PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEKRA DALAM PERKEMBANGAN POLITIK DI INDONESIA 1950-1965
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah
Oleh: THERESIA JABUT NIM : 121314004
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2017
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan rahmat-Nya kepada
saya, sehingga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
2. Kedua orang tua saya tercinta, Ayahanda Silvester Nyandang dan Ibunda
Yasinta Inta yang menjadi kekuatan bagi saya.
3. Adik saya terkasih, Teodorus Mambang yang telah menjadi penyemangat
untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
MOTTO
Mengenal diri sendiri membuat kita berlutut dengan rendah hati
(Bunda Teresa)
Jika anda jatuh ribuan kali, berdirilah jutaan kali karena anda tidak
tahu seberapa dekat anda dengan kesuksesan.
(Herman Ohoitimur)
Percaya, yakin pada diri sendiri, jangan takut, dan mencurahkan
tenaga serta pikiran melebihi orang lain.
(Theresia Jabut)
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRAK
LEKRA DALAM PERKEMBANGAN POLITIK
DI INDONESIA 1950-1965
Oleh: Theresia Jabut Universitas Sanata Dharma 2017
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis tiga permasalahan pokok yaitu (1) Latar belakang berdirinya Lekra (2) Proses Lekra dalam mengembangkan kebudayaan (3) Dampak perkembangan Lekra di bidang politik dan sosial. Penelitian ini disusun berdasarkan metode penelitian historis faktual dengan tahapan: pemilihan topik, heuristik (pengumpulan sumber), verifikasi (kritik sumber), interpretasi, dan historiografi (penulisan sejarah). Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan multidimensional yaitu ilmu politik.sosial, dan budaya dengan model penelitian bersifat deskritif analitis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) berdirinya Lekra merupakan dampak dari budaya Kolonialisme, Feodalisme, dan Imperialisme di Indonesia. (2) Lekra mengembangkan kebudayaannya dengan cara menghapus kebudayaan Barat dan menggantikannya dengan kebudayaan nasional. Lekra menjalin kerjasama dengan banyak pihak dalam memperjuangkan kemerdekaan, seperti lembaga-lembaga kebudayaan lainnya dan partai politik. (3) Lekra memberikan banyak sumbangan bagi pergerakan nasional Indonesia. Ia mengajarkan kepada masyarakat Indonesia untuk mencintai kebudayaan Indonesia.
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT LEKRA IN POLITICAL DEVELOPMENTS IN INDONESIA 1950-1965 By: Theresia Jabut Sanata Dharma University 2017
This study aimed to describe and analyze three main issues, namely (1) The background of establishing Lekra (2) The process of Lekra development in culture, and (3) The impact of Lekra development in the political and social fields. This study was conducted based on factual historical research methods involving phases: topic selection, heuristics (sources collection), verification (source criticism), interpretation and historiography (historical writing). The approach used in this study was multidimensional approach, in terms of politic, social, and cultur, using descriptive analytical model. The results of this study showed that (1) the establishment of Lekra was due to the impact of colonialism, feudalism and imperialism culture in Indonesia. (2) Lekra developed its culture by removing the Western culture and replacing it with the national culture. Lekra cooperated with many parties to strive for the independence, such as other cultural institutions and political parties. (3) Lekra have given many contributions to the Indonesian nationalist movement. Lekra taught the Indonesian people to love Indonesian culture.
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan anugerah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Lekra Dalam Perkembangan Politik di Indonesia 1950-1965”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Pendidikan di Universitas
Sanata Dharma, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Ilmu
Pendidikan Sosial, Program Studi Pendidikan Sejarah.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini tidak terlepas dari bimbingan, dukungan, dan peran serta pihak-pihak yang telah memberi bantuan langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Sanata
Dharna,
3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sanata Dharma yang
memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Dr. Anton Haryono, M.Hum. selaku dosen pembimbing yang telah
sabar membimbing, membantu, dan memberikan banyak pengarahan, saran
serta masukan selama penyusunan skripsi.
5. Seluruh dosen dan sekretariat program studi Pendidikan Sejarah yang telah
memberikan dukungan dan bantuan selama penulis menyelesaikan studi di
Universitas Sanata Dharma.
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Seluruh keluarga penulis, khusus kedua orang tua penulis, Ayahanda
Silvester Nyandang, Ibunda Yasinta Inta, dan adik tersayang Teo Dorus
Mambang yang telah banyak memberikan dorongan spiritual dan material
sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Universitas Sanata Dharma.
7. Pacar saya, Herman Ohoitimur yang telah memberikan dukungan dan
semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Teman-teman seperjuangan di Pendidikan Sejarah angkatan 2012 yang telah
memberikan dukungan, bantuan, serta inspirasi dalam menyelesaikan skripsi.
9. Teman-teman Olivie, Epi, Devi, dan Dita yang telah memberikan dukungan
dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Serta semua pihak yang tidak bisa disebut satu per satu yang turut membantu
penulis untuk menyelesaikan skripsi.
Penulis menyadari bahwa dalam hasil penelitian laporan ini masih jauh dari sempurna. Penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun untuk mencapai hasil yang lebih baik.
Penulis
Theresia Jabut
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...... ii
HALAMAN PENGESAHAN ...... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ...... iv
HALAMAN MOTTO ...... v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...... vii
ABSTRAK ...... viii
ABSTRACT ...... ix
KATA PENGANTAR ...... x
DAFTAR ISI ...... xii
BAB I. PENDAHULUAN ...... 1
A. Latar Belakang Masalah ...... 1
B. Rumusan Masalah ...... 6
C. Tujuan Penelitian ...... 7
D. Manfaat Penulisan ...... 7
E. Kajian Pustaka ...... 7
F. Landasan Teori ...... 15
G. Metode dan Pendekatan Penelitian ...... 22
H. Sistematika Penulisan ...... 27
BAB II. LATAR BELAKANG BERDIRINYA LEKRA ...... 29
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
A. Revolusi Pasca Kemerdekaan 1945 ...... 30
B. Lahirnya Lembaga Kebudayaan Rakyat...... 37
BAB III. PROSES LEKRA DALAM MENGEMBANGKAN
KEBUDAYAAN ...... 43
A. Struktur Organisasi Lembaga Kebudayaan Rakyat ...... 43
B. Lembaga-Lembaga Kreatif Lekra ...... 56
BAB IV. DAMPAK PERKEMBANGAN LEKRA DI BIDANG POLITIK
DAN SOSIAL ...... 66
A. Bidang Politik ...... 66
B. Bidang Sosial ...... 80
BAB V. KESIMPULAN ...... 87
DAFTAR PUSTAKA ...... 90
LAMPIRAN ...... 94
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakakang Masalah
Jepang merupakan negara terakhir menjajah Indonesia setelah kekalahannya terhadap sekutu. Kekalahan Jepang menyebabkan kekosongan kekuasaan di tanah jajahan yaitu Indonesia. Kekosongan kekuasaan tersebut dimanfaatkan bangsa
Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.
Kemerdekaan Indonesia ini mendapatkan respon dari bangsa kolonial karena sebulan setelah itu tentara Inggris mendarat di Jakarta. Kedatangan tentara Inggris ini mewakili tentara Sekutu dan memberikan bantuan kepada pemerintah Belanda untuk menyusun kembali administrasinya di Indonesia.1
Kemerdekaan Indonesia seakan-akan tidak memiliki arti apa-apa dengan melihat keteguhan negara-negara kolonial yang masih berusaha kembali menjajah, salah satunya ialah Belanda. Hal ini dibuktikan dengan berbagai cara yang dilakukan oleh Belanda seperti Agresi Militer pertama, Agresi Militer kedua,
Konferensi Meja Bundar (KMB), membagi wilayah Indonesia menjadi Republik
Indonesia Serikat (RIS), dan masih banyak lagi.
Indonesia tidak seratus persen merdeka sebagai suatu negara yang berdaulat.
Tahun-tahun awal kemerdekaan merupakan masa rentan bagi negara yang baru saja berdiri. Selain Belanda yang masih berusaha untuk kembali menduduki
Indonesia, pemerintah pula memikul beban berat dalam mengurus rakyatnya sendiri. Berabad-abad rakyat hidup dalam masa penjajahan memberi dampak
1Asnawi Murani, dkk, Kapita Selekta Manifestasi Budaya Indonesia, Bandung, Penerbit Alumni, 1984, hlm. 230.
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
buruk pada mental bangsa seperti rasa tertinggal, rasa bodoh, kurang percaya diri dan sebagainya. Oleh sebab itu, Soekarno dengan gencar menyuarakan kembali revolusi. Menurut Soekarno, Revolusi Agustus 1945 dianggap gagal karena
Indonesia masih belum mampu keluar dari pengaruh Imperialisme, Kolonialisme, dan Feodalisme.2
Mental lemah yang terjadi merupakan akibat dari berabad-abad lamanya dibawah masa penjajahan kolonial. Dalam menyikapi hal tersebut, maka diperlukan revolusi disegala bidang tidak terkecuali dibidang kebudayaan, khususnya kesenian. Sebenarnya, dalam bidang kebudayaan para seniman telah lama memperjuangkan suara rakyat. Seperti yang terjadi pada masa penjajahan
Jepang. Para seniman pelukis membentuk sanggar-sanggar untuk mengekspresikan realitas kehidupan pada saat itu. Tema seni lukis secara sosiologis bersumber pada unsur sosial, ekonomi, dan politik yang kondisinya semakin berat.
Pengembangan paradigma kerakyatan makin menguat seiring dengan munculnya sanggar-sanggar. Sanggar dengan visi kerakyatan yang paling besar dan menonjol ialah sanggar Seniman Indonesia Muda (SIM) yang berdiri pada tahun 1946 dan sanggar Pelukis Rakyat yang berdiri pada tahun 1947. Secara eksplisit sanggar Pelukis Rakyat mempunyai slogan “seni untuk rakyat” dan dalam aktivitas keseniannya mendorong kehidupan komunal serta kerja kooperatif para anggotanya.
2Dalam Budaya, Yogyakarta, diterbitkan Djawatan Kebudayaan Pusat Departemen P.D.K. Urusan Kesenian Jogyakarta, 1962, hlm. 90.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
Dalam perkembangannya, seni lukis yang semula berempati pada kehidupan masyarakat yang menderita berubah menjadi ungkapan para pejuang ideologi sosialisme untuk menyuarakan rakyat bawah. Pada tahun 1950-an, benih pandangan ini menggerakkan para seniman membentuk sebuah Lembaga
Kebudayaan Rakyat atau yang lebih dikenal dengan Lekra.3 Secara definitif
Lekra berdiri pada tanggal 17 Agustus 1950 dengan diluncurkannya Mukadimah
Lekra.4 Lembaga ini menjadi wadah aspirasi dari setiap ide kreatif para seniman dan rakyat kecil. Lekra berkerja khususnya di bidang kebudayaan. Tujuan dibentuk Lekra adalah untuk mendukungrevolusi dengan cara membangun kebudayaan nasional.5
Usaha yang dilakukan Lekra di atas merupakan langkah untuk menghapus kebudayaan kolonial dan menggantikannya dengan kebudayaan asli Indonesia.
Konsepsi Kebudayaan Nasional memberikan kebebasan yang besar kepada setiap pandangan hidup dan keyakinan seni dengan syarat mendahulukan kepentingan nasional dan kepentingan rakyat.6 Para seniman diberi kebebasan dalam mengekspresikan diri melalui karya-karya yang dibuat olehnya.
Bidang kebudayaan memiliki peran penting dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia melalui berbagai karya seni yang dihasilkan. Karya-karya seni tersebut menceritakan kesengsaraan masyarakat pada masa itu. Karya seni haruslah sejalan dengan semangat revolusi. Para seniman penyendiri dan sibuk
3M. Agus Burhan, Seni Lukis Indonesia Masa Jepang Sampai Lekra, Surakarta, UNS PRESS, 2013, hlm. 4-5. 4Ibid, hlm.15. 5 Tempo, Lekra dan Geger 65, Cetakan Pertama, Jakarta, Kepustakaan Gramedia, Januari 2014, hlm. Xvi. 6 Rhoma Dwi Aria Yuliantri, Lekra Tak Membakar Buku, Yogyakarta, Mekarasumba, 2008, hlm. 22.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
memikirkan imajinasi personal serta tidak perduli pada politik dianggap sebagai musuh revolusi.7 Oleh karena itu, seni memiliki peran besar dalam usaha mendukung jalannya revolusi. Ini berarti bahwa revolusi tidak hanya menjadi tanggungan pemerintah tetapi juga tanggung jawab para pekerja seni.
Lembaga Kebudayaan Rakyat berusaha berjuang untuk menghancurkan sisa-sisa imperialisme, feodalisme, dan budaya Barat yang masih ada di
Indonesia. Kebudayaan Barat yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa diusahakan untuk dihapusdan digantikan dengan kebudayaan asli Indonesia. Hal yang terpenting bagi Lekra ialah menghidupkan kembali kebudayaan-kebudayaan asli dari berbagai daerah. Oleh sebab itu, karya-karya dari para seniman Lekra lebih banyak bertemakan semangat revolusi untuk melakukan perubahan dalam bidang kebudayaan dengan mengusung kesenian dari berbagai daerah.
Lekra mempunyai program yang biasa dikenal dengan turun ke bawah
(turba) bersama dengan buruh dan tani. Dalam menjalankan program ini, Lekra menjalin relasi dengan banyak kalangan dan lembaga-lembaga lainnya. Salah satu contohnya ialah di bidang seni rupa.Dalam usaha untuk mempererat kehadiran karya seni di tengah massa, para pelukis mempertunjukkan karya-karyanya pada kaum buruh, tani, pemuda, dan wanita berkerja samadengan SOBSI, BTI, Pemuda
Rakyat, dan Gerwani.8
Pemikiran dasar Lekra ialah memerdekakan kehidupan rakyat dalam bidang kebudayaan. Hal ini lebih menekankan pada terpenuhi hak-hak rakyat, seperti hak atas kehidupan yang layak, hak atas pendidikan, dan hak kebebasan berekpresi.
7 Tempo, op.cit., hlm. xi. 8Rhoma Dwi Aria Yulianti, op.cit.,hlm.44.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
Hak-hak ini tidak pernah diperoleh pada masa kolonial. Pada masa penjajahan, kehidupan rakyat merasa tertekan karena dipaksa untuk berkerja dengan upah yang kecil. Kemerdekaan yang diusung Lekra ialah memperjuangkan kehidupan rakyat secara layak melalui seni dan kebudayaan-kebudayaan nasional.
Lembaga Kebudayaan Rakyat merupakan laskar kebudayaan yang memagari moralitas keluarga dan anak-anak Indonesia dengan intensif dari amukan bacaan-bacaan cabul, komik bandit-banditan, film-film Hollywood yang mempertontonkan kevulgaran, dan musik ngak-ngik-ngok.9 Menurut Lekra, budaya ini tidaklah sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia yang berkebudayaan timur. Oleh sebab itu, kebudayaan yang diusung oleh Lekra haruslah sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang telah mulai tergusur oleh kebudayaan asing. Kebudayaan asing akan diambil dan diterima dengan sikap yang lebih kristis serta disaring atas kepentingan praktis dari Rakyat Indonesia sendiri.
Tidak hanya Lekra, lembaga kebudayaan lainnya ialah Manifes Kebudayaan yang didirikan oleh para penyair dan pengarang pada tanggal 17 Agustus 1963.
Dalam perkembangannya, kedua lembaga kebudayaan ini terlibat dalam berbagai perselisihan. Perselisihan ini merupakan dampak dari kondisi pergolakan politik di Indonesia pada masa itu.
Pada masa itu, seni dan politik selalu beriringan serta saling melengkapi satu sama lain. Seni menjadi pendukung jalan politik dan begitu pula sebaliknya.
Seiring perkembangannya, Lekra menjadi sangat dekat dengan salah satu partai
9Ibid.., hlm.486.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
besar saat itu yaitu PKI (Partai Komunis Indonesia). Kedekatan ini dikarenakan sebagian dari para pendiri Lekra merupakan petinggi-petinggi PKI, seperti Njoto dan D.N. Aidit.Selain itu, banyaknya kesamaan prinsip dan paham membuat keduanya saling membutuhkan. Lembaga kebudayaan ini memiliki banyak anggota dengan berbagai kegiatan merakyat sehingga mendapat simpati dari rakyat-rakyat kecil. Kedekatan antara Lekra dan PKI akhirnya memberi dampak buruk bagi Lekra, terlebih pasca meletusnya Peristiwa 65.
Seiring dengan tumbangnya ideologi Komunis di Indonesia dan bergantinya penguasa politik, akhirnya Lekra dibubarkan berdasarkan Tap MPRS Nomor
XXV/MPRS/ tahun 1966 tentang pelaranggan Komunisme, Leninisme, dan pembubaran organisasi PKI beserta organisasi massanya.10 Para seniman Lekra kemudian ikut diburu dan ditangkap oleh pemerintah pada masa itu dan Lekra dinyatakan sebagai lembaga terlarang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang hendak diteliti dalam skripsi berjudul Lekra dalam Perkembangan Politik di
Indonesia 1950-1965 ini. Rumusan permasalahan tersebut sebagai berikut:
1. Apakah latar belakang berdirinya Lekra ?
2. Bagaimana proses Lekra dalam mengembangkan kebudayaan ?
3. Apa dampak perkembangan Lekra di bidang politik dan sosial ?
10Tempo,op.cit., hlm.71.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
C. Tujuan Penulisan
Ada beberapa tujuan dari skripsi ini yang ingin dicapai antara lain adalah:
1. Untuk menjelaskan latar belakang berdirinya Lekra.
2. Untuk mendeskripsikan proses Lekra dalam mengembangkan kebudayaan.
3. Untuk menjelaskan dampak perkembangan Lekra di bidang politik dan
sosial.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan dari Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta. Diharapkan hasil dari penelitian ini akan dapat menambah ilmu, pengetahuan dan pengalaman bagi penulis dalam memahami sumbangan Lembaga Kebudayaan Rakyat untuk Bangsa Indonesia. Penelitian skripsi ini juga memberi pengalaman tersendiri bagi penulis. Skripsi ini pun dapat digunakan sebagai kajian lebih lanjut bagi institusi atau lembaga terkait, mahasiswa, dan pihak lain yang membutuhkan.
E. Kajian Pustaka
Sebelum masuk pada pembahasan mengenai permasalahan tersebut di atas, maka penulis berusaha mencari sumber-sumber yang diperlukan untuk menjawab permasalahan tersebut di atas. Sumber-sumber sejarah yang digunakan dalam menyusun skripsi ini antara lain buku karya Rhoma Dwi Aria Yuliantri dan
Muhidin M Dahlan berjudul Lekra Tak Membakar Buku: Suara Senyap Lembar
Kebudayaan Harian rakyat 1950-1965 diterbitkan oleh Merakesumba pada tahun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
2008. Buku ini memberikan gambaran tentang perjuangan Lekra dalam membangkitkan kembali kebudayaan-kebudayaan daerah dan semangat revolusi dalam melenyapkan kebudayaan kolonialis dan imperialis. Menurut Rhoma Dwi
Aria Yuliantri dan Muhidin M Dahlan, Lembaga Kebudayaan Rakyat menjadikan dirinya sebagai generator bangkitnya kebudayaan rakyat sekaligus memfasilitasi tumbuh-kembangnya organisasi-organisasi kebudayaan yang sudah hidup dalam masyarakat.11 Gerakan kebudayaan ini menjadi salah satu aksi nyata dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari amukan budaya luar yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.
Buku lainnya adalah buku yang diterbitkan oleh Lentera Dipantara pada tahun 2003, berjudul Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia karya Pramoedya
Ananta Toer. Buku ini membahas paham realisme-sosialis yang disebut-sebut sebagai ideologi dari Lembaga Kebudayaan Rakyat dalam menjalankan program- program kebudayaannya. Menurut Pramoedya Ananta Toer, realisme merupakan istilah dalam kesenian dan kesusasteraan yang berbeda dari istilah yang dikenal oleh dunia Barat selama ini.
Lekra menggunakan paham realisme-sosialis hanyalah sebagai penamaan satu metode di bidang sastra dan hubungan filsafat dalam metode penggarapan dengan estetiknya sendiri. Istilah Realisme-sosialis mencakup persoalan taktik dan strategi mengembangkan sastra seperti dalam mengemukakan plot, gaya
11 Rhoma Dwi Aria Yulianti, op.cit., hlm. 337.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
bahasa, perbendaharaan kata, pilihan kata, metode penyampaian, kontras, dan sebagainya yang sifatnya sama sekali telah akademik.12
Paham realisme sosialis juga diceritakan pada buku Laporan Dari Bawah:
Sehimpunan Cerita Pendek Lekra: Harian Rakyat 1950-1965, karya Muhidin M
Dahlan dan Rhoma Dwi Aria Yuliantri yang diterbitkan oleh Merakesumba. Buku ini merupakan kumpulan cerpen yang ditulis oleh para seniman Lekra dalam koran Harian Rakyat pada tahun 1961, menghimpun 97 cerpen dari 111 penyair
Lekra dalam menggambarkan kehidupan masyarakat pada masa itu. Tulisan para eksponen Lekra merupakan contoh gaya realisme sosialis yang ditemukan, di dalam dan dipraktikkan di lapangan kesustraan Indonesia.13
Buku berikutnya berjudul Tuan Tanah Kawin Muda: Hubungan Seni Rupa-
Lekra 1950-1965, karya Antariksa yang diterbitkan oleh Yayasan Seni Cerneti pada tahun 2005. Buku ini menceritakan hubungan sosial politik Lekra dengan seni rupa. Antariksa memaparkan kemunculan sanggar-sanggar kesenian pada era
1950-1960an yang termotivasi akan kesadaran rakyat tentang kebudayaan asli
Indonesia pada saat itu. Keprihatinan Lekra terhadap budaya Barat yang berkembang dan merusak citra serta budaya asli. Lekra berkerja dengan menggarap ladang-ladang kebudayaan yang berasal dari kehidupan rakyat sehari- hari. Kehidupan rakyat yang diekspresikan oleh para seniman Lekra tidak lepas dari seni rupa, tari, drama, lundruk, puisi dan sebagainya.
12Pramoedya Ananta Toer, Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia, Jakarta, Lentera Dipantara, 2003, hlm. 18-22. 13 Realisme sosialis merupakan realisme yang didasarkan pada tujuan sosialisme. Watak realisme adalah militansi sebagai ciri yang tidak kenal kompromi terhadap lawan. Realisme sosialisme terbuka akan hal yang baru namun dengan sikap yang progresif dan revolusioner.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
Dalam mengembangkan lembaga kebudayaannya, Lekra mengadakan
Kongres I di Solo pada tahun 1959 yang diceritakan pada buku Laporan
Kebudayaan Rakyat. Buku yangditerbitkan oleh Lembaga Kebudayaan Rakyat pada tahun 1959 ini, berisi tentang hasil kongres nasional ke-I yang dilaksanakan di Solo pada tanggal 22-28 Januari 1959. Kongres ini merupakan kongres terpenting bagi Lekra karena membahas langkah-langkah Lekra ke depannya.
Segala hal yang berkaitan dengan Lekra disusun dan diperbaharui kembali sehingga dapat menjadi suatu pegangan dalam melaksanakan program-program kerja. Kongresini juga dihadari oleh para undangan dari luar negeri.
Kongres I ini, selain membahas langkah-langkah Lekra ke depan, juga membicarakan sumbangan Lekra pada jalannya revolusi. Revolusi Agustus selain memberi kebebasan politik bagi Indonesia dari penjajahan dan feodalisme juga memberikan dasar baru bagi perkembangan kebudayaan. Menurut Lekra,
Revolusi Agustus telah membebaskan kesenian dan ilmu dari belenggu yang mengikat selama penjajahan Belanda dan pendudukan tentara Jepang.14
Gerakan kebudayaan juga diceritakan dalam buku yang berjudul Seni Lukis
Indonesia Masa Jepang Sampai Lekra, karya M. Agus Burhan yang diterbitkan oleh UNS PRESS pada tahun 2013, menggambarkan keberadaan seni lukis yang menyuarakan penderitaan kehidupan rakyat. Melalui buku ini, M. Agus Burhan mencoba membahas pengaruh paradigma kerakyatan dalam perkembangan seni lukis, yang telah muncul pada masa kolonial Belanda. Situasi sosial ekonomi yang merosot pada masa itu ikut memberikan dorongan bagi timbulnya pemikiran
14Kongres Nasional Umum Pertama Lembaga Kebudayaan Rakyat, Penerbit Lembaga Kebudayaan Rakyat, 1959, hlm. 14.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
humanis liberal di kalangan elite pelajar di Hindia Belanda. Berawal dari pemikiran inilah lahir pergerakan nasional. Kesadaran nasional yang tumbuh pada saat ini juga berpengaruh terhadap sikap dan cara pandang para seniman.
Pemikiran humanis liberal menggugah para seniman dalam mentransformasikan ide dan tema-tema karyanya yang berpihak pada kehidupan rakyat.15
Pada masa pendudukan tentara Jepang, kesenian dijadikan sebagaialat politik untuk menghadapi superioritas Barat. Pada saat itu, Jepang berusaha mendapatkan simpati yang besar dari masyarakat Indonesia untuk memperkuat kedudukannya.16 Hal serupa juga terjadi pada periode 1950-1965, dimana kebudayaan terjebak dalam persaingan politik para elit penguasa. Sanggar-sanggar seni kala itu terpecah menjadi partisan politik dan berhaluan bebas.17 Kebudayaan tidak lagi murni dalam bidangnya namun terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran politik kaum elite.
Intervensi para elite penguasa terhadap kebudayaan juga diceritakan Tod
Jones dalam bukunya yang berjudul Kebudayaan dan Kekuasaan di Indonesia:
Kebijakan Budaya Selama Abad ke-20 Hingga Era Reformasi, yang diterbitkan
Yayasan Pustaka Obor Indonesia pada tahun 2015. Buku ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Tod Jones terhadap hubungan kebudayaan dan kekuasaan di Indonesia. Menurut Tod, praktik kebudayaan dan cara hidup komunitas dibentuk dalam negosiasi dengan kekuasaan negara dan politik lokal.
Hal inilah yang menyebabkan perkembangan suatu kebudayaan dapat
15M. Agus Burhan, Seni Lukis Indonesia Masa Jepang Sampai Lekra, Surakarta, UNS PRESS, 2013, hlm. 2-3. 16Ibid., hlm. 18. 17Ibid., hlm. 28.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
memperkuat kedudukan politik dan pada kesempatan lain bisa pula menumbangkan kekuasaan politik tersebut.
Kebijakan-kebijakan pemerintah berpengaruh terhadap perkembangan berbagai sektor kehidupan, termasuk di dalamnya kebudayaan nasional. Hal ini dapat dilihat dari intervensi negara seperti penyensoran dan ulasan-ulasan politik terhadap berbagai bentuk kebudayaan.18 Seiring meningkatnya sumber daya yang dikendalikan negara, versi budaya nasional yang demikian itulah yang menyebar di seluruh Indonesia. Setiap warga negara harus menyesuaikan diri dengan budaya
Indonesia versi negara.
Keterkaitan antara kebudayaan dan kekuasaan juga dijelaskan pula oleh
Taufiq Ismail dan D. S Moeljanto dalam buku yang berjudul Prahara
Budaya:Kilas-Balik Ofensif Lekra/PKI DDK (Kumpulan Dokumen Pergolakan
Sejarah), yang diterbitkan oleh Mizan pada tahun 1995. Buku ini menggambarkan peristiwa-peristiwa politik yang dipahami sebagai panglima kehidupan pada masa
Orde Lama. Pada waktu itu pengaruh politik sangat kuat, sehingga eksistensinya tidak dapat dielakkan. Lembaga-lembaga kebudayaan pun menjadi sarat bermuatan politik dan ajang pertarungan politik. Pendekatan kebudayaan menjadi sarana ampuh untuk mencapai tujuan-tujuan politik.19 Seperti yang terjadi pada
Lekra dibawah pengaruh PKI. Menurut Taufiq Ismail dan D.S Moeljanto, revolusi sosial dipimpin oleh politik yang di dalamnya terdapat gerakan kebudayaan,
18Tod jones, Kebudayaan dan Kekuasaan di Indonesia: Kebijakan Budaya Selama Abad ke-20 Hingga Reformasi, Yayasan Pusat Obor Indonesia, 2015. hlm. 5. 19Taufiq Ismail dan D. S Moeljanto, Prahara Budaya:Kilas-Balik Ofensif Lekra/PKI DDK (Kumpulan Dokumen Pergolakan Sejarah),Mizan, 1995. hlm. 9.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
gerakan pendidikan, gerakan kesenian, dan gerakan kesusasteraan yang revolusioner.
Kuatnya pengaruh politik saat itu berimbas pada kehidupan kebudayaan, salah satunya Lekra. Lembaga kebudayaan ini juga ikut terseret didalamnya. PKI sebagai partai besar memiliki satu organisasi kecil didalamnya untuk mendapatkan pengaruh dari rakyat kecil, yaitu Lekra. Disamping Lekra, PKI juga memiliki dua koran yaitu Harian Rakyat dan Bintang Timur untuk menyebarkan pengaruhnya. Pada saat itu pengaruh PKI bersama Lekra cukup besar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Keberadaanya semakin terdukung oleh konsep Bung Karno tentang Nasakom dan Manifesto Politik.
Kedekatan antara Lekra dan PKI juga dijelaskan oleh Ajib Rosidi dalam buku yang berjudul Lekra Bagian dari PKI, yang diterbitkan PT Dunia Pustaka
Jaya pada tahun 2015. Ajib Rosidi memberi gambaran tentang hubungan antara
Lekra dan PKI. Hubungan ini semakin diperkuatoleh jargon Njoto (petinggi PKI) yang menyerukan “politik sebagai panglima”,yang kemudian dijadikan pedoman oleh Lekra. Ia juga mengemukakan Lekra merupakan organisasi kecil bagian dari
PKI. Hal ini dapat dibuktikan dari sikap Lekra yang selalu berdasarkan garis politik dan kesetiaan akan mematuhi semua kebijakan politik pimpinan partai.
Pustaka yang tidak kalah berharga lainnya adalah Seri Tempo: Lekra dan
Geger 1965, yang dicetak oleh PT Gramedia pada tahun 2014 yang menjelaskan pembentukan Lekra oleh sejumlah seniman dan politikus melalui konsep seni untuk rakyat. Hubungan Lekra dengan Partai Komunis Indonesia sangat erat, sehingga menyeret lembaga kebudayaan ini ke dalam pusaran konflik politik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Kedekatan diantara kedua lembaga semakin jelas terlihat dari eratnya hubungan antara Njoto dan seniman-seniman muda Lekra, salah satunya Amrus Natalsya.20
Meskipun kedua lembaga ini cukup dekat namun tidak ada bukti menunjukkan secara tegas bahwa Lekra adalah bagian dari PKI.
Pustaka lain berupa skripsi, berjudul Lekra vs Manikebu: Perdebatan
Kebudayaan Indonesia 1950-1965, karya Alexander Supartono yang diterbitkan
Wacana Sosialis pada 2000. Skripsi ini menceritakan sejarah Indonesia pada periode 1950-1965 dengan fokus perseteruan politik yang merambat pada ranah kebudayaan penuh kontroversi. Alexander Supartono menjelaskan, perdebatan antara kelompok pro Manifes Kebudayaan dan kelompok pro Lekra tidak bisa dikatakan sebagai perdebatan kebudayaan. Hal ini dikarenakan terdapat kepentingan-kepentingan politik kelompok dalam mempertahankan eksistensi masing-masing.
Sumber berikutnya yang dapat menjadi bukti tentang kepentingan- kepentingan kelompok ialah pada terbitan Tempo, edisi 22 September 2013 berjudul Trubus, Dimanakah Anda?. Majalah ini menceritakan seorang seniman kesayangan Presiden Soekarno yang hingga kini tidak diketahui nasibnya pasca tragedi 65. Trubus Sudarsono dikenal sebagai pelukis andal dan tokoh Lekra yang aktif dalam dunia politik sebagai anggota DPRD Yogyakarta mewakili Partai
Komunis Indonesia.21 Tema yang sering diusungnya ialah buruh dan petani, meskipun hampir semua lukisan serta patung Trubus mengangkat tema
20Ibid, hlm.18. 21 Tempo, edisi 22 September 2013, hlm. 60.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
perempuan. Soekarno sendiri tidak jarang memesan patung-patung wanita pada
Trubus, salah satunya ialah patung yang dipanggil si Denok.
Kedekatan trubus dengan PKI dan Presiden Soekarno membuat dirinya menjadi salah satu seniman yang masuk dalam daftar orang yang paling dicari pasca tragedi 65. Trubus berhasil ditangkap di Lereng Gunung Merapi dan setelah itu nasibnya tidak lagi diketahui. Ia dikabarkan meninggal pada tahun 1966 lantaran dibunuh sebagai dampak politik G-30-S.22
F. Landasan Teori
Sebelum masuk pada pokok pembahasan, penulis perlu menguraikan beberapa konsep yang dipergunakan dalam penelitian ini yakni mengenai konsep kebudayaan, rakyat, dan politik pada kurun waktu 1950-1965. Hal ini bertujuan untuk memperjelas arti dari beberapa kata penting yang sering digunakan dalam pembahasan sehingga ada kesamaan pandangan.
Setiap kebudayaan memiliki karakteristiknya masing-masing. Menurut
Koentjaraningrat, kata “kebudayaan” berasal dari bahasa sansekerta buddayah yang merupakan bentuk jamak dari buddhi yang berarti akal. Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.23
Keseluruhan dari kegiatan dan hasil tindakan yang diperoleh dengan terus belajar dan tersusun dalam kehidupan masyarakat.
J.W.M. Bakker juga menjelaskan pengertian kebudayaan yang merupakan proses mencipta, menertibkan, dan mengolah nilai-nilai insani oleh manusia.
22Ibid.,hlm. 68. 23Hery Santosa; dalam makalah:Sejarah Kebudayaan Indonesia, Yogyakarta, 2000, hlm. 10.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
Aktivitas ataupun hasil ini dari proses dapat dibentuk dan dibentuk kembali.24
Sedangkan M. Hatta mendefinisikan kebudayaan sebagai hasil karya suatu bangsa yang bermulti-corak termasuk didalamnya agama, bahasa, karya seni, dan lain- lain. Ia melihat bahwa agama, bahasa, seni, arsitektur, dan pranata sebagai budaya untuk mencapai kehidupan lebih baik.25
Kebudayaan mempunyai fungsi yang sangat besar bagi kehidupan manusia, salah satunya ialah dalam hal menghadapi kekuatan alam. Pada masyarakat, kebudayaan dapat menumbuhkan ide kreativitas seperti teknologi untuk melindungi diri.26 Dalam menumbuhkan ide, tidak jarang suatu masyarakat mengadopsi kebudayaan lain dikarenakan keadaan yang terjadi di lingkungan sekitarnya dengan adanya kontak antar kelompok. Suatu kelompok sosial akan mengadopsi suatu kebudayaan tertentu apabila kebudayaan tersebut berguna untuk mengatasi atau memenuhi tuntutan hidupnya.
Unsur-unsur kebudayaan yang dimiliki suku-suku di Indonesia berbeda antara satu dengan lainnya. Dalam sistem budaya ini terbentuk unsur-unsur yang berkaitan erat antara yang satu dengan lainnya sehingga tercipta tata prilaku manusia yang terwujud dalam unsur kebudayaan sebagai suatu kesatuan. Unsur- unsur kebudayaan dapat dilihat dari sistem norma yang memungkinkan kerja sama antara para anggota masyarakat dalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
Unsur-unsur kebudayaan juga mencakup organisasi ekonomi, alat-alat dan lembaga pendidikan, keluarga, kekuasaan politik dan sebagainya.27
24 Fransiskus Simon, Kebudayaan dan Waktu Senggang,Yogyakarta, Jalasutra, 2008, hlm. 10. 25Ibid., hlm. 11. 26Elly M. Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, Jakata, Kencana, 2006, hlm. 34-42. 27Ibid., hlm. 35.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari berbagai suku bangsa yang berbeda namun mempunyai sifat atau ciri budaya yang sama. Sifat tersebut bukan diartikan secara spesifik, melainkan bersifat universal. Sifat-sifat budaya terkandung ciri-ciri yang sama bagi semua kebudayaan manusia tanpa membedakan faktor ras, lingkungan alam, ataupun pendidikan tetapi bersifat hakiki dan berlaku umum bagi semua budaya. Budaya itu terwujudkan dari perilaku masyarakat dan telah lebih dulu ada sebelum lahirnya suatu generasi tertentu serta tidak akan mati dengan habisnya usia generasi yang bersangkutan.28
Beberapa jenis kebudayaan antara lain kebudayaan lokal dan kebudayaan nasional.Kebudayaan lokal ialah suatu kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh masyakat pedesaan secara tradisional dan dilakukan oleh sekelompok masyarakat tertentu.29 Pada umumnya, kebudayaan terkandung nilai-nilai kehidupan antara lain taqwa, harga diri, harmoni, tertib, tolong-menolong, musyawarah-mufakat, kreativifitas, kerja keras, rukun, kebersamaan, hormat dan sebagainya. Nilai-nilai ini menjadi pedoman dalam hidup bermasyarakat. Setiap masyarakat harus tetap menaati budaya yang memang telah mendarah daging sebagai salah satu pengendalian pergaulan hidup sehari-hari.
Menurut Dr. M. Junus Melalatoa, bahasa daerah menjadi salah satu hal penting yang menandai kemajemukan masyarakat Indonesia. Kebudayaan berkaitan erat dengan bahasa sebagai sistem lambang dan sistem makna yang disepakati oleh kelompok penutur bahasa tersebut untuk berkomunikasi, bekerja
28M. Suprihadi Sastrosupono, Menghampiri Kebudayaan, Bandung, Penerbit Alumi, 1982, hlm. 53-55. 29Ibid., hlm. 29-30.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
sama, dan mengidentifikasi diri. Bahasa berfungsi sebagai pengembang kebudayaan dan penerus kebudayaan.30
Menurut Sartono Kartodirdjo, kebudayaan nasional adalah suatu totalitas dari proses dan hasil segala aktivitas bangsa Indonesia dalam bidang estetis, moral dan ideasional. Hasil dari setiap kegiatan yang dilakukan bangsa Indonesia dengan keberagamannya ini, melalui Pancasila dengan fungsi teleologis akan memberikan payung ideologis bagi berbagai unsur dalam masyarakat Indonesia.31
UUD 1945: P-4 GBHN menjelaskankebudayaan bangsa merupakan hasil dari buah usaha budinya rakyat Indonesia seluruhnya termasuk kebudayaan lama dan kebudayaan asli yang terdapat sebagai puncak-puncak kebudayaan di daerah- daerah di seluruh Indonesia.32Bangsa Indonesia berusaha mengembangkan kebudayaannya dengan terbuka terhadap kebudayaan asing demi memperkaya kebudayaan bangsa. Namun hal ini harus tetap disesuaikan dengan kepribadian bangsa.
Kebudayaan nasional merupakan suatu budaya yang dihidupi oleh suatu bangsa dan terlepas dari kebudayaan suku. Setiap kebudayaan terwujud dan berkembang dalam kondisi tertentu. Kebudayaan nasional pada hakikatnya berkaitan dengan eksistensi bangsa. Pada negara Indonesia, terdapat masyarakat majemuk (heterogen) yang menjadi modal dasar serta tumpuan budaya bersama.
Kebudayaan nasional berfungsi dalam menjaga kelestarian eksistesi bangsa dengan menumbuhkan identitas, mendorong integrasi nasional, dan memberikan
30M. Junus Melalatoa, Sistem Budaya Indonesia, Jakarta, PT. Pamator, 1997, hlm. 251. 31 Sartono Kartodirdjo, Kebudayaan Pembangunan Dalam Perspektif Sejarah, Yogyakarta, Gajah Mada University Press,1987, hlm. 32-33. 32UUD 1945: P-4 GBHN Kewaspadaan Nasional, hlm. 343.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
dinamika kehidupan bangsa. Oleh karena itu, kebudayaan nasional memiliki peranan penting dalam menentukan kebijakan untuk pembangunan bangsa termasuk pelaksanaannya.
Perkembangan kebudayaan nasional nampak pada bahasa nasional (bahasa
Indonesia), lagu-lagu nasional, melalui karya-karya seni lainnya, dan Pancasila.
Pancasila tidak hanya berfungsi sebagai filsafat namun juga dapat dikatakan sebagai salah satu hasil kebudayaan nasional. Indonesia merupakan satu-satunya negara yang menganut paham Pancasila yang tidak terdapat di negara lain.
Pancasila merupakan hasil penghayatan dari nilai-nilai kehidupan bangsa.
Rumusannya mencerminkan pemikiran-pemikiran maju yang tidak semuanya terdapat dalam kebudayaan suku, salah satunya ialah demokrasi.
Dalam proses mengembangkan kebudayaan nasional Indonesia, rakyat memiliki peran yang besar dalam menciptakan kebudayaan. Rakyat menjadi bagian dari suatu negara atau pemerintahan dan unsur penting dari kebudayaan.
Rakyat terdiri dari beberapa orang yang mempunyai ideologi, tinggal di daerah atau pemerintahan, dan mempunyai hak, dan kewajiban yang sama, yaitu untuk membela negara.33
Indonesia terdiri dari keanekaragaman suku dan kekayaan budaya yang telah ada sejak lama. Kebudayaan nasional dapat diambil dari budaya daerah yang berceritakan kehidupan masyarakat setempat. Kebudayaan tersebut dapat ditampilkan di festival-festival dalam negeri maupun luar negeri oleh anak muda
Indonesia dengan tema kehidupan rakyat. Kebudayaan bertemakan kerakyatan
33 https://id.wikipedia.org/wiki/Rakyat diunduh pada tanggal 14 Februari 2017 pukul 07.04.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
tidak melihat soal daerah dan diperoleh dari suku mana yang ditampilkan, namun yang terpenting merupakan hasil karya putra putri Indonesia.34 Dari pengertian di atas dapat disimpulkan, kebudayaan merupakan hasil tindakan masyarakat yang dijadikan kebiasaan dan terus dihidupi dari generasi ke generasi.
Menurut Ali Moertopo, kebudayaan dapat menjadi suatu strategi dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, hubungan regional, hubungan internasional, pertahanan dan keamanan.35 Kebudayaan nasional dipandang sebagai suatu kekuatan untuk mencapai dan mewujudkan tujuan-tujuan nasional. Dilihat hal ini, tidak mengherankan apabila kebudayaan sering dijadikan alasan bagi tercapainya tujuan-tujuan tertentu, salah satunya ialah tujuan politik.
Dalam kebudayaan, politik ikut mewarnai perkembangan suatu masyarakat.
Menurut Dr. M. Junus Melalatoa, politik ialah usaha untuk mencapai dan mewujudkan cita-cita atau ideologi. Kekuatan politik sangat mempengaruhi setiap bidang kehidupan. Politik mempengaruhi perkembangan pikiran, ideologi, nilai- nilai, struktural sosial dan ekonomi serta budaya. Pelaku-pelaku politik banyak melibatkan partai politik, angkatan bersenjata, pemuda, mahasiswa, kaum intelektual dan golongan penguasa.36 Melihat arti penting dari bidang kebudayaan, tidak jarang elite penguasa ataupun kelompok memanfaatkan hal tersebut untuk mencapai tujuan tertentu.
34Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama, 1974, hlm. 119. 35 Ali Moertopo, Strategi Kebudayaan, Jakarta, Center For Strategic And Internasional Studies, hlm. 4-5. 36 Soelistyati Ismail Gani, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta, Ghalia Indonesia, 1984, hlm. 11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
Menurut Aristoteles, manusia selalu berusaha untuk menentukan posisinya dalam suatu masyarakat.37 Mereka berusaha meraih kesejahteraan pribadinya melalui sumber yang tersedia. Tindakan-tindakan yang diterapkan berupaya untuk mempengaruhi orang lain agar menerima pandangannya. Dalam dunia politik, untuk mencapai kedudukan tidak jarang seseorang atau kelompok menjatuhkan lawan politiknya.
Menurut Maswadi Rauf, ciri pertama dari kekuasaan politik adalah subjeknya mencakup masyarakat secara menyeluruh. Kekuasaan politik mencakup setiap orang yang menjadi bagian dari suatu bangsa atau yang didalam wilayah kekuasaan penguasa politik.38 Kekuasaan yang dimiliki oleh penguasa berfungsi mencegah warga masyarakat untuk melakukan tindakan yang merugikan orang lain. Warga masyarakat menjadi taat patuh pada penguasa disebabkan dengan adanya kepentingan masyarakat itu sendiri. Kepentingannya antara lain ialah ketenangan dan perlindungan dari penguasa politik.
Dalam dunia politik Indonesia, partai politik ikut mewarnai dari masa kependudukan kolonial hingga sekarang. Menurut Carlton Clymer Rodee, budaya politik dalam masyarakat menempatkan pemimpin dalam posisi tertinggi telah memudahkan para elit untuk menghimpun massa ke dalam partai politik yang dibentuknya.39 Hal ini sejalan dengan berkembangnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang harus diperhitungkan dan diikutsertakan dalam proses kegiatan politik. Menurut Goerge B. de Huszar dan Thomasn H. Stevenson, partai
37 Carlton Clymer Rodee, dkk, Pengantar Ilmu Politik, Jakarta, Rajawali Pers, 1988, hlm. 3. 38 Maswadi Rauf, Konsensus dan konflik politik, Diktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Tinggi, 2001, hlm.21. 39 Carlton Clymer Rodee, dkk, op.cit., hlm. 593.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
politik ialah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan pengawasan terhadap pemerintah bagi pimpinan partainya. Tugas dari partai politik adalah sebagai penghubung antara rakyat dan pemerintah.40
Seiring perkembangannya, dunia perpolitikan tidak selalu berjalan mulus.
Setiap partai politik memiliki masing-masing ideologi. Ideologi yang dianut ini, yang berbeda-beda tidak jarang dapat menjadikan konflik antara partai politik.
Misalnya, PNI (Partai Nasional Indonesia) yang beraliran nasionalis sekuler terlibat konflik dengan Masjumi karena perbedaan pandangan yang bersumber dari ideologi masing-masing. Tidak hanya itu, terkadang-kadang antara NU dan
Masjumi mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan baik, meskipun keduanya berdasarkan Islam. Ada perbedaan pandangan diantara keduanya.
Masjumi sering diklasifikasikan sebagai modernis sedangkan NU ortodoks, sehingga membuat hubungan diantara keduanya sering mengalami kesulitan.41
G. Metodologi Dan PendekatanPenelitian
1. Metode Penelitian
Secara metodologis, penelitian ini mendasarkan diri pada tahapan penelitian sejarah secara umum. Menurut Kuntowijoyo42, penelitian sejarah mempunyai lima tahapan, yakni: (1) pemilihan topik, (2) pengumpulan sumber, (3) verivikasi
(kritik sejarah, keabsahan sumber), (4) interpretasi berupa analisis dan sintesis, dan (5) penulisan atau historiografi.
40 Soelistyati Ismail Gani, op.cit., hlm. 111-113. 41 Maswadi Rauf, Konsensus dan konflik politik, Diktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Tinggi, 2001, hlm. 117. 42 Kuntowijoyo, PengantarIlmu Sejarah, Yogyakarta, Bentang Budaya, 2001, hlm. 91.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
a. Pemilihan Topik
Pemilihan topik merupakan langkah awal dalam penulisan sejarah. Dalam penelitian ini, penulis telah menentukan topik “Lekra Dalam Perkembangan
Politik di Indonesia 1950-1965”. Topik ini dipilih atas keinginan dari dalam diri penulis. Syarat terpenting dalam pemilihan topik yaitu adanya kedekatan intelektual dan kedekatan emosional. Kedekatan intelektual ialah penulis memiliki kemampuan yang memadai dalam pembahasan akan topik yang dikaji. Sedangkan kedekatan emosional yaitu rasa ketertarikan penulis terhadap topik yang dipilih sehingga penelitian sejarah yang dilakukan terasa lebih menyenangkan.
Disini penulis memiliki ketertarikan dalam membahas tentang “Lekra dalam
Perkembangan Politik di Indonesia 1950-1965”. Penulis memilih topik ini dikarenakan lembaga ini pada zamannya memberikan sumbangan yang cukup besar bagi kebudayaan-kebudayaan nasional dengan peran para seniman.
Kedekatannya dengan Partai Komunis Indonesia akhirnya menjadikan sebuah organisasi/lembaga terlarang oleh Orde Baru pasca Peristiwa 1965.
Topik harus memiliki nilai yang perlu dimaknai. Peristiwa-peristiwa penting dimasa lalu membawa perubahan dalam kehidupan masyarakat bahkan hingga saat ini. Topik yang dipilih penulis memiliki nilai sangat mendalam bagi perkembangan Indonesia pada awal kemerdekaan dalam semangat revolusi.
Dalam bentuk memperjuangkan kemerdekaan diperlukan sikap nasionalisme dan semangat revolusi. Pengabdian Lekra terhadap negara ialah mengangkat kembali budaya asli Indonesia dari berbagai daerah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
b. Heuristik atau Pengumpulan Sumber
Heuristik merupakan langkah untuk mencari, menemukan, dan mengumpulkan sumber-sumber sejarah. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka, sehingga data-data yang diperoleh berupa laporan-laporan penelitian tentang Lekra dalam perkembangan politik di Indonesia. Laporan-laporan tersebut terdapat dalam buku, jurnal-jurnal, artikel, majalah, dokumen, dan internet.
Penelitian pustaka dilakukan pertama-tama untuk mendapatkan informasi- informasi yang dibutuhkan dalam penyusunan penelitian ini. Karena keterbatasan sumber di perpustakaan Sanata Dharma, maka penulis juga mencari sumber- sumber terkait di toko-toko buku, di perpustakaan Kampus Universitas Gajah
Mada, monumen pers Solo dan beberapa tempat foto copyan buku yang menyediakan sumber buku secara online dipinggir jalan Kampus Universitas
Negeri Yogyakarta. c. Verifikasi atau Kritik Sumber
Setelah proses pengumpulan data selesai dilakukan, tahap selanjutnya adalah kritik sumber. Verifikasi atau kritik sumber merupakan tahap penelitian/penulisan setelah pengumpulan data. Kritik sumber bertujuan untuk mengetahui kredibilitas (dapat dipercaya atau tidaknya sebuah sumber) dan otensitas (asli atau tidaknya) sumber data yang dipakai. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kritik sumber dalam penelitian/penulisan sejarah merupakan langkah yang harus dilakukan untuk menghindari adanya kepalsuan suatu sumber
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
atau untuk mengetahui apakah data yang ada dapat dipertanggungjawabkan keasliannya atau tidak.43
Data-data yang didapatkan harus kembali diperhatikan, dikritik dan disaring sehingga diperoleh fakta-fakta yang seobjektif mungkin. Kritik tersebut berupa kritik tentang otensitasnya (kritik ekstern) maupun kredibilitasnya (kritik intern), dilakukan ketika dan sesudah pengumpulan data berlangsung. Sumber sejarah yang telah dikritik menjadi data-data sejarah. d. Interpretasi
Interpretasi adalah langkah penulis dalam menafsirkan fakta-fakta dan mengaitkan serta merangkainya sehingga menjadi peristiwa yang teruji kebenarannya. Dalam sebuah penelitian, interpretasi merupakan hal yang sangat penting karena didalam interpretasi terdapat unsur penafsiran terhadap sumber yang telah dinilai kebenarannya. Untuk menilai kebenaran suatu sumber perlu melakukan pengolahan data secara cermat dan teliti, karena didalam data itu sendiri muncul subyektivitas yang mewarnainya. Interpretasi ini akan dijadikan pegangan atau arah yang akan menentukan tujuan dari penelitian ini. Akan dicari kebenarannya melalui analisis-analisis selama penelitian. Selanjutnya adalah analisis data yaitu mengolah data-data dari sumber-sumber yang ditemukan.
Dalam penulisan ini terdapat permasalahan politik, sosial, dan budaya dalam memahami perkembangan Lekra selama lima belas tahun. Dari permasalahan budaya dan sosial ini kemudian ditarik kedalam permasalahan politik.
43Ibid., hlm.98.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
e. Historiografi atau Penulisan
Tahap terakhir yang dilakukan adalah penulisan. Penyajian hasil penelitian dalam bentuk tulisan yang telah melewati seluruh aturan, tahap ataupun proses yang telah direncanakan. Penulisan ini berdasarkan data-data yang diperoleh dari sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan. Dalam penulisan ini, penulis harus memperhatikan penyusunan cerita yang berurutan, penyusunan berbagai kejadian sesuai kurun waktu, hal yang berhubungan dengan sebab akibat dari suatu peristiwa, dan daya pikir untuk menciptakan sesuatu yang ada di pikirannya berdasarkan pengalaman.
2. Pendekatan Penelitian
Sejarah sebagai ilmu sosial tidak bisa berdiri tanpa bantuan ilmu sosial lainnya. Maka dari itu sejarah meminjam teori dan konsep ilmu sosial yang lainnya dan digunakan dalam pendekatan. Dengan menggunakan pendekatan ilmu sosial maka penelitian sejarah akan lebih berdaya guna. Pendekatan menjadi sangat penting, sebab dari pendekatan yang mengambil sudut pandang tertentu akan menghasilkan pola deskripsi kejadian tertentu.44 Dalam penulisan ini penulis menggunakan pendekatan politik, sosial, dan budaya.
Pendekatan politik ialah pendekatan yang berorientasi pada pengaruh- pengaruh politik bagi lahir, berkembang, dan runtuhnya Lekra sebagai lembaga kebudayaan yang hadir pada kurun waktu selama 15 tahun. Kondisi politik yang panas pada masa itu ikut mewarnai perkembangannya sehingga lembaga ini terseret ke dalam persoalan-persoalan politik.
44 Suhartono W. Pranoto, 2010, Teori dan Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Graha Ilmu, hlm. 37.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
Pendekatan sosial merupakan pendekatan yang berorientasi pada perilaku- perilaku masyarakat pada tahun 1950 sampai 1965. Pendekatan ini digunakan untuk melihat perkembangan bangsa Indonesia dalam menghadapi situasi politik masa itu. Kuatnya pengaruh politik berdampak pula bagi kehidupan masyarakat terutama bagi rakyat kecil. Keputusan-keputusan politik yang tidak menguntungkan pada akhirnya menyengsarakan rakyat. Hal inilah yang diperjuangkan Lekra dalam membebaskan rakyat dari penderitaan melalui kebudayaan.
Pendekatan budaya adalah pendekatan yang berorientasi pada kegiatan- kegiatan serta sumbangan Lembaga Kebudayaan Rakyat bagi bangsa Indonesia, khususnya pada bidang kebudayaan. Karya-karya seniman yang bertemakan kerakyatan merupakan perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan
Indonesia dari amukan budaya kolonial. Kebudayaan nasional yang diambil dari kebudayaan daerah diyakini Lekra mampu menghapus sisa-sisa budaya Barat.
H. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan dalam menyusun skripsi ini, penyusunan dibagi menjadi lima bab. Dalam setiap bab akan terbagi menjadi beberapa sub bab. Hasil penelitian ini dituangkan dalam sistematika sebagai berikut:
Bab I pendahuluan. Didalamnya terdiri dari beberapa sub bab diantaranya
Latar Belakang Masalah yang menerangkan alasan dan minat dalam penelitian,
Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Landasan Teori, Metodologi penelitian dan Sistematika Penulisan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
Bab II menjelaskan latar belakang berdirinya Lekra dalam perkembangan politik di Indonesia.
Bab III menguraikan proses Lekra dalam mengembangkan kebudayaan, program-program kerja Lembaga Kebudayaan Rakyat, dan keterlibatannya dalam dunia politik bersama Partai Komunis Indonesia.
Bab IV berisi dampak perkembangan Lekra bagi politik dan sosial.
Bab V penutup berisi kesimpulan. Bab ini berisi pernyataan penulis mengenai hasil penelitian sekaligus jawaban atas permasalahan yang terdapat pada pendahuluan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
LATAR BELAKANG BERDIRINYA LEKRA
Pada akhir pemerintahan Hindia Belanda, pemerintah kolonial dengan bangga mengatakan bahwa rust en orde (damai dan tertib) telah pulih kembali.
Perubahan-perubahan yang terjadi sejak awal abad ke-20 seringkali menimbulkan ketegangan sosial seiring dengan kegiatan pergerakan nasional.Setelah kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda, rakyat Indonesia kembali diduduki oleh bangsa
Asing, yaitu tentara Jepang.45
Pada masa pendudukan tentara Jepang, semua jabatan pemerintahan dipegang oleh orang-orang Indonesia, terutama struktur hukum dan pendidikan.Perubahan besar juga terjadi dengan bahasa Indonesia yang dijadikan sebagai bahasa persatuan oleh Kongres Pemuda Indonesia pada tahun 1928.
Bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa resmi dan sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah seluruh Indonesia.46Kekuasaan tentara Jepang tidak berlangsung lama di Indonesia.Kekalahan Jepang pada Perang Dunia Kedua mengakibatkan kekosongan kekuasaan di Indonesia.Kekosongan kekuasaan ini dimanfaatkan oleh para pejuang bangsa untuk memproklamasikankemerdekaan
Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.47 Kemerdekaan yang telah lama dicita- citakan seluruh rakyat Indonesia ini tentu memberi harapan baru untuk menentukan nasibnya sendiri.
45Asnawi Murani, dkk, Kapita Selekta Manifestasi Budaya Indonesia, 1884, Bandung, Penerbit Alumni, hlm. 228. 46Ibid., hlm. 228-229. 47Ibid.,hlm. 229.
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
A. Revolusi Pasca Kemerdekaan 1945
Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 disebut pula sebagai Revolusi
Agustus 45.Revolusi Agustus 45 membuktikan bahwa rakyat merupakan pahlawan dari pergerakan kemerdekaan dalam melepaskan bangsa Indonesia dari penjajahan.Revolusi berarti bergerak untuk bebas merdeka dalam melakukan berbagai perubahan-perubahan dalam menentukan nasib dan kehidupan yang layak. Menurut Soekarno, bergerak adalah langkah pertama menuju revolusi.
Gerakan ini diistilahkan dengan “massa aksi” dalam melakukan perubahan ke dalam hal yang baru. Gerakan ini tidak dapat dilakukan oleh orang per orang secara individu melainkan harus serentak bergerak dibawah satu aksi massa.48
Dalam mencapai revolusi diperlukan kerja sama semua pihak, terlebih rakyat. Revolusi yang terjadi tidak hanya didukung oleh kekuatan politik tetapi juga bidang kehidupan yang lainnya.Presiden Soekarno menegaskan bahwa revolusi yang terjadi mencakup beberapa persoalan seperti di bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, dan sebagainya.49Oleh sebab itu, revolusi tidak dapat bergerak tanpa adanya dukungan dari segala aspek.
Tujuan Revolusi Agustus adalah mewujudkan kemerdekaan, perdamaian, demokrasi, dan kebebasan berkebudayaan sehingga dapat berkembang dengan bebas.50Perubahan-perubahan yang terjadi ialah sebagai suatu usaha untuk melepaskan diri rakyat Indonesia dari penjajahan dan penindasan feodal.Hidup
48Hadji Schmad Notosoetardjo, Kepribadian Revolusi Bangsa Indonesia, Penerbitan Bersama Endang-Pemuda Lembaga Penggalian dan Perhimpuanan Sedjarah Revolusi Indonesia, 1962, hlm. 14-15. 49Hadji Schmad Notosoetardjo, op.cit., hlm. 16. 50Laporan Kebudayaan Rakyat, 1959, Solo, Lembaga Kebudayaan Rakyat, hlm. 67.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
selama berabad-abad dibawah tekanan tentu saja tidak memberikan kebebasan dan hak secara penuh dalam menentukan kehidupan sendiri.
Kewajiban-kewajiban revolusi ialah membebaskan Indonesia dari semua bentuk imperialisme dan menegakkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Presiden Soekarno mengemukakan bahwa revolusi Indonesia bersifat nasional dan demokratis.Revolusi nasional artinya menentang kolonialisme/imperialisme, sedangkan revolusi demokratis menentang feodalisme dan otoritas atau kediktaktoran, baik militer maupun perseorangan.51
Cita-cita hari depan revolusi Indonesia adalah masyarakat yang adil dan makmur atau yang sering diserukan Soekarno tentang sosialisme ala Indonesia.
Sosialisme yang disesuaikan dengan kondisi rakyat, alam, rakyat, adat istiadat, psikologi, dan kebudayaan Indonesia.52Namun, revolusi yang terjadi di Indonesia masih pada taraf nasional.Kemerdekaan yang sepenuhnya masih belum dirasakan oleh rakyat kecil.Misalnya, rakyat belum memiliki hak untuk bersuara dan kepemilikan tanah hanya dimiliki oleh tuan-tuan tanah.
Hal ini membuktikan bahwa sisa-sisa dari imperialis, kolonialis dan feodalis masih ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia.Peristiwa Revolusi Indonesia itu sendiri tidak memiliki arti apa-apa bila tidak diiringi dengan gejolak sosial yang berusaha membongkar dasar-dasar kehidupan masyarakat lama dan mempengaruhi masyarakat yang sedang tumbuh, terutama di Jawa dan Sumatra.53
51Budaya, Jogyakarta, diterbitkan Djawatan Kebudayaan Pusat Departemen P. D. K. Urusan Kesenian Jogjakarta, 1962, hlm. 92. 52Hadji Schmad Notosoetardjo, op.cit, hlm. 63. 53Asnawi Murani, dkk, op.cit., hlm. 230.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
Revolusi sosial yang berlangsung setelah kemerdekaan berupa penentangan terhadap pranata sosial yang sudah tertanam dan mengakar kuat selama masa penjajahan.Tokoh-tokoh masyarakat yang identik dengan kaum feodal ialah para raja, bupati,tuan-tuan tanah, dan penguasa setempat.Mereka ini merupakan orang- orang yang menjadi kaki tangan para pemerintah kolonial dalam memungut upeti ataupun hasil perkebunan milik para petani.Kondisi kehidupan rakyat yang serba terbelakang, terutama yang disebabkan oleh sistem feodal.54
Dalam usaha untuk lepas dari pengaruh kolonialisme, imperialisme, dan feodalisme diperlukan perubahan dalam diri masyarakat.Revolusi sosial merupakan perjuangan menuju pada tujuan kehidupan masyarakat sejahtera dan terpenuhinya hidup yang layak.Revolusi sosial dipimpin oleh gerakan politik yang di dalamnya terkandung gerakan kebudayaan, pendidikan, kesenian, dan kesusastraan yang revolusioner.55Semua gerakan tersebutbersumber dari konsep- konsep revolusi.Revolusi artinya mengabdikan diri kepada hidup bangsa.Revolusi yang dijalankan disesuaikan dengan kepribadian bangsa Indonesia.Menurut Bung
Karno, kepribadian bangsa Indonesia tercermin pada sikap gotong royong yang termuat dalam Pancasila.56
Revolusi atau gerakan nasional merupakan gerakan politik,sekaligus gerakan kebudayaan.Pada masa revolusi, gerakan politik tidak dapat dipisahkan dari gerakan kebudayaan, kedua-duanya saling membutuhkan satu dengan
54Anton Haryono, Sejarah (Sosial) Ekonomi: Teori Metodologi Penelitian dan Narasi Kehidupan, Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, 2011, hlm. 106-107. 55D.S. Moeljanto, Prahara Budaya: Kilas-Balik Lekra/PKI DKK (Kumpulan Dokumen Pergolakan Sejarah), 1995, Bandung, Mizan, hlm. 108. 56Hadji Schmad Notosoetardjo, op.cit., hlm. 19.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
lainnya. gerakan kebudayaan tidak dapat diisolasi dari gerakan politik, dan sebaliknya.57
Usaha dan syarat mutlak untuk mencapai tujuan revolusi harus revolusioner dan melibatkan rakyat didalamnya.58Tanpa keterlibatan dan campur tangan rakyat, cita-cita revolusi hanya menjadi sebuah mimpi. Kesadaran rakyat akan bahayanya budaya imperialisme dan kolonialisme yang mengancam keberlangsungan kehidupan bangsa. Revolusi yang terjadi tidak hanya bersifat material, tetapi juga mental. Gerakan kebudayaan berusaha membongkar pemikiran terjajah dengan pemikiran yang baru dan merdeka.Rakyat diajak berjuang bersama melawan kebudayaan imperialisme dan menciptakan kebudayaan nasional yang sesuai dengan kepribadian Indonesia.
Pada awal kemerdekaan, suasana revolusi belum dapat dikelola secara baik oleh para pemimpin, tetapi telah adakesadaran akan kekuatan terbesar ialah rakyat.Menurut Soekarno, Revolusi 1945 belum selesai.Oleh karena itu, Soekarno memerintahkan Departemen Pendidikan Dasar dan Kebudayaan untuk mengambil tindakan dibidang kebudayaan guna melindungi dan menjamin perkembangan kebudayaan nasional.59Hal-hal yang harus dihapus seperti tari-tarian, musik, dan tulisan Barat yang merupakan kebudayaan luar.Usaha menghapus Kebudayaan
Imperialis ialah dengan mengaktifkan kembali kebudayaan asli Indonesia dari berbagai daerah.
Kemerdekaan yang diperoleh tidak hanya berimbas pada hal yang bersifat politik tetapi juga memberikan dasar baru bagi lahirnya kebudayaan baru.Revolusi
57D.S. Moeljanto, op.cit., hlm. 107. 58Hadji Schmad Notosoetardjo, op.cit., hlm. 66-67. 59Ibid.,hlm. 90.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
Agustus mendorong perkembangan yang lebih maju dalam bidang kesusasteraan, seni rupa, musik, film, seni drama, seni tari, ilmu pengetahuan, dan pendidikan.60Hal ini merupakan usaha untuk membebaskan kesenian dan ilmu dari belenggu penjajahan yang mengikat dan membelenggu kebebasan berekspresi.Revolusi Agustus 1945 sebagai peletak dasar bagi perkembangan kesenian dan ilmu pengetahuan yang diabdikan pada rakyat.
Indonesia sebagai negara yang baru saja merdeka berusaha menunjukkan dirinya kepada dunia.Hal ini berguna untuk melepaskan diri dari pengaruh
Belanda yang masih ingin kembali menguasai Indonesia.Kemerdekaan Indonesia yang dilangsungkan pada 17 Agustus 1945 tidak serta merta membuat penjajah meninggalkan Indonesia.Kegembiraan yang dirasakan rakyat tidak berlangsung lamasebab Belanda merasa berhak memperoleh kembali tanah jajahannya.Bangsa
Indonesia merasa lebih berhak mempertahankan tanah airnya dan untuk itu melakukan berbagai perlawanan terhadap musuh.61
Setelah proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, rakyat mulai mengadakan pembangunan untuk menuju masyarakat yang dicita-citakan bersama dengan Amanat Proklamasi.Tantangan yang dihadapi oleh Soekarno dan rakyat lebih sulit dibandingkan dahulu.Pertentangan kelompok dengan ideologi yang bermacam-macam memperkeruh keadaan.Dilain hal, pembangunan tidak dapat berjalan semestinya akibat sering bergantinya kabinet selama demokrasi Liberal.62
Kebudayaan Nasional dapat diambil dari kebudayaan warisan nenek moyang, misalnya cerita-cerita rakyat.Cerita rakyat terkadang mengandung
60Laporan Kebudayaan Rakyat, op.cit., hlm. 14. 61Peter Kasenda, Bung Karno Panglima Revolusi, 2014, Yogyakarta, Galang Pustakan, hlm. 163. 62Peter Kasenda, op.cit., hlm. 164.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
tahayul dan mistis, oleh sebab itu bagian yang dianggap tahayul tidak dipopulerkan namun tidak menghilangkan nilai-nilai di dalamnya. Sementara, sisi nilai-nilai kehidupan dan perjuangan lebih ditonjolkan.Hal ini merupakan suatu usaha untuk mendukung jalannya revolusi.
Kebudayaan merupakan suatu hal yang dapat berkembang dalam suasana terbuka dan bebas tekanan.63Oleh sebab itu, ia tidakdapat direkayasa karena akan terus menerusberlangsung bersamaan dengan kehidupan masyarakat.Kebudayaan yang dihidupi oleh suatu masyarakan tidak akan berakhir meskipun kehidupan masyarakat tersebut telah berakhir. Hal ini disebabkan bahwa kebudayaan memiliki peran yang cukup penting bagi suatu masyarakat.Keyakinan ini menjadi pegangan oleh para seniman dalam berkembang.
Pada masa orde lama, kebudayaan berperan penting dalam perkembangan kehidupan bangsa.Para seniman memainkan peran dalam mendukung jalan revolusi.Revolusi terjadi disegala bidang, terlebih bidang politik.Ditahunawal kemerdekaan Indonesia, situasi politik Indonesia kembali memanas.Bangsa
Indonesia tidak hanya berusaha untuk lepas dari intervensi Belandatetapi jugasibuk dalam berbenah diri.
Kebudayaan menjadi bagian penting bagi setiap negara,tidak terkecuali
Indonesia. Kebudayaan merupakan identitas dari keberagaman setiap suku sebagai harga diri bagi suatu negara. Keberagaman agama, adat istiadat, dan budaya dari setiap suku merupakan kekayaan untuk Bangsa Indonesia.Selama berabad-abad
Indonesia berada dalam masa penjajahan tanpa disadari kebudayaan asing ikut
63 Franz Magis-Suseno, Filsafat Kebudayaan Politik: Butir-Butir Pemikiran Kritis, 1992, Jakarta, PT Gramedia, hlm.31.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
membaur dalam kehidupan rakyat sehingga lambat laun mengaburkan kebudayaan asli Indonesia.
Pada masa revolusi kemerdekaan, panggilan menjadi seniman masih merupakan panggilan yang berat.Menjelang pendudukan tentara Jepang sampai masa revolusi kemerdekaan, angkatan muda terpelajar pada umumnya mengalami pergolakan jiwa melawan norma-norma lama yang feodal dan sistem politik yang kolonial.64Hal ini ikut berpengaruh terhadap sikap dan perilaku serta pandangan sehari-hari.Dalam hal melakukan perubahan dalam bidang kesenian seringkali para seniman dihadapkan pada konflik-konflik dengan kebudayaan lama, norma- norma agama, hubungan keluarga dan masyarakat.
Revolusi Indonesia diperjuangkan atas dasar prinsip-prinsip nasionalisme yang diwarnai sosialisme. Baik pemimpin maupun organisasi-organisasi sosial budaya di masa revolusi pada umumnya adalah kelompok sayap kiri.65Pada masa
Revolusi Agustus 1945, sastrawan Indonesia mudah sekali terinfiltrasi.Hal ini dikarenakan belum cukupnya kesadaran politik, belum teratur, dan terpimpin yang mengakibatkan para sastrawan dan seniman sebagai pejuang Revolusi belum memiliki sasaran yang tepat.Infiltrasi kebudayaan kalangan Imperialis Belanda dilakukan secara teratur yang mengakibatkan sebagian seniman dan sastrawan meninggalkan kubu revolusi dan menjadi kontrarevolusioner.
Kehadiran kebudayaan menjadi bagian yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Perjuangan dalam bidang kebudayaan dalam melawan budaya kolonial
64M. Agus Burhan, Seni Lukis Indonesia Masa Jepang Sampai Lekra, 2013, Surakarta, UNS PRESS, hlm. 44. 65Peter Kasenda, Soekarno Marxisme dan Leninisme: Akar Pemikiran Kiri dan Revolusi Indonesia, 2014, Depok, Komunitas Buku, hlm. 24.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
memiliki arti dalam jalannya kehidupan suatu bangsa.Seperti bidang lainnya, bidang kebudayaan juga perlu ada perubahan-perubahan yang baru dalam mendukung revolusi.Usaha dalam mempertahankan, menyesuaikan segala kultur dan kesenian serta adat istiadat yang dapat diterima oleh bangsa Indonesia merupakan revolusi kebudayaan.66
B. Lahirnya Lembaga Kebudayaan Rakyat
Pada masa sekitaran Revolusi Agustus, para sastrawan mudah sekali terinfiltrasi.Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran politik pada sastrawan, belum terpimpin, dan terarah sehingga belum memiliki sasaran yang tepat.
Infiltrasi pihak Belanda dilakukan secara teratur.Hal ini mengakibatkan sebagian seniman dan sastrawan meninggalkan kubu revolusi dan menjadi kontrarevolusioner.67Hal ini tentu memberi dampak yang tidak baik dalam perjuangan revolusi yang masih terus dilakukan.
Persetujuan KMB antara Belanda dan Indonesia lebih memudahkan Belanda melancarkan usaha-usaha infiltrasi kebudayaan. Dalam babak ini, muncullah konsepsi humanis universal yang menjadikan seniman dan sastrawan melupakan perjuangan akan tanah air dan memilih menjadi seorang kosmopolit serta bersifat antipatriotik. Diantara gejolak yang terjadi, ada golongan sastrawan yang secara intuitif patriotik tidak mau menyerah pada situasi pada masa itu yang kemudian mendirikan Lembaga Kebudayaan Rakyat atau Lekra.68
66Hadji Schmad Notosoetardjo, op.cit., hlm. 16. 67 Rhoma Dwi Aria Yuliantri, Lekra Tak Membakar Buku, 2008, Yogyakarta, Mekarasumba, hlm. 115. 68Idem.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Lekra berdiri pada tanggal 17 Agustus 1950 di Jakarta atas inisiatif D.N.
Aidit, M.S. Ashar, A.S. Dharta, dan Njoto. Anggota-anggota awalnya terdiri dari para pengurus antara lain ialah A.S. Dharta, M.S. Ashar, Njoto, Henk Ngantung,
Sudharnoto, Herman Arjuno, dan Joebaar Ajoeb.69Pembentukan Lekra merupakan sebuah proses panjang yang melibatkan banyak pihak, yakni para seniman dan politikus Partai Komunis Indonesia.70
Lekra menjadi wadahperjuangan untuk memerdekakan diri sebagai subjek.
Usaha untuk pencarian diri sebagai subjek di tengah pergaulan antarbangsa. Kata
“rakyat” menjadi inti dari kata “lembaga” dan “kebudayaan”.Kata “rakyat” yang dimaksud ialah bangsa Indonesia sendiri.71Semua berhimpun di dalamnya menuju cita-cita kebudayaan rakyat yang menuntut kemerdekaan dan kedaulatan.Lekra hadir sebagai lembaga dari suatu gerakan kebudayaan demi mendukung semangat revolusi.
Menurut Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra), pekerja seni bukanlah seniman dan ilmuwan yang mengisolasi diri dari rakyat dan bersikap tak acuh pada persoalan hidup. Lekra tidak ingin kehidupan kebudayaan dikuasai kaum priayi di kota dan di desa yang secara sadar menjadi kaki tangan kapitalisme asing dan sisa-sisa feodalisme.72 Oleh karena itu, Lekra mengajak para seniman dan sastrawan yang berada dalam naungannya menyuarakan anti kolonialisme, imperialisme, dan kapitalisme.
69Ibid., hlm. 21. 70Tempo dan Geger 1965, Edisi 30 September-6Oktober 2013, Jakarta, Kepustakaan Gramedia, hlm. Xvi. 71Ibid., hlm. 132. 72Tempo, op.cit., hlm. 135.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Tujuan berdirinya Lekra mencegah kemerosotan lebih lanjut dibidang revolusi.73Lekra menyadari bahwa hal ini bukan hanya menjadi tugas dari kaum politisi dan pemerintahan namun juga tugas para pekerja kebudayaan.Dalam pandangan Lekra, kebebasan menciptakan karya seni harus diikuti dengan tanggung jawab dan atas kesadaran politik.74Hal ini disebabkan, revolusi memiliki arti penting bagi kebudayaan karena tanpa revolusi Agustus 1945 kebebasan di bidang kebudayaan tidak akan pernah terwujud.
Berdirinya Lekra tidak lepas dari situasi politik di Indonesia saat itu.Kemerdekaan Indonesia belum sepenuhnya tercapai dalam membebaskan rakyat dari penderitaan.Sikap rakyat yang merasa terbelakang dan tertindas serta takut akan perubahan merupakan dampak dari kolonialisme bangsa asing. Lekra menolak semua pengaruh kebudayaan barat yang masuk baik melalui buku-buku, musik, dan film sebagai bagian dari sikap anti imperialisme dan neokolonialisme.75
Latar belakang berdirinya Lembaga Kebudayaan Rakyat tidak lepas dari keprihatinan terhadap bangsa Indonesia yang dianggap belum lepas dari penjajahan.Oleh karena itu, Lekra merasa ikut bertanggung jawab dalam mendukung revolusi yang dicanangkan oleh Soekarno.Menurut Djoko Pekik yang merupakan salah satu seniman Sanggar Bumi Tarung, Lekra terbentuk atas
73 Rhoma Dwi Aria Yuliantri, op.cit., hlm. 21-22. 74Tempo, op.cit., hlm. xi. 75 Alexander Supartono, Lekra vs Manikebu: Perdebatan Kebudayaan 1950-1965, 2000, Jakarta, hlm. 31.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
anjuran Presiden Soekarno yang mendorong semua partai memiliki lembaga kebudayaannya sendiri.76
Lekra berpendapat bahwa hal sangat penting dalam revolusi tidak hanya pergerakan politik, tetapi juga memerdekakan rakyat dari pola pikir yang merasa terbelakang dan terjajah.Rakyat bebas dalam berekspresi, hak atas pendidikan dan kehidupan yang layak. Fokus utama Lekra terletak pada kehidupan rakyat-rakyat kecil. Usaha untuk memperjuangkan kelayakan hidup bagi rakyat kecil yang tertindas dan menderita dilakukan Lekra melalui karya-karyanya. Beban revolusi menjadi tanggungan bersama untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.
Karena jika revolusi tersebut tidak sesuai dijalurnya maka rakyatlah yang menanggung dari segala beban penderitaan.
Sikap para seniman yang berpihak kepada rakyat pada tahun 1950an sangat dipengaruhi oleh situasi politik dalam mempertahankan kemerdekaan melalui perjuangan rakyat.Sikap para seniman ini terlihat pada keperduliannya dalam menyuarakan penderitaan rakyat kecil yang tertindas dalam budaya Imperialisme danFeodalisme. Para seniman mulai memiliki kesadaran akan adanya kelas sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pandangan ini menjadi arah seni para seniman yang akhirnya peduli akan kaum kecil. Hal inisejalan dengan politik
Bung Karno untuk memobilisasi rakyat dengan semangat revolusi berkesinambungan (revolusioner).Semangat ini yang kemudian mendapatkan dukungan dari para seniman.77
76Tempo, op.cit.,hlm. 16. 77M. Agus Burhan, op.cit., hlm.104.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Pada karya seniterkandung nilai ideologis.Seorang seniman dapat berperan dan berpengaruh dalam mendidik suatu bangsa.Lekra berpandangan bahwa ide kerakyatan menjadi sikap yang berpihak pada rakyat.Mukadimah Lekra mengungkapkan bahwa rakyat Indonesia adalah semua golongan masyarakat yang menentang penjajahan, penindasan, dan penghisapan feodal.Para seniman dan sarjana diajak untuk mempelajari kenyataan, kebenaran, dan keadilan dalam kehidupan masyarakat. Lekra menentang pemikiran yang bersifat antikemanusiaan dan antisosial dari kebudayaan bukan rakyat.Lekra berpendapat bahwa secara tegas harus berpihak dan mengabdi kepada rakyat.78Mukadimah mengklaim bahwa Lekra merupakan satu-satunya lembaga kebudayaan yang setia pada kenyataan dan kebenaran rakyat.
Sekretaris umum Lekra, Joebaar Ajoeb menyatakan bahwa seni harus membantu dan mengabdi pada gerakan massa rakyat pekerja yang berjuang menyelesaikan revolusi Agustus hingga dapat melangkah pada pembinaan masyarakat sosialis.79 Para seniman mengemban tugas dalam membantu kaum buruh dan massa tani untuk menghapus adanya sistem tuan tanah.Lekra mendorong para seniman supaya mengelola tema rakyat pekerja dan perjuangannya.
Dalam laporan Pengurus Pusat Lembaga Seni Rupa Indonesia, Basuki
Resobowo menyampaikan pandangannya, bahwalukisan seniman harus bertemakan kerakyatan yang hidup penuh kesengsaraan dan penderitaan.Penggambaran manusia tanpa ekspresi membuatnya menjadi karya
78Ibid., 105. 79Ibid., hlm. 106
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
seni yang tidak mempunyai nilai perjuangan.Seniman Lekra harus melukis wajah zaman yang realistis dengan menjelmakan tokoh-tokoh baru dan ide yang mencerminkan kekuatan progresif (ke arah kemajuan) dalam perjuangan rakyat yang revolusioner (perubahan secara menyeluruh dan mendasar).Dari inilah karya-karya tersebut mempunyai fungsi dan peran mendidik politik dan rasa indah.80
80Idem.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
PROSES LEKRA DALAM MENGEMBANGKAN KEBUDAYAAN
A. Struktur Organisasi Lembaga Kebudayaan Rakyat
Dalam usaha mengembangkan organisasinya, dalam tubuh Lekra tidak terdapat kepemimpinan yang hierarkis dan komando layaknya organisasi lainnya. kepengurusan ini bersifat untuk mempermudah dalam hal administrasi dan konsolidasi. Beberapa struktur kepengurusan dalam tubuh Lekra antara lain: a. Sekretariat Pusat
Pimpinan pusat bermarkas di Sekretariat Pusat dengan anggota 11 orang yang termasuk dalam 1 Sekretaris Umum, 2 Wakil Sekretaris Umum, dan 8 anggota. Dalam kepengurusan organisasi Lekra tidak terdapat adanya pimpinan umum, melainkan Sekretaris Umum. Sekretaris Umum yang berkedudukan di
Sekretariat Pusat tidak lebih sebagai fasilitator yang bertindak menghubungkan organisasi-organisasi kesenian yang sudah ada dalam masyarakat yang dikoordinatori masing-masing lembaga kreatif.81 Lekra menjadi sebuah wadah dalam menyediakan tempat bagi organisasi-organisasi kesenian untuk menentukan arah hidup bersama, seperti ideologi, dan strategi kebudayaan dalam menghadapi pengaruh kebudayaan kolonial. b. Kepengurusan Daerah
Kepengurusan ini berkedudukan di masing-masing daerah tingkat provinsi.
Kepengurusan daerah bertugas mengkoordinasi secara umum kebijakan-kebijakan
81Rhoma Dwi Aria Yulianti, Lekra Tak Membakar Buku, 2008, Yogyakarta, Merakesumba. hlm. 34.
43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
kesekretariatan pusat dan menampung aspirasi dari Pengurus Cabang.
Kepengurusan Cabang ini berkedudukan di tingkat kabupaten yang mengkoordinasi Pengurus-pengurus Ranting. Sementara itu, kepengurusan ranting berkedudukan di tingkat kecamatan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat bawah.82Semua tingkatan ini merupakan usaha untuk mempermudah dalam hal mengkoordinasi semua kegiatan yang dilaksanakan.
Pada kepengurusan Lekra ini, terdapat lembaga-lembaga kreatif yang bersifat otonom dimana para pemimpinnya masuk dalam anggota Pimpinan Lekra
Pusat. Lembaga-lembaga kreatif ini dibentuk berdasarkan rekomendasi dari
Kongres Lekra I Solo. Alasan pembentukan lembaga-lembaga kreatif ialah untuk konsolidasi kegiatan Lekra dan sebagai gerakan kebudayaan yang bermasyarakat yang merupakan penjabaran dari pelaksanaan “garis meluas dan meninggi”.Alasan lainnya ialah untuk menghindari Lekra menjadi birokrasi baru di bidang kebudayaan.83
Lembaga-lembaga kreatif bertugas menghimpun seniman dan pekerja- pekerja kebudayaan untuk berkerja dalam menghasilkan karya-karya kreatif. Oleh karena itu, terdapat syarat dan kemungkinan untuk bekerja lebih intensif, militan, dan meluas sesuai dengan yang sudah tertulis dalam“Mukadimah Lekra”,
“Laporan Umum” dan “Resolusi Kongres”.84Hadirnya lembaga-lembaga ini diharapkan juga menjadi penggerakuntuk membangkitkan kreativitas dan potensi seniman serta pekerja-pekerja kebudayaan rakyat.Sistem kerja lembaga-lembaga kreatif ini berdasarkan realita dan menjalin hubungan yang baik dengan rakyat
82Rhoma Dwi Aria Yuliianti, loc.cit. 83Ibid., hlm. 35. 84Rhoma Dwi Aria Yuliianti, loc.cit.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
demi tercapainya gerakan revolusi.Lembaga-lembaga kreatif ini berperan dalam membimbing gerakan kebudayaan sehingga banyak pekerja kebudayaan yang ikut bergabung. c. Keanggotaan
Masalah keanggotaan telah diatur pada Anggaran Dasar Baru yang merupakan hasil Kongres Nasional I di Solo.Dalam kongres tersebut ditetapkan bahwa anggota Lekra diwajibkan menjadi anggota salah satu Lembaga Kreatif dan aktif didalamnya.Hal ini berarti bahwa dengan ikut bergabung pada salah satu lembaga kreatif otomatis telah menjadi bagian dari anggota Lekra.Lembaga- lembaga kreatif bersifat terbuka bagi mereka yang berkeinginan ikut bergabung.85Kegiatan Lekra maupun lembaga-lembaga kreatif selalu terbuka untuk mereka yang berkeinginan menyumbangkan pikiran dan berlatih bersama.
Lembaga-lembaga kreatif ini mengorganisasi secara mandiri berbagai kegiatan, latihan, diskusi, seminar, dan sebagainya yang bisa dihadiri oleh mereka yang bukan anggota.Namun, dalam rapat-rapat dan pemilihan kepengurusan dikhususkan untuk para anggota sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan
Dasar.86
Rumah Dinas Perhubungan di Jalan Wahidin 10, Jakarta, menjadi kantor
Sekretaris Pusat Lekra sebelum pindah sebentar ke Jalan Salemba 9 dan akhirnya hijrah ke Jalan cidurian 19, Menteng, Jakarta.87Dalam usaha untuk bertahan, kehidupan para seniman sangat ditunjang oleh sanggar-sanggar. Pada tahun 1950-
85 Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia VI, edisi ke-4, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984, hlm. 296-297. 86Ibid., hlm. 40. 87 Tempo, Lekra dan Geger 1965, 2014, Jakarta, hlm. 6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
an, sanggar-sanggar merupakan pusat dunia seni sehingga proses pembentukan sampai pencapaian jati diri banyak terjadi di situ. Sanggar berfungsi sebagai lembaga pendidikan tempat para seniman muda menimba teknik dan pendalaman berkesenian lewat para pelukis ternama.Hal ini terbukti pada seniman muda seperti Itji Tarmizi, Batara Lubis, Nashar, Zaini, Widayat, Fajar Sidik dan lain- lainnya menjadi pelukis-pelukis pontensial pada dekade berikutnya.88
Para seniman Lekra seringkali mendapatkan panggilan dari panitia negara untuk mengerjakan poster-poster penyambutan tamu negara atau even internasional seperti Games of The New Emerging Forces (Ganefo).89Dalam berbagai kesempatan azaz penciptaan “seni untuk rakyat” selalu diungkapkan oleh para seniman, khususnya pada saat pameran.Prinsip “seni untuk rakyat” ini diterapkan lewat lukisan dengan objek-objek kehidupan rakyat.Selain, itu memudahkan agar karya-karya tersebut mudah dipahami oleh rakyat.Hal ini didorong oleh kesadaran bahwa mereka tumbuh dari lapisan rakyat bawah. Pada tahun 1950-an, para seniman lebih dekat dengan kehidupan rakyat karena masyarakat atas belum dapat menerima kultur kehidupan seniman yang bohemian atau bebas seperti “gelandangan”.90
Pada tanggal 17 Agustus 1959, Presiden Soekarno dalam pidato resminya berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” mencanangkan Manifesto Politik yang kemudian dikenal dengan Manifesto Politik Republik Indonesia atau
Manipol. Melalui Penpres 1 tahun 1960, dikukuhkan oleh MPRS dengan
88M. Agus Burhan, Seni Lukis Indonesia Masa Jepang Sampai Lekra, 2013, Surakarta, UNS PRESS, hlm. 46. 89Ibid., hlm. 49. 90Ibid., hlm. 61.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
ketetapan Nomor 1/MPRS/1960, Manipol akhirnya ditetapkan sebagai Garis-garis
Besar Haluan Negara. Intisari dari Manipol, yaitu Undang-undang Dasar 1945,
Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan
Kepribadian Indonesia, yang disingkat Usdek.91
Kegiatan politik yang tegas sejalan dengan kreativitas para seniman mulai bermunculan di bidang lukis dan sastra.92Revolusi sosial yang diusung Presiden
Soekarno mendapatkan dukungan penuh dari para seniman.Dalam Manifesto
Politik Republik Indonesia, Bung Karno telah mempercayakan kepada
Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan untuk mengambil tindakan-tindakan dibidang kebudayaan guna melindungi dan menjamin perkembangan Kebudayaan Nasional. Selain itu, tugas yang diberikan ialah mencegah hal-hal yang dianggap sebagai Kebudayaan Imperialisme dan berusaha mengaktifkan kembali usaha-usaha Kebudayaan Nasional.93
Lekra melihat asas seni untuk rakyat merupakan celah dalam mengembangkan lembaga kebudayaannya.Hal ini diperkuat dengan adanya
Manifesto Politik Bung Karno yang membutuhkan tenaga-tenaga seniman untuk mewujudkannya. Lekra juga melihat Bung Karno yang sering mengunjungi
Pelukis Rakyat sebagai pencinta seni lukis. Pada tahun 1955, menurut Hendra
Gunawan, Pelukis Rakyat pelan-pelan mulai bersentuhan dengan PKI dan
91D.S. Moeljanto, Prahara Budaya: Kilas-Balik Lekra/PKI DKK (Kumpulan Dokumen Pergolakan Sejarah), 1995, Bandung, Mizan, hlm. 35. 92Asnawi murani, dkk, op.cit.,hlm. 230-231. 93 Budaya, op.cit., 1962, hlm. 90.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
akhirnya menjadi bagian Lekra. Meskipun beberapa seniman Pelukis Rakyat bersikap netral dikarenakan tidak sepaham dengan pandangan Lekra.94
Pada tahun 1960 muncullah Sanggar Bumi Tarung disaat kehidupan politik penuh persaingan.Dalam Sanggar Bumi Tarung, semua anggota adalah orang- orang Lekra. Hal ini dikarenakan Bumi Tarung merupakan bagian dari Lembaga
Seni Rupa, cabang organisasi Lekra.Penggerak sanggar ini ialah Amrus Natalsja sebagai pemimpinnya hingga tahun 1963.Selanjutnya, kepemimpinan dipegang oleh Sutopo hingga dibubarkannya Sanggar Bumi Tarung pada tahun
1965.Anggota-anggotanya yang menonjol antara lain Ngajarbana Sembiring,
Misbach Tamrin, Kuslan Budiman, Isa Asanda, dan Djoko Pekik.95
Para pelukis muda Sanggar Bumi Tarung merasa harus berperan dalam wacana besar yang berkembang saat itu, yaitu berjuang untuk rakyat yang tertindas.Untuk mendapatkan ketajaman pemahaman seni lukis revolusioner, mereka berpedoman dokrin kerja Lekra yang disebut “1-5-1 atau poros satu lima satu”.Metode kerja ini penjabarannya antara lain, “satu” berarti politik sebagai panglima,“lima” yaitu berisi, meluas dan meninggi dan “satu” yaitu turun kebawah sebagai metode kerja.96
Dalam persaingan, penggunaan simbol-simbol dan jargoan dapat menjadi alat pontesial untuk menarik massa.Simbol-simbol yang terdapat pada berbagai organisasi maupun partai politik juga memberi ciri khas tersendiri.Penggunaan simbol-simbolseperti realisme sosialismembuka potensi yangdimanfaatkan berbagai pihak sebagai alat politik.Realisme sosialis merupakan satu metode di
94Ibid. hlm. 61-62. 95M. Agus Burhan, op.cit., hlm. 63. 96Ibid. hlm. 63-64.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
bidang kreasi untuk memenangkan sosialisme di tengah masyarakat melalui karya sastra.97 Realitas masyarakat menjadi inspirasi dalam penggarapan karya sastra.
Lewat Njoto, Lekra berkeyakinan bahwa kesenian mempunyai nilai yang strategis dalam menyampaikan ide-ide politiknya98. d. Metode Kerja Lekra
Paham politik sebagai panglima menjadi simbol kesadaran masyarakat akan segenap dinamika sosial yang dipengaruhi oleh kebijakan politik. Tafsiran ini merupakan anjuran bagi para seniman sebelum melakukan penggarapan seni untuk selalu mengkaji dari pandangan politik. Politik menjadi simbol penggerak dari keseluruhan dinamika sosial dalam perspektif ideologi.99 Politik sebagai panglima menjadi prinsip para seniman dan budayawan untuk berpihak kepada rakyat dan menolak kebijakan yang tidak adil.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Njoto dalam pidatonsya di Kongres
Nasional I Lekra bahwa kebudayaan dan politik mesti ditempatkan di tempat yang semestinya.Kebudayaan tidak dapat berjalan sendiri tanpa arahan politik.Ia juga mengungkapkan sebuah pepatah” tak ada makan siang yang gratis. Amerika datang ke negara-negara dunia ketiga bukan sebagai negara pendonor yang ikhlas, tetapi sebagai dapur dimana asap imperialisme mengepul.100
Keberhasilan di bidang politik memberi pengaruh bagi kemerdekaan nasional.Kemerdekaan nasional menjadi momentum politik yang dihasilkan oleh revolusi. Keberhasilan ini memberi kesempatan bagi kebudayaan Indonesia untuk
97Pramoedya Ananta Tour, op.cit.,hlm. 16. 98M. Agus Burhan, op.cit., hlm. 104-105. 99Hamzirwan, dkk, 50 Tahun Bumi Tarung, dicetak oleh Mahameru Offset Printing, hlm.9. 100Rhoma Dwi Aria Yulianti, op.cit., hlm. 25-26.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
berkembang.101Setelah proklamasi kemerdekaan dikumandangkan, bangsa
Indonesia berkesempatan untuk mengatur kehidupannya sendiri demi mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
Lekra memiliki prinsip “meluas dan meninggi”. Meluas artinya kenyataan karya cipta rakyat yang beragam, kaya, dan luas di berbagai daerah dan diantara suku bangsa yang ribuan jumlahnya.102 Dalam konteks kerja kebudayaan Lekra, prinsip meluas melingkupi semua jenis kebudayaan nasional dari berbagai daerah.
Hal ini diharapkan agar masyarakat mampu menggunakan identitasnya itu sebagai tameng bagi gempuran budaya global. Namun, hal ini tidak akan maksimal jika tidak disertai dengan kesadaran ideologi tentang dampak negatif kolonialisme kebudayaan. Lekra hadir sebagai mesin generator penggerak yang berpihak pada kepentingan rakyat dan revolusi agar segi-segi budaya yang luas itu dapat dihidupkan kembali.
Prinsip selanjutnya adalah “tinggi mutu ideologi dan artistik”. Tinggi mutu ideologi merupakan kesenian yang dikembangkan mempunyai nilai untuk mendidik. Mutu ini diperoleh dari kesadaran politik yang tinggi. Mutu artistik adalah bentuk karya yang diperoleh dari tafsir atas kenyataan dalam berkarya.Jika prinsip sebelumnya lebih pada kesadaran dan sikap secara umum, maka pada poin ini lebih kepada kesadaran ideologi dan kesadaran praktis yang tertuang dalam karya-karya.Lekra menempatkan dimensi ideologi sebagai isi dan dimensi artistik sebagai bentuk lembaganya.103
101 Pramoedya Ananta Toer, Realime Sosialis dan Sastra Indonesia, 2003, Lentera Dipantara, hlm. 99. 102Rhoma Dwi Aria Yulianti, op.cit., hlm. 27. 103Hamzirwan, dkk, op.cit., hlm. 11.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Lekra berpandangan bahwa tidak ada seni yang mengabdi untuk seni dan ilmu untuk ilmu itu sendiri, melainkan seni harus berpihak.Kehadiran ilmu dan seni terlahir dari kehidupan nyata dan Lekra berkeyakinan revolusi 1945 juga menjadi tanggungjawab yang harus dipikul.Pilihan tersebut memberi konsekuensi dengan sadar memilih jalan bahwa kebudayaan harus mengabdi kepada rakyat.
Tinggi artistik dilakukan seorang seniman dalam merekam dan mendialogkan realitas dengan masyarakat yang kemudian dituang melalui karya- karya.Dalam hal ini, teknik-teknik dasar berkesenian menjadi penting untuk digalakkan demi terciptanya karya-karya yang bermutu secara ideologis maupun artistik.104Nilai artistik yang didapatkan tergantung pada usaha setiap seniman dalam menggali realitas yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
Kesadaran ideologis kadang berupa kesadaran praktis tentang beberapa hal, seperti yang dikenal dalam prinsip “tradisi baik dan kekinian revolusioner”.
Tradisi baik merupakan pengamalan ideologi dalam proses kerja, belajar, dan bertingkah laku di tengah masyarakat. Proses kerja, belajar, dan bertingkah laku baik ini menjadi etika dalam melakukan perubahan. Kesadaran di bidang ideologi ini harus berdasarkan pada kondisi masyarakat saat itu.105
Bekerja baik berarti bekerja ilmiah yang menempuh prosedur-prosedur resmi dalam menciptakan sebuah karya. Setiap karya diperoleh dari riset intensif dengan cara terjun di tengah rakyat. Bekerja berkaitan dengan belajar baik.
Belajar merupakan usaha untuk mengetahui dan mengungkap realitas yang ada.
Hal ini bertujuan untuk mendapatkan kebenaran sehingga dapat memecahkan
104Idem. 105Idem.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
temuan-temuan dan menguji hal-hal baru secara kritis dilakukan secara terus- menerus tanpa henti.Selain belajar dan bekerja dengan tekun, para seniman juga memberi teladan dan memupuk moralitasyang baik kepada rakyat dalam tindakan-tindakan kreatifnya.106 Lekra menunjukan moralitas ini pada saat terjun di lapangan.
Prinsip selanjutnya adalah “kreativitas individual dan kearifan massa”.
Prinsip ini menjelaskan hubungan antara kesadaran para seniman pada realitas.Kesadaran ini bersifat teoritik dan teknis-inovatif dalam upaya mengembangkan teori.Menurut Pramoedya Ananta Toer, kreativitas itu tidak boleh membuat seniman sibuk dengan dirinya sendiri sehingga melupakan tugas
(realitas) sosial.107 Lekra menghormati kreativitas individu yang digali dari kehidupan rakyat ataupun dari kearifan massa.
Prinsip yang terakhir ialah realisme sosialis dan romantik revolusioner.Realisme sosialis merupakan bentuk perjuangan kesadaran ideologis dalam berkesenian108Realismesosialis adalah penerapan sosialisme di bidang kreasi sastra.Ia merupakan bagian integral dari kesatuan semangat perjuangan umat manusia dalam menghancurkan penindasan dan penghisapan rakyat, yakni buruh dan tani.109
Realisme sosialis berusaha menghalau imperialisme, kolonialisme, dan meningkatkan kehidupan rakyat kecil.Oleh karena itu, realisme sosialis merupakan bentuk kesadaran ideologi dalam mengubah pola pikir masyarakat di
106 Rhoma Dwi Aria Yulianti, op.cit., hlm. 28. 107 Hamzirwan, dkk, op.cit.. 12. 108 Idem. 109 D.S. Moeljanto, Prahara Budaya: Kilas-Balik Lekra/PKI DKK (Kumpulan Dokumen Pergolakan Sejarah), 1995, Bandung, Mizan, hlm. 119.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
bidang kreasi sastra.Sementara romantik revolusioner merupakan perjuangan yang kuat dalam menghadapi kenyataan melalui seni dan sastra.Menurut para seniman
Lekra, sosialisme harus diisi dengan realitas rakyat menuju pada perubahan.
Prinsip-prinsip tersebut diaplikasikan dalam turba atau turun ke bawah.Turba merupakan metode kerja dalam berkarya yang diputuskan dalam
Kongres Nasional Lekra I di Solo pada tahun 1959. Metode turba kemudian dijabarkan dalam “tiga sama”, yaitu bekerja bersama, makan bersama, dan tidur bersama.Bekerja bersama, makan bersama, dan tidur bersama ini dilakukan bersama dengan warga yang dikunjungi.Kebijakan turba lebih banyak datang dari inisiatif tiap seniman dan kelompok senimandi daerah-daerah, biaya operasional, dan waktu tergantung dari keadaan meskipun telah menjadi keputusan resmi organisasi.110
Metode kerja turba merupakan usaha untuk ikut merasakan kehidupan masyarakat bawah yang ingin diperjuangkan nasibnya dalam karya-karya sastra.Metode ini mengharuskan sastrawan untuk tinggal di tengah-tengah rakyat jelata dalam merasakan kehidupan mereka.turba merupakan pisau yang memutuskan jarak antara kehidupan sastrawan dengan rakyat.Dalam mengisahkan kemelaratan hidup rakyat bukanlah dengan merenung dalam kamar dan menggambarkannya melalui rujukan buku-buku.111Pengalaman-pengalaman selama kegiatan Turba akan memperkaya materi, penulisan yang baru, penemuan ide-ide, dan solidaritas antara seniman dengan rakyat.
110 Tempo, Lekra dan Geger 1965, 2014, Jakarta, hlm. 39. 111Rhoma Dwi Aria Yuliantri, op.cit., hlm. 124.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Dalam turba terdapat kesadaran pikiran pada diri sastrawan dan seniman untuk turun ke bawah dalam mengubah pola pikir dan peningkatan ideologinya sendiri.Misi turba ialah memihak kepada kepentingan petani dan meningkatkan ideologi kerakyatan.Antara sastrawan dan rakyat jelata sama-sama menjadi subjek.Sastrawan menjadi fasilitator yang membantu rakyat mengenali potensi dirinya untuk bangkit mandiri menolong diri sendiri.Turba juga memberi nilai tambah bagi sastrawan dalam meningkatkan spiritualitas kerakyatannya dalam melahirkan karya-karya kreatif.112
Lekra mengajak para pekerja kebudayaan untuk dengan sadar mengabdi pada Indonesia melalui karya-karyanya.Turba menjadi semboyan yang didalamnya mengandung ketentuan untuk dapat merasakan realitas kehidupan rakyat.113Untuk dapat menghasilkan karya yang mempunyai nilai dan daya jual yang tinggi, para seniman harus terjun langsung ke lapangan untuk mencari bahan referensi.Ikut langsung mengalami apa yang dirasakan oleh rakyat merupakan pengalaman para seniman bersentuhan langsung dengan realistas yang ada.
Pada tanggal 27 Januari 1959, Lembaga Kebudayaan Rakyat menyelenggarakan Kongres I di Solo dan mengeluarkan Mukadimah Lekrayang menjadi Peraturan Dasarnya.114Dalam kongres I ini,Lekra merevisi kembali
Mukadimahnya, seperti visi kesenian, tujuan, arah kesenian dan kebudayaan yang ingin dicapai kembali direvisi.Berangkat dari sinilah, arah dan sikap lembaga dirumuskan, distrukturisasikan sedemikian rupa dan diturunkan dalam aksi nyata.Aksi nyata ini tidak hanya dilakukan di daerah perkotaan tetapi juga di
112 Ibid., hlm. 125. 113 Tempo, op.cit.,hlm. 3. 114 Rhoma Dwi Aria Yuliianti, op.cit., hlm. 15.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
daerah pedesaan.Lekra adalah lembaga yang sangat mempedulikan kehidupan rakyat-rakyat kecil.Tidak heran akhirnya muncul semboyan “seni untuk rakyat”.
Prinsip Lekra yang memihak kepada rakyat kecil mampu menarik minat kalangan seniman muda.Karya-karya yang bertemakan kehidupan rakyat serta metode turba bersama buruh dan tani menjadikan Lekra sebagai lembaga yang cukup diperhitungkan pada masa itu. Lekra menjadi tempat berkumpulnya para tokoh seni terkemuka antara lain pelukis Affandi dan Basuki Resbowo, aktor dan sutradara Basuki Effendi, musikus Sudharnoto dan Amir Pasaribu, hingga sastrawan Angakatan 45 Rivai Apin dan Utuy Tatang Sotani.115
Alasan lain banyak para seniman tertarik bergabung dengan Lekra ialah adanya fasilitas sekolah ke luar negeri. Misalnya, Trubus Sudarsono yang merupakan seniman Lekra dan anggota PKI mendapat kesempatan untuk mengenyam pendidikan di Cekoslovakia.116Seniman-seniman menanjak diberi kesempatan untuk lebih meluaskan pengalaman-pengalamannya dan dikirim ke seminar-seminar luar negeri.Seperti Pramudya Ananta Toer dikirim oleh Lembaga
Sasterawan Tiongkok Pusat untuk mengadakan peninjauan ke RRC (Republik
Rakyat Cina) terutama dalam rangka peringatan meninggalnya sasterawan Lu
Shun. Berkat ke RRC ia kemudian membuat sajak yang berjudul Dinasti 650 juta.117
Lekra juga memberi santunan perjalanan ke luar negeri dengan memanfaatkan jaringannya di sejumlah negara yang tersebar di Asia, Afrika,
115 Tempo, op.cit., hlm. 12-15. 116 Ibid., 15. 117 Rangkaian Peristiwa Pemberontakan komunis di Indonesia, op.cit., hlm. 46.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
hingga Amerika Latin.Lekra memperoleh modal jaringan dari kedekatannya dengan Partai Komunis Indonesia.118
Menurut Djoko Pekik salah satu seniman Lekra mengungkapkan bahwa
Lekra terbentuk atas anjuran Presiden Soekarno yang mendorong semua partai politik memiliki lembaga kebudayaan.Pada akhirnya Lekra menjadi alat propaganda politik para seniman.Mereka menggunakan seni sebagai media perlawanan terhadap ideologi kapitalisme.119 Selain itu, lewat kegiatan-kegiatan berkesenian yang diadakan mampu menarik banyak massa.
B. Lembaga-Lembaga Kreatif Lekra
Berdasarkan Peraturan Dasar Lekra, pimpinan lembaga-lembaga kreatif ini diambil dari Pimpinan Pusat Lekra sendiri. Lembaga-lembaga kreatif ini antara lain: a) Lembaga Senirupa Indonesia (Lesrupa)
Lesrupa dibentuk pada Februari 1959 yang diketuai oleh Henk
Ngantung.Lembaga ini bertugas sebagai fasilitator dari semua kegiatan di bidang senirupa baik berupa pameran tunggal maupun pameran bersama.Dalam konferensi Nasional I Lesrupa pada tanggal 24-26 Mei 1961 di Yogyakarta, para seniman diharapkan mendukung pembangunan nasional, mengembangkan senirupa Indonesia, menjalin kesetiakawanan antikolonialisme kepada organisasi kebudayaan sepaham, dan mendukung serta memperjuangkan kembalinya Irian
Barat.Pekerja-pekerja senirupa juga melakukan pengorganisasian gerakan-gerakan
118Tempo, op.cit., hlm. 15-16. 119 Ibid., hlm. 16.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
kreasi untuk memungkinkan adanya usaha pameran-pameran dan penyebaran- penyebaran hasil karya.120
Dalam pameran-pameran lukisan adanya kaitan pelukis progresif dan
Revolusioner dengan perjuangan dan penghidupan rakyat.Lukisan-lukisan ini digarap berdasarkan garis “seni untuk rakyat” dan berpedoman pada “tinggi mutu artistik dan mutu ideologi”.121Seni tidak lagi menjadi sesuatu yang asing, tetapi juga menjadi kekuatan dalam memperjuangkan rakyat kecil untuk lepas dari feodalisme, imperialisme, dan kapitalisme.
Pada tanggal 3-8 Juli di Hotel Merdeka Solo, Lesrupa menggelar Pameran
Karikatur Agustinus Sibarani yang banyak dihadiri para seniman, politikus, dan
Kepala Perwakilan Asing di Jakarta.Pameran ini dibuka oleh ketua Lesrupa
Basuki Resobowo yang menyatakan karikatur-karikatur Sibarani memiliki arti dalam perjuangan rakyat dalam melawan imperialisme, mempertinggi kesadaran politik, dan kewaspadaan rakyat.Sibarani mengajak para seniman Indonesia untuk turut bersama-sama membentuk opini dunia dengan karikatur untuk melawan feodalisme, imperialisme, dan kapitalisme demi perdamaian dunia.122
Pameran-pameran lukisan Indonesia mampu menyedot perhatian dunia.Hal ini terbukti dengan Harian Sowjetskaja Kultura menuliskan berita tentang karya- karya perupa Indonesia seperti karya-karya Tarmizi dalam pameran lukisan yang diselenggarakan di Moskow.123
120 Ibid., hlm. 36. 121 Ibid., hlm. 298. 122 Ibid., hlm. 301. 123 Ibid., hlm. 298.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
b) Lembaga Film Indonesia (LFI)
Perlawanan terhadap paham imperialisme, kolonialisme, dan feodalisme juga dilakukan oleh Lekra pada dunia perfilman.LFI didirikan antara bulan Maret-
April 1959 yang merupakan hasil Resolusi Kongres Nasional I di Solo dengan ketua Bachtiar Siagian dan wakil ketua Kotot Sukardi.124LFI ini bertugas dalam melawan peredaran film-film berbau Barat yang banyak terjadi di kota-kota besar.
Pada tahun 1955, seorang aktivis Gerwani menulis sebuah artikel setengah halaman yang menyatakan keluhan orang tua murid, guru-guru, dan masyarakat tentang anak-anak dan murid-muridnya yang terpengaruh oleh film dan buku.Hal ini banyak terjadi pada anak-anak dan murid-murid yang berada di kota-kota besar.125Hal ini membuktikan bahwa film-film bandit (film luar negeri) produksi
Amerika semakin merajalela.Banyak anak-anak berada dibioskop-bioskop dan menonton film-film dewasa.Tidak hanya itu, pelajaran anak-anak di sekolah menjadi terganggu dikarenakan pemutaran film-film tersebut dipagi hari.Munculnya film-film tidak senonoh, kekerasan, dan peperangan memunculkan kekhawatiran para ibu-ibu.
Film merupakan salah satu bidang yang mendapatkan critical point bagi aktivis-aktivis kebudayaan Partai Komunis Indonesia ataupun Lekra.Film-film ini diproduksi secara massif dan pengaruhnya luar biasa besar bagi perkembangan perilaku masyarakat.Sutradara Tan Sing Hwat dalam artikelnya menyatakan film merupakan alat kebudayaan yang berisikan pendidikan mental yang sesuai dengan
124 Ibid., hlm. 36. 125 Ibid., hlm. 201.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
Manipol.Munculnya film-film Gangster, glamour, rock-rool, dan cabul.126Pada kenyataannya, film dijadikan alat untuk mengeruk keuntungan demi hiburan semata.Hal ini menjadikan masyarakat mengabaikan kepentingan nasional, perkembangan, dan kemajuan bangsa serta negara.
Dizaman modern, film menjadi alat propaganda yang paling kuat dalam menguasai pola pikir masyarakat.Menjelang tahun 1964, mulai dilakukan penghancuran terhadap film-film produksi Amerika dan antek-anteknya yang dilakukan oleh PKI dan Lekra.Harian Rakyat mulai menyuarakan adanya bahaya kebudayaan yang bergerak secara anarkis dalam tubuh masyarakat. Harian Rakyat meminta panitia sensor film untuk menghentikan pemutaran Film The Desert
Fox.127
Menurut Supeno yang merupakan anggota DPR fraksi PKI khusus bahasan
Rencana Anggara Negara ext Film menegaskan perlunya perbaikan keanggotaan dari Dewan Film.Dewan Film perlu diperkuat dengan memasukkan wakil-wakil
Serikat BuruhFilm dan wakil-wakil seniman film yang diharapkan mampu mengkoordinir film nasional dengan baik. Usaha lain juga dilakukan oleh
Departemen Penerangan yang menghimbau untuk lebih banyak memproduksi film-film nasional.128
Sikap Lekra terlihat dalam pernyatan Njoto yang mengatakan bahwa LFI merupakan sebuah organisasi pekerja-pekerja film yang mengutamakan politik progresifdan politik kerakyatan.Hal serupa juga diungkapkan oleh ketua LFI,
Bactiar Siagian tentang sikap Lekra dalam melenyapkan film-film produk
126 Ibid., hlm. 202-203. 127 Ibid., hlm. 204. 128 Ibid., hlm. 207.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Amerika berdasarkan pertimbangan-pertimbangan. Hal ini diutarakan untuk mencegah pemikiran bahwa Lekra berlaku membabi-buta dalam mendukung film
Uni Soviet dan menghajar film yang berasal dari Amerika.129
Salah satu prestasi LFI ialah menjadi tuan rumah dalam Festival Film Asia-
Afrika III (FFAA III) pada April 1964 dengan diikuti oleh 27 negara. Ajang ini kemudian diikuti gerakan pemboikotan agen-agen perfilman imperialis Amerika.
Bersama Panitia Pemboikotan Film ImperialisAS (PAPFIAS), gerakan nasional menyuarakan “tolak film imperialis” yang berhasil menjatuhkan badan distribusi film Amerika AMPAI dan villa-villanya di Cisarua pada Maret-April 1965. Selain itu pula, LFI berhasil mengubah Dewan Film Indonesia menjadi komposisi
Panitia Sensor Film.130 c) Lembaga Sastra Indonesia (Lestra)
Lembaga ini didirikan pada Maret-April 1959 dengan ketua Bakri Siregar dan wakil ketua Pramoedya Ananta Toer. Dalam penulisan sastra, Lestra berpedoman pada paham realisme sosialis.131 Paham realisme sosialis digunakan untuk mengembangkan pemahaman dalam penggarapan sastra, seperti penulisan novel, cerpen, puisi, dan sebagainya. Para sastrawan Lekra mengembangkan sastra dengan bertemakan kehidupan rakyat.
Dalam perjalanan Lestra ini terjadi konflik yang melibatkan Manifes
Kebudayaan.Hal ini berangkat dari Sidang Pleno di Palembang pada tanggal 20
Februari 1964 yang dikeluarkannya beberapa keputusan tentang penggayang aktivis-aktivis kebudayaan yang berseberangan dengan Manipol.Hal ini pula
129 Ibid., hlm. 214-218. 130 Ibid., hlm. 36-37. 131Tempo, op.cit., hlm. 30.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
berdampak dengan dibubarkannya Manikebu.132 Dengan dibubarkannya
Manikebu, Lekra semakin menjadi lembaga yang besar dan memiliki massa pendukung yang tersebar diberbagai daerah.
Karya-karya sastrawan Indonesia, khususnya Lekra mendapatkan perhatian yang luas dari dunia. Lekra turut berperan lewat terjemahan karya sastrawan
Indonesia. Hingga tahun 1959, karya sastra Indonesia sudah diterjemahkan ke dalam 17 bahasa yang tersebar di seluruh dunia. Tidak hanya itu, Lekra juga memperkenalkan sastra Indonesia dan sastra daerah ke pentas dunia.133 d) Lembaga Senidrama Indonesia (LSDI)
Lembaga ini diketuai oleh Rivai Apin dan Dhalia sebagai wakil.Senidrama memperjuangkan seni yang bersandar pada semangat penguasa Manipol Resopim dan situasi politik kekinian (nasional maupun internasional) dalam pembebasan kehidupan rakyat.Lembaga ini meluas sampai ke daerah-daerah dengan pengintegrasian kerja rakyat yang meningkat dari folklore menjadi drama rakyat.
LSDI bertugas mengurusi beberapa seni pertunjukan kerakyatan seperti ketoprak, ludruk, sandiwara, dan wayang orang.134
Pada setiap pertunjukan kerakyatan yang ditampilkan oleh seniman Lekra, seperti ketoprak harus memiliki nilai edukasi bagi rakyat. Dengan tema kerakyatan dalam suasana perbudakan para tuan tanah, Lekra berusaha menampilkan sisi perjuangan rakyat dalam melepaskan diri dari kekuasaan yang mengikat mereka. Ketoprak tidak hanya berfungsi sebagai penghibur, tetapi juga
132 Rhoma Dwi Aria Yulianti, op.cit., hlm. 37. 133 Ibid., hlm. 150. 134 Ibid., hlm. 37.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
memiliki sisi perjuangan dalam menyuarakan penderitaan untuk membebaskan diri. e) Lembaga Musik Indonesia (LMI)
Lembaga ini bertugas untuk mengangkat musik daerah dalam melawan kebudayaan asing yang berusaha melemahkan revolusi.Tokoh musisi memiliki andil sebagai eksponen yang dapat menyelamatkan musik asli Indonesia dari musik cengeng, ngak ngi ngok yang meracuni musik Indonesia. Usaha yang dilakukan LMI antara lain melakukan pendataan yang komprehensif terhadap musik-musik daerah. Upaya ini dilakukan sebagai usaha menyelamatkan musik daerah dari kepunahan maupun pencaplokan dari negara-negara lain.135
Pidato Presiden Soekarno tentang Manipol Usdek pada tanggal 17 Agustus
1959 antara lain mengecam keras masuknya musik ngak-ngik-ngok, dansa rock’n roll, dan sejenisnya yang berasal dari Barat.Oleh karena itu, rakyat Indonesia harus kembali kepada kebudayaan nasional dan kepribadian nasional dalam kebudayaan.136Seiring dengan kembalinya kepada kepribadian nasional maka tulisan dan buku-buku dari Barat dilarang, karena dianggap racun kebudayaan imperialisme.Berangkat dari pidato Presiden tersebut, Lekra berusaha memerangi instansi-instansi asing yang mempunyai kegiatan kebudayaan seperti Sticusa
(Belanda) dan Asia Foundation (Amerika Serikat).
Baik Lekra maupun Soekarno sepaham bahwa musik daerah bukan sekedar hiburan, namun lebih dari itu.Musik daerah dapat memberikan semangat perjuangan revolusioner bersama gerakan nasionalisme.Dalam Koferensi
135 Ibid., hlm. 38. 136 Rangkaian Peristiwa Pemberontakan komunis di Indonesia, Jakarta, Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan,1988, hlm. 46.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
Nasional I Lembaga Musik Indonesia dicanangkan usaha keras untuk mendaftar, menemukan musik, dan lagu-lagu daerah sampai ke pulau-pulau terpencil.137Munculnya kesadaran akan kekayaan dan keberagaman kreasi budaya rakyat Indonesia ini membuat Lembaga Musik Indonesia semakin gencar mengadakan berbagai pendataan.
Menurut ajaran Manipol, musik imperialis yang “ngak-ngik-ngok” dan lagu- lagu “kambing kebelet kawin” harus digayang karena merosotkan moral dan bertentangan semangat revolusi. Bung Karno berusaha memanipolkan musik
Indonesia untuk melawan segala hal yang berbau imperialis dan melindungi kebudayaan Indonesia. Menurut Presiden Soekarno, lagu-lagu yang penciptaannya menyeleweng, bertentangan dengan semangat revolusi dan lagu- lagu tidak memberi inspirasi untuk bangkit dan berjuang berarti menjadi penghianat revolusi.138
Percepatan pembangunan musik nasional pada proses akulturasi dalam masyarakat, tata, dan cita-cita sosial oleh kepemimpinan dan kualitas penguasa bersamaan dengan penyederhanaan dan peningkatan musik daerah menjadi musik rakyat. Lekra berusaha untuk mengolah kembali musik-musik daerah tanpa menghilangkan kekhasan lokalnya. Salah satu cara merevitalisasi musik daerah sebagai sebuah kerja kreasi berdasarkan revolusioner dan diberi tema-tema revolusi.139Musik daerah tidak hanya menjadi identitas bangsa, tetapi juga merupakan hasil kerja keras dari kreativitas lokal.
137 Rhoma Dwi Aria Yulianti, op.cit., hlm. 435. 138 Ibid., hlm. 416. 139 Ibid., hlm. 435.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Lekra menekankan pada pemberian hak cipta atas musik yang ada.Hal ini untuk menghindari negara-negara imperialis yang berkeinginan untuk merebut musik-musik daerah yang dimiliki oleh Indonesia. Lekra kreativitas musik lokal harus dijaga dan diperjuangkan keberadaannya.Lekra menyerukan ke semua elemen untuk turut serta mendukung kerja seni dan musik, termasuk angkatan bersenjata.Hal ini dikarenakan dalam pandangan Lekra musik tidak hanya kerja seni dan kreasi semata tapi sekaligus kerja revolusioner.140
Berbagai usaha yang dilakukan Lekra untuk menjaga musik-musik daerah antara lain penampian-penampilan dalam berbagai festival, lomba paduan suara, musik daerah, musik nasional, dan musik revolusioner. Pengadaan lomba paduan suara dilihat sebagai alat untuk memenangkan dan mempertahankan kebudayaan nasional dalam memerangi budaya imperialis. Pengorganisasian dan perlombaan paduan suarapun kerab digelar, baik oleh lembaga-lembaga musik daerah maupun organisasi-organisasi massa revolusioner lainnya. Lewat kegiatan ini, musik revolusioner masyarakat dapat dipupuk, ditingkatkan, sehingga lagu-lagu revolusioner dapat dimiliki dan menjadi milik massa itu sendiri dalam melakukan aksi revolusionernya. Usaha ini pula dilakukan oleh Biro Pemuda Pusat Jakarta yang lomba paduan suaranya diikuti 60 rombongan.141 f) Lembaga Senitari Indonesia
Lembaga terakhir yang dibentuk Lekra ialah Lembaga Senitari Indonesia.
Berdasarkan Konferensi Nasional I pada tanggal 24 Maret 1964 dibahas tentang usaha menciptakan tarian baru, membangun, dan mengembangkan tari nasional
140 Ibid., hlm. 435. 141 Ibid., hlm. 432.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
sebagai usaha memenangkan revolusi. Tari-tari daerah direvitalisasi sebagai modal besar untuk membangkitkan solidaritas sosial. Menurut Lekra, tari tidak hanya sebagai hiburan tetapi juga memberi keyakinankepada rakyat akan diri, tanah air, dan bangsa.142
Seni tari pada tahun 1945-1955, pembaharuannya terbatas pada teknik penyanjian yaitu dengan menyingkat waktu, menyingkat, dan penyederhanaan cerita.Menginjak tahun 1955-1965 mulai tampil kreasi baru.Kreasi ini masih merupakan pengolahan materi elemen-elemen tari yang terdapat di Indonesia, baik tarian klasik maupun tari-tarian rakyat.Kebebasan dalam berkreasi sudah mulai timbul, meskipun masih merupakan kebebasan terbatas.Pengaruh komunis mengakibatkan tarian klasik yang dianggap “berbau kraton” dikesampingkan, kemudian isinya di kreasi dengan tema “kerakyatan” dan kehidupan sehari- hari.Perkembangan seni ini terjadi diseluruh tanah air.143
142 Ibid., hlm. 38. 143 Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia VI, edisi ke-4, Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1984, hlm. 296-297.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
Dampak Perkembangan Lekra di Bidang Politik dan Sosial
Kehadiran Lekra memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam perjalanan kehidupan masyarakat Indonesia. Baik dalam bidang politik maupun bidang sosial. Lekra sebagai lembaga kebudayaan mendukung penuh jalannya revolusi dengan berbagai karya seni, sastra, dan lainnya. Tema kesenian lukis
Lekra banyak menceritakan realitas kehidupan rakyat, spontanitas kemurnian anak-anak, dan objek-objek lokal tradisional yang mendapatkan berbagai interpretasi. Beberapa pelukis mencari inspirasi dan memperkaya ide-ide lewat objek-objek wisata lokal seperti relief candi ataupun wayang.144
A. Bidang Politik
Dalam menggapai cita-cita bangsa dengan menjalankan revolusi yang merupakan upaya untuk melawan imperialisme, feodalisme, dan kolonialisme diperlukan gerakan disemua bidang. Lekra sebagai lembaga kebudayaan yang bergerak di bidang kesenian dan ilmu pengetahuan ikut meramaikan revolusi pada masa itu. Usaha yang dilakukannya ialah memadukan kebudayaan dan gerakan rakyat dengan menghimpun para seniman dan pekerja kebudayaan lainnya yang revolusioner.
Pada tahun 1951, cabang Lekra tersebar di sejumlah kota besar seperti
Surabaya, Yogyakarta, Solo, Bogor, Bandung, Semarang, Malang, Bukittinggi,
Palembang, Manado, dan Balikpapan. Setiap cabang Lekra menunjuk salah satu
144M. Agus Burhan, Seni Lukis Indonesia Masa Jepang Sampai Lekra, 2013, Surakarta, UNS PRESS, hlm. 76.
66
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
sebagai wakil yang duduk dalam pimpinan pusat.145 Lekra menjadi sebuah lembaga kebudayaan yang berkembang secara pesat dengan memiliki banyak cabang yang tersebar luas di berbagai daerah dan tergabung anggota yang tidak sedikit.
Sebagai lembaga kebudayaan yang mengabdikan diri kepada rakyat dan revolusi, Lekra didukung penuh oleh Partai Komunis Indonesia dan Presiden
Soekarno. Kedekatan Lekra dengan PKI membuat keduanya kerap kali terlibat dalam berbagai kegiatan, baik politik maupun kebudayaan. Dalam tubuh Lekra, terdapat beberapa tokoh yang tergabung dengan partai-partai politik. Seperti D. N.
Aidit dan Njoto yang merupakan petinggi dari Partai Komunis Indonesia dan
Ashar sebagai anggota Partai Murba.146
Hal yang serupa juga terasa dalam suasana kehidupan politik Sanggar Bumi
Tarung yang berjuang untuk rakyat tertindas. Awal ini berkaitan erat dengan manifestasi politik Soekarno untuk membangkitkan revolusi yang berkesinambungan. Pelukis-pelukis Bumi Tarung melakukan bentuk desakan politik melalui seni lukis revolusioner. Di samping itu, mereka mempunyai prinsip
“seni untuk rakyat” untuk mempertegas kembali dan menganggap “seni lukis sebagai api kehidupan revolusi”.
Manifestasi seni lukis revolusioner bukan semata-mata mengungkapkan tipikal kehidupan rakyat tetapi juga memberi bentuk dengan tegas siapa lawan dan siapa kawan dalam persoalan ketertindasan rakyat. Ciri-ciri visual lukisan-lukisan
145 Tempo, Lekra dan Geger 65, Cetakan Pertama, Jakarta, Kepustakaan Gramedia, Januari 2014, hlm. 8. 146Ibid., hlm.19-20.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
itu yakni menampilkan ekspresi rakyat yang mengeras dan menyiratkan pertentangan kelas dan konflik sosial.147
Pada awal tahun 1960, para seniman mulai melibatkan diri pada komitmen ideologi kerakyatan revolusioner dengan berusaha memperjelas kredo seni untuk rakyat. Pengertian rakyat ini dipersempit dengan pandangan politik, bahwa mereka merupakan kelompok orang-orang tertindas. Ungkapan mereka tidak hanya terbatas pada gaya realisme, tetapi juga impresionisme, ekspresionisme, dan dekoratif. Para seniman tersebut antara lain Amrus Natalsya, Djoni Sutrisno,
Itji Tarmizi, dan Batara Lubis, terutama seniman-seniman sanggar Bumi
Tarung.148
Konteks sosial politik yang terjadi pada tahun 1950-1965 menempatkan wacana kerakyatan sebagai isu sentral dalam perkembangan kesenian Indonesia.
Ide kerakyatan merupakan paradigma perjuangan para seniman dalam pembuatan karyanya yang berpihak kepada rakyat.149 Rakyat yang merupakan pekerja dengan pendidikan, keahlian, dan penghasilan rendah yang syarat dengan penderitaan menggugah hati para seniman untuk menceritakannya dalam karya-karya mereka.
Pengungkapan seni bertemakan penderitaan rakyat dapat berkaitan dengan propaganda dan tendensi-tendensi pemikiran yang pada akhirnya menjadi sikap sosial politik para seniman. Hal ini terlihat dalam ekspresi lukisan. Kesadaran akan kaum tertindas mempunyai hubungan dengan situasi sosial. Gaya realisme
147M. Agus Burhan, op.cit., hlm. 63. 148Ibid., hlm. 95. 149Ibid., hlm. 101.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
merupakan ungkapan berdasarkan realitas kehidupan dalam makna-makna sosial dan nilai kemanusiaan.150
Pengaruh PKI semakin dirasakan di semua bidang kehidupan sosial-politik.
Wakil-wakil PKI menempati kedudukan dalam pemerintahan dan lembaga- lembaga tertinggi negara. Hal tersebut berkat kelihaian D.N. Aidit dan perlindungan Presiden Soekarno kepada PKI. Persamaan kepentingan diantara keduanya terlihat pada sikap antiimperialisme dan antiasing. Soekarno membutuhkan peranan PKI sebagai basis massa untuk mempopolerkan agendanya, terutama melawan the establish forces dan kekuatan Nekolim.151
Pemilihan Umum pada tahun 1955, PKI memperoleh 16,3% suara dan menjadi partai terbesar setelah, PNI, Masyumi, dan Nahdatul Ulama. Sejak itu, perkembangan PKI semakin pesar dan menjadi partai komunis terbesar ketiga di dunia. Seokarno membutuhkan PKI untuk mencegah Angkatan Darat bersama golongan Islam. Sebaliknya, PKI memerlukan perlindungan dari Presiden dalam menghadapi musuh-musuhnya. Pada tahun 1960, Soekarno mengeluarkan kebijakan tentang Nasakom; penggabungan kekuatan antara nasionalis, agama, dan komunis. Hal ini tidak disukai oleh Angkatan Darat.152
Dalam perkembangannya, Lekra menjadi dekat dengan salah satu partai politik yaitu PKI. Secara pragmatis, keduanya saling membutuhkan demi kepentingan masing-masing lembaga. Lekra memerlukan PKI agar terus menjaga efektivitas pelaksanaan asasnya “politik sebagai panglima”. Kala itu, Partai
150Ibid., hlm. 104. 151Peter Kasenda, Bung Karno Panglima Revolusi, 2014, Yogyakarta, Galang Pustaka, hlm. 251. 152Hikmah Diniah, Gerwani Bukan PKI: Sebuah Gerakan Feminisme Terbesar di Indonesia, 2007, Yogyakarta, 2007, hlm. 66.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Komunis Indonesia merupakan salah satu partai besar dan paling dekat dengan
Presiden Soekarno. Hal ini tentu menguntungkan bagi Lekra untuk menghadapi seterunya. Sementara itu, PKI membutuhkan Lekra untuk menjaga hubungan baiknya dengan massa. PKI sadar bahwa kebudayaan dan kesenian merupakan langkah yang efektif untuk menarik perhatian rakyat.153
Prinsip Lekra yang serupa dengan PKI ialah adanya larangan selingkuh dan poligami. Hal ini terjadi pada November 1958, Dharta dipecat dari jabatan sebagai sekretaris umum dan anggota Lekra karena diketahui berselingkuh. Pemecatannya diumumkan di Harian Rakyat dan Dharta sempat ditahan di pencaran Kebonwaru,
Bandung, dan dibebaskan pada tahun 1978.154
Lekra sebagai lembaga yang memiliki banyak massa membutuhkan sarana untuk memberitakan berbagai kegiatannya, yaitu koran. Koran-koran yang memuat lembaran Lekra tiap minggunya adalah Zaman Baru, Republik, Sunday
Courier, Rakyat, Warta Bhakti, Bintang Timur, dan Harian Rakyat. Beberapa
Koran yang pro-Lekra dan PKI ialah Pendorong, Sin PO (edisi bahasa Cina dan bahasa Indonesia), dan Terompet Masyarakat yang menjelang tahun 1965 lebih condong ke Lekra.155
Harian Rakyat pertama kali terbit pada tanggal 31 Januari 1951. Kantor
Harian Rakyat terletak di Pintu Besar Selatan No. 93 dengan Dewan Redaksi ialah Njoto dan reksi/penanggung jawab adalah Naibabo serta dibantu Supeno.156
Jurnalisme yang diusung oleh Harian Rakyat adalah jurnalisme konfrontasi
153Rhoma Dwi Aria Yulianti, op.cit, hlm. 64. 154 Tempo, op.cit., hlm. 22-23. 155Rangkaian Peristiwa Pemberontakan komunis di Indonesia, Jakarta, Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan,1988, hlm. 45. 156Rhoma Dwi Aria Yulianti, op.cit., hlm. 77.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
dengan bahasa yang meledak, tembak langsung, jambak, sikat, dan pukul di tempat. Garis politik redaksi Harian Rakyat yang keras tidak jarang membuatnya mendapatkan protes dari surat kabar lain, salah satunya ialah Harian Merdeka milik BM Diah. Polemik yang terjadi diantara keduanya yakni memperdebatkan soal politik dalam negeri, partai tunggal, watak-watak pendukung Soekarnoisme, politik agraria, dan Manipol-Usdek.
Kedua koran di atas memiliki prinsip yang saling bertolak belakang. Harian
Merdeka yang merupakan Badan Pendukung soekarnoisme dan menentang PKI, sedangkan Harian Rakyat yang berkoalisi dengan Harian Bintang Timur milik
Amuanto menuntut pembubaran BPS. Konflik yang terjadi pada tanggal 2-9 Juni
1964 ini berhenti dengan keputusan Jaksa Agung karena dapat membahayakan persatuan para masyarakat yang revolusioner dan mengganggu keamanan politik.157
Harian Rakyat tidak hanya memberitakan isu-isu politik, tetapi juga menampung berita kebudayaan seperti seni musik, patung, lukis, film, seni pertunjukan ketoprak, tari, wudruk, karikatur, dan lainnya. Misalnya, dalam pemberitaan Harian Rakyat terdapat karikatur yang menceritakan peristiwa politik sehari-hari dengan gaya bahasa yang lucu, cerdas, inspiratif, unik, dan menusuk langsung ke sasaran.158 Menggunakan bahasa yang tidak berbelit-belit, membuatnya mudah dipahami oleh semua kalangan.
Harian Rakyatmulai berkembang dengan mengeluarkan rubrikasi (kepala karangan) yang lain seperti HR Muda, HR Sport, dan Film. HR Muda yang
157Ibid., hlm. 78. 158Idem.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
dipegang oleh Kak Embun dengan tujuan memberi dorongan langsung bagi pertumbuhan bakat dan kemauan anak-anak. Begitu pula dengan HR Sport dan
Film yang dipegang oleh Soejono dan Joebar Ajoeb bertujuan untuk memberi sumbangan kepada usaha pembinaan olehraga dan film nasioanal karena kemajuan olahraga dan film nasional juga kemajuan bagi kebudayaan.159
Harian Rakyat memiliki prinsip, yaitu tidak akan mencetak lembaran yang bertentangan dengan semangat revolusi. Koran yang dikendalikan baik oleh orang-orang Lekra maupun PKI ini berpihak kepada sosialisme, demokrasi terpimpin, anti imperialisme, dan feodalisme. Hal ini terlihat dari pemberitaannya dalam konflik Kashmir di India. Pemberitaan yang dimuat justru membela
Pakistan dan menyudutkan India yang memiliki hubungan dengan Inggris sebagai negara imperialis.160
Kedekatan Lekra dengan PKI menjadinya lembaga kebudayaan yang cukup diperhitungkan baik oleh para lembaga kebudayaan lainnya maupun dengan partai-partai politik. Dalam usaha mengimbangi perkembangan Lekra yang begitu pesat, lahirlah Manifes Kebudayaan dengan aliran humanisme universal. Aliran humanisme universal merupakanpemikiran yang berfokuspada solusi umum atas masalah-masalah atau isu-isu yang berhubungan dengan manusia.Manifes dideklarasikan pada tanggal 17 Agustus 1963 dengan ditandatangani 20 seniman yaitu 16 penulis, 3 pelukis, dan seorang komponis.161
Pada tahun 1960an, para budayawan, penulis, intelektual, dan seniman dengan paham lain memainkan peranan penting dalam menciptakan pondasi
159Ibid., hlm. 79. 160Ibid., hlm. 78-79 161 Tempo, op.cit., hlm. 100.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
wacana anti komunis. Para intelektual pro-Barat yang berideologi liberal dan humanisme universal berusaha melawan kaum paham dan komunis di Indonesia.
Perdebatan pada masa ini menjadi manifestasi perang dingin di bidang kebudayaan antara ideologi kiri (Lekra) dan para pendukung ideologi Manikebu.
Dengan dukungan sayap kanan, seperti partai-partai politik anti komunis, militer, dan intitusi-institusi kebudayaan menggunakan paham manikebu untuk menyingkirkan komunis berserta aktivitas kebudayaannya. Dalam konteks inilah, para pendukung humanisme universal mendirikan Manifes Kebudayaan.162
Pada tahun 1960an, salah satu pengurus Manifes Kebudayaan Goenawan
Mohamad mengatakan bahwa tujuan dibentuknya Manifes Kebudayaan ialah sebuah ikhtiar untuk memperoleh ruang yang lebih longgar bagi ekspresi kesenian yang mandiri dan independen dari desakan politik serta berbagai tata cara revolusioner. Hal ini berkaitan dengan kebijakan Presiden Soekarno terhadap
Slogan Manipol Usdek, Manifesto Politik, UUD 1945, Sosialisme Indonesia,
Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia yang menjadi rambu bagi proses penciptaan karya seni. Para seniman pula ikut serta dalam menjalankan kebijakan tersebut sehingga suasana berkesenian pada masa itu tidak begitu baik untuk seniman yang enggan berpolitik.163
Lekra menolak paham humanisme universal yang dianggap abstrak dan tidak memihak pada rakyat, buruh, dan tani.Lekra berpendapat bahwa manikebu adalah kelompok yang dapat melemahkan dan terus-menerus merongrong
162Wijaya Herlambang, Kekerasan Budaya Pasca 1965: Bagaimana Orde Baru Melegitimasi Anti- Komunisme Melalui Sastra dan Film, 2013, Tangerang Selatan, CV Marjin Kiri, hlm. 7-8. 163 Tempo, op.cit., hlm. 101-102.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
revolusi.164 Hal ini tentu berbahaya bagi semangat dan jalannya revolusi.
Pemahaman yang berbeda pada keduanya, dimana Lekra berpegang teguh dengan prinsip “seni untuk rakyat” dan paham “realisme sosialis”, sedangkan Manikebu dengan “seni untuk seni” dan “humanisme universal”.
Lembaga Kebudayaan Rakyat menolak pemisahan seni dari masyarakat.
Bagi Lekra, seni harus berpihak, bertendensi, dan menerima metode Realisme
Sosialis dengan pegangan politik sebagai panglima serta mengabdi kepada rakyat pekerja.165 Prinsip inilah yang ditolak oleh Manikebu. Bagi Manikebu, politik tidak boleh menjadi panglima yang menguasai segala bidang kehidupan.
Manikebu membela nilai-nilai kemanusiaan universal yang diinjak-injak oleh kaum totaliter. Para pendiri Manikebu berpendapat bahwa prinsip dan sikap kebudayaan yang baik saat itu adalah non-commitment dari pengaruh politik maupun militer.166 Seni yang tidak memihak, bersifat universal, kosmopolitan, dan tanpa kelas.
Realisme sosialis dan humanisme universal sebenarnya merupakan dua segi tuntunan dari suatu subyek yang sama, yaitu manusia. Kedua lembaga kebudayaan ini sama-sama menerima revolusi Indonesia, Manipol sebagai haluan, dan Pancasila sebagai dasar negara. Cara pandang yang berbeda-beda membuat keduanya merasa lebih revolusioner, Manipolis, dan Pancasilais dengan berpegang pada paham serta prinsip masing-masing. Realisme sosialis
164D.S. Moeljanto, Prahara Budaya: Kilas-Balik Lekra/PKI DKK (Kumpulan Dokumen Pergolakan Sejarah), 1995, Bandung, Mizan, hlm. 39. 165Alexander Supartono, Lekra vs Manikebu: Perdebatan Kebudayaan Indonesia 1950-1965, 2000, Jakarta, Wacana Sosialis, hlm. 30. 166Soegiarso Soerojo, Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai (G30S/PKI dan Apa Peran Bung Karno), Jakarta, Soegiarso Soerojo, 1988, hlm. 134.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
menampilkan aspirasi-aspirasi sosial secara realistik, sementara humanisme universal menampilkan sisi kemanusiaan yang menyeruh tanpa batas.167
Manifes Kebudayaan mendapat dukungan dari berbagai organisasi kebudayaan lain seperti Lesbumi, Ikatan Sarjana Pancasila, Lembaga Kebudayaan
Kristen Indonesia, Badan Pembina Teater Nasional Indonesia Sumatra Selatan, dan Teater Muslimin Wilayah Palembang. Menurut Arif Budiman seorang anggota Manifes mengatakan terus bertambahnya pendukung Manifes membuat
Lekra dan Presiden Soekarno gerah. Oleh karena itu, mulailah terjadi intimidasi terhadap para pendukung Manifes.168 Selain itu juga, beberapa media cetak ikut mendukung Manifes Kebudayaan seperti Harian Republik, Majalah Sastera,
Semesta, Duta Masyarakat, Glora, Pos Minggu, Mingguan Surakarta, Majalah
Basis, Waspada Teruna, dan Indonesia Baru.169
Peristiwa sastra yang tidak kalah penting terjadi diantara Lekra dengan
Manifes Kebudayaan ialah persoalan novel Hamka yang berjudul Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck. Novel ini dianggap plagiat dari karya pengarang Arab, yaitu Manfaluthi. Pramoedya Ananta Toer dari Lekra lewat majalah Lentera mulai bersitegang dengan Jassin pimpinan majalah Sastra yang membela Hamka.170
Dalam majalah Lentera dimuat tulisan Abdullah S.P atau Said Patmadji berjudul
“Aku Mendakwa Hamka, Plagiat!” ini semakin membuat persoalan ini kian panas.171
167Alexander Supartono, op.cit., hlm. 21. 168 Tempo, op.cit., hlm. 103. 169Rangkaian Peristiwa Pemberontakan komunis di Indonesia, op.cit., hlm. 50. 170 Tempo, op.cit., hlm. 109. 171D.S. Moeljanto, op.cit., hlm. 49.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
Hebohnya peristiwa tunduhan plagiat atas buku Tenggelamnya Kapal Van
Der Wijk Hamka ini menimbulkan polemik berkepanjangan. Orang-orang PKI dengan paham realisme sosialis menjuluki pengikut Manifes Kebudayaan dengan
Menikebuis. Aksi saling serang diantara kedua lembaga kebudayaan ini semakin meramaikan dunia perpolitikan. Hebohnya perseteruan diantara Lekra dan
Manikebu berujung dengan dilarangnya Manikebu pada tanggal 8 Mei 1964.172
Pergerakan Lekra bersama PKI semakin membuat cemas bagi mereka yang tidak sepaham. Hal ini ditambah dengan D.N. Aidit yang dianugrahi Bintang
Mahaputra kelas III oleh Bung Karno atas contoh kepahlawanan dan tauladan dalam political leader pada tanggal 13 September 1965. Melihat hal ini, para pegawai perusahaan-perusahaan yang dikelola oleh pemerintah mendirikan perserikatan dengan tujuan mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik.
Perserikatan ini bernama Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia (Soksi), yang di dalamnya para perwira Angkatan Darat banyak pula aktif bergabung.173
Sebagai organisasi politik non partai, Soksi memiliki ormas-ormas bawahan seperti P3I, Konkarbu, Gerwasi, Gertasi, Kartasi, Perkapen, Lekri, Pelmasi,
Pelpasi, dan PBKA. Tujuan didirikannya berbagai ormas ini ialah untuk mengimbangi pergerakan Lekra dan PKI. Namun, hal ini mendapat sambutan dari
PKI dengan dibentuknya PanitiaRetooling Aparatur Negara (Paran). Retooling atau pembersihan ini bernuansa politik untuk menyingkirkan birokrat yang tidak sejalan dengan kebijakan pemerintah republik. Paran sendiri dipimpin langsung
172Rangkaian Peristiwa Pemberontakan komunis di Indonesia, op.cit., hlm. 50. 173Ibid., hlm. 70.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
oleh Soekarno. Pada perkembangan selanjutnya, PKI menuntut untuk membubarkan Soksi yang dianggap sebagai ancaman.174
Pada tanggal 30 Juli 1959, Lekra terlibat dalam pembentukan Dewan
Pertimbangan Agung yang kebanyakan tokoh-tokoh kiri diikutsertakan, antara lain D.N Aidit, Njoto, Siau Giok Tjan, Sujono Atmo dan diimbangi orang-orang
Murba seperti Adam malik, Iwa Kusumasumantri, Moh. Padang, Ny. Rasuna
Said, dan lainnya. Selain itu juga dibentuk Depernas yang meliputi wakil-wakil berbagai organisasi, salah satunya Lekra.175
Pertarungan politik yang masuk ke dalam ranah kebudayaan membuat permasalahan kian kompleks. Masalah-masalah yang terjadi seperti sikap kebudayaan dan kesenian terhadap kondisi politik nasional pada saat itu.
Dominasi Lekra dalam perjalanan kebudayaan Indonesia setelah merdeka mendapatkan perlawanan politik dari militer, khususnya Angkatan Darat melalui kelompok Manifes Kebudayaan.176 Politik AD yang berusaha membendung dominasi PKI dalam politik nasional dengan mendukung gerakan Manifes
Kebudayaan. Gerakan politik PKI mendapatkan dukungan penuh dengan aksi-aksi kebudayaan Lekra.
Perkembangan politik Indonesia awal tahun 1965, perubahan terjadi dalam dunia pergerakan nasional. Hampir semua organisasi massa pada saat itu memiliki kepentingan dan kedekatan politik dengan salah satu partai. Mereka mendekatkan diri pada partai-partai besar yang berjalan di atas kebijakan paham Naskom, tetapi
174Idem. 175Soegiarso Soerojo, op.cit., hlm. 134. 176Alexander Supartono, op.cit., hlm. 40-41.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
ada juga ormas yang memilih berada di golongan netral.177 Tiga kekuatan politik besar pada masa itu, antara Soekarno, Militer, dan PKI ikut berubah setelah front nasional nasakom berhasil terbentuk dengan meninggalkan militer sendirian.
Kesendirian ini mendorong militer untuk bergabung dengan kelompok seniman dan budayawan yang tidak mempunyai afiliasi atau kedekatan dengan kekuatan politik dominan.178
Dalam lingkaran politik, setiap individu maupun kelompok memiliki ataupun dekat lembaga kecil dibawah naungannya. Hal ini pula terjadi pada
Presiden Soekarno dan PNI memiliki Lembaga Kebudayaan Nasional, PKI yang dekat dengan Lekra, dan Militer memiliki kelompok Manikebu. Pada tahun 1960- an, tiga kekuatan politik dominan saling tarik menarik antara Soekarno, AD, dan
PKI. Dengan terbentuknya Front Nasional, lewat Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis), Soekarno berhasil menyatukan kekuatan partai-partai politik.179
Soekarno sebagai presiden mampu membentuk jaringan sistem kelembagaan imaginer, memiliki gagasan-gagasan hebat, dan sebagai ideolog mampu merumuskan good society yang ingin dicapai serta cara mewujudkannya.180 Soekarno terlibat sangat intens dalam berbagai konflik dan koalisi dengan kekuatan politik. Kedekatannya dengan Partai komunis Indonesia tidak kalah sengitnya.
Pada posisi yang berusaha meredam dua kekuatan politik antara Partai
Komunis Indonesia dan Angkatan Darat, Soekarno sebagai presiden yang dikenal
177Hikmah Diniah, op.cit., hlm. 162. 178Alexander Suparnoto, op.cit., hlm. 96. 179Alexander Supartono, op.cit., hlm. 87-88. 180Peter Kasenda, Soekarno Marxisme dan Leninisme: Akar Pemikiran Kiri Dan Revolusi Indonesia, 2014, Depok, Komunitas Bambu, hlm. 57.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
garang terhadap negara kolonial akhirnya diam tidak berdaya. Pada malam 30
September 1965, sekelompok tentara yang sebagian besar anggota pasukan pengawal presiden Cakrabirawa pimpinan Kolonel Untung melancarkan operasi militer untuk menculik tujuh pemimpin senior Angkatan Darat. Para Jenderal yang menjadi target penculikan tersebut antara lain Nasution, Ahmad Yani,
Suprapto, Soetoyo, Haryono, Panjaitan, dan S. Parman.181
Pada pagi 1 Oktober 1965, Jendral Soeharto membuat pernyataan bahwa
PKI di bawah pimpinan D.N. Aidit berada di belakang operasi Untung. Dengan tuduhan ini, Soeharto segera mengambil alih pimpinan Angkatan Darat. Keesokan harinya, Soeharto memimpin AD melancarkan kampanye kekerasan yang dilakukan PKI dan para pengikutnya.182 Hal ini ditambah dengan ditetapkannya
Tap. MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran Partai Komunis
Indonesia. Ketetapan ini menjadikan PKI sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah NKRI dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan dan mengembangkan paham atau ajaran Komunisme/Marxisme/Leninisme.183
Sikap kontra revolusi yang dilancarkan oleh Soeharto pada Oktober 1965 merupakan penindasan massal terhadap organisasi-organisasi kiri dan revolusi sosial. Teror, penangkapan, dan pembunuhan dalam skala besar merupakan tahap pertama untuk mengakhiri politik mobilisasi terbuka. Terjadi pemusnahan secara fisik dan penghancuran psikologi gerakan tersebut hingga ke akar-akarnya.
Kekerasan ini juga ditujukan pada kelas bawah. Pabrik-pabrik dengan reputasi militan tinggi hampir seluruh buruhnya dibabat habis. Kekerasan dilakukan
181Wijaya Herlambang, op.cit., hlm. 1-2. 182Ibid., hlm. 2. 183UUD 1945: P-4 GBHN Kewaspadaan Nasional, hlm. 362.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
dengan membabat habis para aktivis, meneror jutaan simpatisan PKI, termasuk
Lekra, dan sayap kiri PNI, dan semua organisasi massa yang berafiiasi atau mereka yang merupakan pro-Soekarno.184
B. Bidang Sosial
Selama lima belas tahun berdiri, Lekra memberikan sumbangan yang cukup besar bagi kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Pada tahun 1950-an, Lekra bersama dengan PKI, Pemuda Rakyat, Gerwani, dan BTI atau Barisan Tani
Indonesia berusaha memperhatikan kehidupan rakyat kecil, seperti para petani kecil yang tidak memiliki tanah garapannya sendiri. Untuk mengetahui keadaan para petani di desa-desa, Lekra mengadakan Turba dengan tinggal, makan, dan berkerja bersama dengan para petani.185 Usaha ini dilakukan untuk membebaskan rakyat dari tuan tanah, tengkulak, penguasa setempat, bandit desa, kapitalis birokrat yang mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompok.
Lekra berusaha melawan para penguasa yang tidak memperhatikan kesejahteraan petani. Petani hanya dijadikan ladang upeti dan pajak tinggi tanpa diiringi dengan upah yang cukup. Usaha Lekra ini didukung dengan dikeluarkannya undang-undang baru, yakni Undang-undang Pokok Agraria
(UUPA) dan Undang-undang Bagi Hasil (UUBH).186 Di samping itu, Lekra juga menampilkan kesenian di desa-desa seperti ketoprak, wayang kulit, wayang orang, ludruk, kuda lumping, reong Ponorogo, dan sebagainya.187 Hal ini
184Peter Kasenda, op.cit., hlm. 134-135. 185Marwati Djoened Poeponegoro, Sejarah Nasional Indonesia VI, 1984, Jakarta, PN Balai Pustaka, hlm. 336-337. 186Ibid., hlm. 367-368. 187Ibid., hlm. 368.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
dimaksudkan untuk memberikan kesadaran tentang pentingnya kebudayaan daerah yang terus dilestarikan dalam kehidupan masyarakat.
Bagi para seniman Lekra, prinsip politik sebagai panglima memberikan semangat dalam menghasilkan karya-karya perjuangan. Ide-ide pembuatan karya tidak muncul begitu saja atau diperoleh dari bangku sekolah, melainkan dari realitas kehidupan masyarakat. Dari pengalaman-pengalaman turba, para seniman dapat menuangkannya ke dalam karya-karyanya yang nantinya dapat dipentaskan kepada masyarakat luas. Karya-karya tersebut dapat ditampilkan pada acara 17
Agustusan, sekatenan, ketoprak keliling, maupun pameran seni rupa.188
Hal serupa juga dilakukan oleh para seniman Sanggar Bumi Tarung, yang kerap melakukan diskusi tentang seni bertemakan buruh tani. Peran Lekra melalui
Sanggar Bumi Tarung terwujud dengan sikapnya yang perduli dan membela ketertindasan rakyat dari imperialisme dan kapitalisme Barat berserta kompradornya.189 Tokoh seniman Sanggar Bumi Tarung, yaitu Amrus Natalsya banyak menyorot isu buruh dan tani. Pameran perdana Sanggar Bumi Tarung pada 1962, Amrus memajang lukisan Tangan-tangan yang Agung berceritakan kapitalis yang membuat buruh seperti robot. Dalam lukisan-lukisannya yang lain, seperti Peristiwa Jengkol, Melapaskan Dahaga di Mata Air yang Bening, dan
Mereka yang terusir dari Tanahnya. Amrus menggambarkan petani-petani yang menjadi korban sistem feodal.190
Lekra juga selektif dalam menampilkan cerita-cerita rakyat, terutama yang berkaitan dengan tokoh-tokoh yang memiliki istri lebih dari satu. Isi cerita rakyat
188 Tempo, op.cit., hlm. 34. 189M. Agus Burhan, op.cit., hlm. 63. 190 Tempo, op.cit., hlm. 76.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
yang dianggap tidak sesuai dengan garis perjuangan Lekra dihapus, seperti lakon
Suminten Edan berujung dengan poligami diubah ceritanya. Hal ini terjadi pula dalam cerita Bandung Bondowoso yang bercerita tentang pembuatan seribu candi.
Dari cerita pembuatan seribu candi ini, Lekra lebih menekankan kerja paksa yang menindas rakyat. Kemudian cerita keluarga nelayan yang ditindas oleh “tuan ikan”. Para suami yang berpergian menangkap ikan di tengah laut, sementara istri dipaksa untuk melayani nafsu dari tuan-tuan ikan.191
Sepanjang 1965, grup ludruk dan ketoprak di Jawa Timur semakin berkembang pesat. Lakon-lakon yang provokatif, seperti Gusti Allah Dadi Manten dan Malaikat Kimpoi sering kali dipentaskan. Dalam perayaan Paskah, yaitu penyaliban Yesus yang diganti judulnya menjadi Patine Gusti Allah yang berujung pada isu Lekra anti-Tuhan.192 Ludruk, ketoprak, dan wayang menjadi tontonan yang banyak digemari masyarakat bawah. Tema pentas tidak jarang menghadirkan kritik sosial yang menggungah rasa ingin tahu masyarakat.
Lekra juga berperan besar dalam mengembangkan puisi sebagai pendukung revolusi. Puisi-puisi yang dihasilkan termuat dalam lembaran halaman Harian
Rakyat edisi Minggu. Puisi menyumbangkan semangat dalam mendongkel imperialisme dan membabat akar-akar feodalisme. Para aktivis Lekra dan PKI melihat puisi sebagai senjata kebudayaan yang efektif dan di tengah front derajatnya sama tinggi dengan gerakan kebudayaan lain, seperti seni rupa, seni pertunjukan, film, dan sebagainya.193
191Ibid., hlm. 34. 192Ibid., hlm. 86-87. 193Rhoma Dwi Aria Yuliantri, op.cit., hlm. 6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Menurut Lekra, puisi harus berpihak dan memperjuangkan sastra demi kepentingan rakyat. Puisi merupakan salah satu jenis kesusasteraan yang sudah akrab dalam kehidupan rakyat. Lekra menyadari pentingnya menghormati tradisi yang telah berlangsung sejak lama dalam kehidupan masyarakat. Hal ini dilakukan sebagai usaha dalam melenyapkan kepentingan-kepentingan borjuois lokal yang hanya mementingkan keuntungan pribadi. Bagi sastrawan Lekra, puisi tidak boleh berkhianat pada rakyat yang telah melahirkannya.194
Sekitar tahun 1955, Pramoedya Ananta Tour memprotes pengajaran sastra di sekolah-sekolah yang dirasakan tidak efektif. Sebagai seorang sastrawan, Pram merasa tidak puas dengan pengajaran yang dilakukan oleh para guru.195 Lekra memandang peredaran buku-buku perpustakaan dan buku yang menjadi bahan belajar anak-anak di kelas hanyalah sebagai persiapan untuk ujian. Pengajaran sastra lepas dari fungsi yang sebenarnya mendidik anak-anak dalam kesadaran sastra. Hal ini telah disadari oleh para sastrawan dan guru-guru sastra, namun keterbatasan sumber dalam mengajar membuat guru-guru menggunakan buku- buku yang ada.
Pendidikan merupakan hal yang tidak kalah penting dalam mendidik generasi muda. Bagi Lekra, persoalan buku pelajaran juga persoalan politik.
Pendidikan dapat mempengaruhi pola pikir anak-anak ke depannya. Oleh sebab itu, baik Lekra maupun PKI berusaha sekuat tenaga mengendalikan dan melindungi buku-buku dari pengaruh manikebuis atau para pialang-pialang intelektual nekolim yang menawarkan kebebasan semu dan melemahkan poros
194Idem. 195Ajib Rosidi, Masalah Angkatan dan Periodisasi Sedjarah Sastra Indonesia, Jakarta, Pustaka Jaya, 1973, hlm. 61.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
persatuan bangsa. Keyakinan ini disadari oleh Soekarno yang sudah memberi lajur bahwa generasi-genarasi muda adalah sokoguru revolusi di kemudian hari.196
Bidang seni rupa pula menjadi perhatian dalam rangka membina anak-anak di sekolah, seperti taman kanak-kanan, SR, SLP, SLA, dan sampai ke Perguruan
Tinggi. Dalam rangka pendidikan kesenian di sekolah-sekolah, para guru dilibatkan secara aktif dalam membimbing para siswa. Pentingnya pendidikan kesenian di sekolah-sekolah, karena mereka merupakan tunas-tunas yang akan mendukung dan mengembangkan seni Indonesia.197
Usaha Lekra memupuk kesadaran akan pentingnya kesenian di bidang pendidikan perlahan-lahan membuahkan hasil. Pada tanggal 9 Maret 1959, dalam rangka perayaan Dies Natalis ke IX Dewan Mahasiswa Universitas mengadakan malam Multatuli. Malam Multatuli ini dimaksudkan mengapresiasi para penulis
Belanda yang telah membela masyakat Indonesia dari penderitaan dan penindasan pada masa pemerintahan Kolonial Belanda.
Hal serupa juga dilakukan oleh Badan Kerja Sama Kesenian Mahasiswa
Indonesia di Jakarta. Acara yang berkenaan dengan ulang tahun BKSKMI ini berlangsung pada tanggal 16-23 April 1959. Pada Pentas Seni Mahasiswa ini, digelar pameran lukisan seniman-seniman mahasiswa dari Bandung, Yogyakarta, dan Jakarta. Selain itu, diadakan simposiun sastra yang diisi pula oleh Joebar
Ajoeb (membahas politik dan kesusasteraan) dan Wiratmo Sukito (membahas
Manusia, Sastra, dan Politik). Dalam acara ini, hadir Pramoedya Ananta Toer,
196Rhoma Dwi Aria Yuliantri, op.cit., hlm. 456. 197Budaya, Yogyakarta, diterbitkan Djawatan Kebudayaan Pusat Departemen P.D.K. Urusan Kesenian Jogyakarta, 1962, hlm. 126-127.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
Bujung Saleh, F.L. Risakotta, Nugroro Notosusanto, dan Drs. Slamet Muljono turut memberikan pandangan-pandangannya tentang sastra.198
Dalam usaha menjaga moralitas bangsa, Lekra yang berada di Yogyakarta membuat program melakukan sweeping atas pemakaian baju-baju norak nekolim atau you-can-see. Sikap keras Lekra ini berkaitan dengan semangat anti neokolonialisme dalam bentuk budaya asing, seperti Inggris dan Amerika. Bagi
Lekra, PKI, dan pemerintah, pakaian-pakaian cabul semacam you-can-see, bikini, film cabul, sastra cabul, dan majalah cabul ialah bagian yang harus dilenyapkan.
Pada tanggal 7 Januari 1965, puncak penertiban semua produk yang dianggap merusak mental bangsa adalah pembakaran buku-buku USIS yang menjadi simbol dari kekuatan asing.199
Pembakaran buku-buku USIS merupakan langkah dalam melenyapkan produk-produk asing. Apabila hal ini terus dibiarkan, maka akan berdampak buruk bagi perkembangan anak-anak yang masih dalam masa perkembangan.
Dampak buruk dari kebudayaan asing yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia harus disadari oleh semua rakyat. Lekra berusaha menjunjung tinggi budaya Timur yang menjadi moralitas bangsa.
Realitas yang ada dalam kehidupan rakyat menjadi tema dalam puisi para sastrawan Lekra. Secara fungsional, puisi menjadi sarana respon yang tanggap atas kenyataan masyarakat. Para penyair Lekra yang terkemuka antara lain Agam
Wispi, S Anantaguna, Sobron Aidit, Amarzan Ismail Hamid, Hadi S, S Rukiah,
Sisakotta, Kusni Sulang, Setiawan Hs, Putu Oka, dan Toga Tambunan. Mereka
198Ibid., hlm. 217. 199Rhoma Dwi Aria Yuliantri, op.cit., hlm. 475-476.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
melahirkan banyak karya.200 Dalam proses penggarapan puisi, para sastrawan melibatkan perasaan yang mendalam, pemikiran, dan menampung aspirasi- aspirasi kalangan bawah. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan karya yang memiliki nilai dalam menggugah semangat semua kalangan.
Para seniman Lekra membawa sastra menjelajahi kampung dan pabrik- pabrik. Masyarakat dan anak-anak muda diajari menulis puisi, cerpen, dan sebagainya. Selain itu, Lekra intensif merevitalisasi dongeng-dongeng Nusantara dengan memanggungkannya di pentas ketoprak, teater, arena deklamasi, dan pameran lukisan. Lagu-lagu dan tarian daerah juga tidak luput dari perhatian
Lekra. Para seniman Lekra dengan semangat mengumpulkan dan mendata lagu- lagu dan tarian yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Menurut Lekra, semua ini merupakan pondasi kebudayaan Indonesia sehingga dapat menyelamatkan budaya asli dari amukan budaya Asing.201
Dalam usaha melestarikan budaya daerah, para seniman Lekra menjadikan turba sebagai agenda yang terprogram. Hal serupa diikuti oleh beberapa sanggar lainnya, seperti Pelukis Rakyat, Gempa Langit di Jawa Tengah, Bumi Tarung di
Yogyakarta, Maris di Jawa Barat, dan Mawar Merah di Sumatra. Sanggar-sanggar ini yang menjadikan turba sebagai usaha mencari ide berkesenian.202 Untuk mendapatkan ide pembuatan karya seni, Lekra harus terjun langsung ke desa-desa dan merasakan sendiri kehidupan rakyat.
200Ibid., hlm. 8. 201Ibid., hlm. 489-490. 202Ibid., hlm. 40.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN
Setelah meneliti Lahirnya Lekra Dalam Perkembangan Politik di Indonesia pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab ini penulis menarik beberapa kesimpulan menyangkut Lekra.
Kehidupan pada sekitar tahun 1950-1960an merupakan masa yang menegangkan. Tidak hanya semangat revolusi yang kembali disuarakan, tetapi juga banyaknya organisasi atau lembaga yang secara serempak bangkit mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Salah satu lembaga kebudayaan yang ikut mendukung revolusi adalah Lembaga Kebudayaan Rakyat atau Lekra, yang bergerak di bidang kesenian dan ilmu pengetahuan. Kehadirannya menjadi wadah bagi para seniman dalam menuangkan ide-ide kreatifnya dalam berbagai karya seni. Melalui karya seni, Lekra menyuarakan aspirasi kaum kecil yang tertindas oleh tuan-tuan dan penguasa yang tidak perduli pada kehidupan mereka.
Lembaga Kebudayaan Rakyat membuka lembaran baru dalam sejarah kebudayaan bangsa Indonesia. Lekra menentang kebudayaan Barat yang berusaha meracuni pikiran anak bangsa dan melemahkan ketahanan nasional. Dipundak para pekerja seni terdapat beban berat yang harus dipikul. Kemajuan bangsa harus menjadi perhatian bersama dalam membebaskan diri dari belenggu kolonialisme dan feodalisme yang mengikat. Kemerdekaan dalam seluruh aspek kehidupan tidak didapatkan dengan begitu mudah. Oleh karena itu, para seniman Lekra
87
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
berusaha mendukung jalannya revolusi dengan mengaktifkan kembali kebudayaan daerah yang akan menjadi kebudayaan nasional.
Sebagai lembaga kebudayaan yang perduli pada nasib rakyat kecil, Lekra menghimpun para seniman dari berbagai kalangan. Sikap Lekra yang terbuka dengan siapa saja yang ingin bergabung demi memperjuangkan kehidupan rakyat membuatnya berkembang begitu pesat. Lekra membangun lembaga-lembaga kreatif, seperti Lesrupa, LFI, Lestra, LSDI, LMI, dan Lembaga Seni Tari
Indonesia. Lembaga-lembaga kreatif ini tersebar sampai ke desa-desa untuk menampung aspirasi dan menjadi penggerak para pekerja seni dalam mempelajari realitas kehidupan rakyat. Lekra merupakan salah satu lembaga yang secara tegas berpihak pada kepentingan rakyat.
Dalam menjalankan program-program kerjanya, Lekra berpedoman pada
Mukadimah Lekra dan berasaskan politik sebagai panglima, realisme sosialis, seni untuk rakyat dan yang semuanya terangkum dalam Turba. Turba dilakukan untuk mencari ide-ide dari realitas kehidupan rakyat di lapangan. Para seniman terjun mencari dan menggali sendiri peristiwa yang terjadi. Karya yang dihasilkan bukan berasal dari membaca buku dan ilmu yang didapatkan dari bangku sekolah.
Selama lima belas tahun berdiri, banyak sumbangan Lekra bagi negeri ini baik dalam bidang politik maupun sosial. Dalam bidang politik, Lekra menjadi lembaga kebudayaan yang memiliki banyak massa pendukung. Pergerakannya bersama dengan Partai Komunis Indonesia membuat Lekra berkarya tidak hanya terbatas di bidang seni, tetapi juga mampu memperjuangkan nasib rakyat melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
karya. Pemikiran kebudayaannya yang memuat nasionalisme, patriotisme, dan berkepribadian nasional telah menjadi watak dalam menghadapi imperialisme, kolonialisme, dan feodalisme. Sikap Lekra yang tidak mengenal kompromi kepada mereka dianggap sebagai musuh dari revolusi. Sesuai dengan prinsipnya,
Politik sebagai Panglima, kehadiran Lekra dalam mendukung jalannya revolusi banyak dimanfaatkan berbagai pihak baik dalam menjalin kerja sama maupun menjadi lawannya.
Sesuai dengan garis perjuangannya yang memperhatikan rakyat kecil, para pekerja kebudayaan Lekra dilatih untuk peka terhadap situasi dan perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat. Fokus perhatian tidak hanya pada budaya daerah, tetapi juga pada moral bangsa. Lekra berusaha menghadang budaya Barat yang mulai meracuni pikiran anak bangsa. Hal ini tentu sangat berbahaya untuk perkembangan generasi muda yang merupakan penerus bangsa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Sumber buku:
Ajib Rosidi. Masalah Angkatan dan Periodisasi Sedjarah Sastra Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya.
______. 2015. Lekra Bagian dari PKI. Bandung:PT Dunia Pustaka Jaya.
Ali Moertopo. 1978.Strategi Kebudayaan.Jakarta: Center For Strategic And Internasional Studies.
Antariksa. 2005.Tuan Tanah Kawin Muda: Hubungan Seni Rupa-Lekra 1950- 1965.Yogyakarta: Yayasan Seni Cerneti.
Anton Haryono. 2011. Sejarah (Sosial) Ekonomi: Teori Metodologi Penelitian dan Narasi Kehidupan. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Asnawi Murani, Dkk. 1984. Kapita Selekta Manifestasi Budaya Indonesia.Bandung: Alumni.
Agus Burhan, M. 2013.Seni Lukis Indonesia Masa Jepang Sampai Lekra. Surakarta: UNS PRESS.
Elly M. Setiadi.2006. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar.Jakata: Kencana.
Hadji Schmad Notosoetardjo. 1962. Kepribadian Revolusi Bangsa Indonesia. Penerbitan Bersama Endang-Pemuda Lembaga Penggalian dan Perhimpunan Sedjarah Revolusi Indonesia.
Hamzirwan, dkk. 2011. 50 Tahun Bumi Tarung. Jakarta:dicetak oleh Mahameru Offset Printing.
Hikmah Diniah. 2007.Gerwani Bukan PKI: Sebuah Gerakan Feminisme Terbesar di Indonesia.Yogyakarta: Caraswati Books.
90
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Jones, Tod. 2015.Kebudayaan dan Kekuasaan di Indonesia: Kebijakan Budaya Selama Abad ke-20 Hingga Reformasi. Jakarta:Yayasan Pusat Obor Indonesia.
Junus Melalatoa, M. 1997.Sistem Budaya Indonesia.Jakarta: PT. Pamator.
Koentjaraningrat, 1974.Kebudayaan, Mentalitas, dan Pembangunan.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Kongres Nasional Umum Pertama Lembaga Kebudayaan Rakyat. 1959.Penerbit Lembaga Kebudayaan Rakyat.
Kasenda, Peter. 2014.Bung Karno Panglima Revolusi. Yogyakarta: Galang Pustakan.
______. 2014.Soekarno Marxisme dan Leninisme: Akar Pemikiran Kiri dan Revolusi Indonesia. Depok: Komunitas Buku,
Kuntowijoyo, 2001. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang Budaya.
Magis-Suseno, Franz. 1992.Filsafat Kebudayaan Politik: Butir-Butir Pemikiran Kritis. Jakarta: Gramedia.
Marwati Djoened Poesponegoro. 1984.Sejarah Nasional Indonesia VI.edisi ke- 4.Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Maswadi Rauf. 2001.Konsensus dan konflik politik. Diktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Tinggi.
Muhidin M Dahlan dan Rhoma Dwi Aria Yuliantri. 2008. Lekra Tak Membakar Buku. Yogyakarta: Merakesumba.
______.2008. Laporan Dari Bawah: Sehimpunan Cerita Pendek Lekra: Harian Rakyat 1950-1965.Yogyakarta: Merakesumba.
Moeljanto, &Taufiq Ismail. 1995.Prahara Budaya:Kilas-Balik Ofensif Lekra/PKI DDK (Kumpulan Dokumen Pergolakan Sejarah). Bandung: Mizan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
Pramoedya Ananta Toer. 2003.Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia. Jakarta: Lentera Dipantara.
Rangkaian Peristiwa Pemberontakan komunis di Indonesia, 1988. Jakarta: Lembaga Studi Ilmu-Ilmu Kemasyarakatan.
Rodee, Carlton Clymer, dkk. 1988.Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Rajawali Pers.
Sartono Kartodirdjo. 1987.Kebudayaan Pembangunan Dalam Perspektif Sejarah.Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Simon, Fransiskus. 2008.Kebudayaan dan Waktu Senggang. Yogyakarta: Jalasutra.
Suhartono W. Pranoto. 2010. Teori dan Metodologi Sejarah.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Supartono, Alexander. 2000. Lekra vs Manikebu: Perdebatan Kebudayaan 1950- 1965. Jakarta: Wacana Sosialis.
Suprihadi Sastrosupono, M. 1982.Menghampiri Kebudayaan.Bandung: Alumi.
Soegiarso Soerojo. 1988. Siapa Menabur Angin Akan Menuai Badai (G30S/PKI dan Apa Peran Bung Karno). Jakarta: Antar Kota.
Soelistyati Ismail Gani. 1984.Pengantar Ilmu Politik.Jakarta: Ghalia Indonesia.
UUD 1945: P-4 GBHN Kewaspadaan Nasional.
Wijaya Herlambang. 2013.Kekerasan Budaya Pasca 1965: Bagaimana Orde Baru Melegitimasi Anti-Komunisme Melalui Sastra dan Film, 2013.Tangerang Selatan:CV Marjin Kiri.
Majalah:
Budaya, Yogyakarta, diterbitkan Djawatan Kebudayaan Pusat Departemen P.D.K. Urusan Kesenian Jogyakarta, Edisi 1962.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Hery Santosa; Dalam makalah: Sejarah Kebudayaan Indonesia, Yogyakarta.
Tempo. Edisi khusus 30 September-6Oktober 2013.Tempo dan Geger 1965. Jakarta: Kepustakaan Gramedia.
______.Edisi 22 September 2013.Trubus, Dimanakah Anda?.
Sumber Internet: https://id.wikipedia.org/wiki/Rakyat diunduh pada tanggal 14 Februari 2017 pukul 07.04.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
94
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1a
Mukaddimah Lekra, disjahkan dalam Kongres Nasional PertamaKebudajaan Rakjat di solotanggal 23-28 Djanuari 1959.
MUKADDIMAH
Menjadari bahwa Rakjat adalah satu-satunja pentjipta kebudayaan, dan bahwa pembangunan kebudajaan Indonesia-baru hanja dapat dilakukan oleh Rakjat, maka hari 17 Agustus 1950 didirikan Lembaga Kebudajaan Rakjat, disingkat Lekra. Pendirian itu terdjadi ditengah-tengah proses perkembangan manusia untuk memenuhi, setinggi-tingginja kebutuhan hidup lahir batin, senantiasa madju dengan tiada putus-putusnya.
Revolusi Agustus 1945 membuktikan, bahwa pahlawan didalam peristiwa bersedjarah ini, seperti halnja dialam seluruh sedjarah adalah golongan didalam masjarakat jang menentang pendjadjahan. Revolusi Agustus adalah usaha pembebasan diri Rakjat Indonesia dari pendjadjahan dan peperangan pendjadjahan serta penindasan feodal. Hanja djika panggilan sedjarah Revolusi Agustus terlaksana, djika tertjipta kemerdekaan dan perdamaian serta demokrasi, kebudajaan Rakjat berkembang bebas. Kejakinan tentang kebenaran ini menjebabkan Lekra bekerdja membantu pergulatan untuk kemerdekaan tanahair dan untuk perdamaian di antara bangsa-bangsa, di mana terdapat kebebasan lagi perkembangan kepribadian berdjuta-djuta Rakjat.
Lekra bekerdja khusus dilapangan kebudajaan, dan untuk masa ini terutama dilapangan kesenian, dan ilmu. Lekra menghimpun tenaga dan kegiatan seniman- seniman, sardjana-sardjana serta pekerdja-pekerdja kebudajaan lainnja. Lekra membantah pendapat bahwa kesenian dan ilmu bisa terlepas dari masjarakat. Lekra mengadjak pekerdja-pekerdja kebudajaan untuk dengan sadar mengabdikan dajatjipta, bakat serta keachlian mereka guna kemadjuan Indonesia, kemerdekaan Indonesia, pembaruan Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Zaman dilahirkan oleh sedjarah jang besar, dan sedjarah bangsa kita telah melagirkan putera-putera jang baik, dilapangan kesusasteraan, seni rupa, musik, senitari, musik, seni darama, dan film, maupun dilapangan-lapangan kesenian lain dan ilmu. Kita wadjib bangga bahwa kita terdiri dari suku-suku jang masing- masingnja mempunjai kebudajaan jang bernilai. Keragaman bangsa kita ini menjediakan kemungkinan jang tiada terbatas untuk pentjiptaan jang sekaja- kajanja serta seindah-indahnja.
Lekra tidak hanja menyambut setiap sesuatu jang batu; Lekra memberikan bantuan jang aktif untuk memenangkan setiap jang baru dan madju, Lekra membantu aktif perombakan sisa-sisa “Kebudajaan” pendjadjahan jang mewariskan kebodohan, rasa rendah serta watak pada sebagian bangsa kita. Lekra menerima dengan kritis peninggalan-peninggalan itu, seperti halnja mempelajari dengan seksama pula hasil-hasil klasik maupun dari bangsa lain jang manapun, dan dengan ini meneruskan setjara kreatif tradisi jang dari sedjarah dan bangsa kita, menudju kepentjiptaan kebudajaan jang baru jang nasional dan ilmiah. Lekra mengandjurkan kepada anggota-anggotanja, tetapi djuga kepada seniman- seniman, sardjana-sardjana dan pekerdja-pekerdja kebudajaan lainnja diluar Lekra, untuk setjara dalam mempeladjari kebenaran jang hakiki dari kehidupan, dan untuk bersikap setia kepada kenjataan dan kebenaran.
Lekra mengandjurkan untuk mempeladjari dan memahami pertentangan- pertentangan jang berlaku didalam masjarakat maupun didalam hati manusia, mempelajari dan memahami gera perkembangannja serta hari depannja. Lekra mengandjurkan pemahan jang tepat atas kenjataan-kenjataan didalam perkembangan jang madju, dan mengandjurkan hal ini, baik untuk tjara kerdja dilapangan ilmu, maupun untuk tjarakerdja pentjiptaan dilapangan kesenian. Dilapangan keseinian, Lekra mendorong inisiatif jang kreatif, mendorong keberanian kreatif, dan Lekra menjetudjui setiap aliran bentuk dan gaja, selama ia setia pada kebenaran, keadilan, dan kemadjuan jang selama ia mengusahakan keindahan artistik jang setinggi-tingginja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Singkatnja, dengan menolak sifat anti-kemanusiaan dan anti-sosial dari kebudajaan buakn Rakjat, dengan menolak perkosaan terhadap kebenaran dan terhadap milai-nilai keindahan, Lekra bekerdja untuk membentuk pembentukan manusia baru jang memiliki segala kemampuan untuk memadjukan dirinja dalam perkembangan kepribadian jang bersegi banjak dan harmonis.
Didalam kegiatannja, Lekra menggukan tjara saling bantu, saling kritik, dan diskusi persaudaraan dalam masalh-masalh pentjiptaan. Lekra berpendapat bahwa setjara tegas berpihak tega berpihak pada Rakjat, adalah satu-satunja djalan bagi seniman-seniman, sardjana-sardjana maupun pekerdja-pekerdja kebudajaan lainnja, untuk mentjapai hasil-hasil jang tahan udji dan tahan waktu.
Lekra mengulurkan tangan kepada organisasi kebudajaan jang lain aliran atau kejakinan apapun untuk bekerdja sama dalam pengabdian ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1b
MUKADDIMAH
Adalah suatu kepastian, bahwa dengan gagalnja Revolusi Agustus 1945, Rakjat Indonesia sekali lagi terantjam suatu bahaja, jang bukan sadja akan memperbudak kembali Rakjat Indonesia dilapangan politik, ekonomi, dan militer, tetapi djuga dilapangan kebudajaan. Gagalnya Revolusi Agustus 1945 berarti djuga gagalnja perdjuangan pekerdja kebudajaan untuk menghantjurkan kebudajaan kolonial dan menggantinya dengan kebudajaan jang demokratis, dengan kebudajaan Rakjat. Gagalnya Revolusi Agustus 1945 berarti memberikan kesempatan kepada usahanja feodal dan imperialis untuk untuk melandjutkan usahanja, meratjuni dan merusak-binasakan feodal dan imperialis telah membikin Rakjat Indonesia bodoh, menanamkan djiwa-pengetjut dan penakut, menjebarkan wtak lemah dan rasa hina-rendah tiada kemampuan untuk berbuat dan bertindak. Pendeknja kebudajaan-feodal dan imperialis membikin rusak-binasa batin Rakjat Indonesia, membikin Rakjat Indonesia berdjiwa dan bersemangat budak. Masjarakat setengah djadjahan sebagaimana kita alami sekarang ini, masjarakat jang dilahirkan oleh sesuatu politik kompromi dengan imperalisme sudah dengan sendirinja tidak bisa lain dari pada membuka pintu bagi kelangsungan kebudajaan, kolonial, sebagai persenjawaan antara kebudjaan feodal dan kebudajaan imperialis. Masjarakat setengah djadjahan memerlukan kebudajaan-kolonial sebagai salah satu sendjata klas jang berkuasa untuk menindas klas jang diperintah. Kebudajaan-kolonial adalah sendjata dari klas “elite” jang telahmerasakan kenikmatan dan kemewahan jang dihasilkan oleh keringat dan darah Rakjat- banjak. Maka dengan demikian, perkembangan Kebudajaan Rakjat, jaitu kebudajaan dari rakyat-banjak jang merupakan lebih dari 90% dari djumlah seluruh nasion (nation) Indonesia, akan tertindas dan tertekan kemadjuannja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tetapi sebaliknja kebudajaan anti-Rakjat, kebudajaan-feodal, dan imperialis akan kembali meradjalela lagi. Kedudukan setengah djadjahan dari tanah air Indonesia berarti pula bahwa Indonesia terseret kedalam arus peperangan jang sedang disiapkan oleh negeri- negeri imperialis. Peperangan imperialis adalah rintangan jang sebesar-besarnja bagi perkembangan kebudajaan-Rakjat. Maka kami jang bersedia mendjadi Kebudajaan Rakjat mempersatukan diri dan menjusun kekuatan untuk bertahan serta mengadakan perlawanan terhadap setiap usaha jang hendak mengembalikan kebudajaan-kolonial, kebudajaan kuno jang reaksioner itu. Kami perdja-Kebudajaan-Rakjat akan mempertahankan dan memperkuat benteng kebudajaan-Rakjat (kultur Rakjat). Untuk maksud tudjuan ini, maka kami menjusun diri dalam lembaga KEBUDAJAAN RAKYAT berdasarkan konsepsi kebudajaan Rakjat.
KONSEPSI KEBUDAJAAN RAKJAT I. Kesenian, ilmu dan industri adalah dasar-dasar dari pada kebudajaan. Apabila kita sungguh-sungguh mau mendjadikan hidup kita indah, gembira, dan bahagia, maka kita harus menguasai dan mentjurahkan perhatian kita terhadap kesenian, ilmu, dan industri.
Kesenian, ilmu, dan industri bary dapat mendjadikan hidup Rakjat indah, gembira dan bahagia, apabilu semuanja itu sudah mendjadi kepunjaan Rakyat. Kenjataan sekarang menundjukan, bahwa semua ini belum mendjadi lapisan atas, klas “elite” jang djumlahnja sangat sedikit dari pada djumlah nasion.
Maka adalah tugas dari pada Rakjat Indonesia untuk membuka segala kemungkinan supaja bisa mengetjap kesenian, ilmu, dan industri. Maka adalah kewadjiban rakjat Indonesia untuk memperdjuangkan supaja kesenian, ilmu, industri tidak dimonopoli oleh segolongan ketjil lapisan atas dan dipergunakan untuk kepentingan dan kenikmatan golongan ketjil itu, Rakjat Indonesia harus berdjuang untuk menguasai dan memiliki kesenian, ilmu, dan industri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
II. Tujduan Rakjat Indonesia ialah mendirikan Pebublik Demokrasi Rakjat, dimana terdapat kebebasan bagi perkembangan ekonomi Rakjat, dimana terdapat kebebasan bagi perkembangan bagi ilmu dan perkembangan kesenian Rakjat. Pendeknja dimana tertjatat perkembangan kebudajaan Rakjat jang bersifat nasional dan berdasarkan ilmu, dimana terdapat kebebasan perkembangan pribadi (individuality) berdjuta-djuta Rakjat.
Dengan singkat: tudjuan rakjat Indonesia ialah Revolusi Demokrasi Rakjat. Rakjat adalah satu-satunja sumbe keuasaan dalam Republik Demokrasi Rakjat. Sonder melalui revolusi ini, maka tjita-tjita Rakjat untuk menguasai kesenian, ilmu, dan industri adalah impian belaka. Selandjutnja seluruh Rakjat Indonesia harus menentang tiap-tiap usaha perang jang sedang disiapkanoleh negara-negara imperealis.
III. Perdjuangan kebudajaan Rakjat adalah bagian jang tidak dapat disahkan dari perdjuangan Rakjat umum. Ia merupakan bagian jang tidak dapat disahkan terutama dari perdjuangan klas Buruh dan Tani, jaitu klas jang mendjadi pemimpin dan tenaga terpenting dan pokok dalamperdjuangan Rakjat.
Funksi dari pada Kebudajaan Rakjat (kultur-Rakjat) sekarang ialah: mendjadi sendjata-oerdjuangan untuk melanjutkan imperialisme dan feodalisme. Ia harus mendjadi stimulator (pendorong) dari Massa, mendjadi sumber jang senantiasa mengalirkan begeestering (kesegaran djiwa) dan api revolusi jang tak kundjung padam. Ia harus mendjandjikan dan memudja, mentjatat perdjuangan kerakjatan, dan menghantam, membongkar, menggulingkan dan mengalahkan imperealisme dan feodalisme. Kebudajaan Rakjat berkewadjiban menghadjar dan mendidik Rakjat untuk mendjadi pahlawan dalam perdjuangannja.
IV. Kolonialisme dimana jang lampau dan setengah kolonialisme dewasa ini menimbulkan faktor-faktor dikalangan pergerakan Rakjat umumnja
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan pergerakan Buruh dan Tani khususnja, yang merugikan perkembangan kebudajaan Rakjat. Faktor-faktor itu antara lain: 1. Tiadanja kesedaran, bahwa perdjuangan Rakjat terutama perdjuangan Buruh dan Tani tak mungkin dipisahkan dengan perdjuangan kebudajaan. 2. Sentimen (perasaan) jang pitjik jang berudjud dalam prasangka (prejudice) antipatik (tidk suka, bentji) terhadap segala sesuatu jang berbau dan atau jang ada pandangan jng menjamaratakan kultur Rakjat dengan kultur de-generasi-Bordjuis. 3. Tidak adanja dorongan dari gerakan Rakjat, terutama gerakan Buruh dan Tani itu sendiri, kepada barisan kadernja untuk djuga memperhatikan masalah kultur (kebudajaan). 4. Ketidak mampuan (impotensi) dari kawan-kawan seniman Rakjat sebagai pekerdja Kebudajaan Rakjat, untuk menarik garis kultur dengan kultur de-generasi-Bordjuis, meskipun pergerakan Rakjat sendiri memberikan bahan-bahan jang melimpah-limpah. 5. Impotesi dari gerakan Rakjat, terutama dari gerakan Buruh dan Tani dalam usaha menarik golongan intelegensia dan pemuda-peladjar jang berpikiran madju kedalam barisannja. Untuk perkembangan kebudajaan Rakjat adalah suatu sjarat mutlak untuk pertama-tama kita lenjapkan faktor-faktor tersebut.
V. Sikap kebudajaan Rakjat terhadap Kebudajaan asing atau luar negeri sama sekali tidak bersikap bermusuhan. kebudajaan asing jang progresif akan diambil sarinja sebanjak-banjaknja untuk kemadjuan perkembangan gerakan kebudajaan Rakjat Indonesia. Tetapi dalam mengambil sarinja, kita tidak mendjimplak setjara membudak.
Kebudajaan asing akan ambil sarinja dengan tjara kritis atas dasar kepentingan praktis dari Rakjat Indonesia. Demikian pula kebudajaan Indonesia kuno tidak akan dibuang seluruhnja, tetapi djuga tidak akan ditelan mentah-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
mentah. Kebudajaan akan diterima dengan kritis untuk meninggalkan tingkat kebudajaan Indonesia baru jaitu kebudajaan Demokrasi Rakjat.
VI. Untuk mempetahankan dan mengembangkan kebudajaan Rakjat untuk membangun barisan kebudajaan, supaja kebudajaan mendjadi kekuatan dalam revolusi Demokrasi Rakjat. Didiram “LEMBAGA KEBUDAJAAN RAKJAT”, jang menudju Kebudajaan Rakjat atau kultur Rakjat.
Disamping bekerdja untuk gerakan massa sehari-hari, bagaimana pun djuga harus diusahakan oleh barisan kader Massa untuk memperhatikan, menjelidiki masalah Kebudajaan Rakjat, untuk didjadikan sendjata perdjuangan anti- imperealisme.
Hal demikian kita harus lakukan, djustru karena imperealisme berhasil mengadakan infiltrasi dikalangan klas Bordjuis Nasional jang tidak serta kepada Revolusi Agustus 1945.
Kami mengadjak kepada barisan kader gerakan Rakjat, terutaman kader gerakan Buruh dan Tani, kami mengajak kepada peladjar jang progresif dan patriotis, untuk mendisiplin dirinja menaruh perhatin terhadap masalah kultur Rakjat. Kami berseru sepaja untuk maksud ini menggunakan sebaik-baiknja organisasi LEMBAGA KEBUDAJAAN RAKJAT.
LEKRA (LEMBAGA KEBUDAJAAN RAKJAT) Sekretariat Pusat Sementara di Salemba 9, Djakarta
Keterangan: Mukaddimah dan konsepsi ini akan mendjadi atjara pertama dalam konferensi nasional Lekra nanti unyuk mendapat pensahannja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1c
SIKAP DAN PENDIRIAN LEMBAGA KEBUDAJAAN RAKJAT TERHADAP KEADAAN DEWASA INI (Dikeluarkan: Djakarta 28 desember 1950) I. Funksi Pradjurit Kebudajaan Rakjat Didalam Konspsi Kebudajaan Rakjat pasal III tentang funksi kebudajaan diterangkan sbb,: “Perdjuangan Kebudajaan Rakjat adalahbagian jang tak dapat dipisahkan dari perdjuangan Rakjat-umum. Ia merupakan bagian jang tidak dapat dipisahkan, terutama dari perdjuangan klas Buruh dan Tani, jaitu klas ang mendjadi pemimpin tenaga terpenting dan pokok dalam perdjuangan Rakjat. Funksi dari Kebudajaan Rakjat (Kultur Rakjat) sekarang ialah: Mendjadi sendjata perdjuangan untuk menghantjurkan imperialisme dan feodalisme. Ia harus mendjadi stimulator (pendorong) dari Massa, mendjadi sumber jang senantiasa mengalirkan begeestering (kesegaran djiwa) dan Api-Revolusioner jang tak kundjung padam. Ia harus mendjandjikan, memudja, mentjatat, perdjuangan kerakjatan, dan menhantam, membongkar, mengunggulkan dan mengalahkan imperialisme dan feodalisme. Kebudajaan Rakjat berkewadjiban: “mengadjar dan mendidik Rakjat untuk mendjadi pahlawan dalam perdjuangan”. Berdasarkan keterangan ini, maka dijelaskan funksi dan kewadjiban pradjurit Kebudajaan Rakjat, jaitu: Mendjadi pradjurit dilapangan kebudajaan jang mengabdikan seluruh djiwa, tenaga, keahlian dan ketjakapannja untuk mentjapai tudjuan sewadjarnja dari Kebudajaan Rakjat seperti tertjantum diatas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
II. Bahaja Jang Mengantjam Apa jang diterangkan dalam mukaddimah “Lekra”, bahwa “Gagalnja revolusi Agustus 1945 berarti memberikan kesempatan kepada feodal dan imperialis untuk mendjutkan usahanja, meratjuni dan merusak-binasakan budi- pekerti dan djiwa Rakjat Indonesia”, ternjata kebenarannja. Ini terbukti dari hal-hal berikut: 1. Kedudukan (posisi) seniman didalam masjarakat sekarang, jaitu masjarakat dimana restorasi kekuasaan imperialisme dalam lapangan ekonomi sudah terdjadi, mendjadi semakin tidak bebas dan terdesak, sehingga terpaksa mesti lebih banjak menjalani kepentingan klas jang berkuasa dilapangan ekonomi. 2. Infiltrasi kebudajaan imperialis lewat buku-buku, film-film, radio, dan sebaganja jang mengorbankan setjara sistematis kebentjian-bangsa (rassenhaat), anti rasionalisme, pessimisme, nafsu untuk bunuh- membunuh dan angstpsjtjhose Rakjat dengan persiapan-persiapan perang. 3. Djuga infiltrasi tersebut diatas menjebabkan kesulitan-kesulitan dala usaha-usaha mentjedaskan Rakjat (pemberantasab buta huruf), kemahalan harga-harga, perongkosan asrama, dan sekolah bagi peladjar dan mahasiswa. 4. Dan lain-lain masih banjak lagi dalam segala segi kehidupan.
III. Apa Jang Harus Kita Perbuat Selaku Pradjurit kebudajaan Menghadapi infiltrasi kultur imperialis ini jang merupakan bahaja jang mengantjam seluruh nasion, kita harus melakukan perlawanan jang sistematis atas dasar kerakjatan, scientific, realisme, dan romantisme-revolusioner (revolitionery romantism).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1d Keputusan Kongres Nasional Ke-I Lembaga Kebudajaan Rakjat RESOLUSI ATAS LAPORAN SASTRA I. Revolusi Agustus 1945 sebagai kelandjutan dari perdjuangan Rakjat telah melahirkan kesusasteraan jang baru, terutama dalam hal isi, jang mendjadi pendorong bagi Rakjat banjak untuk mamupuk tenaga revolusioner guna menjempurnakan kemerdekaan nasional II. Dalam menghadapi sastera daerah jang merupakan pembendaharaan warisan kaja daerah, Lekra melakukan seleksi atas dasar nilai kreatif untuk pentjiptaan jang se-indah-indahnja, guna pengembangan nilai-nilai positif Rakjat se-tinggi-tingginja. III. Terhadap hasil-hasil sastera asing Lekra bersikap kritis dan mengadakan penilaian kreatif. IV. Untuk melantjarkan garis revolusioner setjara lebih intensif, segenap potensi dihimpun didalam Lembaga Sastera Indonesia dan digunakan untuk menghasilkan Kesusasteraan setjara meluas dan meninggi, dengan program kedja sebagai berikut:. 1. Penjelidikan a. Mengadakan penjelidikan dan mengumpulkan tjerita-tjerita Rakjat, pantun-pantun Rakjat, dan lain-lain serta mengadakan penafsiran terhadapnja sesuai dengan kepentingan Rakjat. Ini berlaku pula bagi bahasa-bahasa daerah. b. Penggalian serts pengungkapan kembali semua pembendaharaan rohaniah dan djasmania Rakjat Indonesia jang telah mempunjai tradisi baik guna dikembalikan, demi kemadjuan, keberanian, dan keindahan, terutama dalam lapangan kesusasteraan. c. Mengadakan penjelidikan dilapangan kesusasteraan untuk penjusunan sedjarah kesusasteraan Indonesia setjara benar berdasarkan pandangan kerakjatan. Ini berlaku baik untuk sastera daerah maupun pada sastera Indonesia dalam waktu jang sesingkat-singkatnja.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2. Penerbitan a. Menerbitkan madjalah kesasteraan jang khusus. b. Menerbitkan buku-buku kesusasteraan. c. Menjempurnakan penjelenggaraan madjalah “Zaman Baru” serta tulisan-tulisan kebudajaan suratkabar dan majalah-majalah jang diasuh oleh tenaga-tenaga Lekra. 3. Penerdjemahan a. Menterdjemahkan kesusasteraan daerah kedalam bahasa Indonesia. b. Menterdjemahkan kesusasteraan Indonesia kedalam bahasa daerah. c. Menterdjemahkan kesusasteraan Indonesia dan kesusasteraan daerah kedalam bahasa asing. d. Menterdjemahkan kesusasteraan asing kedalam bahasa Indonesia dan bahasa daerah. 4. Kerdjasama a. Lekra akan tukarmenukar pengalaman antara daerah dalam saling memadjukan kesusasteraan dengan kesusasteraan Indonesia. b. Mengadakan tukarmenukar pengalaman dengan lembaga- lembaga dan perseorangan diluar Lekra didalam memadjukan kesusasteraan Indonesia. c. Mengadakan simposiom-simposiom dan tjeramah-tjeramah kesusasteraan. d. Mengadakan kerdjasama jang saling menguntungkan dengan sasterawan-sasterawan dan lembaga-lembaga kesusasteraan luar negeri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1e
ANGGOTA PEMIMPIN PUSAT LEKRA (Hasil Kongres Nasional 24-29 Januari 1959 solo, Jawa Tengah)
Affandi Njoto Agam Wispi Nurbakti Bachtiar siagian Pramoedya Ananta Toer Bakti Siregar Rivai Apin Basuki Effendi Rumambi Basuki Resobowo Sumandjaja Beojoeng Saleh Sudharnoto Chris Manuputty Sudjadi Dhalia Sugiarti Siswadi Hadi S Suhardjo Haznam Rachman Sunardi Hendra Gunawan Sunito Henk Ngantung S. Anantaguna H.R. Bandaharo S. Rukiah Kertapati Joebar Ajoeb Sutomo Kotot Sukardi Tan Sing Hwat Kurnia Tjak Bowo K Iramanto Utama Ramelan Martean Sagara Z Trisno M.D. Hadi Wakil Kalimantan M.S. Ashar Wakil Sulawesi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SUSUNAN PENGURUS SEKRETARIAT PUSAT (Hasil Sidang Pleno I 28 Januari 1 28 Januari 1959 Solo, Jawa Tengah) Nama Jabatan Joebar Ajoeb Sekretaris Umum Henk Ngantung Wakil Sekretaris I Sudharnoto Wakil Sekretaris II Njoto, Basuki Resbowo, Rivai Apin, M.S. Ashar, Anggota Sekretariat Samandjaja, Basuki Effendi, Bakri Siregar, dan S. Anantaguna
PEGURUS LEMBAGA-LEMBAGA KREATIF LEMBAGA SENIRUPA INDONESIA (LESRUPA)
Nama Jabatan Henk Ngantung Ketua Hendra Gunawan Wakil Ketua Basuki Resbowo Sekretaris Affandi, Suromo, Martin Siregar Anggota Pengurus
LEMBAGA FIML INDONESIA (LFI) Nama Jabatan Bachtiar Siangian Ketua Kotot Sukardi Wakil Ketua Suhardjo Sekretaris Basuki Effendi, Tan Sing Hwat Anggota Pengurus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LEMBAGA SASTERA INDONESIA (LESTRA) Nama Jabatan Bakri Siregar Ketua Pramoedya Ananta Toer Wakil Ketua M.S. Ashar Sekretaris Samandjaja, S. Rukiah Kertapati Anggota Pengurus
LEMBAGA SENIDRAMA INDONESIA (LSDI) Nama Jabatan Rivai Apin Ketua Dhalia Wakil Ketua Agus Muliono Sekretaris
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
SILABUS
Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia (Wajib)
Kelas : XII
Kompetensi Inti :
1. Menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. 2. Menghayati dan mengamalkan perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (gotong royong, kerjasama, toleran, damai), santun, responsif dan pro-aktif dan menunjukkan sikap sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam serta dalam menempatkan diri sebagai cerminan bangsa dalam pergaulan dunia. 3. Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingintahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. 4. Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metoda sesuai kaidah keilmuan.
98
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Alokasi Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Sumber Belajar Waktu 3.3 Menganalisis Lekra dalam Mengamati Observasi : 2 x 45 Buku pelajaran perkembangan perkembangan Siswa mengamati gambar hasil mengamati kegiatan menit sejarah SMA kehidupan politik dan politik di Indonesia karya seniman Lekra. peserta didik dalam Buku ekonomi bangsa 1950-1965 Menanya diskusi dan penunjang Indonesia pada masa presentasi. awal kemerdekaan Latar belakang Siswa bertanya dan menyampaikan lainnya. sampai masa berdirinya Lekra. pendapat tentang kebudayaan yang Tes Tertulis : Media cetak Demokrasi Liberal Proses Lekra dikembangkan oleh Lekra. Menilai kemampuan dan elektronik. dalam Mengumpulkan Informasi peserta didik dalam Internet. mengembangkan Siswa mengumpulkan informasi memahami tentang . kebudayaan. tentang latar belakang berdirinya, latar belakang Dampak proses mengembangkan, dan berdirinya Lekra. perkembangan dampak Lekra di bidang politik dan Tugas Terstruktur Lekra di bidang sosial melalui buku-buku bacaan, : Membuat makalah politik dan sosial. sumber internet, dan sumber- tentang proses sumber lainnya. Lekra dalam Mengasosiasi mengembangkan Menganalisis informasi dan data kebudayaan dan yang di dapat dari buku-buku dampaknya di bacaan maupun sumber-sumber bidang politik dan terkait lainnya, yang dilanjutkan sosial. dengan diskusi kelompok, untuk mendapatkan kesimpulan tentang latar belakang berdirinya, proses mengembangkan, dan dampak Lekra di bidang politik dan sosial, kemudian hasilnya dicatat pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Alokasi Kompetensi Dasar Materi Pokok Pembelajaran Penilaian Sumber Belajar Waktu kertas.
4.3 Merekonstruksi Mengkomunikasikan perkembangan Hasil diskusi kelompok kehidupan politik dan dipresentasikan kemudian ekonomi bangsa dilakukan sesi tanya jawab, setelah Indonesia pada masa awal kemerdekaan itu dilaporkan dalam bentuk sampai masa Demokrasi tulisan dan makalah. Liberal dan menyajikannya dalam bentuk laporan tertulis Yogyakarta,……2017 Mengetahui, Kepala SMA Panca Setya Sintang Guru Mata Pelajaran
Dra. Cornelia. L.L Theresia Jabut NIP. ………….… NIP. ………..
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
Satuan Pendidikan : SMA Panca Setya Sintang Kelas/ Semester : XII/1 Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia (Wajib) Materi Pokok : Lekra Dalam Perkembangan Politik di Indonesia 1950- 1965 Pertemuan : 1 Alokasi Waktu : 2 x 45 menit
A. Kompetensi Inti KI 3.Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural berdasarkan rasa ingin tahu tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dengan wawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban terkait penyebab fenomena dan kejadian, serta menerapkan pengetahuan prosedural pada bidang kajian yang spesifik sesuai dengan bakat dan minatnya untuk memecahkan masalah. KI 4.Mengolah, menalar, dan menyaji dalam ranah konkret dan ranah abstrak terkait dengan pengembangan dari yang dipelajarinya di sekolah secara mandiri, dan mampu menggunakan metode sesuai kaidah keilmuan.
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
No. Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi 1. 3.3 Menganalisis perkembangan 3.5.1 Mendeskrispsikan latar belakang kehidupan politik dan ekonomi berdirinya Lekra. bangsa Indonesia pada masa awal 3.5.2 Mendeskripsikan proses Lekra kemerdekaan sampai masa dalam mengembangkan Demokrasi Liberal kebudayaan. 3.5.3 Mendeskripsikan dampak perkembangan Lekra di bidang politik dan sosial. 2. 4.3 Merekonstruksi perkembangan 4.5.1 Melaporkan hasil tulisan mengenai kehidupan politik dan ekonomi Lekra dalam perkembangan politik bangsa Indonesia pada masa awal di Indonesia 1950-1965.
101
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
kemerdekaan sampai masa Demokrasi Liberal dan menyajikannya dalam bentuk laporan tertulis
C. Tujuan Pembelajaran Setelah mengikuti serangkaian kegiatan pembelajaran peserta didik dapat: 1. Menjelaskan latar belakang berdirinya Lekra. 2. Menjelaskan proses Lekra dalam mengembangkan kebudayaan. 3. Menjelaskan dampak Lekra di bidang politik dan sosial. 4. Menyajikan salah satu kesenian yang dikembangkan oleh para seniman Lekra berupa puisi perjuangan.
D. Materi Ajar 1. Latar belakang berdirinya Lekra. 2. Proses Lekra dalam mengembangkan kebudayaan. 3. Dampak perkembangan Lekra di bidang politik dan sosial. (selengkapnya ada pada lampiran)
E. Metode, Model PBM dan Metode Membelajaran 1. Pendekatan Pembelajaran : Scientific approach 2. Metode pembelajaran : Cooperative Learning (problem Solving) 3. Model Pembelajaran : Ceramah, tanya jawab, diskusi, presentasi, dan tugas.
F. Kegiatan Pembelajaran Alokasi Kegiatan Deskripsi Waktu Kegiatan Awal Guru mengucapkan salam kepada siswa Guru mengajak siswa untuk berdoa bersama Guru mengecek kehadiran siswa Apersepsi:Guru menyampaikan pengantar tentang kebudayaan-kebudayaan Indonesia antara tahun 1950- 1965. 10 menit Motivasi: Guru menyampaikan dampak penjajahan bangsa kolonial bagi kehidupan politik, sosial, dan budaya Indonesia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran. Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang beranggotakan 4-5 orang siswa. Guru memberikan bahan diskusi pembelajaran. Kegiatan Inti Mengamati (Stimulasi) Siswa membaca teks atau referensi yang disediakan oleh guru tentang kebudayaan yang ada di Indonesia. Guru menampilkan gambar hasil karya para seniman Lekra. 70menit Menanya (Problem Statement) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya dalam kegiatan diskusi untuk mendapatkan pengalaman tentang Lekra dalam perkembangan politik di Indonesia 1950-1965.
Mengumpulkan Informasi (Data Collection) Peserta didik dapat mengumpulkan informasi dengan membaca modul atau referensi lain yang relevan tentang Lekra dalam perkembangan politik di Indonesia 1950- 1965.
Mengasosiasikan (Verification) Peserta didik mendiskusikan tentang Lekra dalam perkembangan politik di Indonesia 1950-1965 bersama dengan teman satu kelompoknya. Dalam kelompok diskusi, peserta didik menganalisis menghubungkan dan mengasosiasikan informasi- informasi yang ditemukan melalui sumber tertulis atau internet tentang Lekra dalam perkembangan politik di Indonesia 1950-1965
Mengkomunikasikan (Generalization) Masing-masing kelompok menunjuk perwakilan kelompok untuk menyajikan secara lisan hasil analisis dan kesimpulan tentang Lekra dalam perkembangan politik di Indonesia 1950-1965 di depan kelas. Guru member tambahan dan penguatan dari jawaban kelompok yang presentasi. Peserta didik yang lain menyimak, mencatat informasi, dan memberikan tanggapan pada teman yang mempersentasikan di depan kelas. Kelompok yang telah presentasi memperbaiki hasil diskusinya sesuai dengan masukan dari guru. Penutup Guru memberikan ulasan singkat tentang kegiatan pembelajaran dan hasil belanjarnya mana yang sudah baik dan mana yang masih harus ditingkatkan. Peserta didik dapat ditanyakan apakah sudah memahami materi tersebut. Guru memberikan penguatan terhadap pencapaian 10menit
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
kompetensi peserta didik, keterampilan ataupun pengetahuan. Sebagai refleksi , guru membimbing peserta didik untuk membuat kesimpulan tentang pelajaran yang baru saja berlangsung. Peserta didik diberikan tugas uuntuk membuat puisi dengan tema perjuangan. Guru memberikan informasi materi tentang pembelajaran yang akan datang. Doa penutup.
G. Penilaian Pembelajaran, Remedial, dan Pengayaan 1. TeknikPenilaian a. Penilaian pengetahuan (Kognitif) dengan menggunakan Tes Tulis (Essay) b. Penilaian Keterampilan (Psikomotor) dengan observasi dan tugas 2. InstrumenPenilaian a. Penilaian Kognitif Soal Tes 1) Bagaimana latar belakang berdirinya Lekra? 2) Jelaskan proses Lekra dalam mengembangkan kebudayaan? 3) Jelaskan dampak perkembangan Lekra di bidang politik dan sosial? Kunci Jawaban 1) Latar belakang berdirinya Lekra tidak lepas dari situasi politik di Indonesia saat itu. Kemerdekaan Indonesia belum sepenuhnya tercapai dalam membebaskan rakyat dari penderitaan. Sikap rakyat yang merasa terbelakang dan tertindas serta takut akan perubahan merupakan dampak dari kolonialisme bangsa Asing. Lekra menolak semua pengaruh kebudayaan barat yang masuk baik melalui buku-buku, musik, dan film sebagai bagian dari sikap anti imperialisme dan neokolonialisme. Latar belakang berdirinya Lembaga Kebudayaan Rakyat tidak lepas dari keprihatinan terhadap bangsa Indonesia yang dianggap belum lepas dari penjajahan. Oleh karena itu, Lekra merasa ikut bertanggung jawab dalam mendukung revolusi yang dicanangkan oleh Soekarno. Menurut Djoko Pekik yang merupakan salah satu seniman Sanggar Bumi Tarung, Lekra
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
terbentuk atas anjuran Presiden Soekarno yang mendorong semua partai memiliki lembaga kebudayaannya sendiri.Lekra berpendapat bahwa hal sangat penting dalam revolusi tidak hanya pergerakan politik, tetapi juga memerdekakan rakyat dari pola pikir yang merasa terbelakang dan terjajah. Rakyat bebas dalam berekspresi, hak atas pendidikan dan kehidupan yang layak. Fokus utama Lekra terletak pada kehidupan rakyat-rakyat kecil. Usaha untuk memperjuangkan kelayakan hidup bagi rakyat kecil yang tertindas dan menderita dilakukan Lekra melalui karya-karyanya. Beban revolusi menjadi tanggungan bersama untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur. Karena jika revolusi tersebut tidak sesuai dijalurnya maka rakyatlah yang menanggung dari segala beban penderitaan.
2) Proses Lekra dalam mengembangkan kebudayaan dengan beberapa struktur kepengurusan dalam tubuh Lekra antara lain: Pimpinan pusat bermarkas di Sekretariat Pusat dengan anggota 11 orang yang termasuk dalam 1 Sekretaris Umum, 2 Wakil Sekretaris Umum, dan 8 anggota. Sekretaris Umum yang berkedudukan di Sekretariat Pusat tidak lebih sebagai fasilitator yang bertindak menghubungkan organisasi-organisasi kesenian yang sudah ada dalam masyarakat yang dikoordinatori masing-masing lembaga kreatif antara lain; Lembaga Senirupa Indonesia (Lesrupa), Lembaga Film Indonesia (LFI), Lembaga sastra Indonesia (Lestra), Lembaga Senidrama Indonesia (LSDI), Lembaga Musik Indonesia (LMI), dan Lembaga Senitari Indonesia.
3) Dampak perkembangan Lekra di bidang politik dan sosial: Bidang politik, pertarungan politik yang masuk ke dalam ranah kebudayaan membuat permasalahan kian kompleks. Masalah-masalah yang terjadi seperti sikap kebudayaan dan kesenian terhadap kondisi politik nasional pada saat itu. Dominasi Lekra dalam perjalanan kebudayaan Indonesia setelah merdeka mendapatkan perlawanan politik dari militer, khususnya Angkatan Darat melalui kelompok Manifes Kebudayaan. Politik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
AD yang berusaha membendung dominasi PKI dalam politik nasional dengan mendukung gerakan Manifes Kebudayaan. Gerakan politik PKI mendapatkan dukungan penuh dengan aksi-aksi kebudayaan Lekra.pergerakan Lekra bersama PKI akhirnya terhenti pasca peristiwa1965 dab dengan di keluarkannya Tap. MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran Partai Komunis Indonesia. Partai Komunis Indonesia dan organisasi-organisasi yang berbau paham komunis di babat habis. Hal yang sama terjadi pada Lekra yang merupakan kaum kiri dekat dengan PKI. Semua anggotanya diteror, ditangkap, dipenjarakan, dan isekusi tanpa pengadilan. Bidang sosial, Para seniman Lekra membawa sastra menjelajahi kampung dan pabrik-pabrik. Masyarakat dan anak-anak muda diajari menulis puisi, cerpen, dan sebagainya. Dalam usaha menjaga moralitas bangsa, Lekra yang berada di Yogyakarta membuat program melakukan sweeping atas pemakaian baju-baju norak nekolim atau you-can-see. Bagi Lekra, persoalan buku pelajaran juga persoalan politik. Pendidikan dapat mempengaruhi pola pikir anak-anak ke depannya. Oleh sebab itu, baik Lekra maupun PKI berusaha sekuat tenaga mengendalikan dan melindungi buku-buku dari pengaruh manikebuis atau para pialang-pialang intelektual nekolim yang menawarkan kebebasan semu dan melemahkan poros persatuan bangsa.
Contoh Pengolahan Nilai Skor No. No. Soal Penilaian 1 1. 1 25
2. 2 25 x 100 3. 3 25 Skor Maksimal 75 Keterangan: . Siswa yang memperoleh nilai ˂75 dinyatakan tidak tuntas dan mengikuti remedi. . Siswa yang memperoleh nilai ˃75 dinyatakan tuntas dan mengikuti pengayaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
Penskoran Jawaban dan Pengolahan Nilai 1. Nilai 3 : Jika sesuai kunci jawaban dan ada pengembangan jawaban. 2. Nilai 2 : Jika jawaban sesuai kunci jawaban 3. Nilai 1 : Jika jawaban tidak sesuai dengan kunci jawaban b. Penilaian Ketrampilan Soal Penilaian Ketrampilan Buatlah sebuah puisi bertemakan perjuangan bangsa Indonesia saat ini dalam menghadapi perkembangan zaman sebagai bahan diskusi. Presentasikan puisi dan hasil analisis kelompok di depan kelas. Aspek yang dinilai Nama No. Relevansi Intonasi Mimik Artikulasi Peserta Didik (1-4) (1-4) (1-4) (1-4)
1.
2.
3.
4. Petunjuk Penyekoran: Peserta didik memperoleh nilai: Baik Sekali : apabila memperoleh skor 13-16 Baik : apabila memperoleh skor 9-12 Cukup : apabila memperoleh skor 5-8 Kurang : apabila memperoleh skor 1-4
3. Pembelajaran Remedial dan Pengayaan - Soal Remedial (selengkapnya ada pada lampiran) - Remedial dilakukan untuk pesertadidik yang tidak mencapai KKM, setelah ada evaluasi pembelajaran. - Pengayaan diberikan bagi peserta didik yang capaiannya sudah melebihi KKM (materi diperdalam). Materi pengayaan diarahkan pada pengaruh Sanggar Bumi Tarung Fans Club yang masih eksis sampai saat ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
H. Media/alat, Bahan, dan Sumber Belajar 1. Media/Alat - Komputer/Laptop - LCD/Proyektor - Buku siswa 2. Bahan - Materi pembelajaran KD 3.3 dan KD 4.3 3. Sumber Belajar - Guru - Buku siswa - Internet
Yogyakarta,………2017 Mengetahui, Kepala SMA Panca Setya Sintang Guru Mata Pelajaran
Dra. Cornelia. L.L Theresia Jabut NIP. .……………. NIP. ………………...
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
Lampiran Materi Lekra Dalam Perkembangan Politik di Indonesia 1950-1965 Kehidupan pada sekitar tahun 1950-1960an merupakan masa yang menegangkan.Tidak hanya semangat revolusi yang kembali disuarakan, tetapi juga banyaknya organisasi atau lembaga yang secara serempak bangkit mempertahankan kemerdekaan Indonesia.Salah satu lembaga kebudayaan yang ikut mendukung revolusi adalah Lembaga Kebudayaan Rakyat atau Lekra, yang bergerak di bidang kesenian dan ilmu pengetahuan.Kehadirannya menjadi wadah bagi para seniman dalam menuangkan ide-ide kreatifnya dalam berbagai karya seni.Melalui karya seni, Lekra menyuarakan aspirasi kaum kecil yang tertindas oleh tuan-tuan dan penguasa yang tidak perduli pada kehidupan mereka.
Lembaga Kebudayaan Rakyat membuka lembaran baru dalam sejarah kebudayaan bangsa Indonesia. Lekra menentang kebudayaan Barat yang berusaha meracuni pikiran anak bangsa dan melemahkan ketahanan nasional.Dipundak para pekerja seni terdapat beban berat yang harus dipikul. Kemajuan bangsa harus menjadi perhatian bersama dalam membebaskan diri dari belenggu kolonialisme dan feodalisme yang mengikat.Kemerdekaan dalam seluruh aspek kehidupan tidak didapatkan dengan begitu mudah. Oleh karena itu, para seniman Lekra berusaha mendukung jalannya revolusi dengan mengaktifkan kembali kebudayaan daerah yang akan menjadi kebudayaan nasional.
Sebagai lembaga kebudayaan yang perduli pada nasib rakyat kecil, Lekra menghimpun para seniman dari berbagai kalangan.Sikap Lekra yang terbuka dengan siapa saja yang ingin bergabung demi memperjuangkan kehidupan rakyat membuatnya berkembang begitu pesat.Lekra membangun lembaga-lembaga kreatif, seperti Lesrupa, LFI, Lestra, LSDI, LMI, dan Lembaga Seni Tari Indonesia. Lembaga-lembaga kreatif ini tersebar sampai ke desa-desa untuk menampung aspirasi dan menjadi penggerak para pekerja seni dalam mempelajari realitas kehidupan rakyat. Lekra merupakan salah satu lembaga yang secara tegas berpihak pada kepentingan rakyat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
Dalam menjalankan program-program kerjanya, Lekra berpedoman pada Mukadimah Lekra dan berasaskan politik sebagai panglima, realisme sosialis, seni untuk rakyat dan yang semuanya terangkum dalam Turba.Turba dilakukan untuk mencari ide-ide dari realitas kehidupan rakyat di lapangan.Para seniman terjun mencari dan menggali sendiri peristiwa yang terjadi. Karya yang dihasilkan bukan berasal dari membaca buku dan ilmu yang didapatkan dari bangku sekolah.
Selama lima belas tahun berdiri, banyak sumbangan Lekra bagi negeri ini baik dalam bidang politik maupun sosial. Dalam bidang politik, Lekra menjadi lembaga kebudayaan yang memiliki banyak massa pendukung. Pergerakannya bersama dengan Partai Komunis Indonesia membuat Lekra berkarya tidak hanya terbatas di bidang seni, tetapi juga mampu memperjuangkan nasib rakyat melalui karya.Pemikiran kebudayaannya yang memuat nasionalisme, patriotisme, dan berkepribadian nasional telah menjadi watak dalam menghadapi imperialisme, kolonialisme, dan feodalisme.Sikap Lekra yang tidak mengenal kompromi kepada mereka dianggap sebagai musuh dari revolusi.Sesuai dengan prinsipnya, Politik sebagai Panglima, kehadiran Lekra dalam mendukung jalannya revolusi banyak dimanfaatkan berbagai pihak baik dalam menjalin kerja sama maupun menjadi lawannya.
Sesuai dengan garis perjuangannya yang memperhatikan rakyat kecil, para pekerja kebudayaan Lekra dilatih untuk peka terhadap situasi dan perkembangan yang terjadi di dalam masyarakat.Fokus perhatian tidak hanya pada budaya daerah, tetapi juga pada moral bangsa.Lekra berusaha menghadang budaya Barat yang mulai meracuni pikiran anak bangsa.Hal ini tentu sangat berbahaya untuk perkembangan generasi muda yang merupakan penerus bangsa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Lampiran Soal Remidial
1) Uraikan alasan para seniman dan politikus mendirikan Lembaga Kebudayaan Rakyat ! 2) Jelaskan langkah-langkah Lekra dalam mengembangkan kebudayaannya! 3) Sebutkan dan jelaskan nilai-nilai yang dapat dipetik tentang perjuangan para seniman Lekra, serta pengaruhnya bagi kehidupan kita saat ini!
- Kunci Jawaban: 1) Alasan para seniman dan politikus mendirikan Lembaga Kebudayaan Rakyat merupakan usaha untuk menghapus kebudayaan asing yang masih ada di Indonesia. Lekra menentang Kebudayaan Barat yang berusaha meracuni pikiran anak bangsa dan melemahkan ketahanan nasional. 2) Langkah-langkah Lekra dalam mengembangkan kebudayaannya dengan Lekra membangun lembaga-lembaga kreatif, seperti Lesrupa, LFI, Lestra, LSDI, LMI, dan Lembaga Seni Tari Indonesia. Lembaga-lembaga kreatif ini tersebar sampai ke desa-desa untuk menampung aspirasi dan menjadi penggerak para pekerja seni dalam mempelajari realitas kehidupan rakyat. 3) Nilai-nilai yang dapat dipetik tentang perjuangan para seniman Lekra, serta pengaruhnya bagi kehidupan kita saat ini adalah nilai perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan, nilai nasionalisme yang mencintai tanah air, dan nilai keberanian. Semua nilai-nilai tersebut menjadi hal yang terpenting untuk dimiliki, terlebih sebagai generasi muda yang akan menjadi penerus bangsa. Kita harus mencinta dan menghargai apa yang dimiliki saat ini.