INVENTARISASI JAMUR MAKROSKOPIS DI KAWASAN EKOWISATA BUKIT LAWANG KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA

TESIS

OLEH

JASMEN TAMPUBOLON 087030011

PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

Universitas Sumatera Utara INVENTARISASI JAMUR MAKROSKOPIS DI KAWASAN EKOWISATA BUKIT LAWANG KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam program studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

OLEH

JASMEN TAMPUBOLON 087030011

PROGRAM STUDI MAGISTER BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DANILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010

Universitas Sumatera Utara

JUDUL : INVENTARISASI JAMUR MAKROSKOPIS DI KAWASAN EKOWISATA BUKIT LAWANG LANGKAT SUMATERA UTARA NAMA MAHASISWA : JASMEN TAMPUBOLON NO.POKOK : 087030011 PROGRAM STUDI : BIOLOGI

Menyetujui Komisi Pembimbing

Dr. Delvian, SP,MP Prof. Dr. Retno Widhiastuti,MS Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan,

Prof.Dr. Dwi Suryanto,M.Sc Dr. Sutarman, M.Sc

Universitas Sumatera Utara Tanggal Lulus : 18 Agustus 2010

Telah diuji pada

Tanggal : 18 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Delvian, SP,MP Anggota : Prof. Dr. RetnoWidhiastuti,MS Prof. Dr. Erman Munir,M.Sc Dr. Budi Utomo, SP,MP

Universitas Sumatera Utara PERNYATAAN

INVENTARISASI JAMUR MAKROSKOPIS DI KAWASAN EKOWISATA BUKIT LAWANG KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2010

Jasmen Tampubolon

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Penelitian Inventarisasi jamur makroskopis di Kawasan Ekowisata Bukit Lawang Kabupaten Langkat Sumatera Utara, telah dilaksanakan pada bulan Februari 2010 sampai April 2010. Survei pendahuluan di lokasi penelitian ditemukan berbagai jamur makroskopis, namun data mengenai keberadaan jamur makroskopis belum dilaporkan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis jamur makroskopis yang terdapat di kawasan penelitian dan untuk mengetahui hubungan faktor fisik-kimia (cahaya, kelembaban, suhu, pH) terhadap keanekaragaman jamur makroskopis di kawasan penelitian. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive sampling. Pengamatan dan pengambilan data dilakukan dengan metode petak. Penelitian dilakukan pada 5 trail dari 11 trail yang ada. Pada setiap trail penelitian dibuat petak 20x100m, pengamatan data secara eksploratif. Areal pengamatan seluas 10.000m, berada pada ketinggian 280-360m dpl. Dari hasil penelitian diperoleh 83 jenis jamur makroskopis yang terdiri dari 19 famili. Spesies yang dominan pada trail 1 adalah Ganoderma applanatum, pada trail 2 Hypoxylon fragiformae, pada trail 4 Fomitopsis pinicola, pada trail 11 Fomitopsis pinicola, dan pada trail 1-2 Auricularia polytricia. Spesies jamur makroskopis yang dominan pada kawasan penelitian adalah Ganoderma applanatum. Indeks keanekaragaman jamur makroskopis pada lokasi penelitian 3,645 dan Indeks kemerataan 0,825. Indeks kesamaan jamur makroskopis antar lokasi berkisar 9,53% - 29,20%. Faktor fisik-kimia menunjukkan bahwa kelembaban, berkorelasi positif (searah) dengan nilai indeks keanekaragaman sedangkan suhu udara, intensitas cahaya dan pH tanah/ substrat berkorelasi negatif dengan nilai indeks keanekaragaman.

Kata Kunci : Inventarisasi, Jamur makroskopis, Ekowisata Bukit Lawang Bahorok, Indeks Nilai Penting.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

Inventory research in the area of macroscopic fungi Ecotourism Langkat Bukit Lawang, North Sumatra, had been conducted in February 2010 until April 2010. Preliminary survey on the location of the research found a variety of macroscopic fungi, but data about the presence of macroscopic fungi have not been reported. The study aims to determine the types of macroscopic fungi contained in the research area and to identify the relationship of physical-chemical factors (light, humidity, temperature, pH) for the diversity of macroscopic fungi in the area of research. The research location is determined by purposive sampling. Observations and data collection was done by plot method. The study was conducted on five trail of 11 existing trail. In each plot 20x100m trail made research, explorative observational data. 10,000 square observation area, located at an altitude of 280- 360m above sea level. The results were obtained 83 kinds of macroscopic fungi consisting of 19 families. The dominant species on the trail one is Ganoderma applanatum, the second trail Hypoxylon fragiformae, on the trail four Fomitopsis pinicola, Fomitopsis pinicola on trail 11, and on the trail 1-2 Auricularia polytricia. The dominant species of macroscopic fungi in the study area is Ganoderma applanatum. Macroscopic fungal diversity index on the location of research 3.645 and Evenness Index 0.825. Similarity index between the location of macroscopic fungi ranged 9.53% - 29.20%. Physical-chemical factors indicate that the humidity, positive correlation (DC) with the value of diversity index, while air temperature, light intensity and pH of the soil/ substrate negatively correlated with the value of diversity index.

Keywords: Inventory, macroscopic fungi, Ecotourism Bukit Lawang Bahorok, important value index.

Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang senantiasa memberi karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Inventarisasi Jamur Makroskopis di Kawasan Ekowisata Bukit

Lawang Kabupaten Langkat Sumatera Utara”. Penelitian ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Magister Biologi Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Delvian, SP,MP selaku Dosen

Pembimbing I dan Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penulis melaksanakan sampai selesainya penyusunan hasil penelitian ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Budi Utomo, SP, MP dan Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc., sebagai Dosen

Penguji yang telah memberikan arahan dan masukan dalam penyempurnaan

penyusunan hasil penelitian ini.

2. Drs. Kikinurtjahja M.Sc yang memberikan bantuan dan pemikiran mulai dari

awal survei sampai penulis menyelesaikan hasil penelitian.

3. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc., sebagai Ketua Program Studi Magister Biologi.

4. Gubernur Provinsi Sumatera Utara yang telah memberikan beasiswa S-2 kepada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi S-2.

Universitas Sumatera Utara

5. Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser yang telah memberikan izin

lokasi penelitian.

6. Kepala SMAN.11 Medan (Drs. Ramli) yang telah memberikan izin dinas,

dukungan bagi penlis untuk dapat mengikuti studi S-2.

7. Isteri (Marisi Panjaitan), dan anak-anak tercinta (Orchida SP, Zanthorrhiza,

Grace, Christina, Jason), adikku K.M Tampubolon, SH, orangtuaku (Bahonan

Tampubolon, dan Maria Simanjuntak), yang selalu memberikan doa dan

dukungannya.

8. Teman-teman tim penelitian dan adik-adik mahasiswa yang telah meluangkan

waktunya menemani penulis sejak awal sampai saat penelitian, khususnya

Nurmaini, S.Si, Taripar S.Si, Seneng S.Si, Mahya S.Si, Barita S.Si, Juventus dan

Ria.

Akhir kata semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu memberi rahmat-Nya dan semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua.

Terima Kasih.

Medan, Agustus 2010

Penulis

Jasmen Tampubolon

Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP

JASMEN TAMPUBOLON lahir pada tanggal 6 April 1959 di P. Siantar

Provinsi Sumatera Utara. Anak dari pasangan ayah Bahonan Tampubolon dan Ibu

Maria Simanjuntak sebagai anak kelima dari sebelas bersaudara.

Tahun 1972 lulus dari SD Negeri Baris P. Siantar, tahun 1979 lulus dari SMP

Negeri 1 P.Siantar, tahun 1977 lulus dari SMA Negeri 1 P.Siantar. Pada tahun 1978 melanjutkan pendidikan di Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta Institut Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Medan Jurusan Biologi dan lulus sarjana muda tahun 1980, tahun

1981 melanjutkan pendidikan ke tingkat sarjana dan lulus tahun 1983. Pada Maret

1989 diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil di SMAN P. Susu Kabupaten Langkat

Provinsi Sumatera Utara. Tahun 1990 pindah tugas ke SMA.N 11 Medan hingga saat ini. Tahun 2008 mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan Program Magister

Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera

Utara dengan beasiswa dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara.

Menikah pada Januari tahun 1986 dengan Marisi Panjaitan anak dari pasangan mertua Bapak Waldemar Panjaitan (Alm) dan Ibu Emma Siagian (Alm). Telah dikaruniai 5 orang anak, 4 putri dan 1 putra yaitu :

1. Orchida Indahwaty Tampubolon. SP 2. Zanthorrhiza Tampubolon 3. Grace Tampubolon 4. Desy Christina Tampubolon 5. Jason Nicholas Tampubolon

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK...... i ABSTRACT...... ii KATA PENGANTAR...... iii RIWAYAT HIDUP...... v DAFTAR ISI……………………………………………………………... vi DAFTAR TABEL...... viii DAFTAR GAMBAR…………………………………………………….. ix

DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………... x

BAB I : PENDAHULUAN…………………………………………..... 1

1.1. Latar Belakang...... 1 1.2. Permasalahan...... 3 1.3. Tujuan Penelitian...... 3 1.4. Manfaat Penelitian...... 3

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA...... 4 2.1. Deskripsi Fungi...... 4 2.2. Klasifikasi Fungi...... 7 2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Fungi...... 14 2.3.1. Substrat...... 14 2.3.2. Cahaya...... 15 2.3.3. Kelembaban...... 16 2.3.4. Suhu...... 16 2.3.5. Derajat Keasaman Lingkungan (pH)...... 16 2.4. Jamur Makroskopis dan Edibilitas Jamur...... 17 2.4.1. Spesies Basidiomycetes yang dapat dimakan...... 17 2.4.2. Spesies Basidiomycetes untuk Bahan Obat...... 19 2.4.3. Jamur Makro yang Beracun……………………. 21

BAB III : BAHAN DAN METODE...... ……………………………... 24 3.1. Deskripsi Area……………………………………………... 24 3.1.1. Letak dan Luas Area…………………………… 24 3.1.2. Topografi……………………………………….. 25 3.1.3. Keadaan Iklim………………………………….. 25

Universitas Sumatera Utara

3.1.4. Vegetasi………………………………………... 25 3.2. Waktu dan Lokasi Penelitian………………………………. 26 3.3. Alat dan Bahan…………………………………………….. 26 3.3.1. Alat…………………………………………….. 26 3.3.2. Bahan………………………………………….. 26 3.4. Pelaksanaan Penelitian di Lapangan………………………. 27 3.4.1. Penelitian di Lapangan………………………… 27 3.4.2. Penelitian di Laboratorium…………………...... 27 3.5. Analisis Data……………………………………………...... 28

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………….. 31 4.1. Jenis Jamur Makroskopis di Kawasan Ekowisata Bukit Lawang………………………………………..……….. 31 4.2. Indeks Nilai Penting………………………………………….. 36 4.3. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Kemerataan (E)...... 44 4.4. Indeks Similaritas (IS)...... 46 4.5. Tempat Hidup Jamur Makroskopis...... 48 4.6. Analisis Korelasi antara Faktor Fisik dan Keanekaragaman Jenis...... 52

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN...... 54 5.1. Kesimpulan...... 54 5.2. Saran...... 55

DAFTAR PUSTAKA...... 56

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1. Pengelompokan Jamur dan Ciri-Ciri Umum...... 7

2.2. Nilai Gizi Beberapa Jenis Jamur Edibel Dibanding Dengan Bahan Lain Dalam Berat Segar...... 18

2.3. Nilai Gizi Beberapa Jamur yang Edibel...... 19

4.1. Jenis Jamur Makroskopis di Ekowisata Bukit Lawang...... 32

4.2. Indeks Nilai Penting Pada Setiap Trail dan INP Total...... 37

4.3. Faktor Fisik dam Kimia Lingkungan di Ekowisata Bukit Lawang...... 43

4.4. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Kemerataan (E)...... 45

4.5. Nilai Indeks Similaritas...... 46

4.6. Ketebalan Serasah Pada Setiap Trail...... 48

4.7. Tempat Hidup Jamur Makroskopis...... 49

4.8. Analisis Korelasi Antara Faktor Fisik dan Keanekaragaman Jenis...... 52

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Siklus Hidup Saprolegnia...... 8

2.2. Siklus Hidup Mucor mucedo dari Kelompok Zygomycetes...... 9

2.3. Siklus Hidup Ascomycetes...... 11

2.4. Skematik dari Jamur Amanita...... 13

2.5. Siklus Hidup Basidiomycetes...... 13

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Deskripsi Jamur Makroskopis (Macrofungi)...... 61

2. Peta Lokasi Penelitian...... 82

3. Foto Pengambilan Data Jamur dan Pengukuran Faktor Fisik Lingkungan.... 84

4. Tabel Pengamatan Jamur Makroskopis di Kawasan Ekowisata Bukit Lawang pada setiap Trail...... 88

5. Hasil Analisis Vegetasi Pada Kawasan Ekowisata Bukit Lawang...... 93

6. Perhitungan INP Total...... 100

7. Contoh Perhitungan K, KR, F, FR, INP, H’, dan IS...... 105

8. Analisa Korelasi Pearson dengan Metode Komputerisasi SPSS Ver.16.00... 108

9. Indeks Kesamaan...... 109

10. Faktor Fisik...... 110

11. Spora Print...... 112

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Penelitian Inventarisasi jamur makroskopis di Kawasan Ekowisata Bukit Lawang Kabupaten Langkat Sumatera Utara, telah dilaksanakan pada bulan Februari 2010 sampai April 2010. Survei pendahuluan di lokasi penelitian ditemukan berbagai jamur makroskopis, namun data mengenai keberadaan jamur makroskopis belum dilaporkan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis jamur makroskopis yang terdapat di kawasan penelitian dan untuk mengetahui hubungan faktor fisik-kimia (cahaya, kelembaban, suhu, pH) terhadap keanekaragaman jamur makroskopis di kawasan penelitian. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive sampling. Pengamatan dan pengambilan data dilakukan dengan metode petak. Penelitian dilakukan pada 5 trail dari 11 trail yang ada. Pada setiap trail penelitian dibuat petak 20x100m, pengamatan data secara eksploratif. Areal pengamatan seluas 10.000m, berada pada ketinggian 280-360m dpl. Dari hasil penelitian diperoleh 83 jenis jamur makroskopis yang terdiri dari 19 famili. Spesies yang dominan pada trail 1 adalah Ganoderma applanatum, pada trail 2 Hypoxylon fragiformae, pada trail 4 Fomitopsis pinicola, pada trail 11 Fomitopsis pinicola, dan pada trail 1-2 Auricularia polytricia. Spesies jamur makroskopis yang dominan pada kawasan penelitian adalah Ganoderma applanatum. Indeks keanekaragaman jamur makroskopis pada lokasi penelitian 3,645 dan Indeks kemerataan 0,825. Indeks kesamaan jamur makroskopis antar lokasi berkisar 9,53% - 29,20%. Faktor fisik-kimia menunjukkan bahwa kelembaban, berkorelasi positif (searah) dengan nilai indeks keanekaragaman sedangkan suhu udara, intensitas cahaya dan pH tanah/ substrat berkorelasi negatif dengan nilai indeks keanekaragaman.

Kata Kunci : Inventarisasi, Jamur makroskopis, Ekowisata Bukit Lawang Bahorok, Indeks Nilai Penting.

Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT

Inventory research in the area of macroscopic fungi Ecotourism Langkat Bukit Lawang, North Sumatra, had been conducted in February 2010 until April 2010. Preliminary survey on the location of the research found a variety of macroscopic fungi, but data about the presence of macroscopic fungi have not been reported. The study aims to determine the types of macroscopic fungi contained in the research area and to identify the relationship of physical-chemical factors (light, humidity, temperature, pH) for the diversity of macroscopic fungi in the area of research. The research location is determined by purposive sampling. Observations and data collection was done by plot method. The study was conducted on five trail of 11 existing trail. In each plot 20x100m trail made research, explorative observational data. 10,000 square observation area, located at an altitude of 280- 360m above sea level. The results were obtained 83 kinds of macroscopic fungi consisting of 19 families. The dominant species on the trail one is Ganoderma applanatum, the second trail Hypoxylon fragiformae, on the trail four Fomitopsis pinicola, Fomitopsis pinicola on trail 11, and on the trail 1-2 Auricularia polytricia. The dominant species of macroscopic fungi in the study area is Ganoderma applanatum. Macroscopic fungal diversity index on the location of research 3.645 and Evenness Index 0.825. Similarity index between the location of macroscopic fungi ranged 9.53% - 29.20%. Physical-chemical factors indicate that the humidity, positive correlation (DC) with the value of diversity index, while air temperature, light intensity and pH of the soil/ substrate negatively correlated with the value of diversity index.

Keywords: Inventory, macroscopic fungi, Ecotourism Bukit Lawang Bahorok, important value index.

Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Taman Nasional Gunung Leuser merupakan salah satu diantara kawasan pelestarian yang terdapat di dua Propinsi yaitu Sumatera Utara dan Daerah Istimewa

Aceh. Luas Taman Nasional ini mencakup 792.675 hektar (Arief, 2001). Taman

Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dan dikelola dengan sistem zonasi. Kawasan ini dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (Departemen

Kehutanan, 1999).

Salah satu bagian dari Kawasan Suaka Margasatwa Langkat Selatan yang menjadi tujuan wisata adalah Bohorok - Bukit Lawang. Objek wisata yang dapat dinikmati antara lain keindahan alam, hutan, pegunungan, sungai, dan rehabilitasi orang utan yang menjadi ciri khas. Kawasan ekowisata Pusat Rehabilitasi Orang Utan

Bohorok mempunyai luas + 200 hektar pada ketinggian 280 - 360 m dpl.

Jamur (fungi) berperan sebagai dekomposer yang membantu proses dekomposisi bahan organik untuk membantu siklus materi dalam ekosistem hutan.

Jamur kayu atau fungi kayu (wood fungi) adalah sejumlah besar fungi yang dapat ditemui pada kayu dan menyebabkan pelapukan kayu. Jamur (fungi) tersebut mempunyai aktifitas selulolitik yang sangat kuat, bisa pada kayu dan pohon masih hidup, maupun pada kayu yang sudah mati. Sebagian besar tergolong dalam

Universitas Sumatera Utara

antara lain, Volvariella volvaceae, Pleurotus, Habelatus, Lentinus edodus, Agaricus sp., dan Auricularia sp. (Alexopoulus,et al., 1996) dalam

(Gandjar,et al., 2006).

Penggunaan jamur di negara Asia Timur sebagai obat sudah dikenal beribu tahun lalu, antara lain Lentinus edodus dan Ganoderma lucidium (Hudler, 1998).

Ganoderma adalah jamur yang mudah ditemukan pada batang-batang kayu tubuh buah yang keras diekstrak yang menghasilkan senyawa berkhasiat obat. Liu (1993) melaporkan bahwa ganoderma sudah lebih dari 2000 tahun di pakai di China sebagai obat non toksik, bahkan di masyarakat China disebut menyembuhkan segala macam penyakit. Dilaporkan bahwa ekstrak miselium Ganoderma yang anti tumor juga dapat menghambat infeksi HIV pada sel-sel manusia yang dibiakkan. Penggunaan Lentinus edodus di China untuk pengobatan sudah lama diketahui, kira-kira 2000 tahun sebelum masehi (Hudler, 1998) dalam ( Gandjar,et al., 2006).

Survei pendahuluan yang dilakukan penulis di kawasan wisata Pusat

Rehabilitasi Orang Utan Bohorok ditemukan berbagai spesies jamur makroskopis yang tumbuh dengan subur. Hal ini sangat dimungkinkan karena kawasan ini bagian hujan tropis dengan curah hujan yang tinggi dan pada lantai hutan terdapat banyak serasah, pohon busuk sebagai media yang sesuai untuk tumbuhnya jamur, namun sejauh ini data mengenai keberadaan jenis jamur makroskopis belum dilaporkan, maka berdasarkan hal tersebut perlu dilakukan penelitian tentang inventarisasi jamur makroskopis di kawasan ini.

Universitas Sumatera Utara

1.2 Permasalahan

Survei pendahuluan yang dilakukan di Kawasan Ekowisata Pusat Rehabilitasi

Orang Utan Bohorok ditemukan banyak jenis jamur makroskopis, namun belum ada informasi bagaimana keberadaan jenis jamur makroskopis di kawasan ini.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui jenis-jenis jamur makroskopis yang terdapat di Kawasan Hutan

Ekowisata Pusat Rehabilitasi Orang Utan Bohorok Langkat Sumatera Utara.

b. Untuk mengetahui hubungan faktor fisik-kimia (cahaya, kelembaban, suhu,

pH) terhadap keanekaragaman jamur makroskopis di Kawasan Ekowisata

Pusat Rehabilitasi Orangutan Bahorok Langkat Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang keanekaragaman jamur makroskopis di kawasan Ekowisata Pusat Rehabilitasi Orang

Utan Bohorok Bukit Lawang. Sebagai pelengkap dari penelitian-penelitian ekologi hutan sebelumnya, maupun sebagai data pendukung yang diharapkan bermanfaat bagi peneliti selanjutnya, pemerintah, instansi, atau lembaga terkait.

Universitas Sumatera Utara

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Deskripsi Fungi

Mikologi adalah ilmu mengenai jamur berasal dari bahasa Yunani yakni : mykes = jamur, logos = ilmu. Fungi dalam bahasa latin juga berarti jamur. Fungi sudah lama sekali dikenal manusia karena dalam kehidupan sehari-hari ia ada hubungan dengan jamur. Makanan yang disimpan dapat ditumbuhi jamur, pakaian dapat berjamur, perabot rumah tangga dapat termakan oleh jamur, dan sebagainya.

Perintis ilmu jamur ialah Pier Antonio Micheli, seorang ahli tumbuhan berbangsa

Italia dan ia membicarakan jamur dalam bukunya Nova plantarum genera tahun

1729. Bentuk dan ukuran jamur mencakup yang kecil dan besar yang biasa disebut kulat, kapang, lapuk, cendawan, dan lain-lain (Dwidjoseputro, 1978).

Menurut Gandjar,et al., (2006), jamur atau fungi adalah sel eukariotik tidak memiliki klorofil, tumbuh sebagai hifa, memiliki dinding sel yang mengandung kitin, bersifat heterotrof, menyerap nutrien melalui dinding selnya, dan mengekskresikan enzym-enzym ekstraselular ke lingkungan melalui spora, melakukan reproduksi seksual dan aseksual. Fungi makroskopik yang memiliki tubuh buah besar, dikenal sebagai makrofungi. Penemuan mikroskop telah mengungkap lebih banyak dari bagian-bagian yang semula tidak terlihat sama sekali, akan tetapi merupakan bagian penting dari makrofungi tersebut.

Universitas Sumatera Utara

Menurut Zoberi (1972) macrofungi (jamur makroskopis) adalah mencakup banyak jamur yang berukuran besar, makroskopik dengan tubuh buah yang kompleks. Sebagian besar spesies habitat terestrial dan terdiri dari Ascomyetes dan

Basidiomycetes.

Jamur ada yang berguna, ada yang tidak berguna. Jamur tidak memiliki klorofil maka hidupnya bergantung pada zat-zat yang sudah jadi yang dibuat oleh organisme lain disebut organisme heterotrof. Kalau zat organik yang diperlukan jamur itu zat yang sudah tidak diperlukan pemiliknya lagi maka jamur seperti itu disebut saproba. Disamping jamur saproba dikenal juga jamur parasit dan jamur patogen. Banyak jamur pada tumbuhan, hewan, dan manusia. Fitopatologi (ilmu penyakit tumbuhan) khusus membicarakan penyakit tumbuhan yang disebabkan oleh jamur. Mikosis adalah istilah umum untuk penyakit yang disebabkan jamur.

Sebaliknya jamur yang menguntungkan banyak juga, jamur yang enak dimakan jamur merang, jamur kuping, jamur padi. Tanpa jamur orang tidak dapat membuat roti, minuman berakhohol seperti anggur, tape, tempe, oncom, tauco dan berbagai asam organik. Antibiotik pertama penisilin berasal dari jamur Penicillium. Dari genus

Aspergillus diperoleh antibiotik seperti Fumigatin, Aspergilin, dari genus Fusarium diperoleh Fusanin, Javasinin (Dwidjoseputro, 1978).

Bagian penting tubuh fungi adalah yaitu suatu struktur berbentuk tabung menyerupai seuntai benang panjang, ada yang tidak bersekat, dan ada yang bersekat. Hifa dapat tumbuh bercabang-cabang sehingga merupakan jaring-jaring, bentuk ini dinamakan miselium. Pada satu koloni jamur ada hifa yang menjalar dan

Universitas Sumatera Utara

ada hifa yang menegak. Biasanya hifa yang menegak ini menghasilkan alat-alat pembiak yang disebut spora, sedang hifa yang menjalar berfungsi untuk menyerap nutrien dari substrat dan menyangga alat-alat reproduksi. Hifa yang menjalar disebut hifa vegetatif dan hifa yang tegak disebut hifa fertil. Pertumbuhan hifa berlangsung terus-menerus di bagian apikal, sehingga panjangnya tidak dapat ditentukan secara pasti. Diameter hifa umumnya berkisar 3-30 milimikron. Spesies berbeda memiliki diameter berbeda pula dan ukuran diameter itu dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan (Carlile dan Watkinson, 1994).

Jamur sederhana dapat berupa sel tunggal saja atau berupa benang-benang hifa saja, tetapi pada jamur tingkat tinggi terdiri atas anyaman hifa yang disebut prosenkim dan pseudoperenkim. Prosenkim ialah anyaman hifa yang kendor, sedangkan pseudoparenkim ialah jalinan hifa yang lebih padat dan seragam.

Seringkali ada anyaman hifa yang padat sekali dan berguna untuk mengatasi keadaan buruk disebut rizomorf. Suatu anyaman hifa yang lain berupa jalinan hifa cukup padat dan berfungsi sebagai bantalan tempat tumbuhnya bagian lain disebut stroma

(Dwidjoseputro, 1978).

Jumlah spesies fungi yang sudah diketahui hingga kini adalah kurang lebih

69.000 dari perkiraan 1.500.000 spesies yang ada di dunia (Zedan 1992, Hawksworth

1991) dan menurut Rifai (1995) di Indonesia terdapat kurang lebih 200.000 spesies.

Dapat dipastikan bahwa Indonesia yang kaya akan diversitas tumbuhan dan hewan juga memiliki diversitas fungi yang sangat tinggi mengingat lingkungannya yang lembab dan suhu tropik yang mendukung pertumbuhan fungi ( Gandjar,et al., 2006).

Universitas Sumatera Utara

2.2. Klasifikasi Fungi

Mc. Kane (1996) mengatakan setiap fungi tercakup di dalam satu kategori taksonomi, dibedakan atas tipe spora, morfologi hifa, dan siklus seksualnya.

Kelompok-kelompok ini adalah : Oomycetes, Zygomycetes, Ascomycetes,

Basidiomycetes, dan Deuteromycetes. Kecuali Deuteromycetes semua fungi menghasilkan spora seksual. Berikut tabel untuk membedakan lima kelompok fungi.

Tabel 2.1. Pengelompokan Jamur dan Ciri-ciri Umum

Spora aseksual Beberapa Kelompok Hifa Spora Seksual yang umum genera yang diamati penting Plasmopora Oomycetes Nonseptate Oospora Zoospora Sclerospora Phytophfora Mucor Zygomycetes Nonseptate Zygospora Sporangiospora Rhizopus Conidia Aspergillus Ascomycetes Septate Ascospora Arthospora Peniccilium Blastophora Tidak ada Cryptococcus Basidiomycetes Septate Basidiospora karakteristik khusus Amanita Conidia Arthospora Candida Deuteromycetes Septate Tidak ada Blastophora Sporotrix Chlamydospora Sumber : Mc. Kane 1996 a. Oomycetes

Sebagian besar anggotanya hidup di air atau dekat badan air. Miselium terdiri atas hifa tidak bersekat, bercabang dan banyak mengandung inti. Hidup sebagai saprofit dan ada juga yang parasit. Pembiakan aseksual dengan zoospora, pembiakan seksual dengan oospora. Beberapa contoh : Saprolegnia sp., Achyla sp., Sclerospora sp., Phytophtora sp. Gambar berikut menunjukkan Siklus hidup Oomycetes menurut

Alexopoulos (1979).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1. Siklus Hidup Saprolegnia

A. Hifa somatic; B. Zoosporangia; C. Zoospor primer; D. Sista; E. Germinasi; F. Zoospor sekunder;

G. Sista; H. Germinasi; I. Gametangia; J. Gametangia hasil meiosis; K. Diferensiasi oospor;

L. Plasmogami; M. Kariogami; N. Oospor; O. Germinasi oospor yang dihasilkan oogonium.

Universitas Sumatera Utara

b. Zygomycetes

Memiliki hifa yang tidak bersekat dan memiliki banyak inti disebut hifa senositik (dari bahasa latin coenocytic). Kebanyakan kelompok ini saprofit.

Berkembang biak secara aseksual dengan spora, secara seksual dengan zigospora.

Ketika sporangium pecah, sporangiospora tersebar, dan jika jatuh pada medium yang cocok akan tumbuh menjadi individu baru. Hifa yang senositik akan berkonjugasi dengan hifa lain membentuk zigospora. Gambar berikut menunjukkan Siklus hidup

Zygomycetes menurut Landecker (1982).

Gambar 2.2. Siklus Hidup Mucor mucedo dari kelompok Zygomycetes

Universitas Sumatera Utara

c. Ascomycetes

Golongan jamur ini memiliki ciri dengan spora yang terdapat di dalam kantung yang disebut askus. Askus adalah sel yang membesar yang di dalamnya terdapat spora yang disebut akospora. Setiap askus biasanya memiliki 2-8 askospora.

Kelompok ini memiliki 2 stadium perkembangbiakan yaitu stadium konidium atau stadium seksual dan stadium askus atau stadium aseksual. Kebanyakan ascomycetes bersifat mikroskopis, sebagian kecil bersifat makroskopis yang memiliki tubuh buah.

Gambar berikut menunjukkan Siklus hidup Ascomycetes menurut Landecker (1982).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.3.Siklus Hidup dari

(a) Saccharomyces cereviseae

(b) Saccharomyces ludwigii

(c) Dipodases aggregatus d. Basidiomycetes

Basidiomycetes memiliki spora yang disebut basidiospora. Sebagian besar makrofungi yang kita kenal adalah Basidiomycota (Gandjar,et al., 2006).

Universitas Sumatera Utara

Kebanyakan anggota basidiomycetes adalah cendawan, jamur payung, dan cendawan berbentuk bola yang disebut juga jamur berdaging. Basidiospors yang dilepas dari cendawan menyebar dan berkecambah menjadi hifa vegetatif yang haploid disebut miselium primer. Pada banyak spesies miselium ini pada mulanya berinti banyak, kemudian terjadi persekatan sehingga miselium berinti satu yang haploid. Selanjutnya terjadi plasmogami antara dua hifa yang kompatibel membentuk miselium sekunder yang berinti dua yang masing-masing haploid. Miselium sekunder berbiak dengan cara khusus. Tiap inti membelah diri dan belahan berkumpul lagi tanpa mengadakan karyogami, sehingga miselium sekunder tetap berinti dua. Miselium sekunder yang telah terhimpun banyak membentuk jaringan teratur membentuk basidiokarp dan basidiofor disebut miselium tersier. Pada gills (lamella) di bagian ujung hifa berinti dua terbentuk probasidium setelah terjadi karyogami, selanjutnya inti probasidium mengalami meiosis dan menghasilkan Basidiospora. Basidiospora dapat bertangkaikan sterigma atau langsung duduk pada Basidium/epibasidum

(Dwidjoseputro, 1978). Gambar berikut menunjukkan tubuh buah basidiomycetes dan siklus hidup dari basidiomycetes, menurut Bold (1987).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4. Skematik dari jamur Amanita

A. Stadium kancing, B. Jamur Dewasa

Gambar 2.5. Siklus Hidup dari jamur makro kelompok Basidiomycetes

Universitas Sumatera Utara

e. Deuteromycetes

Jamur yang hifanya bersekat menghasilkan konidia namun jamur ini tidak atau belum diketahui cara pembiakan generatifnya. (Dwidjoseputro, 1978).

Deuteromycetes disebut juga Fungi Imperfecti (jamur tidak sempurna). Penamaan atau pengelompokan itu bersifat sementara. Karena segera setelah diketahui cara reproduksi generatifnya (pembentukan askus) dikelompokkan ke Ascomycetes.

Deuteromycetes secara filogenitik bukan merupakan suatu kelompok taksonomi

(Gandjar,et al., 2006).

2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan fungi

Pada umumnya, pertumbuhan fungi (jamur) dipengaruhi oleh faktor substrat, cahaya, kelembaban, suhu, derajat keasaman substrat (pH) dan senyawa-senyawa kimia di lingkungannya ( Gandjar,et al., 2006).

2.3.1 Substrat

Substrat merupakan sumber nutrien utama bagi jamur. Nutrien-nutrien baru dapat dimanfaatkan sesudah jamur mengeksresi enzim-enzim ekstra seluler yang dapat mengurai senyawa-senyawa kompleks dari substrat tersebut menjadi senyawa- senyawa yang lebih sederhana, banyak jamur memiliki kemampuan mengeksresikan beberapa jenis enzim ke lingkungan yang menguraikan karbohidrat kompleks, antara lain cellulase, amilase, pectinase, chitinase, dextranase, xylanase. Sebab selulosa adalah polisakarida utama di dalam jaringan tumbuhan yang menjadi sumber karbon potensial bagi jamur (Garraway, 1984).

Universitas Sumatera Utara

2.3.2 Cahaya

Spektrum cahaya dengan panjang gelombang 380-720 nm relatif berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur, juga berpengaruh terhadap sporulasi (Deacon, 1988).

Pengaruh cahaya terhadap reproduksi jamur cukup kompleks. Tingkat perkembangan yang berbeda membutuhkan sinar yang berbeda. Intensitas, durasi, kualitas cahaya menentukan besarnya pengaruh cahaya terhadap jamur. Umumnya cahaya menstimulasi atau menjadi faktor penghambat terhadap pembentukan struktur alat- alat reproduksi dan spora pada jamur. Walaupun proses reproduksi memerlukan cahaya, hanya fase tertentu saja yang memerlukan cahaya, atau secara bergantian struktur berbeda di dalam sporokarp dapat memberi respon berbeda terhadap cahaya.

Contoh spesies Discomycetes Sclerotina sclerotiorum akan terbentuk dalam kondisi gelap, namun memerlukan cahaya untuk pembentukan pileusnya (Purdy, 1956).

Cahaya hanya diperlukan untuk pembentukan pileus dari spesies Basidiomycetes

Lentinus tuber-regium (Galleymore, 1949).

Menurut Landecker (1982) jamur dapat dibagi menjadi 5 (lima) kelompok didasarkan atas respon terhadap cahaya, yaitu : (1) kelompok yang nyata tidak terpengaruh oleh cahaya; (2) kelompok yang sporulasinya mengalami penurunan atau terhalang oleh paparan cahaya; (3) kelompok yang memerlukan cahaya secara bergantian antara terang dan gelap untuk proses sporulasi; (4) kelompok yang dapat memproduksi spora fertil pada kondisi tanpa sinar tapi sporulasinya akan aktif pada kondisi banyak sinar; (5) kelompok yang memerlukan sinar yang cukup untuk memproduksi struktur reproduktif dan spora-spora.

Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Kelembaban

Pada umumnya jamur tingkat rendah memerlukan kelembaban nisbi 90 %, dan dari jenis hyphomycetes dapat hidup pada kelembaban yang lebih rendah yaitu

80 %. Pada fungi xerotilik dapat hidup pada kelembaban pada 70%, misalnya

Wallenia sedi, Aspergillus, Glaucus, A. flafus (Santoso,et al., 1999). Menurut Deacon

(1984) pertumbuhan jamur dapat berlangsung dengan kelembaban minimal 70%, walaupun beberapa jamur dapat tumbuh dengan sangat lambat pada kelembaban

65%.

2.3.4 Suhu

Berdasarkan kisaran suhu lingkungan yang baik, untuk pertumbuhan, jamur dikelompokkan sebagai jamur psicrofil, mesofil dan termofil (Gandjar,et al., 2006).

Jamur makro memerlukan suhu di atas 200 C (Garraway dan Evans, 1984). Menurut

Deacon (1984) sebagian besar fungi atau jamur bersifat mesofilik, tumbuh pada temperatur sedang pada rentang 10 – 400 C, optimum pada suhu 25 – 350 C.

2.3.5 Derajat Keasaman Lingkungan (pH)

Derajat keasaman substrat sangat penting untuk pertumbuhan fungi, karena enzim-enzim tertentu hanya akan mengurai suatu substrat sesuai dengan aktivitasnya pada pH tertentu. Umumnya menyenangi pH dibawah 7,0. Jenis-jenis Khamir tertentu bahkan tumbuh pada pH cukup rendah yaitu pH 4,5 – 5,5 (Gandjar,et al., 2006).

Menurut Deacon (1984) dalam pengamatan di laboratorium jamur tumbuh pada rentang 4,5 – 8,0 dengan pH optimum berkisar 5,5 – 7,5.

Universitas Sumatera Utara

2.4. Jamur Makroskopis dan Edibilitas Jamur

Jamur makroskopis atau cendawan adalah jamur yang tubuh buahnya besar

(berukuran 0,6 cm dan lebih besar) yang membentuk struktur reproduksi untuk menghasilkan dan menyebarkan sporanya. Bisa dijumpai di hutan, tanah lapang, padang rumput atau mungkin di halaman belakang rumah (Kibby, 1992) dalam

Nugroho (2004). Fungi makroskopik yang mempunyai tubuh buah besar dikenal sebagai makrofungi. Sebagian besar makrofungi yang dikenal adalah Basidiomycota dan sebagian kecil termasuk pada Ascomycota (Gandjar, et al., 2006). Beberapa jenis jamur dapat dimakan dan beberapa lainnya beracun (Toadstools).

2.4.1. Spesies Basidiomycetes yang dapat dimakan

Beberapa spesies basidiomycetes yang edibel memiliki rasa yang eksotik, baik secara manunggal maupun dalam kombinasi dengan makanan lain, juga mengandung banyak nutrisi yang penting artinya bagi manusia antara lain :

1. Volvariella volvaceae

2. Agaricus

3. Boletus edulis

4. Loctarius deliosus

5. Cantarellus cibarius

6. Auricularia

Kandungan proteinnya lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein pada tumbuh-tumbuhan secara umum walaupun tidak setinggi kandungan protein

Universitas Sumatera Utara

hewani. Konsumsi jamur bagi masyarakat pinggiran hutan, pedesaan, di negara sedang berkembang akan menambah persediaan protein bagi tubuh. Tabel berikut membandingkan nilai gizi beberapa jenis jamur edibel dengan bahan makanan lain.

Tabel 2.2. Nilai Gizi Beberapa Jenis Jamur Edibel Dibanding Dengan Bahan Lain Dalam Berat Segar

Jenis Makanan Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Agaricus sp. 4,8 0.2 3,5 Boletus edulis 5,4 0,4 5,2 Loctarius delious 3,0 0,8 3,0 Cantarellus cibarius 2,6 0,4 3,8 Bayam 2,2 0,3 1,7 Kentang 2,0 0,1 20,9 Kubis 1,5 0,1 4,2 Daging sapi 21,0 5,5 0,5 Volvariella volvaceae 1,8 0,3 12-48 Sumber : Sinaga, 2006

Jamur juga mengandung bermacam-macam vitamin, walaupun tidak mengandung vitamin A, demikian juga kandungan riboflavin, tiamin, niasin, mineral, fosfor, dan kalsium, sedangkan kalori dan kolesterol rendah, sehingga sering kali jamur dikatakan sebagai makanan pelangsing. Tabel berikut menunjukkan nilai gizi beberapa jamur edibel.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3. Nilai Gizi Beberapa Jamur yang Edibel

Komposisi Komposisi Berat

Berat segar / 100 gr Kering / kg Kandungan V. volvaceae A. bisporus Auricularia sp. Air 93,3 % - 15 % Lemak 0,3 % - 0,5 mg Protein 1,8 % - 8,4 mg Abu 1,2 % - 4,1 mg Kalsium 30 mg/g - 315 mg Kalium - - 264 mg Posfat 37 mg/g - - Zat Besi 0,9 mg/g 0,12 mg/g 36,0 mg Tiamin 0,03 mg/g 0,12 mg/g 0,08 mg Riboflavin 0,01 mg/g 0,52 mg/g 0,19 mg Niasin 1,7 mg/g 5,58 mg/g 4,0 mg Vitamin C 1,7 mg/g - - Kalori 24 - 324 mg Vitamin A 0 - - Vitamin D dan E - 0 - Panthotenic Acid - 2,38 mg/g - Karbohidrat - - 71,6 mg Keterangan : - = tidak ada data Sumber : Sinaga, 2006

2.4.2 Spesies Basidiomycetes untuk Bahan Obat

Salah satu spesies yang populer adalah jamur Ling Zhi (Ganoderma lusidium), mudah ditemukan pada batang kayu busuk dan sudah dikenal luas di berbagai negara produsen dan konsumen obat tradisional atau obat herbal seperti

Cina, Jepang, dan Korea. Menurut buku Pengobatan Herbal Tiongkok Ling Zhi

(Ganoderma lusidium) tercantum sebagai obat nomor satu dari 365 bahan obat lainnya, hingga Ling Zhi dijuluki sebagai jamur ajaib, jamur seribu khasiat, jamur abadi, raja herbal ajaib. Penelitian terhadap jamur Ling Zhi, pengaruh dan uji manfaat terus dilakukan oleh pakar farmakologi, seperti Feng Lin Hshu dari Institut

Universitas Sumatera Utara

Farmakologi Taipe, Jepang dan menyatakan Ling Zhi mampu menghambat sel kanker payudara, memperbaiki fungsi hati, dan mengatur sistim kekebalan tubuh. Menurut

Yohannes pakar herbal Tionghoa di Surabaya, khasiat jamur ling zhi enam kali lipat dibanding dengan khasiat ginseng (Jin,2000).

Jamur Ling Zhi mengandung senyawa aktif yang sangat penting untuk kesehatan tubuh. Berikut ini manfaat zat aktif di dalam Ling Zhi (Jin, 2000) .

a. Polisakarida berfungsi untuk :

1. Memperkuat kemampuan tubuh untuk proses penyembuhan alami

2. Mengaktifkan sistem kekebalan tubuh

3. Mencegah pertumbuhan sel yang abnormal

4. Membantu mengurangi kadar gula darah, memelihara pankreas

5. Menguatkan membran sel

6. Mencegah kerusakan organ dalam tubuh

7. Membersihkan racun

8. Meningkatkan jumlah oksigen yang dapat dibawa darah

b. Adenosin berfungsi untuk :

1. Menurunkan kadar kolesterol dan lemak dalam darah

2. Mencegah Trombogenesis

3. Memperbaiki fungsi kelenjar adrenalin untuk keseimbangan endokrin

4. Menyeimbangkan metabolisme

c. Triterpenoid berfungsi untuk :

1. Memperbaiki kerja sistim pencernaan

Universitas Sumatera Utara

2. Mencegah alergi oleh antigen

3. Mengurangi kolesterol

4. Memelihara sel darah

d. Sari Genoderik berfungsi untuk :

1. Memulihkan penyakit pada kulit

2. Menghentikan pendarahan

3. Menurunkan kadar gula darah

2.4.3 Jamur Makro yang Beracun

Hasil metabolisme jamur yang bersifat racun disebut Mikotoksin. Gejala keracunannya disebut mikotoksikosis. Menurut Hudler (1998) diantara cendawan yang menyebabkan halusinasi (mengkhayal) antara lain dari Genus Psilocybe, P.

Mexicana, P. Caerulescens, P. Cubeasis (Stropharia cubeasis) yang terdapat di

Mexico Psilocyb Sp. menghasilkan racun/toksin Psilocybin (Landecker, 1996).

Cendawan lain yang menyebabkan halusinasi adalah Amanita muskaria yang berwarna merah atau kuning, lebih dikenal sebagai “ The Fly Agaric” sebab bila lalat hinggap pada jamur ini akan mati. Manusia yang makan jamur ini setelah enam jam menunjukkan gejala air liur berlebih, mual, muntah-muntah, sakit di bagian perut, rasa haus sekali, feses berlendir serta berdarah. Senyawa yang terdapat pada cendawan Amanita muskaria adalah Muskarin. Amanita phalloides menghasilkan toksin phallatoksin yang dapat merusak struktur sel hati, ginjal dan saluran cerna,

Universitas Sumatera Utara

disebut ” The Death Angel” karena selalu menyebabkan kematian bila dikonsumsi meskipun dalam jumlah sedikit (Landecker, 1996).

Menurut Alexopoulos (1979) beberapa tipe jamur beracun dan efek racunnya terhadap tubuh sebagai berikut : Ciri utama dari keracunan jamur, mencakup toksin, efek fisik dari racun, dan waktu yang diperlukan dari saat dikonsumsi sampai pemunculan gejala keracunan.

a) Toksin yang menyebabkan kerusakan hati dan ginjal dan kematian, mulai dari

awal penyerapan sampai terjadinya gejala, berkisar 6-10 jam.

Group I : Racun cyclopeptide (amanitin) yang mematikan meliputi genus

Amanita dan Galerina.

Group II : Racun monomethylhydrazine (Gyromitrin) yang mematikan,

meliputi genus Gyromitra (helvella).

b) Toksin yang mempengaruhi system saraf otonom : menunjukkan gejala,

berkisar 20 menit-2 jam.

Group III : Racun coprine meliputi genus coprinus.

Group IV : Racun muscarine (berkeringat) meliputi genus Clytocibe dan

inocybe.

c) Toksin yang mempengaruhi saraf sentral : menunjukkan gejala berkisar 20

menit - 2 jam.

Group V : Racun asam ibonetic-muscimol (mabuk, mengigau), meliputi

genus amanita.

Universitas Sumatera Utara

Group VI : Racun psilocybin-psilocin (halusinogenik), meliputi genus

psilocybe dan panaeolus. d) Toksin yang menyebabkan peradangan saluran pencernaan : menunjukkan

gejala berkisar 30 menit-3 jam.

Group VII : Iritasi saluran pencernaan, meliputi banyak genus.

Universitas Sumatera Utara

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Deskripsi Area

3.1.1 Letak dan Luas Area

Taman Nasional Gunung Leuser secara administratif terletak di Provinsi

Sumatera Utara dan Provinsi Daerah Istimewa Aceh, secara geografis terletak antara

2° 50’ - 4° 10’ LU dan 96° 35’ - 98° 30’ BT dan dengan ketinggian sampai 3381 m dpl. Luas Taman nasional Gunung Leuser menurut pengumuman Menteri Pertanian tanggal 6 Maret 1980, seluas 792.675 hektar. Taman Nasional tersebut merupakan gabungan dari suaka-suaka margasatwa Langkat, Sekundur, Kappi, Gunung Leuser, dan Kluet (Departemen Kehutanan,1999).

Daerah Ekowisata Pusat Rehabilitasi Orang Utan Bohorok termasuk ke dalam

Wilayah Desa Bukit Lawang, Kecamatan Bohorok, Kabupaten Langkat Sumatera

Utara. Lokasi stasiun ini termasuk Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Secara geografis terletak pada 3° 30’ - 3° 45’ LU dan 98° 0’BT - 98° 7’BT, pada ketinggian

280 - 360 m dpl, dengan luas ± 200 hektar. Batas-batas areal stasiun ini di sebelah

Utara dan Timur dibatasi sungai Bohorok yang merupakan batas alam, sedang di bagian lain berbatasan dengan Kawasan Taman Nasional (WWF.Visitor Center,

1989).

Universitas Sumatera Utara

3.1.2 Topografi

Daerah Ekowisata Pusat Rehabilitasi Orang Utan Bohorok berbukit-bukit hingga curam, sedangkan daerah datar dapat dikatakan tidak ada. Berdasarkan Peta

Taman Nasional Gunung Leuser dan sekitarnya, Direktorat PPA tahun 1981, keadaan tanah di kawasan stasiun Rehabilitasi Orang Utan Bohorok terdiri dari satuan tanah kompleks podsolik merah kuning, latosol dan litosol, sedang bahan induknya berasal dari batuan beku endapan metamorf.

3.1.3 Keadaan Iklim

Berdasarkan sistem Klasifikasi Sehmid dan Fergusson tergolong dalam tipe A dengan rata-rata curah hujan pertahun sebesar 1300 – 4600 mm, rata-rata curah hujan

207 hari yang merata sepanjang tahun. Rata-rata curah hujannya setiap bulannya lebih dari 100 mm, sehingga dapat digolongkan beriklim selalu basah sepanjang tahun. Suhu udara rata-rata 24° C dengan kisaran 21,1°- 27,5° C. Kelembaban udara nisbi berkisar antara 72% - 94% (WWF. Visitor Centre,1989).

3.1.4 Vegetasi

Pada Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser terdapat banyak spesies dari

Dipterocarpaceae (misalnya Meranti, Keruing, Dryobalanops) Salah satu jenis yang menonjol adalah pohon kapur (Dryobalanops aromatica). Terdapat beberapa pohon buah-buahan yang enak dimakan antara lain jenis jeruk hutan (Citrus maroptera), durian hutan (Durio axyleyanus dan Durio zibethinus) buah menteng (Baccaurea montleyana dan Bacca rea fecemosa), duku (Lansius domesticum), limus (Mangifera foetida dan Mangifera guardrifolia), rukem (Flacourtia rukam), rambutan

Universitas Sumatera Utara

(Nephelium lappaceum). Flora langka yang khas di Taman Nasional Gunung Leuser adalah Raflesia atiehensis dan Johanesteismania altifrons.

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai April 2010, di kawasan ekowisata pusat rehabilitasi orang utan Bohorok Kabupaten Langkat Penelitian dilakukan di lima (5) trail, yakni trail 1, 2, 4, 11, dan 1-2 (Lampiran 2) pusat rehabilitasi orang utan Bohorok. Identifikasi jamur makroskopis dilakukan di

Laboratorium Ekologi Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.

3.3 Alat dan Bahan

3.3.1 Alat

Beberapa alat yang digunakan dalam penelitian ini : GPS, Peta Lokasi,

Keranjang Plastik, Parang, Pisau, Label, Sekop Tangan, Sarung Tangan, Kamera

Digital, Lup, Rol/Skala Pengukuran. Alat-alat pengukur faktor fisik kimia seperti :

Termometer udara, Termometer Tanah, Higrometer, Lux meter, Soil tester, Humidy tester, dan buku-buku identifikasi jamur : Paccioni (1981); Alexopoulos (1979);

Zoberi (1972); Arora (1986); Nurtjahya dan Widhiastuti (2009).

3.3.2 Bahan

Bahan yang digunakan : Kertas koran, Karet pengikat, Isolasi, Kertas label,

Catatan lapangan.

Universitas Sumatera Utara

3.4 Pelaksanaan Penelitian di Lapangan

3.4.1 Penelitian di Lapangan

Penentuan plot dengan purpossive sampling pada lima (5) trail di kawasan ekowisata pusat rehabilitasi orang utan Bohorok, pengamatan data secara eksploratif.

Pengamatan dan pengambilan koleksi jamur menggunakan metode petak. Pada setiap trail dibuat petak 20 x 100 meter, untuk pengamatan dan pengkoleksian jamur makroskopik. Pengamatan dilakukan ulangan sebanyak 3 (tiga) kali. Jamur makroskopis yang ditemui di lokasi pertama sekali di lakukan pemotretan dengan disertai skala pengukur selanjutnya dicatat data jamur dari penampakan fisik secara mendetail. Data faktor fisik selama penelitian juga diukur meliputi suhu udara, kelembaban, penetrasi cahaya, suhu tanah, pH tanah/media untuk setiap spesies jamur yang didapat. Bila memungkinkan, objek langsung diidentifikasi di lapangan, dan jika tidak maka objek harus dikoleksi. Dalam proses pengkoleksian, jamur diambil dengan hati-hati terutama yang mempunyai tubuh buah lunak, agar didapat tubuh buah yang utuh, kemudian dibungkus dengan kertas koran, diberi label, dan diletakkan di dalam keranjang dengan susunan jamur yang keras dan berat pada posisi bagian bawah. Selanjutnya sample dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi, memakai buku acuan identifikasi jamur makroskopis.

3.4.2 Penelitian di Laboratorium

Spesimen yang tidak teridentifikasi di lapangan disimpan dalam lemari pendingin untuk mencegah kerusakan spesimen. Selanjutnya diamati karakteristik makroskopik dan mikroskopik. Ciri makroskopik yang diamati adalah bentuk tubuh

Universitas Sumatera Utara

buah. Ciri mikroskopik dilakukan pada spora dengan mikroskop meliputi warna dan bentuk. Untuk spesimen awetan dilakukan pengeringan yang diletakkan di atas kawat kasa yang dibawahnya diberi pemanas berupa bola lampu bohlam 60 atau 100 watt sampai spesimen benar-benar kering dan selanjutnya disimpan di dalam plastik kedap udara.

3.5 Analisis Data

Dari data yang diperoleh, jamur dikelompokkan pada setiap ordo, dihitung kerapatan, kerapatan relatif, frekuensi, frekuensi relatif, indeks nilai penting indeks keanekaragaman, indeks kemerataan, dan indeks kesamaan, dan tempat hidup jamur, dan analisis korelasi keanekaragaman jenis dengan faktor fisik-kimia lingkungan.

a. Kerapatan suatu jenis (K)

Individu jenissuatu K = ∑ x %100 ∑ petakLuas contoh

b. Kerapatan relatif suatu jenis (KR)

jenissuatuK KR = ∑ x %100 ∑ seluruhK jenis

c. Frekuensi (F)

petakSub ditemukan suatu spesies Frekuensi = ∑ petaksubSeluruh contoh ∑

Universitas Sumatera Utara

d. Frekuensi Relatif (FR)

. jenisSuatuF Frekuensi Relatif = x %100 .SeluruhF jenis e. Indeks Nilai Penting (INP)

INP = KR + FR f. Indeks Keanekaragaman (H’)

5 −= ∑ ln' pipiH i=1

Keterangan :

H’ : Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner

Pi : ni/N

ni : Jumlah individu satu jenis

N : Jumlah total individu

S : Jumlah jenis g. Indeks Kemerataan (E)

H ' E = .MaxH

Keterangan :

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener

H.Max = ln S ; S = Jumlah jenis

Menurut Krebs (1985) bahwa Indeks Kemerataan rendah 0 < E < 0,5 dan

indeks kemerataan tinggi apabila 0,5 < E < 1.

Universitas Sumatera Utara

h. Indeks Kesamaan

Menurut Odum (1993) untuk mengetahui besarnya indeks kesamaan dapat

dipergunakan rumus sebagai berikut :

2C IS = A + B

Keterangan :

IS : Indeks Kesamaan

C : Jumlah jenis yang sama pada kedua lokasi yang dibandingkan.

A : Jumlah jenis yang ada pada lokasi A.

B : Jumlah jenis yang ada pada lokasi B.

Menurut Suin (2002) jika IS ≤ 25% berarti sangat tidak mirip, jika IS 25-50%

berarti tidak mirip, jika IS 50-75% berarti mirip dan jika IS ≥ 75 % berarti

sangat mirip. i. Tempat Hidup Jamur

Dikelompokan berdasarkan data yang ditemui di lapangan. j. Analisis Korelasi Menggunakan Analisis Korelasi Keanekaragaman Jenis

dengan Faktor Fisik-Kimia dengan Software SPSS Ver.16.00.

Universitas Sumatera Utara

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Jenis Jamur Makroskopis Di Kawasan Ekowisata Bukit Lawang

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di kawasan ekowisata Bukit

Lawang, diperoleh 83 jenis. Jenis-jenis tersebut termasuk dalam 19 Famili dari 8

Ordo dan 2 Kelas yaitu Ascomycetes dan Basidiomycetes. Jamur makroskopis ini tersebar pada 5 lokasi penelitian.

Dari Tabel 4.1. dapat dilihat jumlah jenis dari tumbuhan yang diamati pada 5 lokasi penelitian. Dari 19 famili yang diperoleh, Polyporaceae merupakan famili terbesar yang terdiri dari 25 jenis, diikuti oleh Tricholomataceae dengan 21 jenis.

Famili lainnya adalah Pezizaceae, Xylariaceae, Boletaceae, Cortinaceae,

Entolomataceae, Hydnellaceae, Hygroporaceae, Lepiotaceae, Rusullaceae,

Strophariaceae, Cantharellaceae, Clavariaceae, Stereaceae, Auriculariaceae,

Lycoperdaceae, Dacrymycetaceae dan Tulostomataceae.

Dapat kita lihat dari Tabel 4.1. bahwa trail 1.2 memiliki kekayaan jenis yang paling tinggi yaitu 35 jenis dan 14 famili. Hal ini mungkin dikarenakan kondisi daerahnya yang dekat dengan alur air, sehingga kelembaban tinggi dan sangat sesuai sebagai lingkungan tempat hidup jamur.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.1. Jenis jamur makroskopis di Ekowisata Bukit Lawang

Lokasi/Trail No Kelas Ordo Famili Jenis 1 2 4 11 1-2

1. Ascomycotes 1. Pezizales 1. Pezizaceae 1. Peziza sp. - - - - + 2. Xylariales 2. Xylariaceae 2. Daldinia grandis + - - - - 3. Hypoxylon fragiformae - + - - - 4. Xylaria polymorpha - - - - + 5. Xylaria sp. - - - - + 2. Basidiomycotes 3. 3. Boletaceae 6. Suillus lakei - - + - - 7. Suillus sp. - - - - + 4. Cortinaceae 8. Crepidotus herbarum + - - - + 9. Crepidotus variabilis - + - - + 10. Hebeloma sp. - + - - - 5. Entolomataceae 11. Entoloma sinuatum + - - - - 6. Hydnellaceae 12. Hydnellum sp. + - - + - 13.Hydnellum scrobilatum - + - - - 7. Hygroporaceae 14. Hygrocybe acutoconia - - + + - 15. Hygrocybe miniata - - + - - 8. Lepiotaceae 16. Lepiota procera + - - - - 17. Lepiota atrodisca - - + - - 18. Lepiota flammeatincta - - + - - 19. Lepiota naucina - - - + - 20. Lepiota cristata - - - - + 9. Rusullaceae 21. Lactarius pubescens - - - - + 22. Russula mairei - - + - - 23. Russula sp. - - + - - 24. Russula subnigricans + - - - - 10. Strophariaceae 25. Pholiota squarrosoides + - - - - 26. Pholiota mutabilis - + - - - 11.Tricholomataceae 27. Calocybe ionides + - - - - 28. Clytocybe sp. - - - + - 29. Collybia acervata - - + - - 30. Collybia butyracea - - - + - 31. Collybia cirrhata - - - - + 32. Collybia confluens - + - - - 33. Marasmiellus candidus + - - - - 34. Marasmiellus foetidus - - - - + 35. Marasmius candidus - + + + +

Universitas Sumatera Utara

Lokasi/Trail No Kelas Ordo Famili Jenis 1 2 4 11 1-2

36. Marasmius copelandi + - + - - 37.Marasmius haematocephalus - - - - + 38. Marasmius ramealis + - - - - 39. Marasmius sp. - + - - - 40. acicula - + - + - 41. Mycena clavularis - - - - + 42. Mycena lilacifolia - - - - + 43. Mycena sp. + - - - + 44. Mycena strobilinoides - - - + - 45. Panus sp. - - - - + 46. Tricholoma sp. + - - + - 47. Xeromphalina campanella - - - - + 4. Aphylloporales 12.Cantharellaceae 48. Cantharella cornucopioides - + - - - 13. Clavariaceae 49. Clavulina cristata - - - - + 50. Sparassis radicata - + - - - 14. Polyporaceae 51. Coltricia cinnamomea + - + - + 52. Coltricia perennis - - - + - 53. Coriolopsis occidentalis + - - - - 54. Daedalea quercina + - - - - 55. Daedalopsis confragosa - + - - - 56. Daedinella sp. - + - - - 57. Fomes fomentarius + - - + + 58. Fomes lignosus + - + + + 59. Fomitopsis cajanderi + - - - - 60. Fomitopsis pinicola + + + + + 61. Ganoderma applanatum + + + + + 62. Ganoderma sp. - + - - - 63. Heterobasidion annosum - - - - + 64. Microporellus dealbatus - - + - - 65. Piptoporus betulinus - - - - + 66. Polyporus arcularius + - - + - 67. Polyporus badius - - - - + 68. Polyporus dermoporus - + - - - 69. Polyporus sp. + + - - - 70. Polyporus varius + - - - + 71. Pycnoporus cinnabarius - - + - -

72. Trametes corrugate - - + - -

Universitas Sumatera Utara

Lokasi/Trail No Kelas Ordo Famili Jenis 1 2 4 11 1-2

73. Trametes hirsute + - + - - 74. Trametes versicolor + - - + + 75. Tyromyces amarus + - - - + 15. Stereaceae 76. Stereum hirsutum + - - - - 77. Stereum sp. - - + - + 78. Stereum ostreum - - - + - 5. Auriculariales 16. Auriculariaceae 79. Auricularia polytrica - + + - + 80. Auricularia auricular - - - + + 6. Dacrymycetales 17. Dacrymycetaceae 81. Calocera cornea - - - - + 7. Lycoperdales 18. Lycoperdaceae 82. Lycoperdon sp. - - - - + 8. Tulostomatales 19. Tulostomataceae 83. Tulostoma sp. - - - - + Jumlah Jenis 28 19 20 18 35 Keterangan: ( - ) = tidak ditemukan; ( + ) = ditemukan.

Menurut Nurtjahja dan Widhiastuti (2009), bahwa miselium jamur hanya

dapat tumbuh jika kondisi lingkungan sesuai untuk pertumbuhannya, dalam kondisi

ini miselium akan membentuk tubuh buah. Ditambahkan Irwan (1992), bahwa

kehadiran organisme tergantung kepada lengkapnya kebutuhan yang diperlukan,

termasuk unsur-unsur lingkungan yang kompleks (suhu, kelembaban, cahaya).

Dari hasil penelitian, Ordo terbesar adalah Agaricales yang memiliki 9 famili

yaitu Boletaceae, Cortinaceae, Entolomataceae, Hydnellaceae, Hygroporaceae,

Lepiotaceae, Rusullaceae, Strophariaceae dan Tricholomataceae. Menurut Arora

(1996), Ordo Agaricales adalah kelompok jamur yang paling familiar dengan bentuk

seperti payung. Bagian bawah payung terdiri atas bilah-bilah atau gill yang tersusun

radial. Ditambahkan oleh Alexopoulus & Mimms (1979), anggota ordo Agaricales

sangat banyak dan kompleks, kelompok ini umum disebut Mushroom atau cendawan.

Cendawan adalah kelompok jamur yang berdaging, terkadang sedikit kenyal. Bagian

Universitas Sumatera Utara

yang membentuk spora disebut sporofor tempat terdapatnya basidia pada bilah-bilah atau gill dan bisa juga berupa lubang-lubang kecil (pores) seperti pada famili

Boletaceae.

Famili dengan jumlah jenis terbanyak adalah Polyporaceae dengan jumlah jenis terbesar, yaitu 25 spesies. Famili Polyporaceae ciri umumnya adalah bentuk braket atau kipas dengan himenium berupa lubang-lubang kecil yang disebut pores atau modifikasinya. Menurut Arora (1996), Polyporaceae merupakan salah satu kelompok terbesar yang memiliki banyak warna, bentuk dan ukuran. Polypores kebanyakan tumbuh pada kayu. Tubuh buahnya berkayu, tebal dan kasar.

Selain Polyporaceae, Tricholomataceae juga merupakan famili dengan jumlah jenis terbanyak yaitu 21 spesies. Menurut Brundett,et al., (1996), Tricholomataceae merupakan famili terbesar dengan jenis-jenis yang sangat berbeda satu dengan yang lain. Ditambahkan oleh Arora (1996), famili ini merupakan salah satu famili dengan jumlah jenis terbesar dari ordo Agaricales. Sebagian besar merupakan jenis teresterial, dan sebagian kecil menempel di kayu.

Bila dibandingkan dengan kekayaan jenis jamur makroskopis di kawasan hutan Taman Wisata Alam Sibolangit hasil penelitian Nugroho (2004), kekayaan jenis jamur makroskopis di kawasan Ekowisata Bukit Lawang Bahorok sedikit lebih rendah. Perbandingan pada kedua tempat sebagai berikut : kelas Ascomycetes di kawasan hutan Taman Wisata Alam Sibolangit ada 3 ordo, 3 famili, dan 7 spesies, sedangkan di daerah Ekowisata Bukit Lawang ada 2 ordo, 2 famili, dan 5 spesies.

Kelas Basidiomycetes di kawasan hutan Taman Wisata Alam Sibolangit ada 8 ordo,

Universitas Sumatera Utara

18 famili, dan 90 spesies, sedangkan di daerah Ekowisata Bukit Lawang ada 6 ordo,

17 famili, dan 78 spesies.

4.2. Indeks Nilai Penting

Indeks nilai penting menyatakan keunggulan jumlah jamur makroskopis pada luasan tertentu. Menurut Kusmana dan Istomo (1995) indeks nilai penting untuk tumbuhan bawah didapat dari hasil penjumlahan kerapatan relatif (KR) dan frekuensi relatif (FR). Dari kelima lokasi mempunyai indeks nilai penting yang beragam dan jenis yang berbeda. Indeks nilai penting tersebut dapat di lihat pada tabel 4.2.

Pada Tabel 4.2. dapat dilihat bahwa nilai INP pada trail 1 adalah antara 22,06

– 3,07 %. Jenis dengan nilai INP tertinggi adalah Ganoderma applanatum, sedangkan jenis dengan nilai INP terendah adalah Fomitopsis pinicola dan Russula subnigricans.

Hal ini menunjukkan bahwa Ganoderma applanatum merupakan jenis yang dominan pada trail 1. Menurut Setiadi (1989) dalam Sofyan (1991), jenis yang mempunyai indeks nilai penting tertinggi diantara jenis yang lain disebut jenis yang dominan. Hal ini mencerminkan tingginya kemampuan jenis tersebut dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada dan dapat bersaing terhadap jenis lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.2. Indeks Nilai Penting Pada Setiap Trail dan INP Total

INP INP No Nama Jenis 1 2 4 11 1-2 Seluruh Lokasi 1. Auricularia auricular 6.76 2.92 2,22 2. Auricularia polytricha 4.35 12.45 15.76 5,70 3. Calocera cornea 3.77 1,04 4. Calocybe ionides 4.55 1,25 5. Cantharella cornucopioides 9.64 1,88 6. Clytocybe sp. 14.69 1,53 7. Clavulina cristata 6.72 2,92 8. Collybia acervata 30.05 5,18 9. Collybia butyracea 5.90 1,15 10. Collybia cirrhata 2.92 0,90 11. Collybia confluens 4.71 0,94 12. Coltricia cinnamomea 7.22 10.40 3.55 3,37 13. Coltricia perennis 4.69 0,90 14. Coriolopsis occidentalis 14.71 2,36 15. Crepidotus herbarum 3.34 3.55 1,94 16. Crepidotus variabilis 6.72 2.92 2,22 17. Daedalea quercina 15.24 3,27 18. Daedalopsis confragosa 20.04 3,86 19. Daedinella sp. 11.28 2,19 20. Daldinia grandis 9.09 2,43 21. Entoloma sinuatum 4.01 1,11 22. Fomes fomentarius 6.28 17.32 7.77 5,98 23. Fomes lignosus 10.83 19.72 9.90 4.19 7,82 24. Fomitopsis cajanderi 4.28 1,18 25. Fomitopsis pinicola 3.07 4.71 30.93 28.56 10.27 11,40 26. Ganoderma applanatum 22.06 21.99 5.20 12.49 7.95 11,61 27. Ganoderma sp. 4.35 0,87 28. Hebeloma sp. 5.99 1,18 29. Heterobasidion annosum 2.71 0,87 30. Hydnellum sp. 5.88 8.14 2,47

Universitas Sumatera Utara

INP INP No Nama Jenis 1 2 4 11 1-2 Seluruh Lokasi 31. Hydnellum scrobilatum 16.91 3,20 32. Hygrocybe acutoconia 4.37 4.52 1,74 33. Hygrocybe miniata 6.44 1,22 34. Hypoxylon fragiformae 46.11 8,03 35. Lactarius pubescens 2.71 0,87 36. Lepiota procera 3.48 0,87 37. Lepiota atrodisca 4.37 2,71 38. Lepiota flammeatincta 5.41 1,04 39. Lepiota naucina 5.90 1,15 40. Lepiota cristata 13.89 0,97 41. Lycoperdon pyriforme 2.92 0,90 42. Marasmiellus candidus 6.02 1,63 43. Marasmius foetidus 7.56 1,67 44. Marasmius candidus 5.63 4.79 11.24 6.69 5,39 45. Marasmius copelandi 3.21 16.17 3,75 46. Marasmius haematocephalus 2.71 0,87 47. Marasmius ramealis 6.68 1,81 48. Marasmius sp. 4.35 0,87 49. Microporellus dealbatus 4.58 0,90 50. Mycena acicula 4.53 5.04 1,88 51. Mycena clavularis 3.13 0,94 52. Mycena lilacifolia 2.71 0,87 53. Mycena sp. 3.34 2.71 1,81 54. Mycena strobilinoides 4.69 0,90 55. Panus sp. 2.92 0,90 56. Peziza sp. 3.55 1,01 57. Pholiota squarrosoides 3.21 0,87 58. Pholiota mutabilis 4.35 0,90 59. Piptoporus betulinus 13.68 2,68 60. Polyporus arcularius 5.61 16.42 4,80 61. Polyporus badius 2.71 0,87 62. Polyporus dermoporus 10.71 1,29

Universitas Sumatera Utara

INP INP No Nama Jenis 1 2 4 11 1-2 Seluruh Lokasi 63. Polyporus sp. 4.55 9.28 3,06 64. Polyporus varius 3.21 2.92 1,81 65. Pycnoporus cinnabarius 5.41 1,04 66. Russula mairei 4.37 0,87 67. Russula sp. 4.37 0,87 68. Russula subnigricans 3.07 0,87 69. Sparassis radicata 4.35 0,87 70. Stereum hirsutum 17.65 4,66 71. Stereum sp. 8.10 3.55 5,49 72. Stereum ostreum 27.45 2,50 73. Suillus lakei 4.58 0,90 74. Suillus sp. 3.13 0,94 75. Trametes corrugata 10.38 1,88 76. Trametes hirsuta 6.95 7.89 3,34 77. Trametes versicolor 15.24 11.42 7.77 7,23 78. Tricholoma sp. 3.74 4.87 3,58 79. Tulostoma sp. 12.20 2,43 80. Tyromyces amarus 3.48 2.92 1,74 81. Xeromphalina campanella 9.43 1,56 82. Xylaria polymorpha 12.20 2,43 83. Xylaria Sp. 2.92 0,90

Ganoderma applanatum memiliki tubuh buah yang keras dan merupakan parasit pada pohon inangnya dan akan menjadi saprofit saat inangnya mati. Menurut

Nurtjahya & Widhiastuti (2009), Ganoderma applanatum sessil tidak bertangkai atau bertangkai berbentuk seperti kipas, bergaris-garis konsentris, saat masih muda berwarna putih namun segera tertutup oleh warna kekuningan seperti karat atau mengkilap. Bagian tepi tubuh buah berwarna putih atau abu-abu. Bagian bawah tubuh buah berwarna putih dan akan berwarna coklat kemerahan jika disentuh atau tergores

Universitas Sumatera Utara

oleh tangan. Spora berwarna coklat karat, berbentuk elips, permukaannya berbintil- bintil, berukuran 9–13 x 6–9 mikron. Habitat parasit pada tanaman berkayu dan kemudian hidup saprofit saat pohon inangnya mati.

Nilai INP tertinggi pada trail 2 adalah Hypoxylon fragiformae dengan nilai

46,11%, sedangkan jenis dengan nilai INP terendah adalah Auricularia polytrica,

Ganoderma sp., Marasmius sp., Mycena acicula, Pholiota mutabilis dan Sparassis radicata dengan nilai 4,35%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi lingkungan sangat sesuai dengan pertumbuhan Hypoxylon fragiformae. Ewusie (1990), menyatakan bahwa cahaya, temperatur dan air secara ekologis merupakan faktor lingkungan yang penting. Suin (2002), juga menyatakan faktor lingkungan sangat menentukan penyebaran dan pertumbuhan suatu organisme dan tiap jenis hanya dapat hidup pada kondisi abiotik tertentu yang berada dalam kisaran toleransi tertentu yang cocok bagi organisme tersebut.

Nilai INP pada trail 4 adalah antara 30,93 – 4,37 %. Jenis dengan nilai INP tertinggi adalah Fomitopsis pinicola. Tingginya INP dari jenis Fomitopsis pinicola dikarenakan jenis ini banyak dijumpai di trail 4 sehingga jenis ini dapat mendominasi, dan hal ini juga menandakan kemampuan jenis ini mampu mempertahankan diri pada lokasi lingkungan. Menurut Mounce (1929) dalam Hogberg,et al., (1999), Fomitopsis pinicola memiliki kemampuan reproduksi yang baik dan penyebaran yang baik dengan membentuk banyak spora, serta tubuh yang perennial. Menurut Rivarden dan

Gillbertsson (1993) dalam Hogberg,et al., (1999), Fomitopsis pinicola adalah polyporus saprofitik dengan distribusi yang luas di hutan temperate dan boreal. Dan

Universitas Sumatera Utara

jenis-jenis yang memiliki nilai tertinggi merupakan kelompok jenis yang mempunyai frekuensi dan kerapatan yang tinggi pada lokasi tersebut. Hal ini sesuai dengan Ihsan

(2008), yang menyatakan bahwa keberhasilan suatu jenis untuk tumbuh dan bertambah banyak tidak lepas dari daya mempertahankan diri pada suatu kondisi lingkungan tertentu, sedangkan jenis dengan nilai INP terendah pada trail 4 adalah

Hygrocybe acutoconia, Lepiota atrodisca, Russula mairei dan Russula sp. dengan

4,37%. Hal ini menandakan bahwa jumlah jenis ini jarang ditemukan pada lokasi penelitian karena kedaaan lingkungan yang tidak sesuai untuk pertumbuhannya.

Menurut Resosoedarmo,et al., (1989), jenis-jenis yang sedikit didapatkan diduga karena faktor lingkungan yang kurang cocok dengan syarat tumbuh dari jenis tersebut.

Fomitopsis pinicola memiliki nilai INP tertinggi pada trail 11 adalah 28,56%.

Keadaan ini sama dengan keadaan pada trail 4. Hal ini kemungkinan karena keadaan lingkungan yang hampir sama, baik untuk suhu udara, suhu tanah, kelembaban, intensitas cahaya dan ketinggian lokasinya. Hygrocybe acutoconia memiliki nilai INP terendah pada trail 11 dengan 4,52%. Menurut Pramono (1992), pertumbuhan selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh interaksinya dengan lingkungan. Pengaruh lingkungan terdiri dari faktor tanah, iklim, mikroorganisme, kompetisi dengan organisme lain. Lebih lanjut Daniel,et al., (1992), menambahkan bahwa pertumbuhan juga dipengaruhi oleh zat-zat organik yang tersedia, kelembaban, sinar matahari, tersedianya air dalam tanah dan proses fisiologi individu itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara

Auricularia polytrica memiliki nilai INP yang tertinggi pada trail 1-2 dengan nilai 15,76%, sedangkan jenis dengan nilai INP yang terendah adalah Heterobasidion annosum, Lactarius pubescens, Marasmius hematocephalus, Mycena lilacifolia,

Mycena sp. dan Poliporus badius dengan 2,71%. Hal ini menandakan bahwa jenis

Auricularia polytrica memiliki toleransi yang tinggi terhadap faktor pembatas tertentu terhadap lingkungan. Menurut Jonathan, et al., (2009)., bahwa Auricularia polytricha tersebar luas di belahan bumi daerah tropis dan sub tropis, tumbuh subur saat musim hujan dan tumbuh di kayu lapuk. Curah hujan yang relatif tinggi dan merata sepanjang tahun di lokasi penelitian membuat spesies ini tumbuh cukup baik dan dominan di trail 1-2. Irwan (1992), menyatakan bahwa faktor yang mula-mula menghentikan pertumbuhan dan penyebaran dari organisme disebut faktor pembatas.

Untuk dapat bertahan hidup dalam keadaan tertentu, suatu organisme harus memiliki bahan-bahan yang penting seperti untuk pertumbuhan dan perkembangan biakan.

Kehadiran dan keberhasilan organisme tergantung kepada lengkapnya kebutuhan yang diperlukan, termasuk unsur-unsur lingkungan yang kompleks (suhu, kelembaban, cahaya).

INP total pada lokasi penelitian berkisar antara 0,87% - 11,61%. Jenis dengan

INP tertinggi adalah Ganoderma applanatum 11,61% sedangkan jenis dengan INP terendah adalah Heterobasidium annosum , Marasmius.sp, Peziza.sp, Russula mairei,

Russula.sp, Russula subnigricans, dengan INP 0,87%. Hal ini menunjukkan bahwa

Ganoderma applanatum merupakan jenis yang dominan yang memiliki adaptasi, kesesuaian paling baik dengan lingkungan pada daerah Ekowisata Bukit Lawang.

Universitas Sumatera Utara

Ganoderma aplanatum dapat menjadi spesies yang dominan di kawasan penelitian sesuai dengan sifat jamur ini yang mampu memproduksi spora dalam jangka waktu yang lama sampai beberapa bulan serta tubuh buah yang perennial (menahun).

Menurut Bullet (1922) dalam Vijay, et al., (1991) melaporkan bahwa Ganoderma aplanatum dapat menghasilkan dan melepaskan spora selama enam bulan setiap tahunnya. Tubuh buah yang perennial dapat bertahan hingga tiga tahun atau lebih lama.

Tabel 4.3. Faktor Fisik dan Kimia Lingkungan di Ekowisata Bukit Lawang

Trail 1 Trail 2 Trail 4 Trail 11 Trail 1-2 Rata-rata temperatur udara 27 28 26 27 26 27 kelembaban 87 86 88 87 91 88 penetrasi cahaya 426 551 562 415 443 479 pH substrat 6,5 6,7 6,7 6,4 6,7 6,6

Dari Tabel 4.3. di atas dapat kita lihat bahwa temperatur udara rata-rata yang tercatat selama penelitian adalah 27oC . Menurut Carlile dan Watkinson (1994), suhu maksimum untuk kebanyakan jamur berkisar antara 30oC sampai 40oC dan optimalnya pada suhu 20oC sampai 30oC, jamur-jamur kelompok Agaricales seperti

Pleurotus sp. tumbuh optimal pada suhu 22oC (Kaneko dan Sagara, 2001).

Sementara jamur-jamur jenis Coprinus sp. tumbuh optimal pada kisaran suhu 25oC sampai 28oC (Kitamoto,et al., 1999).

Variasi suhu dan kelembaban yang terdapat pada lokasi ini merupakan salah satu penyebab dari tingginya jumlah jenis yang ditemukan. Hal ini dikarenakan curah

Universitas Sumatera Utara

hujan yang cukup tinggi selama jalannya penelitian. Curah hujan tinggi ini merupakan salah satu ciri dari hutan hujan tropis (Barnes,et al., 1998).

Banyaknya jamur yang tumbuh di hutan Bukit Lawang juga didukung oleh faktor pH. Nilai pH yang diukur sebagai parameter pengamatan adalah pH tanah atau substrat tempat tumbuhnya jamur. Selama penelitian pH rata-rata tercatat adalah 6,6

(Tabel 4.3.). Ini mengindikasikan bahwa tanah di lokasi penelitian cenderung asam dan keadaan ini sangat sesuai untuk kehidupan jamur. Menurut Barnes,et al., (1998), jamur yang tumbuh di lantai hutan umumnya pada kisaran pH 4–9, dan optimumnya pada pH 5–6 (Carlile dan Watkinson, 1994). Konsentrasi ion hydrogen (pH) pada substrat bisa mempengaruhi pertumbuhan meskipun tidak langsung tetapi berpengaruh terhadap ketersediaan nutrisi yang dibutuhkan atau beraksi langsung pada permukaan sel. Hal ini memungkinkan nutrisi yang diperlukan jamur untuk tumbuh dengan baik cukup tersedia. Kebanyakan jamur tumbuh dengan baik pada pH yang asam sampai netral (Carlile dan Watkinson, 1994).

4.3. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Kemerataan (E)

Indeks keanekaragaman jenis berfungsi untuk menunjukkan keanekaragaman jenis dalam suatu daerah tertentu atau sebagai jumlah jenis di antara jumlah total individu seluruh jenis yang ada. Indeks kemerataan digunakan untuk mengetahui penyebaran suatu jenis pada daerah tertentu. Michael (1994), mengemukakan bahwa keanekaragaman jenis juga sangat penting dalam menentukan batas kerusakan yang dilakukan terhadap sistem alam oleh campur tangan manusia atau alam itu sendiri.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan analisis data yang dilakukan, indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan jamur makroskopis di daerah ekowisata Bukit Lawang dapat dilihat pada tabel (Tabel 4.4.) di bawah ini.

Tabel 4.4. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Indeks Kemerataan (E)

1 2 4 11 1-2 Seluruh Lokasi H’ 2,732 2,05 2,243 2,333 2,842 3,645 E 0,820 0,695 0,749 0,807 0,7991 0,825

Dari Tabel 4.4. dapat kita lihat bahwa trail 1-2 memiliki nilai indeks keanekaragaman tertinggi yaitu 2,842, dan terendah pada trail 2 dengan nilai indeks keanekaragaman 2,05. Indeks keanekaragaman pada seluruh kawasan penelitian adalah 3,645.

Odum (1993) menyatakan bahwa semakin banyak jumlah jenis, maka semakin tinggi keanekaragamannya. Sebaliknya, bila nilainya kecil maka komunitas tersebut didominasi oleh satu atau sedikit jenis. Keanekaragaman jenis juga dipengaruhi oleh pembagian penyebaran individu dalam tiap jenisnya, tetapi bila penyebaran individu tidak merata maka keanekaragaman jenis dinilai rendah.

Menurut Smith (1992), keanekaragaman jenis di dalam dan diantara berbagai komunitas melibatkan 3 komponen yaitu ruang, waktu, dan makanan.

Dari tabel 4.4. juga dapat dilihat nilai Indeks Kemerataan. Nilai indeks kemerataan tertinggi pada trail 1. Hal ini menunjukkan bahwa kemerataan jenis pada trail 1 lebih tinggi dibandingkan trail yang lainnya. Indeks kemerataan pada kawasan

Universitas Sumatera Utara

penelitian adalah 0,825, tergolong tinggi. Menurut Krebs (1985), kemerataan dikatakan rendah apabila 0

4.4. Indeks Similaritas (IS)

Dari analisis data yang telah dilakukan antara komunitas di trail 1, trail 2, trail

4, trail 11 dan trail 1-2 maka diperoleh nilai Indeks Similaritas seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.5. Nilai Indeks Similaritas

Trail 1 Trail 2 Trail 4 Trail 11 Trail 1-2 Trail 1 - 14,80% 14,63% 29,20% 20,89% Trail 2 - - 9,53% 13,68% 12,78% Trail 4 - - - 26,41% 22,00% Trail 11 - - - - 23,78% Trail 1-2 - - - - -

Dari Tabel 4.5. dapat kita lihat bahwa nilai IS pada lokasi penelitian berkisar antara 9,53% - 29,20%. Trail yang memiliki nilai IS tertinggi adalah antara trail 1 dan trail 11 yaitu 29,20%, sedangkan lokasi dengan nilai IS terendah adalah antara trail 2 dan trail 4 yaitu 9,53%. Hal ini menandakan bahwa tingkat kesamaan jenis antara trail

1 dan trail 11 lebih tinggi jika dibandingkan dengan trail yang lain. Menurut

Indriyanto (2006), Indeks Similaritas (IS) diperlukan untuk mengetahui tingkat kesamaan antara beberapa tegakan, antara unit sampling atau beberapa komunitas yang dipelajari dan dibandingkan. Ditambahkan oleh Krebs (1985), Indeks Kesamaan berguna untuk mengetahui seberapa besar kesamaan organisme yang dapat hidup di

Universitas Sumatera Utara

dua tempat yang berbeda, dan juga dapat digunakan untuk mengetahui penyebarannya. Semakin besar IS maka jenis yang sama pada lokasi yang berbeda semakin banyak.

Kesamaan jenis pada 2 lokasi pengamatan sangat rendah karena tidak mencapai 50%. Nilai IS yang rendah ini menunjukkan bahwa jamur antara lokasi yang satu dengan yang lainnya sangat tidak mirip. Hal ini sesuai dengan pengelompokan nilai IS oleh Suin (2002), sebagai berikut: a. Kesamaan ≤ 25% : sangat tidak mirip b. Kesamaan 25%-50% : tidak mirip c. Kesamaan 50%-75% : mirip d. Kesamaan ≥ 75% : sangat mirip

Ketidakmiripan antar lokasi ini berhubungan dengan kondisi kemiringan dan ketinggian dpl. Lokasi penelitian berada pada ketinggian 280 – 360 m dpl, lokasi trail

1-2 pada posisi terendah yaitu 280 – 310 m dpl dengan sedikit kemiringan dan serasah, humus relatif tebal juga dekat dengan aliran sungai, sehingga kelembaban merata relatif tinggi setiap saat yang mendukung pertumbuhan jamur yang dapat tumbuh di tanah, serasah dan kayu. Trail 1, 2, 11 berada pada ketinggian 300 -330 m dpl dengan kemiringan lebih besar dari trail 1-2, dan trail 4 berada pada ketinggian

340 – 360 m dpl dengan kemiringan lebih besar lagi dari trail 1, 2, 11 dan serasah lebih sedikit, sehingga lebih banyak dijumpai jenis jamur yang hidup pada kayu seperti Fomitopsis, Fomes, dan Collybia. Ketebalan serasah/humus pada setiap trail dapat dilihat pada tabel 4.6.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.6. Ketebalan Serasah Pada Setiap Trail

Trail 1 Trail 2 Trail 4 Trail 11 Trail 1-2 Rata-rata 3.5 cm 3.8 cm 1.5 cm 3.6 cm 6.3 cm 3.7 cm

4.5. Tempat Hidup Jamur Makroskopis

Dari 83 jenis jamur makroskopis yang diperoleh, sebagian besar hidup pada kayu lapuk. Tempat hidup lainnya serasah, tanah dan kayu hidup. Tempat hidup seluruh spesies jamur yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 4.7. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa kayu menjadi tempat hidup paling banyak pada lokasi penelitian, ditemukan 46 spesies (55,42%) jamur makroskopis yang hidup hanya di kayu lapuk, hidup hanya di serasah 7 spesies (8,43%) jamur makroskopis dan di tanah 9 spesies

(10,84%). Beberapa spesies dapat hidup lebih dari satu tempat antara lain : kayu lapuk, serasah, dan tanah ada 5 spesies (6,02%), kayu lapuk dan kayu hidup ada 8 spesies (9,63%), kayu lapuk dan serasah ada 2 spesies (2,4%), kayu lapuk dan tanah ada 1 spesies (1,2%), serasah dan tanah ada 5 spesies (6,02%).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.7. Tempat Hidup Jamur Makroskopis

Tempat Hidup Jamur No Jenis Kayu Lapuk Kayu Hidup Serasah/humus Tanah

1. 1. Peziza sp. - - + + 2. Daldinia grandis + - - - 3. Hypoxylon fragiformae + - - - 4. Xylaria polymorpha + - + + 5. Xylaria sp. + - - - 2. 6. Suillus lakei - - - + 7. Suillus sp. - - - + 8. Crepidotus herbarum + - - - 9. Crepidotus variabilis + - - - 10. Hebeloma sp. - - - + 11. Entoloma sinuatum - - - + 12. Hydnellum sp. + - - - 13.Hydnellum scrobilatum + - - - 14. Hygrocybe acutoconia - - - + 15. Hygrocybe miniata + - + + 16. Lepiota procera - - - + 17. Lepiota atrodisca + - + + 18. Lepiota flammeatincta + - + + 19. Lepiota naucina - - + + 20. Lepiota cristata + - + + 21. Lactarius pubescens - - + + 22. Russula mairei - - - + 23. Russula sp. - - + - 24. Russula subnigricans - - - + 25. Pholiota squarrosoides + - + - 26. Pholiota mutabilis + - - - 27. Calocybe ionides - - + + 28. Clytocybe sp. + - - - 29. Collybia acervata + - - - 30. Collybia butyracea + - + - 31. Collybia cirrhata - - + - 32. Collybia confluens - - - + 33. Marasmiellus candidus + - - - 34. Marasmiellus foetidus + - - - - 35. Marasmius candidus + - -

Universitas Sumatera Utara

Tempat Hidup Jamur No Jenis Kayu Lapuk Kayu Hidup Serasah/humus Tanah

36. Marasmius copelandi - - + - 37.Marasmius haematocephalus - - + - 38. Marasmius ramealis + - - - 39. Marasmius sp. + - - - 40. Mycena acicula - - + - 41. Mycena clavularis + - - - 42. Mycena lilacifolia + - - - 43. Mycena sp. - - + + 44. Mycena strobilinoides - - + - 45. Panus sp. + - - - 46. Tricholoma sp. + - - - 47. Xeromphalina campanella + - - - 48. Cantharella cornucopioides - - + - 49. Clavulina cristata + - - + 50. Sparassis radicata + - - - 51. Coltricia cinnamomea + - - - 52. Coltricia perennis + - - - 53. Coriolopsis occidentalis + - - - 54. Daedalea quercina + + - - 55. Daedalopsis confragosa + - - - 56. Daedinella sp. + - - - 57. Fomes fomentarius + + - - 58. Fomes lignosus + + - - 59. Fomitopsis cajanderi + - - - 60. Fomitopsis pinicola + + - - 61. Ganoderma applanatum + + - - 62. Ganoderma sp. + + - - 63. Heterobasidion annosum + + - - 64. Microporellus dealbatus + - - - 65. Piptoporus betulinus + - - - 66. Polyporus arcularius + - - - 67. Polyporus badius + - - - 68. Polyporus dermoporus + - - - 69. Polyporus sp. + - - - 70. Polyporus varius + - - - 71. Pycnoporus cinnabarius + - - - - 72. Trametes corrugate + - -

Universitas Sumatera Utara

Tempat Hidup Jamur No Jenis Kayu Lapuk Kayu Hidup Serasah/humus Tanah

73. Trametes hirsute + - - - 74. Trametes versicolor + + - - 75. Tyromyces amarus + - - - 76. Stereum hirsutum + - - - 77. Stereum sp. + - - - 78. Stereum ostreum + - - - 79. Auricularia polytrica + - - - 80. Auricularia auricular + - - - 81. Calocera cornea + - - - 82. Lycoperdon sp. + - - - 83. Tulostoma sp. + - - -

KETERANGAN : + : ditemukan - : tidak ditemukan

Dari data pada tabel 4.7. dapat dinyatakan bahwa di lokasi penelitian tempat jamur makroskopis yang dominan adalah kayu lapuk. Menurut Garraway (1984) jamur mampu mengekskresikan beberapa enzym ke lingkungan yang menguraikan karbohidrat kompleks, antara lain cellulase, amilase, pectinase, chitinase, dextranase, xylanase. Cellulosa adalah polisakarida utama di dalam jaringan tumbuhan yang menjadi sumber karbon potensial bagi tumbuhan. Fungi kayu atau jamur kayu (wood fungi) mempunyai aktivitas seluloitik yang sangat kuat, bisa hidup pada kayu hidup maupun kayu lapuk. Sebagian besar diantaranya tergolong ke dalam Basidiomycota

(Alexopoulus,et al., 1996; Carlile dan Watkinson, 1994). Menurut Carlile dan

Watkinson (1994) dalam Gandjar ,et al., (2006), ada Ascomycetes yang hanya bisa tumbuh pada kayu untuk mendapatkan nutrien. Fungi kayu terutama mendegradasi lignin dan selulosa. Kayu terbentuk oleh lignin, selulosa dan hemiselulosa.

Universitas Sumatera Utara

Hemiselulosa rantainya pendek dibandingkan selulosa dan merupakan polimer campuran dari berbagai senyawa gula, seperti xylosa, manosa, arabinosa, dan galaktosa.

4.6. Analisis Korelasi Antara Faktor Fisik dan Keanekaragaman Jenis

Berdasarkan pengukuran faktor fisik lingkungan yang telah dilakukan pada setiap lokasi penelitian, dan dikorelasikan dengan Indeks Keanekaragaman (H’), maka diperoleh nilai Indeks Korelasi seperti pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Analisis Korelasi Antara Faktor Fisik dan Keanekaragaman Jenis

Korelasi Pearson Kelembaban Udara Suhu Udara Intensitas Cahaya pH

H’ 0,698 - 0,528 - 0,707 - 0,137

Keterangan:

Nilai + = Arah Korelasi Searah

Nilai - = Arah Korelasi Berlawanan

Tanda ** = Berpengarauh sangat nyata

Dari Tabel 4.8. dapat dilihat bahwa hasil uji analisa korelasi Pearson antara beberapa faktor fisik kimia lingkungan berbeda tingkat korelasi dan arah korelasinya dengan indeks Keanekaragaman (H’). Nilai positif (+) menunjukkan semakin besar nilai faktor fisik kimia maka nilai indeks keanekaragaman akan semakin besar pula, begitu juga sebaliknya, sedangkan nilai negatif (-) menunjukkan hubungan yang berbanding terbalik antara nilai faktor fisik lingkungan dengan nilai H’, artinya semakin besar nilai faktor fisik kimia lingkungan maka nilai H’ akan semakin kecil,

Universitas Sumatera Utara

begitu juga sebaliknya, jika semakin kecil nilai faktor fisik kimia maka nilai H’ akan semakin besar.

Kelembaban rata-rata yang terdata selama penelitian adalah 88%. Menurut

Santoso, et al., (1999) pertumbuhan jamur memerlukan kelembaban 70-80% dan menurut Deacon (1984) pertumbuhan jamur dapat berlangsung dengan kelembaban minimal 70%. Dari data ini menunjukkan bahwa kelembaban berkorelasi searah atau nilai positif dengan keanekaragaman jenis jamur sesuai dengan Tabel 4.8., korelasi antara kelembaban dengan keanekaragaman jenis.

Suhu lingkungan (udara) yang terdata selama penelitian rata-rata 27°C.

Menurut Garraway dan Evans (1984) jamur makro memerlukan suhu diatas 20°C dan menurut Deacon (1984), suhu optimum untuk pertumbuhan jamur 25-35°C. Kondisi suhu berhubungan dengan kelembaban, bila suhu semakin tinggi akan menyebabkan penguapan semakin besar sehingga kelembaban menurun. Bila kelembaban menurun akan menurunkan kemampuan pertumbuhan jamur yang selanjutnya menurunkan keanekaragaman jenis, sesuai dengan Tabel 4.8. tentang korelasi suhu udara dengan keanekaragaman yang bernilai negatif (arah korelasi berlawanan).

Korelasi antara cahaya dengan keanekaragaman jenis bernilai negatif atau korelasi berlawan, semakin besar cahaya, indeks keanekaragaman semakin kecil.

Korelasi antara pH dengan keanekaragaman jenis bernilai negatif, semakin besar pH, nilai indeks keanekaragaman semakin kecil.

Universitas Sumatera Utara

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan tentang keanekaragaman jamur makroskopis di kawasan Ekowisata Pusat Rehabilitasi Orang Utan Bahorok Bukit

Lawang, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Ditemukan 83 jenis jamur makroskopis yang termasuk dalam 2 kelas, 8 ordo, dan

19 famili.

2. Jamur makroskopis yang dominan pada trail 1 adalah Ganoderma applanatum,

pada trail 2 Hypoxylon fragiformae, pada trail 4 Fomitopsis pinicola, pada trail 11

Fomitopsis pinicola, dan pada trail 1-2 Auricularia polytricia. Jamur makroskopis

yang dominan pada daerah Ekowisata Bukit Lawang adalah Ganoderma

applanatum.

3. Indeks keanekaragaman jamur makroskopis pada lokasi penelitian adalah 3,645

dan indeks kemerataan 0,825

4. Indeks kesamaan jamur makroskopis antar lokasi hanya berkisar 9,53% - 29,20%

termasuk kategori tidak mirip.

5. Faktor fisik-kimia menunjukkan bahwa kelembaban, berkorelasi positif (searah)

dengan nilai indeks keanekaragaman, sedangkan suhu udara, intensitas cahaya

dan pH tanah/substrat berkorelasi negatif (berlawanan) dengan nilai indeks

keanekaragaman.

Universitas Sumatera Utara

5.2. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang keterkaitan antara keanekaragaman

jamur makroskopis dengan faktor biotik dan abiotik pada kawasan Ekowisata

Bukit Lawang Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui fenologi jamur dalam kurun waktu 1 tahun dengan variasi

iklim perlu diteliti pada bulan-bulan berikutnya.

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR PUSTAKA

Alexopoulus, C. J., dan Mims, C.W. 1979. Introductory Mycology. John Wiley & Sons. New York

Alexopoulus, C. J., Mims, C.W., dan Blackwell, M. 1996. Introductory Mycology. 4th ed. John Wiley & Sons, Inc. New York.

Arief, A. 2001. Hutan : Hakikat dan kehutanan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Arora, D. 1986. Mushrooms Demystified. Ten Speed Press. California, USA.

Barnes, B. V., Zak, D. R., Denton, S. R., dan Spurr, S. H. 1997. Forest Ecology. Fourt Edition. John wiley & Sons Inc. New York.

Bold, H. C., Constantine, J. A., dan Theodore, D. 1987. Morphology of Plants and Fungi. Harper dan Row. Publishers. New York.

Brundrett, M. N., Bougher., Dell, B., Grove, T., dan Malajczvk, N. 1996. Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. ACIAR Monograph. Australian Center for International Agricultural Research, Canberra.

Buller, A. H. R. 1992. Researches on Fungi. vol.11. Longman. London. http : // pdt serve. Informaworld. com/ 881992_914364860. pdt Diakses. a Agustus 2010

Carlile, M. J., dan Watkitson, S. J. 1994. The Fungi. Academi Press Harcout Brase & Company Publishers. London.

Daniel, T. W., Helms, J. A., dan Baker, F. S. 1992. Prinsip-prinsip Silvinatural. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Deacon, J. W. 1988. Introduction to Modern Mycology. Blackwell Scientific Publictions. California, USA.

Dephut. 1999. Penjelasan Atas Undang-undang Rep Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. http : // ppkh. Dephut. go .id/ download / Penjelasan Atas UU No.41 Th. 1999. pdt. Diakses 1 Agustus 2010

Dwidjoseputro, O. 1978. Pengantar Mikologi. Penerbit Alumni. Bandung.

Universitas Sumatera Utara

Ewusie, J. Y. 1990. Ekologi Tropika. Bandung : Penerbit ITB.

Galleymore, H. B. 1949. The Development of Fructifications of Lentinus tuberregium Fries in Culture. Trans Brit. Mycol. Soc.

Gandjar, I., Sjamsuridzal, W., dan Oetari, A. 2006. Mikologi Dasar dan Terapan. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Garraway, M. D., dan Robert, C. E. 1984. Fungal Nutrition and Physiology. John Wiley & Sons, Inc. New York.

Hawksworth, D. L. 1991. The Fungal Dimension Biodiversity : Magnitude Significance, and Conservation. Mycological Research.

Hudler, G. W. 1998. Magical Mushroom, mischievous moulds. Princeton University Press. USA.

Hogberg, N., Holdenrieder, D., dan Senlid, J. 1999. Population structure of The Wood Decay Fungus Fomitopsis pinicola. Swedish University of Agricultural Sciences . Departement of Forest Mycology. Sweden. http : // www. natuge. Com/ hdy / jaurnal/ v83/ n3/ full / 6885970 a html. Diakses 4 Agustus 2010

Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. PT Bumi Aksara. Jakarta.

Ihsan, M. 2008. Struktur dan Komposisi Vegetasi Pohon dan Belta Hutan Pegunungan Bawah Gunung Sinabung Kabupaten Karo. Skripsi Sarjana Biologi. Medan: Universitas Sumatera Utara

Irwan, Z. D. 1992. Prinsip-Prinsip Ekolgi dan Organisasi Ekosistem komunitas dan Lingkungan. Jakarta : Penerbit Bumi Aksara.

Jin, L. S. 2000. Ganotherapy : Raja Herbal yang Ajaib. Jakarta.

Jonathan, S. G., Bowo, D. D. S., Adejove, D. O., dan Briyai, O. F. Studies on Biomass Production in Auricularia polytricha. Collected from Willbelforce Island. Bayelsa State. Nigeria. 2009. http : // findarticles. com/ p/ articles/ mi 7109/ is 1/6 ai n 28552263 ? Tag = contect ; col 1. Diakses 4 Agustus 2010

Kaneko, A., dan Sagara, N. 2001. Response of Lignicolous Agaric Fruit-Bodies to Light and Gravity : a Study to Overview The Fruit-Body Development in Hymenomycetes. Journal of Mycoscience. Volume 42.pp : 302

Universitas Sumatera Utara

Kibby, G. 1992. American Nature’s guide Mushroom and Other Fungi. Smith- Mark publishers, Inc. New York.

Kitamoto, Y., Akita, K., dan Horikoshi, T. 1999. Effects of High –Temperature Treatment on Two Essential Light Process and Intervenig Dark Process in Photoinduced Pileus Primordium Formation of Basidiomycete, Flafolus arcularius. Journal of Mycoscience, 40 : 103-108

Krebs, C. J. 1985. Ecology : The Experimental Analysis of Distribution and Abundance. Third Edition. Harper & Row Publishers Inc. New York.

Kusmana, C. dan Istomo. 1995. Ekologi Hutan. Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan IPB.

Landecker, E. M. 1982. Fundamentals of The Fungi. Prentice Hall Inc. New Jersey.

Liu, G. T. 1993. Pharmacology and Clinical Uses of Ganoderma. The Chinese University Press. Hongkong.

Mc. Kane, L. 1996. Microbiologi Applied & Practice. Mc-Graw. Hill Book Company. New York.

Michael, P. 1994. Metode Ekologi untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium. Terjemahan Yanti R. Koestoer. Yogyakarta: UI Pres

Mounce, I. 1929. Studies in Forest Pathology. II. The Biology of Fomes pinicola (Fx) cooke. Dominion. Can. Dept. Agric. Bull. III (NS). http : // www. nature. com/ hdy/ journal/ v 83/n3/ full/ 6885970 a. Diakses 4 Agustus 2010

Nugroho, R. P. 2004. Inventarisasi Jamur Makroskopis di Kawasan Taman Wisata Alam Sibolangit Kabupaten Deli Serdang Sumatera Utara. Skripsi Program Studi Biologi FMIPA USU.

Nurtjahya, K., dan Widhiastuti, R. 2009. Biodiversitas Cendawan Taman Wisata Sibolangit dan Sicikehcikeh Sumut. USU Press.

Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Terjemahan oleh Tjahjono Samingan dari buku Fundamentals of Ecology: Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Paccioni, G. 1984. Guide to Mushroom. Arnaldo Mondadori Editore. Milano.

Universitas Sumatera Utara

Pardjimo dan Hardi, S. 2008. Jamur Ling Zhi. PT Agromedia Pustaka. Jakarta Selatan.

Pramono, H. A. 1992. Tataguna Lahan dan Deforestasi di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Purdy, L. H. 1956. Factors Affecting Apothecial Formation by Sclerotinia sclerotiorum. Phytopathology 46 : 409 - 410

Resosoedarmo, S., Kartawinata, K., dan Soegiarto, A. 1989. Pengantar Ekologi. Bandung: Penerbit Remadja Karya.

Rifai, M. A. 1995. The Biodiversity of Indonesian Microbial Diversity. Regional Workshop on Culture Collection of Microorganism in South Asia. Gadjah Mada University Yogyakarta.

Rivarden, L., dan Gillberstsson, R. L. 1993. European polypores. Synopsis Fungorum Fungiflora. Oslo. Norway. http : // www. nature. com / hdy / journal / v 83 / n3 / full / 6885970a. Diakses 4 Agustus 2010

Santoso, I., Gandjar, I., dan Sembiring, R. D. 1999. Xerophillic Mould isolated Form Salted and Unsalted Dried Fish From Traditional Markets in Jakarta. Journal Indonesian Food and Nutrition Progress. 6(2) : 55-58

SK Menteri Kehutanan No. 276 / Kpts – VI / 1997. http : // www. dephut. go. id / Informasi/ Tn Indo – English/ tn_leuser. Htm. Diakses 27 Juli 2010

Sinaga, M. S. 2009. Jamur Merang dan Budidaya. Penebar Swadaya. Jakarta.

Smith, I. H., dan Webber, N. S. 1980. The Mushroom Field Guide. The University of Michigan Press.

Sofyan, M. Z. 1991. Analisis Vegetasi Pohon di Hutan Salogumo. Tesis Sarjana Biologi FMIPA UNAND. Padang (Tidak dipublikasi).

Suin, N. M. 2002. Metoda Ekologi. Universitas Andalas. Padang.

Sumatera Orangutan Society (SOS). 2009. Buku Saku Menuju Taman Nasional Gunung Leuser. Yayasan Orangutan Sumatera Utara.

Universitas Sumatera Utara

Vijay, H. M., Comtois, P., Sharma, R., dan Lemieux, R. 1991. Allergenic Components of Ganoderma apalanatum. University of Hlontreal Quebec Canada. http : // at serve. Informaworld. com/ 818992_914364860. pdt. Diakses 4 Agustus 2010.

WWF. Visitor Centre. 1989. Buku Informasi Mengenai Taman Nasional Gunung Leuser.

Zedan, H. 1992. The Economic Value of Microbial Diversity. IInd International Conference on Culture Collections. October, 12-16, Beijing. China.

Zoberi, M. H.1972. Tropical Macrofungi. The Macmillan Press Ltd. London and Basingstoke.

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 1. DESKRIPSI JAMUR MAKROSKOPIS (MACROFUNGI)

1. Auricularia auricula Deskripsi : Tubuh buah berukuran 6 hingga 10 cm, berbentuk seperti telinga, tidak bertangkai atau bertangkai pendek, elastis, transparan, dalam keadaan segar bertekstur seperti gelatin, berwarna coklat. Spora : berwarna putih, silindris, licin, berukuran 12-17 x 4-7 mikron. Edibilitas : Dapat dikonsumsi. Habitat : Kayu lapuk, hidup bergerombol terutama pada musim hujan

2. Auricularia polytricha Deskripsi : Tubuh buah berukuran 6 hingga 10 cm, berbentuk seperti telinga atau mangkuk, berwarna coklat tidak bertangkai atau bertangkai pendek, tekstur seperti gelatin atau karet dan lurus serta mudah patah jika kering. Spora : berwarna putih, silindris, licin, berukuran 12-17 x 4-7 mikron. Edibilitas : Dapat dikonsumsi. Habitat : Kayu lapuk, hidup bergerombol

3. Calocera cornea Deskripsi : Tubuh buah berukuran 1-1,5 cm, berbentuk silindris waktu muda dan pipih pada bagian ujung ketika dewasa, berwarna kuning dan elastis. Spora : berukuran 7-9 x 4-4,5 mikron, berwarna kuning kecoklatan, berbentuk elips dan permukaan licin. Edibilitas : Tidak bernilai karena ukuran tubuh buah kecil. Habitat : Kayu lapuk, soliter atau bergerombol pada tempat-tempat terbuka.

4. Calocybe ionides Deskripsi : Tudung berdiameter 3-6 cm, bentuk cembung hingga rata, warna violet, biru kecoklatan, semakin pucat pada saat tua. Gill berwarna putih, cnderung kuning muda melekat ke tangkai (adnate). Tangkai 3-6 cm, lebih besar pada bagian pangkal, permukaan berserat. Miselium berwarna putih. Spora : berukuran 5-6,5 x 2-3 mikron, warna putih, elips, dan licin. Edibilitas : Edibel. Habitat : Berkelompok pada serasah, tanah berumput

Universitas Sumatera Utara

5. Cantharella cornucopioides Deskripsi : Diameter tudung 2-8 cm, bagian dasar bentuk tabung, bagian atas seperti terompet, kutikula berwarna coklat gelap atau hitam. Gill / hymenium warna abu-abu muda dan nampak berkerut. Tinggi tangkai kira- kira 1,5 cm dan menyempit ke arah pangkal, kelihatan berserat. Spora berukuran 10-15 x 6-9 mikron, elips, putih, licin. Edibilitas : Edibel. Habitat : Pada serasah

6. Clytocybe sp. Deskripsi : Diameter tudung 2-10 cm, bentuk corong, permukaan kasar, warna kuning, abu-abu. Gill decurrent, warna kekuningan, tangkai 2-7 cm, central. Spora berwarna putih, coklat, kuning, permukaan ada yang licin atau kasar, umumnya tidak amyloid. Edibilitas : Edibel. Habitat : Tersebar, mengelompok pada kayu lapuk

7. Clavulina cristata Deskripsi : Tubuh bercabang dan sebagian tidak bercabang, tinggi 2-7 (12) cm, lebar 5 cm. Secara longitudinal permukaan cabang nampak berkerut, sebagian rata, bagian ujung cabang runcing atau bergigi dan melebar, warna putih, kadang abu-abu terang, kekuningan atau pink. Tangkai tipis dan putih. Spora berukuran 7-11 (14) x 6,5-10 (12) mikron, putih dan licin. Edibilitas : Dapat dikonsumsi. Habitat : Soliter hingga tersebar di tanah, kayu dan daerah berumput 8. Collybia acervata Deskripsi : Tudung berdiameter 1-4 (5) cm, cembung dan tepi bergelombang, permukaan tudung licin, warna coklat kemerahan pada kondisi segar, menjadi coklat kemerahan pucat pada tempat yang gelap dan tempat yang terang, tubuh buah tipis. Gills adnexed, berwarna putih hingga kemerahan/pink. Panjang tangkai 4012 cm, ketebalan 2-6 mm, bagian atas licin, dan bagian pangkal berambut. Spora berukuran 5-7 x 2-3 mikron, bentuk lonjong, tidak amyloid. Edibilitas : Dapat dimakan. Habitat : Kayu lapuk

Universitas Sumatera Utara

9. Collybia butyracea Deskripsi : Diameter tudung 5-8 cm, bentuk cembung, warna coklat kemerahan, abu-abu keunguan, cenderung kuning bila kering. Gill melekat ke tangkai. Tangkai 5-8 cm, bagian ujung menyempit, warna kuning, dan pada bagian dasar berwarna putih. Spora berukuran 6,5-8 x 3- 3,5 mikron, warna keputihan, krem. Edibilitas : Edibel. Habitat : Serasah, kayu

10. Collybia cirrhata Deskripsi : Diameter tudung 0,5-1 cm bentuk cembung hingga rata, bagian tengah sedikit cekung, warna coklat kemerahan di bagian tengah atau kuning tua. Gill berwarna putih, tersusun rapat, melekat ke tangkai dan akan lepas dari lantai bila sudah tua. Spora berukuran 4- 5 x 2 mikron, tangkai 2,5-5 cm, spora berwarna putih, memiliki bulu halus dan serbuk, elips, licin. Edibilitas : Tidak edibel. Habitat : Pada serasah

11. Collybia confluens Deskripsi : Diameter tudung 2-5cm, bentuk cembung atau sedikit unbonate, tapi tudung atau bergelombang, permukaan licin, hygrophanous, warna coklat kemerahan, bagian tengah tudung lebih gelap. Gill adnate, rapat, kadang bebas, berwarna keputihan. Tinggi tangkai 3-10 cm, liat warna dekat tudung lebih gelap coklat kemerahan. Spora berukuran 7-9 x 3-4 mikron, elips, licin, tidak emploid. Edibilitas : Edibel terbatas. Habitat : Mengelompok di tanah sekitar hutan 12. Coltricia cinnamomea Deskripsi : tudung berdiameter 5-7 cm, tekstur liat, berwarna coklat, kuning kecoklatan, coklat gelap, mengkilap dengan garis-garis konsentris, pada bagian tengah lengkung. Lapisan hemineum berwarna coklat dengan pori-pori. Panjang tangkai 1-5 cm, letaknya ditengah cap, berwarna coklat. Spora berukuran 6-10 x 4,5-7 mikron, coklat kekuningan, elips, dan licin. Edibilitas : Tidak dapat dikonsumsi karena tekstur liat dan keras. Habitat : Hidup soliter atau berkelompok pada kayu lapuk, humus

Universitas Sumatera Utara

13. Coltricia perennis Deskripsi : Tubuh buah datar atau berbentuk corong, tipis, tekstur seperti kulit, permukaannya seperti beludru, bergaris-garis konsentris, berwarna putih kecoklatan atau abu-abu ketika tubuh menjadi dewasa. Bagian tepi tubuh tipis dan bergelondong. Stipe pendek 1 hingga 3 cm, silindris. Permukaan bawah himenium berpori. Spora berukuran 5-10 x 3,5-6 mikron, kuning, elips, licin. Edibilitas : Tidak dapat dikonsumsi. Habitat : Tumbuh soliter atau bergerombol pada kayu lapuk 14. Coriolopsis occidentalis Deskripsi : Tubuh/Sphorophore tidak bertangkai (sessil) seperti gabus bentuk semisirkuler (dimidiate), panjang pilous 2-18 cm, lebar 1-10 cm. Permukaan memiliki garis-garis konsentris berwarna putih, kuning, kuning kecoklatan. Spora berukuran 6-7 x 2,5-3 mikron, permukaan hymen peroid berwarna putih ketika muda berubah jadi krem. Edibilitas : Tidak edibel. Habitat : Pada kayu lapuk jenis kayu keras

15. Crepidotus herbarum Deskripsi : tudung berdiameter 0,5 hingga 2 cm, berbentuk ginjal hingga bulat, berwarna putih, tipis. Lapisan himenium berwarna putih, Gill jarang, radial dari pangkal hingga ke tepi tudung. Tidak bertangkai atau rudimenter. Spora berukuran 6-8 x 3-4 mikron, kuning pucat, elips, licin. Edibel : Tidak diketahui. Habitat : Tersebar atau dalam kelompok pada ranting, kayu lapuk

16. Crepidotus variabilis Deskripsi : Tudung berdiameter 0,5 hingga 2 cm, berbentuk ginjal hingga bulat, berwarna cokelat muda. Lapisan himenium coklat kemerahan, gill jarang dari pangkal hingga ke tepi tudung. Tidak bertangkai atau rudimenter. Spora berukuran 5-7 mikron, berbentuk elips. Edibilitas : Tidak diketahui. Habitat : Tersebar atau berkelompok pada ranting/cabang yang lapuk.

Universitas Sumatera Utara

17. Daedalea quercina Deskripsi : Tubuh buah keras, kaku, seperti gabus dan tahan lama. Tubuh berdiameter 4-20 cm, tebal 1,5-8 cm, berbentuk kipas, cembung atau datar, permukaan kasar, berwarna putih, kecoklatan. Tubuh sangat liat dan keras. sebagian memiliki Gill yang rata-rata berwarna putih hingga kekuningan, coklat, Gill berupa tabung memiliki tebal kurang lebih 1 mm, gerak antara Gill 1 mm, panjang tabung Gill 0,5-3 cm. Tidak bertangkai atau rudimenter. Spora berukuran 5-7,5 x 2-3,5 mikron, putih, silindris hingga lonjong, licin. Edibilitas : Tidak dapat dikonsumsi. Habitat : Soliter, berkelompok pada kayu hidup dan kayu mati/lapuk 18. Daedalopsis confragosa Deksripsi : tubuh buah keras seperti gabus, kaku bila kering dan menahun. Diameter tudung (3)5-15(22) cm, bentuk kipas hingga setengah lingkaran, permukaan tudung kering, Tubuh berwarna putih hingga pink atau kecoklatan dan liat. Pori berdiameter 0,5-1,5 mm bentuk memanjang atau melingkar, sebagian membentuk Gill bergigi, berwarna putih hingga coklat, panjang saluran pori 1,5 cm. Tidak bertangkai. Spora berukuran 7-11 x 2-3 mikron berwarna putih, silindris, licin. Edibilitas : Tidak dapat dikonsumsi. Habitat : Soliter atau berkelompok pada kayu mati 19. Daedinella sp. Deskripsi : tubuh buah keras, kaku, diameter 4-20 cm, bentuk kipas, setengah lingkaran, warna coklat kekuningan saat muda menjadi coklat gelap saat tua, memiliki zona konsentris, batang pendek dan lateral. Spora berwarna putih, coklat, silindris, licin. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : soliter, mengelompok pada kayu lapuk.

20. Daldinia grandis Deskripsi : tubuh buah keras seperti kayu atau arang, berdiameter 1-6 cm, berbentuk bola lonjong, tidak bertangkai. Tubuh berwarna abu-abu hingga hitam keabu-abuan. Spora berukuran 14-17(27) x 6,5-11 mikron, berwarna coklat hingga hitam, lonjong dan licin. Edibilitas : Tidak dapat dikonsumsi. Habitat : Tersebar hingga mengelompok pada kayu mati, cabang

Universitas Sumatera Utara

21. Entoloma sinuatum Deskripsi : diameter tudung 6-20 cm, cembung hingga rata agak cekung. Warna bervariasi putih, abu, coklat, pink. Gill melekat ke tangkai (adnate) warna kuning pucat hingga merah muda kekuningan dan bentuk sinuate. Panjang tangkai 7-13 cm, pada umur tua batang melengkung dan bagian dasar lebih besar, warna putih. Spora berukuran 8-11 x 7-8 mikron. Edibilitas : beracun. Habitat : Mengelompok, tersebar di tanah

22. Fomes fomentarius Deskripsi : tubuh berstruktur keras seperti kayu, berbentuk keranjang bertingkat, tidak bertangkai dan sessil, diameter hingga 10 cm, berwarna putih atau keabu-abuan. Bagian bawah tubuh buah (himenium) berpori, warna coklat karat. Spora berukuran 5-7 x 4-6 mikron, bentuk ellip, licin. Edibilitas : Tidak dapat dikonsumsi. Habitat : Soliter atau berkelompok pada batang mati dan pohon hidup

23. Fomes lignosus Deskripsi : tubuh keras dan kaku, berukuran 4 hingga 24 cm, berbentuk keranjang, permukaan himenium berwarna oranye terang, ketika tubuh segar dan berwarna coklat kemerahan bila kering. Spora berukuran 5-10 x 3,5 x 4,6 mikron, berwarna coklat, elips. Edibilitas : Tidak dapat dikonsumsi. Habitat : Soliter atau berkelompok pada batang mati dan parasit pada akar dan batang tumbuhan

24. Fomitopsis cajanderi Deskripsi : tubuh buah keras seperti kayu, keras berbentuk papan dan kuku, tudung berdiameter 2,5- 10(13) cm dan tebal 8,3-2 cm, permukaan tudung berambut, berwarna merah pink hingga coklat pink, rambut berkurang pada spesies dewasa/tua. Tidak bertangkai. Spora berukuran 4-8 x 1,5-2,5 mikron, berwarna ptih, silindris dan licin. Edibilitas : Tidak dapat dikonsumsi. Habitat : Umumnya berkelompok pada kayu mati

Universitas Sumatera Utara

25. Fomitopsis pinicola Deskripsi : tubuh keras, tekstur berkayu, berwarna putih, kuning pucat atau ungu pucat. Tubuh berdiameter 5-40 (75) cm, tebal 3-22 cm, berbentuk kipas atau setengah lingkaran, kuning tua atau kemerahan dan berwarna coklat karat atau coklat kehitaman ke arah dasar cap. Tidak bertangkai, spora berukuran 5-8 x 3,5-5 mikron, berwarna putih, atau kuning pucat, bentuks spora silindris, elips dan licin. Edibilitas : Tidak edibel. Habitat : Soliter atau mengelompok pada kayu lapuk, tunggal kayu, kadang pada pohon hidup 26. Ganoderma applanatum Deskripsi : tubuh buah berdiameter 10-15 cm, tidak bertangkai (sessil) atau bertangkai, berbentuk kipas, bergaris konsentris saat masih muda, berwarna putih namun segera berubah menjadi kuning karat atau mengkilap,hitam ke-abu-abuan. Bagian tepi tubuh berwarna putih atau abu-abu. Bagian bawah tubuh berwarna putih dan berubah menjdi warna coklat bila digores/luka. Spora berukuran 9-13 x 6-9 mikron, coklat dan elips. Edibilitas : Tidak edibel. Habitat : Kayu lapuk, parasit pada pohon 27. Ganoderma sp. Deskripsi : tubuh (Carpophore) berdiameter 4-30 cm, bentuk seperti kipas, berkayu dengan garis-garis konsentrasi, permukaan kilat warna hitam atau kuning kemerahan, bagian tepi putih. Himenium berpori, warna putih hingga coklat muda atau kekuningan stipe lateral pendek dengan diameter 1-4 cm. Spora berukuran 3- 11x6-8 mikron, warna coklat muda, oval, permukaan berbintil-bintil. Edibilitas : Tidak edibel. Habitat : Kayu lapuk atau parasit pada pohon 28. Hebeloma sp. Deskripsi : Diameter tudung 3-11 cm, cembung hingga melebar, pada umur yang tua, bagian tepi dapat terangkat, permukaan lembab, licin, wrna keputihan hingga kekuningan, coklat abu-abu, dibagian tengah lebih gelap. Gill adnate, warna pucat ketika muda berubah coklat buram saat dewasa, bagian tepi dapat sedikit berlekuk. Tinggi tangkai 4-13 cm, warna putih, bagian ujung batang berserbuk. Spora berukuran 9-13x5- 7 mikron, elips, licin. Edibilitas : Tidak stabil, beracun. Habitat : Soliter, tersebar, mengelompok di tanah sekitar hutan atau lahan berumput.

Universitas Sumatera Utara

29. Heterobasidion annosum Deskripsi : ukuran carpophore 10-30 cm. Bentuk rak (bracket) sessil, warna coklat hingga kehitaman, cembung atau datar, permukaan tidak rata, seperti kulit keras, licin. Tubuh berwarna putih seperti gabus, hingga seperti kayu. Sporophore berwarna putih atau kekuningan. Spora berukuran 4.5-6x3,5-4,5 mikron. Edibilitas : Tidak edibel, keras. Habitat : Parasit pada kayu

30. Hydnellum sp. Deskripsi : Tubuh keras, tekstur berkayu, berwarna coklat kemerahan, bagian tepi tudung berwarna putih. Diameter tudung 3-10 cm, tidak bertangkai (sessil) bentuk kipas atau setengah lingkaran. Spora berwarna coklat atau putih, permukaan kasar. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : tersebar atau mengelompok pada kayu lapuk

31. Hydnellum scrobilatum Deskripsi : Diameter tudung 3-10 cm, bentuk tubuh yang tidak beraturan berupa tonjolan atau seperti paku tumpul dan bersambungan antara tonjolan yang satu dengan tonjolan yang lainnya, dapat juga berupa tonjolan yang tersusun yang radial. Tubuh berwarna putih, coklat muda. Panjang tangkai 1-4 cm, ketebalan 0,3-1,5 cm. Spora berukuran 4,5-5,5 (7)x3,5-5 mikron, lonjong, warna kecoklatan. Edibilitas : Tidak stabil. Habitat : Tersebar hingga bergerombol pada batang 32. Hygrocybe acutoconia Deskripsi : diameter tudung 2-7 (10) cm, bentuk kerucut waktu muda, melebar ketika dewasa,. Memiliki umbo, warna kuning hingga oranye (arah ke pusat tudung ). Gill adnexed, bebas warna kuning , berlilin. Tinggi batang 5- 8 (12) cm, memiliki garis-garis longitudinal, mudah robek / pecah, warna kuning, pada bagian dasar putih. Spora berukuran 9-15 x 5-9 mikron, elips, licin, kecil. Edibilitas : edibel Habitat : tersebar, mengelompok pada tanah di bawah pohon.

Universitas Sumatera Utara

33. Hygrocybe miniata Deskripsi : tudung berdiameter 1-4 cm, cembung, permukaan sedikit bersisik, warna merah terang, orange, kuning. Gill adnaxe hingga adnate ( melekat ke tangkai), lembut, wrna kemerahan, kuning. Panjnag tangkai 2-5 (8) cm, tebal 2-4 mm. Spora berukuran 6-10x4-6 mikron, berwarna putih, elips, licin. Edibilitas : Edibel. Habitat : Soliter, tersebar atau bergerombol di tanah dan kayu busuk

34. Hypoxylon fragiformae Deskripsi : bentuk butiran/ bulat berdiameter kira-kira 1 cm, tubuh keras, berwarna merah muda, kekuningan dan pada saat tua berwarna merah bata. Spora berukuran 11- 15x5-7 mikron, warna coklat gelap, kehitaman, licin. Edibilitas : Tidak edibel. Habitat : Mengelompok pada cabang, batang busuk

35. Lactarius pubescens Deskripsi : Tudung berdiameter 4-12 cm, convex, bagian tengah cekung, berwarna ornge pucat, merah bata, permukaan tudung berbulu. Gill berwarna kekuningan dan dekurent. Tubuh berwarna keputihan, bergetah, berbau tajam. Spora berukuran 7,5-10x 6-8 mikron, berwarna krem, elips, amyloid. Edibilitas : Tidak edibel. Habitat : Pada serasah, tanah

36. Lepiota procera Deskripsi : Diemeter tudung 7-25 cm, bentuk awal lonjong kemudian cembung, datar atau umbonate, permukaan kering, permukaan tudung awalnya licin kemudian bersisik, berwarna coklat, warna pada umbo lebih gelap. Gill bebas, warna putih ketika muda, berubah menjadi merah muda, coklat, bintik kecoklatan saat tua. Tinggi tangkai 12-40 cm, bagian dasar sedikit lebih besar, memiliki cincin di sebelah atas berwarna putih atau coklat. Spora berukuran 12-18x8-12 mikron, elips, licin. Edibilitas : Edibel. Habitat : Soliter, tersebar luas di tanah, padang rumput, pinggir hutan.

Universitas Sumatera Utara

37. Lepiota atrodisca Deskripsi : tudung berdiameter 1,5-5 (7,5) cm, bentuk cembung, hingga datar dan kadang tepi tudung terangkat (uplifted), permukaan kering, berwarna putih, abu-abu, abu-abu kehijauan, bagian tengah tudung lebih gelap, bersisik. Tinggi tangkai 2,5-10 cm, bagian dasar agar membesar, putih, memiliki ring sebelah atas atau tengah. Spora berukuran 6-8x3-5 mikron, putih, elips, licin. Edibilitas : tidak diketahui. Habitat : soliter, tersebar atau kelompok kecil di tanah, atau kayu lapuk. 38. Lepiota flammeatincta Deskripsi : tudung berdiamter 1,5-5 cm, permukaan dengan sisik warna merah kecoklatan, cembung ketika masih muda, kemudian mendatar saat dewasa. Gill berwarna putih. Panjang tangkai 3-10 cm dengan ukuran yang sama dari pangkal hingga ujung, berwarna di pangkal, putih di ujung. Spora berukuran 6-8 x 4-5 mikron, berwarna putih, ellip, licin. Edibilitas : tidak diketahui. Habitat : soliter atau berkelompok pada kayu lapuk dan humus 39. Lepiota naucina Deskripsi : tudung berukuran 5-10 cm, waktu muda berbentuk muda telur dan mendatar ketika dewasa. Permukaan tudung kering, putih dengan sisik kecil berwarna coklat kekuningan terutama pada bagian tengah. Gill berwarna putih berubah jadi abu-abu ketika dewasa. Tangkai lebih besar pada bagian pangkal. Spora berukuran 7-9 x 5-6 mikron, warna putih, oval dan licin. Edibilitas : edibel. Habitat : tanah berumput atau berhumus 40. Lepiota cristata Deskripsi : tudung berdiameter 1-2 cm, saat masih muda berbentuk lonceng dan mendatar saat dewasa dan sedikit cembung (ubonate) pada bagian tengah. Permukaan atas tudung berwarna putih dengan sisik berwarna kecoklatan terutama pada bagian tengah. Lapisan himenium berwarna putih. Tangkai berwarna putih, bersisik dan terdapat cincin (annulus). Spora berukuran 6-8 x 3-4 mikron, berwarna putih dan licin. Edibilitas : beracun. Habitat : soliter atau berkelompok pada kayu lapuk, humus

Universitas Sumatera Utara

41. Lycoperdon pyriforme Deskripsi : carpaphore 1-5 cm, peridium (kulit) berwarna putih hingga coklat ujung (apex) berwarna lebih gelap. Endoperidium berwarna kuning, membuka pada bagian apex. Spora berukuran 3-4 mikron, warna kuning kecoklatan, licin. Edibilitas : edibel saat muda. Habitat : pada kayu busuk, tersebar atau mengleompok

42. Marasmiellus candidus Deskripsi : tudung berukuran 0,6-2,5 cm, cembung dengan sedikit cekung ditengah, permukaan tudung kering, putih transparan. Tubh buah lunak. Gill berwarna putih, antara dua gill panjang yang adnate diantarai gill pendek. Tinggi tangkai 0,5-3 cm berwarna putih. Spora berukuran 10-15 x 3,5-6 mikron, warna putih, lonjong, licin. Edibilitas : tidak diketahui. Habitat : bergerombol pada ranting, kayu lapuk

43. Marasmius foetidus Deskripsi : tudung 1,5-4 cm, berwarna coklat, bentuk cembung hingga menjadi rata. Gill berwarna kemerahan, melekat ke tangkai (aduate) atau sedikit decurrent. Tangkai 1-4 cm, berwarna coklat hingga kehitaman. Spora berukuran 8-12 x 4-6 mikron, warna putih, ellip, licin. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : pada cabang kayu yang lapuk

44. Marasmius candidus Deskripsi : diameter tudung 0,5-2,5 cm, cembung, pada bagian tengah sedikit cekung, berwarna putih transparan. Gill berwarna putih, tersusun tidak padat, melekat dari tangkai ke cap (adnate). Tangkai ditengah tudung yang panjangnya 0,5-3 cm. Spora berukuran 10-15 x 3,5-6 mikron, berwarna putih, lonjong, licin. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : pada cabang kayu yang lapuk

Universitas Sumatera Utara

45. Marasmius copelandi Deskripsi : diameter tudung 0,5-2 cm, cembung hingga melebar, atau bagian tengah cekung, berkerut atau begaris-garis radial (striate), warna coklat terang hingga kekuningan kadang pucat hingga keputihan, beraroma bawang hingga sedikit tajam. Gill adnate dan berwarna seperti tudung. Tinggi tangkai 2-7 cm, bagian atas sedikit lebih tebal, berlubang berambut halus, warna coklat abu- abu hingga coklat kemerahan, bagian atas lebih pucat. Spora berukuran 12,5-16 x 3-4 mikron, bentuk biji, licin, amyloid. Edibilitas : edibel. Habitat : tersebar, mengelompok pada daun, serasah 46. Marasmius haematocephalus Deskripsi : Diameter tudung 1-5 cm, bentuk cembung, seperti payung, permukaan kering, berkerut, warna merah gelap. Gill adnate. Tinggi tangkai 2-7 cm, keras namun rapuh, berwarna hitam, hitam kemerahan. Spora berukuran 11-15x5-6,5 mikron, elips, licin, amyloid. Edibilitas : Tidak edibel. Habitat : Tersebar atau mengelompok pada serasah humus.

47. Marasmius ramealis Deskripsi : tudung berdiameter 0,6-1,5 cm hingga rata, dibagian tengah sedikit cekung, sedikit kasar, berwarna putih hingga kemerahan, Gill berwarna putih atau merah muda, krem. Tinggi tangkai 6-10 cm, berwarna putih, coklat kemerahan pada bagian dasar. Spora berukuran 8,5-10,5 x 3-4 mikron, putih, elips, licin. Edibilitas : terlalu kecil untuk dikonsumsi. Habitat : bergerombol pada cabang, kayu mati

48. Marasmius sp. Deskripsi : diameter tudung 1,5-4,5 cm, bentuk cembung, umblicate atau rata, licin atau berkerut, bergaris-garis dan transparan ketika masih segar, warna putih, abu-abu muda atau kuning muda, bagian tepi bergelombang, tipis, mudah patah. Gill adnate hingga sedikit decurent. Tinggi tangkai 3-7 cm, wrna seperti tudung. Spora berukuran 10-12 x 4-6 mikron, elips, licin, tidak amyloid. Edibilitas : tidak diketahui. Habitat : mengelompok pada cabang kayu lapuk terutama kayu pinus

Universitas Sumatera Utara

49. Microporellus dealbatus Deskripsi : diameter tudung 1-8 cm, cembung atau sedikit cembung warna coklat gelap, sedikit bersisik, tubuh tipis, keras. Tinggi tangkai 2-6 cm pada bagian pusat tudung, sedikit bersisik. Spora berukuran 7-11 x 2- 3 mikron, silindris, licin. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : soliter atau berkelompok pada kayu keras yang lapuk

50. Mycena acicula Deskripsi : diameter tudung 3-7 (10) mm, cembung atau bentuk lonceng, kadang agak melebar, berwarna merah hingga oranye terang atau kuning, semakin pucat dari tepi ke arah dalam. Gill adnate, warna oranye hingga kuning atau keputihan. Tinggi tangkai 1-7 cm, rapuh, dimeter 1mm, warna kuning, licin, bagian pangkal berbulu. Spora berukuran 9-11 x 3,5-4,5 mikron, putih, ellip, licin, tidak amyloid. Edibilitas : tidak diketahui. Habitat : soliter, tersebar, kelompok kecil di daun atau serasah

51. Mycena clavularis Deskripsi : diameter tabung 4-7 mm, bentuk cembung hingga seperti lonceng, permukaan tudung licin dengan garis-garis (striate) dari tengah ke pinggir, warna abu-abu atau coklat abu-abu. Gill berwarna putih atau abu-abu muda. Tinggi tangkai 0,5-2,5 cm, warna putih, licin, muda patah. Spora berukuran 8-10,5 mikron, bentuk ellip, licin, amyloid. Edibilitas : edibel. Habitat : tersebar, bergerombol pada kulit kayu mati atau hidup

52. Mycena lilacifolia Deskripsi : diameter tudung 0,8-2,5 cm, bentuk cembung, bagian tengah sedikit cekung, permukaan tudung lembab, transparan bergaris-garis, berwarna ungu hingga ke kuning muda, Gill langsung dari tangkai (decurent), warna sama dengan tudung. Tinggi tangkai 1- 4 cm, agak membesar di bagian dasar. Spora berukuran 6-7 x 3-3,5 mikron, warna putih, elips, licin, amyloid. Edibilitas : tidak diketahui. Habitat : soliter, tersebar, bergerombol pada kayu lapuk

Universitas Sumatera Utara

53. Mycena sp. Deskripsi : diameter tudung 1-5 cm, bentuk lonceng hingga sedikit cembung (umbonate), tepi tudung dapat terangkat pada saat tua, permukaan kering, warna coklat kemerahan hingga coklat terang. Gill melekat ke tangkai (adnate) atau bebas, warna coklat, panjang tangkai 2-8 cm. Spora berukuran 7-10 x 4-6 mikron, ellip, licin, tidak amyloid. Edibilitas : edibel. Habitat : bergerombol pada humus, serasah, padang rumput

54. Mycena strobilinoides Deskripsi : diameter tudung 1-2 cm, bentuk kerucut atau lonceng, permukaan licin, bergaris-garis radial, warna awalnya merah tua berubah menjadi oranye, kuning atau putih, pinggir tudung sering berlekuk. Gill adnate atau sedikit decurrent, warna kuning, hingga merah muda. Tinggi tangkai 3-6 cm, mudah patah, warna oranye hingga kuning. Spora berukuran 7-9 x 4-5 mikron, elips, licin, amyloid. Edibilitas : tidak diketahui. Habitat : tersebar hingga bergerombol di serasah terutama konifer 55. Panus sp. Deskripsi : tudung bentuk kipas atau cekungan lebar seperti terompet permukaan berbulu, Gill decurrent, warna putih, abu-abu atau coklat. Tangkai seperti tabung dengan bagian atas melebar (off-center to lateral), berbulu, warna seperti tudung. Spora berwarna putih, kuning pucat atau pink, licin tidak amyloid. Edibilitas : edibel, keras. Habitat : soliter, begerombol pada kayu busuk jenis keras atau pada tunggul kayu

56. Peziza sp. Deskripsi : diameter tubuh buah 0,5-5 cm, tertanam dalam tanah, sebagian di permukaan tanah, bentuk seperti mangkok dengan tepi yang menggulung (inrolled), warna permukaan luar putih hingga krem saat muda, kuning tua hingga kuning karat bila sudah tua dan berbulu. Tubuh rapuh, tidak bertangkai. Spora berukuran 10-17 x 9-14 mikron, elips, sedikit kasar. Edibilitas : tidak dikenal. Habitat : soliter, tersebar, bergerombol di tanah di bawah pohon

Universitas Sumatera Utara

57. Pholiota squarrosoides Deskripsi : diameter tudung 3-10 cm, berbentuk lonceng, saat muda dan datar saat dewasa dengan sedikit cembung (umbonate) pada bagian tengahnya, warna kekuningan, abu-abu, kuning pucat kecoklatan. Tinggi tangkai 4-10 cm, tertutup fisik warna seperti pada tudung. Spora berukuran 5,5-9 x 3,5-5 mikron, berwarna coklat karat, elips, licin. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : humus dan kayu lapuk

58. Pholiota mutabilis Deskripsi : diameter tudung 1,5-6 cm, bentuk melengkung hingga cembung, umbonate, permukaan licin, viscid, warna coklat buram hingga coklat oranye, coklat kemerahan. Gill melekat ke tangkai (adnate), warna pucat, coklat atau coklat kemerahan. Tinggi tangkai 3-10 cm, memiliki ring, putih diatas dan kecoklatan di bawah ring. Spora berukuran 5,5-7,5 x 3,5-5 mikron, elips, licin. Edibilitas : edibel (kurang baik). Habitat : mengelompok pada kayu log atau tunggul kayu, kadang pada tunggul kayu terbakar. 59. Piptoporus betulinus Deskripsi : diameter carpophore 4-20 cm, tebal hingga 6 cm, bentuk melingkar atau ginjal, warna pucat dan semakin gelap bila semakin tua, tertutup oleh sebaran pellikel yang licin, bagian pinggir tumpul. Sporophore warna putih ketika muda dan menjadi coklat muda atu coklat abu-au bila sudah tua. Tamgkai tidak ada, atau tangkai lateral yang pendek yag melekat ke tudung. Pora berkuran 3-6 x 1,5-2 mikron, bentuk silindris, licin. Edibilitas : edibel ketika muda. Habitat : soliter atau mengelompok pada kayu lapuk 60. Polyporus arcularius Deskripsi : diameter tudung 2-5 cm, bentuk cembung, umblicate, warna coklat, coklat abu-abu, tudung bersisik, bagian bawah tudung bertruktur tabung berwarna putih. Tinggi tangkai 1-2,5 cm, warna coklat abu-abu atau coklat kehitaman, tubuh seperti kulit. Spora berukuran 3 mikron, warna putih, licin. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : pada cabang lapuk

Universitas Sumatera Utara

61. Polyporus badius Deskripsi : tubuh buah berukuran besar bentuk corong, diameter hingga 18 cm, tekstur keras seperti kayu, warna putih terang, permukaan kering, bertangkai pendek (rudimeter). Lapisan himenium berpori warna putih. Spora berukuran 7-9 x 3-3,5 mikron, warna putih, silindris, licin. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : hidup soliter, bergerombol pada kayu lapuk

62. Polyporus dermoporus Deksripsi : tubuh buah keras, liat dan rapuh apabila kering. Memiliki batang sederhana/ pendek (stipitate). Diameter pileus 4-8 cm, bentuk kipas (habelliform). Permukaan licin. Permukaan himen berpori berwarna putih hingga krem. Spora berukuran 8-11 x 3-4 mikron, berwarna putih, silindris, licin. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : hidup pada cabang, kayu lapuk

63. Polyporus sp. Deskripsi : Tubuh buah keras, liat, diameter 4-8 cm, warna kecoklatan saat masih muda bagian tepi berwarna putih, pada saat dewasa warna putih hilang, memiliki zona konsentris. Tangkai pendek (stipitate). Spora putih, silindris, licin. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : Soliter atau mengelompok pada kayu lapuk

64. Polyporus varius Deskripsi : diameter tudung 1,5 – 7 cm, entuk lingkaran atau ginjal awalnya cembung., dan berubah menjadi cekung seperti vas bunga, permukaan licin dan bergaris- garis, warna coklat muda hingga kuning tua. Tubuh buah keras, warna putih hingga coklat kemerahan. Panjang tangkai 0,5 – 5 cm, central atau lateral. Spora berukuran 6,5-10 x 2,5-4 mikron, putih, silindris, licin. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : soliter atau beberapa pada kayu keras lapuk

Universitas Sumatera Utara

65. Pycnoporus cinnabarius Deskripsi : tubuh (carpophore) keras, kaku sessil. Diameter 2-12 cm, bentuk melingkar, memanjang atau seperti kipas, permukaan licin, berbulu, berkerut, warna oranye terang hingga oranye merah, dan semaik tua semakin pudar. Sporhore berwarna sama seperti permukaan. Spora berukuran 5-6 x 2-2,5 mikron, elips, licin. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : soliter atau bergerombol pada kayu lapuk yang keras

66. Russula mairei Deskripsi : diameter tudung 4-8 cm, bagian tengah cekung dan tepi bergaris-garis (striate), malengkung ke dalam, warna kemerahan terutama bagian tengah. Gill berwarna putih. Tangkai berwarna putih, rapuh. Spora berukuran 6-7,5 x 5,5 6,3 mikron, bentuk oval, permukaan berbintil, amyloid. Edibilitas : beracun. Habitat : di tanah , soliter

67. Russula sp. Deskripsi : diameter tudung 5-11 cm, bentuk cembung hingga rata dan agak cekung ketika tua, warna ungu pucat, kecoklatan dan lebih gelap pada bagian pusat. Gill adnate hingga adnexet, warna putih krem hingga kuning buram. Tinggi batang 3-12 cm, warna putih keabu-abuan atau merah anggur. Spora berukuran 8-10 x 6-8 mikron, warna kuning tua, lonjong, permukaan kasar (tonjolan seperti kerucut), amyloid. Edibilitas : edibel. Habitat : humus 68. Russula subnigricans Deskripsi : diameter tudung 5-20 cm, cembung, datar atau cekung, permukaan licin, keputihan dan berubah menjadi coklat muda. Tepi tudung menggulung ke dalam (inrolled). Gill melekat ke tangkai hingga agak decurrent, warna kemerahan, merah pucat. Panjang tangkai 3 (7)-13 cm, keras, warna putih, kecoklatan. Spora berukuran 6- 20 mikron, agak bulat, kasar, amyloid. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : soliter, tersebar di tanah bawah pohon.

Universitas Sumatera Utara

69. Sparassis radicata Deskripsi : tubuh buah seperti kembang kol berukuran 12-30 cm, permukaan lembut, berwarna putih susu, kekuningan. Tinggi tangkai 5-13 cm, tubuh agak keras, elastis. Spora berukuran 5-7 x 3-5 mkron, elips, licin. Edibilitas : edibel. Habitat : pada akar, batang lapuk.

70. Stereum hirsutum Deskripsi : carpophore 2-10 cm, melekat ke substrat seperti kulit kasar, bentuk keranjang, bagian permukaan tertutup bulu-bulu, sedikit berzonasi. Himenium licin, terang, warna kuning tua keabu-abuan. Spora berukuran 5-8 x 2-4 mikron, putih, elips, melengkung, licin. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : pada kayu lapuk

71. Stereum sp. Deskripsi : Tubuh (carpophore) berdiameter 3-10 cm sessil, keras, kaku, bentuk seperti kipas, memiliki zonasi konsentris, kadang bagian tepi berwarna lebih gelap, warna kecoklatan. Spora berwarna putih hingga kuning atau coklat, bentuk silindris. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : tersebar, mengelompok pada kayu busuk.

72. Stereum ostreum Deskripsi : carpophore 2-10 cm, melekat ke substrat (sessil), tekstur keras, bentuk seperti keranjang, permukaan berbulu, zonasi warna kemerahan dan coklat. Himenium licin, warna kuning, hingga coklat kemerahan. Spora berukuran 5-8 x 2-4 mikron, putih, elips, licin. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : pada kayu lapuk

Universitas Sumatera Utara

73. Suillus lakei Deskripsi : ukuran tudung 5-15 cm, bentuk cembung atau sedikit cekung, permukaan bersisik warna coklat kemerahan hingga merah bata. Tubuh berwarna kuning, merah muda bila tergores. Phorophore berwarna kuning hingga kuning tua. Tinggi tangkai 3-8 (12) cm, kering, warna kemerahan hingga coklat. Cincin/annulus pada tangkai sebelah atas. Spora berukuran 8-11 x 3-4 mikron, elips, licin. Edibilitas : edibel. Habitat : tersebar, mengelompok di tanah sekitar hutan 74. Suillus sp. Deskripsi : Diameter tudung 5-18 cm, bentuk cembung hingga rata-rata atau seikit cekung, warna bervariasi, coklat hingga kekuningan, dibagian tengah kecoklatan, bagian tepi kekuningan. Sporophore/veil berwarna putih atau pucat ketika muda berubah menjadi kuning saat dewasa. Tangkai 2,5-10 cm, berwarna kuning, bagian pangkal lebih buram/gelap. Spora berwarna coklat, elips, licin. Edibilitas : edibel. Habitat : tanah, tersebar, mengelompok 75. Trametes corrugata Deskripsi : tubuh atau sporophore tidak bertangkai (sessil) bentuk semi sirkuler (dimidate) seperti kulit atau seperti gabus. Panjang pileus 15-18 cm, lebar 2-7 cm, permukaan licin, memiliki garis-garis konsentris dan kerutan radial, berwarna coklat kemerahan bagian tepi putih, pucat, krem hingga coklat abu-abu. Permukaan pori berwrna krem gelap. Spora berukuran 9-11 x 3-4 mikron, silindris, elips, licin. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : pada kayu lapuk 76. Trametes hirsuta Deskripsi : tubuh keras tekstur berkayu, kaku bila kering, berwarna kuning merah muda hingga coklat. Diameter tudung 2,5-15 (30) cm, bentuk kipas hingga lingkaran permukaan kering, berambut hingga seperti beludru, memiliki zona-zona konsentris yang kusam, warna putih hingga abu-abu, kekuningan hingga kuning tua, bagian tepi lebih gelap dan berlekuk. Sporophore berwarna putih hingga kuning buram atau coklat. Tidak bertangkai. Spora berukuran 4,5-7,5 x 1,5-3 mikron, silindris, bentuk sosis, licin. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : soliter, mengelompok, kelompok bertingkat pada kayu lapuk

Universitas Sumatera Utara

77. Trametes versicolor Deskripsi : disebut juga Polyporus versicolor. Tubuh buah berdiameter 3-8 cm, datar agak melengkung, tipis, struktur seperti kulit, permukaan atas licin, kadang seperti beludru (velvety) dengan zona variasi warna, tidak bertangkai (sessil), berkoloni seperti rumpun bunga mawar. Spora berukuran 9-10 x 5-6 mikron, berwarna putih, silindris, licin. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : pada kayu lapuk atau parasit pada pohon

78. Tricholoma sp. Deskripsi : diameter tudung 3-8 cm, bentuk tudung kerucut hingga hampir plane dan memiliki umbo, permukaan kering, warna abu-abu, coklat atau abu-abu ungu dan bagian pusat lebih gelap, di sela putih serat- serat radial, sisik radial. Gill adnexed warna putih hingga abu-abu. Tinggi tangkai 6-12 cm, licin atau berserat, warna putih atau abu-abu pucat. Spora berukuran 6-7 x 5-6 mikron, elips, licin. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : soliter, tersebar hingga bergerombol pada kayu lapuk 79. Tulostoma sp. Deskripsi : memiliki carpophore berukuran 0,5-1 cm, bentuk membulat, berwarna keputihan hingga kuning pucat. Panjang tangkai 1-5 cm, berbentuk silinder. Spora berukuran 4-6 mikron, warna kuning, bulat, licin. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : mengelompok pada kayu lapuk, tanah berlumut

80. Tyromyces amarus Deskripsi : bentuk kuku kuda, lambut, berair ketika muda, keras bila sudah tua atau kering, diameter tudung 7-30 cm, cembung, berbulu halus saat muda dan gundul dan kasar, terdapat keretakan bila sudah tua, warna keputihan atau coklat muda kadang kuning tua. Sporophore berwarna kekuningan. Tidak bertangkai. Spora berukuran 6-7,5 x 3,5-5 mikron, elips, licin. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : soliter, kadang berkelompok pada kayu, akar lapuk

Universitas Sumatera Utara

81. Xeromphalina campanella Deskripsi : ukuran tudung 0,3-2,5 cm, bentuk cembung dengan bagian tengah tudung cekung, warna kuning, coklat, atau coklat kemerahan, bagian tepi tudung bergaris-garis. Gill berwarna kekuningan hingga kuning kusam, decurrent. Tinggi tangkai 1-5 cm lebih besar dibagian pangkal, liat, warna kekuningan dibagian atas kecoklatan dibagian bawah. Spora berukuran 5-8 x 3-4 mikron, elips, licin, amyloid. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : mengelompok pada kayu busuk 82. Xylaria polymorpha Deskripsi : tubuh buah berbentuk gada, berwarna hitam dengan tangkai (stipe) silindris. Meskipun dalam kondisi segar tubuh buahnya sangat keras. Spora berwarna coklat gelap hingga hitam, berbentuk lonjong dengan ujung meruncing (fusiform). Edibilitas : tidak menarik untuk dikonsumsi karena strukturnya yang keras. Habitat : pada kayu lapuk atau humus/tanah yang banyak mengandung kayu. Hidup soliter atau berkelompok, hidup sepanjang tahun. 83. Xylaria Sp. Deskripsi : bagian ujung tumpul, permukaan kasar seperti kerak, berwarna hitam. Spora berukuran 20-32 x 5-10 mikron, warna coklat hingga hitam, bentuk kumparan, licin. Edibilitas : tidak edibel. Habitat : mengelompok pada kayu keras yang lapuk atau pada tunggul kayu

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 2 : Peta Lokasi Penelitian

Sumber : Buku Saku Menuju Taman Nasional Gunung Leuser

Universitas Sumatera Utara

Sumber : Buku Saku Menuju Taman Nasional Gunung Leuser

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 3 : Pengambilan Data Jamur, Pengukuran Faktor Fisik Lingkungan, dan Jamur Dominan Tiap Trail

FOTO PEMBUATAN PLOT/PETA PENGAMATAN

Pengambilan data jamur

Foto pengambilan data jamur di lapangan

Universitas Sumatera Utara

Alat-alat pengukur faktor fisik

FOTO JAMUR YANG DOMINAN PADA SETIAP TRAIL

Ganoderma applanatum (dominan trail 1)

Hypoxylon fragiformae (dominan trail 2)

Universitas Sumatera Utara

Fomitopsis pinicola (dominan trail 4 dan 11)

Auricularia polytricha (dominan trail 1-2)

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 4 : Tabel Pengamatan Jamur Makroskopis Di Kawasan Ekowisata Bukit Lawang

TRAIL 1 Minggu No Nama Jenis Famili Jumlah I II III 1 Calocybe ionides Tricholomataceae 12 12 2 Coltricia cinnamomea Polyporaceae 7 3 10 3 Coriolopsis occidentalis Polyporaceae 19 17 8 44 4 Crepidotus herbarum Cortinaceae 3 3 5 Daedalea quercina Polyporaceae 18 52 70 6 Daldinia grandis Xylariaceae 46 46 7 Entoloma sinuatum Entolomataceae 8 8 8 Fomes fomentarius Polyporaceae 25 25 9 Fomes lignosus Polyporaceae 59 59 10 Fomitopsis cajanderi Polyporaceae 10 10 11 Fomitopsis pinicola Polyporaceae 1 1 12 Ganoderma applanatum Polyporaceae 1 120 121 13 Hydnellum sp. Hydnellaceae 22 22 14 Lepiota procera Lepiotaceae 4 4 15 Marasmiellus candidus Tricholomataceae 23 23 16 Marasmius copelandi Tricholomataceae 2 2 17 Marasmius ramealis Tricholomataceae 28 28 18 Mycena sp. Tricholomataceae 3 3 19 Pholiota squarrosoides Strophariaceae 2 2 20 Polyporus arcularius Polyporaceae 20 20 21 Polyporus sp. Polyporaceae 12 12 22 Polyporus varius Polyporaceae 2 2 23 Russula subnigricans Russulaceae 1 1 24 Stereum hirsutum Stereaceae 110 110 25 Trametes hirsuta Polyporaceae 30 30 26 Trametes versicolor Polyporaceae 40 30 70 27 Tricholoma sp. Tricholomataceae 6 6 28 Tyromyces amarus Polyporaceae 4 4 748

Universitas Sumatera Utara

TRAIL 2

Minggu No Nama jenis Famili Jumlah I II III 1 Auricularia polytrica Auriculariaceae 1 1 Cantharella 2 cornucopioides Cantharellaceae 30 30 3 Collybia confluens Tricholomataceae 3 3 4 Crepidotus variabilis Cortinaceae 14 14 5 Daedalopsis confragosa Polyporaceae 87 87 6 Daedinella sp. Polyporaceae 39 39 7 Fomitopsis pinicola Polyporaceae 3 3 8 Ganoderma applanatum Polyporaceae 28 15 9 52 9 Ganoderma sp. Polyporaceae 1 1 10 Hebeloma sp. Cortinaceae 10 10 11 Hydnellum scrobilatum Hydnellaceae 39 8 47 12 Hypoxylon fragiformae Xylariaceae 150 57 207 13 Marasmius candidus Tricholomataceae 8 8 14 Marasmius sp. Tricholomataceae 1 1 15 Mycena acicula Tricholomataceae 2 2 16 Pholiota mutabilis Strophariaceae 1 1 17 Polyporus dermoporus Polyporus 1 12 13 18 Polyporus sp. Polyporus 28 28 19 Sparassis radicata Clavariaceae 1 1 548

Universitas Sumatera Utara

TRAIL 4

Minggu No Nama jenis Famili Jumlah I II III 1 Auricularia polytrica Auriculariaceae 40 40 2 Collybia acervata Tricholomataceae 125 125 3 Coltricia cinnamomea Polyporaceae 1 9 10 4 Fomes lignosus Polyporaceae 17 38 55 5 Fomitopsis pinicola Polyporaceae 42 2 45 89 6 Ganoderma applanatum Polyporaceae 5 5 7 Hygrocybe acutoconia Hygroporaceae 1 1 8 Hygrocybe miniata Hygroporaceae 11 11 9 Lepiota atrodisca Lepiotaceae 1 1 10 Lepiota flammeatincta Lepiotaceae 6 6 11 Marasmius candidus Tricholomataceae 3 3 12 Marasmius copelandii Tricholomataceae 58 58 13 Microporellus dealbatus Polyporaceae 2 2 14 Pycnoporus cinnabarius Polyporaceae 6 6 15 Russula mairei Rusullaceae 1 1 16 Russula sp. Rusullaceae 1 1 17 Stereum sp. Stereaceae 19 19 18 Suillus lakei Boletaceae 2 2 19 Trametes corrugata Polyporaceae 30 30 20 Trametes hirsuta Polyporaceae 18 18 483

Universitas Sumatera Utara

TRAIL 11

Minggu No Nama jenis Famili Jumlah I II III 1 Auricularia auricula Auriculariaceae 14 14 2 Clytocybe sp. Tricholomataceae 60 60 3 Collybia butyracea Tricholomataceae 9 9 4 Coltricia perennis Polyporaceae 2 2 5 Fomes fomentarius Polyporaceae 30 20 50 6 Fomes lignosus Polyporaceae 5 2 7 7 Fomitopsis pinicola Polyporaceae 35 25 30 90 8 Ganoderma applanatum Polyporaceae 7 15 22 9 Hydnellum sp. Hydnellaceae 22 22 10 Hygrocybe acutoconia Hygroporaceae 1 1 11 Lepiota naucina Lepiotaceae 9 9 12 Marasmius candidus Tricholomataceae 40 40 13 Mycena acicula Tricholomataceae 4 4 14 Mycena strobilinoides Tricholomataceae 2 2 15 Polyporus arcularius Polyporaceae 70 70 16 Stereum ostreum Stereaceae 134 134 17 Trametes versicolor Polyporaceae 41 41 18 Tricholoma sp. Tricholomataceae 3 3 580

Universitas Sumatera Utara

TRAIL 1–2

Minggu No Nama jenis Famili Jumlah I II III 1 Auricularia auricula Auriculariaceae 2 2 2 Auricularia polytrica Auriculariaceae 4 47 51 3 Calocera cornea Dacrymycetaceae 6 6 4 Clavulina cristata Clavariaceae 20 20 5 Collybia cirrhata Tricholomataceae 2 2 6 Coltricia cinnamomea Polyporaceae 5 5 7 Crepidotus herbarum Cortinaceae 5 5 8 Crepidotus variabilis Cortinaceae 2 2 9 Fomes fomentarius Polyporaceae 25 25 10 Fomes lignosus Polyporaceae 8 8 11 Fomitopsis pinicola Polyporaceae 3 22 25 12 Ganoderma applanatum Polyporaceae 2 12 14 13 Heterobasidion annosum Polyporaceae 1 1 14 Lactarius pubescens Russulaceae 1 1 15 Lepiota cristata Lepiotaceae 54 54 16 Lycoperdon sp. Lycoperdaceae 2 2 17 Marasmiellus foetidus Tricholomataceae 24 24 18 Marasmius candidus Tricholomataceae 6 2 8 19 Marasmius haematocephalus Tricholomataceae 1 1 20 Mycena clavularis Tricholomataceae 3 3 21 Mycena lilacifolia Tricholomataceae 1 1 22 Mycena sp. Tricholomataceae 1 1 23 Panus sp. Tricholomataceae 2 2 24 Peziza sp. Pezizaceae 5 5 25 Piptoporus betulinus Polyporaceae 53 53 26 Polyporus badius Polyporaceae 1 1 27 Polyporus varius Polyporaceae 2 2 28 Stereum sp. Stereaceae 5 5 29 Suillus sp. Boletaceae 3 3 30 Trametes versicolor Polyporaceae 25 25 31 Tulostoma sp. Tulostomataceae 46 46 32 Tyromyces amarus Polyporaceae 2 2 33 Xeromphalina campanella Tricholomataceae 5 16 21 34 Xylaria polymorpha Xylariaceae 46 46 35 Xylaria sp. Xylariaceae 1 1 2 474

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 5 : Hasil Analisis Vegetasi Pada Kawasan Ekowisata Bukit Lawang

TRAIL 1

K KR FR INP No Nama Jenis Famili F pi ln pi pi ln pi H' E (ind/0,2 ha) (%) (%) (%) 1 Calocybe ionides Tricholomataceae 12 1.60 0.333 2.94 4.55 0.01604 -4.13250 -0.0663 2.732257 0.819955 2 Coltricia cinnamomea Polyporaceae 10 1.34 0.667 5.88 7.22 0.01337 -4.31482 -0.05768 3 Coriolopsis occidentalis Polyporaceae 44 5.88 1.000 8.82 14.71 0.05882 -2.83321 -0.16666 4 Crepidotus herbarum Cortinaceae 3 0.40 0.333 2.94 3.34 0.00401 -5.51879 -0.02213 5 Daedalea quercina Polyporaceae 70 9.36 0.667 5.88 15.24 0.09358 -2.36891 -0.22169 6 Daldinia grandis Xylariaceae 46 6.15 0.333 2.94 9.09 0.06150 -2.78876 -0.1715 7 Entoloma sinuatum Entolomataceae 8 1.07 0.333 2.94 4.01 0.01070 -4.53796 -0.04853 8 Fomes fomentarius Polyporaceae 25 3.34 0.333 2.94 6.28 0.03342 -3.39853 -0.11359 9 Fomes lignosus Polyporaceae 59 7.89 0.333 2.94 10.83 0.07888 -2.53987 -0.20034 10 Fomitopsis cajanderi Polyporaceae 10 1.34 0.333 2.94 4.28 0.01337 -4.31482 -0.05768 11 Fomitopsis pinicola Polyporaceae 1 0.13 0.333 2.94 3.07 0.00134 -6.61740 -0.00885 12 Ganoderma applanatum Polyporaceae 121 16.18 0.667 5.88 22.06 0.16176 -1.82161 -0.29467 13 Hydnellum sp. Hydnellaceae 22 2.94 0.333 2.94 5.88 0.02941 -3.52636 -0.10372 14 Lepiota procera Lepiotaceae 4 0.53 0.333 2.94 3.48 0.00535 -5.23111 -0.02797 15 Marasmiellus candidus Tricholomataceae 23 3.07 0.333 2.94 6.02 0.03075 -3.48191 -0.10706 16 Marasmius copelandi Tricholomataceae 2 0.27 0.333 2.94 3.21 0.00267 -5.92426 -0.01584 17 Marasmius ramealis Tricholomataceae 28 3.74 0.333 2.94 6.68 0.03743 -3.28520 -0.12298 18 Mycena sp. Tricholomataceae 3 0.40 0.333 2.94 3.34 0.00401 -5.51879 -0.02213

Universitas Sumatera Utara

K KR FR INP No Nama Jenis Famili F pi ln pi pi ln pi H' E (ind/0,2 ha) (%) (%) (%) 19 Pholiota squarrosoides Strophariaceae 2 0.27 0.333 2.94 3.21 0.00267 -5.92426 -0.01584 20 Polyporus arcularius Polyporaceae 20 2.67 0.333 2.94 5.61 0.02674 -3.62167 -0.09684 21 Polyporus sp. Polyporaceae 12 1.60 0.333 2.94 4.55 0.01604 -4.13250 -0.0663 22 Polyporus varius Polyporaceae 2 0.27 0.333 2.94 3.21 0.00267 -5.92426 -0.01584 23 Russula subnigricans Russulaceae 1 0.13 0.333 2.94 3.07 0.00134 -6.61740 -0.00885 24 Stereum hirsutum Stereaceae 110 14.71 0.333 2.94 17.65 0.14706 -1.91692 -0.2819 25 Trametes hirsuta Polyporaceae 30 4.01 0.333 2.94 6.95 0.04011 -3.21621 -0.12899 26 Trametes versicolor Polyporaceae 70 9.36 0.667 5.88 15.24 0.09358 -2.36891 -0.22169 27 Tricholoma sp. Tricholomataceae 6 0.80 0.333 2.94 3.74 0.00802 -4.82564 -0.03871 28 Tyromyces amarus Polyporaceae 4 0.53 0.333 2.94 3.48 0.00535 -5.23111 -0.02797 748 100.0 11.33 100.0 200.0 -2.73226

Universitas Sumatera Utara

TRAIL 2

K KR FR INP No Nama jenis Famili F pi ln pi pi ln pi H' E (ind/0,2 ha) (%) (%) (%) 1 Auricularia polytrica Auriculariaceae 1 0.18 0.33 4.17 4.35 0.001825 -6.30628 -0.01151 2.05 0.694656 2 Cantharella cornucopioides Cantharellaceae 30 5.47 0.33 4.17 9.64 0.054745 -2.90508 -0.15904 3 Collybia confluens Tricholomataceae 3 0.55 0.33 4.17 4.71 0.005474 -5.20766 -0.02851 4 Crepidotus variabilis Cortinaceae 14 2.55 0.33 4.17 6.72 0.025547 -3.66722 -0.09369 5 Daedalopsis confragosa Polyporaceae 87 15.88 0.33 4.17 20.04 0.158759 -1.84037 -0.29218 6 Daedinella sp. Polyporaceae 39 7.12 0.33 4.17 11.28 0.071168 -2.64271 -0.18808 7 Fomitopsis pinicola Polyporaceae 3 0.55 0.33 4.17 4.71 0.005474 -5.20766 -0.02851 8 Ganoderma applanatum Polyporaceae 52 9.49 1.00 12.50 21.99 0.094891 -2.35503 -0.22347 9 Ganoderma sp. Polyporaceae 1 0.18 0.33 4.17 4.35 0.001825 -6.30628 -0.01151 10 Hebeloma sp. Cortinaceae 10 1.82 0.33 4.17 5.99 0.018248 -4.00369 -0.07306 11 Hydnellum scrobilatum Hydnellaceae 47 8.58 0.67 8.33 16.91 0.085766 -2.45613 -0.21065 12 Hypoxylon fragiformae Xylariaceae 207 37.77 0.67 8.33 46.11 0.377737 -0.97356 -0.36775 13 Marasmius candidus Tricholomataceae 8 1.46 0.33 4.17 5.63 0.014599 -4.22683 -0.06171 14 Marasmius sp. Tricholomataceae 1 0.18 0.33 4.17 4.35 0.001825 -6.30628 -0.01151 15 Mycena acicula Tricholomataceae 2 0.36 0.33 4.17 4.53 0.00365 -5.61313 -0.02049 16 Pholiota mutabilis Strophariaceae 1 0.18 0.33 4.17 4.35 0.001825 -6.30628 -0.01151 17 Polyporus dermoporus Polyporus 13 2.37 0.67 8.33 10.71 0.023723 -3.74133 -0.08875 18 Polyporus sp. Polyporus 28 5.11 0.33 4.17 9.28 0.051095 -2.97407 -0.15196 19 Sparassis radicata Clavariaceae 1 0.18 0.33 4.17 4.35 0.001825 -6.30628 -0.01151 548 100.0 8.00 100.0 200.0 -2.05

Universitas Sumatera Utara

TRAIL 4

K KR FR INP No Nama Jenis Famili (ind/0,2 ha) (%) F (%) (%) pi ln pi pi ln pi H' E 1 Auricularia polytrica Auriculariaceae 40 8.28 0.33 4.17 12.45 0.082816 -2.49114 -0.20631 2.243125 0.748774 2 Collybia acervata Tricholomataceae 125 25.88 0.33 4.17 30.05 0.258799 -1.3517 -0.34982 3 Coltricia cinnamomea Polyporaceae 10 2.07 0.67 8.33 10.40 0.020704 -3.87743 -0.08028 4 Fomes lignosus Polyporaceae 55 11.39 0.67 8.33 19.72 0.113872 -2.17268 -0.24741 5 Fomitopsis pinicola Polyporaceae 89 18.43 1.00 12.50 30.93 0.184265 -1.69138 -0.31166 6 Ganoderma applanatum Polyporaceae 5 1.04 0.33 4.17 5.20 0.010352 -4.57058 -0.04731 7 Hygrocybe acutoconia Hygroporaceae 1 0.21 0.33 4.17 4.37 0.00207 -6.18002 -0.0128 8 Hygrocybe miniata Hygroporaceae 11 2.28 0.33 4.17 6.44 0.022774 -3.78212 -0.08614 9 Lepiota atrodisca Lepiotaceae 1 0.21 0.33 4.17 4.37 0.00207 -6.18002 -0.0128 10 Lepiota flammeatincta Lepiotaceae 6 1.24 0.33 4.17 5.41 0.012422 -4.38826 -0.05451 11 Marasmius candidus Tricholomataceae 3 0.62 0.33 4.17 4.79 0.006211 -5.0814 -0.03156 12 Marasmius copelandii Tricholomataceae 58 12.01 0.33 4.17 16.17 0.120083 -2.11957 -0.25452 13 Microporellus dealbatus Polyporaceae 2 0.41 0.33 4.17 4.58 0.004141 -5.48687 -0.02272 14 Pycnoporus cinnabarius Polyporaceae 6 1.24 0.33 4.17 5.41 0.012422 -4.38826 -0.05451 15 Russula mairei Rusullaceae 1 0.21 0.33 4.17 4.37 0.00207 -6.18002 -0.0128 16 Russula sp. Rusullaceae 1 0.21 0.33 4.17 4.37 0.00207 -6.18002 -0.0128 17 Stereum sp. Stereaceae 19 3.93 0.33 4.17 8.10 0.039337 -3.23558 -0.12728 18 Suillus lakei Boletaceae 2 0.41 0.33 4.17 4.58 0.004141 -5.48687 -0.02272 19 Trametes corrugata Polyporaceae 30 6.21 0.33 4.17 10.38 0.062112 -2.77882 -0.1726 20 Trametes hirsuta Polyporaceae 18 3.73 0.33 4.17 7.89 0.037267 -3.28964 -0.1226 483 100.0 8.00 100.0 200.0 -2.24313

Universitas Sumatera Utara

TRAIL 11

K KR FR INP No Nama jenis Famili F pi ln pi pi ln pi H' E (ind/0,2 ha) (%) (%) (%) 1 Auricularia auricula Auriculariaceae 14 2.41 0.33 4.35 6.76 0.024138 -3.72397 -0.08989 2.332857 0.807113 2 Clytocybe sp. Tricholomataceae 60 10.34 0.33 4.35 14.69 0.103448 -2.26868 -0.23469 3 Collybia butyracea Tricholomataceae 9 1.55 0.33 4.35 5.90 0.015517 -4.1658 -0.06464 4 Coltricia perennis Polyporaceae 2 0.34 0.33 4.35 4.69 0.003448 -5.66988 -0.01955 5 Fomes fomentarius Polyporaceae 50 8.62 0.67 8.70 17.32 0.086207 -2.45101 -0.21129 6 Fomes lignosus Polyporaceae 7 1.21 0.67 8.70 9.90 0.012069 -4.41712 -0.05331 7 Fomitopsis pinicola Polyporaceae 90 15.52 1.00 13.04 28.56 0.155172 -1.86322 -0.28912 8 Ganoderma applanatum Polyporaceae 22 3.79 0.67 8.70 12.49 0.037931 -3.27199 -0.12411 9 Hydnellum sp. Hydnellaceae 22 3.79 0.33 4.35 8.14 0.037931 -3.27199 -0.12411 10 Hygrocybe acutoconia Hygroporaceae 1 0.17 0.33 4.35 4.52 0.001724 -6.36303 -0.01097 11 Lepiota naucina Lepiotaceae 9 1.55 0.33 4.35 5.90 0.015517 -4.1658 -0.06464 12 Marasmius candidus Tricholomataceae 40 6.90 0.33 4.35 11.24 0.068966 -2.67415 -0.18442 13 Mycena acicula Tricholomataceae 4 0.69 0.33 4.35 5.04 0.006897 -4.97673 -0.03432 14 Mycena strobilinoides Tricholomataceae 2 0.34 0.33 4.35 4.69 0.003448 -5.66988 -0.01955 15 Polyporus arcularius Polyporaceae 70 12.07 0.33 4.35 16.42 0.12069 -2.11453 -0.2552 16 Stereum ostreum Stereaceae 134 23.10 0.33 4.35 27.45 0.231034 -1.46519 -0.33851 17 Trametes versicolor Polyporaceae 41 7.07 0.33 4.35 11.42 0.07069 -2.64946 -0.18729 18 Tricholoma sp. Tricholomataceae 3 0.52 0.33 4.35 4.87 0.005172 -5.26442 -0.02723 580 100.0 7.67 100.0 200.0 -2.33286

Universitas Sumatera Utara

TRAIL 1-2

K KR FR INP No Nama jenis Famili F pi ln pi pi ln pi H' E (ind/0,2 ha) (%) (%) (%) 1 Auricularia auricula Auriculariaceae 2 0.42 0.33 2.50 2.92 0.00422 -5.46806 -0.02307 2.841824 0.79931 2 Auricularia polytrica Auriculariaceae 51 10.76 0.67 5.00 15.76 0.10759 -2.22938 -0.23987 3 Calocera cornea Dacrymycetaceae 6 1.27 0.33 2.50 3.77 0.01266 -4.36945 -0.05531 4 Clavulina cristata Clavariaceae 20 4.22 0.33 2.50 6.72 0.04219 -3.16548 -0.13356 5 Collybia cirrhata Tricholomataceae 2 0.42 0.33 2.50 2.92 0.00422 -5.46806 -0.02307 6 Coltricia cinnamomea Polyporaceae 5 1.05 0.33 2.50 3.55 0.00007 -9.49806 -0.00071 7 Crepidotus herbarum Cortinaceae 5 1.05 0.33 2.50 3.55 0.01055 -4.55177 -0.04801 8 Crepidotus variabilis Cortinaceae 2 0.42 0.33 2.50 2.92 0.00422 -5.46806 -0.02307 9 Fomes fomentarius Polyporaceae 25 5.27 0.33 2.50 7.77 0.05274 -2.94233 -0.15519 10 Fomes lignosus Polyporaceae 8 1.69 0.33 2.50 4.19 0.01688 -4.08177 -0.06889 11 Fomitopsis pinicola Polyporaceae 25 5.27 0.67 5.00 10.27 0.05274 -2.94233 -0.15519 12 Ganoderma applanatum Polyporaceae 14 2.95 0.67 5.00 7.95 0.02954 -3.52215 -0.10403 13 Heterobasidion annosum Polyporaceae 1 0.21 0.33 2.50 2.71 0.00211 -6.16121 -0.013 14 Lactarius pubescens Russulaceae 1 0.21 0.33 2.50 2.71 0.00211 -6.16121 -0.013 15 Lepiota cristata Lepiotaceae 54 11.39 0.33 2.50 13.89 0.11392 -2.17222 -0.24747 16 Lycoperdon sp. Lycoperdaceae 2 0.42 0.33 2.50 2.92 0.00422 -5.46806 -0.02307 17 Marasmiellus foetidus Tricholomataceae 24 5.06 0.33 2.50 7.56 0.05063 -2.98315 -0.15105 18 Marasmius candidus Tricholomataceae 8 1.69 0.67 5.00 6.69 0.01688 -4.08177 -0.06889 19 Marasmius haematocephalus Tricholomataceae 1 0.21 0.33 2.50 2.71 0.00211 -6.16121 -0.013 20 Mycena clavularis Tricholomataceae 3 0.63 0.33 2.50 3.13 0.00633 -5.0626 -0.03204 21 Mycena lilacifolia Tricholomataceae 1 0.21 0.33 2.50 2.71 0.00211 -6.16121 -0.013

Universitas Sumatera Utara

K KR FR INP No Nama jenis Famili F pi ln pi pi ln pi H' E (ind/0,2 ha) (%) (%) (%) 22 Mycena sp. Tricholomataceae 1 0.21 0.33 2.50 2.71 0.00211 -6.16121 -0.013 23 Panus sp. Tricholomataceae 2 0.42 0.33 2.50 2.92 0.00422 -5.46806 -0.02307 24 Peziza sp. Pezizaceae 5 1.05 0.33 2.50 3.55 0.01055 -4.55177 -0.04801 25 Piptoporus betulinus Polyporaceae 53 11.18 0.33 2.50 13.68 0.11181 -2.19092 -0.24498 26 Polyporus badius Polyporaceae 1 0.21 0.33 2.50 2.71 0.00211 -6.16121 -0.013 27 Polyporus varius Polyporaceae 2 0.42 0.33 2.50 2.92 0.00422 -5.46806 -0.02307 28 Stereum sp. Stereaceae 5 1.05 0.33 2.50 3.55 0.01055 -4.55177 -0.04801 29 Suillus sp. Boletaceae 3 0.63 0.33 2.50 3.13 0.00633 -5.0626 -0.03204 30 Trametes versicolor Polyporaceae 25 5.27 0.33 2.50 7.77 0.05274 -2.94233 -0.15519 31 Tulostoma sp. Tulostomataceae 46 9.70 0.33 2.50 12.20 0.09705 -2.33257 -0.22637 32 Tyromyces amarus Polyporaceae 2 0.42 0.33 2.50 2.92 0.00422 -5.46806 -0.02307 33 Xeromphalina campanella Tricholomataceae 21 4.43 0.67 5.00 9.43 0.04430 -3.11668 -0.13808 34 Xylaria polymorpha Xylariaceae 46 9.70 0.33 2.50 12.20 0.09705 -2.33257 -0.22637 35 Xylaria sp. Xylariaceae 2 0.42 0.33 2.50 2.92 0.00422 -5.46806 -0.02307 474 100.0 13.33 100.0 200.0 -2.84182

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 6 : Perhitungan Indeks Nilai Penting Seluruh Lokasi/Trail (Total)

K KR FR INP No Nama Jenis Famili F pi ln pi pi ln pi H' E (ind/ha) (%) (%) (%)

1 Auricularia auricula auriculariaceae 16 0,56% 0,4 1,67% 2,22% 0.0056477 -51,912,192 -0,02889 3,645,621 0,825018

2 Auricularia polytrica auriculariaceae 92 3,20% 0,6 2,50% 5,70% 0.0324744 -34,420,194 -0,11014

3 Calocera cornea dacrymycetaceae 6 0,21% 0,2 0,83% 1,04% 0.0021179 -61,720,485 -0,01288

4 Calocybe ionides tricholomataceae 12 0,42% 0,2 0,83% 1,25% 0.0042358 -54,789,013 -0,02287

5 Cantharella cornucopioides cantharellaceae 30 1,04% 0,2 0,83% 1,88% 0.0105895 -45,626,106 -0,04761

6 Clavulina cristata clavariaceae 20 0,70% 0,2 0,83% 1,53% 0.0070597 -49,680,757 -0,03456

7 Clytocybe sp. tricholomataceae 60 2,09% 0,2 0,83% 2,92% 0.021179 -38,694,634 -0,08075

8 Collybia acervata tricholomataceae 125 4,35% 0,2 0,83% 5,18% 0.0441228 -31,354,942 -0,13633

9 Collybia butyracea tricholomataceae 9 0,31% 0,2 0,83% 1,15% 0.0031768 -57,665,834 -0,01805

10 Collybia cirrhata tricholomataceae 2 0,07% 0,2 0,83% 0,90% 0.000706 -72,706,608 -0,00506

11 Collybia confluens tricholomataceae 3 0,10% 0,2 0,83% 0,94% 0.0010589 -68,651,957 -0,00716

12 Coltricia cinnamomea polyporaceae 25 0,87% 0,6 2,50% 3,37% 0.0088246 -47,449,321 -0,04126

13 Coltricia perennis polyporaceae 2 0,07% 0,2 0,83% 0,90% 0.000706 -72,706,608 -0,00506

14 Coriolopsis occidentalis polyporaceae 44 1,53% 0,2 0,83% 2,36% 0.0155312 -41,796,183 -0,06397

15 Crepidotus herbarum cortinaceae 8 0,28% 0,4 1,67% 1,94% 0.0028239 -58,843,664 -0,01637

16 Crepidotus variabilis cortinaceae 16 0,56% 0,4 1,67% 2,22% 0.0056477 -51,912,192 -0,02889

17 Daedalea quercina polyporaceae 70 2,43% 0,2 0,83% 3,27% 0.0247088 -37,153,127 -0,09046

18 Daedalopsis confragosa polyporaceae 87 3,03% 0,2 0,83% 3,86% 0.0307095 -34,978,998 -0,10585

Universitas Sumatera Utara

K KR FR INP No Nama Jenis Famili F pi ln pi pi ln pi H' E (ind/ha) (%) (%) (%)

19 Daedinella sp. polyporaceae 39 1,36% 0,2 0,83% 2,19% 0.0137663 -43,002,463 -0,05833

20 Daldinia grandis xylariaceae 46 1,60% 0,2 0,83% 2,43% 0.0162372 -41,351,666 -0,06616

21 Entoloma sinuatum entolomataceae 8 0,28% 0,2 0,83% 1,11% 0.0028239 -58,843,664 -0,01637

22 Fomes fomentarius polyporaceae 100 3,48% 0,6 2,50% 5,98% 0.0352983 -33,586,378 -0,11682

23 Fomes lignosus polyporaceae 129 4,49% 0,8 3,33% 7,82% 0.0455348 -31,039,955 -0,13927

24 Fomitopsis cajanderi polyporaceae 10 0,35% 0,2 0,83% 1,18% 0.0035298 -56,612,229 -0,01969

25 Fomitopsis pinicola polyporaceae 208 7,23% 1 4,17% 11,40% 0.0734204 -26,262,699 -0,01917

26 Ganoderma applanatum polyporaceae 214 7,44% 1 4,17% 11,61% 0.0755383 -25,978,319 -0,19337

27 Ganoderma sp. polyporaceae 1 0,03% 0,2 0,83% 0,87% 0.000353 -7,963,808 -0,00277

28 Hebeloma sp cortinaceae 10 0,35% 0,2 0,83% 1,18% 0.0035298 -56,612,229 -0,01969

29 Heterobasidion annosum polyporaceae 1 0,03% 0,2 0,83% 0,87% 0.000353 -7,963,808 -0,00277

30 Hydnellum scrobilatum hydnellaceae 47 1,63% 0,2 0,83% 2,47% 0.0165902 -41,136,604 -0,06725

31 Hydnellum sp. hydnellaceae 44 1,53% 0,4 1,67% 3,20% 0.0155312 -41,796,183 -0,06397

32 Hygrocybe acutoconia hygroporaceae 2 0,07% 0,4 1,67% 1,74% 0.000706 -72,706,608 -0,00506

33 Hygrocybe miniata hygroporaceae 11 0,38% 0,2 0,83% 1,22% 0.0038828 -55,659,127 -0,0213

34 Hypoxylon fragiformae xylariaceae 207 7,20% 0,2 0,83% 8,03% 0.0730674 -26,310,892 -0,18944

35 Lactarius pubescens russulaceae 1 0,03% 0,2 0,83% 0,87% 0.000353 -7,963,808 -0,00277

36 Lepiota atrodisca lepiotaceae 1 0,03% 0,2 0,83% 0,87% 0.000353 -7,963,808 -0,00277

37 Lepiota cristata lepiotaceae 54 1,88% 0,2 0,83% 2,71% 0.0190611 -39,748,239 -0,07466

Universitas Sumatera Utara

K KR FR INP No Nama Jenis Famili F pi ln pi pi ln pi H' E (ind/ha) (%) (%) (%)

38 Lepiota flammeatincta lepiotaceae 6 0,21% 0,2 0,83% 1,04% 0.0021179 -61,720,485 -0,01288

39 Lepiota naucina lepiotaceae 9 0,31% 0,2 0,83% 1,15% 0.0031768 -57,665,834 -0,01805

40 Lepiota procera lepiotaceae 4 0,14% 0,2 0,83% 0,97% 0.0014119 -65,775,136 -0,00915

41 Lycoperdon sp lycoperdaceae 2 0,07% 0,2 0,83% 0,90% 0.000706 -72,706,608 -0,00506

42 Marasmiellus candidus tricholomataceae 23 0,80% 0,2 0,83% 1,63% 0.0081186 -48,283,137 -0,03863

43 Marasmiellus foetidus tricholomataceae 24 0,83% 0,2 0,83% 1,67% 0.0084716 -47,857,541 -0,03995

44 Marasmius candidus tricholomataceae 59 2,05% 0,8 3,33% 5,39% 0.020826 -38,862,705 -0,07975

45 Marasmius copelandi tricholomataceae 60 2,09% 0,4 1,67% 3,75% 0.021179 -38,694,634 -0,08075

46 Marasmius haematocephalus tricholomataceae 1 0,03% 0,2 0,83% 0,87% 0.000353 -7,963,808 -0,00277

47 Marasmius ramealis tricholomataceae 28 0,97% 0,2 0,83% 1,81% 0.0098835 -46,316,034 -0,04511

48 Marasmius sp. tricholomataceae 1 0,03% 0,2 0,83% 0,87% 0.000353 -7,963,808 -0,00277

49 Microporellus dealbatus tricholomataceae 2 0,07% 0,2 0,83% 0,90% 0.000706 -72,706,608 -0,00506

50 Mycena acicula tricholomataceae 6 0,21% 0,4 1,67% 1,88% 0.0021179 -61,720,485 -0,01288

51 Mycena clavularis tricholomataceae 3 0,10% 0,2 0,83% 0,94% 0.0010589 -68,651,957 -0,00716

52 Mycena lilacifolia tricholomataceae 1 0,03% 0,2 0,83% 0,87% 0.000353 -7,963,808 -0,00277

53 Mycena sp. tricholomataceae 4 0,14% 0,4 1,67% 1,81% 0.0014119 -65,775,136 -0,00915

54 Mycena strobilinoides tricholomataceae 2 0,07% 0,2 0,83% 0,90% 0.000706 -72,706,608 -0,00506

55 Panus sp. tricholomataceae 2 0,07% 0,2 0,83% 0,90% 0.000706 -72,706,608 -0,00506

56 Peziza sp. pezizaceae 5 0,17% 0,2 0,83% 1,01% 0.0017649 -635,437 -0,01105

Universitas Sumatera Utara

K KR FR INP No Nama Jenis Famili F pi ln pi pi ln pi H' E (ind/ha) (%) (%) (%)

57 Pholiota mutabilis strophariaceae 1 0,03% 0,2 0,83% 0,87% 0.000353 -7,963,808 -0,00277

58 Pholiota squarrosoides strophariaceae 2 0,07% 0,2 0,83% 0,90% 0.000706 -72,706,608 -0,00506

59 Piptoporus betulinus polyporaceae 53 1,84% 0,2 0,83% 2,68% 0.0187081 -3,993,516 -0,07362

60 Polyporus arcularius polyporaceae 90 3,13% 0,4 1,67% 4,80% 0.0317684 -34,639,983 -0,10844

61 Polyporus badius polyporaceae 1 0,03% 0,2 0,83% 0,87% 0.000353 -7,963,808 -0,00277

62 Polyporus dermoporus polyporaceae 13 0,45% 0,2 0,83% 1,29% 0.0045888 -53,988,586 -0,02441

63 Polyporus sp. polyporaceae 40 1,39% 0,4 1,67% 3,06% 0.0141193 -42,749,285 -0,05948

64 Polyporus varius polyporaceae 4 0,14% 0,4 1,67% 1,81% 0.0014119 -65,775,136 -0,00915

65 Pycnoporus cinnabarius polyporaceae 6 0,21% 0,2 0,83% 1,04% 0.0021179 -61,720,485 -0,01288

66 Russula mairei rusullaceae 1 0,03% 0,2 0,83% 0,87% 0.000353 -7,963,808 -0,00277

67 Russula sp. rusullaceae 1 0,03% 0,2 0,83% 0,87% 0.000353 -7,963,808 -0,00277

68 Russula subnigricans rusullaceae 1 0,03% 0,2 0,83% 0,87% 0.000353 -7,963,808 -0,00277

69 Sparassis radicata clavariaceae 1 0,03% 0,2 0,83% 0,87% 0.000353 -7,963,808 -0,00277

70 Stereum hirsutum stereaceae 110 3,83% 0,2 0,83% 4,66% 0.0388281 -32,633,276 -0,12486

71 Stereum ostreum stereaceae 134 4,66% 0,2 0,83% 5,49% 0.0472997 -30,659,682 -0,1429

72 Stereum sp stereaceae 24 0,83% 0,4 1,67% 2,50% 0.0084716 -47,857,541 -0,03995

73 Suillus lakei boletaceae 2 0,07% 0,2 0,83% 0,90% 0.000706 -72,706,608 -0,00506

74 Suillus sp. boletaceae 3 0,10% 0,2 0,83% 0,94% 0.0010589 -68,651,957 -0,00716

75 Trametes corrugata polyporaceae 30 1,04% 0,2 0,83% 1,88% 0.0105895 -45,626,106 -0,04761

Universitas Sumatera Utara

K KR FR INP No Nama Jenis Famili F pi ln pi pi ln pi H' E (ind/ha) (%) (%) (%)

76 Trametes hirsuta polyporaceae 48 1,67% 0,4 1,67% 3,34% 0.0169432 -40,926,069 -0,06833

77 Trametes versicolor polyporaceae 136 4,73% 0,6 2,50% 7,23% 0.0480056 -30,511,531 -0,14433

78 Tricholoma sp. tricholomataceae 55 1,91% 0,4 1,67% 3,58% 0.019414 -39,564,748 -0,07569

79 Tulostoma sp. tulostomataceae 46 1,60% 0,2 0,83% 2,43% 0.0162372 -41,351,666 -0,06616

80 Tyromyces amarus polyporaceae 2 0,07% 0,4 1,67% 1,74% 0.000706 -72,706,608 -0,00506

81 Xeromphalina campanella tricholomataceae 21 0,73% 0,2 0,83% 1,56% 0.0074126 -49,192,855 -0,03593

82 Xylaria polymorpha xylariaceae 46 1,60% 0,2 0,83% 2,43% 0.0162372 -41,351,666 -0,06616

83 Xylaria sp. xylariaceae 2 0,07% 0,2 0,83% 0,90% 0.000706 -72,706,608 -0,00506

2833 100,00% 24 100,00% 200,00% -364,562

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 7 : Contoh Perhitungan (K,KR, F, FR, INP, H’ dan IS)

A. Contoh Perhitungan Kerapatan Mutlak pada Calocybe ionides

Kerapatan Mutlak (KM) = Jumlah individu suatu jenis Luas Plot contoh / Plot pengamatan

12 = 0,2 ha

= 12 ind/0,2 ha

B. Contoh Perhitungan Kerapatan relatif pada Calocybe ionides

Kerapatan mutlak suatu jenis Kerapatan Relatif (KR) = x100% Jumlah total kerapatan mutlak Seluruh jenis

12 = x 100% 748

= 1,60%

C. Contoh Perhitungan Frekuensi Mutlak pada Calocybe ionides

Jumlah plot yang ditempati suatu jenis Frekuensi Mutlak (FM) = Jumlah seluruh plot pengamatan

1 = 3

= 0,333

Universitas Sumatera Utara

D. Contoh Perhitungan Frekuensi Relatif pada Calocybe ionides

Frekuensi suatu jenis Frekuensi Relatif (FR) = x 100% Frekuensi total seluruh jenis

0,333 = x 100% 11,333

= 2,94%

E. Contoh Perhitungan Indeks Nilai Penting pada Calocybe ionides

INP = KR + FR = 1,60% + 2,94% = 4,55%

F. Contoh Perhitungan Indeks Keanekaragaman dari Shannon-Wiener pada Calocybe ionides di Trail I

ni pi = N

12 = 748

= 0.01604

H’ = -Σpi ln pi = - (-2,732257) = 2.732257

Universitas Sumatera Utara

G. Contoh Perhitungan Indeks Keseragaman pada Trail I H’ E = H maks

2.73226 = 3.33221 = 0,819955

H. Contoh Menghitung Indeks Similaritas untuk Trail I dan II

2C IS = X 100 % A + B

2 x (3,07% + 21,99% + 4,55%) = X 100 % 100 + 100

29,61% = X 100 % 200%

= 14,80%

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 8 : Analisa Korelasi Pearson Dengan Metode Komputerisasi SPSS Ver. 16.00

Keanekaraga Kelembaban Suhu Intensitas pH man kelembaban Pearson Correlation 1 -,808 -,246 ,368 ,698 Sig. (2-tailed) ,098 ,690 ,543 ,190 N 5 5 5 5 5 Suhu Pearson Correlation -,808 1 ,107 -,211 -,528 Sig. (2-tailed) ,098 ,865 ,733 ,360 N 5 5 5 5 5 intensitas Pearson Correlation -,246 ,107 1 ,745 -,707 Sig. (2-tailed) ,690 ,865 ,149 ,182 N 5 5 5 5 5 pH Pearson Correlation ,368 -,211 ,745 1 -,137 Sig. (2-tailed) ,543 ,733 ,149 ,826 N 5 5 5 5 5 keanekaragaman Pearson Correlation ,698 -,528 -,707 -,137 1 Sig. (2-tailed) ,190 ,360 ,182 ,826 N 5 5 5 5 5 *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 9 : Indeks Kesamaan

Y 2 dan 4 4 dan 11 11 dan 1‐2 3.07 4.35 9.9 2.92 21.99 4.71 28.56 7.77 4.55 5.2 5.2 4.19 4.79 4.37 10.27 4.79 7.95 6.69

7.77

29.61 14.80% 19.05 9.53% 52.82 26.41% 47.56 23.78%

1 dan 4 2 dan 11 4 dan 1‐2 10.83 4.71 12.45 3.07 12.49 3.55 5.20 5.63 4.19 3.21 4.53 10.27 6.95 5.2 4.79 3.55 29.05 14.63% 27.36 13.68% 44 22.00%

1 dan 11 2 dan 1‐2 1 dan 1‐2 6.28 4.35 3.55 9.9 2.92 3.34 3.07 4.71 6.28 12.49 7.95 4.19 5.88 5.63 3.07 5.61 7.95 11.42 2.71 3.74 2.92 7.77 58.39 29.20% 22.64 12.78% 41.78 20.89%

KESIMPULAN Trail 1 2 4 11 1‐2 1 14.80% 14.63% 29.20% 20.89%

2 9.53% 13.68% 12.78%

4 26.41% 22.00%

11 23.78%

Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN 10 : Faktor Fisik

N : 03 32 43,3 Kordinat E : 098 07 06,9 Suhu udara 27 26 28 Kelembaban 87 86 87 Trail 1 Penetrasi cahaya 420 426 433 pH substrat 6.8 6.2 6.4 Altitudinal 300 280 280 Ketebalan serasah (cm) 2.5 4 4

Kordinat N : 03 32 57,7 N : 03 32 57,8 N : 03 32 55,8 E : 098 06 52,2 E : 098 06 58,7 E : 098 06 51,9 Suhu udara 28 27 28.5 Kelembaban 86 86 87 Trail 2 Penetrasi cahaya 562 541 552 pH substrat 6.7 6.7 6.8 Altitudinal 340 340 280 Ketebalan serasah (cm) 4 3.5 4

Kordinat N : 3 32 49,7 E : 098 06 50,4 Suhu udara 26 27 26 Kelembaban 88 89 88 Trail 4 Penetrasi cahaya 560 570 522 pH substrat 6.6 6.8 6.8 Altitudinal 360 340 340 Ketebalan serasah (cm) 1 2 1.5

Kordinat N : 03 32 44,0 E : 098 06 57,7 Suhu udara 27 27 26.5 Kelembaban 87 86 87 Trail 11 Penetrasi cahaya 415 410 421 pH substrat 6.5 6.4 6.4 Altitudinal 310 300 340 Ketebalan serasah (cm) 3 4 4

Universitas Sumatera Utara

Kordinat N : 03 32 50,6 E : 098 07 07,1 Suhu udara 26 26 26 Kelembaban 91 91 90 Trail 1‐2 Penetrasi cahaya 453 443 432 pH substrat 6.6 6.7 6.7 Altitudinal 310 310 280 Ketebalan serasah (cm) 6 7 6

KESIMPULAN

trail 1 trail 2 trail 4 trail 11 trail 1.2 Rata‐rata Suhu udara 27 28 26 27 26 27 Kelembaban 87 86 88 87 91 88 Penetrasi cahaya 426 551 562 415 443 479 pH substrat 6.5 6.7 6.7 6.4 6.7 6.6 Ketebalan serasah (cm) 3.5 3.8 1.5 3.6 6.3 3.7

Universitas Sumatera Utara 113

LAMPIRAN 11 : SPORA PRINT

Marasmius Spora Marasmius

Universitas Sumatera Utara 114

Lepiota Spora Lepiota

Universitas Sumatera Utara