STRATEGI PENGELOLAAN CAGAR BUDAYA MASJID SAKA TUNGGAL DI DESA CIKAKAK KECAMATAN WANGON KABUPATEN BANYUMAS

THE MANAGEMENT STRATEGY OF THE SAKA TUNGGAL ’S CULTURAL HERITAGE IN CIKAKAK VILLAGE WANGON DISTRICT

Ike Irfina Purwoningsih NIM : 20180210021 [email protected]

Abstract Cultural Heritage is an ancestral heritage that should be preserved and protected by its existence. To be able to manage cultural heritage, management is needed to maintain and preserve cultural heritage. Cultural management efforts are carried out by the community as the main actor. Cultural heritage covers a very broad field because all human work is cultural. One of the cultural heritages / cultural heritages in Banyumas district is located in Cikakak Village, Wangon District, namely the Saka Tunggal Mosque. This mosque was built as the oldest mosque in Indonesia, because according to the year written on the single saka, this mosque was built in 1288 AD. This study uses a qualitative approach with descriptive research methods. The data technique used to obtain data in research observation, interviews and documentation. The results showed that the management strategy of the Saka Tunggal Mosque's cultural heritage has been carried out in the form of planning, organizing, mobilizing and supervising the management of the Saka Tunggal Mosque. The inhibiting factors are the inviolability of customary law, lack of knowledge about human resource modernization, and people who are not aware of tourism.

Keywords: management, cultural heritage, Masjid Saka Tunggal

.Abstrak Cagar Budaya merupakan peninggalan leluhur yang seharusnya dijaga dan dilindungi keberadaannya. Untuk dapat mengelola cagar budaya maka diperlukan pengelolaan guna dapat mempertahankan dan melestarikan cagar budaya.Upaya pengelolaan warisan budaya dilakukan oleh masyakat sebagai pelaku utama. Warisan budaya mencakup bidang yang sangat luas karena seluruh karya manusia merupakan budaya. Salah satu warisan budaya/ cagar budaya di kabupaten Banyumas yakni berada di Desa Cikakak Kecamatan Wangon yaitu Masjid Saka Tunggal. Masjid ini dianggap sebagai masjid tertua di Indonesia, karena menurut tahun yang tertera pada saka tunggalnya, masjid ini dibangun pada tahun 1288 Masehi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data-data dalam penulisan penelitian yaitu dengan observasi,wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa strategi pengelolaan cagar budaya Masjid Saka Tunggal telah dilakukan oleh pihak pengelola tersebut telah dilaksanakan berupa perencanaan, pengorganisasian,penggerakan dan pengawasan dalam pengelolaan Masjid Saka Tunggal sudah baik, walaupun dalam pelaksanaanya namun belum sepenuhnya optimal. Adapun faktor penghambat yakni adanya hukum adat yang tidak dapat diganggu gugat, kurangnya SDM/pengetahuan masyarakat tentang modernisasi,pendanaan serta masyarakat yang belum sadar wisata Kata kunci: pengelolan,cagar budaya ,Masjid Saka Tunggal

A. PENDAHULUAN/ INTRODUCTION Cagar Budaya merupakan peninggalan leluhur yang seharusnya dijaga dan di lindungi keberadaannya. Cagar Budaya memiliki definisi yang diatur dalam bab I ketentuan umum pasal 1 ayat (1) Undang – undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, yakni bahwa cagar budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Warisan Budaya dapat diartikan sebagai suatu yang dilestarikan dari generasi masa lalu kemudian diwariskan kepada generasi sekarang, yang kemudian akan mewariskannya untuk generasi yang akan datang (Aksa, 2004: 1). Upaya pengelolaan warisan budaya dilakukan oleh masyakat sebagai pelaku utama. Warisan budaya mencakup bidang yang sangat luas karena seluruh karya manusia merupakan budaya. Salah satu warisan budaya/ cagar budaya di kabupaten Banyumas yakni berada di Desa Cikakak Kecamatan Wangon yaitu Masjid Saka Tunggal. Masjid Saka Tunggal Baitussalam atau lebih dikenal dengan Masjid Saka Tunggal, terletak di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon,Kabupaten Banyumas, Provinsi Jawa Tengah. Masjid ini dianggap sebagai masjid tertua di Indonesia, karena menurut tahun yang tertera pada saka tunggalnya, masjid ini dibangun pada tahun 1288 Masehi oleh Mbah Mustholeh yang dimakamkan di atas bukit disebelah barat Masjid Saka Tunggal. Jika dilihat dari angka tahun pendiriannya―pada tahun 1288 M (abad ke-12)―masjid ini merupakan satu-satunya masjid tertua di pulau Jawa yang dibangun sebelum masa dakwah Walisongo. Ini berarti, masjid ini telah ada 2 abad sebelum era Walisongo hidup pada masa abad 15-16 Masehi, dan bahkan lebih dahulu ada dari kerajaan Majapahit. Masyarakat Banyumas secara konvensional menyebutnya sebagai Masjid Saka Tunggal. Penyebutan ini berhubungan dengan konstruksi masjid yang dibangun dengan satu pilar utama (tiang penyangga tunggal) yang berada di tengah masjid. Pilar utama ini memiliki empat sayap sebagai penopang bangunan atap masjid. Tiang dengan empat sayap penopang yang berada di tengah masjid ini terlihat seperti sebuah totem. Pada bagian bawah tiang terdapat kaca pelapis yang berfungsi untuk melindungi bagian yang terdapat tulisan tahun pendirian masjid tersebut. Tiang masjid ini berdiri menjulang hingga bagian wuwungan yang berbentuk limas. Bentuk limas ini sama dengan bentuk wuwungan Masjid Agung Demak. Letak masjid berada tepat di kaki gunung Cikakak, dan relatif jauh dari jalan raya. Untuk sampai ke lokasi harus melewati jalan kampung beraspal diujung jalan sudah tersedia lapangan parkir untuk kendaraan peziarah dan/atau wisatawan ke Masjid Saka Tunggal. Lokasi masjid berada tepat diujung jalan di bawah gunung Cikakak. Untuk sampai dilokasi masjid, kita harus melewati pintu gerbang, saat ini untuk peziarah retribusi ditiadakan,karena masyarakat dan tokoh adat yang beranggapan bahwa orang mau datang berdoa/ berkunjung ke masjid peninggalan nenek moyang tidak seharusnya membayar retribusi, namun disana memang disediakan kotak amal. Untuk dapat mengelola cagar budaya maka diperlukan pengelolaan Masjid Saka Tunggal guna dapat mempertahankan dan melestarikan cagar budaya ini.

B. METODE PENELITIAN/ RESEARCH METHOD Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian deskriptif. Lokasi penelitian ini adalah di Desa Cikakak Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas.Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu observasi, wawancara dan dokumentasi.Dimana dalam wawancara informan terdiri atas Juru Kunci Masjid Saka Tunggal dan Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS).

C. KERANGKA TEORI ATAU KONSEP/ THEORETICAL OR CONCEPTUAL FRAMEWORK 1. Pengelolaan a. Pengertian Pengelolaan Pengelolaan adalah proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat dalam pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. Secara umum pengelolaan merupakan kegiatan merubah sesuatu hingga menjadi baik berat memiliki nilai-nilai yang tinggi dari semula. Pengelolaan dapat juga diartikan sebagai untuk melakukan sesuatu agar lebih sesuai serta cocok dengan kebutuhan sehingga lebih bermanfaat. Nugroho (2003:119) mengemukakan bahwa Pengelolaan merupakan istilah yang dipakai dalam ilmu manajemen. Secara etomologi istilah pengelolaan berasal dari kata kelola (to manage) dan biasanya merujuk pada proses mengurus atau menangani sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Jadi pengelolaan merupakan ilmu manajemen yang berhubungan dengan proses mengurus dan menangani sesuatu untuk mewujudkan tujuan tertentu yang ingin dicapai.Sedangkan menurut Syamsu menitikberatkan pengelolaan sebagai fungsi manajemen yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengorganisasian dan pengontrolan untuk mencapai efisiensi pekerjaan.Sementara Terry (2009:9) mengemukakan bahwa pengelolaan sama dengan manajemen sehingga pengelolaan dipahami sebagai suatu proses membeda-bedakan atas perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan dengan memanfaatkan baik ilmu maupun seni agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengelolaan atau yang sering disebut manajemen pada umumnya sering dikaitkan dengan aktivitas- aktivitas dalam organisasi berupa perencanaan, pengorganisasian, pengendalian, pengarahan, dan pengawasan. Istilah manajemen berasal dari kata kerja “to manage” yang berarti menangani, atau mengatur.Dari pengertian pengelolaan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian pengelolan yaitu bukan hanya melaksanakan suatu kegiatan, yang meliputi fungsi-fungsi manajemen, seperti perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien. b. Tujuan Pengelolaan Tujuan pengelolaan adalah agar segenap sumber daya yang ada seperti, sumber daya manusia, peralatan atau sarana yang ada dalam suatu organisasi dapat digerakan sedemikian rupa, sehingga dapat menghindarkan dari segenap pemborosan waktu, tenaga dan materi guna mencapai tujuan yang diinginkan.Pengelolaan dibutuhkan dalam semua organisasi, karena tanpa adanya pengelolan atau manajemen semua usaha akan sia-sia dan pencapaian tujuan akan lebih sulit. Adapun beberapa tujuan pengelolaan : 1) Untuk pencapaian tujuan organisasi berdasarkan visi dan misi. 2) Untuk menjaga keseimbangan di antara tujuan- tujuan yang saling bertentangan. Pengelolaan dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara tujuan-tujuan, sasaran-sasaran dan kegiatan-kegiatan yang saling bertentangan dari pihak yang perkepentingan dalam suatu organisasi. 3) Untuk mencapai efisien dan efektivitas. Suatu kerja organisasi dapat diukur dengan banyak cara yang berbeda. Salah satu cara yang umum yaitu efisien dan efektivitas.

Tujuan pengelolaan akan tercapai jika langkah-langkah dalam pelaksanaan manajemen di tetapkan secara tepat, Afifiddin (2010 : 3) menyatakan bahwa langkah- langkah pelaksanaan pengelolaan berdasarkan tujuan sebagai berikut:

a) Menentukan strategi b) Menentukan sarana dan batasan tanggung jawab c) Menentukan target yang mencakup kriteria hasil, kualitas dan batasan waktu. d) Menentukan pengukuran pengoperasian tugas dan rencana. e) Menentukan standar kerja yang mencakup efektivitas dan efisiensi f) Menentukan ukuran untuk menilai g) Mengadakan pertemuan h) Pelaksanaan. i) Mengadaan penilaian j) Mengadakan review secara berkala. k) Pelaksanaan tahap berikutnya, berlangsung secara berulang-ulang

Berdasarkan uraian diatas bahwa tujuan pengelolaan tidak akan terlepas dari memanfaatkan sumber daya manusia, sarana dan prasarana secara efektif dan efesien agar tujuan organisasi tercapai. c. Fungsi Pengelolaan Menurut Terry fungsi pengelolaan dalam bukunya Principle Management antara lain : 1) Perencanaan (planning) Yaitu sebagai dasar pemikiran dari tujuan dan penyusunan langkah-langkah yang akan dipakai untuk mencapai tujuan. Merencanakan berarti mempersiapkan segala kebutuhan, memperhitungkan matang-matang apa saja yang menjadi kendala, dan merumuskan bentuk pelaksanaan kegiatan yang bermaksud untuk mencapai tujuan. 2) Pengorganisasian (organization) Yaitu sebagai cara untuk mengumpulkan orang-orang dan menempatkan mereka menurut kemampuan dan keahliannya dalam pekerjaan yang sudah direncanakan. 3) Penggerakan (actuating) Yaitu untu menggerakkan organisasi agar berjalan sesuai dengan pembagian kerja masingmasing serta menggerakkan seluruh sumber daya yang ada dalam organisasi agar pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan bisa berjalan sesuai rencana dan bisa mencapai tujuan. 4) Pengawasan (controlling) Yaitu untuk menggawasi apakah gerakan dari organisasi ini sudah sesuai dengan rencana atau belum. Serta mengawasi penggunaan sumber daya dalam organisasi agar bisa terpakai secara efektif dan efisien tanpa ada yang melenceng dari rencana.

2. Cagar Budaya a. Pengertian Cagar Budaya Berdasarkan Undang-Undang Ri Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, definisi cagar budaya disebutkan sebagai warisan budaya bersifat kebendaan berupa benda cagar budaya, bangunan cagar budaya, struktur cagar budaya, situs cagar budaya, dan kawasan cagar budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan. Dalam UU RI Nomor 11 Tahun 2010 juga dijelaskan tentang kriteria Cagar Budaya, yaitu jika berusia 50 tahun atau lebih, mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun, memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan, dan memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Berbeda dengan Undang Undang RI Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya, dalam UU RI Nomor 11 tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, mengklasifikasikan Cagar Budaya dalam Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya. Berikut klasisikasi Cagar Budaya : 1) Benda Cagar Budaya di dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 disebutkan bahwa Benda Cagar Budaya adalah benda alam dan/atau benda buatan manusia, baik bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok, atau bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia. 2) Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang berdinding dan/atau tidak berdinding, dan beratap. 3) Struktur Cagar Budaya disebutkan sebagai susunan binaan yang terbuat dari benda alam dan/atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung kebutuhan manusia. 4) Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat dan/atau di air yang mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, dan/atau struktur Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa lalu. 5) Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas. b. Pengelolaan Cagar Budaya Pengelolaan cagar budaya merupakan serangkaian kegiatan pelestarian,perlindungan dan pengamanan cagar budaya yang bahwasanya pada pasal 53 menyebutkan UU. No.11 Tahun 2010 tentang cagar budaya: 1) Pelestarian Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis, dan administratif. 2) Kegiatan Pelestarian Cagar Budaya harus dilaksanakan atau dikoordinasikan oleh Tenaga Ahli Pelestarian dengan memperhatikan etika pelestarian. 3) Tata cara Pelestarian Cagar Budaya harus mempertimbangkan kemungkinan dilakukannya pengembalian kondisi awal seperti sebelum kegiatan pelestarian. 4) Pelestarian Cagar Budaya harus didukung oleh kegiatan pendokumentasian sebelum dilakukan kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan keasliannya.

D. HASIL DAN PEMBAHASAN/ RESULT AND DISCUSSION 1. Gambaran Umum Lokasi a. Letak Geografi Desa Cikakak, Kecamatan Wangon

Desa Cikakak merupakan salah satu dari 12 desa yang ada di wilayah Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas. Jaraknya + 4 km ke kota kecamatan dan + 25 km dari Purwokerto. Untuk menuju desa Cikakak, jika dari arah Ajibarang terus ke selatan + 7 km, apabila lewat jalur selatan melalui Wangon baru ke utara. Wilayah Desa Cikakak mempunyai luas 595.400 ha. Tanahnya bergunung- bergunung yang terbagi menjadi 5 wilayah Kadus, 10 RW, 37 RT dan 11 Wilayah grumbul (Potensi Desa dan Tingkat Perkembangan Desa, Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas,2008), yaitu Grumbul Winduraja Wetan, Grumbul Windureja Kulon, Grumbul Pleped, Grumbul Bandareweng, Grumbul Baron, Grumbul Bogem, Grumbul Boleran, Grumbul Cikakak, Grumbul Pekuncen, Grumbul Gandarusa, Grumbul Planjan. Desa Cikakak berbatasan dengan wilayah beberapa desa, yaitu sebelah utara berbatasan dengan Desa Windunegara, Kecamatan Wangon dan Desa Tipar Kidul, Kecamatan Ajibarang; sebelah timur berbatasan dengan desa Wlahar, Kecamatan Wangon; sebelah selatan berbatasan dengan desa Jambu, Kecamatan Wangon, dan desa Jurang, Kecamatan Wangon; sebelah selatan berbatasan dengan desa Cirahap, Kecamatan Lumbir (Potensi Desa dan Tingkat Perkembangan Desa, Desa Cikakak Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, 2008).

Desa Cikakak merupakan salah satu desa wisata yang ada di Kabupaten Banyumas berdasarkan pada UU no.5 tahun 1992 dan PP no.10 tahun 1993 dan juga ditetapkan sebagai desa adat oleh Kementrian Dalam Negri Ditjen PMD dalam program Pilot Project Pelestarian Adat Istiadat dan Budaya Nusantara tahun 2011. Adanya taman kera yang jumlahnya banyak hidup bebas merdeka di alam liar, namun sangat jinak sehingga tidak membahayakan para pengunjung. Inilah menjadi daya tarik tersendiri bagi para wisatawan lokal dan mancanegara. Selain itu desa Cikakak juga menjadi tempat wisata religi karena adanya masjid kuno peninggalan jaman dahulu yang hanya memiliki satu tiang penyangga yang dinamai Masjid Soko Tunggal. a. Keadaan Demografi / Penduduk Masyarakat Desa Cikakak berjumlah sekitar 5000 jiwa. Mereka hidup rukun, ramah tamah, sopan santun, menghargai sesama dan memiliki karakter mudah memaafkan. Kehidupan mereka dalam komunitas gotong royong dalam kebaikan, karena mereka sangat menjujung tinggi asas musyawarah dalam mencapai mufakat. Inilah karakteristik masyarakat Cikakak yang kompak bersatu hingga tidak mudah terprovokasi dan terpengaruh oleh kuatnya arus budaya luar yang negatif (dapat merugikan diri sendiri dan orang lain). Sebagian masyarakat Cikakak hidup dengan bertani, kehidupannya yang adem ayem tercermin dalam eratnya persaudaraan di antara warga yang saling menghormati, menghargai dan tepa slira satu dengan yang lainnya. Guyuprukun menjadi salah satu ciri khas masyarakatnya. Karakter kolektif ini dapat dilihat pada kegiatan tradisi masyarakat pada tanggal 26 Rajab tiap tahunnya. Karena tanpa diminta dan diperintah oleh siapapun mereka dengan sendirinya warga berbondong-bondong menuju ke Pesarean Mbah Tolih untuk melaksanakan pen jari-an, yakni membuat Jaro (pagar dari bambu) yang mengelilingi pesarehan.

b. Keadaan sosial, ekonomi, pendidikan

Dalam kehidupan sosialnya terutama di antara sesama Aboge kelihatan sekali kekeluargaannya, misalnya, saat berpapasan mereka akan selalu menyapa, sehingga hal tersebut menandakan adanya solidaritas dalam masyarakat Aboge. Dari segi ekonomi mereka golongan menengah ke bawah, sehingga mereka terkesan menunjukan keserdahanaan. Dalam segi pendidikan terutama untuk kaum yang tua rata-rata paling tinggi tamatan sekolah menengah atas (SMA), tetapi untuk generasi mudanya ada yang menempuh pendidikan Tinggi.

c. Keadaan pemeluk agama

Masyarakat di Desa Cikakak termasuk di sekitar area Masjid Cikakak semuanya menganut , karena masih memegang tradisi leluhur mereka termasuk golongan NU ( Nadatul Ulama). Suasana tentram seolah-olah tidak ada perbedaan pada kehidupan masyarakat sangat terlihat bahwa kehidupan beragama yang ada di Desa tersebut tentram, saling gotong-royong terutama pada saat acara tradisi. Penularan ajaran Aboge diajarkan oleh para kepala keluarga terutama ayah atau bapak di setiap masing-masing kepala keluarga. Masyarakat Cikakak termasuk dalam kelompok budaya Islam sinkretis, yaitu sistem budaya yang menggambarkan percampuran antara budaya Islam dengan budaya lokal. Keadaan ini merupakan

10

gambaran suatu genre keagaan yang jauh daru sifat murninya. Kelompok ini sangat permissif terhadap unsur budaya lokal, sehingga sifat budayanya dinamis, maka budaya sinkretisnya juga dinamis. Budaya sinkretis sebagai contoh diwujudkan dalam bentuk , tahlilan, yasinan, ziarah, metik, tedun, wayangan, golek dina, sesaji, ngalap dan lain-lain. 2. Strategi Pengelolaan Masjid Saka Tunggal Menurut Terry fungsi pengelolaan dalam bukunya Principle Management antara lain : a. Perencanaan (planning) Perencanaan merupakan tahap awal dalam sebuah kegiatan pengelolaan/manajemen. Perencanaan digunakan untuk menentukan atau mempersiapkan langkah-langkah yang akan diambil untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam pengelolaan Masjid Saka Tunggal tentu terdapat fungsi perencanaan. Adapun tujuan dari perencanaan Masjid Saka Tunggal ini yakni pemanfaatan cagar budaya,pelestarian cagar budaya,peningkatan ekonomi masyarakat. Rencana yang akan dilakukan POKDARWIS yakni dari adanya MOU antara pemerintah desa dengan warga sekitar mengenai lahan kosong warga yang nantinya akan dijadikan taman kera. Tujuan dari adanya taman kera tersebut agar kera-kera di sekitar Masjid Saka Tunggal tidak mengganggu peziarah yang sedang beribadah. Intinya terdapat pemisahan zonasi antara religi dan wisata. Selanjutnya di aktifkannya home stay yang sudah ada untuk penginapan peziarah dari luar daerah,serta di bangun toko souvenir khusu untuk religi dan khusus Taman Kera. Adapun hambatan yang di alami yaitu adanya hukum adat yang tidak dapat diganggu gugat, kurangnya SDM/pengetahuan masyarakat tentang modernisasi,pendanaan serta masyarakat yang belum sadar wisata. b. Pengorganisasian (organization) Struktur organisasi pada Masjid Saka Tunggal mutlak dipegang oleh adat,. Untuk struktur organisasi secara legal formal untuk saat ini belum ada walaupun semuanya sudah lengkap termasuk ada anggota di dalamnya, dikarenakan struktur organisasinya masih baru. Selain kelompok adat terdapat

11

Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) bertugas mengcover bagaimana caranya wisata religi itu mempunyai dampak ekonomi untuk warga sekitar. yang dimana dari pokdarwis dipecah menjadi kelompok kerja (POKJA) yang ditugaskan langsung ke lapangan. Pokja tersebut terdiri dari pokja wisata dan pokja religi, nantinya pokja tersebut diberi SK dari pokdarwis. secara legal. Masing-masing pojka mempunyai tugas untuk memberikan laporan kepada pokdarwis, misalnya dalam hal data peeziarah maupun pengunjung wisata. Dalam hal apapun ada koordinasi dengan kelompok adat (juru kunci) tidak bisa sembarangan dikarenakan ada aturan adat yang mau tidak mau harus mengikuti aturan adat tersebut. c. Penggerakan (actuating) Langkah selanjutnya setelah perencanaan dan pengorganisasian yakni peenggerakkan. Masjid Saka Tunggal diakui oleh Pemda Banyumas,namun jika terdapat kerusakan Masjid Saka Tunggal yang memperbaiki yakni ketiga juru kunci Masjid Saka Tunggal dengan masyarakat sekitar. Dalam hal komunikasi dengan dinas terkait masih kurang perhatian khusus dikarenakan lebih condong ke wisata daripada ke cagar budaya itu sendiri. d. Pengawasan (controlling) Pengawasan merupakan tahap akhir dari pengelolaan/manajemen, pengawasan disini berfungsi untuk mengawasi jalannya setiap program kerja agar dapat terlaksana sesuai dengan apa yang diinginkan. Pengawasan dilakukan oleh pengelola,khususnya pokdarwis lebih mengerucut lagi ke pokja, karena pokja lebih langsung turun ke lapangan. Dinas terkait yakni Pemerintah Kabupaten Banyumas. Pemerintah Kabupaten Banyumas sering datang mengunjungi Desa Cikakak, namun lebih condong ke wisatanya, karena mereka tahu bahwa Desa Cikakak memiliki potensi yang bagus.secara potensial Desa Cikakak termasuk desa wisata maju,dimana ada kebudayaan,kearifan lokal,alam yang bagus,serta adanya UMKM ,walaupun secara pendapatan belum maju. Adapun pengawasan dari Dinas terkait yakni mengenai laporan kunjungan, updating profil pertahun. Evaluasi yang dilakukan pokdarwis dilakukan pada triwulan dan bulanan namum rata-rata dilakukan pada triwulan dengan tujuan terus

12

adanya inovasi, baik dari peningkatan kapasistas SDM maupun dari di destinasi wisata.

E. PENUTUP/ CONCLUSION 1. Simpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan mengenai strategi pengelolaan cagar budaya Masjid Saka Tunggal Desa Cikakak Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas, maka hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa strategi pengelolaan cagar budaya Masjid Saka Tunggal telah dilakukan oleh pihak pengelola tersebut telah dilaksanakan berupa perencanaan, pengorganisasian,penggerakan dan pengawasan dalam pengelolaan Masjid Saka Tunggal sudah baik, walaupun dalam pelaksanaanya namun belum sepenuhnya optimal. Adapun faktor penghambat yakni adanya hukum adat yang tidak dapat diganggu gugat, kurangnya SDM/pengetahuan masyarakat tentang modernisasi,pendanaan serta masyarakat yang belum sadar wisata. 2. Saran Tanpa bermaksud mencari kekurangan strategi pengelolaan Masjid Saka Tunggal, disini peneliti bermaksud untuk mengembangkan dan meingkatkan dakam pengelolaan Masjid Saka Tunggal kedepan. Berikut hal-hal yang alangkah baiknya diperhatikan dalam penelitian ini yaitu untuk pengelola Masjid Saka Tunggal sebaiknya selalu mejaga kekompakan dan bisa lebih meningkatkan kan lagi sarana dan prasarana yang menunjang kebutuhan para peziarah Masjid Saka Tunggal.

13

DAFTAR PUSTAKA/ REFERENCES

(Budiansyah & Inneka, 2020)Budiansyah, M., & Inneka, T. (2020). Manajemen Pengelolaan Cagar Budaya : Antara Kebijakan , Aksi Komunitas Dan Sejarah. Prosiding Simposium Nasional “Tantangan Penyelenggaraan Pemerintahan Di Era Revolusi Industri 4.0,” 197–222.

Huda, A. (2015). Pengelolaan Fasilitas Objek Wisata Cagar Budaya Makam Raja Kecik Di Desa Buantan Besar Kabupaten Siak. Jom FISIP, 2, 1–15. Retrieved from https://www.neliti.com/publications/32377/pengelolaan-fasilitas-objek-wisata-cagar- budaya-makam-raja-kecik-di-desa-buantan

Ii, B. A. B. (2008). Sejarah Masjid Saka Tunggal..., Savitri Meiniadi, FKIP UMP, 2016. 19–28.

Ii, B. A. B., & Teori, L. (2009). No Title. 12–45.

Planologi, J., Purbasari, R., Pelestarian, B., Budaya, C., & Tengah, J. (2018). Strategi pengelolaan warisan budaya berbasis peran masyarakat di kecamatan lasem kabupaten rembang. 15(2), 115–133.

Sampieri, R. H. (n.d.). No 主観的健康感を中心とした在宅高齢者における 健康関連 指標に関する共分散構造分析Title. 1(2), 634.

Wisata, D., & Pekanbaru, K. (2017). No Title. 4(1), 1–13.

14