PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PT. POS (PERSEROAN) TERHADAP KERUSAKAN ATAU HILANGNYA PAKET PENGIRIMAN BARANG (STUDI DI KANTOR POS PEMATANGSIANTAR)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Oleh :

PUTRI PRATIWI LUBIS 120200021

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2017

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PT. POS INDONESIA (PERSEROAN) TERHADAP KERUSAKAN ATAU HILANGNYA PAKET PENGIRIMAN BARANG (STUDI DI KANTOR POS PEMATANGSIANTAR)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Oleh :

PUTRI PRATIWI LUBIS Nim : 120200021

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

Disetujui Oleh : Ketua Departemen Hukum Keperdataan

Dr.ROSNIDAR SEMBIRING, S.H., M.Hum NIP. 196602021991032002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

SINTA ULI, SH, M.Hum AFLAH, SH, M.Hum NIP : 195506261986012001 NIP : 197005192002122002

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Putri Pratiwi Lubis

Nim : 120200021

Departemen : Hukum Keperdataan/BW

Judul/skripsi : Perlindungan Hukum Bagi Konsumen PT. Pos Indonesia

(Perseroan) Terhadap Kerusakan Atau Hilangnya Paket

Pengiriman Barang (Studi Di Kantor Pos

Pematangsiantar)

Dengan ini menyatakan :

1. Bahwa skripsi yang saya tulis adalah benar tidak merupakan ciplakan

skripsi atau karya ilmiah orang lain;

2. Apabila terbukti dikemudian hari skripsi tersebut ciplakan, maka segala

akibat hukum yang timbul menjadi tanggungjawab saya.

Demikian pernyatan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.

Medan, November 2016

Putri Pratiwi Lubis Nim : 120200021

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

KATA PENGANTAR

Pertama sekali, Penulis mengucapkan segala puji kepada Allah SWT atas berkah dan limpahan rahmat-Nya dan Syukur Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktunya. Dan tak lupa juga mengucapkan shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW.

Skripsi ini disusun guna melengkapi dan memenuhi syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera

Utara, untuk itu penulis telah memilih judul : “Perlindungan Hukum Bagi

Konsumen PT. Pos Indonesia (Perseroan) Terhadap Kerusakan Atau

Hilangnya Paket Pengiriman Barang (Studi Di Kantor Pos

Pematangsiantar)”. Skripsi ini membahas mengenai hak dan kewajiban PT. Pos

Indonesia dan pengguna jasa konsumen, tanggung jawab PT. Pos Indonesia cabang Pematangsiantar dan perlindungan hukum terhadap konsumen PT. Pos

Indonesia.

Proses penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan berbagai pihak yang telah berperan membantu Penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, namun dengan kelapangan hati penulis selalu menerima kritik, saran maupun masukan yang bersifat mendidik dan membangun dari berbagai pihak.

Dalam kesempatan ini, Penulis juga ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Budiman Ginting, SH., M.Hum, selaku Dekan Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2. Bapak Dr. Saidin, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Dr. Jelly Leviza, SH., M.Hum, selaku Wakil Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Dr.Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum, selaku Ketua Departemen

Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

6. Ibu Sinta Uli, SH., M.Hum, selaku Ketua Program Kekhususan

Hukum Perdata Dagang sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, meluangkan waktu, arahan dan nasehat

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Aflah, SH., M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, meluangkan waktu, arahan dan nasehat

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Seluruh Dosen / Staff Pengajar dan Pegawai Administrasi fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mencurahkan ilmunya

dan membantu penulis selama masa perkuliahan.

9. Bapak Gilbert P. Sirait, selaku Manajer SDM (Sumber Daya Manusia)

dan Sarana PT. Pos Indonesia Cabang Pematangsiantar yang telah

banyak membantu saya dalam penulisan skripsi ini.

10. Bapak Putra Riansyah, Selaku Bagian Pelayanan PT. Pos Indonesia

Cabang Pematangsiantar yang telah menjadi Narasumber dalam

penulisan skripsi ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

11. Teristimewa kepada Bujing, Tulang, Uwak dan Nantulangku tercinta

Siti Liza, Arifin, Sofiyani, Siti Azra dan Miskan yang selalu

mendoakan, mendukung penuh, memberi semangat dan menjadi

motivator terbesar dalam hidup saya, yang sudah susah payah

menyekolahkan, mendidik dan menjadi orang tua bagi saya.

12. Buat Orang Tua saya Siti Rohana (Alm) adalah seorang Mama yang

menjadi inspirasi buat aku dalam menjalanin kehidupan.

Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan ketidaksempurnaan. Oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna menuju tulisan kearah yang lebih baik. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Medan, November 2016 Penulis,

Putri Pratiwi Lubis

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...... i

DAFTAR ISI ...... iv

ABSTRAK ...... vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ...... 1

B. Permasalahan...... 8

C. Tujuan Penulisan...... 9

D. Manfaat Penulisan...... 9

E. Metode Penelitian...... 10

F. Keaslian Penulisan...... 12

G. Sistematika Penulisan...... 13

BAB II TINJAUAN KATA KONSUMEN DALAM ASPEK

HUKUM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 8

TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Sejarah dan Perkembangan Hukum Perlindungan Konsumen...... 15

B. Dasar Hukum Perlindungan dan Sumber-Sumber Hukum

Konsumen di Indonesia...... 23

C. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen...... 27

BAB III PENYELENGGARAAN KEGIATAN PENGIRIMAN

BARANG MELALUI PT. POS INDONESIA

A. Pos dan Bidang-Bidang Kegiatan Menurut Undang-Undang Pos.....31

B. Prinsip Tanggung Jawab Hukum dalam Pengiriman Barang...... 40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

C. Pelaksanaan Kegiatan Sistem Kerja Pos dan Proses

Pengiriman Barang ...... 45

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PT. POS

INDONESIA ATAS KERUSAKAN ATAU HILANGNYA

PAKET PENGIRIMAN BARANG DI KANTOR POS

CABANG PEMATANGSIANTAR

A. Hak dan Kewajiban PT. Pos Indonesia dan Pengguna Jasa

Konsumen...... 61

B. Tanggung Jawab PT. Pos Inodnesia Cabang Pematangsiantar

Terhadap Kerusakan atau Hilangnya Paket Pengiriman Barang...... 65

C. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen PT. Pos Indonesia...... 72

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan...... 78

B. Saran...... 79

DAFTAR PUSTAKA ...... 80

LAMPIRAN

A. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian di PT. Pos Indonesia

Cabang Pematangsiantar.

B. Hasil Wawancara (Question of Interview).

C. Contoh Resi Pengiriman Barang dari Kantor Pos Pematangsiantar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Putri Pratiwi Lubis1 Sinta Uli** Aflah***

Perlindungan konsumen merupakan bagian tidak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat. Tidak adanya perlindungan yang seimbang menyebabkan konsumen berada pada posisi yang lemah sehingga diperlukan adanya perlindungan hukum untuk melindungi konsumen ketika mengalami masalah- masalah yang disebabkan oleh pelaku usaha/konsumen. Meningkatnya kuantitas perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengiriman barang, dilatar belakangi oleh banyaknya konsumen yang melakukan kegiatan pengiriman barang melalui pengangkutan yang memungkinkan timbulnya masalah dalam proses pengiriman barang tersebut, seperti kerusakan, kehilangan dan keterlambatan pengiriman barang, dan ketika permasalahan itu terjadi bagaimana sebenarnya bentuk perlindungan dan tanggung jawab yang di berikan jasa pengiriman barang kepada konsumen. Hal ini lah yang menjadi topik permasalahan yang akan dibahas oleh penulis dalam skripsi ini dengan mengadakan penelitian di Kantor Pos Cabang Pematangsiantar. Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode yuridis normatif dan penelitian lapangan (data empiris), skripsi ini bersifat deskriptif analitis. Pengumpulan data dilakukan dengan metode ilmiah yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan yang diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak Kantor Pos Cabang Pematangiantar. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa Pihak Kantor Pos Cabang Pematangsiantar sering mengalami masalah dengan konsumen dalam hal kehilangan atau kerusakan atas paket pengiriman barang, untuk mengatasi masalah-masalah tersebut pihak kantor Pos Cabang Pematangsiantar melakukan kewajibannya kepada konsumen dengan memberikan kompensasi ganti rugi atas kerusakan atau kehilangan barang tersebut, baik berupa uang atau dalam bentuk pengembalian barang yang sama sesuai dengan kesepakatan antara para pihak. Dalam bertanggung jawab pihak kantor pos Pematangsiantar mengikuti peraturan yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dalam Pasal 7 huruf f dan g dan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos dalam Pasal 17 dan Pasal 31. Apabila terjadi sengketa terkait masalah pngiriman barang, pihak kantor pos Pematangsiantar lebih mengutamankan penyelesaian sengketa di luar pengadilan dengan cara melakukan negosiasi/musyawarah kepada konsumen. Kata kunci : Perlindungan Hukum, Kerusakan, Kehilangan, Barang.

* Mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ** Dosen Pembimbing I *** Dosen Pembimbing II

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perlindungan Konsumen merupakan bagian tak terpisahkan dari kegiatan bisnis yang sehat. Dalam kegiatan bisnis yang sehat terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara konsumen dengan produsen. Tidak adanya perlindungan yang seimbang menyebabkan konsumen berada pada posisi yang lemah. Kerugian-kerugian yang dialami oleh konsumen tersebut dapat ditimbulkan sebagai akibat dari adanya hubungan hukum perjanjian antara produsen dengan konsumen, maupun akibat dari adanya perbuatan melanggar hukum yang dilakukan.

Perjanjian-perjanjian yang dilakukan antara para pihak tidak selamanya dapat berjalan mulus, dalam arti masing-masing tidak puas, karena kadang- kadang pihak penerima tidak menerima barang atau jasa sesuai dengan harapannya. Apabila pembeli/pengguna jasa yang dalam hal ini disebut konsumen, tidak menerima barang atau jasa sesuai dengan yang diperjanjikan, maka produsen dalam hal ini disebut juga penyedia jasa layanan telah melakukan wanprestasi, sehingga konsumen mengalami kerugian.

Perlindungan konsumen merupakan konsekuensi dan bagian dari kemajuan teknologi dan industri. Kemajuanteknologi dan industri tersebut ternyata telah membuat perbedaan antara pola hidup masyarakat tradisional dan masyarakat modern. Masyarakat tradisional dalam memproduksi barang-barang kebutuhan konsumen secara sederhana, dan hubungan antara konsumen dan masyarakat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

secara relatif masih sederhana, dimana konsumen dan produsen dapat bertatap muka secara langsung.2

Wanprestasi salah satu pihak dalam perjanjian merupakan kelalaian untuk memenuhi syarat yang tercantum dalam perjanjian. Hal ini biasanya lebih banyak dialami oleh para pihak yang lemah/memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap pihak lainnya, karena persyaratan tersebut berat sebelah lebih memberatkan kepada pihak yang lemah. Hal ini disebabkan karena persyaratan- persyaratan tersebut telah dituangkan ke dalam suatu perjanjian baku. Perjanjian yang demikian sudah lazim digunakan dan memegang peranan penting.

Kemungkinan kerugian konsumen akan bertambah lagi jika barang/jasa yang beredar dalam masyarakat tidak menggunakan merek secara teratur, terutama jika terjadi pemalsuan-pemalsuan merek tertentu yang memungkinkan suatu merek dipergunakan pada beberapa barang sejenis, namun dengan kualitas yang berbeda, sehingga diantara barang-barang tersebut ada yang mungkin akan merugikan konsumen yang kurang kritis.

Keadaan diatas semakin bertambah pada era globalisasi, terlebih setelah disahkannya Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia/World

Trade Organization (WTO) oleh Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994. Pengesahan tersebut memungkinkan produk-produk dari negara lain memenuhi pasar Indonesia, yang walaupun mempunyai sisi positif karena konsumen mempunyai banyak pilihan tentang produk mana yang betul-betul diinginkan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan atau daya belinya, namun bagi konsumen yang kurang kritis hal itu

2 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, , Kharisma Putra Utama, 2013, hal.2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

akan tetap berpotensi untuk mengakibatkan terjadinya kerugian akibat penggunaan produk.

Kerugian yang dialami akibat kurang kritisnya konsumen terhadap barang/jasa yang ditawarkan tersebut tidak terlepas dari tingkat pendidikan konsumen yang rendah, sedangkan teknologi komunikasi semakin maju, sehingga dengan mudah dapat menjangkau masyarakat luas. Kondisi inilah yang dimanfaatkan oleh produsen yang kurang mempunyai tanggung jawab sosial atau pemberi layanan jasa (jasa pengiriman barang) yang tidak taat pada kode etik profesionalisme, di mana produsen tidak memberikan informasi yang benar tentang produk yang dipasarkan, melainkan menggunakan segala cara agar masyarakat mau membeli barang-barang produk suatu perusahaan yang dipromosikannya. Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia 3

(YLKI) yang bertujuan untuk membantu konsumen agar tidak dirugikan dalam mengkonsumsi barang atau jasa, belum sepenuhnya dapat membantu konsumen sebagaimana yang diharapkan. Kondisi konsumen yang banyak dirugikan, memerlukan peningkatan upaya untuk melindunginya, sehingga hak-hak konsumen dapat ditegakkan. Namun sebaliknya, perlu diperhatikan bahwa dalam memberikan perlindungan kepada konsumen, tidak boleh justru mematikan usaha produsen, karena keberadaan produsen merupakan suatu esensial dalam perekonomian negara, oleh karena itu ketentuan yang memberikan perlindungan kepada konsumen juga harus diimbangi dengan ketentuan yang memberikan perlindungan kepada produsen, sehingga perlindunga konsumen tidak justru membalik kedudukan konsumen dari kedudukan yang lemah menjadi lebih kuat

3 Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, selanjutnya dalam penulisan ini disebut YLKI.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dan sebaliknya produsen yang menjadi lemah. Di samping itu, untuk melindungi diri dari kerugian akibat adanya tuntutan dari konsumen, produsen juga dapat mengansuransikan tanggung gugatnya terhadap konsumen tersebut.

Upaya terpenting dalam memberikan perlindungan kepada konsumen adalah melalui peraturan perundang-undangan, sehingga perlu melengkapi ketentuan perundang-undangan bidang perlindungan konsumen yang sudah ada. Hal ini perlu dilakukan dengan pertimbangan yang matang, dan tidak cukup hanya mencontoh undang-undang negara lain yang dianggap berhasil dalam memberikan perlindungan kepada konsumen, karena keberhasilan undang-undang di negara lain belum tentu mencapai keberhasilan yang sama di Indonesia. Hambatan tersebut tentu bukan alasan untuk mengabaikan pembentukan ketentuan di bidang perlindungan konsumen. Walaupun telah banyak ketentuan hukum yang tersebar di berbagai peraturan perundang-undangan yang memberikan perlindungan kepada konsumen serta lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen4 (Undang-Undang Perlindungan Konsumen atau UUPK) yang merupakan payung atau pengikat dari berbagai peraturan perundang- undangan yang tersebar tersebut. Namun UUPK masih perlu dilengkapi dengan beberapa Peraturan Pemerintah, agar dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Masih terbuka kemungkinan terbentuknya undang-undang baru yang pada dasarnya memuat ketentuan-ketentuan yang melindungi konsumen. 5 Meskipun demikian, dalam pembaruan hukum perlindungan konsumen, pihak produsen yang merupakan pihak yang diuntungkan oleh ketiadaan atau tiada memadainya

4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, selanjutnya dalam penulisan ini disebut UUPK. 5 Penjelasan Umum Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

aturan hukum perlindungan konsumen perlu pula mendapat perlindungan- perlindungan tertentu agar tetap terjadi keseimbangan dalam perlindungan hukum.

Ketentuan-ketentuan tersebut pun harus tidak bertentangan dengan ketentuan- ketentuan atau prinsip-prinsip perjanjian internasional, agar aturan hukum tersebut tidak menjadi alasan bagi negara lain untuk melakukan tuntutan-tuntutan tertentu karena diabaikannya perjanjian internasional.

Pembahasan yang terlalu luas akan terjadi apabila dilakukan pada semua aspek perlindungan hukum bagi konsumen, baik konsumen barang maupun jasa, dan tinjauan dari berbagai bidang hukum. Oleh karena itu, pembahasan rinci hanya dilakukan pada perlindungan hukum bagi konsumen barang, terutama bidang hukum privat. Perlindungan hukum bagi konsumen merupakan hal penting dalam menjaga keseimbangan hubungan hukum antara produsen dengan konsumen, sehingga perlu adanya perlindungan hukum bagi konsumen yang dapat menjadi acuan dalam memberikan perlindungan kepada konsumen. Dengan demikian memudahkan bagi produsen dan konsumen mengetahui hak dan kewajibannya, maka dengan mengemukakan berbagai peraturan perundang- undangan yang merupakan refleksi dari perlindungan hukum bagi konsumen di

Indonesia.

Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, dalam pelaksanaannya tetap memberikan perhatian khusus kepada pelaku usaha kecil dan menegah. Hal ini dilakukan melalui upaya pembinaan dan penerapan sanksi atas pelanggarannya. Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen ini dirumuskan dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional bahwa pembangunan masional termasuk pembangunan hukum yang memberikan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

perlindungan terhadap konsumen dalam rangka membangun manusia Indonesia seutuhnya yang berlandaskan pada falsafah kenegaraan Republik Indonesia yaitu

Dasar Negara Pancasila dan Konstitusi Negara Undang-Undang Dasar 1945.

Perlindungan konsumen dalam hal pelaku usaha melanggar Hak Atas

Kekayaan Intelektual 6 (HAKI) tidak diatur dalam Undang-Undang tentang

Perlindungan Konsumen ini karena sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor

12 Tahun 1997 tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1997

Tentang Paten, dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 Tentang Merek, yang melarang atau mengahasilkan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang melanggar ketentuan tentang HAKI.

Hak konsumen yang diabaikan oleh pelaku usaha perlu dicermati secara seksama terlebih lagi masih banyak masyarakat Indonesia yang memang tidak tahu-menahu apa hak yang harus diperolehnya ketika membeli suatu barang dari pelaku usaha. Padahal didalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen tercantum jelas apa-apa saja hak dan kewajiban dari pihak konsumen maupun pelaku usaha.

Berkaitan dengan perkembangan teknologi saat ini banyak konsumen yang memanfaatkannya, salah satunya dengan melakukan jual beli online (e- commerce).7 Jual beli online adalah aktifitas jual beli berupa transaksi penawaran barang oleh penjual dan permintaan barang oleh pembeli secara online dengan memanfaatkan teknologi internet. Berbelanja atau melakukan transaksi perdagangan melalui internet sangat berbeda dengan berbelanja atau melakukan transaksi perdagangan di dunia nyata. E-commerce memungkikan kita

6 Hak Atas Kekayaan Intelektual, Selanjutnya dalam penulisan ini disebut HAKI. 7 http://Lawskripsi.com/index.php?option=com-gontent&view=article&id&itemid=11 diakses pada tanggal 15 September 2016.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

bertransaksi dengan cepat dan biaya yang murah tanpa melalui proses yang terbelit-belit, di mana pihak pembeli (buyer) cukup mengakses internet ke website perusahaan yang mengiklankan produknya di internet, yang kemudian pihak pembeli (Customer ) cukup memepelajari term of condition (ketentuan-ketentuan yang diisyaratkan) pihak penjual.

Jual beli online selain memberikan kemudahan kepada penjual dan pembeli, jual beli online juga mempunyai risiko yang besar khususnya bagi pembeli. Risiko yang dihadapi konsumen ini pun berbagai macam mulai dari pihak penjual yang tidak mengirimkan barang, tidak sesuai gambar yang ada pada internet, atau bisa juga terjadi kehilangan atau kerusakan pada saat barang tersebut sudah ada di jasa pengiriman.

Dalam transaksi online, jasa pengiriman berperan penting dalam melayani konsumen. Di Indonesia, banyak tersedia jasa pengiriman, salah satunya adalah

Pos. PT. Pos Indonesia adalah perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara), yang pertama dibentuk di Batavia (sekarang Jakarta) oleh Gubernur Jendral G.W

Baron van Imhoff pada tanggal 26 Agustus 1746 dengan tujuan untuk lebih menjamin keamanan surat-surat penduduk, terutama bagi mereka yang berdagang dari kantor-kantor di luar Jawa dan bagi mereka yang datang dari dan pergi ke negeri Belanda. Sejak itulah pelayanan Pos telah lahir mengemban peran dan fungsi pelayanan kepada publik.8 Dengan berjalannya waktu, Pos Indonesia kini telah mampu menunjukkan kreatifitasnya dalam pengembangan bidang perseroan

Indonesia dengan memanfaatkan insfrastruktur jejaringan yang dimilikinya yang mencapai sekitar 24 ribu titik layanan yang menjangkau 100 persen

8 Https://www.posindonesia.co.id/index.php/profil-perusahaan/sejarah-pos diaskes pada tanggal 15 September 2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kota/kabupaten, hampir 100 persen kecamatan dan 42 persen kelurahan/desa, dan

940 lokasi transmigrasi terpencil di Indonesia. Seiring dengan perkembangan informasi, komunikasi dan teknologi, jejaringan Pos Indonesia sudah memiliki

3.700 Kantor Pos online, serta dilengkapi elektronic mobile pos di beberapa kota besar. Semua titik merupakan rantai yang terhubung satu sama lain secara solid dan terintegrasi. Sistem kode pos diciptakan untuk mempermudah processing kiriman pos dimana tiap jengkal daerah di Indonesia mampu diidentifikasi dengan akurat. Pada dasarnya PT. Pos Indonesia hanya bertugas dalam surat menyurat

(postal company), tetapi seiring perkembangan zaman saat ini, PT. Pos Indonesia telah bertransformasi dalam perusahaan yang berbasis jaringan (network company).9

Berdasarkan latar belakang ini, maka penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “ Perlindungan Hukum Bagi Konsumen PT. Pos Indonesia (Perseroan)

Terhadap Kerusakan Atau Hilangnya Paket Pengiriman Barang (Studi Di Kantor

Pos Pematangsiantar)”.

B. Permasalahan

Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini antara lain, sebagai berikut ini :

1. Bagaimana Hak dan Kewajiban PT. Pos Indonesia dan Pengguna Jasa

Konsumen ?

2. Bagaimana Tanggung Jawab PT. Pos Indonesia atas Kerusakan atau Hilangnya

Paket Pengiriman Barang ?

3. Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen PT. Pos Indonesia ?

9 Https://id.wikipedia.org/wiki/Pos_Indonesia diaskes pada tanggal 15 September 2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dalam skripsi ini adalah, sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui Tentang Hak dan Kewajiban PT. Pos Indonesia dan

Pengguna Jasa Konsumen.

2. Untuk mengetahui Tanggung Jawab PT. Pos Indonesia atas Kerusakan atau

Hilangnya Paket Pengiriman Barang.

3. Untuk mengetahui tentang Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen PT. Pos

Indonesia .

D. Manfaat Penulisan

Manfaat penulisan skripsi ini, antara lain, sebagai berikut :

1. Secara Teoritis.

a. Bahan kajian mahasiswa dalam menambah wawasan khususnya dalam

perlindungan konsumen dan jasa pengiriman barang.

b. Sebagai salah satu bentuk penambahan literatur tentang pengiriman

barang dan perlindungan konsumen di dalamnya.

2. Secara Praktis, hasil penelitian dapat digunakan untuk :

a. Sebagai masukan bagi pemerintah dan praktisi hukum dalam menentukan

kebijakan dan langkah-langkah untuk memutuskan, menganalisis serta

menyelesaikan perkara yang dihadapi dalam bidang pengiriman barang.

b. Sebagai suatu bentuk sumbangan, pemikiran dan masukan kepada para

pihak yang berkepentingan terutama masyarakat luas tentang hak-hak

yang dimiliki mereka apabila dirugikan oleh pihak penyelanggara

kegiatan jasa pengiriman barang.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

E. Metode Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kantor Pos Besar Cabang Pematangsiantar yang

terletak di Jalan Sutomo No. 2 Proklamasi, Siantar Barat, Pematangsiantar

dengan Kode Pos 21100.

2. Metode Penelitian

Penelitian memiliki arti dan tujuan sebagaimana suatu upaya pencarian dan

tidak hanya merupakan sekedar pengamatan dengan teliti terhadap sesuatu

objek yang dilihat dengan kasat mata. 10 Metode Penelitian yang digunakan

dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian yuridis normatif dan

empiris. Metode penelitian yuridis normatif adalah suatu hubungan pendekatan

terhadap hubungan antara faktor-faktor yuridis (hukum positif) dan faktor

normatif (asas-asas hukum). Sedangkan Metode empiris adalah suatu metode

penelitian hukum yang berfungsi untuk dapat melihat hukum dalam artian

nyata serta meneliti bagaimana bekerjanya hukum di suatu lingkungan

masyarakat.

3. Sifat penelitian

Sifat penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah bersifat

deskriptif analitis, yaitu bertujuan untuk memberi gambaran secara nyata,

kemudian data yang diperoleh dianalisis secara kuantitatif. Data-data dalam

penulisan skripsi ini, diperoleh melalui analisis tentang Unda ng-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dalam jasa pengiriman

barang dan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 20009 Tentang Pos. Seluruh

10 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum (Suatu Pengantar), PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal 27-28.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

data dapat dianalisis dan akhirnya dapat diambil kesimpulan yang bersifat

umum.

4. Sumber Data

Sesuai dengan fokus utama penelitiann yaitu yuridis normatif dan empiris,

maka data-data yang hendak dikumpulkan adalah data-data sekunder dari

hukum positif, yang meliputi bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer,

bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Sumber data dalam penulisan

skripsi ini diperoleh dari beberapa bahan hukum, yaitu :

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai otoritas

(autoritatif). 11 Bahan hukum primer diperoleh dari hasil dialog,

wawancara, kuesioner, maupun tanggapan secara langsung di lokasi

penelitian (Kantor Pos Cabang Medan).

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang sifatnya mendukung

bahan hukum primer, dimana bahan hukum sekunder berupa buku literatur

dari hasil penelitian, hasil karya tulis, jurnal hukum, dokumen-dokumen

yang berkaitan dengan jasa pengiriman barang, makalah ilmiah, koran dan

sumber-sumber data lainnya.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum sebagai pelengkap kedua bahan

hukum sebelumnya mencakup bahan-bahan primer, bahan-bahan hukum

sekunder dan tersier seperti : kamus hukum dan kamus umum.

11 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hal 47.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam menyusun skripsi penulis menggunakan teknik pengumpulan data,

antara lain:

1) Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Dalam pengumpulan data melalui Library Research ini penulis mempelajari

dan menganalisa data dan petunjuk melalui buku-buku ilmiah, maupun dari

majalah serta literatur-literatur ilmiah lainnya.

2) Penelitian Lapangan (Field Research)

Metode pengumpulan data ini dilakukan dengan cara mengunjungi langsung

objek penelitian. Penelitian ini dilakukan di Kantor Pos Cabang

Pematangsiantar. Untuk melengkapi data-data penelitian, maka dilakukan

juga studi dokumentasi terhadap pelayanan-pelayanan serta melakukan

wawancara langsung kepada salah seorang pimpinan Kantor Pos Cabang

Pematangsiantar.

6. Analisis Data

Analisis data dalam skripsi ini adalah dengan menggunakan data kualitatif,

yaitu suatu analisis data yang secara jelas diuraikan ke dalam bentuk kalimat

sehingga diperoleh gambaran dan maksud yang jelas yang berhubungan

dengan skripsi ini. Dalam skripsi ini penulis melakukan wawancara dengan

pihak PT. Pos Indonesia Cabang Pematangsiantar.

F. Keaslian Penulisan

Judul dari skripsi penulis ini adalah tentang “Perlindungan Hukum Bagi

Konsumen PT. Pos Indonesia (Perseroan) Terhadap Kerusakan Atau Hilangnya

Paket Pengiriman Barang (Studi Di Kantor Pos Cabang Pematangsiantar)”.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Skripsi yang dibuat oleh penulis adalah murni hasil pemikiran dan pemaparan dari penulis. Setelah diperiksa di perpustakaan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara, tidak ditemukan judul yang sama. Apabila dikemudian hari terdapat judul dan permasalahan yang sama maka penulis bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, untuk mempermudah dan membantu pembaca dalam memahami isi dari skrispsi ini maka diuraikan secara singkat gambaran dari skripsi ini. Secara sistematis dibagi kedalam beberapa bab dan setiap bab dibagi atas sub-sub bab yang diperinci sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai hal-hal yang umum

sebagai langkah dari awal penulisan yaitu mengenai alasan

penelitian judul skripsi, sekaligus merumuskan masalah

serta memaparkan cara memperoleh data untuk

pencapaian skripsi ini.

BAB II TINJAUAN KATA KONSUMEN DALAM ASPEK

HUKUM MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR

8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN

KONSUMEN

Pada bab ini akan diuraikan mengenai sejarah dan

perkembangan hukum perlindungan konsumen, dasar

hukum perlindungan dan sumber-sumber hukum

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

konsumen di Indonesia, aspek hukum perlindungan

konsumen.

BAB III PENYELENGGARA KEGIATAN PENGIRIMAN

BARANG MELALUI PT. POS INDONESIA

Pada bab ini akan diuraikan mengenai Pos dan bidang-

bidang kegiatan menurut undang-undang pos, prinsip

tanggung jawab dalam pengiriman barang, pelaksanaan

kegiatan sistem kerja pos dan proses pengiriman barang.

BAB IV PERINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN

PT.POS INDONESIA ATAS KERUSAKAN ATAU

HILANGNYA PAKET PENGIRIMAN BARANG DI

KANTOR POS PEMATANGSIANTAR

Pada bab ini akan diuraikan mengenai hak dan kewajiban

PT. Pos Indonesia dam pengguna jasa konsumen,

tanggung jawab PT. Pos Indonesia cabang

Pematangsiantar terhadap kerusakan atau hilangnya paket

pengiriman barang, perlindungan hukum tehadap

konsumen PT. Pos Indonesia.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis akan memberikan kesimpulan dan

saran dari keseluruhan pembahasan mengenai skripsi ini.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB II

TINJAUAN KATA KONSUMEN DALAM ASPEK HUKUM MENURUT

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG

PERLINDUNGAN KONSUMEN

A. Sejarah dan Perkembangan Hukum Perlindungan Konsumen

Istilah konsumen berasal dari ahli bahasa dari kata consumer (Inggris-

Amerika), atau consument/konsument (Belanda). Secara harafiah arti kata consumer adalah (lawan produsen) setiap orang yang menggunakan barang.

Tujuan penggunaan barang atau jasa menentukan termasuk konsumen kelompok mana pengguna tersebut. Begiu pula kamus bahasa Inggris-Indonesia memberi kata consumer sebagai pemakai atau konsumen.12

Sebelum lahirnya Undang-undang Perlindungan Konsumen, telah banyak ditemukan peristilahan yang termasuk dalam lingkup konsumen di dalam naskah- naskah akademis maupun dalam pembahasan berbagai rancangan Peraturan

Perundang-undangan.13 Beberapa diantaranya antara lain :

1) Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman

(BPHNDK), menyusun batasan tentang konsumen , yaitu :

“Pemakai akhir dari barang, digunakan untuk keperluan diri sendiri atau

orang lain, dan tidak untuk diperjualbelikan”.

2) Batasan Konsumen akhir dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia :

“Pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga atau orang lain dan tidak untuk

diperdagangkan kembali”.

12 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Sinar Grafika 2009, hal 22. 13 Ibid, hal 25.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3) Dalam naskah akademis Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH-

UI) bekerjasama dengan Departemen Perdagangan RI :

“Konsumen adalah setiap orang atau keluarga yang mendapatkan

barang untuk dipakai dan tidak untuk diperdagangkan”.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan konsumen adalah setiap orang yang memakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun makhluk hidup lainnya dan tidak untuk diperdagangkan.14

Berdasarkan pasal di atas dapat dilihat unsur-unsur dari defenisi Konsumen, yaitu :

1) Setiap Orang Subjek yang disebut sebagai konsumen berarti setiap orang yang berstatus sebagai pemakai barang atau jasa. 2) Pemakai Sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen, kata “Pemakai” menekankan bahwa konsumen yang dimaksudkan di sini adalah konsumen akhir (ultimate customer).

Pada awalnya, hukum perlindungan konsumen di barat dimulai dengan lahirnya gerakan perlindungan konsumen (consumers movement), yang disebut sebagai era pertama pergerakan konsumen. Amerika Serikat tercatat sebagai negara yang banyak memberikan sumbangan dalam masalah perlindungan konsumen yang pertama kali, dan pada tahun 1898 terbentuk liga konsumen nasional di Amerika Serikat. Organisasi ini kemudian tumbuh dan berkembang dengan pesat, sehingga pada tahun 1903 Liga Konsumen Nasional di Amerika

Serikat telah berkembang 64 cabang yang meliputi 20 negara bagian. Perjuangan untuk mewujudkan perlindungan konsumen ini juga mengalami hambatan dan

14 Pasal 1 angka (2) Undang-undangn Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

rintangan. Untuk meloloskan The Food and Drugs Act dan The Meat Inspection

Act telah mengalami kegagalan berulang-ulang. Hal ini terbukti dengan kegagalan

Parlemen Amerika Serikat untuk meloloskan Undang-Undang tersebut pada tahun

1892. Usaha tersebut dicoba lagi pada tahun 1902 dengan mendapat dukungan bersama oleh Liga Konsumen Nasional, The General Federation of Women’s

Club dan State Food and Diary Chemits, namun tetap juga gagal. Akhirnya The

Food and Drugs Act dan The Meat Inspection Act lahir pada tahun 1906.

Perkembangan selanjutnya terjadi pada tahun 1914, dengan dibukanya kemungkinan untuk terbentuknya komisi yang bergerak dalam perlindungan konsumen, yaitu Federal Trade Commission (FTC), dengan The Federal Trade

Commision Act.

Era ketiga dari pergerakan perlindungan konsumen terjadi pada tahun 1960- an, era ini melahirkan satu cabang hukum yang baru, yaitu hukum konsumen

(consumers law). Pada tanggal 15 Maret 1962 John F.Kennedy menyampaikan consumers message di hadapan Kongres Amerika Serikat, dan sejak itu dianggap sebagai era baru perlindungan konsumen. Pesan tersebut kemudian didukung oleh mantan presiden Amerika Serikat Lyndon Johnson dan Richard Nixon, dalam preambul consumers message ini dicantumkan formulasi pokok-pokok pikiran yang sampai sekarang terkenal sebagai hak-hak konsumen (consumers bill of right). 15 Perhatian dan apresiasi yang besar terhadap masalah-masalah perlindungan konsumen juga dilakukan oleh Jimmy Carter. Pandangan Carter mengenai isu perlindungan konsumen sebagai a breath of fresh air. Sehingga

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani menyebutkan, bahwa Jimmy Carter juga

15 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, Medan, Kencana, 2012, hal 28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dapat dipandang sebagai pendekar perlindungan konsumen karena perhatian dan apresiasinya yang besar.

Pada tahun 1985 Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan surat bulat menerbitkan Resolusi PBB Nomor A/RES/39/248 tanggal 16 April 1985 tentang

The Guidelines For Consumer Protection. Dalam Guidelines terdapat enam kepentingan konsumen yang harus dilindungi, yaitu:

1) Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesehatan dan keamananya; 2) Promosi dan perlindungan kepentingan ekonomi sosial konsumen; 3) Tersediannya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan mereka untuk melakukan pilihan yang tepat sesuai kehendak dan kebutuhan pribadi; 4) Pendidikan konsumen 5) Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif; dan 6) Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen atau organisasi lainnya yang relevan dan memberikan kesempatan kepada organisasi tersebut untuk menyuarakan pendapatnya dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka.16

Pengaturan tentang perlindungan konsumen di Indonesia telah dimulai sejak zaman Hindia Belanda, kendatipun sebagian besar peraturan-peraturan tersebut pada saat ini sudah tidak berlaku lagi. Beberapa peraturan yang berkaitan dengan perlindungan konsumen pada saat itu antara lain :

1. Reglement Industriele Eigendom, S.1912-545,jo. S. 1913 No.214.

2. Hinder Ordonantie (ordonasi gangguan), S. 1926-226 jo. S. 1927-449. Jo.

S.1940-1914 dan 450.

3. Loodwit Ordonnantie (Ordonasi Timabal Karbonat), S. 1913 No.28.

4. Tin Ordonnantie (Ordonasi Timah Putih), S. 1931-509.

5. Vuurwerk Ordonnantie (Ordonasi Petasan), S. 1932-143.

6. Verpakkings Ordonnantie (Ordonasi Keemasan), S. 1935 No. 161.

16 Ibid, hal.32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

7. Ordonnantie Op de Slacth belasting (Ordonasi Pajak Sembelih), S. 1936-671.

8. Sterkwerkannde Geneesmiddelen Ordonnantie (Ordonasi Pajak Sembelih), S.

1936-671.

9. Bedrijfsrelementerings Ordonnantie (Ordonasi Penyaluran Perusahan), S. 1938-

86.

Selain peraturan diatas, terdapat beberapa bagian kitab Undang-Undang yang dapat digunakan untuk melindungi konsumen, yaitu : a. KUH Perdata : Bagian 2, Bab V, Buku II mengatur tentang kewajiban penjual

dalam perjanjian jual beli. b. KUH Dagang : tentang pihak ketiga harus dilindungi, tentang perlindungan

penumpang/barang muatan pada hukum maritime, ketentuan mengenai

perantara, asuransi, surat berharga, kepailitan, dan sebagainya. c. KUH Pidana : tentang pemalsuan, penipuan, pemalsuan merek, persaingan

curang, dan sebagainya.

Setelah kemerdekaan Republik Indonesia hingga tahun 1999, Undang-

Undang Indonesia belum mengenal istilah perlindungan kosumen. Namun peraturan perundang-undangan di Indonesia berusaha untuk memenuhi unsur- unsur perlindungan konsumen. Kendatipun demikian, beberapa peraturan perundang-undangan tersebut belum memiliki ketegasan dan kepastian hukum tentang hak-hak konsumen. Hiruk pikuk gerakan perlindungan konsumen di

Indonesia mulai terdengar dan populer pada tahun 1970-an, yakni dengan berdirinya lembaga swadaya masyarakat (Nongovernmental Organization) YLKI pada bulan Mei 1973. Organisasi lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang perlindungan konsumen, tentu saja dalam aktivitasnya bertindak selaku

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

perwakilan konsumen (Consumer Representation) yang bertujuan untuk melayani dan meningkatkan martabat dan kepentingan konsumen.17

Pada awalnya,YLKI berdiri berdasarkan rasa menjaga diri terhadap promosi barang-barang dalam negeri. Pada tahun 1972, Lasmidjah Hardi memimpin kegiatan Pekan Swakarya, yang berupa aksi promosi terhadap berbagai barang dalam negeri. Setelah Swakarya I muncul desakan masyarakat, bahwa kegiatan promosi harus diimbangi dengan langkah-langkah pengawasan, agar masyarakat tidak dirugikan dan kualitas barang terjamin. Dari ajang pekan Swakarya ini lahir

YLKI yang ide-idenya dituangkan dalam anggaran dasar YLKI di hadapan Notari

G.H.S Loemban Tobing, S.H. dengan akta nomor 26, 11 Mei 1973.18 Yayasan ini sejak dulu tidak ingin berkonfrontasi dengan produsen (pelaku usaha), apalagi dengan pemerintah. Dal ini dibuktikan oleh YLKI dengan menyelenggarakan pekan promosi swakarya II dan III. Kegiatan ini akhirnya benar-benar dimanfaatkan oleh kalangan produsen dalam negeri. Dalam suasana kerjasama ini, kemudian YLKI melahirkan motto : “Melindungi Konsumen, Menjaga

Martabat Produsen, dan Membantu Pemerintah”.

Setelah lahirya YLKI, muncul beberapa organisasi yang berbasis perlindungan konsumen. Pada Februari 1988, berdiri Lembaga Pembinaan dan

Perlindungan Konsumen (LP2K) di dan bergabung sebagai anggota

Consumers International (CI) tahun 1990. Hingga pada saat ini cukup banyak lembaga swadaya masyarakat serupa yang berorientasi kepada kepentingan pelayanan konsumen, seperti Yayasan Lembaga Bina Konsumen Indonesia

17 Yusuf Sofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen menurut UUPK dan Teori Praktek Penegakan Hukum, Jakarta, PT Citra Aditya Bakti, 2003, hal 16 18 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta, Grasindo, 2000, hal. 40.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(YLBKI) di dan perwakilan YLKI diberbagai provinsi di Tanah Air.19

Demikian pula dalam berbagai pertemuan ilmiah dan pembahasan peraturan perundang-undangan, YLKI dianggap sebagai mitra yang representative.

Keberadaan YLKI juga sangat membantu dalam upaya peningkatan kesadaran atas hak-hak konsumen. Lembaga ini tidak sekedar melakukan penelitian atau pengujian, penertiban, dan menerima pengaduan, tetapi sekaligus juga mengadakan upaya advokasi langsung melalui jalur pengadilan.

Selanjutnya, pergerakan pemberdayaan konsumen semakin gencar baik melaui ceramah seminar, tulisan, dan media massa. Gerakan konsumen di

Indonesia, termasuk yang diprakarsain YLKI mencatat prestasi besar setelah naskah akademik UUPK berhasil dibawa ke DPR, yang akhirnya disahkan menjadi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindugan Konsumen pada tanggal 20 April 1999. Pembentukan Undang-Undang Perlindungan

Konsumen tersebut tidak terlepas dari dinamika politik Indonesia. Iklim politik yang lebih demokratis ditandai dengan gerakan reformasi yang dikomandoi oleh mahasiswa dan ditandai dengan pergantian Presiden Republik Indonesia dari

Soeharto kepada B.J Habibie. Kehidupan yang lebih demokratis mulai diperjuangkan, bersama dengan itu pula tuntutan untuk mewujudkan Undang-

Undang Perlindungan Konsumen semakin menguat. Hal ini ditandai dengan keberanian DPR menggunakan hak inisiatifnya untuk mengajukan rancangan

Undang-Undang yang selama ini kepemimpinan Soeharto belum pernah digunakan. Rancangan usul inisiatif pertama diajukan DPR adalah Rancangan

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan

19 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Persaingan Usaha Tidak Sehat. Selain untuk mendapat pengakuan dari pemerintah dan masyarakat, keberanian DPR dalam mengajukan rancangan usul inisiatif ini menjadi penting bagi konsumen, karena orientasi pemikiran legislatif sudah berorientasi kepada kepentingan konsumen. Selain itu, faktor yang mempengaruhi pembentukan Undang-Undang Perlindungan Konsumen di Indonesia adalah munculnya beberapa kasus yang merugikan konsumen dan diakhiri dengan penyelesaian yang tidak memuaskan konsumen. Di lain pihak, faktor yang turut mendorong pembentukan Undang-Undang Perlindungan Konsumen di Indonesia adalah sistem perdagangan global yang dikemas dalam kerangka World Trade

Orgabization (WTO), maupun program International Monetary Fund (IMF),

Program Bank Dunia. Keputusan Indonesia untuk meratifikasi perjanjian perdagangan dunia diikuti dengan dorongan terhadap Pemerintah Indonesia untuk melakukan harmonisasi hukum nasional dengan hukum internasional di bidang perdagangan.

Menurut ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ini berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan, serta kepastian hukum. Perlindungan Konsumen diselenggarakan sebagai usaha bersama berdasarkan 5 (lima) asas yang relevan dalam pembangunan nasional, yakni :

1. Asas Manfaat, hal ini dimaksudkan untuk mengamalkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan. 2. Asas Keadilan, dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyar dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil. 3. Asas Keseimbangan, yakni untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen, ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan jasa yang dikonsumsi atau digunakan. 5. Asas Kepastian Hukum, tentunya dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.20

Undang-Undang Perlindungan Konsumen, telah memberikan berbagai larangan yang harus ditaati oleh pelaku usaha. Hal ini bertujuan untuk menjamin kepastian hukum dalam memberikan perlindungan kepada konsumen. Pasal 3

UUPK menyatakan, Perlindungan konsumen bertujuan untuk :

1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri; 2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarinya dari akses negatif pemakaian barang dan/atau jasa; 3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen; 4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapat informasi; 5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha; 6. Mengingkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, dan keselamatan konsumen.

B. Dasar Hukum Perlindungan dan Sumber-Sumber Hukum Konsumen di

Indonesia

Hukum Perlindungan konsumen yang berlaku di Indonesia memiliki dasar hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Dengan adanya dasar hukum yang pasti, perlindungan terhadap hak-hak konsumen bisa dilakukan dengan penuh optimisme. Hukum perlindungan konsumen merupakan cabang dari Hukum

Ekonomi. Alasannya, permasalahan yang diatur dalam hukum konsumen berkaitan erat dengan pemenuhan kebutuhan barang/jasa. Pada tanggal 30 Maret

20 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1999, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menyepakati Rancangan Undang-

Undang (RUU) tentang perlindungan konsumen untuk disahkan oleh pemerintah setelah selama 20 tahun diperjuangkan. RUU ini sendiri baru disahkan oleh pemerintah pada tanggal 20 April 2000.21

Di Indonesia, dasar pengaturan hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah :

1. Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), pasal 27, dan

pasal 33.

2. Undang-Undang No.8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

(Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia No.3821).

3. Undang-Undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat.

4. Undang-Undang No.30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa.

5. Peraturan Pemerintah No.58 Tahun 2001 Tentang Pembinaan Pengawasan dan

Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen.

6. Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001

Tentang Penanganan Pengaduan Konsumen yang ditujukan kepada seluruh

Dinas Indag Prop/Kab/Kota.

7. Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No.

795/DJPDN/SE/12/2005 Tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen.

21 Celine Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta, Sinar Grafika, 2008, hlm 49.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dengan di Undang-Undangkannya masalah perlindungan konsumen, dimungkinkan dilakukannya pembuktian terbalik jika terjadi sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Konsumen yang merasa haknya dilanggar bisa mengadukan dan memproses perkaranya secara hukum di Badan Penyelesaian

Sengketa Kongsumen (BPSK).

Dasar hukum tersebut bisa menjadi landasan hukum yang sah dalam soal

Pengaturan Perlindungan Konsumen. Di samping Undang-Undang Perlindungan konsumen, masih terdapat sejumlah perangkat hukum lain yang juga bisa dijadikan sebagai sumber atau dasar pengaturan hukum sebagai berikut :

1. Pengaturan Pemerintah republik Indonesia No. 57 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli

2001 Tentang badan Perlindungan Konsumen Nasional.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 58 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli

2001 Tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggara Perlindungan

Konsumen.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 59 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli

2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat.

4. Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 90 Tahun 2001 Tanggal 21 Juli

2001 Tentang Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen

Pemerintah Kota Medan, , Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Bandung,

Semarang, , , Malang dan .

5. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia No.

605/MPP/KEP/8/2002 Tentang Pengangkatan Anggota Badan Penyelesaian

Sengketa Konsumen pada Pemerintah Kota Makassar, Palembang, Surabaya,

Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Di samping Undang-Undang Perlindungan Konsumen, hukum konsumen ditemukan di dalam berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebelumnya telah diuraikan bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen berlaku setahun sejak disahkannya pada tanggal 20 April 2000. Tetapi peraturan perundang-undangan umum yang berlaku memuat juga berbagai kaidah menyangkut hubungan dan masalah konsumen. Sekalipun peraturan perundang- undangan ini tidak khusus diterbitkan untuk konsumen atas perlindungan konsumen, setidak-tidaknya ia merupakan sumber juga dari hukum konsumen dan/atau hukum perlindungan konsumen.

Sumber hukum konsumen di Indonesia yaitu : Undang-Undang Dasar.

Hukum Konsumen, terutama Hukum Perlindungan Konsumen mendapatkan landasan hukumnya pada Undang-Undang Dasar 1945, Pembukaan Alinea ke-4 berbunyi :

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia”.

Menurut Az. Nasution di dalamnya terkandung pula asas perlindungan

(hukum) pada segenap bangsa tersebut. Perlindungan Hukum pada segenap bangsa itu tentulah bagi segenap bangsa tanpa kecuali. Baik ia laki-laki atau perempuan, orang kaya atau orang miskin, orang kota atau orang desa, orang asli atau keturunan dan pengusaha/pelaku usaha atau konsumen.

Landasan hukum lainnya terdapat pada ketentuan termuat dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 45) yang berbunyi :

“ Tiap warga Negara berhak atas penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Sesungguhnya apabila kehidupan seseorang terganggu atau diganggu oleh pihak- pihak lain, maka alat-alat negara akan turun tangan, baik diminta atau tidak, untuk melindungi dan atau mencegah terjadinya gangguan tersebut. 22 Penghidupan yang layak bagi kemanusiaan merupakan hak dari warga negara dan hak semua orang. Ia merupakan hak dasar bagi rakyat secara menyeluruh.

Kepentingan konsumen dalam kaitan dengan pengguna barang dan/atau jasa, adalah agar barang/jasa konsumen yang mereka peroleh, bermanfaat bagi kesehatan/keselamatan tubuh, keamanan jiwa dan harta benda, diri, keluarga dan/atau rumah tangganya (tidak membahayakan atau merugikan mereka). Jadi yang menonjol dalam perlindungan kepentingan konsumen ini adalah perlindungan pada jiwa, kesehatan, harta dan/atau kepentingan kekeluargaan konsumen.

C. Aspek Hukum Perlindungan Konsumen

Pada era perdagangan bebas di mana arus barang dan jasa dapat masuk ke semua negara dengan bebas, maka yang seharusmya terjadi adalah persaingan jujur. Persaingan jujur adalah suatu persaingan di mana konsumen dapat memiliki barang atau jasa karena jaminan kualitas dengan harga yang wajar. Oleh karena itu, pola perlindungan konsumen perlu diarahkan pada pola kerja sama antarnegara, antar semua pihak yang berkepentingan agar terciptanya suatu model perlindungan yang harmonis berdasarkan atas persaingan jujur23. Sampai saat ini secara universal diakui adanya hak-hak konsumen yang harus dilindungi dan dihormati, yaitu :

22 Ibid, hlm 50. 23 Sri Redjeki Hartono, Aspek-Aspek Hukum Perlindungan Konsumen dalam Kerangka Era Perdagangan Bebas, Penyunting Husni Syawali, S.H., Bandung, Mandar Maju, 2000, hlm. 38.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1. Hak keamanan dan keselamatan,

2. Hak atas informasi,

3. Hak untuk memilih,

4. Hak untuk didengar, dan

5. Hak atas lingkungan hidup.

Aspek-aspek hukum terhadap perlindungan konsumen di dalam era pasar bebas, pada dasarnya dapat dikaji dari dua pendekatan, yakni dari sisi pasar domestik dan dari sisi pasar global. Keduanya harus diawali sejak barang dan jasa diproduksi, didistribusikan/dipasarkan dan diedarkan sampai barang dan jasa dikonsumsi oleh konsumen. Bertolak dari pemikiran di atas, pada dasarnya negara dapat diketahui bahwa aspek hukum publik dan aspek hukum perdata mempunyai peran dan kesempatan yang sama untuk melindungi kepentingan konsumen 24.

Aspek hukum publik berperan dan dapat dimanfaatkan oleh negara, pemerintahan instansi yang mempunyai peran dan kewenangan untuk melindungi konsumen.

Kewenangan dan peran tersebut dapat diwujudkan mulai dari :

1) Politic will/kemauan politik untuk melindungi kepentingan konsumen

domestik di dalam persaingan global dan atas persaingan tidak sehat lokal.

2) Birokrasi dengan sadar dan senang hati menciptakan kondisi dengan berbisnis

jujur dalam mewujudkan persaingan sehat.

3) Di dalam hukum positif, yang sudah mengandung unsur melindungi

kepentingan konsumen antara lain, yaitu Undang-Undang Kesehatan,

Undang-Undang Barang, Undang-Undang Pengawasan atau Edar Barang,

Peraturan Wajib Tentang Daftar Obat, Peraturan Tentang Produksi dan

24 Ibid, hlm. 38.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Peredaran Produk Tertentu, serta Peraturan Tentang Perizinan, diharapkan

diikuti dengan pengawasan, pembinaan dan pemberian sanksi yang pasti dan

tegas apabila terjadi pelanggaran mengenai syarat dan operasional dari

perusahaan produsen.

Dari aspek hukum publik, termasuk di dalamnya hukum administrasi negara mempunyai sumbangan terbesar dalam rangka melindungi kepentingan konsumen. Sumbangan yang terbesar pada hukum publik di sini adalah kemampuan untuk mengawasi, membina dan mencabut izin sesuai dengan ketentuan apabila terbukti telah melanggar ketentuan Undang-Undang dan merugikan kepentingan umum/konsumen.25

Aspek hukum perdata secara umum hanya dapat dimanfaatkan oleh pihak untuk kepentingan-kepentingan subjektif. Meskipun demikian mengingat hubungan hukum para pihak terjadi karena berbagai alasan dan faktor kebutuhan.

Fakta selalu menunjukkan bahwa posisi calon konsumen dalam keadaan lebih karena faktor ekonomi dan kebutuhan. Keadaaan yang demikian mendorong para pihak produsen, distributor, dan sebagainya, memperkuat posisinya dengan menyiapkan dokumen yang ditentukan secara sepihak. Hal inilah yang menyebabkan tidak seimbangnya hukum bagi para pihak. Untuk mengurangi ketidakseimbangan tersebut, maka sudah waktunya disiapkan syarat-syarat dalam perjanjian. Syarat-syarat baku dalam perjanjian tersebut, antara lain, sebagai berikut :

1. Waktu/batas waktu untuk mengajukan keberatan,

2. Syarat atas pemenuhan janji,

25 Ibid. Hlm.39.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3. Syarat kesanggupan untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan promosi.

Dengan adanya syarat-syarat dalam perjanjian itu, maka para pihak harus memenuhi semua persyaratan yang ada untuk mencegah terjadinya ketidakseimbangan hukum bagi para pihak dari segala kecurangan yang mungkin dapat dilakukan oleh salah satu pihak.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB III

PENYELENGGARAAN KEGIATAN PENGIRIMAN BARANG MELALUI

PT. POS INDONESIA

A. Pos dan Bidang-Bidang Kegiatan Menurut Undang-Undang Pos

PT. Pos Indonesia (Perseroan) adalah salah satu bagian dari Badan Usaha

Milik Negara (BUMN) yang ada di Indonesia seperti halnya PT. Telkom, PT.

Kereta Api, PT. PLN, dan sebagainya. Gagasan untuk mendirikan perusahaan timbul dari mengingat pentingnya komunikasi secara tertulis, sehingga dipelukam badan khusus yang menjadi penyelenggaraan informasi antar daerah di Indonesia.

Sejarah mencatat keberadaan Pos Indonesia begitu panjang, pertama kali didirikan di Batavia (sekarang Jakarta) oleh Gubernur Jendral G.W Baron Van

Imhoff pada tanggal 26 Agustus 1746 dengan tujuan untuk lebih menjamin keamanan surat-surat penduduk, terutama bagi mereka yang berdagang dari kantor-kantor di luar Jawa dan bagi mereka yang datang dari dan pergi ke Negeri

Belanda. Sejak itulah pelayanan pos telah lahir mengemban peran dan fungsi pelayanan kepada publik.26

Kemajuan dibidang telekomunikasi dengan ditemukannya Telegram dan

Telepon merupakan titik pertemuan era baru dibidang komunikasi, bersama dengan itu terbentuklah dinas Pos Telegram dan Telepon yang populer dengan singkatan PTT. 27 Pada tahun 1922-1923 kantor pusat PTT yang semula berkedudukan di Neltreveden (Gambir) Jakarta dipindahkan ke Gedung Beiger

Irje Openher (Dinas Pekerjaan Umum). Selama masa kependudukan Jepang di

Indonesia jawatan PTT terpecah mengikuti struktur organisasi pemerintahan

26 http://www.posindonesia.co.id/index.php/profil-perusahaan/sejarah-pos diakses pada tanggal 19 September 2016 . 27 Pos Telepon dan Telegram, selanjutnya dalam penulisan ini disebut PTT.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

militer Jepang sehingga pada masa itu terdapat jawatan PTT Sumatera, jawatan

PTT Jawa, dan jawatan PTT Sulawesi. Namun sejarah kemudian berubah sejak menyerahnya Jepang tanpa syarat kepada sekutu, tetapi penyerahan jawatan PTT dari Jepang ke pemerintahan Indonesia tidak berjalan sebagaimana mestinya karena itu pada tanggal 27 September 1945 sekelompok pemuda yang tergabung dalam angkatan muda PTT merebut kekuasaan atas jawatan PTT dari Jepang.

Sejak hari itu PTT sepenuhnya menjadi milik Republik Indonesia, sehingga pada tanggal tersebut diperingati sebagai hari Bakti Pos dan Telekomunikasi Indonesia.

Sejak dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

(PERPU) Nomor 19 Tahun 1960 Tentang Perusahaan Negara, PTT dinyatakan memenuhi syarat untuk dijadikan Perusahaan Negara. Dan selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 240 Tahun 1961 Tentang Pendirian

Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi, status jawatan PTT resmi menjadi

Perusahaan Negara Pos dan Telekomunikasi (PN POSTEL). Karena bidang garapan PN POSTEL berkembang pesat sekali, maka pada tahun 1965 PN

POSTEL dimekarkan menjadi PN POS dan Giro berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 29 Tahun 1965 Tentang Pendirian Perusahaan Pos dan Giro.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 Tentang Penetapan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969

(Lembaran Negara Tahun 1969 No.16; Tambahan Lembaran Negara No.2890)

Tentang Bentuk-Bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang, status Badan

Usaha Milik Negara (BUMN) ditetapkan menjadi Perusahaan Jawatan (PERJAN) dan Perum Pos dan Giro. Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1984 Tentang

Pos, Kantor Pos Indonesia diselenggarakan untuk mendukung persatuan dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Kesatuan Bangsa Indonesia dengan memberikan layanan sebaik mungkin keseluruh wilayah dan dalam hubungan antar negara.

Undang-Undang ini juga menegaskan bahwa Kantor Pos diselenggarakan oleh Negara dan Menteri bertindak sebagai Penyelenggaraan Administrasi Pos

Indonesia yang pelaksanaanya dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk. Menurut

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1984 Tentang Perum Pos dan Giro, sifat dari BUMN adalah menyediakan pelayanan dan sekaligus untuk memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolahan perusahaan, maksud perusahaan adalah menyelenggarakan manfaat umum berupa jasa yang bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak serta ikut aktif melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan pada umumnya.

Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1995 Tentang Pengalihan

Bentuk Perusahaan Umum (Perum) dan Giro Menjadi Perusahaan Perseroan

(Persero). Perum Pos dan Giro berubah menjadi PT. Pos Indonesia (Perseroan), tepatnya pada tanggal 27 Februari 1995. Dan akhirnya status Perum Pos dan Giro berubah lagi menjadi PT. Pos Pos Indonesia sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Nomor 57 Tahun 1995 yang berlaku mulai tanggal 20 Juni sampai sekarang.

Dengan berjalannya waktu, Pos Indonesia kini telah mampu menunjukkan kreatifitasnya dalam pengembangan bidang perposan Indonesia dengan memanfaatkan infastruktur jejaringan yang dimilikinya mencapai sekitar 24 ribu titik layanan yang menjangkau 100 persen kota/kabupaten, hampir 100 persen kecamatan dan 42 persen kelurahan/desa, dan 940 lokasi transmigrasi terpencil di

Indonesia.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Seiring dengan perkembangan informasi, komunikasi dan teknologi, jejaring

Pos Indonesia sudah memiliki 3.700 Kantor Pos Online, serta dilengkapi elektronic mobile pos di beberapa kota besar. Semua titik merupakan rantai yang terhubung satu sama lain secara solid & terintegrasi. Sistem Kode Pos diciptakan untuk mempermudah processing kiriman pos dimana tiap jengkal daerah di

Indonesia mampu diidentifikasi dengan akurat.

Visi dari kantor pos adalah Menjadi Perusahaan Pos Terpercaya dan Misi kantor pos adalah, Berkomitmen kepada pelanggan untuk menyediakan layanan yang selalu tepat waktu dan nilai terbaik; Berkomitmen kepada karyawan untuk memberikan iklim kerja yang aman, nyaman dan menghargai kontribusi;

Berkomitmen kepada pemegang saham untuk memberikan hasil usaha yang menguntungkan dan terus bertumbuh; Berkomitmen untuk berkontribusi positif kepada masyarakat; Berkomitmen untuk berperilaku transparan dan terpercaya kepada seluruh pemangku kepentingan.

Beberapa dasar hukum PT. Pos Indonesia diantaranya, sebagai berikut :

1. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos;

2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perusahaan Perseroan;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1995 Tentang Pengalihan Bentuk

Perusahaan Umum (Perum) Pos dan Giro menjadi Perusahaan (Persero),

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 11);

4. Anggaran Dasar PT. Pos Indonesia (Perseroan) yang tercantum dalam akta

Notaris Sutjipto, SH No. 117 Tanggal 20 Juni 1995 Tentang Pendirian

Perusahan Perseron PT. Pos Indonesia, sebagaimana telah diubah dengan akta

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Notaris Sutjipto, SH No. 89 Tanggal 21 September 1998 dan No. 111 Tanggal

28 Oktober 1998.28

Menurut Pasal 1 angka 2 dan angka 3 Undang-Undang Nomor 38 Tahun

2009 Tentang Pos, menyebutkan bahwa :

“Penyelenggaraan Pos adalah suatu badan usaha yang menyelenggarakan pos. Penyelenggaraan Pos tersebut adalah keseluruhan kegiatan pengelolaan dan penatausahaan layanan pos.”

Dalam pasal 2 Undang-Undang Tentang Pos menyebutkan:

Pos diselenggarakan berdasarkan asas : a. Kemanfaaatan; b. Keadilan; c. Kepastian Hukum; d. Persatuan; e. Kebangsaan; f. Kesejahteraan; g. Keamanan dan Keselamatan; h. Kerahasiaan; i. Perlindungan; j. Kemandirian; dan k. Kemitraan.

Sedangkan dalam Pasal 3 Undang-Undang Tentang Pos menyebutkan bahwa :

Pos diselenggarakan dengan tujuan untuk : a. Meningkatkan dan memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta meningkatkan hubungan antarbangsa dan antarnegara, b. Membuka peluang usaha, memperlancar perekonomian nasional, dan mendukung kegiatan pemerintahan. c. Menjamin kualitas layanan komunikasi tertulis dan surat elektronik, layanan paket, layanan logistik, layanan transaksi keuangan, dan layanan keagenan pos; dan d. Menjamin terselenggaranya layanan pos yang menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam Pasal 4 Undang-Undang Tentang Pos, yang sebagaimana dimaksud : (1) Penyelenggaraan Pos dilakukan oleh badan usaha yang berbadan hukum Indonesia.

28 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2) Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : a. Badan usaha milik negara; b. Badan usaha milik daerah; c. Badan usahan milik swasta; d. Koperasi.

Sebagai badan usaha yang dimiliki oleh Negara PT. Pos Indonesia dapat ditugaskan oleh Negara melaksanakan pelayanan untuk kepentingan masyarakat luas. Penugasan tersebut dimaksudkan sebagai usaha negara melindungi masyarakat, yaitu dengan tersedianya layanan pos sampai kepelosok-pelosok dan daerah terpencil dengan tarif seragam dan terjangkau oleh masyarakat, dengan demikian, pada penugasan pemerintah tersebut mengkehendaki peran PT. Pos

Indonesia sebagai berikut:

1. Menerapkan elemen yang kuat sebagai perekat politik dan pemersatu bangsa

serta sebagai perangkat administrasi yang efisien;

2. Mempererat hubungan antar bangsa ;

3. Memperlancar hubungan antar lembaga dan antar anggota masyarakat;

4. Menghilangkan isolasi daerah terpencil dan daerah yang baru dibuka;

5. Sebagai faktor yang sangat dasar pembangunan sosial dan budaya.

6. Merupakan penggerak pembangunan ekonomi sehingga mampu memberikan

konstribusi terhadap upaya meningkatkan taraf hidup rakyat.

Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi menetapkan izin Nasional dan izin Internasional, sedangkan Kepala Kantor Wilayah menetapkan izin intra kota, dan izin agen, selain hal tersebut diatas diperlukan masa berlaku izin penyelenggaraan jasa titipan. Profil Badan Usaha Milik Swasta (BUMS) dimasa depan juga digambarkan dapat merealisasikan terwujudnya perusahaan dalam negeri yang mampu bersaing dengan perusahaan asing.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PT. Pos Indonesia melakukan bidang-bidang kegiatan sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos yaitu :

(1) Badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dapat melakukan kegiatan : a. Layana komunikasi tertulis dan/atau surat elektronik; b. Layanan paket; c. Layanan logistik; d. Layanan transaksi keuangan; dan e. Layanan keagenan pos. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan pemerintah.

Dalam memberikan layanan kepada konsumen, PT. Pos Indonesia menawarkan berbagai bentuk bidang-bidang kegiatan layanan yang akan memudahkan konsumen dalam melakukan pengiriman barang sesuai kebutuhannya. 29 Bidang-bidang kegiatan layanan dalam pos antara lain, sebagai berikut :

1. Surat dan Paket, yang terdiri atas : a. Pos Express, yaitu : layanan istimewa dari pos indonesia untuk kota tujuan

tertentu di Indonesia yang mengedepankan akurasi pengiriman, cepat, tepat,

mudah dilacak dengan harga kompetitif. b. Surat Pos Biasa (Standart), yaitu : layanan pengiriman pesan/berita secara

tertulis untuk semua lapisan masyarakat di pelosok Nusantara dan negara-

negara lain. c. Pos kilat Khusus, yaitu : layanan pengiriman surat (dokumen) dan barang

untuk dalam negeri dengan waktu tempuh hanya 1 hari maksimal 2 hari untuk

daerah yang sulit dicapai.

29 http://www.pos indonesia.co.id/index.php/produk diakses pada tanggal 21 September 2016.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

d. Express Mail Service (EMS), yaitu : layanan pengiriman ke luar negeri berupa

surat, dokumen dan barang dengan angkutan udara dengan waktu tempuh

maksimal 3 × 24 jam sampai ke negara tujuan. e. Admail Pos, yaitu : layanan pengelolahaan essensial mail, advertising mail,

hybrid mail dan direct mail lainnya yang meliputi :

1) Layanan percetakan digital dan delivery melalui one stop services

untuk billing account statement, rekening koran dan invoice tagihan.

2) Pengamplopan (inserting) surat secara mekanik ke dalam sampul.

3) Layanan Pra Posting, menggunakan berita terima.

4) Layanan penunjang berupa penyedian raw material produksi. f. Filateli, yaitu : layanan kepada konsumen pos Indonesia yang dengan setia

akan menyediakan semua kebutuhan para Filatelis (kolektor prangko) dengan

memproduksi prangko dan melayani penjualan benda-benda Filateli Indonesia

melalui beberapa kantor pos dan kantor Filateli Jakarta.

2. Jasa Keuangan, yang terdiri dari : a. Pos Pay, yaitu : layanan secara online untuk melakukan pembayaran tagihan

dan angsuran apapun di kantor pos. Pembayaran berbagai macam tagihan yang

dapat dilakukan di seluruh kantor pos yang tersebar di Indonesia dengan

layanan yang lebih lengkap dan memudahkan transaksi pembayaran konsumen. b. Wesel Pos, yaitu : layanan penerimaan dan pengiriman yang memberikan

solusi terhadap kecepatan, ketetapan dan keamanan kiriman uang konsumen

secara Nasional maupun Internasional, c. Giro Pos, yaitu : layanan transaksi keuangan yang berbasis rekening koran

sebagai alternatif layanan perbankan dengan jangkauan yang lebih luas dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

tersebar di seluruh Indonesia serta terhubung secara real time online untuk

penerimaan setoran, penarikan dan pemindahbukuan menggunakan teknologi

berbasis core banking system. d. Fund Distribution, yaitu : layanan ini meliputi pembayaran pensiunan pegawai

Negeri Sipil (PNS) dan Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI),

Penyaluran dana program-program pemerintah/lembaga. e. Bank Chaneling, yaitu : layanan yang meliputi, Tabungan : layanan simpan

yang dimiliki oleh Bank di mana pos berperan dalam kegiatan di front office

dan Kredit : penyaluran kredit untuk pensiunan oleh Bank di kantor pos.

3. Logistik, yaitu : layanan pengiriman barang dengan spesifikasi dan harga

sesuai dengan permintaan/kesepakatan.

Layanan Kargo

Beberapa jenis layanan kargo yang kantor pos tawarkan :

1. Layanan pengiriman barang dari gedung pengirim langsung ke gudang

penerima.

2. Harga dapat di negosiasikan.

Kargo Pos (Paket Optima)

1. Solusi untuk kiriman konsumen tanpa batasan ukuran dan berat,

2. Untuk dikirim ke/dari dalam negeri dan luar negeri dengan layanan Door to

Door, Door to Port, Port to Door, Port to Port sesuai dengan permintaan.

3. Garansi Asuransi ongkos kirim dan nilai barang.

4. Pengurusan penyelesaian dokumen.

5. Tarif kompetitif

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

B. Prinsip Tanggung Jawab Hukum dalam Pengiriman Barang

Untuk melakukan pengangkutan barang dari suatu tempat ke tempat tujuan dilakukan dengan suatu perjanjian. Perjanjian pengangkutan adalah suatu perjanjian timbal balik antara pengangkutan dengan pengirim, di mana pengangkut mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan pengangkutan barang, dan atau orang dari satu tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan dirinya untuk membayar biaya angkutan30.

Berdasarkan pengertian perjanjian pengangkutan diatas, didalam perjanjian pengangkutan terlibat dua pihak, yaitu :

1. Pengangkut, untuk angkutan darat pihak pengangkut terdiri atas perusahaan Oto

Bis dan Perusahaan Kereta Api (PT. Kereta Api). Untuk perusahaan angkutan

Oto Bis dapat dilakukan oleh, Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik

Daerah (BUMN/BUMD), Badan Usaha Milik Swasta (BUMS), Koperasi atau

Perorangan.

2. Pengirim barang, pengirim barang bisa saja bukan sebagai pemilik barang

tersebut, tetapi dia diberikan kuasa untuk melakukan pengiriman barang ke

tempat tujuan sesuai dengan perjanjian pengangkutan.31

Untuk pengangkutan barang dengan sistem Multimoda Transport Operator pengirim dalam perjanjian pengangkutan barang adalah perusahaan forwarding yang berdasarkan perjanjian pengangkutan antara pemilik barang dengan perusahaan forwarding tidak mempunyai pengangkutan darat, maka perusahaan tersebut dapat menyerahkan kepada perusahaan lain, dengan tanggung jawab tetap berada pada perusahaan forwarding. Jadi bila terjadi kerusakan barang dalam

30 Sinta Uli, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut Angkutan Darat dan Angkutan Udara, Medan, USU Press, 2006, hlm 58. 31 Ibid, hlm 59.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

pengangkutan tersebut, pemilik/penerima barang hanya dapat menuntut kepada perusahaan forwarding yang diberikan kuasa untuk mengangkut barang tersebut sampai ke tujuan. Untuk perusahaan angkutan darat dalam menjalankan pengangkutan barang yang dilaksanakan oleh pengirim barang harus mengacu kepada beberapa ketentuan yang dikeluarkan oleh Menteri Perhubungan sebagai pelaksana dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan32.

Proses pengangkutan barang dengan menggunakan mobil barang dalam operasionalnya untuk menaikkan dan/atau menurunkan barang haruslah mematuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut :

1. Dilakukan pada tempat-tempat yang tidak mengganggu keamanan, kelancaran

dan ketertiban lalu lintas;

2. Pemuatan barang dalam ruangan kendaraan, pengangkutannya haruslah ditutup

dengan bahan yang tidak mudah rusak dan diikat dengan ketat.

Dalam menyelenggarakan pengangkutan, harus memperhatikan 4 azas hukum pengangkutan yaitu :

1. Azas Konsensual / timbal balik

Azas ini tidak mensyaratkan bentuk pengangkutan secara tertulis, sudah cukup

apabila ada persetujuan kehendak antara para pihak.

2. Azas Koordinasi

Adalah azas yang mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara pihak-pihak

dalam perjanjian pengangkutan.

3. Azas Campuran

32 Ibid, hlm 59.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Adalah perjanjian pengangkutan yang merupakan campuran tiga jenis

pengangkutan yaitu memberi kuasa dari pengirim kepada pengangkut,

menyimpan barang oleh pengangkut dan melakukan pekerjaan kepada

pengirim oleh pengangkutan.

4. Hak Retensi

Merupakan hak dalam pengangkutan yang tidak dibenarkan dan bertentangan

dengan fungsi dan tujuan pengangkutan.

Dalam Ilmu hukum, khususnya hukum pengangkutan, dikenal adanya prinsip-prinsip tanggung jawab di bidang angkutan. Prinsip-prinsip tanggung jawab ini berkaitan dengan tanggung jawab pengangkut untuk membayar ganti kerugian kepada pengguna jasa. Beberapa prinsip tanggung jawab tersebut adalah, antara lain :

1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Adanya Unsur Kesalahan (Fault

Liability, Liability Based on Fault)33

Menurut prinsip ini setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dalam

penyelenggaraan pengangkutan harus bertanggung jawab membayar ganti

kerugian yang timbul akibat dari kesalahannya itu. Pihak yang menderita

kerugian itu harus membuktikan kesalahan pengangkut itu. (Pasal 1365 KUH

Perdata). Pada prinsip ini jelas bahwa beban pembuktian ada pada pihak yang

dirugikan, artinya pihak yang dirugikan yang harus membuktikan bahwa

kerugiannya diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum, sebagaimana

ditentukan dalam Pasal 1865 KUH Perdata : “setiap orang mendalilkan bahwa

ia mempunyai sesuatu hak atau guna meneguhkan haknya sendiri atau

33 Siti Nurbaiti, Hukum Pengangkutan Darat (Jalan dan Kereta Api), Jakarta, Penerbit Universitas Trisakti, 2009, hlm 25.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

membantah sesuatu hak orang lain, menunjuk pada suatu peristiwa, diwajibkan

membuktikan adanya hak atau peristiwa tersebut”. Prinsip ini didasarkan pada

perjanjian, tetapi dengan perbuatan melawan hukum tersebut juga

menimbulkan perikatan. Dalam praktek, prinsip tanggung jawab dalam KUH

Perdata ini tidak berperan dalam bidang angkutan, karena telah diatur dalam

berbagai lex specialis.

2. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Praduga (Presumption of Liability)34

Prinsip ini merupakan prinsip praduga bahwa pengangkut selalu bertanggung

jawab, tanpa ada keharusan bagi pihak yang dirugikan untuk membuktikan

bahwa ada perbuatan melawan hukum dari pihak pengangkut atau tidak.

Prinsip didasarkan pada perjanjian pengangkutan, akan tetapi pengangkut dapat

membebaskan diri dari tanggung jawabnya, apabila pengangkut dapat

membuktikan bahwa :

1. Kerugian yang disebabkan oleh malapetaka yang selayaknya tidak dapat

dicegah atau dihindarinya atau berada di luar kekuasaannya,

2. Ia telah mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk menghindari

timbulnya kerugian,

3. Kerugian yang timbul bukan karena kesalahannya,Kerugian ditimbulkan

oleh kelalaian atau kesalahan dari penumpang sendiri karena, cacat, sifat

atau mutu barang yang diangkut.

Pada prinsip ini, adanya tanggung jawab pengangkut, tidak tergantung pada

adanya kesalahan dari pengangkut, karena justru apabila ada kesalahan pada

pengangkut, maka prinsip praduga bahwa pengangkut selalu bertanggung

34 Ibid, hlm 28.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

jawab tidak berlaku lagi dan unsur kesalahan ini harus dibuktikan oleh pihak

yang dirugikan, dengan kata lain tanggung jawab pengangkut tidak merupakan

praduga (Presumed) lagi. Antara prinsip based on fault dengan prinsip praduga

bahwa pengangkut selalu bertanggung jawab tersebut mempunyai perbedaan

yang sangat mendasar, yaitu, prinsip based on fault tidak didasarkan pada

adanya suatu kontrak atau perjanjian dan beban pembuktiannya ada pada pihak

yang dirugikan dalam hal ini adalah pihak pengguna jasa angkutan, sedangkan

prinsip praduga bahwa pengangkut selalu bertanggung jawab selalu didasarkan

pada adanya suatu kontrak atau perjanjian dan beban pembuktian terletak pada

pengangkut.

3. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak ( Absolute atau Strict Liability)35

Pengangkut harus bertanggung jawab membayar ganti kerugian terhadap setiap

kerugian yang ditimbulkan dari pengangkutan yang diselengarakan tanpa

keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Pengangkut tidak

dimungkinkan membebaskan diri dari tanggung jawab dengan alasan apapun

yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian

tentang kesalahan. Unsur kesalahan tidak relevan untuk dipermasalahkan

apakah ada atau tidak.

4. Prinsip Pembatasan Tanggung Jawab (Limitation of Liability)

Prinsip ini berhubungan dengan semua prinsip tanggung jawab yang telah

dikemukan, yaitu based on fault, presumption of liability, presumtion of non

liability maupun absolute liability. Pembatasan tanggung jawab pengangkut,

pada dasarnya merupakan pembatasan dalam jumlah ganti rugi yang harus

35 Ibid, hlm 33.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

dijabarkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang

angkutan. Prinsip pembatasan tanggung jawab ini ada yang bersifat breakable

limit dan unbreakable limit. Breakable limit artinya dapat dilampaui dan tidak

bersifat mutlak, dimana ganti rugi yang diberikan oleh pengangkut masih dapat

dimungkinkan untuk dibayarkan melebihi jumlah yang dinyatakan, yaitu dalam

hal kerugian disebabkan oleh adanya perbuatan sengaja (wiil full misconduct)

atau kelalaian berat (gross negligence) dari pengangkut. Sedangkan

unbreakable limit artinya tidak dapat dilampaui dengan alasan apapun. Hal ini

berarti tanggung jawab pengangkut dan ganti rugi yang harus dibayarkan tidak

boleh melebihi jumlah yang dinyatakan.

5. Presumtion of Non Liability

Dalam prinsip ini, pengangkut dianggap tidak memiliki tanggung jawab. Hal

ini bukan berarti pengangkut membebaskan diri dari tanggung jawabnya

ataupun dinyatakan bebas tanggungan atas benda yang diangkutnya, tetapi

terdapat pengecualian-pengecualian dalam mempertanggung jawabkan suatu

kejadian atas benda dalam angkutan. Prinsip presumtion of non liability

mempunyai persamaan dengan prinsip based of fault, yaitu pihak yang harus

membuktikan adalah pihak penumpang atau pihak ketiga, sebagai pihak yang

dirugikan, tetapi juga mempunyai perbedaan, yaitu pada prinsip based of fault

tidak didasarkan pada perjanjian, sedangkan pada presumtion of non liability

didasarkan pada perjanjian.

C. Pelaksanaan Kegiatan Sistem Kerja Pos dan Proses Pengiriman Barang

Pelaksanaan sistem kegiatan pengolahan dan pendistribusian paket pos pada dasarnya sama dengan tahapan sistem pada umumnya yakni dimulai dari input-

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

process-output.36 Pelaksanaan sistem kegiatan pengolahan dan pendistribusian paket pos terdiri dari 5 (lima) tahapan, antara lain, sebagai berikut :

1. Pengumpulan (Collecting),

2. Pengolahan (Processing),

3. Pengiriman (Transporting),

4. Pengantaran (Delivering), dan

5. Pelaporan (Reporting).

Kegiatan pengolahan dan pendistribusian paket pos pada dasarnya mengacu pada pedoman CPTDR, yaitu Collecting (Pengumpulan), Processing

(Pengolahan), Transporting (Pengiriman), Delivery (Pengantaran), Reporting

(Pelaporan)

Ad.1. Pengumpulan (Collecting)

Collecting merupakan tahap pertama dari aktivitas operasi dalam jasa pos.

Terdiri dari aktivitas pelanggan dalam mengirimkan surat pos/paket pos hingga diterima oleh kantor pos. PT. Pos Indonesia (Persero) menyediakan beberapa fasilitas untuk memudahkan proses collecting. Kegiatan pengumpulan adalah proses penerimaan paket pos dari pengirim yang diterima melalui KPC (Kantor

Pos Cabang) maupun dari perusahaan yang mengadakan kerjasama pada loket Pos serta fasilitas-fasilitas pelayanan pos meliputi loket kantor pos cabang, loket agen pos, dan unit pelayanan bergerak. Dalam proses collecting kiriman produk jasa paket pos yang dilakukan pegawai loket PLB 37 (Pusat Layanan Bisnis) yang menangani semua aktivitas tersebut. Prosedur pengumpulan paket pengiriman di awali dari :

36 http://www.posindonesia.com/index.php/sistempelaksanaankegiatanpos diakses pada tanggal 28 Oktober 2016 37 Pusat Layanan Bisnis, selanjutnya dalam penulisan ini disebut PLB.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

1. Penerimaan Paket Kiriman di Loket

Petugas loket harus memeriksa apakah kiriman tersebut telah dikemas dengan baik/kuat, tidak melampaui batas maksimal ukuran dan berat (jika melampaui dapat dialihkan ke layanan paket perlakuan khusus), tidak berisi barang yang dilarang pengirimannya melalui paket pos, apabila terdapat keragu-keraguan tentang isi paket atau kurang sempurna pangemasannya, maka paket tersebut oleh pengawas dapat diminta untuk dibuka atau bila perlu dapat ditolak. Berdasarkan peraturan yang berlaku di kantor pos, yang dilarang dikirim dengan layanan paket pos meliputi :

1) Barang-barang yang karena sifat atau bungkusnya dapat menimbulkan bahaya bagi petugas pos dan lainnya atau dapat mengotori/merusak kiriman diantaranya, bubuk pemutih, commit to user 50 peroksida, accu/baterai basah, makanan basah/berminyak, dan benda cair. 2) Benda yang dapat meledak , menyala atau dapat terbakar seperti: senjata api, peluru, mercon, korek api, gas, dan bahan peledak lainnya. 3) Binatang dalam segala kondisi (hidup atau mati). 4) Barang yang menyinggung kesusilaan. 5) Obat terlarang (narkoba), seperti : candu morphin, kokain, ganja, sabu dan lainnya serta bahan biologis yang mudah busuk atau mudah menularkan penyakit.38

Untuk barang-barang yang memang sudah tidak bisa ditolerir terpaksa akan tetap ditolak, namun untuk barang-barang yang masih bisa ditolerir disarankan untuk dibungkus dengan pembungkus yang kuat serta apabila ada barang yang dikirim pelanggan tersebut yang dapat merusak paket orang lain maka akan dikenai ganti rugi sesuai aturan yang berlaku.

2. Menimbang Berat Kiriman

Semua kiriman paket pos yang telah selesai ditimbang akan dikirim oleh loket PLB. Paket pos harus ditimbang, penimbangan tersebut berdasarkan tarif

38 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kilogram pertama ditambah tarif perkilogram berikutnya, dengan ketentuan tarif minimal adalah tarif sampai dengan tingkat berat 3 (tiga) kilogram.

Selebihnya dihitung per kilogram untuk Paket Pos Biasa berdasarkan berat volumetrik ataupun berat aktual yang digunakan untuk menentukan harga pengiriman Paket Pos tersebut. Berat maksimal kiriman paket pos biasa adalah

50 (lima puluh) kilogram (untuk lebih dari 50 kilogram menggunakan dua resi) dan untuk kiriman non standar, penentuan berat kiriman tidak mempergunakan berat aktual tetapi dihitung dengan perhitungan volumetrik.

Bila menurut perhitungan, berat volumetrik lebih besar dari berat aktual kiriman maka yang dipergunakan sebagai dasar perhitungan tarif adalah berat volumetrik. Perhitungan berat tersebut juga berlaku untuk Paket Pos Kilat

Khusus serta Paket Pos Biasa Internasional dan Cepat Internasional,namun dengan ketentuan tarif minimal dan berat maksimal yang berbeda tentunya.

Sedangkan untuk Paket Pos Perlakuan Khusus dan Paket Pos Trucking Freight

Forwarding mempunyai rumus perhitungan berat serta ketentuan-ketentuan yang berbeda dengan paket pos lainnya, karena ketentuan-ketentuan yang terdapat pada kedua paket tersebut merupakan kesepakatan pihak pos dengan pelanggan.

3. Penempatan (entry) Data Kiriman

Petugas Loket harus mengentry/memasukkan data kiriman paket pos ke aplikasi komputer I-POS39 (Integrated Postal Operating System). Data tersebut terdiri dari kota atau kantor pos tujuan, berat daripada kiriman paket pos, nama dan alamat tujuan paket pos, nama dan alamat pengirim, dan informasi lainnya

39 Integrated Postal Operating System, selanjutnya dalam penulisan ini disebut I-POS.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

yang dibutuhkan. Semua data harus dimasukkan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan langkah proses dalam Divisi Pengiriman (Puri Antaran).

4. Bukti Kiriman dan Daftar Pengantar Kiriman

Dalam bukti kiriman paket pos, antara surat pos maupun paket pos, petugas loket pos seharusnya lebih hati – hati. Mengisi daftar pengantar kiriman yang ditandatangani oleh petugas loket paket dan pengirimnya. Terdiri dari 4

(empat) lampiran yaitu lampiran putih untuk pengirim, lampiran kuning untuk pemasaran, lampiran merah untuk akuntansi, dan lampiran biru untuk petinggal atau arsip.

5. Memberi Stempel Pos Petugas Loket Pos PLB (Pusat Layanan Bisnis)

Petugas pos selalu memberikan stempel pos pada setiap kiriman paket pos, karena stempel/cap pos sangatlah penting sebagai bukti bahwa paket tersebut sah. Stempel pos paket pos menunjukkan tanggal pengiriman dan kode pos serta nama kantor pos pengirim paket pos.

6. Memberi Lampiran Bukti Pengiriman (Resi)

Pada pengiriman, bukti kiriman (Resi) terdiri dari 2 (dua) lampiran dalam warna yang berbeda. Lampiran bukti kiriman Paket Pos diberikan ke kantor pos tujuan (1 lampiran) pengirim dan kantor pengirim/kantor pos setempat

(sebagai arsip), mengingat bukti kiriman berfungsi sebagai bukti salinan pengiriman. Hal ini juga bagi kantor pengirim, pengirim, dan penerima (alamat tujuan). Resi harus dilampirkan pada kiriman paket pos setelah dilengkapi pada data kiriman. Pada Paket Pos, resi yang harus dilampirkan yaitu lampiran pertama (ke kantor pos tujuan).

7. Memberikan Resi Pengiriman ke Pengirim Resi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Merupakan lembar kedua dan ketiga dari Bukti Pengiriman (Consigment

Note) yang berisi data kiriman dan dilengkapi dengan nomor barcode yang

berfungsi sebagai bukti pengeposan kiriman, dimana nama si penerima,

pengirim dan bea kiriman sudah tertera pada resi/berita terima yang dibuat

dalam register serba guna yang dibuat rangkap dua yang diberikan kepada

pengirim setelah pengirim membayar ongkos/biaya pengiriman paket pos.

Sebelum pelanggan membayar ongkos/biaya pengiriman, kiriman paket pos

tidak akan di tempatkan pada kantong pos, hal ini berarti bahwa kiriman paket

pos tidak akan dikirim sampai pengirim membayar ongkos/biaya pengirim.

8. Laporan Neraca Loket Pos

Pada akhir kegiatan, petugas membuat rekap pertanggunggan yang di print

out dan dicatat pada buku neraca loket paket pos untuk pembukuan.

Ad.2. Pengolahan (Procesing)40

Pengolahan merupakan tahap kedua dari aktivtitas operasi dalam jasa pos.

Kegiatan pengolahan (Processing) secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu pengolahan dikantor asal dan pengolahan dikantor tujuan.

1. Pengolahan di Kantor. Pengolahan dikantor asal, dimulai dari kegiatan

Penyortiran, Pencatatan dan Penutupan. Agar kegiatan tersebut efektif dan

sistematis perlu diatur supaya kegiatan penyortiran dan pencatatan perlu

dilakukan secara berangsur-angsur (tidak sekaligus) selama masa olah,

sedangkan kegiatan penutupan dilakukan menjelang akhir masa olah.

1) Penyortiran dan Penempatan (entry) Data.

40 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Paket pos disortir berdasarkan kantor pos/kota tujuan paket untuk

setempat atau kantor lain untuk para petugas antaran sesuai jalan

antarnya masing-masing. Pelaksanaan yang diproses mulai dari entry

data yaitu di scan barcode. Resi paket yang masuk pada aplikasi

penerimaan advis (kiriman) yaitu daftar rincian isi kiriman dari kota

asal ke kota tujuan dimana data harus sama dengan jumlah dari resinya.

Memasukkan data ke dalam aplikasi I – POS puri terima apabila jumlah

kiriman, nomor advis, nomor kantong pos tersebut sesuai dengan

lampiran bukti kiriman dalam advis kirim maka dilanjutkan dan

diserahkan kepada mandor pengantar untuk pengecekan apakah sudah

final ataupun beres.

2) Pencatatan Data

Setelah melalui proses penyortiran dan penempatan, selanjutnya

petugas puri kirim melakukan tutupan kiriman paket pos sesuai dengan

kota tujuan dengan diberikan nomor urut tahunan dan mencatatnya pada

buku pengawasan.

3) Penutupan Dalam Penutupan Advis

Pembungkusan paket pos yang telah disortir tersebut menggunakan

kantung yang telah disediakan, yaitu menggunakan kantung paket.

Proses pembungkusan paket tersebut meliputi, advis kirim dimasukkan

ke kantung tersebut, kemudian kantung ditali, diplombir dan diberi

label pos yang dicantumkan nama kantor asal, kantor tujuan, berat,

nomor barcode, nomor advis, serta tanggal proses.

2. Pengolahan di Kantor Tujuan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pengolahan dikantor tujuan dimulai dari pembukaan kantung/kiriman

paket pos di kantor tujuan sampai dengan paket tersebut diserahkan ke

bagian ekspedisi untuk diolah lebih lanjut. Proses pengolahan di kantor

tujuan, antara lain, sebagai berikut :

1) Setiap barang di kantong Paket Pos dicocokan terlebih dahulu bentuk

fisik barangnya dengan keterangan yang terdapat di bukti advis

pengiriman.

2) Apabila terdapat selisih (selisih lebih atau kurang), demikian pula

apabila terdapat kerusakan, maupun ketidak cocokan barang yang di

kantong dengan keterangan di advis maka akan dilaporkan ke

pengawas untuk dibuatkan berita acara.

3) Apabila terjadi kesalahan kiriman, kekeliruan atau

kelebihan/kekurangan biaya kirim, maka hal tersebut dilaporkan

kepada pengawas untuk dibuatkan berita acara.

4) Duplikat advis yang telah diterima dari kantor asal/puri kirim diberi

keterangan tanggal penerimaan kiriman paket pos.

5) Selanjutnya paket pos diserahkan kepada bagian ekspedisi

(pengantaran) untuk dikirim ke alamat tujuan.

6) Apabila penerima didapati tidak berada di alamat tujuan maka paket

pos akan diserahkan ke loket terima agar si penerima mengambil

langsung di kantor pos.

Ad.3. Pengiriman (Transporting)

Transporting adalah kegiatan pengiriman barang (muatan) dari suatu tempat ke tempat yang lain. Transporting yang secara umum adalah rangkaian kegiatan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

mengirim / mengangkut barang dari PT. Pos Indonesia sampai ke pelanggan dengan menggunakan salah satu moda transportasi, yang dapat meliputi moda transportasi darat, laut, maupun udara. Transporting merupakan tahap ketiga dari aktivitas operasi dalam jasa pos.

Aktivitas transporting/proses aktivitas pengiriman distribusi produk jasa paket pos ke alamat kota tujuan pelanggan oleh kantor pos baik melalui darat, laut, maupun udara. Dimulai ketika Paket Pos tersebut telah diproses oleh Divisi

Pelayanan Loket Bisnis Paket Pos dan dikirim ke alamat pelanggan.

Proses transporting divisi pelayanan loket bisnis secara garis besar meliputi beberapa prosedur antara lain, sebagai berukit :

1. Penyortiran

Pengelompokkan paket pos berdasarkan kota/kabupaten tujuan di wilayah regional Indonesia yang meliputi Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Luar Negeri.

2. Penempatan (entry data)

Melakukan entry data/pengolahan data kiriman Paket Pos dan melakukan pencetakan advis kiriman paket pos serta mentransfer data dimaksud ke server pusat. Melakukan proses pengolahan kantung (proses scan label alamat, penimbangan, seal pengamanan) serta mempersiapkan kelengkapan administrasi kantung pos yang dimaksud. Mempersiapkan dan mencetak Daftar Pengantar

Kantung pos dengan mencatat nomor urut pengiriman, kantor tujuan, dan nomor alat angkutan yang digunakan.

3. Pendistribusian

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Proses pendistribusian paket pos yang dilaksanakan dengan proses menyerahkan kantung pos ke pihak pengangkut yang ditugaskan menyerahkan dan mendistribusikan kantung pos ke pelanggan. Dengan memasukkan paket pos ke kantung pos yang telah tersedia berdasarkan label kantong yang telah discan barcode kantong dan stempel pos melalui aplikasi entry kiriman advis kirim pada loket PLB berdasarkan nomor trayek tujuan atau yang disebut dengan kode pos kota/ kabupaten dan berat paket.

4. Perubahan Status dan Pencetakan

Melakukan transfer data terhadap hasil pengolahan kantung pos yang dimaksud dan melakukan pengawasan terhadap nomor urut daftar pengantar kantung pos menurut kantor tujuan masing-masing. Penutupan advis kiriman dimana paket pos masuk pada puri terima, di DO (Delivery Order) untuk mengubah status penerima, penutupan advis dan dicetak 2 (dua) lampiran yaitu lembar ke 1(satu) untuk kantong pengiriman surat sebagai bukti besarnya jumlah kiriman surat tersebut kepada kantor pos tujuan dan lembar ke 2 (dua) untuk kantor pos sebagai arsip laporan.

Ad.4. Pengantaran (Delivering)41

Delivering merupakan tahapan keempat dari aktivitas operasi dalam jasa pos.

Terdiri dari aktivitas dalam pengubahan status kiriman produk jasa paket pos sesuai dengan rute sebelum dikirim. PT. Pos Indonesia (Persero) menyediakan beberapa fasilitas yang memudahkan proses Delivering Order (DO). Aktivitas pengiriman merupakan tanggung jawab Divisi Pengiriman Pos, terdiri dari kiriman surat kilat khusus, surat biasa maupun paket pos. Aktivitas

41 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

delivering/proses aktivitas dalam pengubahan status kiriman produk jasa paket pos sesuai jumlah paket pos sebelum dikirim oleh pengantar/kurir. Dimulai ketika produk paket pos tersebut sebelum dikirim ke alamat pelanggan.

Proses Delivering Divisi Pelayanan Loket Bisnis, meliputi :

1. Penerimaan kiriman paket pos dari armada truk oleh petugas scan kantung dan

diterima oleh petugas scan kantung,

2. Mengisi buku pengawasan perjalanan secara lengkap dan akurat serta

memeriksa dan mencocokkan delivery order (Bukti Serah Kiriman) dengan

kiriman paket pos yang diberikan oleh bagian processing,

3. Sebelum membuka aplikasi I-POS kantung, download (unduh) data dari server

pusat mengenai pola,

4. Paket pos yang telah diproses oleh bagian processing disortir berdasarkan

alamat tujuan, diperiksa dan dicocokkan delivery order (Bukti Serah Kiriman)

dan dilakukan proses antaran/pengiriman sesuai dengan jalan antar dan

prosedur yang telah ditetapkan sebelum didistribusikan oleh petugas antaran

harus diperiksa terlebih dahulu kelengkapan paket pos,

5. Pengubahan status paket sebelum diantar, petugas antaran diharapkan

mengerjakan tugasnya yaitu dengan scan barcode resi surat yang akan

diserahkan dan melaporkan hasil dari proses antaran yang telah dilaksanakan

ke petugas processing. Petugas puri terima memvalidasi terlebih dahulu,

6. Semua paket yang akan diantar oleh pengantar paket terlebih dahulu dicatat

pada register I-POS,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

7. Paket yang berhasil diserahkan kepada si alamat atau orang yang serumah

dengan si alamat sebagai bukti penerimaannya, si penerima membubuhkan

tanda tangan pada resi I-POS,

8. Barang yang tidak berhasil diserahkan (misalnya karena rumah tertutup) maka

petugas pengantar dapat meninggalkan surat panggilan dirumah si alamat yang

bersangkutan untuk datang ke kantor untuk mengambil paket tersebut,

9. Bila si penerima menolak menerima paket yang diantar, maka si penerima

menuliskan penolakannya pada resi I-POS serta membubuhkan tanda tangan,

10. Setelah pengantar selesai melaksanakan antaran maka pada saat kembali ke

kantor, harus menyerahkan, antara lain, sebagai berikut:

1) Barang yang tidak berhasil diserahkan beserta resi I-POS

2) Resi I-POS yang telah ditandatangani si penerima.

Ad.5. Pelaporan (Reporting)

Reporting merupakan tahapan kelima dari aktivitas operasi dalam jasa pos.

Terdiri dari aktivitas dalam pelaporan status kiriman produk jasa paket pos baik yang berhasil diantar maupun gagal antar kepada alamat/penerima paket pos. PT.

Pos Indonesia (Persero) menyediakan beberapa fasilitas untuk memudahkan proses reporting tersebut. Reporting disebut juga dengan pelaporan kiriman status paket pos baik yang berhasil maupun yang gagal menuju alamat yang dituju pada paket pos yang diantar oleh petugas kurir. Aktivitas reporting/proses aktivitas dalam pelaporan status kiriman produk jasa paket pos apakah gagal atau berhasil diantarkan oleh kurir/petugas antaran sampai kepada alamat tujuan.

Beberapa prosedur dari proses reporting adalah, sebagai berikut :

1. Penerimaan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Menerima paket pos dari KPC (Kantor Pos Cabang). Prosesnya menunggu pengantar/Petugas antaran membawa paket pos datang dan memberikan paket tersebut.

2. Update Status

Proses cara membuat status kiriman paket pos yang berhasil diantar/ gagal antar dengan penerima dengan aplikasi Ms. Excel I - POS. Melakukan update status antaran dengan cara memasukkan data yang ada dari hasil proses antaran (berhasil, gagal, diteruskan atau dikembalikan lagi) selanjutnya mentransfer data dimaksud ke server pusat.

3. Penempatan (Entry) Status

Resi berita terima (BT)42 yang sudah diantar oleh pengantar di cap tanggal sesuai hari itu juga, membuat status di filling pada aplikasi Ms. Excel I-POS dan discan nomor barcode, dicetak dan dikaitkan dengan jumlah resi tersebut sebagai laporan dan apabila bukti terima paket gagal antar dan tidak dapat diserahkan karena suatu sebab, BT disortir berdasarkan tanggal pengeposan dan diberi label BT periode tanggal……sampai dengan….

4. Mematikan Status

Periksa resi dan masukkan nomor barcode, misal penerima siapa

(keterangan ada beberapa pilihan), hubungan apa dengan paket tersebut, nama yang bertanggung jawab menerima paket dengan mencantumkan tanda tangan dan nama jelas si penerima kemudian resi dan data disimpan dikantor terima/ kantor asal paling lama 2 (dua) bulan terhitung sejak

42 Berita Terima, selanjutnya dalam penulisan ini disebut BT.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

tanggal pengeposan, penyimpanan kurang lebih 1 (satu) tahun dan

sesudahnya dapat dimusnahkan atau dipotong.

Dalam melakukan pengiriman barang, khususnya di Kantor Pos.43 Pengirim barang harus melakukan proses pengiriman barang sebagai berikut :

1. Mempacking barang yang akan dikirim dengan aman dan tepat, agar tidak

terjadi hal-hal yang diinginkan.

2. Melakukan pemberian nama terhadap barang tersebut, seperti identitas

penerima dan pengirim.

3. Menyerahkan barang kiriman tersebut kepada pihak kantor pos sesuai dengan

prosedur yang telah ditetapkan oleh pihak kantor pos.

4. Mendapatkan bukti terima pengiriman barang yang akan dijadikan sebagai resi

pengiriman.

5. Mentaati syarat-syarat yang berlaku di kantor pos.

6. Setelah konsumen menyerahkan barang kiriman tersebut, sekarang giliran

pihak kantor pos yang akan menyiapkan pengiriman dengan cara melakukan

proses pengepakan dan pemilahan (sortasi) barang tersebut. Yang terpenting

dilakukan di dalam proses pack dan sortasi adalah, sebagai berikut :

a. Adanya alamat/label untuk per tujuan.

b. Menguraikan waktu pencarian dalam packing

c. Pengelompokan antara karton, boxes atau pack.

d. Memberikan label khusus untuk packaging boxes.

e. Menghitung jumlah kodi.

f. Mengelompokkan packaging kedalam alur keberangkatan yang benar.

43 http://www.wikipedia.com/index.php/proses-pengirimanbarang diakses pada tanggal 30 Oktober 2016

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses pack dan sortasi adalah,

sebagai berikut :

a. Pengeluaran barang lambat.

b. Lokasi pra delivery yang tidak teratur.

c. Kerusakan barang.

d. Urutan rencana delivery tidak tepat.

e. Truck yang tidak sesuai dengan rencana.

f. Dokumen tidak lengkap.

Dalam aktifitas penerimaan barang yang dilakukan PT. Pos Indonesia, terdapat 3 (tiga) point penting, antara lain, yaitu :

1. Fisik Barang Yang Diterima

Prinsip penerimanan barang adalah menerima fisik barang secara langsung

bukan hanya dokumen saja. Secara fisik barang dapat dilihat, diraba dan dapat

dibandingkan dengan dokumen pengantaran. Pengecekan dilakukan untuk

melihat kondisi isi kemasan.

2. Dokumentasi

Barang yang diterima, berdasarkan adanya dokumen yang mendasari beberapa

barang yang harus diterima, jenis barangnya apa dan untuk memastikan barang

yang diterima adalah sama dengan barang yang dikirimkan. Dokumen adalah

pendamping barang yang secara fisik dapat dibaca dan dicocokan dengan

barang yang dikirimkan. Dokumen yang diperlukan minimal dokumen

pengiriman, seperti : DN (Delivery Note), DO (Delivery Order), Packing List

atau Surat Jalan. Akan lebih baik jika dokumen Pemesanan (PO-Purchase

Order) dilampirkan juga.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3. Cara Penanganan Barang

Persyaratan penanganan barang adalah kondisi khusus yang harus disiapkan

pada saat barang tersebut diterima. Apakah perlu ditangani pada

suhu/temperatur khusus atau perlu dilakukan penanganan khusus dikarenakan

faktor beratnya, tingkat kesulitannya atau masalah lainnya. Prosedur dari

tahapan penerimaan barang adalah, sebagai berikut :

1) Masuk gudang.

2) Parkir dan antri.

3) Bongkar muat di loading dock dan Penyusunan barang bongkaran.

4) Pengecekan barang sesuai dengan dokumen.

5) Pemasukan data kedalam system.

6) Legitimasi dokumen dan keluar gudang

Secara umum dapat dinyatakan bahwa penerimaan barang merupakan aktifitas operasional gudang yang sangat penting karena merupakan awal dari penanganan barang. Logika umum mengatakan bahwa penerimaan barang yang baik saja masih memungkinkan terjadinya kerusakan/kesalahan barang didalam gudang, terlebih jika pada saat penerimaan barang ditangani dengan cara yang tidak benar, dijamin kerusakan/kesalahan tersebut pasti terjadi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB IV

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PT. POS INDONESIA

ATAS KERUSAKAN ATAU HILANGNYA PAKET PENGIRIMAN

BARANG DI KANTOR POS PEMATANGSIANTAR

A. Hak dan Kewajiban PT. Pos Indonesia dan Pengguna Jasa Konsumen

PT. Pos Indonesia sebagai pelaku usaha yang berbadan hukum dan bergerak dibidang layanan jasa, mempunyai hak dan kewajiban. Hak PT. Pos

Indonesia tersebut tercantum dalam Pasal 18 dan Pasal 29 Undang-Undang

Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos dan tercantum juga dalam Pasal 6 Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, antara lain :

1. Penyelenggara pos dalam melaksanakan kegiatan layanan pos komersial

berhak menentukan tarif.

2. Penyelenggara pos berhak mendapatkan informasi yang benar dari pengguna

layanan pos tentang kiriman yang dinyatakan pada dokumen pengiriman.

3. Penyelenggara pos berhak membuka dan/atau memeriksa kiriman di hadapan

pengguna layanan pos untuk mencocokkan kebenaran informasi kiriman.

4. Penyelenggara pos tidak dapat dituntut apabila terbukti isi kiriman tidak sesuai

dengan yang dinyatakan secara tertulis oleh pengguna layanan pos.

5. Penyelenggara pos dapat dituntut apabila terbukti mengetahui isi kiriman dan

tetap mengirim barang yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

6. Melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa

konsumen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

7. Mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak

baik.

8. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Kewajiban PT. Pos Indonesia sebagai pelaku usaha tercantum dalam Pasal

30 dan Pasal 31 Undang-Undang Tentang Pos dan dalam Pasal 7 Undang-Undang

Perlindungan Konsumen, antara lain, sebagai berikut :

1. Penyelenggara pos wajib menjaga kerahasiaan, keamanan, dan keselamatan

kiriman.

2. Penyelenggara pos wajib memberikan ganti rugi atas kerugian yang dialami

oleh pengguna layanan pos akibat kelalaian dan/atau kesalahan penyelenggara

pos.

3. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya.

4. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, pebaikan

dan pemeliharaan.

5. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian barang dan/atau jasa

yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai denggan perjanjian.

Hak yang diperoleh konsumen sebagai pengguna jasa tercantum dalam

Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28 Undang-Undang Tentang Pos, serta dalam Pasal 4

Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen, adalah, sebagai berikut :

1. Setiap orang berhak mendapat layanan pos.

2. Hak milik atas kiriman tetap merupakan hak milik pengguna layanan pos

selama belum diserahkan kepada penerima.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3. Pengguna layanan pos berhak atas jaminan kerahasiaan, keamanan, dan

keselamatan kiriman.

4. Pengguna layanan pos berhak mendapatkan ganti rugi apabila terjadi :

kehilangan kiriman, kerusakan isi paket, keterlambatan kiriman,

ketidaksesuaian antara barang yang dikirim dengan yang diterima.

5. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi

barang/atau jasa.

6. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau

jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang

dijanjikan.

7. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan

barang dan/atau jasa.

8. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang

digunakan.

9. Hak untuk mendapat advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa

perlindungan konsumen secara patut.

Kewajiban konsumen sebagai pengguna jasa tercantum dalam Pasal 32

Undang-Undang Tentang Pos dan Pasal 5 Undang-Undang Tentang Perlindungan

Konsumen, adalah sebagai berikut :

1. Pengguna layanan pos dilarang mengirimkan barang yang dapat

membahayakan barang kiriman lainnya, lingkungan, atau keselamatan orang.

2. Barang terlarang yang dapat membahayakan kiriman atau keselamatan orang

sebagaimana dimaksud meliputi: narkotika, psikotropika, barang yang mudah

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

meledak, barang yang mudah terbakar, dan barang lainnya yang menurut

peraturan perundang-undangan dinyatakan terlarang.

3. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau

pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.

4. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.

5. Membayar dengan nilai tukar yang disepakati.

6. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara

patut.

Organisasi konsumen sedunia (International Organization of Consumers

Union-IOCU) menambahkan empat hak dasar konsumen yang harus dilindungi, yaitu :

1. Hak untuk memperoleh kebutuhan hidup ( the right to safety )

2. Hak untuk memperoleh ganti rugi ( the right to be informed )

3. Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen ( the right to choose )

4. Hak untuk memperoleh lingkungan hidup yang bersih dan sehat ( the right to

be heard ).44

YLKI menambahkan satu hak dasar lagi sebagai pelengkap empat hak dasar konsumen yang dikemukan oleh John F. Kennedy, yaitu hak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Sehingga keseluruhannya dikenal sbagai

“Panca Hak Konsumen”.45

Menurut Prof. Hans W. Miclitz, dalam perlindungan konsumen secara garis besar dapat ditempuh dua model kebijakan. Pertama, kebijakan yang bersifat komplementer, yaitu kebijakan yang mewajibkan pelaku ushan memberikan

44 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta , Rajawali Pers, 2004, hal. 39. 45 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta, Grasindo, 2000, hal 16.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

informasi yang memadai kepada konsumen (hak atas informasi). Kedua, kebijakan konpensantoris, yaitu kebijakan yang berisikan perlindungan terhadap kepentingan ekonomi konsumen atas hak keamana dan kesehatan.

B. Tanggung Jawab PT. Pos Indonesia Cabang Pematangsiantar Terhadap

Kerusakan atau Hilangnya Paket Pengiriman Barang

Pos Indonesia merupakan sebuah badan usaha milik negara (BUMN)

Indonesia yang bergerak di bidang layanan pos. Saat ini, bentuk badan usaha Pos

Indonesia merupakan perseroan terbatas dan sering disebut dengan PT. Pos

Indonesia. Tanggung jawab merupakan realisasi dari kewajiban terhadap pihak lain. Dalam merealisasikan kewajiban tersebut perlu pelaksanaan (proses), jika yang mempunyai kewajiban tidak melaksanakan kewajibannya, maka dapat dikatakan tidak bertanggung jawab.

Sebagai salah satu jasa pengiriman terbesar di Indonesia, PT Pos Indonesia memiliki ketentuan dan syarat untuk mengirimkan barang, sesuai ketentuan dan syarat untuk mengirimkan barang melalui kantor pos adalah, sebagai berikut :

1. Selama kiriman belum diserahkan kepada penerima masih merupakan hak

pengirim dan karenanya pengirim berhak mengajukan pengajuan. (Pasal 27

Ayat (1) Undang-Undang Tentang Pos)

2. PT. Pos Indonesia bertanggung jawab terhadap kiriman yang dikirim apabila

pengirim telah membayar lunas semua biaya pengiriman dan biaya lainnya dan

memiliki bukti terima kiriman asli (bukan foto copy).

3. Penyataan tertulis pengirim atas isi kiriman pada halaman pembungkus paket

pengiriman ini harus sama dengan isi kiriman sebenarnya. Bila pernyataan

tersebut tidak sesuai dengan isi kiriman, maka pengirim bertanggung jawab

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

atas pelanggaran hukum yang dilakukannya. (Pasal 29 Ayat (3) Undang-

Undang Tentang Pos)

4. Dilarang mengirimkan barang yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 32 ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)

tahun atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).

(Pasal 47 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos) dan wajib

membayar ganti rugi kepada PT. Pos Indonesia atau pihak lain atas kerugian

yang diderita.

Jenis barang tersebut adalah :

a. Barang yang karena sifatnya dapat merusak/mengotori kiriman lain dan atau

membahayakan orang lain atau pegawai pos;

b. Barang-barang yang mudah meledak, mudah menyala atau dapat terbakar

dengan sendirinya;

c. Binatang hidup dan tumbuh-tumbuhan atau buah-buahan (kecuali telah

memenuhi ketentuan yang berlaku);

d. Barang yang menyinggung kesusilaan;

e. Narkotika, candu, morphine, kokain, ganja, ekstasi, dan psikotropika lainnya

yang dilarang pemerintah;

f. Barang cetakan atau rekaman yang isinya dapat menggangu stabilitas

nasional.

5. PT. Pos Indonesia tidak bertanggung jawab dan tidak memberikan ganti rugi

atas kiriman yang diakibatkan oleh :

a. Kerusakan terjadi karena sifat atau keadaan barang yang dikirim; atau

b. Kerusakan terjadi karena kesalahan atau kelalaian pengguna layanan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pasal 31 ayat (4) Undang-Undang Tentang Pos dalam pembebasan ganti rugi

PT. Pos Indonesia.

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan pada pihak PT. Pos Indonesia

Cabang Pematangsiantar kode pos 21100, menunjukkan bahwa setiap konsumen yang akan mengirimkan barangnya ke perusahaan ini akan ditanyakan langsung isi dari kiriman tersebut, lalu pihak kantor pos melakukan pemeriksaan isi atas kiriman tersebut sesuai dengan SOP (Standart Operating Procedure).

Kantor Pos cabang Pematangsiantar juga pernah mengalamin masalah yang berkaitan dengan pengiriman barang yang menyebabkan konsumen atau pengguna layanan pos mengalami kerugian. Salah satu contoh adalah kasus yang terjadi pada saat pengiriman sepeda motor dari Pematangsiantar ke Pulau Jawa yang dikarenakan pengiriman melalui jalur darat, mengakibatkan kerusakan pada saat dijalan atau ketika bongkar muat. Mengingat itu adalah kelalaian dari pihak kantor pos cabang Pematangsiantar yang dilakukan oleh petugas maka pihak kantor pos cabang Pematangsiantar bertanggung jawab atas kelalaian tersebut dengan cara negosiasi kepada pihak konsumen tentang ganti kerugian, kantor pos cabang

Pematangsiantar juga membuat berita acara dengan menghadirkan dua (2) orang saksi agar dapat menjadi pedoman bagi kantor pos cabang Pematangsiantar yang menunjukan/membuktikan bahwa telah terjadi bentuk pertanggungjwaban yang dilakukan oleh pihak kantor pos cabang Pematangsiantar.46

Kerugian yang dialami konsumen terkait pengiriman barang di PT. Pos

Indonesia cabang Pematangsiantar, dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang terjadi karena

46 Hasil wawancara dengan Bapak Putra Riansyah sebagai Bagian Pelayanan di Kantor Pos cabang Pematangsiantar pada tanggal 08 Oktober 2016 pukul 10.30 WIB.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kelalaian (human error) yang dilakukan manusia sehingga terjadi kerusakan atau hilangnya paket pengiriman pada saat pengepakan barang oleh pegawai pos.

Sedangkan faktor eksternal adalah yang terjadi karena kelalaian dari si pengirim sendiri dalam mencantumkan alamat yang tidak jelas atau keadaan force majeure yang tidak dapat dihindari oleh manusia seperti bencana alam, perang, atau kecelakaan yang tidak dapat dihindari.

Contohnya apabila kurir (pengirim barang) mengalami kecelakaan pada saat pengiriman barang maka ganti rugi barang tersebut menjadi tanggung jawab pihak kantor pos cabang Pematangsiantar, lain halnya apabila si kurir salah membaca alamat penerima, si kurir sakit dalam menjalankan tugasnya dan keterlambatan pengiriman kepada si penerima oleh si kurir, kesalahan tersebut dapat menjadi tanggung jawab pribadi si kurir, karena pada saat paket pengiriman tersebut diserahkan kepada si kurir, maka itu sudah menjadi tanggung jawab dia dan harus dikirim sesuai dengan standart waktu pengiriman (SWP) apabila tidak sesuai dengan SWP yang telah ditetapkan, untuk itu si kurir akan dikenakan sanksi atau teguran, tetapi kesalahan tersebut harus di teliti lagi dan apabila ada klaim atas keterlambatan pengiriman oleh si kurir maka pihak kantor pos cabang

Pematangsiantar melakukan peneguran terhadap petugas kurir.

Apabila dalam pengiriman barang tersebut alamat dan data informasi penerima yang tertera atas paket tersebut tidak jelas, maka paket tersebut akan di bawak ke kantor pos dan dikembalikan kepada si pengirim atau pemiliknya setelah masa 3 (tiga) kali antar.

Dalam pengiriman barang, jalur yang di pakai oleh kantor pos

Pematangsiantar ada dua jalur yaitu melalui jalur darat dan udara, sedangkan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

untuk jalur laut pihak kantor pos Pematangsiantar tidak memakainya. Apabila ada pengiriman barang melalui udara dan terjadi kerusakan atau hilangnya paket pengiriman barang tersebut dalam pesawat atau karena pihak dari maskapai, maka tanggung jawab itu merupakan tanggung jawab dari pihak maskapai ketika paket pengiriman tersebut rusak atau hilang karena pada saat paket pengiriman tersebut diserahkan dengan bukti serah dari pihak kantor pos Pematangsiantar kepada pihak maskapai dalam keadaan baik dan sudah diteliti oleh pihak maskapai.

Apabila dalam pengambilan paket pengiriman barang dari bandara

(Kualanamo) oleh kantor pos Pematangsiantar, paket tersebut akan diperiksa terlebih dahulu dengan teliti, jika bungkus paket tersebut terlihat rusak maka pihak kantor pos Pematangsiantar tidak akan menerima barang tersebut, itu merupakan tanggung jawab dari pihak maskapai untuk ganti rugi. 47Antara pihak

Kantor Pos Pematangsiantar dengan pihak maskapai mempunyai hubungan kerja sama dalam hal mengenai ganti rugi, kerusakan, dan kehilangan paket pengiriman.

Klaim yang diajukan konsumen yang ditujukan kepada pihak kantor pos

Pematangsiantar tidak serta merta dapat diterima begitu saja oleh pihak kantor pos

Pematangsiantar, klaim tersebut akan diterima dan akan ditindaklanjutin pihak kantor pos. Apabila ternyata permasalahan itu terjadi karena kesalahan atau kelalaian pengguna jasa layanan pos atau konsumen, maka pihak kantor pos bebas dari tanggung jawab. Setelah melalui proses penelusuran/investigasi yang dilakukan, ternyata pihak pos dinyatakan lalai dalam melaksanakan kewajibannya, barulah konsumen segera dapat menuntut ganti rugi dan pihak Kantor Pos

47 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Pematangsiantar harus menanggung kerugian yang timbul, maka pihak kantor pos

Pematangsiantar akan melihat terlebih dahulu bentuk kerusakan atau kehilangannya dan akan menggantinya dengan melakukan negosiasi kepada konsumen atas kerugian tersebut. Untuk memudahkan proses ganti rugi biasanya pihak kantor pos Pematangsiantar akan mengusahakan agar barang tersebut diganti dengan uang, maka pihak kantor pos Pematangsiantar akan menggantinya dengan meminta bukti faktur pembelian atas barang tersebut, kalau untuk barang baru maksimal penggantiannya sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), untuk barang bekas (second) maksimal penggantiannya sebesar Rp.3.000.000,-

(tiga juta rupiah), dan untuk kiriman-kiriman yang bentuknya authentik seperti ijazah, STNK, BPKB dan lainnya maksimal penggantiannya sebesar

Rp.5.000.000,- (lima juta rupiah). Jadi untuk penggantian kerugian dalam bentuk uang itu maksimal Rp.10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) dengan kategori barang baru dan sangat penting. Sedangkan untuk barang bekas akan diganti kerugiannya setengah dari harga pembelian barunya dengan melihat faktur pembelian barang tersebut.

Dalam mengatasi masalah ganti rugi yang dialami oleh Kantor Pos

Pematangsiantar, Kantor Pos Pematangsiantar akan bertanggung jawab sepenuhnya atas kerugian yang diderita oleh konsumen. Dalam Pasal 40 Undang-

Undang Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos menyebutkan :

“Penyelenggaraan pos yang dengan sengaja dan tanpa hak tidak menjaga keamanan dan keselamatan kiriman sebagaimana dimaksud Pasal 30 dikenakan sanksi administratif”.

Pasal 39 ayat (2) Undang-Undang Tahun 38 Tahun 2009 Tentang Pos menyebutkan bahwa sanksi administratif dapat berupa :

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

a. Teguran tertulis; b. Denda, atau; c. Pencabutan izin.

Pengecualian dari bentuk tanggung jawab pihak kantor pos Cabang

Pematangsiantar, maka yang bersangkutan juga dapat dibebaskan dari tanggung jawab dari segala kerugian apabila :

1. Pengaduan keterlambatan tidak diajukan dalam waktu maksimum 7 (tujuh) hari

sejak penerimaan oleh sialamat, maka ganti kerugian tidak akan diberikan

terhadap barang yang rusak atau hilang.

2. Kerugian atau kerusakan yang disebabkan unsur kesengajaan oleh pengirim

dan isi kiriman yang tidak sesuai dengan pernyataan tertulis di dalam formulir

pengiriman barang.

3. Semua resiko teknis yang terjadi selama dalam pengangkutan, yang

menyebabkan barang yang dikirim tidak berfungsi atau berubah fungsinya baik

yang menyangkut mesin atau sejenisnya maupun barang-barang elektronik

seperti halnya : handphone, kamera, radio/tape, dan lain-lainnya.

4. Kerugian atau kerusakan sebagai akibat oksidasi, kontaminasi polusi dan

reaksi nuklir.

5. Kerugian atau kerusakan sebagai akibat force majeur seperti bencana alam,

perang, pemberontakan, kecelakan dan lain-lainnya.

6. Barang-barang yang dilarang dikirim oleh kantor pos Pematangsiantar dan

pihak maskapai yang meliputi pisau, senjata tajam, senapan, parfum, alkohol,

bahan-bahan kimia, membahayakan petugas dibandara, bahan-bahan yang

mudah terbakar, barang yang menimbulkan kerusakan terhadap barang lain,

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

barang-barang yang termasuk kategori Dangerous Goods (DG), dan tanaman

atau hewan apabila tidak mempunyai izin dari dinas terkait.48

C. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen PT. Pos Indonesia

Bentuk perlindungan hukum yang diberikan PT. Pos Indonesia terhadap konsumen pengguna jasa layanan pos ialah berbentuk pertanggungjawaban berupa ganti rugi yang telah disepakati oleh keduanya. Kebijakan yang dilakukan

Kantor Pos Pematangsiantar sesuai dengan Pasal 7 huruf f dan huruf g Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang menyebutkan bahwa kebijakan pelaku usaha adalah :

1. Memberikan kompensasi ganti rugi dan atau penggantian atas kerugian akibat

penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang

diperdagangkan.

2. Memberikan kompensasi ganti rugi dan atau penggantian apabila barang

dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos juga menyebutkan tentang perlindungan hukum terkait atas paket pengiriman barang akibat kerusakan atau kehilangan yang disebutkan dalam Pasal 17 :

“Setiap perusahaan angkutan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 16 bertanggung jawab atas keamanan dan keselamatan kiriman yang diserahkan kepadanya”.

Dalam Pasal 31 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos juga menyebutkan :

(1) Penyelenggara Pos wajib memberikan ganti rugi atas kerugian yang dialami oleh pengguna layanan pos akibat kelalaian dan/atau kesalahan penyelenggara pos.

48 Ibid.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2) Tuntutan ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku jika kehilangan atau kerusakan terjadi karena bencana alam, keadaan darurat, atau hal lain di luar kemampuan manusia. (3) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh penyelenggara pos sesuai kesepakatan antara pengguna layanan pos dan penyelenggara pos. (4) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditanggung oleh penyelenggara pos apabila: a. kerusakan terjadi karena sifat atau keadaan barang yang dikirim; atau b. kerusakan terjadi karena kesalahan atau kelalaian pengguna layanan pos. (5) Tenggang waktu dan persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara pos dan pengguna layanan pos.

Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) juga menyebutkan tanggung jawab pelaku usaha yang tertera dalam Pasal 19 ayat (1) bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Lebih lanjut dari ayat tersebut yang mengatakan bahwa ganti rugi yang dimaksud dari ayat (1) dapat berupa pengembalian, yang dan/atau jasa yang sejenis yang setara nilainya, atau perawatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku. Kantor Pos Pematangsiantar telah menyesuaikan dengan tanggung jawab yang harus dilakukan oleh pihak pos.49 Beberapa penjelasan pihak Kantor Pos

Pematangsiantar mengenai ganti rugi yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia cabang Pematangsiantar terhadap klaim konsumen, sebagai berikut :

1. Ganti rugi standar, yang tidak membayar bea jaminan ganti rugi, antara lain :

1) Hilang/rusak seluruhnya, diganti 10 (sepuluh) dikali biaya kiriman.

2) Hilang/rusak sebagian, diganti 5 (lima) dikali biaya pengiriman.

3) Terlambat, diganti 50% (lima puluh persen) dikali biaya kiriman.

49 Hasil wawancara dengan Bapak Putra Riansyah sebagai Bagian Pelayanan di Kantor Pos cabang Pematangsiantar pada tanggal 08 Oktober 2016 pukul 10.30 WIB

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2. Ganti rugi dengan nilai jaminan, antara lain :

1) Hilang/rusak seluruhnya , diganti 100% (seratus persen) dikali nilai jaminan

ganti rugi ditambah 10 (sepuluh) biaya kiriman.

2) Hilang/rusak sebagian, diganti 50% (lima puluh persen) dikali nilai jaminan

ganti rugi ditambah 5 (lima) biaya pengiriman.

3) Terlambat, diganti 1,5 (satu koma lima) dikali biaya kiriman.

Besaran nilai jaminan ganti rugi, adalah :

1. Barang baru sebesar harga pembelian berdasarkan faktur/bukti pembelian

dengan maksimal Rp 10.000.000,- per item kiriman.

2. Barang bekas, barang seni budaya, akta otentik, dan barang pribadi lainnya

maksimal Rp 3.000.000 – 5.000.000,-

Besaran bea jaminan ganti rugi, adalah :

1. Jaminan ganti rugi standar tidak dipungut biaya (sudah include dengan tarif

pengiriman).

2. Jaminan ganti rugi berdasarkan nilai jaminan ganti rugi sebesar 0,24% (nol

koma dua puluh empat persen) dikali Jaminan Ganti Rugi dengan ketentuan

bea minimal Rp 300,- (Tiga ratus rupiah)

3. Bea jaminan ganti rugi dibulatkan ke atas dalam kelipatan Rp 100.-

Adapun cara mengajukan klaim ganti rugi kiriman paket pos di kantor pos

Pematangsiantar adalah, sebagai berikut :

1. Pengirim atau penerima yang diberi kuasa oleh pengirim harus

mengisi formulir pengaduan (formulir bisa diminta di kantor pos setempat).

Pengaduan atas keterlambatan dan kerusakan paket pos dilakukan maksimal 2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(hari) setelah kiriman diterima. Klaim ganti rugi atas kerusakan dan

kehilangan Paket pos paling lambat 7 (tujuh hari) setelah pengaduan diterima.

2. Formulir harus diisi dengan lengkap sesuai dengan petunjuk yang ada pada

formulir dengan disertai lampiran foto copy identitas diri pelapor

(SIM/KTP/Paspor)

3. Mengisi dengan lengkap formulir pengajuan tuntutan ganti rugi (formulir bisa

diminta di kantor pos setempat). Formulir pengajuan tuntutan ganti

rugi dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal pengaduan

dilakukan.

4. Formulir pengajuan tuntutan ganti rugi harus dilengkapi dengan lampiran foto

copy identitas diri pengadu, resi kiriman, faktur/nota pembelian/kuitansi atau

bukti pembayaran lain yang berkaitan dengan kiriman paket pos.

5. Selanjutnya pengajuan ganti rugi akan diproses lebih lanjut oleh pihak kantor

pos.

6. Pembayaran ganti rugi akan dibayarkan oleh kantor pos paling lambat 14

(empat belas) hari setelah tanggal diajukannya pengajuan tuntutan ganti rugi.50

Ganti rugi kiriman paket pos tidak dapat dibayarkan jika terjadi hal-hal sebagai berikut :

1. Pengirim melepaskan haknya kepada penerima berdasarkan surat kuasa

pengalihan hak.

2. Pengajuan melebihi batas waktu yang telah ditetapkan.

3. Isi paket pos tidak sesuai dengan resi

50 http://www.posindonesia.co.id/caraclaimgantirugi diakses pada tanggal 15 September 2016.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

4. Paket pos berisi barang-barang yang dilarang pengirimannya lewat Kantor

Pos

5. Kiriman paket pos dibuka atau diperiksa oleh pejabat yang berwenang

sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

6. Karena adanya force majeur.

Pengiriman barang yang dilakukan oleh PT. Pos Indonesia (Persero) tidak selamanya berjalan dengan lancar, dalam arti dapat saja terjadi suatu kelalaian.

Kalalaian ini dapat berupa keterlambatan, kerusakan dan kehilangan, hal ini akan mendapatkan ganti rugi dari PT. Pos Indonesia (Persero), akan tetapi untuk kelalaian yang diakibatkan oleh force majeure seperti bencana alam, perang, dan lain-lain, pihak perusahaan tidak memberikan ganti rugi atas terjadinya peristiwa keterlambatan, kerusakan dan kehilangan baik sebagian maupun keseluruhan dari kiriman yang dipertanggungkan dalam layanan harga tanggungan. Adapun ketentuannya sebagai berikut :

1. Penetapan kehilangan atau kerusakan sebagian merupakan kewenangannya

kepala kantor pos atau wakil kepala kantor pos pribadi (kewenangan yang tidak

bisa diwakilkan), yang tertuang dalam surat keterangan pada formulir

pertimbangan, termasuk menentukan besarnya kerusakan kiriman yang terjadi.

2. Kerusakan sebagian menyebabkan tidak bermanfaatnya seluruh paket pos,

maka paket pos tersebut dikategorikan sebagai hilang atau rusak seluruhnya

dan dibayarkan ganti rugi sesuai dengan hilang atau rusak seluruhnya.

3. Besar uang ganti rugi rusak atau hilang sebagian dibayarkan sesuai dengan

ketentuan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dapat disimpulkan bahwa ganti rugi yang dilakukan oleh kantor pos

Pematangsiantar akan diberikan atau dipenuhi apabila telah ada kata sepakat antara pihak kantor pos dan konsumen. Apabila konsumen ingin barang yang hilang atau rusak diganti dengan uang dan kantor pos Pematangsiantar menyepakatinya, maka pihak kantor pos Pematangsiantar akan memberikan sejumlah uang tersebut, tetapi apabila konsumen ingin mengganti barang kirimannya yang hilang atau rusak dengan barang yang sama persis, maka pihak kantor pos Pematangsiantar akan meminta waktu 1 (satu) hari atau paling lama seminggu untuk mencari dan memberikan barang tersebut.

Ketentuan ini juga disebutkan dalam Pasal 19 ayat (3) Undang-Undang

Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang berbunyi :

“ Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi”.

Dalam memberikan pertanggungjawabanya, kantor pos Pematangsiantar tidak pernah di tuntut oleh konsumennya ke ranah pengadilan atas paket pengiriman yang telah rusak atau hilang, karena proses ganti ruginya selalu berjalan dengan baik dan lancar yang selalu mengutamakan proses negosiasi/ musyawarah kepada konsumen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hak dan kewajiban PT. Pos Indonesia dan Pengguna Jasa Konsumen

dijamin dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 dan Undang-

Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Hal ini

tercantum dalam Pasal 18, Pasal 19, Pasal 26, Pasal 27 dan Pasal 28,

Pasal 30 dan Pasal 31 dan Pasal 32 Undang-Undang Tentang Pos.

Sedangkan dalam Undang-Undang Tentang Perlindungan Konsumen

tercantum dalam Pasal 4, Pasal 6 dan Pasal 7.

2. Tanggung jawab pihak Kantor Pos Pematangsiantar terjadi saat

diterimanya barang kiriman, sampai diserahkannya kepada penerima

barang di tempat tujuan paket kiriman tersebut. Dalam Pasal 28 apabila

terjadi ketidaksesuaian antara barang yang dikirim dan yang diterima,

maka sesuai dengan bunyi Pasal 28 Tentang Pos, konsumen dapat

melakukan klaim ganti rugi kepada pihak kantor Pos Pematangsiantar.

3. Bentuk Perlindungan yang diberikan pihak PT. Pos Indonesia Cabang

Pematangsiantar kepada pengguna jasa layanan pos atau konsumen

adalah dengan membayar ganti rugi sesuai dengan ketentuan yang telah

diatur mengenai ganti rugi dalam Pasal 7 huruf f dan g Undang-Undang

Tentang Perlindungan Konsumen tentang kewajiban pelaku usaha, yaitu

memberikan kompensasi ganti rugi kepada konsumen berupa uang atau

barang seperti semula atas kerugian yang diderita konsumen.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

B. Saran

1. Kota-kota besar saat ini seperti Jakarta telah memakai konsep clearing

house (konsep gagasan dari Bapak Dahlan Iskan) dimana pembeli

dalam bisnis online akan melakukan setoran pembayaran ke kantor pos

dan uang tersebut akan dikirim ke penjual apabila barang tersebut sudah

dikirim, sehingga meminimalisir terjadinya penipuan jual beli online.

Penulis menyarankan agar Kantor Pos Pematangsiantar dapat

menerapkan konsep tersebut dalam memberikan layanan kepada

pengguna jasa.

2. Dalam proses memberikan ganti rugi kepada konsumen yang

melakukan klaim, diharapkan kiranya ditindaklanjutin/ditangganin

dengan cepat dan baik oleh pihak kantor pos cabang Pematangsiantar

agar pengguna jasa layanan pos tidak merasa kecewa dan menunggu

terlalu lama atas keluhan-keluhan klaim tersebut sehingga

meningkatkan mutu dan kepercayaan masyarakat kepada PT.Pos

Indonesia Cabang Pematangsiantar.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU

Ali, Zainuddin, 2009, Metode Penelitiaan Hukum, Sinar Grafika, Jakarta. Iqbal Hasan, M, 2002, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Ghalia Indonesia, Jakarta. Kristiyanti, Celina Tri Siwi, 2014, Hukum Perlindungan Konsumen, Sinar Grafika, Jakarta. Miru, Ahmadi dan Sutarman Yado, 2004, Hukum Perlindungan Konsumen, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. ------2011, Prinsip-Prinsip Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Nasution, Az, 2002, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Diadit Media, Jakarta. Nurbaiti, Siti, 2009, Hukum Pengangkutan Darat (Jalan dan Kereta Api), Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta. Purba, Hasim, 2005, Hukum Pengangkutan di Laut. Cetakan I, Pustaka Bangsa Press, Medan. Sarwono, Jonathan, 2006, Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif, Graha Ilmu, Yogyakarta. Sadar, M dkk, 2012, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Akamedia, Jakarta Susanto, Happy, 2008, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Penerbit Visi Media, Jakarta. Shidarta, 2000, Hukum Perlindungan Konumen Indonesia, Grasindo, Jakarta. Shofie, Yusuf, 2003 , Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang- Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) Teori dan Praktek Penegakan Hukum, Citra Aditya Bakti, Jakarta. ------2008, Kapita Selecta Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Jakarta Uli, Sinta, 2006, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut Angkutan Darat dan Angkutan Udara, USU Press, Medan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, 2003, Hukum Tentang Perlindungan Konsumen, Gramedia, Jakarta. Zulham, 2013, Hukum Perlindungan Konsumen, Kharisma Putra Utama, Jakarta. B. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Hukum Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2009 Tentang Pos. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1984 Tentang Pos. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2001 Tentang Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN). Peraturan Pemerintah No. 59 Tahun 2001 Tentang Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM). Subekti, R. dan R. Tjitrosudibio, 1996, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan 28, Pradnya Paramita, Jakarta. . 2000, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dan Undang-Undang Kepailitan, Cetakan 31, Pradnya Paramita, Jakarta. C. WEBSITE http://Lawskripsi.com/index.php?option=comgontent&view=article&id&itemid= 11 diakses pada tanggal 15 September 2016 http://www.posindonesia.co.id/index.php/profil-perusahaan/sejarah-pos diakses pada tanggal 15 September 2016 pukul 19.40 http://www.posindonesia.com/index.klaimgantirugipos diakses pada tanggal 15 September 2016 pukul 21.38 WIB. http://www.posindonesia.com/index.php/sistem pelaksanaan kegiatan pos diakses pada tanggal 28 Oktober 2016 pukul 20.34 WIB. http://scofany.com/blog/ketentuan-dan-syarat-pengiriman-kantorpos diakses pada tanggal 02 November 2016 pukul 20.33 WIB. http://www.beritajakarta.com/read/10529/Penyelenggara-Jasa-Titipan-Diubah- Menjadi-Penyelenggara-Pos#.V-AITYh97IU diakses pada tanggal 19 September 2016 pukul 13.45 WIB

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PT. POS INDONESIA ( PERSEROAN ) KANTOR POS CABANG PEMATANGSIANTAR 21100 JLN. SUTOMO NO. 2 PROKLAMASI, SIANTAR BARAT, PEMATANGSIANTAR Telp. 0622-23213 Fax. 0622-21074

Pematangsiantar, 19 Oktober 2016 Nomor : 2303/SDM-Umum Kbe/1016 Lamp : - Perihal : Selesai Riset

Kepada Yth : Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara ( USU ) Di Medan Dengan Hormat, Dengan ini menerangkan bahwa Mahasiswa/i saudara :

Nama : PUTRI PRATIWI LUBIS NIM : 120200021 Departemen : Hukum Keperdataan BW Universitas : Universitas Sumatera Utara

Telah selesai melakukan penelitian di perusahaan kami PT. POS INDONESIA (PERSEROAN) KANTOR POS CABANG PEMATANGSIANTAR jalan Sutomo No. 2 Proklamasi , Siantar Barat, Pematangsiantar. Telah memperoleh data dan Keterangan dalam rangka penyusunan skripsi yang berjudul : “PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN PT. POS INDONESIA ( PERSEROAN ) TERHADAP KERUSAKAN ATAU HILANGNYA PAKET PENGIRIMAN BARANG ( STUDI DI KANTOR POS CABANG PEMATANGSIANTAR )”.

Demikianlah surat keterangan ini dibuat dan diberikan kepada yang bersangkutan untuk dipergunakan dengan seperlunya. Atas perhatian dan kerja samanya di ucapkan terima kasih.

Pematangsiantar, 19 Oktober 2016 Manajer SDM dan Sarana

Gilbert P. Sirait Nippos : 971359532

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Hasil Wawancara di Kantor Pos Cabang Pematangsiantar

Pewawancara : Putri Pratiwi Lubis

Narasumber : Putra Riansyah

Tanggal dan waktu : 08 Oktober 2016, Pukul 10.30 WIB

Tempat : Kantor Pos Cabang Pematangsiantar

Daftar Pertanyaan :

1. Bagaimana Syarat-syarat pengiriman barang/paket melalui PT. Pos Indonesia cabang Pematang Siantar ?

Barang tersebut harus di periksa dan isi paket kiriman harus di cek dulu sama petugas loket. Nah barang itu apa ajah isinya kan harus tahu, karena orang kirim apa saja kan kita enggak tahu. Di pastikan dulu sudah sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedure) atau belum. Isi paket tersebut tidak berisi barang pecah belah, senjata tajam atau ilegal, barang yang mudah meledak, barang terlarang, menyala, narkotika dan obat-obat terlarang lainnya. Setelah di periksa dan sesuai SOP baru kiriman tersebut dapat di kirim sesuai dengan alamat yang akan dituju. Apabila barang tersebut tidak sesuai dengan SOP tadi maka barang tersebut akan dikembalikan kepada pemilik barang tersebut dan tidak dapat dikirim.

2. Apakah pernah Kantor Pos cabang Pematangsiantar mendapat masalah terkait pengiriman barang baik itu kehilangan atau kerusakan?

Oh pernah, misalnya untuk pengiriman sepeda motor dari sini (Siantar) ke Jawa dan kiriman sepeda motor tersebut harus memalui jalur darat, kiriman kita disinikan ada dua yaitu jalur darat dan jalur udara dan untuk kiriman- kiriman SKH (surat pos kilat khusus) atau Express nah itu dikirim melalui jalur udara. Untuk sepeda motor harus dikirim dari jalur darat, yah kadang terjadi kerusakan dari sepeda motor tersebut misalnya dari proses angkutan di jalan karna kan kita enggak tau bagaimana kondisi pada saat dijalan atau pas kondisi di bongkar muat itu, kejadiaanya seperti apa dan bisa terjadi kerusakan.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

3. Jalur pengiriman Kantor Pos cabang Pematangsiantar ada dua, jalur darat dan jalur udara. Bagaimana dengan jalur laut ?

Disini kami tidak memakai itu, hanya jalur darat dan jalur udara.

4. Apa bentuk tanggung jawab pihak Kantor Pos cabang Pematangsiantar atas kerusakan atau hilangnya paket pengiriman barang ?

Oh kalau bentuk tanggung jawabnya adalah ganti rugi. Seperti dia kirim surat dan surat itu hilang terus dia mengajukan penggantian kerugian untuk surat tersebut. Untuk ganti rugi, perhitungan untuk kerusakan atau kehilangan seluruh barang adalah : Ganti Rugi Standar yang tidak membayar bea jaminan ganti rugi, antara lain : Hilang/rusak seluruhnya = 10 (sepuluh) × biaya kiriman, Hilang/rusak sebagian = 5 (lima) × biaya pengirimam, Terlambat = 50% (lima puluh persen) × biaya kiriman dan Ganti Rugi dengan Nilai Jaminan, antara lain : Hilang/rusak seluruhnya = 100% (seratus persen) × Nilai jaminan ganti rugi + 10 (sepuluh) biaya kiriman, Hilang/rusak sebagian = 50% (lima puluh persen) × Nilai jaminan ganti rugi + 5 (lima) biaya pengiriman, Terlambat = 1,5 (satu koma lima) × biaya kiriman. Besaran Nilai Jaminan Ganti Rugi, adalah : Barang Baru sebesar harga pembelian berdasarkan faktur/bukti pembelian dengan maksimal Rp 10.000.000,- per item kiriman dan Barang Bekas, barang seni budaya, akta otentik, dan barang pribadi lainnya maksimal Rp 3.000.000 – 5.000.000,- Besaran Bea Jaminan Ganti Rugi, adalah : Jaminan Ganti Rugi Standar tidak dipungut biaya (sudah include dengan tarif pengiriman), Jaminan Ganti Rugi berdasarkan Nilai Jaminan Ganti Rugi sebesar 0,24% (nol koma dua puluh empat persen) × Jaminan Ganti Rugi dengan ketentuan bea minimal Rp 300,- (Tiga ratus rupiah), Bea jaminan Ganti Rugi dibulatkan ke atas dalam kelipatan Rp 100.- Dan kadang tergantung dengan negosiasi pelanggan maksudnya lebih fleksibellah gak terlalu kaku dengan pergantian itu. Ada orang kirim kereta (sepeda motor) kadang yang rusak hanya lampu sein nya aja atau yang patah cuman spionnya aja, nah unuk itu kita hanya ganti spionnya saja atau lampunya yang rusak. Itu saja. Tergantung negoisasi dengan pelanggan karena pelanggan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

berhak menuntut ganti rugi. Tapi kalau di Kantor Pos Siantar yang berhak mengajukan ganti rugi adalah si pengirim. Misalnya si pengirim melakukan pengiriman barang dan oleh si penerima barang tersebut rusak itu yang berhak mengajukan ganti rugi adalah pengirim dan penerima tidak berhak mengajukan ganti rugi. jadi ketika ada pengirimana barang yang rusak atau hilang, maka si penerima harus mengkonfirmasikan kepada si pengirim dan pengirimlah yang mengklaim ganti rugi dikantor kirim dan dia tidak bisa di klaim di kantor penerima.

5. Pengecualian tanggung jawab pihak Kantor Pos atas kerusakan atau kehilangan barang/paket tersebut ?

Misalnya dia mengirimkan barang tapi tidak sesuai dengan apa yang dia bilang. Misalnya dia bilang barangnya adalah buku-buku tulis namun pas dicek ternyata tidak atau dia berbohong atas barang tersebut nah itu kita tidak bertanggung jawab atau ganti rugi apabila ada kehilangan atau kerusakan. Isi paket kiriman tidak sesuai dengan apa yang dia jelaskan. Hanya itu saja. Terus misalnya ada istilah force majeure yaitu kejadian-kejadian yang terjadi diluar kehendak kita. Seperti barang tersebut dikirim dari jalur darat dan terjadi bencana alam atau sebagainya yang diluar kendali kita. Jadi misalya si pengirim tetap menuntut untuk tetap meminta ganti rugi walaupun dalam Force majeure ? Yah kita kan sudah menjelaskan dulu kepada pengirim kalau ada kejadian-kejadian bencana alam atau dari alam itu kan sudah diluar kendali kita jadi tidak bisa menuntut.

6. Berapa lama waktu yang dibutuhkan Kantor Pos Pematangsiantar untuk melakukan ganti rugi kepada pelanggan ?

Sebenarnya itu tergantung dengan negosiasi dengan pelanggan juga. Namun kalau yang diinginkan perusahaan atau harapkan kalau bisa 1 (satu) hari sudah selesai, tapi kan itu yang diharapkan. Misalnya estimasi, kita melakukan estimasi kerusakan sepeda motor misalnya lampu seinnya yang rusak dan pelanggan itu melakukan estimasi apa kerusakannya dan dicek dulu lampunya karenakan sepeda motor beda-beda lampunya kalau misalnya udah dapat

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

kerusakannya maka kita gantikan. Terkadang prosesnya tergantung keadaan dan cepatnya barang ganti tersebut ada. Kalau yang diinginkan perusahaan 1 (satu) hari atau 2 (dua) hari sudah selesai itu minimal dan untuk kategori barang yang mudah dicari nah kalau maksimalnya 14 (empat belas) hari sesuai dengan barang ganti kerugian yang kadang barangnya susah dicari atau kategori rumit.

7. Kalau misalnya konsumen (pelanggan) tidak mau diganti dengan barang dia mau diganti dengan uang, itu bagaimana dengan ganti rugi oleh pihak Kantor Pos apakah sesuai dengan harga baru atau seken ?

Itu nanti kita sesuaikan dengan harga barangnya, sesuai dengan faktur bukti pembelian dari barang tersebut. Kalau untuk barang baru itu harus berdasarkan pada faktur atau bon pembelian maksimal penggantiannya Rp.10.000.000,- untuk barang baru dan kiriman-kiriman yang bentuknya authentik seperti Izajah, STNK, BPKB, dan barang berharga lainnya itu maksimal penggantiannya Rp.5.000.000.- nah untuk kiriman handphone second maksimal penggantiannya itu sebesar Rp.3.000.000,- Jadi kita tetapkan semua untuk biaya ganti ruginya. Jadi untuk penggantian kerugian dalam bentuk biaya itu maksimalnya Rp.10.000.000,- untuk barang-barang yang baru dan dalam kategori paling penting. Misalnya ada orang kirim handphone baru dan rusak atau hilang maka kita minta faktur pembeliannya, jadi kita bisa tahu berapa harga pembeliannya dan penggantian kerugiannya berapa. Kalau untuk barang yang seken maka akan kita ganti kerugiannya dengan setengah dari harga pembeliannya.

8. Jika si kurir teledor (lalai) dalam mengirim barang kepada si penerima barang, apakah barang yang rusak atau hilang adalah tanggung jawab dari si kurir yang mengantarkan barang tersebut ?

Yah, itu adalah tanggung jawab si kurir. Saat barang ia terima dan dalam perjalanan dia merusakkan barang tersebut karna kelalaian dari dirinya sendiri maka dia yang bertanggung jawab atas ganti rugi tersebut. Namun apabila kerusakan atau hilangnya barang tersebut di luar kendali dari dia sendiri seperti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

misalnya si kurir mengalami kecelakaan maka semua tanggung jawab sepenuhnya akan menjadi tanggungan kantor pos Siantar.

9. Jadi apabila si kurir sakit dalam menjalankan tugasnya untuk mengirimkan barang tersebut, apakah itu juga dibebankan ke dia (kurir) dalam hal kerusakan atau keterlambatan barang tersebut sampai ?

Ya. Kita kan punya yang namanya buku serah, ketika barang itu sudah diserahkan dan bukti serah itu sebagai bukti bahwa barang itu sudah menjadi tanggung jawab dia. Jadi apapun yang terjadi dengan alasan apapun misalnya barang itu rusak karna sudah diserahkan ke dia itu jadi tanggung jawab dia.

10. Dalam mengirim barang tersebut, apabila si kurir terlambat dalam mengirim barang tersebut tepat waktu, adakah sanksi yang diberikan kepada si kurir ?

Kita kan ada yang namanya SWP (standart waktu pengiriman) jadi misalnya pos express itu kan 1 (satu) hari dan kilat khusus waktunya 2-4 hari nah dalam waktu pengantaran itu dia belum memenuhi SWP dan tidak ada klaim ganti rugi maka kita tidak ada ganti rugi atau sanksi namun apabila ada yang mengklaim keterlambatan barang tersebut maka kita hanya menegur petugas (kurir) tersebut.

11. Apabila dalam pengiriman barang tersebut alamat tidak jelas, itu bagaimana dengan barang tersebut ?

Yah itu tergantung dari si kurirnya sendiri, kan dalam informasi pengiriman barang tersebut ada nomor telepon penerima, nah di telpon sama si kurir nomor penerima tersebut. Apabila nomor tersebut juga tidak jelas begitu juga dengan alamat dan tidak adanya si penerima di alamat yang sudah tertera di paket tersebut maka barang tersebut akan di bawak kembali ke kantor pos dan akan di coba untuk mengirimnya kembali di lain waktu. Karna mengenai paket barang tersebut kantor pos siantar akan mengirimnya maksimal 3 kali antar, jadi saat hari pertama diantar penerimanya tidak ada, hari kedua tidak ada, dan hari ketiga juga tidak ada maka barang tersebut akan dikembalikan kepada si pengirim atau pemiliknya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

12. Jika ada pengiriman melalui udara mengenai barang yang akan dikirim oleh kantor pos siantar melalui penyerahan barang dalam bentuk kerja sama dan barang tersebut hilang atau rusak dalam pesawat, bagaimana pihak maskapai akan bertanggung jawab atas barang tersebut, apakah akan diserahkan kepada kantor pos ?

Ya, kita kan ada bukti serah dari pihak kantor pos kepada pihak maskapai, itu menjadi tanggung jawab maskapai atas kerusakan atau hilangnya barang tersebut. Namun apabila dalam pengambilan barang ke bandara (Kualanamo) oleh kantor pos akan diperiksa terlebih dahulu dengan teliti apabila bungkus paket tersebut terlihat rusak, maka pihak kantor pos tidak akan menerima barang tersebut, itu merupakan tanggung jawab dari pihak maskapai untuk ganti rugi. Antara kantor pos dan pihak maskapai ada suatu hubungan kerja sama dalam hal mengenai kerusakan, kehilangan dan ganti rugi.

13. Pernahkah konsumen kantor pos Siantar menuntut atas hilang atau rusaknya paket/barang pengiriman sampai ke ranah pengadilan ?

Belum pernah. Kalau menuntut sampai ke sana belum pernah karna proses ganti ruginya selalu berjalan dengan baik dan dalam melakukan negosiasi kepada konsumen, mereka selalu puas dengan hasil ganti kerugian tersebut.

14. Mengenai perlindungan hukum terhadap konsumen, apakah ada perlindungan hukum yang diberikan pihak kantor pos Siantar kepada konsumen ?

Ya, hal itu tercantum dalam Undang-undang nomor 38 tahun 2009 tentang pos dan Undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang konsumen, dalam hal perlindungan hukum yang kami berikan kepada konsumen adalah apabila ada barang/paket kiriman yang rusak atau hilang setelah memenuhi persyaratan tertentu akan diberikan ganti kerugian sebesar maksimum 4 kali biaya ongkos pengiriman barang dan apabila barang tersebut terlambat akan diganti sebesar 2 kali biaya ongkos pengiriman.

Jadi setiap barang kiriman itu kita akan asuransikan, kalo misalnya ada kiriman surat maka biaya nilai jaminan ganti rugi Rp.200.000,- yah seperti

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

itulah, karna saya juga tidak terlalu mengerti dengan perlindungan hukum dan masih belajar mengenai hal itu, Hanya ini saja yang saya ketahuin.

15. Jika dalam pengambilan barang tersebut diambil langsung ke kantor pos Siantar apakah bisa dan Bagaimana proses pengiriman dan pengambilan barang tersebut ?

Ya itu bisa datang langsung dalam mengambil atau mengirim barang tersebut. Kalau proses kirim pertama kan kita kumpulkan dulu barang tersebut diloket, diserahkan kebagian pengolahan (puri), dari bagian puri pengiriman diserahkan kebagian pengangkut, biar orang angkutan yang membawak ke kantor tujuan dan setibanya dikantor tujuan barang dari pengangkut diserahkan kebagian puri penerima, setelah diserahkan maka barang/paket tersebut di sortir, diserahkan kepada pengantar (kurir) ke alamat tujuan begitu diterima si kurir maka diantar ke si penerima tersebut. Nah untuk barang/paket mau diambil langsung maka si penerima bisa datang ke kantor pos tempat barang/paket tersebut berada dengan memberikan keterangan siapa pengirimnya dan dari mana asal kiriman tersebut atau bisa juga dengan memberikan nomor resi dari barang/paket tersebut.

16. Mengenai kriteria-kriteria atas barang atau paket pengiriman yang boleh dan tidak melalui kantor pos Siantar, termasuk barang-barang yang seperti apa ?

Dalam pengiriman barang memakai dua jalur yaitu darat dan udara, untuk barang-barang yang dikirim melalui udara yaitu barang yang tidak dilarang oleh pihak maskapai penerbangan yang termasuk dalam kategori Dangerous Goods (DG) seperti pisau, senapan, senjata tajam, parfum, alkohol, bahan- bahan kimia, membahayakan petugas dibandara, bahan-bahan yang mudah terbakar, menimbulkan kerusakan terhadap barang lain yang tidak boleh dikirim melalui udara. Untuk tanaman/hewan hidup tidak oleh dikirim, kalau pun dikirim melalui udara dia harus ada surat izin dari dinas terkait misalnya Dinas Peternakan dan Dinas Pertanian. Dan kantor pos juga tidak akan mengirim barang tersebut kalau dalam kategori DG. Tapi kalau melalui jalur darat boleh, misalnya ada orang mau kirim senapan itu bisa kita kirim melalui

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

jalur darat. Jalur pengiriman kita kan ada dua yaitu darat dan udara. Dan produk kita kan ada tida yang jalur Express, SKH (Surat Kilat Khusus) dan pos biasa, jadi yang express dan SKH itu kecuali untuk yang ke Medan, kalau ke Medan kan dekat, nah itu dikirimkan melalui udara semuanya misalnya ke , Jawa, Bandung, Batam dan kota lainnya. Jadi misalnya dia isi kirimannya mengandung barang-barang kiriman yang dilarang melalui udara kita tidak bisa kirim dan tidak terima.

17. Apa bentuk penyelesaian yang diutamakan oleh kantor pos Siantar dalam mengatasi masalah ganti kerugian atas hilang atau rusaknya barang/paket pengiriman ?

Pihak kantor pos Siantar selalu mengutamakan musyawarah dan negosiasi terlebih dahulu kepada pihak konsume

Pewawancara Narasumber Bagian Pelayanan :

Putri Pratiwi Lubis Putra Riansyah NIM : 120200021 Nippos : 987418944

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA