BAB II

Sejarah

A. Keadaan Sosial Masyarakat Cirebon

Secara geografis Cirebon terletak di Pesisir Utara Jawa, atau di tepi pantai sebelah timur Ibu Kota Kerajaan Sunda Pajajaran. Penduduknya mempunyai mata pencaharian menangkap udang dan membuat terasi. Cirebon memiliki muara- muara sungai yang berperan penting bagi pelabuhan yang dijadikannya sebagai tempat menjalankan kegiatan pelayaran dan perdagangan baik lokal, regional, dan bahkan internasional. Berdasarkan berita dari Tome Pires yang menceritakan bahwa pelabuhan Cirebon setiap harinya disinggahi tiga atau empat buah kapal (junk) untuk berlabuh. Dari pelabuhan ini diekspor beras, jenis-jenis makanan, dan kayu dalam jumlah banyak sebagai bahan membuat kapal.1 Dalam buku terjemahan Babad Cirebon dan Carita Purwaka Caruban Nagari, diceritakan bahwa Cirebon dulunya sebagai desa nelayan atau yang dikenal sebagai Dukuh Pasambangan (sekarang menjadi kompleks Astana Gunung Jati). Desa ini diperintah oleh seorang juru labuan (syahbandar). Orang yang menjadi kepala atau juru labuhannya ialah Ki Gedeng Kasmaya, Ki Gedeng Sedhang Kasih, kemudian diganti oleh Ki Gedeng Tapa, selanjutnya diganti lagi oleh Ki Gedeng Jumajan Jati.2 Di Dukuh Pasambangan inilah setiap hari selalu ramai dikunjungi orang untuk berdagang. Sebelah timur dari komplek pemakaman terdapat Pelabuhan Cirebon pertama bernama Muara Jati. Pelabuhan ini ramai disinggahi oleh perahu-perahu dagang dari berbagai negara antara lain Cina, Arab, Parsi, Baghdad, India, Malaka,

1Susanto Zuhdi. Cirebon Sebagai Bandar Jalur Sutra. ( : Departemen Pendidikan Kebudayaan RI Jakarta. 1996). hlm. 10 2Atja. Carita Purwaka Caruban Nagari. (Jawa Barat: Proyek Pengembangan permuseuman Jawa Barat. 1986). hlm. 29

20

Singapura, Pasai, Jawa Timur, Madura dan Palembang. Berdatangannya perahu dagang dari berbagai negara dan wilayah menyebabkan Dukuh Pasambangan menjadi lebih ramai dan keadaan masyarakatnya makmur dan sejahtera.3 Sebelum daerah Pesisir menjadi kota Cirebon yang sekarang, tidak jauh di sebelah utara tempat itu terdapat kehidupan masyarakat, yang merupakan cikal bakal penduduk kota Cirebon. Di situ terdapat pelabuhan Muara Jati dan Pasambangan. Di sebelah utaranya terdapat Negeri Singapura di sebelah timurnya terdapat Negeri Japura sedangkan di sebelah selatan di bagian pedalaman terdapat Cirebon Girang. Pada perempat pertama abad ke-14 Masehi saudagar-saudagar yang berasal dari Pasai, Arab, India, Parsi, Malaka, Tumasik (Singapura), Palembang, Cina, Jawa Timur, dan Madura datang berkunjung ke pelabuhan Muara Jati dan Pasar Pasambangan untuk berniaga dan memenuhi keperluan pelayaran lainnya. Kedatangan mereka yang telah memeluk Islam di pelabuhan Muara Jati dan Pasar Pasambangan memungkinkan penduduk setempat berkenalan dengan agama Islam. Karena adanya jalur pelabuhan yang dijadikan sebagai tempat hubungan dagang, maka Cirebon dikenal sebagai pusat perdagangan. Selain itu, Cirebon juga menjadi salah satu pusat Penyebaran Islam di Jawa Barat. Masuknya Agama Islam ke Cirebon telah diperkenalkan beberapa saat sebelum kedatangan Sunan Gunung Jati. Tokoh yang mengawali adanya Islam di wilayah Cirebon di antaranya adalah H. Purwa (1337 M). Ia merupakan pemeluk Islam pertama di Cirebon dan menyebarkannya di Cirebon Girang. Sementara itu, di daerah Pesisir Syekh Nurjati atau Sunan Gunung Jati beserta pengikutnya hadir dengan mendirikan pondok dengan maksud untuk menghindari ancaman dari orang-orang yang tidak suka dengan agama Islam. Islam mengalami kemajuan yang cukup pesat ketika penyebarannya dilakukan oleh Sunan Gunung Jati. Selama masa pemerintahan Sunan Gunung Jati

3Zaenal Masduqi. Cirebon : Dari Kota Tradisional ke Kota Kolonial. (Cirebon: Nurjati Press. 2011). hlm. 12

21 yaitu pada abad enam belas terjadi proses transformasi di bidang budaya di kota- kota pelabuhan di Jawa yang ketika itu merupakan pusat-pusat kekayaan. Masjid- masjid dan makam-makam dibangun dalam perpaduan batu bata dan seni hias yang indah. Dengan demikian sejak saat itu Cirebon berada di bawah kepemimpinan Sunan Gunung jati sehingga Cirebon menjadi negara yang merdeka.4 Kurang lebih satu abad setelah meninggalnya Sunan Gunung Jati, Cirebon di pimpin oleh Panembahan Ratu. Pada masa itu, Cirebon menjalin hubungan dengan Mataram. Yaitu dengan menjalin perkawinan antara putra-putri Cirebon dengan putra-putri Mataram yang pada masa itu Cirebon di pimpin oleh Panembahan Ratu. Namun sejak tahun 1649 ketika pangeran Girilaya dan Pangeran Adningkusuma atau Panembahan Ratu II yang baru saja menduduki sebagai kerajaan Cirebon diundang hadir ke Mataram untuk merayakan pengangkatannya. Setelah berada di Mataram bersama kedua putranya, Pangeran Martawijaya dan Pangeran Kartawijaya, mereka diperintahkan oleh Mataram untuk membujuk agar bersedia di bawah pengaruh Mataram. Akan tetapi mereka gagal membujuknya sehingga mereka tidak diperbolehkan pulang oleh Mataram. Berawal dari situlah Mataram berubah sikap terhadap Cirebon sehingga menyebabkan Cirebon tidak lagi merdeka. Hingga akhirnya ibu kota Mataram jatuh ketangan Banten pada tahun 1677. Dan Cirebon dibebaskan dari Mataram yang pada masa itu Banten di pimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Setelah peristiwa jatuhnya Mataram ketangan Banten, Cirebon menjadi daerah Kesultanan. Dalam hal ini dibagi menjadi tiga wilayah yaitu sultan Kanoman, Kasepuhan dan Kacirbonan. Dari pembagian wilayah tersebut terjadi perselisihan internal antara Kartawijaya, Martawijaya dan Wangsakerta. Penguasa Banten berusaha mendamaikannya akan tetapi perselisihan itu tidak kunjung reda

4Ibid., Zaenal Masduqi. hlm13

22 sehingga penguasa Banten melibatkan VOC. Dalam hal ini adalah kesempatan VOC yang sedang ingin menguasai Cirebon. Pada tahun 1681 diadakanlah perjanjian persahabatan antara para Sultan Cirebon dengan pihak VOC karena pada saat itu VOC berjanji akan melindungi Cirebon dari segala ancaman. Namun hal itu hanya janji palsu karena sebenarnya VOC sangat licik dan ingin menguasai Kesultanan Cirebon. Hingga akhirnya jatuhlah Cirebon ketangan VOC pada tahun 1705.5 Hal itu tentunya membuat keadaan Cirebon semakin melemah. Dan penguasa-penguasa Cirebon berada dalam pengaruh Belanda. Tentunya hal ini mencakup soal politik dan ekonomi.6 Bermula dari situlah Cirebon mulai dijajah oleh Belanda yang menyebabkan Bangsa Indonesia sendiri menjadi budak para pendatang. Karena adanya hubungan dengan VOC kondisi sosial ekonomi Cirebon semakin menurun karena hampir semua wilayah dikuasai oleh Belanda. Bangsa VOC banyak melakukan aksi-aksi yang membuat masyarakat Cirebon menjadi budak-budak suruhan, terutama dalam bidang pertanian. Disitu mereka menguasai lahan-lahan pertanian sehingga menyebabkan para petani miskin karena hasil panen yang diperoleh banyak diminta paksa oleh Bangsa VOC. Bukan hanya itu yang dilakukan oleh Bangsa VOC, tetapi juga mendirikan lembaga pendidikan berupa sekolahan-sekolahan elit yang didalamnya khusus untuk para dan orang-orang mampu saja dan yang diajarkannya berupa ilmu-ilmu umum. Masyarakat kecil saat itu sangat terjajah oleh bangsa VOC. Pada Periode seperti itulah kondisi masyarakat Cirebon sangat memperhatinkan. Pada awal hingga pertengahan abad 20 Masehi, muncullah beberapa organisasi masyarakat Islam seperti al-Irsyad, SDI, PERSIS, dan Muhammadiyah yang mempunyai misi dan berperan penting untuk mensejahterakan kembali masyarakat Indonesia yang pada saat itu masih di bawah pemerintahan Belanda.

5Ibid., Zaenal Masduqi. hlm. 28 6Susanto Zuhdi.Op.Cit., hlm. 78

23

Periode ini bisa dikatakan sebagai periode abad modern karena pada abad ini banyak tokoh-tokoh besar Islam yang bersatu mendirikan organisasi Islam untuk melawan Belanda. Yaitu dengan mendirikan pendidikan Islam baik itu berupa pesantren, masjid, dan sekolahan lain yang berbasis Islam. Pada saat itu pula pemerintahan Belanda menjalankan politik etis7 yaitu suatu kebijakan politik Belanda yang lebih memperhatikan kepentingan Indonesia dari pada masa-masa sebelumnya sehingga menyebabkan pendidikan Islam di Indonesia bersentuhan langsung dengan kolonialisme, baik dengan Belanda maupun militer Jepang.8 Di pulau Jawa, Jakarta adalah kota pertama yang melakukan pembangunan madrasah Islam pada tahun 1905 yang didirikan oleh komunitas masyarakat Arab, kemudian madrasah di Yogyakarta yang didirikan oleh K.H. pada tahun 1912, madrasah di Kudus didirikan oleh K.H. R. Asnawi pada tahun 1915, madrasah di Majalengka didirikan oleh K.H. Abdul Halim pada tahun 1917, dan madrasah di Cirebon didirikan oleh Sunan Gunung Jati pada tahun 1910.9 Khususnya di kota Cirebon dalam membangun pendidikan Islam masyarakatnya cukup merespon sehingga muncullah pendidikan Islam pertama yaitu Madrasah Ta’limul Aulad al-Islamiyah yang lahir pada tahun 1910 M, yang kemudian lahir Madrasah Al-Irsyad, Sekolah dan Madrasah PO (Persatuan Oemat), Madrasah Manba’ul Huda dan terakhir sebelum kemerdekaan lahirlah Madrasah Muhammadiyah.10

7Mengutip dari Abdul Hadi. hlm. 2. Merujuk pada Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda: Het Kantoor voor Inlandsche Zaken,(Jakarta: LP3ES), 1985.hlm. 100 . bahwa Titik awal bermulanya politik etis adalah saat pidato Ratu Wilhelmina pada tahun 1901 di Staten General, yang menegaskan bahwa Belanda merasa mempunyai kewajiban moral terhadap rakyat Indonesia. 8Ibid., Abdul Hadi. hlm. 2 9Awey. https://Aweygaul.wordpress.com./2012/08/09/kebangkitan-islam-di majalengka - menelusuri-jejak-perjuangan-k-h-abdul-halim-di-dalam-mempelopori-gerakan- kebangkitan-- islam-di-daerah-majalengka-1911-1962/. Diakses pada hari minggu 16 Agustus 2015 pukul 20.30 WIB. Lihat juga. Abdul Hadi. Ibid., hlm. 65 10Abdul Hadi. Op.Cit., hlm.6

24

Dari banyaknya lembaga pendidikan Islam di Indonesia diadakanlah Kongres Islam di Cirebon pada tahun 1922. Dalam hal tersebut membahas tentang kurikulum pendidikan Islam di Indonesia. Dari pertemuan tersebut, Muhammadiyah hadir mewakili Yogyakarta yang diwakili langsung oleh K.H. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah).11 Berawal dari itulah Muhammadiyah mulai bersentuhan dengan Cirebon. Pandangan yang dibawa K.H. Ahmad Dahlan ketika datang di Cirebon adalah tidak jauh berbeda dengan apa yang pernah dikembangkan oleh al-Irsyad pada tahun-tahun sebelumnya.12 Setelah terjadinya Kongres Islam dari tahun 1922 sampai 1934, pemikiran Muhammadiyah tidak dikenal lagi di Cirebon. Kemudian pada tahun 1927 pemikiran Muhammadiyah muncul kembali, akan tetapi pemikiran itu terlebih dahulu muncul di daerah Kuningan setelah itu barulah menyebar ke daerah Cirebon pada tahun 1935. Tanpa bersentuhan langsung dengan K.H.Ahmad Dahlan, masyarakat Kuninganpun telah mengenal Islam melalui Muhammadiyah bahkan sampai membentuk sebuah organisasi, yang kemudian dari situlah Muhammadiyah mulai mendirikan cabang-cabang yang salah satunya memasuki daerah Cirebon. Ketika memasuki Cirebon yang kedua kalinya, Muhammadiyah memilih lokasi di tengah-tengah masyarakat lokal yaitu di daerah Syekh Magelung Cirebon kecamatan Kejaksan. Datangnya pemikiran tersebut bukanlah dibawa langsung oleh K.H. Ahmad Dahlan melainkan oleh Toyib13 yang merupakan seorang

11Ibid., Abdul Hadi. hlm. 6 12Ibid., Abdul Hadi. hlm. 153. Merujuk pada (Abdul Munir Mulkhan, Marhaenisme Muhammadiyah: Ajaran dan Pemikiran Ahmad Dahlan, (Yogyakarta: Galang Pustaka), 2013. hlm. 109) bahwa pandangan yang dimaksud adalah tentang persamaan kedudukan, dan tidak perlu perantara dalam beribadah dan ajaran agama harus diuji oleh akal. 13Sumber lain mengatakan bahwa Kyai Toyib berasal dari Pekalongan Jawa Tengah yang merupakan salah satu anggota dari K.H.Ahmad Dahlan. Yang kemudian ia lari dari daerahnya karena dikejar oleh Belanda sampai ke Kuningan sehingga beliau menetap disana. Wawancara penulis dengan Bapak Sidik Sadali (Pelaku sejarah Muhammadiyah Cirebon dan pernah berjuang dalam pendidikan Muhammadiyah Cirebon. Serta seorang penulis buku tentang sejarah

25 tokoh Muhammadiyah yang berasal dari Kuningan.14 Dari dialah Muhammadiyah kembali diperkenalkan hingga membentuk sebuah organisasi pada tahun 1937. Masyarakat Cirebon saat itu tertarik dan merespon hadirnya Muhammadiyah. Karena dalam perkenalannya Kyai Toyib mengadakan sebuah pertemuan di rumahnya. Di dalam pertemuan tersebut diajarkan tentang pendidikan keIslaman yaitu pembaharuan dan pemurnian. Dalam prosesnya pemurnian tersebut bertemakan tentang masalah khilafiyah dan furu’iyah.15 Dan sedikit demi sedikit masyarakat Cirebon mulai berdatangan dan tertarik dengan ajaran tersebut. Menurut Bapak Sidik Sadali yaitu seorang tokoh Muhammadiyah Cirebon yang sekaligus saksi sejarah dalam perjuangan Muhammadiyah di Cirebon mengatakan bahwa ketika tokoh Muhammadiyah datang ke Cirebon. Masyarakat Cirebon saat itu masih dalam pengaruh Belanda, sehingga da’wah yang di kembangkan oleh Muhammadiyah dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Khususnya di daerah Pantai Utara yang saat itu dikuasai penuh oleh Belanda. Sehingga Muhammadiyah lebih mendominasi daerah selatan Pulau Jawa untuk tahap penyebarannya. Karena daerah tersebut merupakan salah satu jalur perdagangan yang jauh dari pantauan Belanda. Dalam prosesnya, Muhammadiyah melakukan penyebaran sambil berdagang kain batik. Disela-sela kegiatan tersebut, para tokoh Muhammadiyah sesekali menyampaikan da’wahnya kepada masyarakat yang sedang membeli kain batik. Sehingga membuat para pembeli penasaran dengan yang disampaikannya. Dalam hal ini, para tokoh Muhammadiyah sengaja membuat para pembeli

Muhammadiyah Cirebon yang ditulis tahun 1990). Pada hari senin 13 Oktober 2014 bertempat dirumahnya. Di Jalan Wahidin Cirebon 14PDM Kabupaten Cirebon, Jejak Muhammadiyah Cirebon 1: Kyai Kuningan Kenalkan Muhammadiyah ke Cirebon, Aktualita (Cirebon), n0.2 Agustus – Oktober 2012, hlm 25. 15Khilafiyah seperti ushali dalam shalat, bacaan adzan dal talqin, keharusan berwudhu saat memegang al-Qur’an, dan bacaan tahlil. Sedangkan masalah furu’iyah seperti ru’yat, kafa’ah, gambar, musik, keduri dan sebagainya. Abdul Hadi. Op.Cit., hlm. 155

26 penasaran yang kemudian dengan rasa penasaran itu para pembeli diajak untuk bertemu kembali dalam sebuah pertemuan yang nantinya akan dijawab dari rasa penasarannya.16

Berhubung banyak kalangan masyarakat yang merespon, maka diadakanlah pertemuan di rumahnya Raden Soeyat yang bertempat di Jalan Syekh Magelung Cirebon kecamatan Kejaksan. Dari pertemuan itu, diadakanlah pengajian tafsir yang didalamnya diselipin ajaran Islam Muhammadiyah. Seiring berjalannya waktu, jama’ah pengajian mulai bertambah banyak. Muhammadiyah khawatir keberadaannya akan diketahui oleh Belanda sehingga pertemuan tersebut dilakukan dengan sering berpindah-pindah tempat. Sebelum adanya Muhammadiyah, al-Irsyad dan Persis17 hadir terlebih dahulu. Keduanya sama-sama bertujuan memurnikan ajaran Islam dan memperbaiki kehidupan Umat Muslim yang sedang dalam pengaruh Belanda. Oleh karena itu Muhammadiyah mengadakan pertemuan bersama organisasi Islam lainnya, seperti NU, PUI, Sarekat Islam, al-Irsyad dan Persis. Pertemuan yang diadakan di Baitul Mal Jalan Siliwangi Cirebon. Atau yang sekarang menjadi SD 3 Muhammadiyah Cirebon bertujuan untuk menjalin kerjasama menghilangkan Umat Muslim dari pengaruh Belanda. Akan tetapi yang hadir pada saat itu hanya al-Irsyad dan Persis. Walaupun hanya dua Ormas yang datang, pertemuan itu tetap dilaksanakan.

16 Wawancara penulis dengan Bapak Sidik Sadali (Pelaku sejarah Muhammadiyah Cirebon dan pernah berjuang dalam pendidikan Muhammadiyah Cirebon. Serta seorang penulis buku tentang sejarah Muhammadiyah Cirebon yang ditulis tahun 1990). Pada hari senin 13 Oktober 2014 bertempat dirumahnya. Di Jalan Wahidin Cirebon. 17Al-Irsyad lahir pertama kali lahir di Jakarta pada tahun 1914 yang didirikan oleh Syeikh Ahmad Bin Assoorkaty Al-Anshary. Kemudian organisasi ini menyebar keluar kota seperti Pekalongan, Cirebon, dan Bumi Ayu pada tahun 1917. Sedangkan Persis lahir pada tahun 1923 di Bandung yang didirikan oleh H Zamzam dan H Muhammad Yunus.dan menyebar ke Cirebon pada tahun 1932. Lihat. https://alirsyad.net/tentang-al-irsyad/. Oleh Sekretariat pusat al- Irsyad Jakarta. Diakses pada hari senin, 17 Agustus 2015. Pukul.8.27.WIB.

27

Dalam pertemuannya, mereka membahas tentang pendirian lembaga pendidikan Islam di Cirebon. Dan hasilnya, Muhammadiyah lah yang berani untuk mendirikan lembaga pendidikan Islam terdepan saat itu. Karena al-Irsyad dan Persis masih takut akan Belanda. Dari Baitul Mal lah Muhammadiyah mulai mendirikan lembaga pendidikan formal yaitu berupa SMI (Sekolah Menengah Islam). 18 B. Pendirian Muhammadiyah Cirebon

Secara bahasa nama Muhammadiyah berasal dari bahasa Arab yaitu Muhammad yang berarti nama Nabi dan Rasul terakhir, kemudian mendapat akhiran iyah yang artinya pengikut-pengikut.19 Sehingga nama Muhamadiyah adalah pengikut-pengikut Nabi Muhammad SAW. Sedangkan secara istilah Muhammadiyah adalah organisasi yang bergerak dalam bidang da’wah Islam dan Amar ma’ruf nahi munkar.20 Gerakan Muhammadiyah didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H. Bertepatan dengan 18 November 1912 M di Yogyakarta. Dengan maksud dan tujuan untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridhai oleh Allah Swt.21 K.H. Ahmad Dahlan dalam mendirikan Muhammadiyah tidaklah secara langsung melainkan secara bertahap dan berencana. Pada awalnya, K.H. Ahmad Dahlan mempraktikkan dahulu apa yang ia kemukakan tentang konsep yang dimilikinya yaitu dengan mengajar keIslaman yang bercampur dengan ilmu-ilmu

18 Wawancara penulis dengan Bapak Sidik Sadali (Pelaku sejarah Muhammadiyah Cirebon dan pernah berjuang dalam pendidikan Muhammadiyah Cirebon. Serta seorang penulis buku tentang sejarah Muhammadiyah Cirebon yang ditulis tahun 1990). Pada hari senin 13 Oktober 2014 bertempat dirumahnya. Di Jalan Wahidin Cirebon 19Arwanto Sya’il. Op.Cit., hlm. 13 20 PDM Kabupaten Cirebon. Anggaran Dasar Muhammadiyah bab II pasal 4 ayat 1 tentang Identitas dan asas. Periode 2010-2015 21Arwanto Sya’il. Op.Cit., hlm 13.

28 umum. Salah satu contohnya adalah ketika ia mengajar langsung di Sekolah Negeri, seperti Sekolah Guru (Kweekschool) di Jetis Yogyakarta, dan Sekolah Pamong Praja atau Osvia. Dengan tujuan agar para pelajar menjadi generasi pemimpin Islam di masa depan. Setelah itu, ia mendirikan langsung di rumahnya berupa pendidikan non formal yang bercorak Islam modern yang dalam pengajarannya ia mengkorelasikan pelajaran Islam dengan ilmu-ilmu umum. Kemudian setelah berkembangnya pengajaran tersebut ia mendirikan Muhammadiyah sebagai organisasi yang berfungsi sebagai sarana diskusi yang bergerak untuk mensejahterakan Umat Islam. Dengan didirikannya Muhammadiyah sebagai organisasi Islam maka bermunculanlah ide-ide baru dari para anggota, yang salah satunya adalah ide tentang amal usaha. Yang dalam hal ini sangat membantu Umat Islam dalam memperbaiki taraf kehidupan yang miskin dan tradisional, di antaranya adalah dengan mendirikan beberapa rumah sakit dan panti Jompo termasuk juga lembaga pendidikan formal seperti madrasah, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah tinggi serta perguruan tinggi.22 Berawal dari Jawa Tengah, Muhammadiyah kemudian menyebar ke wilayah Jawa Barat melalui dua jalur yaitu jalur utara dan jalur selatan. Dari jalur utara Muhammadiyah masuk melalui Jakarta atau Batavia. Sedangkan jalur selatan Muhammadiyah masuk melalui Garut. Dari Garut inilah Muhammadiyah masuk ke daerah, Ciamis, Kuningan dan Cirebon.23 Muhammadiyah mulai berkembang di Cirebon pada tahun 1935 setelah diperkenalkan oleh Kyai Toyib yang berasal dari Kuningan24. Dalam

22Amal usaha lainnya seperti Kesehatan dan sosial. Lihat. Safwan Mardanas. K.H. Ahmad Dahlan. (Jakarta: Mutiara Sumber Widya. 2010) hlm. 25 23PDM Kabupaten Cirebon, Jejak Muhammadiyah Cirebon 2: Dari Garut Menyebar Ke Cirebon, Aktualita (Cirebon), n0.3 November – Januari 2012, hlm 31. 24Acep Muharom T. Samsudin S.H. Op.Cit., hlm 7.

29 penyebarannya, Kyai Toyib memperkenalkan ajaran Muhammadiyah melalui proses perdagangan batik yang ia bawa dari daerahnya, dengan bertujuan menarik masyarakat untuk mengikuti pengajian yang ia sampaikan saat berdagang.25 Selain itu, ia juga mengajarkan pendidikan di rumahnya tentang keIslaman melalui Muhammadiyah. Seiring berjalannya waktu, ada masyarakat Cirebon yang bersumbangsih memberikan tempat tinggalnya untuk dijadikan sebagai forum pengajian rutin yang bertempat di Jalan Syekh Magelung Cirebon yaitu dirumah Raden Soeyat.26 Dalam pengajian tersebut diajarkan pengajian tafsir secara bertahap yang kemudian disela-sela pengajian tokoh Muhammadiyah menda’wahkan ajarannya secara perlahan-lahan. Di antara tokoh yang hadir dalam pengajian tersebut adalah H. Hoed, H. Soemardi, H. Yoesoef, Raden Soeyat, H. Basoeki dan Bapak Bazar Ma’ruf. Beberapa orang di antara mereka adalah para pengusaha batik. Sedangkan Bazar Ma’ruf adalah adik kandung dari Farid Ma’ruf. Pada tahun 1939 Bazar Ma’ruf kembali ke Yogyakarta setelah 4 tahun merintis Muhammadiyah di Cirebon. Bahkan selama 2 tahun ia pernah menjabat sebagai pengurus cabang Muhammadiyah Cirebon.27 Secara resmi Muhammadiyah Cirebon berdiri pada tahun 1937 dengan diketuai oleh H. Basoeki yang dibantu oleh Bapak Bazar Ma’ruf. Ketika

25Wawancara penulis dengan Bapak Sidik Sadali (Pelaku sejarah Muhammadiyah Cirebon dan pernah berjuang dalam pendidikan Muhammadiyah Cirebon. Serta seorang penulis buku tentang sejarah Muhammadiyah Cirebon yang ditulis tahun 1990). Pada hari senin 13 Oktober 2014 bertempat dirumahnya. Di Jalan Wahidin Cirebon 26Wawancara penulis dengan Bapak Sidik Sadali Pelaku sejarah Muhammadiyah Cirebon dan pernah berjuang dalam pendidikan Muhammadiyah Cirebon. Serta seorang penulis buku tentang sejarah Muhammadiyah Cirebon yang ditulis tahun 1990). Pada hari selasa tanggal 18 November 2014 bertempat dirumahnya. Di Jalan Wahidin Cirebon 27Wawancara penulis dengan Bapak Sidik Sadali (Pelaku sejarah Muhammadiyah Cirebon dan pernah berjuang dalam pendidikan Muhammadiyah Cirebon. Serta seorang penulis buku tentang sejarah Muhammadiyah Cirebon yang ditulis tahun 1990). Pada hari senin 13 Oktober 2014 bertempat dirumahnya. Di Jalan Wahidin Cirebon

30

Muhammadiyah telah berdiri di Cirebon, terdapat organisasi lain yang sedang berkembang sama di dalamnya, yaitu al-Irsyad dan Persis. Akan tetapi Muhammadiyah pada saat itu tidak bersaing dengan organisasi lain. Muhammadiyah berdiri sesuai dengan misi dan tujuannya yang bersumberkan pada al-Qur’an dan Hadist. Didirikannya organisasi Muhammadiyah Cirebon secara resmi dirayakan dengan menggelar acara khitanan massal yang bertempat di Jalan Pekarungan. Peserta khitanan massal tersebut kemudian diarak mulai dari Jalan Pekarungan, Pasuketan dan Graksan yang kemudian kembali lagi ke Jalan Pekarungan.28 Menurut bapak Sidik Sadali, yang mendapat cerita dari peserta khitanan massal tersebut salah satunya bernama Muhdi Basir yang merupakan paman dari Pak Sutisna Sastra Dirja.29 Setelah H. Basoeki menjabat sebagai ketua selama 5 tahun yang berarti satu periode maka berpindahlah jabatan ketua kepada H. Hoed yaitu pada tahun 1942 sampai tahun 1947. Dalam periode yang dipegang oleh H. Hoed terdapat gagasan dari Djamal Dasoeki dan Arhatha tentang didirikannya lembaga Pendidikan Islam. Pada akhirnya gagasan tersebut disetujui oleh H. Hoed yang kemudian diadakanlah Madrasah Al-Wustho yang merupakan awal dari pendidikan Muhammadiyah Cirebon. al-Wustho adalah sebuah pertemuan Muhammadiyah yang diadakan oleh Kyai Toyib di Jalan Syekh Magelung Kecamatan Kejaksan Cirebon.30 Dalam

28Acep Muharom T. Samsudin S.H. Op. Cit., hlm. 22 29Pak Sutisna Sastra Dirja adalah kepala sekolah Pendidikan Guru Agama (PGA) Muhammadiyah Cirebon pertama kali yang tempatnya berbarengan dengan SMA Muhammadiyah Cirebon di Jalan Tuvaref No. 70 Cirebon. Akan tetapi pendidikan tersebut sudah pindah ke Jalan Pilang. Wawancara penulis dengan Bapak Sidik Sadali Pelaku sejarah Muhammadiyah Cirebon dan pernah berjuang dalam pendidikan Muhammadiyah Cirebon. Serta seorang penulis buku tentang sejarah Muhammadiyah Cirebon yang ditulis tahun 1990). Pada hari selasa tanggal 18 November 2014 bertempat dirumahnya. Di Jalan Wahidin Cirebon 30 Wawancara penulis dengan Bapak Sidik Sadali (Pelaku sejarah Muhammadiyah Cirebon dan pernah berjuang dalam pendidikan Muhammadiyah Cirebon. Serta seorang penulis

31 pertemuan tersebut diadakan pengajian yang di dalamnya diselipkan ajaran tentang keIslaman Muhammadiyah. Kegiatan tersebut berlangsung selama Muhammadiyah belum mendirikan pendidikan formal. Dan sering berpindah- pindah tempat. Setelah itu, pada tahun 1947 al-Wustho dijadikan lembaga pendidikan formal yang di dalamnya legkap dengan ruangan kelas, bangku dan meja serta para pengajar. Pendidikan tersebut diberi nama Sekolah Menengah Islam atau yang dikenal dengan SMI. Menyusul setelah Sekolah Menengah Islam (SMI) berdiri, pada tahun yang sama, Sekolah Menengah Tinggi Islam (SMTI) berdiri dengan dipimpin oleh Djamal Dasoeki. Selain itu, organisasi Muhammadiyah yang masih dalam periode H. Hoed terus berkembang yaitu dengan mendirikan beberapa ranting Muhammadiyah yang meliputi Jamblang, Sumber, Sindanglaut, Ciledug dan Indramayu. Sekolah SMI Muhammadiyah Cirebon pada saat itu terdiri dari 200 siswa, yang di dalamnya terdapat 3 kelas yaitu kelas satu, dua, dan tiga. Sekolah tersebut juga sudah ada fasilitas bangku meja dan yang lainnya. Karena ruang kelas yang kurang cukup, sebagian siswa dipindah ke Jalan Pekarungan yang sekarang menjadi Jalan Syarief Abdurrahman. Hingga akhirnya, semua siswa yang ada di SMI pindah ke Jalan Syarief Abdurrahman dan di jadikan SMP Muhammadiyah Cirebon pada tahun 1950-an dengan Bapak Djamal Dasoeki yang menjabat sebagai Kepala Sekolahnya. Kemudian pada tahun ajaran baru, digedung yang sama, Muhammadiyah juga mendirikan SMA Muhammadiyah bagian C dan SD 1 Muhammadiyah Cirebon. Akan tetapi SMA dan SD Muhammadiyah tersebut dilaksanakan pada sore hari karena pada pagi harinya dipakai oleh SMP Muhammadiyah. Setelah

buku tentang sejarah Muhammadiyah Cirebon yang ditulis tahun 1990). Pada hari senin 13 Oktober 2014 bertempat dirumahnya. Di Jalan Wahidin Cirebon

32

Muhammadiyah mendapatkan lahan yang baru, SMA Muhammadiyah bagian C pindah ke Jalan Tuvaref No. 70 Cirebon. Sedangkan SD 1 Muhammadiyah pindah kesebelahnya SMP Muhammadiyah Cirebon. Ketika SMI Muhammadiyah di pindah ke Jalan Pekarungan dan menjadi SMP Muhammadiyah, di SMI tersebut di jadikan yayasan pendidikan wanita Islam Cirebon yang diketuai oleh ibu Sujaminah yang merupakan orang masyumi. Kemudian ibu sujaminah menyerahkan tempat tersebut ke Muhammadiyah, sehingga tempat tersebut dijadikan Muhammadiyah sebagai lembaga pendidikan yaitu SD 3 Muhammadiyah Cirebon.31 Berawal dari SMP Muhammadiyah Cirebon, pergerakan Muhammadiyah terus meningkat dan berkembang pesat sampai sekarang. Muhammadiyah banyak mendirikan lembaga-lembaga pendidikan mulai dari tingkat Sekolah Dasar sampai ketingkat Perguruan Tinggi. Bahkan tidak hanya pendidikan yang dibangun oleh Muhammadiyah melainkan banyak bangunan-bangunan lain seperti beberapa rumah sakit, poliklinik dan apotek serta lembaga amil zakat (lazismu).32 Beberapa tokoh Muhammadiyah Cirebon yang menjabat sebagai ketua mulai dari periode 1937 s.d periode 2000 antara lain: 33 1. Periode 1937 – 1942 H diketuai oleh H. Basoeki 2. Periode 1942 – 1947 H diketuai oleh H. Hoed 3. Periode 1947- 1950 H vakum dan di hidupkan kembali tahun 1950 4. Periode 1950 di ketuai oleh Arhatha

31Wawancara penulis dengan Bapak Sidik Sadali (Pelaku sejarah Muhammadiyah Cirebon dan pernah berjuang dalam pendidikan Muhammadiyah Cirebon. Serta seorang penulis buku tentang sejarah Muhammadiyah Cirebon yang ditulis tahun 1990). Pada hari senin 13 Oktober 2014 bertempat dirumahnya. Di Jalan Wahidin Cirebon 32Wawancara penulis dengan Bapak Muksidi (Sekertaris Muhammadiyah Cirebon dan ketua Majlis Pendidikan dari tahun 1969). Cideng Cirebon. Pada hari Kamis tanggal 9 Oktober 2014, di SMK Farmasi 1 Muhammadiyah, Cirebon. 33www. PDM Kabupaten Muhammadiyah Cirebon. Diakses pada tanggal 1 Juli 2015 pukul 21.29 wib. Lihat juga PDM Kabupaten. 2013. Ujung Tombak Dakwah, aktualita, Cirebon edisi khusus milad, no.7, Oktober-Desember.

33

5. Periode 1951- 1952 diketuai oleh H. Ahmad Dasuki 6. Periode 1952 – 1953 H diketuai oleh H. Hasan 7. Periode 1953 – 1974 H diketuai oleh Djamal Dasuki 8. Periode 1974 – 1991 H diketuai oleh Zainal Masduki 9. Periode 1991 – 1995 H diketuai oleh H. A. Rosyad Rais 10. Periode 1995 – 2000 H diketuai oleh H. Moh. Mahdlor 11. Periode 2000 – 2005 H diketuai oleh H. Ma’muri Ikhsani 12. Periode 2005 - 2010 H diketuai oleh Drs. Ahmad Effendi 13. Periode 2010 – 2012 H diketuai oleh Drs. Ahmad Dahlan M.Ag

Sedangkan tokoh Muhammadiyah Pusat yang menjabat sebagai ketua adalah:34 Nama Awal Jabatan Akhir Jabatan KH. Ahmad Dahlan 1912 1923 KH. Ibrahim 1923 1932 KH. Hisyam 1932 1936 KH. Mas Mansur 1936 1942 Ki Bagoes Hadikoesoemo 1942 1953 Buya AR Sutan Mansur 1953 1959 KH. M Yunus Anis 1959 1962 KH. Ahmad Badawi 1962 1968 KH. Faqih Usman 1968 1971 KH. AR. Fachruddin 1971 1990 KH. A. Azhar Basyir 1990 1995 Prof. Dr. H. 1995 2000 Prof. Dr. H. Ahmad Syafi’i Ma’arif 2000 2005

34Best.https://kobisonta.wordpress.com/2011/11/14/perkembangan-muhammadiyah-di- indonesia/. Diakses pada tanggal 26 Januari 2015. Pukul 23.24 wib.

34

Sampai Sekarang dan habis masa Prof. Dr. H. 2005 jabatannya tahun 2015

C. Perkembangan Muhammadiyah Cirebon Pertama kali Cirebon mengenal nama Muhammadiyah adalah karena pada tahun 1922 telah terjadi Kongres Islam yang bertempat di Cirebon. Dalam Kongres Islam tersebut banyak organisasi Islam yang hadir diantaranya adalah organisasi Muhammadiyah. Kebetulan pada saat itu K.H.Ahmad Dahlan hadir sebagai perwakilan dari organisasi Muhammadiyah. Berawal dari pertemuan tersebut, K.H. Ahmad Dahlan mulai mengenalkan Kemuhammadiyahannya. Akan tetapi setelah beberapa lamanya, nama Muhammadiyah mulai hilang dan tidak dikenal lagi sampai tahun 1934. Kemudian Muhammadiyah muncul kembali dan diperkenalkan oleh tokoh Muhammadiyah lain selain K.H. Ahmad Dahlan yaitu Kyai Toyib pada tahun 1935.35 Perkenalan ini muncul setelah Kyai Toyib membentuk organisasi di daerah Kuningan pada tahun 1927.36 Kyai Toyib dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah Kuningan yang berasal dari Pekalongan Jawa Tengah. Ia juga merupakan seorang tokoh dari anggota Muhammadiyah yang sengaja datang untuk menyebarkan ajaran Muhammadiyah. Menurut bapak Sidik Sadali yang merupakan tokoh Muhammadiyah Cirebon dan selaku saksi sejarah dalam perkembangan Muhammadiyah, mengatakan bahwa dalam perkenalan Muhammadiyah yang dibawa oleh Kyai Toyib adalah pengajaran dengan cara berda’wah secara perlahan dan bertahap

35 Ibid., Abdul Hadi. hlm. 154 36 Acep Muharrom T. Samsudin S.H. Op.Cit., hlm. 22

35 yaitu salah satunya dengan memberikan pendidikan berupa pengajian tentang keIslaman dan kemuhammadiyahan. Tempat pengajaran Kyai Toyib dilaksanakan dengan cara berpindah- pindah tempat karena takut diketahui oleh Belanda. Karena pada saat itu Cirebon masih dalam pengawasan Belanda. Dalam hal ini, Belanda takut akan adanya organisasi Islam besar yang tumbuh dan berkembang sehingga dapat tersaingi. Kemudian muncullah beberapa tokoh Muhammadiyah lainnya seperti Djamal Dasoeki, H. Soemardi, H.Yusuf, Bazar Ma’ruf, H. Hoed dan Arhatha. Mereka adalah para pedagang batik dari Yogyakarta yang datang ke Cirebon dengan sengaja ingin membantu Kyai Toyib dalam menyebarkan kemuhammadiyahan. Para tokoh tersebut membantunya sambil berdagang kain batik. Walaupun dalam kejaran Belanda, para tokoh Muhammadiyah tidak mudah menyerah menyebarkan KeIslaman Muhammadiyah. Mereka tetap berjuang demi tercapainya tujuan yaitu membebaskan Umat Islam dari kebodohan akibat jajahan Belanda. Dalam perjuangan menyebarkan Kemuhammadiyahannya, para tokoh Muhammadiyah mengajak masyarakat Cirebon untuk mengikuti kegiatan pengajian tersebut dengan cara berdagang. Mereka berdagang kain batik sambil menawarkan kegiatan pengajian tersebut. Dalam kegiatannya diselipkan ajaran- ajaran keIslaman Muhammadiyah. Sedikit demi sedikit anggota pengajian itu semakin bertambah banyak. Dengan bertambah banyaknya anggota tersebut menyebabkan diketahuinya keberadaan Muhammadiyah oleh Belanda. Untuk menghindari hal itu, perkumpulan Muhammadiyah mengalami 12 kali perpindahan tempat, Mulai dari

36

Gang Syekh Magelung, Jalan Pekarungan (sekarang Jalan Bahagia) dan yang sekarang berada di Jalan Tuvaref no 70 Cirebon.37

Untuk pertama kalinya, Muhammadiyah mengadakan pertemuan bertempat di Jalan Syekh Magelung Kecamatan Kejaksan Cirebon yaitu di rumah Raden Soeyat. Untuk kedua kalinya, pertemuan Muhammadiyah pindah ke Jalan Pekarungan di rumah Baba Swantin yang merupakan orang Cina dan bekerja sebagai penyewa mobil gelap atau penyewaan taksi. Untuk ketiga kalinya, pertemuan Muhammadiyah pindah ke Jalan Resimen Mahawarman sebelah Bumi Putra lampu merah Kejaksan yang dulunya adalah kantor Radio Republik Indonesia (RRI) dan sekarang menjadi kantor kodim Cirebon. Untuk keempat kalinya, Muhammadiyah pidah ke depan rumah Bapak Wali Kota Cirebon yaitu Bapak Dasoeki yang dulunya adalah mantan Bupati Majalengka. Kemudian untuk kelima kalinya, pertemuan Muhammadiyah pindah ke sebelah utara Balai Kota di Jalan Siliwangi. Untuk keenam kalinya, pertemuan Muhammadiyah pindah ke gudang santoso di Jalan Stasiun Kereta Api Cirebon. Untuk ketujuh kalinya, pertemuan Muhammadiyah pindah ke sebelah selatan Masjid at-Taqwa. Kemudian untuk kedelapan kalinya, pertemuan Muhammadiyah pindah ke pabrik tenun yang ada di Jalan Parujakan. Untuk kesembilan kalinya, pertemuan

37Wawancara penulis dengan Bapak Sidik Sadali (Pelaku sejarah Muhammadiyah Cirebon dan pernah berjuang dalam pendidikan Muhammadiyah Cirebon. Serta seorang penulis buku tentang sejarah Muhammadiyah Cirebon yang ditulis tahun 1990). Pada hari selasa tanggal 18 November 2014 bertempat dirumahnya. Di Jalan Wahidin Cirebon

37

Muhammadiyah pindah ke rumah yang dulunya dipake hotel palapa sekarang menjadi hotel Zamrud di Jalan Stasiun. Untuk kesepuluh kalinya, pertemuan Muhammadiyah pindah ke penginapan rumah suka mampir di Jalan Siliwangi yang sekarang menjadi SD 3 Muhammadiyah Cirebon. Bermula dari situlah Muhammadiyah membuat Baitul Mal yang kemudian didirikan pendidikan pertama Muhammadiyah Cirebon bernama SMI (Sekolah Menengah Islam) dengan jumlah murid 200 orang yang dilengkapi dengan fasilitas bangku dan meja.

Untuk kesebelas kalinya, pertemuan Muhammadiyah pindah ke Jalan Pekarungan yang sekarang menjadi Jalan Syarief Abdurrahman. Dan dari Jalan Pekarungan ini juga dijadikan lembaga pendidikan yang merupakan lanjutan kelas dari SMI. Dan sekarang menjadi SMP 1 Muhammadiyah Cirebon. Untuk kedua belas kalinya hingga sekarang, pertemuan Muhammadiyah pindah ke Jalan Tuparev No 70 yang sekarang berdampingan dengan SMA Muhammadiyah Cirebon dan berdekatan juga dengan Universitas Muhammadiyah Cirebon serta SMP 2 Muhammadiyah Cirebon.38

38Wawancara penulis dengan Bapak Sidik Sadali (Pelaku sejarah Muhammadiyah Cirebon dan pernah berjuang dalam pendidikan Muhammadiyah Cirebon. Serta seorang penulis buku tentang sejarah Muhammadiyah Cirebon yang ditulis tahun 1990). Pada hari selasa tanggal 18 November 2014 bertempat dirumahnya. Di Jalan Wahidin Cirebon.

38