Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir

Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir

Tembok Tebal, Pengusutan Pembunuhan Munir Sebuah Analisis Kebijakan Tim Imparsial September 2006 BAB I ”TEST OF OUR HISTORY” ”..... sejauh pengadilan HAM tidak becus, maka itu merupakan kepanjangan tangan masa lalu” (Munir 1965-2004) Proses pengungkapan kasus pembunuhan politik terhadap Munir berjalan kembali ke titik nol. Menjelang dua (2) tahun pasca pembunuhan politik terhadap Munir, 7 September 2004, belum terdapat titik terang yang menunjukkan motif dan para pelaku pembunuhan sebenarnya. Bahkan penyelidikan pasca berakhirnya masa kerja Tim Pencari Fakta (TPF) nyaris tidak memberikan perkembangan berarti bagi kasus tersebut. Pasca putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat 20 Desember 2005 dengan nomor 1361/Pid/B/2005/PN.Jkt.Pst, yang memutuskan hukuman 14 tahun penjara bagi Pollycarpus Budihari Priyanto, pihak terdakwa mengajukan banding. Pada 27 Maret 2006, Pengadilan Tinggi Jakarta Pusat memutuskan menerima banding yang diajukan Pollycarpus dan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yakni tetap menghukum Pollycarpus dengan 14 tahun penjara. Penyelidikan kepolisian yang setengah hati dan terkesan menemui buntu, padahal banyak informasi yang dapat ditindak lanjuti, misalnya hubungan telpon antara Muchdi, BIN, dan Pollycarpus. Pergantian pimpinan penyelidik yang sudah dilakukan sebanyak tiga (3) kali, belum memberikan perkembangan. Malah semakin berjalan lamban bila dibandingkan dengan hasil temuan dari tim penyelidik kepolisian terdahulu. Semasa hidupnya, advokasi yang dilakukan oleh Munir memang tidak pernah lepas dari persinggungan dengan pihak militer. Sewaktu Munir menangani kasus pembunuhan terhadap Marsinah, ia tidak hanya diancam oleh aparat kodam setempat (Brawijaya) tapi juga diancam akan dihilangkan nyawanya lantaran melibatkan diri dalam urusan kematian buruh pabrik di Sidoarjo tersebut.1 Bahkan, di lain kesempatan, Munir berani menantang para pelaku pelanggar HAM –terutama dari pihak militer- secara terbuka, di mana dalam sebuah aksi bersama keluarga korban di 1 Forum Keadilan,” Mantan Pedagang Melawan Kekerasan”, No. 10 Tahun VII, 24 Agustus 1998. 1 Mahkamah Agung (19/08/2004), ia menyebut pelanggar HAM sebagai ”para pengecut yang bersembunyi di balik ketek (ketiak) kekuasaan2.” Persinggungan dengan pihak militer yang cukup lama ini ini, membuat Munir begitu mengenal kelebihan dan kekurangan mereka. Dengan begitu, berbagai aktivitas dan kemampuan Munir mendapat respon dari berbagai kalangan petinggi militer, baik respon positif maupun negatif. “………..Military officers felt concerned by Munir’s sharp and unrelenting criticism, precisely because they felt that he had unrivalled knowledge of their internal doctrine and procedures. Particularly in recent years, Munir had learned the military’s vocabulary and technical code language, making it easy for him to outplay senior officers in their own domain. Some military leaders admired him for his intellect, others didn’t”3 (........pihak militer sering merasa disudutkan oleh kritik Munir yang tajam dan gencar, terutama karena mereka merasa Munir memiliki pengetahuan yang tak tertandingi mengenai berbagai diskursus dan prosedur mereka. Terlebih lagi pada tahun-tahun terakhir ini, Munir telah menguasai kosakata dan bahasa kode teknis mereka sehingga membuatnya mudah mengalahkan perwira-perwira senior dalam bidang mereka sendiri. Sebagian petinggi militer mengaguminya karena intelektualitasnya, sebagian lain tidak.) Sebagai sebuah kasus pembunuhan politik, pembunuhan terhadap Munir tidak dapat dilihat sebagai sebuah pembunuhan yang dilakukan oleh aktor tunggal, melainkan banyak aktor yang terlibat, terutama dari lawan politik yang selama ini bersinggungan dengan apa yang Munir lakukan. Bahkan aktor negara juga dapat dianggap terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, di mana dua institusinya –yakni perusahaan BUMN PT Garuda Indonesia dan Badan Intelijen Negara (BIN)- diduga terlibat dalam proses pembunuhan. Adanya temuan yang mengindikasikan keterlibatan aparat intelijen (BIN) dalam kasus pembunuhan Munir dengan ditemukannya hubungan telepon yang menghubungkan antara terdakwa dengan ruang Deputi V BIN seharusnya menjadi catatan untuk penelusuran lebih lanjut terkait keterlibatan aparat BIN dalam kasus tewasnya Munir. Terlebih lagi hasil keputusan Pengadilan mengatakan bahwa tewasnya Munir adalah bentuk kejahatan konspirasi, sehingga dalam kasus tersebut 2 Dokumentasi Imparsial, aksi keluarga korban Priok di Mahkamah Agung (19/08/2004). 3 Marcus Mietzner, Munir (1965-2004), 2004. lihat http://www.serve.com/inside/edit81/p30_munobit- .html. 2 terdakwa tidak sendirian tetapi masih ada pihak-pihak lainnya yang perlu diungkap keterlibatannya. Bahkan dalam keputusan tersebut hakim mengisyaratkan dan memandatkan polisi untuk menyelidiki mantan Deputi V BIN4. Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat di satu sisi telah memberi ruang dan langkah baru untuk proses penyelidikan terhadap pihak-pihak lain yang diduga terlibat dalam pembunuhan Munir. Namun di sisi lain hal itu tidak akan bisa diteruskan dan dilanjutkan secara efektif jika pemerintah SBY-Kalla hanya diam dan membiarkan buruknya kinerja tim kepolisian yang selama ini menangani kasus Munir. Potret Buruk Perlindungan Terhadap Pembela HAM Peristiwa pembunuhan politik terhadap Pembela HAM (Human Rights Defender) bukan merupakan kejadian yang pertama kali di Indonesia. Dalam Sejarah Indonesia pasca Orde Lama jatuh ke tangan Soeharto hingga saat ini, Pembunuhan terhadap seseorang atau kelompok tertentu yang berlawanan politik dengan pihak penguasa banyak terjadi di Indonesia. Seperti yang juga terjadi pada kasus pembunuhan Marsinah, Udin, Jafar Sidik dan lainnya. Berdasarkan monitoring Imparsial, tercatat 2 kali pembunuhan terhadap Pembela HAM pada 2003 dan 6 kali pada 2004.5 Kelompok kritis yang disebut sebagai Pembela HAM memang banyak mengkritisi aktifitas negara dan hubungannya dengan kaum industrialis yang juga ikut menentukan keberlangsungan berjalannya negara. Para pembela HAM tersebut dapat dikatakan sebagai kelompok kritis ini karena posisi mereka yang menjadi lawan politik bagi negara dan industrialis yang dikatakan sebagai kelompok establishment. Pada umumnya, pembunuhan politik menjadi sebuah modus untuk mempertahankan kekuasaan bagi kelompok establishment. Mereka dapat membungkam kelompok kritis yang menjadi lawan politik dengan berbagai cara dan biasanya dengan alasan stabilitas nasional. Tujuan dari pembunuhan politik ini adalah untuk menghentikan aktifitas yang dilakukan oleh kelompok kritis. Pembunuhan politik ini dapat dilakukan secara massive (suatu kelompok tertentu) atau perorangan 4 Putusan Perkara Pidana No: 1361/PID.B/2005/PN.JKT.PST atas nama terdakwa Pollycarpus Budihari Priyanto, 20 Desember 2005. 5 Imparsial, Perlindungan Terhadap Human Rights Defender (Hambatan dan Ancaman dalam Peraturan Perundang-undangan), November 2005. 3 yang dianggap sebagai icon dari kelompok kritis. Namun efek dari pembunuhan politik tersebut melahirkan ketakutan (culture of fear)6 bagi masyarakat luas. Bagi pelaku pelaksana (eksekutor), pembunuhan ini bertujuan untuk menghentikan aktifitas pembela HAM dalam mendorong supremasi sipil. Belum berjalannya tanggung jawab negara dalam mengungkap berbagai kasus pembunuhan terhadap Munir dan HRD lainnya menunjukkan ketidakmauan (unwillingness) dalam menegakkan hukum dan melindungi warga negaranya. Dalam kondisi ini, negara menjadi kepanjangan tangan dari kejahatan kemanusiaan itu sendiri. *** Tulisan ini mencoba meninjau lebih jauh dari sepak terjang advokasi Munir -- terutama sejak Imparsial berdiri pada 2002-- semasa ia mulai masuk dalam perlawanan terhadap kemapanan di tingkat nasional, maupun internasional. Demikian juga dengan tanggapan dari kelompok yang berlawanan dengan Munir. Patut dipahami, pembunuhan politik seperti pada Munir bukanlah merupakan yang pertama di Indonesia. Dan tindakan pembunuhan ini juga tidak lepas dengan sepak terjang Munir selama hidupnya. Sedangkan dalam konteks motif dari pembunuhan Munir, buku berjudul Bunuh Munir! : Sebuah Buku Putih (KontraS, 2006), dapat dijadikan sebagai landasan bagi para pembaca. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan bahwa kasus ini merupakan test of our history.7 Adalah ujian berat bagi negara kita di mana pemerintahnya harus membuktikan tanggungjawabnya sebagai pelindung keamanan warganegaranya, atau malah sebaliknya? Figur Munir yang merupakan wakil Human Rights Defender Indonesia, bahkan sudah dikenal oleh internasional, dapat dengan mudah dan secara gamblang dibunuh oleh bangsanya sendiri, di dalam teritorinya sendiri, di dalam maskapai penerbangan nasional kebanggaan Indonesia. Selain memberikan teror terhadap HRD secara khusus dan masyarakat sipil secara umum, pembunuhan ini juga memberikan ancaman terhadap demokrasi di Indonesia, di mana 6 Sumber http://www.elsam.or.id/more.php?id=51_0_4_0_M. Di Chili, beberapa pekan setelah KKR mengumumkan hasil kerjanya, setidaknya terjadi tiga pembunuhan politik. Di antaranya terhadap seorang senator terkemuka. Pembunuhan politik tersebut melahirkan ketakutan masyarakat luas (culture of fear). Targetnya, masyarakat berhenti membicarakan proses dan hasil kerja KKR. Agaknya, dalam kadar yang berbeda, risiko ini terjadi di mana-mana, tak terkecuali di Indonesia. 7 Diucapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat bertemu dengan Tim Pencari Fakta pada tahun 2005. Hal ini diberitakan pada Warta Berita - Radio Nederland, 20 Desember 2005. 4 Negara dalam realitasnya tidak dapat melindungi ikon dan model kebebasan berpendapat. Untuk

View Full Text

Details

  • File Type
    pdf
  • Upload Time
    -
  • Content Languages
    English
  • Upload User
    Anonymous/Not logged-in
  • File Pages
    87 Page
  • File Size
    -

Download

Channel Download Status
Express Download Enable

Copyright

We respect the copyrights and intellectual property rights of all users. All uploaded documents are either original works of the uploader or authorized works of the rightful owners.

  • Not to be reproduced or distributed without explicit permission.
  • Not used for commercial purposes outside of approved use cases.
  • Not used to infringe on the rights of the original creators.
  • If you believe any content infringes your copyright, please contact us immediately.

Support

For help with questions, suggestions, or problems, please contact us