Candi Prambanan Dan Candi Sewu Dalam Perspektif Arsitektur1

Candi Prambanan Dan Candi Sewu Dalam Perspektif Arsitektur1

' . / · � Candi Prambanan dan Candi Sewu 1 dalam Perspektif Arsitektur Rahadhian PH [email protected] Abstrak Candi merupakan peninggalan arsitektur pada masa Hindu-Budha yang masih dapat disaksikan sampai saat ini. Indonesia memi/iki beratus bangunan candi yang tersebar dengan variasi tipe bentuknya. Candi Prambanan dan Sewu merupakan contoh yang menunjukkan adanya tradisi arsitektur yang kuat di Nusantara. Kedua candi ini merupakan sumber pengetahuan yang dapat dijadikan /andasan bagi pemahaman kreativitas desain yang menggm;ibarkan trc:disi arsitek!ur tersebut. Melalui pengkajian arsitektonik diharapkan dapat dikenali unsur-unsur desain dan potensi pengembangannya. Dengan demikian, pemahaman candi tidak berhenti pada konteks bangunannya saja melainkan dapat dinamis menyentuh aspek yang /uas baik secara sinkronik maupun diakronik menembus masa lain (re-kontekstualisasi). Pendahuluan 1. Perkembangan arsitektur di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari masa Hindu-Budha yang berlangsung 11 abad lamanya. Desain arsitektur candi di Indonesia menunjukkan adanya kekhasan, yang berbeda dengan India. Hal ini menunjukkan adanya local genius yang berperan aktif di dalamnya Soekmono (1986) menghubungkannya dengan usaha 'meramu' berbagai seni bangunan suci di India yang berasal dari berbagai pusat kesenian dan berbagai jaman, menjadi suatu kreasi barn yang diperkaya dengan unsur-unsur lokal. Nenek moyang bangsa Indonesia ·sebenarnya telah mempunyai daya kreativitas yang memadai guna. menciptakan seni-seni. barn, seperti dalam desain arsitektur candi- candinya. Arsitektur candi di Nusantara menunjukkan adanya fenomena arsitektur 'India'(representasi asing) yang di-Jawa-kan atau di-Nusantara-kan (representasi lokal). Di sisi lain globalisasi pada saat ini memungkinkan masulmya pengaruh budaya asing ke Indonesia. Hal ini membuka keragaman atau pluralitas representasi arsitektur yang hadir di Indonesia. Keberagaman representasi tersebut menyebabkan karakter arsitekturnya menjadi tidak jelas. Lambat laun dikuatirkan dapat membuat tidak ada bedanya antara wujud arsitektur di Indonesia atau di luar Indonesia. Beberapa karya arsitektur modern Indonesia pada saat ini menunjukkan adanya kesan 'memindahkan' saja tanpa proses penyesuaian lebih lanjut, baik menyangkut gaya termasuk aspek-aspek yang melatarbelakanginya. Landasan yang digunakan dalam desainnya menjadi sangat bebas (anything goes). Menghadirkan representasi identitas kelokalan melalui regionalisme merupakan tanggapan terhadap globalisasi. Representasi yang bersumber pada tradisi masa lampau dan kelokalan dapat menjadi salah satu rujukan dalam membangkitkan identitas arsitektur Nusantara. Oleh karena itu melalui kajian terhadap arsitektur candi Prambanan dan Sewu ini diharapkan dapat digunakan sebagai landasannya. 1 Disajikan dalam Diskusi dan Pameran dengan tema: Kompleks Candi Prambanan sebagai Warisan Umat Manusia, 22 Januari 2010 di Bentara Budaya, Jakarta. 1 Arsitektur Candi Prambanan dan Candi Sewu 2. Meminjam pengertian De Architectura (menurut Vitruvius), menyatakan bahwa desain arsitektur merupakan kesatuan antara aspek keindahan/estetika (venusitas), kekuatan (firmitas), dan kegunaan/fungsi (utilitas). Dalam definisi modern, arsitektur harus mencakup pertimbangan fungsi, estetika, dan psikologis. Arsitektur lahir melalui dinamika kebutuhan dan material-teknologi konstruksi yang menyertainya. Arsitektur tidak hanya mementingkan aspek keindahan (kenyamanan visual dan rasa) melainkan juga aspek teknologi-konstruksi (dapat dibangun-buildable, kuat, kokoh, stabil) dan aspek fungsional (berguna bagi kehidupan manusia). Di dalam pengolahan estetika desain arsitektural konsep unity merupakan aspek yang penting. Konsep unity dapat dijabarkan antara lain mencakup: tekstur, wama­ colour, tone, porporsi-skala, solid-void (padatan-ruang kosong), form and shape, dsb. Dalam konsep unily tersebut terkandung unsur dominansi, harmoni-keselarasan, keseimbangan (balance) dan focus of interest /vitality. Wujud unity tersebut dapat dibaca melalui tampilan ekspresinya. Oleh karena itu dalam perwujudannya karya Arsitektur mengandung adanya unsur representasi visualisasi. Ekspresi muncul sebagai sintaksis antara elemen-elemen desain di dalamnya. Gaya atau style (dap ur-Jawa) dapat difahami sebagai wujud dari ekspresi tersebut. Namun dalam kompleksitas yang lebih jauh gaya arsitektur tidak difahami hanya mencakup kulit/sosok luar bangunan saja, melainkan juga menyangkut karakter keruangannya. Desain arsitektur pada hakekatnya merupakan komposisi (tautan­ korelasi) antara form dan spatial (tatanan ruang dan massa) serta aspek fungsi yang melekat di dalamnya Secara arsitektonik Ching (1993) menegaskan adanya prinsip­ prinsip penyusunan komposisi yakni kesimetrisan, axisitas, hirarki, irama, perulangan, transformasi, dan datum. Selain hal-hal tersebut Ching juga menggolongkan berdasarkan sifat penyusunan yakni tinier, radial, cluster, memusat, cta· n grid. Prinsip· dan sifat penyusunan komposisi kemudian dikembangkan berdasarkan penekanan­ penekanan lebih lanjut misalnya adanya divergensi, konvergensi, dsb. Komposisi ini menjadi penting karena berkaitan erat dengan unsur fungsi-kegiatan-spiritual di dalamnya. Pendekatan arsitektonik seperti ini juga dikenali pada desain suatu candi . Menurut Soekmono (1973) Pembangun suatu candi dipimpin oleh Yajamana (pimpinan). Yajamana membawahi dua orang arsitek yaitu Sthapaka (arsitek pendeta) dan Sthapati (arsitek perericana). Sthapaka bertugas membuat persiapan yang berhubungan dengan upacara-upacara ritual dan hal-hal 'gaib' di dalam proses pembangunan atau perencanaan.suatu candi, sedangkan Sthapati betanggung jawab atas proses fisik perencanaan dan pembangunan. Sthapati membawahi Sutragrahin (pelak:sana dan pemimpin umum teknis), Vardha!dn (perancang seni hias) dan Taksaka ( ahli pahat). Hal ini menunj ukk:an bahwa desain suatu candi melibatkan adanya unsur fisik dan metafisik (sepertifeng-shui yang sedang marak saat kini). Candi di Nusantara dikenal mempunyai gaya bangunan yang secara umum dapat clibagi menjadi gaya Jawa Tengah dan Jawa Timur. Meskipun kedua gaya tersebut menunjukan perbedaan karak:teristik yang signifikan, namun penggolongan bentuk candi menurut propinsi dirasa kurang tepat, karena pembagiao propinsi yang dikenal adaJah produk administrasi pemerintahan masa kini yang belum tentu relevan dengan masa lampau, apalagi apabila harus disertakan bangunan candi yang ditemukan sebenarnya di luar pulau Jawa Penggolongan candi gaya Jawa Tengah dan Jawa Timur hanya untuk mempermudah mengenali secara general karakterisitiknya. Pembagian berdasarkan kombinasi waktu/era, kerajaan (Sriwijaya, Mataram, Majapahit, dsb), dan tipo-morfologis desain arsitektural secara utuh dianggap akan lebih relevan. 2 Tidak dapat dipungkiri bahwa sumber referensi desain-teknologi arsitektur candi ada]ah India. Kaidah pembangunan bangunan salcral kuno di India diatur di dalam Vastusastra atau Silpasastra, yang berjumlah banyak, antara lain Ma nasara, Mayamata, Silpaprakasa, Visnudharmottaram, aturan di dalam kitab Purana, atau kitab keagamaan. Namun apakah digunakan secara utuh pada candi Prambanan dan Sewu masih harus diteliti lebih lanjut, mengingat local genius juga berperanan di dalamnya. Bosch mengkaitkan percandian di Indonesia dengan kitab Manasara yang berasal dari India Selatan, karena dianggap mempunyai keidentikan. Kitab ini berisi tentang patokan membuat kuil beserta komponennya dan bangunan profan, bentuk kota, desa, benteng, penempatan kuil-kuil di kompleks kota/desa, dsb. (Acharya 1933, I,IV) Kitab-kitab tersebut mengungkapkan bagian-bagian yang mungkin berhubungan dengan keadaan percandian di Indonesia, seperti persyaratan bangunan suci sebaiknya didirikan di dekat thirtha/ air baik di sungai, terutama di dekat pertemuan dua buah sungai, danau, laut, ba...'1k:an jika diperlukan harus dibl!at kolam buatan di h<llaman kuil, atau diletakkan sebuah j ambangan berisi air dekat gerbang masuk. Tempat yang ideal untuk mendirikan kuil menurut Ta ntra Samuccaya adalah di daerah ksetra meliputi puncak bukit, di lereng gunung, di hutan, di lembah. (Kranirisch 1946, 1:3-7). Dalam hubungannya dengan air, maka hal ini sangat sesuai dengan inti ritual Hinduisme yaitu 'mandi'. Manasara mengungkapkan beberapa langkah yang harus ditempuh di dalam proses pembangunan kuil. Dimulai dengan pemilihan lahan sampai perencanaan 'cetak biru'­ model miniatur. Penelitian tanah dilakukan terlebih dahulu, baik dari segi wujud fisiknya (jenis, wama, bau, dsb) ataupun dari segi magisnya (badan halus penghuninya, potensi gaibnya dsb). Di dalam pemilihan lahan ini dilakukan pengujian kelayakan tanah, yang menyangkut kohesi tanah. Tanah yang baik adalah tidak terlalu berpasir (tidakmudah menyerap air) dan tidak terlalu keras. Langkah berikutnya pengolahan lahan · dengan membajak, - mengairi dan menaburi biji-bijian dari berbagai jenis tanaman, guna menguji kesuburannya. Filosofi yang mendasarinya adalah bahwa tanah merupakan penampung benih dari segala yang tumbuh termasuk analoginya adalah benih kuil (garbha). Dengan demikian diharapkan bangunan suci yang didirikan nantinya dapat menyerap dan mengembangkan sari-sari yang terpendam dalam tanah yang telah disucikan itu. Upacara pembenihan ini disebut Garbhadana. Kemudian Sthapaka atas nama Yajamana meletakan Garbhapatra pada tempat yang sudah ditetapkan di bagian Brahmasthana (di pusat site). Garbhapatra merupakan bejana yang bagian dalamnya dibagi-bagi menjadi 9 sampai 25 kotak, masing-masing sebagai representasi para dewa Kotak:-kotak

View Full Text

Details

  • File Type
    pdf
  • Upload Time
    -
  • Content Languages
    English
  • Upload User
    Anonymous/Not logged-in
  • File Pages
    16 Page
  • File Size
    -

Download

Channel Download Status
Express Download Enable

Copyright

We respect the copyrights and intellectual property rights of all users. All uploaded documents are either original works of the uploader or authorized works of the rightful owners.

  • Not to be reproduced or distributed without explicit permission.
  • Not used for commercial purposes outside of approved use cases.
  • Not used to infringe on the rights of the original creators.
  • If you believe any content infringes your copyright, please contact us immediately.

Support

For help with questions, suggestions, or problems, please contact us