Copyright © 2020 ARCADE:This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License[CC BY SA]

POLA PERMUKIMAN MASYARAKAT ABOGE, DESA CIKAKAK, KEC. WANGON, KAB. BANYUMAS

Huda B1, R. Siti Rukayah2, Suzanna Ratih Sari3 Magister Arsitektur Universitas Diponegoro E-mail: [email protected]

Informasi Naskah: Abstract: In Indonesia, there are still many traditional settlements, where the people who live Diterima: in it still follow in the footsteps of their ancestors. One of them is a settlement in Cikakak Village, 1 Maret 2020 They still respects and preserves the culture of their ancestors before them. The purpose of this study was to determine the pattern of settlements formed in the Village of Cikakak. This is Direvisi: because the people there have quite unique characteristics, firstly because the use of the aboge 15 Mei 2020 calendar, the people in this village are the Aboge Kejawen community. The research method Disetujui terbit: used in this study is a qualitative research method with involved observation. It is obvious that 4 Juni 2020 each individual group certainly has a variety of different ways of reaching a social agreement, this is what then gives the difference between a settlement with other settlements. There are Diterbitkan: unique things that emerge from each individual group, including orientation, shape, spatial Cetak: patterns and religious concepts and traditions that form the basis of the formation of a 29 Juli 2020 settlement. The settlement patterns found in Cikakak Village are a combination of cluster settlement patterns and linear settlement patterns formed by kinship relations and components Online of traditional space types at various scales, and orientation based on the presence of the Kiai 10 Juli 2020 H. Mustolih Tomb and Saka Tunggal , and the spatial hierarchy that is placing space as a pattern forming settlements in the Village Cikakak.

Keyword: settlements, pattern area, kejawen, aboge, belief

Abstrak: Di Indonesia, masih banyak terdapat permukiman tradisional, dimana masyarakat yang tinggal di dalamnya masih mengikuti jejak peninggalan dari nenek moyang mereka. Salah satu diantaranya merupakan permukiman di Desa Cikakak, Kec. Wangon mereka masih menghargai dan melestarikan budaya dari leluhur sebelum mereka. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengetahui pola permukiman yang terbentuk di Desa Cikakak. Hal ini dikarenakan masyarakat disana memiliki karakteristik yang cukup unik yakni penggunaan kalender aboge, karena masyarakat di desa ini merupakan kelompok masyarakat kejawen aboge. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah metode penelitian kualitatif dengan observasi terlibat. Setiap kelompok individu tentunya memiliki berbagai cara yang berbeda dalam mencapai sebuah kesepakatan sosial, hal inilah yang kemudian memberikan berbedaan antara suatu permukiman dengan permukiman lainnya. Ada hal unik yang muncul dari setiap kelompok individu, antara lain orientasi, bentuk, pola ruang serta konsep kepercayaan maupun tradisi yang melatarbelakangi terbentuknya suatu permukiman. Pola permukiman yang terdapat di Desa Cikakak merupakan bentuk gabungan dari pola permukiman kluster dan pola permukiman linear yang terbentuk akibat hubungan kekerabatan dan komponen jenis ruang tradisi dalam berbagai skala, dan orientasi berdasarkan keberadaan Makam Kiai H. Mustolih dan Masjid Saka Tunggal, serta hirarki ruang yang menempatkan ruang sebagai pola pembentuk permukiman di Desa Cikakak.

Kata Kunci: permukiman, pola ruang, kejawen, aboge, kepercayaan

PENDAHULUAN permukiman merupakan hasil karya dari masyarakat Pola permukiman menunjukan tempat bermukim yang terbentuk dalam bentuk ungakapan fisik yang manusia dimana mereka melakukan segala kegiatan juga dipengaruhi oleh faktor social budaya dari dan aktivitas kesehariannya. Permukiman masyarakat di lingkungan tersebut. Terdapat banyak merupakan suatu tempat maupun ruang dimana aktifitas masyarakat yang dapat mempengaruhi pola penduduknya terfokus dan hidup bersama dalam permukiman yang terbentuk, ada yang pola tata sebuah lingkungan untuk mempertahankan, ruang permukimannya lebih dominan dipengaruhi melangsungkan dan atau mengembangkan oleh sistem mata pencaharian, serta ada yang hidupnya. Menurut Rapoport (1969), sebuah dipengaruhi oleh hubungan kekerabatannya. Dalam

142 Jurnal Arsitektur ARCADE: Vol. 4 No.2, Juli 2020 Copyright © 2020 ARCADE:This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License[CC BY SA] penelitian ini, akan peneliti coba untuk menganalisa tradisional memiliki peranan penting dalam dunia dan menjabarkan mengenai dampak dan pengaruh arsitektur karena dapat membantu memahami adanya sistem kepercayaan aboge terhadap pola perubahan pola tata ruang dari waktu ke waktu. permukiman yang terbentuk di Desa Cikakak. Seperti yang telah dijelaskan oleh Burhan (2008), pola tata ruang permukiman tradisional dipengaruhi TINJUAN PUSTAKA oleh beberapa hal, diantaranya; tata guna lahan, Rapoport berpendapat dalam bukunya bahwa pola ruang budaya dan pola tata ruang tempat pengertian dari tata ruang merupakan sebuah tinggal. Pola ruang budaya dalam hal ini merupakan lingkungan fisik dimana terdapat hubungan aktivitas budaya yang dilakukan sehari – hari hingga organisasi antar beberapa objek dan manusia yang ritual – ritual yang dijalankan oleh masyarakat terpisah dalam bentuk ruang – ruang tertentu. Tata setempat. Berdasarkan adanya aktivitas yang ruang secara konsepsual menekankan pada proses dilakukan secara berulang maka akan muncul yang berketergantungan diantaranya: sebuah pola kebudayaan, karena hal tersebut - Proses yang mengkhususkan hubungan antara sangatlah akrab dengan permukman tradisional. aktifitas sebuah kawasan dengan fungsinya Seringkali struktur tata ruang permukiman di - Adanya ketersediaan fisik untuk menjawab gambarkan dengan mengindentifikasi tempat, kebutuhan ruang untuk masyarakat beraktifitas, lintasan dan batasan yang dijadikan sebagai seperti tempat tinggal, ruang kerja, transportasi komponen utama. Selanjutnya di orientasikan dan sejenisnya, serta melalui tingkatan hirarki dan jaringan yang muncul - Proses pengadaan dan penggabungan tatanan dalam sebuah lingkungan baik secara fisik maupun ruang ini antara berbagai bagian -bagian non fisik, namun hal tersebut tidak hanya permukaan bumi di atas, yang mana memprioritaskan orientasi namun juga merupakan ditempatkan berbagai aktivitas dengan bagian bentuk nyata dari sebuah pengakuan. Setiap atas ruang angkasa, serta kebagian dalam yang kelompok individu tentunya memiliki berbagai cara mengandung berbagai sumber daya sehingga yang berbeda dalam mencapai sebuah kesepakatan perlu dilihat dalam wawasan yang integratik. sosial, hal inilah yang kemudian memberikan Berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia berbedaan antara suatu permukiman dengan No.4 Tahun 1992 Pasal 3, mengenai perumahan dan permukiman yang lain. Ada hal – hal unik yang permukiman, dinyatakan bahwa permukiman muncul dari setiap kelompok individu, antara lain merupakan suatu bagian dari lingkungan hidup diluar orientasi, bentuk, serta pola tata ruang serta kawasan lindung, baik yang berupa kawasan persepsi religi maupun tradisi yang melatarbelakangi perkotaan maupun pedesaan yang berfungsi terbentuknya suatu permukiman. sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian dan Oleh karena itu, setiap hasil karya individu tempat kegiatan yang mendukung peri kehidupan merupakan wujud dari kebudayaan secara fisik, dan penghidupan. Sehingga dapat dikatakan bahwa termasuk didalamnya sebuah permukiman dan permukiman merupakan suatu kawasan dimana bangunan tradisional yang memiliki nilai kultural dan penghuninya merupakan sekelompok individu yang kesakralan serta memiliki batasan dan hukum alam. hidup bersamaan dan mereka mendirikan tempat Termasuk salah satunya permukiman di Desa huninan dengan memiliki prasarana lingkungan. Di Cikakak, Kec. Wangon. Bentuk permukiman yang Indonesia, masih banyak terdapat permukiman ada, merupakan sebuah perwujudan fisik dari tradisional, dimana masyarakat yang tinggal di kebudayaan dan bangunan tradisional yang ada dalamnya maish mengikuti jejak peninggalan dari memiliki niali adat dan budaya yang sejalan dengan nenek moyang mereka. Salah satu diantaranya kehidupan alam di lereng pegunungan. Mengacu merupakan permukiman di Desa Cikakak, Kec. pada fakta yang ada, maka memunculkan Wangon mereka masih menghargai dan pertanyaan bagaimanakah pola permukiman melestarikan budaya dari leluhur sebelum mereka. masyarakat di Desa Cikakak? Dari pertanyaan ini Pada dasarnya, permukiman tradisional merupakan diharapkan dapat merumuskan pola tata ruang kumpulan dari masyarakat agraris dan homogen permukiman yang terbentuk karena pola yang yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan, terbentuk tidak lepas dari pengaruh keberadaan tradisi dan alam sekitar. Salah satu ciri dari karakteristik masyarakat, terutama dari segi permukiman tradisional ialah: masyarakatnya masih kebudayaan dan uniknya kepercayaan yang ada di hidup secara sederhana, kehidupan masyarakat Desa Cikakak. sosialnya masih tertutup dan tidak berusaha untuk memajukan diri, masih memiliki hubungan METODOLOGI PENELITIAN kekerabatan satu sama lain, taat terhadap tradisi dan Secara umum, penelitian ini berhubungan dengan kebudayaan yang ada, serta masih kajian antropologi ruang - etnografi dan menggantungkan kehidupan pada hasil panen. pembelajaran kultur. Menurut Muhadjirin (2000) Menurut Amos Rapoport (1969), faktor sosial budaya etnografi bersifat idiografik, yakni mendeskripsikan merupakan faktor penentu perwujudan arsitektur, hal jenis kebudayaan dan tradisi yang ada. Secara tersebut dikarenakan terdapat sistem nilai khusus, jenis penelitian ini merupakan penelitian didalamnya yang akan memandu manusia dalam eksplorasi lapangan dan memiliki sifat naturalistik, memandang serta memahami dunia disekitarnya. karena memiliki tujuan untuk mencoba mendalami Sehingga dapat dikatakan bahwa permukiman fenomena yang ada dan selanjutnya mencari tahu Huda Muhammad B, R. Siti Rukayah, Suzanna Ratih Sari: [Pola Permukiman Masyarakat Aboge, Desa Cikakak…] 143 Copyright © 2020 ARCADE:This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License[CC BY SA] lebih lanjut mengenai penjelasannya. Oleh karena itu Secara umum keduanya memiliki karakter yang penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif sama namun terdapat perbedaan prinsip. dengan observasi terlibat. Analisis yang akan - Golongan aboge putihan, merupakan golongan digunakan dalam penelitian ini ialah deskriptif masyarakat yang cenderung menggambarkan kualitatif, dan environmental cognition. interpretasi jawa yang sinkretik. Dimana Operasionalnya didasari pada pemahaman dan masyarakat setempat tetap menjalani rutinitas kesadaran individu dalam memahami lingkungan di ibadah sebagaimana pemeluk agama islam sekitarnya. Prosesnya berdasarkan ingatan tiap pada umumnya tetapi juga tiadk meninggalkan individu dan pengalamannya terhadap aktivitas dan peribadatan khas islam kejawen. ruang di sekitarnya. Berdasarkan hal tersebut, - Golongan aboge Abangan, merupakan secara sadar dan tidak sadar manusia dapat golongan masyarakat yang menolak berbagai digunakan untuk membantu merumuskan dan bentuk ibadah seperti shalat, puasa, zakat dan mengidentifikasikan karakteristik ruang yang haji. terbentuk. Di Kabupaten Banyumas, masih terdapat beberapa Pada penelitian ini populasi obyek penelitian adalah komunitas yang masih kental melestarikan tradisi perumahan dan permukiman di Desa Cikakak, Aboge, seperti di Kecamatan Ajibarang, Pekuncen, Kecamatan Wangon, Kab. Banyumas. Sebagai Wangon dan daerah sekitarnya. Salah satu subyek penelitian, populasi dalam penelitian ini komunitas Aboge Putihan yang masih eksis dan adalah warga di sekitar Masjid Saka Tunggal dan memiliki penganut dialah desa Cikakak, sedangan Makam Kiai Haji Mustolih yang mana memiliki untuk komunitas Aboge Abangan yang maish eksis keterlibatan langsung dengan keberadaan kelompok terdapat di Desa Bonokeling. masyarakat Aboge di Desa Cikakak, Kecamatan Aliran aboge sering juga disebut thoriqoh syatoriyah Wangon, Kab. Banyumas. An Nahdliyyah. Pengikut ajaran Islam aboge di Desa Cikakak dan di tempat lainnya merupakan pengikut kepercayaan yang diajarkan R.R. Sayyid dari Pajang sejak abad ke-14. Istilah Aboge ini berasal dari kosa kata Jawa, yaitu merupakan kependekan dari alif rebo wage. Aboge sendiri merupakan metode perhitungan Jawa yang biasa digunakan untuk menentukan hari, tanggal dan bulan Jawa. Salah satu contoh perhitungannya adalah digunakan untuk menentukan hari raya lebaran Syawal. Konsepsi keterhubungan antara waktu yang baik yang mempengaruhi ruang yang dipahami orang jawa pada umumnya lewat konsepsi primbon, dan masyarakat Desa Cikakak dengan Komunitas aboge secara khusus. Ruang yang menjadi orientasi komunitas kejawen adalah yang dikenal dengan Gambar 1. Lokasi Penelitian di Desa Cikakak sebutan punden atau pedhanyangan, yaitu makam Mbah Tolih di sebelah Barat-Utara permukiman, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Mbelik atau sumber air di sisi Timur, Masjid di Sisi Karakteristik Masyarakat Desa Cikakak Barat – Utara Permukiman. Islam Aboge merupakan salah satu varian Islam Komunitas aboge lebih menekankan pada aspek Kejawen. Aboge berasal dari singkatan taun Alif dina hakekat, dan kurang (taat) pada aspek syariat. Bagi Rebo Wage. Islam Aboge merupakan salah satu mereka, hubungan baik dengan makhluk (manusia komunitas yang patut untuk diperdalam dan dijaga hidup maupun (leluhur) yang sudah meninggal) lebih eksistensinya baik itu dilihat dari sudut pandang utama dibandingkan dengan urusan yang lain. agama, maupun budaya. Tercatat banyak sekali Masalah ibadah kepada Tuhan, adalah merupakan berbagai macam varian Islam Kejawen yang masih ekspresi pribadi, yang tiap orang bebas eksis pada saat ini, termasuk komunitas Aboge. menginterpretasikannya. Artinya dan mudahnya, Komunitas Aboge yang ada di Desa Cikakak dalam komunitas aboge sholat dan tidak sholat termasuk ke dalam Aboge Putihan. Menurut sangatlah bergantung pada kemantapan masyarakat sekitar, Aboge di Desa Cikakak perseorangan. merupakan satu-satunya Aboge di Kecamatan Pada kondisi ini, menyebabkan orang dan tokoh Wangon yang notabene masih melakukan aboge, Kiai H. Mustolih, sangat dikenal masyarakat peribadatan yang tidak menyimpang. Selain itu, sebagai orang yang dermawan dan baik hati masyarakat Aboge masih menggunakan sistem terhadap sesama warga. Beliau sangatlah aktif Khalifah atau segala kebijakan ikhwal tentang dalam mendukung berbagai kegiatan yang ada di peribadatan diserahkan sepenuhnya kepada desa, seperti kerja bakti dalam memperbaiki jalan, pemangku Adat. dan juga mendirikan prasarana seperti mushola. Secara umum pemeluk agam islam kejawen di desa Dalam banyak kasus, bahkan bisa dikatakan bahwa cikakak dibedakan menjadi dua golongan, yaitu tokoh utama komunitas aboge sangatlah sentral golongan kejawen dan golongan kejawen aboge. dalam banyak hal pengambilan keputusan, baik 144 Jurnal Arsitektur ARCADE: Vol. 4 No.2, Juli 2020 Copyright © 2020 ARCADE:This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License[CC BY SA] yang bersifat keagamaan/ kepercayaan, maupun hal menjaga yang berbasis pada skema segi empat umum lainnya. Hal ini terjadi karena baik masyarakat dengan 1 desa di tengah itu tetap ada seperti halnya awam maupun tokoh dan perangkat desa seringkali yang terjadi pada RW 04, dimana RT 01, 02 dan 03 meminta pertimbangan terkait dengan berbagai memiliki hubungan yang saling bekerjasama. Seperti permasalahan di desa ini. Seperti yang digambarkan yang digambarkan pada gambar 2 dimana RT 01, 02 pada diagram 1. dan 03 memiliki hubungan yang berdekatan.

Diagram 1. Karakteristik Kepercayaan Aboge dan Interpretasinya Berkaitan dengan ikatan sosial, walaupun ruang yang terbentuk masih dipengaruhi oleh ikatan keluarga, namun yang paling kelihatan adalah Gambar 2. Penerapan Konsep Macopat di Desa Cikakak adanya sistem ketetanggaan segi empat. Hal Sumber: Analisa Pribadi tersebut mengartikan pentingnya keberadaan Berdasarkan aspek pemaknaan dan pembangunan tetangga di sekeliling rumah, keberadaan tetangga tempat hunian dan lingkungan tidak saja dengan dianggap sebagai pelindung dan penjaga. Sekeliling hanya mempertimbangan aspek-aspek yang bersifat yang dimaksud, seolah mewakili 4 arah mata angin, fisik, namun juga mempertimbangkan aspek – aspek Barat-Timur- Utara-Selatan. Ikatan ini banyak yang bersifat non fisik. Pertimbangan perhitungan diperkuat dengan adanya kegiatan-kegiatan yang waktu dan juga perwujudan lainnya didasarkan oleh bersifat ketetanggaan. Hal ini berarti, hal – hal yang panduan yang ada pada primbon jawa dan juga terjadi pada suatu rumah hunian seakan menjadi banyak acuan dalam mewujudkan lingkungan fisik di tanggung jawab dari keempat rumah hunian yang Desa Cikakak. Selain itu, ada berbagai berada di sekelilingnya. Berdasarkan wawancara pertimbangan lain yang menjadi instrumen untuk yang dilakukan dengan Bapak Warto, beliau bisa menyeimbangkan lingkungan hidup mengatakan bahwa hampir setiap masyarakat yang disekitarnya. Hubungan antar individu yang baik tinggal di satu gerumbulan merupakan saudara. menjadi salah satu pertimbangan sekaligus harapan Yakni masyarakat yang tinggal berdekatan dalam akan terciptanya harmonisasi kehidupan secara fisik. satu segi empat merupakan saudara. Sistem Keharmonisasian kehidupan secara tidak langsung ketetanggaan segi empat ini di ilustrasikan pada didasarkan pada upaya kepercayaan kepada hal – gambar 1 dibawah ini. hal yang tidak terlihat termasuk diantaranya “roh” leluhur. Berdasarkan berbagai kajian di atas, ada beberapa pokok materi yang terkatagori menjadi perbedaan dari tiga komunitas warga yang ada di Desa Cikakak, yaitu: - Berdasarkan aspek kepercayaan, komunitas santri islam basisnya adalah rukun iman dan rukun islam, serta tidak mempercayai kesakralan punden atau ruang pedhanyangan. Bagi komunitas kejawen, kepercayaan terfokus pada leluhur, ibadat dengan menyepi, dan percaya penuh akan kesakralan ruang desa. Hampir sama dengan kejawen biasa, kepercayaan komunitas aboge juga sangat berorientasi pada Gambar 1. Penerapan sistem kehidupan bertetangga leluhur dan ruang, ditambah dengan Sumber: Ilustrasi Pribadi kepercayaan mereka terhadap waktu baik, Kondisi diatas mengakibatkan system kehidupan berupa neptu, primbon, dan petungan. bertetangga di desa Cikakak bisa berjalan dengan - Berdasarkan aspek apresiasi pribadi, komunitas baik. Hal ini disebabkan karena setiap rumah (dan santri islam mengorientasikan ruang pada penghuninya) akan menjaga rumah dan penghuni masjid dan arah kiblat, sedang masyarakat dari tetangganya dalam sebuah sistem yang komunitas kejawen aboge berorientasi pada ikatannya kuat. Kondisi pada gambar di atas juga neptu dan juga pada lereng bukit atau gunung berlaku dalam skema lingkungan yang lebih luas, (tempat yang lebih tinggi). yaitu dalam skala RT. Hubungan kerjasama saling Huda Muhammad B, R. Siti Rukayah, Suzanna Ratih Sari: [Pola Permukiman Masyarakat Aboge, Desa Cikakak…] 145 Copyright © 2020 ARCADE:This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License[CC BY SA] - Berdasarkan aspek pemaknaan, komunitas masjid yang dilingkari dan dilindungi oleh elemen santri islam menganggap masjid atau mushola penjaga, hal tersebut memiliki kesamaan dengan sebagai salah satu simbol suci secara konsep mancopat dan atau sedulur papat, lima keruanganan, sementara untuk komunitas islam pancer. kejawen melihatnya dari oposisi binair yaitu pembagian ruang manusia dan ruang hidup non KESIMPULAN manusia. Pola permukiman Desa Cikakak terbentuk menjadi Pola permukiman Desa Cikakak pola klaster dan linear, yang merupakan hasil Berdasarkan bentuknya, terdapat berbagai variasi interaksi dari berbagai entitas, seperti pemusatan perwujudan ruang dari tempat untuk menjalani komunitas (klaster), konsepsi ruang pedhanyangan kehidupan (panggonan), ruang (longkang), tempat (klaster), konsepsi moncopat (klaster), posisi kediaman (panepen), dan tempat berinteraksi padepokan dan arah hadap rumah (linear dan (palungguhan) dalam skala mikro dan makro. klaster), oposisi binair ruang (klaster), dan konsepsi Beberapa jenis ruang yang dianggap penting antara sedulur papat, lima pancer (klaster). Orientasi lain ialah ladang sawah, rumah daripada juru kunci, permukiman berdasarkan pendekatan pemetaan dan masjid. Salah satu konsep yang terdapat dalam perilaku person centered mapping memperlihatkan ruang di desa cikakak ialah konsepsi ruang bahwa rumah juru kunci merupakan rujukan utama kediaman sebagaimana terdapat pada diagram 2 bagi warga Desa dalam menjalankan ritual yang dibawah ini. berhubungan dengan kepercayaannya. Hasil yang sama juga ada berdasarkan pendekatan sekelompok manusia memanfaatkan, menggunakan atau mengakomodasi perilakunya dalam suatu situasi waktu dan tempat tertentu, yaitu pengunjung yang paling banyak adalah pada ruang Petilasan Makam Kiai H. Mustolih, terutama pada acara ritual Diagram 2. Konsep Ruang Kediaman kejawen seperti Kenduren Satu Suro, dan Bari’an Berdasarkan tinjauan eksternalnya, orientasi (selamatan bersih desa). Sedang, hirarki yang permukiman mengacu pada Arah Barat, yaitu pada terdapat di Desa Cikakak sesungguhnya merupakan Makam (untuk komunitas kejawen-aboge) dan arah skema penggabungan dari berbagai pendekatan Masjid (komunitas santri) seperti yang digambarkan yang sudah ada sebelumnya didapatkan bahwa pada gambar 2 dimana arahan dari orientasi sesungguhnya pola permukiman Desa Cikakak bangunan yang ada pada permukiman di Desa disusun atas elemen dengan hirarki tertinggi, yaitu Cikakak berorientasi ke arah Masjid dan Makam Kiai makam kiai H. Mustolih, Masjid Saka Tunggal, H. Mustolih. rumah daripada juru kunci, permukiman warga, dan ladang/ kebunnya

UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan Terima Kasih peneliti sampaikan kepada pihak – pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan dalam dilaksanakannya proses penelitian.

DAFTAR PUSTAKA Endraswara, Suwardi. (2003). Metodologi Penelitian Kebudayaan. : UGM Press. Fauzia, Liza. (2006) Karakteristik Permukiman Taneyan Lanjhang Di Kecamatan Labang Madura, Malang : Universitas Brawijaya Gambar 3. Konsepsi Orientasi Ruang Permukiman Habraken, N. J. (1998). The Structure of the Ordinary. Sumber: Analisa Pribadi Cambridge, Massachusetts: MIT Press Berdasarkan semua hasil analisis di atas, maka bisa Hadinugroho, Dwi Lindarto. (2002). Pengaruh Lingkungan disimpulkan bahwa pola permukiman Desa Cikakak Fisik pada Perilaku. Penelitian Lepas. Medan: jika dilihat dari sisi aspek ruang menurut budaya jawa USU ini (panggonan, longkangan, panepen, dan Haryadi, Setiawan B. (2010). Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku. Yogyakarta: UGM Press. palungguhan) terdiri atas rangkaian keterhubungan Kadarisman, E. (2005). Relativitas Bahasa dan Budaya. dari 4 aspek, yaitu punden atau pedhanyangan, Linguistik Indonesia 2( 2): 151-170. rumah tokoh aboge dalam hal ini juru kunci masjid Kartono, J. Lukito. (2005). Konsep Ruang Tradisional Jawa dan makam Kiai H. Mustolih, ladang/ kebun, dan dalam Konteks Budaya. Dimensi Interior 3 (3): dangau. 124-136. Posisi Masjid berada di tengah, sehingga jika Muhadjir, Noeng. (2000). Metode Penelitian Kualitatif. diinterpretasikan maka sama dengan konsepsi Yogyakarta: Rake Sarasin. sedulur’ keblat papat, lima pancer ataupun konsepsi Rapoport, Amos. (1977). Human Aspect of Urban Form. moncopat. Penggambaran pusat hierarki ruang dari Oxford: Pergamon Press. Rapoport, Amos. (1982). The Meaning of the Built Desa Cikakak bisa dirumuskan seperti hubungan Environment. California: Sage Pub. 146 Jurnal Arsitektur ARCADE: Vol. 4 No.2, Juli 2020 Copyright © 2020 ARCADE:This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License[CC BY SA] Rapoport, Amos, (1969). House Form and Culture. New Jersey: Prenrice Hall, Inc. Englewood Cliffs. Ronald, Arya. (2005). Nilai-nilai Arsitektur Tradisional Jawa. Yogyakarta: UGM Press. Sasongko, I. (2005). Pembentukan Struktur Ruang Permukiman Berbasis Budaya (Studi Kasus: Desa Puyung – Lombok Tengah). Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur Somantri, Gumilar Rusliwa. (2005). Memahami Metode Kualitatif. Makara 9 (2): 57-65. Sudardi, Bani. (2002). Konsep Pengobatan Menurut Primbon Jawa. Humaniora XIV (1) : 12-19. Yudohusodo, Siswono dkk. (1991). Rumah untuk Seluruh Rakyat. : Yayasan Padamu Negeri.

Huda Muhammad B, R. Siti Rukayah, Suzanna Ratih Sari: [Pola Permukiman Masyarakat Aboge, Desa Cikakak…] 147