IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Di dalam kehidupan bermasyarakat, terdapat ragam budaya yang dapat diamatipada setiap daerah. Keragaman budaya tersebut akan menjadikan satu kesatuan yang saling berhubungan dari bentuk-bentuk sistem tindakan yang dimiliki bersama, serta kebudayaan tersebut akan menyesuaikan dengan lingkungan masyarakat yang ada disuatu daerah (Ihromi, 1996). Pembahasan mengenai kebudayaan telah dikemukakan oleh Koentjaraningrat dalam bukunya yaitu Pengantar Ilmu Antropologi. Pada buku tersebut mengutip pernyataan C. Kluckhohn (1953) menyatakan bahwa 3 hasil dari wujud kebudayaan yaitu cipta, rasa dan karsayang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Cipta merupakan bentuk darisistem ide yang berasal dari hasil kebudayaan. Sistem ide, yaitu suatu ide atau gagasanyang berasal dari akal atau pemikiran manusia itu sendiri yang masih bersifat abstrak. Sifat abstrak ini masih berupa kerangka pikiran manusia atau bisa disebut masih berupa angan-angan manusia yang tidak bisa disentuh ataupun foto. Para ilmuan Antropologi sistem ini bisa disebut sistem budaya. Rasa merupakan hasil dari kebudayaan yang menyangkut tentang kompleksitas pola dari kegiatan dan tindakan manusia, dengan kata lain, yaitu sistem sosial. Sistem sosial tentang tindakan atau usaha manusia yang mempunyai pola. Sistem ini, terdiri atas berbagai aktivitas manusia, contohnya perbuatan, berinteraksi, berhubungan, bergaul sesama manusia dan sebagainya. Berbagai rangkaian aktivitas tersebut, di dalam masyarakat yang bersifat nyata di dalam sistem sosial. Karsa merupakan suatu tindakan atau aktivitas manusia yang berawal dari kebudayaan. Semua aktivitas manusia, misalnya berinteraksi, berhubungan, bergaul satu sama lainnya, serta semua hasil yang berwujud fisik, bisa karya manusia. Dari hal tersebut, merupakan hasil dari kebudyaan yang berwujud fisik, yaitu suatu hal-hal ataupun berwujud benda yang bisa dilihat, diraba dan difoto oleh manusia dan bersifat paling nyata (J.J. Honigmann, 1959). Oleh karena itu, didalam kehidupan

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

masyarakat yang sesungguhnya menjadi satu kesatuan tidak terpisahkan dari satu dengan yang lain. Setiapkebudayaan dan -istiadat yang mengatur serta berikan arahan pada manusia, misalnya bisa berupa ide, pikiran maupun karya dan tindakan manusia. Jadi sistem nilai budaya ini yang berfungsi suatu tuntunan hidup bagi semua tindakan manusia. Sejak usia dini di setiap individu-individu di dalam masyarakat telah di ajarkan dan dikenalkan dengan nilai-nilai budayanya, sehingga konsep tersebut susah dan tidak bisa diganti dengan ajaran-ajaran dan doktrin yang lain dengan waktu singkat sebab konsep yang sudah di ajarkan oleh pendahulu-pendahulunya di setiap individu–individu tersebut yang sudah mengakar dan masuk ke dalam pemikiran-pemikiran masyarakat dan menjadi jati diri masyarakat serta menjadi pribadi yang kuat (Koentjaraningrat, 1990). Sistem nilai budaya merupakan sistem yang tertinggi dibandingkan dengan sistem-sistem lainnya, seperti sistem norma, hukum, hukum adat, aturan, etika, aturan moral, aturan sopan-santun, adat-istiadat dan sebagainya. Sebab sistem budaya tersebut bersifat paling umum dalam tuntunan arahan hidup sedangkan sistem–sistem yang lain bersifat khusus di dalam peraturan sistem tindakan masyarakat yang cenderung lebih jelas, tegas, urut, terurai dan sebagainya. (Koentjaraningrat, 1990). Dari rangkaian tersebut, yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya serta sebuah sistem yang terpadu. Untuk sistem-sistem yang makin lebar disebut unsur-unsur kebudayaan. Agarbisa menganalisa serta dapat memilah-milah kedalam unsur-unsur yang luas dengan cara menyeluruh, yaitu unsur-unsur kebudayaan universal yang terdiri dari 7 unsur kebudayaan antara lain: bahasa, ilmu pengetahuan, organisasi sosial, teknologi, mata pencaharian, religi, dan kesenian. Unsur-unsur tersebut, yang mempunyai sifat universal, sebab didalam unsur-unsur kebudayaan terdapat di semua kebudayaan yang ada di seluruh dunia serta melekat didalam masyarakat, meski dalam pelaksanaannyamemiliki perbedaan.Maka dari itu hasil dari cipta, rasa dan karsa dengan meninjau perwujudan kebudayaan dan sistem budaya dapat disebut artefak yang memuat nilai budaya, antara lain nilai fungsi, makna dan simbol (Koentjaraningrat, 1990).

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Dalam arsitektur-interior, guna dan citra menjadi sangat penting dalam menciptakan suasana ruang. Setiap arsitektur rumah selalu dibuat berdasarkan pertimbangan guna dan citra. Guna pada arsitektur rumah merujuk pada segi kemanfaatan. Contoh dari kemanfaatan sebuah arsitektur rumah meliputi tata ruang, pengaturan fisik yang tepat dan efisien serta kenyamanan yang dirasakan oleh penghuni rumah. Guna pada arsitektur rumah tidak hanya merujuk pada aspek kemanfaatan yang bersifat keuntungan secara materiil saja, akan tetapi juga merujuk kepada keberdayaan rumah yang dapat meningkatkan kualitas hidup bagi penghuninya. Salah satu contoh meningkatnya kualitas hidup penghuni rumah akibat daya dari arsitektektur rumah adalah meskipun udara di luar rumah panas tetapi di dalam rumah tetap terasa sejuk, suasana kerja yang bergairah dan iklim pergaulan di dalam rumah yang lebih enak. Citra pada arsitektur rumah merujuk pada suatu gambaran (image) yang ingin ditampilkan dari suatu bangunan. Image yang ditampilkan tersebut bergantung kepada tingkat spiritual, derajat dan martabat orang yang menjadi penghuni rumah tersebut. Perbedaan antara citra dan guna dari suatu rumah adalah citra merujuk kepada tingkat kebudayaan sedangkan guna merujuk pada segi kemampuan (Mangunwijaya, Y.B, 2013). Rumah merepresentasikan citra pembangunnya (Mangunwijaya, 1992: 25). Dalam konteks guna, menunjuk pada keuntungan, pemanfaatan kenikmatan, kenyamanan dan keamanan. Fungsi utama sebuah rumah adalah sebagai ruang hunian yang menampung kegiatan domestik. Intinya, karya arsitektur-interior dihargai karena memberikan kepuasan kebutuhan-kebutuhan sosial dan personal, dipergunakan dalam sejumlah cara yang bermanfaat atau berfungsi bagi kehidupan manusia (Feldman, 1967: 2). Menurut Feldman, seni (termasuk arsitektur-interior) akan terus berlangsung untuk memuaskan kebutuhan personal/pribadi, sosial dan fisik.Kebutuhan- kebutuhan personal/ pribadi ini adalah tentang ekspresi pribadi, seperti ekspresi psikologis, eskpresi artisitik, dan ekspresi estetis. Arsitektur-interior menjadi sarana untuk mengomunikasikan perasaan, ide pribadi yang mengandung tujuan tertentu untuk disampaikan. Ini menunjukkan arsitektur berperan sebagai alat komunikasi, khususnya mengenai sensibilitas(penginderaan) dan visi personal.

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Arsitektur berfungsi sebagai suatu bahasa untuk menerjemahkan pikiran dan perasaan manusia ke dalam tanda-tanda konvensional dan simbol-simbol yang dapat dibaca orang lain dengan kandungan organisasi garis, bentuk, warna dan volume didalamnya. Unsur-unsur ini memiliki makna yang berarti dan mengangkat ekspresi dalam mewujudkan gambar dua dimensi ke bentuk tiga dimensi. Bahan dan teknik menjadi media ekspresi yang memberikan wujud obyektif dari perasaan dan kesadaran manusia yang secara psikologi memberikan rasa nyaman dan aman. Selain itu, arsitektur juga memberikan persepsi mengenai kenikmatan artistik dan estetis. Kenikmatan estetis yang mendasar disebut “rasa rindu ingin kenal”. Pengenalan akan berhubungan dengan perjuangan hidup manusia, teknik-teknik mempertahankan hidup, dan meningkatkan taraf hidup, hingga akhirnya manusia mampu menikmati persepsi itu dan menemukan keindahan visual (Feldman, 1967: 4-35). Selain kebutuhan pribadi, seni (termasuk arsitektur-interior) juga memenuhi kebutuhan sosial, seperti ekspresi politik dan ideologi, deskripsi sosial, sindiran, informasi, komunikasi, solusi/pemecahan-pemecahan. Sebuah karya arsitektur- interior menunjukkan fungsi sosial apabila karya tersebut cenderung (a) mempengaruhi perilaku kolektif orang banyak, karya itu diciptakan untuk dilihat atau dipakai/dipergunakan dalam situasi-situasi umum, (b) karya itu diciptakan untuk digunakan untuk umum, dan (c) karya tersebut lawan dari bermacam- macam pengalaman personal maupun individual. Suatu individu menanggapi karya arsitektur-interior dengan kesadaran bahwa ia merupakan salah satu anggota dari suatu kelompok yang dalam beberapa hal didorong untuk melaksanakan sesuatu oleh karya seni yang ia saksikan. Karya arsitektur-interior dapat mempengaruhi perilaku orang orang dalam berbagai kelompok, mempengaruhi cara mereka dalam berpikir atau merasakan, dan mempengaruhi cara mereka berbuat sesuatu (Feldman, 1967: 36-69). Dan yang terakhir, seni (termasuk arsitektur-interior) memenuhi kebutuhan- kebutuhan fisik khususnya mengenai bangunan-bangunan yang memiliki manfaat. Fungsi fisik ruang ialah suatu ciptaan obyek yang dapat berfungsi sebagai wadah atau alat. Fungsi fisik dihubungkan dengan penggunaan obyek yang efektif, sesuai

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dengan kriteria kegunaan dan efisiensi, baik penampilan maupun tuntutan (keduanya tidak dapat dipisahkan). Sebuah ruang digunakan untuk melakukan sesuatu, bahwa kegiatan itu dilaksanakan di “dalamnya” maupun “dengannya”, sekaligus dengan “melihatnya”. Pemikiran fungsi fisik tidak hanya sekedar dekorasi atau hiasan-hiasan, tetapi juga pengorganisasian ruang yang baik yang mendukung pemecahan masalah fungsi dan visual (Feldman, 1967: 70-137). Selain fungsi, memahami makna juga menjadi hal yang penting. Makna bersifat intersubyektif karena ditumbuh-kembangkan secara individual, namun makna tersebut dihayati secara bersama, diterima, dan disetujui oleh masyarakat. Dengan demikian, suatu sistem pemaknaan menjadi latar budaya yang terpadu bagi fenomena yang digambarkan (Santosa, 2000: 202-203). Dalam kaitannya dengan taksonomi makna, C.K.Ogden and I.A.Richards, dalam The Meaning of Meaning, mengidentifikasikan setidaknya ada 23 “makna” dari kata “makna” (meaning). Terdapat perbedaan mendasar dalam penggunaan konsep “makna” di dalam berbagai bidang keilmuan. Makna dalam konteks estetik berbeda dengan pengertian makna dalam konteks simbolik. Fenomenologi menggunakan kata makna dalam pengertian “esensi” atau “hakikat” sesuatu; psikoanalisis menggunakannya untuk menjelaskan “kemauan” dan “hasrat”; estetika menggunakannya untuk menjelaskan tingkatan emosi tertentu yang terlibat didalam sebuah karya; hermeneutika melihat makna sebagai produk dari tafsiran sebuah teks; simbolik berkaitan dengan relasi-relasi unik antara sebuah obyek dengan “dunia”; dan semiotika menggunakan istilah makna untuk menjelaskan “konsep” (signified) di balik sebuah tanda (signifier) (Piliang, 2006: 71). Dalam pandangan Ogden dan Richards, simbol memiliki hubungan asosiatif dengan gagasan dan referensi serta referen atau dunia acuan. Adanya hubungan itu, menjelaskan bahwa pikiran merupakan mediasi simbol dan acuan (CK Ogden and I.A.Richards, 1960:11). Ogden dan Richards, mejelaskan bahwa ada tiga corak makna, yaitu (a) makna inferensial, (b) makna yang menunjukkan arti (significance), dan (c) makna intensional. Makna inferensial yakni makna satu kata atau lambang adalah obyek, pikiran, gagasan, konsep yang dirujuk oleh kata tersebut. Proses pemberian

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

makna (references process) terjadi ketika kita menghubungkan lambang dengan yang ditunjuk lambang (rujukan/referen). Makna yang menunjukkan arti adalah suatu istilah sejauh dihubungkan dengan konsep lain. Makna intensional yakni makna yang dimaksud oleh pemakai lambang. Menurut Jakob Sumardjo (2006: 44), yang dimaksud referent adalah segala sesuatu, obyek, fakta, kualitas, pengalaman, denotasi, peristiwa, designatum, benda-benda, dsb. Yang dimaksud konsep adalah konotasi, idea, pikiran, respon, psikologis, dsb. Sedangkan simbol berupa kata atau gambar yang harus diartikan. Jika sebuah simbol diungkapkan, maka akan muncul makna. Simbol adalah tanda kehadiran yang absolut/transenden. Adapun simbol dalam peradaban modern, selalu mengacu kepada makna, konsep, dan pengalaman (Sumardjo, 2006: 43-45). Jadi, setiap bangunan rumah merupakan sebuah karya seni yang memiliki fungsi, makna dan simbol. Di banyak sekali bangunan yang memiliki ciri atau corak khusus. Masing masing daerah di Indonesia memiliki ciri khas rumah tinggal atau , seperti di Jawa Tengah disebut dengan , Sumatera Barat bernama Gadang, Sumatera Selatan bernama Limas, Sulawesi Selatan disebut , Banten bernama Baduy, Papua disebut Hanoi dan masih banyak lainnya. Fokus dalam penelitian ini adalah Rumah Gadang. Rumah Gadang merupakan rumah adat tradisional yang memiliki berbagai macam ornamen atau motif pada tiap arsitekturnya. Rumah Gadang juga merupakan salah satu warisan budaya masyarakat Minangkabau yang harus dilestarikan keberadaan serta maknanya. Dibalik megah arsitekturnya terdapat berbagai macam nilai kehidupan yang disiratkan dalam ragam ukiran serta motif yang terdapat pada dinding Rumah Gadang. Rumah Gadang yang dikenal sebagai salah satu wujud arsitektur budaya dari suku Minangkabau ternyata tidak hanya dapat ditemui di daerah Barat saja. Saat ini perwujudan bentuk Rumah Gadang dapat ditemui di luar daerah asal, salah satunya di daerah Gayungan Kebonsari Surabaya. Ada beberapa penelitian terdahulu terkait simbol dan makna rumah adat, salah satunya yang berjudul Tongkonan (Makna Simbolis Tongkonan sebagai Arsitektur Gereja Toraja Jemaat Surabaya Jambangan) yang telah diteliti oleh

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

Laura Natalia Anin. Pada penelitian tersebut, dijelaskan bahwa bangunan tersebut mempunyai makna sebagai perwujudan dari kecintaan masyarakat Toraja terhadap warisan nenek moyang dan memiliki arti simbolik sebagai penyampaian suatu pesan yang ditujukan untuk masyarakat Toraja. Sehingga masyarakat mempercayai bahwa terdapat energi positif yang didapat, baik dari segi jemaat maupun lingkungan sekitar gereja. Tongkonan merupakan bangunan gabungan antara rumah tradisional Toraja dan gereja yang mencerminkan sebuah budayayang bersifat dinamis. Selain itu, terdapat kebudayaan yang berjalan beriringan sehingga ajaran-ajaran agama khusunya agama Kristen, bisa diterima oleh masyarakat Toraja dengan mudah. Didirikannya bangunan Tongkonan ini dapat memberikan pengertian kepada masyarakat betapa pentingnya sumber pengetahuan khususnya dalam mempelajari kekayaan suatu kebudayaan. Dengan demikian, bagi umat beragama diharapkan dapat menjaga dan saling menghormati satu sama lain untuk terciptanya sebuah kerukunan diantara umat beragama. Penelitan terdahulu terkait makna dan simbol yang lain berjudul Simbol Bangunan Komplek Gapura, Masjid dan Makam Sendang Duwur, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur hasil penelitian Rachma Fairuza Riszka Fitri. Pada penelitian ini mengatakan bahwa pada lingkup bangunan tersebut terdapat akulturasi unsur kebudayaan Hindu dan Islam.Bangunan terdiri dari gapura bentar, gapura , masjid R. Nur Rahmat dan makam seseorang yang menyebarkan agama Islam pertama di wilayah tersebut yang bernama R. Nur Rahmat atau biasa disebut Sunan Sendang Duwuroleh masyarakat sekitar. Perpaduan budaya Islam dan Hindu terlihat dari bangunan- bangunan tersebut membuktikan bahwa akulturasi budaya tidak akan merusak atau bahkan menghancurkan budaya yang telah ada sebelumnya, melainkan dapat menjadikan perbedaan sebagai keragaman dalam kekayaan kebudayaan. Bangunan yang ada di KomplekSendang Duwur, mempunyai simbol-simbol yang dapat diambil maknanya. Makna yang dimaksudkan adalah bangunan gapura sebagai tanda masuk ke tempat sakral atau suci. Gapura ini sendiri terdiri dari gapura bentar, gapura paduraksa, dan beberapa simbol yang ada pada bangunan Masjid R. Nur Rahmat yang berbentuk atap tumpang bersusun tiga yang

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

merupakan simbol dari agama Hindu dan beberapa pengaruh Hindu yang terlihat pada salah bidang dan bentuk bangunan masjid. Sedangkan pada bangunan makam R. Nur Rahmat terdapat berbagai motif dan bentuk benda yang memiliki makna tertentu. Salah satunya adalah motif bulan sabit yang terletak pada dinding makam R. Nur Rahmat dengan kandungan nilai religius dan sakral. Berdasarkan kedua penelitian terdahulu tersebut maka penelitian terkait simbol dan makna suatu bangunan memiliki kompleksitas dalam proses penelitiannya. Kompleksitas tersebut terjadi karena adanya perkembangan jaman dan akulutrasi budaya dengan lingkungan sekitar. Perkembangan jaman dan akuluturasi budaya tersebut menyebabkan sebuah simbol pada suatu bangunan wujudnya tidak berubah, akan tetapi karena fungsi terhadap penggunakan simbol tersebut telah berubah, maka makna terhadap simbol tersebut menjadi berubah atau bertambah. Didalam penelitian ini, peneliti fokus untuk mengetahui bentuk serta simbol dan makna dalam sebuah bangunan arsitektur rumah, yaitu Rumah Gadang yang berada di Kelurahan Gayungan Kecamatan Gayungan, Surabaya, Jawa Timur. Peneliti tertarik dari segi wujud fisik bangunan Rumah Gadang yang nampak unik dan memiliki ciri khas tersendiri sekaligus ingin mengetahui asal usul berdirinya Rumah Gadang di Surabaya. 1.2 Rumusan Masalah Untuk mempermudah realisasi penelitian yang hendak dilakukan, yakni makna simbolis arsitektur Rumah Gadang Gebuminang di daerah Gayungan Kebonsari Surabaya maka disusun sebuah rumusan masalah yaitu bagaimana simbol dan makna dari bangunan arsitektur Rumah Gadang Gebuminang yang berada di daerah Kebonsari Surabaya? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian yang dilakukan di Rumah Gadang Gebuminang Surabaya bertujuan untuk mengetahui simbol dan makna yang terdapat di obyek penelitian tersebut.

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kemanfaatan secara teoritis berupa dokumentasi keanekaragaman rumah adat di Indonesia khususnya Rumah Gadang Gebuminang Surabaya dalam bidang antropologi arsitektur, sehingga dapat dijadikan salah satu referensi ilmiah. 1.4.2 Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kemanfaatan secara praktis berupa kontribusi merawat dan melestarikan budaya asli Indonesia dengan cara mendokumentasikan makna simbolis rumah adat suatu daerah dalam bentuk tulisan ilmiah. Adanya tulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan masyarakat tentang makna simbolis yang terdapat pada arsitektur Rumah Gadang. Diketahuinya makna simbolis tersebut membuat terbukanya peluang untuk mengadopsi aristektur rumah adat ke dalam hunian modern. Hal ini diharapkan dapat melestarikan keberadaan rumah adat tradisional sehingga tidak punah dimakan oleh jaman dan menambah kekayaan pengetahuan di bidang arsitektur bangunan. 1.5 Landasan Teori 1.5.1 Teori Interpretasi Simbolik Dalam kajian antropologi, teori interpretasisimbolik oleh Geertz dapat digunakan untuk membedah kajian budaya baik pada suatu masyarakat secara langsung maupun karya sastra. Interpretasi simbolik merupakan teori yang secara khusus mengkaji hakikat pentingnya makna bagi kehidupan manusia. Sejalan dengan Geertz, Sudikan 2007:38 menyatakan bahwa kebudayaan adalah suatu sistem simbol sehingga proses kebudayaan perlu dipahami, diterjemahkan dan di interpretasi agar mengetahui makna yang sesungguhnya. Clifford Geertz (1973) mengemukakan bahwa suatu definisi kebudayaan dibagi empat yaitu: 1) Suatu sistem keteraturan dari makna dan simbol bagi tiap individu didalam mendefinisikan dunia mereka, mengekspresikan perasaan dan membuat penilaian mereka sendiri.

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

2) Suatu pola makna yang ditransmisikan secara historis yang terkandung dalam bentuk simbolik sebagai media manusia untuk berkomunikasi, memantapkan dan mengembangkan pengetahuan mereka mengenai cara menyikapi kehidupan. 3) Suatu peralatan simbolik untuk mengontrol perilaku terhadap sumber-sumber ekstrasomatik yang berasal dari sebuah informasi. 4) Proses kebudayaan harus dipahami, diterjemahkan dan diinterpretasikarena kebudayaan adalah suatu sistem dari simbol. Keunikan kebudayaan menyebabkan kebudayaan bersifat khas karena dimungkinkan oleh adanya jalinan komponen dalam sistem simbol yang berpola khas. Para ahli sering menyebut sifat khas kebudayaan sebagai suatu pola atau etos kebudayaan. Geertz menjelaskan bahwa etos suatu masyarakat adalah karakter, moral, kualitas, irama dan gaya hidup yang tercermin di dalam perilakunya. Sedangkan Koentjaraningrat mengartikan bahwa etos (ethos) adalah watak khas (Geertz, 1973: 127; Koentjaraningrat, 1985: 219-220). Sifat-sifat kebudayaan itu dipengaruhi oleh lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun sosialnya, di samping itu juga dipengaruhi oleh sifat-sifat individu dari anggota masyarakat yang memilikinya. Clifford Geertz mengemukakan suatu definisi kebudayaan sebagai suatu sistem pandangan melalui makna dan simbol yang dijadikan acuan oleh individu maupun kelompok untuk membatasi hal yang baik dan yang buruk sesuai dengan dunia mereka dengan membuat penilaian mereka sendiri. Hal ini dilakukan karena kebudayaan menghasilkan bentuk-bentuk simbolik berdasarkan makna yang diperoleh dan kemudian diintrepretasikan ke dalam wujud berupa fisik maupun non fisik untuk mengungkapkan sesuatu yang berkaitan dengan dunia mereka (Geertz,2016). Pada teori ini, Geertz menekankan kebudayaan memiliki nilai dan norma yang beragam dari setiap masyarakat yang ada. Nilai dan norma ini terbentuk secara historik dan menghasilkan konsep-konsep untuk mengukur sesuatu yang baik dan yang tidak baik. Berdasarkan hal ini kebudayan menghasilkan simbol-

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

simbol yang memiliki makna yang berguna untuk mengatur kehidupan dengan suatu tolak ukur yang berlaku didalamnya. Bidang studi antropologi simbolisme atau seringkali juga disebut antropologi interpretatif atau antropologi humanistik, berupaya mengorientasi kembali antropologi kebudayaan dari strategi menemukan eksplanasi kausal atau penjelasan mengenai asal muasal perilaku manusia dalam menemukan interpretasi dan makna dalam sebuah tindakan. Inilah strategi yang berupaya membangun kajian humanitas pada ilmu pengetahuan sebagai model di bidang antropologi. Antropologi humanistik adalah mentalis dalam orientasinya, yang memandang kebudayaan sebagai sistem gagasan, nilai-nilai dan makna. Ini berbeda dari pendekatan mentalis lainnya yang mencari sebab-musabab perilaku manusia. Antropologi humanistik memiliki kemiripan dengan pendekatan hermeuneutik yang ingin menemukan makna melalui interpretasi perilaku dan teks. Clifford Geertz dapat dikatakan pendiri pendekatan interpretatif dalam antropologi. Beliau mengemukakan bahwa antropologi berbeda dengan ilmu pengetahuan sains seperti ilmu fisika yang dapat dibuktikan kebenarannya melalui hukum dan generalisasi yang didasarkan pada data empiris. Geertz meyakini bahwa antropologi harus didasari oleh realitas konkret.Tetapi dari realitas tersebut, antropolog menemukan bahwa makna bukan suatu prediksi yang didasarkan pada data empiris saja. Antropologi interpretatif/humanistik berupaya menghindari analisis reduksionis, di mana perilaku manusia direduksi menjadi dimensi tunggal, abstrak, yang didasarkan pada model dari pengamat. Dalam pandangan Geertz, mereduksi dunia menjadi prespektif sebab-akibat berarti menghilangkan hakikat manusia mengenai keberadaan. Banyak pakar yang menekankan pentingnya memelihara realisme kehidupan dalam analisis antropologi, sehingga membuatnya menjadi ilmu tentang manusia yang sesungguhnya (Saiffudin, 2005 : 296-302). Pendekatan interpretatif yang dikemukakan Clifford Geertz dibagi menjadi simbol dan makna. Simbol adalah obyek, kejadian, bunyi bicara atau bentuk- bentuk tertulis yang diberi makna oleh manusia. Bentuk primer dari simbolisasi

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

oleh manusia adalah melalui bahasa. Tetapi manusia juga berkomunikasi dengan menggunakan tanda dan simbol dalam lukisan, tarian, musik, arsitektur, mimik wajah, gerak-gerik, postur tubuh, perhiasan, pakaian, ritus (seremonial dalam bidang keagamaan), agama, kekerabatan, nasionalitas, tata ruang, pemilikan barang, dan banyak lagi yang lainnya. Manusia dapat memberikan makna kepada setiap kejadian, tindakan, atau obyek yang berkaitan dengan pikiran, gagasan, dan emosi. Persepsi tentang penggunaan simbol sebagai salah satu ciri signifikan manusia menjadi sasaran kajian yang penting dalam antropologi dan disiplin lain (Saiffudin, 205: 290). Peneliti membahas tentang simbol dan makna dari bangunan arsitektur Rumah Gadang Gebuminang Surabaya dengan menggunakan teori simbol dan makna dari seorang tokoh terkenal di dalam dunia ilmu pengetahuan khususnya di bidang Antropologi yang bernama Clifford Geertz. Beliau mengemukakan suatu definisi kebudayaan sebagai suatu sistem pandangan melalui makna dan simbol yang dijadikan acuan oleh individu maupun kelompok untuk membatasi hal yang baik dan yang buruk sesuai dengan dunia mereka dengan membuat penilaian mereka sendiri. Hal ini dilakukan karena kebudayaan menghasilkan bentuk- bentuk simbolik berdasarkan makna yang diperoleh dan kemudian diintrepretasikan ke dalam wujud berupa fisik maupun non fisik untuk mengungkapkan sesuatu yang berkaitan dengan dunia mereka (Geertz,2016). Pada teori tersebut, Geertz menekankan kebudayaan memiliki nilai dan norma yang beragam dari setiap masyarakat yang ada. Nilai dan norma terbentuk secara historik dan menghasilkan konsep-konsep untuk mengukur sesuatu. Berdasarkan hal ini, kebudayaan menghasilkan simbol-simbol yang memiliki makna yang berguna untuk mengatur kehidupan dengan suatu tolak ukur yang berlaku didalamnya. 1.5.2 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual atau kerangka berpikir adalah sebuah alur penalaran yang sistematis untuk memecahkan suatu masalah penelitian. Kerangka konseptual merupakan gambaran alur pikiran yang rasional untuk melaksanakan

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

penelitian, dalam hal ini mengenai Simbol dan Makna dalam Arsitektur Rumah Gadang (Kajian Etnografi Rumah Gadang di Gayungan Kebonsari Surabaya). Rumah Gadang di Gayungan Kebonsari Surabaya ini merupakan tempat berkumpulnya masyarakat Minangkabau yang tinggal di sekitarnya. Keberadaan simbol-simbol budaya, diyakini sebagai sesuatu yang mutlak dan disepakati oleh masyarakat Minangkabau yang tinggal di Gayungan Kebonsari Surabaya. Proses pemaknaan ini dihadirkan salah satunya adalah melalui Rumah Adat Gadang. Masyarakat memaknai konstruksi rumah adat dilihat dari tiga aspek makna yakni makna individual, makna sosial dan makna religius. Makna individual, sosial dan religius yang dianut oleh masyarakat didasarkan atas interpretasi masyarakat itu sendiri terhadap simbol-simbol yang terdapat pada konstruksi Rumah Adat Gadang. Makna Individual mencakup kerja keras, kebutuhan, pengetahuan dan pengalaman serta kedekatan emosional, sedangkan makna sosial mencakup persatuan dan kesatuan, permusyawaratan/perwakilan dan kesejahteraan sosial. Makna religius mencakup keyakinan. Kerangka konseptual penelitian ini disajikan pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

1.6 Metode dan Prosedur Penelitian Pada penelitian ini, penelitian menggunakan beberapa metode dan prosuder di dalam penelitian, antara lain: tipe penelitan, metode penilitian, lokasi penelitian, teknik penentuan narasumber, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis. 1.6.1 Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Pada penelitian deskriptif ini peneliti akan mendeskripsikan dan menggambarkan suatu pokok permasalahan yang diteliti yaitu, Rumah Gadang Gebuminang Surabaya yang mengenai simbol dan makna dalam Arsitektur bangunan Rumah Gadang. Tipe penelitian deskriptif mempunyai beberapa ciri-ciri, yaitu: data yang sudah terkumpul oleh peneliti berbentuk kumpulan rangkaian kata dan gambar. Penelitian diskriptif tidak menggunakan analisa statistika yang membutuhkan pengoperasian nilai (Moleong, 2000). 1.6.2 Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode etnografi.Etnografi dipilih karena kajian ini merupakan studi terkait sistem nilai yang terdapat di masyarakat yang terdapat di Rumah Gadang Gebuminang Surabaya. Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan observasi, wawancara, dan pengambilan gambar untuk mengungkap simbol dan makna yang terdapat di obyek penelitian. Emzir (2011:143) menyatakan bahwa etnografi merupakan suatu bentuk penelitian yang dilakukan melalui observasi lapangan tertutup untuk mengetahui suatu fenomena sosiokultural.Sementara itu, Harris dalam buku John W. Creswell; 2007 menjelaskan bahwapenelitian etnografi merupakan sebuah penelitian kualitatif untuk menguraikan serta menafsirkan suatu pola dengan mempelajari nilai-nilai, perilaku, keyakinan, dan bahasa secara bersama-sama dalam sebuah kelompok. Emzir (2011: 149-152) memiliki sebuah metode untuk melakukan penelitian etnografi, yaitu metode naturalis, pemahaman dan penemuan.Metodologi yang dikemukakan oleh Emzir tersebut lebih memudahkan peneliti pemula untuk melakukan penelitian. Hal ini karena Emzir menggunakan pendekatan naturalis

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

sebagai langkah awal dalam melakukan penelitian. Pendekatan naturalis mengijinkan peneliti mendapatkan nilai sensibilitas dengan cara terjun langsung ke lokasi penelitian terlebih dahulu untuk mengungkap kesan pertama (first impression). Pada tahap naturalis ini, peneliti melakukan pencatatan terhadap keunikan-keunikan yang dirasakan sekaligus melakukan perekaman (pengambilan data). Setelah mengetahui kondisi lapangan, maka peneliti dapat melakukan langkah kedua yaitu pemahaman. Pada tahap pemahaman ini, peneliti akan melakukan pendalaman terhadap objek yang sedang diteliti. Pemahaman ini meliputi penelusuran literatur, wawancara terhadap narasumber, dan pendetailan temuan, seperti melengkapi data berupa gambar yang telah didapatkan pada observasi awal (tahap naturalis). Tahap penemuan adalah tahap terakhir dari metode penelitian Emzir. Tahap penemuan adalah tahap pengambilan kesimpulan dari yang telah didapatkan peneliti dari tahap naturalis sampai dengan pemahaman. Tahap penemuan ini melibatkan temuan di lapangan, hasil wawancara terhadap narasumber dan penelusuran literatur yang kemudian didiskripsikan oleh peneliti. Berbeda dengan Emzir, Spradly membagi suatu metodologi penelitian etnografi menjadi 6 tahapan, yaitu (1) Pemilihan suatu proyek etnografi, (2) Pengajuan Pertanyaan, (3) Pengumpulan data etnografi, (4) Pembuatan suatu rekaman etnografi, (5) Analisis data etnografi dan (6) Penulisan sebuah etnografi. Metode penelitian etnografi yang dikemukan oleh Spradly tersebut terlihat lebih lugas, terstrukur dan sistematis. Akan tetapi bagi peneliti pemula, hierarki penelitian yang dikemukakan Spradly ini sering mengakibatkan peneliti mengalami kendala. Misal untuk masuk ke dari tahap (1) ke dalam tahap (2), peneliti pemula akan kesulitan menyusun suatu pertanyaan untuk narasumber. Hal ini akan semakin kompleks jika hasil wawancara dengan narasumber tersebut ternyata tidak seperti yang ingin didapatkan oleh peneliti pemula. Pada penelitian ini, peneliti menggabungan metode penelitian Emzir dan Spradly. Metode Emzir digunakan untuk memberikan fleksibilitas kepada peneliti,

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

sedangkan metode Spradly digunakan agar penelitian yang dilakukan lebih terstruktur dan sistematis. 1.6.3 Lokasi Penelitian Untuk menjelaskan lokasi penelitian, peneliti menggunakan cara mendeskripsikan dengan secara menyeluruh (holistik) bertujuan agar mempermudah dalam mendeskripsikan lokasi penelitian. Selain itu, agar peneliti dapat memilah dan menilai kondisi di lapangan apakah telah sesuai dengan sistematika penulisan etnografi. Penyusunan penulisan etnografi ini, peneliti diwajibkan untuk dapat menguasai dan beradaptasi terhadap kondisi di lapangan yang akan diteliti. Dengan tujuan agar peneliti dapat memilah-milah, memetakan, dan menentukan suatu kebudayaan yang saling berkaitan dengan kondisi dilapangan. Sebab, manusia sendiri merupakan hasil dari wujud kebudayaan yang mana suatu kondisi lingkungan ini manusia sangat dipengaruhi baik tingkah laku maupun aktivitas. Hal ini sesuai dengan definisi kebudayaan yang dijelaskan oleh Tri Joko Sri Haryono di dalam bukunya yang berjudul Pengantar Antropologi yaitu menjelaskan mengenai definisi kebudayaan yang memiliki 3 (tiga) bagian pendekatan antara lain, pendekatan deskriptif, pendekatan bawaan sosial dan pendekatan perseptual. 1. Pendekatan deskriptif ini lebih menekankan pada mendeskripsikan suatu unsur-unsur kebudayaan. Unsur kebudayaan meliputi bahasa, moral, pengetahuan, hukum, adat-istiadat, seni dan kebiasaan masyarakat. Selain itu, juga untuk dapat menerjemahkan suatu kebudayaan yang kompleks dengan kehidupan manusia itu sendiri. 2. Pendekatan bawaan sosial ini lebih menekankan pada proses manusia selama hidupnya yang dapat dilihat bahwa kebudayaan merupakan suatu proses pewarisan sosial, proses pembelajaran kebudayaan, transformasi antar generasi yang disebabkan karena kebudayaan merupakan bagian dari proses pembelajaran, pewarisan dan penurunan kebiasaan-kebiasaan tersebut bukan pada unsur genetika. 3. Pendekatan perseptual ini lebih fokus pada persepsi sebuah kelompok masyarakat terhadap dunianya. Definisi yang dikategorikan dalam

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

pendekatan perseptual ini dilandasi oleh sebuah pemahaman, bahwa kebudayaan dibentuk oleh perilaku manusia dan perilaku tersebut adalah hasil persepsi terhadap dunianya (Tri Joko Sri Haryono, 2012). Penelitian ini dilakukan di Rumah Gadang Gebuminang Surabaya yang berlokasi di Jl. Gayungan Kebonsari No.64 Surabaya, Telp 081358921806. Merupakan satu-satunya Rumah Gadang yang ada di provinsi Jawa Timur dan juga sebagai pusat perkumpulan orang Minang yang merantau di daerah Jawa Timur. Rumah tersebut juga bisa digunakan untuk keperluan umum, misalnya acara pernikahan, belajar seni beladiri, pameran dan sebagainya. 1.6.4 Teknik Pengumpulan Narasumber Dalam memilih narasumber dilapangan, peneliti memiliki kriteria yang mengacu pada Teknik Penentuan Narasumber menurut Spradley.Narasumber merupakan seseorang yang memberikan informasi secara langsung dengan dialek dan bahasanya yang khas mengenai hal-hal yang sesuai dengan kebutuhan peneliti dalam mencari data di lapangan, dengan syarat sebagai berikut(Spradley, 1997: 61): 1. Enkulturasi Penuh Enkulturasi penuh adalah suatu proses alami dalam memahami suatu budaya tertentu secara menyeluruh. Narasumber yang memenuhi kriteria ini adalah narasumber yang memahami budaya secara penuh. Narasumber yang baik adalah narasumber yang mampu menjelaskan budaya mereka dengan begitu lancar tanpa harus memikirkannya. Cara untuk mengetahui seseorang mempelajari suatu budaya adalah dengan menghitung lama orang tersebut terlibat di dalam lingkungan budaya. Berdasarkan temuan data yang diperoleh di lapangan, para narasumber telah memenuhi kriteria enkulturasi penuh. Narasumber cukup menguasai hal–hal yang berkaitan dengan perkembangan Rumah Gadang Gebuminang Surabaya termasuk sejarah awal berdirinya bangunan. 2. Keterlibatan Langsung Keterlibatan langsung merupakan narasumber yang masih mendiami lokasi yang dijadikan obyek penelitian. Narasumber diharapkan dapat memberi

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

informasi seputar aktivitas dan kegiatan rutin yang dapat dijadikan pedoman. Seorang etnografer harus menilai keterlibatan calon narasumber terhadap kondisi di sekitar obyek penelitian. Keterlibatan narasumber dapat dilihat dari aktifitas kesehariannya di area penelitian. Contohnya adalah narasumber sering berkontribusi dalam acara kebudayaan di Rumah Gadang Gebuminang Surabayadan tetap menjunjung budaya meski berada di luar Sumatera. 3. Suasana Budaya yang Tidak Dikenal Pengetahuan budaya bersifat tidak terlihat, diterima secara alami (natural) dan tidak sadar. Pada saat etnografer mempelajari budaya yang tidak dikenalnya, maka ketidak-kenalan ini membuatnya mampu untuk menerima berbagai hal tersebut apa adanya. Sikap tersebut mengakibatkan peneliti menjadi sensitif terhadap berbagai hal yang terjadi. Hal ini berbeda dengan narasumber yang menilainya adalah hal biasa sehingga diabakan. Alasan ini menyebabkan kebanyakan etnografer memulai studi etnografinya pada kebudayaan yang sangat berbeda dari kebudayaan yang dimilikinya sendiri. 4. Memiliki CukupWaktu Narasumber diharapkan memiliki cukup waktu agar peneliti mendapatkan infomasi dari narasumber secara utuh. Kecukupan waktu yang dimiliki narasumber seringkali menjadi pertanyaan besar bagi peneliti, maka untuk mengatasinya peneliti harus memiliki narasumber ganda. 5. Non-Analitik Umumnya narasumber menggunakan bahasa mereka sendiri untuk menggambarkan berbagai kondisi dan kejadian yang mereka alami atau sering dilakukan. Penjelasan tersebut biasanya tidak disertai dengan penjenjelasan mengenai arti dari kondisi tersebut. Namun ada juga narasumber yang memberikan informasi secara jelas dan lengkap. Kedua narasumber tersebut termasuk dalam perspektif “teori penduduk asli” (folk theory). Kedua tipe narasumber tersebut memenuhi syarat sebagai sumber informasi. Keberhasilan wawancara dengan narasumber pada saat di lapangan seringkali ditentukan oleh hal yang tidak dapat dikontrol dan tidak direncanakan. Identitas

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

kedua belah pihak (narasumber dan peneliti) juga mempengaruhi keberhasilan wawancara. Interaksi antara peneliti dan narasumber memiliki pengaruh besar terhadap validitas data yang didapatkan. Keterampilan peneliti dalam melakukan wawancara sangat dibutuhkan dalam menggali informasi. Keterampilan peneliti tersebut akan terlihat ketika membuka pembicaraan, mengajukan pertanyaan, mengambil sikap pasif dan menunjukkan ketertarikan melalui kontak mata. Peneliti telah memilih beberapa narasumber sesuai dengan kriteria yang telah dijelaskan oleh teori dari Spradley. Beberapa narasumber tersebut adalah: a. Yousri (50 tahun) Merupakan pelestari Rumah Gadang Gebuminang yang berada di Surabaya dan aktif beraktifitas dalam kegiatan organisasi. Beliau terlibat langsung dalam setiap acara dan merupakan anggota organisasi yang ada di Rumah Gadang yaitu Gebuminang. b. Iqbal (30 tahun) Merupakan orang yang mengerti makna dan simbol bangunan Minangkabau. Beliau termasuk kriteria narasumber enkulturasi penuh dan terlibat langsung pada setiap acara yang diadakan di Rumah Gadang. Beliau juga termasuk anggota Gebuminang. c. Dharma (30 tahun) Merupakan orang yang juga tergabung dalam struktur organisasi Gebuminang dan dikategorikan kedalam narasumber yang berkontribusi langsung pada setiap acara kebudayaan yang ada. 1.6.5Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengumpulan data adalah sebuah teknik utama dan terpenting dalam proses penelitian karena bertujuan untuk memperoleh data. Teknik ini perlu untuk mengumpulkan data yang lebih tepat, sehingga data yang dihasilkan benar-benar memiliki data yang mempunyai kredibilitas (dipercaya), data yang valid, dan reliable (memungkinkan). Didalam penelitian ilmiah, pengumpulan data merupakan suatu tahapan penentu terhadap hasil dan proses penelitian. Sebab jika ada kesalahan atau ketidaksempurnaan di dalam proses menjalankan pengumpulan data, maka dalam penelitian tersebut akan bisa berakibat fatal, yaitu

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

data bisa kurang valid serta credible, sehingga hasilnya tidak bisa dipercaya. Oleh sebab itu, pada saat tahap pengumpulan data sebisa mungkin tidak boleh ada kesalahan dan peneliti harus mempersiapkan segala sesuatunya dengan kehati- hatian, cermat, sesuai petunjuk dan sesuai prosedur serta ciri-ciri penelitian yang akan dilakukan, misalnya penelitian kualitatif. Teknik pengumpulan data pada dasarnya adalah suatu cara penerapan metode dan instrumen yang telah direncakan serta sudah diuji tentang relibilitas dan validitasnya. Teknik pengumpulan data secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu proses yang dijalankan oleh peneliti untuk menjaring dan mengungkapkan beraneka ragam data, mulai dari informasi secara lisan maupun tulisan, fenomena, kondisi dilapangan (lokasi) penelitian, dan juga berupa foto atau gambar yang sesuai dengan kondisi dan ruang lingkup penelitian. Dari kondisi tersebut, untuk menggambarkan suatu proses pengumpulan data yang dapat dimaknai sebagai upaya untuk mengumpulkan data-data lapangan yang dibutuhkan agar bisa menjawab semua pertanyaan-pertanyaan penelitian dalam rumusan masalah. Teknik pengumpulan data ini, hasil kumpulan data diperoleh dari wawancara, observasi, dan dokumentasi di dalam penelitian 1.6.5.1 Observasi Observasi merupakan upaya pengumpulan data yang dilakukan dengan turun lapangan ke lokasi penelitian untuk melihat dan menafsirkan obyek secara jelas (Riduan, 2004). Pada penelitian ini metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode observasi dengan tujuan supaya mengetahui secara detail dan meyeluruh (holistik) mengenai permasalahan-permasalahan yang sesuai dengan topik penelitian yang melalui hasil observasi. Selain itu, peneliti dapat juga menggambarkan mengenai situasi yang sedang diteliti dan mendeskripsikan kegiatan penelitian untuk mengenal lebih jauh dan mampu beradaptasi di lingkungan lokasi penelitian secara langsung. Metode observasi ini mempunyai sisi kelebihan lain, yaitu pada keakuratan data, baik didalam mendeskripsikan wilayah serta memahami kondisi dari obyek yang diteliti. Metode observasi mempunyai dua jenisyaitu terbuka dan tertutup. Observasi terbuka merupakan observasi yang dilakukan dengan sepengetahuan subyek pada

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

saat penelitian berlangsung serta peneliti telah mendapatkan ijin darinya untuk memperoleh data penelitian sedangkan observasi tertutup adalah penelitian yang dilakukan secara rahasia atau tertutup tanpa diketahui oleh para subyeknya (Moleong, 1998). Pada penelitian ini, observasi yang dilakukan termasuk dalam kategori observasi terbuka. Hal ini karena penelitian dilakukan atas sepengetahuan dan izin subyek. Untuk kelancaran jalannya penelitian yang dilakukan maka penelitian ini dilakukan dengan meminta izin dari BANKESBANPOL, kecamatan, kelurahan dan Yayasan Gebuminang Surabaya yang memiliki wewenang atas lokasi penelitian yaitu Rumah Gadang Gebuminang Surabaya. Hal pertama kali yang peneliti lakukan dalam memperoleh data dalam penelitian ini yaitu melakukan survei lapangan ke Rumah Gadang Gayungan Kebonsari Surabaya. Disana peneliti mengamati dan mengobservasi keadaan sekeliling bangunan Rumah Gadang. Peneliti menemui salah satu pengurus Rumah Gadang untuk mendapatkan informasi lebih detail mengenai latar belakang dan sejarah Rumah Gadang Gebuminang Surabaya. Peneliti melakukan perijinan secara lisan dan juga surat ijin resmi. Surat ijin resmi yang dilampirkan dalam penelitian ini diajukan melalui pihak Universitas Airlangga ke BANKESBANPOL. Surat tersebut digunakan sebagai surat tembusan ijin ke pihak kecamatan, kelurahan dan Yayasan Gebuminang Surabaya. Rentang waktu yang dibutuhkan penelitiadalah lima bulan, dimulai sejak proses mengurus perijinan penelitian hingga memperoleh data. Peneliti juga melakukan pencatatan mengenai informasi penting yang ada di lapangan menggunakan media pendukung seperti ponsel untuk proses pengumpulan data meliputi foto, video dan rekaman suara hasil wawancara. 1.6.5.2 Wawancara Wawancara adalah proses pengambilan data yang dilakukan dengan cara tatap muka terhadap narasumber yang diberi pertanyaan terkait dengan obyek yang dikaji (Arikunto, 2013). Wawancara dilakukan kepada beberapa narasumber yang terdiri dari pengurus Rumah Gadang Gebuminang Surabaya dan masyarakat di sekitarnya. Untuk menyiasati agar narasumber tidak merasa gugup, wawancara

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

dilakukan dengan beberapa teknik yaitu secara bersamaan dan ada pula yang dilakukan secara perseorangan. Wawancara yang dilakukan oleh peneliti merupakan wawancara secara mendalam (depth interview). Pedoman wawancara yang digunakan berisi pertanyaan terkait topik yang sedang diteliti. Hasilnya nanti akan dijadikan data primer sebagai pembahasan pada bab berikutnya. Proses ini dilakukan secara langsung oleh peneliti kepada narasumber dengan cara bertatap muka langsung menggunakan gaya bahasa yang luwes, santai, mendalam. Tujuannya agar narasumber dapat menjelaskan dan memberi informasi secara detail tanpa ada hal yang terlewatkan kepada peneliti. 1.6.6 Instrumen Pada saat melakukan pengambilan data penelitian di lapangan, peneliti menggunakan beberapa cara agar mempermudah dan memperlancar kegiatan tersebut. Cara itu yang berupa pedoman wawancara, kamera dan alat perekaman suara. a. Pedoman Wawancara Ketika proses wawancara, peneliti mempunyai cara agar bisa berjalan dengan lancar, peneliti sebelum mendatangi narasumber sudah mempersiapkan daftar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada narasumber sehingga pada saat menghadapi narasumber, peneliti sudah siap.Pertanyaan tersebut disusun sedemikian rupa sehingga hasil yang didapatkan mampu memenuhi kebutuhan data peneliti. Selain itu, daftar pertanyaan tersebut dibuat agar ketika wawancara dilakukan, tidak melebar ke topik permasalahan yang tidak dibahas di penelitian ini. b. Kamera Kamera berfungsi sebagai alat dokumentasi arsitektur Rumah Gadang Gebuminang Surabaya.Dokumentasi berupa gambar arsitektur Rumah Gadang ini digunakan untuk membandingkan antara gambar yang diperoleh di lapangan dengan gambar yang ada di teori. Berdasarkan perbandingan gambar tersebut maka dapat dilihat antara kesamaan dan perbedaan yang terdapat di lapangan dengan yang ada di teori (referensi).

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO IR-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

c. Alat Perekam Suara Alat perekam suara berguna untuk menyimpan suara hasil tanya jawab antara peneliti dengan narasumber. Hal ini dilakukan untuk memastikan agar seluruh informasi yang didapatkan dapat tersimpan secara utuh. Hasil rekaman suara yang didapatkan, selanjutnya akan dibuat transkrip yang dapat dijadikan bukti telah dilakukannya wawancara. 1.6.7 Teknik Analisis Data Pada penelitian ini, peneliti akan mendapatkan data berupa dokumentasi bangunan yang terdapat di Rumah Gadang Gebuminang Surabaya dan data hasil wawancara terhadap pengurus dan warga di sekitar lokasi tersebut. Kedua data tersebut selanjutnya akan dibandingkan dengan referensi yang didapatkan dari buku dan jurnal ilmiah. Berdasarkan pembandingan antar studi yang dilakukan di lapangan dan studi pustaka tersebut maka akan didapatkan kesamaan dan juga perbedaannya, yang selanjutnya akan dideskripsikan oleh peneliti. Untuk memahami makna yang terdapat di dalam arsitektur Rumah Gadang Gebuminang Surabaya, analisa data yang digunakan adalah analisa teori wujud kebudayaan (Koentjaraningrat, 2002), analisa teori semiotika (Noth, 2006) dan analisa tafsir budaya (Geertz, 2016). Analisa teori wujud kebudayaan merupakan awal mula munculnya ide dari yang belum nampak dan masih dalam bentuk kognisi hingga menjadi sebuah bangunan fisik yang dapat diketahui fungsinya. Analisa teori semiotika digunakan untuk menjelaskan simbol dan makna dari sebuah arsitektur yang dilakukan dengan menemukan penanda dan petanda yang terdapat di dalam arsitektur bangunan tersebut. Sedangkan analisa tafsir budaya digunakan untuk memaknai simbol yang terdapat di dalam sebuah bangunan dan kemudian mengintepretasikannya.

SKRIPSI RUMAH GADANG SIMBOL... SANUBARI AGUNG WICAKSONO