POLITIK PENCITRAAN PARTAI GERINDRA TERHADAP PADA PILPRES 2009

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)

Oleh

Ridho Abdi Winahyu NIM: 1006033201190

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 2012

i

ii KATA PENGANTAR

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah menganugerahkan nikmat Islam dan Iman. Shalawat dan salam semoga senantiasa dicurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, Rasul pembawa misi pembebasan dari pemujaan terhadap berhala, Rasul dengan misi suci untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Semoga kesejahteraan senantiasa menyelimuti keluarga dan sahabat Nabi beserta seluruh ummat Islam.

Dengan tetap mengharapkan pertolongan, karunia dan hidayah-Nya, alhamdulillah penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk melengkapi salah satu syarat memperolah gelar sarjana dalam Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, dengan judul: “Politik Pencitraan Partai Gerindra terhadap Prabowo

Subianto pada Pilpres 2009.”

Penulis menyadari, penyusunan skripsi ini tentunya tidak bisa lepas dari kelemahan dan kekurangan serta menjadi pekerjaan yang berat bagi penulis yang jauh dari kesempurnaan intelektual. Namun, berkat pertolongan Allah SWT dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada:

Bapak Prof. DR. Bahtiar Effendy, MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta. Bapak Ali Munhanif, Ph. D. sebagai kepala Jurusan Ilmu Politik yang telah mendidik penulis untuk lebih teliti dan sabar dalam menyusun skripsi ini.

iii iv

Bapak M. Zaki Mubarak, M. Si. sebagai Sekertaris jurusan Ilmu Politik, dengan semangat dan masukan yang bapak berikan membuat penulis termotivasi untuk mneyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Bapak Idris Thaha, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi, yang dengan sabar dan bijak terus membimbing, menasehati dan mengarahkan penulis untuk menghasilkan karya terbaik yang penulis miliki. Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya. Kepada dosen-dosen

Jurusan Ilmu Politik yaitu Bapak Saleh, Bapak Agus, Ibu Suryani, Ibu Haniah

Hanafie, Ibu Ghefarina Djohan, dan dosen-dosen Ilmu Politik yang lainnya yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu namanya. Selanjutnya, penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Jajang dan para staf ilmu politik atas kemudahan dan keramahan dalam membantu administrasi akademik dan skripsi penulis.

Bapak Adam Muhammad, ST, sebagai Wakil Kepala Sekretariat DPP

Partai Gerindra dan Bapak Wendra Wizar sebagai Sekretaris Redaksi GEMA

Indonesia Raya , yang telah menjembatani penulis untuk bertemu dengan Bapak

Fadli Zon, SS, MSc sebagai Wakil Ketua Umum Bidang Politik dan Keamanan

DPP Partai Gerindra. Penulis ucapkan terima kasih atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis untuk mendapatkan data-data dalam menyelesaikan skripsi ini.

Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Wahino Widiantoro dan Ibunda

Kuswandari, Spd terima kasih atas kasih sayang, bimbingan dan motivasi yang tak kenal henti dari mereka berdua sehingga penulis mampu mengenyam pendidikan yang layak untuk bekal masa depan. Sebagai wujud terima kasih, penulis persembahkan skripsi ini untuk mereka berdua. Do’a ayah dan ibu v

khususnya, senantiasa penulis harapkan dalam mengarungi bahtera kehidupan ini.

Terima kasih juga untuk adikku Rizka Ayustinandini yang telah memberikan semangat kepada penulis, teruslah berjuang sampai titik darah penghabisan.

Terima kasih kepada sahabat-sahabat seperjuangan penulis di Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Politik tahun 2006/2007 yaitu Haikal,

Haris, Hasyim, Hadi, Irdia, Rahmat, Thoriq, Eko, Anwar, Hawasi, Aryo, Fikri,

Yebi, Bara, Rikih dan kawan-kawan sekelas lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namanya.

Terima Kasih kepada pengurus Sanggar Kreatif Anak Bangsa (SKAB) dan pengurus PAUD Delima Jaya yang selalu memberikan semangat kepada penulis dalam membuat skripsi. Terimakasih juga kepada Siti Masitoh yang menjadi teman seperjuangan penulis dan Rijal yang telah meminjamkan laptopnya. Dan buat calon istri Silmy Adiyati yang telah meminjamkan hati, pikiran, dan tenaganya untuk mempermudah penulis dalam menyusun skripsi. Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Firdaus Alamhudi atas motivasi dan bimbingannya.

Akhirnya penulis ucapkan terima kasih banyak kepada seluruh komponen yang telah berjasa memberikan kontribusinya, semoga Allah SWT membalas segala kebaikan amal budi baik mereka dengan sebaik-baiknya balasan. Dan skripsi ini walaupun masih banyak kekurangan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Jakarta, 26 September 2012

Ridho Abdi Winahyu vi

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………...…………i

HALAMAN PERNYATAAN …………………………………………..………ii

KATA PENGANTAR ………………………………………………….………iii

DAFTAR ISI …………………………………………………………...... ……vi

ABSTRAKSI ……………………………………………………………..…..…ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah……………………………..…..………………..1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………………………….………...11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………..…………12

D. Metode Penelitian……………………………………………..…………13

E. Sistematika Penulisan……………………………………………..……..14

BAB II KERANGKA TEORI POLITIK PENCITRAAN

A. Politik Pencitraan……………………………………………….….…….19

B. Komunikasi Politik…………………………………………….….…..….23

C. Wacana Politik…………………………………………………………...27

D. Kampanye Politik…………………………………………………….…..34

E. Media Massa dalam Politik Pencitraan………………………….….……40

1. Iklan Politik……………………………………………………...…….43

BAB III SEKILAS TENTANG PARTAI GERINDRA DAN PRABOWO

SUBIANTO

A. Sejarah Singkat Partai Gerindra…………………………………..….….50

vi vii

B. Visi dan Misi, AD/ART, dan Struktur Organisasi Partai Gerindra…...... 56

C. Potret Prabowo Subianto………………………………………...…...…..62

1. Biografi Prabowo Subianto…………………………………..…...…..63

2 Kontroversi dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia……………………66

3. Kiprah Politik Prabowo Pasca Orde Baru……………………...……..68

BAB IV POLITIK PENCITRAAN PARTAI GERINDRA TERHADAP

PRABOWO SUBIANTO PADA PILPRES 2009

A. Peran Partai Gerindra dalam Politik Pencitraan Prabowo Subianto….….72

B. Langkah-langkah Strategi Politik Partai Gerindra dalam Melakukan Politik

Pencitraan Prabowo Subianto………..…………………...…………...... 73

1. Komunikasi Politik Partai Gerindra dalam Politik Pencitraan Prabowo

Subianto………………………………………………………………75

2. Mengembangkan Wacana Ekonomi Kerakyatan sebagai Strategi

Politik Pencitraan Prabowo Subianto………………………………..77

3. Partai Gerindra dalam Mengkampanyekan Politik Pencitraan Prabowo

Subianto…………………………………………………..…….…….80

4. Penggunaan Media Massa dalam Politik Pencitraan Prabowo

Subianto………………………………………………………………86

5. Mengkonstruksi Citra Prabowo Subianto Melalui Iklan

Politik……………………………………………………………...…89

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………….…..93

B. Saran………………………………………………………..…………....95

viii

DAFTAR PUSTAKA

A. Daftar Pustaka…………………………………………………………..97

LAMPIRAN – LAMPIRAN

A. Print Screen dan Foto Dokumentasi...... 102

1. Print Screen Website Pribadi Prabowo Subianto...... 102

2. Print Screen Website Partai Gerindra...... 102

3. Print Screen Video Iklan Politik Prabowo Subianto...... 103

4. Foto Dokumentasi Kampanye Politik Partai Gerindra dan Prabowo

Subianto Pada Pemilu 2009...... 103

5. Poster Kampanye Koalisi Mega-Prabowo Pada Pemilihan Presiden

2009...... 104

6. Foto Buku Prabowo Subianto “Membangun Kembali

Raya”...... 104

7. Foto Majalah Tani Merdeka...... 105

8. Foto Dokumentasi Penulis dengan Narasumber (Fadli Zon)...... 105

B. Deklarasi Partai Gerindra...... 106

C. Susunan Pengurus Partai Gerindra…………………………...... 107

D. Transkrip Wawancara...... 108

ABSTRAKSI

Partai Gerindra merupakan bagian dari 18 partai politik baru yang ikut pemilu 2009, dan mengusung figur kontroversial Prabowo Subianto sebagai capresnya. Kondisi tersebut menempatkan Partai Gerindra pada dua masalah sekaligus. Pertama, berada dalam posisi limited populerities (popularitas terbatas), dikarenakan posisinya sebagai partai yang relatif baru. Kedua, berkaitan dengan persepsi publik terhadap capres yang diusung Partai Gerindra (Prabowo Subianto), sebagai figur kontroversial. Mengusung figur kontoversial di panggung politik bukanlah pekerjaan mudah, sebab di dalam politik, citra politik kandidat sangat diperhitungkan oleh konstituen. Oleh karena itu, Partai Gerindra memerlukan intensitas kerja yang tinggi, profesionalitas, serta perencanaan yang matang agar konstruksi citra positif pada figur politik yang diusungnya (Prabowo Subianto) bisa kembali diterima oleh masyarakat. Dalam skripsi ini penulis merumuskan masalah sebagai acuan penulis, adapun rumusan masalahnya adalah apa yang dilakukan Partai Gerindra dalam membangun politik pencitraan Parabowo Subianto pada pilpres 2009. Perumusan masalah itu dijabarkan dengan menggunakan metode penelitian. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah menggunakan jenis penelitiaan kualitatif. Penelitian kualitatif ini menggunakan teknik wawancara individu intensif (mendalam). Wawancara mendalam didasarkan pada sebuah panduan wawancara, pertanyaan-pertanyaan terbuka, dan penyelidikan informal untuk memfasilitasi diskusi tentang isu-isu dengan cara yang setengah terstruktur atau tidak terstruktur. Pertanyaan terbuka digunakan untuk memungkinkan terwawancara berbicara panjang lebar mengenai sesuatu topik. Selain data dari wawancara mendalam, penelian ini menggunakan data-data dari buku beserta artikel yang berhubungan dengan AD/ART partai Gerindra, catatan pemerintah, media massa, internet, dan sumber lain yang relevan dengan penelitian. Pada saat musim kampanye politik 2009 Partai Gerindra berperan dalam melakukan politik pencitraan Prabowo Subianto. Langkah politik pencitraan yang dilakukan Partai Gerindra terhadap Prabowo diantaranya adalah Partai Gerindra melakukan kampanye politik yang cukup intens di berbagai media publik, baik internal maupun lokal. Selain menggunakan jasa media, Partai Gerindra juga melakukan komunikasi politik secara dialogis keberbagai segmentasi masyarakat misalnya kaum buruh, mahasiswa, petani, nelayan dan guru. Langkah-langkah strategi politik pencitraan yang dilakukan Partai Gerindra terhadap Prabowo Subianto diantaranya adalah Partai Gerindra melakukan komunikasi politik secara dialogis keberbagai segmentasi masyarakat misalnya kaum buruh, mahasiswa, petani, nelayan dan guru. Intensitas komunikasi politik yang dibangun Partai Gerindra dengan masyarakat menghasilkan kebijakan-kebijakan politik yang pro- rakyat seperti gagasan mengenai wacana ekonomi kerakyatan. Selain komunikasi secara dialogis, Partai Gerindra melakukan kampanye politik yang cukup intens di berbagai media massa (televisi, koran, jurnal, radio dan jejaring sosial), baik internal maupun lokal. Di media televisi Prabowo sering ditampilkan melalui iklan-iklan politiknya bersama Partai Gerindra mengajak keseluruh masyarakat Indonesia untuk kembali memperhatikan ekonomi kerakyatan, dengan harapan akan tercipta persepsi baik terhadap Prabowo

ix

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Partai Gerindra (Gerakan Indonesia Raya) merupakan bagian dari 18 partai politik baru pada pemilu 2009.1 Partai ini (Gerindra) dideklarasikan secara resmi pada 6 Februari 2008.2 Salah satu faktor yang melatarbelakangi didirikannya Partai Gerindra adalah sebagai respon terhadap kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang dianggap semakin melemah. Bahkan menurut para inisiator Partai Gerindra, upaya yang dilakukan para pemegang kebijakan dalam membangun bangsa justru terjebak pada arus ekonomi pasar, sehingga yang terjadi malah kemunduran sistem perekonomian kita (Indonesia) dan kehidupan masyarakat malah menjadi lebih sulit.3 Maka dari itu, ide untuk mendirikan partai politik oleh para elit Partai Gerindra menjadi sebuah keniscayaan.

Pokok-pokok perjuangan platform4 yang ditawarkan oleh Partai Gerindra tidak berbeda dengan partai politik di Indonesia yaitu mencakup beberapa sektor diantaranya adalah di bidang ekonomi, kesejahteraan rakyat, pertanian dan perikanan, lingkungan hidup, sosial dan budaya, hukum dan HAM (Hak Asasi

Manusia), pertahanan dan keamanan, otonomi daerah, politik luar negeri,

1 Selanjutnya, menurut catatan Komisi Pemilihan Umum (KPU), ada 38 partai politik dan 6 partai lokal di Aceh yang bisa lolos menjadi peserta pemilu 2009. Kemudian dari 38 partai tersebut, terdapat 18 partai politik yang benar-benar baru dan kompetisi pada pemilu 2009 merupakan pengalaman pertamanya. Lihat, Arief Mujayatno, Gagalnya Upaya Penyederhanaan Jumlah Parpol, artikel diakses pada 15 Agustus 2011 http://www.antaranews.com/view/?i=1215515162&c=ART&s= 2 DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Tanya Jawab Seputar Partai Gerindra, (Jakarta: Gerindra, 2008), h. 3. 3 Ibid. 4 Definiisi platform adalah pernyataan sekelompok orang atau partai tentang prinsip atau kebijakan. Lihat, Pusat Bahasa Departement Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta: Gramedia, 2008), h. 1085.

1 2

perburuhan, pengembangan riset, teknologi dan sebagainya.5 Dengan adanya perhatian terhadap masalah tersebut (sebagaimana tercantum di dalam platform

Gerindra), Partai Gerindra yakin bahwa berbagai masalah sosial di Indonesia akan mudah teratasi.

Meskipun keberadaan Partai Gerindra masih baru di kancah perpolitikan nasional, namun Partai Gerindra memiliki perhatian yang tinggi terhadap perubahan system dan pendekatan dalam pembangunan ekonomi. Pendekatan yang dilakukan Partai Gerindra adalah dengan mengganti pendekatan neo-liberal dengan pendekatan ekonomi kerakyatan.6

Gagasan ekonomi kerakyatan yang ditawarkan Partai Gerindra diaplikasikan melaluli berbagai kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan seperti melaksanakan pelatihan keberbagai daerah, melakukan penyuluhan terhadap para pedagang tradisional serta mempererat relasi dengan berbagai organisasi- organisasi ekonomi.7 Orientasi dari usaha yang dibangun tersebut ialah untuk meperoleh pengertian, kepercayaan, penghargaan, mengembangkan citra positif partai, dari suatu badan khusus dan masyarakat pada umumnya.8 Organisasi yang dekat dengan Gerindra diantaranya adalah APPSI (Asosiasi Pedagang

SeIndonesia), HKTI (Himpunan Kerukunan Tani Indonesia), terlebih lagi

Prabowo Subianto secara personal memiliki kedekatan dengan kedua organisasi tersebut.9

5DPP Partai Gerindra, Tanya Jawab, h. 19-39. 6A. Pambudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, (Jakarta: Penerbit Narasi, 2009), h. 124. 7DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Acuan Kampanye Menejemen Pemasaran Partai Politik: Strategi Pemenangan Pemilu 2009,(Jakarta: Gerindra, 2008), h. 40-42. 8 Ibid, 9 A. Pambudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, h. 103-105.

3

Dalam kampanye politik pada pemilu (pemilihan umum) 2009, Partai

Gerindra mengangkat isu ekonomi kerakyatan sebagai bagaian dari produk politiknya. Hal ini terlihat pada tulisan Prabowo Subianto yang berjudul

“Membangun Kembali Kemakmuran Indonesia Raya, Delapan Program Aksi untuk Kemakmuran Rakyat”, delapan aksi yang dimaksud semua berisi masalah upaya untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi kerakyatan.10

Pemilu 2009 merupakan ajang pertama Partai Gerindra menjadi kontestan politik di pentas nasional. Berbekal kerja keras para elit partai, kharismatik ketokohan, serta dukungan finansial yang cukup tinggi hingga mencapai 15 Miliar untuk biaya oprasional kepartaian, maka Partai Gerindra tergolong sebagai partai yang diperhitungkan oleh kontestan lainnya (partai peserta pilpres 2009).11

Termasuk oleh partai-partai besar yang telah lebih dahulu berkecimpung di politik

Indonesia, seperti (Partai Golongan Karya), PDIP (Partai Demokrasi

Indonesia Perjuangan), maupun Partai Demokrat.

Perolehan kursi di legislatif yang di dapat Partai Gerindra pada pemilu

2009 merupakan bukti rill kekuatan Partai Gerindra. Berkisar 26 kursi (4,8 %)

DPR dari 560 kursi (100 %) yang diperebutkan berhasil diperoleh oleh Partai

Gerindra.12 Jumlah ini merupakan prestasi yang luar biasa untuk kategori partai baru dan sekaligus menempatkan Partai Gerindra pada posisi setrategis dalam persaingan antar partai.

10 Sidik Suhada, Gaya Retorika Komunikasi Politik Prabowo, (Malang: Lembaga Suprimasi Media Indonesia, 2009), h. 58. 11 Mohammad Choiruman, Dana Kampanye Gerindra Paling Besar, Rp 15 Miliar, artikel diakses pada 15 Agustus 2011 http://forum.detik.com/ t90781.html. 12 Inke Suharni, “Humas dalam Kompanye Politik: Studi Partai Gerindra Menghadapi pemilu 2009,” (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2009), h. 12.

4

Faktor keberhasialan Partai Gerindra pada pemilu 2009 tidak hanya dipengaruhi oleh kehebatan dalam menajemen pemasaran partai, atau besarnya ketersediaan finansial saja. Hal lain yang penting diperhatikan adalah keberadaan figur politik sekelas Prabowo Subianto di dalam kepengurusan partai tersebut

(Gerindra). Kehadiran Prabowo berpengaruh besar terhadap peningkatan popularitas partai. Inilah yang menjadi salah satu inisiatif Partai Gerindra mengusung Prabowo Subianto sebagai salah satu figur utama politiknya. Telah umum ketahui bahwa Prabowo Subianto adalah figur kontroversial yang telah berpengaruh sejak reformasi awal 1998, maka Prabowo Subianto sedikit banyak telah dikenal publik. Realitas seperti ini memberikan keuntungan bagi Partai

Gerindra untuk mendongkrak popularitas partai serta kandidatnya (Prabowo

Subianto).13

Dalam pilpres (pemilihan presiden) maupun pilkada (pemilihan kepala daerah) langsung, kepopuleran sangat mendominasi dan menentukan bagi pilihan- pilihan yang dilakukan oleh rakyat.14 Selain itu garis ideologis Prabowo Subianto memiliki kesamaan visi dan misi dengan Partai Gerindra yaitu memperjuangkan konsep ekonomi kerakyatan.15 Paling tidak, inilah yang menjadi alasan Partai

Gerindra mengusung Prabowo Subianto sebagai figur politik dan capresnya pada pilpres 2009.

13 Selanjutnya, sepuluh tahun sejak reformasi 1998, Prabowo Subianto masih memiliki popularitas. Survei yang dilakukan Pride Indonesia (Political Research Institute For Democracy) periode Juni-Juli 2008 menunjukan bahwa Prabowo meraih popularitas paling tinggi. Survei ini ditujukan untuk mengetahui tingkat popularitas para mantan tentara dan polisi. Sebanyak 89,9 % responden mengaku mengenal nama Prabowo. Berturut-turut eks militer yang dikenal publik adalah Adang daradjatun (78,3%), Sutanto (75,3 %), Mardiyanto (50,4%), Ryamizard Ryacudu (49,2%). Lihat, A. Pambudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, h. 139. 14 Pahmy Sy, Politik Pencitraan, ( Jakarta: Gaung Persada Pers 2010), h. 37. 15 Femi Adi Soempeno, Prabowo Dari Cijantung Bergerak ke Istana, (Yogyakarta: Galangpress, 2009), h. 195-196.

5

Sepak terjang Prabowo di belantika politik Indonesia memang penuh dengan kontroversial, berbagai spekulasi negatif tidak jarang dilontarkan pada pribadinya, terutama isu tentang pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia).16

Kemudian Prabowo Subianto pernah menjadi bagian dari keluarga penguasa otoriter yaitu mantan presiden Soeharto. Posisi Prabowo sebagai bagian dari mantan keluarga Soeharto jelas berpengaruh pada citranya sebagai figur politik.

Mengusung figur kontoversial di panggung politik bukanlah pekerjaan mudah, sebab di dalam politik, citra politik kandidat sangat diperhitungkan oleh konstituen. Oleh karena itu, Partai Gerindra memerlukan intensitas kerja yang tinggi, profesionalitas, serta perencanaan yang matang agar konstruksi citra positif pada figur politik yang diusungnya (Prabowo Subianto) bisa kembali diterima oleh masyarakat. Upaya membangun citra agar sampai di masyarakat sesuai dengan apa yang diharapkan, maka diperlukan adanya komunikasi politik.

Komunikasi politik di sini dipahami sebagai usaha terus-menerus oleh suatu partai untuk melakukan komunikasi yang bersifat dialogis maupun monologis dengan masyarakat. Komunikasi politik yang dibangun tidak hanya berisifat temporal (dilakukan hanya pada waktu kampanye politik), melainkan melekat juga pada pemberitaan dan publikasi atas apa saja yang telah, sedang, dan akan dilakukan oleh partai politik bersangkutan. Tujuan dari komunikasi politik ini menciptakan kesamaan pemahaman politik (misalnya pesan, permasalahan,

16 Selanjutnya, Prabowo di duga kuat terkait isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Timor Timur. Dia mengirimkan pasukan “ninja” ke Timor Timur pada tahun 1995, untuk melancarkan aksi teror yang membuat Komandan Korem Timor Timur saat itu, Kolonel Inf Kiki Sjahnakrie, geram dan nyaris baku hantam dengan Prabowo di kantor Pangdam IX Udayana, Mayjen TNI Adang Ruchiatna. Lihat, Siar Xpos,” Prabowo Come Back,” Artikel diakses pada tanggal 21 Maret 2011 dari http://laleristana.dagdigdug.com/2009/02/09.html. Selanjutnya, dia juga di duga mendalangi penculikan dan penghilangan paksa terhadap sejumlah aktivis pro- Reformasi dan dalang kerusuhan pada Mei 1998. Lihat, Arifin Asydhad, 14 Korban Penculikan yang Diyakini Sudah Meninggal, artikel diakses pada 21 Maret 2011 dari http://www.detiknews.com/read/2005/06/14.html.

6

isu, kebijakan politik) antara satu partai politik dengan masyarakat.17 Apabila proses komunikasi ini dibangun, maka konstruksi citra (image) akan terbentuk pada masyarakat.18

Keputusan Partai Gerindra mengusung figur Prabowo Subianto sebagai kandidat Presiden pada pemilu 2009, tentunya membutuhkan strategi politik yang baik. Karena telah menjadi rahasia umum bahwa Prabowo memiliki latar belakang sejarah yang bermasalah (kasus HAM) pada saat dia masih aktif di militer, maka sedikit banyak telah mempengaruhi citra positifnya. Skripsi ini berusaha mengangkat fenomena politik pencitraan Prabowo Subianto oleh Partai

Gerindra pada pilpres 2009. Dan penulis menggunakan sebagian dari metodelogi marketing politik, seperti iklan politik (adverstising), pendekatan citra politik

(political image), untuk dijadikan sebagai salah satu kerangka teoritisnya.

Meskipun istilah marketing politik baru berkembang akhir-akhir ini, namun aktifitas marketing dalam politik telah dilakukan sebelum kaum intelektual dan akademisi mempelajarinya.19

Di Indonesia sendiri aktivitas marketing politik dijadikan strategi handal untuk membangun citra dan popularitas partai maupun kandidatnya. Di dalam

17 Firmanzah Ph.D. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006), h. 242. 18 Anwar Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 176. 19 Selanjutnya, di Inggris pada pemilu 1929, aktivitas marketing politik (political Marketing) telah banyak dilakukan oleh partai politik Inggris. Partai Konservatif menjadi partai pertama yang menggunakan agen biro iklan (Holford-Bottomley Adverstising Service) dalam membantu mendesain dan mendistribusiakn poster dan pamfletnya. Lihat, Firmanzah, Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 149-150. Sementara Partai Buruh mulai menggunakan marketing nya pada saat diresmikanya departemen publikasi ditahun 1917 dan dibantu oleh agen publikasi Egerton Wake yang kemudian berperan aktif dalam kampanye Partai Buruh. Selain itu, media-media massa seperti TV, radio, koran juga turut mewarnai kehidupan politik di inggris. Media massa bernama Saatchi dan Saatchi sangat berperan dalam penciptaan slogan “Labour isn’t Working” yang mampu mempengaruhi penurunan tingkat kepercayaan massa Partai Buruh dan mengantarkan Parati Konservatif memenangkan pemilu di tahun 1979 . Ibid, h. 150.

7

konstelasi politik, citra dan popularitas menduduki posisi penting. Selain bertujuan untuk menjaring suara konstituen, popularitas juga berperan sebagai jalan untuk mengkonstruksi citra partai atau kandidat. Hasil studi Fritz Plasser e al, menunjukan bahwa faktor pertama yang mempengaruhi peluang kandidat untuk menang pemilu di Eropa adalah image atau citra.20 Citra sebagai kunci kemenangan pemilu juga menjadi keniscayaan di Indonesia sejak pemilu 2004.

Citra adalah gambaran manusia mengenai sesuatu, atau jika mengacu pada

Lippman, citra adalah persepsi akan sesuatu yang ada di benak seseorang dan citra tersebut tidak selamanya sesuai dengan realitas sesungguhnya.21

Pentingnya citra diri dalam peta politik juga dikemukakan oleh Yasraf

Amir Piliang. Ia menyatakan:

“Dalam politik abad informasi, citra politik seorang tokoh yang dibangun melalui aneka media cetak dan elektronik seakan menjadi mantra yang menentukan pilihan politik. Melalui mantra elektronik itu, maka presepsi, pandangan dan sikap politik masyarakat dibentuk bahkan dimanipulasi. Ia juga telah menghanyutkan para elit politik dalam gairah mengkonstruksi citra diri, tanpa peduli relasi citra itu dengan realitas sebenarnya. Politik kini menjelma menjadi politik pencitraan, yang merayakan citra ketimbang kompetensi politik”.22

Berkaitan dengan Partai Gerindra, dari awal telah di singgung bahwa

Partai Gerindra merupakan partai baru dari 38 partai politik yang ikut pemilu

2009, dan mengusung figur kontroversial Prabowo Subianto sebagai Capres.

Kondisi tersebut menempatkan Partai Gerindra pada dua masalah sekaligus.

Pertama, berada dalam posisi limited populerities (popularitas terbatas), dikarenakan posisinya sebagai partai yang relatif baru. Kedua, berkaitan dengan

20Adam Nursal, Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 75. 21Jalaludin Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Ramaja Rosdaka, 2001), h. 223. 22Sumbo Tinarbuko, Iklan politik dalam realitas media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2009),h.7.

8

persepsi publik terhadap Capres yang diusung Partai Gerindra (Prabowo

Subianto), sebagai figur kontroversial. Kehadiran tokoh dalam partai juga memiliki pengaruh besar terhadap politik pencitraan partai. Neil Postman, seorang pedagang dan kritikus media mengatakan bahwa politik adalah bisnis. Dalam masyarakat, citra, kesan dan penampilan luar adalah segalanya. Di Indonesia tipe pemilih masih termasuk tradisional. Dalam politik tradisional, politik ditandai oleh ketergantungan partai pada kharisma individu pemimpinnya. Realitas yang diperoleh dari survei yang dilakukan majalah MIX-MarketingXtra menujukan, citra yang dibangun oleh partai sebagian besar ditentukan oleh tokohnya.23 Oleh kerena itu, wajar apabila Partai Gerindra sangat gencar melakukan pencitraan tokoh dan promosi partai karena terdapat kecenderuangan simbiosis mutualistik

(saling menguntungkan) antara keduanya (Gerindra dan Parbowo).

Untuk merekam usaha politik pencitraan Prabowo Subianto oleh Partai

Gerindra pada pilpres 2009, bisa terlihat pada strategi kampanye Partai Gerindra terutama melalui berbagai media massa. Dengan memanfaatkan kelebihan media inilah Partai Gerindra mampu mempromosikan pesan, gagasan, ideologi, pandangan politik, serta pencitraan figur Parbowo Subianto yang dikemas dalam iklan politiknya.24

Hasil dari usaha politik pencitraan Prabowo oleh Partai Gerindra pada pemilu 2009, mengalami peningkatan cukup baik atau dengan kata lain, Partai

23Aruman, “Tirani Citra”, Majalah Mix Marketing Xtra, edisi 01/VI/12 Januari-8 Februari 2009, h 28. 24Selanjutnya, iklan politik pencitraan pertama Prabowo Subianto adalah, Parbowo ditampilkan sebagai Ketua Umum HKTI yang berusaha mempopulerkan pengutamaan produksi petani. Iklan kedua Prabowo, sebagai Ketua Umum Assosiasi Pedagang Pasar Tradisional, mengajak masyarakat membeli prodak dalam negeri. Kemudian pada iklan ketiga Prabowo mengenalkan visi dan misi Partai Gerindra dan iklan ini diperkirakan AC Nielsen telah menghabiskan biaya sekitar Rp 8 Miliar per-bulan pada periode Juli-Oktober. Lihat, Rusady Ruslan, Kiat dan Strategi Kampanye Publik Relations (Jakarta: PT Grafindo, 2007), h. 61.

9

Gerindra berhasil melakukan politik pencitraan tokoh Parbowo Subianto. Hasil ini bisa dilihat pada hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2008. Berdasarkan Survei menyebutkan, simpati dan dukungan massa terhadap Partai Gerindra beserta Prabowo pada Juni 2008 berada pada tingkatan

1,0 %. Namun, pada September dan November mengalami peningkatan menjadi

3,0 % dan 4,0 %. Kemudian hasil survei Cirus Surveior Group pada November menunjukan, dukungan terhadap Gerindra sekitar 5,5 %.25

Di luar media, upaya pencitraan Prabowo tercermin pada keputusan Partai

Gerindra untuk berkoalisi dengan PDI Perjuangan. Landasan paling fundamental dari koalisi yang dibangun oleh kedua partai ini (Gerindra dan PDIP) ialah adanya kesamaan ideologi nasionalis di antara keduanya. Dalam teori koalisi, corak koalisi seperti ini disebut koalisi berbasis ideologi yang menekankan pentingnya ideologi partai dalam pembentukan koalisi.26 Meraih kekuasaan dipemerintahan bukanlah tujuan akhir politisi partai, tetapi sarana untuk menjalankan program ideologis dan menerapkan berbagai kebijakan yang didasarkan pada ideologi.

Kemudian koalisi yang dibangun bertujuan agar membentuk pemerintahan yang kompak.27

Dilihat dari target pemilih atau basis massa, kedua partai ini juga memiliki kesamaan yaitu kalangan menengah ke bawah atau biasa di sebut wong cilik, yang tinggal di pelosok desa maupun pelosok kota seperti kaum petani, nelayan, buruh dan lainya. Identitas wong cilik yang sebelumnya identik dengan PDI Perjuangan, kini mengalami perluasan. Partai Gerindra juga turut mempromosikan dirinya

25 Soempeno, Prabowo Berbintang Tiga: Dari Cijantung Bergerak ke Istana, h. 209. 26 Kuskridho Ambardi, Mengungkap Politik Kartel: Stadi tentang Sistem Kepartaian di Indonesia Era Reformasi, (Jakrta: Gramedia, 2009), h. 26. 27 Ibid, h. 27.

10

sebagai bagian dari partai untuk masyarakat kecil atau wong cilik. Seperti disebutkan oleh M. Asrian Mirza ketika memberikan argumentasinya mengenai positioning Partai Gerindra mengatakan :

“Pencitraan partai baru, sebagai partai baru kita ingin memperkenalkan ini partai kita, partai kita adalah partai wong cilik, partai untuk petani, partai untuk pedagang pasar, partai untuk nelayan, itu yang akan kita bela. Nah itu semua kita citrakan melalui media. Ini yang membedakan perjuangan partai kita dengan partai lain. Kita memposisikan partai kita sebagai partai wong cilik yang ingin memperjuangkan nasib rakyat kecil. Semuanya berusaha kita rangkul”.28

Dari argumentasi ini semakin mempertegas bahwa Partai Gerindra memposisikan dirinya sebagai partai untuk rakyat kecil (wong cilik). Pembelaan terhadap rakyat kecil ini sekaligus menjadi positioning Partai Gerindra yang bertujuan untuk memberikan kesan di benak masyarakat agar bisa membedakan pesan-pesan yang berkaitan dengan nilai, visi, misi tujuan dan cita-cita politik

Partai Gerindra sehingga dapat diterima oleh masyarakat.29 Dengan positioning masyarakat dapat membedakan karakterristik Partai Gerindra dengan partai lain dan karakteristik partai menjadi image (citra) di mata msyarakat.

Berdasarkan analisa di atas, memberikan deskripsi bahwa pilpres 2009 merupakan ajang bagi Partai Gerindra untuk melakukan konstruksi image (citra) ketokohannya (Parbowo Subianto), untuk proyek masa depan partai. Besarnya

28 Arifi Bambani Amri, “Kepak Syap Gerindra”. Artikel diakses 4 Agustus 2011 dari http://sorot.vivanews.com/news/read/27935-kepak_sayap_gerindra. 29 Positioning dalam marketing di definisikan sebagai semua aktivitas untuk menanamkan kesan di benak para konsumen agar mereka bisa membedakan produk dan jasa yang dihasilkan oleh organisasi bersangkutan. Dalam positioning, atribut produk dan jasa yang dihasilkan akan di rekam dalam bentuk image (citra) yang terdapat dalam sistem kognitif konsumen. Dengan demikian, konsumen akan mudah mengidentifikasi dan membedakan produk dan jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dengan produk yang lainnya. Dalam konteks politik, pemahaman positioning adalah usaha untuk memasukan pesan politik atau menjejalkan suatu citra politik (kesan) mengenai sebuah partai politik kedalam jendela benak para konstituen atau calon konstituen. Lihat Firmanzah, Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 189. Lihat juga, DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Acuan Kompanye manajemen Pemasaran Partai Politik: Strategi Pemenangan Pemilu 2009, h. 28.

11

suara yang diperoleh Partai Gerindra hingga mencapai 26 kursi (4,8 %) di DPR dari 560 kursi (100 %) yang diperebutkan pada pemilu 2009. Serta meningkatnya presentasi simpati publik terhadap Prabowo Subianto (LSI Juli 2008, 1,0 %.

September dan November 2008 3,0 % dan 4,0 %. Cirus Surveror. November

2008, 5,5 %), mengindikasikan bahwa Partai Gerindra telah berhasil membangun citra (image) figur Prabowo Subianto di mata publik. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam fenomena politik pencitraan Prabowo Subianto oleh Partai Gerindra. Judul yang akan diangkat dalam skripsi ini adalah “Politik

Pencitraan Partai Gerindra terhadap Prabowo Subianto pada Pilpres 2009.”

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Pesatnya arus perkembangan media informasi, serta diberikannya hak masyarakat untuk dapat memilih secara langsung pemimpin nasional dan daerah di legeslatif serta eksekutif, maka semakin memperketat persaingan antar partai dan kandidatnya pada arena-arena politik. Realitas seperti ini menuntut hampir semua institusi politik dan figur-figur politik untuk terjun secara langsung ke masyarakat serta berupaya keras membangun citra politik yang baik, berwibawa, populis, cerdas, bermoral dan lain-lain. Konstruksi citra yang dikembangkan di percaya sebagai strategi positif untuk menarik simpati masyarakat. Sehingga ketika pemilu digelar, masyarakat sudah dapat mengenali figur mana yang telah di kenal dan akan dipilihnya.

Pemilu 2009 adalah ajang di mana aktivitas politik pencitraan begitu mendominasi politik Indonesia. Fenomena ini bisa terlihat pada peningkatan jumlah iklan politik dibeberapa media massa yang ditampilkan pada saat pemilu

12

akan diselenggarakan. Hasil riset AC Nielsen dalam kuartal pertama pemilu 2009 memperlihatkan, Partai Golkar menempati posisi teratas dengan belanja iklan sebanyak Rp. 185 Miliar dengan 16 ribu spot iklan. Kemudian disusul oleh Partai

Demokrat Rp. 123 Miliar dalam 11 ribu spot dan Partai Gerindra Rp. 66 Miliar yakni 4 ribu spot iklan.30

Analisa Neilsen di atas, tidak hanya memprediksiakan partai-partai lama yang sibuk melakukan pencitraan, namun terlihat jelas Partai Gerindra sebagai kontestan baru pada pemilu 2009, turut terlibat didalamnya. Upaya Partai

Gerindra melakukan sebuah pencitraan dipengharuhi oleh adanya figur politik

Prabowo Subianto yang identik dengan figur kontroversial.

Agar pembahasan skripsi ini tidak melebar, penulis akan memfokuskan pada penelitian tentang politik pencitraan Parbowo Subianto oleh Partai Gerindra pada pilpres 2009. Maka dari itu, pertanyaan yang akan diteliti pada skripsi ini adalah apa yang dilakukan Partai Gerindra dalam membangun politik pencitraan

Parabowo Subianto pada pilpres 2009. Itulah yang menjadi fokus perumusan masalah dalam penelitian ini.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan penelitian

Tujuan dari penelitian skripsi ini penulis mencoba untuk mengetahui bagaimana peran dan strategi politik Partai Gerindra dalam mengkonstruksi reputasi image (citra) positif Prabowo Subianto yang dianggap buruk pada masa

30Vennie Melyani,”Belanja Iklan Partai Politik Mencapai Rp 1 triliun”, Artikel diakses pada 6 Agustus 2011 http://www.tempo.co/hg/bisnis/2009/04/28/brk,20090428-173209,id.html.

13

lalu karena terkait isu-isu pelanggaran HAM dan kedekatannya dengan keluraga

Soeharto yang menjadi penguasa pada saat itu.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini untuk menambah wawasan mahasiswa pada umumnya dan bagi penulis pribadi pada khususnya bahwa keberhasilan politik pencitraan Prabowo Subianto tidak terlepas dari peran Partai Gerindra yang menjadi instrumen untuk membentuk politik pencitraanya. Maka dari itu, perlu kita ambil hikmah dari fenomena tersebut bahwa perlu adanya kerjasama yang baik antara partai dengan figur yang akan diusungnya, sehingga pencitraan yang dibentuk dapat diterima di benak masyarakat.

D. Metode Penelitian

Penelitian skripsi ini menggunakan metode kualitatif. Metode ini lebih memengedepankan kualitas data yang diperoleh. Metode penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif . Analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik pembahasan deskriptif analsis yaitu dengan memaparkan dan menggambarkan serta menganalisa data-data yang diperoleh. Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, serta tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta situasi-situasi tertentu.

“Penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, ucapan atau tulisan, dan prilaku yang dapat diamati dari subjek itu sendiri. Pendekatan ini menunjukan langsung dari seting itu secara keseluruhan. Subjek setudi baik berupa organisasi, lembaga, atau pun individu tidak dipersempit menjadi variabel yang terpisah atau menjadi hipotesis, tetapi dipandang sebagai bagian dari satu keseluruhan”.31

31Burhan Bungin, Metodelogi Penelitian Kualitatif, Aktualisasi Metodelogis Ke Arah Ragam Farian Kontemporer, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), h. 31.

14

Penelitian kualitatif ini menggunakan teknik wawancara individu intensif

(mendalam). Wawancara mendalam didasarkan pada sebuah panduan wawancara, pertanyaan-pertanyaan terbuka, dan penyelidikan informal untuk memfasilitasi diskusi tentang isu-isu dengan cara yang setengah terstruktur atau tidak terstruktur. Pertanyaan terbuka digunakan untuk memungkinkan terwawancara berbicara panjang lebar mengenai sesuatu topik.32

Data wawancara dalam penelitian ini adalah narasumber dari Partai

Gerindra, Bapak Fadli Zon (Wakil Ketua Umum Partai Gerindra). Selain data dari wawancara mendalam, penelian ini menggunakan data-data dari buku beserta artikel yang berhubungan dengan AD/ART partai Gerindra, catatan pemerintah, media massa, internet, dan sumber lain yang relevan dengan penelitian.

Mengenai teknik penulisan dalam skripsi ini, penulis mengacu sepenuhnya pada buku standar penulisan skripsi untuk pedoman penulisan skripsi pada buku

Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, Desertasi) yang diterbitkan oleh

CeQDA (Center for Quality Development and Anssurance).

E. Sistematika Penulisan

Agar penulisan ini menjadi lebih sistematis, maka penulis membagi isi skripsi ini menjadi lima bab, tiap bab yang di dalamnya terdiri dari beberapa sub-bab. Adapun sistematikanya sebagai berikut:

Penulisan ini di mulai dari bab pertama, yang menjelaskan latar belakang masalah. Di mana di dalamnya mendeskripsikan usaha Partai Gerindra dalam

32 David Marsh dan Gerry Stoker, Teori dan Metode Dalam Ilmu Politik, (Bandung: Penerbit Nusa Media, 2010), h. 240

15

melakukan politik pencitraan Prabowo Subianto, latar belakang Partai Gerindra mengusung Prabowo Subianto, sekilas menguraikan tentang figur Prabowo

Subianto, memotret fenomena koalisi antara Gerindra dengan PDI Perjuangan dan mengidentifikasi Partai Gerindra sebagai partai wong cilik. Bab pendahuluan juga berisikan pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian dan teknik penulisan, serta sistematika penulisan.

Selanjutnya dalam bab kedua, berisi teori-teori politik yang berkenaan dengan rumusan masalah yang hendak diteliti. Dalam penelitian ini penulis ingin meneliti langkah_langkah strategi politik Partai Gerindra dalam melakukan politik pencitraan terhadap Prabowo Subianto. Sehingga teori-teori yang penulis gunakan diantaranya adalah teori politik pencitraan yang dalam substansi pembahasannya berisikan pendekatan teori citra politik dan teori-teori pendukung seperti komunikasi politik, wacana politik, dan kampanye politik. Selanjutnya keterlibatan media massa sebagai penunjang saluran informasi dalam membentuk pencitraan Partai Gerindra memiliki peran penting karena kecepatan informasi yang didapatkan masyarakat melalui iklan-iklan politik, maka dari itu teori media massa turut melengkapi pada pembahasan bab ini.

Selanjutnya pada bab ketiga, menjelaskan secara umum gambaran dari

Partai Gerindra sebagai partai baru pada pilpres 2009. Dari sejarah singkat berdirinya Partai Gerindra, partai ini termasuk partai termuda di belantika politik

Indonesia. Partai Gerindra membawa visi-misi kerakyatan yang membedakan partai ini dengan partai-partai lainnya. Bab ini menjelaskan sekilas tentang

AD/ART, struktur organisasi Partai Gerindra. Kemudian bab ini juga

16

menguraikan tentang profil Prabowo Subianto sampai pada kiprahnya di politik pasca Orde Baru.

Kemudian pada bab keempat (isi), merupakan inti dari skripsi ini, penulis akan menguraikan peran Partai Gerindra dalam melakukan politik pencitraan

Prabowo Subianto, serta strategi politik yang terekam dalam langkah-langkah

Partai Gerindra dalam membentuk politik pencitraan Prabowo Subianto pada pilpres 2009. Peran Partai Gerindra dalam melakukan politik pencitraan Prabowo

Subianto terekam dari langkah-langkah srategi politik pencitraan yang dilakukan partai, diantaranya adalah Partai Gerindra melakukan komunikasi politik kepada masyarakat untuk menampung aspirasi dan membuat kebijakan politik yang populer (pro-rakyat) seperti gagasan mengenai wacana ekonomi kerakyatan.

Untuk menyalurkan gagasan dan wacana politik nya (ekonomi kerakyatan) Partai

Gerindra memanfaatkan momentum kampanye dengan cukup baik dengan menggunakan jasa media massa (media cetak dan media elektronik) untuk mempromosikan (iklan) Partai Gerindra dan kandidatnya (Prabowo Subianto).

Selanjutnya dalam bab kelima adalah bab penutup, di mana dalam bab ini penulis mencoba menyimpulkan, serta menjelaskan substansi dari bab-bab sebelumnya yang menjelaskan tentang apa yang menjadi tema sekripsi ini.

Ternyata politik pencitraan sangat diperlukan di era demokrasi dan teknologi informasi. Momentum tersebut dimanfaatkan dengan baik oleh Partai Gerindra dalam membentuk dan menjaga citra (pencitraan) Prabowo Subianto. Tujuan utama Partai Gerindra pada pilpres 2009 adalah menjadikan partai ini sebagai partai pemenang dan penguasa di negeri ini (Republik Indonesia). Untuk mencapai tujuan tersebut harus dibangun pencitraan positif dengan langkah-

17

langkah politik yang baik (tahapan strategi politik Partai Gerindra; membangun komunikasi politik dengan masyarakat, menciptakan kebijakan publik yang pro- rakyat, dan memanfaatkan momentum kampanye dengan baik dengan menggunakan jasa media massa) sehingga mendapat simpatik dari rakyat

Indonesia. Walaupun cita-cita tersebut belum terlaksana, Partai Gerindra sebagai partai baru yang mengusung figur kontroversi (Prabowo Subianto) telah berhasil membentuk dan menjaga citra partai. Hal ini terlihat dengan perolehan suara pada pemilu 2009, Partai Gerindra menduduki urutan kedelapan dalam perolehan suara dengan meraih 26 kursi (4,5%) dari 560 kursi (100%) di DPR (Dewan Perwakilan

Rakyat) Republik Indonesia.

Selanjutnya bab penutup berisi saran-saran dari penulis yang nanti bisa bermanfaat. Terkai politik pencitraan yang dilakukan Partai Gerindra terhadap

Prabowo Subianto pada pilpres selanjutnya. Agar sebaiknya Partai Gerindra dan

Prabowo Subianto lebih mengedepankan program-program nyata yang langsung berdampak positif kepada masyarakat, karena pencitraan tidak selamanya sesuai dengan realitas sesungguhnya. Pada bagian akhir penulis juga mencantumkan daftar pustaka yang digunakan penulis sebagai rujukan dalam penulisan skripsi ini.

BAB II

KERANGKA TEORI POLITIK PENCITRAAN

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan dalam Bab I bahwa yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana Partai

Gerindra dalam membangun politik pencitraan Parbowo Subianto pada pilpres

2009. Partai Gerindra merupakan infrastruktur politik yang melakukan proses politik pencitraan pada Prabowo Subianto. Untuk itu, penulis mengawali analisa bab ini dengan teori-teori yang mendukung pembahasan tentang usaha Partai

Gerindra dalam melakukan politik pencitraan Prabowo Subianto. Teori yang dikemukakan penulis diawali dari fakta teori yang kemudian diikuti dengan teori- teori yang lebih spesifik penujang skripsi ini.

Tuntutan untuk membentuk strategi politik yang handal bagi para kontestan politik (partai atau kandidat partai) adalah indikator bahwa persaingan politik semakin menguat. Pengalaman di berbagai negara yang menerapkan pemilihan umum yang terbuka dan kompetitif menujukan bahwa yang paling penting di atas segalanya adalah citra si kandidat. Menurut Armando, seorang kandidat yang sudah tercemar namanya secara serius di kalangan luas, tidak akan lolos dalam kompetisi terbuka dan objektif.1 Oleh karena itu, pembentukan citra kandidat atau partai politik memegang peran penting. Ide mengembangkan politik pencitraan juga diyakini oleh Partai Gerindra sebagai strategi politik yang efektif untuk mengkonstruksi image positif beserta mendongkrak popularitas Prabowo

Subianto ketengah-tengah masyarakat.

1Ade Armando, Kampanye Melalui Media Massa: Keniscayaaan di Abad 21, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.185.

18 19

A. Politik Pencitraan

Hasil studi Fritz Plasser, menunjukan faktor pertama yang mempengaruhi peluang kandidat untuk kemenangan pemilu di Eropa adalah image atau citra.2

Citra sebagai kunci kemenangan pemilu juga menjadi keniscayaan di Indonesia sejak pemilu 2004 hingga pilpres 2009. Partai Gerindra yang merupakan bagian dari 18 partai baru juga terlibat dalam usaha pembentukan citra untuk memperoleh dukungan di masyarakat.

Keputusan Partai Gerindra untuk mengusung figur Prabowo subianto sebagai kandidat presiden pada pilpres 2009, tentunya membutuhkan strategi politik yang baik. Karena telah menjadi rahasia umum bahwa Prabowo Subianto memiliki latar belakang sejarah yang bermasalah (kasus HAM) pada saat Dia masih aktif di militer dan sedikit banyak telah mempengaruhi citranya. Citra kurang baik yang melekat di masyarakat mengenai Prabowo akan berdampak pada popularitas yang kurang baik juga terhadap Partai Gerindra. Untuk meningkatkan popularitas partai beserta kandidatnya, Partai Gerindra membutuhkan strategi politik pencitraan untuk membentuk image positif agar mendapatkan kesan yang baik di benak masyarakat dan memperoleh suara yang signifikan pada pilpres 2009.

Pengertian citra (image) itu sendiri adalah gambaran manusia mengenai sesuatu, atau jika mengacu pada Lippman, citra adalah presepsi akan sesuatu yang ada di benak seseorang dan citra tersebut tidak selamanya sesuai dengan realitas

2Nursal, Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu, h. 75.

20

sesungguhnya.3 Sementara menurut Peteraf dan Shanley yang dikutip oleh

Firmanzah menyebutkan, citra bukan sekedar masalah persepsi atau identifikasi saja, tetapi juga memerlukan pelekatan (attachment) suatu individu terhadap kelompok atau grup. Pendekatan ini dapat dilakukan secara rasional (kognitif) maupun emosional (afektif).4

Dalam konteks politik, pendekatan kognitif beranggapan bahwa masyarakat akan menilai dan kemudian memilih partai politik yang program kerjanya paling rasional. Maka dari itu, yang menjadi perhatian Partai Gerindra ketika membangun relasi dengan masyarakat seperti ini adalah dengan menyusun dan mengimplementasikan program kerja objektif yang sesuai dengan apa yang diharapkan masyarakat, salah satu program kerja tersebut Partai Gerindra menawarkan konsep wacana ekonomi kerakyatan yang akan dibahas pada Bab IV.

Selain pendekatan kognitif Partai Gerindra juga menggunkan pendekatan afektif. Menurut prespektif ini bahwa tidak semua masyarakat memiliki kapasitas untuk berfikir dan menganalisa apa yang mereka butuhkan dan bagaimana memenuhinya. Masyarakat tipe ini adalah masyarakat yang tidak memiliki pendidikan tinggi serta berpemahaman relatif rendah mengenai hak dan kewajiban politiknya. Untuk membangun relasi dengan masyarakat seperti ini Partai

Gerindra membangun ikatan emosional dengan menggunakan media informasi, salah satu nya dengan pemanfaatan iklan politik.

“Coba perhatikan iklan Partai Gerindra di TV, lewat iklan dengan tema kerakyatan berhasil menyentuh emosional dan rasional masyarakat. Dalam iklan itu

3Rahmat, Psikologi Komunikasi, h. 223. 4Selanjutnya, pendekatan kognitif dan akfektif berawal dari dualisme cara pandang terhadap masyarakat. Pendekatan kognitif lebih menekankan bahwa masyarakat adalah entitas yang rasional dan bisa berfikir.. Pendekatan afektif menekankan pada dimensi emosional. Lihat Firmanzah Ph.D. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 233-240.

21

diangkat fenomena yang ada di Indonesia lengkap dengan solusi yang kita tawarkan. Tidak salah kalau iklan Partai Gerindra menjadi iklan terpopuler pada pemilu 2009”.5

Untuk meningkatkan popularitas partai berserta kandidatnya, Partai

Gerindra membutuhkan strategi positioning6 yang baik. Dalam konteks politik pembentukan positioning partai sangat dibutuhkan untuk mempermudah konstituen mengidentifikasi sekaligus membedakan prodak dan jasa yang dihasilkan oleh suatu partai atau kandidat politik. Semakin tinggi image yang direkam dalam benak konstituen, semakin mudah pula mengigat partai dan kandidat bersangkutan.

Untuk melakukan positioning Partai Gerindra menggunakan media reputasi partai. Salah satu positioning Partai Partai Gerindra adalah dengan menempatkan posisi partai sebagai partai wong cilik atau partai yang memperjuangkan rakyat kecil. Terbukti dengan terjalinnya hubungan baik antara

Partai Gerindra maupun Prabowo Subianto dengan kelompok-kelompok masyarakat, baik itu dari golongan petani, nelayan, dan kelompok lainnya.

Positioning yang dilakukan Partai Gerindra dengan menampilkan nilai-nilai

5 Inke Suharni, “Humas dalam Kompanye Politik: Studi Partai Gerindra Menghadapi pemilu 2009”, h. 86 6 Positioning dalam marketing didefinisikan sebagai semua aktivitas untuk menanamkan kesan di benak para konsumen agar mereka bisa membedakan produk dan jasa yang dihasilkan oleh organisasi bersangkutan. Dalam positioning, atribut produk dan jasa yang dihasilkan akan di rekam dalam bentuk image (citra) yang terdapat dalam sistem kognitif konsumen. Dengan demikian, konsumen akan mudah mengidentifikasi dan membedakan produk dan jasa yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dengan produk yang lainnya. Dalam konteks politik, pemahaman positioning adalah usaha untuk memasukan pesan politik atau menjejalkan suatu citra politik (kesan) mengenai sebuah partai politik kedalam jendela benak para konstituen atau calon konstituen. Lihat Firmanzah, Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 189. Lihat juga, DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Acuan Kompanye manajemen Pemasaran Partai Politik: Strategi Pemenangan Pemilu 2009, h. 28.

22

ekonomi kerakyatan yang menjadi identitas partai.7 Sebagaimana dikemukakan oleh M. Asrian Mirza:

“Pencitraan partai baru, sebagai partai baru kita ingin memperkenalkan ini partai kita, partai kita adalah partai wong cilik, partai untuk petani, partai untuk pedagang pasar, partai untuk nelayan, itu yang akan kita bela. Nah itu semua kita citrakan melalui media. Ini yang membedakan perjuangan partai kita dengan partai lain. Kita memposisikan partai kita sebagai partai wong cilik yang ingin memperjuangkan nasib rakyat kecil. Semuanya berusaha kita rangkul”.8

Seperti yang dikemukakan oleh Joe Marconi orang yang memandang suatu benda yang sama dapat mempunyai persepsi yang berlainan terhadap benda itu.9 Maka dari itu, dalam konteks politik pembentukan positioning partai sangat dibutuhkan untuk mempermudah konstituen mengidentifikasi sekaligus membedakan produk dan jasa yang dihasilkan oleh suatu partai atau kandidat politik. Semakin tinggi image yang direkam dalam benak konstituen, semakin mudah pula mengingat produk dan jasa bersangkutan.

Politik pencitraan dalam era demokrasi dan informasi menjadi keniscayaan semua partai politik di Indonesia termasuk Partai Gerindra dalam menghadapi pertarungan politik pada pilpres 2009. Hal itu dikarenakan politik pencitraan itu sendiri adalah konstruksi atas representasi dan presepsi masyarakat (publik) akan suatu partai politik atau individu mengenai semua hal yang terkait dengan aktivitas politik.10 Dari uraian tesebut dapat dipahami bahwa Partai Gerindra

7 Suharni, “Humas dalam Kampanye Politik: Studi Partai Partai Gerindra Menghadapi pemilu 2009,” h. 81-13. 8Arifi Bambani Amri, “Kepak Syap Gerindra”. Artikel diakses 4 Agustus 2011 dari http://sorot.vivanews.com/news/read/27935-kepak_sayap_gerindra. 9Siswanto Sutojo, Manajemen Perusahaan Indonesia: Sebuah Pendekatan Filosofis dan Akademis Praktis, (Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 2004), h. 18. 10Selanjutnya, Citra politik tidak selalu mencerminkan realitas objektif. Suatu citra politik juga dapat mencerminkan hal yang tidak nyata atau imajinasi yang terkadang bisa berbeda dengan kenyataan fisik. Citra politik dapat diciptakan, dibangun, dan diperkuat, namun bisa juga

23

menggunakan politik pencitraan sebagai salah satu strategi untuk membangun image (citra) partai beserta kandidat (Prabowo Subianto) agar ingatan akan reputasi Prabowo yang buruk pada masa lalu dapat dilupakan, selain itu Partai

Gerindra juga membentuk image positif supaya popularitas partai meningkat sehingga berkorelasi pada perolehan suara yang signifikan pada pilpres 2009.

Dalam mengkonstruksi image (citra) partai politik atau konstestan individu membutuhkan strategi komunikasi agar citra yang dibangun bisa sampai pada konstituen. Maka dari itu usaha pencitraan yang dilakukan Partai Gerindra membutuhkan strategi komunikasi politik dalam penyampaiannya.

B. Komunikasi Politik

Tugas dari partai politik dalam negara yang menganut demokrasi adalah sebagai lembaga penyalur aspirasi masyarakat. Dalam konteks politik di Indonesia

Partai Gerindra merupakan salah satu partai politik yang ikut berpartisipasi dalam demokrasi dan sebagai penampung aspirasi masyarakat. Oleh sebab itu, untuk menjalankan sistem demokrasi yang maksimal Partai Gerindra membangun komunikasi yang efektif antara masyarakat dengan para elit politiknya begitu pula sebaliknya. Semakin optimal komunikasi yang dibagun oleh Partai Gerindra maka semakin penting eksistensinya dimasyarakat. Bentuk komunikasi yang dilakukan oleh Partai Gerindra yaitu sebagai penyalur aspirasi merupakan bagian dari komunikasi politik.

melemah, luntur dan hilang dalam sistem kognitif masyarakat. Citra politik memiliki kekuatan untuk memotivasi aktor atau individu agar melakukan suatu hal. Disamping itu, citra politik dapat pula mempengaruhi opini publik sekaligus menyebarkan makna-makana tertentu. Firmanzah Ph.D. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 230-231.

24

Membangun suatu image politik tidak dapat dilakukan tanpa adanya komunikasi politik. Komunikasi politik yang dimaksud disini adalah semua hal yang dilakukan oleh partai politik untuk mentransfer sekaligus menerima unpan- balik (feedback) tentang isu-isu politik berdasarkan semua aktivitas yang dilakukannya terhadap masyarakat. Isu politik ini dilihat dalam prespektif yang sangat luas dan sangat terkait dengan usaha partai politik untuk memposisikan dirinya dan membangun identitas dalam rangka memperkuat citra di benak masyarakat. Isu politik tersebut dapat berupa ideologi partai, program kerja, figur pemimpin partai, latarbelakang pendirian partai, visi dan tujuan jangka panjang partai dan permasalahan-permasalahan yang diungkapkanya.

Komunikasi dalam hal ini diartikan sebagai komunikasi dyadic communication, (komunikasi dua arah). Dyadic communication bekerja tidak hanya dilakukan oleh suatu partai politik kepada masyarakat, tetapi ada timbal balik (feedback) dari masyarakat kepada partai yang bersangkutan.11 Melihat realitas masyarakat moderen yang cenderung plural (terdiri dari berbagai segmentasi masyarakat), tersebar dan terkadang tidak terorganisir, maka akan sulit membayangkan adanya sistematisasi komunikasi pesan yang dilakukan masyarakat terhadap partai politik. Hal ini membuat partai politik harus mengambil inisiatif untuk mentransfer sekaligus merumuskan signal-signal atau pesan yang disampaikan oleh masyarakat. Berbagai permasalahan sosial-politik yang terjadi dalam masyarakat harus dipahami secara detil oleh suatu partai politik untuk kemudian dianalisis lebih dalam berdasarkan data dan peristiwa, lalu kemudian natinya akan dijadikan input sistem politik.

11Ibid. h. 257.

25

Komunikasi politik adalah suatu proses dan kegiatan-kegiatan membentuk sikap dan prilaku politik yang terintegrasi kedalam sebuah sistem politik dengan menggunakan simbol-simbol.12 Aplikasi dari komunikasi politik akan berpengaruh pada dinamisasi sistem politik kemudian akan berdampak juga pada sistem sosial yang berkembang dalam masyarakat. Komunikasi politik terjalin dan terdistribusi antar sistem politik dengan sistem politik lainya, seperti halnya tergambarkan antara sistem politik dan sistem sosial. Partai Gerindra memposisikan komunikasi politik menjadi hal yang penting karena komunikasi politik menjadi dasar pelaksana fungsi partai seperti sosialisasi politik, partisipasi politik, rekrutmen dan lain sebagainya.

Seperti telah disinggung di atas, bahwa komunikasi politik sebagai alat untuk menyalurkan aspirasi dan kepentingan politik masyarakat, kemudian dijadikan input sistem politik dan pada waktu yang sama ia juga menyalurkan kebijakan yang diambil atau output sistem politik itu.13 Proses input dalam sebuah sistem politik melibatkan partai dalam hal ini Partai Gerindra sebagai infrastruktur untuk mengumpulkan aspirasi agar Partai Gerindra mendapatkan dukungan dari masyarakat. Melalui proses komunikasi politik itu pula masyarakat akan mengetahui apakah dukungan, aspirasi, dan pengawasan itu tersalur atau tidak sebagaimana dapat mereka simpulkan dari aplikasi sebagai kebijakan politik yang diambil pemerintah.

Lord Windelesham mengemukakan bahwa tujuan komunikasi adalah suatu penyampaian pesan politik yang secara sengaja dilakukan oleh komunikator

12Rochajat Harun dan Sumarno AP, Komunikasi politik (Bandung: Madar Maju, 2006), h. 5. 13Maswardi Rauf dan Mappa Nasrun, Indonesia dan Komunikasi Politik (Jakarta: PT Gramedia Utama, 1993), h. 3.

26

kepada komunikan dengan tujuan membuat yang terlibat komunikasi berprilaku tertentu.14 Komunikasi politik juga dijadikan alat untuk menghubungkan pikiran politik yang hidup dalam masyarakat, baik pikiran intern golongan, instansi, asosiasi, atau sektor kehidupan politik pemerintahan. Menempatkan komunikasi politik sebagai pendekatan politik yang merupakan alat untuk penyampain pesan- pesan yang bercirikan politik oleh para aktor-aktor politik pada pihak lain.15

Partai Gerindra sebagai Partai Politik juga melakukan komunikasi politik dengan melakukan penyampaian ide-ide dengan cara menghubungkan gagasan- gagasan politiknya kepada masyarakat agar terciptanya perubahan di masyarakat sesuai dengan cita-cita politik yang di usung. Tujuan komunikasi politik adalah menjalankan proses komunikasi secara optimal untuk mencapai kesamaan persepsi tentang isu-isu atau ide-ide politik antara para elit politik dengan masyarakat. Komunikasi politik dianggap gagal apabila kesamaan persepsi antara komunikator dan komunikan tidak menemukan titik temu dalam kesamaan persepsi. Sebagai partai politik, Gerindra merupakan subjek dalam komunikasi politik dan Partai Gerindra membutuhkan dukungan dari masyarakat untuk mempertahankan eksistensinya serta dukungan terhadap Prabowo Subianto.

Dukungan tersebut tidak akan diberikan oleh masyarakat apabila nilai utama dalam komunikasi yaitu kesamaan ide dan gagasan tidak tebentuk.

Pada paruh musim pemilu 2009 gagasan tentang ekonomi kerakyatan mendominasi isu politik yang diangkat oleh Partai Gerindra. Kesenjangan sosial dan ekonomi yang terjadi pada masyarakat Indonesia dianggap menjadi titik

14 Onong Uchjana Effendy, Dinamika Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h.158. 15 Rochajat Harun dan Sumarmo AP, Komunikasi Politik, h. 3.

27

permasalahan utama. Isu sosial dan ekonomi yang di dapat di lapangan adalah bagian dari hasil komunikasi politik Partai Gerindra dengan masyarakat.

Kemudian temuan tersebut dijadikan input yang menghasilkan output tentang gagasan ekonomi kerakyatan. Komunikasi politik yang dibangun Partai Gerindra juga mengandung unsur pencitraan politik (image), di mana output tentang gagasan ekonomi kerakyatan yang disosialisasikan kepada masyarakat selalu dikaitkan dengan figur Prabowo Subianto. Hal ini bisa terlihat pada beberapa iklan politik Partai Gerindra yang ditampilkan di beberapa media. Iklan politik tersebut dikemas lalu kemudian menampilkan Prabowo Subianto bersama Partai

Gerindra, yang kemudian memberikan ajakan kepada publik untuk mencintai produk lokal, mengembangkan prasar tradisional dan lain sebaginya.

Seperti telah disinggung di atas, komunikasi yang dibangun oleh Partai

Gerindra adalah Komunikasi dua arah (dyadic communication), yang melibatkan

Partai Gerindra dengan masyarakat dan masyarakat terhadap Partai Gerindra.

Proses analisis terhadap masalah publik yang dilakukan Partai Gerindra kepada masyarakat untuk dijadikan input dan output yang dihasilkan Partai Gerindra, lalu kemudian disosialisasikan kepada masyarakat termasuk proses komunikasi politik. Dengan demikian feedback yang akan didapatkan Partai Gerindra serta

Prabowo adalah terbentuknya image positif di masyarakat.

C. Wacana Politik

Partai Gerindra merupakan partai baru di kancah perpolitikan nasional, namun peran Partai Gerindra dalam mempromosikan gagasan-gagasan politiknya kepada masyarakat cukup signifikan. Terbukti dari beberapa program politik yang

28

ditawarkan oleh Partai Gerindra sebagian telah mendapatkan tempat di hati masyarakat. Sebagai contoh ide tentang wacana ekonomi kerakyatan, melalui gagasan ini Partai Gerindra mampu menjalin hubungan langsung dengan elemen masyarakat secara luas. Wacana ekonomi kerakyatan Partai Gerindra diaplikasikan melaluli berbagai kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan seperti melaksanakan pelatihan keberbagai daerah, melakukan penyuluhan terhadap para pedagang tradisional serta mempererat relasi dengan berbagai organisasi- organisasi ekonomi.16

Ide mengenai wacana ekonomi kerakyatan17 menjadi popular menjelang pilpres 2009. Wacana ini menjadi serangan balik terhadap kebijakan ekonomi pemerintah yang dinilai terlalu liberal dalam kebijakan ekonominya. Sehingga masyarakat Indonesia terjebak pada sistem ekonomi pasar (sistem ekonomi liberal)18 yang telah memporak-porandakan perekonomian bangsa. Kemudian yang terjadi malah sebaliknya masyarakat semakin terpojokan oleh struktur

16 DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Acuan Kampanye Menejemen Pemasaran Partai Politik: Strategi Pemenangan Pemilu 2009,(Jakarta: Gerindra, 2008), h. 40-42. 17 Selanjutnya, Ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan ekonomi rakyat. Di mana ekonomi rakyat sendiri adalah sebagai kegiatan ekonomi atau usaha yang dilakukan oleh rakyat kebanyakan (popular) yang dengan secara swadaya mengelola sumberdaya ekonomi apa saja yang dapat diusahakan dan dikuasainya, yang selanjutnya disebut sebagai Usaha Kecil dan Menegah (UKM) terutama meliputi sektor pertanian, peternakan, kerajinan, makanan, dsb., yang ditujukan terutama untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dan keluarganya tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya. Lihat, Sarbini Sumawinata, Politik ekonomi Kerakyatan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), h. 161. 18 Selanjutnya, sistem ekonomi pasar atau liberal adalah sebuah sistem di mana adanya kebebasan baik untuk produsen maupun konsumen untuk berusaha yang didalamnya tidak ada campur tangan pemerintah untuk mempengaruhi mekanisme pasar, jadi semua mekanisme pengaturan harga diserahkan ke pasar (tergantung mekanisme supply dan demand). Umumnya sistem ekonomi liberal di anut oleh negara-negara yang berada di kawasan barat (Amerika dan Eropa) seperti yang paling terkenal adalah negara adi daya Amerika Serikat yang belakangan terkena krisis keuangan. Ekonomi pasar (liberal) adalah teori ekonomi yang diuraikan oleh tokoh- tokoh penemu liberal klasik seperti Adam Smith atau French Physiocrats. Sistem ekonomi liberal tersebut mempunyai kaitannya dengan "Kebebasan alami" yang dipahami oleh tokoh-tokoh ekonomi liberal klasik tersebut. Lihat Deliarnov, Ekonomi Politik,(Jakarta: Erlangga, 2006), h. 211.

29

ekonomi tersebut (ekonomi liberal) yang berkembang jauh dari nilai keadilan.

Pada situasi demikian, Partai Gerindra ingin memberikan alternatif kepada bangsa dan negara agar tercipta Indonesia makmur dan sejahtera.19

Istilah wacana adalah salah satu kata yang banyak disebut pada saat ini selain demokrasi, hak asasi manusia, masyarakat sipil dan lingkungan hidup. Kata wacana juga sering digunakan oleh banyak kalangan mulai dari studi bahasa, psikologi, sosiologi, politik, komunikasi, sastra dan sebagainya. Banyaknya perbedaan lingkup dan disiplin ilmu yang memakai istilah wacana maka mempengaruhi terhadap perluasan makna atas wacana itu sendiri.

Wacana atau discourse berasal dari bahasa latin yang berati lari kian kemari. Alex Sobur memberikan definisi wacana sebagai Komunikasi pemikiran dengan kata-kata, ekspresi, ide, gagasan, konservasi atau percakapan.20 Samsuri, mendefinisikan wacana sebagai rekaman kebahasaan yang utuh tentang suatu peristiwa komunikasi, terdiri dari seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain. Komunikasi itu bisa menggunakan bahasa lisan maupun tulisan.21

Michel Foucault mengartikan wacana tidaklah dipahami sebagai serangkaian kata atau proposisi dalam teks, tetapi sesuatu yang memproduksi yang lain (sebuah gagasan, konsep, atau efek). Wacana dapat di deteksi karena secara sistematis suatu ide, opini, konsep, dan pandangan hidup dibentuk dalam suatu konteks tertentu sehingga mempengaruhi cara berfikir dan bertindak

19 DPP Partai Gerindra, Tanya Jawab, h. 3 20 Alex Sobur, Analisis Teks Media, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004), h. 9-10. 21 Ibid. h. 10.

30

tertentu.22 Kemudian menurut Emile Benveniste, wacana sebagai modus komunikasi verbal (kebahasaan) tempat posisi si penutur tampak dengan jelas.23

Dari sebagian penjelasan di atas, bahasa merupakan unsur pokok dan penting dalam sebuah wacana. Menurut Nimmo, bahasa adalah proses komunikasi makna melalui lambang. Bahasa salah satu sistem komunikasi yang tersusun dari kombinasi lambang-lambang signifikan (tanda dengan makna dan tanggapan bersama bagi orang-orang), didalamnya signifikasi lambang-lambang itu lebih penting daripada situasi langsung tempat bahasa itu digunakan, dan lambang- lambang itu digabungkan menurut peraturan tertentu.24

Karena wacana memiliki keterkaitan yang erat dengan bahasa, bahkan wacana sering disebut peristiwa bahasa. Maka dari itu, usaha untuk menganalisa wacana banyak melibatkan bahasa atau studi kebahasaan sebagai pisau analisisnya. Dalam hal ini, penulis tidak akan terlalu memfofuskan pada kajian kebahasaan atau analisis bahasa yang begitu mendalam, akan tetapi dalam pandangan penulis ada bagian yang menarik untuk diperhatikan dalam studi kebahasaan yaitu karakter bahasa itu sendiri yang memberikan ruang bebas pada subjek (penutur) untuk mengungkapkan suatu pernyataan atau dengan kata lain bahasa tidak bebas nilai. Jadi unsur subjektifitas dalam penggunaan bahasa sangat mungkin terjadi sehingga di dalam penggunaan bahasa maupun wacana sangat mungkin mengandung maksud tersendiri dari subjek (penulis/penutur). Maksud tersembunyi dari subjek tersebut bisa berupa politisasi, ideologis, kuasa,

22Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta: LkiS , 2001), h. 65. 23 Pahmi Sy, Politik pencitraan, h. 48. 24 Dan Nimmo, Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999), h. 84-85.

31

dominasi, marjinalisasi, bahkan upaya mengkontstruksi citra dengan cara memanipulasi bahasa yang didesain sedemikian rupa.

Dalam teori analisis bahasa kritis (Critical Liguistics), yang berkembang di Universitas East Angelo pada 1970-an melihat bagaimana gramatika (tata bahasa) membawa posisi dan makna ideologi tertentu. Dengan kata lain, aspek ideologi itu diamati dengan melihat pilihan bahasa dan struktur tata bahasa yang dipakai. Bahasa baik pilihan kata maupun struktur gramatika, dipahami sebagai pilihan, oleh seseorang untuk diungkapkan membawa makna ideologis. Ideologi itu dalam taraf yang umum menunjukan bagaimana suatu kelompok berusaha memenangkan dukungan publik, dan bagaimana kelompok lain berusaha dimarjinalkan lewat pemakaian bahasa dan struktur gramatika tertentu.25

Pemikir analisis wacana seperti Norman Fairclough melihat bahwa bahasa sebagai praktek kekuasaan. Bagi Fairclough bahasa secara sosial dan historis adalah bentuk tindakan, dalam hubungan dialektik dengan struktur sosial. Maka dari itu, usaha analisis wacana yang dibangun dipusatkan pada bagaimana bahasa itu terbentuk dan dibentuk dari relasi sosial dan konteks sosial tertentu. Terhadap wacana Fairclough melihat wacana menunjuk pada pemakaian bahasa sebagai praktek sosial, lebih daripada aktivitas individu atau untuk merefleksikan sesuatu.

Wacana adalah Bentuk dari tindakan, seseorang menggunakan bahasa sebagai sesuatu tindakan pada dunia dan khususnya sebagai bentuk representasi ketika melihat dunia atau realitas. Praktek wacana bagi Fairlough bisa jadi menampilkan efek ideologis artinya wacana dapat memproduksi hubungan kekuasaan yang

25Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 15.

32

tidak imbang antara kelas sosial, laki-laki dan wanita, kelompok mayoritas dan minoritas dimana perbedaan itu direpresentasikan dalam praktek sosial.26

Apabila ditarik pada wilayah wacana politik, telah umum diketahui bahwa wacana politik merupakan arena sosial yang mengandung kepentingan- kepentingan berbeda atau wacana politik sangat erat hubungannya dengan kepentingan dan kekuasaan yang bisa saja dominan dan juga terpinggirkan tergatung kekuatan-kekuatan yang mengendalikannya. Praktek wacana yang melibatkan disain bahasa akan diproduksi sedemikian rupa oleh subjek

(pengguna) baik secara individual, kelompok, isntitusi atau pengusa dengan maksud tersendiri baik itu status quo, pencitraan, mobilisasi dan lain-lain.

Dalam skripsi ini penulis sengaja mengangkat teori wacana politik untuk digunakan sebagai bagian dari kerangka teoritis. Penulis berusaha mencari berbagai kasus yang dilakukan Partai Gerindra pada saat melakukan politik pencitraan Prabowo Subianto dan kemudian penulis hubungkan dengan kerangka teori wacana politik yang penulis gunakan. Secara umum penulis sudah sedikit memaparkan perihal wacana baik secara definitif, karakteristik maupun hubungannya dengan bahasa. Fenomena pencitraan Prabowo Sobianto adalah fenomena politik, jelaslah bahwa motif kepentingan merupakan unsur yang dominan dalam segala usaha yang dilakukan Partai Gerindra.

Peristiwa penggunaan wacana politik yang dilakukan Partai Gerindra pada saat pencitraan Prabowo Subianto diantaranya adalah memproduksi wacana pembelaaan terhadap wong cilik, peduli ekonomi kerakyatan, pengembangan pasar tradisional dan lain-lain. Figur Prabowo sengaja banyak ditampilkan

26 Ibid. h. 285-286.

33

dibeberapa statsiun televisi di tanah air sambil melakukan ajakan terhadap publik untuk kembali mencintai produksi lokal. Dengan gaya bahasa dan gaya retorika yang terlebih dahulu dipersiapkan, Prabowo Subianto terlihat lebih arif, bijaksana, dan rendah hati. Bahkan karakter militeristik yang identik dengan Prabowo seperti keras, tegas, menyeramkan sedikit pun tidak tampak. Dalam analisis wacana pemikir Sara Mills banyak berbicara tentang potret wacana seperti ini. Mills memberikan gambaran bagaimana aktor ditempatkan dalam teks, gambar, ataupun berita di media televisi. Hanya saja objek analisis Mills lebih mengarah pada wacana feminisme, namun secara umum bentuk pewacanaan yang digambarkan

Mills memiliki kemiripan dengan gambaran pewacanaan Prabowo. Sudut pandang

Mills terhadap wacana lebih pada bagaimana posisi-posisi aktor ditampilkan dalam teks atau media. Posisi-posisi ini dalam arti siapa yang menjadi subjek dan siapa yang menjadi objek penceritaan akan menentukan bagimana struktur teks dan bagaimana makna diperlakukan secara keseluruhan.27

Dalam konteks politik wacana sengaja di produksi dengan sebaik mungkin lalu kemudian disosialisasikan ke publik dengan tujuan untuk mempertahankan kekuasaan, pencitraan, kritik terhadap penguasa, dan lain sebagainya. Pada kasus

Partai Gerindra, pemanfaatan wacana sebagai alat politik pencitraan dapat terlihat pada saat menjelang kampanye pemilu 2009. Di mana hampir di seluruh statsiun televisi Prabowo sering ditampilkan bahkan dibeberapa daerah Partai Gerindra serta Prabowo melakukan kunjungan secara langsung untuk mengkampanyekan ide ekonomi kerakyatan, aksi solidaritas bencana, pembelaan terhadap wong cilik

27 Ibid. h 200.

34

dan lain sebaginya.28 Kampanye yang dilakukan tidak semata-mata sebatas kampanye dan sosialisasi program partai, namun di lain pihak terselipkan muatan polititis yang dikemas melalui wacana-wacanya dan bertujuan untuk membentuk citra khusus citra ikon politiknya (Prabowo), agar lebih melekat di hati masyarakat.

D. Kampanye Politik

Partai Gerindra melakukan kampanye politik untuk menarik simpati masyarakat dengan menonjolkan daya tarik identitas partai, yang dimiliki Partai

Gerindra. Partai Gerindra menonjolkan identitas sebagai partai rakyat kecil, sehingga dalam kampanye Partai Gerindra menonjolkan pembelaan nasib rakyat kecil dengan tema-tema kampanye ekonomi kerakyatan. Kesuksesan dari kampanye politik yang dilakukan Partai Gerindra dipengaruhi oleh seberapa jauh partai ini dikenal masyarakat dan seberapa banyak pesan kampanye itu disebarluaskan melalui media massa.29

Dalam perspektif komunikasi politik, kampanye didefinisikan sebagai bagian dari aktivitas komunikasi yang terorganisasi, secara langsung ditunjukan khalayak, pada periode waktu yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan.30 Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kampanye merupakan proses komunikasi yang dilakukan secara terorganisir dengan periode waktu tertentu untuk mempengaruhi publik dalam mengambil keputusn. Maka dari itu, masing- masing partai politik harus melakukan proses komunikasi seperti ini untuk

28 Wawancara Pribadi dengan Fadli Zon, Jakarta, 27 Maret 2012 29 DPP Partai Gerindra, Acuan Kampanye Menejemen Pemasaran Partai Politik, h. 79. 30 Rosady Ruslan, Kampanye Public Relation (Jakarta: PT Grafindo, 2007), h. 21.

35

mensosialisasikan pesan-pesan yang ingin disampaikan kepada publik termasuk oleh Partai Gerindra menjelang pilpres 2009.

Menurut P. Norris, kampanye politik adalah Suatu proses komunikasi politik, di mana partai politik atau konstestan individu berusaha mengkomunikasikan ideologi ataupun program kerja yang mereka tawarkan.

Tidak hanya itu, komunikasi politik juga mengkomunikasikan pesan dan motivasi partai politik atau konstituen dalam memperbaiki kondisi masyarakat. Partai- partai politik berusaha membentuk image bahwa partai merekalah yang paling peduli atas permasalahan sosial. 31 Hal ini dilakukan Partai Gerindra melalui serangkaian aktivitas harian partai. Semua hal yang dilakukan Partai Gerindra merupakan informasi yang akan disampaikan kepada masyarakat, cara ini merupakan bentuk kampanye politik Partai Gerindra untuk menyampaikan pesan ideologi dan program kerja untuk membentuk image positif partai dan Prabowo

Subianto.

Fungsi kampanye politik diantaranya adalah pertama, proses komunikasi politik dialogis antara partai politik dengan masyarakat. Kedua, proses edukasi politik yang secara kolektif dilakukan oleh partai politik dan pihak-pihak yang memiliki pengetahuan politik kepada pihak yang kurang paham dengan politik.32

Sedangkan hukum komunikasi, kampanye memiliki fungsi sebagai berikut.

Pertama, menyebarluaskan pesan komunikasi yang bersifat informatif, persuasif dan instruktif secara sistematis kepada sasaran untuk memperoleh hasil yang optimal. Kedua. Menjembatani kesenjangan budaya akibat kemudahan

31 Firmanzah Ph.D. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 271. 32 Ibid. h. 271-272.

36

diperolehnya dengan kemudahan dioprasionalkanya media massa yang begitu ampuh, yang dibiarkan akan merusak nilai-nilai budaya.33

Kampanye politik yang dilakukan oleh berbagai partai politik memiliki orientasi yang berbeda-beda tergantung pada masing-masing organisasi atau lembaga yang menjalankannya. Tujuan tersebut akan beriringan dengan identitas kepartaian (possitioning). Kampanye politik yang dilakukan dengan menonjolkan image positif partai maka memudahkan masyarakat dalam memilih partai yang sesuai dengan ideologi dan program kerja yang mereka tawarkan. Seperti halnya

Partai Gerindra, partai ini lebih menonjolkan atau memposisikan dirinya sebagai partai rakyat kecil, oleh karena itu dalam kampanyenya Partai Gerindra selalu menonjolkan sisi perjuangannya terhadap rakyat kecil dengan tema-tema seperti ekonomi kerakyatan.

Secara umum kampanye bisa diklasifikasikan ke dalam dua bentuk kampanye. Pertama, kampanye menjelang pemilu (Short-term). Kampanye ini digunakan sebagai ajang kompetisi jangka pendek menjelang pemilu untuk mengingatkan, membentuk dan mengarahkan opini publik dalam waktu yang singkat. Kedua, kampanye yang bersifat permanen dan berlaku untuk jangka panjang.34 Asumsi ini hadir karena semua aktivitas yang dilakukan Partai

Gerindra akan mengundang perhatian masyarakat atau menjadi pusat perhatian publik kemudian akan direkam dalam memori kolektif masyarakat. Maka dari itu, masyarakat tidak akan mengevaluasi partai-partai politik termasuk Partai Gerindra berdasarkan hal-hal yang dilakukan partai pada saat ini, melainkan selalu

33 Effendy, Dinamika Komunikasi, h. 28. 34 Firmanzah Ph.D. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 275.

37

memakai pula kesan-kesan yang mereka tangkap dimasa lalu (reputasi kurang baik Prabowo Subianto). Konsekuensinya, Partai Gerindra perlu memikirkan dan terus menerus mengevaluasi setiap aktivitasnya, karena Partai Gerindra akan terus menerus diamati dan dianalisa oleh publik. Disiinilah letak terpenting kampanye yang bersifat permanen dan terus menerus dilakukan oleh Partai Gerindra.

Dalam kampanye politik yang bersifat pemanen titik perhatian tidak hanya terbatas pada periode menjelang pemilu, tetapi sebelum dan sesudah pemilu juga berperan amat penting dalam pembentukan image politik yang nantinya akan mempengaruhi prilaku pemilih dan mengevaluasi kualitas para kontestan.

Kampanye politik merupakan kampanye yang berorientasi pada kepentingan- kepentingan politik dan kekuasaan. Pihak penyelenggara kampanye politik biasanya partai politik yang ingin memperoleh dukungan suara untuk menduduki jabatan-jabatan penting dalam pemerintahan. Kampanye politik yang dilakukan oleh partai politik biasanya menggunakan instrumen internal partai bersangkutan seperti humas, organisasi sayap partai, media internal atau ekstenal partai dan lain-lain.

Di antara intumen partai tersebut masing-masing memiliki strategi kampanye tersendiri. Seperti halnya humas, menurut Harwood Childs, terdapat beberapa strategi dalam kegiatan humas untuk merancang suatu pesan dalam bentuk informasi atau berita yaitu :

1. Strategi of Publicy

Strategi ini menitik beratkan pada penggunaan media masa sebagai instrumen untuk penyampaian pesan partai atau kontestan individu pada saat melakukan kampanye. Dalam kasus Partai Gerindra menjelang pilpres 2009,

38

partai ini begitu intens tampil di beberapa media massa baik media cetak maupun elektronik untuk melakukan penyampaian jargon politik (ekonomi kerakyatan) beserta visi-misi kepartaian nya. Pada saat itu Partai Gerindra dianggap berhasil menarik perhatian masyarakat, dan cara ini cukup efektif menghantarkan Partai

Partai Gerindra ke kursi DPR RI dengan mendapatkan 26 kursi (4,8 %) dari 560 kursi (100 %) yang diperebutkan.

2. Strategi of Persuation

Stretegi ini menekankan pada sisi emosional (afektif), di mana partai politik yang bersangkutan dituntut untuk melakukan hubungan emosional dengan masyarakat. Tujuannya adalah agar masyarakat lebih lebih akrab serta mengenal lebih dalam mengenai visi-misi maupun kandidat yang di usung oleh Partai

Gerindra.

3. Strategi of Argumentation

Langkah seperti ini umumnya dilakukan sebagai upaya mengantisipasi informasi yang kurang menguntungkan bagi partai bersangkutan. Dalam hal ini,

Partai Gerindra melalui humas membentuk berita tandingan yang memuat argumentasi yang lebih rasional agar opini publik tetap pada posisi menguntungkan.

4. Strategi of Image

Strategi ini bagian dari upaya pembentukan citra positif untuk menjaga citra lembaga atau organisasi serta calon yang diusungnya. Langkah seperti ini, tidak hanya menampilkan segi promosi, tetapi bagaimana membentuk publikasi non-komersial dengan menampilkan kepedulian terhadap lingkungan sosial

(humanity relations and social marketing) yang nantinya akan memberikan

39

keuntungan bagi citra lembaga atau organisasi serta kandidat secara keseluruhan

(corporate image).35

Polarisasi dari strategi kampanye yang dikemukakan tersebut, akan mempermudah Partai Gerindra beserta kandidat (Prabowo Subianto) untuk mencapai tujuan kampanye. Kampanye juga memiliki keterkaitan yang erat dengan pembentukan citra. Dalam konteks kampanye pemilihan, citra adalah bayangan, kesan, atau gambaran tentang suatu objek terutama partai politik, kandidat, elit politik, dan pemerintah. Citra positif diyakini sebagai bagian terpenting dari tumbuhnya preferensi-preferensi calon pemilih terhadap partai atau kandidat. Citra terbentuk oleh paduan antara informasi dengan pengalaman.36

A. Lock dan P. Harris, memberikan tanggapan bahwa dalam kampanye politik terdapat dua hubungan yang akan dibangun, yaitu, internal dan eksternal.

Hubungan internal adalah suatu proses antara anggota-anggota partai dengan pendukung untuk memperkuat ikatan ideologis dan identitas mereka. Sementara hubungan eksternal dilakukan untuk mengkomunikasikan image yang akan dibangun kepada pihak luar partai, termasuk media massa dan masyarakat secara luas. Karena image politik harus didukung oleh konsistensi aktivitas politik jangka panjang, maka kampanye politik pun harus dilakukan secara permanen dan tidak terbatas pada waktu menjelang pemilu saja. Image politik yang akan dibangun harus memiliki karakteristik sendiri dibandingkan dengan para pesaingnya.37

35Rusady Ruslan, Kiat dan Strategi Kampanye Public Relation (Jakarta: PT Grafindo, 2007), h. 28. 36Pawito, Komunikasi Politik: Media Massa dan kampanye Pemilihan, (Yogyakarta: Jalasutra, 2009), h. 264. 37Firmanzah Ph.D. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 275-275.

40

Terkait dengan politik pencitraan Prabowo oleh Partai Gerindra, sebagaimana telah dikemukakan bahwa proses kampanye adalah momentum di mana pesan, gagasan dan program-program kepartaian disosialisasikan pada masyarakat dengan harapan bisa mempengaruhi persepsi masyarakat sehingga partai atau kandidat yang dicalonkan mendapat citra positif di masyarakat. Dalam beberapa kasus Partai Gerindra telah melakukan kampanye khususnya untuk menjelang pilpres 2009. Adapun cara yang digunakan Partai Gerindra dalam aksi kampanyenya adalah dengan menggunakan media massa sebagai instrument politiknya.

B. Media Massa dalam Politik Pencitraan

Image (citra) politik terbentuk karena adanya komunikasi politik karena komunikasi politik berperan sebagai distribusi informasi dari elit politik kepada masyarakat. Untuk mendistribusikan informasi tersebut dibutuhkan media38 sebagai sarana penunjang proses komunikasi politik. Komunikasi yang dilakukan

Partai Gerindra begitu beragam, salah satu bentuk komunikkasi tersebut adalah menciptakan, menjaga dan melindungi citra partai. Oleh karena itu, keberadaan media massa sangat penting sebagai penunjang agenda politik Partai Gerindra untuk menyebarkan informasi kepada masyarakat luas dan sebaliknya.

38 Selanjutnya mengutip pandangan McLuhan bahwa media merupakan perluasan dari alat indra manusia. Dalam bahasa lain bisa dikatakan bahwa, kehadiran media dalam berkomunikasi tidak lain dari upaya untuk melakukan perpanjangan dari telinga dan mata, seperti halnya telepon adalah perpanjangan telinga dan televisi adalah perpanjangan mata. Pandangan demikian lebih populer sebagai teori perpanjangan alat indra (sense extension theory). Lihat Suf Kasman, “Perss dan Pencitraan Umat Islam di Indonesia: Analisis isi Pemberitaan Harian Kompas dan Republika,” (Desertasi S3 Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008), h. 38

41

Dalam komunikasi politik, proses kerja pembentukan citra kandidat politik dapat dilakukan dengan cara mengemas pesan politik untuk kemudian disebarkan kepada masyarakat. Kemudian keberadaan media massa dijadikan bagian dari instrumen pembentukan dan penyampaian pesan politik tersebut. Potret seperti inilah yang disebut Stayer sebagi bagian dari cara baru dalam mengkomunikasikan politik. Artinya kampanye yang dilakukan melalui komunikasi interpersonal (direct-campaign), mulai ditinggalkan dan digantikan oleh bentuk kampanye di media (mediated-campaign).39 Langkah politik pencitraan serupa juga dilakukan oleh Partai Gerindra terhadap Prabowo.

Penggunaan media sosial dan media interaktif telah membuktikan efektifitasnya dalam komunikasi sosial dan komunikasi politik. Akurasi pesan yang disampaikan melalui telepon seluler (layanan pesan pendek), twitter, facebook, koran, radio dan televisi sangat mumpuni. Peran strategis media sosial dan media massa dalam komunikasi politik, telah ditunjukan keberhasilan dan kemampuanya untuk menggalang kekuatan, dukungan terhadap gerakan prodemokrasi, dan usaha untuk membangun citra positif.

Melalui media massa seseorang akan memperoleh informasi tentang benda, orang, citra dan tempat yang tidak dialami secara langsung. Realitas terlalu luas untuk dijamah semuanya, dan keberadaan media sengaja dihadirkan untuk menyampaikan berbagai pesan tentang lingkungan sosial dan politik. Semua pesan yang mengandung muatan politik dapat membentuk dan mempertahankan citra politik dan opini publik.

39Akhmad Danial, Iklan Politik tv: Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru, (Yogyakarta: Lkis Yogyakarta, 2009), h.35.

42

McLuhan menyebutkan bahwa yang mempengaruhi khalayak bukan apa yang disampaikan media, tetapi jenis media komunikasi yang dipergunakan yaitu antar persona, media sosial (internet, media cetak, atau media elektronik). Dalam prespektif komunikasi politik pandangan seperti ini merupakan pesan politik yang akan berguna untuk membentuk citra politik dan opini publik.40 Kemudian Ade

Armando mengatakan di era banjir informasi saat ini, seorang kandidat yang tidak menggunakan sarana media massa dengan baik hampir pasti akan gagal meraih dukungan publik. 41

Argumentasi di atas mempertegas bahwa keberadaan media memiliki peran penting terhadap efektivitas penyampaian pesan politik serta membentuk citra dan opini publik yang positif bagi partai politik atau kandidatnya. Oleh karena itu, Partai Gerindra tahu betul bahwa media memiliki peran penting dalam mengkontuksi citra politik dan memperoleh dukungan publik.

Potret pemanfaatan media massa oleh para aktor politik yang cukup fenomenal adalah ketika Indonesia pertama kalinya menyelenggarakan pemilihan presiden secara langsung, tepatnya pada musim pemilu 2004. Pada fase ini, media mempromosikan para aktor politik dengan cara membuat iklan politik. Dalam hal ini, beberapa televisi mulai membuat dan mengenalkan iklan kandidat dari partai politik.42 Pasca pemilu 2004 masyarakat juga dapat menyaksikan iklan politik para kandidat pemimpin daerah yang bertarung dalam pemilihan kepala daerah yang juga diselenggarakan secara langsung hingga sekarang.

40Arifin, Komunikasi Politik: Filsafat, Paradigma, Teori, Tujuan, Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia, h. 157. 41Maswadi Rauf, Sistem Presidensial dan Sosok Presiden Ideal (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 181-183. 42 Danial, Iklan Politik TV, h. 186.

43

Pada kampanye pilpres 2009, Partai Gerindra banyak memanfaatkan beberapa media massa baik nasional maupun internal untuk mempublikasikan pesan politiknya. Media internal yang berada di bawah koordinasi Partai Gerindra adalah media center. Media ini melakukan publikasi, membantu aktivitas-aktivitas politik yang dilakukan Bapilu (badan pemenangan pemilu) Partai Gerindra. Media ini juga banyak berperan pada saat musim kampanye pemilu 2009.43

Selain media center Partai Gerindra juga menggunakan jasa media nasional seperti media televisi seperti Metro Tv, RCTI, SCTV, TV7, TRANS TV,

TVRI dan stasiun yang lain.44 Beberapa iklan politik Prabowo yang ditampilkan di berbagai media massa khususnya televisi yang menurut Nielsen menghabiskan dana sekitar Rp 8 miliar per bulan pada periode Juli-Oktober, diasumsikan sebagai salah satu strategi untuk membentuk citra Parbowo melalui jasa media massa.

Bentuk sosialisasi pesan politik Partai Gerindra untuk pencitraan politik Prabowo adalah iklan politik.45

1. Iklan Politik

Dinamika politik pencitraan pada Pilpres 2009 ditandai oleh semakin banyaknya parpol dan kandidat presiden yang menggunakan biro iklan dan jasa konsultan untuk pengolahan pesan politik serta untuk mengkonstruksi citranya di mata publik. Riset AC Nielsen menujukan bahwa sepanjang 2008 iklan politik menghabiskan dana Rp 2,2 triliun atau naik 66 persen dibandingkan tahun 2007.

43 Wawancara Pribadi dengan Fadli Zon, 44 Ibid. 45 Tim Liputan 6 SCTV, “Belanja iklan politik Habiskan Dana Rp 2,2 Triliun”, Artikel diakses pada 7 September 2011 dari http://berita.liputan6.com/read/172256/belanja-iklan-politik- habiskan-dana-rp-22-triliun

44

Sebesar Rp. 1,31 triliun masuk media cetak, sisanya Rp 862 miliar di televisi dan

Rp 86 miliar di majalah.46 Sedangkan belanja iklan partai politik di media massa dalam kuartal pertama 2009 sudah mencapai Rp 1,065 triliun. Angka ini meningkat tiga kali lipat dibanding pemilu 2004.47

Pemanfaatan iklan politik dianggap sebagai alat yang efektif untuk mengangkat popularitas dan mengkontruksi citra politik partai serta kandidatnya.

Dengan kecepatan penyampaian pesanya, iklan menjadi alternatif utama sebagai alat kampanye partai. Politik pencitraan sendiri menduduki posisi penting untuk mempengaruhi sikap politik para konstituen dan opini publik terutama dalam hal menentukan pilihan politiknya yang diekspresikan melalui tindakan menjelang pemilihan umum. Menjelang pilpres 2009 Partai Gerindra pun turut terlibat ke dalam iklim politik tersebut (politik pencitraan). Konstruksi pencitraan yang dilakukan Partai Gerindra bertujuan untuk membentuk image (citra) positif

Parbowo Subianto yang menjadi kandidat Presiden dari Partai Gerindra pada pilpres 2009. Oleh karena itu, Partai Gerindra berusaha mengemas sedemikian rupa citra tokoh (Prabowo) agar mampu memikat masyarakat.

Penggunaan iklan sebagai penyalur informasi politik disebabkan karena meluasnya arus moderenisasi atau globalisasi ke beberapa negara di dunia dan telah melahirkan perubahan mendasar terhadap cara-cara politik dikomunikasikan, khususnya dalam strategi kampanye. Salah satu perubahan tersebut menurut

Stayer adalah ditinggalkannya kampanye dalam bentuk komunikasi interpersonal

46Tim Liputan 6 SCTV, “Belanja iklan politik Habiskan Dana Rp 2,2 Triliun”, 47Vennie Melyani, “Belanja Iklan Partai Politik Mencapai Rp 1 Triliun”, Artikel diakses pada 31 Agustus 2011 dari http://www.tempo.co/read/news/2009/04/28/090173209/Belanja-Iklan- Partai-Politik-Mencapai-Rp-1-Triliun

45

langsung (direct campaign) dan digantikan oleh bentuk kampanye media

(mediated-campaign). 48

Kemudian Fritz Plasser menjelaskan, paling tidak terdapat lima faktual global yang menandai perubahan praktek dan gaya kampanye di dunia saat ini, yaitu:

1. Meningkatnya komunikasi kampanye yang berpusat pada televisi.

2. Makin pentingnya iklan politik di televisi dengan konsekuensi makin

meningkatnya anggaran dana kampanye.

3. Debat antara para pemimpin politik di televisi makin dianggap penting.

4. Kampanye saat ini makin berpusat pada kandidat, bahkan di negara-negara

yang menganut sistem pemilihan daftar partai, bukan daftar orang.

5. Makin meningkatnya peran manajer kampanye profesional dan konsultan

politik dari luar partai.49

Apa yang di analisis Plasser pada poin kedua yaitu pentingnya iklan politik juga sangat relevan apabila ditarik pada konstelasi politik di Indonesia, khususnya pada era reformasi ini. Di Indonesia periklanan politik telah menjadi alat kampanye yang diprioritaskan para kandidat atau partai politik menjelang pemilihan umum. Kemunculan iklan politik di Indonesia mulai terlihat pada saat pemilu 1999 berlangsung. Peristiwa ini didukung oleh aturan kampanye yang di adopsi oleh KPU dan tertuang dalam Surat Keputusan KPU Nomor 11 Tahun

1999 tentang tata cara kampanye pemilu, khususnya di media elektronik.50

48 Danial. Iklan Politik TV, h. 36. 49 Ibid. h. 36-37. 50 Selanjutnya, aturan ini menegaskan bahwa kampanye dilakukan secara monologis dan dialogis yang disiarkan di TVRI dan RRI dengan keharusan bagi televisi-televisi swasta untuk menyiarkannya. Menurut mantan Mentri Penerangan Yunus Yosfiah, berdasarkan koordinasi

46

Kemudian pada pemilu 2004 dan pemilu 2009 pertumbuhan iklan politik ini semakin subur. Jumlah spot iklan di media massa meningkat berkali-kali lipat.

Televisi menjadi media yang paling diminati untuk beriklan karena dinilai lebih efektif menjangkau konstituen. Dalam ilmu marketing, iklan adalah setiap bentuk komunikasi yang dimaksudkan untuk memotivasi seseorang pembeli potensial dan mempromosikan penjual suatu produk atau jasa, untuk mempengaruhi pendapat publik, memenangkan dukungan publik untuk berpikir atau bertindak sesuai dengan keinginan si pelaku pemasang iklan.51

Pada umumnya iklan dibuat dengan tujuan yang sama yaitu untuk memberi informasi dan membujuk para konsumen untuk mencoba atau mengikuti apa yang ada di iklan tersebut, dapat berupa aktivitas mengkonsumsi produk dan jasa yang ditawarkan.52 Kemudian dalam konteks politik iklan juga sering dijadikan alat untuk mengkomunikasikan program-program, visi-misi partai serta untuk membangun citra partai dan kandidat. Dalam marketing politik “iklan” bisa disebut “iklan politik”, hal ini sengaja dibedakan karena umumnya iklan politik berbeda dengan iklan komersial bisnis. Iklan politik memainkan peran strategis dalam politik. Riset Falkow dan Cwalian dan Kaid menunjukan, Iklan politik berguna untuk beberapa hal:

1. Membentuk citra kontestan dan sikap emosional terhadap kandididat.

2. Membantu para pemilih untuk terlepas dari ketidak pastian pilihan

karena mempunyai kecenderungan untuk memilih kontestan tertentu.

antara Departemen Penerangan dan KPU diatur bahwa setiap partai politik berhak mendapat jatah siaran kampanye monologis selama 10 menit dan 30 menit untuk kampanye dialogis. Ibid. h. 169 51 Phyrman, “Definisi Iklan, Efek dan Iklan Korporat”, diakses pada 15 November 2011 dari http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/12/definisi-iklan-efek-dan-iklan-korporat.html 52 Ibid.

47

3. Alat untuk melakukan rekonfigurasi (memperbaiki figur) citra kontestan.

4. Mengarahkan minat untuk memilih kontestan tertentu.

5. Mempengaruhi opini publik tentang isu-isu tertentu.

6. Memberi pengaruh terhadap evaluasi dan interpretasi para konstituen

terhadap kandidat dan program politik.53

Konten atau muatan dalam iklan politik memiliki dua macam fokus utama isi iklan, yaitu iklan isu atau program dan iklan citra kandidat. Yang dimaksud dengan iklan isu adalah ilkan-iklan politik televisi kandidat yang fokus pada isu- siu yang menjadi concern (perhatian) masyarakat secara umum atau posisi kebijakan, seperti kebijakan ekonomi, pajak, kebijakan luar negeri, topik-topik yang terkait dengan kesejahtraan sosial, dan lain-lain. Sedangkan yang dimaksud dengan iklan yang lebih menjual citra adalah iklan-iklan politik televisi yang lebih menjual karakteristik personal atau kualitas yang ada pada sang kandidat, seperti latar belakang, pengalaman, langkah atau prestasi yang telah dibuat sebelum pencalonan, karakter, dan sebaginya.54

Wiranto, dalam diskusi bertajuk, “Dengan Iklan Politik Menuju Kontrak

Politik”, mengatakan iklan-iklan politik TV lahir karena arus perkembangan politik di Indonesia memang menempatkan citra sebagai prioritas penting. Hal ini disebabkan oleh perkembangan media yang telah sedemikian maju dibandingkan pada pemilu-pemilu sebelumnya. Media telah digunakan untuk menjangkau target konstituen politik, mencapai tujuan politik, dan mengatasi hambatan-hambatan

53 Budi Setiyono, Iklan dan Politik: Menjaring Suara dalam Pemilihan Umum, (Jakarta: AdGoal Com, 2008), h. 346-347. 54 Danial. Iklan Politik TV, h.93-94.

48

komunikasi secara geografis ataupun psikografis mengingat besarnya jumlah dan luasnya sebaran konstituen.55

Pada saat ajang persaingan politik khususnya pada persiapan menjelang

Pilpres 2009, semarak iklan politik tumbuh subur menghiasi berbagai media massa nasional maupun lokal. Riset AC Nelsen yang dilakukan sepanjang 2008, dimana iklan politik menghabiskan dana Rp 2,2 triliun atau naik 66 persen dibandingkan 2007. Sebesar 1,31 triliun yang masuk media cetak, sisanya Rp 862 miliar di televisi dan Rp 86 miliar di majalah.56 Kemudian pada kuartal 2009 iklan partai politik dimedia massa mencapai 1, 065 miliar.57 Temuan Nilsen tersebut menjadi bukti bahwa pada pemilu di Indonesia beberapa biro iklan atau iklan politik di percaya dan digunakan sebagai alat yang efektif untuk memperoleh dukungan publik. Masing-masing partai politik dan kandidatnya berusaha untuk menghimpun dukungan publik dengan menggunakan jasa iklan politik. Partai

Gerindra juga turut serta tampil sebagai partai yang melakukan promosi dan pembentukan citra melalui iklan politik. Masih mengutip riset Nielsen, tidak kurang dari Rp 66 miliar Partai Gerindra menghabiskan dana untuk mendapatkan kurang lebih 4 ribu spot iklan.58

55 Ibid. h. 190. 56 Tim Liputan 6 SCTV, “Belanja iklan politik Habiskan Dana Rp 2,2 Triliun”, 57 Vennie Melyani, “Belanja Iklan Partai Politik Mencapai Rp 1 Triliun”, 58 Ibid.

BAB III

SEKILAS TENTANG PARTAI GERINDRA dan PRABOWO SUBIANTO

Berdasarkan sistematika penulisan, pada Bab II telah dikemukakan beberapa teori yang mendukung skripsi ini. Kemudian pada Bab III ini akan langsung menuju objek penelitian dalam skripsi ini. Berdasarkan batasan masalah, penulis akan membatasi kajian seputar politik pencitraan Parbowo Subianto oleh

Partai Gerindra. Dengan demikian, fokus penelitiannya hanya pada Partai

Gerindra dan tidak melibatkan partai lain. Partai Gerindra sebagai salah satu partai yang pernah ikut dalam kontelasi politik Indonesia, telah melakukan politik pencitraan pada Prabowo Subianto, khususnya pada persiapan pilpres 2009.

Dalam mengkontruksi citra politik Prabowo, Partai Gerindra melakukan berbagai langkah-langkah politik diantaranya dengan melakukan komunikasi dan publikasi yang bersifat dialogis maupun monologis.

Pendekatan dialogis terlihat pada saat Partai Gerindra dan Prabowo melakukan sapaan langsung terhadap masyarakat dan membangun hubungan kerjasama dengan beberapa organisasi di tanah air. Kemudian pendekatan monologis yang dibangun Partai Gerindra diantaranya adalah dengan memanfaatkan beberapa media massa baik dari internal partai maupun media nasional. Iklan politik merupakan salah satu komponen produk media yang bekerja sama dengan suatu partai politik atau kandidat politik. Iklan ini sengaja dibuat untuk menciptakan popularitas serta mengkontruksi citra politik Prabowo agar bisa diterima oleh masyarakat. Maka, konten iklan politik yang dilakukan

Partai Gerindra berupa pemaparan visi-misi, program-program kerja, dan ajakan

49 50

untuk peduli terhadap produk-produk lokal dengan melibatkan Prabowo Subianto sebagai tokoh utama dalam iklan tersebut.

A. Sejarah Singkat Partai Gerindra

Partai Gerindra merupakan partai termuda dari 38 partai politik yang ikut bersaing dalam pemilu 2009. Partai Gerindra didirikan pada 6 Februari 2008.

Latar belakang pendirian Partai Gerindra berangkat dari rasa empati para pendiri

Partai Gerindra karena melihat kondisi bangsa Indonesia yang mayoritas rakyatnya masih terjerat dalam penderitaan, sistem politik yang tidak kunjung mampu merumuskan dan melaksanakan perekonomian nasional untuk mengangkat harkat dan martabat mayrarakat dari kemelaratan. Kemudian usaha yang selama ini dibangun oleh para elit bangsa, khususnya pada pembangunan ekonomi dinilai terlalu liberal dalam kebijakan ekonominya. Sehingga kita justru terjebak pada sistem ekonomi pasar (sistem ekonomi liberal) yang telah memporak-porandakan perekonomian bangsa. Kemudian yang terjadi malah sebaliknya masyarakat semakin terpojokan oleh struktur ekonomi tersebut

(ekonomi liberal) yang berkembang jauh dari nilai keadilan. Pada situasi demikian, Partai Gerindra ingin memberikan alternatif kepada bangsa dan negara agar tercipta Indonesia Raya yang makmur dan sejahtera.1

Partai Gerindra didirikan untuk melakukan perubahan besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Dalam sosialisai politiknya Partai Gerindra mengusung tema keberpihakan pada rakyat kecil atau lebih populer dengan

1 DPP Partai Gerindra, Tanya Jawab, h. 3

51

sebuatan wong clik. Partai Gerindra tampil membawa terobosan baru untuk memperbaiki kekeliruan sistem ekonomi yang dilaksanakan ekonomi kapitalis.2

Partai Gerindra banyak mendukung ide-ide nasionalis sehingga paratai ini termasuk salah satu partai nasionalis. Indikator dari dekatannya Partai Gerindra dengan partai nasionalis adalah terlihat pada jati diri partai Partai Gerindra yaitu kebangsaan. Partai Gerindra merupakan partai yang berwawasan kebangsaan yang memegang teguh karakter nasionalisme yang kuat, tangguh, dan mandiri.

Wawasan ini menjadi jiwa dalam segala aspek kehidupan berbangsa, berpolitik, ekonomi, sosial, dan budaya maupun keagamaan.3 Walaupun dalam realitasnya bangsa telah dihadapkan pada tekanan globalisasi yang begitu kuat, Partai

Gerindra tetap konsisten terhadap identitas dan jati diri bangsa sebagai pondasi utama untuk memperjuangkan kepentingan nasional dan tatanan baru. Partai

Gerindra mengusung moto kepartaian dengan sebutan “Haluan baru, pemimpin baru bagi Indonesia Raya”. Hal ini sengaja diproyeksikan untuk membangun haluan baru sebagai upaya koreksi total terhadap sistem politik, sistem ekonomi, sosial dan pertahanan dalam dan luar negeri. Yang menjadi prioritas utama Partai

2 Selanjutnya, menurut pemikiran para pendukung sistem ekonomi kapitalis, pemerintah harus seminimal mungkin memungut pajak dari perusahaan. Upah buruh juga jangan terlalu besar, secukupnya saja untuk menutupi biaya hidupnya. Perusahaan juga harus diberi berbagai fasilitas kemudahan agar dapat berkembang pesat dalam waktu singkat. Dengan demikian, perusahaan akan mendapat untung yang besar, yang setelah terkumpul sampai jumlah tertentu, dapat digunakan untuk membangun perusahaan baru. Oleh karena itu, kebijakan ekonomi negara yang menganut sistem ekonomi kapitalis, mengutamakan investasi besar-besaran, baik yang berasal dari modal domestik maupun modal asing. Ekonomi liberal adalah pengembangan lebih lanjut dari sistem ekonomi kapitalis, yang intinya menuntut pemerintah agar tidak turut campur dalam urusan bisnis, alasannya akan mematikan kreatifitas yang dikembangkan oleh dunia usaha, sehingga akan menghambat efisiensi usaha dan pencapaian laba (untung) serta pembukaan lapangan kerja baru. Neo liberal adalah bentuk paling akhir dari sistem ekonomi liberal, sehubungan dengan gagasan globalisasi yang berkembang pesat pada dekade terakhir ini. Lihat Jimly Asshiddiqie, Konstitusi ekonomi, (Jakarta: Kompas, 2010), h. 339-341. 3 Suharni,“Humas dalam Kompanye Politik: Studi Partai Gerindra Menghadapi pemilu 2009,” h. 49

52

Gerindra dalam mengoreksi permasalahan bangsa adalah koreksi terhadap sistem politik ketatanegaraan yang dianggap terlalu memberikan ruang kebebasan secara total tanpa memberikan dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan rakyat.4

Kemudian, seperti pada umumnya terjadi dibeberapa negara-negara yang baru lepas dari rezim otoriter, maka liberalisasi politik di Indonesia bergerak berdampingan dengan liberalisasi ekonomi atau dengan kata lain, liberalisasi politik datang dalam satu paket bersama liberalisasi ekonomi. Maka dari itu,

Partai Gerindra melakukan koreksi total terhadap sistem ekonomi liberal yang telah gagal meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam aksinya Partai Gerindra mengembangkan gagasan pembentukan koprasi dan sistem ekonomi kerakyatan yang mengarah pada pengembangan di sektor pertanian. Konsep koprasi dianggap sebagai model yang relevan dengan susunan perekonomian Indonesia dan diharapkan akan mengimbangi corak individualistik dan model kapitalistik yang sekarang berkembang di Indonesia.

Selain berkomitmen untuk membangun perekonomian sesuai dengan motonya “haluan baru dan pemimpin baru”, Partai Gerindra berkomitmen untuk memperbaiki sistem hukum di Indonesia. Bagi Partai Gerindra hukum harus dijadikan sebagai panglima dalam mengawal dan menjalankan roda pemerintahan.

Oleh karena itu, hukum dalam penegakannya harus tegas dan tidak tebang pilih agar tercipta keadialan dan kepastian hukum. Kemudian hukum juga harus dijalankan oleh para penegak hukum yang bersih agar tidak terjadi manipulasi

4 DPP Partai Gerindra, Tanya Jawab, h. 9

53

hukum serta mengembalikan keutuhan UUD (Undang-undang Dasar) 1945 sebelum di amandemen haluan baru hukum Indonesia.5

Selanjutnya di sektor kepemimpinan nasional Partai Gerindra melihat perlu ada pembenahan. Masalah kepemimipinan merupakan komponen yang harus diprioritaskan dalam konteks bernegara. Karena selain pemimpin adalah simbol negara, otoritas pemimpin dalam penentuan kebijakan sangat berpengaruh terhadap kemajuan bangsa. Untuk itu, Partai Gerindra memberikan arahan bahwa sosok pemimpin harus memiliki jiwa kepemimpinan yang kuat dan kemampuan memimpin yang handal. Jiwa kepemimpinan yang digambarkan Partai Gerindra adalah seorang pemimpin yang memiliki kecerdasan, tegas, kuat, visioner berjiwa nasionailsme, peka terhadap berbagai permasalahan bangsa, serta mampu membawa perubahan menuju kesejahteraan rakyat. Dan sosok kandidat pemimpin yang dipercaya Partai Gerindra untuk memimpin bangsa ini (Indonesia) melekat pada Prabowo Subianto.

Paling tidak terdapat tiga alasan yang membuat Partai Gerindra memilih

Prabowo Subianto menjadi kandidat presidennya. Pertama, dari sisi intelektual

Prabowo adalah sosok yang cerdas, berintegritas, dan dia berjiwa visioner, berkarakter tegas, berjiwa nasionalisme tinggi dan peka terhadap masalah-masalah bangsa. Kedua, ide-ide dan gagasan Prabowo yang dicantumkan dalam visi- misinya khusunya tentang gagasan ekonomi kerakyatan memiliki banyak kesamaan dengan agenda Partai Gerindra. Terdapat delapan agenda Partai

Gerindra yang sengaja dibuat untuk kemakmuran rakyat diantaranya terkait dengan ekonomi kerakyatan, kedaulatan pangan dan energi, pendidikan,

5 Suharni, “Humas dalam Kompanye Politik: Studi Partai Gerindra Menghadapi pemilu 2009,” h. 51

54

kesehatan, menjaga kelestarian alam serta membangun infrastruktur untuk rakyat.6

Ketiga, Parabowo Subiantao adalah figur politik yang telah lekat namanya di telinga masyarakat. Paling tidak, hal ini lebih memudahkan Partai Gerindra untuk membangun popularitas kandidat politiknya. Kemudian Prabowo memiliki kedekatan dengan beberapa organisasi seperti Himpunan Kerukunan Tani

Indonesia (HKTI), Asosiasi Pemerintahan Daerah Seindonesia (APDSI), Asosiasi

Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) dan Kotak Tani dan Nelayan Andalan

(KTNA).7 Dengan adanya relasi keberbagai organisasi tersebut, setidaknya Partai

Gerindra akan lebih mudah mengkontruksi citra politik dan membangun popularitas partai. Terlebih Partai Gerindra adalah partai baru yang jelas-jelas membutuhkan media dan strategi untuk membangun popularitasnya.

Dalam possitioning politik Partai Gerindra adalah dengan mengidentifikasi dirinya sebagai partai untuk masyarakat bawah atau lebih populer dikenal dengan sebutan “Partai wong cilik”. Sikap politik Partai Gerindara ini pada umumnya tidak memberikan warna yang berbeda dengan partai-partai sebelumnya. Partai

Demokrasi Indonesia Parjuangan (PDIP) adalah partai yang bergaris ideologis nasionalis sama halnya dengan Partai Gerindra. Kemudian possitioning PDIP juga sama yaitu partai untuk rakyat kecil “wong cilik”, bahkan istilah tersebut sebelumnya lebih dekat ke PDIP. Di paruh musim pilpres 2009 popularitas dan pencitraan Partai Gerindra mengalami peningkatan. Bahkan pencitraan sebagai partai wong cilik berhasil mengalahkan PDIP sebagai partai yang terlebih dahulu mempopulerkan istilah tersebut (wong cilik). Hasil survey yang dilakukan

6 Humas Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Delapan Program Aksi Untuk Kemakmuran Rakyat, (Jakrta: DPP Partai Partai Gerindra 2009). 7 Pamudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, h. 101-105

55

Lembaga Survey Nasional (LSN) menunjukan, sebanyak 18,4 persen responden menyebutkan Partai Gerindra sebagai partai yang paling peduli terhadap nasib petani.8 Partai Gerindra mengusung prabowo Subianto sejalan dengan perjuangan

Partai Gerindra. Putra dari begawan ekonomi Soemitro Djojohhadikusumo ini di nilai publik sebagai tokoh yang peduli terhadap masalah petani.

Keberhasilan politik pencitraan Partai Gerindra tidak terlepas dari keberadaan Prabowo Subiantao sebagai figur politik yang sering ditonjolkan dengan membawa visi-misi pembelaan terhadap nasib petani, para pedagang dan nelayan. Usaha ini dilakukan secara permanen baik melalui iklan politiknya maupun secara dialogis atau membangun emosional dengan melakukan kunjungan langsung terhadap masyarakat. Tema utama yang sering ditampilkan dibeberapa iklan politiknya adalah tema kerakyatan seperti ajakan untuk kembali membeli produk-produk dalam nengri, perhatian terhadap nasib para nelayan

Indonesia dan lain sebaginya. Usaha yang dilakukan Partai Gerindra pada musim pemilu 2009 mendapatkan hasil yang cukup efektif , sebanyak 4.646.406 suara atau 4,46% dan menempatkan 26 legislatornya di DPR. Untuk kategori partai baru, hasil yang didapatkan Partai Gerindra sangatlah ideal.9

Adapun orientasi didirikannya Partai Partai Gerindra adalah untuk mewujudkan kedaulatan rakyat dalam rangka mengembangkan iklim demokrasi, yang menjungjung tinggi dan menghormati kebenaran, hukum dan keadilan serta

8 Suharni, “Humas dalam Kompanye Politik: Studi Partai Gerindra Menghadapi pemilu 2009,” h. 52 9 Munawar Am, “Fenomena Partai Gerindra”, diakses pada 23 November 2009 dari http://74.125.153/search?qcache:U6Gx4MlucJ:kangnawar.com/politikpemilu/fenomenapraboParta iGerindra+komunikasi*politik*partai*PartaiGerindra&cd=8&hl=id&ct+clnk&gl+id

56

merealisasikan ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada kekuatan bangsa yang mengarah pada kedaulatan dan kemandirian bangsa.10

B. Visi dan Misi, AD/ART, dan Struktur Organisasi Partai Gerindra

Kehadiran Partai Gerindra dalam pentas politik nasional memiliki visi menjadi partai politik yang mampu menciptakan kesejahteraan rakyat, keadilan sosial, dan tatanan politik negara yang melandaskan diri pada nilai-nilai nasionalisme dan religiusitas dalam wadah Negara Keatuan Republik Indonesia.

Untuk mewujudkan visi tesebut Paratai Partai Gerindra mengemban misi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara antara lain :

1. Mempertahankan kedaulatan dan tegaknya Negara Ksatuan Republik

Indonesia yang berdasarakan Pancasila dan UUD 1945.

2. Mendorong pembangunan nasional yang menitikberatkan pada

pembangunan ekonomi kerakyatan, pertumbuhan ekonomi yang

berkelanjutan, dan pemerataan hasil-hasil pembangunan bagi seluruh

warga bangsa dengan mengurangi ktergantungan pada pihak lain.

3. Membentuk tatanan sosial dan politik masyarakat yang kondusif untuk

mewujudkan kedaulatan rakyat dan kesejahteraan rakyat.

4. Menegakan supremasi hukum dengan mengedepankan praduga tak

bersalah dan persamaan hak di depan hukum.

5. Merebut kekuasaan pemerintah secara konstitusional melalui Pemilu

Legislatif dan Pemilu Presiden untuk menciptakan lapisan kepemimpinan

yang kuat.11

10 DPP Partai Gerindra, Tanya Jawab h. 12.

57

Dalam upaya menjalankan dan merealisasikan tujuan kepartaian, setiap partai politik dituntut untuk membentuk struktur organisasi secara jelas dan terarah agar agenda serta tujuan partai bisa tercapai dengan baik. Begitu pula dengan Partai Gerindra, sebagai partai politik yang legal Partai Gerindra telah merumuskan struktur organisasinya. Selain setruktur organisasi hal lain yang harus dimiliki oleh partai politik adalah pedoman bersama untuk menjalankan roda organisasi politiknya. Pedoman tersebut dapat berpijak pada visi dan misi yang dimiliki oleh partai politik (Partai Gerindra). Berbagai instrumen kepartaian seperti visi-misi, struktur organisasi, tujuan, jati diri, fungsi serta kelengkapan yang lainnya dirumuskan dalam bentuk Anggaran Dasar Rumah Tangga

(AD/ART).

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) memuat substansi penguatan kelembagaan Partai Gerindra. AD/ART memiliki fungsi strategis dalam memperkuat konstitusi Partai Gerindra. Konstitusi yang kuat tentu saja ikut memperkuat kedudukan partai sebagai salah satu partai politik yang ikut pemiilu 2009. Dengan membawa visi-misi dan tujuan politik yang konkrit diatur secara terorganisir dari tingkat pusat sampai daerah dalam AD/ART. Terkait dengan struktur organisasi Partai Gerindra, dalam AD/ART Partai Gerindra disebutkan bahwa setiap warga negara Republik Indonesia yang setia kepada

Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dengan sukarela mengajukan permohonan menjadi anggota.12

11 DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Partai Gerindra), Manifesto Perjuangan Partai Gerindra, (Jakarta: Partai Partai Gerindra), h. 16-17. 12 Ibid. h. 15

58

Partai Gerindra hadir di tengah masyarakat karena terpanggil untuk memberikan dedikasinya kepada negara dan rakyat Indonesia. Partai Gerindra berjuang untuk tegaknya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dua pokok perjuangan Partai Gerindra diatur dalam AD/ART menjadi asas Partai Gerindra, yaitu: Kebangsaan, Kerkayatan, Religius dan Keadilan Sosial.13

Wawasan kebangsaan yang dimiliki oleh Partai Gerindra berpegang teguh pada karakter nasionalisme yang kuat, teguh dan mandiri. Wawasan kebangsaan ini menjadi jiwa dalam segala aspek kehidupan berbangsa, baik kehidupan poliitk, ekonomi, sosial, budaya maupun keagamaan. Dan diperkuat dengan jati diri kerakyatan, di mana Partai Gerindra hadir sebagai sebuah media bagi rakyat dengan melakukan keberpihakan kepada kepntingan rakyat. Tidak heran kemudian Partai Gerindra disebut sebagai partai kerakyatan untuk rakyat kecil.

Untuk menjalankan cita-cita politik, Partai Gerindra memperteguh dirinya dengan jati diri religius. Partai Gerindra memegang teguh nilai-nilai Ketuhanan

Yang Maha Esa dengan kebebasan menjalankan agma dan kepercayaan masing- masing. Nilai-nilai religius senantiasa menjadi landasan bagi setiap ajaran pengurus, anggota dan kader Partai Gerindra dalam bersikap dan bertindak. Jati diri Partai Gerindra yang keempat adalah partai yang mencita-citakan suatu tatanan masyarakat yang berkeadilan sosial, yakni msayarakat yang adil secara ekonomi, politik, hukum, pendidikan, dan kesetaraan gender. Keadailan sosial harus didasari atas persamaan hak, pemerataan, dan penghargaan terhadap hak asasi manusia.14

13 Ibid. 14 DPP Partai Gerindra, Manifesto Perjuangan Partai, h. 9.

59

Sebagai partai yang modern, Partai Gerindra memiliki pokok perjuangan

(platform) yang jelas di setiap bidang kehidupan yang termaktub dalam manifesto perjuangan Partai Gerindra. Salah satu fokus perjuangan Partai Gerindra yang dominan adalah mengembangkan ekonomi kerakyatan. Ekonomi kerakyatan menjadi rujukan pokok dalam pencitraan sebagai realisasi dari visi Partai

Gerindra. Ekonomi kerakyatan termasuk salah atau dari 8 program aksi untuk kemakmuran rakyat. Tujuh program aksi sisanya antara lain :

1. Prioritas penyaluran kredit perbankan kepada petani, nelayan, pedagang

tradisional dan pedagang kecil.

2. Meperbesar permodalan lembaga keuangan mikro untuk menyalurkan

kredit bagi rakyat kecil.

3. Melindungi pedagang pasar tradisional dengan melarang pembangunan

pasar swalayan berskala besar yang tidak sesui dengan undang-undang.

4. Melindungi dan memperjuangkan hak-hak buruh, termasuk buruh

migran (TKI dan TKW).

5. Modernisasi pasar tradisional untuk pedagang kecil.

6. Meningkatkan anggaran untuk petani, nelayan, buruh, pedagang pasar

tradisional dan pedagang kecil.

7. Memberikan jaminan sosial untuk fakir miskin, penyandang cacat dan

fakir miskin.

Tujuh program aksi di atas untuk kemakmuran rakyat lainnya, meliputi: pemerintahan yang tegas, kekayaan negara, perekonomian yang adil dan makmur, bidang pangan, kesehatan, kelestarian alam, serta usaha untuk membangun infrastruktur untuk rakyat di pedesaan. Semua program yang menjadi fokus

60

perjuangan Partai Gerindra menjadi tema dalam komunukasi politik yang dibangun pada masa kampanye politik menghadapi pemilu 2009. Di antrara kedelapan program aksi untuk kemakmuran rakyat itu yang menjadi tema dalam membangun citra positif partai ini.

Komunikasi politik adalah bagian dari fungsi suatu partai politik. Oleh kerena itu, Partai Gerindra sebagai partai politik melakukan komunikasi politik dalam memperjuangkan visi, misi, program, dan tujuan Partai Partai Gerindra.

Komunikasi politik yang dibangun Partai Gerindra yaitu melalui kerjasama dengan organisasi kemasyarakatan yang membantu mendukung perjuangan Partai

Gerindra. Serta menjalin hubungan kerjasama dengan partai politik lain untuk mencapai tujuan bersama dalam rangka memperjuangkan aspirasi dan kepentingan rakyat. Semua itu diatur secara tegas dalam praturan organisasi Partai

Gerindra. Hubungan kerjasama tersebut dibangun oleh Partai Gerindra dalam menghadapi pemilu 2009. Partai Gerindra menjalin kerjasama dengan kelompok- kelompok masyarakat seperti Himpunan kerukunan Tani Indonesia (HKTI),

Asosiasi Pemerintahan Daerah Seluruh Indonesia (APDESI), Asosiasi Pedagang

Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) dan Kontak Tani dan Nelayan Andalan

(KTNA). Serta melakukan koalisi dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan

(PDIP) untuk maju sebagai capres dan cawapres pada pemilu presiden 2009.

Selain itu untuk memperoleh kekokohan partai perlu melakukan komunikasi politik dalam internal partai. Penguatan identitas di internal partai meliputi seluruh komponen yang terlibat dalam struktur organisasi.

Struktur organisasi Partai Gerindra terdiri dari tingkat Pusat, tingkat

Propinsi, tingkat Kabupaten/Kota, tingkat Kecamatan, dan Tingkat

61

Desa/Kelurahan yang masing-masing berturut-turut dipimpin oleh Dewan

Pembina (DP) dan Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Daerah

(DPD), Dewan Pimpinan Cabang (DPC), Pimpinan Anak Cabang (PAC) dan

Pimpinan Ranting (PR).15 Disamping itu dalam menjalankan perjuangannya dipentas politik, Partai Gerindra di bantu oleh Dewan Penasihat. Selaras dengan namanya Dewan Penasehat bertugas memberikan saran dan nasehat kepada

Dewan Pimpinan sesuai dengan tingkatannya. Saran dan nasehat dari Dewan

Penasehat kepada Dewan Pimpinan memiliki keutamaan untuk dijadikan pertimbangan yang diatur.

Badan Pimpinan tertinggi dalam struktur Partai Gerindra adalah Dewan

Pembina. Otoritas Dewan Pembina adalah memberikan pengarahan, petunjuk, pertimbangan, saran dan nasehat kepada anggota dan pengurus di tingkat pusat.

Dewan Pembina ikut bagian dalam pengesahan komposisi struktur organisasi

DPP, DPD, dan DPC. Serta penetapan dan pengajuan calon presiden dan wakil presiden. Dewan Pembina adalah lembaga baru yang bertugas menjalankan fungsi-fungsi strategis dalam pembinaan stretegis.

Selanjutnya lembaga tersebut perlu dipimpin oleh sosok pemimpin yang kuat dan berkarakter. Dari rekam jejak perjuangan Prabowo Subianto dalam berbakti untuk kepentingan berbangsa dan bernegara, dipandang memenuhi karakter sosok yang tepat untuk memperkuat kelembagaan Partai Partai Gerindra.

Sehingga Kongres luar biasa menetapkan Prabowo Subianto sebagai ketua Dewan

15 DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), Anggaran Dasar Anggran Rumah Tangga Partai Gerindra, (Jakarta: Partai Gerindra, 2008), h.31.

62

Pembina dengan kewenangan yang diatur dalam Anggaran Dasar dang Anggaran

Rumah Tangga Partai Partai Gerindra.16

C. Potret Prabowo Subianto

Salah-satu sosok dan ikon politik yang pernah mewarnai belantika perpolitikan Indonesia pada awal transisi 1998 adalah Prabowo Subianto. Nama

Prabowo Subianto kerap sekali diidentikan dengan keluarga Soeharto, pasukan komando, Kopasus, Timur Timur, Papua, rencana kudeta presiden dan penculikan aktivis pro-demokrasi tahun 1998. Sulit diingkari, figur Prabowo Subianto memang kompleks. Peranannya dalam reformasi 1998 cukup membingungkan, banyak kontradiksi disana-sini. Nama Prabowo Subianto sering disandingkan dengan mantan mertuanya yaitu mantan Presiden Soeharto bahkan tidak sedikit orang beranggapan bahwa potret muda Soeharto tergambar dalam diri Prabowo

Subianto meski mereka hidup di zaman yang berbeda. Mulai dari pilihan hidup untuk menjadi seorang perajurit, prinsip hidup yang sangat kuat, membukukan catatan perjalanan karir yang cukup mulus, meninggalkan jejak tudingan kejahatan hak asasi manusia, dan menjadi orang yang pernah sangat berpengaruh di Indonesia.

Dalam torehan catatan kehidupan Prabowo, ia kerap disebut sebagai anak emas Soeharto. Bahkan bukan hanya karena ia menikahi Siti Hadijati Harijadi

(Titik), anak ke empat Soeharto. Lebih dari itu, Prabowo dianggap sebagai orang yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata perajurit kebanyakan. Bisa jadi, inilah yang menjadi nilai lebih Parabowo dalam pandangan Soeharto. Di angkatnya

16 Ibid, h.4.

63

Prabowo sebagai menantu oleh Soeharto seolah memberikan warna tersendiri bagi

Prabowo. Sebagaimana diketahui bahwa Prabowo lahir dalam keluarga yang beraliran kiri yaitu dari Soemitro Djojohadikusumo yang dikenal sebagai ikon PSI

(Partai Sosialis Indonesia). Soemitro juga pernah menjadi buron di masa pemerintahan Soekarno dan di masa pemerintahan Orde Baru ia juga dianggap terlalu kritis.17 Sementara mertuanya mantan presiden Soeharto dikenal sebagai figur yang beraliran ultra-kanan. Hal ini mengundang spekulasi bahwa bisa jadi, sejak perkawinan pun ia sudah mengundang kontroversinya sendiri.

Untuk mencermati lebih jauh anak bengawan ekonomi Indonesia Soemitro

Djojohadikusumi ini. Berkaiatan dengan nama Soemitro, Parabowo juga tidak bisa dilepaskan dari kakeknya, Margono Djojohadikusumo, pengikut Boedi

Oetomo dan pendiri Bank Negara Indonesia (BNI) 1944.18

1. Biografi Prabowo Subianto

Jendral Purnawirawan Prabowo Subianto Djojohadikusumo lahir di

Jakarta pada 17 Oktober 1951, Dia adalah mantan Danjen Kopasus dan menantu dari Mantan Presiden Indonesia Soeharto.19 Ayah kandung Prabowo adalah seorang begawan ekonomi Indonesia, Prof. Dr. Soemitro Djojohadikusumo.

Sementara itu Prabowo memiliki tiga saudara kandung yaitu Biantiningsih

Djiwandono, Maryani Lc Maistre dan Hasim Suyono Djojohadikusumo. Keempat anak Soemitro ini lahir dan dibesarkan dikalangan intelektual. Namun,

17 Sidik Suhada, Gaya Retorika Komunikasi Politik Prabowo, h. 15-14. 18 Soempeno, Prabowo Bintang Tiga: Dari Cijantung Bergerak ke Istana, h. 170. 19 Pamudi, Kalau Parbowo Jadi Presiden, h. 22.

64

keempatnya memilih titik pijak karir yang berbeda-beda.20 Diantara semua saudaranya, Prabowo dikenal sebagai anak yang paling gemar mengoleksi dan membaca buku. Dari koleksi perpustakaan milik pribadi di kantor maupun dirumahnya, Prabowo paling menyukai buku tentang sejarah dan militer. Konon, ia selalu belanja banyak buku jika berpergian keluar negeri. Masa kecil Prabowo memang lebih banyak dihabiskan di luar negeri seperti Singapura tiga tahun,

Malaysia dua tahun, Hong Kong dua tahun, Swis dua tahun, Inggiris dua tahun dan di Inggris inilah Prabowo menyelesaikan sekolah menengahnya.21 Berkat pengalaman hidup yang berpindah-pindah tersebut penguasaan terhadap bahasa asingnya Prabowo terbilang baik. Bahasa asing yang prabowo kuasaian diantaranya adalah bahasa Inggris, bahasa Prancis, bahasa Jerman, dan bahasa

Belanda.

Prabowo menyelesaikan bangku sekolah menengahnya pada usia 16 tahun di American School di London, Inggris. Konon Prabowo terkenal rewel di kelasnya. Maka dari itu, ia di hukum dengan dinaikan kelasnya ke satu level yang lebih tinggi. Kemudian setelah lulus sekolah Prabowo di terima di tiga universitas di Amerika Serikat, salah satunya adalah Universitas Colorado.22 Namun, karena usianya yang masih terlalu muda Soemitro mengusung Prabowo kembali ke tanah air dan memintanya menunda untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.

Setelah kembali ketanah air justru mencuatkan cita-cita lama Prabowo, yaitu sekolah dibidang militer dan atas pendiriannya tersebut Prabowo pun melanjutkan sekolahnya di Akademi Militer Nasional (AMN), sebagai Taruna

20 Ibid, 108 21 Soempeno, Prabowo Bintang Tiga, h. 108 22 Ibid, 109

65

Akabri Darat Magelang. Prabowo menamatkan pendidikanya di AMN tahun

1974, seangkatan dengan Kolonel Syafrie Syamsudin, Kolonel Mahidin Simbolan dan Kolonel Eddi Budianto.23

Di lingkungan kemiliteran karir Prabowo Subianto terbilang mulus, pada

1976 ia menjadi Komandan Peleton Grup I Kopasandha (nama lawas Kopasus).

Setahun kemudian, naik menjadi Komandan Kompi di lingkungan Grup I kesatuan yang sama, Kompi Naggala 28, hingga tahun 1980.24 Dalam beberapa oprasi militer Prabowo terbilang pernah beberapa kali menoreh keberhasilan. Pada oprasi militier tahun 1979, Prabowo beserta anak buahnya di batalion 744 berhasil membunuh Presiden dan Mentri Pretahanan Fretilin Nicolao Dos Reis Labato di

Timur Timur. Ini pula yang membuat Prabowo mendapat kenaikan pangkat.25

Pada 1990 jabatan Prabowo naik menjadi Perwira Oprasi di Grup I.

Jabatan ini di embannya samapai 1983. Pada 1993, prabowo kembali ditugaskan di Kopasus (Komando pasukan khusus) dengan jabatan Pejabat Sementara

Komandan Grup II Pusdik Kopasus. Tidak lama kemudian menjadi Komandan

Grup III Pusat Pendidikan Pasukan Khusus (Pusdikpasus). Tahun 1994, kembali dipromosikan untuk mendampingi Brigjen Soebagyo Hari Siswoyo, yang saat itu menjabat Komandan Kopasus, sebagai wakil Komandan Kopasus. Hanya butuh waktu 14 bulan, Prabowo naik satu level lagi menggantikan komandannya,

Soebagyo, yang dipromosikan menjadi Panglima Kodam IV/Diponogoro dan dua

23 Ibid, 109-113 24 Ibid, 110 25 Pamudi, Kalau Parbowo Jadi Presiden, h. 26-27.

66

bintang di bahu.26 Demikian karir militer Prabowo dan dia tercatat sebagai Jendral pertama alumni angkatan 1974 dan pada waktu itu Prabowo berusia 44 tahun.

2. Kontroversi dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia

Sisi lain dari catatan hitam kehidupan Prabowo adalah figur kontroversial dan tudingan pelanggaran hak asasi manusia. Pada 1983, kala itu Prabowo masih berpangkat Kapten, Prabowo di duga pernah mencoba melakukan upaya penculikan sejumlah petinggi militer, termasuk jendral LB. Moerdiani, namun upaya ini digagalkan oleh Mayor Luhut Panjaitan, Komandan Den 81/Antiteror.

Prabowo sendiri pada saat itu menjabat sebagai wakil Luhut.27 Kemudian pada

1990-an Prabowo terkait oleh kasus pelanggaran HAM di Timur Timur. Pada

1995, Dia sempat menggerakan pasukan ilegal yang melancarkan aksi teror kewarga sipil. Peristiwa ini nyaris membuat dirinya baku hantam dengan

Komandan Korem Timur Timur yaitu Kolonel Inf Kiki Sjahnakrie, di kantor

Pangdam IX Udayana, Mayjen TNI Adang Ruchiyatna.28

Kemudian pada 1998 Prabowo juga diduga kuat mendalangi beberapa penculikan dan penghilangan paksa terhadap sejumlah aktivis pro-reformasi.29

Peristiwa penculikan tersebut diawali dengan meledaknya bom di rumah susun

Tanah Tinggi, Jakarta Pusat, 18 Januari 1998. Hasil penyelidikan peledakan bom tersebut menemukan dokumen rencana revolusi yang melibatkan empat kelompok

26 Ibid, 112-113 27 Nurul Hidayati,” Gagalkan Penculikan Jenderal, Luhut Layak Dapat Bintang”, artikel diaksespadaKamis1Desember2011darihttp://preview.detik.com/detiknews/read/2009/03/12/12142 6/1098307/10/gagalkan-penculikan-jenderal-luhut-layak-dapat-bintang 28 Soepomo, Prabowo Bintang Tiga: Dari cijantung Bergerak ke Istana, h. 121. 29 Agus Suprianto. “Prabowo dan Sjafrie Tak Penuhi Panggilan Komnas HAM”, artikel diakses pada 7 Desember 2011 darihttp://www.tempo.co.id/hg/nasional/2005/06/03/brk,20050603- 62010,id.html

67

kunci: CSIS, Jendral (Purn) L.B. Moerdani, kelompok masa PDIP Megawati, dan pengusaha Sofyan Wanadi-Yusuf Wannadi. Kemudian beredarlah nama-nama

“kelompok kiri” yang dianggap berpotensi membuat rusuh menjelang dan selama sidang umum MPR. Orang-orang yang tercantum dalam daftar nama itu satu demi satu menghilang. Dalam penyidikan yang dilakukan secara intensif pasca lengsernya Soeharto oleh TPFG (Tim Pencari Fakta Gabungan), pelaku penculikan kemudian diketahui yaitu Tim Mawar, satu dari tiga yang dibentuk oleh Komandan Batalion 42 Group VI Kopassus, Mayor infantri Bambang

Kristono atas perintah Prabowo Subianto.30 Sejumlah aktivis yang diculik tim

Mawar diantaranya adalah Desmond Mahesa, Pius Lustrilanang, Haryanto

Taslam, Waluyo Jati, Faisal Reza, Aan Rusdiayanto, Mugianto, Nezar Patria, dan

Andi Arif.31

Kesembilan orang inilah yang diakui Prabowo sebagai korban penculikan dirinya atau tim Mawar dengan motif sebagai tindakan preventif (pencegahan dini) agar tidak terjadi lagi peledakan bom seperti di Tanah Tinggi dan bukan bertujuan untuk membunuh.32 Diluar sembilan orang tersebut, masih ada 14 orang termasuk seniman “Teater Rakyat” Widji Thukul, aktivis Herman Hendarwan, dan Pitrus Bima masih hilang dan belum ditemukan hingga sekarang.33 Tuduhan terhadap Prabowo sebagai dalang dibalik beberapa peristiwa pelanggaran HAM tidak hanya terjadi pada bulan Februari hingga Maret, namun pada bulan Mei

1998 terjadi penembakan terhadap empat mahasiswa Trisakti. Tragedi inilah yang

30 Pamudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, h. 64-65. 31 Ibid, h. 66 32 Ibid, h. 66-67 33 Arifin Asydhad, “14 Korban Penculikan Diyakini Sudah Meninggal” diakses pada 10 Desember 2011. http://www.detiknews.com/read/2005/06/14/145425/381113/10/14-korban- penculikan-yang-diyakini-sudah-meninggal.

68

kemudian melahirkan kerusuhan massal 13-15 Mei 1998, yang akhirnya meruntuhkan rezim Soeharto dari kekuasaannya.

Geof Forrster dalam bukunya The Fall of Soeharto 1998 menunjuk

Parabowo sebagai mastermind (dalang) penembakan mahasiswa Trisakti, juga kerusuhan yang menyusulnya selama tiga hari kedepan. Begitu pula dengan pendapat Adam Schwartz.34 Dari pengakuan Prabowo sendiri dibenarkan bahwa keterlibatan dirinya terhadap penculikan sembilan aktivis pro-demokrasi, namun para korban tersebut telah dilepaskan kembali dan terkait dengan para aktivis yang hilang disinyalir bahwa adanya kelompok lain yang bermain pada tragedi penculikan itu.35

3. Kiprah Politik Prabowo Subianto Pasca Ode Baru

Nama Prabowo Subianto dibelantika perpolitikan Indonesia terbilang sanagat fenomenal, khususnya pada saat menjelang keruntuhan rezim Soeharto pada 1998. Hal ini dipicu tidak hanya karena ulahnya dalam beberapa kasus penculikan, namun dibalik itu Prabowo adalah bagian dari keluarga presiden

Soeharto yang pada era politik 1998 menjadi pusat kebencian masyarakat.

Perjalanan politik Prabwo tidak berhenti setelah Orde Baru runtuh dari panggung kekuasaannya. Polemik politik 1998 memang menuntun Prabowo untuk mengakhiri karir militernya dan membawanya untuk pergi keluar negeri. Masa kepergian Prabowo dari Indonesia di penuhi dengan berbagai spekulasi, dia dianggap sengaja melarikan diri dari berbagai kasus yang membelitnya

(pelanggaran HAM). Ada beberapa negara yang sempat disinggahi Prabowo

34 Pamudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, h. 68 35 Ibid, h. 67.

69

setelah kepergiannya dari Indonesia, diantaranya adalah Yordania, Jerman, dan

Inggris.36 Di Yordania kehadiran Prabowo disambut dengan baik oleh sahabatnya yaitu Raja Yordania Pangeran Abdullah. Kedekatan Prabowo dengan Pangeran

Abdullah terjalin ketika mereka sama-sama menempuh pendidikan infanteri di

Amerika Serikat dan saat menjalani latihan anti teror di Jerman Barat.37 Dari rumor yang berkembang, saat kepergiannya keluar negeri Prabowo menggeluti dunia bisnis di Jazirah Arab. Lewat PT Tirtamas yang dimiliki Hasyim

Djojohadikusumo Prabowo menjalankan kegiatan ekspor, karet, kopi, dan rempah-rempah karena bahan-bahan ini merupakan komoditi yang amat dicari di sana. Yordania merupakan pintu terbuka menuju seantero Timur Tengah, bahkan bisa menembus Eropa dan Asia Tengah.38

Setelah berkecimpung di dunia bisnis ambisi politik Prabowo ternyata masih kuat dibenaknya. Dinamika politik yang berkembang di Indonesia khususnya di era pemerintahan KH. Abdurahman Wahid (Gus Dur) nampaknya memberikan ruang lebar kepada Prabowo untuk kembali ke tanah air.

Sekembalinya Prabowo ke Indonesia, dia tetap menekuni dunia bisnis. Kemudian selain sibuk berbisnis, Parbowo juga berpengalaman dalam berbagai organisasi.

Mislanya sebagai Dewan Penasehat Organisasi Kosgoro (organisasi massa yang berafiliasi ke Golkar), Di bidang pendidikan, sebagai Ketua Yayasan Pendidikan

Kebangsaan (Universitas Kebangsaan). Juga sebagai Ketua Majlis Perhimpunan

Keluarga Mahasiswa dan Alumni Supersemar. Dalam bidang olahraga, ia sebagai

Ketua Umum PB Ikatan Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSI). Di bidang

36 Soempeno, Prabowo Bintang Tiga, h.177-189 37 Ibid, 178 38 Ibid, 181

70

ekonomi rakyat, menjadi pendiri Koprasi Swadesi Indonesia (KSI) dan juga sebagai Ketua Yayasan 25 Januari.39

Pada 2004 Prabowo sempat ikut serta dalam Konvensi Partai Golkar yang menyaring kandidat-kandidat kuatnya untuk berlaga di panggung pemilihan calon presiden dan wakil presiden. Namun, ia gagal dicalonkan melangkah ke pentas nasional.40 Kegagalan Prabowo dalam Konvensi Partai Golkar tidak menyurutkan niatnya untuk terus berjuang dalam ranah politik. Pada tanggal 12 Juli 2008,

Prabowo resmi keluar dari Golkar dan Parbowo aktif dibeberapa organisasi kerakyatan diantaranya adalah Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), dan

Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI).41 Dengan keterlibatannya

Prabowo di beberapa organisasi ini semakin menegaskan positioning Prabowo sebagai pembela rakyat kelas menengah kebawah (wong cilik).

Usaha untuk mengartikulasikan gagasan-gagasan politik tentunya sangat sulit bagi siapapun tanpa terlibat di dalam partai politik sebagai instrumen atau kendaraan politiknya. Realitas seperti ini diyakini oleh Prabowo, maka dari itu setelah keluar dari Golkar Prabowo segera bergabung dengan Partai Gerakan

Indonesia Raya (Gerindra).42 Partai Gerindra adalah partai yang memiliki kesamaan visi-misi dengan ide-ide Prabowo. Atas dasar itulah Parabowo memilih

Partai Gerindra sebagai kendaraan politik barunya.43 Di Partai Gerindra Prabowo menjadi ikon politik dan pada musim pilpres 2009, Prabowo dicalonkan menjadi kandidat Cawapres bersama Megawati Soekarno Putri sebagai Capres dari Partai

Demokrasi Indonesia (PDIP).

39 Pamudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, h. 101 40 Soempeno, Prabowo Bintang Tiga, h. 193. 41 Pamudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, h. 102-105 42 Soempeno, Prabowo Bintang Tiga, h. 195. 43 Ibid, h.196.

BAB IV

POLITIK PENCITRAAN PARTAI GERINDRA TERHADAP PRABOWO

SUBIANTO PADA PILPRES 2009

Beradasarkan sistematika penulisan pada Bab III penulis telah menjelaskan scara spesifik objek penelitian yang dikembangkan dalam skripsi ini.

Lingkup pembahasan dalam Bab III meliputi pembahasan mengenai gambaran umum tentang Partai Gerindra yang didalamnya melipiti sub bagian sejarah berdirinya Partai Gerindra dan visi-misi, AD/ART serta struktur organisasi Partai

Gerindra. Kemudian dilanjutkan dengan pembahasan ketokohan yang dalam hal ini mengangkat figur politik Prabowo Subianto yang diikuti dengan penjelasan biografi Prabowo Subianto, Kontroversi dan pelanggaran Hak Asasi Manusia

(HAM) dan kiprah politik Prabowo pasca Orde Baru. Dari penjelasan Bab III ini paling tidak penulis dapat menarik kesimpulan bahwa Partai Gerindra merupakan partai yang telah tertata dengan baik menurut aturan strategi keorganisasian. Dari sisi struktur keorganisasian Partai Gerindra telah mengsolidkan berbagai bidang struktur organisasinya. Sehingga dalam menjalankan roda organisasi kepartaian

Partai Gerindra cukup baik, termasuk ketika Partai Gerindra melakukan politik pencitraan Prabowo Subianto pada pilpres 2009.

Selanjutnya pada Bab ke IV akan dibahas inti dari penelitian yang dilakukan. Pada bab ini penulis memperoleh informasi terkait politik pencitraan

Prabowo Subianto oleh Partai Gerindra melalui analisis kepustakaan serta wawancara langsung dengan pengurus Partai Gerindra. Objek wawancara yang dilibatkan dalam penelitian ini disebut informan dan informan penelitian ini

71 72

adalah Bapak Fadli Zon selaku Wakil Ketua Umum Bidang Politik dan Keamanan dalam struktur kepengurusan Partai Gerindra. Pembuktian peran Partai Gerindra untuk melakukan politik pencitraan Prabowo secara teoritis yang dibahas pada

Bab II akan diperkuat melalui wawancara yang dijabarkan pada Bab IV ini.

A. Peran Partai Gerindra dalam Politik Pencitraan Prabowo Subianto

Pemilu presiden 2009 merupakan ajang pertama Partai Gerindra melakukan langkah-langkah politik pada level eksekutif. Sebagai Partaii politik yang telah terkonsolidasikan dengan baik, Partai Gerindra tentunya memiliki kapasitas yang mumpuni ketika harus membangun image (citra) tokoh yang dipromosikannya. Pada saat musim kampanye politik 2009 keterlibatan Partai

Gerindra ketika melakukan politik pencitraan Prabowo Subianto terlihat dengan jelas, hal ini tidaklah mengherankan khalayak karena secara keanggotaan

Prabowo Subianto adalah kader Partai Gerindra itu sendiri.

Keberadaan Partai Gerindra diposisikan sebagai kendaraan politik yang bertugas menjaga dan membangun citra serta membentuk opini positif agar

Prabowo Subianto mendapatkan kepercayaan dan dukungan masyarakat.

Langkah politik pencitraan yang dilakukan Partai Gerindra terhadap

Prabowo diantaranya adalah Partai Gerindra melakukan kampanye politik yang cukup intens di berbagai media publik, baik internal maupun lokal. Selain menggunakan jasa media, Partai Gerindra juga melakukan komunikasi politik secara dialogis keberbagai segmentasi masyarakat misalnya kaum buruh, mahasiswa, petani, nelayan dan lain-lain. Seperti apa yang disampaikan pengurus

Partai Gerindra dalam sebuah wawancara yang dilakukan penulis. Dalam

73

wawancara tersebut Fadli Zon selaku wakil ketua umum bidang politik dan keamanan mengatakan :

“Kami melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh partai politik atau kandidat melakukan suatu kampanye melalui televisi, media sosial, koran, radio dan laian-lain. Juga kampanye yang dilakukan secara tatap muka melalui rapat-rapat umum. Kami berusaha untuk menyentuh hampir seluruh rakyat indonesia dari berbagai segmentasi masyarakat. Minggu pertama kampanye dilakukan keluar jawa. Dibagi dua Gerindra di utara dan Mega Wati serta PDIP berpusat di selatan. Kami kemudian juga membangun komunikasi dialogis dengan kelompok-kelompok strategis seperti kaum buruh, mahasiswa, petani, guru dan nelaiyan”.1

Berbagai langkah politik di atas, adalah bagian dari peran Partai Gerindra ketika melakukan politik pencitraan Parabowo Subianto. Agenda politik seperti ini tidak hanya dilakukan temporer namun sampai hari ini Partai Gerindra terus berupaya membangun citra politik Parabowo di tengah-tengah masyarakat agar

Prabowo semakin diterima, untuk kemudian di musim pemilu berikutnya cita-cita politik Prabowo Subianto serta Partai Gerindra bisa terealisasikan.

B. Langkah-langkah Partai Gerindra dalam Melakukan Politik Pencitraan

Prabowo Subianto.

Sistem multi partai yang sekarang berkembang telah memberikan ruang bebas pada setiap masyarakat untuk terlibat secara langsung dalam politik

Indonesia. Berbagai partai politik pun banyak bermunculan sebagai konsekuensi diberikannya hak-hak warga negara untuk berpartisipasi dalam politik, termasuk politik kepartaian. Pada pemilu 2009 terdapat sekitar 38 partai politik yang ikut

1 Wawancara Pribadi dengan Fadli Zon, Jakarta, 27 Maret 2012.

74

berkompetisi memperebutkan kursi kekuasaan.2 Banyaknya partai politik yang ikut bertanding maka akan semakin memperketat pula persaingan politik untuk meraih simpati masyarakat. Maka dari itu, masing-masing partai politik dituntut untuk bekerja ekstra dalam menjalankan tugas, fungsi, dan membangun strategi- strategi politik agar mendapatkan dukungan dari publik.

Dalam upaya mengembangkan strategi politik, citra memiliki kedudukan yang cukup penting untuk dibangun karena image (citra) akan mempengaruhi persepsi masyarakat terhadap partai atau kandidat partai yang akan dipilihnya.

Mengutip pada apa yang dikemukakan oleh Fadli Zon ketika melakukan wawancara pribadi dengan penulis dia mengatakan :

“pencitraan itu adalah bagian yang penting dalam politik, tetapi jangan sampai politik itu hanya untuk pencitraan saja. Pencitraan ini adalah alat untuk menyampaikan pesan. Citra itu sebenarnya hanya sesuatu yang positif saja. Citra positif penting bagi seorang politisi, politics is perception. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap calon sangatlah penting dan itu hanya bisa dilakukan dengan public relation yang baik dan pencitraan yang baik. Kesemuanya diperlukan dalam kampanye, kalau tidak melakukan politik pencitraan, bagaimana mendapatkan dukungan dari rakyat. Jadi kita harus menempatkan politik pencitraan sebagai strategi politik atau alat politik kita. Namun perlu dipahami dalam berpolitik kita tidak hanya selesai pada tataran pencitraan saja namun program partai yang jelas inilah yang akan menentukan penyingkapan terhadap kepentingan masyarakat”3

Salah satu strategi politik yang dikembangkan oleh Partai Gerindra menjelang pemilihan Presiden pada 2009 yaitu, mengkontruksi citra positf

Prabowo Subianto agar presepsi masyarakat terhadap Prabowo Subianto menjadi baik. Membentuk citra positif kandidat partai bukanlah hal yang mudah

2 Arief Mujayatno,” Gagalnya Upaya Penyederhanaan Jumlah Parpol, “Artikel diakses pada tanggal 15 Agustus 2011 http://www.antaranews.com/view/?i=1215515162&c=ART&s= 3 Ibid.

75

dilakukan, terlebih Prabowo Subianto pernah menjadi figur kontoversial di benak masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, Partai Gerindra melakukan langkah- langkan politik yang di spesialisasikan untuk pencitraan Prabowo Subianto.

1. Komunikasi Politik Partai Gerindra dalam Pencitraan Prabowo

Subianto

Membanguan suatu image (citra) politik tentunya tidak dapat dilakukan tanpa adanya sebuah komunikasi politik yang dilakukan partai politik atau kandidat politik kepada publik. Maka dari itu, bagi Partai Gerindra membangun komunkasi politik merupakan prasarat utama ketika Partai Gerindra mempromosikan Prabowo Subianto sebagai Wapres pada Pilpres 2009. Secara teoritis komunikasi politik yang dikembangkan oleh Partai Gerindra menggunakan komunikasi dua arah (dyadic communication).

Komunikasi politik dua arah sengaja dibentuk oleh Partai Gerindra karena

Partai Gerindra menyadari bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang plural (terdiri dari berbagai segmentasi masyarakat), tersebar luas dan terkadang tidak terorganisir dengan baik. Realitas seperti ini tentunya akan mempersulit sistematisasi panyampaian pesan yang dilakukan masyarakat terhadap Partai

Gerindra sebagai partai politik. Hal itu menuntut Partai Gerindra untuk mengambil inisiatif dengan cara mentransfer sekaligus merumuskan signal-signal atau pesan yang disampaikan oleh Masyarakat. Berbagai permasalahan sosial- politik yang terjadi di masyarakat dipahami secara menyeluruh oleh Partai

Gerindra untuk kemudian dianalisis lebih dalam berdasarkan data dan peristiwa, untuk kemudian akan dijadikan input dalam merumuskan kebijakan partai.

76

Sebagai partai politik dan sesuai dengan fungsi kepartaian ketika proses input dilakukan maka, Partai Gerindra akan terlibat sebagai media untuk mengumpulkan aspirasi. Melalui proses komunikasi itu masyarakat akan mengetahui apakah dukungan, aspirasi, dan pengawasan itu tersalur atau tidak sebagaimana disimpulkan lewat aplikasi kebijakan politik. Dalam tataran aplikasi komunikasi politik seperti ini Partai Gerindra terus berusaha mempertahankannya.

Selama ini Partai Gerindra telah setia menjalankan fungsi komunikasi politik dengan masyarakat seperti dikatakan oleh Fadli Zon dalam wawancara khusus dengan penulis beliau mengatakan,

“Gagasan ekonomi kerakyatan adalah hasil komunikasi politik antara Partai Gerindra dengan rakyat. Gagasan itu sebagai agregasi dari masukan-masukan yang menjadi keinginan masyarakat. Kemudian, Gerindra menjadikan itu sebagai input serta tercantum dalam visi Gerindra yang nantinya akan diperjuangkan secara politik agar menjadi sebuah kebijakan khususnya kebijakan ekonomi yang pro terhadap kepentingan rakyat”.4

Konsistensi Partai Gerindra untuk menjalankan fungsi kepartaian termasuk melakukan komunikasi politik dengan baik maka akan membentuk citra politik yang baik pula di masyarakat. Intensitas komunikasi politik yang dibangun

Partai Gerindra juga sangat berhubungan dengan upaya pencitraan kandidat politiknya yaitu Prabowo Subianto. Dalam beberapa kunjungan Partai Gerindra mensosialisasikan gagasan ekonomi kerakyatan di hampir seluruh Indonesia

Partai Gerindra selalu menampilkan Prabowo Subianto sebagai sosok pejuang ekonomi kerakyatan. Sebagai contoh menjelang Pilpres 2009, Partai Gerindra melakukan komunikasi politik ke hampir seluruh daerah di Indonesia.5

4Wawancara Pribadi dengan Fadli Zon, 5 Ibid,

77

Selain melakukan komunikasi politik secara langsung Prabowo juga ditampilkan melalui berbagai media massa (televisi, koran, jurnal, radio dan jejaring sosial). Di media televisi Prabowo sering ditampilkan melalui iklan-iklan politiknya bersama Partai Gerindra mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk kembali memperhatikan ekonomi kerakyatan. Inilah sebagaian dari komunikasi politik yang dilakukan Partai Gerindra ketika mengkontruksi citra Prabowo

Subianto menjelang pilpres 2009, dengan harapan akan tercipta persepsi baik terhadap Prabowo Subianto. Apabila image politik kandidat diterima dengan baik oleh publik maka kemungkinan besar akan mempermudah kandidat dalam mendapatkan simpati masyarakat.

2. Mengembangkan Wacana Ekonomi Kerakyatan Sebagai Strategi

Politik Pencitraan Prabowo Subianto.

Menetapkan suatu strategi merupakan agenda yang cukup sulit dalam perencanaan program kampanye sebuah partai politik karena strategi tersebut dapat terlihat dari keberhasilan proses pencapaian tujuannya dalam kurun waktu yang relatif panjang. Disamping itu diperlukan program yang terencana, terkoordinasi dengan melibatkan suatu tim kerja, memiliki prinsip, dan termasuk gagasan, kegiatan, alokasi dana besar serta dengan taktik pencapaiaan tujuan program yang terukur secara rasional atau spesifik. Secara definisi seperti yang dikemukakan Greogry, strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan perencanaan program kampanye dalam kurun waktu tertentu, mengoordinasikan tim kerja, memiliki tema, faktor pendukung yang sesuai dengan prinsip-prinsip untuk melaksanakan gagasan strategis secara

78

rasional dan dapat dilaksanakan melalui taktik program kampanye public relation

(humas) secara efektif dan efesien.6

Mengkampanyekan gagasan ekonomi kerakyatan yang dilakukan Partai

Gerindra adalah bagian dari strategi politik untuk mendongkrak popularitas

Parbowo Subianto pada musim pilpres 2009. Konsep ekonomi kerakyatan juga termaktub dalam substansi yang terkandung pada visi-misi dan menjadi positioning Partai Gerindra. Dalam kampanye penyebaran pesan yang dilakukan dengan melibatkan kerjasama media massa, hampir disetiap iklannya menampilkan visi-misi yang bernuansa ajakan untuk peduli terhadap pengembangan ekonomi kerakyatan.

Gagasan ekonomi kerakyatan Partai Gerindra bertujuan untuk mengembangkan pasar domestik dan mengembangkan produk pasar lokal kenegara-negara lain. Cara yang di tempuh Partai Gerindra untuk mengembangkan ekonomi kerakyatan dimulai dari membentuk keyakinan masyarakat sebagai bangsa yang berdaulat. Kemudian dilanjutkan dengan pengambil alihan potensi-potensi kekayaan sumber daya alam yang telah dikuasai asing baik migas, mineral, pertanian dan hasil laut. Selanjutnya, mengembangkan pasar domestik dan mengembangkan produk-produk dalam negeri secara mandiri untuk kemudian dikembangkan ke pasar internasional. Dengan begitu Partai

Gerindra yakin bahwa bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang berdaulat, mampu dan layak menjadi bangsa besar, maju, disegani, adil dan makmur.

”Gagasan ekonomi kerakyatan bukan politik pencitraan tetapi memang itu adalah usaha pencitraan. Partai Gerindra akan memperjuangkan ekonomi

6 Silih Agung Wasesa, Strategi Public Relation, h. 177

79

kerakyatan, di mana kebijakan perekonomian harus berdasar pada UUD 1945 pasal 33 ayat (1), (2), dan (3), sebagai ruh dari setiap kebijakan ekonomi. Sistem ekonomi liberal-kapitalistik yang selama ini diterapkan di Indonesia harus dikoreksi karena gagal mensejahterakan rakyat. Salah satu cara yang dilakukan Gerindra dengan meyakinkan rakyat untuk berdaulat di negara sendiri dengan cara mengembangkan pasar-paar tradional agar naik kelas dan diterima produk- produknya tidak hanya di dalam negeri maupun di luar negeri. Selain itu, Gerindra menolak segala bentuk liberalisasi perdagangan dan mengembangkan proteksi, menolak kebijakan penjualan BUMN kepada pihak asing.”7

Untuk mempertegas pengembangan gagasan ekonomi kerakyatan agar mampu diterima dan berjalan efektif di masyarakat. Partai Gerindra juga bergabung dengan organisasi-organisasi yang memiliki keterkaitan dengan pengembangan ekonomi kerakyatan diantaranya adalah HKTI (Himpunan

Kerukunan Tani Indonesia), APPSI (Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia),

KTNA (Kotak Tani dan Nelayan Andalan) dan lain-lain.8 Dengan adanya relasi keberbagai organisasi tersebut, Partai Gerindra bisa lebih mudah mengajak masyarakat agar mau menerima dan mempraktekan ekonomi kerakyatan.

Kemudian usaha itu juga dijadikan momentum dan strategi yang tepat untuk mempromosikan Prabowo Subianto pada saat dicalonkan sebagai Wapres bersama

Megawati sebagai Capres pada pilpres 2009.

3. Partai Gerindra dalam Mengkampanyekan Politik Pencitraan

Prabowo Subianto

7 Wawancara Pribadi dengan Fadli Zon, 8 Pambudi, Kalau Prabowo Jadi Presiden, h. 103-105.

80

Momentum kampanye merupakan sebuah periode yang sengaja diberikan oleh panitia pemilu kepada semua kontestan, baik partai politik maupun kandidatnya untuk memaparkan program-program kerja dan mempengaruhi opini publik sekaligus memobilisasi masyarakat agar memberikan suara pada saat pencoblosan. Dalam presfektif komunikasi politik, kampanye didefinisikan sebagai bagian dari aktivitas komunikasi yang terorganisasi secara langsung ditunjukan pada khalayak, pada periode waktu yang telah ditetapkan atau tidak yang guna mencapai tujuan.9 Selain itu, kampanye juga bisa diartikan sebagai, keinginan seseorang untuk mempengaruhi kepercayaan dan tingkah laku orang lain dengan daya tarik yang komunikatif. Kampanye dalam kaitan ini dialamatkan pada proses pencitraan Prabowo Subianto oleh Partai Gerindra menjelang pilpres

2009. Jadi orientasi kampanye yang dilakukan Partai Gerindra mengarah pada upaya untuk mengkontrusksi citra Prabowo Subianto.

Secara teoritis kampanye bisa di kembangkan menjadi dua bentuk yaitu pertama, kampanye menjelang pemilu (Short-tern), yang digunakan pada saat menjelang pemilu untuk mengingatkan, membentuk dan mengarahkan opini publik. Kedua, kampanye bersifat permanen dan berlaku untuk jangka panjang.10

Kampanye ini dilakukan tidak hanya terbatas pada periode menjelang pemilu, tetapi sebelum dan setelah pemilu berperan amat penting dalam pembentukan image politik kandidat yang nantinya akan mempengaruhi perilaku pemilih pada saat dibutuhkan. Kampanye politik yang dilakukan oleh tiap-tiap partai politik

9 Rosady Ruslan, Kampanye Public Relation h. 21.

10 Firmanzah Ph.D. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas, h. 275

81

memiliki orientasi yang berbeda-beda tergantung pada masing-masing partai yang bersangkutan.

Pada tataran aplikasi Partai Gerindra melakukan kedua bentuk kampanye tersebut dengan harapan pesan-pesan politik dan promosi yang disampaikan tidak hanya terjadi menjelang pemilu saja namun bisa diterima pada saat sebelum dan sesudah pemilu. Metode kampanye Partai Gerindra dilakukan secara berencana, sistematis, memotifatif, psikologis dan dilakukan berulang serta berkelanjutan.

Seperti halnya telah disinggung dalam bab teoritisasi, terdapat beberapa strategi kampanye ketika mempromosikan Prabowo sebagai Wapres pada pilpres

2009, diantaranya yaitu;

1. Strategy of Publicity

Strategi ini tetap dijalankan dengan melakukan kerjasama kepada media massa. Di hampir setiap media massa Partai Gerindra beserta Prabowo hadir menyapa pemirsah untuk mengsosialisasikan program partai dan tentunya terdapat misi membangun pencitraan. Selain melakukan publikasi sendiri, Partai Gerindra juga membangun hubungan dengan media massa melalui konferensi pers antara pemimpin partai dengan wartawan

“Pada Pemilu 2009, Partai Gerindra memiliki media center. Media center berperan melakukan publikasi fokus pada kampanye politik. Tugas media center mulai dari persiapan kampanye politik sampai pada masa kampanye pemilihan presiden. Namun pada saat kampanye pilpres media center Partai Gerindra digabung dengan media center PDIP publikasi untuk kampanye dilakukan di bawah tanggung jawab media center.”11

11 Wawancara Pribadi dengan Fadli Zon.

82

Terdapat tiga bentuk publikasi yang dilakukan dalam kampanye Partai

Gerindra: pertama, pure publicity (publisitas murni) yaitu bentuk publisitas yang sama dengan nilai berita yang muncul di media pers. Partai Gerindra mengeluarkan berita atau konfrensi press, terkait satu kegiatan atau peristiwa tertentu yang mengandung nilai berita dan kemudian diberitakan oleh media pers nasional maupun lokal.

Kedua, tie in publicity (publisitas yang sengaja) yaitu bentuk publisitas yang sengaja dilaksanakan oleh Partai Gerindra yakni mengadakan seminar, kegiatan kepedulian sosial, sumbang sembako, dan kegiatan lainya yang kemudian kegiatan tersebut diliput oleh media massa.

Ketiga, paid publicity (publisitas yang dibayar) ini merupakan bagian bentuk dari publisitas yang membutuhkan dana, misalnya membuat artikel sponsor (advertial), sisipan (supplement) atau pariwara dan informensial yang kemudian dimuat di media pers dan pemuatan tersebut sama dengan tarif iklan.12

Partai Gerindra juga melalui humasnya melakukan monitoring, yaitu sebuah usaha melakukan pemantauan terhadap informasi yang beredar di masyarakat. Monitoring ini dilakukan dalam rangka menganalisis setiap situasi yang terjadi dengan permasalahan yang dihadapi untuk kemudian Partai Gerindra ikut mengambil bagian dalam memberikan penjelasan atau klarifikasi kepada masyarakat terkait isu yang berkembang (dyadic communication). Dari keseluruhan strategi ini sosok Perabowo Subianto selalu ditampilkan dan tentunya memiliki orientasi terhadap pembangunan citra Prabowo Subianto.

12 Rusady Ruslan, Kiat dan Strategi Kampanye Public Relation, h. 61.

83

2. Strategy of Persuation

Partai Gerindra melakukan langkan persuasi dalam berkampanye melalui teknik sugesti atau persuasi untuk mengubah opini publik dengan mengedepankan sisi emosional dari suatu cerita, artikel, atau fature berlandaskan humanity interest. Realisasi langkah ini Partai Gerindra melakukan iklan di media cetak maupu elektronik, melakukan kunjungan langsung keberbagai segemtasi masyarakat dalam bentuk berbagai program seperti bantuan sembako, pelatihan dan lain-lain. Kemudian dalam kampanye tersebut disosialisasikan visi-misi, program kepartaian, platform dan yang terpenting sosialisasi tokoh yang diperjuangkan (Parabowo Subianto), dengan harapan dapat diterima oleh masyarakat. Dalam hal ini seperti dikatakan oleh M. Asrian Mirza selaku Ketua

Bidang Humas dan Media Massa Partai Gerindra yaitu:

“Humas Partai Gerindra menampilkan sebuah informasi di media massa melibatkan unsur emosional dan rasional yang tinggi. Coba perhatikan iklan Partai Gerindra di TV, lewat iklan dengan tema kerakyatan berhasil menyentuh emosional dan rasional masyarakat. Dalam iklan itu diangkat fenomena yang ada di indonesia lengkap dengan solusi yang kita tawarkan. Tidak salah kalau iklan partai gerindra menjadi iklan terpopuler pada pemilu 2009”.13

3.Strategy of Argumentation

Dunia politik merupakan wilayah yang rentan terjadi berbagai peristiwa yang kurang menguntungkan bagi partai maupun kandidatnya. Berbagai perristiwa politik setidaknya harus direspon dan dianalisis lebih teliti karena tidak menuntut kemungkinan hal-hal yang negatif sering dialamatkan pada suatu paratai

13 Inke Suharni, “Humas dalam Kompanye Politik: Studi Partai Gerindra Menghadapi pemilu 2009”, h. 86

84

yang bersangkutan seperti pengemasan isu negatif yang diarahkan pada partai maupun kandidat tertentu. Apabila ini terjadi sudah jelas akan melahirkan implikasi negatif dan tidak menguntungkan bagi partai yang dijadikan objek dari strategi politik partai lain. Partai Gerindra dalam hal ini menggunakan strategy of argumentation dengan tujuan agar mengantisipasi berita negatif yang kurang menguntungkan. Berita negatif itu kemudian dianalisis lebih dalam dan detail oleh sebagaian elemen partai. Selanjutnya dibentuk berita tandingan yang mengemukakan argumentasi rasional agar opini publik tetap dalam posisi yang menguntungkan.

Keberadaan Prabowo Subianto yang rentan terhadap isu-isu negatif menjadikan Partai Gerindra harus senantiasa bersikap rekatif terhadap segala isu yang berkembang di dalam masyarakat. Reaksi ini harus diaplikasikan menjadi sebuah rumusan argumentasi yang nanti dikembangkan kembali kepada masyarakat. Berkat kerja keras dan keahlian dalam membuat dan mengembangkan strategi, Partai Gerindra cukup berhasil dalam menjaga image politiknya serta image politik tokoh Prabowo Subianto. Seperti dikemukakan oleh

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra dalam wawancara khusus dengan penulis yaitu:

“Ketika Partai Gerindra bersaing dan mengusung Prabowo dan Mega pada pilpres 2009, banyak usaha-usaha pencitraan negatif yang dilakukan oleh lawan politik kami. Di dalam pemilihan presiden dimanapun, mereka akan mencari titik lemah dari lawan-lawan politiknya termasuk di Indonesia. Saya kira itu hal yang sangat wajar, tetapi dalam pilpres 2009, upaya untuk mencitrakan citra negatif terhadap Mega-Prabowo itu gagal. Pada waktu itu tidak ada pencitraan negatif terhadap Prabowo misalnya persoalan HAM, justru yang terjadi sebaliknya. Prabowo sering muncul sebagai sosok yang membela kepentingan rakyat, yang memang kami yang membingkainya. Sebagai sekertairis umum dan tim kampanye

85

nasional, jadi saya yang mengendalikan tim kampanye ketika itu. Jadi pencitraan yang ingin kita tunjukan adalah Mega-Parbowo “pro-rakyat”pro dalam pemikiran, tindakan dan juga kebijakan, kesemuanya di kemas oleh tim untuk mencitrakan Prabowo dan Mega”.14

4. Strategy of Image

Menyadari pentingnya citra di dalam politik, Partai Gerindra dituntut untuk memperhatikan lebih dalam persoalan pencitraan partai maupun kandidatnya. Kesadaran tersebut diartikulasikan pada pembentukan strategy of image sebagai bagaian dari strategi kampanye sebelumnya. Strategi ini menuntut pada pembentukan citra positif dalam publikasi untuk menjaga lembaga, produk partai dan kandidatnya. Misalnya partai tidak hanya menampilkan segi promosi, tetapi bagaimana menciptakan publikasi non komersial dengan menampilkan kepedulian terhadap lingkungan dan sosial yang menguntungkan citra bagi lembaga, organisasi serta kandidat secara keseluruhan.

Untuk melakukan pemembentukan image dan penjagaan image partai dan kandidatnya, Partai Gerindra melakukan hal-hal sebagai berikut: Pertama, mendirikan posko Partai Gerindra peduli rakyat untuk membantu para korban bencana alam dan aktif memberikan bantuan kepada masyarakat yang kurang mampu yang sedang terkena bencana. Kedua, melakukan kampanye terbuka selama masa kampanye yang telah ditetapkan oleh KPU dengan pengarahan masa untuk menyampaikan program yang ditawarkan partai dengan mengusung tema yang menarik hati masyarakat. Ketiga, menjalin hubungan yang baik dengan

14 Wawancara Pribadi dengan Fadli Zon.

86

kelompok-kelompok masyarakat manapun juga. Misalnya hubungan baik yang dibangun oleh Prabowo Subianto dengan kelompok_kelompok masyarakat seperti

Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Asosiasi Pemerintahan Daerah Se

Indonesia (APDESI), Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), dan

Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA). Dan keempat, membuat buku hasil pikiran Prabowo Subianto yang berjudul “Membangun Kembali Indonesia Raya”, sebagai wujud kepedulian Prabowo terhadap nasib para petani di Indonesia. 15

Dalam tatanan praktis, meskipun kegiatan-kegiatan di atas tidak dilaksanakan sepenuhnya oleh Partai Gerindra, namun stretegi kampanye inilah yang kemudian dijadikan sebagai cara untuk membangun pencitraan Prabowo

Subianto di tengah-tengah masyarakat, dimana Prabowo Subianto kerap terlibat langsung pada saat kampanye ini dilaksanakan.

4. Penggunaan Media Massa dalam Politik Pencitraan Prabowo Subianto

Usaha mengkonstruksi citra positif kandidat partai bukanlah hal yang mudah dilakukan oleh paratai politik manapun, tidak terkecuali oleh Partai

Gerindra. Menjelang pilpres 2009 Partai Gerindra temasuk salah satu partai baru yang siap dan efektif dalam melakukan politik pencitraan terutama untuk figur politiknya (Prabowo Subianto). Keberadaan tim ahli yang memiliki Sumber Daya

Manusia (SDM) dan pendanaan besar yang dimiliki Partai Gerindra nampaknya memberikan dampak yang positif terhadap perkembangan Partai termasuk pembentukan image partai dan kandidatnya. Kemudian, elemen lain yang menjadi

15 Ibid.

87

penyokong pembentukan image Prabowo Subianto yaitu dengan adanya keterlibatan dengan berbagai media massa baik cetak maupun elektronik didalamnya. Inilah yang kemudian mejadi alat efektif untuk melakukan publikasi kepada masyarakat.

Dalam melaksanakan program-program kepartaian serta politik pencitraan,

Partai Grindra membutuhkan media untuk kemudian dipublikasikan pada masyarakat. Partai Gerindra menganalisa dan mengamati media masa yang efektif digunakan sebagai media penghubung informasi dengan publik. Fungsi dari media sendiri adalah sebagai sarana atau alat untuk menyampaikan pesan atau sebagai mediator antara komunikator dengan komunikan. Penggunaan media massa sebagai sarana membantu untuk mencitrakan Prabowo oleh Partai Gerindra merupakan usaha mencapai tujuan seefektif mungkin.

“Partai Gerindra menggunakan media seperti media tv, karena media ini dapat disaksikan oleh masyarakat secara cepat, kemudian ada koran, radio, pamflet dan media sosial, namun ketika itu penggunaan media sosial sangat tidak sehebat sekarang. Media sosial yang kami punya dulu seperti situs pribadi pak Prabowo dan kita juga memiliki Facebook, namanya FPS (Facebook Prabowo Subianto). Ketika fans Prabowo di Facebook mencapai 100 ribu lebih tiba-tiba dari pihak Facebook menutup akun tersebut dengan alasan yang tidak jelas”. 16

Untuk lebih spesifik, berbagai media pendukung politik pencitraan Partai

Gerindra terhadap Prabowo Subianto diantaranya adalah pertama, media virtual internet, penggunaan media ini dengan mendayagunakan kemajuan teknologi melalui pembuatan dan pengelolaan website partai, e-mail partai dan blog partai.

Pada saat pemilu 2009, Prabowo Subianto memiliki akun Facebook sebagai

16 Ibid.

88

instrumen politik agar lebih dekat dengan masyarakat dan kader partai. Partai

Gerindra juga memiliki website yang bebas diakses oleh masyarakat yaitu http//www.gerindra.or.id. dan website tersebut bermuatan tentang informasi terkait Partai Gerindra yang dimuai dari profil partai, aktivitas partai baik di pusat maupun di daerah, berita seputar partai Gerindra dalam pemilu. Selanjutnya kedua, penggunaan media radio, selama kurun waktu 2008 sampai April 2009 iklan partai serta iklan Prabowo Subianto ditampilkan di radio-radio yang populer di tingkat nasional dan lokal. Partai Gerindra bekerjasama dengan Himpunan

Radio Lokal Indonesia (HRLI). Kampanye politik melalui radio efektif untuk masyarakat di Pedesaan. Ketiga, penggunaan media televisi menjadi media yang paling efektif bagi Partai Gerindra. Partai Gerindra menampilkan iklan politiknya di statsiun televisi nasional maupun local, baik swasta maupun negeri. Iklan Partai

Gerindra beserta Prabowo hadir di hampir seluruh statsiun televisi seperti di

Metro TV, Trans TV, Trans 7, RCTI, SCTV, TPI, TVRI dan lain-lain.17

Selain pengggunaan media elektronik sebagai pendukung politik pencitraan Prabowo Subianto, Partai Gerindra juga menggunakan media cetak sebagai media sosialisasi dan promosi seperti penerbitan buku langsung.

Penerbitan buku yang dilakukan Partai Gerindra untuk memperkokoh eksistensi

Partai Gerindra dan memudahkan sosialisasi dan promosi citra Prabowo ketengah- tengah masyarakat menjelang pemilu 2009. Buku tersebut bertemakan

“Membangun Kembali Indonesia Raya”, yang ditulis langsung oleh Prabowo

17 Ibid.

89

Subianto. Buku tersebut mengangkat berbagai problemmatika terkait dengan isu- isu ekonomi dan menawarkan konsep ekonomi kerakyatan.18

Partai Gerindra juga membuat majalah-majalah yang relevan dengan perjuangan partainya. Adapaun nama dari majalah tersebut adalah “Tani

Merdeka” majalah ini berisi mengenai latar belakang dan solusi pertanian yang dipimpin langsung oleh Prabowo sebagai Ketua Redaksinya. Selain majalah Partai

Gerindra juga menggunakan media cetak seperti koran. Bentuk dari penggunaan media ini adalah untuk pemasangan spot iklan Partai Gerindra dan Prabowo baik koran nasional maupun lokal. Partai Gerindra melakukan iklan-iklan politiknya di

Koran Kompas, Media Indonesia, Rakyat Merdeka, Republika dan lain-lain.19

Dari paparan di atas, nampak jelas keterlibatan media dalam usaha Partai

Gerindra ketika mengkonstruksi image (citra) Prabowo Subianto menjelang pilpres 2009. Mendayagunakan kekuatan media massa sebenarnya tidak hanya dilakukan oleh Partai Gerindra saja, namun seluruh partai politik yang bersaing menggunakan media massa sebagai salah satu alat untuk mempermudah sosialisasi politiknya.

5. Mengkonstruksi Citra Parbowo Subianto Melalui Iklan Politik

Dalam konteks politik pencitraan, iklan politik menjadi alat yang sangat efektif untuk digunakan. Menurut Pawito, upaya membangun citra dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pertama, meberikan penonjolan-penonjolan pada kesuksesan atau keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai di masa lampau.

18 Ibid. 19 Ibid.

90

Kedua, menumbuhkan asosiasi pemikiran tentang partai atau kandidat dengan kebesaran sejarah di masa lampau, seperti kejayaan bangsa, pemimpin kharismatik yang pernah ada, dan bentuk-bentuk simbolik baik kata-kata maupun gambar-gambar. Ketiga, memberikan penonjolan orientasi ke depan, misalnya dengan kecanggihan teknologi dan optimisme kemajuan-kemajuan di masa yang akan datang. Keempat, menghadirkan tokoh-tokoh tertentu demi menumbuhkan dan memperkokoh keyakinan akan kuat atau luasnya dukungan termasuk tokoh- tokoh adat, dan pemimpin atau tokoh-tokoh negara lain.20 Kesemua bangunan pencitraan tersebut bisa dikemas dan dipublikasikan melalui desain iklan politik untuk disampaikan kepada masyarakat sehingga akan terbangun citra positif, baik partai maupun kandidatnya.

Terkait dengan politik pencitraan Prabowo Subianto, Partai Gerindra turut menggunakan iklan sebagai alat untuk mengkonstruksi citra Prabowo.

Sebagaimana disebutkan oleh Fadli Zon dalam wawancara pribadi dengan penulis:

“ Iklan politik adalah alat yang paling efektif karena melalui iklan politik itu jangkauannya sangat luas, yang menonton tv rakyat Indonesia disinyalir lebih dari 90%. Sehingga kalau ada ilkan tv yang menyaksikan jauh lebih banyak. Banyagkan misalnya kita hanya mendatangi lapangan untuk rapat umum, paling banyak terkumpul 20-30 ribu orang. Iklan adadal salah satu sarana untuk menyampaikan pesan yang paling efektif sekarang ini dan Gerindra menggunakan iklan sebagai salah satu strategi membangun citra Prabowo”.21

Secara teoritis promosi dengan menggunakan iklan poitik mengunakan dua cara pertama, lewat cara-cara gratis melalui peliputan reguler media terhadap

20 Pawito, Komunikasi Politik: Media Massa dan kampanye Pemilihan, h. 265. 21 Wawancara Pribadi dengan Fadli Zon,

91

kegiatan partai atau kandidat. Kemudian kedua, dengan membayar ke media tersebut kareena memasang iklan politik. Dalam iklan politik, kandidat atau partai politiklah yang memutuskan bagaimana mereka ditampilkan. Karena itulah, dua bentuk penggunaan media televisi itu (free and paid media) kerap juga di istilahkan dengan controlled media dan uncontrolled media. Mengingat adanya prinsip seperti ini Partai Gerindra secara rasional dan setiap partai politik tentunya banyak mengeluarkan dana untuk biaya iklan. Penelitian AC Nielsen menyebutkan pada 2008 sampai menjelang pilpres 2009 biaya iklan yang dikeluarkan Partai Gerindra dalam mengiklankan Prabowo Subianto dan partainya menghabiskan dana hingga Rp 66 miliar dan mendapatkan sekitar 4 ribu spot iklan yang tersebar di hampir seluruh media televisi.22

Selanjutnya masih dalam analisis Nielsen pada saat Prabowo diatampilkan pertama kali dengan bersamaan memperkenalkan berbagai organisasi seperti

Himpunan Kerukunan Tani Indonesia, Asosiasi Pedagang Pasar Tradisional, dan sebagai ketua dewan Pembina Partai Gerindra, dana yang dihabiskan mencapai 8 miliar per-bulan periode Juli-Oktober 2008.23 Namun dari jumlah biaya iklan ini

Partai Gerindra menurut Fadli Zon tergolong paling sedikit dari dua kandidat lainnya, seperti ungkapannya:

“ Waktu pilpres kami tidak menampilkan seperti dua kandidat lain (SBY- Boediono dan Jusup Kala-). Dua kandidat lain mungkin dananya lebih besar daripada kami. Sehingga jumlah durasi iklannya juga lebih banyak. Dari tiga kandidat itu, kami yang frekuensi iklannya paling jarang meskipun kami tampil di

22 Vennie Melyani,”Belanja Iklan Partai Politik Mencapai Rp 1 triliun”, Artikel diakses pada 6 Agustus 2011 http://www.tempo.co/hg/bisnis/2009/04/28/brk,20090428-173209,id.html. 23 ibid

92

semua statsiun televisi. Kami juga tidak melanggar, frekuensi iklan SBY-Boediono mereka jauh lebih banyak ketimbang kami”.24

Di lihat dari kisaran dana yang dikeluarkan Partai Gerindra di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Partai Gerindra adalah Partai yang terlibat dalam penggunaan iklan sebagai strategi politiknya. Kemudian Prabowo sebagai produk yang ditawarkan Partai Gerindra untuk bisa diterima oleh masyarakat. Melalui memanfaatkan iklan politik, citra Prabowo Subianto di bangun lalu dikembangkan agar mempengaruhi persepsi positif di benak masyarakat.

24 Wawancara Pribadi dengan Fadli Zon,

BAB V

PENUTUP

Bab V merupakan bab penutup pada skripsi ini. Bab ini menyimpulkan pembahasan bab-bab sebelumnya yang selaras dengan rumusan masalah skripsi ini. Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini adalah untuk menjawab pertanyaan dasar yaitu mengapa Partai Gerindra melakukan politik pencitraan terhadap Prabowo Subianto dan bagaimana peran Partai Gerindra untuk membentuk politik pencitraan Prabowo Subianto pada pilpres 2009. Untuk menjawab pertanyaan dasar tersebut, didahului dengan dengan menjabarkan teori- teori yang berkaitan dengan variabel pada rumusan masalah pada Bab II skripsi ini. Selanjutnya Bab IV menjadi bab pembuktian mengapa Partai Gerindra melakukan politik pencitraan terhadap Prabowo Subianto dan bagaimana peran

Partai Gerindra dalam membentuk pencitraan Prabowo Subianto pada pilpres

2009. Informasi diperoleh melalui wawancara langsung yang dilakukan oleh penulis dengan Bapak Fadli Zon selaku Wakil Ketua Umum Bidang Politik dan

Keamanan Partai Gerindra. Selanjutnya di Bab V ini penuli akan menyimpulkan hasil penelitian yang dilakukan penulis.

A. Kesimpulan

Pemilu Presiden 2009 merupakan kontestasi pertama Partai Gerindra melakukan langkah-langkah strategi politik pada level eksekutif. Sebagai Partai politik yang telah terkonsolidasikan dengan baik, Partai Gerindra tentunya memiliki kapasitas yang mumpuni ketika harus membangun image (citra) tokoh

93 94

yang dipromosikannya. Pada saat musim kampanye politik 2009 Partai Gerindra berperan dalam melakukan politik pencitraan terhadap Prabowo Subianto. Peran

Partai Gerindra terekam dari Langkah-langkah strategi politik pencitraan yang dilakukan Partai Gerindra terhadap Prabowo Subianto diantaranya adalah Partai

Gerindra melakukan kampanye politik yang cukup intens di berbagai media publik, baik internal maupun lokal. Selain menggunakan jasa media, Partai

Gerindra juga melakukan komunikasi politik secara dialogis keberbagai segmentasi masyarakat misalnya kaum buruh, mahasiswa, petani, nelayan dan guru.

Strategi politik yang dikembangkan oleh Partai Gerindra menjelang pemilihan Presiden pada 2009 yaitu, mengkontruksi image (citra) positf Prabowo

Subianto agar presepsi masyarakat terhadap Prabowo Subianto menjadi baik.

Membentuk image positif kandidat partai bukanlah hal yang mudah dilakukan, terlebih Prabowo Subianto pernah menjadi figur kontoversial di benak masyarakat

Indonesia. Oleh karena itu, Partai Gerindra melakukan langkah-langkan politik yang di spesialisasikan untuk pencitraan Prabowo Subianto. Langkah-langkah terebut adalah sebagai berikut pertama, Partai Gerindra melakukan fungsi komunikasi politik. Seacara teoritis komunikasi politik yang dikembangkan oleh

Partai Gerindra menggunakan komunikasi dua arah (dyadic communication).

Komunikasi dua arah yang dilakukan oleh Partai Gerindra adalah dengan mengumpulkan aspirasi dari masyarakat yang nantinya akan dijadikan input untuk membuat kebijakan-kebijakan politik partai seperti gagasan ekonomi kerakyatan.

Selanjutnya yang kedua, Partai Gerindra menggunakan wacana ekonomi kerakyatan untuk meningkatkan popularitas Prabowo Subianto pada pilpres 2009,

95

konsep wacana ini termaktub kedalam visi-misi dan menjadi positioning partai.

Ketiga, Partai Gerindra memanfaatkan momentum kampanye, baik kampanye jangka pendek (short tern) maupun kampanye yang bersifat permanen dengan tujuan untuk menyalurkan informasi terkait kebijakan-kebijakan partai, pemebentukan opini agar Partai Gerindra dan Prabowo Subianto mendapatkan kesan yang baik dibenak masyarakat, klarifikasi berita-berita kurang baik

(negative campaign) yang beredar di masyarakat, dan yang paling utama untuk pembentukan citra positif Partai Gerindra maupun kandidatnya (Prabowo

Subianto). Keempat, Partai Gerindra mengguanakan media massa sebagai alat politik dan dianggap sangat efektif karena ruang lingkup dan kecepatan informasi yang akan diperoleh masyarakat melalui pemanfaatan iklan di tv, radio, koran, dan internet. Keempat strategi tersebut merupakan bentuk dari langkah-langkah

Partai Gerindra dalam membentuk politik pencitraan Prabowo Subianto pada pilpres 2009.

B. Saran-Saran

Di penghujung penelitian skripsi ini, sepertinya perlu juga untuk berbagi saran-saran dan kritik dalam rangka menilai fenomena politik pencitraan yang berkembang pesat di era teknologi informasi kini. Hal ini penting, karena politik pencitraan dapat menjadi buruk apabila relasi anatara citra dan aplikasinya tidak sesuai, yang ada hanya janji palsu dari kemasan pencitraan dan masyarakat menjadi korban manipulasi citra. Mengkonstruksi dan menjaga citra yang dilakukan Partai Gerindra terhadap Prabowo Subianto agar mendapat simpatik

96

rakyat sah-sah saja, asal pencitraan yang dilakukan harus sesuai dengan aplikasinya.

Partai Gerindra dan Prabowo Subianto diharapkan untuk tidak berlebihan dalam menggunakan pencitraan iklan politik di media massa. Sebaiknya Partai

Gerindra dan Prabowo Subianto lebih mengedepankan program-program nyata yang langsung berdampak positif kepada masyarakat, karena pencitraan tidak selamanya sesuai dengan realitas sesungguhnya. Ketika seorang kandidat atau partai politik hanya mengandalkan pencitraan untuk mengambil simpatik masyarakat, hampir dapat dipastikan bahwa kandidat dan partai politik tersebut menggunakan pencitraan hanya sebagai alat manipulasi politik untuk mengambil simpatik masyarakat.

Dan tentunya, berkaitan dengan skripsi ini penulis mengharapkan saran dan kritik para pembaca guna memperbaiki kesalahan atau kekurangan yang ada.

Selain itu penulis sendiri sadar bahwa karya ini merupakan buah pertama dari proses panjang pendewasaan intelektual penulis, sehingga masih sangat dimungkinkan jauh dari kesempurnaan.

A. Daftar Pustaka

Adi Soempeno, Femi. Prabowo Bintang Tiga: Dari Cijantung Bergerak ke Istana. Yogyakarta: Galangpress, 2009.

Agung Wasesa, Silih. Strategi Public Relation. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, 2006.

Ambardi, Kuskridho. Mengungkap Politik Kartel: Stadi tentang Sistem Kepartaian di Indonesia Era Reformasi Jakrta: Gramedia, 2009.

Armando, Ade. Kampanye Melalui Media Massa: Keniscayaaan di Abad 21. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Arifin, Anwar. Komunikasi Politik: Filsafat-Paradigma-Teori-Tujuan-Strategi dan Komunikasi Politik Indonesi. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.

Bungin, Burhan. Metodelogi Penelitian Kualitatif, Aktualisasi Metodelogis Ke Arah Ragam Farian Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001.

Danial, Akhmad. Iklan Politik tv: Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru. Yogyakarta: Lkis Yogyakarta, 2009.

Deliarnov. Ekonomi Politik. Jakarta: Erlangga, 2006.

DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra). Tanya Jawab Seputar Partai Gerindra. Jakarta: Gerindra, 2008.

------, Manifesto Perjuangan Partai Gerindra. Jakarta: Partai Partai Gerindra, 2008.

------. Acuan Kampanye Menejemen Pemasaran Partai Politik: Strategi Pemenangan Pemilu 2009. Jakarta: Gerindra, 2008.

97 98

------, Anggaran Dasar Anggran Rumah Tangga Partai Gerindra. Jakarta: Partai Gerindra, 2008.

Eriyanto. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS, 2001.

Firmanzah. Marketing Politik: Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006.

Harun, Rochajat dan AP, Sumarno. Komunikasi politik. Bandung: Madar Maju, 2006.

Kasiram, Mohamad. Metodelogi Penelitian: Refleksi Pengembangan Pemahaman dan Penguasaan Metodelogi Penelitian. Malang: UIN Press, 2008.

Kasman, Suf. “Perss dan Pencitraan Umat Islam di Indonesia: Analisis isi Pemberitaan Harian Kompas dan Republika,” Desertasi S3 Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008.

Nimmo, Dan. Komunikasi Politik: Komunikator, Pesan, dan Media. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999.

Nursal, Adam. Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Pambudi, A. Kalau Prabowo Jadi Presiden. Jakarta: Penerbit Narasi, 2009.

Pawito, Komunikasi Politik: Media Massa dan kampanye Pemilihan. Yogyakarta: Jalasutra, 2009.

Pusat Bahasa Departement Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia, 2008.

99

Rahmat, Jalaludin. Psikologi Komunikasi. Bandung: Ramaja Rosdaka, 2001.

Rauf, Maswadi. Sistem Presidensial dan Sosok Presiden Ideal (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Rauf, Maswardi dan Nasrun, Mappa. Indonesia dan Komunikasi Politik. Jakarta: PT Gramedia Utama, 1993.

Ruslan, Rusady. Kampanye Public Relation. Jakarta: PT Grafindo, 2007.

------, Kiat dan Strategi Kampanye Publik Relations. Jakarta: PT Grafindo, 2007.

Setiyono, Budi. Iklan dan Politik: Menjaring Suara dalam Pemilihan Umum. Jakarta: AdGoal Com, 2008.

Sobur, Alex. Analisis Teks Media. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004.

Sumawinata, Sarbini. Politik ekonomi Kerakyatan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004.

Suhada, Sidik. Gaya Retorika Komunikasi Politik Prabowo. Malang: Lembaga Suprimasi Media Indonesia, 2009.

Suharni, Inke. “Humas dalam Kompanye Politik: Studi Partai Gerindra Menghadapi pemilu 2009.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2009.

Sutojo, Siswanto. Manajemen Perusahaan Indonesia: Sebuah Pendekatan Filosofis dan Akademis Prakti. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo, 2004.

100

Sy, Pahmy. Politik Pencitraan. Jakarta: Gaung Persada Pers 2010.

Tinarbuko, Sumbo. Iklan politik dalam realitas media. Yogyakarta: Jalasutra, 2009.

Uchjana Effendy, Onong. Dinamika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004.

Website :

Am, Munawar “Fenomena Partai Gerindra” diakses pada 23 November 2009 dari http://74.125.153/search?qcache:U6Gx4MlucJ:kangnawar.com/politikpe milu/fenomenapraboPartaiGerindra+komunikasi*politik*partai*PartaiGer indra&cd=8&hl=id&ct+clnk&gl+id

Asydhad, Arifin. “14 Korban Penculikan Diyakini Sudah Meninggal” diakses pada 10 Desember 2011. http://www.detiknews.com/read/2005/06/14/145425/381113/10/14- korban-penculikan-yang-diyakini-sudah-meninggal

Bambani Amri, Arifi. “Kepak Syap Gerindra”. Artikel diakses 4 Agustus 2011 dari http://sorot.vivanews.com/news/read/27935-kepak_sayap_gerindra

Hidayati, Nurul. ” Gagalkan Penculikan Jenderal, Luhut Layak Dapat Bintang” diakses pada Kamis 1 Desember 2011 dari http://preview.detik.com/detiknews/read/2009/03/12/121426/1098307/10/ gagalkan-penculikan-jenderal-luhut-layak-dapat-bintang

Melyani, Vennie. ”Belanja Iklan Partai Politik Mencapai Rp 1 triliun” diakses pada 6 Agustus 2011 http://www.tempo.co/hg/bisnis/2009/04/28/brk,20090428-173209,id.html

Mujayatno, Arief. “Gagalnya Upaya Penyederhanaan Jumlah Parpol” diakses pada 15 Agustus 2011 http://www.antaranews.com/view/?i=1215515162&c=ART&s

Phyrman. “Definisi Iklan, Efek dan Iklan Korporat” diakses pada 15 November 2011 dari http://kuliahkomunikasi.blogspot.com/2008/12/definisi-iklan- efek-dan-iklan-korporat.html 101

Suprianto, Agus. “Prabowo dan Sjafrie Tak Penuhi Panggilan Komnas HAM” diakses pada 7 Desember 2011 dari http://www.tempo.co.id/hg/nasional/2005/06/03/brk,20050603- 62010,id.html

Tim Liputan 6 SCTV. “Belanja iklan politik Habiskan Dana Rp 2,2 Triliun” diakses pada 7 September 2011 dari http://berita.liputan6.com/read/172256/belanja-iklan-politik-habiskan- dana-rp-22-triliun

Xpos, Siar. ” Prabowo Come Back,” diakses pada tanggal 21 Maret 2011 dari http://laleristana.dagdigdug.com/2009/02/09.html

A. Print Screen dan Foto Dokumentasi

1. Print Screen Website Pribadi Prabowo Subianto

2. Print Screen Website Partai Gerindra

102 103

3. Print Screen Video Iklan Politik Prabowo Subianto

4. Foto Dokumentasi Kampanye Politik Partai Gerindra Pada Pemilu 2009

104

5. Poster Kampanye Koalisi Mega-Prabowo Pada Pemilihan Presiden 2009

6. Foto Buku Prabowo Subianto “Membangun Kembali Indonesia Raya”.

105

7. Foto Majalah Tani Merdeka

8. Foto Dokumentasi Penulis dengan Narasumber (Fadli Zon)

106

B. Deklarasi Partai Gerakan Indonesia Raya

DEKLARASI PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA GERINDRA

Bismillahirrahmanirrahim

Terwujudnya tatanan masyarakat Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu, demokratis, adil dan makmur serta beradab dan berketuhanan yang berlandaskan Pancasila, sebagaimana termaktub di dalam Pembukaan UUD 1945, merupakan cita-cita bersama dari seluruh rakyat Indonesia. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut, hanya dapat dicapai dengan mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa, dengan landasan Pancasila. Budaya bangsa dan wawasan kebangsaan harus menjadi modal utama untuk mengeratkan persatuan dan kesatuan. Sehingga perbedaan di antara kita justru menjadi rahmat dan menjadi kekuatan bangsa Indonesia. Namun demikian, mayoritas rakyat masih berkubang dalam penderitaan, sistem politik kita tak kunjung mampu merumuskan dan melaksanakan perekonomian Nasional untuk mengangkat harkat dan martabat mayoritas rakyat Indonesia dari kemelaratan. Bahkan dalam upaya membangun bangsa, dalam perjalanannya kita telah terjebak sistem ekonomi pasar. Sistem ekonomi pasar telah memporak-porandakan perekonomian bangsa, yang menyebabkan situasi yang sulit bagi kehidupan rakyat dan bangsa. Hal itu berakibat menggelembungnya jumlah rakyat yang miskin dan menganggur. Pada situasi demikian, tidak ada pilihan lain bagi bangsa ini kecuali harus menciptakan suasana kemandirian bangsa dengan membangun sistem ekonomi kerakyatan. Terpanggil untuk memberikan amal baktinya kepada negara dan rakyat Indonesia, atas Rahmat Allah Yang Maha Esa, kami yang bertanda tangan di bawah ini MENDEKLARASIKAN BERDIRINYA PARTAI GERAKAN INDONESIA RAYA (GERINDRA). Partai Gerakan Indonesia Raya adalah partai rakyat yang mendambakan Indonesia yang bangun jiwanya, dan bangun badannya. Partai Gerakan Indonesia Raya adalah partai rakyat yang bertekad memperjuangkan kemakmuran dan keadilan di segala bidang.

Jakarta, Pebruari 2008

107

C. Susunan Pengurus Partai Gerakan Indonesia Raya

SUSUNAN PENGURUS PARTAI GERINDRA DEWAN PIMPINAN PUSAT 2008 - 2012

Ketua Dewan Pembina : Prabowo Subianto Ketua Umum : Prof. Dr. Ir. Suhardi, M.Sc Wakil Ketua Umum : Fadli Zon Muchdi Purwopranjoto Halida Hatta

Ketua-ketua Bidang :Sufmi Dasko Sapto Murtiono Gleni Kairupan Tabrani Syabirin Durotun Nafisah Maman Suparman Epi Sapari Daskian Irmawaty Habie Anita Aryani Fami Fachrudin Asrian Mirza Tanya Alwi Aulia Bonanza Hairuddin

Sekretaris Jendral : Ahmad Muzani Wakil Sekretaris Jendral : Budi Heryadi Husna Taslim Azis Siti Haryani Nesya Fitriani Gayo Abdul Haris Bobihoe Noura Dian Eva Nur Fajriyah Mahmud F. Rakasima Eko Susilo Sri Handiarti Hartono M

Bendahara Umum : T.A Muliatna Djiwandono Wakil Bendahara Umum : Dwi Sasongko Nuroji Resiya Syafari

108

Wawancara Pribadi

Biodata Informan : Nama : Fadli Zon, SS, MSc Tempat/Tanggal lahir : Jakarta, 1 Juni 1971 Agama : Islam Email : [email protected] Website : www.fadlizon.com Jabatan di Gerindra : Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Waktu Wawancara : Selasa, 27 Maret 2012 Tempat : Badan Komunikasi (Bakom) Partai Gerindra

1. Bisakah anda menjelaskan mengapa Partai Gerindra mengusung Prabowo

Subianto sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2009 ?

Jawaban:

Ketika itu kami sebagai partai politik, baru berusia satu tahun dan lahir 6

Februari 2008 dan baru menjadi peserta pemilu pada Juni 2008 setelah

verifikasi faktual. Jadi prosesnya ada verifikasi dari Departemen Hukam

dan HAM pada bulan april-juni verifikasi administrasi dan verifikasi

faktual. Setelah itu partai Gerindra dinyatakan lolos dan kami ikut

bertarung di dalam Pemilu legislatif pada bulan April 2009. Setelah itu

sebetulnya Partai Gerindra ingin mengusung pak Prabowo sebgai Capres,

tetapi terhambat karena untuk mencalonkan presiden, berdasarkan undang-

undang itu harus mendapatkan dukungan dari partai politik atau gabungan

parpol yg mencapai 20% kursi di DPR atau 25% suara dan itu syarat yg

cukup berat bagi kami sebagai partai baru, sehingga partai-partai harus 109

berkoalisi kecuali partai-partai yg memperoleh di atas 20% dan partai yg

memperoleh suara di atas 20% hanya partai Demokrat,yg lainnya

berkoalisi. Aturan 20% itu sebernanrnya menghambat munculnya calon-

calon yg potensial termasuk Pak Prabowo. Karena protes politik pada saat

itu tidak memungkinkan, kami mencalonkan Pak Prabowo karena dari

partai-partai yang ada sudah mempuyai calon . Partai Demokrat – Susilo

Bambang Yudhoyono (SBY), Golkar – Jusuf Kalla (JK), berkoalisi dengan

Hanura, opsi yang tertinggal adalah Partai Gerindra dengan PDIP. Pada

mulanya kami ingin berkoalisi dengan Partai Amanat Nasional (PAN) &

Partai Persatuan Pembangunan (PPP), tetapi sebelum pengumuman

Mahkamah Konstitusi (MK) itu, memang MK menyatakan sebelum

dikoreksi kurang satu sehingga sulit untuk mengusung koalisi tiga partai.

Akhirnya kami berkoalisi dengan PDIP. Karena mandat kongres di PDIP

ibu Mega adalah Capres, mereka tidak mau mengambil opsi lain kecuali itu

dan akhirnya dengan keadaan seperti itu Prabowo menjadi Cawapres. Ini

adalah bagian dari usaha untuk ikut mempengaruhi keputusan-keputusan

politik yg ada ketika itu, karena kami yakin kalau menang ibu Mega dan

pak Prabowo ikut berpihak kepada rakyat kecil.

2. Menjelang Pilpres 2009, wacana politik pencitraan menjadi bagian dari

wacana yang banyak dibicarakan publik. Bagimana komentar anda tentang

politik pencitraan ?..

Jawaban :

Pencitraan itu adalah bagian yang penting dari politik, tetapi jangan sampai

politik itu hanya pencitraan. Pencitraan ini adalah alat untuk

menyampaikan pesan. Citra itu sebenarnya hanya sesuatu yang positif saja.

Citra positif penting bagi seorang politisi, “Politics is perception”. 110

Bagaimana persepsi masyarakat terhadap calon menjadi sangat penting dan

itu hanya bisa dilakukan dengan public relation yang baik, dengan

pencitraan yg baik. Dan itu diperlukan di dalam suatu kampanye, kalau

tidak melakukan politik pencitraan, bagaimana mau mendapatkan

dukungan dari rakyat. Jadi kita harus menempatkan pencitraan itu bagi kita

adalah suatu alat saja, tetapi yang sesungguhnya adalah program, program

itulah yang akan menentukan penyikapan terhadap kepentingan rakyat.

3. Menurut Anda seberapa penting citra dalam politik.?..

Jawaban:

Penting sekali.

4. Sebagaimana telah banyak diketahui bahwa Prabowo adalah salah satu

figur yang dianggap kontroversial di Indonesia, bagaimana Partai

Gerindra memperbaiki citra negatif yang diarahkan pada Prabowo

khususnya menjelang Pilpres 2009 ?..

Jawaban:

Ketika Partai Gerindra bersaing dan mengusung Prabowo dan Mega pada

pilpres 2009, banyak usaha-usaha pencitraan negatif yang dilakukan oleh

lawan politik kami. Kami sadar Prabowo memiliki latar belakang yang

kontroversi karena pernah dibesarkan dilingkungan militer, kedekatan dengan

keluarga cendana, persoalan HAM dan kepergian prabowo ke luar negeri

pasca kerusuhan Mei 1998 pada saat itu. Di dalam pemilihan presiden

dimanapun, mereka akan mencari titik lemah dari lawan-lawan politiknya

termasuk di Indonesia. Saya kira itu hal yang sangat wajar, tetapi dalam

pilpres 2009, upaya untuk mencitrakan citra negatif terhadap mega-Prabowo

itu gagal. Pada waktu itu tidak ada pencitraan negatif terhadap Prabowo 111

misalnya persoalan HAM, justru yang terjadi sebaliknya. Prabowo sering

muncul sebagai sosok yang membela kepentingan rakyat, yang memang kami

yang membingkainya. Sebagai sekertairis umum dan tim kampanye nasional,

jadi saya yang mengendalikan tim kampanye ketika itu. Jadi pencitraan yang

ingin kita tunjukan adalah Mega-Parbowo “pro-rakyat”pro dalam pemikiran,

tindakan dan juga kebijakan, kesemuanya di kemas oleh tim untuk

mencitrakan Prabowo dan Mega.

5. Apa hambatan Partai Gerindra ketika mengusung Prabowo Subianto

sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2009 ?..

Jawaban :

Tidak ada hambatan, karena kami memang semula tadinya mau memberikan

begitu saja kursi pada PDIP, karena kami tidak bisa mengusung Prabowo

sebagai Capres. Karena tdk mungkin dengan perolehan suara dan konfigurasi

politik ketika itu, jadi kita turunkanlah menjadi Wapres.

6. Bagimana komunikasi politik yang dibangun Partai Gerindra pada saat

mempromosikan Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden pada

Pilpres 2009 ?..

Jawaban :

Kami melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh partai politik atau

kandidat melakukan suatu kampanye melalui TV, media sosial,

koran,radio,dll. Juga kampanye yang dilakukan secara tatap muka melalui

rapat-rapat umum. Kami berusaha untuk menyentuh hampir seluruh

Indonesia, minggu pertama kampanye ke luar Jawa sampai Jawa. Di bagi

dua, Prabowo di utara dan Mega di selatan. Kemudian kami juga membangun 112

komunikasi politik dengan kelompok-kelompok strategis, misalnya; dengan

buruh melakukan kontrak politik, dengan mahasiswa, petani, guru dan

nelayan juga melakukan kontrak politik. Itu bagian dari usaha untuk

transparan di dalam penyikapan tehadap berbagai kebijakan. Selain itu,

gagasan ekonomi kerakyatan merupakan hasil komunikasi politik antara

Partai Gerindra dengan rakyat. Gagasan itu sebagai agregasi dari masukan-

masukan yang menjadi keinginan masyarakat. Kemudian, Gerindra

menjadikan itu sebagai input serta tercantum dalam visi Gerindra yang

nantinya akan diperjuangkan secara politik agar menjadi sebuah kebijakan

khususnya kebijakan ekonomi yang pro terhadap kepentingan rakyat

7. Banyak spekulasi yang mengatakan bahwa dalam beberapa iklan politik

Prabowo terutama iklan yang berisi ajakan untuk mengembangkan

ekonomi kerakyatan adalah bagian dari politik pencitraan. Bagaimana

anda mengomentari hal ini ?..

Jawaban :

Gagasan ekonomi kerakyatan bukan politik pencitraan tetapi memang itu

adalah usaha pencitraan. Partai Gerindra akan memperjuangkan ekonomi

kerakyatan, di mana kebijakan perekonomian harus berdasar pada UUD 1945

pasal 33 ayat (1), (2), dan (3), sebagai ruh dari setiap kebijakan ekonomi.

Sistem ekonomi liberal-kapitalistik yang selama ini diterapkan di Indonesia

harus dikoreksi karena gagal mensejahterakan rakyat. Salah satu cara yang

dilakukan partai Gerindra dengan meyakinkan rakyat untuk berdaulat di

negara sendiri dengan cara mengembangkan pasar-paar tradional agar naik

kelas dan diterima produk-produknya tidak hanya di dalam negeri maupun di

luar negeri. Selain itu, Partai Gerindra menolak segala bentuk liberalisasi 113

perdagangan dan mengembangkan proteksi, menolak kebijakan penjualan

BUMN kepada pihak asing.

8. Bisakah anda memberikan contoh kampanye politik yang telah dilakukan

Partai Gerindra pada saat mengusung Prabowo sebagai calaon wakil

Presiden pada Pilpres 2009 ?..

Jawaban :

Pada Pilpres 2009 Partai Gerindra melakukan bentuk-bentuk kampanye

politik seperti mendirikan posko-posko sosial untuk bencana alam, ketika itu

2008-2009 terdapat beberapa musibah bencana di negeri ini, dan partai

Gerindra berusaha menjangkau dan membantu dengan cepat dan tepat. Selain

itu kami juga melakukan kampanye terbuka yang telah dijadwalkan oleh

KPU untuk menyapa para kader dan simpatisan kami. Kami juga menjalin

hubungan baik dengan kelompok-kelompok masyarakat seperti HKTI, APSI

dan lain-lain. Dan salah satu cara agar gagasan ekonomi kerakyatan dapat

tersalur dengan baik ke masyarakat, kami membuat buku yang berjudul

“Membangun Kembali Indonesia Raya”, tentunya buku tersebut hasil buah

pemikiran Prabowo yang kami kemas menjadi sebuah buku.

9. Media apa saja yang digunakan Partai Gerindra ketika mengusung

Prabowo sebagai calon wakil presiden pada Pilpres 2009 ?..

Jawaban :

Seperti yang saya katakan tadi ada media TV, karena media yang paling

banyak ditonton oleh masyarakat, ada koran, radio, pamflet dan media sosial,

ketika itu penggunaan media sosial tidak sehebat sekarang. Media sosial yang

kami punya dulu seperti situs pribadi pak Prabowo dan kita juga mempunyai 114

Facebook, namanya FPS (Facebook Prabowo Subianto). Ketika fans pak

Prabowo di Facebook mencapai 100 ribu lebih tiba-tiba dari pihak Facebook

menutup akun tersebut dengan alasan yang tidak jelas. Pada Pemilu 2009,

Partai Gerindra juga memiliki media center. Media center ini berperan

melakukan publikasi dan fokus pada kampanye politik. Tugas media center

mulai dari persiapan kampanye politik sampai pada masa kampanye

pemilihan presiden. Namun pada saat kampanye pilpres media center Partai

Gerindra digabung dengan media center PDIP publikasi untuk kampanye

dilakukan di bawah tanggung jawab media center.

10. Pada persiapan Pilpres 2009, masing-masing partai politik serta

kandidatnya menjadikan iklan dalam media elektronik maupun cetak

menjadi alat yang seolah dianggap efektif agar mudah dikenal dan

diterima di masyarakat. Bagimana anda mengomentari terkait iklan politik

?..

Jawaban :

Iklan politik adalah alat yang paling efektif karena melalui iklan politik itu

jangkauannya sangat luas, yang menonton TV rakyat Indonesia lebih dari

90%. Sehingga kalau ada iklan TV yang menonton jauh lebih banyak.

Bayangkan misalnya kita hanya mendatangi lapangan untuk rapat umum,

paling banyak yang terkumpul 20-30 ribu orang. Iklan adalah salah satu

sarana untuk menyampaikan pesan yang paling efektif sekarang ini.

11. Partai Gerindra adalah salah-satu dari partai politik yang juga

menggunakan jasa biro iklan dalam televisi pada Pilpres 2009. Apakah 115

anda masih ingat kira-kira seberapa banyak Prabowo ditampilkan dalam

iklan politik menjelang Pilpres 2009 ?..

Jawaban :

Waktu Pilpres kita tidak menampilkan seperti dua kandidat lain (SBY-

Boediono dan JK Wiranto). Dua kandidat lain mungkin dananya lebih besar

dari pada kami. Sehingga jumlah durasi iklan juga lebih banyak. Dari tiga

kandidat itu kami yang frekuensi iklannya paling jarang. Tetapi kita juga

tidak melanggar, frekuensi iklan SBY-Boediono itu jauh lebih banyak

ketimbang kami.

12. Bisakan anda sebutkan statsiun televisi apa saja yang digunakan Partai

Gerindra pada saat mengkampanyekan Prabowo Subianto dalam Pilpres

2009 ?..

Jawaban :

Semua stasiun TV