Jurnal Saintek Perikanan Vol. 6, No. 2, 2011, 13 - 22

ANALISA MUTU SATSUMA AGE IKAN KURISI (Nemipterus Sp) DENGAN PENGGUNAAN JENIS TEPUNG YANG BERBEDA

Quality Analysis Satsuma Age of Threadfin Bream (Nemipterus sp) Processed Using Different Kind of Flours

Pudyastuti Anggit N1), Y.S. Darmanto2), dan Fronthea Swastawati2)

1)Mahasiswa PS. THP, 2)Staf pengajar Jurusan Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Diponegoro, Semarang Jl. Hayam Wuruk 4A Semarang

Diserahkan : 24 November 2010; Diterima : 15 Desember 2010

ABSTRAK

Salah satu jenis produk diversifikasi ikan adalah satsuma age yaitu makanan tradisional Jepang yang terbuat dari ditambah tepung, sayuran, dan bumbu, kemudian dimasak dengan cara digoreng. Mutu Satsuma age dipengaruhi oleh bahan baku dan bahan pengikat yang digunakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan jenis tepung yang berbeda terhadap nilai gel strength dan nilai hedonik serta mengetahui jenis tepung terbaik untuk pembuatan satsuma age ikan kurisi. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK). Perlakuan yang diterapkan adalah penggunaan jenis tepung tepung tapioka, tepung sagu, dan tepung garut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan jenis tepung yang berbeda memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai gel strength dan memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap nilai hedonik spesifikasi tekstur. Namun, tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap nilai hedonik spesifikasi kenampakan, aroma, rasa dan warna. Hasil parameter pendukung untuk uji gigit sebesar 7,94 untuk perlakuan tepung tapioka; 7,98 untuk perlakuan tepung sagu; dan 7,40 untuk perlakuan tepung garut. Hasil uji lipat sebesar 4,30 untuk tepung tapioka ; 4,26 untuk tepung sagu ; dan 3,66 untuk tepung garut. Kadar air sebesar 40,40% untuk tepung tapioka; 41,91% untuk tepung sagu ; dan 40,89% untuk tepung garut. Kadar protein sebesar 21,53% untuk tepung tapioka ; 21,17% untuk tepung sagu ; dan 21,57% untuk tepung garut. Kadar lemak sebesar 7,97% untuk tepung tapioka; 7,49% untuk tepung sagu; dan 7,43% untuk tepung garut. Kadar abu sebesar 2,69% untuk tepung tapioka; 2,66% untuk tepung sagu; dan 2,36% untuk tepung garut. Kadar karbohidrat sebesar 27,93% untuk tepung tapioka ; 27,10% untuk tepung sagu ; dan 27,27% untuk tepung garut. Satsuma age dengan menggunakan tepung sagu merupakan satsuma age yang paling disukai berdasarkan uji hedonik dan mempunyai kriteria nilai gel strength yang tinggi.

Kata Kunci : Satsuma age, Tepung Tapioka, Tepung Sagu, Tepung Garut, Gel Strength, Hedonik

ABSTRACT

Satsuma age is one kind of diversification product, originally characterized as a traditional food from , that processed by surimi added with flour, vegetables, and spices, and then cooking by frying. The aim of this research were to evaluate the effect of different kind of flours used on gel strength and hedonic value and also to know the best kind of flour use in processing of satsuma age of threadfin bream. The experimental design that used is Randomized Block Design. Different treatments used was different kind of flour, namely tapioca flour , sagu flour, and garut flour. The result indicated that different kind of flour treatment gave very significant different (P<0.01) on gel strength and gave significant different (P<0.05) on value of hedonic with specificate on texture , but were not significant different on ( P>0.05) on appearance , odour , taste , and colour. The result support parameter to test bite of 7.94 for treatment tapioca flour; 7.98 for treatment sago flour; and 7.40 for treatment arrowroot flour. Folding test result of 4.30 for tapioca flour; 4.26 for sago flour ; and 3.66 for arrowroot flour. The moisture content of 40.40% for tapioca flour ; 41.91% for sago flour; and 40.89% for arrowroot flour.

13

Jurnal Saintek Perikanan Vol. 6, No. 2, 2011, 13 - 22

Protein content of 21.53% for tapioca flour ; 21.17% for sago flour; and 21.57% for arrowroot flour. Fat content of 7.97% for tapioca flour ; 7.49% for sago flour; and 7.43% for arrowroot flour. The ash content of 2.69% for tapioca flour; 2.66% for sago flour ; and 2.36% for arrowroot flour. Carbohidrate content of 27.93% for tapioca flour ; 27.10% for sago flour; and 27.27% for arrowroot flour. Satsuma age processed using sago flour to was most prever based on hedonic scale and has high gel strength.

Key word : Satsuma Age, Tapioca Flour, Sago Flour, Arrowroot Flour, Gel Strength, Hedonic

PENDAHULUAN merah. Gel forming ability sendiri dipengaruhi Indonesia sebagai negara maritim, oleh komponen aktomiosin yang terdapat memiliki perairan yang luas, namun konsumsi dalam myofibril. Menurut Suzuki (1981), ikan masyarakat Indonesia masih sangat protein miofibril dalam daging ikan berkisar memprihatinkan. Salah satunya disebabkan antara 66-77% dari total protein dan berperan oleh kurang bervariasinya hasil produk penting dalam koagulasi dan pembentukan gel perikanan dalam bentuk yang disukai oleh ketika daging ikan diolah. masyarakat. Salah satu hal yang dapat Bahan pengikat dalam proses dilakukan adalah dengan mengupayakan pembuatan satsuma age yakni tepung tapioka, penganekaragaman produk olahan ikan, tepung sagu, dan tepung garut. Menurut misalnya satsuma age. Satsuma age Kanoni (1990), bahan pengikat bertujuan untuk merupakan salah satu produk hasil diversifikasi menarik air dan membentuk tekstur yang padat. di bidang perikanan. Menurut Suzuki (1981), Bahan berpati ini berperan dalam pembentukan satsuma age atau kamaboko age atau juga produk olahan karena mempunyai dua fraksi dikenal cake adalah makanan yaitu amilosa dan amilopektin. Ketiga jenis tradisional Jepang yang terbuat dari surimi tepung tersebut dipilih karena tersedia dalam (salah satu bentuk produk olahan setengah jadi jumlah yang besar dengan harga yang murah. yang diproses dari lumatan daging ikan yang Ketiga jenis tepung ini mempunyai sifat fisik telah mengalami proses pencucian berulang- yang berbeda sehingga akan mempengaruhi ulang, pengepresan, dan penambahan bahan kemampuan pembentukan gel dari masing- tambahan) yang ditambah berbagai bumbu dan masing tepung. bahan lain seperti tepung. Selain itu dapat Penelitian ini bertujuan untuk ditambahkan telur, cumi-cumi, atau sayuran, mengetahui pengaruh penggunaan jenis tepung contohnya potongan wortel. Selanjutnya yang berbeda (tepung tapioka, sagu, dan garut) dibentuk bola, lempengan, atau batang dan terhadap nilai gel strength dan nilai hedonik digoreng dalam minyak pada suhu 1700-1800C (kenampakan, aroma, warna, tekstur, dan rasa) selama 5 menit. Tanikawa (1985), satsuma age ikan Kurisi (Nemipterus sp), nilai menambahkan prosedur pembuatan satsuma uji gigit, uji lipat dan uji proksimat (kadar air, age sama seperti membuat kamaboko, namun protein, lemak, abu, dan karbohidrat) satsuma kemudian digoreng dalam minyak (deep age ikan Kurisi (Nemipterus sp), dan jenis frying). tepung yang paling baik sehingga Mutu satsuma age yang diharapkan menghasilkan satsuma age yang bermutu baik konsumen yaitu memiliki tekstur yang empuk dan elastis (ashi), warna menarik (kuning keemasan), kenampakan yang bagus (utuh, rapi METODE PENELITIAN tanpa rongga), dan rasa khas ikan, serta mempunyai kekutan gel yang tinggi, Bahan yang digunakan dalam penelitian sedangkan mutu satsuma age ditentukan oleh ini adalah ikan Kurisi (Nemipterus sp), air bahan baku dan bahan pengikat yang bersih, es, tepung tapioka, tepung sagu, tepung digunakan serta proses pengolahannya. garut, garam, gula putih, bawang putih, Bahan baku yang digunakan adalah ikan bawang Bombay, wortel, lada, margarine, dan Kurisi (Nemipterus sp) merupakan hasil minyak goreng. Sedangkan bahan analisa tangkapan samping dari ikan-ikan demersal adalah tablet katalis, H2So4 pekat, H2O2, ekonomis. Ikan kurisi mempunyai kandungan Aquades, H3BO3 4%, natrium hidroksida protein yang cukup tinggi yaitu sekitar 16,85 % thiosulfat, HCL, dan Chloroform. dan kandungan lemak yang rendah yaitu Peralatan yang digunakan pada sekitar 2,2 % (Direktorat Jendral Perikanan, penelitian adalah pisau, talenan, baskom 1990). Ikan ini termasuk ikan berdaging putih plastik, Waterbath, cetakan, kompor, yang mempunyai kemampuan pembentukan thermometer, wajan, mortar, timbangan gel yang lebih baik daripada ikan berdaging analitik, penggiling daging, dan alat pres. 14

Jurnal Saintek Perikanan Vol. 6, No. 2, 2011, 13 - 22

Sedangkan peralatan yang dipakai untuk Penelitian ini bertujuan untuk pengujian adalah Texture analyzer, Score sheet mengetahui penggunaan jenis tepung yang uji gigit, uji lipat, organoleptik, hedonik, alat terbaik pada pembuatan satsuma age dengan destruksi, destilator, labu kjeldahl, alat titrasi, konsentrasi yang sama sebesar 10%. Perlakuan pipet, gelas ukur, erlenmeyer, timbangan yang diterapkan adalah tepung tapioka, tepung analitik, oven, cawan porselin, furnace, neraca sagu, dan tepung garut. Pengujian mutu analitik, soxhlet, kertas saring, tabung reaksi, satsuma age antara lain yaitu uji gel strength, dan labu lemak, penangas air. uji hedonik, uji gigit, uji lipat, dan uji proksimat.

Tabel 1. Jumlah Bahan yang Digunakan dalam Proses Pembuatan Satsuma Age (%) Jumlah Bahan Bahan TP TS TG (%) (%) (%) Surimi 73,8 73,8 73,8 Tepung tapioka 10 - - Tepung sagu - 10 - Tepung garut - - 10 Bumbu : Garam 0,7 0,7 0,7 Gula 4 4 4 Lada 1 1 1 Wortel 2 2 2 Bawang putih 2 2 2 Bawang bombay 2 2 2 Margarin 4,5 4,5 4,5 Jumlah 100 100 100 Keterangan : TP : Satsuma age perlakuan tepung tapioka TS : Satsuma age perlakuan tepung sagu TG : Satsuma age perlakuan tepung garut untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan. Hipotesis yang diuji pada penelitian ini adalah Data uji hedonik dihitung menggunakan statistik didasari oleh pendugaan bahwa penggunaan jenis non parametrik yang diperoleh dari uji Kruskal tepung yang berbeda, yaitu ; tepung tapioka, Wallis dengan SPSS 16. tepung sagu, dan tepung garut pada pembuatan satsuma age ikan Kurisi (Nemipterus sp) HASIL DAN PEMBAHASAN memberikan pengaruh terhadap mutu berdasarkan A. Hedonik nilai gel strength dan nilai hedonik. Hipotesis Tabel 2. Rata-rata Nilai Uji Hedonik Satsuma Age yang diajukan adalah : dengan Penggunaan Jenis Tepung yang H0 : Diduga tidak ada pengaruh penggunaan Berbeda jenis tepung yang berbeda pada pembuatan Perlakuan kelompok Spesifikasi satsuma age ikan Kurisi (Nemipterus sp) TT TS TG terhadap mutu berdasarkan nilai gel 7,16 ± 7,38 ± 6,78 ± Kenampakan strength dan nilai hedonik. 1,23 1,39 1,59 H1 : Diduga ada pengaruh penggunaan jenis 7,88 ± 7,89 ± 7,86 ± Aroma tepung yang berbeda pada pembuatan 0,71 0,90 0,82 satsuma age ikan Kurisi (Nemipterus sp) 7,49 ± 8,01 ± 7,14 ± Tekstur terhadap mutu berdasarkan nilai gel 0,72 1,04 1,17 strength dan nilai hedonik. 8,01 ± 8,06 ± 8,00 ± Rasa Rancangan yang digunakan dalam 0,95 0,86 0,74 penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok 7,76 ± 8,33 ± 8,12 ± Warna (RAK) faktor tunggal dengan 3 perlakuan yang 1,63 1,04 1,34 masing-masing diulang 3 kali. 7,66 ± 7,93 ± 7,59 ± Rata-rata Data uji gel strength yang diperoleh dari 0,34 0,35 0,59 percobaan dan pengujian di laboratorium Keterangan : dianalisis ragamnya (ANOVA), sedangkan uji lanjutnya digunakan uji Beda Nyata Jujur (BNJ), 15

Jurnal Saintek Perikanan Vol. 6, No. 2, 2011, 13 - 22

Nilai tersebut merupakan rata-rata dari tiga (2002), menyatakan bahwa pemanasan dapat ulangan ± standar deviasi menimbulkan aroma masakan yang khas, yang TT : Perlakuan penggunaan tepung tapioka disebut wangi thermo. Wangi thermo ini TS : Perlakuan penggunaan tepung sagu ditimbulkan oleh reaksi antara asam amino dan TG : Perlakuan penggunaan tepung garut gula. Lemak dalam daging terpisah, mengalami oksidasi dan dipecah oleh suhu tinggi. Sebagian Kenampakan dari bahan aktif yang ditimbulkan oleh Penilaian terhadap kenampakan tidak pemecahan itu bereaksi dengan amino dan peptida menunjukkan perbedaan yang nyata dengan nilai menghasilkan wangi thermo dan sebagian kesukaan antara 6,78 sampai 7,38. Kisaran nilai menyebar ke udara sambil meninggalkan aroma tersebut menunjukkan rata-rata panelis suka dan yang khas. menilai kenampakan satsuma age dengan penggunaan jenis tepung yang berbeda adalah Tekstur sama. Kesamaan tersebut antara lain adalah utuh, Hasil uji spesifikasi tekstur terhadap tiga rapi, permukaan rata, dan ketebalan kurang rata. perlakuan satsuma age didapatkan kisaran nilai Hal ini sesuai dengan pendapat Soekarto (1990), rata-rata antara 7,14 sampai 8,01. Perlakuan bahwa produk dengan bentuk rapi, bagus, dan tepung tapioka, tepung sagu, dan tepung garut utuh pasti lebih disukai oleh konsumen dibanding memiliki nilai berturut-turut 7,49; 8,01, dan 7,14 dengan produk yang kurang rapi dan tidak utuh yang menyatakan bahwa semua perlakuan disukai (Soekarto, 1990). oleh panelis karena memiliki tekstur kenyal, Kenampakan dipengaruhi oleh bentuk kompak, dan kurang padat. produk yang akan disajikan, seperti keseragaman Hasil uji Multiple Comparison pemotongan. Pemotongan yang seragam akan menunjukkan bahwa perlakuan TT tidak berbeda membuat penampakan satsuma age terlihat lebih nyata dengan perlakuan TS dan TG. Namun utuh dan rapi. Hal ini sesuai dengan pendapat perlakuan TS berbeda nyata dengan perlakuan Soekarto (1990), bahwa konsumen akan lebih TG. Hasil pengujian kesukaan spesifikasi tekstur menyukai produk dengan bentuk yang rapi, bagus, satsuma age perlakuan TS merupakan nilai dan utuh dibandingkan dengan produk yang tertinggi, yang berarti tekstur produk paling kurang rapi dan tidak utuh. disukai oleh panelis. Sedangkan perlakuan TG merupakan nilai terendah. Hal ini diduga karena Aroma pengaruh kenampakan bentuk dan potongan Pada tabel 2 dapat dilihat penilaian satsuma age. Kenampakan perlakuan TS dan TP terhadap aroma diperoleh kisaran nilai yaitu 7,86 mempunyai spesifikasi kenampakan utuh, rapi, sampai 7,89 artinya tingkat kesukaan panelis permukaan rata, dan ketebalan kurang rata, terhadap aroma berkisar pada taraf suka yaitu sedangkan perlakuan TG mempunyai spesifikasi tercium aroma ikan. Satsuma age dengan kenampakan utuh, rapi, permukaan kurang rata, penggunaan jenis tepung yang berbeda dan ketebalan kurang rata. Pada Tabel 11 telah menunjukkan perbedaan nilai rata-rata aroma ditunjukkan bahwa nilai spesifikasi kenampakan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa TG lebih kecil dibandingkan nilai TS dan TP. perlakuan penggunaan jenis tepung yang berbeda Sehingga semakin tinggi nilai yang diberikan tidak mempengaruhi aroma dan tingkat kesukaan panelis terhadap nilai spesifikasi kenampakan, aroma yang cenderung sama. maka semakin tinggi pula nilai yang diberikan Aroma satsuma age ikan diduga berasal terhadap nilai spesifikasi tekstur. dari daging ikan serta bumbu-bumbu yang Penentuan tekstur produk pangan secara ditambahkan ke dalam adonan dimana jenis dan subjektif dipengaruhi oleh kenampakan (bentuk jumlahnya sama. deMan (1997), menyatakan dan potongan produk), persepsi di langit-langit bahwa ikan mengandung gula dan asam amino mulut (ukuran partikel, kandungan udara, ukuran penting dalam ikan yang berperan dalam rasa rongga, elastisitas, viskositas, dan adhesi), manis. Senyawa-senyawa lainnya yang berperan persepsi selama mengunyah (satu atau lebih dalam bau ikan adalah senyawa belerang atsiri, karakteristik tekstur yaitu elastisitas, viskositas, hidrogen sulfida, metil merkaptan, dimetil sulfida, adhesive, kekerasan, kelengketan), dan persepsi dan gula yaitu ribose, glukosa, dan glukosa 6 sisa dari mengunyah (berminyak) (deMan, 1997). fosfat. Bumbu-bumbu yang ditambahkan dalam Rasa adonan satsuma age seperti bawang putih, Kisaran nilai kesukaan yaitu 8,00 sampai bawang bombay, dan lada memberikan aroma 8,06 yang menyatakan bahwa rata-rata panelis yang khas karena mengandung komponen volatil, menilai satsuma age dengan penggunaan dari sulfur, senyawa fenol, dan minyak atsiri. Salasa jenis tepung yang berbeda pada taraf suka dan

16

Jurnal Saintek Perikanan Vol. 6, No. 2, 2011, 13 - 22

mempunyai rasa yang sama. Tidak ada perbedaan yang nyata pada nilai rasa satsuma age. Hal ini B. Uji Gel Strength berarti tidak ada pengaruh perbedaan jenis tepung Hasil analisis gel strength satsuma age terhadap satsuma age ikan kurisi. Meskipun ikan kurisi dengan penggunaan jenis tepung yang bahan pengikat yang digunakan berbeda dalam berbeda tersaji pada Tabel 12. pembuatan satsume age ikan Kurisi. Namun karena ditutupi oleh penggunaan jenis dan jumlah Tabel 3. Nilai Gel strength (g.cm) Satsuma Age bumbu yang sama, sehingga rasanya hampir dengan Penggunaan Jenis Tepung yang sama. Berbeda Rasa satsuma age ikan dipengaruhi oleh Ulangan Perlakuan kelompok adanya garam, gula, margarin, serta bumbu- bumbu. Garam merupakan komponen bahan TT TS TG pangan yang ditambahkan dan digunakan sebagai 1 645,13 643,66 517,14 penegas cita rasa. Pemberian gula akan 2 644,50 642,75 518,23 mempengaruhi cita rasa yaitu meningkatkan rasa manis dan kelezatan. Menurut Tanikawa (1985) 3 644,67 642,33 517,50 dalam industri pengolahan pangan penambahan Jumlah 1934,30 1928,74 1552,87 bumbu berfungsi sebagai pengawet alami dan Rerata 644,77 642,91 517,62 memberikan rasa tertentu terhadap produk juga untuk menutupi bau ikan. SD ± 0,33 ± 0,68 ± 0,56 Proses penggorengan juga mempengaruhi Keterangan: rasa satsuma age. Menurut Ketaren (1986), TP:Perlakuan penggunaan tepung tapioka selama proses penggorengan berlangsung, TS: Perlakuan penggunaan tepung sagu sebagian minyak akan masuk ke bagian kerak dan TG:Perlakuan penggunaan tepung garut luar produk sehingga lapisan luar (outer zone) mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisi Nilai gel strength satsuma age berkisar oleh air. Fungsi dari lemak atau minyak yang 517,62 g.cm - 644,77 g.cm. Nilai tertinggi pada diserap oleh bahan pangan yaitu untuk perlakuan TT (644,77 g.cm) dan terendah pada mengempukkan kerak dan membasahi bahan perlakuan TG (517,62 g.cm). Dari hasil uji BNJ pangan yang digoreng sehingga dapat menambah menunjukkan bahwa perlakuan TT berbeda nyata rasa lezat dan gurih. (P<0,05) dengan perlakuan TS, sedangkan perlakuan TT dan TS berbeda sangat nyata Warna (P<0,01) dengan perlakuan TG. Warna suatu produk makanan merupakan Perlakuan TS berbeda sangat nyata faktor penarik utama sebelum konsumen (P<0,01) dengan perlakuan TG. Hal ini diduga mengenal atau menilai sifat organoleptik lainnya. tepung sagu mempunyai kandungan amilopektin Tidak ada perbedaan yang nyata pada nilai warna lebih besar (79%) dibandingkan tepung garut satsuma age. Hal ini diduga karena cara dan (74%) (Satin, 2006). Pendugaan lainnya adalah lamanya waktu penggorengan sama. Penilaian kemampuan swelling power tepung sagu lebih terhadap warna diperoleh nilai rata-rata sebesar tinggi daripada tepung garut. Menurut Collado 7,76 sampai 8,33. Perlakuan TT, TS, dan TG and Corke (1999), welling power merupakan memiliki nilai berturut-turut 7,76, 8,33, dan 8,12 kemampuan pati untuk membengkak atau yang menyatakan bahwa semua perlakuan disukai mengembang, semakin tinggi suhu gelatinisasi oleh panelis karena memiliki warna merah pati maka semakin besar swelling power. Satin kekuningan. (2006) menambahkan bahwa kemampuan Proses penggorengan satsuma age dengan swelling power yang tinggi ini disebabkan oleh 0 cara deep frying menghasilkan warna kuning agak suhu gelatinisasi tepung sagu lebih tinggi (74,5 C) 0 kecoklatan pada permukaan produk. Lama dibandingkan tepung garut (70 C). penggorengan juga berpengaruh terhadap mutu Perlakuan TT berbeda sangat nyata produk, dimana semakin lama waktu (P<0,01) dengan perlakuan TG. Hal ini diduga penggorengan semakin tua warna satsuma age karena tepung tapioka mempunyai kandungan yang dihasilkan. Selama proses penggorengan amilopektin lebih besar (83 %) dibandingkan terjadi reaksi Maillard. Menurut Winarno (2002), tepung garut (74 %) (Satin, 2006). reaksi Maillard adalah reaksi antara gugus amino Perlakuan TT berbeda nyata (P<0,05) protein dengan gugus karbonil gula pereduksi dengan perlakuan TS. Hal ini diduga karena sehingga menyebabkan warna gelap atau cokelat. tepung tapioka mempunyai kandungan amilopektin (83 %) yang lebih besar

17

Jurnal Saintek Perikanan Vol. 6, No. 2, 2011, 13 - 22

dibandingkan dengan tepung sagu (79 %) (Satin, memberikan sifat elastis pada daging ikan yang 2006). disebut ashi. Perbedaan nilai gel strength satsuma age Menurut Suzuki (1981), selama pelumatan dengan penggunaan jenis tepung yang berbeda dan penggilingan surimi akan membentuk rantai paling utama disebabkan oleh perbedaan silang gel (ikatan disulfida) yang disebut suwari. kandungan amilum atau pati yang digunakan. Pati Suwari akan terbentuk pada suhu berkisar 200 – terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan 500C, jika suhu pemanasan terus dinaikkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa sampai suhu 600C, dimana suhu tersebut protease dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin yang terdapat pada daging ikan aktif berperan dalam pembentukan produk olahan. mendegradasi aktomiosin yang menyebabkan Fraksi amilopektin lebih berperan terhadap lemahnya gel yang dihasilkan. kekuatan gel dibanding amilosa walaupun amilosa Pada saat pengukusan satsuma age ini juga berperan memperkuat gel, rantai tak menggunakan dua suhu yang berbeda yaitu 500 bercabang dari amilosa memudahkan molekul selama 25 menit lalu dinaikkan ke suhu 900C amilosa membentuk jaringan tiga dimensi atau selama 60 menit (double heating). Menurut membentuk gel (Suzuki, 1981). Winarno (2002) Tanikawa (1985), apabila suhu dinaikkan sampai menambahkan bahwa molekul amilopektin suhu 700-900C gel yang sebenarnya akan bertanggung jawab atas elastisitas gel produk. terbentuk. Hal ini terjadi karena serat-serat protein Amilopektin mempunyai struktur bercabang myofibril membentuk struktur jala yang kuat yang dengan ikatan α (1.6) D-glukosa disamping rantai disebut ashi. utama yang banyak berikatan dengan ikatan α Menurut Prayogo (2010), jika dispersi pati (1.4) D-glukosa. Semakin besar kandungan dipanaskan sampai 50oC, akan lebih banyak air amilopektin atau semakin kecil kandungan yang diabsorbsi di permukaan granula dan ikatan amilosa bahan yang digunakan, semakin lekat hidrogen antar polimer-polimer pati di dalam produk olahannya (Winarno, 2002). granula mulai hilang. Kondisi ini memungkinkan Balai Pengujian dan Pengawasan Mutu air berpenetrasi ke dalam granula dan diabsorbsi Hasil Perikanan (2001), menyatakan bahwa oleh granula. Beberapa amilosa mulai lepas dan produk fish cake dengan kekuatan gel 601-800 berada di permukaan granula sehingga struktur gr.cm termasuk tinggi, nilai kekuatan gel 401-600 granula menjadi lebih terbuka. Granula pati yang gr.cm termasuk gel sedang dan nilai kekuatan gel dipanaskan sampai 90oC akan mencapai < 400 gr.cm termasuk gel rendah. Berdasarkan gelatinisasi optimum dan granula membengkak hasil penelitian yang dilakukan maka dapat maksimal. disimpulkan bahwa satsuma age ikan Kurisi dengan jenis tepung (TS dan TT) tergolong C. Uji Gigit kriteria gel baik. Termasuk kriteria gel baik Rata-rata nilai uji gigit yang diperoleh tiap karena mempunyai nilai kisaran antara 642,91 - perlakuan yaitu TT sebesar 7,94 ± 0,02, TS 644,77 g.cm. Untuk perlakuan jenis tepung (TG) sebesar 7,98 ± 0,07, TG sebesar 7,40 ± 0,06, tergolong kriteria gel sedang karena mempunyai sehingga rata-rata nilai uji gigit berkisar 7,40 - nilai rata-rata sebesar 517,62 g.cm. 7,94. Jadi kisaran nilai uji gigit tersebut Pembentukan gel terjadi sejak awal proses mempunyai kondisi yang cukup kuat. Kisaran pengolahan satsuma age yaitu sejak proses nilai yang diperoleh dari uji gigit menunjukkan leaching. Proses leaching menggunakan air bahwa produk satsuma age yang dihasilkan dapat dingin dengan suhu 50C dan penambahan garam diterima karena nilai uji gigit > 6. Menurut Balai sebanyak 0,3% dari volume air, dengan tujuan Pengujian dan Pengawasan Mutu Hasil Perikanan untuk menghilangkan molekul protein terlarut (2001), bahwa produk komersial yang masih yang akan meningkatkan kadar aktomiosin. Tahap dapat diterima mempunyai nilai uji gigit 5-6. selanjutnya pembentukan gel terjadi pada Menurut Tanikawa (1985), bahwa jika pencampuran adonan dengan bahan tambahan tepung ditambahkan maka fish cake yang garam dengan tujuan untuk menambahkan efek dihasilkan akan mempunyai ashi atau kekenyalan elastisitas karena menurut Balai Pengujian dan terlalu kuat, maka perlu ditambahkan air. Pengawasan Mutu Hasil Perikanan (2001), garam Selanjutnya dikatakan pula bahwa jika air tidak mempunyai sifat menarik aktin dan miosin serta ditambahkan maka maksimum penambahan air dalam sel daging yang disebut sol yang tepung adalah sebesar 10%. Oleh karena itu mempunyai sifat lengket (adhesif). Apabila massa penggunaan tepung tapioka, tepung sagu, dan sol dipanaskan maka akan membentuk gel yang tepung garut pada penelitian ini adalah sebesar elastis. Apabila pekatan sol dipanaskan, maka 10 %. akan terbentuk gel dengan konstruksi jala dan

18

Jurnal Saintek Perikanan Vol. 6, No. 2, 2011, 13 - 22

D. Uji Lipat Rata-rata kadar air yang diperoleh berkisar Rata-rata nilai uji lipat yang diperoleh tiap 40,40 % - 41,91 %. Dimana kisaran nilai tidak perlakuan yaitu TT sebesar 4,30 ± 0,03, TS terlalu jauh. Nilai kadar air tertinggi adalah TS sebesar 4,26 ± 0,02, TG sebesar 3,66 ± 0,19, maka (41,91%) dan terendah pada perlakuan TT (40,89 kondisi produk adalah tidak retak bila dilipat satu %). Hal ini diduga karena kandungan air pada kali. Menurut Balai Pengujian dan Pengawasan tepung sagu lebih tinggi (13,7 %) dibandingkan Mutu Hasil Perikanan (2001), uji lipat dengan tepung tapioka (12 %) dan tepung garut (13%). nilai 5 (AA) tergolong gel tinggi, nilai 4 (A) Kadar air satsuma age pada ketiga tergolong gel sedang dan nilai 3 -1 (B – D) perlakuan diduga pada proses pengolahan yaitu tergolong gel rendah. Berdasarkan hasil penelitian ketika perlakuan pengukusan dan penggorengan. maka dapat disimpulkan bahwa satsuma age dari Menurut Winarno (2002), perlakuan pengukusan semua perlakuan tergolong gel sedang (A) karena dan penggorengan mengakibatkan mekanisme nilai rata-rata uji lipat dari berbagai perlakuan interaksi pati dan protein dalam pembentukan berkisar antara 3,66 – 4,30. matriks satsuma age, sehingga air tidak lagi diikat Hampir semua perlakuan memberikan secara maksimal, karena ikatan hidrogen yang hasil yang sama. Hal ini diduga karena kandungan seharusnya mengikat air dipakai untuk interaksi amilopektin yang tidak berbeda jauh pada masing- pati dengan protein daging. masing bahan pengikat, yaitu tepung tapioka (83 Menurut Desrosier (1988), kadar air dalam %), sagu (79 %), dan garut (74 %). Tepung bahan pangan dipengaruhi oleh bahan baku dan tapioka mempunyai kandungan amilopektin proses pengolahan. Proses pengukusan dengan paling tinggi sehingga terlihat perlakuan yang uap panas cenderung meningkatkan kadar air menggunakan tapioka rataannya lebih tinggi, bahan pangan. Sedangkan proses penggorengan semakin besar kandungan amilopektin, semakin dengan adanya panas menyebabkan air pada kecil kandungan amilosa, semakin lekat produk satsuma age menguap dan kehilangan air, karena olahannya (Winarno, 2002). Santoso, dkk., pada saat bahan ditempatkan dalam minyak panas, (1997), menyatakan bahwa hasil uji lipat suhu permukaan bahan meningkat cepat dan air berkaitan langsung dengan tekstur terutama gel. dalam bahan pangan hilang sebagai uap sehingga Semakin baik uji lipat maka mutu dari produk gel menyebabkan permukaan pangan mengering. yang dihasilkan juga akan semakin baik. Uji Kadar Protein E. Uji Kadar Proksimat Rata-rata kadar protein yang diperoleh Tabel 4. Data nilai proksimat (%) Satsuma Age berkisar 21,17 % - 21,57 %. Nilai kadar protein dengan Penggunaan Jenis Tepung yang tertinggi adalah TG (21,57%) dan terendah pada Berbeda perlakuan TS (21,17 %). Kandungan masing- Proksimat Perlakuan masing protein hampir sama, diduga karena TP TS TG kandungan protein tiap tepung tidak jauh berbeda Air 40,40 ± 41,91 ± 40,89 dimana tepung tapioka, tepung sagu, dan tepung 0,22 0,41 ± garut adalah sebesar 0,5 %, 0,77 %, dan 0,7 %. 0,75 Pendugaan lainnya adalah jumlah daging Protein 21,53 ± 21,17 ± 21,57 ikan yang ditambahkan adalah sama. Menurut 0,32 0,19 ± Suzuki (1981), protein daging otot terdiri dari 0,13 sarkoplasma, stroma, dan myofibril. Protein Lemak 7,97 ± 0,24 7,49 ± 7,43 sarkoplasma dapat menghambat pembentukan gel. 0,33 ± Oleh karena itu protein sarkoplasma perlu 0,23 dihilangkan. Protein sarkoplasma mengandung Abu 2,69 ± 0,17 2,66 ± 2,36 bermacam-macam jenis protein yang larut dalam 0,13 ± air. Bagian protein yang berperan dalam 0,24 pembentukan gel adalah myofibril. Protein Karbohidra 27,93 ± 27,10 ± 27,27 myofibril ini tidak larut dalam air, tetapi dapat t 0,24 0,23 ± larut dalam larutan garam kuat. Dengan adanya 0,36 sifat tersebut, protein myofibril tidak larut pada Keterangan: saat pencucian. TT:Perlakuan penggunaan tepung tapioka Protein myofibril mempunyai komponen TS : Perlakuan penggunaan tepung sagu aktomiosin yang dapat mempengaruhi gel forming TG : Perlakuan penggunaan tepung garut ability pada pada produk, sebab kemampuan pembentukan gel akan mempengaruhi elastisitas Uji Kadar Air tekstur. Menurut Balai Pengujian dan Pengawasan Hasil Perikanan (2001) untuk mendapatkan

19

Jurnal Saintek Perikanan Vol. 6, No. 2, 2011, 13 - 22

kualitas satsuma age yang baik, harus Uji Kadar Karbohidrat menggunakan ikan yang masih segar, karena Kadar Karbohidrat pada penelitian ini elastisitas yang terbaik hanya didapatkan dari ikan berkisar 27,10 % -27,93 %. Nilai tertinggi pada yang segar. perlakuan TT (27,93 %) dan terendah pada TS (27,10 %). Apabila dihubungkan dengan kadar Uji Kadar Lemak karbohidrat tepung yang digunakan, tapioka (86,9 Rata-rata kadar lemak yang diperoleh %), garut (85,2 %), dan sagu (85 %). Hal ini berkisar 7,43 % - 7,97 %. Nilai kadar lemak terlihat bahwa makin tinggi kadar karbohidrat tertinggi adalah TT (7,97%) dan terendah pada pada tepung maka makin tinggi pula kadar perlakuan TS (7,43 %). Kandungan masing- karbohidrat pada perlakuan satsuma age. masing lemak hampir sama, hal ini diduga karena Karbohidrat mengandung pati atau amilum, pada kandungan lemak tiap tepung tidak jauh berbeda pati mengandung amilosa dan amilopektin yang dimana tepung tapioka, tepung sagu, dan tepung berfungsi sebagai bahan pengikat, sehingga akan garut adalah sebesar 0,3 %, 0,3 %, dan 0,2 %. membentuk tekstur yang padat. Semakin tinggi Pendugaan lainnya adalah dari setiap nilai amilopektinnya maka semakin baik tekstur perlakuan melalui proses pengepresan akan yang dihasilkan. Menurut Satin (2006) kandungan mengeluarkan lemak yang tersisa dalam daging amilopektin tapioka sebesar 83 %, sagu sebesar ikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno 79 %, dan garut sebesar 74 %. (2002) yang menyatakan bahwa lemak ikan Penggunaan bahan baku ikan kurisi tidak berbentuk minyak yang dapat dikeluarkan dengan menyuplai karbohidrat dalam satsuma age. cara pengepresan atau penggunaan pelarut, karena Menurut Hadiwiyoto (1993), sumbangan dengan adanya lemak dapat menghalangi karbohidrat dari daging ikan sebagai zat gizi boleh pembentukan gel sehingga perlu dikeluarkan. dikatakan tak berarti karena jumlah karbohidrat Namun saat proses pengolahan satsuma age dalam daging ikan sangat sedikit yaitu (0% - dengan perlakuan penggorengan dapat 1,0%). meningkatkan kadar lemak yang disebabkan pada saat produk digoreng, minyak masuk ke dalam KESIMPULAN DAN SARAN produk dan lapisan luar produk serta mengisi ruang kosong yang pada mulanya diisi oleh air Kesimpulan serta vitamin. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian tentang analisa mutu satsuma age ikan Uji Kadar Abu Kurisi (Nemipterus sp) dengan penggunaan jenis Rata-rata kadar abu yang diperoleh tepung yang berbeda adalah sebagai berikut: berkisar 2,36 % - 2,69 %. Nilai kadar abu 1. Perlakuan pemberian tepung yang berbeda tertinggi adalah TT (2,69 %) dan terendah pada terhadap satsua age menunjukkan adanya perlakuan TG (2,36 %). Kadar abu satsuma age perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) pada ketiga perlakuan hampir sama, hal ini diduga terhadap nilai gel strength. Perbedaan sangat karena kandungan abu tiap tepung tidak jauh nyata terjadi pada perlakuan tepung tapioka berbeda dimana tepung tapioka, tepung sagu, dan dengan tepung garut dan perlakuan tepung tepung garut adalah sebesar 0,19 %, 0,40 %, dan sagu dengan tepung garut. Sedangkan pada 0,17 %. perlakuan tepung tapioka dengan tepung sagu Pendugaan lainnya berasal dari bahan baku terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05). dan bahan tambahan yang digunakan. Kandungan 2. Perlakuan satsuma age ikan kurisi dengan bahan organik dan air sebagian besar makanan perlakuan penggunaan jenis tepung yang hampir mencapai 96% dan sisanya terdiri dari berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga dikenal nyata (P<0,05) terhadap nilai hedonik sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam spesifikasi tekstur. Perbedaan yang nyata proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar terjadi pada perlakuan tepung sagu dengan tetapi zat-zat organiknya tidak, maka disebut abu tepung garut. Sedangkan pada perlakuan (Winarno, 2002). Menurut Hadiwiyoto (1993), tepung tapioka dengan tepung sagu, tepung mineral pada daging ikan dapat berupa garam- tapioka dengan tepung garut tidak terdapat garam fosfat, kalsium, natrium, magnesium, perbedaan yang nyata (P>0,05). Pada nilai sulfur, dan klorin. Pada sarkoplasma banyak spesifikasi kenampakan, warna, rasa, dan terdapat kalium, kalsium, magnesium, dan klorin aroma tidak memberikan pengaruh yang nyata dimana kalium dan kalsium seringkali merupakan (P>0,05). bagian dari protein komplek. Kadar abu satsuma 3. Satsuma age menggunakan tepung tapioka age diduga berasal dari kadar abu ikan, NaCl, dan mempunyai nilai uji gigit sebesar 7,94, uji tepung. lipat sebesar 4,30, kadar air sebesar 40,40,

20

Jurnal Saintek Perikanan Vol. 6, No. 2, 2011, 13 - 22

kadar protein sebesar 21,53, kadar lemak Salasa, F.F.A. 2002. Teknologi Pengolahan Ikan sebesar 7,97, kadar abu sebesar 2,69, dan dan Rumput Laut. Departemen Kelautan kadar karbohidrat sebesar 27,93. dan Perikanan, Jakarta, 70 hlm. 4. Satsuma age menggunakan tepung sagu Santoso J, Trilaksani W, Nurjanah, Nurhayati T. mempunyai nilai uji gigit sebesar 7,98, uji 1997. Perbaikan mutu gel ikan mas lipat sebesar 4,26, kadar air sebesar 41,91, (Cyprinus carpio) melalui modifikasi kadar protein sebesar 21,17, kadar lemak proses. Buletin Teknologi Hasil sebesar 7,49, kadar abu sebesar 2,66, dan Perikanan,12 (4). Jurusan Teknologi Hasil kadar karbohidrat sebesar 27,10. Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut 5. Satsuma age menggunakan tepung garut Pertanian Bogor. mempunyai nilai uji gigit sebesar 7,40, uji lipat sebesar 3,66, kadar air sebesar 40,89, Satin, M. 2006. Functional Properties of Straches. kadar protein sebesar 21,57, kadar lemak FAO Agricultural and Food Engineering sebesar 7,43, kadar abu sebesar 2,36, dan Technologies Service. kadar karbohidrat sebesar 27,27. Soekarto, S.T. 1990. Penilaian Organoleptik untuk 6. Satsuma age dengan menggunakan tepung Industri Pangan dan Hasil Pertanian. sagu merupakan satsuma age yang paling Bharata Karya Aksara, Jakarta.

disukai berdasarkan uji hedonik dan termasuk kriteria pada nilai gel strength yang tinggi. Suzuki, T. 1981. Fish and Protein. Science Publishing, Ltd. London. DAFTAR PUSTAKA Tanikawa, E. 1985. Marine Productc In Japan. Balai Pembinaan dan Pengawasan Mutu Hasil Koseisha-Koseikaku Company, Perikanan. 2001. Petunjuk Mince Fish Tokyo. dan Surimi Non Ekonomis. Direktorat Jendral Perikanan, Jakarta, 20 hlm.m Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 253 Collado LS and Corke H. 1999. Heat Moisture hlm.m Treatment Effects on Sweetpotato Starches Differing in Amylose Content. Food Chem. 65:339-346m. deMan, J.M. 1997. Kimia Makanan. Institut Teknologi Bandung, Bandung, 549 hlm. (diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata).m

Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI-Press, Jakarta, 200 hlm. (diterjemahkan oleh Muchji Mulyohardjo).m

Hadiwiyoto, S. 1993. Teknologi Pengolahan Hasil Perikanan. Liberty, Yogyakarta, 275 hlm.m

Kanoni, S. 1990. Kimia dan Teknologi Pengolahan Ikan. UGM, Yogyakarta, 210 hlm.m

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta, Universitas Indonesia Press.m

Prayogo, Y. 2010. Perubahan Granula Pati Selama Gelatinisasi. http//www.food.oregonstate.edu.co.id (5 Mei 2010).

21

Jurnal Saintek Perikanan Vol. 6, No. 2, 2011, 13 - 22

Persiapan bahan baku Pembuatan fillet dan pengerokan daging

Daging ikan dicincang

Pencucian Cincangan daging dicuci mengunakan air dingin (50C) dengan volume air 5 kali volume daging. Pencucian diulang 3 kali dan ditambah garam 0,3% dari volume air pada akhir pencucian

Pengepresan

Raw surimi

Penggilingan (ditambah garam 2,5 %)

Pembuatan adonan

Perlakuan I Perlakuan II Perlakuan III Tepung tapioka 10 % Tepung sagu 10 % Tepung garut 10 %

Pencampuran bahan gula, garam, potongan wortel, lada bubuk, dan tumisan bawang putih serta bawang bombay

Pencetakan (12 x 8 x 4 cm3)

Pengukusan 500C selama 25 menit dan 90 0C selama 60 menit dalam waterbath

Didinginkan pada suhu kamar

3 Dipotong persegi empat dengan ukuran 8 x 4 x 1 cm

Penggorengan dalam minyak (deep frying) 1700C-1800C selama 5 menit

Satsuma age

Lampiran 1. Proses Pembuatan Satsuma age Ikan Kurisi (Nemipterus sp) selama Penelitian ( Modifikasi dari Trilaksani, dkk., (2004)

22