Jurnal Kehutanan Papuasia 3 (2): 111–119 (2017) Woghomugu & Warmetan, dkk

PENGELOLAAN KAWASAN LAHAN BASAH SEBAGAI HABITAT BURUNG MIGRAN DI TAMAN NASIONAL WASUR

(Wet Land Area Management for Habitat of Migrant Bird in Wasur National Park)

Damianus V.S. Woghomugu1 dan Hermanus Warmetan1 Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas Manokwari, Papua Barat, 98314. Tlp/Fax: +62986211065. Penulis Korespondensi: Email: [email protected] Diterima: 10 Okt 2017| Disetujui: 18 Nov 2017

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran peran penting kawasan hutan lahan basah dan deskripsi pengelolaan kawasan lahan basah sebagai habitat burung migran di kawasan Taaman Nasional Wasur. Metode yang digunakan yakni deskriptif dengan menggunakan kumpulan data-set dan kompilasi referensi-referensi terkait sebagai komparasi dalam penataan dan pengelolaan TNW sebagai kawasan alternatif migrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan lahan basah TNW memiliki keunikan dengan ciri iklim serta pola cuaca yang tidak tetap sepanjang tahun. Kekhasan keanekaragaman di kawasan TNW dipengaruhi oleh tipe hutan, daerah keterisolasian spesies, daya segmentasi kawasan, sehingga membentuk satuan habitat unik. Tercatat tipe ekosistem dominan masih didominasi ekosistem basah, dengan tipe daerah rawa. Jenis kelompok vegetasi utama yang dijumpai yaitu dari kelompok Melaluca dengan jenis: Melaleuca spp., Lophostemon lactifluus, Xanthostemon sp., Acacia leptocarpa, Salsar, Asterom. Selain itu jenis vegetasi hutan savana yang dominan di temukan yakni: Lophostemon lactifluus, Banksia dentata, Asteromyrtus symphiocarpa. Keterlibatan masyarakat dalam upaya pengelolaan kawasan telah dilakukan dan memberikan manfaat nyata. Tercatat setiap tahun terjadi mingrasi burung sebagai jalur alternatif persinggahan terutama antar benua ketika perubahan musim tahunan terjadi. Kata kunci: Lahan basah, taman nasional wasur, burung miggran, hutan rawa.

Abstract The objective of thi study was to describe an overall importance of wet land forest area and its overview of wet land management that functions as a temporary migrant bird habitat in the area of Wasur National Park. Method used was descriptive by way of collecting dataset and compilling related refereces as comparison in desaining and managing Wasur National Park as an alternative migration area. The result pointed out that the wet land area of Wasur National Park possessed a unique of climatic and weather pattern which was quite unpredictable over the year. In addition, the unique of rate in the area was also spurred by forest type, isolated species area, the ability of segmented area, these then shape a distict habitat. It has been noticed that the dominant ecosystem type in the area was wet ecosystem which was identical with swampy areas. The majority group of vegetation found was Melaleuca such as: Melaleuca spp., Lophostemon lactifluus, Xanthostemon sp., Acacia 111 @ Asosiasi Peneliti Biodiversitas Papuasia - Fakultas Kehutanan UNIPA

Jurnal Kehutanan Papuasia 3 (2): 111–119 (2017) Woghomugu & Warmetan, dkk

leptocarpa, Salsar, Asterom. Besides, savannah vegetation that appeared such as: Lophostemon lactifluus, Banksia dentata, Asteromyrtus symphiocarpa. Traditional forest community has been engaged in conjunction with preservation activities. Migration of bird has been occurring every year as an alternative path way to tempory stay in particular during a long journey over continents when the weather was changing. Keywords: Wet land, wasur national park, migrant bird, swamp forest.

PENDAHULUAN TNW yang memiliki kerakteristik sebagai Papua merupakan daerah kepulauan, kawasan lahan basah yang sangat luas bagian dari Negara Republik secara ekologis berada pada wilayah dengan luas daratan mencapai ± 160.000 ekoregion transfly dan berbatasan yang kaya akan keanekaragaman langsung dengan suaka marga satwa hayati. Kawasan hutan papua berdasarkan tonda di Negara Papua Keputusan Menhutbun Nomor 891/Kpts- (PNG) yang merupakan daerah lahan II/1999 seluas 42,224 juta Ha. Kawasan basah yang sangat penting bagi burung- hutan tersebut dibagi dalam kelompok burung air di Indonesia secara khusus fungsi hutan yaitu fungsi Konservasi burung yang berasal dari Australia dan (cagar alam, suaka marga satwa) Fungsi Selandia Baru sehingga sangat memiliki lindung, (pelestarian alam, sistem arti penting bagi tempat persinggahan penyangga kehidupan), fungsi produksi ribuan burung migrasi. Beberapa jenis (produksi terbatas, produksi tetap, burung migrasi diantaranya adalah Boha produksi yang dapat dikonversi) serta (Magpie geese), Ndarau (Cranes trans- kawasan perairan (UU Nomor 5 Tahun fly), Ibis (Straw-necked), Glossy dan 1990). White, Paruh Sendok (Royal spoonbills) Pulau Papua dengan bentuk dan lain-lain (Winara 2015). penampakan fisiografi yang indah Dari berbagai literatur tentang sehingga dapat terbentuk lingkungan keragaman hayati spesies burung di dunia habitat dengan zona-zona yang sangat menerangkan bahwa di Indonesia terdapat lengkap di Asia-Pasifik yang tersusun sekitar 1.598 spesies burung yang mana formasi mulai dari daerah pantai hingga mewakili hampir 17% dari total spesies pegunungan alpin. Kelestarian ekosistim burung dunia. Burung-burung yang ada di hutan lahan basah berlangsung secara Indonesia dan sebagian besar ditemukan alami maupuan secara buatan. di kawasan Timur Indonesia. Pantai Kawasan lahan basah Taman selatan Papua, terutama TNW telah Nasional Wasur (TNW) dengan luas mencatat bahwa sekitar 403 species 413.810 ha,memiliki suatu kesatuan burung dengan 74 species diantaranya ekosistem dataran rendah yang konsisten endemik Papua telah ada di TNW dan antara tumbuh-tumbuhan dan komponen terdapat 114 species yang merupakan biotik di sekitarnya, menjadikan TNW burung dengan status dilindungi termasuk sebagai salah satu kawasan konservasi burung migran (Winara 2015). Dengan yang terletak di wilayah timur indonesia demikian maka sudah menjadi perhatian dan terbentang di bagian selatan Pulau pemerintah dalam pengembangan sistim Papua (Yuliana dkk. 2012). Kawasan pengelolaan yang baik guna kelestarian 112 @ Asosiasi Peneliti Biodiversitas Papuasia - Fakultas Kehutanan UNIPA

Jurnal Kehutanan Papuasia 3 (2): 111–119 (2017) Woghomugu & Warmetan, dkk

ekosistem kawasan TNW sebagai tempat sekunder berupa bahan tulisan dari persinggahan berbagai spesies burung dan berbagai referensi dan literature juga mendukung kehidupan dan habitat terpercaya melalui kajian akademis satwa liar. Migrasi antara pulau dan berkaitan dengan obyek penelitian seputar benua merupakan suatu proses kawasan TNW. beradaptasi perilaku hidup pada Analisis Data lingkungan atau habitat yang baru oleh beberapa jenis satwa liar. Jenis satwa Data di perloleh di analisis secara dapat beradaptasi dengan suatu habitat deskristif dan selanjutnya data di tergantung pada keadaan topografis, iklim tampilkan dalam bentuk tabel dan dan waktu pada daerah tertentu gambar. (Alikondra 1990; Irawan 2004). Tujuan dari penelitian ini yakni untuk dapat HASIL DAN PEMBAHASAN memberikan gambaran tentang arti Ekosistem Lahan Basah TNW penting kawasan hutan lahan basah dan deskripsi pengelolaan kawasan lahan Hasil Identifikasi yang di peroleh basah sebagai habitat burung migran. bahwa lahan basah yang berada di dalam kawasan TNW memiliki keunikan METODE PENELITIAN tersendiri dari tipe daratan lainnya di wilayah Papua dimana memiliki iklim Penelitian ini dilaksanakan selama 4 dua musiman serta cuaca yang tidak bulan dari bulan mulai dari bulan menentu (fluktuasi yang tinggi). Desember 2013 s/d April 2014 yang Kekhasan keanekaragaman ini bertempat di Kabupaten Maokwari. dipengaruhi oleh tipe kawasan hutan, Penelitian ini mengacu pada variabel daerah keterisolasian spesies, daya utama yang dikaji yaitu dengan melihat segmentasi kawasan atau daya tarik karakteristik bentang lahan basah (wet lingkungan, sehingga dapat menciptakan land landscape) sebagai habitat burung suatu ekositem hutan yang unik. Kawasan migran dengan cakupan antara lain: lahan basah wasur merupakan daratan kawasan yang memiliki ekosisten hutan, yang jenuh terhadap air baik air tawar dan ekologi dan biologi kawasan yang air asin (rawa-rawa serta sungai-sungai). beragam. Selain itu juga mengakaji pola Berdasarkan uraian tabel 1, terlihat dan sistem mengelolaan kawasan lahan distribusi karakteristik hutan dataran basah TNW oleh stakeholder-stakeholder berair di seluruh kawasan TNW yang terkait dan upaya tindak lanjut mana cukup tersebar merata hampir pengelolaan kawasan TNW tersebut. diseluruh kaasannya. Hal ini didukung Selain itu informasi terkait sejarah oleh bentang lahan yang cenderung rata kawasan, keragaman hayati dan (flatted area) sehingga memungkinkan kemitraan serta nilai sosoal ekonimi dan untuk terjadi genangan-genangan air baik budaya masyarakat juga menjadi dalam jumlah kecil maupun besar yang komponen tambahan dalam penelitian ini. membetuk rawa permanen (Almin and Metode Pengumpulan Data Road 2001). Data yang di kumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari data

113 @ Asosiasi Peneliti Biodiversitas Papuasia - Fakultas Kehutanan UNIPA

Jurnal Kehutanan Papuasia 3 (2): 111–119 (2017) Woghomugu & Warmetan, dkk

Tabel 1. Ekosistem hutan dataran berair di sekitar kawasan TNW. No. Tipe Ekositem Sebaran Lokasi Keterangan 1. Rawa berair Rawa Tahram, Rawa Daerah tersebut terisolasi pada payau musiman Kitar-kitar hingga saat musim banjir dan kembali daerah Waam dan normal tawar pada saat Samleber. kemarau. 2. Rawa berair Danau Rawa Biru, Ukra, Keseluruhan wilayah terisikan air tawar permanen Maar dan Kankania. tawar permanen. 3. Pesisir berair Mbo, Okilur, Rawa Perisir yang berair tawar permanen. tawar Pilmul dan Rawa Badek. 4. Daratan berair Sepanjang jalan Trans Pada bagian wilayah yang datar tawar Irian. tanah berair tawa. 5. Pesisir berair Sekitar pemukiman Kawasan pesisir pantai yang secara payau - asin sektor pantai kecuali kontinyu mengalami pasang surut ait Kampung Kondo. laut daratan berair asin dan selobar. 6. Daratan berair Kampung Wasur, Rawa Daratan terisolasi masuknya air laut payau Ndalir dan Kampung menjadi selobar. Sota. Sumber: Irawan 2004, Data Base Taman Nasional Wasur

Ekologi Lahan basah dataran berbukit hutan gambut pada Secara umum daerah wasur adalah wilayah-wilayah tertentu yang mana di dataran dengan jenis tanah aluvial dan dalamnya memiliki 7 tipe ekologi hutan jenis-jenis tanah lain yang merupakan pada lahan basah. Berikut deskripsi jenis hasil dari proses pelapukan. kawasan dan bentang ekologinya yang Fenomena ini cenderung mengarah ke tersebar pada kawasan TNW. Tabel 2. Tipe ekologi bentang daratan pada kawasan TNW. No. Tipe Ekologi Sebaran Lokasi 1. Daratan teras pleistosen Desa Yanggandur dan Sota. 2. Daratan lebak Desa Ukra, Kankania, Mblatar dan Wasur. 3. Daratan sungai Kampung Bokrum, Desa Tambat dan Sota. 4. Daratan rawa bakau Desa Kondo dan sekitarnya. 5. Daratan rawa air tawar Desa Rawa Biru dan sekitarnya. 6. Daratan pantai Kuler, Onggaya, Tomer, desa Tomerau dan sekitarnya yang memanjang sampai ke Papua New Guenia. 7. Bekas dataran pantai Sekitar Waam dan Samleber hingga sungai Wanggo. Sumber: Irawan 2004, Data base Taman Nasional Wasur

114 @ Asosiasi Peneliti Biodiversitas Papuasia - Fakultas Kehutanan UNIPA

Jurnal Kehutanan Papuasia 3 (2): 111–119 (2017) Woghomugu & Warmetan, dkk

Berdasarkan karakteristik tipe ekologi terutama jenis vegetasi dataran rendah pada Tabel 2 di atas terindikasi bahwa cukup tinggi karena daya dukung bahwa TNW memiliki tipe ekologi dan kawasan dan karakteritsik komponen bentang daratan dengan jenis tanah yang biotik yang nmasih baik sehingga membetuk dan menyusun tipe hutan memungkinan perkembang biakan flora dataran rendah di selatan Papua. Secara dan fauna yang cukup cepat terjadi. umum semua semua tipe ekologi tersebut Biologi Lahan basah berada pada bentang lahan yang relatif datar sehingga tidak dimungkinkan untuk Kawasan hutan di TNW memiliki terlihat berbeda secara signifikan antara keragaman hayati yang cukup tinggi yang satu tipe ekologi dengan tipe ekologi selanjutnya terbagi ke dalam 4 zona yang lainnya, terutama komposisi vegetasi dan di dalamnya terdapat 10 formasi hutan tumbuhan bawahnya (Threlfall et al. yang beragam yang disajikan pada tabel 3. 2016). Namun dari sisi keragaman jenis Tabel 3. Beberapa tipe formasi hutan dataran rendah di sekitar kawasan TNW. No. Formasi Hutan Luas Jenis Vegetasi (Ha) 1. Dominan 33.535 Melaleuca spp., Lophostemon lactifluus, Xanthostemon sp., Melaleuca Acacia leptocarpa, Salsar, Asteromyrtus symphiocarpa, Eucalypthus spp., Alstonia actinopilla, dll. 2. Co-Dominan 33.874 Melaleuca spp., Eucalypthus sp., Asteromyrtus Melaleuca – symphiocarpa, Salsar, Xanthostemon sp., Acacia Eucalypthus leptocarpa, Alstonia actinopilla, Dilenia alata, dll. 3. Hutan Jarang 34.559 Lophostemon lactifluus, Melaleuca sp., Dilenia alata, Eucalypthus sp., Asteromyrtus symphiocarpa, Acacia leptocarpa, Xanthostemon sp., yang di bawahnya ditumbuhi berbagai semak. 4. Hutan Pantai 4.748 Alstonia actinopilla, Naudena-Barringtonia sp., Lophostemon lactifluus, Cocos nucifera dan berbagai jenis palem. 5. Hutan Musim - Eucalypthus sp., Acacia mangium, Dilenia alata, Alstonia actinopilla, Salsar, dll.), Bamboo sp., Graminae spp.

6. Hutan Riparian 43.372 Eucalypthus sp., Acacia mangium, Dilenia alata, Alstonia (Pinggir Sungai) actinopilla, Salsar,Bamboo sp., Graminae sp. 7. Hutan Bakau 51.752 Sonneratia sp., Avicenia sp., Rhizophora sp., Bruguiera sp., Nypa frcticans dan palem. 8. Hutan Savana 169.809 Lophostemon lactifluus, Banksia dentata, Asteromyrtus symphiocarpa, Eucalypthus sp., Melaleuca sp. 9. Padang Rumput 28.911 Graminae sp. dan Pandannus sp. 10. Padang Rumput 13.250 Pandannus sp., Phragmites karka, Hanguana sp., anggrek Rawa dan teratai. Sumber: Widya 2009, Keanekaragaman Hayati Taman Nasional Wasur

115 @ Asosiasi Peneliti Biodiversitas Papuasia - Fakultas Kehutanan UNIPA

Jurnal Kehutanan Papuasia 3 (2): 111–119 (2017) Woghomugu & Warmetan, dkk

Secara tipologi kawasan, terlihat ha dilakukan dengan sistem zonasi bahwa formasi hutan dan terbentuknya berdasarkan SK. Dirjen PKA struktur komunitas vegetasi cenderung No:15/Kpts/DJ-V/2001, sebagai kawasan mengikuti kontur dan bentang lahan yang mempunyai fungsi sistem kawasan di sekitar TNW. Jenis kelompok penyangga kehidupan. Untuk menjaga vegetasi yang dominan berasar dari jenis dan melestarikan kawasan teresebut, Melaleuca yang tersebar hampir pada maka kawasan lahan basah TNW di bagi seluruh kawasan dikarenakan daya ke dalam tiga seksi pengelolaan kawasan dukung kondisi tanah dan karakteristik Taman Nasional yaitu: ekosistem yang sesuai serta menunjang 1. Pengelolaan Taman Nasional Wasur pertumbuhan dari jenis Melaleuca. Wilayah I Agrindo dengan luas Namun secara luasan, tipe hutan savanna 54.420 ha. masih mendominasi dengan luasan 2. Pengelolaan Taman Nasional Wasur mencapai 169.911 dibandngkan tipe Wilayah II Ndalir dengan luas hutan dan vegetasi lainnya. Dominasi 170.600 ha. hutan savana tidak lain didukung oleh 3. Pengelolaan Taman Nasional Wasur kondisi tanah dan iklim yang mana Wilayah III Wasur dengan luas 188 cenderung lebih kering dengan persentasi ha. kehadiran hujan yang kurang sepanjang Kawasan lahan basah TNW dikelola tahunnya (Baudena et al. 2015). dalam 3 (tiga) wilayah berlandaskan prinsip keleslestarian alam sesuai Pengelolaan Kawasan Lahan Basah peruntukannya dengan membentuk Pengelolaan kawasan lahan basah zonasi-zonasi: TNW dari luas yang berjumlah 413.810 Tabel 4. Pembagian zona pengelolaan kawasan TNW. No. Zonasi Luas/ Luas Terbagi P.Kel Keterangan Ha dua ±/ km ± U S 1. Inti 127.59 82 184 266 Sebagian wilayah tidak terhitung 0 2. Rimba 211.32 229,2 316,8 546 Sebagian wilayah tidak terhitung 0 3. Pemanfaatan 56.100 - - 380 Wilayah tidak menentu 4. Pemukiman 18.800 - - 247,2 Terdapat beberapa desa dan memiliki lausan tertentu: Desa Kondo ± 20 km, Tomerau ± 18 km, Wasur ± 13,4 km, Rawa Biru (Yereu) ± 20,4 km, Yanggandur ± 15 km, Sota ± 18 km, Bokrum ± 25,8 km, Tambat ± 23,8 km dan Soa ± 19,2 km. Sumber: Irawan 2004, Data Base Taman Nasional Wasur

Pada Tabel 4 dideskripsikan tata antrara lain: zona inti, rimba, kelola kawasan dengan pembagian zonasi pemanfaatan dan zona pemukiman yang

116 @ Asosiasi Peneliti Biodiversitas Papuasia - Fakultas Kehutanan UNIPA

Jurnal Kehutanan Papuasia 3 (2): 111–119 (2017) Woghomugu & Warmetan, dkk

didasarkan pada ketentuan daerah zonasi kawasan pelestarian alam dan sistem berdasarkan SK. Dirjen PKA penyangga hidupan (Widya 2009). No:15/Kpts/DJ-V/2001. Program Konservasi Kawasan Lahan Sistim pengawasan Pemerintah Basah Wasur Terhadap Kawasan TNW Berdasarkan hasil identifikasi bahwa Pemerintah melakukan kegiatan upaya-upaya yang telah dilakukan oleh perlindungan, pengawasan dan pihak Balai TNW bersama masyarakat pengamanan terhadap kawasan desa hutan serta mitra konservasi dan konservasi termasuk TNW yang menjadi pelajar telah banyak menginisiasi ikon konservasi di selatan Papua. Namun beberapa kegiatan penting pada kawasan sering kali bertentangan dengan pola lahan basah guna menjaga keberadaannya pemanfaatan dan budaya masyarakan yang antara lain: lokal yang mana secara turun temurun 1. Secara langsung melakukan menggantungkan hidupnya dari hutan inventarisasi dan identifikasi potensi sekitarnya termasuk kawasan TNW. kawasan yang menjadi sasaran Melalui solusi keterlibatan masyarakat aktifitas bagi satwa liar, terutama kampung di sekitar kawasan TNW burung migran terutama pada memberikan efek positif terhadap upaya beberapa tipe ekologi penting seperti pengelolaan kawasan dan konservasi flora rawa, pantai, hutan monson dan hutan dan fauna yang ada di dalamnya. jarang dengan tegakan Melaleuca. Pemerintah mengikutsertakan beberapa 2. Memperbaiki atau memulihkan masyatakat dalam pengelolaan dengan kembali habitat yang mengalami membentuk kader konservasi yamg mana kerusakan baik tumbuhan, satwa atau kader-kader tersebut merupakan pemilik ekosistem di setiap kawasan hak ulayat sehingga menjadi lebih efektif konservasi. Pada prinsipnya dapat dan berpengaruh lebih baik. dilakukan pembinaan habitat, namun Mengupayakan konservasi yang di dalam pelaksanaannya harus tetap diintegrasikan ke dalam budaya dan adat memperhatikan prinsip-prinsip dasar istiadat masyarakat lokal terlihat cukup konservasi. efektif. Secara lebih luas, pengelolaan 3. Untuk menjaga kualitas dan kuantitas kawasan dengan desain pos monitoring jenis tumbuhan dan satwa agar tetap menjadi salah satu altermatif yang efektif berada dalam keadaan seimbang di guna menjaga nilai keragaman dan setiap kawasan konservasi pada biodiversitas kawasan TNW. prinsipnya dapat dilakukan Sejauh ini pihak pengelola UPT pembinaan populasi. Kehutanan Balai TNW bersama SPKP 4. Melakukan kegiatan rehabilitasi pada serta di dukung oleh lembaga-lembaga setiap kawasan konservasi dengan pemerintah, swasta serta perguruan tinggi memperhatikan segi teknis dan telah banyak melakukan penyadaran ilmiah. Rehabilitasi lahan dapat kepada masyarakat dalam pemanfaatan dilakukan atas dasar adanya kawasan yang lebih lestari dan lebih kebutuhan untuk memperbaiki fokus kepada keberadaan kawasan hutan kondisi kawasan yang potensinya yang menjadi fungsi utama sebagai rusak atau peruntukannya menurun

117 @ Asosiasi Peneliti Biodiversitas Papuasia - Fakultas Kehutanan UNIPA

Jurnal Kehutanan Papuasia 3 (2): 111–119 (2017) Woghomugu & Warmetan, dkk

melalui pemilihan jenis tumbuhan, keseimbangan ekosistem hutan yang pohon yang baik. antara lain: Pertama, sebagai kawasan 5. Melakukan kegiatan perlindungan, penampung unsur hara. Ekosistem hutan pengawasan dan pengamanan lahan basah ini dapat menahan dan terhadap satwa liar dan tumbuhan mendaur ulang unsur hara dan sebagai serta kawasan yang menjadi habitat derah pengendapan sedimen dari hulu. burung migran. Pengawasan terhadap Kedua, sebagai pengendali pencemaran setiap flora dan fauna serta kawasan yang mana kombinasi badan air di tersebut agar tidak diganggu atau kawasan lahan basah dapat mengurangi terjadi ancaman kerusakan konsentrasi bahan tercemar dan (kebakaran, perburuan dll). menetralisir komponen toksik yang Melakukan pengamanan terhadap berbahaya bagi kehidupan komponen unsur-unsur yang dengan sengaja atau biotik lainnya. Ketiga, menstabilkan iklim tidak sengaja melakukan tindakan mikro, dimana secara keseluruhan kondisi melanggar aturan yang telah hidrologi dan daur materi pada lahan ditetapkan pemerintah dan aturan adat basah dapat menstabilkan iklim mikro, setempat. terutama curah hujan dan suhu. Keempat, 6. Meningkatkan pemahaman ekosistem hutan lahan basah juga dapat masyarakat lokal dengan melakukan berfungsi sebagai pengendali iklim global kegiatan pendekatan dan penyuluhan yang sangat besar dan sasaran utama secara kontinyu akan pentingnya berperan pada hutan rawa gambut. keberadaan burung-burung migran di Vegetasi hutan gambut dapat membantu pantai selatan Papua yaitu dengan proses penyerapan CO2 dalam jumlah kegiatan penyuluhan oleh petugas besar dari udara melalui proses kehutanan secara kelompok dan fotosintesis dan sebagai penyimpan individu. karbon sehingga dapat mencegah 7. Pembinaan daerah penyangga dititik pemanasan global. beratkan pada upaya peningkatan Burung Migrasi hubungan yang harmonis antara masyarakat dan kawasan hutan yang Hasil identifikasi mengindikasikan sedemikian rupa sehingga dapat di bahwa migrasi burung terjadi setiap tahun pahami bahwa dengan adanya yang mengembara dari tempat kawasan konservasi, masyarakat berbiakannya di daerah tundra Arktik dapat merasakan manfaatnya secara menuju ke selatan untuk menghindari terus menerus. Adapun juga kegiatan- musim dingin pada bulan Mei dan Juni kegiatan dengan melibatkan beberapa hingga November tiap tahunnya. Guna masyarakat seperti kader konservasi. menghindari ancaman yang tingg maka burung-burung pantai kebanyakan Peranan Lahan Basah Dari beristirahat dan mencari makan di Segi Ekologi wilayah Asia, sementara yang lainnya Secara umum terdapat beberapa melakukan perjalanan menuju Australia manfaat penting secara ekologis terhadap dan Selandia Baru. Pada peran lahan bbahsa bagi keberlangsungan November/Desember ketika musim panas proses kehidupan di alam dan tiba di belahan bumi utara, maka burung-

118 @ Asosiasi Peneliti Biodiversitas Papuasia - Fakultas Kehutanan UNIPA

Jurnal Kehutanan Papuasia 3 (2): 111–119 (2017) Woghomugu & Warmetan, dkk

burung tersebut akan kembali ke utara https://doi.org/10.3389/fevo.2016.000 untuk berkembang biak (Widya 2013). 66. Undang-Undang Nomor 5. 1990. DAFTAR PUSTAKA Konservasi sumber daya alam hayati Alikodra HS. 1990. Pengelolaan satwa dan ekosistemnya. Menteri/Sekretaris liar. Jilid I. Pusat Antar Universitas Negara Republik Indonesia. Ilmu Hayat,Institut Pertanian Bogor Widya YA. BTN Wasur, 05-02-2009 //www.satwaliar.blogspot.com Hari Lahan Basah Sedunia dirayakan Almin NA and Road SB. 2001. di Taman Nasional WasurMerauke. Inundation tolerances riparian willows www.btnwasur.blogspot.com and cotoonwoods. Jounral of the WidyaYA. 2011. American Water Resources Keanekaragamanhayatiwasur Association, Vol 37 (6): 1709-1720. //http.www.btwasur,blogspot. com Baudena M, Dekker SC, van Bodegom Widya YA. 2009. Pembentukan Sentra PM, Cuesta B, Higgins SI, Lehsten V, Penyuluhan Kehutanan Pedesaan Reick CH, Rietkerk M, Scheiter S, (SPKP) Kampung Wasur, Taman Yin Z, Zavala MA and Brovkin V. Nasional 2015. Forests, savannas, and WasurMerauke.www.btnwasur.blogs grasslands: briding the knowledge gap pot.com. between ecology and dynamics global Winara A. 2015. Keragaman jenis burung vegetation models. Biogeosciences, air di Taman Nasional Wasur, Vol 12: 1833-1848. Merauke. Jurnal Hutan Tropis, Vol 4 Irawan N. 2004. Pembuatan data base di (1): 85-92. Taman Nasional Wasur Merauke. Yuliana S, Lekitoo K dan Tambing Y. Threlfall CG, Assolo A, Hahs AK, 2012. Kajian invasi tumbuhan pada Williams NSG, Wilson L and lahan basah Taman Nasional Wasur, Livesley SJ. 2016. Variation in Merauke. Makalah disampaikan pada vegetation structure and composition Seminar Hasil-Hasil Penelitian BPK across urban green space types. Front. Manado – BPK Manokwari di Ecol. Evol, Manado 23-24 Oktober 2012.

119 @ Asosiasi Peneliti Biodiversitas Papuasia - Fakultas Kehutanan UNIPA