RAT REPELLENT ALAMI DARI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH JENGKOL ( pauciflorum (Benth.) I.C. Nielsen) DALAM BENTUK SEDIAAN GEL

SKRIPSI

OLEH: DESRI FITRIA SARI NIM 161501109

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RAT REPELLENT ALAMI DARI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH JENGKOL (Archidendron pauciflorum (Benth.) I.C. Nielsen) DALAM BENTUK SEDIAAN GEL

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

OLEH: DESRI FITRIA SARI NIM 161501109

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2020

ii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

iii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah yang maha kuasa yang telah melimpahkan rahmat, karunia dan ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Rat Repellent Alami dari Ekstrak Etanol Kulit Buah Jengkol

(Archidendron pauciflorum (Benth.) I.C. Nielsen) Dalam Bentuk Sediaan Gel”.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Kulit jengkol merupakan limbah organik yang tidak bernilai ekonomis.

Pada kulit jengkol terkandung senyawa sulfur yang berfungsi mengusir tikus.

Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat efektivitas ekstrak etanol kulit buah jengkol yang diformulasikan ke dalam bentuk sediaan gel sebagai pengusir tikus.

Aroma yang berasal dari kulit jengkol dapat mengganggu indra penciuman tikus, dimana indra penciuman tikus sangat sensitif sehingga menyebabkan tikus menjadi tidak betah.

Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Marianne, S.Si., M.Si.,

Apt. sebagai dosen pembimbing, yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Kemudian kepada Ibu Yuandani, M.Si., Ph. D., Apt. sebagai ketua penguji, Ibu Dra.

Nazliniwaty, M.Si., Apt. dan Bapak Drs. Suryanto, M.Si., Apt. (Alm.) sebagai anggota penguji, yang telah memberi masukan dalam proses penyelesaian skripsi ini. Selanjutnya, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dekan Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan.

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada kedua orang tua, Ayahanda Arizal Mustafa, SH. (Alm.), ibunda tercinta

Jusfanida, SPd., Kn., abangda terkasih Arif Hidayat, SH. dan kakanda tersayang

Rina Suryani, S.Pd., M.Pd. atas doa, dorongan dan pengorbanan baik moril maupun materil dalam penyelesaian skripsi ini.

Penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada rekan seperjuangan, saudari Yolanda Dwindadifa atas semangat dan dorongannya selama penelitian dan penyusunan skripsi, para sahabat penghuni Setia Budi Suite

B10 yang selalu memberi semangat dan dukungan , teman-teman sejawat Fakultas

Farmasi stambuk 2016, serta rekan-rekan terkasih lainnya yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Medan, 24 Februari 2020 Penulis,

Desri Fitria Sari 161501109

v

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA RAT REPELLENT ALAMI DARI EKSTRAK ETANOL KULIT BUAH JENGKOL (Archidendron pauciflorum (Benth.) I.C. Nielsen) DALAM BENTUK SEDIAAN GEL

ABSTRAK

Latar Belakang: Jengkol (Archidendron pauciflorum (Benth.) I.C. Nielsen) merupakan tumbuhan famili . Kulit jengkol mempunyai kandungan sulfur yang berpotensi untuk mengusir tikus. Tujuan: Untuk mengetahui efektivitas gel ekstrak etanol kulit buah jengkol (EEKBJ) sebagai pengusir tikus Metode: Gel dibuat dengan komposisi yang terdiri dari EEKBJ, bahan dasar gel, natrium benzoat, propilen glikol, minyak nilam dan akuades. Gel diformulasikan menjadi 6 formula dengan konsentrasi 0% sebagai kontrol negatif, 1%; 3%; 5%; 7% dan 9% berturut-turut sebagai formula 1, 2 , 3, 4 dan 5. Kemudian kulit jengkol digunakan sebagai pembanding. Dilakukan uji kestabilan, uji penguapan zat cair, uji organoleptik dan uji efek repellent. Uji efek repellent dilakukan dengan membuat kandang yang dimodifikasi yaitu terdiri dari 3 kandang uji yang terhubung. Kandang A sebagai tempat memasukkan tikus, kandang B berisi pakan, serta kandang C berisi pakan dan sediaan gel. Kemudian dihitung jumlah tikus yang berada di kandang C, semakin sedikit jumlah tikus yang ditunjukkan dengan rendahnya rata-rata nilai area under curve (AUC) menandakan semakin efektif gel. Hasil: Berdasarkan uji organoleptik, uji kestabilan dan uji penguapan zat cair didapatkan hasil terbaik yaitu pada konsentrasi 9%. Hasil analisis statistik pada uji efek repellent diperoleh bahwa antara konsentrasi 9% dan kulit jengkol tidak memiliki perbedaan yang signifikan (p>0,05). Pada konsentrasi 7%, 9% dan kulit jengkol memiliki perbedaan yang signifikan dengan kontrol negatif (p<0,05). Hal ini menandakan bahwa konsentrasi 7%, 9% dan kulit jengkol memiliki efek daya usir tikus. Konsentrasi terbaik yang mempunyai efek daya pengusir tikus yang paling tinggi yaitu pada konsentrasi 9% dengan perolehan rata-rata nilai AUC yang paling rendah yaitu 2,375±0,8985 ekor. Kesimpulan: EEKBJ dapat diformulasikan kedalam sediaan gel dengan komposisi yang terdiri dari bahan dasar gel, natrium benzoat, propilen glikol, minyak nilam dan akuades dengan konsentrasi 9% sebagai formula terbaik.

Kata kunci: kulit buah jengkol, Archidendron pauciflorum (Benth.) I.C. Nielsen, rat repellent, gel.

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA NATURAL RAT REPELLENT FROM ETHANOL EXTRACT OF JENGKOL RIND (Archidendron pauciflorum (Benth.) I.C. Nielsen) IN THE FORM OF GEL

ABSTRACT

Background: Jengkol (Archidendron pauciflorum (Benth.) I.C. Nielsen) is a of the family Fabaceae. Jengkol rind has sulfur which potential to be rat repellent. Objective: To determine the effectiveness of the jengkol rind ethanol extract gel (EEKBJ) as a rat repellent. Methods: Gel is made with a composition consisting of EEKBJ, the basic material of the gel, sodium benzoate, propylene glycol, patchouli oil and aquades. The gel is formulated into 6 formulas containing EEKBJ with concentration of 0% as negative control, 1%; 3%; 5%; 7% and 9% as formula 1, 2, 3, 4 and 5. Then, jengkol rind is used as a comparison. Performed stability test, liquid evaporation test, organoleptic test and rat repellent test. Rat repellent test performed with making a modified cages which consist of 3 connected cages. Cage A as a place to enter rat, cage B containing feed, and cage C which contains feed and gel. Then count the number of rat in cage C, the less number of rat showed by the low average area under curve (AUC) value indicating the more effective gel. Results: Based on organoleptic test, stability test and liquid vaporization test, the best results are obtained at a concentration of 9%. The results of statistical analysis on the repellent effect test showed that the concentration of 9% and jengkol rind did not have a significant difference (p> 0.05). At a concentration of 7%, 9% and jengkol rind had significant differences with negative controls (p <0.05). This indicates that the concentration of 7%, 9% and the jengkol rind has the effect of rat repellent. The best concentration that has the effect of the highest rat repellent is a concentration of 9% with the lowest average AUC value of 2.375 ± 0.8985 rats. Conclusion: EEKBJ can be formulated into a gel preparation with a composition consisting of the basic material of gel, sodium benzoate, propylene glycol, patchouli oil and aquades with a concentration of 9% as the best formula.

Keywords: jengkol rind, Archidendron pauciflorum (Benth.) I.C. Nielsen, rat repellent, gel.

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ...... i HALAMAN JUDUL ...... ii HALAMAN PENGESAHAN ...... iii KATA PENGANTAR ...... iv HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...... vi ABSTRAK ...... vii ABSTRACT ...... viii DAFTAR ISI ...... ix DAFTAR TABEL ...... xi DAFTAR GAMBAR ...... xii DAFTAR LAMPIRAN ...... xiii BAB I PENDAHULUAN ...... 1 1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Perumusan Masalah ...... 3 1.3 Hipotesis ...... 3 1.4 Tujuan Penelitian ...... 3 1.5 Manfaat Penelitian ...... 3 1.6 Kerangka Pikir Penelitian ...... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...... 5 2.1 Uraian Tumbuhan ...... 5 2.1.1 Sistematika Tumbuhan ...... 5 2.1.2 Sinonim ...... 5 2.1.3 Morfologi Tumbuhan...... 6 2.1.4 Kandungan Jengkol ...... 6 2.1.5 Pemanfaatan Jengkol ...... 7 2.2 Tikus ...... 8 2.2.1 Makanan dan perilaku makan tikus ...... 9 2.2.2 Interaksi tikus-manusia ...... 10 2.2.3 Parasit pada tikus ...... 10 2.2.4 Pengendalian tikus ...... 11 2.3 Repelen ...... 13 2.4 Ekstraksi ...... 14 2.4.1 Pelarut ...... 15 2.4.2 Metode pembuatan ekstrak ...... 15 2.5 Gel ...... 16 2.5.1 Karagenan ...... 17 2.5.2 Agar ...... 18 2.5.3 CMC ...... 19 2.5.4 Natrium benzoat...... 20 2.5.5 Propilen glikol ...... 20 2.5.6 Minyak nilam ...... 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN...... 22 3.1 Alat ...... 22 3.2 Bahan ...... 22 3.3 Pengambilan Sampel ...... 22 3.4 Identifikasi Sampel ...... 23

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.5 Pengolahan Sampel ...... 23 3.6 Karakterisasi Simplisia ...... 23 3.6.1 Pemeriksaan makroskopik ...... 23 3.6.2 Pemeriksaan mikroskopik ...... 23 3.6.3 Penetapan kadar air ...... 24 3.6.4 Penetapan kadar abu total ...... 25 3.6.5 Penetapan kadar abu tidak larut asam ...... 25 3.6.6 Penetapan kadar sari larut air ...... 25 3.6.7 Penetapan kadar sari larut etanol ...... 26 3.7 Skrining Fitokimia ...... 26 3.7.1 Alkaloida...... 26 3.7.2 Glikosida ...... 27 3.7.3 Saponin ...... 27 3.7.4 Tanin ...... 27 3.7.5 Flavonoida ...... 28 3.7.6 Triterpen/steroid ...... 28 3.8 Uji Kandungan Sulfur ...... 28 3.9 Pembuatan Ekstrak ...... 29 3.10 Pembuatan Gel ...... 29 3.11 Uji Organoleptik ...... 31 3.12 Uji Kestabilan Gel ...... 31 3.13 Uji Penguapan Zat Cair ...... 31 3.14 Hewan Percobaan ...... 32 3.15 Uji Efek Daya Pengusir Tikus ...... 32 3.16 Analisis Data ...... 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...... 34 4.1 Identifikasi Sampel ...... 34 4.2 Karakterisasi Simplisia ...... 34 4.3 Skrining Fitokimia ...... 36 4.4 Uji Kandungan Sulfur ...... 37 4.5 Pembuatan Ekstrak ...... 37 4.6 Pembuatan Gel ...... 38 4.7 Uji Organoleptik ...... 39 4.8 Uji Kestabilan Gel ...... 39 4.9 Penguapan Zat Cair ...... 40 4.10 Uji Efek Daya Pengusir Tikus ...... 41 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...... 45 5.1 Kesimpulan ...... 45 5.2 Saran ...... 45 DAFTAR PUSTAKA ...... 46 LAMPIRAN ...... 49

x

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Formulasi sediaan gel...... 30 Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia kulit buah jengkol ...... 35 Tabel 4.2 Hasil skrining serbuk simplisia kulit buah jengkol ...... 36 Tabel 4.3 Uji kandungan sulfur ...... 37 Tabel 4.4 Hasil pemeriksaan organoleptik sediaan gel EEKBJ ...... 39 Tabel 4.5 Hasil perhitungan nilai sineresis ...... 40 Tabel 4.6 Persentase bobot sisa gel ...... 40 Tabel 4.7 Persentase penguapan zat cair ...... 41 Tabel 4.8 Nilai rata-rata AUC total ...... 42

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian ...... 4 Gambar 2.1 Jengkol ...... 6 Gambar 4.1 Simplisia kulit buah jengkol ...... 34 Gambar 4.2 Hasil sediaan gel...... 38 Gambar 4.3 Rata-rata AUC total ...... 42

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Surat ethical clearance ...... 49 Lampiran 2 Surat identifikasi tumbuhan ...... 50 Lampiran 3 Bagan kerja penelitian ...... 51 Lampiran 4 Bagan pembuatan ekstrak etanol kulit buah jengkol ...... 52 Lampiran 5 Bagan pembuatan gel ...... 53 Lampiran 6 Karakteristik kulit buah jengkol ...... 54 Lampiran 7 Hasil pemeriksaan mikroskopik ...... 55 Lampiran 8 Karakterisasi simplisia ...... 56 Lampiran 9 Skrining fitokimia ...... 57 Lampiran 10 Uji kandungan sulfur ...... 58 Lampiran 11 Gambar alat dan bahan ...... 59 Lampiran 12 Perhitungan kadar air ...... 65 Lampiran 13 Perhitungan kadar abu total ...... 66 Lampiran 14 Perhitungan kadar abu tidak larut asam ...... 67 Lampiran 15 Perhitungan kadar sari larut air ...... 68 Lampiran 16 Perhitungan kadar sari larut etanol ...... 69 Lampiran 17 Perhitungan rendeman ...... 70 Lampiran 18 Perhitungan nilai sineresis ...... 71 Lampiran 19 Perhitungan persentase penguapan zat cair ...... 72 Lampiran 20 Pengamatan jumlah tikus ...... 73 Lampiran 21 Perhitungan AUC kontrol negatif ...... 75 Lampiran 22 Perhitungan AUC formula 1 ...... 77 Lampiran 23 Perhitungan AUC formula 2 ...... 79 Lampiran 24 Perhitungan AUC formula 3 ...... 81 Lampiran 25 Perhitungan AUC formula 4 ...... 83 Lampiran 26 Perhitungan AUC formula 5 ...... 85 Lampiran 27 Perhitungan AUC kulit jengkol ...... 87 Lampiran 28 Hasil uji statistik menit AUC ...... 89 Lampiran 29 Hasil uji statistik menit 1 ...... 94 Lampiran 30 Hasil uji statistik menit 2 ...... 96 Lampiran 31 Hasil uji statistik menit 3 ...... 98 Lampiran 32 Hasil uji statistik menit 4 ...... 100 Lampiran 33 Hasil uji statistik menit 5 ...... 102 Lampiran 34 Hasil uji statistik menit 6 ...... 104 Lampiran 35 Hasil uji statistik menit 7 ...... 106 Lampiran 36 Hasil uji statistik menit 8 ...... 108 Lampiran 37 Hasil uji statistik menit 9 ...... 110 Lampiran 38 Hasil uji statistik menit 10 ...... 112 Lampiran 39 Hasil uji statistik menit 11 ...... 114 Lampiran 40 Hasil uji statistik menit 12 ...... 116

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 41 Hasil uji statistik menit 13 ...... 118 Lampiran 42 Hasil uji statistik menit 14 ...... 120 Lampiran 43 Hasil uji statistic menit 15 ...... 122

xiv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang merupakan pusat keragaman hayati dunia dan menduduki urutan terkaya dunia setelah Brazil. Di Indonesia diperkirakan hidup sekitar 40.000 spesies tumbuhan Spermatophyta, dimana dari seluruh spesies tumbuhan tersebut diperkirakan sekurang-kurangnya 9.600 spesies tumbuhan berkhasiat obat dan baru kurang lebih 300 spesies yang digunakan sebagai bahan obat tradisional

(Depkes RI, 2006).

Salah satu tumbuhan yang berkhasiat obat adalah jengkol (Phitecellobium jiringa (Jack) Prain.) suku Fabaceae, yang sudah sejak lama ditanam di

Indonesia, di kebun atau pekarangan. Menurut penelitian (Wiasih et al., 2013) yang dilakukan tanpa diformulasi yakni dengan memasukkan larutan kulit buah jengkol ke dalam kurungan uji yang didalamnya ada tikus uji. Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa tanaman yang berpotensi dalam pengendalian dengan menggunakan bahan nabati yaitu tanaman jengkol. Aroma yang berasal dari kulit jengkol itulah yang mengganggu indra penciuman tikus, dimana indra penciuman tersebut sangat sensitif menyebabkan tikus tidak betah untuk beberapa waktu

(Simbolon dkk., 2017).

Aroma bau pada kulit jengkol disebabkan oleh asam amino yang terkandung dalam tanaman jengkol yang terdegradasi. Asam amino yang terdapat pada tanaman jengkol itu didominasi oleh asam amino yang mengandung unsur

Sulfur (S). Ketika terdegradasi akan terpecah-pecah menjadi komponen yang lebih kecil. Salah satu gas yang terbentuk dengan unsur itu adalah gas H2S yang terkenal sangat bau (Simbolon dkk., 2017).

1

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tikus merupakan salah satu binatang hama yang sulit dikendalikan dibandingkan dengan hama lainnya. Daya adaptasi hama ini terhadap lingkungannya sangat baik. Segala aktivitas dilakukan malam hari dengan dukungan indera terlatih sehingga mobilitas dan daya reproduksinya tinggi dan berumur panjang dibandingkan hama lainnya (Simbolon dkk., 2017).

Tikus dikenal sebagai binatang cosmopolitan, yaitu menempati hampir di semua habitat. Lingkungan berair, seperti rawa-rawa, got, saluran air, merupakan tempat yang tidak asing bagi binatang ini. Lingkungan rumah kumuh hingga perumahan mewah dapat ditemukan tikus berkeliaran atau bersarang (Ristiyanto dkk., 2014).

Dalam tubuh tikus, terdapat beberapa hewan lain (endoparasit) antara lain cacing, virus, jamur, protozoa, bakteri, dan rickettsia yang mempunyai tempat hidup di hati dan ginjal tikus. Endoparasit tersebut merupakan penyebab berbagai penyakit bagi manusia. Penularan langsung dapat melalui kontak dengan liur, feses (kotoran) dan urin tikus yang terinfeksi. Di indonesia, penyakit-penyakit yang bersumber dari tikus antara lain pes, scrub typhus (demam semak), dan leptospirosis (Isnani, 2008).

Pengharum ruangan berbentuk gel biasanya digunakan dengan cara digantung atau diletakkan di suatu tempat. Pengharum ruangan berbentuk gel memiliki kestabilan aroma yang relatif singkat, namun mudah terurai sehingga aman terhadap lingkungan, sedangkan bentuk semprot biasanya menggunakan bahan kimia seperti isobutene, n-butane, propane atau campurannya (Sinurat,

2009).

Berdasarkan uraian diatas, dilakukan penelitian dengan menggunakan

2

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ekstrak etanol dari kulit buah jengkol yang dibuat dalam sediaan bentuk gel seperti gel pengharum ruangan yang diharapkan dapat bermanfaat untuk mengusir tikus. Sediaan dibuat dengan kemasan yang kecil dan penyimpanan yang mudah, menjadikan pengharum berbentuk gel lebih praktis.

1.2 Perumusan Masalah

Adapun perumusan masalah penelitian ini adalah:

a. apakah ekstrak etanol kulit buah jengkol (Archidendron pauciflorum

(Benth,) I.C. Nielsen) dapat diformulasikan ke dalam sediaan gel?

b. apakah sediaan gel dari ekstrak etanol kulit buah jengkol (Archidendron

pauciflorum (Benth,) I.C. Nielsen) efektif sebagai pengusir tikus?

1.3 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah, maka hipotesis penelitian adalah:

a. ekstrak etanol kulit buah jengkol (Archidendron pauciflorum (Benth,) I.C.

Nielsen) dapat diformulasikan ke dalam sediaan gel

b. formulasi gel dari ekstrak etanol kulit buah jengkol (Archidendron

pauciflorum (Benth,) I.C. Nielsen) efektif sebagai gel pengusir tikus

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

a. untuk memperoleh formulasi sediaan gel pengusir tikus dari ekstrak etanol

kulit buah jengkol (Archidendron pauciflorum (Benth,) I.C. Nielsen).

b. untuk mengetahui efektivitas sediaan gel ekstrak etanol kulit buah jengkol

(Archidendron pauciflorum (Benth,) I.C. Nielsen) sebagai pengusir tikus.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapaun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

3

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA a. memperoleh formulasi sediaan gel pengusir tikus dari ekstrak etanol kulit

buah jengkol (Archidendron pauciflorum (Benth,) I.C. Nielsen).

b. mengetahui efektivitas sediaan gel ekstrak etanol kulit buah jengkol

(Archidendron pauciflorum (Benth,) I.C. Nielsen) sebagai pengusir tikus.

1.6 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir penelitian ini terdiri dari variabel bebas, variabel terikat dan parameter. Variabel bebas adalah Ekstrak Etanol Kulit Buah Jengkol

(EEKBJ). Kulit buah jengkol digunakan sebagai pembanding, sehingga diketahui potensi daya pengusir tikus terhadap kulit jengkol. Variabel terikat adalah peningkatan daya pengusir tikus yang diamati dengan menggunakan 3 kandang yang dimodifikasi dan saling terhubung. Kandang A sebagai tempat memasukkan tikus, kandang B berisi pakan, serta kandang C berisi pakan dan sediaan gel.

Parameter yang dilakukan dalam penelitian ini adalah uji organoleptik, uji kestabilan gel, uji penguapan zat cair dan uji daya usir tikus (Gambar 1.1).

Variabel bebas : Variabel terikat : Parameter :

EEKBJ dengan Organoleptik Konsentrasi: Formula 1 (1%) Sediaan gel Kestabilan gel Formula 2 (3%)

Formula 3 (5%) Penguapan zat Formula 4 (7%) cair Formula 5 (9%)

Daya usir Jumlah tikus Kulit tikus (ekor) pada Buah kandang C Jengkol

Gambar 1.1 Kerangka pikir penelitian

4

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Tumbuhan Tumbuhan jengkol merupakan tumbuhan yang menjadi salah satu obat tradisional di Indonesia. Tumbuhan ini banyak dibudidayakan di daerah

Jawa dan Sumatera. Selain itu, tumbuhan ini juga tumbuh dengan baik pada musim kemarau sedang, dan tidak tahan pada musim kemarau yang terlalu panjang (Heyne, 1987).

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Klasifikasi tumbuhan jengkol menurut Catalogue of Life dalam Global Biodiversity Information Facility (2019),

Kingdom : Plantae

Divisi : Tracheophyta

Kelas : Magnoliopsida

Bangsa :

Suku : Fabaceae

Genus : Archidendron

Spesies : Archidendron pauciflorum (Benth.) I.C. Nielsen =

Phitecellobium lobatum Benth.

2.1.2 Sinonim Tumbuhan jengkol atau lebih dikenal dengan tumbuhan Jering adalah termasuk dalam famili Fabaceae (suku biji-bijian). Tumbuhan ini memiliki nama latin jiringa dengan nama sinonimnya yaitu A.Jiringa,

Pithecellobium lobatum Benth., dan Archindendron pauciflorum (Hutauruk,

2010).

5

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.1.3 Morfologi tumbuhan

Tumbuhan ini merupakan tumbuhan khas di wilayah Asia Tenggara dengan ukuran pohon yang tinggi yaitu ± 20 m, tegak bulat berkayu, licin, percabangan simpodial, cokelat kotor. Bentuk majemuk, lonjong, berhadapan, panjang 10 – 20 cm, lebar 5 – 15 cm, tepi rata, ujung runcing, pangkal membulat, pertulangan menyirip, tangkai panjang 0,5 –

1 cm, warna hijau tua. Bentuk buah menyerupai kelopak mangkok, benang sari kuning, putik silindris, kuning mahkota lonjong, putih kekuningan. Bulat pipih berwarna coklat kehitaman, berkeping dua dan berakar tunggang. (Hutauruk, 2010).

Gambar 2.1 Jengkol

2.1.4 Kandungan jengkol Jengkol adalah sayuran khas Indonesia. Tanaman Leguminoceae asal Asia

Tenggara ini memiliki nama botani Phitecellobium jiringa. Seorang yang memakan jengkol, akan memiliki urin yang berbau belerang. Hal ini menandakan bahwa jengkol mengandung belerang. Aroma belerang muncul sebagai akibat dari degradasi asam amino bersulfur menjadi komponen yang lebih kecil. Asam amino bersulfur merupakan komponen penyusun yang paling dominan pada jengkol. Karena itu, aroma yang ditimbulkan jengkol cukup menyengat (Lingga,

2010).

6

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Jengkol kaya akan karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin B, fosfor, kalsium, alkaloid, minyak atsiri, steroid, glikosida, tanin, dan saponin.

Selain memiliki kandungan gizi seperti karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin B, fosfor, kalsium, alkaloid, minyak atsiri, steroid, glikosida, tanin, dan saponin jengkol juga memiliki bau yang sangat menyengat. Sehingga dapat membantu dalam menghalau tikus. Dimana indera penciuman tikus dapat berfungsi dengan baik. Hal ini ditunjukkan dari aktivitas tikus yang suka megendus dan menggerak-gerakkan kepala saat mencium bau pakan, tikus lain, dan musuhnya sehingga tikus akan cepat menciumnya (Lukmanjaya, dkk., 2012).

2.1.5 Pemanfaatan jengkol Kulit Jengkol (Pithecellobium lobatum) selama ini tergolong limbah organik yang berserakan di pasar tradisional dan tidak memberikan nilai ekonomis. Penggunaan kulit buah jengkol didasari oleh prinsip pemanfaatan limbah pertanian serta upaya menjaga kelestarian alam dan keamanan untuk mengurangi penggunaan pestisida sintetik yang menyebabkan berbagai efek pada lingkungan dan hewan lain yang bukan sasaran. Keuntungan menggunakan pengendalian ini adalah adalah penggunaannya tidak berbahaya karena toksisitasnya terhadap mamalia relatif rendah. Relatif mudah dan murah untuk digunakan oleh petani dan tidak meninggalkan residu (Simbolon dkk., 2017).

Aroma yang berasal dari larutan kulit jengkol mengganggu indra penciuman tikus, dimana indra penciuman tersebut sangat sensitif menyebabkan tikus tidak betah untuk beberapa waktu. Aroma bau pada kulit jengkol disebabkan oleh asam amino yang terkandung dalam tanaman jengkol yang terdegradasi.

Asam amino yang terdapat pada tanaman jengkol itu didominasi oleh asam amino

7

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA yang mengandung unsur Sulfur (S). Salah satu gas yang terbentuk dengan unsur itu adalah gas H2S yang terkenal sangat bau (Simbolon dkk., 2017).

2.2 Tikus

Kata ‘tikus’ mempunyai beberapa perbedaan konotasi menurut orang yang menggunakannya. Seorang petani menyebut tikus adalah binatang hama menyebabkan kerugian tanaman padi di sawah Seorang epidemiolog (ahli kesehatan), menganggap ‘tikus’ adalah mamalia kecil pembawa penyakit

(reservoir host), meliputi tikus, mencit, dan cecurut. Bagi zoolog (ahli binatang), kata ‘tikus’ adalah binatang pengerat, badan ukuran kecil (kurang dari 500 mm), gilik, tertutup rambut, memiliki 2 pasang kaki dengan ekor panjang dan bersisik

(Ristiyanto, 2014).

Tikus merupakan salah satu binatang hama yang sulit dikendalikan dibandingkan dengan hama lainnya. Daya adaptasi hama ini terhadap lingkungannya sangat baik, yaitu dapat memanfaatkan sumber makanan dari berbagai jenis (omnivora). Hewan inipun berperilaku cerdik. Segala aktivitas dilakukan malam hari dengan dukungan indera terlatih sehingga mobilitasnya tinggi dan dalam habitat yang memadai cepat berkembang biak dengan daya reproduksi tinggi dan berumur panjang dibandingkan hama lainnya (Simbolon dkk., 2017).

Indera penciuman (smell) tikus berfungsi dengan baik dan sangat peka.

Hal ini ditunjukkan oleh aktivitas tikus menggerak-gerakkan kepala dan mengendus pada saat mencium bau pakan, tikus lain, dan musuhnya

(Lukmanjaya, dkk., 2012).

8

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tikus merupakan hama yang sulit dikendalikan dan membawa parasite yang dapat membahayakan kesehatan manusia. Namun dibalik kerugiannya tikus juga mengambil peran penting dalam ekosistem karena merupakan konsumen I pada rantai makanan. Tikus berperan dan berfungsi sebagai penyebar biji beberapa bekas makanan. Bentuk gigi tikus yang menonjol didepan sebanyak 2 buah mengharuskan tikus untuk memakan biji-bijian supaya gigi tersebut bias selalu terasah. Perbanyakan dan penyerbukan diri secara alami diatur pula dengan bantuan hewan penyerbuk atau penyebar biji melalui inang perantara. Tujuan pemencaran biji adalah untuk mengurangi resiko kepunahan (Riyanto, 2019).

2.2.1 Makanan dan perilaku makan tikus

a. Makanan

Tikus termasuk kelompok binatang herbivor, makanan utama adalah biji- bijian, buah-buahan, tunas, kuncup, daun-daunan dan jamur. Tetapi, tikus yang hidup di lingkungan manusia biasanya mengonsumsi semua bahan makanan manusia, baik yang berasal dari tumbuhan (nabati) maupun hewan (hewani). Oleh karena itu beberapa ahli zoologi dan pertanian mengelompokkan tikus sebagai binatang omnivora (Ristiyanto, 2014).

b. Perilaku makan

Sebelum memakan makanan, biasanya tikus melakukan pengenalan terlebih dahulu. Tikus akan mencoba makanan sedikit demi sedikit untuk merasakan sekaligus mengetahui reaksi tubuh terhadap makanan yang masuk.

Apabila beberapa saat kemudian tidak ada reaksi yang membahayakan, tikus akan makan dalam jumlah lebih banyak hingga makanan habis. Sebaliknya kalau reaksi pengenalan makanan mebahayakan dirinya, tikus akan segera menghindar

9

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA (Ristiyanto, 2014).

Cara makan tikus lebih teratur daripada mencit. Dalam kondisi optimal, tikus makan setiap hari pada waktu dan jumlah tertentu, sedangkan mencit biasanya makan selama masih ada makanan tersedia. Kedua binatang ini mempunyai kebiasaan membawa dan menyimpan makanannya dalam tempat berlindung atau sarangnya. Meskipun digolongkan binatang pemakan segala macam ukuran makanan, tikus lebih menyukai makanan berukuran kecil, misalnya serealia dengan ukuran 4-7 mm. Ukuran kecil ini ada kaitannya dengan kebiasaan tikus saat makan, yaitu senang memegang makanan dengan kedua tungkai depannya (Ristiyanto, 2014).

2.2.2 Interaksi tikus-manusia

Interaksi tikus dengan manusia sering dipandang merugikan kepentingan manusia sehingga dengan segala upaya manusia mencoba mengendalikan atau memberantas tikus. Usaha tersebut tidak memperoleh hasil seperti yang diharapkan, bahkan tampaknya populasi tikus tidak menurun. Tikus pun tampak mengikuti berbagai pola hidup manusia sehingga perilaku dan pertumbuhan tikus dihabitat dekat dengan manusia berbeda dengan tikus liar. Interaksi tikus dengan manusia dibedakan sebagai tikus sebagai hama, tikus sebagai penganggu rumah tangga, tikus sebagai pembawa penyakit (Ristiyanto, 2014).

2.2.3 Parasit pada tikus

Parasit adalah organisme yang hidup di dalam atau di permukaan tubuh organisme lain (berbeda jenis), baik selamanya maupun sementara waktu, dengan maksud memperoleh makanan untuk kelangsungan hidupnya. Pada tubuh tikus ditemukan 2 kelompok parasit, yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA merupakan organisme parasit yang hidup pada permukaan luar tubuh tikus dan endoparasit merupakan organisme parasit yang hidup dalam organ tubuh

(Ristiyanto, 2014).

Dalam tubuh tikus, terdapat beberapa hewan lain (endoparasit) antara lain cacing, virus, jamur, protozoa, bakteri, dan rickettsia yang mempunyai tempat hidup di hati dan ginjal tikus. Endoparasit tersebut merupakan penyebab berbagai penyakit bagi manusia. Penularan langsung dapat melalui kontak dengan liur, feses (kotoran) dan urin tikus yang terinfeksi. Di indonesia, penyakit-penyakit yang bersumber dari tikus antara lain pes, scrub typhus (demam semak), dan leptospirosis (Isnani, 2008).

Leptospirosis adalah salah satu penyakit yang tersebar hampir di seluruh dunia dan saat ini cenderung meningkat kasusnya. Organisme patogenik penyebabnya adalah Spirochaeta marga Leptospira. Spirochaeta hidup di dalam ginjal tikus dan dikeluarkan melalui urinenya. Bakteri penyebab leptospirosis tidak tahan terhadap pengeringan. Oleh sebab itu, lingkungan yang basah merupakan kebutuhan pokok untuk kelangsungan hidupnya di luar tubuh inangnya. Manusia terjangkit leptospirosis karena kontak dengan lingkungan yang terkontaminasi bakteri Leptospirosa yang virulen. Bakteri tersebut masuk melalui membran mukosa, seperti hidung, mulut, dan konjungtiva. Hasil penelitian Badan

Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemenkes RI (1977) menunjukkan bahwa di Indonesia, tikus merupakan inang utama bakteri Leptospirosa spp.

(Ristiyanto, 2014).

2.2.4 Pengendalian tikus

Pengendalian tikus permukiman secara garis besar dapat dikelompokkan

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ke dalam beberapa metode pengendalian antara lain: pengendalian secara kultur teknis, fisik mekanis, biologi, dan kimia. Amstrong (2003) seperti yang dipaparkan oleh Ramadhani (2016), menjelaskan bahwa pengendalian tikus rumah di permukiman dilakukan dengan mengombinasikan beberapa teknik pengendalian antara lain memodifikasi lingkungan atau sanitasi, penggunaan perangkap, dan penggunaan umpan beracun (rodentisida) (Ramadhani, 2016).

Pengendalian yang sesuai tikus permukiman menurut Kementerian

Pertanian RI adalah sanitasi, fisik mekanis, dan kimiawi. Pengendalian dengan sanitasi berkaitan dengan kebersihan lingkungan sekitar permukiman agar tikus tidak bersarang. Pengendalian ini merupakan usaha jangka panjang

(Ramadhani, 2016).

Tikus bergerak antar lokasi hanya melalui suatu jalan khusus yang selalu diulang-ulang yang disebut dengan runway. Tindakan pengendalian yang tidak dilakukan di lingkungan tempat tinggal menyebabkan tikus mudah beradaptasi dengan lingkungan tempat tinggal, sehingga menimbulkan habitat yang nyaman bagi tikus untuk beraktivitas, seperti membuat sarang, mencari pakan, dan berkembang biak (Priyambodo, 2003).

Masyarakat Indonesia pada umumnya banyak menggunakan Rodentisida untuk pengendalian hama tikus. Rodentisida adalah obat racun yang digunakan untuk membunuh tikus terutama di rumah-rumah penduduk dan juga untuk mengendalikan hama tikus yang menyerang tanaman padi. Rodentisida bekerja dengan memblokir siklus dari Vitamin K yang menyebabkan ketidakmampuan untuk menghasilkan factor koagulasi. Selain itu dosis racun yang tinggi dari antikoagulan akan merusak pembuluh darah, sehingga meningkatkan

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA permeabilitas dan akhirnya terjadi pendarahan internal pada hewan target

(Sembel, 2015).

2.3 Repelen

Repelen merupakan suatu senyawa yang beraksi secara lokal atau pada jarak tertentu yang mempunyai kemampuan mencegah organisme untuk mendekat. Penggunaan repelen sebagai metode pengendalian tikus relatif lebih aman, karena secara umum bahan tersebut tidak beracun namun memengaruhi indera penciuman tikus yang berkembang baik (Nerio et al. 2010).

Bahan repelen nabati yang memiliki kemampuan menolak tikus antara lain minyak cendana, nilam, dan akar wangi mengkudu, daun sirsak, bintaro, dan berenuk (Natawigena et al. 2003; Amelia, 2015).

Keberhasilan repelen sebagai metode pengendalian tikus sangat dipengaruhi oleh jenis tikus, cara kerja, dan kondisi lingkungan. Tikus memiliki indera penciuman yang berkembang dengan baik. Hal ini ditunjukkan dengan aktivitas tikus menggerak-gerakkan kepala serta mendengus pada saat mencium bau pakan, tikus lain, atau musuhnya (predator). Penciuman tikus yang baik ini juga bermanfaat untuk mencium urin dan sekresi genitalia. Dengan kemampuan ini tikus dapat menandai wilayah pergerakan tikus lainnya, mengenali jejak tikus yang masih tergolong dalam kelompoknya, mendeteksi tikus betina yang sedang estrus (berahi) (Ramadhani, 2016).

Indera penciuman tikus diketahui memiliki dua jenis reseptor pengidentifikasi bau yang berbeda. Reseptor mengirimkan informasi ke otak untuk mengasosiasikan bau dengan bahaya, misalnya bau tubuh predator atau bau

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tidak menyenangkan, seperti bau busuk yang berarti makanan tidak layak

(Ramadhani, 2016).

Tikus terusir oleh repelen diakibatkan karena tikus curiga terhadap lingkungan yang baru, tidak menyukai aroma yang dihasilkan oleh bahan repelen, atau terganggu oleh aroma ekstrak mengkudu. Terdapat keterkaitan antara aroma spesifik yang dihasilkan ekstrak buah mengkudu dengan tikus yang memiliki indera penciuman yang sangat peka. Aroma dapat memengaruhi pikiran maupun tingkah laku tikus. Aroma yang dihirup tersebut dapat memberi rangsangan yang kuat terhadap indera penciuman. Penggunaan bahan repelen yang mampu menekan aktivitas makan tikus secara tidak langsung dapat menyebabkan kematian akibat kemampuan bertahan tikus berkurang (Ramadhani, 2016).

2.4 Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung. Sebagai cairan penyari digunakan air, eter atau campuran etanol dan air (Depkes RI, 1979).

Menurut Depkes RI (1986) penyarian merupakan peristiwa perpindahan massa zat aktif yang semula berada di dalam sel yang ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif larut dalam cairan penyari. Pada umumnya penyarian akan bertambah baik bila serbuk simplisia yang bersentuhan dengan penyari semakin banyak. Cairan penyari yang baik harus memenuhi kriteria antara lain murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap, tidak mudah terbakar, selektif, dan tidak mempengaruhi zat berkhasiat.

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Untuk penyarian ini Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air, etanol, etanol-air atau eter (Astuti, 2012).

2.4.1 Pelarut

Etanol dipertimbangkan sebagai cairan penyari karena lebih selektif dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun, netral, absorbsinya baik (Depkes RI, 1986).

Etanol (70% volume) sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif yang optimal, dimana bahan balas hanya sedikit turut ke dalam cairan pengekstrak (Voigt, 1984).

2.4.2 Metode pembuatan ekstrak

Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan antara lain maserasi, perkolasi, soxhletasi. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti: sifat dari bahan mentah obat dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna

(Ansel, 1989).

Maserasi (macerare: mengairi, melunakkan) adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotong-potong atau berupa serbuk kasar) direndam dalam bahan pengekstraksi. Rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatilisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali. Waktu lamanya maserasi berbeda-beda, masing-masing farmakope mencantumkan 4-10 hari. Maserasi pada umumnya dilakukan dengan cara: 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Setelah 5 hari diserkai, ampas diperas. Ampas ditambah cairan penyari secukupnya, diaduk dan diserkai, sehingga diperoleh seluruh sari sebanyak 100 bagian. Bejana ditutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya, selama 2 hari, kemudian endapan dipisahkan (Depkes RI, 1986).

2.5 Gel

Gel yang baik adalah yang memiliki kekuatan gel tinggi dan sineresis rendah. Sineresis adalah peristiwa keluarnya air dari dalam gel yang disebabkan oleh agregasi rantai gel saat pendinginan. Pada suhu di atas titik cair (pemanasan), polimer-polimer gel dalam bentuk larutan membentuk susunan acak. Saat pendinginan, formasi acak berubah menjadi ikatan-ikatan silang yang membentuk jala atau jaringan (matriks) secara kontinyu. Pendinginan selanjutnya menyebabkan polimer-polimer menjadi terikat silang secara kuat dan terbentuk agregat yang membentuk gel kuat. Pembentukan agregat ini menyebabkan rantai gel mendorong air yang tidak terikat sehingga air keluar dari gel (Fardiaz, 1989).

Gel pengharum ruangan merupakan produk rumah tangga dalam bentuk sediaan gel yang melepaskan wangi ke ruangan melalui udara. Gel adalah sistem padat atau setengah padat dari paling sedikit dua konstituen yang terdiri atas massa seperti pagar yang rapat dan diselusupi oleh cairan (Ansel 1989).

Pengharum ruangan dalam bentuk sedian gel dalam penggunaannya lebih praktis dan mudah dibandingkan dengan pengharum ruangan dalam bentuk cair karena harus disemprot ke ruangan terlebih dahulu. Selain itu, pengharum ruangan dalam bentuk sediaan gel ini lebih mudah dalam hal penyimpanan dan pengemasannya.

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Gel pengharum ruangan yang berfungsi mengusir tikus ini disusun oleh beberapa macam bahan di antaranya adalah bahan dasar gel, bahan tambahan, bahan pewangi, bahan pengikat wangi (fiksatif), dan ekstrak yang berperan sebagai zat aktif. Menurut Depkes RI (1995), pembuatan gel pengharum ruangan diperlukan bahan tambahan di antaranya adalah propilen glikol yang berperan sebagai pelarut dan sodium benzoat yang berperan sebagai bahan pengawet.

Propilen glikol adalah propana-1,2-diol dengan rumus molekul C3H8O2 dan berat molekul 76,10.

2.5.1 Karagenan

Indonesia merupakan Negara penghasil rumput laut terbesar di dunia, terutama jenis rumput laut Eucheuma cottonii. Untuk memanfaatkan Sumber

Daya Alam yang sangat banyak di Indonesia, maka digunakan polimer karagenan yang dihasilkan oleh rumput laut jenis Eucheuma cottonii. Karagenan jenis kappa adalah polimer alam bersifat hidrofilik dan mampu membentuk gel. Sifat ini menunjukkan karagenan berpotensi sebagai bahan baku hidrogel yang bio- compatible dan dapat diaplikasikan di bidang biomedis maupun di bidang industri (Sofiani, 2018).

Karagenan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstrkasi rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot water) atau larutan alkali pada suhu tinggi. Karagenan mempunyai sifat unik yang tidak dapat digantikan dengan jenis gum lainnya. Kegunaan karagenan dinilai dari dua kunci utama, yakni kemampuannya untuk membentuk gel yang kuat dengan garam tertentu atau jenis gum lain dan kemampuannya untuk berinteraksi dengan protein tertentu pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambung. Selanjutnya jala tersebut menangkap atau mengimobilisasikan air di dalamnya dan membentuk struktur yang kuat dan kaku. Sifat pembentukan gel ini beragam dari suatu jenis hidrokoloid ke jenis lainnya tergantung pada jenisnya.

Gel mempunyai sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan

(Fardiaz, 1989).

2.5.2 Agar

Agar adalah istilah umum yang lebih berkaitan dengan ciri-ciri gel. Agar

terdiri atas fraksi yang mengandung sulfat disebut agarosa dan fraksi yang tidak mengandung sulfat disebut agaropektin. Gel terbentuk karena pada saat dipanaskan di air, molekul agar dan air bergerak bebas. Ketika didinginkan, molekul-molekul agar mulai saling merapat, memadat dan membentuk kisi-kisi yang menahan molekulmolekul air sehingga terbentuk sistem koloid padat-cair

(Cahyadi, 2009).

Fungsi utama agar adalah sebagai bahan pemantap, bahan penolong atau pembuat emulsi, bahan pengental, bahan pengisi dan bahan pembuat gel. Agar merupakan senyawa ester asam sulfat dari senyawa galaktan, tidak larut dalam air dingin, tetapi larut dalam air panas dengan membentuk gel. Agar diekstraksi dari ganggang laut yang berasal dari kelompok Rhodophyceae, seperti

Gracilaria dan Gelidium (Ruliandi, 2018).

Fungsi agar sebagai pembentuk gel yaitu mengubah cairan menjadi padatan yang elastis atau mengubah bentuk sol menjadi gel. Gel terbentuk karena pada saat dipanaskan di air, molekul agar dan air bergerak bebas. Ketika didinginkan, molekul-molekul agar mulai saling merapat, memadat dan

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA membentuk kisi-kisi yang mengurung molekul-molekul air, sehingga terbentuk sistem koloid padat-cair (Glicksman, 1983).

2.5.3 CMC (Carboxy Methyl Cellulose)

CMC (Carboxy Methyl Cellulose) merupakan polielektrolit amoniak turunan dari selulosa dengan perlakuan alkali dan monochloro acetic acid atau garam natrium yang digunakan luas dalam industri pangan. CMC memiliki rumus molekul C8H16NaO8 bersifat biodegradable, tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, berbentuk butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam larutan organik, stabil pada rentang pH 3-10 dan mengendap pada pH kurang dari 3 serta tidak bereaksi pada senyawa organic (De Mann, 1989).

CMC (Carboxy Methyl Cellulose) merupakan turunan selulosa yang digunakan secara luas oleh industri makanan adalah Na karboxy methyl selulosa murni kemudian ditambahkan Na kloroasetat untuk mendapatkan tekstur yang baik. Selain itu juga digunakan untuk mencegah terjadinya retrogradasi dan sineresis pada bahan makanan. Fungsi CMC diantaranya adalah sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel dan juga sebagai pengemulsi (Winarno,

1985).

CMC dalam larutan cenderung membentuk ikatan silang dalam molekul polimer yang menyebabkan molekul pelarut akan terjebak didalamnya sehingga terjadi imobilisasi molekul pelarut yang dapat membentuk struktur molekul yang kaku dan tahan terhadap tekanan. Ikatan silang tersebut memperkuat ikatan hidrogen pada rantai pati sehingga menyebabkan molekul amilosa dan amilopektin cenderung membentuk ikatan hidrogen sesama sendiri sehingga gel semakin kompak (Kamal, 2010).

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2.5.4 Natrium benzoat

Sodium benzoat (E211) adalah garam sodium dari asam benzoat dan ada dalam bentuk ini ketika dilarutkan dalam air dengan rumus kimia NaC6H5CO2.

Sodium benzoat dikenal juga dengan nama natrium benzoat. Fungsi sodium benzoat adalah sebagai bahan pengawet untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme (jamur) yang merugikan. Batas atas penggunaan sodium benzoat yang diijinkan adalah sebesar 0,1% di Amerika Serikat, sedangkan untuk negara-negara lain berkisar antara 0,15 – 0,25 %. Untuk negara- negara Eropa batas benzoat berkisar antara 0,015 – 0,5%. Sodium benzoat lebih disukai dalam penggunaannya karena 200 kali lebih mudah larut dibandingkan asam benzoat. Sekitar 0,1% umumnya cukup untuk pengawetan pada produk yang telah dipersiapkan untuk diawetkan (Fitrah, 2013).

2.5.5 Propilen glikol

Propilen glikol adalah propana – 1,2 – diol dengan rumus molekul

C3H8O2 dan berat molekul 76,10, berupa cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis, dan higroskopik. Propilen glikol dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) dan dengan kloroform, larut dalam 6 bagian eter, tidak dapat campur dengan eter minyak tanah dan dengan minyak lemak (Depkes

RI, 1979a).

Propilen glikol dapat berfungsi sebagai pengawet, antimikroba, disinfektan, humektan, solven, stabilizer untuk vitamin, dan kosolven yang dapat bercampur dengan air. Sebagai pelarut atau kosolven, propilen glikol digunakan dalam konsentrasi 10-30% larutan aerosol, 10-25% larutan oral, 10-60% larutan parenteral dan 0-80% larutan topikal. Propilen glikol digunakan secara luas dalam

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA formulasi sediaan farmasi, industri makanan maupun kosmetik, dan dapat dikatakan relatif non toksik. Dalam formulasi atau teknologi farmasi, propilen glikol secara luas digunakan sebagai pelarut, pengekstrak dan pengawet makanan dalam berbagai sediaan farmasi parenteral dan non parenteral (Rowe et.al., 2003).

2.5.6 Minyak nilam

Tanaman nilam merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang dikenal dengan minyak nilam (Patchouli oil). Minyak ini banyak dipergunakan dalam industri kosmetik, parfum, sabun, anti septik dan insektisida. bertahan lama dan hingga kini belum dap at dibuat secara sintetik. Tanaman nilam merupakan tanaman perdu wangi berdaun halus dan berbatang segi empat. Daun kering tanaman ini disuling untuk mendapatkan minyak nilam yang banyak digunakan dalam berbagai kegiatan industri. Fungsi utama minyak nilam yaitu sebagai bahan baku pengikat (fiksatif) dari komponen kandungan utamanya, yaitu patchouli alcohol (C15H26O) dan wewangian (parfum) agar aroma keharumannya bertahan lebih lama (Kadir, 2011).

Minyak nilam sangat dibutuhkan secara berkesinambungan dalam dunia industri yaitu industri parfum, farmasi, sabun, kosmetik, wewangian dan lain-lain.

Minyak nilam dalam industri digunakan sebagai fiksasi (zat pengikat) kemampuan mengikat dari minyak nilam belum dapat tergantikan sampai saat ini.

Komponen minyak nilam memiliki titik didih tinggi sehingga sangat baik digunakan sebagai zat pengikat. Zat pengikat merupakan suatu persenyawaan yang memiliki daya menguap sangat rendah daripada zat pewangi sehingga kecepatan penguapan dari zat pewangi dapat diperhambat (Mahmud dkk., 2018).

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental yaitu untuk mengetahui hubuangan variabel terikat dan variabel bebas. Variabel terikat adalah daya usir tikus sedangkan variabel bebas adalah formulasi ekstrak etanol kulit buah jengkol.

Penelitian dilakukan di Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi,

Laboratorium Biologi Farmasi, Laboratorium Kosmeseutika Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara.

3.1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat-alat gelas, batang pengaduk, blender (national), cetakan gel, cok sambung, kamera pemantau CCTV

(Close Circuit Television), kertas perkamen, penjepit tabung, kotak uji (hipo), modem (Smartfren), neraca analitik, penangas air, pipet tetes, spatula, termometer, wadah gel.

3.2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol kulit buah jengkol, agar, karagenan, CMC (Carboxy Methyl Cellulose, natrium benzoat, propilen glikol, akuades, dan minyak nilam.

3.3 Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif tanpa membandingkan dengan tumbuhan yang sama dari daerah lain. Sampel diambil dari pasar tradisional Jalan Letkol Martinus, Pusat Pasar Medan, Kota Medan, Provinsi

Sumatera Utara.

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.4 Identifikasi Sampel

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Herbarium Medanense, Departemen

Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera

Utara.

3.5 Pengolahan Sampel

Kulit jengkol dicuci dan dibersihkan dari bagian yang tidak diperlukan.

Kemudian dipotong kulit jengkol menjadi bagian kecil. Setelah itu, dikeringkan di lemari pengering selama 4-5 hari.

3.6 Karakterisasi Simplisia

Karakterisasi yang dilakukan pada simplisia kulit buah jengkol meliputi kadar air, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air dan kadar sari larut etanol.

3.6.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemeriksaan makroskopik dilakukan dengan mengamati kulit buah segar, rajangan dan serbuk simplisia kulit buah jengkol. Pengamatan meliputi bentuk luar, bentuk dalam, ukuran, warna dan rasa.

3.6.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap kulit buah jengkol segar dan serbuk simplisia kulit buah jengkol. Kulit segar dipotong melintang lalu diletakkan di atas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat lalu ditutup dengan kaca penutup dan diamati di bawah mikroskop. Serbuk simplisia ditaburkan diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat lalu

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati dibawah mikroskop. Hasil pemeriksaan mikroskopik serbuk simplisia diamati dibawah mikroskop.

3.6.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluene). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampang, pendingin, tabung penyambung dan tabung penerima 10 ml. a. Penjenuhan toluene

Sebanyak 200 ml toluene dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas

bulat, dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian destilasi selama 2

jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian

volume air dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. b. Penetapan kadar air simplisia

Kemudian ke dalam labu tersebut dimasukkan 5 g simplisia yang telah

ditimbang seksama, labu dipanaskan selama 15 menit. Setelah toluen mulai

mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian

besar air terdestilasi, kemudian kecepatan tetesan dinaikkan sampai 4 tetes

untuk tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin

dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung

penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluene

memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. selisih

kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat di

dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen terhadap berat

sampel yang telah dikeringkan.

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.6.4 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus atau dihaluskan ditimbang dengan seksama, dimasukkan ke dalam krus porselen yang telah terlebih dahulu dipijar dan ditara, Krus porselen dipijarkan sampai bobot tetap.

Kadar abu dihitung terhadap terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara

(Depkes, 1980).

3.6.5 Penetapan kadar abu tidak larut asam

Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu dididihkan dengan dengan

25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas.

Residu dengan kertas saring dipijar sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan diudara

(Depkes, 1980)

3.6.6 Penetapan kadar sari larut air

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam 1 liter air) menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam dan disaring. Sejumlah 20 ml filtrate diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasarkan rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan sampai kering pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam air dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes,

1979b).

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.6.7 Penetapan kadar sari larut etanol

Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimana selama 24 jam dengan 100 ml etanol menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18 jam. Disaring dengan cepat untuk menghindarkan penguapan dari etanol, sejumlah 20 ml filtrate diuapkan sampai kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Sisa dipanaskan sampai kering pada suhu 105°C hingga bobot tetap. Kadar sari yang larut dalam etanol dihitung dalam persen terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara

(Depkes, 1979b).

3.7 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia pada serbuk simplisia kulit buah jengkol dilakukan di

Laboratorium Biologi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloid, flavonoid, saponin, tannin, dan steroid/triterpenoid.

3.7.1 Alkaloida

Ekstrak ditimbang sebanyak 0,5 gam kemudian ditambahkan 1 ml asam klorida 2N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring. Filtrat yang diperoleh dipakai untuk uji alkaloid.

Diambil 3 tabung reaksi, lalu dimasukkan 0,5 ml filtrat.

Pada masing-masing tabung reaksi :

a. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereaksi Mayer akan

terbentuk endapan berwarna putih dan kuning.

b. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereaksi Bouchardat

akan terbentuk endapan berwarna coklat-hitam.

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA c. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan pereaksi Dragendroff akan terbentuk endapan berwarna merah atau jingga. Alkoloid positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua dari 3 percobaan di atas (Depkes RI, 1995).

3.7.2 Glikosida

Simplisia ditimbang sebanyak 3 g, lalu disari dengan 30 ml campuran etanol 96 % garis air (7: 3) dan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Diambil 20 ml filtrat, ditambahkan 20 ml air suling dan

20 ml timbal (II) aseatat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring.

Filtrat disari dengan 20 ml campuran kloforoform-isopropanol (3:2) sebanyak 3 kali pada kumpulan sari lapisan isopropanol diuapkan pada suhu tidak lebih dari

50˚C sisanya dilarutkan dengan 2 ml metanol untuk larutan percobaan. 0,1 ml larutan percobaan diuapkan diatas penangas air pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes Molish, kemudian ditambahkan hati-hati 2 ml hati-hati asam sulfat, terbentuk cincin berwarna ungu pada batas cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (Depkes RI, 1995).

3.7.3 Saponin

Simplisia ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan kedalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat- kuat selama 10 menit jika terbentuk busa setinggi 1 – 10 cm yang stabil tidak kurang dari 10 menit dan buih tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2N menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).

3.7.4 Tanin

Simplisia ditimbang sebanyak 1 g, dididihkan selama 3 menit dalam 100 ml air suling lalu didinginkan dan disaring. Pada filtrat ditambahkan 1-2 tetes

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru kehitaman atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).

3.7.5 Flavonoida

Sampel sebanyak 10 g ditambahkan 10 ml air panas. Didihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, kedalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol. Dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Fransworth, 1966).

3.7.6 Triterpen/steroid

Ekstrak di timbang sebanyak 1 g, di maserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, disaring. Filtrat diuapkan sama cawan penguap dan pada sisanya ditambahkan pereaksi asam sulfat pekat melalui dinding cawan. Apabila terbentuk warna ungu atau merah yang berubah menjadi biru ungu atau biru hijau menunjukkan adanya triterpenoid/steroid (Fransworth, 1966).

3.8 Uji Kandungan Sulfur

Pemeriksaan kandungan sulfur dilakukan di Laboratorium Kimia Farmasi

Kualitatif, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara. Pemeriksaan kandungan sulfur serbuk simplisia kulit buah jengkol dilakukan dengan melarutkan simplisia dengan air lalu disaring. Kemudian ke dalam filtrat ditambahkan asam klorida atau asam sulfat encer maka gas hidrogen disulfida dilepaskan yang bisa diidentifikasi dari baunya yang khas. Selain itu, penambahan pereaksi timbal asetat pada filtrat menghasilkan endapan hitam timbal disulfida, PbS. Serta penambahan pereaksi perak nitrat pada filtrat menghasilkan endapan hitam perak

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA sulfida, Ag2S (Svehla, 1985).

3.9 Pembuatan Ekstrak

Pembuatan ekstrak etanol kulit buah jengkol dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol 96%. Sebanyak 500 gram serbuk simplisia kulit buah jengkol dimasukkan ke dalam wadah kaca, ditambahkan etanol 96% sebanyak

3,75 L, ditutup lalu dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 5 L. Pindahkan ke dalam bejana tertutup, biarkan ditempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari. Dienaptuangkan atau disaring. Hasil yang diperoleh dipekatkan dengan Rotary Evaporator sampai sebagian besar pelarutnya menguap dan dilanjutkan proses penguapan di atas penangas air sampai diperoleh ekstrak kental (Depkes RI, 1979).

3.10 Pembuatan Gel

Bahan-bahan yang diperlukan ditimbang terlebih dahulu. Kemudian akuades dimasukkan ke dalam gelas beker, kemudian dipanaskan di atas penangas air pada suhu 75°C. Karagenan dimasukkan ke dalam gelas beker dan diaduk hingga larut. Lalu, agar dimasukkan ke dalam gelas beker dan diaduk hingga larut. Carboxy methyl cellulose dimasukkan ke dalam gelas beker dan diaduk hingga larut. Natrium benzoat ditambahkan sedikit demi sedikit kemudian diaduk hingga homogen. Pewarna ditambahkan secukupnya dan diaduk hingga homogen.

Gelas beker diangkat dari penangas, lalu diaduk hingga suhu turun mencapai

65°C. Setelah itu, propilen glikol ditambahkan dan diaduk hingga homogen.

Minyak nilam ditambahkan dan diaduk hingga homogen. Kemudian ditambahkan

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ekstrak etanol kulit buah jengkol. Lalu biarkan suhu turun dan dimasukkan ke dalam cetakan gel.

Berdasarkan penelitian Simbolon dkk (2017), yang menggunakan larutan kulit buah jengkol dengan konsentrasi 20%, 40%, 60%, 80% didapatkan hasil pada ke empat konsentrasi dapat memberikan efek daya pengusir tikus dengan konsentrasi terbaik yaitu 80% (800g/L). Bila dikonversikan ke dalam angka rendemen maka setara dengan 4% ekstrak etanol kulit buah jengkol. Oleh karena itu pada penelitian ini dibuat variasi konsentrasi baru seperti terlihat pada Tabel

3.1.

Tabel 3.1 Formulasi sediaan gel Bahan F0 F1 F2 F3 F4 F5 Karagenan : 0,45 : 0,45 : 0,45 : 0,45 : 0,45 : 0,45 : Agar : 0,9 : 0,9 : 0,9 : 0,9 : 0,9 : 0,9 : CMC (3:6:1) (g) 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 0,15 Natrium benzoat(g) 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 Propilen glikol(g) 5 5 5 5 5 5 Ekstrak kulit 0 0,5 1,5 2,5 3,5 4,5 jengkol (g) Minyak nilam (g) 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 0,05 Akuades (ml) 43,4 42,9 41,9 40,9 39,9 38,9

Sumber: skripsi “Formulasi gel penngharum ruangan menggunakan kombinasi karagenan, agar dan CMC dengan pewangi minyak biji kiwi dan fiksatif minyak nilam” tahun 2018, “yang telah diolah kembali”.

Keterangan: F1 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kulit jengkol 1 % F2 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kulit jengkol 3 % F3 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kulit jengkol 5 % F4 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kulit jengkol 7 % F5 : Formula dengan konsentrasi ekstrak kulit jengkol 9 %

Kemudian diaduk kembali sampai homogen. Selanjutnya dituangkan ke dalam cetakan gel dan dibiarkan dalam suhu ruang hingga membentuk gel.

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.11 Uji Organoleptik

Pengamatan organoleptik dilakukan dengan mengamati perubahan bentuk, warna dan bau dari sediaan gel. Pemeriksaan organoleptik yang dilakukan pada sediaan gel meliputi pemeriksaan warna dan bau.

3.12 Kestabilan Gel

Kestabilan gel dapat dilihat melalui nilai sineresis. Sineresis adalah peristiwa keluarnya air dari dalam gel yang disebabkan oleh agregasi rantai karagenan saat pendinginan. Semakin rendah tingkat sineresis maka gel semakin stabil sineresis menunjukkan kestabilan gel dalam mempertahankan air yang terperangkap di dalamnya. (Fitrah, 2013).

Menurut Kaya, dkk. (2015), sineresis terjadi selama penyimpanan dengan menyimpan gel pada suhu ruangan selama 24 jam. Sineresis dihitung berdasarkan berat yang hilang selama penyimpanan dan kemudian dibandingkan dengan berat awal dari gel. Data yang dihitung adalah persen sineresis dengan perhitungan sebagai berikut:

Wo−Wa Sineresis (%) = x 100% Wo

Keterangan: WO : berat awal (g) Wa : berat akhir (g)

3.13 Uji Penguapan Zat Cair

Uji penguapan zat cair dilakukan dengan menimbang bobot gel setiap minggu selama 4 minggu. Dari uji ini, diperoleh besar penurunan bobot gel setiap minggunya dan total penurunan bobot setelah 4 minggu penyimpanan. Penurunan bobot gel pengharum ruangan diperoleh dengan menghitung selisih bobot gel

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pada minggu sebelumnya (Mn-1) dengan bobot gel pada saat penimbangan (Mn).

Besar selisih bobot merupakan jumlah zat cair yang menguap. Persen total penguapan zat cair dihitung dengan rumus:

Total at cair yang menguap (M0 −M4) Persen total penguapan zat cair = x 100% M0

Keterangan: M0 = bobot awal gel pengharum ruangan

M4 = bobot gel pengharum ruangan minggu ke-4

Persen bobot gel sisa dihitung dengan rumus berikut:

Bobot gel minggu ke−n (Mn) Persen bobot gel sisa = x 100% Bobot gel minggu ke−0 (M0)

3.14 Hewan Percobaan

Hewan percobaan yang digunakan adalah Rattus norvegicus galur wistar dengan jenis kelamin jantan. Menurut Permana (2010) kebutuhan makan tikus dewasa jantan yaitu sekitar 15g – 20g perharinya. Kebutuhan ini merupakan 10% dari bobot tubuh tikus. Oleh karena itu dalam penelitian ini digunakan tikus jantan dengan bobot berkisar 150g – 200g sebanyak 6 ekor.

3.15 Uji Efek Daya Pengusir Tikus

Uji efek daya pengusir tikus dilakukan dengan menggunakan metode kandang uji seperti pada penelitian Simbolon dkk. (2017) yang kemudian dimodifikasi dan disesuaikan dengan kebutuhan. Disiapkan 3 kotak kandang tikus berupa ruangan persegi yang terdiri dari kandang A, kandang B dan kandang C, kemudian dibuat penghubung antar kandang yang satu dengan yang lain. Kandang

A merupakan tempat memasukkan tikus, kandang B yang berisi pakan tikus serta kandang C yang berisi pakan tikus dan sediaan gel. Sediaan gel dimasukkan ke dalam wadah kemudian diletakkan ke dalam kandang uji.. Diamati kecenderungan

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA pergerakan tikus selama 15 menit untuk mengambil makanan yang dipantau dengan kamera pemantau CCTV (Close Circuit Television).

Data jumlah tikus (ekor) pada kandang C selama 15 menit kemudian dibuat grafik AUC dan dihitung nilai AUC pada masing-masing perlakuan untuk setiap formula. Nilai AUC didapat menggunakan rumus trapesium:

jumlah sisi sejajar x tinggi AUC = 2

3.16 Analisis Data

Dari hasil penelitian dianalisis menggunakan program SPSS (Statistical

Product and Service Solution). Data dianalisis dengan menggunakan metode

Shapiro-wilk untuk melihat normalitas data, kemudian diuji Homogenitas data.

Jika data terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan metode One Way ANOVA untuk menentukan perbedaan rata-rata diantara kelompok. Jika terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan. Tapi jika data terdistribusi tidak normal maka digunakan uji Kruskal

Wallis.

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Sampel

Hasil identifikasi sampel yang dilakukan Herbarium Medanense,

Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Sumatera Utara dengan Nomor 4356/MEDA/2019 adalah tumbuhan jengkol (Archidendron pauciflorum (Benth.) I.C. Nielsen) famili Fabaceae

(Lampiran 2)

4.2 Karakterisasi Simplisia

Hasil makroskopik kulit buah jengkol segar adalah berbentuk bulat pipih, permukaan luar licin dengan warna coklat kehitaman, bagian dalam agak kasar dan berwarna coklat kekuningan, berdiameter sekitar 5 cm dengan ketebalan 0,4 cm, rajangan berupa irisan kulit jengkol, permukaan luar licin berwarna coklat kehitaman dan bagian dalam agak kasar dengan warna coklat kekuningan, panjang sekitar 3-4 cm, lebar 0,4-0,8 cm dan tebal 0,1-0,2 cm. Serbuk simplisia yang sudah dikeringkan dan dihaluskan berwarna coklat tua, berbau khas, serta mempunyai rasa getir dan kelat di lidah, seperti terlihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Simplisia kulit buah jengkol

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Hasil mikroskopik kulit buah jengkol segar menunjukkan adanya lapisan eksokarp yang mencakup lapisan kutikula, epidermis luar dan hipodermis, mesokarp yang terdiri dari parenkim, sel berisi massa berwarna merah, sklereid dan endokarp yang terdiri atas serat sklerenkim dan epidermis dalam (Lampiran

7). Sedangkan pada serbuk simplisia dijumpai adanya sklereid, serat sklerenkim, sel berisi massa berwarna merah serta parenkim (Lampiran 7). Hasil pemeriksaan karakterisasi serbuk simplisia kulit buah jengkol terlihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia kulit buah jengkol Hasil yang Persyaratan Persyaratan No. Parameter pengujian diperoleh MMI FHI 1. Penetapan kadar air 3,23% - - 2. Penetapan kadar abu total 1,29% - - Penetapan kadar abu tidak - 3. 0,66% - larut asam Penetapan kadar sari larut - 4. 15,42% - air Penetapan kadar sari larut - 5. 21,42% - etanol Keterengan: - = tidak ada persyaratan menurut MMI dan FHI

Hasil karakterisasi simplisia Kulit Buah Jengkol menunjukkan hasil penetapan kadar air diperoleh 3,23% dan lebih kecil dari 10%. Kadar air yang melebihi 10% dapat menjadi media yang baik untuk pertumbuhan mikroba, keberadaan jamur atau serangga, serta mendorong kerusakan karena terjadi proses hidrolisis (WHO, 1992).

Penetapan kadar sari dilakukan menggunakan dua pelarut, yaitu air dan etanol. Penetapan kadar sari larut air adalah untuk mengetahui kadar senyawa kimia bersifat polar yang terkandung di dalam simplisia, sedangkan kadar sari larut dalam etanol dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa larut dalam etanol, baik senyawa polar maupun non polar (Natalia, 2014).

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Hasil karakterisasi simplisia Kulit Buah Jengkol menunjukkan hasil penetapan kadar sari larut air sebesar 15,42%, sedangkan kadar sari yang larut dalam etanol sebesar 21,42%.

Penetapan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui kandungan mineral internal (abu fisiologis) yang berasal dari jaringan tanaman itu sendiri, dan eksternal (abu non-fisiologis) yang merupakan residu dari luar seperti pasir dan tanah yang terdapat di dalam sampel (Ditjen POM 2000; WHO, 1992). Kadar abu tidak larut asam untuk menunjukkan jumlah silikat, khususnya pasir yang ada pada simplisia dengan cara melarutkan abu total dalam asam klorida (WHO,

1992). Penetapan kadar abu total simplisia Kulit Buah Jengkol menunjukkan kadar abu sebesar 1,29% dan kadar abu tidak larut dalam asam sebesar 0,66%.

Kadar abu total pada umumnya untuk masing-masing simplisia tidak sama.

Umumnya syarat kadar abu tidak larut dalam asam < 1%, dan memenuhi persyaratan (Natalia, 2014).

4.3 Skrining Fitokimia

Pemeriksaan golongan senyawa metabolit sekunder dari serbuk simplisia dilakukan untuk memperoleh informasi tentang golongan senyawa yang terdapat di dalamnya. Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya kandungan alkaloida, glikosida, saponin, tannin, flavonoida dan triterpen/steroid pada simplisia kulit buah jengkol. Hasil skrining fitokimia dapat dilihat pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia kulit buah jengkol No. Skrining Hasil Keterangan Terbentuk endapan kuning dengan pereaksi Mayer, endapan coklat-hitam dengan peraksi 1. Alkaloida + Bouchardatt dan endapan merah dengan pereaksi Dragendroff.

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Terbentuk cincin berwarna ungu pada batas 2. Glikosida + cairan. Terbentuk busa yang stabil tidak kurang dari 3. Saponin + 10 menit dan buih tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2N. 4. Tanin + Terbentuk warna biru kehitaman. Terbentuk warna jingga pada lapisan amil 5. Flavonoida + alcohol. Triterpen/ Terbentuk warna hijau. 6. + Steroid Keterangan: + = mengandung golongan senyawa - = tidak mengandung golongan senyawa

4.4 Uji Kandungan Sulfur

Menurut Lingga (2010) jengkol mengandung belerang dimana aroma belerang muncul sebagai akibat dari degradasi asam amino bersulfur menjadi komponen yang lebih kecil. Asam amino bersulfur merupakan komponen penyusun protein yang paling dominan pada jengkol. Karena itu, aroma yang ditimbulkan jengkol cukup menyengat. Hasil uji kandungan sulfur dapat dilihat pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3 Uji kandungan sulfur No. Reaksi Hasil Keterangan Penambahan asam klorida Bau gas hidrogen disulfida 1. + encer (H2S) yang khas Penambahan asam sulfat Bau gas hidrogen disulfida 2. + encer (H2S) yang khas Endapan hitam timbal disulfida 3. Penambahan pb asetat + (PbS) Endapan hitam perak sulfide 4. Penambahan perak nitrat + (Ag2S) Keterangan: + = mengandung golongan senyawa - = tidak mengandung golongan senyawa

4.5 Pembuatan Ekstrak

1,5 kg simplisia kulit buah jengkol melalui metode maserasi sebanyak 3x dengan masing-masing 500g simplisia kulit buah jengkol menggunakan pelarut etanol 96% diperoleh ekstrak etanol kulit buah jengkol sebanyak 250 g, dengan

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA nilai rendemen 16,67%.

4.6 Pembuatan Gel

Gel yang dibuat memiliki komposisi yang terdiri dari bahan dasar gel, natrium benzoat, propilen glikol, minyak nilam, akuades dan EEKBJ. Bahan dasar gel yang digunakan meliputi karagenan, agar dan CMC masing-masing dengan perbandingan 3 : 6 : 1. EEKBJ diformulasikan menjadi 6 formula dengan konsentrasi 0% sebagai kontrol negatif, 1%; 3%; 5%; 7% dan 9% berturut-turut sebagai formula 1, 2 , 3, 4 dan 5. Kemudian juga dilakukan pengujian dengan menggunakan kulit jengkol segar sebagai pembanding. Gel yang sudah jadi masing-masing diletakkan pada wadah kemudian dimasukkan ke dalam kandang uji.

Konsentrasi 0% Konsentrasi 1%

Konsentrasi 3% Konsentrasi 5%

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Konsentrasi 7% Konsentrasi 9%

Gambar 4.2 Hasil sediaan gel

4.7 Uji Organoleptik

Hasil pemeriksaan organoleptik dari sediaan gel ini yaitu diperoleh sediaan dengan warna coklat dimana semakin banyak jumlah ekstrak yang ditambahkan warna coklat yang diperoleh semakin pekat. Sedangkan pemeriksaan bau pada sediaan gel ini, diperoleh sediaan gel yang memiliki bau khas jengkol. Semakin banyak jumlah ekstrak yang ditambahkan akan diperoleh bau yang semakin kuat.

Tabel 4.4 Hasil pemeriksaan organoleptik sediaan gel EEKBJ No Karakteristik F0 F1 F2 F3 F4 F5 1. Warna - + + ++ +++ +++ 2. Bau - + + ++ +++ +++ Keterangan: (-) warna coklat tidak ada/ bau khas jengkol tidak ada, (+) warna coklat/ bau khas jengkol lemah, (++) warna coklat agak gelap/ bau khas jengkol sedang, (+++) warna coklat gelap/ bau khas jengkol kuat

4.8 Uji Kestabilan Gel

Menurut Fitrah (2013), kestabilan gel dapat dilihat melalui nilai sineresis.

Semakin rendah tingkat sineresis maka gel semakin stabil, sineresis menunjukkan kestabilan gel dalam mempertahankan air yang terperangkap di dalamnya.

Sineresis adalah keluarnya air atau merembesnya cairan dari dalam sediaaan dimana air tidak terikat kuat oleh komponen, bahan yang ada. Semakin tinggi sineresis maka semakin cepat lunak tekstur sediaan tersebut atau dengan

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA kata lain semakin tidak stabil suatu sediaan gel tersebut (Ningsi dkk., 2016). Nilai sineresis dari gel dapat dilihat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.5 Hasil perhitungan nilai sineresis No. Formula Berat awal (g) Berat akhir (g) Nilai sineresis(%) 1. Formula 1 (1%) 43,8 42,4 3,19% 2. Formula 2 (3%) 43,3 42,4 2,07% 3. Formula 3 (5%) 43,1 42,3 1,85% 4. Formula 4 (7%) 41,8 41,1 1,67% 5. Formula 5 (9%) 43,5 42,8 1,60%

Dari data diatas diperoleh nilai sineresis terbesar yaitu pada Formula 1 (1%) dan nilai sineresis terkecil pada Formula 5 (9%). Sehingga Formula 5 memiliki kestabilan gel yang paling baik.

4.9 Uji Penguapan Zat Cair

Menurut Fitrah (2013), total penguapan zat cair diketahui dengan menimbang bobot gel pengharum ruangan dan menghitung penurunan bobot tersebut selama empat minggu. Berat produk yang hilang merupakan minyak atsiri dan air yang menguap dari gel. Oleh karena itu, besar susut bobot berbanding terbalik dengan ketahanan gel. Semakin kecil bobot yang hilang atau semakin besar bobot yang tersisa berarti semakin sedikit minyak atsiri dan air yang telah menguap, artinya semakin besar ketahanan wangi gel tersebut.

Persentase bobot sisa gel selama 4 minggu pengamatan dapat dilihat pada Tabel

4.6.

Tabel 4.6 Persentase bobot sisa gel Persentase bobot gel sisa (%) Minggu Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Formula 5 I 85,84 91,22 89,09 89,71 87,12 II 78,08 80,60 78,65 82,29 80,91 III 72,14 73,44 74,70 75,59 77,47 IV 68,03 70,20 71,46 73,20 74,94

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Persentase penguapan zat cair dilakukan pada masing-masing formula dan didapatkan hasil seperti pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Persentase penguapan zat cair. No. Formula % Penguapan zat cair 1. Formula 1 (1%) 31,96 2. Formula 2 (3%) 29,79 3. Formula 3 (5%) 28,53 4. Formula 4 (7%) 26,79 5. Formula 5 (9%) 25,05

4.10 Uji Efek Daya Pengusir Tikus

Pengujian efek daya pengusir tikus atau repelen dari Ekstrak Etanol Kulit

Buah Jengkol (EEKBJ) yang diformulasi dalam bentuk sediaan gel dilakukan dengan melihat dari parameter jumlah tikus yang menjauhi kandang yang diberi sediaan gel dan dibandingkan dengan kandang yang tanpa sediaan gel. Hewan diaklimatisasi selama 7 hari terhadap lingkungan percobaan dan dipuasakan sebelum pengujian namun tetap diberi minum. Konsentrasi EEKBJ yang yang digunakan dalam pengujian ini meliputi 0% sebagai kelompok kontrol negatif,

1%; 3%; 5%; 7%; dan 9% sebagai kelompok 1, 2, 3, 4 dan 5.

Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat yang dimodifikasi sedemikian rupa yang terdiri dari 3 kandang. Kandang A tempat memasukkan tikus mula-mula, kandang B berisi pakan tikus serta kandang C berisi pakan tikus dan sediaan gel. Kandang A memiliki penghubung menuju kandang B dan C.

Kedua kandang ini memiliki kemungkinan yang sama untuk dimasuki oleh tikus

(Lampiran 11). Kemudian diamati jumlah tikus yang menjauhi kandang C yaitu kandang yang diberi sediaan gel.

Pengukuran efektivitas daya usir tikus dilihat dari penurunan jumlah tikus seiring dengan peningkatan konsentrasi EEKBJ yang diberikan. Efek pengusir

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA tikus dilihat dari kemampuan gel untuk membuat tikus menjauhi sediaan gel pada kandang B dengan masing-masing formula dibandingkan terhadap kontrol negatif.

Jumlah tikus pada kandang C digunakan untuk menghitung luas area bawah kurva atau AUC (Area Under Curve) dari setiap perlakuan pada masing-masing formula. Semakin besar nilai rata-rata AUCnya, maka semakin kecil efek pengusir tikus. Maka dari itu diharapkan dengan adanya penambahan EEKBJ dapat memiliki nilai rata-rata AUC yang kecil dan berbeda secara signifikan terhadap kontrol negatif.

Tabel 4.8 Nilai rata-rata AUCtotal dari pengujian daya usir tikus No. Kelompok Nilai rata-rata AUCtotal ± SEM (Ekor) 1. Kontrol negative 17,750 ± 2,4875 2. Konsentrasi 1% 20,000 ± 4,7302 3. Konsentrasi 3% 15,500 ± 0,2041 4. Konsentrasi 5% 11,875 ± 0,8509 5. Konsentrasi 7% 8,375 ± 0,2394a 6. Konsentrasi 9% 2,375 ± 0,8985a 7. Kulit Jengkol 3,000 ± 0,8165a Keterangan = a : berbeda signifikan dengan kontrol negatif (p<0,05)

35 30 25 20 rata AUC rata - 15 10 Nilai rata 5 0 Kontrol Kons.1% Kons.3% Kons.5% Kons.7% Kons.9% Kulit negatif jengkol Kelompok percobaan

Gambar 4.3 Rata-rata AUCtotal dari pengujian daya usir tikus (Mean ± SEM; n=4)

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Nilai rata-rata AUC total kemudian dilakukan analisis statistik dengan menggunakan SPSS versi 18 untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan yang signifikan antar kelompok percobaan. Mula-mula data dianalisis dengan uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk dan dilihat nilai Homogenitasnya.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa data tidak terdistribusi normal

(p<0,05), maka selanjutnya dilakukan uji non parametrik yaitu uji Kruskal Wallis dengan tingkat kepercayaan 95% lalu dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney untuk melihat perbedaan yang signifikan antar kelompok perlakuan.

Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa kelompok formula 5 memiliki nilai rata-rata AUC total yang paling rendah, yaitu 2,375 ± 0,8985. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok formula 5 memiliki kemampuan efek daya usir tikus yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok 1, 2, 3 dan 4. Kelompok formula 5 juga memiliki nilai rata-rata AUC total yang lebih rendah dibandingkan kelompok kulit jengkol, yang menunjukkan bahwa kemampuan efek daya usir tikus kelompok formula 5 lebih tinggi dibandingkan kelompok kulit jengkol. Hal ini diduga terjadi karena adanya penambahan minyak nilam pada formula 5.

Menurut penelitian Natawigena didapatkan hasil bahwa aroma minyak cendana, nilam dan akar wangi yang diresapkan pada kertas saring dengan ukuran 3 cm x 5 cm sebanyak 1 ml. dapat menolak kehadiran tikus pada percobaan yang telah dilakukan di laboratorium. Minyak nilam merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang mengandung unsur yang dapat memicu aktivitas biologis tertentu. Unsur atau senyawa tersebut tidak disukai tikus dan dapat membuat tikus merasa tidak nyaman atau dengan kata lain mengandung bahan yang bersifat menolak kehadiran tikus (Natawigena dkk., 2003).

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Menurut analisis statistik nilai AUC yang dilakukan didapatkan hasil bahwa kelompok kulit jengkol memiliki perbedaan yang signifikan dengan kelompok formula 1, formula 2, formula 3 dan formula 4 (p>0,05), namun antara kelompok kulit jengkol dan formula 5 tidak terdapat perbedaan yang signifikan

(p<0,05). Selanjutnya antara kelompok kontrol negatif, formula 1, formula 2 dan formula 3 tidak terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05). Sedangkan pada formula 4, formula 5 dan kulit jengkol memiliki perbedaan yang signifikan dengan kontrol negatif (p>0,05). Maka dapat dikatakan bahwa pada kelompok formula 4, formula 5 dan kulit jengkol memiliki kemampuan mengusir tikus.

Dengan demikian formulasi gel memiliki aktivitas yang sama dengan kulit buah jengkol sebagai repellent.

Aroma yang berasal dari larutan kulit jengkol mengganggu indra penciuman tikus, dimana indra penciuman tersebut sangat sensitif (Wiasih et al.,

2013) menyebabkan tikus tidak betah untuk beberapa waktu. Aroma bau pada kulit jengkol disebabkan oleh asam amino yang terkandung dalam tanaman jengkol yang terdegradasi. Hal tersebut sesuai dengan literatur Sakinah (2010) asam amino yang terdapat pada tanaman jengkol itu didominasi oleh asam amino yang mengandung unsur Sulfur (S). Salah satu gas yang terbentuk dengan unsur itu adalah gas H2S yang terkenal sangat bau (Simbolon dkk., 2017).

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan selama penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

a. Ekstrak etanol kulit buah jengkol (Archidendron pauciflorum (Benth.) I.C.

Nielsen) dapat diformulasikan kedalam sediaan gel dengan komposisi

yang terdiri dari bahan dasar gel, natrium benzoat, propilen glikol, minyak

nilam dan akuades.

b. Sediaan gel dari ekstrak etanol kulit buah jengkol (Phitecellobium

lobatum) efektif sebagai pengusir tikus dengan formula terbaik yaitu

konsentrasi 9%.

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, disarankan untuk penelitian selanjutnya untuk:

a. Memformulasikan EEKBJ kedalam bentuk sediaan lain seperti spray.

b. Mengkombinasikan EEKBJ dengan fiksatif lain seperti minyak akar

wangi.

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR PUSTAKA

Amelia, T.S. 2015. Pengujian repelensi dari empat jenis tanaman terhadap tikus rumah (Rattus rattus diardii L.) Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Halaman Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Edisi Keempat). UI Press. Jakarta. Halaman 616-618. Astuti, D. D. 2012. Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Etanolik Buah Mahkota Dewa (Phaleria Macrocarpa (Scheff.) Boerl.) Dengan Basis HPMC. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta. Halaman 4-5. Cahyadi, W. 2009. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Edisi Kedua. Jakarta: Bumi Aksara. Halaman 10-13. De Man dan John, M. 1989. Kimia Makanan. Penerjemah Kosasih Padmawinata ITB. Bandung. Halaman 43. Depkes RI. 1979a. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 534. Depkes RI. 1979b. Materia Medika Indonesia. Jilid IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 159, 167-171. Depkes RI. 1986. Sediaan Galenika. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 10, 19, 21. Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 300-304, 306. Depkes RI. 2006. Kotranas. Jakarta : Depkes RI. Halaman 1, 8. Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 1, 10-11. Fardiaz D. 1989. Hidrokoloid. Bogor : Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Farnsworth, N. R., 1966. Biological and Phytochemical Screening of , J.Pharm. Sci., 55(3). Halaman 264-266. Fitrah, A.N. 2013. Formulasi Gel Pengharum Ruangan Menggunakan Karagenan dan Glukomanan dengan Pewangi Minyak Jeruk Purut dan Kenanga. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Halaman 1-3, 10, 15, 22, 24. Glicksman, M. 1983. Food Hydrocolloid. Vol II CRC Press, Inc. Boca Raton. Florida. Halaman 199. Global Biodiversity Information Facility. 2019. Catalogue of Life. [online]. http://www.gbif.org/spesies/112093309 [diakses: 12 Mei 2020]. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia, Volume II, Yayasan Sarana Wana Jaya: Diedarkan oleh Koperasi Karyawan, Badan Litbang Kehutanan, Jakarta. Halaman 865-866. Hutauruk, J. E. 2010. Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Kulit Buah Tumbuhan Jengkol (Pithecollobium Lobatum Benth.). Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan. Isnani, T. 2008. Tikus Rumah. BALABA. Edisi 006 Nomor 01. Halaman 20. Kadir, A. 2011. Identifikasi Klon Harapan Tanaman Nilam Toleran Cekaman Kekeringan Berdasarkan Kadar Proline dan Karakter Morfologi dan Fisiologi. Jurnal Agrisistem. 7(1): 13-21.

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Kamal, N. 2010. Pengaruh Bahan Aktif CMC (Carboxymethyl Cellulose) Terhadap Beberapa Parameter Pada Larutan Sukrosa. Jurnal Teknologi. I(17). Halaman 81. Kaya, A.O.W., Ani, S., dan Joko S. 2015. The Effect of Gelling Agent Concentration on the Characteristic of Gel Produced From the Mixture of Semi-refined Carrageenan and Glukomannan. International Journal of Sciences: Basic and Applied Research (IJSBAR). 20(1): 41-50. Lingga, L. 2010. Cerdas Memilih Sayur. Jakarta: PT Agro Media Pustaka. Halaman 150. Lukmanjaya, G., Fitri D. K., dan Heni S. “Brotokol” Pengusir Hama Tikus Ramah Lingkungan Penopang Pertanian. Jurnal Ilmiah Mahasiswa. 2(1): 50, 52. Mahmud, M. F., Jefry A. dan Muyassaroh. 2018. Pengambilan Patchouli alcohol Dari Minyak Nilam Menggunakan Metode Hydro Destilation Microwave dengan Variasi Perlakuan Bahan dan Waktu Distilasi. Seminar Nasional Inovasi dan Aplikasi Teknologi di Industri (SENIATI). Halaman 164. Natalia, C. L. 2014. Aktivitas Hepatoprotektif Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia sp.) Pada Tikus Putih yang Diinduksi Parasetamol. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Medan. Natawigena, W. D., Ichsan N. B., dan Agus S. 2003. Repelensi Minyak Cendana, Nilam dan Akar Wangi Terhadap Tikus (Rattus argentiventer Rob & Kloss) di Laboratorium. Jurnal Bionatura. 1(1). Halaman 3, 7, 9. Nerio, L.S., Verbel J.O., dan Elena, S.E. 2010. Repellent activity of essential oils: a review. Journal Bioresource Technology. 101(1). Halaman 372– 378. Ningsi, S., Dwi W. L., dan Sri A. 2016. Formulasi Dan Uji Stabilitas Fisik Gel Ekstrak Daun Binahong (Andredera Cordifolia). Jurnal Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. 4(1): 23. Permana, Z. 2010. Konsumsi, Kecernaan, dan Performa Tikus Putih (Rattus novergicus) yang Diberi Ransum Disuplementasi Biomineral Cairan Rumen. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Halaman 4. Priyambodo S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Ramadhani, S. S. 2016. Uji Rodentisida, Perangkap, Dan Repelen, Serta Persepsi Masyarakat Terhadap Tikus Permukiman Di Cibinong, Bogor. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Halaman 3- 5. Ristiyanto, Farida D.H., Damar T.B., dan Bambang H. 2014. Penyakit Tular Rodensia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman 1, 24, 24- 28, 47-49, 55, 245-246. Riyanto, I. C. 2019. AUTOMATIC MOUSETRAP (Perangkap Tikus Otomatis) Menggunakan Sensor Proximity Berbasis Arduino Uno. Skripsi. Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta. Halaman 8. Rowe, Raymond C, Paul JS, Paul JW. 2003. Handbook of Pharmaceutical Excipients. London: Pharmaceutical Press. Ruliandi. 2018. Formulasi Gel Pengharum Ruangan Menggunakan Kombinasi Karagenan, Agar dan CMC dengan Pewangi Minyak Biji Kiwi dan

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Fiksatif Minyak Nilam. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Medan. Halaman 8-15. Sakinah N. 2010. Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Tanaman Jengkol (Pithecellobium jiringa (Jack) Prain.) Terhadap Bakteri Streptococcus mutans, Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan. Halaman 1. Sembel, D. T. 2015. Toksikologi Lingkungan. Jakarta: Penerbit ANDI. Halaman 211, 212, 213. Simbolon, M. S., Suzanna F. S., Mukhtar I. P. 2017. Pengaruh Kulit Buah Jengkol (Phitecellobium lobatum (Jack) Prain) terhadap Tingkat Konsumsi Makan Tikus Sawah. Jurnal Agroekoteknologi. 5(2): 445, 446. Sinurat. 2009. Pengaruh Campuran Semi Refined Carrageenan (SRC) dan LocustBean Gum (LBG) Terhadap Sifat Fisikdan Sensori Gel Pengharum Ruangan. Jurnal Pascapanendan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 4 (1): 13. Sitorus, P. O. U. 2017. Formula Gel Pengharum Ruangan Menggunakan Karagenan dan Pektin dengan Minyak Cendana sebagai Fiksatif dan Minyak Daun Teh sebagai Pewangi. Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Medan. Halaman 5. Sofiani, V. Sriwidodo, Ihya, N.I. dan Anis Y.C. 2018. Formulasi Gel Aromaterapi Dengan Basis Karagenan. Farmaka. 16(3). Universitas Padjajaran. Halaman 2. Svehla, G. 1985. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi kelima. Jakarta: PT Kalman Media Pusaka. Halaman 328. Voigt. 1984. Buku Ajar Teknologi Farmasi. Diterjemahkan oleh Soendani Noeroto S. UGM Press. Halaman 337-338. Wiasih V., Permana A., Silvyani N., dan Faizah PN. 2013. Pemanfaatan Uje (Kulit Jengkol) Sebagai Larvasida Alami pada Nyamuk Aedes Aegypti. Usulan Program Kreativitas Mahasiswa. Universitas Dian Nuswantoro. Semarang. Halaman Winarno, F.G. 1985. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Halaman 14-16 World Health Organization. 1992. Quality Control Methods For Medicinal Plant Materials. Geneva: WHO. Halaman 33.

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Ethical Clearance

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 2. Surat Identifikasi Tumbuhan

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 3. Bagan Kerja Penelitian

Kulit Buah Jengkol

Dipisahkan dari pengotor dan dicuci bersih Ditiriskan Dipotong-potong Ditimbang berat basahnya Dikeringkan Ditimbang berat keringnya Dihaluskan

Simplisia

Dihaluskan dengan blender

Serbuk Simplisia

Karakterisasi Skrining Fitokimia Pembuatan Ekstrak

Maserasi Kadar Air Alkaloid Dengan Kadar Abu Total Flavonoid Etanol 96%

Kadar Abu Tidak Larut Glikosida Ekstrak Etanol Asam Saponin Kadar Sari Larut Air Tanin Kadar Sari Larut Etanol Triterpen/Steroid Pembuatan Gel

Uji pada Tikus

Hasil

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 4. Bagan Pembuatan Ekstrak Etanol Kulit Buah Jengkol

1,5 kg serbuk simplisia

Dimasukkan ke dalam bejana tertutup Ditambahkan etanol 96% sampai

serbuk terendam sempurna Direndam selama 5 hari terlindung dari cahaya, sampai sesekali diaduk Disaring

Maserat Ampas

Dimaserasi kembali 2

hari dengan pelarut etanol 96%

Maserat Ampas

Dipekatkan dengan rotary evaporator Diuapkan diatas water bath

Ekstrak Kental

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 5. Bagan Pembuatan Gel

Bahan dasar Gel

Ditimbang bahan dasar yang meliputi karagenan 0,45 g, agar 0,9 g, dan CMC 0,15 g. Ditimbang Na Benzoat 0,05g Ditimbang Propilen Glikol 0,5 g Ditimbang ekstrak sesuai formula Diambil akuades sesuai formula Dipanaskan beaker glass yang berisi akuades sampai suhu 75°C Masukkan satu persatu bahan sambil diaduk sampai homogen Tuang ke dalam cetakan dan tunggu hingga mengeras

Sediaan Gel

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 6. Karakteristik Kulit Buah Jengkol

(a) (b)

(c) (d)

(e)

Keterangan : (a) kulit jengkol bagian luar, (b) kulit jengkol bagian dalam, (c) rajangan kulit jengkol dan (d) rajangan kulit jengkol yang sudah dikeringkan (e) serbuk simplisia.

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 7. Hasil Pemeriksaan Mikroskopik Keterangan: 1 Eksokarp 2 1. Lapisan Kutikula 2. Epidermis Luar 3 3. Hipodermis 4 Mesokarp 5 4. Parenkim 6 5. Sel berisi massa berwarna 7 merah

8 6. Sklereid Endokarp 7. Serat Sklerenkim 8. Epidermis Dalam Penampang melintang kulit buah jengkol segar (perbesaran 10x10)

Keterangan: 1 2 1. Sel berisi massa berwarna merah 2. Parenkim 3. Sklereid 3 4 4. Parenkim

Serbuk simplisia kulit buah jengkol (perbesaran 10x40)

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 8. Karakterisasi Simplisia

(a) (b) (c)

(d) (e)

Keterangan: (a) uji kadar air, (b) uj kadar abu total, (c) uji kadar abu tidak larut asam, (d) kadar sari larut air dan (e) kadar sari larut etanol.

56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 9. Skrining Fitokimia

(a) (b) (c)

(d) (e) (f)

Keterangan: (a) Alkaloida, (b) glikosida, (c) saponin, (d) tanin, (e) flavonoida dan (f) triterpen/steroida.

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 10. Uji Kandungan Sulfur

PbS

Ag2S

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 11. Gambar Alat dan Bahan

Karagenan Agar CMC

Natrium Benzoat Minyak Nilam EEKBJ

Timbangan Analitik Penangas Air Cetakan Gel

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 11. (Lanjutan)

A C B

Kotak Pengujian

Keterangan : Kandang A = tempat memasukkan tikus Kandang B = berisi pakan tikus Kandang C = berisi pakan tikus dan sediaan gel

Hasil Pengamatan CCTV

60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 11. (Lanjutan)

Sertifikat Karagenan

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 11. (Lanjutan)

Sertifikat Agar

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 11. (Lanjutan)

Sertifikat CMC

63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 11. (Lanjutan)

Sertifikat Minyak Nilam

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 12. Perhitungan Kadar Air volume air (ml) % Kadar air = x 100% berat simplisia (g)

1. Volume air = 0,1 ml

Berat sampel = 5,0002

0,1 % Kadar air = x 100% = 1,99% 5,0002

2. Volume air = 0,2 ml

Berat sampel = 5,0011

0,2 % Kadar air = x 100% = 3,99% 5,0011

3. Volume air = 0,2 ml

Berat sampel = 5,0006

0,2 % Kadar air = x 100% = %3,99 5,0006

1,99 + 3,99 + 3,99 % Kadar air rata − rata = = 3,23% 3

65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 13. Perhitungan Kadar Abu Total

berat abu % Kadar abu total = x 100% berat simplisia

1. Berat abu = 0,0316 g

Berat sampel = 2,0016 g

0,0316 % Kadar abu total = x 100% = 1,57% 2,0016

2. Berat abu = 0,0323 g

Berat sampel = 2,0018 g

0,0323 % Kadar abu total = x 100% = 1,61% 2,0018

3. Berat abu = 0,0140 g

Berat sampel = 2,0001 g

0,0140 % Kadar abu total = x 100% = 0,69% 2,0001

0,69 + 1,61 + 1,51 % Kadar abu total rata − rata = = 1,29% 3

66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 14. Perhitungan Kadar Abu Tidak Larut Asam berat abu % Kadar abu tidak larut asam = x 100% berat simplisia

1. Berat abu = 0,0130 g

Berat sampel = 2,0016 g

0,0130 % Kadar abu tidak larut asam = x 100% = 0,64%% 2,0016

2. Berat abu = 0,0152 g

Berat sampel = 2,0018 g

0,0152 % Kadar abu tidak larut asam = x 100% = 0,75% 2,0018

3. Berat abu = 0,0120 g

Berat sampel = 2,0001 g

0,0140 % Kadar abu tidak larut asam = x 100% = 0,59% 2,0001

0,64 + 0,75 + 0,59 % Kadar abu tidak larut asam rata − rata = = 0,66% 3

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 15. Perhitungan Kadar Sari Larut Air

a. berat sari 100 % Kadar sari larut air = x x 100% berat simplisia 20

1. Berat sari = 0,150 g

Berat sampel = 5,001 g

0,150 100 % Kadar sari larut air = x x 100% = 14,99% 5,001 20

2. Berat sari = 0,159 g

Berat sampel = 5,001 g

0,159 100 % Kadar sari larut air = x x 100% = 15,89% 5,001 20

3. Berat sari = 0,154 g

Berat sampel = 5,001 g

0,154 100 % Kadar sari larut air = x x 100% = 15,39% 5,001 20

14,99 + 15,89 + 15,39 % Kadar sari larut air rata − rata = = 15,42% 3

68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 16. Perhitungan Kadar Sari Larut dalam Etanol

berat sari 100 % Kadar sari larut etanol = x x 100% berat simplisia 20

1. Berat sari = 0,207 g

Berat sampel = 5,001 g

0,207 100 % Kadar sari larut etanol = x x 100% = 20,69% 5,001 20

2. Berat sari = 0,215 g

Berat sampel = 5,001 g

0,215 100 % Kadar sari larut etanol = x x 100% = 21,49% 5,001 20

3. Berat sari = 0,221 g

Berat sampel = 5,001 g

0,221 100 % Kadar sari larut etanol = x x 100% = 22,09% 5,001 20

20,69 + 21,49 + 22,09 % Kadar sari larut etanol rata − rata = = 21,42% 3

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 17. Perhitungan Rendemen

Bobot ekstrak kental Rendemen = x 100% Bobot simplisia 250g = x 100% 1500g

= 16,67%

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 18. Perhitungan Nilai Sineresis

1. Formula 1 (1%)

43,8−42,4 % Sineresis = x 100% = 3,19% 43,8

2. Formula 2 (3%)

43,3−42,4 % Sineresis = x 100% = 2,07% 43,3

3. Formula 3 (5%)

43,1−42,3 % Sineresis = x 100% = 1,85% 43,1

4. Formula 4 (7%)

41,8−41,1 % Sineresis = x 100% = 1,67% 41,8

5. Formula 5 (9%)

43,5−42,8 % Sineresis = x 100% = 1,60% 43,5

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 19. Perhitungan Persentase Penguapan Zat Cair

1. FORMULA 1 (1%)

43,8−29,8 % Total penguapan zat cair = x 100% = 31,96% 43,8

37,6 % Bobot sisa gel minggu ke 1 = x 100% = 85,84% 43,8

34,2 % Bobot sisa gel minggu ke 2 = x 100% = 78,08% 43,8

37,6 % Bobot sisa gel minggu ke 3 = x 100% = 72,14% 43,8

29.8 % Bobot sisa gel minggu ke 4 = x 100% = 68,03% 43,8

2. FORMULA 2 (3%)

43,3−30,4 % Total penguapan zat cair = x 100% = 29.79% 43,3

39,5 % Bobot sisa gel minggu ke 1 = x 100% = 91,22% 43,3

34,9 % Bobot sisa gel minggu ke 2 = x 100% = 80,60% 43,3

31,8 % Bobot sisa gel minggu ke 3 = x 100% = 73,44% 43,3

30,4 % Bobot sisa gel minggu ke 4 = x 100% = 70,20% 43,3

3. FORMULA 3 (5%)

43,1−30,8 % Total penguapan zat cair = x 100% = 28,53% 43,1

38,4 % Bobot sisa gel minggu ke 1 = x 100% = 89,09% 43,1

33,9 % Bobot sisa gel minggu ke 2 = x 100% = 78,65% 43,1

72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 19. (Lanjutan)

32,2 % Bobot sisa gel minggu ke 3 = x 100% = 74,70% 43,1

30,8 % Bobot sisa gel minggu ke 4 = x 100% = 71,46% 43,1

4. FORMULA 4 (7%)

41,8−30,6 % Total penguapan zat cair = x 100% = 26,79% 41,8

37,5 % Bobot sisa gel minggu ke 1 = x 100% = 89,71% 41,8

34,4 % Bobot sisa gel minggu ke 2 = x 100% = 82,29% 41,8

31,6 % Bobot sisa gel minggu ke 3 = x 100% = 75,59% 41,8

30,6 % Bobot sisa gel minggu ke 4 = x 100% = 73,20% 41,8

5. FORMULA 5 (9%)

43,5−32,6 % Total penguapan zat cair = x 100% = 25,05% 43,5

37,9 % Bobot sisa gel minggu ke 1 = x 100% = 87,12% 43,5

35,2 % Bobot sisa gel minggu ke 2 = x 100% = 80,91% 43,5

33,7 % Bobot sisa gel minggu ke 3 = x 100% = 77,47% 43,5

32,6 % Bobot sisa gel minggu ke 4 = x 100% = 74,94% 43,5

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 20. Pengamatan Jumlah Tikus

Pengamatan jumlah tikus (ekor) Nilai Formula Time series 1-15 AUC 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 total Kontrol Negatif 0 2 1 2 2 1 3 2 3 1 3 0 1 0 0 21 Kontrol Negatif 0 2 1 0 1 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 10,5 Kontrol Negatif 1 0 1 2 2 2 2 1 3 1 1 1 0 1 1 18,5 Kontrol Negatif 0 1 0 1 2 1 2 0 2 2 3 2 2 2 2 21 Formula 1 1 4 2 1 3 2 2 3 2 2 2 3 2 1 3 31,5 Formula 1 1 2 2 4 2 1 1 2 0 0 0 0 1 1 0 17 Formula 1 0 0 0 1 2 1 1 1 3 3 2 1 2 4 3 22,5 Formula 1 0 0 2 2 0 0 0 1 0 0 1 2 1 0 0 9 Formula 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 1 0 1 1 15,5 Formula 2 0 1 0 0 0 1 2 2 2 0 2 1 1 2 2 15 Formula 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 2 2 2 15,5 Formula 2 1 0 1 1 0 2 1 1 1 2 0 0 2 2 2 16 Formula 3 0 0 0 0 0 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 11,5 Formula 3 3 1 0 0 0 0 3 4 1 1 0 1 0 0 0 14 Formula 3 1 0 2 1 1 1 1 3 0 0 0 0 0 1 0 11 Formula 3 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 11 Formula 4 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 3 1 1 0 1 8,5 Formula 4 1 0 0 2 1 0 0 1 0 1 1 0 0 1 0 8 Formula 4 0 0 2 2 0 0 0 1 0 0 1 2 1 0 0 9 Formula 4 0 1 1 1 2 1 0 0 0 0 0 0 0 1 2 8 Formula 5 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 Formula 5 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1,5 Formula 5 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 Formula 5 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 2 1 0 1 1 5 Kulit jengkol 0 1 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 5 Kulit jengkol 0 0 1 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 3 Kulit jengkol 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 Kulit jengkol 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 21. Perhitungan AUC Kontrol Negatif

Kontrol Negatif 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Kontrol Negatif (1) Menit ke-

1x 2 ( 2+1 )x1 (1+2)x1 (2+1)x1 (3+1)x1 AUC =[ ] + [ ] + [ ] + [ 2x1 ] + [ ] + [ ] + 2 2 2 2 2

(3+2)x1 (2+3)x1 (3+1)x1 (1+3)x1 3x1 2x1 [ ] + [ ] + [ ] + [ ] + [ ] + [ ] 2 2 2 2 2 2

= 1 + 1,5 + 1,5 + 2 +1,5 + 2 +2,5 +2,5 + 2 + 2 + 1,5 + 1

= 21

Kontrol Negatif 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Kontrol Negatif (2) Menit ke-

1x2 2x2 2x1 (6+4)x1 (1+2)x1 AUC = [ ] + [ ] + [ ] + [ ] + [ ] 2 2 2 2 2

= 1 + 2 + 1 + 5 + 1,5

= 10,5

75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 21. (Lanjutan)

Kontrol Negatif 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Kontrol Negatif (3) Menit ke-

2x1 2x2 (2+1)x1 (1+3)x1 (3+1)x 1 (2+3)x1 AUC =[ ] + [ ] + [ 3x2 ] + [ ] + [ ] + [ ] + [ ] 2 2 2 2 2 2

(1+2)x1 + [ ] 2

= 1 + 2 + 6 + 1,5 + 2 + 2 + 2,5 + 1,5

= 18,5

Kontrol Negatif 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Kontrol Negatif (4) Menit ke-

2x1 2x2 (2+1)x1 (1+2)x1 1x2 (2+1)x1 (2+3)x1 AUC = [ ] + [ ] + [ ] + [ ] + [ ] + [ ] + [ ] 2 2 2 2 2 2 2

(3+2)x1 + [ ] + [ 3x2 ] 2

= 1 + 2 + 1,5 + 1,5 + 1 + 3 + 2,5 + 2,5 + 6

= 21

76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 22. Perhitungan AUC Formula 1

Formula 1 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Formula 1 (1) Menit ke-

1x1 (1+4)x1 (4+2)x1 (2+1)x1 (1+3)x1 (3+2)x1 AUC = [ ]+[ ]+[ ]+[ ]+[ ]+[ ]+[1x2] + 2 2 2 2 2 2

(2+3)x1 (3+2)x1 (2+3)x1 (1+3)x2 (1+3)x1 [ ] + [ ] + [2x2] + [ ] + [ ] + [ ] 2 2 2 2 2

= 0,5 + 2,5 + 3 + 1,5 + 2 + 2,5 + 2 + 2,5 + 2,5 + 4 + 2,5 + 4 + 2

= 31,5

Formula 1 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Formula 1 (2) Menit ke-

1x1 (1+2)x1 (2+4)x1 (4+2)x1 (2+1)x1 AUC = [ ] + [ ] + [ 2x1 ] + [ ] + [ ] + [ ] + 2 2 2 2 2

(1+2)x1 1x2 (3+1)x1 [ 1x1 ] + [ ] + [ ] + [ ] 2 2 2

= 0,5 + 1,5 + 2 + 3 + 3 + 1,5 + 1 + 1,5 + 1 + 2

= 17

77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 22. (Lanjutan)

Formula 1 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Formula 1 (3) Menit ke-

2x2 (2+1)x1 (1+3)x1 (1+3)x1 AUC = [ ] + [ ] + [ 2x1 ] + [ ] + [ 1x3 ] + [ ] 2 2 2 2

(1+2)x1 (2+4)x1 (4+3)x1 + [ ] + [ ] + [ ] 2 2 2

= 2 + 1.5 + 2 + 2 + 3 + 4 + 1,5 + 3 + 3,5

= 22,5

Formula 1 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Formula 1 (4) Menit ke-

(3+1)x1 2x1 4x2 AUC = [ ] + [ ] + [ ] 2 2 2

= 1 + 1,5 + 7 + 1,5 + 1,5 + 1,5 + 1,5

= 15,5

78

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 23. Perhitungan AUC Formula 2

Formula 2 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Formula 2 (1) Menit ke-

1x1 (2+1)x1 (1+2)x1 (2+1)x1 (2+1)x1 AUC = [ ] + [ ] + [ 1x7 ] + [ ] + [ ] + [ ] + 2 2 2 2 2

(2+1)x1 [ ] 2

= 1 + 1,5 + 7 + 1,5 + 1,5 + 1,5 + 1,5

= 15,5

Formula 2 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Formula 2 (2) Menit ke- 2x1 (2+5)x2 2x1 (2+1)x1 (1+2)x1 AUC = [ ] + [ ] + [ ] + [ ] + [ 1x1 ] + [ ] 2 2 2 2 2

+ [ 1x2 ]

= 1 + 7 + 1 + 1,5 + 1 + 1,5 + 2

= 15

79

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 23. (Lanjutan)

Formula 2 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Formula 2 (3) Menit ke- (10+9)x1 (4+2)x2 AUC = [ ] + [ ] 2 2

= 9,5 + 6

= 15,5

Formula 2 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Formula 2 (4) Menit ke-

2x1 (3+1)x1 1x2 (1+2)x1 (1+2)x1 AUC = [ ] + [ ] + [ ] + [ ] + [ 1x2 ] + [ ] 2 2 2 2 2

(3+2)x2 + [ 1x2 ] + [ ] 2

= 1 + 2 + 1 + 1,5 + 2 + 1,5 + 2 + 5

= 16

80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 24. Perhitungan AUC Formula 3

Formula 3 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Formula 3 (1) Menit ke-

1x1 (1+2)x1 (2+1)x1 AUC = [ ] + [ ] + [ 1x2 ] + [ ] + [ 1x6 ] 2 2 2

= 0,5 + 1,5 + 2 + 1,5 + 6

= 11,5

Formula 3 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Formula 3 (2) Menit ke-

1x3 (3+1)x1 1x1 1x3 (3+4)x1 (4+1)x1 (1+2)x1 AUC = [ ] + [ ] + [ ] + [ ] + [ ] + [ ] + [ ] + 2 2 2 2 2 2 2

2x1 [ ] 2

= 1,5 + 2 + 0,5 + 1,5 + 3,5 + 2,5 + 1,5 + 1

= 14

81

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 24. (Lanjutan)

Formula 3 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Formula 3 (3) Menit ke-

2x1 1x2 (1+2)x1 (1+3)x1 1x3 1x2 AUC = [ ] + [ ] + [ ] + [ 1x3 ] + [ ] + [ ] + [ ] 2 2 2 2 2 2

= 1 + 1 + 1,5 + 3 + 2 + 1,5 + 1

= 11

Formula 3 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Formula 3 (4) Menit ke-

(9+7)x1 (3+1)x1 2x1 AUC = [ ] + [ ] + [ ] 2 2 2

= 8 + 2 + 1

= 11

82

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 25. Perhitungan AUC Formula 4

Formula 4 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Formula 4 (1) Menit ke-

2x1 (3+1)x1 1x3 (1+3)x1 (1+2)x1 1x1 AUC = [ ] + [ ] + [ ] + [ ] + [ ] + [ ] 2 2 2 2 2 2

= 1 + 2 + 1,5 + 2 + 1,5 + 0,5

= 8,5

Formula 4 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Formula 4 (2) Menit ke-

2x1 1x2 2x2 2x1 (1+3)x1 2x1 AUC = [ ] + [ ] + [ ] + [ ] + [ ] + [ ] 2 2 2 2 2 2

= 1 + 1 + 2 + 1 + 2 + 1

= 8

83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 25. (Lanjutan)

Formula 4 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Formula 4 (3) Menit ke-

(1+3)x2 2x1 4x2 AUC = [ ] + [ ] + [ ] 2 2 2

= 4 + 1 + 4

= 9

Formula 4 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Formula 4 (4) Menit ke-

(3+2)x1 (1+2)x1 2x2 2x2 AUC = [ ] + [ ] + [ ] + [ ] 2 2 2 2

= 2,5 + 1,5 + 2 + 2

= 8

84

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 26. Perhitungan AUC Formula 5

Formula 5 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Formula 5 Menit ke-

2x1 AUC = [ ] 2

= 1

Formula 5 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Formula 5 (2) Menit ke- 2x1 1x1 AUC = [ ] + [ ] 2 2

= 1 + 0,5

= 1,5

85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 26. (Lanjutan)

Formula 5 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Formula 5 (3) Menit ke- 2x1 2x1 AUC = [ ] + [ ] 2 2

= 1 + 1

= 2

Formula 5 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Formula 5 (4) Menit ke-

2x1 2x1 1x1 2x1 (1+2)x1 AUC = [ ] + [ ] + [ ] + [ ] + [ ] 2 2 2 2 2

= 1 + 1 + 0,5 + 1 + 1,5

= 5

86

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 27. Perhitungan AUC Kulit jengkol

Kulit Jengkol 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Kulit Jengkol (1) Menit ke-

2x1 2x1 2x1 (3+1)x1 AUC = [ ] + [ ] + [ ] + [ ] 2 2 2 2

= 1 + 1 + 1 + 2

= 5

Kulit Jengkol 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Kulit Jengkol (2) Menit ke-

2x1 (1+3)x1 AUC = [ ] + [ ] 2 2

= 1 + 2

= 3

87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 27. (Lanjutan)

Kulit Jengkol 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Kulit Jengkol (3) Menit ke-

2x1 AUC = [ ] 2

= 1

Kulit Jengkol 4

3

2

Jumlah Tikus 1

0 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Kulit Jengkol (4) Menit ke- (2+4)x1 AUC = [ ] 2

= 3

88

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 28. Hasil Uji Statistik Nilai AUC

Case Processing Summary

Cases

Valid Missing Total

Formula N Percent N Percent N Percent

AUC Kontrol Negatif 4 100.0% 0 0.0% 4 100.0% Formula 1 4 100.0% 0 0.0% 4 100.0% Formula 2 4 100.0% 0 0.0% 4 100.0% Formula 3 4 100.0% 0 0.0% 4 100.0%

Formula 4 4 100.0% 0 0.0% 4 100.0% Formula 5 4 100.0% 0 0.0% 4 100.0% Kulit Jengkol 4 100.0% 0 0.0% 4 100.0%

Descriptives

Formula Statistic Std. Error AUC Kontrol Negatif Mean 17.750 2.4875 95% Confidence Interval for Lower Bound 9.834 Mean Upper Bound 25.666 5% Trimmed Mean 17.972

Median 19.750 Variance 24.750 Std. Deviation 4.9749 Minimum 10.5 Maximum 21.0 Range 10.5 Interquartile Range 8.5 Skewness -1.689 1.014 Kurtosis 2.750 2.619 Formula 1 Mean 20.000 4.7302

95% Confidence Interval for Lower Bound 4.946 Mean Upper Bound 35.054 5% Trimmed Mean 19.972 Median 19.750 Variance 89.500

Std. Deviation 9.4604 Minimum 9.0

89

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Maximum 31.5 Range 22.5 Interquartile Range 18.3 Skewness .141 1.014 Kurtosis -.079 2.619 Formula 2 Mean 15.500 .2041 95% Confidence Interval for Lower Bound 14.850 Mean Upper Bound 16.150 5% Trimmed Mean 15.500

Median 15.500 Variance .167 Std. Deviation .4082 Minimum 15.0 Maximum 16.0 Range 1.0 Interquartile Range .8 Skewness .000 1.014 Kurtosis 1.500 2.619 Formula 3 Mean 11.875 .7181

95% Confidence Interval for Lower Bound 9.590 Mean Upper Bound 14.160 5% Trimmed Mean 11.806 Median 11.250 Variance 2.063 Std. Deviation 1.4361 Minimum 11.0 Maximum 14.0 Range 3.0 Interquartile Range 2.4

Skewness 1.846 1.014 Kurtosis 3.412 2.619 Formula 4 Mean 8.375 .2394 95% Confidence Interval for Lower Bound 7.613 Mean Upper Bound 9.137

5% Trimmed Mean 8.361 Median 8.250 Variance .229

90

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Std. Deviation .4787 Minimum 8.0 Maximum 9.0 Range 1.0 Interquartile Range .9 Skewness .855 1.014 Kurtosis -1.289 2.619 Formula 5 Mean 2.375 .8985 95% Confidence Interval for Lower Bound -.484

Mean Upper Bound 5.234 5% Trimmed Mean 2.306 Median 1.750 Variance 3.229 Std. Deviation 1.7970 Minimum 1.0 Maximum 5.0 Range 4.0 Interquartile Range 3.1 Skewness 1.696 1.014

Kurtosis 3.014 2.619 Kulit Jengkol Mean 3.000 .8165 95% Confidence Interval for Lower Bound .402 Mean Upper Bound 5.598 5% Trimmed Mean 3.000 Median 3.000 Variance 2.667 Std. Deviation 1.6330 Minimum 1.0 Maximum 5.0

Range 4.0 Interquartile Range 3.0 Skewness .000 1.014 Kurtosis 1.500 2.619

91

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Tests of Normality

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Formula Statistic df Sig. Statistic df Sig. AUC Kontrol Negatif .310 4 . .785 4 .077 Formula 1 .146 4 . .999 4 .997 Formula 2 .250 4 . .945 4 .683 Formula 3 .353 4 . .744 4 .034 Formula 4 .283 4 . .863 4 .272 Formula 5 .333 4 . .828 4 .163 Kulit Jengkol .250 4 . .945 4 .683 a. Lilliefors Significance Correction

Test of Homogeneity of Variances AUC Levene Statistic df1 df2 Sig. 4.843 6 21 .003

Kruskal-Wallis

Ranks

Formula N Mean Rank AUC Kontrol Negatif 4 22.25 Test Statisticsa,b Formula 1 4 22.63 AUC Formula 2 4 20.50 Chi-Square 22.607 Formula 3 4 16.50 Df 6 Formula 4 4 10.63 Asymp. Sig. .001 Formula 5 4 4.00 a. Kruskal Wallis Test Kulit Jengkol 4 5.00 b. Grouping Variable: Total 28 Formula

92

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Mann-Whitney

Multiple Comparisons Nilai AUC Mann-Whitney U

(I) Formula (J) Formula Sig. (I) Formula (J) Formula Sig. Kontrol Negatif Formula 1 ,772 Formula 3 Kontrol Negatif ,243

Formula 2 ,243 Formula 1 ,245

Formula 3 ,243 Formula 2 ,019

Formula 4 ,019 Formula 4 ,019

Formula 5 ,020 Formula 5 ,020

Kulit jengkol ,019 Kulit jengkol ,019 Formula 1 Kontrol Negatif ,772 Formula 4 Kontrol Negatif ,019

Formula 2 ,245 Formula 1 ,028

Formula 3 ,245 Formula 2 ,019

Formula 4 ,028 Formula 3 ,019

Formula 5 ,021 Formula 5 ,020

Kulit jengkol ,020 Kulit jengkol ,019 Formula 2 Kontrol Negatif ,243 Formula 5 Kontrol Negatif ,020

Formula 1 ,245 Formula 1 ,021

Formula 3 ,019 Formula 2 ,020

Formula 4 ,019 Formula 3 ,020

Formula 5 ,020 Formula 4 ,020

Kulit jengkol ,019 Kulit jengkol ,557 Kulit jengkol Kontrol Negatif ,022 Formula 1 ,089 Formula 2 ,495 Formula 3 ,495 Formula 4 ,405 Formula 5 ,317

93

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 29. Hasil Uji Statistik Menit 1

Tests of Normality Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Menit ke-1 Kontrol Negatif .441 4 . .630 4 .001 Formula 1 .307 4 . .729 4 .024 Fprmula 2 .250 4 . .945 4 .683 Formula 3 .260 4 . .827 4 .161 Formula 4 .441 4 . .630 4 .001

Formula 5 .307 4 . .729 4 .024 Kulit jengkol .441 4 . .630 4 .001 a. Lilliefors Significance Correction

Test of Homogeneity of Variances Menit ke-1 Levene Statistic df1 df2 Sig. 1.158 6 21 .365

KRUSKAL WALLIS

Test Statisticsa,b

Menit ke-1 Chi-square 4.150 Df 6 Asymp. Sig. .656 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula

94

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Multiple Comparisons Nilai AUC Mann-Whitney U Menit 1

(I) Formula (J) Formula Sig. (I) Formula (J) Formula Sig. Kontrol Negatif Formula 1 ,495 Formula 3 Kontrol Negatif ,405

Formula 2 ,155 Formula 1 ,752

Formula 3 ,405 Formula 2 ,762

Formula 4 1,000 Formula 4 ,405

Formula 5 ,495 Formula 5 ,752

Kulit jengkol 1,000 Kulit jengkol ,405 Formula 1 Kontrol Negatif ,495 Formula 4 Kontrol Negatif 1,000

Formula 2 ,343 Formula 1 ,495

Formula 3 ,752 Formula 2 ,155

Formula 4 ,495 Formula 3 ,405

Formula 5 1,000 Formula 5 ,495

Kulit jengkol ,495 Kulit jengkol 1,000 Formula 2 Kontrol Negatif ,155 Formula 5 Kontrol Negatif ,495

Formula 1 ,343 Formula 1 1,000

Formula 3 ,762 Formula 2 ,343

Formula 4 ,155 Formula 3 ,752

Formula 5 ,343 Formula 4 ,495

Kulit jengkol ,155 Kulit jengkol ,495 Kulit jengkol Kontrol Negatif 1,000 Formula 1 ,495 Formula 2 ,155 Formula 3 ,405 Formula 4 1,000 Formula 5 ,495

95

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 30. Hasil Uji Statistik Menit 2

Tests of Normality

Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Menit ke-2 Kontrol Negatif .283 4 . .863 4 .272 Formula 1 .283 4 . .863 4 .272 Fprmula 2 .441 4 . .630 4 .001 Formula 3 .307 4 . .729 4 .024 Formula 4 .441 4 . .630 4 .001

Formula 5 .441 4 . .630 4 .001 Kulit jengkol .307 4 . .729 4 .024 a. Lilliefors Significance Correction

Test of Homogeneity of Variances Menit ke-2 Levene Statistic df1 df2 Sig. 2.262 6 21 .077

KRUSKAL WALLIS

Test Statistics a,b

Menit ke-2 Chi-square 5.213 Df 6 Asymp. Sig. .517 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula

96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Multiple Comparisons Nilai AUC Mann-Whitney U Menit 2

(I) Formula (J) Formula Sig. (I) Formula (J) Formula Sig. Kontrol Negatif Formula 1 1,000 Formula 3 Kontrol Negatif ,222

Formula 2 ,350 Formula 1 ,536

Formula 3 ,222 Formula 2 ,495

Formula 4 ,119 Formula 4 ,495

Formula 5 ,119 Formula 5 ,495

Kulit jengkol ,222 Kulit jengkol 1,000 Formula 1 Kontrol Negatif 1,000 Formula 4 Kontrol Negatif ,119

Formula 2 ,762 Formula 1 ,321

Formula 3 ,536 Formula 2 ,186

Formula 4 ,321 Formula 3 ,495

Formula 5 ,321 Formula 5 1,000

Kulit jengkol ,536 Kulit jengkol ,495 Formula 2 Kontrol Negatif ,350 Formula 5 Kontrol Negatif ,119

Formula 1 ,762 Formula 1 ,321

Formula 3 ,495 Formula 2 ,186

Formula 4 ,186 Formula 3 ,495

Formula 5 ,186 Formula 4 1,000

Kulit jengkol ,495 Kulit jengkol ,495 Kulit jengkol Kontrol Negatif ,222 Formula 1 ,536 Formula 2 ,495 Formula 3 1,000 Formula 4 ,495 Formula 5 ,495

97

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 31. Hasil Uji Statistik Menit 3

Tests of Normality

Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Menit ke-3 Kontrol Negatif .441 4 . .630 4 .001

Formula 1 .441 4 . .630 4 .001 Fprmula 2 .441 4 . .630 4 .001 Formula 3 .283 4 . .863 4 .272 Formula 4 .250 4 . .945 4 .683

Formula 5 .441 4 . .630 4 .001 Kulit jengkol .441 4 . .630 4 .001 a. Lilliefors Significance Correction

Test of Homogeneity of Variances Menit ke-3 Levene Statistic df1 df2 Sig. .875 6 21 .530

KRUSKAL WALLIS

Test Statistics a,b

Menit ke-3 Chi-square 5.780 df 6 Asymp. Sig. .448 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula

98

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Multiple Comparisons Nilai AUC Mann-Whitney U Menit 3

(I) Formula (J) Formula Sig. (I) Formula (J) Formula Sig. Kontrol Negatif Formula 1 ,169 Formula 3 Kontrol Negatif ,874

Formula 2 1,000 Formula 1 ,268

Formula 3 ,874 Formula 2 ,874

Formula 4 ,617 Formula 4 ,647

Formula 5 ,186 Formula 5 ,405

Kulit jengkol 1,000 Kulit jengkol ,874 Formula 1 Kontrol Negatif ,169 Formula 4 Kontrol Negatif ,617

Formula 2 ,169 Formula 1 ,350

Formula 3 ,268 Formula 2 ,617

Formula 4 ,350 Formula 3 ,647

Formula 5 ,082 Formula 5 ,155

Kulit jengkol ,169 Kulit jengkol ,617 Formula 2 Kontrol Negatif 1,000 Formula 5 Kontrol Negatif ,186

Formula 1 ,169 Formula 1 ,082

Formula 3 ,874 Formula 2 ,186

Formula 4 ,617 Formula 3 ,405

Formula 5 ,186 Formula 4 ,155

Kulit jengkol 1,000 Kulit jengkol ,186 Kulit jengkol Kontrol Negatif 1,000 Formula 1 ,169 Formula 2 1,000 Formula 3 ,874 Formula 4 ,617 Formula 5 ,186

99

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 32. Hasil Uji Statistik Menit 4

Tests of Normalityb

Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Menit ke-4 Kontrol Negatif .283 4 . .863 4 .272 Formula 1 .260 4 . .827 4 .161 Fprmula 2 .441 4 . .630 4 .001 Formula 3 .307 4 . .729 4 .024 Formula 4 .283 4 . .863 4 .272

Formula 5 .441 4 . .630 4 .001 a. Lilliefors Significance Correction b. Menit ke-4 is constant when Formula = Kulit jengkol. It has been omitted.

Test of Homogeneity of Variances Menit ke-4 Levene Statistic df1 df2 Sig. 2.685 6 21 .043

KRUSKAL WALLIS

Test Statisticsa,b

Menit ke-4 Chi-square 12.631 Df 6 Asymp. Sig. .049 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula

100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Multiple Comparisons Nilai AUC Mann-Whitney U Menit 4

(I) Formula (J) Formula Sig. (I) Formula (J) Formula Sig. Kontrol Negatif Formula 1 ,544 Formula 3 Kontrol Negatif ,222

Formula 2 ,350 Formula 1 ,063

Formula 3 ,222 Formula 2 ,495

Formula 4 1,000 Formula 4 ,222

Formula 5 ,119 Formula 5 ,495

Kulit jengkol ,046 Kulit jengkol ,127 Formula 1 Kontrol Negatif ,544 Formula 4 Kontrol Negatif 1,000

Formula 2 ,098 Formula 1 ,544

Formula 3 ,063 Formula 2 ,350

Formula 4 ,544 Formula 3 ,222

Formula 5 ,034 Formula 5 ,119

Kulit jengkol ,013 Kulit jengkol ,046 Formula 2 Kontrol Negatif ,350 Formula 5 Kontrol Negatif ,119

Formula 1 ,098 Formula 1 ,034

Formula 3 ,495 Formula 2 ,186

Formula 4 ,350 Formula 3 ,495

Formula 5 ,186 Formula 4 ,119

Kulit jengkol ,040 Kulit jengkol ,317 Kulit jengkol Kontrol Negatif ,046 Formula 1 ,013 Formula 2 ,040 Formula 3 ,127 Formula 4 ,046 Formula 5 ,317

101

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 33. Hasil Uji Statistik Menit 5

Tests of Normalityb Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Menit ke-5 Kontrol Negatif .441 4 . .630 4 .001 Formula 1 .329 4 . .895 4 .406 Fprmula 2 .307 4 . .729 4 .024 Formula 3 .307 4 . .729 4 .024 Formula 4 .283 4 . .863 4 .272

Kulit jengkol .441 4 . .630 4 .001 a. Lilliefors Significance Correction b. Menit ke-5 is constant when Formula = Formula 5. It has been omitted.

Test of Homogeneity of Variances Menit ke-5 Levene Statistic df1 df2 Sig. 2.634 6 21 .046

KRUSKAL WALLIS

Test Statisticsa,b

Menit ke-5 Chi-square 13.087 Df 6 Asymp. Sig. .042 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula

102

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Multiple Comparisons Nilai AUC Mann-Whitney U Menit 5

(I) Formula (J) Formula Sig. (I) Formula (J) Formula Sig. Kontrol Negatif Formula 1 ,741 Formula 3 Kontrol Negatif ,032

Formula 2 ,032 Formula 1 ,134

Formula 3 ,032 Formula 2 1,000

Formula 4 ,119 Formula 4 ,752

Formula 5 ,011 Formula 5 ,127

Kulit jengkol ,022 Kulit jengkol ,495 Formula 1 Kontrol Negatif ,741 Formula 4 Kontrol Negatif ,119

Formula 2 ,134 Formula 1 ,225

Formula 3 ,134 Formula 2 ,752

Formula 4 ,225 Formula 3 ,752

Formula 5 ,046 Formula 5 ,131

Kulit jengkol ,089 Kulit jengkol ,405 Formula 2 Kontrol Negatif ,032 Formula 5 Kontrol Negatif ,011

Formula 1 ,134 Formula 1 ,046

Formula 3 1,000 Formula 2 ,127

Formula 4 ,752 Formula 3 ,127

Formula 5 ,127 Formula 4 ,131

Kulit jengkol ,495 Kulit jengkol ,317 Kulit jengkol Kontrol Negatif ,022 Formula 1 ,089 Formula 2 ,495 Formula 3 ,495 Formula 4 ,405 Formula 5 ,317

103

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 34. Hasil Uji Statistik Menit 6

Tests of Normalityb Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Menit ke-6 Kontrol Negatif .250 4 . .945 4 .683 Formula 1 .250 4 . .945 4 .683 Fprmula 2 .441 4 . .630 4 .001 Formula 3 .441 4 . .630 4 .001 Formula 4 .441 4 . .630 4 .001

Kulit jengkol .441 4 . .630 4 .001 a. Lilliefors Significance Correction b. Menit ke-6 is constant when Formula = Formula 5. It has been omitted.

Test of Homogeneity of Variances Menit ke-6 Levene Statistic df1 df2 Sig. .864 6 21 .537

KRUSKAL WALLIS

Test Statisticsa,b

Menit ke-6 Chi-square 12.488 df 6 Asymp. Sig. .052 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula

104

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Multiple Comparisons Nilai AUC Mann-Whitney U Menit 6

(I) Formula (J) Formula Sig. (I) Formula (J) Formula Sig. Kontrol Negatif Formula 1 1,000 Formula 3 Kontrol Negatif ,617

Formula 2 ,617 Formula 1 ,617

Formula 3 ,617 Formula 2 ,186

Formula 4 ,155 Formula 4 ,186

Formula 5 ,046 Formula 5 ,040

Kulit jengkol ,155 Kulit jengkol ,186 Formula 1 Kontrol Negatif 1,000 Formula 4 Kontrol Negatif ,155

Formula 2 ,617 Formula 1 ,155

Formula 3 ,617 Formula 2 ,040

Formula 4 ,155 Formula 3 1,86

Formula 5 ,046 Formula 5 ,317

Kulit jengkol ,155 Kulit jengkol 1,000 Formula 2 Kontrol Negatif ,617 Formula 5 Kontrol Negatif ,046

Formula 1 ,617 Formula 1 ,046

Formula 3 ,186 Formula 2 ,011

Formula 4 ,040 Formula 3 ,040

Formula 5 ,011 Formula 4 ,317

Kulit jengkol ,040 Kulit jengkol ,317 Kulit jengkol Kontrol Negatif ,155 Formula 1 ,155 Formula 2 ,040 Formula 3 ,186 Formula 4 1,000 Formula 5 ,317

105

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 35. Hasil Uji Statistik Menit 7

Tests of Normalityb,c

Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Menit ke-7 Kontrol Negatif .329 4 . .895 4 .406 Formula 1 .250 4 . .945 4 .683 Fprmula 2 .441 4 . .630 4 .001 Formula 3 .283 4 . .863 4 .272 Kulit jengkol .307 4 . .729 4 .024 a. Lilliefors Significance Correction b. Menit ke-7 is constant when Formula = Formula 4. It has been omitted. c. Menit ke-7 is constant when Formula = Formula 5. It has been omitted.

Test of Homogeneity of Variances Menit ke-7 Levene Statistic df1 df2 Sig. 2.833 6 21 .035

KRUSKAL WALLIS

Test Statisticsa,b

Menit ke-7 Chi-square 16.033 df 6 Asymp. Sig. .014 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula

106

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Multiple Comparisons Nilai AUC Mann-Whitney U Menit 7

(I) Formula (J) Formula Sig. (I) Formula (J) Formula Sig. Kontrol Negatif Formula 1 ,294 Formula 3 Kontrol Negatif ,881

Formula 2 ,363 Formula 1 ,278

Formula 3 ,881 Formula 2 ,405

Formula 4 ,046 Formula 4 ,013

Formula 5 ,046 Formula 5 ,013

Kulit jengkol ,134 Kulit jengkol ,063 Formula 1 Kontrol Negatif ,294 Formula 4 Kontrol Negatif ,046

Formula 2 ,617 Formula 1 ,046

Formula 3 ,278 Formula 2 ,011

Formula 4 ,046 Formula 3 ,013

Formula 5 ,046 Formula 5 1,000

Kulit jengkol ,343 Kulit jengkol ,127 Formula 2 Kontrol Negatif ,363 Formula 5 Kontrol Negatif ,046

Formula 1 ,617 Formula 1 ,046

Formula 3 ,405 Formula 2 ,011

Formula 4 ,011 Formula 3 ,013

Formula 5 ,011 Formula 4 1,000

Kulit jengkol ,096 Kulit jengkol ,127 Kulit jengkol Kontrol Negatif ,134 Formula 1 ,343 Formula 2 0,96 Formula 3 ,063 Formula 4 ,127 Formula 5 ,127

107

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 36. Hasil Uji Statistik Menit 8

Tests of Normalityb,c Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Menit ke-8 Kontrol Negatif .250 4 . .945 4 .683 Formula 1 .283 4 . .863 4 .272 Fprmula 2 .441 4 . .630 4 .001 Formula 3 .151 4 . .993 4 .972 Formula 4 .441 4 . .630 4 .001 a. Lilliefors Significance Correction b. Menit ke-8 is constant when Formula = Formula 5. It has been omitted. c. Menit ke-8 is constant when Formula = Kulit jengkol. It has been omitted.

Test of Homogeneity of Variances Menit ke-8 Levene Statistic df1 df2 Sig. 3.935 6 21 .009

KRUSKAL WALLIS

Test Statisticsa,b

Menit ke-8 Chi-square 19.374 Df 6 Asymp. Sig. .004 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula

108

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Multiple Comparisons Nilai AUC Mann-Whitney U Menit 8

(I) Formula (J) Formula Sig. (I) Formula (J) Formula Sig. Kontrol Negatif Formula 1 ,278 Formula 3 Kontrol Negatif ,102

Formula 2 ,617 Formula 1 ,369

Formula 3 ,102 Formula 2 ,122

Formula 4 ,617 Formula 4 ,046

Formula 5 ,046 Formula 5 ,014

Kulit jengkol ,046 Kulit jengkol ,014 Formula 1 Kontrol Negatif ,278 Formula 4 Kontrol Negatif ,617

Formula 2 ,405 Formula 1 ,098

Formula 3 ,369 Formula 2 ,186

Formula 4 ,098 Formula 3 ,046

Formula 5 ,013 Formula 5 ,040

Kulit jengkol ,013 Kulit jengkol ,040 Formula 2 Kontrol Negatif ,617 Formula 5 Kontrol Negatif ,046

Formula 1 ,405 Formula 1 ,013

Formula 3 ,122 Formula 2 ,011

Formula 4 ,186 Formula 3 ,014

Formula 5 ,011 Formula 4 ,040

Kulit jengkol ,011 Kulit jengkol 1,000 Kulit jengkol Kontrol Negatif ,046 Formula 1 ,013 Formula 2 ,011 Formula 3 ,014 Formula 4 ,040 Formula 5 1,000

109

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 37. Hasil Uji Statistik Menit 9

Tests of Normalityb Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Menit ke-9 Kontrol Negatif .283 4 . .863 4 .272 Formula 1 .298 4 . .849 4 .224 Fprmula 2 .441 4 . .630 4 .001 Formula 3 .441 4 . .630 4 .001 Formula 4 .441 4 . .630 4 .001

Formula 5 .441 4 . .630 4 .001 a. Lilliefors Significance Correction b. Menit ke-9 is constant when Formula = Kulit jengkol. It has been omitted.

Test of Homogeneity of Variances Menit ke-9 Levene Statistic df1 df2 Sig. 7.500 6 21 .000

KRUSKAL WALLIS

Test Statisticsa,b

Menit ke-9 Chi-square 15.046 Df 6 Asymp. Sig. .020 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula

110

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Multiple Comparisons Nilai AUC Mann-Whitney U Menit 9

(I) Formula (J) Formula Sig. (I) Formula (J) Formula Sig. Kontrol Negatif Formula 1 ,294 Formula 3 Kontrol Negatif ,044

Formula 2 ,119 Formula 1 ,762

Formula 3 ,044 Formula 2 ,186

Formula 4 ,025 Formula 4 ,186

Formula 5 ,025 Formula 5 ,186

Kulit jengkol ,013 Kulit jengkol ,040 Formula 1 Kontrol Negatif ,294 Formula 4 Kontrol Negatif ,025

Formula 2 ,881 Formula 1 ,321

Formula 3 ,762 Formula 2 ,040

Formula 4 ,321 Formula 3 ,186

Formula 5 ,321 Formula 5 1,000

Kulit jengkol ,131 Kulit jengkol ,317 Formula 2 Kontrol Negatif ,119 Formula 5 Kontrol Negatif ,025

Formula 1 ,881 Formula 1 ,321

Formula 3 ,186 Formula 2 ,040

Formula 4 ,040 Formula 3 ,186

Formula 5 ,040 Formula 4 1,000

Kulit jengkol ,011 Kulit jengkol ,317 Kulit jengkol Kontrol Negatif ,013 Formula 1 ,131 Formula 2 ,011 Formula 3 ,040 Formula 4 ,317 Formula 5 ,317

111

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 38. Hasil Uji Statistik Menit 10

Tests of Normalityb,c

Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Menit ke-10 Kontrol Negatif .441 4 . .630 4 .001 Formula 1 .298 4 . .849 4 .224 Fprmula 2 .307 4 . .729 4 .024 Formula 3 .307 4 . .729 4 .024 Formula 4 .441 4 . .630 4 .001 a. Lilliefors Significance Correction b. Menit ke-10 is constant when Formula = Formula 5. It has been omitted. c. Menit ke-10 is constant when Formula = Kulit jengkol. It has been omitted.

Test of Homogeneity of Variances Menit ke-10 Levene Statistic df1 df2 Sig. 21.500 6 21 .000

KRUSKAL WALLIS

Test Statisticsa,b

Menit ke-10 Chi-square 10.747 Df 6 Asymp. Sig. .097 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula

112

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Multiple Comparisons Nilai AUC Mann-Whitney U Menit 10

(I) Formula (J) Formula Sig. (I) Formula (J) Formula Sig. Kontrol Negatif Formula 1 ,881 Formula 3 Kontrol Negatif ,096

Formula 2 ,760 Formula 1 ,536

Formula 3 ,096 Formula 2 ,533

Formula 4 ,040 Formula 4 ,495

Formula 5 ,011 Formula 5 ,127

Kulit jengkol ,011 Kulit jengkol ,127 Formula 1 Kontrol Negatif ,881 Formula 4 Kontrol Negatif ,040

Formula 2 ,752 Formula 1 ,321

Formula 3 ,536 Formula 2 ,317

Formula 4 ,321 Formula 3 ,496

Formula 5 ,131 Formula 5 ,317

Kulit jengkol ,131 Kulit jengkol ,317 Formula 2 Kontrol Negatif ,760 Formula 5 Kontrol Negatif ,011

Formula 1 ,752 Formula 1 ,131

Formula 3 ,533 Formula 2 ,127

Formula 4 ,317 Formula 3 ,127

Formula 5 ,127 Formula 4 ,317

Kulit jengkol ,127 Kulit jengkol 1,000 Kulit jengkol Kontrol Negatif ,011 Formula 1 ,131 Formula 2 ,127 Formula 3 ,127 Formula 4 ,317 Formula 5 1,000

113

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 39. Hasil Uji Statistik Menit 11

Tests of Normalityb

Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Menit ke-11 Kontrol Negatif .307 4 . .729 4 .024 Formula 1 .283 4 . .863 4 .272 Fprmula 2 .283 4 . .863 4 .272 Formula 3 .307 4 . .729 4 .024 Formula 4 .329 4 . .895 4 .406

Formula 5 .441 4 . .630 4 .001 a. Lilliefors Significance Correction b. Menit ke-11 is constant when Formula = Kulit jengkol. It has been omitted.

Test of Homogeneity of Variances Menit ke-11 Levene Statistic df1 df2 Sig. 2.636 6 21 .046

KRUSKAL WALLIS

Test Statisticsa,b

Menit ke-11 Chi-square 10.305 Df 6 Asymp. Sig. .112 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula

114

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Multiple Comparisons Nilai AUC Mann-Whitney U Menit 11

(I) Formula (J) Formula Sig. (I) Formula (J) Formula Sig. Kontrol Negatif Formula 1 ,369 Formula 3 Kontrol Negatif ,061

Formula 2 ,134 Formula 1 ,222

Formula 3 ,061 Formula 2 ,752

Formula 4 ,343 Formula 4 ,343

Formula 5 ,072 Formula 5 ,739

Kulit jengkol ,013 Kulit jengkol ,127 Formula 1 Kontrol Negatif ,369 Formula 4 Kontrol Negatif ,343

Formula 2 ,445 Formula 1 ,881

Formula 3 ,222 Formula 2 ,544

Formula 4 ,881 Formula 3 ,343

Formula 5 ,268 Formula 5 ,278

Kulit jengkol ,046 Kulit jengkol ,046 Formula 2 Kontrol Negatif ,134 Formula 5 Kontrol Negatif ,072

Formula 1 ,445 Formula 1 ,268

Formula 3 ,752 Formula 2 ,617

Formula 4 ,544 Formula 3 ,739

Formula 5 ,617 Formula 4 ,278

Kulit jengkol ,131 Kulit jengkol ,317 Kulit jengkol Kontrol Negatif ,013 Formula 1 ,046 Formula 2 ,131 Formula 3 ,127 Formula 4 ,046 Formula 5 ,317

115

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 40. Hasil Uji Statistik Menit 12

Tests of Normality Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Menit ke-12 Kontrol Negatif .250 4 . .945 4 .683 Formula 1 .151 4 . .993 4 .972 Fprmula 2 .441 4 . .630 4 .001 Formula 3 .441 4 . .630 4 .001 Formula 4 .283 4 . .863 4 .272

Formula 5 .441 4 . .630 4 .001 Kulit jengkol .441 4 . .630 4 .001 a. Lilliefors Significance Correction

Test of Homogeneity of Variances Menit ke-12 Levene Statistic df1 df2 Sig. 1.577 6 21 .203

KRUSKAL WALLIS

Test Statisticsa,b

Menit ke-12 Chi-square 6.164 Df 6 Asymp. Sig. .405 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula

116

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Multiple Comparisons Nilai AUC Mann-Whitney U Menit 12

(I) Formula (J) Formula Sig. (I) Formula (J) Formula Sig. Kontrol Negatif Formula 1 ,549 Formula 3 Kontrol Negatif ,617

Formula 2 ,617 Formula 1 ,353

Formula 3 ,617 Formula 2 1,000

Formula 4 ,647 Formula 4 ,874

Formula 5 ,155 Formula 5 ,186

Kulit jengkol ,155 Kulit jengkol ,186 Formula 1 Kontrol Negatif ,549 Formula 4 Kontrol Negatif ,647

Formula 2 ,353 Formula 1 ,369

Formula 3 ,353 Formula 2 ,874

Formula 4 ,369 Formula 3 ,874

Formula 5 ,122 Formula 5 ,405

Kulit jengkol ,122 Kulit jengkol ,405 Formula 2 Kontrol Negatif ,617 Formula 5 Kontrol Negatif ,155

Formula 1 ,353 Formula 1 ,122

Formula 3 1,000 Formula 2 ,186

Formula 4 ,874 Formula 3 ,186

Formula 5 ,186 Formula 4 ,405

Kulit jengkol ,186 Kulit jengkol 1,000 Kulit jengkol Kontrol Negatif ,155 Formula 1 ,122 Formula 2 ,186 Formula 3 ,186 Formula 4 ,405 Formula 5 1,000

117

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 41. Hasil Uji Statistik Menit 13

Tests of Normalityb

Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Menit ke-13 Kontrol Negatif .283 4 . .863 4 .272 Formula 1 .307 4 . .729 4 .024 Fprmula 2 .283 4 . .863 4 .272 Formula 3 .441 4 . .630 4 .001 Formula 4 .307 4 . .729 4 .024

Kulit jengkol .441 4 . .630 4 .001 a. Lilliefors Significance Correction b. Menit ke-13 is constant when Formula = Formula 5. It has been omitted.

Test of Homogeneity of Variances Menit ke-13 Levene Statistic df1 df2 Sig. 4.045 6 21 .008

KRUSKAL WALLIS

Test Statisticsa,b

Menit ke-13 Chi-square 12.051 df 6 Asymp. Sig. .061 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula

118

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Multiple Comparisons Nilai AUC Mann-Whitney U Menit 13

(I) Formula (J) Formula Sig. (I) Formula (J) Formula Sig. Kontrol Negatif Formula 1 ,222 Formula 3 Kontrol Negatif ,405

Formula 2 ,445 Formula 1 ,032

Formula 3 ,405 Formula 2 ,119

Formula 4 ,752 Formula 4 ,495

Formula 5 ,131 Formula 5 ,317

Kulit jengkol ,405 Kulit jengkol 1,000 Formula 1 Kontrol Negatif ,222 Formula 4 Kontrol Negatif ,752

Formula 2 ,752 Formula 1 ,061

Formula 3 ,032 Formula 2 ,222

Formula 4 ,061 Formula 3 ,495

Formula 5 ,013 Formula 5 ,127

Kulit jengkol ,032 Kulit jengkol ,495 Formula 2 Kontrol Negatif ,445 Formula 5 Kontrol Negatif ,131

Formula 1 ,752 Formula 1 ,013

Formula 3 ,119 Formula 2 ,046

Formula 4 ,222 Formula 3 ,317

Formula 5 ,046 Formula 4 ,127

Kulit jengkol ,119 Kulit jengkol ,317 Kulit jengkol Kontrol Negatif ,405 Formula 1 ,032 Formula 2 ,119 Formula 3 1,000 Formula 4 ,495 Formula 5 ,317

119

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 42. Hasil Uji Statistik Menit 14

Tests of Normalityb Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Menit ke-14 Kontrol Negatif .250 4 . .945 4 .683 Formula 1 .364 4 . .840 4 .195 Fprmula 2 .441 4 . .630 4 .001 Formula 3 .441 4 . .630 4 .001 Formula 4 .307 4 . .729 4 .024

Formula 5 .441 4 . .630 4 .001 a. Lilliefors Significance Correction b. Menit ke-14 is constant when Formula = Kulit jengkol. It has been omitted.

Test of Homogeneity of Variances Menit ke-14 Levene Statistic df1 df2 Sig. 2.783 6 21 .038

KRUSKAL WALLIS

Test Statisticsa,b

Menit ke-14 Chi-square 13.423 Df 6 Asymp. Sig. .037 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula

120

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Multiple Comparisons Nilai AUC Mann-Whitney U Menit 14

(I) Formula (J) Formula Sig. (I) Formula (J) Formula Sig. Kontrol Negatif Formula 1 ,877 Formula 3 Kontrol Negatif ,617

Formula 2 ,155 Formula 1 ,617

Formula 3 ,617 Formula 2 ,040

Formula 4 ,343 Formula 4 ,495

Formula 5 ,155 Formula 5 ,186

Kulit jengkol ,046 Kulit jengkol ,040 Formula 1 Kontrol Negatif ,877 Formula 4 Kontrol Negatif ,343

Formula 2 ,363 Formula 1 ,343

Formula 3 ,617 Formula 2 ,032

Formula 4 ,343 Formula 3 ,495

Formula 5 ,155 Formula 5 ,495

Kulit jengkol ,046 Kulit jengkol ,127 Formula 2 Kontrol Negatif ,155 Formula 5 Kontrol Negatif ,155

Formula 1 ,363 Formula 1 ,155

Formula 3 ,040 Formula 2 ,022

Formula 4 ,032 Formula 3 ,186

Formula 5 ,022 Formula 4 ,495

Kulit jengkol ,011 Kulit jengkol ,317 Kulit jengkol Kontrol Negatif ,046 Formula 1 ,046 Formula 2 ,011 Formula 3 ,040 Formula 4 ,127 Formula 5 ,317

121

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Lampiran 43. Hasil Uji Statistik Menit 15

Tests of Normalityb Formula Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statistic df Sig. Menit ke-15 Kontrol Negatif .250 4 . .945 4 .683 Formula 1 .307 4 . .729 4 .024 Fprmula 2 .441 4 . .630 4 .001 Formula 3 .441 4 . .630 4 .001 Formula 4 .283 4 . .863 4 .272

Formula 5 .307 4 . .729 4 .024 a. Lilliefors Significance Correction b. Menit ke-15 is constant when Formula = Kulit jengkol. It has been omitted.

Test of Homogeneity of Variances Menit ke-15 Levene Statistic df1 df2 Sig. 9.767 6 21 .000

KRUSKAL WALLIS

Test Statisticsa,b

Menit ke-15 Chi-square 10.371 df 6 Asymp. Sig. .110 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Formula

122

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Multiple Comparisons Nilai AUC Mann-Whitney U Menit 15

(I) Formula (J) Formula Sig. (I) Formula (J) Formula Sig. Kontrol Negatif Formula 1 ,765 Formula 3 Kontrol Negatif ,155

Formula 2 ,155 Formula 1 ,317

Formula 3 ,155 Formula 2 ,022

Formula 4 ,647 Formula 4 ,405

Formula 5 ,343 Formula 5 ,495

Kulit jengkol ,046 Kulit jengkol ,317 Formula 1 Kontrol Negatif ,765 Formula 4 Kontrol Negatif ,647

Formula 2 1,000 Formula 1 ,536

Formula 3 ,317 Formula 2 ,119

Formula 4 ,536 Formula 3 ,405

Formula 5 ,533 Formula 5 ,752

Kulit jengkol ,127 Kulit jengkol ,131 Formula 2 Kontrol Negatif ,155 Formula 5 Kontrol Negatif ,343

Formula 1 1,000 Formula 1 ,533

Formula 3 ,022 Formula 2 ,032

Formula 4 ,119 Formula 3 ,495

Formula 5 ,032 Formula 4 ,752

Kulit jengkol ,011 Kulit jengkol ,127 Kulit jengkol Kontrol Negatif ,046 Formula 1 ,127 Formula 2 ,011 Formula 3 ,317 Formula 4 ,131 Formula 5 ,127

123

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA