BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan sebuah industri yang berkembang di dunia dan memiliki komponen yang saling terkait, meliputi perjalanan wisata, penginapan, pertemuan, acara, restoran, layanan, dan rekreasi (Walker, 2017, hal. 399). Mengunjungi daerah wisata merupakan bagian dari pariwisata. Indonesia memiliki berbagai daerah tujuan wisata dari Sabang sampai Merauke yang dapat berpotensi untuk dikembangkan. Salah satunya adalah Kepulauan Bangka Belitung. Kepulauan Bangka Belitung merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan pada awal mulanya. Namun, ketika tahun 2000 Kepulauan Bangka Belitung berdiri secara resmi sebagai provinsi ke-31 dan telah ditetapkan ibukotanya, yaitu Pangkalpinang pada tahun 2001. Kepulauan Bangka Belitung terdiri dari Pulau Bangka dan Pulau Belitung. Kepulauan Bangka Belitung memiliki letak lokasi yang sangat strategis karena berada di wilayah antara Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Yang paling dikenal dari Pulau Bangka Belitung adalah salah satu pulau penghasil timah terbesar di Indonesia (HS, 2016). Tidak sedikit rakyat Kepulauan Bangka Belitung yang mengandalkan tambang timah ini sebagai sumber ekonomi. Namun, Verawati & Susanto (2018) menyatakan bahwa pemerintah Kepulauan Bangka Belitung telah menyadari sektor pertambangan merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui. Oleh karena itu, pemerintah Kepulauan Bangka Belitung akan membangun dan 1 mengembangkan sektor lain. Dalam hal mengantisipasi era pasca pertambangan timah yang dimana merupakan unggulan wilayah Kepulauan Bangka Belitung, pemerintah akan mengandalkan sektor pariwisata. Hal ini dikarenakan pariwisata dianggap sebagai salah satu sektor alternatif bagi perekonomian. Memiliki letak yang strategis dan memberikan multiplier effect yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi akan menjadi nilai tambah untuk memilih sektor pariwisata. Dalam buku Setiati (2008) pun dinyatakan bahwa Pulau Bangka Belitung memiliki berbagai macam makanan tradisional yang berlimpah. Kepulauan Bangka Belitung yang dikenal sebagai penghasil tambang timah terbesar di Indonesia ini ternyata sudah mulai tergantikan dengan daya tarik sektor lain, yaitu pariwisata. Pariwisata di Kepulauan Bangka Belitung sudah semakin berkembang seiring berjalannya waktu. Dalam beberapa tahun terakhir ini, tingkat Pariwisata di Kepulauan Bangka Belitung telah meningkat dengan cukup pesat. Hal ini dapat terlihat dari jumlah kunjungan wisatawan nusantara dan wisatawan asing yang datang ke Kepulauan Bangka Belitung. TABEL 1 Jumlah Kunjungan Wisatawan di Pulau Bangka Belitung Tahun Wisatawan Nusantara Wisatawan Asing Total 2016 357316 5037 362353 2017 369422 7142 376564 2018 417818 8124 425942 2019 429190 9183 438373 Sumber: BPS Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (2020) Data di atas menunjukkan jumlah kunjungan wisatawan di Kepulauan Bangka Belitung dari tahun 2016-2019. Dimana setiap tahunnya mengalami kenaikan yang cukup pesat, baik dari wisatawan nusantara 2 maupun wisatawan asing. Pada tahun 2016 ke tahun 2017 mengalami kenaikan sebanyak 3,94% dengan total wisatawan 376564. Lalu, pada tahun 2017-2018 mengalami kenaikan yang lumayan besar sebanyak 13,1% dengan total wisatawan 425942. Dan pada tahun 2018-2019 tetap mengalami kenaikan walau sedikitnya 2,9% dengan total wisatawan 438373. Menurut Rusyidi & Fedryansah (2018), salah satu faktor yang berpengaruh dalam pertumbuhan, perkembangan, dan peningkatan partisipasi masyarakat di dalam industri pariwisata adalah industri kuliner. Wisata kuliner mewakili komponen yang muncul dari industri pariwisata dan mencakup semua nilai tradisional yang terkait dengan tren baru dalam pariwisata, seperti penghormatan terhadap budaya dan tradisi, keaslian dan keberlanjutannya (Testa et al., 2019). Chi et al. (2019) mengatakan bahwa kepuasan wisatawan terhadap kuliner suatu destinasi bergantung pada perbandingan citra kuliner tersebut dengan pengalaman kuliner yang sesungguhnya. Citra kuliner yang positif di benak wisatawan akan menimbulkan kepuasan wisatawan yang pada akhirnya memengaruhi perilaku wisatawan, seperti terjadinya loyalitas. Saat ini Kabupaten Bangka telah dikenal sebagai salah satu pusat kuliner berbahan olahan laut mulai dari berbagai macam boga bahari yang segar hingga dengan hasil olahan, seperti kemplang, kerupuk, otak-otak, mie koba, dan lainnya (Rusyidi & Fedryansah, 2018). Pulau Bangka pantas menjadi destinasi kuliner karena mempunyai makanan khas yang layak dikonsumsi dan diperjualbelikan di restoran, toko oleh-oleh, agrowisata, 3 dan desa yang menawarkan pengalaman kuliner. Tidak sedikit biro perjalanan yang menawarkan Pulau Bangka untuk pengalaman wisata kuliner walaupun Pulau Bangka belum mendapatkan pernyataan secara jelas sebagai wisata kuliner (Levyda et al., 2020). Pulau Bangka yang selalu bergantung kepada sektor pertambangan sebagai sumber ekonomi mampu melakukan adaptasi yang baik untuk mulai bergeser mengandalkan sektor pariwisata karena ternyata Kepulauan Bangka Belitung memiliki atraksi wisata dan makanan lokal yang cukup terkenal dalam reputasinya, seperti lempah darat, lempah kuning, martabak, boga bahari, kemplang, dan lain sebagainya. Pulau Bangka termasuk sebuah pulau yang memiliki berbagai atraksi wisata yang menawan dan wisata kuliner yang menggoda. Atraksi wisata disini berupa pantai-pantai yang jernih dengan pasirnya yang lembut. Sedangkan wisata kulinernya memiliki berbagai macam makanan lokal yang khas dan sangat diminati oleh banyak wisatawan. Para wisatawan akan menilainya berdasarkan citra destinasi dan citra kuliner menurut pandangannya masing-masing. Citra destinasi adalah keyakinan, ide, dan kesan yang dimiliki seseorang tentang sebuah destinasi (Kuhzady et al., 2019). Suatu destinasi pariwisata akan dikembangkan Bangka Belitung dengan cara mengetahui tentang apa yang berpengaruh terhadap kepuasan wisatawan karena kepuasan wisatawan merupakan hal yang penting untuk dipertimbangkan Bangka Belitung dalam menilai keseluruhan wisatawan. Para wisatawan yang merasa puas tentu saja akan berencana untuk berkunjung kembali atau berniat merekomendasikan destinasi pariwisata terkait kepada orang lain. 4 Perilaku wisatawan ini dapat disebut sebagai loyalitas wisatawan. Penjelasan di atas merupakan salah satu pernyataan bahwa kepuasan wisatawan dan loyalitas wisatawan berpengaruh terhadap citra destinasi. Namun, pada penelitian ini penulis akan membahas apakah citra kuliner dan kepuasan wisatawan dapat saling berpengaruh terhadap loyalitas destinasi suatu daerah yang dimana hal ini akan di dukung atas dasar sebuah fenomena. Pengeluaran terbesar wisatawan di Bangka Belitung adalah untuk akomodasi, makan dan minum (Sitorus, 2019). Adanya perbandingan rata- rata pengeluaran wisatawan di Bangka Belitung untuk makan dan minum pada tahun 2016 dan 2017 yang diperoleh dari Kajian Data Pasar Wisatawan 2017 terdapat peningkatan dimana pada tahun 2016 sebesar 206,90 ribu rupiah dan tahun 2017 sebesar 282,60 ribu rupiah sehingga terdapat peningkatan sebesar 36,59% (Barudin et al., 2017). Sekarang ini wisatawan datang ke suatu daerah wisata untuk berburu atau mencari makanan khas daerah tersebut dan rela membayar mahal untuk menikmati suatu hidangan (Rismiyanto & Danangdjojo, 2015). Beberapa jenis makanan lokal Pulau Bangka, yaitu lempah darat, lempah kuning, rusip, lakso, siput gonggong, krupuk, kemplang, martabak, kue rintak, kue jongkong, dan lain sebagainya (Setiati, 2008, hal. 23). Menurut Levyda et al. (2020), martabak merupakan salah satu makanan khas Bangka yang diciptakan oleh penduduk Bangka itu sendiri. Tidak sedikit biro perjalanan membuat agenda wisata untuk menikmati martabak Bangka. 5 Berdasarkan pernyataan-pertanyaan di atas dapat diketahui bahwa para wisatawan yang datang ke Pulau Bangka banyak menghabiskan uangnya untuk makan. Secara umum dulunya wisatawan bepergian hanya untuk liburan, tetapi nyatanya sekarang ini wisatawan bepergian untuk berlibur dan makan. Bepergian ke Pulau Bangka untuk makan makanan lokalnya adalah sebuah fenomena. Fenomena ini juga dapat di dukung dari perkembangan jumlah wisatawan yang mengunjungi Kepulauan Bangka Belitung secara signifikan. Dengan melihat fenomena tersebut, peneliti pun mencoba mencari beberapa jurnal yang ingin peneliti gunakan. Peneliti telah menemukan dan membaca dua jurnal yang kurang lebih sesuai dengan apa yang ingin peneliti kerjakan, yaitu tentang kuliner suatu daerah. Yang pertama adalah Minh Tu, Kwang-Woo Lee, & Soo-Han Park (2017) yang berjudul “The Relationships among Food Image, Tourist Satisfactions and Destination Loyalty Intention: A Case of Hanoi Local Cuisine”. Hasil dari penelitian ini adalah struktur empat dimensi citra kuliner (kualitas makanan, budaya makanan, fitur kontekstual, atmosfer) yang dihasilkan menunjukkan bahwa budaya makanan dan kualitas makanan lokal Hanoi sangat penting dalam mempertahankan makanan dimana merupakan salah satu faktor paling berpengaruh yang menarik wisatawan untuk mengunjungi Hanoi serta Hanoi berhasil menguji loyalitas destinasi yang mempertimbangkan citra kuliner dan kepuasan wisatawan. Lalu, jurnal yang kedua adalah dari Mazni Saad, Nadhirah Abdul Rahman, & Muhammad Fikri Umadi (2018) dengan judul “Re-Evaluating 6 the International Tourists’ Experience of Local Malaysian Food: What made them come back for a second taste?” Hasil dari jurnal penelitian ini adalah karakteristik makanan lokal Malaysia dan faktor lingkungan merupakan faktor penting yang berkontribusi terhadap minat beli wisatawan serta banyak wisatawan bepergian ke Malaysia dengan alasan karena tertarik dengan kekayaan
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages10 Page
-
File Size-