PROPAGANDA ORDE BARU 1966-1980

Dwi Wahyono Hadi Gayung Kasuma

ABSTRAK Penelitian ini adalah tulisan yang membahas mengenai Propaganda Pemerintah Orde Baru Tahun 1966-1980. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rezim Orde Baru saat itu berhasil memperoleh legitimasi kekuasaan melalui berbagai cara, diantaranya ialah menggunakan jalan propaganda pembangunan. Secara garis besar pada akhirnya rezim Orde Baru mampu memaksakan rakyat untuk patuh dan tunduk terhadap segala kebijakan yang diarahkan pemerintah, baik dengan cara-cara persuasif maupun represif.

Kata kunci: Propaganda, Politik, Orde Baru.

ABSTRACT This research discusses about Government Propaganda's during 1966 to 1980. The results of this study indicate that the New Order was successfully obtained the legitimacy of power through various means, such as development propaganda. Basically at the end of the New Order regime was able to force people to comply with and be subject to all policies directed at the government, either by means of persuasive and repressive.

Keyword: Propaganda, Politics, New Order.

Kondisi Perpolitikan Nasional Orde bahkan sebelumnya tidak dikenal, Baru 1966-1980 menjadi aktor yang cukup berperan dalam Rezim Orde Baru yang dipimpin perubahan tatanan politik pasca peristiwa oleh Presiden Soeharto mampu berkuasa 65. Namun pada awalnya perubahan yang selama 32 tahun di Republik . dilakukan oleh Jendral Soeharto tidaklah Melalui proses yang cukup panjang, cukup radikal. pemerintah Orde Baru berusaha Langkah awal yang dilakukan oleh menciptakan stabilitas politik dan Soeharto untuk berada ditampuk keamanan nasional pasca peristiwa 1965. kepemimpinan Orde Baru adalah melalui Seperti halnya yang ditegaskan oleh Ali Sidang Umum MPR 1967. Pada Sidang Moertopo, bahwa stabilitas politik dan Istimewa itu, Jenderal Soeharto diangkat keamanan nasional merupakan syarat oleh MPRS menjadi pejabat Presiden utama bagi kelangsungan pembangunan menggantikan Bung Karno. Ketetapan (Ali Moertopo, 1983:26-28). MPRS XI Tahun 1966 yang Pada periode atau kurun waktu menga manatkan a gar Pemilu bisa 1966-1980 bisa dikatakan sebagai tahapan diselenggarakan dalam tahun 1968, dari era konsolidasi Orde Baru dan kemudian diubah pada Sidang Istimewa Soeharto. Sebagai upaya untuk MPR 1967, oleh Presiden Soeharto menggantikan posisi Soekarno, dengan menetapkan bahwa Pemilu akan kemunculan dari Jendral Soeharto yang diselenggarakan dalam tahun 1971.

1) Mahasiswa Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga Angkatan 2006 2) Dosen Pada Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga.

40 Maret 1968 MPRS secara resmi 1971 menunjukkan besarnya dukungan mengangkat Soeharto sebagai Presiden rakyat terhadap , hal tersebut Republik Indonesia (Yasuo Hanazaki, berdampak drastis pada menurunnya 1998:55). Pemerintahan Orde Baru yang minat dan keinginan dari organisasi- dikendalikan oleh Soeharto memberi organisasi sipil yang cukup terorganisir peran sosial politik yang cukup besar bagi untuk berdiri sebagai oposisi terhadap ABRI terutama Angkatan Darat. Hal rezim yang berkuasa (Harold Crouch, tersebut dilakukan dengan cara menyusun 1998:347). kekuatan bangsa dan negara untuk Tak cukup dengan menggandeng mencapai stabilitas nasional dalam upaya ABRI dan menggunakan Golkar sebagai mendukung pertumbuhan ekonom i kendaraan politik utama dalam nasional. Menurut Ali Moertopo, Dwi membangun kehidupan politik nasional. Fungsi ABRI yang terjadi pada masa Orde Presiden Soeharto juga mengambil Baru, merupakan balance yang dinamis langkah untuk merubah tata tertib (tatib), dalam partnership sipil ABRI. Artinya yang menempatkan DPR dan MPR hubungan antara sipil dan ABRI harus sebagai institusi politik yang sepenuhnya dilaksanakan dengan penuh tanggung berada dibawah pengawasannya. Hak-hak Jawab agar menciptakan dan menjaga yang dimiliki Soeharto sebagai kepala keseimbangan dan ketepatan sesuai negara diantaranya adalah menunjuk dengan keadaan dan kebutuhan (Ali seperlima anggota DPR dan tiga per lima Moertopo, 1981:256). anggota MPR. Tata tertib yang mengenai Di bawah komando ABRI, pembagian kursi DPR dan MPR tersebut pemerintah Orde Baru berhasil sangat membatasi peran politik dari PDI menunjukkan pada dunia mengenai dan PPP, serta hanya menguntungkan keberhasilan pembangunan nasional di Golkar yang tentu saja menjamin Indonesia, sehingga meyakinkan negara berlanjutnya dominasi pemerintahan Orde donor untuk berinvestasi. Keberhasilan Baru yang mengabaikan pandangan pemerintah Orde Baru ini telah mayoritas public (Mochtar Pabotinggi, memperkokoh keyakinan masyarakat 1995:247). terhadap pemerintahan yang sedang Sebagai upaya dari konsolidasi berlangsung. Namun kemajuan dibidang dan penyeragaman ide, akhirnya pada ekonomi tersebut harus dibayar mahal tahun 1969 melalui Keputusan Nomor 107 dengan semakin ketatnya pengaturan tahun 1969 Pengurus Pusat Sekber mengenai hak-hak politik sipil. Golkar3) memberikan mandat kepada Disamping itu pesatnya pertumbuhan ketua umum untuk melakukan ekonomi telah melahirkan sisi negatif restrukturisasi Sekber Golkar (Priyo Budi berupa ketimpangan sosial, ketidakadilan, Santoso, 1997: 97). Hasil restrukturisasi ketiadaan jaminan keamanan sosial pada Oktober tahun 1969, adalah Sekber maupun budaya, dan berbagai ekses Golkar melakukan reorganisasi dengan lainnya seperti korupsi, kolusi dan membuat tujuh Kelompok Induk nepotisme. Organisasi (KINO), diantaranya SOKSI, Peran Golkar sebagai kendaraan KOSGORO, MKGR, Profesi, Ormas politik Orde Baru juga tidak bisa Hankam, dan Karya Pembangunan. dipandang sebelah mata. Menurut Harold Organisasi-organisasi tersebut adalah Crouch dalam buku “The Army and organisasi baru yang menampung kaum Politics in Indonesia”, hasil pemilu tahun intelektual dan politisi Orde Baru yang

3) Sekber Golkar pada mulanya adalah organisasi yang sifatnya sangat heterogen, dimana banyak dari anggotanya merupakan politisi dan intelektual independen, disamping itu kepemimpinan Sekber Golkar didominasi oleh para perwira militer yang sebagian besar dekat dengan Soekarno.

41 Verleden, Vol. 1, No.1 Desember 2012: 1 - 109 modernis dan berpikiran reformis (Priyo Propaganda Orde Baru 1966-1980 Budi Santoso, 1997:98). Sejak berkuasa pemerintah Orde Melalui Karya Pembangunan, Baru yang dipimpin oleh Presiden kemudian Ali Moertopo membuka ruang Soeharto berusaha menata kembali bagi kaum intelektual dan politisi non kehidupan berbangsa dan bernegara partai seperti Moerdopo, Lim Bian Kie, menjadi lebih baik. Usaha-usaha tersebut Lim Bian Koen, Cosmas Batubara, David didasarkan pada tekad untuk Napitupulu, dan lain-lain untuk bertugas melaksanakan dan Undang- memimpin dan mengawal fraksi Karya Undang Dasar 1945 secara murni dan Pembangunan di DPR ke arah yang konsekuen. Menurut Soeharto, berdirinya mendukung program pembangunan Orde Orde Baru tidak ada alasan lain kecuali Baru. untuk membangun kembali struktur Penguatan hegemoni Golkar tak kehidupan rakyat, bangsa dan negara. berhenti sampai pada langkah Semuanya harus kembali berlandaskan restrukturisasi dan reorganisasi Sekber penerapan semurni-murninya Pancasila Golkar saja. Pada tanggal 11 Februari dan UUD 1945 (Soeharto, 1985:7). Hal 1970 Menteri Dalam Negeri tersebut berkaitan erat dengan komunisme mengeluarkan Peraturan Menteri yang dianggap sebagai akar permasalahan No.12/1969 dan PP No.6 Tahun 1970, kehidupan berbangsa dan bernegara pada tentang larangan pegawai negeri menjadi tahun-tahun pertama Orde Baru. anggota parpol, serta hanya boleh Penerapan Pancasila sebagai ideologi meberikan dukungannya kepada Golkar. tunggal bangsa, tak pelak menjadi salah Jika ingin terlibat dalam Golkar atau satu cara membangun citra pemerintahan parpol, pegawai negeri harus mendapat yang anti dan bersih dari komunisme. izin khusus dari pemimpinnya. Golkar Salah satu aspek yang kemudian sendiri pun kemudian banyak membangun menjadi sorotan pembenahan Orde Baru organisasi ondrebouw melalui jaringan adalah mulai membangun politik luar korporasi untuk menggalang massa, negeri yang bebas dan aktif. Karena pada seperti KORPRI untuk pegawai negeri masa Demokrasi Terpimpin (Orde Lama), (Julian M. Boileau, 1983:71). politik luar negeri Indonesia lebih Pemerintahan ideal dalam cenderung berkiblat pada negara-negara kacamata Orde Baru adalah pemerintahan komunis. Hal ini terlihat dari dibentuknya yang kuat dan berusaha tampil dominan poros dengan negara-negara komunis dalam usaha-usaha pembangunan seperti dengan Peking, Pnom Phen, Hanoi nasional (Harry Tjan Silalahi, 1990:12). dan Pyongyang. Oleh sebab itulah Orde Namun pada kenyataannya dominasi Baru pada masa awal kekuasaannya pemerintah dirasakan terlalu kuat, dalam berusaha merubah citra tersebut dengan hal ini misalnya seperti “monoloyalitas” melakukan pembenahan politik luar yang berusaha dikembangkan terhadap negeri dan kembali menjadi anggota PBB 4 ) pegawai negeri dan aparat birokrasi untuk (Heri Kusmanto, 2007:10) . senantiasa mendukung kebijakan yang Pemerintahan Orde Baru cenderung diambil pemerintah. menerapkan kebijakan luar negeri Indonesia yang berubah 180 derajad dari

4) Pada masa pemerintahan Orde Baru, Indonesia tak hanya kembali menjadi anggota PBB. Indonesia juga bekerjasama dengan banyak negara, seperti dalam pasukan perdamaian PBB, dan kerjasama dengan negara-negara Islam (OKI).

42 pendahulunya yaitu pendekatan yang dari rakyat (Hariyono, 2006:308-309). lebih bersifat low profile.5) Demi mengatasi carut marut dan Dalam hal sistem pemerintahan krisis ekonomi pasca tumbangnya rezim dan politik, melonggarkan kekuasaan Soekarno, maka pemerintah Orde Baru pusat tidak ada dalam agenda Soeharto membe ntuk Tim Ekonomi6) yang dan pemerintahan Orde Baru. Pada ditugaskan untuk mendapatkan masa-masa pemerintahan tersebut dukungan dan bantuan dari luar negeri prioritas utama lebih ditekankan kepada (A.Katoppo, 2000:269). Tim Ekonomi penegakkan kekuatan pemerintah pusat tersebut bertujuan utama mendekati atas birokrasi dan militer yang terbagi pihak asing untuk melakukan dan dipol itisir. Pem erint ah juga rescheduling hutang lama yang telah melakukan langkah sentralisasi jatuh tempo. Disamping itu Tim hubungan antara pemerintah pusat dan Ekonomi yang dibentuk pemerintah juga daerah. Akibatnya kekuatan kontrol bertugas mengusahakan bantuan politik pemerintah pusat atas daerah keuangan yang baru dari luar negeri, sangat dominan dan kuat. serta berusaha menarik Penanaman Pemerintah Orde Baru tak hanya Modal Asing ke Indonesia (Zulkarnain membangun citra bidang politik saja Djamin, 1993:197). dalam membangun kehidupan bangsa Tim ahli yang dibentuk itu pun dan negara, namun juga melakukan segera memainkan peranannya dalam pembangunan sektor ekonomi. mengatasi permasalahan ekonomi Kekuatan politik Orde Baru yang bangsa. Kebijakan-kebijakan yang akan dipimpin oleh Presiden Soeharto dikeluarkan sebagai usaha untuk menjadikan pembangunan ekonomi melakukan stabilitas dan rehabilitas sebagai pusat perhatian utama. Hal ekonomi, terlebih dahulu “digarap” oleh tersebut dilakukan dengan tujuan dan dan Wijoyo. Hal tersebut harapan jika kehidupan ekonomi bertujuan agar dalam sidang kabinet semakin baik, maka akan mempermudah tidak ada lagi perdebatan. Alur tersebut langkah pemerintah Orde Baru dalam kemudian berlanjut dengan petunjuk dan memperoleh dan memperkokoh arahan dari Presiden Soeharto sebagai legitimasi kekuasaan yang baru saja decision maker (A.Katoppo, 2000:270). dicengkram serta dapat merebut simpati Propaganda pembentukan citra

5) Pembahasan tentang profil politik luar negeri Indonesia yang bersifat low profile dan hard profile dapat dibaca di Ganewati Wuryandari (ed ), Politik Luar Negeri Indonesia Di Tengah Pusaran Politik Domestik, P2P-LIPI, , 2008.. Pemberian istilah hard profile pada politik luar negeri yang diterapkan pada masa Orde Lama merujuk pada model kebijakan yang diterapkan oleh presiden Soekarno waktu itu dalam menanggapi berbagai permasalahan internasional. Soekarno memiliki keberanian untuk menolak kebijakan Barat dan mengambil posisi yang berseberangan dengan negara Barat dalam konteks tertentu dan justru mengadakan hubungan dekat dengan negara Komunis hingga membentuk Poros Jakarta-Peking-Pyongyang. Sedangkan pada masa Orde Baru, kebijakan luar negeri Indonesia dibawah presiden Soeharto lebih lunak dibandingkan dengan pendahulunya. Soeharto menerapkan keberpihakkan yang lebih pro Barat atas nama pembangunan nasional. Soeharto juga mengubah kebijakan yang keras terhadap negara-negara di kawasan menjadi kebijakan yang lebih “bersahabat” dan mencoba mengambil kepercayaan dari negara-negara di kawasan dan internasional dengan meyakinkan mereka melalui pembentukan ASEAN dan masuknya kembali Indonesia ke PBB. 6) Tim Ekonomi sering disebut sebagai staf pribadi Soeharto yang terdiri dari pakar ekonomi Universitas Indonesia. Tim tersebut terdiri Wijoyo Nitisastro sebagai ketua, Dr. Mohamad Sadli, Dr. Emil Salim, Dr. Ali Wardana, Dr. Subroto, dan Dr. Joyohadikusumo. Mereka merupakan inti dari teknokrat Orde Baru yang banyak mempengaruhi kebijakan Ekonomi yang dibuat oleh Presiden Soeharto. A. Katoppo ,Jejak Perlawanan Begawan Pejuang,Sumitro Djojohadikusumo, (Jakarta: Sinar Harapan, 2000), hlm.269.

43 Verleden, Vol. 1, No.1 Desember 2012: 1 - 109

Orde Baru sebagai pemerintahan yang Jawa pada umumnya memang bisa kuat, baik secara politik maupun dikatakan menikmati hasil ekonomi, sebenarnya ta k ha nya pembangunan tersebut, tetapi daerah- dilakukan melalui kebijakan-kebijakan daerah lain di luar itu tidaklah demikian. saja. Pidato-pidato kenegaraan Soeharto Hal inilah yang kemudian menjadi salah selama memimpin Orde Baru besar satu pemicu terjadinya kecemburuan pengaruhnya terhadap citra yang dan konflik sosial-politik di daerah- berusaha dibentuk untuk meraih simpati daerah di luar Jawa. Selain itu, rakyat. Dalam menciptakan stabilitas pembangunan yang terlalu berpihak kekuasaannya, Presiden Soeharto dan pada pemilik modal (kapitalistik) juga orang-orang terdekatnya tak hanya menimbulkan kesenjangan yang sangat mengandalkan legitimasi MPRS, tentara jauh antara si kaya dan si miskin (Acep dan GOLKAR saja. Orde Baru jelas Iwan Saidi, 2007:161). membutuhkan dukungan berbagai alat Dalam menciptakan dan negara, baik yang bersifat konstitusional menebarkan propaganda, Soeharto ataupun yang sifatnya ekstra beserta pemerintah Orde Baru berusaha konstitusional untuk melancarkan memanfaatkan berbagai media yang ada. agenda pol itiknya . Untuk i tul ah Penguasaan dan dominasi Orde Baru kemudian Presiden Soeharto atas berbagai media massa, semakin membentuk Asisten Pribadi (), membuat a rus propa ga nda ya ng serta menjalankan Operasi Khusus menyebar ketengah masyarakat kian tak (Opsus) untuk melakukan apa saja demi terbendung. Media cetak maupun membangun konsolidasi rezim yang elektronik seperti televisi seakan tak baru. Opsus juga sengaja dirancang kuasa melakukan penolakan untuk untuk menginfiltrasi partai politik, menjadi corong pemerintah Orde Baru menjalankan kebijakan “divide et dengan berbagai agenda propagandanya. impera” dan menjalankan praktek- Sarana atau media propaganda praktek untuk memaksakan kehendak Orde Baru lebih banyak memanfaatkan lainnya agar semua agenda Orde Baru pemberitaan yang beredar di surat kabar, dapat terlaksana tanpa hambatan yang dan melalui munculnya berbagai acara- berarti. Operasi tersebut terus acara yang ditayangkan TVRI selaku berlangsung sangat rahasia hingga 1980- satu-satunya televisi nasional pada masa an, ketika kekuasaan Soeharto dan Orde tersebut. Berbagai slogan-sloga n Baru telah berdiri kokoh dan kuat propaganda dan segala hal mengenai (Muhamad Hisyam, 2003:117). pencitraan Orde Baru mengisi berbagai Sebagaimana telah menjadi lembaran berita surat kabar maupun pengetahuan umum di Indonesia, masa tema-tema acara yang ada pada media Orde Baru yang dipimpin Soeharto televisi. Oleh karena itulah, bisa selama 32 tahun merupakan masa yang dikatakan pada masa Orde Baru, media melelahkan karena kepemimpinan yang massa hanya menjadi perantara antara militeristik dan represif. Harus diakui komunikator yang duduk di jabatan bahwa beberapa pencapaian, terutama di terti nggi pe merinta ha n sehi ngga bidang ekonomi, memang diraih.7) Akan informasi yang beredar pun hanya untuk tetapi, pencapaian itu sangat tidak kepentingan pemerintahan. Sementara merata. Jakarta pada khususnya dan itu, masyarakat diposisikan hanya

7) Salah satu keberhasilan Soeharto dan pemerintahan Orde Baru dalam pembangunan ekonomi adalah dengan melakukan penyusunan skala prioritas yang terperinci dalam program Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA)

44 sebagai komunikan yang diinformasikan besar di Indonesia. Radio-radio dan dengan berbagai propaganda. TVRI saat itu sangat loyal dengan Pada masa Orde Baru, media Departemen Penerangan sebagai wakil massa sendiri sengaja diatur oleh pemerintah dalam bidang pengawasan. Soeharto untuk memiliki fungsi ganda Namun keduanya (stasiun penyiaran atau berwajah dua. Fungsi yang pertama radio dan televisi nasional) tidak dari media massa saat itu ialah menjadi diperkenankan memproduksi siaran industri yang mampu mendongkrak berita sendiri tanpa izin atau kemajuan iklim investasi kearah yang sepengetahuan dari pihak pemerintah lebih baik. Terbukti pada tahun 1970, (Effendi Gazali, 2004:23). berdatangan dengan cukup massive Pada periode 1966 hingga 1980 berbagai agensi percetakan asing yang bertebaran banyak slogan yang sarat tertarik untuk berinvestasi di Indonesia. akan propaganda Orde Baru. Isu untuk Dengan kata lain, Orde Baru dan menjaga stabilitas nasional demi Soeharto saat itu telah membentuk lancarnya pembangunan nasional, media massa sebagai salah satu industri merupakan alasan banyak bertebaran penyokong perekonomian negara slogan propaganda diberbagai media (Effendi Gazali, 2004:22). massa. Namun lebih dari sekedar Wajah yang kedua atau fungsi stabilitas dan pembangunan nasional, kedua dari media massa saat itu ialah pemerintah Orde Baru berusaha menjadi partner pembangunan bagi membentuk negara yang aman dengan pemerintah. Dengan demikian media masyarakat yang patuh terhada p massa baik cetak maupun elektronik penguasa. Singkat kata slogan harus senantiasa mendukung program- propaganda yang bertebaran tersebut program pemerintahan Orde Baru. digunakan untuk mendapatkan Kontrol kuat dari pemerintah terhadap legitimasi kekuasaan yang lebih kuat media massa saat itu dideklarasikan oleh Orde Baru. dengan slogan “Bebas Slogan-slogan propaganda pada BertanggungJawab”, membuat semua masa Orde Baru digunakan untuk aspek dari media massa berada dibawah menyeba rkan, menginformasikan, pengawasan ketat dan kuasa dari mengintensifkan dan sebagai Soeharto negara (Effendi Gazali, perpanjangan dari kebijakan-kebijakan 2004:23). pemerintah (Zeffry Alkatiri, 2010:110). Pengawasan dan kontrol Tentu saja target utama dari slogan- terhadap segala aktifitas surat kabar slogan propaganda tersebut adalah maupun penyiaran pada media masyarakat luas. Kebanyakan dari elektronik baik radio ataupun televisi, slogan-slogan yang bertebaran pada dilakukan di bawah kendali Departemen media massa m erupa kan sl oga n Penerangan. Pemerintah melalui propaganda yang berkaitan dengan Departemen Penerangan tak akan segan integrasi nasional dan kontrol sosial mencabut Surat Izin Terbit (SIT) politik (Robert Jackall, 1995:1-2). Oleh maupun Surat Izin Usaha Penerbitan sebab itulah Orde Baru sangat ketat Pers (SIUPP) bagi surat kabar yang dalam m embuat kebija kan ya ng dinilai “bandel” dan tidak taat dengan mengatur media massa. aturan yang telah dibuat oleh Orde Pada dasarnya slogan-slogan Baru8) . Pada era 1970 an sendiri, siaran propaganda yang dikeluarkan radio komersil maupun televisi nasional pemerintah adalah slogan yang mampu (TVRI) telah mengudara diberbagai kota

8) Keputusan Menteri Penerangan Republik Indonesia No.19/KEP/MENPEN/1969

45 Verleden, Vol. 1, No.1 Desember 2012: 1 - 109 mendukung program atau kebijakan Orde Baru pada masa Pemilu 1977 untuk yang sedang dijalankan oleh pemerintah. mendongkrak suara Golkar (Suara Dengan kata lain slogan propaganda Indonesia, 25 Februari 1977). Pada masa yang bertebaran sepanjang 1966 hingga Pemilu 1977 muncul pula slogan “Yang 1980, dapat diklasifikasikan menjadi Apatis Terhadap Pemilu Adalah beberapa kelompok. Diantaranya adalah Penghianat”. Slogan yang tercetak pada slogan propaganda dalam konteks hari an Suara Indonesia tersebut “kebijakan pers dan politik”, bertujuan agar rakyat dan semua pihak “pembangunan dan integrasi nasional”, turut mendukung jalannya Pemilu. dan “kesejahteraan sosial”. “Menyeleweng Ditindak, Tak Beberapa slogan bermuatan Bersalah Diayomi” merupakan slogan tentang “Pers Dan Kebijakan Politik yang dikeluarkan oleh mendagri Amir Orde Baru” adalah sebagai berikut: Machmud pada harian (Suara Indonesia, “Konperensi-Kerdja PWI 13 Februari 1978). Tujuan dari slogan Mendjebol Orde Lama, Membina Orde tersebut adalah untuk menepis adanya Baru” (Surabaya Post 10, Oktober isu pelanggaran dan penyalahgunaan 1966). Slogan tersebut menegaskan wewenang para pejabat dan aparatur dukungan pers terhadap pemerintah negara. berpendapat Orde Baru melalui PWI. Meskipun PWI bahwa akan menindak segala sendiri adalah organisasi profesi yang penyalahgunaan wewenang yang dapat sengaja dibentuk oleh Orde Baru untuk mengganggu stabilitas nasional. mendukung kebijakan politik penguasa Slogan propaganda dalam termasuk sebagai alat kontrol negara konteks “Pembangunan dan Integrasi terhadap pers. Selain itu slogan tersebut Nasional” adalah sebagai berikut: berusaha mempropagandakan gerakan “Orde Baru Adalah Orde anti Orde Lama yang saat itu dianggap Pembangunan” adalah slogan pada masa sebagai penghambat pembangunan. awal Orde Baru berkuasa yang bertujuan “Pers Bebas Dan Bertanggung untuk mencitrakan cita-cita luhur Orde Jawab” adalah slogan Orde Baru untuk Baru (Surabaya Post, 24 April 1968). mengatur keterlibatan pers dalam Slogan tersebut diharapkan mampu menerjemahkan kehendak pol itik membangkitkan dukungan rakyat penguasa (Muhamad Hisyam, kepada Orde Baru untuk melakukan 2003:389-390). Namun pada pembangunan yang akan diusung dalam kenyataannya kekuatan politik Orde program REPELITA. Baru telah membungkam kebebasan “TVRI Menjalin Persatuan dan pers untuk mengungkap realitas politik Kesatuan” merupakan slogan yang yang sebenarnya terjadi. diberikan kepada TVRI sebagai corong “Orde Baru Adalah Sikap Mental resmi pemerintah untuk menyuarakan Bermoral Pancasila” merupakan slogan isu-isu keberhasilan pembangunan (Ade Orde Baru yang ditujukan untuk Armando, 2011:74). Dalam slogan menegaskan mengenai pentingnya tersebut pemerintah berharap melalui Pancasila sebagai ideologi tunggal TVRI dapat terjalin persatuan dan Indonesia( Kompas, 2 Oktober 1972). kesatuan bangsa untuk menyokong Pem erintah mengelua rkan slogan pembangunan nasional. tersebut dengan maksud untuk terus “Hanya Dengan Pelita Yang mengikis pengaruh ideologi komunis Berlanjut, Kebodohan Dan Kemiskinan yang dianggap sebagai musuh besar Bisa Diatasi”, adalah slogan pemerintah negara. Orde Baru untuk mempropagandakan “Aku Nyoblos Golkar!” keberlangsungan program REPELITA merupakan slogan propaganda politik (Suara Indonesia, 24 April 1977).

46 Pemerintah berusaha memupuk pemerintah selalu akan mendapatkan solidaritas rakyat untuk bersama-sama porsi yang berlebih dalam setiap mendukung pemerintah dalam pemberitaan media massa. Dengan pembangunan nasional. Presiden membangun kesan positif akan berbagai Soeharto dengan slogan tersebut kebijakan tersebut, pemerintah berusaha berusaha meyakinkan rakyat untuk mendapatkan dukungan penuh dari mengatasi bersama setiap persoalan semua lapisan masyarakat. bangsa, termasuk mengatasi kemiskinan Orde Baru yang menasbihkan dan kebodohan. diri sebagai Orde Pembangunan, selalu Slogan propaganda pemerintah mendengungkan isu-isu mengenai Orde Baru dengan konteks pembangunan nasional (Surabaya Post, “Kesejahteraan Sosial” adalah sebagai 24 April 1968)9 ) . Pelaksanaan berikut : pembangunan yang diusung oleh Orde “Dua Anak Cukup” merupakan Baru kemudian dirangkai menjadi slogan pemerintah Orde Baru dalam sebuah konsep yang dikenal sebagai rangka program Keluarga Berencana Trilogi Pembangunan. Konsep tersebut Nasional (Lusy S. Mize, 2006:20-21). terdiri dari stabilitas, pertumbuhan, dan Slogan tersebut senantiasa pemerataan (BangkaPos.com, Edisi 15 didengungkan oleh BKKBN melalui April 2008). Dapat dikatakan Trilogi berbagai cara agar masyarakat ikut Pembangunan merupakan strategi kunci berpartisipasi dalam program untuk pembangunan yang dilaksanakan dalam mengurangi angka kelahiran tersebut. pemerintahan Soeharto. “KB, Listrik, dan Koran” adalah Beberapa agenda maupun slogan yang dibuat untuk melaksanakan kebijakan pemerintah yang disusun pembangunannya ke wilayah pedesaan. dapat dikatakan sebagai wujud dari Slogan tersebut juga dikenal sebagai propaganda akan Trilogi Pembangunan. Trio Pembaharuan masyarakat desa. Agenda besar Orde Baru dalam kurun Diharapkan dengan program tersebut waktu 1966 hingga 1980 diantaranya masyarakat desa mampu diberdayakan adalah Rencana Pembangunan Lima untuk ikut berpartisipasi dalam Tahun (REPELITA), Program Keluarga pembangunan nasional (Suara Berencana (KB), serta Pemilihan Umum Indonesia, 6 Januari 1977). tahun 1971 dan 1977 yang penuh dengan Tujuan utama dari slogan nuansa agitatif. propaganda yang diterbar oleh rezim Dengan demikian pada dasarnya Orde Baru adalah sebagai stimulus tujuan Orde Baru dan progra m- pembangunan. Dapat dipahami jika programnya adalah untuk membangun banyak kebijakan yang dikeluarkan bangsa dan negara Indonesia yang modern dengan masyarakat yang aman,

9) Pengalaman hiperinflasi dan kekacauan politik yang melanda Indonesia membuat para pemimpin negara menerapkan kebijakan stabilisasi sebagai kebutuhan mutlak untuk menjaga kekuatan dan keutuhan nasional. Para pemimpin Orde Baru menilai bahwa kehilangan stabilitas bisa memporak-porandakan fungsi pasar dan merusak basis perubahan sosial masyarakat sipil. Pertumbuhan, khususnya untuk negara miskin seperti Indonesia pertumbuhan mutlak diperlukan. Hanya dengan pertumbuhan ekonomi negara berpeluang untuk melayani kebutuhan hidup rakyatnya. Dan komponen ketiga dari trilogi pembagunan adalah pemerataan. Benar atau salah, Indonesia cenderung melihat kolonialisme sebagai contoh kapitalisme dalam bentuk terburuk. Kesenjangan pendapatan yang besar dan ketidakpedulian terhadap kesejahteraan anggota masyarakat lainnya merupakan karakteristik yang sering diasosiasikan dengan kapitalisme free-fight.

47 Verleden, Vol. 1, No.1 Desember 2012: 1 - 109 adil, tertib dan sejahtera, dimana tiap pada politik pencitraan serta kontrol warga Indonesia mengenyam ketat pemerintah dengan menggunakan kesejahteraan lahiriah dan mental militer, birokrasi, dan Golkar. Orde Baru spiritual. Meskipun dengan juga tak segan melakukan tindakan menggunakan berbagai kebijakan yang represif untuk menindak segala gerakan ototiter, pada akhirnya rezim Orde Baru yang bersifat subversif dan berpotensi telah mampu membuat rakyat tunduk mengancam kekuasaannya. Banyak dan patuh terhadap kekuasaannya. lawan politik Orde Baru yang berakhir Sebagai bukti kepatuhan tersebut adalah sebagai tahanan politik karena dianggap keberhasilan REPELITA pada periode tidak mau tunduk dan patuh. Lembaga 1969-1979, serta kemenangan Golkar pers yang sebelumnya kritis berusaha dalam dua Pemilu pertama yang dibungkam dan dijinakkan melalui diselenggarakan rezim Orde Baru. berbagai kebijakan yang tentu saja menguntungkan pihak penguasa. Semua Kesimpulan yang tindakan keras dan kontrol ketat Perubahan kondisi politik di tersebut dilakukan Orde Baru dengan Indonesia pasca peristiwa 1965 ditandai mengatasnamakan stabilitas nasional munculnya sosok Soeharto. sebagai prioritas. Kemunculan seorang Soeharto pada panggung politik sebagai pemimpin Orde Baru mampu membuat perubahan Daftar Pustaka yang sangat besar bagi kondisi Indonesia pasca lengsernya Soekarno. Orde Baru ARSIP mampu mendominasi percaturan politik nasional, meski dengan berbagai cara Keputusan Menteri Penerangan dan proses yang cukup panjang. Republik Indonesia Pada periode 1966 hingga 1980, No.19/KEP/MENPEN/1969 merupakan tahap-tahap bagi Orde Baru untuk membuat grand design KORAN pemerintahannya. Grand design Orde Baru adalah membuat rakyat patuh dan Kompas, 3 November 1966 menerima segala hal yang sudah digariskan pemerintah. Pada dasarnya ———, 16 Januari 1969 rakyat dibuat untuk mengerti dan berpartisipasi untuk menjalankan ———, 5 Juni 1969 program pembangunan yang sudah disusun pemerintah. Sedangkan untuk ———, 2 Oktober 1972 masalah politik rakyat tak perlu mengerti, dan biarkan pemerintah yang Suara Indonesia, 6 Januari 1977 mengurusi masalah tersebut. Singkat kata wacana pembangunan yang dibuat ——————, 17 Januari 1977 Orde Baru sebenarnya adalah bentuk isolasi politik penguasa terhadap rakyat. ——————, 14 Februari 1977 Kondisi perpolitikan pada masa- masa awal Orde Baru berkuasa bisa ——————, 21 Februari 1977 dikatakan masih belum stabil. Pada periode tersebut Orde Baru disibukkan ——————, 25 Februari 1977 untuk menghilangkan citra Bung Karno dan Orde Lama. Manuver politik yang ——————, 26 Februari 1977 dilakukan oleh Orde Baru lebih terkesan

48 ——————, 27 Februari 1977 Enough: Family Planning In Indonesia Under The New Order ——————, 4 April 1977 1968-1998. Leiden : KITLV Press.

——————, 24 April 1977 Boileau, Julian M. 1983. Golkar: Function Group Politics in Indonesia,. ——————, 2 Mei 1977 Jakarta : CSIS.

——————, 13 Mei 1977 Crouch, Harold. 1998. The Army and ——————, 7 Januari 1978 Politics in Indonesia. USA : Cornell University Press. ——————, 6 Februari 1978 Djamin, Zulkarnain. 1996. Masalah ——————, 13 Februari 1978 Utang Luar Negeri, Bagi Negara- Negara Berkembang dan Suara Karya, 6 Juni 1971 Bagaimana Indonesia Mengatasinya. Jakarta : Lembaga —————, 2 Oktober 1971 Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Surabaya Post, 10 Oktober 1966 ————————. 1993. —————, 25 Juli 1967 Pembangunan Ekonomi Indonesia, Sejak R EPELITA —————, 26 Juli 1967 Pertama. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi —————, 16 September 1967 Universitas Indonesia.

—————, 24 Januari 1968 ————————. 1993. Pinjaman Luar Negeri Serta Prosedur Administratif —————, 25 Januari 1968 Dalam Proyek Pembangunan Di Indo nesia. Jakarta : Penerb it —————, 24 April 1968 Universitas Indonesia (UI-Press).

—————, 3 Juni 1968 Effendi, Sofian. 1989. Hambatan Struktural Pengawasan Legislatif. Jakarta : Prisma 6 LP3ES. BUKU Gazali, Effendi. 2004, Communication of Abar, Akhmad Zaini. 1995. 1966-1974 Politics and Politics of Kisah Pers Indonesia. Yogyakarta : Communication in Indonesia: A Study LKis. on Media Performance, Responsbility and Accountability, Alagappa, Muthiah. 1995. Political Nijmegen : Doctoral Thesis Radboud Legitimacy in Southeast Asia. University. Stanford California : Stanford Gramsci, Antonio. 2001. Catatan-Catatan University Press. Politik. Surabaya : Pustaka Armando, Ade. 2011. Televisi Jakarta Di Promethea. Atas Indonesia. Yogyakarta : Penerbit Bentang Anggota Ikapi. Hanazaki, Yasuo. 1998. Pers Terjebak. Jakarta : Institut Arus Informasi. Anke Niehof., dkk. 2003. Two Is

49 Verleden, Vol. 1, No.1 Desember 2012: 1 - 109

Hisyam, Muhamad. 2003. Krisis Masa Kini Universitas Surabaya. Dan Orde Baru. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Santoso, Priyo Budi. 1997. Birokrasi Pemerintahan Orde Baru (Persepektof Jackall, Robert. 1995. Propaganda. New York Kultural dan Struktural). Jakarta : PT : New York University Press. RajaGrafindo Persada.

Katoppo, A. 2000. Jejak Perlawanan Schiller, James. 1978. Development Ideology Begawan Pejuang, Sumitro in New Order Indonesia . Ohio : Ohio Djojohadikusumo. Jakarta : Sinar University. Harapan. Silalahi, Harry Tjan. 1990. Konsensus Politik Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Nasional Orde Baru : Ortodoksi dan Yogyakarta : Tiara Wacana Aktualisasinya. Jakarta : Centre for . Strategic and International Studies Kusmanto, Heri. 2007. Desa Tertekan (CSIS). Kekuasaan. Medan : BITRA Indonesia. Soeharto. 1985. Amanat Kenegaraan I, 1967- Liddle, R. William. 1992. Pemilu-Pemilu 1971, Jilid II. Jakarta : Inti Indayu Press. Orde Baru. Jakarta : LP3ES. Sudibyo, Agus. 2006. Politik Media dan Malarangeng, Rizal. 2010. Pers Orde Baru: Pertarungan Wacana. Yogyakarta : LKis. Tinjauan Isi Kompas dan Suara Karya. Jakarta : KPG (Kepustakaan Populer Tambunan, A.S. 1995. Dwi Fungsi ABRI Gramedia). Perkemba ngan dan Peran annya Dalam Kehidupan Politik Di Indonesia. Mas'oed, Mochtar. 2008. Perbandingan Yogyakarta : Gajah Mada University Sistem Politik: Tiga Model Pembuatan Press. Kebijaksanaan di Indonesia . Yogjakarta : Gadjah Mada University Vatikiotis, Michael R.J. 1993. Indonesian Press. Politics Un der Suh ar to (Order, Development And Pressu re For Mize, Lucy S. dkk. 20 06. 35 Years Change). London : Routledge. Commitment To Family Planning In Indon esia:BKKBN an d USAID' s Wiryanto. 2000. Teori Komunikasi Massa. Historic Partnership. Bloomberg: Jakarta : Grasindo. Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health Center for JURNAL PENELITIAN Communication. Alkatiri, Zeffry., dkk, National Integrations Moertopo, Ali. 1981. Strategi Pembangunan Slogans in Printed Mass Media in the Nasional. Jakarta : CSIS. Era of New Order Regime in Indonesia 1968-1998, Jakarta: International Palmer, Monte. 1973. Dilemas of Political Journal for Historical Studies,Volume Development. Florida : F.E Peacock Publisher 2, Nomer 1, 2010 Inc. Hariyono , Kebijakan Ekonomi di Awal Orde Riyanto, Bedjo. 2000. Iklan Surat Kabar dan Baru Membuka Pintu Lebar-Lebar bagi Perubahn Masyarakat Jawa Masa Modal Asing, Malang: Jurnal Eksekutif Kolonial (1870-1915). Yogyakarta : Volume 3, Nomer 3, Desember 2006. Tarawang. Saidi, Acep Iwan, Indonesia Dalam Dua Santoso. 1997. Ilusi Sebuah Kekuasaan. Orde: Sebuah Citra Yang Retak, Surabaya : Institut Studi Arus Informasi Jakarta: Jurnal Sosioteknologi. Edisi 10 d an Pusat Hak Asasi Man usia Tahun 6, April 2007

50