a dynamic meaning and is constantly moving and changing from its traditional characteristics into a cultural object that has new meaning for its users both for the people of East Sumba and people outside East Sumba. The func- tion of hinggi has changed from its function as a traditional cloth for men. Hinggi is used as a attire for both men and women, it is use as part of the decoration, and some hinggi is kept as a valuable collection. Keyword: cultural biography, material culture, hinggi

Abstrak

Tulisan ini mendiskusikan hinggi, salah satu kain tenun ikat khas Sumba Timur menggunakan pendekatan kebudayaan materi yaitu biografi budaya ma- teri (cultural biography). Konsep ini menjelaskan bahwa sebuah benda memiliki makna budaya melampaui bentuk fisiknya. Makna tersebut akan berubah bagi penggunanya , seiring ruang dan waktu. Pengumpulan data dilaksanakan den- gan observasi , studi pustaka dan wawancara. Hasil kajian menunjukkan bahwa melalui perspektif biografi budaya materi, hinggi bukan sekedar benda mati yang tidak memiliki makna apapun. Hinggi memiliki makna yang dinamis dan senan- tiasa bergerak serta mengalami perubahan dari karakteristiknya yang tradisional

Prajnaparamita 73 Jurnal Museum Nasional menjadi objek budaya yang memiliki makna baru bagi penggunanya baik bagi masyarakat Sumba Timur maupun masyarakat di luar Sumba Timur. Hasil kajian menunjukkan bahwa adanya perluasan dari fungsi hinggi yang pada awalnya di- gunakan sebagai kain tradisional untuk laki-laki Sumba. Hinggi digunakan pula sebagai pakaian untuk pria dan wanita, dimanfaatkan menjadi dekorasi. Selain itu, beberapa hinggi disimpan sebagai koleksi yang berharga. Keyword : cultural biography, material culture, hinggi Pendahuluan “kisah” perjalanan hidup. Pemikiran biografi budaya materi ini diusung Tinung pahikung atau tenun oleh (Appandurai, 1986) Sejalan ikat khas Sumba Timur adalah dengan Appadurai, (Kopytoff, 1986, kain tradisional Indonesia yang hal. 64) menjelaskan lebih jauh bahwa terkenal karena keindahan motifnya. ‘biografi’ yang dimaksud dalam hal Eksistensinya dari dahulu hingga ini adalah pandangan bahwa sebuah saat ini masih menempati peran objek (benda) memiliki perjalanan penting dalam keseharian hidup hidup atau daur hidup. Selanjutnya masyarakatnya. Tenun ikat adalah makna sebuah benda bagi pemakainya salah satu bentuk kebudayaan materi. (konsumen) akan berubah seiring Sebagai bentuk dari kebudayaan waktu dan ruang. Menurut Kopytoff, materi, keberadaan tenun ikat mampu biografi budaya (cultural biography) bertahan menembus zaman, dinikmati melihat proses komoditisasi sebuah dan memiliki makna berbeda bagi satu benda, dimana benda bertransformasi generasi ke generasi berikutnya. Salah menjadi komoditas dari sudut pandang satu dari jenis kain tenun ikat khas budaya. Kopytoff dalam (Woodward, Sumba Timur tersebut adalah hinggi 2007, hal. 103) lebih jauh menjelaskan yaitu yang umum dikenakan sebagai bahwa dalam kehidupannya sosialnya kain adat laki- laki Sumba Timur. suatu benda akan mengalami proses Tulisan ini akan membahas komodifikasi, dekomodifikasi dan hinggi sebagai objek kebudayaan rekomodifikasi. materi menggunakan pendekatan Pemilihan hinggi sebagai biografi budaya materi (cultural objek penulisan karena hinggi bersifat biography). Pendekatan ini adalah satu adapatif dan mampu bertahan dari satu konsep dari kajian budaya material. generasi ke generasi. Sejak orang Sumba Konsep ini menjelaskan bahwa sebuah masih di dalam kandungan sampai benda (objek) sejatinya memiliki tiba saat kematiannya, kain tenun ikat

74 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional menjadi benda penting dalam siklus Hinggi sejatinya merupakan busana kehidupannya dan digunakan dalam tradisional lelaki Sumba Timur . berbagai upacara. Selain itu, kain Berdasarkan warnanya, ada dua jenis tenun ikat sebenarnya bukan monopoli warna hinggi yaitu hinggi kaworu dari pulau Sumba. Namun, hinggi, (merah) dan hinggi kombu (biru). adalah tenun ikat dari Sumba Timur Suwati Kartiwa (2007: 93) menjelaskan memiliki kekhasnya tersendiri yang bahwa hinggi adalah kain panjang menyebabkan kain ini menarik banyak berukuran dua meter bagi laki-laki orang diluar masyarakat Sumba Timur. dewasa, yang dapat berfungsi sebagai Keindahan sehelai kain Sumba Timur selimut, selendang, atau kain yang dengan ciri khas komposisi warna dililitkan di pinggang. Kain ini yang cerah berpadu berpadu dengan digunakan baik sebagai busana adat ragam hias flora dan fauna berukuran maupun busana sehari-hari. Umumnya besar yang ditenun dengan sedemikian lelaki Sumba mengenakan hinggi rupa, menjadikan kain ini diapresiasi sebanyak dua helai. Sehelai dililitkan di banyak orang. Karena keindahannya, pinggang dan sehelai lagi disampirkan kain hinggi yang awalnya adalah di pundak. kain adat dari sebuah pulau, akhirnya Penggunaan hinggi mengalami perjalanan hidup yang dengan ragam hias tertentu dapat panjang sehingga kepopulerannya menunjukkan status sosial seseorang. mendunia. Hal ini dikarenakan setiap ragam hias yang ditenun adalah ragam hias yang Hinggi Dalam Siklus Hidup Orang sarat makna dalam ajaran Marapu. Sumba Timur Secara adat, ada beberapa ragam hias yang hanya boleh digunakan oleh kaum Keberadaan hinggi tak raja dan bangsawan (kaum maramba) terlepas dari pengaruh agama Marapu, misalnya saja ragam hias buaya, kura- yaitu agama lokal yang menyembah kura- kura dan udang. Beberapa motif leluhur (marapu). Ajaran marapu lain yang sering ditemukan pada hinggi sudah meresap menjadi satu dengan antara lain motif hewan ( kuda, ayam sendi-sendi kebudayaan Sumba. jantan,rusa, udang dan ular); motif Hal ini turut mempengaruhi dalam flora (patola ratu, pohon andung) . proses pembuatan, pengunaan dan Berikut ini makna yang terkandung pemanfaatan hinggi dalam keseharian dalam beberapa ragam hias tenun ikat masyarakat Sumba. yang ditemukan pula dalam hinggi

Prajnaparamita 75 Jurnal Museum Nasional (Ndima & Wiratmoko, 2007) : kepercayaan marapu, kokok ayam 1. Kuda (ndjara) jantan akan membangunkan roh Kuda merupakan simbol orang yang meninggal untuk penting dalam masyarakat bersiap menuju ke alam marapu . Sumba. Kuda dipercaya menjadi 4. Kura – kura (karawulangu) transportasi baik dalam kehidupan Sama halnya dengan buaya, di dunia dan di alam kematian. kura – kura merupakan lambang Kuda juga adalah hewan yang kebangsawanan dan memiliki cocok hidup di alam Sumba Timur arti umur yang panjang dan yang keras, digunakan untuk kebijaksanaan. transportasi dan juga memiliki nilai 5. Rusa (ruha) ekonomi. Kuda juga merupakan Tanduk rusa yang kokoh bekal kubur yang disembelih saat melambangkan keagungan dan upacara kematian dan dipercaya kebijaksanaan. Sifat ini yang menhadi tunggangan majikannya seharusnya menjadi sifat- sifat ke alam marapu. utama seorang pemimpin. Makna 2. Buaya (wuya) ini diungkapakan dalam syair adat Buaya adalah simbol Pa jangga kadu ruhangu-pa rara kekuasaan dan darah biru. Ragam mata mandungu (tinggi seperti hias ini awalnya terukir di penji tanduk rusa- merah seperti mata (nisan kubur batu) milik keluarga ular) raja. Ragam hias ini kemudian 6. Udang (kurangu) diadopsi kedalam tenun ikat dan Udang merupakan lambang hanya boleh dikenakan oleh raja panjang umur. Karakter udang atau bangsawan. yang dapat berganti kulit menjadi 3. Ayam Jantan (manu) simbol kehidupan baru seperti Ayam melambangkan dalam ungkapan Njulu la kura luku- kepemimpinan, tercermin halubu la mandu mara ( menjelma dalam ungkapan Ama Manu,Ina seperti udang- mengelupas seperti Rendi (bapak ayam, ibu belibis) ular darat). Ragam hias udang melambangkan sosok seorang merupakan salah satu ragam pemimpin yang sifatnya hias yang digunakan oleh kaum melindungi dan mengayomi. Ayam bangsawan. jantan juga dipercaya sebagai 7. Pohon andung lambang kebangkitan. Menurut Pohon andung atau pohon

76 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional tengkorak diadaptasi dari pohon kehidupan orang Sumba sejak lahir, andung yang dahulu menghiasi pernikahan dan kematian orang perkampungan. Pohon ini Sumba. Poerwadi Soeriadiredja sebenarnya batang pohon yang (Soeriadiredja, 2017) menjelaskan berhiaskan tengkorak musuh – bahwa di Sumba Timur, saat seorang musuh suatu klan. Pohon andung suami tidak dapat mendampingi terletak di tengah perkampungan istrinya melahirkan maka kehadiran adat Sumba. Walau tampak suami dapat diwakili oleh hinggi milik menyeramkan, namun sebenarnya suami. Hal itu dianggap penting sekali, pohon andung merupakan simbol karena menurut anggapan mereka si dari pohon kehidupan. Kini pohon bayi akan sulit keluar dari rahim ibu andung sudah sulit ditemukan dan bila tidak ditunggui oleh ayahnya. diganti dengan pohon tertentu Dengan adanya kain selimut itu, si bayi yang menjadi ciri pohon andung. diharapkan dapat lahir dengan selamat. 8. Patola Ratu (Patuala ratu) dan Cara seperti tersebut disebut rambangu patola bunga hinggi. Ragam hias patola ratu Di dalam pernikahan adat merupakan ragam hias bernilai Sumba, hinggi dan lau (sarung sakral dan paling tinggi dalam perempuan) adalah elemen penting upacara kematian di adat yaitu sebagai balasan dari mas kawin Sumba. Ragam hias patola ratu yang diberikan oleh pihak laki-laki. mendapatkan pengaruh dari Pernikahan adat Sumba terdiri dari ragam hias yang berkembang di prosesi yang rumit dan panjang, India. Kain ragam hias patola melibatkan keluarga besar dan ratu hanya boleh dipakai oleh pertukaran harta benda. Hinggi dan imam yang bertugas pada upacara lau adalah hadiah balasan dari pihak kematian raja dan bangsawan.Kain perempuan atas pemberian perhiasan ini juga menjadi kain penutup emas, perak dan hewan ternak dari jenasah raja dan kaum bangsawan pihak keluarga laki-laki. Berdasarkan yang meninggal. Patola bunga kesepakatan keluarga, pertukaran merupakan ragam hias yang sejumlah tertentu hinggi dan lau dikembangkan dari ragam hias dipandang memiliki nilai ekonomi patola ratu. yang sama dengan emas dan perak Selain sebagai pakaian, yang dipertukarkan. hinggi digunakan pada setiap aspek Hinggi memiliki makna

Prajnaparamita 77 Jurnal Museum Nasional penting dalam prosesi kematian kain hinggi. Jenasah kemudian penganut agama Marapau di Sumba disemayamkan di rumah adat, Timur. Pada upacara penguburan, kita sementara keluarga mempersiapkan dapat melihat bahwa hinggi dikenakan kebutuhan upacara penguburan. Hal oleh orang yang masih hidup maupun ini tak jarang membutuhkan waktu sudah mati. Para tamu undangan bertahun-tahun karena dana yang yang datang diwajibkan mengenakan dibutuhkan cukup besar. hinggi. Sementara itu, menurut adat Sumba, hinggi memiliki fungsi sebagai Hinggi Dalam Perspektif Biografi pembungkus jenasah dan bekal kubur Budaya Materi dalam upacara kematian. Saat seorang lelaki Sumba, penganut agama Ian Woodward mendefinisikan marapu meninggal, jenasahnya akan objek sebagai materi yang dihadapi, didudukan dalam posisi janin, dan berinteraksi, dan digunakan oleh orang- dibungkus dengan berlapis-lapis kain orang. Objek biasanya dibicarakan hinggi, menjalani mumifikasi sambil sebagai budaya material. Istilah ‘budaya menunggu waktu yang tepat untuk material’ menekankan bagaimana dikuburkan. Hinggi juga menjadi bekal benda mati di dalam lingkungan kubur almarhum. Penganut agama bertindak terhadap manusia, dan marapu percaya bahwa kematian ditindaklanjuti oleh orang-orang, merupakan peralihan dari kehidupan untuk tujuan melaksanakan fungsi duniawi ke kehidupan sesungguhnya sosial, mengatur hubungan sosial di parai marapu (negeri para leluhur). dan memberikan makna simbolis Mereka akan hidup seperti layaknya untuk aktivitas manusia. (Woodward, sebelum mati, karena itulah mereka 2007, hal. 6) kemudian menunjukkan memerlukan bekal kubur seperti hewan bagaimana objek dapat (i) digunakan ternak, kain tenun (hinggi) untuk sebagai penanda nilai, (ii) digunakan laki-laki atau lau (untuk perempuan) sebagai penanda identitas dan (iii) ,dan perhiasan untuk menjalani enkapsulasi jaringan kekuatan budaya kehidupanya kelak. Semakin tinggi dan politik. Uraian mengenai hinggi status sosial almarhum, maka semakin di atas secara tersirat menunjukkan banyak hinggi yang digunakan untuk bahwa melalui pendekatan kebudayaan membungkus jenasahnya. Jenasah materi, makna suatu benda budaya seorang maramba (bangsawan) seperti hinggi memiliki makna yang akan dibungkus paling sedikit 100 sangat luas. Berdasarkan konsep yang

78 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional diusung oleh Ian Woodward, maka sikap dan tindakan seseorang. dapat kita lihat bahwa dalam konteks Dan yang ketiga, hinggi kebudayaan materi bahwa pertama, juga dapat mengungkapkan jaringan hinggi adalah busana tradisional budaya dan politik. Salah satu hal dengan desain dan ragam hias yang ini adalah jenis ragam hias hinggi khas yang menjadi penanda identitas juga dapat menjadi mengungkapkan jati diri Sumba Timur dan penanda jaringan budaya dan politik. Seorang nilai. Hal ini membedakannya dengan maramba (bangsawan Sumba) akan kain sejenis dari Sumba Barat atau mengenakan ragam hias yang berbeda wilayah Indonesia lainnya. Walaupun dengan seorang rato (pemimpin pada perkembangannya hinggi keagamaan) dan tentu saja seorang ata digunakan oleh berbagai orang, namun (anak dalam rumah atau budak) akan desain tersebut sudah menjadi identitas memiliki jenis kain dan kualitas yang hinggi khas Sumba Timur. berbeda. Saat seseorang mengenakan Yang kedua, hinggi menjadi hinggi, maka secara otomatis ia penanda nilai dalam keseharian orang diharapkan dapat bersikap seperti apa Sumba Timur. Menenun hinggi adalah yang ia kenakan berdasarkan status perwujudan rasa hormat kepada para dan kedudukan sosialnya. Berkaitan marapu, karena dalam sehelai hinggi dengan politik, hinggi menjadi objek juga tercermin makna- makna kebaikan negosiasi dalam acara-acara adat dalam ajaran marapu. Mengenakan Sumba. Jumlah pemberian hinggi, hinggi mengugah kesadaran bahwa jumlah hadiah balasan dari penerima para marapu selalu bersama mereka, hinggi merupakan hasil politik , dimana mengawasi hidup mereka dan menjaga masing- masing pihak bernegosiasi mereka. Karena itu kemanapun untuk menghasilkan keputusan terbaik. dia berjalan ia menyadari bahwa Marapu hadir bersamanya. Hal ini Lika Liku Hidup Hinggi : Suatu akan membentuk kepribadian mereka Biografi sesuai dengan kebaikan-kebaikan yang ada pada ajaran marapu. Kasus Biografi hinggi yang ini sama seperti yang dicontohkan dimaksudkan di sini adalah mengacu Ian Woordward (2007:11) dimana pada konsep biografi yang oleh Kopytoff alkitab sebagai benda penting bagi disebut sebagai cultural biography yaitu umat Kristen, tidak selalu dibawa melihat proses komoditisasi sebuah kemanapun namun mempengaruhi objek, dimana objek bertransformasi

Prajnaparamita 79 Jurnal Museum Nasional menjadi komoditas dari sudut pandang proses kognitif dan budaya yang ada budaya (Kopytoff, 1986). Berdasarkan sehingga kebudayaan menentukan pendapat Kopytoff yang dikutipkomoditas yang diproduksi dan (Woodward, 2007, hal. 103) maka yang tidak diproduksi. Sebuah objek dalam siklus kehidupannya suatu benda menjadi komoditas jika objek tersebut akan mengalami proses komodifikasi, memiliki nilai praktis yang nilainnya dekomodifikasi dan rekomodifikasi. setara dan dibutuhkan bagi kedua Definisi komoditas sendiri adabelah pihak yang bertukar. Proses bermacam-macam. (Appandurai, pertukaran terjadi secara langsung 1986) berpendapat bahwa komoditas dan keuntungan diterima saat itu juga. dapat sementara didefinisikan sebagai Hal ini penting untuk membedakan objek nilai ekonomi. (Appandurai, komoditas dengan gift atau hadiah. 1986, hal. 3) kemudian meminjam istilah nilai ekonomi milik George KomodifikasiHinggi Simmel (Simmel 1978: 73) dimana nilai ekonomi adalah sesuatu yang Berkaitan dengan hinggi maka bersifat temporer dalam artian biografi atau siklus kehidupanhinggi bersifat subjektif dan dapat berubah dimulai dari proses penciptaannya. sesuai dengan hasrat keinginan sehelai kain hinggi dihasilkan untuk memiliki komoditas tersebut. melalui lika liku dan proses yang Sementara (Woodward, 2007, hal. 17) cukup panjang. Sehelai kain hinggi berpendapat bahwa kata ‘komoditas’ membutuhkan waktu satu hingga enam mengacu pada alur pertukaran objek bulan pengerjaan tergantung kualitas sebagai barang dagangan. Demikian hinggi yang diinginkan. Proses tersebut pula, komoditas adalah sesuatu yang diawali dari proses pemintalan benang, dapat dipertukarkan. Objek masuk perentangan benang, melukiskan desain ke dalam dan keluar dari lingkup motif, pengikatan benang, pewarnaan komoditisasi, sehingga objek yang benang, penenunan dan hingga sekarang menjadi komoditas mungkin penjahitan yang membutuhkan waktu tidak selalu menjadi komoditas karena panjang dengan sistem pembagian penggabungannya ke dalam dunia kerja yang kompleks dan diatur secara pribadi atau ritual individu, keluarga turun temurun. Pekerjaan menenun dan budaya. Sementara (Kopytoff, pada awalnya adalah ranah perempuan 1986, hal. 64) menyatakan proses Sumba, namun dalam prosesnya, produksi komoditas dipengaruhi oleh pembagian kerja untuk menghasilkan

80 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional sehelai hinggi juga melibatkan laki- hinggi sebagai gift masih ada, terutama laki dan perempuan, dan kesepakatan pada saat upacara pernikahan dan gotong royong satu desa dengan desa kematian. Walaupun saat ini orang lainnya. Misalnya saja pada proses Sumba telah memeluk agama selain pewarnaan. Para penenun yang agama marapu, hinggi tetap menjadi tinggal di desa – desa adat umumnya bagian penting dalam kehidupan memberikan pekerjaan pewarnaan mereka. Contohnya adalah di Gereja pada warga desa lain yang secara turun Kristen Sumba Timur, kita bisa temurun dikenal memiliki keahlian menyaksikan patung Yesus Kristus dalam pewarnaan. Hasil akhir dari mengenakan hinggi. Saat pemeluk semua proses tersebut adalah sehelai agama kristen meninggal, maka hinggi kain hinggi yang merupakan gabungan tetap digunakan sebagai penutup peti dua helai (dua lirang) kain tenun yang jenasah dan ikut dikuburkan bersama dijahit secara vertikal ,sehingga saat jenasah. Kedatangan orang asing juga dibentangkan, kain tersebut memiliki membawa pengaruh pada desain bentuk persegi panjang dengan ukuran dan fungsi hinggi. Pada masa inilah kurang lebih sekitar 2,5m x 1.5 m. hinggi menjadi komoditas dan masuk Komodifikasihinggi terbagi kedalam tahap komodifikasi melalui pada dua masa yaitu (1) masa sebelum perdagangan. Perdagangan kain hinggi masuknya orang asing, (2) masa setelah umumnya dijual langsung pada kedatangan orang asing. Sebelum wisatawan yang mengunjungi desa – kedatangan orang asing, hinggi adalah desa adat, dijual pada pengepul yang gift atau hadiah untuk berbagai acara akan menjualnya kembali di toko – seperti pernikahan dan kematian. toko souvenir di Bali, atau badan yang Hubungan seperti ini menurut ditunjuk pemerintah. Kopytoff (1986: 69). yang dalam Proses komoditisasi hinggi antropologi disebut sebagai “relations dengan orang asing sebenarnya sudah of reciprocity” atau hadiah yang bersifat berlangsung lama. Menurut Judi timbal balik dimana penerima hadiah Achjadi, hal ini dapat ditelusuri jauh berkewajiban memberikan hadiah hingga ke abad-19 dimana hinggi mulai yang sama nilainya di masa yang akan menarik perhatian pengunjung dari datang. Eropa pada akhir abad ke-19. Mereka Kontak dengan orang asing datang untuk membeli hinggi dan membawa warna baru pada perjalanan menggunakan hinggi sesuai dengan hidup hinggi. Di satu sisi, penggunaan kehendak dan kreatifitas pribadinya.

Prajnaparamita 81 Jurnal Museum Nasional Dari sini hinggi kemudian mengalami Mereka membawa tenun ikat untuk proses dekomodifikasi1. dijadikan hiasan yang digantung di dinding rumah, diselempangkan DekomodifikasiHinggi di dipan, dan dibentangkan diatas meja atau tempat tidur. Beberapa Proses dekomodifikasihinggi wastra menjadi koleksi museum yang terjadi setelah dilaksanakan transaksi berharga, sehingga memungkinkan ekonomi. Pembeli hinggi kemudian untuk mengikuti perubahan- memodifikasi hinggi menjadi sesuatu perubahan kecil yang telah terjadi yang memiliki makna dan nilai baru selama satu setengah abad setelah bagi mereka. Makna tersebut memiliki adanya kontak dengan masyarakat makna yang berbeda dengan makna asing yang sangat menghargai wastra dan nilai hinggi pada masyarakat tersebut” aslinya. Hal ini sesuai dengan yang Keadaan ini diperkuat dengan disampaikan oleh (Achjadi, 2013, hal. penelitian yang dilakukan oleh Biranul 3) : Annas. Menurutnya, kedatangan orang “Mereka terpesona oleh dari luar Sumba membawa pengaruh desain yang tegas, kekayaan warna pada desain dan fungsi hinggi. Desain dan ragam haias yang mudah dikenali hinggi yang tadinya bersifat tradisional seperti kuda cendana kecil yang dan idealistik bertransformasi indah, yang memegang peran penting menjadi desain yang disesuaikan dalam budaya Sumba, burung, rusa dengan kehendak pasar. Fungsi hinggi demgan tanduk mengagumkan , ular kemudian mengalami perluasan fungsi sedang merayap, kurakura, dan buaya dari kain tradisional menjadi berbagai yang diperuntukkan bagi penguasa, jenis suvenir yang digunakan sebagai kehidupan laut, sebagian dengan dekorasi (Annas, 2007, hal. 18). Kini, bentuk aneh, dan andungu atau pohon kain hinggi juga bertransformasi tengkorak yang dihiasi kepala museum menjadi busana unisex, baik busana yang ditangkap dalam peperangan. kerja maupun busana eksklusif

1Untuk memahami dekomodifikasi, sebuah contoh sederhana dituliskan oleh (Corrigan, 2006) dengan contoh pembelian kucing di sebuah Petshop. Dalam contoh tersebut dituliskan bahwa saat sebuah keluarga membeli kucing di Petshop maka kucing tersebut mengalami proses komoditisasi. Kucing yang menjadi miliki keluarga tersebut kemudian mengalami proses dekomodifikasi dijadikan hewan peliharaan yang disayangi dan diperlakukan secara khusus oleh keluarga sehingga memiliki nilai dan makna khusus bagi keluarga tersebut, lebih dari sekedar objek yang diperjualbelikan.

82 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional rancangan designer kenamaan. Hal dengan kualitas yang biasa saja. ini tak lepas dari peran pemerintah daerah yang berusaha menghidupkan RekomodifikasiHinggi ekonomi rakyat. Pemerintah daerah setempat mewajibkan setiap Siklus kehidupan hinggi aparaturnya mengenakan baju dinas kemudian berlanjut ketika hinggi sudah dari kain tenun. Selain itu para menjadi kain tua. Pada masa ini maka perancang di industri fashion hingga perjalanan siklus hidupnya berlanjut selebriti Indonesia mulai meliriknya. menuju dua arah. Yang pertama, hinggi Desainer ternama seperti Biyan menjadi sesuatu yang dilupakan karena Waatmaja, Denny Wirawan, Itang sudah kehilangan nilai ekonominya, Yunasz mampu menterjemahkan misalnya busana tersebut sudah lusuh, keindahan kain tenun ikat menjadi rusak atau bosan. Kedua, hinggi akan berbagai produk busana2. Kepopuleran menjadi benda antik yang ragam hinggi semakin meningkat semenjak hiasnya langka sehingga kembali kalangan selebriti seperti Dian memiliki nilai ekonomi tinggi dan Sastro, Marsha Timothy dan Nadine dipajang atau dijual ke satu kolektor. Candrawinata menjadikan hinggi Hal ini artinya hinggi mengalami sebagai bagian gaya fashion mereka3. tahap rekomodifikasi. Dalam Komoditisasi hinggi mempengaruhi suatu wawancara dengan Rambu perkembangan tenun ikat Sumba Margaretha, seorang penenun yang yang bermutu tinggi. Kondisi alam tinggal di Praiyawang, Sumba Timur yang tidak menentu menyulitkan para menyatakan bahwa trend kekinian penenun memproduksi kain terutama yang terjadi saat ini adalah munculnya untuk menghasilkan kain – kain permintaan kain-kain hinggi lama, dengan mutu yang terbaik, dengan yang sudah kusam dan tua dari para pewarna alami. Akhinya mereka juga wisatawan asing, khususnya wisatawan lebih memilih menggunakan pewarna dari Jepang. Berdasarkan hal itu, pabrik yang lebih murah. Kain – kain para penenun di desa-desa kembali yang dihasilkan lebih ditujukan untuk mengumpulkan kain-kain tenun tua, konsumsi oleh – oleh wisatawan, walaupun sudah kusam dan lapuk,

2https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20171116091214-277-255973/terpikat-sumba-biyan- hadirkan-koleksi-humba-hammu diakses tanggal 27 Mei 2018 jam 09.43 3https://hype.idntimes.com/entertainment/jcnd/cinta-indonesia-7-seleb-ini-bangga-kenakan-kain- tradisional-nusantara-c1c2/full diakses tanggal 27 Mei 2018 jam 09.46

Prajnaparamita 83 Jurnal Museum Nasional padahal sebelumnya kain-kain tersebut (Margaretha, 2018). biasanya sudah tidak terpakai dan Pemaparan tulisan mengenai dibiarkan begitu saja, bahkan dijadikan hinggi menunjukkan bahwa sebuah lap atau alas. Karena fenomena ini pula, benda budaya dari sudut pandang ada beberapa keluarga yang mencoba kebudayaan material memiliki mengambil kain tua yang dijadikan perjalanan hidup (biografi) yang bekal kubur keluarganya yang sudah dinamis atau senantias bergerak dari meninggal untuk dijual kembali. benda komuditas kemudian menjadi Alasan utamanya adalah kebutuhan benda non komoditas. Selain itu ekonomi. Selain itu mereka juga menurut perspektif biografi dalam memiliki harapan agar karya nenek konteks cultural biography maka sebuah moyang mereka dapat bermanfaat dan objek bukanlah suatu benda mati yang lestari. Proses pengambilan tersebut tidak memiliki makna apapun, dan dilaksanakan melalui upacara-upacara tidak diperhitungkan beradaannya terntu dengan mengorbankan hewan dalam kehidupan manusia. ternak, dengan harapan para marapu mau memahami keputusan mereka.

Daftar Pustaka

Achjadi, J. (2013). Wastra Sumba Warisan Dunia dari Indonesia. Jakarta: Museum Tekstil Jakarta. Annas, B. (2007). Tourism And The Hinggi Design Of East Sumba . A Study On Aestheti- cal Morphology Of Color and Motifs Of Traditional Cloth. ASEAN Journal on Hospitality dan Tourism. Vol. 6, Printed in Indonesia, 18. Appandurai, A. ( 1986). Comodities and Politic . In A. Appandurai, The social life of things. Commodities in cultural perspective. Pennsylvania : Cambridge Univer- sity Press. Corrigan, P. (2006). The Sociology Of Consumption. London: SAGE Publication. Kopytoff, I. (1986).The cultural biography of things: commoditization as process dalam. In A. Appandurai, The social life of things. Commodities in cultural perspective (p. 64). Pennsylvania: Cambridge University Press. Margaretha, R. (2018, Mei 21). Rekomodifikasi Hinggi Tua. (V. B. Sondag, Pewawancara) Museum Nasional, T. K. (2013). Kajian Tenun Ikat Sumba Timur. Jakarta: Museum Nasional (Belum Diterbitkan). Ndima, P. P., & Wiratmoko, N. T. (2007). Kajian Budaya Kain Tenun Ikat Sumba Timur. Waingapu: Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Timur .

84 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Soeriadiredja, P. (2017, Januari 2). fkai.org. Dipetik Juli 29, 2019, dari fkai.org: http://fkai. org//kain-tenun-ikat sumba-sebagai-pembungkus-jenazah-dan-bekal-kubur/ Woodward, I. (2007). Understanding Material Culture. London: SAGE Publication Ltd.

Foto 1. Penenun membuat tenunan hinggi sumber foto: Valentina Beatrix

Prajnaparamita 85 Jurnal Museum Nasional Foto 2. Busana tenun sumber foto: Valentina Beatrix

86 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional Prajnaparamita 87 Jurnal Museum Nasional Jurnal Museum Nasional

Redaksi menerima artikel dalam jurnal ini dengan tema tentang museum (koleksi, publikasi, pemasaran, layanan, dan lain-lain) atau permuseuman (kelembagaan, manajemen, regulasi, kemitraan. Dan lain-lain). Artikel dapat berupa hasil kajian/penelitian, refleksi terhadap persoalan-persoalan aktual museum, dan berupa resensi buku tentang museum dan atau tentang permuseuman.

Pengiriman Tulisan

Redaksi Jurnal Museum Nasional menerima artikel dengan tema terkait dengan Museum dan Kebudayaan untuk penyusunan Jurnal Museum Nasional: Prajnaparamita dengan ketentuan sebagai berikut:

1. Format tulisan: 2. Ms Word 3. Ukuran kertas A4 4. Margin 4 – 3 5. Huruf Time New Roman 12 6. Spasi 1,5 7. Pada awal tulisan dilengkapi abstraksi berbahasa inggris minimal 1 (satu) paragraf 8. Foto resolusi 300dpi (jika diperlukan)

Tulisan artikel dapat dikirim ke alamat email : [email protected] dilengkapi dengan data pribadi Penulis (nama, profesi, alamat rumah, alamat email, serta nomor yang dapat dihubungi).

Sistematika Penulisan

Penulisan artikel dalam jurnal harus mengikuti sistematika penulisan sebagai berikut: 1. Judul, berisi judul artikel dan dapat menggunakan sub judul. 2. Nama Penulis, Nama penulis ditulis lengkap 3. Inti sari (Abstraksi), Berisi ini sari artikel disertai dengan 3-5 kata kunci 4. Pendahuluan, berisi latar belakang penulisan artikel, tujuan, metode, dan sistematika baik secara eksplisit maupun implisit. 5. Pembahasan, adalah isi dari artikel. Penambahan sub-bahasan dapat disesuaikan dengan kebutuhan. 6. Penutup, berisi kesimpulan hasil pembahasan dan atau saran dari Penulis 7. Daftar Pustaka, berisi semua rujukan yang diacu dalam artikel, diurutkan sesuai abjad. Penulisan daftar pustaka menggunakan pedoman Harvard APA style, Nama belakang pengarang, tahun terbit, judul buku, penerbit, kota penerbit. 88 Prajnaparamita Jurnal Museum Nasional