Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama ISSN 2089-8835 Volume 2 Nomor 2 Tahun 2019: 105-112

DAKWAH ISLAM MELALUI KARYA SASTRA

Enung Nurhayati IKIP Siliwangi Bandung, Indonesia [email protected]

Dedi Junaedi IKIP Siliwangi Bandung, Indonesia [email protected]

Sahliah STIT Al Ihsan, Indonesia [email protected]

Abstract The Da'wah through literary works is based on Al- surah Ali Imran verse 110. Da'wah through literary works, in this case, the writer or creator of literary works is an element of da'i. Religious points, both religious themes or messages are elements of the message of preaching. While literary works are the media of his da'wah. Da'wah through literary works will be most successful depending on the way the presentation and packaging it uses. Da'i who are competent to become Islamic writers are needed. This was to meet the challenges when many writers (writers) often turned away from religious literature and preferred to pursue liberalism or genital literature (exploiting sex). Therefore, a cadre of the preachers should be needed for proselytizing professionals through literary works. Need to conduct training based on "Da'wah and Literature". The trainings study theoretically and practically about da'wah through media literary works. The main goal is for the preachers to be both theoretically and practically skilled in preaching through. Keywords: da’wah; media; literary.

Abstrak Dakwah Islam melalui karya sastra didasarkan pada Al-Quran surat Ali Imran ayat 110. Dakwah melalui karya sastra, dalam hal ini, maka penulis atau kreator karya sastra adalah unsur da’i. Pokok-pokok religi, baik tema atau pesan keagamaan adalah unsur pesan dakwah. Sedangkan karya sastra merupakan media dakwahnya. Dakwah melalui karya sastra akan berhasil dengan maksimal bergantung pada cara penyajian dan kemasan yang digunakannya. Diperlukan SDM-SDM da’i yang berkompeten menjadi sastrawan Islam. Hal itu untuk memenuhi tantangan ketika justru banyak penulis-penulis (sastrawan) yang seringkali lebih berpaling dari sastra religius dan lebih memilih menekuni sastra liberalisme atau sastra kelamin (mengeksploitasi seks). Oleh karenanya, selayaknya diperlukan gerakan pengkaderan para da’i untuk profesional berdakwah melalui karya sastra. Perlu mengadakan pelatihan-pelatihan yang berbasis “Dakwah dan Sastra”. Pelatihan-pelatihan tersebut mempelajari secara teoritis dan praktis mengenai dakwah melalui media karya sastra. Tujuan utamanya adalah agar para da’i baik secara teoritis dan praktis terampil berdakwah melalui karya sastra. Adapun contoh-contoh materi pelatihan bisa disajikan topik-topik seputar hakikat teori dakwah dan karya sastra serta praktiknya. Kata kunci: dakwah; media; sastra. Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama ISSN 2089-8835 Volume 2 Nomor 2 Tahun 2019

PENDAHULUAN terbalik. Artinya karya sastra dapat saja Membincangkan dakwah melalui menceritakan tentang kejahatan, media karya sastra adalah menarik, keburukan, keangkaramurkaan untuk karena pokok persoalan religi berkaitan dicam oleh pembaca (mad’u) secara dengan tema dan pesan keagamaan negatif agar tidak berkelakuan seperti dalam karya sastra. Tokoh dalam tokoh tersebut. Hal ini berbeda dengan perspektif religi berkaitan dengan wacana religius dalam aktifitas penokohan dalam karya sastra yang keagamaan. Dalam aktifitas keagamaan meliputi deksripsi, dramatisasi, lebih banyak menyatakan pesan solilokui, opini, dan kontekstualisasi. keagamaan yang berkaitan dengan Tema-tema religius dapat dilihat dari kebenaran, kebaikan, ketaqwaan, dan pikiran, perasaan, perilaku, dan keshalehan. Hal itu menunjukkan tindakan tokoh dalam karya sastra. bahwa risalah keagamaan berbeda Religiositas tokoh dapat dilihat melalui dengan cerita sastra. akan tetapi risalah penokohannya, secara fisik deskripsi keagamaan atau dakwah bisa tokoh dapat menggambarkan keadaan dilaksanakan melalui karya sastra. fisik. Dramatisasi menunjukkan perilaku religius tokoh. Solilokui atau HASIL DAN PEMBAHASAN senandika mengungkapkan pengakuan Perumusan Dakwah Islam Melalui pengalaman keagamaan tokoh. Opini Karya Sastra Berdasarkan QS. Ali mengomentari religiusitas seorang Imran ayat 110 tokoh menurut tokoh-tokoh lain. Dakwah Islam melalui karya Sedangkan kontektualisasi berkaitan sastra akan menghasilkan karya sastra dengan konteks religiusitas tokoh yang berjiwa transendental dan sufistik tersebut, baik dengan konteks sosial karena berangkat dari nilai-nilai maupun konteks kultural. Di samping ketahuidan, tetapi setelah itu memiliki itu, penamaan (naming) juga dapat semangat untuk terlibat dalam dijadikan alat karakterisasi. Nama mengubah sejarah kemanusiaan yang seorang tokoh memiliki hubungan karena itu memiliki semangat kenabian. afirmatif positif atau negatif terhadap Sebagai da’i dalam hal ini kreator karya religiusitasnya. sastra, pengalaman yang Berdakwah melalui media karya dipaparkannya ialah pengalaman sastra berkaitan dengan persoalan transendental, seperti ektase, ketuhanan dan keagamaan. Persoalan kerinduan, dan persatuan mistikal ketuhanan berkaitan dengan masalah dengan Yang Maha Transendental. teologi, pencarian tentang Tuhan dan Pengalaman itu di atas pengalaman keyakinan. Persoalan keagamaan keseharian dan bersifat supralogis berkaitan dengan sistem kepercayaan, (Hadi, 1999:23). ritual, peran sosial agama dalam Perumusan dakwah Islam melalui masyarakat dan lain-lain. karya sastra berdasarkan pada Al- Pesan-pesan religius biasanya Quran surat Ali Imran ayat 110: ُك ْنتُ ْمْْ َخ ْي َرْْأُ َّم ةْْأُ ْخ ِر َج ْْتْ ِلل َّنا ِسْْتَأْ ُم ُرو َنْْبِا ْل َم ْع ُرو ِْف ْْ berada dalam satu paradigma berbuat baik dan menghindari kejahatan. Akan وتَ ْنهو َنْْعنْ ْا ْلم ْن َكرْ ْوتُ ْؤ ِْمنُو َنْ ْبا َّّْللْو َلوْ ْآم َنْ ْأَ ْه ُْل ْْ َ َ ْ َ ِ ُ ِ َ ِ ِ َ ْ َ tetapi dalam karya sastra persoalan keagamaan bisa saja ditampilkan secara

106 - Dakwah Islam Melalui Karya Sastra Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama ISSN 2089-8835 Volume 2 Nomor 2 Tahun 2019

Shihab. 2018.241) karena Islam) ا ْل ِكتَا ِْب ْ َل َكا َنْ ْ َخ ْي ًرا ْ َل ُه ْمْ ْ ِم ْن ُه ُمْ ْا ْل ُم ْؤ ِمنُو َنْ ْ َوأَ ْكثَ ُر ُه ُْم ْْ sebagaimana diungkapkan Iqbal adalah ْ ُ .agama amal ال َفا ِسقو َنْ ْْ ْ Terjemahnya: Ketiga, pentingnya kesadaran. Nilai-nilai Illahiyah menjadi tumpuan Kamu (umat Islam) adalah umat aktivisme Islam. Peranan kesadaran ini yang terbaik yang dilahirkan membedakan dari etik Islam dan etik untuk manusia, menyuruh kepada materialistis. Pandangan Marxis bahwa yang ma'ruf, dan mencegah dari kesadaran (superstruktur) ditentukan yang munkar, dan beriman oleh struktur (basis sosial dan kondisi kepada . Sekiranya Ahli material), bertentangan dengan Kitab beriman, tentulah itu lebih pandangan Islam tentang indepedensi baik bagi mereka, di antara kesadaran. Pandangan yang selalu mereka ada yang beriman, dan mengembalikan pada individu kebanyakan mereka adalah orang- (individualism, eksistensialisme, orang yang fasik. (Al liberalism, dan kapitalisme) Mahira.2018:64) bertentangan dengan Islam, karena Ada empat hal yang tersirat dari yang menentukan bentuk kesadaran ayat di atas, (1) konsep tentang umat bukan individu tetapi Tuhan. Segala terbaik, (2) aktivisme sejarah, (3) bentuk sekularisme bertentangan pentingnya kesadaran, dan (4) etik dengan kesadaran Illahiyah. profetik. Pertama, konsep tentang umat Keempat, etik profetik. Ayat ini terbaik (the choosen people). Umat Islam berlaku umum, untuk siapa saja, baik akan menjadi terbaik (khaira ummat) individu (orang awam, ahli, super ahli), dengan syarat mengerjakan tiga hal lembaga (ilmu, universitas, ormas, sebagaimana disebutkan oleh ayat orsospol), maupun kolektifitas (jamaah, tersebut. Jadi sebuah umat tidak secara umat, kelompok masyarakat). Semua otomatis akan menjadi the choosen people. diharuskan mengamalkan ayat ini, Konsep the choosen people dalam Islam yaitu menyuruh kebaikan (al-amr bi al- ini berbeda dengan konsep the choosen ma’ruf), mencegah kejelekan (al;nahy ‘an people dari Yudaisme. Konsep Yudaisme al-munkar), dan beriman kepada Allah menyebabkan rasialisme, sedangkan (al-iman bi Allah). Ketiga hal itu adalah konsep umat terbaik dalam Islam justru unsur yang tidak terpisahkan dari etik sebuah tantangan untuk bekerja lebih profetik. keras aktivisme sejarah. Asal-usul etik profetik ini, Kedua, aktivisme sejarah. Bekerja menurut Kuntowijoyo, bisa ditelusuri di tengah-tengah manusia (ukhrijat li al- dalam tulisan-tulisan Iqbal dan Roger nas) berarti bahwa yang ideal bagi Islam Garaudy. Dalam buku, Membangun ialah keterlibatan umat dalam sejarah. Kembali Pikiran Agama dalam Islam, Iqbal Tidak menikah (wadat), mengasingkan (1966) mengungkapkan bahwa Nabi diri (uzlah), dan kerahiban tidak SAW. Telah sampai ke dibenarkan. Demikian juga kegiatan tempat yang paling tinggi yang menjadi mistik yang berlebihan melupakan dambaan ahli mistik (peristiwa Isra keduniaan bukanlah kehendak Islam, Mi’raj), tetapi Beliau tetap kembali ke bahkan siapa yang mempertemukan dunia untuk menunaikan tugas-tugas secara indah wujud ini dengan Tuhan kerasulannya. Pengalaman keagamaan

Enung Nurhayati, Dedi Junaedi, Sahliah - 107 Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama ISSN 2089-8835 Volume 2 Nomor 2 Tahun 2019 yang luar biasa di dalam Isra Mi’raj itu Allah (amar ma’ruf, nahi munkar, dan dijadikan oleh Nabi Muhammad SAW. tu’minu billah). sebagai kekuatan psikologis untuk Dakwah melalui karya sastra melakukan perubahan kemanusiaan. akan berhasil dengan maksimal Dengan kata lain, pengalaman religius bergantung pada cara penyajian dan itu justru menjadi dasar keterlibatannya kemasan yang digunakannya; dalam sejarah, sebuah aktivisme bagaimana pesan-pesan agama dikemas sejarah. Sunnah Nabi yang berbeda dan disajikan. Jika kreator karya sastra dengan jalan seorang mistikus yang menampilkan catatan kritis atas puas dengan pencapaiannya sendiri. penyalahgunaan simbol-simbol agama Sunnah Nabi yang demikian ini disebut tanpa memberi ruang bagi penafsiran dengan etik profetik. Dengan demikian yang lain, maka sangat mungkin akan maka etik profetik merupakan kegiatan muncul reaksi dari masyarakat berdakwah. penganut agama yang bersangkutan. Kasus cerpen, Langit Makin Mendung Berdakwah Melalui Karya Sastra karya Kipanjikusmin, yang dimuat Etik profetik atau berdakwah, dalam majalah Sastra pada edisi hakikatnya merupakan perilaku Agustus 1968. Cerpen ini dianggap keislaman muslim yang melibatkan menghina Nabi Muhammad, dan beberapa unsur: (1) da’i; (2) pesan; (3) dengan begitu, sekaligus juga berarti media; (4) metode; (5) mad’u;, dan (6) melecehkan agama Islam. Reaksi keras respon. Agar dakwah tercapai dengan dari umat Islam pun mengalir. Pada arah dan tujuan secara maksimal, maka tanggal 22 Oktober 1968, Kipanjikusmin diperlukan untuk memaksimalkan menyatakan mencabut cerpennya itu. keterlibatan unsur-unsur dakwah Tetapi persoalannya tidaklah berhenti tersebut. Salah satu cara melaksanakan sampai di situ, H.B. Jassin selaku dakwah adalah melalui karya sastra. penanggung jawab majalah itu diminta Dalam hal ini, maka penulis atau pertanggungjawabannya, diadili di kreator karya sastra adalah unsur da’i. pengadilan (Mahayana, 2005:170). Pokok-pokok religi, baik tema atau Kasus cerpen Langit Makin pesan keagamaan adalah unsur pesan Mendung adalah contoh, bagaimana dakwah. Sedangkan karya sastra simbol-simbol agama yang disajikan merupakan media dakwahnya. dan dikemas secara eksplisit dan Ketika menyebutkan dakwah artifisial. Sebaliknya, jika dikemas rapih melalui karya sastra, tentu saja yang dan disajikan secara mendalam, terngiang dalam pikiran adalah karya hasilnya sangat mungkin justru menjadi sastra yang menyuarakan keagamaan. karya agung. Jalaluddin Rumi, Rabiah Karya sastra seperti ini biasanya disebut Al-Adawiyah, Fariduddin Attar, sastra religi, ada juga yang Mohamad Iqbal dan sastrawan yang menyebutkan sastra sufi, sastra berhasil mengemas pesan agama ke transendensi, sastra profetik, dan sastra dalam estika sastra. pesantren. Semuanya, bermuara kepada Sejumlah pujangga besar dalam pengertian kesadaran akan rasa sejarah sastra Indonesia yang pernah ketuhanan, kebenaran yang bersumber menyampaikan pesan agama tanpa pada Tuhan. Dalam Islam terfokus pada harus meninggalkan estetika sastra dan menyuruh kepada kebaikan, mencegah tidak menimbulkan masalah (reaksi kemunkaran, dan keimanan kepada negatif), dapatlah disebutkan beberapa

108 - Dakwah Islam Melalui Karya Sastra Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama ISSN 2089-8835 Volume 2 Nomor 2 Tahun 2019 di antaranya, Hamzah Fansuri, Raja Ali dan karya kaum sufi. Danarto dalam Haji, Yasadipura I. dalam deretan cerpennya yang berjudul Lempengan- sastrawan modern, Amir hamzah lempengan Cahaya menampilkan Al- termasuk salah satunya. Di genre drama Fatihah sebagai tokoh utamanya. misalnya, karya-karya Arifin C. Noer. Berdakwah melalui karya sastra Sejumlah besar dramanya, jelas sangat yang lebih menarik lagi adalah yang dipengaruhi oleh tradisi keagamaan dilakukan para sastrawan Indonesia kaum sufi. Arifin C. Noer mengangkat pada genre puisi, karena bahasa puisi dalam kemasan keterasingan manusia dianggap lebih mewakili ekspresi jiwa dalam berhadapan dengan problem si penyair, atau mungkin juga karena masyarakat modern. Lunturnya nilai- pengaruh sikap keagamaannya yang nilai keagamaan, dekadensi moral, atau begitu kuat. Amir Hamzah, Raja bahaya pencemaran lingkungan Penyair Pujangga Baru misalnya, merupakan tema-tema dramanya. banyak mengungkapkan kerinduannya Simak saja, Kapai-kapai, Sumur tanpa untuk jumpa dengan Tuhan dalam Dasar, atau Ozon, terkandung misi puisinya, Nyanyian Sunyi (1937) dan keagamaan yang hendak Buah Rindu (1941). Sajak-sajak Amir ditawarkannya. Hamzah itu mengesankan adanya Di genre prosa dapat ditemukan pengaruh kuat para penyair sufi, seperti dakwah keagamaan misalnya, pada Hamzah Fansuri atau Jalaluddin Rumi. karya Kuntowijoyo (Khutbah di atas Bukit, 1976), Ahmad Tohari (Kubah, Pengkaderan Berdakwah Melalui 1980). Di bawah Lindungan Kabah karya Karya Sastra misalnya, Ia mengambil latar Sebagai insan dakwah, maka Mekkah, dan di dalamnya dibawa pada diperlukan juga SDM-SDM da’i yang suasana keagamaan yang intens. Begitu berkompeten menjadi sastrawan Islam. pula novel Djamil Suherman, Perjalanan Demikian hal ini untuk memenuhi ke Akhirat (1963) yang menggambarkan tantangan ketika justru banyak penulis- alam kubur dan keadaan surga dan penulis (sastrawan) yang seringkali neraka. Suasana keagamaan itu juga lebih berpaling dari sastra religius dan terasa begitu kuat pada novel Di Bawah lebih memilih menekuni sastra Naungan Al-Quran (1957) karya liberalisme atau sastra kelamin Muhamad Ali, dan Atheis (1948) karya (mengeksploitasi seks). Sementara itu, Achdiat Karta Miharja, meskipun Atheis untuk berdakwah dalam karya sastra lebih banyak mengungkapkan harus memberi pesan dan amanat yang kegelisahan dan ketakutan tokoh Hasan jelas, mengandung nilai-nilai moral dalam menghadapi akhirat. yang tinggi. Dalam cerpen-cerpen Indonesia Karya sastra yang baik selalu yang bernafaskan keagamaan memberi pesan kepada pembacanya ditemukan sejumlah nama, seperti untuk berbuat baik. Pesan ini kemudian Danarto, Muhammad Dipenogoro, dinamakan “moral’, yaitu karya sastra Kuntowijoyo, atau Ahmad Tohari yang yang baik selalu mengajak pembacanya tidak hanya menyerap tradisi pesantren untuk menjunjung tinggi norma-norma yang pernah digelutinya. Akan tetapi moral. Dengan demikian, sastra juga sedikit banyak terpengaruh dianggap sebagai sarana pendidikan pemikiran para sastrawan besar Islam moral (Darma, 1995:105). Padahal

Enung Nurhayati, Dedi Junaedi, Sahliah - 109 Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama ISSN 2089-8835 Volume 2 Nomor 2 Tahun 2019 dalam pratiknya sastra seringkali Kita begitu dekat berlawanan dengan harapan tersebut, Dalam gelap karena sastra membeberkan Kini aku nyala kebobrokan, kenistaan, dan kepahitan Pada lampu padammu hidup. Dari kerusakan-kerusakan moral itu akan memuncak pada sebuah Karya sastra di atas itu, katarsis, pensucian diri. Sehingga dari menunjukkan kedekatan sangat intim pengalaman membaca sastra akan antara sang penyair dengan Tuhannya terambil hikmahnya. Jadi seringkali bahkan isinya memuat nilai-nilai agama sastra memberikan pesan atau amanat (Ajib. 2017:105). Penyair begitu dekat hanya tersirat saja, tidak tersurat. Dan seperti api dan panas, kain dan kapas, hal ini membutuhkan diri pembaca angin dan arahnya. Wahdatul wujud (mad’u) untuk aktif berpikir, tidak begitu dalam sebutan ilmu tasawuf, hanya menerima jadinya saja, yang sedangkan dalam mistik Jawa disebut justru membuat diri pembaca (mad’u) Manunggaling Kawulo Gusti. pasif. Menyatunya makhluk dengan Lalu bagaimana mewujudkan Tuhannya. Puisi di atas tidak terjebak dakwah melalui karya sastra yang bisa dalam konseptual, definitif dan dikatakan berhasil?. Seringkali sastra normatif keagamaan, justru mampu religius hanyalah semata-mata memberikan pencerahan rohani memindahkan atau mencomot kata- terhadap pembaca karena sifatnya kata yang ada dalam kitab suci. personal, otentik, dan sublime. Sehingga pembaca (mad’u) tidak Sehingga puisi itu mengejutkan dan menemukan kebaruan dan keunikan di mampu menciptakan keindahan. Puisi dalamnya. Bahkan sama saja dengan itu mampu memberikan gambaran dan mendengarkan rohaniwan berdakwah penghayatan si penyair akan rasa atau membaca buku-buku keagamaan. ketuhanan dengan interpretasi yang Padahal bagi seorang sastrawan Islam intens dan unik. yang benar-benar memahami estetika Selanjutnya, pengkader para da’i dituntut lebih tinggi dalam untuk profesional berdakwah melalui kemahirannya menerjemahkan doa karya sastra. demikian hal itu penting dalam pencitraan baru yang otentik dan untuk menjawab permasalahan- kreatif. permasalahan berikut: Perhatikan misalnya, sebait puisi a) Bagaimana dakwah Islam melalui karya Abdul Hadi WM: karya sastra memotret fenomena- Tuhan Kita Begitu Dekat fenomena kejadian di dunia yang Tuhan merefleksikan kenyataan kehidupan Kita begitu dekat keagamaan. Sebagai api dengan panas b) Apa fungsi dakwah Islam melalui Aku panas dalam apimu karya sastra dalam memaknai Tuhan fenomena keagamaan. Kita begitu dekat c) Bagaimana dakwah melalui karya Seperti kain dengan kapas sastra mengemas rasa cinta manusia Aku kapas dalam kainmu kepada Tuhannya, kepada alam Tuhan semesta, dan kepada sesama Kita begitu dekat manusia, serta bagaimana dakwah Seperti angin dengan arahnya dalam karya sastra itu

110 - Dakwah Islam Melalui Karya Sastra Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama ISSN 2089-8835 Volume 2 Nomor 2 Tahun 2019

menggambarkan perputaran alam d) Efek komunikasi dakwah dalam semesta dengan prinsif keindahan. karya sastra. d) Bagaimana dakwah melalui karya e) Stilistika dakwah dalam karya sastra mengkhususkan sastra. Menunjukkan stilistika yang pandangannya hanya kepada Tuhan digunakan untuk berdakwah yang merupakan sumber dari segala melalui karya sastra, stilistika sumber sesuatu yang kemudian agama secara umumnya ataupun tergambar dalam sifat-sifat Tuhan stilistika Al-Quran dan Al-Hadits yang menjelma dalam mahkluk- pada khususnya. mahkluknya. f) Semiotika dakwah dalam karya e) Bagaimana dakwah dalam karya sastra. Menunjukkan cara sastra mengungkapkan pengalaman- memaknai secara heuristic dan pengalaman keagamaan pengarang hermeneutic karya-karya sastra yang penuh makna menggunakan religi. bahasa simbolik. g) Resepsi dakwah dalam karya sastra. Mengacu pada pentingnya Menunjukkan karya-karya sastra pengkaderan da’i yang profesional yang bersifat keagamaan saling berdakwah melalui karya sastra, maka meresepsi, karya sastra religi perlu dilaksanakan pelatihan-pelatihan meresepsi terhadap Al-Quran dan yang berbasis “Dakwah dan Sastra”. Al-Hadits, atau karya sastra religi Pelatihan-pelatihan tersebut terhadap karya sastra religi lainnya mempelajari secara teoritis dan praktis (daerah, Indonesia, dan asing). mengenai dakwah melalui media karya h) Aplikasi dakwah melalui karya sastra. Tujuan utamanya adalah agar sastra. praktik latihan pembuatan para da’i baik secara teoritis dan praktis karya sastra religi. terampil berdakwah melalui karya i) Apresiasi terhadap karya-karya sastra dan mampu memberikan solusi sastra yang bersifat keagamaan. terhadap lima permasalahan di atas. Praktik latihan menilai karya sastra Untuk mencapai tujuan tersebut di religi. atas, beberapa contoh materi pelatihan bisa disajikan dalam bentuk topik-topik KESIMPULAN sebagai berikut. Dakwah Islam melalui karya a) Pengertian dan hakikat dakwah sastra didasarkan pada Al-Quran surat dalam karya sastra: (a) pengertian Ali Imran ayat 110. Ada empat hal yang dakwah, sastra, dan genre- tersirat dari ayat di atas, (1) konsep genrenya, (3) karya sastra sebagai tentang umat terbaik, (2) aktivisme media dakwah. sejarah, (3) pentingnya kesadaran, dan b) Nama-nama lain karya sastra yang (4) etik profetik. Selanjutnya, etik bersifat keagamaan (sastra religi, profetik atau berdakwah, hakikatnya sastra pesantren, sastra merupakan perilaku keislaman muslim transendental, sastra sufi, dan sastra yang melibatkan beberapa unsur: (1) profetik). da’i; (2) pesan; (3) media; (4) metode; (5) c) Pengkajian dakwah dalam karya mad’u;, dan (6) respon. sastra ditinjau dari unsur-unsur Salah satu cara melaksanakan intrinsik dan ekstrinsik karya sastra. dakwah adalah melalui karya sastra. Dalam hal ini, maka penulis atau

Enung Nurhayati, Dedi Junaedi, Sahliah - 111 Hanifiya: Jurnal Studi Agama-Agama ISSN 2089-8835 Volume 2 Nomor 2 Tahun 2019 kreator karya sastra adalah unsur da’i. penyalahgunaan simbol-simbol agama Pokok-pokok religi, baik tema atau tanpa memberi ruang bagi penafsiran pesan keagamaan adalah unsur pesan yang lain, maka sangat mungkin akan dakwah. Sedangkan karya sastra muncul reaksi dari masyarakat merupakan media dakwahnya. penganut agama yang bersangkutan. Dakwah melalui karya sastra akan Sebaliknya, jika dikemas rapih dan berhasil dengan maksimal bergantung disajikan secara mendalam, hasilnya pada cara penyajian dan kemasan yang sangat mungkin justru menjadi karya digunakannya. Jika kreator karya sastra agung. menampilkan catatan kritis atas

DAFTAR PUSTAKA Al Mahira. 2018. Quran Hafalan dan Terjemahan. Al mahira. Al-Hakim, Taufiq. 1972. Fannul Adab. Bayrut: Darul Kitab Al-Lubany. Ali, Muhammad. 1986. Ihwal Dunia Sastra. Surabaya: Bina Ilmu. Darma, Budi. 1995. Harmonium. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hadi, M.W., Abdul. 1999. Kembali ke Akar Kembali ke Sumber: Esai-esai Sastra Profetik dan Sufistik. : Pustaka Firdaus. Hasjmy. 1994. Dustur Dakwah Menurut Al-Quran. Jakarta: Bulan Bintang. Iqbal, Muhammad. 1966. Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam. Terjemahan. Goenawan Moehamma dkk. Jakarta: Tintamas. Junus, Umar. 1989. Stilistika: Satu pengantar. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Lexemburg, Jan Van., Mieke Bal., dan Willem G. Westteijin. 1982. Inleiding in de Literatuurwetenschap. Muiderberg: Dick Countinho B.V. Uigtrever. (diterjemahkan oleh Dick Hartono. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT Gramedia). M Quraish Shihab. 2018. Islam yang saya Pahami Keragaman itu Rahmat. Lentera Hati. Mahayana, Maman S. 2005. Jawaban Sastra Indonesia. Jakarta: Bening Publishing. Manshur, Fadhil Munawar. 2005. Sastra: Teori dan Metode. Ciamis Jawa Barat: Penerbit Program Pascasarjana IAID. ______. 2010. “Sastra Islam dalam Perspektif Taufiq Al-Hakim” dalam buku Jejak Sastra dan Budaya. Yogyakarta: Elmatera Minderop, Albertine. 2005. Metode Karakteristik Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Rosidi. Ajib. 2017. Iktisat Sejarah Santera Indonesia. Pustaka Jaya. Subandi, Ahmad. 1994. Ilmu Dakwah. Bandung: Syahida. Tasmara, Toto. 1997. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Gaya Media Pratama. Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Wellek, Rene dan Austin Warren. 1997. Theory of Literatur. London: Harcout Brace Javanovich. (Diterjemahkan oleh Melani Budianta. 1995. Teori Kesusasteraan. Jakarta: PT Gramedia).

112 - Dakwah Islam Melalui Karya Sastra