PERKEMBANGAN KOTA TARUTUNG 1864-1942

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora Dalam Program Studi Magister Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Oleh:

PERTIWIH SIAHAAN 147050004

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

NAMA : PERTIWIH SIAHAAN

GELAR AKADEMIK : Sarjana Pendidikan

ALAMAT RUMAH : Jalan Turi Ujung No 187 Kota Medan

INSTANSI : Mahasiswa Prodi S2 Ilmu Sejarah FIB USU

ALAMAT INSTANSI : Jalan Universitas No. 19 Kampus USU Medan,

Prodi. Magister Sejarah

TELEPON : -

HANDPHONE : 085296084646

EMAIL : [email protected]

WEBSITE : -

PENDIDIKAN TERAKHIR : Strata 1 (S-1)

HASIL KARYA : -

Universitas Sumatera Utara PERKEMBANGAN KOTA TARUTUNG 1864-1942

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Humaniora Dalam Program Studi Magister Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Oleh:

PERTIWIH SIAHAAN 147050004

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU SEJARAH FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020

Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara ABSTRAK

Bagi pemerintah kolonial Belanda, pengembangan agama Kristen dengan hadirnya zending RMG di Tarutung memudahkan Belanda memperluas kekuasaannya. Misi Zending RMG melakukan pekabaran Injil di Tarutung melalui metode peningkatan pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan.. Tahun 1879 kolonial Belanda menetapkan kota Tarutung menjadi Onderafdeling Silindung sebagai pusat administrasi untuk menjalankan berbagai aktivitas pemerintah kolonial. Belanda membangun berbagai fasilitas yang berkaitan langsung untuk mendukung pemerintah seperti, pasar dengan berbagai kegiatan ekonomi, pembangunan rumah sakit, berdirinya sekolah, pembangunan jalur transportasi untuk perdagangan, dan pembangunan gereja sebagai tempat ibadah.

Penelitian tesis ini menggunakan pendekatan teori kota dan pendekatan dalam ilmu sosial. .Untuk metode penelitian, penelitian tesis ini menggunakan metode sejarah. Tahapan awal dalam penelitian ini adalah mencari data pendukung ke berbagai perpustakaan dan lembaga yang dianggap dapat menjadi sumber data dalam penelitian, misalnya ke Arsip Nasional Republik Indonesia di , Perpustakaan Tengku Luckman Sinar, Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Kota Medan, Perpustakaan Tarutung, Kantor Bupati Tarutung, Kantor Pusat Pearaja Tarutung, Perpustakaan Sekolah Tinggi Teologia Siantar, dan Perpustakaan USU. Setelah data terkumpul, tahapan selanjutnya adalah menyaring data-data yang telah didapat kemudian untuk dianalisis dan tahapan terakhir adalah tahapan penulisan tesis. Penelitian Tesis ini menjelaskan bagaimana perkembangan kota Tarutung 1864-1942. Kehadiran kolonialisme Barat dalam bentuk keagamaan, militer, administrasi dan ekonomi menjadi bagian yang mendorong perkembangan Kota Tarutung.

Kata Kunci : RMG, Belanda, Kota, dan Tarutung

Universitas Sumatera Utara ABSTRACT

For the Dutch colonial government, the expansion of Christianity with the arrival of zending RMG in Tarutung made it easier for the Dutch to expand their control. The mission of the zending RMG in Tarutung through increased services in education and health. The Dutch colonial 1879 had set the city of Tarutung into a Onder Afdeling Silindung as an administrative center for running the various activities of the colonial government. The Netherlands is constructing directly related facilities to support government, markets with various economic activities, the construction of hospitals, the establishment of schools, the construction of transportation pathways for trade, and the construction of churches as places of worship.

This thesis research used the approach to urban theory and the approach to social science. For research methods, this thesis research employed the historical method. The first stage in this study is to search backenary data to libraries and institutions that are believed to be the source of data in research, such as to the National Archives of the Republic of Indonesia in Jakarta, Tengku Luckman Sinar Library, North University Library, Medan City Library, Tarutung Library, Office Regent of Tarutung, Head Office of Pearaja Tarutung, The Theological Library of Siantar , and USU Library. After data is collected, the next stage is to sift through the data that has been acquired and then analyze and the last stage is the writing of thesis. The thesis study explained how the city of Tarutung develop 1864-1942. The presence of Western colonialism in its religious, military, administrative and economic form forms a part that encouraged the growth of the City of Tarutung.

Keywords: RMG, Netherlands, City, and Tarutung

Universitas Sumatera Utara PERNYATAAN KEASLIAN TESIS

Dengan ini saya, Pertiwih Siahaan, menyatakan bahwa tesis ini adalah asli hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan sebagai pemenuhan persyaratan untuk memperoleh gelar keserjanaan baik Strata Satu (S1), Strata Dua (S2), maupun Strata Tiga (S3) pada Universitas Sumatera Utara maupun perguruan tinggi lain.

Semua informasi yang dimuat dalam tesis ini yang berasal dari penulis lain baik yang dipublikasikan maupun tidak telah diberikan pengharagaan dengan mengutip nama sumber penulis secara benar dan semua isi dari tesis ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya pribadi sebagai penulis.

Medan, 2020 Penulis

Pertiwi Siahaan NIM.147050004

Universitas Sumatera Utara KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai dari bentuk rasa syukur atas segala kenikmatan yang telah diberikan kepada penulis.

Suatu kebahagian tersendiri bagi penulis ketika mampu menyelesaikan rangkaian penelitian dan penulisan tesisuntuk memperoleh gelar Magister Humaniora (M.Hum) di Program Studi Magister Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Adapun judul penulisan ini adalah PERKEMBANGAN KOTA TARUTUNG 1864-1942. Dalam penyelesaian tesis ini, penulis merasakan banyak memperoleh bantuan serta bimbingan yang cukup berharga dari berbagai pihak, terutama staf pengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara serta rekan-rekan yang telah banyak membantu penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari tesis ini belum sempurna, oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk penyempurnaan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca, khususnya bagi penulis sendiri.

Medan, 2020 Penulis

Pertiwih Siahaan S.Pd

Universitas Sumatera Utara

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan karunia kesehatan, kesempatan, kekuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas bantuan tenaga, pikiran, serta bimbingan yang telah diberikan dalam menyelesaikan tesis ini :

1. Bapak Dr. Budi Agustono, selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara Medan, sekaligus sebagai Pembimbing yang telah banyak

memberikan dorongan, nasehat dan motivasi kepada penulis.

2. Bapak Dr. Suprayitno, M. Hum., sebagai Ketua Program Studi Magister Ilmu

Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara sekaligus Ketua

Tim Penguji yang telah memberikan masukan.

3. Bapak Warjio, Ph.D, sebagai pembimbing kedua yang telah banyak

memberikan saran dan masukan untuk kelancaran penulisan tesis ini.

4. Ibu Lila Pelita Hati, sebagai Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Sejarah

Fakultas Ilmu Budaya Sumatera Utara sekaligus anggota Tim Penguji yang

telah memberikan nasehat dan saran terhadap tesis ini.

5. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen pada Program Studi Magister Ilmu Sejarah

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, semoga ilmu yang

diberikan dapat penulis amalkan.

Universitas Sumatera Utara 6. Jajaran Staf Akademik dan Pegawai di Fakultas Ilmu Budaya maupun

Program Studi Magister Ilmu Budaya Fakultas Ilmu Budaya Universitas

Sumatera Utara, yang telah memberikan fasilitas dan informasi kepada

penulis, khususnya Kak Lyly dan Kak Tapi.

7. Tidak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih kepada Arsip Nasional

Republik Indonesia (ANRI), Perpustakaan Daerah Sumatera Utara, Pusat

Dokumentasi dan Informasi Tarutung, Perpustakaan USU, Perpustakaan

Nasional Republik Indonesia yang telah bersedia memberikan informasi dan

data-data untuk penulisan tesis ini.

8. Terima kasih juga penulis hanturkan kepada seluruh narasumber dalam

penulisan tesis ini yang telah berkenan membantu penulis menyelesaikan

tesis ini.

9. Kepada sahabatku Marlina, dan Hairul dan seluruh kawan-kawan

Mahasiswa/i Program Studi Magister Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya

Universitas Sumatera Utara Medan.

10. Akhirnya, penulis ucapkan rasa terima kasih yang tiada kira dan rasa sayang

kepada kepada orang tua Ny.Siahaan /Rustina Gultom, dan adik-adik penulis,

Perida Siahaan, Lamhot Siahaan, Fernando Siahaan, Mariana Hutahaean,

Marta Gultom. Berkat dukungan materil dan moril yang mereka berikan

sehingga penulis mampu menyelesaikan tesis ini.

Universitas Sumatera Utara

Penulis mengucapkan terima kasih banyak atas segala kontribusi yang diberikan dari semua pihak baik yang sudah disebutkan maupun yang belum, tak sempat tersebutkan karena adanya keterbatasan. Semoga kebaikan saudara- saudariku yang telah penulis terima sampai saat ini dapat terbalaskan oleh Tuhan

Yang Maha Kuasa.

Medan, Penulis

Pertiwih Siahaan

Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i LEMBAR PENGESAHAN ...... ii ABSTRAK ...... v ABSTRAK ...... vi PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...... vii KATA PENGANTAR ...... viii UCAPAN TERIMAKASIH...... ix DAFTAR ISI ...... xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ...... 1 1.2 Rumusan Masalah ...... 15 1.3 Fokus Penelitian ...... 15 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ...... 16 1.5 Tinjauan Pustaka ...... 17 1.6 Teori dan Kerangka Konseptual ...... 22 1.7 Metode Penelitian ...... 29 1.8 Sistematika Penelitian ...... 33

BAB II TARUTUNG SEBELUM MASUKNYA BELANDA 2.1 Kondisi Geografis dan Demografi ...... 35 2.2 Kehidupan Sosial Masyarakat Tarutung ...... 43 2.3 Kondisi Ekonomi Masyarakat Tarutung ...... 52 2.4 Sistem Pemerintahan Tradisional Masyarakat Toba ...... 56

BAB III PERKEMBANGAN KOTA TARUTUNG 3.1 Terbentuknya Kota Tarutung ...... 62 3.2 Tarutung Pusat Pemerintahan Kolonial Belanda...... 66

Universitas Sumatera Utara 3.3 Kedatangan Zending di Tarutung ...... 74

BAB IV PEMBANGUNAN FISIK SETELAH TERBENTUKNYA TARUTUNG SEBAGAI KOTA 4.1 Pasar Tarutung ...... 92 4.2 Pembangunan Sekolah-Sekolah di Tarutung ...... 97 4.3 Terbukanya Jalur Transportasi ...... 105

BAB V KESIMPULAN ...... 110 DAFTAR PUSTAKA ...... 113 LAMPIRAN ...... 117

Universitas Sumatera Utara BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Alur dari perkembangan kota menurut pemikiran evolusionis dari E.E

Bergel, bahwa kota pada awalnya adalah sebuah desa yang mengalami perubahan terus-menerus sehingga menjadi sebuah kota, maka pada hakikatnya seluruh wilayah di dunia ini terus-menerus mengalami perubahan. Desa-desa akan berubah menjadi kota kecil1,kota kecil akan berubah menjadi kota sedang, kota sedang akan berubah menjadi kota besar kota besar akan berubah menjadi metropolis ‘kota yang amat besar’, dan metropolis akan berubah menjadi megapolis ‘kota yang super besar’.2

Pertumbuhan dan berkembangnya suatu kota dengan kota yang lain dapat dikatakan berbeda-beda. Claessen dan Skalnik berpendapat bahwa pada dasarnya latar belakang munculnya suatu kota terbagi atas dua model pembentukan kota yaitu:

(1) kota yang terbentuk dari unit yang lebih kecil misalnya dari sebuah kampung, desa, atau gabungan dari beberapa desa, dan (2) kota yang terbentuk dengan

1S.Menno dan Mustamin Alwi, Antropologi Perkotaan, Jakarta: Rajawali Pers, 1992, hlm. 24. Kri teriakota kecil adalah kota yang berpenduduk kurang dari 100.000 orang, kota sedang adalah kota yang berpenduduk kurang dari 500.000 jiwa sedangkan kota besar adalah kota yang yang berpenduduk di atas 500.000 sampai 2.000.000 orang sedangkan Kriteria tersebut digunakan untuk menggolongkan kota secara administratif, antara kota besar dan kota kecil.

2Purnawan Basundoro, Sejarah Kota, Yogyakarta:Ombak, 2012, hlm.1.

Universitas Sumatera Utara rancangan serta perencanaan dari awal3, akan tetapi perkembangan setiap kota kemudian memiliki perencanaan dan skenario masing-masing.

Faktor-faktor ekonomi, sosial, teknologi dan politik juga sering dianggap mendasari tumbuhnya suatu kota. Oleh karena itu dalam berbagai definisi tentang kota tercakup unsur-unsur keluasan atau wilayah, kepadatan penduduk, kemajemukan sosial, pasar, dan sumber kehidupan, fungsi administratif, dan unsur- unsur budaya yang membedakan kelompok sosial di luar kota4.

Secara umum pembabakan sejarah kota-kota yang terletak di negara yang dijajah, dikaitkan dengan era kolonial. Pembabakannya adalah sebagai berikut : era kota tradisional (atau sering disebut kota prakolonial), era kota kolonial, dan era kota pascakolonial.5

Kota tradisional adalah perkembangan kota ketika berada di bawah kekuasaan penguasa-penguasa lokal, seperti raja dan bupati, sebelum kedatangan bangsa penjajah di kawasan tersebut. Kemunculan kota-kota baru juga terlihat pada

3Claessen & Skalnik, The Early State, Den Haag: The Hague, 1984. Lihat Rifki Firdaus, Perkembangan Kota Padang 1870-1945, Skripsi Sarjana, Depok: Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, 2010, hlm. 2.

4Jones Emrys,Towns and Cities. London: OxfordUniversity,1966, hlm.1- 8.lihat juga Rifki Firdaus, Perkembangan Kota Padang 1870-1945,Skripsi Sarjana, Depok : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, 2010, hlm. 3.

5Purnawan Basundoro, op.,cit, hlm.7.

Universitas Sumatera Utara periode kolonial, yaitu ketika kota-kota berada di bawah kendali pemerintahan kolonial atau pemerintah jajahan.6

Salah satu ciri utama kota kolonial adalah suatu kota yang dirancang dan dibangun oleh orang-orang Belanda, sehingga bentuk fisiknya juga disesuaikan dengan kepentingan, kebutuhan, dan selera orang-orang Belanda yang berasal dari

Eropa. Di samping itu, kota-kota kolonial juga menjadi pusat pemerintahan penjajahan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat lokal. Kota pascakolonial adalah kota-kota setelah ditinggalkan oleh penjajah Belanda dan Jepang.7

Berdirinya suatu kota tidak bisa dilepaskan dengan proses terbentuknya permukiman-permukiman awal di berbagai tempat. Permukiman- permukiman ini ada yang menjadi kota, dengan berbagai dorongan dari unsur-unsur eksternal, tetapi ada juga yang tidak. Untuk mengetahui suatu masyarakat yang memiliki tradisi permukiman desa atau kota, bisa ditelusuri dari konsep-konsep hunian pemukiman nya seperti yang ada di beberapa daerah.8

Padang dulunya dihuni oleh perantau Minangkabau. Orang Minangkabau berasal dari dataran tinggi yang turun ke daerah pesisir kemudian mendirikan desa- desa baru (nagari). Sebagian besar Nagari Padang masih berbentuk daerah pedesaan. Perkampungan tradisional Minangkabau adalah desa, nagari, dan gagasan kota adalah konsep asing. Pusat Nagari adalah mesjid atau balai adat,

6Ibid.,hlm.8.

7Ibid.,hlm.9.

8Purnawan Basundoro, op.,cit, hlm. 25-26.

Universitas Sumatera Utara sedangkan pusat kota terdiri dari benteng penjajahan Belanda dan pasar.

Permukiman urban belum sampai terjadi secara sempurna meskipun Minangkabau sejak abad ke 14 (1347) sudah ada kesultanan yang dipimpin Sri Maharajo Dirajo yang berkedudukan di Pariaman. Kota sebagai permukiman yang terkonsentrasi dengan pusat kekuasaan feodal tidak dibina dalam tradisi Minangkabau. Kota-kota di Minangkabau berkembang lebih disebabkan karena faktor-faktor eksternal seperti penjajahan.9

Di Palembang konsep awal tentang kota tercermin dalam konsep negara.

Konsep Negara yang dimulai dengan pendirian kompleks keraton atau kediaman penguasa berada dalam titik lingkaran inti yang disebut negara. Kota Palembang pada masa kesultanan tidak berbeda jauh dengan kota-kota di Jawa. Keraton ditempatkan sebagai pusat kota, oleh karena itu, bagi Pemerintah Belanda ketika menduduki Palembang, keraton sebagai pusat kota dijadikan model awal mereka membangun kantor komisaris dan gedung dewan, pusat pemerintahan, administrasi dan ekonomi Belanda untuk membentuk citra kolonialnya.10

Kota hingga akhirnya berkembang karena menjadi pusat pemerintahan, sehingga dalam struktur pemerintahan kota kecil biasanya merupakan ibukota kecamatan atau ibu kota kabupaten. Setingkat lebih tinggi adalah kota otonom, yang

9Feek Colombijn, Paco-Paco (Kota) Padang: Sejarah Sebuah Kota di Indonesia pada abad ke-20 dan Penggunaan uang Kota, Yogyakarta: Ombak, 2006, hlm. 56.

10Dedi Irwanto M Santun, Venesia dari Timur: Memaknai Produksi dan Reproduksi Simbolik Kota Palembang dari Kolonial Sampai Pascakolonial, Yogyakarta: Omabak, 2011, hlm. 4.

Universitas Sumatera Utara masa lalu dikenal dengan istilah kotamadya atau kotapraja. Sebagian kotamadya ada yang berkedudukan sebagai ibu kota provinsi, bahkan hampir semua ibu kota provinsi berstatus sebagai kotamadya.11

Kota dapat dipandang sebagai suatu ruang yang digunakan untuk dan dihasilkan oleh manusia. Diantara kota-kota yang tersebar di kepulauan Nusantara dikenal adanya kota Tarutung. Latar belakang munculnya kota Tarutung apabila dikaitkan dengan tentang konsep pembentukan kota menurut Claessen dan Skalnik dapat dikaitkan dengan model pertama. Kota terbentuk dari unit yang lebih kecil dari sebuah kampung, desa, atau gabungan dari beberapa desa. Kota Tarutung pun pada mulanya adalah sebuah kampung kecil yang dihuni oleh masyarakat Batak-

Toba.

Terletak ditimur rura Silindung pemukiman kampung Tarutung berkembang sesuai dengan pola pendirian huta pada masyarakat Batak-Toba. Rura

Silindung atau Lembah Silindung merupakan sebuah lembah subur yang memiliki luas 400 kilometer persegi dan terletak di ketinggian 900 meter.12 Dikelilingi bukit dan gunung diapit oleh Bukit Siatas Barita di sebelah Timur dan Gunung

Martimbang di sebelah Barat, dialiri dua sungai yaitu sungai Sigeaon dan Sungai

Situmandi yang menjadi satu di daerah Husor menjadi sungai Batang Toru.13

11Purnawan Basundoro,op.,cit, hlm.28.

12R.Kurris, Pelangi di Bukit Barisan, Yogyakarta:Kanisius, 2006, hlm. 16. 13Patar M.Pasaribu, Dr.Ingwer Ludwig Nommensen Apostel Di Tanah Batak, Medan:Universitas HKBP Nommensen, 2005, hlm. 94.

Universitas Sumatera Utara Perkampungan tradisional Batak-Toba itu dibangun dengan benteng-benteng yang dapat melindungi mereka dari serangan dari luar. Kampung (huta) dikelilingi oleh oleh tembok yang tinggi dan tebal yang ditumbuhi oleh bambu berduri, dan untuk jalan masuk dan keluar perkampungan melalui gang yang sempit.14

Disamping itu, tembok dan bambu juga berfungsi untuk menstabilkan suhu udara di dalam desa agar tetap hangat dan melindungi huta dari serangan angin kencang dan dingin serta serangan angin kiriman musuh berupa guna-guna, tenung, racun serta penyakit yang aneh. Parit atau sungai kecil juga seringkali dibuat mengelilingi huta sekaligus mempersulit musuh dalam meyerang.15

Vergouwen juga secara jelas melukiskan bagaimana keadaan dan suasana di tanah Batak-Toba. Huta Batak-Toba dikelilingi parik (tembok terbuat dari tanah atau batu) yang tingginya sampai 2 meter dan lebar 1 meter. Kalau terbuat dari tanah, maka diatasnya ditanami bambu duri. Kalau dari batu maka di bagian luar parik di tanami juga bambu duri. Gunanya sebagai benteng, melindungi huta dari serangan musuh.16

14Gomar Gultom, dkk., Menggapai gereja Inklusif: Bunga Rampai Penghargaan atas Pengabdian Pdt Dr JH Hutauruk. Tarutung: Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung, 2004, hlm. 8. 15Bungaran Antonius Simanjuntak, Struktur Politik Huta Batak Toba, Medan: Laporan Penelitian, IDKD Depdikbus, S.U. 1980. 16Vergouwen, The Social Organisation and Customary Law of the Toba-Batak of Northern Sumatra, Martinus Nilhoff, The Haque, 1964, hlm. 105.

Universitas Sumatera Utara Pemimpin huta yang disebut raja17ni huta adalah pendiri kampung atau para keturunannya.18 Pemimpin huta ini bertugas mengelola kampung, menegakan hukum, adat, ketertiban dan disiplin serta bertanggung jawab atas pemeliharaan pelataran kampung, dan temboknya. Ia juga mengatur agar baris rumah-rumah lurus.19 Batak-Toba memiliki sejumlah persyaratan agar suatu ruang wilayah dapat menjadi pemukiman. Persyaratan-persyaratan tersebut berkaitan dengan jalan pikirin magis nenek moyang mereka. Akan tetapi, jalan pikiran magistik itu selalu dikaitkan dengan kesejahteraan, kesehatan, keturunan, dan keamanan. Tempat yang baik untuk permukiman adalah di kaki gunung, baik di sisi kiri maupun kanan.20 Munculnya mitos-mitos dalam proses pendirian kota pada periode kota tradisional sebenarnya merupakan cerminan ketidakberdayaan pikiran manusia pada waktu itu untuk menerjemahkan situasi disekeliling mereka dengan nalar yang rasional. Hampir

17Pada masa silam di lingkungan masyarakat Batak dikenal dua macam raja yaitu pemimpin kerohanian dan raja duniawi.Meskipun mereka disebut raja, tetapi kekuasaannya tidak seperti raja yang dikenal di Jawa atau Inggris maupun negeri Belanda.Mereka lebih tepat dikatakan sebagai pemimpin atau ketua. Istilah raja digunakan juga dalam acara adat, misalnya raja ni hula-hula yaitu sebutan untuk mereka yang termasuk kelompok marga dari mana mempelai wanita berasal. Raja Parhata adalah mereka yang biasanya menjadi juru bicara, raja ni boru yaitu kelompok marga dari suami si wanita. Sebutan raja yang lazim digunakan pada waktu acara adat atau dalam hubungan kekerabatan, sebenarnya adalah panggilan untuk menghormati seseorang atau satu golongan. Lihat Bisuk Siahaan, Batak Toba : Kehidupan di Balik Tembok Bambu, Jakarta: Penerbit Kempala Foundation, 2005, hlm. 225-226. 18Lance Castles, Kehidupan Politik Suatu Keresidenan Di Sumatra Tapanuli1915-1940, Jakarta: KPG, 2001, hlm.6.

19Vergouwen, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, Yogyakarta : LkiS Pelangi Aksara, 2004, hlm. 142.

20Bungaran Antonius Simanjuntak ,Konflik Status Dan Kekuasaan Orang Batak Toba, Jakarta :Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2011, hlm. 93.

Universitas Sumatera Utara semua lokasi pendirian kota pada awalnya merupakan kawasan kosong, hutan- hutan atau tanah yang berawa-rawa.21

Dalam kamus bahasa Batak, Tarutung mempunyai arti sebagai buah durian.22 Masyarakat Tarutung meyakini latar belakang dari nama Tarutung berawal dari sebuah pohon durian (Bona ni Tarutung) yang tumbuh di tengah kota tersebut. Perkampungan Tarutung dijadikan pusat kegiatan transaksi perdagangan sekitar tahun 1800an yang dilakukan dengan penduduk setempat atau juga dengan pendatang dari daerah lain yang menjualkan hasil alamnya di pasar Tarutung , selain itu pendatang dari wilayah lain seperti wilayah Barus mengunjungi kampung

Tarutung untuk membeli kemenyan.23

Dilokasi pohon tersebut, lama kelamaan berkembang dan dijadikan sebagai pusat pertemuan oleh penduduk Tarutung. Di samping lokasinya yang strategis juga cukup mudah untuk diketahui dan di ingat, karena satu-satunya pohon yang paling tinggi dan rindang pada masa itu, sehingga dapat dijadikan sebuah patokan untuk pertemuan.24

Kegiatan aktivitas perdagangan penduduk mulai berkembang dan dilakukan di Onan. Onan atau pasar adalah pusat tukar-menukar barang sekaligus hari

21Purnawan Basundoro, op.,cit, hlm. 51.

22J.P. Sarumpaet, Kamus batak, Jakarta: Erlangga, 1994, hlm, 30

23Memorie van Overgave, van den Controleur klas V. Steinbuch, Controlear der Hoogvlakte van Toba van 28 April 1928- 2 Maart 1931bundel serie 2E dan Serie 3E, hlm 48.

24Jubil Raplan Hutauruk, op.,cit, 2011, hlm. 265.

Universitas Sumatera Utara pertemuan para raja untuk memutuskan berbagai perkara.25 Onan

Sitahuru,Tarutung merupakan sebuah perkampungan yang berpusat dibawah sebuah pohon durian, yang merupakan tempat transaksi pasar tradisional dilakukan dengan sistem barter atau pertukaran barang.26 Orang-orang dari daerah Silindung,

Humbang, Samosir, Toba, Dairi, termasuk dari arah selatan seperti Pahae, Sipirok maupun sekitar Sibolga dan Barus berkunjung ke pasar tersebut untuk melakukan transaksi dagang. Untuk bisa tiba di kampung Tarutung para pedagang garam dari

Sibolga membawa dagangan nya dengan menelusuri jalan selama dua hari masyarakat perlu melewati jalan-jalan setapak ditengah hutan dan bukit serta sungai yang merupakan jalur jalan yang menghubungkan ke lembah Silindung,Tarutung.27

Kampung Tarutung berkembang menjadi pusat perdagangan dan berkumpulnya masyarakat dari berbagai wilayah di tanah Batak selain untuk tempat mendagangkan hasil alam juga dijadikan menjadi pusat pertemuan oleh setiap raja- raja untuk berkumpul menyelesaikan masalah yang terjadi di kampung tersebut.

Perdagangan pada masa itu masih dominan menggunakan sistem barter yaitu pertukaran barang antar sesama pedagang. Komoditi barang kebutuhan sehari-hari seperti bahan pangan, ternak, ikan asin, garam, beras, tembakau, umbi-umbian,

25Jubil Hutauruk,Lahir, Berakar dan Bertumbuh di dalam Kristus. Sejarah 150 tahun HKBP, Tarutung: Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung, 2011, op.cit.,hlm. 27.

26Jubil Hutauruk, Sejarah Pelayanan Diakonal di Tanah Batak (1857- 2011), Pematang Siantar: Unit usaha Percetakan HKBP, 2009, hlm 17.

27Jubil Raplan Hutauruk,2011, loc.cit.

Universitas Sumatera Utara termasuk juga komoditi ekspor saat itu seperti kemenyan yang banyak dipasok dari kawasan Humbang, Pahae, dan Silindung.

Kegiatan di atas menunjukkan bahwa kota-kota tradisional berdiri dengan sebuah perencanaan yang teratur dengan syarat-syarat tertentu seperti berdirinya alun-alun, pasar dan tembok atau pagar keliling (benteng).28 Keberadaan tembok dan terbukanya pasar di Tarutung yang dijadikan sebagai pusat pertemuan dari berbagai kampung di wilayah Batak-Toba merupakan salah satu ciri kota-kota tradisional.

Dalam perkembangannya kota Tarutung, mucullah kolonialisme Eropa dengan kota kolonial yang dibangun oleh para pendatang dari Eropa dan kemudian berkembang menjadi pusat pemerintahan jajahan.29 Pada tahun 1861, zending

Rheinische Missions-Gesellschaft (RMG) sebuah misi Jerman yang berpusat di

Barmen, di daerah Rheinland mulai masuk ke Tarutung.30 Para misionaris telah menargetkan daerah Tanah Batak-Toba yang padat penduduknya sebagai wilayah penginjilan. Zending RMG kemudian membuka penginjilan baru di Sumatera yang dinamakan Battakmision atau Mission-Batak.31 Misi zending mulai masuk dan

28Purnawan Basundoro,osp.,cit, hlm. 45.

29Jean Gelman Taylor, Kehidupan Sosial di Batavia, Jakarta: Masup Jakarta, 2009, hlm. 59.

30Daniel Perret, Kolonialisme dan Etnisitas. Batak dan Melayu di Sumatra Timur Laut, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2010, hlm. 178.

31Jubil Raplan Hutauruk,op.,cit,2001,hlm. 4.

Universitas Sumatera Utara perlahan-lahan mulai mengubah system adat dan kehidupan penduduk kota

Tarutung.

Peningkatan pelayanan yang dilakukan para zending antara lain di bidang pendidikan dengan membangun sekolah dan mengajarkan anak-anak belajar. Sistem pendidikan menjadi sarana stratifikasi sosial yang membuka peluang terutama pada golongan rendah seperti hatoban (budak). Masyarakat melihat bahwa pendidikan membuka kesempatan bagi anak-anak mereka untuk menjadi guru ataupun pegawai pemerintah, kedudukan yang menurut mereka jauh lebih terhormat dari sekedar pekerja kasar (petani). Selain itu, layanan kesehatan dengan mendirikan klinik mengobati masyarakat yang sakit untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.32

Berlangsungnya berbagai aktivitas di Tarutung juga membuat tumbuhnya sarana yang menguntungkan sehingga terbentuk menjadi sebuah kota baru serta mempunyai berbagai fasilitas seperti sekolah dan klinik, yang dihasilkan dari aktivitas para zending.

Mengikuti jejak misionaris RMG, Belanda tahun 1872 berhasil memasuki wilayah pedalaman, yang datang dari arah Sibolga menuju Tarutung untuk memperluas wilayah kekuasaannya di Tanah Batak.33 Bagi pemerintah kolonial

Belanda, pengembangan agama Kristen oleh zending akan memudahkan Belanda memperluas kekuasaannya di wilayah Tanah Batak. Belanda mulai bergerak

32Uli Kozok, Utusan Damai di Kemelut Perang Peran Zending dalam Perang Toba. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010, hlm. 33.

33Daniel Perret, op.,cit, hlm. 240.

Universitas Sumatera Utara mengembangkan wilayah yang benar-benar dikuasainya. Distrik Batak telah diresmikan pembentukannya pada tahun 1883, namun secara de facto belum semua tanah Batak dapat dikuasai. Sebagian besar masih merdeka atau masih dibawah pengaruh Raja Sisingamangaraja XII.34

Penguasaan Belanda secara aktif ketika pada tahun 1879 kota Tarutung ditetapkan sebagai tempat controleur Onderafdeling Silindung.35 Belanda mulai gencar melakukan “provokasi” dengan memasukkan wilayah tepi selatan danau

Toba dalam bagian kekuasaan pemerintah kolonial. Atas perintah Residen Boyle dari Sibolga dikirimlah Kontrelir Howel didampingi oleh Kapten Scheltens untuk mengontrol wilayah kekuasaan baru di Tarutung.36 Penguasaan wilayah tanah Batak yang dilakukan Belanda ternyata membuat Sisingamangaraja XII, yang merupakan penguasa atas wilayah tanah Batak menjadi marah dan tidak menerima pendudukan

Belanda. Oleh sebab itu, ia memerintahkan para pejuangnya untuk menyerang sebagai upaya untuk menunjukkan perlawanan rakyat terhadap keberadaan pasukan

Belanda. Tindakan penyerangan yang dilakukan oleh Sisingamangaraja XII ternyata membuat Belanda khawatir, sehingga memutuskan untuk melakukan pengejaran terhadapnya sampai ke daerah Bakara.37

34Bungaran Antonius Simanjuntak, 2011,op.,cit, hlm. 69.

35Staatsblad van Nederlands Indie1879 Nomor. 353

36O.L Napitupulu, Perang Batak Perang Sisingamangaraja, Jakarta: Yayasan Pahlawan Nasional Sisingamangaraja, 1972, hlm. 130.

37 Daniel Perret, op.,cit, hlm. 239.

Universitas Sumatera Utara Untuk mempertahankan wilayah kekuasaan Belanda dari penyerangan

Sisingamangaraja XII, didirikanlah bangunan pertahanan markas pimpinan militer di kota Tarutung. Kota Tarutung terletak di lembah rura Silindung dan merupakan jalur persimpangan jalan menuju wilayah di tanah Batak seperti Sibolga, Sipaholon,

Siborong-borong, dan Pahae38 dan menjadi lokasi yang strategis untuk menjadi pusat markas pertahanan melancarkan serangan-serangan keberbagai wilayah yang dikuasai Sisingamangaraja XII. Markas militer ini juga menjadi tempat penyuplai berupa bantuan perlengkapan persenjataan dari Residen Boyle di Sibolga.39 Maka pada tahun 1890 kemudian meningkatkan status wilayah Silindung dan Toba menjadi Afdeeling Silindung en Toba40 yang berkedudukan di Tarutung yang dipimpin oleh seorang asisten residen.

Dengan status Afdeeling Silindung maka Tarutung mulai berkembang menjadi kota. Banyak perubahan fisik yang terjadi dalam geografi akibat usaha pembangunan pra-sarana militer dan ekonomi kolonial. Pemerintah Belanda membangun tata pemerintahan nya dan beragam sarana penunjang, antara lain bangunan perkantoran, jalan, irigasi, dan lain-lain.41

38Gusti Asnan, Dunia Maritim pantai Barat Sumatera, Yogyakarta : Ombak, 2007, hlm. 326.

39O.L.Napitupulu, op.,cit, hlm.150.

40Staatsblad van Nederlands Indie1890 Nomor. 91

41Ibid.,hlm. 26-27.

Universitas Sumatera Utara Pada tahun 1917 Belanda membangun jalan dari Parapat menuju Tarutung, yang sejak 1915 telah dihubungkan dengan Teluk Tapiannauli Sibolga. Mulailah tahun 1920 daerah sekitar Danau Toba terbuka untuk lalulintas dengan pengangkutan bus.42 Sarana lalulintas yang baru sangat memudahkan perdagangan.43

Masuknya kolonial Belanda turut mempengaruhi budaya dan sosial masyarakat Tarutung. Berdasarkan uraian di atas, terlihat bahwa telah terjadi perkembangan kota Tarutung. Kota Tarutung, yang pada awalnya sebuah perkampungan (huta) dengan adanya benteng-benteng, kemudian oleh pemerintah kolonial Belanda menjadikan Tarutung sebagai pusat pemerintahan sipil dan militer.44 Pembangunan dan peningkatan prasarana selama masa pemerintahan

Belanda ditingkatkan untuk kepentingan penjajah. Selain itu perkembangan dalam masyarakat Tarutung juga terjadi perkembangan fisik bangunan yang semakin meningkat.

42Sitor Situmorang, 1993,op.cit., hlm. 22.

43Pertemuan penduduk Tanah Batak dan orang luar hanya terbatas di pelabuhan-pelabuhan di Baros, Sibolga, Natal dan Batangonang. Pertemuan- pertemuan tersebut dalam rangka transaksi dagang. Dari penduduk Batak menjual emas, kemenyan, benzoin, kulit manis dan lainnya. Dari luar didagangkan batangan besi, kain, garam dan lainnya. Jalan-jalan setapak antar huta ini semakin berkembang seiring dengan semakin intensnya system pertukaran dan munculnya pedagang antar huta atau pedagang lintas huta. Para pedagang lintas huta inilah yang menjadi penghubung dalam transaksi dagang di pelabuhan-pelabuhan.

44R. Kurris, op.cit., hlm. 16.

Universitas Sumatera Utara Perkembangan yang terjadi membuat kota Tarutung semakin berkembang dengan unsur budaya tradisional yang masih tetap ada. Kegiatan pembangunan fisik di Tarutung menjadi salah satu faktor berkembangnya kota Tarutung. Hal tersebut merupakan kajian menarik untuk ditelusuri lebih mendalam. Mengamati perkembangan kota Tarutung terkhususnya setelah terbukanya Toba oleh jalan raya yang pada akhirnya memperlancar perubahan orientasi dibidang geografi dan sosial- budaya masyarakatnya. Dari latar belakang yang telah diuraikan , adapun permasalahan yang akan diungkap dalam tulisan ini adalah sebagai berikut :

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana Tarutung sebelum masuknya Belanda ?

2. Bagaimana Perkembangan Tarutung menjadi kota ?

3. Bagaimana perkembangan fisik setelah terbentuknya Tarutung menjadi

kota ?

1.3 Fokus Penelitian

Aspek permasalahan dan kajian sejarah kota sangat kompleks. Kota

Tarutung ini mulai mengalami perkembangan baik dari segi sosial, ekonomi dan budaya bahkan dalam hal pembangunan komponen fisik (pos zending, sekolah, rumah sakit, jalur transportasi, pasar). Perkembangan yang terjadi pada masyarakat

Batak Toba adalah bagian dari sebuah proses difusi yang membawa perubahan- perubahan dengan meminjam budaya asing.

Adapun scope temporal yang diambil dalam penelitian ini adalah dari tahun 1864 sampai 1942. Penentuan tahun 1864 karena didasarkan pada

Universitas Sumatera Utara masuknya para missionaris dan kedatangan Belanda yang mulai membangun infrastuktur Tarutung. Tahun 1942 dipilih sebagai batas akhir penulisan dilandasi dengan alasan bahwa pada tahun tersebut merupakan tahun berakhirnya masa penjajahan Belanda yang kemudian diganti oleh pendudukan Jepang. Dengan berakhirnya penjajahan, di kota Tarutung maka semestinya kebijakan mengenai pemerintahan yang dikeluarkan oleh bangsa penjajah tidak berlaku lagi dan digantikan oleh kebijakan dari pemerintah Indonesia. Pembandingan antara masa penjajahan dan kemerdekaan menjadi hal yang menarik untuk melihat perkembangan Tarutung masa itu. Pusat perhatian penelitian ini bukan pada pengguna ruang itu sendiri, melainkan pada cara manusia mengubah penggunaannya, yang pada akhirnya membentuk kota.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian sejarah ini dimaksudkan dalam rangka :

1. Menganalisis Tarutung sebelum masuknya Belanda

2. Mengetahui perkembangan Tarutung menjadi kota.

3. Menganalisis pembangunan fisik setelah terbentuknya Tarutung sebagai

kota.

Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini antara lain :

1. Untuk menambah pengetahuan tentang Tarutung sebelum masuknya

Belanda

Universitas Sumatera Utara 2. Memperkaya khasanah dan melengkapi kajian tentang sejarah lokal di

Tarutung serta aspek-aspek yang mempengaruhi dinamika era kolonial

Belanda yang menjadikan Tarutung menjadi kota.

3. Mengungkap sejarah lokal Tarutung, khususnya dalam menganalisis

pembangunan fisik setelah terbentuknya Tarutung sebagai kota.

1.5 Tinjauan Pustaka

Sebagai sebuah ilmu yang mempelajari masa lampau umat manusia, maka studi sejarah Kota Tarutung menggunakan rekaman peristiwa masa lalu sebagai sumber dokumen yang akan diteliti. Penelitian ini merujuk pada sejumlah buku utama yang isi pembahasannya sangat berkaitan dengan topik yang tengah dikaji.

Karya Purnawan Basundoro45 dalam bukunya membahas tentang Sejarah Kota banyak membantu penulis dalam membandingkan perkembangan kota-kota di

Indonesia. Munculnya kolonialisme Eropa di Indonesia menjadi benih munculnya kota kolonial di Indonesia, mereka mengembangkan kota-kota yang di datangi. Kota kolonial berlanjut dengan berkembangnya menjadi pusat pemerintahan penjajahan dan juga dijadikan sebagai kota dagang yang menjadi tujuan awal pendatang Eropa.

Adanya intervensi orang kolonial pada pembangunan kota ini, kemudian dibarengi untuk memenuhi kebutuhan mereka tentang sarana dan prasarana dalam menjalankan kehidupannya di kota jajahannya. Adanya akses jalan jalan utama yang menghubungkan ke pusat kota. Sarana-sarana seperti gedung pemerintahan,

45Purnawan Basundoro, Sejarah Kota,Yogyakarta:Ombak, 2012.

Universitas Sumatera Utara gedung perusahaan, sekolah, gereja, landmark monumen dan juga adanya sarana transportasi seperti pelabuhan, kereta api, dan trem untuk menjalankan kehidupan sosial dan ekonomi mereka. Orang-orang Belanda melakukan pembangunan itu juga mengharapkan kota tersebut dapat menghasilkan penataan kota yang teratur, arus lalu lintas yang nyaman, lingkungan yang sehat. Terlihat dari ciri-ciri fisik kota kolonial, yakni pemukiman yang sudah stabil, terdapat garnisun dan pemukiman pedagang yang merupakan tempat kontak dagang, serta tempat penguasa-penguasa kolonial dapat menyelenggarakan perjanjian dagang dengan penguasa-penguasa pribumi. Terjadi perubahan pada kota-kota di Indonesia pada masa kolonial yakni menjadi ibu kota pemerintahan tradisional setempat. Sistem pemerintahan kolonial menggunakan struktur pemerintahan tradisional, menggunakan kota-kota yang ada sebagai ibu kota pemerintahan secara berjenjang pula. Terdapat kota otonom yang memiliki pemerintahan sendiri terpisah dengan pemerintah pusat namun masih bertanggung jawab pada pemerintah pusat. Kota-kota besar dijadikan gemeente dan sebagian besar menjadi ibu kota Keresidenan.

Buku Paco-Paco Kota Padang Sejarah sebuah kota di Indonesia abad ke-

20 dan Penggunaan Ruang Kota46, karya Freek Colombijn ditulis sekitar tahun

1990-an kemudian buku ini diterjemahkan oleh tim BWSB. Pengaturan pemerintah kolonial terutama sejak status Gemeente diberikan kepada Kota Padang sekitar tahun 1906 membentuk dan mengatur penataan pada ruas-ruas jalan utama kota, mulai menguasai sektor-sektor produktif di kawasan perkotaan seperti pasar,

46Freek. Colombijin, Paco-Paco Kota Padang, Yogyakarta: Ombak, 2006.

Universitas Sumatera Utara penyediaan air bersih, listrik dan telepon. Sementara daerah-daerah yang dibelakangnya seperti kampung-kampung pribumi kurang ditata atau diperhatikan.

Transformasi simbolik ruang kota mengindikasikan terjadinya pergeseran mengisi pemanfaatan ruang kota. Memahami sejarah kota, mencermati setiap tahap perkembangannya, berguna untuk membuat sejarah masa depan kota agar lebih baik.

Buku Venesia Dari Timur : Memaknai Produksi Dan Reproduksi Simbolik

Kota Palembang dari Kolonial Sampai Pascakolonial47,karya Dedi irwanto

Muhammad Santun merupakan studi komprehensif tentang munculnya konstruksi fisik atas Kota Palembang. Berakhirnya masa Kesultanan Palembang dan mulainya kekuasaan kolonial Belanda menandai perubahan wajah Kota Palembang. Kota air pada masa kesultanan, dirombak sedemikian rupa untuk menjadi kota daratan pada masa kolonial. Mula-mula pergantian fisik ini masuk dalam wilayah politik, Banteng

Kuto Besak, sebuah keratin yang dianggap symbol penguasa Pribumi, dikelilingi bangunan-bangunan kolonial. Di bagian timur Benteng Kuto Besak, Kraton Kuto

Batu, disulap kolonial menjadi rumah Residen Palembang, lalu diikuti dengan bagian baratnya, dibangun societiet, balai pertemuan dan schouwburg, gedung pertunjukan di atas taman keratin serta pada bagian belakang dibangun gedung bioskop. Bangunan-bangunan ini diberi jaringan transportasi jalanan daratan dengan menimbun anak-anak sungai yang mengitari pusat kota. Konstruksi fisik ini kemudian makin menjadi jelas ketika Palembang berubah menjadi sebuah gemeente

47Dedi Irwanto M Santun, Venesia dari Timur: Memaknai Produksi dan Reproduksi Simbolik Kota Palembang dari Kolonial Sampai Pascakolonial, Yogyakarta: Omabak, 2011.

Universitas Sumatera Utara pada awal abad ke-20. Ruang fisik menjadi lebih teratur, wilayah ini dibagi menjadi empat zona. Konstruksi fisik dan berbagai symbol ini sebenarnya mengarah kepada suatu pengertian konsep pada apa yang disebut sebagi symbolik universe, semesta simbolik yang mengandung pengertian bahwa konstruksi fisik, pengetahuan tentang fisik juga memiliki makna pada suatu konstruksi ideologis. Simbol-Simbol kolonial tersebut diciptakan untuk suatu tujuan konstruksi ideologis mengubah “wajah kota” dari kota dagang dengan wajah tradisional menuju modern, baik secara fisik maupun roh warga kotanya.

Kehidupan Politik Suatu Keresidenan di Sumatera, Tapanuli481915-

1940,(2001) merupakan sebuah disertasi Lance Castles yang telah diterjemahkan dan kini menjadi buku yang mengungkapkan perubahan yang terjadi di Tapanuli, yang menggunakan isu-isu sosial budaya, agama dan politik sebagai lensa analisisnya. Buku ini banyak memberikan kontribusi informasi mengenai gambaran perubahan Tapanuli akibat kolonialisme Belanda dalam kehidupan masyarakat

Batak serta tekanan-tekanan pemerintah kolonial terhadap masyarakat

Batak.Sebelum masuknya pengaruh misionaris Kristen yang didukung kolonialis

Belanda di Tapanuli, etnis Batak selama berabad-abad tidak terganggu oleh pengaruh luar.Isolasi pusat Tanah Batak, tempat tinggal Batak Toba jauh dan terlindung oleh hutan yang luas dan bergunung-gunung, bermukimlah orang Batak

Toba yang tidak terganggu. Masuknya kaum misionaris Kristen yang didukung kolonialisme Belanda merubah peta sosial, ekonomi politik di Tapanuli.Banyak

48Lance Castles, Kehidupan Politik Suatu Karasedinan Di Sumatra : Tapanuli 1915-1940, Jakarta: KPG, 2001.

Universitas Sumatera Utara kebijakan kolonialisme Belanda di Tapanuli yang berusaha memecah belah masyarakat Batak. Pengkotakan etnis Batak yang dilakukan oleh kolonialisme

Belanda sebagai tindakan politik adu domba (Devide et Impera) untuk menguasai

Tanah Batak.

Karya Sitor Situmorang yang berjudul Toba Na Sae (1993)49 menggambarkan tentang wilayah Batak Toba yang pada masa penjajahan Belanda disebut Bataklanden serta pokok-pokok sejarah Batak Toba sebelum dan pada masa penjajahan Belanda.Dalam buku tersebut secara ringkas diuraikan sejarah Teluk

Tapian Na Uli yang dikenal dengan kota Sibolga. Dusun Tapiannauli berfungsi sebagai pangkalan pengambilan garam untuk orang Toba, bahkan sebagai pangkalan perahu-perahu mancanegara untuk mengambil air minum keperluan pelayaran jauh.

Pembangunan di Teluk Tapian Na Uli dengan mengeringkan rawa-rawa untuk pembangunan Pelabuhan di Sibolga menjadi titik awal dibentuknya Karasedinan

Tapanoeli dengan ibu kota Sibolga.

Dengan melihat kajian kajian terdahulu tersebut yang menjelaskan perkembangan kota-kota di Indonesia yang diawali oleh kolonialisme bangsa Eropa.

Kota dagang merupakan tujuan awal kedatangan Eropa hingga akhirnya berkembang menjadi pusat pemerintahan jajahan. Untuk memenuhi kebutuhan kolonial dibangunlah sarana dan prasarana dalam menjalankan kehidupannya di kota jajahannya. Mayarakat Indonesia sebelum kedatangan kolonial Belanda telah memiliki sebuah perdaban budaya yang unik dan kaya. Salah satu nya yaitu

49Sitor Situmorang, Toba Na Sae, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993.

Universitas Sumatera Utara masyarakat Batak Toba di Tarutung telah yang juga telah memiliki aturan dari sosial dan budaya seperti struktur silsilah marga, konsep religius, persekutuan masyarakat, konsep hukum, hak kepemilikan tanah dan pemecahan masalah yang terjadi antar masyarakat . Perkembangan dan perubahan dari segi sosial dan budaya mulai merambat pada masyarakat Batak-toba Tarutung yang didukung oleh kehadiran zending dan kolonial Belanda. Pembangunan sekolah, rumah sakit dilakukan oleh zending sebagai salah satu metode pendekatan mereka untuk dapat memperkenalkan misi oleh para zending. Kolonial Belanda juga membangun sarana dan prasarana dalam menjalankan kehidupannya di kota jajahannya.

1.6 Teori dan Kerangka Konseptual

Terkait dengan penelitian tentang perkembangan kota Tarutung, penelitian ini menggunakan konsep kota. Konsep tersebut digunakan dalam studi ini dimaksudkan untuk memperjelas isi dalam penelitian tesis ini.

Definisi kota menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah: 1) Dinding

(tembok) yang mengelilingi tempat pertahanan. 2) Daerah permukiman yang terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat. 3) Daerah yang merupakan pusat kegiatan pemerintahan, ekonomi, budaya, dan sebagainya.50

50Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ke-2, Cet. 3, Jakarta: Balai Pustaka, 1994, hlm. 528.

Universitas Sumatera Utara Menurut pendapat Nurhadi, kota dapat diartikan sebagai bangunan tembok keliling yang berfungsi sebagai suatu pengaman/batasan satuan ruang. Di dalam satuan ruang tersebut tinggal penguasa beserta segala kelengkapan kekuasaannya.

Dengan demikian, kota dapat diartikan pula sebagai pusat dari administrasi politik.

Sementara itu dalam pengertian yang luas, kota merupakan tempat pusat kehidupan perekonomian (ditandai dengan keberadaan pasar) sekaligus juga sebagai pusat ruang temu manusia, transaksi barang, jasa, dan informasi. Pada masa kolonial terdapat perkembangan baru pada lingkup ruang tersebut yang ditandai dengan munculnya administrasi kolonial dan sarana militer untuk mengimbangi kekuasaan politik penguasa lokal yang telah ada sebelumnya.51

Perkampungan Tarutung merupakan pusat kegiatan transaksi perdagangan sekitar tahun 1800an yang dilakukan dengan penduduk setempat atau juga dengan pendatang dari daerah lain. Kegiatan aktivitas perdagangan penduduk dilakukan di onan atau pasar adalah pusat tukar-menukar barang sekaligus hari pertemuan para raja untuk memutuskan berbagai keputusan.

Kota juga dapat dikatakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan, ekonomi, kebudayaan.52 Dari aspek kebudayaan berawal dari munculnya proses interaksi dan aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat kota akhirnya melahirkan peradaban-

51Nurhadi, “Arkeologi Kota: Sebuah Pengantar”, Buletin Arkeologi Amoghapasa 2(I), 1995, hlm. 4.

52MagdaliaAlfian “Kota dan Permasalahannya”, Makalah disampaikan pada acara Diskusi Sejarah, Yogyakarta 11-12 April, 2007, hlm. 1.

Universitas Sumatera Utara peradaban yang lebih tinggi dari sebelumnya.53 Terjadinya proses interaksi dan aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat Batak Toba dengan pengenalan budaya baru, seiring masuknya kolonialisme Barat dalam bentuk keagaaman, militer dan ekonomi, menjadi salah satu bagian proses terjadinya perkembangan kota Tarutung.

Dilihat dari segi fisik, kota adalah suatu tempat bermukim berupa bangunan- bangunan perumahan yang berjarak relatif rapat dan mempunyai berbagai fasilitas.

Fasilitas tersebut berfungsi sebagai pendukung kebutuhan para penduduknya seperti jalan, saluran air, penerangan, sarana ibadah, pemerintahan, rekreasi dan olahraga, ekonomi, komunikasi, serta lembaga lembaga yang mengatur kehidupan bersama para penduduknya.54

Sejak dijadikannya Tarutung sebagai tempat Afdeeling Silindung maka pemerintahan kolonial Belanda menguasai Tarutung. Berbagai fasilitas fisik dibangun untuk mendukung aktivitas Belanda seperti usaha pembangunan pra- sarana militer, bangunan perkantoran, rumah-rumah gaya Eropa, pembangunan jalan, irigasi, dan lain-lain. Kota yang muncul dari dampak perluasan kekuasaan kolonial dirancang untuk mendukung fungsi pengendalian perdagangan pribumi, dan untuk mendukung jaringan pusat administratif untuk membantu kontrol politik terhadap pribumi. Hal ini menimbulkan suatu karakteristik yang khas yaitu kota yang bercorak kolonial.

53Uka Tjandrasasmita, Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-Kota Muslim di Indonesia, Kudus: Menara Kudus, 2000, hlm. 11. 54Menno dan Alwi, Antropologi Perkotaan, Jakarta: Rajawali, 1992, hlm.24.

Universitas Sumatera Utara Kota memiliki sifat dinamis yaitu selalu berubah dan mengalami perkembangan secara terus menerus baik perubahan fisik bangunan maupun kehidupan sosialnya. Perkembangan kota secara langsung dapat menggambarkan suatu proses budaya. Pertumbuhan dan perkembangan suatu kota/wilayah merupakan representasi kegiatan masyarakat yang ada atau yang berpengaruh terhadap daerah tersebut. Diatur maupun tidak, sebuah daerah akan tumbuh dan berkembang berdasarkan keterkaitan yang ada antara penduduk, aktivitas, penggunaan lahan dan peraturan yang ada. Oleh sebab itu perkembangan dan pertumbuhan kota akan sangat beragam tergantung pada karakteristik masing- masing daerah. Unsur-unsur tersebut saling mempengaruhi satu sama lain namun pada setiap kota terdapat faktor pendorong perkembangan kota yang paling dominan, hal ini membentuk karakteristik dari kota tersebut. Faktor dominan ini akan memberikan efek kelanjutan terhadap unsur-unsur lain dan bersama-sama secara evolutif berperan dalam perkembangan kota.55

Perubahan sosial (social change) terjadi dalam pola interaksi masyarakat seiring dengan berubahnya sebuah kebudayaan yang muncul dari sebuah proses utama terhadap adanya pengetahuan, teknologi dan pengalaman baru berakibat pada penyesuaian cara hidup dan kebiasaan dalam situasi yang baru pula. Seperti kedatangan kolonial Belanda di Tarutung sebagai peradaban atau kebudayaan baru.

Perubahan sebenarnya berlangsung secara terus-menerus. Terjadi reorganisasi

55Ari, Rini, Septiana Hariyani, dan Christia Meidiana, Sistem Visual Kawasan Kota Lama di Malang: Tinjauan Kawasan Alun-Alun Tugu dan Kawasan Jalan Ijen-Semeru, Jurnal Teknik 3(VIII), 2000, hlm. 1–10.

Universitas Sumatera Utara berkelanjutan yang merupakan sifat mendasar dari sifat utama dari sebuah perubahan.56

Adapun karakteristik kota kolonial menurut T.G. McGee dikutip dalam

Anwar 57 ialah permukiman yang cenderung lebih stabil, terdapat markas militer dan permukiman perdagangan, terdapat tempat kontak dagang antara pihak kolonial dan pribumi, lokasinya berada di dekat jalur transportasi seperti dekat laut, sungai, atau persilangan jalan, dan penataan struktur kotanya menyerupai wajah fisik kota-kota

Eropa.

Djoko Soerjo58 menyatakan bahwa awal kehadiran bangsa Eropa di Asia

Tenggara dan Indonesia, selalu ditandai dengan usaha untuk membangun jaringan kota yang ditujukan untuk menguasai perdagangan di daerah yang ada di bawah pengaruhnya. Kota-kota tersebut kemudian tumbuh menjadi pusat permukiman baru bagi penduduk kota yang suasananya berbeda dengan sebelumnya. Bangunan kota dengan tata ruang permukimannya dan pengelompokan sosialnya sesuai dengan pelapisan sosial yang disusun oleh pemerintahan kolonial, segera tercipta sebagai ciri baru kota yang bercorak kolonial.

56Jacobus Ranjabar, Sistem Sosial Budaya IndonesiaSuatu Pengantar, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2006, hlm. 16.

57Anwar, Banda Aceh: dari Kota Tradisional ke Kota Kolonial, Tesis, Yogyakarta: Program Pascasarjana UGM,2002, hlm. 23.

58Djoko Soerjo, Kota-Kota di Jawa Pada Abad 17–19, Yogyakarta: Proyek Javanologi, t.th, hlm. 10–11.

Universitas Sumatera Utara Sjoberg menambahkan, dua hal merupakan faktor utama dalam perkembangan kota yaitu faktor teknologi dan faktor struktur kekuasaan (kekuasaan politis). Faktor teknologi ini berperan dalam proses pengkotaan suatu tempat. Faktor struktur kekuasaan terlihat dari pola penempatan tempat tinggal anggota kelompok berkuasa yang terkonsentrasi, yang kemudian menjadi titik awal perkembangan kota.59 Struktur kekuasaan pada sebuah masyarakat seperti yang dinyatakan oleh

Sjoberg tersebut, kemudian membentuk suatu struktur sosial masyarakat kota.

Gist dan Halbert menjelaskan lebih lanjut, bahwa struktur sosial suatu kota adalah mosaik kelompok-kelompok etnis yang saling bersaing satu sama lain. Hal ini dapat dilihat dari adanya perbedaan ras, agama, kebangsaan, dan standar prilaku kehidupan. Perbedaan dan persaingan antar kelompok etnis ini berpotensi menimbulkan permasalahan dalam kota.60

Dalam rangka menjaga keharmonisan antar kelompok masyarakat di perkotaan, maka munculah kebutuhan akan pengorganisasian kekuasaan dan pengelolaan masyarakat dalam kota. Oleh karena itu, penguasa kota berkewajiban untuk mengadakan lahan rekreasi, olahraga, kesehatan lingkungan, sarana

59Sjoberg, Gideon, The Preindustrial City: Past and Present,New York: The Free Press, 1960, hlm. 65, 67.

60Gist, dan Halbert, Urban Society Edisi ke-3, New York: Thomas Y. Crowell Company, 1950, hlm. 361-362.

Universitas Sumatera Utara transportasi, pendidikan, dan kemakmuran dengan disertai infrastruktur penunjang kebutuhan hidup lainnya sebagai bentuk pengelolaan suatu masyarakat kota.61

Berdasarkan keterangan di atas, pengelolaan suatu masyarakat kota kemudian berubah menjadi pola penguasaan masyarakat yang semakin kompleks, hal inilah yang memunculkan kebutuhan akan administrasi publik. Dalam kaitan tersebut, penguasa masyarakat kota memiliki peran di dalamnya, sehingga dalam perannya tersebut penguasa berupaya agar dapat mengkonsilidasi dan mempertahankan kekuasaannya. Struktur kekuasaan yang telah berkembang baik tersebut berpengaruh terhadap pembentukan dan titik awal perkembangan sebuah kota.62

Pendekatan ilmu politik merupakan usaha untuk mengetahui segala aktifitas yang berhubungan dengan kekuasaan yang memiliki maksud untuk mengubah atau mempertahankan suatu susunan masyarakat.63 Bagi pemerintah kolonial Belanda, pengembangan agama Kristen oleh zending akan memudahkan Belanda memperluas kekuasaannya di wilayah Tanah Batak. Belanda mulai bergerak mengembangkan wilayah yang benar-benar dikuasainya. Dengan status Afdeeling

Silindung maka Tarutung mulai berkembang menjadi kota. Banyak perubahan fisik yang terjadi dalam geografi akibat usaha pembangunan pra-sarana militer dan

61Hudiyanto, Pemerintahan Kota Madiun 1918–1941, Tesis. Yogyakarta: Program Pascasarjana UGM, 2002, hlm.8.

62Ibid., hlm. 9.

63Sartono Kartodirjo, Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1982, hlm.40

Universitas Sumatera Utara ekonomi kolonial. Pemerintah Belanda membangun tata pemerintahan nya dan beragam sarana penunjang, antara lain bangunan perkantoran, jalan, irigasi, dan lain- lain.

1.7 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam menyelesaikan penelitian ini adalah menggunakan metode sejarah. Langkah-langkah dalam metode sejarah tersebut adalah heuristik (pengumpulan/seleksi sumber), kritik sumber (kritik ekstern dan kritik intern), interpretasi, dan historiografi64.

Dalam rangka mengumpulkan sumber-sumber bagi penelitian ini, maka penulis melakukan penelitian melalui studi arsip dan kepustakaan. Studi arsip penting dilakukan mengingat scope temporal yang diambil adalah periode awal tahunj 1800-an, yang pasti banyak membutuhkan arsip-arsip. Studi arsip penelitian ini dilakukan dengan mengunjungi lembaga Arsip Nasional Republik Indonesia

(ANRI).

Sumber-sumber yang diperoleh dari ANRI adalah : (1) Handelingen van de

Tweede en Eerste Kamer der Staten- Generaal 1911-1912 30 december 1911, yang merupakan notula dari Majelis Tinggi dan Rendah pada Dewan Perwakilan Rakyat yang mendiskusikan tentang anggaran Hindia berupa laporan pemerintahan Hindia-

Belanda mengebai proses pembangunan sekolah zendingdi Tarutung. Dalam laporan ini juga dibahas adanya keinginan untuk membangun sekolah dengan kualitas sama

64Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Edisi II), Yogyakarta: Tiara wacana, 2003, hlm. 173.

Universitas Sumatera Utara yang akan digunakan untuk masyarakat pribumi yang beragama Islam.(2)

Handelingen van de Tweede Eerste Kamer 1893-189424 November 1893.Laporan

Kielstra yang menyampaikan gagasan nya tentang pembangunan kantorasisten- resident di Tarutung yang harus segera dibangun. Tujuan pembangunan kantor asisten-resident ini dapat mempermudah pengerjaan laporan administrasi.

Selain itu ada laporan-laporan perang Belanda yang digunakan diantaranya(1) Koloniaal Verslag1895. Berisi data pasukan Batalion Belanda yang mempunyai kedudukan atau tempat pertahanan yang tetap dalam suatu wilayah kekuasaan, pada saat itu Tarutung menjadi salah satu pusat adminstrasi militer.(2)

Koloniaal Verslag 1908. Laporan ini berisi tentangpembuatan desain pembangunan jalan dari Sibolga ke Tarutung.

Sumber lainnya adalah Memorie van Overgave (MvO) yaitu Memorie van

Overgave van den Controleur J.C Ligtrvoet en G.Ch. Rapp 1928-1931. Tulisan ini merupakan penjelasan tentang kegiatan-kegiatan masyarakat Batak di wilayah

Toba. Salah satunya menceritakan tentang pusat produksi terbesar kemenyan yang ada di Parmonangan Negeri Simanulang Dolok Sanggul. Perdagangan dilakukan di

Tarutung dengan mengendarai sembilan truk menuju Tarutung. Selain berdagang kemenyan, ikan dan barang-barang yang lain, Tarutung juga digambarkan sebagai pusat perdagangan yang didatangi oleh pendatang dari luar wilayah Toba seperti dari Barus, mereka tidak hanya bertujuan untuk membeli kemenyan tetapi juga berdagang hasil produksi buatan mereka yang didagangkan di pasar Tarutung. Di

Universitas Sumatera Utara dalam MvO ini juga dijelaskan tentang pembangunan transportasi Tarutung-

Sibolga agar mempermudah proses perdagangan.

Selain itu, diuraikan juga tentang pembangunan sekolah-sekolah bagi penduduk pribumi. Pembangunan itu disaksikan oleh para misionaris. Para orang tua mengantarkan anak-anaknya ke sekolah dengan suatu harapan bahwa ketika anaknya akan memperoleh pendidikan nantinya dapat mengubah nasib keluarga menjadi lebih baik.

Burgerlijke Openbare Werken 1914-1942 no 1321. Tulisan ini berisikan proses perencanaan pembentukan jembatan Aek Sigeaon Tarutung yang tujuan nya dapatmempermudah proses perdagangan dari wilayah lain menuju Tarutung.

Insyinur F.Engel adalah arsitektur yang membangun proses perbaikan jalan dari

Tarutung ke Balige sejauh ± 550 km. Tujuan pembangunan ini untuk mempermudah kegiatan transaksi perdagangan.

Ada pula Staatsblad yaitu ketetapan pemerintah kolonial yang berfungsi sebagai undang-undang, dalam hal ini digunakan Staatsblad van Nederlands

Indie1879 Nomor. 353 berisikan data pembentukan Controleur Onderafdeling

Silindungdi wilayah Silindung yang beribukota di Tarutung.

Staatsblad van Nederlands Indie1890 Nomor. 91tentang peningkatan perluasan status wilayah Silindung dan Toba menjadi Afdeeling Silindung en

Toba yang berkedudukan di Tarutung dipimpin oleh seorang asisten residen.

Universitas Sumatera Utara Regeerings Almanak Tahun 1914, tentang pembagian kelompok masyarakat heterogen di wilayah Onder Afdeeling Silindung (Wilayah Silindung) yang ibukotanya berada di Tarutung. Bermukim masyarakat mayoritas dari keturunan kelompok marga Guru Mangaloksa dan keturunan marga Naipospos seperti

Simorangkir, Panggabean, Lumban Tobing, Sitompul, Hutagalung, Hutapea,

Hutabarat, Situmeang, Sipahutar, Hutauruk, Simanungkalit, Pagarbatu, Sibaganding,

Hutabarat Lumban Garoga, Lumban Dolok, Lumban Toruan.

Inventaris Arsip Sumatera Weskust no.145 De Bataklanden op Sumatera.

Berisikan tentang perjalanan misionaris Jerman yang menuliskan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Batak-Toba diantaranya filosofi rumah bolon, kegiatan masyarakat yang masih menganut kepercayaan animisme dengan menyembah pohon dan patung-patung serta gambaran kegiatan perdagangan masyarakat Batak-Toba terkhusunya masyarakat Tarutung.

Koleksi foto-foto KITLV Sumatera Utara yang menggambarkan aktifitas ekonomi, sosial masyarakat Tarutung . Adanya aktifitas penjulan beras dipasar

Tarutung, para pedagang tembikar, penjual benang, penjual babi, penjual bakul, permainan tradisional anak-anak, foto sekolah kedua untuk pribumi, penyortiran bermacam-macam kemenyan, suasana perkampungan Tarutung dan jalan-jalan km

60 dengan pohon-pohon sepanjang jalan di Tarutung.

Penulis juga melakukan studi kepustakaan dengan mengunjungi beberapa perpustakaan seperti Perpustakaan Tengku Luckman Sinar, Perpustakaan

Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Kota Medan, Perspustakan Tarutung,

Universitas Sumatera Utara Kantor Bupati Tarutung, Kantor Pusat Pearaja Tarutung, Perpustakaan Sekolah

Tinggi Teologia Siantar.

1.8 Sistematika Penulisan

Hasil dari penelitian ini disusun ke dalam enam bab. Bab I merupakan pendahuluan,latar belakang masalah, rumuan masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian sebelumnya, kerangka teoridan pendekatan, metodologi penelitian, sistematika penulisan.

Keadaan Tarutung sebelum masuknya Belanda baik secara geografis dan demografis, sistem pemerintahan tradisional, sistem ekonomi, dijelaskan dalam bab

II.

Perkembangan kota Tarutung dipengaruhi oleh kedatangan Misionaris RMG dalam rangka menyampaikan injil. Pada awalnya Tarutung merupakan bagian dari residen Tapanuli yang berkedudukan di Sibolga. Selanjutnya Belanda membentuk asisten resident di Tarutung. Selain membentuk asisten resident pada saai itu

Belanda juga menjadikan Tarutung sebagai basis militer. Hal ini akan dibahas dalam bab III.

Pembangunan fisik di kota Tarutung semakin meningkat, hal ini dilihat dari terbentuknya pasar, berdirinya sekolah, rumah sakit, dan terbukanya jalur lalu lintas perdagangan yang menghubungkan kota Tarutung dengan daerah lain yang ada di sekitarnya, hal ini akan dibahas dalam bab IV.

Universitas Sumatera Utara Bab V merupakan bab terakhir yang menurunkan kesimpulan dari penelitian tesis ini, yaitu perkembangan kota Tarutung 1864-1942, dan akan menjawab rumusan masalah yang telah diuraikan di awal tulisan

Universitas Sumatera Utara BAB II

TARUTUNG SEBELUM MASUKNYA BELANDA

2.1 Kondisi Geografi dan Demografi

Tarutung secara geografis teritorialnya berada di daerah Sumatera Utara, tepatnya sebelah barat bagian utara Danau Toba, dan bila ditinjau dari segi geografis administrasi kolonial daerah ini adalah onderafdeeling Silindung en

Keresidenan Tapanuli, dan saat ini identik dengan Kabupaten Tapanuli Utara di

Kota Tarutung, propinsi Sumatera Utara.65 Bila diamati peta66 wilayahnya

Afdeeling Batak Landen (Tanah Batak) terdiri atas Onderafdeeling yaitu onderafdeeling Silindung, onderafdeeling Toba, onderafdeeling Samosir, onderafdeeling Dairi, onderafdeeling Barus. Onderafdeeling Silindung beribukota di Tarutung.67

65 Sejarah Terbentuknya Kecamatan Pangaribuan Kabupaten Tapanuli Utara dan Perkembangannya Dari tahun 2005-2015 , Darlis Samuel Gultom, Prof. Dr. Isjoni M,Si dan Drs. Ridwan Melay, M.Hum . Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Riau . Hlm 6

66 Peta Terlampir. O.H.S Purba, Elvis F.Purba, Migrasi Spontan Batak Toba Marserak, Sebab, Motip dan Akibat Perpindahan Penduduk dari Dataran Tinggi Toba, 1997, Medan: Monora, hlm.28.

67 Staatblad Tahun 1906 No. 49 dan Staatblad tahun 1907 No. 398

Universitas Sumatera Utara Keletakan astronomis Tarutung berada pada posisi 1°20’- 2°4 Lintang Utara

dan 98°10’–99°35’ Bujur Timur dengan luas wilayah seluruhnya 1.060.530 Ha.

Berada pada ketinggian antara 300-1500 meter di atas permukaan laut. Tarutung

berbatasan langsung dengan Siatas Barita di sebelah barat, Sipoholon di sebelah

utara, Adiankoting di sebelah selatan, dan Siatas Barita dan Sipahutar di sebelah

Timur. Topografi dan kontur tanah Tarutung beraneka ragam yaitu yang tergolong

datar (3,16 %), landai (26,86 %), miring (25,63 %) dan terjal (44,35 %).68

Tarutungberbatasandeng an ü Utara : Sipoholon ü Selatan : Adian koting ü Barat:Siatasbarita ü Timur:Sipahutar

Foto 1. Batas-Batas Tarutung

Sumber:BPS Tapanuli Utara

68 Badan Pusat Statisika Kabupaten Tapanuli Utara

Universitas Sumatera Utara Tarutung adalah kampung yang berada disebuah rura Silindung

(Lembah Silindung). Rura berarti lembah, karena daerah tersebut berbentuk seperti lembah atau lebih mirip dengan kuali bila di lihat dari tempat yang lebih tinggi.69 Tarutung dikelilingi oleh bukit dan gunung hijau, dan diapit oleh Bukit

Siatas Barita dan Gunung Martimbang.70 Sebuah sungai bernama Aek Sigeaon membentang seperti membelah kota Tarutung yang mengalirkan airnya, disambung oleh Aek Situmandi ke laut bebas, Lautan Indonesia.71

Mengenai asal usul nama Tarutung, ada beberapa versi yang dijadikan sebagai rujukan. Dalam kamus bahasa Batak, Tarutung mempunyai arti sebagai buah durian.72 Masyarakat Tarutung meyakini latar belakang dari nama Tarutung berawal dari sebuah pohon durian (Bona ni Tarutung) yang tumbuh di tengah kampung tersebut. Perkampungan Tarutung merupakan pusat kegiatan transaksi perdagangan sekitar tahun 1800an yang dilakukan dengan penduduk setempat atau juga dengan pendatang dari daerah kawasan tanah Batak seperti Humbang, Samosir,

Tobasa dan Dairi.73 Dilokasi pohon tersebut, lama kelamaan dijadikan sebagai

69R. Kurris, Pelangi di Bukit Barisan, Yogyakarta: Kanisius, 2006, hlm.16.

70Patar M.Pasaribu, Dr.Ingwer Ludwig Nommensen Apostel di Tanah Batak, Medan: Percetakan Universitas HKBP Nommensen, 2006, hlm. 93.

71Simon D. Harianja, dkk., Sepenggal Kenangan Hidup Raja Amandari Sabungan Lumbantobing, Medan: CVMitra Medan, 2016, hlm.5.

72J.P. Sarumpaet, Kamus batak, Jakarta: Erlangga, 1994, hlm. 30.

73Memorie van Overgave, van den Controleur klas V. Steinbuch, Controlear der Hoogvlakte van Toba van 28 April 1928- 2 Maart 1931bundel serie 2E dan Serie 3E, hlm 48.

Universitas Sumatera Utara tempat berjanji dagang. Tempat ini juga digunakan oleh para raja Silindung sebagai tempat partungkoan (pertemuan). Di samping lokasinya yang strategis juga cukup mudah untuk diketahui dan di ingat, karena satu-satunya pohon yang paling tinggi dan rindang pada masa itu, sehingga dapat dijadikan sebuah patokan untuk pertemuan.74 Hingga kini, pohon durian itu masih dapat dijumpai tidak jauh dari kantor Bupati Tarutung dan berada di depan Sopo Partungkoan merupakan Gedung kesenian Tarutung dan bentuknya hampir mirip dengan rumah adat Tarutung di jalan Jend. (gambar terlampir).

Pengertian lain tentang Tarutung menurut Bezemer,75 bahwa Tarutung adalah Ibukota dari bagian Silindung dan salah satu bagian dari wilayah Tanah

Batak di Tapanuli dan menjadi lokasi tempat tinggal pimpinan asisten residen. Pada

Peta Taroetoeng Topographische Inrichting Batavia 1907 (peta terlampir) digambarkan Tarutung menjai lokasi tempat tinggal pimpinan asisten resident

Belanda. Tanah Batak ini mulai dikuasai oleh Tentara Belanda terutama setelah penyerahan Sumatra Barat oleh penguasaan Inggris kepada pemerintahan Kolonial

Belanda. Maka Belanda pun menjejakkan kakinya di Silindung dan mendirikan markasnya persis di pusat kota Tarutung sekarang yang disebut Tangsi. Belanda ingin memperluas wilayah kekuasaannya di tanah Batak dengan menduduki wilayah

74Jubil Raplan Hutauruk, op.cit, 2011, hlm. 265.

75Bezemer, T.J. , Beknopte encyclopædie van Nederlandsch-Indië, Den Haag: Nijhoff, 1921, hlm. 548.

Universitas Sumatera Utara Tarutung. Daerah ini merupakan wilayah sangat menguntungkan sebagai lintas jalan Toba yang strategis, Tarutung dilewati menuju Sibolga, selain itu bila melalui jalur lain seperti melalui Siborong Borong maka harus melewati Balige.

Para pedagang yang melakukan kegiatan berdagang didekat Tangsi yang tentu saja menguntungkan para militer Belanda dan keluarganya yang tinggal di Tangsi tersebut.

Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië76 menjelaskan tentang Tarutung yang merupakan Ibukota dari bagian Silindung dan salah satu bagian dari wilayah

Tanah Batak di Tapanoeli dan menjadi lokasi pimpinan asisten residen. Di sebelah selatan yaitu Danau Toba, di sisi barat dataran Silindung, pada ketinggian 1076 M di atas permukaan laut. Tarutung merupakan pusat penting bagi seluruh dataran

Toba: zending memilih Tarutung sebagai titik awal untuk menyebarkan Kristen kepada penduduk Batak Toba.

Mengenai jumlah penduduk sebelum kedatangan bangsa Eropa ke Tarutung sebelum missioner Jerman datang ke daerah suku bangsa Batak, terdapat beberapa wilayah sudah mempunyai jumlah penduduk yang relatif besar. Tahun 1820-an daerah Toba Silindung berisi 82 kampung dengan penduduk antara 80.000-100.000 jiwa.77 Hal tersebut telah disaksikan dan dilaporkan dalam laporan perjalanan

76Paulus, Encyclopaedie van Nederlandsch-Indië, Den Haag: Nijhoff, 1917, hlm. 283.

77 O.H.S Purba, Elvis F.Purba, Migrasi Spontan Batak Toba Marserak, Sebab, Motip dan Akibat Perpindahan Penduduk dari Dataran Tinggi Toba, Medan: Monora, 1997, hlm.55.

Universitas Sumatera Utara Richard Burton dan Nathanel Ward78 yang mencatat seperti apa dan bagaimana pedalaman Tarutung di mata mereka. Pada saat mereka tiba di kampung Saitnihuta

Tarutung dilaksanakanlah pertemuan akbar (bius) ditengah desa Saitnihuta yang dihadiri oleh para raja dan masyarakat lebih kurang 2000 orang79 dan terdapat sekitar 20 atau 30 desa di Tarutung, dengan penduduk di setiap desa berkisar 20-60 orang.80

Sekitar dua dasawarsa berikutnya, F.Junghuhn menemukan gambaran yang hampir sama tentang jumlah penduduk. Junghuhn memberitahukan bahwa tahun

78Kedua misionaris tersebut dengan biaya pemerintah Inggris, melakukan perjalanan misi ke pedalaman Sumatera, dataran tinggi tanah Batak, yaitu kedataran tinggi lembah Silindung. Sebelum pergi menuju Rura Silindung, Tarutung mereka tiba di Bengkulu tahun 1824 dan langsung menghadap Gubernur Sir Stamford Raffles, untuk meminta petunjuk dan arahan.Gubernur sebagai Kepala Pemerintahan menjelaskan beberapa hal mengenai keadaan Pulau Sumatera dan menjelaskan agar tidak melayani dibagian Selatan karena masyarakat disana telah menganut agama Islam, untuk itu mereka pergi kea rah sebelah utara tempat suku Batak yang masih menganut paham Animisme. Tuan Burton dan Ward (1864)adalah pengunjung pertama yang datang ke Tarutung. Mereka berangkat menuju Sumatera bagian Utara dengan melewati pantai selatan yaitu melalui Padang-Natal Tapanuli Selatan sampai ke Sibolga yang bertujuan untuk mengetahui rute perjalanan. Setelah mengamati daerah tempat pelayanan tersebut mereka bersiap kembali menuju Sibolga.Kehadiran misionaris Inggris ini diterima dan disambut baik oleh raja di wilayah itu.Disana mereka belajar bahasa dan tulisan Batak, sehingga mengetahui ± 1500 suku kata. Lihat Simon Lumban Tobing, Parolopolopon Barita 90 Taon dung ojak Gereja Dame, Tarutung :Saitnihuta,1864-1954, hlm.6.

79Ibid.,hlm. 20.

80Ibid.,hlm. 30.

Universitas Sumatera Utara 1840 penduduk Silindung sangat padat. Pada waktu itu penduduk lembah

Silindung saja terdapat ± 10.500 jiwa. 81.

Jumlah penduduk tersebut tersebar di wilayah kampung-kampung di

Tarutung antara lain kampung Simangambat, Liang, Banjarnahor, Sigotom,

Pangaribuan, Bukit Sitarindok, Lumban Siagian, Hutagalong, Saitnihuta, Siandor- andor, Hutapea Banuarea, Parbubu Pea, Parbubu II, Parbubu Dolok, Hutatoruan

VIII, Parbubu I, Hutatoruan I, Sosunggulon, Parbaju Toruan, Hapoltahan,

Hutatoruan IV, Aek Sian Simun, Hutatoruan V, Hutatoruan VI, Hutatoruan XI,

Hutatoruan IX, Hutatoruan X, Hutatoruan VII, Partali Toruan, Parbaju Tonga,

Simamora, Hutagalung Siwalu ompu, Siraja Oloan, Hutauruk, Parbaju Julu, Partali

Julu, Sitampurung, Jambur Nauli, Sihujur, Hutatoruan III.82

Adapun pasogit lobu parserakan, atau huta tempat memencar cenderung terpolakan mengikuti kelompok marga.83 Awalnya satu huta merupakan tempat tinggal dari satu marga (clan) ialah keluarga dari satu galur keturunan yang sama.

Marga yang pertamakali mendirikan huta disebut marga sipungka huta ialah keturunan langsung dari marga yang pertamakali mendirikan huta. Penghuni huta

81 Ibid.,hlm.54.

82Bezemer, T J, op.,cit, hlm. 44.

83Kata “m arga” bagi masyarakat Batak dapat memiliki makna tanpa batas yang pasti, bisa menunjukkan baik satuan-satuan yang lebih kecil maupun yang lebih besar, dan juga kelompokkelompok yang paling besar, yakni: bisa menunjuk pada “kelompok suku”, “marga induk” atau “marga”. Tiap marga induk kemudian berkembang menjadi apa yang disebut sebagai marga dan tiap marga berkembang lagi menjadi cabang marga. lihat J.C. Vergouwen, op.,cit, hlm. 36, 38.

Universitas Sumatera Utara kemudian berkembang sehingga tidak lagi dihuni hanya oleh keturunan marga sipungka huta melainkan sudah ada marga pendatang. Dengan demikian dalam suatu huta atau desa berdiam juga anggota marga lain selain anggota marga penguasa atau keturunan pendiri dan pemilik desa.

Mereka digolongkan sebagai kelompok marga boru jika mengawini anak perempuan keturunan pendiri desa dan kelompok marga panombang (marga pendatang atau penumpang) jika tidak ada kaitan dengan perkawinan atau keturunan dengan marga pemilik desa. Karena itu penghuni huta pada akhirnya dapat dikelompokkan atas: sipungka huta, boru dan pendatang. Satu huta kemudian berkembang dan semakin banyak penghuninya sehingga sebagian dari mereka membuka satu perkampungan baru dan biasanya dekat dengan huta.84

Sementara itu berkaitan dengan asal usul penduduk, pada umumnya penduduk di Tarutung dihuni oleh etnik Batak-Toba. Mereka pertama kali bermukim di Sianjur Mulana atau Sianjur Mula-mula setelah mereka bermigrasi dari sekitar daerah perbatasan Burma (Myanmar)/Siam (Thailand). Sianjur Mulamula terletak di kaki Pusuk Buhit di tepi Danau Toba arah barat kota Pangururan di Sumatera Utara dan merupakan kampung induk atau bona ni pinasa dari etnik Batak Toba.

Kelompok yang bermukim di Sianjur Mulamula ini kemudian menjadi suku bangsa

84Ulber Silalahi, Birokrasi Tradisional Dari Satu Kerajaan Di Sumatera. Harajaon Batak Toba, Bandung: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Prahayangan, 2012, hlm. 116.

Universitas Sumatera Utara yang disebut Batak Toba.85 Mereka menganggap merupakan bangsa pertama yang mendiami Sumatera. Dari daerah kampung induk inilah masyarakat Batak Toba kemudian marserak atau menyebar atau bermigrasi.86 Penduduk mulai menempati pinggiran danau dan kemudian membuka huta yang baru. Setelah mengetahui bahwa daerah tersebut dapat memberikan sejumlah kemudahan dan kenyamanan.87

Seiring berjalannya waktu ketika jumlah penduduk semakin banyak, sejumlah orang memutuskan untuk pindah ke daratan Silindung (Tarutung) dan membuka huta.88

2.2 Kehidupan Sosial Masyarakat Tarutung

Dalam memahami pembentukan kampungnya, penduduk tradisional masih lekat dengan pemikiran primitif dan tidak rasional yang mempercayai bahwa terbentuknya kampung mereka berdasarkan pada magis (kekuatan alam), yang

85Wilayah Batak Toba atau yang sering disebut dengan istilah Tanah Batak, meliputi wilayah yang cukup luas, yang terdiri dari: Daerah Tepi Danau Toba, Pulau Samosir, Dataran Tinggi Toba, dan Silindung, Daerah Pegunungan Pahae, dan Habinsaran. Wilayah ini luasnya lebih kurang 10.000 km2dan berada pada ketinggian 700-2.300 m di atas wilayah ini luasnya lebih kurang 10.000 km2dan berada pada ketinggian 700-2.300 meter di atas permukaan laut lihat. Siahaan, t.t.

86Elvis. F. Purba, Migrasi Batak Toba: di Luar Tapanuli Utara Suatu Deskripsi, Medan: Monora, 1997, hlm.22-25

87Anthony Reid, Sumatera Tempo Doleloe, Jakarta: Komunitas Bambu, 2010, hlm. 217.

88Daratan Silindung meliputi daerah Tarutung, Sipaholon, Sipahutar, pangaribuan, Garoga, dan daerah Pahae. Jadi bila di sebut ‘parSilindung’ (orang Silindung) berarti masyarakat salah satu dari beberapa daerah tersebut. Istilah Silindung merupakan pembagian dari daerah tapanuli pada masa dulu sebelum adanya struktur Pemerintahan dan daerah.

Universitas Sumatera Utara kemudian dianggap menjadi syarat dalam mendirikan huta (perkampungan) baru.

Kepercayaanyang dianut bahwa untuk mendirikan huta (perkampungan) yang baru, seseorang harus bermohon terlebih dahulu kepada raja huta atau raja doli di kampungnya. Kemudian seseorang tersebut harus pergi ke lokasi yang dipilih untuk menyampaikan persembahan (bunti) kepada dewa penguasa tanah. Persembahan diletakkan di tengah lokasi dan kemudian pada keempat titik sudutnya, dibuat tanda- tanda berupa batas (pago-pago).89

Untuk mengetahui keserasian lokasi permukiman yang akan ditempati

(dalam arti kelak akan memberikan keselamatan, kesejahteraan dan sebagainya),dilakukan upacara magis yang disebut marmanuk di ampang. Apabila upacara magis memberi tanda-tanda kebaikan dan keserasian, maka pendiri desa melaksanakan upacara pemberian makan adat kepada raja huta induk. Huta yang pertama kali didirikan merupakan titik awal dari berdirinya huta-huta berikutnya yang didirikan oleh keturunan pendiri huta atau kerabat yang sama. Dimanapun mereka berada dan mendirikan huta akan tetap terikat dengan huta yang pertama didirikan oleh kakek moyang mereka.90

Huta tradisional dibangun serta dikelilingi oleh parik (pagar benteng) yang berfungsi sebagai pelindung atau barikade terhadap serangan musuh dan hewanliar.

Selain itu, digunakan juga batu-batu besar sebagai pelindung, hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya temuan megalith (batu-batu besarnya). Benteng-benteng yang

89Bungaran Antonius Simanjuntak, 2011,op.ci.,hlm.169.

90Bungaran Antonius Simanjuntak, 2015,op.cit.,hlm.24-25.

Universitas Sumatera Utara dibangun menggunakan lapisan tanah dan memiliki beberapa ruang rahasia. Selain itu, di atas benteng juga ditanami oleh bambu berduri.91 Di dalam sebuah perkampungan terdapat seorang pemimpin yaitu seorang raja.92

Vergouwen melukiskan gambaran huta pada masyarakat Batak Toba. Luas huta berupa lapangan kecil, di tengahnya sebuah pekarangan yang terbuka. Di satu sisi pekarangan terdapat sejumlah rumah kediaman, biasanya berjejer letaknya.

Dibelakang rumah ada kebun untuk keperluan sehari-hari. Dihadapan rumah-rumah kediaman itu berdiri sebarisan lumbung (sopo), juga terdapat sata atau dua tempat berkubang. Keseluruhannya dikelilingi tembok yang ditanami dengan bambu, kadang-kadang di sekitar temboknya digali parit. Sekawanan babi berkeliaran di kolong-kolong rumah, anjing-anjing mencari makanannya, ayam mengais-ngais ditanah. Seorang wanita duduk menghadapi alat tenun di depan salah satu rumah, sementara seorang gadis menumbuk padi di lesung besar dan anak-anak bermaindi

91 WTP Simarmata, Menggapai gereja Inklusif: Bunga Rampai Penghargaan atas Pengabdian Pdt Dr JH Hutauruk. Tarutung: Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung, 2004, hlm. 8.

92Di lingkungan masyarakat Batak dikenal dua macam raja yaitu pemimpin kerohanian dan raja duniawi.Meskipun mereka disebut raja, tetapi kekuasaannya tidak seperti raja yang dikenal di Jawa atau Inggris maupun negeri Belanda.Mereka lebih tepat dikatakan sebagai pemimpin atau ketua. Istilah raja digunakan juga dalam acara adat, misalnya raja ni hula-hula yaitu sebutan untuk mereka yang termasuk kelompok marga asal mempelai wanita. Raja Parhata adalah mereka yang biasanya menjadi juru bicara, raja ni boru yaitu kelompok marga dari suami si wanita. Raja Huta adalah keturunan pendiri huta menurut garis bapak yang bertanggung jawab mengenai peraturan kampung. Sebutan raja yang lazim digunakan pada waktu acara adat atau dalam hubungan kekerabatan, sebenarnya adalah panggilan untuk menghormati seseorang atau satu golongan. LihatBisuk Siahaan, Batak Toba: Kehidupan di Balik Tembok Bambu, Jakarta: Penerbit Kempala Foundation, 2005, hlm. 225-226.

Universitas Sumatera Utara teduh pohon. Tumpukan balok dan papan yang sudah bertahun-tahun terlihat di sebidang tanah kosong. Huta adalah sebuah dunia mandiri yang tertutup, sebuah kesatuan yang didiami oleh sekolompok kecil manusia yang terjalin oleh tali kekerabatan.93

Burton dan Ward, juga menyaksikan pemandangan huta di Silindung

(Tarutung). Menurut mereka,rumah-rumah yang didirikan penduduk saling berjajar dan berhadapan dengan bentuk yang sama, tetapi lebih sederhana,rumah itu digunakan untuk tempat beristirahat pada malam hari serta juga sebagai tempat lumbung padi, dan pada siang hari digunakan sebagai tempat anggota keluarga beraktivitas. Huta itu dari 24 rumah yang berjejer dalam satu garis lurus,sehingga huta itu kelihatandua barisan yang sama bentuknya. Semua atap rumah menghadap jalan dan setiap rumah dipisahkan jarak sekitar tiga atau empat yard (kurang lebih

2,7 meter – 3,6 meter). Rumah yang menghadap gunung atau sombaon dinamakan ulu ni huta (kepala huta). Bagian ulu ni huta adalah tempat berdirinya rumah raja huta dan keluarganya yang terdekat.94

Ruang antara langit-langit dan atap rumah digunakan sebagai lumbung padi sekaligus gudang guna menyimpan tengkorak musuh-musuh mereka. Pintu masuk ke dalam rumah berada jdi bawah lantai atau kolong rumah. Bagian dalam terdiri dari sebuah ruangan besar tanpa kamar-kamar terpisah, panjangnya kurang lebih 9-

93Vergouwen, op.cit., hlm. 127-128

94Bungaran Antonius Simanjuntak, 2015, op.cit.,hlm. 51.

Universitas Sumatera Utara 12 m dan lebar 6 m. Pada keempat sudut ruangan tersedia tempat perapian yang berfungsi sebagai dapur. Tetapi tidak ada jendela atau pun lubang angin untuk mengeluarkan asap dapur tersebut.95

Setiap rumah dibangun lima atau enam kaki (kurang lebih 1,5 – 2 meter) di atas tanah dengan ditopang oleh tiang kayu besar. Dinding papan yang dibangun sekitar empat kaki (kurang lebih 1,2 meter) dari lantai menghadap ke luar dari bawah sampai atas. Ujung-ujung nya juga dibangun dengan bentuk yang sama, terus ke puncak atap, membentuk semacam nok atap yang tinggi. Atap rumah sangat besar dan ke bawah sementara ujung-ujung nya mencuat dan menghadap ke atas, sementara masing-masing puncaknya melengkung menyerupai kepala dan tanduk kerbau.96

Melihat bentuk atap rumah Batak yang lancip dan tinggi serta melengkung di bagian tengah, Burton dan Ward menganggap bahwa atapnya lebih besar dari badan rumah itu sendiri.Konstruksi rumah itu berbeda dengan rumah-rumah di daerah pesisir.Burton dan Ward mengapresiasi struktur dan konstruksi rumah Batak yang menunjukkan keahlian yang tinggi. Dibangun menggunakan bahan-bahan berkualitas, dan rumah-rumah tersebut dihiasi dengan ukiran dan ornamen- ornamen.97

95Simon D. Harianja, dkk,op.cit.,hlm,21.

96Anthony Reid, op.cit.,hlm. 217.

97Simon D. Harianja, dkk,loc.cit

Universitas Sumatera Utara Selain kepercayaan pada takhayul jahat, begu (hantu), setan, arwah nenek- moyang, dan roh-roh jahat lainnnya masyakat batak punya konsep tentang satu

Wujud Tertinggi, Sang Pencipta Alam Semesta yang mereka namakan Debata

Hasiasi (Debata Asiasi). Setelah Debata Asiasi menciptakan alam semesta, dia menyerahkannya kepadaketiga anaknya, Batara Guru, Soripada, dan Mangana Bulan

(Mangala Bulan). Penduduk desa berupaya menyenangkan hati para dewa tersebut dengan mempersembahkan kurban.98

Dalam konteks kepercayaan terhadap roh yang baik dan jahat itu, ilmu perdukunan sangat penting. Setiap huta memiliki seseorang datu (dukun, ahli tenung dansekaligus dokter magis) yang kadang-kadang adalah kepala desa sendiri.

Sang Datu melengkapi dirinya dengan buku parhalaan yang berisikan table-tabel atau tanda-tanda yang harus dibaca untuk ditafsirkan. Selain buku itu, sang datu juga dibantu oleh dua tongkat magis, tondunghujur dan tondung ranggas. Lambang- lambang yang terukir pada kedua tongkat itu dapat memberikan petunjuk bagi sang datu untuk menemukan barang yang hilang atau dicuri.99

Tampilan fisik orang Batak Tarutung mirip dengan orang Hindu, yang umumnya berperawakan sedang, kuat dan tegap dan wajah mereka terutama hidung sangat menonjol keluar. Kulit mereka halus dan berwarna lebih terang dari pada penduduk yang tinggal di daerah pesisir. Mereka memanjangkan rambut dan

98Ibid., hlm. 26.

99Bisuk Siahaan, Batak Toba: Kehidupan di Balik Tembok Bambu, Jakarta: Penerbit Kempala Foundation, 2005,hlm.27.

Universitas Sumatera Utara mengikatnya di atas kepala, sementara kaum perempuan membelah rambutnya tepat di tengah-tengah persis seperti perempuan India.100

Wajah anak-anak kebanyakan terlihat elok, ekspresi wajah mereka merupakan gabungan antara kelembutan dan semangat tinggi, tetapi ketika menginjak usia 10 atau 12 tahun, gigi depan mereka dikikir rata hingga mendekati gusi dan pangkal gigi dihitamkan, sehingga merusak penampilan mereka. Anak gadis yang beranjak dewasa pada umumnya sudah kehilangan semua jejak kecantikannya, hal tersebut berkaitan tugas-tugas mereka yang bekerja di sawah dan tugas-tugas rumah tangga serta kegiatan menenun kain.101

Sementara itu dalam hal berpakaian, kaum laki-laki Batak Silindung mengenakan dua kain dengan motif garis-garis yang berwarna-warni dengan panjang 2,5 yard (kurang lebih dua meter). Kain yang satu dililitkan di pinggang, dikencangkan dengan sabuk dan dibiarkan menggantung hingga ke kaki. Sementara kain yang satu lagi disampingkan ke bahu seperti selendang. Kain yang dikenakan para kepala desa dihiasi rumbai-rumbai yang disulam rapi pada bagian ujungnya.

Sementara bagi rakyat jelata, pada umumnya menggunakan ikat kepala berupa sabuk dari jerami atau pepagan (kulit kayu) yang diikatkan di sekeliling kepala, tepatnya sedikit di atas kuping, sehingga pucuk kepala dibiarkan terbuka. Ada pula yang mengenakan ikat kepala berupa karangan daun. Selain itu, para kepala desa juga mengenakan anting emas berukuran besar

100Elvis. F. Purba, op,cit, hlm.22-25.

101Ibid., hlm.120.

Universitas Sumatera Utara Motif rotan sendiri banyak digunakan karena rotan merupakan tumbuhan yang kuat dan dapat hidup di air dan di darat sama halnya dengan orang Batak Toba yang memiliki pribadi yang kuat dan dapat hidup di mana saja. Masyarakat Batak dari jaman dulu merupakan masyarakat pegunungan, di mana hutan merupakan salah satu sumber mata pencaharian mereka. Rotan banyak dan mudah ditemukan di daerah tanah Batak dan menjadi alat pengingkat barang yang paling sering digunakan karena kekuatan dan ketahan dari rotan itu sendiri. Sehingga rotan dijadikan corak pada kain ulos sebagai lambang dari ikatan yang kokoh dalam. Pada jaman dulu pewarnaan untuk ulos sendiri juga berasal dari alam. Contohnya dari getah kayu, batu alam, kerang dan tumbuhan102

Hal berbeda dilakukan oleh kaum perempuan yang tidak mengenakan ikat kepala dalam kehidupan sehari-hari mereka. Selain itu, dalam hal berpakaian para wanita Batak Toba di daerah tersebut juga memiliki perbedaan, yaitu setelah menikah mereka hanya mengenakan selembar kain yang dililitkan di selangkangan, sedangkan bagian tubuh dari pinggang ke atas dibiarkan telanjang. Sementara bagi wanita yang belum menikah, menggunakan kain tambahan yang dipakai untuk menutup dada.103

102Yana Erlyana, Kajian Visual Keragaman Corak Pada Kain Ulos, Fakultas Teknologi dan Desain Universitas Bunda Mulia : Program Studi Desain Komunikasi Visual, April 2016, hlm. 39.

103Ibid.,hlm. 220.

Universitas Sumatera Utara Dalam pola kehidupan, masyarakat Batak Toba menganut prinsip patrilineal yang menjadi seorang laki-laki mempunyai kedudukan lebih tinggi dibandingkan dari perempuan. Meskipun demikian, wanita lebih mempunyai pekerjaan dan tanggungjawab yang lebih besar terutama dalam hal pendidikan keluarga.104 Hal tersebut merupakan tradisi yang telah berkembang di dalam masyarakat Batak Toba sebagian kebudayaan tradisional.

Tradisi masyarakat Batak Toba didaerah Tarutung tersebut telah berlangsung lama dan hal tersebut merupakan bagian dari kebudayaan tradisional yang menjadi ciri khas penduduknya.Tradisi-tradisi tradisional dijalankan dengan baik oleh masyarakatnya sebagai bagian dari rasa patuh dan bangga terhadap kebudayaan yang dimiliki.

Penduduk Tarutung tidak mengonsumsi minuman beralkohol kecuali tuak

(arak dari pohon enau). Akan tetapi, laki-laki dan perempuan, tua dan muda suka merokok. Rokok dilinting dengan menggunakan tanaman tertentu yang memiliki zat narkotik sebagai ganti tembakau yang sulit didapat. Banyak kaum laki-laki yang menggunakan masa senggang dengan duduk-duduk lebih lama memegang cangklong mereka.105

Beberapa tanaman bahan makanan penduduk Tarutung seperti untuk makanan pokok yaitu nasi dan ubi liar (gadong) yang dibubuhi banyak sekali garam.

104Jan SAritonang, Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak, Kwitang: BPK. Gunung Mulia Jakarta, 1988, hlm. 57. 105Simon D. Harianja, dkk.,op.cit.,hlm. 24.

Universitas Sumatera Utara Penduduk mengkonsumsi daging hewan hanya pada saat-saat tertentu, terutama pada pesta-pesta (adat dan agama). Penduduk tidak mengharamkan daging hewan tertentu, semua dapat dikonsumsi: kuda, kerbau, sapi, babi, unggas, kambing juga daging anjing, kucing, ular, monyet, kelelawar, dan lain-lain. Mereka tidak membedakan rasa daging hewan yang mati secara alamiah dan mati diburu, juga tidak membedakan daging segar dan daging yang hampir busuk. Daging dimasak dengan menggunakan darah hewan itu sebagai saus yang disiramkan di atas daging yang sudah dimasak. Untuk menambah cita rasa daging, mereka hanya menggunakan garam.106 Hal tersebut menunjukan bahwa penduduk Tarutung merupakan pengkonsumsi garam yang cukup besar.

Selisih paham antar individu maupun kelompok di satu desa selalu muncul, tetapi jarang berlanjut menjadi kontak fisik. Perang antar desa pun jarang terjadi.

Kalau terjadi perang antar desa, dapat berlangsung selama 5-6 tahun, tetapi jarang berakibat fatal, misalnya pembakaran sebuah desa atau pembunuhan massal. Korban yang gugur dari masing-masing pihak paling banyak dua atau tiga orang. Pihak- pihak yang bermusuhan tidak pernah merampok hasil panen atau ternak milik pihak lawan.

2.3 Kondisi Ekonomi Masyarakat Tarutung

Masyarakat Tarutung, dalam kehidupan sehari hari menggantungkan kehidupan sehari-hari mereka pada aktivitas perekonomian. Aktivitas perekonomian

106Bungaran Simanjuntak,op.cit.,hlm. 25.

Universitas Sumatera Utara masyarakat Tarutung diantaranya adalah menjual hasil panen sawah atau ladang, menjual hasil kebun seperti kemenyan, kopi, serta beternak babi, kerbau, dan sapi.107

Sejak penduduk mengenal beras dan ubi, tanaman tersebut menjadi makanan utama. Kegiatan penduduk dalam mengelolah persawahan banyak ditemukan di

Tarutung. Di dalam bukunya De , Joustra menyebutkan berladang merupakan pekerjaan utama untuk menghasilkan beras oleh penduduk Silindung.108

Mengusahakan sawah berarti menghasilkan beras sebagai bahan makanan utama.

Sawah-sawah di Tarutung pada umumnya terpelihara dengan baik dengan pengalaman petani yang sudah sangat panjang, masyarakat sudah mahir mengelola tanah persawahan. Letak Tarutung yang berada di tengah lembah yang strategis karena dialiri oleh anak sungai sehingga pengairan dapat dibuat dengan baik.

Kegiatan ekonomi yang sudah sejak dahulu kala terkenal ialah berdagang.

Tarutung merupakan pusat produksi dan perdagangan haminjon atau kemenyan.109

Kegiatan perdagangan kemenyan ini dilakukan dengan penduduk setempat atau

107Bungaran simanjuntak,2011, op.cit., hlm. 51.

108Joustra M, De Bataks, Leiden: Sc van Doesburgh, 1912, hlm. 37-38.

109Kemenyan merupakan getah dari berbagai jenis pohon dari Asia golongan Styrax. Terdapat dua kelompok jenis, kemenyan dari Sumatera dan Siam. Kemenyan Sumatera berasal dari pohon Styrax benzoin, Styrax paralleloneurum. Kemenyan disebut haminjon dalam bahasa Batak Toba. Bagi orang Batak Toba, jenis terbaik disebut haminjon toba, sedangkan jenis yang kurang baik disebut haminjon dairi atau haminjon durame. Orang Batak merupakan daerah utama penghasil kemenyan sejak beberapa abad. Lihat Daniel Parret, Lobu Tua: Sejarah Awal Barus, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2002, hlm. 283-285

Universitas Sumatera Utara juga dengan pendatang dari daerah lain.110 Hubungan dagang dengan dunia luar sudah lama terjadi sejak berabad-abad lalu. Perdagangan itu dalam hasil hutan dan pertanian, yaitu kapur barus, kemenyan, dan kopi. Ekspor dilakukan melalui bandar

Barus.

Kemenyan diolah dengan cara disadap atau dipotong kulitnya secara tidak rata tetapi kuat dari pohonnya, cara ini memungkinkan getahnya keluar dan mengeras. Getahnya ini jika sudah mengeras akan berbentuk seperti air mata. Hasil panen dari getah kemenyan akan dijual kepada seorang pengumpul yang bekerja sebagai petani sekaligus pedagang. Petani lebih suka menjual kepada anggota keluarganya, tetapi tidak menolak kemungkinan menjual kepada pedagang yang memberikan tawaran tinggi.111

Usaha peternakan juga merupakan mata pencarian penduduk Tarutung.

Usaha peternakan sebagain besar masih untuk keperluan sendiri. Ada juga yang diperdagangkan misalnya babi dan ayam. Terutama karena kedua ternak tersebut merupakan bagian utama adat mereka. Menurut Joustra ternak yang erat hubungan nya dengan manusia serta adat-istiadat yaitu kerbau, lembu dan kuda juga

110Memorie van Overgave, van den Controleur klas V. Steinbuch, Controlear der Hoogvlakte van Toba van 28 April 1928- 2 Maart 1931bundel serie 2E dan Serie 3E, hlm 48.

111Ibid., hlm. 292.

Universitas Sumatera Utara diusahakan oleh penduduk di Tarutung, Simalungun, Toba, lembah Sipirok yang terletak di dataran tinggi.112

Tidak ada spesialisasi atas usaha peternakan ini. Usaha beternak sangat erat hubungan nya dengan kebutuhan penduduk yaitu dibidang adat istiadat (pesta adat), maupun untuk membantu penduduk mengerjakan sawah (membajak) dan pengangkutan (kereta lembu) untuk hasil-hasil bumi. Pemanfaatan tenaga ternak juga digambarkan dalam MvO113 yang membutuhkan tenaga kuda karena kondisi jalan yang berbukit dan bergunung maka dibuatlah kereta kuda untuk mengangkut hasil-hasil bumi menuju pasar Tarutung.

Kegiatan ekonomi masyarakat Tarutung yang lain adalah bertenun ulos.

Ibu-ibu akan duduk bertenun dihalaman rumahnya. Sebagian besar hasil tenun nya digunakan untuk keperluan sendiri, tetapi kadang ada juga yang dibawa ke onan

(pasar) untuk ditukarkan dengan kebutuhan sehari-hari. Dalam aktivitas perekonomian nya para pedagang di Tarutung menggunakan sistem tukar-menukar

(barter) barang dagangan dengan para pendatang. Para pedagang dan penduduk berkumpuldi tengah-tengah pasar dengan mejual beragam barang– barang kehidupan keseharian manusia.114 Ketika uang masih belum dikenal, perdagangan dilakukan dengan cara tukar-menukar (barter). Sarana pertukaran yang paling

112Joustra, M, op.cit.,hlm. 40-41

113Memorie vanOvergave van den Controleur J.C Ligtrvoet en G.Ch. Rapp 1928-1931.

114Bungaran Antonius Simanjuntak, Konflik Status Dan Kekuasaan Orang Batak Toba, Jakarta: Obor Indonesia, 2011, hlm. 51.

Universitas Sumatera Utara banyak dilakukan ialah padi karena lebih muda ditakar atau diukur.115 Barter atau pertukaran dari hasil pertanian mereka lakukan untuk mendapatkan barang-barang keperluan hidup mereka yang lain. Pertukaran ini biasa dilakukan dengan penduduk lain dalam satu desa maupun dengan penduduk di desa lain.

Onan berlangsung pada hari tertentu, sekali atau dua kali dalam seminggu, dinamakan onan godang onan metmet (hari pekan pasar atau pekan kecil). Salah satu tempat yang punya catatan sejarah tersendiri dalam sejarah sosial dankekristenan di Silindung yaitu Onan Sitahuru yang termasuk salah satu onan

(pekan, pasar, tempat berbelanja dan berdagang) yang dikenal oleh kaum Batak di luar Tarutung karena di sana sering digelar rapat bius yang dihadiri oleh kaum tua- tua dan raja-raja di Silindung. Selain raja-raja dari Silindung aktivitas tersebut biasanya juga diikuti oleh raja-raja dari Humbang atau Toba.116

2.4 Sistem PemerintahanTradisional Masyarakat Batak Toba di Tarutung

Sistem pemerintahan tradisional masyarakat Tarutung yang diuraikan dalam hal ini adalah sistem pemerintahan sebelum masuknya kolonialisme Eropa.Secara kultural, setiap masyarakat tradisional memiliki karakteristik sendiri dalam mengatur tata kehidupan bermasyarakat dan berpemerintahan. Tata kehidupan bermasyarakat dan berpemerintahan masyarakat Batak Toba tradisional akan berbeda dengan

115Bisuk. Siahaaan, Batak-Toba Kehidupan Di Balik Tembok Bambu, Jakarta: Kempala Foundation, 2005, hlm. 133.

116Simon D. Harianja, dkk.,op.cit., hlm. 20.

Universitas Sumatera Utara masyarakat tradisional di Jawa atau di daerah lainnya karena masyarakat Batak Toba memiliki budaya yang berbeda dengan budaya masyarakat lainnya.

Demikian juga halnya dengan Batak Toba sebagai satu kelompok masyarakat yang besar dan bertempat tinggal disatu wilayah yang luas pasti sudah memiliki memiliki pemerintahan yang mengatur hidup bersama mereka. Tidak mungkin sekelompok besar masyarakat dapat hidup tenteram jika tidak ada pemerintahan yang mengatur seluruh kehidupan bersama dari masyarakat tersebut.

Bentuk pemerintahan yang dimiliki oleh masyarakat Batak Toba tradisional yang ada di Sumatera adalah kerajaan, bahasa setempat disebut harajaon (harajaon juga dapat berarti pemerintahan atau kekuasaan).117

Pemerintahan dalam masyarakat Batak Toba tradisional merupakan pemerintahan berdasarkan religi dan adat. Religi dan adat menjadi landasan dan ideologi dalam penyelenggaraan pemerintahan atau kerajaan tradisional Batak Toba.

Wujud yang paling nyata dari harajaon dalam masyarakat Batak Toba tradisional ialah harajaon huta, harajaon horja dan harajaon bius. Kemudian tumbuh satu harajaon yang memiliki cakupan tata kelola yang lebih luas yaitu Dinasti

Singamangaraja.118

Terbentuknya harajaon atau pemerintahan dalam masyarakat Batak Toba tradisional melalui proses tersendiri. Pada awalnya didirikan satu “pemerintahan”

117Ulber Silalahi, Birokrasi Tradisional Dari Satu Kerajaan Di Sumatera. Harajaon Batak Toba, Bandung: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Prahayangan, 2012, hlm. 56.

118Ibid., hlm. 57.

Universitas Sumatera Utara yang disebut huta. Huta didirikan dan diatur oleh marga pendiri hutaatau raja huta.119 Beberapa huta bergabung membentuk satu pemerintahan baru maka wadah penggabungan itu disebut horja.120

Adapun batas-batas wilayah pemerintahan horja121 sama dengan batas wilayah huta yang menjadi bagian dari horja. Jumlah horja juga semakin

119Raja Huta adalah pendiri huta atau raja-raja huta pertama dari garis keturunan bapak berdasarkan prinsip “Progmogeture” (hak waris ditangan garis tertua atau putera sulung). Jabatan ini akan diwariskan secara turun-temurun. Konsep pengertian raja huta dalam masyarakat Batak bukan sebagai kepala pemerintahan pada saat ini, tetapi adalah semua berkaitan dengan tanggung jawab. Administrasi raja huta meliputi bermacam-macam bidang aspek kehidupan dalam huta. Ia mengawasi pemeliharaan dan tembok benteng, mengatur lokasi bangunan-bangunan dan melakukan kontrol atas sawah dan ladang termasuk tanah huta. Raja huta membimbing perilaku hukum warganya dan mendampinginya apabila warga mengajukan suatu tuntutan hukum pada pihak lain. Ia bertindak sebagai kuasa mengurus kepentingan huta dan kelomponya seketurunan dalam persoalan dengan dunia luar. Warga huta wajib mematuhi kepemimpinannya dan warga membuktikan kepatuhannya dengan memberi penghormatan padanya dalam berbagai transaksi misalanya perkawinan, penjualan hewan, pindah tangan sawah, berupa pemberian upa raja. Lihat Vergouwen, Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba, Yogyakarta: LkiS Pelangi Aksara, 2004, hlm. 142.

120Sangti B, Sejarah Batak, Balige: Karl Sianipar Company, 1977, hlm. 401.

121Horja terjadi karena penggabungan dari beberapa huta. Wakil-wakil yang duduk di dalam horja dipilih oleh raja-raja huta. Selain bertanggungjawab atas penyelenggaraan upacara persembahan kurban di tingkat horja, raja horja berhak menyatakan perang atau damai, mengatur pekerjaan-pekerjaan besar yang ada kaitannya dengan kepentingan horja maupun kepentingan huta yang menjadi bagian dari horja dan warganya. Tetapi jika berkenaan dengan urusan intern huta tertentu, biasanya raja horja tidak ikut campur kecuali diminta pandangannya. Dia hanya mengurusi urusan huta lain hanya sebagai penengah. Tetapi jika menyangkut atau melibatkan antar huta, maka raja horja akan bertindak untuk memberikan solusi terbaik. Dalam kegiatan kerohanian, raja horja mengatur persiapan upacara horja santi rea sebagai upacara persembahan yang besar serta membawakan tonggo- tonggo atau doa-doa ritual. Lihat Ulber Silalahi, Birokrasi Tradisional Dari Satu Kerajaan Di Sumatera. Harajaon Batak Toba, Bandung: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Universitas Katolik Prahayangan, 2012, hlm. 161.

Universitas Sumatera Utara bertambah dan tiap horja memiliki kepentingan yang mungkin sama atau mungkin berbeda dengan horja lain sehingga dirasakan memerlukan pengaturan bersama.

Untuk itu sejumlah horja membentuk satu pemerintahan yang lebih besar yang disebut Bius. Jadi dalam kaitan ini bius merupakan persekutuan masayarakat hukum adat dalihan na tolu yang tertinggi.122 Adapun batas wilayah dari setiap pemerintahan bius123 adalah sama dengan batas wilayah dari setiap harajaon huta yang berada di bius.

Raja Bius Silindung didampingi oleh raja-raja huta dari kerajaan Bius

Silindung. Kerajaan Bius terletak sekitar lembah Silindung (Tarutung) yang diperintah oleh seorang rajadari Siopat Pusoran (raja-raja Hutatoruan, Sitompul,

122Sangti B, loc.cit.,

123Jalannya pemerintahan di dalam harajaonbius langsung dari Raja Bius kepada raja-raja huta.Raja Biusbertanggung jawab atas keamanan dantunduk pada undang-undang yang sebagian besar bersumber pada adat dan keputusan-keputusan yang diambil atau ditetapkan dalam rapat-rapat rakyat.Selain itu, Raja Bius mempunyai tugas lain yaitu berupaya mendatangkan hujan pada saat kemarau panjang, berupaya agar panen bagus, atau menyelesaikan perselisihan antarhuta atau antar wilayah. Dalam menjalankan tugas-tugas pemerintahan, raja dibantu oleh pengetua-tua adat dari rakyat biusdan oleh raja-raja huta. Jadi, berjalan nya pemerintahan kerajaan Bius tersebut telah menyerupai bentuk legislatif yang sederhana, sesuai dengan kondisi dan situasi pada situasi pada zamannya. Raja bius merangkap tugas selaku panglima tertinggi dalam kerajaan bius, oleh karena itu seorang raja bius adalah seorang prajurit. Dalam rapat tertinggi fungsi legislatif, maka raja hanya mengetahui adanya rapat dan ia hanya sekedar menjaga lancarnya sidang, sedangkan usul-usul sebagian besar datang dari pemuka-pemuka rakyat atau raja-raja adat dan dari raja-raja huta. Ada kalanya usul atau persoalan itu datang dari raja bius itu sendiri.Seorang raja bius dipilih langsung atau tidak langsung oleh rakyatnya.Dalam rapat-rapat telah diterapkan musyawarah untuk mufakat dengan pengertian mengambil suatu keputusan dari hasil suara terbanyak.O.L.Napitupulu, Perang Batak Perang Sisingamangaraja, Jakarta: 1972, hlm. 99.

Universitas Sumatera Utara Hutabarat, Sipaholon) dari keturunan Raja Mangalongsa (Mangaloksa).Kerajaan

Bius Silindung disebut juga Kerajaan Bius Martimbang.124

Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta pertahanan dan keamanan dari bius maka harajaon bius bergabung dengan harajaon bius lain.

Untuk itu sejumlah “pemerintahan” bius kemudian meyatakan bergabung dengan satu harajaon bius bakkara yaitu Kerajaan Dinasti Singa Mangaraja.Bakkara memiliki dua kerajaan yaitu Harajaon Bius Bakkara atau Bius Sionom Ompu dan

Kerajan Dinasi Singa Mangaraja. Walaupun harajaon huta telah berkonfederasi menjadi horja, harajaon horja menjadi bius dan harajaon bius masuk dalam Dinasti

Singamangaraja, tiap harajaon huta tetap menjadi daerah yang memiliki otonomi.125

Pemerintahan konfederasi dalam bentuk Harajaon (Huta, Horja, Bius dan

Dinasti) sekaligus melukiskan skema pembentukan struktur harajaon dalam masyarakat Batak Toba tradisional yang dinyatakan dalam ungkapan Batak Toba berikut: Marga do mula ni harajaon Huta (marga membentuk/berasal dari pemerintahan/kerajaan Huta), Huta do mula ni harajaon Horja

(pemerintahan/kerajaan Horja bermula/berasal dari Huta), Horja do mula ni harajaon Bius (pemerintahan/kerajaan Bius bermula/ terbentuk dari Horja), Bius do

124O.L.Napitupulu, op.cit., hlm.98.

125Ulber Silalahi, op.cit., hlm. 60.

Universitas Sumatera Utara mula ni harajaon Toba (pemerintahan/kerajaan Batak Toba Bius bermula/terbentuk dari Bius).126

Dari uraian diatas, terlihat adanya badan atau lembaga eksekutif yang dipegang oleh raja bius dengan pembantunya, badan atau lembaga legislatif yang beranggotakan raja-raja huta, raja-raja adat dan pemuka-pemuka rakyat, badan atau lembaga yudikatif dipegang oleh raja adat yang erat hubungannya dengan raja bius atau raja huta. Pelaksanaan keputusan peradilan menjadi tanggung jawab seorang raja, dengan menunjuk seseorang atau beberapa orang untuk pelaksanaannya.

126Ibid.,hlm.61.

Universitas Sumatera Utara BAB III

PERKEMBANGAN KOTA TARUTUNG

Corak kota kolonial, sebagaimana didefinisikan oleh Peter J.M. Nas127 dipengaruhi oleh peranan proses kedatangan orang-orang Eropa sebagai akibat dari pasca Liberalisasi Tahun 1870. Kondisi ini berpengaruh kuat pada perubahan tata kota yang disesuaikan untuk mendukung aktifvitas sosial orang-orang Eropa sebagai golongan yang dominan secara politik di kota pada masa itu.

Di kota Tarutung, kehadiran kolonisasi Barat dalam bentuk keagamaan, militer, administrasi, dan ekonomi menjadi bagian yang mendorong perkembangan

Kota Tarutung. Kegiatan misionaris yang menyebarkan injil membutuhkan jaminan keamanan agar dapat terus berlangsung dengan aman, di samping itu Pemerintah

Belanda juga memiliki kepentingan untuk dapat menjaga keamanan dan ketertiban mayarakat pribumi. Kedua kepentingan ini menjadi saling berkaitan. Pemerintah

Belanda mendapat kemudahan karena kegiatan para zending secara tidak langsung telah membuat kehidupan mayarakat menjadi lebih teratur. Berikut ini akan diuraikan pengaruh kedatangan orang-orang Eropa, Jerman dan kolonial Belanda ke

Kota Tarutung yang membawa perubahan pada tata kota Tarutung.

3.1 Terbentuknya kota Tarutung

Perebutan monopoli dagang yang terjadi di pesisir barat Sumatera berkembang karena adanya intrik antara sesama negara Barat Inggris dan

127Peter J.M. Nas 1986:7–9

Universitas Sumatera Utara Belanda.128 Kedua negara seberang lautan ini unggul dalam percaturan politik, ekonomi dan militer di Eropa setelah menggeser Portugis dan Spayol sesudah tahun

1588 dan mereka bersaing menguasai seluruh dunia, khususnya Asia Tenggara.

Kehadiran Inggris dan Belanda mempunya akibat yang besar dalam berbagai aspek kehidupan terkhususnya di Sumatera.129

Setelah terjadi persaingan yang kuat, maka ditandatanganilah Perjanjian

London tahun 1824 oleh Inggris dan Belanda. Dalam perjanjian itu, Belanda menyerahkan Melaka serta wilayah-wilayah jajahannya di India kepada Inggris dan berjanji tidak akan menjalin hubungan dengan para pemimpin Melayu di

Semenanjung Melayu. Sebaliknya Inggris menyerahkan kepada Belanda wilayah- wilayah miliknya di Sumatera dan berjanji tidak akan menetap di Sumatera atau berhubungan dengan salah satu pemimpin di Sumatera.130

Hasil perjanjian itu membuat Belanda semakin leluasa memperluas wilayah monopoli perdagangannya di Nusantara dalam kekuasaan Kerajaan Belanda. Nota

Van den Bosch merupakan program pemerintah kolonial Belanda, agar menaklukkan daerah-daerah yang masih merdeka (onafhankelijke gebieden) di

128Sitor Situmorang, 1993, op.cit., hlm. 19.

129Bonar Sidjabat, Ahu Sisingamangaradja,Jakarta : Sinar Harapan, 1982, hlm. 413.

130Daniel Perret, op.cit., hlm. 177.

Universitas Sumatera Utara Nusantara supaya terbentuk daerah eksploitasi yang lebih luas untuk pengembangan kekuasaan kolonialnya di bidang politik, ekonomi, dan militer.131

Sebagai langkah pertamanya dengan keputusan Komisaris Jenderal

Pemerintah Hindia Belanda tertanggal 11 Oktober 1833, No. 310 dibentuklah

Battadistrict. Berdasarkan keputusan tersebut secara yuridis pemerintah Hindia

Belanda secara resmi menguasai tanah Batak, bersamaan dengan kekalahan kaum

Paderi pimpinan dari tentara Hindia Belanda di seluruh daerah tanah Batak bagian selatan.132

Dalam keputusan tersebut disebutkan bahwa distrik Batak meliputi disebelah selatan berbatasan dengan Rauo (bekas daerah kekuasaan Tuanku Rao, pemimpin umum kaum Paderi). Di utara sampai ke daerah Singkil (Aceh) sampai timur pantai Tapanuli yang menjadi wilayah kekuasaan Belanda.133 Belanda mulai bergerak mengembangkan wilayah yang benar-benar dikuasainya. Perluasan wilayah kolonial Belanda juga di lakukan pada kota-kota pelabuhan di daerah pesisir Barat Tapanuli mulai dari Natal, Sibolga, Barus hingga Singkel. Pada tahun 7 Desember 1842 berdasarkan Regerings Besluit Gubernur Jenderal Hindia

Belanda, dibentuklah Keresidenan Tapanoeli yang merupakan bagian dari

Propinsi Pantai Barat Sumatera yang meliputi seluruh daerah pedalaman antara

131Bonar Sidjabat, op.cit., hlm. 414.

132Joustra, Batakspiegel, Leiden: Uitgaven van Het Bataksch Institut- No.21, 1926, hlm. 31.

133N. Siahaan, Sejarah Kebudayaan Batak, Medan: C.V Napitupul dan Sons, 1964, hlm. 30.

Universitas Sumatera Utara Aceh dan Minangkabau, yaitu Angkola Mandailing, Toba, dan Dairi-Pakpak dan

Pulau Nias. (tiga daerah yang terakhir masih belum dikuasai waktu itu).134

Walaupun distrik Batak telah diresmikan pembentukannya pada tahun

1833, namun secara de facto sebenarnya belum semua tanah Batak dapat dikuasai.

Sebagian besar wilayah Tanah Batak itu masih merdeka, masih dibawah pengaruh

Raja Sisingamangaraja XII. Belanda berusaha merebut dan merencanakan untuk mengadakan persiapan aneksasi seluruh daerah batak merdeka, yang masih setia kepada Sisingamangaraja XII dengan mengadakan perlawanan perang.135

Sisingamangaraja XII tidak menerima pendudukan Belanda atas sebagain dari daerah Tanah Batak.

Pada tahun 1872, pasukan Belanda yang dipimpin oleh Residen Tapanuli

Boyle yang berkedudukan di Sibolga berhasil memasuki wilayah Silindung

(Tarutung). Mengikuti jalan yang sudah dibuka oleh para zending dari Rheinische

Missionsgesellschaft yang masa sebelumnya di kawasan ini telah ada upaya untuk menyebarkan agamanya pada penduduk setempat. Bagi pemerintah kolonial

Belanda, pengembangan agama Kristen di pedalaman Tapanuli ini akan memudahkan Belanda memperluas kekuasaannya. Mereka terus berusaha untuk meluaskan kekuasaannya ke dataran tinggi Toba (hoogvlake van Toba).136

134Sitor Situmorang, op,cit., hlm. 20.

135 Bungaran Simanjuntak, 2011,op.cit.,hlm. 52.

136Mohd. Yusuf Harahap, Dkk,, Sumatera Utara Dalam Lintasan Sejarah, Medan, 1994, hlm.148.

Universitas Sumatera Utara Mereka membentuk sebuah rencana dengan taktik psy-war atau perang urat syaraf untuk dapat menguasai Tarutung, Pearaja dan kampung-kampung sekitarnya.

Untuk dapat melaksanakan taktik tersebut, maka daerah Silindung (Tarutung) dan sekitarnya (Silindung en Omstreken) akan dimasukan terlebih dulu di bawah kekuasaan Belanda dan dijadikan daerah gubernemen atau gouvernements-gebiel dibawah resident Tapanuli.137 Penguasaan Tarutung secara hukum diumumkan dengan resmi oleh pemerintah Belanda di Sibolga bahwa dalam Regerings Besluit

1876 daerah Silindung (Tarutung) termasuk daerah Gubernemen yang harus patuh pada putusan-putusan pemerintah yang ditentukan oleh Residen Sibolga.138

3.2 Tarutung Pusat Pemerintah Kolonial Belanda

Dalam perkembangan selanjutnya kota Tarutung beralih secara bertahap ke tangan penguasa militer dan administrasi Belanda mulai tahun 1878.139 Maka dalam

Staatsblad No. 353 bahwa kota Tarutung pada tahun 1879 ditetapkan sebagai tempat controleur Onderafdeling Silindung.140 Di daerah administratif tersebut,

137 A. Sibarani, Perjuangan Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII, Jakarta: Ever Ready Ltd, 1979, hlm. 40.

138Regerings Besluit,1876

139Ibid.,hlm. 240.

140Staatsbladvan Nederlands Indie1879, No. 353.

Universitas Sumatera Utara Belanda menempatkan seorang kontrolir yang diberi perintah untuk menjalankan berbagai aktivitas pemerintahan kolonial.141

Kontrelir Howel didampingi oleh Kapten Scheltens dengan beberapa pengawal diperintahkan ke Pearaja (Tarutung) untuk melaksanakan tugas yang sudah direncanakan. Mereka menjumpai dan mempengaruhi Nomensen dan raja- raja Batak Kristen di Tarutung seperti R.Pontas Lumbantobing, R.Djuara agar mendukung Belanda dengan mengabarkan berita bahwa pasukan-pasukan

Sisingamangaraja XII akan melakukan pemberontakan dengan merusak dan membakar gereja-gereja. Waktu itu telah ada bangunan-bangunan gereja yang sederhana. Howel menambahkan, bahwa pasukan itu akan merampok harta di setiap kampung dan akan adanya peperangan di Tanah Batak.142

Kondisi yang aman dan tentram yang biasanya meliputi alam kehidupan di kampung perdamaian Huta Dame dan sekitarnya di Tarutung berubah menjadi suasana yang mencurigai dengan timbulnya perselisihan-perselisihan karena perbedaan pendapat antara raja-raja dan tokoh-tokoh terkemuka dalam masyarakat. Politik devide et impera dari Residen Boyle berhasil memecah belah raja-raja di Tarutung. Raja-raja dan para kepala huta yang beragama Kristen

141Sitor Situmorang, 2009, op.cit.,hlm.311.

142O.L.Napitupulu, op.cit.,hlm. 30.

Universitas Sumatera Utara mengadakan musyawarah besar dan memutuskan untuk mendukung kekuasaan

Belanda.143

Belanda memanfaatkan situasi perselisihan tersebut dengan mengetengahkan diri sebagai pembela dan pelindung pengikut-pengikut agama

Kristen, untuk melaksanakan wig politik merdeka. Pemerintah Belanda menjamin, bahwa mereka akan melindungi semua raja-raja dan semua pengikut-pengikutnya dari raja-raja yang belum masuk agama Kristen serta pasukan Sisingamanagraja

XII.144

Tindakan yang dilakukan Belanda ternyata membuat Sisingamangaraja XII, yang merupakan penguasa atas wilayah tersebut menjadi marah dan tidak menerima pendudukan Belanda. Oleh sebab itu, ia memerintahkan para pejuangnya untuk menyerang daerah tersebut sebagai upaya untuk menunjukkan perlawanan rakyat terhadap keberadaan pasukan Belanda. Sisingamangaraja XII melatih kira-kira 100 pemuda sehat dan besar untuk menjadi komandan. Penduduk dikerahkan untuk dilatih memanggul senjata yang terdiri atas tombak, pedang, dan golok. Penyerangan yang dilakukan oleh Sisingamangaraja XII ternyata membuat Belanda khawatir, sehingga memutuskan untuk melakukan pengejaran terhadapnya sampai ke daerah

Bakara yang menjadi tempat tinggal Sisingamangaraja XII.145

143A. Sibarani, op.cit., hlm. 47.

144loc.cit.

145 Daniel perret, op.cit., hlm. 239.

Universitas Sumatera Utara Kehadiran kolonial Belanda yang ingin memperluas daerah kekuasaannya sangat berpengaruh terhadap masyarakat Tarutung. Pemerintah kolonial yang ingin menguasai daerah-daerah Batak lainnya termasuk Dairi yang pada saat itu masih merdeka dari kekuasaan lain, akhirnya melakukan perang. Perang Batak pada waktu itu dipimpin oleh Raja Sisingamangaraja XII. Perang ini merupakan jawaban terhadap rencana Belanda yang mau menguasai seluruh Tanah Batak. Pada Tahun

1906 tentara Belanda membawa 400 orang pembantunya dari Tarutung yang pada umumnya adalah orang Batak Toba, dengan tujuan untuk membantu Belanda mematahkan pejuang-pejuang Batak yang menantang Kolonial Belanda.146

Di sebelah Barat lembah Tarutung dibangunlah perkampungan Simaung- maung, yang terhubung ke pebukitan tangsi arah ke kota. Lokasi tangsi ini dijadikan sebagai tangsi militer. Dibangun asrama militer dan perkantoran, yang masih digunakan hingga sekarang. Di dalam benteng tersebut kemudian berkembang permukiman awal komunitas orang-orang Belanda.147 Benteng kompeni di pusat kota Tarutung didirikan di (sekarang Jalan ) yang sekarang disebut

Tangsi.148 Seperti halnya pola penaklukan kompeni setelah menguasai suatu daerah,

146Elvis. F. Purba., O.H.S., Purba, Migrasi Batak Toba: di Luar Tapanuli Utara Suatu Deskripsi, Medan: Monora, 1997,hlm.50.

147Handinoto dan Paulus H. Soehargo, Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Malang, Yogyakarta, 1996, hlm. 15.

148Sebutan “Tangsi” dinamai sejak penjajahan Belanda dulu sebagai kawasan pembenahan pembangunan langsung ke jalan Afdeeling yang berhubungan langsung ke jalan Arteri-Primer jalan Sisingamangaraja Kota Tarutung.

Universitas Sumatera Utara maka langsung didirikan suatu bangunan benteng yang bertujuan untuk memperkuat kedudukannya.

Lokasi tangsi ini sejak zaman Belanda dijadikan sebagai tangsi militer. Di sana dibangun asrama militer dan sekarang asrama militer berganti menjadi kantor polisi Tapanuli Utara di (jalan Letjend Suprapto). Setelah menjadikan Tarutung sebagai bagian penting dari pemerintahan kolonial, Belanda mulai memperkuat posisinya di wilayah tersebut dengancara mendatangkan tangsi militer yang lengkap dengan alat persenjataanya. Tangsi militer Belanda di Tarutung juga mendapatkan bantuan berupa perlengkapan persenjataandari Residen Boyle di Sibolga.

Foto 2. Tangsi Militer Belanda di Tarutung

Sumber : Perpustakaan ANRI KIT Sumatera Utara, KITLV 405560

Ramainya suatu pemandangan berwarna hijau yang diperlihatkan oleh serdadu-serdadu Belanda ketika mondar-mandir di pasar Tarutung dengan mengosongkan beberapa perkampungan rakyat untuk tempat beristirahat dan

Universitas Sumatera Utara menginap bagi tamu serdadu-serdadu Belanda pada saat menunggu diberangkatkan ke Siborong-borong sebagai bukti penguasaan Tarutung oleh kolonial Belanda.149

Pada 1890 setelah kekuasaan kolonial Belanda sudah cukup kuat di Tarutung sehingga membentuk daerah administratif di kota Tarutung dengan nama Afdeeling

Silindung dengan Staatsblad No. 91, yang dipimpin oleh seorang asisten residen.150 Pemerintah kolonial kemudian menunjuk Ypes yang merupakan seorang pejabat tinggi Belanda sebagai Asisten Residen di Tarutung.151

Letak kantor asisten residen masih sederetan dengan tangsi. Perkantoran

Belanda sekarang berganti menjadi kantor bupati Taput di Jalan No 1

Tarutungdan di depan kantor tersebut berdiri Tugu Sisingamangaraja XII menjadi salah satu ikon kota Tarutung. Dan masih sederetan dengan tangsi, di bagian paling ujung arah Siwaluompu berdiri RSU Tarutung yang dibangun oleh kolonial Belanda yang sekarang tepat berhadapan dengan jembatan Naheong pintu masuk ke kota

Tarutung dari arah Timur.

Dengan kondisi tersebut, semakin tampak usaha Belanda untuk menjadikan

Tarutung sebagai lokasi bagi pasukan militernya. Lokasi yang dijadikan oleh

Belanda sebagai markasnya militernya merupakan “jantung-nya” Rura Silindung

149O.L.Napitupulu,op.cit.,hlm.190. 150Staatsbladvan Nederlands Indie1890, No. 91.

151Sitor Situmorang, 2009,op.cit., hlm.69-70.

Universitas Sumatera Utara yang terletak pada persimpangan jalan menuju Sibolga, Sipaholon, Siborong-borong,

Pahae dan jurusan-jurusan lain yang mengarah kekampung-kampung.152

Dampak lain dari pembentukan daerah administratif yang dilakukan Belanda terhadap Tarutung tidak hanya menjadikannya sebagai bagian dari negara kolonial

Hindia Belanda, tetapi juga mengubah kawasan yang sebelumnya memiliki berbagai sistem dan tradisi politik menjadi satu kesatuan politis. Perubahan tersebut dapat dilihat dari diperkenalkannya struktur birokrasi yang sebelumnya tidak dikenal dalam konsep politik tradisional masyarakat setempat. Munculnya struktur birokrasi kolonial ternyata berdampak terhadap hilangnya keberadaan fungsi lembaga- lembaga politik tradisional.153

Dengan berkuasanya Belanda, keadaan politik di daerah-daerah tepi barat daya dan selatan Danau Toba juga ikut berubah. Berbeda halnya dengan residentie

Pesisir Timur, residentie Tapanuli diperintah langsung oleh pemerintah Batavia, tanpa melibatkan Zelfbestuur setempat. Pada mulanya, satuan masyarakat di utara

Tapanuli yang menurut pegawai pemerintah kolonial dianggap tepat untuk menjalankan fungsi politik adalah Horja.154 Horja yang cukup besar menjadi

152Ibid., hlm.150. 153Gusti Asnan, Dunia Maritim Pantai Barat Sumatra, Yogyakarta: Ombak, 2007, hlm.326.

154Horja adalah bentuk kerja sama antara keturunan dan pendatang yang terbentuk oleh kelompok marga raja yang mempunyai pengaruh besar. Dalam sistem Pemerintahan Bius, tiap horja memilih dan mengutus para wakilnya menjadi anggota dewan secular Bius, serta menjadi pendeta/perbaringan untuk duduk dalam organisasi perbaringan, lihat Sitor Situmorang, op.cit., hlm. 48-49.

Universitas Sumatera Utara hundulan dan dikepalai oleh seorang raja ihutan. Horja-horja yang terlalu kecil digabungkan untuk membentuk suatu hundulan.155 Raja ihutan menjadi semacam pegawai pemerintah pribumi,sehingga memiliki posisi yang kurang nyaman ketika berhadapan dengan rakyat. Secara bersamaan, di dalam hundulan, pemerintah berusaha menghapuskan jabatan pemimpin huta dengan menggabungkan mereka ke dalam kelompok-kelompok yang dipimpin kepala kampung. Sedikit demi sedikit, para raja huta mulai kehilangan pengaruh dan posisi mereka mulai mengalami kemunduran.156

Berbagai kemunduran yang dialami oleh raja di Tarutung tidak lepas dari kuatnya pengaruh pemerintah kolonial. Pengaruh tersebut secara perlahan-lahan telah menghilangkan kebiasaan tradisional penduduk setempat sehingga akhirnya mulai menghilang. Di bawah kekuasaan pemerintah kolonial dikenalkan sistem baru yang dianggap lebih canggih dan cepat sehingga dapat diterima oleh penduduk setempat.

Pada akhirnya, penempatan Tarutung sebagai tempat pusat militer pasukan kolonial ternyata ikut mengembangkan kawasan tersebut menjadi wilayah yang lebih maju. Keberadaan pasukan militer Belanda ternyata memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat Tarutung, sehingga banyak rakyat datang ke kota tersebut dan

155Hundulan yaitu penggabungan horja-horja yang terlalu kecil menjadi horja yang besar yang di kepalai oleh seorang raja ihutan.Dalam pemerintah kolonial, raja ihutan menjadi semacam Pegawai Pemerintah Pribumi yang harus berhadapan dengan rakyat. Secara bersamaan, pemerintah kolonial ingin menghapus jabatan pemimpin yang mereka pegang dan menggabungkannya dalam kelompok yang di pimpin kepala kampung, lihat Daniel Perret, op.cit., hlm.240. 156 Gusti Asnan, Ibid., hlm.240.

Universitas Sumatera Utara membuka berbagai aktivitas baru baru. Secara perlahan-lahan berbagai kegiatan masyarakat membuat kota Tarutung menjadi ramai dan berdampak pada upaya untuk meningkatkan berbagai infrastruktur di dalamnya.

3.3 Kedatangan Zending di Tarutung

Gerakan Zending didasari oleh perkembangan keyakinan di Eropa. Para penganut ajaran Kristen memiliki keyakinan bahwa kesuksesan di dunia merupakan indikator bagi kesuksesan di akhirat (Etika Protestan). Keyakinan ini menjadi dasar bagi orang Kristen untuk melakukan kebaikan sebanyak mungkin. Keyakinan ini kemudian memunculkan berbagai gerakan Pekabaran Injil yang biasa disebut dengan istilah organisasi zending. Organisasi ini berusaha melakukan kebaikan dengan menyebarkan kabar Kristus sebagai juru selamat.

Para penginjil dari dunia Barat membuka lapangan penginjilan di Tanah

Batak sekalipun informasi tentang keadaan daerah tersebut masih sangat kurang.

Pelabuhan di pantai Sumatera bagian Barat seperti Padang, Natal dan Sibolga merupakan jalur untuk masuk nya zending dari Barat (Eropa dan Amerika).

Kegiatan zending berawal dari percobaan Kristenisasi di Sumatera bagian utara yang berlangsung sebelum 1820 ketika Sir Stamford Raffles bertugas menjadi Gubernur di Bengkulu. Usaha tersebut dilakukan oleh Baptis Inggris yang mengutus tiga orang penginjil, yaitu Richrad Burton, Nathanael Ward dan Evans. Selanjutnya dari

Sibolga mereka berpencar menuju daerah pelayanan masing-masing, dimana Evans pergi ke Tapanuli Selatan sedangkan Tuan Burton dan Nathanael Ward bersama-

Universitas Sumatera Utara sama menuju ke wilayah lembah Silindung dengan ahli-ahli ilmu bahasa yang bergabung dengan badan penginjil sebelum menuju Tapanuli.157

Misi kedua para misionaris yaitu dari sebuah badan Zending yaitu American

Board Of Commissioners for Foreign Missions (ABCFM) mempunyai perhatian pula terhadap usaha zending di Sumatera. Pada tanggal 13 Mei 1834 dikirimlah

Henry Lyman dan Samuel Munson dan mereka menuju Sibolga melalui Nias dengan menyewa perahu layar. Tanggal 17 Juni mereka menginjakkkan kaki di Tanah

Sibolga. Mereka meniru hal yang dilakukan oleh Burton, tetapi mereka kemudian dibunuh oleh penduduk di wilayah pedalaman di dekat Sakka dalam perjalanan mereka ke lembah Silindung.158

Walaupun mereka ini belum berhasil membuat penduduk Batak Toba menerima Injil, dan belum banyak memberikan perubahan dalam hal perkembangan sosial dan budaya masyarakat Tarutung bahkan perkembangan kota yang masih tetap dengan kota tradisional Batak Toba, namun usaha mereka tidaklah sama sekali sia-sia. Catatan perjalanan mereka maupun traktat-traktat dan terjemahan bagian- bagian Alkitab yang telah mereka upayakan kelak membawa manfaat besar bagi para pelanjut usaha mereka. Dapat memberikan gambaran aktifitas kehidupan masyarakatnya Batak Toba yang sudah memiliki sistem sosial, politik, budaya, agama dan bentuk kota tradisionalnya yang terbentuk dan wujud yang asli termasuk di Tarutung, Silindung.

157Daniel Perret, Kolonialisme dan Etnisitas. Batak dan Melayu di Sumatra Timur Laut, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, 2010, hlm. 178 158Hoveker en Zoon, loc.cit.

Universitas Sumatera Utara Selain para zending, seorang ahli bahasa yang memanfaatkan karya ahli lingustiknya yaitu Herman Neubronner van der Tuuk juga pernah mengunjungi

Tanah Batak. Ia mengadakan penelitian di Tanah Batak dan pada tahun 1848 menerjemahkan sebagian Perjanjian Baru ke dalam bahasa Toba dan menyusun sejumlah literasi mengenai bahasa, aksara, dan sastera Batak.159 Walaupun Van der

Tuuk bukan seorang zendeling, melainkan seorang linguis penganut Humanisme, namun karya-karyanya sangat banyak menolong para zending lain yang ingin menginjili di Tanah Batak. Bahkan para zending dapat belajar berbahasa Batak termasuk zending RMG.160

Rheinische Missions-Gesellschaft merupakan sebuah misi Jerman yang memusatkan perhatian ke benua Asia dan Afrika dan mendidik para penginjil di dan berpusat di Barmen, di daerah Rheinland.161 Pada tahun itu memang gerakan misi

159 H.N van der Tuuk lahir di Malaka tahun 1824. Ayahnya ketua weeskamer dan Raad van Justitie Surabaya. Ia dikirim ke Belanda tahun 1837 dan awalnya belajar ilmu hukum sebelum belajar linguistik. Ditugaskan oleh Nederlandsche Bijbelgenootschap untuk menterjemahkan Alkitab dalam bahasa “Batak”, ia berangkat ke Sumatra tahun 1848, setelah mempelajari manuskrip “Batak” di British Museum London. Karyanya dibaca luas di Eropa dan menarik badan penginjil disana. Ia menjadi orang Eropa yang pertama diketahui melihat Danau Toba. Peristiwa ini terjadi tahun 1853. Van der Tuuk tinggal di daerah itu selam 10 tahun sebelum kembali ke Belanda dan menerbitkan sejumlah karangan tentang bahasa- bahasa “Batak”, khususnya kamus Batak-Belanda pertama. Setelah itu, ia menaruh perhatian pada bahsa-bahasa Nusantara lain. Lihat Ramlan Hutahaean, Tetap Di Dalam Kristus Sejarah 150 Tahun HKBP Dalam Gambar, Tarutung: Pearaja, 2011, hlm. 30.

160Jan SAritonang, op.cit., hlm. 7.

161Lembaga zending Rheinische Missionsgesellschaft (RMG) didirikan pada tahun 1828.Medan zending RMG di Afrika (mulai tahun 1829), Cina (mulai 1846),

Universitas Sumatera Utara tersebut mendirikan empat cabang di Selatan Danau Toba, di daerah-daerah yang masih belum beragama monoteis (Sipirok, Waringan, Bungabanda dan

Silindung).162 Zending RMG menyadari bahwa penginjilan di daerah masyarakat pesisir atau yang sudah dikuasai Belanda kurang berhasil dijalankan karena penduduk daerah itu sebagian besar sudah beragama Islam. Sebab itu mereka segera mengambil keputusan untuk mulai bekerja di pedalaman Tanah Batak dan hingga tiba di Tarutung yang oleh pemerintah kolonial disebut daerah merdeka

(onafhankelijk gebied). Zending RMG kemudian membuka penginjilan baru di

Sumatera yang dinamakan Battakmision atau Mission-Batak.

Pada tanggal 7 Oktober 1861 dibuka suatu daerah penginjilan baru di

Sumatera, “Bataklanden” atau Tanah Batak. Daerah penginjilan baru ini di beri nama “ Battamission” yang kemudian disebut “ Batak mission “ atau “Mission –

Batak “.Batakmission dalam hal ini berarti himpunan dari seluruh para utusan

RMG di Tanah Batak beserta asetnya yang mencakup seluruh pargodungan dan jemaat serta pelayan pribumi. Tanggal lahir Batak Mission di tentukan pada 7

Oktober 1861 bertepatan dengan tanggal dari rapat pertama para penginjill utusan

Kalimantan (1836-1859) dan Sumatera (mulai 1861).Bagi misi ini, di Indonesia mereka berkarya di Kalimantan tetapi akibat perang Banjar beberapa misionaris mereka terbunuh. Situasi itu mendorong RMG untuk mengalihkan perhatian ke tanah Batak.

162Daniel Perret, op.cit., hlm. 179.

Universitas Sumatera Utara RMG di Tanah Batak. Hari lahir Batak Mission tersebut disambut pengurus sending

RMG (Rheinischen Missions- Gesellschaft) di Jerman dengan rasa sukacita.163

Para zending RMG menentukan tempat pelayanan di Tanah Batak. Yaitu

Klam mermenerima Sipirok sebagai tempat pelayanan; Betz di Bungabondar yang tidak jauh dari Sipirok; sedangkan Van Asselt dan penginjil muda Heine merintis penginjilan di bagian Utara Tanah Batak yang masih bebas dari pendudukan kolonial

Belanda. Setelah pembukaan tersebut, tidak lama kemudian I.L. Nommensen bergabung dengan mereka. Sejak awal pendiriannya, para misionaris telah menargetkan daerah Toba dan Silindung yang padat penduduknya sebagai wilayah penginjilan. Sementara pemerintah kolonial tampak tidak bersikap anti-zending, tetapi sebaliknya mereka sangat mendukung upaya penginjilan.164

Kegiatan organisasi zending ini sempat mengalami perpecahan dengan jemaat Kristen pribumi. Permasalahan ini kemudian dapat diatasi setelah organisasi zending melakukan pendekatan kepada masyarakat pribumi melalui pelayanan pendidikan dan kesehatan. Para Zending menjadikan pelayanan kesehatan sebagai sebuah metode dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat pribumi. Ketika pelayanan kesehatan ini dapat diterima oleh masyarakat, usaha zending pun dapat dilakukan dengan lebih efektif.

163Jubil Raplan Hutauruk, 2001,op.cit.,hlm. 4. 164Ibid., hlm. 42.

Universitas Sumatera Utara Setelah kedatangan Batakmission, terjadi kemajuan pesat di Tanah Batak secara keseluruhan. Kemajuan yang terjadi di Tanah Batak antara lain terutama berlangsung dalam hal peningkatan pelayanan yang dilakukan para zending terutama pada bidang pendidikan dan kesehatan dinilai sangat efektif sebagai langkah dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat pribumi sekaligus untuk mempermudah aktivitas mereka. Sistem pendidikan menjadi sarana stratifikasi sosial yang membuka peluang terutama pada golongan rendah seperti hatoban (budak), dan kesehatan modern untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.165

Misi zending RMG yang melahirkan peradaban baru di Tarutung diberitakan dalam surat kabar Algemeen Handelsblad yang mengabarkan peningkatan pelayanan zending RMG yang berkembang di Tanah Batak. Sebuah karya yang memiliki arti besar bagi orang-orang Batak yang energik.

3.3.1 Pendirian Huta Dame

Kegiatan zending RMG di Tarutung berawal pada saat Ingwer Ludwig

Nommensen pindah ke lembah Silindung, Tarutung tahun 1864 dengan bantuan raja Pontas Lumbantobing.166 Pada tanggal 29 Mei 1864, dibangunlah sebuah huta (kampung), yang diberi nama Huta Dame di Saitnihuta Tarutung oleh

Nomensen yang menjadi pioner yang membangun kampung orang-orang Batak

165loc.cit. 166Uli Kozok, Utusan Damai di Kemelut Perang Peran Zending dalam Perang Toba. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010, hlm. 33.

Universitas Sumatera Utara Toba yang telah menerima agama Kristen.167 Pembangunan kampung tersebut dicirikan dengan adanya tembok yang mengelilingi kampung tersebut. Tujuan itu adalah untuk melindungi huta tersebut dari serangan raja-raja yang menolak kehadiran Nomensen. Kampung ini berkembang dengan penduduk nya yang menerima ajaran RMG.

Foto 3. Huta Dame

Sumber : Kunjungan langsung penulis ke Tarutung 16 Februari 2018

Untuk memulai misinya, Nommensen membangun hubungan baik dengan penguasa-penguasa pribumi seperti Raja Singa Mangaraja XII. Sesuai dengan pernyataan Sangt168 bahwa terbukti, dengan dibiarkannya Nommensen, melakukan kegiatan-kegiatan yang serius di Tarutung sejak bulan Mei 1864.

167Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, Dagbladen: NV Me to Exp, 7 Juni 1939, edisi 44 No. 119. 168Sangti, Batara, Sejarah Batak, Adat dan Injil. Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen Di tanah Batak, Jakarta: Gunung Mulia,1977, hlm.344.

Universitas Sumatera Utara Di Huta Dame, Nommensen mulai mengajari penduduk tentang kesehatan, seperti merebus air, mencuci pakaian, membuat WC dengan tujuan agar penduduk kampung menjaga kebersihan agar terhindar dari penyakit kolera. Pada bulan Maret

1866 di daerah kampung-kampung sekitar Saitnihuta timbul epidemi cacar hitam yang menimbulkan banyak korban, setiap satu hari terdapat 20-30 anak-anak yang meninggal. Di Huta Dame, kampung yang didirikan oleh Nommensen tidak seorang pun yang meninggal.169 Pedersen juga menyinggung hal ini dalam bukunya bahwa berpuluh-puluh anak dari kampung tetangga yang meninggal, tetapi tidak ada seorang pun dari penghuni Huta Dame yang meninggal. Melihat hal tersebut banyak penduduk kampung sekitar Saitnihuta membawa anak-anaknya yang sakit ke Huta

Dame untuk berobat.170

3.3.2. Pembangunan Gereja

Pembangunan gereja juga memiliki nilai yang penting bagi masyarakat

Tarutung sebagai tempat untuk melaksanakan ibadah. Gereja Batak berkembang dengan mandiri, dan banyaknya jumlah penduduk Batak yang menjadi jemaat di gereja sebanyak 30.000 pada tahun 1930, dan bertambah lagi lebih dari 300.000.

Peningkatan ini sebagian disebabkan oleh baptisan anak-anak anggota jemaat dalam jumlah 14.500, signifikansi yang lebih besar adalah bahwa 10.500 orang kafir

169Simon D Harianja, op.cit., hlm.83.

170Pedersen, Darah Batak dan Jiwa Protestan, terj. Maria Sidjabat & W.B Sidjabat, Jakarta : BPK Gunung Mulia, 1975, hlm. 58.

Universitas Sumatera Utara beralih ke agama Kristen. Pendidikan juga berkembang, mencapai 480 pembangunan sekolah dengan 780 guru dan 35.684 murid.171

Mayoritas penduduk Tarutung merupakan pemeluk agama protestan, sehingga salah satu kebutuhan bagi penduduknya ialah pembangunan gereja. Rura

Silindung (Tarutung) yang berada pada ketinggian 900 meter sudah sejak lama penduduknya memeluk agama Protestan. Bangunan Seminarium Sipaholon yang terletak di lereng utara Silindung dan kompleks pusat HKBP di Pearaja yang letaknya di lereng barat di ambang jalan menuju Sibolga, terbentang sebuah panorama yang tampil bagaikan Tanah Perjanjian. Hampir di setiap huta, yang terpancar di tengah tanah-tanah pertanian, menjulang menara-menara gereja, bahkan ada huta-huta yang memiliki dua dua-tiga buah gereja.172

Nomensen mendirikan gereja di Pearaja yang merupakan tanah sumbangan yang diberikan oleh Raja Pontas. Lokasi ini juga dipilih karena letaknya yang diatas bukit dan tidak akan banjir oleh luapan air sungai. Jumlah anggota jemaat di gereja

Pearaja 18.000 anggota.173 Penduduk kampung dengan rela bergotong royong untuk mendirikan Gereja di Pearaja. Jemaat laki-laki dengan sukarela mencari kayu ke hutan dan wanita dan anak-anak juga berpartisipasi. Sebagian peralatan bangunan dari Gereja masih dapat difungsikan dan diangkat kebukit Pearaja.

Beberapa tiang masih ada yang dapat dipergunakan . Nommensen sangat gembira

171P. den Hengst and Son,Algemeen Handelsblad, Amsterdam, 22 September 1931, Edisi 104 No.33980

172R. Kurris, Pelangi di Bukit Barisan, Yogyakarta: Kanisius, 2006, hlm.87.

173Loc.,cit

Universitas Sumatera Utara melihat keseriusan dan semangat gotong-royong para penduduk atau jemaat yang dengan rela memberikan waktunya dan tenaganya. Maka dari tahun 1872, gereja yang ada digedung Huta Dame Saitnihuta resmi pindah ke Pearaja baik bangunan

Gereja serta Inventaris yang ada serta seluruh anggota jemaat. Dengan kata lain

Gereja HKBP Pearaja yang sekarang ini sebelumnya berada di gedung Huta Dame

Saitnihuta,maka sejak tahun 1872 yang menjadi pusat perkabaran injil di tanah Batak adalah Pearaja.

Foto 4. Pembangunan Gereja Pearadja

Sumber:Perpustakaan ANRI KIT Sumatera Utara No.Foto 934/68

Universitas Sumatera Utara 3.3.3. Pembangunan Rumah Sakit

Pembangunan rumah sakit di kota Tarutung sebenarnya telah dilakukan oleh para zending pada awal kedatangan mereka ke wilayah tersebut. Meskipun demikian, perkembangan rumah sakit di Tarutung mengalami peningkatan pesat sejak kehadiran Belanda. Bagi masyarakat Tarutung, adanya rumah sakit sangat membantu mereka. Hal tersebut disebabkan oleh adanya wabah penyakit menular di wialayah tersebut. Salah satu sumber penyakit yang kerap menyerang penduduk setempat adalah wabah kolera. Wabah penyakit kolera ini menular di wilayah

Tarutung. Melihat kondisi inilah Batakmission perlu melakukan pelayanan kesehatan, sehingga semakin mempermudah usaha zending memerangi praktek pengobatan datu yang dinilai keliru.174

Foto 5. Rumah sakit dan rumah zending RMG tahun 1930

Sumber : Perpustakaan ANRI KIT Sumatera Utara, KITLV 405563

174SimonD. Harianjadkk, op.cit.,hlm.100.

Universitas Sumatera Utara

Rumah sakit dibangun di Pearaja (Tarutung), dibangun oleh seorang tenaga dokter medis Dr.Julius Schreiber dan diresmikan pemakaiannya pada tanggal 2 Juni

1900.175 The Rheinische Mission Gesellschaftet membangun rumah sakit dengan klinik rawat jalan di Pearaja, pantai Barat Sumatra. Dalam surat kabar De Sumatera

Post176 juga dilaporkan bahwa Dr.Schreiber pada hari pertama membuka klinik rumah sakitnya hanya ada dua pasien. Di hari kedua bertambah menjadi enam belas orang yang membutuhkan bantuan medis. Kemudian pada hari kelima belas bertambah banyak menjadi seratus pasien yang dirawatnya. Dr. Schreiber hanya membawa sedikit peralatan medisnya. Hanya alat-alat medis yang paling penting lah yang ia bawa. Persediaan obat sangat terbatas. Gambaran kondisi rumah sakitnya pun masih sederhana. Hanya ada meja praktek yang terdiri dari kursi dek.

Pada Januari 1902, Dr. Winkler, ditugaskan juga ke rumah sakit Pearadja Tarutung.

Kedua dokter medis inilah yang merintis pembangunan rumah sakit serta meningkatkan pelayanan medis dengan menggunakan metode pengobatan baru yang

175Johannes Winkler, Im Dienst der Liebe.Das Missionshospital in Pearaja 1900-1928, Barmen im Jubileumsjahr 1928, hlm.7 (seterusnya disingkat J.Winkler 1928). Terjemahan bebasnya ke dalam bahasa Indonesia:”Dalam Pelayanan Kasih. Rumah Sakit Zending di Pearaja 1900-1928.” Ditulis dalam rangka Jubileum Rumah Sakit Pearaja 28 tahun.

176De Sumatera Post van Maandag, 16 September 1935 edisi 37, No. 214, hlm .5.

Universitas Sumatera Utara berdasarkan diagnosa penyakit, dan juga dengan melakukan upaya penerangan serta penyuluhan langsung kepada masyarakat desa.177

Disamping Rumah Sakit, dibuka pula poliklinik semacam pusat kesehatan masyarakat. Di Tarutung terdapat tiga poliklinik, yang pertama dibuka di daerah kampung Hutabarat oleh Dr.med. Julius Schreiber tahun 1911, sebagai bagian dari rumah sakit induk Pearaja. Alasan mendirikan poliklinik tersebut karena kondisi jumlah pasien dari di setiap desa seperti kampung Hutabarat hanya 270 orang setiap tahun, padahal jaraknya menuju Pearaja cukup jauh. Pada tahun 1912 dibuka lagi poliklinik di Pansurnapitu, dilayani oleh dua orang suster Jerman. Poliklinik yang ketiga di Simorangkir tahun 1913. Dengan dibukanya poliklinik ini semakin dibutuhkan tenaga para pelayan pribumi, para perawat pribumi.178

Foto 6. Poliklinik di Pearaja

Sumber : Perpustakaan ANRI KIT Sumatera Utara No.Foto 935/5

177I.R. Hutauruk, Sejarah Pelayanan Diakonal di Tanah Batak (1857-2011), Pematang Siantar: Unit usaha Percetakan HKBP, 2009, hlm.46. 178Ibid.,hlm.47.

Universitas Sumatera Utara

Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh Rumah Sakit Zending Pearaja dapat berjalan lancar juga didukung oleh sikap simpati dan rasa tanggungjawab pemerintah kolonial Belanda. Tarutung sejak 1878 sudah berada di bawah pemerintahan dan administrasi pemerintah. Pemerintah Belanda memberikan bantuan dana seiring dengan peraturan pemerintah tentang kesehatan penduduk.

Pada tahun 1919 Rumah Sakit Zending Pearaja menerima bantuan dari pemerintah

Belanda sejumlah 75% dari pengeluaran pembangunan fisik Rumah Sakit tersebut yang digunakan sepanjang tahun 1913-1918, berjumlah fl 4349,42. Bantuan tersebut dipergunakan untuk melanjutkan pembangunan yang dibutuhkan serta pengadaan alat-alat medis lainnya.179

Melihat kondisi penduduk Tarutung yang sering menderita penyakit kolera dan disentri maka RMG melakukan tindakan dengan memindahkan Rumah Sakit

Zending Pearaja. Pemindahan ini dilakukan karena lokasi Rumah Sakit Zending

Pearaja yang jauh diatas bukit sehingga menyulitkan penduduk yang kampung nya jauh. Surat Kabar De Sumatra Post Van Maandag mengabarkan peristiwa pendirian Rumah Sakit Tarutung yang baru pada tahun 1932 dan dipindahkan ke daerah yang lebih luas dan strategis di Tarutung. Jumlah para pelayanRMG dan pribumi yaitu terdapat 4 dokter, 12 perawat, 70 perawat mantri, 25-30 perawat murid,15-20 bidan, 60 bidan pribumi yang masih belajar. Untuk tenaga pelayan

179J.Winkler, Im Dienst der Liebe: Das Missionshospital in Pearaja 1900-1928, Barmen: im Jubileumsjahr 28,1928, hlm. 48.

Universitas Sumatera Utara dibagian dapur, tempat mencuci, dan yang lain adalah pekerja yang tidak terlatih atau pribumi yang lebih rendah. Rata-rata per tahun pasien klinik rawat jalan selama empat tahun terakhir berjumlah 77.412 dan rata-rata per tahun untuk pasien yang hanya konsultasi yaitu 270.812, umumnya pasien ini pasti penyakitnya sembuh.180

Perkembangan rumah sakit di Tarutung berjalan baik dan diterima oleh penduduk dengan datang untuk berobat ke rumah sakit. Dalam Kolonial Verslag

1930 dilaporkan fasilitas yang telah disediakan di Rumah Sakit Tarutung. Rumah sakit memiliki kapasitas rawat inap dengan 92 tempat tidur dan 10 tempat tidur anak-anak. Sejak 1929 10 tempat tidur telah ditambahkan dengan menggunakan rumah perawat. Pada tahun 1931 awal akan dibuat dari total bangunan baru. Pada tahun 1930 di rumah sakit bekerja 2 dokter Eropa, 2 perawat Eropa, 7 perawat pribumi, 16 perawat pupul dan 20 pembantu perempuan tambahan, yang juga dilatih dalam kebidanan. Sebuah buku pelajaran dalam bahasa Batak sedang dipersiapkan untuk para bidan yang sedang dilatih. Laporan statisitik resmi pasient pria adalah

1.262 dan 1.060 pasien wanita, dan rata-rata 103.2 pasien rawat inap per hari. Di rumah sakit terdapat 96 anak yang dilahirkan. Operasi bedah dilakukan 449 kali.

Kondisi pasien yang meninggal, yaitu 24 pasien pria dan 28 pasien wanita.

Konsultasi pasien rawat jalan adalah 18.147 dan 8.620 pasien baru (rata-rata pasien

180De Sumatera Post van Maandag, 16 September 1935 edisi 37, No. 214, hlm .5.

Universitas Sumatera Utara per hari untuk rawat jalan 88,1 dan 41,8 pasien baru)ada 3 klinik rawat jalan yang dikunjungi pasient setiap bulan.181

Berdirinya rumah sakit di Tarutung merupakan wujud nyata dari kepedulian para pemberita injil Barat kepada pribumi sejak lahirnya pelayanan zending di

Tanah Batak. Berdirinya rumah sakit baru di Tarutung memudahkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Sebelum beridirinya rumah sakit,biasanya penduduk di wilayah tersebut sering menggunakan jasa orang pintar (dukun) untuk mengobati penyakit mereka. Setelah berdirinya rumah sakit masyarakat mulai menggunakan jasa tenaga medis yang ada di rumah sakit. Dengan demikian, masyarakat Tarutung sangat merasakan dampak berdirinya rumah sakit, sehingga pola kesehatan mereka semakin membaik. Pelayanan kesehatan oleh pegawai dinas kesehatan yang memberikan vaksin atau penyuluhan kepada penduduk pribumi maupun penduduk Eropa.182

Keberadaan rumah sakit di wilayah Tarutung mengindikasikan bahwa kota tersebut menjadi telah mengalami perkembangan yang sangat baik. Rumah sakit di

Tarutung menjadi salah tempat perawatan yang diandalkan oleh penduduk untuk mengobati mereka ketika sedang sakit. Dengan demikian, keberadaan rumah sakit ikut mendorong perkembangan kota Tarutung, apabilagi didukung oleh kedatangan orang-orang dari wilayah lainnya untuk mendapatkan pengobatan di tempat tersebut.

181Kolonial Verslag 1930 182Algemeene Secretarie Grote Bundel TZg Agenda tahun 1891-1942 No 6921

Universitas Sumatera Utara Masyarakat Batak Toba setelah mengalami perjumpaan dengan pihak RMG, telah banyak mengalami berbagai hal. Di satu sisi mereka semakin menyadari atau mengenal apa yang mereka miliki dan harus dipertahankan. Di satu sisi lain mereka menyadari bahwa ada bagian atau unsur-unsur tertentu dari sistem yang mereka miliki itu yang tidak dapat lagi dipertahankan. Mereka melihat bahwa banyak hal yang dibawa dan ditawarkan RMG lebih menguntungkan atau lebih menjawab kebutuhan mereka pada waktu itu.183

Para zending memahami bahwa penduduk Batak Toba telah memiliki sistem sosial, budaya, agama dan pendidikan yang sudah terbentuk dilingkungan tempat tinggal mereka. Tidak mudah untuk para zending memahami dengan tepat sistem sosial masyarakat tersebut. Mereka yang pada mulanya hendak menerapkan konsep- konsep yang mereka bawa dari negerinya tetapi terdapat ketidaksesuaian. Tetapi melalui proses perjumpaan yang cukup panjang, didukung oleh upaya belajar dari pihak-pihak lain baik kalangan zending ataupun kalangan non zending, mereka semakin memahami dengan tepat sistem yang dimiliki masyarakat Batak Toba itu.

183Jan SAritonang, op.cit., hlm. 8.

Universitas Sumatera Utara BAB IV

PEMBANGUNAN FISIK SETELAH TERBENTUKNYA TARUTUNG

SEBAGAI KOTA

Seiring dengan perjalanan waktu, kota mengalami perkembangan sebagai akibat dari pertambahan penduduk, perubahan budaya dan politik, serta interaksinya dengan kota-kota lain dan daerah sekitarnya. Secara fisik perkembangan suatu kota dapat dicirikan dari jumlah penduduknya yang bertambah semakin padat, bangunannya yang semakin rapat, permukiman yang cenderung semakin luas, dan semakin lengkapnya fasilitas kota yang mendukung kegiatan penduduknya. Dalam pada itu, kota sebagai sebuah kawasan yang strategis selalu identik dengan titik pusat atau titik sentral dari sebuah proses kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan yang di dalamnya terkandung berbagai macam fungsi strategis yang meliputi: pusat pemerintahan, pusat kebudayaan dan pendidikan, pusat kegiatan ekonomi, pusat informasi, dan pusat rekreasi serta hiburan.184

Perubahan administrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan suatu kota berakibat pula pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan baru akan sarana yang mendukung dan sesuai dengan penyelenggaraan suatu pemerintahan. Sering kali hal ini terwujud dalam bentuk-bentuk karya arsitektur, tata ruang perkotaan, dan sirkulasi jaringan jalan yang berfungsi sebagai media penyampaian pesan politis dari pihak penguasa. Hal ini dapat dicirikan baik dengan pembangunan fasilitas fasilitas

184Mulyadi Dedi, Tata Ruang Kota Berkarakter Pikiran Rakyat Online, 2003.

Universitas Sumatera Utara yang berkaitan langsung untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan maupun fasilitas tidak langsung yang bersifat mendukung kehidupan masyarakat golongan penguasa.

Wilayah Tarutung dapat dikatakan mengalami proses modernisasi yang cepat. Perkembangan mulai meningkat di berbagai bidang diantaranya ialah bidang pendidikan, perdagangan dan perekonomian.185 Beberapa hal yang mengalami perkembangan yang terjadi sejak berkuasanya Belanda di Tarutung diantaranya ialah berdirinya pasar, pembangunan rumah sakit, berdirinya sekolah, pembangunan jalur transportasi untuk perdagangan, dan pembangunan gereja. Berdirinya berbagai infrastruktur baru pada akhirnya ikut membantu mengembangkan Tarutung menjadi kota yang memiliki berbagai fasilitas penting di wilayahnya. Berikut ini akan diuraikan fasilitas-fasilitas pendukung administrasi kolonial Belanda di Kota

Tarutung yang mempengaruhi perkembangan Kota Tarutung.

4.1 Pasar Tarutung

Salah satu kegiatan yang cukup menonjol sejak berubahnya status Tarutung menjadi sebuah kota ialah dijadikannya pasar menjadi tempat untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Pasar merupakan tempat strategis bagi orang-orang yang menggantungkan hidupnya pada usaha tersebut. Kegiatan yang berlangsung di pasar

185Sitor Situmorang, Toba Na Sae Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad XIII-XX, Jakarta: Komunitas Bambu, 2009, hlm.127.

Universitas Sumatera Utara menjadi salah satu pendorong tumbuhnya perekonomian masyarakat sehingga hal tersebut sangat menguntungkan penduduk Tarutung.

Sebelum kolonial Belanda datang, Pasar Tarutung telah tumbuh sebagai pasar. Setidaknya begitulah yang disaksikan oleh Burton dan Ward , seorang missionaris Inggris yang berkunjung ke Tarutung pada 1824 7yang dipandu samapi di desa Sait ni Huta dan Onan Sitahuru. Di tengah pasar itu tumbuh sepohon hariara sejenis semut yang membuat sarang di atas pohon , di tempat itu raja-raja kampung bertemu (partungkoan) pada setiap hari pasar. Onan Sitahuru termasuk salah satu onan (pecan, pasar, tempat belanja dan berdagang) . Kegiatan berdagang di pasar

Tarutung banyak dilakukan oleh masyarakat yang berasal dari Desa Simanduma.

Selain masyarakat dari desa tersebut biasanya menggunakan kuda (marhoda boban) dan kerbau (padati) sebagai alat transportasi untuk membawa hasil-hasil pertanian ke pasar (onan)..186 Lokasinya Onan Sitahuru berdekatan dengan Gereja Huta Dame

HKBP sekarang.

Kehadiran Onan Tarutung kemudian mematikan Onan Sitahuru. Karena kemudian raja-raja kampung, khususnya dari kelompok Siopat Pusoran yang

"bersahabat" dengan Belanda, lebih suka berkumpul di bawah pohon tarutung yang ditanam Belanda. Maka jadilah kota Tarutung berpusat di situ, dan sekarang Pasar di

Tarutung berada di Jalan Raja Saul Lumbantobing, Hutatoruan VI.

186Simion Harianja, Raja Amandari Sabungan Lumbantobing, Medan: CV. Mitra Medan, 2016, hlm. 20.

Universitas Sumatera Utara Keberadaan pasar menjadi semakin penting dengan meningkatnya jumlah dan ragam kebutuhan hidup masyarakat seiring masuk dan bermukimnya para pendatang dari berbagai etnis. Sebagai tambahan, kegiatan ekspor impor di pelabuhan pemerintah, perdagangan antar pulau, dan pedalaman di pelabuhan rakyat juga membutuhkan wadah untuk menyimpan

Pembangunan pasar di Tarutung secara perlahan-lahan sangat menguntungkan bagi penduduk setempat, karena hal tersebut membuat pedagang dari daerah lainnya seperti dari Pahae dan kampung Saitnihuta.187 Pedagang- pedagang yang berada di sekitar Tanah Batak sering melakukan transaksi secara bersama-sama dan saling tukar barang yang dibutuhkan. Pasar di Tarutung menjadi salah satu tempat yang sangat ramai dengan berbagai aktivitas penduduk dengan banyaknya jenis barang-barang yang diperdagangkan.188

187Memorie van Overgave van den Controleur J.C Ligtrvoet en G.Ch.Rapp 1928-1931.

188Antony Reid, op.cit., hlm. 213.

Universitas Sumatera Utara Foto 7 : Para Pedagang penjual Babi dan Benang di Pasar Tarutung 1927

Sumber : Perpustakaan ANRI KIT Sumatera Utara, 676/16 dan 279/32

Tarutung juga menjadi pusat perdagangan berupa barang-barang diantaranya ialah kain bahkan benang untuk bahan dasar memproduksi kain. Sementara itu para pedagang yang datang dari wilayah seperti dari Barus, menjual hasil produksi barang-barang mereka bawa(kapur). Selain itu biasanya juga membeli kemenyan dan gambir dari pasar-pasar di Tarutung. Pada tahun 1928, ketika melakukan pemasaran barang tersebut, masyarakat Barus menggunakan sembilan truk untuk membawa barang dagangannya, tetapi ketika kondisi jalan buruk maka mereka akan menggunakan bantuan kereta kuda.189

189Memorie van Overgave, van den Controleur klas V. Steinbuch, Controlear der Hoogvlakte van Toba van 28 April 1928- 2 Maart 1931 bundel serie 2E dan Serie 3E.

Universitas Sumatera Utara

Foto 8 : pengeringan daun gambir di pasar Tarutung dan kemenyan yang telah disortir di Pasar Tarutung 1927

Sumber : Perpustakaan ANRI KIT Sumatera Utara, 633/38 dan 279/32

Salah satu jenis kegiatan yang berlangsung di pasar Tarutung dilakukan oleh para pedagang eceran yang melakukan aktivitas untuk menjual barang dagangannya.

Para pedagang eceran tidak hanya menjual barang daganganya di toko maupun dirumah, mereka menggunakan pasar untuk berjualan dengan menggelar barang

190 nya di atas hamparan tikar di tanah, atau di atas gerobak.

Meningkatnya aktivitas pasar membuat kegiatan perdagangan tidak hanya dilakukan di sekitar Tanah Batak tetapi juga sampai ke Pulau Jawa (Batavia) . Pada tahun 1928 dari kota Tarutung dilakukan penjualan barang yaitu kemenyan. Dalam surat kabar diberitakan kegiatan penjualan pengiriman kemenyan ke Hindia

190Freek Colombijin, op.cit., hlm. 315.

Universitas Sumatera Utara Belanda. Pedagang Kemenyan memperoleh 180 gulden untuk satu pikol kualitas pertama; sementara untuk kualitas rendah hanya 25 hingga 80 gulden per pikol. Pada tahun 1928, Tapoenoeli dan Palembang diekspor ke wilayah lain di Hindia Belanda

2.891.000 kg. benzoin dengan nilai 2.288.000 gulden.191

Pasar merupakan tempat penting dalam aktivitas ekonomi suatu masyarakat.

Keberadaan Pasar Tarutung berperan untuk mengembangkan perekonomian suatu kota . Oleh karena itu, pemeliharaan dan penataan landmark ekonomi kota Tarutung oleh pemerintah kota harus dilakukan secara berkesinambungan.

4.2 Pembangunan Sekolah-Sekolah

Pendidikan masyarakat Tarutung sangat jauh tertinggal pada masa sebelum masuknya agama Kristen. Namun, setelah masuknya agama Kristen di Tanah Batak yang dipelopori para Zending yaitu Zendelingen RMG dari Jerman maka mulai berkembang pendidikan masyarakat Tarutung. Pendidikan yang diterima merupakan pelajaran membaca, tulis dan berhitung layaknya pendidikan yang ada di Eropa.

Perkembangan pendidikan di Tarutung berlangsung dengan cepat dan pesat seiring dengan pengaruh Zending, kemudian menyebabkan masyarakat Tarutungi terbuka akan pengaruh dari luar.

Sementara Pemerintahan NICA-Belanda semakin mudah untuk memasuki dan menguasai Tanah Batak yang perlahan-lahan mulai mendapat pendidikan dari

191Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië, Dagbladen, 25 April 1930.

Universitas Sumatera Utara agama Kristen. Setelah masuk dalam administrasi pemerintahan NICABelanda, mereka mulai memainkan perannya dalam pendidikan di Tarutung. Untuk wilayah

Tarutung, Pemerintah NICA-Belanda hanya memberikan subsidi terhadap sekolah- sekolah yang dibangun Zending yang memenuhi standar. Pengurus dan pendidiknya ditentukan oleh pihak Zending yang mengkelola secara penuh. Peranan para zending dalam perkembangan pendidikan lebih merata pada lapisan masyarakat yang tertinggal. Dalam hal ini terbukti jumlah sekolah-sekolah yang dibangun zending maupun masyarakat bertambah jumlahnya. Perubahan dalam masyarakat dalam hal pendidikan mulai tampak dengan adanya usaha para orang tua yang menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke jenjang yang lebih tinggi. Serta tumbuhnya rasa gengsi akan pendidikan yang lebih tinggi, sehingga masyarakat di yang orang tuannya memiliki ekonomi yang cukup menyekolahkan anaknya hingga ke Batavia ataupun hingga ke Eropa (Belanda).192

Selain menerapkan pendidikan model Barat terhadap masyarakat Batak para zending RMG juga memperkenalkan pelayanan melalui sekolah yang diselenggarakan oleh zending maka pendidikan modern diterapkan bagi penduduk

Batak. Tingkat melek huruf yang tinggi menunjukkan bahwa majalah dan selebaran yang disebarluaskan oleh organisasi . Penduduk Batak menjadi lebih pandai, bukan hanya mengenai aktifitas gereja dan pelajaran agama Kristen, tetapi juga tentang masalah yang menyangkut pemerintah pelajaran secara lisan.

192Kristina Meilina Sinaga, Tumpal Simarmata, Sejarah Pendidikan Perempuan Di Tapanuli Utara (1868-1945), JUPIIS VOLUME 4 Nomor 2 Desember 2012, hlm. 59.

Universitas Sumatera Utara Meskipun pada kenyataan bahwa kurikulum sekolah zending lebih menekankan pada pelajaran agama Kristen, mutu pendidikan yang diberikan pada dasarnya lebih tinggi dari pada sekolah yang dibuka oleh pemerintah kolonial

Belanda. Sekolah pemerintah kolonial Belanda hanya memberikan sejauh kelas tiga , sementara sekolah zending mendidik muridnya sampai kelas enam. Namun dalam perkembangan selanjutnya tingkat pendidikan yang ditawarkan oleh pemerintah kolonial Belanda semakin membaik. 193

Setelah kedatangan Batakmission terjadi perkembangan cukup pesat di

Tarutung. Perkembangan tersebut diantaranya dipengaruhi oleh kondisi politik yang relatif stabil di bawah pemerintahan kolonial sehingga berdampak pada peningkatan ekonomi rakyat. Bagi masyarakat Tarutung, zaman penjajahan tidak hanya bernilai negatif, tetapi hal tersebut juga membawa dampak yang positif terutama dari segi pendidikan.194

Perkembangan yang berlangsung di Tarutung juga diuntungkan oleh gerakan Kristenisasi melalui pengembangan pendidikan juga mengubah cara hidup dan sistem berpikir masyarakatnya.Cara hidup yang sebelumnya tertutup di dalam desa-desa marga, mulai terbuka ke arah sistem hidup bersama. Selain itu, sistem

193 ANRI, Sok Serie Ie No.reel film 21, MvO H.E.C. Quast, 1913, hlm.34.

194Uli Kozok, Utusan Damai di Kemelut Perang Peran Zending dalam Perang Toba. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010, hlm. 78.

Universitas Sumatera Utara sosial yang berorientasi mulai berkembang kearah orientasi organisasi modern yang memperkenalakan status formal berupa jabatan-jabatan.195

Berdirinya sekolah-sekolah menambah pengetahuan kepada penduduk setempat. Adanya dukungan Batakmission yang memang bertujuan untuk mendukung kolonialisme. Perkembangan sekolah di Tanah Batak Toba tidak hanya ditentukan oleh prakarsa zending tetapi juga oleh dukungan pemerintah Belanda, terutama dalam pendanaan sekolah. Semua sekolah zending yang memenuhi persyaratan diberikan subsidi oleh pemerintah Belanda.196

Meskipun dalam kebijakan pemerintah kolonial, pendidikan hanya diutamakan kepada golongan tertentu mereka biasanya hanya mengizinkan penduduk dari golongan tertentu seperti anak Raja (seperti anak raja Pontas

Tobing), namun penduduk di Tarutung dapat memasukkan anak-anak mereka ke sekolah.197

Pada tahun-tahun pertama pendirian sekolah di Tarutung Batakmission melalui pengerejanya yaitu bangsa Eropa maupun pribumi, masih mengalami kesulitan dalam menanamkan pengertian manfaat pendidikan bagi masyarakat

195Bungaran Antonius Simanjuntak, Konflik Status Dan Kekuasaan Orang Batak Toba, Jakarta: Obor Indonesia, 2011, hlm.149.

196Simon D. Harianja, dkk, Sepenggal Kenangan Hidup Raja Amandari Sabungan Lumbantobing, Medan: CV.Mitra Medan, 2016, hlm,79.

197Beberapa jenis sekolah yang berlangsung pada masa pemerintah kolonial di Tanah Batak ialah Sekolah Dasar, Sekolah Dasar Puteri, Sekolah Anak Raja, Sekolah Dasar Berbahasa Belanda, Sekolah Menengah Kejuruan, Sekolah Industri, Sekolah Perawat, Sekolah Pertanian, lihat, Jan S. Aritonang, hlm. 216-221.

Universitas Sumatera Utara setempat. Akan tetapi lambat laun, minat masyarakat dengan cepat tumbuh, bahkan tak jarang mereka menuntut kesempatan dan fasilitas belajar lebih besar dari yang disediakan zending.198

Jenis-jenis sekolah yang diselenggarakan RMG dan kolonial Belanda adalah :

1. Sekolah latihan Hollands Batakse School (sejak 1914 menjadi HIS)

Vervolgschool kemudian tahun 1920-an menjadi Vervolgschool, Yang I di

Tarutung (1910) lama pendidikan 5-7 tahun dan merupakan sekolah yang

bersubsidi dan dipimpin oleh zendeling atau guru-guru

2. Sekolah untuk pendidikan Guru yaitu Sikola Mardalan-dalan 1874

3. Volksschool atau Sekolah Rakyat. Sekolah ini didirikan oleh pemerintah

kolonial yaitu di Lumbansoit hanya terdiri atas dua kelas, yaitu kelas satu dan

kelas dua. Sebagian dari anak-anak ada yang sudah tamat kemudian melanjutkan

pendidikan ke Standaardschool Misi di Desa Hutabarat. Untuk menempuh

perjalanan ke desa tersebut, mereka menggunakan jalan setapak di atas tanggul

Aek Sigeaon, rumputnya lembut bagi kaki yang tak beralas, dan dari atas mereka

dapat menonton kendaraan-kendaraan di pasar yang sedang menyelusuri sungai.

Semua penduduk daerah sangat beruntung karena penguasa kolonial juga

membangun bendungan khas Belanda guna mencegah terjadinya banjir-banjir

besar yang sejak dulu menggenangi seluruh Rura Silindung.199

198Jan S, Aritonang, Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak, Kwitang: PT. BPK, Gunung Mulia Jakarta, 1988, hlm.215-220

199R. Kurris, Pelangi di Bukit Barisan, Yogyakarta: Kanisius, 2006, hlm.91.

Universitas Sumatera Utara 4. Sekolah Standaardschool Misi terletak di pinggir jalan di kaki perbukitan,

mempunyai dua kelas yang masing-masing terdiri dari 20 sampai 25 murid yang

kebanyakan berasal dari Lumbansoit dan dari Lumbansormin dekat

Pangaribuan,Tarutung, sementara anak-anak dari Hutabarat hanya sedikit yang

menempuh pendidikan. Di sekolah yang sangat sederhana tersebut, mereka

diberi pelajaran bahasa Belanda, karena justru mata pelajaran inilah yang paling

diminati. Bila setelah tamat ada siswa yang ingin melanjutkan studi sampai kelas

enam, maka mereka terpaksa harus pindah ke Balige.200

5. Sekolah Dasar berbahasa Belanda (Hollandsch Bataksche School), yang

kemudian menjadi HISdi Sigompulan-Tarutung. Sejak tahun 1908, beberapa

zending memberi pelajaran bahasa Belanda sebagai bab pelajaran tambahan

kepada sejumlah tamatan SD.

6. Kursus Perawat merupakan sekolah yang didirikan sebagai tindak lanjut dan

pengembangan pelayanan medis yang dimulai oleh para dokter Batakmission,

sejak 1903 di Pearaja diselenggarakan juga kursus perawat. Dengan datangnya

guru atau Schwester khusus dari Jerman, pada tahun 1905 dibuka pula kursus

bidan di Pearaja Tarutung. Pada perkembangan selanjutnya, kursus-kursus

tersebut telah meningkat statusnya menjadi sekolah perawat dan bidan di

Tarutung dan Balige. Salah satu tujuan penyelenggaraan kursus dan sekolah

tersebut adalah memerangi praktek pengobatan dan persalinan oleh para datu

200 Ibid.,hlm 91.

Universitas Sumatera Utara dan sibaso (dukun beranak).201 Dampak positif dari kegiatan tersebut kematian

bayi menurun tajam sejak bertambahnya jumlah perawat dan bidan yang

tersebar di berbagai penjuru kampung Hutabarat.202

7. Pada tahun 1927, pemerintah kolonial membuka sekolah menengah berbahasa

Belanda MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) yang pertama di Tarutung,

tempat kedudukan asisten residen Belanda (ibu kota wilayah Toba) dan pusat

HKBP.203 Dengan dibukanya sekolah tersebut, para orang tua berharap anaknya

dimasa depan dapat merubah ekonomi keluarganya menjadi lebih baik.204

Penduduk di kota tersebut telah berfikir bahwa pendidikan dapat mengubah nasib mereka menjadi lebih baik dan nantinya dapat diterima sebagai pegawai pemerintahan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pola pikir masyarakat telah maju sehingga menjadikan pendidikan sebagai prioritas utama bagi anak-anak mereka.

Berdirinya sekolah-sekolah yang diprakarsai oleh Batakmission maupun pemerintah kolonial, berhasil membuat masyarakat di tanah batak sebagai salah satu suku bangsa yang paling mengetahui huruf-huruf di seluruh negeri jajahan hindia

201Jan S, Aritonang, Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak, Kwitang: PT. BPK, Gunung Mulia Jakarta, 1988, hlm.215-220.

202Bezemer, T J,op.,cit, hlm.44.

203Sitor Situmorang, Toba Na Sae Sejarah Lembaga Sosial Politik Abad XIII-XX, Jakarta: Komunitas Bambu, 2009, hlm.121.

204Memorie van Overgave, van den Controleur klas V. Steinbuch, Controlear der Hoogvlakte van Toba van 28 April 1928- 2 Maart 1931bundel serie 2E dan Serie 3E.

Universitas Sumatera Utara Belanda dibandingkan wilayah lain di Nusantara. Pada akhirnya meskipun hanya menampatkan sekolah pada jenjang yang rendah mereka akan mudah memperoleh pekerjaan di luar bidang pekerjaan tradisional.205

Sementara itu bagi para lulusan sekolah menengah umum dan kejuruan, disamping meningkatkan kesejahteraan ekonomis, hal tersebut akan meningkatkan status sosial mereka. Melihat peluang yang begitu besar dalam memperoleh penghasilan serta meningkatkan status sosial menjadi alasan yang menyebabkan orang-orang di tanah batak menyekolahkan anak mereka.206

Pendidikan adalah motor utama pengembangan agama Kristen di Tanah

Batak dan bahkan merupakan basis kemajuan menyeluruh bagi Tanah Batak.

Setelah perkembangan agama Kristen semakin meningkat dan pada sisi tenaga misionaris masih terbatas, maka semakin dibutuhkan tenaga-tenaga pribumi sebagai pendamping dalam usaha pengembangan dan pelayanan umat Kristen yang baru tersebut. Dengan demikian tumbuhlah suatu lapisan sosial baru di tengah-tengah orang Batak yaitu guru dan pendeta Batak yang selalu bekerjasama dengan orang

Barat, serta cara hidupnya sudah dianggap sama dengan orang Barat. Kedudukan lapisan sosial baru tersebut dinilai sangat terhormat, bahkan digolongkan sebagi sumber penghasilan jenis baru disamping sumber tradisioanl yakni bertani, berkebun, beternak, dan berburu.

205Jan S. Aritonang, loc.cit.

206Ibid., hlm. 398.

Universitas Sumatera Utara Setelah terbukanya hubungan langsung Tanah Batak dengan Sumatera Timur dan tersiarnya berita bahwa perusahaan-perusahaan perkebunan dan pertambangan asing membutuhkan tenaga-tenaga terdidik, maka orang Batak berlomba-lomba bersekolah agar dapat bekerja di perusahaan-perusahaan tersebut, serta di kantor- kantor pemerintah.207 Hal tersebut berdampak positif karena dapat meningkatkan status sosial mereka dalam kehidupan bermasyarakat.

4.3 Terbukanya Jalur Transportasi

Jalan darat merupakan satu-satunya sarana perhubungan utama di Kota

Tarutung. Jalan rintisan dan jalan setapak semakin penting untuk mempercepat arus perhubungan dari satu daerah ke daerah lain. Pemerintah kolonial bertindak sebagi pencipta skenario dengan mengerahkan banyak tenaga untuk pembangunan jalan tersebut, baik untuk tujuan perluasan jajahan maupun untuk tujuan lain.

Pembangunannya dimulai dari daerah yang telah dikuasai dan selanjutnya ke daerah- daerah merdeka yang dimasukkan ke dalam wilayah administrasi mereka. Seiring dengan semakin pentingnya peran wilayah-wilayah di Tanah Batak bagi pemerintah kolonial, mendorong bangsa asing tersebut untuk membuka berbagai jalur transportasi yang terutama digunakan untuk mengangkut hasil produksi berbagai jenis tanaman.208

207Simon D. Harianja, dkk, Sepenggal Kenangan Hidup Raja Amandari Sabungan Lumbantobing, Medan: CV.Mitra Medan, 2016, hlm,82. 208 Elvis. F. Purba., O.H.S., Purba, Migrasi Batak Toba: di Luar Tapanuli Utara Suatu Deskripsi, Medan: Monora, 1997,hlm.91.

Universitas Sumatera Utara Pembangunan jalur transportasi yang diprakarsai oleh pemerintah kolonial

(meskipun menggunakan tenaga penduduk lokal) ikut membantu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan ekonomis masyarakat.209 Walaupun dalam pembangunan jalan-jalan tersebut pemerintah kolonial Belanda membutuhkan banyak pekerja yang berasal dari penduduk pribumi dan masyarakat diperas dengan kerja paksa (rodi/ ‘herrendiensten’) yang menyebabkan penderitaan bagi masyarakat.210

Jalan raya - lintas Sumatera - antara kota pelabuhan Sibolga ke Tarutung dibuka tahun 1915. 211 Dua tahun berikutnya pada tahun 1917, pemerintah kolonial

Belanda membangun, jalan raya dari Parapat (pinggir danau Toba) ke Tarutung juga sudah dibuka. Sampai kini, jalan (aspal) yang menghubungkan Medan, Pematang

Siantar, Parapat, Tarutung dan Sibolga menjadi jalur lintas Sumatera yang berguna memperlancar arus barang impor-ekspor dari pantai timur ke pantai barat Sumatera.

Dengan demikian, jantung Negeri Batak (yang disebut Bataklanden oleh Belanda), yaitu daerah sekitar Danau Toba telah terbuka untuk lalu lintas modern dengan angkutan bus. Setelah itu, lalu lintas perdagangan dan penggunaan mata uang juga mulai mengalami peningkatan disebabkan oleh akses jalan yang semakin mudah.212

209Jan S, Aritonang, op.cit., hlm. 397.

210 Elvis. F. Purba, op.cit., hlm. 91.

211Budi Susanto, NASIONALITAS KAMP(ung) TEKNOLOGI, Medan: Penerbit Universitas Sanata Dharma, 2013, hlm.16.

212Sitor Situmorang, op.cit.,hlm.9.

Universitas Sumatera Utara Terbukanya daerah Toba melalui jalan raya, ikut memperlancar perubahan orientasi Toba di berbagai hal, seperti dalam bidang geografi dan dibidang sosial- budaya. Hal tersebut berlangsung bersamaan dengan semakin meningkatnya pengaruh Missi Zending lewat kegiatan gereja di bidang pendidikan dan sosial

(kesehatan), yang telah masuk sampai ke desa-desa terpencil pada tahun 1920-an.

Tahun 1920-an, kota Tarutung telah mulai menikmati aliran listrik. Tenaga listrik dihasilkan oleh PLTA setempat di Aek Siborgung, di pinggiran kota Tarutung.213

Pada sepanjang jalan raya yang menghubungkan antara Parapat dan Tarutung, tumbuh perkotaan (urbanisasi) berbentuk pasar-pasar yang menggantikan peran pasar (onan) tradisional. Akibat aktivitas yang semakin meningkat tersebut, kemudian mendorong Belanda untuk menghubungkan jalan lintas Sumatera hingga mencapai ke berbagai pelosok Toba.214

Pembangunan jalan-jalan baru yang dilakukan oleh pemerintah kolonial sangat menguntungkan tidak hanya bagi bangsa asing tersebut, tetapi juga untuk masyarakat di Toba dan Tarutung. Aktivitas perekonomian masyarakat mengalami peningkatan yang cukup signifikan sehingga secara perlahan mereka merasakan perubahan positif. Masyarakat Tarutung setelah itu tidak lagi mengalami kesulitan untuk menjalankan aktivitas perekonomiannya karena didukung oleh infrastruktur baru yaitu dibukanya jalan-jalan untuk jalur perdagangan di wilayah tersebut.

213 Budi Susanto, op.,cit.hlm.16.

214Sitor Situmorang, Toba Na Sa, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993,hlm,22-23.

Universitas Sumatera Utara Persis di tengah kota, mengalir Aek Sigeaon, yang selama ratusan tahun melintas dengan setia membelah Tarutung menjadi dua. Sungai yang airnya kekuningan ini sangat bermanfaat bagi penduduk Tarutung. Walaupun tanggul sungai tersebut pernah rusak. Pemerintah segera melakukan perkuatan tanggul dengan tembok permanen, sehingga bahaya banjir bisa diantisipasi. Pembangunan jembatan tersebut sangat menguntungkan bagi penduduk lokal karena hal tersebut sangat membantu dan mempermudah kegiatan perdagangan mereka terutama untuk memasarkan kemenyan.215 Pembangunan Aek Sigeaon Tarutung dipimpin oleh

Insyinur F.Engel yang menjadi arsitektur yang membangun proses perbaikan jalan dari Tarutung ke Balige sejauh 95 km.216

Dengan terbentuknya berbagai infrastruktur baru, berhasil mendorong kota

Tarutung menjadi wilayah yang semakin berkembang dan menjadi salah satu daerah yang penting di Tanah Batak. Jalan transportasi darat merupakan satu- satunya sarana perhubungan utama di Tapanuli (kecuali sekitar Danau Toba). Jalan-jalan semakin penting untuk mempercepat arus perhubungan dari satu daerah ke daerah lain. Pemerintah kolonial Belanda merekrut orang Batak Toba untuk dipekerjakan untuk pembangunan jalan tersebut, baik untuk tujuan perluasan jajahan maupun untuk tujuan lain. Jalan yang biasa ditempuh dalam beberapa hari perjalanan, setelah kondisi jalan- jalan menjadi lebih baik maka hubungan antar daerah semakin

215Memorie van Overgave, van den Controleur klas V. Steinbuch, Controlear der Hoogvlakte van Toba van 28 April 1928- 2 Maart 1931bundel serie 2E dan Serie 3E.

216Burgerlijke Openbare Werken 1914-1942 no 1321.

Universitas Sumatera Utara lancar dan perjalanan semakin mudah. Tapanuli semakin terbuka dengan daerah luar akibat dibukanya jalan- jalan yang lebih baik antara lain dengan dibukanya jalan dari

Tarutung menuju Sibolga (1915- 1922), Jalan Siborong- borong – Doloksanggul-

Sidikalang (1930) Tarutung – Pahae- Padang Sidempuan dan jalan Doloksanggul-

Pakkat – Barus-Sibolga merupakan jalan keluar utama dari Tapanuli. 217

Foto 9 : suasana jalan kampung Pearaja menuju Tarutung 1927 kiri kanan jalan dikeliling sawah

Sumber : Perpustakaan ANRI KIT Sumatera Utara, 935/10

217Elvis. F. Purba,op.,cit,hlm. 91.

Universitas Sumatera Utara BAB V

KESIMPULAN

Kesimpulan

Dari hasil penelitian tesis ini ada beberapa hal yang dapat diambil sebagai kesimpulan berkaitan dengan perkembangan kota Tarutung 1864-1942. Sebelum

Tarutung terbentuk menjadi sebuah kota baru, pada masa tradisional pertumbuhan kota Tarutung sebuah kampung kecil yang dihuni oleh masyarakat Batak-Toba.

Awalnyapemukiman ini bermula di hutan-hutan yang menjadikan pohon-pohon besarsebagai tempat tinggal mereka. Perkampungan tradisional penduduk dibangun serta dikelilingi oleh parik(pagar benteng) yangberfungsi sebagai pelindung atau barikade terhadap serangan musuh dan hewanliar. Sistem adat dan budaya yang berlaku memperlihatkan bahwa kampung Tarutung sudah memiliki ciri terbentuknya kota tradisional. Perkampungan Tarutung dijadikan sebagi pusat kegiatan transaksi perdagangan yang dilakukan dengan penduduk setempat atau juga pendatang dari daerah lain. Tarutung terletak di lokasi strategis dan menguntungkan untuk melakukan kegiatan perdagangan karena sebagai jalur lintas jalan Toba yang harus dilewati. Perdagangan hasil hutan dan pertanian menjadi sektor utama mata pencarian penduduk Tarutung seperti kapur barus, kemenyan dan kopi. Kegiatan perdagangan berlangsung di Onan Sitahuru Tarutung yang selain berfungsi menjadi tempat terjadinya transaksi jual beli barter barang-barang juga berfungsi sebagai tempat di laksanakannya rapat bius yang dihadiri oleh kaum tua-tua dan raja-raja di

Tarutung untuk mnyelesaikan masalah adat masyarakat Tarutung.

Universitas Sumatera Utara Kehadiran kolonialisme Barat dalam bentuk keagamaan, militer, administrasi dan ekonomi menjadi bagian yang mendorong perkembangan Kota Tarutung. Misi

Zending RMG melahirkan peradaban baru di Tarutung melalui peningkatan pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan. Hal tersebut dinilai sangat efektif sebagai langkah dalam melakukan pendekatan kepada masyarakat pribumi sekaligus untuk mempermudah aktivitas para zending.Mereka mendirikan sekolah, rumah sakit. Para zending memahami bahwa penduduk Tarutung telah memiliki sistem sosial, budaya, agama dan pendidikan yang sudah terbentuk. Melalui proses panjang sistem sosial yang diterapkan oleh zending mulai diterapkan oleh masyarakat

Tarutung. Mereka melihat bahwa banyak hal yang ditawarkan oleh RMG lebih menguntungkan atau lebih menjawab kebutuhan penduduk Tarutung.

Kegiatan misionaris yang menyebarkan injil membutuhkan jaminan keamanan agar dapat terus berlangsung dengan aman. Selain itu Pemerintah

Belanda juga memiliki kepentingan yang ingin meluaskan kekuasaannya ke dataran tinggi Toba. Bagi pemerintah kolonial Belanda, pengembangan agama

Kristen dengan hadirnya zending RMG di Tarutung akan memudahkan Belanda memperluas kekuasaannya. Penguasaan Tarutung secara hukum diumumkan dengan resmi oleh pemerintah Belanda pada tahun 1876 bahwa Tarutung dijadikan daerah gubernemen dibawah resident Tapanuli. Perkembangan selanjutnya tahun 1879 kota Tarutung ditetapkan menjadi Onderafdeling

Silindung pusat administrasi yang menempatkan seorang kontrolir untuk menjalankan berbagai aktivitas pemerintah kolonial.

Universitas Sumatera Utara Perubahan administrasi dan penyelenggaran segala kegiatan pemerintah

Belanda berakibat pada pemenuhan kebutuhan baru akan sarana yang mendukung.

Belanda membangun berbagai fasilitas yang berkaitan langsung untuk mendukung pemerintah maupun fasilitas tidak langsung yang bersifat mendukung kehidupan masyarakat golongan penguasa. Beberapa fasilitas yang dibangundi Tarutung diantaranya ialah, tumbuhnya pasar dengan berbagai kegiatan ekonomi, pembangunan rumah sakit, berdirinya sekolah baru, pembangunan jalur transportasi untuk perdagangan. Berdirinya berbagai infrastruktur barutersebut pada akhirnya mengembangkan Tarutung menjadi sebuah kota yang memiliki berbagai fasilitas penting di wilayahnya. Setelah terbentuknya Tarutung menjadi sebuah kota baru, dirasakan oleh penduduknya yang mengalami perubahan hidup ke arah modern.

Selain itu, penduduk Tarutung juga mulai merasakan perubahan ekonomi ke arah yang lebih baik. Masyarakat Tarutung mulai mengalami perubahan ekonomi yang lebih baik karena akses yang semakin memudahkan mereka dalam beraktifitas.

Universitas Sumatera Utara KEPUSTAKAAN

Sumber Arsip Extrct Uit Het Register De Besluiten van den Resident van Tapanoeli 5 Desember 1927. Handelingen Eerste Kamer 1911-1912 30 December 1911 Handelingen Eerste Kamer 1912-191329October 1912 Koloniaal Verslag over het jaar 1895 Koloniaal Verslag over het jaar1908 Memorie van Overgave, van den Controleur klas V. Steinbuch, Controlear der Hoogvlakte van Toba van 28 April 1928- 2 Maart 1931bundel serie 2E dan Serie 3E. Memorie van Overgave, Jaarverslag Der Handelsvereniging, Sibolga Over Het Jaar 1937bundel Serie 2E dan Serie 3E. Memorie van Overgave,Militaire Memorie van de Residentie Tapanoeli Tarutung 1930 bundel serie 1e no reel 26. Staatsblad van Nederlandsh-Indie 1937 No 563 Staatsblad van Nederlands 1890.Nomor.353 Staatsblad van Nederlands 1890 dengn Nomor.91

Buku

Abdurahman,Dudung.2007.MetodologiPenelitianSejaraH.Yogyakarta:Ar-Ruz MediaGroup.

Alfian, Magdalia. 2007. “ Kota dan Permasalahannya”. Makalah disampaikan pada acara Diskusi Sejarah.Yogyakarta 11-12 April.

Arif, Muhammad.2009 .Pengantar Kajian Sejarah.Jakarta : Y ramaWidya

Aritonang, S Jan. 1988. Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak. Kwitang: PT. BPK. Gunung Mulia Jakarta

Bagian Ilmu Sejarah Gereja dan Pekabaran Injil.1984.Benih Yang Berbuah.Hari Peringatan 150 Tahun Ompu I Ephorus Dr. Ingwer Ludwig Nommensen Almarhum. Pematang Siantar: Sekolah Tinggi Theologia HKBP

Universitas Sumatera Utara Basundoro, Purnawarman. 2012. Sejarah Kota.Yogyakarta : Ombak.

Castels, Lance. 2001. Kehidupan Politik Suatu Karasedinan di Sumatera, Tapanuli. 1915-1940. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia (KPG)

Colombijn, Freekdkk. 2005.Kota Lama, Kota Baru Sejarah Kota-Kota Di Indonesia Sebelum Dan Setelah Kemerdekaan.Yogyakarta : Ombak.

Colombijin, Freek. 2006. Paco-Paco (Kota) Padang. Yogyakarta: Ombak.

Djoened Marwati, Notosusanto Nugroho.Sejarah Nasional Indonesia IV.1984. Jakarta: PN Balai Pustaka

Daniel, Perret.2010. Kolonialisme dan Etnisitas Batak dan Melayu di Sumatra Timur Laut. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

Djunaedi Achmad. 2014. Pengantar Perencanaan Wilayah dan Kota.Yogyakarta: Gadja Mada University Press.

Firdaus,Rifki. 2010. Perkembangan Kota Padang 1870-1945. Skripsi Sarjana, Depok : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia.

Girsang, Irene dan Besten Julia. 2011. Menabur Kasih Berbuah Berkat. Yayasan Arsip dan Museum VEM/UEM.

Harahap, E. 1960. Perihal Bangsa Batak.Jakarta:Dep.PPdanK.

Handinoto dan Paulus H. Soehargo. 1996. Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda di Malang. Yogyakarta: Andi.

H.Robert, Lauer. 2001.Perspektif tentang Perubahan Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Kartodirdjo, Sartono. 1993. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah. Jakarta : Gramedia Pustaka Umum.

Kozok, Uli. 2010. Utusan Damai di Kemelut Perang Peran Zending dalam Perang Toba : Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Kuntowijoyo. 2013. Metodologi Sejarah. Jogyakarta : Tiara Wacana Yogya.

Kurris, R . 2006. Pelangi di Bukit Barisan.Yogyakarta: KANISIUS.

Lumban Tobing, Afif.1997. Riwayat Hidup dan Perjuangan Pahlawan Kemerdekaan Nasional DR. Ferdinand Lumban Tobing. Jakarta : Dwi Grafika.

Universitas Sumatera Utara Manalu, Ismail. 1985. Mengenal Batak. Medan: C.V Kiara.

Margana, Sri dan Barjiyah Umi. 2010. Pendahuluan Kota-kota di Jawa: Identitas, Gaya Hidup, Dan Permasalahan Sosial. Yogyakarta: Ombak

Menno, S dan Alwi, Mustawin. 1994. Antropologi Perkotaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Muchtar, Adeng. 2005.Ilmu Studi Agama, Bandung: Pustaka Setia.

Napitupulu, O.L. 1972. Perang Batak Perang Sisingamangaraja. Jakarta: Yayasan Pahlawan Nasional Sisingamangaraja.

Nas,Peter J.M dan Welmoet Boender. 2007. “Kota Indonesia dalam Teori Perkotaan”dalam Kota-Kota Indonesia Bunga Rampai. Yogyakarta; Gajah Mada University

OnggangParlindunganMangaraja. 2007.TuankuRao.Yogyakarta:LkiS Pelangi Aksara Yogyakarta.

Pasaribu, Patar. 2004. Dr. Ingwer Ludwig. Nommensen Apostel di Tanah Batak.Medan: Percetakan Universitas HKBP Nommensen.

Priyadi, Sugeng. 2012. Sejarah Lokal, Konsep Metode dan Tantangannya, Yogyakarta: Ombak.

Raplan, Jubil. 2004. Menggapai gereja Inklusif: Bunga Rampai Penghargaan atas Pengabdian Pdt Dr JH Hutauruk. Tarutung: Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung.

______. 2009. Sejarah Pelayanan Diakonal di Tanah Batak (1875-2011). Pematang Siantar : Unit Usaha Percetakan HKBP Pematang Siantar.

______. 2011. Lahir, Berakar dan Bertumbuh di dalam Kristus. Sejarah 150 Tahun Huria Kristen Batak Protestan 7 Oktober 1861- 7 Oktober 2011.Tarutung: Kantor Pusat HKBP Pearaja Tarutung.

______. 2013. Tebarkanlah Jalamu. Johannes Warneck Di Nainggolan- Samosir, 1893-1895. Tarutung :Kantor Pusat Pearaja Tarutung.

Said, Mohammad. 1961. Tokoh Sisingamangaraja II. Medan: Waspada.

Sangti, Batara. 1977. Sejarah Batak. Balige: Karl Sianipar Company.

Universitas Sumatera Utara Schreiner,Lothar. 2010. Adat dan Injil. Perjumpaan Adat dengan Iman Kristen Di tanah Batak. Trans. P.S. Naipospos, Th.van den End & J.S. Aritonang. Jakarta: Gunung Mulia

Shuon,Frizjof. 1987. Mencari Titik Temu Agama- agama. terj,Jakarta: Pustaka Firdaus.

Siahaan, Bisuk.2005. Batak-Toba. Kehidupan Di Balik Tembok Bambu. Jakarta: Kempala Foundation.

Siahaan, Nalom. 1964. Sedjarah Kebudajaan Batak. Medan: C.V.Napitupulu & Sons

Sibarani, A. 1979.Perjuangan Pahlawan Nasional Sisingamangaraja XII. Jakarta: C.V. Ever Ready Ltd.

Sidjabat, W. 1982.Ahu Sisingamangaraja. Jakarta: Sinar Harapan.

Sihombing, PTD. 2004. Benih Yang Disemai dan Buah Yang Menyebar. Jakarta: Albert-Orem Ministry.

Simanjuntak, Bungaran. 2006. Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba hingga 1945, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

______. 2011. Konflik Status Dan Kekuasaan Orang Batak Toba.Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Situmorang, Sitor. 1993. Toba Na Sae.Jakarta : Pustaka Sinar Harapan.

Tjandrasasmita, Uka. 2000. Pertumbuhan dan Perkembangan Kota-Kota Muslim di Indonesia. Kudus:Menara Kudus.

Weber, Max. 2000. Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme, diterjemahkan oleh Yusup Priyasudiarja, Surabaya: Pustaka Promethea.

Universitas Sumatera Utara LAMPIRAN

1. Peta geografis administrasi kolonial Afdeling Bataklanden 1936

2. Foto Pohon Durian di Tarutung

Universitas Sumatera Utara

3. Peta Taroetoeng , Topographische Inrichting Batavia 1907

Universitas Sumatera Utara