Volume 3, Februari, 2017 PARADIGMA ISSN 2549-600X Jurnal Ilmu Pendidikan dan Humaniora STKIP Hatta-Sjahrir ORANG BANDA DALAM PERSPEKTIF SEJARAH MARITIM USMAN THALIB Dosen Pendidikan Sejarah STKIP Hatta-Sjahrir Email: [email protected] ABSTRAK Studi ini menggunakan pendekatan sejarah maritim dengan fokus masalah pada bagaimana orang-orang Banda memanfaatkan laut dalam kaitannya dengan perdagangan antar pulau, armada pelayaran dan teknologi penangkapan ikan. untuk mendapatkan gambaran historis dari ketiga aspek tersebut digunakan paradigma penelitian kualitatif dengan model analisis interaktif. Hasil penelitian membuktikan bahwa; (i) orang-orang Banda telah menggunakan laut sebagai sarana perdagangan antar pulau sejak sebelum abad ke-16. Perdagangan antar pulau itu melalui kota-kota pesisir di pantai utara Jawa, pantai timur sumatera dan terus ke Malaka. Bahkan mereka memiliki pemukiman tersendiri Di Malaka. Armada dagang orang-orang Banda tidak tidak saja mengangkut pala dan fuli dari Banda Neira, tetapi juga mengangkut cengkih dari Ternate dan di antar pulaukan sampai ke Malaka. (ii) Armada pelayaran orang-orang Banda terdiri dari berbagai jenis untuk berbagai kepentingan. Armada pelayaran samudera untuk kepentingan perdagangan antar pulau, sedangkan armada pelayaran pesisir untuk kepentingan penangkapan ikan.(iii) Tenologi penangkapan ikan orang-orang Banda terdiri dari berbagai jenis alat pancing, berbagai jenis jaring dan berbagai jenis perangkap. Hasil tangkapan selain dipasarkan di pasar lokal, juga diantar- pulaukan ke kota Ambon, Seram bagian Selatan dan Tual di Maluku Tenggara. Kata Kunci: Maritim, Pelayaran, Perdagangan 28 Volume 3, Februari, 2017 PARADIGMA ISSN 2549-600X Jurnal Ilmu Pendidikan dan Humaniora STKIP Hatta-Sjahrir PENDAHULUAN Hingga kini belum terlalu banyak sejarawan Indonesia yang memberi perhatian khusus terhadap aspek-aspek kemaritiman di Indonesia. Padahal Indonesia merupakan negara yang dari sisi wilayahnya dapat dikatakan sebagai negara maritim. Dari berbagai kajian sejarah diketahui pula, bahwa kerajaan- kerajaan besar di kepulauan Nusantara yang semula berorientasi ke laut, ternyata dikemudian hari mengubah orientasi darat dengan konsentrasi pada bidang pertanian dan perkebunan. Sementara sisa-sisa masyarakat bahari itu masih dapat ditemukan di sepanjang pantai wilayah Indonesia yang pada umumnya hidup dalam kelompok-kelompok masyarakat yang relatif kecil. Kelompok masyarakat pesisir pantai ini sebagian berorientasi kelaut dengan konsentrasi sebagai nelayan dan sebagian lainnya sebagai pelaut sekaligus pedagang antar pulau. Bahkan diantara mereka ada yang berorientasi ganda yakni sebagai nelayan sekaligus sebagai petani. Maluku yang dalam konteks sejarah meliputi daerah yang kini disebut Provinsi Maluku dan Maluku Utara, wilayahnya membentang dari utara hingga selatan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedua Provinsi ini dapat digolongkan sebagai provinsi kepulauan dengan luas wilayahnya ± 851.000 km². Dari luas wilayah tersebut ternyata wilayah lautnya mencapai seluas 765.272 km² (90% ) sedangkan wilayah daratannya hanya 85.728 km² (10%). Pada masa lampau di wilayah-wilayah itu tumbuh kerajaan-kerajaan besar yang unggul di sektor kelautan, seperti kerajaan Ternate dan Tidore di Maluku Utara serta Banda dan Hitu di Maluku Selatan (Provinsi Maluku sekarang). Nasib dari kerajaan-kerajaan di dua wilayah provinsi itu tidak bedanya dengan kerajaan-kerajaan lainnya di Nusantara. Orientasi ke dunia maritim semakin surut bersamaan dengan hadirnya Portugis, Belanda dan Inggris dengan armada-armada besar yang mampu melintasi pesisir benua dan samudera, untuk kemudian melakukan tindakan monopoli pelayaran diperairan Nusantara. Kendati demikian sisa-sisa dunia kebaharian masyarakat Maluku masa lampau itu masih dapat kita temukan di wilayah-wilayah pesisir di kedua propinsi tersebut. 29 Volume 3, Februari, 2017 PARADIGMA ISSN 2549-600X Jurnal Ilmu Pendidikan dan Humaniora STKIP Hatta-Sjahrir Walaupun harus diakui, bahwa dewasa ini kelompok masyarakat itu tidak dapat digolongkan lagi sebagai masyarakat bahari, karena orientasi ke darat sudah jauh lebih kuat dari orientasi ke laut. Salah satu dari masyarakat bahari masa lampau itu dapat kita temukan sisa-sisanya di wilayah Kecamatan Banda Maluku tengah. Kecamatan Banda yang terdiri dari 11 buah pulau kecil itu dapat digolongkan sebagai kecamatan kepulauan. Luas wilayah Kecamatan Banda seluruhnya adalah 2.568 km² yang terdiri atas luas wilayah daratan 180,59 km² (7,5%) dan luas wilayah lautannya mencapai 2.387,51 km² (82,5%). Pengertian luas lautan yang dimaksudkan hanya terbatas pada perairan laut sekitar kepulauan Banda. Sedangkan luas laut Banda keseluruhan yang berada dalam lingkup wilayah provinsi Maluku adalah ± 470.000 km². Sebagai daerah produsan buah pala, Kepulauan Banda sudah terkenal di dunia internasional sejak sebelum abad ke-15. Kontak awal terjadi dengan bangsa- bangsa Asia, seperti para pelaut dan pedagang Melayu, Cina dan Arab. Orang- orang Banda selain menjual pala dan fulinya, juga ikut serta dalam pelayaran perdagangan itu sampai ke Malaka, tempat dimana berkumpul berbagai armada dagang. Tome Pires dalam Sartono Kartodirdjo (1993 : 11) menyebutkan salah satu kelompok pedagang yang ada di Malaka ketika itu adalah Maluku dan Banda. Orang-orang Banda selain ikut serta dalam pelayaran niaga, juga memiliki armada dagang sendiri yang mengangkut hasil-hasil bumi dari pulau-pulau lain ke Banda (Burger ; 1962 : 52). Informasi historis tersebut diatas, memberi gambaran bahwa daerah kepulauan Banda selain berfungsi sebagai produsen tunggal pala dan fuli, juga masyarakatnya memiliki armada dagang. Dengan kata lain mereka memiliki sarana angkutan laut (jung-jung) yang mampu mengangkut barang dari pulau- pulau lain ke Kepulauan Banda. Dari latar historis juga dketahui bahwa orang Banda memiliki armada perang laut yang dikenal dengan istilah “Korakora” atau Belang (Willard, 1978 :34). Di Kepulauan Banda sampai dengan dekade 1970-an masih dikenal beberapa sarana angkutan laut, seperti arumbai, kolekole, tambangan, jungku, 30 Volume 3, Februari, 2017 PARADIGMA ISSN 2549-600X Jurnal Ilmu Pendidikan dan Humaniora STKIP Hatta-Sjahrir belang dan rurehe. Jenis-jenis sarana angkutan laut tersebut mencerminkan betapa luasnya perbendaharaan alat angkut yang digunakan dalam berbagai aktivitas di laut. Berbagai jenis angkutan laut itu memiliki fungsi dan tingkat kelaikan laut yang berbeda-beda. Ada yang terbatas pada areal penangkapan ikan di sekitar kepulauan Banda, ada yang berfungsi melakukan pelayaran antar pulau di kepulauan Banda, dan ada pula yang mampu melakukan pelayaran jauh sampai ke Malaysia dan Singapura. Sejalan dengan kemampuan teknologi pembuatan perahu dalam berbagai jenis, berkembang pula ketrampilan navigasi yang disertai dengan pengetahuan geografi untuk mengenal lokasi-lokasi yang dikunjungi serta hidrologi untuk mengetahui arus laut pada waktu-waktu tertentu. Demikian pula meteorologi untuk mempelajari gerak angin yang bisa dimanfaatkan, serta astronomi untuk memahami peredaran bulan dan bintang yang dapat menjadi pegangan dalam menentukan arah dalam pelayaran. Pengetahuan tradisional yang berkembang itu telah mampu memenuhi keperluan penyelenggaraan pelayaran, perdagangan antar pulau dan penangkapan ikan. Semua ini menjadi bagian dari upaya untuk mengetahui dunia kemaritiman masyarakat di kepulauan Banda. Berdasarkan pada latar masalah dan aspek-aspek kajian sejarah maritim, maka berikut ini dirumuskan permasalahan pokok dari penelitian ini adalah ; Bagaimana orang-orang Banda memanfaatkan laut dalam kaitannya dengan aspek perdagangan antar pulau, pelayaran dan teknologi penangkapan ikan ?. Untuk menjelaskan masalah itu, maka beberapa persoalan sekitar latar historis dan struktur sosial masyarakat Banda, pandangan dan pengetahuan kelautan serta faktor-faktor kondisional yang ada dan berkembang dalam perjalanan sejarah orang-orang Banda akan dikaji sebagai bagian dari studi ini. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan ilmu sejarah yakni berupaya memahami gerak perubahan dalam proses perjalanan sejarah masyarakat Banda, khususnya aspek kemaritiman (sejarah maritim). Untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan perdagangan antar pulau, pelayaran, teknologi pembuatan 31 Volume 3, Februari, 2017 PARADIGMA ISSN 2549-600X Jurnal Ilmu Pendidikan dan Humaniora STKIP Hatta-Sjahrir perahu dan teknologi penangkapan ikan dilakukan melalui observasi, wawancara mendalam, studi kepustakaan dan studi dokumen sejarah. Khusus untuk studi dokumen sejarah, penulis menggunakan tahapan-tahapan dalam penelitian sejarah yakni mulai dari heuristik, kritik (internal dan eksternal)), interpretasi dan historiografi. Sedangkan data-data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam dianalisis dengan berpedoman pada analisis interaktif, dimana proses pengumpulan data, reduksi data, sajian data dan penarikan kesimpulan/ ferifikasi dilakukan secara simultan pada saat penelitian berlangsung maupun pada saat penulisan laporan. HASIL Pelayaran Niaga Orang Banda Pala dengan fullinya (bunga pala) merupakan komuditi yang sangat dibutuhkan di pasar internasional, terutama di Eropa dan China. Akan tetapi untuk sampai ke daerah konsumen itu dibutuhkan sebuah jaringan pelayaran niaga antar pulau yang cukup panjang, disamping risiko laut yang harus dihadapi oleh para pedagang. Risiko laut yang dihadapi antara lain seperti gelombang besar yang berakibat perahu tenggelam atau terdampar, juga perompakan di laut oleh kelompok-kelompok bajak laut. Jaringan pelayaran
Details
-
File Typepdf
-
Upload Time-
-
Content LanguagesEnglish
-
Upload UserAnonymous/Not logged-in
-
File Pages21 Page
-
File Size-