PETA D.K.I.

212 Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta

A. UMUM 1. Dasar Hukum Provinsi DKI Jakarta berdiri berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1961 tanggal 10 Februari 1961 2. Lambang Provinsi Lambang Daerah Khusus lbukota Jakarta Raya adalah sebagai berikut : Lukisan Perisai segi lima yang didalamnya melukiskan gerbang terbuka. Didalam gerbang terbuka itu terdapat "Tugu Nasional" yang dilingkari oleh untaian (krans) padi dan kapas. Sebuah tali melingkar pangkal tangkai-tangkai padi dan kapas. Pada bagian atas pintu gerbang tertulis sloka “Jaya Raya”, sedang di bagian bawah perisai terdapat lukisan ombak-ombak laut. Pinggiran Perisai digaris tebal dengan warna emas. Gerbang terbuka bagian atas berwarna putih, sedang huruf-huruf sloka “Jaya Raya” yang tertulis diatasnya berwarna merah. “Tugu Nasional” berwarna putih. Untaian (krans) padi berwarna kuning dan untaian (krans) kapas berwarna hijau serta putih. Ombak-ombak laut berwarna dan dinyatakan dengan garis-garis putih, kesemuanya ini dilukiskan atas dasar ysng berwarna biru. Lambang Daerah Khusus lbukota Jakarta Raya melukiskan pengertian-pengertian sebagai berikut : o Jakarta sebagai kota revolusi dan kota proklamasi kemerdekaan : o Jakarta sebagai lbu-Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. o Pengertian kota dilambangkan dengan gerbang (terbuka). Kekhususan kota Jakarta sebagai kota revolusi dan kota proklamasi dilambangkan dengan'Tugu Nasional" yang melambangkan kemegahan dan daya juang dan cipta Bangsa dan rakyat Indonesia yang tak kunjung padam. “Tugu Nasional” ini dilingkari oleh untaian padi dan kapas, dimana pada permulaan tangkai- tangkainya melingkar sebuah tali berwarna emas, yakni lambang cita-cita daripada perjuangan Bangsa Indonesia yang bertujuan suatu masyarakat adil dan makmur dalam persatuan yang kokoh erat. Dibagian bawah terlukis ombak-ombak laut yang melambangkan suatu ciri khusus dari Kota dan negeri kepulauan Indonesia. Keseluruhan ini dilukiskan atas dasar wama biru, wama angkasa luar yang membayangkan cinta kebebasan dan cinta darnai bangsa Indonesia. Dan keseluruhan ini pula berada dalam gerbang, dan pada pintu gerbang itu terteralah dengan kemegahan yang sederhana sloka "Jaya Raya' satu sloka yang menggelorakan semangat segala kegiatan-kegiatan Jakarta Raya sebagai lbu-kota dan kota perjoangan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan keseluruhan ini pula berada dalam kesatuan yang seimbang pada bentuk perisai segi-lima yang bergaris tebal emas, sebagai pernyataan permuliaan terhadap dasar falsafah negara “Pancasila”

Tentang arti bentuk lukisan serta wama masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut: Bentuk : pintu gerbang - Lambang kota, lambang kekhususan Jakarta sebagai pintu keluar masuk kegiatan-kegiatan nasional dan hubungan intemasional. Tugu Nasional - Lambang kemegahan, daya-juang dan cipta. padi/kapas - Lambang kemakmuran. tali emas - Lambang pemersatuan dan kesatuan. 213 Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta

ombak laut - Lambang kota, negeri kepulauan. sloka “Jaya Raya” - Slogan perjuangan Jakarta Bentuk perisai segi lima - Pancasila

Warna mas pada pinggir perisai - Kemuliaan Pancasila. merah sloka - Kepahlawanan putih pintu gerbang - Kesucian putih tugu nasional - Kemegahan kreasi mulya kuning padi/hijau putih kapas - Kemakmuran dan keadilan biru - Angkasa bebas dan luas ombak putih - Alam laut yang kasih. Sumber : Perda No. 6 Tahun 1963

3. Pemerintahan Pemerintahan provinsi DKI Jakarta terdiri dari 6 Pemerintahan Kota yaitu sebagai berikut : 1. Pemerintahan Kota Jakarta Jakarta Timur 2. Pemerintahan Kota Jakarta Barat 3. Pemerintahan Kota Jakarta Selatan 4. Pemerintahan Kota Jakarta Utara 5. Pemerintahan Kota Jakarta Pusat 6. Kabupaten Kepulauan Seribu

4. Letak Geografis dan Batas Wilayah Jakarta terletak diantara 5o19’12” – 6o23’54” Lintang Selatan dan 106o22’42” – 106o58’18” Bujur Timur, dengan batas wilayah sebagai berikut : a. Timur : Jawa Barat b. Barat : Banten c. Utara : Laut Jawa d. Selatan : Jawa Barat

5. Komposisi Penganut Agama a. Islam : 83% b. Kristen Protestan : 6,2% c. Katolik : 5,7% d. Budha : 3,5% e. Hindu : 1.2% f. Kong hu cu : 0,4%

6. Bahasa dan suku bangsa Bahasa khas adalah bahasa betawi yang dipakai oleh suku betawi dalam komunikasi mereka sehari-hari. Sedangkan secara umum masyarakat Jakarta yang majemuk menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa komunikasi sehari-hari.

214 Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta

7. Budaya : a. Lagu Daerah : Jali-jali, kicir-kicir, Surilang, Ondel-ondel b. Tarian Tradisional : Tari Topeng, Tari Ondel-ondel, Tari sembah c. Senjata Tradisional : Golok d. Rumah Tradisional : Rumah Kebaya e. Seni Musik Tradisional : Gambang Kromong, Keroncong Tugu, Tanjidor f. Makanan khas daerah : kerak telor, Gado-gado, nasi uduk

8. Bandara dan Pelabuhan Laut : a. Bandara : Soekarno Hatta International Airport b. Pelabuhan Laut :

9. Perguruan Tinggi : Universitas Indonesia, Universitas Negeri Jakarta, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

10. Industri : pupuk TSP, Tekstil, Pemintalan Benang, Garment, Farmasi, Kayu Lapis, Perakitan Mobil, Percetakan, Logam, Industri Grosir dan retail.

B. OBYEK WISATA

1. Wisata Sejarah a. Museum Seni Rupa dan Keramik Museum Seni Rupa dan Keramik merupakan sebuah museum yang menyimpan koleksi-koleksi seni rupa, patung, dan keramik dari daerah-daerah di Indonesia. Meseum ini bertempat di sebuah bangunan tua peninggalan zaman Belanda yang dibangun antara tahun 1866—1870 M di Kota Batavia (Jakarta). Pada awalnya, bangunan tua tersebut difungsikan oleh Pemerintah Belanda sebagai kantor peradilan atau kehakiman yang bernama Ordinaris Raad van Justitie Binnen Het Casteel Batavia (Dewan Kehakiman Benteng Batavia). Sebelum resmi menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik, gedung antik bertiang tinggi bulat bergaya Romawi ini dalam sejarahnya pernah dipakai sebagai kantor beberapa instansi. Pada masa penjajahan Jepang, misalnya, gedung tua ini 215 Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta

digunakan oleh Pemerintah Dai Nippon sebagai asrama/barak militer dan gudang perbekalan tentara. Setelah Indonesia merdeka, pada tahun 1967, gedung ini beralih fungsi menjadi Kantor Walikota Jakarta Barat dan kemudian berganti menjadi Kantor Dinas Museum dan Sejarah Propinsi DKI Jakarta sejak tahun 1974 hingga 1975. Namun, pada tanggal 20 Agustus 1976, gedung ini ditetapkan oleh Presiden Soeharto sebagai Gedung Balai Seni Rupa Jakarta dan kemudian secara resmi berganti nama menjadi Museum Seni Rupa dan Keramik pada tahun 1990. Saat ini, Museum Seni Rupa dan Keramik ditetapkan oleh pemerintah Indonesia sebagai salah satu cagar budaya yang harus dilindungi. Museum Seni Rupa dan Keramik memiliki sekitar 400 koleksi karya seni rupa di antaranya patung, totem dari kayu, sketsa, dan batik lukis. Wisatawan yang berkunjung ke museum ini dapat melihat koleksi andalan yang sangat penting bagi sejarah seni rupa Indonesia, antara lain lukisan berjudul “Bupati Cianjur”, karya Raden Saleh, lukisan "Ibu Menyusui" karya Dullah, lukisan "Laskar Tritura" Karya S. Sudjojono, lukisan berjudul “Pengantin Cianjur” karya Hendra Gunawan, dan lukisan "Potret Diri" karya Affandi. Jenis karya seni rupa lain yang dapat disaksikan oleh wisatawan di museum ini adalah totem dari kayu yang berkesan magis karya Tjokot, dan patung berciri khas ukiran Bali, serta totem dari kayu karya seniman modern, seperti G. Sidharta dan Oesman Effendi. Selain itu, pengunjung juga dapat menyaksikan lukisan-lukisan karya seniman-seniman lulusan perguruan tinggi, seperti Achmad Sadali, Srihadi S, Fajkar Sidik, Popo Iskandar Kusnadi, Rusli, Nashar, Zaini, Amang Rahman, Amri Yahya, AS Budiman, Barli, Sudjana Kerton, Suprapto, Irsan, Mulyadi W, Abas Alibasyah, dan banyak seniman lain dari berbagai daerah di Indonesia. Selain memamerkan lukisan dan patung, Museum Seni Rupa dan Keramik juga mempunyai koleksi keramik yang beragam. Koleksi keramik yang dipamerkan di museum ini terdiri dari keramik lokal dan asing. Keramik lokal yang bisa disaksikan oleh pengunjung, antara lain berasal dari Aceh, Medan, Palembang, Lampung, Jakarta, Bandung, Purwakarta, Yogyakarta, Malang, Lombok, dan Bali. Sedangkan koleksi keramik asing di museum ini mempunyai bentuk, ciri, fungsi, karakteristik, dan gaya yang berasal dari berbagai negara, seperti Vietnam, Thailand, Belanda, Jerman, Timur Tengah, dan Cina. Khusus untuk keramik yang berasal dari Cina, koleksinya kebanyakan merupakan warisan sejarah dari masa Dinasti Ming atau Ching. Wisatawan yang berkunjung ke Museum Seni Rupa dan Keramik juga dapat mengunjungi museum-museum lain yang juga berada di Jakarta Barat, di antaranya Museum Sejarah Jakarta dan Museum Wayang. Museum Seni Rupa dan Keramik berlokasi di Jalan Pos Kota No. 2, Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Museum ini mudah dijangkau oleh wisatawan, karena banyak kendaraan umum, seperti bus Transjakarta atau Mikrolet, yang sering melintas di sekitarnya. Pengunjung dapat menggunakan bus Transjakarta jurusan Blok M menuju Kota, atau menggunakan Mikrolet M-12 jurusan menuju Kota, atau juga dapat menggunakan Mikrolet M-08 jurusan menuju Kota. Selain menggunakan Mikrolet dan Bus Transjakarta,

216 Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta

pengunjung juga dapat menggunakan bus Patas AC dalam kota No. 79 jurusan Kampung Rambutan menuju Kota. Tarif masuk untuk wisatawan yang berkunjung ke museum ini berbeda-beda berdasarkan rombongan (minimal 20 orang) atau perorangan. Untuk pengunjung rombongan dewasa dikenai biaya masuk sebesar Rp 1.500, rombongan mahasiswa sebesar Rp 750, sedangkan rombongan anak-anak (pelajar) hanya dikenai biaya sebesar Rp 500. Berbeda dengan tarif masuk rombongan, pengunjung perorangan dewasa dikenai tarif masuk sebesar Rp 2.000, pengunjung perorangan mahasiswa sebesar Rp 1.000, sedangkan untuk anak-anak (pelajar) hanya dikenai sebesar Rp 600. Museum Seni Rupa dan Keramik dibuka untuk umum pada hari Selasa hingga Minggu, sedangkan hari Senin dan hari besar tutup. Pada hari Selasa hingga Kamis, museum ini buka pada pukul 09.00—15.00 WIB. Pada hari Jumat dan Minggu, museum ini buka dari pukul 09.00 hingga 14.00 WIB, sedangkan untuk hari Sabtu dari pukul 09.00 hingga pukul 12.30 WIB.

b. Masjid Istiqlal Masjid Istiqlal merupakan masjid megah yang berdiri kokoh di pusat Ibukota Republik Indonesia, Jakarta. Masjid megah ini didirikan pada tanggal 24 Agustus 1961 dan diresmikan penggunaannya pada tanggal 22 Februari 1978. Pada tahun 1970-an, masjid ini merupakan masjid termegah di kawasan Asia Tenggara. Kemegahan masjid ini merupakan simbol rasa syukur atas karunia Tuhan berupa kemerdekaan bangsa Indonesia. Nama istiqlal berasal dari bahasa Arab yang mempunyai arti sepadan dengan kata “kemerdekaan”. Ide pembangunan masjid ini awalnya muncul pada tahun 1949, yakni setelah penyerahan kedaulatan negara oleh Pemerintah Kolonial Belanda kepada rakyat Indonesia. Ide ini lahir dari para ulama dan tokoh ternama pada saat itu, di antaranya K.H. Wahid Hasyim (Menteri Agama RI pertama), H. Agus Salim, Anwar Cokroaminoto, Ir. Sofyan, dan K.H. Taufiqurrahman. Ide pembanguan masjid ini disambut hangat oleh presiden RI saat itu, Ir. Soekarno. Bahkan pada waktu itu Ir. Soekarno berusaha keras membantu realisasi pembangunan masjid. Setelah mendapat persetujuan, pada tahun 1953, dibentuklah panitia pembangunan masjid yang diketuai oleh Anwar Cokroaminoto, yang selanjutnya 217 Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta

ditunjuk sebagai Ketua Yayasan Masjid Istiqlal. Kepanitiaan ini bertugas untuk merealisasikan pembangunan masjid secara keseluruhan. Melalui kepanitiaan ini, pada tahun 1954, Ir. Soekarno diangkat sebagai Kepala Bagian Teknik Pembangunan Masjid Istiqlal dan juga ditetapkan sebagai juri sayembara maket pembangunannya. Pada tahun 1955, panitia ini mengadakan sayembara membuat sketsa dan maket pembangunan Masjid Istiqlal. Konon, sayembara ini diikuti oleh 30 peserta. Di antara 30 peserta tersebut terdapat 27 orang yang menyerahkan sketsa dan maketnya. Namun, dari 27 peserta hanya 22 peserta yang memenuhi persyaratan lomba. Setelah menilai dan mengevaluasi, akhirnya dewan juri menetapkan lima peserta sebagai nominator. Lima peserta tersebut adalah F. Silaban dengan tema “ketuhanan”, R. Oetoyo dengan tema “istigfar”, Hans Groenewegen dengan tema “salam”, lima mahasiswa ITB dengan tema “ilham”, dan tiga mahasiswa ITB dengan tema “khatulistiwa”. Setelah melalui proses panjang, dewan juri kemudian menetapkan F. Silaban sebagai pemenang. F. Silaban adalah seorang keturunan Batak yang beragama Nasrani. Proyek pembangunan masjid ini ternyata tidak berjalan secara mulus dan mudah. Sejak direncanakan pada tahun 1950-an hingga 1960-an masjid ini belum selesai didirikan. Tersendatnya pembangunan ini dikarenakan situasi politik pada saat itu yang memang kurang mendukung dan menguntungkan. Pada tahun-tahun itu, demokrasi parlementer diterapkan. Partai-partai politik saling bertikai dan memperebutkan kepentingannya masing-masing. Kondisi ini memuncak pada 1965— 1966 saat meletus peristiwa G30 S/PKI. Praktis pada saat itu pembangunan masjid terhenti sama sekali. Setelah situasi politik mereda, Menteri Agama pada saat itu, K.H. M. Dahlan, memelopori pembangunan kembali masjid ini. Kepengurusan Ir. Soekarno kemudian diganti oleh K.H. Idham Chalid yang bertindak sebagai Koordinator Panitia Nasional Pembangunan Masjid Istiqlal yang baru. Di bawah kepengurusan baru, proses pembangunan masjid ini akhirnya selesai pada tanggal 31 Agustus 1967 dan diresmikan pada tanggal 22 Februari 1978 oleh Presiden Soeharto. Masjid Istiqlal memang terkenal dengan kemegahan bangunannya. Luas bangunannya sekitar 2,5 hektar dan menempati area tanah seluas 9,5 hektar dengan tinggi sekitar 55,8 meter. Karena bangunan yang begitu besar dan luas, masjid ini dapat menampung sekitar 200.000 jamaah. Selain terkenal dengan kemegahannya, masjid ini juga mempunyai arsitektur yang khas. Corak bangunannya bergaya arsitektur Islam modern. Wisatawan yang berkunjung ke masjid ini dapat melihat konstruksi kokoh bangunan masjid yang didominasi oleh batuan marmer dan besi anti karat, mulai dari lantai, dinding, hingga kubahnya. Kubah masjid ini sendiri mempunyai diameter 45 meter yang terbuat dari kerangka baja stainless steel dari Jerman Barat dengan berat 86 ton. Bagian luar kubah dilapisi dengan keramik. Ukuran diameter kubah (45 meter) melambangkan penghormatan dan rasa syukur kepada Tuhan atas karunia kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945. 218 Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta

Masjid ini mempunyai lantai berjumlah lima. Atap kubahnya ditunjang oleh 12 kolom yang berdiameter 2,5 meter. Lima lantai melambangkan shalat lima waktu yang menjadi kewajiban umat Islam, sedangkan 12 kolom melambangkan tanggal kelahiran Nabi Muhammad SAW (12 Rabiul Awal). Secara umum, bangunan masjid ini terdiri dari gedung induk, gedung pendahulu, teras raksasa, dan emper keliling. Gedung pendahulu terletak di belakang gedung utama. Fungsi utama gedung pendahulu adalah sebagai ruangan tambahan menuju gedung utama, sedangkan emper keliling adalah ruangan samping yang mengapit gedung utama yang juga disebut teras keliling. Sementara itu, bangunan teras raksasa terletak di sebelah kiri belakang gedung utama. Bangunan teras ini sengaja dibuat untuk menampung jamaah shalat dalam jumlah besar, seperti pada saat shalat Idulfitri dan Iduladha. Teras raksasa juga sering difungsikan sebagai tempat acara-acara keagamaan, seperti lomba seni baca Al-Qur‘an (MTQ) dan manasik haji. Wisatawan yang berkunjung ke masjid ini juga dapat menyaksikan bedug terbesar di Indonesia. Bedug ini bergaris tengah sekitar 2 meter dengan panjang 3 meter dan berat 2,3 ton. Konon, bedug ini terbuat dari pohon meranti yang telah berumur 300-an tahun. Selain itu, pengunjung juga dapat menyaksikan menara masjid yang terletak di sebelah timur dengan ketinggian 6.666 cm dengan diameter 5 meter. Ketinggian ini melambangkan jumlah ayat dalam Al-Qur‘an. Tidak jauh dari lokasi masjid, pengunjung juga dapat mengunjungi obyek wisata lain, seperti Monumen Nasional dan Pasar Baru. Masjid ini terletak di Jalan Pintu Air, Jakarta Pusat, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Lokasi Masjid Istiqlal cukup mudah dijangkau, karena berdekatan dengan Stasiun Gambir. Untuk mencapai lokasi, dari Bandara Sukarno-Hatta menuju arah stasiun, pengunjung dapat menggunakan kendaraan umum, seperti metronimi dan bus Transjakarta. Dari Stasiun Gambir, pengunjung dapat berjalan kaki atau menggunakan ojek menuju Masjid Istiqlal. c. Monumen Nasional Tugu Peringatan Nasional atau yang lebih dikenal Monumen Nasional (Monas) merupakan salah satu dari monumen yang didirikan untuk mengenang perlawanan dan perjuangan rakyat pada masa revolusi kemerdekaan melawan penjajah Belanda. Monas dibangun untuk memberi inspirasi dan membangkitkan semangat patriotisme generasi saat ini dan mendatang. Monas adalah monumen sejarah sekaligus monumen nasionalisme bangsa Indonesia. 219 Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta

Tugu Monas yang menjulang tinggi ini melambangkan lingga (alu atau antan) yang penuh dimensi khas budaya bangsa Indonesia. Pelataran cawan melambangkan yoni (lumbung). Maksudnya, alu dan lumbung merupakan alat rumah tangga yang terdapat di hampir setiap rumah penduduk Indonesia. Monas ini mulai dibangun pada Agustus 1959 di areal seluas 80 Ha, dan diarsiteki olehSoedarsono dan Frederich Silaban, dengan konsultan Ir. Rooseno . Monumen ini diresmikan pada 17 Agustus 1961 oleh Presiden RI (Soekarno ) dan resmi dibuka untuk umum pada tanggal 12 Juli 1975 . Keistimewaan bangunan Monas adalah pada bentuk tugunya yang unik. Sebuah batu obeliks yang terbuat dari marmer yang berbentuk lingga yoni setinggi 137m. Di puncak Monas terdapat cawan yang menopang nyala oborperunggu yang beratnya mencapai 14,5 ton dan dilapisi emas 35 kg. Lidah api atau obor ini sebagai simbol perjuangan rakyat Indonesia yang ingin meraih kemerdekaan. Pelataran puncak dengan luas 11x11 dapat menampung sebanyak 50 pengunjung. Pada sekeliling badan elevator terdapat tangga darurat yang terbuat dari besi . Dari pelataran puncak Monas, pengunjung dapat menikmati pemandangan hiruk-pikuk dan keramaian suasana seluruh penjuru kota Jakarta. Arah selatan, dari kejauhan tampak Gunung Salak berdiri kokoh. Arah utara, laut lepas membentang dengan pulau-pulau kecil berserakan. Arah barat, tampak Bandara Soekarno-Hatta yang setiap waktu terlihat pesawat lepas landas. Di pelataran puncak, 17 m lagi ke atas, terdapat lidah api terbuat dari perunggu seberat 14,5 ton, berdiameter 6 m, dan terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Monumen Nasional ini terletak di Jl. Medan Merdeka, Jakarta Pusat. Monas adalah tempat wisata di pusat kota. Oleh karena itu, akses menuju lokasi ini sangat mudah. Pengunjung bisa menuju ke lokasi dengan menggunakan bus kota atau kendaraan sendiri. Monumen dan museum ini dibuka setiap hari, mulai pukul 09.00 - 16.00 WIB . Untuk memasuki Monas, wisatawan diwajibkan membayar tiket masuk pelataran Monas sebesar Rp 2.500 per orang (tiket ini juga sudah termasuk bea masuk ke Museum Monas). Apabila ingin mencapai Puncak Monas, pengunjung harus membayar tiket lagi sebesar Rp 7.000 per orang. Dan jika ingin menikmati pemandangan Jakarta dari puncak Monas, para turis dapat membeli koin seharga Rp 2.000 untuk menggunakan teropong yang disediakan di tempat tersebut.

220 Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta

d. Museum Sejarah Jakarta Museum Sejarah Jakarta merupakan museum sejarah yang diresmikan pada tanggal 4 April 1974. Nama lain dari museum ini adalah Museum Fatahillah. Sesuai dengan nama resminya, museum ini adalah museum yang didirikan untuk merekam perjalanan sejarah Kota Jakarta semenjak zaman Batavia. Bangunan museum ini terhitung merupakan bangunan kuno bergaya arsitektur kolonial abad ke-17 yang dikelilingi oleh bangunan-bangunan tua yang memesona. Museum Sejarah Jakarta dalam sejarahnya merupakan salah satu gedung peninggalan VOC. Gedung ini berfungsi sebagai Gedung Balaikota (Staadhuis) pertama di kota Batavia yang dibangun oleh Belanda pada tahun 1627 M. Namun setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada tahun 1970, gedung ini kemudian dipugar dan pada tanggal 4 April 1974 diresmikan menjadi Museum Sejarah Jakarta. Selain berfungsi sebagai Balaikota, gedung ini dahulu juga digunakan sebagai tempat oleh Dewan Kotapraja (College van Schepen) untuk menangani masalah hukum yang terjadi di masyarakat. Seorang terdakwa yang akan diadili biasanya ditempatkan dalam penjara bawah tanah. Dalam penjara bawah tanah ini, para terdakwa diperlakukan secara tidak manusiawi. Tangan para terdakwa dirantai dan tubuhnya direndam dalam air sebatas dada yang penuh dengan lintah. Bagi para terdakwa yang telah dinyatakan bersalah dan dianggap telah melakukan kejahatan atau memberontak terhadap pemerintah Belanda akan dikenai hukuman yang sangat berat. Salah satu hukumannya adalah hukuman gantung di depan Balaikota. Pada saat proses eksekusi dijalankan, masyarakat sekitar dikumpulkan untuk menyaksikan “pertunjukan” tersebut dengan cara membunyikan lonceng yang hingga kini masih tetap terpasang di atas bangunan tersebut. Proses eksekusi merupakan simbol peringatan agar masyarakat tidak berusaha melawan atau menentang pemerintah Belanda. Peninggalan benda-benda untuk melakukan eksekusi itu masih tersimpan secara rapi di museum ini, di antaranya sebuah 221 Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta

pisau panjang yang dahulu sering digunakan untuk memenggal kepala orang yang dijatuhi hukuman. Museum Sejarah Jakarta mempunyai koleksi benda-benda bersejarah yang beragam, misalnya benda-benda arkeologi masa Hindu, Buddha, hingga Islam, benda- benda budaya peninggalan masyarakat Betawi, aneka mebel antik mulai abad ke-18 bergaya Cina, Eropa, dan Indonesia, gerabah, keramik, dan prasasti. Koleksi benda- benda tersebut dipamerkan di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Sultan Agung, Ruang Fatahillah, dan Ruang M.H. Tamrin. Bagi pengunjung yang ingin menikmati koleksi museum akan dimudahkan oleh tata pamer Museum Sejarah Jakarta. Tata pamer tersebut dirancang berdasarkan kronologi sejarah, yakni dengan cara menampilkan sejarah Jakarta dalam bentuk display. Koleksi-koleksi tersebut ditunjang secara grafis oleh foto-foto, gambar-gambar dan sketsa, peta, dan label penjelasan agar mudah dipahami berdasarkan latar belakang sejarahnya. Selain itu, museum ini juga memamerkan benda-benda bersejarah lainnya seperti uang logam zaman VOC, aneka timbangan/dacinan, meriam Jagur yang dianggap mempunyai kekuatan magis, serta bendera dari zaman Fatahillah. Selain itu, pengunjung juga dapat melihat lukisan-lukisan karya Raden Saleh, peta-peta kuno, dan sebuah foto gubernur VOC bernama J.P. Coen. Museum ini terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 2, Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta. Untuk menuju lokasi Museum Sejarah Jakarta, wisatawan dapat berkunjung dengan menggunakan kendaraan pribadi ataupun kendaraan umum. Jika memilih menggunakan kendaraan umum, wisatawan dapat menggunakan sarana transportasi bus Trans Jakarta dari arah Blok M menuju arah Kota. Selain itu wisatawan dapat juga menggunakan Mikrolet M-12 dari arah Pasar Senen menuju Kota, juga dapat menggunakan Mikrolet M-08 dari jurusan Tanah Abang menuju Kota. Alternatif lain yang tersedia, pengunjung dapat juga memilih bus patas AC 79 dari arah Kampung Rambutan menuju Kota. Wisatawan yang berkunjung ke museum ini umumnya dikenai biaya masuk yang berbeda-beda berdasarkan perorangan atau rombongan. Bagi pengunjung perorangan, pengunjung dewasa (umum) dikenai biaya masuk sebesar Rp 2.000, untuk mahasiswa sebesar Rp 1.000, sedangkan untuk pelajar/anak-anak hanya dikenai biaya sebesar Rp 600. Tarif masuk untuk pengunjung berombongan (minimal 20 orang) juga dikenai biaya masuk yang bervariasi, rombongan dewasa dikenai biaya masuk sebesar Rp 1.500, untuk rombongan mahasiswa dikenai Rp 750, sementara rombongan pelajar/anak-anak hanya sebesar Rp 500.

222 Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta

e. Museum Nasional Republik Indonesia Museum Nasional Republik Indonesia merupakan situs peninggalan bersejarah Belanda yang masih ada dan berdiri kokoh hingga sekarang di Kota Jakarta (Batavia). Awal mula berdirinya gedung ini adalah ketika Pemerintah Belanda membentuk sebuah lembaga perkumpulan intelektual dan ilmuwan Belanda yang ada di Batavia dengan nama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen pada tanggal 24 April 1778 M. Lembaga ini bertujuan mempromosikan penelitian di bidang seni dan ilmu pengetahuan—khususnya dalam bidang sejarah, arkeologi, etnografi— dan mempublikasikan penemuan-penemuan di bidang bersangkutan. Untuk menunjang kegiatan lembaga, Pemerintah Belanda membangun sebuah perpustakaan untuk menampung koleksi buku-buku dan benda-benda budaya yang disumbangkan oleh para pendiri dan anggotanya. Karena semakin meningkatnya jumlah koleksi, sebuah gedung baru pun dibangun. Gedung baru ini diberi nama Literary Society. Literary Society digunakan oleh Pemerintah Belanda sebagai tempat menampung dan merawat koleksi-koleksi buku dan benda-benda temuan arkeologis, serta digunakan sebagai perpustakaan. Namun lambat laun, tepatnya pada tahun 1862 M, Pemerintah Hindia Belanda akhirnya mendirikan gedung baru lagi yang tidak hanya berfungsi sebagai perpustakaan maupun kantor saja, melainkan juga sebagai museum untuk merawat dan memamerkan koleksi-koleksi yang ada. Gedung baru inilah yang merupakan cikal bakal Museum Nasional Republik Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada tanggal 29 Februari 1950, gedung peninggalan bersejarah Belanda tersebut kemudian beralih fungsi menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia (Indonesia Culture Council). Lembaga ini tak bertahan lama. Sejak tanggal 17 September 1962, Pemerintah Indonesia mengambil alih pengelolaan lembaga dan menjadikannya sebagai Museum Pusat. Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.0092/0/1979, pada tanggal 28 Mei 1979, museum ini beralih nama secara resmi dari Museum Pusat menjadi Museum Nasional Republik Indonesia.

223 Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta

Walaupun secara resmi bernama Museum Nasional Republik Indonesia, namun museum ini oleh masyarakat umum lebih dikenal dengan nama Museum Gajah. Hal ini karena di museum ini terdapat patung gajah yang terbuat dari perunggu di halaman depannya. Patung gajah ini, konon, merupakan pemberian Raja Siam (Thailand) pada bulan Maret 1871 M. Selain itu, museum ini juga sering disebut sebagai Museum Arca, karena di dalamnya terdapat berbagai jenis dan bentuk arca/patung dari periode yang berbeda-beda dalam sejarah Nusantara. Museum Nasional Republik Indonesia mempunyai gedung yang representatif dan nyaman. Museum ini terdiri dari dua unit gedung, yaitu Gedung Museum Nasional (Unit A) dan Gedung Arca (Unit B) yang dibangun sejak tahun 1996. Untuk gedung lama (Unit A), penataan pameran didasarkan pada jenis-jenis koleksi, baik berdasarkan keilmuan, bahan, maupun kedaerahan, seperti Ruang Prasejarah, Ruang Perunggu, dan lain-lain. Sedangkan penataan di Gedung Arca (Unit B), tidak lagi didasarkan pada jenis koleksi, melainkan mengarah pada tema berdasarkan aspek kebudayaan yang dibagi menjadi empat lantai. Lantai pertama bertemakan manusia dan lingkungan, lantai kedua bertema Iptek, lantai ketiga bertema organisasi sosial dan pola pemukiman, sedangkan lantai empat bertema khazanah emas dan keramik. Keseluruhan penataan ini dirangkum dalam tema “Keanekaan Budaya dalam Kesatuan”. Museum Nasional Republik Indonesia mempunyai koleksi benda bersejarah yang sangat banyak, yakni sekitar 109.342 buah pada tahun 2001. Pada tahun 2006 jumlah koleksinya sudah melebihi 140.000 buah. Namun, baru sepertiganya saja yang dapat dipamerkan kepada khalayak. Hingga saat ini, tahun 2008, jumlah koleksi museum telah mencapai 141.899 buah. Karena jumlah koleksi yang begitu besar, museum ini tercatat sebagai museum terbesar di Indonesia dan bahkan di Asia Tenggara. Wisatawan yang mengunjungi museum ini dapat menyaksikan koleksi benda-benda peninggalan sejarah dari seluruh Nusantara, di antaranya arca, prasasti, patung, artefak, senjata tradisional, alat kesenian tradisional, dan banyak lagi lainnya yang diklasifikasikan dalam tujuh kelompok, yakni koleksi prasejarah, arkeologi, keramik, numismatik (berhubungan dengan mata uang) dan heraldik (berhubungan dengan lambang kerajaan), sejarah, etnografi, dan geografi. Koleksi-koleksi tersebut dapat disaksikan dalam sembilan ruangan yang berbeda, yakni: Ruang Etnografi, Ruang Perunggu, Ruang Pra-Sejarah, Ruang Keramik, Ruang Tekstil, Ruang Numismatik & Heraldik, Ruang Relik Sejarah, Ruang Patung Batu, dan Ruang Khazanah. 224 Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta

Dalam ruangan-ruangan tersebut pengunjung dapat memilih dan melihat koleksi-koleksi museum sesuai dengan ketertarikan dan minatnya. Misalnya, bagi pengunjung yang ingin melihat koleksi benda-benda bersejarah yang terbuat dari emas dan batuan-batuan berharga peninggalan kerajaan-kerajaan yang pernah ada di Nusantara, dapat masuk ke Ruang Khazanah Emas. Ruang Khazanah Emas dibagi menjadi dua ruangan, yaitu Ruang Arkeologi dan Ruang Etnografi. Di ruangan ini wisatawan dapat melihat lebih dari 200 buah benda-benda bersejarah yang terbuat dari emas dan perak. Khusus di Ruang Etnografi terdapat benda-benda yang terbuat dari emas 14—24 karat dan banyak dihiasi oleh batu permata. Benda-benda di ruangan ini, menurut sejarahnya, banyak yang ditemukan secara tidak sengaja, bukan ditemukan lewat penggalian arkeologis. Sedangkan bagi pengujung yang mempunyai minat lain dapat menuju ruang-ruang yang sudah dibagi sesuai klasifikasi- klasifikasi ruang tersebut. Secara umum, Museum ini mempunyai banyak koleksi benda-benda budaya dan benda-benda zaman prasejarah dari seluruh Nusantara, serta benda-benda peninggalan peradaban bangsa lain, seperti Asia Tenggara dan Eropa. Sumber koleksi di museum ini banyak berasal dari penggalian arkeologis, hibah kolektor, dan pembelian. Museum Nasional Republik Indonesia terletak di sebelah barat Lapangan Merdeka, tepatnya berada di Jalan Merdeka Barat No.12, Jakarta Pusat, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Museum ini terletak di jantung Kota Jakarta. Akses mengunjungi museum ini tidak terlalu sulit. Dari kawasan Blok M, pengunjung dapat menggunakan bus Transjakarta menuju Kota, kemudian turun di Halte Monumen Nasional (Monas). Setelah itu, karena museum ini terletak di seberang halte, pengunjung dapat berjalan menuju lokasi. Tarif bus Transjakarta dari kawasan Blok M ke Kota sebesar Rp 3.500 (Mei 2008). Wisatawan yang berkunjung ke museum ini dikenai biaya yang berbeda-beda. Untuk pengunjung dewasa dikenai biaya sebesar Rp 1.000, sedangkan untuk pengunjung anak-anak (dibawah 17 tahun) dan pelajar dikenai biaya masuk sebesar Rp 250 (Mei 2008). Museum ini dibuka pada hari Selasa hingga Minggu, sedangkan pada hari Senin dan hari besar tutup. Untuk hari Selasa hingga Kamis, museum buka pada pukul 08.30 hingga pukul 02.30 WIB. Sementara pada hari Jumat buka dari pukul 08.30 sampai pukul 11.30 WIB, dan untuk hari Sabtu pada pukul 08.30 hingga pukul 01.30 WIB.

f. Museum Bahari Museum Bahari adalah sebuah museum yang menyimpan dan memamerkan koleksi benda- benda bersejarah yang berhubungan dengan kelautan bangsa Indonesia. Museum ini didirikan secara bertahap sejak tahun 1652 hingga 1774 M. Oleh banyak kalangan, museum ini dianggap sebagai saksi sejarah 225 Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta

awal-mula berdirinya Kota Batavia (sekarang Jakarta). Menurut sejarahnya, Museum Bahari merupakan salah satu bangunan tua peninggalan VOC yang didirikan pada tahun 1652 M. Pada masa penjajahan Belanda (VOC), bangunan ini berfungsi sebagai gudang untuk menyimpan, memilih, dan mengemas hasil bumi komoditas utama VOC (rempah-rempah dan pakaian) yang sangat laris di pasaran Eropa. Bangunan tua bersejarah ini berdiri persis di samping muara Sungai Ciliwung dan terdiri dari dua bangunan yang terletak di sisi barat dan timur. Bangunan yang terdapat di sisi barat sering dikenal dengan sebutan “gudang barat” (Westzijdsche Pakhuizen), sedangkan bangunan di sisi timur sering disebut “gudang timur” (Oostzijdsche Pakhuizen). Menurut ceritanya, bangunan ini didirikan bersamaan dengan selesainya pembangunan Kota Batavia (Jakarta) oleh Kongsi Dagang Belanda (VOC). Dulu, di kompleks bangunan ini terdapat tembok/benteng yang melingkarinya. Benteng ini dipercayai sebagai pembatas Kota Jakarta (city wall) pertama dengan daerah-daerah lama pada zaman Belanda. Semenjak Belanda hengkang dari Indonesia dan diganti oleh Jepang, tepatnya pada tahun 1942, bangunan tersebut dialihfungsikan menjadi tempat menyimpan peralatan militer tentara Jepang. Setelah Indonesia merdeka, bangunan ini kemudian dikelola oleh Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan dijadikan sebagai gudang. Pada tahun 1976, oleh Ali Sadikin (Gubernur Jakarta pada saat itu), bangunan bersejarah ini akhirnya dipugar, dan tepat pada tanggal 7 Juli 1977 diresmikan sebagai Museum Bahari. Hingga saat ini, bangunan Museum Bahari memang telah mengalami banyak perubahan dan renovasi. Masa-masa perubahan tersebut tercatat dalam setiap pintu- pintu masuknya, yakni pada tahun 1718, 1719, dan 1771 M. Museum Bahari mempunyai koleksi yang terbilang banyak dan beragam. Wisatawan yang berkunjung ke museum ini dapat menyaksikan berbagai jenis perahu dari seluruh daerah di Indonesia yang dilengkapi dengan gambar dan foto-foto pelabuhan pada masa lalu. Koleksi-koleksi perahu tersebut di antaranya, Perahu Pinisi dari Bugis Makasar, Perahu Kora-kora dari Maluku, Perahu Mayang dari pantai utara Pulau Jawa, Perahu Lancang Kuning dari Riau, dan Perahu Jukung dari Kalimantan. Koleksi-koleksi lain yang bisa disaksikan oleh pengunjung museum ini adalah aneka biota laut, data-data jenis dan sebaran ikan di perairan Indonesia, aneka perlengkapan nelayan dan pelayaran tradisional (seperti alat navigasi, jangkar, teropong, model mercusuar, dan aneka meriam), teknologi pembuatan perahu tradisional, peta pelayaran, foto- foto mengenai kegiatan kebaharian sejak masa kolonial Belanda, folklor, dan adat istiadat masyarakat nelayan Nusantara. Selain itu, untuk melengkapi koleksi-koleksi kebaharian Indonesia, di museum ini sekarang telah dilengkapi dengan koleksi-koleksi tambahan, seperti matra TNI AL, 226 Kepariwisataan : Provinsi DKI Jakarta

koleksi kartografi, tokoh-tokoh maritim Nusantara, dan perjalanan kapal KMP Batavia— Amsterdam, serta maket Pulau Onrust. Semua koleksi kebaharian tersebut dipamerkan dalam delapan ruangan, yakni Ruang Masyarakat Nelayan Indonesia, Ruang Teknologi Menangkap Ikan, Ruang Teknologi Pembuatan Kapal Tradisional, Ruang Biota Laut, Ruang Pelabuhan Jakarta 1800—2000, Ruang Navigasi, Ruang Pelayaran Kapal Uap Indonesia—Eropa, dan terakhir Ruang Angkatan Laut Indonesia. Selain dapat menikmati koleksi-koleksi kebaharian, pengujung juga dapat menyaksikan Menara Syahbandar yang masih berdiri kokoh di sekitar kompleks museum. Konon, menara yang dibangun pada tahun 1839 M ini dulu digunakan VOC untuk mengawasi hilir-mudiknya kapal dagang di Pelabuhan Sunda Kelapa yang lokasinya tidak terlalu jauh dari bangunan museum tersebut. Selain itu, wisatawan juga dapat mengunjungi peninggalan bersejarah Belanda lainnya, yaitu Pelabuhan Sunda Kelapa, yang berlokasi cukup dekat dengan museum. Museum ini berlokasi di Jalan Pasar Ikan No. 1 Sunda Kelapa, Jakarta Utara, Propinsi DKI Jakarta, Indonesia. Untuk mengunjungi Museum Bahari, wisatawan dapat dengan mudah menuju lokasi karena letaknya yang tidak terlalu sulit dijangkau. Dari Stasiun Jakarta Kota, pengunjung dapat menggunakan kendaraan umum Mikrolet 015 jurusan Kota menuju Tanjung Priok, lalu turun di Pelabuhan Sunda Kelapa. Dari pelabuhan ini wisatawan dapat berjalan kaki menuju lokasi museum, karena jaraknya hanya beberapa puluh meter saja. Sepanjang jalan, wisatawan dapat menyaksikan ataupun berbelanja aneka kerang dan barang-barang laut yang dijual di depan museum. Selain menggunakan mikrolet, pengunjung juga dapat menggunakan kendaraan umum lainnya, seperti Metromini 30 dari arah Muara Angke menuju Kota, Metromini 29 dari arah Muara Baru menuju Kota, angkutan Kopaja 86 dari arah Terminal Lebak Bulus menuju Kota, serta angk