TIM REDAKSI

Jurnal Forum Kesehatan

Politeknik Kesehatan Kemenkes

Tim Penyunting :

Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes

Redaktur : Asih Rusmani, SKM, M.Kes

Editor : Dr. Marselinus Heriteluna, S.Kp, MA

Tim Pembantu Penyunting :

Penyunting Pelaksana : 1. Ns. Gad Datak, M.Kep, Sp.MB

2. Riyanti, M.Keb

3. Erma Nurjanah, SKM, M.Epid

Pelaksana TU : 1. Deddy Eko Heryanto, ST

2. Daniel, A.Md.Kom

3. Arizal, A.Md

Tim Mitra Bestari : 1. Dr. Djazuli Chalidiyanto, SKM, MARS. 2. Dr. Demsa Simbolon, SKM., MKM. 3. Dr. Budi Wahyuni, MM., MA.

Alamat Redaksi :

Unit Perpustakaan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya Jalan George Obos No. 32 Palangka Raya 73111- Tengah Telepon/Fax : 0536 – 3221768 Email : [email protected]

Website : www.poltekkes-palangkaraya.ac.id

Terbit 2 (dua) kali setahun

PENGANTAR REDAKSI

Salah satu tugas utama dari lembaga pendidikan tinggi sebagaimana tercantum dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah melaksanakan penelitian. Agar hasil-hasil penelitian dan karya ilmiah lainnya yang telah dilakukan oleh civitas akademika Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya lebih bermanfaat dan dapat dibaca oleh masyarakat, maka diperlukan suatu media publikasi yang resmi dan berkesinambungan.

Jurnal Forum Kesehatan merupakan Jurnal Ilmiah sebagai Media Informasi yang menyajikan kajian hasil-hasil penelitian, gagasan dan opini serta komunikasi singkat maupun informasi lainnya dalam bidang ilmu khususnya keperawatan, kebidanan, gizi, dan umumnya bidang ilmu yang berhubungan dengan kesehatan.

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanya berkat bimbingan dan petunjuk-Nyalah upaya untuk mewujudkan media publikasi ilmiah Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya yang diberi nama Jurnal Forum Kesehatan Volume V Nomor 2, Agustus 2015 ini dapat terlaksana. Dengan tekat yang kuat dan kokoh, kami akan terus lebih memacu diri untuk senantiasa meningkatkan kualitas tulisan yang akan muncul pada penerbitan – penerbitan selanjutnya.

Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktur Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya sebagai Penanggung Jawab serta Dewan Pembina yang telah memberikan kepercayaan dan petunjuk kepada redaktur hingga terbitnya Jurnal Forum Kesehatan Volume V Nomor 2, Agustus 2015 ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan juga disampaikan kepada Dewan Redaksi dan Tim Mitra Bestari yang telah meluangkan waktunya untuk mengkaji kelayakan beberapa naskah hasil penelitian/karya ilmiah yang telah disampaikan kepada redaksi.

Kepada para penulis yang telah menyampaikan naskah tulisannya disampaikan penghargaan yang setinggi-tingginya dan selalu diharapkan partisipasinya untuk mengirimkan naskah tulisannya secara berkala dan berkesinambungan demi lancarnya penerbitan Jurnal Forum Kesehatan ini selanjutnya.

Akhirnya, semoga artikel-artikel yang dimuat dalam Jurnal Forum Kesehatan Volume V Nomor 2, Agustus 2015 ini dapat menambah wawasan dan memberikan pencerahan bagai lentera yang tak kunjung padam. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan penerbitan selanjutnya.

Tim Redaksi

DAFTAR ISI

Hal. Upaya Peningkatan Kesertaan ber-KB IUD dan Implan di Kalimantan Tengah Hendra Sipayung, Marselinus Heriteluna ,Dhini …………………………………...………………. 1

Persepsi Remaja tentang Merokok di SMA Kota Palangka Raya Untung Halajur ………………………………………………..…………………………………………. 8

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Menjadi Anggota BPJS Mandiri di Puskesmas Pardamean Kota Tahun 2015 David Siagian, Nurhasanah Harahap ………………………………………………...... 17

Faktor yang Berhubungan dengan Pengguanaan IUD di Pusat Kesehatan Masyarakat Patumbak Tahun 2014 Julietta Hutabarat ………………………………..……………………………………………………... 22

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Ibu Hamil tentang Kejadian Anemia di Klinik Bersalin Niar Amplas Tahun 2015 Jujuren Br Sitepu ………………………………………………………………………………………… 34 . Hubungan Status Merokok dengan Komplikasi pada Pasien Diabetes Mellitus di Puskesmas Bukit Hindu Palangka Raya Deany Saftuari …………………………………………………………………………………...………. 40

Hubungan Antara Faktor Sosiodemografi dengan Tingkat Pengetahuan tentang Pengobatan Sendiri pada Masyarakat Kecamatan Kabupaten Sleman Fina Ratih Wira Putri Fitri Yani …………………………………………………..…………………... 49

Hubungan Antara Konsumsi Junk Food dan Status Gizi dengan Menarche Dini pada Siswi SMP Negeri 2 Kota Palangka Raya Sugiyanto ..………………………………………………………………………………………………… 56

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Upaya Peningkatan Kesertaan ber-KB IUD dan Implan di Kalimantan Tengah

Hendra Sipayung1, Marselinus Heriteluna2 ,Dhini3 1BKKBN Provinsi Kalimantan Tengah 2Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Poltekkes Kemenkes Palangka Raya 3Jurusan Gizi, Poltekkes Kemenkes Palangka Raya Email: [email protected]

Abstract: The implementation of family planning programs is expressed by the use of family planning tools at this time. The use of modern family planning devices that are expressed by modern CPR among women aged 15- 49 years is one of the universal indicators of reproductive health access. Data on achievement figures in several districts in Province are still relatively low (below target). The importance of this study is to find out the causes or factors that affect the Long-Term Contraception Method in Central Kalimantan, the service barriers that are family planning Long-Term Contraception Method in the region as well as the policy of increasing the family planning Long-Term Contraception Method participation. The type of research used is qualitative research, by conducting in-depth interviews with the Head of the family planning Division, Family Planning Field Officers (PLKB), family planning Providers. In addition, the researchers also analyzed the factors that influence the achievement of family planning Long-Term Contraception Method in the Central Kalimantan region. The results of the policy / support of facilities and infrastructure are still expecting momentum from the provincial level, the views of many people who do not know about family planning Long-Term Contraception Method participation IUDs and implants that make people rarely use IUDs and implants and some trained providers receive training certificates.

Keywords : familly planning, planning Long-Term Contraception Method, Field Officers

Abstrak: Pelaksanaan program keluarga berencana dinyatakan dengan pemakaian alat/cara Keluarga Berencana (KB) saat ini. Pemakaian alat KB modern yang dinyatakan dengan CPR modern di antara WUS (wanita usia kawin 15-49 tahun) merupakan salah satu dari indikator universal akses kesehatan reproduksi. Data angka pencapaian di beberapa Kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah masih tergolong rendah (dibawah target). Pentingnya penelitian ini yaitu untuk mengetahui penyebab atau faktor yang mempengaruhi Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) di Kalimantan tengah, hambatan pelayanan yang MKJP di daerah serta kebijakan peningkatan kesertaan KB MKJP. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, dengan melakukan wawancara mendalam pada Kepala Bidang KB, Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) , Provider KB. Selain itu peneliti juga menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi capaian MKJP diwilayah Kalimantan Tengah. Didapatkan hasil kebijakan/dukungan sarana dan prasarana memang masih mengharapkan momentum dari tingkat provinsi, pandangan masyarakat yang masih banyak belum mengetahui MKJP IUD dan Implant yang membuat masyarakat jarang menggunakan IUD dan Implant dan sebagian provider yang sudah terlatih dan mendapatkan sertifikat pelatihan.

Kata Kunci : Keluarga Berencana, MKJP, PLKB

PENDAHULUAN dengan CPR modern di antara WUS (wanita usia merupakan salah satu negara kawin 15-49 tahun) merupakan salah satu dari yang memiliki angka pertambahan penduduk yang indikator universal akses kesehatan reproduksi. cukup tinggi setiap tahunnya, berdasarkan hasil Hasil Riskesdas 2013, pemakaian cara/alat KB di Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS, 2013) Indonesia sebesar 59,7 persen dan CPR modern menyatakan bahwa angka kehamilan penduduk sebesar 59,3 persen. Diantara penggunaan KB perempuan 10-54 tahun adalah 2,68 persen, modern tersebut, sebagian besar menggunakan terdapat kehamilan pada umur kurang dari 15 cara KB suntikan (34,35), dan merupakan tahun dan kehamilan pada umur remaja (15-19 penyumbang terbesar pada kelompok non MKJP tahun) sebesar 1,97 persen. dan jenis hormonal. Pelayanan KB di Indonesia Pelaksanaan program keluarga berencana sebagian besar diberikan oleh bidan (76,6%) di dinyatakan dengan pemakaian alat/cara KB saat fasilitasi pelayanan swasta yaitu tempat praktek ini. Pemakaian alat KB modern yang dinyatakan bidan (54,6%) (Riskesdas 2013).

1

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Penelitian Sugiarti menyatakan responden METODE pemilihan jenis kontrasepsi dengan menggunakan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) Jenis penelitian yang digunakan adalah lebih sedikit dibanding dengan responden yang penelitian kualitatif, dengan digunakan metode memilih Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang kualitatif ini maka data yang didapatkan akan (NMKJP) (Sugiarti, 2012). Rendahnya minat lebih lengkap lebih mendalam, kredibel, dan akseptor KB dalam memilih kontrasepsi IUD bermakna, sehingga tujuan penelitian dapat tentunya bertolak belakang dengan kelebihan dicapai. Pada tahap pelaksanaan peneliti sebagai yang dimiliki IUD dibandingkan dengan pelaksana penelitian sekaligus sebagai human kontrasepsi lainnya, seperti efektivitas 99% dalam instrument mencari informasi data, yaitu dengan mencegah kehamilan dan penggunaan yang bisa melakukan wawancara mendalam pada Kepala mencapai 10 tahun. Masih sedikitnya akseptor KB Bidang KB, PLKB, Provider KB. Selain itu IUD di Indonesia disebabkan oleh beberapa peneliti juga menganalisis faktor-faktor yang faktor, diantaranya tingkat ekonomi, budaya, mempengaruhi capaian MKJP diwilayah pengalaman, karakteristik akseptor KB, dam Kalimantan Tengah. dukungan suami. Tempat penelitian ini adalah di Kantor Berdasarkan hasil yang diperoleh dari BP3AKB di sembilankabupatendi wilayah pendataan di provinsi Kalimantan Tengah pada Kalimantan Tengah yaitu Kabupaten Kapuas, bulan Januari sampai dengan September 2015. Gunung Mas, Pulang Pisau, Barito Selatan, Barito Total untuk pencapaian perserta KB baru MKJP Timur, Barito Utara, Kotawaringin Barat, tertinggi terdapat di Kabupaten Murung Raya Kotawaringin Timur, dan Seruyan. Sedangkan 220.92%, Kota Palangkaraya 200.00% dan untuk waktu penelitian dilaksanakan pada bulan terendah terdapat di Kabupaten Pulang Pisau November 2015. 57.52%. Pencapaian peserta KB baru IUD tertinggi terdapat di Kota Palangkaraya 519.51 TEMUAN DAN PEMBAHASAN dan terendah di Kabupaten Katingan 14.89%. A. SKPD ( Kabid KB ) pencapaian peserta KB baru IMPLANT tertinggi 1. Kebijakan, Dukungan Sarana/Prasarana terdapat di Kabupaten Murung Raya 247.79% dan Responden yang mewakili unsur terendah terdapat di Kabupaten Sukamara pimpinan KB/kesehatan relatif menjabat dalam 34.67%. kurun waktu yang tidak terlalu lama, rata-rata Sedangkan pencapaian untuk peserta KB terpendek adalah 5 bulan dan yang terlama sekitar aktif IUD tertinggi terdapat di Kabupaten setahun. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Sukamara 3851.90% dan terendah di Kabupaten pemerintah daerah untuk mendukung program Seruyan 5.96%. Pencapaian peserta KB aktif terkait dengan IUD dan Implan ( MKJP ) yang ada IMPLANT tertinggi terdapat di Kabupaten di wilayah kerja hampir semuanya ada, walaupun Murung Raya 712.40% dan terendah di ada satu kabupaten, yang menurut pengakuannya Kabupaten Seruyan 35.65%. pencapaian peserta belum ada kebijakan khusus untuk itu. Dia KB aktif MKJP tertinggi terdapat di Kabupaten mengatakan: “....Tidak ada kebijakan terkait Sukamara 780.32% dan terendah di Kabupaten dengan IUD dan Implan ( MKJP ): baik dalam Seruyan 27.02%. bentuk Perda, anggaran khusus untuk IUD & Dari data angka pencapaian di beberapa Implan, insentif untuk pelayanan maupun untuk Kabupaten masih tergolong rendah (dibawah akseptor IUD & Implan.” Lebih lanjut paparnya: target) serta dari beberapa penelitian sebelumnya “....Kebijakan untuk pelayanan KB gratis, diatas peneliti merasa perlu untuk mengetahui khususnya IUD dan Implan juga tidak ada, faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kecuali Pelayanan KB gratis khusus IUD & MKJP di Kalimantan Tengah. Pentingnya Implan ada pada saat momentum atau TKBK penelitian ini yaitu untuk mengetahui penyebab tingkat provinsi.” Disalah satu kabupaten, atau faktor yang mempengaruhi MKJP di kebijakan yang ada yang dilaksanakan antara lain, Kalimantan tengah, hambatan pelayanan yang pemda selalu mengarahkan kepada masyarakat MKJP di daerah serta kebijakan peningkatan untuk selalu memakai MKJP melalui penyuluhan, kesertaan KB MKJP. Penelitian ini berbeda dari pergerakan dan memotivasi agar mereka memakai penelitian sebelumnya, dari metode pengambilan implant dan IUD dan upaya melalui melalui data yang di gunakan melalui wawancara secara pameran serta Pelayanan KB gratis ke masyarakat mendalam ( Depth Interview ) kepada pengurus kerumah-rumah melalui momentum atau even- KB yang mengetahui lebih dalam tentang even. Kabupaten lainnya menerapkan kebijakan pelayanan KB di daerahnya. melalui pembentukan: BPPKB ( badan pemberdayaan perempuan dan keluarga berencana

2

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

), BKB ( bina keluarga balita), BKR ( bina yang mengalokasikan dana untuk kegiatan pada keluarga remaja ) dan BKL ( bina keluarga lansia kegagalan atau komplikasi pasca pelayanan. ), yang dikukuhkan dengan dasar peraturan daerah No 6 tahun 2012, 18 Juli 2012. Bahkan ada satu 3. Penggerakan Calon Akseptor kabupaten yang menerapkan kebijakan untuk Menurut salah satu stakeholder di salah pelayanan KB gratis. Karena sesuai dengan aturan satu kabupaten, penggerakan (KIE/komunikasi, dan peraturan daerah yang ada bahwa pelayanan informasi dan edukasi), dirasakan masih belum KB semua digratiskan, uang jasa pemasangan dan efektip, hal ini tercermin dari kutipan wawancara lain-lain ditanggung APBN serta APBD beliau sebagai berikut: Terkait dengan fasilitas dan sarana prasarana, dari keseluruhan responden mengakui “Karena PLKB yang ada 7 (tujuh) orang bahwa ketersediaan sarana dan prasarana selama dari 8 (delapan) Kecamatan, jadi kekurangan 1 ini masih cukup terpenuhi dan daerah masih orang PLKB. Ada 100 Desa. Idealnya 1 :2 (1 mampu secara optimal untuk membantu PLKB menjangkau 2 desa). Yang tersedia memfasilitasinya dengan baik. Daerah, pada sekarang 1:14 ( 1orang PLKB menjangkau 14 beberapa kabupaten bahkan mengalokasikan dana desa). Jadi pelaksanaan penggerakan tidak bantuan melalui APBD untuk mendukung efektif.” berbagai sarana yang dirasakan kurang apabila Hal ini juga didukung salah satu droping sarana prasarana dari provinsi dirasakan responden lainnya bahwa dalam hal penggerakan kurang. (KIE/Komunikasi, informasi dan edukasi) selama ini di lapangan Penggerakan berupa KIE belum 2. Dana APBN dan APBD efektif. Ditambahkan oleh beliau Banyak PLKB Pendanaan pada program KB/kesehatan pada menuntut hak, tapi tidak melaksanakan kewajiban kabupaten yang menjadi sasaran penelitian ini, dengan baik. Diakui salah satu responden di salah secara umum semuanya mendapatkan dana dari satu kabupaten, bahwa KIE atau Motivasi sudah APBN, akan tetapi secara seragam disampaikan 80 % efektif, tetapi lebih efektif jika dilakukan bahwa realitas alokasi dana yang tersedia masih dari rumah ke rumah ( door to door). Namun hal dirasakan sangat minim dan tidak mencukupi ini tentunya akan membutuhkan dukungan dana untuk mendukung seluruh program khususnya dan sarana serta SDM yang baik dan banyak dari program MJKP. Berkaitan hal tersebut maka di segi kuantitasnya. beberapa kabupaten melalukan alokasi dana APBD yang disitribusikan dalam bentuk Beberapa metode yang dilakukan oleh penyediaan alkon, dana pelayanan serta dana Pemenrintah daerah dalam upaya pencapaian untuk penggerakan dan pengayoman serta program penggerakan MKJP, dilakukan dengan monitoring. Bahkan ada kabupaten melalui kegiatan pra motivasi dan dalam hal mengalokasikan dana melalui DAK ( dana alokasi mengusulkan dana untuk tahun 2016, untuk biaya khusus), khusus untuk sarana prasarana, Obyn pelayanan dan penggerakan. Koordinasi Bed, KIE Kit, Mobil Pelayanan, Mupen, balai dilakukan secara langsung koordinasi dengan Ka penyuluhan, dan pengangkut akseptor. UPT Kecamatan, untuk kegiatan rutin mencari Keberagaman masing-masing kabupaten untuk aseptor : baru, konversi. dengan pemda, ABRI, mengalokasikan dana merupakan salah satu dari TNI, GOW, PKK, IBI, DWP, KNPI. Momentum penyebab masih belum optimalnya pencapaian dilakukan dengan koordinasi pada moment dan program MJKP ini. baksos : HUT IBI, HUT TNI, PKK-KB Kes, HUT Keragaman alokasi dana ini tergambar dari Polres. Selain itu, melaksanakan secara langsung beberapa kegiatan antara lain: dana APBN untuk koordinasi dengan UPT kecamatan, untuk penggerakan peserta IUD dan Implant baik untuk kegiatan rutin mencari aseptor : baru, konversi. penggerak maupun sasaran, untuk penggerakkan Serta pada forum apa saja ( misal: baksos, peserta IUD dan Implan baik untuk penggerak momentum ) dan frekuensi/tahun dan maupun sasaran, dana untuk pelayanan berupa melaksanakan koordinasi dengan : Ka UPT klaim jasa bidan dan dana untuk event-event kecamatan, babinsa, bidan untuk menyiapkan /moment tertentu untuk pelayanan, berupa Jasa aseptor untuk mendukung moment dan baksos. bidan, hal lainnya mengalokasikannya untuk dana Selain itu juga mengkoordinasikan penggerakan pergerakan berasal dari APBN pelayanan, tersebut melalui PLKB, camat ke desa, dan kepala sedangkan untuk dana pergerakan berasal dari desa berkoordinasi ke kader. APBD sedangkan pengayoman tidak ada 4. Hambatan dan Saran penyediaan dana. Selain untuk pelayanan, pengayoman dan penggerakan, ada juga daerah

3

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Dalam program KB/Kesehatan, selain malu, takut pada saat pemasagan dan takut berbagai program yang disebutkan di atas, terhadap efek samping . Hal ini diperkuat dengan kegiatan pelatihan CTU dan program pelatihan pernyataan responden PLKB Kabupaten Pulang lainnya masih dirasakan belum memadai. Namun Pisau “ masyarakat diwilayah kerja saya tidak hal ini walaupun dirasakan masih belum optimal, tertarik untuk mengunakan IUD karena adanya telah memberikan daya dorong bagi kemajuan cerita efek samping IUD terjadi perdarahan program tersebut. Program pelatihan CTU banyak ”. menurut para stakeholder perlu dilakukan Pandangan berbeda terhadap animo perbaikan dimasa yang datang. pengunaan IUD dan Implant ada di kabupaten Hambatan-hambatan yang dirasakan Barito Selatan dan Barito Timur animo antara lain, Jumlah peserta pelatihan kurang, masyarakat yang dikedua daerah tersebut cukup aseptor untuk praktek kurang sehingga bidan yang baik dikarenakan masyarakat menyadari akan mengikuti pelatihan ada yang tidak trampil, pentingnya dan keuntungan dan kelebihan metode karena tidak praktek, beberapa bidan di kecamatan MKJP. Hal ini bisa dilihat saat adanya event atau yang tidak mau mengikuti pelatihan, dengan baksos dimana masyarakat banyak menjadi berbagai alasan, tenaga PLKB kurang, sarana dan akseptor MKJP. prasarana, dan jarak tempuh di daerah jauh. Ada Berdasarkan situasi di atas peran PLKB dalam juga hal yang cukup menarik dari jawaban penggerakan sasaran untuk ikut menjadi akseptor responden yakni: provinsi kurang serius dalam IUD dan Implant pada umumnya bergerak aktif mengimplementasikan /memberikan sarana dan mereka bekerjasama dengan bidan dan kader terhadap prorgram KB. Pendanaan: untuk untuk mencari calon akseptor terutama pada event penggerakkan, pengayoman, dana untuk side efek maupun momentun khusus. Selain itu rata-rata tidak ada dari pemda kabupaten, selain itu kabupaten menunjang kegiatan pergerakan anggaran APBD untuk dana pelatihan tidak ada, mencapai sasaran dengan mengalokasikan dana dana penggerakan tidak tersedia di APBD. APBD yang bervariatif antar satu kabupaten Penggerak: Masyarakat masih tebatas untuk dengan kabupaten lainnya, antara Rp 30.000 ( penggunaan IUD terkait pengetahuan, budaya, kabupaten Barito Selatan ) s.d Rp. 125.000 ( agama; PLKB masih kurang memiliki kabupaten Barito Timur ) per akseptor. Sedangkan kemampuan melaksanakan KIE, dalam 4 kabupaten lainnya yaitu Barito Utara, Pulang penggerakan : cara penyampaian informasi yang Pisau, Seruyan, Gunung Mas tidak menyediakan dilakukan kader kurang terhadap masyarakat, dana pengerakan. kurang pendekatan, Jumlah PLKB kurang. Kuota peserta pelatihan : masih kurang kuota, bidan baru 2. Peran PLKB Dalam Mendukung Capaian sebaiknya diberi kesempatan mengikuti pelatihan. MKJP Saran untuk beberapa kegiatan: Rata-rata semual PLKB di semua Pelatihan: perlu ditambah kuota pelatihan, ada kabupaten mengatakan provider yang akseptor untuk pelatihan, ada dana monitoring memberikan pelayanan IUD dan Implant pelatihan, perlu pelatihan KKB untuk pejabat diwilayah kerjanya rata-rata sudah mengikuti struktural, kuota peserta pelatihan ditambah kalau CTU. Menurut PLKB pelaksanaan CTU di memungkinkan pelatihan dilaksanakan secara kabupaten sudah lama tidak dilaksanakan, regional di kabupaten. Pendanaan : perlu terakhir tahun 2011. Pada kegiatan tersebut, peran penambahan dana untuk penggerakkan, pelayanan PLKB adalah membantu menyiapkan calon dan side efek. Penggerak : perlu penambahan dana akseptor IUD dan Implant utuk peserta CTU serta transport utk PPKBD, desa, RT, RW. memberikan KIE kepada calon akseptor tersebut pada saat pelatihan CTU. Sejak CTU diadakan di B. PLKB provinsi ( Palangka Raya ), PLKB tidak pernah 1. Pandangan Tentang Animo Masyarakat lagi membantu peserta CTU mendapatkan calon dan Pengerakan akseptor, dan PLKB mendengar kesulitan para Berdasarkan hasil wawancara pada 9 provider yang ikut pelatihan CTU, bahwa mereka orang responden PLKB didapati data bahwa 5 kesulitan mendapatkan calon akseptor. kabupaten yaitu Barito Utara, Kapuas, Kotawarngin Timur, Seruyan dan Kotawaringin Barat animo masyarakat terhadap keikusertaan 3. Pelaporan mengunakan IUD dan Implant masih rendah, Alur pelaporan hasil pelayanan IUD – bahkan ada dua kabupaten yaitu Gunung Mas dan Implant dilakukan 1 bulan sekali oleh PLKB dari Pulang Pisau ketertarikan mengunakan IUD dan data yang dihimpun dari kader, PLKB, klinik Impant sangat rendah hasil ini dikarenakan agama, bidan yang selanjutnya dilaporkan badan PPKBD

4

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015 setempat. Pada dasarnya PLKB sudah mengerti cukup. Material (antibiotik, analgetik/antipiretik, bagaimana alur pelaporan data dalam pelayanan antiseptik, duk/ kasa, band aid) dan formulir IUD - Implant. Hanya terkadang karena jangkauan (K/I/KB, K/IV/KB, informed concent) sudah PLKB dengan desa-desa jauh dan keterbatasan tersedia dan jumlahnya cukup. Di klinik tempat tenaga dengan rasio jumlah desa yang ditangani, provider bertugas juga sudah tersedia obsgyn bed, data kadang sulit terkumpul dari kader atau sub ABPK, BP3K). Sedangkan untuk obsgyn bed BPKBD. Jadi perlu penambahan yang berimbang sudah tersedia di klinik tempat tugas provider, antara PLKB dengan desa-desa yang menjadi tetapi ada beberapa provider mengatakan bahwa tanggungjawabnya. Untuk mengatasi masalah obsgyn bed yang ada tidak memadai. Hal ini kekurangan PLKB, kabupaten Barito Timur disampaikan oleh provider KB kabupaten Kapuas, mengintervensinya dengan merekrut tenaga- kabupaten Gunung Mas. tenaga honorer.

3. Kebijakan / Koordinasi 4. Hambatan Dan Saran Aturan/regulasi tentang pelayanan Hambatan-hambatan yang dirasakan oleh Implant/IUD tidak dimiliki oleh semua kabupaten. PLKB dalam mengerakan calon akseptor adalah Berdasarkan hasil wawancara, hanya kabupaten kurangnya jumlah PLKB, adanya persepsi Pulang Pisau yang memiliki perda tarif untuk masyarakat yang keliru tentang IUD dan implant, pelayanan IUD & Implan. Perda RS : Pemasangan minimnya dukungan dana APBD untuk dan IUD Rp 75.000,- ; Pelepasan IUD : Rp 25.000,- pengerakan, dan adanya faktor sosial budaya, Pemasangan Implant : Rp 50.000,- Pelepasan pemahaman yang sangat fanatik terhadap etika implan : Rp 75.000. Dukungan kebijakan saat pemasangan. Berdasarkan kondisi dan pelayanan KB gratis ada di semua kabupaten. hambatan yang di alami PLKB, maka perlu Untuk pelayanan di klinik KB tempat provider adanya penambahan jumlah PLKB yang seimbang bertugas dibuka setiap hari kerja dengan dengan rasio desa, adanya koordinasi BKKBN menggunakan kontrasepsi yang disediakan dengan tokoh-tokoh masyarakat, terutama tokoh- pemerintah.. Pelayanan KB gratis diantaranya tokoh agama, dan adanya kebijakan sebagai aturan melalui kegiatan HUT TNI, HUT PKK, HUT IBI, yang mengharuskan alokasi persentase anggaran Hari Keluarga Nasional untuk pelaksanaan APBD. kegiatan dan tempat pelaksanaanya sesuai dengan kesepakatan dengan pihak penyelenggara. C. PROVIDER KB 1. Pelatihan 4. Pasca Pelatihan Responden Provider KB di 9 kabupaten Pasca pelatihan pelayanan IUD dan Implat mengatakan sudah pernah mengikuti pelatihan rata-rata 2-3 akseptor setiap bulan. Akseptor yang CTU yang diselenggarakan oleh Perwakilan datang ke klinik sebagian besar atas keinginan BBKN provinsi Kalimantan Tengah dengan sendiri dan sebagaian lagi karena memanfaatkan waktu pelatihan yang bervariasi. Sertifikat moment pelayanan KB gratis. Tetapi pada saat pelatihan sudah diperoleh masing-masing wawancara ini dilakukan, provider KB Gunung provider akan tetapi hanya 1 provider yang sudah Mas, Pulang Pisau belum mendapatkan akseptor mendapatkan sertifikat pelatihan dari IUD dan Implant karena baru saja selesai pelatihan P2KS/JNPK. Penetapan peserta oleh SKPD IUD. provider mengatakan belum pernah masing-masing kabupaten berdasarkan surat mendapatkan kompensasi/reward dari BKKBN undangan pelatihan dari BKKBN perwakilan terkait pelayanan KB yang sudah dilaksanakan Provinsi Kalimantan Tengah. Semua provider selama ini. Dalam memberikan pelayanan mengatakan bahwa pada saat mengikuti pelatihan, kontrasepsi IUD dan Implant, provider fasilitator dapat menjelaskan dengan baik materi memanfaatkan peralatan yang diperoleh dari yang disampaikan. Peralatan berupa IUD Kit dan BKKBN dan selama memberikan pelayanan Implan Kit sudah tersedia di tempat tugas masing- kontrasepsi tidak ada kegagalan ( hamil ). masing provider ( di puskesmas dan di rumah sakit Permasalahan/keluhan oleh klien dapat ditangani ). oleh provider sehingga tidak dirujuk. Provider mengatakan masih belum ada 2. Dukungan Sarana dan Prasarana kegiatan kunjungan/monitoring dari BKKBN Tempat pelayanan pemasangan IUD & terkait pelayanan IUD dan Implant pasca pelatihan Implant menurut provider masih belum memadai, CTU. Hambatan yang dijumpai oleh klien terkait karena ruang tindakan dan ruang konseling masih pemilihan IUD dan Implant sebagai alat tergabung menjadi satu sedangkan untuk alat kontrasepsi adalah kurangnya kontrasepsi IUD dan Implan sudah tersedia dan 5

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

pengetahuan/pemahaman klien tentang SARAN kontrasepsi IUD dan Implant, takut terhadap efek samping, alasan agama dan budaya. 1. Koordinasi antara provider, PLKB, serta SKPD yang harus selaras dan memiliki kerja 5. Saran sama yang baik untuk menciptakan program 1. Provider menyarankan supaya penyelenggara MKJP IUD dan Implant ini terlaksana di sudah mempersiapkan terlebih dahulu calon masyarakat. akseptor IUD dan Implant, sehingga peserta 2. Pembinaan, penggerakkan dan pelayanan pelatihan tidak kesulitan dalam mencapat kepada calon – calon akseptor harus maksimal. target kompetensi yg ditetapkan 3. Pendanaan tepat dan efektif untuk 2. Kegiatan pelatihan kiranya dapat dilaksanakan penggerakan, pelayanan, dan pembinaan di kabupaten sehingga peserta lebih mudah untuk mendapatkan klien yang akan menjadi DAFTAR PUSTAKA akseptor IUD dan Implant. 3. Rekrut peserta pelatihan dengan Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian mempertimbangkan tempat tugas peserta ( Suatu Pendekatan Praktik. : PT memprioritaskan bidan yang ada di klinik, baik Rineka Cipta. klinik rumah sakit, puskesmas hingga klinik Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian tingkat desa karena klinik merupakan pintu Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT utama pelayanan kesehatan dan KB bagi publik Rineka Cipta. ). Asih, Oesman. 2009. Faktor-faktor yang 4. Reward terhadap pelayanan yang sudah Mempengaruhi Pemakaian Kontrasepsi dilakukan Jangka Panjang (MKJP). Analisis lanjut 5. Monitoring terhadap provider pasca pelatihan SDKI 2007. Jakarta : BKKBN. IUD dan Implant sebagai salah satu upaya untuk memantau sejauh mana dampak Asih, Juliaan. 2010. Pola Pemakaian Kontrasepsi. pelatihan yang sudah diberikan ( apakah Analisis lanjut 2010. Jakarta : BKKBN. setelah pelatihan ada peningkatan jumlah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. akseptor yang dilayani ) 2011. Pedoman Pelaksanaan Pelayanan

KB Metode Kontrasepsi Jangka Panjang

(MKJP). Jakarta. SIMPULAN Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.

2011. Pemantauan Usia Subur Melalui 1. Dari SKPD ( Kabid KB ), untuk Mini Survei di Indonesia. Jakarta kebijakan/dukungan sarana dan prasarana memang masih mengharapkan momentum dari Imbarwati. 2009. Beberapa Faktor yang tingkat provinsi. Pengerak untuk akseptor Berkaitan dengan Pengguanaan KB masih sangat kurang karena dalam IUD pada Peserta KB Non IUD di penyampaian informasi yang masih belum Kecamatan Pedurungan Kota maksimal. serta pendanaan yang masih minim . Tesis pada program magister dalam penggerakkan dan pelayanan. ilmu kesehatan masyarakat. Semarang : 2. Dari PLKB, pandangan masyarakat yang Universitas Dipenogoro. masih banyak belum mengetahui MKJP IUD dan Implant yang membuat masyarakat jarang Kusumaningrum, Radita. 2008. Faktor-faktor menggunakan IUD dan Implant. Dari yang Mempengaruhi Pemilihan Jenis pelaporan dan peran, PLKB sudah melakukan Kontrasepsi yang Digunakan Pada tugasnya dengan baik dan sesuai prosedur. Pasangan Usia Subur. Diakses tanggal 3. Dari Provider KB, sebagian provider yang 10 november 2015 dari sudah terlatih dan mendapatkan sertifikat http://jurnalkesehatan.com/raditakusum pelatihan CTU. Namun dukungan sarana dan aningrum/2008/ prasarana masih belum memadai serta aturan/regulasi tentang pelayanan Implant/IUD Laksana, Fajar. 2008. Manajemen Pemasaran. tidak dimiliki oleh semua kabupaten. : Graha Ilmu. Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. : Remaja Rosdakarya

6

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Putra, Nusa dan Dwilestari, Ninin. 2012. Kualitatif. Bandung: Remaja Penelitian Kualitatif ; Pendidikan Anak Rosdakarya. Usia Dini. Subagyo, Joko P.1997. Metode Penelitian Dalam Jakarta : Rajagrafindo Persada Teori dan Praktek. Jakarta : Rineka Sutopo, H. B .2006.Penelitian Kualitatif : Dasar Cipta, Teori dan Terapannya Dalam Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Penelitian. : Universitas (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan Sebelas Maret. R&D). Bandung : Alfabeta cet. IX Terry, George R. 2000. Principles of Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Management. Bandung : Penerbit Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta Alumni. cet. IV

.

7

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Persepsi Remaja tentang Merokok di SMA Kota Palangka Raya

Untung Halajur Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Palangka Raya Email: [email protected]

Abstract: Smoking in adolescents is now an easy and often encountered thing, especially in men. There are so many factors that influence smoking behavior, one of which is the perception of the teenager himself about smoking. Smokers generally start smoking for the first time at the age of 15-19 years (43.3%), followed at the age of 10-14 years (17.5%) and 20-24 years (17.5%). Central Kalimantan Province first smoked at the age of 15-19 years (42.4%), followed by age 24-24 years (21.5) The average age at starting national smoking is.17.6 years. This study aim to describe of Perception Adolescents about smoking in the high school city of Palangka Raya are seen from their peers' environmental characteristics, adolescent psychological satisfaction, and permissive attitudes of parents. The study design was cross-sectional, the study sample was determined through the Proportionate Stratified Random Sampling, based on the room where the students were, also based on criteria: willing to be a respondent, aged 1519 years, living with parents. The research questionnaire about smoking, including a list of characteristics of high school students and a list of statements of perceptions of high school students about smoking seen from their peers' environmental characteristics, psychological satisfaction and permissive attitudes of parents, using Likert scale. Remaja mostly answered strongly disagree with the item statements of peers who could influence smoking, the lowest was 49%, the highest 65%, adolescents mostly answered strongly disagree with the statement of psychological satisfaction when and after smoking, the lowest was 46.7% the highest is 74.7%, item statement everything is always conveyed to parents, most answer strongly agree and agree that is 43.2%, while statements that are un-favorable, such as the statement of parents agree that if you smoke, most respondents answered strongly disagree, namely 81.9% . According to the perception of teenagers, smoking is not determined by peer environment, the smoke will not give psychological satisfaction and permissive attitude of parents to be role models is needed by adolescents to prevent smoking behavior.

Keywords : Perception, Adolescents, Smoking

Abstrak: Merokok pada remaja saat ini merupakan hal mudah dan sering dijumpai, terutama pada laki-laki. Banyak sekali faktor yang mempengaruhi perilaku merokok tersebut, salah satunya adalah persepsi remaja itu sendiri tentang merokok. Perokok pada umumnya mulai merokok pertama kali pada umur 15 – 19 tahun (43,3%), diikuti pada umur 10 – 14 tahun (17,5%) dan 20 – 24 tahun (17,5%). Provinsi Kalimantan Tengah merokok pertama kali pada umur 15 – 19 tahun (42,4%), diikuti usia 24 – 24 tahun (21,5) Rata-rata umur mulai merokok secara nasional adalah.17,6 tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran Persepsi remaja tentang merokok di SMA kota Palangka Raya dilihat dari karakteristik lingkungan teman sebaya, kepuasan psikologis remaja, dan sikap permisif orang tua. Desain penelitian adalah cross-sectional, sampel penelitian ditentukan melalui Proportionate Stratified Random Sampling, berdasarkan ruangan dimana siswa berada, juga berdasarkan kriteria: bersedia menjadi responden, berusia 1519 tahun, tinggal dengan orangtua. Kuesioner penelitian tentang merokok, meliputi daftar isian karakteristik siswa SMA dan daftar pernyataan persepsi siswa SMA tentang merokok dilihat dari karakteristik lingkungan teman sebaya, kepuasan psikologis dan sikap permisif orang tua, menggunakan skala Likert. Remaja kebanyakan menjawab sangat tidak setuju terhadap item pernyataan lingkungan teman sebaya yang bisa mempengaruhi merokok, yang terendah yaitu 49% yang tertinggi 65%, remaja kebanyakan menjawab sangat tidak setuju terhadap item pernyataan kepuasan psikologis saat dan setelah merokok, yang terendah yaitu 46.7% yang tertinggi 74.7%, item pernyataan segala sesuatu selalu disampaikan kepada orang tua, kebanyakan menjawab sangat setuju dan setuju yaitu 43.2%, sedangkan pernyataan yang bersifat unfavourable, seperti pernyataan orang tua setuju bila anda merokok, kebanyakan responden menjawab sangat tidak setuju, yaitu 81.9%.Menurut persepsi remaja, merokok tidak ditentukan oleh lingkungan teman sebaya, dengan merokok tidak akan memberikan kepuasan secara psikologis dan sikap permisif orang tua dengan menjadi role model sangat diperlukan oleh remaja untuk mencegah perilaku merokok.

Kata Kunci : Persepsi, Remaja, Merokok

8

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

PENDAHULUAN usia remaja akan meninggal pada usia Manusia sebagai makhluk sosial yang setengah baya, yakni sebelum usia mencapai sekaligus juga makhluk individual, maka 70 tahun atau dengan kata lain seseorang akan terdapat perbedaan antara individu yang satu kehilangan sekitar 22 tahun harapan hidup dengan yang lainnya. Adanya perbedaan normal. Para perokok yang terus merokok inilah yang dapat menyebabkan mengapa dalam jangka waktu panjang akan seseorang menyenangi suatu obyek, menghadapi kemungkinan kematian tiga kali sedangkan orang lain tidak senang bahkan lebih tinggi daripada mereka yang bukan membenci obyek tersebut. perokok. Persepsi pada hakikatnya adalah Salah satu sasaran program perilaku merupakan proses penilaian seseorang sehat dan pemberdayaan masyarakat adalah terhadap obyek tertentu. Menurut Young menurunnya prevalensi perokok serta (1956) persepsi merupakan aktivitas meningkatnya lingkungan sehat bebas rokok mengindera, mengintegrasikan dan di sekolah, tempat kerja dan tempat umum. memberikan penilaian pada obyek-obyek fisik Indonesia sebagai salah satu.. anggota WHO maupun obyek sosial, dan penginderaan SEARO menargetkan selama tahun 2000- tersebut tergantung pada stimulus fisik dan 2010 harus dilakukan berbagai upaya agar stimulus sosial yang ada di lingkungannya. Di total konsumsi rokok di kawasan ini turun dalam proses persepsi individu dituntut untuk setidaknya satu persen setahun. memberikan penilaian terhadap suatu obyek Secara nasional prevalensi perokok saat yang dapat bersifat positif/negatif, senang atau ini 34,7 persen. Prevalensi perokok saat ini tidak senang dan sebagainya, dengan adanya tertinggi di Provinsi Kalimantan Tengah persepsi maka akan terbentuk sikap, yaitu (43,2%). Secara nasional, prevalensi suatu kecenderungan yang stabil untuk penduduk merokok tiap hari tampak tinggi berperilaku atau bertindak secara tertentu di pada kelompok umur 25-64 tahun, dengan dalam situasi yang tertentu pula. Demikian rentang prevalensi antara 30,7 persen sampai juga halnya dengan persepsi Remaja tentang 32,2 persen, sedangkan penduduk kelompok merokok akan mempengaruhi sikap dan umur 15-24 tahun yang merokok tiap hari perilaku tentang merokok. sudah mencapai 18,6 persen. Lebih dari Remaja yang sedang mengikuti separuh (54,1%) penduduk laki-laki umur 15 pendidikan di sekolah menengah atas (SMA), tahun ke atas merupakan perokok tiap hari merupakan aset suatu bangsa yang perlu di (Riskesdas 2010). didik, dibentuk dan dikembangkan untuk Perokok pada umumnya mulai merokok menjadi manusia Pancasila yang berkualitas pertama kali pada umur 15-19 tahun (43,3%), baik secara jasmani maupun rohani, hal ini diikuti pada umur 10-14 tahun (17,5%) dan disebabkan kemajuan suatu bangsa sangat 20-24 tahun (17,5%) tetapi pada anak umur 5- bergantung pada generasi penerusnya. 9 tahun sudah ada (2,2%) yang mulai Perilaku merokok pada remaja umumnya merokok. Propinsi Kalimantan Tengah semakin lama akan semakin meningkat sesuai merokok pertama kali pada umur 15-19 tahun dengan tahap perkembangannya yang ditandai (42,4%), diikuti usia 24-24 tahun (21,5) Rata- dengan meningkatnya frekuensi dan intensitas rata umur mulai merokok secara nasional merokok, dan sering mengakibatkan mereka adalah 17,6 tahun. mengalami ketergantungan nikotin. Tandra Peningkatan angka perilaku merokok (2003, Cit Kemala, 2007), mengatakan pada remaja dipengaruhi oleh banyak faktor meningkatnya jumlah perokok di kalangan salah satu faktornya adalah persepsi, karena remaja, meskipun sudah mengetahui dampak persepsi atau pandangan yang dipercayainya buruk rokok bagi kesehatan; menyebutkan mengenai merokok itu sendiri. Penelitian yang bahwa 20% dari total perokok di Indonesia berhubungan dengan persepsi merokok pada adalah remaja rentang usia 15-21 tahun, dan remaja menyebutkan bahwa lebih dari 40% menurut hasil riskesdas tahun 2007 jumlah anak-anak muda di Fiji, Ghana, Malawi, perokok rentang usia 15-19 tahun dengan Nigeria, Afrika Selatan, Sri Lanka dan presentase 18,8%. Zimbabwe berpikir ataupun mempunyai Satu dari dua perokok yang merokok persepsi bahwa pria yang merokok pada usia muda dan terus merokok seumur mempunyai teman yang lebih banyak (WHO, hidup, akhirnya akan meninggal karena 2002, Cit Nurhidayat 2012). Penelitian lain penyakit yang berkaitan dengan rokok. Rata- yang dilakukan oleh Universitas Hamka dan rata perokok yang memulai merokok pada Komnas Anak tahun 2007, menunjukkan

9

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015 hampir semua anak (99,7%) melihat iklan sebanyak 6,1%. Terdapat responden yang rokok di televisi dan 68.2% memiliki kesan berada di urutan ke-10 sebanyak 1,1% atau persepsi positif terhadap iklan rokok, serta 50% remaja perokok lebih percaya diri Jumlah saudara seperti yang dicitrakan oleh iklan rokok Jumlah saudara responden paling banyak (Adam, 2011 Cit Nurhidayat 2012). yaitu berjumlah 3 orang sebesar 36,8%. Berdasarkan gambaran data-data dan Jumlah saudara responden yang berjumlah 2 permasalahan yang sudah diungkapkan diatas, orang sebesar 31,4%. Jumlah saudara yang sehingga penelitian mengenai “Gambaran berjumlah 1 orang sebesar 6,1%. Persepsi Remaja Tentang merokok di SMA b. Persepsi siswa SMA Kota Palangka Raya”, merupakan landasan Persepsi Siswa SMA tentang Lingkungan yang penting untuk mengetahui pandangan Teman Sebaya anak usia remaja mengenai merokok, Hampir separuh (49,6%) responden sehingga dengan demikian dapat dilakukan menyatakan sangat tidak setuju bahwa tindakan preventif untuk menekan angka merokok lebih diterima oleh teman-temannya. peningkatan jumlah perokok terutama Namun ada juga bahwa yang menyatakan perokok remaja. kurang setuju (35%) merokok lebih diterima oleh teman-temannya. Hampir separuh (49%) responden METODE menyatakan sangat tidak setuju bahwa Desain penelitian ini merupakan studi merokok merasa lebih nyaman berkumpul cross-sectional. Penelitian ini bertujuan untuk dengan teman-teman. Namun ada juga bahwa mengetahui persepsi remaja tentang merokok yang menyatakan kurang setuju (34,9%) di SMA kota Palangka Raya. Waktu merokok merasa lebih nyaman berkumpul penelitian yang dilakukan adalah Minggu ke-4 dengan teman-teman. bulan Nopember sampai dengan Minggu ke-4 Separuh responden menyatakan sangat bulan Desember 2012. Lokasi penelitian tidak setuju bahwa merokok bermanfaat adalah Sekolah Menengah Atas (SMA) di mencari teman (54,0%). Ada juga responden kota Palangka Raya, yaitu SMA Nusantara yang menyatakan kurang setuju sebesar Palangka Raya, SMA Negeri 1 Pahandut 38,7% bahwa merokok bermanfaat mencari Palangka Raya, SMA Negeri 4 Jekan Raya teman. Palangka Raya. Berdasarkan data yang Separuh responden menyatakan sangat didapat jumlah sampel yang berada di SMAN- tidak setuju bahwa merokok jika ada uang 1 Pahandut sebanyak 110 orang, SMAN-4 jajan berlebih (51,3%). Ada juga responden Jekan Raya sebanyak 121 orang dan SMA yang menyatakan kurang setuju sebesar Nusantara sebanyak 30 orang. 29,9% bahwa merokok jika ada uang jajan berlebih. Separuh responden menyatakan sangat HASIL tidak setuju bahwa merokok merupakan a. Karakteristik responden bentuk solidaritas teman (55,6%). Ada juga Umur responden yang menyatakan kurang setuju Rata-rata umur responden yaitu berumur 15,6 sebesar 31,8% bahwa merokok merupakan ± 0,8 tahun dengan nilai median 16 tahun dan bentuk solidaritas teman. (Tabel 1.). umur yang paling banyak yaitu 15 tahun Enam puluh empat koma empat persen responden (41,8%). Umur termuda yaitu 14 tahun dan mengatakan sangat tidak setuju merokok diajak oleh teman-teman dan 19,2% menyatakan tidak umur yang tertua yaitu 19 tahun. Responden setuju. Sementara itu, 62,1% menyatakan sangat yang berumur 19 tahun hanya 0,4% tidak setuju bahwa merokok perlu dalam pergaulan sedangkan umur yang paling banyak yaitu dengan teman dan 29,1% menyatakan kurang umur 15 tahun (41,8%) dan umur 16 tahun setuju. Responden yang menyatakan sangat tidak (39,1%) (n=261 siswa). setuju bahwa merokok tanda orang gaul sebanyak 64,8% sedangkan yang kurang setuju sebanyak Urutan dalam keluarga 25,3%. (Tabel 2). Responden banyak yang berada di urutan ke-3 Tabel 1. Distribusi Jawaban Responden tentang dalam keluarga (36,8%), responden yang Lingkungan Teman Sebaya (n=261) Valid berada diurutan ke-2 dalam keluarganya Pernyataan Frequency Percent sebanyak 31,4% sementara yang anak sulung Percent Merokok STS 129 49,4 49,6 lebih KS 93 35,6 35,8 10

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015 terima R 25 9,6 9,6 Merokok STS 169 64,8 64,8 oleh S 11 4,2 4,2 tanda KS 66 25,3 25,3 teman- SS 2 0,8 0,8 orang R 18 6,9 6,9 teman Total 26 99,6 100 gaul S 6 2,3 2,3 Total 261 100 SS 2 0,8 0,8 Tota 261 100 100 STS 128 49,0 49,0 Merokok l merasa KS 91 34,9 34,9 lebih R 22 8,4 8,4 nyaman S 15 5,7 5,7 berkumpul SS 5 1,9 1,9 Persepsi Siswa SMA tentang Kepuasan dengan Total 261 100 100 Psikologis teman- Responden yang menyatakan sangat teman tidak setuju bahwa merokok meningkatkan Total Total 261 100 100 prestasi belajar sebanyak 74,7% sedangkan yang kurang setuju sebanyak 21,8%. Merokok STS 141 54,0 54,0 bermanfaat KS 101 38,7 38,7 Responden yang menyatakan sangat tidak mencari R 12 4,6 4,6 setuju bahwa merokok dapat membuat tenang teman S 5 1,9 1,9 sebanyak 48,3% sedangkan yang kurang SS 2 0,8 0,8 setuju sebanyak 20,7%. Responden yang Total 261 100 100 menyatakan sangat tidak setuju bahwa Merokok STS 134 61,3 51,3 merokok membuat tidak mengantuk sebanyak karena ada KS 78 29,9 29,9 47,9% sedangkan yang kurang setuju duit R 25 9,6 9,6 sebanyak 30,3%. Responden yang jajan yang S 23 8,8 8,8 menyatakan sangat tidak setuju bahwa lebih SS 1 0,4 0,4 merokok dapat membuat percaya diri sebesar Total 261 100 100 57,9% sedangkan yang kurang setuju

sebanyak 27,6%. Responden yang Tabel 2. Distribusi Jawaban Responden tentang Lingkungan Teman Sebaya (n=261) menyatakan sangat tidak setuju bahwa Valid merokok merupakan trend yang sedang Frequenc Percen Pernyataan Percen berlangsung sebesar 51,3% sedangkan yang y t t kurang setuju sebesar 30,7%. Responden juga Solidarita STS 145 55,6 56,0 menyatakan sangat tidak setuju bahwa rokok s dengan KS 83 31,8 32,0 dapat menghilangkan pusing sebanyak 57.5% teman R 19 7,3 7,3 sedangkan yang kurang setuju sebanyak S 11 4,2 4,2 26,1%. SS 0,4 0,4 Tota 259 99,2 100 Tabel 3. Distribusi Jawaban Responden tentang l Kepuasan Psikologi Remaja (n=261) Mising 2 0,8 Valid Pernyataan Frequency Percent Total 261 100 Percent Teman- STS 168 64,4 65,1 Meningka STS 195 74,7 74,7 teman KS 50 19,2 19,4 tkan KS 57 21,8 21,8 mengajak R 20 7,7 7,8 prestasi R 6 2,3 2,3 merokok S 19 7,3 7,4 belajar S 2 0,8 0,8 SS 1 0,4 0,4 SS 1 0,4 0,4 Tota 258 98,9 100 Total 261 100 100 l Membuat STS 126 48,3 48,3 Mising 3 1,1 tenang KS 80 30,7 30,7 Total 261 100 R 34 13,0 13,0 STS 162 62,1 63,0 Perlu S 17 6,5 6,5 dalam KS 76 29,1 29,6 SS 4 1,5 1,5 pergaulan R 10 3,8 3,9 Total 261 100 100 dengan S 9 3,4 3,5 teman Tota 257 98,5 100 Membuat STS 125 47,9 47,9 l tidak KS 79 30,3 30,3 Mising 4 1,5 ngantuk R 34 13,0 13,0

Total 261 100 S 16 6,1 6,1 SS 7 2,7 2,7 Total 261 100 100 Membuat STS 151 57,9 57,9

11

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

percaya KS 72 27,6 27,6 itu dapat membuat masalah hilang sebesar diri R 25 9,6 9,6 64,4% dan yang kurang setuju sebesar 22,2%. S 11 4,2 4,2 Sebanyak 53,6% responden menyatakan SS 2 0,8 0,8 sangat setuju sekali bahwa merokok itu adalah Total 261 100 100 sesuatu yang nikmat, 22,2% menyatakan Gaya STS 134 51,3 51,3 kurang setuju, dan ragu-ragu sebesar 14,2%. KS 80 30,7 30,7 trend Responden yang menyatakan sangat tidak R 29 11,1 11,1 S 15 5,7 5,7 setuju bahwa rokok itu dapat membuat lebih SS 3 1,1 1,1 berkonsentrasi sebesar 66,7% sedangkan yang Total 261 100 100 kurang setuju sebesar 22,2%. (Tabel 3 dan 4).

Tabel 4. Distribusi Jawaban Responden tentang Persepsi Siswa SMA tentang Sikap Kepuasan Psikologi Remaja (n=261) Permisif Orang Tua Valid Sikap permisif orang tua ditanyakan Pernyataan Frequency Percent Percent dalam 11 pernyataan. Responden diminta Menghilang STS 150 57,5 57,5 untuk menjawab sangat setuju sekali, setuju, kan pusing KS 68 26,1 26,1 ragu-ragu, setuju, dan sangat setuju. Sebanyak R 30 11,5 11,5 81,6% responden menyatakan sangat tidak S 11 4,2 4,2 setuju jika orang tua menyetujui anaknya SS 2 0,8 0,8 merokok. Sebanyak 44,4% menyatakan sangat Total 261 100 100 tidak setuju bahwa siswa merokok tidak perlu Menghilang STS 124 47,5 47,7 kan rasa KS 68 26,1 26,2 dikomunikasikan ke orang tua dan sebanyak pahit R 46 17,6 17,7 26,8% menyatakan tidak setuju, sedangkan di mulut S 17 6,5 6,5 ada pula yang menyatakan ragu-ragu SS 5 1,9 1,9 sebanyak 18,4%. Sebanyak 39,5% Total 260 99,6 100,0 menyatakan sangat tidak setuju bila keputusan Syste 1 0,4 merokok tidak perlu melibatkan orang tua, m sebanyak 21,8% menyatakan tidak setuju, dan Total 261 100 100 ada pula yang menyatakan ragu-ragu Membuat STS 119 45,6 45,6 sebanyak 17,6%. santai KS 64 24,5 24,5 Pernyataan penerapan aturan oleh orang R 43 16,5 16,5 tua sebagian besar responden menyatakan S 23 8,8 8,8 sangat setuju. 1). Orang tua menerapkan SS 12 4,6 4,6 aturan merokok sebanyak 45,6% responden Total 261 100 100 menyatakan sangat setuju, 2). Ada hukuman Membuat STS 135 51,7 51,7 puas KS 78 29,9 29,9 jika ketahuan merokok sebanyak 36,0% R 32 12,3 12,3 responden menyatakan sangat setuju, 3). S 13 5,0 5,0 Apabila terbukti tidak merokok mendapatkan SS 3 1,1 1,1 hadiah sebanyak 36% responden menyatakan Total 261 100 100 sangat setuju, 4). Orang tua boleh merokok Merasa STS 122 46,7 46,7 tetapi Siswa tidak boleh merokok, sebanyak hangat KS 79 30,3 30,3 30,7% responden menyatakan setuju. R 39 14,9 14,9 Sementara itu pernyataan tentang teman S 18 6,9 6,9 sepergaulan ketika ditanya oleh orang tua SS 3 1,1 1,1 merokok atau tidak, sebanyak 39,1% Total 261 100 100 menyatakan setuju. Sedangkan teman Responden yang menyatakan sangat pergaulan juga harus diatur oleh orang tua, tidak setuju bahwa merokok dapat sebanyak 36,4% menyatakan kurang setuju. menghilangkan rasa pahit di mulut sebesar Pernyataan tentang keputusan diri diatur oleh 47,5%, yang kurang setuju sebanyak 26,1%, orang tua disikapi setuju oleh 29,9% dan yang menyatakan ragu-ragu sebanyak responden, kurang setuju 25,3%, dan ragu- 17,6%. Sementara itu terdapat 46,7% ragu sebanyak 22,2%. Sementara itu responden menyatakan sangat tidak setuju pernyataan segala sesuatu selalu disampaikan bahwa rokok merasa hangat di badan, 30,3% ke orang tua disikapi setuju sebanyak 29,5%, menyatakan tidak setuju, dan 14,9% kurang setuju 27,6%, dan ragu-ragu sebanyak menyatakan ragu-ragu. 20,3% (Tabel 5,6,7). Responden yang menyatakan sangat tidak setuju dengan pernyataan bahwa rokok 12

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Tabel 5. Distribusi Jawaban Responden sesuatu KS 72 27,6 27,7 tentang Sikap Permisif Orang Tua selalu R 53 20,3 20,4 (n=261) disampaikan S 77 29,5 29,6 ke ortu SS 36 13,8 13,8 Pernyata Valid Total 260 99,6 100,0 Frequency Percent an Percent Orang STS 213 81,6 81,9 Total 261 100 100 Tua KS 30 11,5 11,5 Ortu STS 37 14,2 14,3 setuju R 9 3,4 3,5 merokok KS 33 12,6 12,8 bila S 7 2,7 2,7 tapi Anda R 56 21,5 21,7 merokok SS 1 0,4 0,4 tidak boleh S 80 30,7 31,0 Total 260 99,6 100,0 merokok SS 52 19,9 20,2 Total 258 98,9 100,0 Total 261 100 100 Jika STS 116 44,4 45,0 Total 261 100 100 merokok KS 70 26,8 27,1 tidak R 48 18,4 18,6 perlu S 14 5,4 5,4 Tabel 7. Distribusi Jawaban Responden dikomun SS 10 3,8 3,9 tentang Sikap Permisif Orang Tua (n=261) ikasikan Total 258 98,9 100,0 ke Perce Valid Pernyataan Frequency orang nt Percent tua Keputusan STS 22 8,4 8,5 Total 261 100 100 ttg diri KS 66 25,3 25,4 Mengam STS 103 39,5 39,9 diatur R 58 22,2 22,3 bil KS 57 21,8 22,1 oleh orang S 78 29,9 30,0 keputus R 46 17,6 17,8 tua SS 36 13,8 13,8 an S 31 11,9 12,0 Total 260 99,6 100,0 merokok SS 21 8,0 8,1 tidak Total 258 98,9 100,0 Total 261 100 100 perlu Hukuman STS 21 8,0 8,1 melibatk jika KS 26 10,0 10,0 an orang ketahuan R 24 9,2 9,2 tua merokok S 95 36,4 36,5 Total 261 100 100 SS 94 36,0 36,2 Ortu STS 33 33 12,7 Total 260 99,6 100,0 menerap KS 22 22 8,5 kan R 18 18 6,9 Total 261 100 100 aturan S 67 67 25,9 Terbukti STS 30 11,5 11,5 Tidak SS 119 119 45,9 tdk KS 17 6,5 6,5 boleh Total 259 259 100,0 merokok R 45 17,2 17,3 merokok ada S 74 28,4 28,5 Total 261 100 100 hadiah/puji SS 94 36,0 36,2 an Total 260 99,6 100,0

Total 261 100 100 Tabel 6. Distribusi Jawaban Responden Teman STS 14 5,4 5,4 tentang Sikap Permisif Orang Tua pergaulan KS 42 16,1 16,1 (n=261) ditanya R 61 23,4 23,4 apakah S 102 39,1 39,1 Valid merokok SS 42 16,1 16,1 Pernyataan Frequency Percent Percent atau Tetuan STS 58 22,2 22,7 tidak pergaulan KS 95 36,4 37,1 Total 261 100 100 diatur R 60 23,0 23,4 oleh guru S 31 11,9 12,1 PEMBAHASAN SS 12 4,6 4,7 Total 256 98,1 100,0 1. Persepsi remaja tentang merokok dilihat dari karakteristik lingkungan Total 261 100 100 teman sebaya Segala STS 22 8,4 8,5 Hasil penelitian persepsi remaja SMA 13

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015 dilihat dan karakteristik lingkungan teman sosial yang diperlukan untuk memasuki dunia sebaya yaitu dari seluruh item pernyataan dewasa, juga berusaha mengembangkan yang bersifat unfavourable kebanyakan konsep dan ketrampilan intelektual yang remaja menjawab sangat tidak setuju seperti sangat diperlukan untuk melakukan peran pada item pernyataan merokok lebih diterima sebagai anggota masyarakat. Persepsi sosial oleh teman-teman, dari 261 responden adalah proses menangkap arti objek-objek sebanyak 129 (49.6%) menjawab sangat tidak sosial dan kejadian-kejadian yang dialami setuju, demikian juga dengan pernyataan seseorang dalam lingkungannya. Manusia merokok merasa lebih nyaman berkumpul bersifat emosional, sehingga penilaian teman-teman; yang menjawab sangat tidak terhadap seseorang mengandung resiko. Lebih setuju adalah 128 responden (49%), jauh Hurlock mengatakan bahwa tugas-tugas pernyataan merokok bermanfaat mencari perkembangan remaja tersebut sangat teman, yang menjawab sangat tidak setuju berkaitan dengan perkembangan kognitifnya, adalah 141 responden (54%), solidaritas yaitu fase operasional formal. Walaupun hasil dengan teman, yang menjawab sangat tidak penelitin Komalasari & Helmi juga Harlianti setuju adalah 145 responden (56%), teman- mengatakan “lingkungan teman sebaya” teman mengajak merokok, yang menjawab memberikan sumbangan efektif terhadap sangat tidak setuju adalah 168 responden perilaku merokok, tetapi tidak demikian (65.1%), perlu dalam pergaulan dengan dengan persepsi remaja terhadap merokok, teman, yang menjawab sangat tidak setuju remaja kebanyakan menjawab sangat tidak adalah 162 responden (63%), dan pernyataan setuju terhadap item pernyataan tentang merokok tanda gaul, yang menjawab sangat persepsi remaja dilihat dari karakteristik tidak setuju adalah 169 responden (64.8%). teman sebaya. Menurut penelitian Komalasari dan 2. Persepsi remaja tentang merokok dilihat Helmi (2000) dengan judul faktor-faktor dari karakteristik kepuasan psikologis penyebab perilaku merokok pada remaja, remaja. lingkungan teman sebaya memberikan Hasil penelitian persepsi remaja SMA sumbangan yang berarti dalam perilaku dilihat dan karakteristik kepuasan psikologis merokok remaja (38,4%), hasil penelitian remaja yaitu dari seluruh item pernyataan inipun didukung oleh penelitian yang yang bersifat favourable kebanyakan remaja dilakukan oleh Harlianti (1998, Cit. menjawab sangat tidak setuju seperti pada Komalasari dan Helmi, 2000) bahwa item pernyataan merokok merokok lingkungan teman sebaya memberikan meningkatkan prestasi belajar, dari 261 sumbangan efektif sebesar 33.04%. responden sebanyak 195 responden (74.7%) Melihat jawaban yang diberikan oleh menjawab sangat tidak setuju, pernyataan remaja pada pernyataan persepsi remaja merokok membuat tenang, responden tentang merokok dilihat dari karakteristik menjawab sangat tidak setuju sebanyak 126 lingkungan teman sebaya kebanyakan (48.3%) dari 261 responden, pernyataan responden menjawab pernyataan unfavourable merokok membuat tidak mengantuk, tersebut adalah sangat tidak setuju, bahkan responden menjawab sangat tidak setuju yang tertinggi pada pernyataan “teman-teman sebanyak 125 (47.9%) dari 261 responden, mengajak merokok”. Persepsi adalah suatu pernyataan merokok membuat percaya diri, proses diterimanya rangsang melalui responden menjawab sangat tidak setuju pancaindera yang didahului oleh perhatian sebanyak 151 responden (57.9%) dari 261 sehingga individu mampu mengetahui, responden, pernyataan merokok merupakan mengartikan, dan menghayati tentang hal gaya/trend, sebanyak 134 responden (51.3%) yang diamati, baik hal yang di luar dirinya responden menjawab sangat tidak setuju, maupun hal yang didalam dirinya. pernyataan merokok menghilangkan pusing, Berdasarkan jawaban tersebut peneliti responden menjawab sangat tidak setuju berpendapat bahwa remaja mempunyai sebanyak 150 orang (57.5%), pernyataan persepsi yang negatif, kebanyakan remaja merokok menghilangkan rasa pahit dimulut, menjawab sangat tidak setuju terhadap responden menjawab sebanyak 124 orang pernyataan tersebut, hal ini sejalan dengan (47.7%), pernyataan merokok membuat pendapat Hurlock (1991, Cit Ali & Asrori, santai, responden menjawab sangat tidak 2004) yang mengatakan bahwa tugas setuju sebanyak 119 orang ( 45.6%), perkembangan remaja adalah berusaha pernyataan merokok membuat puas, sebanyak mengembangkan perilaku tanggung jawab 135 orang (51.7%) responden menjawab

14

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

sangat tidak setuju, pernyataan merokok dengan orang tua, responden menjawab sangat merasa hangat, 122 responden (46.7%) tidak setuju sebanyak 116 responden atau menjawab sangat tidak setuju, pernyataan 45%, pernyataan mengambil keputusan merokok masalah hilang, dari 261 responden merokok tidak perlu melibatkan orang tua, 168 (64.6%) responden menjawab sangat sebanyak 103 (39.9%) responden menjawab tidak setuju, pernyataan merokok sesuatu sangat tidak setuju, pernyataan orang tua yang nikmat, responden menjawab sangat menerapkan aturan tidak boleh merokok, tidak setuju sebanyak 140 orang (53.6%), dan sebanyak 119 (45.9%) responden menjawab pernyataan merokok lebih konsentrasi, sangat setuju, pernyataan segala pergaulan responden juga menjawab kebanyakan sangat diatur oleh orang tua, responden menjawab tidak setuju yaitu 174 orang (66.7%). kurang setuju sebanyak 95 (37.1%), Penelitian yang dilakukan oleh pernyataan segala sesuatu selalu disampaikan Komalasari dan Helmi (2000) dengan judul ke orang tua, sebanyak 77 (29.6%) responden faktor-faktor penyebab perilaku merokok pada menjawab setuju, dan sebanyak 72 (27.7%) remaja, kepuasan psikologis memberikan responden menjawab kurang setuju, dan sumbangan yang berarti dalam perilaku pernyataan orang tua merokok tetapi anda merokok remaja yaitu 40.9%, tidak boleh merokok, sebanyak 80 (31%) Hasil penelitian Sulastomo (2012) responden menjawab setuju, dan sebanyak 52 dengan judul persepsi merokok di kalangan (20.2%) responden menjawab sangat setuju, siswa SMK (Studi) di SMK pelayaran Putra serta sebanyak 56 (21.7%) responden Samudra yogyakarta mengatakan bahwa menjawab kurang setuju. kepuasan-kepuasan yang diperoleh setelah Penelitian yang dilakukan oleh merokok, hanya sebagai tempat melepas Komalasari dan Helmi (2000) dengan judul kepenatan dan tempat refresing. faktor-faktor penyebab perilaku merokok pada Hasil penelitian dengan judul persepsi remaja, sikap permisif orang tua memberikan remaja tentang merokok di SMA kota sumbangan yang berarti dalam perilaku Palangka Raya menunjukan hasil bahwa merokok remaja yaitu 38.4%. Hasil penelitian kebanyakan remaja menjawab sangat tidak yang dilakukan oleh Theodorus (1994, Cit setuju terhadap item-item pernyataan dari Komalasari dan Hilmi, 2000), mengatakan karakteristik kepuasan remaja terhadap bahwa keluarga perokok sangat berperan merokok. Hal ini mendukung pernyataan terhadap perilaku merokok anak-anaknya Hurlock (Cit Ali & Asrori, 2004) dalam dibandingkan keluarga non-perokok. Hal ini bukunya perilaku remaja, yang menyatakan juga bisa dilihat dari hasil penelitian terhadap bahwa tugas-tugas perkembangan remaja, persepsi remaja tentang merokok di kota salah satunya adalah berusaha mencapai Palangka Raya, bahwa 56 (21,7%) responden kemandirian emosional, walaupun hasil menjawab kurang setuju pada pernyataan jika penelitian yang dilakukan oleh Komalasari & orang tua merokok tetapi anda/remaja tidak Helmi menyatakan bahwa kepuasan psikologi boleh merokok, yang artinya bahwa merokok memberikan sumbangan yang berarti dalam bukan hanya sekedar proses belajar remaja, perilaku merokok remaja yaitu 40.9%, tidak akan tetapi karena adanya pengukuhan positif demikian yang terjadi dengan persepsi/sudut dari perilaku merokok orang tua yang dilihat pandang remaja tentang kepuasan psikologis oleh remaja, selanjutnya hal itu diperkuat oleh remaja, kebanyakan remaja menjawab sangat item pernyataan yang menyatakan bahwa tidak setuju terhadap pernyataan-pernyataan segala sesuatu selalu disampaikan ke orang yang bersifat favourable tersebut terhadap tua, sebanyak 77 (29.6%) responden kepuasan merokok. menjawab setuju, dan sebanyak 72 (27.7%) 3. Persepsi remaja tentang merokok dilihat responden menjawab kurang setuju, termasuk dari karakteristik sikap permisi orang tua, dalam hal ini persetujuan untuk merokok. Hasil penelitian persepsi remaja SMA Item pernyataan jika anda merokok apa reaksi dilihat dan karakteristik sikap prinsip orang orang tua, dari 261 responden sebanyak 213 tua yaitu dari seluruh item pernyataan responden (81.9%) menjawab sangat tidak kebanyakan remaja menjawab sangat tidak setuju, pernyataan jika anda merokok tidak setuju seperti pada item pernyataan jika anda perlu dikomunikasikan dengan orang tua, merokok apa reaksi orang tua, dari 261 responden menjawab sangat tidak setuju responden sebanyak 213 responden (81.9%) sebanyak 116 responden atau 45%, menjawab sangat tidak setuju, pernyataan jika pernyataan mengambil keputusan merokok anda merokok tidak perlu dikomunikasikan tidak perlu melibatkan orang tua, sebanyak

15

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

103 (39.9%) responden menjawab sangat Azwar S. (2003). Penyusunan Skala tidak setuju, artinya remaja masih mempunya Psikologi. Yogyakarta: Pustaka persepsi yang baik/positif tentang orang tua Pelajar Offset. mereka, artinya semua kembali kepada orang tua masing-masing, bersediakah orang tua Azwar S. (2003) Realibitas dan Validitas. menjadi role model yang baik terhadap Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. merokok bagi anak-anaknya, sehingga remaja akan sangat setuju bila ada aturan tentang Kemala I, (2007). Perilaku Merokok larangan merokok bagi anak-anaknya. Pada Remaja, http//libraryusu.ac.id/download/fk/1 KESIMPULAN 3231681pdf. Diakses 02 Nopember Berdasarkan hasil penelitian ini dapat 2012. disimpulkan sebagai berikut : 1. Persepsi remaja siswa SMA di kota Komalasari D., Helmi AT, (2000). Faktor – Palangka Raya tentang merokok dilihat Faktor Penyebab Perilaku Merokok dari karakteristik lingkungan teman Pada remaja, from sebaya, menyatakan bahwa lingkungan http://jurnal.ump.ac.id/index.php/psi teman sebaya, bukanlah sebagai salah satu kologi/article/view/12/12. Diakses pendorong perilaku merokok. 02 Nopember 2012. 2. Persepsi remaja siswa SMA di kota Palangka Raya tentang merokok dilihat Kountur R. (2005) Metode Penelitian untuk dari karakteristik kepuasan psikologis, penulisan Skripsi dan Tesis. Jakarta menyatakan bahwa dengan merokok tidak : PPM. akan mendapat kepuasan psikologis selama dan setelah merokok. Mappiare A. (1982) Psikologi Remaja. 3. Persepsi remaja siswa SMA di kota : Usaha Nasional. Palangka Raya tentang merokok dilihat dari karakteristik sikap permisif orang tua, Mulyana D. (2001) Ilmu Komunikasi Suatu menyatakan bahwa sikap permisif orang Pengantar. Bandung; Remaja tua dengan menjadi role model sangat Rosdakarya Offset. diperlukan oleh remaja untuk mencegah perilaku merokok. Nurgiyanto B, Gunawan, Marzuki. (2004). Statistik Terapan untuk penelitian SARAN ilmu-ilmu sosial. Yogyakarta : Gajah 1. Kepada Institusi Pendidikan Sekolah Mada University Press. Menengah Atas di kota Palangka Raya Perlu memberikan pendidikan kesehatan Notoatmojo S. (2002) Pendidikan Kesehatan. tentang merokok melalui program UKS Edisi Revisi. Jakarta : Rineka Cipta. dan sebagai point pentingnya adalah meningkatkan persepsi remaja supaya Sugiyono. (2000) Statistika untuk Penelitian. lebih baik/positif, tanpa bisa lagi Cetakan keempat. Bandung: CV terpengaruh lingkungan teman sebaya Alfabeta. maupun lingkungan keluarga. 2. Perlu memberikan penghargaan bagi siswa yang tidak merokok dan memberikan sanksi atau hukuman disiplin bagi siswa yang ketahuan merokok. 3. Perlu penelitian lebih lanjut untuk melihat hubungan persespsi remaja tersebut dengan sikap dan perilakunya

DAFTAR PUSTAKA Ali M, Asrori M. (2004), Psikologi Remaja, Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara.

16

Page 17 of 5 JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat Menjadi Anggota BPJS Mandiri di Puskesmas Pardamean Kota Pematangsiantar Tahun 2015

David Siagian1, Nurhasanah Harahap2 1Staff Pengajar Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES-SU 2Mahasiswa Program Studi Kesehatan Masyarakat STIKES-SU

Abstract: The low coverage of the ownership of health insurance in the community has resulted in the difficulty of enjoying health services for the community. One of the government's policies in overcoming this issue is the Regulation on the national social security system in which participation is compulsory. This type of research is analytic with study design cross sectional, with the aim to determine the Factors Affecting the Community in the Membership of the Health Social Security Organizing Independent Pardamean Health Center. The Results of this research were 50 people who were participants in health social security provider independent, and who were not participants in the health insurance organizing as many as 607 households. And samples were taken with 136 Slovin Formulas, consisting of 50 family heads who have an independent health social security organizing, and 86 family heads who do not have a health insurance provider. Methods of collecting data by interviewing and using questionnaires. The results of the study revealed that there was an educational relationship with the membership of an independent health social security organizing with p-value = 0.046 <α = 0.05. There is a relationship between knowledge and membership of an independent health social security organizing with p-value = 0.042 <α = 0.05. There is an income relationship with the membership of the independent health social security provider with p-value = 0.03 <α = 0.05. There is a relationship between the number of children and the membership of an independent health social security organizing with p-value = 0.02 <α = 0.05. There is no relationship between ownership of other health insurance with the membership of an independent health social security organizing with p-value = 0.105> α = 0.05. It is expected that the health center and the health social insurance organizing should continue to disseminate information about the health social security organizing to the community so that they can increase public knowledge about the benefits of the health social security organizing agency and increase their awareness to enter health social security administrators.

Keywords : Factors, independent health social security organizing

Abstrak: Rendahnya cakupan kepemilikan asuransi kesehatan pada masyarakat mengakibatkan sulitnya menikmati pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Salah satu kebijakan pemerintah dalam mengatasi hal tersebut mengeluarkan Peraturan tentang SJSN dimana kepesertaannnya bersifat wajib. Jenis Penelitian ini adalah analitik dengan desain studi cross sectional, dengan tujuan untuk mengetahui Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat dalam Keanggotaan BPJS Mandiri Di Puskesmas Pardamean.. Populasi dalam penelitian ini adalah masyarkat yang menjadi peserta BPJS Mandiri sebanyak 50 KK, dan yang tidak menjadi peserta BPJS sebanyak 607 KK. Dan sampel yang diambil dengan Rumus Slovin sebanyak 136 KK, yang terdiri dari 50 KK yang memiliki BPJS Mandiri, dan 86 KK yang tidak memiliki BPJS. Metode pengumpulan data dengan wawancara dan menggunakan kuesioner. Hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan pendidikan dengan keanggotaan BPJS Mandiri dengan p-value = 0,046 < α = 0,05. Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan keanggotaan BPJS Mandiri dengan p-value = 0,042 < α = 0,05. Terdapat hubungan penghasilan dengan keanggotaan BPJS Mandiri dengan p-value = 0,03 < α = 0,05. Terdapat hubungan jumlah anak dengan keanggotaan BPJS Mandiri dengan p-value = 0,02 < α = 0,05. Tidak terdapat hubungan antara kepemilikan jaminan kesehatan lainnya dengan keanggotaan BPJS Mandiri dengan p-value = 0,105 > α = 0,05. Diharapkan pihak Puskesmas dan BPJS agar terus melakukan Sosialisasi tentang BPJS kepada masyarakat agar dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang manfaat BPJS dan meningkatkan kesadarannya untuk masuk BPJS.

Kata Kunci : Faktor, BPJS mandiri

17

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Kesehatan adalah hak dasar manusia yang dengan tanggal 21 Nopember 2014 adalah merupakan karunia Tuhan yang sangat tinggi berjumlah 131.352.066 jiwa. Untuk Kota nilainya. Kesehatan merupakan salah satu faktor Pematangsiantar sampai Bulan Nopember, Data penting dalam menentukan kualitas sumber daya Kepesertaan BPJS adalah 123.207 jiwa dari manusia, oleh karena itu perlu dipelihara dan jumlah penduduk 229.525 jiwa. Dan dari ditingkatkan. Salah satu ciri bangsa yang maju Puskesmas Pardamean yang terdiri 5685 jiwa adalah bangsa yang mempunyai derajat kesehatan penduduk yang menjadi anggota BPJS didaerah yang tinggi. wilayah Puskesmas Pardamean adalah 3402 jiwa Derajat kesehatan masyarakat suatu negara (± 904 KK). Dari data tersebut dapat diketahui dipengaruhi oleh keberadaan sarana kesehatan. bahwa di wilayah Puskesmas Pardamean Salah satu sarana pelayanan kesehatan yang persentase masyarakat yang memiliki BPJS dimaksud adalah puskesmas dan rumah sakit. Kesehatan adalah 59,84%. Sehingga dapat Data Survey Demografi dan Kesehatan dikatakan bahwa capaian kepemilikan BPJS Indonesia (SDKI) 2002-2003 menunjukkan Kesehatan di Puskesmas Pardamean masih bahwa sebagian besar (48,7%) masalah untuk rendah. mendapatkan pelayanan kesehatan adalah karena Berdasarkan latar belakang tersebut, maka kendala biaya, jarak, dan transportasi. Peneliti tertarik untuk melakukan Penelitian Indonesia telah menjalankan beberapa tentang Faktor-faktor yang Mempengaruhi program jaminan sosial kesehatan. Jaminan sosial Masyarakat menjadi anggota BPJS Mandiri di tenaga kerja (Jamsostek) , Asuransi Kesehatan wilayah Puskesmas Pardamean. (Askes ), ASABRI dan untuk masyarakat miskin dan tidak mampu, pemerintah memberikan METODE jaminan melalui skema Jaminan Kesehatan Penelitian ini menggunakan metode Masyarakat (Jamkesmas) dan Jaminan Kesehatan penelitian analitik dengan desain studi Cross Daerah (Jamkesda). Sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah Dari berbagai program yang telah dibuat masyarkat yang menjadi peserta BPJS Mandiri tersebut, baru mencakup sebagian kecil sebanyak 50 KK, dan yang tidak menjadi peserta masyarakat. Selain itu pelaksanaan sitem jaminan BPJS sebanyak 607 KK. Dan sampel yang diambil sosial tersebut belum mampu memberikan dengan Rumus Slovin sebanyak 136 KK, yang perlindungan yang adil dan memadai kepada terdiri dari 50 KK yang memiliki BPJS Mandiri, peserta sesuai dengan manfaat program yang dan 86 KK yang tidak memiliki BPJS. Metode menjadi hak peserta. pengumpulan data dengan wawancara dan Sehubungan dengan hal itu dipandang perlu menggunakan kuesioner. menyusun Sistem Jaminan Sosial Nasional Penelitian ini dilakukan diwilayah (SJSN) yang mampu mensinkronisasikan Puskesmas Pardamean yang terdiri dari dua penyelenggaraan berbagai bentuk jaminan sosial kelurahan, yaitu Kelurahan Pardamean dan yang dilaksanakan oleh beberapa badan Parhorasan Nauli. Penelitian ini dilaksanakan dari penyelenggara agar dapat menjangkau Bulan Januari sampai dengan Bulan Juni tahun kepesertaan yang lebih luas serta memberikan 2015. manfaat yang lebih besar bagi setiap peserta. Sistem Jaminan Sosial Nasional ini HASIL DAN PEMBAHASAN diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara 1. Pengaruh Pendidikan Terhadap Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS). Dimana BPJS Keanggotaan BPJS Mandiri Kesehatan adalah Badan Hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan Tabel 1. Pengaruh Pendidikan Terhadap kesehatan. Peserta BPJS Kesehatan terdiri dari Keanggotaan BPJS Mandiri di dua. Yaitu Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Non Puskesmas Pardamean Kota Penerima Bantuan Iuran (Non PBI). Peserta PBI Pematangsiantar Tahun 2015 adalah masyarakat tidak mampu (miskin) yang Keanggotaan BPJS Mandiri Total iurannya dibayarkan oleh pemerintah. Pendidi p- Ya % Tid % Jumlah % kan value Sementara peserta Non PBI terdiri dari ak pekerja penerima upah, dan anggota keluarganya, Dasar 10 25 30 75 40 100 0, 046 Meneng 28 37,3 47 62,7 75 100 pekerja bukan penerima upah dan anggota ah keluarganya, bukan pekerja dan anggota Tinggi 12 57,1 9 42,9 21 100 Total 50 36,8 86 63,2 136 100 keluarganya. Dari data yang diperoleh dari BPJS Pusat Dari hasil uji Chi Square diperoleh p-value bahwa untuk kepesertaan BPJS terhitung sampai = 0,046 lebih kecil dari α = 0,05. Berarti terdapat 18

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

pengaruh antara tingkat pendidikan dengan Dari hasil uji Chi Square diperoleh p- keanggotaan BPJS Mandiri di Puskesmas value = 0,03 lebih kecil dari α = 0,05.Terdapat Pardamean Kota Pematangsiantar. pengaruh antara tingkat penghasilan dengan Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka keanggotaan BPJS Mandiri di Puskesmas mampu meningkatkan pemahaman dan Pardamean Kota Pematangsiantar. pengetahuan tentang manfaat asuransi, sehingga Semakin tinggi pendapatan seseorang menimbulkan kesadaran yang tinggi dalam maka semakin tinggi kesadaran masyarakat dalam berasuransi kesehatan. Pendidikan juga berasuransi. ( Sakinah, 2014). meningkatkan kematangan intelektual seseorang. Jika penghasilan yang diperoleh oleh Dengan kematangan intelektual seseorang seseorang rendah, maka asuransi kesehatan bukanlah mempengaruhi wawasan, cara berpikir dan cara menjadi hal prioritas dalam kehidupannya. Karena pengambilan keputusan, khususnya dalam hal ini menganggap bahwa asuransi kesehatan bukanlah menjadi peserta BPJS Mandiri. merupakan kebutuhan pokok. Akan tetapi jika penghasilan seseorang semakin tinggi, maka keinginan untuk memiliki asuransi kesehatan semakin tinggi. 2. Pengaruh Pengetahuan Terhadap Karena semakin tinggi penghasilan seseorang, merasa Keanggotaan BPJS Mandiri bahwa asuransi kesehatan merupakan suatu kebutuhan Tabel 2. Pengaruh Pengetahuan Terhadap dalam memberi jaminan kesehatan baginya dan Keanggotaan BPJS Mandiri di keluarganya. Semakin tinggi penghasilan seseorang, Puskesmas Pardamean Kota maka kemampuan untuk membayar premi juga Pematangsiantar Tahun 2015 semakin besar, sehingga meningkatkan minatnya menjadi peserta BPJS Mandiri. Keanggotaan BPJS Mandiri Total Pengeta p- Ya % Tid % JLh % huan value 4. Pengaruh Jumlah Anak Terhadap ak Baik 20 51,3 19 48,7 39 100 0, 042 Keanggotaan BPJS Mandiri Cukup 17 37 29 63 46 100 Tabel 4. Pengaruh Jumlah Anak Terhadap Kurang 13 25,5 38 74,5 51 100 Total 50 36,5 86 63,2 136 100 Keanggotaan BPJS Mandiri di Puskesmas Pardamean Kota Dari hasil uji Chi Square diperoleh p- Pematangsiantar Tahun 2015 value= 0,042 lebih kecil dari α = 0,05. Keanggotaan BPJS Mandiri Total p- Berarti Terdapat pengaruh antara tingkat Juml value ah pengetahuan dengan keanggotaan BPJS Ya % Tid % Jumlah % anak Mandiri di Puskesmas Pardamean Kota ak Kecil 31 50,8 30 49,2 65 100 0, 02 Pematangsiantar. Besar19 25,3 56 74,7 71 100 Pengetahuan merupakan aspek pokok untuk Total 50 36,5 86 63,2 136 100 menentukan perilaku seseorang untuk menyadari Dari hasil uji Chi Square diperoleh p-value atau tidak mampu untuk mengatur perilakunya = 0,002 lebih kecil dari α = 0,05 Terdapat sendiri. Perilaku baru yang didasari oleh pengaruh antara jumlah anak dengan pengetahuan dan kesadaran, cenderung bersifat keanggotaan BPJS Mandiri di Puskesmas langgeng dibandingkan dengan perilaku baru yang Pardamean Kota Pematangsiantar dengan . tidak didasari pengetahuan dan kesadaran. Dengan Menurut Babatunde dkk. dalam semakin tingginya pengetahuan seseorang Handayani dkk (2013) mengatakan bahwa khususnya mengenai manfaat dari asuransi semakin besar jumlah anggota keluarga semakin kesehatan, maka semakin meningkatkan minat menurunkan Willingness To Pay (WTP) Asuransi untuk menjadi peserta BPJS Mandiri. Kesehatan, karena jumlah iuran yang harus dibayar semakin besar. Hal ini jika dikaitkan dengan Peraturan BPJS No. 4 Tahun 2014, yang 3. Pengaruh Jumlah Penghasilan Terhadap mengatakan bahwa peserta perorangan harus Keanggotaan BPJS Mandiri mendaftarkan dirinya dan anggota keluarganya Tabel 3. Pengaruh Jumlah Penghasilan kedalam program JKN. Dengan bertambah Terhadap Keanggotaan BPJS banyak jumlah anak, maka semakin besar iuran Mandiri di Puskesmas Pardamean yang harus dibayarkan, sehingga mengurangi Kota Pematangsiantar Tahun 2015 Keanggotaan BPJS Mandiri Total minat masyarkat menjadi peserta BPJS Mandiri. Pengha p- Ya % Tid % Jumla % silan value ak h Tinggi 30 46,2 35 53,8 65 100 0, 03 Rendah 20 28,2 51 71,8 71 100 Total 50 36,5 86 63,2 136 100

19

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

5. Pengaruh Kepemilikan Jaminan Kesehatan 5. Tidak ada pengaruh antara kepemilikan Lainnya Terhadap Keanggotaan BPJS jaminan kesehatan lainnya dengan Mandiri Keanggotaan BPJS Mandiri di Puskesmas Pardamean Kota Pematangsiantar, dengan Tabel 5. Pengaruh Kepemilikan Jaminan dengan p-value (0,105) > (0,05.) Kesehatan Lainnya Terhadap Keanggotaan BPJS Mandiri di Puskesmas Pardamean Kota SARAN Pematangsiantar Tahun 2015 1. Hendaknya Puskesmas Pardamean dan BPJS Kota Pematangsiantar, lebih sering melakukan Kepemilik Keanggotaan BPJS Mandiri Total p- Sosialisasi tentang BPJS kepada masyarakat, an Jamkes Ya % Tid % Jumla % value Lainnya ak h agar masyarakat memiliki pengetahuan tentang Ada 7 58,3 5 41,7 12 100 manfaat kepesertaan dan prosedur pendaftaran. Tidak 43 34,7 81 65,3 124 100 0,105 Total 50 36,5 86 63,2 136 100 2. Sebagai bahan referensi dan perbandingan untuk penelitian selanjutnya tentang faktor- Dari hasil uji Chi Square diperoleh p- faktor yang mempengaruhi keanggotaan BPJS value = 0,105 lebih besar dari α = 0,05 Tidak yang dapat digunakan untuk pendidikan. Terdapat pengaruh antara kepemilikan jaminan 3. Diharapkan unutuk melakukan penelitian kesehatan lainnya dengan keanggotaan BPJS lanjutan untuk mengetahui Faktor -Faktor yang Mandiri di Puskesmas Pardamean Kota Mempengaruhi Keanggotaan BPJS Mandiri. Pematangsiantar. Pemilik asuransi kesehatan swasta memiliki minat lebih besar untuk menjadi peserta DAFTAR PUSTAKA BPJS Mandiri. Hal ini jika dikaitkan bahwa pemilik asuransi kesehatan swasta bisa menikmati Adisasmito, Wiku. 2012. Sistem Kesehatan. Edisi Coordination of Benefit (CoB) dari asuransi Pertama. Jakarta: Rajawali Pers kesehatan swasta yang dimilikinya dengan BPJS. Ahmad, Baharuddin. 2010. Hubungan antara Sehingga setiap pelayanan pokok yang Tingkat Pendidikan Formal Kepala dinikmatinya akan diklaim melalui BPJS, Keluarga Pasien Peserta Asuransi dengan sementara untuk pelayanan tambahan akan Pemanfaatn Asuransi Kesehatan di RSUD. dibayarkan melalui asuransi kesehatan swasta Dr. Moewardi Surakarta. Skripsi S-1, yang dimilikinya. Sementara masyarakat yang Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas tidak memiliki asuransi kesehatan swasta yang Maret Surakarta [Online]. Dari cenderung tidak mau mengikuti BPJS Mandiri, http://eprints.uns.ac.id/7153/1/1806616112 adalah sebagian besarnya merupakan masyarakat 01112271.pdf [ Diakses: 10 Desember dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Sehingga 2014] tidak memiliki kemampuan untuk membayar Aritonang, 2006. Beberapa Faktor yang iuran setiap bulan. Mempengaruhi Kemauan Membayar (Willingness To Pay) Jasa Pelayanan di Puskesmas Patumbak Kabupaten Deli KESIMPULAN Serdang Tahun 2006. [Online]. Dari 1. Ada pengaruh antara pendidikan terhadap http://repository.usu.ac.id/bitstream/12345 Keanggotaan BPJS Mandiri di Puskesmas 6789/32001/4/Chapter%20II. pdf. [ Diakses Pardamean Kota Pematangsiantar, dengan p- : 21 Februari 2015 ] value (0,046) < (0,05.) Almawati, dkk. 2015. [Online] Jurnal smh.ac.id/ 2. Ada pengaruh antara pengetahuan dengan Faktor-faktor-yang-mempengaruhi-minat- Keanggotaan BPJS Mandiri di Puskesmas masyarakat-untuk-menjadi-peserta- Pardamean Kota Pematangsiantar, dengan nila jaminan-kesehatan-nasioanl-jkn-mandiri- dengan p-value (0,042) < (0,05.) di-kota-mojokerto/ 3. Ada pengaruh antara penghasilan dengan Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Keanggotaan BPJS Mandiri di Puskesmas Perundang-undangan, 2004. Undang- Pardamean Kota Pematangsiantar, dengan p- undang Republik Indonesia No. 40 Tahun value (0,03) < (0,05.) 2004, tentang Sistem Jaminan Sosial 4. Ada pengaruh antara jumlah anak dengan Keanggotaan BPJS Mandiri di Puskesmas Nasional. Jakarta : Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang- Pardamean Kota Pematangsiantar, dengan undangan. dengan p-value (0,002) < (0,05.)

20

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Dinas Kesehatan Pematangsiantar. 2013. Profil Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Dinas Kesehatan Kota Pematangsiantar 2012. Peta Jalan Menuju Jaminan Tahun 2013. Pematangsiantar : Dinas Kesehatan Nasional 2012 – 2019. Jakarta : Kesehatan Kota Pematangsiantar Kementerian Kesehatan Republik Handayani, dkk. 2013. Faktor-faktor yang Indonesia Mempengaruhi Kemauan Masyarkat Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Membayar Iuran Jaminan Kesehatan di 2013. Buku Saku Faq ( Frequently Asked Kabupaten Hulu Sungai Selatan [Online]. Questions) BPJS Kesehatan. Jakarta : Dari http://pustaka.unpad.ac.id/wp- Kementerian Kesehatan Republik content/uploads/2013/05/pustaka Indonesia unpad_faktor_faktor Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. _yang_mempengaruhi_kemauan_masyarak 2013. Penyajian Pokok-Pokok Hasil at.pdf [Diakses: 10 Desember 2014] Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta : Hermanto, 2014. Kesiapan Pekerja Sektor Badan Penelitian dan Pengembangan Informal (Sopir Trukcontainer) Dalam Kesehatan Kementerian Kesehatan RI Membayar Jaminan Kesehatan Nasional Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (Jkn) Di Kota Semarang [Online] 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta http://eprints.dinus.ac.id/6658/1/jurnal_137 : Badan Penelitian dan Pengembangan 41.pdf [Diakses : 13 Juni 2015 ] Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Indriasih, Endang. 2010. Laporan Analisis [Online) Dari Kemampuan dan Keinginan Membayar http://www.depkes.go.id/resources/downlo Iuran Program Asuransi Kesehatan Sosial ad/general/Hasil%20Riskesdas%202013.p Pegawai Negeri Sipil di Indonesia. df. [Diakses : 21 Februari 2015 [Online]. Dari http://km.ristek.go.id/assets/files/481.pdf. [ Diakses : 21 Februari 2015 ]

21

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Faktor yang Berhubungan dengan Pengguanaan IUD di Pusat Kesehatan Masyarakat Patumbak Tahun 2014

Julietta Hutabarat1 1Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Medan

ABSTRACT

Abstrak : Menurut Kepala Pusat Pelatihan Gender BKKBN, Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan jumlah baby boomer dalam 25 tahun ke depan. Salah satu program untuk mengurangi pertumbuhan populasi adalah melalui program Keluarga Berencana, terutama Metode Kontrasepsi Jangka Panjang. Penelitian ini bersifat analitik dengan desain cross sectional dan menggunakan data primer menggunakan kuesioner. Populasi penelitian ini adalah pasangan usia subur dari 410 akseptor keluarga berencana dengan sampel 60 orang tidak sengaja di Wilayah Kerja Puskesmas Patumbak. Analisis data menggunakan univariat dan bivariat. Hasil penelitian dari 60 responden diperoleh analisis univariat, 7 orang (11,7%) memiliki pengetahuan responden yang baik, 30 responden (50%) memiliki sifat positif dan 23 responden (38,33%) mendapat dukungan suami. Analisis bivariat, hasil uji statistik diperoleh nilai = 0,00 (<0,05) ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan penggunaan AKDR. Hasil uji sikap satistic diperoleh nilai = 0,001 (<0,05) terdapat hubungan yang signifikan antara sikap ibu dengan penggunaan IUD dan hasil dukungan statistik hasil tes suami diperoleh nilai = 0,00 (<0,05), terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan suami dengan penggunaan IUD. Petugas Kesehatan harus bekerja sama dengan petugas Keluarga Berencana dan koordinator bidan Keluarga Berencana untuk mendidik masyarakat dalam hal meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang IUD.

Kata kunci : Penggunaan IUD, IUD

Abstract : According to the Head of the BKKBN Gender Training Center, Indonesia is expected to experience a boom in the number of baby boomers in the next 25 years. One program to reduce population growth is through Family Planning programs, especially Long-Term Contraception Methods. This research is analytical with cross sectional design and used primary data using a questionnaire. The population of this study was fertile age spouse of 410 family planning acceptors with sample of 60 peoples accidentally at Patumbak community health center Working Area. Data analysis using univariate and bivariate. The results of the study of 60 respondents obtained univariate analysis, 7 peoples (11.7%) had good knowledge of respondents, 30 respondents (50%) had positive traits and 23 respondents (38.33%) received husband's support. Bivariate analysis, the results of statistical tests obtained values = 0.00 (<0.05) there was a significant relationship between knowledge with IUD use. Satistic attitudes test results obtained value = 0.001 (<0.05) there was a significant relationship between the attitudes of mothers with IUD use and the results of the husband's support statistical test results obtained value = 0.00 (<0.05), there was a significant relationship between husband's support with use of IUD. Health Officers should work together with Family Planning officer and Family Planning midwives coordinator to educate the community in terms of increasing community knowledge about the IUD.

Keywords : IUD Use, IUD

22

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

PENDAHULUAN di Sumatera Utara adalah 44/1.000 KH, Indonesia diperkirakan akan turun menjadi 25,7 atau dibulatkan mengalami ledakan jumlah kelahiran bayi menjadi 26/1.000 KH pada hasil SP 2010 (baby boomers) dalam 25 tahun kedepan (Profil Kesehatan Provinsi SUMUT, jika hal ini tidak diantisipasi dari 2012). sekarang. Jumlah penduduk diperkirakan Salah satu program untuk menurunkan akan meningkat cepat mencapai 300 juta angka kematian ibu dan menekan angka jiwa. Demikian dikatakan oleh Kepala pertumbuhan penduduk yakni melalui Pusat Pelatihan Gender BKKBN, Djoko program Keluarga Berencana (KB). Sulistyo, seperti dikutip oleh Kompas (13 Program KB memiliki peranan dalam Maret 2008). Baby boomers secara menurunkan resiko kematian ibu melalui alamiah bisa terjadi di daerah- daerah pencegahan kehamilan, penundaan usia pasca konflik seperti Aceh. Atau bisa juga kehamilan serta menjarangkan kehamilan terjadi ketika pasangan usia subur dengan sasaran utama adalah Pasangan mencapai jumlah terbanyak dari Usia Subur (PUS) (Yanti, dkk, 2012). komposisi penduduk yang ada. Jika tidak Kepala Badan Koordinasi Keluarga disertai dengan suksenya program KB, Berencana Nasional (BKKBN) Sugiri ledakan penduduk bisa terjadi. Menurut Syarief mengatakan bahwa pelaksanaan Djoko, saat ini jumlah penduduk program KB di Indonesia selama tiga Indonesia sebanyak 227 jiwa, dengan dekade telah mencegah kelahiran tingkat pertumbuhan 1,3 persen per tahun. sebanyak 80 juta jiwa. Jika tidak ada Idealnya dalam 25 tahun mendatang program KB diperkirakan jumlah jumlah penduduk Indonesia mencapai penduduk Indonesia tahun 2000 sudah 250 juta jiwa. Tapi, kalau terjadi baby mencapai 285 juta jiwa. Jumlah penduduk boomers penduduk Indonesia dalam 25 yang besar akan membawa berbagai tahun mendatang akan menjadi 300 juta masalah seperti peningkatan jumlah jiwa (BPS, 2008). penduduk yang menganggur, kekurangan Angka Kematian Ibu (AKI) dan pangan, kesehatan, perumahan, Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan lingkungan hidup dan bencana alam. indikator yang mempengaruhi status Sugiri mengatakan bahwa KB memang kesehatan. Berdasarkan hasil Survey bukan segala-galanya, namun tanpa KB, Demografi dan Kesehatan Indonesia pembangunan yang tengah digiatkan (SDKI) tahun 2007 menyebutkan bahwa bakal tidak bermakna (BPS, 2008). AKI Indonesia sebesar 228 per 100.000 Rata – rata cakupan peserta KB aktif kelahiran hidup. Berdasarkan laporan dari pada tahun 2010 adalah sebesar 75,4%. profil kab/kota AKI maternal yang Provinsi dengan presentase peserta KB dilaporkan di Sumatera Utara tahun 2012 aktif tertinggi adalah (89.9%), hanya 106/100.000 kelahiran hidup, Gorontalo (85,6%), dan Bali (85,3%). namun ini belum bisa menggambarkan Sedangkan presentase peserta KB aktif AKI yang sebenarnya di populasi. terendah adalah Papua (48,4%), Maluku Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, Utara (58,2%), dan Kepulauan Riau AKI di Sumatera Utara sebesar (64%). Di wilayah Sumatera Utara 328/100.000 KH, angka ini masih cukup (67,5%). (Kemenkes RI,2010). tinggi bila dibandingkan dengan angka Target Rencana Pembangunan Jangka nasional hasil SP 2010 sebesar Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 259/100.000 KH. Angka Kematian Bayi antara lain tentang pencapaian (AKB) berdasarkan hasil SDKI pada Contraceptive Prevalence Rate (CPR) tahun 2012 sebesar 40/1.000 KH, menjadi 65 persen termasuk peningkatan sedangkan hasil Sensus Penduduk, AKB pencapaian PA MKJP sebesar 25,9 persen di Sumatera Utara mengalami penurunan dan pencapaian PB MKJP sebesar 12,9 yang cukup signifikan dari 2 (dua) kali persen berdasarkan RKP tahun 2012, sensus terakhir yaitu SP tahun 2000, AKB maka Pemerintah dituntut dapat

23

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015 memberikan pelayanan KB yang Tujuan Penelitian berkualitas. Pemberian pelayanan KB 1. Tujuan Umum yang berkualitas diharapkan dapat Untuk mengetahui Faktor-faktor yang meningkatkan kesertaan KB khususnya berhubungan dengan penggunaan AKDR Metode Kontrasepsi Jangka Panjang di wilayah kerja Puskesmas Kecamatan (MKJP) (BKKBN,2011). Patumbak tahun 2014. Target pencapaian peserta KB baru 2. Tujuan Khusus menurut jenis kontrasepsi tahun 2014 di 1. Untuk mengetahui hubungan puskesmas Kecamatan Patumbak adalah pengetahuan dengan penggunaan AKDR sebanyak 270, MOW sebanyak AKDR di Puskesmas Kecamatan 45, MOP 36, IMPLAN sebanyak 453, Patumbak Tahun 2014. SUNTIK sebanyak 266, PIL sebanyak 2. Untuk mengetahui hubungan sikap 521, KONDOM sebanyak 213. dengan penggunaan AKDR di Berdasarkan pencatatan Puskesmas Puskesmas Kecamatan Patumbak Kecamatan Patumbak tahun 2013, jumlah Tahun 2014. PUS 13.673 PUS dan jumlah peserta KB 3. Untuk mengetahui hubungan aktif sebanyak 9.924 (72,59%) dan partisipasi suami dengan penggunaan menurut jenis kontrasepsi yang digunakan AKDR di Puskesmas Kecamatan adalah : AKDR 1.055 (10,63%), MOW Patumbak Tahun 2014. 584 (5,88%), MOP 52 (0,52%), KONDOM 759 (7,65%), IMPLAN 827 Manfaat Penelitian (8,33%), SUNTIK 3182 (32,1%), PIL 1. Bagi Peneliti 3465 (34,92%) AKDR berada di posisi ke Untuk menambah wawasan 3. Sedangkan jumlah peserta KB aktif pengetahuan dan pengalaman peneliti bulan Januari sampai Maret tahun 2014 dalam menerapkan ilmu yang diperoleh di sejumlah 9101 PUS. Peserta KB baru bangku kuliah khususnya dalam mata metode kontrasepsi AKDR sebanyak 28 , kuliah metodologi penelitian. MOW 16 , MOP 0, IMPLAN 14, SUNTIK 132, PIL 148, KONDOM 72. 2. Bagi Institusi Pendidikan Menurut Lawrence Green (1980) Hasil penelitian dapat digunakan untuk mengemukakan ada tiga faktor yang menambah informasi atau referensi bagi mempengaruhi seseorang dalam mahasiswa program D-III Kebidanan penggunaan pelayanan akses kesehatan Politeknik Kesehatan Kemenkes Medan. yaitu faktor predisposing, faktor enabling, dan faktor reinforcing. Faktor 3. Bagi Puskesmas predisposing adalah sikap dan Dapat menjadi bahan masukan bagi pengetahuan. Sedangkan faktor Puskesmas Patumbak tentang faktor- reinforcing adalah faktor dukungan faktor yang berhubungan dengan keluarga, suami (Notoadmodjo,S, 2012). penggunaan AKDR untuk dapat diambil Berdasarkan data tersebut, penulis suatu kebijakan. tertarik ingin melakukan penelitian Faktor-faktor yang berhubungan dengan METODE PENELITIAN penggunaan AKDR di wilayah kerja 1. Jenis dan Desain Penelitian Puskesmas Kecamatan Patumbak tahun Jenis penelitian ini adalah analitik 2014. dengan desain penelitian cross sectional, yaitu suatu metode dalam penelitian Rumusan Masalah seksional silang, variabel sebab atau Berdasarkan latar belakang di atas risiko dan akibat atau kasus yang terjadi maka rumusan masalah dalam penelitian pada objek penelitian diukur atau ini adalah “Bagaimanakah Faktor-faktor dikumpulkan secara simultan (dalam yang berhubungan dengan penggunaan waktu yang bersamaan) (Notoatmodjo,S, AKDR di wilayah kerja Puskesmas 2010). Kecamatan Patumbak Tahun 2014”.

24

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

2. Lokasi dan waktu penelitian melihat apakah ada data yang tidak diisi Penelitian ini dilakukan pada bulan dari pertanyaan yang diajukan. Februari sampai dengan Juni dilakukan di Puskesmas kecamatan Patumbak tahun Pengolahan dan analisa data 2014 tempat ini dipilih karena lokasi dan 1. Pengolahan Data data lebih mudah di dapatkan. Data yang telah dikumpulkan diolah dengan cara manual dengan langkah- Populasi dan sampel penelitian langkah sebagai berikut : Populasi penelitian ini adalah 1. Editing (Pengeditan Data) Pasangan Usia Subur akseptor KB di 2. Pengkodean (Coding) wilayah kerja Puskesmas kecamatan 3. Penstabulasian (Tabulating) Patumbak pada tahun 2014 berjumlah 410 4. Pemberian skor orang. Teknik pengambilan sampel dalam 2. Analisis Data penelitian ini dengan menggunakan Menurut Notoatmodjo,S (2010) analisis accidental sampling, yaitu pengambilan data suatu penelitian, biasanya melalui sampel dengan memilih siapa yang prosedur bertahap antara lain : kebetulan ada atau dijumpai peneliti 1. Analisis Univariat selama satu minggu sebanyak 60 orang. Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan Jenis Dan Cara Pengumpulan Data karakteristik setiap variabel 1. Jenis Pengumpulan Data penelitian. Pada umumnya dalam Data yang digunakan adalah data analisis ini hanya menghasilkan primer dimana data primer merupakan distribusi frekuensi dan presentase data yang langsung dikumpulkan oleh dari tiap variabel. peneliti pengumpulan data primer 2. Analisis Bivariat dilakukan dengan menggunakan Apabila telah dilakukan analisis kuesioner (seperangkat pertanyaan atau univariat tersebut di atas, hasilnya pernyataan tertulis yang ditujukan kepada akan diketahui karakteristik atau responden untuk dijawabnya) yang telah distribusi setiap variabel, dan dapat disusun oleh peneliti berdasarkan konsep dilanjutkan analisis bivariat. Analisis teoritis tentang alat kontrasepsi bivariat yang dilakukan terhadap dua spiral/IUD/AKDR dan kemudian variabel yang diduga berhubungan membagikan kuesioner tersebut dengan atau berkorelasi. Dalam analisis memberikan penjelasan singkat tentang bivariat ini menggunakan uji chi cara pengisian kuesioner tersebut. square karena variabel tersebut (Sulistiyaningsih, 2011). berbentuk kategori rumus yang 2. Cara Pengumpulan Data digunakan sebagai berikut : Cara pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner yang berbentuk multiple choise kepada responden. Dimana sebelumnya peneliti memperkenalkan diri, responden tersebut diberikan penjelasan tentang cara : nilai Chi-kuadrat pengisian kuesioner. Setelah itu peneliti : frekuensi yang diperoleh meminta responden untuk mengisi berdasarkan data biodata dan menandatangani lembar : frekuensi yang diharapkan persetujuan menjadi responden kemudian Sumber : Arikunto,S. 2010 memberikan kesempatan pada responden untuk mengisi jawaban pada kuesioner penelitian dan setelah selesai mengisi, Menunjukkan hipotesa alternative maka peneliti melakukan pemeriksaan (Ha) diterima ada hubungan yang pada lembar kuesioner tersebut untuk signifikan sedangkan hipotesa nol (h0) diterima artinya tidak ada hubungan yang

25

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015 signifikan. Dan derajat signifikan α = 1 Baik 7 11,7 0,05. Hasil uji chi-square menyatakan (Ha) diterima jika nilai P > 0,05 artinya 2 Cukup 30 50 ada hubungan yang signifikan sedangkan jika nilai P < 0,05 ini menunjukkan 3 Kurang 23 38,3 hipotesa nol (H0) diterima artinya tidak Jumlah 60 100 ada hubungan yang signifikan. Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa dari 60 responden, mayoritas HASIL PENELITIAN DAN responden berpengetahuan cukup 30 PEMBAHASAN orang (50%) dan minoritas responden 1. Hasil Penelitian berpengetahuan baik 7 orang (11,7%). Hasil penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Berhubungan 3. Sikap Ibu Dengan Penggunaan AKDR di Wilayah Tabel 3 Distribusi Frekuensi Kerja Puskesmas Kecamatan Patumbak Responden Berdasarkan Sikap Ibu Di Tahun 2014” sebanyak 60 responden Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan didapat hasil distribusi responden Patumbak Tahun 2014 diuraikan sebagai berikut:

a. Analisis Univariat N Sikap Ibu Jumlah Persentase 1. Penggunaan AKDR o Tabel 1 Distribusi Frekuensi 1 Positif 30 50 Responden Berdasarkan Pengguna Kontrasepsi 2 Negatif 30 50 AKDR di Wilayah Kerja Jumlah 60 100 Puskesmas Kecamatan Patumbak Tahun 2014 No Penggunaan AKDR Jum % Berdasarkan Tabel 3 diketahui bahwa lah dari 60 responden, responden mempunyai 1 Menggunakan AKDR 27 45 sikap yang positif dengan AKDR 30 orang (50%), dan responden yang 2 Tidak menggunakan 33 5 mempunyai sikap negatif dengan AKDR AKDR 30 orang (50%). Jumlah 60 100 4. Dukungan Suami Berdasarkan Tabel 1 diketahui bahwa Tabel 4 Distribusi Frekuensi dari 60 responden, mayoritas responden Responden Berdasarkan Dukungan tidak menggunakan AKDR berjumlah 33 Suami Di Wilayah Kerja Puskesmas orang (55%) dan minoritas responden Kecamatan Patumbak Tahun 2014 menggunakan AKDR 27 orang (45%).

2. Pengetahuan Ibu N Dukungan Suami Jumlah % Tabel 2 Distribusi Frekuensi o Responden Berdasarkan Pengetahuan 1 Mendukung 23 38,33 Ibu Dengan Kontrasepsi AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan 2 Tidak 37 61,67 Patumbak Tahun 2014 Mendukung Jumlah 60 100 No Pengetahuan Jumlah Persentase Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa dari 60 responden, mayoritas responden tidak mendapat dukungan suami 37 orang (61,67%), dan minoritas responden

26

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

mendapat dukungan suami 23 orang Berdasarkan Tabel 6 hubungan sikap ibu (38,33%). dengan penggunaan AKDR, diketahui bahwa responden yang bersikap positif 10 b. Analisa Bivariat orang (16,7%) tidak menggunakan AKDR sedangkan responden yang 1. Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan bersikap negatif 23 orang (38,3%) tidak Penggunaan AKDR menggunakan AKDR. Tabel 5 Hubungan Pengetahuan Ibu dengan Penggunaan AKDR Hasil uji satistik Chi-square diperoleh Penggunaan AKDR nilai =0,001 (<0,05) maka terdapat Jumlah hitung hubungan yang signifikan antara sikap Tidak ibu dengan penggunaan AKDR. Mengunna Pengeta Mengguna kan huan kan AKDR AKDR 3. Hubungan Dukungan Suami Dengan N % N % N % Penggunaan AKDR

Baik 6 10 1 1,7 7 11,7 Tabel 7 Hubungan Dukungan Suami Cukup 19 31,7 11 18,3 30 50 21,011 0,00 Dengan Penggunaan AKDR di Wilayah Kerja Puskesmas Kecamatan Kurang 2 3,33 21 35 23 38,3 Patumbak Tahun 2014 Total 27 45 33 55 60 100 Penggunaan AKDR Tidak Mengunn Dukunga Menggun Jumlah Berdasarkan tabel 5 hubungan antara akan n Suami akan pengetahuan ibu dengan penggunaan AKDR hitung AKDR, diketahui bahwa responden yang AKDR N % N % N % berpengetahuan baik 1 orang (1,7%) tidak Menduku 2 38 18 30 5 8,3 menggunakan AKDR, sedangkan ng 3 ,3 Tidak responden yang berpengetahuan kurang 46, 3 61 0,0 Menduku 9 15 28 16,671 21 orang (35%) tidak menggunakan 7 7 ,7 0 AKDR. Hasil ujii statistik Chi-square ng Total 6 10 27 45 33 55 diperoleh nilai =0,00 (<0,05) maka 0 0 terdapat hubungan yang signifikan antara Berdasarkan Tabel 7 hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan AKDR. dukungan suami dengan penggunaan AKDR,diketahui bahwa responden 2. Hubungan Sikap Ibu Dengan mendapat dukungan suami 5 orang Penggunaan AKDR (8,3%) tidak menggunakan AKDR, sedangkan responden yang tidak Tabel 6 Hubungan Sikap Ibu Dengan mendapat dukungan suami 28 orang Penggunaan AKDR di Wilayah Kerja (46,7%) tidak menggunakan AKDR. Puskesmas Kecamatan Patumbak Hasil uji statistik Chi-square diperoleh Tahun 2014 nilai =0,00 (<0,05) maka terdapat Penggunaan AKDR hubungan yang signifikan antara Tidak dukungan suami dengan penggunaan Jumlah Sikap Mengunna Mengguna hitun AKDR. Ibu kan AKDR kan g AKDR N % N % N %

Positif 20 33,3 10 16,7 30 50 Pembahasan 11,38 1 Hasil0,0 Univariat Negatif 7 11,7 23 38,3 30 50 0 1.101 Gambaran Penggunaan AKDR Total 27 45 33 55 60 100 berdasarkan Pengetahuan Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 60 responden, mayoritas responden

27

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015 tidak menggunakan AKDR berjumlah 33 mengatakan informasi yang disampaikan orang (55%) dan minoritas responden dari mulut ke mulut merupakan salah satu menggunakan AKDR 27 orang (45%). faktor yang menjadi pertimbangan calon Dan berdasarkan hasil penelitian akseptor KB baru dalam mempersiapkan berdasarkan pengetahuan, didapatkan dari alat kontrasepsi pilihan. Apabila 60 responden, mayoritas responden informasi tentang kegagalan dan mitos- berpengetahuan cukup tentang AKDR 30 mitos tentang AKDR yang lebih sering orang (50%) dan minoritas responden beredar di masyarakat dan tidak berpengetahuan baik tentang AKDR 7 sebanding dengan penyuluhan tentang orang (11,7%). AKDR, salah satunya dipengaruhi oleh Menurut Notoatmodjo,S (2011), pengetahuan yang kurang akan informasi pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang benar tentang AKDR sehingga dan ini terjadi setelah orang melakukan mereka memiliki perasaan takut untuk pengindraan terhadap suatu objek memilih alat kontrasepsi tersebut. Faktor tertentu. Pengindraan terjadi melalui pengetahuan yang kurang selain pancaindra manusia, yakni indra disebabkan tidak adanya minat dan penglihatan, pendengaran, penciuman, keinginan untuk mencari tahu juga rasa, dan raba. Sebagian besar disebabkan karena kurang adanya pengetahuan manusia diperoleh melalui informasi yang cukup tentang AKDR itu mata dan telinga. Artinya, responden sendiri yang seharusnya diperoleh setiap yang tidak menggunakan AKDR klien saat konsultasi pertama di tempat diperkirakan kurang mendapat informasi pelayanan kesehatan yang dikunjungi. tentang AKDR, responden yang Pada penelitian ini responden yang menggunakan AKDR diperkirakan memiliki pengetahuan kurang mendapatkan informasi yang cukup mengatakan mendapatkan informasi dari tentang AKDR atau mendapat informasi mulut ke mulut dan mereka mengatakan secara langsung dengan mengikuti takut akan mitos-mitos seputar AKDR penyuluhan tentang Alat kontrasepsi yang beredar di masyarakat. Mereka khususnya AKDR. mengaku pernah mendengarkan Hasil penelitian Asih, L dan penyuluhan tentang AKDR tetapi karena Oesman, H (2009) memberikan suatu adanya mitos tersebut, mereka merasa bukti pentingnya pengetahuan seseorang, tidak nyaman. Hal tersebut tentu dimana wanita yang mempunyai mempengaruhi responden untuk pengetahuan Kbnya baik cenderung lebih menggunakan AKDR. Kurangnya minat banyak memakai kontrasepsi MKJP dan keinginan untuk mencari tahu juga dibandingkan dengan wanita yang disebabkan karena kurang adanya pengetahuan KB nya kurang, dengan nilai informasi yang cukup tentang AKDR itu value 0,000 yang menunjukkan adanya sendiri yang seharusnya diperoleh setiap hubungan yang signifikan antara klien saat konsultasi pertama di tempat pengetahuan dengan penggunaan alat pelayanan kesehatan yang dikunjungi. kontrasepsi. Pada penelitian ini responden yang 1.2 Sikap memiliki pengetahuan yang cukup lebih Hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak memakai alat kontrasepsi dalam dari 60 responden, 30 orang (50%) rahim. Sedangkan responden yang responden memiliki sikap positif, dan 30 memiliki pengetahuan yang kurang lebih orang (50%) responden memiliki sikap memilih untuk tidak menggunakan alat negatif. kontrasepsi dalam rahim. Hal ini Sikap (attitude) merupakan konsep menunjukkan bahwa hasil penelitian paling penting dalam psikologi sosial sesuai dengan penelitian yang dilakukan yang membahas unsur sikap baik sebagai oleh Asih. individu maupun kelompok (Wawan, Selanjutnya penelitian yang 2010). dilakukan oleh Desfauza,dkk (2011)

28

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Sikap merupakan reaksi atau respon Dukungan suami dan keluarga sangat yang masih tertutup dari seseorang besar bagi ibu PUS dalam mendukung terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap perilaku atau tindakan ibu PUS dalam secara nyata menunjukkan konotasi memilih KB AKDR. Green (1990) adanya kesesuaian reaksi terhadap menyebutkan bahwa dukungan keluarga stimulus tertentu yang dalam kehidupan merupakan salah satu elemen penguat sehari-hari merupakan reaksi yang (reinforcing) dalam penentuan perilaku bersifat emosional terhadap stimulus seseorang dalam memanfaatkan fasilitas sosial. Sikap belum merupakan suatu kesehatan. Artinya, responden yang tindakan atau aktivitas, akan tetapi mendapat dukungan dari suami merupakan predisposisi tindakan suatu diperkirakan dapat menguatkan perilaku. Sikap itu masih merupakan responden dalam penggunaan AKDR. reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi Menurut Handayani,D (2010) faktor terbuka atau tingkah laku yang terbuka. pengaruh orang lain mempengaruhi ibu Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi memilih AKDR yaitu sebagian besar ibu- terhadap objek di lingkungan tertentu ibu menyatakan bahwa dalam memilih sebagai suatu penghayatan terhadap objek AKDR dipengaruhi atau mendapat (Notoatmodjo,S, 2012). dukungan dan keluarga yaitu suami yang Artinya, reponden yang memiliki mengatakan bahwa suami menyuruh KB sikap positif diperkirakan memiliki dan menyetujui memakai spiral. Suami kesesuaian terhadap penggunaan AKDR. dominan dalam pengambilan keputusan Responden yang memiliki sikap positif pemakaian kontrasepsi, isteri cenderung diperkirakan siap untuk menghadapi patuh dan kalaupun berperan, biasanya kerugian ataupun keuntungan dalam hanya pada penentuan sarana penggunaan AKDR. Dimana responden pelayanannya dengan pertimbangan biaya yang bersikap postitif memilih jawaban dan jarak lokasi. Menurut Green (1980) sangat setuju dalam menyikapi faktor yang mendorong atau memperkuat penggunaan AKDR yang menunjukkan terjadinya perilaku dapat dipengaruhi bahwa responden menunjukkan kesiapan oleh sikap dan perilaku tokoh masyarakat dalam menggunakan AKDR. dan dukungan keluarga. Menurut SDKI (2007) dalam BPS Pada hasil penelitian ini, responden dimana sepasang suami istri akan mau yang menggunakan AKDR mendapat memakai alat kontrasepsi apabila mereka dukungan suami 18 orang (30%) mempunyai sikap positif terhadap sedangkan responden yang tidak kontrasepsi tersebut. Sikap positif menggunakan ADKR tidak mendapat tersebut dapat dipengaruhi oleh dukungan suami 28 orang (46,7%). Hal pengetahuan yang mereka miliki tentang ini sesuai dengan teori Lawrence Green. kontrasepsi. Hal ini sesuai dengan hasil Dukungan suami merupakan salah satu penelitian, dimana responden yang faktor dalam menentukan kontrasepsi berpengetahuan kurang cenderung yang akan digunakan oleh seorang istri, memiliki sikap yang negatif dengan Alat suami merupakan pengambilan keputusan Kontrasepsi Dalam Rahim sedangkan dan keputusan tersebut harus diterima. responden yang berpengetahuan baik Suami dominan dalam pengambilan memiliki sikap positif dengan AKDR. keputusan pemakaian kontrasepsi, istri cenderung patuh dan kalaupun berperan, biasanya hanya pada penentuan sarana 1.3 Dukungan Suami pelayanannya dengan pertimbangan biaya Hasil penelitian menunjukkan bahwa dan jarak lokasi. dari 60 responden, mayoritas responden tidak mendapat dukungan suami 37 orang 2 Hasil Bivariat (61,67%), dan minoritas responden 2.1 Hubungan Pengetahuan Ibu mendapat dukungan suami 23 orang dengan Penggunaan AKDR (38,33%).

29

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Dari hasil penelitian antara menggunakan AKDR karena belum pengetahuan ibu dengan penggunaan paham tentang pemakaian dan efektifitas AKDR, diketahui bahwa responden AKDR. berpengetahuan baik 1 orang (1,7%) tidak Penelitian yang dilakukan oleh Ali,R menggunakan Alat Kontrasepsi Dalam (2013), menemukan terdapat hubungan Rahim, sedangkan responden yang pengetahuan tentang kontrasepsi dengan berpengetahuan kurang 21 orang (35%) penggunaan kontrasepsi pada pasangan tidak menggunakan AKDR. Hasil ujii usia subur dengan nilai p = 0,000. Hal ini statistik Chi-square diperoleh nilai disebabkan karena berbagai macam =0,00 (<0,05) maka terdapat hubungan informasi yang diterima oleh responden yang signifikan antara pengetahuan baik dari petugas kesehatan maupun dengan penggunaan AKDR. informasi dari media, menjadikan Penelitian ini sejalan dengan pengetahuan responden menjadi lebih penelitian yang dilakukan oleh Asih,L baik. dan Hadriah,O (2009), dimana Pada hasil penelitian ini, responden memberikan suatu bukti pentingnya yang memiliki pengetahuan yang kurang pengetahuan seseorang, dimana wanita cenderung kurang mendapatkan informasi yang mempunyai pengetahuan Kbnya dari petugas kesehatan dan kurang baik cenderung lebih banyak memakai mendapat informasi dari media. kontrasepsi MKJP dibandingkan dengan Sedangkan responden yang memiliki wanita yang pengetahuan KB nya kurang, pengetahuan cukup lebih memilih untuk dengan nilai value 0,000 yang menggunakan AKDR karena mereka menunjukkan adanya hubungan yang mendapatkan informasi yang cukup baik signifikan antara pengetahuan dengan dari petugas kesehatan ataupun dari penggunaan alat kontrasepsi. media. Pada penelitian ini responden yang Selanjutnya penelitian yang dilakukan memiliki pengetahuan yang cukup lebih oleh Desfauza,dkk (2011) mengatakan banyak memakai alat kontrasepsi dalam informasi yang disampaikan dari mulut ke rahim. Sedangkan responden yang mulut merupakan salah satu faktor yang memiliki pengetahuan yang kurang lebih menjadi pertimbangan calon akseptor KB memilih untuk tidak menggunakan alat baru dalam mempersiapkan alat kontrasepsi dalam rahim. Hal ini kontrasepsi pilihan. Apabila informasi menunjukkan bahwa hasil penelitian tentang kegagalan dan mitos-mitos sesuai dengan penelitian yang dilakukan tentang AKDR yang lebih sering beredar oleh Asih. di masyarakat dan tidak sebanding Menurut SDKI (2007) dalam BPS, dengan penyuluhan tentang AKDR, salah dimana pengetahuan tentang satunya dipengaruhi oleh pengetahuan pengendalian kelahiran dan keluarga yang kurang akan informasi yang benar berencana merupakan salah satu aspek tentang AKDR sehingga mereka memiliki penting ke arah pemahaman tentang perasaan takut untuk memilih alat berbeagai alat/cara kontrasepsi, dan kontrasepsi tersebut. Faktor pengetahuan selanjutnya berpengaruh terhadap yang kurang selain disebabkan tidak pemakaian alat/cara KB yang tepat dan adanya minat dan keinginan untuk efektif. mencari tahu juga disebabkan karena Pada hasil penelitian ini, responden kurang adanya informasi yang cukup yang mengetahui tentang pengendalian tentang AKDR itu sendiri yang kelahiran dan keluarga berencana seharusnya diperoleh setiap klien saat khususnya tentang alat kontrasepsi dalam konsultasi pertama di tempat pelayanan rahim cenderung menggunakan AKDR kesehatan yang dikunjungi. karena memahami pemakaian dan Pada penelitian ini responden yang efektifitas AKDR. Sedangkan responden memiliki pengetahuan kurang yang berpengetahuan kurang tentang alat mengatakan mendapatkan informasi dari kontrasepsi khususnya AKDR, tidak mau mulut ke mulut dan mereka mengatakan

30

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015 takut akan mitos-mitos seputar AKDR membuat sikap seseorang terhadap yang beredar di masyarakat. Mereka sesuatu menjadi baik pula. Hal ini sesuai mengaku pernah mendengarkan dengan penelitian yang dilakukan penyuluhan tentang AKDR tetapi karena Asmawahyunita. adanya mitos tersebut, mereka merasa tidak nyaman. Hal tersebut tentu Menurut SDKI (2007) dalam BPS mempengaruhi responden untuk dimana sepasang suami istri akan mau menggunakan AKDR. Kurangnya minat memakai alat kontrasepsi apabila mereka dan keinginan untuk mencari tahu juga mempunyai sikap positif terhadap disebabkan karena kurang adanya kontrasepsi tersebut. Sikap positif informasi yang cukup tentang AKDR itu tersebut dapat dipengaruhi oleh sendiri yang seharusnya diperoleh setiap pengetahuan yang mereka miliki tentang klien saat konsultasi pertama di tempat kontrasepsi. Hal ini sesuai dengan hasil pelayanan kesehatan yang dikunjungi. penelitian, dimana responden yang berpengetahuan kurang cenderung memiliki sikap yang negatif dengan Alat 2.2 Hubungan Sikap Ibu dengan Kontrasepsi Dalam Rahim sedangkan Penggunaan AKDR responden yang berpengetahuan baik Dari hasil penelitian antara sikap ibu memiliki sikap positif dengan AKDR. dengan penggunaan AKDR, diketahui bahwa responden yang bersikap positif 10 2.3 Hubungan Dukungan Suami orang (16,7%) tidak menggunakan dengan Penggunaan AKDR AKDR sedangkan responden yang Dari hasil penelitian antara dukungan bersikap negatif 23 orang (38,3%) tidak suami dengan penggunaan AKDR, menggunakan AKDR. Hasil uji statistik diketahui bahwa responden mendapat Chi-square diperoleh nilai =0,001 dukungan suami 5 orang (8,3%) tidak (<0,05) maka terdapat hubungan yang menggunakan AKDR, sedangkan signifikan antara sikap ibu dengan responden yang tidak mendapat dukungan penggunaan AKDR. suami 28 orang (46,7%) tidak Penelitian ini sejalan dengan menggunakan AKDR. Hasil uji statistik penelitian yang dilakukan oleh Chi-square diperoleh nilai =0,00 Asmawahyunita (2010) dimana hasil uji (<0,05) maka terdapat hubungan yang statistik dengan chi square didapatkan signifikan antara dukungan suami dengan nilai ρValue = 0,045 < α = 0,05. Hal ini penggunaan AKDR. menunjukkan ada hubungan sikap ibu Menurut Handayani,D (2010) faktor dengan pemilihan AKDR. Pengetahuan pengaruh orang lain mempengaruhi ibu baik membuat seseorang yakin dan memilih AKDR yaitu sebagian besar ibu- membentuk sikap terhadap sesuatu. Dan ibu menyatakan bahwa dalam memilih diharapkan dengan pengetahuan yang AKDR dipengaruhi atau mendapat baik akan membuat sikap seseorang dukungan dan keluarga yaitu suami yang terhadap sesuatu menjadi baik pula. mengatakan bahwa suami menyuruh KB Pada hasil penelitian ini, responden dan menyetujui memakai spiral. Suami yang menggunakan AKDR mayoritas dominan dalam pengambilan keputusan memiliki sikap positif 20 orang (33,3%). pemakaian kontrasepsi, isteri cenderung Dan responden yang tidak menggunakan patuh dan kalaupun berperan, biasanya AKDR mayoritas memiliki sikap negatif hanya pada penentuan sarana 23 orang (38,3%). Responden yang pelayanannya dengan pertimbangan biaya memiliki pengetahuan yang cukup dan jarak lokasi. Menurut Green (1980) memiliki sikap yang positif dengan faktor yang mendorong atau memperkuat AKDR. Hal ini disebabkan karena terjadinya perilaku dapat dipengaruhi pengetahuan membuat seseorang yakin oleh sikap dan perilaku tokoh masyarakat dan membentuk sikap terhadap sesuatu. dan dukungan keluarga. Dan pengetahuan yang baik akan

31

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Pada hasil penelitian ini, responden Pimpinan Puskesmas sebaiknya yang menggunakan AKDR mendapat bekerja sama dengan PPL KB dan dukungan suami 18 orang (30%) bidan koordinator KB untuk sedangkan responden yang tidak menggerakkan bidan-bidan di wilayah menggunakan ADKR tidak mendapat kerja Puskesmas Patumbak melakukan dukungan suami 28 orang (46,7%). Hal promosi kesehatan, dengan ini sesuai dengan teori Lawrence Green. pendekatan melakukan konseling Dukungan suami merupakan salah satu terlebih dahulu kepada Pasangan Usia faktor dalam menentukan kontrasepsi Subur yang ingin ber-KB serta yang akan digunakan oleh seorang istri, mengumpulkan masyarakat melalui suami merupakan pengambilan keputusan perwiritan ibu-ibu, perwiritan suami, dan keputusan tersebut harus diterima. dan persekutuan untuk melakukan Suami dominan dalam pengambilan penyuluhan kepada masyarakat keputusan pemakaian kontrasepsi, istri khususnya PUS sebagai upaya cenderung patuh dan kalaupun berperan, meningkatkan pengetahuan Pasangan biasanya hanya pada penentuan sarana Usia Subur tentang Alat Kontrasepsi pelayanannya dengan pertimbangan biaya khususnya AKDR. dan jarak lokasi. b. Institusi Jurusan Kebidanan Penelitian ini belum spesifik KESIMPULAN DAN SARAN mencakup keseluruhan faktor-faktor 1. Kesimpulan yang berhubungan dengan penggunaan Berdasarkan hasil penelitian yang AKDR. Sebaiknya peneliti selanjutnya berjudul Faktor-faktor yang berhubungan memfokuskan penelitian dengan dengan penggunaan Alat Kontrasepsi variabel yang berbeda supaya hasil Dalam Rahim di Wilayah Kerja penelitian lebih bermakna dan akurat Puskesmas Kecamatan Patumbak Tahun dan dapat dimanfaatkan sebagai 2014, maka diperoleh kesimpulan sebagai sumber informasi tentang penggunaan berikut: AKDR. a. Dari 60 responden diketahui sebanyak 27 responden menggunakan AKDR DAFTAR PUSTAKA (45%) dan 33 responden tidak Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian. menggunakan AKDR (55%) Jakarta: Rineka Cipta b. Berdasarkan hasil penelitian ada Asih, L dan Hadriah,O. 2009. Analisa hubungan antara pengetahuan ibu Lanjut SDKI 2007 Faktor Yang dengan penggunaan Alat Kontrasepsi Mempengaruhi Pemakaian Dalam Rahim di Wilayah Kerja Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Puskesmas Kecamatan Patumbak KB dan Kesehatan Reproduksi, Tahun 2014 ( =0,00 <0,05) BKKBN. c. Berdasarkan hasil penelitian ada Arum, D. 2011. Panduan Lengkap hubungan antara sikap ibu dengan Pelayanan KB Terkini. Yogyakarta: penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Nuha Medika Rahim di Wilayah Kerja Puskesmas BadanPusatStatistik, 2007. SDKI 2007. Kecamatan Patumbak Tahun 2014 ( Sumatera Utara =0,001 <0,05) d. Berdasarkan hasil penelitian ada , 2008. LaporanSosial Indonesia hubungan antara dukungan suami 2008. Sumatera Utara dengan penggunaan Alat Kontrasepsi Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Dalam Rahim di Wilayah Kerja Utara. 2013. Profil Kesehatan Puskesmas Kecamatan Patumbak Provinsi Sumatera Utara Tahun Tahun 2014 ( =0,00 <0,05) 2012. Sumatera Utara Everret, S. 2012. Buku Saku Kontrasepsi dan Kesehatan Seksual Reproduktif. 2. Saran a. Bagi Puskesmas Jakarta: EGC

32

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Handayani, S. 2010. Buku Ajar BKKBN. 2011. Kajian Implementasi Pelayanan Keluarga Berencana. Kebijakan Penggunaan Kontrasepsi Yogyakarta: Pustaka Rihama IUD. http://www.bkkbn.go.id Irianto, K. 2014. Pelayanan Keluarga diakses 10 Februari 2014, 20:10:05 Berencana.Bandung: Alfabeta Desfauza,E,dkk. 2011. Jurnal Kemenkes RI, 2011. Profil Kesehatan Pengetahuan dan Pendidikan Indonesia 2010. Kementrian Akseptor Hormonal Merupakan Kesehatan Republik Indonesia Faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Manuaba, I,dkk. 2013. Ilmu Kebidanan, Negatif Tentang Alat Kontrasepsi Penyakit Kandungan, dan IUD Di Puskesmas Bulan KB.Jakarta: EGC dan Puskesmas Medan Tuntungan Meilani, N,dkk. 2010.Pelayanan Keluarga Medan Tahun 2011. Poltekkes Berencana. Yogyakarta: Fitramaya Kemenkes Medan Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Handayani, D. 2010. Jurnal Faktor-Faktor Penelitian Kesehatan. Jakarta: Yang Mempengaruhi Ibu dalam Rineka Cipta Pengambilan Keputusan Memilih Alat Kontrasepsi Dalam Rahim .2011. Kesehatan Masyarakat: (AKDR) Di Wilayah Bidan Praktik Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Swasta Titik Sri Suparti Boyolali. Cipta http://sitkeskusumahusada.ac.id diakses 12 Maret 2014, 19:20:00 . 2012. Promosi Kesehatan dan Pestauli,dkk. 2012. Analisis Faktor yang Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Mempengaruhi Akseptor KB Dalam Cipta Memilih Alat Kontrasepsi IUD di Pendit, B,dkk. 2012. Ragam Metode Desa Wonosari Kecamatan Tanjung Kontrasepsi.Jakarta: EGC Morawa Kabupaten Deli Serdang. Politeknik Kesehatan. 2012. Panduan http://respository.USU.ac.id diakses Penyusunan Karya Tulis Ilmiah. 11 Maret 2014, 18:07:04 Medan Sukardi. 2011. Partisipasi Pria dalam Saifuddin, A. 2010. Buku Panduan Keluarga Berencana. Praktis Pelayanan http://sulbar.bkkbn.go.id diakses 24 Kontrasepsi.Jakarta: Bina Pustaka April 2014, 20:01:00 Sarwono Prawirohardjo Simanjuntak,T. 2002. Faktor-Faktor Yang Sulistiyaningsih. 2011. Metodologi Berhubungan Dengan Kunjungan Penelitian Kebidanan:Kuantitatif- Antenatal K4 Di Kota Medan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu Provinsi Sumatera Utara Tahun Ali, R. 2013. Jurnal Faktor-Faktor Yang 2002. Thesis Universitas Indonesia Berhubungan Dengan Penggunaan Yanti,dkk. 2012. Jurnal Pengaruh Budaya Alat Kontrasepsi Pada Pasangan Akseptor KB Terhadap Penggunaan Usia Subur Di Wilayah Puskesmas Kontrasepsi IUD di Kecamatan Buhu Kabupaten Gorontalo. Fakultas Pantai Labu Kabupaten Deli Kesehatan Masyarakat Universitas Serdang. Gorontalo. http://www.unej.ac.id. http://uda.ac.id/jurnal/files/Yanti.pdf Diakses 17 Juli 2014, 18:00:00 diakses 18 Maret 2014, 15:44:01 Asmawahyunita. 2010. Jurnal Hubungan Yulizawati. 2012. Analisis Faktor yang Sikap Ibu tentang Alat Kontrasepsi Berhubungan Dengan Peningkatan Dalam Rahim Dengan Pemilihan Penggunaan Alat Kontrasepsi Dalam Alat Kontrasepsi Dalam Rahim Di Rahim (AKDR). RSIA Kumala siwi Pecangaan http://stikesayani.ac.id/publikasi/ejou Kabupaten Jepara.Akbid Al rnal/files/2009/200912/200912- Hikmah Jepara. 001.pdf diakses 12 Februari 2014, http://www.akbidalhikmah.ac.id 20:10:00 diakses 17 Juli 2014 18:01:00

33

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Pengetahuan Ibu Hamil tentang Kejadian Anemia di Klinik Bersalin Niar Medan Amplas Tahun 2015

Jujuren Br Sitepu Jurusan Kebidanan Poltekkes Medan [email protected]

Abstract: Anemia in pregnancy due to lack of knowledge of mothers consumes sources of iron in food everyday. This study aims to determine the factors that relate to the knowledge of pregnant women about the incidence of anemia at the Maternity Clinic in Medan Amplas 2015. Types of Analytical research, the data used are primary data, when the study was conducted in March to July 2015. The population of this study were 40 pregnant women and 40 samples in this study were pregnant women using the Total Sampling technique. The results of the study were obtained from 40 respondents, the majority of the lack of knowledge in mothers aged <20 years were 14 people (87.5%), low educated as many as 17 people (73.7%) and sources of information from the mass media as many as 17 people (73, 7%) and there is no relationship between age and education with a value of p = 0.19 at age and education p = 0.25. At the information source there is a relationship with the value of p = 0.003. It is recommended for midwives to be able to provide information about foods that contain a lot of iron and knowledge about the right diet for pregnant women to prevent the occurrence of anemia by using media.

Keywords: Knowledge of pregnant women, incidence of anemia

Abstrak: Anemia dalam kehamilan karena kurangnya pengetahuan ibu mengkonsumsi sumber zat besi dalam makanan sehari – hari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Faktor - faktor yang berhubungan dengan pengetahuan ibu hamil tentang kejadian anemia di Klinik bersalin Niar Medan Amplas Tahun 2015. Jenis penelitian Analitik, data yang digunakan data primer, Waktu penelitian dilaksanakan pada Bulan Maret sampai Juli 2015. Populasi penelitian ini adalah ibu hamil yang berjumlah 40 orang dan sampel dalam penelitian ini sebanyak 40 orang ibu hamil dengan menggunakan teknik Total Sampling. Hasil penelitian diperoleh dari 40 responden, Mayoritas pengetahuan kurang pada ibu yang berumur < 20 tahun sebanyak 14 orang (87,5%), berpendidikan rendah sebanyak 17 orang (73,7%) dan sumber informasi dari media massa sebanyak 17 orang (73,7%) dan tidak ada hubungan antara umur dan pendidikan dengan nilai p=0,19 pada umur dan pendidikan p=0,25. Pada sumber informasi ada hubungan dengan nilai p=0,003. Disarankan bagi bidan agar dapat memberikan informasi tentang bahan makanan yang banyak mengandung zat besi dan pengetahuan tentang pola makan yang benar bagi ibu hamil untuk mencegah kejadian anemia dengan menggunakan media

Kata Kunci : Pengetahuan Ibu Hamil, Kejadian Anemia

PENDAHULUAN Anemi ibu hamil masalah utama di Menurut WHO (World Health Indonesia terlihat dari hasil penelitian di Jawa organization) prevalensi ibu hamil yang Timur diperoleh data dari 5959 ibu hamil mengalami defisiensi zat besi meningkat mengalami anemi 33%. Di Jawa Barat dari sekitar 35-75% seiring dengan pertambahan 7439 ibu hamil mengalami anemi 41%. usia kehamilan, anemia defisiensi zat besi lebih Disumatera Utara ibu hamil sebanyak 9.377 banyak berlangsung di Negara yang orang terdapat 33 % diantaranya mengalami berkembang dari pada Negara yang sudah maju anemia (Amiruddin,. 2014). sebesar 36 % atau sekitar 1400 juta orang dari Berdasarkan survei kesehatan rumah populasi 3800 juta orang, sedangkan prevalensi tangga (SKRT) 2015, prevalensi anemia ibu di Negara maju hanya 8 % atau sekitar 100 juta hamil sebesar 24,5 % (Riskesdas, 2015). orang dari populasi 1200 juta orang Penanggulangan masalah anemia gizi besi saat (Amiruddin, 2014). ini terfokus pada pemberian tablet tambah

34

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015 darah (Fe) pada ibu hamil. Ibu hamil Sebagai variabel dependen yaitu pengetahuan mendapatkan tablet tambah darah 90 tablet ibu hamil tentang kejadian anemia di klinik selama kehamilannya tapi kadang-kadang tak bersalin Niar Medan Amplas Tahun 2017. diminum karena tidak tahu manfaatnya,serta pola makan yang salah. Jadi anemia dalam Defenisi Operasional kehamilan terjadi karena kurangnya Pengetahuan pengetahuan ibu untuk mengkonsumsi sumber Pengetahuan adalah segala sesuatu zat besi dalam makanan sehari – hari dan yang diketahui oleh ibu hamil tentang anemia ketidak tahuan manfaat dari terapi yang di klinik bersalin niar medan amplas tahun diberikan Pengetahunan dipengaruhi oleh usia, 2017 dengan kategori sebagai berikut: pendidikan dan sumber informasi. Baik: responden menjawab pertanyaan dengan Usia semakin bertambah usia semakin benar pertanyaan (76 – 100%). berkembang daya tangkap dan pola pikir Cukup : responden dapat menjawab sehingga pengetahuan semakin baik pertanyaan benar pertanyaan (56 – 75%) (Notoadmojo,2012). Pendidikan seorang ibu Kurang : responden menjawab pertanyaan sangat berpengaruh dalam penerimaan dengan (0 - 55%). informasi yang diberikan, sebab kurangnya Pada variable indevenden, Umur adalah usia informasi pada ibu hamil akan mengakibatkan ibu yang terhitung mulai saat dilahirkan hingga ketidaktahuan ibu tentang pola makan yang dilakukan Umur : < 20 tahun,20 – 35 tahun dan benar terutama dalam hal-hal yang diperlukan > 35 tahun. Pendidikan adalah jenjang oleh bayinya seperti memenuhi gizi, imunisasi, pendidikan terakhir yang telah dilalui kategori dan pemeriksaan berkala (ANC) (Amiruddin, :Pendidikan dasar SD, SMP dan 2015). sederajat,Menengah menengah : SMA, SMK, Berdasarkan survei awal yang dan sederajat, Pendidikan tinggi Diploma, dilakukan oleh peneliti 20 ibu hamil yang Perguruan Tinggi. Sumber informasi yaitu melakukan ANC di Klinik Bersalin Niar dari segala sesuatu informasi yang pernah diproleh. 20 orang ibu hamil, hanya 5 orang yang Media Massa:Media cetak, Media mengerti tentang anemia kehamilan (memiliki elektronik,Lingkungan dan Tenaga kesehatan Hb 10 gr) dan terdapat 15 orang yang memiliki dan hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ada Hb < 10 gr. Dari survei awal peneliti tertarik hubungan umur, pendidikaan dan sumber melakukan penelitian dengan judul “ Faktor - informasi dengan kejadian anemia pada ibu faktor yang berhubungan dengan pengetahuan hamil. Yang diuji dengan jika chi square ibu hamil tentang kejadian anemia Di Klinik p=0,05 Bersalin Niar Medan Amplas Tahun 2015 . Sehingga dirumuskan masalah pada penelitian Metoda Jenis penelitian ini adalah Analitik, ini adalah “Apa saja Faktor - faktor yang dengan pendekatan desain cross sectional berhubungan dengan pengetahuan ibu hamil untuk mengetahui adanya hubungan antara dua terhadap kejadian anemia di Klinik Bersalin variabel. Dengan tujuan untuk mengetahui Niar Medan Amplas Tahun 2015 ” “Faktor - faktor yang berhubungan dengan Untuk mengetahui faktor – faktor yang pengetahuan ibu hamil tentang kejadian berhubungan dengan pengetahuan ibu hamil anemia. Dan lokasi di Klinik Bersalin Niar tentang kejadian anemia di Klinik Bersalin Niar Medan Amplas. Karena semua ibu hamil yang Medan Amplas Tahun 2017 berdasarkan kontrol keklinik Niar mayoritas anemia dan umur.pendidikan dan sumber informasi. obat FE diminum tidak sesuai jadwal. Bermanfaat Sebagai bahan masukan atau Waktu Penelitian dimulai dari penyusunan informasi bagi pimpinan Klinik serta petugas proposal sampai selesai penelitian pada bulan kesehatan yang ada di klinik bersalin Niar dan Desember 2014 sampai Juni Tahun 2015. untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil Populasi: Populasi dalam penelitian ini adalah tentang bahan makanan yang banyak seluruh ibu hamil yang datang untuk mengandung zat besi dan pola makan yang melakukan pemeriksaan kehamilannya (ANC) benar untuk ibu hamil. di Klinik Bersalin Niar Medan Amplas Tahun Kerangka konsep dalam penelitian ini 2017 yaitu sebanyak 40 orang dan dijadikan memiliki 2 variabel yaitu variabel independent sampel. dan variabel dependent. Variabel independen yaitu umur, pendidikan, dan sumber informasi.

35

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Jenis Data: data primer yang diperoleh Tabel 2. Distribusi Frekuensi Ibu Hamil langsung dari ibu hamil dengan menggunakan keusioner. No. Umur Ibu Jum Persentase Pengumpulan data lah (f) (%) Peneliti memohon kepada pimpinen 1. < 20 tahun 17 42,5 2. 20 – 35 tahun 13 32,5 klinik untuk melakukan penelitihan. Setelah 3. > 35 tahun 10 25 mendapat izin peneliti mengumpulkan setiap Jumlah 40 100 ibu hamil yang memeriksakan kehamilannya lalu menjelaskan tujuan penelitian memohon Berdasarkan Tabel 2. diketahui mengisi surat kesedian menjadi responden lalu mayoritas ibu hamil berumur < 20 tahun yaitu menjelaskan butir-butir soal serta responden 17 orang (42,5%) dan minoritas ibu hamil dianjurkan untuk mengisi kuesioner dan berumur > 35 tahun yaitu 10 orang (25%). langsung mengoreksi ada atau tidak soal yang Tabel 3.Distribusi Frekuensi Ibu Hamil tidak dijawab. Mengingat waktu yang sudah Berdasarkan Pendidikan ditentukan maka selama sebulan didapat responden 40 orang.Setelah semua responden No Pendidikan Jumlah Persentase menjawab kuesioner setelah diisi dikumpulkan (f) (%) kembali oleh peneliti 1. Dasar 23 57,6 Teknik Pengolahan Data 2. Menengah 11 27,5 Data yang telah terkumpul diolah dengan 3. Tinggi 6 15 cara manual dengan langkah - langkah sebagai Jumlah 40 100 berikut :Editing pengecekan dan pemeriksaan jawaban kuesioner , didapat data lengkap. Lalu Berdasarkan Tabel 3 diketahui dilakukan Coding (Pengkodean) pada setiap mayoritas ibu hamil berpendidikan dasar yaitu jawaban responden atau kuesioner, lalu 23 orang(57,6%) dan minoritas ibu hamil menggantinya kedalam bentuk angka untuk berpendidikan tinggi yaitu 6 orang (15%). mempermudah dan mempercepat pengolahan Tabel 4.Distribusi Frekuensi Ibu Hamil data. Entering (Memasukkan Data) Seluruh Berdasarkan Sumber Informasi jawaban responden dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan kedalam No Sumber Jumla Persentas program atau “software” computer, Tabulating . Informasi h (f) e (%) mengelompokkan data ke dalam master tabel 1. Media 24 60 untuk mempermudah analisa data dan massa pengolahan data, serta pengambilan 2. Lingkunga 16 40 kesimpulan untuk dimasukkan kedalam bentuk n tabel distribusi frekuensi. Jumlah 40 100 Analisis Data :analisis data univariat dan Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui analisis data bivariate dengan menggunakan uji mayoritas ibu hamil menerima informasi yang Chi – Square dan tingkat kemaknaan 0,05 atau bersumber dari media massa yaitu 24 orang α = 0,05 dengan derajat kepercayaan 95%. (60%).

4.1.2. Analisis Data Bivariat Hasil Penelitian Analisis data bivariat digunakan untuk Tabel 1.Distribusi Pengetahuan Ibu Hamil Terhadap Kejadian Anemia. melihat kemaknaan hubungan antara variabel No Pengetahuan Jumlah Persentase (%) independen dengan variabel dependen yang (f) dilakukan dengan uji Chi – Square (X²). 1. Baik 7 17,5 Tabel 5.Distribusi Umur Berdasarkan 2. Cukup 13 32,5 Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil 3. Kurang 20 50 Tentang Kejadian Anemia Jumlah 40 100 Pengetahuan Berdasarkan tabel1. dapat dilihat Umur Baik Cukup Kurang Jumlah F(%) F(%) F(%) F(%) mayoritas ibu hamil berpengetahuan kurang < 20 thn 1 (5,8) 2(12,5) 14(87,5) 17(100) sebanyak 20 orang (50%) dan minoritas 20-35 thn 1(7,7) 7(53,8) 5(38,5) 13(100) berpengetahuan baik sebanyak 7 orang >35 thn 5(50) 4(40) 1(10) 10(100) Nilai p :0,19 (17,5%).

36

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Berdasarkan Tabel 5 dapat diketahui PEMBAHASAN bahwa dari 17 responden berumur < 20tahun , Hubungan umur dengan Pengetahuan Ibu mayoritas pada ibu hami pengetahuan Hamil Tentang Kejadian Anemia di Klinik berpengetahuan kurang sebesar 14 orang Bersalin Niar Medan Amplas Tahun 2015 (87,5%), Dari 13 ibu hamil umur 20-35 tahun Dari Hasil uji chi – square p= 0,19 > mayoritas berpengetahuan cukup 7 orang p=0,05 artinya tidak ada hubungan antara (53,8%) dan dari 10 reponden berumur > 35 umur dengan tingkat pengetahuan ibu hamil. tahun mayoritas berpengetahuan baik 5 Hal ini dijelaskan bahwa semakin cukup umur orang(50%). Hasil uji chi – square p=0,19 tidak dengan tingkat kematangan dan kekuatan ada hubungan antara umur dengan pengetahuan sesorang akan lebih mata pola pikir namun anemi pada ibu hami pengetahuan juga dipengaruhi oleh beberapa Tabel 6.Distribusi Pendidikan Berdasarkan faktor dari yang membuat responden Tingkat Pengetahuan Ibu Hamil berpengetahuan rendah pada umur < 20 tahun Tentang Kejadian Anemia muda dan mayoritas baik pada responden Pengetahuan berumur > 35 tahun Usia muda umumnya belum cukup Pendidikan Baik Cukup Kurang Jumlah kedewasaanya sehingga belum matang dalam F(%) F(%) F(%) F(%) berpikir (wahyutomo,2010). Dan sejalan Dasar 2(8,6) 4(17,4) 17(73,9) 23(100) dengan Widiastuti 2011 diketahui bahwa Menengah 2(18,2) 7(63,6) 2(18,2) 11(100) Tinggi 3(50) 2(33,3) 1(16,7) 6(100) semakin tua usia ibu hamil semakin baik Nilai uji chi – square P=0,25 pengetahuannya. Berdasarkan Tabel 6 dapat diketahui bahwa dari 23 responden berpendidikan rendah Hubungan Pendidikan dengan Pengetahuan mayoritas berpengetahuan kurang sebanyak Ibu Hamil Tentang Kejadian Anemia di (73,9%) dan dari 11 responden berpendidikan Klinik Bersalin Niar Medan Amplas Tahun menegah mayoritas berpengetahuan sedang 2015 (63,6) serta responden berpendidikan tinggi 6 Penelitian ini mendapat Hasil uji chi – orang mayoritas memiliki pengetahuan baik square p= 0,25>p=0,05 tingkat pendidikan tentang anemia yaitu (7,5%). Dari hasil uji chi tidak ada hubungan dengan pengetahuan. Hal – square p =0,25 artinya tidak ada hubungan ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antara tingkat pendidikan dengan pengetahuan. diantaranya faktor dari responden dan peneiti sendiri. Tabel 7 Distribusi Sumber Informasi Jika ditinjau dari segi responden berdasarkan tingkat Pengetahuan mungkin disebabkan jumlah responden yang Ibu Hamil Tentang kurang mencukupi atau kurang KejadianAnemia menggambarkan pengetahuan dari populasi Pengetahuan atau saat pengisian kuisioner responden tidak

Sumber Baik Cukup Kurang Jumlah memberi jawaban yang sejujurnya atas Informasi pertanyaan. Dan jika ditinjau dari segi peneliti F (%) F(%) F(%) F% bisa disebabkan daftar pertanyaan pada Media massa 3(7,5) 4(10) 17(42,5) 24 (60) Lingkungan 4(10) 9(22,5) 3(7,5) 16(40) kuisioner kurang dimengerti walaupun sdh Jumlah 7(17,5) 13(32,5) 20(50) 40(100) dijelaskan karena ibu-ibu hamil mau cepat Nilai p :0,003 pulang sehingga diisi saja biar cepat Berdasarkan Tabel 4.7 dapat diketahui Menurut Mubarak (2012) Pendidikan bahwa dari 24 responden, mayoritas pada merupakan bimbingan yang diberikan kelompok ibu hamil yang menerima sumber seseorang kepada orang lain terhadap sesuatu informasi dari media massa memiliki hal agar mereka dapat memahami, dan tidak pengetahuan kurang tentang anemia yaitu dapat dipungkiri bahwa makin tinggi (42,5%), dari 16 responden menrima sumber pendidikan seseorang semakin mudah pula informasi dari lingkungan mayoritas memiliki mereka menerima informasi, dan pada akhirnya pengetahuan baik tentang anemia yaitu makin banyak pula pengetahuan yang (22,5).Hasil uji chi – square p= 0,003 ada dimilikinya. Sebaliknya jika tingkat pendidikan hubungan antara sumber informasi dengan seseorang rendah, akan menghambat pengetahuan. perkembangan perilaku seseorang terhadap penerimaan informasi.

37

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Pada penelitian ini diketahui bahwa KESIMPULAN responden yang berpendidikan tinggi 1. Mayoritas responden berumur < 20 tahun mayoritas memiliki pengetahuan yang baik dan tingkat pengetahuan yang kurang tentang anemia pada kehamilan. Hal ini sejalan sebesar 87,5% dengan pendapat Notoatmodjo (2010) bahwa 2. Mayoritas responden berpendidikan pendidikan merupakan segala upaya atau rendah dan tingkat pengetahuan yang pembelajaran kepada orang lain untuk kurang sebesar 73,9% mempengaruhi orang lain baik individu, 3. Mayoritas responden mendapat sumber kelompok atau masyarakat, agar mau informasi media massa dan tingkat melakukan tindakan-tindakan untuk pengetahuan yang kurang sebesar 42,5% memelihara (mengatasi masalah-masalah) dan 4. Tidak ada hubungan antara pengetahuan meningkatkan kesehatannya yang dihasilkan dengan umur dan pendidikan dengan nilai oleh pendidikan kesehatan, yang didasarkan uji chi – square p= 0,19 pada umur dan kepada pengetahuan dan kesadaran melalui pada pendidikan uji chi – square p= 0,25 proses pembelajaran. sedangkan pada sumber informasi ada Hubungan Sumber Informasi dengan hubungan dengan nilai uji chi – square p= Pengetahuan Ibu Hamil Tentang Kejadian 0,003 Anemia di Klinik Bersalin Niar Medan Saran Amplas Tahun 2015 - Petugas kesehatan harus memberi informasi Penelitian ini mendapat Hasil uji chi – dengan menggunakan media square p= 0,03< p=0,05 Hal ini karena sumber informasi dapat meningkatkan pengetahuan seseorang dalam upaya pemeliharaan DAFTAR PUSTAKA kesehatan seperti sumber informasi yang didapatkan melalui pendengaran, media cetak, Amiruddin. R, E. Syam, Rusnah, R. Tolanda, media elektronik, dan dari lingkungan. Sumber Damayanti I.2015.SatuDariDua Orang informasi yang diterima ibu hamil mayoritas Indonesia Menderita Anemia: diperoleh dari media massa hal ini di sebabkan http://www.scribd.com/doc/29476527/s karena lebih banyak terpapar dengan media atu-dari-2-orang-indonesia-menderita- elektronika seperti televisi dan radio, yang anemia, 8-1-2017. masih kurang memaparkan tentang masalah Arikunto, S. 2012. Prosedur Penelitian. Rineka kesehatan yang berhubungan dengan Cipta:Jakarta kehamilan. Erfandi. 2009. Pengetahuan Dan Faktor – Sedangkan sumber informasi yang Faktor Yang diperoleh dari lingkungan terutama petugas Mempengaruhi:http://forbetterhealth.wo kesehatan dapat meningkatkan pemahaman rdpress.com/...pengetahuan yang lebih baik tentang kesehatan. Informasi dan/...mempengaruhi. Diakses 12 yang diterima dari petugas kesehatan Januari 2017 merupakan sumber informasi yang terbaik, Ircham, M. 2012. Metodologi Penelitian, karena ibu hamil dapat berkonsultasi secara Fitramaya:Yogyakarta langsung dan dapat mengetahui dampak dan Kementrian Kesehatan RI. 2015. Profil penyebab lain apabila terjadi anemia selama Kesehatan Indonesia 2015. Kementrian kehamilan. Dengan adanya informasi yang Kesehatan RI 2016:Jakarta. diperoleh mengenai perawatan pada masa Mannan El. 2012. Kamus Pintar Kesehatan kehamilan dan cara mengkonsumsi gizi yang Wanita, Buku Biru:Jogjakarta baik selama kehamilan maka dapat mencegah Mubarak, T. 2012. Hubungan Tingkat ibu dari kejadian anemia. Pendidikan Dengan Prilaku Hidup Pendapat Erfandi (2013) bahwa Bersih Dan Sehat sumber informasi berperan penting bagi :www.pratiwikalit.blogspot.com/2011/0 seseorang dalam menentukan sikap atau 1/hubungan-tingkat-pendidikan- keputusan bertindak. Informasi yang diperoleh dengan.html baik dari pendidikan formal maupun non Muliarini, P. 2013. Pola Makan dan Gaya formal dapat memberikan pengaruh jangka Hidup Sehat Selama Kehamilan, Nuha pendek sehingga menghasilkan perubahan atau Medika:Yogyakarta peningkatan pengetahuan.

38

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Notoatmodjo, S.2012. Metode Penelitian Kesehatan. Rineka cipta:Jakarta , 2012. Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta:Jakarta Prawirohardjo, S. 2012. Ilmu Kebidanan, YBP- SP:Jakarta Proverawati, A. 2013. Anemia dan Anemia Kehamilan. Nuha Medika:Yogyakarta Serepina, T. 2013. Hubungan Anemia Defisiensi Besi Dengan Usia Kehamilan Trimester I, II Dan III pada ibu hamil di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012-2013, Universitas Sumatera Utara:Medan Tarwoto dan Wasnidar. 2012. Buku Saku Anemia Pada Ibu Hamil Konsep dan Penatalaksanaan, Trans Info Media:Jakarta Wawan, A. dan Dewi M. 2013. Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Manusia. Nuha Medika:Yogyakarta Weni, K. 2012. Gizi Ibu Hamil, Nuha Medika:Yogyakarta Wylie Linda dan Helen Brycle. 2012. Manajemen Kebidanan : gangguan medis kehamilan dan persalinan, EGC Medical Publisher:Jakarta

39

Page 40 of 9 JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Hubungan Status Merokok dengan Komplikasi pada Pasien Diabetes Mellitus di Puskesmas Bukit Hindu Palangka Raya

Deany Saftuari Rumah Sakit Umum Daerah Muara Teweh Kalimantan Tengah

Abstract: Most cases of diabetes mellitus are people with type 2 diabetes, 90% of which are lifestyle changes that tend to be unhealthy, namely lack of physical activity, unbalanced diet, obesity, hypercholesterolemia, alcohol consumption and cigarette consumption. The risk of diabetes in smokers who start smoking at the age of <17 years is 1.82 times greater than nonsmokers. The aim of this study was the relationship between smoking status and complications in patients with diabetes mellitus at the Bukit Hindu Palangka Raya Health Center. This research is an analytical descriptive study with cross sectional aims to examine the relationship between variables one with another variable with the independent variable is the characteristics of respondents (age, gender, education, employment and income), smoking, the dependent variable is the risk complications of Diabetes Mellitus. There is a relationship between smoking status and the incidence of complications of neuropathy, there is a relationship with the incidence of complications of retinopathy, there is no relationship with the incidence of complications of nephropathy, there is a relationship with the incidence of stroke complications, there is no association with the incidence of diabetic ulcers.

Keywords : smoking status, diabetic complications

Abstrak : Sebagian besar kasus diabetes melitus adalah penyandang diabetes tipe 2 yang 90% penyebabnya adalah perubahan gaya hidup yang cenderung tidak sehat yaitu kurang aktivitas fisik, diet tidak seimbang, obesitas, hiperkolesterol, konsumsi alkohol serta konsumsi rokok. Resiko diabetes pada perokok yang memulai kebiasan merokok pada usia <17 tahun adalah 1,82 kali lebih besar dibanding bukan perokok. Tujuan penelitian ini adalah hubungan antara status merokok dengan komplikasi pada pasien diabetes mellitus di Puskesmas Bukit Hindu Palangka Raya. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatan desain penelitian cross sectional .yang bertujuan menelaah hubungan antara variabel satu dengan variabel yang lain dengan variabel independen adalah karakteristik responden (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan dan penghasilan), merokok, variabel dependen adalah resiko komplikasi Diabetes Mellitus. Terdapat hubungan antara status merokok dengan kejadian komplikasi Neuropati, terdapat hubungan dengan kejadian komplikasi Retinopati, tidak terdapat hubungan dengan kejadian komplikasi Nefropati, terdapat hubungan dengan kejadian komplikasi stroke, tidak terdapat hubungan dengan kejadian ulkus diabetik.

Kata Kunci : status merokok, komplikasi diabetik

PENDAHULUAN peningkatan tertinggi jumlah klien diabetes Tahun 2005 WHO telah mencatat bahwa malah di negara Asia Tenggara, termasuk 70% angka kematian dunia disebabkan oleh Indonesia (Sudayo, 2010). penyakit tidak menular, yaitu 30% karena Indonesia menempati urutan ke-4 penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker terbesar dalam jumlah penderita diabetes melitus 13%, penyakit kronis lainnya 9%, saluran dengan prevalensi 8,6% dari total penduduk. pernapasan kronis 7%, kecelakaan 7%, dan 2% World Health Organization (WHO) membuat disebabkan oleh diabetes melitus (DM) (Depkes, perkiraan pada tahun 2025 jumlah penderita DM 2008). Diabetes melitus adalah salah satu di bisa mencapai 300 juta jiwa (PERKENI, 2006). antara penyakit degeneratif dan tidak menular Angka prevalensi penderita diabetes melitus yang akan meningkat jumlahnya di masa datang. tanah air berdasarkan data Departemen Diabetes melitus sudah merupakan salah satu Kesehatan (Depkes) pada tahun 2008 mencapai ancaman utama bagi kesehatan umat manusia 5,7% dari jumlah penduduk Indonesia atau pada abad 21. Setelah banyak sekali penelitian sekitar 12 juta jiwa. Pada tahun 2009 jumlah yang dilakukan di negara berkembang dan data penderita DM di Indonesia meningkat tajam terakhir dari WHO menunjukkan justru menjadi 14 juta orang, dan pada tahun 2010

40

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015 jumlah penderita diabetes melitus di Indonesia komplikasi pada pasien diabetes mellitus di meningkat mencapai 21,3 juta orang (Rumah Puskesmas Bukit Hindu Palangka Raya”. Diabetes Indonesia, 2012). Berdasarkan data di Puskesmas Bukit METODE Hindu di dapatkan penderita diabetes melitus yang lebih tinggi di bandingkan dengan Penelitian ini termasuk penelitian Puskesmas-Puskesmas lainnya di wilayah kota deskriptif analitik dengan menggunakan Palangka Raya yaitu 1,84% pada tahun 2009, pendekatan desain penelitian cross sectional 1,44% pada tahun 2010, 1,03% pada tahun 2011, .yang bertujuan menelaah hubungan antara dan 1,62% pada tahun 2012. 98 pasien DM yang variabel satu dengan variabel yang lain dengan aktif berobat dan 35 pasien DM mempunyai variabel independen adalah karakteristik keluhan, tanda, gejala komplikasi mikrovaskuler responden (umur, jenis kelamin, pendidikan, dan 45 pasien DM mempunyai keluhan, tanda, pekerjaan dan penghasilan), merokok, variabel gejala komplikasi makrovaskuler yang menyertai dependen adalah resiko komplikasi Diabetes penyakit DM tersebut. (Bag. SP2TP Puskesmas Mellitus. Tempat pelaksanaan penelitian wilayah Bukit Hindu). kerja Puskesmas Bukit Hindu Palangka Raya. Sebagian besar kasus diabetes melitus Waktu pelaksanaan Februari – Juli 2013. Dalam adalah penyandang diabetes tipe 2 yang 90% penelitian ini yang menjadi populasi adalah penyebabnya adalah perubahan gaya hidup yang seluruh klien dengan masalah Diabetes Mellitus cenderung tidak sehat yaitu kurang aktivitas fisik, di Puskesmas Bukit Hindu palangka Raya. diet tidak seimbang, obesitas, hiperkolesterolemi, Analisis yang digunakan adalah uji Chi Square konsumsi alkohol serta konsumsi rokok (Depkes, dengan derajat kepercayaan 95%, kemaknaan 2008). Kebiasaan merokok sangat merugikan p<0,05. kesehatan terutama terhadap sistem pernapasan dan sistem pembuluh darah. Asap rokok HASIL mengandung kurang lebih 4000 macam bahan kimia. Di antara 4000 macam bahan kimia ini 1. Karakteristik responden sangat banyak yang bersifat racun dan berbahaya Dari data yang dikumpulkan diperoleh bagi kesehatan. Dua zat kimia yang paling karakteristik responden adalah sebagai berikut : dikenal pada rokok dan bersifat sangat merugikan a. Jenis Kelamin kesehatan adalah tar dan nikotin (Djojodibroto, Gambar 1. Diagram Batang Distribusi 2009). Responden Berdasarkan Jenis Berdasarkan riskesdas 2010, di Kalimantan Kelamin Tengah prevalensi merokok pada usia produktif (>18 tahun) adalah 10,3% dan BB lebih 9,2% 14 93% (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan 15 9 Kementerian Kesehatan RI, 2010). Resiko 6 60% Merokok diabetes pada perokok yang memulai kebiasan 10 40% Tdk merokok pada usia <17 tahun adalah 1,82 kali 1 Merokok lebih besar dibanding bukan perokok. Penelitian 5 7% telah di lakukan sebelumnya yang dilakukan oleh Elin Meylina (2005), tentang analisis faktor 0 resiko penyakit Diabetes Mellitus di Indonesia Laki-laki Perempuan berkaitan dengan perilaku kebiasaan merokok yang menjelaskkan bahwa diabetes pada perokok setiap hari adalah 9,6% relatif lebih besar di Gambar 1 dapat terlihat bahwa jumlah banding proporsi diabetes pada kelompok yang responden terbanyak pada kelompok merokok tidak merokok (7,1%). Menurut Siti Nuryati adalah responden berjenis kelamin laki-laki yaitu (2009) berdasarkan jenis kelamin, resiko sebanyak 14 orang (93%) dari total jumlah terjadinya diabetes lebih besar terjadi pada laki- responden kelompok merokok. Sedangkan pada laki dibanding perempuan (OR=1,34), ini kelompok tidak merokok jumlah responden berhubungan dengan gaya hidup laki-laki yang terbanyak adalah responden berjenis kelamin banyak melakukan kebiasaan merokok. perempuan yaitu sebanyak 9 orang (60%) dari Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat total jumlah responden kelompok tidak merokok. dirumuskan permasalahan yaitu “apakah ada hubungan antara status merokok dengan

41

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Gambar 3 dapat terlihat bahwa jumlah responden terbanyak pada kelompok merokok b. Umur adalah responden dengan tingkat pendidikan SD Gambar 2 Diagram Batang Distribusi yaitu sebanyak 7 orang (47%) dari total jumlah Responden Berdasarkan Usia responden kelompok merokok. Jumlah responden pada Kelompok Merokok dan terkecil pada kelompok merokok adalah Tidak Merokok responden pendidikan SLTP yaitu sebanyak 1 orang (7%) dari total jumlah responden 6 kelompok merokok. Sedangkan pada kelompok 5 5 6 40% tidak merokok jumlah responden terbanyak 33% 33% 4 4 adalah responden dengan tingkat pendidikan 5 27% 27% SLTA yaitu sebanyak 6 orang (40%), dan jumlah 3 4 Merok responden terkecil adalah responden dengan 20% ok tingkat pendidikan SLTP, yaitu sebanyak 2 orang 2 3 (13%) dari total jumlah responden pada 13% 1 kelompok tidak merokok. 2 Tdk 7% Merok d. Pekerjaan 1 ok Gambar 4 Diagram Batang Distribusi Berdasarkan Jenis Pekerjaan 0 pada Kelompok Merokok dan 42-51 52-61 62-71 72-81 Tidak Merokok Kelompok Rentang Usia Responden

Gambar 2 dapat terlihat bahwa jumlah Merokok Tdk Merokok responden terbanyak baik pada kelompok 4 4 4 merokok adalah responden dengan rentang usia 27% 27% 27% 52-61 tahun yaitu sebanyak 6 orang (40%) dari 4 total jumlah responden pada kelompok merokok. 3 3 3 3 Jumlah responden terbanyak pada kelompok 20% 7% 20% 20% tidak merokok adalah pada rentang usia 52-61 3 2 2 tahun dan 62-71 tahun, yaitu masing-masing 5 20% 27% orang (33%) dari total responden kelompok tidak 2 1 1 merokok. Sedangkan jumlah responden terkecil 7% 7% pada baik pada kelompok merokok dan tidak 1 merokok adalah sama-sama pada responden 0 dengan rentang usia 72-81 tahun, yaitu 2 orang 0 (13%) pada kelompok merokok dan 1 orang (7%) pada kelompok tidak merokok. c. Pendidikan Gambar 3 Diagram Batang Distribusi

Responden Berdasarkan Usia Gambar 4 dapat terlihat bahwa jumlah pada Kelompok Merokok dan responden terbanyak pada kelompok merokok Tidak Merokok adalah responden dengan pekerjaan petani,

swasta (pedagang/tidak tetap) dan pensiunan, 7 yaitu masing-masing sebanyak 4 orang (27%) 8 47% 6 40% dari total jumlah responden pada kelompok 6 4 Mero merokok. Jumlah terkecil pada kelompok 27% 3 3 kok merokok adalah pada pekerjaan IRT (ibu 4 2 20% 2 2 20% rumah tangga), yaitu 0%, sedangkan pada 113% 13% 13% kelompok tidak merokok jumlah responden 2 7% Tdk terbesar adalah responden dengan pekerjaan 0 Mero petani, karyawan swasta, PNS dan pensiunan 0 kok yaitu masing-masing sebanyak 3 orang (27%) SD SLTP SLTA D3 S1 Tingkat Pendidikan Responden dari total jumlah responden pada kelompok tidak merokok. Jumlah terkecil pada kelompok tidak merokok adalah responden dengan pekerjaan swasta yaitu sebanyak 1 orang (7%) 42

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015 dari total responden pada kelompok tidak merokok.

2. Gambaran komplikasi dilihat dari status merokok Tabel 1. Distribusi Masing-masing Komplikasi pada Responden Berdasarkan Status Merokok

Tidak Merok Tdk Komplikasi % % mengalami % Jumlah ok Merokok komplikasi

Neuropati 9 30% 4 13% 17 57% 30 Retinopati 6 20% 3 10% 21 70% 30 Nefropati 1 3% 0 0% 29 97% 30 Stroke 4 13% 1 3% 25 83% 30 Ulkus 2 7% 0 0% 28 93% 30

Berdasarkan tabel 1 didapatkan gambaran Analisis hubungan status merokok dengan jumlah dan persentase responden yang komplikasi DM mengalami komplikasi adalah sebagai berikut : a. Komplikasi Neuropati Jumlah responden yang mengalami komplikasi Tabel 2 Hubungan Status Merokok dengan Neuropati adalah sebanyak 13 orang (43%) dari Komplikasi Neuropati total responden, terbagi menjadi 9 orang pada kelompok merokok (30% dari total responden) Ada Tidak ada dan 4 orang (13% dari total responden). Status merokok Neuropati Neuropati Jumlah responden yang mengalami komplikasi f % f % Retinopati adalah sebanyak 9 orang (30%) dari Kelompok Merokok 9 60% 6 40% total responden, terbagi menjadi 6 orang pada Kelompok Tidak 4 27% 11 73% kelompok merokok (20% dari total responden) Merokok dan 3 orang pada kelompok tidak merokok (10% dari total responden). Jumlah responden yang mengalami komplikasi Tabel 2 dapat terlihat bahwa mayoritas Nefropati adalah sebanyak 1 orang (3% dari pada kelompok merokok mengalami neuropati total responden) hanya terdapat pada kelompok yaitu sebanyak 9 orang (60%) dari total merokok. responden kelompok merokok, sedangkan pada Jumlah responden yang mengalami komplikasi kelompok yang tidak merokok hanya sedikit Stroke adalah sebanyak 5 orang (16%) dari total yang mengalami neuropati yaitu hanya 4 orang responden, terbagi menjadi 4 orang pada (27%) dari total responden kelompok tidak kelompok merokok (13% dari total responden) merokok. dan 1 orang pada kelompok tidak merokok (3% Berdasarkan hasil output uji Chi Square dari total responden). didapatkan hasil 6,652, bila dibandingkan Jumlah responden yang mengalami komplikasi dengan nilai pada tabel dengan df 1 adalah Ulkus diabetikum adalah sebanyak 2 orang (7% 3,841. Berdasarkan hal tersebut dapat dari total responden) hanya terdapat pada didapatkan kesimpulan yang H0 ditolak. kelompok merokok. Dikemukakan bahwa terdapat hubungan antara status merokok dengan terjadi komplikasi Neuropati pada tingkat signifikansi 95% (α = 0.05).

43

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

a. Komplikasi Retinopati c. Komplikasi Stroke Tabel 3 Hubungan Status Merokok dengan Tabel 5 Hubungan Status Merokok dengan Komplikasi Retinopati Komplikasi Stroke

Tidak ada Stroke Tidak Stroke Retinopati retinopati Status merokok f % f % Status merokok f % f % Kelompok Merokok 4 27% 11 73% Kelompok Merokok 6 40% 9 60% Kelompok Tidak 1 7% 14 93% Kelompok Tidak Merokok 3 20% 12 80% Merokok Tabel 5 dapat terlihat bahwa mayoritas Tabel 3 dapat terlihat bahwa mayoritas pada kelompok merokok mengalami stroke yaitu pada kelompok merokok mengalami retinopati sebanyak 4 orang (27%) dari total responden yaitu sebanyak 6 orang (40%) dari total kelompok merokok. Pada kelompok yang tidak responden kelompok merokok, sedangkan pada merokok mengalami stroke yaitu sebanyak 1 kelompok yang tidak merokok hanya sedikit orang (7%) dari total responden kelompok tidak yang mengalami retinopati yaitu hanya 3 orang merokok. (20%) dari total responden kelompok tidak Berdasarkan hasil output uji Chi Square merokok. didapatkan hasil 6,000. Bila dibandingkan Berdasarkan hasil output uji Chi Square dengan nilai pada tabel dengan df 1 adalah 3,841. didapatkan hasil 3.968. Bila dibandingkan Berdasarkan hal tersebut dapat didapatkan dengan nilai pada tabel dengan df 1 adalah kesimpulan yang H0 ditolak. Dikatakan bahwa 3,841. Berdasarkan hal tersebut dapat terdapat hubungan antara status merokok dengan didapatkan kesimpulan yang H0 ditolak. terjadi komplikasi stroke pada tingkat Dikatakan bahwa terdapat hubungan antara signifikansi 95% (α = 0.05). status merokok dengan terjadi komplikasi Retinopati pada tingkat signifikansi 95% (α = d. Komplikasi Ulkus Diabetik 0.05). Tabel 6 Distribusi Risiko Komplikasi Ulkus b. Komplikasi Nefropati Diabetik Berdasarkan Status Tabel 4 Hubungan Status Merokok dengan Merokok Responden Komplikasi Nefropati Ulkus Tidak ada Tidak ada Diabetik Ulkus Status merokok Nefropati nefropati Status Merokok F % F % f % f % Kelompok Kelompok merokok 2 13% 13 87% Merokok 1 7% 11 73% Kelompok tidak 0 0% 15 100% Kelompok Tidak mMerokok 0 0% 14 93% Merokok

Tabel 4 dapat terlihat bahwa mayoritas Tabel 6 dapat terlihat bahwa mayoritas pada kelompok merokok mengalami nefropati pada kelompok merokok mengalami ulkus yaitu sebanyak 1 orang (7%) dari total responden diabetik yaitu sebanyak 2 orang (12%) dari total kelompok merokok, sedangkan pada kelompok responden kelompok merokok, sedangkan pada yang tidak merokok tidak ada yang mengalami kelompok yang tidak merokok tidak ada yang nefropati. mengalami ulkus. Berdasarkan hasil output uji Chi Square Berdasarkan hasil output uji Chi Square didapatkan hasil 1,034. Bila dibandingkan didapatkan hasil 2,143. Bila dibandingkan dengan nilai pada tabel dengan df 1 adalah 3,841. dengan nilai pada tabel dengan df 1 adalah Berdasarkan hal tersebut dapat didapatkan 3,841. Berdasarkan hal tersebut dapat kesimpulan yang H0 diterima. Dikatakan bahwa didapatkan kesimpulan yang H0 diterima. tidak terdapat hubungan antara status merokok Dikatakan bahwa tidak terdapat hubungan dengan terjadi komplikasi Nefropati pada tingkat antara status merokok dengan terjadi signifikansi 95% (α = 0.05). komplikasi ulkus diabetik pada tingkat signifikansi 95% (α = 0.05).

44

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

pendidikan yang rendah juga beresiko tinggi PEMBAHASAN terkena diabetes mellitus,hal ini berhubungan dengan kurangnya informasi dan lambatnya A. Karakteristik penderita diabetes mellitus pemahamani dalam masalah kesehatan, sehingga dilihat dari status merokok kesadaran untuk melakukan pola hidup sehat juga Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurang. Kebiasaan merokok, akan diperparah bila jumlah penderita diabetes terbanyak dilihat jenis ditambah dengan kurangnya aktivitas olah raga, kelamin adalah laki-laki yaitu sebanyak 20 orang, kurangnya informasi dan pemahaman responden dan mayoritas responden laki-laki mempunyai tentang aturan diet nutrisi yang sehat dan tepat kebiasaan merokok. Menurut Siti Nuryati (2009) pada penderita diabetes mellitus, sehingga akan berdasarkan jenis kelamin, resiko terjadinya menambah dan memperparah resiko terjadinya diabetes lebih besar terjadi pada laki-laki komplikasi. dibanding perempuan (OR=1,34), ini berhubungan dengan gaya hidup laki-laki yang B. Gambaran risiko komplikasi pada banyak melakukan kebiasaan merokok. Dapat penderita diabetes mellitus disimpulkan bahwa hasil penelitian mendukung Hasil penelitian pada tabel 5.4 dapat hasil penelitian sebelumnya. dilihat gambaran bahwa pada kelompok Hasil penelitian juga didapatkan bahwa responden merokok lebih banyak yang mayoritas penderita DM adalah responden pada mengalami komplikasi bila dibandingkan kelompok usia 52-61 tahun, yaitu sebanyak 11 kelompok responden yang tidak merokok. orang (37%) dari total responden. Jumlah Jumlah temuan komplikasi yang ada pada terbanyak penderita DM yang merokok adalah kelompok responden yang merokok adalah pada kelompok usia 52-61 tahun pula, yaitu sebanyak 22 keluhan komplikasi, sedangkan pada sebanyak 40%. Sedangkan responden yang tidak kelompok responden yang tidak merokok hanya merokok pada kelompok usia 52-61 hanya 33%. 8 keluhan komplikasi. Hal ini menggambarkan bahwa penyakit diabetes Hasil penelitian tersebut menggambarkan mellitus memang didominasi pada individu bahwa responden yang mempunyai kebiasaan dengan usia lanjut seiring dengan proses aging, merokok memang berpengaruh terhadap dimana pada orang dengan yang secara genetik patofisiologis DM pada klien. ditambah dengan pola hidup yang kurang sehat, pada usia lanjut akan sangat rentan terkena C. Hubungan status merokok dengan risiko diabetes mellitus. komplikasi pada penderita diabetes Hasil penelitian juga didapatkan bahwa mellitus mayoritas penderita DM adalah responden Pada penelitian ini, didapatkan hasil dengan pekerjaan petani dan pensiunan, yaitu bahwa terdapat hubungan antara status merokok sebanyak 7 orang responden (23%) dari64 total dengan komplikasi neuropati, retinopati, dan responden. Jumlah terbanyak penderita DM yang stroke, namun pada komplikasi nefropati dan merokok dengan pekerjaan petani dan pensiunan ulkus daibetikum didapatkan hasil tidak terdapat masing-masing 4 orang (27%). Jumlah terbanyak hubungan yang bermakna. Secara umum bisa penderita DM yang tidak merokok dengan dikatakan kebiasaan merokok dapat pekerjaan petani dan pensiunan masing-masing 3 mempengaruhi atau menambah besar orang (20%). Individu yang memasuki masa kemungkinan terjadinya komplikasi yang lebih pensiun akan banyak mengalami perubahan dari banyak. Pada hasil penelitian, tidak pola aktivitas dan perannya. Sering orang didapatkannya hubungan pada kedua jenis pensiunan menjadi minim aktivitas karena tidak komplikasi dengan status merokok disebabkan mampu mengimprovisasi kegiatan setelah tidak jumlah kasus atau kejadian yang terlalu kecil (1 ada lagi tuntutan dari rutinitas pekerjaan. kasus nefropati dan 2 kasus ulkus diabetikum), sehingga mereka menjadi kurang gerak fisik, sehingga tidak menyebar merata atau luas pada kadang merasa tidak berguna atau tidak dihargai, responden yang berakibat tidak mungkin dan bahkan bisa sampai terjadi depresi. Pada didapatkan nilai yang cukup untuk dianggap pensiunan yang menderita DM berbagai masalah berhubungan. tersebut akan memperparah kondisi patologis Menurut teori dua zat kimia yang paling DM yang mereka alami. dikenal pada rokok dan bersifat sangat merugikan Hasil penelitian juga dapat dilihat bahwa kesehatan adalah tar dan nikotin. Tar yang mayoritas penderita DM yang merokok adalah terdapat dalam rokok dapat meresap dalam aliran responden dengan tingkat pendidikan SD darah dan mengurangi kemampuan sel-sel darah sebanyak (47% dari total responden). Tingkat merah untuk membawa oksigen ke seluruh tubuh,

45

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015 sehingga sangat besar pengaruhnya terhadap sebanyak 40%. Sedangkan responden yang tidak sistem peredaran darah. Sedangkan nikotin merokok pada kelompok usia 52-61 hanya 33%. adalah suatu zat yang dapat membuat kecanduan Hal ini menggambarkan bahwa penyakit diabetes dan mempengaruhi sistem saraf, mempercepat mellitus memang didominasi pada individu detak jantung (melebihi detak normal), sehingga dengan usia lanjut seiring dengan proses aging, menambah risiko terkena penyakit jantung. penurunan fungsi tubuh ditambah dengan pola Merokok juga dapat menyebabkan terjadinya hidup yang kurang sehat, pada usia lanjut akan ateroma atau penyempitan arteri akan sangat rentan terkena diabetes mellitus. menyebabkan tekanan darah tinggi pada usia 3. Penderita DM terbanyak adalah lanjut Merokok juga dapat menyebabkan responden dengan tingkat pendidikan SD, yaitu trombosis pada pembuluh koroner yang sudah sebanyak 11 orang (37%) dari total responden. menyempit. Dan jumlah terbanyak penderita DM yang Asap rokok (carbon monoxide) merokok dengan pendidikan SD yaitu sebanyak 7 memiliki kemampuan menarik sel darah merah orang (47%), sedangkan responden yang tidak lebih kuat dari pada kemampuan oksigen, merokok dengan pendidikan SD yaitu sebanyak 4 sehingga menurunkan kapasitas sel darah merah orang (27%). Ini berhubungan tingkat pembawa oksigen ke jantung dan ke jaringan pengetahuan responden mengenai pola hidup, lainnya Berbagai penelitian epidemologis di seperti asupan nutrisi, kurang pengetahuan Indonesia, Elyn (2005) terdapat peningkatan dampak rokok terhadap kesehatan serta kurang prevalensi dari kebiasaan merokok saat ini yang aktivitas. berhubungan signifikan dengan diabetes. Dalam 4. Penderita DM terbanyak adalah hal ini resiko terkena diabetes diperkirakan responden dengan pekerjaan petani dan sebesar 1,38 kali lebih besar pada perokok setiap pensiunan, yaitu sebanyak 7 orang responden hari dibanding dengan bukan perokok. (23%) dari total responden. Dan jumlah Pada penderita diabetes mellitus kondisi terbanyak penderita DM yang merokok dengan hiperglikemia akan meningkatkan osmolaritas pekerjaan petani dan pensiunan masing-masing 4 darah sehingga suplai nutrisi ke sel-sel menjadi orang (27%). Dan jumlah terbanyak penderita terganggu. Selain itu menurut Ari Sutjahjo (1998) DM yang tidak merokok dengan pekerjaan petani hal ini disebabkan karena beberapa faktor. Resiko dan pensiunan masing-masing 3 orang (20%). lebih banyak dijumpai pada diabetes mellitus Hal ini berhubungan erat dengan karakteristik sehingga memperburuk fungsi endotel yang tingkat pendidikan responden. Sama halnya berperan terhadap terjadinya proses pengetahuan yang rendah merupakan resiko atherosklerosis. Kerusakan endotel merangsang tinggi terkena diabetes mellitus. Ini berhubungan agregasi platelet dan timbul trombosis, tingkat pengetahuan responden mengenai pola selanjutnya akan terjadi penyempitan pembuluh hidup, seperti asupan nutrisi, kurang pengetahuan darah dan timbul hipoksia. dampak rokok terhadap kesehatan serta kurang Kondisi patogenesis diabetes mellitus aktivitas. Ini akan menambah dan memperparah apabila ditambah dengan dampak merokok, akan resiko terjadinya komplikasi. memperparah kondisi patogenesis pasien 5. Penderita diabetes mellitus kondisi sehingga resiko komplikasi yang terjadi menjadi hiperglikemia akan meningkatkan osmolaritas semakin besar. Maka dapat disimpulkan hasil darah sehingga suplai nutrisi ke sel-sel menjadi pada penelitian ini mendukung teori yang telah terganggu. Selain itu menurut Ari Sutjahjo (1998) ada, yaitu hubungan teori tentang dampak hal ini disebabkan karena beberapa faktor. Resiko merokok terhadap kesehatan terutama terhadap lebih banyak dijumpai pada diabetes mellitus perfusi jaringan dengan kondisi patogenesis pada sehingga memperburuk fungsi endotel yang diabetes mellitus sehingga meningkatkan risiko berperan terhadap terjadinya proses terjadinya komplikasi pada penderita diabetes atherosklerosis. Kerusakan endotel merangsang mellitus. agregasi platelet dan timbul trombosis, selanjutnya akan terjadi penyempitan pembuluh KESIMPULAN darah dan timbul hipoksia. 6. Kondisi patogenesis diabetes mellitus 1. jumlah penderita diabetes terbanyak apabila ditambah dengan dampak merokok, akan dilihat jenis kelamin adalah laki-laki dibanding memperparah kondisi patogenesis pasien perempuan karena memang terbanyak laki-laki sehingga resiko komplikasi yang terjadi menjadi yang mempunyai kebiasaan merokok. semakin besar. Maka dapat disimpulkan hasil 2. Penderita DM terbanyak adalah pada penelitian ini mendukung teori yang telah responden pada kelompok usia 52-61 tahun yaitu ada, yaitu hubungan teori tentang dampak

46

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015 merokok terhadap kesehatan terutama terhadap Badan Litbangkes, 2010, Riset Kesehatan Dasar perfusi jaringan dengan kondisi patogenesis pada RISKESDAS 2010, diabetes mellitus sehingga meningkatkan risiko http://www.litbang.depkes.go.id/sites/dow terjadinya komplikasi pada penderita diabetes nload/buku_laporan/lapnas_riskesdas2010 mellitus. /Laporan_riskesdas_2010.pdf (14 7. Hasil penelitian tersebut menggambarkan Februari 2013) bahwa responden yang mempunyai kebiasaan merokok lebih tinggi terkena komplikasi Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku dibandingkan yang tidak merokok. Patofisiologi. Edisi revisi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Depkes RI, 2012, Tahun 2030 Prevalensi DM di SARAN Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang http://www.depkes.go.id/index.php/berita/ 1. Bagi Puskesmas press-release/414-tahun-2030-prevalensi- Dengan adanya bukti bahwa terdapat hubungan diabetes-melitus-di-indonesia-mencapai- antara status merokok dengan timbulnya 213-juta-orang.html (12 Februari 2013) komplikasi, maka diharapkan pihak Puskesmas lebih meningkatkan kegiatan penyuluhan Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular kesehatan tentang perilaku hidup sehat, yang Depkes RI. 2008. Pedoman dalam hal ini adalah penyuluhan tentang dampak Pengendalian Diabetes Melitus dan negatif kebiasan merokok, terutama pada klien Penyakit Metabolik. Jakarta: Depkes RI. atau keluarga dengan penyakit degeneratif dan penyakit pembuluh darah. Djojodibroto R, D. 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: Penerbit 2. Bagi peneliti Buku Kedokteran EGC. Perlunya dilakukan penelitian ini untuk lebih menguatkan penelitian sebelumnya, seperti Ganong, William F. 2002. Buku Ajar Fisiologi perlunya penelitian dengan analisis yang lebih Kedokteran. Edisi 20. Alih bahasa: mendalam kompleks, contohnya adalah perlunya Widjajakusumah dkk. Jakarta: Penerbit penelitian yang lebih mendalam tentang korelasi Buku Kedokteran EGC. perilaku merokok dengan tingkat keparahan setiap komplikasi yang terjadi dan jumlah Greinstein, B. Wood D, F. 2010. At a Glance komplikasi yang terjadi, dengan jumlah sampel Sistem Endokrin. Edisi kedua. Jakarta: dan waktu yang cukup. Penerbit Erlangga.

3. Bagi klien dan keluarga Hasan, Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian Perilaku hidup sehat dan tingkat keparahan dengan Statistik. Jakarta: Penerbit Bumi komplikasi tidak lepas dari dukungan keluarga Aksara. dan pasien sendiri oleh karena itu diperlukan sikap serius keluarga untuk mencari segala http://www.scribd.com. Landasan Teori Bahaya informasi yang diperlukan seperti tentang risiko merokok. Diakses tanggal 5 Maret 2013. komplikasi yang dapat terjadi saerta berbagai informasi cara perawatan terhadap klien dengan http://www.bahayamerokok.net. Komposisi diabetes mellitus. Dalam Rokok. Diakses tanggal 5 Maret 2013.

DAFTAR PUSTAKA Ilyas, S. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Alimul, H, Azis. 2003. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Machfoedz, Ircham. 2006. Statistik Induktif Salemba Medika. Bidang Kesehatan, Keperawatan, dan Kebidanan (Biostaitik). Yogyakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Penerbit Fitramaya. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2010, Riset Kesehatan Dasar Mayfield JA, Reiber E, Sanders LJ, Janisse D, (Riskesdas), Depkes RI, Jakarta Pogach LM. 1998. Preventive foot care in people with diabetes.

47

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

http://www.gensurg.co.uk/diabetic_foot_ treatment. Diakses tanggal 17 Mei 2013. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Notoadmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Alfabeta Bandung. Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Sudoyo, Aru W, et al (editor). 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid 3. Edisi 5. PERKENI, 2011, Konsensus Pengendalian dan Jakarta: Penerbit IPD FK-UI. Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di Indonesia 2011, Sustrani, Lanny et al. 2006. Informasi Lengkap untuk Penderita Diabetes dan Keluarga. http://www.perkeni.org/download/Konsen Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. sus%20DM%202011.zip (20 Februari 2013) Tjandra, Hans. 2008. Panduan Lengkap Mengenal dan Mengatasi Diabetes Price, A Sylvia. Wilson, L. Wilson, M. dengan Mudah dan Mudah. Jakarta: PT. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses- Gramedia Pustaka Utama. proses Penyakit. Volume 2. Edisi 6. Alih bahasa: Pendit, Brahm U dkk. Jakarta: Vaugan G, D. Asbury, T. Eva R, P. 2004. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Oftalmologi umum. Edisi 14. Jakarta: Widya medika. Robbins, Stanley L. 2007. Buku Ajar Patologi. Volume 2. Edisi 7. Alih bahasa: Prasetyo, Awal dkk. Jakarta: Penerbit Wayne W. LaMorte, MD, PhD, MPH, Boston Buku Kedokteran EGC. University, Causal Inference, http://sph.bu.edu/otlt/MPH- Soegondo, S. Soewondo, P. Subekti, I. 2011. Modules/EP/EP713_Causality/EP713_Ca Penatalaksanaan Diabetes Mellitus usality_print.html (27 Februari 2013) Terpadu. Edisi kedua. Bekerjasama dengan Depkes RI dan WHO. Jakarta: Zahtamal, dkk, 2007, Faktor-Faktor Risiko Balai Penerbit FKUI. Pasien Diabetes Melitus, Berita Kedokteran Masyarakat, Vol. 23, No. 3, Soegondo, S. 2011. Diagnosis, Klasifikasi, dan September 2007, http://berita-kedokteran- Patofisiologi Diabetes Mellitus. masyarakat.org/index.php/BKM/article/vi Kumpulan Makalah Update ew/117/42 (24 Februari 2013) Comprehensive Management of Diabetes Mellitus.. Panitia Seminar Ilmiah Nasional Continuing Medical Education FK-Universitas Islam Indonesia, . Yogyakarta. Diakses tanggal 5 Mei 2012.

48

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Hubungan Antara Faktor Sosiodemografi dengan Tingkat Pengetahuan tentang Pengobatan Sendiri pada Masyarakat Kecamatan Depok Kabupaten Sleman

Fina Ratih Wira Putri Fitri Yani¹ ¹Jurusan Keperawatan, Poltekkes Kemenkes Palangka Raya

Abstract : Self-medication is an affliction carried out independently by the sufferer to prevent or treat the disease including self-care, self-diagnosis, self-healing and self-care in diseases that are categorized as Minor Illness. In the future the tendency to self-medication will increase so that people need knowledge about drugs that can be obtained without a doctor's prescription, so that the use of self-medication is appropriate, rational and safe. This study aims to determine the relationship between age, gender, education, occupation, distance and income with the level of knowledge about self-medication in the community. This study was an observational study with a cross sectional study design. The number of respondents was 80 respondents who were selected by multistage random sampling in each village. Data collection techniques using questionnaires interviewed. Data were analyzed by descriptive test and chi square statistical test with a confidence level of 90% at p <0.1. The results of the study showed that most respondents had a high level of knowledge (56.25%). Respondents with female sex (63.04%), age ≤ 30 years (70%), status of unemployment (72.42%), higher education (64.28%), distance between service facilities and residence> 5 km (60%) and low income (48.65%) have high knowledge about self- medication. There is a significant relationship between age (0.050) and work status (0.023) with the respondents' knowledge about self-medication.

Keyword : Self-medication, knowledge, socio-demographic

Abstrak : Pengobatan sendiri adalah pengohatan yang dilakukan secara mandiri oleh penderita untuk mencegah atau mengobati penyakitnya meliputi tindakan pemeliharaan kesehatan diri sendiri, diagnosis sendiri, penyembuhan sendiri dan perawatan sendiri pada penyakit-penvakit yang dikategorikan sebagai Minor Illness. Dimasa yang akan datang kecenderungan melakukan pengobatan sendiri tersebut akan semakin meningkat sehingga masyarakat perlu pengetahuan tentang obat yang dapat diperoleh tanpa resep dokter, agar penggunaan ohat untuk pengobatan sendiri tersebut tepat, rasional dan aman. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui huhungan antara umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, jarak dan pendapatan dengan tingkat pengetahuan tentang pengobatan sendiri pada masyarakat. Penelitian ini berjenis penelitan observasional dengan rancangan studi cross sectional. Jumlah responden sebanyak 80 responden yang dipilih secara multistage random sampling ditiap-tiap desa. Teknik pengambilan data dengan menggunakan kuisioner yang diwawancarakan. Data dianalisis dengan uji deskriptif dan uji statistik chi square dengan taraf kepercayaan 90% pada p<0,1. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi (56,25%). Responden dengan jenis kelamin perempuan (63,04%), umur ≤ 30 tahun (70%), status tidak bekerja (72,42%), pendidikan tinggi (64,28%), jarak antara fasilitas pelayanan dengan tempat tinggal > 5 km (60%) dan berpendapatan rendah (48,65%) mempunyai pengetahuan tentang pengobatan sendiri yang tinggi. Terdapat hubungan bermakna antara umur (0,050) dan status pekerjaan (0,023) dengan pengetahuan responden tentang pengobatan sendiri.

Kata kunci : Pengobatan sendiri, pengetahuan, sosiodemografi

49

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

PENDAHULUAN

Di Indonesia, masyarakat dari ketepatan dosis, cara pemberian obat, lama berbagai kelompok melakukan pengobatan pemberian ohbat, serta pertimbangan kondisi sendiri untuk mengatasi penyakit, baik dari pasien. Dalam melakukan pengobatan sendiri kalangan ekonomi lemah maupun kalangan yang rasional memerlukan suatu pengetahuan atas, masyarakat pedesaan maupun masyarakat yang tepat dalam menentukan penyebab perkotaan, masyarakat berpendidikan tinggi penyakit, memahami khasiat obat yang hendak maupun berpendidikan rendah. Hasil berbagai digunakan, efek samping, dosis, serta aturan surveI tentang penggunaan obat dimasyarakat, pakai obat. dilaporkan bahwa pengobatan sendiri didaerah Menurut hasil Survei Sosial Ekonomi perkotaan mencapai 60% dan didaerah Nasional tahun 2004, penduduk Propinsi pedesaan mencapai 50% - 70%. Hasil ini Daerah Istimewa Yogyakarta melakukan menunjukan bahwa pengobatan sendiri di pengobatan sendiri dalam 1 bulan terakhir Indonesia merupakan alternative sebesar 87,73% (BPS, 2005). Banyak faktor penyembuhan penyakit yang paling banyak yang mempengaruhi keputusan masyarakat dilakukan oleh masyarakat Indonesia untuk melakukan pengobatan sendiri, di (Sukasediati, 1996). antaranya intensitas sakitnya, pengaruh iklan Dimasa yang akan datang, obat yang sekarang ini banyak beredar di kecenderungan melakukan pengobatan sendiri televisi, biaya pengobatan, jauh dekat dengan tersebut akan semakin meningkat, sejalan fasilitas kesehatan, jarak rumah dengan dengan meningkatnya aspek sosioekonomi warung/toko obat/apotek. Ketrampilan dalam masyarakat dan sistem pendidikan baik memilih obat sangat dipengaruhi oleh melalui jalur formal maupun informal. Agar pengetahuan masyarakat itu sendri dan upaya pengobatan sendiri tersebut efektif, sikapnya tentang pengobatan sendiri. tepat dan rasional maka tersedianya informasi Kabupaten Sleman yang mempunyaj jumlah yang objektif dan tidak bias dari sumber yang penduduk sebesar 889.692 jiwa menempati tepat dan terpercaya merupakan faktor yang peringkat besar kedua setelah kota Yogyakarta sangat menentukan, sehingga masyarakat perlu dalam kepadatan penduduk. Berdasarkan data dibekali pengetahuan tentang obat yang dapat profil Kesehatan Kabupaten Sleman tahun diperoleh tanpa resep dokter agar penggunaan 2004, jumlah penduduk yang memanfaatkan obat untuk pengobatan sendiri tersebut tepat, fasiìitas kesehatan puskesmas sebesar 88.143 rasional dan aman (Dirjen POM, 1997) pengunjung/100 ribu penduduk. Terdapat Banyaknya obat yang beredar di beberapa pola penyakit ringan yang ada di Indonesia yang dapat digunakan untuk puskesmas, yaitu common cold (8,13%), sakit pengobatan sendiri ada ribuan jenis dengan kepala (2,61%) dan asma (2,07%). Melihat berbagai fungsi. Namun diperkirakan Iebih perbandingan antara jumlah tenaga kesehatan dan separuh pengobatan sendiri yang dengan jumlah penduduk yang berada di dilakukan masyarakat tidak sesuai dengan wilayah Kabupaten Sleman maka hal ini dapat aturan sehingga dapat mcmbahayakan menjadi salah satu pemicu banyaknya kegiatan kesehatan, pemborosan waktu, dan pengobatan sendini. Selain itu tersedianya obat pemborosan biaya karena harus melanjutkan bebas dan bebas terhatas pada warung, toko pengobatan (Supardi, 1998). Di sisi lain obat dan apotek yang banyak berada di pengobatan sendiri sebaiknya tetap mengikuti wilayah Kabupaten Sleman semakin prinsip-prinsip penggunaan obat secara memberikan peluang masyarakat Sleman rasional, yaitu mempertimbangkan ketepatan untuk melakukan pengobalan sendiri (Kristina, dalam penentuan indikasi/penyakit, ketepatan 2007). pemilihan obat (efektif, aman, ekonomis),

50

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Hasil penelitian menunjukan bahwa multistage random sampling. Kriteria pengetahuan pengobatan sendiri umumnya inklusi pada penelitian ini adalah individu masih rendah dan kesadaran masyarakat untuk yang melakukan kegiatan pengobatan membaca label pada kemasan obat masih kecil sendiri dalam kurun waktu satu bulan (Supardi dkk, 2002). Sumber informasi utama terakhir, sedangkan kriteria eksklusi untuk melakukan pengobatan sendiri adalah tenaga kesehatan dan buta huruf. umumnya berasal dari media massa, sementara informasi dan pabrik obat ada yang kurang mendidik masyarakat bahkan ada yang kurang Alat pengumpul data henar (Suryawati, 1997). Menurut Supardi Pengumpulan data dilakukan (1997),belum diketahui faktor yang paling menggunakan kuesioner yang telah diuji dominan dan jenis kelamin, umur, kelas sosial, validitas dan reabilitasnya. Kuesioner kelas ekonomi, pengetahuan tentang obat, terdiri dari beberapa pertanyaan meliputi: sikap terhadap obat, kepercayaan pada khasiat faktor sosiodemografi, data faktual dan obat dan ketersediaan that di rumah dalam pengetahuan. Data faktual merupakan mempengaruhi tindakan pengobatan sendiri. variabel kontrol yang berfungsi sebagai inklusi penelitian meliputi seperti pernah METODE PENELITIAN tidaknya melakukan pengobatan sendiri, Rancangan Penelitian untuk mengobati penyakit apa, darimana Penelitian ini berjenis penelitan memperoleh obat, harga obat, sumber observasional dengan rancangan studi informasi, pernah tidaknya responden cross sectional dengan pendekatan membaca label kemasan obat serta pernah kuantitatif. tidaknya mengikuti penyuluhan tentang pengobatan yang memuat 6 aspek Populasi dan Sampel pengetahuan meliputi pengertian Populasi pada penelitian ini adalah pengobatan sendiri, aturan pengobatan masyarakat Kecamatan Depok Kabupaten sendiri, pengetahuan tentang efek samping, Sleman. Penentuan jumlah sampel pemahaman minor illness, pengetahuan dihitung menggunakan rumus besar logo obat dan jenis/nama obat. sampel Nawawi (2005) dengan tingkat kepercayaan 90%. Analisa Data 푍 N ≥ pq( 0,5훼)2 푏 Pengolahan data dilakukan melalui 2 Berdasarkan rumus tersebut, maka tahapan analisis meliputi analisis univariat dibutuhkan jumlah sampel minimum dan analisis bivariate. Analisis univariat sebanyak 68 responden. Untuk menggunakan statistik deskriptif mengurangi risiko drop out sampel maka sedangkan analisis bivariate pada ditambahkan 20% dari total responden penelitian ini menggunakan uji statistic chi sehingga jumlah responden mencapai 80 square dengan tingkat kepercayaan 90% responden. Metode pengambilan sampel pada p<0,1. dilakukan menggunakan metode

51

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

HASIL Tempat Memperoleh Mayoritas responden berusia lebih dari 30 Obat 27 33,8 Warung 15 18,8 tahun (62,5%) dengan jenis kelamin - - Toko Obat 38 47,4 perempuan (57,5%), berpendidikan rendah - Apotek yaitu SD, SLTP dan SLTA (82,5%), Biaya yang bekerja (63,8%), jarak dengan pusat dikeluarkan 36 45 pelayanan < 5 km (93,8%), berpendapatan - < Rp 2000 44 55 - > Rp 2000 rendah (83,75%) (Tabel 1). Sumber Informasi - Iklan 43 53,8 Tabel 1. Faktor sosiodemografi - Keluarga 14 17,5 responden di Kecamatan Depok Sleman - Tenaga 15 18,7 kesehatan 8 10 Variabel Jumlah Persentas - Lain-lain e (%) Membaca Label Umur - Ya 70 87,5 - ≤ 30 tahun 30 37,5 - Tidak 10 12,5 > 30 tahun 50 62,5 - Pernah Mengikuti Jenis Kelamin Penyuluhan 22 27,5 Laki-laki 34 42,5 - - Ya 58 72,5 Perempuan 64 57,5 - - Tidak Pendidikan

- Berpendidikan 66 82,5 Rendah 14 17,5 Dari 80 responden, terdapat - Berpendidikan 56,25% responden yang berpengetahuan Tinggi tinggi sedangkan sisanya 43,75% Pekerjaan berpengetahuan rendah (Tabel 3). - Bekerja 51 63,8 - Tidak Bekerja 29 36,2 Jarak Tabel 3 Tingkat pengetahuan responden - ≤ 5 Km 75 93,8 tentang pengobatan sendiri - > 5 Km 5 6,2 Variabel Jumlah Persentase (%) Pendapatan Pengetahuan - Berpendapatan 67 83,75 - Tinggi 45 56,25 Rendah 13 16,25 - Rendah 35 43,75 - Berpendapatan Tinggi Faktor sosiodemografi yang Sebagian responden memperoleh memiliki nilai bermakna dengan tingkat obat untuk kegiatan pengobatan sendiri di pengetahuan tentang pengobatan sendiri apotek (47,4%), biaya yang dikeluarkan > adalah umur dan pekerjaan dengan nilai p Rp 2000 (55%), dengan sumber informasi value 0,055 dan 0,023 (Tabel 4). terbanyak adalah iklan (53,8%), membaca label (70%) dan tidak pernah mengikuti Tabel 4 Hubungan faktor penyuluhan (72,5%). sosiodemografi dengan tingkat Pengetahuan tentang pengobatan Tabel 2. Data faktual kegiatan sendiri pengobatan sendiri Variabel Pengetahuan p value Data Faktual Jumlah Persentase Umur (%) - ≤ 30 tahun 0,055*

52

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

- > 30 tahun tindakan pengobatan sendiri yang rasional Jenis Kelamin pada perempuan pada akhirnya akan - Laki-laki 0,154 berpengaruh pada tingkat pengetahuan - Perempuan Pendidikan responden perempuan. Tingkat pendidikan - Berpendidikan 0,505 seseorang mempengaruhi tingkat Rendah pengetahuan seseorang. Namun tidak - Berpendidikan menutup kemungkinan, individu yang Tinggi Pekerjaan mempunyai tingkat pendidikan yang - Bekerja 0,023* rendah mempunyai tingjat pengetahuan - Tidak Bekerja yang tinggi, hal ini dapat terjadi jika Jarak individu tersebut mempunyai wawasan - ≤ 5 Km 0,861 yang luas dan mempunyai kemudahan - > 5 Km Pendapatan dalam mengakses informasi sehingga - Berpendapatan 0,712 banyak memperoleh informasi-informasi Rendah terbaru. Responden yang bekerja - Berpendapatan umumnya memiliki latar belakang Tinggi pendidikan yang cukup dan sering PEMBAHASAN berhubungan dengan dunia luar ataupun Tingkat pengetahuan seseorang berinteraksi dengan rekan kerjanya. Jarak dipengaruhi oleh berbagai macam hal pemukiman dengan fasilitas kesehatan seperti stimulus yang akan menghasilkan akan mempengaruhi tindakan pengobatan pengalaman, persepsi pemahaman dan sendiri. Semakin jauh jarak maka penafsiran. Pengetahuan masyarakat masyarakat akan lebih sering melakukan tentang pengobatan sendiri dipengaruhi pengobatan sendiri. Pendapatan oleh keadaan lingkungan dan status sosio berpengaruh pada perilaku pengobatan ekonomi, selain itu kemudahan dalam seseorang karena biasanya masyarakat mengakses informasi dapat pula berpendapatan rendah lebih memilih mempengaruhi. Kristina (2007) mengobati minor illness terlebih dahulu mengungkapkan bahwa kelompok umur dengan pengobatan sendiri baru kemudian kurang dari 30 tahun lebih banyak berkonsultasi dengan tenaga kesehatan. melakukan pengobatan sendiri secara Pada penelitian ini umur dan rasional sehingga berpengaruh pada pekerjaan mempunyai hubungan yang tingkat pengetahuan responden. bermakna dengan tingkat pengetahuan Argumentasi lain adalah kelompok umur tentang pengobatan sendiri. Hal ini sejalan diatas 30 tahun lebih memilih dengan penelitian Supardi (2002) dan berkonsultasi ke dokter terkait Kristina (2007) umur mendukung perilaku permasalahan kesehatan yang dialaminya pengobatan sendiri yang rasional. Selain sehingga mempengaruhi pengetahuannya umur, status pekerjaan merupakan variabel tentang pengobatan sendiri. Banyaknya yang mempunyai kemaknaaan dengan responden perempuan yang tingkat pengetahuan tentang pengobatan berpengetahuan tinggi terjadi karena sendiri. Pada penelitian Supardi (2002) perempuan lebih sering melakukan mengungkapkan bahwa ibu-ibu yang pengobatan sendiri. Tingginya frekuensi bekerja mempunyai perilaku pengobatan sendiri yang lebih rasional dibandingkan

53

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015 ibu yang tidak bekerja akan tetapi pada Dirjen POM, 1997, Kompendia Obat penelitian ini terungkap ibu yang tidak Bebas, iv-ix, Departemen Kesehatan bekerja mempunyai tingkat pengetahuan Republik Indonesia, Jakarta yang lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang bekerja karena responden Kristina, S.A., 2007, Perilaku pengobatan sendiri yang rasional pada yang tidak bekerja mempunyai banyak masyarakat Kecamatan Depok dan waktu luang sehingga memberikan Cangkringan Kabupaten Sleman, kesempatan lebih besar untuk memperoleh Tesis, Program Pasca Sarjana informasi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukan Nawawi, H.H., 2005 Metode Penelitian bahwa sebagian besar responden memiliki Bidang Sosial, Cetakan ke-12, 140- tingkat pengetahuan yang tinggi (56,25%). 160, Gadjah Mada University Press, Responden dengan jenis kelamin Yogyakarta perempuan (63,04%), umur ≤ 30 tahun Sukasediati, N., 1996, Peningkatan Mutu (70%), status tidak bekerja (72,42%), Pengobatan Sendiri Menuju pendidikan tinggi (64,28%), jarak antara Kesehatan Untuk Semua, Buletin fasilitas pelayanan dengan tempat tinggal Direktorat Jendral Pengawasan Obat > 5 km (60%) dan berpendapatan rendah dan Makanan, 21-28 Volume 18 No (48,65%) mempunyai pengetahuan tentang 1 pengobatan sendiri yang tinggi. Terdapat hubungan bermakna antara umur (0,050) Supardi, S., 1997, Pengobatan Sendiri di dan status pekerjaan (0,023) dengan Masyarakat dan Masalahnya, pengetahuan responden tentang Cermin Dunia Kedokteran No 118, pengobatan sendiri. Hal 48-49

Supardi, S., 1998, Pengaruh Penyuluhan SARAN Obat terhadap Pengetahuan, Sikap Perlu dilakukan kegiatan dan Penggunaan Obat yang penyuluhan untuk lebih meningkatkan Rasional dalam Pengobatan Sendiri pengetahuan masyarakat tentang Oleh Ibu di Kabupaten Cianjur, pengobatan sendiri yang rasional dan Pusat penelitian dan Pengembangan penelitian lebih lanjut tentang perilaku Ekologi dan Status Kesehatan, pengobatan sendiri yang rasional. Departemen Kesehatan RI,

http://digilib.ekologi.litbang.depkes. DAFTAR PUSTAKA go.id/go.php?node=60 diakses pada Badan Pusat Statistik, 2005, Statistik tanggal 8 Maret 2007 Indonesia 2004, 134-135, BPS Jakarta Supardi, S., Sampurno, O.D., Notosiswoyo, M, 2002, Pengobatan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, 2005, Sendiri yang sesuai dengan aturan Profil Kesehatan Kabupaten Slemen pada ibu-ibu di Jawa Barat, Buletin Tahun 2004, Sleman

54

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Penelitian Kesehatan, 30 (1) hal 11- Makalah dalam Simposium Nasional 21 Obat Bebas dan Bebas Terbatas 23 Juni 1997, Yogyakarta, Fakultas Suryawati, S,M., 1997., Etika Promosi Kedokteran Umum, Universitas Obat Bebas dan Bebas Terbatas, Gadjah Mada.

55

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015 Hubungan Antara Konsumsi Junk Food dan Status Gizi dengan Menarche Dini pada Siswi SMP Negeri 2 Kota Palangka Raya

Sugiyanto Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Palangka Raya Email : [email protected]

Abstract : Menarche is the first menstruation experienced by young women at puberty. The decline in the age of menarche that occurs in young women in the world today is getting faster. The current phenomenon shows that elementary school students have experienced menarche. The purpose of this study was to determine the relationship of consumption of junk food and nutritional status to early menarche in the students of Palangka Raya City 2 Middle School. The population in this study were all female students of Palangka Raya City Middle School 2. The sampling technique uses purposive sampling. The results obtained 48.4% of the samples experienced menarche early, and 19.4% of the samples often consumed junk food. Contingency coefficient correlation test results showed that there was a relationship between consumption of junk food and menarche early with a correlation value of 0.326 positive direction and p-value of 0.007. There is a relationship between nutritional status and menarche early with a correlation value of 0.345 positive and p-value 0.004.

Keywords : Junk food, early menarche, nutritional status

Abstrak : Menarche adalah menstruasi pertama yang dialami remaja putri saat pubertas. Penurunan usia menarche yang terjadi pada remaja putri di dunia saat ini semakin cepat. Fenomena saat ini menunjukan bahwa siswi sekolah dasar telah mengalami menarche. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan konsumsi junk food dan status gizi terhadap menarche dini pada siswi SMP Negeri 2 Kota Palangka Raya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswi SMP Negeri 2 Kota Palangka Raya. Teknik pengambilan sampel menggunakan purpossive sampling. Hasil penelitian di peroleh 48,4% sampel mengalami menarche dini, dan 19,4% sampel sering mengkonsumsi junk food. Hasil uji korelasi koefisien kontingensi menunjukkan ada hubungan konsumsi junk food dengan menarche dini dengan nilai korelasi sebesar 0,326 arah positif dan p-value 0,007. Ada hubungan antara status gizi dengan menarche dini dengan nilai korelasi sebesar 0,345 positif dan p-value 0,004.

Kata Kunci : Junk food, Menarche dini, status gizi

Salah satu tanda seorang perempuan Hasil analisis data Riset Kesehatan telah memasuki usia pubertas adalah Dasar 2010 dari kelompok usia 10-15 tahun, terjadinya menarche (Widyastuti dkk., 2009). rata-rata usia menarche adalah 12,39±1,08 Menarche merupakan perdarahan yang terjadi tahun, dengan rentang 7-15 tahun. Di Provinsi pertama kali dari uterus. Pada perempuan Riau umur pertama haid pada rentang umur 9- terjadi pada masa pubertas yaitu rentang usia 10 tahun sebanyak 1,5 persen, usia 11-12 10 – 16 tahun, tetapi rata – ratanya 12,5 tahun. tahun sebanyak 20,8 persen, 13-14 tahun Perdarahan adalah proses terjadinya pelepasan sebanyak 41,2 persen, 15-16 tahun sebanyak endometrium yang disebabkan oleh 18,3 persen, 17-18 tahun sebanyak 1,4 persen menurunnya kadar estrogen dan progresteron dan di usia 19-20 tahun sebanyak 0,3 persen. pada akhir siklus haid (Wiknjosastro, 2008). Usia menarche bervariasi pada setiap individu Menarche yang makin dini akan dan wilayah tempat tinggal, dapat dikatakan berdampak pada kesehatan reproduksi wanita normal apabila terjadi pada usia 12 – 14 tahun khususnya kesehatan reproduksi remaja. (Susanti, 2012). Secara psikologis, wanita Semakin cepat remaja mendapatkan menarche, yang mengalami menarche akan mengeluh maka akan semakin cepat mengenal kehidupan rasa nyeri, kurang nyaman dan mengeluh seksual aktif dimulai dari munculnya perutnya terasa begah (Sibagariang et al., ketertarikan pada lawan jenis, dorongan untuk 2010). mengetahui dan melakukan aktivitas seksual. Hal itu memperbesar resiko terjadinya 56

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015 kehamilan remaja, aborsi pada remaja dan karbohidrat, mineral, vitamin maupun air akhirnya mempengaruhi tingkat kematian ibu. digunakan oleh tubuh sesuai kebutuhan Selain itu menarche dini dapat menimbulkan (Mitayani dan Sartika, 2010). risiko berbagai penyakit di masa dewasa, misalnya, menarche dini mungkin terkait Penurunan usia menarche akan dengan obesitas, penyakit kardiovaskular, atau berdampak pada kesehatan reproduksi wanita kanker (Kivimäki M, at all, 2008). khususnya kesehatan reproduksi remaja. Semakin cepat remaja mendapatkan menarche, Penurunan usia menarche yang terjadi maka akan semakin cepat mengenal kehidupan pada remaja putri di dunia saat ini sangat seksual aktif dimulai dari munculnya berkaitan erat dengan beberapa faktor yaitu ketertarikan pada lawan jenis, dorongan untuk status gizi, genetik, keadaan lingkungan, mengetahui dan melakukan aktivitas seksual. konsumsi makanan tinggi kalori tinggi lemak, Hal itu memperbesar resiko terjadinya sosial ekonomi, keterpaparan media massa kehamilan remaja, aborsi pada remaja dan orang dewasa (pornografi), perilaku seksual akhirnya mempengaruhi tingkat kematian ibu. dan gaya hidup (Soetjiningsih, 2007). Percepatan usia menarche yang terjadi Konsumsi makanan yang tinggi kalori lebih dini (sebelum usia 12 tahun) dapat tinggi lemak atau dikenal dengan junk food, meningkatkan dapat meningkatkan risiko umumnya mengandung tinggi kalori dan kanker payudara (Yuliarti, 2009). Hal ini lemak, sehingga apabila dikonsumsi setiap hari disebabkan karena tingkat hormon esterogen dalam jumlah banyak dapat menyebabkan dan progesteron dapat memicu beberapa tumor kegemukan/kelebihan berat badan (Adriani yang bisa menjadi ganas. Jika menarche terjadi dan Wirjatmadi, 2012). Konsumsi junk food di atas usia ≥ 12 tahun berisiko 6,68 kali lebih pada masa remaja berpengaruh terhadap tinggi untuk tidak menderita kanker payudara peningkatan gizi remaja. dibandingkan dengan anak yang menarche < 12 tahun (Rianti et al., 2012). Konsumsi makanan tinggi lemak juga akan berakibat pada penumpukan lemak dalam Tujuan dari penelitian ini adalah untuk jaringan adiposa yang berkorelasi positif mengetahui hubungan antara konsumsi junk dengan peningkatan kadar leptin. Leptin ini food dan status gizi dengan menarche dini akan memicu pengeluaran hormon pada siswi SMP Negeri 2 Kota Palangka Raya Gonadotropin Releazing Hormone (GnRH) yang selanjutnya mempengaruhi pengeluaran METODE Follicle Stimulating Hormone (FSH) dan Penelitian ini bersifat kuantitatif Luteinizing Hormone (LH) dalam merangsang analitik dengan menggunakan jenis desain pematangan folikel dan pembentukan Analitic Cross Sectional Study. Penelitian estrogen, sehingga akan terjadi pendarahan dilakukan pada bulan April 2016 di SMP yang terjadi pertama kali (menarche) Negeri 2 Kota Palangka Raya. Populasi dalam menunjukan pertumbuhan dan perkembangan penelitian ini adalah siswi SMP kelas VII dan tanda seks sekunder (Manuaba et al., 2009). berdasarkan rumus perhitungan besar sampel minimal diperoleh sampel sebanyak 62 orang. Menarche dini juga dikaitkan dengan Subjek diambil secara systematic random status gizi remaja. Status gizi adalah keadaan sampling. Kriteria inklusi anak dalam yang menggambarkan keseimbangan antara penelitian ini adalah: 1) anak dalam keadaan zat-zat gizi yang diserap oleh tubuh secara sehat; dan 2) komunikatif. Kriteria eksklusi normal yang akan dijadikan energi guna adalah: 1) anak yang tidak hadir pada saat metabolisme tubuh secara menyeluruh. Status penelitian; dan 2) anak tidak mempunyai ibu gizi remaja memengaruhi usia terjadinya (meninggal). Informed consent dimintakan menarche, keluhan – keluhan selama kepada orang tua atau wali dari anak. menarche, dan lamanya hari menarche. Agar menarche tidak menimbulkan keluhan- Jenis dan Cara Pengumpulan Data keluhan, maka diperlukan status gizi yang Penelitian ini meliputi pengumpulan baik. Status gizi yang baik itu adalah apabila data anak yang telah mengalami menarche dan nutrisi yang diperlukan baik protein, lemak, pengumpulan data variabel penelitian. Setiap 57

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015 anak perempuan ditanya oleh peneliti dibantu HASIL oleh guru bimbingan dan konseling (BP) Analisis Univariat apakah telah mengalami menarche. Sampel dalam penelitian ini adalah Variabel dependen adalah Junk food Siswi SMP Negeri 2 Kota Palangka Raya atau makanan yang tinggi kalori/lemak namun kelas VII yang hadir dan bersedia untuk rendah zat gizi lainnya. Data konsumsi junk dilakukan penimbangan dan wawancara yaitu food dikumpulkan dengan cara wawancara sebanyak 62 orang Siswi dari keseluruhan menggunakan semi quantitative food Siswi kelas VII yang berjumlah 186 orang. frequency questionnaire yang telah disiapkan dengan daftar jenis makanan junk food dalam Sebagian besar sampel berusia 12 satu bulan terakhir. Status gizi z-skor Indeks tahun yaitu sebanyak 42 orang 67,7%, sampel Massa Tubuh (IMT) menurut umur (IMT/U). yang berusia 13 tahun yaitu sebanyak 19 orang Tinggi badan diukur dengan microtoise, berat 30,6%, sedangkan sampel yang berusia 14 badan diukur dengan menggunakan timbangan tahun yaitu sebanyak 1 orang 1,7%. digital. Aplikasi AnthroPlus digunakan untuk memperoleh z-skor IMT/U.

Tabel 1 distribusi frekuensi karakteristik sampel, pola konsumsi, status gizi dan usia Siswa SMP Negeri 2 Palangka Raya. Variabel n % Umur :  12 tahun 42 67,7  13 tahun 19 30,6  14 tahun 1 1,7 Pola konsumsi Junk food  Sering 17 19,4  Jarang 45 80,6 Status Gizi  Normal 42 67,7  Gemuk 20 32,3 Usia Menarche  Dini (<12 tahun) 30 48,4  Normal (> 12 tahun) 32 51,6

Konsumsi junk food diperoleh melalui mudah didapat dan siap saji. Kebiasaan wawancara menggunakan semi quantitative mengkonsumsi makanan cepat saji food frequency questionnaire berdasarkan dikarenakan pesatnya perdagangan, industri jenis makanan junk food yang dikonsusmsi pengolahan pangan, jasa dan informasi yang selama sebulan terakhir. Tabel diatas mengubah gaya hidup dan pola konsumsi menunjukan bahwa hasil frekuensi konsusmsi makan masyarakat, terutama di daerah junk food sampel dalam kategori sering (skor perkotaan. Melalui rekayasa ilmu pengetahuan 20 – 35) yaitu sebanyak 12 orang 19,4%, dan teknologi maka selera terhadap produk sedangkan 50 orang 80,6% merupakan teknologi pangan tidak lagi bersifat lokal, kategori jarang (skor < 20). Tingkat tetapi menjadi global, sehingga dalam waktu keseringan mengkonsumsi junk food yang singkat telah diperkenalkan pola makan tinggi pada responden meliputi konsumsi gayafast atau junk food yang populer di makanan-makanan seperti mie instans, sosis, seluruh negara dunia (Baliwati, 2004) fried chicken, dan makanan cepat saji lainnya. Penilaian status gizi berdasarkan z- Tingginya pola konsumsi junk food pada score indek IMT/U. Status gizi berdasarkan remaja dipengaruhi pula oleh pola perilaku nilai z-score IMT/U berkisar antara -1,80 s/d masyarakat yang memilih makanan praktis, 5,70 dengan nilai z-score rata – rata 7,50 (SD 58

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

± 1,6805), selanjutnya distribusi status gizi dengan wawancara dengan mengunakan berdasarkan nilai z-score IMT/U dapat dilihat kuesioner, yang dikategorikan menjadi 2 yaitu pada tabel diatas menunjukan status gizi menarche dini (< 12 tahun) dan tidak normal 42 orang (67,7%), sedangkan kategori menarche dini ( ≥ 12 tahun). Pada table diatas gemuk yaitu sebanyak 20 orang (32,3%). terlihat bahwa sampel yang mengalami Menarche adalah haid pertama yang menarche dini sebanyak 30 orang (48,4%), terjadi, yang merupakan ciri khas kedewasaan sedangkan kategori tidak menarche dini 32 seorang wanita dan tidak hamil. Terjadinya orang (51,6%). menstruasi dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron yang diproduksi di dalam Jenis dan Frekuensi Konsumsi Junk Food indung telur. Indung telur menghasilkan Adapun 10 jenis junk food yang paling estrogen setelah keluarnya darah menstruasi banyak dikonsumsi oleh sampel, dapat dilihat dan progestreron setelah terjadi ovulasi atau pada grafik 1. Junk Food merupakan pelepasan sel telur dari indung telur. Hormon makanan-makanan tersebut tidak memiliki estrogen menyebabkan penebalan selaput nutrisi yang baik untuk tubuh. Masa remaja lendir pada dinding rongga rahim dan selaput lebih suka mengkonsumsi makanan yang lendir ini akan menjadi sembab dibawah sebenarnya termasuk tipe makanan junk food pengaruh progesteron. Bila tidak terjadi (misalnya: soft drink, fast food, makanan kehamilan, kadar kedua hormon ini akan kemasan) (Sulistyoningsih, 2011). Junk food menurun dan menyebabkan selaput lendir diperoleh dengan wawancara konsumsi selama terlepas dari dinding rongga rahim yang sebulan terakhir. Berdasarkan hasil wawancara disertai dengan perdarahan menjadi darah bahwa jenis junk food yang paling banyak menstruasi dikonsumsi oleh sampel dengan kisaran skor Usia menarche adalah usia pertama 26,61-93,09, dapat dilihat pada gambar 1. kali menstruasi. Usia menarche diperoleh

Gambar 1. Jenis Junk Food Yang Sering Dikonsumsi

Berdasarkan grafik diatas, maka dapat permen. Dari 10 jenis junk food tersebut diketahui 10 jenis junk food yang paling diketahui jenis junk foodsnack memiliki banyak dikonsumsi oleh sampel adalah ayam tingkat keseringan dikonsumsi dengan skor goreng, bakso, mie instan, mie ayam, cokelat, 93,09 dengan rata – rata 1,5 (1-2x/hari). nugget, ice cream, gorengan, snack dan

59

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Hubungan Status Gizi dengan Menarche Dini

Berikut hasil uji korelasi koefisien kontingensi hubungan Status Gizi dengan Menarche Dini Analisis Bivariat Pada Siswi SMP Negeri 2 Palangka Raya.

Tabel 2 Hasil analisis koefisien kontingensi hubungan Status Gizi dengan Menarche Dini Siswi SMP Negeri 2 Palangka Raya. Menarche Koefisien Nilai p Dini Normal korelasi (r) Status Gizi Gemuk 15 (75,0%) 5 (25,0%) 0,345 0,004 Normal 15 (35,7%) 27 (64,3%) Total 30 (48,4%) 32 (51,6%)

Berdasarkan uji korelasi koefisien Remaja yang memiliki status gizi kontingensi diperoleh nilai p 0,004 yang lebih akan mengalami menarche di usia menunjukkan nahwa korelasi antara status gizi yang terlalu cepat, sedangkan remaja yang dan menarche bermakna secara statistic. Nilai memiliki status gizi kurang mengalami korelasi sebesar 0,345 menunjukkan korelasi menarche di usia yang terlalu lambat positif dengan kekuatan korelasi yang rendah (Sylvia dan Saftarina, 2013). Selain itu, dan bermakna secara klinis. status gizi remaja wanita juga sangat Status gizi seseorang berkaitan mempengaruhi terjadinya menarche baik dengan asupan yang dikonsumsi orang dari faktor usia terjadinya menarche, tersebut. Seseorang yang mendapatkan adanya keluhan-keluhan selama menarche asupan makanan yang baik tentu akan maupun lamanya hari menarche. mendapatkan status gizi yang baik pula. Seseorang yang mendapat asupan makanan Hubungan Konsumsi Junk Food dengan yang lebih akan mempengaruhi hormon, Menarche Dini yang berperan dalam perkembangan seksualnya seperti hormon progesteron, Berikut hasil uji korelasi koefisien estrogen, FSH dan FH sehingga akan kontingensi Hubungan Konsumsi Junk Food mendapatkan menarche dini. dengan Menarche Dini Pada Siswi SMP Negeri 2 Palangka Raya.

Tabel 3 hasil uji korelasi koefisien kontingensi Hubungan Konsumsi Junk Food dengan Menarche Dini Pada Siswi SMP Negeri 2 Palangka Raya. Menarche Koefisien Nilai p Dini Normal korelasi (r) Konsumsi Sering 13 (76,4%) 4 (23,6%) 0,326 0,007 Junk food Jarang 17 (37,7%) 28 (62,3%) Total 30 (48,4%) 32 (51,6%)

Berdasarkan uji korelasi koefisien korelasi yang rendah dan bermakna secara kontingensi diperoleh nilai p 0,007 yang klinis. menunjukkan nahwa korelasi antara konsumsi Hal tersebut sebagaimana junk food dan menarche bermakna secara dikemukakan oleh Roveny (2011) yang statistic. Nilai korelasi sebesar 0,326 menyatakan bahwa pada remaja putri dengan menunjukkan korelasi positif dengan kekuatan kelebihan nutrisi (kelebihan berat badan), menarche juga terjadi lebih dini. Hal ini 60

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015 dikaitkan dengan kadar leptin yang Uche-Nwachi dkk. (2007), LH merupakan disekresikan oleh kelenjar adiposa. hormon yang dihasilkan oleh kelenjar pituitari Peningkatan kronik dari konsentrasi leptin di di hipofisis anterior dan dapat dijadikan perifer turut memacu peningkatan serum parameter menilai pubertas pada perempuan. Luteinizing Hormone (LH) yang berfungsi Semakin tinggi kadar serum LH maka untuk sekresi estrogen dan progesteron dalam produksi esterogen dan progesteron di ovarium ovarium. Menurut Wilson dkk. (2003) dalam akan meningkat lebih dini dari seharusnya dan berdampak pada tanda-tanda SIMPULAN seks sekunder yang tampak lebih cepat serta Berdasarkan hasil dan pembahasan yang menarche. diperoleh, dapat ditarik kesimpulan bahwa

Selain konsumsi junk food, banyak terdapat hubungan yang bermakna antara faktor yang mempengaruhi usia menarche status gizi (IMT/U) dengan menarche dini. Ini pada remaja yaitu faktor genetik yaitu faktor didapatkan bahwa siswi dengan status gizi bawaan, status gizi, keterpaparan informasi gemuk (overweight) lebih cepat mengalami serta aktifitas fisik. Faktor genetik berperan menstruasi dibandingkan siswi yang berstatus mempengaruhi percepatan dan perlambatan gizi normal. Terdapat hubungan yang menarche yaitu antara usia menarche ibu bermakna antara konsumsi junk food dengan dengan usia menarche putriya. Keterpaparan menarche dini. Serta dapat dikemukkan bahwa media massa orang dewasa yang meliputi siswi yang lebih sering mengkonsumsi junk media cetak, elektronik, dapat mempengaruhi food akan lebih cepat mengalami menarche. timbulnya menarche dini karena dapat memicu organ reproduksi dan genital lebih cepat SARAN matang. Media tersebut menjadikan remaja 1. Bagi pihak sekolah putri lebih cepat dewasa dan apabila remaja Dengan kecenderungan semakin muda usia tersebut tidak mendapatkan pendidikan seks rata-rata menarche, maka perlu diadakan yang baik maka bisa disalahkan pada hal penyuluhan mengenai kesehatan reproduksi negatif seperti seks bebas. Prilaku seksual dan faktor-faktor yang mempengaruhi berbentuk mulai dari ketertarikan dengan menarche pada remaja putri terutama faktor lawan jenis. Perilaku seksual juga yang berhubungan dengan status gizi. mempengaruhi lebih cepat remaja putri pada Sehingga orang tua dapat mengatur asupan hasrat seksualnya yang menyebabkan gizi anaknya agar seimbang. menarche dini (Fajriyanti, 2008). 2. Bagi peneliti selanjutnya Penelitian ini perlu disempurnakan untuk melihat factor-faktor yang lain dengan menambah jumlah sampel dan dengan desain penelitian analitik yang lain.

Anggraeni, A. C. 2012. Asuhan Gizi DAFTAR PUSTAKA Nutritional Care Process. Graha Ilmu. Yogyakarta Adriani, M. dan B. Wirjatmadi. 2012. Peranan Gizi dalam Siklus Kehidupan. Prenadamedia. Astuti, N. D. 2014. Hubungan Frekuensi Jakarta. Konsumsi Fast Food Dan Status Gizi Almatsier, S. S. Soetardjo dan M. Soekatri. Dengan Usia Menarche Dini Pada 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Siswi Sekolah Dasar. Surakarta Kehidupan. PT Gramedia Pustaka Aishah, S. 2011. Hubungan antara Status Gizi Ilmu. Jakarta. dengan Usia Menarche pada siswa Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Shafiyyatul 61

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Bagga, A. 2000. Age At Menarche And s kesdas%202013.pdf (Diakses 4 Secular Trend In Maharashtrian November 2015) (Indian) Girls. Acta Biologica Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010. Kesehatan Szegediensis. Volume 44 (1-4): 53-57. Remaja Problem dan Solusinya. Dahlan, M. 2010. Statitiska Untuk Kedokteran Salemba Medika. Jakarta dan Kesehatan. Jakarta: Salemba Pudiastuti, R. D. 2010. Pentingnya Menjaga Medika. Organ Kewanitaan. Permata Puri Elvira, S. D. 2010. Sindrom Pra-Menstruasi, Media. Jakarta Normalkah?. Balai Penerbit FKUI. Putri, A. K. 2009. Hubungan antara status Jakarta gizi, status menarche ibu, media massa, Fairus, M. dan Prasetyowati, 2011. Gizi dan aktivitas olahraga dengan status Kesehatan Reproduksi. EGC. Jakarta menarche siswi di SMP Islam Al-Azhar Fajriyanti, L. A. 2008. Hubungan Antara Rawamangun. Jakarta Timur. Depok: Status Gizi, Kontak Media Pornografi Universitas Indonesia. dengan Menarche Dini pada Pelajar Putri, R. L. D. dan S. Melaniani. 2013. Madrasah Ibtidaiyah Negri Nanggunga Analisis Faktor Hubungan Usia Kecamatan Prambon Kabupaten Menarche Dini. 2(1) : 42-50 Nganjuk. Skripsi. Universitas Airlangga. Rianti, E. G. A. Tirtawati dan H. Novita. 2012. Surabaya. Faktor – faktor yang berhubungan Fildza, R. S. Muda dan Jemadi. 2014. Analisis dengan risiko kanker payudara wanita. Faktor Yang Berhubungan Dengan Jurnal Health Quality. Vol. 3 No. 1. Kejadian Menarche Pada Siswi Di SMP Jakarta Swasta Harapan 1 dan 2. Medan Riskesdas. 2010. Riset Kesehatan Dasar Heffner, L. J. and D. J. Schust. 2008. At A (RISKESDAS) 2010. Badan Penelitian Glance Sistem Reproduksi Edisi Kedua. dan Pengembangan Kesehatan. Erlangga. Jakarta Kementrian Kesehatan RI. Hasmi. 2012. Metode Penelitian Epidemiologi. Riset Kesehatan Dasar. 2013. CV. Trans Info Medika. Jakarta http://www.depkes.go.id/resources/dow Hidayat, A. 2011. Metode Penelitian nload/general/Hasil%20Riskesdas%202 Kebidanan Teknik Analisis Data. 013.pdf (Diakses Tanggal 4 November Salemba Medika. Jakarta 2015) Istiany, A. dan Rusilanti, 2013. Gizi Terapan. Roveny. 2010. Hubungan Status Nutrisi PT Remaja Rosdakarya. Bandung Dengan Usia Menarche Pada Siswi Kusmiran, E. 2011. Kesehatan Reproduksi SMP dan SMA Ahmad Yani . Remaja Dan Wanita. Salemba Medika. Medan Jakarta Sibagariang, E. E. R. Pusmaika dan Lusiana, N. 2012. Faktor-faktor Yang Rismalinda. 2010. Kesehatan Berhubungan Dengan Usia Menarche Reproduksi Wanita. Trans Info Media. Siswi SMP PGRI Pekan Baru.Pekan Jakarta. Baru Siswianti, Y. A. 2012. Skripsi: Hubungan Marmi. 2013. Gizi dalam Kesehatan Berat Badan, Persen Lemak Tubuh, Reproduksi. Pustaka Pelajar. Status Gizi (IMT)/U, Umur Menarche Yogyakarta Ibu dengan Umur Menarche pada Siswi Manuaba, S. K. D. S. I. A. C. Manuaba. I. B. Di SDN Cikaret 01 Cibinong Kabupaten G. F. Manuaba dan I. B. G. Manuaba. . Depok 2010. Buku Ajar Ginekologi Untuk Soetjiningsih. 2007. Tumbuh Kembang Mahasiswa Kebidanan. EGC. Jakarta. Remaja dan Permasalahannya. Sagung Mitayani dan W. Sartika, 2010. Buku Saku Seto. Jakarta Ilmu Gizi. Trans Info Media. Jakarta Sulistyoningsih, H. 2011. Gizi Untuk Pokok – pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar Kesehatan Ibu dan Anak. Graha Ilmu. Provinsi Kalimantan Tengah. 2013. Yogyakarta http://www.depkes.go.id/resources/do Sukarni, I dan P. Wahyu. 2013. Buku Ajar wnload/general/pokok2%20hasil%20ri Keperawatan Maternitas. Nuha Medika. Yogyakarta 62

JURNAL FORUM KESEHATAN Vol. V No. 2 Agustus 2015

Supariasa, I. D. N. B. Bakri dan I. Fajar. 2001. Penilaian Status Gizi. EGC. Jakarta Susanti, A. V. 2012. Faktor Resiko Kejadian Menarche Dini pada Remaja di SMP N 30 Semarang. Journal of Nutrition College. 1 (1) :386-40. Sylvia & F. Saftarina. 2012. Hubungan Status Gizi dengan Usia Menarche pada Remaja Putri di SMP Negeri 22 . Medical Journal of Lampung University. ISSN 2337-3776 Swariawa, 2012. Pengaruh Status Gizi Anak. www.Jurnaluness.com.(Diakses 6 November 2015) Yuliarti, N. 2009. Women Health & Beauty Panduan Sehat dan Cantik Bagi Wanita. Andi. Yogyakarta Widyastuti, Y. A. Rahmawati dan Y. E. Purnamaningrum. 2009. Kesehatan Reproduksi. Fitramaya. Yogyakarta Winkjosastro, H. 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawihardjo. PT Bina Pustaka. Jakarta Wulansari, N. A. 2012. Hubungan Konsumsi Junk Food Dan Media Informasi Terhadap Menarche Dini Pada Siswi Sekolah Dasar. Surakarta Kivimäki M, Lawlor DA, Smith GD, Elovainio M, Jokela M, KeltikangasJa¨rvinen L, Vahtera J, Taittonen L, Juonala M, Viikari JSA, Raitakari OT. Association of age at menarche with cardiovascular risk factors, vascular structure, and function in adulthood: the Cardiovascular Risk in Young Finns study. Am J Clin Nutr. 2008; 87:1876– 82.

63