PERSAINGAN ELIT BANGSAWAN DENGAN KELOMPOK TERDIDIK PADA MASA REVOLUSI DI SULAWESI SELATAN Najamuddin (Dosen Pendidikan Sejarah-FIS Universitas Negeri Makassar) Email: [email protected] ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengetahui latar belakang munculnya elit bangsawan dan kelompok terdidik, (2) Mengungkapkan Konflik antara elit bangsawan dengan kelompok terdidik yang berimplikasi pada peran keduanya di Masa Revolusi di Sulawesi Selatan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian sejarah. Tahapan dalam penelitiannya yaitu pemilihan topik, mengumpulkan sumber, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Stratifikasi sosial masyarakat Bugis-Makassar telah memberikan posisi istimewa terhadap kaum bangsawan sebagai elit strategis dari kelompok masyarakat lainnya dalam struktur sosial, dan sebagai pemimpin puncak dalam struktur politik atau struktur kekuasaan. Ketika elit terdidik tampil dalam Pergerakan Nasional di Sulawesi Selatan bersama elit bangsawan, politik kolonial Belanda berhasil mempolarisasi keduanya menjadi bagian yang terpisah menjadi konflik di awal kemerdekaan RI. Kata Kunci: Elit Bangsawan, Kelompok Terdidik, dan Revolusi di Sulawesi Selatan ABSTRACT This study aims to: (1) Knowing the background of aristocratic elite and educated group, (2) Disclose Conflicts between the aristocratic elite educated group that has implications for the role of both in the Revolution in South Sulawesi. The research method used on this research is history research method. Steps on this research are selecting topic, collecting sources, sources critism, interpreting, and historiography. The results showed that the social stratification of society Bugis- Makassar has given a privileged position against the nobility as a strategic elites of other communities in the social structure, and as a top leader in the political structure or structures of power. When the educated elite to appear in the National Movement in South Sulawesi together aristocratic elite, the Dutch managed to polarize politics both into separate parts into conflict at the beginning of independence Keywords: Elite Noble, educated group, and Revolution in South Sulawesi Pendahuluan sebagai pemimpin puncak dalam struktur Persiapan menjelang kemerdekaan sosial, politik, maupun kekuasaan. RI di Sulawesi Selatan memperlihatkan Stratifikasi masyarakat Bugis-Makassar jalinan kerjasama yang harmonis antara elit yang dibagi berdasarkan kasta-kasta atau bangsawan dengan kelompok terdidik dari golongan-golongan tersebut dianggap suatu kalangan pergerakan nasional. Mereka bahu faktor penting yang menguasai atau membahu menggelorakan semangat mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi nasionalisme di kalangan pejuang dan religius masyarakat Sulawesi Selatan kemerdekaan. Kesadaran akan pentingnya (Daeng Patunru, 1967: 145). Umumnya semangat nasionalisme dan persatuan demi masyarakat Sulawesi Selatan terkenal mewujudkan negara yang merdeka memang sebagai masyarakat yang sangat ketat sudah tertanam pada diri elit bangsawan mempertahankan aturan pelapisan sosial ini. maupun kelompok terdidik. Elit bangsawan Bahkan di kalangan masyarakat terdapat yang memiliki wibawa di hadapan anggapan bahwa mempertahankan pelapisan masyarakat mampu menggerakkan sosial merupakan syarat berjayanya suatu masyarakat untuk mempersiapkan negeri (Mattulada, 1975: 324). kemerdekaan Indonesia. Sedangkan Kurun waktu antara tahun 1905 kelompok terdidik yang memiliki wawasan hingga 1910 merupakan periode ekspedisisi luas mampu memberikan pencerahan dan militer Hindia Belanda untuk menaklukkan meyadarkan masyarakat untuk bersatu demi kerajaan-kerajaan yang masih berdaulat di kemerdekaan Indonesia. wilayah Sulawesi Selatan. Dalam periode Namun, jalinan kerjasama antara elit pasifikasi inilah berlangsung perlawanan bangsawan dengan kelompok terdidik terakhir kerajaan-kerajaan Bugis-Makassar akhirnya retak. Hal tersebut terjadi kaum terhadap Belanda. Kekalahan kerajaan- terdidik dari kalangan pergerakan nasional kerajaan Bugis-Makassar serta ditanda- merasa tersingkirkan karena tidak diikut- tanganinya Koorte Verklaring (perjanjian sertakan wakilnya dalam menghadiri rapat pendek), membuka lembaran baru dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia di sejarah hubungan kerajaan-kerajaan Bugis- Jakarta. Dominasi elit bangsawan sebagai Makassar dengan pemerintah Hindia utusan wakil dari Sulawesi Selatan dalam Belanda. rapat PPKI tersebut akhirnya menjadi Takluknya kerajaan-kerajaan Bugis- pemicu awal dari konfik antara kaum Makassar tersebut sekaligus juga menandai terdidik dari kelompok pergerakan nasional dimulainya campur tangan Belanda yang dengan elit bangsawan. Kelompok terdidik makin jauh dalam lembaga pemerintahan menganggap bahwa utusan untuk rapat PPKI daerah-daerah yang memiliki pemerintahan yang didominasi oleh elit bangsawan sendiri. Hal ini sekaligus menandai tersebut kurang adil. Situasi ini semakin berlangsungnya dualisme dalam struktur lama semakin memanas sehingga pemerintahan kerajaan di Sulawesi Selatan: menimbulkan perpecahan antara elit disatu pihak pejabat-pejabat adat dan agama bangsawan dengan kelompok terdidik. yang berasal dari kelompok masyarakat Dalam stratifikasi sosial masyarakat setempat, dan pada pihak lain terdapat Bugis-Makassar, telah memberikan posisi pejabat-pejabat pemerintah Hindia Belanda, istimewa terhadap kaum bangsawan sebagai yang bertugas untuk membantu dan elit strategis dari kelompok masyarakat mengawasi pejabat-pejabat adat dan agama lainnya. Masyarakat Bugis-Makassar (Hasan Walinono, 1979). Kelompok yang 2 Najamuddin, Persaingan Elit Bangsawan dengan Kelompok Terdidik pada Masa Revolusi di Sulawesi Selatan terakhir ini, terdiri dari kelompok bangsawan Posisi Elit Bangsawan dan orang-orang Belanda. Berkaitan dengan penempatan posisi Sejak itu pula muncullah suatu bangsawan dalam stratifikasi sosial ini, golongan elit baru di Sulawesi Selatan yang dalam masyarakat Bugis-Makassar terdapat kekuasaan, kewenangan pengaruh, dan hubungan yang sangat kompleks antara prestisenya bersumber dari nilai-nilai dan individu satu dengan individu lainnya. Pada aturan-aturan lain yang berlaku pada wilayah zaman dahulu hubungan-hubungan yang yang lebih luas, melebihi batas fisik paling erat adalah hubungan antara persekutuan adat tertentu. Nilai-nilai dan bangsawan dan pengikut-pengikutnya. aturan-aturan itu pada mulanya berasal dari Misalnya dalam peperangan, seorang pemerintah Hindia Belanda, kemudian bangsawan bersama dengan pengikut- pemerintah pendudukan Jepang dan sejak pengikutnya merupakan satu kelompok siri’ kemerdekaan, hingga masa pemerintah (secara bersama-sama membela siri’nya) Republik Indonesia. melawan kelompok siri’ yang lain yang juga Adapun yang dianggap dalam terdiri dari bangsawan dan pengikut- golongan elit baru tidak saja para pejabat pengikutnya. Dalam hubungan ini, sama Hindia Belanda, Jepang atau Republik sekali tidak pernah terjadi bahwa orang- Indonesia, tetapi juga berbagai orang lain orang dari lapisan bawah beberapa yang bukan pejabat. Seperti; cendikiawan, kelompok siri’ bersatu untuk melawan pemimpin partai, pengusaha dan sebagainya. bangsawannya (Errington, 1977: 61). Pola Karena walaupun mereka bukan pejabat hubungan patron-klien antara yang pemerintah, namun sumber kekuasaan, memimpin dan yang dipimpin atau kewenangan, pengaruh dan prestisenya pelindung dengan yang dilindungi dalam bukan bersumber dari nilai-nilai dan aturan- Bugis-Makassar seperti di atas, terwujud aturan Bugis-Makassar dan Islam, tetapi dari dalam hubungan antara Ajjoareng dengan nilai-nilai dan aturan baru yang berbeda dari Joa atau Tunipinawang dengan nilai-nilai dan aturan-aturan adat Bugis- Tumminawang atau antara KaraEng dengan Makassar dan Islam. Taunna (Mukhlis dan Robinson, 1985). Golongan elit bangsawan dan Hubungan antara pelindung dengan kelompok terdidik sama-sama memiliki yang dilindungi bersifat sukarela namun peran yang besar dalam memperjuangkan tidak mudah terpisahkan. Diantara keduanya kemerdekaan Indonesia. Keduanya memiliki mempunyai hak-hak dan kewajiban masing- pengaruh dan reputasi di kalangan masing, mereka mempunyai hubungan masyarakat Sulawesi Selatan. Pada mulanya, timbal balik yang saling menguntungkan kedua kelompok ini bersatu-padu dalam antara yang melindungi dan yang dilindungi menggalang kekuatan demi persatuan (Mukhlis dan Robinson, 1985). Dalam Indonesia. Namun, keadaan memanas ketika hubungan yang lebih sempit, yaitu hubungan Nadjamuddin Daeng Malewa berseteru antara bangsawan tertentu sebagai pemimpin dengan Ratulangi yang menjadi wakil ke (ajjoareng) dengan para pengikutnya (joa), Jakarta dalam rapat PPKI. Keadaan ini kian kewajiban bangsawan untuk membantu dan memanas dan dimanfaatkan oleh pemerintah memperhatikan kesejahteraan pengikutnya Hindia Belanda untuk melemahkan integritas lebih menonjol lagi. Kewajiban ini mereka. mencerminkan rasa solidaritas, rasa setia kawan antara pemimpin dan pengikutnya. Hasil Penelitian dan Pembahasan Kewajiban ini juga merupakan imbalan 3 Najamuddin, Persaingan Elit Bangsawan dengan Kelompok Terdidik pada Masa Revolusi di Sulawesi Selatan terhadap hak bangsawan untuk menerima ternyata di kemudian hari ada seorang raja kesetiaan dan loyalitas para pengikutnya atau penguasa yang melakukan (Hasan Walinono, 1979: 93). penyelewengan atau telah melanggar Pola hubungan atas dasar klasifikasi kesepakatan yang telah menjadi undang- sosial seperti di atas, telah mendudukkan undang di masyarakat, maka rakyat bangsawan pada kelompok elit yang
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages11 Page
-
File Size-