TOPENG BLANTEK DI KAMPUNG BETAWI (STUDI KASUS: SANGGAR SENI “FAJAR IBNU SENA” CILEDUG)

SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humanior aSebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum)

Oleh : HAMMATUN AHLAZZIKRIYAH NIM: 1111022000008

KONSENTRASI ASIA TENGGARA PROGRAM STUDI SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 1437 H/ 2016 M KEMENTERIAN AGAMA uNTyf RSITAS ISLAM NEGERI(IIIN) SYARIF HIDAYATI]LLAII JAKARTA F'AKT]LTAS ADAB DAI\ IIUMAI\IORA

Jl. lr. H. Juanda No.95, Ciputat 15412, Jakarta, tndonesia Telp. (021) 71t43329, Fax. 1o2t]'74933

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Mahasiswa : HAMMATUN AHLAZIKRIYAH

NIM : 1111022000008

Program Studi : Sejarah dan Kebudayaan lslam

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian, pengolahan dan irnalisis saya sendiri serta bukan merupakan replikasi maupun saduran dari hasil karya atau hasil penelitian orang la in.

Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atau replikasi maka skripsi dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang untuk menyusun skripsi baru dan kelulusan serta gelarnya dibatalkan.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul dikemudian hari menjadi tanggung jawab saya. TOPENG BLANTEK DI KAMPUNG BETAWI

(STUDI KASUS: SANGGAR SENI "FAJAR IBNU SENA" CILEDUG)

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S.Hum)

Oleh: HAMMATL]N AHLAZZIKRIYAH NIM: 1111022000008

Pembimbing

Drs. H. SYAMSUDDIN DASAN. M. Ae NIP: 19500818 198103 1 002

JURUSAN SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2016M PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul TOPENG BLANTEK DI KAMPUNG BETAWI (STUDI KASUS: SANGGAR SENI "FAJAR IBNU SENA" CILEDUG) tEIAh diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 02 Maret 2016. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Humaniora (S.Hum) pada program studi

Sejarah dan Kebudayaan Islam.

Jakarta, 02 Maret 2016

SIDANG MUNAQASYAH

Sekeftaris Merangkap Anggota

H. Nurhasan. MA NIP: 1969072.1199703 I 001 19750417 2005012 007

Anggota

Penguji I Penguj i II /r1z or. u.Ail. ctrair. ua NIP: 19581012 199203 I NIP: 19541231 198303 1030

Drs. H. Svamsuddin Dasan. M.As NIP: 19500818 198103 I 002 ABSTRAK Seiring dengan perkembangan zaman, Kebudayaan masyarakat Betawi khususnya Seni Topeng Blantek dewasa ini semakin mengalami kemunduran. Sangat disayangkan bahwa Topeng Blantek ini yang penuh akan makna sosial dan nilai islami mulai hilang di masyarakat. Dilihat dari permasalahan tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi mengenai latar belakang serta sejarah Seni Budaya Topeng Blantek yang dimulai pada sejarah masyarakat betawi muslim, beberapa pendapat mengenai asal mula topeng blantek, hingga permasalahan Seni Pertunjukkan Topeng Blantek dari era Ras Barkah hingga pada sepeninggalnya Ras Barkah dengan studi kasus Sanggar Fajar Ibnu Sena. Dalam penelitian ini, penulis lebih condong menggunakan metode penelitian deskriptif analitis, dengan pendekatan sosio-budaya untuk merekontrusksi peristiwa masa lampau yang bersifat komperhensif serta teori Disseminasi, yaitu teori tentang pengaruh agama terhadap bagian dari produk- produk kebudayaan seperti seni pertunjukan, musik dan seni tari. Dalam penulisan ini penulis menemukan selain sebagai hiburan adanya unsur unsur media dakwah di dalam pentas pertunjukan seni Topeng Blantek yang dapat memberi pencerahan untuk para masyrakat (penonton) sehingga sangat kental unsur Islam di pertunjukan Seni Topeng Blantek.

Kata kunci : Sejarah Betawi, Budaya Topeng Blantek, Media Dakwah, Sosial dan Hiburan

i

KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberika petunjuk dan semua kasih sayangNya sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW, berserta pada keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Alhamdulillah akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwasannya skripsi yang berjudul “Topeng Blantek Di

Kampung Betawi (Studi Kasus: Sanggar Fajar Ibnu Sena Ciledug)” ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari semua pihak dalam baik dukungan moril maupun materil. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Prof. Dr. Sukron Kamil, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan

Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. H. Nurhasan, MA, selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Solikhatus Sa’diyah, M.Pd, selaku Sekeretaris Jurusan Sejarah dan

Kebudayaan Islam yang dengan sabar memberikan pelayanan terkait

administrasi yang penulis butuhkan.

5. Ibu Hj. Tatik Hartimah, M.A penasehat akademik penulis yang telah

memberikan dukungan serta doa kepada penulis. Terimakasih untuk

waktu yang telah diluangkan di tengah kesibukannya tetap memberikan

ii

dukungan untuk waktu yang telah diluangkan ditengah kesibukannya

tetap memberikan dukungan untuk penulis agar menyelesaikan skripsi ini.

6. Drs. H. Syamsuddin Dasan, M. ag, selaku dosen pembimbing skripsi dan

dosen pembimbing akademik, yang dengan sabar memberikan arahan,

kritik dan saran, terutama kesediaan waktunya dalam membimbing,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik

7. Bapak dan ibu dosen yang tak bisa saya sebutkan namanya satu persatu

terima kasih atas semua ilmu yang diberikan

8. Karyawan/karyawati Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas

Adab dan Humaniora yang telah memberikan pelayanan dan menyediakan

fasilitas dalam penulisan skrispi ini.

9. Orang Tua tercinta, Ayahanda Kamus Marbawi, Spd. dan ibunda Rohati

selaku kedua orang tua penulis serta Bunda Rusdah pengasuh dari kecil

sampai sekarang. Terima kasih atas segala kasih sayang, pengertian, doa

dan semangat kepada penulis serta memberikan dukungan dan

pengorbanan baik secara moril maupun materil sehingga penulis dapat

menyeselesaikan studi dengan baik. Terima kasih kuucapkan dari lubuk

hati yang amat dalam, semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan

dan kebahagiaan selalu.

10. Adik-adik tercinta, Tika Febi Siami dan Muhammad Fathir Asy-sauqoni

dan Abang tersayang, Fitrah Faruqi Aksyar,spd. yang selalu memberikan

semangat dan doa.

11. Sahabat-sahabatku tersayang Eva Khofifah, Ilham Rosyadi, khoirunnisa,

Siti Nurazizah, Wira Kurnia, Damar Setiyawan, dan Vera Melani thank

iii

you for everything. Thank you for accept me. Thank you for always there

for me. Thank you for the time you give me. You guys are my friends, my

relatives, and my family.

12. Teman-teman seperjuangan di ASTENG 2011 yang rame dan selalu

penuh didalam kelas yang saling memotivasi dan menjadi tempat diskusi

mengenai permasalahan dalam penulisan, semoga kita semua sukses

selalu

13. Teman-teman SKI seperjuangan angkatan 2011 terimakasih atas motivasi

dan kerjasamanya, yang telah memberikan arahan dalam penulisan dan

motivasi.

14. Kepada seluruh pengurus Sanggar Fajar Ibnu Sena, yang selalu

meluangkan waktu dan membantu penulis dalam mendapatkan berbagai

sumber, informasi dan lain hal terkait dengan Topeng Blantek, penulis

ucapkan terimakasih

Semoga Allah SWT selalu membalas segala amal baik kepada pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi lebih baiknya skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Jakarta, 22 Januari 2016

Hammatun Ahlazzikriyah

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...... i KATA PENGANTAR ...... ii DAFTAR ISI ...... v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah ...... 8 2. Pembatasan Masalah ...... 8 3. Perumusan Masalah ...... 9 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 10 D. Tinjauan Pustaka ...... 10 E. Metode Penelitian dan Landasan Teori ...... 12 F. Sistematika Penulisan ...... 15

BAB II. ASAL-USUL MASYARAKAT BETAWI

A. Asal-Usul Kata Betawi dan Sejarahnya Suku Betawi 1. Asal Usul Kata Betawi ...... 17 2. Sejarah Asal Usul Betawi ...... 19 B. Masyarakat Betawi dan Letak Geografisnya 1. Masyarakat Betawi ...... 22 2. Geografis Masyarakat Betawi ...... 24 3. Bahasa Masyrakat Betawi ...... 29 4. Mata Pencarian Masyarakat Betawi ...... 33 C. Islam dan Kebudayaan Betawi 1. Proses Islamisasi di Masyarakat Betawi ...... 33 2. Kebudayaan Masyarakat Betawi...... 39

BAB III. SENI TOPENG BLANTEK

A. Pengertian Topeng dan Blantek ...... 45 B. Sejarah Topeng Bantlek ...... 49 C. Nilai-Nilai Topeng Blantek Sebagai Media Untuk Masyarakat .... 54

v

1. Peranan Topeng Blantek Sebagai Media Sosial ...... 55 2. Peranan Topeng Blantek Sebagai Media Pendidikan ...... 57 3. Peranan Topeng Blantek Sebagai Media Dakwah ...... 60 4. Peranan Topeng Blantek Sebagai Media Hiburan ...... 62

BAB IV. SANGGAR SENI FAJAR IBNU SENA CILEDUG

A. Sejarah Berdirinya Sanggar Fajar Ibnu Sena………………..…… 65 B. Peran Tokoh Ras Barkah Dalam Mengembangkan Seni Topeng Blantek ...... 69 C. Pertunjukan Seni Topeng Blantek ...... 73 D. Kondisi perkembangan Seni Topeng Blantek saat sekarang……. 83 BAB V . PENUTUP

A. Kesimpulan ...... 92 B. Saran-saran ...... 95

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

vi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masyarakat Betawi pada awalnya campuran dari orang Sunda. Sebelum abad ke-16 pada masa kerajaan Tarumanegara serta Pakuan panjajaran. Selain orang Sunda, terdapat pula pedagang dan pelaut asing dari pesisir utara Jawa, dari berbagai Pulau , dari Malaka di Semananjung Malaya, bahkan dari

Tiongkok serta Gujarat. Kata Betawi digunakan untuk menyatakan suku asli yang menghuni Jakarta dan bahasa Melayu Kreol1 yang digunakannya, dan juga kebudayaan Melayunya. Kata Betawi sebenarnya berasal dari kata “Batavia” yaitu nama Jakarta yang diberikan oleh Belanda.

Masyarakat Betawi merupakan suatu kelompok masyarakat dengan identitas etnis dan budaya yang terbentuk berdasarkan perpaduan beberapa suku bangsa dengan budaya dan adat istiadat yang berbeda. Dari masa ke masa masyarakat Betawi terus berkembang dengan ciri budaya yang kian hari kian mapan sehingga mudah dibedakan dengan kelompok etnis lain. Untuk

1Beberapa perbedaan kosa kata bahasa Melayu Malaysia dan bahasa Indonesia dalam teks ilmiah, Bahasa Melayu sudah lama dikenal sebagai bahasa antarsuku bangsa khususnya di Indonesia. Dalam perkembangannya terutama kawasan-kawasan berpenduduk bukan Melayu dan mempunyai bahasa masing-masing, bahasa Melayu mengalami proses pidginisasi dengan berbaurnya berbagai unsur bahasa setempat ke dalam bahasa Melayu dan karena dituturkan oleh anak-anaknya, bahasa Melayu mengalami proses Kreolisasi. Bahasa Melayu, khususnya di Indonesia Timur diperkenalkan pula oleh para misionaris asal Belanda untuk kepentingan penyebaran agama Kristen. Di pulau Jawa, terutama di Jakarta, bahasa Melayu mengalami proses kreolisasi yang unsur dasar. bahasa Melayu Pasartercampur dengan berbagai bahasa di sekelilingnya, khususnya bahasa Tionghoa, bahasa Sunda, bahasa Jawa, bahasa Bali,bahasa Bugis, bahkan unsur bahasa Belanda dan bahasa Portugis. Melayu dalam bentuk kreol ini banyak dijumpai di Kawasan Indonesia Timur yang terbentang dari Manado hingga Papua.

1 2

kepercayaan masyarakat betawi sebagian besar menganut agama Islam, Islam memang sejak lama telah mewarnai kehidupan penduduk Batavia. Ada tiga fase yang menunjukkan eksistensi Islam di Batavia, pertama saat Sunda Kelapa berhasil ditaklukkan oleh Fatahillah.

Pada fase itu seluruh kehidupan sosial, ekonomi, politik di Jayakarta didasari pada ajaran Islam dan mendapat pengawasan langsung dari Kesultanan

Cirebon.2 tetapi yang menganut agama Kristen; Protestan dan Katholik juga ada namun hanya sedikit sekali. Di antara suku Betawi yang beragama Kristen, ada yang menyatakan bahwa mereka adalah keturunan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis. Hal ini wajar karena pada awal abad ke-16,

Surawisesa, raja Sunda mengadakan perjanjian dengan Portugis yang membolehkan Portugis membangun benteng dan gudang di pelabuhan Sunda

Kalapa sehingga terbentuk komunitas Portugis di Sunda Kalapa. Komunitas

Portugis ini sekarang masih ada dan menetap di daerah Kampung Tugu, Jakarta

Utara.

Kedua, sejak banyaknya masjid dan pusat-pusat kegiatan Islam yang didirikan pada abad ke 18.3 Selain menggambarkan perkembangan Islam di

Batavia, masjid-masjid itu juga menggambarkan adanya percampuran berbagai kelompok etnis yang menjadi landasan bagi munculnya kelompok etnis baru yang kemudian mengidentifikasikan diri mereka sebagai orang Islam di Batavia.4

2 Muhammad ZafarIqbal, Islam di Jakarta Studi Sejarah Islam dan Budaya Betawi, (Jakarta : Disertasi Program PascaSarjanaIAIN, tidak diterbitkan 2002), h.iii. 3 Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, Jakarta: LP3S, 2002, h.45. 4Masjid pertama yang didirikan adalah Masjid Al-mansur di Kampung Sawah, Jembatan Lima pada tahun 1777, lalu Masjid Pekojan yang didirikan di Perkampungan Arab pada tahun 1755, pada tahun 1761 berdiri Masid Kampung Angke di perkampungan orang-orang bali tinggal, 3

Masjid-masjid tua di Jakarta banyak bangunan arsitekturnya dibuat oleh berbagai kelompok etnis dan bangsa. Arsitektur bangunan masjid mengadopsi tiga kebudayaan, yakni Betawi, Cina dan Hindu Jawa.5

Ketiga, semakin populernya penggunaan bahasa melayu Betawi pada abad ke 19, yang disebabkan karena menghilangnya pengaruh bahasa Portugis

Mardijker. Sepertinya penggunaan bahasa melayu betawi ini berkaitan erat dengan proses Islamisasi orang Betawi. Mereka bukan saja menggunakan bahasa melayu menjadi bahasa komunikasi sehari-hari masyarakat Betawi, akan tetapi mereka telah mengadopsi Islam sebagai pandangan hidup.6

Terkait dengan kebudayaan Betawi dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Keroncong Tugu dengan latar belakang Portugis-

Arab, musik ini masuk keindonesia pada abad ke-17.7 Di Jakarta, musik ini sangat digemari oleh masyarakat Tugu di Jakarta Utara. Jenis musik ini lah yang menjadi cikal bakal Keroncong asli Betawi.Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, dan Gambang

Kromong yang berasal dari seni musik Tionghoa. Saat ini Suku Betawi terkenal dengan seni Lenong, Topeng Betawi, Rebana Tanjidor dan Keroncong.

Sifat campur-aduk dalam dialek Betawi adalah cerminan dari kebudayaan

Betawi secara umum, yang merupakan hasil perkawinan berbagai macam

kemudian masjid yang didirikan oleh peranakan Cina Islam tahun 1786, dan masjid yang didirikan orang-orang Banda di Kampung Banda tahun 1789. 5 Anwarudin Harapan, Sejarah, Sastra, dan Budaya Betawi, Jakarta, APPM, 2006, Hal. 57 6Catatan seorang pelancong dari Surakarta Raden Arya Sastradarma yang menuliskan pengalamannya selama di Batavia pada tahun 1870 dalam buku berjudul “Kawontenan Ing Nagari Batawi”. Ia menemukan bahwa penduduk umumnya berbahasa melayu dalam percakapan sehari- hari dan mereka menyebut dirinya dengan sebutan orang Islam. 7Emot Rahmat Taendiftia et. al, Gado-Gado Betawi : Masyrakat Betawi dan Ragam Budayanya, Jakarta: Grasindo, 1996. Hal 21 4

kebudayaan, baik yang berasal dari daerah-daerah lain di Nusantara maupun kebudayaan asing. Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki bermacam-macam seni, selain seni musik ada juga drama rakyat , beberapa bentuk drama rakyat Betawi yang masih hidup sampai sekarang ialah Wayang Golek,

Lenong, Topeng Betawi, dan sebagainya. Tujuan dari drama rakyat itu selain menghibur juga untuk melahirkan ekspresi dan aspriasi kolektif yang sesuai dengan system nilai budaya para pedukungnya. Karena itu tidak jarang dalam pementasan drama rakyat terdapat kebobrokan moral dalam rumah tangga dan masyarakat melalui adegan-adegan yang di pentaskan.8

Secara biologis, mereka yang mengaku sebagai orang Betawi adalah keturunan kaum berdarah campuran aneka suku dan bangsa. Mereka adalah hasil kawin-mawin antaretnis dan bangsa di masa lalu. Sehingga banyak menciptakan sebuah seni yang berbagai macam asal campuran dari berbagai etnis dan bangsa dahulunya.

Rafael Raga menjelaskan bahwa “Seni budaya merupakan hasil dan sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh seseorang maupun kelompok dan nantinya menjadi ciri khasnya kelompok tersebut. Dalam hal ini kelompok yang dimaksud adalah komunitas etnis masyarakat Betawi.” 9 Dan Topeng Blantek, diakui menjadi cikal bakal dari kesenian budaya betawi seperti gambang kromong, samrah, lenong dan lain sebagainya. Tapi, minimnya dukungan pemerintah dan

8 Anwarudin Harapan, Sejarah, Sastra, dan Budaya Betawi, Jakarta, APPM, 2006, Hal.135- 136 9 Rafael Raga Maran, ManusiadanKebudayaanDalamPersfektifIlmuBudayaDasar, Jakarta, RinekaCipta, 2007, Hal 103 5

sepinya kegiatan pertunjukkan membuat kesenian Topeng Blantek nyaris tak populer lagi dimasyarakat10.

Topeng Blantek merupakan teater rakyat Betawi yang kini hampir tidak dikenal masyarakat luas. Hanya sebagian masyarakat Betawi yang mengetahui teater rakyat Topeng Blantek. Banyak pula artikel dan pendapat-pendapat yang berbeda tentang Topeng Blantek, bahkan terdapat perbedaan pendapat tentang definisi dan sejarah singkat Topeng Blantek. Asal-usul nama kesenian ini berasal dari dua kata, yaitu Topeng dan Blantek. Istilah Topeng berasal dari bahasa Cina di zaman Dinasti Ming. Topeng asal kata dari To dan Peng. To artinya sandi dan

Peng artinya wara. Oleh karena itu, Topeng bila dijabarkan berarti sandiwara.

Sedangkan untuk kata Blantek ada beberapa pendapat. Ada yang mengatakan berasal dari bunyi-bunyian musik yang mengiringinya. Yaitu satu rebana biang, dua rebana anak dan satu kecrek yang menghasilkan bunyi, „blang-blang tek-tek‟.

Namun, karena lidah lokal ingin enaknya saja dalam penyebutan, maka muncullah istilah Blantek. Pendapat lainnya mengatakan, asal nama Blantek berasal dari bahasa Inggris, yaitu blindtext yang berarti buta naskah.

Menurut Nasir Mupid seniman Topeng Blantek Fajar Ibnu Sena

Pesanggrahan, Jakarta Selatan bahwa Topeng Blantek merupakan induk dari teater rakyat Betawi, karena Topeng Blantek memiliki apresiasi seni yang terdapat di teater rakyat Betawi lainnya. Misalnya seni tari, seni musik, dan drama. Asal mula Topeng Blantek menjadi sebuah pertunjukan berawal dari para pedagang di

10Abdul aziz, Teater Seni Pertunjukan Betawi diambil dari http://Poskobudayaswadarma.blog.com/teater/ (diakses pada 28-12-2014 15:37) 6

jajaran wilayah Jakarta di mana terdapat suku Betawi. Para pedagang tersebut yang memperjualkan dagangannya melalui celoteh-celoteh (kata-kata).

Dan tutur kata yang diucapkannya itu, kemudian menjadi sebuah pertunjukan. Pedagang-pedagang tersebut kebanyakan berasal dan kalangan ahli agama Islam yang akhirnya mempergunakan Topeng Blantek sebagai penyebaran agama Islam dan dakwah-dakwah kepada masyarakat.11

Marhasan, tokoh pelestari Topeng Blantek Pangker Group Semanan, Jakarta

Barat mengatakan bahwa permainan Blantek dahulu kala tidak memakai naskah dan sutradara hanya memberikan gagasan-gagasan garis besar dari cerita yang akan dimainkan”12

Masih menurut keterangan Marhasan; surutnya kesenian Pertunjukan Topeng

Blantek juga dikarenakan adanya kesenian-kesenian tradisional Betawi lainnya seperti lenong, topeng Betawi, samrah, gambang kromong dan lain sebagainya.

Walau begitu, sebetulnya Topeng Blantek ini sempat berusaha dimunculkan kembali oleh Gubernur Ali Sadikin pada 1972.

Kesenian ini dikembangkan dan ditampilkan ke depan publik oleh Ras

Barkah.majunya budaya suatu bangsa dapat dipastikan majunya bangsa itu, salah satu elemn penting penunjang budaya adalah tumbuh kembangnya kesenian.

Dengan kata lain, menghidupkan seni, memajukan bangsa. Kita Sebagai anak bangsa mempunyai kewajiban untuk terus eksis dalam berkesenian demi mempertahankan dan menembangkan kesenian Betawi, khususnya Topeng

11Ungkapan dariNasir Mupid di jurnal : jurnalsenibudayajakarta.blogspot.com/2013/10/apresiasi-seni-budaya-topeng- blantek.html(diakses pada diakses pada 28-12-2014 15:37) 12 Dikutip dari berita jakarta : (http://www.beritajakarta.com, 2008.2-2-2012). Diakses pada 28-12-2014 15:37 7

Blantek salah satu seni teater rakyat Betawi. Tentunya kita semua harus lebih peduli dengan kelestarian budaya sendiri.

Hanya saja, kondisi kesenian Topeng Blantek kian mengkhawatirkan, terutama sepeninggal Ras Barkah pada tahun 2007. Upaya melestarikan Topeng Blantek mulai terkendala modal dan sulitnya mencari generasi penerus serta diperparah dengan tak adanya perhatian dari pemerintah untuk turut melestarikan kesenian

Topeng Blantek. Akibatnya, satu-persatu sanggar-sanggar tersebut berguguran.

Hingga saat ini untuk wilayah Jakarta Barat saja hanya tersisa empat sanggar.

Keempat sanggar tersebut pun dalam keadaan yang tidak begitu bagus; dua di antaranya nyaris bubar, sementara dua lainnya, yaitu Panker Group dan Ibnu Sina relayif masih berlatih secara rutin.

Oleh karena itu, penulis mengangkat tema “Topeng Blantek di Kampung

Betawi“ dengan tujuan untuk memberikan informasi tentang Seni Pertunjukan

Topeng Blantek dengan harapan agar kesenian ini tidak terus mengalami kemunduran hingga kepunahan Sebab menurut penulis, Seni Pertunjukan Topeng

Blantek ini sangat menarik sebagai media dakwah atau penyebaran agama Islam, didalam lakon para pemainnya terdapat unsur atau nilai-nilai keislaman dan menyinggung masalah sosial yang ada.

Dengan studi kasus Pertunjukan Topeng Sanggar Seni Blantek Fajar Ibnu

Sena Pimpinan Nasir, di Jl. Ciledug Raya Ulujami Pesanggrahan Jakarta Selatan,

Sanggar Seni ini didirikan pada tahun 1983. penulis mencoba mencari informasi yang berkaitan dengan Seni Pertunjukan Topeng Blantek khususnya pada saat Ras 8

Barkah dan keeksisannya kesenian Topeng Blantek dibawah naungan Sanggar

Fajar Ibnu Sena.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan Latar Belakang tersebut, Penulis mencoba mengangkat serta menginfornasikan kembali mengenai Seni Topeng Blantek. Jika dilihat dari sejarahnya, Topeng Blantek merupakan sebuah pertunjukan yang kaya akan makna sosial yang dekat dengan unsur nilai-nilai Islam. Yang penulis duga unsur- unsur Islam tersebut sangat lekat pada masyarakat Betawi muslim sehingga sangat disayangkan jika kehilangan budaya seni pertunjukan ini. Sebagai catatan dan harapan bahwa dengan diangkat kembali seni pertunjukan ini dapat melestarikan serta menjaga dan melindungi akidah umat Islam. melalui seni pertunjukan ini juga dapat mengimbangi arus budaya asing yang terus-menerus memundurkan budaya lokal.

Adapun penelitian ini fokus pembahasan penulis adalah mengenai asal-usul

Masyarakat Betawi dan kebudayaanya yaitu Seni Topeng Blantek dibawah naungan Sanggar Fajar Ibnu Sena Sejak Tahun 1994 sampai 2007. Dalam seni tersebut terdapat unsur dakwah Islam maupun sosial dalam pertunjukannya.

2. Pembatasan Masalah

Judul penulisan penelitian “Topeng Blantek di Kampung Betawi (Studi

Kasus: Sanggar Seni “Fajar Ibnu Sena” Ciledug)” menjelaskan masyarakat

Betawi yang telah menciptakan budaya Seni Budaya Topeng Blantek dan menjadi 9

sebuah pertunjukan yang dapat menghibur dan bermanfaat serta memiliki nilai- nilai agama, sosial, pendidikan dan hiburan bagi masyarakat Betawi sendiri.

Penulis membatasi masalah pada tiga hal pokok, pertama, batasan spasial, yaitu batasan ruang yang hanya meliputi wilayah yang terbatas pada perkampungan Betawi di sekitar Ciledug. Disekitar Sanggar Seni “Fajar Ibnu

Sena” Kedua, batasan temporal yaitu batasan tahun, yang dimulai dari tahun 1994 hingga tahun 2007. Tahun-tahun tersebut adalah tahun dimana kesenian Betawi, seni Topeng Blantek, mengalami kepopulerannya. Ketiga, adalah peran tokoh.

Tokoh Yang diangkat ialah Sanggar Seni Fajar Ibnu Sena dibawah

Kepemimpinan Ras Barkah (1994-2007) yang mengalami keeksisan pada masanya di kampung Betawi.

3. Perumusan Masalah

Masalah pokok dalam penelitian ini ialah, Bagaimana perkembangan atau kepopuleran seni Topeng Blantek pada Masyarakat Betawi yang dilestarikan oleh

Sanggar seni Fajar Ibnu Sena, Ciledug”? Kemudian, masalah-masalah yang dapat dirumukan adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Sejarah terbentuknya Seni Topeng Blantek ?

2. Bagaimana Sejarah berdirinya sanggar seni Fajar Ibnu Sena di Ciledug ?

3. Bagaimana peran Ras Barkah (1994-2007) dalam melestaraikan Seni

Topeng Blantek dan keesksisannya sampai sekarang?

10

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan Seni Pertunjukan Topeng Blantek sebagai media sosial dan dakwah pada masyarakat Betawi di era Ras Barkah

(1994-2007), dengan mengambil studi kasus di Sanggar Fajar Ibnu Sena. Adapun manfaat yang ingin penulis berikan melalui penulisan penelitian ini adalah :

1. Dapat memberikan pengatahuan tentang Asal-usul Masyrakat Betawi.

2. Memberikan informasi tentang Seni Pertunjukan Topeng Blantek sebagai

media sosial dan dakwah pada masyarakat betawi muslim di era Ras

Barkah (1994-2007).

3. Menjadi motivasi bagi para akademisi sejarah Islam untuk mengkaji

sejarah lokal dengan tema sejarah sosial-budaya.

D. Tinjauan pustaka

Penulis telah mencari referensi tentang bagaimana asal usul Seni Pertunjukan

Topeng Blantek. Belum ada pembahasan secara spesifik tentang Sejarah awal mula diciptakannya Seni Pertunjukan Topeng Blantek.

Buku-buku karya Ridwan Saidi dengan tema Sejarah Jakarta dan Etnis Betawi, berjudul Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, Sejarah Jakarta dan Peradaban

Melayu-Betawi, Profil Orang Betawi, Potret Budaya Manusia Betawi, dan

Masyarakat Betawi dan Tinjauan Sejarah. Buku-buku dengan judul tersebut di atas tidak menjelaskan bagaimana nilai-nilai Islam sebagai identitas Betawi berperan penting dalam proses penerimaan kesenian oleh masyarakat Betawi. 11

Walaupun demikian buku-buku tersebut memberikan inspirasi bagi penulis khususnya tentang sejarah lokal Jakarta fokus pada pembentukan etnis Betawi.

Selain itu buku Abdul Azis Islam dan Masyarakat Betawi, memang menjelaskan bagaimana Islam menjadi faktor pembeda etnis Betawi dengan enis lain di Jakarta pada masa kolonial, akan tetapi buku ini tidak menjelaskan bagaimana hubungan Islam sebagai agama mayoritas etnis Betawi dan kaitannya dengan peran Islam dalam kesenian Pertunjukan Topeng Blantek. Selanjutnya adalah tesis Hoesodoningsih, Rr.Yvonnne Triyoga Seni Pertunjukan Topeng

Betawi Kontinuitas dan Perubahannya. Tesis, FISIP – UI yang menjelaskan mengenai proses serta tata cara dan sejarah pertunjukan Topeng Betawi.

Kemudian buku dari Yasmine Z Shahab Yasmine Z, Konflik Identitas:Etnis dan

Religi, dalam Yasmine Z Shahab, Identitas dan Otoritas Rekontruksi Tradisi

Betawi (Depok, Laboratorium Antropologi FISIP UI, 2004 menjelaskan tentang

Suku Betawi

Untuk itu sejauh referensi yang penulis baca, karena penulis belum menemukan buku-buku, jurnal, maupun hasil penelitian yang menjelaskan Seni

Pertunjukan Topeng Blantek sebagai media sosial dan dakwah Islam pada masyarakat Betawi studi kasus di Sanggar Fajar Ibnu Sena di era Ras Barkah

(1994-2007). penulis merasa bahwa tema yang penulis kembangkan ini akan menjadi karya sejarah yang berbeda dan tidak sama dengan karya sejarah lainnya sekalipun dengan tema serupa.

12

E. Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian deskriptif analitis, dengan pendekatan sosio-budaya untuk merekontrusksi peristiwa masa lampau yang bersifat komperhensif.13 Guna mengetahui kronologi persitiwa, proses serta faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat Betawi dalam mengembangkan kesenian pertunjukan Topeng Blantek.Seni Pertunjukan

Drama, musik dan tari adalah produk kebudayaan dari hasil karya dan cipta suatu kelompok masyarakat, sebagai salah bentuk eskpresi kehidupan14 Peneliti berusaha menjelaskan variabel-variabel yang terjadi dan berlaku dalam bagian- bagian kecil kebudayaan masyarakat Betawi terutama pada budaya Seni pertunjukan Topeng Blantek, oleh karena itu diperlukan metodologi yang relevan dan juga itu diperlukan teori yang relevan bagi penelitian tersebut.

Teori yang dianggap relevan oleh peneliti dalam penelitian ini, yaitu teori

Disseminasi, yaitu teori tentang pengaruh agama terhadap bagian dari produk- produk kebudayaan seperti seni musik dan seni tari.

Menurut Triyono Bramantyo, tentang seni adalah:

“seni adalah sebuah ungkapan estetika dari sebuah kelompok masyarakat (etnis), sekaligus simbol dan alat untuk berkomunikasi serta mengekspresikan apa yang telah dimilikinya (kultur), untuk kemudian dituangkan dalam bentuk audio- visual. Segala bentuk perubahan nilai, tidak dapat mempengaruhi unsur materialnya, hanya mempengaruhi unsur penggeraknya saja berupa subyek, sebab subyeknya adalah manusia, sedangkan obyeknya adalah seni itu sendiri”.15

13Sartono Kartodirdjo, Pendekatan llmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992, h .4-5, 144-156 . 14H.Th. Fischer, Pengantar Anthropologi Kebudayaan Indonesia, terj.AnasMakruf, (Jakarta: PT Pembangunan, 1960),h. 66-72. 15Triyono Bramantyo, Disseminasi Musik Barat di Timur, StudiHistoris Penyebaran Musik Barat di Indonesia dan Jepang Lewat Aktivitas Missionaris Pada Abad Ke-16, terj. Emmanuel CahyoKristanto, (Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2004). 13

Dalam artiket “cultural sociologi” yang kini di pandang klasik, yang artikel ini mulanya di terbitkan oleh vierkandt dalam hand woerterbuch der siziologie

(handbook of sociologi), alferd weber mendefiniskan kebudayaan sebagai suatu

”bentuk expressional spiritual dan intelektual dalam substansi kehidupan, atau suatusikap spiritual dan inrtelektual terhadap substansi kehidupan, atau suatu sikap spiritual dan intelektual terhaap substansi kehidupan itu,”weber melanjutkan”.Di bagian akhir dari artikel itu,dia menegaska: kesepakatan denngan tradisi dan lapian kehidupan yang bersifat ideal atau religious terjadi dalm konstalasi baru sebagai mana akan kami deskripsikan tentang situasi historis baru secara sosiologis dan teknis-paling tidak sama penting nya dengan upaya yang sungguh-sungguh unbtuk menangkap dan membentuk,atau menyepakati semangat kehidupan baru yang bersifat naturalistic,praktis dan ingtelektual.”16

Menurut Kuntowijoyo, nilai-nilai Islam tidak harus dilihat dan dimaknai secara normatif dan bergaya Arab yang kering, namun Islam dimaknai dan diwujudkan dalam bentuk lain yang mempengaruhi sistem dan budaya di tempat dimana Islam itu masuk.

Unsur-unsur pembentuk seperti agama hanya mempengaruhi moral dan etika dari subyeknya saja, yaitu para pelaku budayanya saja, semisal komunitas

Sanggar yang mengembangkan Seni Topeng Blantek namun secara umum nilai- nilai tersebut tidak dapat menghilangkan unsur materialnya.

16 Bassam Tibi, kebudayaan dan perubahan social. Yogyakarta: Tiara Wancana Yogya,1999. Hal 73 14

Adapun dalam penelitian ini penulis mengunakan metode pengumpulan data yang meliputi 4 tahapan yaitu 17 :

Heuristik, berupa kegiatan mengumpulkam sumber sejarah.18 Adapun sumber yang penulis gunakan dalam penelitian ini terdiri dari beberapa sumber, yaitu : sumber primer yang bersifat tertulis, berupa sumber yang diterbitkan seperti biografi, dokumen, naskah-naskah, sumber yang tidak diterbitkan seperti sumber tertulis di arsip, dokumen negara, kemudian wawancara dan pengamatan langsung.

Adapun sumber data sekunder berupa pandangan, buku-buku terkait, tesis, disertasi, majalah, surat kabar, jurnal serta sumber elektronik dari website milik instansi resmi derah maupun pemerintah.

Pengumpulan sumber-sumber yang dilakukan penulis dengan menggunakan metode penelusuran kepustakaan (Library Research), yakni mengunjungi beberapa lembaga yang memiliki koleksi buku maupun arisp terkait tema penelitian ini, seperti Perpustakaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk mencari buku-buku, hasil penelitian, tesis, jurnal, disertasi terkait dengan

Islam dan Budaya, Perpusatakaan Fakultas Adab dan Humaniora, Perpustakaan

Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk mencari buku-buku maupun skrispi dengan tema serupa, Perpustakaan Umum Universitas Indonesia untuk mencari hasil penelitian, kajian, disertasi dan lain-lain.

Kemudian setalah mengumpulkan data-data, tahapan selanjutnya adalah kritik sumber. Penulis berusaha membandingkan, menganalisis dan mengkritisi

17MuhamadArif, PengantarKajainSejarah, Bandung: YramaWidya, 2011, h 32. 18Fakultas Ilmu sosial dan ilmu politik, “Panduan penyusunan proposal & penulisan skripsi”, (Jakrta: UIN Jakarta, 2012), Hal.12 15

beberapa sumber yang telah penulis dapat, baik sumber primer, sekunder maupun sumber elektronik guna mendapat sumber yang valid dan relevan dengan tema kajian.

Tahapan selanjutnya interpretasi data, yakni penulis melakukan analisa sejarah untuk mengungkap masalah yang ada, dalam hal ini penulis berusaha melihat fakta yang penulis dapat dari pengumpulan data dan kritik sumber, sehingga memperoleh pemecahan atas masalah tersebut.

Terakhir penulis menuliskan hasil pemikiran dari penelitian serta memaparkan hasil dari penelitian sejarah secara sistematik yang telah diatur dalam pedoman penulisan proposal skripsi, sehingga penelitian ini bukan hanya baik dari segi isi tetapi juga baik dalam metode penulisannya. Tahapan terakhir ini disebut dengan historiografi.19

F. Sistematika Penulisan

Dalam penelitian ini, penulis membagi pembahasan ke dalam lima bab dan didalamnya terdapat beberapa sub bab yang terdiri atas ;

BAB I : Menjelaskan tentang pendahuluan yang didalamnya berisi tentang

latar belakang Masalah, pembatasan dan perumusan masalah,

metode penulisan, tujuan dan manfaat, tinjauan pustaka, dan

sistematika penulisan.

19Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, Yogyakata: Pustaka Jaya, 1995 h 109 16

BAB II : Menjelaskan tentang Asal-usul Masyarakat Betawi dan letak

geografis Masyarakat Betawi serta kebudayaan-kebudayan Betawi

dan kaitannya dengan islam

Bab III : Menjelaskan tentang Seni Topeng Bantlek dari sejarah nya dan

unsur nilai-nilai didalam pertunjukan Topeng Blantek yang berperan

sebagai media sosial, pendidikan, dakwah Islam, dan juga hiburan.

Bab IV : Menjelaskan tentang sejarah berdirinya Sanggar Fajar Ibnu Sena di

Ciledug serta peran tokoh Ras Barkah dalam mengembangakan Seni

Topeng Blantek dan juga perkembangan pertunjukan Seni Topeng

Blantek.

Bab V : Penutup yang berisikan tentang Kesimpulan dari hasil penelitian.

BAB II

ASAL-USUL MASYARAKAT BETAWI

A. Asal-Usul Kata Betawi dan Sejarahnya Suku Betawi

1. Asal Usul Kata Betawi

sebelum menjelaskan sejarah asal usulnya Betawi penulis terlebih dahulu menjelaskan asal usul kata Betawi, ada banyak versi tentang asal usul kata

Betawi. Yang pertama, kata “Betawi” berasal Batavia juga dipertanyakan kebenarannya karena vocal ia dalam logat Betawi tetap diucapkan ia,misal rupia, mulia, rumbia tidak menjadi rupi, muli atau rumba. Begitu pula tidak terjadi perubahan konsonan huruf p,v dan f menjadi w, kecuali b yang dapat berubah menjadi w seperti bates menjadi wates. Tidak mungkin Batavia menjadi Betawi.

Dalam kalimat bahasa Arab pun Batavia tertulis bat a fa alif ya sedangkan Betawi tertulis bat a alif waw ya.20 Diucapkan berulang-ulang pun kata Batavia tidak menjadi Betawi. Karena yang menyebutkan bahwa nama Betawi Cuma berasal dari plesetan saja. kata Betawi = Batavia yang susah di ucapkan oleh penduduk lokal saat itu. Kata Batavia berasal dari nama yang diberikan oleh JP. Coen untuk kota yang harus di banun pada awal kekuasaan VOC dijakarta pada abad ke-19.

Versi kedua menyebutkan bahwa kata Betawi berasal dari kata “Bau tai” juga sangat tidak rasional dan ilmiah. Hal itu muncul secara tiba-tiba ketika para penjajah Belanda melewati kota Batavia dan tercium aroma kotoran atau ketika para pejuang melempar kotoran kearah pasukan penjajahan. Kemudian berteriak

20Ridwan Saidi, Riwayat dan tempat-tempat lama di Jakarta, Perkumpulan Renaissance Indonesia, Jakarta, 2010, hal 60-61

17 18

“mambet tahi !!!”(Bau Tai) dari teriakan itu lah kemudian lahir nama Betawi, kisah ini menjai terkenal dan terdapat dalam dongen-dongeng tradisional jawa seperti Babad Tanah Jawidan kitab Serat Baron Sakender disebutkan bahwa Kota

Batavia yang dapat dibagi menjadi dua kata yakni kata yahi dan intan.

Versi ketiga kemungkina ada tiga kata asal nama Betawi. Pertama berasal dari

Pitawi, bahasa Melayu Polynesia Purba yang berarti larangan. Perkataan ini mengacu pada komplek pembangunan yang sangat dihormati di Batu Jaya (Pakis,

Jaya, Karawangan). Kedua, Betawi berasal dari bahasa Melayu Brunei Betawi yang diartikan giwang. Dalam ekskavasi di babelan Bekasi banyak ditemukan giwang dari abad 11 M. Keempat, Betawi berasal dari Flora guling Betawi cassia glauca, family papillonnaceae. Ini jenis tanaman perduyang kayunya bulat, guling. Kayunya mudah diraut dan kokoh sehingga banyak digunakan untuk ganging keris dan pisau. Kemungkinan yang kempat lah kata betawi ini berasal dari jenis tanaman yang disebut guling Betawi yang banyak tumbuh di Nusa

Kelapa (Sunda Kelapa/ Batavia) tanaman ini juga tumbuh di pulau jawa dan

Kalimantan yang di Kapuas Hulu Klaimantan Barat tanaman ini di sebut bekawi.21

Ada perbedaan pengucapan kata "Betawi" dan "Bekawi" pada penggunaan kosakata "k" dan "t" antara Kapuas Hulu dan Betawi Melayu, pergeseran huruf tersebut biasa terjadi dalam bahasa Melayu.22 Kendati tiga kemungkinan yang digulirkan Ridwan Saidi tersebut masih perlu diteleti lagi lebih dalam akan tetapi kata Betawi pertama kali muncul dalam Babad Tanah Jawa kemudian pada dokumen tertulis dalam testamen Nyai Inqua, janda Souw Beng Kong.

21 Ibid,. 22 22Emot Rahmat Taendiftia et. al, Gado-Gado Betawi : Masyrakat Betawi dan Ragam Budayanya, Jakarta: Grasindo, 1996. Hal 19

Betawi termasuk delapan besar suku-suku bangsa Hindia Belanda. Batavian dalam naskah Eropa adalah orang-orang Belanda yang berdiam di kota Inten.23

Kemungkinan nama Betawi yang berasal dari jenis tanaman pepohonan ada kemungkinan benar. Menurut Sejarahwan Ridwan Saidi Pasalnya, beberapa nama jenis flora selama ini memang digunakan pada pemberian nama tempat atau daerah yang ada di Jakarta, seperti Gambir, Krekot, Bintaro, Grogol dan banyak lagi. "Seperti Kecamatan Makasar, nama ini tak ada hubungannya dengan orang

Makassar, melainkan diambil dari jenis rerumputan".24 Kemudian juga penggunaan kata Betawi sebagai sebuah suku yang pada masa hindia belanda, diawali dengan pendirian sebuah organisasi yang bernama Pemoeda Kaoem

Betawi yang lahir pada tahun 1923.25

2. Sejarah Asal Usul Betawi

Terlepas dari perdebatan asal-usul kata Betawi selanjutnya mengenai sejarah asal-usul Masyarkat Betawi yang diawali oleh orang sunda (mayoritas), sebelum abad ke-16 dan masuk ke dalam kerajaan Tarumanegara yang berdiri sejak abad ke-

5 masehi.26 serta kemudian pakuan pajajaran orang Protugis sering menyebut

Qumda. kerajaan ini didirikan pada masa pemerintahan Sribaduga Maharaja pada

23 Ibid., hal 96-97 24 Knoerr, Jacqueline Im Spannungsfeld von Traditionalität und Modernität: Die Orang Betawi und Betawi-ness in Jakarta, Zeitschrift für Ethnologie 128 (2), 2002, hal. 203–221 25 ibid 26 Sugimun, Jakarta Dari Tepian Air Ke Kota proklamasi, Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah Jakarta, 1988. Hal. 31 20

abad ke-14 Masehi27. Selain orang sunda, terdapat pula pedagang dan pelaut asing dari pesisir utara jawa, dari berbagai pulau Indonesia Timur, dari Malaka di

Semenanjung Malaya, bahkan dari Tiongkok serta Gujarat di India.

Selain itu, perjanjian antara Surawisesa (raja kerajaan sunda) dengan Henrigue

Leme utusan Gubenur Malaka Portugis Jorge d‟Albuqquerque pada tanggal 21

Agustus 1512, bangsa Portugis mendapat izin mendirikan pos perdagangan di

Sunda Kelapa dan Raja Penjajaran bersedia menukar berkapal-kapal lada dengan barang-barang Portugis. Sebagai tanda Persahabatan, Raja Penajajran berjanji setiap tahun akan menghadiahkan 1000 karung lada untuk Raja Portugis.28 kemudian Raja Pajajaran membolehkan Portugis untuk membangun suatu komunitas di Sunda Kalapa mengakibatkan perkawinan campuran antara penduduk lokal dengan bangsa Portugis yang menurunkan darah campuran portugis. Protugis bukan bangsa asing yang pertama yang berdagang di Nusantara.

Berabad-abad sebelumnya bangsa Cina dan Arab sudah biasa mengangkut rempa- rempah untuk di perdagangakan ke Eropa.29

Pada 30 Mei 1619 VOC kota Jayakarta berhasil direbut oleh VOC dibawah pimpinan Jan Pieterzoon Coen, sebelumnya Sunda Kelapa telah dikuasai oleh fatahillah, yang berhasil menyerang dan mengusir armada Protugis di Bandar

Kelapa maka panglima Demak tersebut merubah nama Sunda Kelapa Menjadi

27 Ayat. Rohaedi. Tarumanegara dalam Sejarah Jawa Barat dari Masa Prasejarah hingga Masa Penyebaran Agama islam. Bandung : proyek Peningkatan Kebudayaan Nasional Propinsi Jawa Barat, 1975. Hal 31 28 Hoesein Djajadiningrat, Tinjauan Kritis Tentang Sejarah Banten, Jakarta: Djambatan, 1983. Hal 81 29Muhadjir, Bahasa Betawi: Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2000. Hal 38 21

Jayakarta30 yang berarti Kemenangan Murni,31 peristiwa tersebut dikarenakan merasa perjanjian antar Portugis itu sebagai bom waktu, ancaman dan hambatan besar bagi perdagangan dan politik kerajaan Islam Demak.32Fatahillah adalah tentara muslim pertama yang menaklukkan Banten dan kemudian mengusai Sunda

Kelapa dari Pajajaran pada tahun 1527.33 Kemudian setelah Jayakarta telah dikuasai oleh VOC. Jan Pieterzoon Coen membangun kota baru di atas reruntuhan itu dan diberi nama Batavia, dan dijadikan sebagai pusat Kolonial Belanda di

Indonesia seja itulah Brlanda mulai membangun kota Batavia dengan gaya Barat.

Untuk itu Coen mendatangkan budak dari berbagai penjuru Nusantara, juga dari luar, seperti Arakan (Burma), Andaman, dan Malabar (India). Selain itu kedatangan orang-orang mendapat sambutan yang baik oleh VOC, orang Cina ini tidak hanya berfungsi sebagai pedagang tetapi juga sebagai petani penggarap tanah di wilyah Onmelanden (daerah pedalaman sekitar Batavia).34

VOC menjadikan Batavia sebagai pusat kegiatan niaganya, Belanda memerlukan banyak tenaga kerja untuk membuka lahan pertanian dan membangun roda perekonomian kota ini. Ketika itu VOC banyak membeli budak dari penguasa Bali, karena saat itu di Bali masih berlangsung praktik perbudakan.

Hanya orang-orang Belanda dan para pegawai serta budak-budaknya saja yang

30 Anwarudin, Harapan, Sejarah, Sastra, dan Budaya Betawi, Jakarta: APM, 2006. Hal 15 31 Nama tersebut terinspirasi dari ayat al-Qur‟an Inna Fatahna Laka Fathan Mubinna (surat al-Fath, ayat 1) dan kemenangan Rasullah atas Makkah pada bulan Ramadhan 8 Hijriah/ Januari 630. Dalam buku Soekanto, Dari Djakarta ke Djakarta, Jakarta: Penerbit Soeroengan, 1954. Hal 60 32 Sejarah Daerah DKI, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1978. Hal 32 33 R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, jilid ke-3, Jakarta: Kansius, Yogyakarta, 1973. hal 56 34 Abdul Aziz, Islam dan Masyarakat Betawi, Jakarta: Loggos, 2002. Hal 11-13 22

boleh tinggal didalam kota Batavia. Kota itu dikelilingi oleh pagar dan tembok besar yang tinggi dan kokoh.

Dalam perkembangannya, nama Jayakarta pun berubah menjadi Jakarta, dan kemudian ditetapkan pemerintah sebagai ibu kota negara Republik Indonesia, pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat perindustrian, serta pusat kebudayaan. Sedangkan tanggal 22 Juni, yakni tanggal direbutnya kembali Sunda

Kelapa oleh Fatahillah, ditetapkan sebagai Hari Jadi Kota Jakarta. Setiap Tanggal tersebut, Seluruh warga Jakarta memperingati hari jadi kotanya dengan berbagai atraksi dan acara yang meriah.

B. Masyarakat Betawi dan Letak Geografisnya

1. Masyarakat Betawi

Masyarakat Betawi adalah suatu kelompok masyarakat dengan identitas etnis dan budaya yang terbentuk berdasarkan perpaduan beberapa suku bangsa dengan budaya dan adat istiadat yang berbeda. Dari masa ke masa masyarakat Betawi terus berkembang dengan ciri budaya yang kian hari kian mapan sehingga mudah dibedakan dengan kelompok etnis lain.

Penduduk asli kota Jakarta yaitu masyarakat Betawi. Secara sepintas masyarakat Betawi yang sudah Modern, seperti yang kita lihat di Jakarta sekarang ini, sulit dibedakan dari masyarakat suku lainya. Mereka mengalami kemajuan mengikuti perkembangan zaman. Ciri masyarakat Betawi yang paling menonjol adalah terbuka mudah bergaul, serta kerukunan masyarakatnya yang pada umumnya bernafaskan Islam. 23

Sejarah terbentuknya masyarakat Betawi di Jakarta berjalan sangat panjang, sepanjang perjalanan sejarah terbentuknya kota Jakarta. Pada umumnya orang

Betawi sendiri tidak mengetahui mite atau legenda yang menceritakan asal-usul tentang diri mereka. Di Desa , Kecamatan , Jakarta Timur, dikenal cerita yang mengisahkan orang Betawi sebagai keturunan pria Demak yang menikah dengan wanita Cina. Kalaupun tidak seluruh orang Betawi sendiri mengerti asal-usul mereka, ada beberapa sarjana yang concern dengan sejarah terbentuknya orang Betawi.

Milone dan L.Castle memiliki titik tolak yang sarna dalam mencari asal-usul orang Betawi. Milone, dalam disertasinya Queen of the East: The Metamorphosis of a Colonial Capital, mengatakan orang Betawi terbentuk dari beberapa kelompok etnik yang percampurannya dimulai sejak zaman kerajaan Sunda,

Pajajaran, dan pengaruh Jawa yang dimulai dengan ekspansi Kerajaan Demak,

Pencampuran etnik tersebut dilanjutkan dengan pengaruh-pengaruh yang masuk setelah abad ke-16, dimana VOC turut mempunyai andil dalam proses terbentuknya identitas orang Betawi.

Kutipan buku Jearboek van Batavia (Vries, 1927) dapat menggambarkan bahwa masyarakat Betawi adalah hasil percampuran dari berbagai latar belakang tersebut tetapi bersifat menyatu: Sejumlah 210.000 orang merupakan kelompok yang terdiri dari berbagai suku Gemente Batavia ini. Semula penduduk pribumi terdiri dari suku Sunda tetapi lama kelamaan bercampur dengan suku-suku dari pulau lain, seperti Melayu, Bugis, Ambon, Manado, Timor dan sebagainya. Yang kaum lelakinya menikahi wanita setempat baik untuk waktu lama maupun pendek. 24

Juga orang Eropa, Cina, Arab, Jepang dan sebagainya menyukai wanita-wanita pribumi

2. Geografis Masyarakat Betawi

sumber: peta Betawi www.google.com

Wilayah geografi atau peta bumi adalah daerah tempat berdiam suatu suku bangsa. Tempat berdiam itu berbatas dengan tempat berdiam suku bangsa lain yang biasanya dibedakan dengan bahasa pergaulan yang dipergunakannya.

Wilayah geografi Betawi tidak sama dengan wilayah geografi Jakarta. Wilayah geografi Jakarta adalah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dimanakah letak wilayah tempat berdiam orang Betawi? Orang Betawi berdiam di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Geografinya terletak di antara batas-batas sebagai berikut:

1. Sebelah barat sungai Cisadane

2. Sebelah timur sungai Citarum (bahkan jauh sampai Batu Jaya, Kerawang)

3. Sebelah selatan kaki gunung Salak

4. Sebelah utara laut Jawa. 25

Wilayah tempat orang Betawi berdiam itu meliputi daerah propinsi DKI

Jakarta, daerah propinsi Banten, dan daerah propinsi Jawa Barat. Perinciannya sebagai berikut:

1. Propinsi DKI Jakarta

2. Kabupaten Tangerang

3. Kotamadya Tangerang

4. Kota Tangerang Selatan

5. Kabupaten Bekasi

6. Kotamadya Bekasi

7. Kotamadya Depok

8. Sebagian daerah kabupaten Bogor.

9. Sebagian Kerawang (Batu Jaya, Pakis Jaya)

Secara administratif orang Betawi ada yang menjadi penduduk DKI Jakarta, penduduk kabupaten Tangerang, penduduk kotamadya Tangerang, penduduk kabupaten Bekasi, penduduk kotamadya Bekasi, penduduk kotamadya Depok, dan penduduk kabupaten Bogor.35

Lengkapnya wilayah persebaran Masyarakat Betawi

1. Diseluruh wilayah administrative DKI Jakarta, yang tersebar dalam 30

Kecematan .

2. Diluar Wilayah DKI Jakarta, terdapat di:

35dikutip dari alamat web: http://www.bluefame.com/topic/491752-etnik-suku-betawi/ di akses pada tanggal 30 april 2015 12:13 AM

26

a. Kabupaten Tangerang, yakni dikecematan-kecematan Mauk, Sepatan,

Teluk Naga, Batu Ceper, Ciledug, Cipondoh, Pondok Aren,Ciputat, dan

Serpong.

b. Kabupaten Bogor, yakni di kecematan-kecematan: Gunung Sindur,

Parung Sawangan, Bojong Gede, Semplak, cibinong, Pancoran Emas

Sukma Jaya, Beji, dan Cimangis.

c. Kabupaten Bekasi, yaitu dikecematan-kecematan: Pondok Gede, Jati

Asih, Bekasi Selatan, Bekasi Utara, Bekasi Timur, Bantar Gebang,

Setu, Tambun, Cibitung, Cikarang, Sukatani, Tambelang, pabayuran,

Cabang Bungin, Muara Gembong, Taruna Jaya dan Babelan.

Para peneliti, (Yayah B. Lumintaintang 1980 dan 1985, C.D. Grijns 1983 dan

Muhadjir 1979) berasarkan data lapangan yang didukung oleh hasil sensu penduduk 1971 dan 1980, mengatakan bahwa sebagian besar imigran baru tersebut menanggalkan bahasa asalnya dan menggunakan bahasa Betawi modern

(menurut nama yang diberikan Wallace) sebagai bahasa pergaulan sehari-hari mereka. Keadaan itu seperti mengulang terbentuknya masyarakat asli Betawi yang terbentuk oleh pendatang dari berbagai suku dan bangsa. Kini masyarakat Betawi asli/ kelahiran Jakarta itu pun bersama bergabung dengan para pendatang baru yang juga berasal dari berbagai suku, menjadi masyarakat metropolitan Jakarta dengan bahasa melayu Jakarta sebagai wahana komunikasinya.36

Dari komposisi penduduk Jakarta sangat beragam terdiri dari beberapa entitas etnis yang mendiami wilayah di DKI Jakarta (masyarakat lokal) diantaranya

36Muhadjir, Bahasa Betawi: Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia, 2000. Hal 56-57 27

Sunda, Jawa, China dan penduduk asli Jakarta yang disebut ”Betawi”. Selain entitas etnis dominan tersebut terdapat kelompok etnis besar masyarakat lainnya yang datang dari luar Jakarta, diantaranya etnis Minangkabau, Batak, Manado,

Maluku. Secara geografis Betawi terletak di pulau Jawa, namun secara sosiokultural lebih dekat pada budaya Melayu Islam. Menurut garis besarnya wilayah Betawi dapat dibagi menjadi 3 bagian, yaitu

1. Betawi Udik

Betawi Udik ada dua tipe, yang pertama adalah mereka yang tinggal di bagian

Utara Jakarta, bagian Barat Jakarta dan juga Tanggerang. Mereka sangat dipengaruhi oleh kebudayaan China. Tipe kedua adalah mereka yang tinggal disebelah Timur dan Selatan Jakarta, Bekasi dan Bogor. Mereka sanggat dipengaruhi oleh kebudayaan dan adat istiadat sunda. Mereka berasal dari ekonomi kelas bawah. Kehidupan mereka umumnya lebih bertumpu pada bidang pertanian. Tarap pendidikan mereka sangat rendah bila dibandingkan dengan orang Betawi Tengah dan Betawi Pinggir. Peran agama islam dalam kehidupan sehari-hari orang Betawi Udik berbeda dengan peran agama dalam kehidupan orang Betawi Tenggah dan Betawi Pinggir. Pada kedua kelompok Betawi yang disebut terakhir agama islam tetap memegang peran yang sangat penting dan menentukan dalam tingkah laku pola kehidupan mereka sehari meskipun cara mereka sudah lebih modern dibandingkan kelompok yang udik. Namun kini telah terjadi perubahan dalam pola pekerjaan dan pendidikan orang Betawi Udik.

Secara perlahan-lahan tingkat dan pola pekerjaan maupun pendidikan mereka telah mendekati orang Betawi tengah dan orang Betawi pinggir. 28

2. Betawi Tengah

Mereka yang termasuk Betawi Tengah adalah mereka yang dalam perkembangan Betawi awal menetap dibagian kota Jakarta dahulu yang di namakan keresidenan Batavia dan sekarang termasuk Jakarta Pusat. Lokasi ini merupakan bagian dari kota Jakarta yang paling urban. Bagian inilah yang dalam tahap-tahap permulaan kota Jakarta di landa arus urbanisasi dan modernisasi dalam skala yang tinggi. Salah satu akibatnya adalah orang Betawi yang tinggal di daerah ini paling tinggi tingkat kawin campurannya di banding orang Betawi yang tinggal di pinggir kota Jakarta ataupun suku-suku lain di Jakarta. Berdasarkan tingkat ekonomi mereka orang Betawi yang tinggal di tengah-tengah kota Jakarta bisa di bedakan menjadi orang “gedong” dan orang “kampung”. Pemberian istilah ini tampaknya hanya didasarkan pada tempat tinggal mereka. Dalam adat Betawi, keberadaan orang “gedongan” di sadari atau tidak kurang di akui oleh orang

Betawi kampung. Sebab gaya hidup mereka dianggap bukan merupakan bagian dari tradisi orang Betawi asli.

3. Betawi Pinggir

Orang Betawi Pinggir cenderung menyekolahkan anak-anak mereka kepesantren-pesanten. Karena itu, sebagaimana ditulis pada bagian depan buku ini, orang Betawi Pinggir menolak bila mereka dianggap dalam bidang pendidikan, sebab mereka mempunyai prioritas pendidikan tersendiri yaitu pesantren. Bagi orang Betawi pinggir pendidikan formal yang mereka ikuti adalah sekolah-sekolah umum. Namun ini tidak berarti pendidikan agama dilupakan.

Bagi mereka pendidikan agama sudah merupakan bagian yang penting bagi 29

kehidupan mereka. Proses bermasyarakat sudah menyatu dan tidak dapat di pisahkan dari kehidupan beragam. Ini sedikit berbeda dengan orang Betawi

Pinggir.

Mereka secara khusus memberikan perhatian pada kehidupan beragama dengan menyekolahkan anak-anak mereka pada lembaga-lembaga pendidikan yang bernapaskan Islam. Untuk itulah mereka menyekolahkan anak-anak mereka di pesantren-pesantren secara umum, dalam ketiga kelompok Betawi itu, khususnya kelompok Betawi Pinggir, nilai-nilai islami menempati porsi paling tinggi.

3. Bahasa Masyrakat Betawis

Bahasa Betawi merupakan salah satu variasi bahasa Melayu lokal yang berjumlah puluhan di Indonesia, sedangkan bahasa Melayu sendiri juga hanya satu anggota dari ratusan bahasa daerah yang hidup di Indonesia. Untuk mengenal lebih baik tempat bahasa Betawi diantara bahasa lokal lainnya, baik sebagai salah satu anggota bahasa Melayu lokal, maupun dalam hubungan bahasa Melayu dengan ratusan bahasa daerah lainnya.37

Masyarakat Indonesia terbagi-bagi berdasarkan kelompok-kelompok suku dan bahasa. Tiap anggota kelompok biasanya bersifat dwibahasawan atau multibahasawan. Misalnya, orang Madura selain mengusai bahasa Madura, juga dapat berbahasa Indonesia. Demikian juga masyarakat Jakarta, seorang penduduk asli yang turun-temurun tidak meninggalkan Jakarta mengusai melayu lokal,

37 Muhadjir Ed, Bahasa Betawi: Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2000. Hal 5 30

dalam hal ini Melayu Betawi.38 Disamping itu juga bahasa nasional Indonesia, ia juga seorang dwibahasawan.untuk sebagaian masyarakat Jakarta pendatang, khususnya yang masih mempunyai hubungan yang jelas dengan suku asalnya, ia masih juga menguasai bahasa sukunya atau bahasa lokal, tempat asalnya disamping bahasa Betawi dan bahasa nasional Indonesia, jadi ia seorang multibahasawan.

Bahasa Betawi tentu mempunyai perbedaan dengan dialek-dialek areal

Melayu lainnya, seperti dengan dialek Melayu Manado. Lalu karena wilayah penggunaan dialek Melayu Betawi ini cukup luas, dari Tanggerang disebelah barat, ciputat dan Gandaria disebelah selatan, Bekasi-Tambun disebelah timur dan pantai utara Jakarta di sebelah utara, maka bahasa Betawi ini pun mempunyai perbedaan baik dalam lafal maupun dalam sejumlah kosakata.seperti dalam tabel berikut:

Bentuk Kata Pelafalan

Dekat Deket

Apa apa, ape, apah

Murah mure, mura, murah

Kerbau kebo

Tapai tape

Hitam item

Hutan utan

38 Ibid. hal 9 31

Subuh subu

Hakim Hakim

Kenyang Kenyang

Beberapa macam logat39 dan bunyi bahasa Betawi . dewasa ini, Jakarta dan sekitarnya habis di obrak-abrik untuk pembangunan dan penduduk Betawi sudah habis kocar-kacir dari tenmpat semula. Namun, adanya logat-logat itu masih bisa ditemukan di sembarang tempat di wilayah Jakarta dan sekitarnya.40 Bahasa

Betawi tampaknya lebih sebagai bahasa lisan, bahasa percakapan (kolokial) daripada bahasa tulis. Kalau orang Betawi menulis apalagi yang bersifat formal dia akan berusaha menggunakan bahasa Indonesia. Namun bahasa lisan atau percakapan masyarakat Betawi kita banyak mendapati bentuk-bentukkontraksi, yakni bentuk sebagai hasil penggabungan dua buah kata atau lebih. Misalnya, bentuk-bentuk berikut:

Bentuk Kontraksi Bentuk Utuh

Kullima pukul lima

Sengatuju setengah tujuh

39 Menurut catatan Chaer 1976 dan 2009, ada empat macam variasi lafal dari empat macam subdialek, sebut saja logat. Logat pertama dulu dituturkan oleh penduduk Betawi daerah Petamburan dan . ,mereka melafalkan bunyi {a} atau {ah} pada akhir kata menjadi bunyi {ə}, logat yang kedua dulu dituturkan oleh penduduk Betawi di dearah , dan Kebun Sirih. Mereka melafalkan bunyi {a} atau {ah} pada akhir kata menjadi bunyi {è}, kemudian, logat keempat yang dulu dituturkan oleh penduduk Betawi di daerah Karet dan Kuningan. Mereka melafalkan bunyi {a} pada akhir kata menjadi bunyi {è} dan melafalkan bunyi {ah} pada akhir kata menjadi bunyi {a}dan yang terakhir logat keempat dulu dituturkan di daerah pinggiran yang sangat luas dari Tanggerang, Ciputat, Gandaria, Pondok Gede dan Bekasi. Mereka tidak mengenal bunyi {è}. 40 Abdul Chaer, Folklor Betawi Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, Jakarta: Masup Jakarta, 2001.hal 14-15 32

Sabanari saban hari

Kanasin ikan asin

Gakade enggak ade

Dalam sejarah perkembangan bahasa Betawi banyak menerima sumbangan kosakata dari bahasa Arab, bahasa Arab, bahasa Belanda, bahasa Cina dan bahasa-bahasa Nusantara lainnya. Yang harus pertama diingat sebelum berbahasa percakapan non-formal daripada bahasa percakapan formal. Percakapan non- formal. Bagi orang Betawi menggunakan bahasa Betawi itu merupakan bahasa ibu atau bahasa pertama mereka.

Pada masa pra Sumpah Pemuda bahasa Indonesia yang masih disebut bahasa

Melayu menjadi alat komunikasi atau bahasa yang sering dipergunakan di dalam pergaulan sehari-hari antara suku-suku bangsa Indonesia atau antara bangsa

Indonesia dan bangsa asing sehingga bahasa Melayu adalah menjadi semacam jembatan yang mengakrabkan pergaulan dan memesrakan hubungan antara suku- suku bangsa dari berbagai daerah Indonesia.41

Perkembangan selanjutnya terdapat gaya berbahasa Indonesia dengan campuran bahasa Betawi yang disebut "Prokem betawi". Gaya berbahasa ini tidak hanya diucapkan dalam obrolan santai, melainkan telah masuk dalam media surat

41 http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/89/Bahasa-Betawi di akses pada tanggal 29 mei 2016 04:08 pm

33

menyurat seperti gini atau dong, sih serta kata deh. Bahkan media surat kabar yang terbit di Jakarta pun terpengaruh juga dengan prokem Betawi.

4. Mata Pencarian Masyarakat Betawi

Sumber kehidupan masyarakat Betawi pada tempo dulu, setidaknya terjadi sebelum proklamasi kemerdekaan, ketika kiri-kanan jalan antara sampai Bekasi masih berupa sawah padi, ketika kiri-kanan jalan antara petojo sampai Tanggerang masih berupa lading, ketika kiri-kanan jalan antara Cawang sampai Bogor masih berupa lahan dengan pohon-pohon besar, ketika daerah pejompongan masih berupa persawahan dan ketika senayan, kuningan, juga beberapa tempat lain masih berupa pemukiman pendudukan dengan lahannya yang luas penuh ditumbuhi berbagai pohon buah-buahan dan sebagainya.42

Sehingga masyarakat Betawi asli kebanyakan mencari nafkah dengan bertani dan berkebun. Hasil tani atau hasil kebun kemudian mereka jual untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Pada umumnya masyarakat Betawi sekarang hidup mapan dan berkecukupan.

Walaupun hanya tinggal sedikit masyarakat Betawi yang berdiam di pusat kota

Jakarta, beberapa diantara mereka bahkan sudah mengenyam pendidikan tinggi, sehingga dengan demikian mereka pun mampu meningkatkan taraf hidup dengan bekerja sebagai pegawai, bahkan menjadi pedagang besar atau pengusaha.

42 Abdul Chaer, Folklor Betawi Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi, Jakarta: Masup Jakarta, 2001. Hal 231 34

C. Islam dan Kebudayaan Betawi

1. Proses islamisasi di masyarakat Betawi

Islam dan Betawi merupakan hal yang tidak bias dipisahkan. Bahkan sebutan

Betawi hanya bisa digunakan oleh masyarakat Betawi penduduk asli Jakarta yang beragama Islam. Sedangkan yang beragama Kristen secara turun menurun biasanya disebut dengan daerah asalnya, seperti penduduk asli Jakarta yang beragama Kristen yang diduga keturunan Mardjijkers di daerah Tugu Jakarta

Utara disebut orang Tugu dan penduduk asli beragama Kristen di daerah Depok disebut orang Depok atau Belanda Depok.43 Penduduk asli Batavia saat itu kerapkali menyebut dirinya dengan Orang Selam yang merupakan pengucapan setempat untuk Islam.44

Islam memang sudah hadir dan berkembang di Jakarta setelah Fatahillah menaklukkan Sunda Kelapa dari Protugis pada 22 Juni 1527, walaupun hal itu masih menjadi perdebatan karena dibantah oleh Ridwan Saidi yang mengatakan

Islam sudah adab 35 tahun sebelum Fatahillah menaklukkan Sunda Kelapa.

Perdebatan juga muncul bertalian dengan proses awal pembentukan komunitas etnis Betawi, yaitu apakah mereka baru terbentuk sejak pembanguan kembali kota pelabuhan Jayakarta ditangan orang-orang Belana yang kemudian mereka sebut dengan Batavia ataukah jauh sebelumnya, yaitu ketika kota pelabuhan tersebut masih disebut Sunda Kelapa dan berada dibawah kekuasaan raja Sunda Pajajaran yang Hindu kemudian bersambung dengan kekuasaan Banten islam, maka komunitas etnis Betawi telah lama dan berumur tua.

43 Abdul Aziz, Op Cit, hal 75 44 Ibid., hal 29 dan 74. 35

Sejak abad ke-18 ada ulama asal Batavia yang belajar mengajar di Makkah dan

Madinah menggunakan kata “Al-Batawi” dibelakang namanya, seperti Syaikh

Abdurrahman al-Batawi yang sejaman dengan ulama terkenal Muhammad Arsyad al-Banjari sekitar tahun 1710-1812.45 Tetapi hal itu lebih menunjukan tempat asal dari pada edentitas etnis, sebagaimana lazimnya nama ulama Nusantara saat itu, seperti Mahfudz at- Tremasi dari termas, bukan al-jawi yang berarti orang Jawa dan lebih berkonotasi etnik, Hasan Mustafa al-Garuti dari Garut bukan as-

Sundawi yang berarti orang Sunda atau Abdurrauf As-Sinkili dari Singkel bukan

Al-Asyihi yang berarti orang Aceh.46 Tidak dapat dipungkiri bahwa etnis Betawi memiliki ketaatan yang fanatic terhadap ajaran Islam dan perasaan anti Barat yang kuat. Kuatnya pengaruh Islam dan sentiment anti Barat pada pertengahan abad ke-

19 disebabkan oleh perkembangan dakwah Islam yang semakin meningkat terutama dengan munculnya sejumlah ulama dan habib terkemuka Sehingga Islam pada saat itu melebar luas pada masyarakat Betawi.

Ketaatan masyarakat Betawi terhadap agamanya membuat Almarhum prof

Hamka tertarik dan mengaguminya. Dalam suatu seminar, yaitu “Seminar

Perkembangan Islam” di Jakarta pada tahun 1987, ia mengatakan:

“sungguhpun begitu adalah sangat mengagumkan kita, memilik betapa teguhnya orang Betawi atau orang Jakarta memeluk agama Islam. Selama 350 tahun itu, di antara penjajah dengan anak negeri asli masih tetap sebagai “minyak dan air”. Telah bertemu dalam satu botol, namun tidak bisa bercampur. Bagaimanapun keras mengaduk minyak dalam air, sehabis adukan itu, disaat itu mereka berpisah kembali.47”

45 Ibid. hal 73 46 Mengenai kebiasaan ulama Nusantara di Haramain menambahkan nama tempat asal mereka dibelakang nama diri, lihat Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII & XVIII, Akar pembaharuan Islam Indonesia, Kencana, Jakarta, 2005. 47 Hamka, Beberapa Perhatian Tentang Perkembangan Islam di Jakarta, dalam Ridwan Saidi, Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, LSIP, Jakarta, 1994, hal 210. 36

Hamka juga menemukan bukti lain tentang kuatnya orang Betawi memegang agama Islam. Selama 350 tahun dijajah Belanda tetapi jarang sekali terdengar anak Betawi yang masuk Kristen. Kendati orang Betawi hidup dalam kemiskinan dan kekurangan ilmu pengetahuan tetapi jika masuk Kristen adalah aib sekali. Hal itu menolak teori bahwa kemiskinan mudah menjadi kafir. Segala sesuatu telah diderita oleh orang Betawi kecuali menjadi kafir.48

Islam memberi makna eksistensial akan keberadaan orang Betawi pada era penjajahan Belanda. Zikir, ratib, pembacaan manakib Syaikh Saman, mauled

Barjanji serta Diba. Semuanya merupakan ekspresi pengagungan pada Asma

Allah sekaligus pernyataan diri isyhadu bi anna muslimin49 suatu ekspresi teoligis yang nyaris sepi dari politik, kendati demekian penjajah Belanda dibuat tidak berkutik melihat kegigihan dan keberhasilan para ulama dalam menyebarkan

Islam, begitu pula portugis dan penguasa inggris yang merasa khawatir terhadap perkembangan Islam yang bisa membahayakan bagi kelangsungan penjajahan.50

Kemudian masyarakat Betawi dalam beragama Islam paham mengenai Tarekat kurang berkembang di Jakarta, di zaman Belanda walaupun zikir tidak dilarang, tetapi berkumpul terlalu lama tidak di perbolehkan. Sedangkan untuk mengamalkan tarekat, diperlukan waktu berkumpul yang lama. Ulama Betawi secara umum adalah bukan penganut terekat51.

48 Ibid,. hal 211 49 Makna dari kata bahasa Arab tersebut ialah “saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang Islam” 50 Yasmin Zaki Shahab (ed), Betawi Dalam Perspektif Kontemporer, perkembangan, Potensi dan Tantanga, Kebudayaan Betawi, Jakarta, 1997. Hal 96 51 Tarekat secara harfiah berarti jalan, cara atau metode. Dalam tasawuf istilah ini sampai abad ke-11(5H) berarti jalan yang harus ditempuh oleh setiap calon sufi untuk mencapai tujuannya, yaitu berada sedekat mungkin dengan Allah atau berada di hadirat-Nya tanpa dibatasi oleh hijab (dinding yang membatasi mata batin seseorang dengan Allah). Jalan tersebut harus 37

Islam yang hadir di Betawi lebih bermadzhab Syafi‟I dan berpaham Ahli

Sunnah Wal Jama‟ah yang cenderung lebih toleran dan inklusif serta menghargai budaya dan tradisi lokal. Oleh karenanya dapat dipahami bila organisasi Islam mordenis dan Organisasi Islam yang berfaham Wahabi kurang mengakar dikalangan masyarakat Betawi karena organisasi tersebut kerapkali mengecam apa yang dinamakan tahayul, bid‟ah dan khurafat. Kencaman tersebut dalam banyak hal tertuju pada budaya dan tradisi Betawi yang beberapa hal bersentuhan dengan tahayul, bid‟ah dan khufarat.

Berpegang teguhnya masyarakat Betawi dalam memegang ajaran Islam hingga kini tidak dapat diragukan. Hal ini bisa dibuktikan ketika masyarakat Betawi menjadi sangat terusik saat SCTV menayangkan siaran langsung Misa Natal 25

Desember 1999. Pasalnya, masyarakat Betawi tidak bisa menerima para jemat dari “Gereja Betawi” menggunakan busana Betawi yang juga merupakan busana muslim, yaitu baju koko dan peci untuk pria, kebaya dan kerudung untuk wanitanya. H. Irwan Syafi‟I, saat itu ketua lembaga Kebudayaan Betawi, mengatakan bahwa dari dulu orang Belanda jika ke gereja memakai jas dan dasi tidak memakai busanan muslim. Terlebih nama gereja itu, menurut Sejumlah tokoh Betawi dulunya bernama Gereja Pasunda Injil karena sebelumnya berada diwilayah Jawa Barat.52.

Untuk konteks Islam di Betawi, Cheng Ho juga meninggalkan jejak yang sangat penting. Memang tidak langsung, namun jejak ini berimplikasi jauh pada melewati sederetan maqam (tahap) seperti maqam taubat, zuhud, sabar, rida, mahabbah (cinta) dan ma‟rifatullah (mengenal Allah dengan hati nurani). Jika calon sufi telah mencapai maqam ma‟rifatullah maka ia menjadi sufi secara aktual. Tim penulis IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ensiklopedia Islam Indonesia, Djambatan, Jakarta, 1992. Hal 927 52 Alwi Shahab, Robin Hood Betawi, Jakarta: Republika,2001. Hal 94 38

pembentukan sejarah Sunda Kelapa. Seorang anggota rombongannya, yaitu Syekh

Kuro, memutuskan untuk menyiarkan Islam diKarawang. Dari sini kemudian, penyiaran Islam ke Betawi dilakukan. Dengan demikian, menghubungkan

Islamisasi Betawi dengan Syekh Kuro dan Cheng Ho adalah sah dan dapat dipertanggung jawabkan secara historis.Tulisan ini hendak menelusuri peran murid-murid Syekh Kuro dalam proses Islamisasi di Betawi. Murid di sini tidak perlu ditafsirkan secara harfiah yaitu orang yang belajar secara langsung dengan guru tertentu, namun mereka yang mengambil peran yang sama yaitu sebagai penyiar Islam, dan secara historis terhubung. Lewat santri-santrinya yang sebagian berasal dari kalangan ningrat, Islam dengan cepat menyebar di Tanah Sunda.

Meski Prabu Siliwangi tetap beragama Hindu, namun iatidak bisa mencegah keturunannya memeluk agama baru bahkan menyebarkannya.Diperkirakan proses

Islamisasi di Betawi dan sekitarnya terjadi pada abad ke-14 sampai 16.

Kuat masyarakat Betawi dalam memegang teguh ajaran Islam dikarenakan oleh perkembangan dakwah Islam yang semakin meningkat terutama dengan munculnya sejumlah ulama dan habaib terkemuka dalam meyebarkan dan mengembangkan pemahaman tentang ajaran Islam.

Betawi dan Islam memang merupakan dua sisi dari sebuah mata uang.53 Peran

Islam yang signifikan dan pengaruhnya pada setiap lini kehidupan masyarakat

Betawi nampak pada peneguhan identitas Betawi dengan Islam yang terlihat jelas pada proses rekacipta tradisi Betawi yang ramai bermunculan sejak tahun 1970- an.

53Yasmine Z Shahab, Konflik Identitas:Etnis dan Religi, dalam Yasmine Z Shahab, Identitas dan Otoritas : Rekontruksi Tradisi Betawi (Depok, Laboratorium Antropologi FISIP UI, 2004) h 119. 39

Dalam proses rekacipta tradisi Betawi ini nilai Islam semakin ditekankan pada setiap tradisi hasil kreasi anak Betawi. Berbagai upacara keagamaan, kesenian, dan hiburan masyarakat Betawi baik yang asli dalam artian tidak dikurangi atau ditambahkan dengan unsur-unsur luar Betawi, maupun tradisi yang dihasilkan dari proses rekacipta, kesemuanya itu dapat diterima dan diakui oleh seluruh lapiasan masyarakat Betawi apabila tidak bertentangan dengan nilai Islam. Masyarakat

Betawi secara aktif hanya menerima, memilih dan mengakui kreasi baru pada seni dan budaya Betawi yang bernuansa Islam.

2 Kebudayaan Masyarakat Betawi

Kota Jakarta yang merupakan daerah komunitas asli masyrakat Betawi dahulu dikenal sebagai tempat berlabuhnya para saudagar dan pedagang dari berbagai pelosok nusantara bahkan dari berbagai masyarakat asi (luar Betawi), bahkan ada diantaranya yang memutuskan untuk menetap di kota ini. Para pedatang tersebut membawa pula adat-istiadat serta seni budaya dari masing- masing di daerahnya, sehinnga penduduk Kota Jakarta merupakan masyarakat yang heterogen. Adat dan budaya luar tersebut sangat berpengaruh pada adat dan budaya Betawi termasuk didalamnya arsitektur rumah tinggal suku Betawi.

Berkaitan dengan variasi dalam identitas etnik Betawi pada waktu itu adalah adanya variasi dalam kebudayaan Betawi. Beberapa tradisi yang berkaitan dengan upacara-upacara lingkaran hidup, dialek bahasa, ungkapan-ungkapan kesenian, dan berbagai ungkapan simbolik dalan kehidupan sehari-hari memperlihatkan adanya variasi-variasi lokal dalam kebudayaan Betawi 40

berdasarkan atas tempat pemukiman mereka yang berbeda-beda. Secara garis besarnya perbedaan kebudayaan dan identitas karena perbedaan asal tempat pemukiman tersebut dapat dibedakan berdasarkan atas penggolongan wilayah

Jakarta dalam Jakarta Utara, Selatan, Timur, Barat, dan Tengah sampai dengan tahun 50-an, variasi kebudayaan dalam berbagai ungkapannya, diantara wilayah- wilayah Jakarta tersebut masih nampak. Ditahun-tahun sebelumnya, dan lebih- lebih lagi pada tahun akhir abad ke-19 dimana identitas etnik mulai terbentuk, ungkapan-ungkapan keanekaragaman kebudayaan tersebut dapat disimpulkan sebagai lebih bervariasi.

Walaupun nampak adanya berbagai variasi dalam tradisi-tradisi kebudayaan orang Betawi sesuai dengan perbedaan wilayah di kota Jakarta, tetapi sesungguhnya kebudayaan Betawi memperlihatkan adanya kesamaan atau keseragaman dalam perbedaan-perbedaan berdasarkan wilayah-wilayah pemukiman yang berbeda-beda. Keseragaman kebudayaan masyarakat Betawi terwujud karena adanya tema utama dalam kebudayaan yaitu Islam, dan karena adanya bahasa dan pola komunikasi yang sama yang berdasarkan atas bahasa melayu lokal sebagai bahasa pergaulan sehingga perbedaan-perbedaan yang ada dapat dijembatani dan saling disesuaikan.

Masyarakat Betawi merupakan masyarakat Islam yang sangat taat. Mereka sangat menentang adat dan budaya asing diterapkan di tengah-tengah lingkungan mereka jika hal tersebut bertentangan dengan nila-nilai Islam, mereka 41

menyebutnya sebagai sesuatu yang “bid-ah”54 atau “haram”55. Sebaliknya, mereka sangat antusias menerima suatu ada yang bernafaskan Islam, seperti kesenian

Rebana Qasidah, Rebana Tempiring dan sebagainya. Meskipun demikian demikian mereka bukanlah termasuk muslim yang fanatik. Sikap mereka tetap terbuka dan bertoleransi tinggi terhadap penganut agama lain. Dalam artian mereka sama-sama tidak menyinggung masalah SARA dalam pergaulannya. Hal ini berkaitan dengan asal-usul masyrakat Betawi itu sendiri, yang merupakan hasil percampuran dari berbagai etnis yang berasal dari berbagai pelosok negeri untuk berdagang atau bekerja di tanah Betawi.

Kebudayaan orang Betawi ini dikenal melalui bahasa pemersatunya, yaitu bahasa Melayu Betawi. Bahasa ini lahir dan berkembang melalui proses pengedapaan berbagai bahasa seperti Melayu, Sunda, Jawa, Bali, Makassar,

Bugis, Cina, Arab, Belanda, Portugis dan bahasa-bahasa lainnya.56 Setiap bangsa memiliki kesenian maupun kebudayaan tradisionalnya masing-masing Merupakan sebuah kebudayaan yang dihasilkan melalui percampuran antar etnis dan suku bangsa, seperti Portugis, Arab, Cina, Belanda, dan bangsa-bangsa lainnya, dan juga kesenian Betawi merupakan perpaduan seni budaya masyarakat Sunda dan

Jawa. ragam hiasan, seni pertunjukan, corak pakaian, rumah tinggal serta perabot rumah masyarakat Betawi indah dan menarik.57 Dari benturan kepentingan yang

54 Bid-ah Istilah agamislam untuk menyebutkan bahwa suatu pekerjaan atau suatu benda di anggap meragukan apakah hal tersebut halal atau haram 55 Haram adalah istilah agama islam untuk menyebut bahwa suatu pekerjaan atau suatu benda dianggap tidak boleh dikerjaan 56 Danadjaja,j. Manfaat penelitian folklore Betawi, dalam : Wijaya, H. Seni Budaya Betawi Pra Lokal Karya Penggalian dan Pengembangannya, Dinas Kebudayaan, Jakarta. 57 Emot Rahmat Taendifia, dkk. Gado-Gado Betawi ( Masyarakat Betawi Ragam Budayanya) Jakarta: Pt.Grasindo. 1996. Hal 15 42

dilatarbelakangi oleh berbagai budaya. Kebudayaan Betawi mulai terbentuk pada abad ke-17 dan abad ke-18 sebagai hasil proses asimilasi penduduk Jakarta yang majemuk. Menurut Umar Kayam, kebudayaan Betawi ini sosoknya mulai jelas pada abad ke-19. Yang dapat disaksikan, berkenaan dengan budaya Betawi diantaranya bahasa logat Melayu Betawi, teater (topeng Betawi, wayang kulit Betawi), musik (gambang kromong, tanjidor, rebana), baju, upacara perkawinan dan arsitektur perumahan.

Dalam kebudayaan Betawi terlihat jelas pengaruh kebudayaan Portugis, terutama dalam bahasa. Rupanya bahasa Portugis pernah mempunyai pengaruh yang berarti di kalangan masyarakat penghuni Jakarta. Pengaruh Portugis terasa pula dalam seni musik, tari-tarian, dan kesukaan akan pakaian hitam. Budaya

Portugis ini masuk melalui orang Moor (dari kata Portugis Mouro, artinya

"muslim"). Pengaruh Arab itu tampak dalam bahasa, kesenian dan tentunya dalam budaya Islam umumnya. Budaya Cina terserap terutama dalam bentuk bahasa, makanan dan kesenian. Dalam kesenian, pengaruh budaya Cina tercermin, misalnya pada irama lagu, alat dan nama alat musik, seperti kesenian Gambang

Rancak. Pengaruh Belanda terasa antara lain dalam mata pencaharian, pendidikan, dan lain-lain. Hingga saat ini, unsur budaya asing lain dapat dirasakan di sana sini dalam budaya Betawi.58

58 http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/3842/Betawi-Suku di akses pada tanggal 26 Agustus 2015 01:35 pm 43

Ada beberapa seni budaya masayarakat Betawi antara lain sebagai berikut:

1. Musik

Dalam bidang kesenian, misalnya, orang Betawi memiliki seni Gambang

Kromong yang berasal dari seni musik Tionghoa, tetapi juga ada Rebana yang berakar pada tradisi musik Arab, orkes Samrah berasal dari Melayu, Keroncong

Tugu dengan latar belakang Portugis-Arab, dan Tanjidor yang berlatarbelakang ke-Belanda-an. Saat ini Suku Betawi terkenal dengan seni Lenong, Gambang

Kromong, Rebana Tanjidor dan Keroncong. Betawi juga memiliki lagu tradisional seperti "Kicir-kicir".

2. Tari

Seni tari di Jakarta merupakan perpaduan antara unsur-unsur budaya masyarakat yang ada di dalamnya. Contohnya tari Topeng Betawi, Yapong yang dipengaruhi tari Jaipong Sunda, Cokek, tari silat dan lain-lain. Pada awalnya, seni tari di Jakarta memiliki pengaruh Sunda dan Tiongkok, seperti tari Yapong dengan kostum penari khas pemain Opera Beijing. Namun Jakarta dapat dinamakan daerah yang paling dinamis. Selain seni tari lama juga muncul seni tari dengan gaya dan koreografi yang dinamis.

3. Drama

Drama tradisional Betawi antara lain Lenong, Tonil dan Topeng Betawi atau

Topeng Betawi. Pementasan lakon tradisional ini biasanya menggambarkan kehidupan sehari-hari rakyat Betawi, dengan diselingi lagu, pantun, lawak, dan lelucon jenaka. Kadang-kadang pemeran lenong dapat berinteraksi langsung dengan penonton. 44

4. Cerita rakyat

Cerita rakyat yang berkembang di Jakarta selain cerita rakyat yang sudah dikenal seperti Si Pitung, juga dikenal cerita rakyat lain seperti serial Jagoan

Tulen atau si jampang yang mengisahkan jawara-jawara Betawi baik dalam perjuangan maupun kehidupannya yang dikenal "keras". Selain mengisahkan jawara atau pendekar dunia persilatan, juga dikenal cerita Nyai Dasima yang menggambarkan kehidupan zaman kolonial. cerita lainnya ialah Mirah dari

Marunda, Murtado Macan Kemayoran, Juragan Boing dan yang lainnya.

5. Senjata tradisional

Senjata khas Jakarta adalah bendo atau golok yang bersarungkan dari kayu.

6. Rumah tradisional

Rumah tradisional/adat Betawi adalah rumah kebaya.

Masyarakat dan budaya Betawi, termasuk proses migrasi penduduk serta proses akulturasi kebudayaannya Artinya, masyarakat Betawi dan kebudayanya merupakan sebuah potret yang ada dalam lingkaran bingkai kebudayaan nasional.

Karena, sedikit banyak, ia telah memainkan peran pentingnya dalam proses pembentukan dan perkembangan masyarakat serta kebudyaan di Nusantara ini.

BAB III

SENI TOPENG BLANTEK

A. Pengertian Topeng dan Blantek

Sebelum membahas sejarah tentang Topeng Blantek disini sebenernya ada pemisahan kata makna yaitu Topeng dan Blantek yang masing-masing memiliki arti tersendiri yaitu:

Topeng adalah alat penutup muka, pada umumnya dibuat dari kayu atau kertas, menyerupai muka orang atau makhluk lain. Untuk keperluan seni pertunjukan pembuatan topeng mempunyai dua tujuan. Pertama, topeng dapat mengaktualisasikan jalan ceritanya lebih sempurna. Misalnya untuk menggambarkan tokoh baik. Topengnya diberikan warna putih, sedangkan untuk tokoh ganas warna merah yang cocok, dan untuk penjahat warna hitam yang umumnya dipakai. Disamping warna juga diberikan lukisan muka, misalnya untuk tokoh kesatria matanya kecil, hidung mancung, mulut kecil, sedangkan untuk tokoh raksasa matanya besar, hidungnya besar dan lebar, mulutnya lebar sampai gigi-giginya nampak seram. Kedua, para pemain pertunjukan dapat

“menyembunyikan” diri di balik topeng, karena dengan memakai topeng maka penonton tidak mengenenal siapa yang memakai topeng tersebut.

Dengan demikian, maka pemainnya lebih bebas menjalankan tugas permainan dan penonton tidak mudah sentiment terhadap pemain itu sendiri. Agar sebuah topeng tidak mudah terlepas dari pemakainya, ada tali yang mengikatkan topeng kebelakang. Disamping itu ada juga semacam lidah yang digigit oleh pemakainya,

45 46

bila berbicara terpaksa topeng diangkat sedikit. Untuk lebih bebas lagi bila topeng dibuat setengah (sampai atas mulut).

Topeng awalnya diciptakan untuk keperluan upacara religi, sehingga roh dewa atau mahluk halus lainnya yang mukanya tentu lain dari manusia biasanya dapat di ekspresikan dengan baik. Masing-masing daerah memiliki model topeng sendiri dalam menggambarkan tokoh yang dimainkan. Dalam perkembangannya kemudian, topeng menjadi pertunjukan, sehingga gambar topengnya perlu lebih menarik, membuat orang bergembira, bukan lagi harus ditakuti seperti pada masa lalu.59

Penulis menemukan perbedaan dalam mengartikan sebuah Topeng, dalam buku yang saya baca bahwa Topeng adalah sejenis drama rakyat yang memakai kejadian rumah tangga sehari-sehari sebagai themanya dengan penekan pada humor.

Istilah Topeng dipakai, karena sebelum pertunjukan dimulai selalu muncul seorang penari yang menari-nari membawakan tarian-tarianya, yang kemudian disusul oleh seorang laki-laki. Biasanya yang laki-laki bertanya, “Ade ape sih?”, yang dijawab dengan,”Gue lagi nopeng” oleh penari wanita itu, lalu dimulailah pertunjukan Topeng Blantek atau juga bias disebut Topeng Betawi.

Bahasa yang dipakai dalam pertunjukan Topeng ialah bahasa Betawi Ora, yaitu bahasa yang dipergunakan oleh masyarakat Betawi didaerah pinggiran yang sedikit agak berbeda dengan Betawi di Jakarta Pusat. Pakaian yang dipergunakan oleh para pemainnya pakaian biasa, yaitu pakaian yang dikenakan atau dipakai

59 Supartono Widyosiwoyo, Sejarah Seni Rupa Indonesia II, (Jakarta: Universitas Trisakti, 2002)hal. 99-100. 47

sehari-sehari, dengan maksud agar mencerminkan keadaan yang sesungguhnya. panggung yang dipakai berbentuk area, tanpa alat-alat rumah tangga sama sekali.

Tetapi ditengah-tengah area tersebut terdapat sebuah tiang dengan tiga buah lampu minyak dan disekitar tempat itulah pertunjukan dipentaskan.60

Dalam perkembanganya hingga kini memang pertunjukan topeng masih dipentaskan, khususnya di daerah Jakarta pinggiran. Karena terpengaruh oleh kebudayaan sunda, maka pertunjukan Topeng Blantek ini memakai gamelan dan lagu-lagu Sunda dengan campuran bahasa Betawi Ora.61

Sedangkan untuk kata blantek ada beberapa pendapat. Ada yang mengatakan berasal dari bunyi-bunyian musik yang mengiringinya. Yaitu satu rebana biang, dua rebana anak dan satu kecrek yang menghasilkan bunyi, blang blang crek.

Namun, karena lidah lokal ingin enaknya saja dalam penyebutan maka muncullah istilah blantek. Namun, ada juga pandangan dari beberapa tokoh Betawi bahwa kata Blantek merupakan bunyi dari rebana biang dan alat sederhana seperti kayu yaitu “berbunyi blang dan tek”.

Yahya Andi Saputra mengatakan bahwa “Penamaan Topeng Blantek itu diberikan karena pertunjukan tersebut dahulunya menggunakan alat-alat : seperti rebana dan kayu. Jika rebana biang berbunyi blang dan kayu berbunyi tek jadi blang tek atau blantek. Oleh sebab itu dinamakanlah menjadi Topeng Blantek”.62

Atik Soepandi juga menjelaskan bahwa asal-muasal penamaan Blantek, yaitu dari

60 Anwarudin Harapan, Sejarah, Sastra, dan Budaya Betawi, Jakarta, APPM, 2006, Hal.138- 139 61 ibid. 62 Dikutip dari berita jakarta : http://kampungbetawi.com/gerobog/bebulan/menelisik-topeng- betawi/ diakses 28-12-2014 15:37 48

nama rebana biang dan rebana kotek.63 Seiring perkembangan waktu penggunaan rebana biang bergeser pada alat-alat tradisional lain yang digunakan sebagai pengiring Topeng Blantek seperti gamelan, kromong, gong, gendang dan lain-lain, sehingga rebana biang jarang digunakan oleh para seniman.

Pendapat lainnya mengatakan, asal nama blantek berasal dari Inggris, yaitu blindtexs, yang berarti buta naskah. Marhasan (55),64 mengatakan permainan blantek dahulu kala tidak memakai naskah dan sutradara hanya memberikan gagasan-gagasan garis besar cerita yang akan dimainkan.

Istilah Blantek dalam kesenian ini adalah campur aduk, tidak karuan, tidak semestinya atau masih dalam tahap belajar. Blantek dalam arti tidak karuan campur aduk dan tidak semestinya didasari oleh anggapan bahwa kesenian ini dalam penyajiannya memasukkan unsur-unsur kesenian lain seperti rebana, ketuk tilu, dan topeng. Munculnya Blantek berawal dari keisengan bocah angon. Bocah angon merupakan penyebutan untuk anak yang sedang pergi mengembala ternak.

Anak pengembala yang sedang istirahat itu kemudian iseng iseng main Topeng

Blantek. Perkembangan Kesenian blantek pada awalnya diakui sebagai teater topeng tingkat pemula. Namun, seiring dengan perkembangannya seniman blantek, perkumpulan blantek pun bermunculan, seperti di Ciseeng, Citayam,

Bojong Gede, dan Pondok Rajeg.65

63 Atik Soepandi dkk, Topeng Blantek Betawi, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta : 1993. Hal. 14 64 Seorang Tokoh pelestari Topeng Blantek di pangker group. 65 Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI, Ragam Seni Budaya Betawi, cetakan I, Jakarta: Fakultas Ilmu Pengtahuan Budaya, 2012. Hal. 99-100 49

B. Sejarah Topeng Blantek

Seni budaya tradisional merupakan bagian dari kehidupan masyrakat. Sama halnya dengan seni budaya Topeng Blantek yang menjadi bagian dari masyarakat

Betawi dahulu. Masyarakat Betawi yang cinta terhadap seni budayanya, akan peduli pada kesenian tradisionalnya. Setiap seni budaya memiliki sejarah asal-usul terbentuknya budaya tersebut. Sejarah itu juga ada pada asal lahirnya seni budaya

Topeng Blantek. Seni budaya Topeng Blantek yang tercipta dari masyarakat

Betawi dahulu, Awal munculnya seni budaya Topeng Blantek pada zaman penjajahan Belanda, sekitar abad 19. Pada zaman penjajahan Belanda, pergelaran

Topeng Blantek sering dilaksanakan oleh orang-orang Betawi pada saat malam hari. Pada waktu itu pergelaran Topeng Blantek lebih sering dipertunjukkan, karena pada saat itu belum banyak seni budaya yang lahir. Para pemain Topeng

Blantek disebut panjak. Mereka yang memainkan Topeng Blantek pada umumnya adalah orang-orang Betawi. Pergelaran Topeng Blantek saat itu menjadi hiburan rakyat dan para koloni Belanda. Asal nama Topeng Blantek berasal dari kata

Topeng yang artinya sandiwara dan Blaind Teks yang artinya tanpa teks.66 Jadi setiap orang-orang Betawi dahulu menampilkan pertunjukan sandiwara secara spontas tidak menggunakan teks atau naskah cerita dan terkandung nilai-nilai didalamnya yang bersifat universal.

Seni budaya tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia apa lagi masyarakat asli Betawi . Seni budaya Topeng Blantek memiliki asal-usul sejarah dalam masyarakat Betawi. Pada saat awal dibentuknya seni budaya ini merupakan

66 Journal On-line, Topeng Blantek. Tersedia di web http://budaya-indonesia.org/Topeng- Blantek-1/ di unduh tgl : 17 Desember 2014. 14.00 50

seni hiburan yang diminati masyarakat pada saat itu. Walaupun, pada sekarang ini

Topeng Blantek mengalami kemunduran. Kebertahanan Topeng Blantek di

Jakarta salah satunya di pengaruhi oleh adanya sanggar Betawi yang berlandaskan pada kesenian tradisional Topeng Blantek. Peran sanggar juga sangat terkait dengan pemiliknya yang merupakan seniman Betawi. Seniman Betawi merupakan pelopor penggerak pelestarian terhadap seni budaya. Akan tetapi, hal tersebut perlu dibantu dan didukung oleh faktor lain. Seni budaya Topeng Blantek merupakan produk masyarakat Betawi dan sekaligus menjadi media sosial

Betawi.

Sebelum lahirnya Topeng Blantek, pertunjukan Topeng dan Lenong sudah ada. Topeng Blantek lahir karena sisi tolak yang berbeda antara Topeng dengan

Lenong. Saat itu, Lenong merupakan hiburan masyarakat kelas atas. Sedangkan

Topeng merupakan hiburan masyarakat kelas menengah kebawah. Dari kedua faktor itulah, Topeng Blantek lahir untuk menjadi seni budaya yang bersifat universal bagi masyarakat. Oleh sebab itu Topeng Belantek lahir, ketika ada kesenjangan pada masyarakat yang diakibatkan oleh dua faktor tersebut.

Mengenai hal tersebut, Abdurrachiem menegaskan,“Topeng Blantek itu lahir dari sebuah proses keberadaan pertunjukan Topeng dan Lenong. Lenong ditonton oleh masyarakat kelas atas salah satunya tuan tanah. Sedangkan Topeng untuk kalangan masyarakat kelas bawah. Dan Topeng Blantek ada sebagai sisi netral atau penyeimbang. Dalam arti bahwa Topeng Blantek dapat ditonton oleh semua kalangan.”67

67 Abdul aziz, Tinjauan Sosiologi Topeng Blantek Betawi. Hal 3 51

Walaupun demikian, Topeng Blantek menjadi salah satu hiburan rakyat yang berasal dari seni tradisional masyarakat Betawi. Pada awal keberadaannya,

Topeng Blantek dalam pertunjukannya menggunakan obor. Obor di gunakan sebagai alat penerang dalam pertunjukan dan selalu digunakan oleh tokoh Jantuk, karena dahulu Topeng Blantek pertunjukannya selalu dimainkan pada malam hari.

Topeng Blantek berkembang dan disebar luaskan oleh para pedagang keliling jaman dulu, sambil menunggu pagi dan dagangannya laku mereka suka bercerita diantara sundung dagangannya. Sejak jaman dulu, para penggarap Topeng

Blantek kebanyakan bertani dan berdagang pada siang harinya, itupun jika diantara mereka tidak manggung pada malam harinya.

Sejak tahun 1950-an aktivitas Topeng Blantek vakum. Dan mulai tahun 70-an

Pemda DKI Jakarta mulai menggali kembali blantek. Namun setelah banyaknya seni pertunjukan asing masuk, maka kesenian budaya Betawi semakin menghilang dan diantara kesenian budaya Betawi mulai dikenal masyarakat Betawi dan ditayangkan kembali oleh TVRI, serta menjadi akrab kembali. Lebih-lebih

Topeng Betawi dan Topeng Blantek yang disajikan diruang terbuka di halaman dengan arena terbentuk oleh kerumunan para penontonnya hingga merupakan lingkaran atau tapal kuda jika penonton menghadap ke layar tunggal. Dengan bentuk yang demikian, maka posisi pemain dan penonton tanpa batas selama pertunjukan berlangsung. Terkadang terjadi dialog antara para pemain dengan para penonton secara spontan dalam beberapa saat. Pada dasarnya Topeng Blantek dengan Topeng Betawi adalah sama. Perbedaannya terletak pada iringan musiknya. Topeng Betawi diiringi oleh musik Gamelan Topeng berbau gaya 52

Sunda yang ditambah oleh iringan gesekan Rebab, sedangkan Topeng Blantek diiringi oleh Rebana Biang yang terdiri dari 3 buah Rebana (Biang, Ketok,

Kotek).

Pada tahun 1979 diadakan lokakarya dan festival Topeng Blantek Kemudian

Pada tahun 1990 an, Pergelaran Topeng Blantek tidak menggunakan teks, sehingga para pemainnya tidak ada yang membaca teks sebelum pementasan.

Namun, sisi kreatifitas setiap pemain yang menjadi faktor utama untuk menghasilkan sebuah dialog akan tetap sesuai dengan pembagian tugas pemain berdasarkan tema cerita yang ada didalam pertunjukan. Penamaan Topeng merupakan adanya tokoh Jantuk yang selalu menggunakan Topeng. Dahulu beberapa Sanggar Topeng Blantek, banyak memiliki cerita yang menjadi populer pada zamannya, seperti tabel dibawah ini :

Tabel Sanggar Topeng Blantek tahun 1990an68

NAMA SANGGAR PIMPINAN JUDUL NASKAH

Doa Sumiati Warta Bin Selli Bodoh Pinter

Edi Jaya Marta Ketiban Duren

Si Jampang Pengen Jadi Fajar Ibnu Sena Nasir Mupid Gubenur

Kontemporer Jaya Muhasyim Salah Colek

Tema cerita yang sering ditampilkan dalarn pementasan Topeng Blantek tentang tokoh Legenda Betawi, seperti Si Pitung,, Jampang,, Nyai Dasimah dan

68 Atik Soepandi DKK, Topeng Blantek Betawi, (Dinas Kebudayaan DKI Jakarta : 1993) hlm 14 53

lain-lain. Di dalam pertunjukan Topeng Blantek, selain cerita terkadang ditampilkan tari-tarian. Tarian yang dipertunjukkan yaitu Ronggeng Blantek,

Ngarojeng, Yapong, Topeng Tunggal, dan tari Betawi lainnya.

Kesenian Topeng Blantek sekarang ini tidak menggembirakan. Blantek hanya tumbuh dan berkembang di wilayah sekitar Bogor, khususnya di kampung Bojong

Gede, Pondok Rajeg, Citayam, dan Ciseeng. Regenerasi tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Namun, ada seorang seniman yang giat berusaha memperkenalkan dan membawa Topeng Blantek diberbagai pertunjukan seni yaitu Ras Barkah pada eranya Ras Barkah telah membawa kesenian Topeng

Blantek kepuncak kepopulerannyya dalam mengembangakan Kesenian kesenian

Topeng Blantek pada tahun 1994, banyak kesuksesan yang telah dicapai oleh

Ras Barkah terutama membangun yayasan untuk kemajuan kesenian Topeng

Blantek.

Topeng Blantek merupakan hasil budaya masyarakat Betawi yang pada saat ini

“termarjinalkan” oleh situasi. Topeng Blantek belum diketahui sebagian besar masyarakat dan berbanding terbalik jika dibandingkan dengan keberadaan

Lenong. Padahal dalam khazanah kebudayaan Betawi, Topeng Blantek menjadi bagian penting bagi masyarakat Betawi. Karena apa? “Karena didalam pertunjukan Topeng Blantek terkandung aspek moral, agama dan sosiologi masyarakat Betawi itu sendiri”. Contohnya bahwa pada setiap pertunjukannya

Topeng Blantek bersetting sundung dan obor. Sundung pada jaman dulu adalah 54

alat paling berharga bagi masyarakat Betawi dan begitu pula obor adalah simbol perjuangan masyarakat Betawi pada masa itu.69

C. Nilai-Nilai Topeng Blantek Sebagai Media Untuk Masyarakat.

Didalam pertunjukan seni Topeng Blantek Para pemain dan seniman Topeng

Blantek selalu menyampaikan maksud dan tujuan pada pertunjukannya. Nilai yang merupakan tuntunan berarti harus terkandung dalam norma di masyarakat.

Norma sendiri terdiri dari cara (usage), kebiasaan ( folkways ), tata kelakuan

(mores) dan adat istiadat (custom).70 Nilai yang menjadi sebuah tuntunan mempunyai peran penting terhadap kehidupan masyarakat. Nilai bersifat positif ini secara langsung di transfer melalui seni budaya pada masyarakat luas. Nilai yang menjadi tuntunan dapat memberikan sebuah pengamalan dan manfaat juga bagi para seniman dan masyarakat luas. Nilai-nilai umum yang diberikan pada seni budaya adalah estetika dan etika. Nilai estetika dilihat pada seni budaya salah satunya dari segi penampilan dan gerakan-gerakan dalam pertunjukan seni budaya

Topeng Blantek. Nilai etika pada kesenian ini ditunjukan .dengan moralitas, religius, dan karakter.

Nilai-nilai yang terkandung pada sebuah seni budaya Topeng Blantek harus ada dan tetap dipertahankan karena dapat menjadi sebuah tuntunan hidup atau media untuk bermasyarakat. Oleh karena itu, seni budaya Topeng Blantek tidak

69 Dikutip dari berita jakarta : (http://www.beritajakarta.com, 2008.2-2-2012). Diakses pada 28-12-2014 15:37 70 Berita online, warta betawi kumpulan berita betawi, http://abdulazizbudaya.blogdetik.com/ diakses pada 23 juli 2015 09:49 55

hanya sekedar tontonan, akan tetapi secara substansi menjadi sebuah tuntunan di masyarakat luas terutama bagi kelompok masyarakat Betawi dan seniman.

Dalam pertunjukan teater seni Topeng Blantek ini memiliki banyak peran yaitu sebagai media sosial , media dakwah dan sebagai menghibur masyarakat yang menonton pertunjukan tersebut . fungsi dan peran sangat penting disamping untuk menghibur masyarakat dan Topeng Blantek ini didalam pertunjukan dapat unsur unsur dakwah yang isinya nasehat dan ajaran agama maknanya bnyak bagi para penonton pertunjukan seni Topeng Blantek dan juga pertunjukan tersebut sebagai media sosial pada saat penampilan pertujukan dimulai setiap pemain melakukan interaksi menyapa para penonton dengan salam dan pada saat pemain mulai bermain melakuan lakonan atau alur cerita yang lucu sehingga mengajak penonton masyarakatnya tertawa. Adapun peran Topeng Blantek tersebut adalah:

1. Peranan Topeng Blantek Sebagai Media Sosial

Seni budaya adalah bagian dari kehidupan mayarakat dan juga merupakan sebuah media sosial masyarakat. Seni budaya sebagai media sosial yang dihasilkan dari produk sosial untuk menyalurkan aspirasi masyarakat.

Topeng Belantek adalah berperan sebagai media sosial masyarakat Betawi.

Media sosial yang berlandaskan atas nilai-nilai dan merupakan sebuah sarana apreasiasi masyarakat untuk menampilkan sesuatu yang ingin diungkapakan dan disalurkan, melalui pertunjukan. Salah satu yang diungkapkan pada publik dan pemerintah, berisikan kepedulian, kritik sosial yang merupakan bagian dari nilai sosial dalam Topeng Blantek. 56

Topeng Blantek merupakan bagian dari teater Betawi, memiliki fungsi sebagai sarana informasi masyarakat dalam aspek-aspek kebudayaan yang berisi tentang sejarah, aktivitas masyarakat Betawi, dan seni. Aspek tersebut sangat menjadi rujukan isi pada sebuah kesenian .Dalam Topeng Blantek aspek-aspek tersebut saling berkaitan dan juga termasuk hal yang utama dalam pementasan yang terdiri dari latihan adegan, pementasan teater yang menggunakan panggung sebagai medianya. Pada aspek latihan adegan merupakan sebuah kegiatan persiapan yang akan ditampilkan.

Seni topeng belantek merupakan sebuah media sosial. Media yang bersifat untuk semua kalangan masyarakat. Media yang memberikan pesan pada para penonoton.Seni topeng belantek sebagal media sosialisasi menyampaikan pesan melalui isi cerita melalui sebuah teater. Teater merupakan sebuah sarana ekspresi para pemain topeng Belantek untuk menunjukan keterampilan atau keahliannya dalam berseni. Dalam teater menunjukan kemampuan pemain yang diperoleh dan pelatihan bakat dan proses belajar individu yang dimiliki pemain pada seni. Teater pertunjukan kesenian Topeng Belantek memiliki tujuan untuk mentranformasikan nilai pada masyarakat dengan melalui Pertunjukan seni budaya topeng Belantek merupakan repsenasi dan ide, gagasan dan cerita yang disampaikan oleh para pemain dan seniman yang tergabung pada komunitas betawi dalam sanggar, sehingga para penonton dapat mengambil pelajaran dan pesan dan pertunjukan tersebut.

Oleh sebab itu, kesenian Topeng Blantek memiliki peran sebagai media sosial mampu menciptakan hubungan sosial menurut Raymond William, dalam Chris 57

Barker bahwa “budaya meliputi organisasi produk struktur lembaga yang mengekspresikan hubungan sosial, dan bentuk komunikasi anggota masyarakat”.

Kesenian Topeng belantek juga dapat menciptakan interaksi antara seni dengan masyarakat.71 Hubungan interaksi sosial berlanjut pada pemahaman dengan para penonton dan berpengaruh pada masyarakat dalam Goerge ritzer bahwa

“terjadinya proses interaksi sosial harus memiliki sifat pengaruh dan mempengaruhi”.72 Proses sosialisasi yang dilakukan oleh pemain dengan menampilkan cerita yang ingin disampaikan pada masyarakat. Hal tersebut menunjukan proses sosialisasi terwujud melalui adanya hubungan komunikasi melalui perilaku terbuka dan peran seniman dan pemain topeng belantek itu sendiri. Perilaku terbuka dalam hal ini ditunjukan dengan gerakan-gerakan dan adegan yang ditampilkan Seni topeng Belantek itu merupakan sarana menyampaikan sesuatu dalam proses untuk mencapai tujuan. Oleh sebab itu, peran Topeng Blantek sebagai media sosial dapat berperan penting dan memberi manfaat karena didalam pertunjukanya mengandung nilai-nilai yang mudah diserap dan tersampaikan untuk para penonton atau masyarakat Betawi yang meliputi kegiatan atau aktivitas dan kebiasaan kehidupan sehari masyarakat

Betawi.

2. Peran Topeng Blantek sebagai pendidikan

Peran Topeng Blantek sebagai media Pendidikan itu sendiri merupakan proses pembelajaran menuju masyarakat yang bertujuan positif dalam Nurul Zuriah

71 Barker, Chris. 2004. Cultural Studies. Teori dan Praktek. Yoyakarta: Kreasi Wacana. 72 George Ritzer dan Douglas J..Teori Sosiologi Modern.Yogyakarta: Kencana, 2007. Hal 27 58

bahwa “pendidikan yang memberikan hal positif tidak hanya pemberian kognitif, selain itu terdiri dan beberapa unsur-unsur yaitu penanaman moral, etika dan estetika dalam kehidupan.73” Pola pendidikan pada seni topeng belantek rnengarah pada adanya eksistensi dan penyampaian nilai-nilai pada masyarakat dalam Tirtaraharja Umar bahwa “pendidikan itu merupakan sesuatu yang memiliki sifat atau nilai universal dan berlangsung secara terus menerus tidakputus.74 Disetiap pertunjukan Topeng Blantek terdapat pembelajaran untuk penontonnya bahwa pertunjukan Topeng Blantek memberikan hal-hal yang membantu pengetahuan masyarakat atau penonton didalam alur ceritanya menunjukan dan memperlihat nilai nilai yang menjadikan suatu tutunan dalam bermasyarakat ataupun berkelompok karna itu Topeng Blantek bukan hanya tontonan yg menghibur tetapi Topeng Blantek juga bisa menjadi pembelajaran bagaimana cara bersosialisai berkomunikasi dan berinteraksi kepada masyarakat yang menontonnya.

Pengetahuan itu menunjukan adanya tingkat kecerdasan pada para pemain seni topeng belantek.Gagasan atau ide yang ingin disampaikan dikemas dalam cerita atau kisah.Kisah yang diambil dan tokoh dan kehidupan masyarakat Betawi. Hal tersebut menjadikan pengetahuan yang menonjol pada seni Topeng Belantek yaitu sejarah dan Betawi. Pengetahuan sejarah ini bertujuan membahas tentang seni budaya tradisional tempo dulu. Seni budaya Topeng Blantek merupakan peninggalan para seniman dan masyarakat Betawi dahulu.Salah satu pengetahuan sejarah yang terkenal yaitu mengenai cerita si pitung. Pengetahuan sejarah juga

73 Nurul Zuriah. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspek Perubahan. Jakarta: Burni Aksara, 2008. Hal 19 74 Mudji Sutrisno dan Hendarto Putranto. Ibid. Hal 69 59

memiliki tujuan lain pada masyarakat yang merupakan penonton harus peduli dan melestarikan budayanya.

Di dalam buku karangan Poedjawijatha bahwa“pengetahuan adalah sesuatu yang diketahuinya”75 Pengetahuan dalam hal ini bersifat wawasan.Wawasan pengetahuan terhadap kesenian budaya. Para seniman dan pemain harus mampu memahami dan mengerti tentang seni. Pengetahuan yang dihasilkan dan para pemain seni budaya topeng Belantek pada masyarakat salah satunya dengán memberikan sejarah budaya masyarakat Betawi. Hal itu karena Seni topeng

Belantek merupakan bagian dan budaya tradisional masyarakat

Betawi.Pengetahuan yang bersumber pada keingintahuan terhadap sesuatu.Pengetahuan yang merupakan sebuah ide atau gagasan yang ingin disampaikan pada masyarakat.Pengetahuan yang diberikan pada seni budaya ini tidak dengan teori.Namun, pembenian itu bersifat tersirat terhadap masyarakat yang menonton.Pengetahuan itu pun tidak terbatas hanya pada satu aspek, tapi lebih luas.

Pendidikan itu sendiri merupakan proses pembelajaran menuju masyarakat yang bertujuan positif dalam Nurul Zuriah bahwa “pendidikan yang memberikan hal positif tidak hanya pemberian kognitif, selain itu terdiri dan beberapa unsur- unsur yaitu penanaman moral, etika dan estetika dalam kehidupan.76” Pola pendidikan pada seni topeng belantek rnengarah pada adanya eksistensi dan penyampaian nilai-nilai pada masyarakat dalam Tirtaraharja Umar bahwa

75 Poedjawijatna, Tahu dan Pengetahuan: Pengantar Ilmu dan Filsafat. (Jakarta: PT Rneka Cipta, 1983.hlm 19 76 Nurul Zuriah. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspek tf Perubahan. Jakarta: Burni Aksara, 2008. Hal 19 60

“pendidikan itu merupakan sesuatu yang memiliki sifat atau nilai universal dan berlangsung secara terus menerus tidak putus.77 Aspek pengetahuan yang ada pada topeng belantek yaitu mengandung sejarah. Sejarah merupakan bagian dari pendidikan dan pengatahuan. Point pengetahuan sendiri yang satu iniakan mengajak pada masyarakat untuk mencintai dan Iebih peduli akan budayanya.

Sifat tersebut yang ditanamkan pada masyarakat sekarang ini.Jangan melupakan sejarah.

Oleh sebab itu, para pemain seni Topeng Belantek tidak hanya menampilkan keterampilan fisik, akan tetapi dan segi kognitif juga harus menguasai.

Penguasaan pengetahuan yang dimiliki oleh para pemain seni Topeng Belantek merupakan bagian dan sisi kemampuan pada dirinya.Hal tersebut salah satu dan modal budaya pada kesenian tradisional Topeng Belantek. Dan dapat memberikan pembelajaran atau bagi penontonya sehingga sangat berperan jika didalam pertunjukan Topeng Blantek itu ditanamkan pola pendidikan

3. Peranan Topeng Blantek Sebagai Media Dakwah

Topeng Blantek memiliki fungsi bukan hanya sebagai hiburan. Namun Topeng

Blantek berfungsi sebagai alat untuk berdakwah menyebarkan ajaran-ajaran agama Islam, karena Asal mula Topeng Blantek sampai menjadi sebuah pertunjukan berawal dari para pedagang di jajaran wilayah Jakarta di mana terdapat suku Betawi. Para pedagang tersebut yang memperjualkan dagangannya melalui celoteh-celoteh (kata-kata), mempunyai arti atau makna tentang

77 Mudji Sutrisno dan Hendarto Putranto. Ibid, hlm 69 61

penerangan yang memberikan angin positif bagi para [enonton yang melihat, mendengar dan memahami dan tutur kata yang diucapkannya itu, kemudian menjadi sebuah pertunjukan. Pedagang-pedagang tersebut kebanyakan berasal dan kalangan ahli agama Islam yang akhirnya mempergunakan Topeng Blantek sebagai penyebaran agama Islam dan dakwah-dakwah kepada masyarakat.78

Hal itu ditambah dengan iringan lagu-lagu Islami seperti Al Fiqih, Aisyah, dan

Maulana. Sedangkan lagu hiburan, salah satunya Jali-jali. Pada konteks lain nama

Topeng Blantek diambil dari alat musik rebana biang dan kotek sebagai iring- iringan pertunjukannya. Namun seiring perkembangan waktu penggunaan

Rebana Biang bergeser pada alat-alat tradisional lain yang digunakan sebagai pengiring Topeng Belantek seperti Gong, Gendang dan lain-lain, sehingga Rebana

Biang jarang digunakan oleh para seniman. Alat-alat tradisional tersebut sebagai pelengkap dalam kesenian topeng belantek.

Adanya nilai religious yang terkandung pada seni Topeng Blantek, hal ini ditunjukkan dari sisi kaum Betawi yang selalu menggunakan songkok dan kain sarung pada penampilannya. Songkok dan sarung merupakan simbol umat Islam yang sangat kental pada kaum Betawi. Pada seni budaya Topeng Blantek adanya tokoh Jantuk juga diidentikkan dengan tokoh agama. Karena Tokoh sentral tersebut yang merupakan ciri khas Topeng Blantek selalu memberikan nasihat- nasihat diakhir acara pementasan Topeng Blantek. Nasihat-nasihat tersebut mengandung unsur-unsur agama yaitu tentang kejujuran, kebaikan untuk selalu beribadah dan lain-lain. Pada pergelaran Topeng Blantek yang terkadang selalu

78 Ungkapan dari Nasir Mupid di jurnal : jurnalsenibudayajakarta.blogspot.com/2013/10/apresiasi-seni-budaya-topeng-blantek.html( diakses pada 28-12-2014 15:37) 62

diiringi dengan musik-musik tradisional yang bernuansa Islami. Nilai religius pada Topeng Blantek memberikan warna terhadap seni budaya Topeng Blantek.

Para seniman Betawi yang juga pemain Topeng Blantek dalam membuat tema yang dibuat harus memiliki sisi agama.79 Sehingga pada pertunjukan seni Topeng

Blantek memberikan peran yang sangat bermanfaat untuk penonton khususnya masyarakat Betawi islam.

Selain itu, dari simbol warna-warna topeng (merah, putih, dan merah jambu) yang digunakan dalam pentas dianggap memiliki nilai filasofis yang tinggi, sehingga dianggap sangat sacral. Bahkan dahulu, pertunjukan topeng diawali dengan pelaksanaan ritual ngukup.80 Memang pertujuan Topeng Blantek biasanya dimaksudkan sebagai kritik sosial atau untuk menyampaikan nasihat nasihat tertentu kepada masyarakat. Cara menyampaikan kritik atau nasihat tersebut biasanya dilakukan lewat banyolan-banyolan yang halus dan lucu, agar tidak dirasakan sebagai suatu ejekan atau sindiran. Itulah sebab kesenian ini mempersyaratkan para pemainnya mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup tinggi.81

4. Peran Topeng Blantek sebagai media Hiburan

Pertunjukan Topeng Blantek kerap menjadi hiburan masyarakat saat hajatan pernikahan, sunatan dan syukuran lainnya, memang sangat menghibur ketika

79 warta betawi kumpulan berita betawi http://abdulazizbudaya.blogdetik.com/ (diakses pada 14-12-2014 0:56) 80 Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI, Rupa Gaya Ras Betawi, cetakan I, Jakarta: Fakultas ilmu budaya universitas Indonesia, 2012. Hal 72-73 81 Jurnal online, Apresiasi Seni Budaya Topeng Blantek, http://issuu.com/abdulaziz985/docs/buku_ajis_2 diakses pada 09-10-2015 12:35 63

masyarakat menonton pertunjukan dan melihat kelucuan para pemain yang memainkan lakon alur cerita memperlihatkan lelucuan yang mengundang tawa para penontonnya, para pemain pun sangat interaktif membawakan cerita dari gaya, watak, prilaku sesuai perannya masing-masing. Keluar masuk peran merupakan keluar masuk pemain kedalam perannya untuk keluar menjadi diri sendiri dan kembali masuk menjadi peran yang dimainkan pemain.Pemain dapat keluar dan perannya saat situasi tertentu dan masuk kembali ke dalam perannya ketika melanjutkan ceritanya.

Ciri khas lelucon teater rakyat terutama tradisi Betawi yang sering menggunakan metode keluar masuk peran secara spontanitas dan naluri pemain tradisi tersebut.Keluar masuk peran bisa terjadi kapan saja pemain mau, apabila pada situasi tertentu pemain dapat menghidupkan cerita tersebut dengan metode keluar masuk peran tersebut. Misalnya ketika seorang tokoh Jantuk menggunakan

Topengnya, maka tokoh Jantuk tersebut sedang berperan menjadi tokoh Jantuk, namun ketika tokoh Jantuk tidak menggunakan topengnya maka tokoh Jantuk sudah berperan sebagai tokoh lain, misalnya menjadi tokoh Bapak, atau tokoh yang terpenting dalam cerita tersebut. Media Ekpresi Yang Digunakan Tokoh

Jantuk tentunya menggunakan media ekspresi berbentuk Topeng Jantuk. “Dalam

Topeng Blantek tokoh Jantuk diharuskan menggunakan topeng berkarakter tokoh

Jantuk”,82 tokoh yang harus menggunakan topeng dalam Topeng Blantek adalah tokoh Jantuk. Ketika pertunjukan dimulai, tokoh Jantuk sebagai pembuka narasi

Topeng Blantek menggunakan topeng, namun pada saat cerita pertunjukan

82 Ungkapan seorang Pemimpin sanggar fajar ibnu sena. 64

berjalan, pemeran Jantuk dapat membuka Topengnya dan dapat berperan sebagai tokoh lain dengan tanpa menggunakan Topeng Jantuk.

Perlunya pemaknaan dan Pemahaman merupakan titik awal dalam mempelajari sebuah sesuatu, seperti seni kebudayaan Topeng Blantek, Pemahaman penafsiran terhadap sesuatu berdasarkan rasionalitas. Pemahaman atau Verstehen terhadap sesuatu berdasarkan sikap rasionalitas dan subyektifitas.83 Artinya bahwa pemahaman individu terhadap sesuatu hal berbeda-beda tergantung dari sisi rasionalitas dan sudut pandang individu tersebut.

Dilihat bagaimana ceritanya Topeng Belantek pada tema Si Pitung atau tema yang lainnya selalu memperlihatkan cerita seperti kehidupan sehari-hari namun didalam cerita atau tema-tema yang kita tampilkan mengandung makna maupun nilai untuk diserap dan berguna bagi penonton maupun masyarakat khususnya

Betawi yang sangat tau bahasa dari yang kita tampilkan.”84 Nilai-nilai didalam masyarakat digolongkan menjadi 2 macam yaitu, nilai inti dan nilai peri-peri.

Nilai inti adalah nilai-nilai universal, sedangkan pada nilai peri-peri adalah nilai alternative.85 Nilai universal tersebut pengertiannya nilai yang dapat diterima terdiri dari nilai sosial, nilai budaya dan nilai agama. Berbeda dengan lembaga sekolah yang sifatnya formal maupun informal dengan berbasis teori atau kongnitifitas, Walaupun terlalu sering dalam penyampaian pada saat pertunjukan seni budaya ini bersifat humoris.

83 Goerge Ritzer dan Douglas J, Teori Sosiologi Modern, Yogyakarta, Kencana, 2007, Hal 127 84 (Hasil Wawancara, Nasir Mupid, 23 September 2015, Topeng Blantek, Fajar Ibnu Sena, Pesanggrahan, Jakarta Selatan) 85 Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta, 1991, Hal 15 BAB IV

SANGGAR SENI FAJAR IBNU SENA DI CILEDUG

A. Sejarah berdirinya Sanggar Seni Fajar Ibnu Sena

Sanggar adalah suatu wadah yang diciptakan sedemikian rupa yang digunakan untuk mencipta, berkarya, atau berkreasi tentang seni. Sanggar merupakan tempat kumpul, diskusi, latihan, dan bereksplorasi calon-calon dan seniman. Sanggar yang dikelola dengan baik dan memiliki agenda kegiatan yang jelas,dapat menunjang kraetivitas seniman.86 kesenian budaya seperti Topeng Blantek dapat bertahan karena dijaga dan dilesterikan oleh sanggar-sanggar yang melebar luas diberbagai daerah. peran sanggar sangat penting selain menjaga dan melestarikan seni kebudayaan Topeng Blantek peran sanggar juga dapat mengembangkan, memberi dan memfasilitaskan bagi siapa saja masyarakat yang ingin belajar dan mengetahui seni Topeng Blantek.

Sejarah beridri sanggar Fajar Ibnu Sena Awalnya ada seorang seniman yang bernama Asep Subarkah atau sering disebut Ras Barkah yang memperkenalkan dan mengembangkan Topeng Blantek sehingga banyak sanggar-sanggar yang berdiri. Salah satunya adalah sanggar Fajar Ibnu Sena.

sekitar tahun 1980-an nama sanggar ini adalah Topeng Blantek Nasir Mupid karena yang mendirikan adalah Nasir Mupid seorang seniman yang lahir di

Jakarta pada tanggal 2 April 1960, salah satu seniman muda yang pernah mendapatkan penghargaan sudin kebudayaan dan permuseuman Jakarta selatan.

86 Dikutip dari Ensiklopedi Sastra Indonesia Hal 713

65 66

Kegigihan dalam melestarikan seni budaya Betawi Topeng Blantek dilakoni sejak tahun 1980. Dan sampai saat ini tidak ada tanda-tanda lelah pada diri Nasir Mupid dalam memperjuangkan eksistensi seni budaya Topeng Blantek.

pada tanggal 5 Agustus 1983 Sanggar Topeng Blantek Nasir Mupid telah resmi atau telah terdaftar di Dinas Kebudayaan DKI Jakarta dan Lembaga

Kebudayaan Betawi, kemudian meerubah nama menjadi sanggar Fajar Ibnu Sena, nama sanggar tersebut diambil dari nama putra kedua bapak Nasir Mupid.

Sanggar Fajar Ibnu Sena adalah kelompok Topeng Blantek yang masih berusaha untuk tetap bertahan. Kesenian ini sudah semakin jarang dimainkan, dan nyaris terancam punah. Satu per satu kelompok yang dulu sempat menjamur menjadi berguguran. Kesenian ini sangat populer di masa lalu dan berfungsi sebagai sarana komunikasi menyebarkan agama Islam. Dan Topeng Blantek juga dimanfaatkan untuk mensosialisasikan berbagai program Pemerintah sehingga jumlah kelompok Topeng Blantek daulunya mencapai puluhan.

sanggar ini bisa berdiri Karena keinginan seorang tokoh seniman yaitu Nasir

Mupid. Sebelumnya Nasir Mupid pernah belajar dan juga ikut gabung bersama kelompok Ras Barkah namun setelah Ras Barkah meninggal dunia, Nasir Mupid membangun sanggar Fajar Ibnu Sena karena keinginan Nasir Mupid untuk terus mengembangkan dan memperkenalkan kepada masyarakat Pertunjukan seni

Topeng Blantek.

beberapa pretasi yang telah diraih Juara I Festival Topeng Blantek tahun 1994,

Peserta Proyek Percontohan Pertunjukan keliling Topeng Blantek tahunn 1995. 67

Sanggar Fajar Ibnu Sena sempat vakum kemudian pada tahun 2003 sanggar

Fajar Ibnu mulai bangkit kembali. Walaupun sekarang penuh dengan keprihatinan sanggar Fajar Ibnu Sena terus membina, mengembangkan dan melestarikan Blantek kepada generasi muda diwilayahnya. Dengan terus menyelenggarakan pelatihan Blantek setiap minggu secara rutin dan melakukan berbagai kegiatan pertunjukan dikampung-kampung.

Pada tahun 2007 Sanggar Fajar Ibnu Sena kembali mendapat prestasi yaitu

Anugrah Seni Teater Tradisional Betawi (Topeng Blantek) serta beberapa kegiatan seminar dan lokarya teater tradisional Betawi. Dalam perkembangannya,

Fajar Ibnu Sena salah satu dari sedikit kelompok Topeng Blantek yang masih berusaha untuk tetap bertahan. Kesenian ini sudah semakin jarang dimainkan, dan nyaris terancam punah. Satu per satu kelompok yang dulu sempat menjamur menjadi berguguran. Kini sangat diharapkan adanya upaya revitalisasi Topeng

Blantek dapat dibina, dikembangkan dilestarikan dan dimanfaatkan keberadaannya ditanah kelahirannya sendiri. Kesenian ini sangat populer di masa lalu dan berfungsi sebagai sarana komunikasi menyebarkan agama Islam.87

Karena dahulunya Topeng Blantek ini berkembang dan disebarkan oleh para pedagang keliling zaman dulu, sambil menunggu pagi dan dagangannya laku mereka bercerita diantara sundung (sebagai alat membawa barang dagangan) dan obor (sebagai alat penerang). Jadi Topeng Blantek sangat berperan sebagai media dakwah dan penyebaran Islam. karena sanggar Fajar Ibnu Sena didasari oleh pemikiran pentingnya sebuah gerakan kebudayaan untuk dakwah, pendidikan,

87 PT. Sinar Kasih BUDAYA Penulis: Ignatius Dwiana 22:30 WIB 68

sosial, proses penyadaran pikiran dan jiwa serta pemberdayaan masyarakat, dengan tujuan utamanya adalah menjaga dan memelihara keutuhan harkat dan martabat manusia.88 Karena sanggar Fajar Ibnu Sena memiliki konsep yaitu

Semua kegiatan Fajar Ibnu Sena berbentuk gerakan kebudayaan dan kemanusiaan yang memakai media seni budaya untuk melakukan proses dakwah, pendidikan, sosial, penyadaran, dan pemberdayaan masyarakat. Sasaran utamanya adalah masyarakat dan lingkungan dengan membentuk generasi yang cerdas, edukatif, responsif, inovatif, apresiatif terhadap lingkungan dan masyarakat. Visi dan misi yang dirancang sanggar Fajar Ibnu Sena adalah Terwujudnya peradaban baru bangsa Indonesia yang lebih demokratis dan menghormati hak-hak asasi manusia dan Membangun gerakan kebudayaan di Indonesia, yang mampu membentuk masyarakat berkultur demokrasi yang berkeadilan, toleran, pluralis, dan menjunjung tinggi kesetaraan jender.

Adapun kelembagaan sanggar Fajar Ibnu Sena sebagai berikut:

o Fajar Ibnu Sena adalah organisasi yang berbentuk perkumpulan dan

bersifat terbuka untuk semua partisipan tanpa membedakan

agama,suku,warna kulit, dan latar belakang kebudayaannya.

o Fajar Ibnu Sena adalah organisasi para professional di bidang seni

budaya yang mempunyai komitmen pada persoalan-persoalan sosial

kemanusiaan dalam rangka penegakan hak asasi manusia.

88 Dokumen Profil Sanggar Seni Budaya Fajar Ibnu Sena “Menghidupkan Seni, Memajukan Bangsa – Seni Milik Masyarakat, Masyarakat Memiliki Seni”

69

o Fajar Ibnu Sena adalah perkumpulan di bidang seni budaya yang tidak

sekedar melakukan diskusi, apresiasi, atraksi seni budaya, tetapi

melakukan proses penyadaran melalui berbagai bentuk ekspresi seni

budaya sebagaimana ditegaskan bahwa misi kebudayaan yang akan

diusung adalah mengembangkan seni budaya dalam konteks kepentingan

mengangkat harkat dan martabat manusia.

o Berbekal komitmen tersebut, Fajar Ibnu Sena selanjutnya telah menyusun

rencana-rencana dan pelaksanaan proyek-proyek seni budaya yang tidak

pernah terlepas dari argumentasi konsepnya sendiri.

o Fajar Ibnu Sena akan mendasarkan metode pelaksanaan kegiatannya

pada kolaborasi dengan jaringan seluas mungkin di berbagai daerah

untuk mengangkat persoalan-persoalan sosial yang penting dan aktual.

B. Peran tokoh Ras Barkah dalam mengembangkan Seni Topeng

Blantek

Ras Barkah lahir di Bogor, 28 Agustus 1942. Mula-mula Ras Barkah terjun ke film sebagai figuran di tahun 1961. Setelah itu ikut dalam beberapa produksi sebagai pemain pembantu. Di samping film, ia aktif dalam dunia pentas sebagai sutradara, pernah memimpin Blantek Si Barkah, API (Arena pentas Indonesia) dan Teater Ular. Ia juga pernah menjadi kepala pengawas DPM (Dewan

Perawakilan Masyarakat) Pelabuhan Ratu (1961-1962), menjabat kepala RRI

Sukabumi (1966-1968), menjadi pimpinan panggung Jakarta Fair (1970-1972), menjadi pembantu pimpinan panggung TIM (1972-1973). Dia mendirikan 70

beberapa group Topeng Blantek yaitu YANIDA (Yayasan Topeng Blantek

Jakarta)89 dan Pangker Group yang sekarang dipimpin oleh marhasan. Ras

Barkah banyak memberikan pakem-pakem terhadap para pemain yang belajar di group tersebut. Memberikan pelajaran dan memperkenalkan seni Pertunjukan

Topeng Blantek kepada para seniman.90

Bersama Kelompok Si Barkah. Ras Barkah merekrut banyak pemain muda, dan tampil di berbagai festival. Ras Barkah pun melakukan pengembangan kesenian Topeng Blantek ke bentuk yang lebih sempurna, namun tidak meninggalkan keasliannya. Saat era Ras Barkah, kesenian Topeng Blantek sempat tumbuh subur hingga ada 25 sanggar dengan rincian, Jakarta Barat 10, Jakarta

Utara 3, Jakarta Timur 5, Jakarta Pusat 3, dan Jakarta Selatan 4 sanggar. kesenian

Topeng Blantek sempat bangkit pada 1972 saat seorang tokoh kesenian bernama

Ras Barkah dengan sanggarnya yang dinamakan si Barkah melakukan pengembangan kesenian Topeng Blantek ke bentuk yang lebih sempurna, namun tidak meninggalkan keasliannya.

Awalnya, sekitar tahun 1979 berkat kegigihan “raja blantek” alm Ras Barkah dalam mengembalikan Topeng Blantek seperti sedia kala. Sanggar Topeng

Blantek tumbuh subur, jumlahnya mencapai 32 sanggar yang tersebar di Jakarta.

Namun, seiring waktu puluhan sanggar itupun “rontok”. Saat ini sanggar Topeng

89 Hasil wawancara pribadi oleh seorang tokoh seniman Topeng Blantek yang bernama Nasir Mupid pernah bernaung di kelompok Ras Barkah selama hampir 5 tahun sebelum beliau meninggal hingga akhirnya setelah tokoh seniman Ras Barkah Meninggal, kemudian hingga akhirnya Nasir Mupid mendirikan sanggar Fajar Ibnu sena. 05 Desember 2015 90 Dikutip dari berita online : Berita SeputarJakarta.http://poskobudayaswadarma.blogdetik.com/tag/topeng-blantek/page/2/

71

Blantek hanya tiga, yaitu sanggar Fajar Ibnu Sena Pimpinan Nasir Mupid,

Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Pangker Group Pimpinan Marhasan ,

Jakarta Barat dan Blantek Si Boyo, Pimpinan Nasir Boyo, Cijantung, Jakarta

Timur. Topeng Blantek adalah budaya masyarakat Betawi yang cikal bakalnya berasal dari masyarakat Batavia yang berkembang di sekitaran kastil VOC.

Kesenian Topeng Blantek yang di bawah oleh Ras Barkah ini sempat mencapai masa keemasannya ketika digelarnya festival pada 26-31 Mei 1994 selama lima hari berturut-turut atas kerja sama Dinas Kebudayaan DKI Jakarta dengan

Lembaga Kebudayaan Betawi (LKB) dan yayasan Seni Budaya Jakarta.91

Tidak ada tanda-tanda lelah pada diri para seniman Topeng Blantek dalam memperjuangkan eksistensi seni budaya Topeng Blantek. Seseorang yang sangat berjasa dalam memperjuangkan Topeng Blantek di Jakarta adalah alm Ras

Barkah. Berawal pada kisaran tahun 1980-an sedang giat-giatnya para seniman berkesenian di Pusat Pengembangan Kesenian di daerah Kuningan Jakarta

Selatan. Sejak itulah para seniman, mulai menggemari dan terus menekuni seni budaya Topeng Blantek yang merupakan salah satu jenis teater tradisional betawi.

Namun, di awal tahun 2000-an seni budaya Topeng Blantek mulai mengalami masa-masa sekarat. Oleh karena itu diharapkan perhatian dan dukungan pihak pemerintah, swasta, dunia usaha dan masyarakat untuk sama-sama bertanggung jawab dalam pelestarian dan pengembangan seni budaya Topeng Blantek. Sebab, bila keadaan ini dibiarkan terus, tidak mustahil dalam beberapa tahun ke depan seni budaya Topeng Blantek akan tinggal kenangan. Kekurangan dalam

91 dikutip dari tulisan Bang Jaloe seorang jurnalistik di www.beritajakarta.com diakses pada 12 november 2015 12 : 33 72

pelestarian dan pengembangan seni budaya Topeng Blantek dikarenakan sarana dan prasarana yang ada kurang memadai. Bahkan, walau kini telah banyak gedung dan tempat pertunjukan kesenian dibangun bertebaran di Jakarta, Topeng Blantek jarang muncul untuk diberikan kesempatan mempertunjukan kreasinya. Dengan demikian, saat ini kondisi kehidupan seniman Topeng Blantek sangat memprihatinkan dan mengenaskan serta membingungkan. Mereka tidak punya pekerjaan lain selain mengurusi grup dan sanggar, karena itu dari mana mereka dapat membiayai keluarganya. Memang sangat ironis, bila di daerah kelahirannya sendiri seni budaya Topeng Blantek harus rela mengalah dengan semakin maraknya seni budaya pop yang tumbuh dan berkembang di masyarakat Jakarta.

Jadi ketika seni pertunjukan seni Topeng Blantek mengalami masa keemasannya karena seorang tokoh seniman yang bernama Ras Barkah beliau sangat berperan dalam mengembangkan seni pertunjukan Topeng Blantek.

Memperkenal budaya betawi melalaui pertunjukan Topeng Blantek tersebut kepada penonton atau Masyarakat Betawi bukan hanya sebuah pertunjukan tetapi memberikan maanfaat kepada masyarakat terutama tentang alur cerita yang mengandung berbagai unsur media yang disampaikan dari pertunjukan seni

Topeng Blantek.

Hubungan Ras Barkah dengan pemimpin sanggar Fajar Ibnu Sena kala itu pemipin Sanggar Fajar Ibnu Sena sebelum mendirikan sanggar tersebut pimpinan sanggar Fajar Ibnu Sena yaitu Nasir Mupid adalah anak buah dari Ras Barkah yang belajar memperdalami kesenian Topeng Blantek selama bertahun tahun sebelum Ras Barkah Meninggal dunia Nasir Mupid bernaung menekunin 73

Kesenian Topeng Blantek bersama Ras Barkah. Seseorang yang sangat berjasa dalam mengenalkan Topeng Blantek kepada Nasir Mupid adalah Ras Barkah ketika Nasir Mupid sedang giat belajar berkesenian di Pusat Pengembangan

Kesenian di daerah Kuningan ia bertemu dengan Ras Barkah sejak itulah mereka bersama-sama mulai menekuni dan terus mengembangkan seni Topeng Blantek yang merupakan salah satu jenis tater rakyat Betawi.

C. Pertunjukan Seni Topeng Blantek

Didalam pertnjukan terdapat tiga fungsi walapun sering bercampur dan tidak jelas batas-batasnya, diantaranya ; Fungsi pertama dari seni pertunjukan adalah ritual atau upacara. Dari zaman yunani purba hingga kini pada teater-teater pertunjukan etnis (daerah) di Indonesia dan berbagai bangsa lain, fungsi ritual teater tampak menonjol. Penghayatan dan pengukuhan nilai-nilai kepercayaan atau agama yang dianut oleh masyarakat yang melaksanakannya. Fungsi kedua adalah seni atau estetik. Didalam teater pertunjukan seni masyrakat bukan saja mengungkapkan apa yang di lihat, pikiran, perasaan, harapan, dan sebagainya, akan tetapi juga menikmati bentuk-bentuk ungkapan yang mereka gunakan.

Fungsi ketiga adalah hiburan dalam hubungan ini teater pertunjukan memenuhi keperluan masyarakat akan pengalaman yang berbeda dengan pemgalaman sehari- hari bahkan kadang-kadang memenuhi keperluan bagi masyarakat yang ingin melepaskan diri dari persoalan kehidupan mereka. Contoh teater dalam fungsi 74

hiburan banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari baik dari jenis teater etnis maupun teater baru yaitu lenong, topeng, ataupun ludruk dan sebagainya.92

Seni Topeng Blantek ini, merupakan pertunjukan rakyat yang terdiri dari unsur nyanyi, tari, musik(gamelan), lelucon, dan cerita sandiwara. Berbeda dengan sejenis sandiwara rakyat yang terkenal juga di Jakarta yaitu lenong. Perbedaan itu antara lain ditandai oleh tempat bermainnya. Lenong dipertunjukan diatas panggung, sedangkan Topeng Blantek berlangsung di tanah lapangan biasa.

Pertunjukan yang dilakukan seperti Topeng Blantek, mungkin disesuaikan dengan keperluan seni itu sendiri. Sebab, pada Topeng Blantek, hubungan antara pemain dan penonton terjadi lebih erat. Sering kali ada kesempatan-kesempatan yang mungkin penonton ikut dalam percakapan para pemain. Bahkan bukanlah suatu yang tidak mungkin, jika pada tarian yang dilakukan pemain, ada penonton yang masuk lingkungan permainan. Pemain dan penonton yang senang, dapat berinteraksi sehingga terlihat hubungan yang erat antara penonton dan pemain.93

Topeng Blantek memiliki unsur-unsur dalam pertunjukannya, unsur-unsur tersebut terdapat pakem-pakem pertunjukan Topeng Blantek yang selama ini digunakan oleh seniman Topeng Blantek. Unsur-unsur pertunjukan Topeng

Blantek antara lain :

1. Cerita

Cerita yang dibawakan bersumber dari sastra lisan bahwa, “Banyak kita temukan sastra lisan di teater Indonesia, yang sering disebut sebagai sastra lisan

92 Sudarsono R.M, Pengantar Apresiasi seni, cet-I, Jakarta: Balai Pustaka, 1992. Hal 132-134 93 Edi Sedyawati, Sapardi Djoko Damono, Seni Dalam Masyarakat Indonesia Bunga Rampai, Jakarta: PT. Gramedia, 1983. Hal 91-92 75

daerah. Hampir di setiap daerah (kelompok etnik) dapat kita temukan sastra lisan daerah yang ciri utamanya adalah bahasa daerah,”94

Cerita Topeng Blantek pada umumnya merupakan cerita-cerita legenda masyarakat betawi, tapi saat ini tidak hanya cerita-cerita legenda saja yang dimainkan dan ceritanya bisa mengenai apa saja yang penting terdapat unsur hiburan, penerangan, pendidikan dan dakwah. Unsur-unsur cerita Topeng Blantek antara lain : a.) Cerita dari pertunjukan Topeng Blantek tidak memiliki naskah yang tertulis. Seiring perkembangan zaman, kini cerita pertunjukan Topeng

Blantek menggunakan naskah tertulis yang berisi plot-plot adegan alur cerita sebagai patokan para panjak (pemain). ada pula yang sudah menggunakan naskah tertulis dengan dialog yang rapih tetapi biasanya pemain Topeng Blantek tidak terbiasa untuk mengikuti dialog atau kata- kata yang tertulis di dalam naskah tersebut, mereka lebih terbiasa dengan improvisasi dari cerita foklore (cerita rakyat turun-temurun). b.) Cerita yang dilakonkan adalah cerita legenda masyarakat betawi. Legenda Si Pitung, Si Jampang, Si Jantuk, dll. c.) Cerita yang dilakonkan bisa cerita apa saja yang penting ada tokoh jantuk sebagai narator atau dalang. Bahkan, cerita teater modern pun sudah sangat sering dilakonkan dengan adaptasi kedalam bentuk cerita masyarakat betawi.

Penggarapan cerita pada Topeng Blantek menggunakan alur cerita atau plot.

Plot adalah alur atau jalan cerita.Plot adalah lakon atau kisahan.95Alur ini yang mengantarkan lakon menjadi semakin menarik. Pada mulanya plot pada

94 Achmad, A. Kasim. Mengenal Teater Tradisional di Indinesia. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta. 2006. Hal 98 95Surwardi Endraswara. Metode Pembelajaran Drama.Yogyakarta: CAPS. 2011. Hal 24

76

penggarapan cerita Topeng Blantek digarap secaralisan. Plot ini bermula dan plot lisan atau hanya menjelaskan konsep dan mulut-kemulut.Kemudian sering berkembangnya zaman, ada beberapa teater rakyat yang sudah menggunakan plot tertulis. Tetapi para aktor tradisional tidak mau mengenal naskah yang sudah tertulis dan ada dialognya. Apabila pemain diberikan naskah, maka naskah tersebut kurang efektif, bahkan hanya dilihat dan dipegang saja, naskah tersebut tidak akan dihapal dan dibaca dengan serius. Sebab jika terpaku dengan naskah tertulis, hal itu hanya membuat para pemain merasa dibatasi kreatifitasnya dan terkekang dalam berimprovisasi. Alur cerita merupakan jalan cerita dalam sebuah plot. Plot adalah lakon atau kisahan,yang mengulurkan drama.96

Di dalam plot tersebut terdapat adegan atau bagian-bagian cerita yang didalangi langsung oleh tokoh Jantuk. Bisa dikatakan, tokoh Jantuk yang memegang plot atau alur cerita seperti layaknya sutradara. Peran tokoh Jantuk sebagai pemimpin sebuah cerita adalah apabila ada pemain yang keluar atau lan dan plot, maka tokoh Jantuk lah yang mengingatkan para pemain untuk kembali ke dalam plot atau alur cerita tersebut dengan mengingatkan seorang pemain untuk melanjutkan cerita. Biasanya saat Jantuk bermain ada kalanya dia berimprovisasi dan plot untuk memanjangkan durasi atau untuk mencari lawakan, lelucon, dan menaikan emosi sebuah cerita. Tokoh jantuk memiliki peran ganda bisa menjadi pemain dan dalang.

96 Ibid. 77

2. Kostum

Kostum yang digunakan adalah pakaian sehari-hari masyarakat betawi dan tentunya disesuaikan dengan tokoh yang dilakonkan para panjak (pemain).

3. Musik

Musik Topeng Blantek meliputi beberapa aspek diantaranya (tangga nada, instrument-instrumen, lagu-lagu). Tangga nada yang dipergunakan untuk mengiringi Topeng Blantek kebanyakan tangga nada diantonis, antara lain lagu sirih kuning, surilang dan ada lagu yang bertangga nada pelog atau slendro antara lain lagu kang haji, lagu kangsreng dan adapula yang bertangga nada debusi misalnya jali-jali dan kicir-kicir. Instrumen-instrumen yang dipergunakan untuk mengiringi Topeng Blantek antara lain 3 Buah Rebana (Biang, Ketok, Kotek) dan ada pula yang mempergunakan Rebab, Kendang, Kenong, Kecrek, Bende dan

Gong.97

Iringan musik dalam pertunjukan Topeng Blantek berbeda dengan teater rakyat betawi lainnya. Pada awalnya, ia hanya seperangkat alat musik sederhana dan apa adanya seperti kaleng, panci, kayu, batu. Namun, seiring perkembangan jaman kini alat musik yang digunakan merupakan musik campuran dari masyarakat

Betawi yang heterogen. Musik yang baik dan tepat bisa membantu aktor atau pemainnya membawakan warna dan emosi peranannya dalam adegan.98

Peran musik dalam sebuah pertunjukan tidak lagi sekedar menghadirkan ilustrasi yang mengatur adegan melain kan menjadi satu kesatuan bagian yang tak

97 Copyan Proyek Pelestarian dan Pengembangan Kesenian Tradisional Betawi, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Tahun 1993, Atik Sopandi, M Suaman, Abdurachman, Dan Hisman, SM Ardan. 98 Harymawan. Dramaturgi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1993. Hal 159 78

terpisahkan dari lakon atau pertunjukan itu sendiri yang dapat menciptakan suasana yang tepat lebih dari itu, musik pun harus sampai ke telinga penontonnya dengan rasa keindahan. Dengan demikian, tata musik harus mengandung nilai- nilai sesuai struktur pertunjukan.99

4. Topeng

Dalam pertunjukan Topeng Blantek, topeng digunakan untuk karakter tokoh jantuk sebagai narrator atau dalang (pembuka-penutup pertunjukan). Ketika pertunjukan dimulai, tokoh jantuk dapat membuka topengnya dan dapat berlakon sebagai tokoh lainnya dalam pertunjukan. Topeng merupakan ciri khas pada pertunjukan Topeng Blantek tidak dapat dipisahkan kalau tidak ada topeng nama pertunjukannya bukan Topeng Blantek.

5. Tata teknik pentas

Tata teknik pentas dalam pertunjukan Topeng Blantek merupakan sebagai artistik dan simbolik, menjadi elmen pendukung yang mampu menciptakan imajinasi visual100. Tata teknik pentas tersebut antara lain :

a. Sundung

Sundung terbuat dari bambu, pada mulanya digunakan oleh pedagang sebagai alat pembawa barang (rumput, sayuran, kayu bakar) untuk dijual dipasar. Seiring berjalannya waktu, sundung digunakan sebagai artistic pertunjukan Topeng

Blantek yang berfungsi sebagai pembatas antara panjak (pemain), nayaga

(pemusik) dan penonton.

99 Mukhlis paeni, Sejarah Kebudayaan Indonesia Seni Pertunjukan dan seni Media, Jakarta: Rajawali Pers, 2009. Hal . 12 100 Ibid. hal 10 79

b. Obor

Obor terbuat dari bambu yang dulu digunakan sebagai alat penerangan pada setiap pertunjukan Topeng Blantek yang digelar pada malam. Kini, obor tidak hanya sebagai alat penerangan, tapi difungsikan sebagai artistik pertunjukan

Topeng Blantek. Selain itu, obor juga berfungsi sebagai pembatas/pembeda ruang dan waktu para panjak (pemain). Contohnya, bila panjak (pemain) dalam perjalanan dekat harus memutari obor sebanyak satu kali dan kalau perjalanannya jauh panjak (pemain) harus memutari obor lebih dari satu kali.

c. Waktu dan tempat pertunjukan

Pada mulanya pertunjukan Topeng Blantek diselenggarakan semalaman suntuk di tempat terbuka yang berada di tengah pasar. Kini, berangsur-angsur pertunjukan Topeng Blantek disesuaikan dengan kondisi yang ada bisa malam, pagi, siang dan sore hari. Pertunjukan Topeng Blantek dapat dipentaskan kapan dan dimana saja (di ruang terbuka/tertutup, arena dan panggung) sesuai kebutuhan pertunjukan.

d. Unsur gerak

Dalam pertunjukan Topeng Blantek tidak luput dari unsur gerak seperti pencak silat, tarian dan tokoh jantuk yang berkarakter interaktif/enerjik. agar di atas panggung tercipta sebuah komposisi unsur gerak yang memnuhi keindahan gerak sebagaimana yang di tuntu.101

101 Ibid. hal 12 80

e. Tata Rias dan Busana

karakter tokoh-tokoh atau para pemain dapat tampil dengan meyakinkan apabila unsur-unsur tat arias dan tata busana sebuah pertunjukan Topeng Blantek diciptakan atas dasar estetis.102

Tata rias merupakan perkara seni yang kompleks.Manusia dapat dirias sesuka hati, manusia dalam teater.103 Artinya manusia dapat dirias dengan sesuka hati di dalam pertunjukan teater sesuai dengan karakter yang dimainkan.Tata rias merupakan seni menggunakan bahan kosmetika untuk menciptakan wajah peran sesuai dengan tuntutan lakon.Fungsi pokok dan rias merupakan mengubah watak seseorang, baik dan segi fisik, psikhis, dan sosial.104 Fungsi bantuan rias adalah untuk memberikan tekanan atau aksen terhadap perannya. Tata rias pada pertunjukan lopeng Blantek tanpa harus menggunakan aksen pada wajahnya pun pertunjukan dapat berjalan dan ditampilkan. Tetapi karena kebutuhan penonton untuk menjelaskan karakter yang dimainkan, kini Topeng Blantek sudah menggunakan aksen pada wajahnya. Tata rias Topeng Blantek menggunakan karakter keseharian, hanya dengan aksen yang minimalis pertunjukan Topeng

Blantek dapat dimainkan dengan lancar. Pada pertunjukan Topeng Blantek biasanya yang menggunakan aksen untuk tokoh karakter tertentu, mereka biasanya menggunakan bahan tata rias tradisional, yaitu areng atau pensil sipat berwarna hitam untuk membentuk aksen pada jengot, kumis, alis dan lainnya.

102 Ibid. hal 11 103 Radhar Panca, Dahana. Homo Theafricus.Magelang: Indonesia Tera. 2000. Hal 175 104 Surwardi, Endraswara. Metode Pembelajaran Drama.Yogyakarta: CAPS. 2011 2011. ibid. Hal 97 81

Tata Busana sebuah produksi drama yang dipentaskan merupakan sesuatu yang dilihat dan didengar oleh penonton, dan sebab itu seorang pelaku selain harus memperhatikan bagaimana membawakan ceritanya, ia juga harus memperhatikan bagaimana penampilannnya. Seorang pelaku sebelum didengar suaranya, sudah pasti penampilannya yang dilihat lebih dahulu.Maka dan itu kesan yang ditimbulkarmya pada penonton yang pertama kali tampak dapat membantu menggariskan dan memperkuat karakter melalui pakaiannya, lantas memperkuat kesan itu atau mengubahnya menurut keperluan lakon.105

Pakaian yang biasa digunakan pertunjukan Topeng Blantek merupakan kostum atau pakaian sehari-hari adat budaya Betawi sesuai dengan tokoh yang dimainkan para pemain. Biasanya kostum adat budaya Betawi menggunakan pakaian muslim adat Betawi, karena masyarakat Betawi rata-rata merupakan penganut agama islam. Kostum bernuansa Islami ini tetap mencirikan kekhasan Betawi yang merupakan unsur perpaduan dan budaya Sunda, Jawa, Arab dan Cina.Pakaian

Topeng Blantek lebih kepada kostum keseharian si tokoh dan memiliki warna yang gelap, namun terkadang bisa mirip dengan kostum Lenong yang cerah.

Inilah beberapa contoh kostum Topeng Blantek kesehanian sesuai dengan tokohnya.

f. Gaya Penyajian

Gaya penyajian Topeng Blantek merupakan gaya permainan yang disajikan dalam pertunjukan Topeng Blantek, biasanya menggunakan gaya lelucon atau lawakan sesuai dengan Iingkungannya. “Gaya lelucon atau lawakan merupakan

105 Herymawan, Dramaturgi.Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1993. Hal 127 82

gaya permainan yang dilakukan hampir dalam setiap pertunjukan teater tradisional, terutama pada jenis teater rakyat. 106Bahkan porsi lawakan ini sering benlebihan dan selalu mengikuti keinginan penonton.

g. Struktur Penyajian

Struktur penyajian merupakan aliran atau lakon yang mempunyai struktur jelas.Inilah yang sering dinamakan struktur drama.107 Dalam pertunjukan Topeng

Blantek terdapat struktur pertunjukan di dalamnya, agar pertunjukan tersebut berjalan sesuai dengan pakem-pakemnya.

Struktur penyajian Topeng Blantek adalah sebagai berikut:

• Mengundang para penonton

Mengundang para penonton dengan cara menampilkan musik, tari, nyanyian,

dan pencak silat atau dalam bahasa Inggrisnya disebut happening art, kemudian

setelah itu masuk pembukaan.

• Pembukaan

Pembukaan di awali dengan tokoh Jantuk sebagai narator cerita, kemudian

setelah itu narator menceriitakan isi ceriita

• Isi cenita

Isi cerita dimainkan oleh para Niaga (pemain lakon) sesuai dengan cenita plot

dengan menggunakan improfisasi dan spontanitas sampai akhir cerita.

• Penutup

Penutup diakhiri oleh tokoh Jantuk sebagai pembawa pesan cerita dan penutup

pertunjukan.

106 A. Kasim, Achmad. Mengenal Teater Tradisional di Indinesia. Jakarta: Dewan Kesenian Jakarta. 2006. Hal 18 107 Endraswara, Metode Pembelajaran Drama.Yogyakarta: CAPS. 2011. Hal 20 83

D. Kondisi perkembangan Seni Topeng Blantek saat sekarang

Sebagai suku asli di Jakarta, Betawi sangat kaya akan seni dan budaya. Namun, tidak semua kesenian Betawi dikenal masyarakat secara luas, termasuk seni

Topeng Blantek. Padahal, jauh sebelum kesenian tradisional Betawi seperti gambang kromong, lenong dan lain sebagainya dikenal masyarakat, Topeng

Blantek sudah lebih dulu hadir di tengah-tengah masyarakat Betawi. Ciri dari kesenian Topeng Blantek yaitu terdapat tiga buah sundung (kayu yang dirangkai berbentuk segi tiga yang biasa digunakan untuk memikul sayuran, rumput dan lain sebagainya).

Namun, di tengah modernisasi zaman kesenian yang dulu dikenal di kalangan rakyat jelata tersebut saat ini kondisinya hampir punah. Bahkan, keberadaan seniman dan sanggar tari Topeng Blantek boleh dikatakan hidup segan mati tak mau. Ia mengakui, sejak adanya kesenian-kesenian tradisional Betawi lainnya seperti Lenong, Topeng Betawi, Samrah, Gambang Kromong dan lain sebagainya, kesenian Topeng Blantek makin surut pamornya dan akhirnya hilang sama sekali.

Saking lamanya kehadiran Topeng Blantek Marhasan tidak tahu kapan kesenian rakyat itu ada. Marhasan yang sejak 1972 malang melintang di Teater Maki-Maki pimpinan Patrick Usman, Sanggar si Barkah dan lainnya hingga 1982 bersama almarhum Usman juga turut mendirikan sanggar Topeng Blantek Pangker Group karena kecintaannya pada kesenian asli Betawi tersebut.108

108 dikutip dari berita Seputar Betawi News Seni Budaya, Topeng Blantek Kesenian Betawi yang Nyaris Punah Sabtu, 11 Januari 2014 http://seputarbetawinews.blogspot.com/2014/01/seni- budaya.html di akses pada 17 september 2015 02:30 84

Namun sepeninggalnya Ras Barkah pada 2007, upaya melestarikan Topeng

Blantek mulai terkendala modal dan sulitnya mencari generasi penerus dan diperparah dengan tak adanya perhatian dari pemerintah untuk turut melestarikan kesenian Topeng Blantek. Akibatnya, satu-persatu sanggar-sanggar tersebut berguguran. Hingga saat ini untuk wilayah Jakarta Barat saja hanya tersisa empat sanggar. “Dari empat sanggar tersebut dua sanggar boleh dibilang hidup segan mati tak mau. Sebab anggotanya sudah tak tahu ke mana rimbanya,” tutur

Marhasan.109 Nasib yang tidak jauh berbeda juga saat ini dialami sanggar yang dipimpinnya yang bermarkas di Jalan Pangkalan Kramat, RT 01/10, Kelurahan

Semanan, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat, yang beranggotakan 30 orang. Tak adanya modal membuat sanggarnya kesulitan membeli perangkat alat musik baru untuk menggantikan alat yang lama hasil pemberian Sudin Kebudayaan Jakarta

Barat. Ditambah kurangnya minat generasi muda, khususnya keturunan Betawi untuk melestarikan budayanya praktis membuat sanggarnya sepi job.

Daya tawar pada seni dipengaruhi oleh kondisi masyarakat. Jika dibandingikan dinamika sosial suatu masyarakat yang berubah sangat membawa pengaruh pada kesenian tradisional. Pada masyarakat modern, kebutuhan akan hidup semakin ke arah modern. Masyarakat modern sudah berpola pikir semakin maju, karena zaman yang semakin canggih. Modernisasi yang terjadi pada masyarakat mempengaruhi keberadaan kesenian tradisional. Pada tahap yang lain dapat berdampak runtuhnya kesenian tradisional. Hal itu terjadi, karena pada dasarnya nuansa modern lebih melihat sisi ke arah masa depan yang semakin berubah.

109 Marhasan adalah seorang tokoh seni dari pemimpin sanggar pangker group pengganti alm Ras Barkah. 85

Kesenian tradisional merupakan hal-hal yang sifatnya ketinggalan atau dianggap masih tradisional. Hal tersebut juga sama dengan seni budaya Topeng Blantek yang dianggap tergolong kebudayaan tradisional. Hal itu karena seni Topeng

Blantek adalah suatu bentuk hasil dari ide dan karya masyarakat Betawi terdahulu.

Terdahulu merupakan kata yang identik tradisional.

Kebudayaan tradisional sejatinya merupakan corak yang menjadi khas pada suatu daerah atau bangsa tertentu. Namun, kondisi masyarakat lebih senang pada sebuah budaya yang sifatnya modern. Hal itulah yang menyebabkan adanya dinamika sosial pada masyarakat terhadap kesenian. Masyarakat disatu sisi tertarik akan budaya-budaya baru yang menyenangkan karena sebagai hiburan.

Budaya-budaya luar saat ini masuk secara terbuka dan mudah masyarakat untuk menyaksikannya serta dapat dilihat melalui media masa seperti televisi dan internet. Masyarakat pada konteks saat ini lebih cenderung ingin berubah sesuai dengan zamannya.110Perubahan yang terjadi secara luas telah berdampak pada ketidatertarikan masyarakat pada seni budaya tradisional, salah satunya Topeng

Blantek ini. Dinamika sosial ini menjadi sebuah bagian dalam kehidupan berkesenian. Kondisi masyarakat Betawi yang tidak peduli atau kurang perhatian terhadap budayanya menunjukkan realitas masyarakat Betawi saat ini. Pada dasarnya masyarakat mengalami evolusi budaya, yaitu perubahan secara besar pada budaya yang terjadi pada masyarakat, khususnya masyarakat Betawi.

Perubahan tersebut berdampak pada seni budaya lokal. Oleh sebab itu, dinamika

110 Dikutip dari catatan Abdul Aziz https://catatanabdulaziz.wordpress.com/2013/10/10/daya- tawar-seni-topeng-blantek/ di akses pada 16 oktober 2015 12:45 86

sosial pada masyarakat modern berpengaruh pada keberadaan seni budaya Topeng

Blantek yang terjadi di kota besar.

Dunia saat ini sedang mengalami sebuah proses yang dinamakan dengan

Globalisasi. Globalisasi merupakan sebuah proses yang saling berhubungan antara siapapun tidak terbatas oleh bidang tertentu. George Ritzer menjelaskan bahwa

“Globalisasi kebudayaan adanya sebuah proses hubungan antara budaya lokal dalam dengan global.”111 Global adalah sesuatu yang sifatnya berasal dari luar bukan lokal. Salah satunya adalah budaya yang berasal dari luar. Hubungan antara kesenian tradisional dengan budaya luar memiliki perbedaan.

Fenomena tersebut dapat mempengaruhi pada terpinggirkannya kesenian tradisional karena globalisasi dapat berpengaruh terhadap pelemahan budaya- budaya lokal, seperti seni budaya Topeng Blantek. Pelemahan tersebut berdampak pada menurunnya kepedulian masyarakat Betawi terhadap budaya lokal.

Globalisasi juga membawa perubahan tingkatan dalam masyarakat terutama di

Jakarta. Perubahan ini dapat membawa masyarakat yang menuju pada arah menjadi sebuah masyarakat modern. Arus globalisasi dan modernisasi yang semakin tinggi membuat pergeseran pada kalangan masyarakat Betawi di Jakarta.

Pergeseran ini semakin membuat kalangan masyarakat Betawi sekarang menjauhi seni budaya tradisionalnya. Tradisional yang identik dengan keterbelakangan sudah menjadi sesuatu istilah yang ketinggalan zaman.

Masyarakat modern lebih menerima respon budaya modern. Hal tersebut berdampak pada seni budaya Topeng Blantek yang tradisional semakin

111 Goerge Ritzerdan Douglas J. Goodman, 2007. Teori Sosiologi Modern. Yogyakarta:Kencana.2007. Hal 634 87

terpinggirkan oleh masyarakat karena globalisasi membawa perubahan pada masyarakat, khususnya masyarakat Betawi termasuk yang ada di wilayah budaya

Betawi (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi).

Zaman modern juga berdampak pada keberadaan kesenian tradisional bukan hanya Topeng Blantek, akan tetapi bisa semua. Kemerosotan seni Topeng Blantek secara terbuka juga karena faktor modernisasi budaya akibat globalisasi. Dan dikhawatirkan lambat laun kesenian tradisional akan tergerus dan semakin hilang.”112

Adanya kontstelasi juga disebabkan oleh faktor kapitalis sebagai pemilik modal yang memanfaatkan adanya globalisasi dan modernisasi pada kebudayaan yang mengedepankan sisi materialis, sehingga berdampak pada budaya tradisional seperti Topeng Blantek yang semakin redup. Akibat dari hal itu membawa dampak pada kehidupan para seniman yang mayoritas kelas menengah kebawah semàkin tertindas.

Padahal seni budaya Topeng Blantek adalah seni tradisional masyarakat kaum

Betawi yang memiliki sebuah nilai. Kesenian Betawi yang berasal dari karya masyarakat Betawi terdahulu. Dalam pertunjukan seni budaya Topeng Blantek tetap menggunakan alat musik sederhana, seperti rebana biang dan gong. Alat-alat musik tersebut masih tergolong sebagai alat musik tradisional. Kesenian tradisional Betawi ini telah pada taraf hampir menghilang. Kehidupan zaman modern membawa masyarakat pada arah modernisasi.

112 Hasil Wawancara, Abdul Aziz, Topeng Blantek Fajar Ibnu Sena, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, 18 Desember 2015 88

“Menurut Suryono Soekanto bahwa “Modernisasi adalah suatu proses perubahan yang menuju pada sistem-sistem sosial budaya yang telah berkembang.”113Salah satunya pada seni budaya, mayonitas masyarakat sekarang lebih tertarik pada hal-hal yang bersifat glamor dan modern, seperti Iebih tertarik untuk menonton konser-konser band yang cenderung ke arah hedonisme. Akan tetapi, melihat kesenian budaya sendiri tidak tertarik karena dianggap kuno dan tradisionalis.

Sekarang ini orang lebih senang melihat tontonan band-band artis top, karena lebih asyik. Daripada nonton kesenian budaya sendiri seperti Topeng Blantek ini yang masih dianggap kuno dan bahkan ketinggalan zaman. Apalagi sekarang zaman semakin modern, orang-orang lebih senang hal-hal yang modern daripada tradisional, kaya budaya topeng belantek ini.114

Seni Topeng Blantek yang berlatar belakang tradisional harus bersaing dengan budaya-budaya modern. Daya tawar pada seni Topeng Blantek membuat kesenian ini dapat bertahan. Daya tawar yang diberikan pada seni budaya Topeng Blantek yaitu nilai. Konsep daya tawar pada seni tersebut menjelaskan bahwa ada sesuatu yang ditawarkan atau diberikan untuk masyarakat. Sesuatu yang ditawarkan tidak hanya sekedar sebuah pertunjukan. Nilai dari proses pemaknaan sosial yang menjadi bagian utama dalam kesenian dikarenakan pertunjukan Topeng Blantek dapat merosot maupun berkembang. Nilai pada seni juga dapat ditambah dari segi

113Suryono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Rajawali, 1992, Hal 383 114 Hasil Wawancara, Nasir Mupid, Topeng Blantek, Fajar Ibnu Sena, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, 05 desember 2015

89

kostum, peralatan musik, dan dialog cerita yang terkadang menggunakan bahasa

Inggris.

Nilai-nilai yang bersifat pendidikan dan dakwah yang menjadi bagian dan daya tawar pada sebuah seni budaya Topeng Blantek. Daya tawar akan mengarah pada keeksistensian seni Topeng Blantek.

Bertahannya kesenian-kesenian di kota besar menunjukkan bahwa seni memiliki daya tawar. Daya tawar yang membuat seni dapat bertahan juga harus dapat didukung oleh faktor lain. Bagi para seniman bertahannya seni budaya di kota Jakarta membuktikan bahwa masih ada masyarakat yang peduli dan perhatian terhadap seni tersebut. Jadi daya tawar pada sebuah seni dilihat pada nilai-nilai yang terkandung dalam seni budaya tersebut. Walaupun pada dasarnya seni Topeng Blantek dapat berkembang.

Seni budaya Topeng Blantek yang bersifat tradisional dan terbentuk juga pada saat dahulu. Para seniman sanggar seni budaya Topeng Blantek sendiri jumlahnya cukup sedikit dan akan punah jika tidak pernah ada pertunjukan. Pertunjukan atau pergelaran merupakan sebuah cara untuk menunjukkan bahwa seni budaya ini masih ada. Jadi dilihat secara luas pengaruh globalisasi dan modernisasi sekarang ternyata memberikan dampak bagi seni budaya Topeng Blantek.

Seni budaya Topeng Blantek adalah sebuah kesenian tradisional yang ada di

Jakarta. Globalisasi dan modernisasi mempengaruhi kesenian budaya lokal.

Walaupun, masyarakat kota Jakarta berubah menjadi modern dan maju, akan tetapi para seniman tetap mempertahankan kesenian tradisional Topeng Blantek.

Kesenian budaya Topeng Blantek yang merupakan bagian dan salah satu teater 90

Betawi yang memiliki nilai-nilai sosial yang terkandung. Dalam hal ini nilai yang terkandung pada pementasan kesenian Topeng Blantek yaitu religius dan sosial.

Pada pola pendidikan pementasan kesenian Topeng Blantek terbentuk pada beberapa unsur. Pementasan dilakukan oleh para seniman dan pemain yang memiliki modal pada budaya. Modal budaya pada para pemain terdiri dari keterampilan, memiliki ilmu pengetahuan pada seni, dan mengajarkan sebuah nilai yang menjadi tuntunan. Aspek tersebut merupakan modal dalam rnenampilkan pertunjukan kesenian Topeng Blantek. Pertunjukan Topeng Blantek juga menjadi bagian metode pembelajaran. Meskipun, dalam pementasan seni budaya Topeng Blantek diselenggarakan oleh pihak masyarakat dan pemerintah.

Dalam transformasi nilai dilakukan dengan cara penampilan pementasan seni

Topeng Blantek. Transformasi nilai tersebut ditujukan untuk para penonton yang melihat acara kesenian Topeng Blantek. Penonton dapat memaknai nilai tersebut berdasarkan penafsiran. Transformasi nilai termasuk dalam ranah proses pembelajaran karena salah satu pembelajaran yang diberikan adalah pemberian nilai-nilai yang diajarkan pada seni. Dalam seni Topeng Blantek nilai dispesifikasi menjadi nilai agama dan sosial. Daya tawar pada kesenian Topeng Blantek terkandung yaitu pada nilai yang diberikan saat penampilan pementasan Topeng

Blantek. Pementasan seni Topeng Belantek merupakan cara untuk mempertahankan eksistensi kesenian tradisional Topeng Belantek. Kesenian

Topeng Belantek adalah sebuah produk perilaku sosial dan komunitas betawi.Perilaku yang menunjukan unsur nilai khas masyarakat Betawi. Kesenian topeng belantek merupakan bagian dan identitas masyarakat Betawi. 91

Kebertahanan topeng belantek dsebabkan oleh para seniman yang peduli akan senibudaya tradisional. Sanggar ini adalah sanggar seni topeng Belantek yang masih mempertahankan kesenian tersebut. Selain itu, sanggar memiliki peran lain yaitu untuk tempat interaksi berkumpulnya para warga.

Dengan demikian, seluruh masyarakat bertanggung jawab dalam menjaga pelestarian Topeng Blantek demi menuju masyarakat yang menjunjung budaya tradisional(lokal) menjadi bagian dari budaya nasional. Dengan cara memperbanyak pembinaan, pengembangan dan pelestarian budaya tradisional dan membawanya kepentas internasional.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpualan

Berdasarkan dan hasil penjelasan dan bab-bab sebelumnya dengan berfokus pada judul yang diangkat yaitu Topeng Blantek Di Kampung Betawi Studi Kasus

Sanggar Fajar Ibnu Sena Ciledug, maka dapat ditarik kesimpulan yang dijabarkan dibawah ini.

 Seni Topeng Blantek bermula dari sebuah kesenian teater rakyat budaya

Betawi yang masih tetap bertahan di kota Jakarta. Awal munculnya seni

budaya Topeng Blantek pada zaman penjajahan Belanda, sekitar abad 19.

Pada zaman penjajahan Belanda, pergelaran Topeng Blantek sering

dilaksanakan oleh orang-orang Betawi pada saat malam hari. Pada waktu

itu pergelaran Topeng Blantek lebih sering dipertunjukkan, karena pada

saat itu belum banyak seni budaya yang lahir. Para pemain Topeng

Blantek disebut panjak. Mereka yang memainkan Topeng Blantek pada

umumnya adalah orang-orang Betawi. Asal nama Topeng Blantek

berasal dari kata Topeng yang artinya sandiwara dan Blaind Teks yang

artinya tanpa teks. Jadi setiap orang-orang Betawi dahulu menampilkan

pertunjukan sandiwara secara spontas tidak menggunakan teks atau

naskah cerita dan terkandung nilai-nilai didalamnya yang bersifat

universal.

 Sanggar Fajar Ibnu Sena yang didirikan oleh Nasir Mupid pada tahun

1983 berada didaerah ciledug Jakarta selatan yang merupakan wadah

92 93

atau tempat untuk mengembangkan dan melestarikan serta menjaga

kesenian budaya Topeng Blantek. Sanggar Fajar Ibnu Sena terus

membina dan memperkenalkan kepada kaum muda tentang seni budaya

Topeng Blantek yang harus dipertahankan. Semua kegiatan Fajar Ibnu

Sena berbentuk gerakan kebudayaan dan kemanusiaan yang memakai

media seni budaya untuk melakukan proses dakwah, pendidikan, sosial,

penyadaran, dan pemberdayaan masyarakat. Sasaran utamanya adalah

masyarakat dan lingkungan dengan membentuk generasi yang cerdas,

edukatif, responsif, inovatif, apresiatif terhadap lingkungan dan

masyarakat. Pada saat Pertunjukan Topeng Blantek berlangsung, setiap

alur cerita memiliki unsur dan nilai seperti agama berguna sebagai media

dakwah (penerangan) termasuk proses penyebaran Islam dahulunya

sampai sekarang, sehingga sangat kental unsur Islamnya baik dari

penampilan kostum yang dipakai dari laki-laki memakai peci dan sarung

dan bagi perempuan berpakaian tertutup serta berkerudung. Ketika awal

pertunjukan dibuka dengan iringan shalawat yang dipadupandankan

dengan music rebanakemudian dibuka oleh took Jantuk yang notabene

para pendakwah. Serta nilai sosial sebagai media berinteraksi atau

bersosialisasi para penonton atau masyrakat, nilai pendidikan sebagai

media pembelajaran tentang kehidupan sehari-hari yang lebih baik, nilai

hiburan sebagai media penghibur masyarakat atau penonton.

 Ras Barkah(Asep Subarkah) mempunyai peran penting dalam

mengembangkan seni budaya Topeng Blantek ia banyak memberikan 94

pakem-pakem terhadap para pemain yang mau belajar tentang kesenian budaya Betawi yaitu Topeng Blantek. Ia juga memperkenalkan seni

Pertunjukan Topeng Blantek kepada para seniman. Ras Barkah merekrut banyak pemain muda, dan tampil di berbagai festival. Ras Barkah pun melakukan pengembangan kesenian Topeng Blantek ke bentuk yang lebih sempurna, namun tidak meninggalkan keasliannya. Saat era Ras

Barkah, kesenian Topeng Blantek sempat tumbuh subur banyak sanggar- sanggar Topeng Blantek menyebar luas ke berbagai daerah. Ras Barkah terus melakukan pengembangan kesenian Topeng Blantek ke bentuk yang lebih sempurna Kesenian Topeng Blantek yang di bawah oleh Ras

Barkah ini sempat mencapai masa keemasannya, namun tidak meninggalkan keasliannya. Sedangkan untuk perkembangnya Topeng

Blantek mengalami kemunduran karena kurangnyan minat masyarakat akan budayanya sendiri dan akibat perkembangan zaman yang semakin modern. di tengah modernisasi zaman kesenian yang dulu dikenal di kalangan rakyat jelata tersebut saat ini kondisinya hampir punah. Bahkan, keberadaan seniman dan sanggar tari Topeng Blantek boleh dikatakan hidup segan mati tak mau. Sebenarnya kalau masyarakat ingin tahu sejarah kesenian Topeng Blantek, boleh dikatakan cikal bakal kesenian tradisional Betawi saat ini seperti gambang kromong, samrah, lenong dan lain sebagaianya berawal dari Topeng Blantek. Tapi, minimnya dukungan pemerintah dan sepinya job membuat kesenian Topeng

Blantek nyaris tak popular. Oleh karena itu, keeksistensian seni budaya 95

Topeng Blantek tetap ada melalui pertunjukan atau pementasan yang

ditampilkan dan para seniman, walaupun hal itu jumlahnya sangat

sedikit. Seni Topeng Blantek memiliki asal-usul sejarah dalam

masyarakat Betawi. Pada saat awal dibentuknya seni ini merupakan seni

hiburan yang diminati masyarakat pada saat itu. Walaupun, pada

sekarang ini Topeng Blantek mengalami kemunduran. Kebertahanan

Topeng Blantek di Jakarta salah satunya dipengaruhi oleh adanya

sanggar Betawi yang berlandaskan pada kesenian tradisional Topeng

Blantek. Peran sanggar juga sangat terkait dengan pemiliknya yang

merupakan seniman betawi. Seniman Betawi merupakan pelopor

penggerak pelestarian terhadap budaya. Akan tetapi, hal tersebut perlu

dibantu dan didukung oleh faktor lain.

B. Saran

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari sepenuhnya bahwa untaian kata demi kata tidak terlepas dari kealfaan dan kekhilafan. maka dari itu kritik dan saran sangatlah dibutuhkan dalam penulisan ini. Karena dalam tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan- kekurangan penulis menyarankan agar ada lagi yang menggali lebih dalam masalah yang terjadi di

Indonesia. Khususnya seni Budaya masyarakat Betawi. Karena masih banyak lagi kajian yang masih belumterulaskan secara menyeluruh.

96

DAFTAR PUSTAKA

 Sumber Primer

Wawancara dengan pemimpin Sanggar Fajar Ibnu Sena

Wawancara dengan Abdul Aziz salah satu anggota dari sanggar Fajar Ibnu

Sena

Anggota IKAPI, Ensiklopedi Jakarta jilid 7, “Jakarta Tempo Doloe, Kini dan

Esok”, Jakarta: Lentera Abadi, 2009

Iqbal , Muhammad Zafar, islam di Jakarta Studi Islam dan Budaya Betawi,

Disertasi Program Pascasarajana IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta:

2002.

 Sumber Sekunder

a. Buku

Abdul Azis, Islam dan Masyarakat Betawi, Jakarta: LP3S, 2002

Abdul Aziz, Apresiasi Seni Budaya Topeng Blantek, Jakarta: Bangkit Anak

Negri, 2013

Abdurrahman. Nilai-nilai Budaya dalam Kaba Minangkabau: Suatu

Interpretasi Semiotik. Padang : UNP Press. 2011

Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, Jakarta, Rineka Cipta, 1991

A.Kasim Achmad. Mengenal Teater Tradisional di Indinesia. Jakarta: Dewan

Kesenian Jakarta. 2006 97

Atik Soepandi dkk, Topeng Blantek Betawi, Dinas Kebudayaan DKI Jakarta :

1993.

Baghdadi Al, Abdurahman. Seni Dalam Pandangan Islam: Seni Vokal, Musik

dan Tari, Jakarta: Gema Insani, 1991. Bassam Tibi, kebudayaan dan

perubahan social. Yogyakarta: Tiara Wancana Yogya,1999.

Barker, Chris. Cultural Studies. Teori dan Praktek. Yoyakarta: Kreasi Wacana.

2004.

Bramantyo Triyono, DisseminasiMusik Barat di Timur, Studi Historis

Penyebaran Musik Barat di Indonesia dan Jepang Lewat Aktivitas

Missionaris Pada Abad Ke-16, terj. Emmanuel Kristanto Cahyo,

Yogyakarta: YayasanUntuk Indonesia, 2004.

Dahana, Radhar Panca. Homo Theafricus.Magelang: Indonesia Tera. 2000.

Danadjaja,j. Manfaat penelitian folklore Betawi, dalam : Wijaya, H. Seni

Budaya Betawi Pra Lokal Karya Penggalian dan Pengembangannya,

Dinas Kebudayaan, Jakarta

Djarot, Slamet Rahardjo. Membangun tokoh - Constatin Stanislavski.Jakarta:

PT Gramedia. 2008

Eka.The Art OfActing, Seni Peran Untuk Teater, Film & TV.Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama. 2003

Endraswara, Surwardi. Metode Pembelajaran Drama.Yogyakarta: CAPS. 2011

Fischer H.Th, Pengantar Anthropologi Kebudayaan Indonesia, terj.Anas

Makruf, Jakarta: PT Pembangunan, 1960. 98

George Ritzer dan Douglas J..Teori Sosiologi Modern.Yogyakarta: Kencana,

2007.

Gustini Heny dan Alfin Muhammad, Studi Budaya Indonesia,Bandung: Cv

Pustaka Setia, 2012.

Harymawan.Dramaturgi.Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1993

Harapan Anwarudin, Sejarah, Sastra, dan Budaya Betawi, Jakarta, APPM,

2006.

Herymawan, Dramaturgi.Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 1993.

Hoesodoningsih, Rr.Yvonnne Triyoga. Seni Pertunjukan Topeng Betawi

Kontinuitas dan Perubahannya. Tesis, FISIP – UI2006

Hariyono, Mempelajari Sejarah Secara Efektif, Yogyakata: Pustaka Jaya,

1995.

Kartodirdjo Sartono, Pendekatan llmu Sosial dalam Metodelogi Sejarah,

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992.

Muhadjir, Bahasa Betawi: Sejarah dan Perkembangannya, Jakarta, Yayasan

Obor Indonesia, 2000.

Mukhlis paeni, Sejarah Kebudayaan Indonesia Seni Pertunjukan dan seni

Media, Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Rahmat Taendiftia Emot et. al, Gado-Gado Betawi : Masyrakat Betawi dan

Ragam Budayanya, Jakarta: Grasindo, 1996.

Raga Maran Rafael, Manusiadan Kebudayaan Dalam Persfektif Ilmu Budaya

Dasar, Jakarta, RinekaCipta, 2007, 99

Rachmat, Ruchiat, dkk. (2003). Ikhtisar Kesenian Betawi. Jakarta: Dinas

Kebudayaan dan Permuseuman DKI Jakarta.

R. Brandon, James. Jejak-Jejak Seni Pertunjukan Di Asia Tenggara, (Terj).

Bandung: P4ST UPI, 2003.

R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia, jilid ke-3, Jakarta:

Kansius, Yogyakarta, 1973.

Ridwan Saidi, Profil Orang Betawi, Asal Muasal, Kebudayaan dan Adat

Istiadatnya, PT Gunara Jakarta: Jakarta, 2001

Ruchiat, Rahmat. Asal Usul Jakarta.Jakarta: Kepala Diknas Kebudayaan DKI.

1991

Rohaedi Ayat. Tarumanegara dalam Sejarah Jawa Barat dari Masa

Prasejarah hingga Masa Penyebaran Agama islam. Bandung : proyek

Peningkatan Kebudayaan Nasional Propinsi Jawa Barat, 1975

Sitorus, Eka.The Art OfActing, Seni Peran Untuk Teater, Film & TV.Jakarta:

PT Gramedia Pustaka Utama. 2003

Sastrapraja, Nurhadi. Ragam Budaya Betawi. Jakarta: Kepala Diknas

Kebudayaan DKI. 2002.

Sedyawati, Edi. Seni Pertunjukan. Jakarta : PT. Widyadara,2002

______, Sapardi Djoko Damono, Seni Dalam Masyarakat Indonesia Bunga

Rampai, Jakarta: PT. Gramedia, 1983.

Shahab Yasmine Z, Konflik Identitas:Etnis dan Religi, dalam Identitas

dan Otoritas Rekontruksi Tradisi Betawi (Depok, Laboratorium

Antropologi FISIP UI, 2004 100

Sjahrial.Seni Budaya Betawi. Jakarta: Kepala Diknas Kebudayaan DKI. 2000

Sudarsono Jowono. Nasionalisme dan Ketahanan Budaya di Indonesia,

Jakarta: LIP PRESS, 2011.

Sudarsono R.M, Pengantar Apresiasi seni, cet-I, Jakarta: Balai Pustaka, 1992

Sugimun, Jakarta Dari Tepian Air Ke Kota proklamasi, Jakarta: Dinas

Museum dan Sejarah Jakarta, 1988

Sumardjo, Jakob. Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama Indonesia.

Bandung: STSI Press, 2004

Suanda, endo. Topeng. Jakarta : LPSN, 2004

Sulisto Budi.Metode Penelitian Sejarah Sebuah Pengantar, Jakarta: Yayasan

Sarwa Saidi Ridwan. Orang Betawi dan Modernisasi Jakarta, LSIP:

Jakarta, 1994.

Surwardi Endraswara. Metode Pembelajaran Drama.Yogyakarta: CAPS. 2011

Soedarsono. Beberapa Catatan tentang Seni Pertunjukkan Indonesia.

Yogyakarta: Konservatori Tari Indonesia.

Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI, Rupa Gaya Ras Betawi, cetakan I,

Jakarta: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, 2012.

______, Ragam Seni Budaya Betawi, cetakan I,

Jakarta: Fakultas Ilmu Pengtahuan Budaya Universitas Indonesia, 2012.

Yudiaryani, Panggung Teater Dunia.Purwoharjo, Samigaluh: Pustaka Gondho

Suli. 2002.

Yuliadi, Koes. Drama Gong di Bali. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta, 2005 101

Zafar Iqbal Muhammad, Islam di Jakarta Studi Sejarah Islam dan Budaya

Betawi, Jakarta : Disertasi Program Pasca Sarjana IAIN, tidak diterbitkan

2002

Zuriah Nurul. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Dalam Perspek Perubahan.

Jakarta: Burni Aksara, 2008.

b. Majalah dan Artikel

HTN Alat Pertanian Article “Panjak” http://htn-alatpertanian.blogspot.com/201

1/03/panjak

Wikipedia Article “Pantun” http://kLwikipedia.org/wiki/Pantun

Wikipedia Article“Gedung Kesenian Jakarta”

Muluk, taufik, Aneka Ragam Kesenian Jakarta, Harian Indonesia Raya, Selasa

3 November 1973

Journal On-line, Topeng Blantek. Tersedia di web http://budaya-

indonesia.org/Topeng-Blantek-1/

c. Sumber elektronik http://Poskobudayaswadarma.blog.com http://www.beritajakarta.com http://www.bluefame.com/topic/491752-etnik-suku-betawi/ masyarakat-betawi-asal-usul-orang-betawi#.VUHcQCyZTMw 102

http://www.jakarta.go.id/v2/news/2014/03/budaya-dan-warisan-sejarah http://www.jakarta.go.id/web/encyclopedia/detail/89/Bahasa-Betawi http://kampungbetawi.com/gerobog/bebulan/menelisik-topeng-betawi/ .

103

LAMPIRAN

104

Peta Betawi www.google.com

105

DOKUMENTASI KEGIATAN TAHUN 2015 106

DOKUMENTASI KEGIATAN TAHUN 2015

107

DEKORASI ATAU GAYA PANGGU PADA SAAT PERTUNTUNJUKAN ADA OBOR DAN S 108

109

110

111

112

113

Gambar Topeng yang dipakai untuk tokoh jantuk yang ciri khasnya sebagai para pendakwah atau menyampaikan nilai nilai agama pada akhir pertunjukan

KEMENTERIAN AGAMA UNryERSITAS ISLAM NEGERI(UIN) SYARIF' HIDAYATULLAH JAKARTA T.AKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

Jl. lr. H. Ju.nda No. 95, Ciputat 15412, Jakana, lndonesia Telp. (021) 7443329, Fax. (021) 7493364

Nomor:Un.0/F2lPP.00.9l lz0t,s Jakarta, 07 Desember 2015 Lamp. r - Hal : Surat KeteranSan Observasi dan Wawancara

Yang bertanda tangan dibawah ini Nama : Nasir Mupid

Jabatan : pimpinan SanBgar Fajar lbnu sena

Dengan ini menerangkan bahwa, yang tersebut dibawah ini :

Nama : Hammatun Ahlazzikrlyah

NIM : 1111022000008

Adalah benar telah melakukan observasi dan wawancara di Sanggar Fajar lbnu Sena pada tanggal : 05 Desember 2015, Guna untuk memenuhi penyusunan penulisan Skripsi, mahasiswa Fakuhas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Program Studi Sejarah

Kebudayaan lslam.

Demikian Surat Keterangan ini kami buat untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya'

Jakarta, 07 Desember 2015

Pimpina fajar ibnu sena