KERAMAT BATU (PATAHU) DI MASYARAKAT NGAJU, KALIMANTAN TENGAH

SACRED STONE (PATAHU) OF NGAJU SOCIETY, CENTRAL KALIMANTAN

Sunarningsih

Balai Arkeologi Banjarmasin, Jalan Gotong Royong II, RT 03/06, Banjarbaru 70711, Kalimantan Selatan; email: [email protected]

Diterima 21 Juni 2015 Direvisi 16 September 2015 Disetujui 25 September 2015

Abstrak. Masyarakat Ngaju yang tinggal di sepanjang Sungai Kahayan dan Sungai Kapuas Kalimantan Tengah merupakan komunitas asli. Mereka mengenal kepercayaan Kaharingan dan masih mengadakan ritual yang berkaitan dengan daur kehidupan dan kematian. Salah satu bangunan yang dimiliki oleh setiap desa di masyarakat Ngaju adalah keramat batu atau yang biasa disebut dengan patahu. Artikel ini mengkaji tentang ragam bentuk dan fungsi, serta perubahan fungsi keramat batu di masyarakat sekarang. Metode yang digunakan adalah deskriptif dengan penalaran induktif. Data patahu dikumpulkan melalui kegiatan survei dan wawancara. Berdasarkan hasil observasi dan analisis dapat diketahui bahwa mayoritas bentuk batu yang dikeramatkan adalah batu bentukan alam, dan ada bentuk lain yang memberi petunjuk pada masuknya pengaruh luar di masyarakat. Selain itu, meskipun kepercayaaan terhadap kekuatan keramat batu tetap lestari, tetapi fungsi utama keramat batu di masyarakat telah berubah, hanya sebagai simbol penjaga desa.

Kata kunci : keramat batu, patahu, masyarakat Ngaju, Kalimantan Tengah

Abstract. Ngaju communities who are living along the river banks of Kapuas and Kahajan in Central Kalimantan are indigenouse people. Some of them are adherent the Kaharingan belief and still hold rituals associated with the cycle of life and death. One of the buildings owned by each village community is a sacred stone or commonly referred to as patahu. This article attempts to learn about the various forms and functions, as well as changes in rock sacred function in today’s society. The method used is descriptive with inductive reasoning. Patahu data were collected through surveys and interviews. Based on observations and analysis, the paper shows that the majority forms of sacred stones are natural rock formations, and there are other forms that give instructions on the influx of outside influences in society. In addition, although the belief of sacred stones power remains stable, but the principal function of sacred stone in society has changed, just as the symbol of guardian villages.

Keywords: sacred stone, patahu, , Central Kalimantan

PENDAHULUAN perunggu-besi (Soejono 1981: 12). Selanjutnya, R.P. Soejono (1981: 14-16) menambahkan Berdasarkan hasil penelitian arkeologi yang perkembangan aspek sosial ekonomi yang sudah dilakukan hingga sekarang ini telah didasarkan oleh kemampuan manusia untuk menunjukkan adanya kehidupan manusia yang memenuhi kebutuhan hidupnya dalam kronologi mengalami perubahan, baik pada masa masa prasejarah. Kronologi tersebut terbagi prasejarah maupun masa sejarah. Pada awalnya dalam empat fase atau tahapan, yaitu masa manusia masih hidup dalam kesederhanaan dan berburu dan meramu makanan tingkat sederhana, sangat bergantung pada alam, kemudian mulai masa berburu dan meramu makanan tingkat lanjut, mengenal teknologi dan tidak lagi bergantung masa bercocok tanam, dan masa perundagian. pada alam tetapi telah mampu untuk melakukan Ekspresi masyarakatnya terhadap keindahan dan domestikasi, baik terhadap tumbuhan maupun kepercayaan mulai muncul pada masa berburu hewan. Perubahan tersebut yang menjadi dasar dan meramu tingkat lanjut, yang ditandai dengan penyusunan perkerangkaan masa prasejarah di aktivitas penguburan dan pembuatan lukisan , yaitu paleolitik, mesolitik, neolitik, dan dinding gua (Soejono 2008: 180-181). Pada masa

Keramat Batu (Patahu) di Masyarakat Ngaju, Kalimantan Tengah-Sunarningsih (121-134) 121 bercocok tanam, aktivitas pemujaan terhadap Pura, berupa kubur batu berbentuk bejana persegi nenek moyang meningkat, dan muncul bangunan dengan pahatan wajah manusia bermulut lebar megalitik (batu besar) yang berfungsi sebagai dan memakai hiasan pada telinganya; Long wadah kubur dan media pemujaan. Kepercayaan Pujungan (Long Pulung, Long Berini dan dari masa prasejarah ini, tampaknya masih terus Kerayan), berupa tempayan dolmen. Di Kerayan1 hidup dalam kehidupan masyarakat, hingga masa juga ditemukan menhir, tetralit, papan menhir, batu sekarang ini. narit atau batu berukir (pahatan manusia pulang Kepercayaan atau religi adalah seperangkat dari mengayau dan pahatan manusia dengan keyakinan akan sebuah sifat ketuhanan atau tangan ke atas pada batu pasir atau batu kalong), kekuatan super manusia yang dipatuhi dan dipuja batu perupun (pelupuun atau terupun) dan sejenis sebagai seorang pencipta atau penguasa dunia kubur tempayan dolmen yang wadahnya berupa (Flanery dan Marcus 1996: 353). Bentuk religi guci keramik (Arifin dan Sellato 1999: 412). tersebut bermacam-macam, antara lain animisme Temuan bangunan kubur yang terbuat dari batu dan dinamisme, yaitu bentuk kepercayaan tersebut untuk sementara ini hanya ditemukan di terhadap berbagai macam ruh dan adanya daerah Pegunungan Schwaner, yaitu antara lain kekuatan yang luar biasa di sekeliling tempat di Kerayan dan Long Pujungan, sedangkan di tinggal manusia sehingga perlu untuk dipuja wilayah Kalimantan lain belum ditemukan. Letak (Koentjaraningrat 1980: 268). Kepercayaan peninggalan wadah kubur batu tersebut berada tersebut mulai muncul sejak kehidupan di tengah atas, di daerah yang berbatasan dengan masyarakat prasejarah, dan masih dapat ditemui wilayah Sabah dan Serawak (Malaysia). Untuk hingga sekarang. Sebagai salah satu hasil wilayah Kalimantan lainnya, seperti Kalimantan kebudayaan, religi tersebut diwujudkan dalam Barat, Timur (dataran rendah dan pesisir), Selatan, berbagai bentuk, salah satunya adalah bangunan dan Tengah, masyarakat menggunakan kayu megalitik. Dalam ilmu tentang tanda atau semiotika sebagai bangunan kubur. Tradisi penguburan dikatakan bahwa setiap benda atau gejala budaya oleh masyarakat Dayak tersebut masih berlanjut yang dihasilkan oleh manusia dipandang hingga sekarang. mempunyai makna, yang dapat digolongkan Lungun (peti mati dari kayu yang berbentuk dalam tiga tanda, yaitu simbol, ikon, dan indeks perahu), antara lain masih digunakan oleh (Munandar 2012: 1). Simbol adalah tanda yang masyarakat Dayak Agabag/Tenggalan dan Tahol tidak memiliki hubungan alamiah antara penanda (tinggal di wilayah Kabupaten Nunukan) sampai (signifier) dan petandanya (signified) (Pradopo sekitar tahun 1970-an (Tim penelitian 2012: 117- 1998: 43). 119). Mereka tinggal di dekat Kerayan, pada Bangunan megalitik sendiri tidak hanya wilayah yang lebih rendah, dan berbatasan terbatas pada bangunan kubur dan pemujaan langsung dengan Sabah (Malaysia). Lungun biasa yang terbuat dari batu, tetapi juga dari bahan digunakan sebagai penguburan pertama, lainnya seperti kayu. Pembangunan dan sedangkan tempayan keramik digunakan untuk pemakaiannya pun tidak hanya terbatas pada penguburan pertama dan kedua. Tempayan yang masa bercocok tanam. Pada masa sesudahnya, digunakan sebagai penguburan pertama (disebut yaitu masa logam dan bahkan pada masa bangkalan) adalah sebuah tempayan dengan sejarah, masyarakat masih membangun dan ukuran tepian (mulut) yang lebar, demikian juga memakainya sehingga disebut sebagai tradisi dengan bagian badan, tempayan lebih besar megalitik. Keberlangsungan tradisi megalitik dibandingkan dengan tempayan yang digunakan tersebut juga terjadi di Pulau Kalimantan. Temuan sebagai penguburan kedua, biasanya bermulut bangunan megalitik di Kalimantan yang terbuat kecil dan memiliki bagian leher tempayan yang dari batu antara lain berada di wilayah Kalimantan panjang. Pemakaian lungun sebagai wadah kubur Timur, yaitu di daerah Apokayan (di tepi Sungai di wilayah ini lebih dulu dilakukan, baru kemudian Kayan) berupa dolmen; di daerah Sungai Long masyarakat mulai memakai tempayan. Di Provinsi

1 Kecamatan Kerayan, termasuk wilayah Kabupaten Nunukan, yang saat ini bergabung dengan provinsi yang baru terbentuk, yaitu Kalimantan Utara

122 Naditira Widya Vol. 9 No. 2 Oktober 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin Kalimantan Tengah, wadah kubur kayu yang (bagian hilir dan hulu) dan dikumpulkan selama bentuknya persegi empat oleh masyarakat Dayak dua kali penelitian eksplorasi yang dilakukan pada Lawangan (Kalimantan Tengah) disebut tabela, 2012 dan 2013 oleh Balai Arkeologi Banjarmasin. biasanya digunakan pada penguburan kedua Observasi dilakukan dengan cara mengamati dan (Wasita 2006: 11-12). Masyarakat Ngaju, yang mencatat setiap keramat batu yang ditemui selama tinggal di Daerah Aliran Sungai (DAS) Kapuas dan penelitian, yaitu mengenai jenis batu, bentuk Kahayan juga masih melakukan upacara ukuran, dan lokasi patahu. penguburan kedua, dengan memindahkan tulang Data patahu selanjutnya akan diuraikan si mati ke dalam bangunan kubur yang terbuat sehingga diperoleh gambaran yang jelas dari kayu, yaitu sandung. Bangunan sandung mengenai keragaman bentuknya. Untuk merupakan bangunan bertiang yang didirikan mengetahui ada tidaknya perubahan fungsi patahu dengan disertai upacara tertentu dan dilengkapi di masyarakat diperlukan data yang didapatkan juga dengan patung baluntang. Patung tersebut dari hasil studi pustaka dan wawancara. Studi pada saat upacara digunakan untuk mengikat pustaka dilakukan untuk mencari informasi fungsi hewan kurban (kerbau). patahu pada masa lalu melalui hasil penelitian Dari hasil survei di DAS Kahayan oleh Balai yang sudah dilakukan oleh para ahli pada Arkeologi Banjarmasin ditemukan batu berdiri masyarakat Ngaju. Untuk mengetahui fungsi (menhir) yang dikenal oleh masyarakat sebagai patahu sekarang ini dilakukan dengan melakukan pantar batu (Sunarningsih 2013: 54). Pantar adalah wawancara langsung kepada masyarakat pada tiang arwah yang didirikan bersamaan dengan saat penelitian eksplorasi berlangsung (2012 dan sandung, biasanya menggunakan kayu dan 2013). puncaknya ditambahkan patung burung tingang (enggang). Selain itu, masyarakat Ngaju juga HASIL DAN PEMBAHASAN memiliki keramat batu yang berada hampir di setiap desa. Keramat batu tersebut sampai Kepercayaan Masyarakat Ngaju dan Keramat dengan sekarang masih dipelihara dan Batu (Patahu) dikunjungi. Meskipun masyarakat Ngaju sudah mencapai taraf kehidupan yang modern, tetapi Sejak masuknya kaum misionaris ke dalam masih ada bagian dari kehidupan di masa lalu masyarakat Ngaju, yaitu pada tahun 1936, mulai yang berlanjut hingga kehidupan masyarakat dilakukan penelitian terhadap kepercayaannya. sekarang, khususnya di wilayah Kalimantan Diketahui bahwa masyarakat mengenal dua dewa Tengah. Bagian dari kepercayaan terhadap utama, yaitu Tingang/Hatara/Hatalla, yang kekuatan sebuah batu masih memberi warna menguasai langit, dan Tambo/Naga/Jata yang dalam kehidupan masyarakat saat ini. Hal tersebut menguasai air dan dunia bawah (Schärer 1963: menarik untuk dibahas lebih lanjut, dan 18-26). Selain kedua dewa utama tersebut permasalahan yang ingin dikaji dalam artikel ini terdapat juga dewa lainnya yang mengawasi adalah: berbagai aspek kehidupan seperti kesehatan, 1. Bagaimana ragam bentuk dan fungsi patahu kesejahteraan, dan kenyamanan, yang dikenal di masyarakat Ngaju ? dengan nama Sahor, Bapa Sangunung, dan Indu 2. Apakah terjadi perubahan fungsi patahu bagi sangumang. Temlon Telon adalah dewa yang masyarakat Ngaju? mengawasi roh si mati di alam akhirat, kedudukannya lebih tinggi dari Mahatalla. Patahu/ METODE pataho dikenal sebagai dewa perintis dan penjaga desa. Patahu juga dianggap sebagai Metode yang digunakan untuk menjawab dewa perang dan pertahanan, ketika masyarakat permasalahan dalam artikel ini bersifat deskriptif melakukan kegiatan mengayau (head hunting) dengan penalaran induktif (Singarimbun dan (Baier 2007: 566). Effendi 1989: 3-5). Data patahu berasal dari wilayah Masyarakat Ngaju memang melakukan DAS Kapuas (bagian hilir) dan DAS Kahayan pengayauan pada zaman asang. Mengayau

Keramat Batu (Patahu) di Masyarakat Ngaju, Kalimantan Tengah-Sunarningsih (121-134) 123 berasal dari kata kayau, yang artinya mencari, dan ngayau adalah orang yang mencari kepala (Petebang 2005: 3). Jadi mengayau adalah mencari kepala musuh. Tujuan mengayau beragam pada masing-masing masyarakat Dayak, antara lain perang antarsuku, menguasai wilayah baru, perebutan penguasa tertinggi, maskawin untuk calon istri, melindungi pertanian, mendapat tambahan daya/jiwa (kepala manusia mempunyai jiwa/spirit/kekuatan), balas dendam (hutang nyawa dibayar nyawa), dan sebagai tumbal (Petebang 2005: 11-15). Menurut Schärer (1963: 147 dan 151), patahu adalah tempat keramat, sebuah altar yang sumber: dok. Balar Banjarmasin diletakkan di pusat desa atau di depan rumah Gambar 1. Pohon sawang/rinjuang( pemimpin desa. Patahu terdiri atas pondok kecil fruticosa(L).A.Cev atau terminalis) warna hijau, tumbuh persis di depan keramat batu, bertiang yang dikelilingi oleh tumbuhan keramat di belakang bendera kuning. (yang disucikan) dan semak, di bawahnya terdapat batu dan bahkan meriam yang bertugas menaburkan beras. Tukang tawur inilah dikeramatkan. Di dalam pondok kecil ditempatkan yang akan membangunkan patahu saat terjadi sesaji dan kadang tengkorak dari hasil serangan pengayauan, saat perang antarsuku mengayau. Masih menurut Schärer (1963: 147), siap dilakukan, dan ketika desa diserang oleh patahu adalah laki-laki, tidak ada patahu musuh (Shcärer 1963: 148-151). perempuan. Tugasnya adalah sebagai penjaga desa untuk menghadapi situasi yang Patahu di DAS Kapuas dan DAS Kahayan membahayakan dan menghindari musuh untuk mendekati desa. Pada saat pesta kematian Patahu di DAS Kapuas digelar, sebuah batu ditempatkan pada patahu Kabupaten Kapuas merupakan salah satu untuk seseorang yang meninggal. Pada saat dari 14 kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah, penduduk desa berpindah, patahu akan dibawa dengan luas 14.999 km² atau 9,77 % dari luas ke tempat yang baru. Jenis tanaman yang wilayah Provinsi Kalimantan Tengah (Seksi digunakan dalam ritual yang dikenal oleh Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik masyarakat Ngaju salah satunya adalah tanaman 2011: 3). Kabupaten ini beribukota di Kuala ti (cordyline fruticosa(L).A.Cev) atau disebut juga Kapuas yang terletak di persimpangan Sungai sebagai dracaena terminalis atau yang biasa Kapuas Murung, Sungai Kapuas, dan pesisir Laut dikenal oleh masyarakat Ngaju sebagai daun Jawa. Adapun batas wilayah Kabupaten Kapuas sawang/rinjuang (Schärer 1963: 83; Ehrlich 2000: adalah dengan Kabupaten Barito Selatan 372; gambar 1 ). Pada sebuah patahu juga ditanam (Kalimantan Tengah) dan Kabupaten Barito Kuala pohon ti di sampingnya, pohon tersebut (Kalimantan Selatan) di sebelah timur; dengan mempunyai peran yang penting karena dipercaya Kabupaten Pulang Pisau di sebelah Barat; sebagai simbol tanaman suci leluhur (Ehrlich dengan Kabupaten Gunung Mas di sebelah utara; 2000: 372). Masyarakat akan menanamnya saat dan dengan Laut Jawa di sebelah selatan. Oleh berharap dengan kehidupan, dan akan karenanya, kawasan Kabupaten Kapuas terbagi membuangnya ke sungai bila berkaitan dengan menjadi kawasan pasang surut (di bagian selatan) kematian (Ehrlich 2000: 372). dan daerah perbukitan (di sebelah utara). Pada sebuah desa di masyarakat Ngaju, ada Penduduk masih banyak bertempat tinggal seseorang yang bertugas sebagai perantara di sekitar ibukota kabupaten dan kecamatan, jadi antara kehidupan dan kematian, yang disebut penduduk belum merata. Survei arkeologi yang sebagai tukang tawur, yaitu seseorang yang dilakukan pada 2012 hanya menjangkau wilayah

124 Naditira Widya Vol. 9 No. 2 Oktober 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin bagian hilir (Sunarningsih 2012: 37-45; gambar Pisau meliputi beberapa kecamatan berdasarkan 2). Patahu yang akan diuraikan pada tabel 1 hasil survei pada 2013, yaitu Kecamatan Maliku, berada di Kecamatan Kapuas Hilir dan Kapuas Kecamatan Kahayan Hilir, Kecamatan Pandih Barat. Batu, dan Kecamatan Banama Tingang (Sunarningsih 2013: 7-23; gambar 2). Patahu di DAS Kahayan Kabupaten Gunung Mas, ibukotanya Kuala Patahu di DAS Kahayan berada di bagian hilir Kurun, terbagi dalam 11 kecamatan, yaitu (wilayah Kabupaten Pulang Pisau) dan di bagian Kecamatan Manuhing, Kecamatan Manuhing hulu (wilayah Kabupaten Gunung Mas). Kabupaten Raya, Kecamatan Rungan, Kecamatan Rungan Pulang Pisau merupakan kabupaten baru hasil Hulu, Kecamatan Sepang, Kecamatan Mihing pemekaran, yang resmi berpisah dari Kabupaten Raya, Kecamatan Kurun, Kecamatan Tewah, Kapuas pada 2002. Luas wilayah Kabupaten Kecamatan Kahayan Hulu Utara, Kecamatan Pulang Pisau 8.997 km2, yang terdiri atas 8 Damang Batu, dan Kecamatan Miri Manasa (Seksi kecamatan, yaitu Kahayan Hilir, Kahayan Tengah, Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik Kahayan Kuala, Pandih Batu, Maliku, Banua 2012: 4). Luas wilayah kabupaten ini adalah 10.804 Tingang, Jabiren Raya, dan Sebangau Kuala km², yang dialiri Sungai Kahayan dan anak (Seksi Integrasi Pengolahan dan Diseminasi sungainya, yaitu Sungai Manuhing, Sungai Statistik 2008: 1-10). Ibukota kabupaten ini berada Rungan, Sungai Miri (Seksi Integrasi Pengolahan di Pulang Pisau. Sebagian wilayah Kabupaten dan Diseminasi Statistik 2012: 4 dan 8). Temuan Pulang Pisau adalah dataran rendah dan rawa- patahu di kabupaten ini ada di beberapa rawa atau disebut juga sebagai kawasan pasang kecamatan, yaitu antara lain di Kecamatan Kurun, surut. Batas wilayah Kabupaten Pulang Pisau Kecamatan Rungan Hulu, dan Kecamatan adalah di sebelah timur Kabupaten Kapuas, di Kahayan Hulu Utara (Sunarningsih 2013: 28-68; sebelah barat Kabupaten Katingan dan gambar 2). Palangkaraya, di sebelah utara Kabupaten Selanjutnya, temuan patahu pada masing- Gunung Mas, dan di sebelah selatan Laut Jawa. masing kabupaten tersebut akan diuraikan pada Temuan patahu di wilayah Kabupaten Pulang tabel 2 dan tabel 3 berikut ini.

Tabel 1. Temuan patahu di DAS Kapuas bagian hilir

NO. DESA JENIS/BENTUK/JUMLAH LETAK KETERANGAN 1 Sei Basirih, Batu alam (batu sungai) warna Di ujung desa, sekitar Disebut keramat Buhai, awalnya batu hanya teronggok di Kecamatan hitam dengan bentuk bulat tidak 300 meter dari jalan atas tanah, kemudian terkikis oleh aliran sungai dan Kapuas Hilir beraturan, ada yang besar dan desa, tepat di tepi dipindakan ke tempat sekarang, dalam sebuah rumah kecil. Sungai Basirih. Secara panggung kecil berukuran 1,5 m x 1,5 m. Banyak dikunjungi astronomis berada pada masyarakat yang punya hajat, dan setelah hajatnya terkabul 2º59'41,3' LS dan mereka mendirikan bendera kuning di sekitar keramat. 114º25'19,6” BT Pengunjung juga membawa sesaji berupa botol minuman. Para peziarah juga melakukan ritual mandi di sungai dekat keramat. Pohon sawang/rinjuang warna hijau tumbuh di samping patahu. 2 Sei Pasah, Batu alam warna hitam Berada di samping Batu ini dikeramatkan dengan perantaraan mimpi, dan Kecamatan keabuan, jumlah satu rumah penduduk, sekitar pernah membuktikan kekuatannya dengan menjaga rumah Kapuas Hilir 5 meter dari Sungai penemu batu dari musibah kebakaran. Kapuas Buhang 3 Dahirang, Batu jenis andesit, berwarna Berada di belakang Menurut penduduk, batu tersebut dulunya berasal dari Kecamatan abu-abu berbentuk pipih dan rumah penduduk, tidak Basirih, yang berpindah sendiri ke tempat sekarang, dan Kapuas Hilir menyerupai bentuk phalus jauh dari Sungai Kapuas upacara diadakan untuk memindahkan kedua batu tersebut (menhir/lingga). Salah satu yang berada di permukaan tanah ke dalam rumah sisinya cekung tampaknya panggung. digunakan sebagai batu asah. Berjumlah dua batu 4 Saka Jenis batu andesit warna hitam, Berada di tengah desa, Masyarakat percaya bahwa di dalam batu tersebut terdapat Mangkahai, dengan bentuk mirip kepala di antara rumah tokoh yang bisa dimintai tolong. Banyak masyarakat yang Kecamatan arca yang gagal dikerjakan. penduduk, tepat di tepi datang dengan hajat masing-masing dan kembali dengan Kapuas Barat Jumlah batu satu. jalan dan menghadap ke membawa kain kuning dan sesaji seperti botol minuman atau Sungai Kapuas. makanan lainnya bila hajat terkabul. Penduduk juga percaya bahwa batu tersebut jumlahnya bisa bertambah atau berkurang. Terdapat pohon sawang/rinjuang warna hijau di samping patahu.

Keramat Batu (Patahu) di Masyarakat Ngaju, Kalimantan Tengah-Sunarningsih (121-134) 125 Tabel 2. Temuan patahu di DAS Kahayan bagian hilir (Kabupaten Pulang Pisau)

NO. DESA JENIS/BENTUK/JUMLAH LETAK KETERANGAN 1 Desa Kenamit, Batu kali berukuran kecil, Di halaman rumah mama Batu berada di atas permukaan tanah, Kecamatan Maliku dengan bentuk alami (tidak Lendang, di tepi jalan tepat di kolong rumah panggung kecil beraturan). Jumlah 14 batu desa RT 1 yang didirikan tepat di atas kumpulan batu. Sesaji berupa botol minuman dari kaca diletakkan di lantai rumah panggung. Bangunan rumah ditutupi dengan kain kuning yang dibawa oleh masyarakat yang hajatnya terkabul. Pohon sawang/rinjuang warna hijau tumbuh di samping patahu. 2 Desa Kenamit, - Di pekarangan penduduk Di dalam rumah panggung kecil Kecamatan Maliku di wilayah RT 2 terdapat botol sesaji dengan berbagai warna. Bagian dinding rumah panggung juga ditutup dengan kain kuning. Botol dan kain kuning dibawa pengunjung yang hajatnya terkabul. Tidak tampak adanya batu di kolong dan di dalam keramat. Tampak pohon sawang/rinjuang warna hijau dan ungu di sekitar patahu.

3 Desa Kenamit, - Berada di pekarangan Berupa rumah panggung kecil, tanpa Kecamatan Maliku penduduk, di wilayah RT ada kain kuning dan batu, baik di 1 dalam rumah maupun di kolongnya. Patahu ini bernama Rambu. Terdapat pohon sawang/rinjuang warna hijau di samping patahu. 4 Desa Kenamit, Batu kali warna hitam abu- Terletak di tepi sungai, Batu kali berada di kolong rumah Kecamatan Maliku abu, bentukan alam, hanya berjarak 15 meter, panggung kecil, demikian juga dengan berjumlah dua batu masuk dalam wilayah RT beberapa sesajinya, antara lain piring 3 dan gelas. Patahu ini bernama Pangeran Empat Puluh. Pohon sawang/rinjuang hijau tumbuh di samping patahu. 5 Desa Sei baru, Batu alam dengan berbagai Terletak di pekarangan Batu berada di atas lantai rumah Kecamatan Maliku bentuk dan ukuran, dalam penduduk yang berada di panggung kecil, bercampur dengan jumlah yang banyak. Ada wilayah RT 3 sesaji lain. satu batu yang berbentuk lonjong dengan salah satu permukaannya rata bekas pakai, mungkin sebagai batu asah. 6 Desa Sei Baru, Satu batu berbentuk bulat Terletak di pekarangan Batu berada di atas lantai rumah Kecamatan Maliku lonjong, yang berada dalam penduduk di wilayah RT 3 panggung kecil, bercampur dengan sebuah mangkuk keramik sesaji lain, yaitu mangkuk keramik, dan berglasir biru putih. botol kaca yang dibawa oleh pengunjung. Di depan rumah panggung terdapat bendera kuning yang berkibar pada sebuah tiang kayu. 7 Kelurahan Kalawa, Batu alami berwarna abu- Terletak di dekat Sungai Berada di dalam rumah panggung kecil Kecamatan abu, berjumlah empat Kahayan, di halaman Kahayan Hilir depan rumah Bapak Dante, RT 4 8 Kelurahan Kalawa, Batu alam berjumlah tiga Terletak di halaman Berada di dalam rumah panggung Kecamatan buah, dan batu hitam abu- rumah Bapak Dante (RT dengan beberapa sesajen, yaitu botol, Kahayan Hilir abu berbentuk lonjong 4), berada jauh dari mangkuk kecil, gelas, dan rokok yang dengan salah satu ujungnya sungai (dekat dengan dibawa oleh pengunjung. Terdapat runcing membentuk tajaman, rumah) beberapa bendera kuning di depan seperti sebuah beliung batu. keramat ini. Tumbuh pohon Permukaan batu tersebut sawang/rinjuang warna hijau di sekitar sudah diupam (halus) patahu.

126 Naditira Widya Vol. 9 No. 2 Oktober 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin NO. DESA JENIS/BENTUK/JUMLAH LETAK KETERANGAN 9 Kelurahan Kalawa, Lima buah batu berwarna Terletak di dalam rumah Berupa rumah panggung kecil yang Kecamatan abu-abu, berjumlah lima. Bapak Dante diletakkan di lantai salah satu ruangan di Kahayan Hilir Salah satunya bernama bawi dalam rumah. Batu berada di dalam kariau rumah panggung kecil tersebut.

10 Desa Gohong, Batu berwarna hitam abu- Berada di wilayah RT 2, Batu berada dalam rumah panggung Kecamatan abu dengan bentuk bulat tidak jauh dari tepi Sungai kecil yang dibalut oleh kain kuning pada Kahayan Hilir alami, dan satu buah meriam Kahayan, dan dinding luarnya. Meriam berada di kolong yang sebagian ujungnya menghadap ke sungai rumah. Keramat ini berada di bawah sudah hilang cungkup tanpa dinding dengan lantai yang sudah di semen. Kondisinya sangat terawat.

11 Desa Buntoi, Berberapa batu alam Berada di antara rumah Batu berada di dalam rumah panggung Kecamatan dengan berbagai bentuk penduduk kecil yang baru, rumah yang lama sudah Kahayan Hilir rusak, dalam kondisi yang sangat terawat dan mewah. Rumah panggung kecil berada di atas lantai konblok dengan beberapa bendera kuning yang berkibar di sekelilingnya. Pohon sawang/rinjuang warna ungu tumbuh di depan patahu.

12 Desa Buntoi, Beberapa batu bentukan Berada di tepi jalan desa, Batu berada di dalam rumah panggung, Kecamatan alam berwarna abu-abu menghadap ke Sungai ditemani dengan beberapa sesaji berupa Kahayan Hilir Kahayan botol minuman. Di sekitarnya tampak beberapa bendera kuning yang berkibar di tiang kayu.

13 Desa Mantaren I, - Berada di pekarangan Berupa rumah panggung kecil, lengkap Kecamatan penduduk, wilayah RT 3 dengan sesaji berupa botol, rokok, dan Kahayan Hilir bendera kuning dari pengunjung. Tidak terdapat batu di dalam rumah dan di kolong rumah. Patahu ini bernama Nyahu Papan Talewu Kilat. Pohon sawang warna hijau tampak di sekitar patahu.

14 Desa Mantaren I, Beberapa batu berwarna Terletak di tepi Sungai Ada dua rumah panggung kecil, lengkap Kecamatan hitam abu-abu bentukan Kahayan, sekitar 1 meter dengan sesaji botol minuman yang Kahayan Hilir alam. dari sungai banyak, dan diletakkan di dalam dan di kolong rumah. Batu sendiri berada di dalam rumah panggung. Banyak bendera kuning yang berkibar di sekeliling rumah panggung. Pohon sawang warna hijau tampak di sekitar patahu.

15 Desa Bereng, Beberapa batu berwarna Terletak di antara rumah Batu berada di dalam rumah panggung Kecamatan abu-abu dengan bentukan penduduk kecil beserta sesaji berupa botol, iring, Kahayan Hilir alam (bulat, pipih). rokok, dan kendi gerabah. Disebut sebagai patahu batulampang pahapang nyak penyang. Di depan keramat banyak berkibar kain kuning dari pengunjung yang hajatnya terkabul. Pohon sawang/rinjuang warna hijau tampak di sekitar patahu.

16 Desa Pangkoh, Batu bentukan alam, jumlah Terletak di antara rumah Batu berada di dalam rumah panggung Kecamatan Pandih satu penduduk kecil bersama dengan sesaji berupa Batu botol. Tidak ada bendera kuning di sekitar keramat ini.

Keramat Batu (Patahu) di Masyarakat Ngaju, Kalimantan Tengah-Sunarningsih (121-134) 127 NO. DESA JENIS/BENTUK/JUMLAH LETAK KETERANGAN 17 Desa Pangkoh, - Sebelumnya patahu Tidak ada batu yang disimpan di rumah Kecamatan Pandih berada di tepi sungai, panggung kecil ini, hanya ada sesaji Batu kemudian dipindahkan berupa minuman dalam botol (kaca dan pada 2011 di pekarangan plastik), minuman kaleng, dan mangkuk. penduduk Keramat ditutup kain kuning pada sebagian dindingnya, dan bendera kuning berkibar di sebelahnya. Patahu ini dikenal sebagai Pangeran Nungkui Batu. Pohon sawang/rinjuang warna hijau tumbuh di sekitar patahu.

18 Desa Pangkoh, Batu bentukan alam yang Berada di halaman rumah Batu berada di dalam rumah panggung Kecamatan Pandih berjumlah lima. Bapak Ebal Baning kecil yang diselubungi oleh kain kuning Batu dari pengunjung yang hajatnya terkabul. Usia patahu ini sekitar 200 tahun, dan sudah mengalami perpindahan, terakhir dipindah pada 30 Maret 2005

19 Desa Tangkahen, Batu bentukan alam Berada di tepi Sungai Batu berada di bawah rumah panggung Kecamatan Banama berwarna hitam abu-abu, Kahayan, di samping kecil. Merupakan rumah panggung baru Tingang dalam jumlah yang banyak rumah penduduk, tepat di yang dibuat pada 2010. Keramat yang (lebih dari 20 batu) sebelah tempat lama berada di sebelahnya yang dibuat penyeberangan sungai pada 1979.

Tabel 3. Temuan patahu di DAS Kahayan bagian hulu

NO. DESA JENIS/BENTUK/JUMLAH LETAK KETERANGAN 1 Desa Tampang Terdapat tiga batu, dua batu Berada di tepi jalan desa Batu berada di dalam rumah panggung Tumbang Anjir, berwarna merah dan satu batu menghadap ke Sungai kecil, bersama sesaji berupa piring, Kecamatan Kurun berwarna hitam. Satu batu Kahayan gelas, dan mangkuk serta tameng kayu. merah berbentuk segi empat Ketiga batu memiliki nama. Batu warna dan batu hitam merupakan merah bernama Pangeran bentukan alam, dan satu batu Pembuangan (laki-laki) dan Balung merah lainnya merupakan Buau Sangku Lemo (perempuan). Batu bagian dari kaki patung, yaitu warna hitam bernama Busuk Damang bagian paha sampai lutut. Panjang (laki-laki). Bendera kuning berkibar di depan keramat. Di sekitar patahu tumbuh pohon sawang/rinjuang warna hijau.

2 Desa Tampang Banyak batu dengan berbagai Berada di tepi jalan Disebut sebagai patahu Tanjung Hanyi. Tumbang Anjir, ukuran, ada yang besar dan desa, di dalam kompleks Batu berada di atas undakan lantai Kecamatan Kurun yang kecil. Batu kecil sandung Tamanggung beton, di bawah bangunan beratap merupakan bentukan alam. Raden Binti. tanpa dinding. Batu alam warna coklat Batu yang besar ada lima, dua kemerahan yang menyerupai bentuk di antaranya mengalami proses binatang melata bernama Nyahun pembentukan. Tiga batu (perempuan), sedangkan batu berwarna putih coklat berwarna putih bentuk panjang (alami) kemerahan dan kuning bernama Ringkit Tahara. Keramat ini merupakan bentukan alam. Dua juga sering dikunjungi dan diberi sesaji. batu yang sudah mengalami pengerjaan tersebut adalah batu andesit warna hitam abu- abu. Satu batu berbentuk persegi empat panjang dengan kedua ujungnya membulat. Satu batu lainnya berbentuk bulat dengan lubang di bagian tengah bawah dan permukaannya sudah diupam (halus)

128 Naditira Widya Vol. 9 No. 2 Oktober 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin NO. DESA JENIS/BENTUK/JUMLAH LETAK KETERANGAN 3 Kelurahan Kuala Banyak batu dengan ukuran Berada di halaman Keramat dengan bentuk rumah Kurun, Kecamatan kecil dan berbentuk bulat alami. rumah penduduk, di tepi panggung kecil dan bercat warna Kurun Batu yang besar berupa Jalan Sangkurun dan kuning dan merah, dalam kondisi lempengan, merupakan batu menghadap ke Sungai terawat. Batu berada di kolong rumah, gamping (limestone) berjumlah Kahayan sedangkan sesaji berada di dalam empat, dan satu batu lonjong rumah. Keramat ini dikelilingi oleh dengan ujung runcing berwarna pagar dari kayu yang bercat warna hitam kuning. Terdapat pohon sawang/rinjuang warna ungu dan hijau di dekat patahu.

4 Desa Teluk Nyatu, Batu limestone dengan bentuk Berada di pekarangan Batu berada di kolong rumah panggung Kecamatan Kurun alami, jumlah satu. Di bawah penduduk, di ujung kecil, sedangkan sesaji berada di dalam batu ini banyak terdapat batu desa, menghadap ke rumah. Keramat ini berada di bawah kerikil. sungai kecil yang bangunan beratap tanpa dinding, merupakan anak Sungai dengan lantai yang sudah diberi Kahayan keramik. Di atas batu terdapat beberapa koin dan rokok yang diletakkan oleh pengunjung. Dinding keramat juga dibalut dengan kain kuning. Pohon sawang/rijuang warna hijau tumbuh di dekat patahu.

5 Desa Tumbang Batu kecubung putih berbentuk Berada di ladang Batu berada di dalam rumah panggung Lapan, Kecamatan prisma segi banyak (5-7), yang peduduk, yang dulunya kecil. Dikenal sebagai patahu Tumbang Rungan Hulu merupakan bentukan alam, pernah dijadikan tempat Manyahei, yang bangunan rumah dengan jumlah enam batu. tinggal, dan saat ini panggungya dibangun oleh penduduk Permukaan batu halus dan sudah ditinggalkan. yang hajatnya terkabul. Seharusnya bersegi dengan salah satu Patahu ini menghadap jumlah batu kecubung di keramat ini ujungnya runcing. ke Sungai Lapan. ada 7, tetapi pada saat survei hanya berjumlah 6. Masyarakat percaya bahwa batu keramat bisa pergi dan kembali sendiri.

6 Kelurahan Tumbang Beberapa batu kali bentukan Di tepi jalan desa, Batu dan patung kayu berada di Miri, Kecamatan alam dengan berbagai bentuk menghadap ke Sungai permukaan tanah di kolong rumah Kahayan Hulu Utara dan ukuran, dan enam patung Tumbang Miri panggung kecil. Sesaji diletakkan di kayu kecil dalam rumah. Kain berwarna oranye menyelimuti dinding keramat ini. Pohon sawang/rinjuang warna ungu tampak di depan patahu.

7 Desa Tajungan, Sekitar 16 batu kali dengan Di tepi jalan desa, di Batu berada di permukaan tanah, di Kecamatan berbagai bentuk dan ukuran, antara rumah penduduk, kolong rumah panggung kecil. Sesaji Kahayan Hulu Utara yang semuanya merupakan menghadap Sungai ditempatkan di dalam rumah. Tidak ada bentukan alam. Hamputung bendera kuning di keramat ini, dan disebut sebagai Patahu Tamanggung Sahut.

8 Desa Tajungan, Terdapat sekitar 12 batu, ada 3 Berada di tepi jalan Batu berada di dalam rumah panggung Kecamatan batu yang mengalami desa, tepatnya di kecil bercampur dengan sesaji. Dua Kahayan Hulu Utara pengerjaan. Dua batu yang seberang betang, di tepi batu bersegi sebelumnya dimanfaatkan berwarna abu-abu agak Sungai Hampatung oleh penghuni betang sebagai batu kekuningan memiliki bentuk asah, yang selanjutnya diletakkan di bersegi lima dan bersegi enam, dalam keramat karena betang menjadi dengan permukaan yang bergetar (seperti terjadi gempa). Patahu halus/rata. Satu batu lainnya ini dikenal sebagai Patahu Tamanggung berwarna merah merupakan Elung. batu asah.

Keramat Batu (Patahu) di Masyarakat Ngaju, Kalimantan Tengah-Sunarningsih (121-134) 129 Gambar 2. Letak patahu di sepanjang aliran Sungai Kahayan (tanda panah sebelah kiri) yang membelah kota Palagkaraya dan aliran Sungai Kapuas (tanda panah sebelah kanan).

Keramat Batu dan Tradisi Megalitik 4). Kebanyakan jenis batu alam ini adalah batu kali yang banyak ditemukan di sekitar tempat Pemakaian batu sebagai bagian dari aktivitas tinggal masyarakat Ngaju yang berada di tepian pemujaan dan penguburan sudah mulai dikenal Sungai Kapuas dan Kahayan. Demikian juga masyarakat di Kalimantan sejak dulu, seperti yang dengan batu semi mulia jenis kecubung putih ditemukan di beberapa daerah di wilayah dengan bentuk kerucut bersegi, juga ditemukan Kalimantan Timur. Kepercayaan adanya kekuatan di sungai, di sekitar tepat tinggal masyarakat. Batu pada batu tersebut yang mendasari adanya yang tersimpan di dalam rumah panggung kecil aktivitas pemujaan. Keberadaan keramat batu di tersebut biasanya diambil dari tempat asalnya wilayah Kalimantan Tengah ini bisa memberi melalui mimpi, yang memerintahkan untuk informasi bahwa kepercayaan yang telah dimiliki merawat batu tersebut karena di dalamnya ada oleh nenek moyang tersebut sampai dengan saat penghuninya. Bahkan informan mengetahui nama ini masih tetap lestari. masing-masing penunggu batu tersebut. Dari Dari deskripsi yang diuraikan dalam tabel 1, keterangan informan juga diketahui bahwa tabel 2, dan tabel 3 memberikan informasi bahwa penunggu batu tidak hanya laki-laki tetapi juga keramat batu atau disebut patahu merupakan perempuan. Hal tersebut berbeda dengan tempat keramat berbentuk rumah panggung kecil informasi yang diberikan Schärer (1963: 147) yang yang dilengkapi dengan batu yang dipercayai menyebutkan dalam bukunya bahwa patahu memiliki kekuatan, dan digunakan sebagai simbol hanya berjenis kelamin laki-laki dan tidak ada penjaga desa. Penempatan batu keramat batu yang berjenis kelamin perempuan. tersebut bisa di atas lantai rumah (di dalam rumah) Selanjutnya, muncul pertanyaan apakah kondisi atau di kolong rumah (langsung berada di saat ini sudah berbeda dengan masa observasi permukaan rumah). Berdasarkan bentuknya, batu Schärer yang dilakukan saat Belanda masih yang dipercaya memiliki kekuatan tersebut berkuasa. Hal tersebut masih memerlukan kajian beragam, yang dapat dilihat pada tabel 4. lebih lanjut. Keberadaan batu dengan bentuk yang Keramat batu alam dengan bentuk yang sudah tidak alami lagi atau dengan kata lain sudah bervariasi merupakan jenis batu keramat yang mendapat campur tangan manusia juga memberi jumlahnya paling banyak (gambar 3 dan gambar petunjuk yang menarik (gambar 5). Bentuk menhir,

130 Naditira Widya Vol. 9 No. 2 Oktober 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin Tabel 4. Ragam bentuk patahu (batu/benda) yang dikeramatkan dalam rumah panggung kecil No. Bentuk patahu Lokasi 1 Batu alam biasa, bentuk tidak beraturan Sei Basirih, Sei Pasah, Kenamit, Sei Baru, Kalawa, Gohong, Buntoi, (bulat, lonjong, besar, kecil) Mentaren I, Bereng, Pangkuh, Tangkahen, Tampang Tumbang Anjir, Kuala Kurun, Teluk Nyatu, Tumbang Miri, Tajungan 2 Batu alam, bentuk unik, menyerupai Tampang Tumbang Anjir binatang 3 Batu asah Sei Baru, Tajungan 4 Beliung persegi Kalawa 5 Menhir Kuala Kurun 6 Batu mulia bentuk bersegi Tumbang Lapan 7 Batu arca (tidak utuh) Saka Mangkahai, Tampang Tumbang Anjir 8 Lingga Kapuas, Dahirang, Tampang Tumbang Anjir, Tajungan 9 Meriam (logam) Gohong 10 Kosong tidak ada batu hanya sesaji Kenamit, Mentaren I, Pangkuh batu asah, dan beliung persegi menjadi data yang masa lalu. Sebenarnya keberadaan lingga dan dapat memperkuat kehidupan yang berlangsung batu arca juga menjadi satu petunjuk adanya pada masa prasejarah, di mana penggunaan batu komunitas Hindu pada masa lalu di daerah menjadi alat yang menunjang kehidupan sehari- tersebut, tetapi seberapa besar kelompok ini, ada hari memegang peranan penting, demikian juga kemungkinan tidak sama dengan tempat yang dengan mulai dikenalnya pemujaan terhadap batu ada bangunan candinya. Selanjutnya, meskipun dengan bentuk menhir (batu berdiri). disebut keramat batu ternyata tidak hanya batu Bentuk yang memberikan informasi tentang yang berada dalam rumah panggung tersebut, masuknya pengaruh Hindu tampak pada batu meriam yang terbuat dari logam (besi) juga yang berbentuk lingga (bersegi empat dengan dikeramatkan oleh masyarakat. Benda ini mulai ujung bulat) dan batu dengan bentuk arca yang dikenal oleh masyarakat saat kolonial Belanda tidak utuh/tidak selesai dikerjakan (gambar 6 dan berkuasa, dan karena dianggap memiliki gambar 7). Bentuk batu tersebut memberi kekuatan, masyarakat juga memperlakukannya infomasi kepada kita bahwa penetrasi agama sama dengan batu. Dari bahan dan bentuk benda Hindu/Buddha sampai di masyarakat Ngaju. Hanya saja seberapa besar pengaruhnya masuk ke dalam kehidupan masyarakat masih perlu dikaji dengan cermat, karena selama ini belum ditemukan bangunan pemujaan yang ditemukan di wilayah ini. Bangunan candi baru ditemukan di daerah Kalimantan Selatan, yaitu Candi Agung, Candi Laras, dan Pematang Bata (Kusmartono dan Harry Widiyanto 1997/1998: 22-23; Sulistyanto 2000: 35-42). Keberadaan candi tersebut dapat sumber: dok. Balar Banjarmasin) dijadikan petunjuk adanya komunitas Hindu pada Gambar 4. Patahu batu kecubung putih

sumber: dok. Balar Banjarmasin sumber: dok. Balar Banjarmasin Gambar 3. Patahu batu bentukan alam Gambar 5. Patahu batu asah

Keramat Batu (Patahu) di Masyarakat Ngaju, Kalimantan Tengah-Sunarningsih (121-134) 131 yang dikeramatkan dalam patahu tersebut Patahu dan Perubahannya menggambarkan adanya perbedaan masa dengan masuknya pengaruh kepercayaan dari Masyarakat memberikan informasi bahwa luar yang berbeda. Masyarakat Ngaju telah melalui dulu pada masa kakek buyutnya, keramat batu beberapa tahapan masa dengan pengaruh yang selalu berada di ujung desa. Hal tersebut berbeda, tetapi ada satu hal yang tetap sama dan disesuaikan dengan fungsinya sebagai penjaga tidak berubah dari dulu, yaitu kepercayaan desa. Apabila musuh akan masuk dan menyerang terhadap kekuatan sebuah benda dan desa mereka, maka batu keramat akan menggunakannya sebagai simbol penjaga desa, memberikan peringatan kepada mereka, sehingga membuat patahu masih dapat dijumpai terutama pada masa aktivitas mengayau masih hingga saat ini. dilakukan. Informasi yang berbeda didapatkan dari Schärer (1963: 147), yang menyebutkan bahwa patahu selalu ditempatkan di pusat/tengah pemukiman atau di depan rumah pemimpin kelompok. Ketika dilakukan survei, tampak bahwa letak bangunan keramat batu sebagian besar berada di pekarangan, di antara rumah penduduk dan selalu menghadap ke sungai. Satu keramat bahkan ditempatkan di dalam rumah. Untuk memindahkan keramat tersebut sumber: dok. Balar Banjarmasin Gambar 6. Keramat batu berbentuk lingga harus dengan upacara, dan dari pengamatan selama survei, keramat akan dipindahkan dengan beberapa alasan, antara lain karena bangunan sudah rusak dan perlu diganti dengan bangunan baru, tempat bangunan mengalami kerusakan karena erosi air sungai, dan penduduk desa bermukim di tempat yang baru. Ada beberapa keramat yang masih berada di ujung desa sekarang, tetapi kebanyakan sudah berada di antara rumah penduduk. Hal tersebut bisa sumber: dok. Balar Banjarmasin dipahami karena pertambahan jumlah penduduk Gambar 7. Keramat batu bentuk arca belum jadi sehingga areal perumahan bertambah luas. Bagaimana dengan patahu yang ditemukan Namun demikian, ada juga keramat batu yang dalam keadaan kosong tanpa batu, di dalam bilik berada di wilayah desa lama yang sudah rumah panggung kecil hanya ada beberapa sesaji ditinggalkan, yaitu keramat batu di Desa Tumbang yang ditaruh oleh pengunjung. Keberadaan Lapan yang masih berada di seberang Sungai sesaji tersebut memberi petunjuk bahwa patahu Lapan. Tampaknya keramat batu ini tergolong kosong tersebut ternyata masih dipercaya istimewa, tidak hanya isinya yang berupa batu memiliki kekuatan, sehingga tetap mendapatkan kecubung putih (enam batu) tetapi juga kunjungan. Adapun ketiadaan batu di dalam keramatnya yang tetap berada di tempat semula, rumah panggung kecil tersebut karena dan banyak dikunjungi oleh masyarakat. masyarakat percaya bahwa batu tersebut bisa Fungsi keramat batu sendiri tampaknya pergi dan suatu saat akan datang kembali dengan sudah mengalami perubahan. Menurut Schärer sendirinya. Dalam masyarakat juga terdapat (1963: 147 & 151), patahu berfungsi untuk pantangan untuk membawa batu dari tempatnya. melindungi desa, yang akan dibangunkan jika Bahkan pada saat survei masyarakat melarang musuh akan menyerang dan apabila warga akan untuk memegang apalagi mengubah posisi melakukan aktivitas mengayau. Keberadaannya meskipun itu hanya sekedar untuk mengetahui sangat dibutuhkan pada masa asang, yaitu saat bentuk dan memudahkan dalam pengambilan pengayauan masih dilakukan. Banyak alasan foto. yang memungkinkan seseorang dari kelompok

132 Naditira Widya Vol. 9 No. 2 Oktober 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin tertentu mengayau. Kondisi keamanan pada masa panggung. Ragam benda yang disimpan dalam tersebut masih jauh dari stabil. Hanya laki-laki keramat didominasi oleh batu bentukan alam dewasa saja yang diperbolehkan untuk pergi dengan jenis dan bentuk yang berbeda. Batu mengayau, perempuan dan anak-anak menanti alam banyak yang berwarna abu-abu kehitaman di kampung mereka. Sekarang keramat batu yang sering ditemukan di sungai. Ada juga batu masih tetap dianggap sebagai simbol penjaga alam dengan bentuk menyerupai hewan tertentu desa oleh masyarakat. Akan tetapi, karena jaman seperti hewan melata. Batu semi mulia juga sudah berubah, dan keamanan sudah lebih dijadikan keramat, yaitu batu kecubung putih. terjamin dibandingkan dulu, maka keberadaan Meskipun demikian, ditemukan juga batu dengan keramat batu tersebut di masyarakat juga bentuk yang sudah ada campur tangan manusia, berubah. Masyarakat memanfaatkan keramat batu yaitu batu asah, beliung persegi, lingga, dan arca sebagai sebuah media untuk dapat mencapai yang tidak utuh (belum selesai dibuat). sebuah hajat yang diinginkan. Hal tersebut tidak Keberadaan artefak batu tersebut memberi terlepas dari kepercayaan bahwa hingga sekarang informasi adanya perubahan fungsi sekaligus keramat batu masih memiliki kekuatan. Oleh menjadi petunjuk bahwa masyarakat pada masa karena itu, hampir di setiap bangunan keramat lalu di sepanjang Sungai Kahayan dan Kapuas tersebut dijumpai berbagai botol minuman, piring/ juga mendapatkan pengaruh budaya Hindu/ mangkuk kosong, rokok, koin, dan bendera Buddha. Satu buah keramat yang tidak berbahan warna kuning yang dibawa oleh pengunjung. batu adalah sebuah meriam yang dapat Menurut informasi penduduk, pengunjung menambahkan informasi bahwa keramat batu keramat batu tidak hanya merupakan warga desa ternyata tidak hanya berisi benda dari batu saja, setempat, tetapi juga warga desa lainnya. tetapi juga bisa diisi oleh benda lain yang diyakini Komunitas yang percaya dengan kekuatan mempunyai kekuatan. Bisa dikatakan bahwa keramat batu tidak hanya terbatas pada keberadaan benda sebagai patahu tersebut di masyarakat Ngaju di Kapuas dan Kahayan, tetapi sebuah desa mempunyai latar belakang yang juga masyarakat pendatang dari berbagai etnis berbeda. Benda tersebut mengalami proses yang kebanyakan berdomisili tidak jauh dari lokasi transformasi dari fungsi asalnya hingga menjadi keramat batu tersebut. Hal menarik selanjutnya benda yang dikeramatkan. yang masih dapat disaksikan adalah keberadaan Sekarang keberadaan patahu hanya sebagai daun sawang/rinjuang di sekitar patahu. simbol penjaga sebuah desa yang tetap Keberadaan tanaman ini yang dipercaya sebagai dihormati dan dipelihara. Masyarakat akan penolak bala masih dipertahankan pada mengadakan upacara untuk membersihkan dan sebagian besar bangunan keramat batu. Namun memindahkan patahu. Meskipun masyarakat demikian, apakah daun tersebut masih digunakan tetap mengenal keramat batu sebagai penjaga dalam ritual membangunkan patahu saat ada desa, tetapi pada kenyataannya patahu peristiwa yang mengganggu keamanan desa dimanfaatkan sebagai media yang dipercaya masih perlu pengamatan lebih lanjut. dapat mengabulkan hajat mereka. Fenomena tersebut memberi gambaran kepada kita dengan PENUTUP jelas bahwa tradisi pemujaan terhadap benda yang sudah dimulai sejak zaman prasejarah Tampaknya keberadaan keramat batu/patahu (tradisi megalitik) masih tetap lestari hingga di lingkungan masyarakat Ngaju menjadi suatu sekarang. Keberadaan keramat batu tersebut hal yang penting. Patahu sendiri pada masing- tampaknya masih perlu dikaji lebih lanjut terutama masing desa mempunyai kesamaan, yaitu berupa dari segi ritual, baik yang dilakukan oleh bangunan panggung bertiang empat dengan masyarakat desa yang memiliki patahu, maupun ukuran yang kecil, hanya memiliki satu ruangan. masyarakat lain (dari luar desa) yang Batu keramat diletakkan di dua tempat, yaitu di memanfaatkannya untuk mendapatkan dalam rumah panggung atau di kolong rumah keinginannya (berhajat).

Keramat Batu (Patahu) di Masyarakat Ngaju, Kalimantan Tengah-Sunarningsih (121-134) 133 DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Karina dan Bernard Sellato. 1999. “Survei Seksi Integrasi Pengolahan dan Diseminasi dan Penyelidikan Arkeologi di Empat Statistik. 2008. Pulang Pisau dalam Angka Kecamatan di Pedalaman Kalimantan Timur Tahun 2007. Badan Pusat Statistik (Long Pujungan, Kerayan, Malinau dan Kabupaten Pulang Pisau. Kayan Hulu.” Cristina Eghenter dan Bernard Seksi Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Sellato editor. Kebudayaan dan Pelestarian Statistik. 2011. Kapuas dalam Angka Tahun Alam. Penelitian Interdisipliner di pedalaman 2011. Badan Pusat Statistik Kabupaten Kalimantan. Jakarta: WWF Indonesia. Kapuas. Baier, Martin. 2007. “The Development of the Seksi Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Hindu Kaharingan Religion: A New Dayak Statistik. 2012. Gunung Mas dalam Angka. Religion in Central Kalimantan.” Anthropos BAPPEDA dan Badan Pusat Statistik 102 (2): 566-570. Kabupaten Gunung Mas. Ehrlich, Celia. 2000. “Inedible to Edible: Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi editor. and the Ti (cordyline 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: fruticosa(L).A.Chev). “The Journal of The LP3ES Society 109 (4): 371-400. Soejono, R.P. 1981. Tinjauan tentang Flannery, Kent V. and Joyce Marcus. 1996. Perkerangkaan Prasejarah Indonesia, “Cognitive Archaeology.” Hlm 350-363 Aspek-aspek Arkeologi Indonesia (Aspects dalam Contemporary Archaeology in of Indonesian Archaeology) No. 5. Jakarta: Theory, diedit oleh Robert Preucel and Ian Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Hodder. United Kingdom: Blackwell Soejono, R.P. 2008. Sejarah Nasional Indonesia Publisher Ltd. I. Diedit oleh Mawarti Djoened Koentjaraningrat. 1980. Beberapa Pokok Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. Antropologi Sosial. Jakarta: P.T. Dian Rakyat. Jakarta: Balai Pustaka. Kusmartono, Vida Pervaya Rusianti dan Harry Sulistyanto, Bambang. 2000. “Umur Candi Laras Widianto. 1997/1998. “Ekskavasi Situs dalam Panggung Sejarah Indonesia Kuna.” Candi Agung Kabupaten Hulu Sungai Utara Berita Penelitian Arkeologi No. 7. Kalimantan Selatan.” Berita Penelitian Banjarbaru: Balai Arkeologi Banjarmasin Arkeologi No. 2. Banjarmasin: Balai Sunarningsih. 2012. “Tahapan Proses Arkeologi. Kebudayaan di Kawasan Hilir Sungai Munandar, Agus Aris. 2012. Proxemic Relief Candi- Kapuas, Kalimantan Tengah.” Berita candi Abad ke-8-10. Jakarta: Wedatama Penelitian Arkeologi 6 (1): 33-56. Widya Sastra. Sunarningsih. 2013. “Penelitian Arkeologi DAS Petebang, Edi. 2005. Dayak Sakti Pengayauan, Kahayan, Kalimantan Tengah.” Laporan Tariu, Mangkuk Merah. Pontianak: Institut Penelitian Arkeologi. Balai Arkeologi Dayakologi. Banjarmasin. Pradopo, Rchmat Djoko. 1998. “Semiotika: Teori, Tim penelitian. 2012. “Penelitian Potensi dan Metode, dan Penerapannya.” Humaniora 7 Sebaran Arkeologi di Kabupaten Nunukan, (Januari-Maret): 42-48. Kalimantan Timur.” Laporan Penelitian Schärer, Hans. 1963. Ngaju Religion the Conception Arkeologi. Balai Arkeologi Banjarmasin. of God Among a South Borneo People. Wasita. 2006. “Sistem Penguburan Umat Koninklijk Instituut voor Taal-, Land-, en Kaharingan Dayak Lawangan.” Berita Volkenkunde. The Hague: Martinus Nijhoff. Penelitian Arkeologi Edisi Khusus 16: 1-7.

134 Naditira Widya Vol. 9 No. 2 Oktober 2015-Balai Arkeologi Banjarmasin