ANALISIS FRAMING PEMBERITAAN KONFLIK TOLIKARA PADA HARIAN KOMPAS DAN REPUBLIKA

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom.I)

Oleh NURLAELA NIM: 1111051100017

KONSENTRASI JURNALISTIK PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 1437 H / 2016M

ABSTRAK Judul :Analisis Framing Pemberitaan Konflik Tolikara pada Harian Kompas dan Republika Nama : Nurlaela NIM : 111051100017 Konflik antar agama dan etnis di Indonesia semakin tinggi intensitasnya. Berdasarkan hasil penelitian, pada 29 provinsi di Indonesia, terjadi 832 insiden konflik dalam kurun waktu 1990-2008 yang mengakibatkan 55.080 korban jiwa dan 1.993 kerugian materil. (Ihsan Ali, dkk.,: 2009). Data tersebut menunjukan peristiwa konflik dapat dikategorikan sebagai kejadian luar biasa dan memiliki nilai berita tinggi. Sehingga pemberitaan tentang konflik hampir dapat ditemukan di berbagai media massa. Konflik Tolikara merupakan salah satu konflik etnoreligius yang terbilang baru. Konflik antar umat Kristiani dengan umat Islam ini terjadi pada 17 Juli 2015, bertepatan dengan hari raya Idul Fitri. Konflik Tolikara juga menjadi pemberitaan di berbagai media massa. Terlihat harian Kompas dan Republika beberapa kali memberitakan peristawa tersebut. Berdasarkan kerangka berfikir tersebut, penulis ingin mengkaji framing pemberitaan pada Harian Kompas dan Republika dalam membingkai pemberitaan terkait konflik Tolikara. Teori yang digunakan adalah teori konstruksi realitas yang diperkenalkan Peter L. Berger dan Thomas Luckman yang menyatakan bahwa konstruksi media massa atas realitas sosial melihat bagaimana realitas dipandang oleh individu secara subjektif. Metodologi Penelitian ini menggunakan paradigma konstruktivis dengan pendekatan kualitatif. Pendekatan penelitian yang digunakan ialah studi dokumen dan wawancara. Studi dokumen diambil dari teks berita Kompas dan Republika kemudian di analisis dengan teknik analisis framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. model framing tersebut menggunakan empat struktur dalam membedah teks yaitu, sintaksis, skrip, tematik dan retoris. Hasil penelitian ini menemukan fakta bahwa Kompas dan Republika memiliki perbedaan perspektif dalam memberitakan konflik Tolikara. Kompas memberitakan pada aspek perdamaian sebagai solusi terbaik. Penyebab dari konflik ialah karena komunikasi yang tidak berjalan dengan baik anata kelompok GIDI, umat muslim dan pemerintah. Sementara Republika lebih menekankan pada penegakan hukum mutlak dilakukan bagi pelaku penyerangan, dan umat Islam diposisikan sebagai pihak korban, anggota GIDI diposisikan sebagai pihak yang bersalah. Kata Kunci: Analisis Framing, Konflik, Tolikara, Republika, Kompas

i

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmannirrahim Puji syukur kehadiran Sang Maha Pengasih dan Penyayang Allah Subhanahu Wataala yang telah memberikan ridho dan rahmat kepada penulis. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa disanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat dan para pengikutnya. Penulis menyadari dalam proses penulisan skripsi ini, begitu banyak uluran bantuan dan semangat dari berbagai pihak. Oleh karenanya, ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada; 1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Dr. H. Arief Subhan, M.A, Wakil Dekan Bidang Akademik, Suparto, M. Ed Ph. D, Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, Dr. Hj Roudonah, MA, serta Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Dr. Suhaimi, M. Si. 2. Ketua Prodi Jurnalistik, Kholis Ridho M.Si serta Sekertaris Prodi Jurnalistik Hj. Musfirah Nurlaily M.A yang telah membantu penulis selama massa pekuliahan. 3. Dosen Pembimbing Skripsi, Kholis Ridho M. Si yang telah mengajarkan dan menuntun penulis selam proses penulisan skripsi, hingga selesai dengan baik dan lancar. 4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi atas segala ilmu yang telah diberikan kepada penulis. 5. Segenap Pimpinan dan staf Harian Umum Kompas dan Republika. Khususnya Wakil Redaktur Pelaksana Kompas Sutta Dharmasaputra dan Redaktur Halaman Utama Republika Fitriyan Zamzami. 6. Kedua orangtua tercinta, Ayahanda H. Muhammad Tohir dan Ibunda Siti Romlah atas segala curahan kasih sayang, semangat dan doa yang selalu dipanjatkan untuk keberhasilan putrinya.

ii

7. Adik tercinta, Muhammad Ali Rohman dengan pertanyaan polosnya “kapan embak wisuda?” mampu membakar semangat penulis untuk gigih menyelesaikan skripsi. 8. Ahmad Ridwan Hakim yang selalu mengingatkan penulis untuk mencintai proses dan jangan pernah lelah untuk berproses. 9. Teman terbaik yang siap membantu dalam massa sulit, Elsa Faturahmah. Terimakasih telah meminjamkan notebook selama penulisan skripsi. 10. Teman-teman jurnalistik A: Qurrota A’yuni, Nur Fatkhin Nisafitria, Kartika Sari Dewi, Rama Virda Ayu, Arsita Murtisari dan Alm. Nurul Rofah. Juga teman-teman jurnalistik B angkatan 2011, keluarga KKN KAMI 2014, keluarga RDK 107,9 FM, penulis bangga menjadi bagian dari kalian dan kalian inspirasi bagi penulis.

Selanjutnya, penulis menyadari bahwa skripsi ini belum mencapai kesempurnaan.Oleh sebab itu, kritikan dan saran penulis harapkan demi perbaikan kedepannya.Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Jakarta, 22 Maret 2016

Nurlaela

iii

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...... i KATA PENGANTAR ...... ii DAFTAR ISI ...... iv DAFTAR TABEL ...... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...... 1 B. Batasan Masalah dan Rumusan Masalah ...... 8 C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...... 8 D. Metodologi Penelitian ...... 9 E. Tinjauan Pustaka ...... 14 F. Sistematika Penulisan ...... 15

BAB II LANDASAN TEORITIS A. Teori Konstruksi Sosial ...... 16 B. Framing Zhongdang Pan dan Gerald M Kosicki ...... 18 C. Konseptualisasi Berita ...... 33 D. Konseptualisasi Surat Kabar ...... 36 E. Konseptualisasi Konflik ...... 37

BAB III GAMBARAN UMUM A. Profil Harian Kompas ...... 40 B. Profil Harian Republika ...... 45

BAB IV ANALISIS TEMUAN DAN INTERPRETASI A. Analisis Temuan Teks Berita Kompas dan Republika ...... 50 B. Perbedaan Bingkai Kompas dan Republika………………. 150 C. Interpretasi ...... 152

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...... 158 B. Saran ...... 159

DAFTAR PUSTAKA ...... ix LAMPIRAN ...... x

iv

DAFTAR TABEL Tabel 1. Model Framing Zhongdang pan dan Gerald M Kosicki………… 12 Tabel 2. Konsep Framing Zhongdang pan dan Gerald M Kosicki ……… 23 Tabel 3.1 Headline Kompas dan Republika Edisi 20 Juli 2015…………… 55 Tabel 3.2 Lead Kompas & Republika Edisi 20 Juli 2015………………….. 58 Tabel 3.3 Latar informasiKompas& Republika Edisi 20 Juli 2015………… 59 Tabel 3.4 Kutipan NarasumberKompas& Republika Edisi 20 Juli 2015…… 62 Tabel 3.5 Pernyataan Kompas& Republika Edisi 20 Juli 2015…………….. 65 Tabel 3.6 PenutupKompas& Republika Edisi 20 Juli 2015………………… 66 Tabel 3.7 5W+1H Kompas& Republika Edisi 20 Juli 2015………………... 66 Tabel 3.8 DetailKompas& Republika Edisi 20 Juli 2015…………………... 68 Tabel 3.9 Koherensi Kompas& Republika Edisi 20 Juli 2015……………… 69 Tabel 3.10 Bentuk Kalimat Kompas& Republika Edisi 20 Juli 2015…...... 70 Tabel 3.11 Kata Ganti Kompas& Republika Edisi 20 Juli 2015………...... 72 Tabel 3.12 LeksikonKompas& Republika Edisi 20 Juli 2015…………...... 73 Tabel 3.13 GrafisKompas& Republika Edisi 20 Juli 2015……………...... 76 Tabel 4.1 HeadlineKompas& Republika Edisi 21 Juli 2015………………... 82 Tabel 4.2 Lead Kompas& Republika Edisi 21 Juli 2015…………………..... 82 Tabel 4.3 Latar Informasi Kompas & Republika Edisi 21 Juli 201…………. 84 Tabel 4.4 Kutipan Narasumber Kompas & Republika Edisi 21 Juli 2015…. 85 Tabel 4.5 PernyataanKompas& Republika Edisi 21 Juli 2015……………... 87 Tabel 4.6 Penutup Kompas & Republika Edisi 21 Juli 2015………………… 88 Tabel 4.7 5W+1H Kompas & Republika Edisi 21 Juli 2015………………... 89 Tabel 4.8 DetailKompas& Republika Edisi 21 Juli 2015…………………... 91 Tabel 4.9 KoherensiKompas& Republika Edisi 21 Juli 2015……………... 92 Tabel4.10 Bentuk Kalimat Kompas & Republika Edisi 21 Juli 2015………… 93 Tabel 4.11 Leksikon Kompas & Republika Edisi 21 Juli 2015……………… 94 Tabel 4.12 Grafis Kompas & Republika Edisi 21 Juli 2015…………………. 96 Tabel 5.1 Headline Kompas & Republika Edisi 24 Juli 2015……………… 100 Tabel 5.2 Lead Kompas & Republika Edisi 24 Juli 2015…………………... 102 Tabel 5.3 Latar InformasiKompas& Republika Edisi 24 Juli 2015……….. 106 Tabel 5.4 Kutipan Narasumber Kompas & Republika Edisi 24 Juli 2015…… 107 Tabel 5.5 Pernyataan Kompas & Republika Edisi 24 Juli 2015……………. 111 Tabel 5.6 PenutupKompas & Republika Edisi 24 Juli 2015……………….. 112 Tabel 5.7 5W+1HKompas & Republika Edisi 24 Juli 2015…………………. 113 Tabel 5.8 Detail Kompas& Republika Edisi 24 Juli 2015…………………... 115 Tabel 5.9 Koherensi Kompas & Republika Edisi 24 Juli 2015………………. 117 Tabel 5.10 Kata GantiKompas & Republika Edisi 24 Juli 2015……………... 119 Tabel 5.11 Leksikon Kompas & Republika Edisi 24 Juli 2015………………. 120 Tabel 5.12 GrafisKompas & Republika Edisi 24 Juli 2015…………………. 121 Tabel 6.1 Headline Kompas& Republika Edisi 25 Juli 2015……………...... 128 Tabel 6.2 Lead Kompas & Republika Edisi 25 Juli 2015…………………...... 128 Tabel 6.3 Latar Informasi Kompas & Republika Edisi 25 Juli 2015………… 130 Tabel 6.4 Kutipan Narasumber Kompas & Republika Edisi 25 Juli 2015..… 130 Tabel 6.5 Pernyataan Kompas & Republika Edisi 25 Juli 2015……………… 135

v

Tabel 6.6 PenutupKompas & Republika Edisi 25 Juli 2015………………… 137 Tabel 6.7 5W+1HKompas & Republika Edisi 25 Juli 2015………………….. 138 Tabel 6.8 Detail Kompas & Republika Edisi 25 Juli 2015…………………... 141 Tabel 6.9 KoherensiKompas& Republika Edisi 25 Juli 2015………………… 144 Tabel 6.10 Bentuk Kalimat Kompas & Republika Edisi 25 Juli 2015……….. 145 Tabel 6.11 Kata Ganti Kompas & Republika Edisi 25 Juli 2015……………. 146 Tabel 6.12 Leksikon Kompas & Republika Edisi 25 Juli 2015……………… 147 Tabel 6.13 Grafis Kompas & Republika Edisi 25 Juli 2015…………………. 149 Tabel 7 Perbedaan Bingkai Kompas dan Republika……………………… 150

vi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri dari masyarakat berbagai suku, budaya, ras dan agama. Selain itu, keberagaman masyarakat

Indonesia juga nampak dari tingkat pendidikan, ekonomi, dan sosial politik.

Perbedaan ini lah yang umumnya dapat berpotensi menjadi konflik sosial.1

Konflik sosial yang terjadi di Indonesia sebagian besar diletarbelakangi isu etnoreligius. Seperti konflik ambon yang awalnya dipengaruhi oleh persaingan distribusi ekonomi dan politik kemudian berkembang menjadi perkelahian kelompok dan agama.2 Selanjutnya kasus poso, bermula dari kekerasan terhadap seorang pemuda Muslim oleh tiga pemuda Kristen yang sedang mabuk karena minuman keras. Sehingga berbuntut panjang menjadi konflik antara kelompok agama Islam dan Kristen.

Kemudian konflik sambas yang terjadi antara penduduk lokal etnis Sambas dengan penduduk pendatang asal Madura.3

Ihsan Ali Fauzi, Rudi Harisyah Alam dan Samsu Rizal Pangabean menyatakan bahwa konflik atas nama agama menjadi sorotan utama karena

1 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropoligi Agama, (Ciputat: UIN Press, 2015), h. 70. 2Rusmin Tumangor, dkk., Panduan Pengelolaan Konflik Etnoreligius: Dengan Pendekatan Riset Aksi Pertisipatori, (Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehidupan Keagamaan Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan dan Kemantrian Agama RI dan INCIS), h.31. 3Rusmin Tumangor, dkk., Panduan Pengelolaan Konflik Etnoreligius: Dengan Pendekatan Riset Aksi Pertisipatori, h. 32.

1

2

intensitasnya yang tinggi dan pola persebaran konflik yang cukup merata di

Indonesia. Hasil penelitian Ikhsan Ali Fauzi dkk., tercatat terjadi 832 insiden konflik pada 29 provinsi di Indonesia dalam kurun waktu 1990-2008, yang mengakibatkan 55.080 korban jiwa dan 1.993 kerugian materi.4

Dari hasil penelitian tersebut, konflik sosial di Indonesia dapat dikategorikan sebagai kejadian luar biasa karena memiliki dampak yang cukup besar dengan menelan banyak korban jiwa dan kerugian materil. Maka hampir dapat dijumpai pemberitaan terkait konflik di berbagai media massa. Tentunya, hal ini bersesuaian dengan nilai-nilai berita, diantaranya keluarbiasaan, kebaruan, aktual, akibat, kedekatan, kejutan dan konflik.5

Peristiwa konflik sosial yang tak jauh berbeda dengan konflik-konflik sebelumnya kembali terjadi di Indonesia. Pada 17 Juli 2015, bertepatan dengan hari raya Idul Fitri terjadi peristiwa konflik di Tolikara, Papua. Konflik sosial ini berlatar belakang isu etnoreligius. Konflik tolikara menyebabkan sejumlah kios serta satu bangunan masjid terbakar.

Konflik Tolikara bermula dari beredarnya surat dari pihak kelompok

Gereja Injili di Indonesia (GIDI) di Papua terkait pelarangan penggunaan pengeras suara dan shalat Ied di lapangan terbuka, dengan alasan di hari yang sama akan diadakan seminar nasional GIDI. Namun umat Islam tetap melaksanakan solat Ied di lapangan terbuka dengan dijaga pihak keamanan.

4 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, (Ciputat: UIN Press, 2015), h. 73-78. 5 Pamela J Soemaker dan Stephen D. Reese, Mediating The Message Theories of Influence on Mass Media Content, ((New York, USA: Longman Publisher, 1996), h. 111. 3

Buntut peristiwa tersebut terjadi demonstrasi yang dilakukan oleh sejumlah besar massa dan berujung pada pada penyerangan yang dilakukan massa tersebut pada pihak keamanan dan warga muslim yang hendak melaksanakan shalat Ied. Kemudian pihak keamanan merasa terdesak hingga terpaksa melepaskan tembakan dan menewaskan satu orang dari pihak GIDI. Hal tersebut memicu kemarahan massa hingga massa menuju lokasi kios dan membakarnya, kemudian api merebet ke sebuah masjid.6

Sejumlah media massa, baik media cetak, elektronik maupun online turut menyoroti isu terkait konflik tolikara tersebut. Bahkan sebagian media menjadikan pemberitaan ini sebagai headline. Pemberitaan terkait konflik tolikara di media massa tentunya akan membawa pengaruh terhadap khalayak banyak nantinya. Pengaruh tersebut dapat dikatakan apakah nantinya pemberitaan konflik bisa menjadi hal positif atau justru sebaliknya. Hal ini akan nampak dari cara media mengemas informasi terkait konflik, apakah pemberitaan media akan membantu meredakan konflik dengan menggambarkan situasi dan akar masalah yang bisa mendukung perbaikan situasi dan perdamaian. Atau justru akan menyebabkan eskalasi konflik semakin meluas dengan hanya menekankan pada aspek kekerasan dan penggambaran yang tidak proporsional terhadap aktor yang berkonflik.

Sepatutnya konflik harus dihindarkan jika bisa dilakukan, setidaknya berupaya untuk mencegah berulangnya konflik sosial di Indonesia. Peran semua pihak diperlukan untuk menekan resiko konflik sosial di Indonesia,

6 “Muslim Papua Tak Terprovokasi, “ Republika, 20 Juni 2015, h. 1 4

termasuk peran pers. Peran pers dalam pengendalian konflik sosial tentunya tidak secara langsung dalam upaya partisipasi lapangan ataupun upaya-upaya memelihara perdamaian, membentuk perdamaian, membangun perdamaian, dan penyelesaian nyata dari konflik yang telah terjadi. Namun peran pers dalam pencegahan konflik dapat dilakukan sesuai dengan peranan pers yang tertuang dalam undang-undang No 40 tahun 1999 tentang pers pasal 3 ayat 1 yang menyatakan fungsi pers diantaranya ialah sebagai media informasi dan pendidikan.7

Terkait dengan pencegahan konflik dan fungsi pers sebagai media informasi dan pendidikan. Maka seharusnya pers mampu menyajikan informasi yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Seperti menyajikan informasi dan pendidikan terkait wawasan nusantara dan wawasan multikulturalisme.

Memberikan pemahaman dan kesadaran kepada masyarakat bahwa interaksi antar golongan memiliki potensi konflik. Namun, konflik merupakan suatu keniscayaan dan suatu hal yang wajar dalam bermasyarakat yang perlu dihadapi secara arif dan bijak.8

Namun, peran dan fungsi pers tersebut saat ini bias sebab kepentingan-kepentingan yang bertarung didalamnya. Masing-masing media dengan seperangkat pandangan, ideologi dan kebijakan media mencoba membangun, menciptakan, mengembangkan, dan menyuguhkan pemberitaan

7Wina Armada Sukardi, Kajian Tuntas 350 Tanya Jawab UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik, (Jakarta: Dewan Pers, 2013), cet ke-II, h. 398. 8 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, h. 71. 5

tersebut kepada masyarakat dengan angle yang berbeda. Sehingga peristiwa yang sama memiliki sudut pandang yang warna-warni di berbagai media.

Kenyataan tersebut menandakan bahwa media saat ini mencoba mengkonstruk pemberitaan. Berita sebagai konstruksi realitas, tentunya dibangun atas penyusunan bahasa yang terbentuk dari kumpulan kata-kata.

Dalam konstruksi realitas, bahasa merupakan unsur pertama dan instrument pokok untuk mencitrakan realitas.9 Disini media dipandang sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas sosial sesuai dengan kepentingannya.10 Media saat ini ditekan untuk menyajikan pemberitaan yang sesuai kehendak dan kepentingan golongan tertentu. Media tidak lagi memegang prinsip jurnalisme, dimana kewajiban pertama awak media ialah kepada khlayak.11

Media mencoba mengkonstruk realitas dengan cara melakukan penyeleksian isu, dimana media mencoba melakukan pemilihan fakta. Aspek mana yang akan ditampilkan dan mana yang tidak. Mengalihkan fakta yang satu dengan fakta lain, atau bahkan mungkin menutupi sisi tertentu. Selain itu, media juga mencoba menonjolkan satu aspek tertentu dari pemberitaan, sehingga tampak menarik dan melekat dihati khalayak.12

9Ibnu Hamad dan Agus Sudibyo, M. Qodari, Kabar-kabar Kebencian Prasangka di Media Massa, (Jakarta: ISAI, 2001), h. 69. 10Luwi Ishwara, Catatan-catatan Jurnalisme Dasar (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2005), h. 177. 11Bill Kovach dan Tom Rosenstill, Elemen-elemem Jurnalisme: Apa yang Seharusnya Diketahui Wartawan dan yang Diharapkan Publik, (Jakarta: ISAI dan Kedutaan Amerika Serikat, 2004), cet ke-II, h. 60. 12 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (: LKiS, 2012), cet ke-VII, h. 224. 6

Jika demikian, bukan tidak mungkin jika masyarakat akan memiliki gambaran tentang suatu peristiwa sesuai dengan apa yang ditampilkan oleh media yang ia lihat atau ia baca. Masyarakat bisa saja menganggap satu pihak sebagai pahlawan dan pihak lain sebagai penyebab kekacauan, padahal belum tentu pihak yang dianggap penyebab kekacauan melakukan kesalahan. Inilah dampak dari pemaknaan yang disuguhkan media. Tanpa sadar khlayak digiring untuk sepaham dan sependapat dengan media tertentu.

Bingkai pemberitaan dari media yang berbeda-beda ini akan menyebabkan realitas bentukan yang berbeda.13 Terlebih untuk memperkuat kebenaran atas pemberitaannya, media mencoba menyuguhkan berbagai argumentasi yang dinilai kuat untuk mendukung gagasannya tersebut.

Sehingga tak heran, jika hasil konstruksi atas realitas bentukan media nampak benar dan terlihat apa adanya, sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan.

Media yang mengangkat pemberitaan terkait insiden Tolokara diantaranya ialah Harian Umum Republika dan Kompas. Kedua surat kabar tersebut secara barturut-turut, edisi 20-25 Juli 2015 memberitakan isu terkait insiden di Tolikara. Republika, dalam enam edisi menjadikan berita tersebut sebagai headline. Tak jauh berbeda dengan Kompas, dari keenam edisi tersebut, tiga diantaranya Kompas turut menjadikan pemberitaan ini sebagai headline. Sedangkan sebagainnya lagi terdapat pada rubrik Politik dan Hukum.

Melihat dari penelitian sebelumnya terhadap pemberitaan di Harian

Kompas selama Januari 1990 hingga Agustus 2008 mengungkapkan fakta

13Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media, (Yogyakarta: LKiS, 2012), cet ke-VII, h. 225. 7

bahwa wilayah persebaran aksi damai terkait konflik keagamaan di Indonesia

lebih luas dibandingkan dengan aksi kekerasan.14 Kemudian terkait konflik di

tolikara, bagaimana Kompas membingkai pemberitaan konflik tolikara?

akankah Kompas kembali membingkai pemberitaan konflik pada aspek aksi

perdamai seperti yang diungkap dalam penelitian sebelumnya, atau justru

berbeda? Lalu, bagaimana dengan pembingkaian Republika dalam pemberitaan

konflik di tolikara?

Mengingat pemilihan media cetak Harian Republika dan Kompas

dalam penelitian ini menjadi menarik, tentunya didasari dengan alasan dari

penulis. Dilihat dari sumbu konflik yang terjadi di Tolikara terindikasi adanya

isu konflik yang dilatar belakangi isu konflik religius antara penganut agama

yang berbeda, yakni umat Nasrani dan Muslim. Maka pengangkatan kedua

media ini sangat mempengaruhi alasan penulis dari sisi kepemilikan dan

ideologi kedua media tersebut. Dimana Republika didirikan dari cita-cita para

cendekiawan Muslim se-Indonesia yang tergabung dalam organisasi Ikatan

Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI). Selain itu, Republika juga dikenal

dengan media beridiologi islam.15 Sedangkan Harian Kompas diterbitkan oleh

Yayasan Bentara Rakyat yang dipimpin oleh para pimpinan partai Katolik dan

pimpinan organisasi-organisasi Katolik, diantaranya ialah Jakob Oetama dan

Petrus Kanisius Ojong.16

14 Hasil Penelitian Ikhsan Ali Fauzi, dkk., dalam Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropoligi Agama, h. 75. 15 Company Profile, Pusat Data Harian Umum Republika, h. 1. 16 F. A. Santoso, Sejarah, Organisasi, dan Visi-Misi Kompas, (Jakarta: Kompas Gramedia, 2010), h. 2. 8

Pertanyaan dan pernyataan tersebut yang ada dibenak penulis,

sehingga penulis merasa tertarik untuk mengungkap jawaban atas pertanyaan

dan pernyataan tersebut. Oleh karena itu, penulis memilih kajian skripsi yang

berjudul “Analisis Framing Pemberitaan Konflik Tolikara Pada Harian

Kompas dan Republika”.

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Agar pembahasan dalam penulisan ini lebih terarah, maka penulisan

skripsi ini dibatasi pada analisis tekstual dari berita “Konflik tolikara”. Adapun

media cetak yang akan dinalisis ialah Harian Umum Republika dan Kompas,

edisi 20, 21, 24, dan 25 Juli 2015.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan pada bagian

sebelumnya dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang

akan dibahas antara lain sebagai berikut:

1. Bagaimana bingkai pemberitaan konflik tolikara pada Harian Kompas dan

Republika?

2. Bagaimana perbedaan bingkai pemberitaan konflik tolikara pada Harian

Kompas dan Republika?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui bingkai pemberitaan konflik tolikara pada surat kabar

Republika dan Kompas. 9

2. Mengetahui perbedaan bingkai pemberitaan konflik tolikara pada Harian

Kompas dan Republika

Dari tujuan penulisan di atas, maka penelitian ini memiliki manfaat

secara akademis dan praktis.

1. Manfaat Akademis

Dalam segi akademis penelitian ini dilakukan guna mengaplikasikan

teori analisis faraming Zhongdang Pan dan Gerald M Kosicki untuk memahami

bagaimana bingkai berita konflik tolikara pada harian Kompas dan Republika.

2. Manfaat Praktis

Penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan refrensi terhadap kajian

analisis framing di media massa. Khususnya kajian analisis faraming model

Zhongdang Pan dan Gerald M Kosicki. Model analisis teks yang dikemukakan

Pan dan Kosicki ini melalui empat elemen (sintaksis, skrip, tematik, dan

retoris) dan setiap elemen memiliki unit-unit yang secara runtun membedah

teks mulai dari judul hingga penutup. Sehingga teks dapat diamati dengan lebih

rinci dan detail.

D. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Paradigma yang digunakan oleh penulis dalam usaha memahami

pembingkaian pada media cetak Republika dan Kompas terkait pemberitaan

Konflik tolikara ialah paradigma kontruktivisme. Paradigma konstruktivisme

memandang bahwa realitas bukanlah suatu hal yang natural, melainkan hasil 10

dari sebuah konstruksi.17 Dengan paradigma ini penulis akan melihat dan

mengetahui bagaimana media mengkonstruksi realitas. Titik perhatian dalam

paradigma ini tidak terletak pada bagaiman seseorang mengirimkan pesan,

melainkan bagaimana masing-masing pihak terlibat proses komunikasi dalam

memproduksi dan mempertukarkan makna.

Penulisan dengan paradigma konstruktivis memiliki beberapa

karakteristik, diantaranya; memiliki tujuan untuk menentukan realitas yang

terjadi sebagai hasil interaksi antara penulis dengan objek penilitian, penulis

melibatkan dirinya dengan realitas yang diteliti, makna yang dihasilkan dari

suatu teks merupakan hasil negosiasi antara teks dengan penulis, hasil

penulisan merupakan interaksi antara penulis dan objek penulisan, subjektivitas

penulis menjadi dasar dari proses analisis, kualitas dilihat dari sejauh mana

penulis mamapu menyerap dan mengerti bagaimana individu mengkonstruksi

realitas.18

2. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian dalam skripsi ini menggunakan pendekatan

penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mencari makna terhadap sesuatu.

Penelitian kualitatif berupaya menghimpun data, mengolah data, dan

menganalisa suatu data. Penelitian dengan metode ini dilakukan lebih

mendalam dalam penangkapan suatu makna atau masalah.19 Penelitian

17Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, (Yogyakarta: PT LKiS Printing Cemerlang, 2012), cet. Ke-VII, h.43. 18Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 51-74. 19Lexy J. Moleong, Metode Penulisan Kualitatif, (: PT. Rosda Karya, 2005), h. 13. 11

kualitatif merupakan penelitian yang berhubungan dengan data visual dan data

verbal di mana proses dalam penulisannya menggunakan metode pengumpulan

data dan metode analisis data.20 Dengan pendekatan kualitatif ini tidak

menghitung seberapa banyak data, namun diutamakan data yang diperoleh

kemudian dimaknai secara mendalam.

3. Subjek dan Objek Penulisan

Subjek dalam penulisan ini adalah harian Republika dan

Kompas.Sedangkan yang menjadi objek penulisan ialah berita seputar Konflik

tolikara edisi 20, 21, 24, dan 25 Juli 2015.

4. Waktu dan Tempat Penelitian

Penulisan ini dilakukan mulai bulan Juli 2015. Tempat penulisan

dimulai dikediaman penulis sendiri kemudian dilanjutkan dengan

mewawancarai pihak redaksi dari kedua media tersebut. Berita terkait konflik

tolikara pada harian Republika dalam edisi yang diteliti selalu menjadi

headline. Sehingga, keterangan dari Redaktur Halaman Utama Republika,

Fitriyan Zamzami dirasa perlu. Karena, tentunya ia memiliki wewenang dalam

proses pembingkaian atas berita tersebut.

Begitupun dengan Kompas, pemberitaan terkait konflik tolikara dalam

beberapa edisi menjadi headline dan sebagian besar terdapat pada rubrik politik

dan hukum. Sehingga, keterangan dari pihak yang menangani rubrik poltik dan

hukum pada Harian Kompas perlu untuk mengetahui dan mengkonfrmasi hasil

temuan teks terkait pembingkaian berita tersebut. Oleh karenanya, penulis

20M. Antonius Birowo, MetodePenulisan Komunikasi Teori dan Aplikasi, (Gitanyali: Yogyakarta, 2004), h.2. 12

mewawancarai Redaktur Rubrik Politik dan Hukum Kompas, Sutta

Dharmasaputra.

5. Teknik Analisis Penelitian

Berdasarkan dari permasalah di atas penulis akan menghubungkan

fakta-fakta temuan dari kedua surat kabar tersebut terkait pemberitaan Konflik

tolikara dengan kerangka analisis framing. Analisi framing yang digunakan

oleh penulis ialah analisis framing yang dikemukakan oleh Zhongdang Pan dan

Gerald M. Kosicki. Dalam pendangan Pan dan Kosicki perangkat framing

dapat dibagi menjadi empat struktur besar, yakni struktur sintaksis yang

berhubungan dengan bagaimana wartawan menyususn peristiwa. Kemudian

struktur skrip yang berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan

atau menceritakan peristiwa kedalam bentuk berita. Struktur tematik,

berhubungan dengan bagaiman wartawan mengungkapkan pandangannya atas

peristiwa kedalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang

membentuk teks secara keseluruhan. Terakhir ialah struktur retoris, yang

berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam

berita.21

Table 1.1 Model Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki

STRUKTUR PERANGKAT UNIT YANG FRAMING DIAMATI SINTAKSIS 1. Skema berita Headline, lead, latar Cara wartawan informasi, kutipan, menyusun fakta sumber, pernyataan, penutup

21Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h.294. 13

SKRIP 2. Kelengkapan berita 5W+1H Cara wartawan mengisahkan fakta TEMATIK 3. Detail Paragraf, proposisi, Cara wartawan 4. Koherensi kalimat, hubungan menulis fakta 5. Bentuk kalimat antarkalimat 6. Kata ganti RETORIS 7. Leksikon Kata, idiom, Cara wartawan 8. Grafis gambar/foto, grafik menekankan fakta 9. Metafora

6. Teknik Pengumpulan Data a. Dokumentasi

Dokumentasi sebagai suatu metode pengumpulan data, bertujuan

menggali data-data secara sistematis dan objektif, ini merupakan instrument

pengumpulan data yang bertujuan mendapatkan informasi yang mendukung

analisis dan interpretasi data.22 Dokumentasi yang dimaksud dalam penulisan

ini didapatkan dari surat kabar Republika dan Kompas edisi 20, 21, 24, dan 25

Juli 2015 yang memuat berita terkait Konflik tolikara.

b. Wawancara

Wawancara dalam penulisan ini dilakukan dengan wawancara

mandalam, bebas namun dituttut pedoman wawancara.Wawancara dalam riset

kualitatif yang disebut sebagai wawancara intensif, bebas namun terarah sesuai

dengan konteks pembahasan.23

Penulis mewawancarai Redaktur Pelaksana Kompas Sutta

Dharmasaputra dan Redaktur Halaman Utama Republika Fitriyan Zamzami,

22Rachmat Kriyantono, Teknis Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2008), Edisi 1, cet ke-III, h. 100. 23Rachmat Kriyantono, Teknis Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2008), Edisi 1, cet ke-III, h. 36.

14

untuk mengkonfirmasi data sekunder yang berupa temuan dari beberapa

dokumantasi surat kabar Republika dan Kompas terkait pemberitaan Konflik

tolikara.

H. Tinjauan Pustaka

Sebagai acuan dalam penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada

beberapa penulisan yang telah dilakukan sebelumnya. Beberapa diantaranya

adalah penulisan skripsi berjudul “Analisis Framing Pemberitaan Gayus

Tambunan di Republika dan Media Indonesia” karya Ririn Restu Utami,

Mahasiswi Konsentrasi Jurnalistik UIN Jakarta. Kemudian penulisan karya

Reza Andrian dengan judul “Analisi Framing Berita Konflik Muslim Rohingya

Dan Budha Rakhine Di Myanmar Pada Republika Online dan DetikCom

Periode Juni 2012”, skripsi karya Marisha Arianti Agustin mahasiswi

Jurnalistik, dengan judul “Wacana Mundurnya Luthfi Hasan Ishaaq pada

Pemberitaan Harian Kompas”. Serta skripsi karya Rahmadaniati Marchelina

dengan judul “Analisis Framing Pemberitaan Harry Tanoesoedibjo di Harian

Media Indonesia dan Seputar Indonesia”. Beberapa tinjauan pustaka tersebut

dijadikan acuan oleh penulis, karena terdapat persamaan jenis penelitian yakni

mengenai framing. Namun tentunya terdapat perbedaan antara skripsi tersebut

dengan skripsi penulis, yakni mengenai kasus yang diangkat, media massa

yang menjadi objek penelitian, serta konsep yang digunakan, hasil temuan dan

analisis data

15

I. Sistematika Penulisan

BAB I: Pada bab ini dijabarkan mengenai latar belakang masalah yang

diambil oleh penulis, batasan serta rumusan masalah, tujuan

serta manfaat penulisan, metodologi penulisan, tinjauan pustaka

dan bagian akhir dari bab ini ialah sistematika penulisan.

BAB II: Bab ini akan dibahas menenai landasan teori dan teknik analisis

framing yang digunakan sebagai mata pisau dalam menganalisis

data temuan.

BAB III: Pada bab ini pemb ahasan terkait gambaran umum dari kedua

media cetak, yakni gambaran keseluruan mengenai Harian

Umum Republika dan Kompas.

BAB IV: Bagian bab ini akan dibahas secara mendalam dan terperinci

hasil dari temuan serta hasil analisis dari pemberitaan Konflik

tolikara pada Harian Umum Republika dan Kompas edisi 20,21,

24 dan 25 Juli 2015 yang dihubungkan dengan argumentasi serta

teori-teori yang terdapat pada bab II.

BAB V: Bab penutup dari berbagai sub bab yang terdapat dalam

penyusunan skripsi ini merangkum seluruh kesimpulan dan

saran dari permasalahan yang diangkat.

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Teori

B. Teori Konstruksi Sosial

Peter L. Berger dan Thomas Luckman melalui bukunya “The

Social Construction of Reality, a treatise in the Socialogical of Knowledge”

berpandangan bahwa sebuah realitas merupakan suatu bentukan

(konstruksi). Konsturksi sosial menggambarkan dimana terjadinya proses

sosial melalui tindakan dan interaksi, individu menciptakan secara terus

menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif.17

Konstruksi merupakan suatu teori yang dapat digunakan dalam

metode analisis framing. Teori ini mengenai pembentukan sebuah realitas

yang dilihat dari bagaimana sebuah realitas sosial itu memiliki makna.

Sehingga realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi oleh individu secara

subjektif kepada individu lainnya sehingga realitas tersebut dapat dilihat

secara objektif dan pada akhirnya individu akan mengkonstruksi realitas

yang ada dan merekonstruksikan kembali ke dalam dunia realitasnya.

Manusia memaknai dirinya dan objek di sekelilingnya berdasarkan

sifat-sifat atau sensasi yang dialaminya saat berhubungan dengan objek

tersebut. Pemaknaan tersebut berasal dari tindakan yang terpola dan terjadi

secara terus menerus yang pada akahirnya mengalami objektifasi dalam

kesadaran mereka yang mempersepsikannya. Dalam aspek psikologis

17 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, Kencana: Jakarta, 2006. Cet ke-1, 193.

16

17

manusia melihat sebuah realitas akan memiliki persepsi yang berbeda sesuai dengan apa yang dipahaminya. Oleh kerenanya, realitas yang sama bisa jadi akan dipahami dan digambarkan secara berbeda pula oleh setiap individu.

Individu mampu secara aktif dan kreatif mengembangkan segala realitas sesuai dengan stimulus dalam kognitifnya.

Berger dan Luckman menyatakan bahwa proses konstruksi sosial ada melalui tiga moment simultan. Pertama, eksternalisasi (penyesuaian diri) dengan dunia sosiokultural sebagai produk manusia.18 Kedua, obyektifasi, yaitu interaksi sosial yang terjadi dalam dunia intersubjektif yang dilembagakan.19 Dalam tahap ojektifasi yang terpenting adalah pembuatan signifikasi, yakni pembuatan tanda-tanda oleh manusia.20

Ketiga, internalisasi, yaitu proses di mana individu mengidentifikasi dirinya dengan lembaga-lembaga sosial atau organisasi sosial di tempat individu menjadi anggotanya.21

Proses pembentukan realitas dalam media massa memiliki tiga tahap, yang terdiri dari tahap menyiapkan materi konstruksi, tahap sebaran konstruksi dan tahap pembentukan konstruksi realitas. Dalam tahap menyiapkan materi konstruksi yang terpenting adalah melihat keberpihakan media massa kepada kapitalisme yang menjadi dominan, mengingat dimana media massa adalah mesin produksi kapitalis yang harus menghasilkan keuntungan. Pada tahap sebaran konstruksi, dilihat dari strategi media massa

18Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, Kencana: Jakarta, 2008, h.15. 19Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 15. 20 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 17. 21 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 15-16. 18

dalam menyebarkan informasi. Pada umumnya persebaran konstruksi sosial

media massa menggunakan model satu arah. Dimana media berkuasa penuh

terhadap penyebar informasi dan penonton atau pembaca tidak memiliki

pilihan selain mengonsumsi informasi tersebut. Selanjutnya, tahap

pembentukan konstruksi realitas, yang terdiri atas pembentukan konstruksi

realitas, pembentukan konstruksi citra. Tahapan terakhir mengkonfirmasi,

tahapan ini ketika media massa maupun pembaca memberi argumentasi dan

akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam pembentukan

konstruksi.22

Realitas yang ditampilkan oleh media pada dasarnya merupakan

hasil konstruksi media itu sendiri. Realitas dalam media massa dikonstruksi

dengan melalui tiga tahap, yaitu tahap konstruksi realitas pembenaran,

kesediaan dikonstruksi oleh media massa dan sebagai pilihan konsumtif.

Pertama, konstruksi realitas pembenaran merupakan realitas yang dikonstuksi

media massa dan apa yang disajikan di media massa seluruhnya diangap

sebagai suatu kebenaran. Kedua, tahap kesediaan dikonstruksi oleh media

massa, kesediaan khalayak menjadi konsumen media. ketiga, tahap pilihan

konsumtif, yaitu ketergantungan individu terhadap media.23

2.Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki

Gagasan mengenai framing pertama kali dikemukakan oleh Beterson

tahun 1995. Saat itu, framing dimaknai sebagai struktur konseptual atau

perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan,

22 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h. 195-197. 23 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi, h.212-213. 19

dan wancana, serta yang menyediakan ketegori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Kemudian konsep ini dikembangkan lebih jauh oleh

Erving Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan- kepingan prilaku (strip of behavior) yang membimbing individu membaca realitas.24

Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta.

Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan pertautan fakta ke dalam berita agar bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya.25 Dari pemahaman tersebut dapat diartikan bahwasaanya framing ialah suatu pendekatan untuk mengetahui dan memahami bagaimana wartawan saat memproduksi berita, yakni bagaimana wartawan menyeleksi dan menuliskan berita. Cara pandang tersebut akhirnya menentukan mana fakta yang akan diambil, mana bagian yang akan ditonjolkan atau sembunyikan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut.26 Kerenanya, berita menjadi manipulatif dan bertujuan mendominasi keberadaan subjek sebagai sesuatu yang legitimate, objektif, alamiah, wajar, atau tak terelakan.27

24Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 161-162. 25Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h, 162. 26Bimo Nugroho, Eriyanto, Frans Sudiarsis, Politik Media Mengemas Berita, (Jakarta: ISAI, 1999), h. 21. 27Teguh Irawan, Media Mengaburkan Makna, (Jakarta: Pantau Edisi 9, 2000), h. 65-73. 20

Selain itu terdapat beberapa definisi mengenai framing yang dikemukakan oleh para tokoh. Menurut William A. Gamson, framing ialah cara bercerita atau gagasan ide-ide yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. Cara bercerita itu terbentuk dalam sebuah kemasan

(package). Kemasan itu semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan yang ia sampaikan, serta untuk menafsirkan makna pesan-pesan yang ia terima.

Menurut Robert N. Etnman framing ialah proses seleksi dari berbagai aspek realitas sehingga bagian tertentu dari peristiwa itu lebih menonjol ketimbang aspek lain. Ia juga menyertakan penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga sisi tertentu mendapatkan alokasi lebih besar dari pada sisi yang lain.28

Menurut George Junus Aditjondro dalam Arifatul Choiri Fauzi, mengartikan framing sebagai sebuah penyajian realitas di mana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, tetapi dibelokak secara halus, memberikan sorotan pada terhadap aspek-aspek tertentu saja, menggunakan istilah-istilah yang mempunyai konotasi tertentu, bantuan foto, karikatur, dan menggunakan alat ilustrasi lainnya.29

Sejalan dengan hal tersebut, Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki memaknai framing sebagai strategi konstruksi dan memproses berita.

28Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 77-78. 29Arifatul Choiri Fauzi, kabar-kabar Kekerasan dari Bali, (Yogyakarta: LKIS, 2007), h. 28. 21

Perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode informasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan konvensi pembentukan berita.30 Pengertian tersebut menegaskan bahwasnnya konsep framing akan melihat bagaimana media membingkai isu-isu, sehingga akan nampak kearah mana pemberitaan tersebut akan diarahkan.

Proses framing terkadang dibenturkan dengan alasan-alasan teknis seperti keterbatasan kolom dan halaman (pada media cetak) dan waktu (pada media elektronik), jarang ada media yang membuat berita secara utuh mulai dari menit pertama kejadian hingga menit akhir. Atas nama kaidah jurnalistik, peristiwa yang panjang, lebar dan rumit dicoba “disederhanakan” melalui mekanisme pembingkaiaan fakta-fakta dalam bentuk berita sehingga layak terbit atau layak tayang.31 Terdapat dua aspek dalam framing, yakni memilih fakta atau realitas dan menuliskan fakta.32 Pertama, memilih fakta merupakan proses dimana seorang wartawan melihat suatu peristiwa. Fakta dipilih berdasarkan asumsi serta perspektif wartawan. Wartawan akan memilih realitas mana yang akan diambil dan memilih angle tertentu. Dengan pemilihan ini artinya terdapat aspek tertentu dari realitas yang tidak diberitakan dan aspek tertentu justru ditonjolkan. Jika demikian, tentunya pemahaman dan konstruksi realitas atas suatu peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lain.

Kedua, menuliskan fakta atau realitas. proses ini merupakan bagaimana cara wartawan menyajikan fakta yang telah dipilih dengan cara penonjolan realitas. Bagaimana wartawan menekankan fakta tersebut dalam bentuk kata, kalimat dan proposisi tertentu serata dengan bantuan aksentuasi

30Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h.79. 31Ibnu Hammad, Konstruksi Realitas Politik, (Jakarta: Granit, 2004), h.21. 32Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 81. 22

foto dan gambar. Selain itu fakta yang telah dipilih ditekankan agar nampak lebih menonjol, misalnya dengan nempatkan sebagai headline depan atau bagian belakang, pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan meperkuat penonjolan, pemakaian lebel tentu untuk mendeskripsikan orang atau peristiwa, asosiasi terhadap simbol budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata yang mencolok, gambar dan sebagainya.

Pemilihan fakta dan penulisan fakta yang menggunakan kata, kalimat atau foto itu merupakan hubungan memilih aspek tertentu dari realitas.

Aspek tertentu yang sengaja ditonjolkan tersebut akan mendapatkan alokasi dan perhatian yang besar dibanding aspek lain. Sehingga kemenonjolan tersebut, memiliki peluang besar untuk sebuah berita diperhatikan, dianggap lebih bermakna dan akan lebih diingat oleh khalayak.

Model analisis framing diperkenalkan oleh banyak tokoh, salah satunya ialah model analisis framing yang dikenalkan oleh Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Menurut Pan dan Kosicki terdapat dua konsepsi framing yang berkaitan, yakni konsep psikologi dan konsep sosiologi.

Konsep psikologi lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses berita dalam dirinya. Sedangkan konsep sosiologis menekankan pada bagaimana seseorang mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas di luar dirinya.

Framing dimaknai sebagai suatu strategi atau cara wartawan dalam mengkonstruksi dan memproses peristiwa untuk disajikan kepada khalayak. 23

Dalam proses konstruksi berita, wartawan tidak hanya dibekali oleh pikiran yang ada dalam dirinya saja. Namun, proses mengkonstruksi berita akan melibatkan nilai-nilai sosial yang nantinya akan mempengaruhi bagaimana realitas akan dipahami. 33 Pendekatan framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki terbagi

kedalam empat struktur besar; struktur sintaksis, struktur skrip, struktur

tematik dan struktur retoris.34 Melalui keempat struktur ini, dapat dilihat

bagaimana kecondongan wartawan dalam memahami suatu peristiwa dan

menginterpretasikan pemahamannya ke dalam bentuk berita. Pendekatan-

pendekatan tersebut dapat digambarkan dalam bentuk skema sebagai

berikut:

Table 1.2 Konsep Analisis Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki

STRUKTUR PERANGKAT UNIT YANG FRAMING DIAMATI

SINTAKSIS 1. Skema berita Headline, lead, latar informasi, kutipan, Cara wartawan sumber, pernyataan, menyusun fakta penutup

SKRIP 2. Kelengkapan 5W+1H berita Cara wartawan mengisahkan fakta

TEMATIK 3. Detail Paragraf, proposisi, 4. Koherensi kalimat, hubungan Cara wartawan 5. Bentuk kalimat antarkalimat menulis fakta 6. Kata ganti

RETORIS 7. Leksikon Kata, idiom, 8. Grafis gambar/foto, grafik Cara wartawan 9. Metafora

33Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 292. 34Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media,h. 294. 24

menekankan fakta

Tabel tersebut merupakan gambaran struktur dari perangkat framing

Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Pertama, struktur sintaksis

berhubungan dengan bagaimana wartwan menyusun peristiwa, menyususn

pernyataan, opini, kutipan pengamatan atas peristiwa kedalam bentuk

susunan berita. Sintaksis dalam pengertian umum adalah susunan kata atau

frase dalam kalimat.35 Dalam wacana berita, sintaksis merujuk pada

pengertian susunan dan bagian berita seperti headline, lead, latar informasi,

sumber, penutup yang terdapat dalam satu kesatuan teks berita secara

keseluruhan.36 Biasanya struktur sintaksis yang paling populer dalam teks

berita ialah bentuk piramida terbalik, dimana bagian yang atas ditampilkan

lebih penting dibanding dengan bagian bawahnya. Selain itu struktur

piramida terbalik ini mengacu pada pengorganisasian bagian-bagian struktur

yang runtut, seperti headline (judul utama), lead (kepala berita atau

penduhuluan), episode (runtutan cerita), background (latar belakang), dan

ending or conclusion (penutup atau kesipulan).

Headline merupakan aspek sintaksis yang menunjukan tingkat

kemenonjolan dan kecenderungan berita. Pembaca cenderung mengingat

headline ketimbang bagian berita. Headline mempengaruhi bagaimana

35Hasan Alwi, dkk, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), h. 36. 36Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 296. 25

kisah dimengerti untuk kemudian digunakan dalam membuat pengertian isu dan peristiwa sebagaimana media paparkan.37

Headline biasanya menjadi pusat perhatian pembaca sebelum bagian berita lainnnya, oleh sebab itu kemasan dan variasi dari headline dibutuhkan untuk lebih menarik bagi pembaca. Terdapat beberapa jenis headline yang didasarkan pada kepentingan berita, keserasian (susunan), baris headline- nya (deks), tipografi, penempatan berita (di halaman surat kabar atau majalah). Beberapa jenis headline tersebut ialah;38

1. Banner headline, digunakan untuk berita yang dianggap sangat penting. Headline dibuat dengan jenis dan ukuran huruf yang mencerminkan sifat gagah dan kuat, dalam arti hurufnya lebih besar dan lebih tebal ketimbang jenis headline lainnya, serta menduduki tempat lebih dari empat kolom surat kabar. 2. Spread headline, untuk berita penting. besar dan tebal hurufnya lebih kecil dari jenis banner headline. tempat yang diperlukannya pun hanya tiga atau empat kolom saja. 3. Secondary headline, untuk berita yang kurang penting. Ukuran dan ketebalan hurufnya lebih kecil dari spread headline. tempat yang disediakan untuk headline jenis ini tidak lebih dari dua kolom. 4. Surbordinated headline, untuk berita yang dianggap tidak penting. kehadirannya terkadang dibutuhkan hanya untuk menutup tempat kosong pada halaman yang bersangkutan. Kosong dalam arti sisa tempat pada halaman yang memuat berita-berita lain yang dianggap lebih penting. karena itu tempatnya pun tidak lebih dari satu kolom dan dengan ukuran huruf serta ketebalan lebih rendah ketimbang jenis lainnya. Selain headline, lead juga merupakan perangkat sintaksis lain yang sering digunakan. Lead pada umumnya menunjukan sudut pandang dari berita serta menunjukan perspektif tertentu dari peristiwa yang diberitakan.

Lead yang disebut juga teras atau intro dalam berita ialah sebuah kalimat

37Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 297. 38Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk & Kode Etik, (Bandung: Nuansa, 2004), h. 115-116. 26

atau sejumlah kalimat pertama pada sebuah berita yang dimaksudkan untuk menarik minat agar khlayak mengikuti berita tersebut. Lead juga dimaksudkan untuk membuat jalan supaya alur berita tersusun dan untuk menekankan arti berita.39

Lead berita terbagi menjadi beberapa macam. Pada berita yang ditulis dengan cara piramida terbalik lead terbagi menjadi dua macam. Pertama, formal lead yaitu lead yang mengandung unsur (5W+1H). Kedua, informal lead yaitu lead yang hanya mengandung sebagian unsur berita.40

Selain headline dan lead ada pula aspek sintaksis lain yakni latar atau latar belakang dari sebuah peristiwa. Melalui latar yang dipilih akan menentukan ke arah mana pandangan khalayak akan dibawa. Kenampakan latar biasanya berada pada awal bagian berita sebelum pendapat wartawan yang sebenarnya muncul. Hal ini memberikan kesan bahwa pendapat wartawan dalam berita nantinya bukanlah pandangan subjektif dari wartawan, namun padangannya sangat beralasan. Melalui latar dapat diketahui bagaimana wartawan memberi pemaknaan atas suatu peristiwa.

Kemudian yang termasuk dalam struktur sintaksis ialah pengutipan sumber berita. Bagian ini dalam penulisan berita dimaksudkan untuk membangun objektivitas. Pengutipan sumber berita juga bertujuan untuk memberikan penekanan bahwa apa yang ditulis oleh wartawan bukanlah

39Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, (Ciputat: Kalam Indonesia, Desember 2005), h. 97-98. 40Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, h. 97-98. 27

pendapat wartawan melainkan pendapat dari orang yang mempunyai otoritas tertentu.41 Pengutipan sumber ini menjadi prangkat framing atas tiga hal. Pertama, mengklaim validitas atau kebenaran dari pernyataan yang dibuat dengan mandasarkan diri pada klaim otoritas akademik. Kedua, menghubungkan poin tertentu dari pandangannya kepada pejabat yang berwenang. Ketiga, mengecilkan pendapat atau pandangan tertentu yang dihubungkan dengan kutipan atau pandangan mayoritas sehingga pandangan tersebut tampak sebagai menyimpang. 42

Struktur skrip melihat bagaimana strategi bercerita atau bertutur yang dipakai wartawan dalam mengemas peristiwa kedalam bentuk berita.43 Umumnya bentuk skrip yang dibuat wartawan memenuhi pola

5W+1H (who, what, when, where, why, dan how). Namun, terkadang tidak semua pemberitaan terkandung unsur-unsur tesebut. Unsur kelengkapan berita ini akan menjadi penanda penting dari framing. Melalui skrip wartawan mampu mengkonstruksi berita, bagaimana suatu peristiwa dipahami melalui cara tertentu dengan menyusun bagian-bagian peristiwa dengan urutan tertentu.44 Melalui skrip wartawan mampu memberikan tekanan bagian mana yang didahulukan dan bagian mana yang disembunyikan. Cara penyembunyian tersebut dapat dilakukan dengan

41Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 298. 42Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 298-299. 43Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 175. 44Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 300. 28

menaruh bagian tersebut diakhir paragraf teks berita, sehingga memberi kasan informasi tersebut tidak atau kurang penting.

Struktur tematik berhubungan dengan bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan.45

Tematik menurut Pan dan Kosicki, berita mirip sebuah pengujian hipotesis: peristiwa yang diliput, sumber yang dikutip, dan pernyataan yang diungkapkan, semua perangkat itu digunakan untuk membuat dukungan yang logis bagi hipotesis yang dibuat.46 Struktur tematik melihat bagaimana fakta tersebut ditulis, bagaimana kalimat yang digunakan, bagaimana menempatkan dan menulis sumber ke dalam teks berita secara keseluruhan.

Elemen dari struktur tematik diantaranya ialah koherensi. Koherensi ialah pertalian atau jalinan antarkata, proposisi atau kalimat.47 Koherensi ini berfungsi intuk menggabungkan dua kalimat atau dua proposisi dari fakta yang berbeda, sehingga kedua fakta tersebut tampak memiliki kaitan

(berhubungan). Jelasnya, koherensi memberikan kesan kepada khlayak bagaimana dua fakta diabstraksikan dan dihubungkan.Terdapat beberapa jenis koherensi; pertama, koherensi sebab-akibat. Kalimat atau proposisi satu dipandang sebagai akibat atau sebab dari proposisi lain. Contoh kata penghubungnya ialah “mengakibatkan” atau “menyebabkan”. Kedua,

45Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 176 46Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 301. 47Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 302. 29

koherensi penjelas. Kalimat atau proposisi yang satu sabagai penjelas dari proposisi lain. Koherensi penjelas ini ditandai dengan kata “dan”, “lalu”, atau “yang”. Ketiga, koherensi pembeda. Proposisi atau kalimat satu dipandang sebagai lawan dari proposisi atau kalimat lain. Koherensi pembeda ini ditandai dengan kata hubung “dibandingkan” atau

“sedangkan”.

Kemudian yang termasuk kedalam struktur tematik adalah detail.

Detail berhubungan dengan kontrol informasi yang ditampilkan wartawan.48

Melalui elemen detail dapat diketahui bagaimana wartawan mengekspresikan sikapnya secara tersembunyi. Melalui detail akan nampak seberapa besar ruang yang disediakan wartawan untuk menguraikan aspek tertentu dari pemberitaan. Detail dapat diketahui dengan melihat keseluruhan dimensi peristiwa, bagian mana yang diuraikan secara panjang lebar dan bagian mana yang diuraikan dengan detail sedikit. Mengapa wartawan lebih memilih menguraikan dimensi tertentu dan bukan dimensi lain? Apa efek dari penguraian detail itu terhadap seseorang atau kelompok atau gagasan yang diberitakan oleh wartawan.49

Elemen berikutrnya dalam prangkat tematik ialah bentuk kalimat. Bentuk kalimat ialah segi sintaksis yang berhubungan dengan cara berfikir logis, yaitu prinsip kausalitas. Logika kausalitas jika diterjemahkan ke dalam bahasa menjadi susunan subjek (kata yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Dari bentuk kalimat dapat diamati makna yang dibetuk dalam susunan kalimat. Dalam kalimat berstruktur aktif, seseorang menjadi subjek dari pernyataannya, sedangkan kalimat berstruktur pasif seseorang menjadi objek dari pernyataannya. Struktur kalimat dapat dibuat

48Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 238. 49Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 239. 30

aktif maupun pasif, namun umumnya pokok yang dipandang penting selalu ditempatkan diawal kalimat.50 Bentuk kalimat ini menentukan apakah subjek dieksperesikan secara implisit atau eksplisit dalam teks. Penempatan kalimat diawal atau diakhir dapat mempengaruhi makna yang timbul karena akan menunjukan bagian mana yang lebih ditonjolkan kepada khalayak. Bentuk kalimat dapat pula diamati dalam teks berita dari bentuk kalimat yang digunakan. Apakah berita tersebut menggunakan bentuk deduktif atau induktif. Kalimat deduktif ialah kalimat yang inti kalimatnya (umum) berada diawal kalimat dan kemudian kalimat khusus. Sedangkan kalimat induktif sebaliknya, dimana kalimat khusus diletakan diawal, dan inti kalimat diletakkan di akhir. Dalam bentuk kalimat deduktif, penonjolan terhadap aspek tertentu lebih terlihat sementar dalam bentuk induktif inti kalimat nampak samar dan tersembunyi, karena diletakan diakhir kalimat.51

Kemudian dari elemen kata ganti. Kata ganti merupakan alat yang dipakai oleh komunikator untuk menunjukan dimana posisi seseorang dalam wacana. Pemakaian kata ganti “kita” atau “kami” mempunyai gambaran menumbuhkan solidaritas, aliansi, perhatian publik, serta mengurangi kritik dan oposisi hanya kepada diri sendiri. Selain itu kata ganti “kami” menandakan batas antara komunikator dan khalayak dengan sengaja dihilangkan untuk menunjukan apa yang menjadi sikap komunikator juga menjadi sikap khalayak. Berbeda jika menggunakan kata “saya” atau “kita”,

50Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, 251. 51 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, 252. 31

seolah menunjukan sikap tersebut merupakan sikap resmi komunikator semata-mata. Begitupun dengan kata ganti “kami” dan “mereka” justru menciptakan jarak dan memisahkan antara pihak “kami” dan “mereka”.

Untuk yang dianggap sependapat dengan wartawan maka digunakan kata ganti “kami”, tetapi bagi yang tidak sependapat digunakan kata ganti

“mereka”.52 Kata ganti merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan menciptakan suatu komunitas inmajinatif.53

Struktur retoris berhubungan dengan bagaimana wartawan menekankan arti tertentu kedalam berita.54 Struktur retoris dari wacana berita menggambarkan pilihan gaya atau kata yang dipilih oleh wartawan untuk menekankan arti yang ingin ditonjolkan oleh wartawan.

Wartawan menggunakan perangkat retoris untuk membuat citra, meningkatkan kemenonjolan pada sisi tertentu dan meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatu berita. Struktur retoris dari wacana berita juga menunjukan kecenderungan bahwa apa yang disampaikan tersebut adalah suatu fakta dan kebenaran bukan sekedar persuasi.55 Terdapat beberapa elemen dari struktur retoris yang dipakai oleh wartawan. Elemen tersebut ialah elemen leksikon, grafis dan metafora.

Leksikon merupakan elemen terpenting, leksikon melihat pada pemilihan dan penggunaan kata-kata tertentu untuk menandai atau menggambarkan peristiwa.56 Suatu fakta umumnya terdiri atas beberapa kata yang memiliki sinonim kata. Diantara beberapa sinonim kata tersebut, komunikator bebas

52Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 253-254. 53 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 254. 54Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik dan Analisis Framing, h. 176. 55Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 304. 56Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 304-305. 32

memilih kata mana yang akan digunakan. Namun, pilihan kata yang digunakan tidak semata-mata hanya sebuah kebetulan, tetapi juga secara ideologis menunjukan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap realitas.57 Bahkan tak jarang apabila suatu peristiwa yang terjadi mengenai keburukan komunikator, penggunaan kata yang dipilih akan nampak lebih halus dengan menggunakan kosakata yang dihaluskan (eufemisme). Pilihan kata tersebut menunjukan sikap dan ideologi tertentu.

Elemen kedua dari retoris ialah grafis. Selain lewat kata, penekanan pesan dalam berita juga dapat dilakukan dengan menggunakan unsur grafis.

Grafis biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat berdeda dibandingkan tulisan lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dibuat dengan ukuran yang lebih besar.Termasuk di dalamnya adalah pemakaian caption, raster, grafik, foto, gambar, atau tabel untuk mendukung arti penting suatu pesan. Bagian-bagian yang ditonjolkan ini menekankan kepada khalayak pentingnya bagian tersebut. Bagian yang dicetak berbeda tersebut adalah bagian yang dianggap penting oleh komunikator, dimana ia menghendaki khlalayak menaruh perhatian lebih pada bagian tersebut. Elemen grafik memeberikan efek kognitif, ia mengontrol perhatian dan ketertarikan secara intensif dan menunjukan apakah suatu informasi itu dianggap penting dan menarik sehingga harus dipusatkan atau difokuskan.58

57 Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h.305. 58Eriyanto, Analisis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Poltik Media, h. 306. 33

Elemen retoris yang terakhir ialah metafora. Dalam suatu wacana

berita, wartawan tidak hanya menyampaikan pesan pokok lewat teks, tetapi

juga kiasan, ungkapan, metafora yang dimaksudkan sebagai bumbu

pelengkap dari suatu berita. Akan tetapi, pemakaian metafora tertentu bisa

jadi menjadi petunjuk utama untuk mengerti makna suatu teks.

Metefora tertentu dipakai oleh wartawan secara strategis sebagai landasan berfikir, alasan pembenaran atas pendapat atau gagasan tertentu kepada publik.Wartawan menggunakan kepercayaan masyarakat, ungkapan sehari-hari, peribahasa, pepatah, petuah leluhur, kata-kata kuno, bahkan mungkin ungkapan yang diambil dari ayat-ayat suci, yang semuanya dipakai untuk memperkuat pesan utama.59 C. Konsep Teori

1. Berita

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan Departeman

Pendidikan Nasional Balai Pustaka terdapat pengertian berita, yaitu cerita

atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa yang hangat, kabar,

laporan, pemberitahuan, pengumuman.60 Satu kata terakhir memberi

tekanan bahwa berita ialah sebuah peristiwa yang hangat, dalam artian baru

saja terjadi dan penting untuk diketahui oleh khalayak.61

Beberapa tokoh juga mnedefinisikan kata berita. Menurut Tom

Clarke, seorang direktur sebuah institut jurnalistik mengatakan bahwa

NEWS (berita) berasal dari suatu akronim (singkatan) yaitu: N(orth), E(ast),

W(est), S(outh). Dari akronim tersebut Clarke ingin menggambarkan bahwa

59Eriyanto,Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 259. 60R. Masri Sareb Putra, Teknik Menulis Berita dan Featur, (PT. Indeks, 2006), h. 11. 61Suhaimi dan Rulli Nasrullah, Bahasa Jurnalistik, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), cet ke-I, h. 27-28. 34

berita sebagai suatu hal yang dapat memenuhi kebutuhan naluri keingintahuan manusia dengan memberi kabar dari segala penjuru dunia.

Maksudnya adalah sifat berita yang menghimpun keterangan atau informasi dari empat penjuru arah.62

Menurut Tebba berita adalah jalan cerita tentang peristiwa.63 Bagi Jakob Oetama dalam bukunya “Perspektif Pers Indonesia” mendefinisikan berita bukalah suatu fakta, tapi laporan tentang fakta itu sendiri. Suatu peristiwa menjadi berita hanya apabila ditemukan dan dilaporkan oleh wartawan atau membuatnya masuk dalam kesadaran publik dan dengan demikian menjadi pengetahuan publik.64 Paul De Maeseneer dalam buku Here’s the News juga menyebutkan bahwa berita merupakan informasi yang memiliki pengaruh pada khalayak serta relevan dan layak dinikmati oleh khlayak.65

Sejalan dengan pandangan di atas, Menurut prof. Mitchel V. Charney dikutip oleh Onong Uchjana Efendi dalam bukunya “Ilmu, Teori, dan

Filsafat Komuikasi” menyatakan bahwa news is the time of fact or opinion of either interest of importance, of both, to a considerable number of people

(berita adalah laporan tercepat menganai fakta atau opini yang mengandung hal yang menarik minat atau penting, atau kedua-duanya, bagi sejumlah besar penduduk).66 Definisi berita menurut Dean M. Lyle Spencer adalah

62Sedia Willing Barus, Jurnalistik:Petunjuk Teknis Menulis Berita, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 25. 63Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, h. 55. 64Sedia Willing Barus, Jurnalistik: Petunjuk Teknis Menulis Berita, h. 26. 65Helena Olii, Berita dan Informasi, (PT. Indeks, 2007). Cet ke-1, h. 25. 66Onong Uchjana Efendi, Ilmu, Teori, dan Filsafat Komuikasi, h. 131 35

setiap fakta yang akurat atau suatu ide yang dapat menarik perhatian bagi sejumlah besar pembaca.67

Disamping itu, definisi berita dalam praktiknya, menurut AS Haris

Sumadiria berita adalah semua hal yang terjadi di dunia, apa yang ditulis dalam surat kabar, apa yang disiarkan di radio, dan apa yang ditayangkan oleh televisi. Berita menyampaikan fakta tetapi tidak setiap fakta merupakan berita, berita menyangkut orang-orang walau tidak setiap orang menjadi berita, dan berita merupakan sejumlah peristiwa yang terjadi di dunia, tetapi sebagian kecil yang dilaporkan.68 Menurut Torben Brandt, Eric. S dan Arya

Gunawan dalam buku mereka “Jurnalisme Radio”, berita ialah informasi yang aktual, memiliki akibat pada kehidupan orang banyak, mengandung unsur ketokohan, langka, mengandung konflik dan mengandung unsur entrtainment.69

Dari beberapa pengertian pakar tersebut, penulis menyimpulkan bahwasannya berita ialah jalan cerita atau laporan tentang suatu peristiwa baik sekitar kita maupun di seluruh penjuru dunia. Peristiwa tersebut merupakan fakta disekitar kita atau diseluruh penjuru dunia yang baru terjadi, aktual, mengandung unsur keluarbiasaan, ketokohan, langka, konflik, entertainment dan penting diketahui khlayak serta memiliki pengaruh terhadap khalayak. Laporan peristiwa tersebut dimuat di media tertentu, baik media cetak, elektronik maupun online

67Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h.68. 68AS. Haris Sumardiria, Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature, (Bandung: Rosdakarya, 2008), cet ke-III, h. 63. 69Helena Olii, Berita dan Informasi, h. 25-31. 36

2. Surat Kabar

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), surat kabar

diartikan sebagai, “Lembaran kertas bertuliskan kabar atau berita dan

sebagainya, terbagi dalam kolom-kolom (8-9 kolom), yang terbit setiap

hari secara periodik.”70 Menurut Indah Suryawati, dari segi periode terbit

tidak hanya harian namun juga terdapat surat kabar mingguan. Dari segi

ukurannya, terdapat surat kabar yang terbit dalam bentuk plano dan ada

pula yang terbit dalam bentuk tabloid.71

Dilihat dari fungsinya, Surat kabar yaitu media komunikasi yang

berbentuk cetak yang menitikberatkan pada penyebaran informasi (fakta

maupun peristiwa) agar diketahui publik. Dari segi ruang lingkupnya,

terdapat surat kabar lokal dan surat kabar nasional.72

Sedangkan menurut Dja’far H. Assegaf, surat kabar tidak hanya

dilihat sebagai media yang berisikan berita saja, namun juga berisi iklan-

iklan. “Penerbitan yang berupa lembaran-lembaran yang berisi berita-

berita, karangan-karangan dan iklan, yang dicetak dan diterbitkan

secara tetap atau periodik dan dijual untuk umum”.73 Selain itu Surat

kabar dianggap memiliki kelebihan dari media massa lainnya, yakni mampu

70Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka 2003), h.28 71Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h, 40.

72Syarifudin Yunis, Jurnalistik Terapan, (Ghalia Indonesia, 2010), h. 29. 73Dja’far H. Assegaff, Jurnalistik Masa Kini, Pengantar ke Praktek Kewartawanan, (Jakarta : Ghali Indonesia, 1985), h.63 37

menyajiakan informasi atau berita secara komprehensif, bisa dibawa

kemana-mana, bisa didokumentasikan, dan dapat dibaca berulang-ulang.74

3. Konflik

Konflik merupakan bentuk pertentangan alamiah yang dihasilkan

oleh individu atau kelompok, karena mereka terlibat memiliki perbedaan

sikap, kepercayaan, nilai atau kebutuhan. Konflik juga merupakan suatu

proses yang terjadi ketika satu pihak secara negatif mempengaruhi pihak

lain, dengan melakukan kekerasan psikis atau fisik yang membuat perasaan

orang lain dan fisik orang lain terganggu.75

Konflik merupakan hubungan antara dua pihak atau lebih, baik

individu maupun kelompok yang merasa dirugikan atau diperlakukan secara

tidak adil dalam berbagai aspek kehidupan agama, ekonomi, ilmu

pengetahuan, teknologi, keorganisasian sosial, bahasa dan komunikasi,

kesenian dan lainnya.76

Dari penyataan di atas, konflik dapat terjadi karena pihak-pihak yang

berlawanan merasa dirugikan dan diperlakukan tidak adil. Oleh karenanya

satu atau kedua pihak berupaya untuk mendapatkan keadilan dalam segala

aspek kehidupan. Dapat dikatakan bahwa pihak yang berlawanan ini

berupaya untuk memperoleh sumber daya yang terbatas. Perebutan

sumberdaya ini tidak selalu berbentuk materi, namun juga dapat berbentuk

74Indah Suryawati, Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h, 40. 75Alo Liliweri, M.S., Prasangka & Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultural, (Yogyakarta: LKiS, 2009), h. 249. 76Rusmin Tumanggor, dkk., Panduan Pengelolaan Konflik Etnoreligius: Dengan Pendekatan Riset Aksi Partisipatori, h. 6. 38

perebutan yang sifatnya ideologis, seperti rasa ingin dihargai, atau penghormatan terhadap kepercayaan yang dianut.

Dilihat dari tipe dasar konflik, menurut Lewis Coser terbagi menjadi dua tipe. Pertama, konflik realistik. Konflik realistik memiliki sumber yang konkrit atau bersifat matrial, seperti sengketa sumber ekonomi dan wilayah.

Kedua, konflik non realistik didorong oleh keinginan yang tidak rasional dan cenderung bersifat ideologis, seperti konflik antar etnis dan agama.

Coser menambakan bahawa konflik jenis pertama dapat diatasi dengan baik jika sumber daya dari masing-masing pihak dapat terpenuhi secara adil.

Namun, untuk jenis konflik kedua cenderung sulit untuk menemukan solusi konflik untuk mencapai perdamaian. Dalam suatu konflik juga memungkinkan memiliki kedua tipe dasar konflik tersebut.77

Dari pernyataan di atas menjelaskan bahwa konflik dapat disebabkan karena multi faktor. Konflik bisa dipicu oleh sebab-sebab lain yang melatar belakangi peristiwa konflik. Misalnya dalam konflik keagamaan, penyebab dari konflik ini bisa berawal dari kesenjangan ekonomi kemudian hingga menyulut tindak kekerasan atas nama agama secara massif.

Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan terjadinya suatu konflik. Terdapat empat faktor dominan penyebab terjadinya konflik; pertama, Kesenjangan distribusi ekonomi dan sumberdaya natural yang tidak merata atau tidak seimbang. Kedua, kebijakan politik nasional dan internasional, diantaranya tentang pola migrasi dan tata ruang wilayah yang kurang terarah dan rawan konflik. Ketiga, persoalan perbedaan identitas dan pola adaptasi sosial yang beragam sehingga memunculkan sentimen keagamaan, etnisitas dan golongan. Keempat, adanya profokasi atau penyulut konflik.78

77Rusmin Tumanggor, dkk., Panduan Pengelolaan Konflik Etnoreligius: Dengan Pendekatan Riset Aksi Partisipatori, h. 42. 78 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, h. 79. 39

Faktor perbedaan identitas dan pola adaptasi sosial dapat menjadi penyebab konflik karena setiap individu tentunya memiliki perbedaan pendirian dan perasaan akan suatu hal. Ini yang menyebabkan sesorang terkadang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Kemudian, adanya perbedaan latar belakang kebudayaan yang membentuk pribadi-pribadi yang berbeda yang dapat memicu konflik jika tidak bersesuaian dengan lingkungan sosialnya. Selanjutnya, terdapat perbedaan kepentingan antar individu dan kelompok yang menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya. Terakhir, terjadinya perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat, perubahan yang cepat dapat membuat individu atau kelompok dalam lingkungan sosial sulit kembali untuk beradaptasi. Atau bahkan mungkin terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat setempat.79

Dari faktor –faktor tersebut, jika dianalogikan seperti bagian sebuah bom. Maka kesenjangan ekonomi dan sumber daya menjadi sebuah bahan utama atau menjadi isinya. Kemudian bahan utama tersebut dibungkus oleh persoalan kebijakan politik. Kemudian sumbunya ialah perbedaan identitas sepeti perbedaan etnis, suku dan agama yang mampu menyulut konflik. Dan terakhir jika bom tersebut disulut dengan api, atau adanya aksi provokator, maka ledakan konflik akan terjadi.80

79Rusmin Tumanggor, dkk., Panduan Pengelolaan Konflik Etnoreligius: Dengan Pendekatan Riset Aksi Partisipatori, h. 43-45. 80 Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, h. 80. BAB III

GAMBARAN UMUM

A. Profil Kompas

Menjelang awal tahun 1965, suhu politik di Indoneisa kembali

memanas dengan hadirnya Partai Komunis Indonesia (PKI) yang sering

melakukan kegitan sepihak. PKI bahkan menyuarakan perlunya dibentuk

angkatan kelima untuk menghadapi alat-alat keamanan negara yang sah

(ABRI). Bahkan saat itu PKI adalah salah satu partai besar di Indonesia

pada 1950-an dan 1960-an, serta PKI memenangkan tempat keempat dalam

pemilihan umum 1955, sehingga partai ini memiliki pengaruh besar di

masyarakat kala itu.70 Hingga suatu hari, Letjen selaku

Panglima TNI-AD menelpon rekan sekabinetnya yakni Drs. Frans Seda.

Letjen Ahmad Yani melemparkan ide untuk menerbitkan surat kabar untuk

menandingi wacana PKI yang berkembang.71

Selanjutnya, Frans Seda menanggapi ide tersebut dan kemudian

membicarakan hal itu dengan rekanya Ignatus Josef Kasimo (sesama rekan

di Partai Katolik) dan dengan rekannya yang lain yakni Petrus Kanisisus

Ojong dan Jakob Oetama yang saat itu sebagai pemimpin majalah Intisari.

Namun secara pribadi Jakob Oetama dan beberapa pemuka agama Katolik

seperti Monsignor Albertus Soegijapranata, Ignatius Joseph Kasimo tidak

70F. A. Santoso, Sejarah, Organisasi, dan Visi-Misi Kompas, (Jakarta: Kompas Gramedia, 2010), h. 1. 71F. A. Santoso, Sejarah, Organisasi, dan Visi-Misi Kompas, (h. 2.

40

41

mau menerima begitu saja mengingat kontekstual politik, ekonomi dan infrastruktur pada saat itu tidak mendukung.72

Namun tekad Pertai Kotolik menerbitkan koran semakin bulat. PK

Ojong dan Jakob Oetama menerima ide tersebut dan segera mempersiapkan penerbitan surat kabar. Surat kabar tersebut semuala akan dinamai “Bentara

Rakyat” yang memiliki arti pembela rakya. Nama tersebut dipilih dan dimaksudkan untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa pembela rakya sebenarnya bukanlah PKI.Akan tetapi menjelang penerbitan, Frans Seda yang saat itu menjabat sebagai menteri perkebunan rakyat menghadap ke

Istana Merdeka untuk menemui Presiden Soekarno. Saat itu Soekarna telah mendengar bahwa Frans Seda akan menerbitkan surat kabar, kemudian

Presiden mengajukan usulan nama yakni “Kompas” yang memiliki arti

“pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan dan hutan rimba”, arti ini merupakan sebuah harapan bahwa Surat Kabar Kompas dapat menjadi petunjuk arah dan juga petunjuk jalan bagi masyarakat. Kompas mampu menyajikan pemberitaan yang menjadi petunjuk atau mencerahkan masyarakat. Maka nama usulan presidenlah yang resmi digunakan, yakni

“Kompas”. Sementara nama“Bentara Rakya” digunakan sebagai nama dari yayasan penerbitan dimana Kompas bernaung dibawahnya.73

Meski mendapat restu Presiden Soeharto, bahkan nama “Kompas” merupakan ide presiden pula, namun diawal berdirinya Kompas melewati

72Diakses dari http://www.fimadani.com/sejarah-harian-Kompas-sebagai-pers- partai-katolik/ yang dikutip dari Jakob Oetama, “Mengantar Kepergian P.K. Ojong”, KOMPAS, 22 juni 1980. 73F. A. Santoso, Sejarah, Organisasi, dan Visi-Misi Kompas, (, h. 1-2. 42

banyak rintangan, terutama pihak yang tidak senang dari partai komunis.

Izin sudah ditangan namun Kompas tak kunjung terbit.Rupanya rintangan belum semuanya berlalu, masih ada satu halangan yang mesti dilalui, yakni izin dari Panglima Militer Jakarta yang saat itu dijabat oleh Letnan Kolonel

Dachja. Dari Markas Militer Jakarta, diperolehlah jawaban atas izin tersebut baru akan disetujui jika syarat dari 5.000 tanda tangan pelanggan terpenuhi.

Hingga akhirnya pada wartwan mengumpulkan tanda tangan dari anggota petani, gutu sekolah, anggota koprasi di Kabupaten Ende Lio, Kabupaten

Sikka dan Kabupaten Timur yang mayoritas penduduknya beragama

Katolik, pada akhirnya persyaratan tersebut terpenuhi.74

Tak henti sampai disitu, PKI mulai menghasut masyarakat dengan mengartikan kata “Kompas” sebagai singkatan dari “komando pastor”. Hal ini berusaha mereka kaitkan dengan kondisi sebagaian besar kepengurusan

Kompas yang berasal dari para pemimpin organisasi Partai Katolik, wanita katolik, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI).

Diantara nama-nama yang tercatat, antara lain; IJ. Kasimo (Ketua Yayasan

Bentara Rakyat), Drs. Frans Seda (Wakil Ketua Yayasan Bentara Rakyat), penulis 1: Palaunsuka, penulis II: Jakob Oetama, dan bendahara: Petrus

Kanisius Ojong.

Harian Kompas lahir tanggal 28 Juni 1965 dengan moto “Amanat

Hati Nurani Rakyat”.Kompas diterbitkan oleh PT Kompas Media Nusantara yang merupakan bagian dari kelompok usaha Kompas Gramedia (KG), yang

74Diakses dari http://www.fimadani.com/sejarah-harian-Kompas-sebagai-pers- partai-katolik/ yang dikutip dari Daniel Dhakidae, “THE STATE, THE RISE OF CAPITAL’, HAL. 237-244 43

didirikan oleh PK. Ojong (almarhum) dan Jakob Oetama.75 Kompas pertama kali terbit empat halaman berisi sebelas berita luar negeri dan tujuh berita dalam negeri di halaman pertama. Berita utama di halam satu, saati itu berjudul “KAA Ditunda Empat Bulan”. Dihalaman pertama pojok kiri atas tertulis nama Pemimpin Redaksi : Drs. Jakob Oetama. Staf Redaksi; Drs. J.

Adisubrata. Lie Hwat Nio SH, Marcel Beding, Th. Susilastuti, Tan Soei

Sing, J. Lambangdjaja, Tan Tik Hong, Yh. Ponis Purba, Tinon Prabawa, dan

Eduard Liem.76

Sementra itu istilah tajuk rencana ketika itu belum ada, namun halaman 2 terdapat kisah lahirnya Kompas dan berita luar negeri serta dua berita dalam negeri. Serta terdapat kolom hiburan senyum simpul.Di halaman 3 terdapat tiga artikel, satu diantaranya mengenai luar negeri.Terdapat pula ulasan mengenai penyakit ayan dari Dr. Kompas.

Sedangkan di halaman terakhir terdapat dua berita olahraga mengenai

“Persiapan Team PSSI ke Pyongyang”, dan dua artikel luar negeri dan satu dari dalam negeri. Saat itu iklan masih kurang, dari enam iklan diantaranya dari redaksi Kompas mengenai permintaan menjadi langganan Kompas.

Kompas terus mengalami perkembangan dan kemajuan. Oplah

Kompas selalu naik dari semula hanya 4.800 eksemplar menjadi 8.003 eksemplar. Saat ini rata-rata 500.000 eksemplar pada hari Senin hingga

Jumat, dan berkisar 600.000 eksemplar pada weekand. Oplah terbesar

75Diakses dari http://profile.print.kompas.com/profil/, diakses pada 20 September 2015. 76F. A. Santoso, Sejarah, Organisasi, dan Visi-Misi Kompas, h.2-3 44

dicapai pada saat bertepatan dengan ulang tahun Bung Karno ke 100 tahun dengan oplah 750.000 eksemplar dalam edisi khusus.77

Dengan moto “Amanat Hati Nurani Rakyat” menggambarkan visi dan misi bagi disuarakannya hati nurani rakyat. Kompas ingin berkembang sebagai institusi pers yang mengedepankan keterbukaan, meninggalkan pengotakan latar belakang, suku, agama, ras, dan golongan. Ingin berkembang sebagai "Indonesia Mini”, karena Kompas sendiri adalah lembaga yang terbuka dan kolektif. Ingin ikut serta dalam upaya mencerdaskan bangsa. Kompas ingin menempatkan kemanusiaan sebagai nilai tertinggi, mengarahkan fokus perhatian dan tujuan pada nilai-nilai yang transenden atau mengatasi kepentingan kelompok.78

Sesuai dengan moto tersebut, visi Kompas ingin menjadi institusi yang memberikan pencerahan bagi perkembangan masyarakat Indonesia yang demokratis dan bermartabat, serta menjungjung tinggi asas dan nilai kemanusiaan. Kompas juga turut berpartisipasi membangun masyarakat

Indonesia baru berdasarkan melalui prinsip persatuan dalam perbedaan dengan menghormati individu dan masyarakat yang adil dan makmur. Begitupun dengan misi Kompas, mengantisipasi dan merespon dinamika masyarakat secara profesional, sekaligus memberi arah perubahan

(Trend Setter) dengan menyediakan dan menyebarluaskan informasi terpercaya.” Hal ini diperjelas dalam lima sasaran oprasional; Kompas adalah lembaga pers yang bersifat umum dan terbuka. Kompas tidak

77F. A. Santoso, Sejarah, Organisasi, dan Visi-Misi Kompas, h. 3. 78Tim Penyusun Kompas, 35 tahun, (Jakarta, Brosur Kompas, 2000). 45

melibatkan diri dalam kelompok-kelompok tertentu baik politik, agama,

sosial atau golongan dan ekonomi. Kompas secara atif membuka dialog dan

berinteraksi positif dengan segala kelompok. Kompas adalah koran nasional

yang berusaha mewujudkan aspirasi dan cita-cita bangsa, Kompas bersifat

luas dan bebas dalam pandangan yang dikembangkan tetapi selalu

memperhatikan konteks struktur kemasyarakatan dan pemerintahan yang

menjadi lingkungan. 79

B. Profil Republika

Sejarah kehadiran Harian Umum Republika tidak dapat dipisahkan

dari sejarah berdirinya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI).

Republika tercetus dari pemikiran para anggota ICMI. ICMI berdiri pada 5

Desember 1990. Sebagai komunitas cendekiawan muslim, ICMI menilai

bahwa hingga tahun 1990-an belum ada media atau pers islam yang cukup

berpengaruh di Indonesia, media islam yang mampu mendorong bangsa

menjadi kritis dan berkualitas dan mendorong masyarakat untuk menjadikan

bangsa Indonesia menjadi maju dengan berpegangan pada nilai-nilai

spiritualitas sebagai perwujudan pancasila yang menjadi filsafat bangsa,

serta memiliki arah gerak seperti digariskan UUD 1945.80

Dalam mewujudkan hal tersebut, ICMI membentuk suatu program

yang berorientasi pada tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa melalui

program yang dikenal dengan 5K, yakni; dengan peningkatan kualitas iman,

79F. A. Santoso, Sejarah, Organisasi, dan Visi-Misi Kompas, h. 4-5 80Company Profile, Pusat Data Harian Umum Republika, h. 2 46

kualitas hidup, kualitas kerja, kualitas karya dan kualitas pikir. ICMI mengelompokan program kerja mereka dengan nama pancalogi (program kerja) yang terdiri dari program pengkajian, pengembangan produktivitas sumber daya manusia, pengembangan dialog dan komunikasi, aksi kemasyarakartan, dan hubungan internasional.81 Untuk merealisasikan tujuan tersebut, maka pada tanggal 17 Agustus 1992 berkumpulah para tokoh dari berbagai elemen pemerintahan dan masyarakat yang berdedikasi pada pembangunan bangsa dan masyarakat Indonesia untuk mendirikan yayasan yang diberi nama Abdi Bangsa.

Anggota yang tergabung dalam yayasan Abdi Bangsa ini awalnya berjumlah 48 orang, yang terdiri dari beberapa menteri kabinet pemerintahan Soeharto, pejabat tinggi negara, cendekiawan tokoh masyarakat, serta pengusaha. Nama-nama yang tercantum diantara mereka ialah, penasehat yayasan dijabat oleh Presiden Soeharto.Ketua yayasan dijabat oleh Prof. Dr. Ing. BJ. Habibie (saat itu masih tercatat pula seagai ketua ICMI). Angota-anggota yayasan tersebut antara lain; Ir. Drs. Ginanjar

Karta Sasmita, H. Harmoko, Ibnu Sutowo, Muhammad Hasan, Tien

Soeharto, dan Ir. Abu Rizal Bakri.

Yayasan Abdi Bangsa menyususn tiga program utamanya yaitu; pertama, pengembangan islamiccenter. Kedua, pengembangan Center for

Information and Development Studies (CIDES).Ketiga, penerbitan Harian

Umum Republika.Saat itu sistem pers di Indonesia bercorak sistem pers

81Idris Thaha, Posisi ICMI Di Tengah Arsu Perubahan Dalam Abrar Muhammad, ed., ICMI Harapan Umat, (Jakarta: Yayasan Pendidikan Islam, 1991), h. 175. 47

otoriter, sehingga pengurusan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers kala itu cukup sulit. Namun berbeda dengan sejarah pendirian Republika. Republika terbilang cukup mudah untuk mendapatkan SIUPP. Terbukti setelah pendirian Yayasan Abdi Bangsa, disusul pada tanggal 28 November 1992 dengan peresmian PT. Abdi Bangsa. Setelah itu, secara sah tertanggal 19

Desember 1992 PT. Abdi Bangsa mendapatkan SIUPP dari Departeman

Penerangan Republik Indoneisa dengan nomor 283/SK/MENPEN/A.7/1992 untuk mendirikan perusahan pers. Inilah sebagai modal awal penerbitan

Harian Umum Republika.82

Kemudahan pengeluara SIUPP ini dilatarbelakangi dengan adanya

Menteri Penerangan, Harmoko di tubuh ICMI dan kedekatan tersendiri dengan Presiden Soeharto. Bahkan nama Republika tersendiri merupakan ide Presiden Soeharto yang disampaikannya saat beberapa pengurus ICMI

Pusat menghadap padanya untuk menyampaikan rencana peluncuran harian umum tersebut. Sebelumnya, surat kabar ini akan deberi nama

“Republik”.83 Namun pada akhirnya surat kabar ini resmi diberinama

“Republika” dan terbit perdana pada tanggal 4 Januari 1993. Republika merupakan surat kabar pertama bagi komunitas Muslim di Indonesia. Tahun

2002 merupakan tahun penting dalam sejarah berdirinya Mahaka Media, dimana perusahaan ini pertama kali mencatatkan sahamnya sebagai PT Abdi

Bangsa Tbk pada tanggal 3 April 2002 di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan

82Company Profile, Pusat Data Harian Umum Republika, h. 4. 83Company Profile, Pusat Data Harian Umum Republika, h.5. 48

menjadikannya sebagai perusahaan penerbitan surat kabar pertama yang menjadi perseroan publik.84

Mulai tahun 2004, Republika dikelola oleh PT. Republika Media

Mandiri (RMM) dibawah perusahaan induk Mahaka Media. Di bawah PT.

Republika Media Mandiri, Republika terus melakukan inovasi penyajian untuk kepuasan pelanggan. Menurut data company profile republika, saat

Harian Umum Republika terbit paa 4 Januari 1993, penjualan oplah terus meningkat. Hanya dalam sepuluh hari sejak terbit, oplah Republika mencapai 100.000 eksemplar. Hal ini menandakan peningkatan 2,5 kali lipat dari rencan awal terbit dengan oplah rata-rata 40.000 per hari pada semester pertama tahun 1993. Hingga akhir semester kedua, pada desember 1993, oplah republika sudah mencapai 130.000 eksemplar per hari. Sebagian besar oplah republika beredar di Jakarta sebesar 50,31%, di Jawa Barat 17,30%, di

Jawa Tengah 6,90%, di Jawa Timur 4.36% dan sisanya tersebar di daerah lain di luar Pulau Jawa.

Sedangkan menurut Nielsen Consumer Media View Survey pada

November 2012, pembaca Republika berasal dari 70% laki-laki dan

30%perempuan. Pembaca terbanyak adalah mereka dengan usia antara 30-

39 tahun, yaitu sebanyak 26% sisanya adalah mereka dengan usia antara 15-

19 tahun berjumlah 6%, usia 40-49 tahun berjumlah 21%, dan usia >50 tahun berjumlah 20%. Mereka berasal dari beragam profesi, diantaranya

84Diakses dari http://www.mahakamedia.com/about_us, artikel diakses pada 20 Sepetmber 2015. 49

pembaca yang berprofesi sebagai pegawai swasta atau profesional berjumlah paling banyak yaitu 28%, sisanya berasal dari Pegawai Negeri

Sipil (PNS), dosen atau guru, wiraswasta, ibu rumah tangga, pelajar atau mahasiswa, dan lainnya.85

Dengan motto Republika “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”, mencerminkan tujuan dari Republika yaitu bersemangat untuk mempersiapkan masyarakat memasuki era baru, dengan keterbukaan dan perubahan telah dimulai dan tak ada langkah untuk kembali, jika seluruh bangsa bersepakat mencapai kemajuan. Meski demikian, usaha untuk mengupayakan perubahan yang juga berarti pembaharuan, tidak harus mengganggu stabilitas yang telah susah payah dibangun. Republika berpihak pada sebesar-besarnya penduduk negeri ini. Dengan latar belakang tersebut, visi Republika terdapat pada berbagai bidang kehidupan dimasyarakat, baik dalam bidang politik, ekonomi, budaya dan agama.

Disamping itu, untuk menunjang visi tersebut, Republika juga memiliki beberapa misi dalam keberlangsungan oprasional media tersebut, diantara misi tersebut ialah menciptakan dan menghidupkan sistem menejemen yang efisien dan efektif, serta mampu dipertanggungjawabkan secara profesional. Menciptakan budaya kerja yang sehat dan transparan.

Meningkatkan penjualan iklan dan koran, sementara menekan biaya oprasional (dengan memiliki mesin cetak). Merajut tali persaudaraan dengan organisasi-organisasi Islam di Indonesia.

85Eastspring (Member Of Prudential), Konsumsi Media Massa Di Kalangan Masyarakat, artikel diakses pada 20 September 2015 dari http://eastspring.co.id/dms/files/spring-of-life---april-2013_20130423184912.pdf BAB IV

ANALISIS TEMUAN TEKS DAN INTERPRETASI

A. Analisis Hasil Temuan Teks BeritaKompas dan Republika

Skripsi ini akan membandingkan bingkai pemberitaan konflik tolikara pada Harian Kompas dan Republika. Perbandingan bingkai kedua surat kabar ini menggunakan teknik analisis framing model Zongdang Pan dan Gerald M Kosicki yang meliputi empat aspek analisis: sintaksis, skrip, tematik dan retoris. Berikut akan dipaparkan hasil analisis framing pemberitaan konflik tolikara pada surat kabar Kompas dan Republika:

Berita 1: Teks Berita Kompas Edisi 20 Juli 2015 INSIDEN TOLIKARA Langkah Hukum Tegas Perlu Diambil JAKARTA, KOMPAS – Wakil Presiden Jusuf Kalla, Minggu (19/7) malam, menginstruksikan Kepala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti mengambil langkah hukum yang tegas untuk segera menyelesaikan insiden di Kabupaten Tolikara, Papua. ―Untuk meredam insiden tersebut, hanya satu cara, yaitu langkah hukum yang tegas, selain juga mempertemukan semua tokoh, ― ujar Kalla seusai menerima laporan tertulis Badrodin di rumah pribadinya di Makasar, Selatan, semalam. Insiden di Kabupaten Tolikara, Papua, terjadi Jumat pekan lalu dan mengakibatkan puluhan bangunan kios dibakar, termasuk mushala, serta sejumlah orang ditembak oleh aparat. Peristiwa tersebut menewaskan seorang warga dan melukai 10 orang. Menurut Kalla, saat kejadian, di Tolikara ada dua acara yang dilaksanakan berdekatan. Selain perayaan Lebaran yang ditandai dengan shalat Idul Fitri, juga ada pertemuan pemuka gereja. Inisden itu semestinya tidak terjadi jika ada komunikasi yang baik di antara kedua pihak dan pemerintah. Kabupaten Tolikara dibentuk tahun 2002, pemekaran dari Kabupaten Jayawijaya. Derah dengan luas 6.129,66 kilo meter persegi ini tercatat dihuni 125.325 orang. Dari langkah hukum itu, lanjut Kalla, 19 orang diperiksa polri. Sebanyak 9 orang adalah warga sipil dan 10 anggota Polri. ―Jadi yang menyerbu dan yang melakukan penembakan harus diperiksa. Kalau salah, akan dihukum seberat-beratnya,‖ ujar Kalla. Terhadap 61 kios yang dibakar dan dirusak, pemerintah daerah dan Kementrian Sosial akan mengganti, berikut memberikan modal usaha.

50

51

Kallaa berkeyakinan, kepolisisan dan pemerintah daerah dapat menyelesaikan masalah ini dengan baik. Jaga Toleransi Presiden Joko Widodo dan sejumlah tokoh agama juga mengatajan bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki banyak keragaman, baik tradisi, budaya, maupun agama. Oleh karena itu, semua pihak perlu terus menjaga persatuan dan toleransi antar agama. ―Pesan saya, kita semua bersama, saling toleransi. Dengan cara itu, kita dapat membangun daerah ini,‖ kata Presiden Joko Widodo, Sabtu (18/7). Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul ULama (PBNU) Said Aqil Siroj dalam kesempatn terpisah juga menuturkan, perbedaan agama bukan barang baru di Indonesia. sebelum Indonesia merdeka, sudah disepakati bahwa negara ini merangkul semua komponen bangsa. kerukunan lintas umat beragama harus digalakkan lagi dalam jalur moderasi. Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif juga berharp persaudaraan lintas agama di Papua dan di seluruh wilayah di Indonesia yang sudah terjalin dengan baik dapat tetap dijaga. ―Jagan sampai rusak tali persaudaraan yang sudah sangat bagus itu,‖ kata Syafii, Minggu. Masyarakat juga diharapkan tidak terprovokasi dengan insiden itu. ―Untuk umat Islam, jangan sampai terpancing emosi, dan tetap menjaga perdamaian,‖ ujar Syafii. Sekertaris Jendral International Confrence of Islamic Scholars Hasyim Muzadi berharap pemerintah bertindak adil bukan karena agama, melainkan karena pelanggaran hukum. Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Henritte T Huttabarat- Lebang juga menyesalkan terjadinya peristiwa Tolikara. inisden tersebut telah menodai ketenangan dan kehusyukan serta kegembiraan umat Islam merayakan Idul Fitri. PGI juga berharap aparat kepolisian dan keamanan bisa bertidak cepat memulihakan rasa aman masyarakat. Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Yotje Mende mengatakan, pihaknya dan Kodam XVII/Cendrawasih akan memeriksa anggotanya yang mengeluarkan tembakan sehingga mengenai 11 warga dalam insiden di Tolikara. ―Anggota kami terpaksamengeluarkan tembakan. Mereka sudah mengeluarkan tembakan peringatan. Namun, 500 warga yang membakar kios tidak menggubrisnya dan melempar aparat dengan batu,‖ ujar Yotje. Kepala Bagian Humas Pemda Tolikara Derwes Jikwa menuturkan, dari 11 warga yang terkena tembakan, 1 orang meninggal yaitu Lenis Wanimbo. Sebnayak 10 orang lainnya masih dirawat di Rumah Sakit Daerah Wanena. Komandan Kodim 1720/Jayawijaya Letnan Kolonen Inf Andreas mengatakan, 154 korban dalam peristiwa itu masih mengungsi di Markas Komado Rayon Militer Karubaga. 52

Berita 1: Teks Berita Republika Edisi 20 Juli 2015 Seret Pelaku ke Pengadilan Kapolri berjanji mengejar aktor intelektual penyebar surat larangan shalat id. JAKARTA, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta kepolisian menyelidiki hingga tuntas peristiwa kerusuhan di Tolikara, Papua, secara terbuka. Komisioner Komnas HAM Manager Nasution menegaskan, pelaku pembakaran masjid saat Idul Fitri itu diseret ke pengadilan. ―Ini kan pelakunya sudah terang benderang. Negara harus hadir untuk menyelamatkan kasus ini ke meja persidangan,‖ ujar Manager, Ahad (19/7). Manager setuju dengan pandangan sejumlah tokoh yang menyatakan tragedi Tolikara setingkat dengan pelanggaran hak asasi manusia. Manager menerangkan, jika pelanggaran hak asasi paling tinggi dilakukan otoritas negara trhadap sipil, yang trjadi di Tolikara ialah aksi penolakan kelompok mayoritas terhadap kelompok minoritas. Apalagi, dikatakan dia, penolakan tersebut berujung pada kasi vandalisme dengan melakukan perusakan dan pembakaran rumah ibadah umat yang diakui keberadaannya oleh negara. Karena itu, menurut dia, tidak ada alasan bagi negara untuk absen dalam pertikaian di Tolikara, baik hadir dalam penegakan hukum dan harus hadir pula dalam upaya rekonsiliasi dua pihak. sebab, dikatakan olehnya, peristiwa tersebut berpotensi panjang lantaran melibatkan agama sebagai persoalan. ―Yang kita khawatir, pembakaran masjid itu berimbas pada persoalan sama di lain tempat. Ini sangat berbahaya bagi negara ini,‖ ujar dia. Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin menyatakan telah memerintahkan jajarannya untuk bertolak ke Karubaga, Tolikara, Papua. Nantinya, tim tersebut akan bergabung dengan tim Kanwil Kemenag Provinsi Papua dan Tolikara. ―Saya telah menginstruksikan drijen Bimas Kristen, Kabalitbang- Diklat dan tim untuk berangkat ke Tolikara,‖ kata Lukman, di Jakarta, kemarin. Lukman mengakui, Kemenag juga telah melakukan rapat dengan Menkopolhukam, Kapolri, Kepala BIN, Drijen Pol Mendagri, dan Korsahli Panglima TNI terkait pembakaran. Salah satu hasil pertemuan itu, pemerintah sepakat untuk melakukan beberapa langkas strategis guna memulihkan situasi di Tolikara. Pertama, pemerintah pusat dan daerah akan melakukan perbaikan terhadap masjid dan bangunan kios yang dibakar. Selain itu, pemerinth juga akan merawat pera korban kerusuhan. Kemudian, Polri akan melakukan penegakan hukum terhadap pelaku kerusuhan dan aktor intelektual di balik kerusuhan. Ketiga, Polri juga kaan melakukan penyelidikan terhadap tindakan yang dilakukan oleh aparat 53

keamanan saat kerusuhan. ―Apakah sesuai prosedur atau tidak saat penanganan. Namun, untuk saat ini situasi sudah kondusif,‖ kata Lukman. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengunjungi Karubaga, Tolikara, guna meninjau perkembangan pengusutan kasus pembakaran, kemarin. Dalam kunjungan itu, ia mengiyakan bahwa aparat keamanan sempat melepaskan tembakan ke arah massa yang memprotes pelaksanaan shalat Id. ―Para korban ditmbaki karena mereka melempari jamaah sholat Id,‖ kata Badrodin selepas mengunjungi Karubaga. Meski begitu, menurutnya, kepolisian masih dalam tahap penyelidikan kasus tersebut. Kapolri menyatakan, seorang tewas dan sebelas terluka dalam penembakan. Ia mengaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum dan mereka- mereka yang bersalah akan diadili. Terkait hal itu, ia meminta dukungan tokoh masyarakat dan pemerintah untuk membantu mengungkap insiden tersebut. Ia menjanjikan, kepolisian juga akan mengejar aktor intelektual di balik beredarnya surat larangan shalat Ied yang disebut diedarkan pihak GIDI. Ia mengatakan, surat itu diduga menyebablkan miskomunikasi dan sedianya diklarifikasi, tapi kericuhan terlebih dahulu terjadi.

1. SINTAKSIS

a. Skema Berita

Dilihat dari struktur sintaksis, susunan dalam teks berita Republika diawali dengan judul kemudian pernyataan selanjutnya lead, kutipan narasumber, latar informasi, terakhir penutup (judul-pernyataan-lead- kutipan narasumber-latar informasi-penutup).

Pernyataan yang diletakkan setelah judul dan dicetak dengan ukuran lebih besar dari isi berita, merupakan pernyataan janji Kapolri, berikut kutipan pernyataan dalam teks Republika ―Kapolri berjanji mengejar aktor intelektual penyebar surat larangan sholat Id.‖ Selain itu pernyataan tersebut merupakan pernyataan yang sama dengan penutup, berikut kutipan lengkap penutup dalam teks Republika ―ia menjanjikan (Kapolri), kepolisian juga akan mengejar aktor intelektual di balik beredarnya surat 54

pelarangan shalat Ied yang disebut diedarkan pihak GIDI. Ia mengatakan, surat itu diduga menyebabkan miskomunikasi dan sedianya diklarifikasi, tapi kericuhan terlebih dahulu terjadi.‖

Dengan demikian, Republika menggunakan alur berita yang diawali dengan pernyataan yang sama dengan penutup. Jika dalam cerita, alur ini disebut alur sorot balik. Hal ini menekankan bahwa Republika menganggap penting kalimat tersebut hingga perlu diletakan di awal dan penutup berita.

Republika menggambarkan bahwa aspek penting dari berita tersebut terletak pada aktor yang menyebarkan surat larangan shalat Ied sehingga menyebabkan kericuhan.

Sedangkan Kompas memiliki susunan skematis yang paling umum digunakan, yakni bentuk piramida terbalik dimana teks beritadiawali dengan judul kemudian lead, kutipan narasumber, pernyataan, latar informasi, terakhir penutup.88 Sekema berita pada Kompasmenempatkan aspek terpenting diposisikan di awal teks, kemudian penjelasan tambahan dijadiakan sub judul yang berbeda berikut penutup di dalamnya. Bentuk skema demikian menegaskan bahwa Kompas menekankan aspek yang dianggap penting ada pada bagian lead, yakni mempertanyakan kehadiran dan posisi pemerintah sebelum peristiwa konflik.Kompas hendak menggiring pembaca untuk memahami kesalahan tidak dapat ditimpakan seluruhnya kepada pelaku penyerangan, karena pemerintah dinilai lemah dalam upaya preventif untuk mencegah terjadinya konflik.

88 Sudirman Tebba, Jurnalistik Baru, h. 97-99. 55

Tabel 3.1 Headline Kompas& Republika Edisi 20 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Headline/Judul Langkah Hukum Tegas Seret Pelaku ke Perlu Diambil Pengadilan

Tabel 3.1 menunjukan bahwa Kompas dan Republika mengangkat judul yang sama yakni terkait langkah hukum dalam menangani konflik di

Tolikara. Namun, kedua judul tersebut memiliki perbedaan secara redaksional.Kata ―seret‖ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia onlinewww.yufid.orgmemiliki arti tarik (menarik dengan paksa).Dengan menggunakan kata ―seret‖ Republika menggambarkan bahwasannya para pelaku penyerangan harus ditarik paksa menuju meja pengadilan. Republika mengajak pembaca berfikir bahwasannya para pelaku kericuhan di Tolikara telah bertindak anarkis sehingga harus diseret ke pengadilan.Sedangkan judul pada Kompas menekankan bahwa pemerintah juga harus bertanggung jawab dalam penyelesaian konflik Tolikara.

Selain itu, berita konflik tolikara di kedua media diposisikan sebagai headline (halaman utama). Namun Jika merujuk pada jenis-jenis headline dalam berita, headline yang digunakan Kompas merupakan jenis subordinate headline. Dilihat dari penggunaan ukuran huruf dan ketebalan lebih rendah dari berita lain di halaman utama, kehadirannya terkadang dibutuhkan untuk menempati sisa tempat pada halaman yang memuat berita lain yang dianggap lebih penting. karena itu, tempatnyapun tidak lebih dari 56

satu kolom.89Posisi berita ini dalam Harian Kompas berada di pojok kiri bawah. Namun, pihak Kompas menyatakan bahwa posisi berita tersebut lebih tepat dinamakan second headline. berikut pernyataan pihak Kompas:90

―Penempatan di halaman utama karena dianggap peristiwa tersebut penting dan memiliki dampak paling besar pada hari itu. Karena di halaman utama hanya terdapat empat sampai lima berita, kita memilih dari sekian banyak berita mana yang perlu dikedepankan ya itu diletakkan di halaman utama. Ini masuknya sebagai second headline bukan headline utamanya.‖

Kompas menempatkan peristiwa Tolikara sebagai second headline karena Kompas menganggap berita Insiden Tolikara ini merupakan berita konflik yang apabila terlalu ditonjolkan dikhawatirkan memicu dampak yang lebih besar jika ditempatkan menjadi banner headline. Berikut pernyataan pihak Kompas:91

―Banyak media di luar menjadikan ini sebagai headline, bahkan dengan pemberitaan yang memberikan nada mebesar-besarkan. Bagi kami berita ini juga penting dan menarik. Tapi biasanya kalau penting namun mengandung unsur konflik atau kekerasan kita tidak akan menaruhnya sebagai headline, bahkan kami cenderung akan menaruhnya dihalaman 15. Jikapun di halaman satu, ya seperti ini kami berhati-hati menaruhnya pada berita kedua bukan yang utama. Kami tidak ingin pemberitaan kami memicu dampak yang lebih besar, menyulut konflik semakin berkepanjangan karena efek media yang ditimbulkan.‖

Republika juga menyajikan pemberitaan konflik Tolikara pada halaman utama. Merujuk pada jenis-jenis headline maka jenis headline

Republika dalam berita konflik Tolikara termasuk jenis spread headline, dimana jenis headline ini untuk berita yang dinilai penting. menduduki tiga

89Kustadi Suhandang, Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk & Kode Etik, (Bandung: Nuansa, 2004), h. 115-116. 90 Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015 91 Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015 57

kolom dari empat berita di halaman utama.Berdasarkan hasil wawancara,

Republika memiliki alasan mengapa berita Tolikara diposisikan sebagai headline.

―Karena pembaca terbesar kami terutama komunitas Islam. Jadi lebih kepada proximity (kedekatan) hati mereka. Selain informasi ini penting untuk seluruh masyarakat Indonesia, terutama ini penting untuk umat Islam. Agar umat Islam tahu informasi sebenarnya, supaya umat islam tidak terprovokasi. Mereka bisa memahami kalau kasus ini sudah ditindak hukum, tahu bagaimana menyikapi hal ini untuk kedepannya. Kami khawatir jika ini hanya disampirkan saja beritanya meraka akan salah memahami terhadap kejadian di Tolikara, kami tidak menginginkan umat Islam melakukan hal- hal yang akan merugikan citra umat islam sendiri. Kita membuat pemberitaan pada posisinya orang Islam. Tapi bagaimana pemberitaan ini bisa merayu mereka untuk tidak melakukan tindakan yang dedukstrif, hal- hal untuk tidak melakukan pembalasan. Ini yang membuat berita ini layak menjadi headline.92 Pernyataan pihak Republika tersebut jelas menerangkan bahwa pemberitaan Republika dipengaruhi oleh konsumen atau pembaca.

Republika jelas mengikuti selera atau kebutuhan pembacanya. Sehingga

Republika menganggap perlu menjadikan berita konflik Tolikara sebagai headline.Menurut Republika selain ini berita penting. Peristiwa ini tentunya mengandung kedekatan di hati umat Islam. Kedekatan dalam hal ini tidak sesuai dengan teori nilai berita bahwa kedekatan diukur dari letak geografis.

Namun kedekatan yang dimaksud Republika ialah kedekatan hati umat

Islam karena keimanan yang sama. Merasa simapati ketika saudara seiman sedang tertimpa musibah.

92Wawancara dengan Fitriyan Zamzami, Redaktur Halaman Utama Republika, Jakarta 12 Januari 2016. 58

Tabel 3.2 Lead Kompas& Republika Edisi 20 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika Lead JAKARTA, KOMPAS – JAKARTA – Komisi Wakil Presiden Jusuf Nasional Hak Asasi Kalla, Minggu (19/7) Manusia (Komnas malam, menginstruksikan HAM) meminta Kepala Polri Jenderal kepolisian menyelidiki (Pol) Badrodin Haiti hingga tuntas peristiwa mengambil langkah kerusuhan di Tolikara, hukum yang tegas untuk Papua, secara terbuka, segera menyelesaikan Komisioner Komnas insiden di Kabupaten HAM Manager Nasution Tolikara, Papua. menegaskan, pelaku pembakaran masjid saat Idul Fitri itu diseret ke pengadilan.

Lead dalam teks berita Kompasmengarahkan pada aspek posisi pemerintah, Kompas menegaskan bahwa negara harus hadir dalam penyelesaian konflik. Dimana pemerintah harus bertanggung jawab dan berperanmenjamin keamanan negara serta langkah yang perlu diambil dalam menyelesaikan konflik Tolikara. Sedangkan Republika mengarahkan pada aspek humanistik yakni terkait pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Republika menggunakan pernyataan dari Komisi Nasional Hak

Asasi Manusia. Dengan mengusung pernyataan Komnas HAM ini,

Republika meletakan konflik Tolikara ini sebagai sebuah pelanggaran hak asasi manusia. Sehingga penyelesaian kasus ke meja persidangan dianggap mutlak bagi pelaku pelanggar hak asasi manusia.

Lead Kompas jelas menekankan arah pemberitaan akan digiring pada pemahaman bahwa konflik Tolikara bukan semata menjadi tanggung jawab pelaku kerusuhan, melainkan pemerintah juga bertanggung jawab 59

untuk menertibkan dan menjamin keamanan demi penyelesian kasus tersebut. Sedangkan Republika menekankan bahwa konflik Tolikara ini merupakan tanggung jawab pelaku perusakan.

Tabel 3.3 Latar Informasi Kompas& Republika Edisi 20 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Latar Menurut Kalla, saat Menejer menerangkan, kejadian, di Tolikara ada jika pelanggaran hak Informasi dua acara yang asasi paling tinggi dilaksanakan berdekatan. dilakukan otoritas negara Selain perayaan Lebaran terhadap sipil yang yang ditandai dengan terjadi di Tolikara ialah shalat Idul Fitri, juga ada aksi penolakan kelompok pertemuan pemuka mayoritas terhadap gereja. Insiden itu kelompok minoritas. mestinya tidak terjadi jika ada komunikasi yang baik di antara kedua pihak dan pemerintah. ―Jadi yang menyerbu dan yang melakukan penembakan harus diperiksa. Kalau salah, akan dihukum seberat- beratnya,‖ ujar Kalla.

Latar informasi yang ditampilkan Kompas mengenai penyebab terjadinya insiden di Tolikara akibat dari komunikasi yang kurang berjalan dengan baik antar umat beragama dan pemerintah setempat. Kompas menggambarkan apabila komunikasi antar kedua belah pihak dan pemerintah berjalan dengan baik—ada dialog dan musyawarah sebelumnya antar para tokoh agama dan pemerintah melakukan tindakan preventif terhadap segala kemungkinan yang akan terjadi maka insiden di Tolikara tidak akan terjadi. 60

Selain itu, latar Kompas terkait langkah penegakan hukum mengarah pada semua pihak yang terlibat dalam insiden tersebut.Bukan hanya pada pelaku tindak perusakan, kekerasan, dan pengahasutan.Namun, juga terkait oknum aparat yang melakukan penembakan.Dari latar yang dikemukakan

Kompas menyatakan bahwasannya Para pelaku perusakan diakui melakukan kesalahan.Namun, dalam hal ini pemerintah seharusnya lebih peka dan berdaya melakukan tindakan preventif dengan mempertemukan perwakilan tokoh agama dari kedua pihak sebelumnya, melakukan negoisasi terhadap pihak GIDI dan melakukan antisipasi keamanan akan segala kemungkinan yang terjadi. Dengan demikian latar Kompas memberikan penilaian negatif terhadap kedua pihak, yakni pemerintah dan pelaku perusakan.

Dengan pemaknaan atas realitas yang demikian, Kompas memberikan penonjolan aspek negatif dari pemerintah dan melakukan pengaburan terhadap aspek kesalahan dari pelaku penyerangan. Hal ini diakui pula oleh pihak Kompas, berikut pernyataan pihak Kompas:93

―Pemerintah jelas ya, aparat setempat kan sudah menerima surat larangan menggunakan pengeras suara pada solat Ied dari pihak gereja kepada umat Islam tersebut kan sudah lama, tetapi pemerintah tidak mengambil tindakan. Sebetulnya, peran pemerintah semestinya besar dalam usaha mencegah konflik sosial. Itu yang selalu dikritik oleh Kompas. Peran intelejen, baik itu TNI, Polri harusnya kan bekerja, bisa melihat kondisi dan prediksinya seperti apa. Namun, yang kita tidak setuju itu, bahwa semata- mata persoalan ini disebabkan oleh pihak gerejanya saja. Kita tidak milihat hal itu. Kita tidak menyalahkan satu pihak saja, kita lebih melihat kemana pemerintah setempat pada saat itu atau mana kinerja pemerintahnya.

93Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015. 61

Pemangku kepentingan itu kita perhitungan betul, karena mereka memiliki tanggung jawab untuk menjaga keamanan.‖

Sedangkan latar Republika mengemukakan insiden Tolikara setingkat dengan pelanggaran hak asasi manusia. Republika mengambil pernyataan Komisioner Komnas HAM, Manager Nasution yang mengatakan bahwa insiden yang terjadi di Tolikara adalah aksi penolakan kelompok mayoritas (umat Kristiani) terhadap kelompok minoritas (umat

Islam) yang berujung pada tindakan anarkis dengan melakukan perusakan dan pembakaran rumah ibadah yang diakui keberadaannya oleh negara.

Dalam hal ini Republika juga menggambarkan adanya sentimen keagamaan sebagai faktor penyebab konflik. penolakan terhadap penganut agama tertentu mampu menyulut konflik.94

Pernyataan dari Komisioner Komnas HAM, Manager Nasution, yang dikutip Republika memberikan kesan otoritas intelektual bahwasannya insiden Tolikara itu benar merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia karena pernyataan ini dinyatakan oleh tokoh yang kemampuan akademis dibidang HAM. Berikut kutipan lengkap latar yang dipakai

Republika:

Manager menerangkan, jika pelanggaran hak asasi paling tinggi dilakukan negara terhadap sipil, yang terjadi di Tolikara ialah aksi penolakan kelompok mayoritas terhadap kelompok minioritas. Apalagi, dikatakan dia, penolakan tersebut berujung pada aksi vandalisme dengan melakukan perusakan dan pembakaran rumah ibadah unat yang diakui keberadaannya oleh negara.

94Rusmin Tumangor, dkk.,Panduan Pengelolaan Konflik Etnoreligius: Dengan Pendekatan Riset Aksi Pertisipatori, h. 46. 62

Republika menggolongkan tindakan penyerangan ini sebagai

pelanggaran terhadap konstitusi dan hak asasi manusia, karena dianggap

mencederai hak beribadah umat beragama yang jelas dilindungi oleh

konstitusi. Berikut penuturan pihak Republika:95

―Ini peristiwa penyerangan saat umat melaksanakan ibadah solat Ied, jadi ini masuk dalam pelanggaran HAM, terkait kebebasan beribadah.‖

Tabel 3.4 Kutipan NarasumberKompas& Republika Edisi 20 Juli 2015

Unsur Kompas Republika diamati Kutipan ―Untuk meredam insiden ―Ini kan pelakunya sudah Narasumber tersebut, hanya satu cara, terang benderang. Negara yaitu langkah hukum yang harus hadir untuk tegas, selain juga menyelesaikan kasus ini ke mempertemukan semua meja persidangan.‖ tokoh.‖ (Wakil Presiden (Komisioner Komnas Jusuf Kalla) HAM Manager Nasution) ―Pesan saya, kita semua ―Saya telah instruksikan bersatu, saling toleransi. dirjen Bimas Kristen, Dengan cara itu, kita dapat Kabalitbang-Diklat dan tim membangun daerah ini.‖ untuk berangkat ke (Presiden Joko Widodo) Tolikara.‖ (Menteri Agama Lukman Hakim Syaifudin) ―Untuk umat Islam, jangan ―Para korban ditembaki sampai terpancing emosi, karena mereka melempari dan tetap menjaga jamaah shalat Id.‖ (Kapolri perdamaian.‖ (Mantan Jenderal Badrodin Haiti) Ketua Umum PP Muhamaddiyah Ahmad Syafii Maarif) ―Anggota kami terpaksa mengeluarkan tembakan. Mereka sudah mengeluarkan tembakan peringatan. Namun, 500 warga yang membakar kios tidak menggubrisnya dan

95Wawancara dengan Fitriyan Zamzami, Redaktur Halaman Utama Republika, Jakarta 12 Januari 2016. 63

melempar aparat dengan batu.― (Kapolda Papua Inspektur Jenderal Yotje Mende)

Dalam teks berita tersebut, Kompas mewawancarai enam narasumber; Wakil Presiden Jusuf Kalla, Presiden Joko Widodo, Ketua

Umum PBNU Said Aqil Siroj, Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah

Ahmad Syafii Maarif, Ketua Umum PGI di Indonesia Henritte T Hutabarat, dan Kapolda Papua Inspektur Jendral Yotje Mende. Namun dari keenam narasumber tersebut hanya dua diantaranya yakni Jusuf Kalla dan Inspektur

Jenderal Yotje Mende berbicara terkait langkah hukum yang perlu diambil dalam mengatasi indisiden Tolikara. Sementara, sumber Kompas lainnya menanggapi perihal perlunya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta menjaga toleransi antar umat beragama.

Dengan demikian kelengkapan narasumber yang di sajikan Kompas untuk membahas langkah hukum terkait insiden Tolikara ini terbatas.

Kompas hanya mewawancarai satu narasumber yang memiliki otoritas dibidang hukum, yakni Kapolda Papua Inspektur Jenderal Yote Mende.

Pernyataan Yotje Mende, yang dikutip Kompas pun hanya terkait pemeriksaan terhadap pihak aparat yang mengeluarkan tembakan saat peristiwa Tolikara terjadi. Dalam teks berita Kompas, tidak ditemukan narasumber yang relevan berbicara terkait hukum atau jenis pelanggran bagi 64

para pelaku penyerangan dan pembakaran.Ketika diklarifikasi kembali terkait temuan teks tersebut, pihak Kompas menyatakan:96

―Setiap berita mungkin ada kekurangannya ya. dugaan saya, itu pendekatan komprehensifnya belum kena. Idealnya semua pemangku kepentingan di sana utuh. tapi ada kondisi dimana terkadang berita yang kita terima kok hanya sebatas itu, tidak ada waktu lagi untuk mencari berita tambahan terkait tersebut. Mungkin ini kelemahan kami ya, tapi ini bisa dipastikan sangat jarang terjadi. Biasanya itu juga terjadi ketika editor mendapat berita yang telat dari beberapa wartawan. Editor yang karena sudah terlalu lelah dan karena sudah terlalu malam, maka editor asal memotong berita dari laporan sejumlah wartawan kemudian digabungkan. Dugaan saya, mungkin wartawan ada yang mendapatkan hasil wawancara dengan pakar hukum, namun karena kurang ketelitian editor dalam memotong sehingga hal tersebut tidak masuk dalam teks. Itu mungkin lebih kepada kesalah teknis, dan itu menjadi kelemahan Kompas. Intinya tidak ada unsur kesengajaan menghilangkan dari segi hukumnya.‖ Republika mewawancari tiga narasumber; Komisoner Komnas HAM

Manager Nasution, Menteri Agama Lukman Hakim syaifudin, dan Kapolri

Jenderal badrodin Haiti.Dalam teks berita tersebut Republika mengarahkan wacana bahwasannya kericuhan yang terjadi di Tolikara merupakan pelanggaran HAM.Oleh karena itu, Republika memilih sumber yang ahli di bidang hukum dan HAM.Maka secara tidak langsung Republika menekankan kepada khalayak bahwa kasus ini benar pelanggaran terhadap

HAM dengan didukung pernyataan dari orang yang relevan untuk menilai masalah hukum dan HAM, yakni Komisisoner Komnas HAM Manager

Nasution. Berikut kutipan dari Manager Nasution dalam teks Republika:

―Ini kan pelakunya sudah terang benderang.Negara harus hadir untuk menyelesaikan kasus ini ke meja persidangan,‖ ujar Manager, Ahad (19/7).Meneger setuju dengan pandangan sejumlah

96Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015. 65

tokoh yang menyatakan tragedi di Tolikara setingkat dengan pelanggaran hak asasi manusia. Tabel 3.5 Pernyataan Kompas& Republika Edisi 20 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Pernyataan ―Jadi, yang menyerbu dan Manager setuju dengan yang melakukan pandangan sejumlah penembakan harus tokoh yang menyatakan diperiksa. Kalau salah, tragedi di Tolikara akan dihukum seberat- setingkat dengan beratnya,‖ ujar Kalla. pelanggaran hak asasi manusia.

Pada tabel pernyataan, Kompasmemandang bahwa konflik ini merupakan tindak kriminal.Kompas dalam pernyataan tersebut hanya menggambarkan sebuah instruksi bukan pada tataran langkah hukum tegas apa yang harus diambil untuk menyelesaikan kasus di Tolikara. Kata

―dihukum seberat-beratnya‖ tidak spesifik menunjukan hukuman apa yang pantas bagi pelaku.

Sedangkan, Republika mamakai pernyataan dari Komisiner Komnas

HAM, yang langsung menggolongkan kerusuhan di Toliara temasuk pada pelanggaran hak asasi manusia. Framing Republika tidak sekedar membahas pada tataran instruksi pemeriksaan atau langkah hukum seperti apa yang akan diambil, tapi Republika sudah berbicara bahwasannya ini adalah pelanggaran HAM—pelaku dan kesalahan sudah jelas. Secara tidak langsung, Republika menilai bahwa sudah seharusnya pemerintah bertindak tegas kepada para pelaku untuk membawa ke meja persidangan.

66

Tabel 3.6 Penutup Kompas& Republika Edisi 20 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Penutup Komandan Kodim Ia menjanjikan, Ia 1702/Jayawijaya Letnan menjanjikan, kepolisian Kolonel Inf Andreas juga akan mengejar aktor mengatakan, 154 korban intelektual di balik dalam peristiwa itu masih beredarnya surat mengungsi di Markas pelanggaran shalat Ied Komando Rayon Militer yang disebut diedarkan Karubaga. pihak GIDI ….

Dibagian akhir Kompasmemaparkan dampak dari konflik Tolikara melalui pernyataan dari Kolonel Inf Andreas terkait jumlah korban yang masih mengungsi.

Sedangkan, Penutup Republika lebih menekankan pada penyelesaian konflik dengan memaparkan upaya kepolisian yang akan mencari tahu aktor dibalik beredarnya surat pelarangan shalat Id yang disebut diedarkan pihak

GIDI. Bagian akhir Republika ini mempertegas bahwasannya Republika konsisten membahas penegakan hukum bagi pelaku kerusuhan di Tolikara.

2. SKRIP

a. Kelengkapan Berita Tabel 3.7 5W+1H Kompas& Republika Edisi 20 Juli 2015

Unsur Kompas Republika diamati

5W+1H Apa yang terjadi? (what): Apa yang terjadi? Wakil Presiden Jusuf Kalla (what): menginstruksikan Kapolri Komnas HAM meminta Badrodin Haiti untuk kepolisian menyelidiki mengambil langkah hukum hingga tuntas peristiwa tegas dalam menyelesaikan kerusuhan di Tolikara. 67

insiden di Tolikara.

Siapa yang harus diperiksa? Siapa yang harus (who): massa yang dihukum tegas? (who): menyerbu dan aparat yang penegakkan hukum melakukan penembakan terhadap pelaku harus diperiksa. kerusuhan dan aktor intelektual di balik kerusuhan dan melakukan penyelidikan terhadap tindakan yang dilakukan aparat keamanan saat kerusuhan. Kapan instruksi tersebut Kapan permintaan diberikan? (when): Minggu tersebut dilayangkan? (19/7). (when): Ahad (19/7). Dimana instruksi tersebut Dimana permintaan diberikan oleh Jusuf Kalla? tersebut dilayangkan oleh (where): di rumah Komnas HAM? (where): pribadinya di Makasar, - Sulawesi Selatan. Mengapa instruksi tersebut Mengapa permintaan diberikan? (why): untuk tersebut dilayangkan meredam insiden Tolikara. Komnas HAM? (why): karena kekahwatiran insiden ini akan berpotensi panjang lantaran melibatkan agama sebagai persoalan. Bagaimana proses langkah Bagaimana proses hukum hukum yang diambil? yang perlu diambil? (how): Dari langkah hukum (how): kepolisian akan tersebut, Jusuf Kalla mengejar aktor menuturkan 19 orang yang intelektual di balik diperiksa Polri. Sebanyak 9 beredarnya surat orang adalah warga sipil dan pelanggaran shalat Ied 10 anggota Polri. yang disebut diedarkan pihak GIDI.

Dari struktur skrip ini pembingkaian kedua media akan nampak dari unsur skrip mana yang coba dihilangkan kedua surat kabar tersebut.

Teks berita Kompas secara lengkap memaparkan setiap unsur skrip yang 68

memenuhi unsur 5W + 1H. Namun dalam teks Kompas unsur who lebih mengarah pada siapa yang akan diperiksa bukan pada siapa yang harus dihukum. Berbeda dengan Republika yang menyatakan Polri akan melakukan penegakan hukum pada pelaku perusakan. Dalam hal ini

Kompas mengajak pembaca untuk berfikir bahwasannya pelaku perusakan dan aparat yang menembak belum dipastikan bersalah, karena masih dalam proses pemeriksaan. Sedangkan Republika mengajak pembaca berfikir bahwa pelaku perusakan mutlak melakukan kesalahan sehingga harus mendapatkan hukuman. Sedangkan, terhadap tindakan dari aparat keamanan belum dipastikan bersalah, masih dalam proses penyelidikan.

Berikut kutipan lengkapnya:

Kutipan teks berita Kompas: ―Jadi yang menyerbu dan yang melakukan penembakan harus diperiksa. Kalau salah akan dihukum seberat-beratnya,‖ ujar Kalla. Kutipan teks berita Republika: Kemudian, Polri akan melakukan penegakan hukum terhadap pelaku kerusuhan dan aktor intelektual di balik kerusuhan. Ketiga, Polri juga akan melakukan penyelidikan terhadap tindakan yang dilakukan oleh aparat keamanan saat kerusuhan. 3. TEMATIK

a. Detail Tabel 3.8 Detail Kompas& Republika Edisi 20 Juli 2015

Unsur Kompas Republika diamati Kalimat …―Anggota kami terpaksa …―Para korban (pelaku mengeluarkan tembakan. perusakan yang Mereka sudah meninggal) ditembaki mengeluarkan tembakan (aparat) karena mereka peringatan. Namun, 500 melempari jamaah warga yang membakar kios shalat Id,‖ kata tidak menggubrisnya dan Badrodin Haiti….. 69

melempar aparat dengan batu,‖ ujar Yotje.

Detail yang coba dipaparkan Kompas dan Republika sama-sama terkait pada alasan mengapa aparat keamanan sampai mengeluarkan tembakan saat insiden itu terjadi sehingga menewaskan satu orang dan 11 orang terluka. Aparat sampai mengeluarkan tembakan karena massa yang melakukan penyerangan terlebih dahulu melempari batu. Detail tersebut menyebabkan posisi massa terlihat bersikap anarkis, dan berada pada pihak yang salah. Namun, diakhir kalimat terdapat keterangan yang berbeda yang dipaparkan Kompas dan Republika.Jika Kompas menyatakan sasaran massa yang melempari batu ialah aparat. Berbeda dengan Republika, menyatakan sasaran massa ialah jamaah shalat Ied. Republika seolah menguraikan fakta berbeda bahwasannya sasaran massa sengaja ditunjukan kepada jamaah shalat Ied.

b. Koherensi Tabel 3.9 KoherensiKompas dan Republika Edisi 20 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika Hubungan - Ia menjanjikan, antar kalimat kepolisian juga akan mengejar aktor intelektual di balik beredarnya surat pelanggaran shalat Ied yang disebut diedarkan pihak GIDI. …..

Dalam teks berita Republika terdapat koherensi atau jalinan kata pada kalimat ―yang disebut diedarkan pihak GIDI‖.Koherensi pada kalimat tersebut disebut koherensi kondisional (penjelas).Koherensi 70

kondisional ditandai dengan pemakaian anak kalimat sebagai penjelas.

Disini terdapat dua kalimat, kalimat pertama ―kepolisian juga akan mengejar aktor intelektual di balik beredarnya surat pelanggaran shalat Ied‖ kemudian dihubungkan dengan kata konjungsi ―yang‖ pada kalimat kedua ―yang disebut diedarkan pihak GIDI‖. Fungsi kalimat kedua ini hanya sebagai anak kalimat (penjelas). Sebenarnya tanpa anak kalimat ini tidak akan mengurangi arti kalimat—bahwasannya polisi akan mengejar aktor intelektual di balaik beredarnya surat pelarangan shalat Ied.

Anak kalimat tersebut menjadi cerminan kepentingan komunikator

(Republika) karena dapat memberi keterangan baik atau buruk terhadap suatu pernyataan.97 Secara tidak langsung, dalam hal ini Republika memberi makna penyudutan (kesan negatif) pada pihak GIDI.

c. Bentuk Kalimat Tabel 3.10 Bentuk kalimat Kompas dan Republika Edisi 20 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Paragraf dan Insiden di Kabupaten Manager menerangkan, Kalimat Tolikara, Papua, terjadi jika pelanggaran hak Jumat pekan lalu dan asasi paling tinggi mengakibatkan puluhan dilakukan otoritas negara bangunan kios dibakar, terhadap sipil, yang termasuk mushala, serta terjadi di Tolikara ialah sejumlah orang ditembak aksi penolakan oleh aparat. Peristiwa kelompok mayoritas tersebut menewaskan terhadap minoritas. seorang warga dan Apalagi, ….. melukai 10 orang. Presiden Joko Widodo Lukman mengakui, dan sejumlah tokoh Kemenag juga telah

97 Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 244. 71

agama juga mengatakan melakukan rapat dengan bahwa Indonesia adalah Menkopolhukam, negara yang memiliki Kapolri, Kepala BIN, banyak keragaman, baik Dirjen Pol Mendagri, dan tradisi, budaya, maupun Korsahli Panglima TNI agama. Oleh karena itu, terkait pembakaran. Salah semua pihak perliu terus satu hasil pertemuan menjaga persatuan dan itu,…… kesatuan dan toleransi antar agama. ….

Bentuk kalimat yang digunakan Kompas dan Republika dalam teks ini memakai bentuk deduksi, dimana inti kalimat diletakan di awal lalu kemudian dilengkapi dengan kalimat-kalimat keterangan yang terperinci.Tema inti Kompas yang pertama memaparkan dampak dari peristiwa insiden di Tolikara yang mengakibatkan bangunan kios terbakar hingga jatuhnya korban jiwa lantaran bentrok dengan pihak aparat. Sehingga kemudian Kompas menyatakan bahwasannya penegakan hukum harus diterapkan kepada massa serta aparat yang saat itu bentrok dilokasi kejadian. Tema kedua, himbauan dari berbagai pihak untuk menjaga toleransi serta persatuan dan kesatuan bangsa.Tema ini dalam teks didukung oleh kutipan Presiden Joko Widodo, Said Aqil Siroj, Ahmad Syafii Maarif.

Jika diamati dari struktur keseluruhan teks berita ini, 8 paragraf awal membahas tema utama—perlunya langkah hukum tegas—jumalah ini lebih kecil dibandingkan dengan jumlah paragraf yang membahas perlunya menjaga toleransi dipaparkan sebanyak 12 paragraf dari total keseluruhan

20 paragraf.Hal ini menunjukan Kompas memeberikan ruang lebih kecil dalam membahas langkah hukum bagi pelaku kerusuhan di Tolikara. 72

Tema inti teks yang diuraikan Republika adalah mengenai pelanggaran HAM yang dilakukan para pelaku insiden Tolikara.Dengan mengguraikan hal ini di awal teks seolah diarahkan bahwa penyerbuan dan perusakan tersebut sebuah pelanggaran HAM.Ketentuan atas pelanggaran

HAM seolah sesuai untuk menentukan teks berupa tindakan tepat untuk menyeret para pelaku ke pengadilan.Jika dilihat dari struktur teks berita, sejak paragraf awal hingga akhir, Republika fokus terhadap tema inti tersebut.

Selain itu, dalam bentuk kalimatnya terdapat prinsip sebab akibat.Dimana prinsip kausal ini berada dalam kalimat yang tersusun atas subjek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Susunan kalimat ini menentukan makna yang akan dibangun. Kalimat ―aksi penolakan kelompok mayoritas terhadap minoritas, ‖kelompok mayoritas dalam struktur ini menjadi subjek, penempatan kalimat seperti ini memberi penilaian negatif kepada kelompk yang disebut dalam teks sebagai kelompok mayoritas.

d. Kata Ganti Tabel 3.11 Kata ganti Kompas dan Republika Edisi 20 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Kalimat ―Pesan saya, kita semua Apalagi, dikatakan dia berstu, saling toleransi. penolakan tersebut Dengan cara itu, kita berujung pada aksi dapat membangun daerah vandalisme dengan ini‖ kata Presiden Joko melakukan perusakan Widodo. dan pembakaran rumah 73

ibadah umat yang diakui keberadaannya oleh negara.

Kata ganti saya dalam pernyataan Joko Widodo yang dikutip oleh

Kompas menggambarkan bahwa ini merupakan sikap resmi dari Joko

Widodo. Kompas hanya sebagai penyamapai dari apa yang diungkapkan oleh Jokowi. Kata ganti kita dalam pernyataan Jokowi menunjukan sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama, bahwasannya kata kita itu merujuk pada seluruh warganegara Indonesia. Jokowi memberikan himbauan untuk menjaga toleransi kepada seluruh warganegara Indonesia.

Kata ganti dia atau iayang digunakan Republika menggambarkan bahwa pandangan atau sikap tersebut merupakan ungkapan narasumber.Republika mempertegas dengan menggunakan kata ganti dia agar memberikan nada bahwasannya pandangan tersebut bukanlah pandangan Republika secara subjektif, namun itu merupakan pandangan narasumber.

4. RETORIS

a. Leksikon Tabel 3.12 Leksikon Kompas dan Republika Edisi 20 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Kata/ Frasa Langkah hukum tegas Seret pelaku ke perlu diambil pengadilan Puluhan bangunan kios Pembakaran masjid temasuk mushala terbakar

74

Kompas menggunakanan kalimat ―langkah hukum tegas perlu diambil‖.Kata ―Langkah‖ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat pula diartikan sebagai tindakan, jadi Kompas ingin menggambarkan bahwasaanya para pelaku insiden Tolikara perlu ditindak dengan hukum yang tegas. Sedangkan Republika menggunakan kalimat judul ―seret pelaku ke pengadilan‖. Kata ―seret‖ memiliki arti menarik dengan paksa, dalam hal ini Republika menyatakan pelaku inisden tolikara harus dibawa ke pengadilan.

Kompas menggunakan kata terbakar sedangkan Republika menggunakan kata pembakaran.Kedua kata tersebut berasal dari kata bakar yang memiliki arti menghanguskan.Namun kedua kata ini diberi imbuhan.

Jika imbuhan termaka memiliki arti sudah atau sedang berkobar atau habis dihanguskan api. Sedangkan jika kata ―bakar‖ diberi imbuhan pe-an, maka pembakaran memiliki arti proses, cara, perbuatan membakar. kata pembakaran yang digunakan Republika menggambarkan sebuah proses atau perbuatan pembakaran, secara tidak langsung kata pembakaran ini hendak menunjukan bahwa pembakaran tersebut dilakukan oleh subjek pembakar.

Dengan demikian, Republika mencoba menekankan bahwa peristiwa tersebut adalah peristiwa pembakaran masjid yang sengaja dibakar.

Selanjutnya, Kompas menggunakan kata mushala sedangkan

Republika menggunakan kata masjid. Kedua kata tersebut memiliki makna yang sama, yakni sebagai tempat ibadah umat muslim. Namun dalam kamus bahasa Indonesia, kata musala memiliki arti bangunan tempat salat yang 75

lebih kecil dari pada masjid.98Dengan demikian Kompas mencoba menyampaikan kepada pembaca bahwa yang terbakar ialah tempat ibadah yang memiliki ukuran lebih kecil. Sedangkan, Republika ingin menyampaikan sebalikya, yang terbakar ialah tempat ibadah yang besar.

Terkait perbedaan penggunaan frasa tersebut, pihak Kompas memberikan keterangan sebagai berikut:99

―Terkait kata mushala. setau saya, saya meyakini itu mushala. Kita ada teman di lapangan dan kita mengikuti data resmi juga. Jadi kita mengikuti jika ada pejabat atau otoritas pemerintah setempat menyebutkan mushala maka kita ikuti itu. Kita yakini itu mushala bukan masjid.‖ ―Kayanya kalau saya tidak salah, Kompas awalnya juga berasumsi dibakar, wartawan kami dilapangan awalnya mendapatkan data musolah itu dibakar. Namun, setelah tahu kronologis sebenarnya maka kami ganti menjadi terbakar.Tapi kronologi sebenarnya bahwa itu terbakar bukan dibakar ya, wartawan kita juga mengecek. Jadi ricuh dulu kemudian terjadi pembakaran pada kios-kios, sedangkan mushala ada dalam lingkungan kios tersebut, sehingga apinya merembet. Faktanya yang kita yakini itu merembet bukan dibakar.‖

Begitupun dengan Republika terkait pemilihan diksi tersebut. Pihak

Republika menyatakan:100

―Tergantung siapa yang bicara. Kalau orang-orang islam di sana menyebutnya itu masjid. Di sana ada tulisan dari plang yang selamat dari pembakaran kita lihat itu ada tulisannya masjid. Kita punya foto plangnya, itu bertuliskan masjid Baitul Muttaqin. Sebenarnya tergantung siapa ynag bicara, kalau ada kutipan itu musolah maka kebawahnya kita ngikutin itu musolah. Tapi reporter kami yang disana melihat itu masjid. Jadi kita menggunakan keduanya.‖

98 Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Besar Indonesia Kontemporer, (Jakarta: Moderen English Press, 2002), cet. Ke-III, h. 1012. 99Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015. 100Wawancara dengan Fitriyan Zamzami, Redaktur Halaman Utama Republika, Jakarta 12 Januari 2016. 76

―Tentu berbeda sekali makna kata ‗terbakar‘ dan ‗dibakar‘. Ditengah-tengah, kalau ada kata ditengah terbakar dan dibakar itu lah yang sebenarnya atau kata yang paling tepat untuk mewakili kejaian yang sebenarnya. Karena itu kalau dibilang terbakar itu bukan terbakar tanpa sebab, itu terbakar karena memang ada pembakaran yang dilakukan terlebih dahulu. Jadi kan dalam artian dibakar. Tapi kalau menggunakan kata dibakar, masjid itu bukan sasaran utama, sasaran utamanya ialah kios, itulah ekses dari pembakaran kios. Ini kasusunya membingungkan antara dibakar atau terbakar. Tapi dilapangan kedua kata tersebut kurang tepat. Terus terang kami tidak punya kerangka pikiran kenapa kita memakai terbakar dan dibakar. Karena kejadiannya unik. Kita tidak bisa mengklaim. Jadi kita menggunakan kedua-duanya. Kalau misalnya karena listrik itu terbakar. Tapi kalau ini kan ada pelaku pembakarannya.‖ b. Grafis Tabel 3.13 Grafis Kompas dan Republika Edisi 20 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Foto, Kalimat judul dicetak Kalimat judul dicetak pemakaian dengan ukuran besar dan dengan ukuran besar dan huruf tebal dan diberi ketebalan diberi ketebalan. unkuran huruf Di bawah judul terdapat lebih besar kalimat ―Kapolri berjanji mengejar aktor intelektual penyebar surat larangan shalat Id‖ yang diberikan ketebalan Di samping kiri sejajar dengan teks berita terdapat foto Direktur Jenderal Bimas Kristen Kementrian Agama Oditha R Hutabarat dan Kepala Bagian Humas PGI Jeirry Sumampow yang memberikan keterangan permintaan maaf atas peristiwa yang melukai umat Islam tersebut. Terdapat caption di bawah foto, didahului oleh kata ―Minta Maaf‖ yang dicetak tebal. 77

Dari segi grafis, Republika mencoba memberikan penekana dengan membubuhkan pernyataan Kapolri—―Kapolri berjanji mengejar aktor intelektual penyebar surat larangan shalat Id‖ setelah judul dan diberi ketebalan yang berbeda dari isi teks berita. Penggunaan huruf tebal serta peletakan posisi setelah judul ini merupakan bagian yang sengaja dibuat mencolok, karena ini untuk mendukung arti penting suatu pesan bahwasannya tedapat okum yang memang meyebarkan surat larangan shalat

Ied kepada umat Muslim, bahkan pernyataan ini sengaja dibuat dengan kalimat pernyataan janji Kapolri untuk mencari oknum tersebut.

Disamping itu, penggunaan foto pada Republika dimana terdapat foto Direktur Jenderal Bimas Kristen Kementrian Agama Oditha R

Hutabarat dan Kepala Bagian Humas PGI Jeirry Sumampow dengan caption permintaan maaf atas peristiwa yang melukai umat Islam. Caption di bawah foto, didahului oleh kata ―Minta Maaf‖ yang dicetak tebal. Kata maaf yang dicetak tebal untuk mendukung arti penting suatu pesan, selain itu untuk menarik perhatian pembaca agar berpusat pada kata tersebut. Republika ingin menekankan bahwasannya tokoh-tokoh umat kristiani meminta maaf atas kesalahan umat kristiani di Tolikara yang telah menyebabkan kerusuhan yang berujung pada terbakarnya rumah ibadah umat muslim.

Berita 2: Teks Berita KompasEdisi 21 Juli 2015 INSIDEN TOLIKARA Pemerintah Jamin Biaya Rekonstruksi JAYAPURA, KOMPAS – Pemerintah menjamin tersedianya anggaran untuk biaya rekonstruksi akibat insiden di Kabupaten Tolikara, Papua. Sementara itu, kepolisian telah memeriksa 32 saksi dalam kasus 78

yang terjadi Jumat pekan lalu itu, dan beberapa di antaranya merupakan calon tersangka. ―Banyak mekanisme yang bisa dipekai (untuk biaya pembangunan), seperti dana hibah atau talangan. Kita semua sepakat, membangun kembali mushala itu penting,‖ kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam pertemuan dengan Pemerintah Provinsi Papua dan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah Provinsi Papua di Jayapura, Senin (20/7). Kemarin, kehidupan di Tolikara telah berangsur normal. Warga telah bebas beraktivitas. Sejumlah warga pendatang dan penduduk lokal yang ditanya soal insiden Jumat pekan lalu itu mengatakn tak tahu pasti penyebabnya. Mereka mengatakan selama ini tidak pernah ada keributan terkait persoalan agama. ―Jangan sampai ada balas dendam. Kami hanya berharap janji pembangunan secara permanen (kios dan mushala) itu bisa benar-benar dilaksanakan,‖ kata Ali Mukhtar, pemuka agama Islam di Kabupaten Tolikara. Nemun, sekitar 250 orang masih mengungsi di tenda darurat di depan Markas Koramil 1720 II/Karubaga setelah kios sekaligus tempat itnggal mereka terbakar dalam insiden Jumat pekan lalu. Menurut rencana, mereka akan direlokasi ke kantor lama Bupati Tolikara yang saat ini kosong. ―Saat ini kondisi telah kondusif,‖ kata Ustaz Ali Mukhtar, perwakilan pengungsi. Panglima Kodam XVII/Cendrawasih Mayor Jendral Fransen G Siahaan menyatakan tidak keberatan apabila lapangan Koramil dipakai sementara untuk menampung pengungsi. Di tempat itu juga akan dibangun mushala sementara. Pihak gereja, lanjut Fransen, sudah sepakat untuk memprioritaskan rekonstruksi mushala yang terbakar. TNI siap menurunkan 90 anggotanya untuk membantu pembangunan. Sementara itu, Mentri Sosial Khofifah Indar Perawansa menuturkan, kementriannya akan merenovasi semua ruko dan mushala yang terbakar. Kementrian Sosial juga menyaiapkan logistik dan fsilitas trauma healing bagi korban insiden Tolikara. menurt rencana, seluruh bantuan akan dikirim pada Rabu besok setelah Kementrian Sosial mengirim bantuan kepada korban cuaca dingin di Lanny Jaya, Papua. Proses Hukum Kepala Polri Jendral (Pol) Badrodin Haiti menuturkan, dalam penanganan insiden Tolikara, polisi punya tiga tugas. Pertama, menghentikan dan melokalisasi kerusuhan. Kedua, menjamin dan memelihara keamanan. Ketiga, melakukan penegakan hukum terhadap pembakar kios dan pembubaran saat shalat Id. Pelaku insiden Tolikara, lanjut Badrodin, dapat dikenai dengan tidakan penodaan agama dan perusakan fasilitas umum. Wakil Kepala Polda Papua Brigjen (Pol) Rudolf Albert Rodja menuturkan, Polri sudah memeriksa 32 saksi dalam insiden Tolikara. sebagian dari saksi itu merupakan calon tersangka. ―Sesuai perintah Presiden, ini akan ditindak agar tidak berdampak luas di daerah lain,‖ katanya. 79

Direktur Jendral Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Soedarmo mengatakan, untuk mencagah terjadinya insiden seperti yang terjadi di Tolikara, pemerintah daerah harus meningkatkan fungsi deteksi dini. Terkait hal ini, ke depan, perlu dibentuk tim terpadu penanganan konflik sosial ditingkat pusat maupun daerah. Penanggung jawab tim ini adalah gubernur, didampingi wakil dari panglima kodam, kepala polda, dan kepala BIN daerah. ―Mulai 2016, konsep tim ini akan disosialisasikan ke seluruh daerah. Arahnya, supaya kita bisa lebih tajam mendeteksi. Kalau kita hanya mengetahui potensi konflik tanpa mencegahnya, yang terjadi adalah seperti di Tolikara ini,‖ kata Soedarmo. Sementara itu, komunitas kerukunan umat beragama di Jombang, Jawa Timur, semalam berkumpul untuk berdoa bersama dan refleksi demi pulihnya suasana kerukunan di antara umat beragama di Tolikara. Acara itu berlangsung di tumah KH. Suudi Yatmo, Padepokan Djagat Besi di Betek, Mojoagung, Jombang. Koordinator komunitas Gus Durian Jombang, Aan Anshori, yang ikut menggags pelaksanaan acara itu, mengatakan, pertemuan dengan tajuk ―Ketupat untuk Tolikara‖ ini dimaksudkan untuk makin menguatkan dan meneguhkan prinsip kebinekaan di antara umat beragama di Tanah Air. ―Agar kita saling menyadari bahwa Indonesia bisa berdiri tegak karena semangat keragaman atau kebinekaan itu,‖ katanya.

Berita 2: Teks Berita Kompas Edisi 21 Juli 2015 Masjid Tolikara Butuh Bantuan Berbagai lembaga amal menggalang dana untuk masjid di Tolikara. TOLIKARA – Pengurus Masjid Baitul Mutaqqin, di Karubaga, Kabupaten Tolikra, Papua, meminta uluran tangan kepada berbagai pihak untuk bisa membangun kembali rumah ibadah tersebut. Masjid tersebut kini tersisa puing-puing setelah terbakar dalam kericuhan massa Gereja Injili di Indonesia (GIDI), Jumat (19/7). Permintaan bantuan tersebut tercantum dalam surat yang dilayangkan pengurus Masjid Baitul Mutaqqin yang ditunjukan kepada Ketua Badan Amil Zakat Daerah Jayawijaya. Dalam surat itu, Koordinator Seksi Dakwah Masjid Baitul Mutaqqin Zackson Djohan menegaskan fakta soal terbakarnya masjid dan perlunya bantuan. ―Dalam surat ini, kami memohon bantuan, uluran tangan, dan perhatian dari Bazda Kabupaten Jayawijaya untuk dapat membantu meringankan beban penderitaan saudara-saudara kita sesama Muslim di Karubaga,‖ tertulis dalam surat yang beredar Senin (20/7) tersebut. Sejak kabar terbakarnya Masjid Baitul Mutaqqin mengemuka, pemerintah telah menjanjikan akan membangun kembali masjid setra rumah dan kios yang terbakar id sekitarnya. ―Pemerintah daerah akan membantu untuk mendirikan kios di sana, juga mushala yang terbakar. Kita juga akan siapkan bantuan untuk korban kios yang terbakar berupa modal usaha,‖ ujar Wakil Presiden Jusuf Kalla. 80

Selain itu, Pemerintah Kabupaten Tolikara juga telah menyerahkan bantuan awal sebesar Rp 100 juta buat para pengungsi insiden Tolikara. Pemkab Tolikara juga berjanji akan membantu pembangunan kembali masjid, kios, dan rumah yang terbakar. Kendati demikian, berbagai lembaga amal juga menginisiasikan pengump[ulan dana untuk membantu membangun kembali Masjid Baitul Mutaqqin. Lembaga filantropi, Dompet Dhuafa, sudah memulai pengumpulan dana sejak hari kedua kejadian. ―Sudah terkonfirmasi memang benar adanya bahwa masjid tersebut terbakar. Oleh karena itulah, kami berinisiatif ingin membangun kembali masjid tersebut agar Muslim di sana dapat menikmati fasilitas ibadah yang nyaman,‖ kata Ahmad Juwaini, presiden direktur Dompet Dhuafa, Sabtu (18/7). Ia mengatakan, target pengumpulan dana itu adalah sebesar Rp 5 miliar. Aktivis NU Papua juga melakukan penggalangan dana untuk masjid di Karubaga, Tolikara, Papua. ―Kami sedang membuka penggalangan dana untuk membangun masjid di Karubaga tersebut,‖ kata Abdul Wahab selaku kordinator Sarkub Papua. Untuk tahap pertama, aktivis NU Papua sudah menyerahkan sumbangan dana Rp 6 juta. Sedangkan, selebritis Pandji Pregiwaksono menggalang dana untuk membangun masjid melalui laman kitabisa,com/masjidtolikara, pandji menargetkan dana yang terkumpulo mencapai Rp 200 juta. Hingga kemarin, donasi yang diterima mencapai Rp.36.743.130. menurut Pandji, dana itu nantinya akan disalurkan ke Bulan Sabit Merah Indonesai (BSMI) cabang Jayawijaya Papua. BSMI Jayawijaya sejauh ini terus melaporkan hasil penggalangan dana yang mereka lakukan untuk membangun masjid di Karubaga. Dalam akun Twitter resmi BSMI Jayawijaya tertulis bahwa dana yang terkumpul hingga Senin (20/7) siang Rp 277 juta. Lembaga amil zakat Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) menyatakan akan turut serta berkoordinasi untuk bisa segara memberikan bantuan bagi mereka yang terdampak insiden pembakan masjid di Tolikara. Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Didin Hafidhuddin juga menyatakan siap berpartisipasi membangun rumah ibadah baru bagi umat Islam di Tolikara. pernyataan serupa disampaikan pimpinan Daarul Quran, Yusuf Mansur.

1. SINTAKSIS

a. Skema berita

Struktur sintaksis yang terdapat dalam teks berita Kompas edisi 21

Juli 2015 membentuk skema yang umum yakni bentuk piramida terbalik. 81

Dimana yang dianggap aspek paling penting diletakan diawal, kemudian disusul dengan fakta-fakta tambahan. Skema teks berita Kompas dimulai dengan judul, kemudian lead, kutipan narasuber, latar informasi, pernyataan dan penutup. Skema demikian menujukan bahwa aspek yang dianggap penting terletak pada lead.

Berbeda dengan Kompas, skema teks berita Republika diawali dengan judul, kemudian pernyataan, lead, latar informasi, kutipan narasumber, penutup. Sturktur berita Republika menekankan bahwa pernyataan dianggap lebih penting dari lead. Hal ini dibuktikan dengan posisi pernyataan dalam teks ditempatkan lebih dulu dari lead, selain itu pernyataan ini dicetak dengan ketebalan, jenis huruf dan ukuran huruf yang berbeda dari lead maupun isi berita secara keseluruhan.

Berikut kutipan pernyataan Republika: ―Berbagai lembaga amal menggalang dana untuk masjid di Tolikara.‖ Melalui kutipan ini pembaca diajak untuk menyadari bahwa banyak pihak yang mendukung pembangunan kembali masjid di Tolikara. Hal ini juga merupakan cara mempengaruhi masyarakat untuk turut membantu atau menggalang dana untuk pembangunan masjid di Tolikara. Sehingga Republika menempatkan kalimat ini sebagai aspek terpenting dari teks berita secara keseluruhan.

Kemudian dihubungkan dengan lead yang menggambarkan situasi masjid yang tinggal tersisa puing-puing, gambaran seperti ini merupakan cara menarik simpati pembaca untuk turut simpati dengan kondisi umat islam di 82

Tolikara yang membutuhkan tempat ibadah yang aman dan nyaman pasca insiden Tolikara.

Tabel 4.1 Headline/Judul Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Headline/judul Pemerintah Jamin Biaya Masjid Tolikara Butuh Rekonstruksi Bantuan

Judul dari kedua surat kabar tersebut memiliki titik persamaan pada inti tema yang diusung yakni pembangunan berbagai fasilitas pasca insiden

Tolikara. Judul Kompas mengarah pada rekonstuksi bangunan secara global. Sedangkan, Republika fokus pada rekonstruksi masjid. Selain itu, dari judul Kompas menampilkan bahwa pemerintah telah menjamin seluruh biaya rekonstruksi, artinya Kompas ingin menggambarakan kepada khlayak bahwa persoalan rekonstruksi di Tolikara tidak memiliki kendala dari segi biaya, karena pemerintah telah menanggung semua biayanya. Sedangkan

Republika menampilkan sebaliknya, rekonstruksi di Tolikara masih menjadi persoalan, terutama untuk realisasi pembangunan masjid di Tolikara masih membutuhkan bantuan biaya. Dengan penggambaran semacam ini,

Republika mengajak pembaca untuk simapti dengan kondisi umat Islam di

Tolikara.

Tabel 4.2 Lead Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Lead JAYAPURA, KOMPAS TOLIKARA – Pengurus – Pemerintah menjamin Masjid Baitul Mutaqqin, 83

tersedianya anggaran di Karubaga, Kabupaten untuk biaya rekonstruksi Tolikara, Papua, meminta akibat insiden di uluran tangan kepada Kabupaten Tolikara, berbagai pihak untuk bisa Papua. Sementara itu, membangun kembali kepolisian telah rumah ibadah tersebut. memeriksa 32 saksi Masjid tersebut kini dalam kasus yang terjadi tersisa puing-puing setelah Jumat pekan lalu itu, dan terbakar dalam kericuhan beberapa di antaranya massa Gereja Injili di merupakan calon Indonesia (GIDI), Jumat tersangka. (17/7).

Lead yang ditampilkan Kompas terbagai menjadi dua tema yakni.

Pertama,pemerintah menjamin biaya rekonstruksi pasca insiden Tolikara.

Kedua, pemeriksaan polisi terhadap 32 saksi, dan diantaranya merupakan calon tersangka. Lihat bagaimana Kompas menyusun kedua fakta ini dalam satu lead. Kompas menekankan bahwa pemerintah berada pada posisi utama yang harus hadir dan bertanggung jawab membiayai rekonstruksi pasca insiden Tolikara, sedangkan pemeriksaan terhadap calon tersangka menjadi fakta yang diletakan setelah tanggung jawab pemerintah. Dengan susunan demikian Kompas mengajak pembaca untuk berfikir bahwa dalam insiden tolikara kesalahan dan tanggung jawab tidak semata-mata ditimpakan kepada tersangaka penyerangan, namun peran pemerintah juga harus hadir dan bertanggung jawab dalam peneylesain konflik.

Sedangkan Republika memiliki satu inti tema dalam lead-nya yakni, memohon uluran tangan dari berbagai pihak untuk mendirikan kembali masjid baru di Tolikara pasca insiden Tolikara.LeadRepublika juga mendeskripsikan kondisi masjid pasca insiden yang hanya menyisakan puing-puing. Deskripsi tersebut membawa pesan akan pentingnya 84

pembangunan masjid baru, melihat kondisi rumah ibadah yang sudah tak dapat difungsikan kembali sebagai tempat ibadah.

Dalam kalimat penutup lead Republika menjelaskan penyebab terbakarnya masjid tersebut karena kericuhan massa GIDI. Pernyataan sebab akibat ini membawa kesadaran pembaca untuk memberikan kesan negatif terhadap massa GIDI, karena mereka digambarkan sebagai penyebab atau aktor dibalik terbakarnya masjid tersebut.

Tabel 4.3 Latar informasi Kompas danRepublika Edisi 21 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Latar informasi Kemarin, kehidupan di …..‖meringankan beban Tolikara telah berangsur penderitaan saudara- normal. Warga telah saudara kita sesama bebas beraktivitas. muslim di Karubaga‖ Sejumlah warga pendatang dan penduduk ―…. Kami berinisiatif lokal yang ditanya soal membangun kembali insiden Jumat pekan lalu masjid tersebut agar itu mengatakan tak tahu Muslim di sana dapat pasti penyebabnya. menikmati fasilitas Mereka mengatakan beribadah yang selama ini tidak pernah nyaman.‖ ada keributan terkait persoalan agama. ―Jangan sampai ada balas dendam. ….

Latar yang dipilih Kompas menggambarkan kondisi kehidupan di

Tolikara yang telah kembali normal dan kondusif dengan mengutip pernyataan dari warga setempat. Kutipan pendapat masyarakat ini Kompas gunakan untuk memperkuat argumennya dalam menyatakan kebenaran kondisi di Tolikara sehingga memberikan nada objektif. Aspek yang 85

ditekankan Kompas pada latar informasi mengajak pembaca untuk berfikir bahwa kondisi di Tolikara telah aman dan tentram, dan jangan samapai terdapat aksi balas dendam. Kompas mengajak pembaca untuk berfikir kearah perdamaian.

Sebaliknya, Latar yang ditampilkan Republika menggambarkan kondisi menyedihkan para korban pasca insiden Tolikara, terutama yang ditekankan adalah korban dari umat muslim. Republika juga menggambarkan masjid yang tidak dapat difungsikan kembali sehingga tidak ada lagi fasilitas yang nyaman bagi umat muslim untuk beribadah.

Dengan latar informasi yang dibangun Republika jelas menempatkan umat muslim sebagai Korban.

Tabel 4.4 Kutipan Narasumber Kompas danRepublika Edisi 21 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Kutipan ―Jangan sampai ada ―Pemerintah daerah akan narasumber balas dendam. Kami membantu untuk hanya berharap janji mendirikan kios di sana, pembangunan secara juga mushala yang permanen (kios dan terbakar. Kita juga akan mushala) itu bisa benar- siapkan bantuan untuk benar dilaksanakan,‖ korban kios yang terbakar kata Ali Mukhtar, berupa modal usaha.‖ Pemuka agama Islam di (Wakil Presiden Jusuf Kabupaten Tolikara. Kalla) ―Sudah terkonfirmasi memang benar adanya bahwa masjid tersebut terbakar. Oleh karena itulah, kami berinisiatif ingin membangun kembali masjid tersebut agar Muslim di sana dapat menikmati fasilitas ibadah 86

yang nyaman.‖ (Presiden Direktur Dompet Dhuafa Ahmad Juwaini) ―Kami sedang membuka penggalangan dana untuk membangun masjid di Karubaga tersebut.‖ (Koordinator Sarkub Papua Abdul Wahab)

Dari kutipan narasumber Kompas, terdapat ketidak berimbangan dalam pemilihan narasumber. Dalam teks berita digambarkan bahwa kehidupan di tolikara telah berangsur normal, bahkan penduduk lokal dan warga pendatang telah kembali melakukan aktivitas. Kemudian Kompas mengutip pernyataan harapan dari masyarakat setempat, namun Kompas hanya menyajikan satu narasumber yang berasal dari tokoh umat Islam, Ali

Mukhtar. Hal ini tidak sesuai dengan pendekatan yang ingin disapaikan

Kompas. Ketika Kompas mengatakan bahwa kehidupan di Tolikara telah kembali normal, artinya sudah tidak ada lagi konflik dan telah terjadi perdamaian antar pihak yang berkonflik. Seharusnya Kompas menyajikan pernyataan dari kedua pihak. Berikut kutipan teks berita Kompas:

Kemarin, kehidupan di Tolikara telah berangsur normal. Wrga telah bebas beraktivitas. Sejumlah warga pendatang dan penduduk lokal yang ditanya soal inisden Jumat pekan lalu itu mengatakan tak tahu pasti penyebabnya. Mereka mengatakan selama ini tidak pernah ada keributan terkait persoalan agama. ―Jangan sampai ada balas dendam. Kami hanya berharap janji pembangunan secara permanen (kios dan mushala) itu bisa benar-benar dilaksanakan,‖ kata Ali Mukhtar, Pemuka agama Islam di Kabupaten Tolikara.

Republika mewawancarai tiga narasumber: Wakil Presiden Jusuf

Kalla, Presiden Direktur Dompet Dhuafa Ahmad Juwaini, Koordinator 87

Sarkub Papua Abdul Wahab.Dua diantara narasumber mengarah pada pentingya pembangunan masjid, dan satu narasumber mengarah pada rekonstruksi bangunan secara keseluruhan, baik pembangunan sejumlah kios dan masjid yang terbakar.Dengan lebih banyaknya narasumber yang berbicara terkait pentingnya pendirian masjid.Republika membingkai pemberitaan ini seolah pembangunan masjid harus menjadi prioritas utama.

Tabel 4.5 Pernyataan Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Pernyataan Pihak Gereja, lanjut Kami berinisatif ingin Fransen, sudah sepakat membangun kembali untuk memprioritaskan masjid tersebut agar rekonstruksi musolah muslim di sana dapat yang terbakar. menikmati fasilitas ibadah yang nyaman

Pernytaan kedua surat kabar tersebut memiliki inti yang sama terkait rekonstruksi rumah ibadah umat Muslim. Jika dilihat dalam teks

Kompas, pernyataan Fransen menyebutkan pihak gereja memprioritaskan rekonstruksi mushala yang terbakar. Kompas ingin nmenekankan pesan tertentu bahwa pihak gereja turut memperioritaskan kebutuhan umat

Muslim, hal ini memberikan kesan bahwa pihak gereja memiliki jiwa toleransi sebab menghargai hak umat lain untuk mendapatkan fasilitas rumah ibadah. Secara tidak langsung Kompas menampilkan citra positif bagi pihak gereja.

Sedangkan, pernyataan yang dikutip republika dalam teks berita menekankan pada alasan perlunya mendirikan masjid. Republika mengajak 88

pembaca untuk memahami bahwasannya setiap orang harus memberikan hak kebebasan dalam beribadah termasuk mendirikan tempat ibadah bagi pemeluk agama lain. Sehingga Republika memberikan penekanan bahwa pendirian masjid baru merupakan hal urgen untuk segera direalisasikan.

Tabel 4.6 Penutup Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Penutup Koordinator komunitas Ketua Umum Badan Gus Durian Jombang, Amil Zakat Nasional Aan Anshori, yang ikut (Baznas) Didin menggagas pelaksanaan Hafidhuddin juga acara itu, mengatakan, menyatakan siap pertemuan dengan tajuk berpartisipasi ―Ketupat untuk Tolikara‖ membangun rumah ini dimaksudnkan untuk ibadah baru bagi umat makin menguatkan dan Islam di Tolikara. meneguhkan prinsip Pernytaan serupa kebinekaan di antara disampaikan pimpinan umat beragama di Tanah Daarul Quran, Yusuf Air. ―Agar kita saling Mansur. menyadari bahwa Indonesia hanya bisa berdiri tegak karena semua karagaman atau kebinekaan itu,‖ katanya.

Penutup teks berita Kompas menggambarkan pentingnya masyarakat untuk menjaga kerukunan antar umat beragama. Argumen

Kompas ini diwujudkan dengan menampilkan pernyataan narasumber dari komunitas kerukunan antar umat beragama sebagai pendukung gagasannya tersebut. Penutup ini semakin memperjelas arah Kompas yang lebih menenkankan pada perdamaian serta menjaga persaudaraan antar umat beragama. 89

Penutup Republika manggambarkan dukungan terhadap pendirian masjid baru di Tolikara. Dukungan ini Republika tampilkan dengan banyaknya pihak dari berbagai lembaga amal yang berpartisipasi dalam penggalangan dana untuk masjid di Tolikara.

2. SKRIP

a. Kelengkapan Berita Tabel 4.7 5W+1H Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

5W+1H Apa yang terjadi? (what): Apa yang terjadi? jaminan biaya (what): pengurus Masjid rekonstruksi akibat Baitul Mutaqqin insiden Tolikara. meminta uluran tangan kepada berbagai pihak untuk bisa membangun kembali rumah ibadah di Tolikara. Siapa yang akan Kapada siapa permintaan menjamin biaya bantuan tersebut rekonstruksi? (who): dilayangkan? (who): Pemerintah Badan Amil Zakat Daerah Jayawijaya, pemerintah dan Pemerintah Kabupaten Tolikara serta berbagai lembaga amal. Bagaimana proses Kapan pemohonan rekonstruksi tersebut? bantuan tersebut (how): pemerintah akan dilayangkan? (when): melakukan rekonstruksi Senin (20/7) ruko dan mushala yang terbakar Mengapa permohonan bantuan tersebut dilakukan? (why): untuk dapat membantu meringankan beban penderitaan saudara- 90

saudar sesama Muslim di Karubaga

Bagaimana proses penggalangan dana tersebut? (who): berbagai lembaga amal membantu untuk menggalang dana, di antaranya dari Domper Dhuafa, aktivis NU sudah menyerahkan Rp 6 juta, ….

Dalam berita tersebut Kompas mencoba membentuk sebuah pembingkaian yang menghasilkan kesan tertentu kepada masyarakat dengan cara menghilangkan satu atau lebih unsur penting dalam berita tersebut.

Unsur yang hilang yang dimaksud penulis ialah unsur where, why dan when.

Kompas tidak menjelaskan alasan mengapa rekonstruksi tersebut penting untuk dilakukan, dan tidak menyajikan dimana dan kapan rekonstruksi ulang bangunan kios dan mushala tersebut akan dilakukan.

Sejak awal inti utama berita Kompas hanya pada jamian yang diberikan pemerintah untuk biaya rekonstruksi bukan pada alasan mengapa rekonstruksi tersebut perlu dilakukan. Dengan cara seperti ini tidak nampak hal penting yang melatarbelakangi perlunya rekonstruksi di Tolikara.

Sebaliknya, Republika memaparkan alasan terkait pentingnya pembangunan masjid. Dengan penyajian alasan secara rinci ini menekankan kesadaran kepada pembaca bahwa pendirian masjid ini sangat penting, karna ini menyangkut menghormati serta memberikan hak kebebasan 91

beribadah bagi umat Muslim dengan cara mendirikan fasilitas ibadah yang nyaman.

3. TEMATIK

a. Detail Tabel 4.8 DetailKompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Kalimat Kemarin, kehidupan di Pengurus Masjid Baitul Tolikara telah berangsur Mutaqqin, di Karubaga, normal. Warga telah Kabupaten Tolikara, bebas beraktivitas. Papua, meminta uluran Sejumlah warga tangan kepada berbagai pendatang dan penduduk pihak untuk bisa lokal yang ditanya soal membangun kembali inisden Jumat pekan lalu rumah ibadah tersebut. itu mengatakan tak tahu Masjid tersebut kini pasti penyebabnya. tersisa puing-puing Mereka mengatakan setelah terbakar dalam selama ini tak pernah ada kericuhan massa Gereja keributan terkait Injili di Indonesia persoalan agama. ―Jangan (GIDI), Jumat (17/7). sampai ada balas dendam…..‖ kata Ali Mukhtar, Pemuka agama Islam di Kabupaten Tolikara.

Detail yang dijabarkan Republika ialah kondisi bangunan masjid yang hanya tersisa puing-puing. Selain itu terdapat detail lain yang ditampilkan Republika pada kalimat ―setelah terbakar dalam kericuhan massa Gereja Injili di Indonesia‖. Penulisan semacam ini menekankan posisi massa GIDI pada posisi tidak legitimate, seakan massa yang ricuh

(GIDI) sebagai pihak yang bersalah. 92

Sedangkan detail yang ditampilkan Kompas adalah penjelasan panjang terkait kondisi di Tolikara yang telah kondusif dan aman. Dengan detail seperti ini seolah Kompas menekankan pesan bahwa masalah ini semestinya tidak dibesar-besarkan, karena kondisi di Tolikara sendiri telah kondusif.

b. Koherensi Tabel 4.9 Koherensi Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Proposisi Pemerintah menjamin Masjid tersebut kini tersedianya anggaran tersisa puing-puing untuk biaya rekonstruksi setelah terbakar dalam akibat insiden di kericuhan massa Geraja Kabupatan Tolikara, Injili di Indonesia Papua. (GIDI), Jumat (17/7)

Kata ‗akibat‘ pada teks berita Kompas ini merupakan jenis koherensi sebab-akibat.Kalimat ini jelas mengandung makna bahwa sejumlah bangunan kios dan mushala yang terbakar tersebut akibat insiden di

Kabupaten Tolikara.Namun, dari kalimat ini terdapat bentuk nominalisasi.Nominnalisasi ini dalam teks Kompas ditunjukan dengan menghilangkan subjek atau tokoh tertentu.

Nominalisasi tidak membutuhkan subjek, karena nominalisasi pada dasarnya adalah proses mengubah kata kerja yang bermakna tindakan menjadi kata benda yang bermakna peristiwa insiden Tolikara. Kompas tidak menampilakan aktor atau subjek pelaku pembakaran di Tolikara sehingga menyebabkan sejumlah bangunan terbakar.Karena yang 93

ditekankan Kompas ialah hanya memberitahu kepada pembaca bahwa bangunan yang terbakar tersebut merupakan imbas dari insiden Tolikara.

Sebalinya, koherensi pada teks berita Republika terdapat pada kalimat ―Masjid tersebut kini tersisa puing-puing setelah terbakar dalam kericuhan massa Geraja Injili di Indonesia (GIDI), Jumat (17/7)‖. Jenis koherensi yang digunakan adalah koherensi kondisional yang terletak pada kata ―dalam‖.Kata ―dalam‖ merupakan penjelas darikalimat sebelumnya.

Berbeda dengan Kompas yang menyembunyikan aktor atau subjek pelaku pembakaran. Sebaliknya, Republika justru menampilkan subjek secara jelas

(massa GIDI). Secara tidak langsung, Republika memberikan penilaian negative kepada massa GIDI, Karena telah bertindak ricuh sehingga mengakibatkan terbakarnya masjid.

c. Bentuk Kalimat Tabel 4.10 Bentuk Kalimat Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Kalimat Pemerintah menjamin Pengurus Masjid Baitul tersedianya anggaran Muttaqin, di Karubaga, untuk biaya rekonstruksi Kabupaten Tolikra, akibat insiden di Papua, meminta uluran Kabupaten Tolikara, tangan kepada berbagai Papua. Sementara itu, pihak untuk bisa kepolisian telah membangun kembali memeriksa 32 saksi rumah ibadah tersebut. dalam kasus yang terjadi Masjid tersebut kono Jumat pekan lalu itu, dan tersisa puing-puing beberapa di antaranya setelah terbakar dalam merupakan calon kericuhan massa Gereja tersangka. Injili di Indonesia (GIDI), Jumat (19/7).

94

Bentuk kalimat yang digunakan Kompas dan Republika berpola kalimat Deduktif, dimana inti kalimat (umum) ditempatkan dibagian muka, kemudian disusul dengan keterangan tambahan (khusus) yang diposisikan kemudian.

Kutipan bentuk kalimat pada Kompas diambil daribagian lead. Lihat bagaimana Kompas menyusun dua fakta yang berbeda. Pertama, terkait pemerintah menjamin anggaran untuk biaya rekonstruksi. Kedua, terkait pemeriksaan terhadap calon tersangka. Fakta yang ditampilkan lebih dahulu dianggap merupakan aspek yang lebih penting. Hal ini menekankan

Kompas menganggap penting kehadiran pemerintah untuk bertanggung jawab dalam penyelesaian konflik ketimbang membahas pada aspek pertanggungjawaban hukum para pelaku perusakan.

Kemudian, bentuk kalimat Republika juga diambil dari lead. Jika diamati pada kalimat terakhir dari bentuk kalimat Republika. Penyusunan kalimat ini berbentuk logika kausal (sebab akibat). Republika terlebih dahulu menggambarkan kondisi masjid yang tersisa puing-puing, setelah itu menjabarkan penyebabnya karena terbakar dalam kericuhan massa GIDI.

Bentuk kalimat semacam ini menyandangakan kesan negtif terhadap massa

GIDI karena dianggap sebagai penyebab dari terbakarnya masjid.

4. RETORIS a. Leksikon Tabel 4.11 Leksikon Kompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika Kata Insiden di Tolikara Kericuhan massa Gereja Injili di Indonesia (GIDI) 95

Kompas memaknai peristiwa ini sebagai insiden di

Tolikara.Penggunaan kata insiden Tolikara ini menggunakan nominalisasi.Nominalisasi merupakan strategi yang dipakai untuk menghilangkan kelompok atau aktor sosial tertentu.101Kata ―insiden

Tolikara‖ ini merupakan kata benda yang menunjukan sebuah peristiwa.Sebuah nomina (kata benda) tidak membutuhkan subjek, karena dapat hadir mandiri dalam kalimat.Kata ―insiden Tolikara‖ ini lebih dipilih

Kompas karena dapat mewakili informasi peristiwa di Tolikara tanpa menampakan aktor atausubjek pelaku penyerangan tersebut.

Terkait hal ini, pihak Kompas memberikan keterangan sebagai berikut:102

―Kata insiden merupakan pilihan diksi agar tidak menimbulkan kesan kemarah atau menimbulkan balas dendam. Dalam tanda kutip jauh lebih aman jika mengunakan kata ―insiden‖ tersebut. Nah mungkin melalui diksi tersebut Kompas berupaya untuk memberikan efek meredam konflik, sehingga tidak ada suasana saling menyalahkan.‖

Sebaliknya, Republika justru secara jelas menyebutkan bahwa kericuhan tersebut dilakukan oleh massa dari GIDI. Berikut kutipam lengkap Republika: ―Masjid tersebut kini tersisa puing-puing setelah terbakar dalam kericuhan massa Geraja Injili di Indonesia (GIDI),

Jumat (17/7).‖ Dengan penggunakan kata kericuhan massa GIDI ini jelas

Republika memberikan nada negatif terhadap pihak GIDI sebagai aktor penyebab kericuhan di Tolikara.

101 Eriyanto, Analsis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h.175. 102Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015. 96

b. Grafis Tabel 4.12 GrafisKompas dan Republika Edisi 21 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Penggunaan Judul dicetak dengan Judul dicetak dengan Huruf ukuran huruf lebih besar ukuran huruf lebih besar dan diberi ketebalan. dan diberi ketebalan. Terdapat pula kalimat ―Berbagai lembaga amal menggalang dana untuk masjid di Tolikara” dibawah judul yang dicetak tebal.

Grafis yang ditampilkan Kompas dan Republika pada judul yang diberi ketebalan dan menggunakan ukuran huruf yang lebih besar. Hal ini bertujuan untuk menekankan inti tema yang akan dibahas pada teks berita tersebut. Pada teks Republika terdapat kalimat―Berbagai lembaga amal menggalang dana untuk masjid di Tolikara”dibawah judul yang diberi ketebalan. Hal tersebut menekankan makna bahwapendirian masjid di

Tolikara menuai dukungan dari berbagai pihak.Secara tidak langsung ini menggambarkan gagasan Republika yang turut mendukung pendirian masjid baru di Tolikara.

Berita 3: Teks Berita Kompas Edisi 24 Juli 2015 Presiden: Jaga Persaudaraan Polri Tetapkan Dua Tersangka Perusakan, Kekerasan, dan Pengahasutan di Tolikara JAKARTA, KOMPAS – Presiden Joko Widodo mengingatkan, keanekaragaman suku, bahasa, dan agama dari wilayah Sabang hingg merauke menuntut bangsa Indonesia harus terus berjuang mewujudkan persaudaraan, kerukunan, dan toleransi. Demi masa depan, tak ada kata terlambat untuk membenahi keadaan yang terusik. Dalam pertemuan dengan 30 tokoh lintas agama, Kamis (23/7), di Istana Negara, Jakarta, Presiden Joko Widodo yang didampingi Wakil Presiden Jusuf Kalla beserta sejumlah menteri mengatakan, selama 70 tahun 97

kemerdekaan, bangsa Indonesia berhasil menjaga keselarasan hidup bersana. Ke depan, masyarakat diharapkan lebih maju dan bijak sehingga tak terprovokasi melakukan tindakan yang merusak keharmonisasn bangsa. Selain Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, tokoh lintas agama lain yang hadir di antarnya Ketua MUI Selamet Efendi Yusuf, Ketua Umum PGI Pendete Henritte Tabita Lebang, Ketua Presidium KWI Mgr Ign Suharyo, Ketua Umum Parisada Hindu Dharma Indonesia Nyoman Suwisima, Ketua Umum Matakin Uung Sendana. ―Peran semua pemuka agama ini sangat penting. bangsa ini akan maju jika berhasil menghapuskan sekat-sekat suku, ras, dan agama. Kita akan maju kalau bisa bersatu padu,‖ ujar Jokowi. Menurut persiden, apa yang terjadi di Tolikara, Papua, tak seharusnya terjadi jika komunikasi dan silaturahmi terjalin baik. ―Meskipun demikian, tidak ada kata terlambat untuk memperbaiki keadaan agar ke depan setiap gesekan sekecil apa pun dapat diselesaikan dengan baik,‖ katanya. Presiden menyatakan, Indonesia penuh dnegan keberagama, ―dalam kebinekaan itu, bangsa Indoensia bisa bersatu, rukun, toleran, serta saling menghormati dan menghargai. Oleh kerena itu, bangsa Indonesia harus terus berjuang keras agar toleransi, persaudaraan, dan kerukunan agama terus dijaga,‖ ucapnya. Mengawali, pertemuan, Said Aqil yang didampingi tokoh lintas agama membacakan lima pernyataan sikap terkait insiden di Tolikara. selain harus menjadikan pelajaran berharga, pemerintah dituntut mengungkap faktor penyebabnya. Pemerintah juga dituntut secepetnya berlakukan rehabilitasi dengan membangun fasilitas rumah ibadah, sarana umum, dan perekonomian, setra menangani korban. ―Semua pihak harus menjunjung tinggi konstitusi, mempererat persatuan dan kesatuan bangsa, juiga menjaga kerukunan dan kedamaian. Media massa juag dihimbau turut menciptakan suasana kondusif melalui pemberitaan objektif, akurat, dan pempraktikan jurnalisme damai atau sadar konflik,‖ tutur Said aqil. Terakhir, tembahan semua pihak harus meningkatkan dialog untuk menjaga keharmonisan dan merawat kerukunan hidup anatar umat beragama. Saat ditanya seusai peretemuan, ia berharap media massa tak lagi embesar-besarkan peristiwa Tolikara agar tak semakin meluas. ―Apalagi, situasi di Tolikara sekarang sudah kondusif,‖ katanya. Informasi menyesatkan Sebelumnya, di rumah dinas Kepala Badan Intelejen Negara Sutiyoso, Kapala Polri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti juaga meminta masyarakat tidak terprofokasi oleh informasi menyesatkan terkait insiden Tolikara yang beredar di media sosial. ―Dalam situasi seperti ini, isu-isu yang memperofokasi, baik di media sosial maupun layanan pesan singkat, belum etntu benar. Jadi, masyarakat jangan sampai terprovokasi,‖ uajarnya. 98

Ketua komisi Informasi Pusat Abduhamid Dipropramono juga berharap pemerintah satu suara dalam memberikan pernyataan terkait peristiwa Tolikara agar tak membingungkan publik. Sementara itu, dari 31 orang yang diperiksa menyusul insiden Tolikara pada Jumat (17/7) lalu, Polri menetapkan dua orang dari kalangan Gerja Injili di Indonesia (GIDI) di Tolikara sebagai tersangka. ―Ada dasar dan alat bukti yang cukup untuk menetapkan (mereka) sebagai tersangka. AK dan JW diduga melakukan perusakan, kekerasan, penganiayaan, serta penghasutan,‖ jelasnya. Sebelumnya, empat aktivis GIDI diperiksa Kepolisian Daerah Papua.

Berita 3: Teks Berita Republika Edisi 24 Juli 2015 Dua Tersangka Tolikara Diringkus Kepolisian tak menutup kemungkinan jumlah tersangka bertambah JAKARTA – Pihak Kepolisian Daerah (Polda) Papua meringkus dua orang terkait insiden kericuhan yang berbuntut terbakarnya masjid di Karubaga, Tolikara, Papua. Kedua orang tersebut dijadikan tersangka karena diduga memerintahakan penyerangan ke lokasi shalat Id di Tolikara, Jumat (17/7) lalu. ―betul, sudah ditangkap pukul 17.00 (WIT), saat ini sedang dibawa ke Wamena,‖ kata Kapolda Papua Inspektur Jenderal Yotje Mende, Kamis (23/7). Ia mengatakan, kedua tersangka tersebut berinisial HK dan JW. Menurut Yotje, dari rekaman yang dimiliki kepolisian, keduanya terlihat memberikan perinta kepada jemaat Gereja Injili di Indonesia (GIDI) untuk menyerang umat Islam yang tengah melakukan shalat Idul Fitri di lapangan Koramil Karubaga. Yotje menjelaskan, masing-masing pelaku ditangkap oleh personel Polda Papua di rumahnya. Penangkapan itu, kata Yotje, tidak sulit lantaran keduanya kooperatif. Ia mengungkapkan, keduanya dibawa ke Wamena terlebih dahulu. Selanjutnya mereka akan diterbangkan ke Jayapura untuk menjalani pemeriksaan, Jumat (24/7) ini. ―Dari dua orang ini kita akan kembangkan ke calon tersangka lainnya,‖ kata Yotje. Ia meminta masyarakat sabar menanti pungkasnya proses hukum tersebut. Kapolri Jenderal Badrodin Haiti kemarin menjelaskan, insiden di Tolikara bermula dari beredarnya surat edaran dari Badan Pekerja Wilayah Tolikara Gereja Inijili di Indinesia (GIDI). Suart itu berisi larangan bagi umat Islam agar tidak mengadakan shalat Idul Fitri pada Jumat (27/7) di Tolikara. alasannya, pada saat bersamaan GIDI akan melaksanakan seminar dan KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) Pemuda GIDI Internasional. Menurut Badrodin, Kapolres Tolikara AKBP Suroso menerima surat itu pada 13 Juli. Surat itu diteken Sekertaris GIDI Wilayah Tolikara Marthen Jingga dan Ketua GIDI Tolikra Nayus Wenda. 99

Kapolres kemudian menayakan kepada Presiden GIDI Dorman Wandikmbo soal surat itu. Dorman mengatakan tak sepakat dengan isi surat dan menyatakan suart itu tak resmi. Mendapt jawaban itu, Suroso menghunungi Bupati Tolikara, Usman Wanimbo. Bupati kemudian menyakan pada panitia lokal acara GIDI yang menjawab sudah menerima surat klarifikasi dari Presiden GIDI. Menganggap masalah sudah beres, kata Kapolri, kapolres Tolikara mengizinkan umat Islam shalat Id di lapangan Koramil Karubaga. Meski begitu, Badrodin mengatkan, saat shalat tengah berlangusng, massa dari GIDI datang berbondong-bondong meminta pelaksanaan ibadah itu dibubarkan. ―Kapolsek Tolikara kemudian lakukan negosiasi minta (shalat dilaksanakan) sampai pukul 08.00 WIT, tapi massa tak mau kemudian semakin banyak yang datang dan melempar batu,‖ ujar Badrodin di kediaman Kepala BIN Sutiyoso, kemarin. Kepolisian kemudian mengeluarkan tembakan untuk membubarkan massa yang menyebabkan seorang warga tewas dan 11 luka-luka. Berang atas penembakan itu, massa menuju kios-kios milik umat Islam. Mereka kemudian melakukan pembakaran yang menjalar hingga ikut menghanguskan Masjid Baitul Mutaqqin. Sebelumnya, Presiden GIDI Dorman WAndikmbo mengatakan bahwa penembakan oleh aparat itulah yang sejatinya memicu pembakaran. Ia mengungkapkan bahwa yang diprotes massa GIDI bukan pelaksanaan shalat Id, melainkan penggunaan pengeras suara oleh jamaah shalat Id. Sejauh ini, menurut Imam Masjid Baitul Mutaqqin Ali Muchtar, umat Islam dan jemaat GIDI sudah sepakat untuk berdamai di Tolikara. ia meminta masyarakat di luar Tolikara tak memanas-manasi keadaan. Kendati demikian, ia masih mengaharapkan jaminan keamanan dari aparat. Ketua Majlis Syuroa Komite Umat (Komat) untuk Tolikara Didin Hafidhuddin mengatatakan, kesalahan terkait insiden Tolikakara tak bisa begitu saja ditimapakn kepada jemaat GIDI secara keseluruhan. ―Buktinya masyarakat yang ikut melempar itu menyesal karena enggak tahu-menahu. Mereka melempar saja, digiring-giring. Ini temuan tim kami,‖ kata Didin, kemarin. Menurut dia, tim pencari fakta dari Komat Tolikara juga menemukan bahwa masyarakat yang terlibat pelemparan dan pembakaran menyesali perbuatannya.

1. SINTAKSIS a. Skema Berita

Struktur sintaksis Kompasedisi 24 Juli 2015 memiliki bentuk piramida terbalik, dimana aspek yang dianggap penting diletakkan di awal teks (lead). Sekema teks berita Kompas diawali dengan judul, kemudian 100

lead, latar informasi, kutipan narasumber, pernyataan, sub judul, penutup.

Dari susunan sintaksi ini Kompas menekankan aspek terpenting diposisikan pada lead. Dengan demikian Kompas menginginkan pembaca menaruh perhatian besar pada aspek yang dibahas dalam lead.

Skema pada teks berita Republika diawali dengan judul, kemudian pernyataan, lead, kutipan narasumber, latar informasi, penutup. Pernyataan yang diletakakn setelah judul sebelum lead dan dicetak dengan jenis huruf yang sama dengan judul, diberi ketebalan merupakan cara dari republika menojolkan aspek tersebut. Hal yang nampak lebih menonjol ini, tentunya akan menarik perhatian pembaca untuk fokus pada bagian tersebut.Jika diamati dari judul ―Dua Tersangka Tolikara Diringkus‖, setelah judul tersebut baru dikutip pernyataan ―Kepolisian tak menutup kemungkinan jumlah tersangka bertambah‖. Artinya Republika memberikan kesan bahwa sebenarnya tersangka dalam inisden Tolikara ini bisa saja bertambah bukan hanya dua orang.

Tabel 5.1 Headline/Judul Kompas& Republika Edisi 24 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Headline/Judul Presiden: Jaga Dua Tersangka Tolikara Persaudaraan, Diringkus Polri Tetapkan Dua Tersangka Perusakan, Kekerasan, dan Penghasutan di Tolikara

Tabel 5.1, dari judul yang digunakan Kompas dan Republika, keduanya membahas tema yang sama yakni mengenai pihak kepolisian yang 101

telah menetapkan dua tersangka Tolikara. Namun kedua judul tersebut memiliki dua perbedaan.Pertama, judul pada Republika fokus pada penetapan dua tersangka Tolikara, berbeda dengan judul yang digunakan

Kompas. Judul Kompas didahului dengan pernyataan ―Presiden: Jaga

Persaudaraan‖. Kedua judul ini jelas menunjukan pandangan yang berbeda dari masing-masing surat kabar tersebut.

Judul pada Kompas ―Presiden: Jaga Persaudaraan, Polri Tetapkan

Dua Tersangka Perusakan, Kekerasan, dan Penghasutan di Tolikara‖.

Penempatan kalimat ―Presiden: Jaga Persaudaraan‖ di awal kalimat, mempengaruhi makna yang akan timbul karena akan menunjukan aspek inilah yang sebenarnya ingin ditonjolkan kepada pembaca. Jika diamati, dua buah kalimat tersebut tersusun atas dua proposisi yang menampilkan fakta yang kontras.Pertama, fakta mengenai pernyataan Presiden tentang menjaga persaudaraan serta persatuan dan kesatuan Bangsa.Fakta kedua, mengenai penetapan dua tersangka Tolikara. Namun kedua fakta tersebut disajikan bersandingan dalam satu judul berita. Proposisi mana yang diletakkan di awal dan proposisi mana yang diletakan di akhir menunjukan mana fakta yang lebih di tonjolkan.103

Sejalan dengan hal di atas, Kalimat ―Presiden: Jaga Persaudaraan‖ dicetak dengan huruf tebal dan ukuran huruf yang lebih besar ketimbang kalimat selanjutnya. Bagian tulisan yang dibuat berbeda ini, menandakan bagian yang hendak ditekakkan oleh Kompas. Sehingga titik perhatian

103Eriyanto, Analisi Wacana: Pengantar AnalisisTeks Media, h. 252. 102

pembaca akan lebih tertuju pada aspek persatuan bangsa dibandingkan informasi dua tersangka tolikara yang telah ditetapkan polisi.

Berbeda dengan Kompas, judul berita Republika sudah sangat jelas menunjukan pandangan Republika.Judul tersebut sacara jelas mewakili informasi yang hendak disampaikan, yakni terkait tertangkapnya dua tersangka Tolikara.

Tabel 5.2 Lead Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika Lead JAKARTA, KOMPAS – JAKARTA – Pihak Presiden Joko Widodo Kepolisisan Daerah mengingatkan, (Polda) Papua meringkus keanekaragaman suku, dua orang terkait insiden bahasa, dan agama dari kericuhan yang berbuntut wilayah Sabang hingga terbakarnya masjid di Merauke menuntut Karubaga, Tolikara, bangsa Indonesia harus Papua. Kedua orang terus berjuang tersebut dijadikan mewujudkan tersangka karena diduga persaudaraan, kerukunan, memerintahkan dan toleransi. Demi masa penyerangan ke lokasi depan, tak ada kata shalat Id di Tolikara, terlambat untuk Jumat (17/7) lalu. membenahi keadaan yang terusik.

Lead yang digunakan Kompas dan Republika nampak sangat kontras. Lead yang digunakan Kompas sangat menunjukan perspektif

Kompas yang lebih menekankan informasi tentang pentingnya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Berbeda dengan sudut pandang yang digunakan Republika, yang secara eksplisit memaparkan informasi 103

penangkapan dua tersangka Tolikara. Kedua lead tersebut menampakan sudut pandang berbeda dari kedua media tersebut.

Disamping itu, dalam lead-nya, Republika juga menggunkan kelengkapan unsur why yang menjelaskan mengapa dua tersangka tersebut diringkus. Berikut kutipannya:

―Kedua orang tersebut dijadikan tersangka karena diduga memerintahkan penyerangan ke lokasi shalat Id di Tolikara, Jumat (17/7) lalu.‖

Kelengkapan unsur why dalam lead ini berfungsi untuk kelengkapan informasi yang disajikan. Hal ini juga mengindikasikan makna yang sebenarnya ingin ditekankan Republika agar sejak awal pembaca tertuju pada alasan mengapa kedua orang tersebut diringkus.Lead Republika ini jelas menunjukan sudut pandang serta kearah mana pemberitaan ini akan dikembangkan.

Di lain sisi, leadKompas hanya terdapat satu unsur lead, yakni what lead. Kompas hanya menjelaskan peristiwa apa yang terjadi, dan peristiwa yang dijelaskan tidak terakait dengan penangkapan dua tersangka insiden

Tolikara, melainkan memaparkan pernyataan presiden.Kompas mengajak pembaca untuk berfikir bahawa menjaga persaudaraan jauh lebih penting ketimbang mencari-cari aktor penyebab kericuhan. 104

Kompas tidak mendetailkan fakta terkait pelaku penyerangan dan kronologis kejadian. Berikut kutipan wawancara dengan Sutta

Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Rubrik Politik dan Hukum:104

―Kompas bisa dipastikan tidak akan menojolkan fakta tertentu, jika dianggap fakta tersebut bisa menyulut masalah semakin besar. Ketika terjadi konflik, kemudian kita mendetailkan apa yang terjadi maka itu akan menimbukan dampak sebaliknya, orang akan semakin mudah terbakar emosi. Sekalipun dengan alasan menyampaikan fakta bukan hendak memprovokasi, Kompas tidak akan melakukan hal itu. Biasanya ketika terjadi sebuah konflik SARA, Kompas cenderung hanya melihat pada sisi korban, kemudian Kompas mencari solusi bagaimana konflik tersebut dapat terselesaikan. Apa yang terjadi, bagaimana terjadinya. Kemudian siapa pelakunya Kompas tidak berusaha masuk ke arah sana, karena biasanya menurut versi Kompas, hal tersebut terkadang malah menyulut konflik semakin berkepanjangan. Kita langsung mencoba memaknai peristiwa tersebut dengan menanyakan sejumlah pengamat terkait keberhasilan bangsa Indonesia dalam menjaga toleransi selama ini. Kita tidak mengejar siapa pelakunya, itu biar aparat saja yang menangani, kita lebih mendorong masyarakat kepada bagaimana kedepannya. Kita lebih memfokuskan pada solusi perdamaian.‖

Jika Kompas tidak menonjolkan pada aspek pelaku, Republika justru

sebaliknya. Teks berita Republika menampilkan informasi identitas dari

pelaku penyerangan dan kronologis penangkapan tersangka. Selain itu,

dalam setiap edisi yang dianalisi, Republika selalu menyajikan kronologi

kejadian yang menunjukan bahwa peristiwa ini terjadi akibat aksi anarkis

oknum anggota GIDI. Peneliatian terhadap teks ini juga sesuai dengan

pernyataan pihak Republika, berikut hasil wawancaranya:105

―Informasi dari identitas pelaku ya harus ditonjolkan. Ada satu hal, atau satu fenomena umum di semua konflik etnis, agama, konflik sosial di Indonesia. Bagaimana konflik tersebut menjadi melebar. Kuncinya hanya satu, karena tidak pernah ada pelaku yang ditangani secara hukum. Itu

104Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015. 105 Wawancara dengan fitriyan Zamzami, Redaktur Halaman Utama Republika, Jakarta 12 Januari 2016. 105

menjadi alasan mengapa kita harus tegaskan, pelakunya ini, tolong ditindak hukum. Karena kalau dia tidak ditindak hukum, pihak lain akan merasa polisi tidak menangani ini, ya sudah kalau begitu banyak yang akan main hakim sendiri.‖ ―Jadi memang benar setiap edisi ada kronologikonflik Tolikara. tapi ini bertujuan hanya untuk mempertegas konteks yang sedang diberitakan. Saya kira ini bukan bagian dari framing, ini bangunan beritanya, kronologis itu seperti leher dalam tubuh berita.‖ Dengan demikian, Kompas melakukan seleksi terhadap isu. Kompas menojolkan sisi perdamaian dan menghilangkan fakta terkait pelaku penyerangan. Aspek yang ditonjolkan ini akan lebih mendapat perhatian pembaca dan tentunya akan lebih melekat dihati pembaca. Kompas membawa pembaca untuk lebih memahami pentingnya menjaga kerukunan dan perdamaian ketimbang mengetahui siapa pelaku penyerangan tersebut. Berbeda dengan Republika yang justru membawa pembaca untuk mengetahui secara terperinci siapa sebenarnya dalang dibalik aksi penyerangan dan peneyebaran surat larangan sholat Ied tersebut. Meski dalam penuturannya, Republika memiliki alasan bahwa tujuan dari menampilkan informasi aktor penyerangan bukan semata-mata untuk memberikan kesan negative kepada pihak tertentu, namun

Republika lebih kepada tujuan agar masyarakat mendapatkan informasi bahwa pelakunya sudah tertangkap dan telah ditindak oleh polisi. sehingga diharapkan tidak ada aksi main hakim sendiri yang membuat konflik semakin berkepanjangan.

106

Tebel 5.3 Latar Informasi Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Latar Dalam pertemuan dengan Menurut Yotje, dari Informasi 30 tokoh lintas agama, rekaman vidio yang Kamis (23/7), di Istana dimiliki kepolisian, Negara, Jakarta, Presiden keduanya terlihat Jokowi yang didampingi memberikan perintah Wakil Presiden Jusuf kepada jemaat Gereja Kalla beserta sejumlah Injil di Indonesia (GIDI) menteri mengatakan, untuk menyerang umat selama 70 tahun Islam yang tengah kemerdekan, bangsa melakukan shalat Idul Indonesia berhasil Fitri di lapangan Koramil menjaga keselarasan Karubaga. (paragraf 3) hidup bersama. …… Kapolri Jendral Badrodin Haiti kemarin menjelaskan, insiden di Tolikara bermula dari beredarnya surat dari Badan Pekerja Wilayah Tolikara Gereja Injil di Indonesia (GIDI). Surat itu berisi larangan bagi umat Islam agar tidak mengadakan shalat Idul Fitri pada Jumat (17/7) di Tolikara. Alasannya, pada saat bersamaan GIDI akan melaksanakan seminar dan KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) Pemuda GIDI Internasional. ….. (paragraf 6)

Latar informasi yang ditampilkan Kompas mengenai keberhasilan bangsa Indonesia selama 70 tahun dalam menjaga keselarasan hidup ditengah perbedaan.Latar semacam ini digunakan sebagai argumen atau 107

fakta-fakta yang digunakan Kompas untuk menegaskan arah pembritaannya pada aspek perdamaian

Berbeda dengan Kompas, latar informasi yang ditampilkan oleh

Republika mengajak masyarakat untuk lebih melihat dari sisi kronologis tertangkapnya dua tersangka Tolikara.Selain itu Republika juga menggambarkan kronologis terjadinya insiden di Tolikara yang diawali dari beredarnya surat larangan sholat ied oleh pihak GIDI kepada umat muslim di Tolikara. Republika secara tidak langsung mengarahkan pembaca untuk berfikir bahwa anggota GIDI tidak memahami toleransi sehingga melarang umat muslim melaksanakan solat Ied.

Tebel 5.4 Kutipan Narasumber Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Kutipan ―Peran semua pemuka ―Betul, sudah ditangkap narasumber agama ini sangat penting. pukul 17.00 (WIT), saat bangsa ini akan maju jika ini sedang dibawa ke berhasil menghapuskan Wamena,‖ kata Kapolda sekat-sekat suku, ras, dan Papua Inspektur Jendral agama.‖….. (Presiden Yotje Mende, Kamis Jokowi). (paragraf 3) (23/7).‖ Ia mengatakan, kedua tersangka tersebut berinisian HKdan JW. (paragraf 2) 108

―Semua pihak harus ―Kapolsek Tolikara menjungjung tinggi kemudian lakukan konstitusi, mempererat negosiasi minta (shalat persatuan dan kesatuan dilaksanakan) sampai bangsa, juga menjaga pukul 08:00 WIT, tetapi kerukunan dan masa tak mau kemudian kedamaiaan. Media semakin banyak yang massa juga diimbau turut datang dan melempar menciptakan suasana batu,‖ ujar Badrodin di kondusif melalui kediaman Kepala BIN pemberitaan objektif,…‖ Sutiyoso, kemarin. tutur Said Aqil (Ketua (paragraf 11) Umum PBNU) (Paragraf 7)

..... ―Dalam situasi seprti ―Buktinya masyarakat ini, isu-isu yang ikut melempar itu yangmemprovokasi, baik menyesal karena enggak di media sosial maupun tahu-menahu. Mereka layanan pesan singkat, melempar saja, digiring- belum tentu benar. Jadi, giring. Ini temuan tim masyarakat jangan kami.‖ (Ketua Majlis sampai terprovokasi.‖ Syura Komite Umat (Kepala Polri Jendral Pol untuk Tolikara, Didin Badrodin Haiti) Hafidhuddin)

―Ada dasar dan alat bukti yang cukup untuk menetapkan (mereka) sebagai tersangka. AK dan JW diduga melakukan perusakan, kekerasan, penganiayaan, serta penghasutan.‖ (Ketua Komisi Informasi Pusat, Abdulhamid Dipopramono)

Dalam teks berita, Kompas mewawancarai empat narasumber, presiden Joko Widodo, Ketua Umum PBNU KH. Said Aqil Siroj, Kapolri

Badridin Haiti, dan Ketua Komisi Informasi Pusat Abdulhamid 109

Dipopramono. Dari keempat narasumber tersebut tiga diantaranya

(Presiden Jokowi, Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj, dan Kapolri

Badrodin Haiti) berpandangan bahwa menjaga persatuan dan kesatuan serta kerukunan menjadi point penting yang harus dijunjung oleh semua pihak.

Sementara sumber Kompas yang menyatakan informasi tekait dua tersangka Tolikara hanya satu narasumber yakni Abdulhamid

Dipopramono—ia bukan dari pihak kepolisian daerah Papua. Abdulhamid ialah Ketua Komisi Informasi Pusat.

Jika dilihat dari susunan kutipan narasumber dalam teks

Kompas.Sepuluh paragraf diisi oleh pandangan yang menilai bahwa insiden

Tolikara ini harus dijadikan pelajaran untuk kedepannya, bahwa seharusnya bangsa Indonesia mampu berdampingan dalam perbedaan serta menjunjung persatuan dan kesatuan serta persaudaraan.Hanya satu paragraf terakhir yang menyatakan informasi terkait dua tersangka Tolikara yang telah ditetapkan pihak kepolisian.

Sekema semacam ini bukan hanya menempatkan pernyataan terkait informasi dua tersangka tersebut menjadi tidak mencolok, melainkan juga menjadi minorotas diantara pandangan yang menghimbau untuk lebih menjaga persaudaraan dan perdamaian.Namun Kompas justru mengatakan bahwa medianya selalu memberikan porsi yang berimbang dalam menempatkan setiap pernyataan narasumber dari semua pihak. Berikut pernyataan dari pihak Kompas: 110

―Kita cenderung memilih narasumber yang pendekatannya perdamaian. Karena ini menyangkut masyarakat pasti pakar sosiologi yang mengerti fenomena masyarakat, pejabat setempat, aparat yang terkait, pemerintah yang mewakili negara, tokoh-tokoh agama, pakar-pakar konflik sosial, biasanya kita jadikan parameter untuk melihat sebagai narasumber. Intinya tidak akan memilih narasumber yang justru memprovokasi. Biasanya juga ini kita berusah cover both side. Karena konflik ini antar agama, maka narasumbernya dari dua pihak. yakni dari tokoh agama umat Islam dan tokoh agama umat Kristiani.‖106 Meski Kompas menyatakan demikian, namun pernyataan Kompas sulit untuk dibuktikan kebenarannya. Karena, dari analisis teks yang ada justru hasilnya berbanding terbalik dari pernyataan pihak Kompas.

Berbeda dengan teks berita Kompas, Republika mewawancarai tiga orang narasumber Kapolda Papua Inspektur Jendral Yotje Mende, Kapolri

Jendral Badrodin Haiti, dan Ketua Majelis Syura Komite Umat untuk

Tolikara Didin Hafidhuddin. Teks berita Republika terdiri dari 16paragraf.

Paragraf awal hingga paragraf 12 dan paragraf 14-15berisi tentang informasi penangkapan dua tersangka Tolikara dan kronologis konflik tolikara.Hanya satu paragraf akhir yang dinilai berbeda. Kalimat di paragraf terakhir ini mengutip pernyataan Ketua Majelis Syura Komite Umat untuk

Tolikara Didin Hafidhuddin yang mengatakan bahwa kesalahan terkait insiden Tolikara tak bisa begitu saja ditimpakan kepada jemaat GIDI secara keseluruhan, terdapat pula masyarakat yang turut melempar dalam insiden tersebut. Namun, menurut penulis pernyataan ini belum jelas, karena didalamnya tidak dicantumkan masyarakat mana yang dimaksud.Selain itu, pada kalimat ―Mereka lempar saja, digiring-giring,‖ kalimat inipun dirasa

106Wawancara dengan Sutta Dharmasaputra, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas, Jakarta 28 Desember 2015. 111

penulis belum jelas, karena Republika tidak mencantumakan siapa yang menggiring masyarakat untuk melakukan aksi pelemparan batu tersebut.

Justru dengan kalimat ―tidak menyalahkan pihak GIDI sepenuhnya‖, semakin mempertegas bahwa sebagian oknum GIDI benar-benar terlibat dalam aksi peneyerangan tersebut. Ini jelas memberikan penilaian negatif terhadap pihak GIDI.

Tabel 5.5 Pernyataan Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika Pernyataan Sementara itu, dari 31 ―Dari dua orang ini akan orang yang diperiksa kita kembangkan menyusul insiden kecalon tersangka Tolikara pada Jumat lainnya,‖ kata Yotje. (17/7) lalu, Polri (paragraf 5) menetapkan dua tersangka dari kalangan Gereja Injil di Indonesia (GIDI) di Tolikara sebagai tersangka. (paragraf 12)

Pernyataan Kompas dan Republika sekilas tidak memiliki perbedaan.Kedua pernyataan tersebut mengandung arti bahwa sementara ini dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, secara redaksional pernyataan tersebut berbeda, lihat pernyataan Kompas berikut:

Sementara itu, dari 31 orang yang diperiksa menyusul insiden Tolikara pada Jumat (17/7) lalu, Polri menetapkan dua tersangka dari kalangan Gereja Injil di Indonesia (GIDI) di Tolikara sebagai tersangka. Kemudian lihat pernyataan Republika berikut: ―Dari dua orang ini akan kita kembangkan kecalon tersangka lainnya,‖ kata Yotje. 112

Pernyataan yang dibuat Kompas menyatakan dari jumlah calon tersangka yang banyak (31 orang), pihak kepolisian menetapkan dua tersangka dari kalangan GIDI. Ini mengindikasikan bahwa Kompas seolah menekankan jumlah yang sedikit atas tersangka dari kalangan GIDI.Kompas tak menjelaskan secara eksplisit dari kalangan mana yang belum ditetapkan sebagai tersangka, apakah 29 orang sisanya berasal dari kalangan GIDI atau di luar kalangan GIDI.Selain itu, Kompas seolah mengkrucutkan jumlah bilangan, dari 31 orang baru dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka.

Sebaliknya, Republika justru memberikan nada memperluas dan membesar-besarkan jumlah tersangka dengan mengutip pernyataan Kapolda

Papua Yotje Mende ―Dari dua orang ini akan kita kembangkan kecalon tersangka lainnya‖. Ini mengindikasikan bahwa Republika ingin menonjolkan bagian ini dan menekankan kepada pembaca bahwa jumlah tersangka di Tolikara sejatinya lebih dari dua, akan ada kemungkinan calon- calon tersangka baru.

Tabel 5.6 Penutup Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Penutup Sementara itu, dari 31 Didin Hafidhuddin orang yang diperiksa mengatakan, kesalahan menyusul insiden terkait Insiden Tolikara Tolikara pada Jumat tak bisa begitu saja (17/7) lalu, polri ditimpakan kepada menetapkan dua orang jemaat GIDI secara dari kalangan Gereja Injil keseluruhan….. di Indonesia (GIDI) di Tolikara sebagai tersangka. 113

Dari table 4.6, Kompas menempatkan informasi terkait penetapan tersangka perusakan pada bagian penutup. Bagian penutup merupakan bagian yang tidak dianggap sebagai aspek yang penting, berbanding terbalik dengan lead. Artinya aspek Informasi terkait penetapan tersangka yang bersal dari kalangan GIDI ini tidak ditonjolkan atau dianggap tidak terlalu penting. sehingga Kompas meletakan pada penutup.

Tidak jauh berbeda dengan Kompas, Republika dalam penutupnya juga nampak memeberikan pembelaan terhadap pihak GIDI, namun pembelaan ini diletakan di penutup sehingga aspek ini nampak sengaja tidak ditonjolkan.

2. SKRIP

a. Kelengkapan Berita Tabel 5.7 5W+1H Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015

Who (siapa AK dan JW, dari HK dan JW yang ditetapkan kalangan Gereja Injil di sebagai Indonesia (GIDI) di tersangka?) Tolikara When (kapan ______Ditangkap pukul 17:00 penangkapan itu (WIT), Kamis (23/7) terjadi?) Where (dimana ______Dirumah masing-masing penangkap tersangka tersebut terjadi?) Why (mengapa AK dan JW diduga Kedua orang tersebut dua orang melakukan perusakan, dijadikan tersangka tersebut kekerasan, penganiayaan, karena diduga ditetapkan serta penghasutan. memerintahkan sebagai penyerangan ke lokasi tersangka?) shalat Id di Tolikara, Jumat (17/7) lalu. How Masing-masing pelaku (bagaimana ______ditangkap oleh personel 114

kronologi polda Papua dari penangkapan rumahnya. Kemudian dua tersangka kedua tersangka dibawa tersebut?) ke Wamena lebih dahulu. Selanjutnya mereka akan diterbangkan ke Jayapura untuk menjalani pemeriksaan.

Dari elemen skrip yang menjelaskan bagaimana wartawan mengisahkan sebuah peristiwa.Wartawan dapat mengisahkan suatu peristiwa melalui kelengkapan 5W+1H.

Dilihat dari sisi kelengkapan informasi terkait penetapan dua tersangka Tolikara. Kompas membentuk sebuah pembingkaian yang menghasilkan kesan tertentu kepada pembaca dengan cara menghilangkan unsur When, Where, dan How. Kompas tidak menceritakan kronologis penetapan dua tersangka tersebut.

Sejak awal memang Kompas mengarahkan pembaca untuk lebih mamahami pentingnya menjaga persaudaraan.Yang menjadi sorotan

Kompas ialah imbauan untuk pembaca agar menjaga persatuan dan kesatuan bangsa ketimbang mengarahkan pada informasi terkait penangkapan dua tersangka tersebut.

Sebaliknya, Republika menggunakan elemen skrip secara lengkap terkait informasi penengkapan dua tersangka Tolikara.Republika menjelaskan secara runtun kronologis penangkapan dua tersangka, mulai dari waktu, tempat, kondisi, serta alasan penangkapan dua tersangka tersebut. Dengan memberikan alasan penangkapan dua tersangka tersebut 115

dapat memberikan gambaran kepada pembaca bahwa apa yang dilakukan tersangka merupakan pelanggaran terhadap hak kebebasan beribadah karena menyerang umat yang hendak melaksanakan ibadah.

A. TEMATIK

a. Detail Tabel 5.8 Detail Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika Paragraf ―Dalam kebinekaan itu, ―Dari dua orang ini kita bangsa Indonesia bisa akan kembangkan ke bersatu, rukun, toleran, calon-calon tersangka serta saling menghormati lainnya,‖ kata Yotje. dan menghargai. Oleh (paragraf 5) karena itu, ……‖ (presiden Joko Widodo) (paragraf 6) ―Semua pihak harus ―Kapolsek Tolikara menjungjung tinggi kemudian lakukan konstitusi, mempererat negosiasi minta (salat persatuan dan kesatuan dilaksanakan) sampai bangsa, juga menjaga pukul 08:00 WIT, tetapi kerukunan dan massa tak mau kemudian kedamaiaan. Media semakin banyak yang massa juga diimbau…..‖ datang dan melempar (KH. Said Aqil Siroj) batu,‖ ujar Badrodin (paragraf 7) Haiti (paragraf 11) ―Ada dasar dan alat bukti …., Presiden GIDI yang cukup untuk Dorman Wandikmbo menetapkan (mereka) mengatakan bahwa sebagai tersangka. AW penembakan oleh aparat dan JW diduga melakuka itulah yang sejatinya perusakan, kekerasan, memicu pembakaran. Ia penganiayaan, serta mengungkapkan bahwa penghasutan.‖ (Ketua yang diperotes massa Komisi Informasi Pusat, GIDI bukan pelaksanaan Abdulhamid shalat Id, melainkan Dpopramono) (Paragraf pengguaan pengeras 12) suara oleh jamaah shalat Id. (Paragraf 13)

116

Dari teks berita Kompas dan Republika, elemen detail yang digunakan kedua media ini sangat nampak.Dalam teks berita Kompas, pendapat Presiden Joko Widodo, KH. Said Aqil Siroj dan Kapolri Jenderal

Badrodin Haiti terkait imbauan kepada masyarakat agar tetap menjaga persaudaraan, persatuan dan kesatuan bangsa, serta imbauan untuk tidak terprovokasi diuraikan dengan detail yang panjang. Sementara pernyataan yang mengungkapkan informasi terkait penetapan tersangka Tolikara diuraikan dengan detail yang kecil, yakni hanya satu paragraf dari total keseluruhan 12 paragraf. Susunannya pun diletakan di akhir paragraf.Dengan detailyang singkat, pembaca tidak mempunyai kesempatan untuk mengetahui lebih dalam informasi terkait penetapan dua tersangka

Tolikara tersebut.Pernyataan Ketua Komisi Informasi Pusat Abdulhamid

Dipopramono terkait informasi penetapan dua tersangka Tolikara tidak dilengkapi dengan kronologis kejadian secara jelas. Kompas hanya mengutip pernyataan singkat dari Abdulhamid Dipopramono sebagai berikut:

―Ada dasar dan alat bukti yang cukup untuk menentukan (mereka) sebagai tersangka.AK dan JW diduga melakukan perusakan, kekerasan, penganiayaan, serta penghasutan.‖ Detail yang ditampilkan Republika justru sebaliknya. Dari total keseluruhan 16 paragraf, 5 paragraf awal berisi informasi penangkapan kedua tersangka Tolikara.Paragraf 6 sampai 12 berisi pernyataan Kapolri

Jenderal Badrodin Haiti terkait kronologis insiden Tolikara. Kemudian, diselingi dengan pernytaan Presiden GIDI Dorman Wandikmbo yang 117

menyanggah bahwa massa GIDI tidak melarang pelaksanaan shalat Id melainkan hanya melarang penggunaan pengeras suara oleh jamaat shalat

Ied. Pernyataan Dorman ini hanya diberikan ruang satu paragraf saja.

Dengan detail yang pendek ini, pembaca tidak mempunyai kesempatan untuk mempertimbangkan sebenarnya apa yang menjadi tuntutan kalangan

GIDI sebelum insiden Tolikara itu terjadi.

b. Koherensi Tabel 5.9 Koherensi Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Proposisi, Saat ditanya seusai ―Kapolsek Tolikara Hubungan pertemuan, ia berharap kemudian lakukan antar kalimat media massa tak lagi negosiasi minta (shalat membesar-besrkan dilaksanakan) sampai peristiwa Tolikara agar pukul 08.00 WIT, tetapi tak semakin meluas. massa tak mau kemudian “Apalagi, situasi di semakin banyak yang Tolikara sekarng sudah datang dan melempar kondusif,‖ katanya. batu,‖ ujar Badrodin … (paragraf 9) (paragraf 11) Sejauh ini, menurut Imam Masjid Baitul Mutaqqin Ali Muchtar, umat Islam dan jemaat GIDI sudah sepakat untuk berdamai di Tolikara. Ia meminta masyarakat di luar Tolikara tak memanas- manasi keadaan. Kendati demikian, ia masih mengharapkan jaminan keamanan dari aparat. (paragraf 14)

118

Dari teks berita Kompas, pada paragraf sembilan terdapat pernyataan dari Said Aqil Siroj yang menyatakan bahwa kondisi di Tolikara sudah kondusif.Kalimat pernyataan ini diawali dengan kata―apalagi‖.Kata ini merupakan koherensi atau jalinan kata.Jenis jalinan kata ini disebut koherensi penegasan, dimana kata ―apalagi‖ ini menjadi penegas dari proposisi sebelumnya. Menurut penulis kalimata ―apalagi, situasi di

Tolikara sekarang sudah kondusif ‖ menjadi penegasan atas imbauan yang dinyatakan Said Aqil Siroj kepada awak media untuk tidak membesar- besarkan peristiwa di Tolikara. Kalimat ini memberikan kesan penguat bahwasannya tidak ada gunanya memperbesar masalah sedangkan kondisi di Tolikara sendiri telah kondusif. Hal ini memperkuat arah pemberitaan

Kompas yang menekankan aspek perdamaian.

Koherensi dalam teks berita Republika terdapat pada paragraf sebelas.Dalam pernyataan Kapolri Jenderal Badrodi Haiti saat menjelaskan kronologis insiden Tolikara, terdapat kata ―tetapi‖.Kata tersebut termasuk dalam jenis koherensi pertentangan.Kata ―tetapi‖ dalam kalimat ini menghubungkan fakta dari dua proposisi yang bertentangan.Proposisi pertama, Kapolsek yang menginginkan adanya kesepakatan melalui negosiasi. Proposisi kedua, massa yang menolak dan langsung melempari batu. Dua fakta ini bertentangan, namun keduanya dihubungkan dengan kata

―tetapi‖. Kutipan dalam teks Republika semacam ini menggambarkan kepada khalayak bahwa massa yang dimaksud dalam teks tersebut tidak menginginkan adanya negosiasi. posisi kata ―tetapimassa tak mau 119

kemudian semakin banyak yang datang dan melempar batu‖ mempertegas sikap massa yang anarkis.

Kemudian, dalam teks berita Republika paragraf 14 terdapat kata

―kendati demikian‖.Kata tersebut termasuk jenis koherensi pertentangan.Jika diamati dari pernyataan Imam Masjid Baitul Mutaqqin Ali

Muchtar yang menyatakan bahwa umat Islam dan jemaat GIDI telah berdamai, namun masih berharap jaminan keamanan dari aparat.Terdapat aspek yang tersembunyi dari penyataan tersebut, Republika seolah menyetujui pendapat bahwasannya telah ada perdamaian antara uamat Islam dan Jemaat GIDI. Namun kalimat ―Kendati demikian, ia masih mengharapkan jaminan keamanan dari aparat,” mengisyaratkan bahwa keaadaan di Tolikara belum sepenuhnya kondusif dan masih ada kekhawatiran masyarakat akan terjadinya penyerangan kembali.

c. Kata Ganti Tabel 5.10 Kata Ganti Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015

Unsur Kompas Republika diamati Kalimat “….. kita akan maju …..―Dari dua orang ini kalau bisa bersatu padu,‖ akan kita kembangkan ke ujar Jokowi calon-calon tersangka lainnya,‖ kata Yotje. Ia meminta masyarakat sabar menanti pungkasnya proses hukum tersebut.

Elemen kata ganti dalam Kopas terdapat dalam pernyataan Presiden

Jokowi menggunakan kata ―kita”. Kata ganti ―kita‖ seolah mengajak pembaca untuk menyetujui pendapat Presiden. Kata ganti “kita”menjadikan 120

sikap tersebut sebagai representasi dari sikap bersama dalam suatu komunitas tertentu.107Dalam hal ini kata ganti “kita” seolah menjadi sikap bersama atau kewajiban bersama sebagai warga negara Indonesia untuk bersatu padu.

Republika dalam teks beritanya menggunakan kata ganti ―kita‖,

Kata ganti ―kita‖ dalam pernyataan Yotje Mande yang dikutip Republika dirasa janggal oleh penulis.Karena, apabila kata ganti ―kita‖ yang dimaksud ialah pihak kepolisian, maka seharusnya kata ganti tersebut diubah mnejadi

―kami‖.

B. RETORIS

a. Leksikon Tabel 5.11 Leksikon Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Kata Polri Tetapkan Dua Dua Tersangka Tersangka TolikaraDiringkus

Penggunaan leksikon pada Kompas terdapat pada kata

“tetapkan”.Kata tetapkan memiliki kata dasar tetap dan diberi imbuhan kan. Kata tetapkan dalam kamus bahasa Indonesia off line sama dengan menetapkan yang memiliki arti memastikan, memutuskan, menentukan.

Makna menetapkan yang digunakan Kompas memepertegas alur cerita dari teks tersebut hanya pada level penetapan dua orang tersebut sebagai tersangka. Kompas tidak berbicara pada level proses penangkapan. Oleh karenanya Kompas hanya menjelaskan informasi terkait identitas dan alasan

107Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h. 254. 121

kedua orang tersebut dijadikan tersangka. Kompas sama sekali tidak menceritakan bagaimana kronologi penangkapan dua tersangka tersebut.

Sedangkan kata diringkus berasal dari kata ringkus yang berarti menangkap atau membekuk. Makna diringkus yang digunakan Republika mempertegas alur cerita teks tersebut pada level proses penangkapan. Oleh karenanya dalam teks Republika secara eksplisit menjabarkan kronologis penangkapan dua tersangka Tolikara.Unsur 5W+1H secara lengkap dipaparkan Republika untuk memperdalam informasi terkait penangkapan dua tersangka Tolikara tersebut.

b. Grafis Tabel 5.12 Grafis Kompas dan Republika Edisi 24 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Foto dan Satu foto Presiden Joko Penggunaan huruf tebal penggunaan Widodo dan Wakil dan ukuran huruf yang huruf Presiden Jusuf Kalla besar pada judul ―Dua yang sedang menyalami Tersangka Tolikara satu per satu tokoh agama Diringkus‖ yang hadir dalam pertemuan tokoh lintas negara di Istana Negara. Pada caption nama beserta jabatan Joko Widodo bertinta hitam dan ditebalkan. 122

pemakaian huruf tebal Satu kalimat pernyataan pada judul yang di bawah judul dicetak dikususkan pada kalimat dengan huruf tebal. ―Presiden: Jaga Kalimat tersebut Persaudaraan‖, selain berbunyi ―Kepolisisan itu, kata ini juga tak menutup mengugnakan ukuran kemungkinan jumlah yang lebih besar dari tersangka bertambah. kalimat ―Polri Tetapkan Dua Tersangka Perusakan, Kekerasan, dan Penghasutan di Tolikara.

Penggunaan foto saat acara pertemuan dengan tokoh lintas agama di

Istana Negara memperkuat data pendukung atas gagasan Kompas yang menyatakan bahwa dalam perbedaan tetap bisa berjabat tangan, menghormati, toleransi dan bersatu. Selain foto gagasan Kompas juga didukung dengan judul yang yang dicetak tebal serta penggunaan ukuran huruf yang lebih besar pada kalimat ―Presiden: Jaga Persaudaraan‖ menunjukan gagasan ini yang dianggap penting dan sengaja ditonjolkan

Kompas. Sehingga perhatian pembaca akan tertuju pada kalimat yang dibuat lain tersebut. Sedangkan anak kalimat dari judul tersebut yakni kalimat

―Polri Tetapkan Dua Tersangka Perusakan, Kekerasan, dan Penghasutan di

Tolikara‖ dicetak dengan ukuran yang lebih kecil dan tidak ditebalkan. Hal ini menandakan bahwasaannya bagian ini sengaja tidak ditonjolkan

Kompas, agar pembaca lebih memfokuskan perhatian pada kalimat judul

―Presiden: Jaga Persaudaraan‖.

Grafis yang digunakan Republika tak jauh berbeda. Kalimat judul dicetak dengan huruf besar dan diberikan ketebalan. Hal ini digunakan 123

Republika untuk mempertegas gagasan Republika yang fokus pada informasi penangkapan kedua tersangka. Selain itu, dalam teks Republika terdapat satu kalimat pernyataan yang diambil dari kutipan Kapolda Papua

Inspektur Jendral Yotje Mende dan diletakan di bawah judul dengan dicetak menggunakan huruf yang lebih tebal dari isi teks berita. Berikut kutipan pernyataan yang dibuat lain tersebut:

―Kepolisian tak menutup kemungkinan jumlah tersangka bertambah.‖

Dalam hal ini Republika ingin menyamapaikan bahwasannya masih ada sejumlah calon tersangka penyerangan di Tolikara.Secara tidak langsung Republika mengungkapkan perkiraan tersangka dalam jumlah besar. Sekaligus mencoba menggambarkan bahwasannya jumlah massa yang cukup banyak saat itu menyerang umat Islam yang tengah melaksanakan shalat Ied.

Berita 4: Teks Kompas Edisi 25 Juli 2015 TNI Diminta Percepat Renovasi di Tolikara Ketua FBU Papua: Penyabab Insiden karena Komunikasi Tak Jalan JAKARATA, KOMPAS – Panglima TNI Jenderal gatot Nurmantyo diberi waktu satu bulan untuk mempercepat penyelesaian renovasi pembangunan kios dan mushala yang rusak akibat inisden Tolikara, Papua, pada Jumat (17/7) lalu. Terkait dengan percepatan tersebut, TNI menambahkan jumlah personel prajurit TNI sebanyak 100 Orang. ―Jadi, sekarang ini, pembangunan kembali (di Tolikara) sudah dilakukan. Beliau (Presiden Joko Widodo) meyakinkan lagi agar dari 60 kios (yang dibakar dan terbakar, harus dibangun 75 kios. Sebanyak 15 kios, untuk warga setempat (asli Tolikara),‖ usai sholat Jumat bersama presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, di Masjid Baitulrohim, Kompleks Istana, Jakarta, Jumat (24/7). Menurut Gatot, Presiden Jokowi menargetkan selesai dalam waktu satu bulan sejak pembangunan sekarang. ―Karena (harus selesai) satu bulan agar ekonomi segera bisa berjalan, kita tambah personel 100 orang prajurit,‖ katanya. 124

Gatot menegaskan, Tolikara saat ini sudah aman sehingga tidak perlu lagi mendirikan pos-pos pengamanan TNI. Hal senada diutarakan Ketua Forum Kerukunan Antar Umat Beragama di Papua, Lipiyus Biniluk, yang juga Ketua Persekutuan Gereja- gereja dan Lembaga-lembaga Injili di Indonesia (PGLII) Papua, seusai diterima Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Jumat sore. Dalam pertemuan itu, selain hadir Tim Komunikasi Publik Presiden Teten Masduki, juga hadir staf khusus Presiden untuk Papua, Lenis Kogaya. ―Kondisi di Tolikara saat ini, sudah sangat kondusif dan aman bahkan, sangat aman, tidak seperti diberitakan sejumlah media massa dan media sosial, ―ujar Lipiyus, dalam keterangan pers di Kantor Presiden, bersama tokoh agama Kristen dan Pemerintah Daerah Kabupaten Tolikara. Menurut Lipiyus, iniden Tolikara yang terjadi sebenarnya disesbakan karena persoalan komunikasi yang tak jalan. Bukan karena adanya pihak luar atau pihak asing yang ikut bermain. ―Selama 50-an tahun Papua bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, belum pernah ada konflik antar-umat beragama. Secara budaya masyarakat Papua memegang adat bahwa haram hukumnya membakar tempat ibadah. ―Tempat ibadah apapun milik bersama, dari agama manapun bisa duduk bersama. Jadi, kalau bakar tempat ibadah, maka haram hukumnya. Papua yang mayoritas Kristen, mereka menjaga hal itu,‖ tuturnya, seraya menjelaskan aksi warga yang membakar kios akhirnya merembet mushala. Terkait penahanan oleh polisi terhadap dua warga dari kalangan Gereja Injili di Indonesia (GIDI), Lipiyus membenarkan. ―Mereka bertindak (rusuh) karena komunikasi yang tak jalan meskipun sudah ada kesepakatan,‖ ujarnya. Lipiyus berharap, setelah penahanan kedua tersangka insiden Tolikara, polisi diharapkan tak lagi melakukan penangkapan-penangkapan terhadap warga. ―Tak perlu menangkap-menangkap lagi. Nanti eksesnya jadi tak baik saya minta kepada Presiden begitu agar tak ada lagi penangkapan. Selain sudah diselesaikan secara damai, pihak korbanpun sudah menerima kesepakatan damai,‖ kata Lipiyus. Dititipkan di Polda Papua Sementara itu, setelah ditetapkan sebagai tersangka, Kamis (23/7) lalu, YW dan HK yang diduga menjadi pelaku perusakan,kekerasan,dan penghasutan saat insiden Tolikara, menghuni Rumah Tahanan (Ruran) Kepolisian Daerah Papua di Jayapura, Jumat. Keduanya dari Wamena tiba di Bandar Udara Sentani pada pukul 12.03 WIT. Penjeputan kedua tersangka dipimpin Kepala Kepolisian Resor Jayapura Ajun Komisaris Besar Sondang Siagian beserta angota Brigade Mobil Papua. Kpala Polda Papua Inspektur Jenderal yotje Mende saat dihubungi dari Karubaga mengatakan, YW dan HK diduga menghasut saat insiden terjadi. ―Kami mendapatkan bukti keterlibatan keduanya melalui rekaman vidio saat peristiwa. Kedua oknum tersebut adalah pegawai salah satu bank di Tolikara,‖ tutur Yotje. 125

Menurut dia, keduanya melanggar pasal 170 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penyerangan yang mengakibatkan kerugian korban jiwa dan harta benda. Selain itu, YW dan HK, tambah Yotje masih ada sejumlah calon tersangka lainnya dalam kasus tersebut. Hal ini berdasarkan bukti rekaman vidio yang dimiliki polri. Pantauan Kompas, kemarin, sekitar 100 Umat Muslim menjalankan ibadah shalat dengan aman di Markas Koramil 1702-11 Karubaga. Ustadz Fazlan Garamatan dari Fak-fak, Papua Barat, tampil sebagai khotib dalam shalat tersebut. Ali usman (30), jemaah shalat, merasa lega dapat mengikuti shalat meski baru seminggu terjadi insiden.

Berita 4: Teks Republika Edisi 25 Juli 2015 TNI Jamin Pendirian Masjid Tolikara TOLIKARA – Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjamin pembangunan masjid baru di Karubaga, Tolikara, pascakerusuhan dan pembakaran 17 Juli lalu. Jaminan TNI ini menyusul kekhawatiran akan terjadi penolakan oleh sejumlah pihak untuk membangun masjid baru. Masjid baru ini menggantikan Masjid Baitul Mutaqqin yang dibakar warga selepas protes shalat Id, pekan lalu. ―Panglima TNI (Jenderal Gatot Nurmantyo) menjamin itu (pendirian masjid). Kita semua harus menjaga kebebasan menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing-masing,‖ kata Komandan Kodim Jayapura Kolonel Tri Yunarto kepada Republika di Tolikara, kemarin. Menurutnya, TNI menjamin bahwa masjid yang baru akan dibangun di lokasi lapangan voli Koramil Karubaga. Sedangkan, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkapkan, pihaknya telah menambah 100 personel untuk membangun kembali masjid serta sejumlah kios yang hangus usai peristiwa Tolikara. Gatot mengatakan, penambahan personel tersebut sesuai dengan instruksi Presiden Jokowi yang memint agar pemulihan kegiatan perekonomian di Tolikara dipercepat. ―Kita tambah 100 personel. Karena, dituntut satu bulan harus selesai sehingga ekonomi berjalan,‖ kata Gatot di Istana Negara, Jumat (24/7). Menurut Gatot, total ada 75 kios yang dibangun kembali. Sebanyak 60 unit untuk menggantikan kios yang terbakar dan 15 unit sisanya dibangun untuk masyarakat setempat. Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meletakkan batu pertama pembangunan masjid baru di Karubaga, Tolikara, pada Selasa (21/7) kemarin. Peletakan batu pertama pembangunan masjid tersebuit di tempat yang berbeda dari masjid sebelumnya yang terbakar. Peletakan tersebut dilakukan di lahan kosong di KOmpleks Koramil Kerubaga dengan ukuran sekitar 40 kali 15 meter. Belum jelas apakah masjid baru tersebut akan digunakan secar permanen. Kendati demikian, Bupati Tolikra Usman G wanimbo mengatakan, belum bisa menjamin perizinan pendirian masjid di wilayah Tolikara. 126

menurutnya, perizinan harus sesuai dengan kesepakatan Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) dan masyarakat adat di Tolikara. Pihak-pihak di Tolikara mengatakan, tanah di lokasi terbakarnya Masjid Baitul Mutaqqin diklaim milik GIDI. Demikian juga dengan tanah di KOramil Karubaga. Selain itu, tanah itu juga diklaim milik maraga Kagoya yang lebih dulu tinggal di Karubaga, Tolikara. ―Iya, itu mama (saya) punya tanah, kita sekarang sudah jadi pengungsi,‖ kata Alberttini Kagoya (60) saat diwawancarai Republika, kemarin. Albertini menegaskan, tanah wilayah Pasar Karubaga dan markas Koramil adalah milik keluarga Kagoya. Sebagian diberikan kepada TNI dengan syarat anggota keluarga itu diberi kemudahan menjadi anggota TNI untuk bertugas di Koramil Karubaga. Selain itu, Ketua Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII) Lipiyius Biniluk juga mengiyakan adanya peraturan daerah (perda) tentang laranganmembangun rumah ibadah baru di Tolikara. meurutnya, Perda itu sesuai dengan kearifan lokal di kabupaten yang mayoritas penduduknya beragama Kristen tersebut. Terlebih, katanya, Papua memiliki keistimewaan otonomi khusus. ―Perda itu dalam konteks otonomi khusus Papua. Perda itu sesuai dengan local content yang ada,‖ katanya usai menemui Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka, Jumat (24/7). Dalam kesempatan yang sama, Sekertaris Daerah Kabupaten Tolikara Dance Y Flassy menambahkan, kendati perda tersebut sudah disetujui DPRD Kabupaten Tolikkara, tapi belum diketuk palu pleh DPRD Provinsi Papua. Dance mengatakan, jika pemerintah pusat ingin mengevaluasi Perda tersebutmaka seharusnya sevaluasi serupa juga dilakukan pada perda-perda sejenis yang ada di sejumlah daerah. ―Kalau menteri mau cabut perda, evaluasi juga dong perda-perda lain di seluruh Indonesia,‖ ucap dia. Selain bantuan dari pemerintah, pembangunan masjid baru di Tolikara juga akan dilakukan oleh Komite Umat untuk Tolikara (Komat Tolikara). Wadah tersebut akan mengorganisasi bantuan yang dikumpulkan sejumlah lembaga amil zakat untuk membangun kembali masjid. Sejauh ini, dana yang terkumpul dari berbagai lembaga amil zakat setidaknya telah mencapai Rp 2 miliar. Juru Bicara Komat Tolikara Adnan Arnas mangakui, pembangunan masjid di Tolikara berpotensi diganjal pihak-pihak tertentu di Tolikara. Namun, menurutnya, itu tak menjadi maslah karena pihak-pihak tersebut harus mengikuti kebijakan pemerintah yang sudah membolehkan pembangunan masjid.

127

1. SINTAKSIS a. Skema berita Struktur sintaksis Kompas edisi 25 Juli 2015 diawali dengan judul, kemudian pernyataan narasumber, lead, kutipan narasumber, latar informasi, penutup. Posisi pernyataan yang diletakkan setelah judul dan dicetak dengan jenis huruf serta ukuran huruf yang berbeda dari isi teks keseluruhan memberikan kesan bahwa aspek tersebut sengaja ditonjolkan oleh Kompas. Berikut pernyataan narasumber dalam teks berita Kompas: ―Ketua FUB Papua: Penyebab Insiden karena Komunikasi Tak Jalan‖. Pernyataan ini mengajak pembaca untuk berfikir bahwa peneyebab konflik tolikara karena komunikasi yang tak jalan, bukan karena sentimen terhadap penganut agama tertentu. Kemudian struktur sintaksis pada berita Republika berbentuk piramida terbalik, diawali dengan judul, lead, latar informasi, kutipan narasumber, pernyataan dan penutup. Struktur piramida terbalik ini menempatkan aspek yang dianggap penting diawal kemudian bagian selanjutnya dilengkapi dengan keterangan-keterangan atau fakta-fakta yang mendukung.

Tabel 6.1 Headline Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika Headline/ judul TNI Diminta Percepat TNI Jamin Pendirian Renovasi di Tolikara, Masjid Tolikara Ketua FUB Papua: Penyebab Insiden karena Komunikasi Tak Jalan

Tabel 5.1 menunjukan kedua surat kabar tersebut mengangkat inti tema yang sama, yakni mengenai tugas TNI untuk menangani pembangunan serta renovasi berbagai fasilitas pasca konflik tolikara. Perbedaan terletak pada sisi objek pemberitaan yang diangkat. Jika Kompas mengangkat 128

renovasi terhadap seluruh bangunan yang rusak secara keseluruhan.Republika fokus terhadap pendirian masjid pasca terbakar dalam insiden Tolikara tersebut. Hal ini menunjukan Republika menekankan bahwa pendirian masjid yang menjadi prioritas dalam pembangunan kembali pasca insiden tersebut.

Kompas juga menyajikan pernytaan yang berdapingan dengan judul utama. Judul utama Kompas berbunyi ―TNI Diminta Percepat Renovasi di

Tolikara‖ dengan pernyataan―Ketua FUB Papua: Penyebab Insiden karena

Komunikasi Tak Jalan‖. Struktur demikian seolah Kompas ingin membagi fokus perhatian pembaca pada dua fakta, pertama tentang renovasi di

Tolikara dan kedua pernyataan ketua FUB Papua tentang penyebab insiden tersebut karena komunikasi yang tak jalan. Dua fakta yang disajikan beriringan seperti ini seolah mengajak pembaca untuk memahami bahwa rusaknya sejumlah bangunan merupakan imbas dari sebuah insiden yang disebabkan karena komunikasi yang tak jalan bukan semata-mata karena tindakan penyerangan. Jika logika dari kalimat ini dibalik, maka akan dipahami bahwa tindakan penyerangan tidak akan terjadi jika ada komunikasi yang baik antar kedua belah pihak sehingga tidak terjadi sebuah insiden yang menyebabkan terbakarnya sejumlah bangunan dan fasilitas ibadah.

Tabel 6.2 Lead Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika

Lead JAKARTA, KOMPAS-- TOLIKARA— Panglima TNI Jenderal TentaraNasional 129

Gatot Nurmantyo diberi Indonesia (TNI) waktu satu bulan untuk menjamin pendirian mempercepat bangunan masjid baru di penyelesaian renovasi Karubaga, Tolikara, pembangunan kios dan pasca kerusuhan dan mushala yang rusak pembakaran 17 Juli lalu. akibat insiden Tolikara, Jaminan TNI ini Papua, pada Jumat (17/7) menyusul kekhawatiran lalu. Terkait dengan akan terjadi penolakan percepatan tersebut, TNI oleh sejumlah pihak menambah jumlah untuk membangun personel prajurit TNI masjid. Masjid baru ini sebanyak 100 orang. menggantikan Masjid Baitul Muttaqin yang dibakar warga selepas protes shalat Id, pekan lalu.

Lead yang digunakan Republika dan Kompas jelas menunjukan pandangannya masing-masing. Kompas menggunakan jenis what lead yang mengungkapkan peristiwa apa yang terjadi. Kompas hanya menjabarkan peristiwa yang terjadi mengenai TNI yang diminta untuk mempercepat penyelesaian renovasi kios dan mushala yang rusak akibat insiden Tolikara.

Sedangkan, lead Republika jelas menunjukan pandangannya dalam lead dengan tidak hanya memparkan dari segi what lead tetapi juga memaparkan dari segi why lead yang mengungkapkan alasan TNI memberikan jaminan dan pengamanan tehadap pendirian Masjid di Tolikara karena berpotensi diganja sejumlah pihak di Tolikara.Hal ini memberikan nada negatif terhadap pihak yang mengganjal pendirian masjid karena dianggap tidak memberikan hak kebebasan beribadah.

130

Tabel 6.3 Latar Informasi Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015 Unsur diamati Kompas Republika

Latar Menurut Lapiyus, insiden ―Panglima TNI (Jenderal Informasi Tolikara yeng terjadi Gatot Nurmantyo) sebenarnya disebabkan menjamin itu (pendirian karena persoalan masjid). Kita semua komunikasi yang tak harus menjaga kebebasan jalan. Bukan karena menjalankan ibadah adanya pihak luar atau sesuai keyakinan pihak asing yang ikut masing-masing,‖ kata bermain, ―selama 50-an Komandan Kodim tahun Papua bergabung Jayapura Kolonel Tri dengan Negara Kesatuan Yunarto… Republik Indonesia, belum pernah ada konflik antar-umat beragama. Secara budaya, masyarakat Papua memegang adat bahawa haram hukumnya membakar tempat ibadah.‖

Latar informasi yang dipilih oleh Kompas mengarah pada penyebab terjadinya insiden Tolikara karena komunikasi yang tak jalan. Selain itu,

Kompas juga memakai latar sejarah keberhasilan warga Papua selama 50 tahun dalam menjaga persatuan tanpa adanya konflik antar umat beragama.Secara rinci Kompas juga memaparakan hukum adat masyarakat

Papua—yang mayoritas Kristen—mengharamkan membakar tempat ibadah.

Pemberitaan semacam ini akan membentuk kesadaran khlayak bahwa terbakarnya sejumlah kios dan mushala ini bukan karena kemarahan umat

Kristiani terhadap umat Muslim, karena tak mungkin umat Kristiani melanggar hukum adat yang mengharamkan membakar rumah ibadah.

Namun Insiden ini terjadi lebih dikarenakan komunikasi yang tidak berjalan 131

dengan baik bagi kedua belah pihak, dan tidak ada unsur kesengajaan dalam pembakaran rumah ibadah tersebut, warga membakar kios yang akhinya merembet ke mushala. Dengan demikian, Kompas berupaya menyuguhkan pandangan positif terhadap umat Kristiani (masyarakat Papua). Berikut kutipan latar informasi Kompas:

Menurut Lapiyus, insiden Tolikara yeng terjadi sebenarnya disebabkan karena persoalan komunikasi yang tak jalan. Bukan karena adanya pihak luar atau pihak asing yang ikut bermain, ―selama 50-an tahun Papua bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia, belum pernah ada konflik antar-umat beragama. Secara budaya, masyarakat Papua memegang adat bahawa haram hukumnya membakar tempat ibadah.‖ ―Tempat ibadah apa pun milik bersama, dari agama mana pun bisa duduk bersama.Jadi, kalau bakar tempat ibadah, maka haram hukumnya.Papua yang mayoritas Kristen, mereka menjaga hal itu,‖ tuturnya, seraya menjelaskan aksi warga yang membakar kios akhirnya merembet mushala. Sedangkan Republika lebih mengarahkan latar informasi pada pentingnya pendirian masjid. Republika memaparkan bahwa setiap orang harus menjaga kebebasan menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing- masing. Sehingga Republika menilai pembangunan masjid harus menjadi prioritas utama untuk menjaga dan menghormati kebebasan umat muslim dalam menjalankan ibadah dengan fasilitas ibadah yang nyaman. Dengan demikian, teks Republika dipandang menyuarakan dukungan terhadap hak umat muslim.

Tabel 6.4 Kutipan Narasumber Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Kutipan ―Jadi, sekarang ini, ―Panglima TNI Narasumber pembangunan kembali (di (Jenderal Gatot 132

Tolikara) sudah dilakukan. Nurmantyo) menjamin Beliau (Presiden Joko itu (pendirian masjid). Widodo) meyakinkan lagi Kita semua harus agar 60 kios (yang dibakar menjaga kebebasan dan terbakar), harus menjalankan ibadah dibangun 75 kios. sesuai keyakinan Sebanyak 15 kios, untuk masing-masing,‖ kata warga setempat (asli Komandan Kodim Tolikara).‖ (Gatot Jayapura Kolonel Tri Nurmantyo) Yunarto ―Tempat ibadah apa pun ―Kita tambah 100 milik bersama, dari agama personel. Karena, mana pun bisa duduk dituntut satu bulan harus bersama. Jadi, kalau bakar selesai sehingga tempat ibadah, maka ekonomi berjalan.‖ haram hukumnya. Papua (Jenderal Gatot yang mayoritas Kristen, Nurmatyo) mereka mejaga hal itu.‖

―Mereka bertindak (rusuh) karena komunikasi yang tak jalan meskipun sudah ada kesepakatan.‖ Lipiyus Biniluk

―Kami mendapat bukti ―Iya, itu Mama (saya) keterlibatan keduanya punya tanah, kita melalui rekaman video sekarang usdah jadi pada saat peristiwa. Kedua pengungsi.‖ (Albert Tini oknum tersebut adalah Kogoya) pegawai salah satu bank di Tolikara.‖ (Kapolda Papua Inspektur Jenderal Yotje Mende ―Perda itu dalam konteks otonomi khusus Papua. Perda itu sesuai dengan local content yang ada.‖ (Ketua Persekutuan Gereja- gereja dan Lembaga- lembaga Injili Indonesia Lipiyus Biniluk) 133

―Kalau menteri mau cabut preda, evaluasi juga dong perda-perda di seluruh Indonesia.‖ (Sekertaris Daerah Kabupaten Tolikara Dance Y Flassy)

Dari tabel 6.4 itu, Kompas mewawancarai tiga orang: Panglima TNI

Jenderal Gatot Nurmantyo, Ketua Forum Kerukunan antar-Umat Beragama dan Ketua Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga-lembaga Injili di

Indonesia Papua Lapiyus Biniluk, Kapolda Papua Yotje Mende.

Jika diamati, pandangan Ketua Forum Kerukunan antar-Umat

Beragama Lipiyus Biniluk yang menyatakan masyarakat Papua yang mayoritas kristen tidak mungkin melakukan pembakaran rumah ibadah. Dan ia juga menyatakan alasan dua warga dari kalangan GIDI yang ditahan polisi, dua warga tersebut betindak rusuh karena komunikasi yang tak jalan.

Anggapan Lipiyus Biniluk dianggap benar karena Kompas menyandangkan otoritas Lapiyus Biniluk sebagai Ketua Forum Kerukunan Antar-Umat beragama di Papua. Sehingga penilaian ini dianggap relevan, karena

Lapiyus berbicara mewakili forum kerukunan antar umat beragama. Padahal

Lapiyus Biniluk juga tercatat menjabat sebagai Ketua Persekutuan Gereja- gereja dan Lembaga-lembaga Injili Indonesia (PGLII). Kompas lebih memilih menyandangkan jabatan pertama bagi Lipyus agar memberikan nada otoritas Lipiyus tidak berada pada salah satu pihak. Padahal jelas dari kutipan yang diambil Kompas memberikan kesan mencoba menghapus 134

penilaian negatif terhadap GIDI. Berikut kutipan lengkap Lipiyus Biniluk dalam teks Kompas:

Hal senada diutarakan Ketua Forum Kerukunan antar-Umat Beragama di Papua, Lipiyus Biniluk…. ―Tempat ibadah apa punmilik bersama, dari agama mana pun bisa duduk bersama. Jadi, kalau bakar tempat ibadah, maka haram hukumnya. Papua yang mayoritas Kristen, mereka mejaga hal itu,‖ seraya menjelaskan aksi warga yang membakar kios akhirnya merembet mushala. Terkait penahanan oleh polisi terhadap dua warga dari kalangan GIDI, Lipiyus membenarkan. ―Mereka bertindak (rusuh) karena komunikasi yang tak jalan meskipun sudah ada kesepakatan,‖ ujarnya. Lipiyus berharap, setelah penehanan kedua tersangka insiden Tolikara, polisi diharapkan tak lagi melakukan penangkapan terhadap warga. ―tak perlu menangkap-menangkap lagi. Nanti eksesnya jadi tak baik. Saya minta kepada Presiden begitu agar tak ada lagi penengkapan. Selain sudah diselesaikan secara damai, pihak korban pun sudah meneriman kesepakatan damai,‖ kata Lipiyus Dalam teks berita itu, Republika mewawancarai enam narasumber:

Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, Bupati Tolikara Usman G

Wanimbo, Alberttini Kagoya (keluarga Kagoya pemilik tanah di lokasi masjid yang terbakar), Ketua PGLII Lapiyus Biniluk, Sekda Kabupaten

Tolikara Dance Y Flassy, dan Juru Bicara Komat Tolikara Adnin Arnas.

Teks berita Republika itu secara umum berisi tentang dua pandangan—satu pihak menjamin pendirian masjid di Tolikara, sementara pihak lain mengganjal pendirian masjid tersebut. Sekarang kita amati bagaimana

Republika menyusun kutipan wawancara dua pandangan tersebut dalam teks. Sumber Republika yang menjamin pendirian masjid adalah Panglima

TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dan Juru bicara Komat Tolikara Adnin

Arnas.Sementara sumber Republika yang mengganjal pendirian masjid 135

adalah Bupati Tolikara Usman G Wanimbo, Albertini Kagoya, Ketua PGLII

Lapiyus Biniluk, Sekda Kabupaten Dance Y Flassy.Dua pandangan yang bersebrangan tersebut disusun dalam suatu skema yang menghasilkan berita bahwa lebih banyak pihak yang berpotensi mengganjal pendirian masjid.Dua paragraf awal dan satu paragraf di akhir diisi dengan pandangan yang menjamin pendirian masjid.Paragraf selebihnya adalah pandangan dari pihak yang berpotensi mengganjal pendirian masjid.

Skema semacam ini membuat pandangan yang setuju dengan pembangunan masjid menjadi minoritas diantara pandangan yang tidak setuju pembangunan masjid.Republika menekankan pesan tertentu bahwasanya pendirian masjid di Tolikara berpotensi diganjal berbagai pihak sehingga perlu jaminan keamanan dari TNI dan pemerintah.Hal ini mengajak pembaca berfikir bahwa pemerintah daerah Tolikara dan sebagian besar warga Tolikara tidak menghormati hak umat muslim untuk mendapatkan fasiltas ibadah yang layak.

Tebel 6.5 Pernyataan Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015

Unsur Kompas Republika diamati Pernyataan Gatot menegaskan, Bupati Tolikara Usman G Tolikara sekarang ini sudah Wanimbo mengatakan, aman sehingga tidak perlu belum bisa menjamin lagi mendirikan pos-pos perizinan pendirian masjid pengamanan TNI. di wilayah Tolikara. Menurutnya, perizinan harus sesuai dengan kesepakatan Gereja Injili di Indonesia (GIDI) dan masyarakat adat di 136

Tolikara.

Ketua Persekutuan Gereja- gereja dan Lembaga- lembaga Injili Indonesia (PGLII) lipiyus Biniluk juga mengiyakan adanya peraturan daerah (perda) tentang larangan membangun rumah ibadah baru di Tolikara. Menurutnya, Perda itu sesuai dengan kearifan lokal di kabupaten yang mayoritas penduduknya beragama Kristen tersebut. Juru Bicara Komat Tolikara Adnin Arnas mengakui, pembangunan masjid di Tolikara berpotensi diganjal pihak-pihak tertentu di Tolikara.

Dalam tabel 6.5, pernyataan Kompas menegaskan bahwa kondisi di

Tolikara telah aman.Dengan penggambaran semacam ini, Kompas mengarahkan pandangan publik agar tidak cemas dan terprovokasi, karena kondisi di Tolikara telah kembali kondusif dan normal.

Sedangkan, Republika menulis tanggapan dari Bupati Tolikara

Usman G Wanimbo dan Ketua Persatuan Gereja-gereja dan Lembaga- lembaga Injili di Indonesia (PGLII) Lipiyus Biniluk terkait belum adanya jaminan pendirian masjid bahkan larangan pendirian rumah ibadah baru.

Dengan menggunakan pernyataan tersebut Republika mengarahkan pembaca untuk memahami bahwasannya pendirian masjid di Tolikara terancam diganjal oleh berbagai pihak. Penggunaan narasumber yang berlatar belakang dari pihak Kristen—Ketua PGLII Lipiyus Biniluk, 137

memberikan nada negatif terhadap pihak yang mengganjal yakni organisasi

PGLII.

Tabel 6.6 Penutup Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Penutup Pantauan Kompas, Juru Bicara Komat kemarin, sekitar 100 umat Tolikara Adnin Arnas Muslim menjalankan mengakui, pembanguan ibadah shalat dengan masjid di Tolikara aman di Markas Koramil berpotensi diganjal 1702-11 Karubaga. Ustaz pihak-pihak tertentu di Fazlan Garamatan dari Tolikara. Namun, Fakfak, Papua Barat, menurutnya, itu tak tampil sebagai khatib menjadi masalah karena dalam shalat tersebut. Ali pihak-pihak tersebut Usman (30), jemaah harus mengikuti shalat, merasa lega dapat kebijakan pemerintah mengikuti shalat meski yang sudah baru seminggu terjadi membolehkan insiden. pembangunan masjid.

Dalam penutupnya, Kompas menegaskan kembali kondisi di

Tolikara telah kondusif, setelah sebelumnya pada paragraf empat Kompas juga telah mengutip pernyataan Panglima TNI Gatot Nurmantyo tentang kondisi Tolikara yang telah aman. Dalam penutup ini Kompas menulis pernyataan warga muslim yang merasa lega dapat menjalankan ibadah dengan rasa aman. Kompas mengajak pembaca untuk mengetahui perkembangan kondisi di Tolikara yang telah kembali kondusif pasca insiden Tolikara.Kompas kembali mengajak pembaca berfikir untuk mengedepankan persaudaraan dan perdamaian.

Teks berita Republika diakhiri dengan penegasan terhadap jaminan pendirian masjid akan tetap dilaksanakan sekalipun banyak pihak yang tidak 138

menyetujui. Bahkan melalui pernyataan Juru Bicara Komat Tolikara Adnin

Arnas yang dikutip Republika menyatakan bahwa pendirian masjid telah disetujui pemerintah, karena dari segi hukum pemerintah telah mengeluarkan kebijakan atas izin pendirian masjid baru. Pernyataan tersebut diambil Republika sebagai penguat sikap Republika yang sejatinya mendukung pendirian masjid baru di Tolikara.

2. SKRIP

a. Kelengkapan berita

Tabel 6.7 5W+1H Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika 5W+1H Apa yang terjadi Apa yang terjadi (What): (what): Renovasi Pembanguan masjid baru di Pembangunan kios dan Karubaga serta sejumlah kios mushala yang rusak yang hangus usai peristiwa akibat insiden Tolikara Tolikara Siapa yang merenovasi Siapa yang mendirikan (who): Personel prajurit (who): Personel prajurit TNI TNI Kapan pelaksanaan Kapan pelaksanaan renovasi renovasi tersebut tersebut (when): terget satu (when): target selama bulan pasca insiden Tolikara satu bulan pasca insiden Tolikara Dimana pelaksanaan Dimana pelaksanaan renovasi dilakukan pembangunan dilakukan (where): (where): masjid baru akan dibangun di tempat yang berbeda dari masjid sebelumnya yang terbakar, yakni di lahan kosong di Kompleks Koramil Karubaga dengan ukuran sekitar 40 kali 15 meter. 139

Namun, belum ada kejelasan apakah masjid baru tersebut akan digunakan secara permanaen. Mengapa pembangunan Mengapa pembangunan tersebut dilaksanakan tersebut dilaksanakan (why): (why): agar pembanguan masjid karena perekonomian di derah harus menghargai dan tersebut segera berjalan menjaga kebebasan menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing-masing, serta pembangunan kios agar perekonomian di daerah tersebut kembali berjalan. Bagaimana proses Bagaimana proses renovasi tersebut pembangunan tersebut (how): (how): belum jelas apakah masjid tersebut akan dibangun secara permanen atau sebaliknya. Hal ini karena Bupati Tolikara belum bisa menjamin perizinan pendirian masjid di wilayah Tolikara. Selain itu masih terdapat sengketa atas hak milik tanah di lokasi yang rencananya akan dibangun masjid tersebut. Selain itu terdapat perda yang melarang pambangunan rumah ibadah baru di Tolikara,

Dalam berita tersebut Kompas mencoba membentuk pembingkaian yang menghasilkan kesan tertentu kepada masyarakat dengan cara menghilangkan satu atau lebih unsur penting dalam berita tersebut. Unsur yang dihilangkan Kompas ialah unsur where dan how. Pemberitaan yang ditulis oleh Kompas tidak memaparkan lokasi kios dan mushala yang akan direnovasi, apakah akan dibangun dilokasi yang sama atau berbeda dari lokasi awal sebelum insiden itu terjadi. Selain itu, Kompas juga tidak 140

menjabarkan bagaimana proses renovasi sejumlah kios dan mushala itu berlangsung.

Sedangkan Republika mencakupi seluruh unsur 5W+1H. Republika melengkapi unsur where dan howyang tidak terdapat dalam Kompas.

Republika memaparkan bagaiman proses pendirian masjid tersebut berlangsung, dimana pendirian masjid berpotensi diganjal beberapa pihak serta terjadi pertentangan mengenai kepemilikian tanah dari lokasi yang akandidirikan masjid. Hal ini menunjukan bahwa sebenarnya pembangunan kembali pasca insiden Tolikara belum berjalan lancar sepenuhnya, meski dikatakan pemerintah dan TNI menjamin pembangunan yang terbakar secara keseluruhan.Dari teks berita Republika seolah mengajak pembaca untuk memahami bahwa masih ada pihak-pihak di Tolikara bahkan Perda di

Tolikara sendiri melarang pendirian bagi rumah ibadah baru. Republika menggambarkan bahwa masyarakat papua yang mayoritas kristen belum memahami atau belum manghargai hak untuk memberikan kebebasan menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing-masing. Dalam hal ini,

Republika memeberikan kesan negatif kepada pihak-pihak yang kontra dan umat Kristiani. Berikut kutipan lengkap teks berita Republika yang menjelaskan bagaimana proses pendirian masjid itu terganjal oleh beberapa pihak:

Kendati demikian, Bupati Tolikara Usman Wanimbo mengatakan, belum bisa menjamin perizinan pendirian masjid di wilayah Tolikara. Menurutnya, perizinan harus sesuai dengan kesepakatan Gereja Injili di Indonesia (GIDI) dan masyarakat adat di Tolikara. 141

Pihak-pihak di Tolikara mengatakan, tanah di lokasi terbakarnya Masjid Baitul Muttaqin diklaim milik GIDI. Selain itu, Ketua Persekutuan Gereja-gereja dan Lembaga- lembaga Injili Indonesia (PGLII) Lipiyus Biniluk juga mengiyakan adanya peraturan daerah yang melarang membangun rumah ibadah baru di Tolikara. Menurutnya, Perda itu sesuai dengan kearifan lokal di kabupaten yang mayoritas penduduknya beragama kristen tersebut. 3. TEMATIK

a. Detail Tabel 6.8 Detail Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015

Unsur Kompas Republika diamati Paragraf Menurut Lapiyus, insiden Tentara Nasional Indonesia dan Tolikara yang terjadi (TNI) menjamin pendirian kalimat sebenarnya disebabkan bangunan masjid baru di karena persoalan Karubaga, Tolikara, komunikasi yang tak jalan. pascakerusuhan dan Bukan karena adanya pihak pembakaran 17 Juli lalu. luar atau pihak asing yang Jaminan TNI ini menyusul ikut bermain….. kekhawatiran akan terjadi penolakan oleh sejumlah pihak untuk membangun masjid. Masjid baru ini menggantikan Masjid Baitul Muttaqin yang dibakar warga selepas protes shalat Id, pekan lalu. ―Tempat ibadah apa pun Bupati Tolikara Usman G milik bersama, dari agama Wanimbo mengatakan, mana pun bisa duduk belum bisa menjamin bersama. Jadi, kalau bakar perizinan pendirian masjid tempat ibadah, maka haram di wilayah Tolikara. hukumnya. Papua yang Menurutnya, perizinan mayoritas Kristen, mereka harus sesuai dengan menjaga hal itu,‖ tuturnya, kesepakatan Gereja Injili di seraya menjelaskan aksi Indonesia (GIDI) dan warga yang membakar kios masyarakat adat di akhirnya merembet Tolikara mushala.

Terkait penahanan oleh Pihak-pihak di Tolikara 142

polisi terhadap dua warga mengatakan, tanah lokasi dari kalangan Gereja Injili terbakarnya Masjid Baitul di Indonesia (GIDI), Mutaqin diklaim milik Lipiyus membenarkan. GIDI…… ―mereka bertindak (rusuh) karena komunikasi yang tak jalan… ―Lipiyus berharap, setelah Ketua Persekutuan Gereja- penahanan kedua tersangka gereja dan Lembaga- insiden Tolikara, polisi lembeaga Injili Indonesia diharapkan tak lagi (PGLII) Lapiyus Biniluk melakukan penangkapan- juga mengiyakan adanya penangkapan terhadap peraturan daerah tentang warga. ―Tak perlu larangan membangun menangkap-menangkap rumah ibadah baru di lagi. … Tolikara…… Juru Bicara Komat Tolikara Adnin Arnas mengakui pembangunan masjid di Tolikara berpotensi diganjal pihak- pihak tertentu di Tolikara. Namun, menurutnya, itu tak menjadi masalah karena pihak-pihak tersebut ……

Tiga paragraf dalam teks berita Kompas memaparkan secara lengkap penyebab insiden karena komunikasi yang tak jalan.Kompas seolah menggambarkan bahwa satu-satunya penyebab insiden tersebut hanya karena masalah komunikasi antar kedua belah pihak.Kompas menulis pernyataan Ketua PGLII Lapiyus Biniluk yang memaparkan data mengenai sejarah 50 tahun Papua bergabung dengan NKRI tak pernah terjadi konflik antar umat beragama. Bahkan secara jelas menyebutkan bahwa budaya masyarakat Papua yang mayoritas masyarakatnya beragama Kristen mengharamkan membakar tempat ibadah, secara tidak langsung Kompas bermaksud mengatakan bahwasannya tidak mungkin umat Kristiani berniat 143

membakar tempat ibadah umat muslim. Dengan detail demikian maka

Kompas seolah ingin menciptakan citra positif umat Kristiani kepada khalayak.

Detail Republika memaparkan pendirian masjid yang berpotensi diganjal berbagai pihak di Papua, mulai dari Bupati Tolikara yang belum bisa memeberikan jaminan perizinan pendirian masjid karena harus sesuai dengan kesepakatan GIDI dan masyarakat adat. Dilain sisi, terdapat pihak-pihak yang megkalaim kepemilikan tanah dari lokasi yang rencananya akan dibangun masjid baru. Selain itu pernyataan Ketua PGLII

Lapiyus Biniluk dan Sekda Kabupaten Tolikara Dance Y Flassy yang mengiyakan adanya Perda tentang larangan membangun rumah ibadah baru.Sehingga Republika menyatakan perlu jaminan dari TNI dan pemerintah untuk melakukan pembangunan masjid baru tersebut.

Detail Republika seolah membawa kesadaran publik akan minimya kesadaran masyarakat Papua untuk menghormati kebebasan menjalankan ibadah bagai setiap umat beragama, serta tidak memeberikan hak bagi umat muslim untuk mendapatkan fasilitas beribadah yang nyaman. Detail

Republika ini menampakan citra negatif terhadap masyarakat papua dan umat kristiani yang tidak mendukung pendirian rumah ibadah bagi kaum

Muslim.

144

b. Koherensi Tebel 6.9 Koherensi Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Proposisi dan ―Tempat ibadah apapun ….. Lapiyus Biniluk juga hubungan milik bersama, dari mengiyakan adanya antar kalimat agama mana pun bisa peraturan daerah (perda) duduk bersama. Jadi, tentang larangan kalau bakar tempat membangun rumah ibadah ibadah, maka haram baru di Tolikara. hukumnya. Papua yang Menurutnya, perda itu mayoritas Kristen, sesuai dengan kearifan mereka menjaga hal lokal di kabupaten yang itu.‖ mayoritas penduduknya beragama Kristen tersebut.

Koherensi yang digunakan Kompas yakni jenis koherensi kondisional (penjelas).Koherensi kondisional ditandai dengan penggunaan anak kalimat sebagai penjelas.Disini ada dua kalimat dimana kalimat kedua adalah penjelas atau keterangan dari proposisi pertama.Kata konjungsi yang digunakan Kompas ialah kata “yang” pada kalimat “yang mayoritas

Kristen”.Anak kalimat ini apabila dihilangkan sebenarnya tidak akan mengurangi arti kalimat. Anak kalimat itu mencerminkan kepentingan

Kompas karena ia dapat memberikan kesan tertentu terhadap suatu pernyataan. Jika diamati kalimat “Papua (masyarakat Papua) yang mayoritas Kristen menjaga hal itu”.Arti kalimat diatas tidak akan berubah kalau anak kalimat dihilangkan menjadi “Papua (masyarakat

Papua) menjaga hal itu”.Anak kalimat “yang mayoritas Kristen” berfungsi sebagai penjelas tapi juga memberi makna penilaian positif terhadap umat Kristen, karena secara tidak langsung Kompas menyetujui 145

bahwa umat Kristen tidak mungkin melakukan pembakaran rumah ibadah umat Muslim.

Begitupun dengan Republika menggunakan koherensi kondisional

(penjelas) pada anak kalimat ―yang mayoritas penduduknya beragama

Kristen tersebut‖. Sebenarnya arti kalimat tidak akan berubah apabila kata ini dihilangkan menjadi ―perda itu sesuai dengan kearifan lokal di kabupaten Tolikara‖ anak kalimat dalam teks ini berfungsi sebagai estetika sebuah kalimat untuk menghindari pengulangan nama kabupaten

Tolikara tersebut. Namun anak kalimat ini juga berfungsi untuk memberikan label atau citra negatif terhadap umat Kristen di Tolikara karena dianggap tidak memberikan hak kepada umat Muslim untuk mendapatkan fasilitas ibadah yang nyaman.

Tabel 6.10 Bentuk Kalimat Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Bentuk kalimat Panglima TNI Jenderal Tentara Nasional Gatot Nurmantyo diberi Indonesia (TNI) waktu satu bulan untuk menjamin pendirian mempercepat bangunan masjid baru di penyelesaian renovasi Karubaga, Tolikara, pembangunan kios dan pascakerusuhan dan mushala yang rusak pembakaran 17 Juli lalu. akibat insiden Tolikara, Jaminan TNI ini Papua, pada Jumat (17/7) menyusul kekhawatiran lalu. Terkait dengan akan terjadi penolakan percepatan tersebut, TNI oleh sejumlah pihak menambah jumlah untuk membangun personel prajurit TNI masjid. Masjid baru ini sebanyak 100 orang. menggantikan Masjid Baitul Muttaqin yang dibakar warga selepas 146

protes shalat Ied, pekan lalu.

Bentuk kalimat dalam teks berita Kompas dan Republika menggunakan bentuk kalimat deduktif, dimana inti kalimat (umum) diletakan di awal kemudian disusul dengan kalimat-kalimat keterangan

(khusus).Kemudian bentuk kalimat yang digunakan Republika seperti pada tabel menggunakan bentuk kalimat pasif pada kalimat ―Masjid baru ini menggantikan Masjid Baitul Muttaqin yang dibakar warga selepas protes shalat Ied, pekan lalu‖.Kalimat ini menunjukan kata ―warga‖ ditempatkan menjadi subjek atau pelaku pembakaran masjid. Hal ini menunjukan kesan negatif kepada warga karena terdapat unsur kesengajaan terhadap pembakaran masjid.

c. Kata Ganti

Tabel 6.11 Kata Ganti Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Kalimat Menurut dia, keduanya ―Panglima TNI (Jenderal melanggar Pasal 170 Gatot Nurmantyo) Kitab Undang-undang menjamin itu (pendirian Hukum Pidana (KUHP) masjid). Kita semua tentang penyerangan harus menjaga kebebasan yang mengakibatkan manjalankan ibadah kerugian korban jiwa dan sesuai keyakinan masing- harta benda masing.‖

Kata ganti yang digunakan Kompas ialah kata ganti dia, ―dia‖ menciptakan jarak antara wartawan (Kompas) dengan narasumber.Kompasingin memberikan kesan objektif dengan menyatakan bahwa ini adalah pernyataan narasuber bukan pernyataan subjektif media. 147

kata ganti yang digunakan Republika ialah kita. Dalam tabel 5.11 kolom Republika bagian pertama, Republika menggunakan kata ganti kita.

Kata ganti kita ini merujuk pada representasi bagi sikap bersama.Pada kalimat ―Kita semua harus menjaga kebebasan manjalankan ibadah sesuai keyakinan masing-masing‖ Republika menyatakan bahwa seluruh masyarakat harus menyadari bahkan harus menjaga kebebasan setiap umat dalam menjalankan ibadah sesuai keyakinan masing-masing.Hal ini menekankan bahwasanya seluruh masyarakat harus mengormati serta menjamin hak antar umat beragama dalam beribadah termasuk didalamnya hak untuk mendirikan fasilitas rumah ibadah.Secara tidak langsung,

Republika mendukung hak umat muslim.

4. RETORIS a. Leksikon Tabel 6.12 Leksikon Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Kata Panglima TNI Jenderal …. Pihaknya telah Gatot Nurmantyo diberi menambah 100 persoel waktu satu bulan untuk untuk membangun mempercepat kembali masjid serta penyelesaian renovasi sejumlah kios yang pembangunan kios dan hangus usai peristiwa mushala yang rusak Tolikara. akibat insiden Tolikara, Papua, pada Jumat (17/7) lalu.

Dari tabel 5.12, pilihan kata yang digunakan Kompas ialah renovasi.Kata renovasi lebih menekankan pada makna perbaikan, peremajaan, penyempurnaan.Kata ini menunjukan bahwa bangunan yang 148

terbakar pasca insiden Tolikara tidak hangus sepenuhnya, namun hanya mengalami kerusakan.Artinya, Kompas seolah memberikan gambaran kepada pembaca bahwa sejumlah kios dan mushala rusak akibat insiden

Tolikara sehingga hanya perlu direnovasi. Berbeda dengan Republika yang menggunakan kata pendirian, kata ini mengandung arti proses, perbuatan mendirikan atau membangun. Dengan demikian, Republika ingin menekankan melalui kata tersebut, bahwasannya bangunan yang terbakar pasca insiden Tolikara itu hangus sehigga perlu pendirian dan pembangunan dari awal (ulang), tidak sekedar pada perbaikan bangunan.

Kompas juga menggunakan kata rusak yang memiliki arti bentuk yang tidak sempurna.Sedangkan Republika menggunakan kata hangus yang memiliki arti terbakar habis.Pilihan kata ini menunjukan bagaimana pemaknaan komunikator terhadap fakta atau realitas.Dengan kata yang dipilih Kompas seolah mengesankan bahwa bangunan yang terbakar tersebut hanya mengalami kerusakan, bentuk bangunan yang tidak lagi sempura sehingga hanya perlu perbaikan untuk menyempurnakannya kembali.Sedangkan kata yang dipilih Republika justru menunjukan realitas sebaliknya, bangunan yang terbakar benar-benar hangus secara keseluruhan, sehingga tidak nampak bentuk bangunan seperti sebelumnya, sehingga diperlukan untuk membangun ulang bangunan kios dan masjid yang baru.

149

b. Grafis Tabel 6.13 Grafis Kompas dan Republika Edisi 25 Juli 2015

Unsur diamati Kompas Republika

Penggunaan Kalimat judul ― TNI Judul ditulis dengan huruf Diminta Percepat ukuran yang lebih besar Renovasi di Tolikara‖ di dan diberi ketebalan cetak dengan ukuran besar dan dicetak tebal. Kemudian, terdapat pernyataan di bawah judul berbunyi ―Ketua FUB Papua: Penyebab Insiden karena Komunikasi Tak Jalan‖ dicetak dengan ukuran yang lebih kecil dari judul namun, lebih besar dari isi teks berita.

Grafis yang terdapat dalam teks berita Kompas menunjukan dua bagian yang dibuat berbeda.Pertama, penulisan judul yang dicetak dengan ukuran yang lebih besar dan diberi ketebalan.Kedua, dibawah judul terdapat pernyataan yang dicetak dengan ukuran yang lebih besar dari isi teks berita.Bagian-bagian yang ditonjolkan ini adalah bagian yang dianggap penting oleh Kompas sehingga bagian tersebut dibuat berbeda.Kompas ingin khalayak menaruh perhatian lebih pada dua bagian tersebut.Kompas membagi dua titik perhatian agar perhatian pembaca terbagi, tidak hanya fokus pada percepatan renovasi bangunan pasca insiden Tolikara, namun juga menginginkan pembaca memperhatikan realitas bahwa bangunan yang rusak tersebut imbas dari sebuah insiden yang terjadi karena komunikasi yang tak jalan.Jadi Kompas ingin mencitrakan bahwa bangunan yang rusak 150

tersebut terjadi bukan karena sentimen dan penyerangan yang disebut datang dari anggota GIDI kepada umat muslim, melainkan disebabkan karena miskomunikasi antar kedua belah pihak sebelumya.

B. PERBEDAAN BINGKAI KOMPAS DAN REPUBLIKA Perbedaan framing Kompas dan Republika terkait pemberitaan konflik tolikara secara keseluruhan akan dipaparkan dalam tabel berikut:

Tabel 7: Perbedaan Bingkai Pemberitaan Konflik Tolikara pada Harian Kompas dan Republika.

Edisi Surat kabar Fram dan Judul 20 KOMPAS (1) Kompas menyatakan bahwa konflik Juli ―Langkah Tolikara merupakan kesalahan akibat 2015 Hukum Tegas komunikasi yang tidak berjalan baik antara Perlu kedua belah pihak (umat Islam dan Kristen) Diambil‖ dan pemerintah. (2)Kompas menggolongkan tindakan perusakan ini sebagai pelanggaran atas perusakan fasilitas umum dan keamanan. (3) Kompas menekankan bahwa kesalahan tidak sepenuhnya dilimpahkan kepada pelaku penyerangan dan perusakan. Justru Kompas melemahakan kinerja pemerintah dianggap tidak melakukan upaya preventif dalam pencegahan konflik. REPUBLIKA (1) Republika menekankan bahwa konflik ―Seret Pelaku Tolikara merupakan aksi penolakan kelompok ke mayoritas terhadap kelompok minoritas yang Pengadilan‖ berujung pada aksi vandalisme dengan melakukan perusakan dan pembakaran rumah ibadah yang diakui keberadaannya oleh negara. (2) Republika menilai konflik tolikara lebih humanistik, yaitu meletakan peristiwa tersebut sebagai pelanggaran terhadap hak asasi manusia. (3) Framing Republika memberikan nada negatif kepada anggota Gereja Injili di Indonesia. 151

21 KOMPAS (1) Berita Kompas menekankan pada aspek Juli ―Pemerintah rekonstruksi secara keseluruhan baik kios, 2015 Jamin Biaya rumah penduduk maupun mushala yang hancur Rekonstruksi‖ pasca konflik Tolikara. (2) Dalam teks berita Kompas juga mengunakan pilihan kata mushala bukan kata masjid. (3) Selain itu, Kompas juga menekankan pada kondisi kehidupan masyarakat pendatang dan penduduk lokal di Tolikara yang telah berangsur normal. REPUBLIKA (1) Republika menekankan pada aspek ―Masjid pentingnya membangun kembali masjid yang Tolikara telah terbakar dalam kericuhan massa Gereja Butuh Injili di Indonesia (GIDI). (2) Pilihan kata yang Bantuan‖ digunakan ialah masjid bukan mushala (3)Umat Muslim digambarkan sebagai korban dari konflik tolikara. 24 KOMPAS Kompas lebih menekankan pada aspek Juli ―Presiden: pentingnya toleransi dan menjaga persaudaraan 2015 Jaga bangsa, serta kerukunan antar umat beragama. Persaudaraan, Sedangkan informasi terkait tersangka tolikara Polri hanya diberikan ruang satu paragraf pada Tetapkan Dua penutup. Tersangka Perusakan, Kekerasan, dan Penghasutan di Tolikara‖ REPUBLIKA Republika memaparkan secara detail identitas ―Dua dua tersangka Tolikara yang telah ditetapkan Tersangka Polri serta alasan mengapa dua orang tersebut Tolikara ditetapkan sebagai tersangka. Bahkan Diringkus‖ Republika memaparkan kronologis penangkapan serta menampilkan kembali kronologis konflik Tolikara. Sedangkan, aspek perdamaian dan kerukunan diberikan ruang tiga paragraf di akhir teks berita. 25 KOMPAS (1) Kompas menekankan pada aspek target Juli ―TNI Diminta penyelesaian renovasi kios dan mushala yang 2015 Percepat rusak di Tolikara (2) menegasakan kembali Renovasi di bahwa penyebab insiden Tolikara karena Tolikara‖ komunikasi yang tak jalan antara kedua belah pihak dan pemerintah (3) Kompas dalam beritanya menegaskan bahwa masayarakat Papua yang mayoritas beragama Kristen sangat memegang aturan adat yang mengharamkan 152

membakar temapat ibadah. Ini menampilakan kesan bahwa tidak mungkin umat kristiani Papua sengaja membakar rumah ibadah umat Islam. REPUBLIKA (1) Republika menekankan pada aspek jamian ―TNI Jamin yang diberikan TNI untuk membangun kembali Pendirian masjid yang terbakar. Jaminan TNI ini Masjid ditekankan Republika karena terdapat pihak- Tolikara‖ pihak yang kontra terhadap pembangunan kembali masjid tersebut. (2) Republika menyebutkan bahwa pihak-pihak yang tidak setuju terhadap pendirian masjid berasal dari pihak GIDI, Bupati Tolikara, dan terdapat Perda tentang larangan membangun rumah ibadah baru di Tolikara. Dengan demikian Republika menggambarkan bahwa pemerintah daerah Tolikara dan pihak GIDI tidak menghargai hak kebebasan beribadah dengan tidak memberikan izin pembangunan fasilitas ibadah bagi umat Islam.

C. INTERPRETASI

Secara garis besar Hasil analisis teks dengan menggunakan model framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki menunjukan tampak ada perbedaan sudut pandang yang digunakan oleh Kompas dan Republika dalam membingkai peristiwa konflik Tolikara.

Dari keseluruhan analisi teks berita, Kompas dan Republika mengembangkan bingkai dan konstruksi yang berbeda soal konflik Tolikara.

Dalam bingkai Republika, penegakkan hukum terhadap aktor penyebar surat larangan solat Ied dan pelaku perusakan hingga kemeja pesidangan menjadi solusi terbaik untuk mengatasi konflik Tolikara, agar tidak terulang konflik yang sama di lain tempat. Rangkaian peristiwa insiden Tolikara dikonstruksi oleh Republika sebagai tindakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. 153

Inisden Tolikara ini merupakan aksi penolakan kelompok mayoritas

(Kristen) terhadap kelompok minoritas (Islam) yang berujung pada aksi perusakan dan pembakaran rumah ibadah umat Islam yang diakui keberadaanya oleh negara. Umat islam diposisikan sebagai korban dalam peristiwa ini, sehingga dipandang perlu dibantu dan diperhatikan. Aktor yang berasal dari anggota Gereja Injili di Indonesia (GIDI) disebut sebagai aktor yang menyebarkan surat larangan solat Ied, dan penyebab dari kekacauan di Tolikara. Sementara Kompas mempunyai konstruksi yang berbeda atas peristiwa yang terjadi di Tolikara. Dalam konsepsi dan konstruksi Kompas, solusi terbaik dalam menyelesaikan persoalan konflik tolikara ialah dengan jalan damai mempertemukan dua tokoh dari kedua belah pihak (Kristen dan Islam) di Tolikara. Terkait langkah hukum tegas atas insiden tersebut, Kompas menekankan bahwa tidak hanya massa yang melakukan penyerangan yang ditindak tegas, namun pihak keamananyang melakukan penembakan terhadap massa juga harus diproses hukum. Selain itu, dalam pemberitaannya Kompas mempertannyakan posisi pemerintah atau kinerja pemerintah karena dianggap tidak melakukan upaya preventif dalam pencegahan konflik. Sehingga Kompas menilai bahwa kesalahan tidak sepenuhnya dilimpahkan kepada pelaku penyerangan, namun disini pemerintah juga dinilai harus bertanggung jawab atas peristiwa konflik tersebut.

Terkait perbedaan framing tersebut, kedua media memiliki alasan yang berbeda. Kompas lebih mengarahkan pada aspek perdamaian, tidak 154

mendetilkan pada aspek kronologis kejadian dan pengungkapan tersangka perusakan di Tolikara yang berasal dari anggota GIDI (Gereja Injili di

Indonesia). Framing Kompas yang lebih menonjolkan aspek perdamaian justru mengaburkan fakta-fakta terkait kronologis kejadian konflik dan juga mengaburkan fakta terkait pelaku penyerangan yang berasal dari anggota

GIDI.

Kompas memiliki asumsi tersendiri dalam mengemas pemberitaan konflik tolikara. Kompas beranggapan jika fakta-fakta sebenarnya dibeberkan secara mendalam justru berpotensi menyulut masalah semakin besar. Dengan dalih mempertimbangkan sikologi massa, Kompas tidak menginginkan pembaca akan semakin terbakar emosi. Kompas tidak menginginkanhasil pemberitaannya justru memprovokasi massa.

Meski berbanding terbalik dengan Kompas, framing Republika justru lebih mengarah pada pengungkapan tersangka tolikara, penonjolan dari aspek kronologis. Republika menggambarkan bahwa umat Muslim diserang sekelompok massa dari anggota GIDI saat pelaksanaan shalat Ied berlangsung. Bahkan secara jelas Republika menempatkan posisi umat

Muslim sebagai korban dan pihak GIDI sebagai tersangka atau pembuat kekacauan atas konflik tolikara.

Republika beranggapan bahwa penjabaran kronologis kejadian konflik tolikara pada setiap edisi bertujuan untuk kepentingan khalayak.

Khalayak berhak mengetahui kebenaran tentang kejadian tersebut. Selain itu, informasi terkait pelaku penyerangan di Tolikara dinilai penting oleh 155

Republika karena pihaknya berpendapat bahwa terdapat satu fenomena yang selalu terjadi dalam konflik sosial di Indonsesia yang pada akhirnya konflik tersebut justru semakin berkembang dan besar. Hal tersebut dikarenakan tidak pernah terungkap pelaku atau tersangka dari setiap kericuhan dan tidak adanya hukum yang tegas terhadap para pelaku. Padahal jika pelaku ditindak secara tegas, tentunya mengurangi dampak adanya main hakim dari pihak yang merasa tidak mendapatkan keadilan. Republika justru bertujuan agar masyarakat mendapatkan informasi terkait pelaku, tentunya informasi ini dilengkapi dengan informasi bahwa pelaku sudah ditindak hukum oleh pihak berwenang. Sehingga tidak ada lagi aksi main hakim sendiri, karena kasus ini telah ditangani pihak berwajib.

Dengan dalih menyamapaikan fakta dan Realitas sebenarnya

kepada khalayak, Republika secara gamblang memberikan penekanan

pada aspek kronologi kejadian dan informasi tersangka pelaku

penyerangan yang berasal dari anggota GIDI. Dengan demikian,

Republika menggiring pembaca untuk memahami bahwa dalam hal ini

dalang dibalik kerusuhan di Tolikara ialah anggota GIDI, tentunya ini

memiliki efek penyudutan dan penilaian negatif terhadap pihak GIDI.

Begitupun dalam hal pemilihan diksi atau kata. Kompas melebeli

peristiwa ini sebagai ―insiden tolikara‖, sedangkan Republika melabeli

peristiwa ini sebagai ―kericuhan massa Gereja Injili di Indonesia‖.

Penggunaan kata insiden Tolikara ini menggunakan nominalisasi.

Nominalisasi merupakan strategi yang dipakai untuk menghilangkan 156

kelompok atau aktor sosial tertentu.108 Kata ―insiden Tolikara‖ ini

merupakan kata benda yang menunjukan sebuah peristiwa. Sebuah nomina

(kata benda) tidak membutuhkan subjek, karena dapat hadir mandiri dalam

kalimat. Kata ―insiden Tolikara‖ ini lebih dipilih Kompas karena dapat

mewakili informasi peristiwa di Tolikara tanpa menampakan aktor atau

subjek pelaku penyerangan tersebut. Sedangakan label yang diberikan

Republika secara jelas menunjukan bahwa peristiwa ini merupakan sebuah

kericuhan dengan aktor penyebab kericuhan ini ialah massa Gereja Injili di

Indonesia.

Pembingkaian kedua media ini juga nampak dari pernyataan narasumber yang ditampilkan. Baik Kompas maupun Republika keduanya terindikasi adanya ketidak berimbangan dalam pemberian ruang kepada masing-masing pihak secara proporsional. Dalam hal ini, dari setiap edisi

Kompas yang mengangkat pemberitaan konflik tolikara, hanya sebagian kecil ruang yang diberikan kompas untuk menampilkan pernyataan dari narasumber yang mamberikan pembelaan terhadap umat Islam, sebaliknya

Kompas lebih banyak memberikan ruang untuk narasumber yang berasal dari pihak GIDI untuk melakukan pembelaan. Sebaliknya, ruang yang diberikan Republika sebagian besar diberikan untuk pernyataan-pernyataan dari narasumber yang membela umat Islam di Tolikara.

Dengan demikian kedua media membingkai pemberitaan konflik di

Tolikara dengan tidak mempertimbangkan kaidah-kaidah jurnalisme yang

108 Eriyanto, Analsis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media, h.175. 157

diatur dalam kode etik jurnalistik pasal 3 yang menyebutkan bahwa

―wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampur adukan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.‖ Penafsiran dari kata memberitakan secara berimbang ialah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.109

Media mengkonstruksi berita dengan cara tertentu sehingga masyarakat melihat sebuah realitas dari pandangan yang berbeda-beda sesuai dengan cara pandang media. Kompas dan Republika tanpa bisa dihindari juga melakukan keberpihakan meski dengan alasan kebijakan dari media atau kondisi dan situasi saat itu. Kompas dan Republika memandang

Konflik Tolikara dengan cara yang berbeda, mengkonstruksinya dengan cara mereka masing-masing, sehingga menghasilkan pemaknaan yang berbeda. Berita di media massa tidak sepenuhnya menggambarkan realitas yang sesungguhnya, karena berita ada melalui proses panjang yang didalamnya terdapat pertarungan kepentingan dan ideologi. Posisi dilematis media inilah yang seharusnya menjadi alasan pembaca untuk kritis terhadap isi pemeberitaan di media massa.

109 Wina armada sukardi, Kajian Tuntas 350 Tanya Jawab, UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik, (Jakarta: Dewan Pers, 2013), cet ke- II, h. 389

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah menganalisa teks berita Kompas dan Republika, kemudian

didukungdata hasil wawancara dari pihak Kompas dan Republika. Maka

dapat disimpulakan hasil analisis framing berita konflik tolikara pada surat

kabar Kompas dan Republika dengan menggunakan model analisis

Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki sebagai berikut:

Dalam bingkai Republika, penegakkan hukum terhadap aktor

penyebar surat larangan salat Ied dan pelaku perusakan hingga kemeja

persidangan menjadi solusi terbaik untuk mengatasi konflik tolikara, agar

tidak terulang konflik yang sama di lain tempat. Rangkaian peristiwa

insiden Tolikara dikonstruksi oleh Republika sebagai tindakan

pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Inisden Tolikara ini merupakan

aksi penolakan kelompok mayoritas (Kristen) terhadap kelompok

minoritas (Islam) yang berujung pada aksi perusakan dan pembakaran

rumah ibadah umat Islam yang diakui keberadaanya oleh negara. Umat

Islam diposisikan sebagai korban dalam peristiwa ini, sehingga dipandang

perlu dibantu dan diperhatikan. Aktor yang berasal dari anggota Gereja

Injili di Indonesia (GIDI) disebut sebagai aktor yang menyebarkan surat

larangan salat Id, dan penyebab dari kekacauan di Tolikara. Republika

jelas memberikan penilaian negatif terhadap pelaku penyerangan dan

penyebar surat larangan salat Id. Sementara Kompas mempunyai framing

158

159

yang berbeda atas peristiwa yang terjadi di Tolikara. Dalam konsepsi dan

konstruksi Kompas, solusi terbaik dalam menyelesaikan persoalan konflik

tolikara ialah dengan jalan damai mempertemukan dua tokoh dari kedua

belah pihak (Kristen dan Islam) di Tolikara. Mencari-cari akar

permasalahan danaktor yang bersalah hanya akan membuatdampak yang

takbaik, justru membuat suasana semakin terprovokasi dan dampak

konflik yang berkepanjangan. Sehingga Kompas dalam teks beritanya

tidak mendetailkan informasi terkait aktor atau pelaku penyerangan.

Kompas lebih mengarahkan peristiwa konflik Tolikara pada aspek solusi,

yakni dengan jalan damai.

B. Saran

1. Kompas dan Republika sebagai surat kabar nasional seharusnya dapat

memberikan pemberitaan yang berimbang. Pemberian atau

menampilkan porsi yang berimbang terhadap narasumber dari kedua

belah pihak. Menyajikan pemberitaan yang sesuai dengan kaidah

jurnalistik.

2. Kompas dan Republika sebagai harian nasional dengan kelompok

media besar sebagai pengelolanya, sebaiknya menyajikan informasi

dengan mengutamakan kepentingan masyarakat diatas kepentingan

pihak-pihak lain.

3. Bagi masyarakat harus mampu menjadi pembaca yang kritis dalam

melihat pemberitaan di media massa. Karena realitas yang ditampilkan

dalam berita belum tentu realitas yang rill di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA Buku Alwi, Hasan, dkk. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. 2000. Balai Pustaka: Jakarta

Assegaff, Dja’far H. Jurnalistik Masa Kini, Pengantar ke Praktek Kewartawanan. 1985. Ghali Indonesia: Jakarta

Barus,Sedia Willing. Jurnalistik:Petunjuk Teknis Menulis Berita. 2010. Erlangga: Jakarta

Birowo, M. Antonius. Metode Penulisan Komunikasi Teori dan Aplikasi. 2004. Gitanyali: Yogyakarta

Bungin, Burhan. Konstruksi Sosial Media Massa. 2008. Kencana: Jakarta

. Sosiologi Komunikasi. 2006. Kencana: Jakarta

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2003. Balai Pustaka: Jakarta

Efendi, Onong Uchjana. Ilmu, Teori, dan Filsafat Komuikasi.

Eriyanto. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Cet ke-VII. 2012. LKiS:Yogyakarta

______.Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Cet ke- IX. 2011. LKiS: Yogyakarta

Fauzi, Arifatul Choiri. Kabar-Kabar Kekerasan dari Bali.2007. LKiS:Yogyakarta

Hammad, Ibnu. Konstruksi Realitas Politik. 2004. Granit: Jakarta

Hamad, Ibnu, Agus Sudibyo, M. Qodari. Kabar-kabar Kebencian Prasangka di Media Massa. 2001. ISAI: Jakarta

Irawan, Teguh.Media Surabaya Mengaburkan Makna. 2000. Pantau: Jakarta

Ishwara, Luwi. Catatan-catatan Jurnalisme Dasar. 2005. Penerbit Buku Kompas: Jakarta

Kovach, Bill dan Tom Rosenstill. Elemen-elemem Jurnalisme: Apa yang Seharusnya Diketahui Wartawan dan yang Diharapkan Publik. Cet ke-II. 2004. ISAI dan Kedutaan Amerika Serikat: Jakarta

ix

Kriyantono, Rachmat. Teknis Praktis Riset Komunikasi. Edisi 1.Cet ke-III. 2008. Kencana: Jakarta

Moleong, Lexy J. Metode Penulisan Kualitatif. 2005. PT. Rosda Karya: Bandung M.S., Alo Liliweri.Prasangka & Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultural. 2009. LKiS: Yogyakarta

Nugroho, Bimo, Eriyanto, Frans Sudiarsis.Politik Media Mengemas Berita. 1999. ISAI: Jakarta

Olii, Helena. Berita dan Informasi.Cet ke-1. 2007. PT. Indeks

Putra, R. Masri Sareb. Teknik Menulis Berita dan Featur. 2006. PT. Indeks

Salim, Peter dan Yenny Salim. Kamus Besar Indonesia Kontemporer. Cet. Ke-III. 2002. Moderen English Press: Jakarta

Santoso, F. A. Sejarah, Organisasi, dan Visi-Misi Kompas. 2010. Kompas Gramedia: Jakarta

Sobur, Alex. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. 2009. Cet ke-V. PT Remaja Rosdakarya :Bandung

Sudibyo, Agus. Politik Media dan Pertarungan. 2006. LKiS: Yogyakarta

Suhaimi dan Rulli Nasrullah. Bahasa Jurnalistik. 2009. Lembaga Penelitian UIN: Jakarta

Suhandang, Kustadi. Pengantar Jurnalistik: Seputar Organisasi, Produk & Kode Etik. 2004. Nuansa: Bandung

Sukardi, Wina Armada. Kajian Tuntas 350 Tanya Jawab UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Cet ke-II . 2013. Dewan Pers: Jakarta

Sumardiria, AS. Haris. Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature. Cet ke- III. 2008. Rosdakarya: Bandung

Suryawati, Indah. Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik. 2011. Ghalia Indonesia: Bogor

Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru. 2005. Kalam Indonesia: Ciputat

Thaha, Idris. Posisi ICMI Di Tengah Arsu Perubahan Dalam Abrar Muhammad, ed., ICMI Harapan Umat. 1991. Yayasan Pendidikan Islam: Jakarta

x

Tumanggor, Rusmin dan Kholis Ridho.Antropoligi Agama. 2015. UIN Press: Ciputat

___, dkk. Panduan Pengelolaan Konflik Etnoreligius: Dengan Pendekatan Riset Aksi Pertisipatori. Pusat Penelitian dan Pengembangan Kehidupan Keagamaan Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan dan Kemantrian Agama RI dan INCIS

Vivian, Jhon. Teori Komunikasi Massa.Edisi ke- VIII. 2008. Kencana: Jakarta

Yunis, Syarifudin. Jurnalistik Terapan. 2010. Ghalia Indonesia

Company Profile, Surat Kabar dan Brosur Company Profile, Pusat Data Harian Umum Republika

Tim Penyusun Kompas,. 35 Tahun Kompas. 2000. Brosur Kompas: Jakarta

Kolom Redaksi, Republika, Edisi 21 Juli 2015

Artikel dari Internet http://www.fimadani.com/sejarah-harian-Kompas-sebagai-pers-partai-katolik/ yang dikutip dari Jakob Oetama, “Mengantar Kepergian P.K. Ojong”, KOMPAS, 22 juni 1980 http://www.fimadani.com/sejarah-harian-Kompas-sebagai-pers-partai-katolik/ yang dikutip dari Daniel Dhakidae, “THE STATE, THE RISE OF CAPITAL’. http://profile.print.kompas.com/profil/, http://www.mahakamedia.com/about_us http://eastspring.co.id/dms/files/spring-of-life---april-2013_20130423184912.pdf Konsumsi Media Massa Di Kalangan Masyarakat. Eastspring (Member Of Prudential).

xi

LAMPIRAN-LAMPIRAN t' l.,.(* , ca.F"k^ : &'a* 4*(n A h \4* "L yln{gr ro n Nomor : Istimewa Jakarta, Agustus 2015 Lampiran : I Lembar Perihal : Pengajuan Judul Skripsi

Kepada yang Terhormat, Drr*- Ketua Dowan Pertimbangan SkiPsi Mgt UIN Syarif HidaYah:llah Jakarta t

A s s al amu al aikum Wr. Wb. Salam sejahtera saya sampaikan, semoga Bapak/lbu dalam SWT, serta selalu sukses dalam menjalankan aktivitas sehari-hari' yang bertandatangan di bawah ini: Nama Nurlaela NIM 11r 1051100017 Semester x Fakultas Ilmu Dakrvah dan Ilmu Komunikasi Jurusan Konsentrasi Jurnalistik

Bermaksud mengajukan .iudul skipsi dengan ju

Demikian perrnohonan ini saya sampaikan. Atas segala peihatian Bapak/lbu, saya ucapkan tcrimakasili. I1' as olannnl aikunt. IYr. ll' b

N{engetahrii, Penasehat Akademik Pemohon &@ turokhn.rah, SS, NI. Si Nurlaela NiP: 198306102009122001 1111051100017 KEMENTERIAN AGAMA UNIVBRSITAS ISLAM NBGERI (UIN) SYARTF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI Telepon/Fax : 1021) 7432728 / 71701580 Jl. lr. H..luandaNo. 95 Ciputar l54l2 lndonesia Websie $\\ d[',i,irir.' ri I !1, E-,,,iir

g6S)?AOs Nomor : Un.0l/F5/PP.00 Jakarta, ] September 20 I 5 Lamp : I ( satu) bundel Hal : Bimbingan Sl

Kepada Yth. Kholis Ridho, M.Si Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dar.r llmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Assalantu 'alaikum lltr. I4/b. Bersama ini kami sampaikan outline dan naskah proposal skripsi yang diajukan oleh mahasiswa Fakultas llmu Dakwah dan llrnu Konrunikasi UIN Syaril Hidayatullah Jakarta sebagai berikut,

Nama Nurlela Nomor Pokok 1111051100017 .lurusan/Konsentrasi Komunikasi dan Penyiaran Islam/Jurnalistik Semester IX (Sembilan) Telp. 089625823735 Judul Skripsi Analisis Framing Pemberitaan Insiden Tolikara pada Harian Umum RepLrblika dan Kon.rpas

Kami mohon kesediaannya untuk membimbing mahasiswa tersebut dalan.r penyusunan dan penyelesaian skripsinya selan.ra 6 (enam) bulan dari tanggal 02 September 2015 s.d. 02 Maret 2015.

Demikian. atas perhatian dan kesediaannya kami sampaikan terima kasih.

Wassalamu' a laikum trl/r. Wb.

an. Dekan, Wakil Dekan Bidang Akademik

b Supa lM.Ed, Ph.D q NIP. 10330 l9q80l ll 004

Tembusan :

1 . Dekan 2. Ketua Konsentrasi Jurnalistik

Transkip Wawancara Kompas Waktu wawancara : 28 Desember 2015 Narasumber : Sutta Dharmasaputra

1. Bagaimana Kompas menyikapi atau menilai sebuah isu konflik sosial ataupun SARA, terutama terkait konflik Tolikara? Pandangan Kompas mungkin berbeda dengan media lain. Kompas bisa dipastikan tidak akan menojolkan fakta tertentu, jika dianggap fakta tersebut bisa semakin menyulut masalah semakin besar. Kompas menyadari bahwa masyarakat Indonesia, terkadang belum siap menerima fakta yang sesungguhnya. Ketika terjadi konflik, kemudian kita mendetailkan apa yang terjadi maka itu akan menimbukan dampak sebaliknya, orang akan semakin mudah terbakar emosi, dan akihirnya justru akan menyulut konflik jauh lebih panjang. Sekalipun dengan alasan menyampaikan fakta bukan hendak memprovokasi, Kompas tidak akan melakukan hal itu. Saya merasa betul itu (yang dilakukan Kompas) karena saya biasa di lapangan dan meliput-meliput konflik. Kompas sangat hati-hati untuk memberitakan fakta yang terkait dengan konflik SARA. Biasanya ketika terjadi sebuah konflik, Kompas cenderung hanya melihat pada sisi korban, kemudian Kompas mencari solusi bagaimana konflik tersebut dapat terselesaikan. Apa yang terjadi, bagaimana terjadinya, kemudian siapa pelakunya Kompas tidak berusaha masuk ke arah sana, karena baisanya menurut versi Kompas, hal tersebut terkadang malah menyulut konflik semakin berkepanjangan. Kompas berusaha untuk tidak membesar-besarkan, bahkan biasanya kita langsung mencoba memaknai peristiwa tersebut dengan menanyakan sejumlah pengamat terkait keberhasilan bangsa Indonesia dalam menjaga toleransi selama ini. Kita tidak mengejar siapa pelakunya, itu biar aparat saja yang menangani, kita lebih mendorong masyarakat kepada bagaimana kedepannya. Itu yang membedakan Kompas dengan media-media lain. Fakta kronologis insiden Tolikara tetap ada tapi dalam bentuk grafis dan dikemas dengan pertimbangan penampilan yang tidak memprovokasi tentunya. Tetapi, Kompas tidak mengusut pada sisi seperti apa pimpinan gereja sampai menyebarkan surat larangan solat Id tersebut. Biarkan saja itu menjadi tanggung jawab kepolisian. Lagi pula, pertimbangannya terletak pada seberapa penting hal tersebut bagi masyarakat, sehingga kita harus mengusut sejauh itu. Justru jika didetailkan alasannya, hal tersebut akan berdampak pada masalah yang lebih besar.

2. Mengapa Kompas menyajiakan berita Insiden Tolikara pada halaman utama dan pada rubrik Politik dan Hukum? Memang biasanya terkait peristiwa konflik sosial seperti SARA itu pasti masuknya rubrik politik dan hukum dan nasional karena didalamnya pendeketannya ada politik, hukum, keamanan, dan konflik sosial. Jadi pendekatannya kasus tersebut yang menangani juga menkopolhukam, kemudian yang melakukan penyelidikannya juga kepolisian. Jika terkait hukum maka masuknya dalam rubrik politik dan hukum. Biasanya kalau insidennya kecil kita masukkan dalam rubrik nusantara. Tetapi ketika dilihat memiliki dampak secara nasional, kita masukan di politik dan hukum, karena disitu bersifat nasional. Mengapa dihalaman satu atau utama, pasti karena dianggap peristiwa tersebut besar pada hari itu. Karena biasanya kita melihat peristiwa yang paling besar di hari itu. Berita apa yang memiliki dampak paling besar maka ditempatkan di halaman utama. Karena di halaman utama hanya terdapat empat sampai lima berita, ya kita memilih itu jadi dari sekian banyak berita, yang menurut kita perlu dikedepankan ya itu diletakan di halaman utama. Ini termasuk second headline ya. bukan headline utamanya. Menurut ajaran pak Yakob, jika menarik dan penting maka yang pilihan utama ialah yang penting, baru yang menarik. Sekalipun, tidak menarik tapi penting maka kita akan memberitakan hal itu.

3. Mengapa Kompas Menggunakan diksi insiden tolikara bukan kata lain seperti “konflik tolikara” dan sebagaiannya? Kata insiden merupakan pilihan diksi agar tidak menimbulkan kesan kemarah atau menimbulkan balas dendam. Kita memilih diksi dengan mempertimbangkan kondisi tersebut. Terutama dalam peristiwa konflik, biasanya merupakan peristiwa yang panjang, jadi kita belum bisa mengatakan itu sebuah konflik. Ketika kita telah menyebutkan bahwa ini konflik, belum tentu masyarakat Tolikara disana menerima bahwa kondisi tersebut merupakan konflik. Misalnya pada insiden Tolikara ini, masyarakat disana belum tentu setuju bahwa peristiwa tersebut merupakan konflik. Justru yang kita lihat, umat islam merasa menematkan diri sebagai korban, dan dilihat lagi umatnya apakan seluruh umat keristen disitu setuju dengan adanya surat larangan solat Id tersebut, itu mungkin hanya sebagain kecil saja yang setuju. Masyarakat sana belum tentu setuju bahwa ini sebuah konflik antar umat islam dan kristen. Dalam tanda kutip jauh lebih aman jika mengunakan kata “insiden” tersebut. Nah mungkin melalui diksi tersebut Kompas berupaya untuk memberikan efek meredam konflik, sehingga tidak ada suasana saling menyalahkan. Begitu juga dengan pemilihan foto, pendekatannya lebih meredam bukan yang membakar emosi.

4. Mengapa Kompas lebih menekankan pada aspek penyebab konflik karena komunikasi yang tak jalan antara kedua belah pihak (umat Islam dan Kristen) dan pemerintah, bahkan Kompas dengan jelas tidak sepenuhnya menyalahkan oknum yang melakukan penyerangan, tapi justru pemerintah juga turut dipandang negatif oleh Kompas? Pemerintah jelas ya, aparat setempat kan sudah menerima surat larangan menggunakan pengeras suara pada solat Id dari pihak gereja kepada umat Islam tersebut kan sudah lama, tetapi pemerintah tidak mengambil tindakan. Sebetulnya, peran pemerintah semestinya besar dalam usaha mencegah konflik sosial. Itu yang selalu dikritik oleh Kompas. Peran intelejen, baik itu TNI, Polri harusnya kan bekerja, bisa melihat kondisi dan prediksinya seperti apa. Pasti dalam konteks pendekatan keamanan kita pasti mendesak pemerintah untuk memperbaiki. Dan dalam konteks masyarakat, ketika terjadi kerusuhan itu pasti ada provokasinya. Kompas berfikir ketika terjadi konflik maka bukan hanya satu pihak yang rugi, melainkan semua pihak, nah oleh karenanya konflik juga harus diatasi oleh semua pihak, berikutnya kita mendorong tokoh-tokoh masyarakat untuk bangun.

5. Dalam harian Kompas Indisen Tolikara juga masuk dalam rubrik politik dan hukum, bagaimana tanggapan Kompas dengan media lain yang menganggap bahwa konflik ini sepenuhnya merupakan kesalahan pelaku penyerangan dan melihat bahwa konflik ini merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia? Ibadah itu persoalan yang penting. bahwa melarang umat beragama untuk beribadah apalagi itu hari besar, itu juga merupakan persoalan HAM. Namun, yang kita tidak setuju itu, bahwa semata-mata persoalan ini disebabkan oleh pihak gerejanya saja. Kita tidak milihat hal itu. Kita tidak menyalahkan satu pihak saja, kita lebih melihat kemana pemerintah setempat pada saat itu atau mana kinerja pemerintahnya. Pemangku kepentingan itu kita perhitungan betul, karena mereka memiliki tanggung jawab untuk menjaga keamanan.

6. Kemudian, pada harian Kompas edisi 20 Juli 2015 dengan judul “Langkah Hukum Tegas Perlu Diambil”, fokus berita ini terletak pada langkah hukum dalam menangani konflik Tolikara. Namun, mengapa tidak ada satupun narasumber yang memiliki kapasitas akademis di bidang hukum yang dikutip oleh Kompas? Misalanya jika tadi anda sebutkan setuju bahwa konflik ini tergolong dalam pelanggaran HAM, mengapa Kompas tidak mengutip pernyataan pakar hukum HAM dan sebagaiannya? Setiap berita mungkin ada kekurangannya ya. dugaan saya, itu pendekatan komprhensifnya belum kena. Idealnya semua pemangku kepentingan di sana utuh. tapi ada kondisi dimana terkadang berita yang kita terima ko hanya sebatas itu dan itu sudah malam, tidak ada waktu lagi untuk mencari berita tambahan terkait tersebut. Mungkin ini kelemahan kami ya, tapi ini bisa dipastikan sangat jarang terjadi. Biasanya itu juga terjadi ketika editor mendapat berita yang telat dari beberapa wartawan. Editor yang karena sudah terlalu lelah dan karena sudah terlalu malam, maka editor asal memotong berita dari laporan sejumlah wartawan kemudian digabungkan. Dugaan saya, mungkin wartawan ada yang mendapatkan hasil wawancara dengan pakar hukum, namun karena kurang ketelitian editor dalam memotong sehingga hal tersebut tidak masuk dalam teks. Biasanya yang kita konsentrasikan penuh pada headline tapi terkadang itu masih ada saja yang lepas dari kontrol. Itu mungkin lebih kepada kesalah teknis, dan itu menjadi kelemahan kompas. Jadi tidak ada dari kita ohh ini jangan dimasukan. Initnya tidak ada unsur kesengajaan menghilangkan dari segi hukumnya.

7. Mengapa Kompas menggunakan Diksi “mushala yang dibakar” pada edisi 20 Juli 2015, sedangakan edisi selanjutnya menggunakan diksi “mushala yang terbakar”. Mana sebenarnya yang Kompas gunakan, karena keduanya memiliki arti yang berbeda? Kayanya kalau saya tidak salah, Kompas awalnya berasumsi dibakar, wartawan kami dilapangan awalnya mendapatkan data musolah itu dibakar. Namun, setelah tahu kronologis sebenarnya maka kami ganti menjadi terbakar setelah edisi 21 kebawah. Tapi kronologi bahwa itu terbakar wartawan kita juga mengecek. Jadi ricuh dulu kemudian terjadi pembakaran pada kios-kios dan mushala ada dalam lingkungan kios tersebut, sehingga apinya merembet. Faktanya yang kita yakini itu merembet bukan dibakar.

8. Terkait diksi mushala yang digunakan Kompas, mengapa Kompas memilih diksi mushala, sedangkan ada bebrapa media yang menyebutkan bahwa itu masjid? Terkait mushala setau saya, saya meyakini itu mushala. Kita ada teman di lapangan dan kita mengikuti data resmi juga, jadi kita mengikuti jika ada pejabat atau otoritas pemerintah setempat menyebutkan mushala maka kita ikuti itu.. kita yakini itu

9. Bagaimana kriteria narasumber dalam peliputan insiden Tolikara ini? Yang jelas bukan narasumber yang ngomporin. Kita cenderung memilih narasumber yang pendekatannya perdamaian. Karena ini menyangkut masyarakat pasti pakar sosiologi yang mengerti fenomena masyarakat, pejabat setempat, aparat yang terkait, pemerintah yang mewakili negara, tokoh-tokoh agama, pakar-pakar konflik sosial, biasanya kita jadikan parameter utuk melihat sebagai narasumber. Intinya tidak akan memilih narasumber yang justru memprovokasi. Biasanya juga ini kita berusah cover both side. Karena konflik ini antar agama, maka narasumbernya dari dua pihak. yakni dari tokoh agama umat Islam dan tokoh agama umat Kristiani.

10.Terkait pemilihan narasumber yang berimbang. Pada koran Kompas edisi 21 Juli mengapa Kompas hanya menampilkan harapan damai dari pihak Islam, dan pada edisi 24 Juli 2015, berbicara terkait jaga persaudaraan. Mengapa dalam teks tersebut, narasumber Kompas hanya Jokowi dan Said Aqil Siroj, tidak ada pernyataan dari pihak tokoh umat Kristiani ? Ngecek lama sekali…. 5 menit waktu untuk mengecek. Ini kan halaman 4, kita lihat halaman awal, baiasanya kalau begini, diambil sebagian dari halaman utamanya. Coba kita lihat dulu Ya. oh ini berita ini berita sendiri kok, bukan sambungan. Dugaan saya ini kan di Istana Negara, Said Aqil Siroj itu berbicara bukan mewakili diri sendiri, tapi ia adalah juru bicara dari lima tokoh agama. Kalau di Istana Negara itu setiap rombongan yang datang itu satu saja yang bicara sebagai juru bicara, disini Said Aqil bukan sebagai dirinya, tetapai dia mewakili sikap dari tokoh lintas agama yang berjejer di belakangnya. Karena kalau di Istana Negara tempatnya tidak memungkinkan untuk meminta pandangan dari tokoh agama lain. Namun, jika tempatnya terpisah kami pasti mewawancarai dua pihak. Selamet saya karena kedaannya demikian.

11. Bagaimana proses peliputan sampai dengan proses redaksi pemberitaan insiden Tolikara ini? Seberapa besar peran wartawan dalam proses pemberitaan? Kompas mengirim bebrapa wartawan untuk terjun ke lapangan (ke Tolikara). Kemudian wartawan yang kami kirim melaporkan kepada kami yang ada di kantor redaksi.

12. Artinya wartawan tidak mengikuti rapat redaksi ya pak? Iya tentu tidak. Kemudian, bagaimana cara menyamakan interpretasi antara wartawan dengan para pimpinan yang mengikuti rapat redaksi? Kalau diredaksi itu, kita tertolong ya. Jadi sebelum wartawan terjun ke lapangan kita ada pendidikan satu tahun. Biasanya nilai-nilai itu sudah relatif sama, ketika ada konflik kita tidak boleh provokasi dan lebih memekeankan jurnalisme damai. Tinggal kondisi di lapangan saja. Kadang-kadang masih ada perbedaan interpretasi. Tapi itu jarang sekali. Proses editing di redaksi kompas itu, wartawan menulis, kemudian masuk ke editor desk. Kemudian dikirim ke redaktur pelaksana semacam saya ini. Redaktur melihat pada aspek substansinya saja, tapi teknisnya itu yang mengedit ialah editor. Terakhir itu proses penyuntingan di malam hari, aspek yang dilihat pada proses penyuntingan ini sangat spesifik menyikapi kasus-kasus tertentu, salah satunya adalah kasus SARA. Ketika dilihat substansinya dan gaya bahasanya ini ngomporin, bisa saja diksinya diganti. Bisa saja wartawan tidak setuju dengan pemberitaan, tapi paling terjadi esok harinya, ketika wartawan membaca “loh kok ini ditulisnya begini sih”. Dia akan komunikasikan itu dengan editornya bahkan bisa naik ke redaktur pelaksana bahkan ke bisa sampai tembus ke pemimpin redaksi. Dari diskusi itu nati akan ketemu hasilnya. Tapi untuk yang terbit besok, pasti wartawan itu tak berdaya kan. Memang di media itu umumnya pasti ada hirarkinya. Itulah kelebihan surat kabar menurut saya, karena banyak saringannya, lebih lolos sensor deh. Beda sama penulis blog apa yang penulis rasa maka ditulis dan diposting semau dan sekehendak penulisnya. Apalagi tentang konflik kita akan kenceng sekali mengontrol itu bahkan kita cut jika ada pemberitaan yang dikhawatirkan akan meyulut masalah menjadi lebih besar. Bahkan ketika liputan konflik biasanya kita menempatkan dua wartawan pada dua versi, ada yang di basis muslim dan ada yang di basis kristen. Kita tempatkan dua wartawan agar kita mengetahui atau mendapatkan dua informasi, kemudian kita saring sendiri mana yang informasinya benar kemudian kita gabungkan dengan porsi yang seimbang.

13. Bagaimana proses rapat redaksi redaksi tersebut, dan siapa saja yang mengikuti rapat redaksi? Kepala-kepala desk. Kita ada rapat pagi jam 10 membicarakan untuk prediksi berita besok dan acara yang terjadi hari ini. Sore jam 4 rapat kembali, untuk memastikan apa informasi yang terbaru di lapangan dan untuk membicarakan angle berita besok. Jika terkait dengan konflik SARA itu maka didiskusikan dan dibicarakan betul-betul. Jika ada yang meragukan dan menghawatirkan maka yang mejadi landasan kita bersama ialah dengan melihat jangan sampai berita Kompas menimbulkan provokasi di masyarakat. Jadi yang menentukan sebuah berita layak terbit maupun tidak itu berdasarkan hasil diskusi dalam rapat redaksi ini.

14. Seberapa besar peran serta wewenang pemimpin redaksi dalam penentuan berita sehingga dikatakan layak terbit? Biasanaya pemimpin redaksi turun tangan apabila terdapat isu yang sangat sensitif. Pemimpin redaksi memiliki hak veto untuk dapat meng-cut berita, tetapi itu sangat jarang sekali terjadi. Tapi pada proses penyuntingan, Pemimpin redaksi juga punya otoritas ketika malam hari dicek untuk berita yang akan terbit esok hari dan ditemukan ada keraguan kebenaran dari berita tersebut, pemimpin redaksi memiliki hak untuk menunda berita untuk besok dan diganti dengan berita lain. Berita yang ditunda akan diterbitkan lusa, hal ini dimungkinkan untuk memastikan kebenaran dari berita tersebut. Pimred punya hak veto seperti itu.

15. Jika diamati inti dari pemeberitaan insiden Tolikara yang disajikan Kompas mengarah pada pentingnya menjaga toleransi, dan mengarahkan detail pada pesatuan dan kesatuan bangsa, sehingga informasi terkait pelaku penyerangan mendapat ruang yang kurang memadai. Adakah keberpihakan Kompas terhadap pihak tertentu? Pancasila kita sangat pegang, Pancasila mengajarkan kebhinekaaan dan persatuan bangsa. Kita independen kok. Dalam artian seperti ini, ketika Kompas melakukan pemihakan terhadap materi-materi tertentu, itu karena diyakini kebenarannya, bukan adanya sub ordinasi dari sebuah lembaga atau pihak tertentu. Keberpihakan Kompas bukan karena dibawah sub ordinasi. Keberpihakan kompas itu pada saat-saat tertentu karena kita meyakini bahwa itu yang terbaik pada saat itu, bisa salah sih. Misalnya konflik ini, kalau semua fakta pelaku diberitakan, akan membuat suasana semakin terprovokasi dan berdampak pada konflik yang semakin berkepanjangan. Lebih baik kita meredam.Tapi memang media kan harus berpihak. Tapi berpihaknya itu tidak dibawah pengaruh siapapun, apalagi dibayar. Saya bisa pastikan hal itu tidak terjadi di Kompas.

Transkip Wawancara Republika

Waktu wawancara : 12 Januari 2016 Narasumber : Fitriyan Zamzami

1. Bagaimana Republika menyikapi atau menilai sebuah isu konflik sosial ataupun SARA, terutama terkait konflik Tolikara?

Saya pikir Tolikara ini cermin yang bagus untuk menggambarkan bahwa kita ini hidup di Negara yang muslimnya menjadi mayoritas. Banyak masyarakat memandang bahwa Indonesia ini Negara yang mayoritas penduduknya islam, tapi dia lupa kalau Indonesia ini terbagai-bagi. Aceh ada di sana, jawa ada di sini, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Nah justru di daerah Timur sana muslim itu menjadi minoritas. Nah itu, dimana-mana toleransi itu memang harus dijaga. Ini merupakan cerminan yang bagus, bahwa muslim di sini harus baik-baik dan menghormati umat yang minoritas, karena disana kita minoritas, seperti di Manado, di Papua Islam minoritas. Kenapa kami melihat insiden ini perlu diangkat. Tentu dengan kadar kehati-hatian yang luar biasa sebenarnya. Karena ini isu sensitif kan, sebenarnya gampang sekali kalau Republika menyulut orang. Katakanlah media yang lain dampaknya tidak begitu besar. Tapi ketika Republika yang memberitakan dampaknya akan lebih besar. langsung pada ikut perang nanti. Makannya kita di sini sangat hati-hati. Dilihat angle pertama yang kita angkat di headline yaitu “Muslim Papua Tak Terproviokasi,” jadi kita mau kasih lihat muslim disana aja ga apa-apa loh, jangan sok-sok tau tentang masalah disana, jangan sok-sok datang mau kesan, di sana sudah baik-baik saja.

2. Mengapa dalam teks berita Republika, lebih banyak menempatkan informasi tentang pelaku penyerangan atau aktor penyebab konflik Tolikara?

Informasi dari identitas pelaku ya harus ditonjolkan. Ada satu hal, atau satu fenomena umum di semua konflik etnis, agama, konflik sosial di Indonesia. bagaimana konflik tersebut menjadi melebar. Kuncinya hanya satu, karena tidak pernah ada pelaku yang ditangani secara hukum. Seperti kasus di Ambon tahun 2011, tidak ada yang ditangkap disana. Hal-hal itu yang kemudian membuat sebelah pihak merasa punya hak untuk main hakim sendiri. Itu menjadi alasan mengapa kita harus tegaskan, pelakunya ini, tolong ditindak hukum. Karena kalau dia tidak ditindak hukum, pihak lain akan merasa polisi tidak menangani ini, ya sudah kalau begitu kita tangani saja sendiri. Ini penyelesaian sederhana tapi tidak pernah dilakukan dimana-mana. Banyak yang akan main hakim sendiri, jika tidak ada penegakan hukum. Maka semua pihak akan merasa pemerintah tidak menjaga, terintimadasi oleh Negara.

Kami tidak sekedar menyebutkan identitas pelaku, ini pihak GIDI loh yang melakukan. Ini jauh dari tujuan kami. Kami hanya ingin mempertegas ini pelakunya dan ini sudah ditindak hukum oleh polisi. Sehingga kita yang disini harusnya adem-adem saja. Sudah ditangani polisi kok yang bersalah. Kita hidup normal saja seperti biasa. Tapi, jika pemberitaan republika hanya menyebutkan pelaku namuntidak menyuguhkan bahwa ini sudah ditindak, maka saya berani bertanggung jawab. Karena itu memang salah. Kami memberitahu pelakunya siapa, namun kami juga mengakomodir pembelaan dari gidi, dan kami juga menyertakan kepada masyarakat bahwa penanganannya seperti ini.

Tidak ada niat dari kami, atau intervensi dari manapun untuk memposisikan pihak tertentu sebagai pihak yang dipandang negative. Kami hanya ingin memngungkapkan fakta yang sebenarnya. Tidak ingin memberikan klaim tertentu kepada satu pihak. Namun, jika pembaca melihatnya berbeda, ya itu diluar kuasa kami. Allahu a‟lam bi showab

3. Mengapa seolah Republika justru terkesan memberikan penilaian positif kepada pemerintah, dengan menjabarkan informasi bahwa BIN telah bekerja, Kepolisian telah mengantisipasi dengan melakuakan penjagaan saat solat Id berlangsung?

Justru sebenarnya yang mau kita perlihatkan sebaliknya. BIN, Menkopolhukam bilang sudah bekerja tapi itu omongan mereka doang. Justru fakta di lapangan tidak demikian. kita mau menyampaikan sebaliknya, kita mau membuat analogi terbalik BIN megaku sudah bekerja, apa gunanya kerja kalau masih terjadi konflik seperti itu. Jika terkesan membela pemerintah, berarti itu salah kami, tapi kami tidak bermaksud seperti itu. Kita mau membalik. Kami menggunakan taktik tertentu menegaskan ketidak becusan. Dia sebagai pihak yang salah punya hak bicara, tapi fakta yang membuktikan justru kejadiannya tidak sesuai. Kami juga berfikir bahwa pemerintah juga andil bersalah, karena tidak maksimal dalam upaya tindakan pencegahan. 4. mengapa dalam setiap pemberitaan terkait konflik Tolikara, dalam setiap edisinya Republika selalu menyajiakan kronologis dari konflik Tolikara?

Jurnalistik, itu alasan jurnalistik. Di dalam jurnalistik itu kan berita ada bagiannya, ada kepala, ada leher. Kronologis itu leher, supaya orang paham ini konteksnya apa. Saya kira ini bukan bagian dari framing, ini bangunan beritanya. Jadi memang benar setiap edisi ada kronologi konflik Tolikara. tapi ini bertujuan hanya untuk mempertegas konteks yang sedang diberitakan. Susunan berita Republika itu terdapat lead satu paragraph dua kalimat, kemudian quotation yang menguatkan lead tersebut, kemudian paragraph penerang, background (kronologis), penjelasan lebih rinci atau penjabaran yang lainnya.

5. Dengan menampilkan kronologis kejadian konflik Tolikara, tidakkah Republika berfikir ini justru akan menyulut emosi para pembaca?

Lebih baik kita sandingkan kronologis yang asli, dari pada pembaca salah paham dengan penafsiran yang ga jelas. Kami ingin menekankan ini resmi kejadiannya seperti ini, jangan terpancing oleh pemberitaan yang terkesan dibumbu-bumbui atau dilebih-lebihkan. Kami menekankan kronologi untuk memperkuat dan memberikan penegasan, bahwa kejadian yang sebenarnya seperti ini.

6. mengapa Republika menggunakan kedua dikisi ini ‘Masjid’ dan ‘Mushala’, ‘dibakar’ dan ‘terbakar’, mana yang diyakini benar oleh Republika?

Tergantung siapa yang bicara. Kalau orang-orang islam di dana menyebutnya itu masjid. Di sana ada tulisan dari plang yang selamat dari pembakaran kita lihat itu ada tulisannya masjid. Kita punya fotonya itu bertuliskan masjid Baitul Muttaqin. Sebenarnya tergantung siapa ynag bicara, kalau ada kutipan itu musolah maka kebawahnya kita ngikutin itu musolah. Tapi reporter kami yang disana melihat itu masjid.

Iya beda-beda sekali makna kata „terbakar‟ dan „dibakar‟. Ditengah-tengah, kalau ada kata ditengah terbakar dan dibakar itu lah yang sebenarnya. Karena itu kalau dibilang terbakar itu bukan terbakar tanpa sebab, itu terbakar karena memang ada pembakaran yang dilakukan terlebih dahulu. Jadi kan dalam artian dibakar. Tapi kalau menggunakan kata dibakar, masjid itu bukan sasaran utama, sasaran utamanya ialah kios, itulah ekses dari pembakaran kios. Ini kasusunya membingungkan antara dibakar atau terbakar. Tapi dilapangan kedua kata tersebut kurang tepat. Terus terang kami tidak punya kerangka pikiran kenapa kita memakai terbakar dan dibakar. Karena kejadiannya unik. Kita tidak bisa mengklaim. Jadi kita menggunakan kedua- duanya. Kalau misalnya karena listrik itu terbakar. Tapi kalau ini kan ada pelaku pembakarannya.

7. bagaimana tanggapan Republika jika ada media yang menilai bahwa insiden Tolikara ini merupakan tindak pidana kriminal bukan pelanggaran terhadap HAM?

Ini peristiwa penyerangan saat umat melaksanakan ibadah solat Id kan, jadi ini masuk dalam pelanggaran HAM, terkait kebebasan beribadah. Tapi itu terserah dia yah, itu kan media- media dia. Kita ga masalah. Semua media berhak memiliki agendanya masing-masing. Tapi yang ingin saya kasih tau, media sedikit yang mengirim wartawan kesana, bahkan yang dapet foto Tolikara sampai dua minggu awal pasca kejadian Republika yang dapat. Justru ketika kita menaikan foto itu di Republika Online, banyak media punya nama yang mau beli foto kita dan menelpon ke biro foto Republika. Jadi kita yakin dengan berita-berita kita sendiri.

Tapi gini, ketika kita mengatakan itu tindakan kriminal, kita harus melepaskan kejadian tersebut dari penyerangan solat Id-nya. Itu baru bisa dibilang kriminal, kalau itu dilihat pembakaran kiosnya saja, padahal sebelumnya ada penyerangan saat umat muslim melangsungkan solat Id kan.

8. Mengapa Republika selalu menempatkan berita konflik Tolikara ini menjadi headline?

Karena pembaca terbesar kami terutama komunitas Islam. Jadi lebih kepada proximity (kedekatan) hati mereka. Selain informasi ini penting untuk seluruh masyarakat Indonesia, terutama ini penting untuk umat Islam. Agar umat Islam tahu informasi sebenarnya, supaya umat islam tidak terprovokasi. Mereka bisa memahami kalau kasus ini sudah ditindak hukum, tahu bagaimana menyikapi hal ini untuk kedepannya. Kami khawatir jika ini hanya disampirkan saja beritanya meraka akan salah memahami terhadap kejadian di Tolikara, kami tidak menginginkan umat Islam melakukan hal-hal yang akan merugikan citra umat islam sendiri. Kita membuat pemberitaan pada posisinya orang Islam. Tapi bagaimana pemberitaan ini bisa merayu mereka untuk tidak melakukan tindakan yang dedukstrif, hal-hal untuk tidak melakukan pembalasan. Ini yang membuat berita ini layak menjadi headline. Orang Isalm itu unik, teori awal media menyatakan bahwa nilai berita proximity itu karena kedekatan lokasi. Tapi islam itu proximity-nya bukan lokasi tapi lebih kepada iman, dia merasa lebih dekat karena kelekatan iman. Meskipun jarak kejadiannya jauh, mereka lebih peduli dengan berita di Tolikara saat itu, ketimbang berita di Jakarta. Ini karena mereka merasa kelekatann iman dengan saudara mereka di Tolikara yang sedang tertimpa musibah.

9. Bagaimana dengan alasan penempatan berita tersebut pada Rubrik Publik?

Jadi Publik pada halaman sembilan itu sambungan dari halaman satu. Itu in depth news. Biasanya berita-berita besar kan tidak bisa dirangkum dalam satu halaman. Sisanya kita taruh dihalaman sembilan publik itu.

10. Mengapa Republika menempatkan narasumber dari organisasi islam lebih dominan dari pihak non Islam atau GIDI ketika membahasa solusi perdamaian?

Karena bahaya, ketika Republika bilang „GIDI ingin berdamai‟. Pasti timbul komentar dari pihak islam enak aja lo, sikologi massa yang kita pertimbangkan. Saat itu, yang paling perlu ditenangkan hatinya ialah orang islam. Makanya kita ambil sumber-sumber dari bos-bosnya orang islam. NU bilang tenang, Muhamadiyah, MUI bilang tenang. Maka akan manut umat Islam karena ketua-ketua yang punya otoritas yang bicara seperti itu. Tetapi, lain hal kalau Republika bilang „GIDI mendorong perdamain‟, itu dihati orang isalm tentu tidak sedemikian enak. Memang lebih tepat ditampilkan permohonan maaf dari pihak GIDI atau umat Kristiani. Ini mungkin bisa lebih diterima.

11. Bagaimana proses peliputan dalam konflik Tolikara? apakah Reporter turut serta dalam rapat redaksi?

Kami menurunkan dua orang. Satu reporter satu cameramen yang kita tempatkan selama seminggu di sana. Mereka di Tolikara mana mungkin ikut rapat. Memang sehari-hari seperti itu. Teknis penyusunan agendanya pada malam hari kita sudah menyusun, hal-hal apa yang akan menarik untuk ditaruh dihalam satu besok. Kemudian dari malam hari tersebut, kita kirim ke newsroom. Newsroom itu bagian yang mengatur lalau lintas reporter. Jam dua siang kita rapat lagi melihat apa yang diperoleh oleh reporter. Jadi kalau sudah lengkap, maka artinya selesai. Jika kami setuju jadi halanma depan kami pakai, tapi kalau kurang bahan berita tersebut untuk halaman satu, kami minta reporter untuk menambahkan kembali.

12. bagaimana menyamakan persepsi atau interpretasi antara wartawan di lapangan dengan para redaktur di ruang redaksi?

Berbeda persepsi antara wartawan dengan redaktur itu menjengkelkan. Mengatasinya? Suruh balik lagi, suruh cari beritanya lagi, tadi bukan seperti ini yang diinginkan. Ini bukan demokrasi. Ketika ordernya sesuai dengan yang kami inginkan Alhamdulillah, tapi kalau belum sesuai dengan apa yang kami ingikan, kami minta ditambah.

Tapi untuk berita yang terkait peristiwa biasanya kami ikut apa yang dilaporkan wartawan. Itu bentuk penghargaan kami kepada waratawan. Kami percaya dengan wartawan kami. Apa yang dia bilang itu yang terjadi dilapangan, kami akan tanyakan kepastian dan keyakinan dari wartawan. Ketika wartawan kami yakin, maka kami mengikuti. Tapi kalu untuk isu itu pasti beda lagi, karena kita tahu, itu pasti salah mengajukan pertanyaan reporternya. Kami meminta reporternya menayakan kembali.

13. Siapa saja yang ada dalam rapat redaksi?

Redaktur pelaksana, asisten redaktur pelaksana, redaktur, newsroom, pemimpin redaksi.

14. Siapa yang menentukan keputusan kelayakan terbit suatu berita?

Musyawarah mufakat. Bukan demokrasi di sini. Tapi pemimpin redaksi lebih sering dia sepakat sama kita. Selama saya menjadi redaktur dua tahun bisa dihitung jari. Hanya pada saat tertentu aja. Kami relatif bebas dari intervensi.