Pelestarian Nilai-Nilai Civic Culture dalam Memperkuat Identitas Budaya Masyarakat: Makna Simbolik Ulos dalam Pelaksanaan Perkawinan Masyarakat Toba di Sitorang

Lopiana Margaretha Panjaitan dan Dadang Sundawa Departemen Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan , Bandung Volume 3 Nomor 2, Jln. Dr. Setiabudhi 229, Bandung 40154 Oktober 2016: 64-72 Tlp. 082185680115, E-mail: [email protected]

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk memahami pelestarian nilai-nilai civic culture dalam memperkuat identitas budaya masyarakat Batak Toba melalui makna simbolik ulos dalam pelaksanaan upacara perkawinan. Fokus penelitian ini adalah upaya yang dilakukan oleh masyarakat dalam melestarikan nilai-nilai civic culture, dan mengapa masyarakat Batak Toba perlu untuk melestarikan nilai-nilai civic culture tersebut. Desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan metode studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dokumentasi, dan partisipasi langsung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ulos tidak bisa lepas dari kehidupann orang Batak Toba karena merupakan warisan nenek moyang sejak dahulu kala, ulos juga sebagai simbol kasih sayang di antara keluarga, yaitu antara orang tua dan anak, dan juga antar sesama anggota masyarakat; (2) upaya yang dilakukan oleh masyarakat dan pemerintah dalam melestarikan nilai-nilai civic culture tersebut adalah dengan cara memberikan pemahaman dan penjelasan kepada generasi muda dan membangun sebuah cagar budaya; (3) alasan mengapa masyarakat Batak Toba perlu melestarikan nilai-nilai civic culture tersebut adalah agar warisan nenek moyang tetap terjaga karena di dalam makna simbolik ulos tersebut terdapat nilai-nilai luhur , seperti nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kata kunci: civic culture, ulos, perkawinan, masyarakat Batak Toba

Abstract Preservation of The Value of Civic Culture in Strengthening The Cultural Identity of The Community: Case Study on The Symbolic Meaning of Marriage of Ulos in The Implementation of Batak Toba Society in Sitorang). This reseach aims to understand the preservation the value of civic culture in strengthening the cultural identity of Batak Toba society through the symbolic meaning of ulos in the implementation of the marriage. This research focuses to have the efforts made by the community in preserving the value of civic culture, and to find out why the people of Batak Toba need to preserve the value of the civic culture. The study uses a qualitative case study method. The techniques of data collection are done through interviews, observation, documentation, and direct participation. The reseach results show that: (1) Ulos is not separated from the life of Batak Toba, because it is a heritage since a very long time ago, ulos is also as a symbol of affection among family, between parents and children, as well as among members of society; (2) The effort made by the public and the government in prevising the value of the civic culture is to provide an understanding and explanation to the younger generation and build a cultural heritage; (3) Reasons why people of Batak Toba need to preserve the value of the civic culture is that the heritage is maintained, because the noble values of Pancasila can be found in the symbolic meanings of ulos, as the value of divinity, humanity, unity, democracy, and justice. Keywords: civic culture, ulos, marital, community Batak Toba

64 Naskah diterima: 1 Maret 2016; Revisi akhir: 11 Mei 2016 Journal of Urban Society’s Art | Volume 3 No. 2, Oktober 2016

Pendahuluan bijak dalam kehidupan ini. Budaya yang ada di Indonesia mengandung makna kearifan lokal bagi Manusia dan kebudayaan merupakan dua masyarakat di wilayah asal budaya itu dikenal. Bu- hal yang tidak dapat dipisahkan. Kebudayaan daya, selain itu, juga mengandung arti kehidupan tidak akan tercipta tanpa ada manusia yang yang mendalam tentang kecintaan masyarakat ter- mau melestarikannya karena manusia tersebut hadap Tuhan, lingkungan, dan hubungan sesama adalah bagian dari masyarakat yang membentuk manusia. kebudayaan. Masyarakat adalah sekumpulan orang yang hidup bersama yang menghasilkan Budaya Kewarganegaraan (Civic Culture) kebudayaan. Masyarakat merupakan suatu bentuk kehidupan bersama, yang warganya hidup bersama Istilah budaya kemasyarakatan atau civic untuk jangka waktu yang cukup lama sehingga culture diciptakan oleh Almond dan Verba pada menghasilkan kebudayaan. Masyarakat merupakan tahun 1963 dalam bukunya The Civic Culture untuk suatu sistem sosial, yang menjadi wadah dari pola- menjelaskan perilaku hubungan politik dan sosial pola interaksi sosial atau hubungan interpersonal yang dianggap penting bagi keberhasilan demokrasi maupun hubungan antarkelompok (Gulo, modern. Melalui penggunaan teknik penelitian 2012:52). survei pada saat itu, Almond dan Verba melakukan Budaya atau yang dikenal dengan kata pengkajian di lima negara, yakni Inggris, Jerman, kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu Italia, Meksiko, dan Amerika Serikat. Dalam kata buddhayah. Kata buddhayah adalah bentuk kajian tersebut terjadi perubahan studi politik jamak dari kata buddhi yang berarti sebagai hal komparatif yang menjauh dari kecenderungan yang berkaitan dengan budi atau akal manusia. ekslusif dengan analisis mendasar terhadap studi Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut dengan perilaku komparatif. culture, kata culture sendiri berasal dari kata Latin Pembahasan mengenai civic culture atau dalam colere yang berarti pemeliharaan, pengelolaan, bahasa Indonesia dapat diterjemahkan budaya dan penggarapan tanah menjadi tanah pertanian. kewargaan adalah rasa, sikap, dan perilaku yang Budaya adalah salah suatu cara hidup yang mengarah pada keterikatan menjadi kesatuan berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah komunitas atau masyarakat yang menjunjung nilai- kelompok orang yang diwariskan dari generasi ke nilai kebersamaan, moral, etika sehingga tumbuh generasi (Mulyadi, 1999:20 dalam Suriati 2015:9- kesadaran untuk bersama-sama membangun 18; Karthago, 2014:1998-1999). peradaban (Annisa, 2015:6). Kebudayaan kiranya dapat diartikan sebagai Berbicara tentang civic culture, tidak terlepas segenap perwujudan dan keseluruhan hasil pikiran kalau berbicara tentang civic education sehingga (logika), kemauan (etika), serta perasaan (estetika) civic culture merupakan salah satu sumber yang manusia dalam rangka perkembangan kepribadian sangat bermakna bagi pengembangan civic educa- manusia, perkembangan hubungan manusia tion. Melalui civic culture (budaya kewarganegara- dengan manusia, hubungan manusia dengan an) diharapkan setiap individu masyarakat mampu alam, dan hubungan manusia dengan Tuhan Yang memahami bagaimana agar civic culture tersebut Maha Esa (Joesoef dalam Salam, 2002:116; Suriati, bisa dipahami melalui pemahaman pendidikan 2015:9-18; Nilam, 2015:577). kewarganegaraan. Indonesia memiliki keanekaragaman budaya Pendidikan kewarganegaraan yang mengkaji yang sangat luar biasa. Semua budaya tradisi me- tentang budaya adalah civic culture. Winataputra miliki nilai dan kedudukan yang sangat penting (2012:57) secara spesifik mengungkapkan civic bagi masyarakat Indonesia karena budaya tradisi culture merupakan budaya yang menopang ke- mengajarkan banyak hal yaitu mengajarkan ber- warganegaraan yang berisikan seperangkat ide yang syukur, mengajarkan saling menghormati, dan lain dapat diwujudkan secara efektif dalam representasi sebagainya. Melalui budaya akan semakin arif dan kebudayan untuk tujuan pembentukan identitas

65 Lopiana Margaretha Panjaitan dan Dadang Sundawa, Nilai-Nilai Civic Culture dalam Identitas Budaya Masyarakat warga negara. Dalam hal ini civic culture sangat di- budaya lokal dari hal adat istiadat, di nilai, perlukan dalam pengembangan kewarganegaraan. norma, etika, kepercayaan, hukum, dan aturan- Winataputra (2006:58) menyatakan bahwa identi- aturan khusus lain yang terdapat pada masyarakat tas warga negara yang bersumber dari civic culture tradisional Indonesia. Pada saat ini budaya Indo- perlu dilestarikan dan dikembangkan melalui pen- nesia seolah kehilangan esensinya. Hal ini diaki- didikan kewarganegaraan dalam berbagai bentuk batkan oleh kuatnya modernisasi yang masuk ke dan latar belakang. Winataputra (2006:62) juga dalam budaya Indonesia. Keadaan ini tentunya menjelaskan unsur dari budaya kewarganegaraan berdampak pada turunnya minat masyarakat un- (civic culture) adalah civic virtue atau kebajikan atau tuk mempelajari dan mengembangkan kebudayaan akhlak kewarganegaraan yang mencakup keterli- yang ada di Indonesia ini. batan aktif warga negara, hubungan kesejajaran/ egaliter, saling percaya dan toleran, kehidupan yang Ulos Sebagai Identitas Budaya kooperatif, solidaritas, dan semangat kemasyara- katan. Identitas pribadi warga negara yang ber- Peran citizenship education (pendidikan ke- sumber dari civic culture Indonesia yang multi- warganegaraan) dalam mendidik warga negara un- kultural perlu dikembangkan melalui pendidikan tuk menjadi warga negara yang baik (a good citizen) kewarganegaraan dalam berbagai bentuk dan latar. secara universal diterima bagi setiap warga negara Identitas bangsa dapat menampakkan diri sebagai dengan mengetahui dan menjalankan hak dan ke- rasa kebanggaan menjadi anggota komunitas bang- wajiban sebagai warga negara. Beberapa bentuk hak sa. Identitas bangsa dapat menggunakan berbagai dan kewajiban dari seorang warga negara adalah simbol seperti simbol bahasa dan simbol-simbol pendidikan formal, melestarikan budaya lokal atau kebudayaan lain. Simbol (symbol) berasal dari kata budaya masyarakat menjadi identitas budaya dan Yunani “sys-ballein” yang berarti melemparkan ber- identitas bangsa Indonesia, dalam hal ini adalah sama suatu (benda, perbuatan) atau “symbolos”, budaya masyarakat Batak Toba. yang berarti tanda atau ciri yang memberitahu- kan sesuatu hal kepada seseorang. Simbol adalah Perkawinan Masyarakat Batak Toba bentuk yang menandai sesuatu yang lain di luar perwujudan bentuk simbolik itu sendiri. “A symbol Perkawinan adalah ikatan sosial atau ikatan is a sign which refers to the object that is denotes by perjanjian hukum antarpribadi yang membentuk virtue of a law, usually an association of general ideas, hubungan kekerabatan dan yang merupakan suatu which operates to cause the symbol to be interpreted pranata dalam budaya setempat yang meresmikan as referring to that object” (Derrida dalam Sobur, hubungan antarpribadi yang biasanya intim 2009:156; Tilaar, 2007:58; Herusatoto dalam Pu- dan seksual. Perkawinan umumnya dimulai tri, 2010:5). Ulos dalam hal ini juga merupakan dan diresmikan dengan upacara pernikahan. suatu simbol yang digunakan oleh masyarakat Umumnya perkawinan dijalani dengan maksud Batak Toba dalam menyampaikan doa dan sebagai untuk membentuk keluarga (Wikipedia Bahasa simbol kasih sayang bagi si penerima. Indonesia). Pernikahan adat Batak Toba merupakan Masyarakat dan kebudayaan melahirkan se- sesuatu yang wajib untuk dilaksanakan. buah identitas budaya masyarakat itu sendiri, yaitu Pernikahan adalah upacara sakral yang ada di identitas budaya yang nantinya menjadi identitas kehidupan seorang manusia. Kesakralan acara ini bangsa. Tilaar (2007:37) mengatakan bahwa iden- diungkapkan di adat suku Batak. Di suku Batak, titas bangsa merupakan gambaran yang menyelu- pernikahan adalah kegiatan mengikat janji untuk ruh dari suatu bangsa seperti bangsa Indonesia. sehidup semati dengan pasangan kita (Sidabutar, Keseluruhan nilai-nilai sosial yang diakui secara 2015:4). konsensus oleh masyarakat Indonesia itulah yang Penggunaan ulos dalam upacara perkawinan disebut identitas bangsa. Masyarakat Batak Toba masyarakat Batak Toba adalah salah satu contoh juga memiliki suatu identitas budaya yang tidak

66 Journal of Urban Society’s Art | Volume 3 No. 2, Oktober 2016 dapat dipisahkan dari masyarakat Toba, yaitu Ulos, bahasa, dan norma-norma yang sama” (Regar, yang akhirnya nanti diakui sebagai identitas bangsa Kawung, & Tangkudung, 2014:7). Indonesia. Batak adalah salah satu suku bangsa Indonesia Pentingnya identitas bagi sebuah kelompok yang mendiami Provinsi Sumatera Utara, tepat- etnik, menurut Giddens (2001:247) dikarenakan nya di wilayah Langkat Hulu, Deli Hulu, Daratan “It can provide an important thread of continuity Tinggi Karo, Serdang Hulu, Toba, Simalungun, with past and is opten kept alive through the prac- Tapanuli Tengah, dan Mandailing. Suku bangsa tice of cultural traditions”. Oleh karena itu, ham- Batak terbagi menjadi enam, yakni suku Batak pir semua identitas kultural --apakah itu dipahami Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalung- dalam kaitan dengan identitas ikatan persauda- un, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Keenam ran, ras, ataupun etnik-- dibangun dalam konteks suku Batak tersebut memiliki ciri khas budaya yang yang berhadap-hadapan dengan yang lain (Regar, berbeda-beda, namun pada prinsipnya akar budaya Kawung, & Tangkudung, 2014:3). masyarakat Batak sama, yakni budaya Batak. Ulos adalah salah satu bentuk pelestarian bu- Masyarakat Batak Toba juga memiliki berb- daya daerah untuk memperkuat identitas budaya agai budaya dan adat istiadat. Salah satunya adalah masyarakat Batak Toba. Hal ini mempunyai arti upacara adat perkawinan. Upacara adat perkawi- bahwa melalui ulos masyarakat Batak Toba dapat nan bagi masyarakat Batak Toba tidak terlepas melestarikan nilai-nilai civic culture melalui makna dari pemberian ulos. Menurut sejarahnya, ulos simbolik yang terkandung di dalamnya. adalah sebuah tanda yang bisa mengayomi dan Sebagai bangsa Indonesia masyarakatnya memberikan kehangatan bagi pemakainya. Dalam haruslah bangga menggunakan di dalam hal ini ulos diartikan sebagai sebuah sarana pelind- pergaulan bangsa-bangsa dunia. Di sisi yang lain ung yang mampu memberikan perlindungan dan ketika terjadi keterpurukan karena berbagai krisis kasih sayang oleh si pemberi kepada si penerima ada kecenderungan orang malu mengenakan ulos. Pada saat pemberiaan ulos tersebut maksud pakaian batik di luar negaranya. Di sini dapat dan tujuan si pemberi memberikan ulos tersebut terlihat adanya peran pendidikan untuk terucapkan. mempertahankan dan mengembangkan identitas Salah satu wujud hubungan kekeluargaan nasional dengan nilai-nilainya yang positif yaitu yang ditunjukkan dalam setiap upacara adat Batak melalui pendidikan kewarganegaraan (Tilaar, Toba adalah peristiwa pemberian ulos yang dipres- 2007:58). Masyarakat Batak Toba juga diharapkan entasikan dalam bentuk tindakan mangulosi. Tin- mampu menunjukkan identitas budayanya melalui dakan ini merupakan wujud sakral yang memegang pelestarian dan pemahaman tentang makna posisi penting dalam ritus adat Batak Toba. Hal simbolik ulos tersebut agar masyarakat Batak ini disebabkan tindakan mangulosi bukan hanya Toba bangga memiliki identitas yang patut untuk sekadar pemberian hadiah biasa, namun men- diperkenalkan pada orang lain. gandung arti yang cukup dalam. Pada dasarnya, Identitas merupakan hal yang abstrak, kom- mangulosi adalah tindakan memberi/menyelimuti pleks, dan dinamis. Oleh karena itu, identitas ti- ulos yang disertai dengan umpasa-umpasa (pantun) dak mudah untuk diartikan. Fong dalam Samo- yang berisikan doa dan dianggap sebagai lambang var (2010:184) memberikan pendapat bahwa pemberian restu, curahan kasih sayang, harapan, budaya dan identitas budaya dalam pembelajaran dan kebaikan-kebaikan lainnya. Pemberian ulos ini hubungan antarbudaya menjadi payung untuk hanya boleh dilakukan oleh pihak yang memiliki menggolongkan identitas ras dan etnik. Fong kedudukan tinggi kepada pihak yang memiliki menjelaskan identitas budaya sebagai “identitas kedudukan rendah dalam struktur fungsional adat komunikasi dari sistem perilaku verbal dan non- Batak Toba. Sebagai contoh, dari pihak hula-hula verbal yang memiliki arti dan yang dibagikan di (pemberi boru) kepada pihak laki-laki ataupun dari antara anggota kelompok yang memiliki rasa sal- orang tua kepada anaknya (Vergouwen, 1986:60); ing memiliki dan yang membagi tradisi, warisan, (Irianto, 2005:9).

67 Lopiana Margaretha Panjaitan dan Dadang Sundawa, Nilai-Nilai Civic Culture dalam Identitas Budaya Masyarakat

Ada banyak jenis ulos dalam upacara perkawi- Batak Toba memberi berkat serta doa-doa melalui nan masyarakat Batak Toba, seperti ulos hela, ulos umpasa (pantun) yang diucapkan ketika mangulosi pansamot, ulos pamarai, ulos si hunti ampang, ulos pihak pengantin dan pihak dongan tubu. Tujuan holong, dan ulos kepada ale-ale. Melihat banyaknya dari tindakan mangulosi ini adalah sebagai simbol ulos yang diberikan sesuai dengan kondisinya se- rasa kasih sayang yang ditunjukkan oleh si pem- cara umum mengandung arti yang hampir sama, beri ulos kepada si penerima agar si penerima ulos tetapi yang menjadi perbedaan adalah ungkapan mendapat berkat, dan selalu dilindungi oleh Tuhan. dari si pemberi kepada si penerima. Hal ini dapat Ulos adalah kain tenun khas Batak berbentuk dimisalkan pemberian ulos hela tidaklah sama pe- selendang yang melambangkan ikatan kasih sayang nyampaian dan pemberiannya dengan ulos pansa- antara orang tua dan anak-anaknya atau antara mot. seseorang dan orang lain. Hal ini tercantum dalam Dalam pemberian ulos tersebut ada tingka- filsafat orang Batak yang berbunyi: “Ijuk pangihot tan yang harus diperhatikan dan juga nilai-nilai ni hodong, ulos pengikat holong”. Artinya adalah budaya masyarakat yang tidak bisa dilanggar atau ijuk pengikat pelepah pada batangnya dan ulos digantikan dengan apa pun, contohnya pemberian pengikat kasih sayang di antara sesama. ulos tersebut tidak bisa sembarangan dilakukan Ulos memegang peranan penting, baik sebagai oleh setiap orang. Terdapat tingkatan yang harus alat dan objek upacara maupun sebagai perlengka- diperhatikan. Yang bisa memberikan ulos tersebut pan busana untuk menghadiri upacara adat. Ulos adalah orang-orang yang tingkatannya lebih tinggi sebagai alat dan objek upacara diberikan dari satu kalau dilihat dari adat-istiadat yang dianut oleh pihak dan diterima oleh pihak yang lain. Menurut orang Batak Toba. adat, pihak pemberi ulos lebih tinggi kedudukan- Bagi masyarakat Batak Toba, ulos dapat di- nya daripada pihak yang diberi. anggap sebagai media solidaritas dalam kehidu- Ulos adalah salah satu sarana yang dipakai pan bermasyarakat yang tergabung dan terhimpun oleh hula-hula (pihak pemberi isteri) untuk men- dalam kesatuan sosial dalihan natolu. Hal ini dapat galihkan sahala (kekuatan diri)-nya kepada boru dilihat dari struktur kelompok fungsional yang (pihak penerima isteri). Ulos memancarkan pen- terjalin di antara pihak hula-hula, dongan tubu, garuh yang melindungi tidak hanya badan, tetapi dan boru. Sebagai contoh dapat kita lihat dalam juga tondi (ruh) orang yang dikenakan ulos. Ulos pesta perkawinan Batak Toba. Dalam upacara terse- yang memiliki nilai budaya paling tinggi adalah but pihak hula-hula mangulosi pihak pengantin ulos ni tondi (ulos roh). perempuan dan dongan sabutuha dari kedua pihak Makna simbolik ulos secara umum terdiri keluarga pengantin (Irianto, 2005:9). Hal terse- atas tiga bagian, yaitu hapal (tebal) memberikan but menandakan bahwa pihak hula-hula sebagai kehangatan tubuh dan roh bagi yang menerimanya, pemegang struktural fungsional tertinggi dalam sitorop rambu (banyak rambu di ujung ulos) mem-

Gambar 2. Ulos Hela (kiri) dan ulos Pamarai (kanan) Gambar 1. Berbagai jenis ulos (Foto: Lopiana, 2016) (Foto: Lopiana, 2016)

68 Journal of Urban Society’s Art | Volume 3 No. 2, Oktober 2016 punyai arti agar mendapatkan banyak keturunan Penggunaan ulos dalam upacara perkawinan putra dan putri bagi yang menerimaanya, serta masyarakat Batak Toba adalah salah satu contoh ganjang (panjang) yang mempunyai arti agar orang budaya lokal dari hal adat istiadat, di samping nilai, yang menerimanya panjang umur. norma, etika, kepercayaan, hukum, dan aturan- Pemberian ulos mempunyai makna simbo- aturan khusus lain yang terdapat dalam masyarakat lik sebagai “materi” agar permohonan yang dis- tradisional Indonesia. Pada saat ini budaya Indo- ampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa menjadi nesia seolah kehilangan esensinya. Hal ini diaki- kenyataan seiring dengan disampaikannya ulos batkan oleh kuatnya modernisasi yang masuk ke tersebut untuk menghangatkan tubuh dan roh dalam budaya Indonesia. Keadaan ini tentunya ini kedua pengantin yang menjadi satu dalam kelu- berdampak pada turunnya minat masyarakat untuk arga. Penyampaian ulos diharapkan dapat memacu mempelajari dan melestarikan kebudayaan yang semangat hidup untuk mengayuh biduk keluarga ada di Indonesia ini, khususnya kebudayaan yang di tengah gelombang dunia yang dahsyat. ada dalam masyarakat Batak Toba. Dalam setiap pelaksanaan upacara adat ma- syarakat Batak Toba tidak pernah lepas dari peng- Pemahaman Masyarakat Batak Toba tentang gunaan ulos karena ulos sudah menjadi identitas Makna Simbolik Ulos dalam Perkawinan bagi masyarakat Batak Toba. Ulos sebagai identitas bagi masyarakat Batak Toba bisa dilihat ulos jenis Secara umum masyarakat Batak Toba di Si- yang dipakai oleh seseorang (si pemakai ulos terse- torang sudah memahami tentang makna simbolik but). Dari situ dapat dilihat kedudukan seseorang ulos dalam pelaksanaan perkawinan, yaitu mampu dalam setiap acara adat yang dilaksanakan oleh memperkuat identitas budaya masyarakat Batak masyarakat Batak Toba. Hal tersebut juga sebagai Toba. Hal tersebut terbukti dengan masih digu- budaya masyarakat yang dilaksanakan secara terus- nakan ulos dalam setiap pelaksanakaan upacara menerus dan turun-temurun yang akhirnya mem- adat Batak, khususnya perkawinan. Masyarakat budaya bagi setiap generasi ke generasi. masih memahami bahwa ulos sebagai simbol kasih Ulos yang digunakan dalam setiap upaca- sayang di antara masyarakat dan juga mempererat ra adat, khususnya dalam pelaksanaan upacara hubungan kekeluargaan antara pihak laki-laki dan perkawinan masyarakat Batak Toba sebagai iden- pihak perempuan. Masyarakat Batak Toba masih titas tersebut, akhirnya membentuk civic culture dapat menjelaskan bagaimana sejarah ulos. Dalam (budaya kewarganegaraan) masyarakat itu sendiri. hal ini masyarakat di Sitorang mengatakan bahwa Terdapat juga beberapa nilai-nilai civic culture yang sejarah ulos tersebut berasal dari nenek moyang za- ada dalam pemberian ulos pada saat upacara pelak- man dahulu dan digunakan sebagai pakaian serta sanaan perkawinan tersebut, yaitu lewat kata-kata diwariskan kepada orang Batak Toba. atau umpasa pada saat pemberian ulos tersebut. Secara umum proses pembuatannya sama, yaitu terbuat dari benang yang dipintal sampai akhirnya ditenun. Secara umum pembuatan ulos adalah sama, yang membedakannya adalah nama, corak atau motif, dan sifat kedudukan pemakaian- nya yang harus sesuai dengan jenis upacara adat ketika memberikannya. Makna simbolik yang ter- dapat dalam ulos akan terlihat saat ulos tersebut sudah diberikan kepada seseorang. Dalam pembe- rian ulos selalu diartikan dan dihubungkan dengan makna simbol-simbol, yaitu berupa berkat dan doa agar si penerima ulos tersebut sehat dan panjang Gambar 3. Upacara Mangulosi dalam upacara umur yaitu melalui umpasa (pantun orang Batak perkawinan (Foto: Lopiana, 2016) Toba). Pantun sebagai komunikasi lisan mengand-

69 Lopiana Margaretha Panjaitan dan Dadang Sundawa, Nilai-Nilai Civic Culture dalam Identitas Budaya Masyarakat ung bahasa yang berkias, mendidik, dan menghibur tersebut dapat dilihat dalam ungkapan bahwa yang sering diujarkan dalam perkawinan (Sherly, nilai yang terkandung pada setiap prosesi mangulosi Sukardi, & Ermarita, 2015:40-41); (Sulissusiawan, menghasilkan perbedaan perilaku masyarakat 2015:140-141). Batak terhadap orang yang telah menikah secara Bagi masyarakat Batak Toba yang ada di adat; dan orang yang tidak menikah secara adat Sitorang, menggunakan ulos dalam pelaksanaan lewat teori negosiasi wajah (face negotiation theory), upacara adat Batak khususnya dalam perkawinan serta keyakinan yang terkandung di balik nilai-nilai merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk yang terjadi pada setiap prosesi mangulosi, baik tetap mempertahankan identitas budaya yang di- nilai terhadap kain ulos maupun terhadap seluruh miliki. Masyarakat Batak di Sitorang meyakini rangkaian peristiwa komunikasi yang terjadi dalam dengan melakukan hal tersebut, para generasi pernikahan adat Batak Toba (Sirait, Destien & muda juga akan turut berperan serta dalam men- Hidayat, Dasrun, 2015:23). Masyarakat dalam jaga identitas budaya yang dimiliki. Penggunaan hal ini sudah berupaya untuk melestarikan nilai- ulos dalam pelaksanaan perkawinan merupakan nilai civic culture yang ada di masyarakat Batak adat istiadat yang harus diwariskan dari generasi ke Toba. Menurut Sigalingging (2012:2), kehidupan generasi berikutnya sehingga tradisi tersebut tetap manusia tidak terlepas dari persoalan nilai. Nilai dilakukan masyarakat dalam pelaksanaan upacara merupakan sifat atau hal-hal yang penting atau adat Batak Toba. berguna bagi kehidupan manusia. Alasan masyarakat Batak Toba perlu melestari- Upaya Masyarakat Batak Toba dalam kan nilai-nilai civic culture dalam pemberian ulos Pelestarian Nilai-Nilai Civic Culture adalah karena nilai-nilai budaya yang ada dalam masyarakat Batak Toba tersebut adalah warisan Upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat nenek moyang yang diwariskan kepada masyara- Batak Toba dalam pelestarian nilai-nilai civic culture kat Batak sehingga perlu dijaga, dilestarikan, dan adalah tetap digunakannya ulos dalam setiap diturunkan kepada generasi berikutnya agar budaya aspek kehidupan yang dijalani serta memberikan pemberian ulos tetap ada dan tidak punah. penjelasan dan pengertian kepada generasi muda Nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh tentang pentingnya nilai-nilai civic culture tersebut. masyarakat Batak Toba terdapat nilai-nilai luhur Peran serta pemerintah dalam pelestarian nilai-nilai yang telah ada sejak zaman nenek moyang orang civic culture adalah dengan membangun cagar Batak Toba. Hal tersebut dapat dilihat dari makna budaya sehingga masyarakat dapat melihat budaya saat pemberian ulos tersebut. yang ada di masyarakat Batak Toba tersebut. Ulos tersebut tidak hanya digunakan dalam acara pesta Simpulan saja, tetapi masyarakat sudah mulai mengkreasikan ulos tersebut sebagai fashion yang bisa digunakan, Pemahaman masyarakat Batak Toba tentang mulai dari baju sampai membuat tas. makna simbolik ulos dalam pelaksanaan perkawinan Masyarakat juga masih banyak yang berprofesi mampu memperkuat identitas budaya masyarakat. sebagai penenun ulos, dan para pengrajin ulos Dalam hal ini masyarakat Batak Toba di Sitorang juga berperan dengan mengajari para kaum muda secara keseluruhan sudah memahami makna dan setiap orang yang berminat untuk bertenun. simbolik ulos tersebut. Hal tersebut dapat dilihat Masyarakat Batak Toba masih banyak juga yang dari cara masyarakat menggunakan ulos dalam berprofesi sebagai penjual ulos yang dijual setiap setiap pelaksanaan upacara adat khususnya dalam ada onan (pasar). perkawinan, masyarakat masih tetap menggunakan Ulos juga masih digunakan dalam acara ulos sebagai salah satu syarat terlaksananya suatu perkawinan karena masyarakat meyakini dengan acara adat yang akan dilaksanakan. penggunaan ulos melalui prosesi mangulasi Upaya masyarakat Batak Toba dalam terdapat nilai-nilai budaya masyarakat. Hal pelestarian nilai-nilai civic culture adalah dengan

70 Journal of Urban Society’s Art | Volume 3 No. 2, Oktober 2016 tetap melaksanakan adat sesuai dengan aturan yang “Memaknai Nilai Kesenian Kuda Renggong ada dalam dalihan na tolu. Pelestarian nilai-nilai dalam Upaya Melestarikan Budaya Daerah civic culture tersebut adalah melalui budaya yang di Kabupten Sumedang”. Journal of Urban dimiliki oleh masyarakat Batak Toba di Sitorang Society’s Arts, 3(1), 20–27. dalam pelaksanaan perkawinan. Selain penggunaan Karthago, A.H., 2014. “Peran Dinas Kebudayaan ulos dalam adat masyarakat juga memandang dan Pariwisata dalam Pengembangan Seni dan bahwa perlunya mengajarkan kepada para generasi Budaya di Kabupaten Bulungan.” E-Journal muda tentang ulos tersebut agar generasi muda Ilmu Pemerintah, 2(1), pp.1998–1999. bisa mengerti dan memahami bahwa ulos tersebut Nilam, S.P., 2015. “Peran Dinas Kebudayaan dan sangat penting bagi masyarakat Batak Toba. Hal Pariwisata dalam Pengembangan Budaya ini karena ulos merupakan salah satu identitas Daerah di Kabupaten Malinau.” E-Journal yang dimiliki oleh masyarakat Batak Toba, dengan Pemerintah Integrative, 3(4), p.577. tujuan bahwa nantinya para generasi mudalah yang Pangaribuan, Y., 2013. “Penekanan Unsur akan meneruskan dalam melestarikan nilai-nilai Dekoratif Melalui Aplikasi Ornament Ulos civic culture yang ada dalam budaya masyarakat Batak Toba pada Perancangan Busana.” Jurnal Batak Toba. General Kampus, 6(2), p.107. Pelestarian nilai-nilai civic culture diperlukan Pardosi, J., 2008. “Makna Simbolik Umpasa, dengan tujuan agar nilai-nilai yang terdapat dalam Sinamot, dan Ulos pada Adat Perkawinan budaya masyarakat Batak Toba tersebut tidak hilang Batak Toba.” Jurnal Ilmiah Bahasa dan Sastra, atau punah, salah satunya adalah penggunaan ulos VI(2), pp.106–107. tersebut. Dalam ulos banyak sekali nilai budaya Putri, F.D., 2015. “Makna Simbolik Upacara yang terkandung di dalamnya dan nilai-nilai luhur Mangongkal Holi Bagi Masyarakat Batak Toba Pancasila seperti nilai ketuhanan, kemanusiaan, di Desa Simanindo Kecamatan Simanindo persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kabupaten Samosir Provinsi Sumatera Utara.” Jom Fisip, 2(2), p.5. Ucapan Terima Kasih Regar, K. & Tangkudung, 2014. “Pola Komunikasi Antar Budaya dan Identitas Etnik Sangihe- Penulis mengucapkan terima kasih kepada Taulud-Sitaro Studi pada Masyarakat Etnik para informan dalam penelitian ini yang telah Sanger-Tahuna-Sitaro di Kota Manado.” memberikan kemudahan kepada peneliti untuk Journal Acta Diurna, III(4), p.7. mendapatkan informasi tentang topik penulisan Sherly, M., Sukardi & Ermarita, 2015. “Makna artikel ini. Simbolik Kain Ulos pada Masyarakat Batak Toba di Palembang.” Jurnal Kalpataru, 2(2), Kepustakaan pp.40–41. Sidabutar, G., 2015. “Komunikasi Intrabudaya Agustina, C., 2016. “Makna dan Fungsi Ulos dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba dalam Adat Masyarakat Batak Toba di Desa Samosir di Kabupaten Kuantan Singingi.” Jom Talang Mandi Kecamatan Mandau Kabupaten Fisip, 2(2), p.4. Bengkalis.” Jom Fisip, 3(1), p.13. Sigalingging, S., 2012. “Struktur dan Nilai Annisa, F., 2015. “Civic Culture: Media, Kaum Budaya Batak Toba dalam Sastra Lisan Huta Muda, dan Mengenali Keistimewaan Silahisabungan.” Jurnal Sasindo, 1(2), p.2. Yogyakarta.” Jurnal Komunikator, 7(1), p.6. Simorangkir, 2007. Berhala, Adat Istiadat dan Gulo, A.N., 2012. “Degradasi Budaya dalam Agama, Jakarta: Yayasan Lobu Harambir. Upacara Perkainan Masyarakat Nias di Sirait, D. & Hidayat, D., 2015. “Pola Komunikasi Denpasar.” E-Jurnal Kajian Budaya Universitas pada Prosesi Mangulosi dalam Pernikahan Udayana, 1(1), p.52. Budaya Adat Batak Toba.” Jurnal Ilmu Gustinungrum, P. W., & Affandi, I. 2016. Komunikasi (J-IKA), II(1), p.23.

71 Lopiana Margaretha Panjaitan dan Dadang Sundawa, Nilai-Nilai Civic Culture dalam Identitas Budaya Masyarakat

Sulissusiawan, A., 2015. “Makna Simbolik Pantun Carnaval”. Journal of Urban Society’s Arts, 3 dalam Tradisi Mulang-Mulangkan pada (11–19). Masyarakat Melayu Sambas.” Jurnal Litera, Tilaar, H.A.R., 2007. Mengindonesia Etnisitas dan 14(1), pp.140–141. Identitas Bangsa Indonesia, Jakarta: Rineka Suriati, 2015. “Analisis Nilai-Nilai Budaya Cipta. Karia dan Implementasinya dalam Layanan Vergouwen, J.., 1986. Masyarakat dan Hukum Adat Bimbingan dan Konseling.” Jurnal Psikologi Batak Toba, Jakarta: Pustaka Azet. Pendidikan dan Konseling, 1(1), pp.9–18. Winataputra, U. & Budimansyah, D., 2012. Tampubolon, A., & Darmawan, C. 2016. “Fashion Pendidikan Kewarganegaraan dalam Persfektif Budaya Nasional dalam Konteks Wawasan Internasional (Konteks, Teori, dan Profil Kebangsaan: Studi Kasus pada Jember Fashion Pembelajaran), Bandung: Widya Aksara Press.

72