KEANEKARAGAMAN NEKTON DI SUNGAI MOMBANG KECAMATAN BATANG TORU DAN KECAMATAN SIBABANGUN

SKRIPSI

KRISTINA NATALIA MANULLANG 160302005

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021

Universitas Sumatera Utara KEANEKARAGAMAN NEKTON DI SUNGAI MOMBANG KECAMATAN BATANG TORU DAN KECAMATAN SIBABANGUN

SKRIPSI

KRISTINA NATALIA MANULLANG 160302005

Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2021

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

KRISTINA NATALIA MANULLANG, Keanekaragaman Nekton di Sungai Mombang Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Sibabangun. Dibimbing oleh RUSDI LEIDONALD, SP., M.Sc. Sungai mombang merupakan salah satu ekosistem air yang telah banyak mengalami perubahan terutama akibat dari berbagai aktivitas manusia. Sungai Mombang saat ini dimanfaatkan oleh beberapa sektor seperti pertanian, domestik, dan limbah galian C. Akibat banyaknya aktifitas masyarakat di sepanjang Sungai Mombang menyebabkan kondisi perairannya terganggu pada kualitas perairan baik secara fisika kimia perairan yang dapat mempengaruhi stabilitas ekosistem perairan yang mengancam terhadap keberadaan nekton. Nekton adalah organisme yang dapat berenang dan bergerak aktif dengan kemauan sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman jenis nekton dan hubungan parameter fisika kimia perairan di perairan Sungai Mombang Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Sibabangun. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-September 2020. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan penangkapan ikan menggunakan alat backpack electrofishing units (setrum) dengan teknik pengoperasian multiple-pass depletion. Keterkaitan indeks keanekaragaman dengan parameter fisika dan kimia perairan menggunakan Analisis Korelasi Pearson dengan bantuan software SPSS versi 23.00. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai Indeks Keanekaragaman (H’) berkisar antara 1,31-1,83; nilai Indeks Keseragaman (E) berkisar antara 0,47- 0,66; dan nilai Indeks Dominansi berkisar antara 0,40-0,43. Hasil analisis korelasi Pearson menunjukkan bahwa Suhu dan Fosfat berkorelasi positif atau memiliki hubungan yang searah dengan Nekton, sedangkan Kecerahan, Kedalaman, Arus, pH, DO, BOD, Nitrogen dan Lebar badan sungai berkorelasi negatif atau memiliki hubungan yang tidak searah dengan keanekaragaman Nekton.

Kata kunci : Sungai Mombang, Keanekaragaman, Nekton

i

Universitas Sumatera Utara ABSTRACT

KRISTINA NATALIA MANULLANG, The Diversity of Nekton in the Mombang River, Batang Toru District and Sibabangun District. Supervised by RUSDI LEIDONALD, SP., M.Sc. The Mombang river is one of the aquatic ecosystems that has undergone many changes, especially as a result of various human activities. The Mombang River is currently being used by several sectors such as agriculture, domestic, and C- excavated waste. Due to the large number of community activities along the Mombang River, the condition of the waters is disturbed in the water quality both physically and chemically which can affect the stability of the aquatic ecosystem which threatens the existence of nekton. Nekton is an organism that can swim and move actively on its own accord. This study aims to determine the diversity of nekton species and the relationship between physical and chemical parameters of the waters in the waters of the Mombang River, Batang Toru District and Sibabangun District. This research was conducted in August-September 2020. The method used in this research is descriptive post facto with fish catching using backpack electrofishing units with technique of operation of multiple-pass depletion. The relationship between the diversity index and the physical and chemical parameters of the waters using Pearson Correlation Analysis with the help of SPSS version 23.00 software. The results showed that the value of the Diversity Index (H ') ranged from 1.31 to 1.83; the value of the Uniformity Index (E) ranged from 0.47 to 0.66; and the Dominance Index values ranged from 0.40 to 0.43. The results of Pearson correlation analysis show that temperature and phosphate have a positive correlation or have a direct relationship with Nekton, while Brightness, Depth, Flow, pH, DO, BOD, Nitrogen and river width have a negative correlation or have a non-direct relationship with Nekton diversity.

Keywords: Mombang River, Diversity, Nekton

ii Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sibolga pada tanggal 24 Desember

1998. Anak dari pasangan Bapak Alpiter Simanullang

dan Ibu Riama Br. Gultom, yang merupakan putri ke 1

dari 3 bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formal

pertama di SD Swasta RK NO. 2 Sibolga pada tahun

2004-2010. Bersamaan dengan berakhirnya pendidikan

dasar, penulis melanjutkan pendidikan di SMP Negeri 2

Sibolga pada tahun 2010-2013. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA

Negeri 3 Sibolga dengan jurusan IPA pada tahun 2013-2016.

Penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Program Studi Manajemen

Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2016.

Pada tahun 2018 penulis melaksanakan Magang di Pelabuhan Perikanan

Nusantara (PPN), Sibolga. Pada tahun 2019 penulis melaksanakan Kuliah Kerja

Nyata (KKN) di Desa Regaji Kecamatan Merek Kabupaten Karo. Pada tahun

2020 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Pelabuhan

Perikanan Samudera (PPS), Medan Belawan, Sumatera Utara.

Selain mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan organisasi sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan

(IMASPERA) di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas

Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Penulis juga pernah menjadi asisten

Laboratorium Ekosistem Perairan Pesisir tahun 2018-2019 dan asisten

Laboratorium Reproduksi Perikanan pada tahun 2019-2020.

iii

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul: “Keanekaragaman Nekton di Sungai Mombang Kecamatan

Batang Toru dan Kecamatan Sibabangun” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan S1 di Program Studi Manajemen Sumberdaya

Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah menyertai penulis dalam penyelesaian

skripsi ini.

2. Kedua orang tua tercinta, yaitu Bapak Alpiter Simanullang dan Ibu Riama Br.

Gultom yang selalu senantiasa memberikan kasih sayang, semangat, doa dan

dukungan kepada penulis selama mengikuti pendidikan hingga dapat

menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Rusdi Leidonald, S.P, M.Sc selaku Dosen Pembimbing yang selalu

sabar dan tak telah memberikan ilmu, masukan, arahan dan bahkan dukungan

moril selama penulis melaksanakan penelitian dan Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc

serta bapak Rizky Febriansyah Siregar, S.Pi., M.Si selaku Dosen Penguji

yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Ir. Hasanuddin, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian dan Ibu

Dr. Eri Yusni, M.Sc selaku Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya

Perairan.

iv

Universitas Sumatera Utara

5. Ibu Dr. Eri Yusni, M.Sc selaku dosen penasehat akademik di Program Studi

Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara.

6. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dan

pegawai tata usaha Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan yang

telah memberikan ilmu dan dukungan kepada penulis selama proses

perkuliahan.

7. Adik Penulis, Ferdinan Simanullang dan Imelda Fatricia Manullang yang

telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan memberikan

semangat, doa dan dukungan kepada penulis.

8. Amangboru Krismanto Nainggolan, abang Novry Sipahutar, Jonathan Aldy

Putra Manullang yang telah membantu penulis dalam melaksanakan

penelitian serta keluarga dan sepupu penulis yang tidak dapat disebutkan satu

per satu yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis.

9. Amang Pdt. Gokma Simanungkalit, STh yang tulus mendoakan penulis

hingga dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Kepala Desa Aek Ngadol, Kepala Desa Hutagodang, Kepala Desa Anggoli,

Kepala Desa Muara Sibuntuon dan masyarakat sekitar yang memberikan

bantuan dalam pelaksanaan penelitian.

11. Teman-teman tersayang dari mahasiswa baru hingga perkuliahan selesai

yaitu: Rosanni Pasaribu, Ernita Sulastri Br. Sianturi, Norry Nainggolan

Parhusip, Devi Wiranata Sihombing, Desi Nataliana Panjaitan, Vilia Oktavia

Marbun, Kristiando Siahaan, dan Bima Satria Purba.

v Universitas Sumatera Utara

12. Teman-teman seperjuangan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan

angkatan 2016, Abang dan Kakak Alumni angkatan 2013 dan adik-adik

tersayang angkatan 2019 yang telah memberikan doa dan dukungan selama

mengikuti perkuliahan hingga menyelesaikan skripsi ini.

13. Adik-adik angkatan 2017, Cherina Afulina Ginting, Melva Angelia Pratiwi

Sidabutar, Yunita Saragih, Aini Rohani Sihombing, Indri Astrika,

Fransiska Marnita, Cindy Agustus Celestina Gultom, Tria Elvades

Nainggolan, Rifka Simanungkalit, Nelfa Finanda Zai, dan Elsa Debora

Hutapea yang telah memberikan doa dan semangat kepada penulis hingga

menyelesaikan skripsi ini.

14. Abang dan Kakak Alumni Angkatan 2014, Jaka Ramananda, S.Pi,

Evita Rehulina Ginting, S.Pi, dan Hizri Khairani Nasution, S.Pi selaku senior

yang bersedia menjadi pendengar keluh kesah penulis serta memberikan

semangat dan dukungan kepada penulis.

15. Teman Patner saya Stella Mediana Manalu yang memberikan semangat dan

doa untuk penulis.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk masyarakat, pembaca, sebagai dasar penelitian selanjutnya dan dapat menjadi sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, April 2021

Penulis

vi

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Halaman ABSTRAK ………………………………………………………………. i ABSTRACT ……………………………………………………………… ii RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………... iii KATA PENGANTAR ………………………………………………….. iv DAFTAR ISI ……………………………………………………………. vii DAFTAR GAMBAR …………………………………………………… ix DAFTAR TABEL ………………………………………………………. x DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………… xi PENDAHULUAN Latar Belakang ...... 1 Rumusan Masalah………………………………………………… 3 Kerangka Pemikiran ...... 4 Tujuan Penelitian ...... 6 Manfaat Penelitian ...... 6 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai ...... 7 Nekton ...... 10 Ekologi Ikan ...... 11 Morfologi Ikan ...... 12 Keanekaragaman Sumberdaya Hayati Nekton ...... 13 Parameter Fisika-Kimia Perairan ...... 16 Suhu ...... 17 Kecerahan ...... 17 Kedalaman ...... 18 Kecepatan Arus ...... 19 Derajat keasaman (pH) ...... 20 Oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO) ...... 21 Biochemical Oxygen Demand (BOD) ...... 22 Fosfat ...... 23 Nitrogen ...... 24

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ...... 26 Alat dan Bahan Penelitian ...... 26 Metode Penelitian...... 27 Deskripsi Area ...... 27 Stasiun I ...... 27 Stasiun II ...... 28 Stasiun III ...... 29

vii

Universitas Sumatera Utara

Stasiun IV...... 29 Prosedur Penelitian ...... 30 Pengambilan sampel ikan ...... 30 Pengukuran kualitas air ...... 31 Analisis Data ...... 31 Kepadatan relatif (KR) ...... 31 Frekuensi kehadiran (FK) ...... 32 Indeks keanekaragaman (H’) ...... 32 Indeks keseragaman (E) ...... 33 Indeks dominansi jenis (C) ...... 33 Analisi korelasi ...... 34 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Jenis nekton yang didapatkan ...... 35 Kepadatan relatif (%) dan frekuensi kehadiran (%) nekton ...... 36 Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) nekton ...... 38 Parameter fisika dan kimia perairan ...... 39 Analisis korelasi Pearson antara keanekaragaman nekton dengan parameter fisika dan kimia perairan ...... 39 Pembahasan Kepadatan relatif (KR) dan frekuensi kehadiran (FK) ...... 41 Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) nekton ...... 44 Parameter Fisika dan Kimia Perairan ...... 46 Suhu ...... 46 Kecerahan ...... 47 Kecepatan Arus ...... 47 Derajat keasaman (pH) ...... 48 Oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO) ...... 48 Biochemical Oxygen Demand (BOD) ...... 49 Fosfat ...... 49 Nitrogen ...... 50 Analisis korelasi Pearson antara keanekaragaman nekton dengan parameter fisika dan kimia perairan ...... 50

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...... 56 Saran ...... 56

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

viii

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

No. Teks Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian ...... 5

2. Peta lokasi penelitian ...... 26

3. Stasiun penelitian I ...... 28

4. Stasiun penelitian II ...... 28

5. Stasiun penelitian III ...... 29

6. Stasiun penelitian IV ...... 30

ix

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No. Teks Halaman

1. Pengukuran parameter fisika-kimia perairan ...... 31

2. Koefisien korelasi dan interpretasi ...... 34

3. Jenis nekton yang didapatkan ...... 35

4. Data kepadatan relatif (KR) dan frekuensi kehadiran (FK) (%)

nekton di Sungai Mombang ...... 38

5. Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C)

nekton di Sungai Mombang ...... 39

6. Data pengukuran parameter fisika dan kimia perairan di Sungai

Mombang pada setiap stasiun ...... 40

7. Nilai hubungan korelasi Pearson antara keanekaragaman nekton

dengan parameter kualitas air di Sungai Mombang ...... 41

x

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

No. Teks Halaman

1. Hasil pengambilan nekton ...... 65

2. Alat dan bahan penelitian ...... 67

3. Pengukuran parameter kualitas perairan secara in situ ...... 69

4. Contoh perhitungan kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran ...... 71

5. Data mentah ikan ...... 75

6. Data perhitungan debit air ...... 81

7. Rumus perhitungan debit air ...... 83

8. Analisis korelasi Pearson ...... 84

xi

Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sungai merupakan sumber air permukaan yang memberikan manfaat kepada kehidupan manusia. Mulai dari mata air sebagai awal mengalirnya air, melintasi bagian-bagian alur sungai hingga ke bagian hilir yang terjadi secara dinamis. Kedinamisan tersebut tergantung dari musim, karakteristik alur sungai, dan pola hidup manusia disekitarnya. Kondisi ini menyebabkan baik kuantitas maupun kualitas perairan sungai akan mengalami perubahan-perubahan sesuai dengan perkembangan lingkungan sungai dan kehidupan manusia. Lingkungan perairan seperti daerah aliran sungai merupakan salah satu lingkungan yang paling sering terkena dampak pencemaran karena hampir semua limbah dibuang ke dalam perairan sungai. Jika limbah yang berupa bahan pencemar masuk ke suatu lokasi perairan sungai dapat menyebabkan perubahan. Perubahan yang dapat terjadi pada lingkungan perairan sungai itu sendiri berupa faktor fisika dan kimia maupun pada organisme (biologis) yang hidup di lokasi tersebut (Suryani, 2019).

Sebagian besar kualitas air sungai di Indonesia banyak mengalami pencemaran dikarenakan adanya pengaruh dari aktivitas manusia, industri dan pertanian. Sungai dikatakan tercemar atau tidak tercemar apabila dibandingkan dengan baku mutu parameter fisika, kimia dan biologi yang sudah ditetapkan/ditentukan oleh Pemerintah, Kementerian Kesehatan atau Kementerian

Lingkungan hidup. Indikator pencemaran sungai dapat dilihat dari aspek kimia, yang meliputi: kandungan ammonia, nitrat, dan fosfat yang sudah melebihi batas baku mutu.

Universitas Sumatera Utara 2

Sungai Mombang merupakan sungai yang berasal dari daerah aliran sungai Anggoli, Sungai Anggoli berada di Kabupaten Tapanuli Tengah

Kecamatan Sibabangun. Hulu Sungai ini berada di Kabupaten Tapanuli Utara dan muaranya berada di Kabupaten Tapanuli Tengah. Pada umumnya Sungai

Mombang banyak dimanfaatkan masyarakat untuk mandi, memancing, kakus, mencuci, bagian irigasi persawahan, bendungan, tempat rekreasi ataupun untuk mengambil sumber daya alam berupa pasir ataupun batu padas oleh masyarakat sekitar. Kegiatan tersebut tentunya memberikan dampak dan tekanan terhadap perairan sungai yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan sehingga menjadi ancaman serius bagi kelestarian dan keanekaragaman hayati ikan di perairan sungai Mombang tersebut.

Nekton adalah organisme yang dapat berenang dan bergerak aktif dengan kemauan sendiri, misalkan ikan, amfibi dan serangga air besar. Nekton bergerak aktif dalam air laut, berupa bermacam-macam ikan, cumi, kura-kura, udang, ikan paus dan lain-lain. Nekton merupakan perenang bergerak dari satu wilayah ke wilayah lain tidak tergantung pada arus air. Nekton terdiri dari organisme yg mempunyai kemampuan untuk bergerak, sehingga tidak tergantung pada arus laut.

Nekton dapat bergerak didalam air laut menurut kemauannya sendiri. Nekton didominasi oleh hewan vertebrata yang terdiri dari ikan bertulang sejati

(Teleostei), ikan bertulang rawan (Chondrostei) serta mamalia, dan reptil. Ikan merupakan kelompok terbesar dari nekton (Afiati et al. 2006).

Komunitas merupakan kumpulan dari berbagai macam jenis organisme dan ukuran populasi yang hidup dalam habitat tertentu. Komunitas merupakan satu kesatuan yang terorganisir dengan komponen-komponen individu dan fungsi

Universitas Sumatera Utara 3

metabolisme yang berdampingan dengan ekosistem. Keragaman spesies yang tinggi menunjukan bahwa suatu komunitas memiliki kompleksitas tinggi, karena dalam komunitas itu terjadi interaksi spesies yang tinggi pula dan melibatkan transfer energi (jaring makanan), predasi, kompetisi dan pembagian relung).

Dalam siklus hidupnya, ikan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan perairan karena ikan memiliki pola adaptasi yang tinggi terhadap lingkungan fisik maupun kimia (Azmi et al. 2015).

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka peneliti merasa perlu untuk melakukan suatu penelitian yang mengkaji tentang “Keanekaragaman Nekton dan

Keterkaitannya dengan Parameter Kualitas Perairan Sungai Mombang Kecamatan

Batang Toru dan Kecamatan Sibabangun”. Sehingga nantinya data yang diperoleh dapat memberikan informasi yang bermanfaat dan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam upaya pengelolaan dan konservasi sumberdaya perairan dan lingkungan di daerah tersebut.

Rumusan Masalah

Sejauh ini belum diketahui bagaimana kondisi fisik kimia dan keberadaan jenis serta keanekaragaman nekton di Sungai Mombang. Berbagai macam kegiatan yang terdapat di sekitar Sungai Mombang seperti kegiatan wisata, persawahan, serta permukiman penduduk yang dapat memberikan dampak positif maupun dampak yang negatif bagi sungai Mombang. Populasi manusia yang tinggal di daerah tersebut akan mempengaruhi keragaman ikan yang ada di sekitar sungai. Aktivitas manusia pasti memiliki dampak terhadap lingkungan dan berubahnya habitat hewan dan ikan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian

Universitas Sumatera Utara 4

mengenai keanekaragaman nekton dan keterkaitannya dengan parameter kualitas perairan.

Berdasarkan hal tersebut maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan utama di perairan Sungai Mombang sebagai berikut:

1. Bagaimana tingkat keanekaragaman nekton di Sungai Mombang Kecamatan

Batang Toru dan Kecamatan Sibabangun?

2. Bagaimana kondisi dan keterkaitan parameter kualitas perairan di Sungai

Mombang Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Sibabangun?

Kerangka Pemikiran

Sungai merupakan sumber air permukaan yang memberikan manfaat kepada kehidupan manusia. Salah satunya adalah Sungai Mombang saat ini dimanfaatkan oleh masyarakat sekitarnya untuk berbagai keperluan seperti kegiatan pertanian, irigasi, buangan limbah rumah tangga, dan kegiatan penggalian pasir. Akibat banyaknya aktifitas masyarakat di sepanjang Sungai

Mombang menyebabkan perubahan pada kualitas perairan baik secara fisika kimia dan kondisi perairannya terganggu, sehingga mempengaruhi stabilitas ekosistem perairan tersebut serta mengancam terhadap keberadaan biota yang hidup di

Sungai Mombang, salah satunya yaitu nekton. Keberadaan nekton dapat dipengaruhi oleh perubahan kualitas perairan di sekitarnya. Untuk mengetahui kualitas suatu perairan sungai dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu dengan melakukan pengamatan terhadap faktor fisika dan kimia air yang diukur meliputi; suhu, kecerahan, kecepatan arus, kedalaman, pH, DO, BOD, fosfat, dan nitrogen.

Oleh karena itu, untuk melihat seberapa besar pengaruh perubahan kondisi perairan terhadap keberadaan nekton di sungai diperlukan penelitian mengenai

Universitas Sumatera Utara 5

Keanekaragaman jenis nekton sebagai salah satu metode untuk melihat kondisi perairan di Sungai Mombang yang pada saat ini belum banyak dilakukan. Adapun kerangka pemikiran penelitian dapat di lihat pada Gambar 1.

Sungai Mombang

Aktivitas masyarakat

Limbah pertanian Limbah domestik Limbah galian C

Kualitas perairan Sungai Mombang

Parameter fisika Parameter kimia

Kecerahan, kedalaman, pH, DO, BOD, fosfat,

suhu, dan kecepatan arus. dan nitrogen.

Keanekaragaman jenis nekton

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

Universitas Sumatera Utara 6

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Mengetahui keanekaragaman jenis nekton di Sungai Mombang Kecamatan

Batang Toru dan Kecamatan Sibabangun.

2. Mengetahui parameter kualitas perairan di Sungai Mombang Kecamatan

Batang Toru dan Kecamatan Sibabangun.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keanekaragaman jenis nekton yang terdapat di perairan Sungai

Mombang Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Sibabangun bagi pihak terkait yang membutuhkan dan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya mengenai keberadaan ikan di sungai tersebut.

Universitas Sumatera Utara 7

TINJAUAN PUSTAKA

Ekosistem Sungai

Ekosistem ialah suatu unit ekologi yang didalamnya terdapat struktur dan fungsi. Struktur yang dimaksudkan dalam ekosistem tersebut yakni berhubungan dengan keanekaragaman spesies atau species diversity. Pada ekosistem yang strukturnya kompleks, maka akan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi. Sedangkan fungsi yang dimaksud dalam ekosistem ialah berhubungan dengan siklus materi dan arus energi melalui komponen-komponen ekosistem

(Effendi et al., 2018).

Sungai merupakan perairan tawar yang mengalir dari bagian hulu menuju bagian hilir. Ekosistem ini tersusun atas komponen biotik dan abiotik yang saling berkaitan dan saling berinteraksi satu sama lain, sehingga membentuk suatu unit yang fungsional. Sungai juga merupakan habitat air tawar yang tidak dapat terhindar dari perubahan lingkungan akibat aktivitas alam (Purwanti et al. 2015).

Sungai adalah ekosistem lotik yang memiliki peran secara biologis, ekologis maupun ekonomis sangat penting bagi manusia. Air sungai digunakan sebagai bahan baku air minum, mencuci, irigasi, perikanan, peternakan, pembangkit listrik dan pemenuhan kebutuhan lainnya. Masyarakat memanfaatkan keberadaan sungai sebagai alat transportasi, olah raga, mencari ikan dan berburu biota. Air sungai menjadi tempat hidup bagi ikan, udang dan biota lain yang sangat dibutuhkan manusia sebagai sumber protein (Djumanto et al. 2013).

Perairan sungai merupakan salah satu ekosistem yang menjadi salah satu komponen utama dari lingkungan. Kondisi perairan sungai secara tidak langsung dapat menunjukkan kondisi lingkungan. Pesatnya pembangunan suatu kawasan di

Universitas Sumatera Utara 8

satu sisi membawa dampak positif berupa produk yang bermanfaat bagi masyarakat, akan tetapi di sisi lain juga menghasilkan limbah yang apabila tidak ditangani dengan tepat dapat mengganggu keseimbangan lingkungan. Efek jangka panjang dari degradasi kualitas lingkungan dimungkinkan menjadi efek domino negatif bagi sektor lain diantaranya kesehatan, sosial dan ekonomi

(Indrowati et al. 2012).

Kualitas air sungai dipengaruhi oleh kualitas pasokan air yang berasal dari daerah tangkapan sedangkan kualitas pasokan air dari daerah tangkapan berkaitan dengan aktivitas manusia yang ada di dalamnya. Perubahan kondisi kualitas air pada aliran sungai merupakan dampak dari buangan dari penggunaan lahan yang ada. Perubahan pola pemanfaatan lahan menjadi lahan pertanian, tegalan dan permukiman serta meningkatnya aktivitas industri akan memberikan dampak terhadap kondisi hidrologis dalam suatu Daerah Aliran Sungai. Selain itu, berbagai aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang berasal dari kegiatan industri, rumah tangga, dan pertanian akan menghasilkan limbah yang memberi sumbangan pada penurunan kualitas air sungai

(Agustiningsih et al. 2012).

Aliran DAS adalah satu kesatuan yang di mulai dari hulu, tengah sampai ke hilir. Hulu sungai/DAS adalah bagian alur sungai yang terdekat dengan titik tertinggi dari alur sungai. Secara biogeofisik, bagian hulu dicirikan dengan merupakan daerah konservasi, mempunyai kerapatan drainase lebih tinggi, merupakan daerah dengan kemiringan lereng besar (lebih besar dari 15%) bukan merupakan daerah banjir, pengaturan pemakaian air ditentukan oleh pola drainase dan jenis vegetasi umumnya berupa tegakan hutan serta memiliki nilai debit

Universitas Sumatera Utara 9

relatif kecil, alur sungai relatif sempit dan ukuran material/sedimen relatif besar

(Ananta, 2016).

DAS merupakan daerah yang dibatasi oleh punggung- punggung gunung dimana air hujan yang jatuh pada daerah tersebut dialirkan melalui sungai-sungai kecil ke sungai utama. Dalam kaitannya dengan siklus hidrologi, DAS memiliki karakteristik khusus dan berhubungan erat dengan unsur utamanya yaitu jenis tanah, tata guna lahan, topografi, kemiringan, dan panjang lereng. Dari unsur- unsur penentu sistem hidrologi tersebut, tata guna lahan dan kemiringan lereng masih mampu direkayasa oleh manusia. Dengan demikian dalam pengelolaan

DAS, perubahan tata guna lahan dan pengaturan kemiringan menjadi salah satu faktor yang sangat penting. Aktivitas perubahan penggunaan lahan yang dilakukan di daerah hulu DAS tidak hanya akan memberikan dampak di daerah dimana kegiatan tersebut berlangsung, akan tetapi juga menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transpor sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran air lainnya (Oktarian, 2016).

Bagian tengah DAS memiliki karakteristik diantara hulu dan hilir, dengan kata lain bagian tengah merupakan daerah transisi dari hulu dan hilir. Dengan nilai kelerengan umumnya antara 8-15%. Hilir DAS adalah bagian alur sungai yang terdekat dengan muara sungai. Sedangkan bagian hilir memiliki ciri merupakan daerah pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil, merupakan daerah dengan kemiringan lereng kecil (kurang dari 8%), pada beberapa tempat merupakan daerah banjir (genangan), pengaturan pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi, dan jenis vegetasi didominasi tanaman pertanian kecuali daerah

Universitas Sumatera Utara 10

estuaria yang didominasi hutan bakau/gambut; serta memiliki nilai debit relatif besar, sungai relatif lebar dan ukuran material halus (Ananta, 2016).

Nekton

Nekton adalah organisme yang dapat berenang dan bergerak aktif dengan kemauan sendiri, misalkan ikan, amfibi, serangga air besar dan termasuk golongan ini. Banyaknya speises nekton di suatu perairan dapat memberikan gambaran tentang komunitas nekton yang kompleks di perairan tersebut.

Keragaman spesies nekton di perairan, termasuk sungai dapat mendeskripsikan tingkat kompleksitas suatu komunitas nekton di perairan tersebut. Nekton adalah organisme perairan yang dapat bergerak atau berenang sendiri dalam air sehingga tidak bergantung pada arus laut yang kuat atau gerakan air yang disebabkan oleh angin. Contoh nekton adalah aneka ikan-ikan, reptil, mamalia, udang dan lain- lain. Nekton merupakan organisme laut yang bermanfaat bagi manusia terutama untuk perbaikan gizi dan peningkatan ekonomi (Junaidi, 2014).

Biota akuatik merupakan kelompok biota, baik hewan atau tumbuhan yang sebagian atau seluruh hidupnya berada di perairan, misalnya, plankton, nekton, perifiton, benthos dan demersal. Nekton umumnya terdiri atas berbagai jenis biota akuatik yang hidup dan bergerak bebas dalam kolom air, misalnya Cyprinus carpio (ikan mas). Sedangkan biota bentik merupakan kelompok hewan atau tumbuhan yang hidup pada dasar perairan, misalnya tubifex (cacing sutera).

Nekton dapat dicuplik dengan jala, kail, seser, bubu dan peralatan lain yang sering digunakan untuk menangkap ikan (Wardhana, 2006).

Tidak semua jenis ikan memiliki bentuk tubuh dengan satu kategori, namun terdapat pula jenis ikan yang memiliki bentuk kombinasi. Misalnya pada

Universitas Sumatera Utara 11

anggota Ordo Siluriformes, terdapat ikan yang memiliki kepala berbentuk picak, bagian badan berbentuk cerutu, dan bagian ekor berbentuk pipih. Ordo

Siluriformes merupakan kelompok ikan berkumis meliputi beberapa familia yang masing-masing memiliki karakter morfologi yang spesifik. Ordo Siluriformes kebanyakan hidup di perairan tawar tetapi beberapa familia (Plotosidae dan

Ariidae) dapat ditemukan di muara-muara sungai dan laut. Hampir semua ikan ordo Siluriformes memiliki sungut di sekeliling mulutnya. Ordo Siluriformes terdiri dari 106 spesies yang dikelompokkan ke dalam 35 genus dan 12 familia, yaitu Bagridae, Siluridae, Schilbidae, Pangasiidae, Akysidae, Parakysidae,

Sisoridae, Clariidae, Chacidae, Ariidae, Plotosidae, dan Loricariidae

(Bhagawati et al. 2013).

Ekologi Ikan

Kondisi perairan sungai akan sangat mempengaruhi kehidupan biota yang hidup didalamnya, salah satu biota tersebut adalah ikan. Secara umum, ikan dapat diartikan sebagai kelompok vertebrata akuatik poikilotermal (berdarah dingin) yang memiliki insang untuk bernapas dan bergerak dalam air dengan bantuan alat berupa sirip. Bentuk tubuh ikan umumnya termodifikasi sedemikian rupa sesuai dengan habitatnya di air. Ikan adalah biota air yang dapat dijadikan sebagai indikator tingkat pencemaran yang terjadi di dalam perairan (Sari et al. 2014).

Jumlah populasi ikan dalam suatu perairan biasanya ditentukan oleh pakan yang ada. Beberapa faktor yang berhubungan dengan populasi ikan, yaitu jumlah dan kualitas pakan yang tersedia dan mudah didapatnya pakan tersebut. Jenis- jenis pakan alami yang dimakan ikan sangat bermacam-macam, bergantung pada jenis ikan dan tingkat umurnya. Benih ikan yang baru mencari makan, pakan

Universitas Sumatera Utara 12

utamanya adalah plankton nabati (fitoplankton) namun sejalan dengan bertambah besarnya ikan berubah pula makanannya. Makanan sebagai komponen lingkungan merupakan faktor ekologis yang memegang peranan penting dalam menentukan tingkat kepadatan populasi, dinamika populasi, pertumbuhan, reproduksi dan kondisi ikan. Jenis makanan suatu spesies ikan biasanya bergantung kepada umur, tempat dan waktu. Kebiasaan makan ikan dapat dilihat dari hubungan ekologi diantara organisme di dalam perairan, misalnya bentuk-bentuk pemangsaan, persaingan dan rantai makanan (Situmorang et al. 2013).

Morfologi Ikan

Morfologi ikan dapat dipelajari melalui metode meristik dan morfometrik.

Meristik dan morfometrik adalah dua metode numeric utama yang digunakan dalam proses deskripsi ilmiah ikan. Secara keseluruhan, karakter-karakter morfometrik ini merupakan hasil ekspresi genotip suatu individu dan karakter- karakter ini memberikan variasi morfologi pada suatu spesies

(Roesma et al. 2018).

Ikan merupakan hewan vertebrata aquatik berdarah dingin dan bernafas dengan insang. Ikan didefinisikan sebagai hewan bertulang belakang (vertebrata) yang hidup di air dan secara sistematik ditempatkan pada filum Chordata dengan karakteristik memiliki insang yang berfungsi untuk mengambil oksigen terlarut dari air dan sirip digunakan untuk berenang. Ikan hampir dapat ditemukan hampir di semua tipe perairan di dunia dengan bentuk dan karakter yang berbeda-beda.

Ciri-ciri umum dari golongan ikan adalah mempunyai rangka bertulang sejati dan bertulang rawan, mempunyai sirip tunggal atau berpasangan dan mempunyai operculum, tubuh ditutupi oleh sisik dan berlendir serta mempunyai bagian tubuh

Universitas Sumatera Utara 13

yang jelas antara kepala, badan, dan ekor. Ukuran ikan bervariasi mulai dari yang kecil sampai yang besar. Kebanyakan ikan berbentuk torpedo, pipih, dan ada yang berbentuk tidak teratur (Fitrah et al. 2016).

Ikan memiliki keanekaragaman bentuk, ukuran, habitat serta distribusi jenis berdasarkan perbedaan ruang dan waktu sehingga membutuhkan pengetahuan tentang pengelompokan atau pengklasifikasian ikan. Pada umumnya bentuk tubuh ikan berkaitan erat dengan habitat dan cara hidupnya. Secara umum bentuk tubuh ikan adalah simetris bilateral, yang berarti jika ikan tersebut dibelah pada bagian tengah-tengah tubuhnya (potongan sagittal) akan terbagi menjadi dua bagian yang sama antara sisi kanan dan sisi kiri. Selain itu, terdapat beberapa jenis ikan berbentuk non-simetris bilateral, yaitu jika tubuh ikan tersebut dibelah secara melintang (crosssection) maka terdapat perbedaan antara sisi kanan dan sisi kiri tubuh (Bhagawati et al. 2013).

Keanekaragaman Sumberdaya Hayati Nekton

Keanekaragaman hayati adalah suatu ukuran untuk mengetahui keanekaragaman kehidupan yang berhubungan erat dengan jumlah suatu komunitas. Keanekaragaman jenis (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) merupakan indeks yang sering digunakan untuk mengevaluasi keadaan suatu lingkungan perairan berdasarkan kondisi biologi. Suatu lingkungan yang stabil dicirikan oleh kondisi yang seimbang dan mengandung kehidupan yang beranekaragam tanpa ada suatu spesies yang dominan. Ekosistem yang baik mempunyai ciri-ciri keanekaragaman jenis yang tinggi dan penyebaran jenis individu yang hampir merata di setiap perairan. Perairan yang tercemar pada

Universitas Sumatera Utara 14

umumnya kekayaan jenis relatif rendah dan di dominansi oleh jenis tertentu

(Gonawi 2009).

Keanekaragaman spesies terdiri atas dua komponen, yaitu jumlah spesies yang ada (umumnya mengarah kekayaan spesies) dan kelimpahan relatif spesies yang mengarah keseragaman. Keanekaragaman pada umumnya diukur dengan memakai pola distribusi beberapa ukuran kelimpahan diantara spesies

(Ramananda, 2018).

Berkaitan dengan keanekaragaman hayati ikan, perhatian perlu diarahkan kepada keberadaan ikan endemik dan ikan yang terancam punah di Indonesia.

Ikan endemik adalah ikan yang keberadaannya hanya ada pada satu tempat tertentu, dan tidak ada di tempat lain. Ikan endemik di Indonesia berjumlah sekitar

120 spesies. Sedangkan ikan terancam punah ialah beberapa ikan yang karena mengalami tekanan penangkapan yang intensif ataupun faktor penyebab lain menjadi terancam punah sehingga keberadaan di perairan menjadi kian menipis

(Syafei, 2017).

Badan internasional IUCN (International Union for Conservation of

Nature and Natural Resources) yang kini berubah nama menjadi The World

Conservation Union, telah membuat klasifikasi flora-fauna yang perlu dilindungi dalam kategori kelangkaan berdasarkan tingkat/derajat keterancamannya di alam.

Hal ini dapat dipakai sebagai dasar pemerintah suatu negara untuk melindungi jenis-jenis binatang di negara yang bersangkutan, termasuk Indonesia untuk ikan.

Jumlah spesies ikan yang telah dilindungi di dunia dan masuk ke dalam Red Data

Book – IUCN sejak 1964 ada 79 spesies dari 20 famili Sclerophages formosus.

Kini jumlah spesies ikan (tawar dan laut) yang tercantum dalam 1990 IUCN Red

Universitas Sumatera Utara 15

List of Threatened adalah 510 spesies dari 56 famili; diantaranya 28 spesies dari 6 ordo ikan tawar Indonesia, kebanyakan dari Sulawesi

(Whitten et al. 1987).

Keanekaragam hayati yang berlimpah pada setiap ekosistem tentu saja dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat yang berada di wilayah berbagai eksosistem. Akan tetapi dengan penggunaan sumber daya hayati yang melebihi batas, maka tidak akan menutup kemungkinan bahwa pada suatu saat nanti keanekaragaman hayati yang ada akan mengalami suatu permasalahan yang besar yaitu mengalami tingkat kepunahan. Oleh karena itu sudah selayaknya masyarakat sebagai warga yang sangat berhubungan dengan keanekaragaman hayati tersebut dapat memikirkan bagaimana cara untuk menyelamatkan kenaekaragaman hayati tersebut (Enersy et al. 2017).

Keheterogenan habitat dan kualitas air juga diperhitungkan sebagai penyebab keanekaragaman nekton di sungai. Secara ekologi diasumsikan bahwa keanekaragaman spesies yang tinggi menunjukkan keseimbangan ekosistem yang lebih baik dan memiliki elastisitas terhadap berbagai bencana, seperti penyakit, predator, dan lainnya. Sebaiknya keanekaragaman yang rendah (jumlah spesies sedikit) menunjukkan sistem yang stress atau sistem yang sedang mengalami kerusakan, misalnya bencana alam, polusi, dan lain-lain. Dalam ekologi biasanya digunakan indeks keanekaragaman sebagai ukuran kondisi suatu ekosistem yang mungkin dipengaruhi oleh berbagai gangguan lingkungan. Hal ini berdasarkan asumsi bahwa populasi dari spesies-spesies terbentuk secara bersama-sama, berinteraksi suatu dengan lainnya, juga terhadap lingkungan dalam berbagai cara

Universitas Sumatera Utara 16

dimana hal tersebut menentukan jumlah spesies yang ada serta kelimpahan relatifnya (Gonawi, 2009).

Parameter Fisika Kimia Perairan

Parameter fisika kimia perairan yang akan diukur dalam penelitian ini adalah: suhu, kecerahan, kedalaman, kecepatan arus, derajat keasaman (pH), oksigen terlarut (dissolved oxygen/DO) dan biochemical oxygen demand (BOD).

Dalam Baku mutu air ini ditetapkan pemerintah berdasarkan peraturan undang- undang dengan mencantumkan pembatasan konsentrasi dari berbagai parameter kualitas air. Pasal 8 PP nomor 82 tahun 2001, menggolongkan air berdasarkan 4

(empat ) kelas yaitu: a. Kelas satu, air yang diperuntukkannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukkan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. b. Kelas dua, air yang diperuntukkannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. c. Kelas tiga, air yang diperuntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut. d. Kelas empat, air yang diperuntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Universitas Sumatera Utara 17

Suhu

Suhu merupakan parameter fisika yang sangat penting bagi proses metabolisme organisme di daerah perairan. Suhu dapat bervariasi dipengaruhi oleh musim, letak berdasarkan lintang dan garis edar matahari, waktu pengukuran, kedalaman air serta tinggi terhadap permukaan laut. Perubahan suhu mempengaruhi proses fisika, kimia dan biologi pada badan air. Kenaikan suhu menyebabkan metabolise organisme meningkat sehingga kebutuhan oksigen meningkat. Naiknya suhu 1°C menyebabkan konsumsi oksigen meningkat 10%

(Novilyansa, 2017).

Suhu dapat memengaruhi fotosintesis di perairan baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesis. Tinggi suhu dapat menaikkan laju maksimum fotosintesis, sedangkan pengaruh secara tidak langsung yakni dalam merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat memengaruhi distribusi fitoplankton. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, volatilisasi, serta menyebabkan penurunan kelarutan gas dalam air (gas O2, CO2, N2, CH4). Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan nekton di perairan adalah 20˚C - 30˚C (Sagala, 2019).

Kecerahan

Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparasi yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk, dimana nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter.

Nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan,

Universitas Sumatera Utara 18

dan padatan tersuspensi, serta ketelitian orang yang melakukan pengukuran.

Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan saat cuaca cerah (Gonawi, 2009).

Semakin tinggi kecerahan atau semakin rendah kekeruhan maka semakin tinggi penetrasi cahaya matahari masuk ke perairan. Dengan demikian proses fotosintesis di air tersebut dapat berlangsung dan memudahkan interaksi mikroorganisme yang membutuhkan oksigen. Indikasi yang sering digunakan suatu perairan adanya mikroba ditandai masih ada pertumbuhan alga di perairan tersebut. Hal tersebut dapat diukur secara dengan mengetahui tingkat kompensasi.

Tingkat kompensasi dapat ditentukan dengan cara kultur alga dalam botol selama

24 jam (Mudatsir, 2007).

Kedalaman

Kedalaman merupakan salah satu parameter fisika, dimana semakin dalam perairan maka intensitas cahaya yang masuk semakin berkurang. Kedalaman merupakan wadah penyebaran atau faktor fisik yang berhubungan dengan banyak air yang masuk kedalam suatu sistem perairan. Pengukuran kedalaman dilakukan dengan paralon berskala. Paralon berskala ini dimasukan ke dalam perairan dengan posisi tegak sampai menyentuh dasar perairan. Batas yang ditunjukan pada paralon adalah kedalaman dari perairan tersebut (Gonawi, 2009).

Kedalaman sungai harus selalu diukur secara periodik, karena kedalaman sungai berperan penting untuk menampung air hujan dalam jumlah besar sehingga dapat mengurangi terjadinya banjir. Pada saat ini pengukuran kedalaman sungai sering kali hanya menggunakan sebuah galah yang cukup panjang yang dimasukkan ke dalam sungai dan harus dilakukan pengukuran diberbagai tempat agar mendapatkan data untuk membandingkan bagian-bagian terdalam pada

Universitas Sumatera Utara 19

sungai, hasil pengukuran menggunakan cara ini tidak akurat dan sangat berbahaya karena kita harus menyeberangi sungai dimana terdapat bagian-bagian sungai yang sangat dalam yang belum kita ketahui dan juga harus melawan arus sungai yang sangat deras (Susilo et al. 2015).

Kecepatan Arus

Arus air merupakan salah satu fakor yang cukup besar pengaruhnya terhadap kualitas air, khususnya terhadap proses difusi oksigen dari udara dan penimbunan bahan organik. Kekuatan besarnya kecepatan arus air dapat menimbulkan riak atau gelombang pada permukaan air, yang akan mengakibatkan proses difusi oksigen dari udara ke dalam air. Arus air juga dapat mengakibatkan pengadukan air dari permukaan ke dasar air sehingga akan menghilangkan kemungkinan terjadinya pelapisan temperatur air, menghindari kondisi anaerob di dasar air serta dapat mengencerkan senyawa-senyawa hasil metabolisme. Secara tidak langsung arus air juga mencegah tertimbunnya bahanbahan organik di tempat-tempat tertentu pada bagian sungai atau kolam (Mudatsir, 2007).

Arus mempunyai peranan yang sangat penting terutama pada perairan mengalir (lotik). Hal ini berhubungan dengan penyebaran organisme air, gas-gas terlarut dan mineral yang terdapat di dalam air. Kecepatan aliran air yang mengalir akan bervariasi secara vertikal Arus air akan semakin lambat bila semakin dekat ke bagian dasar sungai. Kecepatan aliran air yang mengalir beragam dari permukaan dasar, meskipun berada dalam saluran buatan yang dasarnya halus tanpa rintangan apapun. Perubahan air seperti itu tercermin dalam modifikasi yang diperlihatkan oleh organisme yang hidup di dalam air yang mengalir, yang kedalamannya berbeda (Siregar, 2009).

Universitas Sumatera Utara 20

Kecepatan arus merupakan faktor penting di perairan. Sungai berdasarkan kecepatan arusnya yaitu: arus yang sangat cepat (>1 m/detik), arus yang cepat

(0.5-1 m/detik), arus yang sedang (0,25-0,5 m/detik), arus yang lambat (0,1-0,25 m/detik), dan arus yang sangat lambat (<0,1 m/detik). Arus dalam perairan mengalir merupakan faktor pembatas karena plankton-plankton yang merupakan makanan bagi nekton tidak dapat bertahan dan cendrung untuk terbawa arus. Hal ini merupakan factor pembatas bagi jenis nekton untuk memperoleh makanan

(Gonawi, 2009).

Derajat keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu parameter penentu produtivitas suatu perairan. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan ketidakseimbangan kadar CO2 yang dapat membahayakan kehidupan biota perairan (Anwar, 2008).

pH merupakan aktivitas relatif ion hidrogen dalam larutan dan merupakan ukuran keasaman atau basa suatu larutan. Besarnya nilai pH antara 0 – 14 dimana pH dibawah 7 bersifat asam dan diatas 7 bersifat basa dan nilai pH 7 adalah netral. pH dengan nilai 6,5-8,2 merupakan kondisi optimum untuk mahluk hidup. pH yang terlalu asam atau terlalu basa akan mematikan makhluk hidup . Air hujan sebagai sumber air sungai secara alami bersifat asam (pH di bawah 7,0) biasanya sekitar 5,6 tetapi di beberapa daerah meningkat ke tingkat berbahaya antara 4,0 dan 5,0 pH akibat polutan di atmosfer yang diakibatkan oleh karbon hasil pembakaran fosil di udara. Berubahnya nilai pH dimungkinkan oleh pencemaran

Universitas Sumatera Utara 21

yang dihasilkan oleh industri, domestik atau kondisi alam. Air sungai di Indonesia umumnya memiliki nilai pH antara 2 – 10 (Novilyansa, 2017).

Pengukuran pH air dapat dilakukan dengan cara kalorimeter, dengan kertas pH dan dengan pH meter. Pengukurannya tidak begitu berbeda dengan pengukuran pH tanah. Hanya saja yang perlu diperhatikan adalah cara pengambilan sampelnya yang benar sehingga nilai pH yang diperoleh benar. Nilai pH air yang normal adalah netral, yaitu antara 6 sampai 8, sedangkan pH air yang tercemar, misalnya oleh limbah cair berbeda-beda nilainya tergantung jenis limbahnya dan pengolahannya sebelum dibuang (Siregar, 2009).

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/ DO)

Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen/DO) yaitu jumlah mg/l gas oksigen yang telarut dalam air. Kadar oksigen yang terlarut di perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer. Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Di perairan tawar, kadar oksigen terlarut berkisar antara 15 mg/liter pada suhu 0º C dan 8 mg/liter pada suhu 25º C. Kadar oksigen terlarut di perairan alami biasanya kurang dari 10 mg/liter (Gonawi, 2009).

Oksigen merupakan zat penting yang dibutuhkan semua mahluk hidup begitu pula untuk mahluk hidup di dalam air dalam bentuk oksigen terlarut dalam air. Kadar oksigen yang berkurang dimungkinkan terjadinya banyaknya mikro organisme yang terkandung di dalamnya. Oksigen mempunyai peranan penting dalam oksidasi dan reduksi bahan organik dan anorganik untuk mengurangi beban pencemaran secara alami maupun secara aerobik untuk memurnikan air buangan industri dan rumah tangga. Besarnya nilai DO untuk sungai di Indonesia berkisar

Universitas Sumatera Utara 22

antara 0 mg/L – 9 mg/L dan kadarnya berubah dipengaruhi oleh suhu dan ketinggian (Novilyansa, 2017).

Perairan dikatakan mengalami pencemaran yang serius jika kadar DO di bawah 4 mg/L. Kadar DO yang rendah dapat memberikan pengaruh yang berbahaya pada komunitas air. Kehidupan di air dapat bertahan jika terdapat oksigen terlarut minimal sebanyak 5 mg/L (5 mg oksigen untuk setiap liter air) selebihnya bergantung kepada ketahanan organisme, derajat keaktifannya, kehadiran bahan pencemar, dan suhu air. Sungai dapat dengan cepat memurnikan bahan bahan pencemar yang masuk ke dalamnya, khususnya limbah yang membutuhkan oksigen dan limbah panas. Semakin ke arah hilir, konsentrasi DO dapat kembali pada tingkat yang normal. Besarnya waktu dan jarak yang diperlukan oleh sungai untuk menetralkan bahan pencemar sangat ditentukan oleh volume dan kecepatan aliran air sungai serta besarnya bahan pencemar yang masuk (Sagala, 2019).

Biological Oxygen Demand (BOD)

BOD atau biochemical oxygen demand adalah suatu jumlah oksigen terlarut yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik. BOD sebagai suatu ukuran jumlah oksigen yang digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan organik yang dapat diurai. Beberapa peneliti menambahkan bahwa pengertian BOD tidak hanya menyatakan jumlah oksigen, tetapi juga menyatakan jumlah bahan organik mudah urai (biodegradable organics) yang ada di perairan (Santoso, 2018).

Universitas Sumatera Utara 23

Parameter BOD, secara umum banyak dipakai untuk menentukan tingkat pencemaran air buangan. Penentuan BOD sangat penting untuk menelusuri aliran pencemaran dari tingkat hulu ke muara. Sesungguhnya penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay yang menyangkut pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh organisme selama organisme tersebut menguraikan bahan organik yang ada dalam suatu perairan, pada kondisi yang harnpir sama dengan kondisi yang ada di alam (Salmin, 2005).

Metode pengukuran BOD cukup sederhana, yaitu mengukur kandungan oksigen terlarut awal (DOi) dari sampel pada awal pengambilan sampel, kemudian mengukur kandungan oksigen terlarut kembali setelah sampel diinkubasi selama 5 hari pada kondisi gelap dan suhu tetap yang sering disebut dengan DO5. Selisih DOi dan DO5 (DOi - DO5) merupakan nilai BOD yang dinyatakan dalam miligram oksigen per liter (mg/L). Pengukuran oksigen dapat dilakukan secara analitik dengan cara titrasi (metode Winkler, iodometri) atau dengan menggunakan alat yang disebut DO meter yang dilengkapi dengan probe khusus (Santoso, 2018).

Fosfat

Salah satu bahan kimia yang dapat mengakibatkan penurunan kualitas air sungai yaitu ion fosfat. Bentuk fosfat dalam perairan adalah ortofosfat. Pada umumnya, fosfat yang terdapat dalam suatu perairan dapat berasal dari kotoran manusia atau hewan, sabun, industri dan kertas, detergen. Pada dasarnya makhluk hidup yang tumbuh di perairan memerlukan fosfat pada kondisi jumlah tertentu.

Sebaliknya, kandungan fosfat yang berlebihan akan membahayakan kehidupan makhluk hidup tersebut. Kandungan fosfat yang besar dapat meningkatkan

Universitas Sumatera Utara 24

pertumbuhan alga yang mengakibatkan sinar matahari yang masuk ke perairan menjadi berkurang (Ngibad, 2019).

Kelebihan fosfat di perairan menyebabkan peristiwa peledakan pertumbuhan alga (eutrofikasi) dengan efek samping menurunnya konsentrasi oksigen dalam badan air sehingga menyebabkan kematian biota air. Disamping itu, alga biru yang tumbuh subur karena melimpahnya fosfat mampu memproduksi senyawa racun yang dapat meracuni badan air. Meskipun konsentrasi fosfat di badan air dikurangi, eutrofikasi masih dapat terjadi karena adanya mobilisasi fosfat dari sedimen melalui proses fisika, kimia dan biokimia.

Ketika fosfat di badan air berlebih, fosfat akan kembali terdeposisi ke dalam pori sedimen melalui berbagai proses antara lain sedimentasi, adsorpsi dan presipitasi.

Dengan demikian, sedimen memiliki peranan penting terhadap proses eutrofikasi karena sedimen pada suatu perairan bertindak sebagai sumber dan sekaligus sebagai penampung fosfat (Rumhayati, 2010).

Nitrogen

Kandungan nitrogen dalam badan air baik dalam bentuk amonia (NH3), nitrat (NO3) dan nitrit (NO2) sangat berpengaruh terhadap kualitas suatu badan air. Siklus-siklus nitrogen yang terjadi dalam suatu badan air terkadang mengkonsumsi paling banyak oksigen terlarut dibandingkan dengan reaksi-reaksi biokimia lain yang terjadi dalam air (Aswadi, 2006).

Nitrogen merupakan nutrien essensial (makro) yang diperlukan bagi pertumbuhan organisme. Namun jika jumlah nitrogen dan fosfor dalam perairan berlebih justru akan menimbulkan dampak negatif yang dapat menurunkan kualitas perairan. Senyawa nitrogen (amonia, nitrat dan nitrit) di perairan secara

Universitas Sumatera Utara 25

alami berasal dari metabolisme organisme perairan dan dekomposisi bahan-bahan organik oleh bakteri pengurai. Sumber alami amonia, nitrat dan nitrit adalah siklus nitrogen sedangkan sumber dari aktivitas manusia berasal dari penggunaan pupuk nitrogen, limbah industri dan limbah organik manusia. Senyawa fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan adalah fosfat. Fosfat dalam perairan berasal dari sumber alami seperti erosi tanah, pelapukan tumbuhan, dari laut atau perairan itu sendiri (siklus fosfor) serta buangan dari hewan yang dengan adanya bakteri akan terurai menjadi zat hara (Lumbantobing, 2019).

Universitas Sumatera Utara 26

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus - September 2020, di Sungai

Mombang Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Sibabangun. Identifikasi nekton dilakukan di Laboratorium Terpadu Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara dengan menggunakan buku identifikasi Kottelat et al. (1993).

Pengukuran beberapa parameter fisika kimia perairan seperti suhu, kecerahan, kedalaman, kecepatan arus, pH, DO dilakukan secara in situ di lapangan. Peta lokasi dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Peta lokasi penelitian

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah pH meter, termometer, DO meter, bola duga, global position system (GPS), stopwatch, spidol, kertas millimeter, secchi disk, lakban, kertas label, cool box, tali plastik, plastik 10 kg,

Universitas Sumatera Utara 27

backpack electrofishing unit, kamera digital, dan buku acuan identifikasi ikan

Kottelat et al., (1993). Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel ikan, tissue, dan alkohol 70%.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling

Metode ini dilakukan yaitu dengan menentukan tiga stasiun dengan karakteristik yang berbeda. Penangkapan ikan dilakukan pada pagi hari dengan menggunakan alat backpack electrofishing units dengan metode pengoperasian multiple-pass depletion atau removal methods yang didasarkan pada teknik Scottish Fisheries

Co-Ordination Centre / SFCC (2007). Pengoperasian electrofishing mengikuti alur zig-zag menyusur kedua tepi anak sungai. Operator electrofishing bergerak berlawanan arah dengan arus sungai dibantu oleh satu atau dua orang pembawa dipnet (net persons).

Deskripsi Area

Stasiun I

Stasiun ini terletak di Desa Aek Ngadol Kecamatan Batang Toru

Kabupaten Tapanuli Selatan dengan lokasi penambangan batu dan pasir.

Masyarakat sering menyebutnya sebagai tangkahan. Secara geografis stasiun ini terletak pada kordinat 1°30.1540' LU dan 99°0.25'20 BT. Lokasi ini memiliki dengan ukuran batu mangga serta berpasir dengan aliran yang kurang jernih.

Lokasi stasiun penelitian I disajikan pada Gambar 3.

Universitas Sumatera Utara 28

Gambar 3. Stasiun penelitian I

Stasiun II

Stasiun ini terletak di Desa Hutagodang Kecamatan Batang Toru

Kabupaten Tapanuli Selatan. Sekitar bantaran sungai ini masih terlihat perkebunan masyarakat berupa sawit dan karet. Aktivitas di sungai tersebut dekat dengan pemukiman penduduk, digunakan sebagai masyarakat untuk rekreasi, mencuci, kakus, menangkap ikan dan pemandian warga sekitar. Secara geografis stasiun ini terletak pada kordinat 1°30.20'50" LU dan 98°59.87'60" BT. Jarak

Stasiun I dengan Stasiun II adalah ± 2 km. Lokasi stasiun penelitian II disajikan pada Gambar 4.

Gambar 4. Stasiun penelitian II

Universitas Sumatera Utara 29

Stasiun III

Stasiun ini terletak di Desa Anggoli Kecamatan Sibabangun Kabupaten

Tapanuli Tengah. Lokasi ini memiliki kedalaman ±1-2 meter dengan aliran air yang jernih. Irigasi ini digunakan untuk mencuci, mandi, dan memancing. Secara geografis terletak pada kordinat 1°30.78'70" LU dan 98°59.41'60" BT. Jarak

Stasiun II dengan Stasiun III adalah 1 km. Lokasi stasiun penelitian III disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Stasiun penelitian III

Stasiun IV

Stasiun ini terletak di Desa Muara Sibuntuon Kecamatan Sibabangun

Kabupaten Tapanuli Tengah. Arus air pada stasiun ini tergolong deras. Di sekitarnya terdapat pemukiman penduduk, dan dipinggiran sungai terdapat banyak pohon seperti pohon kelapa dan pohon beringin. Secara geografis terletak pada kordinat 1°32.80'20" LU dan 99°0.20'20" BT. Jarak Stasiun III dengan Stasiun IV adalah ± 7 km. Lokasi stasiun penelitian III disajikan pada Gambar 6.

Universitas Sumatera Utara 30

Gambar 6. Stasiun penelitian IV

Prosedur Penelitian

Pengambilan sampel ikan

Pengambilan sampel ikan dilakukan bersamaan dengan pengukuran faktor fisika kimia perairan. Sampel ikan ditangkap dengan menggunakan alat tangkap backpack electrofishing unit dimana arus listrik yang dihasilkan bersumber dari baterai 12 volt. Pengoperasian electrofishing untuk masing-masing stasiun dengan kurun waktu 4 x 15 menit dengan mengikuti alur zig zag menyusur kedua tepi anak sungai tersebut. Operator electrofishing akan bergerak berlawanan arah dengan arus sungai (bergerak ke arah hulu), dibantu oleh satu atau dua anggota pembawa dipnet (net persons) dengan ukuran mata jaring 10 mm untuk membantu memindahkan ikan yang pingsan ke wadah ember berisi air. Sampel ikan yang diperoleh dimasukan ke dalam kantong plastik dan diawetkan dengan alkohol 70% untuk selanjutnya sampel akan dibawa ke Laboratorium Terpadu

Fakultas Pertanian USU untuk diidentifikasi dengan buku identifikasi

Kottelat et al. (1993).

Universitas Sumatera Utara 31

Pengukuran kualitas air

Pengukuran parameter kualitas air dilakukan dengan menggunakan masing-masing peralatan yang telah dipersiapkan. Pengukuran suhu dengan termometer, kecerahan dengan secchi disk, kecepatan arus dengan bola duga, pH dengan pH meter, dan DO dengan DO meter. Pengukuran parameter kualitas air dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pengukuran parameter fisika-kimia perairan

Parameter Satuan Alat Analisis Suhu 0c Termometer In situ Kedalaman m Tongkat berskala In situ Kecerahan m Secchi disk In situ Arus m/det Bola duga In situ pH - pH meter In situ DO mg/L DO meter In situ BOD - Uji lab Ex situ Fosfat - Uji lab Ex situ Nitrat - Uji lab Ex situ Lebar sungai m Meteran In situ Debit air sungai L/det - In situ

Analisis Data

Keberadaan biota di perairan dianalisis secara deskriptif untuk melihat perbedaan komposisi dan kelimpahan, serta stabilitas ekosistem perairan.

Berdasarkan data yang diperoleh diolah dengan menghitung kepadatan relative

(KR), frekuensi kehadiran (FK), indeks keanekaragaman (H’) Shannon-Wiener, indeks keseragaman (E), indeks dominansi (C) dengan persamaan sebagai berikut:

Kepadatan relatif (KR)

Kepadatan relatif (KR) adalah perbandingan antara kelimpahan individu tiap jenis dengan keseluruhan individu yang tertangkap dalam suatu komunitas yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Odum, 1994) sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara 32

KR (%) =

Frekuensi kehadiran (FK)

Frekuensi kehadiran (FK) adalah perbandingan antara frekuensi spesies dengan jumlah seluruh spesies yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus

(Odum, 1994) sebagai berikut:

FK (%) =

Indeks keanekaragam (H’)

Indeks keanekaragaman (H’) menggambarkan keanekaragaman jenis dalam populasi, dengan menggunakan rumus persamaan Shannon-Wiener

(Ludwig dan Reynolds, 1989) sebagai berikut:

H’ = -

Keterangan :

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener pi = Jumlah individu masing-masing jenis (i = 1,2,3,…)

S = Jumlah jenis ln = Logaritma nature pi = ∑ ni/N (perhitungan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis)

Indeks keanekaragaman (H’) terdiri dari beberapa kriteria yaitu :

H’ > 3,0 : menunjukan tingkat keanekaragaman yang sangat tinggi.

H’ > 1,5 – 3,0 : menunjukan tingkat keanekaragaman yang tinggi.

H’ > 1,0 – 1,5 : menunjukan tingkat keanekaragaman sedang.

H’ < 1 : menunjukan tingkat keanekaragaman rendah

Universitas Sumatera Utara 33

Indeks keseragaman (E)

Indeks Keseragaman (E), yaitu kesamaan jumlah individu antar spesies dalam suatu komunitas. Semakin merata penyebaran jumlah individu antar spesies maka semakin besar derajat keseimbangan komunitas, yang dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Odum, 1994) :

E =

Keterangan:

E = Indeks keseragaman

H maks = ln S

S = Jumlah spesies dalam komunitas

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon Wienner

Menurut Krebs (1989), besarnya indeks keseragaman jenis berkisar antara

0 sampai dengan 1, dengan persamaan sebagai berikut:

Keterangan: E < 0,4 : Keseragaman jenis rendah

0,4 < E < 0,6 : Keseragaman jenis sedang

E > 0,6 : Keseragaman jenis tinggi

Indeks dominansi jenis (C)

Analisis ini berfungsi untuk mengetahui dominansi dari jenis tertentu, adapun persamaannya sebagai berikut (Odum, 1994).

C = -∑ ( )2

Keterangan :

C = Indeks dominansi simpson

S = Jumlah genera/spesies

Universitas Sumatera Utara 34

Ni = Jumlah individu jenis ke-i

N = Jumlah total individu

Dimana nilai indeks dominansi antara 0-5, bahwa kriteria dominansi adalah sebagai berikut:

Jika nilai C mendekati 0 (< 0.5), maka tidak ada spesies yang mendominasi.

Jika nilai C mendekati 1 (≥ 0.5), maka ada spesies yang mendominasi.

Analisis Korelasi

Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui hubungan faktor-faktor lingkungan terhadap nilai keanekaragaman jenis dan kelimpahan ikan. Analisis korelasi dihitung menggunakan analisis korelasi Pearson dengan bantuan software

SPSS Ver. 23.00.

Interpretasi dari besarnya nilai hubungan antara keanekaragaman, keseragaman dan dominasi jenis ikan dengan sifat fisika kimia perairan Bahwa nilai positif (+) menunjukan hubungan yang searah antara nilai faktor fisika, kimia dan biologi maka nilai indeks keanekaragaman akan semakin besar pula.

Sedangkan nilai negatif (-) menunjukan hubungan yang berbanding terbalik antara nilai faktor fisika, kimia dan biologi perairan dapat diklasifikasikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Koefisien korelasi dan interpretasi

Nilai Korelasi Interpretasi 0,00 - 0,199 Hubungan sangat tidak kuat 0,20 - 0,399 Hubungan tidak kuat 0,40 - 0,599 Hubungan cukup kuat 0,60 - 0,799 Hubungan kuat 0,80 - 1,000 Hubungan sangat kuat

(Sumber: Usman dan Akbar, 2006).

Universitas Sumatera Utara 35

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Jenis nekton yang didapatkan

Jenis nekton yang ditemukan dari perairan Sungai Mombang Kecamatan

Batang Toru dan Kecamtan Sibabangun diperoleh sebanyak 16 jenis nekton yang termasuk kedalam 6 ordo, 8 famili, 16 spesies seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Jenis-jenis nekton yang diperoleh pada setiap stasiun penelitian Ordo Family Genus Spesies Hampala Hampala macrolepidota Mystacoleucus Mystacoleucus marginatus Osteochilus Osteochilus vittatus Osteochilus Osteochilus microcephalus Cypriniformes Cyprinidae Puntius Puntius lateristriga Puntius Puntius dorsalis Puntius Puntius binotatus Tor Tor soro Claridae Clarias Clarias teijsmanni Mystus Mystus nemurus Siluriformes Bagridae Leochasis Leochasis micropogon Sisoridae Glyptothorax Glyptothorax platypogon Synbranchiformes Mastacemblidae Macrognathus Macrognathus faciatus Syngnathudae Hippichthys spicifer Cichliformes Cichlidae Oreochromis Oreochromis niloticus Anguilliformes Anguillidae Anguilla Anguilla bicolor

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada Tabel 3 diketahui bahwa jenis– jenis nekton yang didapatkan diantaranya adalah Hampala macrolepidota,

Mystacoleucus marginatus, Osteochilus vittatus, Osteochilus microcephalus,

Puntius lateristriga, Puntius dorsalis, Puntius binotatus, Tor soro, Clarias teijsmanni, Mystus nemurus, Leochasis micropogon, Glyptothorax platypogon,

Macrognathus faciatus, Hippichthys spicifer, Oreochromis niloticus, Anguilla bicolor.

Universitas Sumatera Utara 36

Kepadatan relatif (%) dan frekuensi kehadiran (%) nekton

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap persentase nilai kepadatan relatif

(KR) nekton per spesies pada stasiun I diketahui bahwa nilai KR tertinggi terdapat pada nekton jenis Mystacoleucus marginatus yakni sebesar 37% dan nilai KR terendah terdapat pada jenis Puntius lateristriga, Tor soro, Clarias teijsmanni,

Macrognathus faciatus, dan Anguilla bicolor yakni sebesar 0%. Kemudian nilai

KR nekton per spesies pada stasiun II diketahui bahwa nilai KR tertinggi terdapat pada nekton jenis Mystacoleucus marginatus yakni sebesar 40% dan nilai KR terendah terdapat pada jenis Osteochilus vittatus, Osteochilus microcephalus,

Puntius lateristriga, Tor soro, Mystus nemurus, Leochasis micropogon,

Glyptothorax platypogon, Hippichthys spicifer, dan Macrognathus faciatus yakni sebesar 0%. Selanjutnya untuk nilai KR nekton per spesies pada stasiun III diketahui bahwa nilai KR tertinggi terdapat pada nekton jenis Puntius binotatus yakni sebesar 37,30% dan nilai KR terendah terdapat pada jenis Mystus nemurus,

Leochasis micropogon, Hippichthys spicifer, dan Oreochromis niloticus yakni sebesar 0%. Sedangkan nilai KR nekton per spesies pada stasiun IV diketahui bahwa nilai KR tertinggi terdapat pada nekton jenis Tor soro yakni sebesar

44,35% dan nilai KR terendah terdapat pada jenis Puntius dorsalis, Hippichthys spicifer, Oreochromis niloticus, Anguilla bicolor dan Leochasis micropogon yakni sebesar 0%.

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap persentase nilai frekuensi kehadairan (FK) nekton per spesies pada stasiun I diketahui bahwa nilai FK tertinggi terdapat pada nekton jenis Hampala macrolepidota, dan Oreochromis niloticus yakni sebesar 75% dan nilai FK terendah terdapat pada jenis Puntius

Universitas Sumatera Utara 37

lateristriga, Tor soro, Clarias teijsmanni, Macrognathus faciatus, dan Anguilla bicolor yakni sebesar 0%. Kemudian nilai FK nekton per spesies pada stasiun II diketahui bahwa nilai FK tertinggi terdapat pada nekton jenis Mystacoleucus marginatus yakni sebesar 75% dan nilai FK terendah terdapat pada jenis

Osteochilus vittatus, Osteochilus microcephalus, Puntius lateristriga, Tor soro,

Mystus nemurus, Leochasis micropogon, Glyptothorax platypogon, Macrognathus faciatus, Hippichthys spicifer, dan Anguilla bicolor yakni sebesar 0%. Selanjutnya untuk nilai FK nekton per spesies pada stasiun III diketahui bahwa nilai FK tertinggi terdapat pada nekton jenis Mystacoleucus marginatus, dan Puntius binotatus yakni sebesar 75% dan nilai FK terendah terdapat pada jenis Mystus nemurus, Leochasis micropogon, Hippichthys spicifer, dan Oreochromis niloticus yakni sebesar 0%. Sedangkan nilai FK nekton per spesies pada stasiun IV diketahui bahwa nilai FK tertinggi terdapat pada nekton jenis Mystacoleucus marginatus, Osteochilus vittatus, Tor soro, dan Puntius binotatus yakni sebesar

50% dan nilai FK terendah terdapat pada jenis Puntius dorsalis, Leochasis micropogon, Hippichthys spicifer, Oreochromis niloticus, dan Anguilla bicolor yakni sebesar 0%. Penjabaran secara rinci untuk nilai KR dan FK nekton per spesies pada setiap stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 4.

Universitas Sumatera Utara 38

Tabel 4. Data kepadatan relatif (KR) dan frekuensi kehadiran (FK) (%) nekton di Sungai Mombang Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV No Spesies KR FK KR FK KR FK KR FK 1. Hampala macrolepidota 3,00 75,00 0,01 25,00 3,17 50,00 0,87 25,00 2. Mystacoleucus marginatus 37,00 50,00 0,40 75,00 23,81 75,00 15,65 50,00 3. Osteochilus vittatus 29,00 50,00 0,00 0,00 1,59 50,00 9,57 50,00 4. Osteochilus microcephalus 3,00 25,00 0,00 0,00 12,70 25,00 5,22 25,00 5. Puntius lateristriga 0,00 0,00 0,00 0,00 1,59 25,00 0,87 25,00 6. Puntius dorsalis 3,00 25,00 0,23 50,00 3,17 25,00 0,00 0,00 7. Puntius binotatus 16,00 50,00 0,31 25,00 37,30 75,00 5,22 50,00 8. Tor soro 0,00 0,00 0,00 0,00 9,52 50,00 44,35 50,00 9. Clarias teijsmanni 0,00 0,00 0,03 50,00 3,17 25,00 0,87 25,00 10. Mystus nemurus 2,00 50,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,87 25,00 11. Leochasis micropogon 1,00 25,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 12. Glyptothorax platypogon 2,00 25,00 0,00 0,00 1,59 25,00 15,65 25,00 13. Macrognathus faciatus 0,00 0,00 0,00 0,00 1,59 25,00 0,87 25,00 14. Hippichthys spicifer 1,00 25,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 15. Oreochromis niloticus 3,00 75,00 0,03 25,00 0,00 0,00 0,00 0,00 16. Anguilla bicolor 0,00 0,00 0,00 0,00 0,79 25,00 0,00 0,00

Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) nekton

Hasil dari perhitungan indeks keanekaragaman, indeks keseragaman, dan indeks dominansi nekton didapatkan nilai yang tidak jauh berbeda pada tiap stasiun. Pada stasiun III memiliki nilai keanekaragaman tertinggi sebesar 1,83.

Pada stasiun I memiliki nilai sebesar 1,69 dan pada stasiun IV sebesar 1,68 dengan kategori tergolong tinggi, sedangkan pada stasiun II sebesar 1,31 dengan kategori tergolong sedang. Nilai keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun III sebesar 0,66. Pada stasiun I dan stasiun IV memiliki nilai yang sama yaitu sebesar

0,61 dengan kategori tinggi, sedangkan pada stasiun II sebesar 0,47 dengan kategori tergolong sedang. Nilai indeks dominansi masing-masing stasiun tergolong kategori rendah. Pada stasiun III memiliki nilai tertinggi sebesar 0,43, pada stasiun I sebesar 0,41 dan pada stasiun II dan IV memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 0,40. Penjabaran secara rinci mengenai nilai indeks keanekaragaman

Universitas Sumatera Utara 39

(H’), keseragaman (E), dan dominansi (C), nekton secara keseluruhan pada semua stasiun pengamatan pada dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) nekton di Sungai Mombang

Indeks Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV H' 1,69 1,31 1,83 1,68 Kategori (Tinggi) (Sedang) (Tinggi) (Tinggi) E 0,61 0,47 0,66 0,61 Kategori (Tinggi) (Sedang) (Tinggi) (Tinggi) C 0,41 0,40 0,43 0,40 Kategori (Rendah) (Rendah) (Rendah) (Rendah)

Parameter fisika dan kimia perairan

Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia perairan di sungai mombang disesuaikan dengan baku mutu air yang terdapat pada PP No. 82 Tahun 2001.

Berdasarkan hasil parameter kualitas air yang diperoleh dari beberapa masing- masing stasiun, yaitu; suhu, kecerahan, kedalaman, kecepatan arus, dan parameter kimia seperti; oksigen terlarut DO, BOD, pH, fosfat, dan nitrogen berada dalam kondisi yang baik dan sesuai dengan baku mutu. Nilai yang diperoleh dapat diketahui bahwa parameter yang masih memenuhi dan tidak memenuhi baku mutu perairan dapat dilihat pada Tabel 6.

Universitas Sumatera Utara 40

Tabel 6. Data pengukuran parameter fisika dan kimia Perairan di Sungai Mombang pada setiap stasiun Stasiun Parameter Baku Mutu* Satuan I II III IV Fisika

Suhu Deviasi 3 0C 28,33 28,33 29,33 27,67 Kedalaman Alami M 0,6 0,52 0,48 0,45 Kecerahan Alami % 0,6 0,52 0,48 0,45 Arus Alami m/s 1,53 1,37 1,2 1,2 Lebar badan sungai Alami M 22,83 65,6 24,37 24 Debit air sungai Alami L/det 18,54 35,82 8,77 14,98 Kimia

pH 6- 9 - 8,3 8,67 8,33 8,2 DO 4 mg/L 7,7 7,67 7,6 7,4 BOD 3 mg/L 10,17 12,17 9,83 10,5 Fosfat 0,2 mg/L 0,03 0,03 0,04 0,04 Nitrogen - mg/L 1,18 2,71 1,77 1,06

Keterangan * : PP Nomor 82 Tahun 2001 (Kelas II)

Analisis korelasi Pearson antara keanekaragaman nekton dengan parameter fisika dan kimia perairan

Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui keterkaitan atau hubungan antara aktivitas penambangan (nilai kualitas air) dengan keanekaragaman ikan.

Analisis korelasi yang digunakan pada penelitian ini adalah analysis Pearson correlation coefficient (koefisien korelasi Pearson). Menurut Hasan (2008), koefisien korelasi Pearson (r) diinterpretasikan tidak memiliki korelasi jika r= 0, korelasi lemah jika 0.20< r < 0.40, korelasi cukup jika 0.40 < r < 0.70, korelasi kuat jika 0.70< r < 0.90, dan korelasi sempurna jika r= 1.

Analisis korelasi Pearson dapat diperoleh yaitu dengan menganalisis hubungan keanekaragaman dan faktor fisika dan kimia perairan Sungai Mombang dengan menggunakan metode korelasi pearson. Nilai korelasi antara keanekaragaman (H’) dengan parameter kualitas air pada perairan Sungai

Mombang dengan nilai tertinggi yaitu meliputi fosfat memiliki nilai sebesar 0,662

Universitas Sumatera Utara 41

dan suhu dengan nilai sebesar 0,367 yang berkorelasi positif, Sedangkan nilai terendah yaitu BOD memiliki nilai sebesar -0,991 yang berkorelasi negatif. Nilai indeks korelasi (r) dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai hubungan korelasi Pearson antara keanekaragaman, nekton dengan parameter kualitas air di Sungai Mombang.

Parameter kualitas air Nilai korelasi terhadap keanekaragaman (H’) Suhu 0,367 Kedalaman -0,156 Kecerahan -0,156 Arus -0,315 pH -0,855 DO -0,294 BOD -0,991 Fosfat 0,662 Nitrogen -0,741 Lebar sungai -0,945

Pembahasan

Kepadatan relatif (KR) dan frekuensi kehadiran (FK)

Nilai kepadatan relatif pada stasiun I berkisar antara 0 - 37%, dimana kepadatan relatif terendah terdapat pada jenis Puntius lateristriga, Tor soro,

Clarias teijsmanni, Macrognathus faciatus, Anguilla bicolor dan yang tertinggi terdapat pada jenis Mystacoleucus marginatus. Pada stasiun II berkisar antara 0 –

0,40%, dimana kepadatan relatif terendah terdapat pada jenis Osteochilus vittatus,

Osteochilus microcephalus, Puntius lateristriga, Tor soro, Mystus nemurus,

Leochasis micropogon, Glyptothorax platypogon, Macrognathus faciatus,

Hippichthys spicifer, Anguilla bicolor dan yang tertinggi terdapat pada jenis

Mystacoleucus marginatus. Pada stasiun III berkisar antara 0 - 37,30%, dimana kepadatan relatif terendah terdapat pada jenis Mystus nemurus, Leochasis

Universitas Sumatera Utara 42

micropogon, Hippichthys spicifer, Oreochromis niloticus dan yang tertinggi terdapat pada jenis Puntius binotatus dan pada stasiun IV berkisar antara 0 –

44,35% dimana kepadatan relatif terendah terdapat pada jenis Puntius dorsalis,

Leochasis micropogon, Hippichthys spicifer, Oreochromis niloticus, Anguilla bicolor dan yang tertinggi terdapat pada jenis Tor soro. Rendahnya kepadatan relatif nekton per spesies yang terdapat pada stasiun II dikarenakan perairan pada stasiun II ini merupakan kawasan rekreasi yang sudah terpengaruh oleh pencemaran limbah dari aktivitas manusia yang berlangsung di sekitar perairan tersebut, sehingga menyebabkan jumlah individu masing-masing per spesies yang tidak merata . Menurut Suriawiria (2003) yang menyatakan bahwa aktivitas yang dilakukan oleh rumah tangga, pertanian dan industri tentunya menimbulkan limbah yang jika tidak diolah dengan baik akan memberi dampak pada penurunan kualitas lingkungan dan Menurut Hamidah (2000) oleh karena itu rendahnya nilai kepadatan relatif di suatu stasiun dapat disebabkan oleh jumlah individu masing- masing spesies yang tidak merata.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan jumlah jenis ikan yang dijumpai pada saat penelitian berjumlah 16 spesies. Nilai frekuensi kehadiran pada stasiun I memiliki nilai tertinggi sebesar 75% dengan jenis nekton yaitu

Hampala microlepidota, dan Oreochromis niloticus. Pada stasiun II memiliki nilai tertinggi sebesar 75% dengan jenis nekton yaitu Mystacoleucus marginatus. Pada stasiun III memiliki nilai tertinggi sebesar 75% dengan jenis nekton yaitu

Mystacoleucus marginatus dan Puntius binotatus. Ketiga stasiun tersebut berturut-turut memiliki nilai tertinggi sebesar 75%. Sedangkan pada stasiun IV hanya memiliki nilai tertinggi sebesar 50% dengan jenis Mystacoleucus

Universitas Sumatera Utara 43

marginatus, Osteochilus vittatus, Puntius binotatus, dan Tor soro. Frekuensi kehadiran berkaitan erat dengan wilayah penyebaran, artinya semakin besar nilai frekuensi kehadiran berarti semakin luas wilayah penyebarannya, selain itu juga spesies yang memiliki frekuensi kehadiran tinggi umumnya adalah spesies yang memiliki adaptasi tinggi terhadap lingkungan. Nilai frekuensi kehadiran nekton terendah sebesar 0% yaitu Osteochilus vittatus, Puntius lateristriga, Clarias teijsmanni, Mystus nemurus, Oreochromis niloticus, Macrognathus faciatus,

Hippichthys spicifer, dan Anguilla bicolor. Nilai frekuensi kehadiran rendah artinya jenis tersebut memiliki luas penyebaran yang sempit. Hal ini karena spesies tersebut hanya ditemukan pada 1 stasiun pengamatan selama pengambilan data dilakukan. Hal ini didukung oleh Muslih (2014) yang menyatakan bahwa frekuensi ikan yang mendekati 100% merupakan ikan yang memiliki penyebaran lokal luas yang artinya semakin besar nilai keterdapatan berarti semakin luas wilayah penyebarannya. Selain itu juga spesies yang memiliki frekuensi keterdapatan tinggi umumnya adalah spesies yang memiliki adaptasi tinggi terhadap lingkungan. Sedangkan jenis jenis yang memiliki frekuensi keterpadatan mendekati 0% merupakan jenis ikan yag memiliki penyebaran lokal sempit.

Adapun jumlah jenis ikan yang dijumpai pada saat penelitian spesies yang paling banyak ditemukan yaitu anggota famili Cyprinidae. Perolehan tersebut merupakan sesuatu yang bersifat umum karena famili Cyprinidae dapat hidup baik pada daerah sungai yang memiliki arus kuat maupun arus lemah dengan kualitas air yang baik. Cyprinidae merupakan famili dengan jumlah spesies relatif banyak di perairan tawar. Menurut Saitoh et al. (2006) dan Mayden et al. (2009) yang menyatakan bahwa Cyprinidae merupakan penghuni utama yang paling besar

Universitas Sumatera Utara 44

jumlah spesiesnya untuk beberapa sungai di dunia dan termasuk dalam famili ikan yang sangat umum ditemukan di lingkungan air tawar. Selain memiliki jumlah spesies terbanyak famili Cyprinidae juga mendominasi dari segi jumlah individu.

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan di lapangan terdapat satu lokasi stasiun yang merupakan habitat ruaya ikan sidat. Hal ini diduga karena pada saat pengamatan, curah hujan masih sangat tinggi sehingga mengakibatkan suhu tinggi dan arus sungai yang cukup besar ikan sidat tidak mampu beruaya memasuki perairan sungai tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Menurut

Matsui (1982) proses ruaya benih sidat selain dipengaruhi oleh pasang surut air laut juga sangat tergantung dengan curah hujan. Curah hujan secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap arus, salinitas dan suhu air.

Berdasarkan jumlah hasil nekton yang didapatkan pada setiap lokasi penelitian diduga karena perbedaan kondisi perairan di Sungai Mombang. Pada stasiun III, dan IV memiliki perairan sungai yang ditandai oleh warna air jernih, lingkungan sekitarnya berupa hutan primer dan kondisinya belum banyak terganggu oleh aktivitas manusia. Menurut Haryono (2006), ikan mudah menyukai bagian sungai yang dangkal/tepian dan banyak dijumpai di anak-anak sungai khususnya di daerah yang dangkal, airnya jernih, berarus sedang, dan banyak terdapat pohon lindungan.

Indeks keanekaragaman (H’), keseragaman (E), dan dominansi (C) nekton

Berdasarkan penelitian dan perhitungan yang telah dilakukan maka diketahui indeks keanekaragaman (H’) pada tiap stasiun berkisar antara 1,31-1,83.

Nilai H’ tertinggi yaitu pada stasiun III senilai 1,83, dengan kategori keanekaragaman tinggi. Hal ini didukung oleh Odum (1996) menyatakan bahwa

Universitas Sumatera Utara 45

keanekaragaman jenis tinggi bila banyak jenis yang mendominasi ekosistem tersebut dan keanekaragaman jenis rendah bila hanya satu atau beberapa jenis saja yang mendominasi komunitas tersebut. Arbi (2010) menyatakan bahwa keanekaragaman jenis tinggi jika jumlah jenis yang ditemukan banyak dan semua jenis yang ditemukan memiliki kelimpahan yang hampir sama. Jika jumlah jenis yang didapat sedikit, atau jumlah jenis banyak tetapi terdapat beberapa jenis yang mendominasi, keanekaragaman jenis akan menjadi rendah. Nilai H’ terendah yaitu pada stasiun II senilai 1,31 dengan kategori keanekaragaman sedang. Nilai keanekaragaman sedang diakibatkan karena ikan yang mendominansi jumlahnya sedikit dibandingkan ke dua stasiun tersebut. Menurut Sulistiyarto et al. (2007) mengatakan bahwa pergantian musim dapat mempengaruhi komposisi dan kemelimpahan ikan, kemudian lebih jauh dijelaskan. Menurut Magurran (1988) bahwa kehadiran jenis berpengaruh terhadap jumlah jenis, individu, famili dan mempengaruhi pula dengan nilai keanekaragaman, kemerataan serta dominansi pada setiap stasiun. Apabila nilai indeks keanekaragaman H’ > 3

(keanekaragaman tinggi); jika 1 < H’ < 3 (keanekaragaman sedang); dan jika H’ <

1 (keanekaragaman rendah).

Nilai indeks keseragaman pada tiap stasiun berkisar antara 0,47-0,66. Nilai

E tertinggi pada stasiun III senilai 0,66 dengan kategori keseragaman tinggi, sedangkan nilai E terendah yaitu pada stasiun II senilai 0,47 dengan kategori keseragaman sedang. Menurut Aprianto et al. (2014) apabila nilai E berada dibawah 0,5 atau mendekati 0, berarti keseragaman jenis organism dalam perairan tersebut tidak seimbang dan terdapat persaingan baik dari faktor tempat maupun makanan. Jika indeks keseragaman lebih dari 0,6 maka ekosistem tersebut dalam

Universitas Sumatera Utara 46

kondisi stabil dan mempunyai keseragaman sedang. Menurut Krebs (1989) menetapkan kriteria kisaran nilai indeks kemerataan, yaitu kemerataan jenis tinggi apabila indeks kemerataan E > 0,6; sedang jika 0,4 < E < 0,6 dan rendah jika E <

0,4. Ikan memiliki kemelimpahan yang beragam pada waktu dan lokasi yang berbeda.

Indeks dominansi jenis (C) menggambarkan pola dominasi suatu jenis terhadap jenis lainnya dalam suatu komunitas. Berdasarkan hasil penelitian Nilai indeks dominansi pada tiap stasiun berkisar antara 0,40-0,43. Dengan kategori indeks dominansi rendah pada tiap stasiun. Menurut Bakus (1990), apabila kisaran indeks dominansi antara 0 - 1 dengan pengertian bahwa akan terjadi dominansi jenis jika nilainya mendekati atau sama dengan 1 dan sebaliknya. Berdasarkan hasil nilai tersebut secara umum dapat dikategorikan dominansi spesies ikan target rendah. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Odum (1994) bahwa nilai

C 0<0.5, maka tidak ada spesies yang mendominasi atau dominansi rendah.

Parameter Fisika dan Kimia Perairan

Suhu

Suhu merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan. Sesuai dengan pernyataan

Ridwantara et al. (2019) pengaruh suhu terhadap ikan adalah dalam proses metabolisme, seperti pertumbuhan dan pengambilan makanan, aktivitas tubuh, seperti kecepatan renang serta dalam rangsangan syaraf. Lebih lanjut menyatakan bahwa suhu optimal akan membuat ikan memiliki metabolisme optimal yang berdampak baik pada pertumbuhan dan pertambahan bobot ikan. Nilai suhu yang didapatkan pada tiap stasiun berkisar antara 27,67˚C - 29,33˚C. Menurut

Universitas Sumatera Utara 47

Effendi et al. (2015) menyatakan bahwa suhu optimum untuk pertumbuhan ikan adalah 25-32 ºC.

Kecerahan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui nilai kecerahan dari keempat stasiun berkisar antara 0,45-0,60 m. Nilai kecerahan tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 0,60 m sedangkan kecerahan terendah terdapat pada stasiun 4 yaitu 0,45 m. Kecerahan pada perairan ini sama dengan kedalaman air tersebut.

Pengukuran tingkat kecerahan pada tiap stasiun ini mengalami perbedaan dikarenakan cuaca saat pengukuran yang berubah dari cerah ke sedikit mendung, selain itu juga disebabkan oleh lokasi titik tersebut yang penuh vegetasi tumbuhan dan pemukiman penduduk yang sudah mulai padat. Menurut Rizal et al. (2013) parameter kecerahan berkaitan erat dengan kedalaman perairan, karena semakin dalam perairan tersebut maka intensitas cahaya matahari yang masuk akan semakin berkurang. Kedalaman suatu perairan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberadaan organisme perairan, dimana semakin dalam suatu perairan maka semakin sedikit organisme yang ditemukan.

Kecepatan arus

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh nilai kecepatan arus dari masing-masing setiap stasiun berkisar antara 1,2-1,53 m/s. Nilai kecepatan arus yang tertinggi terdapat pada stasiun 1 sebesar 1,53 m/s dan stasiun 2 sebesar 1,37 m/s, sedangkan nilai kecepatan arus terendah terdapat pada stasiun 3 dan 4 sebesar

1,2 m/s. Dari tiap stasiun yang berbeda kecepatan arusnya disebabkan oleh jenis batuan besar dan topografinya. Menurut Pancawati et al. (2014) substrat dipengaruhi oleh kecepatan arus yang mengalir pada sungai tersebut. Pada bagian

Universitas Sumatera Utara 48

sungai yang berarus relatif lebih cepat, komposisi substratnya berupa batu-batuan, kerikil dan pasir kasar.

Pada stasiun tersebut, diketahui pada stasiun 1 dan 2 lebih besar kecepatan arus dikarenakan ukuran lebar badan sungai yang relatif besar dan memiliki topografi maupun kemiringan yang berbeda dengan stasiun 3 dan 4, dan memiliki batuan yang besar serta masih terdapat tumbuhan maupun hutan di sekitar sungai.

Menurut Jukri et al. (2013) yang menyatakan kecepatan aliran ditentukan oleh perbedaan kemiringan sungai, keberadaan hutan atau tumbuhan di sepanjang daerah aliran sungai yang akan berasosiasi dengan keberadaan hewan-hewan penghuninya.

Derajat keasaman (pH)

Hasil pengamatan yang telah dilakukan menunjukkan kondisi lingkungan yang berbeda pada masing-masing stasiun (Tabel 6). Pengamatan terhadap pH air berkisar antara 8,2-8,6. Menurut Santoso (2007) pH yang ideal bagi kehidupan organisme akuatik pada umumnya berkisar antara 7 sampai 8,5. Sejalan dengan pernyataan Arizuna et al. (2014) Biota seperti ikan pada kisaran pH 7 –8 dapat berkembangbiak secara baik. Dahril et al. (2017) menyatakan bahwa derajat keasaman (pH) yang tidak optimal dapat menyebabkan ikan stress, mudah terserang penyakit, serta produktivitas dan pertumbuhan rendah. Ikan dapat hidup minimal pada pH 4 dan pH diatas 11 akan mati.

Oksigen terlarut (dissolved oxsygen/DO)

Berdasarkan hasil penelitian nilai oksigen terlarut (DO) dari masing- masing stasiun berkisar antara 7,4-7,7 mg/L. Nilai oksigen terlarut yang tertinggi terdapat pada stasiun 1 dengan nilai 7,77 dan yang terendah pada stasiun 4 dengan

Universitas Sumatera Utara 49

nilai 7,4. Oksigen terlarut (DO) berasal dari aktivitas fotosintesis dan juga arus air yang tinggi sehingga kandungan oksigen dalam air pun tergolong tinggi. Menurut

Zahidah et al. (2015) oksigen terlarut yang baik untuk pertumbuhan ikan adalah

5-7 mg/L. Oksigen dalam hal ini diperlukan organisme akuatik untuk mengoksidasi nutrient yang masuk kedalam tubuhnya. Kandungan oksigen sangat berperan didalam menentukan kelangsungan hidup bagi organisme perairan.

Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan selama penelitian nilai

BOD berada pada kisaran 9,83-12,17 mg/L. Hal ini berarti nilai BOD yang didapatkan melebihi kadar maksimum. Menurut WHO (1993) memberikan standar kadar maksimum BOD5 yang diperkenankan untuk kepentingan air minum dan menopang kehidupan organisme akuatik adalah 3,0 mg/L – 6,0 mg/L.

Tingginya konsentrasi BOD menyebabkan konsentrasi oksigen terlarut rendah.

Nilai BOD yang tinggi berdampak pada penurunan oksigen terlarut atau dissolved oxygen (DO) Rahmawati, 2011.

Fosfat

Hasil pengukuran fosfat pada lokasi penelitian menunjukan nilai yang berkisar 0,03 mg/L sampai dengan 0,04 mg/L (pada Tabel 6). Hal ini berarti kandungan fosfat di lokasi penelitian masih dalam kadar normal dan masih baik untuk mendukung pertumbuhan ikan. Sejalan dengan Menurut Perkin dalam

Isnaini (2011) kandungan fosfat di perairan umumnya tidak lebih dari 0,1 mg/L.

Biota air membutuhkan kadar fosfat untuk kehidupannya, namun jika dalam konsentrasi yang berlebihan akan menimbulkan dampak yang berbahaya

(Patricia et al. 2018).

Universitas Sumatera Utara 50

Nitrogen

Hasil pengukuran kadar nitrogen pada lokasi penelitian menunjukan nilai yang berkisar 1,06-2,17 mg/L. kisaran nilai nitrogen yang didapatkan masih dalam kondisi belum tercemar. Kadar nitrogen pada perairan lebih dari 5 mg/L menggambarkan terjadinya pencemaran antropogenik yang berasal dari aktitivitas manusia (Effendie, 2003). Kadar nitrogen tertinggi berada pada stasiun 2 dengan nilai 2,71 mg/L. Tingginya nilai kadar nitrogen pada stasiun 2 disebabkan karena adanya aktifitas pertanian, serta pembuangan limbah rumah tangga yang menyebabkan kadar nitrogen nya sangat tinggi. Menurut Frame dan Reiter (2013)

Sumber nitrogen dari aktifitas pertanian yang masuk ke perairan berasal dari penggunaan pupuk. Pupuk yang digunakan pada lahan pertanian masuk ke aliran sungai melalui sistem drainase.

Analisis korelasi Pearson antara keanekaragaman nekton dengan parameter fisika dan kimia perairan

Analisis korelasi menunjukkan hubungan antar variabel yang ada. Nilai positif yang mendekati satu menjelaskan hubungan yang berbanding lurus antar variabel. Artinya banyaknya jumlah suatu variabel akan diikuti dengan banyaknya jumlah variabel lain. Nilai negatif mendekati minus satu menjelaskan hubungan yang berbanding terbalik antar variabel. Artinya, banyaknya jumlah suatu variabel akan diikuti dengan sedikitnya jumlah variabel lain. Nilai yang mendekati nol menjelaskan bahwa antar variabel tidak dapat berpengaruh nyata.

Pada Tabel 7 diatas dapat dilihat bahwa hasil uji analisis regresi yaitu beberapa faktor fisika dan kimia perairan sangat berbeda tingkat korelasi dan arahnya dengan indeks keanekaragaman, keseragaman dan dominansi ikan.

Universitas Sumatera Utara 51

Menurut Zulfikri et al. (2016) Kekayaan jenis keanekaragaman suatu biota memiliki hubungan positif dengan suatu area yang ditempati tergantung pada dua faktor.

Hasil uji korelasi dengan faktor fisika dan kimia perairan bahwa suhu dan fosfat berkorelasi positif terhadap keanekaragaman nekton, Sedangkan kedalaman, kecerahan, arus, pH, DO, BOD, nitrogen dan lebar sungai berkorelasi negatif terhadap keanekaragaman nekton. Selanjutnya nilai korelasi yang diperoleh yaitu suhu berkorelasi positif tidak kuat terhadap keanekaragaman, fosfat berkorelasi positif kuat terhadap keanekaragaman. Sedangkan kedalaman dan kecerahan berkorelasi negatif sangat tidak kuat terhadap keanekaragaman,

Arus dan DO berkorelasi negatif tidak kuat terhadap keanekaragaman, nitrogen berkorelasi negatif kuat terhadap keanekaragaman, pH, BOD, dan lebar sungai berkorelasi negatif sangat kuat terhadap keanekaragaman.

Berdasarkan hasil uji korelasi dengan faktor fisika dan kimia perairan, bahwa fosfat juga berpengaruh kuat terhadap keanekaragaman nekton dengan nilai 0,662. Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan. Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur lain yang merupakan penyusun biosfer karena unsur ini tidak terdapat diatmosfer. Hal ini sesuai dengan pernyataan Alaerts (1987) yang menyatakan bahwa terjadinya penambahan konsentrasi fosfat sangat dipengaruhi oleh adanya masukan limbah industri, penduduk, pertanian dan akitivitas masyarakat lainnya. Fosfat terutama berasal dari sedimen yang selanjutnya akan terinfiltrasi ke dalam air tanah dan akhirnya masuk kedalam sistem perairan terbuka (badan perairan).

Universitas Sumatera Utara 52

Suhu sangat mempengaruhi terhadap keberadaan nekton, apabila nilai suhu terlalu tinggi maka akan menimbulkan kondisi stress pada tubuh ikan yang dapat menyebabkan kematian. Berdasarkan hasil uji korelasi, suhu berkorelasi positif sangat kuat sehingga apabila suhu semakin tinggi maka keanekaragaman nekton akan semakin rendah dan sebaliknya. Menurut Junaidi (2012) menyatakan bahwa kenaikan suhu perairan juga menurunkan kelarutan oksigen dalam air, memberikan pengaruh langsung terhadap aktivitas ikan disamping akan menaikkan daya racun suatu polutan terhadap organisme perairan. Suhu air antara

35 – 40˚C merupakan suhu kritis bagi kehidupan organisme yang dapat menyebabkan kematian.

Pada hasil analisis korelasi diketahui bahwa parameter kedalaman dan kecerahan memiliki korelasi negatif terhadap keanekaragaman nekton di Sungai

Mombang. Menurut Gonawi (2009) kedalaman dan kecerahan merupakan salah satu parameter fisika, dimana semakin dalam perairan maka intensitas cahaya yang masuk semakin berkurang. Berdasarkan hasil perhitungan koefesien korelasi yaitu bernilai -0,156. Semakin tinggi kedalaman perairan di Sungai Mombang maka nilai keanekaragaman ikan di sungai tersebut akan semakin rendah dan Hal ini sesuai dengan pernyataan Zulfikri et al. (2016) yang menyatakan bahwa kecerahan memiliki peran yang tinggi dalam proses fotosintesis oleh organisme di perairan. Nilai kecerahan memiliki hubungan yang negatif terhadap keanekaragaman ikan di Sungai Mombang. Semakin tinggi kecerahan perairan di

Sungai Mombang maka nilai keanekaragaman ikan di sungai tersebut akan semakin tinggi.

Universitas Sumatera Utara 53

Berdasarkan hasil uji korelasi, derajat keasaman (pH) berkorelasi negatif sangat kuat terhadap keanekaragaman nekton di Sungai Mombang. Kelangsungan hidup organisme akuatik karena pH dapat mempengaruhi jenis dan susunan zat dalam lingkungan perairan dan tersedianya unsur hara serta toksisitas unsur renik.

Nilai pH menjadi faktor yang penting dalam perairan karena nilai pH pada air akan menentukan sifat air menjadi bersifat asam atau basa yang akan mempengaruhi kehidupan biologi di dalam air. Menurut Sastrawijaya (1991) menyatakan bahwa kondisi perairan yang sangat asam atau basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terganggunya metabolisme dan respirasi, dimana pH yang rendah menyebabkan mobilitas kelangsungan hidup organisme perairan.

Hasil uji korelasi parameter BOD berkorelasi negatif sangat kuat terhadap keanekaragaman nekton di Sungai Mombang dengan nilai -0,991 dinyatakan memiliki tingkat hubungan berlawanan sangat kuat (0,80-1,000), nilai negatif (-) menunjukan bahwa hubungan yang berbanding terbalik antara nilai faktor fisika, kimia dan biologi perairan terhadap keanekaragaman. Semakin tinggi nilai BOD maka akan semakin rendah keanekaragaman nekton. Begitu pula dengan sebaliknya semakin rendah nilai BOD maka akan semakin tinggi keanekaragaman nekton. Organisme dalam air dapat mendegradasi bahan buangan organik yang ada di dalam air tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan Maula (2018) yang menyatakan bahwa apabila nilai BOD tinggi maka organisme tersebut membutuhkan oksigen yang besar pula, hal ini menyebabkan kandungan oksigen terlarut akan berkurang sehingga akan mempengaruhi jumlah, jenis dan mortalitas.

Universitas Sumatera Utara 54

Hasil analisis korelasi parameter kecepatan arus berkorelasi negatif tidak kuat terhadap keanekaragaman nekton dengan nilai -0,315 dinyatakan memiliki tingkat hubungan berlawanan tidak kuat (0,20-0,399). Kecepatan arus di sungai sangat di pengaruhi oleh kemiringan, tipe substrat, kedalaman, dan curah hujan.

Menurut Marcel et al. (2014) Arus air merupakan pergerakan massa air dari daerah yang tinggi ke daerah yang rendah sesuai dengan sifat air. Berdasarkan hasil perhitungan menunjukkan semakin tinggi arus di Sungai Mombang maka nilai keanekaragaman nekton di sungai tersebut akan semakin tinggi.

Hasil uji korelasi lebar sungai berkorelasi negatif terhadap keanekaragaman, dengan nilai -0,945. Lebar sungai dinyatakan memiliki tingkat hubungan berlawanan sangat kuat terhadap keanekaragaman nekton. Lebar badan sungai merupakan jarak titik disatu sisi sungai dimana merupakan titik tertinggi air dengan titik sisi sungai diseberangnya. Penentuan nilainya berguna untuk melihat perubahan debit air. Hal ini sesuai dengan Nuryanto et al. (2015) yang menyatakan bahhwa sungai akan mengalami perubahan kondisi fisik- kimiawi secara gradual dari hulu ke hilir. Perubahan tersebut terjadi karena banyaknya masukan dari beberapa anak sungai, termasuk masukan material organik dan anorganik. Selain itu, anak sungai juga dapat menyebabkan meningkatnya volume air dan lebar sungai. Dimana lebar sungai akan memengaruhi komunitas yang hidup di sungai.

Berdasarkan hasil uji korelasi, nitrogen berkorelasi negatif kuat terhadap keanekaragaman nekton di Sungai Mombang dengan nilai -0,741, yang menunjukkan bahwa parameter nitrogen total berpengaruh negatif kuat terhadap keanekaragaman dan merupakan faktor pembatas kehidupan nekton. Hal ini

Universitas Sumatera Utara 55

sesuai dengan Bayurini (2006) yang menyatakan bahwa nitrat merupakan sumber nitrogen yang penting untuk pertumbuhan nekton dan Menurut Kristanto (2002) yang menyatakan bahwa nitrogen sebagai sumber nitrat terbanyak terdapat di udara, yaitu sebesar 78% volume udara. Hanya sedikit organisme yang dapat langsung memanfaatkan nitrogen udara. Pengubahan dari nitrogen bebas di udara menjadi nitrat dapat dilakukan secara biologis maupun kimia. Kandungan nitrogen yang terlalu tinggi di dalam air akan mengakibatkan pertumbuhan ganggang yang tidak terkontrol.

Universitas Sumatera Utara 56

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Keanekaragaman nekton yang diperoleh dari keempat stasiun diklasifikasikan

sebanyak 6 ordo, 8 famili, 16 spesies yakni Hampala macrolepidota,

Mystacoleucus marginatus, Osteochilus vittatus, Osteochilus microcephalus,

Puntius lateristriga, Puntius dorsalis, Puntius binotatus, Tor soro, Clarias

teijsmanni, Mystus nemurus, Leochasis micropogon, Glyptothorax

platypogon, Macrognathus faciatus, Hippichthys spicifer, Oreochromis

niloticus, Anguilla bicolor.

2. Hubungan parameter fisika kimia perairan dengan keanekaragaman nekton

menunjukkan bahwa parameter suhu dan fosfat memiliki hubungan positif

atau hubungan yang searah, sedangkan parameter kedalaman, kecerahan

nitrat, kecepatan arus, pH, DO, BOD, nitrogen dan lebar sungai memiliki

hubungan negatif atau hubungan yang tidak searah.

Saran

Saran untuk penelitian ini adalah perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap keanekaragaman jenis ikan dan keberadaannya di bagian tengah dan hilir sungai mombang dengan peralatan yang lebih lengkap, lebih efisien dan keahlian yang lebih memadai dalam melakukan pendataan dilapangan tersebut.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Afiati, N., Y. S. B. Susilo., M. L. Tobing., dan H. Susiati. 2006. Rona Awal Plankton di Perairan Tapak PLTN Muria. Jurnal Pengembangan Energi Nuklir. Agustiningsih, D., S. B. Sasongko dan Sudarno. 2012. Analisis Kualitas Air dan Strategi Pengendalian Pencemaran Air Sungai Blukar Kabupaten Kendal. Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro. Semarang. Alaert, G. dan Sri, S. 1987. Metode Penelitian Air: Usaha Nasional. Surabaya. Ananta, K. H. 2016. Studi Kasus Penggunaan Sumber Daya Air di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Ketibung Kabupaten Lampung Selatan. [Skripsi]. Universitas Lampung. Lampung. Anwar, N. 2008. Karakteristik Fisika Kimia Perairan dan Kaitannya dengan Distribusi serta Kelimpahan Larva Ikan di Teluk Pelabuhan Ratu. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Aprianto, H. S., A. Zulfikar, dan L. W. Zen. 2014. Struktur Komunitas Ikan di Ekosistem Padang Lamun Desa Berakit Kabupaten Bintan. FIKP UMRAH. Arbi, U. Y. 2010. Struktur Komunitas Moluska Bentik di Perairan Sekitar PLTU Grati, Pasuruan, Jawa Timur. Jurnal Biota. 15(3): 393-395. Asmawi, S. 1986. Pemeliharaan Ikan dalam Keramba. Gramedia. Jakarta. Aswadi, M. 2006. Pemodelan Fluktuasi Nitrogen (Nitrit) pada Aliran Sungai Palu. Jurnal SMARTek. 4(2): 112 – 125. Azmi, N., Yunasfi., dan A. Muhtadi. 2015. Struktur Komunitas Nekton di Danau Pondok Lapan Desa Naman Jahe Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat. Universitas Sumatera Utara. Medan. Bakus, G. J. 1990. Quantitative Analysis of Marine Biological Communities. Field Biology and Environment. John Wiley & Sons. Inc. Hoboken, New Jersey. Bayurini. D. H. 2006. Hubungan antara Produktivitas Primer Fitoplankton dengan Distribusi Ikan di Ekosistem Perairan Rawa Pening Kabupaten Semarang. [Skripsi]. Universitas Negeri Semarang. Semarang. Bhagawati, D., M. N. Abulias, dan A. Amurwanto. 2013. Fauna Ikan Siluriformes dari Sungai Serayu, Banjaran, dan Tajum di Kabupaten Banyumas. Jurnal MIPA. 36(2): 112-122.

Universitas Sumatera Utara 2

Buwono, N.R., F. Fariedah dan R.E. Anestyaningrum. 2017. Komunitas Ikan di Sungai Jerowan Kabupaten Madiun. Journal of Aquaculture and Fish Health. 6(2): 81-88. Dahril. I., Tang. U.M., dan Putra.I, 2017. Pengaruh Salinitas Berbeda Terhadap Pertumbuhan dan Kelulusan Kehidupan Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.). Jurnal Berkala Perikanan Terubuk. 45(3). ISSN: 0126-4265. Djumanto., N. Probosunu. dan R. Ifriansyah. 2013. Indek Biotik Famili sebagai Indikator Kualitas Air Sungai Gajahwong Yogyakarta. Jurnal Perikanan. 15(1): 26-34. ISSN: 0853-6384. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kansius. Yogyakarta. Effendi, H., B.A Utomo, G.M. Darmawangsa, R.E Karo-karo. 2015. Fitoremediasi Limbah Budidaya Ikan Lele (Clarias sp.) dengan Kangkung (Ipomea aquatica) dan Pakcoy (Brassica rapa chinensis) Dalam Sistem Resirkulasi. Ecolab, 9 (2) : 47–104. Effendi, R. H. Salsabila, dan A. Malik. 2018. Pemahaman Tentang Lingkungan Berkelanjutan. Modul. 18(2). ISSN: 0853-2877. Enersy, D., B. Karyadi, dan E. W. Winarni. 2017. Studi Komunitas Nekton di Kawasan Konservasi Kura-Kura Universitas Bengkulu dan Pengembangan Pembelajaran Berbasis Lingkungan. Universitas Bengkulu. Bengkulu. Fardiaz, S. 1992. Polusi air dan Udara. Kanisius. Yogyakarta. Fitrah, S. S., I. Dewiyanti, dan T. Rizwan. 2016. Identifikasi Jenis Ikan di Perairan Laguna Gampoeng Pulot Kecamatan Leupung Aceh Besar. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan. 1(1): 66-81. Frame H, Reiter MS. 2013. Enhanced efficiency fertilizer materials: nitrogen stabilizer. Petersburg: Virginia Polytechnic Institute and State University. Gonawi, G. R. 2009. Habitat dan Struktur Komunitas Nekton di Sungai Cihideung-Bogor, Jawa Barat. [Skirpsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hamidah, A. 2000. Keragaman dan Kelimpahan Komunitas Moluska di Perairan Bagian Utara Danau Kerinci, Jambi. Skripis. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Haryono. 2006. Aspek Biologi Ikan Tambra (Tor tambroides Blkr.) Yang Eksotik dan Langka sebagai Dasar Domestikasi. Biodiversitas, 7(2): 195-198. Hasan MI. 2008. Pokok-pokok Materi Statistik I: Statistik Deskriptif. Ed. Ke-2. Penerbit Bumi Aksara.Jakarta.

Universitas Sumatera Utara 3

Indriyani E., Nitimulyo K.H., Hadisusanto S dan Rustadi. 2015. Analisis Kandungan Nitrogen, Fosfor dan Karbon Organik di Danau Sentani- Papua. Yogyakarta : Program Doktoral Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada. Jurnal Manusia dan Lingkungan, Vol.22, No.2, Juli 2015:217-225. Indrowati, M. T. Purwoko., E, Retnaningtyas., R, I, Yulianti., S, Nurjanah., D, Purnomo dan P, H, Wibowo. 2012. Identifikasi Jenis, Kerapatan dan Diversitas Plankton Bentos sebagai Bioindikator Perairan Sungai Pepe Surakarta. Biologi. Universitas Negeri Surakarta. Solo. Isnaini, A. 2011. Penilaian Kualitas Air dan Kajian Potensi Situ Salam sebagai Wisata Air di Universitas Indonesia, Depok. [Tesis]. Program Studi Biologi Pascasarjana Universitas Indonesia. Jukri, M., Emiyarti., dan S. Kamri. 2013. Keanekaragaman Jenis Ikan di Sungai Lamunde Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka Proinsi Sulawesi Tenggara. Jurnal Mina Laut Indonesia. 1(1): 23-27. ISSN: 2303-3959. Junaidi M. Affan. 2012. Cages Based On Environmental and Water Quality Factors In East Coast Bangka Tengah District. Depik, 1(1):78-85. ISSN: 2089-7790. Junaidi, A. 2014. Struktur Komunitas Nekton di Danau Siombak Kecamatan Medan Marelan Kota Medan. [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Medan. Kottelat, M., Anthony J, W, Sri, N, K, Soetikno, W., 1993. Freshwater Fishes Of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Ltd. In Collaboration With The Environmental Management Development In Indonesia (EMDI) Project. Indonesia. Krebs. 1989. Ecological Methodology. Harper Collin Publisher. New York. Kristanto P, 2002. Ekologi Industri. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Ludwig, J. A. and J. F. Reynolds. 1988. Statistical Ecology A Primer On Methods and Computing. A Willey-Interscience Publication, Canada. Lumbantobing, N. 2019. Konsentrasi N-Nitrogen (Amonia, Nitrat, Nitrit) dan Fosfat pada Kondisi Pasang Surut di Perairan Muara Sungai Banyuasin Sumatera Selatan. [Skripsi]. Universitas Sriwijaya. Inderalaya. Magurran AE. 1988. Ecological Diversity and Its Measurement. New Jersey : Pricenton University Press. Marcel, A. A, Tri, R.S. & Yanti AH. 2014 . Keragaman Jenis Ikan Arus Deras di Aliran Riam Banangar Kabupaten Landak. Jurnal Protobiont.3 (2): 209 – 217. Matsui, I. 1982. Theory and practice of eel culture. AA. Balkema, Rotterdam.

Universitas Sumatera Utara 4

Mayden, R.L., W.-J. Chen, H.L. Bart, M.H. Doosey, A.M. Simons, K.L. Tang, R.M Wood, M.K Agnew, L. Yang, M.V. Hirt, M.D. Clements, K. Saitoh, T. Sado, M. Miya, and M. Nishida. 2009. Reconstructing the phylogenetic relationships of the earth’s most disverse clade of freshwater fishes-order Cypriniformes (: Ostariophysi): a case study using multiple nuclear loci and themitochondrial genome. Molecular Phylogenetics and Evolution. 51: 500- 514. Mudatsir., 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Mikroba Dalam Air. Jurnal Kedokteran Syuh Kuala. 7(1). Muslih, K. 2014. Pengaruh Penambangan Timah Terhadap Keanekaragaman Ikan Sungai dan Kearifan Lokal Masyarakat di Kabupaten Bangka [Tesis]. Institut Pertanian Bogor. Bogor Ngibad, K. 2019. Analisis Kadar Fosfat dalam Air Sungai Ngelom Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur. Jurnal Pijar MIPA. 14(3): 197-201. ISSN 2410- 1500. Novilyansa, E. 2017. Analisis Kualitas Air di Wilayah Sungai Seputih- Sekampung Berbasis Sistem Informasi Geografis. [Tesis]. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Nuryanto. A., Bhagawati, D. Abulias MN, Indarmawan, 2015. Fauna Ikan di Sungai Cikawung Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Jurnal Iktiologi Indonesia. 15(1):25-37. Odum, E P. 1996 . Dasar – Dasar Ekologi : Edisi Ketiga. Yogyakarta : Gadja Mada University Prees. Odum, E. P. 1971. Fundamentals of Ecology. Third Edition. W. B. Sounders Company, Toronto. Odum, E. P. 1994. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta.

Oktarian, D. 2016. Analisis Spasial Perubahan Penggunaan Lahan di Das Babon Hulu Terhadap Debit Puncak Sungai Babon Jawa Tengah. [Skripsi]. Universitas Negeri Semarang. Semarang. Pancawati, D. N., Djoko Suprapto, dan P. W. Purnomo. 2014. Karakteristik Fisika Kimia Perairan Habitat Bivalvia di Sungai Wiso Jepara. Diponegoro Journal Of Maquares. 3(4): 141-146. Patricia, C., W. Astono, dan D. I. Hendrawan. 2018. Kandungan Nitrat dan Fosfat di Sungai Ciliwung. ISSN (E) : 2540 - 7589 Peraturan Pemerintah. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

Universitas Sumatera Utara 5

Purwanti, T., R. Yolanda, dan A. A. Purnama. 2015. Struktur Komunitas Gastrpoda di Sungai Sangkir Anak Sungai Rokan Kiri Kabupaten Rokan Hulu. Universitas Pasir Pangaraian. Rahmawati. D. 2011. Pengaruh Kegiatan Industri Terhadap Kualitas Air Sungai Diwak Di Bergas Kabupaten Semarang dan Upaya Pengendalian Pencemaran Air Sungai [Tesis]. Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. Ramananda, J. 2018. Studi Keanekaragaman Ikan di Hulu Sungai Bah Bolon Kabupaten Serdang Bedagai Sumatera Utara. [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Medan. Ridwantara, D., I. D. Buwono, dan A. A. S. Handaka. 2019. Uji Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Mas Mantap (Cyprinus carpio) pada Rentang Suhu yang Berbeda. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 10(1): 46- 54. Rizal., Emiyarti dan Abdullah. 2013. Pola Distribusi dan Kepadatan Kijing Taiwan (Anadonta woodiana) di Sungai Aworeka Kabupaten Konawe. Jurnal Mina Laut Indonesia, 2(6): 142-153. Roesma, D. I., Syaifullah, dan D. Rahmadhani. 2018. Analisis Morfologi Ikan Hampala macrolepidota (KUHL & VAN HASSELT, 1823) dan Hampala sp. dari Danau Singkarak dan Danau Maninjau, Indonesia. Universitas Andalas. Padang. Rumhayati, B. 2010. Studi Senyawa Fosfat dalam Sedimen dan Air menggunakan Teknik Diffusive Gradient in Thin Films (DGT). Jurnal Ilmu Dasar. 11(2): 160-166. Sagala, R. U. 2019. Analisis Kualitas Air Sungai Gajah Wong Ditinjau Dari Konsentrasi Klorofil-a dan Indeks Pencemaran.[Skripsi]. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta. Saitoh, K., T. Sado, R.L. Mayden, N. Hanzawa, K. Nakamura, M. Nishida, and M. Miya. 2006. Mitogenomic evolution and interrelationships of the Cypriniformes (Actinopterygii; Ostariopshysi): The first evidence toward resolution of higher-level relationships of the world’s largest freshwater fish clade based on 59 whole mitogenome sequences. Jurnal of Molecular Evolution. 63: 71-81. Salmin., 2005. Oksigen Terlarut (DO) dan Kebutuhan Oksigen Biologi (BOD) sebagai Salah Satu Indikator Untuk Menentukan Kualitas Perairan. Jurnal Oseana. 30(3): 21 – 26. ISSN: 0216-1877. Santoso, A. D. 2018. Keragaan Nilai DO, BOD dan COD di Danau Bekas Tambang Batu bara “Studi Kasus pada Danau Sangatta North PT. KPC di Kalimatan Timur”. Jurnal Teknologi Lingkungan. 19(1).

Universitas Sumatera Utara 6

Sari, D. N., A. A. Purnama, dan F. Y. Ade. 2014. Jenis - Jenis Ikan Selais (Pisces: Siluridae) di Sungai Kumu Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau. Universitas Pasir Pengaraian. Riau. Sastrawijaya, A. T., 1991. Pencemaran Lingkungan. Rineka Cipta, Jakarta. Scottish Fisheries Co-Ordination Centre (SFCC). 2007. Fisheries Management SVQ Level 3: Manage Electrofishing Operations. Training Manual for Electrofishing Team Leader. Siregar, M. H. 2009.Studi Keanekaragaman Plankton di Hulu Sungai Asahan Porsea. [Skripsi]. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Situmorang, T. S., T. A. Barus, dan H. Wahyuningsih. 2013. Studi Komparasi Jenis Makanan Ikan Keperas (Puntius binotatus) di Sungai Aek Pahu Tombak, Aek Pahu Hutamosu dan Sungai Parbotikan Kecamatan Batang Toru Tapanuli Selatan. Jurnal Perikananan dan Kelautan. 18(2). ISSN: 0853-7607. Sulistriyarto B, Soeharma D, Rahardjo MF, Sumardjo. 2007. Pengaruh musim terhadap komposisi jenis dan kemelimpahan ikan di Rawa Lebak, Sungai Rungan, Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Biodiversitas 8 (4): 270-273. Suriawiria, U. 2003. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. Penerbit Alumni. Bandung. Suryani., 2019. Kualitas Parameter Fisik dan Kimia Perairan Sungai Sago Kota Pekanbaru Tahun 2016. Jurnal Katalisator. 4(1): 32-41. ISSN: 2502- 0943. Susilo, V., V. C. Poekoel, dan P. D. K. Manembu. 2015. Rancang Bangun Sistem Pengukuran Kedalaman Sungai. E-jurnal Teknik Elektro dan Komputer. 4(1): 1-6. Syafei, L.S. 2017. Keanekaragaman Hayati dan Konservasi Ikan Air Tawar. Jurnal Penyuluhan Kelautan dan Perikanan Indonesia, 11 (1): 48-62. Usman, H dan R. P. S. Akbar. 2006. Pengantar Statistika. Edisi Kedua. Bumi Aksara, Jakarta. Wardana, W.A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset. Yogyakarta. Wardhana, W. 2006. Metoda Prakiraan Dampak dan Pengelolaannya pada Komponen Biota Akuatik. Universitas Indonesia. Jakarta. Whitten, T. J.; M. Mustofa dan GS Henderson 1987. Ekologi Sulawesi. Penerjemah G. Tjitrosoepomo. Gajah Mada Univ. Press, Yogyakarta. WHO (World Health Organization). 1993. Guidelines for Drinking Water Quality 2 nd Edition. Vol. 1.

Universitas Sumatera Utara 7

Zahidah, Masjamsir, dan Iskandar. 2015. Pemanfaatan Teknologi Aerasi Berbasis Energi Surya Untuk Memperbaiki Kualitas Air dan Meningkatkan Pertumbuhan Ikan Nila Di KJA Waduk Cirata. Jurnal Akuatika. 6(1): 68- 78. ISSN: 0853- 2532. Zulfikri, A., Umroh, E. Utami. 2016. Pengaruh Aktivitas Tambang Apung Terhadap Keanekaragaman Ikan di Perairan Sungai Pakil, Bangka. Jurnal Sumberdaya Perairan. 10(1). ISSN: 1978 – 1652.

Universitas Sumatera Utara 8

LAMPIRAN

Universitas Sumatera Utara 9

Lampiran 1. Hasil Pengambilan Nekton

Hampala macrolepidota Mystacoleucus marginatus

Osteochilus vittatus Osteochilus microcephalus

Puntius lateristriga Puntius dorsalis

Puntius binotatus Tor soro

Universitas Sumatera Utara 10

Clarias teijsmanni Mystus nemurus

Leochasis micropogon Glyptothorax platypogon

Macrognathus faciatus Hippichthys spicifer

Oreochromis niloticus Anguilla bicolor

Universitas Sumatera Utara 11

Lampiran 2. Alat dan Bahan Penelitian

pH meter Global Positioning System (GPS)

Thermometer DO meter

Secchi disk Bola Duga

Tongkat Skala Meteran

Universitas Sumatera Utara 12

Milimeter blok Lakban, gunting dan spidol

Kertas Label Alat Tulis

Plastik 10 Kg Ember Plastik

Tissue Alkohol 70%

Universitas Sumatera Utara 13

Sterofoam Sampel Ikan

Alat setrum tampak depan Alat setrum tampak belakang

Lampiran 3. Pengukuran Parameter Kualitas Perairan Secara In Situ

Pengukuran Kecerahan Pengukuran Kedalaman

Universitas Sumatera Utara 14

Pengukuran DO Pengukuran Suhu Air

Pengukuran pH Air Pengambilan Sampel Ikan

Pengukuran Lebar Badan Sungai

Universitas Sumatera Utara

Lampiran 4. Contoh Perhitungan Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran Ikan a. Kepadatan Relatif Ikan (Stasiun 1) b. Kepadatan Relatif Ikan (Stasiun 2) Hampala macrolepidota Mystacoleucus marginatus

KR = KR =

KR = 3/100 x 100% KR = 31/78 x 100% KR = 3,00 % KR = 0,40 %

a. Frekuensi Kehadiran (Stasiun 1) b. Frekuensi Kehadiran Ikan (Stasiun 2) Hampala macrolepidota Mystacoleucus marginatus

FK = FK =

FK = 3/4 x 100% FK = 3/4 x 100% FK = 75% FK = 75%

Universitas Sumatera Utara 2

c. Kepadatan Relatif Ikan (Stasiun 3) d. Kepadatan Relatif Ikan (Stasiun 4) Tor soro Glyptothorax platypogon

KR = KR =

KR = 12/126 x 100% KR = 18/115 x 100% KR = 12,70 % KR = 15,65 % c. Frekuensi Kehadiran (Stasiun 3) d. Frekuensi Kehadiran Ikan (Stasiun 4) Hampala macrolepidota Glyptothorax platypogon

FK = FK =

FK = 2/4 x 100% FK = 1/4 x 100% FK = 50% FK = 25%

Universitas Sumatera Utara 3

Indeks Keanekaragaman Shannon Wiener (Stasiun 1)

H’ = -

H’ = -∑ (3/100 ln 3/100) + (37/100 ln 37/100) + (29/100 ln 29/100) + (3/100 ln 3/100) + (0/100 ln 0/100) + (3/100 ln 3/100) + (16/100 ln 16/100) + (0/100 ln 0/100) + (0/100 ln 0/100) + (2/100 ln 2/100) + (1/100 ln 1/100) + (2/100 ln 2/100) + (0/100 ln 0/100) + (1/100 ln 1/100) + (3/100 ln 3/100) + (0/100 ln 0/100) H’ = -∑ (-0,11) + (-0,37) + (-0,36) + (-0,11) + (0) + (-0,11) + (-0,29) + (0) + (0) + (-0,08) + (-0,05) + (-0,08) + (0) + (-0,05) + (-0,11) + (0) H’ = 1,69

Indeks Keseragaman (Stasiun 1)

E =

E = 1,69 2,77 E = 0,61

Universitas Sumatera Utara 4

Indeks Dominansi (Stasiun 1)

C = -∑ ( )2

C = -∑ (3/100 ln 3/100)2 + (37/100 ln 37/100)2 + (29/100 ln 29/100)2 + (3/100 ln 3/100)2 + (0/100 ln 0/100)2 + (3/100 ln 3/100)2 + (16/100 ln 16/100)2 + (0/100 ln 0/100)2 + (0/100 ln 0/100)2 + (2/100 ln 2/100)2 + (1/100 ln 1/100)2 + (2/100 ln 2/100)2 + (0/100 ln 0/100)2 + (1/100 ln 1/100)2 + (3/100 ln 3/100)2 + (0/100 ln 0/100)2 C = -∑ (0,01) + (0,14) + (0,13) + (0,01) + (0) + (0,01) + (0,09) + (0) + (0) + (0,01) + (0) + (0,01) + (0) + (0) + (0,01) + (0) C = 0,41

Universitas Sumatera Utara 5

Lampiran 5. Data Mentah Ikan Sampling Pertama

FILUM KELAS ORDO FAMILY GENUS SPESIES ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 TOTAL Hampala Hampala macrolepidota 1 0 1 0 2 Mystacoleucus Mystacoleucus marginatus 5 9 18 16 48 Osteochilus Osteochilus vittatus 0 0 1 2 3 Osteochilus Osteochilus microcephalus 0 0 0 6 6 Cypriniformes Cyprinidae Puntius Puntius lateristriga 0 0 0 0 0 Puntius Puntius dorsalis 0 0 0 0 0 Puntius Puntius binotatus 10 0 28 0 38 Chordata Actinopterygii Tor Tor soro 0 0 0 0 0 Claridae Clarias Clarias teijsmanni 0 1 0 0 1 Mystus Mystus nemurus 0 0 0 0 0 Siluriformes Bagridae Leochasis Leochasis micropogon 0 0 0 0 0 Sisoridae Glyptothorax Glyptothorax platypogon 0 0 0 0 0 Synbranchiformes Mastacemblidae Macrognathus Macrognathus faciatus 0 0 0 1 1 Syngnathiformes Syngnathudae Hippichthys Hippichthys spicifer 0 0 0 0 0 Cichliformes Cichlidae Oreochromis Oreochromis niloticus 1 0 0 0 1 Anguilliformes Anguillidae Anguilla Anguilla bicolor 0 0 0 0 0 TOTAL 17 10 48 25 100

Universitas Sumatera Utara 6

Lampiran 5. Lanjutan Sampling Kedua

FILUM KELAS ORDO FAMILY GENUS SPESIES ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 TOTAL Hampala Hampala macrolepidota 1 0 0 1 2 Mystacoleucus Mystacoleucus marginatus 0 17 9 2 28 Osteochilus Osteochilus vittatus 13 0 1 0 14 Osteochilus Osteochilus microcephalus 3 0 16 0 19 Cypriniformes Cyprinidae Puntius Puntius lateristriga 0 0 2 1 3 Puntius Puntius dorsalis 3 4 0 0 7 Puntius Puntius binotatus 6 24 11 2 43 Chordata Actinopterygii Tor Tor soro 0 0 3 41 44 Claridae Clarias Clarias teijsmanni 0 0 4 1 5 Mystus Mystus nemurus 1 0 0 0 1 Siluriformes Bagridae Leochasis Leochasis micropogon 0 0 0 0 0 Sisoridae Glyptothorax Glyptothorax platypogon 0 0 0 0 0 Synbranchiformes Mastacemblidae Macrognathus Macrognathus faciatus 0 0 0 0 0 Syngnathiformes Syngnathudae Hippichthys Hippichthys spicifer 0 0 0 0 0 Cichliformes Cichlidae Oreochromis Oreochromis niloticus 1 0 0 0 1 Anguilliformes Anguillidae Anguilla Anguilla bicolor 0 0 1 0 1 TOTAL 28 45 47 48 168

Universitas Sumatera Utara 7

Lampiran 5. Lanjutan Sampling Ketiga

FILUM KELAS ORDO FAMILY GENUS SPESIES ST 1 ST 2 ST 3 ST 4 TOTAL Hampala Hampala macrolepidota 1 1 3 0 5 Mystacoleucus Mystacoleucus marginatus 32 5 3 0 40 Osteochilus Osteochilus vittatus 16 0 0 9 25 Osteochilus Osteochilus microcephalus 0 0 0 0 0 Cypriniformes Cyprinidae Puntius Puntius lateristriga 0 0 0 0 0 Puntius Puntius dorsalis 0 14 4 0 18 Puntius Puntius binotatus 0 0 8 4 12 Chordata Actinopterygii Tor Tor soro 0 0 9 10 19 Claridae Clarias Clarias teijsmanni 0 1 0 0 1 Mystus Mystus nemurus 1 0 0 1 2 Siluriformes Bagridae Leochasis Leochasis micropogon 1 0 0 0 1 Sisoridae Glyptothorax Glyptothorax platypogon 2 0 2 18 22 Synbranchiformes Mastacemblidae Macrognathus Macrognathus faciatus 0 0 2 0 2 Syngnathiformes Syngnathudae Hippichthys Hippichthys spicifer 1 0 0 0 1 Cichliformes Cichlidae Oreochromis Oreochromis niloticus 1 2 0 0 3 Anguilliformes Anguillidae Anguilla Anguilla bicolor 0 0 0 0 0 TOTAL 55 23 31 42 151

Universitas Sumatera Utara 8

Sampling Pertama

ORDO FAMILY GENUS SPESIES STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3 STASIUN 4 Hampala Hampala macrolepidota * - * - Mystacoleucus Mystacoleucus marginatus * * * * Osteochilus Osteochilus vittatus - - * * Cypriniformes Cyprinidae Osteochilus Osteochilus microcephalus - - - * Puntius Puntius lateristriga - - - - Puntius Puntius dorsalis - - - - Puntius Puntius binotatus * - * - Tor Tor soro - - - - Claridae Clarias Clarias teijsmanni - * - - Mystus Mystus nemurus - - - - Siluriformes Bagridae Leochasis Leochasis micropogon - - - - Sisoridae Glyptothorax Glyptothorax platypogon - - - - Synbranchiformes Mastacemblidae Macrognathus Macrognathus faciatus - - - * Syngnathiformes Syngnathudae Hippichthys Hippichthys spicifer - - - - Cichliformes Cichlidae Oreochromis Oreochromis niloticus * - - - Anguilliformes Anguillidae Anguilla Anguilla bicolor - - - -

Keterangan: * (ditemukan) - (tidak ditemukan)

Universitas Sumatera Utara 9

Sampling Kedua

ORDO FAMILY GENUS SPESIES STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3 STASIUN 4 Hampala Hampala macrolepidota * - - * Mystacoleucus Mystacoleucus marginatus - * * * Osteochilus Osteochilus vittatus * - * - Cypriniformes Cyprinidae Osteochilus Osteochilus microcephalus * - * - Puntius Puntius lateristriga - - * - Puntius Puntius dorsalis * * - - Puntius Puntius binotatus * * * * Tor Tor soro - - * * Claridae Clarias Clarias teijsmanni - - * * Mystus Mystus nemurus * - - - Siluriformes Bagridae Leochasis Leochasis micropogon - - - - Sisoridae Glyptothorax Glyptothorax platypogon - - - - Synbranchiformes Mastacemblidae Macrognathus Macrognathus faciatus - - - * Syngnathiformes Syngnathudae Hippichthys Hippichthys spicifer - - - - Cichliformes Cichlidae Oreochromis Oreochromis niloticus * - - - Anguilliformes Anguillidae Anguilla Anguilla bicolor - - * -

Keterangan: * (ditemukan) - (tidak ditemukan)

Universitas Sumatera Utara 10

Sampling Ketiga

ORDO FAMILY GENUS SPESIES STASIUN 1 STASIUN 2 STASIUN 3 STASIUN 4 Hampala Hampala macrolepidota * * * - Mystacoleucus Mystacoleucus marginatus * * * - Osteochilus Osteochilus vittatus * - - * Cypriniformes Cyprinidae Osteochilus Osteochilus microcephalus - - - - Puntius Puntius lateristriga - - - - Puntius Puntius dorsalis - * * - Puntius Puntius binotatus - - * * Tor Tor soro - - * * Claridae Clarias Clarias teijsmanni - * - - Mystus Mystus nemurus * - - * Siluriformes Bagridae Leochasis Leochasis micropogon * - - - Sisoridae Glyptothorax Glyptothorax platypogon * - * * Synbranchiformes Mastacemblidae Macrognathus Macrognathus faciatus - - * - Syngnathiformes Syngnathudae Hippichthys Hippichthys spicifer * - - - Cichliformes Cichlidae Oreochromis Oreochromis niloticus * * - - Anguilliformes Anguillidae Anguilla Anguilla bicolor - - - -

Universitas Sumatera Utara 11

Lampiran 6. Data Perhitungan Debit Air Stasiun 1

Kedalaman (H) A Titik Lebar H1 H2 H3 H rata-rata 4,56 1 22,5 0,12 0,35 0,18 0,22 2 23,8 0,11 0,3 0,14 0,18 3 22,2 0,15 0,26 0,19 0,20 Rata-rata 22,83 0,20

Stasiun 2

Kedalaman (H) A Titik Lebar H1 H2 H3 H rata-rata 11,29 1 65,2 0,07 0,28 0,1 0,15 2 66,7 0,13 0,36 0,11 0,20 3 64,9 0,08 0,3 0,12 0,17 Rata-rata 65,60 0,17

Universitas Sumatera Utara 12

Stasiun 3

Kedalaman (H) A Titik Lebar H1 H2 H3 H rata-rata 3,89 1 25,2 0,08 0,25 0,1 0,14 2 23,4 0,1 0,27 0,15 0,17 3 24,5 0,09 0,29 0,11 0,16 Rata-rata 24,37 0,16

Stasiun 4

Kedalaman (H) A Titik Lebar H1 H2 H3 H rata-rata 3, 57 1 23,6 0,09 0,23 0,07 0,13 2 24,1 0,12 0,28 0,15 0,18 3 24,3 0,06 0,25 0,09 0,13 Rata-rata 24,00 0,15

Universitas Sumatera Utara 13

Lampiran 7. Rumus Perhitungan Debit Air

Q = (V x A) Keterangan : Q : debit aliran (l/det) Q1 = (1,4 x 13,24) = 18,53 l/det V : kecepatan aliran (m/det) Q2 = (1,3 x 27,55) = 35,81 l/det A : penampang basah (m2) Q3 = (1,2 x 7,31) = 8,77 l/det Q4 = (1,2 x 12,48) = 14,97 l/det

Rumus Mencari Nilai A

A = Lrata-rata x Hrata-rata

Keterangan :

A : Penampang Basah A1 = (22,83 x 0,58) = 13,24 m2

L : Lebar Sungai A2 = (65,60 x 0,42) = 27,55 m2

H : Kedalaman A3 = (24,37 x 0,30) = 7,34 m2

A4 = (24,00 x 0,52) = 12,48 m2

Universitas Sumatera Utara 14

Lampiran 8. Analisis Korelasi Pearson

Correlations

Keanekaragaman Keseragaman Dominansi Suhu Kedalaman Kecerahan Arus pH DO BOD Fosfat Nitrogen LebarSungai

Keanekaragaman Pearson 1 1.000** .710 .367 -.156 -.156 -.315 -.855 -.294 -.991** .662 -.741 -.945 Correlation Sig. (2-tailed) .000 .290 .633 .844 .844 .685 .145 .706 .009 .338 .259 .055 N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 Keseragaman Pearson 1.000** 1 .692 .343 -.168 -.168 -.323 -.868 -.316 -.990* .670 -.755 -.951* Correlation Sig. (2-tailed) .000 .308 .657 .832 .832 .677 .132 .684 .010 .330 .245 .049 N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 Dominansi Pearson .710 .692 1 .916 -.036 -.036 -.253 -.242 .227 -.683 .408 -.072 -.460 Correlation Sig. (2-tailed) .290 .308 .084 .964 .964 .747 .758 .773 .317 .592 .928 .540 N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 Suhu Pearson .367 .343 .916 1 .066 .066 -.131 .168 .485 -.341 .143 .322 -.072 Correlation Sig. (2-tailed) .633 .657 .084 .934 .934 .869 .832 .515 .659 .857 .678 .928 N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 Kedalaman Pearson -.156 -.168 -.036 .066 1 1.000** .976* .202 .827 .027 -.844 -.001 .048 Correlation Sig. (2-tailed) .844 .832 .964 .934 .000 .024 .798 .173 .973 .156 .999 .952

Universitas Sumatera Utara 15

N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 Kecerahan Pearson -.156 -.168 -.036 .066 1.000** 1 .976* .202 .827 .027 -.844 -.001 .048 Correlation Sig. (2-tailed) .844 .832 .964 .934 .000 .024 .798 .173 .973 .156 .999 .952 N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 Arus Pearson -.315 -.323 -.253 -.131 .976* .976* 1 .261 .758 .185 -.911 .028 .159 Correlation Sig. (2-tailed) .685 .677 .747 .869 .024 .024 .739 .242 .815 .089 .972 .841 N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 pH Pearson -.855 -.868 -.242 .168 .202 .202 .261 1 .582 .860 -.622 .965* .961* Correlation Sig. (2-tailed) .145 .132 .758 .832 .798 .798 .739 .418 .140 .378 .035 .039 N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 DO Pearson -.294 -.316 .227 .485 .827 .827 .758 .582 1 .211 -.791 .479 .366 Correlation Sig. (2-tailed) .706 .684 .773 .515 .173 .173 .242 .418 .789 .209 .521 .634 N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 BOD Pearson -.991** -.990* -.683 -.341 .027 .027 .185 .860 .211 1 -.559 .777 .962* Correlation Sig. (2-tailed) .009 .010 .317 .659 .973 .973 .815 .140 .789 .441 .223 .038 N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 Fosfat Pearson .662 .670 .408 .143 -.844 -.844 -.911 -.622 -.791 -.559 1 -.406 -.552 Correlation

Universitas Sumatera Utara 16

Sig. (2-tailed) .338 .330 .592 .857 .156 .156 .089 .378 .209 .441 .594 .448 N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 Nitrogen Pearson -.741 -.755 -.072 .322 -.001 -.001 .028 .965* .479 .777 -.406 1 .918 Correlation Sig. (2-tailed) .259 .245 .928 .678 .999 .999 .972 .035 .521 .223 .594 .082 N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 LebarSungai Pearson -.945 -.951* -.460 -.072 .048 .048 .159 .961* .366 .962* -.552 .918 1 Correlation Sig. (2-tailed) .055 .049 .540 .928 .952 .952 .841 .039 .634 .038 .448 .082 N 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara