Lisani: Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya Vol. 2 No. 1 Januari-Juni 2019: 65-75 Website: http://journal.fib.uho.ac.id/index.php/lisani ISSN 2622-4909 (online) ISSN 2613-9006 (print)

MAKNA SOSIO-HISTORIS BAJU KURUNG TELUK BELANGA PADA BUSANA PENGANTIN PRIA KESULTANAN JOHOR DARUL TA’ZIM

Arie Toursino Hadi Staf Pengajar Tradisi Lisan FIB UHO Ade Solihat Staf Pengajar Departemen Kewilayahan FIB UI Maman Lesmana Staf Pengajar Departemen Kewilayahan FIB UI Rahmat Sewa Suraya Staf Pengajar Tradisi Lisan FIB UHO

ABSTRAK: Tulisan ini membahas mengenai makna yang terkandung dalam pakaian pengantin pria Kesultanan Johor Darul Ta’zim dilihat dari perspektif sosio-historis. Penelitian ini bertujuan untuk menggali makna yang terkandung dalam pemilihan Baju Kurung Teluk Belanga sebagai pakaian resmi salah satu kesultanan di ini. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode wawancara dan tinjauan pustaka. Hasil penelitian ini adalah, busana pengantin pria Kesultanan Johor Darul Ta’zim menggunakan Baju Kurung Teluk Belanga, yang berbeda dengan etnis Melayu yang lain, merupakan wujud dari kedaulatan Kesultanan Johor Darul Ta’zim dalam membentuk tradisi yang berlaku di wilayahnya.

Kata Kunci: Busana Pengantin, Fashion, Melayu, Johor, Malaysia

Pendahuluan Melayu dari satu generasi ke generasi Pernikahan merupakan salah satu ritus selanjutnya. Pewarisan tradisi ini dilakukan peralihan yang penting bagi kehidupan dengan tata acara yang banyak dan terkesan manusia. Manusia yang menikah mengalami rumit. Kesan tata acara perkawinan Melayu perubahan status sosial dalam masyarakat, yang panjang disebabkan persepsi dari yang semula hidup sendiri, lalu hidup masyarakat yang menganggap kedua berdua dengan pasangannya. Upacara individu yang dipersatukan tersebut harus pernikahan menjadi simbol penyatuan dua mendapat restu dari kedua orang tuanya keluarga, melalui ikatan dua manusia yang serta mendapat pengakuan resmi dari menikah. Kedua individu yang dipersatukan tetangga dan masyarakat sekitarnya. tersebut dihadirkan ke dalam rangkaian Salah satu elemen penting dalam upacara pengukuhan (perkawinan) yang upacara perkawinan adalah tata rias sesuai dengan adat dan tradisi yang berlaku pengantin. Fungsi dan tujuan pemakaian di lingkungan sosialnya. Upacara busana dapat dibagi menjadi empat perkawinan tersebut diadakan secara golongan, yaitu: (1) sebagai alat untuk kolektif, sebagai bentuk praktik sosial, melindungi tubuh dari cuaca dan alam dengan harapan agar masyarakat mengingat sekitar, (2) sebagai simbol status sosial, (3) tradisi-tradisi kebersamaannya. sebagai simbol agama, dan (4) sebagai Upacara perkawinan merupakan salah perhiasan tubuh (Koentjaraningrat, 1983: satu ritus penting bagi masyarakat Melayu. 356). Busana sebagai pelindung cuaca dan Bagi orang Melayu, perkawinan merupakan alam contohnya adalah jas hujan, mantel, salah satu media untuk mewariskan adat jaket, hingga baju khusus pemadam

Lisani: Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya Vol.2, No. 1 Januari-Juni 2019: 65-75 65

Makna Sosio-Historis Baju Kurung Teluk Belanga Arie Toursino Hadi, Ade Solihat, Maman Lesmana, pada Busana Pengantin Pria Kesultanan Johor Darul Rahmat Sewa Suraya Ta’zim

kebakaran. Busana yang dapat menunjukkan sebatas di wilayah Tanjung Puteri saja. simbol status sosial antara lain seragam Busana Melayu yang ditetapkan oleh pegawai negeri sipil, seragam tentara, Kesultanan tidak begitu populer, kecuali hingga busana sultan atau raja. Busana yang bagi orang yang merasa dirinya menjadi menunjukkan simbol agama contohnya bagian dari jaringan Kesultanan Johor Darul /kerudung bagi wanita beragama Ta’zim. Pengantin Melayu di Johor Darul samawi, baju ihram berwarna putih bagi Ta’zim cenderung memilih busana agama , dan baju ihram berwarna pengantin yang lebih modern, yang cokelat bagi agama Buddha. Busana sebagai mengikuti tren fashion masa kini. perhiasan tubuh contohnya kostum penari, Permasalahan yang diangkat dalam kostum penyanyi, hingga busana pengantin. penelitian ini adalah bagaimana makna dari Dalam tradisi pernikahan, tata rias bentuk Baju Kurung Teluk Belanga ditinjau pengantin tidak hanya berfungsi sebagai dari aspek sosio-historisnya. Penelitian ini perhiasan, namun juga dapat berfungsi menggunakan metode wawancara dan sebagai identitas etnik dan simbol ritus tinjauan pustaka. Narasumber yang peralihan. Busana yang digunakan oleh diwawancarai dalam penelitian ini adalah pengantin pria Melayu umumnya Salikin Sidek (penata rias busana pengantin mengenakan Baju Kurung Cekak Musang. Melayu) dan Shafie Ahmad (pegawai Pakaian ini mempunyai potongan serupa kebudayaan bagian seni persembahan dengan baju Gamis yang sering dipakai Yayasan Warisan Johor). Wawancara orang Timur Tengah. Perbedaan Baju Gamis dengan kedua narasumber ini dilakukan dengan Baju Kurung Cekak Musang yaitu, pada bulan Februari 2017 di dua tempat model Gamis panjangnya hingga mata kaki, yang berbeda. Wawancara dengan Salikin sedangkan Baju Kurung Cekak Musang Sidek dilakukan di Kuala Lumpur-Malaysia, panjang hingga pinggul. Kerah Baju Kurung sedangkan wawancara dengan Shafie Cekak Musang tegak berdiri setinggi 2,5 cm. Ahmad dilakukan di -Malaysia. Baju ini memiliki jumlah kancing yang ganjil, yaitu 3, 5, 7, atau 9. Dua anak Kesultanan Johor Darul Ta’zim kancing berada di kerah, sementara sisanya Kesultanan Johor Darul Ta’zim berjejer di bawahnya. merupakan sebuah negara bagian di Kesultanan Johor Darul Ta’zim Malaysia yang terletak di Semenanjung memiliki tradisi berbusana yang berbeda Malaysia. Kesultanan ini berbatasan dengan dengan tradisi Melayu yang lain. Busana negara bagian Malaka, Negeri Sembilan, adat Melayu di Kesultanan Johor Darul dan . Kesultanan Johor berbatasan Ta’zim identik dengan Baju Kurung Teluk juga dengan Laut Cina Selatan di bagian Belanga. Busana ini pertama kali timur, Selat Tebrau di selatan, dan Selat diperkenalkan oleh Sultan Abu Bakar pada Malaka di bagian barat. Luas wilayah tahun 1866 (Zubaidah Shawal, 1994: 30). kesultanan ini sekitar 19.210 km2, dan Berdasarkan tradisi di kesultanan Melayu menjadi wilayah terbesar kelima di tersebut, Baju Kurung Teluk Belanga sudah Malaysia. Kesultanan ini juga memiliki menjadi anjuran untuk digunakan dalam jumlah penduduk terbanyak kedua setelah acara resmi, adat, maupun perkawinan. Pada Selangor, dan berada dalam urutan ketujuh masa sekarang penggunaan baju ini hanya

66 Lisani: Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya Vol.2, No. 1 Januari-Juni 2019: 65-75

Makna Sosio-Historis Baju Kurung Teluk Belanga Arie Toursino Hadi, Ade Solihat, Maman Lesmana, pada Busana Pengantin Pria Kesultanan Johor Darul Rahmat Sewa Suraya Ta’zim

dalam kepadatan penduduk di negara menjadikan Singapura dan Johor dalam Malaysia. pengawasan Inggris. Perjanjian ini secara Ibu kota kesultanan ini adalah Johor tidak langsung melepaskan Kesultanan Bahru, yang terletak bagian selatan negara Johor dari kekuasaan Kesultanan Siak Sri ini. Kota tersebut merupakan kota kedua Indrapura. Inggris kemudian berupaya terbesar di Malaysia setelah Kuala Lumpur. menjalin kerja sama dengan Tengku Kota utama lain, selain Johor Bahru, adalah Abdulrahman yang telah diresmikan oleh Batu Pahat, Muar, dan Kluang. Kesultanan Yang Dipertuan Muda Raja Jaafar (Yang ini memiliki 10 (sepuluh) distrik yang Dipertuan ) menjadi Sultan Johor meliputi Johor Bahru, Kulai, Pontian, Kota dengan gelar Sultan Abdulrahman. Upaya Tinggi, Kluang, Segamat, Muar, Batu Pahat, Inggris tersebut tidak lepas dari akibat Mersing, dan Tangkak. Kesultanan ini penandatanganan Traktat Vienna yang berisi merupakan negara bagian tunggal yang hilangnya hak Inggris atas Pulau Jawa dan memiliki pantai di perbatasan timur dan penyerahan Malaka pada komisaris- barat. Kebanyakan wilayah kesultanan ini komisaris Belanda pada September 1818. dataran rendah dengan perbukitan landai, Aksi diplomasi yang dilakukan Inggris dengan lokasi tertingginya berada di membuat Belanda melakukan hal yang ketinggian 1.276 meter, yaitu Gunung serupa. Dengan bekal Traktat Vienna, Ledang. Belanda menganggap bahwa kemerdekaan Jumlah penduduk kesultanan ini pada Riau yang telah diberikan Inggris pada tahun 2010 adalah 3,35 juta penduduk. tahun 1795 telah luntur. Belanda kemudian Penduduk kesultanan ini meliputi etnik mengikat Kesultanan Johor dengan sebuah Melayu (51,1%), Cina (35,4%), perjanjian yang ditandatangani oleh Sultan (6,9%), dan etnis lain (6,6%). Agama Abdulrahman pada 27 November 1818, terbesar dalam kesultanan ini adalah agama yang isinya hanya Belanda yang diizinkan Islam. Agama ini mendapat posisi tertinggi, berdagang dengan Riau, dan pengangkatan dan menjadi agama resmi kesultanan ini. sultan-sultan Riau harus dengan izin Kesultanan ini merupakan produsen utama Belanda. karet, nanas, dan minyak kelapa sawit. Sejak Dengan tertutupnya kesempatan bekerja tahun 1980, sebagian besar perusahaan dari sama dengan penguasa di Riau, Inggris Singapura berekspansi ke wilayah kemudian menjemput Tengku Husin dan ini―dengan pertimbangan biaya produksi meresmikannya sebagai sultan. yang lebih rendah dibanding di Singapura. Pengangkatan itu dilakukan pada 6 Februari Perusahaan yang berasal dari Singapura 1819 atas nama Gubernur Jenderal Benggala tersebut meliputi industri elektronik, tekstil, dengan gelar Husin Muazzam Syah, Sultan konstruksi kapal, hingga pabrik minyak Singapura dan Semenanjung Malaya. kelapa sawit. Sebagai konsekuensinya, Inggris Kesultanan Johor Darul Ta’zim memberikan perlindungan kepada pihak terbentuk akibat dari perjanjian antara keluarga, dan berhak mengibarkan bendera Inggris dan Belanda (R.O. Windstedt, 1932: The Union Jack di Singapura. 312-309). Pada tanggal 31 Agustus 1818, Pengangkatan Sultan Husin menjadi Kesultanan Siak Sri Indrapura membuat Sultan tidak didukung oleh raja-raja Melayu perjanjian dengan Inggris, yang berisi yang lain, karena regalia yang menjadi

Lisani: Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya Vol.2, No. 1 Januari-Juni 2019: 65-75 67

Makna Sosio-Historis Baju Kurung Teluk Belanga Arie Toursino Hadi, Ade Solihat, Maman Lesmana, pada Busana Pengantin Pria Kesultanan Johor Darul Rahmat Sewa Suraya Ta’zim

legalitas adat pengangkatan seorang sultan Dengan datangnya pedagang Muslim berada di tangan Sultan Abdulrahman. Di antara abad ke-13 dan ke-14, para wanita situasi yang sama, Belanda dan Inggris mulai menutup tubuh mereka dengan dua semakin memuncak ketegangannya, atau tiga potong kain panjang untuk sehingga memaksa mereka melakukan menutupi tubuh bagian atas. Para wanita ini perundingan, dan menandatangani Traktat juga mengenakan selubung untuk menutupi London pada tanggal 17 Maret 1824. Dalam kepala, bahu dan dadanya. Pada masa ini, perjanjian itu disebutkan bahwa Malaka dan sarung bagi wanita memiliki dua fungsi, daerah sekitarnya termasuk Singapura sebagai kemban atau sebagai rok. Saat berada di bawah pengawasan Inggris, dipakai sebagai kemban, panjang sarung sedangkan Belanda akan mengawasi pulau- jatuh sedikit di bawah lutut, sedangkan saat pulau Karimun, Batam, Bintan, dan Riau ke dipakai sebagai rok, panjang sarung berada sebelah selatan. Pembagian wilayah ini di atas mata kaki. Tata rias sanggul juga secara langsung berdampak pada kekuasaan mulai dikenal pada masa ini. Fungsi sanggul wilayah Kesultanan Johor. Dalam perjanjian untuk menata rambut wanita yang panjang tersebut disebutkan bahwa di masing- agar lebih tertata dan tidak terurai ke bawah. masing wilayah tidak diperkenankan Dalam membuat sanggul, biasanya menempatkan wakil atau yang berhubungan menggunakan aksesoris yang terbuat dari dengan para sultan yang memerintah di emas atau tembaga. kawasan yang berseberangan. Berawal dari Pada masa Kesultanan Malaka, wanita pemecahan wilayah inilah, berdirilah Melayu mulai mengenakan busana seperti Kesultanan Riau-Lingga yang berada di Baju Belah (baju panjang dan longgar bawah pemerintahan Belanda, dan dengan belahan panjang di bagian depan) Kesultanan Johor Darul Ta’zim yang berada dan sarung sebagai pakaian bagian di pengawasan Inggris. bawahnya, sementara pakaian bagi pria Melayu adalah sarung yang digunakan Sejarah Busana Kesultanan Johor Darul sampai betis atau lutut, kain bahu, dan Ta’zim sehelai penutup kepala. Pertumbuhan Sejarah busana Kesultanan Johor Darul Malaka sebagai pusat perdagangan, Ta’zim memiliki kaitan yang erat dengan mengakibatkan pertumbuhan pada mode sejarah busana Kesultanan Malaka dan pada busananya. Hadirnya kapal dagang dari masa sebelumnya. Secara umum, pakaian Cina, India, Timur Tengah, dan orang-orang orang Melayu pada masa kerajaan Melayu Eropa, turut membawa pengaruh dalam gaya kuno adalah sarung. Seiring perkembangan berbusana. Orang-orang Melayu yang jaman, pakaian menjadi lebih rumit dan berhubungan langsung dengan negara- pemakainya menjadi lebih sensitif dalam negara tersebut mulai memakai pakaian memenuhi kebutuhan dan selera yang mirip dengan mereka. Orang-orang berpakaiannya. Misalnya, dalam kisah asing ini mempengaruhi evolusi kostum perjalanan orang Cina di Nusantara yang tradisional Melayu dan juga kebiasaan menggambarkan pakaian orang Melayu mereka di wilayah Melayu. pada abad ke-13 hanya sepotong kain yang Invasi yang dilakukan Aceh, dan menutupi tubuh bagian bawah, dan tanpa Majapahit di wilayah bekas Kesultanan kain untuk menutupi tubuh bagian atas. Malaka juga turut membawa pengaruh gaya

68 Lisani: Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya Vol.2, No. 1 Januari-Juni 2019: 65-75

Makna Sosio-Historis Baju Kurung Teluk Belanga Arie Toursino Hadi, Ade Solihat, Maman Lesmana, pada Busana Pengantin Pria Kesultanan Johor Darul Rahmat Sewa Suraya Ta’zim

berbusana. Baju Takwa dan Seluar Aceh Inderapura. Pengakuan sebagai pewaris adat dipercaya merupakan hasil pengaruh Aceh Kesultanan Malaka cukup tampak di di wilayah ini, sementara Majapahit wilayah ini. Hal itu dibuktikan dengan membawa pengaruh terhadap perhiasan dan penggunaan tradisi Baju Kurung dan Baju keris yang dipakai oleh raja-raja Melayu, Belah yang diilhami dari busana Malaka. terutama yang berada di bawah kekuasaan Penggunaan tanjak sebagai kepala juga Kesultanan Siak Sri Inderapura. Pemindahan masih dipertahankan di wilayah ini. ibu kota Kesultanan Johor dari Bintan ke Demikian pula dengan munculnya Baju Daik-Lingga, dengan alasan menjauhi Kurung Cekak Musang antara tahun 1930- pengaruh Aceh, justru menghasilkan Tudung 1940, membuat tren busana baru di wilayah Manto yang masih dikenal hingga saat ini. bekas Kesultanan Malaka, kecuali di Berdirinya Kesultanan Johor Darul Kesultanan Johor Darul Ta’zim. Ta’zim berkat pengakuan Inggris di Tanjung Puteri pada tahun 1866, menghasilkan Tanda, Penanda, dan Petanda identitas Melayu yang baru. Sultan pertama Sebelum membahas mengenai makna, Johor Darul Ta’zim, Sultan Abu Bakar, patut diketahui terlebih dahulu tentang mengonstruksi busana Melayu yang berasal tanda. Pengertian tanda, merujuk pendapat dari busana Malaka menjadi busana baru Ferdinand de Saussure, adalah relasi antara yang dipengaruhi oleh gaya orang Bugis. sesuatu yang tercipta dalam kognisi manusia Busana tersebut dikenal dengan nama Baju (signifiant/signifier/penanda) dan makna Kurung Teluk Belanga. Sultan Abu Bakar yang dipahami oleh manusia juga mengubah tradisi ikat kepala di (signifié/signified/petanda) (Benny H. Hoed, wilayahnya, yang semula menggunakan 2011: 3). Ini artinya, makna merupakan tanjak, diganti dengan baldu hitam. bagian dari tanda. Roland Barthes Menurut Shafie Ahmad, penggunaan melanjutkan studi mengenai tanda dengan songkok di Kesultanan Johor Darul Ta’zim melakukan pemaknaan konotasi. Konotasi, tidak lepas dari pengaruh budaya Turki yang menurut Barthes, adalah pengembangan segi masuk di wilayah itu. Penggunaan Baju petanda (makna) oleh pemakaian tanda Kurung Teluk Belanga dan songkok baldu sesuai dengan sudut pandangnya. Konotasi hitam menjadi identitas khas Johor Darul yang sudah melekat dalam struktur sosial Ta’zim hingga saat ini. masyarakat tersebut kemudian akan Di sisi yang lain, Tanjung Pinang berkembang kembali menjadi sebuah mitos berada di wilayah Kesultanan Riau-Lingga, (ibid.: 5). Mitos kerap diasosiasikan sebagai yang pada tahun 1911, kesultanan ini dongeng klasik tentang eksploitasi dewa dan dimakzulkan oleh Belanda karena raja pahlawan, namun menurut Barthes, mitos terakhirnya, Sultan Abdul Rahman II, merupakan ideologi dominan pada masa menolak menandatangani perjanjian baru sekarang. Barthes berpendapat bahwa proses dengan Belanda. Sebelum dan setelah penandaan pada denotasi dan konotasi dapat pemakzulan tersebut, wilayah Kesultanan menghasilkan ideologi. Barthes memberi Riau-Lingga berada dalam kekuasaan contoh mengenai mitos ini melalui gambar Kesultanan Siak Sri Inderapura, itu artinya sampul majalah Paris-Match. adat serta gaya busana di wilayah ini mendapat pengaruh dari Kesultanan Siak Sri

Lisani: Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya Vol.2, No. 1 Januari-Juni 2019: 65-75 69

Makna Sosio-Historis Baju Kurung Teluk Belanga Arie Toursino Hadi, Ade Solihat, Maman Lesmana, pada Busana Pengantin Pria Kesultanan Johor Darul Rahmat Sewa Suraya Ta’zim

“I am at the barber's, and a copy of French Paris-Match is offered to me. On the uniform is cover, a young Negro in a French saluting, uniform is saluting, with eyes uplifted, with eyes probably fixed on a fold of the tricolour. uplifted, All this is the meaning of the picture. probably But, whether naively or not, I see very fixed on a well what it signifies to me: that France fold of the is a great Empire, that all her sons, tricolour” without any colour discrimination, Tanda I → Penanda II Petanda II faithfully serve under her flag, and that “A black soldier is giving “A purposeful there is no better answer to the the French salute” mixture of detractors of an alleged colonialism Frenchness than the zeal shown by this Negro in and serving his so-called oppressors. I am militariness” therefore again faces with a greater Tanda II → Mitos semiological system (a black soldier is “France is a great Empire” giving the French salute); there is a signified (it is here a purposeful mixture Tingkat pertama relasi antara penanda I of Frenchness and militariness), finally, dan petanda I membentuk tanda I, yang there is a presence of the signified merupakan tingkat bahasa. Tanda I through the signifier.” (ibid.: 111) kemudian menjadi penanda II yang mempunyai relasi dengan petanda II, yang Berdasarkan kutipan Barthes tersebut, akhirnya membentuk tanda II yang jika dibuat analisis alur maknanya, maka merupakan tingkat mitos. Mitos dalam kasus dapat dibuat seperti berikut: gambar pada tabel 1―menurut Barthes, adalah pengesahan kekuatan kekaisaran Prancis. Orang Negro baik-baik saja ketika mereka dijajah oleh Prancis, karena mereka memberi penghormatan kepada militer dan bendera Prancis. Barthes menjelaskan bahwa mitos berfungsi dengan cara memanfaatkan orang yang akan menafsirkan atau memikirkan sesuatu, dan membuat mereka berpikir bahwa ini adalah cara yang universal untuk melihatnya (ibid.: 117). Bagi kebanyakan orang saat ini, pemaknaan yang dilakukan Tabel 1. Analisis Makna Sampul Paris- Barthes tidak terlihat jelas, namun bagi Match kebanyakan orang Prancis pada saat Barthes Penanda I Petanda I menulis teks tersebut, mereka akan “A young menganggap gambar yang ditampilkan Negro in a mengandung makna seperti yang

70 Lisani: Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya Vol.2, No. 1 Januari-Juni 2019: 65-75

Makna Sosio-Historis Baju Kurung Teluk Belanga Arie Toursino Hadi, Ade Solihat, Maman Lesmana, pada Busana Pengantin Pria Kesultanan Johor Darul Rahmat Sewa Suraya Ta’zim

diungkapkannya. Menurut orang Prancis Baju Kurung Cekak Musang berwarna hijau pada saat itu, makna yang muncul adalah muda), turut memberi pemberkatan (gambar makna yang sudah seperti itu adanya. 2). Mitos mempromosikan makna dan interpretasi tertentu dengan cara Gambar 1. Pernikahan Akmal Saufi mengabaikan makna orang lain. Seseorang dapat menafsirkan gambar tersebut atau gambar lain yang sangat mirip dengan makna kritik terhadap imperialisme Prancis, di mana pemuda tersebut hanya memberi hormat untuk mengejek patriotisme Prancis. Tafsiran tersebut bukan dimaksudkan untuk mempromosikan konteks khusus yang dihadirkan dalam gambar ini. Gambar sampul Paris-Match hanya memiliki satu Sumber: http://tiny.cc/3j4rly kemungkinan yang realistis. Mitos atas gambar tersebut berfungsi untuk Gambar 2. Tamu dan Pengantin Pengantin mempromosikan minat investasi tertentu. Pria dalam Pernikahan Akmal Saufi. Barthes menganggap bahwa gambar tersebut adalah propaganda, dan yang mendapat keuntungan dari makna ini adalah mereka yang memiliki kepentingan dalam mempertahankan struktur kekuatan dominan yang telah menciptakan sistem imperialis di Prancis (ibid.: 128).

Sosial-Historis Baju Kurung Teluk Belanga di Kesultanan Johor Darul Ta’zim Pengantin pria pada pernikahan Akmal Objek yang digunakan dalam penelitian Saufi menggunakan Baju Kurung Teluk ini adalah baju pengantin pria yang Belanga berwarna putih. Baju ini juga dikenakan dalam perkawinan Akmal Saufi dikenal dalam tradisi busana Melayu, namun (gambar 1), yang acara telah berlangsung kerap digunakan juga sebagai pakaian pada tanggal 11 April 2015. Akmal Saufi harian. Baju ini diperkenalkan pertama kali merupakan anak tunggal dari Mohamed oleh Sultan Abu Bakar dari Kesultanan Khaled Nordin (mengenakan Baju Kurung Johor Darul Ta’zim pada tahun 1886. Ide Teluk Belanga warna biru), Menteri Besar pakaian ini, menurut Abdul Rahim Ramli, Kesultanan Johor Darul Ta’zim. Pada saat bukan berdasar pada busana Melayu di pernikahannya tersebut, hadir Sultan kesultanan pada umumnya. Pakaian yang Ibrahim bin Iskandar (mengenakan Baju dikenakan oleh Sultan Abu Bakar Kurung Teluk Belanga berwarna merah dipengaruhi oleh budaya Eropa dan Turki muda) dan Perdana Menteri Malaysia, (Abdul Rahim Ramli, 2011: 91). Raja Datuk Seri Najib Tun Razak (mengenakan pertama di Kesultanan Johor modern

Lisani: Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya Vol.2, No. 1 Januari-Juni 2019: 65-75 71

Makna Sosio-Historis Baju Kurung Teluk Belanga Arie Toursino Hadi, Ade Solihat, Maman Lesmana, pada Busana Pengantin Pria Kesultanan Johor Darul Rahmat Sewa Suraya Ta’zim

tersebut berusaha mengembangkan baldu hitam. Pakaian harian yang dikenakan perpaduan budaya Barat dan Islam yang Sultan Abu Bakar meliputi Baju Kurung berasal dari Turki dalam adat istiadat Teluk Belanga yang ujung bawahnya tidak kerajaannya, salah satunya dalam gaya dimasukkan ke dalam kain berpakaian. (berdagang luar), seluar yang berlainan Berdasarkan wawancara dengan Shafie warna, kain samping sutra atau katun, dan Ahmad dan Salikin Sidek, Baju Kurung sepatu pantofel—gaya berpakaian ini Teluk Belanga memiliki alas leher berbentuk disebut pakaian cara Bugis. Dalam upacara bulat, dan sedikit belahan di bagian adat atau menghadiri perkawinan, gaya depannya. Pada keliling leher baju dilapisi berbusana Sultan Abu Bakar hampir sama dengan kain lain dan dijahit dengan dengan pakaian hariannya, namun bajunya menggunakan teknik sembat sementara sewarna dengan seluarnya (sedondon), dan bagian pinggiran bulatannya dijahit dengan bagian bawah baju dimasukkan ke dalam teknik tulang belut. Bagian pangkal belahan lipatan kain samping (berdagang dalam). dibuatkan tempat untuk mengancingkan Gaya berpakaian Sultan Abu Bakar baju yang disebut rumah kancing dengan menurun kepada penerus kerajaan dengan menggunakan teknik jahitan insang pari. gayanya masing-masing. Dalam acara resmi, Umumnya baju ini hanya memiliki satu Sultan Ibrahim bin Abu Bakar mengenakan buah kancing. Baju Kurung Teluk Belanga pakaian yang disebut Askar Timbalan Setia yang digunakan oleh pria berbeda dengan Negara (ATSN), yaitu pakaian yang serupa yang digunakan oleh wanita. Baju kurung dengan seragam tentara Kerajaan Inggris, Teluk Belanga yang dipakai pria memiliki sedangkan pada acara yang lain ia panjang hingga sedikit di bawah pinggang, menggunakan busana seperti cara sementara baju kurung yang dipakai wanita berpakaian Sultan Abu Bakar (Ramli, 2011: lebih panjang hingga di atas lutut. Baju 99). Sultan Ismail bin Ibrahim mengenakan kurung Teluk Belanga pria memiliki 3 Baju Kurung Teluk Belanga berdagang luar kantong, dua di bagian bawah dan satu di ketika menghadiri majelis semi-resmi di dada sebelah kiri, sementara baju wanita istana serta majelis keagamaan, sedangkan hanya memiliki satu kantong di dada ketika menghadiri majelis yang lain dia sebelah kiri. menggunakan pakaian ala Barat. Sultan Shafie Ahmad menjelaskan bahwa Iskandar bin Ismail mengenakan busana Sultan Abu Bakar adalah orang yang ATSN dalam acara resmi kesultanan, dalam pertama kali memperkenalkan gaya busana acara semi-resmi ia menggunakan Baju Baju Kurung Teluk Belanga sebagai busana Kurung Teluk Belanga berdagang luar cara khas Kesultanan Johor Darul Ta’zim pada Bugis. Sultan Ibrahim bin Iskandar, tahun 1886. Selain mengubah gaya baju, penguasa Johor saat ini, kembali sultan pertama Kesultanan Johor Darul menggunakan gaya berpakaian Sultan Abu Ta’zim ini juga membuat gaya busana lain Bakar, yang bertujuan untuk yang berbeda dengan gaya busana Melayu mengembalikan identitas Kesultanan Johor jaringan Kesultanan Malaka. Pada awalnya seperti tradisi pada awalnya. Sultan Abu Bakar mengenakan penutup Berdasarkan bentuk dan konteks kepala berbentuk (sorban), namun sejarahnya, analisis makna Baju Kurung kemudian menggantinya dengan songkok Teluk Belanga dapat dilihat pada tabel 2:

72 Lisani: Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya Vol.2, No. 1 Januari-Juni 2019: 65-75

Makna Sosio-Historis Baju Kurung Teluk Belanga Arie Toursino Hadi, Ade Solihat, Maman Lesmana, pada Busana Pengantin Pria Kesultanan Johor Darul Rahmat Sewa Suraya Ta’zim

Kurung Teluk Belanga yang membedakannya dengan Baju Kurung Tabel 2. Analisis Makna Baju Kurung Teluk Cekak Musang (memiliki kerah tegak Belanga setinggi 2,5 cm). Petanda I 2. Memiliki satu kancing merupakan ciri Baju khas Baju Kurung Teluk Belanga, yang longgar, membedakannya dengan Baju Kurung alas leher Cekak Musang (memiliki kancing ganjil berbentuk 3, 5, 7, atau 9). bulat dan 3. Memiliki tiga kantong (dua di bagian belahan di bawah, dan satu di bagian dada sebelah bagian kiri) merupakan ciri dari Baju Kurung Teluk Belanga yang dipakai pria, yang Penanda I depannya, satu berbeda dengan Baju Kurung Teluk

kancing, Belanga yang dipakai wanita (hanya tiga memiliki satu kantong di bagian dada kantong, sebelah kiri). dan 4. Panjang baju hingga sedikit di bawah panjang pinggang merupakan ciri dari Baju baju Kurung Teluk Belanga yang dipakai hingga pria, yang berbeda dengan Baju Kurung sedikit di Teluk Belanga yang dipakai wanita bawah (panjang baju hingga di atas lutut). pinggang Petanda II Relasi antara citra penanda I dan Baju yang petanda I pada tabel 2 membentuk denotasi digunakan dari Baju Kurung Teluk Belanga (Tanda I). Tanda I → Penanda II oleh Sultan Pada tingkat kedua ini, Tanda I berubah Baju Kurung Teluk Abu Bakar, menjadi penanda II, yang kemudian Belanga identik dimaknai kembali (dalam teori semiotik dengan Barthes, pemaknaan pada tingkat kedua tradisi Islam disebut sebagai konotasi) sebagai baju yang Tanda II → Mitos diciptakan oleh Sultan Abu Bakar (pendiri Kedaulatan Johor Darul Ta’zim sebagai Kesultanan Johor Modern), dan baju yang kesultanan dengan tradisi Melayu Modern identik dengan tradisi Islam (Petanda II). dan Islam Makna yang terkandung dalam petanda II memiliki penjelasan: 1. Baju Kurung Teluk Belanga merupakan Makna yang terkandung dalam petanda I ciptaan Sultan Abu Bakar untuk pada tabel 2 memiliki penjelasan: membedakan dirinya dengan sultan- 1. Baju longgar dengan alas leher sultan Melayu yang lain, yang berbentuk bulat dan sedikit belahan di menggunakan Baju Takwa (baju dengan bagian depan merupakan ciri khas Baju belahan panjang di bagian depan).

Lisani: Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya Vol.2, No. 1 Januari-Juni 2019: 65-75 73

Makna Sosio-Historis Baju Kurung Teluk Belanga Arie Toursino Hadi, Ade Solihat, Maman Lesmana, pada Busana Pengantin Pria Kesultanan Johor Darul Rahmat Sewa Suraya Ta’zim

2. Baju Kurung Teluk Belanga identik Baju Kurung Teluk Belanga yang dengan tradisi Islam berfungsi sebagai dikenakan oleh pengantin pria dalam pembeda dengan baju seragam orang pernikahan Akmal Saufi merupakan bentuk Eropa, baju etnik Cina atau India, yang kedaulatan Kesultanan Johor Darul Ta’zim diasosiasikan beragama non-Islam. dalam menciptakan tradisi di wilayahnya. Menurut Shafie Ahmad, tradisi berbusana Relasi antara penanda II dan petanda II Baju Kurung Teluk Belanga di wilayah kemudian membentuk mitos “kedaulatan Kesultanan Johor Darul Ta’zim dewasa ini Johor Darul Ta’zim sebagai kesultanan sudah berkurang, karena banyak pengaruh dengan tradisi Melayu Modern dan Islam”. dari tren fashion modern ala Barat dan Penjelasan dari mitos ini adalah: tradisi Melayu di wilayah yang lain 1. Kesultanan Johor Darul Ta’zim dapat (penggunaan Baju Kurung Cekak Musang menggunakan Baju Kurung Teluk sebagai busana pengantin pria Melayu). Belanga dalam acara resmi maupun Berdasarkan keadaan tersebut, Sultan acara adat, dan sebagai busana Ibrahim bin Iskandar kembali membuat pengantin pria, sementara dalam tradisi aturan mengenai penggunaan Baju Kurung kesultanan Melayu yang lain, Baju Teluk Belanga sebagai pakaian wajib bagi Kurung Teluk Belanga hanya pegawai di lingkungan istana Tanjung digunakan sebagai pakaian harian Puteri. (pakaian yang digunakan dalam acara resmi, adat, dan busana pengantin pria Kesimpulan adalah Baju Kurung Cekak Musang). Manusia akan melalui tahap-tahap 2. Menurut Salikin Sidek, Kesultanan pertumbuhan dalam hidupnya, yang salah Johor Darul Ta’zim merupakan satu tahapan hidupnya tersebut adalah kesultanan Melayu pertama yang perkawinan. Perkawinan merupakan ritus rajanya pergi ke luar negeri dan yang menandakan beralihnya tahapan hidup menjalin kerja sama diplomatik dengan manusia dari seseorang yang tinggal sendiri, orang-orang Eropa (khususnya Inggris). kemudian hidup bersama dengan orang lain. Hal tersebut merupakan wujud dari Perkawinan dapat juga berarti pengukuhan keistimewaan Kesultanan Johor Darul terhadap status sosial yang baru dari Ta’zim yang dianggap lebih dahulu seseorang. Tiap orang yang dikukuhkan “modern” dibanding kesultanan Melayu secara sosial dalam upacara pernikahan akan yang lain. mengenakan busana yang khas, sesuai 3. Menurut Shafie Ahmad, Kesultanan dengan adat dan tradisi yang berlaku di Johor Darul Ta’zim merupakan lingkungan sosialnya. kesultanan Melayu pertama yang Pengantin pria Kesultanan Johor Darul memiliki sekolah pendidikan Islam. Ide Ta’zim mengenakan busana yang berbeda di dari pembuatan Baju Kurung Teluk banding etnis Melayu yang lain. Pengantin Belanga juga berdasar pada tradisi ini mengenakan Baju Kurung Teluk Islam, yaitu berpotongan besar, longgar, Belanga, sedangkan pengantin pria etnis dan labuh (panjang) sehingga dapat Melayu yang lain mengenakan Baju Kurung menutup aurat dengan sempurna. Cekak Musang. Penggunaan Baju Kurung Teluk Belanga sebagai busana

74 Lisani: Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya Vol.2, No. 1 Januari-Juni 2019: 65-75

Makna Sosio-Historis Baju Kurung Teluk Belanga Arie Toursino Hadi, Ade Solihat, Maman Lesmana, pada Busana Pengantin Pria Kesultanan Johor Darul Rahmat Sewa Suraya Ta’zim

pernikahan―yang lazimnya digunakan Hoed, Benny H. (2011). Semiotik dan sebagai pakaian harian, tidak lepas dari Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: pengaruh Sultan Abu Bakar bin Husain Komunitas Bambu sebagai raja pertama di Kesultanan Johor Jusoh, A., & Husin, F. (2016, September). Darul Ta’zim. Sultan ini yang menginisiasi “Makna dan Fungsi Busana” dalam penggunaan Baju Kurung Teluk Belanga, Naskhah Melayu Syair Agung. Journal sehingga menjadi baju yang dikenakan of Business and Social Devolepment, sebagai pakaian harian, adat, resmi, maupun IV(2), 58-75. acara pernikahan di salah satu kesultanan Koentjaraningrat. (1983). Pengantar Ilmu Melayu di Malaysia ini. Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Penggantian jenis busana dalam Koentjaraningrat. (1993). Ritus Peralihan di pernikahan Melayu Kesultanan Johor Darul . Jakarta: Balai Pustaka. Ta’zim memperlihatkan adanya usaha untuk Mat, I. b. (1985). Adat and Islam in membuat identitas baru di wilayah ini. Malaysia: a Studyi in Legal Conflict Identitas baru yang dimunculkan oleh and Resolution. Philadelphia: Temple kesultanan ini adalah penggabungan antara University. budaya Eropa dan Timur Tengah, namun Ramli, Abdul Rahim. (2011). Sejarah Adat- masih tetap bisa menunjukkan ciri Melayu- Istiadat Diraja Johor. Johor Bahru: Islam, yang membedakan dirinya dengan Penerbit Universiti Teknologi Malaysia. orang Eropa, Cina, dan India. Pemilihan Shawal, Z. (1994). Busana Melayu. Kuala jenis busana ini juga menunjukkan Lumpur: Jabatan Muzium dan Antikuiti kedaulatan Kesultanan Johor Darul Ta’zim Malaysia. sebagai kesultanan Melayu yang berbeda Wahab, S. (2006). Panduan Protokol dan dengan kesultanan Melayu yang lainnya. Tatatertib Majlis. Selangor: PTS Professional Publishing. DAFTAR PUSTAKA Windstedt, R. (1932). “A Malay History of Abbas, A., & Nawawi, N. (2006). Pakaian Riau and Johore”. Journal of the Melayu Sepanjang Zaman. Kuala Malayan Branch of the Royal Asiatic Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka. Society, X(2), hal 320-303. Aris, A. (2014). The Evolution and Transformation of Baju Kurung in the Peninsular of Malaysia. Selangor: Universiti Teknologi MARA. Barthes, R. (1972). Mytologies. London: Paladin. Hasim, R. S., Idrus, M. M., Yusof, N. M., Abdullah, I. H., M.M, R., & Hamdan, S. I. (2013). “The Impact of Popular Culture on Socio-Cultural Identities of Malaysians: A Qualitative Analysis”. Recent Advences in Educational Technologies (hal. 57-61). Cambridge: WSEAS.

Lisani: Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya Vol.2, No. 1 Januari-Juni 2019: 65-75 75