SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 9(1) Mei 2016

ASEP ACHMAD HIDAYAT & SETIA GUMILAR Gerakan Tarekat Tijaniyah di Garut, Jawa Barat, , 1935 – 1945

RESUME: Penelitian ini ingin merekonstruksi ajaran tarekat Tijaniyah dan perkembangannya di daerah Garut, Jawa Barat, Indonesia, pada tahun 1935-1945. Masalah ini didasarkan pada realitas bahwa masuk dan berkembangnya tarekat Tijaniyah di Indonesia, khususnya di Jawa Barat, yang diwarnai oleh pertentangan di antara para ahli tarekat di Indonesia, telah dilakukan dengan berbagai cara. Pertentangan ini timbul karena adanya anggapan dari para penganut tarekat non-Tijaniyah bahwa dalam tarekat Tijaniyah terdapat kejanggalan-kejanggalan. Meskipun sejarah perjalanan tarekat Tijaniyah diwarnai oleh kontroversi dan pertentangan dari para tokoh tarekat lain (non-Tijnaiyah), namun jumlah pengikut tarekat Tijaniyah terus bertambah dari waktu ke waktu. Penelitian menunjukan bahwa perkembangan tarekat Tijaniyah di daerah Garut, Jawa Barat, sejak pertama kali disebarkan oleh K.H. ( Haji) Badruzaman pada tahun 1935, mengalami perkembangan yang sangat pesat dan berjalan dengan mulus tanpa pertentangan dari golongan non-Tijaniyah. Bahkan, berdasarkan sumber-sumber lisan yang didapatkan dari para tokoh tarekat Tijaniyah di Garut, sejak kedatangannya, gerakan tarekat Tijaniyah ini mulai bersentuhan dengan pergerakan nasional untuk menentang pemerintahan kolonial Belanda. Pada zaman pendudukan Jepang (1942-1945), kaum Tijaniyah di Garut ikut juga melakukan penentangan terhadap pemerintahan Jepang di Garut. Sedangkan pada masa awal revolusi Indonesia (1945), kaum Tijaniyah di Garut ikut bergabung dengan organisasi “Hizbullah” (Barisan Allah) dan “Sabilillah” (Jalan Allah) untuk mempertahankan kemerdekaan melalui gerakan “khalwat” (mengasingkan diri) dan “hijrah” (berpindah ke tempat lain). KATA KUNCI: Tarekat Tijaniyah; Ajaran dan Perkembangan Tarekat; Kabupaten Garut; Tokoh Tarekat; Peran Tarekat.

ABSTRACT: “Movement of Tijaniyyah Sufi Order in Garut, West Java, Indonesia, 1935-1945”. This study wants to reconstruct the teachings of Tijaniyyah and its developments in the area of Garut, West Java, Indonesia, in the year 1935-1945. This issue is based on the reality that the entry and development of Tijaniyyah in Indonesia, especially in West Java, which is characterized by contradiction among the members of Islamic mysticism order in Indonesia, has been done in various ways. This contradiction arises because of the assumption of the non-members of Tijaniyyah that there are irregularities in Tijaniyah order. Despite the long history of Tijaniyyah marred by controversy and opposition from other religious leaders who non-Tijnaiyah, but the number of Tijaniyyah followers continue to grow over time. Research shows that the development Tijaniyyah in Garut, West Java, since it was fi rst propagated by K.H. Badruzaman in 1935, has developed very fast and run smoothly without any opposition from the non-Tijaniyah members. In fact, based on oral sources obtained from fi gures of Tijaniyyah in Garut, since its arrival, Tijaniyyah movement began contact with the national movement against Dutch colonial rule. At the time of Japanese occupation (1942-1945), the Tijaniyah in Garut come too did opposition to Japanese rule in Garut. Meanwhile, during the early period of Indonesian revolution (1945), the Tijaniyah in Garut joined the organizations of “Hezbollah” (Army of God) and “Sabilillah” (Way of God) to maintain independence through the movement of “khalwat” (exile) and “hijrah” (move to another place). KEY WORD: Tijaniyyah Sufi Order; Doctrine and Development of Sufi Order; Garut District; Figures of Sufi Order; Role of Sufi Order.

About the Authors: Dr. Asep Achmad Hidayat dan Dr. Setia Gumilar adalah Dosen di Fakultas Adab dan Humaniora UIN SGD (Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati) Bandung, Jalan A.H. Nasution No.105 Cipadung, Bandung 40614, Jawa Barat, Indonesia. Alamat emel penulis: [email protected] How to cite this article? Hidayat, Asep Achmad & Setia Gumilar. (2016). “Gerakan Tarekat Tijaniyah di Garut, Jawa Barat, Indonesia, 1935-1945” in SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, Vol.9(1) May, pp.31-48. Bandung, Indonesia: Minda Masagi Press and UPI Bandung, ISSN 1979-0112. Chronicle of the article: Accepted (April 5, 2016); Revised (April 25, 2016); and Published (May 20, 2016).

© 2016 by Minda Masagi Press and UPI Bandung, West Java, Indonesia 31 ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika ASEP ACHMAD HIDAYAT & SETIA GUMILAR, Gerakan Tarekat Tijaniyah di Garut

PENDAHULUAN (Barisan Allah) dan Sabilillah (Jalan Allah) Masalah utama dalam penelitian ini untuk mempertahankan kemerdekaan adalah rekonstruksi ajaran tasawuf dan melalui gerakan khalwat (mengasingkan diri) perkembangan tarekat Syeikh Ahmad dan hijrah (berpindah ke tempat lain). al-Tijani di Garut, Jawa Barat, Indonesia, pada tahun 1935-1945. Masalah ini PROSES AWAL MASUKNYA didasarkan pada realitas bahwa masuk TAREKAT TIJANIYAH KE JAWA BARAT dan berkembangnya tarekat Tijaniyah di Kapan tarekat Tijaniyah masuk ke Indonesia, khususnya di Jawa Barat, yang Indonesia tidak diketahui secara pasti. diwarnai oleh pertentangan di antara para Sampai saat ini terdapat dua pendapat ahli tarekat di Indonesia, telah dilakukan mengenai kapan masuknya tarekat dengan berbagai cara. Pertentangan ini Tijaniyah di Indonesia. Pendapat pertama timbul karena adanya anggapan dari para beranggapan bahwa tarekat Tijaniyah penganut tarekat non-Tijaniyah bahwa dalam diperkirakan datang ke Indonesia pada tarekat Tijaniyah terdapat kejanggalan- awal abad ke-20 M (Masehi), antara tahun kejanggalan. 1918 dan 1922. Pendapat ini didasarkan Masalah dalam penelitian ini didasarkan pada kehadiran Syaikh ‘Ali bin ‘Abd pada realitas bahwa meskipun sejarah Allah al-Thayyib, seorang ulama Arab perjalanan tarekat Tijaniyah diwarnai oleh yang mengajarkan tarekat Tijaniyah di kontroversi dan pertentangan dari para tokoh Tasikmalaya, Jawa Barat. tarekat lain (non-Tijnaiyah), namun jumlah Menurut G.H. Pijper (1987), Syaikh pengikut tarekat Tijaniyah terus bertambah ‘Ali bin ‘Abd Allah al-Thayyib, sebelum dari waktu ke waktu. Di Indonesia, tarekat datang ke Tasikmalaya, Jawa Barat, ia Tijaniyah tersebar luas di seluruh wilayah telah mendatangi berbagai daerah di pulau Nusantara, tapi yang paling banyak Jawa untuk berdakwah dan menyebarkan pengikutnya adalah berada di wilayah Jawa ajaran tarekat Tijaniyah di kalangan orang- Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI (Daerah orang yang dianggap mengerti. G.H. Pijper Khusus Ibukota) , dan Kalimantan lebih lanjut menjelaskan bahwa Cirebon Selatan (Dahlan, 1986). merupakan tempat pertama diketahui Realitas lainnya yang mendukung adanya gerakan Tijaniyah. Pada bulan masalah penelitian ini adalah bahwa Maret 1928, pemerintah (kolonial) Belanda perkembangan tarekat Tijaniyah di Garut, mendapat laporan bahwa ada gerakan Jawa Barat, sejak pertama kali disebarkan keagamaan yang dibawa oleh guru agama oleh K.H. (Kyai Haji) Badruzaman pada (kyai) yang membawa ajaran tarekat baru, tahun 1935, mengalami perkembangan yakni Tijaniyah. Sebelum tahun 1928, dengan yang sangat pesat dan berjalan dengan demikian, tarekat ini belum diketahui mulus tanpa pertentangan dari golongan berkembang. Gerakan ini dikhawatirkan non-Tijaniyah. Bahkan, berdasarkan sumber- akan merekrut anggota yang cukup besar, sumber lisan yang didapatkan dari para karena sebelumnya tarekat Tijaniyah ini tokoh tarekat Tijaniyah di Garut, sejak tidak pernah popular di mata pemerintah kedatangannya, gerakan tarekat Tijaniyah (Pijper, 1987:81-82). ini mulai bersentuhan dengan pergerakan Kehadiran tarekat Tijaniyah di nasional untuk menentang pemerintahan Indonesia, khususnya di pulau Jawa, telah kolonial Belanda. menimbulkan pertentangan di antara para Pada zaman pemerintah pendudukan ahli tarekat dan dilakukan dengan berbagai Jepang (1942-1945), kaum Tijaniyah di Garut cara. Pertentangan ini timbul karena adanya ikut juga melakukan penentangan terhadap anggapan dari para penganut tarekat non- pemerintahan Jepang di Garut. Sedangkan Tijaniyah bahwa dalam tarekat Tijaniyah pada masa awal perang kemerdekaan di terdapat kejanggalan-kejanggalan. Para Indonesia (1945), kaum Tijaniyah di Garut penentang pada umumnya menyangsikan ikut bergabung dengan organisasi Hizbullah keabsahan ajaran tarekat Tijaniyah, karena

32 © 2016 by Minda Masagi Press and UPI Bandung, West Java, Indonesia ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 9(1) Mei 2016 dianggap berbeda dengan ajaran tarekat Mengenai Sayyid Abdullah Dahlan, lainnya, yang telah lama berkembang nama lengkapnya adalah Sayyid Abdullah di Indonesia, terutama bila dikaitkan ibn Sadaqah Dahlan. Ia pernah menjadi dengan pengakuan Syeikh Ahmad al- Mufti di Kesultanan Kedah, Semenanjung Tijani yang mengklaim telah bertemu Tanah Melayu, kemudian menjadi kepala langsung dengan ruh Nabi Muhammad sekolah agama di Jakarta. Kemudian ia SAW (Salallahu Alaihi Wassalam) dalam pindah ke Sulawesi Selatan. Di sana, ia keadaan terjaga; dan persyaratan masuk memperkenalkan diri sebagai penentang tarekat yang dikembangkannya, antara tarekat, terutama tarekat Khalwatiyah lain: larangan ziarah kepada wali-wali yang dikembangkan oleh Syekh Yusuf al- Allah, baik yang masih hidup maupun yang Makassari (Nasution, 1986; dan Azra, 1995). telah meninggal; setiap orang yang ingin Kemudian, Sayyid Abdullah Dahlan mengikuti ajaran tarekat Tijaniyah terlebih pindah ke Garut, Jawa Barat, yang mana dahulu harus meninggalkan amalan wirid di sini pula ia diminta untuk memerangi yang lainnya dari tarekat non-Tijaniyah; serta tarekat Tijaniyah. Selain ke tempat-tempat menghadirkan syurah atau gambaran syeikh tersebut, ia juga pergi ke Cirebon untuk ketika melaksanakan zikir (cf Abun-Nasr, menentang keberadaan tarekat Tijaniyah. Ia 1965; dan Fatullah, 1985). menerangkan latar belakang kedatangannya Antara tahun 1928-1931, terjadi ke Cirebon adalah atas pengaduan sebagian pertentangan dalam bentuk pamfl et- karibnya yang mempersoalkan tarekat pamfl et yang berisi tuduhan-tuduhan dari Tijaniyah dalam kitab-kitab pegangan para penentang tarekat Tijaniyah, yang pokoknya. Pada tahun 1928, Sayyid menganggap bahwa tarekat Tijaniyah Abdullah Dahlan datang ke Cirebon dan bertentangan dengan syari’at Islam. berdialog dengan kaum Tijaniyah. Setelah Sebaliknya, kaum Tijaniyah juga menuduh pulang ke Makkah, di Cirebon kembali bahwa mereka yang menentang itu adalah keadaannya meruncing, karena pada sebagai para pengikut ajaran Wahabi.1 Dalam tahun 1929, ia datang lagi ke Cirebon dan pertentangan ini, pihak tarekat Tijaniyah mengkritisi kitab-kitab tarekat Tijaniyah. mendapat dukungan dari Haji Suja’i, Selanjutnya, Sayyid Abdullah Dahlan Tasikmalaya; sedangkan pihak penentang menulis kitab sanggahan, yaitu Tanbih al- mendapatkan rujukan ulama dari Madinah, Ghafi l wa Irsyad al-Mustafi d al-‘Aqil (dalam yaitu Sayyid Abdullah Dahlan. Syamsyuri, 1988; dan Bruinessen, 1995). Sementara itu, pada tahun 1930, terjadi 1Wahabi adalah istilah yang ditujukan kepada para pula perselisihan antara Buntet, pengikut Muhammad ibnu Abd al-Wahab (1703-1787), seorang revivalis asal Nejd, Arabia. Menurut Muhammad pusat tarekat Tijaniyah di Cirebon, dengan ibnu Abd al-Wahab, sumber kemunduran dan kebobrokan pesantren Benda Kerep, yang anti-Tijaniyah, umat Islam adalah karena rusaknya iman dan tauhid kaum walaupun keduanya masih mempunyai Muslim. Ia menuduh kemurnian faham tauhid kaum Muslim telah dirusak oleh ajaran-ajaran tarekat, yang semenjak hubungan keluarga. Pada tahun yang sama, abad ke-13 memang tersebar luas di dunia Islam. Terdapat Syeikh Ahmad Ganaim, guru dari Mesir, delapan inti pemikiran Muhammad ibnu Abd al-Wahab datang ke pesantren Tebuireng di Jombang, bagi perbaikan ummat, yaitu: (1) yang boleh dan harus disembah hanyalah Allah, dan orang yang menyembah Jawa Timur. Ia juga menyerang tarekat selain Allah telah menjadi musyrik dan boleh dibunuh; (2) Tijaniyah, dengan alasan bahwa penyebar kebanyakan orang Islam bukan lagi penganut faham tauhid yang sebenarnya, karena mereka meminta pertolongan Tijaniyah menjamin para pengikutnya masuk bukan lagi dari Tuhan, tetapi dari syaikh atau wali dan Syurga (Abdurrahman, 1988:80). dari kekuatan gaib; (3) menyebut nama Nabi, Syaikh, atau Pertentangan juga diungkapkan melalui Malaikat sebagai pengantara atau tawasul dalam do’a juga merupakan perbuatan syirik; (4) meminta safa’at selain dari penulisan kitab-kitab yang berisi sanggahan Tuhan adalah juga syirik; (5) bernazar kepada selain dari terhadap tarekat Tijaniyah. Sebagaimana Tuhan juga syirik; (6) memperoleh pengetahuan selain dari telah dijelaskan bahwa Sayyid Abdullah Al-Qur’an, Al-Hadits, dan Qias merupakan kekufuran; (7) tidak percaya kepada qada dan qadar Tuhan juga merupakan Dahlan, misalnya, menulis kitab Tanbih kekufuran; serta (8) menafsirkan Al-Qur’an dengan ta’wil al-Ghafi l wa Irsyad al-Mustafi d al-‘Aqil, atau interpretasi bebas juga adalah kufur. Lihat, selanjutnya, (1992:23). yang kemudian diringkas menjadi Wuduh

© 2016 by Minda Masagi Press and UPI Bandung, West Java, Indonesia 33 ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika ASEP ACHMAD HIDAYAT & SETIA GUMILAR, Gerakan Tarekat Tijaniyah di Garut

al-Dala’il.2 Dalam kitab tersebut, Sayyid menyatakan bahwa tarekat Tijaniyah Abdullah Dahlan menyanggah beberapa merupakan salah satu tarekat muktabaroh masalah dalam tarekat Tijaniyah, terutama dan dianggap sebagai tarekat yang sah masalah talqin (pengajaran) dari Syeikh dalam Islam (Baidhowi, 2002). Kemudian, Ahmad al-Tijani dan keistimewaan Jamiyyah Ahli al-Thariqah al-Muktabarah penganut tarekat Tijaniyah (cf Dahlan, 1986; al-Nahdhiyyah, lembaga otonom NU yang dan Syamsyuri, 1988). Muhammad al-Hilal mengkoordinasikan tarekat-tarekat di bawah juga menulis kitab Al-Hadiyyah li at-Tha’ifah naungan NU, dalam Kongres VI tahun at-Tijaniyyah, yang isinya hampir sama 1984, mengangkat kembali masalah tarekat dengan karya Sayyid Abdullah Dahlan. Tijaniyah ini, dan hasilnya tetap mengakui Sanggahan yang sama muncul juga dari ke-muktabar-an tarekat Tijaniyah (Baidhowi, Saudi Arabia, dimana Ali Dakhilullah, 2002:78). misalnya, menulis kitab Al-Tijaniyat (dalam Perdebatan sengit mengenai ajaran Syamsyuri, 1988:227). tarekat Tijaniyah kembali terjadi dalam Dalam rangka menanggapi kritikan dan seminar tentang “Tarekat Tijaniyah” sanggahan dari para penentang, penganut pada tahun 1987 di Cirebon. Seminar ini tarekat Tijaniyah juga menyusun kitab- diadakan dalam rangka “Iedul Khotmi kitab rujukan dan pegangan pokok, yang Syaikh Ahmad al-Tijani ke-144” di Pesantren menjelaskan ajaran-ajaran tarekat Tijaniyah, Buntet, Cirebon, oleh Keluarga Besar dasar-dasarnya, sumber-sumbernya, dan Tarekat Tijaniyah se-Indonesia. Seminar dalil-dalil syar’i dan aqli yang menunjukan ini menampilkan tiga pembicara, yaitu: keabsahan ajaran-ajaran Syeikh Ahmad K.H. (Kyai Haji) Husein Muhammad dari al-Tijani (Fatullah, 1985). Diantaranya Pesantren Arjawinangun, Cirebon, Jawa adalah kitab Al-Fath al-Rabbani fi ma Yahtaj Barat, yang mewakili pihak penentang Ilaih al-Murid al-Tijani, karya Muhammad Tijaniyah; K.H. Badri Masduki, pengasuh ibn Abdullah at-Tasfawi; kitab Bughhyah Pesantren Badrudduja (cahaya bulan dalam al-Mustafi d, karya Muhammad al-‘Arabi al- kegelapan) Probolinggo, Jawa Timur, Tijani; kitab Al-Jaisy al-Kafi l bi Akhz as-Tsar min mewakili pihak Muqoddam (pembantu Man Shalla ‘Alaa al-Syaikh al-Tijani Saif al-Inkar, resmi) Tijaniyah; dan Martin van Bruinessen, karya Syeikh Muhammad ibn Muhammad al- mewakili pengamat dan peneliti tarekat Sinqiti; dan kitab Janayah al-Muntasab al-‘Ani Islam dari negara Belanda. fi Ma Nasabahu bi al-Kazb li as-Syaikh al-Tijani, Selanjutnya, K.H. Ahmad Fauzan karya Ahmad Sukairji (dalam Syamsyuri, Fatullah, yang oleh Martin van Bruinessen 1988; dan Bruinessen, 1995). disebut sebagai “kyai intelek” dari tarekat Polemik tentang tarekat Tijaniyah di Tijaniyah, menulis buku yang berjudul pulau Jawa, umumnya, telah mendorong Sayyidul Auliya. Melalui buku ini K.H. organisasi NU () Ahmad Fauzan Fatullah berupaya membahasnya secara serius dalam arena mengungkap pembelaan terhadap tuduhan- muktamar. NU pernah membahas tarekat tuduhan miring terhadap ajaran Syaikh Tijaniyah dalam dua kali muktamar. Ahmad Tijani dan tarekat Tijaniyah, Pertama, dalam Muktamar NU ke-3 yang sebagaimana digambarkan oleh para diselenggarakan pada tanggal 28 September penentang Tijaniyah (Fatullah, 1985). 1928 di Surabaya, Jawa Timur. Kedua, dalam Namun, menurut K.H. Ikyan Badruzaman Muktamar NU VI yang diselenggarakan (2008), muqaddam Tijaniyah asal Garut, pada tanggal 27 Agustus 1931 di Cirebon, K.H. Ahmad Fauzan Fatullah dianggap Jawa Barat. Kedua Muktamar tersebut agak sulit mengontrol penanya, sehingga terkesan keinginannya yang kuat untuk 2 Buku tersebut dikeluarkan dan disebar-luaskan ke membebaskan ajaran tasawuf Syeikh Ahmad khalayah ramai pada tahun 1931, dan diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh Bahrun Abu Bakar dengan al-Tijani dari tuduhan negatif. Akibatnya, judul Tarekat Tijaniyah: Suatu Pertanyaan, yang diterbitkan kajian pada bagian ini kurang mendalam oleh Andamera Pustaka di Jakarta, pada tahun tahun 1986. Selanjutnya, lihat Sayyid Abdullah Dahlan (1986). (Badruzaman, 2008).

34 © 2016 by Minda Masagi Press and UPI Bandung, West Java, Indonesia ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 9(1) Mei 2016

Menurut K.H. Husein Muhammad Kedua kitab ini mencantumkan nama dan (1987), pemikiran tasawuf Syaikh Ahmad ajaran tarekat muktabarah atau absah (dalam al-Tijani identik dengan faham Ibn al-Arabi, Masduki, 1987). Abdul Qadir al-Jilli, dan Al-Hallaj, terutama Kitab yang pertama, Jami Karamat al- tentang ittihad atau persatuan antara Auliya, berisi tentang nama-nama wali besar, manusia dengan Tuhan; wahdah al-wujud derajat, karomah, serta tarekat-tarekatnya. atau kesatuan makhluk dengan Khalik; Derajat kewalian, karomah, dan tarekat wahdah al-adyan atau satu dalam hakekat; Syaikh Ahmad al-Tijani dibahas pula dalam al-insan al-kamil atau manusia sempurna; kitab ini. Sedangkan kitab yang kedua, dan al-haqiqah al- atau Sa’adah al-Darain, mengungkap jelas wirid- hakekat Muhammad (Muhammad, 1987:4). wirid shalawat khas dari masing-masing Nampaknya, dengan cara mengindentikan tarekat. Kedua kitab ini biasa menjadi faham tasawuf Syaikh Ahmad al-Tijani pedoman bagi ahli tarekat muktabarah. dengan faham Ibnu Arabi, Abdul Qadir al- Di kalangan ahli tarekat diyakini bahwa Jilli, dan Al-Halaj, K.H. Husein Muhammad kitab ini hanya memuat nama-nama (1987) bermaksud menunjukan bahwa wali, karomah, wirid, serta tarekat yang faham tasawuf Syeikh Ahmad al-Tijani muktabarah. Oleh karena mereka, terutama bertentangan dengan akidah Ahlu al-Sunnah ahli tarekat Tijaniyah, sepakat bahwa nama wal-Jama’ah, akidah mayoritas umat Islam tarekat yang tercantum didalam kitab ini Indonesia dan akidah anutan kaum tarekat termasuk tarekat muktabarah, dengan begitu di Indonesia (Muhammad, 1987). maka tarekat Tijaniyah pun termasuk tarekat Menanggapi pendapat K.H. Husein yang muktabarah (dalam Masduki, 1987). Muhammad (1987) tersebut, K.H. Badri Selain merujuk pada kedua kitab tersebut, Masduki (1987) menyatakan bahwa K.H. Badri Masduki juga merujuk pada hasil pertentangan itu sebagai masalah khilafi ah Muktamar NU (Nahdlatul Ulama) III dan VI (perbedaan pendapat), yang masih berada yang menetapkan ke-muktabar-an tarekat dalam bidang yang ditoleransi oleh agama. Tijaniyah. Untuk memperkuat argumentasinya Menurutnya, khilafi ah di berbagai bidang itu, K.H. Badri Masduki mengutip kaedah dalam agama Islam boleh terjadi dan bisa fi qqiyah, yakni: “al-musbit muqaddamun ‘ala al- ditoleransi; yang tidak boleh terjadi dan nafi ” (yang menetapkan didahulukan daripada ditoleransi adalah khilafi yah di bidang yang mengingkari). Berdasarkan kaedah akidah, karena hanya akidah Ahlu al-Sunnah ini, K.H. Badri Masduki berpedoman pada wal-Jama’ah yang harus dianut (Masduki, pendapat yang menetapkan ke-muktabar-an 1987). Khilafi ah di bidang fi qih bisa ditoleransi tarekat Tijaniyah (Masduki, 1987). demi kelonggaran hukum Islam. Demikian Sementara itu, menurut Martin van pula khilafi ah di bidang pola pikir para sufi , Bruinessen (1987), pangkal perbedaan antara sepanjang hanya terkait dengan yang utama kaum Tijaniyah dan non-Tijaniyah terletak dan paling utama, yang baik dan paling pada percaya dan tidak percaya pada baik; serta khilafi ah di bidang teknik zikir pertemuan Syaikh Ahmad al-Tijani dengan dan suluk (menempuh jalan) kepada Allah Rasulullah Muhammad SAW (Salallahu ditoleransi dalam Islam. “Oleh karena itu, Alaihi Wassalam). Namun demikian, kata tidak perlu saling menyesatkan”, tegas K.H. Martin van Bruinessen, tarekat Tijaniyah Badri Masduki (1987). bukan sekte yang menyimpang dari garis Untuk memperkuat pendapatnya itu, Islam (Bruinessen, 1987:3-4). Pedapatnya K.H. Badri Masduki merujuk pada kitab- ini didasarkan pada data historis bahwa kitab tasawuf, tarekat, dan kitab-kitab Syaikh Ahmad al-Tijani pernah menjadi penunjang lainnya. Di antara kitab-kitab sekutu Maulay Sulaiman di Maroko dalam tersebut adalah kitab Jami Karamat al-Auliya membangkitkan Islam dan memerangi (Karamah-karamah Wali Allah) dan Sa’adah khurafat atau sesuatu ajaran dan amalan yang al-Darain (Kebahagiaan Dunia-Akhirat), tidak sesuai dengan Islam (cf Bruinessen, 1987 dua kitab karya Syaikh Yusuf al-Nabhani. dan 1995; dan Mansur, 1999).

© 2016 by Minda Masagi Press and UPI Bandung, West Java, Indonesia 35 ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika ASEP ACHMAD HIDAYAT & SETIA GUMILAR, Gerakan Tarekat Tijaniyah di Garut

Syaikh Ahmad al-Tijani hadir pada saat menyebarkan tarekat Tijaniyah di Indonesia. umat Islam dalam kondisi yang lemah Salah satu dari tujuh muqaddam tersebut dan sakit di bidang politik, ekonomi, dan adalah K.H. (Kyai Haji) Badruzaman dari pemikiran. Semua itu diakibatkan oleh Pesantren Al-Falah Biru, Garut, Jawa Barat. akidah, ibadah, paham, dan aliran yang Meskipun sebelumnya tarekat Tijaniyah ini sesat, seperti munculnya khurafat atas telah dikenalkan oleh K.H. Usman Dhamiri nama tasawuf dan tarekat, ziarah kubur di Garut, melalui K.H. Hasbullah dari kepada para wali yang diwarnai klenik dan Pesantren Ranca Maya, Tarogong,3 namun pembiusan yang tidak ada hubungannya menurut sumber-sumber lokal Garut, dengan Islam, serta banyak guru yang K.H. Badruzaman inilah yang selanjutnya mengajarkan ajaran yang sesat. Dalam merupakan muqaddam yang sangat berperan situasi demikian, menurut Martin van dalam membawa, menyebarkan, dan Bruinessen, dapat dipahami jika Syaikh mengembangkan tarekat Tijaniyah di Garut, Ahmad al-Tijani melarang muridnya Jawa Barat (Badruzaman, 2008). berziarah ke kuburan para wali dan mencari Menurut K.H. Dadang Badruzaman ilmu pada wali yang lain (Bruinessen, 1987). dan Ikyan Badruzaman, dua putra K.H. Khusus untuk pulau Jawa, menurut Badruzaman, bahwa masuknya tarekat sumber-sumber lokal di Jawa Barat, Tijaniyah di Garut melalui proses perjalanan penyebaran tarekat Tijaniyah ini ditentukan yang panjang dan tidak secara spontan. oleh dua tokoh, yaitu Syeikh Ali al-Thayib Proses perjalanan ini tidak terlepas dari al-Madani, seorang mufti Madinah yang sikap dan tanggapan K.H. Badruzaman bermazhab Syafi ’i; dan Syeikh Abd al-Hamid terhadap tarekat Tijaniyah, yaitu dari al-Futi, seorang cendikiawan Arab. Syeikh Ali sikap menentang, kemudian meneliti, at-Thayyib al-Madani menyebarkan tarekat berdebat, sampai akhirnya menerima dan Tijaniyah di Jawa Barat. Sedangkan Syeikh mengamalkan tarekat Tijaniyah untuk Abd al-Hamid al-Futi menyebarkan tarekat kemudian mengembangkannya (wawancara Tijaniyah di Jawa Timur (Abdurrahman, 1988; dengan K.H. Dadang Badruzaman, dan Bruinessen, 1995). 12/12/2010; dan wawancara dengan K.H. Syeikh Ali al-Thayib al-Madani Ikyan Badruzaman, 12/12/2010). mengangkat tujuh muqaddam (pembantu Secara geneologis, keturunan K.H. resmi) di Jawa Barat, yaitu Syeikh Badruzaman merupakan penganut tarekat Muhammad bin Ali bin Abd Allah al-Thayib Qadiriyah; karena itu, kemungkinan besar (Bogor); K.H. Asy’ari Bunyamin (Garut); pada awalnya K.H. Badruzaman adalah K.H. Badruzaman (Garut); K.H. Usman pengamal tarekat tersebut. Setelah mendapat Damiri (Cimahi); dan tiga bersaudara talkin (pengajaran) dan diangkat sebagai K.H. Abbas, K.H. Anas, dan K.H. Akyas muqaddam oleh Syeikh Ali al-Thayib al- (Buntet, Cirebon). Tujuh muqaddam inilah Madani, K.H. Badruzaman meninggalkan yang berperan besar menyebarkan tarekat amalan tarekat Qadiriyah (wawancara Tijaniyah dalam periode selanjutnya, tidak dengan K.H. Dadang Badruzaman, hanya di Jawa Barat dan Banten, melainkan 12/12/2010; dan wawancara dengan K.H. juga ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, Ikyan Badruzaman, 12/12/2010). karena setelah itu banyak muqaddam Jawa Seperti dilaporkan oleh G.H. Pijper yang menyebarkan tarekat Tijaniyah ini ke (1987) bahwa pada tahun 1928, masyarakat seluruh pelosok Indonesia (Dahlan, 1986). Islam di Jawa Barat, khususnya di

PROSES AWAL MASUK DAN 3K.H. (Kyai Haji) Hasbullah adalah sahabat dan sekaligus BERKEMBANGNYA TAREKAT besan dari K.H. Badruzaman, berdasarkan hasil wawancara TIJANIYAH DI GARUT dengan K.H. Dadang Badruzaman, putra K.H. Badruzaman, sesepuh Muqaddam Tijaniayah, di Garut, Jawa Barat, pada Seperti sudah dijelaskan, bahwa Syeikh tanggal 9 September 2009 dan tanggal 12 Desember 2010; dan Ali al-Thayib al-Madani telah mengangkat wawancara dengan K.H. Ikyan Badruzaman, syeikh Zawiyah Tijaniyah Garut, putra K.H. Badruzaman, di Garut, Jawa tujuh muqaddam (pembantu resmi) untuk Barat, pada tanggal 12 Desember 2010.

36 © 2016 by Minda Masagi Press and UPI Bandung, West Java, Indonesia ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 9(1) Mei 2016

Cirebon, digoncangkan dengan adanya Badruzaman, dimana ia adalah seorang berita baru mengenai munculnya tarekat faqih (ahli hukum Islam) dalam dua aliran Tijaniyah, dimana kemunculannya itu telah mazhab fi qih, yaitu: mazhab Syafi ’i dan menimbulkan pertentangan di kalangan mazhab Maliki (wawancara dengan K.H. para penganut tarekat di luar Tijaniyah dan Dadang Badruzaman, 12/12/2010; dan kalangan Muslim lainnya. Pertentangan wawancara dengan K.H. Ikyan Badruzaman, tersebut dipicu oleh inti ajaran tarekat 12/12/2010). Tijaniyah, yang menyebutkan bahwa tarekat Akan tetapi, sikap penentangan K.H. ini diperoleh langsung dari Rasulullah Badruzaman tersebut tidak berlangsung Muhammad SAW (Salallahu Alaihi Wassalam) lama, kemudian ia berubah – dengan tanpa dalam keadaan terjaga (yaqazah); dan diketahui sebab-sebabnya – dari menentang dikembangkan oleh Syeikh Ahmad al-Tijani menjadi ragu-ragu antara menerima dari Maroko, Afrika Utara, yang mengaku dan menolak. Dalam kondisi seperti ini, dirinya sebagai khatmu al-auliya atau K.H. Badruzaman mendapat saran dari penutup martabat kewalian (cf Bruinessen, K.H. Fauzan dari pesantren Bayongbong 1987; dan Pijper, 1987). (sekarang Kecamatan Sukaresmi di Garut) Berita tersebut juga sampai kepada untuk melakukan shalat istikharah (minta telinga K.H. Badruzaman di Garut, yang petunjuk kepada Allah). Setelah mendapat membuatnya penasaran untuk mencari saran tersebut, kemudian K.H. Badruzaman tahu lebih banyak tentang apa itu tarekat melaksanakan shalat istikharah selama tiga Tijaniyah.4 Kemudian, K.H. Badruzaman malam untuk mendapat petunjuk mengenai mendatangi tempat-tempat penyebaran keabsahan tarekat Tijaniyah, yang diajarkan tarekat ini di Jawa Barat dan mencari Syeikh Ahmad al-Tijani tersebut. tahu siapa penyebar tarekat Tijaniyah. Hasil dari shalat istikharah tersebut, Tempat pertama yang didatangi oleh K.H. K.H. Badruzaman kemudian bermimpi Badruzaman adalah Tasikmalaya, kemudian dan bertemu dengan Nabi Muhammad Bandung, dan berakhir di Cirebon. Di SAW berturut-turut selama tiga kali. Tasikmalaya, K.H. Badruzaman berdialog Dalam mimpinya itu, Nabi Muhammad dan berdebat sengit dengan Syeikh Ali bin SAW menunjukan bahwa tarekat Tijaniyah Abdullah al-Thayib al-Madani; manakala adalah ajaran yang benar secara syari’at ketika di Bandung, K.H. Badruzaman Islam. Namun, meskipun sudah melakukan berdebat dengan K.H. Usman Dhamiri; shalat istikharah dan bermimpi berjumpa dan di Cirebon, ia berdebat dengan dengan Nabi Muhammad SAW, sikap K.H. K.H. Abbas (wawancara dengan K.H. Badruzaman tetap tidak bergeming, ia Dadang Badruzaman, 12/12/2010; dan berada dalam keraguan antara menerima wawancara dengan K.H. Ikyan Badruzaman, dan menolaknya (wawancara dengan K.H. 12/12/2010). Dadang Badruzaman, 12/12/2010; dan Setelah melakukan dialog dan perdebatan wawancara dengan K.H. Ikyan Badruzaman, dengan para penyebar Tijaniyah tersebut, 12/12/2010). K.H. Badruzaman tidak langsung menerima Pada tahun 1933, K.H. Badruzaman pergi tentang keberadaan tarekat ini; bahkan ke Makkah untuk menunaikan ibadah Haji.5 justru sebaliknya, ia menentangnya dan Selama berada di Makkah, ia berjumpa menganggap bahwa tarekat Tijaniyah lagi dengan Syeikh Ali bin Abdullah al- adalah bertentangan dengan syari’at Islam. Sikap tersebut sangat dilatarbelakangi 5Ikyan Badruzaman, putra dari K.H. Badruzaman, menyebutkan bahwa ayahnya pergi ke Tanah Suci Makkah oleh pengetahuan yang dimiliki oleh K.H. pada tahun 1932; padahal K.H. Badruzaman, pada tahun 1933, memimpin organisasi Al-Muwafaqah (Ahli Hukum 4Kemungkinan besar, K.H. Badruzaman mendapatkan Islam) di Garut, suatu organisasi yang diprakarsai oleh berita awal mengenai keberadaan tarekat Tijaniyah adalah tokoh-tokoh SI () untuk mempersatukan dari K.H. Hasbullah, pimpinan pesantren Rancamaya di ulama Garut. Dengan demikian, kemungkinan besar K.H. Tarogong Kidul, Garut, Jawa Barat. Wawancara dengan K.H. Badruzaman pergi ke Tanah Suci Makkah pada tahun 1933 Dadang Badruzaman (12/12/2010); dan wawancara dengan adalah untuk ketiga kalinya, bukan pada tahun 1932. Lihat, K.H. Ikyan Badruzaman (12/12/2010). wawancara dengan K.H. Ikyan Badruzaman (12/12/2010).

© 2016 by Minda Masagi Press and UPI Bandung, West Java, Indonesia 37 ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika ASEP ACHMAD HIDAYAT & SETIA GUMILAR, Gerakan Tarekat Tijaniyah di Garut

Thayyib al-Madani; dan selama di Madinah, muncul dan menjamur organisasi-organisasi K.H. Badruzaman menyempatkan diri pergerakan untuk menentukan nasib bangsa berziarah ke makam Nabi Muhammad Indonesia di masa yang akan datang. Pada SAW di Madinah, bersama Syeikh Ali masa itu, dalam menentukan orientasi bin Abdullah al-Thayyib al-Madani. Pada tujuannya, organisasi-organisasi belum saat ziarah ke makam Nabi Muhammad sampai pada fase penegasan identitas SAW itulah K.H. Badruzaman menerima politik, antara lain karena masih sibuk kebenaran ajaran tarekat Tijaniyah. Hatinya dengan konsolidasi ke dalam. Proses ini luluh untuk menerima talkin dan ijazah berkaitan dengan penentuan identitas dari Syeikh Ali bin Abdullah al-Thayyib umum dari organisasi yang sangat al-Madani (wawancara dengan K.H. dipengaruhi oleh lokasi sosial dan kultural Dadang Badruzaman, 12/12/2010; dan para anggotanya (Kartodirdjo, 1993:120). wawancara dengan K.H. Ikyan Badruzaman, Usaha untuk memberi landasan agama 12/12/2010). Islam kepada organisasi BO (Boedi Oetomo) Pada saat pengijazahan ini, K.H. ternyata tidak berhasil, ditambah pula Badruzaman diberi amanat oleh Syeikh Ali usulan untuk meluaskan keanggotaannya bin Abdullah al-Thayyib al-Madani untuk yang meliputi seluruh rakyat Indonesia juga menyebarkan tarekat Tijaniyah di Jawa dan ditolak. Dengan demikian, menurut Sartono Indonesia, bersama dengan para muqaddam Kartodirdjo (1993), identitas BO sangat lainnya yang telah diangkat terlebih dahulu terikat dengan dan kepada kultur Jawa oleh Syeikh Ali bin Abdullah al-Thayyib (Kartodirdjo, 1993). Pernyataan ini senada al-Madani, yaitu: K.H. Abbas dari Cirebon dengan pendapat Slamet Muljana (1986) dan dan K.H. Usman Dhamiri dari Bandung. Ahmad Mansur Suryanegara (1995), yang Pada tahun 1935, K.H. Badruzaman pulang menyatakan bahwa organisasi BO selama dari Tanah Suci Makkah. Sesampainya 23 tahun bersikap eksklusif, berada di luar di Indonesia, ia langsung merintis dan perjuangan dan pergerakan secara nasional menyebarkan tarekat Tijaniyah di Garut (cf (Muljana, 1986; dan Suryanegara, 1995:134). Bruinessen, 1987; dan Pijper, 1987). Masih menurut Sartono Kartodirdjo (1993), organisasi SI (Syarikat Islam) PERAN KAUM TIJANIYAH dengan identitasnya yang tak terpisah dari DI GARUT DALAM PERGERAKAN agama Islam dapat meluaskan sayapnya NASIONAL, 1935-1942 ke seluruh Nusantara (Kartodirdjo, 1993). Menurut Sartono Kartodirdjo (1993), Agama sebagai simbol sakral dan universal pada dasawarsa pertama abad ke-20, lebih mudah mengatasi batas-batas etnis dalam sejarah Indonesia modern, dikenal dan sub-kultural, sehingga lebih cepat sebagai periode kebangkitan nasional. mengintegrasikan pelbagai unsur sosial Pertumbuhan kesadaran yang menjiwai (Kartodirdjo, 1993). Dalam kongresnya di proses itu, menurut bentuk manifestasinya, Bandung pada tahun 1916, SI memelopori telah melalui langkah-langkah yang wajar, untuk memasyarakatkan istilah “nasional” yaitu mulai dengan lahirnya ide emansipasi dan menuntut Indonesia “merdeka” (Noer, (persamaan hak) dan liberalisasi (kebebasan) 1982). Padahal istilah “nasional”, menurut dari status serba terbelakang, baik yang Ahmad Mansur Suryanegara (1995), adalah berakar pada tradisi (termasuk agama) baru digunakan oleh PNI (Partai Nasional maupun yang tercipta oleh situasi kolonial. Indonesia) sebelas tahun kemudian, yakni Kemudian menyusul segera ide kemajuan ketika PNI didirikan pertama kalinya di beserta cita-cita untuk meningkatkan tarap Bandung pada tahun 1927 (Suryanegara, kehidupan bangsa. Pada tahap berikutnya 1995:136). pula, gerakan ini telah meluas menjadi total Realitas historis semacam itulah yang yang mencakup segala aspek kehidupan menyebabkan George McTurnan Kahin manusia (Kartodirdjo, 1993:121). (1974) berani berpendapat bahwa ada tiga Dalam perkembangan selanjutnya, faktor terpenting yang mempengaruhi

38 © 2016 by Minda Masagi Press and UPI Bandung, West Java, Indonesia ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 9(1) Mei 2016 terwujudnya integrasi nasional. Pertama, tersebut dirasakan memberatkan rakyat, agama Islam yang dianut oleh mayoritas yang akibatnya, pada tahun 1919, terjadi bangsa Indonesia. Kedua, agama Islam tidak pemberontakan Cimareme dibawah hanya mengajari berjama’ah, tetapi juga pimpinan Haji Hasan Arif, seorang anggota menanamkan gerakan anti penjajah. Ketiga, SI dan pengamal tarekat Sathariyah (Noer, umat Islam menjadikan bahasa Melayu 1982; Korver, 1985; dan Sofi anto, 2001). sebagai senjata pembangkit kejiwaan yang Selanjutnya, pada tahun 1925 terjadi sangat ampuh atau the terrible psychological demonstrasi SI, dimana sebanyak 7,000 weapon dalam melahirkan aspirasi orang berkumpul di depan gedung Bioskop perjuangan nasionalnya (Kahin, 1974). Odeon dan kemudian menuju Pendopo Peristiwa kongres SI di Bandung pada Kabupaten Garut untuk menentang tahun 1916 tersebut, yang menghasilkan verponding. Dalam peristiwa tersebut ajakan kepada rakyat untuk tidak takut lagi pimpinan SI, yakni K.H. Musafa Kamil, menyatakan tuntutannya agar memiliki ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda pemerintahan sendiri, berpengaruh besar dan dipenjarakan (Noer, 1982; Korver, 1985; terhadap kebangkitan umat Islam dengan dan Sofi anto, 2001). gerakan nasionalnya. Menghadapi kondisi Sebagai organisasi pergerakan paling sosial seperti itu, pemerintah kolonial besar di Garut pada waktu itu, SI terus Belanda mencoba memecah-belah hubungan berbenah diri; dan pada tahun 1929, antara umat Isam dengan gerakan politik SI berganti nama menjadi PSII (Partai yang dilancarkan oleh SI (Korver, 1985). Syarikat Islam Indonesia). Sedangkan Dengan “perintah halusnya”, pemerintah kepengurusannya tetap dibawah pimpinan kolonial Belanda berhasil menciptakan iklim K.H. Mustafa Kamil dan kawan-kawannya pertentangan antara SI dengan golongan sampai dengan tahun 1933 (Noer, 1982; (bangsawan), terutama dengan Korver, 1985; dan Sofi anto, 2001). golongan Menak di Jawa Barat. Sebagai Sebagimana di kota-kota lain di seluruh contoh, Belanda berhasil membujuk Bupati Indonesia, meskipun PSII pada rentang Bandung, R.A.A. Wiratakusumah, untuk waktu tersebut di tingkat Pusat pecah melepaskan dukungannya terhadap SI. menjadi tiga: ada PSII Penyadar dibawah Bahkan Bupati Sumedang, Aria Atmadja, pimpinan Haji ; ada PSII yang mengutuk perjuangan SI yang dianggapnya berubah menjadi PSR (Partai Serikat Rakyat) sebagai “menipu rakyat dan petani”. dan merupakan embrio bagi kelahiran PKI Demikian pula dengan Bupati Garut, R.A.A (Partai Komunis Indonesia); serta ada PSII Suria Kartalegawa, sangat membenci dan yang tetap konsisten dengan keputusan menentang keberadaan SI, yang dianggapnya Tahkim (Muktamar), namun tetap mendapat telah mempropaganda rakyat untuk tidak simpati dan solidaritas dari rakyat Garut. lagi bersikap sumuhun dawuh (iya ikut saja) Rasa simpati dan solidaritas ini timbul atau muhun inggih (iya setuju) kepada para karena orang tahu bahwa PSII memberontak Bupati. SI dianggap telah mempropaganda terhadap setiap penindasan dalam bentuk rakyat terhadap kebijakan pemerintah apa pun juga. “Islam pada waktu itu terasa oleh kolonial Belanda mengenai peraturan rakyat lebih tegas dan jelas dari istilah apa pun”, kewajiban setiap petani untuk menjual padi demikian tulisan Suwardi Surjaningrat, atau kepada pemerintah dalam tiap bahu (7,000 kemudian berubah nama menjadi Ki Hadjar m2) sebanyak empat pikul (1 pikul = 62.5 kg) Dewantoro, dalam tulisannya yang berjudul dan kebijakan verponding, yaitu peraturan “Het Javaansche Nationalism in de Indische pajak dari pemerintah kolonial Belanda (cf Beweging” atau “Nasionalisme Bangsa Noer, 1982; dan Korver, 1985). Jawa dalam Pergerakan Indonesia” (dalam Sikap Bupati Garut yang feodalistik Muljana, 1986; dan Suryanegara, 1995). dan kebijakan pemerintah kolonial Karena itu, seperti kaum Muslim pada Belanda tersebut memang banyak umumnya tidaklah aneh, jika orang-orang ditentang masyarakat Garut. Kebijakan Tijaniyah pun banyak yang bergabung

© 2016 by Minda Masagi Press and UPI Bandung, West Java, Indonesia 39 ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika ASEP ACHMAD HIDAYAT & SETIA GUMILAR, Gerakan Tarekat Tijaniyah di Garut

dalam organisasi PSII. K.H. (Kyai Haji) di PSII dan Al-Muwafaqah yang selalu Usman Dhamiri sendiri, orang yang mengkritisi kebijakan pemerintah kolonial memperkenalkan tarekat Tijaniyah di Belanda, tapi juga karena K.H. Badruzaman Cimahi dan Garut melalui K.H. Hasbullah menentang keras kebijakan Bupati Garut dan K.H. Baruzaman, adalah seorang yang mengharuskan namanya disebut dalam advisur (penasihat) PSII. Sedangkan K.H. muqaddimah (pembukaan) setiap khutbah Badruzaman, selain ia memiliki kekerabatan Jum’at, sebagaimana menyebut Nabi dengan K.H. Mustafa Kamil, pimpinan Muhammad SAW (Salallahu Alaihi Wassalam) PSII Cabang Garut, juga merupakan aktivis dan para sahabat Nabi (wawancara dengan dari organisasi PSII. Ini terbukti ketika Momod, 4/8/2009; dan wawancara dengan pada tahun 1933 dibentuk organisasi Al- K.H. Dadang Badruzaman, 9/9/2009). Muwafaqah, suatu organisasi ulama yang Karena pihak kolonial Belanda terus- digagas oleh para pemimpin PSII sebagai menurus mencurigai aktivitas K.H. solusi untuk mempersatukan kaum ulama Baruzaman dan murid-muridnya, serta di Garut, yang terpecah menjadi dua para penganut tarekat Tijaniyah lainnya di kelompok: “Ulama Cap Jangkar” buatan Kabupaten Garut, maka beliau bersama pemerintah kolonial Belanda; dan ulama sebagian murid-muridnya memutuskan yang tetap konsisten dengan perjuangan untuk melakukan hijrah (pindah) ke untuk menentang pemerintahan kolonial daerah Cikalong, Padalarang, Bandung, Belanda, dimana K.H. Badruzaman untuk menyusun kekuatan menentang dipercaya untuk memimpin organisasi kolonial Belanda dan mengembangkan tersebut (wawancara dengan K.H. tarekat Tijaniyah. Pada tahun 1940, K.H. Dadang Badruzaman, 12/12/2010; dan Badruzaman hijrah ke Cikalong, Padalarang, wawancara dengan K.H. Ikyan Badruzaman, beserta murid-muridnya yang setia. Di 12/12/2010). Cikalong, Padalarang, tepatnya di Kampung Setelah pulang dari Tanah Suci Makkah, Ciburial, K.H. Badruzaman membangun pada tahun 1935, K.H. Badruzaman selain pesantren untuk menampung murid-murid mengasuh Pesantren Al-Falah Biru dan yang terus mengikutinya (wawancara menyebarkan tarekat Tijaniyah di Kabupaten dengan Momod, 7/5/2009 dan 4/8/2009). Garut,6 beliau juga bersama murid-muridnya Di tempat ini, K.H. Badruzaman tinggal menyibukan diri dalam pergerakan selama satu tahun, yaitu dari tahun 1940- menentang pemerintahan kolonial Belanda 1941. Hal ini karena pihak kolonial Belanda melalui wadah PSII dan Al-Muwafaqah (Ahli mengetahui keberadaannya dan akan segera Hukum Islam). Karena aktivitasnya itulah, ditangkap sebagai “raja ”. Karena itu K.H. Badruzaman beserta murid-muridnya pula, ia beserta sejumlah murid-muridnya sangat dibenci oleh pemerintah kolonial () yang setia memutuskan untuk hijrah Belanda. lagi ke Majenang di Jawa Tengah, mengikuti Pada tahun 1938, K.H. Badruzaman saudaranya, yakni K.H. Tosin (wawancara ditangkap oleh pemerintah kolonial Belanda dengan Momod, 7/5/2009 dan 4/8/2009). dan dipenjarakan di sel Tarogong, Garut, Di Majenang, Jawa Tengah, selain atas perintah Bupati Garut, yaitu R.A.A. menggelorakan penentangannya terhadap Suria Kartalegawa. Penangkapan tersebut pemerintah kolonial Belanda, K.H. tidak hanya didasarkan karena aktivitasnya Badruzaman terus mengembangkan ajaran tarekat Tijaniyah kepada murid-muridnya. 6Antara tahun 1930-1941, K.H. Badruzaman tidak men- Ia tinggal di Majenang, Jawa Tengah, selama talkin sendiri murid-muridnya untuk masuk tarekat Tijaniyah, tetapi dibawa kepada K.H. Usman Dhamiri di Cimahi enam bulan, yakni sampai dengan tahun (Bandung) untuk di-talkin olehnya. Karenanya, orang-orang 1942. K.H. Badruzaman kemudian dijemput Tijaniyah pada rentang waktu tersebut belum mencapai oleh anggota tarekat Tijaniyah untuk kembali ribuan, hanya sekitar ratusan orang saja. Lihat, misalnya, hasil wawancara dengan Momod, 88 tahun, seorang santri ke Pesantren Al-Falah Biru di Garut, karena K.H. Badruzaman dan mantan anggota Hizbullah, di Garut, kondisi sosial dan politik dirasa sudah stabil pada tanggal 7 Mei 2009, tanggal 12 Juni 2009, dan tanggal 4 Agustus 2009. setelah pihak Belanda kalah perang oleh

40 © 2016 by Minda Masagi Press and UPI Bandung, West Java, Indonesia ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 9(1) Mei 2016 pihak Jepang pada tahun 1942 (wawancara sedikit sekali mengembangkan ajaran tarekat dengan Momod, 4/8/2009; dan wawancara Tijaniyah yang pelik kepada masyarakat dengan K.H. Dadang Badruzaman, umum, tetapi menginterpretasikannya 9/9/2009). dalam hal-hal yang bersifat pragmatis, seperti wirid-wirid ikhtiari (usaha) bagi GERAKAN TAREKAT TIJANIYAH kepentingan melawan penjajah. DI GARUT PADA MASA PENDUDUKAN Menurut penuturan Momod, salah JEPANG, 1942-1945 seorang santri K.H. Badruzaman dan Setelah melakukan hijrah (berpindah) sekaligus juga kerabatnya, pada masa selama satu tahun setengah di Cikalong, pendudukan Jepang (1942-1945), jumlah Padalarang, Jawa Barat dan kemudian ke santri yang belajar di Pesantren Al-Falah Majenang di Jawa Tengah, pada tahun 1942 Biru mencapai ribuan dari berbagai wilayah (yaitu pada masa pemerintahan Jepang), di Jawa Barat. Bahkan ada juga santri dari K.H. (Kyai Haji) Badruzaman kembali lagi Majenang, Jawa Tengah. Namun, kondisi ke Garut. Sesampainya di Garut, ia langsung santri pada masa Jepang berbeda dengan kembali memimpin Pesantren Al-Falah Biru pada masa pemerintahan Belanda kesatu di daerah Tarogong Kidul, Garut. (masa kolonial). Lebih lanjut, Momod Sebagai pemimpin pesantren dan menuturkan sebagai berikut: sekaligus muqaddam (pembantu resmi) bagi tarekat Tijaniyah serta sebagai aktifi s Jika pada masa Belanda kesatu (masa pergerakan, maka peran yang dimainkan kolonial), para santri disibukkan untuk belajar ilmu-ilmu agama; sedangkan pada oleh K.H. Badruzaman pada masa itu masa pemerintahan Jepang (1942-1945), santri tidak hanya mengasuh pesantren, tapi disibukkan untuk latihan baris-berbaris dan juga mengembangkan tarekat Tijaniyah belajar perang-perangan serta riyadhoh (melatih dan menghimpun para pejuang untuk diri) berupa wirid-wirid yang diajarkan dalam tarekat Tijaniyah. mempersiapkan dan merebut kemerdekaan Karena itu, sedikit sekali santri-santri pada Indonesia. periode tersebut yang menjadi Kyai, tetapi Dengan menggunakan Pesantren Al- kebanyakan menjadi anggota TNI (Tentara Nasional Indonesia), pedagang, petani, dan Falah Biru sebagai basis penyebarannya, wiraswasta lainnya (wawancara dengan K.H. Badruzaman menyebarkan tarekat Momod, 7/5/2009 dan 4/8/2009). Tijaniyah melalui pengajaran kepada santri-santri pesantren dan masyarakat. Keadaan seperti itu juga merupakan Melalui penyebaran seperti ini, maka akibat dari kebijakan politik Jepang di tarekat Tijaniyah berkembang secara luas tingkat Pusat. Dalam menghadapi umat di Garut. Faktor-faktor yang mempercepat Islam, Jepang sebenarnya mempunyai perkembangan dan penyebaran ini, kebijaksanaan politik yang sama dengan diantaranya, adalah karena loyalitas santri- Belanda. Hanya dalam awal pendekatannya, santri kepada para gurunya. Dengan Jepang memperlihatkan sikap bersahabat loyalitas tersebut, para santri ikut-serta kepada umat Islam Indonesia. Karena menyebarkan tarekat Tijaniyah di Garut dan Jepang berpendirian bahwa umat Islam ke wilayah-wilayah lainnya di Jawa Barat. merupakan powerful forces (kekuatan besar) Faktor lain adalah karena kharisma K.H. dalam menghadapi pihak Sekutu dalam Baruzaman sendiri, yang dianggap sebagai Perang Dunia II (1939-1945). Latar belakang orang yang memiliki ilmu pengetahuan sejarah umat Islam yang anti imperialisme agama yang sangat luas dan sebagai Barat, dalam pandangan Jepang, memiliki pemimpin politik dalam menentang kesamaan tujuan dengan Perang Asia Timur kolonialisme Belanda. Raya yang dipimpin oleh Jepang. Sikap Selain itu, faktor ajaran tarekat Tijaniyah, umat Islam Indonesia yang demikian itu yang diinterpretasikan dan dikembangkan dimanfaatkan oleh pemerintah pendudukan oleh K.H. Badruzaman, sesuai dengan Jepang (cf Benda, 1980; Anderson, 1988; dan tuntutan sosial dan politik pada masa itu. Ia Suwirta, 1989).

© 2016 by Minda Masagi Press and UPI Bandung, West Java, Indonesia 41 ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika ASEP ACHMAD HIDAYAT & SETIA GUMILAR, Gerakan Tarekat Tijaniyah di Garut

Di Garut sendiri, perubahan sosial dan di sekitar kepulauan Solomon di Lautan politik mulai terasa setelah pemerintah Pasifi k, Jepang mulai beralih kepada pendudukan Jepang berkuasa beberapa strategi depensif, dimana wilayah Indonesia bulan. Sikap orang-orang Jepang yang menjadi front terdepan (Poesponegoro & semula ramah dan simpatik, berubah sikap Notosusanto eds., 1984; dan Anderson, 1988). menjadi angkuh dan menekan masyarakat Untuk kepentingan tersebut, pemerintah Garut dengan berbagai peraturan yang pendudukan Jepang meningkatkan sangat mengekang kebebasan. Berbagai penyelenggaraan latihan-latihan militer bagi peraturan yang harus ditaati, antara pemuda-pemuda Indonesia yang tergabung lain, penghormatan kepada bendera dalam organisasi semi militer (Heiho, Jepang, Hinomaru; keharusan untuk Keibodan, dan Seinendan); serta pembentukan menyanyikan lagu kebangsaan Jepang, organisasi militer yang dikenal dengan nama Kimigayo; melakukan upacara makuto atau Tentara Sukarela PETA (Pembela Tanah Air mengheningkan cipta; seikerei atau memberi atau Boei Giyugun). Pemerintahan Jepang hormat kepada Kaisar Jepang, Tenno pun menyetujui pembentukan lasykar Heika, dengan cara menundukan kepala Hizbullah atau Tentara Allah (Benda, 1980; ke arah Tokyo setiap pagi menghadap dan Nafi k, 2013). matahari; serta larangan untuk mengibarkan Persetujuan pembentukan kedua bendera Merah-Putih dan menyayikan organisasi militer tersebut, yaitu PETA dan lagu Indonesia Raya (Poesponegoro & Hizbullah, adalah sebagai upaya balatentara Notosusanto eds., 1984; Suwirta, 1989; dan Jepang untuk memenangkan Perang Asia Sofi anto, 2001). Timur Raya, yang sangat memerlukan Dalam hubungannya dengan sistem bantuan dari umat Islam di Indonesia. Oleh pemerintahan, berbagai usaha yang karena itu, selain bangsa Indonesia yang dilakukan dalam menjamin keamanan dan mayoritas kaum Muslim dijanjikan akan kepentingan politik Jepang, pada tahun memperoleh kemerdekaan, juga umat Islam 1943 dibentuk organisasi-organisasi semi diberi kesempatan untuk membangun militer dan militer yang dipersiapkan untuk organisasi militer tersebut, yakni: PETA tenaga bantuan dalam perang Asia Timur pada tanggal 3 Oktober 1943 dan Hizbullah Raya, seperti Heiho (pembantu prajurit) yang pada tanggal 15 Desember 1944 (Benda, bermarkas di gedung Kempetai (polisi rahasia 1980; dan Nafi k, 2013). Jepang yang sangat kejam), yang sekarang Izin dari pemerintah pendudukan Jepang di sekitar daerah Hotel Papandayan di Garu; untuk membentuk Hizbullah diberikan Keibodan (pembantu polisi) di Tepbek; dan beberapa bulan setelah PM (Perdana Seinendan (barisan pemuda) di Gedung Menteri) Jepang menjanjikan kemerdekaan Societeit Intra Montes (Poesponegoro & kepada Indonesia pada tanggal 7 September Notosusanto eds., 1984; dan Sofi anto, 1944. Janji tersebut disambut oleh pihak 2001:70). Muslim Indonesia dengan pernyataan Perang Asia Timur Raya di Pasifi k militan tentang perlunya pertahanan semakin hari semakin melemahkan tentara Tanah Air untuk melawan tentara Sekutu Jepang. Keadaan itu mengubah sikap Jepang yang makin mendekat (Benda, 1980; dan terhadap negeri-negeri yang didudukinya. Anderson, 1988). Jepang sangat membutuhkan bantuan Masyarakat umum mengetahui ijin dari rakyat setempat sepenuhnya guna menahan pemerintah pendudukan Jepang ini pada opensif tentara Sekutu, yang dipelopori tanggal 8 Desember 1944, hari ulang tahun oleh Amerika Serikat yang semakin serangan udara Jepang atas Pearl Harbour dahsyat. Pemerintah militer pendudukan di kepulauan Hawaii, Amerika Serikat, yang Jepang mulai pula memikirkan pengerahan mengawali terjadinya Perang Asia Timur pemuda-pemuda Indonesia guna membantu Raya (cf Benda, 1980; Anderson, 1988; dan usaha perang mereka. Sejak kekalahan Van Dijk, 1993). Pada hari itu, nama korps armada-armadanya di dekat Midway dan sukarelawan Hizbullah diumumkan untuk

42 © 2016 by Minda Masagi Press and UPI Bandung, West Java, Indonesia ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 9(1) Mei 2016 pertama kalinya oleh Jenderal Kamakichi Pada masa awal revolusi kemerdekaan Harada, Panglima Bala Tentara Jepang di Indonesia (1945), sesuai dengan kebutuhan Jawa. Dalam sebuah pidato peringatan, umat Islam, maka MASYUMI dalam secara singkat ditekankannya kewajiban kongresnya di Yogyakarta, pada tanggal bagi rakyat Asia Timur Raya, dan terutama 7-8 November 1945, memutuskan untuk rakyat Jawa, untuk membela negeri sendiri. menambah organisasi militer lainnya Dalam konteks ini, Jenderal Kamakichi selain Hizbullah. Dalam kongres tersebut Harada berbicara tentang “pemuda Muslim” diputuskan untuk membentuk laskar yang berjumlah 400 ribu lebih, yang Sabilillah (Jalan Allah). Jika laskar Hizbullah bangkit bersama-sama untuk membentuk adalah untuk menampung para pemuda “Lasykar Hizbullah”, yang akan terjun Islam, sedangkan laskar Sabilillah adalah kedalam pertempuran sampai titik darah untuk menampung para ulama dalam penghabisan (dalam Van Dijk, 1993:63). membina mental prajurit dan memobilisasi Segera setelah diperoleh persetujuan massa guna melawan pendudukan tentara dari Jepang, maka dibentuklah Hizbullah Sekutu yang diboncengi oleh Belanda di secara resmi oleh MASYUMI (Majelis Syuro Indonesia (cf Poesponegoro & Notosusanto Muslimin Indonesia), sebuah organisasi eds., 1984; dan Sulasman, 2007). Islam yang juga dibentuk oleh pemerintah Sebagaimana di daerah lainnya di pendudukan Jepang (Benda, 1980). Menurut seluruh Tanah Air, semua kaum Muslim Anggaran Dasarnya, Hizbullah mempunyai yang dewasa bangkit melawan penjajah, tugas militer dan keagamaan. Keanggotaan mereka banyak yang bergabung dengan Hizbullah terbuka bagi pemuda Islam, laskar-laskar rakyat, demikian juga anggota terutama siswa Madrasah dan Pesantren tarekat Tijaniyah di kabupaten Garut. Di yang berusia antara 17 dan 25 tahun, sehat bawah komando dan bimbingan K.H. (Kyai fi sik, belum nikah, dan mendapat izin orang Haji) Badruzaman, mereka bergabung ke tua atau wali mereka (Nafi k, 2013). dalam laskar Hizbullah dan Sabilillah. Untuk Pada bulan Januari 1945, diumumkan Hizbullah, K.H. Badruzaman menunjuk tentang Pengurus Pusat Hizbullah, yang para pemuda usia 17-25 tahun; sedangkan terdiri atas: Zainal Arifi n sebagai Ketua dan untuk Sabilillah, ia menunjuk para Ajengan Mohammad Roem sebagai Wakil Ketua. atau Kyai yang menjadi muridnya di Adapun Pengurus Pusat terdiri dari 10 Pesantren Al-Falah Biru. Untuk Ketua orang, dengan Ketua dan Wakil Ketua, Batalion dipercayakan kepada Ahmad yaitu: S. Surowijono, Sudjono, Anwar Marko dan Mahbub Sofyan, di bawah Tjokroaminoto, K.H. Zarkasji, Mashudi, Resimen 8 yang dipimpin oleh Huseinsyah Sunarjo Mangunpuspito, Jusuf Wibisono, dari Padang, Sumatera Barat (wawancara dan Muhammad Junaidi (Sulasman, 2007; dengan Aban Mohammad Yusuf, 7/4/2009; dan Nafi k, 2013). wawancana dengan Ustazd Sirad, 7/4/2009; Sepanjang masa perjuangan untuk dan wawancara dengan Ahmad Marko, kemerdekaan Indonesia, Pimpinan Pusat 11/4/2009). Hizbullah tetap berada di tangan Zainal Sedangkan K.H. Badruzaman sendiri Arifi n. Dari Pengurus Pusat, garis pimpinan memiliki pasukan khusus, yang terdiri dari mencapai ke bawah sampai ke satuan-satuan 40 orang. Mereka bukan hanya dididik di tingkat lokal, dan yang juga penting aspek kemiliteran saja, tapi secara khusus dalam rantai kepemimpinan ini adalah diberikan amalan-amalan aurad (wirid), yang Komandan-komandan Hizbullah Daerah di dibedakan dari muridnya yang lain, karena tingkat Provinsi. Di Jawa Barat, misalnya, potensi yang dimilikinya (wawancara terdapat dua Divisi Hizbullah, yang masing- dengan K.H. Dadang Badruzaman, masing dipimpin Zainul Bahri dan Syamsul 12/12/2010; dan wawancara dengan K.H. Bahri. Komandan Resimennya adalah Ikyan Badruzaman, 12/12/2010). Huseinsyah, Zainal Abidin, dan Kamran Adapun lokasi yang dijadikan markas (Sulasman, 2007; dan Nafi k, 2013). Hizbullah dan Sabilillah pada masa itu

© 2016 by Minda Masagi Press and UPI Bandung, West Java, Indonesia 43 ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika ASEP ACHMAD HIDAYAT & SETIA GUMILAR, Gerakan Tarekat Tijaniyah di Garut

adalah Hotel Melayu, yang sekarang diperankan ganda adalah Aceng Udin dan menjadi gedung BLK (Balai Latihan Kerja) Aceng Amin, dua kyai pendekar pada masa di Tanjakan Kampung Malayu, Samarang, itu. Sedangkan K.H. Badruzaman sendiri Garut. Pada masa pemerintahan kolonial berstatus sebagai orang yang disepuhkan, Belanda, Hotel Melayu tersebut merupakan karena ke-wara-an atau kesederhanaan dan tempat peristirahatan bagi orang-orang ketinggian ilmu agamanya (wawancara Eropa. Pada masa pendudukan Jepang, dengan Aban Mohammad Yusuf, 7/4/2009; hotel tersebut dijadikan markas tentara wawancara dengan Ahmad Marko, Jepang. Setelah melalui negosiasi, pada masa 11/4/2009; wawancara dengan Momod, akhir pemerintahan Jepang di Indonesia, 7/5/2009 dan 4/8/2009; dan wawancara hotel tersebut diserahkan kepada laskar dengan K.H. Dadang Badruzaman, Hizbullah dan Sabilillah (wawancara dengan 9/9/2009 dan 12/12/2010). Aban Mohammad Yusuf, 7/4/2009; Pada tanggal 17 Agustus 1945, revolusi wawancana dengan Ustazd Sirad, 7/4/2009; kemerdekaan Republik Indonesia dan wawancara dengan Ahmad Marko, dikumandangkan. Berita tersebut dapat 11/4/2009). diketahui beberapa hari kemudian oleh Sedangkan tempat latihan pasukan masyarakat Garut; bahkan lebih dari Hizbullah dan Sabilillah pada waktu itu itu, melalui radio rahasia para pejuang, adalah “Lapangan Ciroyom” di Samarang, kekalahan Jepang kepada tentara Sekutu Garut. Sekarang lapangan tersebut dipakai pada tanggal 14 Agustus 1954 sudah sebagai lokasi SMP (Sekolah Menengah tersebar luas di kalangan penduduk kota Pertama), Kantor KORAMIL (Komando Garut (Sofi anto, 2001). Rayon Militer), dan lapangan olahraga di Berita mengenai kekalahan Jepang Garut. Bertindak sebagai pelatih perang kepada tentara Sekutu dan proklamasi adalah orang Jepang sendiri, terutama dua kemerdekaan RI (Republik Indonesia) pada orang Jepang yang sudah memeluk Islam, tanggal 17 Austus 1945, disambut dengan yang bernama Abu Bakar dan Kholid, gembira oleh masyarakat kota Garut, serta dibantu oleh Uyun dan Mahbub yang terutama dari para pemuda; dan mereka sudah mendapat pelatihan di Yogyakarta. langsung melucuti tentara Jepang. Pada Kedua orang Jepang tersebut ditempatkan tanggal 9 Oktober 1945, enam puluh serdadu di rumah Aan Sobandi. Pada masa revolusi Jepang di bawah pimpinan Kapten Nitoshi, kemerdekaan Indonesia, mereka bergabung yang dilengkapi berbagai persenjataan, dalam laskar Hizbullah, dan gugur dalam termasuk persenjataan berat, diantaranya sebuah pertempuran (cf wawancara dengan dua tekidanto (mortal kecil), menjaga Aban Mohammad Yusuf, 7/4/2009; keamanan PTG (Pabrik Tenun Garut). Akan wawancara dengan Ahmad Marko, tetapi, atas desakan para pemuda yang 11/4/2009; wawancara dengan Momod, bersenjatakan golok, diantaranya Ahmad 7/5/2009 dan 4/8/2009; wawancara dengan Marko, Uwes, Amung Makmun, Charly, dan K.H. Dadang Badruzaman, 9/9/2009 dan lainnya, serta atas dukungan masyarakat 12/12/2010; dan Abdurahman, 2010:6). Kota Garut, mereka berhasil berunding Murid-murid tarekat Tijaniyah yang dan melucuti senjata para serdadu Jepang ditunjuk oleh K.H. Badruzaman untuk tersebut (wawancara dengan Aban menjadi pimpinan Hizbullah dan Sabilillah Mohammad Yusuf, 7/4/2009). tersebut tidak hanya ditugaskan untuk Pada tanggal 10 Oktober 1945, para memobilisasi massa dan melatih teknik pemuda Garut yang mendengar berita perang grilya, tapi juga sebagiannya bahwa PTG telah dikuasai oleh para pemuda ditugaskan untuk membimbing dan pejuang, mereka berbondong-bondong membina anggota laskar Hizbullah dalam menuju PTG sambil berteriak “bunuh si bidang ilmu agama agar mentalnya kuat benjol”. Benjol adalah bahasa Sunda, artinya dan ibadahnya sesuai dengan nilai-nilai kepala pelontos, dan ditujukan kepada para syari’ah (hukum) Islam. Diantara orang yang serdadu Jepang. Sebetulnya, permintaan

44 © 2016 by Minda Masagi Press and UPI Bandung, West Java, Indonesia ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 9(1) Mei 2016 untuk membunuh para serdadu Jepang itu pemuda dan pasukan rakyat Indonesia ditolak oleh beberapa pemuda pejuang, akan di daerah Kubang dan Haur Panggung, tetapi karena suasana semakin panas akibat tentara Jepang memasuki Kota Garut; dendam yang tak tertahankan terhadap mereka bertindak secara membabi-buta, tentara Jepang, maka pembunuhan massal yakni mengambil berbagai barang, wanita, atas serdadu Jepang, dibawah pimpinan atau apa saja yang mereka inginkan. Tentu Sahlan, dilakukan juga. Semua tentara saja, masyarakat Garut pun tidak tinggal Jepang, yang dipimpin oleh Kapten Nitoshi, diam dan berusaha untuk melawannya. disuruh jongkok dan satu per satu, akhirnya, Namun, pertempuran besar akhirnya lehernya ditebas oleh pedang samurai milik dapat dihindarkan dengan diadakannya tentara Jepang sendiri (wawancara dengan perundingan antara perwakilan dari Aban Mohammad Yusuf, 9/4/2009; dan masyarakat Garut dengan tentara Jepang wawancara Ahmad Marko, 9/4/2009). di Pendopo Kabupaten Garut. Pihak Dua hari kemudian, datang sebanyak 57 masyarakat diwakili oleh Bupati Garut, kendaraan, termasuk 15 tank yang memuat T. Kalih Wiraatmadja, sedangkan tentara 900 tentara Jepang, dari Ujungberung, Jepang diwakili oleh Kolonel Akano Bandung Timur, menuju Garut yang berniat dari Bandung. Dari hasil perundingan untuk balas dendam atas kematian teman- tersebut, kedua belah pihak bersepakat temannya yang telah dibunuh secara sadis. untuk menjaga keamanan dan ketertiban Sebelum masuk ke kota Garut, pasukan di Garut, serta pihak tentara Jepang pun Jepang tersebut dihadang para pejuang di boleh mengambil alih PTG (Pabrik Tenun daerah Kubang, Tarogong, Garut, dibawah Garut), yang dijadikan markas GSK (Garut pimpinan Letnan Suherman dari BKR Shoku Kusyo) atau semacam komando distrik (Badan Keamanan Rakyat) Garut, yang militer Jepang di Garut (Sofi anto, 2001:91-92). bermarkas di Pasar Kemis, Tarogong. Hasil kesepakatan yang dirundingkan Peristiwa penghadangan tersebut terkenal di Pendopo Kabupaten Garut, antara dengan sebutan “Pertempuran Kubang”, pihak masyarakat Garut dan tentara yang terjadi pada hari Jum’at pagi. Jepang, ternyata dikhianati oleh tentara Para pejuang Indonesia pada waktu itu Jepang sendiri. Pada tanggal 19 Oktober menggunakan senjata ala-kadarnya (pistol, 1945, malam hari, para serdadu Jepang 1 wartel mantel), golok, rajang (sejenis yang telah menguasai PTG atau GSK golok untuk mengiris daun tembakau), berniat melaksanakan balas-dendam. bambu runcing, dan yang lainnya. Mereka berpura-pura berniat baik kepada Dalam pertempuran tersebut, serdadu penduduk, yakni dengan cara membuka Jepang berhasil menewaskan 50 pemuda pintu gudang pabrik yang penuh dengan pejuang Indonesia (wawancara dengan kain/tekstil. Mereka berteriak, “Indonesia Aban Mohammad Yusuf, 9/4/2009; dan boleh ambil kain di gudang!”. Tentu saja, wawancara Ahmad Marko, 9/4/2009). masyarakat pun yang sedang kekurangan Orang-orang dari tarekat Tijaniyah yang bahan sandang segera berdesak-desakan terlibat dalam “Pertempuran Kubang” mengambil kain di gudang. Namun begitu tersebut adalah berasal dari daerah masyarakat berada didalam gudang, Tarogong, Garut, seperti dari Pangkalan pintunya segera ditutup dan dikunci, lalu Pasawahan, Pangkalan Kidul, dan Buled; dibakar oleh tentara Jepang. Ketika pagi mereka diantaranya adalah Momod, Bisri, hari pintu gudang tersebut dibuka secara Irun, Baran, dan Dilli. Mereka semuanya paksa, tampak bertumpukan para jenazah selamat, dan diyakini karena mendapat yang hangus terbakar di depan pintu perlindungan langsung dari Allah SWT gudang. Korban jiwa sulit dihitung, tetapi (Subhanahu Wa-Ta’ala), karena mereka diperkirakan berjumlah puluhan orang. sebagai pengamal ajaran tarekat Tijaniyah Pasukan Jepang sendiri berhasil melarikan (wawancara dengan Momod, 12/6/2009). diri tanpa bisa dikejar oleh para pemuda Setelah berhasil melumpuhkan para dan masyarakat Garut (wawancara dengan

© 2016 by Minda Masagi Press and UPI Bandung, West Java, Indonesia 45 ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika ASEP ACHMAD HIDAYAT & SETIA GUMILAR, Gerakan Tarekat Tijaniyah di Garut

Aban Mohammad Yusuf, 9/4/2009; dan dikembangkan oleh Syeikh Ahmad al-Tijani wawancara Ahmad Marko, 9/4/2009). adalah mengenai konsep Nur (Cahaya) Tindakan tentara Jepang tersebut Muhammad, Al-Haqiqatul Muhammadiyah membuat masyarakat Garut marah, (Hakekat Muhammad), dan Khatmu al- terutama para pemudanya. Pada tanggal Wilayah (Pamungkas para Wali). Sedangkan 26 Oktober 1945, sekitar pukul 5.00 pagi, corak tasawuf akhlaqi dan amali adalah para pemuda dan pejuang dari Garut, yang seluruh amaliyah bagi murid-muridnya, terdiri laskar Hizbullah, PETA (Pembela yang harus dipertimbangkan di atas nilai- Tanah Air), dan yang lainnya, dengan nilai syari’ah (hukum Islam) dan akhlak dibantu oleh para pejuang dari Bandung, Nabi Muhammad SAW (Salallahu Alaihi Yogyakarta, Semarang (Jawa Tengah), Blitar Wassalam). Dengan demikian, seorang murid dan Surabaya (Jawa Timur), mengepung tarekat Tijaniyah tidak diperkenankan untuk markas tentara Jepang di Talun, yang memisahkan diri dari kondisi sosial dan sekarang menjadi KOREM (Komando masyarakatnya, karena ia merupakan medan Resort Militer) dan Rumah Sakit Guntur di dakwah bagi Islam. Garut. Tentara Jepang menyadari bahwa Gerakan tarekat Tijaniyah di Jawa Barat, mereka tidak mungkin memenangkan dengan kasus perkembangan tarekat ini pertempuran dan akhirnya meminta di Kabupaten Garut, dimulai pada tahun diadakan perdamaian (wawancara dengan 1935, yang dilakukan K.H. (Kyai Haji) Aban Mohammad Yusuf, 9/4/2009; dan Badruzaman, setelah ia di-talkin (diberi wawancara Ahmad Marko, 9/4/2009). pengajaran) dan diangkat oleh Syeikh Ali Pertempuran yang diakhiri dengan al-Thayib al-Madani sebagai muqaddam genjatan senjata tersebut, korban yang (pembantu resmi). Sedangkan awal masuk tewas dari pihak pemuda dan pejuang dari perintisannya sudah dimulai pada tahun Garut sekitar 20 orang, termasuk komandan 1928 oleh K.H. Usman Dhamiri dari pasukan dari Blitar, Soepono. Para jenazah Cimahi melalui murid-muridnya, yaitu dari Yogyakarta, Semarang, Blitar, dan K.H. Badruzaman dan K.H. Hasbullah dari Surabaya dibawa kembali ke tempat Rancamaya, Garut. asalnya dengan kereta api melalui Stasiun Dalam rentang waktu 1935-1945, Garut; sedangkan para korban yang berasal tarekat Tijaniyah telah mengalami dari Garut dimakamkan di daerah Garut perkembangan yang sangat pesat di (wawancara dengan Aban Mohammad Kabupaten Garut. Selama rentang waktu Yusuf, 9/4/2009; dan wawancara dengan tersebut, para penganut tarekat Tijaniyah Ahmad Marko, 9/4/2009). (kaum Tijaniyin), dibawah pimpinan K.H. Tentara Jepang baru angkat kaki dari Baruzaman, memerankan dirinya dalam Kota Garut pada awal bulan Nopember pergerakan nasional melalui organisasi PSII 1945, setelah pasukan Sekutu datang ke Kota (Partai Sarekat Islam Indonesia) dan Al- Garut untuk melucuti senjata tentara Jepang. Muwafaqah (Persetujuan Ahli-ahli Hukum Dengan adanya peristiwa tersebut, maka Islam), membela dan mempertahankan berakhirlah pemerintahan pendudukan kemerdekaan RI (Republik Indonesia) tentara Jepang di Kabupaten Garut. dengan menggabungkan diri dalam laskar Hizbullah (Tentara Allah) dan Sabilillah KESIMPULAN (Jalan Allah). Corak ajaran tarekat Tijaniyah yang Strategi perlawanan yang dilakukan dikembangkan oleh Syeik Ahmad al-Tijani oleh kaum pengikut tarekat Tijaniyah merupakan perpaduan antara tasawuf di Kabupaten Garut adalah dengan amali dan akhlaqi, dengan dasar-dasar mengembangkan konsep khalwat tasawuf falsafi . Ketiga corak pemikiran (mengasingkan diri) dan hijrah (berpindah) tasawuf tersebut terintegrasi dalam amalan dari satu tempat kepada tempat lainnya; tarekatnya, yaitu lazimah, wadhifah, dan serta pada masa-masa awal revolusi hailalah. Dasar-dasar tasawuf falsafi yang Indonesia dan masa-masa selanjutnya

46 © 2016 by Minda Masagi Press and UPI Bandung, West Java, Indonesia ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika SOSIOHUMANIKA: Jurnal Pendidikan Sains Sosial dan Kemanusiaan, 9(1) Mei 2016

(1945-1950), para pengikut tarekat Tijaniyah University Press. yang bergabung dalam laskar Hizbullah Kartodirdjo, Sartono. (1993). Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional, Jilid 2. Jakarta: melakukan perang grilya, sebagaimana Gramedia Pustaka Utama. diintruksikan oleh Panglima Divisi Siliwangi Korver, A.P.E. (1985). Sarekat Islam: Gerakan Ratu Adil? di Jawa Barat, yakni Mayor Jenderal A.H. Jakarta: Grafi ti Pers, Terjemahan. 7 Mansur, Laily. (1999). Ajaran dan Teladan para Sufi . (Abdul Haris) Nasution. Jakarta: Penerbit Srigunting. Masduki, K.H. Badri. (1987). “Keabsahan Thareqat Tijaniyah di Tengah-tengah Thareqat Muktabarah Lainnya”. Makalah disajikan dalam Seminar Tarekat Referensi Tijaniyah, di Cirebon, pada tanggal 11 Oktober. Muhammad, K.H. Husein. (1987). “Syaikh Ahmad Abdurahman, K.H. Oman. (2010). “Sejarah Singkat Tijani dan Pemikirannya”. Makalah disajikan Pesantren Al-Falah Biru”. Manuskrip Tidak dalam Seminar Tarekat Tijaniyah, di Cirebon, pada Diterbitkan, copy ada di tangan penulis. tanggal 11 Oktober. Abdurrahman, Moeslim. (1988). “Tijaniyah: Tarekat Muljana, Slamet. (1986). Kesadaran Nasional: Dari yang Dipersoalkan” dalam Jurnal Pesantren, Vol.V, Kolonialisme sampai Kemedekaan, Jilid 1. Jakarta: Inti No.4. Jakarta: Penerbit P3M [Pusat Pengembangan Idayu Press. Pesantren dan Masyarakat]. Nafi k, Ayuhan. (2013). Garis Depan Pertempuran: Laskar Abun-Nasr, J.M. (1965). The Tijaniyya: A Sufi Order in the Hisbullah Tahun 1945-1950. Yogyakarta: Azza Grafi ka. Modern World. London: Oxford University Press. Nasution, Harun. (1986). Perkembangan Ilmu Tasawuf Anderson, Ben. (1988). Revoloesi Pemoeda: Pendudukan di Dunia Islam dalam Orientasi Pengembangan Ilmu Jepang dan Perlawanan di Jawa, 1944-1946. Jakarta: Tasawuf. Jakarta: Depag RI [Departemen Agama Penerbit Sinar Harapan, Terjemahan. Republik Indonesia]. Azra, Azyumardi. (1995). Jaringan Ulama, Timur Nasution, Harun. (1992). Pembaharuan dalam Islam: Tengah, dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan Sejarah, Pemikiran, dan Gerakan. Jakarta: Bulan XVIII: Melacak Akar-akar Pembaharuan Pemikiran Bintang, cetakan kedua. Islam di Indonesia. Bandung: Penerbit Mizan, Noer, Deliar. (1982). Gerakan Modern Islam di Indonesia, Terjemahan. 1900-1942. Jakarta: Penerbit LP3ES, Terjemahan. Badruzaman, K.H. Ikyan. (2008). “K.H. Badruzaman: Pijper, G.H. (1987). Fragmenta Islamica: Beberapa Studi Perintis Tarekat Tijaniyah Garut”. Tersedia secara tentang Islam di Indonesia Abad ke-20. Jakarta: UI online di: https://tijaniyahgarut.wordpress.com/ [Universitas Indonesia] Press, terjemahan oleh kh-syekh-badruzzaman/ [diakses di Bandung, Tudjimah. Indonesia: 27 Januari 2016]. Poesponegoro, Marwati Djoened & Nugroho Baidhowi, Abdul Ghani. (2002). Thoriqoh Tijaniyah Notosusanto [eds]. (1984). Sejarah Nasional di Indonesia. Probolinggo, Jawa Timur: Ikhwan Indonesia, Jilid 6. Jakarta: Depdikbud RI Tijaniyah Probolinggo. [Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Benda, Harry J. (1980). Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Republik Indonesia] dan Balai Pustaka, edisi Islam Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang, 1942- keempat. 1945. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, Terjemahan. Sofi anto, Kunto. (2001). Garoet Kota Intan: Sejarah Lokal Bruinessen, Martin van. (1987). “Syaikh Ahmad Tijani Kota Garut, Sejak Zaman Kolonial Belanda hingga sebagai Tokoh Kebangkitan Islam dan Tarekat Masa Kemerdekaan. Jatinangor: Alqa Print. Tijaniyah sebagai Penyiar Agama”. Makalah Sulasman. (2007). “Sukabumi Masa Revolusi, 1945- disajikan dalam Seminar Tarekat Tijaniyah, di 1946”. Disertasi Doktor Tidak Diterbitkan. Depok: Cirebon, pada tanggal 11 Oktober. Program Pascasarjana UI [Universitas Indonesia]. Bruinessen, Martin van. (1995). , Pesantren, Suryanegara, Ahmad Mansur. (1995). Menemukan dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia. Sejarah: Wacana Pergerakan Islam Indonesia. Bandung: Penerbit Mizan, Terjemahan. Bandung: Penerbit Mizan. Dahlan, Sayyid Abdullah. (1986). Tarekat Tijaniyah: Suwirta, Andi. (1989). “Sikap Politik Pemerintah Suatu Pertanyaan. Jakarta: Andamera Pustaka, Pendudukan Jepang terhadap Umat Islam terjemahan oleh Bahrun Abu Bakar. Indonesia, 1942-1945“. Skripsi Sarjana Tidak Fatullah, Ahmad Fauzan. (1985). Biografi Syaikh Diterbitkan. Bandung: Jurusan Pendidikan Akhmad Tijani dan Tarekat al-Tijaniyah. Pasuruan: Sejarah FPIPS IKIP [Fakultas Pendidikan Ilmu Penerbit Bintang Samudera. Pengetahuan Sosial, Institut Keguruan dan Ilmu Kahin, George McTurnan. (1974). Nationalism and Pendidikan] Bandung. Revolution in Indonesia. Ithaca, New York: Cornell Syamsyuri. (1988). “Tarekat Tijaniyah: Tarekat Eksklusif dan Kontroversial” dalam Srimulyati [ed]. Mengenal Tarekat-tarekat Muktabarah di 7 Pernyataan: Dengan ini kami menyatakan bahwa artikel Indonesia: Kumpulan Makalah. Jakarta: Penerbit P3M ini merupakan hasil penelitian dan pekerjaan kami berdua. [Pusat Pengembangan Pesantren dan Masyarakat]. Ianya bukan hasil dari kegiatan plagiat. Sumber-sumber Van Dijk, C. (1993). : Sebuah Pemberontakan. yang kami kutip, jelas tercantum dalam Referensi. Artikel Jakarta: Grafi ti Pers. tersebut secara keseluruhan atau sebagian juga belum pernah dipublikasikan atau disampaikan kepada jurnal ilmiah Wawancara dengan Aban Mohammad Yusuf, 89 lainnya. tahun, seorang Komandan Kompi Hizbullah dan

© 2016 by Minda Masagi Press and UPI Bandung, West Java, Indonesia 47 ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika ASEP ACHMAD HIDAYAT & SETIA GUMILAR, Gerakan Tarekat Tijaniyah di Garut

tokoh PSII (Partai Sarekat Islam Indonesia) Garut Wawancara dengan Momod, 88 tahun, seorang santri serta pengamal ajaran tarekat Tijaniyah, pada K.H. Badruzaman dan mantan anggota Hizbullah, tanggal 7 April 2009 dan 9 April 2009, di Garut, di Garut, pada tanggal 7 Mei 2009, tanggal 12 Juni Jawa Barat, Indonesia. 2009, dan tanggal 4 Agustus 2009. Wawancana dengan Ustazd Sirad, 87 tahun, mantan Wawancara dengan K.H. Dadang Badruzaman, putra anggota Hizbullah dan tokoh PSII (Partai Sarekat K.H. Badruzaman, Sesepuh Muqaddam Tijaniayah, Islam Indonesia) Garut, pada tanggal 7 April 2009, di Garut, Jawa Barat, pada tanggal 9 September di Garut, Jawa Barat, Indonesia. 2009 dan tanggal 12 Desember 2010. Wawancara dengan Ahmad Marko, 91 tahun, mantan Wawancara dengan K.H. Ikyan Badruzaman, Syeikh Komandan Batalion Hizbullah, tokoh PSII (Partai Zawiyah Tijaniyah Garut, putra K.H. Badruzaman, di Sarekat Islam Indonesia), pengamal ajaran tarekat Garut, Jawa Barat, pada tanggal 12 Desember 2010. Tijaniyah, pada tanggal 9 April 2009 dan 11 April 2009, di di Garut, Jawa Barat, Indonesia.

48 © 2016 by Minda Masagi Press and UPI Bandung, West Java, Indonesia ISSN 1979-0112 and www.mindamas-journals.com/index.php/sosiohumanika