i

KATA PENGANTAR

Pembangunan bagaikan dua sisi: berdampak positif, juga bisa berdampak negatif. Dampak negatif misalnya kerusakan lingkungan karena tindakan eksploitasi sumberdaya wilayah secara besar-besaran. Karena itu, dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya wilayah harus berkelanjutan dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan dan menjaga kelestarian ekosistem. Penerapan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan/Millenium Development Goals (MDGs) dalam pengelolaan sumberdaya wilayah menjadi sebuah keniscayaan agar teraih pemerataan pembangunan, penghematan energi, pelestarian lingkungan, pembangunan ekonomi, dan pengembangan sumberdaya manusia serta menyerap peran serta masyarakat dalam proses pembangunan secara maksimal. Dengan demikian, pembangunan yang dilaksanakan tidak merugikan masyarakat baik dalam lingkup lokal, regional, maupun global Dilatarbelakangi oleh pemikiran tersebut Fakultas Geografi UMS menyelenggarakan Seminar Nasional ini dengan tema “Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Berkelanjutan”. Kegiatan ini merupakan ajang komunikasi antar penggiat geografi di , sehingga didapatkan hasil penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang berkualitas dan memiliki daya guna untuk menunjang pembangunan wilayah yang berkelanjutan.

Sukoharjo, Mei 2017

Tim

ii

DAFTAR ISI

Halaman Judul ...... i Kata Pengantar ...... ii Daftar Isi ...... iii

KEYNOTE SPEAKER

1 AGENDA KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DI ERA DIGITAL DAN GLOBAL (M. Baiquni)...... 1 2 PRAKTEK SEDERHANA: PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN MEMBANGUN KESEJAHTERAAN BERBASIS EKONOMI KERAKYATAN, EKONOMI KREATIF (dr. Hasto Wardoyo, SPOG, K)...... 13

KOMISI A Aplikasi Penginderaan Jauh dan SIG untuk penyediaan informasi geospasial sumberdaya wilayah

1 APLIKASI FOTO TEGAK FORMAT KECIL PADA INVENTARISASI EKOSISTEM MANGROVE PANTAI KAHONA PULAU LEMBEH SULAWESI TENGGARA (Farid Ibrahim, dkk)...... 32 2 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN LOKASI RITEL MODERN DI KOTA KENDARI (Fitriani, Jul Hasan, Muhamad Azharuddin)...... 33 3 PEMETAAN RISIKO BENCANA BANJIR DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN (Dr. Kumalawati S.Si., M.Si, Farida Angriani S.Pd., M.Pd)...... 34 4 PEMETAAN LAHAN TERBANGUN PERKOTAAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN NDBI DAN SEGMENTASI SEMI-AUTOMATIK (Iswari Nur Hidayati, Suharyadi, dan Projo Danoedoro)...... 35 5 ZONASI WILAYAH PINGGIRAN KOATA METROPOLITAN BANDUNG RAYA (Jupri, Asep Mulyadi)...... 36 6 GEOMETRIC NETWORK ANALYSIS PADA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK MENGETAHUI POLA DISTRIBUSI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) DI SEBAGIAN KECAMATAN WONOGIRI Kwawa Qoirum M, Ana Nur Hanifah, Kiky Rizki A.K, Faqieh Zulfikar A.K, Muhammad Reiza Y)...... 37 7 MODIFIKASI MODEL EKSTRAKSI DATA DEM UNTUK PEMETAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (Nugroho Purwono , Fahrul Hidayat , Ivan Aryant Putra)...... 38 8 DINAMIKA TEMPORAL TUTUPAN LAHAN DAN iii

PENGARUHNYA TERHADAP INDEKS FUNGSI LINDUNG DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) JLANTAH HULU KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2010 – 2016 (Rahning Utomowati)...... 39 ANALISIS TINGKAT KERAWANAN BANJIR DI KELURAHAN 9 WONOBOYO MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Andi Jafrianto, Ayu Sekartaji, Isfi Natunazah, dan Fajar Anisa)...... 40 10 PEMETAAN KERUSAKAN MANGROVE MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT OLI DI DELTA MAHAKAM, KALIMATAN TIMUR (Ratri Ma’rifatun Nisaa’ dan Nurul Khakhim)...... 41 11 PROYEKSI DAYA DUKUNG LAHAN DAN KEBUTUHAN PERTANIAN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2029 BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (Muhammad Farouq Ghazali Matondang)...... 42 12 GEO-STAGED EVACUATION: AN AGENT-BASED EXPERIMENT OF THE IMPROVEMENT OF THE EVACUATION MANAGEMENT IN MERAPI (Jumadi, Nick Malleson, Steve Carver and Duncan Quincey)...... 43 13 PENDUGAAN UPWELLING DI PERAIRAN SELATAN PULAU JAWA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS PEREKAMAN TAHUN 2014-2016 (Taufik Ali Yusuf Sutowo Haryo Anom, Munawar Cholil)...... 44

KOMISI B Aspek Kebencanaan dalam Pengelolaan Sumberdaya wilayah berkelanjutan

1 TRADISI MENYALUKUT SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA KEBAKARAN LAHAN DI SUB DAS AMANDIT (Adnan Ardhana dan Pranatasari Dyah Susanti)...... 46 2 MULTI-HAZARD RISK ASSESSMENT OF KULON PROGO (Azmiyatul 'Arifati, Ratri Ma'rifatun Nisaa, Azzuhfi Ilan Tinasar)...... 47 3 KAJIAN KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT PESISIR DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPABUMI DAN TSUNAMI DI KECAMATAN CIPATUJAH KABUPATEN TASIKMALAYA (Ruli As’ari)...... 48 4 HIDUP SELARAS BERSAMA GUNUNG API: KAJIAN DAMPAK POSITIF DARI LETUSAN GUNUNG API KELUD TAHUN 2014 SEBAGAI MODAL PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN (Syamsul Bachri, dkk)...... 49 5 KAPASITAS MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI RESIKO BENCANA TANAH LONGSOR: KASUS DI BEBERAPA DESA DI KABUPATEN TASIKMALAYA (Syahrul Donie, Nur Ainun)...... 50 6 KAJIAN PEMNFAATAN WILAYAH RAWAN LONGSOR DI iv

KECAMATAN KARANGKOBAR, KABUPATEN BANJARNEGARA BERDASARKAN PERMEN PU NO.22/PRT/M/2007 (Thema Arrisaldi, Rokhmat Hidayat)...... 51 7 EVALUASI RENCANA PENGEMBANGAN AEROTROPOLIS DI PESISIR KECAMATAN TEMON, KABUPATEN KULON PROGO, (Randy Alihusni Wardana, Reosa Andika Firmansyah, Indra Laksana)... 52 8 KARAKTERISTIK DEBIT BANJIR PADA DAS KECIL KASUS DI DAS SEMPOR, SLEMAN (Baina Afkril , M. Pramono Hadi dan Slamet Suprayogi)...... 53 9 DAMPAK PENYEDOTAN AIR TELAGA DALAM USAHATANI KENTANG DI TELAGA PENGILON-DIENG, WONOSOBO (C. Yudi Lastiantoro , S. Andy Cahyono dan Pamungkas B Putra)...... 54 10 IDENTIFICATION OF URBAN CLIMATE CHANGE (Study Case Jakarta City) (Dadang Subarna)...... 55 11 DINAMIKA URBAN SPRAWL TERHADAP KERENTANAN BENCANA BANJIR PADA WILAYAH KECAMATAN KARTASURA (Dahroni, Suharjo, Miftahul Arozaq, Baharudins Syaiful A)...... 56 12 PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA (Esa Bagus Nugrahanto)...... 57 13 AKUISISI POTENSI WILAYAH BATUANGUS SEBAGAI GEOPARK VULKANO MARINE PULAU LEMBEH SULAWESI TENGGARA PADA PEREKAMAN FOTO CONDONG (Farid Ibrahim, dkk)...... 58 14 DROUGHT RISK ASSESSMENT FOR RESOURCE MANAGEMENT TOWARDS RESILIENT-DEVELOPMENT IN EROMOKO DISTRICT, WONOGIRI REGENCY, CENTRAL (Fatah Yogo Yudhanti)...... 59 15 KAJIAN TINGKAT PENGETAHUAN SISTEM PERINGATAN DINI INDIVIDU DAN RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI KECAMATAN WONOGIRI (Febriyana Niken Yuliartika, Dheya Amalia Larasati, Septia Mahadeka Putri Sehan, Angel Okctaviana , dan Septian Briantama Alfredo)...... 60

KOMISI C Konstribusi bidang pendidikan untuk pengelolaan sumberdaya wilayah

1 MPLEMENTASI SIG DALAM MULTIMEDIA PEMBELAJARAN ADOBE FLASH BERBASIS EARTHCOMM TERHADAP KEMAMPUAN SPASIAL DAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK MATA PELAJARAN GEOGRAFI (Pokok Bahasan: Hubungan Manusia dan Lingkungan Akibat Dinamika Hidrosfer Kelas X SMA MTA Surakarta Tahun Ajaran 2016/2017) (Achmad Nur, Hidayaht, Sarwono, Yasin Yusup...... 62 v

2 HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN MASYARAKAT TERHADAP KESIAPSIAGAAN BENCANA TANAH LONGSOR DI KELURAHAN GIRITIRTO KECAMATAN WONOGIRI (Setty Maryanti, Endang Lestari, Wahyu Putri, Astria Risa Wardani, Faza Harits)...... 63 3 KONSEP HIDUP CATUR GURU BAGI SUKU TENGGER DALAM PENUNDAAN USIA PERNIKAHAN DI DESA NGADISARI PROBOLINGGO (Alfyananda Kunia Putra, Singgih Susilo, Sumarmi)...... 64 4 TINGKAT PENGETAHUAN PARAMETER MOBILISASI SUMBERDAYA TERHADAP BENCANA BANJIR, TANAH LONGSOR DAN GEMPA BUMI DI KECAMATAN WONOGIRI (Latifah Widya Asri, Muhammad Farid Prakosa, Eva Yunita Damastuti, Al Verdad Cadhika Agustino)...... 65 5 TINGKAT PENGETAHUAN KEBENCANAAN MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR DI DESA KARANG TENGAH (Siti Azizah Susilawati, Hasna Nisrina, Arif Fauzan, Gufron, Novi Yuli Lestari)...... 6 GEOPOLITIK SAWIT (Juniawan Priyono, Purnomo Yusgiantoro)...... 67 7 ANALISA KUALITAS PENDIDIKAN DAN PENDEKATAN MULTIDISPLINER PENDIDIKAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH BERKELANJUTAN DI KABUPATEN WONOGIRI (Marhaendra Des’a Arba’a, Indri Yuniarsih, Herdana Nurfitriani, Aprilia Euis Fathimah, Evana Agustin)...... 68 8 KOMPETISI COVERAGE AREA SMA SWASTA DALAM PERSPEKTIF LEFEBVRE DAN DE CERTEAU (Nasrudin)...... 69 9 ANALISA PENDEKATAN SISTEM PENDIDIKAN PADA PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA KABUPATEN WONOGIRI (Rahmat Riandi Suparno, Ayuk Onita Sari, Alwi Mubarok, Listi Vianita, Ayun Trilas)...... 70 10 TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR, GEMPA BUMI, DAN TANAH LONGSOR DI KECAMATAN WONOGIR (Yunita Larasati, Mayantika Humairoh Utami, Rosa Dwi Pramita, Roisyah, dan Dicky Surya Putra Utama)...... 71 11 PEREMPUAN, PENDIDIKAN DAN KEMISKINAN DI KALIMANTAN SELATAN (Analisis Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012) (Norma Yuni Kartika)...... 72 12 PARTISIPASI PENDIDIKAN SISWA TINGKAT SD, SMP, SMA (Dea Astriana, Wiwin Daryanti, Novita Sari Putri, Eldiana Eisha Putri, Ahsanun Nisak Ninda Kusumaning Tiyas)...... 73 13 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN BENCANA DAN KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN WONOGIRI vi

DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI (Riski Fauzi, Arini Hidayati, Dea Octarisma Subagyo, Sukini, dan Nizar latif)...... 74

KOMISI D Konstribusi bidang pendidikan untuk pengelolaan sumberdaya wilayah

1 ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN PADA KAWASAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI KABUPATEN TANAH LAUT (Adnan Ardhana, Pranatasari Dyah Susanti)...... 76 2 ANALISIS DAYA DUKUNG DAN KEBUTUHAN LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN TAHUN 2032 (Rama Dwi Setiyo Kuncoro)...... 77 3 PENATAAN DAN PENGELOLAAN TERPADU POTENSI SUMBERDAYA TAMBANG KAWASAN KARST KABUPATEN PACITAN (Hendrik Boby Hertanto, Windi Hartono)...... 78 4 ANALISIS DAYA DUKUNG DAN KEBUTUHAN LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2035 (Imam Arifa’illah Syaiful Huda)...... 80 5 EVALUASI TATA AIR DAS PALUNG, PULAU LOMBOK, NUSATENGGARA BARAT (Irfan Budi Pramono, Endang Savitri)...... 81 6 PRIORITAS PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH (Jaka Suryanta, Irmadi Nahib)...... 82 7 PENGEMBANGAN POTENSI PARIWISATA SITU SANGHYANG DI KECAMATAN TANJUNGJAYA KABUPATEN TASIKMALAYA (Nandang Hendriawan)...... 83 8 KAJIAN KINERJA DAS DI KHDTK CEMORO MODANG DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN DAS (Nur Ainun Jariyah)...... 84 9 MAKROINVERTEBRATA SEBAGAI BIOINDIKATOR PENGAMATAN KUALITAS AIR (Pranatasari Dyah Susanti dan Rahardyan Nugroho Adi)...... 85 10 DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI KRITERIA TATA AIR (Rahardyan Nugroho Adi, Endang Savitri)...... 86 11 ORIENTASI PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN NEGARA SECARA BERKELANJUTAN MENGGUNAKAN PRESPEKTIF ILMU GEOGRAFI 87 (Agung Satriyo Nugroho)...... 12 TINJAUAN KINERJA DAS ASPEK TATA AIR DI SUB DAS LOWOKAWUK, KABUPATEN KEBUMEN (Rahardyan Nugroho Adi, Pamungkas Buana Putra)...... 88 13 BASIS DATA POTENSI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT UNTUK PENGELOLAAN WILAYAH PERKOTAAN TEPIAN SUNGAI (Kasus: Tipologi Permukiman Kumuh Kota Banjamasin) vii

(Arif Rahman Nugroho, Su Rito Handoyo, Luthfi Muta’ali)...... 89 14 PENATAAN PEMUKIMAN KUMUH BERBASIS LINGKUNGAN DI KECAMATAN BUNGURSARI KOTA TASIKMALAYA (Siti Fadjarajani, Ruli As’ari)...... 90 15 KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PENGELOLAAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN BONE BOLANGO PROVINSI GORONTALO (Sri Maryati, Sunarty Eraku, Muh. Kasim)...... 91 16 IMPLIKASI KEBUTUHAN RUANG FASILITAS PELAYANAN MENYONGSONG BONUS DEMOGRAFI DI KECAMATAN PURBALINGGA (Sakinah Fathrunnadi Shalihati dan Anang Widhi Nirwansyah)...... 92

KOMISI E Pengelolaan Sumberdaya Fisik #2

1 PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT DENGAN PENDEKATAN KESATUAN HIDROLOGI GAMBUT (KHG) (Turmud) ...... 93 2 KUANTITAS DAN KUALITAS AIR DARI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI BERHUTAN PINUS YANG BERBEDA LUASNYA 94 (Tyas Mutiara Basuk)...... 3 KAJIAN KUALITAS AIR TANAH PADA HUTAN ALAM DAN HUTAN RAKYAT DI TANGKAPAN AIR WADUK RAWAPENING, KABUPATEN SEMARANG (Ugro Hari Murtiono and Agus Wuryanta)...... 95 4 KAPAN DANAU LAUT DI MISOOL, PAPUA BARAT TERBENTUK? (Gandi Y.S. Purba, Eko Haryono, Sunarto)...... 96 5 PENGELOLAAN EKOSISTEM LAHAN GAMBUT DENGAN MEMPERTAHANKAN BIODIVERSITAS VEGETASI DI HILIR DAS KAMPAR RIAU SUMATERA (Wirdati Irma, Totok Gunawan, Suratman) 97 6 ANALISIS POTENSI WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DARI EKSTRAKSI PETA GEOLOGI (Yatin Suwarno) 98 7 SIMPANAN KARBON DALAM BIOMASSA POHON DI HUTAN KOTA KEBUN BINATANG BANDUNG (Yonky Indrajaya, Soleh Mulyana) 99 8 PENGEMBANGAN MASYARAKAT KARST UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DESA PUCUNG KECAMATAN EROMOKO KABUPATEN WONOGIRI (Agus Mardiko Saputro, Iin Sulistiyowati) 100 9 Evaluasi ODTW Pantai Kolbano UNTUK Pengingkatan Ekonomi Lokal Masyarakat di Desa Kolbano, Kecamatan Kolbano, Kabupaten Timor Tengah Selatan viii

(Edwin Maulana, Theresia Retno Wulan, dkk) 101 10 KUALITAS AIR TANAH UNTUK IRIGASI DI DAERAH TANGKAPAN AIR (DTA) RAWA PENING (Alvian Febry Anggana, Ugro Hari Murtiono) 102 11 AGIHAN SALINITAS AIR TANAH DANGKAL PADA KAWASAN PESISIR DI KECAMATAN PURING KABUPATEN KEBUMEN (Muhamad Fatoni, Setya Nugraha, Ch. Muryani) 103 12 PRODUKTIFITAS SERASAH SENGON (Paraserianthes falcataria) DAN SUMBANGANYA BAGI UNSUR KIMIA MAKRO TANAH (Aris Sudomo dan Ary Widiyanto) 104 13 KONTRIBUSI SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP EKONOMI KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2008-2012 (Ary Widiyanto dan Aris Sudomo) 105 14 IDENTIFIKASI POTENSI SUMBER DAYA ALAM PERTANIAN DAN KEHUTANAN DI KABUPATEN SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH (bambang Riadi) 106 15 SEBARAN DAN POTENSI WISATA AIR TERJUN DI KABUPATEN TASIKMALAYA (Erni Mulyanie) 107

KOMISI F Pengelolaan Sumberdaya Manusia

1 EVALUASI KONDISI KOMUNITAS KONSERVASI MANGROVE: STUDI KASUS LEMBAGA KONSERVASI MANGROVE WANA TIRTA KULON PROGO DIY (Arie Budiyarto) 109 2. MEMBANGUN KEMITRAAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT: REMEDIASI DANAU RAWA PENING UNTUK MENJAMIN KELESTARIANNYA (Nana Haryanti ) 110 3 KARAKTERISTIK SUMBERDAYA MANUSIA DI KOTA SALATIGA (Studi Kasus pada Sumberdaya Manusia Jasa Transportasi) (Nurul Hidayah, Iin Sulistiyowati) 111 4 IDENTIFIKASI TINGKAT KERENTANAN SOSIAL EKONOMI KELEMBAGAAN UNTUK PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS DURIANGKANG, BATAM (S. Andy Cahyono) 112 5 ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA TRANSPORTASI TRADISIONAL (Studi Kasus Pemanfaatan Andong sebagai Wisata Kreatif di Kota Salatiga) 113 (Setyo Ari Wibowo, Ilyas Ayub Ariseno, dan Heri Widodo Saputro) 6 PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI (Yetti Anita Sari) 114 ix

7 PEMBERDAYAAN IBU HAMIL MELALUI PERAWATAN DIRI SEBAGAI UPAYA PENGURANGAN RESIKO KEMATIAN MATERNAL DI KECAMATAN TRETEP, KABUPATEN TEMANGGUNG (Ariyani Indrayati, Nur Izzatul Hikmah) 115 8 BENARKAH HUTAN AKAN LESTARI APABILA MASYARAKAT SEJAHTERA? (Studi Kasus Pendampingan Kelompok Tani pada Beberapa Kawasan Hutan Negara di Kalimantan Timur) (Faiqotul Falah) 116 9 URGENSI LITERASI PERTANIAN BAGI ANAK USIA DINI MENDUKUNG PENANAMAN PARADIGMA PENDIDIKAN AGRARIA (Farid Ibrahim, Iin Muthmainnah, Megha Dharma Putra) 117 10 PERSEPSI MASYARAKAT DALAM UPAYA KONSERVASI PADA GEOPARK GUNUNG SEWU SEBAGAI ASET GEOWISATA DI KABUPATEN PACITAN (Hana Widawati, Moh. Gamal Rindarjono, H. Soegiyanto, dkk) 118 11 PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA MELALUI TRADISI LOMBE DI PULAU KANGEAN KABUPATEN SUMENEP (Misbahul Ulum, Kartika Hardiyati, Irfan) 119 12 PEMANFAATAN POTENSI DAERAH BERBASIS GEOPARK SEBAGAI PENINGKATAN MASYARAKAT LOKAL YANG BERKELANJUTAN DI DESA CIBUNIAH KECAMATAN PANCATENGAH KABUTEN TASIKMALAYA (Erwin Hilman Hakim) 120 13 HUBUNGAN PEMILIHAN POLA PEMANFAATAN LAHAN DENGAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI WILAYAH HULU DAS: Kasus di SubDAS Naruan, DAS Keduang, Kabupaten Wonogiri (Syahrul Donie) 121 14 MODEL KONSERVASI AIRTANAH DAERAH LERENG GUNUNG MERAPI BERBASIS BUDAYA LOKAL DI KABUPATEN KLATEN JAWA TENGAH (Siti Taurat Aly, Aridiniyati, Suharjo, Miftahul Arozaq ) 122 15 ANALISIS KERENTANAN SOSIAL GEMPABUMI DI KECAMATAN GANTIWARNO KABUPATEN KLATEN (Dwi puji hastuti, Kuswaji Dwi Priyono) 123 16 ANALISIS SPASIAL PELAYANAN FASILITAS SOSIAL EKONOMI DI KELURAHAN GIRIPURWO (Amiriyah Umi Marfu’ah, Ardian Siswono, Iffan Hanif Syaifullah, 124 M. Abdul Habib, Rustam Afandi)

x

1

AGENDA KEBIJAKAN PENGEMBANGAN WILAYAH DI ERA DIGITAL DAN GLOBAL

M. Baiquni Keynote Speak Seminar Nasional Geografi UMS 22 Mei 2017

“Di era digital ini dunia seolah digenggaman tangan”

Pendahuluan Globalisasi yang sedang kita hadapi berubah semakin cepat dengan perkembangan teknologi digital. Perkembangan yang terjadi saat ini sesungguhnya merupakan evolusi dari berbagai era globalisasi masa lampau sesuai zamannya. Sejarah menunjukkan bahwa secara berkala, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong transformasi sosial dan perubahan lingkungan hidup. Wilayah yang satu berkembang dan mengalami kejayaan, sedang wilayah lainnya masih mengalami kegelapan. Kejayaan suatu bangsa di suatu wilayah juga mengalami pasang surut dan silih berganti. Gelombang globalisasi kali ini mengalami lompatan yang spektakuler yang mempengaruhi kehidupan individu, keluarga, masyarakat dan bangsa. Posisi geografi wilayah Indonesia sebagai jalur silang dunia, sesungguhnya berkali-kali telah mengalami arus globalisasi masa lampau. Berbagai kerajaan dan pusat permukiman tumbuh dan berkembang, kemudian mengalami surut dan bahkan ada yang punah. Beberapa peninggalan sejarah kejayaan bangsa kita berabad-abad lalu dapat kita saksikan melalui peninggalan Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Kejatuhan Majapahit dan kemunculan Demak menunjukkan bahwa dinamika wilayah mengalami silih berganti. Wilayah yang semula dianggap pinggiran dan wilayah pesisiran mencul menjadi pusat baru. Meredupnya Demak dan munculnya Kerajaan Mataram Baru di pedalaman, sekali lagi menunjukkan dinamika yang silih berganti. Wilayah yang semula pedalaman yang sulit diakses, pada periode berikutnya menunjukkan kemakmurannya. Analisis spasio-temporal dapat dikembangkan oleh para geograf untuk mengkaji fenomena tersebut, dapat memperkaya studi sejarah bangsa Indonesia. Perilaku global selama beberapa dekade terakhir telah menunjukkan pengaruhnya pada dinamika wilayah. Industri tekstil sebagai contoh, telah bergeser dari Jepang ke Korea, kemudian ke Taiwan menuju Indonesia, kini bergeser ke Vietnam dan Banglades. Industri elektronika juga bergeser dari Jepang ke Taiwan dan kini membangkitkan ekonomi Malaysia. Singapura secara drastis selama dekade 70an dan 80an dengan kesadaran lingkungan yang meningkat dan dorongan memilih industri cerdas dan jasa padat modal berteknologi tinggi (high-tech), telah memindahkan industri berat dan kotor ke Pulau Batam atau Johor. Singapura yang sering disebut "negara kota" kemudian memilih industri bersih dan jasa keuangan dan perbankan sebagai engine of growth, sehingga ekonominya melesat kedepan bagai "angsa putih terdepan dalam formasi angsa terbang". Ada empat cara kekuasaan mengendalikan wilayah: Pertama, ketika cara mengendalikan kekuasaan masih mengandalkan kekuatan fisik, maka segenap kekuatan militer menjadi simbul kekuatan suatu kerajaan atau negara. Kedua, pengaruh kekuasaan dilakukan dengan cara perdagangan dimana kaum pedagang dan perusahaan menjadi kepanjangan dari sebuah kerajaan atau negara. Ketiga, kekuasaan dilakukan dengan mengembangkan teknologi dan modernisasi, ketika kaum teknokrat dan birokrat 2

menjadi perangkat dari kekuasaan kepemerintahan. Keempat, kekuasaan dengan cara menguasai informasi dan kesadaran publik, ketika setiap insan memiliki akses dan “dunia menjadi rata”, sehingga masyarakat hiererki maupun masyarakat kelas semakin luntur yang memungkinkan masyarakat semakin lentur (Baiquni, M. 2010). Perkembangan global semakin cepat dengan teknologi digital yang semakin mudah diakses melalui komputer dan handphone, seolah dunia telah berada digenggaman tangan. Tulisan singkat ini menyampaikan gagasan bagaimana wilayah pinggiran dapat menjadi pusat-pusat pertumbuhan dengan memanfaatkan keterhubungan lokal dan global di era digital. Ada lima pembahasan berikut ini yang saling bertautan; yaitu (1) Pembangunan vs Keterbelakangan, (2) Pembangunan Yang Tidak Berkelanjutan, (3) Membangun Pusat-Pusat di Pinggiran, (4) Agenda Pembangunan Berkelanjutan, (5) Inovasi Kepemimpinan Pembangunan Berkelanjutan.

Pembangunan Vs Keterbelakangan Pembangunan muncul setelah periode dekolonialisasi, yang merupakan bentuk pengaruh baru negara pemenang perang Amerika dan sekutunya mulai berubah dengan gagasan pembangunan. Pembangunan (Development) sebagai gagasan yang berangkat dari Barat dan mulai disebarkan ke negara yang baru saja merdeka. Istilah pembangunan mulai populer ketika Presiden Amerika Harry S. Truman melontarkannya sebagai resep baru untuk mengatasi keterbelakangan negara-negara Selatan: "We must embark on a bold new paradigm for making the benefits of our scientific advances and industrial progress available for the improvement and growth of underdeveloped areas" (Esteva, G. 1992).

Secara sistematis, ide pembangunan disebarkan ke seluruh dunia melalui berbagai program pembangunan. Pada akhir tahun 1950an banyak pemuda Indonesia memperoleh beasiswa untuk belajar di Amerika dan setelah kembali ke tanah air membawa gagasan pembangunan untuk dikembangkan di Indonesia. Para intelektual muda yang telah mengenyam pemikiran Amerika (Barat) ini di kemudian hari menjadi pemimpin, menjadi agen melalui program-program pembangunan di Indonesia. Penyebar gagasan pembangunan melalui pendidikan tersebut hanya salah satu strategi, di antara strategi lain seperti bantuan dan hutang luar negeri, transfer teknologi, relokasi industri, investasi modal asing, penguasaan jaringan keuangan dan perbankan, serta pengaruh budaya dan arus informasi (Baiquni dan Susilawardani, 2002). Pembangunan semakin mengglobal dan menguat digerakkan oleh lembaga internasional seperti United Nations, The World Bank, International Monotary Fund. Berbagai kebijakan ekspansi kapital negara maju, dengan dalih bantuan luar negeri, menyebarkan gagasan dan program pembangunan bagi negara sedang berkembang. Program-program pembangunan diadopsi negara berkembang untuk melakukan modernisasi dan industrialisasi di berbagai sektor kehidupan. Ekspansi modernisasi ini oleh Ian Roxborough (1986) dalam bukunya ”Teori- teori Keterbelakangan” terjemahan dari buku asli Theories of Undedevelopment (1979), dibahas secara kritis yang dalam pandangannya pembangunan justru menghasilkan sejumlah keterbelakangan. Ada banyak masalah dalam pembangunan yaitu: (1) generalisasi yang berlebihan terhadap realitas di negera sedang berkembang yang amat beragam; (2) penerapan program pembangunan yang ahistoris yang sering bertentangan dengan dinamika masyarakat yang berakibat pada kegagalan bahkan menyebabkan ketergantungan. 3

Dean K. Forbes (1986) pun menganalisis keterbelakangan dari perspektif geografi, mengenai perbedaan tingkat pendapatan ekonomis antar wilayah timbul akibat cara pandang ekonomi politik atau teori ketergantungan. Ia juga mengingatkan bahwa teori besar itu memiliki kelemahan dan tidak mampu menjelaskan masalah secara lengkap dan proporsional. Teori-teori besar melupakan situasi yang khas dan keragaman suatu wilayah yang tidak secara mudah diasumsikan secara general dan generik. Ketergantungan negara-negara sedang berkembang terhadap negara-negara maju dicirikan oleh ketergantungan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan, tenaga ahli, informasi, pasar dan keuangan (modal). Pada periode 1960- 1980 ketergantungan ini ditandai dengan kekuatan negara-negara maju yang mendominasi pembangunan di negara berkembang. Kemudian pada decade 1980-2000 terjadi perubahan dengan munculnya berbagai negara baru yang tumbuh semakin kuat. Pada decade 1990an terjadi peristiwa besar, yaitu adanya keruntuhan Uni Soviet menjadi negara-negara baru di Eropa Timur dan adanya krisis Asia pada 1997 yang menandai peristiwa penting menjelang pergatian millennium. Duddley Seers (1979) mengungkapkan suatu negera dikatakan gagal apabila kemiskinan semakin banyak, pengangguran semakin luas dan kesenjangan pembangunan antar wilayah dan antar komunitas semakin lebar. Tiga aspek penting yang dikemukakan seorang pemikir pembangunan itu, kiranya relevan untuk ditambahi dengan dua aspek yang penting yaitu “pembangunan dikatakan gagal apabila kerusakan lingkungan terjadi dimana-mana dan kemaksiatan merajalela”. Penulis menganggap penting dua aspek ini, mengingat banyaknya bencana alam akibat kerakusan manusia yang menimbulkan kerusakan pembangunan. Inti persoalannya terletak pada meluasnya dekadensi moral akibat ambisi yang tidak terkendali, kesemuanya itu dapat menghancurkan kehidupan bangsa.

Pembangunan Yang Tidak Berkelanjutan Secara singkat peradaban manusia mengalami berbagai perubahan yang ditandai dengan mata pencaharian, pola permukiman, penemuan dan pengembangan teknologi, struktur sosial dan tata kekuasaan. Pertama, peradaban masyarakat zaman batu ditandai dengan mata pencaharian berburu dan meramu, mereka masih tinggal di gua-gua dan berpindah-pindah, teknologi sederhana berupa kapak batu dan perlengkapan dari kulit hewan dan kayu, masyarakat hidup berkelompok dalam tatanan yang sederhana. Kedua, peradaban berkembang menjadi masyarakat pertanian yang mengolah lahan dan memelihara tanaman dan ternak, mereka mulai membentuk satuan permukiman dan mulai menetap tinggal di rumah kayu, teknologi mulai memanfaatkan tenaga hewan sebagai alat angkut dan alat pengolah makanan, masyarakat mulai memiliki struktur dan berbagai fungsi, serta tata kekuasaan yang hierarkis. Ketiga, masyarakat industri yang dicirikan mata pencaharian yang semakin kompleks (esploitasi, manufaktur, dan jasa) dengan peradaban kota, urbanisasi meningkat pesat dan mereka tinggal di gedung bertingkat pencakar langit, teknologi modern skala besar memudahkan manusia semakin menguasai alam, jumlah penduduk meledak dari 1 miliar di era Revolusi Industri menjadi lebih dari 7 miliar saat ini, tata sosial semakin rumit dan kekuasaan semakin tidak teratur dalam arti mudah mengalami konflik, konfik yang paling dahsyat adalah benturan peradaban manusia dengan tata alam. Keempat, masyarakat informasi yang mengembangkan beragam pilihan mata pencaharian, dunia semakin kecil „dalam genggaman tangan‟ dan setiap orang merasa menguasai dunianya sendiri, teknologi 4

semakin canggih, tata sosial tidak berhierarki secara formal atau tata dunia menjadi datar (the world is flat) (Baiquni, M. 2014). Dalam konteks Indonesia, keempat peradaban tersebut hidup dalam satu zaman saat ini. Kita masih dapat menemukan masyarakat yang berburu dan meramu di hutan belantara, pegunungan tinggi dan pelosok pedalaman serta kepulauan kecil yang terpencil. Sekaligus kita menyaksikan masyarakat modern berbasis informasi yang tinggal di kota atau mereka sedang berlibur di wilayah terpencil namun selalu terhubungkan dengan dunia dalam genggaman tangannya. Kebijakan dan strategi pembangunan yang dirumuskan untuk melayani masyarakat yang begitu komplek ini tentu memiliki tantangan tersendiri. Monokulturisasi pembangunan di negara kepulauan yang beragam alam dan budayanya ini, menyebabkan persoalan-persoalan pembangunan yang tidak berkelanjutan. Krisis Asia pada 1997 dimulai dengan krisis moneter, berlanjut krisis ekonomi bertambah dengan krisis ekologi ditandai kemarau panjang, mengakibatkan krisis multidimensi hingga perubahan politik dengan berhentinya Presiden Soeharto pada 20 Mei 1998. Berbagai tanda-tanda krisis dapat dikaji pada buku berikut ini.

Membangun Pusat-Pusat Di Pinggiran Kenichi Ohmae (1995) dalam bukunya "The End of the Nation State: The Rise of Regional Economies" mengemukakan adanya kekuatan 4 (empat) I yang bergerak bebas tanpa batas-batas negara, yaitu industri, investasi, individu dan informasi. Sinergi dari keempat I tersebut membuka batas-batas administrasi suatu negara dan mebuat transformasi suatu wilayah lebih makmur dari wilayah lainnya. Sinergi tersebut membuat wilayah pinggiran dan desa-desa dapat berinteraksi satu dengan yang lain secara global dalam meraih perkembangan yang paling maju. Kota tidak lagi merupakan pusat dari hinterland disekitarnya, desa-desa punk ini di era digital dapat menjadi simpul-simpul dari jaringan perkembangan dunia. Membangun Pusat-Pusat di Pinggiran menyajikan tulisan reflektif evaluatif yang bersifat dekonstruksi wacana dan praktek pembangunan yang selama ini terlalu terpusat dan selalu dari atas. Pusat seringkali hanya satu dan terletak di tengah serta berperan sangat dominan, namun kali ini penulis ingin mengajukan gagasan membangun pusat- 5

pusat di pinggiran. Paradigma pembangunan Indonesia yang dianut selama ini tidak saja kebarat-baratan, tetapi juga ke darat-daratan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki keragaman ekosistem dan kemajemukan masyarakat serta tingkat perkembangan yang berbeda-beda. Keragaman itu dirangkai dalam bentuk NKRI sebagaimana yang tercermin dalam Bhinneka Tunggal Ika. Otonomi memberikan peluang berseminya berbagai keunikan dan keunggulan masing-masing daerah, sementara itu globalisasi dapat membuka prospek bagi wilayah pinggiran. Guna mewujudkan perubahan masa depan yang lebih baik, maka diperlukan upaya merumuskan paradigma pembangunan yang sesuai dengan karakter wilayah kepulauan dan dinamika masyarakat majemuk. Upaya membangun wilayah pinggiran atau membangun dari pingiran ini menjadi kebijakan penting Pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Nawacita nomor 3 menyebutkan “Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan”. Wilayah pinggiran umumnya terbelakang dan kurang diperhatikan oleh pusatnya. Dengan adanya otonomi, maka pemerintah daerah dan segenap pelaku pembangunan dapat bahu-membahu merubah dirinya membangun pusat-pusat baru. Tentu saja dibutuhkan kemampuan merumuskan gagasan baru dan pembaharuan kebijakan hingga terwujud dalam perubahan nyata di tengah-tengah masyarakatnya. Suatu gagasan besar yang dikemukakan dalam buku ini adalah upaya memindahkan ibukota. Jakarta 100 tahun ke depan apakah masih dapat dipertahankan sebagai ibukota Indonesia? Kini Jakarta telah sarat dengan beban berat yang harus ditanggungnya. Berbagai fungsi kota sebagai pusat politik dan pemerintahan, pusat perdagangan dan industri, pusat kebudayaan dan seni, segala pusat bertumpuk di Jakarta. “Ibunya kota itu desa” kata filusof Damardjati Supadjar, maka memindahkan ibukota itu membuat orientasi baru pembangunan yang semula sangat berbasis kota menjadi berpusat di desa-desa. Berbagai masalah menumpuk di pusat kota, sehingga harus didistribusikan ke desa-desa. Otonomi membawa peluang untuk mengurangi beban pusat. Pemindahan ibukota bukanlah mimpi dalam jangka panjang. Kita dapat belajar dari sejarah bahwa pusat-pusat kerajaan pernah mengalami pasang surut dan tidak mungkin langgeng sepanjang zaman. Gagasan “Membangun pusat-pusat di pinggiran” memang perlu dikaji lebih mendalam dengan memfokuskan pada beberapa daerah kabupaten dan kota yang memungkinkan untuk dikembangkan sebagai pusat baru. Peluang otonomi dan prospek globalisasi membawa angin perubahan, tinggal bagaimana kita mensikapi dan mewujudkannya (Baiquni, 2004).

6

Di era digital dan global ini menjadi kesempatan bagi wilayah pinggiran untuk bengkit menjadi pusat-pusat pembangunan. Pembangunan tidak hanya terpusat di satu pulau Jawad an ibukota Jakarta, tetapi memungkinkan untuk dikembangkan jejaring pusat-pusat pertumbuhan baru melalui daerah otonom kota dan kabupaten. Berbagai upaya dapat dilakukan, baik mengembangkan inisiatif masyarakat dari dalam (Development from Within), kerjasama lintas sektor dan aktor hingga agenda global SDGs yang diterapkan dalam pembangunan wilayah. Berikut beberapa contoh agenda kebijakan pengembangan wilayah pinggiran (Baiquni, 2004). a. Kerjasama Ekonomi Regional Pada tingkat regional nampak adanya kerjasama untuk mengembangkan wilayah pinggiran menjadi pusat-pusat baru, terutama diantara negara-negara ASEAN. Trend kerjasama ekonomi regional mulai menjadi kenyataan kekuatan ekonomi baru menjelang pergantian millenium baru. Ada tiga aspek penting yang perlu diperhatikan dalam kajian kerjasama regional ini, yaitu aspek pertumbuhan ekonomi, aspek integrasi kelembagaan, aspek sinergi sosial dan sustainabiliti. Kompetisi ekonomi dengan negara tetangga seringkali merupakan potensi konflik, sehingga perlu wadah regional atau forum dialog untuk mengubah potensi konflik menjadi kerjasama ekonomi. Di kawasan ASEAN telah nampak adanya kerjasama ini dalam bentuk kegiatan ekonomi regional seperti Sijori (Singapura, Johor dan Riau), IMT-GT (Indonesia, Malaysia, Thailand - Growth Triangle), BIMP-EAGA (Brunai, Indonesia, Malaysia, Philipina - East ASEAN Growth Area). Proses kerjasama ekonomi regional merupakan upaya untuk menjalin keunggulan komparatif wilayah tersebut dan membangun keunggulan kompetitif dalam menghadapi blok ekonomi lain. Ekonomi Jepang, Kaname Akamatsu, melukiskan proses semacam itu menggunakan paradigma "Formasi angsa terbang" (Soesastro, 1990). "Angsa" paling depan memimpin kemana arah dan manauver terbang yang 7

diikuti oleh anggota kelompok lainnya. Singapura merupakan "angsa terdepan" bagi Sijori. b. Mengembangkan Otonomi Seluas-luasnya Kerjasama ekonomi regional semacam ini diharapkan sejalan dengan proses desentralisasi dan otonomi daerah, dinamana masyarakat dapat lebih berperan dalam menentukan arah pembangunan di daerahnya dan memperoleh manfaat pembangunan secara adil. Tentu saja harapan ini memerlukan serangkaian upaya seperti peningkatan kualitas sumberdaya manusia, pengembangan teknologi tepat guna, kemitraan usaha, dan kerjasama pengembangan ekonomi secara regional dengan negara tetangga. Kebijakan dan pelaksanaan pembangunan tersebut diharapkan dapat terwujud secara adil dan juga memperhatikan kelestarian sumberdaya bagi generasi mendatang; dengan kata lain proses pembangunan diarahkan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. c. Pengembangan Predesaan Agropolitan Agropolitan yang kemukakan oleh Friedmann mencoba mengembangkan kota- kota kecil (kecamatan dan kabupaten) sebagai pusat pengembangan agribisnis yang melayani perkembangan perdesaan yang berbasis pertanian. Kota-kota Agropolitan dapat berperan mensuplai input pertanian dan mengolah hasil pertanian menjadi bahan yang memiliki nilai tambah sebelum diperdagangkan pada pasar regional dan global. Gagasan ini kurang mendapat tanggapan maupun jauh dari angan-angan. Kebujakan pembangunan Orde Baru yang sentralistis dan otoriter telah membuat kota-kota besar semakin berkembang tak terkendali dan tidak ramah lingkungan. d. Pengembangan Pinggiran Kota Dalam Konstelasi Kerjasama Antar Kota Kecenderungan yang sedang berkembang pada era 1990an muncul dengan aglomerasi kota kerjasama antar kota bahkan antar propinsi Wilayah Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, Bekasi) berkembang kemudian muncul model-model lain seperti Gerbangkertasusila (Surabaya dan sekitarnya), Joglosemar (Jogya, Solo, Semarang), BandungRaya, Medan Belawan, dll. Kecenderungan ini memerlukan perencanaan yang lebih luas, tidak hanya melihat wilayah secara sendiri tetapi melihat konstelasi wilayah terhadap kota-kota global lainnya Pengembangan wilayah semacam ini memerlukan koordinasi dan peningkatan kemampuan institusi (institutional building) agar masing- masing instansi di daerah lebih berperan menuju otonomi daerah. e. Memberikan Perhatian Pada Masyarakat Wilayah Pinggiran Wilayah yang selama ini dianggap pinggiran (frontier region) perlu dikembangkan dengan melibatkan pengembangan masyarakat luas, terutama penduduk asli memperoleh manfaat dan kesejahteraannya meningkat. Belajar dari pengalaman Sijori, keuntungan dari kerjasama ekonomi tersebut adalah mereka yang kuat baik dalam modal, teknologi maupun lobi. Bagi masyarakat lokal masih banyak yang belum memperoleh manfaat secara adil dari proses pembangunan di wilayahnya (Sasono, 1993). Oleh karena itu pengembangan kerjasama ekonomi regional selanjutnya perlu diikuti kemitraan diantara para pelaku pembangunan (stakeholders) dan melakukan penguatan (empowerment) kelompok masyarakat secara luas. f. Kemitraan Pelaku Pembangunan Kerjasama segitiga antara pemerintah, masyarakat dan dunia bisnis merupakan kuni bagi transformasi wilayah yang adil dan berkelanjutan. Dasar bagi kerjasama ini adalah adanya saling peraya (trust) antar pelaku pembangunan, meskipun masing- masing memiliki visi dan kepentingan yang kadangkala berbeda. Rasa saling peraya ini 8

menjadi pondasi bagi dinamika sosial, ekonomi dan politik dalam rangka kehidupan bersama membangun bangsa. Franis Fukuyama dalam bukunya Trust: The Soial Virtues and The reation of Prosperity (1995) menyoroti aspek-aspek budaya yang mendasari pertumbuhan ekonomi di Asia Timur. Menurutnya keperayaan masyarakat merupakan dasar yang penting bagi pertumbuhan ekonomi Asia. Kegiatan ekonomi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sosial dan politik masyarakat luas. Dengan preposisi seperti itu, maka reformasi ekonomi dengan sendirinya memerlukan reformasi politik dan sosial. Transformasi wilayah, maka sesungguhnya atau intinya adalah transformasi sosial yang ditentukan oleh kerjasama yang erat berdasarkan nilai keadilan dan keperayaan diantara pemerintah,masyarakat dan dunia usaha.

Agenda SDGs: Sinergi Lintas Sektor Dalam Pembangunan Wilayah Sejarah Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dapat dilacak dari tahun 1972 ketika sejumlah negara bertemu dalam konferensi United Nations Human and Environment di Stockholm. Pada 1992 diselenggarakan konferensi UN Environment and Development di Rio de Janairo. Pada konferensi tersebut Pembangunan dan Lingkungan diintegrasikan sebagai agenda penting yang dikenal dengan Agenda 21. Dari rangkaian konferensi tersebut dan ratusan konferensi lainnya mendorong untuk dikembangkanlah kesepakatan untuk mencapai Millennium Development Goals (MDGs) disepakati pada Millennium Summit tahun 2000. Paragraph 246 of the Future We Want outcome document forms the link between The Rio +20 agreement and the Millennium Development Goals: "We recognize that the development of goals could also be useful for pursuing focused and coherent action on sustainable development." The goals should address and incorporate in a balanced way all three dimensions of sustainable development (environment, economics, and society) and their interlinkages. The development of these goals should not divert focus or effort from the achievement of the Millennium Development Goals" Paragraph 249 states that, "the process needs to be coordinated and coherent with the processes to consider the post-2015 development agenda." Taken together, these two paragraphs paved the way to bring together the development agenda centered on the Millennium Development Goals (MDGs).

Masalah pembangunan sangat kompleks sebagaimana telah dijelaskan diatas, dari masalah kemiskinan hingga daya dukung lingkungan, mesti difahami secara komprehensif dan diatasi melalui perencanaan yang terpadu dan pelaksanaan secara bertahap. Mahbubul Haq (1983) mengingatkan bahwa pembangunan dunia masih meninggalkan masalah kemiskinan di berbagai belahan dunia. Masalah pembangunan yang tidak berkelanjutan juga disebabkan oleh kerakusan manusia yang meneksploitasi sumberdaya alam dan membuang polusi ke habitat hidup manusia (Baiquni dan Susilawardani, 2002).

9

Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) merupakan seperangkat target yang berhubungan dengan pengembangan internasional di masa mendatang. Target-target ini dibuat oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan dipromosikan sebagai Tujuan Global untuk Pembangunan yang Berkelanjutan. SDGs ini melanjutkan pencapaian MDGs (Tujuan Pembangunan Milenium) yang selesai terhitung mulai akhir 2015. SDGs mulai dikembangkan awal tahun 2016 hingga 2030. Ada 17 tujuan dan 169 target spesifik untuk tujuan-tujuan tersebut. 1. Menghapuskan kemiskinan: berupaya mengakhiri kemiskinan dalam segala bentuknya di semua tempat. 2. Menghapuskan kelaparan: mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan perbaikan nutrisi, serta menggalakkan pertanian yang berkelanjutan. 3. Hidup sehat: memastikan hidup yang sehat dan menggalakkan kesejahteraan untuk semua usia. 4. Pendidikan berkualitas: memastikan pendidikan berkualitas yang terbuka dan setara serta menggalakkan kesempatan untuk belajar sepanjang umur hidup pada semua orang. 5. Kesetaraan gender: mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan semua wanita dan anak perempuan. 6. Air bersih dan sanitasi: memastikan ketersediaan dan pengelolaan yang berkesinambungan atas air dan sanitasi untuk semua orang. 7. Energi yang bisa diperbarui dan terjangkau: memastikan akses pada energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern bagi semua orang. 8. Ekonomi dan pekerjaan yang baik: menggalakkan perkembangan ekonomi yang berkesinambungan, terbuka, dan berkelanjutan, lapangan kerja yang utuh dan produktif, serta pekerjaan yang layak bagi semua orang. 9. Inovasi dan infrastruktur yang baik: membangun infrastruktur yang tahan lama, menggalakkan industrialisasi yang berkesinambungan dan terbuka, serta mendorong inovasi. 10

10. Mengurangi kesenjangan: mengurangi kesenjangan di dalam dan di antara negara. 11. Kota dan komunitas yang berkesinambungan: membuat kota dan pemukiman manusia terbuka, aman, tahan lama, serta berkesinambungan. 12. Penggunaan sumber-sumber daya yang bertanggung jawab: memastikan pola- pola konsumsi dan produksi yang berkesinambungan. 13. Tindakan iklim: mengambil tindakan mendesak untuk memerangi perubahan iklim dan pengaruhpengaruhnya. 14. Lautan yang berkesinambungan: melestarikan dan menggunakan samudra, laut, dan sumber-sumber daya maritim secara berkesinambungan untuk pengembangan yang lestari. 15. Penggunaan tanah yang berkesinambungan: melindungi, mengembalikan, dan menggalakkan penggunaan yang lestari atas ekosistem daratan, mengelola hutan secara berkesinambungan, memerangi penggundulan hutan, dan memperlambat serta membalikkan degradasi tanah serta memperlambat hilangnya keragaman hayati. 16. Kedamaian dan keadilan: menggalakkan masyarakat yang damai dan terbuka untuk pengembangan yang lestari, memberikan akses pada keadilan untuk semua orang dan membangun institusi yang efektif, bertanggung jawab, serta terbuka di semua tingkatan. 17. Kemitraan untuk pengembangan yang lestari. Memperkuat cara-cara penerapan dan menghidupkan kembali kemitraan global untuk pengembangan yang berkesinambungan. Dalam konteks pembangunan wilayah di Indonesia, 17 tujuan tersebut dikerjakan oleh berbagai sektor dengan kelembagaan yang amat kompleks. Di tingkat pusat ada kementrian, lembaga, badan, komisi dan dewan (ini dan itu) yang jumlahnya sangat banyak dan kewenangannya juga beragam. Kompleksitas kelembagaan tersebut juga diperinci menjadi kewenangan provinsi, daerah otonom (kota dan kabupaten), hingga kecamatan dan desa. Pada tingkat pemerintahan desa, berbagai sektor terlibat dalam pembangunan pada lapis bawah. Tidak dapat dipungkiri, bahwa pelaksanaan pembangunan wilayah kadang mengalami tumpang tindih antar sektor dan kesenjangan antar aktor yang memerlukan inovasi kepemimpinan untuk melakukan integrasi dan sinergi antar sektor maupun aktor.

Inovasi Kepemimpinan dan Kelembagaan Kepemimpinan terkait dengan tiga hal, yaitu karakter dan perilaku yang memimpin, karakter dan perilaku yang dipimpin, serta sistem dan struktur organisasi kepemimpinan yang berlaku. Menurut Tim Hindle (2008) telah banyak tulisan membahas mengenai karakter dan perilaku para pemimpin, tetapi kurang banyak pembahasan mengenai mereka yang dipimpin dan system serta struktur organisasi kepemimpinan. Sehingga seringkali muncul pertanyaan apakah para pemimpin itu dibentuk atau terlahir dengan sendirinya? Beragam pendapat akan bermunculan merespon pertanyaan ini. Di masa kerajaan dan kehidupan kelompok masyarakat yang sederhana, pemimpin seringkali dilahirkan dan terkait dengan garis keturunan atau titisan orangtua leluhurnya. Mereka yang mewarisi tahta kerajaan biasanya juga anak turun raja atau pemimpin dalam suatu komunitas atau kelompok suku. Penjelasannya bisa jadi terkait dengan kualitas hidup raja atau pimpinan suku yang memungkinkan kaluarganya dan 11

anak turunnya mendapatkan asupan gizi makanan yang unggul, fasilitas yang serba tersedia, dan pelayanan yang prima. Kini zaman telah berubah lebih terbuka dan memungkinkan setiap orang bisa mengembangkan diri dan mengoptimalkan potensinya. Seorang anak petani dari desa bisa menuntut ilmu belajar hingga perguruan tinggi, meniti karir dari bawah sampai presiden, membuat karya dari hasta karya hingga kaya raya. Banyak contoh disekitar kita yang membuktikan bahwa kepemimpinan tidak saja terlahir begitu saja, tetapi juga dibentuk oleh lingkungan keluarganya, sistem dan struktur masyarakatnya, serta tantangan kehidupan dan kodrat hidupnya. Pemimpin itu memang orang yang berbeda dari kebanyakan. Ia memang harus menjadi pemberani disaat yang lain takut, ia seorang yang optimis ketika lainnya pesimis, ia harus percaya diri ketika yang lain mulai goyah, ia seorang yang tegar ketika yang lainnya telah layu lunglai, ia seorang yang tekun ketika yang lain lalai, ia seorang yang bisa menginspirasi dan menjadi contoh teladan bagi para pengikutnya. Pemimpin tidak muncul begitu saja, ia seringkali ditempa ujian dan cobaan yang berat dalam kehidupannya. Orang yang sedang diuji bisa terkait dengan ujian berupa kesulitan hidup berupa kesengsaraan dan kegagalan, tapi yang lebih sulit adalah ujian disaat kesenangan dan kemenangan sedang melingkupinya. Kunci agar lulus ujian adalah mensikapi dengan sabar ketika diuji dengan kesulitan hidup dan mensikapi dengan syukur ketika diuji dengan kesenangan. Mereka yang teruji akan mendapatkan tempat yang lebih tinggi, dan semakin tinggi posisinya akan semakin banyak dan besar ujiannya. Pemimpin tidak berjalan sendirian, ia berada dan bersama mereka yang dipimpinnya. Pemimpin memberikan inspirasi, memberi arah instruksi, mengembangkan inovasi, memperluasi informasi, menggerakkan implementasi, mengendalikan intervensi, dan mengembangkan institusi. Sepertinya tugas ini sangat berat, namun intinya pemimpin itu mengajak mereka yang dipimpinnya bergerak menuju atau berkarya mewujudkan mimpi menjadi kenyataan, yaitu suatu kondisi dan keadaan yang lebih baik (Baiquni, 2014). Pemimpin dalam kaitannya dengan pelaksanaan SDGs Tujuan Pembangunan Berkelanjutan memerlukan kemampuan inovasi terkait dengan mengkoordinasikan beragam sektor dan mensinergikan beragam aktor pembangunan. Pemimpin yang memiliki inovasi memang memiliki karakter berani, cerdas, berwawasan luas, dan mampu mewujudkan tindakan nyata. Pemimpin daerah dituntut mampu untuk berkomunikasi dengan rakyat, membangun kesefahaman, menggerakkan gotongroyong mengatasi masalah dan mengembangkan potensi, bergerak dan melangkah menuju arah tujuan yang bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat dan kelestarian lingkungan (Bintarto, 1983 dan Baiquni, 2009). Upaya untuk mewujudkan inovasi terkait dengan wawasan pengetahuan yang diperoleh melalui pendidikan dan riset aksi. Platfom daya sing bangsa terletak pada kualitas sumberdaya manusia yang terdidik dan menguasai pengetahuan (knowledge base society) yang tercermin dari perilaku dan produktivitas yang berguna bagi semesta (Zuhal, 2010). Kepemimpinan inovatif perlu dikaji, apa yang menjadi tantangan dan hambatan di lapangan. Inovasi peru bukti, dan bukti dapat dikaji dari perubahanyang nyata dan dirasakan oleh masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan kajian melalui wawancara mendalam terhadap narasumber para pemimpin juga mereka warga masyarakat yang dipimpin.

12

Referensi Baiquni dan Susilawardani.2002. Pembangunan Yang Tidak Berkelanjutan: Refleksi Kritis Pembangunan Indonesia. ideAs dan TransMedia. Yogyakarta. Baiquni, 2014. Kepemimpinan Berkarakter Pancasila. Makalah disampaikan pada kuliah umum di BATAN Yogyakarta. Baiquni,M. 2012. Keynote Speak Seminar Pengembangan Model Pengelolaan Lintas Perbatasan Indonesia Malaysia (BNPP, JPP UGM dan COLGIS UUM) Yogyakarta Bintarto, 1983. Gotongroyong Sebagai Suatu Karakter Bangsa Indonesia. Forbes, Dean K. 1986. Geografi Keterbelakangan. LP3ES Jakarta Fukuyama, Franis. 1995. Trust: The Soial Virtues and The Creation of Prosperity. Hamish Hamilton. London. Giddens, Anthony. 2001. Runaway World: Bagaimana Globalisasi Merombak Kehidupan Kita. Gramedia. Jakarta Haq, Mahbub ul. 1983. Tirai Kemiskinan: Tantangan-Tantangan untuk Dunia Ketiga. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta. Hindle, Tim. 2008. Guide to Management Ideas and Gurus. The Economist and Profile Book. London Ohmae, Kenichi. 1995. The End of the Nation State: The Rise of Regional Economies. HarperCollins Publishers. London. Roxborough, Ian. 1986. Teori-Teori Ketergantungan. Terjemahan dari Theories of Underdevelopment 1979. LP3ES. Jakarta Sasono, Adi dkk (ed.). 1993. Pembangunan Regional dan Segitiga Pertumbuhan. CIDES-Center for Information and Development Studies. Jakarta Seers, Dudley. 1979. The Meaning of Development, with a Postscript. In Seers, Nafziger, Cruise O‟Brien, & Bernstein, pp. 9-30. Soesastro, Hadi. 1992. "Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Pasifik Barat Hingga Tahun 2010 dan Implikasinya Bagi Permintaan Energi" Analisis CSIS Tahun XXI No. 6/1992. Zuhal. 2010. Knowledge and Innovation: Platform Kekuatan Daya Saing. Gramedia. Jakarta.

13

PRAKTEK SEDERHANA “Pemberdayaan Masyarakat dan Membangun Kesejahteraan Berbasis Ekonomi Kerakyatan, Ekonomi Kreatif”

dr. H. HASTO WARDOYO, SPOG (K) BUPATI KULON PROGO

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31

KOMISI A

Aplikasi Penginderaan Jauh dan SIG untuk penyediaan informasi geospasial sumberdaya wilayah

32

APLIKASI FOTO TEGAK FORMAT KECIL PADA INVENTARISASI EKOSISTEM MANGROVE PANTAI KAHONA PULAU LEMBEH SULAWESI TENGGARA

Farid Ibrahim,1,3, Megha Dharma Putra4, Fiqih Astriani3, Theresia Retno Wulan2, Nicky Setyawan2, Dwi Sri Wahyuningsih4, Gianova Andika Putri,8, Edwin Maulana1,5, , Fajrun Wahidil Muharram6, Bernike Hendrastuti1,7, , Wico Nandiyanta Mulia1 , Tri Raharjo1

1Parangtritis Geomaritime Science Park 2Badan Informasi Geospasial 3Program Studi Geografi, Fakultas Geografi, Universitas Muhammadiyah Surakarta 4Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan, Fakultas Geografi, UGM 5Geo-Information for Spatial Planning and Disaster Risk Management, UGM 6Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, UGM 7Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada 8Program Studi Pemanfaatan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Email: [email protected]

ABSTRAK

Kawasan Mangrove Kahona merupakan ekosistem yang hidup di bentuklahan spit dan rawa belakang dengan tekstur kasar yangterdidir dari pecahan trumbu karang dan kerang. Kawasan mangrove Kahona diapit oleh perbukitan denudasioanal dengan tingkat erosi yang cukup tinggi, diindikasikan dengan profil singkapan batuan di sekitar pantai. Metode yang digunakan dalam kajian ini ialah data primer penginderaan jauh dan survei lapangan. Data penginderaan jauh sebagai data primer digunakan untuk memetakan kondisi eksisting kawasan mangrove melalui foto udara tegak format kecil. Akuisisi data dilakukan pada pukul 10:50 WITA dengan ketinggian terbang 50 meter diatas permukaan tanah. Data yang diperoleh memiliki resolusi spasial mencapai 5 cm. Identifikasi kawasan berdasarkan foto udara menunjukkan mangrove tumbuh pada tombolo secara bergerombol. Luas kawasan mangrove yang ditumbuhi oleh mangrove primer sekitar 4,11 Ha. Jenis mangrove yang mendominasi dan dapat diidentifikasi ialah Rhizophora apiculata dan Aegiceras floridum. Kedua tanaman ini merupakan tanaman dominan di kawasan ini, baik yang tumbuh di rawa belakang maupun tumbuh di daerah pasang surut.

Kata Kunci: Mangrove, Pantai Kahona, Pulau Lembeh, Rhizophora apiculata, Aegiceras floridum

33

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN LOKASI RITEL MODERN DI KOTA KENDARI

Fitriani1), Jul Hasan2), Muhamad Azharuddin3)

1)Dosen Geografi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian UHO, email: [email protected] 2)Mahasiswa Geografi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian UHO, email: [email protected] 3)Mahasiswa Geografi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian UHO, email: [email protected]

ABSTRAK

Kota Kendari rmengalami perkembangan pembangunan ritel modern yang lokasinya mengelompok. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pemilihan lokasi ritel modern di Kota Kendari. Metode analisis yang digunakan yaitu analisis faktor. Hasil analisis ini ditemukan dari 9 faktor yaitu demografi, sosioekonomi konsumen, psikografis, lokasi fisik, harga tanah, sewa lahan, aksesibilitas, persaingan dan kebijakan perencanaan, terseleksi 3 variabel yang mempengaruhi pemilihan lokasi ritel modern di Kota Kendari yaitu demografi, sosioekonomi dan psikografis. Ritel modern di Kota Kendari tersebar di area padat penduduk.

34

PEMETAAN RISIKO BENCANA BANJIR DI KABUPATEN HULU SUNGAI TENGAH KALIMANTAN SELATAN

Dr. Rosalina Kumalawati S.Si., M.Si1, Farida Angriani S.Pd., M.Pd2

Prodi Geografi, Jurusan IPS, FKIP UNLAM1,2; Pusat Studi Kebencanaan UNLAM1 E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Banjir adalah terjadi pada setiap tahun dan pada musim hujan termasuk di Kalimantan Selatan, Indonesia. Banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan frekuensinya semakin meningkat setiap tahunnya. Sehingga perlu dilakukan “Pemetaan Risiko Bencana Banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan”. Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk "melakukan Pemetaan Risiko Bencana Banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan”. Metode penelitian ini adalah kuantitatif. Penelitian ini memerlukan data primer dan data sekunder. Alat dan bahan yang di gunakan dalam pelatihan adalah seperangkat komputer dan software Arc View 3.2. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan spasial dan komplek wilayah. Teknik analisis yang digunakan adalah pemetaan dan overlay menggunakan software Arc View 3.2. Hasil dari penelitian ini adalah Pemetaan Risko Bencana Banjir di Kabupaten Hulu Sungai Tengah Kalimantan Selatan menggunakan Software Arc View 3.2. Sebagian besar kecamatan di Kabupaten Hulu Sungai Tengah mempunyai risko terhadap bencana banjir. Daerah yang tidak mempunyai risiko terhadap bencana banjir dapat dijadikan untuk pembangunan tempat pengungsian apabila terjadi bencana banjir.

Kata kunci: pemetaan, risiko, bencana, banjir

35

PEMETAAN LAHAN TERBANGUN PERKOTAAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN NDBI DAN SEGMENTASI SEMI-AUTOMATIK

Iswari Nur Hidayati1, Suharyadi2, dan Projo Danoedoro3

1Program Doktor pada Program Studi Geografi UGM, email:[email protected] 2Fakultas Geografi UGM, email:[email protected] 3 Fakultas Geografi UGM, email:[email protected]

ABSTRAK

Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk studi perkotaan semakin beragam. Perkembangan metode ekstraksi citra juga mengalami perkembangan yang sangat pesat, mulai dari ekstraksi data secara visual, digital, sampai dengan ektraksi indeks yang bisa mewakili untuk mengukur kenampakaan tertentu di daerah perkotaan. Salah satunya adalah Normalized Difference built-up index (NDBI). Walaupun NDBI sudah banyak digunakan untuk ektraksi kawasan terbangun di perkotaan, akan tetapi masih memiliki keterbatasan, sehingga perlu pengembangan metode yang baru untuk ekstraksi data lahan terbangun secara semi-otomatis. Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan metode baru untuk ektraksi lahan terbangun di perkotaan dengan memperhatikan peranan indeks yang lainnya. Data yang digunakan adalah citra Landsat 8 OLI, path/row 120/65. Penelitian ini mencoba menggabungkan analisis NDBI dengan beberapa indeks terkait di perkotaan seperti Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) untuk melihat secara komprehensif kenampakan lahan terbangun perkotaan. Hasil penelitian ini melakukan proses segmentasi semi otomatis dengan harapan ketelitian pemetaan lebih dari 20% daripada metode aslinya. penelitian ini akan sangat bermanfaat untuk memisahkan lahan kering dan lahan kosong di perkotaan sampai batasan tertentu.

Kata kunci: penginderaan jauh, NDBI, NDVI

36

ZONASI WILAYAH PINGGIRAN KOATA METROPOLITAN BANDUNG RAYA

Jupri1, Asep Mulyadi 2

1Universitas Pendidikan Indonesia,[email protected] 2Universitas Pendidikan Indonesia, [email protected]

ABSTRAK

Kawasan metropolitan Bandung Raya merupakan Pusat Kegiatan Nasional. Kawasan ini berkembang berbasis dari pertumbuhan Kota Banduung. Terutama dari jumlah dan kepadatan penduduknya yang mengalami peningkatan cukup pesat, sehingga memperngaruhi kebutuhan ruang terutama untuk keperluan pemukiman. Wilayah pinggiran kota (urbanfringe atau peri urban) mempunyai peran penting dalam mendukung dinamika kota baik dari aspek fisik maupun sosial ekonomi, sehingga tatanan ke kotaan pada masa yang aka datang sangat ditentukan oleh bentuk proses dan dampak perkembangan yang terjadi pada wilayah pinggiran Kota ini. Transformasi yang bersifat fisik dan sosial akan tersu mengiringi wilayah ini akibat dari pergeseran pemanfaatan lahan dari karaktersitik pedesaan (agraris) ke karateristik ke kotaan (pemukiman). Untuk itu dibutuhkan zonasi wilayah pinggiran kota dari serangkaian proses transformasi yang terjadi dalam bentuk Struktur Zona Bingkai Kota, Zona Bingkai Kota Desa, Zona Bingkai Desa Kota, dan Zona Bingkai Desa. Metode penelitian dan sumber data menggunakan citra landsat 8 tahun 2015 yang kemudian dilakukan evaluasi dan analisis secara sekasama terhadap zonasi yang terjadi di wilayah pinggiran Kota Metropolitan Bandung Raya berbasis proporsi penggunaan lahan yang bersifat agraris dengan penggunaan lahan kekotaan (Pemukiman). Pada pemetaan skala 1:300.000 kecamatan-kecamatan yang berada diwilayah pinggiran Kota Metropolitan Bandung Raya diperoleh data Zona Bingkai Kota Desa, Zona Bingkai Desa Kota, dan Zona Bingkai Desa dari zonasi tersebut selanjutnya dapat dijadikan rujukan dalam penataan dan pengendalian kebijakan pembangunan di Wilayah Metropolitan Bandung Raya.

Kata Kuci : Zonasi, Wilayah Pinggiran Kota, Metroplitan Bandung Raya

37

GEOMETRIC NETWORK ANALYSIS PADA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK MENGETAHUI POLA DISTRIBUSI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) DI SEBAGIAN KECAMATAN WONOGIRI

Kwawa Qoirum M1), Ana Nur Hanifah2), Kiky Rizki A.K3), Faqieh Zulfikar A.K4), Muhammad Reiza Y5)

1Pendidikan Geografi, FKIP UMS, [email protected]: 2Pendidikan Geografi, FKIP UMS, [email protected]: 3Pendidikan Geografi, FKIP UMS, [email protected]: 4Pendidikan Geografi, FKIP UMS, [email protected]: 5Pendidikan Geografi, FKIP UMS, [email protected]:

ABSTRAK

Distribusi Sekolah Menengah Pertama (SMP) disebagian Kecamatan Wonogiri belum merata pada setiap kelurahannya. Daerah yang dianalisis meliputi: (1) Kelurahan Wonokarto, (2) Kelurahan Giriwono, (3) Kelurahan Giripurwo, (4) Kelurahan Wonoboyo, (5) Kelurahan Giritirto. Kecamatan Wonogiri secara administratif berada pada Kabupaten Wonogiri. Kecamatan Wonogiri berada dipusat pemerintahan Kabupaten Wonogiri, yang memiliki karakter masyarakat dinamis. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengkaji pola distribusi SMP disebagian Kecamatan Wonogiri, (2) menganalisis faktor jumlah sekolah yang mempengaruhi distribusi SMP di Sebagian Kecamatan Wonogiri (3) daya dukung SMP di sebagian Kecamatan Wonogiri. Metode yang digunakan dalam penelitian Geometric Network Analysis Pada Sistem Informasi Geografis (SIG) Untuk Mengetahui Pola Distribusi Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Sebagian Kecamatan Wonogiri adalah geometric network analysis. Tahap pertama yaitu data sekunder diperoleh dari Citra Google Earth kemudian diolah menggunakan software ArcGIS 10.2. Data primer dikumpulkan dengan melakukan survei lapangan dan interpretasi citra terhadap bangunan SMP guna menentukan jumlah sekolah yang ada dilapangan, serta permukiman untuk menentukan populasi yang ada di Sebagian Kecamatan Wonogiri. Dengan demikan memperoleh hasil yaitu (1) distribusi pendidikan SMP disebagian Kecamatan Wonogiri mempunyai pola dispersed (menyebar), (2) faktor yang berpengaruh terhadap distribusi SMP adalah jumlah siswa, (3) analisis yang dilakukan peneliti didapatkan bahwa harus ada penambahan SMP yang terletak di Kelurahan Wonokarto yang mendekati perbatasan Kelurahan Giriwono, selain itu perlu adanya pemindahan sekolah dari Kelurahan Giripurwo ke Kelurahan Wonoboyo. Kesimpulan yang dapat diambil peneliti yaitu pola dispersed (menyebar), selain itu juga terjadi penambahan dan pemindahan fasilitas pendidikan SMP yang ada disebagian Kecamatan Wonogiri.

Kata Kunci: Geometric Network Analysis, Pola Distribusi, SMP

38

MODIFIKASI MODEL EKSTRAKSI DATA DEM UNTUK PEMETAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

Nugroho Purwono1 , Fahrul Hidayat2 , Ivan Aryant Putra3

1, 2 Bidang Penelitian, PPKS, Badan Informasi Geospasial email: [email protected] ; [email protected] 3 Environmental System Research Institute (ESRI) Indonesia email: [email protected]

ABSTRAK

Peta daerah aliran sungai (DAS) umumnya dibuat dengan teknik ekstraksi otomatis dari data elevasi digital (DEM) tanpa memperhatikan lebih lanjut karakteristik hidrologi. Hal tersebut menimbulkan masalah terkait relevansi dan akurasi data yang dihasilkan. Sebagai contoh yaitu konfigurasi aliran (drainase) yang dihasilkan dari teknik ekstraksi otomatis cenderung kurang akurat. Hal tersebut berimplikasi terhadap data DAS yang dihasilkan secara keseluruhan. Penelitian ini mencoba membuat modifikasi model ekstraksi data DEM yang lebih akurat untuk pembuatan peta DAS. Daerah sampel dalam penelitian ini yaitu wilayah Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Data DEM yang digunakan dalam penelitian adalah data If-SAR, dengan perangkat pengolah data yaitu ArcGIS. Sementara modifikasi model ekstraksi disusun dengan kombinasi analisis geoprosesing melalui kerangka Model Builder. Model ekstraksi dimodifikasi dengan mengintegrasikan analisis hidrologi berdasarkan variabel morfometri permukaan (terrain). Analisis tersebut meliputi pertimbangan orde aliran (stream order), nilai ambang optimal (threshold) jaringan aliran, serta penentuan titik luaran (pour points) aliran. Sebagai referensi pembanding terhadap hasil penelitian ini, digunakan data DAS dari hasil teknik ekstraksi otomatis. Secara statistik hasil modifikasi model lebih relevan terhadap konfigurasi aliran dibanding data referensi. Modifikasi model tersebut mampu menghasilkan orde jaringan aliran secara spesifik dan lebih akurat dibanding teknik ekstraksi otomatis dari data DEM.

Kata kunci: DAS, DEM, Ekstraksi, Model Builder, Hidrologi

39

DINAMIKA TEMPORAL TUTUPAN LAHAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP INDEKS FUNGSI LINDUNG DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) JLANTAH HULU KABUPATEN KARANGANYAR TAHUN 2010 - 2016

Rahning Utomowati

Prodi P. Geografi FKIP Universitas Sebelas Maret, Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) LPPM Universitas Sebelas Maret , Jl. Ir. Sutami 36-A Surakarta email : [email protected].

ABSTRAK

Daerah Aliran Sungai Jlantah Hulu yang secara administratif terletak di Kabupaten Karanganyar merupakan bagian dari DAS Bengawan Solo yang mempunyai fungsi penting sebagai daerah resapan air. Aktivitas dalam DAS akan menyebabkan perubahan ekosistem dan dapat memberikan dampak pada daerah hilir antara lain berupa perubahan fluktuasi debit air dan kandungan sedimen serta material lainnya. Dinamika perubahan tutupan lahan di DAS Jlantah Hulu perlu dipantau dan dikendalikan agar indeks fungsi lindungnya dapat terjaga, yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kualitas DAS Jlantah Hulu sebagai suatu ekosistem yang mempunyai fungsi utama sebagai daerah resapan air dan fungsi perlindungan seluruh bagian DAS Jlantah Hulu. Oleh karea itu kajian temporal perubahan tutupan lahan dan pengaruhnya terhadap indeks fungsi lindung penting untuk dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui : (1) dinamika temporal tutupan lahan DAS Jlantah Hulu tahun 2010 – 2016 dan (2) pengaruh perubahan tutupan lahan terhadap indeks fungsi lindung DAS Jlantah Hulu Tahun 2010-2016. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survey. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan observasi lapangan, wawancara, telaah dokumentasi, serta interpretasi citra dan peta. Analisis yang digunakan adalah diskriptif spasial dengan luaran berupa peta tematik perubahan tutupan lahan dan pengaruh tutupan lahan terhadap indeks fungsi lindung. Hasil penelitian adalah : (1). Pada periode tahun 2010 - 2016 terjadi dinamika perubahan tutupan lahan di DAS Jlantah Hulu. Tutupan lahan yang paling besar mengalami perubahan adalah tanaman sayur yang berubah 21,03%, kemudian hutan yang berubah 7,37% dan tanaman campuran 7,02%. (2). indeks fungsi lindung DAS Jlantah Hulu Tahun 2010 adalah 0,41 dan pada tahun 2016 adalah 0,42. Dengan nilai indeks fungsi lindung (IFLDAS) kurang dari 1 tersebut mengindikasikan bahwa bahwa kualitas lingkungan DAS Jlantah baik pada tahun 2010 maupun 2016 kurang mampu untuk dapat menjaga fungsi keseimbangan tata air dan gangguan persoalan banjir, erosi, sedimentasi, dan kekurangan air. Perubahan (penambahan) tutupan lahan hutan ini berpengaruh terhadap indeks fungsi lindung DAS Jlantah Hulu sebesar 0,0155. Semakin bertambahnya tutupan lahan yang berupa hutan, semakin baik juga indeks fungsi lindung DAS Jlantah Hulu. Hasil temuan penelitian ini selanjutnya dijadikan dasar sebagai rekomendasi arahan tutupan lahan DAS Jlantah Hulu.

Kata kunci: dinamika temporal, tutupan lahan, DAS Jlantah Hulu

40

ANALISIS TINGKAT KERAWANAN BANJIR DI KELURAHAN WONOBOYO MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Andi Jafrianto1, Ayu Sekartaji2, Isfi Natunazah3, dan Fajar Anisa4

1,2,3,4, Mahasiswa Pendidikan Geografi Fak. Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A. Yani Tromol Pos 1 Pabelan Surakarta, Pabelan-57169 Tel.:0271-717417; e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Kabupaten Wonogiri memiliki tingkat kerawanan terhadap banjir. Menurut Kepala Markas Palang Merah Indonesia (PMI) bahwa wilayah yang terkena banjir adalah Tirtomoyo, Ngadirojo, Girimarto, Jatiroto, Kismantoro, Selogiri, Wuryantoro, Manyaran, Pracimantoro, Eromoko, Giritontro dan Wonogiri yang dirilis oleh detik.com. Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kerawanan bencana banjir, serta mengetahui seberapa besar permukiman yang terdampak akibat banjir di Kelurahan Wonoboyo. Penelitian ini menggunakan metode skoring dan pembobotan terhadap parameter yang memiliki pengaruh terhadap banjir, serta analisis spasial SIG (Sistem Informasi Geografis) berupa kombinasi data hasil interpretasi penginderaan jauh dengan data sekunder. Parameter yang digunakan berupa curah hujan, ketinggian tanah, dan panjang sungai. Parameter-parameter tersebut kemudian di-overlay sehingga menghasilkan peta tingkat kerawanan banjir dan peta persil permukiman terdampak banjir. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tingkat kerawanan banjir di Kelurahan Wonoboyo masuk klasifikasi rawan dengan skor 3,3 dengan permukiman terdampak sebesar 2867 bangunan. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah Kelurahan Wonoboyo memiliki tingkat kerawanan banjir dengan kategori rawan.

Kata kunci : Kelurahan Wonoboyo, banjir, tingkat kerawanan

41

PEMETAAN KERUSAKAN MANGROVE MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT OLI DI DELTA MAHAKAM, KALIMATAN TIMUR

Ratri Ma’rifatun Nisaa’ dan Nurul Khakhim

Prodi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi UGM, Sekip Utara, Sleman, Yogyakarta Email: [email protected] , [email protected]

ABSTRAK

Garis pantai Indonesia mengandung potensi sumberdaya alam wilayah pesisir yang jumlahnya cukup besar, salah satunya ekosistem hutan mangrove. Mengingat hutan mangrove memiliki fungsi yang sangat penting, maka diperlukan pengelolaan hutan mangrove yang optimal agar kerusakan dan berkurangnya luas hutan mangrove dapat diminimalisir. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi kerusakan mangrove di Delta Mahakam, Kalimantan Timur. Penelitian ini menggunakan citra Landsat OLI yang kemudian dilakukan transformasi indeks vegetasi Normalized Different Vegetation Index (NDVI). Nilai dari transformasi NDVI dikorelasikan dengan hasil pengukuran kerapatan di lapangan untuk mendapatkan nilai kerapatan pada citra. Klasifikasi kerusakan mangrove didasarkan pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 201 Tahun 2004. Hasil pengolahan data menunjukan bahwa mangrove yang kondisinya rusak memiliki luas sebesar 60.220 ha atau 54,97% dari luas Delta Mahakam, sedangkan untuk mangrove yang kondisinya baik memiliki luas sebesar 49.327 ha atau 45,03%. Dari hasil tersebut bisa disimpulkan bahwa banyak mangrove yang mengalami kerusakan, lebih dari setengah luas Delta Mahakam.

Kata kunci: kerusakan, mangrove, Delta Mahakam, Landsat OLI

42

PROYEKSI DAYA DUKUNG LAHAN DAN KEBUTUHAN PERTANIAN KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2029 BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

Muhammad Farouq Ghazali Matondang Muhammad Farouq Ghazali Matondang, Universitas Gadjah Mada, [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini yang berjudul proyeksi daya dukung lahan dan kebutuhan pertanian kabupaten deli serdang tahun 2029. Bertujuan : (1) mengetahui proyeksi penduduk di Kabupaten Deli Serdang (2) mengetahui kebutuhan daya dukung lahan pertanian (3) memberikan arahan kebijakan dalam memenuhi kebutuhan lahan pertanian di Kabupaten Deli Serdang sampai tahun 2029. Metode yang digunakan berupa metode deskriptif kuantitatif, menggunakan teknik analisis data sekunder dan analisis peta dengan software ArcGIS 10.1 dan diagram. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah : (1) Terdapat sembilan kecamatan yang nilai daya dukungnya <1, yaitu kecamatan Pancur Batu, Namo Rambe, Bangun Purba, Tanjung Morawa, Patumbak, Deli Tua, Sunggal, Percut Sei Tuan, Batang Kuis. Artinya sembilan kecamatan tersebut termasuk dalam wilayah yang belum mampu swasembada pangan (2) peningkatan produksi tanaman pangan melalui usaha intensifikasi untuk mendukung penduduk (3) memberikan insentif bagi petani yang tetap dan bahkan didorong untuk meningkatkan produksi padi-sawah serta pemberian Disinsentif bagi kegiatan yang dapat mengurangi luas kawasan pertanian. Insentif dapat berupa pembangunan irigasi teknis/desa yang dibutuhkan, pembangunan jalan produksi/jalan usaha tani, normalisasi saluran, pemberian kredit, dan lain-lain.

Kata Kunci: daya dukung, kebutuhan lahan pertanian

43

GEO-STAGED EVACUATION: AN AGENT-BASED EXPERIMENT OF THE IMPROVEMENT OF THE EVACUATION MANAGEMENT IN MERAPI

Jumadi, Nick Malleson, Steve Carver and Duncan Quincey

School of Geografi University of Leeds, United Kingdom

ABSTRACT

Massive evacuation should be conducted when volcanic crises happen in Merapi. It is reported that 400,000 people should be evacuated in the last eruption of 2010. Such large evacuation can lead to chaotic condition or congestion if not well managed. Staged evacuation has been investigated to be solution to reduce chaotic condition during evacuation processes. However, there are limited concept of how the stage is ordered to manage which one can go earlier and which one is the latter. This paper purposed to develop evacuation stage ordering based on geographic character of people at risk and examine the ordering scenarios in agent-based model of evacuation. Because of the stage ordering is mainly developed based on several geographic characteristics, therefore, we call the concept as geo-staged evacuation. We use several geographic character such as proximity to hazard, road network condition (accessibility), number of population, and demographic as parameters to rank the order of each population unit in GIS using Ordered Weighted Averaging (OWA) method. From this concept, we produced several scenarios of evacuation order based on different weight of the parameters. We use the scenarios in agent-based model of volcanic evacuation experiment. The results will be evaluated based on the clearance time of each scenario.

Keywords: Agent-based Model, GIS, Merapi, geo-staged evacuation, evacuation management.

44

PENDUGAAN UPWELLING DI PERAIRAN SELATAN PULAU JAWA MENGGUNAKAN CITRA SATELIT AQUA MODIS PEREKAMAN TAHUN 2014-2016

Taufik Ali Yusuf Sutowo Haryo Anom1, Munawar Cholil2

1Mahasiswa, Fakultas Geografi Universitas, Muhammadiyah Surakarta 2Dosen, Faklutas Geografi Universitas, Muhammadiyah Surakarta Email: [email protected]

ABSTRAK

Keadaan oceanografi perairan Selatan Jawa sangat dipengaruhi oleh keadaan sistem angin muson. Saat muson barat (Desember-Februari) berlangsung biasanya terjadi downwelling di perairan Selatan Jawa, sedangkan saat musim timur (Juni- Agustus) berlangsung terjadi upwelling di perairan Selatan Jawa. Sedangkan pada musim peralihan terjadi masa perubahan atau transisi arah angin dan arus yang menyebabkan berubahnya pola suhu permukaan laut dan klorofil-a . Pola dinamika oceanografi permukaan seperti suhu permukaan laut, klorofil-a, arus geostropik, angin dan tinggi permukaan air laut perlu dikaji lebih lanjut untuk efektivitas sumberdaya perikanan. Pola kejadian upwelling di perairan Selatan Jawa sudah banyak diketahui, namun dalam keadaan normal (tanpa terjadinya El-Nino). Adanya kejadian El-Nino pada tahun 2015 menyebakan pola parameter kelautan berubah cukup drastis. Adanya kejadian El-Nino pada tahun 2015 mendasari penelitian ini dilakukan. Tujuan penelitian ini sebagai berikut; 1) Menentukan hubungan variabiltas suhu permukaan laut dengan kejadian upwelling, 2) Menentuka hubungan variablitas klorofil-a dengan kejadian upwelling., dan 3) Mendeteksi pola distibusi fenomena upwelling di sepanjang Perairan Selatan Jawa selama Januari 2014- November 2016. Penelitian ini menggunakan data satelit multi sensor seperti suhu permukaan laut (MODIS), klorofil-a (MODIS), angin (WindSat), Arus Geostorpik (ASCAT), dan tinggi muka air laut (Pemodelan BPOL). Data satelit tersebut diolah dengan menggunakan multi software GIS agar dapat dikonversi menjadi data berformat tiff dan shp. Hasil penelitian menunjukkan zona upwelling dan downwelling di perairan Selatan Jawa. Kejadian upwelling yang terjadi pada saat musim timur terdapat di Selatan Bali dan Jawa Timur kemudian meluas sampai pesisir perairan Selatan Jawa Barat. Fenomena downwelling saat musim barat berlangsung hanya terdapat di Selat Bali dan Selatan Jawa Timur. Adanya kejadian El- Nino pada tahun 2015 menyebakan durasi upwelling yang cukup lama daripada tahun 2014 dan 2016. Pola kejadian upwelling yang terjadi saat El-Nino (2015) dimulai dari bulan Mei - November. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa proses upwelling tidak hanya dibangkitkan oleh angin, tetapi diduga akibat Arus Katulistiwa Selatan yang mendekat ke perairan selatan Jawa sedangkan proses downwelling dibangkitkan oleh angin, variasi iklim El Nino sangat mempengaruhi kejadian upwelling dan downwelling khusunya di perairan Selatan Jawa.

Kata Kunci: Upwelling, Downwelling, El Nino, La Nina, Aqua MODIS

45

KOMISI B Aspek Kebencanaan dalam Pengelolaan Sumberdaya wilayah berkelanjutan

46

TRADISI MENYALUKUT SEBAGAI UPAYA MITIGASI BENCANA KEBAKARAN LAHAN DI SUB DAS AMANDIT

Adnan Ardhana1 dan Pranatasari Dyah Susanti2

1Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru Jl. A. Yani Km 28,7 Landasan Ulin Banjarbaru, Kalimantan Selatan E-mail: [email protected] 2 Balai Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo Jl. Ahmad Yani-Pabelan, Kartasura PO BOX 295 Surakarta 57102 Email: [email protected]

ABSTRAK

Kebakaran lahan gambut, merupakan kejadian yang hampir terjadi pada setiap musim kemarau. Kerugian yang ditimbulkan akibat bencana kebakaran ini sangat tinggi. Bukan hanya asap yang sangat menganggu, tetapi juga rusaknya ekologi di lahan gambut yang tidak ternilai harganya. Selama ini, persiapan lahan baik untuk pertanian maupun perkebunan menggunakan tindakan pembakaran, yang dianggap lebih efektif. Untuk mengurangi risiko terjadinya bencana kebarakan lahan, maka diperlukan upaya mitigasi yang tepat, salah satunya adalah dengan tradisi api terkendali. Tradisi penggunaan api terkendali untuk persiapan lahan pertanian dan perkebunan dengan menerapkan manajemen penggunaan api pada masyarakat Dayak, dikenal dengan istilah “menyalukut”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis fungsi-fungsi manajemen dalam tradisi “menyalukut” di Desa Lumpangi, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Propinsi Kalimantan Selatan yang merupakan daerah tangkapan sungai Ahan Sub DAS Amandit. Penelitian ini menggunakan metode survey dan wawancara. Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah masyarakat Dayak yang dipilih secara purpossive sampling. Data dan informasi yang diperoleh dianalisis secara diskriptif kualitatif sesuai dengan keluaran yang diharapkan. Hasil penelitian menunjukkan, terdapat 4 fungsi manajemen yang dilakukan dalam tradisi “menyakulut”, diantaranya: (1) fungsi perencanaan (koordinasi, penentuan lokasi dan tebas semak); (2) pengorganisasian (pembagian kelompok); (3) pergerakan (proses pembakaran dengan sistem bakar balas) dan (4) pengendalian (pengontrolan api dan sanksi). Meskipun tradisi ini terbukti efektif menjaga kebakaran lahan pada wilayah tersebut, namun kebijakan zero burning yang saat ini gencar disosialisasikan pemerintah juga harus dilaksanakan, sehingga inovasi teknologi persiapan lahan tanpa bakar yang murah dan efisien mutlak diperlukan untuk mencegah kemungkinan pembakaran hutan dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan dapat mengakibatkan kebakaran hutan dalam skala luas.

Kata Kunci: pengelolaan lahan, menyalukut, fungsi manajemen.

47

MULTI-HAZARD RISK ASSESSMENT OF KULON PROGO REGENCY

Azmiyatul 'Arifati, Ratri Ma'rifatun Nisaa, Azzuhfi Ilan Tinasar

Universitas Gadjah Mada Email: [email protected]

ABSTRACT

Kulonprogo is one of the regency in Yogyakarta Special Region which hazardous and vulnerable. This research aims to map multi-hazard risk in Kulonprogo Regency. Perka BNPB 2/2012 is used as guideline for multi-hazard risk assessment. Hazard and vulnerability analysis are needed in risk mapping through a semi-quantitative approach, which uses weighting factors and index values. Hazards considered in Kulonprogo Regency are flood, landslide, and tsunami. Parameters to determine landslide and flood hazard potential are slope, rainfall, soil, and land use. While, tsunami hazard potential uses inundation height as its parameter. Multi-hazard map is obtained from overlying hazard maps using GIS tool. Vulnerability index is gained from social, economic, physical, and environmental components which are classified into three classes then deliver it through index 0 - 1. The result is risk index in range of 0.4 to 0.79, which indicates Wates, Kalibawang, and Kokap Sub-District as the highest on multi-hazard risk. Whereas, low risk stands to Lendah and Nanggulan Sub-District.

Keywords: Multi-hazard, Risk Assessment, Kulonprogo, Geographic Information System.

48

KAJIAN KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT PESISIR DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPABUMI DAN TSUNAMI DI KECAMATAN CIPATUJAH KABUPATEN TASIKMALAYA

Ruli As’ari

Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya, [email protected]/ [email protected]

ABSTRAK

Letak geologis Indonesia yang dilalui oleh tiga lempeng besar dunia menyebabkan Indonesia rawan terkena bencana gempabumi dan tsunami. Tercatat dua kali gempa Tasikmalaya (Tahun 2006 dan 2009) yang salah satunya menimbulkan berbagai kerusakan dan merenggut korban jiwa. Kesiapsiagaan merupakan upaya yang dapat dilakukan sebagai bagian dari proses mitigasi pada tahap pra-bencana untuk meminimalisir serta meniadakan korban akibat bencana. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kesiapsiagaan masyarakat pesisir dalam menghadapi bencana gempabumi dan tsunami dan upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya. Metode yang digunakan deskriptif. Adapun teknik analisis yang digunakan adalah analisis nilai indeks dilihat dari empat parameter kesiapsiagaan, yaitu pengetahuan dan sikap/ Knowledge and Attitude (KA), perencanaan kedaruratan/ Emergency Planning (EP), sistem peringatan/ Warning System (WS) serta mobilisasi sumberdaya/ Resource Mobilization Capacity (RMC). Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat pesisir pantai yang berada di lima desa di Kecamatan Cipatujah Kabupaten Tasikmalaya, yaitu Desa Ciheras, Ciandum, Cipatujah, Sindangkerta dan Cikawungading. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling, dengan jumlah sampel 70 responden. Berdasarkan hasil analisis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkat kesiapsiagaan masyarakat pesisir di Kecamatan Cipatujah termasuk pada kategori hampir siap dalam menghadapi kemungkinan terjadinya bencana. Penentuan tingkat kesiapsiagaan memperhatikan empat parameter diantaranya pengetahuan dan sikap dengan indeks nilai 75,04 (kategori siap), perencanaan kedaruratan dengan indeks nilai 42,86 (kategori kurang siap), sistem peringatan degan indeks nilai 65,28 (kategori siap) serta mobilisasi sumberdaya dengan indeks nilai 26,43 (kategori belum siap). Keempat parameter yang dimiliki masyarakat tergolong cukup baik. Adapun indeks nilai yang didapat secara umum adalah sebesar 57,32. Untuk meningkatkan kesiapsiagaan upaya yang dapat dilakukan diantaranya menanamkan pengetahuan sejak dini terhadap anggota keluarga, sosialisasi secara berkala dan simulasi kebencanaan.

Kata kunci: Kesiapsiagaan Masyarakat, Gempa bumi, Tsunami

49

HIDUP SELARAS BERSAMA GUNUNG API: KAJIAN DAMPAK POSITIF DARI LETUSAN GUNUNG API KELUD TAHUN 2014 SEBAGAI MODAL PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN

Syamsul Bachri, Sugeng Utaya, Farizky Dwitri Nurdiansyah, Alif Erfika Nurjanah, Lela Wahyu Ning Tyas, Denny Setia Purnama, Akhmad Amri Adillah

Jurusan Geografi, Universitas Negeri Malang ([email protected])

ABSTRAK

Bagi masyarakat yang tinggal di kawasan gunung berapi, hidup berdampingan dengan bahaya merupakan hal yang tidak bisa terelakan. Meskipun dampak vulkanisme gunung api terhadap masyarakat telah didokumentasikan dengan baik, namun banyak kemungkinan manfaat dari gunung berapi tersebut tidak dikaji secara lengkap. Makalah ini memberikan kajian secara komprehensif mengenai dampak erupsi gunung berapi dengan studi kasus di gunung api Kelud. Metode yang digunakan dalam mencapai tujuan penelitian berupa survei lapangan yang meliputi aspek fisik dan sosial. Data yang didapatkan selanjutnya dianalisis dan dideskripsikan secara kualititatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa erupsi gunung api kelud pada tahun 2014 memberikan dampak yang bervariasi baik negatif maupun positif; secara langsung maupun tidak langsung pada sisi manusia maupun lingkungannya. Kegiatan-kegiatan di sektor pertambangan dan pariwisata merupakan kegiatan yang banyak dikerjakan dan dikembangkan pasca erupsi bahkan dijadikan program dari pemerintah daerah sebagai modal pembangunan yang menekankan pada kekayaan sumber daya lokal. Melalui penelitian ini, diharapkan kajian yang dapat menggambarkan dampak dan proses pada saat bencana erupsi maupun kondisi non-aktif gunung api melalui tiga dikotomi: positive/negative, direct/inderect, dan natural/society mampu dilaksanakan untuk merumuskan dan menilai bencana gunung api dari perspektif positif yang harganya dapat melebihi dampak negatif yang ditimbulkannya.

Kata kunci: Gunung api Kelud, Dampak positif, Pembangunan Berkelanjutan, Pariwisata dan Pertambangan

50

KAPASITAS MASYARAKAT DALAM MENGHADAPI RESIKO BENCANA TANAH LONGSOR: Kasus di beberapa Desa di Kabupaten Tasikmalaya

Syahrul Donie1, Nur Ainun

BPPTP DAS Surakarta Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian bersifat deskriptif kualitatif ini dilaksanakan pada tahun 2015 di Desa Jayapura Kecamatan Cigalontang dan Desa Pusparahayu Kecamatan Puspahiyang, Kabupaten Tasikmalaya. Penelitian menggunakan metoda survey dengan mewawancarai 30 orang responden yang tinggal di areal berpotensi longsor, kemudian hasil wawancara diklarifikasi dengan observasi lapangan. Kapasitas masyarakat dibedakan menjadi dua yaitu kapasitas individu dan kapasitas lembaga. Kapasitas individu diukur dari aspek pengetahuan kearifan local dan rencana aksi. Sedangkan kapasitas lembaga diukur dari aspek kepemimpinan fasilitasi dan kearifan local. Penilaian kapasitas menggunakan pendekatan scoring dari parameter yang dikembangkan, sesuai pedoman yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana Tahun 2008 Kemudian nilai rata-rata diklasifikasikan menjadi lima klas, yaitu sangat buruk (nilai <20), buruk (nilai 20-39), cukup (nilai 40-59), baik (60-79) dan sangat baik (nilai >80). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kapasitas individu dalam menghadapi bencana tanah longsor mencapai nilai 63,0%, yang mengindikasikan bahwa kapasitas individu sudah berada dalam kategori baik. Demikian pula kapasitas lembaga mencapai nilai 42,95%, atau masih dalam kategori cukup. Dari sisi individu, aspek pengetahuan dinilai sangat baik (>80%), namun dari aspek kearifan local dan aspek rencana aksi masih perlu ditingkatkan, terutama kemampuan deteksi dini dan penentuan jalur evakuasi. Kapasitas lembaga, walaupun sudah dalam kategori cukup, namun beberapa parameter masih perlu ditingkatkan, antara lain dalam penyediaan informasi wilayah berpotensi longsor dan pemasangan tanda-tanda larangan, pembuatan dan sosialisasi jalur evakuasi, sistem peringatan dini, dan peningkatan kapasitas lembaga local melalui pembentukan Tim Tangguh Bencana. Semakin meningkatnya kapasitas individu dan kapasitas lembaga, diharapkan indeks resiko bencana tanah longsor di wilayah penelitian dapat dikurangi.

Kata Kunci: Bencana Tanah Longsor, kapasitas masyarakat, Kabupaten Tasikmalaya

51

KAJIAN PEMNFAATAN WILAYAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN KARANGKOBAR, KABUPATEN BANJARNEGARA BERDASARKAN PERMEN PU NO.22/PRT/M/2007

Thema Arrisaldi(1), Rokhmat Hidayat(1), 1) Balai Sabo, Puslitbang Sumber Daya Air, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Jl. Sopalan Maguwoharjo, Depok Sleman, Yogyakarta 55282, Indonesia. Email: [email protected]

ABSTRAK

Karangkobar merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Banjarnegara dengan potensi gerakan tanah yang tinggi. Dalam mengurangi risiko bencana gerakan tanah Kementerian Pekerjaan Umum memiliki metode pemetaan potensi gerakan tanah menggunakan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 22/PRT/M/2007 tentang penataan ruang kawasan rawan bencana longsor. Peraturan tersebut memiliki 7 parameter dengan memiliki bobot pada subparameternya, yaitu kelerengan (30%), curah hujan (15%), tataair lereng (7%), batuan penyusun lereng (20%), kegempaan (3%), vegetasi (10%), dan kondisi tanah (15%). Ke tujuh parameter tersebut dilakukan overlay menggunakan software ArcMap. Berdasarkan hasil overlay didapatkan bahwa dengan Metode pemetaan tanpa modifikasi didapatkan 95,8% luasan terletak pada zona ancaman gerakan tanah tinggi, 4,19% terletak di zona ancaman gerakan tanah sedang, 0,01% luasan terletak pada zona ancaman gerakan tanah rendah. Hasil overlay pada metode pemetaan yang sudah dimodifikasi didapatkan 0,48 % luasan terletak pada zona ancaman gerakan tanah rendah, 77,07 % luasan terletak pada zona ancaman gerakan tanah sedang, dan 22,45% luasan terletak pada zona ancaman gerakan tanah tinggi. Wilayah dengan tingkat kerawanan tinggi mutlak difungsikan untuk kawasan lindung sehingga tidak layak untuk dibangun. Untuk zona dengan tingkat kerawanan sedang dan rendah masih dapat difungsikan sebagai kawasan budi daya secara terbatas atau kawasan budi daya yang dikendalikan dengan persyaratan-persyaratan tertentu.

Kata kunci : gerakan tanah, Karangkobar, Potensi, Metode pemetaan gerakan tanah, longsor

52

EVALUASI RENCANA PENGEMBANGAN AEROTROPOLIS DI PESISIR KECAMATAN TEMON, KABUPATEN KULON PROGO, YOGYAKARTA

Randy Alihusni Wardana, Reosa Andika Firmansyah, Indra Laksana

Mahasiswa Magister Geoinformation for Spatial Planning and Disaster Risk Management, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta – 55281, email: [email protected], [email protected], [email protected]

Abstrak

Seperti konsep kota metropolitan, bandara Temon akan terbangun sebagai pusat aerotropolis juga memiliki kawasan pinggir kota yang akan ikut berkembang. Bandara Temon dibangun diatas lahan yang rawan akan bencana tsunami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesesuaian pengembangan Aerotropolis di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta, terhadap dampak bencana Tsunami yang ada di kawasan Bandara New Yogyakarta International Airport. Risiko bencana berkelanjutan dianalisis dengan menggunakan metode skoring terhadap parameter risiko Tsunami seperti kondisi penggunaan lahan, jaringan jalan, drainase, kepadatan penduduk, luas area pantai, kemiringan lereng, kondisi geologi, dan potensi bencan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kawasan yang rencananya akan dijadikan kawasan Aerotropolis memiliki potensi bencana Tsunami dikarenakan letaknya yang berada di pesisir pantai selatan Yogyakarta dan berhadapan langsung dengan Samudra Hindia. Kesiapan kawasan Aerotropolis dalam menghadapi potensi bencana Tsunami dapat dilakukan dengan meminimalisir potensi kerusakan yang disebabkan oleh tsunami. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah dengan membuat suatu kawasan terbangun yang tahan Tsunami, seperti membuat lantai evakuasi pada bagian atas bangunan yang cukup luas, pembuataan rute jalur evakuasi yang cepat, penataan ruang aerotropolis, dll. Dengan memasukan pertimbangan bahaya dalam penyesuaian rencana pembangunan maka tingkat kerentanan pada kawasan Aerotropolis terhadap Tsunami dapat di minimalisir.

Kata Kunci: Risiko, Tsunami, Aerotropolis, Bandara

53

KARAKTERISTIK DEBIT BANJIR PADA DAS KECIL KASUS DI DAS SEMPOR, SLEMAN

Baina Afkril1 , M. Pramono Hadi2 dan Slamet Suprayogi3

1Universitas Papua, email:[email protected] 2Universitas Gadjah Mada, email: [email protected] 3Universitas Gadjah Mada, email: [email protected]

ABSTRAK

Karakteristik banjir suatu sistem sungai dapat digunakan untuk mengetahui risiko terjadinya banjir bandang. Karakteristik banjir tegantung beberapa faktor internal dan eksternal. Internal meliputi kahateristik DAS, Sistem bangunan air, penggunaan lahan. Sedangkan faktor eksternal adalah karakteristik hujan, yang mana data ini mempunyai ketidakpastian yang tinggi. Karakteristik debit banjir dapat diidentifikasi melalui hidrograf aliran pada keluaran DAS. Tujuan tulisan ini adalah (1) membangun sangkutan hubungan debit-kedalaman berdasarkan pengukuran kedalaman aliran kontinyu untuk simulasi hidrograf aliran pada tiap kejadian banjir; (2) mengkaji karakteristik banjir melalui hidrograf aliran yang dibangun. Kajian dilakukan pada sebuah alur aliran di hulu DAS Sempor, D.I. Yogyakarta, dengan luas wilayah kajian ± 1.5 km2. Kedalaman aliran runtun waktu (interval 5 menitan) diperoleh dari rekaman dua alat pencacah level air otomatis (hulu dan hilir) berjarak ± 7 m. Debit alir dihitung menggunakan metode kemiringan-luasan kontinyu. Sangkutan logaritmik diterapkan untuk memperoleh hubungan debit-kedalaman. Karakteristik banjir dikaji berdasarkan pola hidrograf aliran dan pola histogram curah hujan. Hubungan debit-kedalaman pada alur kajian berdasarkan 6 kejadian banjir terukur adalah 5.086xH1.436 dan 5.88xH1.86 untuk sekmen hilir dan hulu secara berurut. Pola hidrograf aliran cenderung mengikuti pola histogram curah hujan, di mana perubahan-perubahan intensitas curah hujan dalam sebuah kejadian memberikan beberapa debit puncak dengan waktu menuju puncak yang bervariasi. Diperoleh pula bahwa dengan intensitas curah hujan yang hampir sama, puncak banjir tercapai lebih cepat pada durasi hujan sinkgat, namun debit puncaknya lebih kecil serta kurva pemulihan pun lebih cepat. Disimpulkan bahwa, (1) sangkutan debit-kedalaman yang dihasilkan dapat diterapkan untuk menyimulasikan hidrograf aliran untuk pengukuran kontinyu tunggal baik di hilir maupun hulu pada lokasi yang sama dengan asumsi geometri sekmen alur tidak berubah secara signifikan, (2) karakteristik debit banjir pada wilayah kajian mengikuti pola curah hujan dengan tanggapan yang berbeda terkait intensitas curah dan durasi hujan.

Kata kunci: debit-kedalaman, kemiringan-luasan, banjir, kontinyu, hidrograf, curah hujan

54

DAMPAK PENYEDOTAN AIR TELAGA DALAM USAHATANI KENTANG DI TELAGA PENGILON-DIENG, WONOSOBO

C. Yudi Lastiantoro1 , S. Andy Cahyono2 dan Pamungkas B Putra3

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Email: [email protected]

ABSTRAK

Telaga Pengilon merupakan salah satu telaga dari dua telaga yang berdampingan; yaitu Telaga Warna danTelaga Pengilon. Kedua telaga merupakan tempat wisata alam yang berada di Daerah Pegunungan Dieng Jawa Tengah (ketinggian diatas 2.000 meter dpl). Namun saat ini, air telaga Pengilon banyak disedot untuk pertanian tanaman kentang sehingga mengancam keberlanjutan Telaga Pengilon. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui dampak penyedotan air Telaga Pengilon yang digunakan untuk usahatani kentang oleh penduduk di Desa Jojogan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan metode observasi dan wawancara mendalam dengan petani kentang. Lokasi penelitian di Desa Jojohan, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo. Analisis data menggunakan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyedotan air telaga berdampak positif dan negatif terhadap Telaga Pengilon. Dampak positif antara lain peningkatan pendapatan petani kentang terutama pada musim kemarau, dengan keuntungan rerata sebesar Rp 17.602.100 per 0,45 ha per 4 bulan, menurunkan pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan pelaku pertanian kentang. Dampak negatif penyedotan air telaga antara lain air telaga Pengilon menyusut sehingga tidak ada pasokan air untuk telaga Warna sehingga wisatawan kecewa berkunjung ke Telaga Warna karena airnya sedikit dan berbau belerang, pencemaran oli dari mesin pompa air, pencemaran pupuk kimia (12 kw/ha) dan pestisida (300 l/ha) karena overdosis pemupukan dan pestisida usahatani kentang.

Kata kunci: penyedotan air, telaga, kentang, pupuk anorganik, pestisida

55

IDENTIFICATION OF URBAN CLIMATE CHANGE (STUDY CASE JAKARTA CITY)

Dadang Subarna

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, email: [email protected]

ABSTRACT

Temperature plays a major role in detecting climatic change brought about by urbanization and industrialization. Most climatic impact studies rely on changes in means of meteorological variables such as temperature and rainfall. This paper attempts to study the temporal and spatial changes in average of surface air temperature and rainfall over Jakarta City during the last century in the period 1901–2007. The data used in this study were taken from the Jakarta Climatolgy Station with the reasons are good quality, long records and a little missing or blank data and the worldclim. The methods employed are statistic descriptics including a description of the type of probabilistic model chosen to represent the monthly mean surface air temperature and rainfall time series. The long-term change in temperature and rainfall has been evaluated by Mann- Kendall trend test method and linear trend statistic. The evaluated spatial rainfall came from 1 km resolution of GCM to get the average 1950-2000, 2041-2060 and 2061- 2080 periods. The results of the Mann-Kendall trend test agreed with the statistical linear trend test for temperature but it‟s not agreed for the rainfall. During the last 100 years, data observations from the station indicate that the monthly mean of surface air temperature in the Jakarta City increased about the rate of 0.152°C decade–1 and show a continuous increase of the average. The monthly mean rainfall in wet season (December, January, February) show a change in the pattern, average and variation. The probability density function of rainfall is changed to Logistic Distribution by mean and standard deviation of 285 mm and 67 mm respectively in the last 30 years period, from Gamma (2) Distribution by mean and standard deviation of 264 mm and 79 mm respectively in the first 30 years period also slightly increase as linear trend. Based on a linear regression model, the mean of surface air temperature over Jakarta City is estimated around 28.5oC in 2050 and 29.23 oC in 2100 also based on RCP Scenarios is shown the monthly spatial rainfall change in wet season over Jakarta by anomaly ranges of 2.7 mm to 32.3 mm.

Keywords: Variability, Surface Air Temperature, Rainfall, Trend, Mann-Kendall, Climate Change

56

DINAMIKA URBAN SPRAWL TERHADAP KERENTANAN BENCANA BANJIR PADA WILAYAH KECAMATAN KARTASURA

Dahroni1, Suharjo2, Miftahul Arozaq3, Baharudins Syaiful A.4

1 Dahroni, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email:[email protected] 2 Suharjo, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 3 Miftahul Arozaq, Pendidikan Geografi FKIP UMS email:[email protected] 4 Baharudin Syaiful Anwar, Pendidikan Geografi FKIP UMS email: [email protected]

ABSTRAK

Perubahan morfologi perkotaan yang meluas secara acak dan tidak terkendali (urban Sprawl) pada wilayah kecamatan Kartasura mengakibatkan transformasi fisik dan sosial, Perubahan jumlah rasio area terbangun pada wilayah tersebut sebesar 19% sebagai akibat perubahan penggunaan lahannya, memberikan dampak kemacetan, degradasi lahan, ancaman, kerentanan bahkan risiko bencana yang mengarah ketidakberlanjutnya suatu tatanan fisik permukiman dan sosial pada wilayah tersebut. Tujuan penelitian mengetahui sejauhmana perkembangan keruangan, karakeristik sosial ekonomi dan ekologi di daerah urban Sprawl kaitanya dengan kerentanan bencana banjir. Metode yang digunakan dalam penelitian menggunakan metode survei dan pengolahan data spasial menggunakan Sistem Informasi Geografis, memanfaatkan data citra satelit dan data sekunder. Hasil penelitian mengambarkan peta pengunaan lahan wilayah kartasura dengan peningkatan lahan tertutup adalah 4,8% per tahun yang mengakibatkan penurunan kapasitas resapan, pusat pertumbuhan ekonomi yang mengalami peningkatan, penataan wilayah zonasi permukiman dan penataan fasilitas yang menyebar seperti rumah sakit, terminal dan pusat perbelanjaan, serta penataan trasportasi umum yang terintegrasi dengan kota Surakarta dengan adanya BST (batik solo trans). Kesimpulan kecamatan Kartasura mengalami alih fungsi lahan yaitu pergesaran lahan pertanian menjadi permukiman yang berdampak banjir karena kurangnya resapan dan terjadi perubahan aktivitas sosial ekonomi, dan laju transformasinya tidak merata.

Kata kunci: UrbanSprawl, perubahan lahan, penataan ruang.

57

PENDUGAAN TINGKAT SEDIMEN DI DUA SUB DAS DENGAN PERSENTASE LUAS PENUTUPAN HUTAN YANG BERBEDA

Esa Bagus Nugrahanto

1Balai Penelitian dan Pengambangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPPTPDAS) Surakarta, email: [email protected]

ABSTRAK

Persentase luas penutupan hutan dalam suatu daerah aliran sungai (DAS) akan mempengaruhi fungsi dari hutan dalam mengatur tata air dalam DAS. Keberadaan hutan sangatlah penting di suatu DAS karena hutan berperan dalam mengurangi erosi yang berbanding lurus dengan tingkat sedimen yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat sedimen yang terjadi di Sub DAS Cemoro dan Sub DAS Gagakan yang memiliki persentase penutupan hutan yang berbeda. Penelitian dilakukan dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 dengan cara mengukur dan mengamati tinggi muka air (TMA) harian dan mengambil contoh air di Sub DAS Cemoro dan Sub DAS Gagakan. Hasil penelitian menunjukan Sub DAS Cemoro yang memiliki persentase penutupan hutan 99,70% memiliki rata-rata sedimen tiap bulan sebesar 0,91 ton/ha. Sub DAS Gagakan dengan persentase penutupan hutan 81,97% menghasilkan sedimen tiap bulan sebesar 1,09 ton/ha. Meskipun hasilnya tidak terlalu berbeda jauh, namun luasan dari kedua sub DAS yang diteliti sangat berbeda jauh. Sub DAS Cemoro hanya memiliki luas 1347,1 ha, sedangkan Sub DAS Gagakan memiliki luas 5966,9 ha. Hal ini menunjukan bahwa persentase luas penutupan hutan suatu DAS berpengaruh terhadap sedimen yang dihasilkan. Dari penelitian yang dilakukan di dua sub DAS tersebut, menunjukan bahwa semakin besar persentase luas penutupan hutan maka tingkat sedimen yang dihasilkan akan semakin rendah.

Kata kunci: sedimen, DAS, penutupan hutan

58

AKUISISI POTENSI WILAYAH BATUANGUS SEBAGAI GEOPARK VULKANO MARINE PULAU LEMBEH SULAWESI TENGGARA PADA PEREKAMAN FOTO CONDONG

Farid Ibrahim,1,3, Megha Dharma Putra4, Fiqih Astriani3, Theresia Retno Wulan2, Nicky Setyawan2, Dwi Sri Wahyuningsih4, Gianova Andika Putri,8, Edwin Maulana1,5, , Fajrun Wahidil Muharram6, Bernike Hendrastuti1,7, , Wico Nandiyanta Mulia1 , Tri Raharjo1

1Parangtritis Geomaritime Science Park 2Badan Informasi Geospasial 3Program Studi Geografi, Fakultas Geografi, UMS 4Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan, Fakultas Geografi, UGM 5Geo-Information for Spatial Planning and Disaster Risk Management, UGM 6Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, UGM 7Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, UGM 8Program Studi Pemanfaatan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro Surel : [email protected]

ABSTRAK

Indonesia merupakan negara dengan keragaman bentuk lahan yang kompleks. Keragaman bentuk lahan yang dimiliki indonesia ini dapat menjadi destinasi geodeversity yang mampu berperan sebagai laboraturium alam. Di Indonesia, masih banyak daerah yang memiliki geodeversity eksotis namun tidak populer oleh wisatawan baik dalam negeri apalagi mancanegara. Wilayah Batuangus yang berada di lereng Gunung Tangkoko merupakan salah satu kekayaan alam morfologi yang mahal. Surat Keputusan Menteri Pertanian No 1049/Kpts/UM/12/81 menetapkan kawasan Cagar Alam Gunung Tangkoko Batuangus sebagai Taman Wisata Batuangus serta pantai kastuarinyanya sebagai Taman Wisata Batuputih. Bentukan lahan vulkanik marine yang berada di pesisir Selat Lembeh menjadi dinamika yang menarik untuk dikaji guna menilai potensi dan nilai jual objek wisata. Metode yang digunakan dalam kajian ini adalah penginderaan jauh dan survei lapangan. Pemotretan condong menunjukkan kawasan ini merupakan medan lava yang ditandai dengan Bentukan dan lereng yang curam hingga landau dan penutup lahan berupa savana. Keasrian kawasan ini dari sisi geologi dan hayati menjadi potensi unggulan sebagai objek geodiversity. Perlu adanya publikasi lebih intensif guna mengembangkan kawasan ini sebagai vulkano marine sehingga dapat menjadi entitas konservasi cagar alam geodiversity. Masyarakat dan peneliti tidak hanya mengkaji dengan literature saja, akan tetapi masyarakat Indonesia masih memiliki laboraturium alamnya, selain juga mampu menjadi asset pariwisata berbasis ekowisata.

Kata Kunci: Gunung Tangkopo, Cagar Alam Batuangus, Geodeversity, Geopark

59

DROUGHT RISK ASSESSMENT FOR RESOURCE MANAGEMENT TOWARDS RESILIENT-DEVELOPMENT IN EROMOKO DISTRICT, WONOGIRI REGENCY, CENTRAL JAVA

Fatah Yogo Yudhanti

1M. Sc. Programme Geo-information for Spatial Planning and Risk Management, Faculty of Geography, Universitas Gadjah Mada, email: [email protected]

ABSTRACT

Eromoko is a drought-prone district in Wonogiri Regency, Central Java, thanks to the karst landform and steep topography that dominate almost half of district‟s area. Drought usually hits the district during the dry season and harm many sectors, especially agriculture, household, and health. However, the level of drought risk is different in each part of the district. It depends on the hazard, vulnerability, and adaptive capacity aspects of each region. This research aims to generate drought risk map based on those aspects then identify the high-risk zone where resources urgently need to be managed towards resilient-development. All information analyzed in this research were obtained from secondary data. Combination between qualitative and quantitative analyses, as well as rank method were then applied to it. Drought hazard map was generated from geological, soil, and elevation maps. Social vulnerability map was generated from population density, disability ratio, and sex ratio maps. Economic vulnerability map generated from paddy field ratio and dry field ratio maps. Adaptive capacity map was generated from educated people ratio. Social vulnerability, economic vulnerability, and adaptive capacity maps were then overlayed and resulting a drought vulnerability map. Drought risk map was obtained by integrating hazard and vulnerability maps using rank method. Suitable resource management for high-risk area was then analyzed by considering the entire risk aspects. The drought risk assessment result successfully identified Basuhan, Pucung, Ngandong, Tempur Harjo, Panekan, and the northwest part of Pasekan as the high-drought risk zone. The risk in Basuhan and Pucung is mainly controlled by geological, soil, and topographical conditions; low educational level; as well as the high dependency on agricultural sector. Topographical conditions and high dependency on agricultural sector are the main risk factors in Ngandong and Tempur Harjo Villages. Risk level in Panekan is mainly controlled by high dependency on agricultural sector, as well as high ratio of disability and sex ratio. As for the case of Pasekan, geological and soil conditions are the main factors. Finally, different resource management based on critical risk factors in each area is recommended by this reasearch in order to achieve resilient-development in Eromoko District.

Keywords: drought, risk assessment, resource management, resilient- development, Eromoko

60

KAJIAN TINGKAT PENGETAHUAN SISTEM PERINGATAN DINI INDIVIDU DAN RUMAH TANGGA DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI DI KECAMATAN WONOGIRI

Febriyana Niken Yuliartika1, Dheya Amalia Larasati2, Septia Mahadeka Putri Sehan3, Angel Okctaviana4 , dan Septian Briantama Alfredo5

1,2,3,4,5Mahasiswa Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta, Jl. A. YaniTromolPos 1 Pabelan Surakarta, Pabelan-57169 Telp:0271-717417, email: [email protected]

ABSTRAK

Kecamatan Wonogiri merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Wonogiri yang berada di selatan Pulau Jawa, aktivitas lempeng tektonik di selatan Pulau Jawa serta kondisi geografisnya yang dilalui jajaran formasi gunung api menjadi faktor penyebab wilayahnya rawan gempa bumi. Salah satu wilayah yang berpotensi terjadinya gempa bumi adalah Kecamatan Wonogiri yang terletak di Kabupaten Wonogiri. Kabupaten Wonogiri mempunyai skor indeks risiko bencana gempa bumi sebesar 146 dengan kelas risiko “tinggi”. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Wonogiri dengan jumlah sampel 286 keluarga. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat pengetahuan sistem peringatan dini individu dan rumah tangga dalam menghadapi bencana gempa bumi di Kecamatan Wonogiri. Metode penelitian menggunakan random sampling method dan pengumpulan data menggunakan kuisioner. Hasil penelitian menunjukkan sistem peringatan dini terhadap bencana gempa bumi masyarakat di Kecamatan Wonogiri termasuk kategori “rendah” dengan indeks rata-rata 56.

Kata Kunci: pengetahuan sistem peringatan dini, gempa bumi, masyarakat.

61

KOMISI C

Konstribusi bidang pendidikan untuk pengelolaan sumberdaya wilayah

62

IMPLEMENTASI SIG DALAM MULTIMEDIA PEMBELAJARAN ADOBE FLASH BERBASIS EARTHCOMM TERHADAP KEMAMPUAN SPASIAL DAN MOTIVASI BELAJAR PESERTA DIDIK MATA PELAJARAN GEOGRAFI (Pokok Bahasan: Hubungan Manusia dan Lingkungan Akibat Dinamika Hidrosfer Kelas X SMA MTA Surakarta Tahun Ajaran 2016/2017)

Achmad Nur Hidayaht1, Sarwono, Yasin Yusup2

1Universitas Sebelas Maret, email: [email protected] 2 Universitas Sebelas Maret, email: [email protected]

ABSTRAK

Integrasi sistem informasi geografi (SIG) kedalam dunia pendidikan menciptakan pengaruh besar dalam kegiatan pembelajaran, salah satu peningkatan mutu pembelajaran seperti multimedia pembelajaran yang mampu mewadahi materi kontekstual dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi sistem informasi geografi (SIG) yang lebih efisien. Penelitian ini bertujuan: 1) Mengetahui efektivitas SIG dalam multimedia pembelajaran adobe flash berbasis EarthComm terhadap kemampuan spasial peserta didik, 2) Mengetahui efektivitas SIG dalam multimedia pembelajaran adobe flash berbasis EarthComm terhadap motivasi belajar peserta didik Penelitian ini termasuk jenis quasi eksperimen. Populasinya adalah seluruh kelas X SMA MTA Surakarta tahun ajaran 2016/2017. Sampel menggunakan Cluster Sampling, sampel terpilih adalah kelas X IPS 4 sebagai kelas eksperimen dan kelas X BB 1 sebagai kelas kontrol. Teknik pengumpulan data kemampuan spasial peserta didik menggunakan teknik tes, dalam bentuk tes obyektif pilihan ganda, untuk data motivasi belajar peserta didik menggunakan angket yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Analisis data yang digunakan adalah statistik parametrik dengan bantuan SPSS 19.0 for windows yaitu uji ANAVA satu arah pada taraf signifikasi 5%. Hasil analisi data pada uji statistik parametrik menggunakan SPSS 19 diperoleh nilai sig 0.00 dengan F 19.12 menujukan perbedaan yang signifikan, nilai rata-rata kemampuan spasial kelas eksperimen (X IPS 4) yaitu 84,38 lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol (X IBB 4) yaitu 76,88. Sedangkan data motivasi belajar diperoleh nilai sig 0.00 dengan F 15.888 menujukan perbedaan yang signifikan, nilai rata-rata kelas eksperimen (X IPS 4) yaitu 123,85 lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol (X IBB 4) 108,91. Nilai rata-rata motivasi belajar kelas eksperimen masuk dalam kategori tinggi, sedangkan kelas kontrol masuk dalam kategori sedang. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut: 1) efektivitas SIG dalam multimedia interaktif adobe flash berbasis EarthComm mampu memberikan hasil positif terhadap kemampuan spasial peserta didik, 2) efektivitas SIG dalam multimedia interaktif berbasis EarthComm mampu memberikan hasil positif terhadap motivasi peserta didik.

Kata kunci: SIG, Adobe Flash, Multimedia, EarthComm, Kemampuan Spasial

63

HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN MASYARAKAT TERHADAP KESIAPSIAGAAN BENCANA TANAH LONGSOR DI KELURAHAN GIRITIRTO KECAMATAN WONOGIRI

Setty Maryanti1, Endang Lestari2, Wahyu Putri3,Astria Risa Wardani4, dan Faza Harits5

1Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 2Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 3Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 4Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 5Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tanah longsor ditinjau dari pendidikan dan kesiapan masyarakat secara keseluruhan. Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba. Salah satu jenis bencana alam seperti tanah longsor, hampir tidak dapat diperkirakan secara akurat. penelitian ini untuk menentukan hubungan pendidikan dengan tingkat kesiapsiagaan bencana tanah longsor di Kelurahan Giritirto Kecamatan Wonogiri. Teknik penelitian yang digunakan yaitu survei dengan menggunakan kuesioner. Jumlah sampel yang didapat dalam penelitian ini sebanyak 190 KK dengan teknik simpel random sampling. Teknis analisis data tingkat kesiapsiagaan bencana masyarakat atau individu menggunakan perhitungan indeks rata-rata kesiapsiagaan, sedangkan untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan kesiapsiagaan bencana tanah longsor menggunakan metode analisis korelasi. Hasil penelitian ini menunjukan tingkat kesiapsiagaan bencana termasuk kategori “rendah” dengan persentase 72%.Hubungan antara pendidikan dengan pengetahuan kesiapsiagaan bencana tanah longsor di Kelurahan Giritirto Kecamatan Wonogiri mendapatkan nilai korelasi product moment r=1,0 termasuk kategori sangat tinggi.

Kata kunci : tingkat pendidikan, kesiapsiagaan, tanah longsor

64

KONSEP HIDUP CATUR GURU BAGI SUKU TENGGER DALAM PENUNDAAN USIA PERNIKAHAN DI DESA NGADISARI PROBOLINGGO

Alfyananda Kunia Putra1, Singgih Susilo2, Sumarmi3

1 Universitas Negeri Malang, email: [email protected] 2Universitas Negeri Malang, email:[email protected] 3Universitas Negeri Malang, email:[email protected]

ABSTRAK

Pernikahan dini merupakan akibat dari rendahnya angka partisipasi murni anak di usia 16-18 tahun yang merupakan usia anak di jenjang Sekolah Menengah Atas atau sederajat. Angka pernikahan dini di Kabupaten Probolinggo bulan Januari hingga Mei 2016 sejumlah 1.811 pernikahan dini atau rata-rata perbulan terjadi 362 pasangan. Penundaan usia pernikahan akan memberi kesempatan kepada remaja untuk lebih matang secara psikologis dan kesehatan. Suku Tengger memiliki nilai-nilai kearifan lokal dalam penundaan pernikahan dini di Desa Ngadisari Probolinggo. Masyarakat suku tengger yang mayoritas beragama Hindu dan sangat berpegang pada adat istiadat dan sistem kepercayaan (beliefs systems). Salah satu konsep hidup yang diyakini oleh masyarakat Suku Tengger yakni konsep Catur Guru sebagai kunci pengurangan kasus pernikahan dini. Catur Guru mempunyai empat bagian. Empat konsep hidup ini harus dihormati dan dihargai. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui konsep catur guru bagi suku tengger di Desa Ngadisari dalam penundaan usia perkawinan. Metode dalam penelitian ini yakni kualitatif dengan perspektif fenomenologi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa masyarakat Suku Tengger memiliki cara dalam menunda usia pernikahan melalui konsep Catur Guru atau empat guru kehidupan. (1) Guru Swadyaya atau Tuhan, sebagai suku yang memegang ajaran tuhan dan adat dari para leluhur. Secara adat, dalam pernikahan suku tengger banyak proses adat yang harus dilewati, mulai dari penentuan garis keturuan, penentuan hari baik oleh keluarga, kepala desa dan dukun adat. Semua pernikahan tercatat dalam kalender Suku Tengger, dimana dalam satu bulan hanya boleh melakukan 4 resepsi pernikahan. Adanya peraturan adat dapat menunda usia pernikahan sampai 2 tahun karena masyarakat harus menunggu antrian pernikahan (2) Guru Wisesa atau pemerintah, suku tengger sangat menghargai, menghomati dan menurut kepada pemerintah. Kepala Desa Ngadisari membuat aturan tidak boleh menikah sebelum lulus SMA atau mempunyai ijasah SMA. (3) Guru Rupaka atau orang tua, memiliki peran penting sebagai media pembelajaran utama untuk anaknya agar tidak menikah di usia muda di dalam masyarakat Suku Tengger, dan (4) Guru Pengajian atau guru di sekolah, memiliki peran sebagai pembuka wawasan bagi anak-anak suku tengger tentang dampak pernikahan dini yang selelu bekerja sama dengan pemerintah desa. Hingga saat ini pernikahan dini di Suku Tengger Ngadisari sudah tidak ada.

Kata kunci: Pernikahan dini, Catur Guru, Penundaan usia perkawinan.

65

TINGKAT PENGETAHUAN PARAMETER MOBILISASI SUMBERDAYA TERHADAP BENCANA BANJIR, TANAH LONGSOR DAN GEMPA BUMI DI KECAMATAN WONOGIRI

Latifah Widya Asri[1], Muhammad Farid Prakosa[2], Eva Yunita Damastuti[3], dan Al Verdad Cadhika Agustino[4]

1Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 2Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 3Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 4Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

ABSTRAK

Bencana alam dapat terjadi secara tiba-tiba maupun melalui proses yang berlangsung secara perlahan. Indonesia merupakan negara yang rawan akan bencana alam. Hal ini terbukti dari berbagai hasil penelitian tentang risiko bencana. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tingkat pengetahuan parameter mobilisasi sumberdaya terhadap bencana banjir, tanah longsor, dan gempa bumi di Kabupaten Wonogiri. Metode penelitian yang digunakan adalah random sampling method dan pengumpulan data kuisioner. Populasi penelitian adalah 5 Kelurahan di Kecamatan Wonogiri dengan sebanyak 756 sampel. Hasil Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Wonogiri pada indikator Mobilisasi Sumberdaya (RMC) terlihat bahwa tingkat partisipasi mobilisasi sumberdaya terkait bencana tanah longsor lebih tinggi dengan nilai rata-rata 36,35 , disusul dengan bencana banjir dengan nilai rata-rata 36,33 dan terendah pada bencana gempa bumi dengan nilai rata-rata 36,30. Keseluruhan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap parameter mobilisasi sumberdaya pada ketiga bencana termasuk dalam katagori “RENDAH”.

Kata kunci: mobilisasi sumberdaya, banjir, tanah longsor, gempa bumi

66

TINGKAT PENGETAHUAN KEBENCANAAN MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR DI DESA KARANG TENGAH

Siti Azizah Susilawati1), Hasna Nisrina2), Arif Fauzan3), Gufron4), Novi Yuli Lestari5)*

Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta *Email korespondensi: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat Kelurahan Karang Tengah, Kabupaten Sragen mengenai bencana banjir. Metode penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan deskriptif presentase. Obyek penelitian ini adalah Kelurahan Karang Tengah, Kabupaten Sragen, sampel yang di ambil sebanyak 157 orang dengan menggunakan proposional random sampling. Teknik pengumpulan data ini menggunakan teknik observasi, dokumentasi, dan kuesioner/angket yang diberikan kepada responden dengan menjawab beberapa pertanyaan. Validitas menggunakan uji korelasi internal dengan menggunakan Product Moment. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat Kelurahan Karang Tengah, Kabupaten Sragen tentang bencana banjir termasuk dalam tingkat tidak baik karena memiliki nilai sebesar 1,81%.

Kata Kunci: Bencana, Banjir, Pengetahuan, Masyarakat, Kelurahan Karang Tengah, Kabupaten Sragen

67

GEOPOLITIK SAWIT

Juniawan Priyono dan Purnomo Yusgiantoro

Universitas Pertahanan, Email: [email protected]

ABSTRAK

Kebijakan Parlemen Uni Eropa yang mengeluarkan resolusi terhadap produk minyak kelapa sawit dan melarang impor biodiesel berbahan dasar sawit direspon keras oleh Pemerintah Indonesia. Parlemen Uni Eropa berpendapat bahwa agroindustri sawit menciptakan banyak masalah dari deforestasi, korupsi, isu pekerja anak, hingga pelanggaran HAM. Kebijakan pelarangan dianggap Pemerintah Indonesia merupakan bagian dari kampanye negatif karena produk sawit yang murah menjadi penghambat kemajuan agroindustri minyak nabati asli Eropa seperti minyak kanola, biji bunga matahari, dan kedelai. Apakah sebenarnya persoalan besar di belakang “perang sawit”? Untuk melakukan kajian digunakan metode penelitian deskriptif analitik perspektif geopolitik dengan menganalisis data sekunder terkait. Geopolitik sebagai metode analisa hubungan internasional merupakan alat bagi penentuan kebijakan realis sebuah negara. Menurut data dari Dewan Minyak Sawit Indonesia, pada tahun 2013, kebutuhan dunia akan minyak nabati mencapai 162,8 juta ton; dan diperkirakan meningkat hingga 315,2 juta ton (2030) disebabkan oleh pertumbuhan penduduk dunia dan peralihan sumber energi dari fosil ke biofuel. Saat ini, pemenuhan kebutuhan minyak nabati dunia berasal dari minyak sawit (36,1%) dan minyak kedelai (27,4%). Kontribusi minyak sawit yang cukup besar disebabkan oleh produktivitas tanaman sawit yang lebih tinggi dan masih tersedianya lahan di daerah tropis untuk perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 2050 diperkirakan jumlah penduduk dunia mencapai sepuluh miliar sehingga memerlukan tambahan pangan sebesar 70 persen dibandingkan sekarang. Krisis pangan, air, dan energi berpotensi menjadi pemicu terjadinya konflik, terutama jika dunia gagal mengolah sumber-sumber yang ada sehingga menyulut peperangan. Setiap bangsa memandang perang dengan interpretasi yang berlainan. Bagi bangsa yang memandang perang sebagai alat yang baik, tinjauan tersebut dimaksudkan untuk mencari cara bagaimana menjalankan perang dengan sebaik-baiknya untuk mencapai tujuan politik. Keinginan Indonesia menjadikan agroindustri sawit sebagai industri unggulan yang memiliki posisi tawar membutuhkan perjuangan keras. Beberapa isu mesti diperjuangkan: regulasi perdagangan yang bersifat diskriminatif terhadap produk CPO dan turunannya serta bagaimana meyakinkan negara lain bahwa agroindustri sawit merupakan produk ramah lingkungan. Inilah sebenarnya salah satu perang bangsa Indonesia melalui diplomasi multilateral.

Kata kunci: geopolitik, perang sumber daya, sawit

68

ANALISA KUALITAS PENDIDIKAN DAN PENDEKATAN MULTIDISPLINER PENDIDIKAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH BERKELANJUTAN DI KABUPATEN WONOGIRI

Marhaendra Des’a Arba’a 1), Indri Yuniarsih2), Herdana Nurfitriani3), Aprilia Euis Fathimah4), Evana Agustin5)

1Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 2Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 3Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 4Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 5Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian dilakukan di Kabupaten Wonogiri yang mempunyai IPM menurut Bappeda Litbang pada tahun 2014 terendah se-Eks Karisidenan Surakarta. Salah satu Parameter Indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah pendidikan, pendidikan mempunyai peran penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia dan mengangkat masyarakat keluar dari kemiskinan, pendidikan memberikan kontribusi untuk mentransformasi masyarakat dalam mewujudkan pembangunan wilayah yang berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas pendidikan di Kabupaten Wonogiri dan sebaran indikator pendidikan melalui pendekatan multidispliner untuk pembangunan berkelanjutan. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif dengan mendeskripsikan dan menggambarkan indikator-indikator pendidikan dan non pendidikan ke dalam suatu kesinambungan yang menghasilkan sebuah hasil kajian dalam penelitian ini. Hasil analisa kualitas pendidikan di Kabupaten Wonogiri dengan pendekatan multidispiliner pada tahun 2014-2016, ditunjukkan pada indikator angka partisipasi kasar mengalami peningkatan pada tahun 2014-2015 sebesar 27,26 %. Namun, terjadi adanya penurunan dari tahun 2015-2016 sebesar 0,3%. Angka partisipasi murni terdapat peningkatan pada tahun 2014-2015 sebesar 1 %, serta terjadi penurunan dari tahun 2015-2016 sebesar 0,60%. Kemampuan membaca dan menulis huruf latin tahun 2014 sebesar 46,41%, dan pada tahun 2015 sebesar 47,55%. Jumlah angkatan kerja yang pada tahun 2014 dan tahun 2015 mengalami peningkatan, jumlah angkatan yang bekerja tahun 2014 dan 2015 sebesar 516.294 jiwa dan 505.043 jiwa. Jumlah angkatan kerja yang mencari pekerjaan pada tahun 2014 sampai tahun 2015 pun mengalami penurunan, pada tahun 2014 menunjukkan angka 18.431 jiwa dan tahun 2015 menunjukkan angka 16.015 jiwa. Simpulan penelitian mengungkapkan bahwa mutu atau kualitas pendidikan yang terdapat di Kabupaten Wonogiri mempengaruhi besarnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di wilayah tersebut. Nilai IPM Kabupaten Wonogiri pada tahun 2014- 2016 mengalami peningkatan.

Kata Kunci: pendidikan, kualitas pendidikan, Indeks Pembangunan Manusia (IPM). 69

KOMPETISI COVERAGE AREA SMA SWASTA DALAM PERSPEKTIF LEFEBVRE DAN DE CERTEAU

Nasrudin

1Nasrudin, Mahasiswa S2 PKLH-Pendidikan Geografi UNS, email: [email protected]

ABSTRAK

Sekolah merupakan tempat pelayanan pendidikan bagi penduduk. Penyediaan sekolah seharusnya disesuikan dengan kondisi kebutuhan penduduk. Saat laju pertumbuhan penduduk tinggi diimbangi dengan peningkatan laju pertumbuhan sekolah baru, begitu pun saat laju pertumbuhan penduduk menurun seharusnya dikuti pengendalian pendirian sekolah baru. Saat ini laju pertumbuhan penduduk terus menurun tetapi laju pertumbuhan sekolah baru tidak segera turun. Di jenjang pendidikan atas pemerintah membuat perencanaan dan kebijakan memperluas dan mendirikan SMK baru. Di sisi lain masyarakat merintis banyak sekolah baru bernuansa Islam Terpadu (IT) dan sejenisnya mulai dari jenjang SD sampai SMA. Situasi tersebut menyebabkan timbulnya kompetisi antar sekolah semakin meningkat. Secara keruangan sekolah merupakan pusat pelayanan pendidikan untuk melayani sebuah coverage area tertentu. Kompetisi antar sekolah dalam perspektif keruangan adalah persaingan memperebutkan coverage area. Makalah ini bertujuan untuk mengungkap pola persaingan ruang pada jenjang sekolah menengah atas dalam perspektif teori produksi ruang-Lefebvre dan taktik mencapai keseimbangan menurut De Certeau. Pola hubungan sekolah-sekolah dan pemerintah masih dipengaruhi oleh kapitalisme. Kapitalisme mengambil ruang untuk dikapitalisasi, tidak hanya ruang fisik tetapi juga ruang “pengaruh” atau coverage area dari sekolah. Coverage area dikendalikan melalui regulasi pemerintah terkait kebijakan pengendalian SMA dan perluasan SMK. Perluasan SMK terkait erat dengan kepentingan kapitalisme di bidang penyediaan tenaga kerja industri. Titik tekan kebijakan tersebut sebenarnya mengarah ke arah keberadaan SMA, terutama SMA swasta . Terdapat tiga tipe SMA swasta dengan nasib berbeda. Pertama, SMA dengan coverage area sempit akan digiring untuk tutup atau berubah menjadi SMK. Kedua, SMA swasta dengan coverage area luas dikondisikan untuk mempersempit pengaruhnya sampai ambang batas yang diperbolehkan. Ketiga, SMA swasta dengan coverage area khusus bernuansa Islam Terpadu (IT) meloloskan diri dengan taktik keislaman dan fullday. Penelitian ini memberikan ilustrasi bahwa coverage area sekolah yang ruang hidup sekolah sudah dikapitalisasi. Alternatif untuk tetap menghidupkan sekolah adalah berubah jadi SMK, bertahan dengan tetap mengikuti aturan atau meloloskan dari tekanan kebijakan dengan taktik tertentu.

Kata kunci: Kompetisi, coverage area dan SMA swasta

70

ANALISA PENDEKATAN SISTEM PENDIDIKAN PADA PEMBANGUNAN SUMBERDAYA MANUSIA KABUPATEN WONOGIRI

Rahmat Riandi Suparno1, Ayuk Onita Sari2, Alwi Mubarok3, Listi Vianita4, Ayun Trilas I5

1Universitas Muhammadiyah Surakarta, email: [email protected] 2Universitas Muhammadiyah Surakarta, email: [email protected] 3Universitas Muhammadiyah Surakarta, email: [email protected] 4Universitas Muhammadiyah Surakarta, email: [email protected] 5Universitas Muhammadiyah Surakarta, email: [email protected]

ABSTRAK

Pendidikan merupakan salah satu sektor penting yang memberikan kontribusi terbesar dalam mengembangkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM), kondisi pendidikan pada suatu daerah menentukan program pembangunan pendidikan dalam meningkatkan taraf pendidikan masyarakat yang diukur melalui perubahan dan perkembangan dari pencapaian pendidikan yaitu angka partisipasi sekolah, angka buta huruf, dan rata-rata lama sekolah yang termasuk didalam pendekatan sistem pendidikan. Indikator pendekatan sistem pendidikan dibagi menjadi tiga kelompok: indikator input, proses, dan output/dampak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pencapaiaan dan perkembangan pendekatan sistem pendidikan di kabupaten Wonogiri. Metode penelitian secara deskriptif kuantitatif untuk menggambarkan indikator input, proses dan output. Indikator input berupa usia sekolah, rasio murid guru, dan sarana prasarana dan secara jelas digambarkan pula indikator proses berupa persentase Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) serta indikator output yaitu melek huruf dan angka putus sekolah. Sumber data diperoleh dari data sekunder dari Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri. Hasil penelitian menunjukan indikator input berupa usia sekolah untuk SD usia 7-12 tahun dengan rata-rata sebesar 69328 orang, jenjang SMP usia 13- 15 tahun rata rata-sejumlah 30339 orang, dan jenjang SMA dengan usia 16-18 tahun sejumlah 20610 orang. Sedangkan rasio guru-murid selama tahun 2014-2017 pada jenjang SD rata-ratanya 14 orang, untuk SMP sebesar 12 orang dan untuk SMA sebanyak 12 orang . Adapun hasil analisa indikator proses diketahui bahwa persentase Angka Partisipasi Kasar (APK) di SD rata-ratanya adalah 79%, SMP sebesar 78% dan SMA sebesar 56% dan APM di sekolah SD sebesar 90%, SMP 77% dan SMA 47% pada indikator output terlihat ada penurunan untuk angka melek huruf yaitu sebesar 25% dan angka putus sekolah sebesar 0,24 %. Simpulan analisa indikator input, proses dan output pada wilayah Kabupaten Wonogiri telah tercapai dan perkembangannya baik, berarti masyarakat di Kabupaten Wonogiri tingkat IPMnya sangat baik.

Kata kunci: pendidikan, rasio murid guru, angka partisipasi kasar (APK), angka partisipasi murni (APM), Melek Huruf.

71

TINGKAT PENGETAHUAN MASYARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR, GEMPA BUMI, DAN TANAH LONGSOR DI KECAMATAN WONOGIRI

Yunita Larasati1, Mayantika Humairoh Utami2, Rosa Dwi Pramita3, Roisyah4, dan Dicky Surya Putra Utama5

1Yunita Larasati, Pendidikan Geografi, email: [email protected] 2Mayantika Humairoh Utami, Pendidikan Geografi, email: [email protected] 3Rosa Dwi Pramita, Pendidikan Geografi, email: [email protected] 4Roisyah, Pendidikan Geografi, email: [email protected] 5Dicky Surya Putra Utama, Pendidikan Geografi, email: [email protected]

ABSTRAK

Pendidikan kebencanaan merupakan suatu pendidikan yang penting bagi kehidupan masyarakat, karena bencana merupakan suatu kejadian yang banyak memberikan dampak negatif bagi kehidupan manusia. Meskipun pada suatu daerah tertentu sama sekali tidak berpotensi terhadap bencana, namun pendidikan kebencanaan tetap harus diterapkan, karena tidak menutup kemungkinan bencana akan datang kapan saja dan di mana saja. Masyarakat harus memahami tentang apa itu bencana, baik banjir, gempa bumi, dan tanah longsor. Lokasi penelitian berada di Kecamatan Wonogiri, Kabupaten Wonogiri. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan masyarakat terhadap bencana banjir, gempa bumi, dan tanah longsor. Penelitian ini menggunakan random sampling method dan pengumpulan data menggunakan kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat mengenai bencana banjir di Kecamatan Wonogiri termasuk dalam kategori “tinggi” mencapai nilai indeks 77. Pengetahuan masyarakat tentang bencana gempa bumi termasuk kategori “rendah” dengan nilai indeks 69 sedangkan, pengetahuan masyarakat tentang bencana tanah longsor termasuk dalam kategori “sedang” dengan nilai indeks 71. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan masyarakat lebih mengetahui bencana banjir, karena bencana banjir merupakan bencana yang umum bagi masyarakat setempat. Masyarakat juga sudah mengetahui cara mencegah dan mengurangi dampak bencana banjir disetiap kelurahan. Sementara bencana gempa bumi dan tanah longsor kurang diketahui masyarakat, karena kedua bencana tersebut terjadi dalam intensitas yang cukup rendah dan bencana tersebut lebih susah diprediksi.

Kata kunci: banjir, gempa bumi, tanah longsor.

72

PEREMPUAN, PENDIDIKAN DAN KEMISKINAN DI KALIMANTAN SELATAN (Analisis Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia Tahun 2012)

Norma Yuni Kartika

Program Studi Pendidikan Geografi, FKIP, Universitas Lambung Mangkurat noerma. unlam@yahoo. com

ABSTRAK Pendidikan yang dimiliki perempuan merupakan satu dari sekian indikator kemiskinan. Seperti diketahui bersama pendidikan memiliki banyak manfaat dan ketiadaan pendidikan membuat banyak kerentanan. Ketiadaan pendidikan perempuan menjadi tolok ukur kualitas sumberdaya manusia di suatu daerah. Tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui hubungan (1) pendidikan dengan usia perkawinan pertama perempuan; (2) pendidikan dengan status pekerjaan perempuan; (3) pendidikan, usia perkawinan pertama dan status pekerjaan perempuan dengan kemiskinan yang dialami perempuan di Kalimantan Selatan? Analisis data sekunder dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2012 merupakan metode tulisan ini. Kemiskinan sebagai variabel dependent dan pendidikan formal, usia perkawinan pertama dan status pekerjaan perempuan sebagai variabel independent. Perempuan yang dianalisis adalah perempuan usia subur 15-49 tahun di provinsi Kalimantan Selatan. Hasil dari uji regresi logistik linier adalah (1) perempuan yang tidak mengeyam pendidikan formal menyebabkan 14,3 persen usia perkawinan pertamanya di bawah 16 tahun; (2) perempuan yang tidak mengeyam pendidikan formal menyebabkan 1,4 persen perempuan tidak bekerja; (3) kemiskinan disebabkan oleh 4,5 persen ketiadaan pendidikan formal, usia perkawinan pertama di bawah 16 tahun 2 persen dan 0,9 persen karena tidak bekerja. Agar sumber daya manusia khususnya perempuan di Kalimantan Selatan memiliki kualitas yang baik perempuan wajib mengenyam pendidikan formal minimal setara SMP/sederajat sesuai dengan program wajib pendidikan dasar 9 tahun, mendewasakan usia perkawinan pertamanya agar memiliki daya saing dan kesempatan bekerja sehingga mampu keluar dari kemiskinan.

Kata kunci: perempuan, pengelolaan, sumberdaya manusia

73

PARTISIPASI PENDIDIKAN SISWA TINGKAT SD, SMP, SMA DI KABUPATEN WONOGIRI TAHUN 2014 – 2016

Dea Astriana1, Wiwin Daryanti2, Novita Sari Putri3, Eldiana Eisha Putri4, Ahsanun Nisak Ninda Kusumaning Tiyas5

1Dea Astriana, Pendidikan Geografi, email: [email protected] 2Winin Daryanti, Pendidikan Geografi, email: [email protected] 3Novita Sari Putri, Pendidikan Geografi, email: [email protected] 4Eldiana Eisha Putri, Pendidikan Geografi, email: [email protected] 5Ahsanun Nisak Ninda Kusumaning Tiyas, Pendidikan Geografi, email: [email protected]

ABSTRAK

Pendidikan merupakan indikator pembangunan dan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) suatu negara. Salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan disuatu negara adalah tersedianya cukup sumber daya manusia yang berkualitas. Salah satu parameter keberhasilan pendidikan adalah menuntaskan Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM) dalam mutu pendidikan. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini untuk mengetahui seberapa besar pengaruh penduduk terhadap pendidikan yang mendorong kemajuan bangsa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Sumber data adalah data sekunder berupa data yang diambil dari Dinas Pendidikan Kabupaten Wonogiri Tahun 2014–2016. Angka Partisipasi Kasar tahun 2014-2016 Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas mengalami penurunan dan kenaikan. Hasil analisis Angka Partisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni Tahun 2014-2016 menunjukkan, 1) Angka Partisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni tingkat Sekolah Dasar mengalami penurunan sebesar 20% dan 23%; 2) Angka Partisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni tingkat Sekolah Menengah Pertama mengalami kenaikan sebesar 20% dan 3%; 3) Angka Partisipasi Kasar dan Angka Partisipasi Murni tingkat Sekolah Menengah Atas mengalami kenaikan sebesar 7% dan 8%.

Kata kunci: Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM)

74

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN BENCANA DAN KESIAPSIAGAAN MASYARAKAT DI KECAMATAN WONOGIRI DALAM MENGHADAPI BENCANA GEMPA BUMI

Aris Riski Fauzi1, Arini Hidayati2, Dea Octarisma Subagyo3, Sukini4, dan Nizar latif5

1Aris Riski Fauzi, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 2Arini Hidayati,Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 3Dea Octarisma Subagyo, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 4Sukini, Pendidikan Geografi FKIP UMS , email: [email protected] 5Nizar Latif, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected]

ABSTRAK

Masyarakat dituntut paham akan pengetahuan bencana dan kesiapsiagaan terhadap bencana yang akan terjadi diwilayahnya. Banyak masyarakat yang tidak megetahui tingkat resiko dan ancaman bencana terutama gempa bumi didaerahnya. Pengetahuan mengenai gejala bencana sekitar merupakan hal penting dalam kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana. Kesiapsiagaan merupakan kegiatan yang menunjukan tingkat efektivitas respon terhadap bencana secara keseluruhan. Penelitian ini dilakukan pada masyarakat kota di Kecamatan Wonogiri dengan jumlah sampel sebanyak 377 KK. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan bencana daerahnya dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana gempa bumi didaerahnya. Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, maka analisis data penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif. Penentuan responden menggunakan random sampling method. Perolehan data ini menggunakan kuesioner yang harus diisi dan diberikan langsung kepada responden. Hasil penelitian ini menunjukan tingkat pengetahuan masyarakat termasuk kategori “sedang” dengan nilai indeks rata-rata 70,74 dan tingkat kesiapsiagaan masyarakat termasuk kategori “rendah” dengan nilai indeks rata-rata 53,56. Hubungan tingkat pengetahuan bencana dan kesiapsiagaan masyarakat terhadap bencana gempa bumi mendapatkan angka korelasi product moment sebesar r=0,589 termasuk kategori “sedang”.

Kata kunci: pengetahuan kebencanaan, kesiapsiagaan, bencana gempa bumi

75

KOMISI D

Pengelolaan Sumberdaya Fisik #1

76

ANALISIS KOMODITAS UNGGULAN TANAMAN PANGAN PADA KAWASAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN DI KABUPATEN TANAH LAUT

Adnan Ardhana1, Pranatasari Dyah Susanti2

1Balai Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup dan Kehutanan Banjarbaru Jl. A. Yani Km 28,7 Landasan Ulin Banjarbaru, Kalimantan Selatan E-mail: [email protected] 2 Balai Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo Jl. Ahmad Yani-Pabelan, Kartasura PO BOX 295 Surakarta 57102 Email: [email protected]

ABSTRAK

Komoditas unggulan yang akan dikembangkan pada suatu kawasan hutan sebaiknya disesuaikan dengan sumberdaya pada suatu wilayah. Hal ini diperlukan agar pengembangan komoditas tersebut memiliki nilai komparatif dan kompetitif sehingga mampu meningkatkan perekonomian wilayah dengan mewujudkan hutan sebagai salah satu sumber pangan. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi dan menetapkan komoditas unggulan tanaman pangan pada setiap wilayah kecamatan yang berada dalam kawasan KPH (Kawasan Pengelolaan Hutan) di Kabupaten Tanah Laut. Penelitian ini merupakan penelitian diskriptif dengan menggunakan data sekunder berupa jumlah produksi pada komoditas tanaman pangan di 7 kecamatan dalam kawasan KPH Tanah Laut, tahun 2010 dan 2016 yang berasal dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Tanah Laut. Analisis yang digunakan adalah Location Quotient (LQ) dan Shift Share Analysis (SSA). Berdasarkan hasil analisis, dapat diketahui bahwa komoditas dengan nilai LQ >1 berdasarkan produksi pada tahun 2015 adalah: (1) padi ladang di Kecamatan Bajuin, Jorong, Kintap dan Panyipatan, jagung di Kecamatan Bajuin, Batu Ampar, Jorong, Pelaihari, Tambang Ulang dan Panyipatan; (2) ubi kayu di Kecamatan Pelaihari; (3) ubi jalar di Kecamatan Bajuin, Jorong, dan Pelaihari; (4) kacang tanah di kecamatan Bajuin, Jorong, dan Kintap, kedelai di kecamatan Bajuin, Batu Ampar, Jorong dan Panyipatan, serta (5) kacang hijau di Kecamatan Kintap. Selain itu, dapat diketahui pula komoditas dengan SSA bernilai positif (+) berdasarkan luas panen adalah: (1) padi sawah di Kecamatan Batu Ampar, Joron dan Kintap; (2) padi ladang di Kecamatan Jorong, Kintap dan Panyipatan, Jagung di Kecamatan Batu Ampar, Jorong, Kintap dan Tambang Ulang; (3) ubi kayu di Kecamatan Batu Ampar, Kintap dan Pelaihari; (4) ubi jalar di Kecamatan Jorong, Kintap dan Pelaihari; (5) kacang tanah di Kecamatan Jorong, Kintap dan Pelaihari; (6) komoditas kedelai di Kecamatan Batu Ampar dan (7) kacang hijau di Kecamatan Jorong dan Kintap. Berdasarkan analisis (LQ >1 dan Shift Share positif), maka komoditas unggulan terpilih adalah padi ladang dan jagung untuk Kecamatan Jorong; ubi kayu dan ubi jalar untuk Kecamatan Pelaihari, serta kacang tanah dan kacang hijau untuk Kecamatan Kintap.

Kata kunci: komoditas unggulan, tanaman pangan, Location Quotient, Shift Share

77

ANALISIS DAYA DUKUNG DAN KEBUTUHAN LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN MADIUN TAHUN 2032

Rama Dwi Setiyo Kuncoro

Rama Dwi Setiyo Kuncoro, Universitas Gadjah Mada, [email protected],id

ABSTRAK

Indonesia yang merupakan negara agraris, dengan sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian tentunya menggantungkan hidupnya pada lahan pertanian. Indonesia yang memiliki luas lahan pertanian yang tetap dengan pertumbuhan penduduknya yang semakin besar akan menyebabkan ketersediaan lahan pertanian menjadi semakin kecil. Tujuan praktis pada jurnal ini adalah untuk mengetahui seberapa besar daya dukung lahan pertanian, jumlah penduduk optimal, dan kebutuhan lahan pertanian yang ada pada masing-masing kecamatan di Kabupaten Madiun. Metode yang digunakan dalam penulisan jurnal ini yaitu metode deskriptif kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dari BPS Kabupaten Madiun, artikel ilmiah, jurnal, dan buku. Hasil perhitungan daya dukung lahan pertanian di Kabupaten Madiun tahun 2032 secara umum masuk dalam kategori positif atau memiliki kemampuan swasembada pangan dan mampu memberikan kehidupan yang layak bagi penduduknya. Kebutuhan lahan pertanian di Kabupaten Madiun pada tahun 2032 sudah sangat terpenuhi dari luas lahan produksi ataupun luas wilayah Kabupaten Madiun. Hal ini disebabkan karena lahan persawahan yang ada di Kabupaten Madiun masih sangat luas dan masih minim alih fungsi lahan. Pemerintah Kabupaten Madiun seharusnya dalam hal kebijakan alih fungsi lahan pertanian lebih memproteksi.

Kata Kunci: lahan, pertanian, daya dukung

78

PENATAAN DAN PENGELOLAAN TERPADU POTENSI SUMBERDAYA TAMBANG KAWASAN KARST KABUPATEN PACITAN

Hendrik Boby Hertanto1, Windi Hartono 2

1SMA MTA Surakarta, email:[email protected] 2SMA MTA Surakarta, email: [email protected]

ABSTRAK

Kawasan Karst merupakan kawasan yang tersusun oleh batuan gamping yang kaya akan keanekaragaman hayati dan sumberdaya bahan galian. Kawasan Karst di Kabupaten Pacitan merupakan gugusan Kawasan Karst Pegunungan Sewu yang dicanangkan menjadi Kawasan Karst Dunia atau World Herritage tahun 2004 oleh Presiden RI (Kompas, 2004), sehingga dalam pengelolaannya memerlukan perhatian khusus. Sumberdaya wilayah berkawasan karst di Indonesia sangat besar untuk dikembangkan, salah satunya adalah sumberdaya mineral dan bahan tambang. Aktivitas penambangan akan menyebabkan adanya aktivitas perubahan pemanfaatan lahan pada kawasan karst. Perubahan pemanfaatan lahan pada kawasan karst dewasa ini yang cenderung seporadis tanpa memperhitungkan daya dukung sumberdaya lahan karst yang ada yang akan menyebabkan degradasi lingkungan karst itu sendiri. Penelitian ini akan bertujuan untuk mengkaji bagaimana pengembangan kawasan pertambangan pada kawasan karst di Kabupaten Pacitan. Sasaran dalam penelitian ini antara lain untuk mengetahui karakteristik wilayah Kabupaten Pacitan, karakteristik fisik lahan dan sosial ekonomi kawasan potensial pertambangan pada kawasan karst Kabupaten Pacitan, kelas kawasan karst Kabupaten Pacitan, kegiatan pertambangan pada kawasan Karst Kabupaten Pacitan, kesesuian pengembangan kawasan pertambangan dan zonasi klas lahan kawasan karst Kabupaten Pacitan, dan kebijakan pengelolaan kawasan karst untuk kawasan pertambangan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan yang dalam studi secara kuantitatif dan kualitatif. Proses analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan antara kuantitatif dan kualitatif, Skoring dan Overlay (Superimpose). Analisis yang digunakan meliputi; analisis karakteristik wilayah Kabupaten Pacitan, analisis fisik lahan dan sosial ekonomi kawasan potensial pertambangan pada kawasan karst Kabupaten Pacitan, analisis kelas kawasan karst Kabupaten Pacitan, identifikasi kegiatan pertambangan pada kawasan Karst Kabupaten Pacitan, analisis kesesuian pengembangan kawasan pertambangan dan zonasi klas lahan kawasan karst Kabupaten Pacitan, analisis kebijakan pengelolaan kawasan karst untuk kawasan pertambangan. Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain; kondisi fisiografis Kabupaten Pacitan yang bervariasi menyebabkan adanya variabilitas struktur geologi sehingga menyebabkan terdapatnya potensi bahan galian yang sangat besar. Fisik lahan kawasan secara umum berupa lahan marginal dengan morfologi bukit kerucut (dome) dan lembah (shinkole). Kondisi sosial ekonomi kawasan karst terutama pada kawasan yang berpotensi pertambangan mempunyai karakteristik pendidikan rendah, tingkat pendapatan rendah dengan jumlah tanggungan keluarga yang besar dan penduduk usia produktif besar yang menyebabkan masyarakat yang rata-rata pencahariannya sebagai petani dan mengembangkan usaha pertambangan. Klasifikasi kawasan karst didapatkan 3 kelas, yaitu Kawasan Karst Kelas I menempati luasan: 79

1457,05 ha, Kawasan Karst Kelas II : menempati luasan : 10578,81 ha. Kawasan Karst Kelas III : menempati luasan : 18040,09 ha. Bahan tambang potensial dan diusahakan di Kawasan Karst Kabupaten Pacitan berjumlah 6 jenis, yaitu : kalsit, batumulia, bentonite, feldspar, batugamping dan marmer. Terdapat 3 klas kesesuaian yaitu sesuai pada kawasan karst kelas III sebanyak 7 lokasi yaitu untuk batu mulia, bentonite, feldspar dan marmer. Sesuai terbatas pada kawasan karst kelas II sebanyak 10 lokasi untuk kalsit, dan batugamping dan tidak sesuai pada kawasan karst kelas I sebanyak 1 lokasi untuk bahan tambang jenis kalsit. Pemerintah Kabupaten Pacitan belum mempunyai dasar hukum yang jelas dalam penataan kawasan pertambangan pada kawasan karst. Saran yang dapat diberikan adalah perlu upaya peningkatan pemahaman kepada masyarakat tentang pertambangan berbasis kelestarian lingkungan karst, diperlukan identifikasi potensi pertambangan khususnya pada kawasan karst, perlu upaya penataan lokasi kawasan pertambangan pada kawasan karst baik yang belum ada dan yang sudah ada terkait dengan kondisi lingkungan yang ada berupa peningkatan kondisi infrastruktur dan perangkat pengendalian dampak lingkungan dari kawasan pertambangan tersebut, perlu adanya perangkat hukum sebagai dasar pengelolaan pertambangan dan dan kelestarian lingkungan kawasan karst.

Kata kunci: karst, zonasi, GIS, pertambangan

80

ANALISIS DAYA DUKUNG DAN KEBUTUHAN LAHAN PERTANIAN DI KABUPATEN LAMONGAN TAHUN 2035

Imam Arifa’illah Syaiful Huda1 Universitas Gadjah Mada, [email protected] Melly Heidy Suwargany2 Universitas Gadjah Mada, [email protected] Diyah Sari Anjarika3 Universitas Gadjah Mada, [email protected]

ABSTRAK

Pertumbuhan penduduk yang cepat akan menimbulkan berbagai masalah, khususnya peningkatan kebutuhan pangan, sandang, dan papan. Di sisi lain, perkembangan di sektor industri juga mengalami pertumbuhan yang cepat. Hal ini berimplikasi pada alih fungsi lahan pertanian ke lahan non pertanian. Permasalahan yang paling mendasar dari sektor pertanian ini adalah semakin menyusutnya lahan pertanian akibat alih fungsi lahan (BAPPENAS, 2015). Tingginya alih fungsi lahan pertanian akan memberi ancaman terhadap ketahanan pangan suatu wilayah. Kondisi seperti ini menjadi salah satu tugas penting pemerintah daerah dalam menerapkan kebijakan untuk pembangunan berkelanjutan. Tujuan penelitian ini yakni menganalisis daya dukung dan kebutuhan lahan pertanian di Kabupaten Lamongan tahun 2035. Metode yang digunakan dalam penulisan jurnal ini yakni metode kuantitatif. Proses pencarian, pengumpulan, dan analisis data dilakukan dengan menggunakan studi kepustakaan dari berbagai sumber terpercaya, seperti Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamongan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Kabupaten Lamongan memiliki tingat daya dukung lahan pertanian yang sangat baik atau tergolong dalam kelas satu. Hal ini menunjukan bahwa Kabupaten Lamongan mampu swasembada pangan dan mampu memberikan kehidupan yang layak bagi penduduknya. Sedangkan dari hasil perhitungan jumlah penduduk optimal bahwa tidak diperlukan tambahan luas panen. Selain itu, kebutuhan lahan pertanian pada tahun 2035 dapat dipenuhi dari luas lahan produksi yang ada. Oleh karena itu, perlu diterapkan kebijkan yang mendukung sektor pertanian agar daya dukung lahan pertanian dan kebutuhan lahan pertanian tetap terjaga dengan baik. Seperti halnya, pengetatan aturan alih fungsi lahan pertanian untuk Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Kebijakan ini diharapkan mampu berpengaruh pada pembangunan wilayah yang berkelanjutan.

Kata Kunci: Daya Dukung, Kebutuhan Lahan, Pertanian

81

EVALUASI TATA AIR DAS PALUNG, PULAU LOMBOK, NUSATENGGARA BARAT

Irfan Budi Pramono, Endang Savitri

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS, Surakarta email: [email protected]

ABSTRAK

Evaluasi tata air suatu DAS sangat penting untuk mengetahui apakah tujuan pengelolaan DAS telah tercapai melalui kegiatan pengelolaan DAS yang telah dilakukan dan selanjutnya dapat digunakan sebagai umpan balik perbaikan perencanaan pengelolaan DAS ke depan. Hasil evaluasi tata air DAS memberikan gambaran kondisi daya dukung DAS dalam aspek tata air.DAS Palung merupakan salah satu DAS di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat. DAS Palung mempunyai luas 12.712 ha yang secara administratif terletak di Kabupaten lombok Timur. Metode yang digunakan untuk mengevaluasi tata air di DAS adalah Permenhut No.61 tahun 2014. Metode tersebut mengevaluasi aspek tata air dari segi 1) Koefisien Regim Aliran (KRA), 2) Koefisien Aliran Tahunan (KAT), 3) Muatan sedimen, 4) Kejadian banjir, dan 5) Indeks Penggunaan Air (IPA). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai KRA mencapai 4027, KAT mencapai 0.84, muatan sedimen mencapai 12 ton/ha/tahun, di DAS Palung tidak pernah terjadi banjir, sedangkan nilai IPA menunjukkan angka 968. Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi tata air DAS Palung dalam kondisi kritis karena perbedaan antara debit maksimum dan minimum sangat besar (4027), jumlah air yang langsung menjadi aliran permukaan sangat besar (84%), dan potensi air yang tidak mencukupi kebutuhannya. Faktor sedimen dan kejadian banjir yang mempunyai kondisi sedang dan sangat rendah. Hal ini disebabkan oleh solum tanah yang tipis dan palung sungai yang dalam. Indikator yang buruk dari tata air dapat diperbaiki dengan penanaman tanaman permanen pada daerah terbuka dan pembuatan sumur resapan di daerah pemukiman, pembuatan embung di daerah pertanian, dan pembuatan rorak atau jebakan air di kawasan hutan atau perkebunan.

Kata Kunci: Evaluasi, tata air, DAS Palung

82

PRIORITAS PENGEMBANGAN KAWASAN PERMUKIMAN DI KABUPATEN SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH

1)Jaka Suryanta, 2)Irmadi Nahib

Badan Informasi Geospasial (BIG) Jl Raya Jakarta Bogor KM 46 Cibinong, Jawa Barat, 16911, Indonesia Corresponding author: [email protected], [email protected],

ABSTRAK

Rata-rata pertumbuhan penduduk di Kabupaten Sukoharjo dari tahun 2009 sampai 2015 sebesar 0,6 % tiap tahun bahkan di empat kecamatan mencapai 0,8 %, hal ini berdampak pada peningkatan kebutuhan lahan untuk kawasan permukiman di sisi lain lahan yang dapat dimanfaatkan untuk kawasan permukiman semakin terbatas. Tujuan penelitian ini menentukan prioritas pengembangan kawasan permukiman pada zona budidaya dan penyangga, dengan syarat aman dari bencana alam serta menyesuaikan lahan yang masih tersedia. Metode yang dipakai dalam memilih prioritas adalah overlay antara peta kesesuaian lahan untuk permukiman,pola ruang dan peta rawan bencana, dengan bantuan analisis Sistem Informasi Geografi (SIG). Hasil analisis kesesuaian lahan untuk permukiman menunjukkan terdapat 27% kawasan sangat sesuai (S1), 58% lahan sesuai (S2), 12% lahan sesuai marjinal (S3), dan 3% lahan tidak seuai (N) untuk permukiman. Selanjutnya, berdasarkan zona kerawanan bencana diperoleh 10.2% rawan banjir, 4 % rawan angin rebut dan 5 % rawan longsor. Pengembangan kawasan permukiman diarahkan pada lahan yang belum digunakan secara optimal dan terhindar bencana. Berdasarkan prioritas pengembangan permukiman diharapkan masyarakat lebih membangun pada kawasan yang aman dari bencana banjir dan longsor dengan potensi permukiman sesuai S2, sedangkan potensi S1 kurang direkomendasikan karena berupa sawah sangat produktif.

Kata kunci: kawasan prioritas, permukiman, lahan tersedia

83

PENGEMBANGAN POTENSI PARIWISATA SITU SANGHYANG DI KECAMATAN TANJUNGJAYA KABUPATEN TASIKMALAYA

Nandang Hendriawan

1Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya, [email protected]

ABSTRAK Kepariwisataan Kabupaten Tasikmalaya memiliki peranan yang penting dalam kepariwisataan Jawa Barat maupun dalam pembangunan wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Melalui perencanaan dan perancangan yang baik, Kawasan Situ Sanghyang diharapkan dapat menjadi salah satu daya tarik wisata andalan bagi Kabupaten Tasikmalaya untuk mewujudkan diversifikasi produk pariwisata di Kabupaten Tasikmalaya, sekaligus mendukung pengembangan Kawasan Wisata Unggulan Kria dan Budaya Priangan. Tujuan dari Penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi yang dimiliki kawasan Situ Gede untuk Potensi Pariwisata di Kecamatan Tanjung Jaya Kabupaten Tasikmalaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif survey dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: Survey Lapangan, Wawancara, Studi Dokumentasi, Studi Literatur. Pengembangan SDM pariwisata pada Kawasan Situ Sanghyang harus diarahkan untuk mendukung terlaksananya kebijakan dan strategi pengembangan SDM pariwisata Kabupaten Tasikmlaya melalui Peningkatan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia, Pemberdayaan dan mengikutsertakan masyarakat lokal dalam kegiatan kepariwisataan di daerah, Peningkatan pemahaman, pengetahuan, kesadaran seluruh pelaku pariwisata, termasuk masyarakat terhadap pariwisata. Hasil kajian menunjukkan bahwa pengembangan pariwisata di Kawasan Situ Sanghyang dititikberatkan pada pengembangan daya tarik wisata berbasis pertanian yang mengutamakan upaya konservasi lingkungan alam dan budaya, dengan mengoptimalkan pemberdayaan masyarakat pada tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan pariwisata dan budaya.

Kata kunci: Pengembangan, Potensi Pariwisata, Situ Sanghyang

84

KAJIAN KINERJA DAS DI KHDTK CEMORO MODANG DALAM MENDUKUNG PENGELOLAAN DAS

Nur Ainun Jariyah

1 Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Surakarta, Email: [email protected]

ABSTRAK

Pengelolaan DAS sangat perlu dilakukan untuk menjaga kelestarian DAS. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mengetahui kinerja DAS. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kinerja DAS di KHDTK Cemoro-Modang. Lokasi penelitian di KHDTK Cemoro-Modang di Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Cepu, Kabupaten Blora. Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Cemoro-Modang secara fisik masuk dalam kategori zona ekologi hutan dataran rendah dengan kelas perusahaan jati. Beberapa kecamatan masuk dalam KHDTK Cemoro Modang yaitu Kecamatan Sambong dan Kec. Cepu. Metode yang digunakan adalah menggunakan Sidik Cepat Degradasi Daerah Aliran Sungai (Paimin, Sukresno, & Purwanto, 2010). Parameter yang digunakan adalah parameter sosial ekonomi kelembagaan. Parameter sosial adalah kepadatan penduduk geografi, kepadatan penduduk agraris, perilaku/tingkah laku konservasi, hukum adat dan nilai tradisional. Parameter aspek ekonomi adalah ketergantungan terhadap lahan, tingkat pendapatan dan kegiatan dasar wilayah (LQ pertanian). Parameter kelembagaan adalah keberdayaan kelembagaan informal konservasi dan keberdayaan lembaga formal pada konservasi. Analisis data dilakukan dengan menskoring parameter yang digunakan dengan skala 1 sampai 5 (sangat rendah sampai sangat tinggi). Dari hasil skoring dan pembobotan akan menghasilkan skala kerentanan yaitu >4,3 (sangat rentan/sangat terdegradasi), 3,5-4,3 (rentan/terdegradasi), 2,6-3,4 (sedang), 1,7-2,5 (agak rentan/agak terdegradasi), <1,7 (tidak rentan/tidak terdegradasi). Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa KHDTK Cemoro Modang dilihat dari aspek sosial ekonomi kelembagaan masuk dalam kategori rentan/terdegradasi. Hal ini tentu saja perlu mendapatkan perhatian khusus. Kondisi yang menjadi perhatian adalah dapat dilihat dari beberapa parameter yaitu kepadatan penduduk agraris, kepadatan penduduk geografis, budaya, nilai tradisional, ketergantungan penduduk terhadap lahan, dan keberdayaan lembaga formal pada konservasi. Parameter-parameter tersebut menunjukkan skala 5 yang berarti parameter tersebut dalam kondisi sangat rentan, sehingga diperlukan solusi untuk memperbaiki kondisi DAS. Solusi tersebut dapat berupa kebijakan seperti adanya pengaturan kelahiran, alternatif pekerjaan lain selain pertanian agar masyarakat tidak tergantung dengan lahan, peningkatan penyuluhan untuk menggalakkan konservasi tanah dan air. Berdasarkan kajian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pemegang kebijakan untuk melakukan pengelolaan DAS yang lebih baik.

Kata kunci: Kerentanan, degradasi DAS, sosial ekonomi kelembagaan, KHDTK Cemoro Modang

85

MAKROINVERTEBRATA SEBAGAI BIOINDIKATOR PENGAMATAN KUALITAS AIR

Pranatasari Dyah Susanti, Rahardyan Nugroho Adi

1Balai Penelitian dan Pengembangan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Solo Jl. Ahmad Yani-Pabelan, Kartasura PO BOX 295 Surakarta 57102 Email: [email protected]

ABSTRAK

Pengelolaan sumberdaya wilayah yang berkelanjutan tidak dapat dilepaskan dari pengelolaan sumberdaya air, khususnya kualitas air. Kualitas air sangat ditentukan oleh tingkat pencemaran pada badan air, sehingga monitoring dan pengamatan terhadap kualitas dan tingkat pencemaran air sangat diperlukan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui peran makroinvertebrata sebagai bioindikator kualitas air. Penelitian dilakukan di kawasan Arboretum Sumber Brantas, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu yang merupakan bagian hulu dari DAS Brantas. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode survey dengan pengambilan sampel makroinvertebrata. Parameter yang diamati adalah jenis makroinvertebrata serta kondisi lingkungan dan habitatnya. Analisis data menggunakan Modified Family Biotic Index untuk mengetahui kualitas air dan tingkat pencemaran air, sedangkan pengamatan habitat digunakan untuk mengetahui kondisi kesehatan dan gangguan bagi habitat biota air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan hasil identifikasi makroinvertebrata, pada lokasi penelitian memiliki nilai Famili Biotik Indeks sebesar 3,05 dengan kualitas air sangat baik (tidak tercemar). Pada lokasi tersebut ditemukan 6 ordo makroinvertebrata yaitu: Hygrophila, Plecoptera, Trichoptera, Diptera, Hemiptera dan Ephemeroptera dengan 8 famili yaitu Planorbidae, Turbelaria, Hydropsychidae, Tipulidae, Mesovellidae, Perlidae, Leptophlebiidae dan Vellidae. Berdasarkan pengamatan habitat dan bantaran sungai, dapat diketahui bahwa pada lokasi ini, memiliki skor 2,6 atau sehat, dengan karakteristik substrat dasar sungai B (cukup) dan gangguan terhadap kesehatan sungai A (baik). Diharapkan dengan adanya pemanfaatan makroinvertebrata sebagai bioindikator tingkat pencemaran dan kualitas air maka, monitoring terhadap kualitas air dapat dilakukan dengan lebih mudah dan murah.

Kata kunci: bioindikator, makroinvertebrata, kualitas air.

86

DAYA DUKUNG DAS BRANTAS BERDASARKAN EVALUASI KRITERIA TATA AIR

Rahardyan Nugroho Adi1, Endang Savitri1 Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS Jl. A.Yani Pabelan P.O.Box 295 Surakarta e-mail : [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Perubahan kondisi daya dukung DAS sebagai dampak pemanfaatan lahan yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air dapat mengakibatkan peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan penutupan vegetasi, dan percepatan degradasi lahan. Hasil akhir perubahan ini tidak hanya berdampak nyata secara biofisik berupa peningkatan luas lahan kritis, penurunan kuantitas, kualitas dan kontinuitas aliran, namun juga secara sosial ekonomi menyebabkan masyarakat menjadi semakin kehilangan kemampuan untuk berusaha dilahannya dan penurunan kesejahteraan masyarakat. Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS menjadi landasan hukum bagi penyelenggaraan pengelolaan DAS untuk mengkoordinasikan, mengintegrasikan, mensinkronisasikan dan mensinergikan pengelolaan DAS dalam rangka meningkatkan daya dukung DAS. Pengelolaan DAS diselenggarakan melalui perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Monitoring berbagai indikator kinerja DAS yang meliputi komponen biofisik, hidrologis, sosial ekonomi, investasi bangunan dan pemanfaatan ruang wilayah DAS merupakan upaya mengumpulkan dan menghimpun data dan informasi yang dibutuhkan untuk tujuan evaluasi kinerja pengelolaan DAS. Monitoring dan evaluasi kinerja DAS ini sangat penting untuk mengetahui apakah tujuan pengelolaan DAS telah tercapai melalui kegiatan pengelolaan DAS yang telah dilakukan dan selanjutnya dapat digunakan sebagai umpan balik perbaikan perencanaan pengelolaan DAS ke depan. Hasil evaluasi kinerja pengelolaan DAS merupakan gambaran kondisi daya dukung DAS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya dukung DAS Brantas berdasarkan evaluasi kriteria tata air. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menerapkan Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor P.04/V-SET/2009 tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai dan Peraturan Menteri Kehutanan nomor P. 61/Menhut-II/2014 tentang Monitoring dan Evaluasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Kondisi daya dukung DAS dianalisis secara diskriptif kualitatif dengan berbagai parameter pada P. 04/V-SET/2009 dan P. 61/Menhut-II/2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja DAS Brantas berdasarkan P 04/V-SET/2009 termasuk dalam kategori agak baik dengan skor 2,15. Sementara itu untuk kondisi daya dukung DAS Brantas berdasarkan P 61/Menhut-II/204 termasuk dalam kategori buruk dengan skor/ nilai sebesar 112,25 sehingga harus dipulihkan

Kata Kunci: Daya dukung DAS, Kinerja DAS, Kriteria Tata Air, DAS Brantas

87

ORIENTASI PENGELOLAAN WILAYAH PERBATASAN NEGARA SECARA BERKELANJUTAN MENGGUNAKAN PRESPEKTIF ILMU GEOGRAFI

Agung Satriyo Nugroho

Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Email: [email protected]

ABSTRAK

Studi perbatasan Negara saat ini telah menjadi salah satu fokus pembangunan di Indonesia maupun di beberapa Negara. Hal ini dipegaruhi oleh nilai strategis wilayah perbatasan dalam mempengaruhi kedaulatan serta kemananan Negara. Disisi lain, di Negara berkembang, wilayah perbatasan masih identik dengan kemiskinan dan ketertinggalan. Kedua tantangan diatas yang selama ini seakan berbenturan antara prespektif security dan prosperity dalam mengelola wilayah perbatasan. Dalam upaya menjawab kedua tantangan tersebut, banyak disiplin ilmu yang telah mengkaji wilayah perbatasan ini, sehingga studi perbatasan sering dikenal sebagai studi multidisiplin. Ilmu geografi merupakan salah satu bidang ilmu yang telah mengambil peran penting dalam studi perbatasan Negara. Kajian perbatasan Negara dalam Ilmu Geografi diawali dengan proses mengenali karakteristik perbatasan di masing-masing wilayah. Karakteristik ruang, ekologis, dan kompleksitas wilayah menjadi acuan utama, sehingga dalam upaya melakukan pengelolaan wilayah perbatasan Negara dapat bergantung pada karakteristik masing-masing lokasi. Jika melihat tujuan dari pembangunan suatu wilayah, maka terdapat 4 aspek utama yaitu bagaimana pembangunan menghasilkan pertumbuhan, kesejahteraan, pemerataan, serta keberlanjutan. Oleh sebab itu, dalam konteks mengkaji wilayah perbatasan ini, ilmu geografi akan memahami dimana wilayah yang harus diterapkan security approach secara massif, dan dimana yang harus berorientasi pada prosperity. Paper ini akan menunjukkan: (1) cara memetakan kondisi wilayah perbatasan, (2) cara dalam membuat kesimpulan terkait karakteristik wilayah perbatasan, (3) serta cara dalam memilih strategi yang tepat dalam menentukan orientasi pengelolaan perbatasan Negara di suatu wilayah. Harapannya dengan adanya paper ini, akan memberikan pemahaman bagi komunitas studi perbatasan, bagaimana cara ilmu geografi dalam melakukan pengelolaan wilayah perbatasan Negara, serta nilai tambah bagi para geograf bahwa ilmu geografi dapat berperan dalam melakukan kajian perbatasan Negara.

88

TINJAUAN KINERJA DAS ASPEK TATA AIR DI SUB DAS LOWOKAWUK, KABUPATEN KEBUMEN

Rahardyan Nugroho Adi1, Pamungkas Buana Putra1

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS Jl. A.Yani Pabelan P.O.Box 295 Surakarta e-mail : [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Bencana alam tanah longsor dan banjir bandang dewasa ini semakin sering terjadi di Indonesia. Perubahan kondisi daya dukung DAS sebagai dampak pemanfaatan lahan yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air mengakibatkan peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan penutupan vegetasi, dan percepatan degradasi lahan. Pengelolaan DAS bertujuan salah satunya adalah mewujudkan kondisi lahan yang produktif sesuai dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan DAS secara berkelanjutan. Pengelolaan DAS diselenggarakan melalui perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Monitoring berbagai indikator kinerja DAS merupakan upaya mengumpulkan dan menghimpun data dan informasi yang dibutuhkan untuk tujuan evaluasi kinerja pengelolaan DAS. Monitoring dan evaluasi kinerja DAS ini sangat penting untuk mengetahui apakah tujuan pengelolaan DAS telah tercapai atau belum karena hasil evaluasi kinerja pengelolaan DAS merupakan gambaran kondisi daya dukung DAS. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja sub DAS Lowokawuk yang ditinjau dari aspek tata airnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menerapkan Peraturan Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Nomor P.04/V-SET/2009 tentang Pedoman Monitoring dan Evaluasi Daerah Aliran Sungai. Kondisi daya dukung DAS dianalisis secara diskriptif kualitatif dengan berbagai parameter pada P. 04/V-SET/2009. Berdasarkan hasil analisis kinerja sub DAS Lowokawuk dari aspek tata air diperoleh hasil bahwa pada parameter banjir dan kekeringan, sub DAS Lowokawuk termasuk dalam kategori agak buruk, hal ini disebabkan karena koefisien limpasannya jelek. Kemudian pada parameter sedimentasi (laju sedimentasi) sub DAS Lowokawuk masuk dalam kategori sedang. Selanjutnya pada parameter tingkat pencemaran air, di sub DAS Lowokawuk termasuk dalam kategori baik. Dari hasil analisis masing-masing parameter pada P.04/V-SET/2009 aspek tata air dapat disimpulkan bahwa sub DAS Lowokawuk masuk dalam kategori sedang.

Kata Kunci: Kinerja DAS, Aspek Tata Air, sub DAS Lowokawuk

89

BASIS DATA POTENSI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT UNTUK PENGELOLAAN WILAYAH PERKOTAAN TEPIAN SUNGAI (Kasus: Tipologi Permukiman Kumuh Kota Banjamasin)

Arif Rahman Nugroho, Su Rito Handoyo, Luthfi Muta’ali

Program Doktor Ilmu Geografi, UGM,Yogyakarta Email: [email protected]

ABSTRAK

Kota Banjarmasin memiliki fungsi strategis sebagai pusat perdagangan dan pelayanan sosial.Seiring dengan pertumbuhan penduduk dan keterbatasan lahan, masyarakat cenderung menggunakan sisa ruang yang ada sebagai tempat tinggal.Hal ini tentunya mendorong pertumbuhan permukiman kumuh.Permukiman kumuh di Kota Banjarmasin tersebar pada 33 kelurahan yang mewakili tipologi permukiman kumuh perkotaan (squatter settlements, inner-city slums, illegal housing subdivision).Penanganan permukiman kumuh yang dinilai efektif dilakukan oleh stakeholder adalah peningkatan nilai permukiman kumuh melalui peremajaan permukiman kumuh perkotaan (urban renewal).Melalui urban renewal diharapkan potensi yang berada di permukiman tersebut dapat digali sesuai dengan nilai pemanfaatan optimalnya.Selain itu degradasi lingkungan yang diakibatkan oleh keberadaan pemukiman kumuh tersebut dapat dihambat. Atas dasar tersebut,peneliti ingin mengetahui kondisi aset penghidupan (kepemilikan aset,kemudahan akses,dan ragam aktivitas) eksisting sebagai upaya penyediaan informasi sosial ekonomi untuk mendukung urban renewal di Kota Banjarmasin menggunakan spatial approach (spatial pattern analysis, spatial comparasion analysis,dan spatial association analysis).Unit analisis penelitian ini adalah rumah tangga pemukim.Teknik pengambilan sampel adalah purposive.Analisis data yang digunakan, yaitu deskriptif kualitatif,dimana skoring atau weighted linear combination digunakan untuk merepresentasikan kepemilikan aset.Penjumlahan skor seluruh variabel dilakukan untuk menghasilkan indeks keberlanjutan tingkat penghidupan.Hasil perhitungan indeks tersebut digunakan untuk mengetahui perbedaan penghidupan pada ragam tipologi kumuh dengan analisa uji beda (uji Friedman dan uji Kendal) menggunakan SPSS for Windows ver. 21. Dari hasil penelitian pada 209 informan,disimpulkan ada variasi perbedaan signifian kondisi penghidupan eksisting pemukim pada ragam tipologi (nilai signifikan uji beda 0,000 dimana angka ini   0,05).Kondisi keberlanjutan penghidupan pemukim dominan cukup berlanjut (nilai indeks keberlanjutan tingkat penghidupan pada skor 119, angka ini masuk dalam rentang 90 - < 126 termasuk kategori cukup berlanjut).Peningkatan usaha berbasis potensi lokal,rehabilitasi infrastruktur,peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan perlu dilakukan untuk meningkatkan penghidupan berkelanjutan.

Kata kunci: Permukiman kumuh, Urban renewal, Informasi sosial ekonomi, Spatial approach, Perkotaan tepian sungai

90

PENATAAN PEMUKIMAN KUMUH BERBASIS LINGKUNGAN DI KECAMATAN BUNGURSARI KOTA TASIKMALAYA

Siti Fadjarajani1, Ruli As’ari2

1Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya, [email protected] 2Jurusan Pendidikan Geografi FKIP Universitas Siliwangi Tasikmalaya, [email protected]

ABSTRAK

Kawasan Perkotaan adalah rencana pemanfaatan ruang bagian wilayah kota secara terperinci yang disusun untuk penyiapan perwujudan ruang dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan perkotaan. Sesuai dengan arahan RTRW Kota Tasikmalaya untuk penataan Kecamatan Bungursari, memiliki peranan sebagai wilayah pertumbuhan dalam fungsi pusat pelayanan Kecamatan Bungursari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji penataan pemukiman kumuh berbasis lingkungan di Kecamatan Bungursari KotaTasikmalaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif survey dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: Survey Lapangan, Wawancara, Studi Dokumentasi, Studi Literatur. Teknik Analisis data yang digunakan yaitu: Analisis Kawasan dan Wilayah Perencanaan, Prinsip-prinsip Analisis, Analisis Pengembangan Pembangunan Berbasis Peran Masyarakat, dan Proses Partisipasi Masyarakat. Isu strategis utama di Kecamatan Bungursari yang perlu segera diselesaikan adalah berkembangnya kawasan pemukiman kumuh, adanya kegiatan penambangan bahan galian C, dan kepadatan penduduk yang tinggi. Penyelesaian permasalahan pemukiman kumuh melalui konsep lingkungan permukiman yang berwawasan lingkungan, penyelesaian permasalahan kegiatan penambangan bahan galian C melalui upaya reklamasi lahan, dan penyelesaian permasalahan kepadatan penduduk yang tinggi melalui upaya keseimbangan penduduk dan daya dukung lingkungan setempat. Konsep penataan permukiman kumuh digunakan Model Land Sharing, yaitu penataan ulang di atas lahan dengan tingkat kepemilikan masyarakat cukup tinggi. Konsep Pengembangan Kawasan Kecamatan Bungursari sebagai Pusat Lingkungan adalah peningkatan potensi perdagangan kecil dan menengah melalui UMKM dan jasa penunjang kegiatan perdagangan.

Kata kunci: Penataan, Pemukiman Kumuh, Lingkungan

91

KAJIAN KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PENGELOLAAN PERTANIAN BERKELANJUTAN DI KABUPATEN BONE BOLANGO, PROVINSI GORONTALO

Sri Maryati1, Sunarty Eraku2, Muh. Kasim3

1Prodi Pendidikan Geografi, Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo, email: [email protected] 2ProdiPendidikan Geografi, Fakultas MIPA UNG, email: [email protected] 3Prodi Teknik Geologi, Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo, email: [email protected]

ABSTRAK

Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo merupakan kabupaten yang memiliki potensi sumberdaya alam yang sangat beragam. Namun luasan lahan pertanian dan perkebunan di Kabupaten Bone Bolango sangat terbatas. Hal ini dikarenakan kondisi topografi Kabupaten Bone Bolango didominasi oleh perbukitan dan pegunungan. Lahan pertanian terbatas sebarannya di daerah dataran aluvial dan sepanjang Sungai Bone. Mengingat banyaknya warga masyarakat yang menggantungkan hidupnya di sektor pertanian maka lahan pertanian harus dikelola menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan lahan pertanian eksisting dengan teknik analisis kemampuan lahan. Penelitian ini sangat penting dilakukan di Kabupaten Bone Bolango karena keterbatasan lahan pertanian dikarenakan kondisi topografi yang didominasi oleh perbukitan dan pegunungan berlereng terjal juga keberadaan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone. Penelitian ini mengunakan pendekatan satuan lahan memanfaatkan sistem informasi geografis, pengamatan kondisi fisik lahan di lapangan, analisis kemampuan lahan, dan evaluasi penggunaan lahan eksisting berdasar kelas kemampuan lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daerah penelitian memiliki kelas kemampuan lahan III dan IV. Lahan dengan kelas kemampuan lahan III dapat digunakan untuk pertanian sedangkan lahan dengan kelas kemampuan lahan IV dapat digunakan untuk pemanfaatan perkebunan.

Kata kunci: pengelolaan lahan, kemampuan lahan, pertanian berkelanjutan

92

KOMISI E Pengelolaan Sumberdaya Fisik #2

93

PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT DENGAN PENDEKATAN KESATUAN HIDROLOGI GAMBUT (KHG)

Turmudi 1)

1) Pusat Penelitian Promosi dan Kerjasama, Badan Informasi Geospasial Jalan Raya Jakarta-Bogor Km. 46 Cibinong. Email: [email protected]

ABSTRAK

Indonesia memiliki luas lahan gambut 20,6 juta ha dan 6,44 juta ha (43 %) terdapat di Sumatera. Problem utama pada lahan gambut adalah hancurnya gambut yang diakibatkan oleh terganggunya hidrologi gambut dalam bentuk kegiatan pengeringan untuk berbagai kepentingan. Akibatnya lahan gambut mengalami penurunan (subsiden) dan mudah terbakar. Subsiden mengakibatkan kerugian baik pada sektor pertanian, perkebunan maupun pada sektor non pertanian seperti pada infrastruktur saluran air, jalan. Kesatuan hidrologi gambut sebagai satuan hidrologi memberikan informasi tinggi muka air tanah. Semakin basah lahan gambut, maka kondisi gambut akan terjaga dari kerusakan. Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan pentingnya KHG sebagai pendekatan dalam mengelola lahan gambut. Metoda yang digunakan adalah analisis land unit pada KHG. Kajian ini menggunakan data ketebalan gambut, peta land unit, data hidrologi, penutup lahan, dan peta RBI 50 K.Lokus kajian adalah Kabupaten Kepulauan Meranti. Kajian ini menghasilkan 1. klasifikasi KHG berdasarkan prosentase luas area ketebalan gambut yaitu KHG kelas 1 dengan cakupan area ketebalan gambut dalam > 50%; kelas 2 : 50 %- 20 %; dan , kelas 3: < 20 %.;2. Semakin luas area KHG kelas 1, potensi hidrologi untuk menopang lestarinya lahan gambut semakin tinggi dan semakin terhindar dari bencana subsiden dan kebakaran.

Kata kunci: pengelolaan, gambut, kesatuan hidrologi gambut, land unit

94

KUANTITAS DAN KUALITAS AIR DARI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI BERHUTAN PINUS YANG BERBEDA LUASNYA

Tyas Mutiara Basuki1

1Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, email: [email protected]

ABSTRAK

Hutan mempunyai peran penting dalam menentukan kuantitas, kualitas dan kontinyuitas hasil air. Peran hutan dalam penentuan hasil air tidak hanya ditentukan oleh jenis tegakan, tetapi juga oleh persentase luasannya dalam suatu Daerah Aliran Sungai (DAS). Oleh karena itu telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hasil air dan kualitas air pada tiga sub DAS berhutan pinus dengan luas berbeda. Lokasi penelitian di Kecamatan Gombong, Kabupaten Kebumen. Penelitian dilakukan pada tahun 2015 dengan pendekatan sub DAS. Penentuan lokasi berdasarkan perbedaan luas hutan pinus yang terdapat dalam sub DAS. Terpilih tiga sub DAS yang masing-masing mempunyai luas hutan pinus 95, 47 dan 7 %. Pada masing-masing outlet sub DAS dipasang logger untuk mengamati tinggi muka air (TMA) sungai. Untuk mendapatkan jumlah air yang dihasilkan oleh masing-masing sub DAS, data TMA dikonversi menjadi debit aliran sungai. Kualitas air diperoleh dari hasil analisis contoh-contoh air yang diambil dari outlet masing-masing sub DAS yang selanjutnya dianalisis di laboratorium. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil air selama tahun 2015 masing-masing sub DAS sebesar 1214, 2725, dan 1745 mm untuk Sub DAS Kalipoh, Kedungbulus, dan Tapakgajah secara berurutan. Tingkat kekeruhan tertinggi terjadi pada sub DAS Kedungbulus sebesar 56 NTU, diikuti oleh Sub DAS Tapakgajah dan Kalipoh, masing-masing sebesar 11 dan 8 NTU. Tingkat warna tertinggi terjadi pada Sub DAS Kedungbulus diikuti oleh Sub DAS Tapakgajah dan terendah pada Sub DAS Kalipoh. Kandungan detergen tertinggi dijumpai dalam sampel air dari Tapakgajah, diikuti oleh sampel air dari Kedungbulus dan terendah Kalipoh masing- masing sebesar 0,16; 0,14; dan 0,12 mg/l. Do tertinggi pada sampel air dari Sub DAS Kalipoh diikuti oleh contoh air dari Sub DAS Kedungbulus dan Tapakgajah, namun sebalikknya dengan nilai BOD.

Kata kunci: hutan pinus, kuantias air, kualitas air

95

KAJIAN KUALITAS AIR TANAH PADA HUTAN ALAM DAN HUTAN RAKYAT DI TANGKAPAN AIR WADUK RAWAPENING, KABUPATEN SEMARANG

Ugro Hari Murtiono1 and Agus Wuryanta2 1,2 Research institute for watershed management technology Jln. Jend. A. Yani Pabelan, Kartasura, Kotak Pos 295, Surakarta, Central Jawa, 57012 Telp.(0271)716709, Fax. (0271)716959 E-mail: [email protected] and [email protected]

ABSTRAK Aktivitas antropogenik seperti eksploitasi sumber daya alam (hutan, tanah dan air), aktivitas industri, penggunaan pupuk kimia yang berlebihan pada lahan pertanian dan tataruang Daerah Aliran Sungai (DAS) yang tidak sesuai dengan daya dukung lingkungan, dapat berdampak negative terhadap kuantitas dan kualitas air tanah. Hutan alam dan hutan tanaman memiliki pengaruh terhadap kualitas dan keberadaan air tanah. Tujuan penelitian adalah untuk identifikasi kualitas air tanah pada aeral hutan alam dan hutan rakyat. Kajian dilaksanakan di Daerah Tangkapan Air (DTA) Waduk Rawapening, Kabupaten Semarang. DTA Waduk Rawapening dibagi menjadi 9 sub DAS yaitu Galeh, Kedung Ringin, Legi, Panjang, Parat, Rengas, Ringin, Sraten dan Torong. Informasi hutan alam dan hutan rakyat baik luas dan distribusinya diperoleh dari peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) skala 1:25.000 tahun 2001 dan diperbaharui dengan citra SPOT-4 perekaman tanggal 4 Mei 2007. Lokasi sample ditentukan dengan bantuan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG). Sampel air tanah pada hutan alam sebanyak 3 sampel (HA1, HA2 dan HA3), sedangkan pada hutan rakyat sebanyak 3 sampel (HR1, HR2 dan HR3) yang diambil pada musim kemarau dan musim hujan sehingga terkumpul 12 sampel. Sampel dianalisa di laboratorium hidrologi. Kualitas air tanah ditentukan berdasarkan Permenkes No. 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Hasil kajian menunjukkan sampel pada HR1 tidak sesuai untuk air minum karena memiliki kandungan NO3 sebesar 0,3 dan kekeruhan 5, dan kandungan zat besi (Fe) pada sampel HA1 dan HA3 tidak sesuai dengan persyaratan kualitas air minum yaitu sebesar 0,266 dan 0,016. Seluruh sample menunjukkan kandungan bakteri koli (E.Coli) yang rendah sehingga memenuhi persyaratan untuk air minum.

Kata Kunci: Kualitas air tanah, Hutan Alam, Hutan Rakyat, DTA Rawapening dan SIG.

96

KAPAN DANAU LAUT DI MISOOL, PAPUA BARAT TERBENTUK?

Gandi Y.S. Purba1,2, Eko Haryono1, Sunarto1

1 Universitas Gadjah Mada. Bulaksumur Yogyakarta 55281. Tel./Fax. (+62-274) 6492348, 545965, email: [email protected], [email protected], [email protected], [email protected] 2Department of Marine Science, Universitas Papua. Jl. Gunung Salju Amban Manokwari, Papua Barat 98314, Indonesia. Telp/Fax. (+62-986) 211980, 212156

ABSTRAK

Danau laut adalah ekosistem unik yang permukaannya terisolasi dari laut (landlock). Walaupun dipermukaan terlihat tidak ada hubungannya dengan laut, namun danau ini terhubung melalui gua, terowongan, lubang, rekahan, atau sistem perairan dasar danau.Terdapat lebih dari 200 danau laut yang terkosentrasi besar di empat lokasi di seluruh dunia. Lokasi-lokasi ini memiliki karakteristik karst semi-submerged terhadap laut, yakni Bahamas, Palau, Vietnam dan Indonesia (Papua Barat, Kalimantan Timur). Di Raja Ampat Papua Barat baru diketahui sekitar 55 danau laut. Lima belas terdapat di Wayag dan Gam, dan 40 lainnya di Pulau Misool. Hal ini sinkron dengan kedalaman danau-danau di Misool. Penelitian ini ingin mengetahui kapan Danau Laut di Misool terbentuk. Metode yang dilakukan adalah dengan mengetahui kedalaman maksimal setiap danau yang diukur melalui tampilan batimetrinya. Ada 7 buah danau yang diukur, yakni Lenamkana, Balbullol, Lenkafal, Keramat, Keramat 2, Keramat 3, dan Kawarapop. Di sebelah laut dari danau ini, diukur sebanyak 24 profil teras marin untuk mengetahui akumulasi panjang teras terbentuk. Hasil yang didapatkan teras terpanjang adalah -3m (450 m) dan -30 m (200 m).Formasi danau erat hubungannya dengan kenaikan muka laut. Danau di Misool terbentuk pada Holosen dan berumur lebih muda daripada di Palau. Danau laut di Misool yang paling dalam, yakni Danau Balbullol berumur paling tidak dimulai tenggelam 9250 BP. Selanjutnya setelah 9250 BP muka air terus naik mengisi bagian-bagian yang cekung lainnya. Danau laut yang terakhir terbentuk adalah Danau Karawapop, karena danau ini yang paling dangkal.

Kata kunci: Danau laut, misool, Raja Ampat, muk air laut.

97

PENGELOLAAN EKOSISTEM LAHAN GAMBUT DENGAN MEMPERTAHANKAN BIODIVERSITAS VEGETASI DI HILIR DAS KAMPAR RIAU SUMATERA

1.2* 3 4 Wirdati Irma , Totok Gunawan dan Suratman

1 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Muhammadiyah Riau, Kampus 2 Jl. Tuanku Tambusai ujung, SKA, Kecamatan Tampan, Kelurahan Delima, Kota Pekanbaru, Riau, 28291 2Program Doktor pada Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara, Yogyakarta, 55281 3Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara, Yogyakarta, 55281, Email: [email protected] 4Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Sekip Utara, Yogyakarta, 55281, Email: [email protected] *Penulis Korespondensi, Hp. 081365470065, Email : [email protected]

ABSTRAK

Tutupan lahan gambut di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kampar Riau Sumatera telah mengalami perubahan. Maraknya keberadaan perkebunan kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI) menyebabkan hilangnya vegetasi alami gambut. Akibatnya fungsi lahan gambut mengalami penuruan bahkan sudah mengalami kerusakan. Tutupan lahan berupa vegetasi merupakan kunci utama dalam menjaga keseimbangan ekosistem lahan gambut. Tujuan penelitian untuk menghitung biodiversitas vegetasi di Hilir DAS Kampar Riau Sumatera dan mengetahui pengelolaan lingkungan ekosistem lahan gambut dalam mempertahankan biodiversitas vegetasi pada Hilir DAS Kampar Riau Sumatera. Metode yang digunakan adalah metode survey, transek plot dan wawancara mendalam. Hasil penelitian berupa Nilai biodiversitas/indeks keanekaragaman vegetasi dari masing-masing stasiun yaitu, stasiun I. H‟=2.54, stasiun II. H‟=1.19, stasiun III. H‟=2.83 dan stasiun IV. H‟=0. Masyarakat dan perusahaan mempertahankan keberadaan biodiversitas vegetasi di hutan primer. Masyarakat memanfaatkan hasil hutan dengan menebang kayu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Pasca penebangan dilakukan penanaman kembali mengganti kayu yang sudah digunakan. Kesimpulannya adalah Indeks biodiversitas atau keanekaragaman vegetasi lahan gambut di Hilir DAS Kampar Riau Sumatera mempunyai kategori rendah dan sedang. Kearifan lokal masyarakat dan restorasi yang dilakukan oleh perusahaan mampu mempertahankan keberadaan biodiversitas jenis vegetasi pada lahan gambut yang tersisa.

Kata Kunci: Pengelolaan, lahan gambut, biodiversitas vegetasi

98

ANALISIS POTENSI WILAYAH KABUPATEN KULON PROGO PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA DARI EKSTRAKSI PETA GEOLOGI

Yatin Suwarno

Badan Informasi Geospasial Jln. Raya Jakarta - Bogor Km 46 Cibinong – Jawa Barat, Tlp. 081290367961 Email: [email protected]

ABSTRAK

Wilayah Kabupaten Kulon Progo memiliki topografi dari dataran rendah hingga perbukitan, dengan ketinggian maksimum 859 meter (G. Gepak). Kondisi demikian mencerminkan variasi geologinya, baik batuan penyusunnya maupun struktur geologinyanya. Sebagian besar wilayah Kabupaten Kulon Progo merupakan perbukitan, yang dikenal sebagai “Menoreh Dome”, berbentuk bulat lonjong dengan arah barat daya – timur laut. Apa saja potensi yang tedapat pada setiap Satuan/Formasi Batuan di wilayah Kabupaten Kulon Progo? Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui potensi, baik yang berhubungan dengan geologi seperti potensi mineral maupun potensi lainnya seperti obyek wisata.dari setiap satuan/formasi batuan yang ada. Metode yang digunakan dengan cara mengekstrak setiap satuan/formasi batuan, dalam Sistem Informasi Geografis disebut quary, kemudian menganalisis potensinya. Hasil kajian menunjukkan bahwa, wilayah Kabupaten Kulon Proogo memiliki potensi bahan baku utama semen, yaitu batugamping seluas 10.793,165 Ha pada Formasi Sentolo dan Batulempung seluas 423,365 Ha pada Formasi Nanggulan. Formasi Jonggrangan dengan luas 1.484,12 Ha potensial dikembangkan untuk Geowisata Gua. Formasi Kebo Butak seluas 15.989,113 Ha, yang didominasi oleh breksi andesit dan sisipan lava andesit potensi ditambang untuk batu belah. Emas primer dan mineral barit ada pada satuan intrusi batuan beku andesit, yang tersebar luas di bagian barat daya.yaitu 4.199,866 Ha. Adapun pada Satuan Aluvium di daerah peisir selatan terdapat pasir besi plaser. Kesimpulan dari analisis ini adalah, setiap Satuan/Formasi Batuan memiliki potensi, baik potensi yang berkaitan dengan geologi maupun potensi non geologi.

Kata Kunci: analisis, potensi wilayah, ekstraksi, peta geologi

99

SIMPANAN KARBON DALAM BIOMASSA POHON DI HUTAN KOTA KEBUN BINATANG BANDUNG

Yonky Indrajaya1 dan Soleh Mulyana2

1,2 Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry, Jl. Raya Ciamis-Banjar km 4, Ciamis 46201, email: [email protected]

ABSTRAK Hutan kota dapat berperan dalam mitigasi perubahan iklim global melalui proses fotosintesis yang menyerap karbondioksida dari udara dan menyimpannya dalam biomassanya. Salah satu hutan kota di Kota Bandung berdasarkan Perda Kota Bandung No. 25 tahun 2009 adalah hutan kota di kompleks kebun binatang Kota Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi jumlah karbon tersimpan dalam biomassa pohon di hutan kota kompleks kebun binatang Kota Bandung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sensus pohon yang meliputi identifikasi jenis dan pengukuran dimensi pohon. Perhitungan estimasi jumlah biomassa pohon dilakukan dengan persamaan alometrik yang ada (i.e. Chave). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah karbon tersimpan dalam biomassa hutan kota Kebun Binatang Kota Bandung adalah sebesar 76 ton/ha atau setara dengan 278 CO2 equivalent per ha. Kontribusi serapan karbon tertinggi adalah jenis beringin kebo, trembesi, dan mahoni afrika yaitu masing-masing sebesar 32, 31, dan 27 ton CO2 equivalent per ha.

Kata kunci: karbon, hutan kota, Kebun Binatang Tamansari, Bandung

100

PENGEMBANGAN MASYARAKAT KARST UNTUK PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR DESA PUCUNG KECAMATAN EROMOKO KABUPATEN WONOGIRI

Agus Mardiko Saputro1 dan Iin Sulistiyowati2

1 Fakultas Geografi UMS, email:[email protected] 2Fakultas Geografi UMS, email:[email protected]

ABSTRAK

Bagian permukaan Desa Pucung sama dengan daerah karst lainnya yang identik dengan kekeringan dan gersang. Kekeringan akan semakin bertambah ketika musim kemarau melanda. Hal tersebut tidak berarti bahwa daerah karst merupakan daerah yang tidak produktif. Daerah karst merupakan daerah yang kaya dengan air, namun letaknya tidak berada dipermukaan tanah. Desa Pucung memilki 15 dusun, 7 diantaranya merupakan daerah yang kekeringan. Tahun 2000 KMPA Giri Bahama UMS mengadakan penelusuran goa di Desa Pucung dan menemukan sungai bawah tanah dengan koridor Goa Suruh. Sungai bawah tanah Goa Suruh memiliki debit minimal 2 liter/detik dengan aliran cenderung konstan sepanjang tahun. Selanjutnya, pada tahun 2002-2009 dilakukan monitoring data dan pendekatan pada masyarakat tentang pentingnya pengangkatan air sungai bawah tanah Goa Suruh. Pada tahun 2009 dilakukan kerjasama desa mitra dengan Pemerintah Desa Pucung yang didukung oleh Pemerintah Kabupaten Wonogiri dan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia Wilayah Jawa Tengah untuk melakukan penyediaan air bersih dan pengembangan potensi kawasan karst. Pengangkatan air sungai bawah tanah di Goa Suruh selesai dilaksanakan tanggal 9 Maret 2013. Proses pengangkatan air Goa Suruh dilakukan oleh warga Desa Pucung yang didampingi oleh anggota KMPA Giri Bahama. Metode pendekatan yang digunakan dalam upaya pengembangan warga Pucung adalah dengan memfasilitasi masyarakat dan membentuk organisasi pengelola distribusi air bersih serta melakukan kegiatan dengan partisipatif warga Pucung. Setelah sukses melakukan kegiatan tersebut, KMPA Giri Bahama melakukan pelatihan dan pembinaan terhadap warga Desa Pucung agar dapat melakukan pemeliharaan sumber air yang berada di dalam Gua Suruh, sehingga menjadi mandiri dalam pengelolaan sumber air. Pelatihan tersebut berupa pelatihan penelusuran goa dan manajemen organisasi. Sekarang ini warga Desa Pucung telah mampu mengelola dan melakukan pemeliharaan air bersih Goa Suruh. Sehingga mereka tidak bergantung dengan pihak lain dalam pengelolaannya serta dapat menjadi pemicu masyarakat daerah karst lain untuk dapat melakukan pencarian air bersih pada daerah mereka.

Kata kunci: Karst, kekeringan, air, pengelolaan

101

EVALUASI ODTW PANTAI KOLBANO UNTUK PENGINGKATAN EKONOMI LOKAL MASYARAKAT DI DESA KOLBANO, KECAMATAN KOLBANO, KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN

Edwin Maulana1,3, Theresia Retno Wulan2, Nicky Setiawan1,2, Fajrun Wahidil Muharram1,6, Wico Nandianta Mulia1, Bernike Hendrastuti1, Farid Ibrahim1,4, Mega Dharma Putra1,5, Dwi Sri Wahyuningsih1,5, Gianova Anfika Putri17 1Parangtritis Geomaritime Science Park, DIY 2Badan Informasi Geospasial, Bogor 3Program Studi Magister Manajemen Bencana,Sekolah Pascasarjana, UGM 4Program Studi Geografi, Fakultas Geografi, UMS 5Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, DIY 6Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, UGM 7Program Studi Pemanfaatan Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Keluatan, UNDIP

ABSTRAK

Pantai Kolbano merupakan salah satu pantai di Desa Kolbano, Kecamatan Kolbano, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timor. Pantai Kolbano memiliki landkap yang indah, namun belum dapat dimaksimalkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis Objek Destinasi Tujuan Wisata (ODTW) Pantai Kolbano sehingga dapat memaksimalkan nilai ekonomi yang dihasilkan. Pengambilan data dilakukan dengan metode survei terestris dan pemotretan udara dengan menggunakan Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Data hasil survei lapangan dianalisis dengan metode deskriptif eksploratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pantai Kolbano memiliki potensi landskap berupa material pantai, bentuklahan marin, perbukitan karst serta bukit sisa yang menyerupai kepala singa. Aksesibilitas menuju Pantai Kolbano sudah bagus namun amenitas yang ada masih sangat terbatas. Pembenahan terhadap amenitas mutlak harus dilakukan masyarakat bersama dengan pemerintah setempat sehingga pengunjung merasa nyaman saat berwisata ke Pantai Kolbano. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah dengan membuat symbol ikonik maupun landmark yang menjadi symbol dari Pantai Kolbano.

Kata kunci: Kolbano, Timor Tengah Selatan, Pariwisata

102

KUALITAS AIR TANAH UNTUK IRIGASI DI DAERAH TANGKAPAN AIR (DTA) RAWA PENING

Alvian Febry Anggana1 dan Ugro Hari Murtiono2

1Peneliti Pertama pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, email: [email protected] 2Peneliti Madya pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, email:[email protected]

ABSTRAK

Air tanah memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia. Salah satu pemanfaatannya sebagai air irigasi. Air irigasi sangatlah penting dalam pembangunan dan pengembangan terutama pada sektor pangan. Selain membutuhkan ketersediaan air yang cukup, kualitas air menjadi salah satu aspek yang harus diperhatikan agar air dapat dimanfaatkan sesuai dengan persyaratan yang dipenuhi untuk tanaman. Analasis kualitas air tanah perlu dilakukan untuk mengetahui kualitas air yang sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret (musim hujan) dan bulan September (musim kemarau) tahun 2016 di DTA Rawa Pening, Kabupaten Semarang. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kesesuaian kualitas air tanah yang dimanfaatkan untuk irigasi pertanian di DTA Rawa Pening. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan analisis kimia terhadap parameter total dissolve solid (TDS), daya hantar listrik (DHL), Na, Ca, Mg dari 3 sampel air tanah pada penggunaan lahan sawah irigasi yang dianalisis di laboratorium. Analisis menggunakkan parameter sodium adsorption ratio (SAR) hasil menunjukkan kelas Baik (Good), Sedang (Fair), dan Jelek (Poor). Hasil klasifikasi USSL (salinity) menunjukkan kelas C1-S2,C2-S2,C2-S3, dan C2-S4. Hasil menunjukkan bahwa beberapa air tanah memiliki kualitas baik dan buruk untuk irigasi sehingga perlu dilakukan pengelolaan air dan tanah. .

Kata kunci: Kualitas Air, Air Tanah, Irigasi, DTA Rawa Pening

103

AGIHAN SALINITAS AIR TANAH DANGKAL PADA KAWASAN PESISIR DI KECAMATAN PURING KABUPATEN KEBUMEN

Muhamad Fatoni, Setya Nugraha, Ch. Muryani

Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Hp. 08122609297/ e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Kecamatan Puring merupakan salah satu kecamatan di pesisir Kabupaten Kebumen yang memiliki potensi terjadi intrusi air laut. Penggunaan air tanah yang berlebihan terutama untuk sektor pertanian menjadi salah satu faktor utama adanya potensi intrusi air laut. Pada musim kemarau warga mengambil air tanah dengan cara membuat sumur di area persawahan kemudian diambil menggunakan pompa air untuk mengairi tanaman. Penggunaan airtanah yang berlebihan di kawasan pesisir akan membuat persedian airtanah berkurang, sehingga terjadi intrusi air laut. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui agihan spasial salinitas airtanah dangkal di Kecamatan Puring, Kabupaten Kebumen Tahun 2016, dan (2) mengetahui persepsi masyarakat terhadap kondisi airtanah di Kecamatan Puring Tahun 2016. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan keruangan. Teknik pengambilan subyek penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode Line Plots Transect. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi dan analisis data sekunder. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis pencocokan (matching), dan skoring. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Agihan spasial salinitas airtanah dangkal di Kecamatan Puring terkonsentrasi di bagian selatan atau di dekat pantai, artinya semakin dekat dengan laut maka nilai salinitasnya semakin tinggi dan (2) Persepsi masyarakat terhadap kondisi airtanah di Kecamatan Puring, termasuk dalam klasifikasi sedang, yang berarti masyarakat sudah mulai mengetahui jika wilayah mereka terdapat potensi airtanah di sumur mereka tercemar dan memiliki nilai salinitas yang cukup tinggi.

Kata Kunci: salinitas, persepsi masyarakat, airtanah

104

PRODUKTIFITAS SERASAH SENGON (Paraserianthes falcataria) DAN SUMBANGANYA BAGI UNSUR KIMIA MAKRO TANAH

Aris Sudomo dan Ary Widiyanto

Balai Penelitian Teknologi Agroforestri, Jl. Raya Ciamis-Banjar Km 4, Ciamis 46201 email: [email protected]

ABSTRAK

Serasah merupakan salah satu sumber bahan organik tanah yang didapatkan melalui proses dekomposisi, yaitu proses perombakan dan penghancuran bahan organik menjadi partikel yang lebih kecil sehingga menjadi unsur hara terlarut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui produktifitas serasah dari tanaman sengon (Paraserianthes falcataria) dan menghitung berapa masukan unsur kimia makro tanah yang disumbangkan oleh jatuhan serasah tersebut. Metode yang digunakan adalah dengan menampung jatuhan seresah sengon dengan menggunakan littertrap dan kemudian menimbangnya setiap minggu selama empat bulan (September-Desember 2013). Serasah dianalisa kandungan C, N, dan P untuk menghitung perkiraan unsur kimia makro tanah yang disumbangkan oleh jatuhan serasah. Hasil penelitian menunjukan bahwa produktiftas serasah sengon adalah sekitar 0.08 kg m-2 bulan-1 atau 800 kg ha-1 bulan-1. Produktifitas serasah sengon terbesar pada bulan September yaitu sekitar 0.13 kg m-2 bulan -1, dimana jumlah hujan lebih sedikit dibanding bulan lain pengamatan. Adanya serasah jatuh diperkirakan memberikan masukan hara per tahun berupa C, N dan P berturut-turut sebesar 4.291 kg ha-1, 973 kg ha-1, dan 1.794 kg ha-1.

Kata kunci: Serasah, sengon, bahan organik, kimia makro tanah

105

KONTRIBUSI SEKTOR KEHUTANAN TERHADAP EKONOMI KABUPATEN PURWOREJO TAHUN 2008-2012

Ary Widiyanto dan Aris Sudomo

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry, Jl Raya Ciamis-Banjar Km 4, PO BOX 5 Ciamis Telp, (0265) 771352 Fax (0265) 775866 Email: [email protected]

ABSTRAK

Studi ini dilaksanakan untuk mengetahui peran sektor kehutanan bagi ekonomi Kabupaten Purworejo. Metode yang digunakan adalah Location Quotient (LQ) analysis dan Klassen Typology analysis. Data yang dikumpulkan adalah pendapatan daerah Kabupaten Purworejo dan Propinsi Jawa Tengah pada tahun 2008-2012. Hasil Penelitian menunjukan bahwa sektor kehutanan adalah sektor yang penting dalam pembangunan ekonomi di Kabupaten Purworejo. Kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB Kabupaten Purworejo rata-rata adalah 1,6%. LQ analysis mengindikasikan bahwa sektor kehutanan menjadi sektor basis pada periode tersebut, dengan nilai LQ diatas 1 (satu). Hasil analisis Klassen Typology menunjukan sektor kehutanan masuk dalam kuadran 1, atau sektor maju. Hal ini berarti bahwa pertumbuhan dan kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB di Kabupaten Purworejo lebih besar dari pertumbuhan dan kontribusi sektor kehutanan terhadap PDRB di Propinsi Jawa Tengah.

Kata kunci: Sektor kehutanan, LQ analysis, Klassen typology, ekonomi regional

106

IDENTIFIKASI POTENSI SUMBER DAYA ALAM PERTANIAN DAN KEHUTANAN DI KABUPATEN SIGI PROVINSI SULAWESI TENGAH Bambang Riadi

Badan Informasi Geospasial, email: [email protected]; [email protected]

ABSTRAK

Sumberdaya wilayah sangat dipengaruhi oleh aspek geografis secara ruang, lingkungan maupun wilayah. Wilayah Sulawesi Tengah pada umumnya merupakan salah satu daerah rawan bencana gempa bumi di Indonesia, karena terletak dekat dengan sumber gempa bumi yang berada di darat dan di laut. Kondisi ini mempengaruhi kondisi geografis wilayah penelitian baik pada aspek fisik wilayah maupun perencanaan pengembangan wilayah. Kekayaan dan potensi sumber daya alam dan lingkungan dapat dilihat dari potensi lahan pertanian, hutan yang mencakup potensi fisik material dan potensi hayati. Untuk menggali potensi sumber daya alam diperlukan kajian terhadap inventarisasi potensi jenis sumber daya alam yang ada, dan tingkat pemanfaatannya, selanjutnya disusun dalam bentuk data kuantitatif dan dalam bentuk peta potensi sumber daya alam. Dengan tersedianya informasi data potensi maka pengelolaan kawasan dapat dilakukan dengan baik, sehingga dapat terhindar terjadinya kerusakan lingkungan. Identifikasi potensi sumber daya alam dilakukan dengan memanfaatkan peta rupabumi dan data citra satelit. Untuk selanjutnya dilakukan integrasi data sekunder dengan data peta hasil prosesing. Potensi yang dimiliki adalah potensi sumber daya alam di sektor pertanian dengan luasan kebun 26,2% dan sawah 4,1% wilayah dan kawasan hutan dengan luasan 65,1 % wilayah, potensi inilah yang dapat dikembangkan sebagai kekuatan ekonomi masyarakat.

Kata kunci: potensi lahan, identifikasi, sumber daya alam, integrasi, kehutanan

107

SEBARAN DAN POTENSI WISATA AIR TERJUN DI KABUPATEN TASIKMALAYA

Erni Mulyanie

1Erni Mulyanie, Universitas Siliwangi, [email protected]

ABSTRAK

Kepariwisataan Kabupaten Tasikmalaya memiliki peranan yang penting dalam kepariwisataan Jawa Barat maupun dalam pembangunan wilayah Kabupaten Tasikmalaya. Kabupaten Tasikmalaya mempunyai banyak wisata air terjun yang dapat dijadikan potensi khusus bagi Kabupaten Tasikmalaya dengan lokasi wisata air terjun di Kabupaten Tasikmalaya tersebar luas di setiap penjuru daerah. Ini merupakan potensi alami yang dimiliki oleh Kabupaten Tasikmalaya dengan dijuluki sebagai jantungnya Priangan Timur. Mengingat suatu potensi wisata air terjun merupakan sektor unggulan di Kabupaten Tasikmalaya maka penting untuk terus memberikan identitas khas wilayah ini yang membedakan dengan wilayah yang lainnya. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mendukung kebijakan pengembangan pariwisata Kabupaten Tasikmalaya tersebut adalah melakukan penataan terhadap daya tarik wisata yang potensial untuk dikembangkan melalui perencanaan dan perancangan yang baik. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji sebaran dan potensi objek wisata air terjun yang nantinya dapat mengembangkan pariwisata Kabupaten Tasikmalaya dan dapat memberikan peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga lokal, baik langsung maupun tidak langsung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif Kualitatif dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: Survey Lapangan (Field Study), Wawancara (Interview), Studi Dokumentasi, Studi Literatur. Sebaran air terjun di Kabupaten Tasikmalaya terlihat bergerombol yang menumpuk di wilayah bagian utara dan selatan dianalisis menggunakan analisis persebaran tetangga terdekat. Wisata Air Terjun berada dibeberapa kecamatan yang memiliki aksesibilitas yang didalamnya kondisi jalan, rute jalan, jarak tempuh, dan kondisi jalan yang berbeda, khususnya akses jalan pedesaan yang masih kurang memadai, sehingga potensi yang ada belum berkembang secara optimal.

Kata Kunci: Sebaran, Potensi Wisata, Air terjun.

108

KOMISI F

Pengelolaan Sumberdaya Manusia

109

EVALUASI KONDISI KOMUNITAS KONSERVASI MANGROVE: STUDI KASUS LEMBAGA KONSERVASI MANGROVE WANA TIRTA KULON PROGO DIY

Arie Budiyarto

Arie Budiyarto, Dinas Lingkungan Hidup Kab. Kulon Progo DIY, [email protected]:

ABSTRAK

Mangrove adalah salah satu sumberdaya alam dan salah satu “Common Pool Resources/CPR” yang sangat penting karena menyediakan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia secara langsung maupun tidak langsung. Pengelolaan mangrove yang telah terbukti sukses di berbagai wilayah baik di dalam negeri maupun mancanegara menunjukkan bahwa komunitas masyarakat lokal di sekitar ekosistem mangrove memiliki peran yang sangat penting dalam menunjang keberhasilan pengelolaan ekosistem tersebut. Salah satu komunitas konservasi mangrove yang cukup terkenal di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan telah menerima berbagai penghargaan dan pengakuan baik dari institusi pemerintah maupun non pemerintah adalah Lembaga Konservasi Mangrove Wana Tirta (Wana Tirta) di Pedukuhan Pasir Mendit Kabupaten Kulon Progo. Namun demikian, selama ini belum banyak studi mengenai evaluasi terhadap kondisi Wana Tirta sebagai komunitas kunci dalam konservasi mangrove di DIY khususnya di Kabupaten Kulon Progo. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kondisi Wana Tirta dalam rangka meningkatkan kinerja pengelolaan ekosistem mangrove di Kabupaten Kulon Progo DIY. Penelitian ini dilakukan dari bulan Juni hingga Agustus 2016 dengan menggunakan semi-structured, in-depth interviews sebagai metode pengambilan data. Transkrip wawancara kemudian dianalisa menggunakan Thematic Content Analysis (TCA) yang sudah dimodifikasi berdasarkan Burnard (1991) dan Nilsson, Skär and Söderberg (2015). Hasil TCA kemudian dianalisa lebih lanjut menggunakan 8 design prinsip Ostrom (Ostrom 1990: 90) untuk mengevaluasi kondisi Wana Tirta. Narasumber penelitian berjumlah 17 orang, dipilih secara purposive dari berbagai institusi terkait pengelolaan mangrove di Kabupaten Kulon Progo yang pernah berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung dengan Wana Tirta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor penunjang dan penghambat perkembangan Wana Tirta sebagai aktor penting dalam pengelolaan mangrove di Kulon Progo. Faktor-faktor tersebut berasal dari dalam Wana Tirta sendiri (internal faktor) dan dari luar Wana Tirta (eksternal faktor). Untuk dapat mengembangkan dirinya, Wana Tirta harus dapat mengatasi faktor penghambat dan secara bersamaan meningkatkan kualitas faktor pendukung yang dimilikinya. Dukungan berkelanjutan dari berbagai pihak sangat diperlukan dalam pengembangan Wana Tirta terutama oleh “bridging institutions” yang telah terbukti sebagai salah satu aktor kunci dalam menunjang perkembangan Wana Tirta hingga saat ini.

Kata kunci: Evaluasi Komunitas, Konservasi Mangrove, Wana Tirta

110

MEMBANGUN KEMITRAAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT: REMEDIASI DANAU RAWA PENING UNTUK MENJAMIN KELESTARIANNYA

Nana Haryanti

1Nana Haryanti, Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS, email:[email protected]

ABSTRAK

Pengelolaan danau Rawapening berkelanjutan, yang merupakan salah satu danau prioritas yang memiliki fungsi strategis untuk kepentingan nasional, sebagai upaya mengantisipasi perubahan iklim global dilakukan melalui beberapa strategi kemitraan antara lain dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan peningkatan peran serta masyarakat. Danau Rawapening merupakan danau prioritas yang perlu segera ditangani, pada saat ini penutupan lahan di daerah tangkapan airnya terdiri dari tegal atau sawah (55%), lahan kritis (24%), pemukiman (14%), tubuh air (3%) sedangkan hutan hanya sekitar (4%). Dengan kondisi seperti itu danau Rawapening harus menjalankan fungsi- fungsi lindung dan sosial seperti sebagai sumber air tawar untuk minum, sumber irigasi, dan pengendali banjir. Makalah ini bertujuan untuk memaparkan berbagai upaya yang dilakukan untuk tetap menjaga kualitas dan kuantitas air danau. Metode penelitian adalah kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa cara antara lain: wawancara mendalam dengan instansi pemerintah dan masyarakat sekitar danau, focus group discussion, dan studi pustaka untuk kebijakan. Analisa data dilakukan dengan fenomenologi, yaitu dengan memahami fenomena yang berkembang berdasarkan bukti- bukti yang muncul di lapangan. Hasil menunjukkan bahwa terdapat tiga program prioritas yang dikembangkan untuk remediasi Danau Rawapening yaitu (1) aplikasi sains dan teknologi, (2) pengembangan kelembagaan untuk peningkatan pengelolaan danau, (3) peningkatan peran serta masyarakat dalam konservasi danau. Cakupan makalah ini hanya akan membahas point kedua dan ketiga. Kedua program tersebut kemudian dijabarkan lagi menjadi program-program berbentuk kemitraan yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat seperti program prioritas yaitu pengendalian eceng gondok, implementasi pertanian ramah lingkungan dan peningkatan peran aktif masyarakat dalam kegiatan konservasi Danau Rawapening. Sedang program penunjang meliputi pengembangan pengelolaan perikanan ramah lingkungan dan pengembangan program pemanfaatan eceng gondok untuk menyelesaikan permasalahan over blooming yang dapat meningkatkan pendapatan warga sekitar, serta pengembangan ecotourism.

Kata kunci: kemitraan, remediasi danau, kelestarian

111

KARAKTERISTIK SUMBERDAYA MANUSIA DI KOTA SALATIGA (Studi Kasus pada Sumberdaya Manusia Jasa Transportasi)

Nurul Hidayah1 dan Iin Sulistiyowati2

1Nurul Hidayah, Mahasiswa Fakultas Geografi, email: [email protected] 2Iin Sulistiyowati, Mahasiswa Fakultas Geografi, email: [email protected]

ABSTRAK

Sumberdaya Manusia dipengaruhi oleh kemampuan, pengetahuan serta ketarmpilan yang didukung melalui jenjang pendidikan yang ditempuh. Kota Salatiga memilki IPM menapai 80,96 % (BPS, 2015). Hal tersebut menjadikan tantangan unuk masyarakat Kota Salatiga untuk terus berkompetisi dalam bidang ekonomi demi mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Kota Salatiga merupakan salah satu Kota kecil yang ada di Jawa Tengah dengan letak yang strategis karena berada di jalur provinsi antara Jogjakarta dan Semarang sehingga keberadaan ini sangat berpengaruh dengan karakteristik yang ada di kota kecil ini. Hal tersebut membuat Kota Salatiga ramai dengan aktivitas masyarakat sehingga menyebabkan pengembangan sumberdaya manusia dibidang profesi yang berkaitan dengan transportasi merupakan salah satu pilihan penting pemerintah dan masyarakat Kota Salatiga agar dapat terus berkembang. Pengetahuan tentang karakteristik SDM dalam profesi ini sangat diperlukan agar penegmbangan SDM dan profesi dibidang ini dapat terarah dan tepat sasaran. Metode yang digunakan dalam penelitaian ini adalah metode survey yang memfokuskan pada jasa transportasi yaitu sopir angkot, tukang ojek, kusir andong dan tukang becak. Sampel diambil dengan teknik accidentally sampling pada 128 responden yang berada di sekitar Pasar Blauran, Pasar Raya dan Tamansari Kota Salatiga pada 26 – 28 Desember 2016. Tekink pengambilan data dilakukan dengan wawancara untuk mengetahui informasi mengenai jenis kelamin, usia, domisili, tingkat pendidikan, status perkawinan, status kepemilikan jasa transportasi, jam kerja, jumlah tanggngan dan pengalaman kerja. Hasil dari penelitian karakteristik SDM pada profesi yang berkaitan dengan transportasi menunjukkan bahwa Jenis kelamin di dominasi oleh laki-laki, usia diatas 50 tahun, tingkat pendidakan rata-rata tidak sekolah-SMA, perkawinan kebanyakan mereka telah kawin, kepemilikan kendaraan milik sendiri. Data-data yang ada menunjukkan bahwa SDM Kota Salatiga dibidang profesi transportasi sebenarnya merupakan SDM yang memiliki pendidikan yang rendah dan tidak memiliki pilihan pekerjaan lagi selain pekerjaan tersebut.

Kata kunci: Karakteristik, Sumberdaya Manusia, Jasa Transportasi.

112

IDENTIFIKASI TINGKAT KERENTANAN SOSIAL EKONOMI KELEMBAGAAN UNTUK PERENCANAAN PENGELOLAAN DAS DURIANGKANG, BATAM

S. Andy Cahyono

ABSTRAK

Pulau Batam merupakan salah satu pulau kecil (luas pulau <2000 km2) yang strategis dengan potensi pengembangan ekonomi tinggi yang diharapkan dapat menarik kemajuan daerah sekitarnya. Perkembangan ekonomi tersebut memicu penurunan daya dukung DAS, kekurangan air bersih dan masalah sosial ekonomi kelembagaan. Salah satu DAS pemasok air bersih di Batam yang mengalami permasalahan tersebut adalah DAS Duriangkang sehingga DAS ini masuk dalam kategori DAS Prioritas yang harus dipulihkan. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi tingkat kerentanan sosial, ekonomi, kelembagaan untuk perencanaan pengelolaan DAS Duriangkang, Batam. Analisis kerentanan menggunakan Sistem Monitoring Evaluasi Daerah Aliran Sungai aspek sosial ekonomi dan kelembagaan. Data yang dipergunakan merupakan data primer dan data sekunder pada DAS Duriangkang. Hasil analisis terhadap DAS Duriangkang Batam menunjukkan bahwa secara sosial tergolong agak rentan (3,4), secara ekonomi tidak rentan (1,4), dan secara kelembagaan rentan (4,2). Secara keseluruhan DAS Duriangkang tingkat kerentanan sosial ekonomi kelembagaan tergolong agak rentan (3). Penyelesaian masalah penurunan daya dukung dan kelangkaan air terutama pada aspek yang memiliki kerentanan relatif tinggi terlebih dahulu: kelembagaan, sosial kemudian ekonomi. Perencanaan pengelolaan DAS Duriangkang Batam seyogyanya memperhatikan kerentanan sosial ekonomi kelembagaan yang ada.

Kata kunci: kerentanan, daerah aliran sungai, Batam

113

ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA TRANSPORTASI TRADISIONAL (Studi Kasus Pemanfaatan Andong sebagai Wisata Kreatif di Kota Salatiga)

Setyo Ari Wibowo1, Ilyas Ayub Ariseno2, dan Heri Widodo Saputro3

1Setyo Ari Wibowo, Fakultas Geografi UMS, email:[email protected] 2Ilyas Ayub Ariseno, Fakultas Geografi UMS, email:[email protected] 3Heri Widodo Saputro, Fakultas Geografi UMS, email:[email protected]

ABSTRAK

Andong merupakan salah satu alat transportasi darat tradisional yang bersaing dengan transportasi darat lainnya, baik berupa transportasi modern maupun yang masih tradisional. Sebagai salah satu icon dalam hal transportasi, maka andong dapat menjadi salah satu attraction force untuk bidang pariwisata di Kota Salatiga. Namun, kenyataannya berbeda bahwa moda transportasi ini bersaing dengan moda transportasi skala modern yang secara realita lebih efektif dan efisien, sehingga memunculkan aspirasi yang menjadi promosi pariwisata agar dapat meningkatkan jumlah minat terhadap penggunaan andong sebagai wisata kreatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk: (1) menganalisis karakteristik moda transportasi andong sebagai wisata kreatif tradisional di Kota Salatiga, (2) mengetahui potensi andong sebagai wisata kreatif di Kota Salatiga. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif, melalui pendekatan survey. Teknik Sampling yang digunakan adalah Accidental Sampling, dengan populasi penelitiannya kusir andong yang ada di Kota Salatiga, jumlah sampelnya sebanyak 60 kusir andong, sementara metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif komparatif dengan membandingkan antar variabel. Hasil survey menunjukkan bahwa setiap harinya kusir andong rata-rata hanya mendapatkan 0-5 penumpang dengan pendapatan rata-rata Rp., 25.000 per hari dari penghasilan terendah, bahkan ada juga kusir andong yang mengeluh bahwa kadang tidak dapat hasil sama sekali artinya 0 rupiah. Sementara para kusir andong ini memiliki jumlah tanggungan yang tidak sedikit ada dari mereka yang menanggung 3-4 orang dalam satu keluarga, bahkan terdapat pula dari mereka yang menanggung 5-6 tanggungan. Hal tersebut akan berdampak pada kesejahteraan para kusir andong yang ada di Kota Salatiga sehingga dapat berimbas pada meningkatnya jumlah pengangguran, bertambahnya kemiskinan, para kusir andongpun jauh dari kata sejahtera. Potensi yang dapat dikembangkan para kusir andong yaitu dengan meningkatkan pelayanan dan tampilan andong itu sendiri. Selain itu andong dapat dilengkapi dengan fasilitas full music, lampu hias, maupun tampilan lainnya yang menarik, yang lebih menarik lagi apabila penumpang andong tidak hanya naik andong saja namun dapat juga mencoba mengendalikan andongnya, sehingga menarik orang akan mencoba. Hasilnya kalo hanya “numpak” itu biasa tetapi kalo “nyetir” sendiri itu baru beda.

Kata kunci: Sumberdaya Transportasi Tradisional, Andong, Wisata Kreatif.

114

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

Yetti Anita Sari

Fakultas Geografi, UGM Email: [email protected]

ABSTRAK

Sektorpertanianmerupakansektor yang menyerapjumlahtenagakerjaterbesar di KabupatenBoyolali. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Menganalisis produktivitas tenaga kerja sektor pertanian di Kabupaten Boyolali; (2) Mengetahui lokasi wilayah kecamatan yang memiliki nilai produktivitas tenaga kerja tinggi; (3) Menganalisis kontribusi tenaga kerja sektor pertanian di Kabupaten Boyolali. Metode penelitian yang adalah kuantitatif dengan perhitungan menggunakan data skunder dari instansi pemerintahan. Data yang digunakan meliputi (1) Data tenagakerjasektorpertanian; (2) Data PDRB KabupatenBoyolaliperkecamatantahun 2010. Hasil dari penelitian ini adalah (1) Produktivitas tenaga kerja sektor pertanian mayoritas bernilai sedang ke rendah; (2) Kecamatan yang memiliki produktivitas tenaga kerja yang paling tinggi adalah kecamatan Musuk; (3) Kontribusi tenaga kerja sektor pertanian di Kabupaten Boyolali belum merata.

Kata kunci: Kontribusi, Produktivitas, Tenaga Kerja, Sektor Pertanian.

115

PEMBERDAYAAN IBU HAMIL MELALUI PERAWATAN DIRI SEBAGAI UPAYA PENGURANGAN RESIKO KEMATIAN MATERNAL DI KECAMATAN TRETEP, KABUPATEN TEMANGGUNG

Oleh: Ariyani Indrayati, Nur Izzatul Hikmah Email: [email protected]* *pengajar pada Jurusan Geografi, FIS UNNES, (Gd. C1 Kampus Unnes Sekaran, Gunungpati, Kota Semarang, 08122554016)

ABSTRAK

Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Jawa Tengah mencerminkan resiko yang dihadapi ibu-ibu selama kehamilan sampai dengan paska persalinan. Pernikahan usia anak pada perempuan berkorelasi dengan kehamilan usia dini yang merupakan kehamilan beresiko tinggi dan menimbulkan resiko kematian maternal akibat komplikasi pada saat kehamilan, persalinan, maupun pada masa nifas. Pendidikan reproduksi sehat merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan pengetahuan dan perilaku perawatan diri pada ibu hamil dan melahirkan. Namun penelitian mengenai pendidikan reproduksi sehat dan perawatan diri pada ibu hamil dan melahirkan, masih sangat sedikit. Salah satu wilayah di Jawa Tengah yang memiliki kecamatan dengan persentaseperkawinanusiaanakmelebihi rata-rata nasionaladalahKecamatanTretep, KabupatenTemanggung. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti tentang pendidikan reproduksi sehat dan perilaku perawatan diri pada ibu hamil dan melahirkan. Tujuan yang ingin dicapai dengan adalah mengetahui apakah pendidikan reproduksi sehat memberikan perbedaan yang nyata terhadap tingkat pengetahuan dan perilaku perawatan diri selama hamil sampai pasca melahirkan. Eksperimen dilakukan pada kelompok ibu yang menikah pada usia anak yang dibedakan menjadi padakelompokintervensidankelompokkontrol. Lokasipenelitiandi Kecamatan Tretep, Kabupaten Temanggung. MetodePenelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif, dengan melakukan pra-eksperimen dengan membandingkan mengenai pengetahuan dan perilaku kelompok sebelum san sesudah intervensi.Metodepembelajaran yang dilakukan adalah pembelajaran partisipatoris, di mana kelompok remaja dilibatkan sebagai focus dalam pembelajaran.Teknik analisis dilakukan dengan review data sekunder, observasi kelompok, wawancara semi terstruktur dan diskusi kelompok terfokus. Masyarakat tersasar (kelompok remaja) difasilitasi untuk menemukenali permasalahan yang terjadi diwilayahnya, yaitu tingginya pernikahan usia anak di wilayahnya, yang diikuti pula dengan tingginya angka kematian ibu (kematian maternal) di usia muda. Kemudian kelompok sasaran didorong menemukan potensinya sebagai kaum muda yang sanggup memperoleh pembelajaran tentang pendidikan reproduksi sehat dan perawatan diri pada ibu selama proses kehamilan sampai pasca kelahiran. Dengan demikian hasil penelitian akan memberikan kontribusi pada ditemukannya cara yang efektif untuk menurunkan angka kematian ibu.

116

BENARKAH HUTAN AKAN LESTARI APABILA MASYARAKAT SEJAHTERA? (Studi Kasus Pendampingan Kelompok Tani pada Beberapa Kawasan Hutan Negara di Kalimantan Timur)

Faiqotul Falah1

1Peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS ([email protected])

ABSTRAK

Slogan “Masyarakat Sejahtera, Hutan Lestari” menjadi asumsi dasar bagi kegiatan pemberdayaan masyarakat desa sekitar hutan. Diasumsikan bahwa apabila pendapatan masyarakat sekitar hutan meningkat, gangguan pada hutan akan berkurang sehingga hutan akan lestari. Naskah ini bertujuan mengkaji kegiatan pendampingan masyarakat sekitar hutan di beberapa kawasan hutan, dan pengaruhnya pada kelestarian hutan. Studi kasus pada pengelolaan Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW), Taman Nasional Kutai (TNK), Hutan Adat Wehea, dan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Hutan Penelitian Samboja di propinsi Kalimantan Timur. Dalam penelitian ini kriteria keberhasilan pemberdayaan masyarakat dalam melestarikan hutan meliputi peningkatan pendapatan melalui kegiatan pendampingan, persentase penutupan kawasan hutan, angka penebangan liar yang masih terjadi, serta keberlanjutan kegiatan hasil pemberdayaan masyarakat. Data penelitian berupa data sekunder dari laporan hasil-hasil penelitian terdahulu, berupa data kualitatif bentuk pemberdayaan masyarakat di beberapa kawasan hutan tersebut, intensitas pendampingan, hasil kegiatan pemberdayaan, struktur dan kegiatan pengelolaan kawasan hutan, kolaborasi dan dukungan parapihak dalam upaya pelestarian kawasan. Analisis data dilakukan secara kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa kegiatan di HLSW dan Wehea berhasil menurunkan tingkat perusakan hutan (dalam bentuk perambahan, penebangan dan perburuan liar), sementara kegiatan pendampingan masyarakat di TNK dan KHDTK Samboja belum berhasil menurunkan tingkat gangguan terhadap hutan. Kegiatan pendampingan yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat hanya efektif apabila : 1) pengelola kawasan tersebut harus memiliki rencana pengelolaan jangka menengah dan panjang yang terinci, agar kegiatan pendampingan dapat dilaksanakan setelah kegiatan penataan kawasan, dan dilaksanakan seiring dengan pengamanan kawasan, dan penyuluhan konservasi, 2) ada produk yang bisa dipanen dalam jangka pendek, 3)dilakukan secara serentak dalam skala yang cukup besar (bukan hanya demplot), 4) pendampingan dilaksanakan dalam bentuk kelompok, bersifat teknis, intensif, dan berkelanjutan, 6) didukung oleh pemerintah daerah (berhubungan dengan perambahan dan penataan kawasan), dan 7) dilaksanakan dengan kolaborasi/kemitraan dengan pemangku kepentingan lain, agar pendanaan tidak tergantung kepada APBN. Kepastian penataan kawasan dan perencanaan pengelolaan kawasan menjadi prasyarat keberhasilan kegiatan pendampingan masyarakat. Sementara intensitas pendampingan kelompok menjadi syarat keberlanjutan program peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.

Kata kunci: hutan lestari, pendampingan masyarakat, kemitraan 117

URGENSI LITERASI PERTANIAN BAGI ANAK USIA DINI MENDUKUNG PENANAMAN PARADIGMA PENDIDIKAN AGRARIA

Farid Ibrahim,1,3, Iin Muthmainnah4,5, Megha Dharma Putra6, Theresia Retno Wulan2, Nicky Setyawan2,Dwi Sri Wahyuningsih6,Gianova Andika Putri,10, Edwin Maulana1,7, Fajrun Wahidil Muharram8, Bernike Hendrastuti1,9, , Wico Nandiyanta Mulia1 ,Tri Raharjo1

1Parangtritis Geomaritime Science Park 2Badan Informasi Geospasial 3Program Studi Geografi, Fakultas Geografi, UMS 4Progam Studi Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Wiralodra 5Lembaga KemanusiaanKilau, Indramayu 6Program Studi Geografi dan Ilmu Lingkungan, Fakultas Geografi, UGM 7Geo-Information for Spatial Planning and Disaster Risk Management, UGM 8Program Studi Kartografi dan Penginderaan Jauh, Fakultas Geografi, UGM 9Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada 10Program Studi Pemanfaatan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro

Surel : [email protected]

ABSTRAK

Indonesia telah tidak lagi dipungkiri secara geografis sebagai negara agraris. Potensi dan sumber daya fisik pendukungnya menempatkan indonesia layak sebagai negara agraris. Sumber daya fisik seperti air, tanah, iklim dan cahaya sebagai syarat tumbuh berbagai jenis tanaman melimpah ruah di negeri Indonesia. Permasalah muncul disaat adanya dikotomi pandangan akan pertanian. Masyarakat menilai petani merupakan strata sosial kelas bawah. Bercocok tanam telah banyak ditinggalkan karena dipandang terbelakang. Perubahan paradigma ini akan kontradiktif dengan semangat negara agraris yang swasembada pangan. Peletakan kembali nilai-nilai agraris yang fundamental bagi masyarakat Indonesia perlu digiatkan kembali. Pendidikan literasi pertanian dipandang urgen untuk mendidik pola pikir bertcocok tanam. Kendati era kini, moderndisasi tidak berarti melemahkan konsep agraria. Hal ini menjadikan pembelajaran literasi pertanian bagi anak-anak usia dini menjadi asyik. Pengenalan ragam cara bercocok tanam dipaparkan bagi anak usia dini. Memperkaya pandangan bertani, tidak selalu pertanian melulu hanya di ladang dan sawah. Namun pertanian polybagdan pertanian hidroponik menjadi solusi semangat agraria. Anak usia dini akan melihat pertanian bukan sebagai kegiatan yang berlumpur lagi, namun telah berkembang sebagai kegiatan merawat dan melestarikan lingkungan. Beranjak dari ini, sumber daya tidak hanya melulu pada aspek fisik, namun semangat, konsep dan paradigma agraria yang ditumbuhkan pada anak usia dini pun merupakan sumberdaya terbaharukan menuju negeri agraria.

Kata Kunci: Literasi Pertanian, Agraria, Anak Usia Dini

118

PERSEPSI MASYARAKAT DALAM UPAYA KONSERVASI PADA GEOPARK GUNUNG SEWU SEBAGAI ASET GEOWISATA DI KABUPATEN PACITAN

Hana Widawati1, Moh. Gamal Rindarjono2, H. Soegiyanto3 1Hana Widawati, UNS, [email protected] 2Moh. Gamal Rindarjono, UNS, [email protected] 3H. Soegiyanto, UNS, [email protected] ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi masyarakat dalam upaya konservasi pada Geopark Gunung Sewu dan pengelolaannya oleh pemerintah daerah sebagai bentuk pengembangan geowisata di Kabupaten PacitanPenelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Berdasarkan metode pelaksanaannya, penelitian ini termasuk dalam penelitian survei. Sampel lokasi dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik Purposive Sampling. Sasaran penelitian ini akan diambil di tiga situs berbeda, yaitu Teluk Pacitan, Telaga Guyang Warak, dan Gua Tabuhan.Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: (1) Persepsi masyarakat belum sepenuhnya paham dan mengerti dengan baik mengenai Geopark Gunung Sewu sebagai kawasan yang dilindungi; (2) Struktur organisasi pengelolaan Geopark Gunung Sewu oleh PemerintahKabupaten Pacitanmasih belum berfokus pada pemberdayaan masyarakat.

Kata kunci: Persepsi Masyarakat, Geopark Gunung Sewu

119

PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA MELALUI TRADISI LOMBE DI PULAU KANGEAN KABUPATEN SUMENEP

Misbahul Ulum1, Kartika Hardiyati2, Irfan3

1Misbahul ulum, Universitas Negeri Malang, [email protected] 2Kartika hardiyati, Universitas Negeri malang, [email protected] 3Irfan , Universitas Negeri Malang, [email protected]

ABSTRAK

Pengembangan sumber daya manusia (SDM) merupakan faktor penting dalam usaha mencapai kemajuan dan kesejahteraan masyarakat suatu daerah. Wisata budaya yang merupakan kegiatan wisata yang didukung oleh adanya objek wisata yang berwujud hasil seni budaya lokal; adat istiadat, upacara agama, tata hidup masyarakat, peninggalan sejarah, dan hasil seni, berbagai macam wisata budaya di Indonesia salah satunya yaitu wisata budaya yang dikembangkan di Pulau Kangean Kabupaten Sumenep yakni “Tradisi Lombe”. Pengembangan sumber daya manusia di Pulau Kangean dilakukan melalui Tradisi Lombe yang juga merupakan asset “wisata budaya”. Strategi ini merupakan salah satu cara yang efektif dan tepat karena selain mengembangkan sumber daya masyarakat juga berdampak terhadap eksistensi Tradisi Lombe sebagai wisata budaya di Kabupaten Sumenep. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang menggunakan metode observasi dan wawancara. Tujuan dari penelitian ini adalah mendeskripsikan pengembangan SDM melalui pelaksanaan dan pelestarian Lombe. Pengembangan SDM dilakukan melalui sosialisasi secara tidak sengaja (non formal) dan pelatihan sehingga masyarakat mempunyai keahlian di bidang yang berkaitan dengan tradisi, seperti sosialisasi non formal penunggangan kuda (joki), melatih memainkan alat musik tradisional khas Kangean “gendang dumik”, sosialisai non formal dan malatih membuat peralatan kerbau, serta masyarakat kangean mampu melakukan konservasi kerbau. Lombe sebagai warisan budaya dilakukan juga untuk melestarikan alam, lingkungan, dan sumber daya, memajukan kebudayaan, mengangkat citra Masyarakat Kangean. Wisata budaya Tradisi Lombe ini memberikan manfaat sebagai usaha segi konservasi, eksistensi daerah hingga keuntungan dari segi ekonomi. Kerbau yang ikut Lombe memberikan dampak pada nilai jual yang lebih tinggi dan status sosial yang meningkat. Pengembangan SDM melalui tradisi lombe dapat membawa kesejahteraan kepada masyarakat Kangean.

Kata kunci: Pengembangan SDM, Tradisi Lombe

120

PEMANFAATAN POTENSI DAERAH BERBASIS GEOPARK SEBAGAI PENINGKATAN MASYARAKAT LOKAL YANG BERKELANJUTAN DI DESA CIBUNIAH KECAMATAN PANCATENGAH KABUTEN TASIKMALAYA

Erwin Hilman Hakim, Universitas Siliwangi, [email protected]

ABSTRAK

Pontensi sumberdaya alam yang sangat besar belum tentu memberikan pengaruh kepada peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Desa Cibuniasih Kecamatan Pancatengah Kabupaten Tasikmalaya memiliki potensi sumberdaya daerahnya yang besar untuk dikelola dan dimanfaatkan oleh masyarakatnya yang dapat dikelola berbasis Geopark. Hal ini dikarenakan daerahnya memiliki tiga keragaman yaitu geodiversity, biodiversity, dan cultural diversity. Potensi ini belum dikelola dan disinergiskan oleh masayaratnya menjadi daya tarik yang memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan masyarakatnya secara berkelanjutan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu deskriptif survey setelah data diperoleh analisis selanjutnya menggunakan Analisis SWOT. Pengumpulan data dengan menggunakan teknik kuesioner, wawancara dan observasi lapangan. Populasi penelitian ini masyarakat, dan pemerintah setempat dengan menggunakan metode random sampling dan judgement sampling. Desa Cibuniasih Kecamatan Pancatengah memiliki potensi daerah yang sangat besar untuk dikelola oleh masyarakatnya hasil analisis dari data dilapangan potensi utama dan menjadi ciri/icon daya tarik daerahnya yaitu Taman Batu Jasper sebagai warisan geologi Tasikmalaya dan Indonesia yang perlu dikonservasi. Potensi biodiversity berupa hasil pertanian masyarat yaitu Manggis (Garcinia mangostana L.), Durian (Durio zibethinus), Kokosan (L. domesticum var. aquaeum), Sawo (Manilkara zapota) dan Kelapa (Cocos nucifera) dijadikan daya tarik agrowisata. Potensi kebudayaan masyaraktnya cultural diversity yaitu Kuda Lumping, Upacara Saparan, Reog, dan Kacapi Suling. Kesenian dan kebudayaan ini dapat dijadikan suatu atraksi bagi pengujung. Potensi sumberdaya yang dimiliki Desa Cibuniasih belum dimanfaatkan dan dikelola oleh masyarakatnya dengan optimal maka perlunya peningkatan pengetahuan dan keahlian masyarakatnya dalam memanfaatkan sumberdaya daerahnya dengan berbasis geopark yang nantinya secara tidak langsung akan memanfaatkan sumberdaya daerahnya secara lestari dan berkelanjutan.

Kata Kunci: Potensi Daerah, Geopark, Peningkatan Masyarakat

121

HUBUNGAN PEMILIHAN POLA PEMANFAATAN LAHAN DENGAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI WILAYAH HULU DAS: Kasus di SubDAS Naruan, DAS Keduang, Kabupaten Wonogiri

Syahrul Donie

Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pengelolaan DAS. Email: [email protected]

ABSTRAK Pertumbuhan penduduk yang pesat telah mendorong masyarakat memanfaatkan lahan di wilayah hulu DAS untuk tanaman semusim. Akibatnya terjadi dampak negative terhadap lingkungan DAS, seperti erosi, sedimentasi, penggundulan hutan, lebih jauh terjadi banjir, kekeringan dan bencana tanah longsor. Salah satu solusi yang ditawarkan adalah menghadirkan teknologi rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) yang sampai saat ini masih berbasis menggunakan pohon. Namun solusi ini masih sulit dilaksanakan oleh sebagian masyarakat sehingga secara diam-diam maupun secara terang-terangan masyarakat berusaha menyingkirkan atau mematikan tanaman pohonnya sehingga lahan kembali seperti semula. Penelitian bertujuan untuk mengetahui sejauhmana hubungan pemilihan pola pemanfaatan lahan dengan kondisi social ekonomi masyarakat dan mencari alternative pola pemanfaatan yang sesuai untuk lahan di hulu DAS. Penelitian dirancang sebagai penelitian survey dan diperdalam melalui observasi lapangan. Responden sebanyak 90 orang diambil purposive dari peserta proyek rehabilitasi SubDAS Naruan (957,12 ha), meliputi tiga desa, yaitu Desa Bubakan, Desa Wonokeling dan Desa Wonoharjo. Pemilihan responden didasarkan pada pola-pola pemanfaatan lahan tegalan. Pengolahan data dilakukan dengan tabulasi frekwensi dan regresi liner berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga pola pemanfaatan lahan oleh petani, pertama pola tanaman semusim yang dicampur dengan tanaman keras dan rumput sebagai teknik konservasi; kedua pola tanaman keras dicampur dengan semusim; dan ketiga pola tanaman semusim tanpa tanaman keras. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemilihan pola sangat terkait dengan pekerjaan pokok masyarakat (koefisien korelasi - 0,41), kebiasaan merantau (koefisien korelasi - 0,378), status kepemilikan lahan (koefisien korelasi 0,345), serta jumlah tanggungan keluarga (koefisien korelasi - 0,221). Semakin pekerjaan utamanya petani maka responden semakin memilih pola tanaman semusim dan menolak pola full tanaman keras, namun sebaliknya apabila pekerjaan utamanya pedagang atau yang lain diluar petani, termasuk merantau maka responden akan memilih pola full kayu-kayuan. Kemudian setelah diadakan sosialisasi program, petani yang tadinya memiliki pola tanaman semusim lebih memilih pola surjan atau pola selang seling antara larikan tanaman semusim dengan larikan tanaman kayu-kayuan, sedang yang lainnya memilih pola full tanaman kayu-kayuan yang dikombinasikan dengan tanaman bawah seperti rumput dan mpon-mpon. Implikasi hasil penelitian: 1) untuk mencapai keberhasilan proyek RHL maka pola-pola pemanfaatan lahan harus mempertimbangkan unsur social ekonomi, terutama pekerjaan utama petani, 2) untuk pekerjaan utamanya petani maka pola kombinasi (surjan) dapat direkomendasikan.

Kata Kunci: pola pemanfaatan lahan, social ekonomi, wilayah hulu DAS Keduang, Kabupaten Wonogiri 122

MODEL KONSERVASI AIRTANAH DAERAH LERENG GUNUNG MERAPI BERBASIS BUDAYA LOKAL DI KABUPATEN KLATEN JAWA TENGAH

Siti Taurat Aly1, Aridiniyati2, Suharjo3, Miftahul Arozaq 4

1Siti Taurat Aly, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 2Aridiniyati, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 3Suharjo, Pendidikan Geografi FKIP UMS, email: [email protected] 4Miftahul Arozaq, Pendidikan Geografi FKIP UMS email:[email protected]

ABSTRAK

Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat, keterbatasan ruang, kebutuhan akan bahan pangan, energi dan air yang menyebabkan kondisi wilayah saat ini menjadi tidak berkelanjutan Manusia bertugas untuk menjaga alam dan potensi sumberdaya air yang diciptakan oleh Allah SWT agar tetap lestari dan memberikan maslahah bagi kehidupan Pada tahun 2015, PBB memilih SDGs (Sustainable Development Goals) untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya alam. Penelitian ini bertujuan mengetahui model pengelolaan airtanah daerah lereng gunung Merapi berbasis budaya lokal Kabupaten Klaten. Metode Penelitian ini dilakukan dipilih metode survei dan untuk mencapai hasil dilakukan dengan analisis diskriptif kualitatif. Hasil penelitian yaitu model Pengelolaan air di bentuklahan puncak dan lereng Merapi atau wilayah kecamatan Kemalang berbasis mitra desa dan gotong–royong, Model Pengelolaan mata air di bentuklahan kaki Merapi; 1) wilayah kecamatan Manisrenggo berbasis Desa mitra, 2) wilayah kecamatan jatinon dan Karangnongko berbasis pertanian berkelanjutan 3) wilayah kecamatan Tulung berbasis ekonomi produktif. dan Model pengelolaan air tanah bentuklahan dataran fluvial Merapi berbasis individu.

Kata Kunci: Model Pengelolaan, air tanah, budaya lokal

123

ANALISIS KERENTANAN SOSIAL GEMPABUMI DI KECAMATAN GANTIWARNO KABUPATEN KLATEN

Dwi puji hastuti, Kuswaji Dwi Priyono

Fakultas Geografi, Universitas Muhammadiyah Surakarta Email: [email protected]

ABSTRAK

Kerentanan social sering kali terlupakan dalam proses pengelolaan bencana gempabumi, beberapa kegiatan yang lebih sering difokuskan sebatas pada upaya pengetahuan struktur bangunan dan permasalahan yang bersifat fisik (Flanagan et al., 2011). Analisis kerentanan social adalah keadaan suatu wilayah yang dipengaruhi oleh fisik, sosial, budaya, lingkungan untuk mencegah, meredam dalam menanggapi bencana. Penetapan indicator kerentanan social menggunakan tiga variabel yaitu kepadatan penduduk, penduduk lansia dan balita, penduduk wanita. Hasil penelitian menunjukan tingkat kelas kerenentanan social gempabumi sedang, rendah, tinggi dan keterkaitan kerentanan social dengan kerawanan gempabumi di Kecamatan Gantiwarno Kabupaten Klaten. Hasil pengujian terhadap tiga variable diketahui bahwa, Pertama, berdasarkan data tabular hasil pengolahan dengan menggunakan software ArcGIS, kerentanan sosial paling tinggi terdapat di enam desa yaitu desa Baturan dengan kepadatan penduduk 1464 Jiwa/Km2, Ngandong 1420 Jiwa/Km2, Kragilan 1158 Jiwa/Km2, Karangturi 1563 Jiwa/Km2, Ceporan 1550 Jiwa/Km2, Mutihan 1509 Jiwa/Km2, Muruh 1747 Jiwa/Km2. Sedangkan untuk kerentanan Rendah ada di lima desa antara lain desa Gentan dengan kepadatan penduduk 829 Jiwa/Km2, Sawit 1080 Jiwa/Km2, Jogoprayan 1076 Jiwa/Km2, Kerten 1088 Jiwa/Km2, Jabung 1093 Jiwa/Km2. Kedua, berdasarkan pada penduduk lansia dan balita diketahui bahwa daerah dengan tingkat kerentanan paling tinggi adalah Desa Mutihan dengan jumlah lansia dan balita adalah 748 jiwa (8,72%); adapun daerah dengan tingkat kerentanan social berdasarkan penduduk lansia dan balita paling rendah adalah Desa Gentan dengan jumlah penduduk lansia dan balita sebesar 298 jiwa (3,47%). Ketiga, Tingkat kerentanan social terhadap bencana gempabumi di Kecamatan Gantiwarno berdasarkan pada populasi penduduk wanita diketahui bahwa Desa Kragilan merupakan daerah dengan tingkat kerentanan social terhadap bencana gempabumi berdasarkan pada populasi penduduk wanita yang paling rendah, hal ini diketahui bahwa jumlah populasi wanita di Desa Kragilan lebih sedikit jika dibandingkan penduduk laki-laki yaitu 885 jiwa, adapun untuk daerah dengan tingkat kerentanan sosial paling tinggi dengan jumlah wanita yang lebih besar dari laki-laki adalah Desa Kerten, hal ini disebabkan perbandingan jumlah perempuan dengan laki-laki adalah 90,21%. Dengan medan yang relative sulit, apabila terjadi bencana maka penduduk perempuan biasanya relative lebih rentan daripada penduduk laki-laki.

Kata kunci :Kerentanan sosial, fisik, kerawanan dan gempabumi.

124

ANALISIS SPASIAL PELAYANAN FASILITAS SOSIAL EKONOMI DI KELURAHAN GIRIPURWO

Amiriyah Umi Marfu’ah1Ardian Siswono2Iffan Hanif Syaifullah3M. Abdul Habib4 Rustam Afandi5

1Pendidikan Geografi, [email protected] 2Pendidikan Geografi, [email protected] 3Pendidikan Geografi, [email protected] 4Pendidikan Geografi, [email protected] 5Pendidikan Geografi, [email protected]

ABSTRAK

Analisis data spasial cenderung lebih mudah untuk dipahami dan dikembangkan terkait dengan struktur keruangan wilayah. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat pelayanan dan mengetahui aksesibilitas pelayanan fasilitas sosial dan ekonomi di Kelurahan Giripurwo Kecamatan Wonogiri. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Giripurwo yang merupakan pusat administrasi di Kabupaten Wonogiri. Kelurahan Giripurwo memiliki fasilitas sosial dan ekonomi yang cukup beragam sehingga menarik peneliti untuk menjadikannya obyek penelitian. Pengumpulan data menggunakan teknik simple random sampling dengan tingkat signifikansi 10%. Penelitian ini menggunakan metode interpretasi citra satelit, pengolahan data spasial dan analisa dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Pengukuran tingkat layanan fasilitas sosial ekonomi berdasarkan aksesibilitas diolah dengan parameter jarak menggunakan euclidean distance tool yang terdapat pada SIG. Pengukuran tingkat pelayanan diukur dengan rumus tingkat pelayanan fasilitas umum. Hasil dari penelitian menunjukkan jarak fasilitas sosial ekonomi dengan pemukiman dalam bentuk interpretasi warna dengan 7 tingkatan berdasarkan jarak. Tingkat pelayanan fasilitas sosial ekonomi di Giripurwo memiliki kemampuan pelayanan yang sama dengan kebutuhan penduduknya dengan kisaran keberhasilan 90-100%. Fasilitas sosial ekonomi yang terdapat di Kelurahan Giripurwo sudah memiliki kemampuan pelayanan yang sesuai dengan SNI 03-1733- 2004. Jumlah dan persebaran fasilitas sosial ekonomi mempengaruhi perolehan nilai aksesibilitas.

Kata kunci: Fasilitas, Ekonomi, Sosial