<<

HUMANIORA

VOLUMEPeran 15 dan Fungsi Tokoh -BagongNo. 3 Oktober dalam 2003 Pergelaran Lakon WayangHalaman Kulit 285 - 301 PERAN DAN FUNGSI TOKOH SEMAR-BAGONG DALAM PERGELARAN LAKON KULIT GAYA JAWA TIMURAN*

Wisma Nugraha Christianto R.**

Pengantar kultural, dan aspek-aspek pragmatik lainnya. Ia tumbuh alami di desa-desa pewaris dan ayang Kulit gaya Jawa Timuran adalah pelestari tradisinya sesuai dengan dinamika sebuah seni pergelaran lakon yang dan tataran pengetahuannya. mempergelarkan lakon-lakon atau Tokoh Semar dalam kehidupan seni cerita dari wiracarita dan pergelaran wayang kulit gaya Jawa Timuran , sama halnya dengan seni memiliki kedudukan dan fungsi yang penting pergelaran wayang kulit di daerah lain (Jawa dan agak berbeda dibandingkan perannya Tengah, Daerah Istimewa , dan dalam dunia pergelaran wayang Jawa daerah lainnya). Secara geografis, tradisi Tengahan dan Yogyakarta. Melalui tokoh pedalangan Jawa Timuran berada di dalam Semar, kiranya dapat dipahami bagaimana wilayah Provinsi Jawa Timur bagian utara di konstruk sebuah lakon dipergelarkan dan sekitar wilayah Surabaya, Sidoarjo, Gresik, bagaimana lakon diberi makna atau Mojokerto, sebagian wilayah Kabupaten dikomunikasikan kepada publik. Sebaliknya, Lamongan, dan sebagian wilayah Kabupaten publik menghayati dan menangkap pesan Pasuruan. Di wilayah Malang, terdapat tradisi lakon melalui peran tokoh Semar. pedalangan yang mirip dengan tradisi yang James T. Siegel (1986), dalam buku ada di Jawa Timuran, tetapi masyarakat berjudul Solo in The New Order, mengamati Malang dan kelompok masyarakat tradisi dunia wayang kulit gaya sebagai Jawa Timuran menyebut sebagai tradisi bahan kajian terhadap tatanan sosial, Malangan. budaya, dan politik masyarakat Jawa secara Dunia seni pergelaran wayang kulit gaya dinamik. Sementara itu, Ward Keeler (1987), Jawa Timuran belum banyak menarik minat dalam buku berjudul Javanese Shadow peneliti sastra dan kesenian di Plays, Javanese Selves, menampilkan hasil karena dianggap sebagai seni daerah pengamatannya terhadap dunia wayang kulit Pesisiran yang diasumsikan kurang menarik Surakarta dan Yogyakarta untuk meng- dibandingkan dengan dunia kesenian di interpretasi bagaimana bentuk kehidupan lingkup keraton (Yogyakarta dan Surakarta). pergelaran wayang purwa di desa-desa di Seni pedalangan dan pergelaran wayang kulit Jawa. Clara van Groenendael (1987) juga gaya Jawa Timuran merupakan sebuah dunia mengamati kehidupaan seni wayang kulit seni pertunjukan rakyat yang tidak banyak daerah Surakarta secara Antropologis dalam mendapat campur tangan kepentingan rangka untuk memahami peran dalang dalam keraton dari berbagai aspek sosial, politik, pentas wayang kulit dan kehidupan dalang

* Hasil Penelitian dengan Dana Masyarakat 2002. ** Doctorandus, Magister Humaniora, Staf Pengajar Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Humaniora Volume XV, No. 3/2003 285 Wisma Nugraha Christianto R. sehari-hari di masyarakat. Adapun peng- sehingga irama iringan pergelaran wayang amatan terhadap dunia wayang kulit gaya kulit Jawa Timuran berbeda sekali dengan Jawa Timuran dapat dilihat melalui tulisan irama gamelan gaya Jawa Tengahan dan karya Soenarto Timoer (1988) yang Yogyakarta. membahas aturan tata pergelaran wayang Melihat peran tokoh Semar dan Bagong kulit Jawa Timuran. Sementara itu, Umar yang menonjol jika ditilik melalui fungsi yang Kayam (2001) dalam bukunya yang berjudul mengiringi penanda pembukaan dan penutup Kelir Tanpa Batas menyinggung sedikit pergelaran lakon, terdapat indikasi bahwa bagaimana gambaran umum dunia seni kedua tokoh tersebut secara naratif memiliki wayang kulit Jawa Timur pada umumnya. Di peran dan fungsi yang penting pula. Apakah dalam buku berjudul Wayang Malangan, peran kedua tokoh itu dapat ditilik melalui Suyanto (2002) membahas agak mendalam lakon, kiranya hal itu dapat dikaji lebih jauh, bagaimana secara makro ciri-ciri dinamik baik melalui naratif tentang kedua tokoh atau seni pergelaran wayang kulit kultur daerah pun melalui lakon-lakon lain yang menun- Malang sebagai bagian dari tradisi gaya Jawa jukkan bagaimana peran Semar dan Bagong. Timuran. Dari beberapa pustaka di atas, Masalah penelitian terhadap peran dan tampak bahwa penelitian wayang kulit gaya fungsi Semar dalam pergelaran lakon adalah Jawa Timuran belum dikaji secara serius sebagai berikut. seperti halnya dalam kajian seni pergelaran 1. Bagaimana relasi Semar dengan tokoh wayang kulit tradisi Jawa Tengahan. sesama 'Panakawan'? Pergelaran wayang kulit gaya Jawa 2. Bagaimana relasi Semar dengan tokoh- Timuran yang hidup di kota-kota sekitar tokoh yang disertainya? Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Mojokerto, 3. Bagaimana Semar berperan di dalam Lamongan, dan Pasuruan masih sangat totalitas pergelaran wayang kulit gaya terjaga pewarisannya di dalam praktik siklus Jawa Timuran? hidup sehari-hari sehingga pergelarannya senantiasa berhubungan dengan upacara Secara mitologis, tokoh Semar diyakini hajatan. Oleh karena itu, penelitian terhadap memiliki peran dan kedudukan yang penting pergelaran lakon wayang kulit Jawa Timuran dalam kehidupan masyarakat Jawa pada senantiasa terbuka apabila peneliti sanggup umumnya. Akan tetapi, setiap lokal budaya melacak dan mencatat masa-masa masya- Jawa memiliki bentuk resepsi dan rakat mengadakan hajatan yang sekaligus transformasinya masing-masing tentang menyelenggarakan pergelaran wayang kulit. Semar dan Bagong. Salah satu ciri penanda pergelaran Clara van Groenendael (1987a), di dalam lakon-lakon wayang kulit gaya Jawa Timuran terbitannya mengenai bibliografi beranotasi tampak secara visual pada tata cara tentang pertunjukan wayang di Indonesia simpingan (penataan wayang di layar/geber), tampak menyebutkan pula beberapa hasil yaitu memasang tokoh dan pengamatan para peneliti yang secara Betari di atas tokoh-tokoh wayang spesifik menyorot peran Semar dalam lainnya. Betara Guru berada di sisi kanan pergelaran wayang purwa, antara lain C.P. dan Betari Durga di sisi kiri arah hadap dalang Epskamp (1976); Th. P. Galestin (1959); R.A. ke layar sehingga penonton dari balik layar Kern (1930); Franz Magnis-Suseno (1981); akan melihat posisi berlawanan. Lebih H. Meinhard (1939); dan J.J. Ras (1978). khusus lagi adalah penyertaan tokoh Semar Epskamp (dalam Groenendael, 1987a), dan Bagong di antara tiga gunungan di tengah menjelaskan bahwa Semar memiliki peran layar sebagai penanda awal dan akhir ambigu dalam pergelaran wayang purwa, pergelaran lakon. Adapun ciri penanda yakni sebagai orang kebanyakan dan pergelaran lakon wayang Jawa Timuran yang sekaligus sebagai bagian dari kelompok lain terdapat pada komposisi gending dewa-dewa senior pada tataran mistik. karawitan yang menggunakan gamelan Sementar itu, dalam tataran sosial, Semar slendro. Irama kecrek, dhodhog, dan sebanding dengan posisi dalang sebagai kendang sangat menonjol serta dinamik tokoh perantara antara penguasa dan rakyat.

286 Humaniora Volume XV, No. 3/2003 Peran dan Fungsi Tokoh Semar-Bagong dalam Pergelaran Lakon Wayang Kulit

Galestin, dalam pidato pengukuhan Profesor yang sejenis peran dan fungsinya pada Arkeologi dan Sejarah Kuna Utara dan beberapa jenis pergelaran wayang di Jawa Asia Tenggara di Universitas Leiden, menje- (wayang Gedog, Beber, dsb.), wayang India, laskan figur Semar dari data relief candi dan relief candi yang menunjukkan peran dan sebagai panakawan wayang, sedangkan fungsi Semar sebagai tokoh pendamping Kern hanya mempersoalkan siapa lebih tokoh-tokoh ksatria. dominan dalam pengusaaan dunia, apakah Semar atau Togog. Magnis-Suseno mende- Landasan Teori kati Semar dalam rangka pembahasan soal kebijaksanaan dan etika Jawa; bahwa Semar Penelitian dilaksanakan dengan metode penelitian lapangan sehingga diperlukan berperan sentral dalam etika Jawa karena perangkat alat-alat untuk mengumpulkan tampak melalui perilaku dan wujudnya yang data dan mengolah data lapangan. berelasi dengan konsep alus dan kasakten Selebihnya, data lapangan dan hasil olah atau relasi antara priyayi dan orang keba- data akan dianalisis secara kualitatif dengan nyakan. Di sisi ritual, Semar dipandang dasar kajian struktural naratif untuk melihat sebagai simbol kesuburan yang setara kedudukan dan fungsi tokoh di dalam sebuah dengan simbol-simbol phallic dalam wayang koherensi pergelaran lakon-lakon wayang India (Meinhard, 1939: 'The Javanese Wajang kulit gaya Jawa Timuran. Analisis struktur and Its Indian Prototype' dalam Ras, 1978). lakon dan bagaimana unsur fakta cerita Hampir sejalan dengan Meinhard adalah hasil berupa tokoh yang menduduki beberapa la- pembahasan J.J. Ras (1978) yang menjelas- pis peristiwa dan dimensi ruang-waktu kan bahwa Semar adalah dewa pelindung merupakan sebuah upaya memahami jalinan dan guru, sekaligus berkedudukan sebagai antarunsur lakon dan relasinya dengan kode- dewa kesuburan. Kesimpulan Ras ini dida- kode budaya referensial di Jawa Timur. sarkan atas hasil pembandingan antara Untuk memahami naratif, dalam studi Semar dalam relasi-relasinya antara: Semar, ini adalah lakon, sebaiknya dipahami melalui Nalagareng, dan Petruk dengan Semar dan penerima atau penikmat lakon (Martin, 1986: Bagong; relasi Semar dalam kedudukannya 29). Selanjutnya dijelaskan bahwa sisi sebagai Semar yang bersifat dewa; relasi penikmat lakon dalam proses menikmati se- Semar dengan Panakawan Wayang Gedog: buah lakon cerita sudah barang tentu Prasanta/Jati-Pitutur dan Sadulurmu/Pitutur melibatkan bekal pemahamannya masing- Jati; relasi Semar dengan Gatholoco; dan masing dengan latar belakang konteks kultur relasi Semar dengan Penari Tayub dan sosialnya. Perubahan dinamik masyarakat Cantang Balung. secara historis agaknya turut memaknai Dilihat dari wilayah penelitian, para bobot lakon meskipun sejarah dinamik lakon peneliti terdahulu berfokus pada data itu berkembang bebas tanpa ikatan sejarah pergelaran wayang purwa di sekitar Jawa sosial dan politik. Selanjutnya Martin (1986) Tengah (Yogya, Sala, Banyumas, dan memberikan diagram yang menggambarkan sekitarnya). Di samping itu, Semar dilihat bagaimana presiding sketsa historis dari teori dalam relasinya dengan tokoh-tokoh lain naratif sebagai berikut.

Konteks sosial, Konvensi kultural

Pengarang Narator Naratif Penerima

Kerangka analisis formal Tradisi sastra ( Kesastraan, Linguistik, Interdisiplin)

Humaniora Volume XV, No. 3/2003 287 Wisma Nugraha Christianto R.

Kajian naratif yang menekankan segi Lampahan Adege Suralaya tokoh dan fungsi seperti telah ditelaah oleh I. Jejer Kahyangan Puspa Inten Propp melalui penelitian dongeng-dongeng Sang Tunggal kaseba putrane: telah dipertegas pula oleh Roland Barthes (Martin, 1986) yang menyarankan pengamat- Sang Hyang Puguh, Sang Hyang Punggung, an terhadap peran tokoh, aksi-aksinya dan Sang Hyang Samba, ngrembug ing relasi-relasinya dalam sebuah keutuhan Kahyangan Suralaya kang bakal kanggo tataran tematik. Dalam kajian tokoh Semar nggelar Kahyangane para Dewa. Ing wektu yang akan ditilik dari segi peran dan fungsi- iki katembing ratune Jim, ratu saka negara nya dalam sebuah pergelaran lakon wayang, Jabalkat kang aran Prabu Jomakjujo kang agaknya pokok teori naratif yang cukup kepingin ngratoni Suralaya, dadi ratune para membantu adalah pandangan bahwa teks Dewa. naratif merupakan sebuah teks komunikasi. Sang Hyang Tunggal dhawuh marang Pandangan teks sebagai model komunikasi putrane, sapa kang bisa ngundurna Prabu ini dirintis oleh Bakhtin dan dipertegas oleh Jomakjujo bakal dijumenengna dadi ratune Wayne Booth dalam The Rhetoric of Fiction para Dewa. Sang Hyang Puguh lan Sang (Martin, 1986: 29). Dalam model komunikasi Hyang Punggung ora wani, kang sanggup ini, peran pencerita dapat dibedakan menjadi ngunduraken Prabu Jomakjujo Sang Hyang dua, yaitu pencerita sejati dan pencerita Samba, banjur pamit budhal. semu (berada di dalam teks). Keduanya Ketungka putra sakembaran saka berhadapan dengan penyambut (bisa pem- Kahyangan Jagat Sunya Ruri, putrane Sang baca, pendengar, pemirsa) yang serupa Hyang Banijan (Sang Hyang Jan Banijan) dengan pencerita, penyambut nyata dan kang aran Sang Hyang Pongat lan Sang penyambut semu ( lihat Martin, 1986: 29). Hyang Umarda. Sang Hyang Pongat lan Sang Dengan demikian, upaya mencermati peran Hyang Umarda matur marang Sang Hyang dan fungsi Semar dan Bagong dalam Tunggal yen sanggup bakal ngundurna pergelaran wayang kulit gaya Jawa Timuran Prabu Jomakjujo sebab dheweke kepingin ini diperlukan pengamatan terhadap struktur dadi ratune para Dewa. Sang Hyang Tunggal lakon dan bagaimana relasi antartokoh di ngideni banjur budhal. dalamnya. Kedhatonan Pembahasan II. Pasowanan Njaba 1. Riwayat Semar dan Bagong Sang Hyang Pongat lan Sang Hyang Umarda terus menyang pesanggrahane Di dalam mitos jati diri Semar di Jawa Prabu Jomakjujo. Sang Hyang Samba beredar pengertian bahwa Semar adalah mudhun saka Kahyangan Puspa Inten dewa, saudara sekandung dengan Togog dan dicegat Sang Hyang Puguh lan Sang Hyang Batara Guru. Versi Jawa Tengah mencerita- Punggung, karepe supaya Sang Hyang kan bahwa mereka bertiga berasal dari satu Samba ora sida nerusna anggone bakal telur, kuning telur menjadi Batara Guru, putih menyang pesanggrahane Prabu Jomakjujo, telur menjadi Semar, dan kulit telur menjadi sebab Prabu Jomakjujo digdaya banget. Togog. Di Batak Toba, mereka bertiga berasal Sulayane rembug dadi perang, Sang Hyang dari tiga telur yang berasal dari burung Hulambujati Nabolon. Apakah di dalam Puguh lan Sang Hyang Punggung kalah terus tradisi pedalangan Jawa Timuran seperti itu? maju. Sang Hyang Samba nerusna laku Sangat berbeda ceritanya. Versi cerita tradisi menyang pesanggrahane Prabu Jomakjujo. Jawa Timuran (Surabaya, Gresik, Sidoarjo, Bareng tekan alun-alun Repat Kepanesan Mojokerto, Lamongan, dan Pasuruan) dan (alun-alune para Dewa) Sang Hyang Samba tradisi Malangan bahkan tidak menyebut dulu Sang Hyang Umarda kaya dene Sang adanya telur sama sekali. Di bawah ini cerita Hyang Umarda iku wong wadon (Sang Hyang singkat riwayat Semar dan saudara- Samba rumangsa kasmaran marang Sang saudaranya. Hyang Umarda). Bareng Sang Hyang Umarda

288 Humaniora Volume XV, No. 3/2003 Peran dan Fungsi Tokoh Semar-Bagong dalam Pergelaran Lakon Wayang Kulit kecandhak Prabu Jomakjujo banjur sebab sing ngalahno Prabu Jomakjujo dudu dikipatno tiba ana ngarepe Sang Hyang Sang Hyang Samba nanging Sang Hyang Samba. Tunggal Dhewe. Sang Hyang Tunggal dhawuh Kocap Sang Hyang Umarda terus marang Sang Hyang Puguh diutus nguntal dicandhak Sang Hyang Samba di rum-rum mustikane Gunung Kukusan, Sang Hyang lan diarasi (diambungi) karepe Sang Hyang Puguh ora kuwat cangkeme suwek untune Umarda bakal palakrama. Sang Hyang mrotholi kari siji dadi Togog. Umarda ora gelem, saking wedine karo Sang Sang Hyang Punggung diutus nguntal Hyang Samba, Sang Hyang Umarda banjur mustikane Gunung Ungkal ora kuwat, mlayu, diburu Sang Hyang Samba nganti cangkeme suwek untu mrotholi kari siji dadi ngancik menyang Gunung Geni lan gunung- Semar. gunung liyane, ..., sinjang malik katon Togog diutus menyang Glagah wentise. Sang Hyang Samba netesna wiji, Ayangan mbesuk dadi pengemonge darah korut tanpa wadhah tumiba ana puncake tedhak Brahma (turun Hangkara). Togog arep gunung-gunung, bareng koma kang tanpa mudhun menyang Marcapada njaluk rewang, wadhah mau kasiram soroting jagad disabda diutus Sang Hyang Tunggal nggetak gupilane karo Sang Hyang Caraka (Sang Hyang Jan Gunung Kukusan, banjur gupilane Gunung Banujan) wujud Dewa telung puluh cacahe Kukusan digetak dadi Bilung (rewange ganep sak jodhone. ... Togog) banjur mudhun bebarengan. Kocap kinabulan panyuwune Sang Semar diutus Sang Hyang Tunggal Hyang Samba nduwe tangan papat, banjur menyang Keling, mbesuk dadi pengemonge Sang Hyang Umarda dicandhak, planangane tedhak Pangruwatan. Semar njaluk rewang kabethot dikipatno dadi ule-ule sulure tawang diutus nggetak wayangane (ayang-ayang), (ulur-ulur). Bareng planangane dibethot, getih ayang-ayangan digetak dadi Bagong, lan diparingi gaman siji, gaman digawe royokan manther, Sang Hyang Umarda sambat- nganti mlekar wujud menungsa diarani sambat. Sang Hyang Samba nyandhak Sorogonjo uga dadi rewange Semar. Tapel Adam kanggo nutup getih, getih Kacarita, Sang Hyang Pongat ora trima munggah menyang dhadha nganti abuh, dadi dulure dadi wadon, banjur perang karo Sang susu, banjur digarit driji manis getih metu Hyang Samba. Sang Hyang Pongat dipenek maneh, banjur dicuwilna Tapel Adam Sang Hyang Samba dadi endhek rupane dislempitna banjur getih mampet. malih elek diarani Batara Narodo. Banjur Kacarita Sang Hyang Tunggal ngungkuli Kahyangan Suralaya di sabdo Sang Hyang lan ndulu Sang Hyang Samba lan Sang Tunggal dadi diarani Tejamaya Hyang Umarda rumangsa welas banjur Sang jangkep sak isine. Banjur Sang Hyang Hyang Umarda disabda dadi wadon, Sang Samba diplekat dadi ratune para Dewa Hyang Samba didukani Sang Hyang Tunggal, jejuluk Ratuning Rat Nyawa Sekalir ya Sang banjur budhal perang nglawan Prabu Hyang Pramesthi Bethara Guru. Jomakjujo. Bareng perang Sang Hyang Kocap, kesaru tekane para putra Dewa Samba kalah, banjur Sang Hyang Tunggal putrane Sang Hyang Samba nalika bledik nyipta krangkeng wesi sak glugu gedhene Sang Hyang Umarda, Dewa telungpuluh banjur diolehna ana anggane Prabu genep sak jodhone, banjur para putra mau Jomakjuju, Prabu Jomakjujo kerangket ora didadekake prajurit Durandara (prajurit bisa uwal, banjur krangkeng wesi dicakoti Dewa). (dikeret) kari sak rambut, krungu jago kluruk Bethara Narada didadekna juru basa pulih dadi sak glugu maneh, banjur Prabu Suralaya, banjur Batara Guru kaudhunan Jomakjujo sak krangkenge dikebut Sang endhog saka Sang Hyang Wenang, banjur Hyang Tunggal tiba ana Jagad Wetan. dipuja Bethara Guru dadi putra telu cacahe: Kocap Sang Hyang Puguh lan Sang (1) lanang diarani Bethara Besuki; (2) lanang Hyang Punggung ora trima yen Sang Hyang diarani Bethara Wisnu; (3) wadon diarani Samba dijumenengkna dadi ratune Dewa (Bethari Widawati).

Humaniora Volume XV, No. 3/2003 289 Wisma Nugraha Christianto R.

Terjemahan kalah. Sang Hyang Samba segera melanjut- kan perjalanan menuju tempat mukim Prabu Jejer Kahyangan Puspa Inten Jomakjujo. Sesampai di Alun-alun Repat I. Adegan Pertemuan di Kahyangan Kepanesan (alun-alun milik para dewa), Sang Puspa Inten Hyang Samba melihat Sang Hyang Umarda Sang Hyang Tunggal dihadap oleh para bagaikan seorang perempuan (dan Sang putranya, yaitu: Sang Hyang Puguh, Sang Hyang Samba jatuh hati kepada Sang Hyang Hyang Punggung, Sang Hyang Samba. Umarda). Sang Hyang Umarda dipegang oleh Mereka sedang membahas rencana perluas- Prabu Jomakjujo dan dilemparkan hingga an Kahyangan Sutalaya sebagai tempat para terpelanting di hadapan Prabu Samba. dewa. Di tengah pembahasan, datang Tersebutlah bahwa Sang Hyang Umarda menghadap seorang Ratu Jim dari negara dipegang oleh Sang Hyang Samba sambil Jabalkat yang berjuluk Prabu Jomakjujo yang dielus serta diciumi disertai dengan niat menyatakan ingin menguasai Suralaya bahwa Sang Hyang Umarda akan dikawini. sebagai raja para dewa. Sang Hyang Umarda menolak. Karena Sang Hyang Tunggal menawarkan merasa ketakutan kepada Sang Hyang kepada para putranya barangsiapa mampu Samba, larilah Sang Hyang Umarda. Sang menyingkirkan Prabu Jomakjujo akan diang- Hyang Samba terus memburu Sang Hyang kat sebagai raja para dewa. Sang Hyang Umarda hingga Gunung Geni serta gunung- Puguh dan Sang Hyang Punggung tidak gunung lainnya, ..., kainnya tersingkap berani, sedangkan Sang Hyang Samba hingga tampak betisnya. Sang Hyang Samba menyatakan sanggup menyingkirkan Prabu meneteskan 'biji', tercecer tanpa tempat Jomakjujo, seketika itu berangkatlah ia. hingga menetes di puncak gunung-gunung. Di sela datang menghadap dua orang Kama yang tercecer tersebut tersiram oleh anak kembar putra Sang Hyang Banijan sinar jagat kemudian disabda oleh Sang (Sang Hyang Jan Banijan) dari Kahyangan Hyang Caraka (Sang Hyang Jan Banujan) Jagat Sunya Ruri, masing-masing bernama hingga berubah wujud menjadi tiga puluh Sang Hyang Pongat dan Sang Hyang pasang dewa. ... Umarda. Sang Hyang Pongat dan Sang Diceritakan bahwa permohonan Sang Hyang Umarda menyatakan kepada Sang Hyang Samba terkabul, yakni memiliki empat buah tangan, selanjutnya Sang Hyang Hyang Tunggal bahwa mereka sanggup Umarda diraihnya, alat kelaminnya diremas menyingkirkan Prabu Jomakjujo dengan dalih lalu dikibaskan hingga berubah sebagai sulur ingin menjadi raja para dewa. Sang Hyang awan. Setelah alat kelamin diremas hingga Tunggal mengijinkan, lalu berangkatlah pecah, darah mengucur deras, dan Sang mereka. Hyang Umarda pun meraung-raung. Sang Kedhatonan Hyang Samba mengambil Tapel Adam untuk menyumbat kucuran darah, berikutnya darah II. Pertemuan Luar naik hingga dada hingga bengkak, jadilah Sang Hyang Pongat dan Sang Hyang payudara, selanjutnya digores dengan jari Umarda seketika itu menuju ke tempat manis dan darah mengucur kembali, lalu peristirahatan Prabu Jomakjujo. Sang Hyang dimampatkan lagi dengan Tapel Adam. Samba yang sedang turun dari Kahyangan Diceritakan bahwa Sang Hyang Tunggal Puspa Inten dihadang oleh Sang Hyang menyusul serta memarahi Sang Hyang Puguh dan Sang Hyang Punggung dengan Samba sehingga Sang Hyang Umarda mera- maksud agar Sang Hyang Samba meng- sa belas. Selanjutnya, Sang Hyang Umarda urungkan niatnya menyerang Prabu disabda menjadi seorang perempuan. Sang Jomakjujo sebab Prabu Jomakjujo sangat Hyang Tunggal marah kepada Sang Hyang sakti. Perdebatan di antara mereka akhirnya Samba. Sang Hyang Samba segera berang- membuahkan pertengkaran sehingga Sang kat perang melawan Prabu Jomakjujo. Sang Hyang Puguh dan Sang Hyang Punggung Hyang Samba kalah, kemudian Sang Hyang

290 Humaniora Volume XV, No. 3/2003 Peran dan Fungsi Tokoh Semar-Bagong dalam Pergelaran Lakon Wayang Kulit

Tunggal menciptakan terali besi sebesar Hyang Samba. Tubuh Sang Hyang Pongat pohon kelapa untuk merangket tubuh Prabu ditekan dengan paksa oleh Sang Hyang Jomakjujo hingga tidak dapat bergerak sama Samba sampai memendek serta wajahnya sekali. Terali besi tersebut berusaha digigit- berubah menjadi jelek dan dinamakan Batara gigit oleh Prabu Jomakjujo sampai menipis Narodo. Selanjutnya, Kahyangan Suralaya seukuran rambut. Namun, jika mendengar disabda oleh Sang Hyang Tunggal menjadi kokok ayam jantan, terali besi tadi pulih kraton yang lengkap seisinya, disebut menjadi sebesar pohon kelapa lagi. Tejamaya. Selanjutnya, Sang Hyang Samba Berikutnya, Prabu Jomakjujo beserta terali dinobatkan sebagai raja para dewa bergelar besinya dikibaskan oleh Sang Hyang Tunggal Ratuning Rat Nyawa Sekalir ya Sang Hyang hingga terlempar di Dunia Timur. Pramesthi Bethara Guru. Diceritakan bahwa Sang Hyang Puguh Diceritakan, disusullah datangnya para dan Sang Hyang Punggung tidak rela jika putra dewa putra Sang Hyang Samba ketika Sang Hyang Samba diangkat sebagai raja sedang mengejar-ngejar Sang Hyang para dewa sebab yang mampu mengalah- Umarda, yaitu tiga puluh pasang dewa-dewi. kan Prabu Jomakjujo bukan Sang Hyang Selanjutnya para putra tersebut diberi Samba, melainkan Sang Hyang Tunggal. kedudukan sebagai prajurit Durandara Sang Hyang Tunggal memerintahkan agar (prajurit dewa). Sang Hyang Puguh menelan mustika Betara Narada dijadikan juru bicara Gunung Kukusan. Sang Hyang Puguh tidak Suralaya, selanjutnya Batara Guru diberi telur mampu menelannya dan berakibat mulutnya oleh Sang Hyang Wenang dan kemudian robek serta giginya rontok tersisa satu. didoakan oleh Batara Guru hingga berubah Jadilah ia Togog. menjadi tiga orang putra: (1) seorang laki- Sang Hyang Punggung diperintah untuk laki dinamai Batara Basuki; (2) seorang laki- menelan mustika Gunung Ungkal dan tidak laki dinamai Batara Wisnu; (3) seorang pula mampu sampai akhirnya mulutnya perempuan dinamai Dewi Sri (Betari sobek serta gigi rontok tersisa satu. Jadilah Widawati). (Sumber: Ki Dalang Surwedi, Semar. diterbitkan oleh Depdikbud, Dirjen Kebuda- Togog diutus menuju Glagah Ayangan yaan, Taman Budaya Jawa Timur, dengan yang kelak menjadi pembimbing para judul "Penulisan Lakon Pedalangan Gaya keturunan Brahma (keturunan Angkara). Jawa Timur"). Togog akan turun ke Marcapada, tetapi minta Melalui pemaparan cerita ringkas versi ada yang menemani. Sang Hyang Tunggal Ki Surwedi tampak bahwa penciptaan para memerintahkan Togog agar membentak Dewa dan Dewi memiliki keunikannya sendiri bongkahan Gunung Kukusan dan jadilah dalam tradisi Jawa Timur. Tokoh Semar Bilung (sebagai teman Togog). Lalu mereka adalah Sang Hyang Punggung; Togog berdua turun bersama. adalah Sang Hyang Puguh. Kawan Togog Semar diutus oleh Sang Hyang Tunggal bernama Bilung tercipta melalui kekuatan agar menuju Keling, yang kelak akan menjadi Togog ketika membentak bongkahan pembimbing para keturunan Pangruwatan. Gunung Kukusan. Sementara itu, kawan Semar minta diberi kawan, diperintahkan Semar bernama Bagong tercipta dari menggertak bayangannya sendiri, lalu bayang-bayang Semar sendiri. bayangan diri Semar berubah menjadi Dewa Sang Hyang Samba akhirnya Bagong. Mereka diberi satu senjata. Namun, diangkat sebagai Ratu Kahyangan Suralaya senjata tersebut diperebutkan beredua yang diubah statusnya dengan nama Kraton sehingga melebar dan berubah wujud Tejamaya dan nama Sang Hyang Samba manusia yang dinamai Sorogonjo serta menjadi Sang Hyang Pramesthi Batara menjadi kawan Semar. Guru. Sementara itu, Sang Hyang Pongat Diceritakan bahwa Sang Hyang Pongat diubah wujudnya menjadi buruk rupa oleh merasa tidak terima jika saudaranya diubah Sang Hyang Samba dan identitasnya diubah menjadi perempuan, lalu memerangi Sang menjadi Batara Narada. Batara Narada

Humaniora Volume XV, No. 3/2003 291 Wisma Nugraha Christianto R. akhirnya menjadi juru bahasa Suralaya. Guru yang menetes ketika bernafsu terhadap Batara Guru juga menciptakan dewa lagi Batari Umayi (perubahan wujud dari Sang melalui sebutir telur pemberian Sang Hyang Hyang Umarda). Makhluk inilah nantinya Wenang, dan dari telur itu terciptalah tiga menjadi sebuah sumber lakon sendiri dewa-dewi, yaitu Batara Basuki, Batara berhubung makanannya adalah manusia Wisnu, dan Dewi Sri. dengan beberapa kategori yang ditetapkan Peristiwa penting lain dari kisah oleh Batara Guru dan Dewi Umayi. terjadinya Suralaya ini adalah terciptanya Berikut ini adalah skema ringkas dari makhluk raksasa bernama . cerita di atas mendasarkan pada tokoh dan Batara Kala tercipta dari kama Sang Batara wilayah muasalnya.

Kahyangan Puspa Inten: Sang Hyang Tunggal

d d d Sang Hyang Puguh Sang Hyang Punggung Sang Hyang Samba

d d d Togog Semar Batara Guru \ \ \ Bilung Bagong Telur / Btr. Besuki - Btr. Wisnu - Btri. Widawati ( Dewi Sri)

Tokoh dan Daerah Muasalnya

JAGAD KAHYANGAN KAHYANGAN JABALKAT SUNYARURI PUSPA INTEN SURALOKA

Sang Hyang Sang Hyang Banujan/Sang Hyang Tunggal Jan-Banujan/Sang Hyang Caraka

Sang Hyang Puguh 30 Dewa-dewi Sang Hyang Pongat Sang Hyang Sang Hyang Umarda Punggung Ratu Jabalkat: Sang Hyang Samba Prabu Jomakjujo

Kahyangan Kahyangan Tejamaya Suralaya

Sang Hyang Narada Sang Hyang Raja: SH Pramesti Guru Pramesti Guru Batari Umayi Juru Basa: Sang Hyang Narada 30 Dewa menjadi Prajurit Durandara

292 Humaniora Volume XV, No. 3/2003 Peran dan Fungsi Tokoh Semar-Bagong dalam Pergelaran Lakon Wayang Kulit

Keterangan singkat: dan seketika tinja berubah wujud menjadi 1. Sang Hyang Samba bersedia melawan Prabu manusia mirip Bagong serta dinamai Besut. Jomakjujo Besut akhirnya diakukan sebagai anak 2. Sang Hyang Pongat dan Sang Hyang Umar juga berusaha mengalahkan Prabu Jomakjujo Bagong. 3. Sang Hyang Umarda dikira wanita oleh Sang Dengan kejadian tadi, Semar memiliki Hyang Samba relasi perkawanan dengan Bagong, 4. Sang Hyang Umarda menjadi wanita Saraganja, Dewi Muleg, dan Besut. Mereka 5. 'Kama' Sang Hyang Samba menjadi 30 pasang selanjutnya disebut Panakawan. Arti kata Dewa panakawan dalam pedalangan Jawa Timuran 6. Sang Hyang Puguh nguntal Gunung Kukusan adalah 'kawan' yang 'pana' yakni kawan yang ` menjadi Togog serba mengetahui, kawan yang serba ber- 7. Sang Hyang Punggung nguntal Gunung Ungkal ` menjadi Semar pengalaman sehingga pengalaman dan 8. Sang Hyang Pongat ditekan hingga memendek, pengetahuan mereka sangat bermanfaat bagi menjadi Sang Hyang Narada para tokoh yang disertainya, yang dikawal- 9. Suraloka menjadi kraton Kahyangan Suralaya nya, yang dijagainya. Di tempat lain, Togog dan Bilung melak- Melalui cerita ini tampak bahwa Semar sanakan tugasnya menyertai, mengawal tiga bersaudara dengan Batara Guru dan para tokoh tedhak turuning Braham (turun Togog, tetapi memiliki kedudukan dan fungsi hangkara) atau para tokoh berkarakter yang saling berbeda. Semar bertugas negatif, yang jahat. Penyertaan Togog dan mengawal, menyertai tokoh-tokoh ksatria Bilung terhadap para tokoh itu ditekankan berkarakter positif; Togog bertugas menga- sebagai abdi yang memiliki pengetahuan wal, menyertai tokoh-tokoh berkarakter negatif; sedangkan Batara Guru bertugas serba luas sehingga fungsinya menjadi mengendalikan kekuasaan di Kahyangan narasumber para tokoh yang disertainya jika Suralaya. hendak melakukan tindakan atau meren- Selama berada di dunia manusia dengan canakan sesuatu terhadap para tokoh tugas dan perannya masing-masing, Semar counter action mereka. Togog dan Bilung memperoleh kawan yang berasal dari dalam posisinya sebagai abdi senantiasa bayangannya sendiri dan dinamai Bagong. berupaya memberikan pengarahan positif dan Sementara itu, Togog mempunyai kawan menasihati tuannya agar tidak melaksanakan yang berasal dari manifestasi kekuatannya aksi yang bersifat jahat meskipun seringkali pribadi yang selanjutnya dinamai Bilung. nasihatnya tidak selalu dilaksanakan. Dari Dalam perkembangan naratif, khusus sumber naratif lain dikatakan bahwa Togog tentang Semar, bahwa pada suatu peristiwa, dan Bilung bertugas mengikuti para tokoh senjata pusaka pemberian Sang Hyang keturunan 'Alengka' (dalam konteks ini tentu Tunggal milik Semar direbut Bagong Alengka berhadapan dengan keturunan sehingga terjadi tarik-menarik di antara dalam Ramayana) sehingga versi ini mereka sehingga terjadilah peristiwa (dari tradisi Sidoarjoan) memandang bahwa perubahan bentuk. Senjata tersebut berubah wiracarita Mahabharata sebagai kelanjutan wujud menjadi manusia yang selanjutnya dari Ramayana. Sebagai penegasan dari versi disebut Saraganja. Peristiwa selanjutnya, naratif ini, tradisi pedalangan Sidoarjo dan Semar membuang angin busuk (kentut) dan Mojokerto seringkali menampilkan tokoh Bagong membaui bau busuk terus-menerus Anoman yang berperan sebagai tokoh abdi ke mana pun perginya. Bau kentut yang setia Kresna dengan tugas memberantas mengikuti Bagong itu akhirnya berubah wujud keangkaramurkaan. Dari peran dan fungsi menjadi seorang wanita yang selanjutnya Anoman ini dapat dijelaskan bahwa Kresna dinamai Dewi Muleg. Dewi Muleg ini dipandang sebagai kelanjutan Rama sehing- dijodohkan dengan Bagong sebagai istrinya. ga Anoman senantiasa berupaya menjagai- Selanjutnya, Bagong menginjak tinja Semar, nya dari ancaman serangan keturunan

Humaniora Volume XV, No. 3/2003 293 Wisma Nugraha Christianto R.

Dasamuka yang masih hidup, tetapi tidak a. Jejer I: Pathet Sepuluh (10) dapat berbuat apa pun karena ditindih gunung b. Bubabaran oleh Anoman. c. Limbukan Berdasarkan uraian di atas kiranya dapat d. Perang Gagal: Pathet Wolu (8) dibuat sebuah perbandingan antara Semar e. Gara-gara: Pathet Wolu menuju dan Togog sebagai berikut. Pathet Sanga (9)

Semar - Bagong Togog - Bilung Tugas di Keling Semar, Bagong, Togog - Bilung Tugas di Glagah Marcapada Saraganja, Dewi Ayangan Muleg, Besut Marcapada Keturunan Keturunan Braham, Pangruwatan, Keturunan Alengka Kasutapan Kerabat Rama-Pandawa+Kresna Kerabat Alengka-Kurawa+Kerajaan 'Sabrang' (bukan kerabat Hastina)

Skema di atas merupakan penyeder- f. Jejer II: Pathet Sanga hanaan distribusi peran Semar dan Togog g. Perang Brubuh: Pathet Serang pada waktu harus turun ke Marcapada, dunia h. Jejer III manusia, dunia yang memiliki jabaran antara i. Tancep Kayon positif dan negatif. Di pihak Semar, secara Unsur-unsur 1, 2, 3, dan 4 memiliki per- internal telah terbentuk sebuah kerabat dari tautan yang erat dalam sebuah pergelaran dalam dirinya sendiri yang diejawantahkan wayang kulit (wayang purwa) dalam tradisi wujud tokoh bernama Bagong, Saraganja, Jawa Timuran. Tatanan fisik panggung di Dewi Muleg, dan Besut. Di pihak Togog tidak bawah satu atap tenda (térop) yang terdiri ada pertumbuhan dari dirinya selain wujud atas panggung utama berisi layar (kelir) tokoh Bilung. Oleh karena itu, di dalam dengan sederet wayang kulit dan kotak pergelaran lakon tokoh Panakawan yang wayang dan terhampar di depan kelir se- berperan aktif adalah Semar-Bagong-Besut perangkat instrumen gamelan Slendro; dan Togog-Bilung. Tokoh Besut seringkali berikutnya terdapat bagian panggung sela hanya sebagai tokoh pelengkap, selanjutnya yang dipersiapkan sebagai ajang tari Ngrema aktifitas peran dilaksanakan oleh Semar dan (dapat berada di depan gamelan atau di Bagong. samping kiri atau kanan, bergantung luas pekarangan rumah tempat pergelaran). 2. Peran dan Fungsi Semar dalam Depan dan belakang panggung pergelaran Pergelaran Lakon dipergunakan sebagai tempat duduk para a. Semar di dalam Struktur Pergelaran tamu dan khalayak publik penonton umum Lakon nontamu. Penataan kelir sebagai tempat utama Struktur pergelaran wayang kulit gaya pergelaran lakon, seperti halnya pergelaran Jawa Timuran secara umum dapat dijelaskan lakon wayang kulit pada umumnya, kanan- sebagai berikut. kiri kelir berisi deretan wayang kulit dan 1. Gendhing Giro ( Gendhing Suguh Tamu) bagian tengah terdapat ruang putih kosong 2. Tari Ngrema (Ngrema Putra dan Ngrema sebagai ruang pentas lakon. Perbedaan Putri) penataan wayang di deret kiri-kanan layar 3. Ayak Sepuluh antara tradisi Jawa Tengahan dan Jawa 4. Panggungan: Timuran tergambar pada kekhasan tradisi

294 Humaniora Volume XV, No. 3/2003 Peran dan Fungsi Tokoh Semar-Bagong dalam Pergelaran Lakon Wayang Kulit

Jawa Timuran menempatkan posisi tokoh menggambarkan bagaimana situasi alam Batara Guru dan Betari Durga ditonjolkan masih chaos, orang-orang hilir-mudik berda- berada di atas wayang-wayang yang tangan, bertegur-sapa, atmosfer perhelatan ditancapkan di atas gedebog pisang. Di hidup masih belum tertata, belum tertib. Se- samping itu, yang paling khusus adalah lanjutnya disusul dengan tari Ngrema Putra sebelum pergelaran dimulai, tokoh Semar dan Putri yang menggambarkan bagaimana dan Bagong ditancapkan saling berhadapan proses penciptaan tertib hidup berlangsung, di tengah kelir bersamaan dengan Gunungan bagaimana kesuburan berproses dan yang sehingga Semar dan Bagong ditengahi oleh nantinya akan terbit sebuah tertib kosmos Gunungan. Posisi Semar berada di sebelah dengan adanya kelahiran hidup manusia. kiri dan Bagong di sebelah kanan dari posisi Manusia yang hidup harus menjalani lakon dalang jika menghadap kelir. Dengan posisi hidupnya masing-masing. Lakon hidup penuh seperti ini, penonton di balik kelir akan dengan dinamika, penuh dengan relasi dan melihat posisi Semar berada di kanan dan interrelasi yang melahirkan berbagai nuansa Bagong di kiri. romantika. Itu sebabnya pada saat menjalani Semar-Bagong hakikatnya adalah lakon hidup itu diperlukan figur pendamping, tunggal dan memiliki peran penting dalam figur yang memiliki sifat membimbing, pergelaran lakon wayang kulit gaya Jawa menyertai, dan memberikan kekuatan batin Timuran. Bagong yang secara historis yang meneguhkan hidup. Semar dalam merupakan bayang-bayang Semar dalam fungsi ini dijelaskan dalam narasi lakon rangka pergelaran lakon menjadi sarana bahwa namanya selain Semar adalah Semar penjabaran simbolik bagaimana Semar dan Badranaya yang artinya samar-samar antara siapa Semar di antara kehidupan masyarakat gelap dan terang bagaikan wajah rembulan, manusia dan masyarakat dewa. Semar selain juga disebut Bagasampir. Baga dalam bertugas menyertai, mengawal, dan bahasa Kawi berarti 'rahim'; sampir berarti membimbing para ksatria Kasutapan, satria selendang, kain, samir. Akan tetapi dalam yang kuat dalam bertapa, satria yang pedalangan kata sampir diartikan sebagai memiliki nurani humanisme dan kekuatan fungsi lingga dan Baga diartikan Yoni. Dalam rohani dan jasmani yang sehat. Oleh karena bahasa Jawa Kuna, kata baga berhubungan itu, Semar dan Bagong secara simbolik dengan kata bhagawisaya, 'yang berhubung- ditempatkan sebagai pembuka dan penutup an dengan Yoni'; sedangkan Bhaga berarti sebuah pergelaran lakon kehidupan manusia, 'kemaluan wanita'. Melalui arti kata ini tampak lakon sebagai pementasan mitos kehidupan jelas bahwa Semar dimaknai sebagai simbol di dalam alam Mercapada dan yang masih kerahiman, pusat terbentuknya hidup dan senantiasa menjalin relasi dengan alam kehidupan manusia dan hayati sehingga Kahyangan. Kedudukan Semar menjadi sudah pada tempatnya apabila fungsinya semakin jelas dalam fungsinya di antara memelihara kehidupan, menyertai dan mem- peran-peran lakon serta di antara relasi-relasi bina kehidupan manusia di alam Mercapada. tokoh lainnya. Semar sekaligus menjadi Tari Ngrema yang menggambarkan simbol kesuburan dan kekuatan sakti bagi proses kesuburan dan terbitnya kehidupan para tokoh yang disertainya karena dari dapat disejajarkan dengan bentuk seni Tayub dalam diri Semar tumbuh Bagong, Dewi atau Tandhak. Pada umumnya, siang hari Muleg, dan Besut, sedangkan Saraganja sebelum pergelaran lakon wayang berlang- hidup dari transformasi senjata, wujud sung, di dalam pesta hajatan di kolektif kesaktian Semar. masyarakat Jawa Timuran, dilangsungkan Struktur bangun pergelaran wayang kulit acara tandakan, yaitu tari tayub yang Jawa Timuran tampak jelas membagi melibatkan pemuka masyarakat setempat susunan tataran mitos kejadian alam dan tamu-tamu khusus untuk menari semesta di Jagat Mercapada. Tataran bersama penari tandhak yang diselingi tersebut digambarkan dengan Gendhing Giro dengan acara puncak minum tuak, 'minuman atau Gendhing Suguh Tamu yang kiranya beralkohol dari buah aren'. Suasana

Humaniora Volume XV, No. 3/2003 295 Wisma Nugraha Christianto R. tandhakan menggambarkan bagaimana bebendhu. Kresna tidak mengetahui perihal romantika laki-laki dan perempuan yang akan datangnya Wahyu. Patih Jayawasesa berinteraksi secara simbolik di dalam ritus marah, mengapa Kresna yang termashur kesuburan. Demikian pula Tari Ngrema Putra tidak tahu-menahu tentang Wahyu. Jaya- dan Putri digarap lebih halus dalam tataran wasesa berniat memaksa Kresna meng- simbolik yang merepresentasikan ritus hadap Prabu Tejakusuma untuk menjelaskan kesuburan tadi untuk mengantar peragaan perihal Wahyu. mitos kehidupan dalam bentuk pentas lakon. Kresna mempersilakan Jayawasesa Dalam konteks pentas lakon nanti, Semar- keluar pasewakan, diiringi Setyaki. Bagong sebagai pembimbing manusia menjalani hidup yang bijak dan bajik bertugas Kresna memerintahkan Udawa untuk mengawal kelir sebagai simbol dunia Merca- mempersiapkan prajurit berjaga-jaga jika pada. Sementara itu, secara naratif, Semar terjadi perang. Udawa tidak boleh menyerang dan Bagong serta Panakawan lain akan hidup sebelum mendapat perintah dari Setyaki. di dalam lakon serta muncul pada saat Gara- Bubaran gara yang berada di antara Jejer I dan Jejer II yang diwarnai munculnya konflik-konflik da- Jayawasesa dan Punakawan Pak lam hidup. Konflik dibangun di tengah jejer I Mujeni- Pak Mundhu membicarakan tentang ketika pertemuan di sebuah kerajaan Kresna yang merasa tidak mengetahui sama kedatangan tamu yang membawa awal sekali perihal Wahyu. Jayawasesa ingin masalah hingga diwujudkan dalam adegan memaksa Kresna untuk diajak ke Negeri Perang Gagal. Selanjutnya masalah dilerai Harga Samar, tetapi Pak Mujeni mengingat- dengan Gara-gara dan setelah itu konflik kan agar tidak berlaku kasar terhadap dibina memuncak ke dalam Jejer II dan Kresna. Jayawasesa tetap bersikeras akan dilanjutkan dengan Perang Brubuh sebagai memaksa Kresna. puncak konflik sekaligus pelerai. Perang Gagal 1 b. Semar di Dalam Lakon Jayawasesa ditemui Setyaki; Jaya- Untuk memahami peran dan fungsi wasesa tetap ingin memaksa Kresna dan Semar dalam lakon pergelaran wayang kulit Setyaki berusaha mempertahankan Kresna. diperlukan sebuah lakon sampel sebagai Masing-masing pihak berusaha memper- bahan kajian secara naratif. Lakon sampel tahankan pendirian sehingga terjadi konflik dalam kajian ini direkam pada 31 Oktober sampai kontak fisik, saling baku hantam. 2001 dalam kesempatan acara Sedekah Setyaki tidak mampu menghadapi Jaya- Bumi di Desa Cemandi, Kabupaten Gresik. wasesa. Acara Sedekah Bumi ini mempergelarkan Limbukan lakon Tumuruning Wahyu Purbaningrat oleh Dalang Ki Surwedi dari Kabupaten Sidoarjo. Adeg Isi ringkas lakon tersebut demikian. Bagong diutus Kresna mencari Begawan Kapiwara atau Anoman untuk menghadapi Jejer Dwarawati: Pathet 10 Jayawasesa. Bagong menemukan Begawan Kresna, Samba, Setyaki: membicara- Kapiwara di atas pohon beringin, alun-alun. kan ketenteraman Dwarawati. Bagong menjelaskan maksudnya kepada Tamu datang: utusan Prabu Tejakusuma Begawan Kapiwara bahwa Kresna memer- dari kraton Harga Samar, bernama Patih lukan kesediaannya menghalau Patih Jaya- Jayawasesa, datang menghadap Kresna wasesa yang telah mengganggu ketente- minta penjelasan akan datangnya Wahyu. raman Dwarawati. Begawan Kapiwara atau Negeri Harga Samar sedang dirundung Anoman segera menyanggupi dan mengajak 'Bebendu' sehingga membutuhkan wahyu Bagong bersama-sama menghadapi Patih yang akan turun untuk menanggulangi Jayawasesa.

296 Humaniora Volume XV, No. 3/2003 Peran dan Fungsi Tokoh Semar-Bagong dalam Pergelaran Lakon Wayang Kulit

Perang Gagal 2 . Semar berangkat mencari Roh Arjuna. Anoman menemui Jayawasesa serta meminta agar Jayawasesa tidak perlu Adeg memaksakan kehendaknya terhadap Kresna Mangundiwangsa atau Bagong dan /Jayawasesa tetap bersikukuh hendak Begawan Kapiwara atau Anoman sudah tiba membawa Kresna agar menjelaskan di Pertapaan Indrakila, menuju Gua Minta- keberadaan 'Wahyu' untuk meredam raga tempat Arjuna bertapa. Bagong bertemu 'Bebendu' di negerinya. Selanjutnya Anoman dengan Besut dan menanyakan ke mana menghajar Jayawasesa hingga Jayawasesa Semar perginya. Besut tidak dapat menjelas- lari. kan karena Semar pergi mencari Arjuna. Adeg Padahal, kenyataannya Arjuna masih berada di tempatnya bertapa. Bagong melihat Arjuna Jayawasesa melaporkan kekalahannya dalam sikap tapanya serta mengetahui menghadapi Anoman kepada Prabu Teja- bahwa Arjuna tinggal wadagnya saja. kusuma. Prabu Tejakusuma mengajak Jayawasesa untuk membuat onar Negara Bagong menyuruh Besut pulang me- Amarta agar Kresna terpancing datang nemui ibunya, Dewi Muleg yang sudah lama membantu. ditinggal sendirian di Dusun Karangklethak, sedangkan Bagong akan mengganti Besut Adeg menjagai wadag Arjuna. Setelah Begawan Kapiwara atau Bagong merasakan wadag Arjuna sudah Anoman berhasil menghalau Patih Jaya- semakin memburuk karena kosong bagaikan wasesa bersama dengan Bagong berniat jasad. Segeralah Bagong berinisiatif mera- menemui Kresna untuk melaporkan suki wadag Arjuna agar tidak rusak. Bagong keberhasilannya. Di samping itu, Bagong membaca mantra pemberian Semar untuk bermaksud meminta Kresna agar bersedia melepas Roh dari wadagnya dan merasuki menggugah tapa Arjuna yang terlalu lama. wadag Arjuna. Begawan Kapiwara dan Raga Namun, Kresna tidak berada di kraton karena Arjuna yang diisi oleh Bagong pergi menuju sedang bertapa yang ditunggui oleh Setyaki Amarta. dan Samba. Bagong minta kepada Setyaki Semar yang mencari Arjuna telah dan Samba agar membangunkan Kresna dari sampai di Gunung Kutharunggu. Sesampai tapanya, tetapi permintaannya ditolak. Lalu di Plawangan Kutharunggu, Semar menda- Bagong nekat menerobos masuk ke ruang pati Kresna bersemedi tinggal wadag saja. tapa Kresna yang ternyata kosong. Setyaki Semar merasa gusar jangan-jangan tubuh dan Samba terheran-heran setengah tidak Kresna cepat rusak karena kosong, maka percaya. Semar merasuki wadag Kresna agar tidak Bagong dan Anoman segera berangkat rusak. Selanjutnya Raga Kresna yang berisi ke Gunung Indrakila untuk mencari Arjuna Semar pergi ke Amarta. yang sedang bertapa. Adeg Gara-Gara: Pathet 8 - Pathet 9 Di suatu tempat, Sukma Kresna Semar dan Besut sedang menjagai bertemu dengan Sukma Langgeng atau Arjuna yang sedang bertapa di Gua Minta- Sukma Arjuna. Sukma Kresna atau Sukma raga. Mereka berdua bercengkerama sambil Wicara bertanya kepada Sukma Langgeng menjelaskan berapa lama mereka menunggui dari mana saja perginya hingga raga Arjuna bertapa. Selanjutnya, Semar melihat ditinggalkan lama. Sukma Langgeng menje- bahwa Arjuna sudah meninggalkan wadag- laskan bahwa ia baru saja datang dari nya terlalu lama sehingga Semar gusar dan Kayangan Langit Inten dalam rangka mencari berniat mencarinya agar tidak terjadi hal senjata Sumping Sorengpati dan Sumping buruk. Besut diminta untuk menjagai wadag Jayamulya yang lenyap. Ternyata Kresna

Humaniora Volume XV, No. 3/2003 297 Wisma Nugraha Christianto R. pun kehilangan pusaka Sumping Sekar Akhirnya 'Semar', 'Bagong', Dewi Muleg, dan Wijaya kusuma. Mengapa mereka mencari Besut bersama-sama mencari Raga Kresna pusaka mereka yang hilang sebab dengan dan Raga Arjuna. pusaka masing-masing berada di tangan Jejer Pathet Serang mereka, mereka akan mendapat 'Wahyu'. Keduanya belum berhasil menemukan Semar (Kresna), Bagong (Arjuna), Dewi pusaka yang lenyap tersebut. Karana itu, Muleg, Besut menemui 'Kresna' dan 'Arjuna' mereka bersepakat hendak kembali 'pulang' dan mereka pun saling menandai hingga ke raga masing-masing. Pada saat kedua akhirnya saling bertukar Roh, kembali ke Sukma menemukan raga atau wadagnya, dalam raga masing-masing. mereka terkejut karena raga Kresna dan raga Kresna dan Arjuna menceritakan kepada Arjuna sudah tidak berada di tempatnya Semar bahwa pusaka Sumping mereka masing-masing. Berikutnya mereka sepakat hilang hingga belum mampu menemukannya. akan mencari raganya ke Amarta. Arjuna dengan rendah hati memohon kepada Semar agar berkenan menemukan Pusaka Jejer Amarta: Pathet 9 Sumping yang hilang. Semar bersedia mem- Pertemuan keluarga Pandawa di Amarta bantu dan mengajak mereka ke medan tanpa dihadiri Arjuna. Werkudara merasa pertempuran antara Werkudara dengan gusar karena Arjuna telah lama meninggal- Jayawasesa. kan kerajaan untuk bertapa. Perang Badhar Perang Brubuh: Pathet 9 Peperangan antara Werkudara dan Jaya- Prabu Tejakusuma dan Patih Jayawasesa wasesa berlangsung seru, namun akhirnya datang membuat onar Kerajaan Amarta. Werkudara dikalahkan oleh Jayawasesa. Gatotkaca bertugas menghadapi kedua tamu Arjuna datang serta menghadapi Patih perusuh tersebut. Gatotkaca bertempur Jayawasesa. Jayawasesa kalah serta seke- melawan Patih Jayawasesa dan kalah. tika itu lenyap, berubah wujud menjadi Gatotkaca menghadap Werkudara dan Sumping Jayamulya dan Sumping Soreng- melaporkan kekalahannya. Werkudara pati. Di tempat lain, Kresna berhasil segera menghadapi Jayawasesa. menaklukkan Prabu Tejakusuma yang akhir- Di sela peperangan Werkudara dengan nya berubah wujud menjadi Sumping Sekar Jayawasesa sedang berlangsung, Anoman Wijayakusuma. dan "Raga Arjuna" datang, disusul ke- Sumping Jayamulya dan Sumping datangan "Raga Kresna". "Raga Kresna" Sorengpati merasuk ke dalam tubuh Arjuna, menemui "Raga Arjuna" dan saling menge- sedangkan Sumping Sekar Wijayakusuma nali bahwa keduanya adalah Semar dan merasuk ke dalam tubuh Kresna. Para Dewa Bagong. datang memberikan Wahyu kepada Kresna Sukma Langgeng dan Sukma Kresna menge- dan Arjuna. Kresna memperoleh Wahyu tahui bahwa raga telah dimasuki orang lain. Purbaningrat, sedangkan Arjuna memperoleh Karena itu, mereka harus mencari raga lain Wahyu Sekarningrat. dan menemukan Raga Semar dan Raga Jejer Pamungkas Bagong. Sukma Wicara atau Sukma Kresna memasuki Raga Semar, sedangkan Sukma Werkudara, Arjuna, dan Kresna bertemu dan Langgeng atau Sukma Arjuna memasuki menceritakan peristiwa penerimaan 'Wahyu'. Raga Bagong. Keduanya menemui Dewi Mereka akhirnya kembali ke Amarta dan Muleg dan Besut untuk minta penjelasan ke berkumpul kembali dengan Pandawa. mana Semar dan Bagong pergi. Besut menjelaskan bahwa Semar pergi mencari Tancep Kayon Arjuna, sedangkan Bagong menggantikan Setelah mengikuti isi ringkas Lakon Besut menjagai Arjuna yang sedang bertapa. Tumuruning Wahyu Purbaningrat dapatlah

298 Humaniora Volume XV, No. 3/2003 Peran dan Fungsi Tokoh Semar-Bagong dalam Pergelaran Lakon Wayang Kulit ditilik di mana kedudukan Semar dan apa dalam Raga Kresna dan Arjuna yang secara fungsinya dalam lakon. Sebelum melihat mitologis mereka itu bersifat 'Dwi Tunggal'. relasi antara Semar dengan Tokoh Arjuna dan Itu artinya harus dijagai oleh Semar - Bagong Kresna, dapat dilihat relasi Semar sebagai yang posisinya juga 'Dwi Tunggal'. Panakawan tidak berelasi dengan Togog- Kedwitunggalan Semar-Bagong ini jelas Bilung, tetapi dengan tokoh Panakawan Pak muncul di dalam sulukan sebagai berikut. Mundhu-Pak Mujeni yang mengikuti Patih Eee..Kocap kacarita, Mangundi- Jayawasesa. Peran Pak Mundhu - Pak wangsa nekep dhadhane, emut Mujeni sebagai Panakawan yang posisinya wejangane Ki Lurah Semar nalika seiring dengan Togog - Bilung yang secara mejang kaliyan Panembahan Kapi- khusus sebagai abdi penyerta para tokoh wara, ana kandha suksma Mayang- keturunan Braham atau angkara murka atau kara. Kurangane napa Bagong karo tokoh keturunan Alengka. Pak Mundhu - Pak Semar, sinebut Bladhu, wong siji Mujeni dalam lakon ini menyertai tokoh dari dibelah dadi loro, nadyanta budhu- Negara Sebrang, negara yang tidak dikenal budhuwa Bagong, kedunungan di mana dan bagaimana keadaannya. Pak ngerti... Mundhu dan Pak Mujeni merupakan Panakawan khas dalam tradisi pedalangan Eee.. terceritakanlah, Mangundi- Jawa Timuran, tidak ditemui dalam tradisi wangsa mendekap dadanya, ingat lainnya. Ikonografi kedua tokoh itu khas akan ajaran Ki Lurah Semar ketika sebagaimana orang Jawa, baik profil dan mengajarkan ilmu kepada Panembah- pakaiannya. an Kapiwara, di dalam cerita Suksma Semar dan Bagong, dalam lakon ini Mayangkara. Apa kekurangan antara tampak jelas kedudukannya sebagai abdi Bagong dan Semar, disebut Bladu, setia bagi tuannya. Fungsinya menjagai, seorang yang dibelah menjadi dua diri. merawat, membimbing, serta memberikan Sebodoh-bodoh Bagong masih dapat solusi terhadap masalah-masalah yang sulit dianggap mengerti, ... dipecahkan oleh tuannya. Semar menun- jukkan kepada Arjuna dan Kresna di mana Pada waktu Semar sedang mencari Arjuna, pusaka Sumping itu berada. Terbukti bahwa didapatinya raga Kresna juga kosong. Karena Sumping-sumping itu telah berubah wujud itu Semar berkata: menjadi manusia yang sedang membuat "Hemm, Janaka lunga tanpa paring kekacauan sehingga hanya dapat ditunduk- paliwara, Kresnane minggat tanpa ana kan oleh pemilik masing-masing. sing dikandhani. Raga dijarna Pada saat Arjuna bertapa, Semar gledhag, wee lha dalah.... Kresna! berupaya menungguinya, berjaga-jaga Janaka! Kowe tak goleki nang ngendi terhadap segala kemungkinan buruk. Pada papan panggonmu!" saat tubuh Arjuna telah kosong sekian waktu lamanya, Semar berinisiatif mencarinya. "Hemm, Janaka pergi tanpa memberi Semar menyerahkan tugas pengawasan pesan, Kresnanya minggat tanpa kepada Besut, kemudian Bagong seorang pun diberi tahu. Raga menggantikan kedudukan Besut. Bagong dibiarkan terserak, wee lha dalah... merasa bertanggung jawab akan keselamat- Kresna! Janaka! Kucari kau, di mana an Raga Arjuna tuannya karena telah kau berada!” kosong. Karena itu, Bagong merasuki Raga Arjuna agar tidak rusak. Di tempat berbeda, Kedudukan Semar sebagai seorang abdi Semar pun menemukan Raga Kresna juga ksatria Arjuna dan Kresna, dalam rangka kosong. Karena itu, Semar merasukinya menunjukkan fungsinya sebagai 'pamong' dengan tujuan yang sama dengan Bagong. yang memelihara jiwa-raga tuannya ketika Dalam kasus ini peran Semar dan Bagong melihat keduanya sedang kosong menjadi sama persis, keduanya didistribusikan ke gusar. Semar bergumam dengan bahasa

Humaniora Volume XV, No. 3/2003 299 Wisma Nugraha Christianto R.

'ngoko'. Pemakaian bahasa Jawa 'ngoko' ini dan Besut merupakan penjabaran jati diri menunjukkan bahwa kedudukan Semar Semar yang dari dirinya lahir figur-figur dihadapan tuannya bukanlah sekadar abdi tersebut. Dengan demikian, dapatlah dipetik pada umumnya, melainkan Semar yang sebuah gambaran yang jelas bahwa ke- berkedudukan sebagai 'orang tua' di hadapan dudukan dan fungsi Semar dalam relasi para tuannya. Kedudukan Semar seperti ini dengan: dipertegas lagi di dalam adegan ketika Arjuna merintih kepada Semar memohon agar 1. Bagong, Dewi Muleg, Besut, sebagai Semar menolongnya menemukan pusaka orang tua genetik; Fungsinya sebagai Sumping yang lenyap. 'sesepuh' keluarga sekaligus sebagai 'guru'; fungsi kepala kerabat; "Kakang Semar, Kakang Semar, 2. Semar dan Bagong dengan Arjuna dan Tulungana aku Kakang Semar nggo- Kresna, serta Keluarga Pandawa, seba- leki sumpingku, Kakang Semar. Rika gai abdi, sebagai orang tua asuh, dan iki tak anggep wong tuwaku, wulu sebagai sumber kesaktian; Fungsinya cumbu negara Ngamarta, ya rika, merawat, membimbing, melindungi, dan punakawan jimat rika karo Bagong". mengarahkan para bimbingannya; Fungsi Semar di hadapan para Pandawa "Eh kula tuduhaken wonten pundi, adalah sebagai sumber pengayoman sumping sampeyan wong loro". dan sumber kesaktian karena telah “Kakang Semar, Kakang Semar, membuka jalan ke arah turunnya Wahyu Tolonglah aku Kakang Semar atas Arjuna dan Kresna. mencarikan sumpingku, Kakang Semar. Kamu telah kuanggap sebagai Kesimpulan orang tuaku, aabdi tersayang negara Amarta, ya kamulah panakawan jimat, Berdasarkan pembahasan sebelumnya kau dan Bagong." dapat ditarik sebuah gambaran yang jelas kedudukan dan fungsi Semar dalam "Eh, akan saya tunjukkan di mana pergelaran wayang kulit gaya Jawa Timuran sumping kalian berdua". sebagai berikut. Melalui perkataan Arjuna kepada Semar 1. Semar di dalam totalitasnya berada di tampak jelas bahwa kedudukan Semar dalam pergelaran wayang kulit gaya sebagai abdi terhormat juga sebagai 'orang Jawa Timuran berperan sebagai figur tua', sebagai figur yang memiliki kemampuan pengawal peragaan mitos kehidupan di luar kesanggupan manusia pada umum- manusia dalam lakon. nya. Semar adalah tokoh yang sangat tua 2. Semar berfungsi sebagai sumber dalam kedudukannya sebagai Dewa yang pengayoman bagi umat manusia yang turun ke dunia. Seperti diuraikan melalui sedang mengalami kesulitan dalam naratif sebagai berikut: "Semar tegese Sem, upaya menemukan peneguhan jati diri. peteng, Mar, padhang. Samaring samar wis 3. Semar menjadi bapak sekaligus bunda kanggonan. Durung onok Bumi, Semar wis bagi Panakawan serta para ksatria yang nandur jagung..." (Semar berarti: Sem, gelap, berada di bawah bimbingan dan Mar, terang. Samarnya samar telah ada, penyertaannya. sebelum bumi ada Semar telah menanam jagung). 4. Fungsi Semar secara umum adalah Kedudukan Semar di antara sesama pemelihara kesuburan dan pelerai Panakawan Bagong, Besut, Dewi Muleg, kerumitan hidup. adalah sebagai orang tua, sebagai bapa (di 5. Di dalam naratif, Semar dan Bagong hadapan Bagong), sebagai kakek (di merupakan figur yang berkedudukan hadapan Besut), sebagai mertua (di hadapan sebagai inside narator sekaligus ber- Dewi Muleg) meskipun Bagong, Dewi Muleg, fungsi sebagai inside translator dari

300 Humaniora Volume XV, No. 3/2003 Peran dan Fungsi Tokoh Semar-Bagong dalam Pergelaran Lakon Wayang Kulit

naratif yang dilakonkan oleh dalang Martin, Wallace. 1986. Recent Theories of sehingga hakikat Semar adalah dalang Narrative. London: Cornell University itu sendiri dalam lakon. Hal ini tampak Press. ketika Semar memerintah Bagong untuk Ras, J.J. 1978. "De Clownfiguren in de mencari Anoman agar Anoman bersedia Wajang". Bijdrage tot de Taal-, Land-, menghalau pengacau yang bernama en Volkenkunde, 134, 1978, 4e Patih Jayawasesa dan Semar Aflevering. membongkar kedok Jayawasesa bersama dengan Prabu Tejakusuma. Siegel, James T. 1986. Solo in The New Or- Tampak bahwa Semar telah mengetahui der. Language and Hierarchy in an In- jati diri dua tokoh pengacau tadi adalah donesian City. New Jersey: Princenton alih wujud dari pusaka Arjuna dan University Press. Kresna. Dari fungsi ini Semar memiliki Suyanto. 2002. Wayang Malangan. wibawa dan kuasa yang besar di dalam Surakarta: Citra Etnika. penjabaran lakon. 6. Secara ringkas dapat ditegaskan bahwa Timoer, Soenarto.1988. Serat Wewaton fungsi Semar di dalam pergelaran lakon Padhalangan Jawi Wetanan Jilid I, II. wayang kulit gaya Jawa Timuran adalah Jakarta: Balai Pustaka. pemelihara ritus kesuburan dan tertib kosmos. Data Rekaman Pergelaran 1. Pergelaran lakon Tumuruning Wahyu DAFTAR PUSTAKA Purbaningrat dalam rangka Upacara Sedekah Bumi di Desa Cemandi, Clara van Groenendael, Victoria M. 1987a. Kabupaten Gresik, 31 Oktober 2001, Dalang di Balik Wayang. Jakarta: Grafiti oleh Dalang Ki Surwedi dari Kabupaten Pers. Sidoarjo. ------. 1987b. Wayang Theatre In Indo- 2. Pergelaran lakon Wahyu Kembar dalam nesia. An Annotated Bibliography. rangka hajat khitan di Dusun Grogol, Dorrdrecht: Foris Publications. Lakarsantri, Kabupaten Gresik, 14 Juli 2002, oleh Ki Surwedi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 3. Pergelaran Lakon Ricik-Ricik Ganda- Direktorat Jenderal Kebudayaan, tt. baya dalam rangka hajat pernikahan di Penulisan Lakon Pedalangan Gaya Desa Dawar Blandong, Kabupaten Jawa Timur, Taman Budaya Jawa Timur. Mojokerto, 17 Juli 2002, oleh Ki Surwedi Kayam, Umar. 2001. Kelir Tanpa Batas. 4. Pergelaran lakon Rabine Sentanu dalam Yogyakarta: Pusat Studi Kebudayaan rangka hajat pernikahan di Dusun UGM. Plumpung, Desa Bakong Pringgodani, Keeler, Ward. 1987. Javanese Shadow Plays, Kecamatan Balongbendo, Kabupaten Javanese Selves. New Jersey: Sidoarjo, 15 November 2001, oleh Ki Princenton University Press. Surwedi.

Humaniora Volume XV, No. 3/2003 301