PENDAHULUAN 9

Gbr. 1-34: Muka liong dibuat oleh para seniman desa (bukan orang Tionghoa) dari daerah Cirebon, Gbr. Jawa Barat. Di sana, liong dan barongsay biasa dipertunjukkan dalam upacara Sidekah Bumi di Astana Gunung Jati, dan untuk

Gbr. 1-35 & 1-36: Pertunjukan liong di Taman Budaya Sumatera Barat, Padang. Muka naganya seperti topeng, tetapi jika dilihat hubungannya dengan para pemain, liong itu seperti boneka (puppet). Liong, biasa dipertunjukkan pada

Gbr. itu digerakan secara mandiri, tidak terpaku pada tubuhnya. Adapun dalam liong yang terpisah dari tubuhnya bukan hanya muka melainkan seluruh kepalanya. Bila kita membatasi definisi topeng sebagai suatu bentuk muka yang bisa dipisahkan dari tubuhnya, maka akan muncul pertanyaan lain: Apakah ondel- ondel dan landung—yang memperlihatkan muka bukan hanya menyatu dengan kepala melainkan juga dengan bagian tubuh lainnya—dapat disebut topeng atau boneka besar yang berjalan? Pertanyaan serupa ini mungkin tidak perlu dijawab dengan memilih salah satu dari dua kategori (topeng atau boneka), melainkan yang terpenting adalah memperjelas sudut pandang, sehingga kita mengerti alasannya. Kita lihat salah satu jenis topeng yang tidak dipakai pada muka, yakni ogoh-ogoh di Bali, sisingaan di Sunda, dan burak di Cirebon-Indramayu. Ogoh- ogoh adalah semacam patung yang terbuat dari bahan-bahan tidak permanen. 10 TOPENG

Umumnya ogoh-ogoh terbuat dari kertas dengan kerangka bambu atau rotan yang diusung dalam arak-arakan menjelang hari raya Nyepi. Wujudnya sangat beraneka ragam, mulai dari makhluk mitologis, tokoh-tokoh legenda, penari (termasuk topeng), sampai ke robot zaman modern. Sisingaan adalah “patung” singa atau macan, yang diusung dan ditarikan oleh empat orang, untuk dinaiki anak-sunat dalam sebuah arak-arakan. Kepala singanya bergerak-gerak karena dipancangkan di tubuhnya dengan sebuah pegas (spring) yang lentur, sehingga ia akan mengikuti ayunan atau hentakan dari seluruh gotongan itu. Tidak ada pemain khusus yang menggerakkan kepala singanya.

Gbr. 1-37: Sisingaan, tunggangan anak sunat, berasal dari daerah Subang. Kini Sisingaan menyebar hampir di seluruh pelosok Jawa Barat.

Gbr. 1-38: Kepala/topeng Burak (lihat Gbr. 1-39: Burak dalam lukisan Madura. keterangan pada Gbr. 1-41). PENDAHULUAN 11

Gbr. 1-40: Ogoh-ogoh dari Bali, berupa patung Gbr. 1-41: Kesenian burak adalah temporer yang diarak menjelang Hari Raya Nyepi. tunggangan untuk anak sunat atau Yang duduk, bertopeng singa; yang dipegang, anak rasulan (inisiasi perempuan) dari daerah Cirebon-Indramayu,

Adapun burak (buroq, makhluk berbadan kuda dan bermuka perempuan cantik, yang dalam kepercayaan Islam merupakan “kendaraan” Nabi Muhammad SAW ketika mikraj) adalah kesenian dari daerah Cirebon- Indramayu, Jawa Barat. Burak dimainkan oleh dua orang seperti barong, tapi biasa dinaiki anak-sunat seperti halnya sisingaan Sunda. Kepala burak juga bergerak. Kepala itu digerakkan oleh penari depan, seperti halnya barong Bali, tetapi topengnya tidak dipegang melainkan dihubungkan pada kepala. Dengan demikian, seperti seni topeng pada umumnya gerakan topeng atau kepala burak berhubungan dengan kepala pemainnya. Kasus-kasus seperti ini makin memperjelas adanya keterkaitan antara seni topeng, patung, dan boneka.

1.1.2 Boneka dan Suatu jenis boneka yang terdapat di Pulau Jawa, Madura, Bali, dan Lombok— juga sebagian kecil di Sumatera dan Kalimantan—disebut wayang. Wayang adalah boneka, tetapi dalam suatu set berjumlah banyak (ada yang sampai 200 buah atau lebih). Wayang dapat digerakkan dan/atau dapat dimainkan untuk menyajikan sebuah cerita. Bahasa Inggris membedakan kata puppet 12 TOPENG

(lebih tepat untuk wayang) dan doll (lebih tepat untuk boneka mainan). Dalam bahasa , keduanya disebut boneka. Banyak jenis wayang yang memiliki keterkaitan dengan topeng. Di Jawa dan Bali, persamaan antara wayang dan topeng bukan hanya dari bentuk atau karakter mukanya, melainkan juga cerita, pemanggungan, bahkan terkadang juga dari sisi senimannya. Jika wayang dan topeng menggunakan cerita yang sama, dapat dimengerti jika dalam suatu lingkup budaya keduanya memiliki kesamaan gagasan dalam mewujudkan karakter tokoh-tokohnya. Lebih dari itu, di Jawa dan Bali dikenal (wayang orang), yakni sebuah drama

Gbr. 1-42: Panji dalam Gbr. 1-43: Panji dalam tari wayang golek cepak topeng Cirebon.

Gbr. 1-44: Raksasa dalam wayang golek Sunda.

Gbr. 1-45: Raksasa dalam topeng benjang dari Ujungberung, Jawa Barat, yang serupa bentuk mukanya dengan wayang golek. PENDAHULUAN 13 tari yang sebagian atau seluruh pemainnya memakai topeng. Kata wayang, seperti halnya topeng, mengandung pengertian yang lebih luas daripada “boneka,” yang dapat berarti pemain dan/atau pertunjukannya. Dalam budaya Melayu, pemain teater, atau biasa disebut anak wayang. Persamaan antara bentuk wayang dengan topeng, atau perwujudan karakter tokoh sandiwara, bukan hanya terdapat di negara kita, melainkan juga di negara-negara seperti Jepang, Tiongkok, Thailand, Kamboja, India, dan lain-lain. 1.1.3 Topeng Setengah-Muka dan Topeng Kecil Banyak topeng yang berukuran lebih kecil daripada muka manusia, dan/ atau yang hanya menutupi sebagian dari muka pemakainya. Budaya Lombok, Bali, Jawa, Melayu, Cina, Italia, dan lain-lain, memiliki berbagai jenis topeng “setengah-muka” seperti ini. Di Bali topeng yang pemakaiannya di bagian atas muka banyak sekali macamnya, umumnya merupakan topeng-topeng untuk peran punakawan (pengiring) dan pelawak yang disebut bondres. Kebanyakan

Gbr. 1-47: Boneka Kathakali, bandingkan dengan rias tari Kathakali pada Gbr. 1-72.

Gbr. 1-46: Boneka berbentuk Commedia dell Arte, dari Italia. Boneka ini seukuran dengan tangan manusia (glove puppet, boneka-jari). Bentuk mukanya memakai topeng setengah-muka.

Gbr. 1-48: Boneka dengan tali (marionet) dari Cina, perwujudannya mirip tokoh-tokoh dalam teater Peking opera. 14 TOPENG

topeng seperti ini menutupi bagian muka dari hidung atau bibir ke atas— disebut tapel sibakan. Bagian bawahnya, bibir bawah dan dagu, adalah muka pemainnya, sehingga pemain dapat berbicara sendiri dengan bebas. Akan tetapi, ada juga yang hanya menutupi atau “mengganti” bagian dahi, hidung, pipi, atau bagian muka sebelah bawah, seperti topeng Anoman di Bali dan Cakil di Jawa. Topeng setengah-muka ini tidak hanya terdapat dalam jenis kesenian tradisional, dan peran lucu (pelawak) atau aneh (kera, raksasa), melainkan juga banyak ditemukan dalam karya baru, dan peran serius. Salah satu contoh adalah topeng yang dipakai oleh tokoh Pandu, seorang ksatria dari cerita Mahabarata, dalam karya teater baru “The Wedding of King Salya” (Pernikahan Raja Salya). Di Indonesia pun banyak grup teater modern yang memakai topeng dalam pertun­jukannya.

Gbr. 1-49: Topeng Cupak dari Gbr. 1-50: Topeng setengah- Gbr. 1-51: Pentul dari Jawa Sukadana, Lombok yang muka “Orang tua-desa,” salah Tengah, sebagai topeng dipakai dalam pertunjukan satu jenis bondres (lucu) di punakawan, pelayan atau Cupak-Grantang. Biasanya dipertunjukkan pada bulan

Gbr. 1-52: Salah satu topeng Gbr. 1-53: Topeng setengah- Gbr. 1-54: Topeng Anoman Commedia dell Arte dari muka gaya baru dari (kera putih) Bali, yang hanya menutupi bagian bawah PENDAHULUAN 15

Gbr. 1-55: Cangkeman atau congoran, untuk peran Buta Cakil dalam wayang wong Jawa Tengah, yang dipakai di bawah

Gbr. 1-56: Tua, Gbr. 1-57: Si Jantuk dalam pertunjukan topeng Betawi. Topeng serupa topeng , dari ini tersebar di Pulau Jawa. Secara umum topeng itu disebut topeng

Ya n g m e n a r i k a d a l a h penamaan untuk jenis topeng kecil. Di Bali, yang umumnya terbuat dari kayu, memang disebut topeng (tapel). Akan tetapi, cangkeman yang dipakai untuk menari Cakil di Jawa tidak disebut topeng. Padahal, jika dilihat dari fungsinya, cangkeman tidak berbeda dengan topeng Anoman Bali, hanya saja cangkeman terbuat dari rambut yang dijalin dan dijahit, dan gigi terbuat dari bambu atau rotan. Jika yang dinamakan topeng tidak harus terbuat dari kayu, dan tidak harus menutupi seluruh muka, maka cangkeman juga Gbr. 1-58: Topeng setengah-muka untuk tokoh Pandu (dari ceritera Mahabarata) dalam teater baru karya Takuo ENDO dari Jepang: “The Wedding of 16 TOPENG

Gbr. 1-59: Topeng setengah-muka dari Bali: memungkinkan pemain memanipulasi posisi dagu, bibir dan gigi sehingga tampak berbeda-

sebenarnya adalah topeng. Oleh pemakainya cangkeman tidak disebut topeng, karena mereka memiliki kategori tersendiri. Akan tetapi, karena dalam buku ini yang dibicarakan berbagai hal yang berfungsi sebagai topeng, maka cangkeman bisa dianggap topeng. Namun demikian, jika kita menganggap cangkeman adalah topeng, muncul pertanyaan berikut: Bagaimana dengan kumis, janggut, alis, atau mata buatan yang bisa ditempelkan di muka? Apakah itu bisa disebut topeng atau itu hanya merupakan tempelan sebagai bagian dari tata rias? Pertanyaan itu mendorong kita untuk melihat tata rias secara lebih jauh, yang memang memiliki kesamaan fungsi dengan topeng. 1.1.4 Topeng dan Rias Rias umumnya diartikan sebagai “lukisan” pada muka, sehingga membuat wajah berbeda dengan aslinya. Dalam rias sehari-hari, “lukisan” digunakan untuk memperindah wajah (kosmetik), goresannya tidak ekstrim, sehingga perbedaan setelahnya tidak terlalu besar. Namun dalam seni pertunjukan, “lukisan” dapat mengubah wajah asli secara ekstrim, bukan hanya memperindah atau mempercantik wajah, melainkan juga bisa memburukkan, menuakan, membengiskan, dan sebagainya.