PANDANGAN AL-QUR’AN TENTANG HOMOSEKSUALITAS (KAJIAN TAFSIR TEMATIK)
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh: Siti Maimunah 11140340000242
PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M/1439 H
ABSTRAK
SITI MAIMUNAH (11140340000242) Pandangan Al-Qur’an tentang Homoseksualitas (Kajian Tafsir Tematik) Perilaku penyimpangan seks seperti Homoseksual (Gay) menurut beberapa sumber menunjukkan kecendrungan yang terus menerus meningkat jumlahnya. Dalam agama Islam, perilaku homoseksual dan aktivitas seksualnya telah tercantum dengan jelas di dalam Al-Qur’an, bahwa homoseksual merupakan perbuatan yang melampaui batas. Namun, masalah yang berkaitan dengan homoseksual tampaknya tidak pernah habis untuk diperbincangkan bahkan semakin marak terjadi di semua kalangan. Padahal perilaku tersebut sangat diharamkan di dalam Al-Qur’an dan sudah jelas terbukti pada kisah Nabi Luth. Tetapi mengapa masih banyak sekali orang-orang di muka bumi yang melakukan perbuatan homo tersebut. Pada penulisan skripsi ini, penulis fokus terhadap ayat-ayat yang berkaitan dengan homoseksual, kemudian dari ayat-ayat yang sudah dikumpulkan bisa diketahui apakah makna tersirat di dalamnya, kemudian penulis menggunakan metode kualitatif dengan menganalisis dan mendeskripsikan. Bentuk penelitian ini menggunakan metode kepustakaan (library research). Menjawab permasalahan yang ada dengan merujuk pada beberapa kitab-kitab tafsir saja yang berasal dari tafsir pada masa klasik maupun kontemporer, dan merujuk pada buku-buku, artikel, skipsi, kamus, maupun jurnal yang berkaitan dengan judul tersebut. Tujuan dari penelitian ini untuk menjelaskan bagaimana penafsiran para mufassir mengenai ayat-ayat yang berkaitan dengan homoseksual dan bagaimana kecaman Al-Qur’an terhadap kaum homoseksual. Sehingga dapat memberikan gambaran dan dampak bagi para pelakunya agar mereka dapat segera menjauhi perbuatan terlarang itu. Setidaknya mereka dapat mengerti dan mengetahui apa dampak negatif dari perbuatan homoseksual. Salah satu dampak negatifnya seperti dapat dikucilkan oleh orang lain dan menjadi bahan omongan di kalangan masyrakat, dan mungkin saja dapat tertular penyakit yang sangat berbahaya dan sulit untuk disembuhkan (HIV/AIDS).
Kata Kunci: Gay, Homoseksual, LGBT
i
KATA PENGANTAR
Bismillāhirrahmānirrahīm Assalamu‘alaikum Warahmatullaah Wabarakātuh
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, yang telah memberikan kesempatan, nikmat iman, nikmat jasmani, rohani, kemudahan, kesehatan, rahmat, kesabaran, kasih sayang-Nya Yang Maha Luas dan Maha Besar, berkat pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan sebaik mungkin. Shalawat dan salam tak lupa saya haturkan kepada junjungan Nabi besar
Muhammad SAW, yang telah mengubah zaman dari zaman jahiliyah menuju zaman islamiyah, terang benderang menuju Islam yang rahmatan lil ‘alamin.
Beliaulah Nabi akhir zaman yang telah memberikan cahaya di atas cahaya, manusia paling sempurna, dan petunjuk jalan yang benar dan abadi kepada umat Islam untuk pedoman hidup, serta do’an untuk para keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Alhamdulillaah, berkat inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi merupakan salah satu tugas akhir yang harus dikerjakan oleh setiap mahasiswa/wi untuk mendapatkan gelar sarjana (S-1), yang disusun dengan berbagai sumber-sumber dari karya-karya orang yang sesuai dengan judul skripsi tersebut. Kepada beliau-beliau semua, penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.
Penulisan skripsi ini tidak akan bisa selesai tanpa bantuan, dukungan, motivasi, dorongan, dan support dari berbagai pihak dan orang-orang terdekat saya.
Maka dari itu, pada kesempatan ini saya ucapkan terima kasih dan peng-apresiasi-
ii an yang terbaik dan setinggi-tingginya kepada mereka semua yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Terlebih dahulu saya ucapkan terima kasih dan doa yang selalu dipanjatkan untuk mereka, yaitu kepada Ibunda tercinta, Ustazah Dra Yulia dan Ayah tercinta,
Fathullah. Dengan ketegasan, kedisiplinan, kasih sayang, dan keuletan Ayah, penulis dapat menggunakan waktu dengan sebaik mungkin dan disiplin. Begitupula dengan kesabaran, kelembutan, dan kasih sayang Mama, penulis banyak bersabar dalam menulis skripsi ini. Banyak pelajaran hidup yang telah penulis dapati dari mereka, arahan yang baik, dan contoh yang patut diaplikasikan. Semoga Allah senantiasa mengampuni dosa-dosanya, selalu mempermudah urusan dan rezeki mereka, dan selalu dalam lindungan dan keselamatan-Nya, Aamiin Yaa Robbal
‘Alamiin.
Selanjutnya, saya menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, selaku Rektor UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Masri Mansoer, MA, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Lilik Ummi Kaltsum, MA, selaku ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an
dan Tafsir Fakultas Ushuluddin yang telah menyetujui proposal skripsi
penulis dan Ibu Dra. Banun Binaningrum, M.Pd, selaku sekretaris
Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir. Serta seluruh dosen dan staff
akademik Fakultas Ushuluddin, khusunya Jurusan Ilmu al-Qur’an dan
Tafsir yang telah meluangkan waktu dan tenaganya, berbagi ilmu dan
iii
pengalaman yang bermanfaat kepada penulis. Semoga amal kebaikan
selalu mengalir kepada mereka semua. Jazakumullaah khairan jazaa.
4. Bapak Ahmad Rifqi Muchtar, MA, selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan arahan, gambaran, saran dan penjelasan yang
sistematis dan membangun kepada penulis. Selalu meluangkan
waktunya untuk mahasiswa bimbingannya. Mohon maaf yang sedalam-
dalamnya, jika selama proses bimbingan berlangsung, banyak kesalahan
kata maupun sikap yang kurang berkenan. Semoga Bapak senantiasa
diberikan kesehatan dan kemudahan dalam setiap langkahnya, Amiin.
5. Bapak Maulana, M.Ag, selaku dosen penasehat akademik yang telah
meluangkan waktunya kepada penulis terkait Kuliah Kerja Nyata
(KKN) dan konsultasi judul skripsi. Semoga Bapak senantiasa diberikan
kesehatan, Amiin.
6. Kepada kakak-kakak kandung tercinta dan tersayang, Ahmad
Akbarullah, Fitri Harni Setia, Falia Anughraini, dan Ahmad Izzuddin
serta adik tercinta Achmad Syauqi Jindan yang senantiasa memberikan
ketenangan, kesemangatan, dan keceriaan ketika penulis sudah mulai
jenuh. Semoga mereka senantiasa dimudahkan dalam segala urusannya
dan berguna untuk dunia akhirat, Amiin.
7. Kepada sahabat-sahabat penulis, Tantri Setyo Ningrum, Dwi Nurul
Aini, Faizah Mahda, Indah Fauziah, Mulqi Yagiasa Ulfah, Fradhita
Sholihah, Mia Arlitawati, Khulaimah Musyfiqah serta seluruh teman
Kelas TH G, semoga Allah lancarkan segala urusannya dan diberikan
kesemangatan dalam setiap langkahnya.
iv
8. Teman-teman seperjuangan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir Angkatan 2014.
Mereka sudah penulis anggap seperti keluarga sendiri, karena mereka
yang selalu menemani penulis selama perkuliahan ini. Terimakasih
semuanya, semoga tetap dan selalu terjalin silaturahminya, dan semoga
Allah memberikan petunjuk di setiap urusan mereka.
9. Teman-teman KKN Semut Merah 102 UIN Jakarta, satu bulan bersama
mereka dalam mengabdi kepada masyarakat, meski dari arah yang
berbeda. Terimakasih untuk semuanya. Semoga selalu terjalin
silaturahmi.
10. Segenap pimpinan dan karyawan perpustakaan-perpustakaan yang telah
penulis kunjungi, baik yang berada di UIN Jakarta maupun yang di luar
UIN yang telah melayani penulis dalam mempergunakan referensi-
referensi dari buku-buku, literatur, artikel, dan skripsi selama penulisan
skripsi berlangsung.
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
Pedoman transliterasi ini mengacu pada pedoman alih aksara versi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sesuai keputusan rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta nomor: 507 tahun 2017 tentang pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 1. Padanan Aksara Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf Huruf Keterangan Arab Latin
Tidak dilambangkan ا
B Be ب
T Te ت
Ts te dan es ث
J Je ج
H h dengan garis bawah ح
Kh ka dan ha خ
D De د
Dz de dan zet ذ
R Er ر
Z Zet ز
S Es س
Sy es dan ye ش
S es dengan garis di bawah ص
vi
ḏ de dengan garis bawah ض
ṯ te dengan garis bawah ط
ẕ zet dengan garis bawah ظ
Koma terbalik di atas hadap kanan ‘ ع
Gh ge dan ha غ
F Ef ف
Q Ki ق
K Ka ك
L El ل
M Em م
N En ن
W We و
H Ha ھ
Apostrof ` ء
Y Ye ي
2. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
A Fathah ـــَ
vii
I Kasrah ـــَ
U Damah ـــَ
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
Ai a dan i ـــ َي
Au a dan u ـــ َو
3. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
 a dengan topi di atas ــ ا
Î i dengan topi di atas ـــ يَ
Û u dengan topi di atas ـــ وَ
viii
4. Kata Sandang Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /l/, baik diikuti huruf syamsiyah maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar-rijâl, al-dîwân bukan ad-dîwân.
5. Syaddah (Tasydîd) Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan ( ـــَ ) sebuah tanda menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata sandang -tidak ditulis ad ( الضرورة ) yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah. Misalnya, kata darûrah melainkan al-darûrah, demikian seterusnya.
6. Ta Marbûtah Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marbûtah tersebut diikuti oleh kata sifat (na‘t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbûtah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
Tarîqah طریقة 1
al-jâmî’ah al-islâmiyyah الجامعة اإلسالمیة 2
wahdat al-wujûd وحدةَالوجود 3
7. Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI), antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain.
ix
Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abû Hâmid al-Ghazâlî bukan Abû Hâmid Al-Ghazâlî, al-Kindi bukan Al- Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EBI sebetulnya juga dapat diterapkan dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânî; Nuruddin al-Raniri, tidak Nûr al-Dîn al-Rânîrî.
8. Cara Penulisan Kata Setiap kata, baik kata kerja (fi‘l), kata benda (ism), maupun huruf (harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas: Kata Arab Alih Aksara
dzahaba al-ustâdzu ذ ھ بَ األ ست اذَ
tsabata al-ajru ث ب تَاأل ج رَ
al-harakah al-‘asriyyah ال حر كةَالع ص رَیَ ة
asyhadu an lâ ilâha illâ Allâh أش ھد َأ نَال َإ لهَ َإ ال َهلل
Maulânâ Malik al-Sâlih م وال ن اَم ل كَالص الح
yu’atstsirukum Allâh یَ ؤث ر ك مََهلل
al-mazâhir al-‘aqliyyah المظ اھر الع ق لی ة
Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka. Namaَ َ.orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu dialihaksarakan
x
Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nûr Khâlis Majîd; Mohamad Roem, bukanَ Muhammad Rûm; Fazlur Rahman, bukan Fadl al-Rahmân.
xi
DAFTAR ISI LEMBAR JUDUL ...... LEMBAR PERNYATAAN ...... LEMBAR PERSETUJUAN ...... LEMBAR PENGESAHAN ...... ABSTRAK ...... i KATA PENGANTAR ...... ii PEDOMAN TRANSLITERASI ...... vi DAFTAR ISI ...... xii BAB I PENDAHULUAN ...... 1 A. Latar Belakang Masalah ...... 1 B. Identifikasi Masalah ...... 6 C. Pembatasan dan Perumusan Masalah...... 8 D. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ...... 6 E. Tinjauan Pustaka ...... 9 F. Metode Penelitian ...... 11 G. Sistematika Penulisan ...... 13
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HOMOSEKSUAL ...... 15 A. Pengertian Homoseksual ...... 15 B. Sejarah Homoseksual ...... 19 C. Bentuk-bentuk Perilaku Homoseksual ...... 24 D. Aturan Hubungan Seksual ...... 28 BAB III AYAT-AYAT TENTANG HOMOSEKSUAL ...... 42 A. Al-A’rāf [7]: 80-84 ...... 42 B. Hūd [11]: 77-83 ...... 45 C. Al-Hijr [15]:71-79 ...... 54 D. Asy-Syu’arā [26]: 165-173 ...... 57 E. An-Naml [27]: 54-55 ...... 61 F. Al-Ankabūt [29]: 28-30...... 64 G. Adz-Dzāriyāt [51]: 31-37 ...... 67 H. Al-Qamar [54]: 33-40 ...... 71 BAB IV HOMOSEKSUAL PERSPEKTIF AL-QUR’AN ...... 75 A. Homoseksual Sebagai Kemungkaran ...... 75 B. Homoseksual Sebagai Perbuatan “Fāhisyah” ...... 78 C. Pelaku Homoseksual Merupakan Manusia yang Tidak Suci ...... 84 D. Kecaman Al-Qur’an terhadap Kaum Homoseks...... 91 BAB V PENUTUP ...... 97
xii
A. Kesimpulan ...... 97 B. Saran ...... 98 DAFTAR PUSTAKA ...... 99
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an diturunkan kepada manusia sebagai pedoman. Diantaranya pernikahan antar lawan jenis, laki-laki dengan perempuan, tidak semata untuk memenuhi hasrat biologis namun sebagai ikatan suci untuk menciptakan ketenangan hidup dengan membentuk keluarga sakinah dan mengembangkan keturunan umat manusia yang berakhlak mulia. Perkawinan yang dilakukan kaum homoseksual dan lesbian tidak akan menghasilkan anak. Selain itu akan mengancam kepunahan generasi manusia. Melakukan seks sesama jenis semata-mata untuk menyalurkan kepusan nafsu syahwat yang menyimpang.1
Seks adalah salah satu potensi terbesar yang diberikan Tuhan kepada manusia. Potensi itulah yang dapat menjadikan manusia dapat berhubungan seks dan melahirkan keturunan. Dengan potensi seks tersebut, kelestarian hidup manusia terjaga. Secanggih apapun teknologi perkembangbiakkan diciptakan tidak akan dapat mengalahkan proses reproduksi manusia secara alamiah melalui hubungan seks yang normal antara pria dan wanita. Seluruh agama telah menetapkan ketentuan pernikahan yang sah agar sakralitas hubungan seks terjamin legalitasnya. Allah Swt melarang seluruh perilaku yang menyimpang karena menyimpan beberapa hikmah yang apabila direnungkan sangat banyak manfaatnya bagi manusia. Namun, sikap dan perilaku manusia yang selalu
1 Mukti Ali, “Agama-agama di dunia”, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Pres), h.55
1
2
mencari alasan sehingga menolak informasi-informasi dari Allah menyebabkan
munculnya berbagai penyakit AIDS, penyakit kelamin dan sebagainya.2
Allah Swt telah berfirman didalam Al Qur’an surat Al Hujurāt (49) ayat
13:
َ َ و َ َ ۚ َ َ َ ٰيَٓأُّيهَأااَنَّساا إ َنساّ أَلقأٰنّٰ إم مَّذَكأأر أَأنإَىأ ٰ أَأأعألٰقّٰ إمٰم إَعلًإ وا أَأأبهآأِل أ ََأعهأل أافوهإًٓن َإَن ساَّنأ ٰرَأ أَّ إمٰمَِ أََّللَ َ َ َ نأٰتهأنٰى إمٰمَإَن ساَّللأ أَِق ٌيمَ ألآريٌَ﴿نحلج نت:٣١ “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari jenis laki- laki dan perempuan, dan telah menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal”. (QS. Al Hujurāt/49: 13).
Ayat tersebut menjelaskan kepada kita bahwa sesungguhnya manusia
itu telah diciptakan dalam dua jenis, yakni laki-laki dan perempuan. Penciptaan
manusia dalam jenis laki-laki dan perempuan ini, tentunya memiliki alasan dan
tujuan sendiri, yaitu agar manusia dapat mempertahankan spesiesnya di muka
bumi ini, melalui keturunan-keturunan yang membuat manusia berkembang,
membangun peradaban dan komunitas berdasarkan demografi, kepercayaan,
ideologi dan lain sebagainya. Hal inilah yang semakin menjadikan manusia
sebagai makhluk yang unik dan menarik untuk dipelajari, disamping keunikan
akan perbedaan manusia itu sendiri.3
Di era sekarang ini sangat marak sekali kaum homoseksual yang terjadi
di dalam masyarakat, baik masyarakat Indonesia maupun masyarakat di luar
Indonesia. Mereka pada saat ini sudah tidak malu-malu dan sembunyi-
2 Ustman ath-Thawil, Ajaran Islam Tentang Fenomena Seksual, penerjemah Saefuddin Zuhri (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997), h. 68-74. 3 Mukti Ali, “Agama-agama di dunia”, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Pres), h.56. 3
sembunyi untuk melakukan hubungan mereka. Lesbian dan Gay telah mengukir
sejarah tersendiri dalam perjalanan umat manusia. Sejarah mengatakan bahwa
seks sesama jenis pada zaman dahulu memang ada dan menjadi salah satu
bagian dari pola seks manusia. Berbagai kitab suci seperti Al-Qur’an, Injil, dan
Taurat telah menjelaskan tentang kaum Nabi Luth AS.4 Maraknya homoseks
tidak hanya pada sejarah terdahulu, melainkan pada era modern ini terdapat
banyak hubungan yang tidak seharusnya terjadi.5
Abu Abdillah Adz-Dzahābi Rahimahullah dalam kitabnya “Al-Kabāir”
telah memasukkan homoseks sebagai dosa yang besar dan beliau berkata:
“Sungguh Allah telah menyebutkan kepada kita kisah kaum Luth dalam
beberapa tempat dalam al-Qurán Al-‘Azīz, Allah telah membinasakan mereka
akibat perbuatan keji mereka. Kaum muslimin dan selain mereka dari kalangan
pemeluk agama yang ada, bersepakat bahwa homoseks termasuk dosa besar.
Hal ini ditunjukkan bagaimana Allah menghukum kaum Nabi Luth yang
melakukan penyimpangan dengan azab yang sangat besar dan dahsyat,
membalikkan tanah tempat tinggal mereka, dan di akhiri hujanan batu yang
membungihanguskan mereka.6 Sebagaimana dijelaskan dalam surah al-Hijr
ayat 74:
َ َ َ َ َ َ َ وأ أجألٰقّاأ أَِاَأيهأا أاَساوقأأا أاَأنأّٰطأٰ أّ أَِقأٰياٰمَح أج أافوةَّ ٰذَس جٰيو َ
4 Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Pendidikan Kedokteran (Ciputat: UIN Jakarta Pres, 2004), h. 345. 5 Adian Husaini, LGBT di Indonesia: Perkembangan dan Solusinya. Jakarta: INSIST (Instute for the Study of Islamic Thought and Civilization), 2015, h.98. 6 Al-Imam Abu Abdillah Adz-Dzahabi Rahimahullah “Al-Kabair”, h.40 4
“Maka Kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras.” (Al-Hijr/15: 74)
Topik yang diangkat pada pembahasan skripsi ini sudah menjadi permasalahan yang melekat pada diri manusia sejak awal penciptaannya.
Dimulai pada penciptaan Nabi Adam yang disusul oleh kehadiran Siti Hawa.
Ketika pertama kali tercipta, hal mendasar yang mereka lakukan adalah mencari dedaunan untuk menutup aurat mereka masing-masing. Sehingga memperkecil kemungkinan untuk terjadi perzinahan. Walaupun tujuan utama mereka melakukan itu adalah guna menutupi kemaluan atau aurat mereka. Akan tetapi, esensi dari penutupan aurat tersebut adalah menghindari terjadinya nafsu seksual yang dilarang oleh Allah Swt. Hal tersebut membuktikan bahwa secara naluriah atau kodrati, manusia memiliki rasa etika dan estetika dalam menyikapi anugrah yang telah diberikan Allah Swt dalam wujud nafsu birahi maupun bentuk fisik anatomi tubuh manusia itu sendiri. Namun demikan, yang terjadi pada dasawarsa dan masa modern terakhir di Indonesia maupun dunia internasional dalam menyikapi nafsu seksual tersebut berbalik 180 dari peristiwa empiris pada Nabi Adam AS dan Siti Hawa seperti yang disebut di atas.
Para wanita tidak merasa malu lagi ketika berpakaian minim dan para pria tidak lagi merasa ragu-ragu atas menggunakan jasa prostitusi. Bahkan, apa yang terjadi pada kaum Sodom (umat Nabi Luth) yakni homoseksualitas (baik gay maupun lesbian), sudah menjadi hal yang biasa. Luar biasa anehnya lagi, di negara Belanda, Homoseksual sudah menjadi budaya mereka dengan 5
dikeluarkannya hukum politik atas perkawinan antara para kaum gay atau
lesbian.
Homoseksual (liwath)7 merupakan perbuatan asusila yang sangat
terkutuk dan menunjukkan pelakunya seorang yang mengalami penyimpangan
psikologis dan tidak normal. Berbicara tentang homoseksual di negara-negara
maju, maka kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Di negara-negara
tersebut kegiatannya sudah dilegalkan. Yang lebih menyedihkan lagi, bahwa
virus ini ternyata juga telah mewabah di negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia.
Ibn al-Qayyim di dalam bukunya, ad-Dā wa ad-Dawā. Dalam istilah
Islam, homoseksual lebih dikenal dengan nama “al-Liwāth” yang diambil dari
kata “Lūth” nama seorang Nabi Allah. Mengapa dinisbatkan kepada Nabi Allah
tersebut? Sebab perbuatan semacam itu dilakukan oleh kaumnya. (kadang juga
disebut dengan sodomi, dari nama negeri kaum Nabi Lūth)
Dampak negatif yang ditimbulkan perbuatan Liwath (Homoseksual),
sebagaimana perkataan Jumhur Ulama, ijma’ dari para sahabat mengatakan,
“Tidak ada satu dari perbuatan maksiat pun yang kerusakannya lebih besar
dibanding perbuatan homoseksual. Bahkan dosanya berada persis di bawah
tingkatan kekufuran bahkan lebih besar dari kerusakan yang ditimbulkan
tindakan pembunuhan.
7 Istilah liwat dan sodomi merupakan nama lain dari homoseksual. Lihat Muhammad bin Ibrahim Az-Zulfi, Bahaya HomoSeksual Terhadap Kehidupan Manusia (Jakarta: Mizan Publika, 2005), h. 6. 6
Allah Swt tidak pernah menguji dengan ujian yang seberat ini kepada siapapun umat di muka bumi ini selain umat Nabi Lūth. Dia memberikan siksaan kepada mereka dengan siksaan yang belum pernah dirasakan oleh umat manapun. Hal ini terlihat dari beraneka ragamnya adzab yang menimpa mereka, mulai dari kebinasaan, dibolak-balikkannya tempat tinggal mereka, dijerembabkannya mereka ke dalam perut bumi dan dihujani bebatuan dari langit. Ini tak lain karena demikian besarnya dosa perbuatan tersebut. Dinamika homoseksual tersebut, secara gari besar akan penulis uraikan dalam skripsi ini.
B. Identifikasi Masalah
Terdapat permasalah-permasalahan yang ada dalam latar belakang masalah di atas.
1. Mencoba menjelaskan ayat-ayat yang berkaitan dengan Homoseksual.
2. Kecaman8 yang terdapat dalam al-Qurán bagi pelaku Homoseksual.
3. Penafsiran tentang ayat homoseksual menurut para Mufassir.
4. Apa saja ayat al-Qurán yang membahas tentang Homoseksual.
5. Apa saja bentuk-bentuk perilaku Homoseksual
6. Bagaimana sejarah munculnya Homoseksual
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
8 Kecaman ialah teguran yang keras, kritikan, celaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia) 7
Mengkaji atau meneliti suatu permasalahan tentunya tidak lepas dari pembatasan. Untuk lebih mengarahkan penulisan dalam skripsi ini, penulis memberikan batasan dalam penelitian ini sebagai berikut
Agar pembahasan skripsi ini terarah dengan baik, maka penulis membatasi ayat-ayat tentang Homoseksual dalam skripsi ini dari sudut pandang tiga kitab tafsir yaitu, Tafsir Ibnu Katsir karya Imam Ibnu Katsir,
Tafsir al-Qurthubi karya Syekh Imam al-Qurthubi, Tafsir fi Zilal al-Qur’an karya Sayyid Quthb. Penulis mengambil tafsir Ibnu Katsir dikarenakan di dalam kitab tafsir ini lebih mementingkan riwayat-riwayat yang otentik dan menolak pengaruh-pengaruh asing seperti israiliyat, kemudian mengambil tafsiran al-Qurthubi dikarenakan di dalamnya memuat banyak hukum- hukum Islam, kemudian penulis juga mengambil tafsiran Fi Zilalil Qurán karena di dalamnya memuat hal-hal sosial.
Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa surat dan ayat yang membahas tentang homoseksual, di antaranya adalah al-A’raf/7: 81-84, Hud/11: 77-
82, as-Syuára/42: 160-175, al-Ankabut/29: 28-29, al-Qamar/54: 33-40, adz-
Dzariyat/51: 31-37, al-Hijr/15: 59-79, An-Naml/27: 54-55. Namun penulis akan membatasi penelitian ini dalam tiga surah saja yang tercantum pada
QS. Al-A’rāf/7: 80-84, QS. Al-Ankabūt/29: 28-29, QS. Al-Hijr/15: 73-76.
Hal ini dikarenakan surah-surah tersebut sangat berkaitan dan memiliki penjelasan yang luas terhadap homoseksual.
2. Perumusan Masalah 8
Penulis mengambil sebuah rumusan masalah yaitu: Bagaimana pandangan
al-Qur’an mengenai homoseksualitas?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Pertama, Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
ayat-ayat yang berkaitan dengan homoseksualitas, khususnya terhadap
penafsiran dan memberikan pemahaman kepada kalangan umat Islam
bahwa homoseksual merupakan tindakan yang seharusnya tidak
dilakukan.
Kedua, untuk memenuhi tugas akademik yang merupakan syarat
dalam menyelesaikan studi untuk mendapatkan gelar sarjana Strata (S) 1
UIN Syarif Hidayatullah.
2. Manfaat Penelitian
Peneliti berharap dengan adanya penelitian ini dapat memberikan
manfaat, tidak hanya untuk kalangan mahasiswa atau akademisi lainnya,
namun juga bermanfaat untuk masyarakat luas dan bagi perkembangan
ilmu pengetahuan Islam khususnya dalam bidang tafsir serta menambah
sumber referensi terhadap peneliti lainnya. Adapun manfaat penelitian ini
secara khusus, yakni:
a. Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi positif
bagi para pembaca, dan akademisi yang mengambil bidang Tafsir
Hadits, khusunya yang berminat di dunia penafsiran. 9
b. Manfaat Praktis
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi
para pembaca, dan akademisi yang mengambil bidang Tafsir Hadits,
khusunya yang berminat di dunia penafsiran.
2. Sebagai wahana untuk mengembangkan wacana dan pemikiran bagi
peneliti.
3. Menambah literatur atau bahan-bahan informasi ilmiah yang dapat
digunakan
E. Tinjauan Pustaka
Untuk menghindari terjadinya kesamaan pada skripsi ini dengan skripsi,
tesis, dan penelitian sejenisnya. Penulis mencoba menelusuri kajian-kajian
yang pernah dilakukan dan memiliki kesamaan atau kemiripan.
Selanjutnya, hasil penelusuran ini akan menjadi acuan penulisan untuk
tidak mengangkat metodologi yang sama, sehingga diharapkan kajian ini
benar-benar bukan hasil plagiat dari kajian yang telah ada.
Dari penelusuran yang penulis lakukan, penelitian tentang masalah ini
telah dibahas oleh beberapa orang. Peneliti menemukan beberapa skripsi
yang terkait dengan pembahasan ini.
Seperti yang dilakukan oleh Edi Irawan Mahasiswa Fakultas Syari’ah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2017 dengan judul skripsi
“Hukuman bagi Pelaku Homoseksual dan Lesbian dalam Perspektif
Hukum Islam dan Hukum Positif”. Dalam skrispi tersebut dijelaskan 10
mengenai hukuman-hukuman pelaku homoseks maupun lesbian perspektif hukum Islam dan juga hukum positif.
Kemudian Putri Dita Permana Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dengan judul skripsi “Perbedaan Tingkat Cemburu
Homoseksual dan Heteroseksual”.
Nasrudin Romli Fakultas Syariah dah Hukum UIN Jakarta, dengan judul skripsi “Homoseksual: Kritik Terhadap Pemikiran Prof. Dr. Musdah
Mulia”.
Andi Sutandi Fakultas Psikologi UIN Jakarta, dengan judul skripsi
“Hubungan dukungan sosial dengan Coping stres homoseksual di
Jakarta”.
Imam Hanafi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, dengan judul skripsi “Homoseksual sebagai alasan perceraian (Analisis putusan no.
838/PA. Dpk dan No. 211/Pdk.G/2009/PAJT).
Tino Pratama Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Jakarta, dengan judul skripsi “Interaksi Sosial Kaum Homoseksual (Gay) di Kota
Jakarta”.
Putra Yudi Fakultas Psikologi UIN Jakarta dengan judul skripsi
“Hubungan antara tingkat religiusitas dengan penerimaan sosial mahasiswa terhadap perilaku Homoseksual”.
Dita Permana Putri Fakultas Psikologi UIN Jakarta dengan judul skripsi
“Perbedaan Tingkat Cemburu antara Homoseksual dan Heteroseksual”. 11
Tentu saja penelitian tersebut sangat berbeda dengan penulis, yang
menjelaskan secara khusus penafsiran oleh sejumlah mufassir seperti Ibnu
Katsir, al-Qurthubi, dan Sayyid Quthub.
F. Metode Penelitian
Dalam penyusunan proposal ini, penulis menggunakan penelitian
kepustakaan (Library Research) yaitu suatu metode dengan mengumpulkan
dan menggunakan data-data yang diperoleh dari beberapa referensi dengan
cara membaca, menelaah buku-buku, majalah-majalah, jurnal dan literatur-
literatur lain yang tentunya berhubungan dengan pembahasan pada proposal
ini. Dengan penelitian ini, data-data yang diperoleh berkaitan dengan hal-
hal yang mencakup dan penafsiran tentang homoseksualitas.
Dalam hal ini penulis merujuk kepada dua sumber, yakni sumber utama
(primary resource) dan sumber pendukung (secondary resource). Sumber
utama berasal dari kitab Al-Qur'an dan Kitab-kitab tafsir. Sedangkan
sumber pendukungnya adalah buku-buku yang berkaitan dengan judul
tersebut, skripsi, jurnal, artikel, dan sumber-sumber informasi lainnya yang
sangat mendukung untuk memudahkan penulis dalam menyusun skripsi
dengan mencari bahan-bahan tersebut di perpustakaan UIN Jakarta,
perpustakaan Fakultas Ushuluddin, maupun perpustakaan kampus lain yang
sangat mendukung untuk memperoleh sumber-sumber dari judul tersebut.
Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah deskriptif-analitis,
sebagai upaya mengkaji kemudian menggambarkan keadaan objek yang
akan diteliti dengan merujuk pada data-data yang ada (baik primer maupun 12
sekunder) kemudian menganalisisnya secara proporsional dan
komprehensif sehingga akan tampak jelas perincian jawaban atas persoalan
yang berhubungan dengan pokok permasalahan dan akan menghasilkan
pengetahuan yang valid.
Adapun metode penafsiran ini menggunakan metode tafsir maudhu’i
(tematik) yaitu dengan menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang memiliki
tujuan dan tema yang sama.9
Langkah-langkah dalam metode maudhu’I adalah:
1. Menetapkan masalah yang akan dibahas (topik)
2. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.
3. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai
pengetahuan tentang asbab al-nuzulnya.10
4. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing-
masing.
5. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (outline).
6. Melengkapi pembahasan dengan hadist-hadits yang relevan dengan
pokok bahasan.
9 Berdasarkan macamnya, tafsir maudhu’i terbagi menjadi dua macam. Pertama, mengkaji sebuah surat dengan kajian universal (tidak parsial), yang di dalamnya dikemukakan misi awalnya, lalu misi utamanya; serta kaitan antara satu bagian dengan bagian yang lain, sehingga wajah surat itu mirip seperti bentuk yang sempurna dan saling melengkapi. Kedua, menghimpun seluruh ayat al-Qur’an yang berbicara tentang tema yang sama. Semuanya diletakkan di bawah satu judul, lalu ditafsirkan dengan metode maudu’i.18 Bagian kedua inilah yang menjadi fokus pembicaraan dalam skripsi ini. Lihat Abdul Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i, Penerjemah Rosihon Anwar (Bandung: Pustaka Anwar, 2002), h. 43-44. 10 Sejauh penulis teliti, semua ayat tentang Homoseksual (Kaum Nabi Luth as) tidak ada asbab al-nuzulnya. 13
7. Mempelajari ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan
menghimpun ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian sama, atau
mengkompromikan antara yang ‘am dan yang khash (khusus),
mutlak dan muqayyad, atau yang pada lahirnya bertentangan,
sehingga semuanya bertemu dalam satu muara, tanpa perbedaan
atau pemaksaan.11
Namun, langkah-langkah tersebut tidak penulis gunakan semua,
sebatas yang terkait dengan pembahasaannya, yaitu penulis hanya
menggunakan langkah dari nomor satu sampai enam.
G. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran dalam penulisan skipsi ini, penulis
menyusunnya dalam 5 bab, dimana antara bab satu dengan yang lainnya
merupakan suatu rangkaian yang berhubungan:
Bab Satu: Bab ini merupakan pendahuluan yang meliputi: latar
belakang masalah, identifikasi, pembatasan, dan rumusan masalah, tujuan
penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab Dua: Bab ini merupakan pemaparan dan pengenalan tentang
Homoseksual dimulai dari Pengertian Homoseksual, Sejarah Homoseksual,
Bentuk-bentuk Homoseksual, dan juga Aturan Hubungan Seksual.
11 Abdul Hayy al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i, h. 43-44. 14
Bab Tiga: Pada bab ini, penulis akan memaparkan ayat-ayat yang membahas tentang homoseksual meliputi ayat, terjemahan, mufradat lughawiyah, makna ijmali, dan juga tafsir ayat.
Bab Empat: Pandangan al-Qurán tentang Homoseksual, Penasfiran ayat-ayat Homoseksual menurut para Mufassir. Pada bab ini, penulis akan memaparkan Penafsiran mengenai ayat-ayat Homoseksual dalam beberapa tema berikut, Homoseksual Sebagai Kemungkaran, Homoseksual sebagai
Perbuatan “Fāhisyah”, Pelaku Homoseksual merupakan manusia yang tidak suci, dan Kecaman Al-Qur’an Terhadap Pelaku Homoseksual.
Bab lima: Kesimpulan, dalam bab ini akan dipaparkan seluruh kajian atau penelitian yang merupakan jawaban dari permasalahan yang terdapat pada latar belakang masalah, dan juga akan dianjutkan kepada permohonan saran-saran dan penutup sebagai masukan dari para pembaca untuk melengkapi hasil penelitian dari karya yang cukup terbatas ini.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG HOMOSEKSUAL
A. Pengertian Homoseksual
Homoseksual didefinisikan sebagai keadaan tertarik terhadap orang dari
jenis kelamin yang sama.1 Kata homoseksual berasal dari kata homo dan
seksual. Kata homo berasal dari Bahasa Yunani yang berarti sama dan seksual
berasal dari Bahasa Inggris yang berarti berhubungan dengan kelamin. Di
Indonesia kata homoseks ini mengalami peyoratif yaitu menunjuk pada kaum
homoseksual laki-laki saja sedangkan lesbian untuk kaum homoseksual wanita.
Kata lesbian berasal dari kata ‘lesbos’ Bahasa Yunani yang diambil dari
nama sebuah pulau yang hanya dihuni wanita. Homoseksual pria juga disebut
‘gay’. Istilah gay ini lebih halus dan lebih mengacu pada orientasi seksual.2
Sedangkan dalam kamus besar Ilmu Pengetahuan, istilah homoseksual
diartikan keadaan tertarik terhadap kelamin sejenis.3
Dalam kamus Bahasa Indonesia ada empat pengertian yang terkait
homoseks yaitu: Homoseks adalah hubungan seks dengan pasangan sejenis,
homoseksual adalah keadaan tertarik terhadap orang dari jenis kelamin yang
sama. homoseksualisme adalah paham homoseksual, dan homoseksualitas
1 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 3, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2001), h.563 2 Easter Borny Uliarta Tobing, Eskalasi Hubungan Percintaan Pasangan Homoseksual (Tahapan Pengembangan Komunikasi Antar Pribadi Gay Timur dan Barat) (Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu oliti, Universitas Indonesia, 2003), h.73. 3 Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN), 2000), h. 353
15
16
adalah kecenderungan untuk tertarik kepada orang lain yang sejenis. (Anton
Mulyono, 2007).
Istilah lain yang digunakan untuk mengartikan perilaku homoseks
adalah sodomi dan liwath. Sodomi dalam istilah kedokteran berarti hubungan
seks melalui anus, yakni hubungan seks yang sering dihubungkan dengan
orang-orang yang homoseks, gay dan waria.4 Sedangkan liwath ialah kata yang
akarnya sama dengan kata Lūth. Perbuatan homoseks sesama pria itu disebut
liwath.5 Namun, dalam lisan al-Arab, liwath adalah perbuatan yang dilakukan
oleh kaum Nabi Lūth.6 Menurut sejarah kaum yang pertama kali melakukan
perbuatan homoseks di dunia ini adalah kaum Nabi Luth as. yang menempati
wilayah di sekitar laut mati yaitu Sadum dan Amurah (Gamurrah).7
Pengertian lainnya dari homoseksual secara istilah, seperti dalam
Wikipedia Ensiklopedi Bebas dikatakan bahwa Homoseksualitas mengacu
pada interaksi seksual dan/atau romantis antara pribadi yang berjenis kelamin
sama secara situasional atau berkelanjutan. Pada penggunaan mutakhir, kata
sifat homoseks digunakan untuk hubungan intim dan/atau hubungan seksual
diantara orang-orang berjenis kelamin yang sama, yang bisa jadi tidak
mengidentifikasi diri mereka sebagai gay dan lesbian. Homoseksualitas,
4 Nina Surtiretna, Remaja dan Problem Seks: Tinjauan Islam dan Medis (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 114 5 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jild. 3, h. 563 6 Abi al-Fadl Jamal al-Din Muhammad bin Makram Ibn Mandzur, Lisan al-Arab, Jild. 7 (Beirut: Dar Sadâr, 1990), h. 1536. 7 Faizah Ali Syibromalisi, “Homoseksual, Gay, dan Lesbian Dalam Perspektif Al-Qur’an”, di dalam Majalah BEM Fakultas Ushuluddin, h.1
17
sebagai suatu pengenal, pada umumnya dibandingkan dengan heteroseksualitas
dan biseksualitas. Istilah gay adalah suatu istilah yang digunakan untuk
merujuk kepada pria pelaku homoseks. Sedangkan lesbian adalah istilah yang
digunakan untu merujuk kepada wanita yang melakukan hubungan sex dengan
jenis kelamin yang sama. Homoseksual sebenernya istilah yang digunakan
dalam bidang ilmu pengetahuan tentang identitas seksual secara luas, selain
heteroseksual8 dan biseksual9. Akan tetapi, homoseksual juga mempunyai arti
orientasi seks sesama jenis (SSA)10, sekaligus aktivitas atau tindakan seksual
sesama jenis. Sebagian besar negara menggunakan kata ini untuk menunjukkan
seseorang yang tertarik kepada sesama jenis dan lebih berfokus kepada seks
semata. Jadi, lebih cenderung kepada aktivitas seks sesama jenis. Kebanyakan
masyarakat Inggris sampai saat ini masih menggunakan istilah homoseksual
untuk menunjukkan seseorang beridentitas sosial sebagai gay.11
Istilah homoseksual sendiri untuk pertama kali diciptakan pada tahun
1868 bersamaan dengan istilah heteroseksual (kebalikan dari homoseksual
yaitu hubungan seks antara orang yang berbeda jenis kelamin) dan pertama kali
dicetak pada tahun 1869 oleh penulis Hungaria Karoly Maria Kertbeny (1824-
8 Heteroseksual merupakan ketertarikan seorang pada lawan jenis yang berbeda. Lihat Ensiklopedi Psikologi, Alih Bahasa Ediati Kamil (Jakarta: Arcan, 1996), h. 6 9 Biseksual ialah ketertarikan seks kepada sesama jenis dan lain jenis secara bersamaan (Lih. Sinyo “Anakku Bertanya Tentang LGBT” Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kompas Gramedia, 2014, h. 8). 10 SSA adalah kecendrungan (hasrat) melakukan aktivitas seks dengan sesama jenis, SSA digunakan untuk memaparkan bahwa seseorang mempunyai rasa ketertarikan seksual dengan sesama jenis, baik secara total atau sebagian. 11 Sinyo, “Anakku Bertanya tentang LGBT: Panduan Lengkap Orangtua Muslim tentang Dunia LGBT”. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kompas Gramedia, 2014, h.7
18
1882). Istilah lain yang digunakan untuk mengartikan perilaku homoseks
adalah sodomi, sodomi sendiri dalam istilah kedokteran berarti hubungan seks
melalui anus, yakni hubungan seks yang sering dilakukan oleh orang-orang
yang homoseks yaitu hubungan dengan jenis kelamin yang sama.
Homoseksual adalah perbuatan laki-laki dan perempuan yang secara
emosional dan seksual tertarik sesama jenisnya. Homoseksual adalah
ketertarikan yang cenderung pada sesama jenis, baik itu sesama pria maupun
sesama wanita, dalam perkembanganya di masyarakat istilah homoseksual
lebih sering digunakan untuk seks sesama pria di sebut gay dan untuk seks
sesama wanita disebut lesbian.12 Akan tetapi dalam penyusunan dalam judul
skripsi ini menggunakan kata sesama jenis, yang selanjutnya digunakan dalam
pemahasan skripsi ini mengacu pada persamaan dari kata homoseksual dan
homoseksualitas.13
Homoseksual secara umum menurut Soejono adalah hubungan sesama
jenis. Gejala ini terdapat juga di Indonesia walaupun tidak sebanyak yang kita
jumpai di Amerika/Eropa. Homoseksual di Indonesia dianggap sebagai
perbuatan tercela. Mengingat homoseksual adalah hal yang tabu bagi
12Abdul Haqsyawqi Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga Yogyakarta 2009. Skripsi berjudul: Kawin Sesama Jenis dalam Pandangan Siti Musdah Mulia (untuk kau pria disebut gay sedangkan wanita disebut lesbian. Kaum gay dalam melakukan senggama biasanya dalam memanipulasi alat kelamin pasanganya dengan measukan penis kedalam mulut (oral erotisme), dengan menggunakan bibir (fellatio), dan lidah (cunnilingus) untuk menggelitik. Sedangkan lesbian atau lesbianisme merupakan istilah yang diambil dari sebuah nama pulau lesbos, yang mana perempuanya didaerah tersebut menyukai sesama jenis. Sehingga seorang wanita mengalami lesbos/lesbi. Marzuki Umar Sa’abah, seks dan kita cet. Ke-1 (Jakarta: Gema Isnani Press, 1998), hlm 146) h. 1 13 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka), 1989, h.102.
19
masyarakat kita, adat istiadat tradisional kita tidak menyetujui homoseksual dan
seseorang berbusana lawan jenisnya.
Sebagian besar negara, hampir seluruh masyarakatnya menolak
kehidupan homoseksual. Saat ini ada 204 negara didunia yang menganggap
illegal homoseksual di 74 negara. Negara-negara Islam menyatakan bahwa
perilaku homoseksual adalah ilegal demikian juga sebagai negara-negara
komunis ataupun bekas koloni inggris.14
Homoseks sebenarnya istilah yang digunakan dalam bidang ilmu
pengetahuan tentang identitas seksual secara luas, selain heteroseksual dan
biseksual. Akan tetapi, homoseksual juga mempunyai arti orientasi seks sesama
jenis (SSA), sekaligus aktivitas atau tindakan seksual sesama jenis.
Sebagian besar negara menggunakan kata ini untuk menunjukkan
seseorang yang tertarik kepada sesama jenis dan lebih berfokus kepada seks
semata (boleh jadi ada cinta sesama jenis atau tidak). Jadi, lebih cenderung
kepada aktivitas seks sesama jenis. Kebanyakan masyarakat Inggris sampai saat
ini masih menggunakan istilah homoseksual untuk menunjukkan seseorang
beridentitas sosial sebagai gay.15
B. Sejarah Homoseksual
14 Musti’ah, Lesbian, Gay, Biseksual, and Transgender (LGBT): Pandangan Islam, Faktor Penyebab dan Solusinya, Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial, Vol.3, No 2, Desember 2016. h.45. 15 Sinyo, “Anakku Bertanya tentang LGBT: Panduan Lengkap Orangtua Muslim tentang Dunia LGBT”. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kompas Gramedia, 2014, h.7
20
Perbuatan homoseksual dan akibatnya disebutkan dalam al-Qur’an diantara kisah-kisah umat nabi-nabi yang durhaka dan dijatuhi hukuman oleh
Allah, yaitu kisah umat nabi Luth. Informasi al-Qur’an tentang homoseks, liwath atau sodomi dalam Islam diungkap dalam al- Qur’an
َ ۡ َ ۡ َ ُ ً ۡ َ َ َ ۡ َ ُ َ ۡ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ ۡ َ َ ۡ َ َ َ َّ ُ ۡ َ َ ُ َ ولوطا إِذ قال لِقو ِم هِ ۦ ٱأتأتون لفَٰ ِحشة ما سبقكم بِها ِمن أح ٖد ِمن ٱلعَٰل ِمي ٠٨ إِنك مَلأتون
َ َ َ َ ۡ َ ٗ ُ َ َ ۡ ُ ۡ َ ۡ ٞ ُّ ۡ ُ َ ٱ لرِجال ٱشهوة ِمن د ِون لنِساءِ بل أنتم قوم م ِۡسفون ٠٨
Artinya: Dan (kami juga telah mengutus) Luth (kepada kaumnya).
(ingatlah) tatkala Dia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu, yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun (di dunia ini) sebelummu?". Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu (kepada mereka), bukan kepada wanita, malah kamu ini adalah kaum yang melampaui batas. (QS. al-A’raf [7] 80-81).
Ayat ini menjelaskan bagaimana Nabi Luth menegur kaumnya yang melakukan tindakan yang sangat buruk yang perlu diluruskan yaitu melampiaskan nafsu syahwat kepada sesama jenis, sehingga perbuatan tersebut disifati sebagai al-fahisyah
Quraish Shihāb memaknai kata (al-fahisyah) yakni melakukan
pekerjaan yang sangat buruk yaitu homoseksual. Sementara Az-Zulfi
mengatakan, bahwa penyebutan al- fahisyah merupakan penyebutan puncak
21
dari suatu keburukan.16 Tidak diragukan lagi bahwa perbuatan ini merupakan
perbuatan yang sangat buruk. Tambahan kata “al” dalam firman Allah “al-
fahisyah” adalah untuk memperkuat informasi yang ada sebelumnya.
Seolah-olah aktivitas ini merupakan sebuah perbuatan keji yang sudah
diketahui keburukannya oleh setiap orang.
Apa yang dilakukan oleh penduduk Sadum (kaum Nabi Luth as.) tidak
hanya penyimpangan aqidah (syirik) tetapi menurut Quraish Shihab juga
penyimpangan orientasi sex mereka yaitu kebiasaan buruk mereka dalam
berhubungan sex dengan sesama jenis. Bahkan Quraish Shihab kembali
menegaskan, bahwa keburukan yang paling besar dan yang tiada taranya dari
kaum Nabi Luth as. Setelah kemusyrikan adalah homoseksual.
Di ayat ini, dijelaskan bunyi teguran Nabi Luth as. kepada mereka,
bahwa perbuatan mereka yang keji, buruk dan busuk itu belum pernah
dikerjakan oleh seorangpun seisi alam yang ada waktu itu. Sehingga bisa
dikatakan bahwa kaum yang pertama kali melakukan perbuatan homoseks di
dunia ini adalah kaum Nabi Luth as. yang menempati wilayah di sekitar laut
mati yaitu Sadum (sodom) dan Amurah (Gamurrah).
16 Selain liwat dan sodomi, al-Qur’an juga menggunakan kata fâhisyah untuk menunjukan perbuatan homoseks karena homoseksual merupakan perbuatan yang sangat buruk. Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an), vol. 5 (Jakarta: Lentera Hati, 2004), h. 161. Menurut Imam Raghib al-Isfahani (w. 502 H/1108 M), ahli kamus al- Qur’an yang termasyhur, mengatakan bahwa baik al-fahsy, al-fahsya maupun al-fâhisyah mengandung arti yang sama, yaitu sesuatu yang kekotoran atau kejijikannya luar biasa besar, baik berupa perbuatan maupun perkataan. Sebagian ulama mengartikan fâhisyah sebagai sesuatu yang ditolak oleh naluri yang sehat, serta dianggap sebagai sesuatu yang tidak sempurna menurut akal yang sehat. Lihat Nina Surtiretna, Remaja dan Problem Seks: Tinjauan Islam dan Medis (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 126.
22
Inilah yang mempertegas pendapat banyak ahli bahwa kaum Nabi
Luth as. adalah golongan manusia pertama sepanjang sejarah kemanusiaan yang melakukan perilaku menyimpang yaitu homoseksual. Perilaku lebih menyenangi sesama jenis, bukan lawan jenis. Perbuatan mana tidak pernah dilakukan oleh umat-umat sebelumnya, karena perbuatan itu melanggar fitrah manusia dan tujuan penciptaannya, yaitu memiliki kecendrungan kepada lawan jenisnya untuk memelihara kesinambungan jenis manusia di dunia. Allah berfirman dalam persoalan ini.
َ ۡ َ َ َ ُ َ ُّ ۡ َ َ َ ۡ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ُ ۡ َ ُّ ُ ۡ ۡ َ ُ َ ۡ ُ ۡ َ ۡ ٌ أتأتون ٱ ذلكر ان ِ ٱم ن لعَٰل ِمي ٨٦١ وتذرون ما خلق لكم ربكم ِمن أزوَٰ ِجك م بل أنتم قوم
َ ُ َ ٨٦٦َعدون
Artinya: “Mengapa kamu mendatangi jenis lelaki di antara manusi, (165).
“Dan kamu tinggalkan isteri-isteri yang dijadikan oleh Tuhanmu untukmu, bahkan kamu adalah orang- orang yang melampaui batas". (166). (QS. Asy-
Syu’ara [26] 165-166)
Disebutkan dalam ayat ini bahwa kaum Luth telah meninggalkan wanita pasangannya yang secara naluriah seharusnya kepada merekalah laki- laki menyalurkan naluri seksualnya.
Hubungan seks antar manusia berlainan jenis adalah fitrah dan
Sunnatullah, apabila dilakukan di atas koridor-koridor akhlak dan etika yang baik yaitu hubungan seks dalam payung pernikahan yang suci, tetapi apa
23
yang dilakukan oleh penduduk Sadum, yaitu hubungan seks sesama jenis
atau homoseks tidak ditemukan dalil apapun yang membenarkan perbuatan
tersebut.17
Penyakit yang menjangkiti kaum Sadum saat itu, memang perilaku
seks yang menyimpang dari para laki-laki kepada laki-laki. Namun Hamka
mengatakan, oleh karena laki-laki lebih menyenangi laki-laki, sehingga
perempuan tidak diberi kepuasaan setubuh oleh laki-laki, maka penyakit
kecendrungan sex sesama jenis semacam ini bisa pula berjangkit di kalangan
sesama perempuan yaitu perempuan lebih menyenangi perempuan yang
belakangan dikenal dengan istilah lesbian. Sungguh dapat dibayangkan
kehancuran akhlak penduduk Sadum saat itu, mereka telah memberikan
contoh terburuk untuk semua manusia sepanjang zaman.18
Pada perkembangan selanjutnya (dimasa modern ini) perbuatan
pengikut kaum Luth ini semakin menggila, bahkan dengan dalih Hak Asasi
Manusia banyak orang yang kemudian mencoba melegalkan perilaku ini
sebagai sebuah pilihan hak asasi atas dasar hak hidup yang merata bagi setiap
orang. Sikap mereka itu persis seperti sikap dan pandangan sementara orang
didunia ini. Bahkan beberap negara, di Barat dewasa ini telah membenarkan
secara hukum hubungan seks pria dengan pria atau pernikahan pria dengan
pria, dan menganggapnya sebagai suatu hal yang normal serta bagian dari
17 Mustaqim, Abdul. Homoseksual dalam Perspektif al-Qurán Pendekatan Tafsir Kontekstual al-maqasidi. Artikel Jurnal, 2016, h.37 18 Hamka, Tafsir al-Azhar Juz VIII, (Jakarta: Pustaka Panjimas), 1984, h.288
24
Hak Asasi Manusia.3
Namun Islam tidak membenarkannya baik secara fitrah maupun
sunnatullah. Karena manusia secara fitrah diciptakan berpasang-pasangan,
bukan mahluk yang berjenis kelamin sama. Firman Allah
ِ ِ ٍ ِ َّ َّ َومن ُك ِّل َش ْىء َخلَْقنَا َزْوَجْْي لََعل ُكْم تََذكُر َ ون﴿الذارايت:٩٤
Artinya:”. dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan
supaya kamu mengingat kebesaran Allah.” (QS. Adz-Dzariat [51]: 49).
C. Bentuk-bentuk Perilaku Homoseksual
Homoseksual dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Homoseksual Ego Sintonik
Seorang homoseksual ego sintonik adalah homoseksual yang tidak
merasa terganggu oleh orientasi seksualnya, tidak ada konflik bawah
sadar yang ditimbulkan, serta tidak ada desakkan, dorongan atau
keinginan untuk mengubah orientasi seksualnya.
b. Homoseksual Ego Distonik
Homoseksual ego distonik adalah homoseksual yang mengeluh dan
merasa terganggu akibat konflik psikis. Ia senantiasa tidak atau
sedikit sekali terangsang oleh lawan jenis. Hal itu menghambatnya
untuk memulai dan mempertahankan hubungan heteroseksual yang
sebetulnya didambakan. Secara terus terang ia menyatakan
dorongan homoseksualnya menyebabkan ia merasa tidak disukai,
25
cemas dan sedih. Konflik psikis tersebut menyababkan perasaan
bersalah, kesepian, malu, cemas, dan depresi.19
Ada lebih banyak hubungan dalam homoseksualitas dari pada
sekedar level seksual yang serba diperbolehkan. Secara psikologis
ada yang berasumsi untuk kebahagiaan, perkawinan antar jenis
kelamin yang sama secara biological menemukan karakter yang
berbeda di dalam diri mereka dan akhirnya merasa cocok satu
dengan yang lain. Dua pria yang satu berperan sebagai sisi maskulin
sedangkan yang satu lagi berperan dalam sisi yang feminin. Mereka
bisa berinteraksi dalam suatu hubungan intim layaknya pasangan
normal.20
Berdasarkan perilaku yang diperlihatkan, ada beberapa macam
tipe homoseksual, yaitu:
1. Homoseksual Tulen (Blantant Homosexual)
Homoseksual jenis ini dengan kaum homoseksual sejati,
yang laki-laki dengan personaliti seperti wanita atau feminin.
Jenis ini memenuhi gambaran stereotipik popular tentang lelaki
yang keperempuan-puanan, atau sebaliknya perempuan yang
kelaki-lakian. Bagi penderita yang memiliki kecendrungan
homoseksual ini, daya tarik lawan jenis sama sekali tidak
19 Sulistiowati Budi Santoso, “Tingkat Homoseksual pada Narapidana Ditinjau dari Lama Menjalani Pidana Penjara”, (Semarang: Unika Soegijapranata), 2000, h.34. 20 Tobing, Eskalasi Hubungan Percintaan Pasangan Homoseksual, h. 5
26
membuatnya terangsang, bahkan ia sama sekali tidak
mempunyai minat seksual terhadap lawan jenisnya.
2. Homoseksual Malu-malu (Desperate Homosexual)
Biasanya kaum homoseksual ini sudah menikah akan tetapi
tetap menjalani homoseksualitasnya dengan sembunyi-
sembunyi dari istrinya. Homoseksual jenis ini biasanya kaum
lelaki yang suka mendatangi WC umum atau tempat mandi uap,
terdorong oleh hasrat homoseksual namun tidak mampu dan
tidak berani menjalin hubungan personal yang cukup intim
dengan orang lain untuk mempraktikkan homoseksualitas.
3. Homoseksual Tersembunyi (Secret Homosexual)
Kaum homoseksual ini terdiri dari macam-macam ras dan
dari tingkat sosial yang berbeda-beda, walaupun kebanyakan
dari mereka itu termasuk golongan ekonomi menengah yang
berkecukupan. Sering juga mereka itu ada yang menikah dan
punya anak berpenghasilan cukup dan mempunyai pekerjaan
yang mapan. Kaum homoseksual ini pandai sekali berkamuflase
sehinga tak seorang pun tahu kalau sesungguhnya mereka
homoseksual. Hanya beberapa teman dekat atau kekasihnya saja
yang tahu sebenarnya.21
4. Homoseksual Situasional (Situasional Homosexual)
21 Coleman, dkk, “Abnormal Psychology and Modern Life”, Scoot Foresman and Company, 1980, h.76
27
Ada kalanya seseorang berada pada situasi sehingga individu
itu bertingkah laku seperti homoseks karena keadaanlah yang
memaksa mereka berbuat demikian. Misalnya seperti dalam
penjara, pesantren dan institusi sejanis lainnya. Setelah mereka
keluar, tingkah laku seksual mereka akan kembali normal tapi
tak jarang pula kalau mereka tetap melanjutkan pola
homoseksual itu.
5. Biseksual (Bisexual)
Individu yang engage dengan kehidupan homoseks dan juga
heteroseks. Biasanya yang termasuk golongan ini adalah kaum
homoseksual yang sudah menikah lama. Mereka sama-sama
menikmati dua kehidupan itu baik sebagai homoseks maupun
heteroseks. Biseksual adalah suatu gejala penyimpangan tingkah
laku seksual. Seseorang bisa merasa tertarik dan kemudian
terlibat dalam perbuatan-perbuatan seksual baik kepada sesama
jenis maupun kepada lawan jenis kelamin.
6. Homoseksual Mapan (Adjusted Homosexual)
Golongan homoseksual ini lebih terang-terangan hidup
diantara sesama kaum minoritasnya. Banyak kaum homoseksual
yang hidup dalam tingkat keintiman yang tinggi dibandingkan
heteroseksual. Jadi, tingkat “perceraian” antara pernikahan
homoseksual dengan heteroseksual lebih tinggi yang
28
heteroseksual.22
Namun menurut penulis, kendati ada sebagian yang mendukung
praktik homoseksual tapi mayoritas menolak praktik homoseksual
tersebut karena praktik homoseksual tersebut dianggap sebagai
perbuatan yang dilarang dan melawan kodrat Tuhan.
Homoseksualitas adalah sebuah perilaku menyimpang dan tak ada
keraguan sedikitpun bahwa Islam melarang perilaku tersebut. Al-
Qur’an sendiri jelas mengutuk perbuatan homoseksual tersebut.
D. Aturan Hubungan Seksual
Seks adalah sesuatu yang fitri, suci, dan merupakan kebutuhan asasi
manusia sebagaimana kebutuhan biologis lainnya yang sudah dimiliki
sejak lahir. Karena itu, seks tidak bisa dinafikan tetapi perlu dikendalikan.
Seks tidak bisa dihancurkan apalagi dimatikan. Dorongan seksual harus
disalurkan secara suci, sehat, manusiawi, dan bertanggung jawab.
Meskipun dorongan seksual merupakan sesuatu yang alamiah tetapi Islam
tidak membiarkan pemenuhannya berlangsung tanpa aturan. Dorongan itu
harus disalurkan dalam perkawinan, tidak dengan melacur atau mencari
kesenangan seksual melalui diri sendiri.23
Hubungan seksual merupakan aktivitas seksual yang tidak hanya
melibatkan satu orang pelaku melainkan juga melibatkan pihak lain sebagai
pasangan. Hubungan seksual mempunyai aturan tertentu agar tidak
22 Tobing, Eskalasi Hubungan Percintaan Pasangan Homoseksual, h. 56-58 23 Ceramah Nasaruddin Umar pada Acara Peringatan Hari Kartini, Kamis 3 Mei 2007.
29
merugikan salah satu pihak. Musdah Mulia menegaskan bahwa seksualitas
berkaitan dengan banyak hal karena ia mencakup seluruh kompleksitas
emosi, perasaan, kepribadian, serta sikap sosial, dan terjalin erat dengan
perilaku serta orientasi seksual yang dibentuk di dalam masyarakat di mana
seseorang menjadi bagian darinya. Seksualitas manusia dan hubungan-
hubungan di antaranya tidak hanya mencakup daya tarik, gairah, keinginan,
nafsu, misteri, dan khayalan, tetapi juga senantiasa dipandang dengan
kecurigaan, kebingungan, ketakutan, bahkan sikap jijik.24 Di bawah ini
akan dipaparkan aturan hubungan seksual yang sah dalam agama Islam
maupun yang tidak sah.
A. Penyaluran Hasrat Seks yang Sah
Penyaluran hasrat seks yang sah ialah cara halal dan suci untuk
menyalurkan nafsu syahwat. Diantaranya ialah:
1. Dalam Ikatan Pernikahan
Cara yang halal dan suci untuk menyalurkan nafsu syahwat
ialah melalui pernikahan. Sebagai salah tujuan dilaksanakannya
nikah, hubungan intim menurut Islam termasuk salah satu ibadah
yang sangat dianjurkan agama dan mengandung nilai pahala yang
sangat besar. Karena jima’ dalam ikatan nikah adalah jalan halal
yang disediakan Allah untuk melampiaskan hasrat biologis insani
24 Siti Musdah Mulia, dkk, Meretas Jalan Kehidupan Awal Manusia Modul Pelatihan Untuk Pelatih Hak-hak Reproduksi dalam Perspektif Pluralisme, (Jakarta: Lembaga Kajian Agama dan Gender dan The Ford Foundation, 2003) h. 93.
30
dan menyambung keturunan Bani Adam.25
Selain itu, jima’ yang halal juga merupakan ibadah yang
berpahala besar. Rasulullāh Shallallahu ‘Alaihi Wasallam
bersabda, “Dalam kemaluanmu itu ada sedekah.” Sahabat lalu
bertanya, “Wahai Rasulullāh, apakah kita mendapat pahala dengan
menggauli istri kita?” Rasulullāh menjawab, “Bukankah jika kalian
menyalurkan nafsu di jalan yang haram akan berdosa? Maka begitu
juga sebaliknya, bila disalurkan di jalan yang halal, kalian akan
berpahala.” (HR Bukhāri, Abū Dāwūd, dan Ibnu Khuzaimah).
Karena bertujuan mulia dan bernilai ibadah itulah setiap hubungan
seks dalam rumah tangga harus bertujuan dan dilakukan secara
Islami, yakni sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan sunnah
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Hubungan intim, menurut Ibnu Qayyim Al-Jauzi dalam
Aṭh-Ṭhibbun Nabawi (Pengobatan ala Nabi), sesuai dengan
petunjuk Rasulullah memiliki tiga tujuan: memelihara keturunan
dan keberlangsungan umat manusia, mengeluarkan cairan yang bila
mendekam di dalam tubuh akan berbahaya, dan meraih kenikmatan
yang dianugerahkan Allah. Ulama salaf mengajarkan, “Seseorang
hendaknya menjaga tiga hal pada dirinya: jangan sampai tidak
berjalan kaki, agar jika suatu saat harus melakukannya tidak akan
25 Sayyid Muhammad Ridhwi, Perkawinan dan Seks Dalam Islam, 1997, h.94
31
mengalami kesulitan; jangan sampai tidak makan, agar usus tidak
menyempit; dan jangan sampai meninggalkan hubungan seks,
karena air sumur saja bila tidak digunakan akan kering sendiri.26
Hubungan seksual yang sah melalui pernikahan merupakan
bentuk amalan yang berpahala. Ia tidak hanya merupakan solusi
terbaik dalam mengatasi gejolak syahwat yang menggelora, tetapi
juga perbuatan yang bernilai ibadah, dapat memelihara kesucian
diri sekaligus sebagai bentuk perilaku yang mengikuti Sunnah
Rasulullāh Saw.27
Sekertaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Ni’am Sholeh
mengatakan, pernikahan adalah satu-satunya prosedur yang baik
jika seseorang ingin memenuhi kebutuhan biologisnya, yaitu
berhubungan seksual, hanyalah melalui pintu pernikahan yang
sah.28 Karena jika tanpa melalui pernikahan, hubungan seksual
antara sepasang lawan jenis itu, hanya akan menimbulkan dampak
buruk dari sekedar pemenuhan biologis tersebut.
Dirinya bahkan menyebut, penyimpangan seksual demi
sekadar pemenuhan kebutuhan biologis tidak sesuai sebagaimana
kodratnya, bukan hanya ditentang oleh seluruh aspek yang ada di
kehidupan masyarakat, melainkan juga merupakan bentuk tindakan
26 Sayyid Muhammad Ridhwi, Perkawinan dan Seks Dalam Islam, 1997, h.96 27 Ahmad Zaky, “Menjadi Wanita yang Dicintai Allah”, h.159 28 https://www.merdeka.com/peristiwa/ini-tuntunan-hubungan-seks-yang-benar-dalam- agama.html
32
kriminal. Pernikahan itu pun ada ketentuan syarat dan hukum yang
harus dipenuhi. Seperti misalnya rukun-rukun nikah, ketentuan
hukum terkait masing-masing calon mempelai, dan lain hal
sebagainya yang mendukung sah nya sebuah pernikahan. Karena,
penyaluran hasrat seksual dan pemenuhan kebutuhan biologis yang
dilakukan antar sesama jenis, tidak hanya bertentangan dengan
aspek agama, moral, sosial dan budaya, tapi juga merupakan
perbuatan kriminal.29
2. Melalui Mimpi
Dalam ajaran Islam mimpi bersebadan atau “mimpi basah”
bagi remaja merupakan isyarat atau pertanda bahwa yang
bersangkutan sudah baligh, tumbuh dewasa dan sejak saat itu
dikenai hukum syara (mukallaf). Artinya dia dituntut melaksanakan
perbuatan yang wajib hukumnya, dan meninggalkan yang haram
hukumnya.30
Di kalangan ulama tertentu agaknya mimpi bukan cuma
sebatas hal-hal yang bertali-temali dengan kejiwaan, atau sekadar
baligh saja. Akan tetapi justru mimpi mempunayai arti dan makna
tersendiri, ada tafsir dan takwilnya. Ulama ternama lantaran
kesalehan dan keluasan ilmunya, Muhammad Ibnu Sirin Al Bashri
29 https://www.merdeka.com/peristiwa/ini-tuntunan-hubungan-seks-yang-benar-dalam- agama.html 30 Ibn Qayyim, Jangan Dekati Zina (Terj. Tim Darul Haq), Yayasan al-Sofwah Jakarta, Cet. I, 2000, h.78
33
(33-110 H), ada menyusun kitab Muntakhab al-Kalam fi Tafsir al-
Ahlam atau Kunci Mengungkap Tafsir Mimpi. Dalam kitab ini
disebutkan bahwa setiap hubungan seksual dalam mimpi yang
mengakibatkannya keluar air mani, maka yang bersangkutan wajib
mandi besar, bahkan di saat dia terjaga dari tidurnya diharuskan
berwudhu.
Dalam kitab Khulasah Kifayatul Akhyar disebutkan hadis
Rasululllah yang diriwayatkan Imam Muslim: “Air mandi itu dari
sebab air (keluar sperma). Yang dimaksud di sini, baik keluarnya
karena syahwat atau mimpi, maupun oleh sebab-sebab yang
lainnya.31
Setiap berhubungan badan atau sebagaimana hubungan
suami-istri, atau pertemuan dua alat kelamin laki-laki dan
perempuan, baik dalam keadaan terjaga, sadar, atau tidur menurut
penyusun kitab Minhajul Muslim, Abū Bakar Jabir Al Jazairi, wajib
mandi. Fatwa beliau didasarkan pada firman Allah dalam surah Al
Maidah ayat 6: “Jika kalian junub maka mandilah”. Juga hadis Nabi
Muhammad SAW: “Jika dua khitan (kemaluan laki-laki dan
wanita) telah bertemu, maka wajib mandi (HR Muslim).
Dengan demikian, apa yang terjadi dengan kita bisa
dikatakan terjadinya dalam kondisi tidur (mimpi) dan dapat pula
31 Karomah al Hisni, Khulasah Kifayatul Akhyar, h.134
34
dikategorikan di saat terjaga (berkhayal). Maka jelas sekali wanita
yang Anda maksudkan tersebut diwajibkan mandi junub atau mandi
wajib.32
Dalam bahasa ilmiah, mimpi basah disebut sebagai emisi
noktural. Dalam peristiwa alami yang disebut sebagai pertanda
baligh bagi seorang Muslim ini, terjadi mekanisme mimpi
berhubungan dengan lawan jenis yang tidak dikenal, lalu
mengeluarkan sperma atau cairan seperti sperma. Dalam Islam,
mimpi basah menduduki pembahasan yang penting, meski sering
dilewatkan, tidak mendapatkan perhatian serius dari orang tua,
guru, maupun para pendidik lainnya.33 Padahal, sebagai bukti
pentingnya soalan ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
pernah menyebutkan mimpi basah ini dalam hadits-hadits yang
shahih.
“Pena Tuhan diangkat dari tiga perkara; dari orang yang
tertidur sampai terbangun, dari orang gila sampai dia sembuh, dari
seorang anak sampai dia mimpi basah (yahtalima, ihtilam).” Hadits
ini diriwayatkan oleh tujuh sahabat utama, Ummul Mukminin
‘Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq, Abu Qatadah, ‘Ali bin Abu
Thalib, ‘Umar bin Khaththab, ‘Abdullah bin ‘Abbas, Sidad bin Aus,
32 https://jihadsabili.wordpress.com/2011/03/23/mimpi-basah-dalam-pandangan-islam/ 33 Ibn Qayyim, Jangan Dekati Zina (Terj. Tim Darul Haq), Yayasan al-Sofwah Jakarta, Cet. I, 2000, h.78
35
dan Tsauban. Dalam hadits ini, mimpi basah disebutkan oleh
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai penanda bahwa
seseorang sudah baligh dan dikenai kewajiban (taklif) sebagai
seorang Muslim yang mukallaf.34
Wanita Pun Mimpi Basah, Imam al-Bukhari dan Imam
Muslim Rahimahumullah meriwayatkan dari sahabat mulia Anas
bin Malik Radhiyallahu ‘anhu, Ummu Tsulaim Radhiyallahu ‘anha
mendatangi Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya Allah Ta’ala tidak malu dalam
menjelaskan kebenaran. Apakah seorang wanita wajib mandi jika
mimpi basah?” tanya Ummu Tsulaim. “Ya,” jawab Nabi yang
mulia, “wanita wajib mandi jika melihat (keluar) mani.” Mendengar
pertanyaan Ummu Tsulaim, Ummul Mukminin Ummu Salamah
Radhiyallahu ‘anha yang saat itu berada di sisi Rasulullah pun
tertawa, lalu bertanya, “Apakah wanita juga mimpi basah dan
mengeluakan air mani?” “Iya,” jawab baginda Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, “dari mana seorang anak bisa mirip (dengan
ayah atau ibunya jika bukan karena air mani keduanya)?”
Mimpi basah pertama kali sangat berkesan dalam benak
seorang anak sebab sensasi nikmatnya. Jika tidak diarahkan sesuai
syariat, seorang anak berkemungkinan untuk mencari tahu dengan
34 Karomah al Hisni, Khulasah Kifayatul Akhyar, h.136
36
cara yang tdak benar, lalu melampiaskannya dengan cara yang
salah, baik dengan masturbasi atau menjalin hubungan zina dengan
sesama atau lawan jenis. Orang tua hendaknya memberikan
pemahaman, bahwa setelah mimpi basah ada kewajiban yang harus
dikerjakan, lalu seorang anak disiapkan agar segera memasuki
jenjang pernikahan jika sudah mampu, atau mengisi harinya dengan
kesibukan belajar, membaca, dzikir, dan membaca al-Qur’an al-
Karim sehingga syahwatnya terjaga jika belum mampu menikah.35
B. Penyaluran Hasrat Seks yang Tidak Sah
Penyaluran hasrat seks yang tidak sah yakni tidak sesuai dengan ajaran
Islam, diantaranya ialah:
1. Melalui Sesama Jenis
Penyaluran seksual yang tidak sah selanjutnya merupakan melalui
sesama jenis atau biasa disebut dengan homoseksual atau lesbi (hubungan
seksual wanita dengan wanita). Atau dalam bahasa sekarang biasa disebut
LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender). Penyaluran seks melalui jalan
tersebut merupakan bukanlah penyaluran yang baik, karena menyimpang
ajaran Islam.
2. Melalui Wadah Seks yang Dilarang
Penyaluran seksual melalui wadah seks yang terlarang juga sangat
berdampak negatif. Seperti contoh Seks anal atau menyetubuhi istri melalui
35 Ibn Qayyim, Jangan Dekati Zina (Terj. Tim Darul Haq), Yayasan al-Sofwah Jakarta, Cet. I, 2000, h.80
37
dubur ataupun ketika istri sedang haid. Seks anal adalah menyetubuhi istri
pada duburnya (anus). Kita tahu bersama bahwa anus adalah tempat
keluarnya kotoran dan berbagai macam kuman. Apalagi anus tidak
menghasilkan cairan sebagaimana pada vagina wanita, sehingga dapat
berakibat fatal bagi alat seksual saat berhubungan. Dari sinilah di antara
alasan mengapa seks anal seperti ini terlarang.36
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Para ulama yang jadi rujukan
dalam Islam bersepakat haramnya menyetubuhi istri pada duburnya baik saat
wanita tersebut haid atau suci”. Ulama Syafi’iyah pun berpendapat, “Tidak
halal menyetubuhi seseorang di duburnya begitu pula menyetubuhi hewan
seperti itu dalam keadaan apa pun itu. Hadits yang mendasari larangan ini
adalah sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ِ ِ َمْلعُ ٌون َم ْن أَتَى ْامَرأًَ ةِف ُدبُرَها “Benar-benar terlaknat orang yang menyetubuhi istrinya di duburnya.”37
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ َم ْن أَتَى َحائ ًضا أَو ْامَرأًَ ةِف ُدبُرَها أَْو َكاهنًا فَ َق ْد َكَفَر ِبَا أُنْزَل َعلىَ ُُمََّمد -صلى هللا عليه وسلم-
“Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di duburnya, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.”38
36 Munawar Ahmad Anees, Islam Dan Biologis (Terj. Rahmani Astuti), Mizan, Bandung cet IV 1994, h.89 37 HR. Ahmad 2: 479. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits tersebut hasan 38 HR. Tirmidzi no. 135, Ibnu Majah no. 639. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
38
Allah Ta’ala pun menerangkan bahwa kita hendaknya menyetubuhi istri di kemaluan. Dalam sebuah ayat disebutkan,
ِ ِ ن َس ُاؤُكْم َحْر ٌث لَ ُكْم فَأْتُوا َحْرثَ ُكْم أَََّّن شْئ تُْم
“Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki.” (QS. Al Baqarah/1: 223).
Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, ’ dalam ayat tersebut ْاْلَْر ُث ‘ bermakna tempat bercocok tanam. Artinya, anak itu tumbuh dari hubungan di kemaluan dan bukan di dubur. Jadi maksud ayat tersebut adalah setubuhilah
َّأََّن ‘ istri kalian pada kemaluannya, tempat tumbuhnya janin. Sedangkan makna
yaitu sesuka kamu bagaimana variasi hubungan seks, mau dari arah depan ِ ’شْئ تُْم atau belakang, atau antara keduanya, atau pun dari arah kiri. Dalam ayat tersebut, Allah menyebut wanita sebagai ladang dan dibolehkan mendatangi ladang tersebut yaitu pada kemaluannya. Selain atsar disebutkan bahwa seks anal semacam ini termasuk bentuk liwath shugro (sodomi yang ringan). Dalam hadits yang shahih juga disebutkan,
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ َّ إن َّاَّلل َ ََل يَ ْستَ ْحيي م ْ ن ْاْلَِّ ق َ َل ََتْتُوا النِّ َس اءَِف ُح ُشوشه َّن
“Sungguh Allah tidaklah malu dari kebenaran. Janganlah kalian menyetubuhi wanita di duburnya” (HR al-Baihāqi).
39
adalah wanita di duburnya”. Kata dubur yaitu tempat ْال ُح ُشُ Yang dimaksud
yang kotor. Allah Ta’ala sendiri mengharamkan menyetubuhi wanita haid
karena adanya haid di kemaluannya. Bagaimana lagi jika yang disetubuhi
adalah tempat yang keluarnya najis mughollazoh (najis yang berat). Seks anal
tidak dipungkiri lagi termasuk jenis liwath (sodomi). Menurut mazhab Abū
Hanīfah, Syāfi’iyah, pendapat Imam Ahmad dan Hambali, perbuatan seks anal
ini haram, tanpa adanya perselisihan di anatara mereka. Demikian pula hal ini
menjadi pendapat yang Nampak pada Imam Mālik dan pengikutnya.39
Hubungan seks saat menstruasi, Sebagian kalangan ada yang menghalalkan
di saat wanita menstruasi (haid). Padahal dari sisi kesehatan pun sangat tidak
dianjurkan karena: Saat haid terjadi peluruhan lapisan endometrium (lapisan
dinding rahim bagian dalam) yang mengandung berbagai macam protein serta
asam amino. Namun, jika ternyata tidak terjadi pembuahan, maka endometrium
tersebut bisa menjadi media yang sangat baik bagi pertumbuhan berbagai
penyakit. Nah, bisa dipastikan kuman penyakit yang masuk ke endometrium ini
masuk melalui pintu vagina. Selain vagina, penis juga bisa membawa kuman
penyakit dari luar.40
Dari segi dalil dan pendapat ulama, hubungan seksual saat haid terlarang.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Kaum muslimin sepakat akan haramnya
39 Majmu’ Al Fatawa, 32: 267-268 40 Munawar Ahmad Anees, Islam Dan Biologis (Terj. Rahmani Astuti), Mizan, Bandung cet IV 1994, h.93
40
menyetubuhi wanita haid berdasarkan ayat Al Qur’an dan hadits-hadits yang
shahih.”41 Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Menyetubuhi wanita nifas
adalah sebagaimana wanita haid yaitu haram berdasarkan kesepakatan para
ulama.”42 Dalam hadits disebutkan,
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ٍ َم ْن أَتَى َحائ ًضا أَو ْامَرأًَ ةِف ُدبُرَها أَْو َكاهنًا فَ َق ْد َكَفَ رِبَا أُنْزَل َعل ىَ ُُمََّم د صلى هللا عليه وسلم
“Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid atau menyetubuhi wanita di duburnya, atau mendatangai dukun, maka ia telah kufur terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad Saw.”43
Hubungan seks yang dibolehkan dengan wanita haid adalah bercumbu
selama tidak melakukan jima’ (senggama) di kemaluan. Dalam hadits
disebutkan,
ٍ ِ َّ ِ ْاصنَ عُوا ُك َّل َش ْىء إَل النِّ َك َاح
“Lakukanlah segala sesuatu (terhadap wanita haid) selain jima’ (di kemaluan).”44
Dalam riwayat yang muttafaqun ‘alaih disebutkan,
41 (Al Majmu’, 2: 359) 42 (Majmu’ Al Fatawa, 21: 624) 43 (HR. Tirmidzi no. 135, Ibnu Majah no. 639. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih). Al Muhamili dalam Al Majmu’ (2: 359) menyebutkan bahwa Imam Asy Syafi’i rahimahullah berkata, “Barangsiapa yang menyetubuhi wanita haid, maka ia telah terjerumus dalam dosa besar.” 44 Imam Muslim, “Shahih Muslim” No 302
41
ِ ِ ِ ِ ِ َع ْن َعائ َشةَ قَالَ ْت َكانَ ْت إ ْحَد َاَن إذَا َكانَ ْت َحائ ًضا ، فَأََرَاد َرُس ُ ول َّ اَّللصلى هللا عليه وسلم أَْن ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ي ُبَاشَرَه ا ، أََمَرَها أَْن تَ تَّزَ رِف فَ ْور َحْي َضتَها ُُثَّ ي ُبَاشُرَها . قَالَ ْت َوأَيُّ ُكْم ي َْل ُُ إْربَهُ َكَما َك َان النَُِِّّ ِ ِ صلى هللا عليه وسلم يَْل ُُ إْربَه ُ
Dari ‘Aisyah, ia berkata bahwa di antara istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ada yang mengalami haid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin bercumbu dengannya. Lantas beliau memerintahkannya untuk memakai sarung agar menutupi tempat memancarnya darah haid, kemudian beliau tetap mencumbunya (di atas sarung). Aisyah berkata, “Adakah di antara kalian yang bisa menahan hasratnya (untuk berjima’) sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menahannya?”45
45 (HR. Bukhari no. 302 dan Muslim no. 293). Imam Nawawi menyebutkan judul bab dari hadits di atas, “Bab mencumbu wanita haid di atas sarungnya”. Artinya di selain tempat keluarnya darah haid atau selain kemaluannya. BAB III
AYAT-AYAT TENTANG HOMOSEKSUAL
Ayat-ayat yang menceritakan tentang homoseksual berkisar dari kisah Nabi
Lūth. Karena homoseksual terjadi pertama kali pada masa Nabi Lūth. Kisah tentang
Nabi Lūth sangat banyak dalam Al-Qur’an, namun di sini penulis akan mengumpulkan ayat yang berkaitan dengan homoseksualnya saja yaitu tertera dalam 8 surat pada Al-
Qur’an dan 66 ayat. Berikut ini ialah ayat-ayat Al-Qur’an yang menceritakan tentang homoseksual.
A. Al-A’rāf/7: 80-84
َ ۡ َ ۡ َ ُ ً ۡ َ َ َ ۡ َ ُ َ ۡ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ ۡ َ َ ۡ َ َ َ َّ ُ ۡ َ َ ُ َ ولوطا إِذ قال لِقو ِم هِ ۦ ٱأتأتون لفَٰ ِحش ة ما سبقكم بِها ِمن أح ٖد ِمن ٱلعَٰل ِمي ٠٨ إِنكم َلأتون َ َ َ َ َ َ ۡ َ ٗ ُ َ َ ۡ ُ ۡ َ ۡ ٞ ُّ ۡ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ۡ َّ َ ُ ْ ۡ ُ ُ ٱ لرِجال ٱشهوة ِمن د ِون لنِسا ِء بل أنتم قوم م ِۡسفون ٠٨ و ام َكن جواب قو ِمه ِ ۦ إَِّل أن قالوا أخرِجوهم ُ َ َ َ َ َ ۡ َ ُ ۡ َّ ُ ۡ َ ٞ َ َ َ َّ ُ َ َ َ ۡ َ ُ َ ۡ َ ُ َّ ۡ َ َ ُ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ ۡ َ ۡ َ ِمن قريتِكمۖۡ إِنهم أناس يتطهرون ٠٨ فأجنينَٰه وأهل ه ۥ ٱإَِّل ۥمرأت ه ٱَكنت ِمن لغَٰ ِِبِ ين ٠٨ وأمطرنا َ َ ۡ َّ َ ٗ َ ُ ۡ َ ۡ َ َ َ َ َ ُ ۡ ُ ۡ َ ٱعلي ِهم مطراۖۡ ف نظر كي فَكن عَٰقِبة ٱلمجرِ ِم ي ٠٨ Dan (Kami juga telah mengutus) Lūth, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini). Sungguh kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas. (Al-A'rāf/7: 81-84)
1. Makna Ijmali
Lūth, yang dimaksud ialah Lūth bin Harān. Yaitu kemenakan Ibrāhīm
as. Ia lahir di Ourlkaldaniyin, di ujung timur selatan Irak, yang dulu disebut
tanah Babil. Setelah orang tuanya meninggal dunia, Lūth merantau bersama
pamannya, Ibrāhīm ke daerah yang terletak antara dua sungai yang disebut
42
43
Jazirah Qaura. Dan di sanalah letak kerajaan Asyūr. Oleh Ibrāhīm kemudian
Lūth itu ditempatkan di sebelah Timur Yordan, karena lahan penggembalaan di
sana cukup baik. Dan di tempat itu, yaitu tempat yang disebut ‘Umqus Sadim
dekat laut mati atau laut Lūth, terdapat lima perkampungan. Lūth tinggal di
salah satu antara lima perkampungan itu, yang disebut Sadum. Penduduk
Sadum melakukan perbuatan-perbuatan yang keji, dan sekarang tidak ada
tanda-tanda yang menunjukkan di mana letak Sadum itu secara pasti. Tetapi
sebagian orang mengatakan bahwa Sadum itu telah digenangi laut. Namun
demikian, mereka tidak mempunyai dalil atas kebenaran kata-kata itu.1
2. Mufradāt Lughawiyah
adalah Lūth bin Haran bin Azir. Dia adalah anak dari saudara Nabi لُوطًا
Ibrāhīm dilahirkan di Aurkaldaniyyin, ujung timur selatan Iraq, dinamakan
dengan tanah Babilonia. Dia meninggalkan kota itu setelah kematian ayahnya
bersama dengan pamannya, Ibrāhīm, ke Mesopotamia sampai Qura, di mana
terdapat kerajaan Asyur. Kemudian dia pergi bersama Nabi Ibrāhīm ke negeri
Syami, di mana dia ditempatkan oleh Nabi Ibrāhīm di timur Yordan. Dia tinggal
di suatu tempat yang bernama pedalaman Sadim, dekat Laut Mati atau Laut
Lūth. Di sana terdapat lima desa. Lūth tinggal di salah satunya yang dinamakan
Sodom. Kemudian Allah mengutusnya kepada penduduk Sodom dan desa-desa
sekitar. Lūth mengajak mereka ke jalan Allah Swt, memerintahkan kebajikan
1 Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 8, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang), 1986 h.361. 44
dan melarang mereka kemungkaran dan perbuatan keji yang mereka lakukan
yang belum pernah dilakukan oleh siapapun dari anak Adam atau lainnya.
Yakni mendatangi laki-laki bukan perempuan. Ini adalah sesuatu yang belum
dikenal oleh anak Adam, tidak pula dianggap baik. Sampai dibuat oleh
penduduk Sodom. Kalimat orang Arab mengatakan maksudnya dia لَتَأْتُ َون ِّ الرَج َال
menggauli perempuan itu. Melampaui yang halal menuju haram. ُّم ْس رفُ َون
Lūth dan para pengikutnya. Terhadap dubur laki-laki. الْٰغِب َين ي َتَطََّهُر َون أَ ْخرُج ُوهم
Tetap dalam siksa.2
3. Tafsir Ayat
“Yang tak pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu di zaman
apapun”. Tapi, perbuatan itu termasuk hal-hal baru yang kamu buat dalam soal
kerusakan. Sehingga kalian merupakan contoh dan teladan dalam perbuatan
yang jahat, sehingga kalian akan mendapatkan dosanya dan dosa dari siapapun
yang mengikuti kamu dalam melakukan perbuatan-perbuatan jahat itu sampai
kiamat.
Sesungguhnya kamu mendatangi lelaki untuk melepaskan nafsumu,
bukan kepada wanita. Ini adalah perbuatan yang melampaui batas. Ini
2 Wahbah az-Zuhaili, “Tafsir al-Munir”, Jilid 4, (Jakarta: Gema Insani), 2014, h. 514 45
merupakan kebodohan dari kaum Lūth tersebut, karena meletakkan sesuatu
bukan pada tempatnya.3
إنَّ ُكْم لَتَأْتُ َون ِّالرَج َال َشْهَوًة ِّمن ُدون النِّ َسآء
Yang dimaksud Al-Ityan (mendatangi) ialah mencari kenikmatan yang
telah dikenal, sesuai dengan tuntunan fitrah antara suami istri yang disebabkan
oleh syahwat dan keinginan untuk memperoleh keturunan. Namun, mereka di
sini hanya menginginkan pelampiasan syahwat semata. Oleh karena itu
mereka lebih rendah dari pada binatang. 4
B. Hūd/11: 77-83
َ َ َّ َ َ ۡ ُ ُ ُ َ ُ ٗ َ ۡ َ َ َ ۡ َ ۡ ٗ َ َ َ َ َ َ ۡ ٌ َ ٞ َ َ َ ُ َ ۡ ُ ُ ولما جاءت رسلنا ل اوط ِِسء بِ ِهم وضاق بِ ِهم ذرٗع وقال هَٰذا يوم ع ِصيب ٧٧ ۥوجاءه ۥقومه ۥق َ ُ ۡ َ ُ َ َ ۡ َ َ ۡ ُ َ ُ ْ َ ۡ َ ُ َ َّ َ َ َ َ ۡ ََٰٓ ُ َ َ َ ُ َّ ۡ َ ُ َ ُ ۡ َ َّ ُ ْ يهرعون إِل هِ و ِمن ببل َكنوا يمملون ٱ لس ِي ِ ات قال يَٰقو ِم هؤَّل ِء بن ِاِت هن أطهر لك م ۖۡ ٱف ت ق وا وا َ َّ َ َ َ ُ ۡ ُ َ ۡ َ ۡ َ ُ ۡ َ ُ ٞ َّ ٞ َ ُ ْ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َ َ َ َ ۡ ٱ ّلل وَّل ُتز ِون ِِف ضي ِ فۖٓ أليس ِمنكم رجل ر ِشيد ٧٠ قالوا لقد علِمت ام اَل ِِف بناتِك ِمن َ َ َ َ َ َ َ ُ ْ ُ َ َّ َ َ ۡ ُ َ ُ ُ َ ۡ َّ ُ ۡ ُ َّ ً ۡ َ َٰ ُ ۡ َ َ َ َٰ ُ ح ٖق ِإَونك َلملم ما نرِيد ٧٧ قال لو أن ِِل بِكم قوة أو ءاوِي إِِل رك ٖن ش ِد ٖيد ٠٨ قالوا يلوط َ َ َ َ َّ ُ ُ ُ َ َ َ َ ُ ْ َ ۡ َ َ ۡ ۡ َ ۡ َ َّ ۡ َ َ َ ۡ َ ۡ ُ ۡ َ ٌ َّ ۡ َ َ َ إِنا رسل ربِك لن ي ِصلوا إِلكۖۡ فأ ِۡس بِأهلِك بِقِط ٖع ِمن ٱ ل ِ ل وَّل يلتفِت ِمنكم أ ٱحد إَِّل م رأت كۖۡ ر َ َ َ َّ ُ ُ ُ َ َ َ َ ُ ۡ َّ َ ۡ َ ُ ُ ُّ ۡ ُ َ ۡ َ ُّ ۡ ُ َ َ َ َّ َ َ ۡ ُ َ َ َ ۡ َ ۥإِنه م ِصيبها ما أصابه ۚۡم إِن مو ِعدهم ٱ لصب ۚۡ ح ٱأليس لصب ح بِقرِ ٖيب ٠٨ فلما جاء أمرنا جملنا َ َ َٰ َ َ َ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ ۡ َ َ َ ٗ َّ ُ ُّ َ َّ َ ً َ َ َ َ َ َ َ علِيها سافِلها وأمطرنا عليها ِحجارة ِمن ِس ِج ٖيل منضودٖ ٠٨ مسو مة ِعند ربِكۖۡ و ام ِِه ِمن ََّٰ َ َ ٱ لظلِ ِم ي بِبمِ ٖيد ٠٨
3 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, “Tafsir Ath-Thabari”, Jilid XII, (Jakarta: Pustaka Azzam), 2009, h. 548. 4 Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 8, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang), 1986 h.362.
46
Dan ketika para utusan Kami (para malaikat) itu datang kepada Lut, dia merasa curiga dan dadanya merasa sempit karena (kedatangan)nya. Dia (Lut) berkata, "Ini hari yang sangat sulit. Dan kaumnya segera datang kepadanya. Dan sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan keji. Lut berkata, "Wahai kumku! Inilah putri-putri (negeri)ku mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu orang yang pandai?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya engkau pasti tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan (syahwat) terhadap putri-putrimu; dan engkau tentu mengetahui apa yang (sebenarnya) kami kehendaki." Dia (Lut) berkata, "Sekiranya aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan)." Mereka (para malaikat) berkata, "Wahai Lut! Sesungguhnya kami adalah para utusan Tuhanmu, mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah bersama keluargamu pada akhir bersama keluargamu pada akhir malam dan jangan ada seorang pun di antara kamu yang menoleh ke belakang, kecuali istrimu. Sesungguhnya dia (juga) akan ditimpa (siksaan) yang menimpa mereka. Sesunggunya saat terjadinya siksaan bagi mereka itu pada waktu subuh. Bukankah subuh itu sudah dekat?" Maka ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkirbalikkan negeri kaum Lut, dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar, yang diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang yang zalim. (QS. Hūd/11: 77-83) 1. Makna Ijmali
Setelah Allah Swt menerangkan apa yang menunjukkan bahwa Lūth
gelisah mengenai ihwal tamu-tamunya, jangan-jangan tertimpa sesuatu yang
menyebabkan mereka malu, seperti yang dinyatakan:
قَ َال لَْو أََّ نِل ب ُكْم ق َُّوةً أَْو ءَاو ٓى إَِٰل ُرْك ن Seandainya aku mempunyai kekuatan untuk menolakmu, atau kalau dapat berlindung kepada keluarga yang kuat, tentu akan aku lakukan. (Hūd, 11: 80)
47
Maka, di sini Allah akan menyebutkan bahwa utusan-utusanNya itu
memberi kabar gembira kepada kepada Lūth, bahwa kaumnya takkan dapat
melakukan keinginan mereka, dan bahwa Allah akan membinasakan mereka
dan akan menyelamatkan Lūth beserta keluarganya dari siksa Allah.5
2. Mufradāt Lughawiyah
Lūth mengalami kesusahan dan kesedihan dengan kedatangan س ٓىءَ ِبْم
para Malaikat itu. Puncak kekuatan. Orang berkata: Māli bihi zar’um : ذَْرًعا
wa la ziara’un (saya tidak kuat menanggungnya). sakit sekali. ُه رع َ َعص يب
Terdorong untuk tergesa-gesa. Dan menurut al-Kisa’i, al-Ihra’ hanya bisa
diartikan bergegasa disertai dengan gemetar karena dingin atau marah atau
demam atau syahwat.
Janganlah kalian memalukan aku. Tamu. Orang yang َّرش يد َضْي ف الَ ُُتُْزْون
berakal dan sadar.6
3. Tafsir Ayat
5 Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 12, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang), 1986 h.124. 6 Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 12, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang), 1986 h.119.
48
(dan merasa sempit dadanya karena kedatangan َو َض َاق ِبْم ذَْرًعا mereka). Al-Azhari mengatakan, di posisikan pada posisi kekuatan. َّالذْرع ُ
Asalnya bahwa menekan dengan kakinya saat berjalan sesuai dengan lebar langkahnya, yakni membentangkannya. Jika mayoritas kekuatannya bertumpu pada maka terfokuslah kekuatannya di situ. Jadi, terfokusnya kekuatan dikiaskan dengan sempitnya area, kekuatan dan beratnya perkara.
) dan dia berkata, “Ini adalah hari yang amat sulit”), َوقَ َال ٰهَذا ي َْوم َعص يب yakni berat. Kata dan serta menunjukkan makna عُ َصْوص ب عُ َصْيص ب َعص يب banyak, yakni hari yang dibenci karena berhimpunnya keburukan pada saat itu. Dari pengertian ini muncul ungkapan dan yaitu orang-orang ع َصابَة عُ ْصبَة yang bersepakat.
Firman-Nya: (Dan datanglah kepadanya kaumnya َوَجآءَهُۥ قَ ْوُمهُۥ ي ُْهَرعُ َون إلَْيه dengan bergegas-gegas), yakni datang kepada Lūth. Kalimat ini berada pada posisi nashab sebagai hal. Makna adalah bergegas-gegas ي ُْهَرعُ َون kepadanya. Al-Kisa’I, al-Farrā’ dan ahli Bahasa lainnya mengatakan, bahwa adalah tergesa-gesa yang disertai dengan gemetar atau اإلْهَراء ُ 49
menggigil. Kalimat berarti lelaki itu bergegas-gegas sambil أَْهَرَع َّالرُجل ُ-إْهَر ًاعا
gemetaran karena kedinginan, marah atau demam. Muhalhal mengatakan,
“Maksudnya adalah mereka bergegas-gegas sambal menonjolkan diri
secara paksa.”7
dan sejak dahulu mereka selalu melakukan) ۟ َومن قَ ْبلُ َكانُوا ي َْعَملُ َون َّالسئَِّ َات
perbuatan-perbuatan yang keji), yakni sejak sebelum datangnya para
utusan waktu itu mereka sudah terbiasa melakukan keburukan-keburukan.
Ada juga yang mengatakan, bahwa maknanya adalah mereka biasa
melakukan keburukan sebelum Lūth, yakni mereka biasa menggauli sesama
lelaki (sodomi).
Setelah mereka datang kepada Lūth dan bermaksud melakukan
perbuatan itu terhadap para tamu beliau, Lūth mencegah mererka. قَ َال يٰ َقْوم
(Lūth berkata, “Hai kaumku, inilah puteri-puteri ٰٓهُؤََلء ب َنَاتى ُه َّن أَطَْهُر لَ ُكْم
(negeri) ku, mereka lebih suci bagimu”) maksudnya adalah nikahilah
mereka dan tinggalkanlah kekejian yang kalian inginkan terhadap tamuku.
7 Imam Asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir, (Jakarta: Pustaka Azzam), 2011, h.417 50
Makna (mereka lebih suci bagimu) maksudnya adalah lebih ُه َّن أَطَْهُر لَ ُكْم halal dan lebih suci. Adalah mensucikan dari yang tidak halal. Kata ini tidak menunjukkan lebih, tapi seperti halnya.
maka bertakwalah kepada Allah dan) ۟ فَاتَّ ُقوا هللاَ َوَال ُُتُْزون ِف َضْي ف ٓى janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini) maksudnya adalah bertakwalah kepada Allah dengan meninggalkan perbuatan keji yang kalian inginkan terhadap mereka, dan janganlah kalian mencemarkan namaku dan mendatangkan aib di hadapan tamuku. Kata (tamu) bisa untuk tunggal, berbilang dua dan jamak, karena asalnya mashdar.
Kemudian beliau mendamprat mereka dengan mengatakan, أَلَْي َس م ُنكْم
(tidak adakan di antaramu seorang yang berakal?). ini َرُجل َّرش يد menunjukkan bahwa kalian sebaiknya meninggalkan perbuatan buruk ini dan mencegah kalian dari itu?
Mereka menjawabnya dengan jawaban yang berarti berpaling dari apa
۟ yang dinasihatkannya kepada mereka, dengan mengatakan قَالُوا لََق ْد َعل ْم َت َما
(mereka menjawab, “sesungguhnya kamu telah tahu لَنا َ ِف ب َنَات َك م ْن َح ِّ ق bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu”) 51
maksudnya adalah kami tidak berminat terhadap mereka dan tidak butuh mereka. Karena orang yang memerlukan sesuatu seakan-akan mempunyai semacam hak terhadap sesuatu itu.
(dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang َوإنَّ َك لَتَ ْعلَُم َما نُر ُيد sebenarnya kami kehendaki) maksdunya adalah, menggauli lelaki. Setelah beliau tahu bahwa mereka tetap bertahan untuk melakukan perbuatan keji itu dan tidak mau meninggalkan apa yang mereka cari itu, قَ َال لَْو أََّن ِل ب ُكْم
Lūth berkata, “Seandainya aku ada mempunyai kekuatan (untuk) ق َُّوة ً menolakmu)”). Jawab dibuang, perkiraannya adalah niscaya aku menolak dan mencegah kalian dari mereka. Ini ungkapan beliau AS dalam bentuk harapan yakni seandainya aku menemukan penolong. Lalu beliau menyebut sesuatu yang menguatkan sesuatu itu sebagai (kekuatan).
(atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga أَْو ءَاو ٓى إَِٰل ُرْك ن َشديد yang kuat (tentu aku lakukan). Yang dimaksud dengan adalah keluarga dan apa saja yang dapat melindunginya dan orang-orang yang bersamanya dari mereka. Ada juga yang mengatakan, bahwa yang dimaksud dengan adalah anak, dan yang dimaksud dengan adalah yang dapat menolongnya selain anaknya. 52
para utusan malaikat berkata, “Hai) ۟ ۟ قَالُوا يٰ لُ ُوط إََّّن ُرُسلُ َربِّ َك لَن يَصلُٓوا إلَْي َك
Lūth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu”). Terlebih dahulu mereka menggambarkan kepada beliau bahwa mereka itu para utusan Tuhannya, kemudian menyampaikan berita gembira kepadanya dengan mengatakan,
.(sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu) ۟ لَن يَصلُٓوا إلَْي َك
Redaksi ini menjelaskan yang sebelumnya karena bila mereka itu diutus dari sisi Allah kepadanya, tentu musuhnya tidak akan sampai kepadanya dan tidak akan mampu terhadapnya.
sebab itu pergilah dengan membawa keluarga) َّ فَأَ ْس رِبَْهل َك بقطْ ع ِّم َن الْي ل dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam). Ada juga yang mengatakan, bahwa adalah berjalan di permulaan malam, sedangkan adalah berjalan di akhir malam. Adalah sehimpunan malam.
(dan janganlah ada seorang pun di antara kamu yang َوَال ي َْلتَف ْت م ُنكْم أَ َح د tertinggal) maksudnya adalah, jangan menoleh ke belakang, atau jangan disibukkan dengan apa yang ditinggalkannya, baik harta ataupun lainnya.
Suatu pendapat menyebutkan, bahwa alasan larangan menoleh ke belakang adalah agar mereka tidak melihat adzab kaum mereka dan kedasyatan yang menimpa mereka sehingga mereka kasian dan iba terhadap mereka. 53
kecuali istrimu). Dhamir pada kalimat) َّ إنَّهُۥ ُمصيبُ َها َمآ أَ َص َاِبُْم إال ْامَرأَتَ َك
(sesungguhnya dia akan ditimpa adzab yang menimpa mereka) adalah dhamir sya’n (perihal), dan kalimat ini sebagai khabar.
(karena sesungguhnya saat jatuhnya adzab kepada إ َّن َمْوعَدُهُم ُّالصْب ُح mereka ialah di waktu subuh). Kalimat ini adalah penyempitan dari perintah berangkat dan larangan menoleh. Maknanya adalah saat ditimpakannya adzab mereka adalah waktu subuh dari malam tersebut.
Pertanyaan pada kalimat (bukankah subuh itu sudah أَلَْي َس ُّالصْب ُح بَقريب dekat?) berfungsi untuk mengingkari dan memastikan. Kalimat ini juga sebagai penegas alasan.
Firman Nya (Maka tatkala datang adzab Kami) maksudnya فَ لََّما َجآءَ أَْمُرََّن adalah waktu yang ditetapkan terjadinya adzab atau yang dimaksud di sini adalah adzab kami.
(Kami jadikan negeri َجَعْلنَا ٰعليَ َها َسافلََها َوأَْمطَْرََّن َعلَْي َها ح َج َارةً ِّمن س ِّج يل َّم ُنضود kaum Lūth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), yakni bagian atas negeri kaum Lūth menjadi bagian bawahnya. Maknanya adalah 54
membaliknya dengan kondisi demikian, yaitu bagian atasnya menjadi bagian
bawahnya, dan bagian bawahnya menjadi bagian atasnya.8
C. Al-Hijr/15: 71-79
َ َ َ ََٰٓ ُ َ َ َ ُ ُ ۡ َ َ َ َ ۡ ُ َ َّ ُ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َ ۡ َ ُ َ َ َ َ ۡ ُ ُ َّ ۡ َ ُ قال هؤَّل ِء بن ِاِت إِن كنتم فَٰمِلِي ٧٨ لممرك إِنهم ل ِف سكرتِ ِهم يممهون ٧٨ ٱفأخذتهم لصيح ة لص ۡ َ َ َ ُ ۡ َ َ َ َ َ َ َٰ َ َ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ ۡ ۡ َ َ ٗ َّ َ َٰ َ َ َٰ م ِۡشقِي ٧٨ فجملنا علِيها سافِلها وأمطرنا علي ِهم ِحجارة ِمن ِس ِج ٍيل ٧٨ إِن ِِف ذ لِك ٓأَلي ٖت ل َ ۡ َ ۡ ُ َ َ َ َّ َ َ َ ُّ َّ َ َٰ َ َ ٗ ۡ ُ ۡ َ َ َ ۡ َ َٰ ُ ۡ َ لِلمتو ِس ِمي ٧٧ ِإَونها لبِسبِ ٖيل مقِ ٍيم ٧٧ إِ ن ِِف ذلِ كٓأَلية لِلمؤ ِمنِي ٧٧ ِإَون َكن أصحب ٱ ۡليك ةِ َ َ َ َ َ َ ۡ َ ۡ ُ ۡ َّ ُ َ َ َ ُّ لظَٰلِ ِمي ٧٠ اٱف نتقمن ِمنه مِإَونه ام َلِإِم ٖام مبِ ٖي ٧٧ Luth berkata: “Inilah puteri-puteriku (negeri) ku (menikahlah dengan mereka), jika kamu hendak berbuat (secara yang halal)”. (Allah berfirman): “Demi umurmu (Muhammad), sesungguhnya mereka terpmbang-ambing di dalam kemabukan (kesesatan)”. Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit. Maka Kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (keuasaan Kami) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda. Dan sesungguhnya kota itu benar-benar terletak di jalan yang masih tetap (dilalui manusia). Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda- tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang beriman. Dan sesungguhnya adalah penduduk Aikah itu benar-benar kaum yang zalim, maka Kami membinasakan mereka. Dan sesungguhnya kedua kota itu benar-benar terletak di jalan umum yang terang. (QS. Al-Hijr/15: 71-79) 1. Makna Ijmali
Dalam ayat ini Allah sepintas menyinggung ringkasan apa yang telah
disajikan terdahulu. Allah menyuruh Nabi-Nya untuk menyampaikan
kepada hamba-hambaNya bahwa Dia maha mengampuni segala dosa orang
yang bertaubat dan ingin kembali kepadaNya. Dan siksa-Nya sangat pedih
bagi orang-orang yang terus melakukan kemaksiatan. Kemudian Allah
8 Asy-Syaukani, Tafsir Fathul Qadir, (Jakarta: Pustaka Azzam), 2011, h.415 55
menguraikan janji dan ancaman itu, maka Dia menceritakan pembinasaan
kaum Lūth karena mereka melakukan maksiat dan kejahatan yang teramat
besar. Yaitu melakukan kekejian yang belum pernah dilakukan oleh seorang
pun di antara manusia sebelum mereka, sehingga mereka musnah seperti
sedia kala dan menjadi bekas-bekas.9
2. Mufradāt Lughawiyah
Yang dimaksudkan dengan kata banātī (anak-anak ٰٓهُؤََلء ب َنَات ٓى
perempuanku) di sini adalah para perempuan dari kaumnya. Karena nabi
setiap umat adalah laksana bapak bagi mereka. Atau maksudnya adalah
anak perempuan Nabi Lūth sendiri. Sehingga maksudnya adalah inilah
anak-anak perempuanku, nikahilah mereka.
Jika kalian ingin menyalurkan hasrat biologis kalian. إن ُكنتُْم ٰفعل َي
Kata ini dibaca dengan huruf ‘ain dibaca fathah ketika digunakan لََع ْمُرَك
dalam konteks qasam (sumpah). Ini adalah qasam dari Allah Swt dengan
kehidupan mukhāthab, yaitu Nabi Muhammad saw. Yakni demi hidupmu
Muhammad. Kata al-Amru atau al-‘Umru artinya adalah kehidupan (umur).
Benar-benar berada dalam kesesatan mereka. ي َْعَمُه َون لَفى َس ْكَرِتْم
9 Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 14, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang), 1986 h.53.
56
Terombang-ambing. Pekikan dahsyat Malaikat Jibril, yaitu shā’iqah َّالصْي َحة ُ
(suara Mahadahsyat yang mengguntur). Ibnu Jarir menuturkan setiap sesuatu yang digunakan untuk membinasakan suatu kaum, itu disebut shaihah dan shā’iqah. Sedang mereka memasuki waktu matahari ُم ْش رق َي mulai terbit.
Bagian atas kota-kota mereka. Terbalik kebawah. Yaitu, َسافلََها ٰعليَ َها bagian atas terbalik menjadi di bawah dan bagian bawah menjadi di atas.
Malaikat Jibril mengangkat ke atas lalu menghempaskan kembali ke bawah dalam keadaan terbalik bersama para penduduknya. Tanah yang س ِّج يل mengeras dan dan membatu yang dimasak atau dibakar dengan api. Ini adalah kata mu’arrab (diadopsi ke dalam Bahasa Arab). Semua إ َّن ِف ٰذل َك
Benar-benar terdapat bukti-bukti petunjuk keesaan َٰاليٰ ت .yang disebutkan
Allah Swt. Bagi orang-orang yang mau merenungkan, memikirkan, لِّْل ُمتَ َوِِّس َي
dan mengambil pelajaran. َّ Negeri kaum Lūth. Berada di jalan لَب َسب يل ُّمقيم َوإَّنَا yang biasa digunakan oleh kaummu (Muhammad), yaitu Quraisy, ketika pergi ke Syām, dalam keadaan yang masih terlihat jelas, jejak dan bekasnya 57
masih ada dan tidak terhapus, selalu dilewati orang-orang dan mereka pun
melihatnya. Apakah mereka tidak mengambil pelajaran dari semua itu? َٰاليَة ً
Benar-benar pelajaran. Bagi orang-orang yang beriman kepada لِّْلُمْؤمن َي
Allah Swt dan rasul-rasulNya.10
3. Tafsir Ayat
Allah mengirimkan tiga macam azab kepada kaum Lūth yaitu, pertama,
petir yang dasyat dan suara yang mengejutkan serta menakutkan. Kedua,
Allah membalikkan negeri ke atas mereka, sehingga bagian atasnya
dijadikan bagian bawahnya. Ketiga, Allah menghujani mereka dengan batu-
batu yang berasal dari tanah yang keras.
D. Asy-Syu’arā/26: 165-173
َ ۡ َ َ َ ُ َ ُّ ۡ َ َ َ ۡ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ُ ۡ َ ُّ ُ ۡ ۡ َ ُ َ ۡ ُ ۡ َ ۡ ٌ أتأتون ٱ ذلكر ان ِ ٱمن لعَٰل ِم ي ٨٧٧ وتذرون ما خلق لكم ربكم ِمن أزوَٰ ِجكم بل أنتم قوم َ ُ َ َ ُ ْ َ َّ ۡ َ َ َ ُ ُ َ َ ُ َ َّ َ ۡ ُ ۡ َ َ َ َ َ َ ُ َ ۡ َ َ ٨٧٧ٗعدون قالوا لئِن لم تنتهِ يَٰلوط َلكونن ِمن ٱلمخر ِج ي ٨٧٧ قال إِ ِّن لِمملِكم ِمن ٱلقالِ ي ٨٧٠ ٨٧٠ َ َ َ َ َّ ۡ َ َ ۡ َّ َ ۡ َ ُ َ َ َ َّ ۡ َ ُ َ ۡ َ ُ ۡ َ َ َ ُ ٗ َ َٰ َ ُ َّ َ َّ ۡ َ ر ِ ب ِجن ِِن وأه ِِل ِمما يمم ٨٧٧لون فنجينَٰه وأهله ۥ ٨٧٨أۡجمِي ٱإَِّل عج اوز ِِف لغ ِِبِ ين ٨٧٨ ثم دمرنا ٨٧٨ َ َ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ ۡ َّ َ ٗ َ َ َ َ َ ُ ۡ ُ َ َ ٱٓأۡلخرِين ٨٧٨ وأمطرنا علي ِهم مطراۖۡ فساء مطر ٱلمنذرِين ٨٧٨ "Mengapa kalian mendatangi jenis lelaki di antara manusia, dan kalian tinggalkan istri-istri yang dijadikan oleh Tuhan kalian untuk kalian, bahwa kalian adalah orang-orang yang melampaui batas.” Mereka menjawab, "Hai Luth, sesungguhnya jika kamu tidak berhenti, benar-benar kamu termasuk orang-orang yang diusir.” Luht berkata, "Sesungguhnya aku sangat benci kepada perbuatan kalian.” (Luth berdoa), "Ya Tuhanku, selamatkanlah aku beserta keluargaku dari (akibat) perbuatan yang mereka kerjakan.” Lalu Kami selamatkan ia beserta
10 Wahbah az-Zuhaili, “Tafsir al-Munir”, Jilid 7, (Jakarta: Gema Insani), 2014, h. 313. 58
keluarganya semua, kecuali seorang perempuan tua (istrinya), yang termasuk dalam golongan yang tinggal. Kemudian Kami binasakan yang lain. Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu), maka amat jeleklah hujan yang menimpa orang-orang yang telah diberi peringatan itu. (QS. Asy-Syuara/26: 165-173) 1. Makna Ijmali
Di dalam ayat-ayat ini Allah mengisahkan Lūth putra Haran putra Azar
putra saudara Ibrāhīm. Allah mengutusnya selama hidupnya di suatu umat
besar di Sodom dan kota-kota sekitarnya di negeri Gaur dekat Baitul Maqdis.
Lūth menyeru mereka untuk beribadah kepada Allah semata dan taat kepada
RasulNya, serta melarang mereka melakukan kemaksiatan dan perbuatan keji
yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum mereka. Namun,
mereka mendustakannya, maka Allah membinasakan mereka dengan
mengirim belerang dan api dari langit, lalu membakar negeri mereka dan
menjadikan gempa yang membuat bagian atasnya berada di bagian bawah.
Hal ini ditegaskan dalam firman Allah:
فَ لََّما َجآءَ أَْمُرََّن َجَعْلنَا ٰعليَ َها َسافلََها َوأَْمطَْرََّن َعلَْي َها ح َج َارًة ِّمن س ِّج يل َّم ُنضود
Maka ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkirbalikkan negeri kaum Lut, dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar. (Hūd: 82)11 2. Mufradāt Lughawiyyah
11 Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 21, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang), 1986 h.175
59
Untuk kesenangan kalian. Dari qubul perempuan- ِّم ْن أَْزٰوج ُكم لَ ُكْم
Melampaui batas baik secara syari’at, akal, maupun َع ُاد َون .perempuan kalian fitrah yang murni dari hal yang halal menuju yang hal yang haram. لَئن ََّّلْ تَنتَه
Jika kamu tidak berhenti wahai Lūth dari pada mengingkari kami. م َن يٰ لُ ُوط
Termasuk orang yang diusir dan diasingkan dari negeri kami. الَْقال َي الُْم ْخَرج َي
Orang-orang yang sangat membenci perbuatan kalian. Dari adzab ِمَّا ي َْعَملُ َون atau siksaan karena perbuatan mereka.
Keluarga rumahnya dan orang-orang yang mengikuti agamanya. َوأَْهلَه ُ
Allah lalu mengeluarkannya di antara kaumnya di waktu datangnya إَّال َع ُج ًوزا
ِف .adzab bagi mereka kecuali orang lemah yang merupakan istri Nabi Lūth
Di dalam orang-orang yang tertinggal dan tersiksa dan terkena adzab. الْٰغِب َين
Ia tertimpa batu di jalan lalu mati hal itu karena ia condong kepada kaumnya dan ridha atas perbuatan mereka. Dikatakan ia termasuk orang yang tersisa di negeri, ia tidak keluar bersama Nabi Lūth. Kami binasakan َدَّمْرََّن ْ ٰاال َخ ر َين 60
dengan sekuat-kuatnya. Kami hujani mereka dengan hujan, َوأَْمطَْرََّن َعلَْيهم َّمطًَرا
dikatakan Allah menghujani mereka dengan batu hingga menewaskan
mereka. Jeleklah hujan mereka orang-orang orang-orang فَ َسآءَ َمطَُر الُْم َنذر َين
yang telah diberi peringatan. Alif lam dalam lafal menunjukkan jenis الُْم َنذر َين
sehingga mudhaf ilaihi bias menduduki fa’il nya sa’a, sedangkan makhsus
(yang dikhususkan) dalam celaan adalah dibuang yaitu hujan mereka.12
3. Tafsir Ayat
Sesungguhnya kaum Nabi Lūth telah mendustakan Nabi mereka yang
diutus kepada mereka. Barang siapa mendustakan seorang Rasul, ia
menudstakan semua Rasul. Mereka mendustakan Lūth saat ia mengatakan
“Tidakkah kalian takut terhadap azab Allah dengan cara meninggalkan
maksiat-maksiatnya, sesungguhnya aku adalah Rasul kalian yang diamanahi
untuk menyampaikan risalahnya.
Nabi Lūth lalu mengecam dan mengingkari fenomena perbuatan keji
dengan mengatakan “Apakah kalian mendatangi kaum laki-laki dari manusia
dan meninggalkan apa yang diciptakan Tuhan untuk kalian dari istri-istri
kalian. Allah menyebut perbuatan mereka ini dengan fahisyah (perbuatan
keji).13
12 Wahbah az-Zuhaili, “Tafsir al-Munir”, Jilid 10, (Jakarta: Gema Insani), 2014, h. 202. 13 Wahbah az-Zuhaili, “Tafsir al-Munir”, Jilid 10, (Jakarta: Gema Insani), 2014, h. 203. 61
sungguh kalian adalah kaum yang berhak untuk disifati بَ ْل أَنتُْم قَ ْوم َع ُاد َون
melampaui batas yang diterima oleh akal dan dibolehkan oleh syari’at, karena
kalian melakukan perbuatan dosa yang tidak pernah terlintas dalam benak
seorang pun sebelum kalian.
E. An-Naml/27: 54-55
َ ولُوطًا إ ْذ قَ َال لَقْومهۦٓ أَََتْتُ َون الْٰفح َشةَ َوأَنتُْم ت ُْبصُر َون ﴿النمل: ٤٥ أَئنَّ ُكْم لَتَأْتُ َون ِّالرَج َال َشْهَوةً ِّمن
ُدون النِّ َسآء ۚ بَ ْل أَنتُْم قَ ْوم ََْتَهلُ َون ﴿النمل:٤٤ Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika Dia berkata kepada kaumnya: “Mengapa kamu mengerjakan perbuatan fahisyah itu sedang kamu memperlihatkan(nya)?”. “Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafsu (mu), bukan (mendatangi) wanita? sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatanmu)”. (QS. An-Naml/27: 54-55) 1. Makna Ijmali
Allah Swt menyebutkan di sini tentang pendustaan kaum Nabi Lūth
kepada Nabi mereka, dan pembangkangan mereka terhadapnya yang tak
pernah dilakukan sebelumnya oleh seorang pun di antara seluruh alam. Yakni,
mereka menggauli sesama lelaki, bukan dengan wanita.
Selanjutnya Allah Swt menyebutkan tentang azab yang Dia timpakan
kepada mereka dengan mengirimkan batu-batu dari tanah kering (sijjīl) kepada
mereka, kecuali orang yang beriman di antara mereka. Orang-orang yang
beriman itu diselamatkan oleh Allah di waktu dini hari. Dan mereka tidaklah 62
dibinasakan kecuali setelah Allah memperingatkan kepada mereka tentang
azabnya lewat lidah Rasul-Nya, namun mereka mendustakannya.14
2. Mufradāt Lughawiyah
atau atau karena adanya petunjuk dari kisah َوأَْرَسْلنَا لُْوطًا َواذُْكْر لُْوطًا َولُوطًا
Nabi Shalih dengan dalam ayat sebelumnya. adalah badal dari إ ْذ قَ َال َولََق ْد أَْرَسْلنَا
kalimat sebelumnya, takdirnya adalah . Sebagai dzarf, takdirnya adalah اُذُْكْر
. أَْرَسْل نَا الَْفاح َشةَ اللَِّواط
kalian mengetahui kekejiannya. Berasal dari بَ ْصُرالَْقْلب َ وأَنتُْم ت ُْبصُر َون و
melihat dengan mata hati karena orang yang mengetahui bahwa suatu
perbuatan buruk, kemudian ia mendekatinya, itu semakin buruk. Atau
sebagian dari kalian melihat sebagian lain berbuat keji dan mereka
memperlihatkannya, tidak lain yang demikian itu lebih keji.
sebagai penjelasan bahwa mereka melakukan perbuatan keji. َشْهَوة ً
Penjelasan dalam ayat dengan menggunakan menunjukkan kepada َشْهَوة ً
14 Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 19, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang), 1986 h.277.
63
keburukannya, dan sebagai peringatan bahwa hikmah dari persesuaian ayat
suami-istri adalah harapan untuk mendapatkan keturunan, bukan pemenuhan
atas hasrat birahi. bukan mendatangi perempuan yang diciptakan ِّمن ُدون النِّ َسآء
untuk hal itu. akibat perbuatan kalian, atau kalian melakukan perbuatan ََْتَهلُ َون
orang yang tidak mengetahui bahwa kekejian perbuatannya, atau orang yang
tidak bisa membedakan antara perbuatan baik dan buruk.15
3. Tafsir Ayat
ceritakanlah kepada kaummu َولُوطًا إ ْذ قَ َال لَقْومهۦٓ أََ َتْتُ َون الْٰفح َشةَ َوأَنتُْم ت ُْبصُر َون
perkataan Lūth kepada kaumnya ketika dia berkata kepada mereka seraya
menakut-nakuti dan memberi peringatan kepada mereka, “Sesungguhnya
kalian benar-benar melakukan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan
oleh seorang pun, padahal kalian mengetahui keburukannya menurut akal dan
syari’at.” Melakukan keburukan dengan mengetahui keburukannya adalah
lebih buruk.
Patutkah kalian أَئنَّ ُكْم لَتَأْتُ َون ِّالرَج َال َشْهَوةً ِّمن ُدون النِّ َسآء ۚ بَ ْل أَنتُْم قَ ْوم ََْتَهلُ َون
mendatangi laki-laki dan mengikuti hawa nafsu untuk itu, serta meninggalkan
kaum wanita yang memiliki kecantikan dan kesenangan bagi laki-laki?
15 Wahbah az-Zuhaili, “Tafsir al-Munir”, Jilid 10, (Jakarta: Gema Insani), 2014, h. 297. 64
Sesungguhnya kalian adalah kaum yang jahil.16 Kalimat ini juga merupakan
pengulangan untuk menjelekkan perbuatan mereka. Ini adalah suatu kelainan
seksual dan bertentangan dengan fitrah, meninggalkan perempuan yang telah
dihalalkan oleh Allah.17
F. Al-Ankabūt/29: 28-30
ۡ َ َ َ ُ ً ۡ َ َ َ ۡ َّ ُ ۡ َ َ ُ َ ۡ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ ۡ َ َ ۡ َ َ َ َّ ُ ۡ ولوطا إِذ قال لِقو ِم هِ ۦ ٱإِنكم َلأتون لف َٰ ِ حش ة ما سبقكم بِها ِمن أح ٖد ِمن ٱلعَٰل ِم ي ٨٠ أئِنكم ۡ ۡ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ ۡ َ ُ َ َّ َ َ َ ُ َ َ ُ ُ ۡ ُ َ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ۡ َّ َ ُ ْ ٱَلأتون لرِج ال ٱوتقطمون لسبِيل وتأتون ِِف ن ِاديكم ٱ لمنكر ۖۡ ف ام َكن جواب قو ِمه ِ ۦ إ ِ َّل أن قالوا أ ۡ َ َ َ َّ ُ َ َ ََّٰ َ َ َ َ ُ ۡ َ َ ۡ َ ۡ ۡ ُ ۡ َ اٱ ئتِن ٱبِمذ ِاب ّلل ِ إِن كنت ِم ن ٱلص ِدقِ ي ٨٧ ٱقال ر ِب نُص ِ ن ٱلَع لقو ِم ٱلمف ِس ِدين ٨٨ “Dan (ingatlah) ketika Lūth berkata kepada kaumnya, “Kamu benar-benar melakukan perbuatan yang sangat keji (homoseksual) yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu. Apakah pantas kamu mendatangi laki-laki, menyamun18 dan mengerjakan kemungkaran di tempat- tempat pertemuanmu?” Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan, “Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika engkau termasuk orang-orang yang benar”. Dia (Lūth) berdoa, “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas golongan yang berbuat kerusakan itu.” (QS. Al-Ankabūt/29: 28-30)
1. Makna Ijmali
Pada ayat-ayat terdahulu Allah telah menyajikan kisah Ibrāhīm dan
kesombongan yang diterimanya dari kaumnya serta kemenangan diberikan-
Nya kepadanya. Selanjutnya pada ayat-ayat ini Allah menyajikan kisah Lūth
yang hidup semasa dengannya, tetapi lebih dahulu dari padanya dalam menyeru
16 Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 19, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang), 1986 h.278. 17 Wahbah az-Zuhaili, “Tafsir al-Munir”, Jilid 10, (Jakarta: Gema Insani), 2014, h. 298. 18 Sebagian mufassir mengartikan taqta ‘unas sabil dengan “melakukan perbuatan keji terhadap orang-orang yang dalam perjalanan”, karena mereka sebagian besar melakukan homoseksual itu dengan tamu-tamu yang datang ke kampung mereka. Ada pula yajg mengartikan dengan “merusak jalan” keturunan karena mereka berbuat homoseksual 65
kepada Allah. Kaum Lūth telah dicoba dalam suatu perbuatan yang belum
pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum mereka, dan para malaikat yang
menimpakan adzab kepada negeri Sodom datang bertamu kepada Ibrāhīm as.19
2. Mufradāt lughawiyah
dan ingatlah Luth. Perbuatan buruk yang dijauhi oleh jiwa- الْٰفح َشة َ َولُوطًا
jiwa yang mulia. Yakni mendatangi dubur laki-laki. َما َسبَ َق ُكم ِبَا م ْن أَ َحد ِّم َن
Adalah kalimat pembuka yang menetapkan kekejian perbuatan itu di الْٰعلَم َي
mana tabiat manusia yang lurus merasa jijik. Jin dan manusia. َوتَ ْقطَعُ َون الْٰعلَم َي
Memotong jalan untuk orang lewat dengan cara membunuh, mengambil َّالسب َيل
harta atau perbuatan keji sehingga jalan-jalan menjadi terputus. Dalam ََّند ُيكُم
majelis-majelis yang khusus untuk kalian, atau tempat ngobrol kalian. الُْم َنكَر
Perkara yang bertentangan dengan syara’, yang jauh dari tabiat manusia yang
lurus, seperti homoseksual dan berbagai macam perbuatan keji. إن ُك َنت م َن
19 Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 20, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang), 1986 h.233.
66
Jika kalian termasuk orang-orang yang benar dalam menganggap jelek ِّٰالصدق َي
perbuatan keji dan bahwasannya adzab akan turun pada pelakunya.
Dalam menurunkan adzab. Yang berbuat َعلَى الَْقْوم الُْمْفسد َين ُانصْرن
maksiat dengan mendatangi laki-laki atau dengan membuat perbuatan keji.
Lalu Allah mengabulkan doa Nabi Lūth.20
3. Tafsir Ayat
َولُوطًا إ ْذ قَ َال لَقْومهۦٓ إنَّ ُكْم لَتَأْتُ َون الْٰفح َشةَ َما َسبَ َق ُكم ِبَا م ْن أَ َحد ِّم َن الْٰعلَم َي
Ingatkanlah kaummu, kisah Lūth ketika kami mengutusnya kepada penduduk
Sodom yang dia tinggal bersama mereka lalu mereka menjadi kaumnya.
Kemungkinan dia mengingkari perbuatan mereka yang buruk yang hanya
dilakukan oleh mereka dan belum pernah ada seorang pun sebelum mereka
yang melakukannya. Dia mengingkari perbuatan itu disebabkan oleh
keburukannya, dan dijauhi oleh tabiat yang sehat.
Kemudian Lūth menguraikan kekejian ini dan berulang-ulang
mengingkarinya:
1. Sesungguhnya kalian telah mendatangi laki-laki أَئنَّ ُكْم لَتَأْتُ َون ِّ الرَج َال
dengan syahwat dan kalian menikmati mereka sebagaimana kalian
menikmati wanita.
20 Wahbah az-Zuhaili, “Tafsir al-Munir”, Jilid 10, (Jakarta: Gema Insani), 2014, h. 481. 67
2. Kalian berdiam di jalan-jalan untuk menghadang َوتَ ْقطَعُ َون َّالسب َيل
orang-orang yang berlalu, kemudian kalian membunuh mereka dan
merampas harta mereka.
3. Dan tempat-tempat pertemuan kalian َوََتْتُ َون ِف ََّند ُيكُم الُْم َنكَر
melakukan perbuatan serta melontarkan perkataan yang tidak layak,
yang dirasa malu orang-orang berfitrah sehat dan berakal
bijaksana.21
G. Adz-Dzāriyāt/51: 31-37
َ ُ َ َ َ َ َ ۡ ُ ُ ۡ ُّ َ ۡ ُ ۡ َ ُ َ َ ُ ْ َّ ۡ ۡ َ َ َٰ َ ۡ ُّ ۡ َ ُ ۡ َ َ َ ۡ ۡ َ َ ٗ ۞قال فما خطبكم أيها ٱلمرسل ون ٨٨ قالوا إِنا أر ِسلنا إِِل قومٖ ُّمرِ ِمي ٨٨ لُِن ِسل علي ِهم ِح جارة َ ُّ َ َّ َ ً َ َ َ ۡ ُ ۡ َ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َ َ َ ۡ ُ ۡ َ َ َ َ َ ۡ َ ِمن ِط ٖي ٨٨ مسومة ِعند ربِك لِلم ِۡسفِي ٨٨ فأخرجنا من َكن فِيها ِمن ٱلمؤ ِمنِ ي ٨٧ فما وجدنا َ َ َ ۡ َ َ ۡ َ ۡ ُ ۡ َ َ َ ۡ َ َ َ َ ٗ َّ َ َ َ ُ َ ۡ َ َ َ ۡ َ فِيها غۡي بي ٖت ِمن ٱلمسلِ ِمي ٨٧ وت َركنا فِيها ءاية لِ َِّلين َيافون ٱ لمذاب ٱ ۡل ِ ل م ٨٧ Ibrahim bertanya, "Apakah urusanmu, hai para utusan?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya kami diutus kepada kaum yang berdosa (kaum Luth), agar kami timpakan kepada mereka batu-batu dari tanah yang (keras), yang ditandai di sisi Tuhanmu untuk (membinasakan) orang-orang yang melampaui batas.” Lalu Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan Kami tidak mendapati di negeri itu, kecuali sebuah rumah dari orang-orang yang berserah diri. Dan Kami tinggalkan negeri itu suatu tanda bagi orang-orang yang takut kepada siksa yang pedih. (QS. Adz-Dzāriyāt/51: 31-37)
1. Makna Ijmali
Setelah para Malaikat itu memberi kabar gembira kepada Nabi Ibrāhīm
tentang kelahiran seorang putra, maka Nabi Ibrāhīm bertanya kepada mereka,
21 Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 20, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang), 1986 h.234. 68
apakah urusan kalian dan untuk apakah kalian datang? Para malaikat itu
menjawab, ‘Sessungguhnya Kami diutus kepada kaum Lūth, supaya kami
binasakan mereka dengan batu-batu dari Sijjīl (tanah keras) yang ada tandanya,
yang menunjukkan bahwa batu itu disiapkan untuk membinasakan mereka.
Kemudian kami perintahkan orang-orang mukmin yang ada di negeri itu supaya
keluar dari negeri tersebut sehingga mereka tidak ditimpa azab yang menimpa
kaum lainnya. Kemudian kami tinggalkan di negeri itu satu tanda yang
menunjukkan tentang terjadinya suatu bencana yang telah menimpa mereka,
sebagai balasan atas kefasikan dan keluarnya mereka dari keaatan kepada
Allah.22
2. Mufradāt lughawiyah
Nabi Ibrāhīm as berkata, kepada mereka, قَ َال فََما َخطْبُ ُكْم أَي َُّها الُْمْرَسلُ َون
“Lalu, urusan dan kepentingan apa yang ingin kalian sampaikan wahai para
utusan?” Nabi Ibrāhīm menyampaikan hal ini kepada mereka ketika tahu bahwa
mereka adalah malaikat.
Mereka pun menjawab, “Sesungguhnya kami ۟ َّ قَالُٓوا إَّن أُْرسْلنَآ إَِٰل قَ ْو م ُُّّْم رم َي
diutus kepada kaum yang kafir.” Maksudnya adalah kaum Nabi Lūth as. ح َج َارًة
22 Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 27, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang), 1986 h.6.
69
Tanah liat yang dimasak dan dibakar dengan api, yaitu as-Sijjīl, yaitu ِّمن ط ي tanah yang mengeras dan membatu. Yang diberi tanda. Dari akar kata as- ُّم َسَّوَمة ً
Saumah yang artinya adalah al-Alāmah (tanda), untuk orang-orang لْلُم ْس رف َي yang melampaui batas dalam berbuat kemaksiatan. Yaitu dengan berhubungan dengan sesama jenis, ditambah lagi dengan kekufuran mereka.
Dan kami mengeluarkan orang-orang yang فَأَ ْخَرْجنَا َمن َك َان ف َيها م َن الُْمْؤمن َي beriman yang berada dalam negeri kaum Lūth tersebut, karena hendak dilakukan pembinasaan terhadap orang-orang yang kafir. Di sini negeri kaum
Nabi Lūth disebutkan dengan dhamir (bukan dengan nama yang jelas), padahal sebelumnya, negerinya kaum Lūth tidak disebutkan, disebabkan keberadaannya memang sudah diketahui. Kecuali sebuah َغَْْي ب َْيت ِّم َن الُْم ْسلم َي rumah dari kalangan Muslim. Mereka adalah Nabi Lūth as sendiri, kedua putrinya dan para pengikutnya, kecuali istrinya. Mereka membenarkan dan mempercayai dengan hati mereka serta mengamalkan ketaatan dengan anggota tubuh mereka.
Dan kami meninggalkan negeri tersebut setelah pembinasaan َوت ََرْكنَا ف َيهآ orang-orang kafir. Tanda yang menunjukkan kebinasaan yang menimpa ءَايَة ً 70
mereka. َّ Bagi orang-orang yang takut kepada adzab لِّلذ َين ََيَافُ َون الَْعَذ َاب ْاْلَل َيم
Allah Swt yang sangat menyakitkan dan memilukan sehingga mereka pun tidak
melakukan perbuatan yang pernah dilakukan oleh orang kafir yang dibinasakan
tersebut.23
3. Tafsir Ayat
Nabi Ibrāhīm bertanya kepada para malaikat قَ َال فََما َخطْبُ ُكْم أَي َُّها الُْمْرَسلُ َون
itu, apakah urusan kalian dan untuk apakah kalian diutus?
۟ َّ قَالُٓوا إَّن أُْرسْلنَآ إَِٰل قَ ْوم ُُّّْمرم َي لنُ ْرس َل َعلَْيهْم ح َج َارًة ِّمن طي ُّم َسَّوَمةً ع َند َربِّ َك لْلُم ْسرف َي Mereka berkata kepada Ibrāhīm, sesungguhnya kami diutus kepada
kaum Lūth supaya mengazab mereka atas kedurhakaan mereka. Dan kami akan
menimpakan kepada mereka batu-batu dari tanah yang dibakar, seperti batu
bata yang kerasnya seperti batu. Pada batu-batu itu terdapat tanda-tanda yang
disediakan untuk membinasakan orang-orang yang melampaui batas.
Dan oleh karena yang ingin dibinasakan oleh Allah hanyalah yang
berdosa, maka dipisahkan dari mereka orang-orang yang beriman sebagaimana
Allah berfriman فَأَ ْخَرْجنَا َمن َك َان ف َيها م َن الُْمْؤمن َي فََما َوَج ْدََّن ف َيها َغَْْي ب َْيت ِّم َن الُْم ْسل م َي
H. Al-Qamar/54: 33-40
23 Wahbah az-Zuhaili, “Tafsir al-Munir”, Jilid 14, (Jakarta: Gema Insani), 2014, h. 50. 71
َ ُ َ ۡ َ َّ َ ُ َّ َّ َ ۡ َ ۡ ُ ُّ ُ َّ ۡ َ َ َ ۡ ۡ َ ً َ َّ ۡ َ َٰ ُ َ َ ۡ َ ٗ ۡ كذبت ٱقوم ل ِۢوط بِ َلذ رِ ٨٨ إِنا أرسلنا علي ِهم ح ِاصبا إَِّل ءال ل ٖوطۖٓ جنينهم بِسحرٖ ٨٨ نِممة ِمن َ َ َ َ َ َ ۡ َ َ َ َ َ َ َ ۡ َ َ ُ َ ۡ َ َ َ َ َ َ َ ۡ ْ ُّ ُ َ َ َ ۡ َ َ ُ ُ َ ِع ِندناۚۡ كذَٰلِك جنزِي من شكر ٨٧ ولقد أنذرهم بطشتنا فتماروا ب ِ ٱَلذر ِ ٨٧ ول ق د رَٰودوه عن د َ َ ۡ َ َ َ ۡ َ ۡ ُ َ ُ ۡ َ ُ ُ ْ َ َ َ ُ ُ َ َ َ ۡ َ َّ َ ُ ُ ۡ َ ً َ َ ٞ َ ۡ ُّ ٞ َ ُ ُ ْ ۦضيفِه ِ فطمسنا أعينهم فذوقوا عذ ِاِب ونذرِ ٨٧ ولقد صبحهم بكرة عذاب مستقِر ٨٠ فذوقوا َ َ َ ُ ُ َ َ َ ۡ َ َّ ۡ َ ۡ ُ ۡ َ َ ۡ َ َ ۡ ُّ َّ عذ ِاِب ونذرِ ٨٧ ولقد ي ٱۡسنا لقرء ان لِ َِّلكرِ فهل ِمن مدكِرٖ ٨٨ Kaum Luth pun telah mendustakan ancaman-ancaman (Nabinya). Sesungguhnya Kami telah mengembuskan kepada mereka angin yang membawa batu-batu (yang menimpa mereka), kecuali keluarga Luth. Mereka Kami selamatkan di waktu fajar menyingsing, sebagai nikmat dari Kami. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. Dan sesungguhnya dia (Luth) telah memperingatkan mereka akan azab-azab Kami, maka mereka mendustakan ancaman-ancaman itu. Dan sesungguhnya mereka telah membujuknya (agar menyerahkan) tamunya (kepada mereka), lalu Kami butakan mata mereka, maka rasakanlah azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. Dan sesungguhnya pada esok harinya mereka ditimpa azab yang kekal. Maka rasakanlah azab-Ku dan ancaman-ancaman-Ku. Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Qur'an untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran? (QS. Al- Qamar/54: 33-40)
1. Makna Ijmali
Allah Swt menyebutkan di sini tentang pendustaan kaum Nabi Lūth
kepada Nabi mereka, dan pembangkangan mereka terhadapnya yang tak
pernah dilakukan sebelumnya oleh seorang pun di antara seluruh alam.
Yakni, mereka menggauli sesama lelaki, bukan dengan wanita.
Selanjutnya Allah Swt menyebutkan tentang azab yang Dia timpakan
kepada mereka dengan mengirimkan batu-batu dari tanah kering (sijjīl)
kepada mereka, kecuali orang yang beriman di antara mereka. Orang-orang
yang beriman itu diselamatkan oleh Allah di waktu dini hari. Dan mereka 72
tidaklah dibinasakan kecuali setelah Allah memperingatkan kepada mereka
tentang azabnya lewat lidah Rasul-Nya, namun mereka mendustakannya.24
2. Mufradāt lughawiyah
Para rasul dan peringatan-peringatan yang disampaikan lewat ِبلنُُّذر
lisan mereka. Mendustakan seorang Nabi itu artinya sama saja dengan
mendustakan seluruh Nabi, karena semua Nabi membawa pokok-pokok
ajaran syari’at yang sama, sebagaimana yang sudah pernah disinggung.
Angin badai yang melempari mereka dengan bebatuan al-Hashbā`, َحاصبًا
َّ .yaitu bebatuan seukuran kurang dari satu genggaman tangan إَل ءَ َال لُوط
Kecuali keluarga Lūth as termasuk kedua putrinya. Pada waktu Sahar ب َس َحر
dari waktu-waktu sahar dari suatu hari tanpa spesifik. Waktu sahar adalah
seperenam terakhir malam menjelang terbitnya fajar.
Sebagai nikmat. ٰ Seperti itulah Kami َكذل َك ََْنزى َمن َش َكَر نِّْعَمة ً
membalas orang yang mensyukuri nikmat-nikmat Kami, sedang ia adalah
orang yang beriman kepada Kami dan Rasul Kami yang taat.
24 Ahmad Mustafa Al-Maragi, “Tafsir al-Maraghi”, juz 27, (Semarang: CV. Toha Putra Semarang), 1986 h.165.
73
Sungguh Nabi Lūth as benar-benar telah memperingatkan َولََق ْد أَ َنذَرُهم mereka. Terhadap hukuman dan pembalasan Kami dengan adzab. بَطْ َشتَ نَا
Mereka pun justru meragukan, menyangsikan, tidak ۟ فَ تََم َارْوا ِبلنُُّذر mempercayai, dan mendustakan peringatan-peringatan tersebut.
Dan sungguh mereka benar-benar bermaksud َولََق ْد ٰرَوُدوهُ َعن َضْيفه ingin melakukan perbuatan nista dan asusila dengan para tamu Nabi Lūth, yang sebenarnya tidak lain mereka adalah para malaikat. فَطََم ْسنَآ أَْعيُ نَ ُهْم
Maka kami pun membuat mata mereka menjadi buta. Atau melenyapkan mata mereka sehingga mereka tidak memiliki mata sama sekali dan
terhapus secara keseluruhan dari wajah. ۟ Maka kami pun فَُذوقُوا َعَذ اِب َونُُذر berfirman kepada mereka lewat lisan malaikat, “Rasakanlah adzab Ku dan buah dari peringatan dan ancamanKu itu.”
Pada awal permulaan hari. Adzab yang menetap َعَذ اب ُّم ْستَق ر بُ ْكَرة ً pada mereka hingga mereka binasa. Atau adzab yang terus tersambung dengan adzab akhirat. 74
Al-Baidhawi ۟ َّ فَُذوقُوا َعَذ اِب َونُُذر ، َولََق ْد يَ َّسْرََّن الُْقْرءَ َان ل ِّلذْكر فَ َه ْل من ُّمدكر
menjelaskan pengulang-ulangan kalimat ini dalam setiap kisah adalah
untuk memberikan isyarat bahwa mendustakan setiap Rasul mengakibatkan
turunnya adzab. Dalam mendengarkan setiap kisah menuntut untuk
memetik pelajaran dan nasihat. Juga untuk menarik perhatian dan
menggugah kesadara, agar mereka tidak dikalahkan oleh sikap lalai, lupa,
dan abai. Seperti itu pulalah pengulangan ayat seperti, فَبأَ ِّيآالَء َربِّ ُكَما تُ َكِّذَِبن
dan juga ayat yang berbunyi dan lain sebagainya.25 َويْل ي َّْوَمئذ لِّْلُم َكِّذبَْي
3. Tafsir Ayat
Ayat di atas menggambarkan sekelumit dari kedurhakaan
pembangkangan kaum Lūth yang disinggung oleh ayat lalu. Allah
berfirman: Dan Kami bersumpah bahwa sesungguhnya mereka telah
membujuknya menyangkut yakni agar menyerahkan tamunya untuk
mereka sodomi, maka Kami butakan mata mereka, maka rasakanlah betapa
pedihnya siksa-Ku dan bukti kebenaran peringatan-peringatanKu. Dan
Seungguhnya pada esok harinya di pagi hari mereka ditimpa siksa yang
mantap dan bersinambung hingga semunaya binasa. Maka rasakanlan
betapa pedihnya siksaKu dan bukti kebenaran peringatanKu.26
25 Wahbah az-Zuhaili, “Tafsir al-Munir”, Jilid 14, (Jakarta: Gema Insani), 2014, h. 205. 26 M.Quraish Shihab, “Tafsir al-Misbah”, (Jakarta: Lentera Hati), 2002, h.472. BAB IV
HOMOSEKSUAL PERSPEKTIF AL-QUR’AN
A. Homoseksual Sebagai Kemungkaran
Kemungkaran ialah ucapan atau perbuatan yang tidak diridhai oleh
Allah Swt.1 Homoseksual adalah kemungkaran yang wajib dicegah dan
penyakit yang wajib dicegah oleh semua pihak masyarakat. Allah Swt
berfriman:
ذ ُ ۡ ُ ُ ۡ ُ ذ ۡ ۡ ۡ ۡ ۡ ُ ُ ۡ ذ ُ ۡ ۡ ُ ُ َٱوَ ِ ََّلين همَلِفر ِوج ِهمَحَٰفِظون٩٢َََإَِّل َٰٓلَعَأزوَٰ ِج ِهمَأوَماَملكتَأيمَٰنهمَفإِنهمَغۡيَمل ِومني٠٣َََ ُ ٰٓ ۡ ٓ َٰ ْ ُ ُ ۡ ُ ] : - [ َٱفم ِنَ َبت َٰغ وراءَذلِكَفأولئِكَهمَ َٱ َلعادون٠٣َََ الـمعارجَ ٩٢ ٠٣ َ “Dan orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba sahaya yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka tidak tercela. Tetapi, barang siapa mencari dibalik itu (zina, dan sebagainya), maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Ma’ārij/70: 29-31)
Orang-orang yang menjaga,” maksudnya adalah“ ٰحِفظُ ونَ Lafzah
ِ ِ ِ menjaganya untuk tidak dipergunakan pada apapun. Lafazh إاَّل َعل ٰٰٓى َأ ْزٰوجهْمَ
“Kecuali terhadap istri-istri mereka” maksudnya ialah kecuali kepada istri-istri
mereka yang sah dihalalkan Allah untuk para lelaki dengan cara menikah.
1 Syekh asy-Syarif al-Jurjani, At-Ta’rifat, h.232
75
76
Lafazh “Atau budak yang mereka miliki” maksudnya adalah أ ْو َم اَمل ك ْتَأ ْْيٰنُ ُهْمَ
budak-budak perempuan mereka.2
Maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada“ ِا ِ Lafal ف إَّنُْم َغَْْيُ َملُوم يَ
tercela”, maksudnya adalah barang siapa tidak memelihara kemaluannya atas
istri dan budak perempuannya, maka ia dianggap tidak tercela dan
perbuatannya tidak dianggap berdosa.
Barang siapa mencari yang dibalik itu”. Maksudnya“ ِ ف م ِنَابْ ت غ ٰىَ و رآء َٰذل كَ
adalah barang siapa mempergunakan kemaluannya untuk menggauli selain istri
dan budak perempuannya. ِٰٰٓ ۟ “Maka mereka itulah orang-orang ف أُولئ ك َُهُمَالْ ع ُاد ونَ
yang melampaui batas”.Maksudnya adalah itulah orang-orang yang melampaui
batas hukum Allah dan melanggar hal-hal yang telah Allah halalkan baginya
kepada hal-hal yang telah diharamkan atasnya.3
Pada ayat ke 29 hingga 31 surat Al Ma’arij Allah ta’ala menceritakan
kepada kita tentang salah satu sifat/karakteristik seorang Muslim yang memiliki
rasa takut kepada Rabb-Nya. Sifat tersebut adalah berupaya untuk menahan diri
dari perbuatan keji yang diharamkan-Nya dengan memelihara kemaluannya.
Adapun perbuatan keji yang dimaksud adalah berzina dan semisalnya. Sifat ini
2 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir ath-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azzam), Cet I, Jil 15, 2009, h.674. 3 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir ath-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azzam), Cet I, Jil 15, 2009, h.675. 77
merupakan sifat ke-6 yang disebutkan Allah ta’ala dalam surat Al Ma’arij mengenai sifat seorang Muslim yang merasa takut kepada-Nya.
Perlu diketahui, bahwa rasa takut kepada Allah ta’ala adalah salah satu bentuk ibadah yang tidak terlalu diperhatikan oleh sebagian orang-orang mukmin, padahal hal itu menjadi dasar beribadah dengan benar. Allah Ta’ala berfirman,
“Karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kalian kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman”.(Ali ‘Imran/2: 175).
Kembali ke bahasan awal, dalam surah Al Ma’arij ayat ke 29 Allah ta’ala berfirman, “Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya.” Pada ayat ini disebutkan mengenai orang-orang yang menjaga kemaluan mereka. Hal ini berlaku pada semua bentuk tentang menjaga kemaluan.
Adapun pada 2 ayat berikutnya, yakni ayat ke 30 serta ke 31 Allah ta’ala berfirman, “Kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak-budak yang mereka miliki maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”4
Terkait dengan ayat ke 30 pada surat di atas, dalam surat yang lain dijelaskan bahwa pengertian istri-istri di sini dibatasi empat. Sehingga jika lebih dari empat, maka hal tersebut termasuk ke dalam bentuk-bentuk melampaui batas. Pada surat An Nisa ayat ke 3 Allah ta’ala berfirman, “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim
4 Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, Jakarta: Darus Sunnah, Cet.2, 2014, h.113 78
(bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”
Sehingga barangsiapa yang menyalurkan hasrat biologisnya kepada hal-hal
yang telah disebutkan dalam ayat di atas (istri-istri atau budak-budak) maka
tidak ada celaan baginya. Sedangkan bagi mereka-mereka yang menyalurkan
hasrat biologisnya selain kepada hal-hal yang telah disebutkan tersebut, maka
dia termasuk ke dalam orang-orang yang melampaui batas.
Pada masa sekarang, terlebih lagi di negara ini, fitnah yang
berkaitan/berhubungan dengan ayat di atas sudah sangat begitu besar. Bahkan
dapat pula dikatakan gelombang fitnah ini lebih dahsyat dan lebih berbahaya
dibandingkan dengan gelombang tsunami yang menyerang suatu negeri. Hal
ini dikarenakan korban dari gelombang fitnah ini tidak merasa bahwa mereka
sesungguhnya telah menjadi korban, mereka diperangi akan tetapi mereka tidak
merasa diperangi. Tentunya gelombang yang demikian ini lebih dahsyat
dibandingkan dengan gelombang tsunami sendiri. Di mana korban dari
gelombang tsunami tersebut benar-benar merasa/sadar bahwa dirinya telah
menjadi korban.
B. Homoseksual Sebagai Perbuatan “Fāhisyah” 79
Keburukan itu bertingkat-tingkat, dan keburukan paling parah disebut
Menurut ahli Bahasa semua hal .(فواحش ) jamaknya fawahis)فاحشة( Fāhisyah”5“
yang melampaui batas disebut fahisyah, akan tetapi ini khusus untuk hal yang
buruk dan tidak disukai fitrah yang normal, baik berupa perkataan maupun
tindakan. Namun, Fāhisyah yang dimaksud di sini ialah Sodomi. Allah Swt
berfirman:
ۡ ۡ ُ ً ۡ ۡ ُ ۡ ُ ۡ ۡ ذ ُ ۡ ُ ََولوطا َإِذَقالَلِقو ِمهِ ََۦٓ َٱأتأتون َلفَٰ ِحشة ماَسبقكمَبِه ِاَمنَأح ٖد َِمنَ َٱلعَٰل ِمني٠٣ََ ََإِنكمََلأتون
ۡ ٗ ُ ٓ ۡ ُ ۡ ۡ ٞ ُّ ۡ ُ ۡ ٓ ذ ٓ ُ ٓ ْ َٱ ََلرِجال َٱشهوة َِمنَد ِون َلنِسا ِء بلَأنتمَقومَم ِۡسفون٠٣َََوماََكنَجوابَقو ِمهَِ ََۦَ َإَِّلَأنَقالوا ُ ۡ ُ ُ ۡ ُ ۡ ذ ُ ۡ ٞ ذ ُ ۡ ُ ۡ ُ ٓ ذ ۡ ُ ۡ أخرِجوهم َِمن َقريتِكمَۖۡإِنهم َأناس َيتطهرون َ ٠٩َ ََ َفأجنينَٰه َوأهله ََۥ َٱإَِّل ََۥمرأته َكنت َِمن
ۡ ۡ ۡ ۡ ذ ٗ ُ ۡ ۡ ُ ۡ ُ ۡ ] : - [ َٱلغَٰ ِِبِين٠٠َََوأمطرناَعلي ِهمَمطراَۖۡفَ َٱ َنظر كيفََكنَعَٰقِبةَ َٱلمجرِ ِمني٠٨َََ َاألعراف ٠٣ ٠٨ َ Dan (Kami juga telah mengutus) Lūth, ketika dia berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini). Sungguh kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan. Kamu benar-benar kaum yang melampaui batas. (QS. Al-A’rāf/7: 80-84)
5 Selain liwat dan sodomi, al-Qur’an juga menggunakan kata fâhisyah untuk menunjukan perbuatan homoseks karena homoseksual merupakan perbuatan yang sangat buruk. Lihat M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an), vol. 5 (Jakarta: Lentera Hati, 2004), h. 161. Menurut Imam Raghib al-Isfahani (w. 502 H/1108 M), ahli kamus al- Qur’an yang termasyhur, mengatakan bahwa baik al-fahsy, al-fahsya maupun al-fâhisyah mengandung arti yang sama, yaitu sesuatu yang kekotoran atau kejijikannya luar biasa besar, baik berupa perbuatan maupun perkataan. Sebagian ulama mengartikan fâhisyah sebagai sesuatu yang ditolak oleh naluri yang sehat, serta dianggap sebagai sesuatu yang tidak sempurna menurut akal yang sehat. Lihat Nina Surtiretna, Remaja dan Problem Seks: Tinjauan Islam dan Medis (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), h. 126.
80
Dalam ayat ini dibahas dua masalah, yaitu: Pertama, Firman Allah Swt,
.(Dan (Kami juga telah mengutus) Lūth (kepada kaumnya“ ِ ِ ِِ ولُوطًاَإ ْذَق الَل قْومهَ
(Ingatlah) tatkala dia berkata kepada kaumnya.” Al Farra’ berpendapat bahwa
kata berasal dari Bahasa Arab, yang artinya adalah melekatkan.6 أ لْي ط َلُْوط
Namun, pendapat ini dibantah oleh Az-Zujāj (bantahan ini diriwayatkan
oleh an-Nuhās), ia mengatakan, beberapa ulama Nahwu (maksudnya adalah al-
Farrā’) mengira bahwa kata berasal dari Bahasa Arab, yang diambil dari َلُْوط
namun pendapat ini tidak benar, karena nama-nama asing itu tidak ل ا طَ-ي لُ ُوطَ
ada yang berasal dari Bahasa Arab, seperti halnya nama Ishāk, nama ini tidak
yang maknanya adalah jauh. Sedangkan pengubahan االسحق diambil dari kata
bentuk kata tersebut hanya untuk meringankannya saja, karena kata itu terdiri
dari tiga huruf.
An-Naqqasy mencoba untuk menengahi, ia mengatakan bahwa kata لُْوط
memang berasal dari Bahasa asing dan bukan berasal dari Bahasa Arab, namun
juga ل ا perubahan bentuk kata tersebut dari kata atau dari bentuk طَ-ي لُ ُوطَ أ لْي ط
dapat dibenarkan, walaupun namanya tetap nama asing, seperti halnya nama
6 Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshori al-Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkāmil Qurán, Juz 7 h.580 81
Ibrahīm, Ishāk, atau nama-nama asing lainnya. Sibawaih menegaskan, nama
Nūh dan Lūth itu memang nama-nama asing. Hanya saja, karena nama-nama
ini termasuk kata yang ringan untuk disebutkan, maka nama tersebut lalu
dirubah ke dalam bentuk kata yang lain.7
(dibaca nashab adalah, bisa karena athaf (sambungan لُوطًا Alasan kata
dari mafúl (objek penderita) kata yang disebutkan pada ayat-ayat أ ْر سْلن ا
sebelumnya, atau bisa juga karena ada fiíl (kata kerja) yang tidak disebutkan,
perkiraan maknanya adalah kata ingatlah. Lafazh ِِ ِ bermakna kepada ل قْومهَ
kaumnya, dan nama kaum tempat Nabi Lūth diutus oleh Allah Swt adalah kaum
Sadum. Sedangkan nama Sadum ini diambil dari nama kemenakan Nabi
Ibrāhīm.
Mengapa kamu mengerjakan“ أَ َتْتُ ونَالْ ف ِاح شةَ ,Kedua: Firman Allah Swt
pada ayat ini adalah الْ ف ِاح شةَ perbuatan fahisyah itu,” maksud dari kata
menggauli sesama laki-laki. Makna sebenarnya dari kata ini adalah perbuatan
keji, namun Allah Swt mengkhususkan kata ini dalam al-Qurán untuk
menerangkan makna zina, seperti yang disebutkan juga firman-Nya, وَّل َت ْق ربُوَ
7 Syaikh Imam Al-Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, penerjemah, Muhyiddin Mas Rida, Muhammad Rana Mengala, (Jakarta: Pustaka Azzam), 2009 h. 581. 82
Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu“ ِ ِالزىنَإِناهَُكا نَفا ح شةًَ
adalah suatu perbuatan yang keji.” (al-Isrā: 32) Setelah para ulama sepakat bahwa perbuatan itu diharamkan, mereka
berbeda pendapat mengenai hukuman orang yang berbuat hal itu. Mālik
berpendapat bahwa orang itu harus dirajam, entah orang itu telah menikah
sebelumnya ataupun belum. Sedangkan orang yang diperlakukannya juga
mendapat hukuman yang sama apabila ia sudah menginjak usia akil baligh.8
Riwayat lain dari Mālik menyebutkan, orang itu harus dirajam apabila
ia telah menikah sebelumnya, namun apabila orang itu belum pernah menikah
maka ia hanya cukup diberi pelajaran dengan dipenjarakan atau dibuang ke
tempat pembuangan. Pendapat ini juga diikuti oleh Atha’, an-Nakhā‘I, Ibnu al-
Musayyib, dan ulama lainnya.
Sedangkan Abū Hanīfah berpendapat, orang tersebut harus dihukum
ta’zir (hukuman yang berat namun tidak seberat rajam, misalnya dengan
dipukul), entah orang itu telah menikah sebelumnya ataupun belum.9
Sementara al-Syāfií berpendapat (salah satu riwayat dari Mālik juga
sependapat dengan hukuman ini), orang itu harus dihukum sesuai hukum yang
diterapkan untuk perbuatan zina, sebagai qiyas dari zina. Lalu Mālik berhujjah
8 Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshori al-Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkāmil Qurán, Juz 7 h. 582 9 Al-Qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, penerjemah, Muhyiddin Mas Rida, Muhammad Rana Mengala, (Jakarta: Pustaka Azzam), 2009 h. 581. 83
dengan firman Allah Swt, ِ ِ ِ ِ ِ “Dan Kami hujani وأَ ْمط ْران َعل ْيهْم َح ج ارةً َم ْن َس جْي لَ mereka dengan batu dari tanah yang keras.” (Qs. Al-Hijr/15: 54).
Amr bin Dīnār Rahimahullah berkata, “Firman Allah Taála, “Yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini)?”. Dia berkata, “Tidak ada seorang lelaki yang menyetubuhi lelaki lain sampai datang kaum Nabi Lūth.”10
Al-Walīd bin Abdul Mālik, khalifah bani Umayyah dan pendiri masjid
Jami’ Damaskus Rahimahullah, berkata, “Seandainya Allah Azza wa Jalla tidak mengabarkan kepada kita tentang berita kaum Nabi Luth Alaihissalam, niscaya aku tidak akan menyangka bahwa ada lelaki menyetubuhi lelaki lainnya.” Oleh karena itu, Nabi Luth Alaihissalam berkata kepada mereka, “Mengapa kamu melakukan perbuatan keji, yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun sebelum kamu (di dunia ini). Sungguh, kamu telah melampiaskan syahwatmu kepada sesama lelaki bukan kepada perempuan.” (80-81). Yaitu kalian berpaling dari kaum wanita dan apa yang telah Rabb kalian ciptakan untuk kalian dari mereka, lalu kalian beralih kepada kaum lelaki. Perbuatan tersebut merupakan israf (sikap berlebihan) dan kebodohan dari diri kalian sendiri; karena perbuatan itu sama dengan menempatkan sesuatu bukan pada tempatnya.11 Oleh karena itu Nabi Luth Alaihissalam berkata kepada mereka dalam ayat lain,
10 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, Jakarta: Darus Sunnah, Cet.2, 2014, h.110. 11 Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, Jakarta: Darus Sunnah, Cet.2, 2014, h.111. 84
ِ ِ ِِ ق ال ٰ َهُؤ َّلءَب ن ِاِتَإ ْن َُكْن تُْمَف اعل يَ “Dia (Luth) berkata, “Mereka itulah putri-putri (negeri)ku (nikahlah dengan mereka), jika kamu hendak berbuat.” (al-Hijr/15: 71) Di mana Nabi Luth Alaihissalam membimbing mereka untuk
mengawini putri-putrinya, akan tetapi mereka merasa keberatan dan beralasan
kepada Nabi Luth Alaihissalam bahwa mereka tidak mengizinkan putri-
putrinya.
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ق الُواَل ق ْدََ عل ْم تََ ماَل ن اَفََب ن ات كََم ْنََ ح َقَ وإنا كََل ت ْعل ُمََ ماَنُر ُيدَ “Mereka menjawab, “Sesungguhnya engkau pasti tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan (syahwat) terhadap putri-putrimu, dan engkau tentu mengetahui apa yang (sebenarnya) kami kehendaki.” (QS. Hūd/11: 79)
Para ulama tafsir menyebutkan bahwa dahulu kaum lelaki
melampiaskan nafsunya kepada lelaki lain, yiatu sebagian dari mereka kepada
sebagian yang lain. Demikian halnya kaum wanita di kalangan mereka,
sebagian dari mereka merasa puas dengan sebagian yang lainnya.
C. Pelaku Homoseksual Merupakan Manusia yang Tidak Suci
Mengapa disebut sebagai manusia yang kotor atau tidak suci, karena
mereka dikenal sebagai umat yang bejat, saking bejatnya, sampai nurani yang
baik itu hilang. Hingga terjadilah kemaksiatan yang sangat menjijikkan
tersebut. Karena itulah Allah menghukum umatnya Nabi Lūth dengan hukuman
yang sangat berat. Allah Swt berfirman:
ۡ ُ ً ۡ ۡ ٓ ذ ُ ۡ ُ ۡ ُ ۡ ۡ ذ ُ ۡ ََولوطا َإِذَقالَلِقو ِمهِ ََۦ َٱإِنكمََلأتون َلفَٰ ِحشة ماَسبقكمَبِه ِاَمنَأح ٖد َِمنَ َٱلعَٰل ِمني٩٠ََ ََأئِنكم ۡ ۡ ُ ۡ ُ ذ ُ ُ ُ ۡ ُ ۡ ٓ ذ ٓ َٱَلأتونَ ََلرِجال َٱوتقطعون َلسبِيل وتأتون َِِفَنادِيكمَ َٱ َلمنكرۖۡ فماََكنَجوابَقو ِمهَِ ََۦَ َإِ نَََّل أ 85
ُ ْ ۡ ذ ُ ذَٰ ُ ۡ ۡ ۡ ۡ ُ ۡ ] اٱقالواَ ََئتِن َٱبِعذ ِاب ََّللِ َٱإِنَكنت َِمن لص ِدقِني٩٢ََ ََ َٱقالَر ِب ََنُص ِن َٱلَع َٱَلقو ِم لمف ِس ِدين٠٣َََ َ العنكبوت:٩٠-٠٣[ َ
“Dan (ingatlah) ketika Lūth berkata kepada kaumnya, “Kamu benar- benar melakukan perbuatan yang sangat keji (homoseksual) yang belum pernah dilakukan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu. Apakah pantas kamu mendatangi laki-laki, menyamun12 dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu?” Maka jawaban kaumnya tidak lain hanya mengatakan, “Datangkanlah kepada kami azab Allah, jika engkau termasuk orang-orang yang benar”. Dia (Lūth) berdoa, “Ya Tuhanku, tolonglah aku (dengan menimpakan azab) atas golongan yang berbuat kerusakan itu.” (QS. Al-Ankabut/29: 28-30)
Firman Allah swt, ِِ ِ ِ “Dan (ingatlah) ketika Luth berkata ولُوطًاَإ ْذَق الَل قْومهَ
kepada kaumnya.” Al Kisaí mengatakan makna dari ayat tersebut adalah kami
telah mengutus Nabi Luth. Al-Kisaí berkata, “Saya lebih suka dengan pendapat
ini, boleh juga mengartikan ayat tersebut dengan ‘Ingatlah ketika Luth berkata
kepada kaumnya tentang perbuatan mereka yang buruk’.”
ِ ِ ِ ِ ِ ِ إنا ُكْمَل ت أْتُ ونَالْ فاح شة َم اَسب ق ُكْمَِب اَم ْنَأ حدَم نَالْ عال م يَ “Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorang pun dari umat-umat sebelum kamu.”
12 Sebagian mufassir mengartikan taqta ‘unas sabil dengan “melakukan perbuatan keji terhadap orang-orang yang dalam perjalanan”, karena mereka sebagian besar melakukan homoseksual itu dengan tamu-tamu yang datang ke kampung mereka. Ada pula yajg mengartikan dengan “merusak jalan” keturunan karena mereka berbuat homoseksual 86
telah dijelaskan sebelumnya dalam surat al-A’rāf. Kisah أ اِ Qiraáh ئَنا ُكْمَ
tentang Nabi Luth dan kaumnya telah diceritakan dalam surah al-A’rāf dan
surah Hūd.
Dan mereka menyamun.” Ada yang mengatakan, bahwa“ ِ وت ْقط عُ ون اَالسب يلَ
kaum nabi Lūth adalah para perampok yang suka mencegat orang yang sedang
dalam perjalanan, mereka sering membunuh dan merampas harta yang mereka
bawa, seperti yang dikatakan oleh Ibnu Zaid.
Ada yang berpendapat bahwa mereka merampas harta orang yang
sedang lewat di jalan hanya untuk modal bersenang-senang dan pelacuran,
seperti yang diceritakan oleh Ibnu Syajarah. Ada yang mengatakan bahwa
kaum Nabi Luth itu memutuskan keturunan laki-laki dari perempuan atau
mereka lebih suka pada laki-laki dari pada perempuan.
Menurut al-Qurthubi, “Orang lainpun sepakat bahwa kaum Nabi Luth
itu suka mencegat orang di jalan untuk merampas hartanya sebagai modal untuk
berbuat maksiat. ِ ِ ‘Dan mengerjakan kemungkaran di و َتْتُ ون َف َاند ُيكُم َالُْمْن ك رَ
tempat-tempat pertemuanmu?’. An-Nādi adalah tempat berkumpul dan
merundingkan suatu masalah dalam kemungkaran.13
13 Abu Abdullah Muhammad bin Ahmadal-Anshori al-Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkāmil Qurán, Juz 7 h.213 87
Sekelompok ulama berpendapat, “Kaum Luth itu apabila bertemu
dengan perempuan, mereka melemparnya dengan batu kerikil. Mereka
mengasingkan perempuan dan membuang kecendrungan mereka terhadap
perempuan.”
Ummu Hani’ meriwayatkan dari Nabi Muhammad Saw, dia berkata:
ِ ِ ,Saya bertanya kepada Rasulullah Saw tentang firman Allah و َتْتُ ونَف َاند ُيكُمَ
“Dan mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu?” الُْمْن ك رَ
Rasulullah Saw menjawab, “Mereka mencegat dan merampas harta orang
yang mereka temui, itulah kemungkaran yang mereka lakukan.”14 HR. Abū
Dawūd ath-Thayalisi dalam musnadnya. Demikian juga yang disebutkan oleh
an-Nuhās, ats-Tsa’labi, al-Mahdi dan al-Mawardi.
Ats-Tsálabi menyebutkan ucapan dari Muawiyah, dia berkata:
Rasulullah Saw bersabda, “Sessungguhnya kaum Nabi Luth itu sangat suka
duduk-duduk dan berkumpul pada suatu tempat, setiap orang mempunyai
mangkuk yang penuh dengan batu kerikil. Apabila ada orang yang lewat,
mereka lalu melemparnya dengan batu tersebut dan siapa yang bisa mengenai
orang itu maka dialah yang paling hebat.” Jadi, mereka selalu berbuat
14 HR. At-Tirmidzi, dalam pembahasan tentang tafsir (5/342), ia mengatakan bahwa hadits ini hasan. Disebutkan oleh Ath-Thabari dalam Jami’ Al Bayan. As-Suyuthi menyebutkan juga dalam Ad- Dur Al-Mantsur. An-Nuhas menyebutkan dalam Ma’ani Al-Qur’an (5/222). Al Mawardi menyebutkan dalam tafsirnya (3/247). Ibnu Katsir dalam tafsirnya (3/411) dari riwayat Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Jarir, dan Ibnu Hatim. 88
kemaksiatan seperti itu, seperti dalam firman Allah, ِ ِ “Dan و َتْتُ ونَف َاند ُيكُمَالُْمْن ك رَ
mengerjakan kemungkaran di tempat-tempat pertemuanmu?”15
Aisyah, Ibnu Abbas, al Qāsim bin Abū Bazzah dan al Qāsim bin
Muhammad mengatakan, bahwa kaum Lūth itu saling mengentuti satu sama
lainnya di tempat mereka sering berkumpul.
Mansyūr mengatakan dari Mujāhid, bahwa kaum Lūth itu sering
membawa seorang laki-laki di tempat mereka berkumpul dan mereka
memandanginya dengan penuh nafsu.
Dari Mujāhid juga dikatakan bahwa, kaum Lūth itu suka bermain
dengan burung merpati, senang mewarnai kukunya dengan pacar, suka bersiul-
siul, melempar batu kerikil dan tidak ada rasa malu dalam setiap perbuatannya.
Ibnu Athiyyah mengatakan bahwa perbuatan seperti ini telah ada dan
dilakukan oleh sebagian umat Muhammad Saw, kita harus segera mencegahnya
sebelum adzab Allah menimpa kita semua, sebagaimana Allah telah
menimpakan adzabnya kepada kaum Lūth.
Makhul mengatakan bahwa pada zaman sekarang kita ini telah ada 10
macam sifat jelek seperti sifat kaum Lūth, yaitu mengunyah sesuatu dengan
suara yang keras, mengecat kuku dengan pacar, membuka sarung, bersiul
dengan menggunakan jari tangan, sorban yang diikatkan di atas kepala,
15 Abu Abdullah Muhammad bin Ahmadal-Anshori al-Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkāmil Qurán, Juz 7 h.870 89
melempar Julahiq16, suka bersiul-siul, melempar dengan batu kerikil, dan
homoseksual.
Ibnu Abbās berkata, “Sesungguhnya kaum Lūth itu mempunyai dosa-
dosa yang lain selain pelacuran, yaitu mereka mendzalimi sesamanya, saling
mencaci maki di antara mereka, sering mengentuti orang lain pada setiap
perkumpulan, sering melempari orang lain dan sering bermain dengan sesuatu
yang ganjil dan aneh, memakai perhiasan yang disepuh, mengadu ayam,
menanduk domba, mewarnai kuku dengan pacar, laki-laki suka memakai
pakaian wanita dan wanita memakai pakaian laki-laki, memalak orang yang
melintas.”
Semua ini menujukkan betapa mereka mensekutukan Allah dan mereka
jugalah kaum yang pertama kali melakukan homoseksual dan lesbi. Ketika
Nabi Lūth berusaha untuk menghentikan kebiasaan buruk mereka agar mereka
ِ ِ ِ ِ ,terhindar dari adzab Allah Swt, mereka malah berkata ائْتن ا َب ع ذاب اَاَّللَ
“Datangkanlah kepada kami adzab Allah,” maksudnya, mereka mengatakan
bahwa Allah Swt tidak akan bisa untuk mengadzab mereka dan mereka berkata
seperti itu karena mereka yakin bahwa Nabi Lūth itu hanyalah pembohong
belaka, kemudian Nabi Lūth memohon pertolongan kepada Allah Swt dan
Allah mengirimkan para malaikat untuk mengadzab kaum Nabi Lūth yang
membangkang. Sebelumnya para malaikat itu menemui Nabi Ibrāhīm untuk
16 Julaahiq adalah sejenis senjata yang dipakai untuk melemparkan sesuatu (sejenis ketapel), Julaahiq berasal dari Bahasa Persia. Lih. Lisan Árab (entri: Julhaq). 90
memberikan kabar gembira bahwa mereka akan menolong Nabi Lūth
sebagaimana telah dijelaskan dalam surah Hūd dan surah yang lain. Inilah
keangkuhan terhadap peringatan, tantangan yang disertai pendustaan, dan
kesesatan yang tidak diharapkan bisa kembali. 17
Al-A’masy, Ya’qūb, Hamzah dan al-Kisaí membacanya, dengan takhfif
(tanpa tasydid), sementara yang lainnya membacanya dengan tasydid.18
Sedangkan Ibnu Katsīr, Abū Bakar, Hamzah dan al-Kisaí membacanya,
dengan tanpa tasydid sedangkan yang lain membacanya dengan tasydid. Dalam
hal ini ada dua Bahasa, anja dan najja dengan arti yang sama, dan hal ini telah
dijelaskan sebelumnya. Ibnu Amir membaca inna munazzilūn dengan tasydid,
Ibnu Ábbās juga membaca demikian, sementara yang lainnya membacanya
dengan takhfif (tanpa tasydid).
Firman Allah Swt, “Dan sesungguhnya kami tinggalkan dari padanya
satu tanda yang nyata bagi orang-orang yang berakal.” Qatadah mengatakan
bahwa yang dimaksud oleh ayat ini adalah batu-batu bekas kaum Lūth yang
masih tersisa sampai saat ini. Abū al-Áliyah juga mengatakan hal yang sama.
Ibnu Ábbās mengatakan bahwa bukti yang dimaksud adalah rumah
bekas peninggalan mereka yang sekarang masih ada. Mujāhid mengatakan
bahwa bukti keberadaan dari kaum Lūth adalah adanya air hitam yang
17 Imam Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zilalil Qur’an, (Jakarta: Robbani Press), Cet I, 2009, h.572 18 Abu Abdullah Muhammad bin Ahmadal-Anshori al-Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkāmil Qurán, Juz 7 h.872. 91
tergenang di atas bumi. Semua pendapat tersebut adalah baku dan tidak ada
yang menentangnya.19
D. Kecaman Al-Qur’an terhadap Pelaku Homoseksual
Allah memberikan hukuman kepada umat Nabi Lūth dengan hukuman
yang berat. Allah Swt berfirman:
ۡ ُ ُ ذ ۡ ُ ُ ۡ ۡ َٰ ۡ ۡ ۡ ۡ ٗ َٱَفأخذتهمَ َََلصيحة مۡشِقِني ٣٠َفجعلناَعلِيهاَسافِلهاَوأمطرناَعلي ِهم َِحجارة َِم ِنَس ِج ٍيل٣٨َََ ۡ ذ َٰ َٰ ُ ذ ُّ ] : - [ إِن َِِفَذلِكَٓأَلي ٖتَلِلمَتو ِس ِمني٣٧َََِإَونهاَلبِسبِ ٖيلَمقِ ٍيم٣٧َََ احلجرَ ٣٠ ٣٧ َ Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit. Maka Kami jadikan bagian atas kota itu terbalik ke bawah dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang keras. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Kami) bagi orang-orang yang memperhatikan tanda-tanda. Dan sesungguhnya kota itu benar-benar terletak dijalan yang masih tetap (dilalui manusia). (QS. Al- Hijr/15: 73-76)
Negeri-negeri Lūth dilenyapkan dengan suatu fenomena yang
menyerupai fenomena gempa tektonik atau vulkanik, dan terkadang disertai
fenomena amblasnya tanah, batu-batu yang beterbangan, hujan debu, dan
lenyapnya kota-kota secara keseluruhan ke dalam bumi. Menurut sebuah
pendapat, danau Lūth ada sesudah peristiwa tersebut, sesudah terbaliknya kota
Amura dan Sodom ke perut bumi, dan amblasnya tempat tersebut lalu terisi
oleh air. Tetapi, kami tidak mengatakan bahwa apa yang terjadi pada mereka
itu berupa gempa tektonik atau vulkanik yang terjadi insidentil dan bisa terjadi
19 Abu Abdullah Muhammad bin Ahmadal-Anshori al-Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkāmil Qurán, Juz 7 h.873. 92
di setiap waktu. Karena manhaj iman yang selalu kita jaga dalam zhilal ini amat jauh dari upaya tersebut.20
Kita mengetahui secara yakin bahwa fenomena-fenomena alam seluruhnya berjalan sesuai undang-undang Allah yang diletakkan Allah pada alam semesta ini. Tetapi, setiap fenomena dan peristiwa di alam semesta ini tidak terjadi secara otomatis, melainkan terjadi sesuatu takdir khusus, tanpa ada pertentangan antara ketetapan undang-undang dan berlakunya kehendak dengan takdir khusus terhadap setiap peristiwa. Demikian pula, kita mengetahui secara yakin bahwa Allah menjalankan takdir-takdir tertentu dalam kondisi- kondisi tertentu dengan peristiwa-peristiwa tertentu untuk tujuan tertentu. Apa yang menghancurkan negeri Lūth itu tidak harus berupa gempa tektonik atau vulkanik biasa, karena bisa jadi Allah ingin menimpakan pada mereka apa yang dikehendaki-Nya, pada waktu yang dikehendaki-Nya, sehingga terjadi apa yang dikehendaki-Nya, sesuai apa yang dikehendaki-Nya. Inilah manhaj iman dalam menafsirkan mukjizat para rasul seluruhnya.
Negeri Lūth terletak di jalur antara Hijaz dan Syām yang bisa dilalui manusia, dan di dalamnya terdapat banyak pelajaran bagi orang yang merenungkan dan menemukan pelajaran pada kebinasaan umat-umat terdahulu.
Meskipun ayat-ayat itu tidak memberi manfaat kecuali bagi hati yang beriman, terbuka, dan siap menerima, merenungi, dan meyakini.21
20 Imam Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zilalil Qur’an, (Jakarta: Robbani Press), Cet I, 2009, h.847 21 Imam Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zilalil Qur’an, (Jakarta: Robbani Press), Cet I, 2009, h.848 93
Allah Taála berfirman, “Kemudian Kami selamatkan dia (Luth
Alaihissalam) dan pengikutnya.”. Tidak ada seorang pun dari kaumnya beriman kepada Lūth kecuali keluarganya saja, sebagaimana Allah berfirman,
ِ ِ ِِ ِ ِ ِِ ف أ ْخ رْجن اَم ْن َك انَف يهاَم نَالُْمْؤمن يَ )٥٣( ف م اَو ج ْد انَف يه اَغْ ْيَب ْيتَم نَالُْم ْسلم يَ
“Lalu Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di dalamnya (negeri kaum Luth) itu. Maka Kami tidak mendapati di dalamnya
(negeri itu), kecuali sebuah rumah dari orang-orang muslim (Luth).” (adz-
Dzariyat/51: 35-36) Kecuali istrinya, karena dia tidak beriman kepadanya, bahkan dia tetap berada di atas agama kaumnya. Dialah yang memberikan informasi dan memberitahukan kepada kaumnya perihal tamu-tamu yang datang kepada Luth Alaihissalam dengan Bahasa isyarat yang hanya dipahami oleh mereka. Oleh karena itu, ketika Luth diperintahkan agar memberangkatkan keluarganya di malam hari, Luth diperintahkan agar tidak memberitahukan kepada istrinya dan agar tidak membawanya keluar dari negeri itu. Di antara ulama tafsir, ada yang mengatakan bahwa bahkan istrinya mengikuti mereka.
Tetapi ketika azab itu turun, istrinya menoleh ke belakang, sehingga dia pun tertimpa azab seperti yang telah menimpa kaumnya. Namun pendapat yang lebih dzahir adalah bahwa istrinya tidak ikut keluar dari negeri tersebut, dan
Nabi Luth juga tidak memberitahukan kepadanya; dan bahkan istrinya tetap bersama kaumnya. Oleh karena itu, Allah Taála berfirman di dalam ayat ini,
“Kecuali istrinya. Dia (istrinya) termasuk orang-orang yang tertinggal.” (83).
Yaitu tetap tinggal bersama kaumnya. Ada juga yang mengatakan bahwa dia 94
termasuk di antara orang-orang yang dibinasakan. Penafsiran itu merupakan
penafsiran berdasarkan kesimpulan.22
Firman Allah Taála, “Dan Kami hujani mereka dengan hujan (batu).”
(84). Firman itu telah ditafsirkan oleh firman-Nya yang lain,
ِ ِ ِ ِ ِ ِ ف ل ام اَجاء َأ ْمُر انََ ج عْلن اَعالي ه اَسافل ه اَوأ ْمط ْر ان َعل ْي هاَح ج ارًةَم ْنَس ج يل َمْن ُضود َُم ساَو مةًَ ِ ِ ِ ِ ا ِِ ِ ِ عْن د َرب ك َو ماَه يَم نَالظالم يَبب عيدَ “Dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar. Yang diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan siksaan itu tiadalah jauh dari orang yang zhalim.” (QS. Hūd/11: 82-83)
Oleh karena itu Allah Taála berfirman, “Maka perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang yang berbuat dosa itu.” (84). Yaitu lihatlah wahai
Muhammad, bagaimana akibat yang dialami oleh orang-orang yang berani-
berani melakukan kemaksiatan terhadap Allah Taála dan mendustakan Rasul-
rasulnya.
Imam Abū Hanīfah Rahimahullah berpendapat bahwa orang yang
melakukan homoseks hukumnya dilemparkan dari tempat yang tinggi, lalu
disusul dengan bebatuan yang dilemparkan sebagaimana yang telah dilakukan
terhadap kaum Luth Alaihissalam. Akan tetapi ulama lainnya berendapat
bahwa pelaku homoseks dikenai hukuman rajam, baik dia muhshan (sudah
menikah) maupun bukan muhshan (belum menikah). Itu adalah salah satu
pendapat dari asy-Syāfií Rahimahullah. Hujjahnya adalah hadist yang
22 Syaikh Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, Jakarta: Darus Sunnah, Cet.2, 2014, h.113. 95
diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abū Dāwūd, at-Tirmīdzi, dan Ibnu Mājah
Rahimahullah dari Ibnu ‘Abbās Radhiyallāhu Anhumā, dia berkata,
“Rasulullah saw bersabda, “Barang siapa yang kalian dapatkan melakukan
perbuatan kaum Luth, maka bunuhlah pelaku dan orang yang dikerjainya.”
Sedangkan menurut ulama yang lainnya, pelaku homoseks sama seperti pezina,
apabila dia seorang yang muhshan, maka dia dikenai hukuman rajam. Namun
jika dia bukan seorang yang muhshan, maka dia dikenai hukuman seratus kali
cambuk. Ini adalah pendapat yang lain dari asy-Syāfií.23
Allah ta’ala berfirman: Lūth berkata kepada kaumnya, “Menikahlah
dengan wanita dan bersetubuhlah dengan mereka. Janganlah kalian melakukan
perbuatan yang diharamkan Allah kepada kalian, yaitu bersetubuh dengan
sesama laki-laki. Lebih baik kalian melakukan perintahku. Sebagaimana
dijelaskan dalam riwayat-riwayat berikut ini:
Bisyr menceritakan kepada kami, ia berkata: Yazid menceritakan
kepada kami, Sa’id menceritakan kepada kami dari Qatadah, tentang firman
Allah, “Lūth berkata, ‘Inilah putri-putri (negeri)ku (kawinlah dengan mereka),
jika kamu hendak berbuat (secara yang halal).” Nabi Lūth menyuruh mereka
untuk menikahi wanita, dan hendak melindungi tamu-tamunya dengan putri-
putrinya.
Firman Allah, “Demi umurmu.” Allah berfirman kepada Nabi
Muhammad Saw, “Demi hidupmu, wahai Muhammad, sesungguhnya kaummu
23 Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Anshori al-Qurthubi, Al Jami’ Li Ahkāmil Qurán, Juz 7 h.215 96
dari golongan Quraisy itu terombang-ambing dalam kemabukan.” Maksudnya, mereka terombang-ambing dalam kesesatan dan kebodohan mereka.
Firman Allah, “Maka mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur, ketika matahari akan terbit.” Maksudnya adalah, mereka dibinasakan oleh suara keras yang mengguntur dari adzab. Kata artinya, ketika mereka memasuki waktu terbitnya matahari. Kata dan dibaca nashab karena berkedudukan sebagai hal (keterangan pekerjaan), dengan arti, ketika mereka memasuki waktu shubuh dan waktu terbitnya matahari. Kalimat artinya mereka dibinasakan.24
Demikianlah kecaman Al-Qur’an terhadap kaum homoseksual. Pelaku homoseks memang pantas mendapatkan hukuman, karena telah melakukan penyimpangan seksual yang diharamkan oleh Allah.
24 Imam Sayyid Quthub, Tafsir Fi Zilalil Qur’an, (Jakarta: Robbani Press), Cet I, 2009, h.850 BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, jawaban
atas rumusan masalah dalam skripsi ini adalah:
1. Al-Qur'an menjelaskan bahwa homoseksual termasuk perbuatan yang
mungkar dalam Surah al- Ma'arij [70] ayat 29-31.
2. Dalam Surah al-A’rāf [7] ayat 80-84, Al-Qur’an membahas bahwa
homoseksual merupakan perbuatan fahisyah, fahisyah yang dimaksudkan
di sini ialah Sodomi, dalam ayat ini juga al-Qur'an menjelaskan bahwa
homoseksual merupakan perbuatan yang melampaui batas.
3. Dalam Surah al-Ankabut [29] ayat 28-30, Al-Qur'an membahas
homoseksual merupakan perbuatan yang keji, karena belum pernah seorang
pun melakukannya pada zaman itu. Dan Allah pun menamakan kaum
homoseks dengan kaum perusak dan orang yang dzalim.
4. Dalam Surah al-Hijr [15] ayat 73-76 dan Surah Hud [11] ayat 82-83, Allah
menjelaskan hukuman yang diberikan kepada pelaku homoseksual yaitu
dihujani dengan batu dari tanah yang terbakar dan dijungkirbalikkannya
kota tersebut.
5. Dalam surah al-Hujurāt [49] ayat 13, Al-Qur'an menjelaskan bahwa Allah
telah menciptakan manusia dari jenis laki-laki dan perempuan agar manusia
dapat mempertahankan spesiesnya di muka bumi ini melalui keturunan-
97 98
keturunan yang membuat manusia berkembang. Sedangkan homoseksual
sama sekali tidak dapat menghasilkan keturunan. Maka dari itu Al-Qur’an
melarang perbuatan tersebut.
B. Saran
Harus penulis akui bahwa objek kajian dalam penelitian dalam skripsi
ini kurang mendalam. Penulis menyarankan kepada para peneliti (terutama
mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir) yang hendak melakukan penelitian
dengan tema yang relatif sama, skripsi ini sangat bisa untuk dikembangkan.
99
DAFTAR PUSTAKA
Al-Farmawi, Abdul Hayy, Metode Tafsir Maudhu’i, Penerjemah Rosihon Anwar
(Bandung: Pustaka Anwar, 2002).
Ali, Mukti (Ed). Agama-agama di duia. Yogyakart: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988.
Anees, Munawar Ahmad, Islam Dan Biologis (Terj. Rahmani Astuti), Mizan, Bandung
cet IV 1994
Ath-Thawil, Ustman, Ajaran Islam Tentang Fenomena Seksual, penerjemah Saefuddin
Zuhri (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997).
Ceramah Nasaruddin Umar pada Acara Peringatan Hari Kartini, Kamis 3 Mei 2007.
Coleman, dkk, “Abnormal Psychology and Modern Life”, Scoot Foresman and
Company, 1980.
Dagun, Save M, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Lembaga Pengkajian
Kebudayaan Nusantara (LPKN), 2000).
Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 3, (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Hoeve, 2001).
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka), 1989.
Ensiklopedi Psikologi, Alih Bahasa Ediati Kamil (Jakarta: Arcan, 1996).
Hamka, Tafsir al-Azhar Juz VIII, (Jakarta: Pustaka Panjimas), 1984. 100
Husaini, Adian. LGBT di Indonesia: Perkembangan dan Solusinya. Jakarta: INSIST
(Instute for the Study of Islamic Thought and Civilization), 2015.
Ibn Mazndzur, Abi al-Fadl Jamal al-Din Muhammad bin Makram, Lisan al-Arab, Jild.
7 (Beirut: Dar Sadâr, 1990).
Mulia, Siti Musdah, dkk, Meretas Jalan Kehidupan Awal Manusia Modul Pelatihan
Untuk Pelatih Hak-hak Reproduksi dalam Perspektif Pluralisme, (Jakarta:
Lembaga Kajian Agama dan Gender dan The Ford Foundation, 2003)
Nata, Abuddin, Perspektif Islam Tentang Pendidikan Kedokteran (Ciputat: UIN
Jakarta Pres, 2004).
Noor, Mohd, Kritik Hukum Islam terhadap JAKIM dan SUHAKAM tentang Golongan
Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender di Malaysia.
Oetomo, Dede, Memberi Suara Pada yang Bisu, (Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2003).
Qayyim, Ibn, Jangan Dekati Zina (Terj. Tim Darul Haq), Yayasan al-Sofwah Jakarta,
Cet. I, 2000
Quthub, Sayyid, Tafsir Fi Zilalil Qur’an, Jakarta: Robbani Press, Cet I, 2009.
Ridhwi, Sayyid Muhammad, Perkawinan dan Seks Dalam Islam, 1997.
Sabbiq, Syaikh Sayyid, Fiqih Sunnah Jilid 4, (Jakarta: Pena Pundi Aksara), 2010.
Santoso, Sulistiowati Budi, “Tingkat Homoseksual pada Narapidana Ditinjau dari
Lama Menjalani Pidana Penjara”, (Semarang: Unika Soegijapranata), 2000, 101
Shihab, M. Quraish, Tafsir al-Mishbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an), vol.
5 (Jakarta: Lentera Hati, 2004).
Sinyo, Anakku Bertanya tentang LGBT: Panduan Lengkap Orangtua Muslim tentang
Dunia LGBT. Jakarta: PT. Elex Media Komputino Kompas Gramedia, 2014.
Sinyo, Lo Gue Butuh Tau LGBT, (Jakarta: Gema Insani), 2016, Cet I.
Surtiretna, Nina, Remaja dan Problem Seks: Tinjauan Islam dan Medis (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2006).
Tobing, Eskalasi Hubungan Percintaan Pasangan Homoseksual.
Zaky, Ahmad, “Menjadi Wanita yang Dicintai Allah”.
Jurnal, Skripsi, dan Tesis Terkait
Haqsyawqi, Abdul, Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negri Sunan Kalijaga
Yogyakarta 2009. Skripsi berjudul: Kawin Sesama Jenis dalam Pandangan Siti
Musdah Mulia (untuk kau pria disebut gay sedangkan wanita disebut lesbian.
Mustaqim, Abdul. Homoseksual dalam Perspektif al-Qurán Pendekatan Tafsir
Kontekstual al-maqasidi. Artikel Jurnal, 2016
Musti’ah, Lesbian, Gay, Biseksual, and Transgender (LGBT): Pandangan Islam,
Faktor Penyebab dan Solusinya, Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial,
Vol.3, No 2, Desember 2016.
Nizham, Dampak LGBT dan antisipasinya di Masyarakat, Vol 5 No 1 Januari-Juni
2016. 102
Syibromalisi, Faizah Ali, “Homoseksual, Gay, dan Lesbian Dalam Perspektif Al-
Qur’an”, di dalam Majalah BEM Fakultas Ushuluddin.
Tobing, Easter Borny Uliarta, Eskalasi Hubungan Percintaan Pasangan Homoseksual
(Tahapan Pengembangan Komunikasi Antar Pribadi Gay Timur dan Barat)
(Tesis S2 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu oliti, Universitas Indonesia, 2003).
Website https://www.kompasiana.com/jovian_057/56f67229c4afbd1508a2ac16/pandangan-
masyarakat-indonesia-tentang-lgbt-bagaimana https://www.merdeka.com/peristiwa/ini-tuntunan-hubungan-seks-yang-benar-dalam-
agama.html