PENGARUH ADALET PARTISI TERHADAP STABILITAS POLITIK REPUBLIK TURKI Skripsi Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Humaniora (S. Hum) oleh Mohammad Raivendra NIM: 104022000806 JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad ke-17 dan ke-18 berlangsung perubahan situasi yang sangat menonjol dalam sistem Kerajaan Turki Usmani dan desentralisasi kekuasaan secara serius. Berakhirnya Kerajaan Turki Usmani merupakan peristiwa yang kompleks bagi transformasi masyarakat Islam dari sebuah kerajaan menuju negara modern. Di saat itupun terdapat perubahan penting dalam sejarah Kerajaan Turki Usmani. Berakhirnya ekspansi Kerajaan Turki Usmani, lembaga-lembaga pemerintahan seringkali kehilangan kemampuan militer dan administrasinya. Kerajaan dalam posisi tertekan dengan regresi ekonomi, pemberontakan rakyat, dan beberapa kekalahan militer. Perseturuan panjang terjadi antara pemerintah pusat dengan elit lokal untuk mengontrol pendapatan pajak dari pemerintah pusat kepada kelompok Jannisary, ulama, dan keluarga Kerajaan Turki Usmani yang telah mapan dalam masyarakat setempat. Di sisi pemerintah pusat, meredupnya kekuasaan merupakan dampak dari korupsi yang menggejala di pemerintahan Kerajaan Turki Usmani. Akan tetapi situasi tersebut dalam pandangan penguasa lokal dan pedagang berarti reduksi kekuatan eksploitatif pemerintah pusat, yang memberikan peluang bagi otonomi daerah. Pada permulaan abad ke-17, Kerajaan Turki Usmani mulai memperdebatkan cara terbaik bagi program restorasi integrasi politik dan efektivitas kekuatan militer yang dimiliki kerajaan. Para pembaharu awalnya 1 2 berlandaskan pada aturan yang digariskan Sultan Sulaiman yang menentang kemungkinan pengaruh kekuatan Kristen Eropa atas kaum Muslim. Para modernis menganggap bangsa Eropa dalam pendidikan kemiliteran, organisasi, dan administrasi berusaha untuk menciptakan suatu perubahan di bidang pendidikan, ekonomi, dan sosial yang mendukung terbentuknya negara modern. Pada abad ke- 18 dan terutama abad ke-19, kelompok modernis muncul dengan terang-terangan, dan akhirnya menjadi pemenang.1 Periode pembaharuan dengan beberapa bukti konkret yang mereka lakukan berawal dari Sultan Salim III yang di antaranya memberlakukan program reformasi yang komprehensif, yang disebut Nizam i-Cedid (“Orde Baru”).2 Program ini menghendaki reformasi pasukan militer, modern, meningkatkan pendapataan sektor pajak, dan pendirian sekolah teknik untuk mendidik kader- kader pemerintahan rezim baru.3 Program-program pembaharuan pun terus berjalan dan berkembang oleh bebeberapa kelompok. Beberapa pemikiran akan konsep pembaharuan tersebut kemudian menjadi kajian penting. Dari masa-masa pembaharuan inilah kemudian muncul era Tanzimat, gerakan Usmani Muda, Turki Muda, dan juga Kemalis. Sebagaimana yang dapat dikaji, bahwa masa-masa inspiratif tersebut satu sama lain memiliki pengaruh paham/ideologi dari era sebelumnya, sehingga memberikan stimulasi ide-ide baru, baik dari sistem pemerintahan maupun aspek 1 Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Kawasan Turki (Jakarta: Logos, 1997), h. 92. Kelompok modernis yang di maksud antara lain ialah Usmani Muda (Yeni Osmanlilar) dan Turki Muda. Lihat, Nasution, Pembaharuan dalam Islam, h. 105 dan h. 118. 2Nizam i-Cedid, Erick Jan Zurcher, mendefinisikan istilah tersebut sebagai program pembaharuan Salim III. Juga nama tentara barunya yang bergaya barat. Lihat, Erik Jan Zurcher, Sejarah Modern Turki. Penerjemah, Karsidi Diningrat R (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. xiv. 3 Ira M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, Penerjemah, Ghufron A. Mas‟adi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), h.73. 3 kenegaraan. Maka gerakan pembaharuan ini beberapa di antaranya tak dapat dipungkiri memang berkesinambungan karena dipengaruhi dari periode sebelumnya serta tidak lepas pula pengaruhnya dari pemikiran-pemikiran Barat. Hingga akhirnya timbullah perubahan besar yang berujung pada titik klimaks yaitu digantinya sistem kekhilafahan Islam kepada aplikasi republik dengan konsep nasionalisme sekulernya Kemal. Westernisasi, sekularisasi, dan nasionalisme itulah yang menjadi dasar pemikiran pembaharuan Mustafa Kemal.4 Mustafa memulai langkah pembaharuan berikutnya, yaitu dengan menciptakan sebuah instrumen politik baru.5 Pada tanggal 6 Desember 1922, ia mendirikan Partai Rakyat6 dan mengundang seluruh kalangan terpelajar untuk berkomunikasi dengannya secara langsung.7 Pada tanggal 16 April 1923, Grand National Assembly (Majelis Nasional Agung) membubarkan diri kemudian mempersiapkan pengadaan pemilihan umum. Anggota Grand National Assembly baru hasil pemilihan umum memiliki anggota 286 perwakilan dan pada tanggal 11 Agustus 1923 memilih Mustafa Kemal sebagai presiden dan Fethi sebagai perdana menteri (PM). Pada masa ini presiden republik Turki yang juga menjabat sebagai kapala negara memiliki peranan penting, dan lebih mendominasi. Dalam arti bahwa presiden sebagai penentu kebjiakan negara, karena khalifah kemudian diposisikan dalam otoritas keagamaan atau pemimpin keagamaan.8 Dengan ini negara baru Turki berdiri 4 Nasution, Pembaharuan dalam Islam,h. 149. 5 Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Kawasan Turki, h. 148. 6 Pada tanggal 6 Desember dia mengumumkan untuk pertama kalinya niatnya mengubah Kelompok Perlindungan Hak-hak menjadi sebuah partai politik dengan nama Halk Partisi (Partai Rakyat). Lihat, Erik Jan Zurcher, Sejarah Modern Turki. Penerjemah, Karsidi Diningrat R (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 205 7 Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Kawasan Turki, h. 149. 8 Lihat, Bernard Lewis, The Emergence of Modern Turkey, Second Edition (London, Oxford University Press: 1966; reprint, New York, Oxford University Press: 1968). h. 369-370. 4 tidak atas dasar dinasti, kerajaan, maupun agama melainkan atas dasar nation (bangsa) rakyat, dengan ibu kota di tengah-tengah negara Turki, yakni Ankara.9 Upaya pembaharuan pun dilakukan dengan perubahan drastis yang mengguncang masyarakat Turki, yaitu penghembusan kebijakan pada tanggal 1 November 1922 oleh Grand National Assembly untuk menghapuskan kesultanan sebagai resolusi dan menjawab terhadap dualisme kepemimpinan di Turki. Sehingga jabatan khalifah tetap dipertahankan sebagai pemegang jabatan keagamaan tanpa memiliki kekuasaan politik. Walaupun kemudian Mustafa Kemal melihat bahwa jabatan khalifah juga harus dihapuskan dan soal ini dibicarakan oleh Majelis Nasional Agung di bulan Februari 1924. Perdebatan berjalan sengit, tetapi akhirnya pada tanggal 3 Maret 1924, suara di Majelis memutuskan penghapusan jabatan khalifah.10 Pembaruan Kemalis merupakan penerapan adaptasionisme dalam bentuk westernisasi sekuler. Program ini tidak menolak Islam atau menentang agama; agama hanya diturunkan peranannya menjadi nilai personal. Pembaruan Kemalis berusaha untuk menciptakan bentuk Islam individualis modern. Itulah sebabnya mengapa pembaruan bukan hanya menyangkut perkembangan jumlah lembaga sekuler, melainkan juga mendorong perkembangan tanggung jawab yang harus dipikul masyarakat modern. Pembaruan Kemalis dilaksanakan di atas enam prinsip dasar yang menjadi filsafat politik dan dasar Republik Turki. Keenam prinsip dasar, atau sering disebut “Nilai Kemalis”, adalah; Pertama, Replubikanisme, kedaulatan dan otoritas politik berdasar keinginan rakyat. Kedua, Nasionalisme, tidak berdasarkan agama dan ras tetapi berdasarkan 9 Ibid., h. 148. 10 Nasution, Pembaharuan dalam Islam, h. 151. 5 kewarganegaraan yang sama dan mengabdi kepada cita-cita nasional. Ketiga, Populisme, kesamaan dalam hukum, menolak kepentingan atau persengketaan kelas, dan penyalahgunaan kapitalisme. Keempat, Etatisme, menerima campur tangan negara yang bersifat membangun perekonomian rakyat. Kelima, Sekularisme, menetapkan pemisahan agama dan negara. Keenam, Revolusionisme, menerima transformasi secara permanen.11 Setelah wafatnya Mustafa Kemal pada tahun 1938, sebagai penggantinya, İsmet İnönü dengan perdana menterinya yaitu Mahmut Celal Bayar dari CHP (Cumhuriyet Halk Partisi /Partai Rakyat Republik), kemudian melanjutkan rezim Kemal yang sudah berdiri. Ia membuka jalan baru bagi sebuah sistem politik di Republik Turki. Perkembangan ekonomi yang ada melahirkan beberapa kelompok baru seperti antara lain pengusaha, tuan tanah, dan juga generasi intelektual baru yang membutuhkan jatidiri politik. Demikian halnya sistem perundingan Turki setelah Perang Dunia II yang “dikendorkan” pengawasannya terhadap kegiatan perdagangan dan meningkatkan harapan untuk berpartisipasi di dalam pemerintahan.12 Partai Demokrat (Demokrat Parti) pun diizinkan terbentuk oleh İsmet İnönü, hal ini dilatar belakangi peranan Amerika Serikat setelah Perang Dunia ke-II sebagai penjaga utama pengamanan politik dan pembangunan ekonomi Turki, juga mengurangi sistem paternalistik dan cenderung kapada 11 Lihat, Siti Maryam, dkk., ed., Sejarah peradaban Islam: dari masa klasik hingga modern, Cet. Kedua (Yogyakarta: LESFI, 2004), h. 160-161. 12 Perubahan politik dan ekonomi di Turki tahun 1945, memiliki pengaruh dari dunia internasional. Kedekatan Turki dengan Amerika, justru melahirkan upaya demokratisasi. Sehingga İsmet İnönü menegaskan bahwa sistem politik Turki adalah demokratis parlementer, yang kemudian pada tanggal 19 Mei 1945, ia menjabarkan dan menjelaskan langkah-langkah untuk membuat rezim itu lebih demokratis. Dari sini pula, hadirlah Undang-undang Distribusi Tanah di bulan Mei 1945, dan melahirkan oposisi dari
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages95 Page
-
File Size-