Physical and Social Geography ISSN : 2685-5720 Research Journal e-ISSN : 2685-5755 (PSGRJ) | Vol.1 | No.1| 2019

Kajian Spasial Kerentanan Pangan Kabupaten Tengah

Djafar Mey 1) , Jufri Karim 2) , Wa Ode Yusria 3) , La Ode Rustam 4) , Ahmad Iskandar 5) , Fitriani 6)

1 Jurusan Geografi, Universitas Halu Oleo email: [email protected] 2 Jurusan Geografi, Universitas Halu Oleo email: [email protected] 3 Jurusan Agronomi, Universitas Halu Oleo 4 Jurusan Ilmu Tanah, Universitas Halu Oleo 5 Program Studi Pendidikan Geografi, Universitas Sembilanbelas November Kolaka email: [email protected] 6 Jurusan Geografi, Universitas Halu Oleo email: [email protected]

Abstract: This study aims to obtain an overview of areas that have the potential to experience food vulnerability in Central Buton . The three main indicators are used to determine the level of vulnerability of food in Central , namely food availability, accessibility and food utilization. The data from the three indicators were obtained through field observations, interviews, questionnaires, documentation and literature studies. Furthermore, the data were analyzed spatially by the scoring and overlay methods. Furthermore, the data were analyzed spatially with scoring methods and overlays that were run using ArcView software. Based on the results of the analysis, the Central Buton Regency area is divided into two food vulnerability classes, namely not vulnerable and rather vulnerable. The area which is in the rather vulnerable class covers a large part of the Central Buton Regency, which is 63,130.07 ha or 79.1% of the area of Central Buton Regency. Next, the remaining around 20.9% of the Central Buton Regency is included in the class of food insecurity, namely in the Sangia Wambulu District area. This condition is an early warning for the Central Buton District government to take wise steps in overcoming the vulnerability of food in the region.

Keywords: Spatial Study, Food Vulnerability, Central Buton District

1. PENDAHULUAN sedangkan pasokan bahan makanan cenderung meningkat secara aritmatik Pangan merupakan kebutuhan (deret hitung), sehingga dikhawatirkan dasar manusia yang paling hakiki dan hak pada suatu saat akan terjadi krisis pangan asasi bagi setiap individu. Oleh karena itu, dimana jumlah pasokan bahan makanan kebutuhan pangan penduduk merupakan tidak mampu mencukupi kebutuhan hal yang mutlak harus dipenuhi agar pangan manusia. manusia dapat bertahan hidup. Berdasarkan Undang-Undang Permasalahan pangan dari waktu ke waktu Republik Nomor 18 Tahun berlangsung dalam tekanan yang terus 2012 mendefinisikan Ketahanan Pangan meningkat. Salah satu penyebab utamanya sebagai kondisi terpenuhinya pangan adalah pertumbuhan penduduk yang bagi negara sampai dengan selalu meningkat. Pertumbuhan penduduk perseorangan, yang tercermin dari beriringan dengan meningkatnya tersedianya pangan yang cukup, baik permintaan akan pangan sehingga jumlah maupun mutunya, aman, beragam, peningkatan produksi pangan harus bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan bertentangan dengan agama, keyakinan, penduduk. Thomas Robert Malthus tahun dan budaya masyarakat, untuk dapat 1798 dalam Essay on the Principle of hidup sehat, aktif, dan produktif secara Population mengungkapkan sebuah teori berkelanjutan. Sebagai implementasi dari yang dikenal dengan teori Malthus, yaitu UU tersebut, maka salah satu agenda bahwa jumlah penduduk cenderung untuk nawacita Presiden Republik Indonesia meningkat secara geometris (deret ukur), yang disusun adalah mewujudkan April --- 1

Physical and Social Geography ISSN : 2685-5720 Research Journal e-ISSN : 2685-5755 (PSGRJ) | Vol.1 | No.1| 2019 kemandirian ekonomi dengan kepada terciptanya kesejahteraan bagi menggerakkan sektor-sektor strategis masyarakat Kabupaten Buton Tengah. ekonomi domestik melalui upaya Oleh sebab itu, pemerintah kabupaten peningkatan kedaulatan pangan yang sudah mulai melakukan pembangunan tercermin pada kekuatan untuk mengatur daerah dalam berbagai sektor. Dalam masalah pangan secara mandiri, yang sektor pemerintahan, pemerintah mulai perlu didukung dengan: (a) ketahanan membangun gedung-gedung perkantoran. pangan, terutama kemampuan mencukupi Untuk sektor transportasi dimulai dengan pangan dari produksi dalam negeri; (b) pengerasan dan pengaspalan jalan-jalan pengaturan kebijakan pangan yang utama serta pembangunan pelabuhan dirumuskan dan ditentukan oleh bangsa Lianabanggai yang sudah mempengaruhi sendiri; dan (c) mampu melindungi dan aktifitas ekonomi masyarakat karena menyejahterakan pelaku utama pangan, pergerakan barang dan jasa sudah terutama petani dan nelayan. Dalam mengalami perkembangan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Selain pembangunan fisik, pemerintah Nasional 2015-2019, arah kebijakan daerah Kabupaten Buton Tengah juga umum kedaulatan pangan meliputi (a) harus sudah memikirkan kesiapan meningkatnya kesejahteraan pelaku usaha daerahnya dalam menghadapi tantangan pangan, (b) stabilitas harga bahan pangan, global saat ini. Salah satu tantangan global (c) pemantapan ketahanan pangan menuju yang dihadapi oleh Buton Tengah sebagai kemandirian pangan dengan peningkatan DOB adalah adanya fenomena perubahan produksi pangan pokok, dan (4) iklim yang berdampak pada penurunan terjaminnya bahan pangan yang aman dan produksi pangan dunia (Nahib 2013). Hal berkualitas dengan nilai gizi yang ini tentunya akan dirasakan juga oleh meningkat. masyarakat Kabupaten Buton Tengah. Kabupaten Buton Tengah merupakan Pemerintah dan masyarakat Buton Tengah salah satu daerah otonomi baru (DOB) akan dihadapkan dengan masalah yang dimekarkan dari Kabupaten Buton ketahanan pangan daerah yang tentunya berdasarkan Undang-Undang Republik harus disikapi dengan bijak oleh semua Indonesia Nomor 15 Tahun 2014 tentang pihak. Pembentukan Kabupaten Buton Tengah di Ketahanan pangan daerah juga harus Provinsi Tenggara dengan luas menjadi prioritas pemerintah dalam wilayah 958,31 km 2. Kabupaten ini terdiri pembangunan. Hal ini disebabkan karena dari 7 (tujuh) wilayah kecamatan yaitu: ketahanan pangan sangat erat kaitannya Kecamatan Lakudo, Kecamatan dengan ketahanan sosial, stabilitas Mawasangka Timur, Kecamatan ekonomi, stabilitas politik dan keamanan Mawasangka Tengah, Kecamatan atau ketahanan nasional (Suryana, 2001 Mawasangka, Kecamatan Talaga Raya, dan Simatupang et al., 2001 dalam Kecamatan Gu dan Kecamatan Sangia Purwantini et al . 2016). Pemerintah Wambulu (BPS, 2016). Seperti halnya daerah memiliki peran sebagai inisiator, dengan pembentukan DOB lainnya, fasilitator dan regulator dalam pembentukan Kabupaten Buton Tengah pembangunan daerah, termasuk juga bertujuan untuk mendorong pembangunan ketahanan pangan daerah. peningkatan pelayanan dalam bidang Pemerintah harus berupaya memacu pemerintahan, pembangunan, dan pembangunan ketahanan pangan melalui kemasyarakatan, serta dapat memberikan program-program yang benar-benar kemampuan dalam pemanfaatan potensi memperkokoh ketahanan pangan daerah (UU RI No. 15 Tahun 2014). sekaligus meningkatkan kesejahteraan Tujuan ini pada akhirnya akan bermuara masyarakat. 2 --- April

Physical and Social Geography ISSN : 2685-5720 Research Journal e-ISSN : 2685-5755 (PSGRJ) | Vol.1 | No.1| 2019

Dalam rangka pembangunan Kabupaten Buton Tengah dilaksanakan ketahanan pangan, sektor pertanian untuk memperoleh gambaran tentang sebagai kegiatan perekonomian dapat wilayah-wilayah yang berpotensi menjadi andalan potensial dan prioritas mengalami kerentanan pangan. pengembangan bagi daerah yang sedang berkembang seperti Kabupaten Buton 2. METODE PENELITIAN Tengah yang memiliki potensi wilayah 2.1. Pendekatan yang luas. Seiring dengan Untuk mengantisipasi kerentanan perkembangannya sebagai kabupaten pangan perlu diawali dengan pengetahuan yang baru mekar, peningkatan jumlah dan pemahaman atas potensi riil penduduk di Kabupaten Buton Tengah sumberdaya alam yang terkandung dalam juga meningkat yang mengakibatkan wilayah tersebut. Ketersediaan informasi kebutuhan akan lahan juga meningkat tentang sumberdaya alam, kondisi fisik dan tidak hanya untuk lahan pangan tetapi kondisi sosial, ekonomi dan budaya lahan untuk peruntukkan perkantoran dan wilayah akan menjadi basis data bagi fasilitas umum lainnya. Hal ini berdampak rencana penyusunan program kebijakan pada alokasi lahan untuk lahan pertanian dan pembangunan dalam rangka akan berkurang sedangkan kebutuhan pencapaian program ketahanan pangan. pangan semakin meningkat. Kabupaten Berdasarkan kondisi tersebut, maka Buton Tengah memiliki potensi lahan pendekatan yang digunakan dalam pertanian di berbagai wilayah kecamatan, penelitian ini adalah pendekatan spasial baik yang penggunaannya masih dapat (spatial approach ) dengan satuan lahan diintensifikasi maupun ekstensifikasi sebagai unit analisisnya. Pendekatan lahan potensial, merupakan peluang spasial merupakan salah satu pendekatan pengembangan sektor pertanian pada dalam kajian geografi, dimana masa datang untuk menunjang program penekanannya pada bagaimana ruang yang pembangunan ketahanan pangan. satu mempengaruhi ruang lainnya dalam Kabupaten Buton Tengah hal ketersediaan pangan, akses penyediaan mempunyai kondisi wilayah yang pangan dan penghidupan, serta bervariasi, mulai dari dataran rendah pemanfaatan pangan di wilayah Kabupaten sampai berbukit rendah, kondisi hidrologi Buton Tengah. dan kedalaman tanah yang bervariasi pula, menyebabkan kesuburan tanahnya tidak 2.2. Jenis Data merata. Selain itu, kondisi infrastruktur Data yang dikumpulkan terdiri dari wilayah seperti jalan juga belum dua jenis yaitu data primer dan data semuanya teraspal sehingga akan sekunder. Data primer dan sekunder yang menghambat suplai bahan pangan untuk dimaksud adalah data yang terkait dengan sampai pada daerah terpencil. Kondisi ini ketersediaan pangan, akses penyediaan berpotensi menimbulkan kerentanan pangan dan pemanfaatan pangan di pangan pada wilayah tersebut, dan jika hal wilayah Kabupaten Buton Tengah ini tidak diantisipasi lebih awal akan diantaranya meliputi kebijakan, kondisi menimbulkan permasalahan pada masa fisik kawasan studi, kondisi sosial budaya, mendatang. Hingga saat ini karateristik kondisi ekonomi, kondisi pemanfaatan wilayah yang berpotensi untuk ruang eksisting, serta rencana/studi terkait dikembangkan sebagai sentra produksi lainnya. Data yang dikumpulkan pertanian maupun wilayah yang tergantung pada ketersediaan data di berpotensi rawan pangan belum diketahui daerah kajian, yaitu: secara detail. Oleh sebab itu, penelitian a. Peta-peta tematik meliputi: peta Kajian Spasial Kerentanan Pangan adminstrasi, peta geologi, peta lereng, April --- 3

Physical and Social Geography ISSN : 2685-5720 Research Journal e-ISSN : 2685-5755 (PSGRJ) | Vol.1 | No.1| 2019

peta tanah, peta penggunaan lahan, dan naskah laporan penelitian, peta-peta peta RTRW. tematik, ataupun data statistik dalam angka b. Kebijakan, meliputi RTRW (BPS). Penerapan teknik-teknik Kabupaten, RPJM Kabupaten, Renstra pengumpulan data tersebut bergantung Kabupaten dan kebijakan lain yang kepada kebutuhan data yang harus terkait; dikumpulkan. c. Kondisi eksisting terkait luas panen, Kegiatan observasi lapangan dalam produktivitas, diversivikasi produk, penelitian ini adalah untuk mengecek irigasi, teknologi, hama penyakit, kebenaran batas satuan lahan yang telah bencana; kondisi fisik wilayah berupa dibuat dalam peta kerja lapangan (peta aksesibilitas dan ketersediaan sarana satuan lahan), mengidentifikasi kondisi dan prasarana pendukung; fisik lahan terkait persyaratan budidaya d. Kondisi sosial dan budaya, tanaman pangan seperti: kemiringan menyangkut sebaran dan jumlah lereng, kedalaman solum tanah, kondisi penduduk di sekitar kawasan, interaksi batuan di sekitar permukaan tanah, dan penduduk, budaya, adat istiadat, dan identifikasi potensi bencana erosi/longsor isu permasalahan sosial budaya terkait lahan. Selain pengumpulan data fisik ketersediaan pangan, akses pangan dan lahan, juga dikumpulkan data kondisi pemanfaatan pangan. sosial ekonomi, melalui wawancara e. Kondisi ekonomi, menyangkut langsung dengan penduduk maupun pemanfaatan kawasan sebagai basis dengan menggunakan kuisioner terkait ekonomi lokal, keterkaitan ekonomi ketersediaan pangan, akses pangan dan dan skala ekonomi yang memiliki pemanfaatan pangan. keterkaitan ketersediaan pangan, dan data lainnya bersumber dari Badan 2.4. Analisis Data Pusat Statistik yang akan diambil Analisis Data Indikator Kerentanan adalah produksi pangan pokok, jumlah Pangan konsumsi perkapita, jumlah penduduk Analisis data dalam penelitian ini miskin, akses masyarakat terhadap air didasarkan pada 3 (tiga) indikator bersih dan jumlah masyarkat yang kerentanan pangan yaitu ketersediaan dapat mengakses listrik. Data ini yang pangan, akses terhadap pangan dan digunakan untuk menyusun indikator penghidupan, dan pemanfaatan pangan. tingkat kerawanan pangan pada Ketersediaan pangan diukur dari kondisi kecamatan di wilayah Kabupaten fisik lahan terkait dengan kesuburan tanah Buton Tengah. untuk menopang pertumbuhan dan produksi tanaman pangan, dan potensi terjadinya bahaya erosi, serta rasio 2.3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang konsumsi normatif per kapita terhadap digunakan dalam penelitian yaitu observasi ketersediaan bersih padi, jagung, dan lapangan, wawancara langsung, umbi-umbian. Akses terhadap pangan dan penyebaran kuesioner, studi dokumentasi, penghidupan, serta pemanfaatan pangan dan studi literatur. Data yang dikumpulkan diprediksi dari kondisi sosial ekonomi terkait dengan ketersediaan pangan, akses penduduk di wilayah Kabupaten Buton pangan, dan pemanfaatan pangan, baik Tengah. Secara rinci indikator penilaian secara langsung dikumpulkan di penduduk/ terhadap kerentanan pangan, disajikan masyarakat, ataupun dikumpulkan di pada Tabel 1. instansi-instansi pemerintah, baik berupa

4 --- April

Physical and Social Geography ISSN : 2685-5720 Research Journal e-ISSN : 2685-5755 (PSGRJ) | Vol.1 | No.1| 2019

Tabel 1. Indikator Penilaian Terhadap Kerentanan Pangan No. Indikator Kerentanan Pangan Parameter Kerentanan Pangan a) Ketersediaan Pangan Kemiringan lereng/topografi; jenis tanah; dan rasio konsumsi normatif per kapita terhadap ketersediaan bersih serealia dan umbi-umbian (padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar) b) Akses terhadap Pangan & Persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan; Penghidupan Persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung yang memadai; desa yang tidak memiliki pasar dan jarak terdekat ke pasar > 3 km. c) Pemanfaatan Pangan Persentase penduduk yang tidak tamat SD (Sekolah Dasar); Persentase rumah tangga yang tinggal lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan; Persentase rumah tangga yang menggunakan listrik; dan kekurangan gizi pada anak balita. Sumber: Modifikasi dari Susila (2011) dan Badan Ketahanan Pangan (2011) Pola ketersediaan pangan atau rasio Analisis Spasial Kerentanan Pangan ketersediaan pangan mengacu pada Secara teknis proses analisis spasial perhitungan yang dilakukan oleh World kerentanan pangan dilakukan dengan Food Programme (WFP, 2009). Dalam bantuan perangkat lunak Sistem Informasi penelitian ini ketersediaan pangan hanya Geografi (SIG) ArcView dan dilakukan dilihat dari jumlah produksi padi/beras, dengan bantuan ekstensi Geoprocessing jagung dan umbi-umbian yang merupakan karena didalamnya terdapat fasilitas untuk makanan pokok penduduk di Indonesia, overlay . Penghitungan nilai setiap variabel termasuk di Kabupaten Buton Tengah. tingkat kerentanan pangan dilakukan Rasio ketersediaan pangan dihitung dengan cara memberikan skor pada setiap menggunakan persamaan sebagai berikut : parameter kerentanan pangan yaitu ketersediaan pangan, akses terhadap pangan dan penghidupan, serta …………………………………..(1) pemanfaatan pangan, yang secara rinci Dimana: I = rasio ketersediaan pangan; P = sebagaimana disajikan pada Tabel 2. jumlah produksi; tp = jumlah penduduk; dan Cn = konsumsi normatif.

Tabel 2. Skoring Parameter Analisis Kerentanan Pangan No. Indikator Parameter Ranges Skor 1. Ketersediaan Lereng Datar (0-8 %) 1 Pangan Landai (9-15 %) 2 Agak Curam (16-25 %) 3 Curam (26-40 %) 4 Sangat Curam (41-60 %) 5 Ekstrim Curam (>60 %) 6 Jenis Tanah Dystropepts, Tropaquepts 1 Hidraquents 2 Tropudults, Tropudalfs, 3 Haplustalfs Rendolls, Eutropeps 4 Calsiustols 5 Rasio Konsumsi Normatif per > 1,14 1 kapita terhadap ketersediaan 0,09 - ≤ 1,14 3 bersih serealia dan umbi-umbian < 0,09 5 (padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar) April --- 5

Physical and Social Geography ISSN : 2685-5720 Research Journal e-ISSN : 2685-5755 (PSGRJ) | Vol.1 | No.1| 2019

No. Indikator Parameter Ranges Skor 2. Akses Pangan Persentase KK miskin (sejahtera < 20 % 1 dan dan prasejahtera 1) > 20 - 30 % 2 Penghidupan > 30 - 40 % 3 > 40 - 50 % 4 > 50 % 5 Persentase Jalan yang dapat dilalui > = 30 % 1 roda empat (%) 25 % - < 30 % 2 20 % - < 25 % 3 15 % - < 20 % 4 10 % - < 15 % 5 < 10 % 6 Persentase desa yang tidak < 12,5 % 1 memiliki pasar dan jarak terdekat 12,5 % < 25 % 2 ke pasar > 3 km 25 % < 37,5 % 3 37,5 % < 50 % 4 50 % < 62,5 % 5 ≥ 62,5 % 6 3. Pemanfaatan Persentase penduduk yang tidak < 10 % 1 Pangan tamat SD >10 % - 20 % 2 >20 % - 30 % 3 >30 % - 40 % 4 >40 % - 50 % 5 > 50 % 6 Persentase rumah tangga yang < 12,5 % 1 tinggal lebih dari 5 km dari 12,5 % < 25 % 2 fasilitas kesehatan 25 % < 37,5 % 3 37,5 % < 50 % 4 50 % < 62,5 % 5 ≥ 62,5 % 6 Persentase rumah tangga yang ≥ 62,5 % 1 rumahnya menggunakan listrik 50 % < 62,5 % 2 37,5 % < 50 % 3 25 % < 37,5 % 4 12,5 % < 25 % 5 < 12,5 % 6 Persentase jumlah anak balita < 10 % 1 kurang gizi 10 % < 20 2 20 % < 30 % 3 30 % < 40 % 4 40 % < 50 % 5 Sumber: Modifikasi dari Susila (2011) dan Badan Ketahanan Pangan (2011) Kelas kerentanan pangan terhadap yang diinginkan (4 kelas: tidak rentan, suatu wilayah ditentukan dengan cara agak rentan, rentan, dan sangat rentan), menjumlahkan seluruh skor dari setiap dengan menggunakan formula sebagai parameter dibagi dengan jumlah kelas berikut:

Kelas Kerentanan Pangan = ( ∑skor tertinggi - ∑skor terendah ) / 4...... (2)

Berdasarkan perhitungan dengan skornya, menunjukkan semakin tinggi menggunakan formula tersebut di atas kelas kerentanannya, dan semakin rendah diperoleh 4 (empat) kelas kerentanan jumlah skornya, menunjukkan semakin pangan, dimana semakin tinggi jumlah

6 --- April

Physical and Social Geography ISSN : 2685-5720 Research Journal e-ISSN : 2685-5755 (PSGRJ) | Vol.1 | No.1| 2019 rendah kelas kerentanannya. Kriteria di daerah penelitian sebagaimana disajikan kategori tingkat kelas kerentanan pangan pada Tabel 3. Tabel 3. Klasifikasi Kerentanan Pangan No. Kelas Nilai Skor Tingkat Kerentanan 1. Rendah < 21,5 Tidak Rentan 2. Sedang 21,5 – 33,0 Agak Rentan 3. Tinggi > 33,0 – 44,5 Rentan 4. Sangat Tinggi > 44,5 Sangat Rentan Sumber Data: Hasil Analisis Data

3. HASIL DAN PEMBAHASAN berada di wilayah Kecamatan 3.1. Kerentanan Pangan Berdasarkan Mawasangka, Mawasangka Timur, Ketersediaan Pangan Mawasangka Tengah dan Talaga Raya. Berdasarkan hasil analisis spasial Selanjutnya wilayah Kabupaten Buton dengan metode skoring terhadap Tengah yang masuk dalam kelas agak ketersediaan pangan yang terdiri dari tiga rentan berada di wilayah Kecamatan Gu, indikator yaitu jenis tanah, kemiringan Sangia Wambulu, Lakudo, Mawasangka, lereng dan rasio konsumsi normatif Mawasangka Timur, Mawasangka Tengah masyarakat terhadap ketersediaan pangan, dan Talaga Raya. Sedangkan sebaran wilayah Kabupaten Buton Tengah terbagi wilayah yang masuk dalam kelas tidak dalam 3 (tiga) kelas kerentanan pangan rentan di Kabupaten Buton Tengah yaitu tidak rentan, agak rentan dan rentan. bearada juga di wilayah Kecamatan Gu, Ketiga kelas kerentanan pangan tersebut Sangia Wambulu, Lakudo, Mawasangka, tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Mawasangka Timur, Mawasangka Tengah Buton Tengah sebagaimana disajikan dan Talaga Raya. dalam bentuk Peta Ketersediaan Pangan Kondisi ini disebabkan oleh kondisi Kabupaten Buton Tengah pada Gambar 1. tanahnya yang berbatu dan solum tanahnya Berdasarkan Gambar 1, lebih dari yang dangkal sehingga produktivitas separuh wilayah Kabupaten Buton Tengah tanaman pangan yang diusahakan kurang masuk dalam kategori agak rentan yaitu maksimal. Selain itu juga, kondisi lahan sekitar 41.329,91 ha atau 51,80% dari luas yang berlereng curam (≥ 25%) berpotensi wilayah kabupaten. Sedangkan wilayah untuk terjadi erosi. Proses erosi selain Kabupaten Buton Tengah yang masuk membawa tanah, mengalirkan air dalam kategori tidak mengalami permukaan juga akan mengikis dan kerentanan pangan seluas 25.484 ha atau membawa sedimen top soil yang 31,94%. Sisanya sekitar 12.979,9 ha atau mengandung unsur hara segingga 16,26% wilayah Kabupaten Buton Tengah berpotensi menurunkan kesuburan tanah. masuk dalam kelas rentan. Kondisi ini akan mempengaruhi proses Sebaran wilayah Kabupaten Buton penyediaan pangan untuk kebutuhan hidup Tengah yang masuk dalam kelas rentan masyarakat.

April --- 7

Physical and Social Geography ISSN : 2685-5720 Research Journal e-ISSN : 2685-5755 (PSGRJ) | Vol.1 | No.1| 2019

Gambar 1. Peta Ketersediaan Pangan Kabupaten Buton Tengah 3.2. Akses Pangan dan Penghidupan memadai, namun Pemerintah Daerah Analisis indikator akses pangan dan Kabupaten Buton Tengah perlu penghidupan terdiri dari tiga parameter memperhatikan kualitas jalan karena masih yaitu persentase penduduk miskin, banyak terdapat jalan dengan kualitas persentase jalan yang dapat dilalui oleh rendah seperti berbatu ataupun masih kendaraan roda empat dan persentase Desa dalam tahap pengerasan. Jalan-jalan seperti yang tidak memiliki pasar atau jarak ini dapat dilalui roda empat, tetapi waktu terdekat dengan pasar tidak lebih dari 3 tempuhnya akan menjadi sangat lama kilometer. Rata-rata persentase penduduk dibandingkan dengan jalan yang beraspal. miskin di Kabupaten Buton Tengah Dengan kondisi jalan yang baik tentunya sebanyak 11,14%. Kecamatan distribusi pangan akan menjadi lebih cepat Mawasangka merupakan kecamatan dan mudah sehingga ketersediaan pangan dengan persentase penduduk miskin akan terus terjaga. tertinggi yaitu 20,99% dan terendah adalah Persentase Desa yang tidak Kecamatan Sangia Wambulu dengan memiliki pasar dan jarak desa dengan persentase 4,57%. Kondisi ini pasar lebih dari 3 km, persentase rata-rata mengindikasikan bahwa hanya sedikit di Kabupaten Buton Tengah sebanyak masyarakat Kabupaten Buton Tengah yang 43%. Desa-desa di Kecamatan kurang atau bahkan tidak mampu Mawasangka sekitar 60% tidak memiliki memenuhi kebutuhan pangannya sendiri. pasar atau bahkan jaraknya masih lebih Selanjutnya untuk parameter jalan, dari 3 km dari pasar. Kondisi ini akan Kabupaten Buton Tengah sudah memiliki dapat menghabat masyarakat dalam proses akses jalan yang dapat dilalui roda empat mengakses pangan untuk memenuhi lebih dari 80%. Kondisi ini kebutuhan hidupnya. Oleh sebab itu, mengindikasikan bahwa supply bahan alternatif untuk proses penyediaan pangan pangan untuk kebutuhan pangan untuk masyarakat dapat dilakukan dengan memenuhi kebutuhan pokok masyarakat di mengembangkan budidaya tanaman wilayah Kabupaten Buton Tengah cukup 8 --- April

Physical and Social Geography ISSN : 2685-5720 Research Journal e-ISSN : 2685-5755 (PSGRJ) | Vol.1 | No.1| 2019 pangan seperti jagung, ubi kayu dan ubi pelabuhan Kota ke Jembatan jalar. Tolandona, menyebabkan akses Kecamatan Sangia Wambulu dan penyediaan pangan menjadi lancar melalui Talaga Raya 100% desa memiliki pasar jalur laut. Sedangkan untuk Kecamatan atau jarak pasar dengan desa tidak lebih Talaga Raya memiliki jalur transportasi dari 3 km. Jarak desa ke pasar tentunya laut yang lancar dari Kota Baubau, selain akan mempermudah masyarakat dalam itu juga memiliki jalur kapal ferry dari mengakses bahan pangan dari luar karena Mawasangka, Kabaena (Kabupaten pasar merupakan tempat alternatif bagi Bombana) dan Kota Baubau sehingga hal masyarakat desa dalam memperoleh bahan ini akan mempermudah akses penyediaan pangan selain mereka menyediakan bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Selain itu, wilayah Kecamatan masyarakat di Kecamatan Talaga Raya. Sangia Wambulu memiliki jarak yang Secara rinci, peresentase akses pangan dan dekat dengan Kota Baubau, dan memiliki penghidupan disajikan dalam Tabel 4. jalur transportasi laut yang lancer dari

Tabel 4. Persentase Parameter Akses Pangan dan Penghidupan Persentase Desa yang tidak Persentase penduduk miskin Persentase Jalan memiliki pasar dan jarak Kecamatan (PraSejahtera-Sejahtera I) Yang dilalui roda 4 terdekat ke pasar > 3 km (%) (%)* (%)* Gu 14,68 >80 44,04 Sangia Wambulu 4,57 >80 0,00 Lakudo 16,18 >80 30,00 Mawasangka 20,92 >80 60,00 Mawasangka Timur 6,00 >80 33,33 Mawasangka Tengah 7,07 >80 33.33 Talaga Raya 8,55 >80 0,00 Rata-Rata 11,14 >80 43,01 Sumber Data: *Hasil Analisis; Kabupaten Buton Tengah Dalam Angka 2016 Secara umum berdasarkan hasil memanfaatkan pangan untuk analisis spasial dengan metode skoring), kehidupannya. Parameter yang dianalisis kerentanan pangan untuk indikator akses dalam indikator ini terdiri dari persentase pangan dan penghidupan, wilayah penduduk yang tidak tamat SD, persentase Kabupaten Buton Tengah hanya memiliki rumah tangga yang tinggal lebih dari 5 km 2 kelas yaitu tidak rentan dan agak rentan. dari fasilitas kesehatan, persentase rumah Sebagian besar wilayah Kabupaten Buton tangga yang menggunakan listrik PLN dan Tengah merupakan kelas tidak rentan yaitu persentase balita yang kurang gizi. seluas 50.986,28 ha atau 70,2% dari luas Berdasarkan hasil skoring indikator wilayah kabupaten. Sedangkan sisanya pemanfaatan pangan (Lampiran 3), sekitar 29,8% atau 23.807,53 ha masuk menunjukkan bahwa di wilayah Kabupaten dalam kategori agak rentan. Wilayah yang Buton Tengah terdapat 2 kelas kerentanan masuk kategori agak rentan meliputi yaitu kelas tidak rentan terhadap sebagian besar wilayah Kecamatan pemanfaatan pangan sekitar 68,2% dan Mawasangka dan sebagian kecil di wilayah agak rentan terhadap pemanfaatan pangan Kecamatan Mawasangka Timur. sekitar 31,8% dari luas wilayah Kabupaten Buton Tengah. Penilaian ini didasarkan 3.3. Pemanfaatan Pangan pada persentase indikator pemanfaatan Pemanfaatan pangan merupakan pangan masing-masing parameter, indikator kerentanan pangan yang sebagaimana disajikan dalam Tabel 3.2. mengukur pemahaman masyarakat dalam April --- 9

Physical and Social Geography ISSN : 2685-5720 Research Journal e-ISSN : 2685-5755 (PSGRJ) | Vol.1 | No.1| 2019

Bedasarkan hasil kuisioner, rata- persentase untuk parameter ini adalah rata lebih dari 50% penduduk Kabupaten 3,33%, dimana Kecamatan Gu dan Buton Tengah tidak tamat SD. Hal ini Mawasangka memiliki persentase masing- mengindikasikan bahwa mayoritas masing 10% dan 13,33%. Sedangkan pemahaman masyarakat terhadap manfaat rumah tangga di kecamatan lainya rata-rata akan pangan, seperti kandungan gizi dan tinggal dekat dengan fasilitas kesehatan. keamanan pangan yang dikonsumsi oleh Apabila masyarakat berdomisili dekat penduduk belum optimal. Kondisi inilah dengan fasilitas kesehatan, maka mereka yang menyebabkan penduduk masih belum akan lebih mudah memperoleh informasi- memanfaatkan pangan secara optimal. informasi berkaitan dengan jenis-jenis Hasil ini bertolak belakang dengan pangan yang bergizi untuk dikonsumsi persentase rumah tangga yang tinggal lebih sehingga dapat meningkatkan kesehatan dari 5 km dari fasilitas kesehatan. Rata-rata mereka (Tabel 5).

Tabel 5. Persentase Parameter Pemanfaatan Pangan Pesentase Persentase RT yang Persentase RT Persentase penduduk yang tinggal > 5 km dari yang menggunakan Balita Kecamatan tidak tamat SD fasilitas kesehatan listrik Kurang Gizi (%)* (%)* (%) (%) Gu 57,89 10,00 40,27 0,29 Sangia Wambulu 60,00 0,00 92,50 0,00 Lakudo 70,73 0,00 81,50 0,06 Mawasangka 66,13 13,33 87,78 0,35 Mawasangka Timur 70,83 0,00 47,45 0,12 Mawasangka Tengah 76,47 0,00 44,72 0,12 Talaga Raya 92,86 0,00 64,22 0,00 Rata-Rata 70,70 3,33 65,49 0,13 Sumber Data: Kabupaten Buton Tengah dalam Angka 2016; * Hasil Analisis, 2017 4.4. Kerentanan Pangan di Kabupaten Penggunaan listrik PLN bersarkan Buton Tengah data BPS, lebih dari 80% rumah tangga di Berdasarkan hasil analisis spasial Kecamatan Sangia Wambulu, Lakudo dan metode skoring yang merupakan gabungan Mawasangka sudah menggunakan listrik jumlah skoring dari ketiga indikator PLN. Kecamatan Sangia Wambulu kerentanan pangan yaitu ketersediaan memiliki persentase tertinggi yaitu 92,5%, pangan, akses pangan dan penghidupan, sedangkan yang terendah adalah serta pemanfaatan pangan, menunjukkan Kecamatan Gu yaitu sekitar 40,27%. bahwa wilayah Kabupaten Buton Tengah Tingginya persentase rumah tangga yang terbagi dalam 2 (dua) kelas kerentanan telah menggunakan listrik, maka peluang pangan yaitu: tidak rentan pangan dan agak mereka untuk memperoleh informasi rentan pangan. Dari 2 kelas tersebut, melalui media elektronik dapat lebih sebagian besar wilayah Kabupaten Buton mudah. Sedangkan rata-rata persentase Tengah atau sekitar 79,1% (63.130,07 ha) balita yang kurang gizi masih dibawah 1%. merupakan wilayah dengan kelas Persentase ini mengindikasikan bahwa kerentanan agak rentan. Hal ini kebutuhan pangan atau gizi untuk balita di mengindikasikan bahwa perlu menjadi Kabupaten Buton Tengah masih cukup perhatian bagi seluruh stake holder di memadai sehingga angka balita kurang gizi Kabupaten Buton Tengah agar pada masa atau bahkan gizi buruk masih sangat yang akan datang dapat terhindar dari rendah. kerentanan pangan, yang akan berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Kabupaten Buton Tengah. 10 --- April

Physical and Social Geography ISSN : 2685-5720 Research Journal e-ISSN : 2685-5755 (PSGRJ) | Vol.1 | No.1| 2019

Sebaran wilayah yang masuk dalam kelas sebagaimana disajikan dalam bentuk Peta tidak tentan dan agak rentan di wilayah Kerentanan Pangan pada Gambar 2. Kabupaten Buton Tengah secara rinci .

Gambar 2 . Peta Kerentanan Pangan Kabupaten Buton Tengah

Wilayah yang masuk dalam 5. KESIMPULAN kategori agak rentan tersebut tersebar di Berdasarkan hasil analisis spasial hampir seluruh wilayah kecamatan, kecuali yang didasarkan pada indikator Sangia Wambulu yang seluruh wilayahnya ketersediaan, aksesibiltas dan pemanfaatan masuk dalam kategori tidak rentan. pangan, di wilayah Kabupaten Buton Wilayah Kecamatan Sangia Wambulu Tengah terbagi dalam dua kelas kerentanan merupakan daerah yang tidak rentan yaitu tidak rentan dan agak rentan. karena seluruh parameter kerentanan Wilayah yang masuk dalam kelas agak pangan di Kecamatan Sangia Wambulu rentan meliputi sebagian besar wilayah memiliki total skor yang relatif rendah (≤ Kabupaten Buton Tengah yaitu seluas 20). Total skor ini didukung oleh nilai 63.130,07 hektar atau 79,1% dari luas setiap parameter yang rata-rata hanya wilayah Kabupaten Buton Tengah. berkisar 1 sampai 3, kecuali skor Sedangkan sisanya sekitar 20,9% wilayah parameter penduduk yang tidak tamat SD Kabupaten Buton Tengah masuk dalam yang memiliki skor maksimum yaitu 6. kelas tidak rentan pangan, yaitu di wilayah Selain itu, letak Kecamatan Sangia Kecamatan Sangia Wambulu. Kondisi ini Wambulu yang dekat dengan Kota Baubau merupakan peringatan dini bagi dengan akses transportasi laut yang lancar, pemerintah Kabupaten Buton Tengah menjadikan Kecamatan Sangia Wambulu untuk mengambil langkah-langkah yang mudah untuk memperoleh pasokan pangan bijak dalam mengatasi kerentanan pangan dari Kota Baubau. di wilayah tersebut.

April --- 11

Physical and Social Geography ISSN : 2685-5720 Research Journal e-ISSN : 2685-5755 (PSGRJ) | Vol.1 | No.1| 2019

REFERENSI Pangan Wilayah Dalam Perspektif Badan Ketahanan Pangan. 2011. Analisis Desentralisasi Pembangunan Situasi Akses Pangan Pedesaan Susila, A.R., 2011. Analisis Provinsi Sumatera Utara . Badan Sebaran Kemiskinan dan Faktor Ketahanan Pangan Provinsi Penyebab Kemiskinan di Sumatera Utara. Medan. Kabupaten Lebak [Tesis]. Sekolah Badan Pusat Statistik Kabupaten Buton, Pascasarjana. Institut Pertanian 2016. Statistik Daerah Kabupaten Bogor. Bogor. Buton Tengah 2016 . Undang-Undang Republik Indonesia Nahib, I., 2013. Analisis Spasial Sebaran Nomor 15 Tahun 2014 tentang Ketahanan Pangan Di Kabupaten Pembentukan Kabupaten Buton Lebak, Provinsi Banten. Jurnal Tengah di Provinsi Sulawesi Ilmiah Geomatika. Volume 19, No. Tenggara. Lembaran Negara 2, 113-119. Republik Indonesia Nomor 5.562. Purwantini, T. B., Ariani, M., dan Marisa, Undang-Undang Republik Indonesia Y., 2016. Analisis Kerawanan Nomor 18 Tahun 2012 tentang (Kasus Provinsi Nusa Tenggara Pangan. Lembaran Negara Timur) . Pusat Analisis Sosial Republik Indonesia Tahun 2012 Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Nomor 227. Bogor. .

12 --- April