`

PENGARUH KONSEP PRODUK, BUDAYA KONSUMSI, DAN KELUARGA TERHADAP PERILAKU KONSUMEN DALAM MENGKONSUMSI PRODUK KEBAB (Studi Kasus: Kebab Turki Baba Rafi)

Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian (S.P.)

Oleh Adhi Tejo Dwicahyo NIM: 111009200008

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH 2015 M / 1436 H

`

PENGARUH KONSEP PRODUK, BUDAYA KONSUMSI, DAN KELUARGA TERHADAP PERILAKU KONSUMEN DALAM MENGKONSUMSI PRODUK KEBAB (Studi Kasus: Kebab Turki Baba Rafi)

Adhi Tejo Dwicahyo

1110092000008

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015 M/1436 H

i `

PENGARUH KONSEP PRODUK, BUDAYA KONSUMSI, DAN KELUARGA TERHADAP PERILAKU KONSUMEN DALAM MENGKONSUMSI PRODUK KEBAB (Studi Kasus: Kebab Turki Baba Rafi)

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis

Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Oleh:

Adhi Tejo Dwicahyo 1110092000008

Menyetujui,

ii `

iviii `

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-

BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN

SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN

TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Jakarta, Januari 2015

Adhi Tejo Dwicahyo 1110092000008

iv ` `

RINGKASAN

Adhi Tejo Dwicahyo, Pengaruh Konsep Produk, Budaya Konsumsi, Dan Keluarga Terhadap Perilaku Konsumen Dalam Mengkonsumsi Produk Kebab (Studi Kasus: Kebab Turki Baba Rafi). Di bawah bimbingan Nunuk Adiarni dan Mudatsir Najamuddin.

Perilaku merupakan salah satu aspek penting sebagai cerminan kehidupan seorang manusia. Perilaku merupakan suatu hal yang terlihat pada masing-masing individu manusia dan dapat berlaku dalam berbagai macam aspek, salah satunya perilaku konsumen. Hawkins dan Motherbough menyatakan bahwa perilaku konsumen mempelajari individu, kelompok, atau organisasi dan proses yang mereka gunakan untuk memilih, mengamankan, menggunakan, dan membuang produk, jasa, pengalaman, atau ide untuk memuaskan kebutuhan serta dampak dari proses tersebut terhadap konsumen dan masyarakat. Schiffman dan Kanuk menyatakan bahwa perilaku konsumen dipengaruhi oleh faktor pemasaran dan faktor lingkungan sosial budaya. Kebab sebagai makanan khas Timur Tengah memiliki perbedaan dengan budaya kemudian diadopsi dan disesuaikan dengan lidah orang Indonesia. Perbedaan tersebut menjadi pertanyaan menarik bagaimana produk yang bukan merupakan produk asli Indonesia dapat diterima oleh masyarakat serta bagaimana pengaruh faktor-faktor pemasaran maupun lingkungan sosial budaya dapat memengaruhi perilaku konsumen dalam mengkonsumsi kebab. Penelitian terhadap perilaku konsumen kebab menggunakan SEM dengan pendekatan PLS dengan melakukan penggambaran model untuk melihat arah-arah kausalitas dari masing-masing indikator terhadap subvariabel maupun terhadap variabel. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pengaruh keluarga memiliki pengaruh paling kuat dan signifikan terhadap perilaku konsumen dalam mengkonsumsi kebab dibandingkan dengan budaya konsumsi dan konsep produk.

Kata kunci: Perilaku, Konsumen, Pemasaran, Lingkungan Sosial Budaya, Kebab, SEM, PLS, Pengaruh Keluarga, Budaya Konsumsi, Konsep Produk.

vi `

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan Skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi

Perilaku Konsumen dalam Mengkonsumsi Kebab”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Strata-1 di Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis banyak mendapatkan bantuan baik berupa materil dan moral yang sangat berarti dari berbagai pihak dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. Acep Muhib, MM, selaku Ketua Program Studi Agribisnis

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Rizki Adi Puspita Sari, SP, MMA, selaku Sekretaris Program Studi

Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Dr. Nunuk Adiarni, MM selaku dosen pembimbing pertama yang telah

membimbing untuk memberikan arahan dan dukungan kepada penulis.

5. Bapak Ir. Mudatsir Najamuddin, MM selaku dosen pembimbing kedua yang

telah membimbing penulis dalam menyusun skripsi yang baik.

6. Bapak Dr. Akhmad Riyadi Wastra, MM, selaku dosen penguji pertama yang

telah membantu penulis untuk menyempurnakan skripsi ini.

7. Ibu Drh. Zulmanery, MM, selaku dosen penguji kedua yang telah membantu

penulis untuk menyempurnakan penyusunan skripsi

vii `

8. Seluruh dosen Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat

disebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat atas ilmu dan

pelajaran dalam perkuliahan atau di luar perkuliahan.

9. Kedua orang tua saya tercinta Bapak Djoko Lagijono dan Ibu Tri Haryani

yang telah membimbing anaknya serta tak pernah lelah memberikan

semangat serta motivasi.

10. Kedua sahabat saya, Atinda Yuliana M. dan Pungky Erawati yang selalu

memberikan dukungan.

11. Teman-teman Agribisnis angkatan 2010 yang telah banyak membantu saya

melewati masa-masa perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini mungkin masih banyak kekurangannya.

Oleh sebab itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan penelitian ini. Akhir kata penyusun mengharapkan penelitian ini bermanfaat dan dapat memenuhi apa yang diharapkan oleh semua pihak.

Jakarta, Januari 2015

Penulis

viii `

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...... i

LEMBAR PENGESAHAN ...... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ...... iii

LEMBAR PERNYATAAN ...... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ...... v

RINGKASAN ...... vi

KATA PENGANTAR ...... vii

DAFTAR ISI ...... ix

DAFTAR TABEL ...... xii

DAFTAR GAMBAR ...... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ...... xiv

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ...... 1 1.2 Perumusan Masalah ...... 5 1.3 Tujuan Penelitian ...... 5 1.4 Manfaat Penelitian ...... 6 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ...... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Makanan Siap Saji...... 7 2.2 Tinjauan Produk dalam Aspek Keislaman ...... 8 2.3 Perilaku Konsumen ...... 9 2.4 Faktor yang Memengaruhi Perilaku Konsumen ...... 12 2.4.1 Faktor Budaya ...... 12 2.4.2 Keluarga ...... 14 2.4.3 Faktor Pribadi ...... 16 2.4.3.1 Usia ...... 16 2.4.3.2 Pekerjaan...... 16

ix `

2.4.3.3 Kondisi Ekonomi ...... 17 2.4.3.4 Gaya Hidup ...... 17 2.4.4 Faktor Psikologis ...... 18 2.4.4.1 Motivasi ...... 18 2.4.4.2 Persepsi ...... 18 2.4.4.3 Sikap ...... 19 2.4.5 Faktor Usaha Pemasaran...... 20 2.5 Penelitian Terdahulu ...... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...... 23 3.2 Jenis dan Sumber Data ...... 23 3.2.1 Data Primer ...... 23 3.2.2 Data Sekunder ...... 23 3.3 Populasi dan Sampel ...... 24 3.4 Unit Analisis Data ...... 27 3.5 Variabel Penelitian ...... 27 3.6 Kerangka Pemikiran dan Model Penelitian...... 29 3.6.1 Kerangka Pemikiran ...... 29 3.6.2 Model Penelitian...... 31 3.7 Validitas dan Reliabilitas Instrumen ...... 34 3.7.1 Validitas Instrumen ...... 34 3.7.2 Reliabilitas Instrumen ...... 35 3.8 Metode Analisa Data ...... 36 3.8.1 Analisis Statistik deskriptif ...... 36 3.8.2 Analisis Structural Equation Modelling (SEM) ...... 36 3.9 Validasi Model ...... 54 3.9.1 Validasi Model Formatif ...... 54 3.9.2 Validasi Model Reflektif ...... 56 3.10 Definisi Operasional...... 60

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

4.1 Sejarah ...... 61 4.2 Perkembangan Perusahaan ...... 64 4.3 Konsep Produk ...... 66 4.4 Aktivitas Pemasaran ...... 69

x `

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden ...... 71 5.1.1 Jenis Kelamin...... 71 5.1.2 Usia ...... 72 5.1.3 Pendidikan ...... 72 5.1.4 Respon Responden terhadap Makanan Siap Saji dan Kebab ...... 73 5.1.5 Fitur dan Manfaat yang Diharapkan oleh Responden ...... 75 5.2 Model Akhir Penelitian ...... 78 5.3 Pengaruh Budaya Konsumsi terhadap Perilaku Konsumen ...... 83 5.3.1 Model Akhir Variabel Budaya Konsumsi ...... 83 5.3.2 Pengaruh Indikator terhadap Subvariabel ...... 85 5.3.2.1 Subvariabel Kebiasaan Konsumsi ...... 86 5.3.2.2 Subvariabel Waktu Konsumsi ...... 88 5.3.2.2 Subvariabel Frekuensi Konsumsi ...... 90 5.4 Pengaruh Keluarga terhadap Perilaku Konsumen...... 93 5.4.1 Model Akhir Variabel Pengaruh Keluarga ...... 93 5.4.2 Pengaruh Indikator terhadap Subvariabel ...... 95 5.4.2.1 Subvariabel Intensitas Interaksi ...... 96 5.4.2.2 Subvariabel Dominasi Peran ...... 99 5.5 Implikasi terhadap Perilaku Konsumen ...... 103 5.5.1 Model Akhir Variabel Perilaku Konsumen ...... 103 5.5.2 Pengaruh Indikator terhadap Subvariabel ...... 106 5.5.2.1 Motivasi ...... 107 5.5.2.2 Persepsi ...... 108 5.5.2.3 Sikap ...... 110

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan ...... 113 6.2 Saran ...... 114

DAFTAR PUSTAKA ...... 115

LAMPIRAN ...... 119

xi

`

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Panduan Wawancara ...... 24 Tabel 2. Jumlah Penduduk Beberapa Kecamatan di Jakarta Selatan ...... 26 Tabel 3. Penentuan Jumlah Sampel Penelitian ...... 26 Tabel 4. Variabel Penelitian ...... 28 Tabel 5. Keterangan Indikator pada Model Pengukuran Variabel Laten Eksogen 1 ...... 41 Tabel 6. Keterangan Indikator pada Model Pengukuran Variabel Laten Eksogen 2 ...... 43 Tabel 7. Keterangan Indikator pada Model Pengukuran Variabel Laten Eksogen 3 ...... 45 Tabel 8.Keterangan Indikator pada Model Pengukuran Variabel Laten Endogen ...... 47 Tabel 9. Hasil Awal Outer Loading ...... 56 Tabel 10. Hasil Akhir Outer Loading ...... 57 Tabel 11. Hasil AVE dan Reliabilitas Komposit ...... 58 Tabel 12. Pengukuran Validitas Diskriminan ...... 58 Tabel 13. Gambaran Umum Definisi Operasional ...... 60 Tabel 14. Klasifikasi Outlet Kebab Turki Baba Rafi Berdasarkan Lokasi ...... 63 Tabel 15. Fitur Kebab Turki Baba Rafi ...... 67 Tabel 16. Klasifikasi Usia Responden ...... 72 Tabel 17. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Responden ...... 72 Tabel 18. Alasan Mengkonsumsi Makanan Siap Saji ...... 74 Tabel 19. Alasan Pemilihan Merek Kebab ...... 74

xii

`

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 .Bagan Model Perilaku Konsumen ...... 11 Gambar 2. Bagan Kerangka Pemikiran ...... 30 Gambar 3. Model Penelitian ...... 33 Gambar 4 .Pemodelan Variabel Laten Eksogen 1 ...... 40 Gambar 5. Pemodelan Variabel Laten Eksogen 2 ...... 42 Gambar 6. Pemodelan Variabel Laten Eksogen 3 ...... 44 Gambar 7. Pemodelan Variabel Laten Endogen ...... 46 Gambar 8. Perkembangan Jumlah Outlet...... 62 Gambar 9. Gedung PT. Baba Rafi Indonesia ...... 64 Gambar 10. Sebagian Tahapan Pembuatan Tortilla Kebab Turki Baba Rafi ...... 68 Gambar 11. Model Akhir Penelitian ...... 79 Gambar 12. Model Statistik Akhir Penelitian ...... 80 Gambar 13. Model Akhir Variabel Laten Eksogen 2 ...... 83 Gambar 14. Model Akhir Variabel Laten Eksogen 3 ...... 93 Gambar 15. Model Akhir Variabel Laten Endogen ...... 104

xiii

`

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner ...... 119 2. Definisi Operasional ...... 126 3. Hasil Uji Validitas ...... 131 4. Hasil Uji Reliabilitas...... 131 5. Hasil Validasi Model Formatif ...... 132 6. Hasil Pengolahan Data dengan SmartPLS ...... 135

xiv

`

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan siap saji menurut Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 28

Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan ialah makanan yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan. Smith (2012:xxxiii) menyatakan bahwa makanan siap saji merupakan makanan yang mengandung kalori dalam jumlah yang tinggi namun memiliki gizi yang rendah. Khomsan (2008:10) menyatakan

Gizi yang rendah atau tidak seimbang ini dikarenakan makanan siap saji mengandung lemak dan garam yang tinggi dengan kandungan serat yang rendah.

Kehadiran makanan siap saji ini langsung disukai oleh masyarakat karena cocok untuk gaya hidup modern (Sari, 2008:5). Ayam balut tepung, burger, bento, hot dog, pizza, kebab, dan serta roti bakar merupakan contoh makanan siap saji yang populer dan berkembang di Indonesia (Alamsyah, 2009:18-33).

Menurut Alamsyah (2009:12), salah satu alasan pemilihan makanan siap saji ialah karena praktis. Lebih lanjut Alamsyah menjelaskan bahwa praktis memiliki pengertian dapat memberikan solusi bagi rumah tangga yang tidak memiliki waktu cukup untuk menyiapkan makanan di rumah. Konsumen di tengah kesibukannya bisa membeli makanan siap saji tidak hanya dari restoran, tetapi juga dari food service lain semacam supermarket, hypermart, atau counter makanan yang siap dibawa pulang. Konsumen tinggal memilih makanan yang diinginkan, dibungkus, dibawa pulang, dan disajikan di rumah.

1

`

Salah satu produk makanan siap saji ialah kebab. Kebab merupakan makanan yang berasal dari Timur Tengah. Kebab menjadi salah satu makanan siap saji yang dapat dijadikan sebagai alternatif bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhan terhadap makanan. Kebab memiliki perbedaan dibandingkan produk makanan siap saji lainnya. Kebab terdiri dari roti tipis (tortilla), irisan daging, sayur, saus dan mayonaise.

Kebab memiliki tortilla sebagai ciri khas produk. Tortilla merupakan roti tipis yang membungkus bahan-bahan kebab lainnya seperti sayuran, daging, saus, dan mayonaise yang merupakan isian dari kebab. Fitur-fitur seperti tortilla, sayuran, daging, saus, dan mayonaise merupakan elemen yang menyatu menjadi sebuah produk bernama kebab dan memberikan rasa khas dari bumbu-bumbu yang terdapat pada daging maupun berasal dari saus dan mayonaise.

Fungsi kebab salah satunya ialah sebagai camilan yang cukup mengenyangkan. Fitur-fitur pada kebab selain berfungsi sebagai camilan, juga memberikan manfaat kesehatan dari terdapatnya sayuran pada kebab. Sayuran pada kebab merupakan sayuran segar yang terdiri dari selada, tomat, timun, dan bawang bombay (Malahayati dan Ramdhan, 2010:110).

Beberapa masyarakat Indonesia kemudin mengadopsi kebab dan disesuaikan dengan lidah orang Indonesia. Makanan ini banyak diminati oleh masyarakat, sehingga banyak muncul usaha kebab dengan berbagai merek

(Alamsyah, 2010:6). Sejak awal mula produk kebab dipasarkan di Indonesia, kebab mendapat respon positif, sehingga banyak pengusaha kebab yang berpikir mewaralabakan usahanya (Hartanti, 2009:129). Salah satu perusahaan yang

2

`

bergerak di bisnis kebab ialah PT. Baba Rafi Indonesia dengan usahanya Kebab

Turki Baba Rafi (Hartanti, 2009:192).

Kebab Turki Baba Rafi sebagai unit usaha yang dijalankan oleh PT. Baba

Rafi Indonesia, merupakan yang pertama kali memasarkan kebab melalui waralaba (www.rekorbisnis.com). Kebab Turki Baba Rafi memulai usahanya pada tahun 2003 dengan satu gerai. Pada tahun 2014, jumlah outlet Kebab Turki

Baba Rafi telah mencapai 1.246 unit yang berlokasi di dalam maupun di luar negeri. Banyaknya outlet tersebut memudahkan konsumen untuk memperoleh produk Kebab Turki Baba Rafi sehingga produk yang dipasarkan oleh perusahaan dapat menjangkau calon konsumen.

Membuka outlet atau cabang sering dilakukan ketika bisnis yang didirikan di sebuah tempat ramai oleh pembeli sehingga pemilik usaha mendirikan usaha yang sama lagi di tempat lain dengan tujuan mendekati konsumen (Hartanti,

2009:17). Rangkuti (2005:95) menyatakan bahwa pembukaan cabang juga bertujuan sebagai daya tarik untuk menarik pelanggan baru. Peter dan Olson

(2010:4) menyatakan sebuah perusahaan harus mengetahui dan memahami konsumen serta dekat dengan mereka untuk memberikan barang atau jasa yang akan dibeli dan digunakan oleh konsumen. Menurut Schiffman dan Kanuk,

(2004:491) untuk memahami konsumen terutama dalam perilakunya, terdapat dua faktor yang memengaruhi perilaku konsumen yaitu faktor usaha pemasaran dan faktor lingkungan sosial budaya.

Usaha pemasaran dalam memengaruhi perilaku konsumen terdiri dari produk, harga, promosi, dan saluran distribusi (Schiffman dan Kanuk, 2004:491).

Produk merupakan hal yang mendasar dalam proses pemasaran karena produk

3

`

merupakan elemen kunci dalam penawaran pemasaran (Kotler dan Armstrong,

2012:224). Kotler dan Armstrong lebih lanjut menyatakan bahwa produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk menarik, mengakuisisi, menggunakan, atau mengkonsumsi dalam memenuhi kebutuhan atau keinginan. Perilaku konsumen, selain dipengaruhi oleh usaha pemasaran, juga dipengaruhi oleh lingkungan sosial budaya.

Faktor lingkungan sosial budaya terdiri dari berbagai macam pengaruh non- komersial seperti komentar teman, pemakaian oleh anggota keluarga, atau pandangan para konsumen yang memang memiliki pengalaman terhadap suatu produk. Selain itu, terdapat pengaruh kelas sosial, budaya dan subbudaya.

Hawkins dan Mothersbough (2010:42) menyatakan bahwa budaya merupakan faktor yang penting karena budaya sebagai konsep yang komprehensif memengaruhi proses pemikiran dan perilaku dari seorang individu serta memengaruhi beragam perilaku.

Seorang individu, tentunya merupakan sebuah anggota dari ruang lingkup terkecil dalam masyarakat yaitu keluarga. Keluarga memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam memengaruhi perilaku konsumen. Keluarga merupakan organisasi yang paling penting dalam masyarakat (Kotler dan Armstrong,

2012:141). Penelitian menyatakan bahwa seseorang yang berada di anggota keluarga memiliki perannya masing-masing dan menunjukkan perilaku yang berbeda selama pengambilan keputusan dan konsumsi (Peter dan Olson,

2010:343).

Faktor produk, budaya, dan keluarga memengaruhi perilaku konsumen terhadap suatu produk yang dikonsumsi (Schifmann dan Kanuk, 2004:493).

4

`

Bidang perilaku ini diwakili oleh pengaruh dalam diri (motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian, dan sikap) yang mendorong seorang konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk. Oleh karena itu, menjadi pertanyaan yang menarik dan mendorong peneliti untuk mengetahui bagaimana faktor-faktor tersebut memengaruhi perilaku konsumen dalam mengkonsumsi produk kebab.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dari penelitian ini antara lain ialah:

1) Apakah terdapat pengaruh konsep produk terhadap perilaku konsumen

Kebab Turki Baba Rafi?

2) Apakah terdapat pengaruh budaya konsumsi terhadap perilaku

konsumen Kebab Turki Baba Rafi?

3) Apakah terdapat pengaruh keluarga terhadap perilaku konsumen Kebab

Turki Baba Rafi?

1.3 Tujuan Penelitian

1) Menganalisis pengaruh konsep produk terhadap perilaku konsumen

Kebab Turki Baba Rafi.

2) Menganalisis pengaruh budaya konsumsi terhadap perilaku konsumen

Kebab Turki Baba Rafi.

3) Menganalisis pengaruh keluarga terhadap perilaku konsumen Kebab

Turki Baba Rafi.

5

`

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat. Manfaat tersebut antara lain ialah:

1) Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan serta

wawasan dalam melakukan aplikasi teori yang telah didapat selama

belajar di bangku kuliah.

2) Bagi Program Studi dan Universitas

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa lainnya

untuk dijadikan literatur atau referensi dalam melakukan penelitian

tentang perilaku konsumen.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

1) Penelitian ini dilakukan di Kota Jakarta Selatan yang terdapat outlet

Kebab Turki Baba Rafi dengan kriteria responden bertempat tinggal di

area tersebut dan pernah mengkonsumsi kebab.

2) Variabel pada penelitian ini dibatasi oleh 4 variabel yaitu variabel

konsep produk, variabel budaya konsumsi, dan variabel pengaruh

keluarga sebagai variabel eksogen serta variabel perilaku konsumen

sebagai variabel endogen.

6

`

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Makanan Siap Saji

Makanan siap saji menurut Peraturan Pemerintah Indonesia Nomor 28

Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan ialah makanan yang sudah diolah dan siap untuk langsung disajikan di tempat usaha atau di luar tempat usaha atas dasar pesanan. Smith (2012:xxxiii) menyatakan makanan siap saji mengandung kalori yang tinggi namun memiliki gizi yang rendah. Gizi yang rendah atau tidak seimbang ini dikarenakan makanan siap saji mengandung lemak dan garam yang tinggi dengan kandungan serat yang rendah (Khomsan, 2008:10).

Kehadiran makanan siap saji ini langsung disukai oleh masyarakat karena cocok untuk gaya hidup modern (Sari, 2008:5).

Alamsyah (2009:12) menyatakan bahwa salah satu alasan pemilihan makanan siap saji ialah karena praktis. Praktis memiliki pengertian dapat memberikan solusi bagi rumah tangga yang tidak memiliki waktu cukup untuk menyiapkan makanan di rumah. Konsumen di tengah kesibukannya bisa membeli makanan siap saji tidak hanya dari restoran, tetapi juga dari food service lain semacam supermarket, hypermart, atau counter makanan yang siap dibawa pulang. Mereka tinggal memilih makananannya, dibungkus, dibawa pulang, dan tinggal disajikan di rumah.

Salah satu produk makanan siap saji pada bisnis waralaba ialah kebab.

Kebab merupakan makanan yang berasal dari Timur Tengah yang akhir-akhir ini banyak berkembang. Perkembangan yang luar biasa dengan kemunculan aneka gerobak dan resto kebab dengan berbagai merek (Alamsyah, 2010:6). Kebab

7

`

menjadi salah satu makanan siap saji yang dapat dijadikan sebagai alternatif bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhan terhadap makanan. Kebab terdiri dari roti pita (roti tipis) yang berisi daging yang telah dicampur dan diolah dengan rempah rempah. Selain daging di dalamnya, terdapat pula topping berupa sayur segar yaitu bawang bombai, selada, dan mentimun (Malahayati dan Ramdhan,

2010:109-110).

Kebab sebagai salah satu jenis makanan siap saji tentunya harus memerhatikan aspek-aspek keamanan pangan. Aspek keamanan pangan antara lain mencakup mencegah tercemarnya makanan siap saji dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan. Keamanan pangan juga dapat ditinjau dari pengendalian proses pada pemilihan bahan baku, penggunaan bahan tambahan pangan, pengolahan, pengemasan, penyimpanan, pengangkutan, dan cara penyajian (Saparinto dan

Hidayati, 2006:56-57). Keamanan pangan salah satunya dapat dijaga dengan cara menjaga kontaminasi dari kontak tangan, untuk pengemasan dan pembungkusan sebaiknya kebersihan tangan dapat dijaga dengan selalu mencuci tangan serta menggunakan sarung tangan (Alamsyah, 2009:91).

2.2 Tinjauan Produk Makanan dalam Aspek Keislaman

Produk makanan yang dimakan hendaknya halal lagi baik. Baik ini dapat mencakup kesehatan, kelezatan, dan keamanan. Para ulama menyebutkan bahwa makanan yang baik berarti makanan yang tidak kotor dari segi zatnya atau sudah kadaluarsa (Nuraini, 2007:13).

Produk makanan yang dijual di Indonesia diwajibkan untuk menggunakan logo halal yang didapatkan dari hasil sertifikasi MUI. Hal ini berlaku juga bagi

8

`

kebab. Selain kehalalan produk, aspek keamanan pangan juga dilihat dalam aspek

Islam. Penggunaan kemasan yang praktis dan tidak langsung bersentuhan dengan tangan selain memudahkan mengkonsumsi juga mengurangi sentuhan dengan tangan yang dapat menimbulkan pangan menjadi tidak aman. Makanan halal dan baik dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 168 berikut.

Artinya:

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.”

2.3 Perilaku Konsumen

Pemahaman akan perilaku konsumen menurut Sunyoto (2013:1) dapat diaplikasikan dalam tiga hal, yang pertama adalah untuk merancang sebuah strategi pemasaran yang baik, misalnya menentukan kapan saat yang tepat perusahaan memberikan diskon untuk menarik pembeli. Kedua, perilaku konsumen dapat membantu pembuat keputusan membuat kebijakan publik, misalnya dengan mengetahui bahwa konsumen akan banyak menggunakan transportasi saat lebaran, pembuat keputusan dapat merencanakan harga tiket transportasi di hari raya. Aplikasi ketiga adalah dalam hal pemasaran sosial, yaitu penyebaran ide di antara konsumen. Melalui pemahaman sikap terhadap

9

`

konsumen, seseorang dapat menyebarkan ide dengan lebih cepat dan efektif

(Sunyoto, 2013:1)

Perilaku konsumen mempelajari individu, kelompok, atau organisasi dan proses yang mereka gunakan untuk memilih, mengamankan, menggunakan, dan membuang produk, jasa, pengalaman, atau ide untuk memuaskan kebutuhan serta dampak dari proses tersebut terhadap konsumen dan masyarakat. Pandangan terhadap perilaku konsumen ini lebih luas dibandingkan pandangan secara tradisional yang fokus terhadap pembeli dan konsekuensi dari proses pembelian.

Pandangan yang lebih luas akan membawa kita untuk memeriksa pengaruh tidak langsung pada keputusan konsumsi serta konsekuensi yang lebih luas dan melibatkan lebih dari sekedar pembeli dan penjual (Hawkins dan Mothersbough,

2010:6).

Hoyer dan Macinnis (2008:3) menyatakan bahwa “consumer behavior reflects the totality of consumers’ deisions with respect to the acquisition, consumption, and disposition of goods, services, activites, experiences, people, and ideas by (human) decision-making units (over time)”. Pandangan tersebut mirip dengan pernyataan dari Hawkins dan Mothersbough yang tidak membatasi perilaku konsumen hanya sebatas keputusan pembelian.

Schiffman dan Kanuk (2004:6) menyatakan bahwa perilaku konsumen merupakan cara individu dalam mengambil keputusan untuk memanfaatkan sumber daya mereka yang tersedia (waktu, uang, usaha) guna membeli barang- barang yang berhubungan dengan konsumsi. Schiffman dan Kanuk (2004:493) menyatakan bahwa model pengambilan keputusan dibagi menjadi tiga yaitu

10

`

masukan, proses, dan keluaran. Berikut merupakan model perilaku konsumen

Schifman dan Kanuk.

Pengaruh Eksternal (Masukan)

Usaha Pemasaran Lingkungan Sosial Budaya 1. Produk 1. Keluarga 2. Promosi 2. Sumber informal 3. Harga 3. Sumber nonkomersial lain 4. Saluran Distribusi 4. Kelas sosial 5. Subbudaya dan budaya

Pengambilan Keputusan Konsumen (Proses)

Pengenalan Kebutuhan Bidang Psikologi 1. Motivasi 2. Persepsi 3. Pembelajaran Pencarian Informasi 4. Kepribadian 5. Sikap

Evaluasi Alternatif Pengalaman

Perilaku Setelah Keputusan (Keluaran)

Permbelian 1. Percobaan 2. Pembelian ulang

Evaluasi setelah pembelian

Gambar 1. Bagan Model Perilaku Konsumen Sumber: Schiffman dan Kanuk (2004:493)

Gambar 1 yang merupakan bagan model perilaku konsumen diawali dengan pengaruh eksternal atau masukan dari dua aspek yaitu usaha pemasaran dan lingkungan sosial budaya. Aspek tersebut lalu diarahkan kepada pengambilan keputusan konsumen sebagai sebuah proses dari pengambilan keputusan secara

11

`

utuh. Proses pengambilan keputusan terdapat lima tahapan yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, pembelian, dan evaluasi setelah pembelian. Sebelum masuk ke dalam tahapan tersebut terdapat bidang psikologi yang merupakan perilaku konsumen yang terdiri dari motivasi, persepsi, pembelajaran, kepribadian, dan sikap yang berkaitan dengan individu-individu manusia dalam mengambil keputusan.

2.4 Faktor yang Memengaruhi Perilaku Konsumen

2.4.1 Faktor Budaya

Schiffman dan Kanuk (2004:356) mendefinisikan budaya sebagai keseluruhan kepercayaan, nilai-nilai, dan kebiasaan yang dipelajari yang membantu mengarahkan perilaku konsumen para anggota masyarakat tertentu.

Komponen kepercayaan dan nilai dalam definisi tersebut merujuk pada akumulasi perasaan dan prioritas yang dipunyai individu mengenai masalah dan barang milik.

Peter dan Olson (2010:278) menjelaskan bahwa budaya merupakan sebuah kerangka dari mental dan makna yang dibagi bersama oleh kebanyakan orang dalam kelompok sosial. Dalam arti luas, makna budaya termasuk perspektif secara umum, keyakinan yang khas, reaksi afektif, dan karakteristik pola dari perilaku.

Setiap masyarakat menetapkan pandangannya masing-masing dari budaya dengan menciptakan dan menggunakan makna untuk mewakili perbedaan budaya yang penting.

Sheth dan Maholtra dalam jurnalnya yang berjudul “Global Consumer

Culture” menyatakan “consumer culture is a system in which consumption, a set of behaviors found in all times and places, is dominated by the consumption of

12

`

commercial products. It is also a system in which the transmission of existing cultural values, norms and customary ways of doing things from generation to generation is largely understod to be carried out through the exercise of free personal choice in the private sphere of everyday life”. Pernyataan tersebut menandakan bahwa konsumsi dalam budaya merupakan suatu set dari perilaku yang dapat ditemui kapan saja dan dimana saja. Budaya konsumsi terdiri dari nilai, norma, dan adat dalam melakukan sesuatu dari generasi ke generasi.

Apriyani dan Saty (2013) dalam jurnalnya yang berjudul “Pengaruh Faktor

Internal Konsumen Terhadap Keputuan Pembelian Sayuran Organik” menggunakan variabel budaya konsumsi yang dapat diukur dengan indikator kebiasaan, frekuensi dan waktu konsumsi. Kebiasaan merupakan tingkat keseringan dalam melakukan konsumsi, frekuensi merupakan jumlah konsumsi yang yang dilakukan dalam sehari, dan waktu konsumsi merupakan pilihan waktu untuk konsumsi.

Penelitian Apriyani dan Saty ditulis berdasarkan disertasi yang ditulis oleh

Rosida P. Adam (2006) yang berjudul “Pengaruh Faktor Internal Konsumen dan

Kinerja Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian Komoditas Teh Oleh

Konsumen Rumah Tangga di Provinsi Jawa Barat”. Operasionalisasi variabel internal konsumen dalam penelitian tersebut terdapat subvariabel budaya dengan indikator kebiasaan, frekuensi, dan waktu konsumsi untuk mengetahui budaya konsumen dalam mengkonsumsi sebagai penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar.

13

`

2.4.2 Faktor Keluarga

Kotler dan Armstrong (2012:141) menyatakan “family members can strongly influence buyer behavior. The family is the most important consumer buying organization in society, and it has been researched extensively”. Anggota keluarga dapat memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam perilaku konsumen.

Keluarga merupakan organisasi yang paling penting bagi konsumen dalam melakukan pembelian dan hal tersebut telah dibuktikan dengan penelitian yang sangat luas. Seorang pemasar tertarik dalam peran serta pengaruh dari seorang kepala rumah tangga, seorang istri, dan anak dalam pembelian produk barang maupun jasa yang berbeda. Hal ini dikarenakan pada umumnya seorang istri atau ibu rumah tangga biasanya menjadi pembeli utama bagi sebuah keluarga, terutama untuk makanan dan pakaian.

Seseorang biasanya tergabung dalam suatu kelompok, baik dalam suatu keluarga, klub, maupun organisasi. Posisi seseorang di setiap kelompok dapat didefinisikan dalam hal peran dan status. Sebuah peran terdiri dari aktivitas seseorang yang diharapkan dapat menjadi panutan bagi lainnya di sekitar orang tersebut. Setiap peran merefleksikan nilai umum yang diberikan kepada masyarakat. Sunyoto (2013:39) beserta Hawkins dan Mothersbough (2010:208), menyatakan bahwa seseorang dalam keluarga memiliki peran sebagai berikut:

1) Penjaga pintu (gatekeeper)

Peran ini disebut juga sebagai inisiator. Inisiator pemikiran keluarga dalam

pengambilan keputusan terhadap suatu produk dan pengumpulan informasi

untuk membantu pengambilan keputusan.

14

`

2) Pemberi Pengaruh

Individu yang opininya dicari sehubungan dengan kriteria yang harus

digunakan oleh keluarga dalam pembelian dan produk atau merek mana yang

paling mungkin cocok dengan kriteria evaluasi itu.

3) Pengambilan Keputusan

Orang dengan wewenang dan atau kekuasaan keuangan untuk memilih

bagaimana uang keluarga akan dibelanjakan dan produk atau merek mana

yang akan dipilih.

4) Pembeli

Orang yang bertindak sebagai agen pembelian yang mengunjungi toko,

menghubungi penyuplai, menulis cek, membawa produk ke rumah dan

seterusnya.

5) Pemakai (User)

Pemakai merupakan orang yang menggunakan produk atau mengkonsumsi

produk.

Gherasim (2013:11) menyatakan “The roles played by each member of the family within it are very different. The influence of each member of the family is variable in intensity depending on the stage of the purchase decision and the importance of the risk of this decision. However, the roles of each are based on the social norms by which the family rules its life, norms that may confer full authority to the spouse (in case of the traditional family) or which distributes its roles among its members in a different way or (equally).

Pernyataan Gherasim menandakan bahwa peran seorang anggota keluarga berbeda-beda. Pengaruh dari seseorang anggota keluarga tergantung kepada

15

`

tahapan dalam keputusan pembelian dan tingkat kepentingan serta risiko yang ditanggung dalam keputusan. Meskipun demikian, peran dalam anggota keluarga didasari oleh norma sosial yang terdapat dalam keluarga.

2.4.3 Faktor Pribadi

2.4.3.1 Usia

Hawkins dan Mothersbough (2010:122) menyatakan bahwa usia yang sesuai sangat penting untuk banyak produk. Usia beserta budaya menjelaskan perilaku dan sikap. Usia kita mencerminkan media apa yang kita gunakan, dimana kita berbelanja, bagaimana kita menggunakan produk, dan bagaimana kita berpikir serta merasakan aktivitas pemasaran.

Kotler dan Armstrong (2012:145) menyatakan bahwa masyarakat melakukan perubahan terhadap produk baik barang maupun jasa yang mereka beli seiring berjalannya waktu. Mereka melakukan pembelian barang sesuai dengan kebutuhan mereka yang dapat memenuhi keadaan mereka saat itu termasuk keadaan usia. Siklus hidup psikologi seseorang juga memengaruhi proses keputusan pembelian. Seorang dewasa biasanya mengalami transformasi pada bagian tertentu semasa hidupnya hal ini menyebabkan seorang pemasar harus menaruh perhatian terhadap minat masyarakat yang berubah-ubah.

2.4.3.2 Pekerjaan

Pekerjaan seseorang memengaruhi barang dan jasa yang dibeli.

Karyawan biasa hanya membeli barang-barang yang sesuai dengan pendapatan yang ia dapatkan dari pekerjaannya sebagai karyawan. Namun, seorang presiden direktur sebuah perusahaan dapat membeli baju yang mahal, barang-barang

16

`

mewah, dan barang lainnya yang menunjang kehidupannya sebagai presiden direktur (Kotler dan Armstrong, 2012:145).

Kotler dan Armstrong lebih lanjut menjelaskan bahwa seorang pemasar dapat mencoba untuk mengidentifikasi kelompok pekerjaan yang memiliki minat yang berada di atas rata-rata terhadap produk dan jasa mereka. Sebuah perusahaan bahkan dapat menspesialisasi dalam pembuatan dan pemasaran produk yang dibutuhkan oleh kelompok pekerjaan tertentu.

2.4.3.3 Kondisi Ekonomi

Kotler dan Armstrong (2012:146) menyatakan bahwa situasi ekonomi seseorang dapat memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pemilihan suatu produk. Seorang pemasar harus mengetahui bahwa kondisi ekonomi seseorang terdiri dari penghasilan yang dapat dibelanjakan, tabungan, aktiva

(asset), hutang, kemampuan untuk menerima pinjaman dari bank, dan sikap atas belanja atau menabung. Pemasar yang peka biasanya akan melihat dan memerhatikan trend penghasilan pribadi, tabungan, dan tingkat bunga.

2.4.3.4 Gaya Hidup

Kotler dan Armstrong (2012:146) menyatakan bahwa seseorang yang berasal dari sub kultur, kelas sosial, bahkan pekerjaan yang sama dapat memiliki gaya hidup yang berbeda. Gaya hidup merupakan pola seseorang dalam melakukan kehidupan yang diekspresikan dalam kegiatan atau beraktivitas, minat, dan opini. Gaya hidup menjadi lebih penting dibandingkan kelas sosial atau kepribadian seseorang. Hal ini dikarenakan gaya hidup merupakan sebuah profil terhadap seseorang pada

17

`

sebuah pola yang menyeluruh yang ditunjukkan dengan tindakan dan berinteraksi dengan sekitar.

2.4.4 Faktor Psikologis

2.4.4.1 Motivasi

Hawkins dan Mothersbough (2010:360) mengemukakan “motivation is the reason for behavior. A motive is a construct representing an unobserveable inner force that stimulates and compels a behavioral response and provide specific directiong to that response”. Motivasi adalah sebuah konstruk yang mewakili kekuatan batin yang tidak dapat diobservasi dan mendorong respon perilaku serta memberikan arah yang spesifik terhadap respon tersebut.

Kotler dan Armstrong (2012:147) menyatakan bahwa seseorang bisa saja memiliki kebutuhan yang sangat banyak dalam kurun waktu tertentu, beberapa merupakan kebutuhan biologis seperti lapar dan haus, serta yang lainnya kebutuhan psikologis seperti pengakuan, penghargaan, atau kepemilikan. Motivasi atau dorongan merupakan kebutuhan yang cukup menekankan secara langsung kepada seseorang untuk mencari kepuasan terhadap kebutuhan tersebut.

2.4.4.2 Persepsi

Persepsi adalah proses yang diawali dengan paparan dan perhatian konsumen terhadap rangsangan pemasaran dan diakhiri dengan interpretasi konsumen (Hawkins dan Mothersbough, 2010:278). Persepsi masuk sebagai rangsangan yang mengaktifkan reseptor sensorik seperti mata, telinga, selera, dan kulit (Hoyer dan Macinnis 2008:80).

18

`

Kotler dan Armstrong (2012:148) berpendapat bahwa “a motivated person is ready to act. How the person acts is influenced by his or her own perception of situation. All of us learn by the flow of information through our five senses: sight, hearing, smell, touch, and taste. However, each of us receives, organizes, and interprets this sensory information to form a meaningful picture of the world”.

Kotler dan Armstrong menyatakan cara seseorang termotivasi tergantung persepsi masing-masing terhadap situasi. Persepsi merupakan suatu proses dimana seorang individu memilih, mengorganisir, mengartikan informasi yang masuk untuk menciptakan gambaran yang berarti di lingkungannya.

2.4.4.3 Sikap

Hawkins dan Mothersbough (2010:392) menyatakan “attitude is an enduring organization of motivational, emotional, perceptual, and cognitive processes with respect to some aspect of our environment. It is learned prediposition to respond in a consistently favorable or unfavorable manner with respect to a given object”. Berdasarkan pernyataan Hawkins dan Mothersbough diatas, sikap adalah organisasi abadi dari motivasi, emosional, persepsi, dan proses kognitif yang memiliki hubungan dengan beberapa aspek dari lingkungan dan memiliki kecenderungan yang dipelajari untuk merespon secara konsisten baik menguntungkan maupun tidak menguntungkan sehubungan dengan suatu objek tertentu. Peter dan Olson (2010:128) menyatakan bahwa seluruh definisi dari sikap memiliki satu kesamaan, mereka mengacu kepada evaluasi masyarakat.

Peter dan Olson mendefinisikan bahwa sikap sebagai evaluasi keseluruhan seseorang dari sebuah konsep.

19

`

2.4.5 Faktor Usaha Pemasaran

Menurut model perilaku konsumen Schiffman dan Kanuk (2004:493), pengaruh eksternal sebagai input dalam pengambilan keputusan terdiri dari usaha pemasaran perusahaan dan lingkungan sosial budaya. Faktor usaha pemasaran terdiri dari produk, promosi, harga, serta saluran distribusi. Produk merupakan elemen kunci dari penawaran pemasaran (Kotler dan Armstrong, 2012:224).

Penawaran pemasaran sebagai bagian dari bauran pemasaran dimulai dari membangun penawaran yang bernilai untuk konsumen. Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar dalam menarik, mengakuisisi, menggunakan, atau mengkonsumsi sesuatu yang dapat memenuhi keinginan dan kebutuhan (Kotler dan Armstrong, 2012:224).

Peter dan Olson (2010:70) menyatakan bahwa konsumen dapat memiliki tiga tipe pengetahuan produk. Pertama, produk sebagai sekumpulan atribut atau karakteristik dari produk. Kedua, produk sebagai sekumpulan manfaat atau konsekuensi positif yang didapat dari penggunaan produk. Ketiga, nilai dari produk yang membantu konsumen puas atau terpenuhi keinginannya. Seorang pemasar harus memahami ketiga tipe pengetahuan produk untuk dapat mengembangkan strategi pemasaran secara efektif.

Peter dan Olson lebih lanjut menjelaskan bahwa konsumen sangat tertarik terhadap karakteristik secara fisik dari sebuah produk, sehingga seorang pemasar sering menganggap bahwa konsumen memiliki pemikiran kalau produk dan merek merupakan sekumpulan atribut. Konsumen memiliki ingatan terhadap atribut dari sebuah produk dan mereka dapat melakukan pilihan produk dan merek mana yang akan dibeli, sehingga seorang pemasar harus mengetahui atribut

20

`

produk mana yang sesuai dengan konsumen, yang berarti bagi konsumen, dan bagaimana cara konsumen untuk menggunakan pemikiran tersebut dalam pengambilan keputusan. Seorang konsumen dapat membedakan tipe dari atribut produk yaitu atribut yang konkrit seperti karakteristik produk dan atribut yang abstrak seperti kualitas.

Konsumen melihat produk sebagai sekumpulan manfaat yang dapat memenuhi kebutuhan mereka. Manfaat merupakan konsekuensi yang diinginkan ketika konsumen membeli atau menggunakan produk atau merek (Peter dan

Olson, 2010:73). Ketika mengembangkan produk, seorang pemasar harus mengidentifikasi nilai yang diinginkan oleh seorang konsumen dari sebuah produk. Mereka harus membuat produk secara aktual dan mencari cara untuk membangun nilai dari produk tersebut yang dapat memberikan kepuasan kepada konsumen (Kotler dan Armstrong, 2012:226).

2.5 Penelitian Terdahulu

Widayati (2012), melakukan penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor Yang

Memengaruhi Perilaku Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Minyak

Goreng Di Dengan Menggunakan Pendekatan Metode Structural

Equation Modelling (SEM)”. Penelitian tersebut memiliki tiga variabel eksogen berupa budaya, sosial, dan psikologis yang mengarah kepada perilaku konsumen sebagai variabel endogen (berfungsi sebagai variabel antara) yang dilanjutkan pengaruhnya terhadap keputusan pembelian (variabel endogen).

Hasil analisis menggunakan SEM menyatakan bahwa variabel budaya memiliki pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap perilaku konsumen, variabel sosial memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku

21

`

konsumen, variabel psikologi berpengaruh positif dan signifikan terhadap perilaku konsumen, serta variabel perilaku konsumen berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian.

Marlinda Apriyani dan Fadila Marga Saty (2013) dengan judul “Pengaruh

Faktor Internal Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Sayuran Organik” menggunakan variabel budaya, kelas sosial, individu, dan psikologi dalam penelitiannya. Kedua peneliti tersebut menggunakan analisis jalur (path analysis) dalam metode penelitiannya. Hasil penelitian tersebut menghasilkan pengaruh yang cukup kuat antara faktor internal yaitu kelas sosial, individu, dan psikologi dalam keputusan pembelian. Sedangkan variabel budaya memiliki pengaruh yang lemah.

22

`

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kota Jakarta Selatan dari bulan Mei hingga bulan

Oktober tahun 2014. Pengambilan data dilakukan pada bulan Juni 2014 selama 2 minggu. Proses analisis dilakukan setelah peneliti mendapatkan data yang dibutuhkan baik berupa hasil kuesioner maupun wawancara.

3.2 Jenis dan Sumber Data

3.2.1 Data Primer

Data primer ialah data yang diperoleh secara langsung dari subjek yang diteliti yaitu konsumen kebab dengan sejumlah variabel penelitian. Data bersumber dari kuesioner sebagai instrumen penelitian dalam mengumpulkan data. Kuesioner diisi oleh responden yang pernah mengkonsumsi kebab.

Kuesioner menggunakan skala ordinal, untuk memudahkan tabulasi dan analisis data. Skala ordinal menggunakan rentang skor 1 hingga 4. Kuesioner pada penelitian ini terdapat pada lampiran 1. Data Primer juga didapatkan dari hasil wawancara dengan perusahaan yang disajikan pada tabel 1.

3.2.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung terkait objek yang diteliti melalui sumber lain secara lisan maupun tulisan. Data ini bersumber dari literatur terkait penelitian seperti buku, data perusahaan yang terkait penelitian, internet, dan hasil penelitian terdahulu.

23

`

Tabel 1. Panduan Wawancara Pertanyaan Tujuan Target pasar perusahaan Mengetahui konsumen-konsumen dalam aspek demografis seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan pendidikan yang menjadi target pasar perusahaan. Keunggulan perusahaan Mengetahui keunggulan perusahaan baik dari dibandingkan pesaing aspek perusahaan itu sendiri maupun produk yang dipasarkan termasuk di dalamnya fitur dan manfaat yang ditawarkan oleh perusahaan ke pasar. Tujuan dipasarkannya Mengetahui tujuan produk kebab yang produk kebab dipasarkan oleh perusahaan dari aspek fungsi kehadiran produk tersebut. Harapan perusahaan dari Mengetahui harapan yang diinginkan oleh pasar perusahaan dari proses pemasaran produk kebab yang dilakukan oleh perusahaan

3.3 Populasi dan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini ialah nonprobability sampling. Metode ini merupakan teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2012:84). Sampel yang digunakan ialah terhadap responden atau konsumen yang yang pernah melakukan pembelian produk kebab.

Teknik dari nonprobabilty sampling yang digunakan ialah insidental sampling yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data

24

`

(Sugiyono, 2012: 85). Adapun kriteria dari responden yang akan dijadikan sampel penelitian ini ialah:

1) Responden berusia 18-65 tahun. Menurut Hawkins dan Mothersbough

(2010:122), usia membawa perilaku dan norma dalam bersikap. Usia

memperlihatkan bagaimana cara kita menggunakan media, dimana kita

berbelanja, bagaimana kita menggunakan produk dan bagaimana kita

berpikir dan merasakan tentang aktivitas pemasaran. Hawkins dan

Mothersbough (2010:122) membagi usia dalam perilaku konsumsi dari

umur 18 tahun hingga di atas 65 tahun.

2) Responden merupakan konsumen yang pernah mengkonsumsi produk

kebab.

Penentuan sampel pada penelitian ini akan menggunakan rumus slovin sebagai berikut:

n = N 1+N ( e ) 2 n = Jumlah Sampel

N = Jumlah Populasi

e = Standar Deviasi (10%)

Populasi pada penelitian ini adalah konsumen yang bertempat tinggal di

Kota Jakarta Selatan. Sampel diambil dari populasi dari total jumlah penduduk yang tersebar dari beberapa kecamatan di Kota Jakarta Selatan. Berikut rincian jumlah penduduk yang terdapat di Kota Jakarta Selatan pada kecamatan- kecamatan yang dijadikan penelitian pada tabel 2 dan tabel 3 sebagai penentuan sampel.

25

`

Tabel 2. Jumlah Penduduk Beberapa Kecamatan di Jakarta Selatan Kecamatan Jumlah Penduduk (jiwa) Jagakarsa 340.387 Pasar Minggu 300.853 Cilandak 197.853 Kebayoran Baru 142.800 Mampang Prapatan 144.192 Pesanggrahan 220.375 Kebayoran Lama 293.646 Total 1.640.106 Sumber: bps.go.id

Total populasi di Kota Jakarta Selatan berdasarkan tabel 3 sebanyak

1.640.106 jiwa. Berdasarkan jumlah populasi tersebut, mengacu kepada rumus slovin diperoleh sampel sebanyak 99 orang dan dibulatkan menjadi 100 orang.

Penentuan sampel pada tiap-tiap kecamatan mengikuti ratio jumlah penduduk pada suatu kecamatan terhadap total jumlah penduduk pada kecamatan yang berada di Kota Jakarta Selatan.

Tabel 3. Penentuan Jumlah Sampel Penelitian Kecamatan Ratio Sampel Jagakarsa 20,75 21 Pasar Minggu 18,34 18 Cilandak 12,06 12 Kebayoran Baru 8,71 9 Mampang Prapatan 8,79 9 Pesanggrahan 13,44 13 Kebayoran Lama 17,90 18 Total 100 100 Sumber: Data Primer (diolah)

Penentuan sampel secara insidental atau kebetulan dilakukan karena peneliti tidak menemui subjek penelitian secara sengaja atau direncakanan sebelumnya.

Proses pengisian kuesioner dilakukan dengan cara menemui masyarakat yang

26

`

merupakan konsumen kebab dan berada di lokasi penelitian yaitu Kota Jakarta

Selatan.

3.4 Unit Analisis Data

Unit analisis data merupakan satuan penelitian. Misalnya, sebuah organisasi, kelompok masyarakat, dan individu (Maryati dan Suryawati, 2007:111). Unit analisis diartikan sebagai sesuatu yang berkaitan dengan fokus komponen yang diteliti. Unit analisis ini dilakukan oleh peneliti agar validitas dan reliabilitas penelitian dapat terjaga. Unit analisis yang digunakan pada penelitian ini ialah konsumen kebab yang bertempat tinggal di Kota Jakarta Selatan yang dijadikan responden. Responden memberikan keterangan yang mendukung penelitian ini sebagai sumber data primer melalui kuesioner. Populasi responden yang dipilih ialah responden yang berada di ruang lingkup Kota Jakarta Selatan.

3.5 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini dinotasikan sebagai variabel eksogen (untuk variabel independen) dan variabel endogen (untuk variabel endogen) dengan terdiri dari beberapa subvariabel. Hal ini disesuaikan dengan notasi yang digunakan pada penelitian menggunakan metode SEM. Variabel pada penelitian ini terdapat tiga variabel eksogen dan satu variabel endogen dengan subvariabel sebanyak tujuh subvariabel pada variabel eksogen dan tiga subvariabel pada variabel endogen. Variabel pada penelitian ini akan dirinci pada tabel 4.

27

`

Tabel 4. Variabel Penelitian Variabel/Subvariabel Deskripsi Indikator Konsep produk – variabel Konsep produk sebagai 1. Tingkat penerimaan (Schiffman dan Kanuk, 2004) sekumpulan atribut dan manfaat responden terhadap yang ditawarkan oleh perusahaan bahan pembentuk dalam usaha pemasaran kebab Fitur produk –subvariabel Ciri-ciri produk yang ditinjau 2. Tingkat penerimaan (Kotler dan Armstrong, 2012) dari bahan-bahan pembentuk responden terhadap produk kebab manfaat kebab Manfaat produk – subvariabel konsekuensi positif yang didapat (Peter dan Olson, 2010) dari penggunaan produk Budaya konsumsi – variabel keseluruhan kepercayaan, nilai- 1. Kebiasaan konsumsi (Schiffman dan Kanuk, 2004) nilai, dan kebiasaan yang dari tingkat dipelajari yang membantu keseringan mengarahkan perilaku konsumen mengkonsumsi dalam konsumsi produk Kebiasaan konsumsi – Kebiasaan konsumen dalam 2. Frekuensi konsumsi subvariabel (Apriyani dan Saty mengkonsumsi produk kebab kebab dalam sebulan , 2013) 3. Tingkat kecocokan Frekuensi konsumsi – Tingkat keseringan konsumsi konsumen dengan subvariabel (Apriyani dan Saty kebab oleh responden waktu konsumsi , 2013) (pemosisian) Waktu konsumsi – subvariabel Pemosisian waktu konsumsi oleh (Apriyani dan Saty , 2013) konsumen Pengaruh keluarga – variabel Pengaruh anggota keluarga 1. Tingkat dominasi (Schiffman dan Kanuk , 2004) terhadap perilaku responden peran anggota (Kotler dan Armstrong , 2012) dalam mengkonsumsi produk keluarga dalam kebab memengaruhi individu dalam Dominasi peran – subvariabel Pengaruh anggota keluarga dan berperilaku (Sunyoto, 2013) (Hawkins dan perannya terhadap perilaku 2. Tingkat frekuensi Mothersbough, 2010) seorang individu dalam mengkonsumsi produk interaksi antara Intensitas interaksi – Hubungan antara anggota responden dengan subvariabel (Sunyoto, 2013) keluarga dengan responden anggota keluarga lainnya di dalam sebuah keluarga Perilaku - variabel (Sunyoto , Tindakan-tindakan yang 1. Tingkat keterkaitan 2013) dilakukan oleh individu, antara faktor-faktor kelompok atau organisasi yang eksogen terhadap berhubungan dengan proses dorongan responden pengambilan keputusan dalam berperilaku Motivasi – subvariabel Dorongan yang terjadi dalam diri 2. Tingkat kepercayaan (Hawkins dan Mothersbough, responden dalam menentukan konsumen serta 2010) (Peter dan Olson, 2010) pilihan yang berkaitan dengan kebutuhan serta keinginan penilaian terhadap

responden sumber informasi Persepsi – subvariabel Persepsi atau tanggapan 3. Sikap yang diambil (Hawkins dan Mothersbough, konsumen terhadap alternatif dalam menentukan 2010) (Peter dan Olson, 2010) pilihan yang didapatkan dari sumber eksternal diri konsumen keputusan

(faktor lingkungan) berdasarkan faktor- Sikap – subvariabel (Hawkins Penilaian terhadap situasi yang faktor eksogen dan Mothersbough, 2010) dihadapi oleh seorang konsumen (Peter dan Olson, 2010)

28

`

3.6 Kerangka Pemikiran dan Model Penelitian

Kerangka pemikiran merupakan tahapan yang penting dalam melakukan penelitian. Kerangka ini untuk membantu peneliti dalam menyusun tahapan- tahapan penelitian yang harus dilakukan hingga menghasilkan analisis terhadap penelitian yang dilakukan dan mencapai tujuan dari penelitian.

Model pada penelitian ini merupakan gambaran umum terhadap pemodelan yang akan dianalisis pada penelitian ini. Hal ini dikarenakan penelitian ini menggunakan metode SEM dengan pendekatan PLS. Model penelitian ini berupa gambar model yang disusun dari masing-masing variabel dan subvariabel yang terdapat hubungan antara masing-masing indikator terhadap subvariabel dan subvariabel dengan variabelnya.

3.6.1 Kerangka Pemikiran

Kerangka pemikiran merupakan alur berpikir peneliti untuk melakukan penelitian. Kerangka pemikirian digambarkan pada gambar 2. Penelitian diawali dengan mengetahui karakteristik konsumen kebab secara umum. Proses selanjutnya yaitu perilaku yang diwakili dengan motivasi, persepsi, dan sikap.

Perilaku konsumen dipengaruhi oleh dua faktor pengaruh yaitu pengaruh pemasaran dan pengaruh lingkungan.

Pengaruh pemasaran diwakilkan dengan variabel konsep produk dan pengaruh lingkungan diwakilkan dengan variabel budaya dan variabel pengaruh keluarga. Penelitian ini menggunakan kuesioner untuk mengetahui pengaruh- pengaruh tersebut yang selanjutnya akan dianalisis melalui metode SEM dengan pendekatan PLS. Hasil analisis akan dibahas dan dibuat kesimpulan serta saran.

29

`

Pengaruh Pengaruh Usaha Karakteristik Konsumen Lingkungan Pemasaran (usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan) Wawancara perusahaan

Budaya Konsumsi Pengaruh Konsep Produk Pengisian kuesioner Keluarga 1. Kebiasaan 1. Fitur konsumsi 1. Dominasi 2. Manfaat 2. Frekuensi peran konsumsi 2. Intensitas 3. Pilihan waktu interaksi Harapan Konsumen konsumsi Konsumen Kebab

Analisis SEM

Variabel Yang Perilaku Konsumen 1. Motivasi Memengaruhi 2. Persepsi Hasil Perilaku Konsumen 3. Sikap

Gambar 2.Bagan Kerangka Pemikiran

30

`

3.6.2 Model Penelitian

Model Penelitian sebagai konsep dasar dari penelitian ini ialah konsep perilaku konsumen yang digambarkan pada gambar 3. Gambar tersebut disesuaikan dengan metode SEM. Variabel eksogen terdiri dari 3 variabel yang masing-masing terdiri dari subvariabel dan indikator-indikator. Variabel eksogen bersifat formatif yang konstruknya merupakan kombinasi penjelas dari indikator.

Variabel konsep produk terdiri dari dua subvariabel yaitu fitur produk dan manfaat. Konsep produk merupakan hal yang mendasar dalam proses pemasaran yang bertujuan untuk memasarkan produk yang memiliki identitas dan manfaatnya masing-masing. Variabel konsep produk terbentuk dari subvariabel tersebut hubungannya bersifat formatif yang menandakan bahwa hubungan kausalitas berasal dari indikator ke konstruk, dimana konstruk merupakan suatu proses atau kejadian dari suatu amatan yang diformulasikan dalam bentuk konseptual dan memerlukan indikator untuk memperjelasnya.

Variabel budaya konsumsi yang terdiri dari subvariabel kebiasaan konsumsi, waktu konsumsi, dan frekuensi konsumsi juga bersifat formatif. Hal ini karena subvariabel tersebut membentuk sebuah kombinasi sehingga membentuk variabel budaya konsumsi. Variabel budaya konsumsi merupakan hal yang penting karena mengikat kepada konsumen dalam bentuk output atau hasil dari komponen kepercayaan dan nilai sebagai definsi dari budaya konsumsi yang merujuk pada akumulasi perasaan dan prioritas yang dipunyai individu mengenai masalah dan barang milik.

Variabel pengaruh keluarga terdiri dari subvariabel dominasi peran dan intensitas interaksi yang juga bersifat formatif. Anggota keluarga memiliki

31

`

perannya masing-masing dan menunjukkan perilaku yang berbeda selama pengambilan keputusan dan konsumsi (Peter dan Olson, 2010:343). Berdasarkan pernyataan tersebut, peran yang diwakili dengan subvariabel dominasi peran dan memiliki kaitan erat dengan interaksi, subvariabel tersebut membentuk sebuah pengaruh keluarga sebagai variabel yang memengaruhi perilaku konsumen.

Variabel-variabel eksogen yang terdiri dari konsep produk, budaya konsumsi, dan pengaruh keluarga memengaruhi perilaku seorang konsumen.

Variabel perilaku konsumen terdiri dari tiga subvariabel yaitu subvariabel motivasi, persepsi, dan sikap. Gambar 3 menyatakan bahwa variabel perilaku konsumen bersifat reflektif karena perilaku merupakan suatu konstruk yang dianggap sebagai faktor yang menimbulkan sesuatu yang kita amati yaitu motivasi, persepsi, dan sikap.

32

`

Dominasi Intensitas X7 X6 Interaksi Peran Kebiasaan Konsumsi Motivasi

ξ 3 X Y1 3 Pengaruh Keluarga

X4 ξ2 η Y2 Persepsi

Konsep Waktu Budaya Perilaku Produk Konsumsi Konsumsi Konsumen X5 Y3

ξ1

Frekuensi Sikap Konsumsi

X1 X2

Fitur Manfaat Produk Produk

Gambar 3. Model Penelitian

33

`

3.7 Validitas dan Reliabilitas Instrumen

3.7.1 Validitas Instrumen

Validitas merupakan suatu pernyataan sampai sejauh mana data yang ditampung pada suatu kuesioner dapat mengukur apa yang ingin diukur (Umar,

2002:103). Uji validitas terdiri dari dua macam yaitu validitas konstruk dan validitas isi. Validitas konstruk merupakan sejauh mana konstruk atau kerangka dari suatu konsep dapat dijadikan sebuah instrumen untuk mengukur apa yang akan diukur, sedangkan validitas isi merupakan suatu „pengukur‟ yang dipertimbangkan berdasarkan atas sejauh mana isi alat pengukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap sebagai aspek kerangka konsep (Umar,

2000:183).

Pengujian validitas konstruk akan dilakukan dengan uji coba terhadap 40 orang responden dengan melakukan perhitungan melalui korelasi pearson dengan hasil yang dapat dilihat pada lampiran 3. Penggunaan korelasi pearson karena mudah dihitung (Osborne, 2008:39). Jika nilai korelasi atau r hitung lebih tinggi dari pada r tabel maka dinyatakan valid. Pengujian validitas konstruk dilanjutkan dengan pengujian validitas model untuk membuat model yang baik sesuai dengan metode SEM yang akan dijelaskan pada subbab selanjutnya.

Pengujian validitas isi dilakukan dengan membandingkan instrumen dengan materi yang telah diajarkan (Umar, 2005:127). Pengujian validitas isi berasal dari teori yang merupakan sumber referensi penggunaan variabel yang diturunkan hingga menjadi indikator melalui definisi operasional .

Pengukuran validitas juga akan dilakukan uji keterbacaan. Uji keterbacaan merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui sejauh mana responden dapat

34

`

memahami pertanyaan yang diajukan dalam instrumen penelitian. Uji keterbacaan ini akan dilakukan terhadap sejumlah kecil responden sebelum peneliti menuju kepada jumlah responden yang besar.

3.7.2 Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pertanyaan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam suatu bentuk kuesioner.

Penelitian ini menggunakan teknik pengukuran Cronbach (Sugiyono, 2012:132) dengan rumus:

∑ ( ) ( )

Untuk rumus tersebut: k = Banyaknya pertanyaan 2 Sj = Nilai Varians Jawaban Item ke- S2 = Nilai Varians Total Instrumen dikatakan reliabel jika memiliki nilai alpha >0,5

Penggunaan Cronbach alpha karena metode tersebut mudah didapatkan dan dihitung tanpa memerlukan pengumpulan data pada dua waktu yang berbeda dari subyek yang sama. Cronbach alpha merupakan indeks pengukuran reliabilitas yang tidak sulit selama subyek penelitian yang sama menjawab pertanyaan-pertanyaan untuk menyatakan konstruk yang sama (Robins, et al.

2007:468). Penggunaan Cronbach alpha memberikan keuntungan utama yaitu memiliki kapasitas untuk menghasilkan perkiraan konsistensi tunggal dari keandalan melalui beberapa penilaian (Osborne, 2008:39). Hasil pengukuran reliabilitas instrumen terdapat pada lampiran 4.

35

`

3.8 Metode Analisis Data

Pada proses analisa data, peneliti menggunakan analisis statistik deskriptif untuk menjelaskan secara umum terhadap proses identifikasi yang dibutuhkan dari konsumen dan analisis menggunakan SEM (Structural Equation Modelling) atau Pemodelan persamaan struktural. Pada analisis menggunakan SEM ini, variabel independen akan disebut sebagai variabel eksogen sedangkan variabel dependen akan disebut sebagai variabel endogen. Hal ini sesuai dengan kaidah- kaidah yang digunakan SEM.

3.8.1 Analisis Statistik Deskriptif

Analisis deskriptif memberikan gambaran yang berisi penjelasan ringkas mengenai variabel-variabel yang diteliti. Statistik deskriptif yang digunakan berisi jumlah sampel, nilai maksimum, nilai minimum, rata-rata, dan standar deviasi dari masing-masing variabel. Selain itu, statistik ini juga menggambarkan karakteristik umum dari responden yang dijadikan objek penelitian. Analisis ini digunakan dalam melakukan deskripsi atau gambaran terhadap pertanyaan-pertanyaan pendukung variabel yang akan diteliti.

3.8.2 Analisis Structural Equation Modelling

Structural Equation Modelling atau Pemodelan Persamaan Struktural merupakan penggabungan dua konsep statistika, yaitu konsep analisis faktor yang masuk pada model pengukuran dan konsep analisis regresi melalui model struktural. Analisis SEM juga menggunakan analisis jalur sebagai persamaan struktural yang menunjukkan korelasi antar variabel yang dihubungkan dengan

36

`

parameter dari suatu model yang digambarkan dengan suatu diagram jalur

(Haryono dan Wardoyo, 2012:5)

Analisis faktor merupakan teknik statistik multivariat yang digunakan untuk meringkas dan mereduksi data sejumlah besar variabel ke dalam jumlah yang lebih kecil atau faktor sedangkan, analisis regresi merupakan teknik statistik yang digunakan untuk melihat hubungan yang terjadi di antara dua variabel yaitu variabel dependen dan independen (Hidayat dan Istiadah, 2011:162).

Keunggulan metode SEM dibandingkan analisis faktor dan analisis regresi yaitu antara lain ialah dapat meneliti variabel atau konstruk yang tidak dapat teramati atau tidak dapat diukur secara langsung, mengkonfirmasi teori sesuai dengan data penelitian, dan dapat menjawab berbagai masalah riset dalam suatu set analisis secara lebih sistematis dan komprehensif (Haryono dan Wardoyo,

2012:9). Model pengukuran pada SEM menjelaskan hubungan antara variabel dengan indikator-indikatornya dan model struktural menjelaskan hubungan antar variabel (Widhiarso, 2009). Pendekatan SEM yang digunakan pada penelitian ini ialah pendekatan PLS (Partial Least Square).

Pendekatan PLS merupakan salah satu pendekatan pada metode SEM yang digunakan untuk melakukan pemodelan persamaan struktural dengan ukuran sampel relatif kecil (minimal 30-100 sampel) dan tidak membutuhkan asumsi data berdistribusi normal (Haryono dan Wardoyo, 2012:17). Data berdistribusi normal adalah suatu distribusi yang digambarkan dalam grafik berbentuk lonceng yang datanya memiliki salah satu ciri-ciri data berdistribusi normal yaitu data dapat diukur dan data memiliki nilai ekstrim (terlalu besar atau terlalu kecil) tidak terlalu banyak (Arifin, 2008:89).

37

`

Pengembangan PLS pada dasarnya untuk menguji teori yang lemah dan data yang lemah sehingga ukuran sampel kecil dan data yang tidak berdistribusi normal tidak menjadi masalah bagi PLS (Wold dalam Latan dan Ghozali,

2012:6). Walaupun PLS digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten (prediction), PLS dapat juga digunakan untuk mengkonfirmasi teori (Chin dan Newsted dalam Latan dan Ghozali, 2012:6).

Kerangka konseptual pada penelitian ini digambarkan bahwa sifat indikator pada variabel eksogen lebih bersifat formatif yang menandakan bahwa hubungan kausalitas berasal dari indikator ke konstruk, dimana konstruk merupakan suatu proses atau kejadian dari suatu amatan yang diformulasikan dalam bentuk konseptual dan memerlukan indikator untuk memperjelasnya, misalnya konstruk loyalitas (Haryono dan Wardoyo, 2012:36).

Model indikator pada variabel endogen lebih bersifat reflektif yang menandakan bahwa hubungan kausalitas berasal dari konstruk ke indikator.

Fornell dan Bookstein dalam Haryono dan Wardoyo, (2012:47-48) menyatakan bahwa konstruk seperti “personalitas” atau “sikap” umumnya dipandang sebagai faktor yang menimbulkan sesuatu yang kita amati sehingga indikatornya bersifat reflektif. Jika konstruk merupakan kombinasi penjelas dari indikator (seperti perubahan penduduk atau bauran pemasaran) yang ditentukan oleh kombinasi variabel maka indikatornya harus bersifat formatif.

Latan dan Ghozali (2012:47) merumuskan tahapan dalam melakukan analisis menggunakan model persamaan struktural adalah sebagai berikut:

38

`

a. Konseptualisasi Model

Hal terpenting pada SEM adalah perancangan model. Pada tahapan ini

hubungan antar variabel laten (variabel yang tidak bisa diukur secara

langsung) akan diteliti. Hubungan tersebut didasarkan pada rumusan

masalah atau hipotesis penelitian.

b. Merancang Model Pengukuran (Outer Model)

Tahapan berikutnya ialah menyusun hubungan kausalitas dengan

diagram jalur. Tujuannya ialah agar peneliti dapat dengan mudah

mencermati hubungan kausalitas yang ingin diuji. Hubungan kausalitas

yang diteliti adalah antara variabel eksogen terhadap variabel endogen.

Variabel eksogen dalam SEM merupakan pengganti istilah variabel

independen. Sedangkan variabel eksogen merupakan pengganti istilah

variabel dependen. Hubungan pada masing-masing variabel eksogen

dan endogen terhadap indikator dilakukan perancangan agar peneliti

dapat mengetahui apakah indikator bersifat reflektif atau formatif.

Bersifat reflektif berarti indikator sebagai variabel yang dipengaruhi

oleh variabel laten. Sedangkan bersifat formatif berarti indikator

dipandang sebagai variabel yang memengaruhi variabel laten.

c. Mengkonstruksi Diagram Jalur

Tahapan-tahapan pada perancangan model struktural dan pengukuran

akan memudahkan dalam memahami jalur yang akan dibangun.

Diagram jalur yang telah dibentuk dapat menggambarkan keseluruhan

39

`

model penelitian yang akan diteliti. Berikut diagram jalur atau model

pengukuran pada masing-masing variabel laten.

1) Model Pengukuran Variabel Laten Eksogen 1 dengan Simbol (ξ1).

Model pengukuran variabel laten eksogen 1 bersifat formatif

karena konsep produk terbentuk oleh fitur dan manfaat produk sebagai

subvariabel yang masing-masing subvariabel tersebut terbentuk oleh

indikator-indikator berupa pernyataan pada kuesioner yang mewakili

kedua subvariabel. Model bersifat formatif menggunakan arah panah

yang mengarah dari indikator ke subvariabel dan subvariabel ke arah

variabel. Terlihat pada gambar 4 bahwa indikator subvariabel fitur

produk dinotasikan dengan FITPn (indikator-indikator fitur produk

dengan “n” menandakan indikator fitur produk yang ke-n) dan indikator

subvariabel manfaat produk dinotasikan dengan MANFn (indikator-

indikator manfaat produk dengan “n” menandakan indikator fitur

produk yang ke-n).

X1

ξ1

X2

Gambar 4. Pemodelan Variabel Laten Eksogen 1

40

`

Keterangan:

ξ1 = Variabel laten eksogen 1 (Konsep produk) X1= Subvariabel 1 (Fitur produk) X2= Subvariabel 2 (Manfaat produk)

Indikator-indikator pada model pengukuran variabel laten eksogen

1 ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diharapkan mampu

mewakili data yang akan dianalisis. Tabel 5 merupakan keterangan

lengkap dari indikator pada model ini.

Tabel 5. Keterangan Indikator pada Model Pengukuran Variabel Laten Eksogen 1 Pertanyaan Kode Indikator Nomor Indikator Tingkat penerimaan responden terhadap 8 FITP1 tekstur tortilla Tingkat penerimaan responden terhadap 9 FITP2 bumbu pada kebab Tingkat penerimaan responden terhadap 11 FITP3 bahan tambahan (saus dan mayonaise) pada kebab 23 FITP4 Tingkat kelembutan tekstur tortilla Penerimaan responden terhadap penting 12 MANF1 tidaknya kemasan yang praktis Penerimaan responden terhadap penting 13 MANF2 atau tidaknya sayur dalam kebab Penilaian responden terhadap manfaat 27 MANF3 kebab dari aspek kepraktisan

Penilaian responden terhadap manfaat 28 MANF4 kebab dari aspek kesehatan

Penilaian responden terhadap manfaat 29 MANF5 kebab dari aspek pemenuhan rasa lapar

2) Model Pengukuran Variabel Laten Eksogen 2 dengan Simbol (ξ2).

Model pengukuran variabel laten eksogen 2 bersifat formatif

karena budaya konsumsi dibentuk oleh kebiasaan konsumsi, waktu

konsumsi, dan frekuensi konsumsi sebagai subvariabel yang masing-

41

`

masing subvariabel tersebut terbentuk oleh indikator-indikator berupa

pertanyaan pada kuesioner yang mewakili ketiga subvariabel. Model

bersifat formatif menggunakan arah panah yang mengarah dari

indikator ke subvariabel dan subvariabel ke arah variabel.

X3

X4 ξ2

X5

Gambar 5. Pemodelan Variabel Laten Eksogen 2

Keterangan:

ξ2 = Variabel laten eksogen 2 (Budaya konsumsi) X3= Subvariabel 1 (Kebiasaan konsumsi) X4= Subvariabel 2 (Frekuensi konsumsi) X5= Subvariabel 3 (Waktu Konsumsi)

Terlihat pada gambar 5 bahwa indikator subvariabel fitur produk

dinotasikan dengan KEBKn (indikator-indikator kebiasaan konsumsi

dengan “n” menandakan indikator kebiasaan konsumsi yang ke-n).

Indikator dari subvariabel waktu konsumsi dinotasikan dengan

42

`

WAKKn (indikator-indikator waktu konsumsi dengan “n” menandakan

indikator waktu konsumsi yang ke-n). Indikator dari subvariabel

frekuensi konsumsi dinotasikan dengan FREKn (indikator-indikator

frekuensi konsumsi dengan “n” menandakan indikator kebiasaan

konsumsi yang ke-n). Indikator-indikator pada model pengukuran

variabel laten eksogen 2 ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang

diharapkan mampu mewakili data yang akan dianalisis. Tabel 6

merupakan keterangan lengkap dari indikator pada model ini.

Tabel 6. Keterangan Indikator pada Model Pengukuran Variabel Laten Eksogen 2 Pertanyaan Kode Indikator Nomor Indikator Penting atau tidaknya kecenderungan 15 KEBK1 mengkonsumsi karena akrab dengan produk Tingkat kecenderungan mengkonsumsi 30 KEBK2 produk secara rutin sejak mengenal produk 31 KEBK3 Konsistensi mengkonsumsi kebab Terbiasa atau tidaknya mengkonsumsi 45 KEBK4 kebab Penting atau tidaknya frekuensi konsumsi 17 FREK1 dalam memengaruhi responden mengkonsumsi kebab Tingkat persetujuan terhadap frekuensi 46 FREK2 konsumsi kebab Pentingnya posisi produk dalam konsumsi 18 WAKK1 (sebagai camilan) Pemosisian konsumsi kebab oleh 33 WAKK2 responden

43

`

3) Model Pengukuran Variabel Laten Eksogen 3 dengan Simbol (ξ3).

Model pengukuran variabel laten eksogen 3 bersifat formatif

karena pengaruh keluarga dibentuk oleh dominasi peran anggota

keluarga dan intensitas interaksi antar anggota keluarga sebagai

subvariabel yang masing-masing subvariabel tersebut terbentuk oleh

indikator-indikator berupa pertanyaan pada kuesioner yang mewakili

kedua subvariabel. Model bersifat formatif menggunakan arah panah

yang mengarah dari indikator ke subvariabel dan subvariabel ke arah

variabel.

X6

ξ3

X7

Gambar 6. Pemodelan Variabel Laten Eksogen 3

Keterangan: ξ3 = Variabel laten eksogen 3 (Pengaruh keluarga) X6= Subvariabel 1 (Dominasi peran) X7= Subvariabel 2 (Intensitas interaksi)

Terlihat pada gambar 6 bahwa indikator subvariabel fitur produk

dinotasikan dengan DOMPn (indikator-indikator dominasi peran

dengan “n” menandakan indikator dominasi peran yang ke-n) dan

44

`

indikator subvariabel intensitas interaksi dinotasikan dengan INTIn

(indikator-indikator intensitas interaksi dengan “n” menandakan

indikator intensitas interaksi yang ke-n).

Indikator-indikator pada model pengukuran variabel laten eksogen

3 ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diharapkan mampu

mewakili data yang akan dianalisis. Tabel 7 merupakan keterangan

lengkap dari indikator pada model ini.

Tabel 7. Keterangan Indikator pada Model Pengukuran Variabel Laten Eksogen 3 Pertanyaan Kode Indikator Nomor Indikator Penting atau tidaknya pengaruh keluarga 19 DOMP1 dalam konsumsi kebab Penting atau tidaknya dari adanya orang 20 DOMP2 yang pengalaman yang dapat memberikan saran dalam konsumsi Ada atau tidaknya pengaruh keluarga 34 DOMP3 dalam konsumsi kebab Peran anggota keluarga dalam 35 DOMP4 memengaruhi konsumsi Ada atau tidaknya anggota keluarga yang 49 DOMP5 bertindak sebagai inisiator Ada atau tidaknya anggota bertindak 50 DOMP6 sebagai pemberi pengaruh Penting atau tidaknya dari adanya orang 21 INTI1 dekat yang dapat memengaruhi seseorang Penting atau tidaknya dari adanya interaksi 22 INTI2 sebelum konsumsi kebab Tingkat kecenderungan berinteraksi

36 INTI3 terlebih dahulu dengan keluarga sebelum mengkonsumsi produk

Ada atau tidaknya anggota keluarga yang 37 INTI4 dipercaya untuk memberikan saran

konsumsi Intensitas menanyakan saran dengan 38 INTI5 anggota keluarga Persetujuan terhadap pendapat anggota 51 INTI6 keluarga sebelum konsumsi produk

45

`

4) Model Pengukuran Variabel Y dengan Simbol (η).

Model pengukuran variabel laten eksogen 2 bersifat reflektif karena

perilaku konsumen dicerminkan oleh motivasi, persepsi, dan sikap

sebagai subvariabel yang masing-masing subvariabel tersebut terbentuk

oleh indikator-indikator berupa pertanyaan pada kuesioner yang

mewakili ketiga subvariabel. Model bersifat reflektif menggunakan

arah panah yang mengarah dari variabel ke subvariabel dan subvariabel

ke arah indikator.

Y1

η Y2

Y3

Gambar 7. Pemodelan Variabel Laten Endogen

Keterangan: η = Variabel laten endogen (Perilaku konsumen) Y1= Subvariabel 1 (Motivasi) Y2= Subvariabel 2 (Persepsi) Y2= Subvariabel 2 (Sikap)

Terlihat pada gambar 7 bahwa indikator subvariabel motivasi

dinotasikan dengan MOTn (indikator-indikator motivasi dengan “n”

menandakan indikator motivasi yang ke-n). Indikator dari subvariabel

46

`

persepsi dinotasikan dengan PERSn (indikator-indikator persepsi

dengan “n” menandakan indikator persepsi yang ke-n). Indikator dari

subvariabel sikap dinotasikan dengan SIKPn (indikator-indikator sikap

dengan “n” menandakan indikator sikap yang ke-n)

Indikator-indikator pada model pengukuran variabel laten endogen

ini merupakan pertanyaan-pertanyaan yang diharapkan mampu

mewakili data yang akan dianalisis. Tabel 8 merupakan keterangan

lengkap dari indikator pada model ini.

Tabel 8. Keterangan Indikator pada Model Pengukuran Variabel Laten Endogen Pertanyaan Kode Inti Pertanyaan Nomor Indikator Pengaruh produk dalam menentukan 39 MOT1 konsumsi Alasan dominan mengkonsumsi kebab 40 MOT2 (produk atau orang lain) Produk kebab mampu menarik minat 52 MOT3 responden untuk mengkonsumsinya Pengaruh orang lain terhadap suatu 53 MOT4 produk menarik minat responden untuk mengkonsumsinya Tingkat kepercayaan terhadap penjual 41 PERS1 kebab Tingkat kepercayaan terhadap anggota 42 PERS2 keluarga Anggota keluarga lebih paham mengenai 54 PERS3 produk kebab 43 SIKP1 Sikap terhadap penawaran produk kebab Sikap terhadap pengaruh anggota 44 SIKP2 keluarga Responden mengkonsumsi kebab 55 SIKP3 berdasarkan saran orang lain

47

`

d. Konversi diagram jalur ke dalam sistem persamaan

Pada tahapan ini, diagram yang telah dibuat akan dikonversi atau

diubah ke dalam sistem persamaan. Persamaan yang dibuat terdapat dua

persamaan yaitu inner model dan outer model. Berikut persamaan-

persamaan yang terdapat pada penelitian ini.

1) Outer model (spesifikasi hubungan antara variabel laten dengan

indikator)

a) Untuk variabel laten eksogen 1 (formatif)

ξ1=λX1X1+ λX2X2+δ1

b) Untuk variabel laten eksogen 2 (formatif)

ξ2=λX3X3+ λX4X4+ λX5X5+δ2

c) Untuk variabel laten eksogen 3 (formatif)

ξ3=λX6X6+ λX7X7+δ3

d) Untuk variabel laten endogen 1 (reflektif)

y1= λY1Y1+ ε1

y2= λY2Y2+ ε2

y3= λY3Y3+ ε3

2) Inner model (spesifikasi hubungan antara variabel laten)

η1= γ1ξ1+ γ2ξ2+ γ3ξ3+ς1

e. Evaluasi model

Model evaluasi PLS dilakukan dengan menilai outer model dan inner

model. Evaluasi model pengukuran atau outer model dilakukan untuk

menilai validitas dan reliabilitas model sedangkan evaluasi model

struktural atau inner model dilakukan untuk memprediksi hubungan

48

`

antar variabel laten (Latan dan Ghozali, 2012:77). Berikut rincian

evaluasi model yang harus dilakukan.

1) Outer model reflektif

a) Convergent validity

Validitas konvergen merupakan tingkat sejauh mana

operasionalisasi menyatu dengan operasionalisasi lain yang serupa

secara teoritis (Lowry dan Gaskin, 2014:127). Validitas konvergen

dilihat dari korelasi antara skor indikator formatif dengan skor

variabel latennya. Loading atau nilai korelasi sebesar 0.5 sampai

0.6 dianggap cukup pada jumlah indikator per konstruk yang tidak

besar, sekitar tiga sampai tujuh indikator. Hair, dkk (2010) dalam

Widhiarso (2011) menyatakan sebuah pengukuran telah memenuhi

validitas konvergen jika:

(1) Memiliki reliabilitas indikator minimal 0,5

(2) Memiliki reliabilitas komposit lebih tinggi dari 0,7

(3) Memiliki AVE (average variance extended) minimal 0,5

b) Discriminant validity

Validitas diskriminan merupakan tingkat sejauh mana

operasionalisasi menyimpang dari operasionalisasi lain yang harus

berbeda secara teoritis (Lowry dan Gaskin, 2014:127). Validitas

diskriminan dihitung dengan cara membandingkan nilai square

root of AVE setiap konstruk dengan korelasi antara konstruk

lainnya dalam model, jika nilai AVE konstruk lebih besar dari

49

`

korelasi dengan seluruh konstruk lainnya maka dikatakan memiliki

discriminant validity yang baik. Direkomendasikan nilai

pengukuran harus lebih besar dari 0,50. Berikut rumus dari AVE:

c) Indicator reliability

Reliabilitas indikator merinci bagian dari varian indikator yang

dapat dijelaskan oleh variabel laten yang mendasarinya (Vinzi et.

al, 2010:694). Pengukuran reliabilitas indikator dengan menghitung

akar pangkat dua dari nilai muatan faktor (factor loading) yang

merupakan estimasi berapa banyak beban indikator tertentu ke

dalam konstruk dari sebuah model. Indikator yang memiliki nilai

muatan faktor yang besar menunjukkan bahwa indikator tersebut

memiliki hubungan yang kuat dengan konstruk laten sehingga

mendukung tingginya reliabilitas. Nilai reliabilitas indikator dapat

dikatakan baik jika memiliki nilai diatas 0,5 setelah muatan faktor

dikuadratkan.

d) Composite reliability

Perhitungan reliabilitas komposit digunakan untuk mengetahui

seberapa baik sebuah konstruk dapat diukur oleh indikator yang

menyusunnya (Vinzi et. al, 2010:695). Kelompok indikator yang

mengukur sebuah variabel memiliki reliabilitas komposit yang baik

jika memiliki composite reliability ≥0,7, walaupun bukan

50

`

merupakan standar absolut. Berikut rumus dari composite

reliability:

2) Outer model formatif

a) Outer model weight and significance

Pengukuran model formatif yang pertama diukur melalui outer

weight (bobot yang didapatkan dari hasil pengukuran indikator

pada model). Jika indikator memiliki outer weight yang tidak

signifikan (<1,65) maka perlu dilihat outer loading atau nilai

korelasi dari indicator tersebut. Indikator dihilangkan jika memiliki

outer weight dan outer loading yang tidak signifikan (Kwong dan

Wong, 2011). Vinzi et. al (2010: 598) menyatakan mengukur

perbandingan nilai outer weight dan outer loading adalah untuk

melihat reliabilitas indikator.

b) Collinearity of indicators

Kolinearitas adalah suatu keadaan jika semua variabel bebas

dimasukkan dalam model persamaan regresi menghasilkan

koefisien korelasi dan koefisien determinasi yang rendah, namun

jika variabel bebas dimasukkan satu per satu, menghasilkan

koefisien korelasi dan koefisien determinasi yang besar atau

signifikan (Nawari, 2010:233). Masalah kolinearitas pada model

formatif dapat terjadi jika indikator berkorelasi kuat terhadap

indikator lainnya. Gaskin dan Lowry (2014:137) dalam jurnalnya

51

`

menyatakan bahwa untuk mengukur validitas konstruk formatif

bisa dilakukan dengan cara melihat nilai multikolinearitas dari

indikator. Nilai dari variance inflation factor harus kurang dari 10

agar model memiliki validitas konstruk yang baik.

3) Inner model

Evaluasi inner model diukur dengan menggunakan R-square

variabel laten dependen dengan interpretasi yang sama dengan regresi

sedangkan Q-square predictive relevance untuk model struktural,

mengukur seberapa baik nilai observasi dihasilkan oleh model dan juga

estimasi parameternya. Nilai Q-square > 0 menunjukkan model

memiliki predictive relevance. Jika nilai Q-square ≤ 0 menunjukkan

model kurang memiliki predictive relevance. Rumus Q-square ialah:

2 2 Q =1-(1-R1 )

2 R1 adalah R-Square variabel endogen dalam model persamaan.

Besaran Q2 ini memiliki nilai dengan rentang 0 < Q2 < 1, semakin

mendekati 1 berarti model semakin baik.

f. Interpretasi estimasi model (pengujian hipotesis)

Pengujian hipotesis dilakukan dengan metode resampling bootstrap

yang dikembangkan oleh Geisser dan Stone. Metode resampling bootstrap

menggunakan seluruh sampel asli untuk melakukan resampling (Latan dan

Ghozali, 2012:54). Vinzi et al. (2010:283) menyatakan bahwa bootstrap

merupakan metode resampling melalui komputer secara intensif yang

dapat memberikan jawaban terhadap masalah statistik dengan kelompok

52

`

yang besar. Resampling digunakan untuk membuat rangkaian data dimana

nilai R-Square diukur dari masing-masing variabel laten endogen. Statistik

uji yang digunakan adalah statistik t atau uji t. Penerapan metode

resampling, memungkinkan berlakunya data terdistribusi bebas sehingga

tidak memerlukan asumsi distribusi normal dan tidak memerlukan sampel

yang besar.

Pengujian dilakukan dengan t-test, jika diperoleh p-value ≤0,10 maka

disimpulkan siginifikan dan sebaliknya. Jika hasil pengujian hipotesis pada

outer model signifikan, hal ini menunjukkan bahwa indikator dipandang

dapat digunakan sebagai instrumen pengukur variabel laten. Sedangkan

bilamana hasil pengujian pada inner model signifikan, maka dapat

diartikan bahwa terdapat pengaruh yang nyata pada variabel laten terhadap

variabel laten lainnya. Berikut hipotesis yang diajukan pada penelitian ini:

1) Hipotesis Pengaruh Konsep Produk terhadap Perilaku Konsumen

a) Ho1: Tidak terdapat pengaruh antara konsep produk dengan

perilaku konsumen.

b) Ha1: Terdapat pengaruh antara konsep produk dengan perilaku

konsumen.

2) Hipotesis Budaya Konsumsi terhadap Perilaku Konsumen

a) Ho2: Tidak terdapat pengaruh antara budaya konsumsi dengan

perilaku konsumen.

b) Ha2: Terdapat pengaruh antara budaya konsumsi dengan

perilaku konsumen.

53

`

3) Hipotesis Pengaruh Konsep Produk terhadap Perilaku Konsumen

a) Ho3: Tidak terdapat pengaruh keluarga dengan perilaku

konsumen.

b) Ha3: Terdapat pengaruh keluarga dengan perilaku konsumen.

3.9 Validasi Model

Model yang dibentuk berdasarkan hasil screening dari kuesioner yang telah disebar atau validasi instrumen terdapat 39 pernyataan yang valid dari total 49 pernyataan. Pemodelan persamaan struktural dengan menggunakan pendekatan

PLS (Partial Least Square) membutuhkan validasi lanjutan yaitu validasi model.

Hal ini diperlukan agar model yang dibentuk merupakan model yang fit atau model yang baik untuk dianalisis pada tahapan selanjutnya. Evaluasi model pengukuran atau outer model dilakukan untuk menilai validitas dan reliabilitas model sedangkan evaluasi model struktural atau inner model dilakukan untuk memprediksi hubungan antar variabel laten (Latan dan Ghozali, 2012:77).

Validasi ini terdiri dari validasi model formatif dan validasi model reflektif.

3.9.1 Validasi Model Formatif

Validasi model formatif merupakan validasi yang dilakukan untuk mengukur validitas dan reliabilitas model yang bersifat formatif yaitu pada variabel eksogen (variabel independen) yang terdiri dari subvariabel Konsep

Produk, variabel Budaya Konsumsi, dan variabel Pengaruh Keluarga. Validasi ini menggunakan cara membandingkan nilai uji-t pada outer loading (nilai korelasi indikator) dan outer weight (bobot yang didapatkan dari hasil pengukuran indikator pada model) dari hasil bootstraping atau metode resampling melalui

54

`

komputer secara intensif yang dapat memberikan jawaban terhadap masalah statistik dengan kelompok yang besar dengan menggunakan seluruh sampel asli untuk membuat rangkaian data dimana nilai R-Square diukur dari dari masing- masing variabel laten endogen. Indikator tetap digunakan apabila nilai uji-t pada outer loading atau outer weight menunjukkan hasil yang signifikan pada tingkat kepercayaan sebesar 90 persen (>1,65) . Indikator tidak digunakan jika nilai t- statistic atau nilai t-hitung pada outer loading atau outer weight menunjukkan hasil yang tidak signifikan (<1,65). Hasil validasi model formatif tersaji pada lampiran 5. Hasil validasi model menyatakan bahwa satu indikator tidak digunakan yaitu indikator pada subvariabel manfaat produk karena nilai uji-t pada outer loading maupun outer weight tidak signifkan.

Validasi model formatif juga melihat ada atau tidaknya kolinearitas antara indikator pembentuk variabel eksogen dengan variabel endogen. Kolinearitas merupakan suatu keadaan jika semua variabel bebas dimasukkan dalam model persamaan regresi menghasilkan koefisien korelasi dan koefisien determinasi yang rendah, namun jika variabel bebas dimasukkan satu per satu, menghasilkan koefisien korelasi dan koefisien determinasi yang besar atau signifikan. Untuk mengetahui ada tidaknya kolinearitas pada indikator maka perlu pengecekan kolinearitas melalui VIF (variance inflation factor atau faktor inflasi penyimpangan baku kuadrat). Nilai dari VIF maksimum 10 menunjukkan bahwa validitas konstruk terdapat pada indikator yang bersifat formatif, jika memiliki nilai lebih dari 10 maka indikator tidak digunakan (Gaskin dan Lowry, 2014:137).

Hasil penilaian terhadap ada atau tidaknya masalah kolinearitas yang disajikan pada lampiran 5 menyatakan tidak ada masalah kolinearitas pada model.

55

`

3.9.2 Validasi Model Reflektif

Validasi model reflektif validasi yang dilakukan untuk mengukur validitas dan reliabilitas model yang bersifat reflektif yaitu pada variabel endogen (variabel dependen) yang terdiri dari subvariabel Motivasi, variabel Persepsi, dan variabel

Sikap. Kriteria tersebut seperti yang telah disebutkan pada Bab 3 yaitu mengukur reliabilitas indikator (indicator reliability), reliabilitas komposit (composite reliability) validitas konvergen (convergent validity), dan validitas diskriminan

(discriminant validity). Berikut merupakan hasil dari outer loading untuk mengukur reliabilitas indikator yang disajikan pada tabel 9.

Tabel 9. Hasil Awal Outer Loading Subvariabel Kode Indikator Motivasi Persepsi Sikap MOT1 0,588 MOT2 0,337 MOT3 0,699 MOT4 0,737 PERS1 0,740 PERS2 0,878 PERS3 0,592 SIKP1 0,760 SIKP2 0,838 SIKP3 0,496 Sumber : Data Primer (diolah)

Keterangan MOTn : Indikator subvariabel motivasi ke-n PERSn : Indikator subvariabel persepsi ke-n SIKPn : Indikator subvariabel sikap ke-n

Tabel 9 memperlihatkan hasil outer loading yang memiliki nilai bervariasi dari indikator terhadap subvariabelnya. Model dikatakan memiliki reliabilitas indikator apabila memiliki nilai outer loading lebih dari 0,7. Indikator yang

56

`

memiliki nilai indikator kurang dari 0,7 dikeluarkan dari perhitungan secara bertahap dimulai dari yang terkecil sehingga didapatkan model yang memiliki reliabilitas indikator yang baik. Hasil tersebut disajikan pada tabel 10.

Tabel 10. Hasil Akhir Outer Loading Subvariabel Kode Indikator Motivasi Persepsi Sikap MOT1 Drop MOT2 Drop MOT3 0,783 MOT4 0,847 PERS1 0,864 PERS2 0,907 PERS3 Drop SIKP1 0,851 SIKP2 0,866 SIKP3 Drop Sumber : Data Primer (diolah)

Keterangan MOTn : Indikator subvariabel motivasi ke-n PERSn : Indikator subvariabel persepsi ke-n SIKPn : Indikator subvariabel sikap ke-n

Indikator dikeluarkan secara bertahap dikarenakan setiap indikator yang tidak memenuhi syarat apabila dikeluarkan dapat menyebabkan nilai outer loading atau nilai korelasi indikator lainnya bertambah. Tabel 10 menyatakan bahwa dari total sepuluh indikator dengan tiga subvariabel tersisa enam indikator.

Indikator tersebut yang akan digunakan pada model akhir.

Model dapat dikatakan memiliki reliabilitas komposit apabila nilai reliabilitas kompositnya >0,7 (Latan dan Ghazali, 2012:81). Perhitungan reliabilitas komposit digunakan untuk mengetahui seberapa baik sebuah konstruk dapat diukur oleh indikator yang menyusunnya. Reliabilitas komposit dari suatu

57

`

model dapat dilihat dari report atau laporan dari software smartPLS. Sedangkan untuk validitas konvergen dilihat dari nilai AVE (average variance extract) atau nilai yang menyatakan ukuran konvergen dari suatu item atau indikator yang mewakili konstruk. Model dapat dikatakan memiliki validitas konvergen jika nilai

AVE >0,5. Hasil tersebut disajikan pada tabel 11.

Tabel 11. Hasil AVE dan Reliabilitas Komposit AVE Composite Reliability Motivasi 0,665 0,799 Persepsi 0,785 0,879 Sikap 0,737 0,849 Sumber : Data Primer (diolah)

Nilai AVE dan reliabilitas komposit berdasarkan tabel 13 telah memenuhi kriteria yang telah ditentukan karena memiliki nilai AVE>0,5 dan nilai Composite

Reliability>0,7 sesuai pada tabel 11. Model dapat dikatakan telah memenuhi reliabilitas komposit dan validitas konvergen. Nilai tersebut didapatkan setelah indikator dengan nilai outer loading <0,7 dibuang.

Pengujian validitas diskriman dilakukan dengan cara membandingkan nilai akar dari nilai AVE dengan korelasi antar konstruk lainnya dalam model.

Pengujian pada tahapan ini menyatakan bahwa model telah memenuhi validitas diskriminan. Hal ini dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Pengukuran Validitas Diskriminan Motivasi Persepsi Sikap Motivasi 0,8154 Persepsi 0,365 0,8860 Sikap 0,356 0,565 0,8585 Catatan: angka yang dicetak tebal merupakan hasil akar dari nilai AVE Sumber : Data Primer (diolah)

58

`

Pengujian validitas model dengan empat kriteria tersebut menghasilkan model yang baik. Namun, hal tersebut dilakukan dengan membuang empat indikator yang tidak memenuhi kriteria validitas model. Indikator yang dibuang berasal dari subvariabel motivasi sebanyak dua indikator, subvariabel persepsi sebanyak satu indikator, dan subvariabel sikap sebanyak satu indikator. Hasil akhir pada model reflektif ini menghasilkan enam indikator.

59

`

3.10 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah penentuan suatu konstruk sehingga menjadi variabel atau variabel-variabel yang dapat diukur. Definisi operasional menjelaskan cara tertentu yang dapat digunakan oleh peneliti dalam mengoperasionalisasikan konstruk, sehingga memungkinkan peneliti lain untuk melakukan replikasi (pengulangan) pengukuran dengan cara yang sama, atau mencoba untuk mengembangkan cara pengukuran konstruk yang lebih baik

(Umar, 2002:233). Tabel 13 merupakan gambaran umum definisi operasional, sedangkan secara detail definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini yang disajikan dalam bentuk tabel dalam lampiran 2.

Tabel 13. Gambaran Umum Definisi Operasional Variabel Jenis Subvariabel Sifat Jumlah variabel indikator indikator Konsep Eksogen Formatif Fitur Produk (X1) 4 Produk (ξ ) (variabel 1 Formatif bebas) Manfaat (X2) 4 Budaya Eksogen Kebiasaan Konsumsi (variabel Formatif 4 Konsumsi (X3) (ξ2) bebas) Frekuensi Formatif 2 Konsumsi (X4) Waktu Konsumsi Formatif 2 (X5) Pengaruh Eksogen Dominasi Peran Formatif 6 Keluarga(ξ3) (variabel (X6) bebas) Intensitas Formatif 6 Interaksi (X7) Perilaku Endogen Reflektif Motivasi (Y1) 2 Konsumen (variabel Reflektif (η) terikat) Persepsi (Y2) 2 Reflektif Sikap (Y3) 2

60

`

BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

4.1 Sejarah

Kebab Turki Baba Rafi merupakan sebuah merek dagang dari PT. Baba

Rafi Indonesia yang bergerak di bidang makanan siap saji. Perusahaan ini didirikan oleh Hendy Setiono dan telah berdiri sejak tahun 2003 dengan kebab sebagai produk utama. Kebab merupakan makanan khas Timur Tengah yang terdiri dari tortilla (semacam roti tipis) yang berisi sayur, daging, keju, dan saus dan mayonaise.

Sejarah didirikannya usaha kebab ini bermula ketika Hendy Setiono berkunjung ke , dimana ayahnya bekerja di negara tersebut. Banyaknya outlet di negara tersebut membuat ia tertarik untuk menjualnya di Indonesia.

Sesampainya di Indonesia, ia langsung mewujudkan niatnya. Sebuah gerobak kayu berdiri di pinggiran jalan Kota Surabaya untuk menjual kebab.

Kebab Turki Baba Rafi memiliki visi yaitu Menjadi bisnis waralaba kebab yang terbesar, menguntungkan dan paling berpengaruh di dunia. Visi tersebut yang mendorong perusahaan untuk memperluas jaringannya melalui outlet-outlet yang tersebar di seluruh Indonesia. Misi dari Kebab Turki Baba Rafi yaitu:

1) Menawarkan makanan berkualitas dengan harga yang terjangkau.

2) Memberikan pelayanan yang memuaskan untuk para franchisee dan

pelanggan.

61

`

Adapun tujuan perusahaan adalah untuk meningkatkan sumber daya manusia dengan mengadakan program dan tanggung jawab sosial yang mendukung masyarakat dan pemegang saham”.

Kebab Turki Baba Rafi (KTBR) memiliki pertumbuhan cukup pesat dari segi outlet yang telah mencapai 1153 outlet pada tahun 2013 dari awal berdiri pada tahun 2003 yang hanya memiliki satu outlet. Perkembangan ini cukup signifikan mengingat umur perusahaan yang baru 10 tahun. Jika dirata-ratakan maka pertumbuhannya lebih dari 100 outlet per tahun. PT. Baba Rafi Indonesia berkembang dengan baik dan mampu menguasai pasar karena menerapkan sistem franchise. Sistem franchise menjadikan perusahaan tidak perlu mengeluarkan uang untuk memperluas jaringan pemasarannya melalui outlet, karena ada investor yang dapat membantu memperluas jaringan pemasaran. Pertumbuhan jumlah outlet di PT. Baba Rafi Indonesia dari tahun 2003 hingga tahun 2012 disajikan pada gambar 8.

1200 1020 1000 850 800 648 533 600 470 400 336 136 200 75 3 10 0 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Perkembangan Outlet

Gambar 8. Perkembangan Jumlah Outlet Sumber: PT. Baba Rafi Indonesia

62

`

Pertumbuhan outlet tersebut merupakan data secara nasional dari perusahaan. Kebab Turki Baba Rafi telah berada di 29 Provinsi di seluruh

Indonesia dan telah ekspansi ke luar negeri yaitu dan Filipina. Tabel 14 merupakan klasifikasi lokasi-lokasi outlet Kebab Turki Baba Rafi.

Tabel 14. Klasifikasi Outlet Kebab Turki Baba Rafi Berdasarkan Lokasi Jumlah Jumlah Provinsi Provinsi Outlet Outlet Aceh 5 Bali 11 Sumatera Utara 12 Kalimantan Barat 7 Sumatera Barat 9 Kalimantan Selatan 26 Sumatera Selatan 10 Kalimantan Tengah 22 Riau 13 Kalimantan Timur 36 Lampung 8 Kalimantan Utara 1 Bangka Belitung 4 Sulawesi Selatan 46 Batam 2 Sulawesi Barat 2 Bengkulu 1 Sulawesi Tenggara 2 Jambi 2 Sulawesi Utara 4 Banten 61 Maluku Utara 2 DKI Jakarta 238 NTT 1 Jawa Barat 234 Papua 3 Jawa Tengah 82 Luar Negeri DIY 29 Malaysia 5 Jawa Timur 194 Filipina 8 Sumber: Kebab Turki Baba Rafi

Nama merek yang dipakai yaitu Baba Rafi, yang berarti Ayah Rafi diambil dari nama anak pertama Hendy Setiono yang bernama Rafi. Perusahaan ini awalnya terletak di Surabaya lalu dipindahkan ke Jakarta menempati rumah yang sederhana. Sekarang perusahaan telah pindah ke gedung milik sendiri yang terdiri atas gedung kantor 3 lantai dan pabrik pembuatan bahan-bahan baku kebab yang terletak di Jl. RS. Fatmawati no. 33, Pondok Labu, Jakarta Selatan. Foto gedung

PT. Baba Rafi Indonesia disajikan pada gambar 9.

63

`

Gambar 9. Gedung PT. Baba Rafi Indonesia

4.2 Perkembangan Perusahaan

Usaha Kebab Turki Baba Rafi bermula dengan outlet sederhana di pinggir jalan memasarkan produk kebab hingga saat ini mempunyai gedung yang cukup megah seperti pada gambar 9. Kebab Turki Baba Rafi Berawal hanya dari satu outlet, dikarenakan tingginya minat masyarakat untuk turut serta dalam investasi maka dibuka penawaran-penawaran terbatas kepada orang-orang terdekatnya.

Pertumbuhan outlet Kebab Turki Baba Rafi yang cukup pesat dikarenakan penerapan sistem franchise oleh PT. Baba Rafi Indonesia pada tahun 2006. Hal tersebut menjadikan Kebab Turki Baba Rafi sebagai pioneer franchise lokal di bidang makanan. Kebab Turki Baba Rafi memiliki banyak penghargaan baik dari dalam maupun luar negeri yang menjadikannya nilai tambah bagi Kebab Turki

Baba Rafi untuk menarik minat masyarakat agar mau berinvestasi di Kebab Turki

Baba Rafi.

64

`

Kebab Turki Baba Rafi pada awalnya hanya menjual produk kebab, seiring perkembangan zaman dan pasar, perusahaan memulai menjual variasi produk agar dapat memberikan berbagai macam pilihan bagi konsumen. Produk tersebut antara lain ialah burger, hot dog, canai, syawarma, roti pita, dan lainnya.

Kehadiran variasi produk tersebut menjadi salah satu keunggulan bagi

Kebab Turki Baba Rafi dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan sejenis yang membuka usaha sama persis dengan Kebab Turki Baba Rafi. Kebab Turki Baba

Rafi sebagai salah satu merek dagang pertama yang menjual produk kebab mampu menjadi top of mind sebagai usaha kebab (Zaziri, 2013:73).

Kebab Turki Baba Rafi pada saat ini telah membuka outlet di luar negeri yaitu di Malaysia dan Filipina. Sistem yang diterapkan di Malaysia ialah adanya perusahaan yang membeli franchise dengan menjadikan perusahaan tersebut menjadi master franchise, sehingga ketika ada masyarakat Malaysia yang ingin membeli franchise tidak perlu lagi ke Indonesia, namun melalui perwakilan

Kebab Turki Baba Rafi yang berada di Malaysia. Outlet Kebab Turki baba Rafi di

Malaysia telah berkembang menjadi sekitar lima outlet.

Outlet Kebab Turki Baba Rafi di Filipina terdapat satu outlet yang dikelola oleh perorangan. Produk kebab sangat dinikmati, karena dikonsepkan sebagai restoran. Kebab Turki Baba Rafi juga telah menandatangani perjanjian kerjasama dengan calon investor dari Negara Cina pada oktober 2013. Penghargaan yang pernah diterima oleh Kebab Turki Baba Rafi antara lain ialah:

1) Pemenang “Penghargaan Bisnis Indonesia Pengusaha Kecil dan

Menengah” (ISMBEA) 2006 oleh Kementerian Koperasi dan UKM

Indonesia.

65

`

2) Pemenang “Penghargaan Kewirausahaan Asia Pasifik 2008” – Kategori

paling menjanjikan – oleh Enterprise Asia dari Malaysia.

3) Rekor Bisnis “Perusahaan Kebab Nasional Pertama dengan Sistem

Franchise dan Jumlah Gerai Terbanyak di Indonesia” oleh ReBi 2011.

4) Pemenang HAKI 2012 “Kategori Pengusaha Innovator Visioner” oleh

Wakil Presiden Indonesia pada tahun 2012.

4.3 Konsep Produk

Kebab Turki Baba Rafi memiliki berbagai macam produk dengan konsep utama yaitu roti dengan isi sayuran, aneka daging, saus, dan mayonaise. Kebab sebagai produk utama terdiri dari roti tipis atau tortilla yang berisi sayuran seperti selada, tomat, timun, dan bawang bombay serta olahan daging sapi yang dipotong tipis dan diberikan saus serta mayonaise. Produk lainnya dari Kebab Turki Baba

Rafi merupakan produk-produk pelengkap yang dihadirkan untuk memberikan berbagai macam variasi makanan yang dijual. Produk tersebut antara lain ialah burger, hot dog, canai, syawarma, roti pita, dan lainnya.

Kebab merupakan makanan siap saji yang diposisikan sebagai camilan oleh perusahaan. Kebab Turki Baba Rafi dipasarkan melalui outlet biasanya pada waktu siang jam 13.00 hingga pukul 21.00. Kebab yang terdiri dari roti tipis, sayur dan daging dapat dijadikan sebagai penunda lapar pada waktu yang bukan merupakan jam makan pada umumnya. Selain itu, kepraktisannya memudahkan konsumen untuk mengkonsumsi karena tidak perlu memasak dan jumlah outlet yang cukup banyak tersebar di Kota Jakarta Selatan memudahkan konsumen untuk menjangkau lokasi outlet. Tabel 15 menunjukkan fitur dari produk utama

Kebab Turki Baba Rafi yaitu kebab.

66

`

Tabel 15. Fitur Kebab Turki Baba Rafi Bahan Deskripsi Foto Tortilla Roti tipis pembungkus kebab

Daging Olahan daging yang diiris tipis

Sayuran Sayuran yang terdiri dari selada, tomat, timun, dan bawang bombay

Saus Saus sebagai bahan tambahan yang terdiri dari saus sambal dan saus tomat

Mayonaise Mayonaise sebagai bahan tambahan

Produk Jadi Produk jadi setelah bahan-bahan pembentuk kebab disatukan dan dimasak

Kemasan Kemasan praktis yang memudahkan konsumen mengkonsumsi dengan menarik kertas yang telah didesain agar kebab bisa terangkat ke atas

Sumber: Data Primer (diolah)

67

`

Keunggulan produk kebab dari Kebab Turki Baba Rafi dibandingkan dengan produk kebab lainnya yaitu terletak pada tortilla atau roti tipis pembungkus isi kebab. Perusahaan menilai bahwa tortilla Kebab Turki Baba Rafi lebih lembut dibandingkan produk kebab perusahaan lainnya. Kebab Turki Baba

Rafi memproduksi sendiri daging untuk menjamin keamanan pangan, begitu juga dengan tortilla. Proses pembuatan dilakukan oleh karyawan dengan menggunakan tutup kepala dan masker sehingga perusahaan benar-benar berusaha untuk memasarkan produk yang sehat dan aman seperti pada gambar 10.

Gambar 10. Sebagian Tahapan Pembuatan Tortilla Kebab Turki Baba Rafi

68

`

Kebab Turki Baba Rafi menjadikan produk kebabnya sebagai produk utama. Produk tersebut bertujuan sebagai camilan khas Timur Tengah yang cita rasanya sudah disesuaikan dengan selera masyarakat Indonesia. Produk yang memiliki kemasan yang praktis dalam mengkonsumsinya ini dapat dimakan kapan saja seperti pada tabel 15, namun perusahaan berdasarkan pengamatannya banyak konsumen yang menjadikan kebab sebagai camilan pada saat siang menjelang sore hingga malam hari.

4.4 Aktivitas Pemasaran

Kebab Turki Baba Rafi pada dasarnya menjadikan seluruh konsumen sebagai target pemasaran. Kebab Turki Baba Rafi berusaha untuk dapat menjangkau seluruh segmentasi pasar dalam berbagai aspek seperti menjadikan produk mereka dapat diterima oleh seluruh usia. Namun demikian, Kebab Turki

Baba Rafi lebih berfokus kepada konsumen yang berusia remaja seperti pelajar hingga dewasa awal, karena mereka lebih menginginkan kepraktisan dan lebih konsumtif.

Kebab Turki Baba Rafi memiliki keunggulan salah satunya yaitu outletnya sudah tersebar hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Outlet Kebab Turki Baba

Rafi biasanya terletak di halaman minimarket, namun ada juga beberapa outlet yang terletak di food court di mal. Outlet yang sudah mencapai lebih dari 1000 menjadikan Outlet Kebab Turki Baba Rafi menjadi lebih mudah ditemui dibandingkan dengan outlet kebab perusahaan lainnya. Kebab Turki Baba Rafi awalnya membuka cabang outlet di beberapa lokasi di Surabaya untuk memperluas jaringan usahanya. Pada tahun ketiga usaha atau tahun 2006 Kebab

Turki Baba Rafi mulai menggunakan sistem franchise dalam mengembangkan

69

`

usahanya. Sistem tersebut dipilih karena perusahaan tidak memerlukan biaya yang besar untuk membuka cabang-cabang outlet baru, cukup menawarkan kepada masyarakat yang berminat untuk melakukan investasi outlet Kebab Turki Baba

Rafi dan memilih lokasi yang diinginkan. Sistem franchise Kebab Turki Baba

Rafi terbukti sukses karena pertumbuhan outletnya cukup signifikan dengan rata- rata pertumbuhan sekitar 100 outlet per tahun (lihat gambar 8). Melalui sistem franchise tersebut Kebab Turki Baba Rafi mampu memasarkan produknya hingga hampir ke seluruh provinsi di Indonesia.

Kebab Turki Baba Rafi melalui visinya berusaha untuk menjadi waralaba kebab terbesar di dunia. Kebab Turki Baba Rafi memiliki harapan agar dapat memperluas jaringan pemasarannya baik di dalam maupun luar negeri agar masyarakat dapat mengenal produk kebab dan Kebab Turki Baba Rafi lebih dekat.

Perusahaan-perusahaan lain banyak yang mengikuti Kebab Turki Baba Rafi dalam memasarkan produk kebab, namun Kebab Turki Baba Rafi yakin bahwa perusahaannya masih unggul dibandingkan perusahaan lainnya karena sampai saat ini selain menjadi top of mind, perusahaan juga telah mendapatkan berbagai penghargaan.

70

`

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden

Responden penelitian ini ialah masyarakat yang berdomisili di Kota Jakarta

Selatan yang mencakup wilayah Kecamatan Cilandak, Jagakarsa, Kebayoran

Baru, Kebayoran Lama, Mampang Prapatan, Pesanggrahan, dan Pasar Minggu.

Penelitian dilakukan terhadap responden yang pernah mengkonsumsi kebab dan yang bertempat tinggal di wilayah Kota Jakarta Selatan. Pengambilan data penelitian dilakukan dari tanggal 16 Juni hingga 30 Juni 2014.

Pengambilan data penelitian dilakukan dengan menyebar kuesioner kepada

100 orang responden. Karakteristik umum responden diperlukan untuk mengidentifikasi konsumen-konsumen yang pernah mengkonsumsi kebab.

Karakteristik ini meliputi jenis kelamin, usia, pekerjaan, dan penghasilan, serta respon responden secara umum terhadap makanan siap saji dan kebab.

5.1.1 Jenis Kelamin

Jenis kelamin responden pada penelitian ini terdiri dari laki-laki dan perempuan. Berdasarkan hasil pengisian kuesioner oleh responden diperoleh 37 persen responden berjenis kelamin laki-laki dan 63 persen responden berjenis kelamin perempuan.

5.1.2 Usia

Hasil pengisian kuesioner oleh responden, diperoleh hasil yang cukup bervariasi yang cukup banyak antara responden terdapat pada tabel 16.

71

`

Tabel 16. Klasifikasi Usia Responden Usia Jumlah (orang) Persentase (%) 18-24 69 69 25-34 17 17 35-44 3 3 45-54 10 10 55-64 1 1 Total 100 100 Sumber: Data Primer (diolah)

Berdasarkan tabel 16 didapatkan bahwa usia responden terbanyak yaitu 69 persen terdapat pada rentang usia 18-24 tahun. Usia responden memiliki peran yang penting terhadap permintaan individu terhadap jenis produk dan jasa tertentu dari sejak anak-anak hingga menjadi dewasa (schiffman dan Kanuk, 2004:396).

5.1.3 Pendidikan

Pendidikan responden dengan tingkat pendidikan SMA merupakan tingkat pendidikan terbanyak dengan jumlah 55 orang responden (55 persen) dari total

100 orang responden. Sedangkan terendah terdapat pada tingkat pendidikan pasca sarjana. Tabel 17 menyajikan rincian lengkap dari tingkat pendidikan responden.

Tabel 17. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Responden Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%) SMA 55 55 Diploma 8 8 Sarjana 34 34 Pasca Sarjana 3 3 Total 100 100 Sumber: Data Primer (diolah)

Berdasarkan tabel 17 didapatkan bahwa tingkat pendidikan responden terbanyak yaitu 55 persen terdapat pada tingkat pendidikan SMA. Hawkins dan

72

`

Mothersbough (2010:119) menjelaskan bahwa pendidikan memengaruhi apa yang dapat dibeli oleh seseorang serta menentukan pendapatan dan pekerjaan seseorang.

5.1.4 Respon Responden terhadap Makanan Siap Saji dan Kebab

Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa pernyataan yang dapat mengetahui gambaran umum perilaku konsumen terhadap konsumsi makanan siap saji. Responden secara keseluruhan (100 orang) menyatakan bahwa mereka pernah memakan makanan siap saji. Konsumsi makanan siap saji yang responden makan sebagian besar berada pada jenis ayam goreng tepung, burger, mie instan, dan pizza. Responden yang menyatakan kebab termasuk makanan siap saji pada pertanyaan pertama hanya sebanyak 25 orang saja (25 persen). Hal tersebut menjelaskan bahwa 75 persen responden lainnya tidak mengingat kebab sebagai salah satu jenis makanan siap saji atau pun merek makanan siap saji.

Pernyataan tentang alasan utama mengkonsumsi makanan siap saji dijawab responden dengan hasil 62 persen responden menyatakan bahwa kepraktisan menjadi alasan utama mereka mengkonsumsi makanan siap saji.

Alamsyah (2009:12) menyatakan bahwa salah satu keunggulan makanan siap saji ialah karena kepraktisan. Praktis memiliki pengertian dapat memberikan solusi bagi rumah tangga yang tidak memiliki waktu cukup untuk menyiapkan makanan di rumah. Tabel 18 menyajikan rincian alasan utama responden mengkonsumsi makanan siap saji.

73

`

Tabel 18. Alasan Mengkonsumsi Makanan Siap Saji Alasan Mengkonsumsi Jumlah (Orang) Persentase (%) Harga 6 6 Rasa 29 29 Kepraktisan 62 62 Manfaat 2 2 Lainnya 1 1 Total 100 100 Sumber: Data Primer (diolah)

Produk kebab merupakan alternatif makanan siap saji dibandingkan makanan siap saji seperti burger dan ayam balut tepung yang sudah biasa dijual di sekitar masyarakat. Alasan responden dalam memilih salah satu merek kebab antara lain ialah keterjangkauan tempat pembelian, rasa, dan terkenalnya merek tersebut. Pada penelitian ini, hasil dari alasan utama pemilihan suatu merek kebab disajikan pada tabel 19.

Tabel 19. Alasan Pemilihan Merek Kebab Alasan Memilih Merek Jumlah (orang) Persentase (%) Kebab Keterjangkauan tempat pembelian 14 14

Rasa 23 23

Merek Terkenal 17 17

Banyak Outlet 33 33

Lainnya 13 13

Total 100 100 Sumber: Data Primer (diolah)

Keterjangkauan tempat pembelian menandakan bahwa responden cenderung memilih tempat pembelian yang dekat dengan rumahnya. Hal ini berkaitan dengan alasan kepraktisan yang dipilih pada pernyataan mengenai

74

`

alasan utama mengkonsumsi makanan siap saji. Kepraktisan bisa berasal dari kemudahan mengkonsumsi maupun kemudahan mendapatkan produk tersebut.

Kebab Turki Baba Rafi menjadi ingatan pertama 65 responden ketika ditanyakan merek pertama yang muncul ketika mengingat kebab. Top of Mind yang didapatkan oleh Kebab Turki Baba Rafi sesuai dengan hasil pengisian kuesioner yang menempatkan Kebab Turki Baba Rafi menjadi ingatan pertama mayoritas konsumen sebanyak 65 persen responden. Mayoritas konsumen mengingat Kebab Turki Baba Rafi memiliki outlet yang banyak dengan total 23 responden dari 65 responden yang menuliskan Kebab Turki Baba Rafi sebagai merek pertama yang diingat, selain itu, sebanyak masing-masing 13 orang responden menjawab bahwa merek Kebab Turki Baba Rafi merupakan merek terkenal dan memiliki rasa yang enak.

Hasil wawancara dengan perusahaan dibandingkan dengan hasil penelitian terhadap responden memiliki kesesuaian dimana perusahaan melakukan ekspansi pasar dengan sistem franchise terbukti membuat perusahaan menjadi merek kebab pertama yang diingat, hal tersebut yang membuat Kebab Turki Baba Rafi terkenal disertai dengan produk yang memiliki keunggulan dari segi rasa.

5.1.5 Fitur dan Manfaat yang Diharapkan oleh Responden

Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam tentunya menjadi penting bagi perusahaan untuk menjamin bahwa produk yang dipasarkan halal. Islam juga mengajarkan bahwa selain halal, makanan yang kita makan juga harus baik. Baik dalam Islam terdapat pada kata thayyib yang berarti sehat, proporsional, dan aman (Nuraini, 2007:13). Perusahaan dalam menjaga keamanan pangan agar memenuhi Halalan Thayyiban sesuai QS. Al-Baqarah ayat 168 salah

75

`

satunya dengan cara menggunakan penutup kepala dan sarung tangan saat proses pembuatan bahan baku kebab. Selain itu, perusahaan juga melakukan quality control terhadap outlet-outlet agar proses penyajian sesuai dengan standardisasi perusahaan.

Fitur dan manfaat yang diharapkan oleh responden dapat dilihat dari indikator yang memengaruhi subvariabel fitur dan manfaat secara signifikan.

Subvariabel fitur produk dipengaruhi secara signifikan oleh indikator dengan kode

FITP4 melalui pernyataan “Tekstur tortilla (roti tipis pembungkus kebab) yang saya makan”. Sebanyak 83 persen responden menyatakan bahwa tortilla dari kebab yang mereka makan memiliki tekstur yang lembut. Pernyataan tersebut bertujuan untuk melakukan klarifikasi terhadap merek kebab yang dikonsumsi oleh responden. Kebab Turki Baba Rafi menilai bahwa tortilla produknya lebih lembut dibandingkan produk kebab perusahaan lainnya.

Pengolahan adonan yang baik dapat menghasilkan tortilla yang lembut.

Tekstur yang lembut dihasilkan dari pengadukan yang homogen dan lamanya waktu pengadukan, karena pengadukan yang singkat menyebabkan adonan lengket, tidak elastis dan tidak lembut (Sutomo, 2007:13-14). Pengadukan pada tortilla (lebih kurang 30 menit) menggunakan alat berupa mixer atau pengaduk sebagai teknologi yang digunakan agar bahan-bahan tercampur sempurna yang kemudian akan diuleni secara manual oleh tenaga manusia.

Subvariabel manfaat produk dipengaruhi secara signifikan oleh indikator dengan kode MANF5 melalui pernyataan “Produk kebab yang saya makan dilihat dari pemenuhan terhadap rasa lapar”. Indikator tersebut memiliki nilai uji-t sebesar 2,144 yang merupakan tertinggi dibandingkan indikator lain. Sebanyak 72

76

`

persen responden menyatakan bahwa produk kebab yang mereka makan dapat memenuhi kebutuhan mereka akan rasa lapar, hal tersebut menyatakan bahwa manfaat sebagai konsekuensi yang diinginkan ketika konsumen membeli atau menggunakan produk atau merek (Peter dan Olson, 2010:73) telah terpenuhi.

Kebab sebagai produk yang praktis dan mudah dimakan kapan saja dapat memenuhi aspek kepraktisan sebagai alasan utama responden mengkonsumsi kebab sehingga manfaat yang dirasakan dalam memenuhi kebutuhan rasa lapar tidak diiringi dengan kerumitan dalam memenuhi rasa lapar tersebut.

77

`

5.2 Model Akhir Penelitian

Model akhir penelitian merupakan model yang telah dilakukan evaluasi terhadap indikator-indikator yang digunakan. Beberapa indikator pada model penelitian harus di drop atau tidak digunakan kembali karena tidak sesuai dengan syarat evaluasi model, jika tetap digunakan maka akan berdampak tidak fit nya model atau model yang dihasilkan tidak baik.

Model akhir penelitian juga dapat menginformasikan hasil akhir dari perhitungan statistika yang dilakukan dengan software smartPLS. Hasil yang terdapat pada model dapat menginformasikan variabel eksogen apa saja yang berpengaruh terhadap variabel endogen (mengetahui hubungan inner model).

Model akhir penelitian secara lengkap dapat dilihat pada gambar 11, sedangkan untuk model statistik akhir dapat dilihat pada gambar 12 yang merupakan model hasil perhitungan statistik dengan angka-angka yang didapatkan dari pengolahan data. Hasil pengolahan secara lengkap dapat dilihat pada lampiran 6.

78

`

Indikator Indikator Indikator Indikator Indikator Intensitas Dominasi Indikator

Indikator Interaksi Peran Indikator

Indikator Indikator

Indikator Indikator Pengaruh Keluarga Indikator

Indikator Kebiasaan

Konsumsi Indikator Indikator

Indikator Motivasi Indikator

Indikator Waktu Indikator Budaya Perilaku Persepsi Konsumsi Konsumsi Konsumen Indikator Indikator

Indikator Indikator Frekuensi Sikap

Konsumsi Indikator Indikator

Gambar 11. Model Akhir Penelitian 79

`

INTI1 DOMP1 0,208 INTI2 -0,043 DOMP2 0,20 0,10 INTI3 4 7 0,46 0,450 DOMP3 0 X INTI4 0,06 6 X7 0,12 DOMP4 0,10 2 9 0,23 INTI5 0,759 1 DOMP5 0,236 0,276 0,43 INTI6 6 DOMP6

ξ3 KEBK1

0,10 KEBK2 0,11 6 X3 KEBK3 0,30 0,562 MOT3 0,77 0,78 3 KEBK4 Y1 0,768 0,84 MOT4 7 0,719

WAKK1 0,65 0,864 PERS1 3 X 0,178 0,826 4 ξ2 η Y2 0,97 0,267 0,907 WAKK2 PERS2

0,262 0,807

FREK1 0,38 0,85 SIKP1 0 Y3 1 X5 0,77 0,86 FREK2 6 SIKP2 7

Gambar 12. Model Statistik Akhir Penelitian 80

`

Inner model merupakan model untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh antara variabel laten eksogen dengan variabel laten endogen. Berdasarkan gambar

12 didapatkan koefisien jalur pada inner model yang merupakan nilai dari koefisien regresi.

Persamaan pada inner model tersebut ialah:

η= 0,054ξ1 + 0,267ξ2 + 0,562ξ3+0,057

Keterangan:

η= Variabel laten endogen (Perilaku konsumen) ξ1= Variabel laten eksogen 1 (Konsep produk) ξ2= Variabel laten eksogen 2 (Budaya konsumsi) ξ3= Variabel laten eksogen 3 (Pengaruh keluarga)

Persamaan pada inner model menyatakan bahwa variabel ξ1 yaitu variabel konsep produk tidak memiliki pengaruh terhadap variabel η yaitu variabel perilaku konsumen, sedangkan variabel ξ2 (variabel budaya konsumsi) dan variabel ξ3 (variabel pengaruh keluarga) memiliki pengaruh terhadap perilaku konsumen. Variabel konsep produk tidak memiliki pengaruh karena memiliki nilai regresi yang kecil yaitu sebesar 0,054 dengan nilai t hitung 0,606, karena syarat hipotesis diterima adalah nilai t hitung harus lebih besar dari nilai t tabel

(1,65) pada taraf signifikansi 10 persen.

Inner model yang telah terbentuk (dari variabel-variabel laten eksogen) perlu dilakukan uji fit model atau kesesuaian model. Pengukuran uji fit model dilakukan dengan mencari nilai Q-Square untuk menilai seberapa baik observasi yang dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Nilai Q-Square pada penelitian ini ialah 0,543 yang berarti model penelitian ini dipandang cukup baik dan mampu mencerminkan realitas dan fenomena yang ada dilapangan karena

81

`

memiliki nilai diantara 0 hingga 1. Hasil penelitian ini dapat dinyatakan valid dan reliabel.

Nilai 0,543 yang juga merupakan nilai dari R2 mengindikasikan bahwa variasi perilaku konsumen dapat dijelaskan oleh variabel konsep produk, variabel budaya konsumsi, dan variabel pengaruh keluarga sebesar 54,3 persen sedangkan sisanya yaitu 45,7 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model penelitian. Peneliti hanya membatasi penggunaan variabel sebanyak 3 variabel saja.

Variabel konsep produk tidak berpengaruh dikarenakan berdasarkan model perilaku konsumen yang dikemukakan oleh Schiffman dan Kanuk (2004:493), konsep produk sebagai usaha pemasaran merupakan pengaruh eksternal yang tidak dapat memengaruhi seseorang secara langsung dalam mengkonsumsi suatu produk, sedangkan variabel budaya konsumsi dan variabel pengaruh keluarga merupakan variabel yang cukup lekat dengan individu seorang konsumen.

Schiffman dan Kanuk (2004:356) mendefinisikan budaya sebagai keseluruhan kepercayaan, nilai-nilai, dan kebiasaan yang dipelajari yang membantu mengarahkan perilaku konsumen para anggota masyarakat tertentu.

Budaya melekat kepada diri seorang konsumen, sehingga budaya memiliki pengaruh terhadap perilaku konsumen karena budaya dipelajari dan membantu mengarahkan perilaku konsumen.

Kotler dan Armstrong (2012:141) menyatakan anggota keluarga dapat memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam perilaku konsumen. Keluarga merupakan organisasi yang paling penting bagi konsumen dalam melakukan pembelian dan hal tersebut telah dibuktikan dengan penelitian yang sangat luas,

82

`

sehingga variabel budaya dan variabel pengaruh keluarga yang memiliki pengaruh terhadap perilaku konsumen karena memiliki kedekatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan variabel konsep produk.

5.3 Pengaruh Budaya Konsumsi terhadap Perilaku Konsumen

5.3.1 Model Akhir Variabel Budaya Konsumsi

Model akhir pada variabel laten budaya konsumsi tidak mengalami perubahan. Indikator-indikator pada variabel budaya konsumsi seluruhnya telah memenuhi syarat validitas model. Berikut model Pengukuran variabel laten eksogen 2 dengan simbol (ξ2) yang ditentukan oleh tiga subvariabel dan delapan indikator.

KEBK1 0,107

KEBK2 0,116 X3 0,302 KEBK3 0,774 Kebiasaan KEBK4 Konsumsi 0,768

WAKK1 0,653 0,178 X4 ξ2 0,975 WAKK2

Waktu Konsumsi Budaya 0,262 Konsumsi

FREK1 0,380 X5 FREK2 0,777

Frekuensi Konsumsi Gambar 13. Model Akhir Variabel Laten Eksogen 2

83

`

Gambar 13 menunjukkan bahwa indikator pada subvariabel-subvariabel pada variabel budaya konsumsi yaitu kebiasaan konsumsi, waktu konsumsi, dan frekuensi konsumsi tetap atau tidak bertambah maupun berkurang. Indikator tersebut merupakan indikator yang telah divalidasi untuk menguji validitas dan reliabilitas. Hasilnya indikator pada model awal masih tetap lengkap.

Hasil akhir pada variabel budaya konsumsi ialah variabel budaya konsumsi berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Berdasarkan hasil analisis diperoleh koefisien paramater jalur antara pengaruh variabel budaya konsumsi dengan perilaku konsumen sebesar 0,267 dengan T-statistik 2,652> 1,65 pada taraf signifikansi α= 0,10 (10%). Hal ini berarti bahwa H0 ditolak dan hipotesis yang diterima ialah Ha yaitu “Terdapat pengaruh antara budaya konsumsi dengan perilaku konsumen”. Pengaruh budaya konsumsi secara lengkap dijelaskan berdasarkan satuan indikator yang menyusun variabel budaya konsumsi.

Berdasarkan hasil perhitungan algoritma dengan iterasi (melakukan perhitungan secara terus menerus hingga data yang didapatkan konstan) melalui program smartPLS didapatkan persamaan antara variabel budaya konsumsi dengan subvariabel kebiasaan konsumsi, waktu konsumsi, dan frekuensi konsumsi yaitu ξ2= 0,768X3 + 0,178X4 + 0,262X5+0,099, dimana ξ2 adalah variabel laten eksogen 2 yaitu budaya konsumsi, X3 adalah subvariabel 3 yaitu kebiasaan konsumsi, X4 subvariabel 4 yaitu waktu konsumsi, dan X5 adalah subvariabel 4 yaitu frekuensi konsumsi. Sama seperti pada variabel laten eksogen 1, angka tersebut merupakan nilai koefisien jalur. Subvariabel kebiasaan konsumsi, waktu konsumsi, dan frekuensi konsumsi yang terdiri dari indikator juga memiliki persamaan dengan subvariabelnya.

84

`

Persamaan tersebut merupakan nilai outer loading atau nilai korelasi dari indikator terhadap subvariabelnya. Model yang bersifat formatif, menjadikan subvariabel dibentuk atau gabungan dari indikator-indikator yang menyusunnya.

Berikut persamaan antara subvariabel kebiasaan konsumsi, waktu konsumsi dan frekuensi konsumsi dengan masing-masing indikatornya.

X3= 0,107KEBK1 + 0,116KEBK2 + 0,302KEBK3 + 0,774KEBK4+0,173

X4= 0,653WAKK1 + 0,975WAKK2+0,163

X5= 0,380FREK1 + 0,777FREK2+0,179

Keterangan:

X3= Subvariabel 3 (Kebiasaan Konsumsi) X4= Subvariabel 4 (Waktu Konsumsi) X5= Subvariabel 5 (Frekuensi Konsumsi) KEBKn = Indikator dari subvariabel Kebiasaan Konsumsi FREKn = Indikator dari subvariabel Frekuensi Konsumsi WAKKn = Indikator dari subvariabel Waktu Konsumsi

5.3.2 Pengaruh Indikator terhadap Subvariabel

Model faktor budaya konsumsi sebagai variabel laten eksogen 2 terdiri dari tiga subvariabel dan delapan indikator. Subvariabel terhadap variabel dan indikator terhadap subvariabel bersifat formatif karena variabel dan subvariabel merupakan kombinasi penjelas dari indikator-indikator. Pengaruh budaya konsumsi sebagai variabel pada penelitian ini dibagi menjadi tiga subvariabel yaitu subvariabel kebiasaan konsumsi, subvariabel frekuensi konsumsi, dan subvariabel waktu konsumsi. Variabel budaya konsumsi pada dasarnya digunakan untuk melihat bagaimana kebiasaan konsumsi seorang konsumen, tingkat keseringan konsumsi produk oleh seorang konsumen dan pandangan konsumen dalam pemosisian sebuah produk. Subvariabel tersebut digunakan berdasarkan

85

`

penelitian oleh Apriyani dan Saty (2013) yang dijadikan peneliti sebagai rujukan untuk mengambil variabel dan subvariabel ini.

5.3.2.1 Subvariabel Kebiasaan Konsumsi

Kebiasaan konsumsi merupakan kebiasaan konsumsi produk makanan siap saji kebab pada responden. Kebiasaan konsumsi ditinjau dari tingkat keseringan konsumsi produk kebab dan proses dalam memenuhi kebutuhan makanan. Berikut rincian hasil dari indikator-indikator pada subvariabel kebiasaan konsumsi.

1) Indikator Subvariabel Kebiasaan Konsumsi 1 (KEBK1)

Keakraban dengan produk kebab merupakan faktor yang kurang penting dalam memengaruhi responden dalam mengkonsumsi kebab. Hasil tersebut dinyatakan dengan 41 persen responden yang menyatakan bahwa kenal dan mengetahui atau akrab dengan produk merupakan aspek penting yang memengaruhi responden mengkonsumsi kebab. Pernyataan tersebut terdapat pada indikator KEBK1 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi

“Kecenderungan mengkonsumsi kebab karena akrab dengan produk”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (dari tidak penting hingga penting).

2) Indikator Subvariabel Kebiasaan Konsumsi 2 (KEBK2)

Tingkat keseringan mengkonsumsi kebab dari pertama kali mengkonsumsi kebab merupakan aspek yang kurang penting karena hanya 13 persen responden yang menyatakan bahwa hal tersebut merupakan aspek yang penting dalam memengaruhi responden dalam mengkonsumsi kebab. Pernyataan tersebut

86

`

terdapat pada indikator KEBK2 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Tingkat keseringan (paling tidak 3 kali dalam satu bulan) dalam mengkonsumsi kebab sejak pertama mengkonsumsi”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (tingkat keseringan dari jarang hingga sering).

3) Indikator Subvariabel Kebiasaan Konsumsi 3 (KEBK3)

Responden memiliki kecenderungan tidak konsisten mengkonsumsi kebab dalam kurun waktu tertentu, sesuai dengan hasil penelitian yang hanya terdapat 12 persen responden yang konsisten mengkonsumsi kebab dalam kurun waktu tertentu. Pernyataan tersebut terdapat pada indikator KEBK3 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Saya konsisten mengkonsumsi kebab paling tidak 3 kali dalam satu bulan”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (dari tidak konsisten hingga konsisten).

4) Indikator Subvariabel Kebiasaan Konsumsi 4 (KEBK 4)

Responden dalam penelitian ini belum terbiasa mengkonsumsi kebab. Hasil tersebut didapat dari tingkat persetujuan sebanyak 59 persen responden yang belum terbiasa mengkonsumsi kebab, selebihnya 41 persen responden terbiasa mengkonsumsi kebab. Hal ini dikarenakan responden memiliki alternatif lainnya dalam mengkonsumsi produk makanan siap saji. Pernyataan tersebut terdapat pada indikator KEBK4 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Saya terbiasa mengkonsumsi produk kebab”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (dari sangat tidak setuju hingga sangat setuju).

87

`

Subvariabel kebiasaan konsumsi dipengaruhi secara signifikan oleh indikator dengan kode KEBK4 melalui pernyataan “Saya terbiasa mengkonsumsi produk kebab”. Indikator tersebut memiliki nilai uji-t sebesar 6,172. Sebanyak 59 orang responden tidak setuju terhadap pernyataan tersebut. Pernyataan indikator dengan kode KEBK4 diperkuat oleh pernyataan indikator dengan kode KEBK2 yang berbunyi “Tingkat keseringan (paling tidak 3 kali dalam satu bulan) dalam mengkonsumsi kebab sejak pertama konsumsi” dijawab jarang sebanyak 87 persen responden dan sering 13 persen responden. Pernyataan-pernyataan tersebut menandakan bahwa konsumen belum menjadikan kebab sebagai produk camilan yang dapat mereka konsumsi setiap hari.

Kebiasaan konsumsi yang merupakan subvariabel mengindikasikan bahwa konsumen memang tersentuh oleh aktivitas pemasaran perusahaan karena mayoritas konsumen dapat menyebutkan merek produk kebab yang mereka pernah konsumsi, namun hal tersebut tidak menjadikan konsumen untuk memiliki kecenderungan mengkonsumsi kebab secara rutin.

Kebiasaan konsumsi sebagai bagian dari kebiasaan yang juga merupakan salah satu cakupan budaya (Schiffman dan Kanuk, 2004:356) merupakan faktor yang penting karena hal tersebut merupakan akumulasi perasaan dan prioritas yang dipunyai individu mengenai masalah dan barang milik.

5.3.2.2 Subvariabel Waktu Konsumsi

Waktu konsumsi merupakan waktu yang dipilih konsumen dalam mengkonsumsi kebab. Penggunaan subvariabel ini untuk mengetahui tingkat kecocokan konsumen dengan waktu konsumsi. Hal ini lebih mengarah kepada

88

`

pemosisian kebab sebagai makanan siap saji yang dapat disajian sebagai makanan utama atau makanan camilan. berikut merupakan hasil dari indikator-indikator pada subvariabel waktu konsumsi.

1) Indikator Subvariabel Waktu Konsumsi 1 (WAKK1)

Kebab yang diposisikan sebagai camilan merupakan hal yang penting bagi 57 persen responden dalam memengaruhi konsumsi kebab. Pernyataan tersebut terdapat pada indikator WAKK1 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Produk kebab yang diposisikan sebagai makanan camilan”.

Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (dari tidak penting hingga penting).

2) Indikator Subvariabel Waktu Konsumsi 2 (WAKK2)

Hasil penelitian menyatakan bahwa kebab menurut responden merupakan camilan, hal ini sesuai dengan tujuan perusahaan dalam memasarkan produk kebab yang diposisikan sebagai camilan. sebanyak 72 persen responden menyatakan bahwa kebab merupakan camilan. Pernyataan tersebut terdapat pada indikator WAKK 2 diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi

“Pemosisian produk kebab dalam konsumsi”. Pertanyaan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (nilai mengarah ke 1 merupakan camilan dan nilai mengarah ke 4 merupakan makanan utama). Penilaian pada indikator ini lebih mengarah ke kategorisasi apakah kebab merupakan produk camilan atau makanan utama.

Indikator pada subvariabel kebiasaan konsumsi diperkuat oleh indikator- indikator pada subvariabel waktu konsumsi dan frekuensi konsumsi. Salah satu

89

`

indikator pada masing-masing subvariabel tersebut yang dapat menguatkan pernyataan pada indikator subvariabel kebiasaan konsumsi antara lain ialah indikator dengan kode WAKK2 pada subvariabel waktu konsumsi.

Pernyataan pada indikator WAKK2, sebanyak 72 persen responden menyatakan bahwa mereka memposisikan kebab sebagai camilan. Hal ini sesuai dengan positioning atau posisi produk yang diinginkan oleh perusahaan di pasar.

Namun, pernyataan tersebut tidak didukung oleh frekuensi konsumsi kebab oleh responden.

Subvariabel waktu konsumsi merupakan faktor yang diukur untuk mengetahui karakteristik pola dari perilaku yang merupakan bagian dari ruang lingkup budaya. Setiap masyarakat menetapkan pandangannya masing-masing dari budaya dengan menciptakan dan menggunakan makna untuk mewakili perbedaan budaya yang penting (Peter dan Olson, 2010:278). Waktu konsumsi sebagai pemosisian waktu seorang konsumen dalam mengkonsumi kebab cukup penting dalam mewakili perbedaan budaya yang melekat pada diri konsumen.

5.3.2.3 Subvariabel Frekuensi Konsumsi

Frekuensi konsumsi merupakan frekuensi konsumsi responden terhadap produk kebab. Frekuensi atau jumlah dalam kurun waktu tertentu seseorang mengkonsumsi kebab untuk mengetahui frekuensi mereka dalam sebulan. Berikut merupakan hasil indikator-indikator pada subvariabel frekuensi konsumsi.

1) Indikator Subvariabel Frekuensi Konsumsi 1 (FREK1)

Frekuensi konsumsi dalam jumlah dan kurun waktu tertentu (dalam penelitian ini 3 kali dalam satu bulan) merupakan faktor yang tidak penting bagi mayoritas

90

`

responden sebanyak 92 orang (92 persen) dalam memengaruhi seseorang mengkonsumsi kebab. Pernyataan tersebut terdapat pada indikator FREK1 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Seringnya mengkonsumsi produk kebab paling tidak 3 kali dalam satu bulan”. Pertanyaan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (dari tidak penting hingga penting).

2) Indikator Subvariabel Frekuensi Konsumsi 2 (FREK2)

Konsumsi responden terhadap produk kebab cenderung rendah. Hal ini dilihat dari tingkat persetujuan responden apakah mereka mengkonsumsi kebab paling tidak satu bulan sekali. Sebanyak 72 persen responden tidak setuju dengan pernyataan yang terdapat pada indikator FREK2 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Saya mengkonsumsi kebab satu bulan sekali”.

Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (tidak setuju hingga sangat setuju).

Pernyataan pada indikator dengan kode FREK2 yaitu “Saya mengkonsumsi kebab satu bulan sekali” sebanyak 72 responden tidak setuju dengan pernyataan tersebut. Sesuai dengan indikator pada subvariabel kebiasaan konsumsi yang menyatakan bahwa responden jarang mengkonsumsi kebab, pernyataan pada indikator dengan kode FREK2 menyatakan tidak semua responden mengkonsumsi kebab sekali dalam satu bulan.

Frekuensi konsumsi merupakan subvariabel yang diukur melalui indikator-indikator untuk mengetahui tingkat konsumsi konsumen dalam kurun waktu tertentu sehingga peneliti dapat melihat perbedaan konsumen dalam

91

`

mengkonsumsi kebab. Adam (2006), dalam disertasinya menggunakan subvariabel frekuensi konsumsi dengan tujuan mengetahui budaya konsumen dalam mengkonsumsi sebagai penentu keinginan dan perilaku yang paling mendasar.

Peter dan Olson (2010:278) menyatakan bahwa budaya merupakan sebuah kerangka dari mental dan makna yang dibagi bersama oleh kebanyakan orang dalam kelompok sosial. Dalam arti luas, makna budaya termasuk perspektif secara umum, keyakinan yang khas, reaksi afektif, dan karakteristik pola dari perilaku.

Setiap masyarakat menetapkan pandangannya masing-masing dari budaya dengan menciptakan dan menggunakan makna untuk mewakili perbedaan budaya yang penting.

Perbedaan budaya menjadi faktor penting yang menjadi salah satu alasan penggunaan variabel budaya konsumsi. Kebab sebagai makanan khas Timur

Tengah memiliki perbedaan dibandingkan kebiasaan konsumsi masyarakat

Indonesia yang terbiasa mengkonsumsi nasi. Perbedaan budaya tersebut menjadikan masyarakat belum terbiasa untuk mengkonsumsi kebab sehingga frekuensi konsumsi masyarakat terhadap produk kebab rendah.

Perusahaan ingin menjadikan kebab sebagai alternatif makanan siap saji yang memiliki fungsi sebagai camilan praktis dalam memenuhi kebutuhan konsumen terhadap rasa lapar. Banyaknya produk makanan siap saji di pasaran, belum menjadikan kebab sebagai pillihan utama sebagai makanan siap saji yang berfungsi sebagai camilan bagi konsumen. Pembahasan sebelumnya dinyatakan bahwa dari hasil pengisian kuesioner responden yang menyatakan kebab termasuk makanan siap saji pada pertanyaan pertama hanya sebanyak 25 orang saja (25

92

`

persen). Hal tersebut menjelaskan bahwa 75 persen responden lainnya tidak mengingat kebab sebagai salah satu jenis makanan siap saji atau pun merek makanan siap saji.

5.4 Pengaruh Keluarga terhadap Perilaku Konsumen

5.4.1 Model Akhir Variabel Pengaruh Keluarga

Model akhir pada variabel laten pengaruh keluarga tidak mengalami perubahan. Indikator-indikator pada variabel pengaruh keluarga seluruhnya telah memenuhi syarat validitas model. Berikut model Pengukuran variabel laten eksogen 3 dengan simbol (ξ3) yang ditentukan dengan tiga subvariabel dan 12 indikator.

INTI1

0,208 INTI2 0,204 INTI3 0,460 X6 INTI4 0,069 0,109 0,276 INTI5 Intensitas 0,236 Interaksi INTI6

ξ3 DOMP1

-0,043 DOMP2 Pengaruh 0,107 0,759 Keluarga

DOMP3 0,450

X7 DOMP4 0,122 0,231 DOMP5 Dominasi 0,436 Peran DOMP6

Gambar 14. Model Akhir Variabel Laten Eksogen 3

93

`

Gambar 14 menunjukkan bahwa indikator pada subvariabel-subvariabel pada variabel pengaruh keluarga yaitu dominasi peran dan intensitas interaksi jumlahnya tetap. Indikator tersebut merupakan indikator yang telah divalidasi untuk menguji validitas dan reliabilitas. Model tersebut memiliki indikator masing-masing enam buah pada subvariabel dominasi peran dan intensitas interaksi.

Hasil akhir pada variabel pengaruh keluarga ialah variabel pengaruh keluarga berpengaruh terhadap perilaku konsumen. Berdasarkan hasil analisis diperoleh koefisien paramater jalur antara variabel pengaruh keluarga dengan perilaku konsumen sebesar 0,562 dengan T-statistik 7,151> 1,65 pada taraf signifikansi α= 0,1 (10%). Hal ini berarti bahwa H0 ditolak dan hipotesis yang diterima ialah Ha yaitu “Terdapat pengaruh keluarga dengan perilaku konsumen”.

Pengaruh keluarga secara lengkap dijelaskan berdasarkan satuan indikator yang menyusun variabel budaya konsumsi.

Berdasarkan hasil perhitungan algoritma dengan iterasi (melakukan perhitungan secara terus menerus hingga data yang didapatkan konstan) melalui program smartPLS didapatkan persamaan antara variabel pengaruh keluarga dengan subvariabel dominasi peran dan intensitas interaksi ξ3= 0,276X6 +

0,759X7+ 0,075, dimana ξ3 adalah variabel laten eksogen 3 yaitu pengaruh keluarga, X6 adalah subvariabel 6 yaitu intensitas interaksi dan X7 subvariabel 7 yaitu dominasi peran. Angka tersebut merupakan nilai koefisien jalur yang merupakan besaran pengaruh antara variabel dengan subvariabelnya. Selain persamaan antara variabel dengan subvariabel, terdapat persamaan antara indikator dengan subvariabelnya.

94

`

Persamaan tersebut merupakan nilai outer loading atau nilai korelasi dari indikator terhadap subvariabelnya. Model yang bersifat formatif, menjadikan subvariabel dibentuk atau gabungan dari indikator-indikator yang menyusunnya.

Berikut persamaan antara subvariabel intensitas interaksi dan dominasi peran dengan masing-masing indikatornya.

X6= 0,208INTI1 + 0,204INTI2 + 0,460INTI3 + 0,069INTI4 + 0,109INTI5

+ 0,236INTI6+0,198

X7= -0,043DOMP1 + 0,107DOMP2 + 0,450DOMP3 + 0,122DOMP4

+0,231DOMP5 + 0,436DOMP6+0,206

Keterangan:

ξ3= Variabel laten eksogen 3 (Pengaruh Keluarga) X6= Subvariabel 6 (Intensitas Interaksi) X7= Subvariabel 7 (Dominasi Peran) DOMPn= Indikator dari subvariabel Dominasi Peran INTIn= Indikator dari subvariabel Intensitas Interaksi

5.4.2 Pengaruh Indikator terhadap Subvariabel

Model faktor keluarga sebagai variabel laten eksogen 3 terdiri dari dua subvariabel yaitu subvariabel intensitas interaksi dengan enam indikator dan subvariabel dominasi peran dengan enam indikator. Subvariabel terhadap variabel dan indikator terhadap subvariabel bersifat formatif karena variabel dan subvariabel merupakan kombinasi penjelas dari indikator-indikator. Subvariabel intensitas interaksi merupakan hubungan antara responden dengan anggota keluarga responden. Hal tersebut dilihat dari tingkat frekuensi interaksi antara responden dengan anggota keluarga dan bagaimana kedekatan seorang responden dengan anggota keluarga terutama dalam pengambilan keputusan dalam mengkonsumsi produk. Subvariabel dominasi peran merupakan pengaruh anggota

95

`

keluarga terhadap perilaku seorang individu dalam mengkonsumsi produk. Hal tersebut dapat dilihat dari peran anggota keluarga masing-masing responden dalam memengaruhi perilaku individu anggota keluarga lainnya.

5.4.2.1 Subvariabel Intensitas Interaksi

Penggunaan subvariabel intensitas interaksi untuk mengetahui tingkat frekuensi interaksi antara responden dengan anggota keluarga ditinjau dari kedekatan serta intensitas interaksi. Intensitas interaksi adalah hubungan antara anggota keluarga dengan responden. Kotler dan Armstrong (2012:141) menyatakan anggota keluarga dapat memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam perilaku konsumen. Keluarga merupakan organisasi yang paling penting bagi konsumen dalam melakukan pembelian dan hal tersebut telah dibuktikan dengan penelitian yang sangat luas. Berikut merupakan hasil indikator-indikator pada subvariabel intensitas interaksi.

1) Indikator Subvariabel Intensitas Interaksi 1 (INTI1)

Kedekatan responden dengan anggota keluarga memiliki peran yang sedikit kurang penting dalam memengaruhi perilaku konsumen. Hal ini terlihat dari hasil jawaban 53 persen responden yang menyatakan bahwa kedekatan dengan salah satu anggota keluarga merupakan hal yang kurang penting. Pernyataan tersebut terdapat pada indikator INTI1 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Kedekatan dengan salah satu anggota keluarga yang memiliki kemampuan memengaruhi orang lain dalam mengkonsumsi suatu produk”.

Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (dari tidak penting hingga penting).

96

`

2) Indikator Subvariabel Intensitas Interaksi 2 (INTI2)

Tingkat keseringan interaksi antara responden dengan anggota keluarganya tidak terlalu berpengaruh terhadap konsumsi kebab. Sebanyak 34 persen responden yang menyatakan seringnya responden berinteraksi dengan anggota keluarga merupakan faktor yang penting dalam memengaruhi konsumsi seseorang, 67 persen responden menyatakan bahwa sering atau tidaknya interaksi bukan merupakan faktor yang penting. Pernyataan tersebut terdapat pada indikator

INTI2 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Seringnya berinteraksi terlebih dahulu dengan anggota keluarga dalam mengkonsumsi produk kebab”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (dari tidak penting hingga penting).

3) Indikator Subvariabel Intensitas Interaksi 3 (INTI3)

Hasil penelitian pada indikator INTI3 ialah responden cenderung tidak berinteraksi terlebih dahulu dengan anggota keluarga ketika akan mengkonsumsi suatu produk. Hal tersebut terlihat dari jawaban 61 persen responden yang cenderung tidak berinteraksi sebelum mengkonsumsi suatu produk. Indikator

INTI3 diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Adanya kecenderungan berinteraksi dengan keluarga untuk menentukan apa yang saya makan”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4

(tidak ada atau adanya kecenderungan berinteraksi dengan keluarga).

4) Indikator Subvariabel Intensitas Interaksi 4 (INTI4)

Anggota keluarga sebagai orang yang berada dalam suatu lingkungan terkecil dalam masyarakat dapat menjadi orang yang dipercaya untuk memberikan saran.

97

`

Hasil dari penelitian ini ialah responden kurang mendapati anggota keluarga yang dapat memberikan saran dalam mengkonsumsi suatu produk. Sebanyak 47 persen responden menyatakan bahwa terdapat anggota keluarga yang dipercaya untuk memberikan saran, sisanya yaitu 53 persen responden menyatakan tidak terdapat anggota keluarga yang dipercaya untuk memberikan saran. Pernyataan mengenai ada atau tidaknya anggota keluarga yang dipercaya untuk memberikan saran terdapat pada indikator INTI4 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Adanya salah satu anggota keluarga yang dipercaya untuk memberikan saran terhadap produk makanan yang dikonsumsi”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (tidak ada atau adanya kecenderungan berinteraksi dengan keluarga).

5) Indikator Subvariabel Intensitas Interaksi 5 (INTI5)

Hasil dari indikator INTI5 ialah bahwa responden jarang berinteraksi terlebih dahulu ketika akan menanyakan saran untuk konsumsi produk makanan.

Sebanyak 63 persen responden menjawab jarang pada pernyataan yang terdapat pada indikator INTI5 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Intensitas interaksi dengan anggota keluarga dalam menanyakan saran untuk konsumsi produk makanan”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (tingkat keseringan interaksi seorang responden dari jarang hingga sering).

6) Indikator Subvariabel Intensitas Interaksi (INTI6)

Responden pada penelitian ini cenderung menanyakan pendapat anggota keluarga lainnya dalam mengkonsumsi produk makanan. Hal ini terlihat dari

98

`

tingkat persetujuan sebanyak 52 persen responden terhadap pernyataan pada indikator INTI6 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi

“Saya menanyakan pendapat anggota keluarga jika ingin mengkonsumsi suatu produk makanan”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (persetujuan terhadap pernyataan).

Subvariabel intensitas interaksi menjelaskan beberapa hal yang mendasari jawaban-jawaban pada subvariabel dominasi peran. Subvariabel intensitas interaksi memiliki nilai uji-t sebesar 1,256 dipengaruhi secara signifikan oleh indikator dengan kode INTI3 melalui pernyataan “Adanya kecenderungan berinteraksi dengan keluarga untuk menentukan apa yang saya makan”. Sebanyak

61 orang responden menyatakan bahwa mereka tidak memiliki kecenderungan untuk berinteraksi terlebih dahulu dengan anggota keluarga dalam mengkonsumsi produk kebab.

5.4.2.2 Subvariabel Dominasi Peran

Dominasi peran merupakan pengaruh anggota keluarga terhadap perilaku seorang individu dalam mengkonsumsi produk. Hal tersebut untuk melihat bagaimana peran seseorang di dalam anggota keluarga memiliki implikasinya atau pengaruh terhadap anggota keluarga lainnya dalam mengkonsumsi suatu produk.

Berikut merupakan hasil indikator-indikator pada subvariabel dominasi peran.

1) Indikator Subvariabel Dominasi Peran 1 (DOMP1)

Anggota keluarga dalam memberikan pengaruh kepada seseorang merupakan faktor yang kurang penting bagi 60 persen responden dalam memengaruhi konsumsi. Pernyataan tersebut terdapat pada indikator DOMP1 yang diwakili oleh

99

`

pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Adanya anggota keluarga yang memengaruhi saya dalam konsumsi kebab”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (dari tidak penting hingga penting).

2) Indikator Subvariabel Dominasi Peran 2 (DOMP2)

Adanya anggota keluarga yang memiliki pengalaman untuk memberikan saran merupakan faktor yang kurang penting dalam memengaruhi konsmsi kebab, hal tersebut terlihat dari jawaban responden yang hanya 39 persen yang menyatakan hal tersebut penting. Pernyataan tersebut terdapat pada indikator

DOMP2 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Adanya orang yang lebih berpengalaman dianggota keluarga yang mampu memberikan saran terhadap makanan apa yang akan dikonsumsi”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (dari tidak penting hingga penting).

3) Indikator Subvariabel Dominasi Peran 3 (DOMP3)

Pengaruh keluarga dalam memengaruhi perilaku konsumen cenderung rendah. Sebanyak 65 persen responden menyatakan bahwa tidak ada pengaruh keluarga dalam konsumsi kebab. Pernyataan tersebut terdapat pada indikator

DOMP3 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Pengaruh keluarga dalam penentuan konsumsi produk kebab”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (tidak ada atau adanya pengaruh).

100

`

4) Indikator Subvariabel Dominasi Peran 4 (DOMP4)

Anggota keluarga responden mayoritas memiliki peran sebagai konsumen.

Peran inisiator hanya terdapat pada anggota keluarga dari 30 persen responden.

Pernyataan pada indikator DOMP4 merupakan pernyataan kategorisasi apakah anggota keluarga responden memiliki peran sebagai konsumen atau sebagai inisiator. Indikator DOMP4 diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Peran anggota keluarga dalam memengaruhi konsumsi saya terhadap produk kebab”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (nilai paling kecil merupakan konsumen dan besar merupakan inisiator).

5) Indikator Subvariabel Dominasi Peran 5 (DOMP5)

Anggota keluarga memiliki peran masing-masing dalam keluarga. Hasil penelitian pada indikator DOMP5 menyatakan persetujuan responden terhadap adanya anggota keluarga yang berperan sebagai inisiator. Sebanyak 38 persen responden setuju terdapat anggota keluarganya yang berperan sebagai inisiator, sebanyak 62 persen responden tidak setuju bahwa terdapat anggota keluarganya yang berperan sebagai inisiator. Pernyataan tersebut terdapat pada indikator

DOMP5 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Anggota keluarga saya ada yang bertindak sebagai inisiator terhadap apa yang saya konsumsi”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga

4 (persetujuan terhadap pernyataan).

6) Indikator Subvariabel Dominasi Peran (DOMP6)

Hasil penelitian menyatakan bahwa mayoritas responden tidak memiliki anggota keluarga yang berperan sebagai pemberi pengaruh atau influencer.

101

`

Sebanyak 56 persen responden tidak setuju terhadap pernyataan yang terdapat pada indikator DOMP6 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Anggota keluarga saya ada yang bertindak sebagai pemberi pengaruh terhadap apa yang saya konsumsi”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (persetujuan terhadap pernyataan).

Subvariabel dominasi peran memiliki pengaruh lebih nyata dibandingkan subvariabel intensitas interaksi karena subvariabel dominasi peran memiliki nilai uji-t sebesar 3,581 dibandingkan nilai uji-t subvariabel intensitas interaksi yang hanya sebesar 1,256. Subvariabel dominasi peran dipengaruhi secara signifikan oleh indikator dengan kode DOMP3 melalui pernyataan “Pengaruh keluarga dalam penentuan konsumsi produk kebab” dengan nilai uji-t sebesar 3,472.

Sebanyak 65 orang responden menyatakan bahwa tidak ada pengaruh keluarga dalam penentuan konsumsi produk kebab.

Kotler dan Armstrong (2012:141) menyatakan anggota keluarga dapat memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam perilaku konsumen. Keluarga merupakan organisasi yang paling penting bagi konsumen dalam melakukan pembelian dan hal tersebut telah dibuktikan dengan penelitian yang sangat luas.

Walaupun hanya 35 persen responden yang menyatakan ada pengaruh anggota keluarga dalam konsumsi produk kebab, hal tersebut menyatakan bahwa sesuai dengan teori, keluarga masih memiliki pengaruh terhadap anggota keluarga lainnya dalam menentukan konsumsi produk makanan.

Posisi seseorang di setiap kelompok dapat didefinisikan dalam hal peran dan status. Sebuah peran terdiri dari aktivitas seseorang yang diharapkan dapat

102

`

menjadi panutan bagi lainnya di sekitar orang tersebut. Setiap peran merefleksikan nilai umum yang diberikan kepada masyarakat. Sunyoto (2013:39) beserta Hawkins dan Mothersbough (2010:208), menyatakan bahwa seseorang dalam keluarga memiliki peran antara lain sebagai inisiator atau pencetus ide, pemberi pengaruh, pengambil keputusan, pembeli, dan konsumen. Berdasarkan hasil pada variabel pengaruh keluarga, mayoritas konsumen dengan jumlah 61 persen responden merupakan pengambil keputusan, pembeli dan konsumen, tanpa melibatkan interaksi dengan anggota keluarga yang lain.

Responden lainnya yang menyatakan memiliki kecenderungan untuk berinteraksi terlebih dahulu (sebanyak 39 persen responden) memiliki arti bahwa keluarga memiliki pengaruh dalam mengkonsumsi kebab. Hal ini berarti bahwa anggota keluarga dari responden tersebut memiliki peran-peran dalam keluarga yang memang melibatkan interaksi terhadap anggota keluarga lainnya dalam konsumsi produk kebab.

5.5 Implikasi terhadap Perilaku Konsumen

5.5.1 Model Akhir Variabel Perilaku Konsumen

Model akhir pada variabel laten perilaku konsumen mengalami perubahan.

Pembahasan pada implikasi terhadap perilaku konsumen untuk mengetahui secara detail pengaruh dari variabel-variabel eksogen terhadap variabel perilaku konsumen sebagai variabel endogen. Terdapat empat indikator pada variabel perilaku konsumen yang tidak memenuhi syarat validitas model, sehingga indikator tersebut harus dikeluarkan dari model yaitu indikator MOT1, MOT2 ,

PERS 3, dan SIKP 3. Berikut model Pengukuran variabel Y dengan simbol (η) yang ditentukan dengan tiga subvariabel dan lima indikator.

103

`

MOT3 0,783

Y1 0,847 MOT4 Motivasi 0,719

0,864 PERS1

0,826 η Y2 0,907 PERS2

Persepsi Budaya Konsumsi 0,807

0,851 SIKP1

Y3 0,866 SIKP2

Sikap Gambar 15. Model Akhir Variabel Laten Endogen

Gambar 15 menunjukkan bahwa indikator pada subvariabel-subvariabel pada variabel perilaku konsumen yaitu motivasi, persepsi, dan sikap jumlahnya berkurang yaitu tidak digunakannya indikator dengan kode MOT1, MOT2,

PERS3, dan SIKP3 karena memiliki nilai outer loading atau nilai korelasi indikator terhadap subvariabel dibawah 0,7 yang merupakan batas bawah ketentuan dari nilai outer loading. Indikator tersebut merupakan indikator yang telah divalidasi untuk menguji validitas dan reliabilitas. Model tersebut memiliki indikator masing-masing dua buah pada subvariabel motivasi, persepsi, dan sikap.

Variabel laten endogen pada penelitian ini bersifat reflektif atau faktor yang menimbulkan sesuatu yang kita amati. Maksudnya ialah indikator sebagai faktor yang diamati berdasarkan subvariabel dan variabel yang ditentukan atau indikator sebagai variabel yang dipengaruhi oleh variabel latennya. Persamaan

104

`

pada model variabel laten endogen yang bersifat reflektif berbeda dengan model yang bersifat formatif. Jika model yang bersifat formatif merupakan gabungan dari subvariabel yang membentuk variabelnya, model bersifat reflektif persamaannya sesuai dengan refleksi atau ceminan masing-masing variabel dan subvariabel. Berdasarkan hasil perhitungan algoritma dengan iterasi (melakukan perhitungan secara terus menerus hingga data yang didapatkan konstan) melalui program smartPLS didapatkan persamaan antara variabel perilaku konsumen dengan subvariabel motivasi, persepsi dan sikap sebagai berikut.

Y1= 0,719η+0,079

Y2= 0,826η+0,041

Y3= 0,807η+0,041

Keterangan:

Y1= Subvariabel Motivasi Y2= Subvariabel Persepsi Y3= Subvariabel Sikap η= Variabel laten endogen (Perilaku Konsumen)

Angka tersebut merupakan sama seperti nilai koefisien jalur pada model yang bersifat formatif, hanya saja model yang bersifat reflektif nilai koefisien jalur pada persamaannya tidak terbentuk atau merupakan gabungan dari variabelnya, tetapi merupakan cerminan masing-masing subvariabel terhadap variabelnya. Selain persamaan antara variabel dengan subvariabel, terdapat persamaan antara indikator dengan subvariabelnya. Indikator sebagai refleksi atau cerminan dari subvariabel motivasi, persepsi, dan sikap masing-masing memiliki nilai yang berbeda-beda. Berikut persamaan antara subvariabel intensitas interaksi dan dominasi peran dengan masing-masing indikatornya.

105

`

y1= 0,783Y1+0,071

y2= 0,847Y1+0,043

y3= 0,864Y2+0,046

y4= 0,907Y2+0,017

y5= 0,851Y3+0,044

y6= 0,866Y3+0,038

Keterangan:

y1= Indikator 1 (MOT3) dari subvariabel motivasi y2= Indikator 2 (MOT4) dari subvariabel motivasi y3= Indikator 3 (PERS1) dari subvariabel persepsi y4= Indikator 4 (PERS2) dari subvariabel persepsi y5= Indikator 5 (SIKP1) dari subvariabel sikap y6= Indikator 6 (SIKP2) dari subvariabel sikap Y1= Subvariabel Motivasi Y2= Subvariabel Persepsi Y3= Subvariabel Sikap η= Variabel laten endogen (Perilaku Konsumen)

Persamaan mltersebut merupakan nilai outer loading atau nilai korelasi dari indikator terhadap subvariabelnya. Berbeda dengan model formatif yang subvariabelnya merupakan gabungan atau bentukan dari masing-masing indikatornya, model yang bersifat reflektif dituliskan indikatornya terlebih dahulu sebagai cerminan dari subvariabelnya.

5.5.2 Pengaruh Indikator terhadap Subvariabel

Model perilaku konsumen sebagai variabel laten endogen terdiri dari tiga subvariabel yaitu subvariabel motivasi, subvariabel persepsi, dan subvariabel sikap. Model perilaku konsumen bersifat reflektif karena subvariabel motivasi, persepsi dan sikap merupakan cerminan atau refleksi dari perilaku konsumen.

Fornell dan Bookstein dalam Haryono dan Wardoyo, (2012:47-48) menyatakan

106

`

bahwa konstruk seperti “personalitas” atau “sikap” umumnya dipandang sebagai faktor yang menimbulkan sesuatu yang kita amati sehingga indikatornya bersifat reflektif. Model reflektif dalam pengujiannya menggunakan nilai dari koefisien jalur antara variabel dengan subvariabel dan nilai outer loading atau nilai korelasi antara subvariabel dengan indikatornya.

5.5.2.1 Subvariabel Motivasi

Motivasi pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui dorongan yang terjadi dalam diri responden dalam menentukan pilihan yang berkaitan dengan kebutuhan serta keinginan responden serta mengetahui tingkat keterkaitan antara faktor-faktor yang ada (variabel eksogen atau independen) terhadap dorongan konsumen dalam menentukan pilihan. Hawkins dan Mothersbough (2010:360) mengemukakan bahwa motivasi adalah sebuah konstruk yang mewakili kekuatan batin yang tidak dapat diobservasi yang merangsang dan mendorong respon perilaku dan memberikan arah yang spesifik terhadap respon tersebut. Berikut merupakan hasil indikator-indikator pada subvariabel motivasi.

1) Indikator Subvariabel Motivasi 3 (MOT3)

Produk kebab sebagai usaha pemasaran dari perusahaan mampu menarik minat responden untuk mengkonsumsinya. Sebanyak 60 persen responden menyatakan persetujuannya dari indikator MOT4 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Produk kebab yang ditawarkan perusahaan mampu menarik minat saya”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (persetujuan terhadap pernyataan).

107

`

2) Indikator Subvariabel Motivasi (MOT4)

Pengaruh orang lain yaitu anggota keluarga dianggap kurang berpengaruh oleh 67 persen responden dalam memengaruhi mereka untuk mengkonsumsi produk. Pernyataan tersebut didapatkan dari persetujuan pada indikator MOT4 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Anggota keluarga memiliki kecenderungan memengaruhi saya dalam mengkonsumsi produk kebab”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4

(persetujuan terhadap pernyataan).

Subvariabel motivasi dipengaruhi secara kuat oleh indikator dengan kode

MOT4 melalui pernyataan “Anggota keluarga memiliki kecenderungan memengaruhi saya dalam mengkonsumsi produk kebab” dengan nilai outer loading sebesar 0,847. Motivasi sebagai subvariabel merupakan salah satu implikasi dari pengaruh-pengaruh yang ada yaitu pengaruh konsep produk, pengaruh budaya konsumsi dan pengaruh keluarga yang mendorong seseorang untuk mengkonsumsi produk.

5.5.2.2 Subvariabel Persepsi

Persepsi responden terhadap pengaruh konsep produk, budaya konsumsi, dan pengaruh keluarga berbeda-beda dalam menerima informasi-informasi yang berasal dari pengaruh tersebut. Persepsi merupakan proses yang diawali dengan paparan dan perhatian konsumen terhadap rangsangan pemasaran dan diakhiri dengan interpretasi konsumen (Hawkins dan Mothersbough, 2010:278). Persepsi merupakan suatu proses dimana seorang individu memilih, mengorganisir, mengartikan informasi yang masuk untuk menciptakan gambaran yang berarti di

108

`

lingkungannya (Kotler dan Armstrong, 2012:148). Berikut merupakan hasil indikator-indikator pada subvariabel persepsi.

1) Indikator Subvariabel Persepsi 1 (PERS1)

Responden memiliki kepercayaan terhadap perusahaan yang menawarkan produk kebab yang mereka konsumsi. Sebanyak 66 persen responden memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap indikator PERS1 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Tingkat kepercayaan terhadap perusahaan yang menawarkan produk kebab”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (tingkat kepercayaan dari rendah ke tinggi).

2) Indikator Subvariabel Persepsi 2 (PERS2)

Responden memiliki kepercayaan yang cukup tinggi terhadap anggota keluarga yang memberikan saran dalam mengkonsumsi suatu produk. Sebanyak

54 persen responden menyatakan mereka memiliki kepercayaan terhadap anggota keluarga yang terdapat pada indikator PERS2 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Tingkat kepercayaan terhadap anggota keluarga yang memberikan saran terhadap suatu produk kebab”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (tingkat kepercayaan dari rendah ke tinggi).

Subvariabel persepsi memiliki nilai koefisien jalur tertinggi sebesar 0,826 dibandingkan subvariabel motivasi dengan nilai koefisien jalur sebesar 0,719 dan nilai koefisien jalur subvariabel sikap sebesar 0,807. Subvariabel persepsi dipengaruhi secara kuat oleh indikator dengan kode PERS2 melalui pernyataan

109

`

“Tingkat Kepercayaan terhadap anggota keluarga yang memberikan saran terhadap suatu produk kebab” dengan nilai outer loading sebesar 0,907.

5.5.2.3 Subvariabel Sikap

Seseorang yang telah termotivasi dan memiliki persepsi masing-masing dari pengaruh-pengaruh yang ada, mereka bebas mengambil sikap apakah menerima seluruh informasi tersebut atau mengabaikannya. Sikap adalah organisasi abadi dari motivasi, emosional, persepsi, dan proses kognitif yang memiliki hubungan dengan beberapa aspek dari lingkungan dan memiliki kecenderungan yang dipelajari untuk merespon secara konsisten baik menguntungkan maupun tidak menguntungkan sehubungan dengan suatu objek tertentu (Hawkins dan Mothersbough, 2010:392). Peter dan Olson (2010:128) menyatakan bahwa seluruh definisi dari sikap memiliki satu kesamaan, mereka mengacu kepada evaluasi masyarakat, Peter dan Olson mendefinisikan bahwa sikap sebagai evaluasi keseluruhan seseorang dari sebuah konsep. Berikut merupakan hasil indikator-indikator pada subvariabel sikap.

1) Indikator Subvariabel Sikap 1 (SIKP1)

Sikap responden terhadap penawaran produk kebab yang dilakukan oleh perusahaan ialah menerima penawaran tersebut. Sebanyak 69 persen responden menerima penawaran tersebut. Pernyataan penerimaan seorang responden terhadap penawaran perusahaan terdapat pada indikator SIKP1 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Sikap terhadap penawaran produk kebab yang dilakukan perusahaan”. Pernyataan tersebut menggunakan skala

110

`

dengan rentang nilai 1 hingga 4 (tingkat penerimaan terhadap faktor penawaran produk kebab yang dilakukan perusahaan).

2) Indikator Subvariabel Sikap (SIKP2)

Responden cenderung menerima saran dan masukan dari anggota keluarga.

Sebanyak 69 persen responden menyatakan bahwa mereka menerima saran dan masukan dari anggota keluarga untuk mengkonsumsi produk makanan.

Pernyataan tersebut terdapat pada indikator SIKP2 yang diwakili oleh pernyataan dalam kuesioner yang berbunyi “Sikap terhadap pengaruh anggota keluarga dalam memberikan saran untuk mengkonsumsi produk makanan”. Pernyataan tersebut menggunakan skala dengan rentang nilai 1 hingga 4 (tingkat penerimaan terhadap faktor pengaruh keluarga yang memberikan saran).

Subvariabel sikap dipengaruhi secara kuat oleh indikator dengan kode

SIKP2 melalui pernyataan “Sikap terhadap pengaruh anggota keluarga dalam memberikan saran untuk mengkonsumsi produk makanan” dengan nilai outer loading sebesar 0,866. Ketika mengkonsumsi suatu produk, konsumen mengambil sikap berdasarkan seluruh aspek yang masuk ke dalam diri konsumen.

Pengaruh keluarga memiliki nilai koefisien jalur terbesar dibandingkan dengan dua variabel lainnya dengan nilai 0,562. Hal tersebut sesuai dengan nilai dari indikator pada subvariabel-subvariabel pada perilaku konsumen sebagai variabel laten endogen yang ketiga subvariabel tersebut lebih mencerminkan kepada pengaruh faktor keluarga dengan nilai outer loading terbesar dibandingkan pengaruh faktor lainnya. Kotler dan Armstrong (2012:141) yang menyatakan anggota keluarga memiliki pengaruh yang sangat kuat dalam perilaku

111

`

konsumen, menandakan bahwa penelitian ini walaupun dihasilkan gambaran bahwa responden kurang dipengaruhi oleh faktor keluarga, hasil uji statistik dengan menggunakan metode SEM dengan pendekatan PLS menyatakan bahwa pengaruh keluarga memiliki pengaruh terbesar dibandingkan variabel-variabel lain yang digunakan dalam penelitian ini.

112

`

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil tiga kesimpulan. Kesimpulan- kesimpulan yang ada berdasarkan perumusan masalah dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kesimpulan tersebut ialah:

1) Tidak terdapat pengaruh antara konsep produk dengan perilaku

konsumen, karena nilai dari t-hitung pengaruh konsep produk dengan

perilaku konsumen lebih rendah yaitu sebesar 0,606 dibandingkan nilai

t-tabel sebesar 1,65.

2) Terdapat pengaruh antara budaya konsumsi dengan perilaku konsumen

karena nilai dari t-hitung pengaruh budaya konsumsi dengan perilaku

konsumen lebih tinggi yaitu sebesar 2,652 dibandingkan nilai t-tabel

sebesar 1,65. Nilai regresi yang positif sebesar 0,267 menandakan jika

nilai variabel budaya konsumsi (ξ2) berubah positif dengan asumsi

variabel lain nilainya tetap, maka variabel perilaku konsumen (η) akan

berubah positif.

3) Terdapat pengaruh keluarga dengan perilaku konsumen karena nilai

dari t-hitung pengaruh keluarga dengan perilaku konsumen lebih tinggi

yaitu sebesar 7,151 dibandingkan nilai t-tabel sebesar 1,65. Nilai regresi

yang positif sebesar 0,562 menandakan jika variabel pengaruh keluarga

(ξ3) berubah positif dengan asumsi variabel lain nilainya tetap, maka

variabel perilaku konsumen (η) akan berubah positif.

113

`

6.2 Saran

Saran dalam penelitian ini terbagi menjadi dua yaitu saran dalam melakukan penelitian dan saran terhadap perusahaan penjual produk kebab. Saran tersebut ialah:

1) Variabel pengaruh keluarga memiliki pengaruh terbesar dibanding

variabel lain sehingga perusahaan sebaiknya membuat konsep baru agar

produk kebab dapat dijadikan sebagai sarana interaksi antar anggota

keluarga, seperti membuat konsep restoran.

2) Penelitian mengenai perilaku konsumen masih belum banyak yang

digali terutama dengan menggunakan metode SEM, untuk penelitian

selanjutnya penggunaan metode SEM harap penggunaan indikator yang

bersifat reflektif maupun formatif harus disesuaikan dengan teori yang

ada.

114

`

DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, Yuyun. Antisipasi Krisis Global Bisnis Fast Food A la Indonesia. Jakarta: Elex Media Komputindo. 2009.

______. Kursus Wirausaha: Aneka Resep dan Kiat Usaha Kebab dan Burger. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2010.

Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI, Jakarta: Penerbit Diponegoro. 2010.

Apriyani, Marlinda dan Fadila Marga S. Pengaruh Faktor Internal Konsumen Terhadap Keputusan Pembelian Sayuran Organik [Jurnal]. 2013.

Adam, Rosida P.. Pengaruh Faktor Internal Konsumen dan Kinerja Bauran Pemasaran Terhadap Keputusan Pembelian Komoditas Teh Oleh Konsumen Rumah Tangga di Provinsi Jawa Barat [Disertasi]. 2006.

Arifin, Johar. Statistik Bisnis Terapan dengan Microsoft Excel 2007. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2008.

Gherasim, Toader. Behaviour Social Factors. Economy Transdisciplinarity Cognition. Volume 6 Issue 1/2013, diunduh dari http://www.ugb.ro/etc/etc2013no1/03_Gherasim_T..pdf pada 26 November 2014.

Hartanti, Dewi. Bisnis Franchise Modal 2 Juta.Yogyakarta: Penerbit Indonesia Cerdas. 2009.

Haryono, Siswoyo dan Parwoto Wardoyo. Structural Equation Modeling Untuk Penelitian Manajemen Menggunakan AMOS 18.00. Bekasi: Intermedia Personalia Utama. 2012.

Hawkins, Del I. dan David L. Mothersbaugh. Consumer Behavior: Building Marketing Strategy. New York: Mc-Graw Hill. 2010.

Hidayat, Taufik dan Nina Istiadah. Panduan Lengkap Menguasai SPSS 19 untuk Mengolah Data Statistik Penelitian. Jakarta: Mediakita. 2011.

115

`

Hoyer, Wayne D. dan Deborah J. MacInnis. Consumer Behavior, Fifth Edition. Mason: South-Western. 2008. http://widhiarso.staff.ugm.ac.id/files/widhiarso_- _teori_dan_praktek_pemodelan_persamaan_struktural_%28sem%29.pdf diakses pada 22 Mei 2014. http://m.bisnis.com/tips-bisnis/read/20140305/88/208242/business-opportunity- harus-naik-kelas-ke-waralaba-kenapa diakses pada 22 Mei 2014. http://www.neraca.co.id/article/39197/Bisnis-Waralaba-di-Indonesia-Masih- Didominasi-Asing diakses pada 22 Mei 2014. http://www.antaranews.com/berita/364815/afi-indonesia-pasar-empuk-waralaba- asing diakses pada 22 Mei 2014.

Khomsan, Ali dan Faisal Anwar. Sehat Itu Mudah, Wujudkan Hidup Sehat dengan Makanan Tepat. Jakarta: PT Mizan Publika. 2008.

Kotler, Philip dan Gary Armstrong. Principles of Marketing. New Jersey: Pearson Education. 2012.

Kwong, Ken dan Kay-Wong. 2013. Partial Least Square Structural Equation Modelling (PLS-SEM) Techniques Using SmartPLS. Marketing Bulletin volume 24. diunduh dari http://marketing- bulletin.massey.ac.nz/V24/MB_V24_T1_Wong.pdf diakses pada 22 Mei 2014.

Latan, Hengky dan Imam Ghozali. Partial Least Square Konsep, Teknik dan Aplikasi. Semarang: Badan Penerbit-Undip. 2012.

Lowry, dan Gaskin. Partial Least Square (PLS) Structural Equation Modelling (SEM) for Building and Testing Behavioral Causal Theory: When to Choose it and How to Use it. IEEE Transaction On Proffessional Communication. Volume 57, No. 2, diunduh dari http://www.kolobkreations.com/PLSIEEETPC2014.pdf diakses pada 10 Juli 2014.

Malahayati dan E. Ramdhan. 99 Bisnis Anak Muda. Jakarta: Penebar Plus. 2010.

116

`

Maryati, Kun dan Juju Suryawati. Sosiologi. Jakarta: Esis. 2007.

Nawari. Analisis Regresi dengan MS Excel 2007 dan SPSS 17. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2010.

Nuraini, Henny. Memilih dan Membuat Jajanan Anak yang Sehat dan Halal. Jakarta: QultumMedia. 2007.

Osborne, Jason W. Best Practices in Quantitative Methods. USA: Sage Publication. 2008.

Peter, J. Paul dan Jerry C. Olson. Consumer Behavior and Marketing Strategy. New York: McGraw-Hill/Irwin. 2010.

Rangkuti, Freddy. Great Sales Forecast For Marketing. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. 2005.

Robins, Richard, dkk. Handbook of Research Methods in Personality Psychology. New York: The Guilford Press. 2007.

Saparinto, Cahyo dan Diana Hidayati. Bahan Tambahan Pangan. Yogyakarta: Kanisius. 2006.

Sari, Reni Wulan. Bahaya Makanan Cepat Saji dan Gaya Hidup Sehat.

Yogyakarta: O2. 2008.

Schiffman, Leon dan Leslie Lazar Kanuk. Perilaku Konsumen. Jakarta: Indeks. 2004.

Sheth, Jagdish dan Naresh Maholtra. Global Consumer Culture. Encyclopedia of International Marketing, diunduh dari http://www.uwyo.edu/sustainable/recent- research/docs/global%20consumer%20culture%20arnould.pdf diakses pada 25 November 2014

Smith, Andrew F. Fast Food And Junk Food : An Encyclopedia of What We Love To Eat. California: ABC-CLIO. 2011.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. 2012.

Sunyoto, Danang. Perilaku Konsumen. Yogyakarta: CAPS. 2013.

117

`

Umar Husein. Metode Riset Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2002.

______. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2000.

Vinzi, vincenzo et al. Handbook of Partial Least Square: Concepts, Methods, and Application. Berlin: 2010.

118

Lampiran 1. Kuesioner Kuesioner Penelitian

Dalam rangka penelitan tugas akhir /skripsi pada progam Strata 1 (S1) Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Saya: Nama : Adhi Tejo Dwicahyo NIM : 1110092000008 Jurusan : Agribisnis Saat ini sedang mengadakan penelitian yang berjudul : “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Dalam Mengkonsumsi Produk Kebab”. Sehubungan dengan itu, saya mohon bantuan dari bapak/ibu/saudara/i untuk meluangkan waktunya mengisi kuesioner ini. Mengingat pentingnya data ini, saya sangat mengharapkan agar kuesioner penelitan ini diisi dengan lengkap sesuai dengan kondisi sebenarnya. Jawaban dari bapak/ibu/saudara/i hanya digunakan untuk penelitian, dan kerahasiaannya akan dijamin. Atas kesediaan dan partisipasi bapak/ibu/saudara/i dalam mengisi kuesioner saya ucapkan terima kasih.

Hormat Saya,

Adhi Tejo Dwicahyo

119 Petunjuk Pengisian 1. Mohon Kuesioner ini dijawab secara lengkap dan tidak ada yang terlewat oleh bapak/ibu/saudara/i 2. Berilah tanda silang (X) atau (√) pada kolom yang tersedia dan pilih salah satu sesuai dengan keadaan sebenarnya 3. Dalam menjawab pertanyaan ini, tidak ada jawaban yang salah, oleh karena itu usahakan untuk tidak ada pertanyaan yang dikosongkan.

A. Karakteristik Responden Nama : ...... Tempat Tinggal : ...... Jenis Kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan Usia : ...... Tahun Status Perkawinan : a. Menikah b. lajang 1. Pekerjaan a. Pegawai Negeri b. Pegawai Swasta c. Ibu Rumah Tangga e. Pelajar c. Wiraswasta f.Lainnya, sebutkan ...... 2. Penghasilan dalam sebulan a. < Rp 300.000 b. Rp 300.001- Rp 700.000 c. Rp 700.001- Rp 4.000.000 d. Rp 4.000.001- Rp 6.000.000 e. Rp 6.000.001- Rp 8.000.000 f. > Rp 8.000.001 3. Pendidikan Terakhir a. Tidak tamat SD – Tamat SD b. SMP-SMA c. Sarjana d. S2 e. S3 f. Lainnya, sebutkan ...... B. Bagian I 1. Apakah anda pernah mengkonsumsi makanan siap saji? a. Ya b. Tidak 2. Sebutkan merek makanan siap saji sebanyak-banyaknya yang anda ingat! ...... 3. Apa yang menjadi alasan utama anda mengkonsumsi makanan siap saji? a. Harga b. Rasa c. Kepraktisan d. Manfaat e. Lainnya, sebutkan......

120 4. Apakah anda pernah mengkonsumsi kebab? a. Ya (silahkan melanjutkan pengisian kuesioner) b. Tidak (mohon maaf pengisian kuesioner anda hanya sampai disini), Terima kasih 5. Sebutkan merek pertama yang anda ingat ketika anda mengingat kebab! (sebutkan satu saja) ...... 6. Sebutkan merek kebab lainnya yang anda ketahui! ...... 7. Apa alasan utama anda memilih merek yang anda sebutkan pada no. 5 sebagai merek yang anda ingat ketika mengingat kebab? ...... C. Bagian II Pada bagian ini anda cukup menuliskan checklist (√) atau lingkaran (O) pada salah satu jawaban. Pernyataan dibawah mengenai hal-hal yang mempengaruhi anda dalam mengkonsumsi produk kebab dilihat dari penting atau tidaknya unsur tersebut. Berikut merupakan klasifikasi skor terhadap pertanyaan yang diajukan. 1=sangat tidak penting 2=tidak penting 3=penting 4=sangat penting

No Pernyataan Jawaban

Fitur produk 8 Tekstur tortilla (roti tipis pembungkus kebab) yang saya makan sesuai dengan keinginan saya 1 2 3 4 9 Beraneka rasa bumbu yang terdapat dalam kebab 1 2 3 4 10 Jumlah daging yang cukup pada kebab 1 2 3 4 11 Bahan tambahan (saus dan mayonaise) yang terkombinasi dengan baik 1 2 3 4 Manfaat Produk 12 Kemasan yang membuat mengkonsumsi kebab menjadi praktis 1 2 3 4

121 13 Terdapat aneka sayuran (selada, timun, bawang bombay) yang memberikan manfaat kesehatan 1 2 3 4 14 Memiliki fungsi sebagai menghilangkan rasa lapar 1 2 3 4 Kebiasaan Konsumsi 15 Kecenderungan mengkonsumsi kebab karena akrab dengan produk 1 2 3 4 16 Konsumsi produk kebab dapat ditempat atau dibawa pulang 1 2 3 4 Frekuensi Konsumsi 17 Seringnya mengkonsumsi produk kebab paling tidak 3 kali dalam satu bulan 1 2 3 4 Waktu Konsumsi 18 Produk kebab yang diposisikan sebagai makanan camilan 1 2 3 4 Dominasi Peran Anggota Keluarga 19 Adanya anggota keluarga yang mempengaruhi saya dalam konsumsi kebab 1 2 3 4 20 Adanya orang yang lebih berpengalaman dianggota keluarga yang mampu memberikan saran 1 2 3 4 terhadap makanan apa yang akan dikonsumsi Intensitas Interaksi 21 Kedekatan dengan salah satu anggota keluarga yang memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain 1 2 3 4 dalam mengkonsumsi suatu produk 22 Seringnya berinteraksi terlebih dahulu dengan anggota keluarga dalam mengkonsumsi produk kebab 1 2 3 4

D. Bagian III Pada bagian ini anda cukup menuliskan checklist (√) atau lingkaran (O) pada jawaban yang paling menyatakan produk kebab yang telah anda pilih pada pertanyaan Bagian I nomor 5.

No. Pernyataan Jawaban Fitur produk 23 Tekstur tortilla (roti tipis pembungkus kebab) yang saya makan (Keras) 1 2 3 4 (Lembut) 24 Tingkat kematangan tortilla (roti tipis pembungkus kebab) (Putih) 1 2 3 4 (Coklat keemasan) 25 Rasa pertama yang muncul ketika mengkonsumsi kebab (Gurih) 1 2 3 4 (Pedas)

122 26 Jumlah daging pada kebab yang saya makan (Kurang) 1 2 3 4 (Cukup) Manfaat Produk 27 Produk kebab yang saya makan dilihat dari kepraktisan (Tidak praktis) 1 2 3 4 (Praktis) 28 Produk kebab yang saya makan dilihat dari kesehatan (Tidak sehat) 1 2 3 4 (sehat) 29 Produk kebab yang saya makan dilihat dari pemenuhan (tidak terpenuhi) 1 2 3 4 (terpenuhi) terhadap rasa lapar Budaya Konsumsi 30 Tingkat keseringan (paling tidak 3 kali dalam satu bulan) dalam (Jarang) 1 2 3 4 (Sering) mengkonsumsi kebab sejak pertama mengkonsumsi 31 Saya konsisten mengkonsumsi kebab paling tidak 3 kali dalam (tidak konsisten) 1 2 3 4 (konsisten) satu bulan 32 Kecenderungan lokasi konsumsi kebab (rumah) 1 2 3 4 (lokasi) 33 Pemosisian produk kebab dalam konsumsi (camilan) 1 2 3 4 (makanan utama) Pengaruh Anggota Keluarga 34 Pengaruh keluarga dalam penentuan konsumsi produk kebab (tidak ada) 1 2 3 4 (ada) 35 Peran anggota keluarga dalam mempengaruhi konsumsi saya (konsumen) 1 2 3 4 (inisiator) terhadap produk kebab 36 Adanya kecenderungan berinteraksi dengan keluarga untuk (tidak ada) 1 2 3 4 (ada) menentukan apa yang saya makan 37 Adanya salah satu anggota keluarga yang dipercaya untuk (tidak ada) 1 2 3 4 (ada) memberikan saran terhadap produk makanan yang dikonsumsi 38 Intensitas interaksi dengan anggota keluarga dalam menanyakan (jarang) 1 2 3 4 (sering) saran untuk konsumsi produk makanan Perilaku Konsumen 39 Pengaruh produk (fitur maupun manfaat yang ditawarkan) (Lemah) 1 2 3 4 (Kuat) dalam menentukan produk kebab yang dikonsumsi 40 Alasan mengkonsumsi kebab (Pengaruh orang lain) 1 2 3 4 (Pengaruh produk)

123 41 Tingkat kepercayaan terhadap perusahaan yang menawarkan (Rendah) 1 2 3 4 (Tinggi) produk kebab 42 Tingkat Kepercayaan terhadap anggota keluarga yang (Rendah) 1 2 3 4 (Tinggi) memberikan saran terhadap suatu produk kebab 43 Sikap terhadap penawaran produk kebab yang dilakukan (Tidak menerima) 1 2 3 4 (Menerima) perusahaan 44 Sikap terhadap pengaruh anggota keluarga dalam memberikan (Tidak menerima) 1 2 3 4 (Menerima) saran untuk mengkonsumsi produk makanan

E. Evaluasi Berikut merupakan faktor-faktor yang berpeluang mempengaruhi anda dalam melakukan pembelian produk Kebab yang anda tulis pada pernyataan Bagian I no. 5. Berilah tanda silang (X) atau (√) pada kolom yang tersedia dan pilih salah satu. Berikut merupakan klasifikasi skor terhadap pertanyaan yang akan diajukan: Skor 1 = Sangat tidak setuju Skor 3 = Setuju Skor 2 = Tidak setuju Skor 4 = Sangat setuju

Jawaban No Pernyataan 1 2 3 4 45 Saya terbiasa mengkonsumsi produk kebab

46 Saya mengkonsumsi kebab satu bulan sekali Saya merasa cocok dengan produk kebab sehingga dapat dimakan setiap saat sebagai 47 camilan

48 Saya mengkonsumsi kebab tanpa ada pengaruh dari anggota keluarga 49 Anggota keluarga saya ada yang bertindak sebagai inisiator terhadap apa yang saya

124 konsumsi Anggota keluarga saya ada yang bertindak sebagai pemberi pengaruh terhadap apa 50 yang saya konsumsi Saya menanyakan pendapat anggota keluarga jika ingin mengkonsumsi suatu produk 51 makanan 52 Produk kebab yang ditawarkan perusahaan mampu menarik minat saya Anggota keluarga memiliki kecenderungan mempengaruhi saya dalam 53 mengkonsumsi produk kebab Anggota keluarga saya lebih paham mengenai produk kebab yang paling baik untuk 54 dikonsumsi 55 Saya mengkonsumsi kebab berdasarkan saran dari orang lain

Saran : ...... Mohon dicek kembali jawaban anda. Terima kasih atas partisipasi anda dalam pengisian kuesioner ini

Nama dan Ttd. Responden

125

Lampiran 2. Definisi Operasional

Dimensi Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter K

Pengaruh Konsep Fitur dari Ciri-ciri produk yang Tingkat penerimaan 1. Responden dapat C8,C9, Usaha Produk yang produk kebab ditinjau dari bahan-bahan konsumen terhadap bahan- menilai tekstur C10,C11 Pemasaran ditawarkan pembentuk produk kebab bahan pembentuk produk tortilla dari kebab ,D23, perusahaan seperti: kebab ditinjau dari tekstur, yang dikonsumsi D24, 1. Tortilla rasa, dan kuantitas. 2. Responden dapat D25,D2 2. Isi Utama menilai tingkat 6 3. Bahan Tambahan kematangan dari perubahan warna pada tortilla 3. Responden dapat menyebutkan rasa pertama yang muncul ketika mengkonsumsi kebab 4. Responden dapat melakukan penilaian terhadap kuantitas isi daging pada kebab Manfaat dari Manfaat yang didapatkan Tingkat penerimaan 1. Responden dapat C12,C13 produk kebab langsung oleh responden konsumen terhadap manfaat merasakan ,C14, setelah mengkonsumsi produk berdasarkan pemenuhan D27, kebab kebutuhan, kesehatan, serta kebutuhan D28, kepraktisan dalam terhadap rasa lapar D29 mengkonsumsi 2. Responden dapat

126

Dimensi Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter K

merasakaan manfaat kesehatan setelah mengkonsumsi produk 3. Responden merasakan kemudahan dalam mengkonsumsi produk karena kemasan yang praktis Pengaruh Budaya Kebiasaan Kebiasaan konsumsi Kebiasaan konsumsi yang 1. Responden dapat C15,C16 Lingkungan Konsumsi Konsumsi produk makanan siap saji ditinjau dari tingkat menyebutkan ,D30 kebab pada responden keseringan konsumsi produk seberapa sering ,D31, kebab dan proses dalam mengkonsumsi E45 memenuhi kebutuhan kebab dari awal makanan mengenal produk 2. Responden dapat menjelaskan proses konsumsi dilihat dari tempatnya, apakah cenderung makan di tempat atau di bawa ke rumah

127

Dimensi Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter K

Frekuensi Frekuensi konsumsi Frekuensi konsumsi kebab 3. Responden dapat C17,D32 Konsumsi responden terhadap produk dalam sebulan menyebutkan ,E46 kebab frekuensi konsumsi kebab dalam sebulan Waktu Waktu yang dipilih Tingkat kecocokan konsumen 4. Responden dapat C18,D33 Konsumsi konsumen dalam dengan waktu konsumsi memilih waktu ,E47 mengkonsumsi kebab yang dirasa paling cocok dalam mengkonsumsi kebab (waktu makan utama atau camilan) Pengaruh Dominasi Pengaruh anggota keluarga Tingkat dominasi peran 1. Responden C19, Keluarga peran terhadap perilaku seorang anggota keluarga (inisiator, memiliki C20,D34 dalam anggota individu dalam influencer, decider, buyer, kecenderungan ,D35, berperilaku keluarga mengkonsumsi produk user) dalam mempengaruhi untuk dipengaruhi E48,E49 seorang individu dalam oleh seseorang di ,E50 berperilaku dalam anggota keluarga 2. Responden dapat menyebutkan peran anggota keluarga dalam mempengaruhi perilaku konsumsi

128

Dimensi Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter K

Intensitas Hubungan antara anggota Tingkat frekuensi interaksi 1. Responden dapat C21,C22 interaksi keluarga dengan antara responden dengan menyebutkan ,D36, responden anggota keluarga ditinjau dari anggota keluarga D37, kedekatan serta intensitas yang memiliki D38, interaksi. kedekatan yang E51, paling kuat 2. Responden dapat menilai seberapa dekat dengan anggota keluarganya 3. Responden dapat menyebutkan intensitas interaksi yang dilakukan dengan anggota keluarga Perilaku Perilaku Motivasi Dorongan yang terjadi Tingkat keterkaitan antara 1. Responden dapat D39, Konsumen Konsumen dalam dalam diri responden faktor-faktor yang ada menyebutkan D40,E52 menentukan dalam menentukan pilihan terhadap dorongan konsumen faktor yang ,E53 pilihan yang berkaitan dengan dalam menentukan pilihan mempengaruhi diri kebutuhan serta keinginan dalam responden mengkonsumsi suatu produk 2. Responden dapat menyebutkan

129

Dimensi Variabel Subvariabel Deskripsi Indikator Parameter K

alasan utama dalam memilih suatu produk Persepsi Persepsi atau tanggapan Tingkat kepercayaan 1. Responden dapat D41, konsumen konsumen terhadap konsumen serta penilaian menyebutkan skala D42,E54 alternatif pilihan yang terhadap sumber informasi kepercayaan didapatkan dari sumber terhadap sumber eksternal diri konsumen informasi yang (faktor lingkungan) diterima dalam memberikan alternatif 2. Responden dapat melakukan penilaian terhadap alternatif yang diberikan setelah berinteraksi dengan produk Sikap Penilaian terhadap situasi Sikap yang diambil dalam 1. Konsumen dapat D43, konsumen yang dihadapi oleh menentukan suatu keputusan menyatakan D44,E55 seorang konsumen berdasarkan faktor-faktor sikapnya terhadap yang mempengaruhi suaatu produk responden. berdasarkan informasi yang telah diterima

130 Lampiran 3. Hasil Uji Validitas

Nomor nilai r Keterangan Nomor nilai r Keterangan 8 0,277 valid 32 0,035 drop 9 0,213 valid 33 0,363 valid 10 0,044 drop 34 0,666 valid 11 0,181 valid 35 0,435 valid 12 0,254 valid 36 0,635 valid 13 0,307 valid 37 0,647 valid 14 0,070 drop 38 0,690 valid 15 0,268 valid 39 0,441 valid 16 0,097 drop 40 0,309 valid 17 0,415 valid 41 0,500 valid 18 0,215 valid 42 0,623 valid 19 0,492 valid 43 0,457 valid 20 0,532 valid 44 0,586 valid 21 0,601 valid 45 0,569 valid 22 0,608 valid 46 0,423 valid 23 0,212 valid 47 0,124 drop 24 0,126 drop 48 0,078 drop 25 0,009 drop 49 0,547 valid 26 0,092 drop 50 0,585 valid 27 0,337 valid 51 0,586 valid 28 0,320 valid 52 0,370 valid 29 0,422 valid 53 0,553 valid 30 0,499 valid 54 0,477 valid 31 0,507 valid 55 0,372 valid nilai r tabel yang digunakan 0,165 dengan total sampel 100 total valid 39

131 Lampiran 4. Hasil Uji Reliabilitas

Jumlah varian butir 31,92

Varian Total 223,51

Jumlah Butir 48

Alpha Cronbach 0,88

132

Lampiran 5. Hasil Validasi Model Formatif

Nilai T-Statistik Outer Loading dan Outer Weight

Indikator KEBK1 KEBK2 KEBK3 KEBK4 WAKK1 WAKK2 FREK1 FREK2 Outer Loading 2,066 4,295 4,543 13,101 1,128 2,981 4,424 11,769 Outer Weight 0,687 0,423 1,223 6,188 2,32 4,013 1,73 4,614 T-Tabel 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65

Criteria 1 use use use use drop use use use Criteria 2 drop drop drop use use use use use Conclusion use use use use use use use use

VIF 1,058 2,413 2,28 1,171 1,097 1,097 1,219 1,219

Indikator DOMP1 DOMP2 DOMP3 DOMP4 DOMP5 DOMP6 INTI1 INTI2 Outer Loading 4,907 3,692 11,008 4,525 7,625 10,192 8,941 10,29 Outer Weight 0,304 0,7 3,472 1,136 1,484 2,448 1,415 1,369 T-Tabel 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65

Criteria 1 use use use use use use use use Criteria 2 drop drop use drop drop use drop drop Conclusion use use use use use use use use

VIF 1,74 1,448 1,841 1,406 1,918 2,063 1,899 1,888

Indikator INTI3 INTI4 INTI5 INTI6 FITP1 FITP2 FITP3 FITP4 Outer Loading 11,879 10,633 6,98 5,43 2,206 2,171 1,843 2,15 Outer Weight 2,302 0,309 0,549 1,544 1,238 1,35 1,292 1,842 T-Tabel 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65

Criteria 1 use use use use use use use use Criteria 2 use drop drop drop drop drop drop use Conclusion use use use use use use use use

VIF 2,482 3,767 2,55 1,382 1,118 1,122 1,057 1,014

Indikator MANF1 MANF2 MANF3 MANF4 MANF5 Outer Loading 1,076 2,285 2,428 2,055 2,971 Outer Weight 0,074 1,707 0,736 1,136 2,158 T-Tabel 1,65 1,65 1,65 1,65 1,65

Criteria 1 drop use use use use Criteria 2 drop use drop drop use Conclusion drop use use use use

VIF 1,148 1,085 1,293 1,203 1,135

133 Lampiran 6. Hasil Pengolahan Data dengan SmartPLS

1) Nilai Outer Weight Indikator Formatif

Subvariabel Kebiasaan Waktu Frekuensi Intensitas Dominasi Indikator Konsumsi Konsumsi Konsumsi Interaksi Peran KEBK1 0,107 KEBK2 0,116 KEBK3 0,302 KEBK4 0,774 WAKK1 0,653 WAKK2 0,975 FREK1 0,380 FREK2 0,777 INTI1 0,052 INTI2 0,075 INTI3 0,161 INTI4 -0,069 INTI5 0,138 INTI6 0,039 DOMP1 -0,043 DOMP2 0,107 DOMP3 0,450 DOMP4 0,122 DOMP5 0,231 DOMP6 0,436

2) Nilai Outer Loading Indikator Reflektif

Subvariabel Motivasi Persepsi Sikap Indikator MOT3 0,783 MOT4 0,847 PERS1 0,864 PERS2 0,907 SIKP1 0,851 SIKP2 0,866

134

3) Nilai Path Coefficients

Variabel ξ1 - Budaya ξ2 - Pengaruh η - Perilaku Subvariabel/Variabel Konsumsi Keluarga Konsumen Kebiasaan Konsumsi 0,768 Waktu Konsumsi 0,178 Frekuensi Konsumsi 0,262 Dominasi Peran 0,276 Intensitas Interaksi 0,759 Motivasi 0,719 Persepsi 0.826 Sikap 0,807

ξ1 - Budaya Konsumsi 0,267 ξ2 - Pengaruh Keluarga 0,562

135