POTENSI RUMAH TRADISIONAL KARO SEBAGAI DAYA TARIK
WISATA BUDAYA DI DESA LINGGA KABUPATEN KARO
KERTAS KARYA
OLEH
ERNESTA TARIGAN
132204032
PROGRAM STUDI D-III PARIWISATA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LEMBAR PERSETUJUAN
POTENSI RUMAH TRADISIONAL KARO SEBAGAI DAYA TARIK
WISATA BUDAYA DI DESA LINGGA KABUPATEN KARO
OLEH
ERNESTA TARIGAN
132204032
Dosen Pembimbing, Dosen Pembaca,
Dr. Asmyta Surbakti, M.Si Dr. Gustanto, M.Hum NIP. 19600325 198601 2 001 NIP. 19630805 198903 1 004
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA LEMBAR PENGESAHAN
Judul Kertas Karya : POTENSI RUMAH TRADISIONAL KARO SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI DESA LINGGA KABUPATEN KARO
Oleh : ERNESTA TARIGAN
NIM : 132204032
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Dekan,
Dr. Budi Agustono, M.S NIP. 19600805198703 1 001
PROGRAM STUDI D-III PARIWISATA
Ketua,
Arwina Sufika, S.E.,M.Si. NIP. 19640821199802 2 001
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ABSTRAK
Industri pariwisata dapat menghasilkan manfaat ekonomi yang sangat besar bagi negara, bagi wilayah setempat yang bersangkutan, maupun bagi negara asal dari para wisatawan yang datang berkunjung. Negara Indonesia memiliki banyak daya tarik wisata yang tersebar di seluruh daerah dengan keanekaragaman suku, adat istiadat serta kekayaan alam dan budaya. Salah satu provinsi yaitu Sumatera Utara, memiliki keanekaragaman budaya dengan keunikan dan daya tarik tersendiri oleh masing-masing daerah merupakan potensi kepariwisataan yang menarik. Kabupaten Karo sebagai salah satu daerah tujuan wisata memiliki objek wisata yang unik dan menarik. Desa Lingga merupakan sebuah desa di Kabupaten Karo memiliki rumah tradisional karo. Rumah tradisional karo merupakan daya tarik wisata budaya yang memiliki potensi dalam meningkatkan kunjungan wisatawan. Struktur bangunan dan ornamen-ornamen rumah tradisional yang memiliki nilai filosofi tinggi memberikan daya tarik bangunan tersebut. Potensi yang dimiliki oleh Desa Lingga yaitu potensi nilai sosial dan budaya yang masih dilestarikan sehingga mampu meningkatkan kunjungan wisatawan dan menunjang kepariwisataan Kabupaten Karo dan mampu memberi manfaat bagi masyarakat Desa Lingga.
Key Words: Wisata Budaya, Rumah Tradisional Karo, Desa Lingga.
i UNIVERSITAS SUMATERA UTARA KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat kasih dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya yang berjudul “Potensi Rumah Tradisional Karo Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya di Desa Lingga Kabupaten Karo” .
Kertas karya ini merupakan tuga akhir untuk menyelesaikan studi pada program studi Pariwisata dan disusun untuk memenuhi salah satu syarat akademis dalam menempuh ujian Diploma III dalam Program Studi Pariwisata, Bidang
Keahlian Usaha Wisata, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa isi kertas karya ini masih jauh dari sempurna, semuanya semata-mata karena masih kurangnya pengalaman dan keterbatasan ilmu yang dimiliki oleh penulis. Meskipun demikian, penulis berharap kertas karya ini bermanfaat dan berdaya guna bagi penulis dan bagi pembaca serta bagi perkembangan kepariwisataan Indonesia, khususnya di Tanah Karo.
Selama masa pendidikan dan selama penyusunan kertas karya ini, penulis telah banyak menerima bantuan, baik moril maupun materi. Maka, pada kesempatan yang berharga ini penulis tidak lupa untuk menyampaikan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:
1. Dr. Budi Agustono MS, selaku dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara.
ii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2. Ibu Arwina Sufika, S.E, M.Si sebagai Ketua Program Studi D-III Pariwisata
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dr. Asmyta Surbakti, M.Si sebagai dosen pembimbing dalam kertas karya
ini yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan kritik dan
saran dalam pembuatan kertas karya ini dan rasa terima kasih saya sampaikan
kembali atas motivasi dan nasihat yang telah ibu berikan selama ini, berbagi
cerita, ilmu dan pengalaman dan saya bangga bisa mengenal ibu.
4. Dr. Gustanto, M.Hum sebagai dosen pembaca.
5. Bapak Solahuddin Nasution, S.E., MSP, sebagai Koordinator Praktek Jurusan
Pariwisata Bidang Keahlian Usaha Wisata, yang telah membimbing dan
memberikan pengarahan dalam setiap praktek kerja lapangan. Dosen yang
selalu memberi semangat dan memberi motivasi yang luar biasa.
6. Khusus ucapan terima kasih kepada orang tuaku tercinta Bukti Tarigan dan
Susilawati Br. Barus, terima kasih atas doa, perhatian, dan kasih sayang serta
dukungan moril maupun materi yang diberikan selama ini.
7. Saudara-saudaraku tersayang Yohanes Tarigan (abang), Wati Br. Tarigan
(kakak), Betsheba Br. Tarigan (kakak), Yehuda Tarigan (abang), Lia Evalina Br
Ginting (kakak). Eka Resti Br Tarigan (kakak), Yovita Br Tarigan (adik),
Filonta Tarigan (adik), terima kasih atas doa-doa yang telah membantu
melancarkan penulis dalam penyusunan kertas karya ini.
8. Sahabat-sahabat terhebat, kita selalu bekerja sama dan saling mendukung satu
sama lain dan mereka adalah Grasella Ginting, Berliana Manurung dan Sanna
iii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Sitindaon. Terima kasih telah menjadi sahabat, teman dan keluarga bagiku,
semoga kita dapat bersama-sama terus walau nantinya berpisah untuk mengejar
masa depan masing-masing.
9. Teman-teman terbaik Usaha Wisata dan Perhotelan angkatan 2013, dan adik-
adik junior angkatan 2014 dan 2015, dan Keluarga Besar Ikatan Mahasiswa
Pariwisata (IMAPA) USU.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam kertas karya ini, baik dari segi penulisan maupun isinya. Karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak untuk menyempurnakan tulisan ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan kertas karya ini.
Semoga kertas karya ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang membacanya.
Medan, Oktober 2016 Penulis,
Ernesta Tarigan NIM: 132204032
iv UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK ...... i
KATA PENGANTAR ...... ii
DAFTAR ISI ...... v
DAFTAR GAMBAR ...... vii
DAFTAR TABEL ...... viii
BAB I: PENDAHULUAN 1.1. Alasan Pemilihan Judul...... 1 1.2. Pembatasan Masalah ...... 8 1.3. Tujuan Penulisan ...... 8 1.4. Metode Penelitian ...... 9 1.5. Sistematika Penulisan ...... 9
BAB II: KEPARIWISATAAN 2.1. Definisi Pariwisata ...... 11 2.2. Definisi Wisatawan ...... 13 2.3. Penertian Sarana dan Prasarana Pariwisata ...... 16 2.4. Daya Tarik Wisata dan jenis Daya Tarik Wisata ...... 23 2.5. Kebudayaan...... 27 2.5.1. Wisata budaya ...... 30 2.6. Rumah Tradisional Karo di Desa Lingga ...... 33
BAB III: GAMBARAN UMUM KABUPATEN KARO
3.1. Kabupaten Karo 3.1.1. Letak Geografis Kabupaten Karo ...... 38 3.1.2. Sistem Pemerintahan Kabupaten Karo ...... 39 3.1.3. Demografi Kabupaten Karo ...... 40
v UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3.1.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ...... 41 3.2. Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata Kabupaten Karo ...... 42 3.3. Gambaran Umum Desa Lingga 3.3.1. Demografi Desa Lingga ...... 48 3.3.1.1. Kondisi Alam ...... 49 3.3.1.2. Keadaan Tanah dan Status Kepemilikan Tanah ...... 51 3.3.1.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama ...... 51 3.3.1.4. Kondisi Sosial Ekonomi ...... 52 3.3.1.5. Kondisi Sosial Budaya ...... 52 3.3.1.6. Pola Pemukiman ...... 54 3.3.1.7. Sarana dan Prasarana ...... 55
BAB IV: POTENSi RUMAH TRADISIONAL KARO SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI DESA LINGGA KABUPATEN KARO 4.1. Sejarah Desa Lingga ...... 58 4.2. Rumah Tradisional Karo di Desa Lingga 4.2.1. Rumah Gerga ...... 63 4.2.2. Rumah Belang Ayo ...... 65 4.2.3. Sapo Ganjang ...... 68 4.2.4. Griten ...... 70 4.3. Jabu dalam Rumah Tradisional Karo ...... 72 4.4. Ornamen-ornamen pada Rumah Tradisional Karo ...... 75 4.5. Potensi Rumah Tradisional Karo sebagai Daya Tarik Wisata Budaya di Desa Lingga Kabupaten Karo ...... 78
vi UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB V: PENUTUP
5.1. Kesimpulan ...... 84 5.2. Saran ...... 85
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Alasan Pemilihan Judul Industri pariwisata dapat menghasilkan manfaat ekonomi yang sangat besar bagi negara, bagi wilayah setempat yang bersangkutan, maupun bagi negara asal dari para wisatawan yang datang berkunjung. Berdasarkan Laporan Kinerja Kementerian
Pariwisata tahun 2015 mengenai prospek kepariwisataan yang semakin cerah dengan posisi strategis mampu memberikan dorongan dalam peningkatan daya saing yang semakin kuat dalam menarik kunjungan wisatawan.Dengan demikian, nilai manfaat ekonomi yang didorong oleh sektor pariwisata akan berkontribusi signifikan bagi pembangunan nasional dan kesejahteraan masyarakat.
Kondisi kepariwisataan nasional tahun 2015 secara makro menunjukkan perkembangan dan kontribusi yang terus meningkat dan semakin signifikan terhadap
PDB nasional sebesar 4,23% atau senilai Rp.461,36 triliun, dengan peningkatan devisa yang dihasilkan mencapai US$ 11,9 milyar, dan tenaga kerja pariwisata sebanyak 12,16 juta orang. Pada kondisi mikro, ditandai dengan peningkatan jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 10,4 juta dan wisatawan nusantara sebanyak
255,20 juta perjalanan. Di sisi lain, salah satu indikator penting yaitu aspek daya saing kepariwisataan, berdasarkan penilaian WEF (World Economic Forum) posisi indonesia juga meningkat dengan signifikan dari ranking 70 dunia menjadi ranking
50 di tahun 2015.Pertumbuhan pariwisata indonesia yang melebihi rata-rata dunia,
1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2
sebagaimana tercatat di tahun 2015 sebesar 10.63% memberikan kepercayaan diri
Kementerian Pariwisata untuk meningkatkan target kunjungan wisatawan mancanegara pada tahun 2016 dari 10 juta menjadi 12 juta. (Sumber: http://www.kemenpar.go.id/LAKIP-KEMENPAR)
Sejak terpilihnya Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia ke 7, beberapa prioritas pembangunan era Kabinet Kerja senantiasa digaungkan salah satunya terkait dengan pariwisata. Dalam kerangka pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya wisata tersebut, Kementerian Pariwisata mengidentifikasi dan menetapkan fokus pengembangan produk wisata Indonesia dalam tiga kategori produk yaitu produk wisata alam, budaya dan buatan yang didalamnya terdiri sejumlah produk wisata yang spesifik. (Sumber:http:// datacenter.Bappedakaltim. com/data/musrenbangreg-Kebijakan-Pengembangan-Destinasi-Pariwisata-Indonesia-
.pdf)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional tahun 2010 – 2025 menyatakan bahwa pembangunan daya tarik wisata alam, daya tarik wisata budayadan daya tarik wisata hasil buatan manusia dilaksanakan berdasarkan prinsip menjunjung tinggi nilai agama dan budaya, serta keseimbangan antara upaya pengembangan manajemen atraksi untuk menciptakan daya tarik wisata yang berkualitas, berdaya saing, serta mengembangkan upaya konservasi untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumber dayanya. Negara Indonesia memiliki banyak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 3
peninggalan budaya. UNESCO mencatat, Indonesia merupakan negara peringkat ketiga di dunia dalam hal peninggalan prasasti, di bawah Tiongkok dan Jepang.
(Sumber:https://www.Selasar.com/ekonomi/menjadikan-indonesia-tujuan-wisata- dunia).
Provinsi Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di Indonesia, yang penduduknya terdiri dari berbagai kelompok etnik, yang secara garis besar dapat digolongkan ke dalam tiga kategori, yaitu: (a) etnik setempat, terdiri dari delapan kelompok etnik: Melayu, Karo, Pakpak Dairi, Batak Toba, Simalungun, Angkola
Mandailing, Pesisir Tapanuli Tengah dan Nias ditambah etnik Lubu dan Siladang; (b) etnik pendatang Nusantara, seperti: Aceh, Minangkabau, Jawa, Sunda, Banjar,
Makasar, Bugis dan lainnya; (c) etnik pendatang dunia, seperti: Hokkian, Hakka,
Kwongfu, Kanton, Benggali, Tamil, Sikh, Arab dan lainnya. Masyarakat Batak Karo adalah adalah salah satu etnis yang terdapat di Sumatera Utara. Etnis Batak Karo memiliki budaya yang diwariskan dari leluhur secara turun-temurun. Manusia adalah satu-satunya makhluk yang berbudaya. Kebudayaan yang dimiliki oleh suatu kelompok masyarakat dapat menjadi ciri-ciri atau identitas kelompok masyarakat tersebut. (Sumber: Ikatan Mahasiswa Sastra Daerah. 2016. Laporan Kegiatan
Penelitian dan Pengabdian Budaya Batak X. Medan: IMSAD).
Kabupaten Karo memiliki banyak objek wisata yang dapat dikunjungi seperti wisata alam, wisata seni dan budaya serta wisata peninggalan sejarah. Melihat banyaknya potensi objek yang dimiliki, begitu juga dengan kesenian dan kebudayaan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4
masyarakat karo, maka wajarlah sektor pariwisata ditetapkan sebagai andalan dalam mengembangkan daerah tujuan wisata di Kabupaten Karo. Salah satunya yaitu potensi budaya lokal dapat menjadi kekuatan dalam pengembangan desa wisata budaya. Potensi yang dimiliki bila dipadukan dengan potensi lainnya akan memberi dampak dalam menarik minat kunjungan wisatawan untuk mengunjungi desa wisata.
Berkembangnya desa wisata, secara otomatis akan meningkatkan kesejahteraan warga setempat.
Desa Lingga berada di Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo.
Terdapat situs penting yang memiliki kandungan warisan budaya dan arsitektur yang telah berusia lebih dari 200 tahun. Dulunya disetiap Kesain di Desa Lingga banyak terdapat rumah tradisional, Seperti yang dimiliki oleh marga Sinulingga yaitu Rumah
Jahe, Rumah Bangun, Rumah Berteng, Rumah Tualah, Rumah Gara, Rumah
Kencanen, Rumah Mbelin, Rumah Mbuah, Rumah Julu, dan Rumah Silebe
Merdang. Sedangkan penduduk bermarga lain, mendiami Kesain Rumah Manik untuk marga Manik, Kesain Rumah Tarigan untuk marga Tarigan, dan Kesain Rumah
Munthe untuk marga Munthe (Sumber: Salmon Tarigan, 2016). Dalam catatan informasi yang dipublikasikan WMF, disebutkan pada pertengahan 1980 terdapat 28 unit bangunan tradisional di Desa Lingga. Namun, keadaan tersebut tidak dapat dipertahankan dan saat ini hanya tertinggal empat bangunan tardisional yaitu Geriten sebuah bangunan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan tulang-tulang sanak keluarga yang telah meninggal dunia, Sapo Ganjang sebagai tempat untuk
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 5
beristirahat dan sebagai ruang tamu, sedangkan bagian atas mempunyai dinding untuk menyimpan padi, Rumah Gerga merupakan rumah Raja yang terdiri atas dua belas keluarga dan Rumah Belang Ayo merupakan rumah masyarakat biasa yang terdiri atas delapan keluarga. Sejak tahun 1977 desa ini telah ditetapkan sebagai desa wisata budaya di Tanah Karo. Bangunan tradisional di Desa Lingga merupakan salah satu objek dan daya tarik wisata yang penting, menghadapai ancaman kepunahan yang serius.
Arsitektur tradisional Batak Karo memperlihatkan bahwa saat itu telah menggunakan konsep pembangunan yang disesuaikan dengan iklim tropis lembab.
Hal tersebut dapat dilihat dari sudut kemiringan atap yang cukup besar, teritisan yang lebar dan lantai bangunan yang diangkat dari muka tanah. Rumah adat karo terkenal karena memiliki keunikan teknik bangunan dan nilai sosial budayanya. Rumah tradisional karo memiliki konstruksi bangunan yang tidak memerlukan penyambungan. Posisi bangunan rumah tradisional karo biasanya mengikuti arah aliran sungai yang ada disekitar desa. (Sumber: Teknik Jurusan Arsitektur.
2013.Makalah Kelompok Angkatan XI.III TA.2012/2013. Eksplorasi Rumah
Tradisional Karo di Desa Lingga. Medan: Teknik Jurusan Arsitektur).
Selain memiliki arsitektur bangunan yang unik, bangunan rumah tradisional karo di Desa Lingga juga memiliki ornamen-ornamen yang unik dan memiliki nilai filosofi yang tinggi. Adapun ornamen-ornamen yang terdapat pada bangunan rumah adat tradisional di Desa Lingga yaitu: (a) Pengeret-ret, ornamen yang melambangkan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 6
kekuatan, kewaspadaan dan kesatuan keluarga, (b) Embun Sikawiten, fungsinya sebagai petunjuk hubungan antara kalimbubu (awan tebal diatas) dan anak beru
(bayangan awan dibagian bawah), (c) Bindu Meteguh, berfungsi sebagai Persilah
Silamehuli ataumenyingkirkan yang tidak baik, (d) Tapak Raja Sulaiman, ornamen yang diambil dari nama raja yang dianggap sakti dan masayarakat karo percaya bahwa ornamen tapak raja sulaiman akan menolong mereka agar terhindar dari ancaman niat jahat, (e) Tupak Salah Silima-Lima, melambangkan kesatuan merga silima sebagai sistem sosial masyarakat karo yang utuh dan dihormati, (f) Tutup
Dadu atau Cimba Lau, berfungsi sebagai hiasan pada rumah adat, (g) Piseren
Kambing, berfungsi sebagai penolak bala, (h) Pakau –pakau, berfungsi sebagai hiasan, (i) Embun Merkabun-kabun, berfungsi sebagai hiasan, (j) Mata-mata Lembu, berfungsi sebagai penolak bala.
Selain bangunan rumah tradisional karo yang terdapat di Desa Lingga, juga terdapat objek penunjang lainnya yaitu Museum Karo Lingga, Lesung dan seni
Ndikkar (ermayan).Museum Karo Lingga merupakan museum yang cukup informatif yang menggambarkan kebudayaan karo di masa lalu. Tempat yang menyimpan koleksi benda-benda tradisional karo seperti kain tenun, topeng, mata uang, peralatan dapur, peralatan pertanian, peralatan musik, peralatan berburu, peralatan upacara adat, dan peralatan pengobatan. (Sumber: http://www.Gobatak.com/mengenal- budaya-karo-lewat-museum-karo-lingga).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 7
Selain itu, di Desa Lingga dulunya juga terdapat Lesung merupakan bangunan yang digunakan oleh penduduk zaman dahulu untuk menumbuk padi. Namun, saat ini
Lesung telah punah dan tidak dapat ditemukan lagi di Desa Lingga. Bangunan yang tersisa berjumlah empat yaitu Geriten, Sapo Ganjang, Rumah Gerga, Rumah Belang
Ayo, dan Museum Karo Lingga yang dibangun paling belakangan. (Sumber: https://id.Wikipedia.org/Lingga_Simpang_Empat_Karo)
Desa Lingga juga memiliiki Sanggar Seni Nggara Simbelin yang masih melestarikan atraksi kebudayaan karo yaitu seni ndikkar (ermayan) merupakan bentuk pertahanan diri tradisional karo yang tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan kebudayaan masyarakat karo. (Sumber: Booklet Pariwisata Karo, 2011).
Bangunan rumah tradisional di Desa Lingga secara khusus menarik perhatian karena memiliki struktur bangunan dan ornamen yang terlihat unik dan kokoh serta mampu bertahan lama dengan bahan-bahan bangunan yang diperoleh di sekitar desa.
Objek penunjang dan atraksi kebudayaan karo yang masih dijaga kelestariannya hingga saat ini menambah potensi budaya yang dimiliki oleh Desa Lingga. Oleh karena itu, penulis tertarik mengangkat judul kertas karya dengan judul “Potensi
Rumah Tradisional Karo sebagai Daya Tarik Wisata Budaya di Desa Lingga
Kabupaten Karo” dengan pertimbangan sebagai berikut:
1. Sumatera Utara sebagai salah satu daerah yang memiliki potensi pariwisata
berupa keindahan alam, budaya, dan peninggalan-peninggalan sejarah.
2. Menggambarkan kebudayaan karo melalui bangunan rumah tradisional karo.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 8
3. Menjaga warisan budaya berupa rumah tradisional karo untuk
memperkenalkannya kepada generasi muda mengenai kebudayaan karo.
1.2. Pembatasan Masalah Kabupaten Karo merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi objek daya tarik wisata budaya berupa rumah tradisional. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka batasan masalah yang dibahas dalam kertas karya ini mengenai Potensi Rumah Tradisional Karo sebagai Daya Tarik Wisata Budaya di
Desa Lingga Kabupaten Karo.
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penulisan kertas karya ini adalah:
1. Memperkenalkan potensi objek dan daya tarik wisata Kabupaten Karo dalam
menunjang kepariwisataan Sumatera Utara.
2. Memberikan pengetahuan bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya
mengenai objek rumah tradisional karo sebagai daya tarik wisata budaya di Desa
Lingga Kabupaten Karo.
3. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya program studi D-
III Pariwisata bidang keahlian Usaha Wisata di Fakultas Ilmu Budaya,
Universitas Sumatera Utara.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 9
1.4. Metode Penelitian Untuk mempermudah penulis dalam melakukan penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa metode penelitian antara lain:
1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Penelitian yang data-datanya diperoleh dari buku-buku dan tulisan yang berkaitan.
2. Penelitian Lapangan (Field Research)
Penelitian yang dilakukan dengan datang langsung ke lapangan untuk
mendapatkan data yang lebih akurat melalui wawancara yang terkait seperti
tokoh adat dan orang-orang yang mengerti tentang rumah tradisional karo di
Desa Lingga.
1.5. Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam kertas karya ini, penulis membagi pokok pembahasan dalam lima (5) bab, dan pembahasan dibagi ke dalam beberapa sub bab. Sistematika pembahasan tersebut adalah sebagai berikut:
BAB I:PENDAHULUAN
Bab I menguraikan tentang Alasan Pemilihan Judul, Pembatasan Masalah,
Tujuan Penulisan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 10
BAB II: URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN
Bab II menguraikan tentang definisi Pariwisata, Definisi Wisatawan, Daya
Tarik Wisata dan Jenis Daya Tarik Wisata, Kebudayaan, Wisata Budaya,
dan Rumah Tradisional Karo di Desa Lingga.
BAB III: GAMBARAN UMUM KABUPATEN KARO
Bab III menguraikan Gambaran Umum Kabupaten Karo, Potensi Objek
dan Daya Tarik Wisata Kabupaten Karo, dan Gambaran Umum Desa
Lingga.
BAB IV: POTENSI RUMAH TRADISIONAL KARO SEBAGAI DAYA
TARIK WISATA BUDAYA DI DESA LINGGA KABUPATEN
KARO
Bab IV menguraikan Rumah Tradisional Karo di Desa Lingga, Jabu dalam
Rumah Tradisional Karo, Ornamen-ornamen pada Rumah Tradisional
Karo, dan Potensi Rumah Tradisional Karo sebagai Daya Tarik Wisata
Budaya di Desa Lingga Kabupaten Karo.
BAB V: PENUTUP
Bab V sebagai penutup memuat kesimpulan dan saran dari pembahasan
yang telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB II
KEPARIWISATAAN
2.1. Definisi Pariwisata
Kata pariwisata baru populer pada tahun 1958. Sebelum itu, digunakan kata turisme, serapan dari Bahasa Belanda “tourisme”. Sejak 1958 resmilah kata pariwisata sebagai padanan tourisme (Belanda) atau tourism (Inggris). Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai faasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah. Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. (Undang-Undang RI No 10 tahun 2009).
Yoeti (1988) mengutip berbagai pengertian pariwisata sebagai berikut: a. Menurut Gluckmann, pariwisata diartikan keseluruhan hubungan antara manusia
yang hanya berada untuk sementara waktu dalam suatu tempat kediaman dan
berhubungan dengan manusia-manusia yang tinggal di tempat itu. (Suwardjoko,
2007: 5). b. Menurut Kurt Morgenroth, pariwisata dalam arti sempit adalah lalu lintas orang-
orang yang meninggalkan tempat kediamannya untuk sementara waktu, untuk
berpesiar di tempat lain, semata-mata sebagai konsumen dari buah hasil
11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 12
perekonomian dan kebudayaan, guna memenuhi kebutuhan hidup dan budayanya
atau keinginan yang beraneka ragam dari pribadinya. (Suwardjoko, 2007: 6). c. Menurut Wahab, memandang pariwisata sebagai suatu kegiatan kemanusiaan
berupa hubungan antarorang baik dari negara yang sama atau antarnegara atau
hanya dari daerah geografis yang terbatas. Di dalamnya termasuk tinggal untuk
memenuhi waktu di daerah lain atau negara lain atau benua lain untuk memenuhi
berbagai kebutuhan kecuali kegiatan untuk memperoleh penghasilan.
(Suwardjoko, 2007: 6) d. Menurut Robert McIntosh dan Shashikant Gupta, mengemukakan pariwisata
adalah gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan,
bisnis, pemerintah tuan rumah serta masyarakat tuan rumah dalam proses
menarik dan melayani wisatawan-wisatawan serta pengunjung lainnya. (Pendit,
1999: 37) e. Menurut Hans Buchli, mendefinisikan bahwa pariwisata adalah setiap peralihan
tempat yang bersifat sementara dari seseorang atau beberapa orang, dengan
maksud memperoleh pelayanan yang diperuntukkan bagi kepariwisataan itu oleh
lembaga-lembaga yang digunakan untuk maksud tersebut.
Ada berbagai definisi yang dikutip menunjukkan beragam aspek yang menjadi tolak pandang masing-masing ahli dalam mendefinisikan pengertian pariwisata. Ada kesamaan yang dapat ditangkap dari definisi-definisi tersebut yaitu meninggalkan tempat kediamannya sehari-hari, pergi ke tempat lain untuk tinggal sementara waktu dan bukan untuk mencari nafkah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 13
Batasan waktu lebih tegas dinyatakan oleh McIntosh, Goeldner & Ritchie
(1955) bahwa pariwisata adalah kegiatan perjalanan seseorang ke dan tinggal di tempat lain diluar lingkungan tempat tinggalnya untuk waktu kurang dari satu tahun terus-menerus, dengan maksud bersenang-senang, berniaga dann keperluan-keperluan lainnya [Gunawan, M.P dalam Santoso, 2000: 15].
Beberapa penulis memperhitungkan kriterium jarak minimal 200 km, pada umumnya menganggap bahwa pariwisata adalah tinggal diluar wilayahnya sekurang- kurangnya satu malam [Pearce, 1989: 1]. Jadi, ciri utama pariwisata adalah melakukan perjalanan dan tinggal sementara di tempat tujuan.
2.2 Definisi Wisatawan
Wisata adalah perjalanan keluar tempat tinggalnya mengunjungi tempat tertentu (destinasi) secara sukarela dan bersifat sementara dengan maksud berlibur, bertamasya dan kepentingan lain di tempat yang dikunjungnya, bukan untuk mencari nafkah. Wisatawan atau pelancong adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.
Ada berbagai definisi wisatawan, diantaranya:
2.1. Menurut WTO (dalam Kusumaningrum, 2009:17) membagi wisatawan kedalam
tiga bagian, yaitu:
a. Pengunjung adalah setiap orang yang berhubungan ke suatu negara lain
dimana ia mempunyai tempat kediaman dengan alasan melakukan pekerjaan
yang diberikan oleh negara yang dikunjunginya.
b. Wisatawan adalah setiap orang yang bertempat tinggal di suatu negara tanpa
memandang kewarganegaraannya, berkunjung kesuatu tempat pada negara
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 14
yang sama untuk waktu lebih dari 24 jam yang tujuan perjalanannya dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Memanfaatkan waktu luang untuk rekreasi, liburan, kesehatan,
pendidikan, keagamaan dan olahraga.
Bisnis atau mengunjungi kaum keluarga.
c. Darmawisata atau excursionist adalah pengunjung sementara yang menetap
kurang dari 24 jam di negara yang dikunjungi, termasuk orang yang
berkeliling dengan kapal pesiar.
2. Menurut Komisi Liga Bangsa-bangsa 1937 (dalam Soekadijo, 1967:13),
“...wisatawan adalah orang yang selama 24 jam atau lebih mengadakan
perjalanan di negara bukan tempat kediamannya yang biasa.”
3. U.N. Statistical Conference on International Travel and Tourism di Roma pada
tahun 1963 (dalam Soekadijo, 1997:16), menggunakan istilah pengunjung
(visitor) untuk setiap orang yang datang ke suatu negara yang bukan tempat
tinggalnya yang biasa untuk keperluan apa saja, kecuali untuk melakukan
pekerjaan yang digaji. Pengunjung meliputi dua kategori yaitu:
1. Wisatawan ialah pengunjung yang datang ke suatu negara yang dikunjunginya
dan tinggal selama 24 jam dan datang berdasarkan motivasi untuk mengisi
waktu senggang seperti untuk bersenang-senang, berlibur, kesehatan,
keperluan agama, olahraga, bisnis, utusan dan pertemuan-pertemuan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 15
2. Excurtionist ialah pengunjung yang hanya tinggal sehari di negara yang
dikunjunginya tanpa bermalam.
4. Defenisi U.N Customs Facilities for Touring (dalam Soekadijo, 1996:15),
“...setiap orang yang datang di sebuah negara karena alasan yang sah, kecuali
untuk berimigrasi, danyang tinggal setidak-tidaknya selama 24 jam dan selama-
lamanya enam bulan dalam tahun yang sama”.
5. Dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1969,
mendefinisikan bahwa wisatawan (touris) adalah setiap orang yang bepergian
dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati
perjalanan dan kunjungan itu.
Wisatawan mengadakan perjalanan biasanya untuk bersenang-senang karena alasan keluarga, kesehatan dan melepaskan diri dari rutinitas sehari-hari. Jadi, bisa dikatakan wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata, meninggalkan tempat tinggalnya sehari-hari selama lebih dari 24 jam dan kurang dari enam bulan dengan berbagai maksud kecuali mencari nafkah. (Suwardjoko, 2007:7).
Sementara menurut sifatnya, wisatawan dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1. Wisatawan modern idealis, wisatawan yang sangat menaruh minat pada budaya
multinasional serta eksplorasi alam secara individual.
2. Wisatawan modern materialis, wisatawan dengan golongan hedonisme (mencari
keuntungan) secara berkelompok.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 16
3. Wisatawan tradisional idealis, wisatawan yang menaruh minat pada kehidupan
budaya yang bersifat tradisional dan sangat menghargai sentuhan alam yang
tidak terlalu tercampur oleh arus modernisasi.
4. Wisatawan tradisional materialis, wisatawan yang berpandangan konvensional,
mempertimbangkan keterjangkauan, murah dan keamanan. (Kusumaningrum,
2009: 18).
Wisatawan adalah aktor dalam kegiatan wisata. Berwisata menjadi sebuah pengalaman manusia untuk menikmati, mengantisipasi dan mengingatkan masa-masa didalam kehidupan. (Ismayanti, 2010:3).
2.3 Pengertian Sarana dan Prasarana Pariwisata
Sarana dan prasarana yang lancar merupakan salah satu indikator perkembangan pariwisata. Sarana atau prasarana diartikan sebagai proses tanpa hambatan dari pengadaan dan peningkatan hotel, restoran, tempat hiburan dan sebagainya serta prasarana dan transportasi yang lancar dan terjangkau oleh wisatawan. Tim Peneliti PMB-LIPI (2006: 339).
2.3.1 Sarana
Sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk melayani kebutuhanwisatawan dalam menikmati perjalanan wisatanya.
Suwantoro (2004:22)
Tiga bagian penting sarana kepariwisataan, yaitu: a. Sarana Pokok Kepariwisataan adalah perusahaan yang hidup dan kehidupannya
sangat tergantung kepada arus kedatangan orang yang melakukan perjalanan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 17
wisata seperti: Travel Agent dan Tour Operator, perusahaan-perusahaan
Angkutan Wisata, Hotel dan jenis akomodasi lainnya, Bar dan Restoran serta
rumah makan lainnya, Obyek Wisata dan Atraksi Wisata.
Sarana pokok kepariwisataan khususnya Kabupaten Karo sudah cukup memadai untuk kebutuhan yang dibutuhkan oleh wisatawan apabuila berkunjung, diantaranya:
Biro Perjalanan Wisata 5 buah
Hotel berbintang 10 buah
Hotel Melati 44 buah
Telekomunikasi (wartel) 10 buah
Bank 6 buah
Kantor Pos 2 buah
Rumah Sakit Umum 6 buah
Tempat penukaran mata uang asing (money changer) 5 buah. (Sumber:
Booklet Pariwisata Karo, 2011). b. Sarana Pelengkap Kepariwisataan adalah perusahaan-perusahaan atau tempat-
tempat yang menyediakan fasilitas untuk rekreasi yang fungsinya tidak hanya
melengkapi sarana pokok kepariwisataan, tetapi yang terpenting adalah untuk
membuat agar para wisatawan dapat lebih lama tinggal pada suatu daerah tujuan
wisata seperti: lapangan tenis, lapangan golf, kolam renang dan sarana
ketangkasan lainnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 18
Untuk sarana pelengkap kepariwisataan Kabupaten Karo, yang tersedia yaitu
kolam renang baik yang terdapat pada setiap hotel berbintang maupun khusus
kolam renang. c. Sarana Penunjang Kepariwisataan adalah perusahaan yang menunjang sarana
pelengkap dan sarana pokok dan berfungsi tidak hanya membuat wisatawan lebih
lama tinggal pada suatu daerah tujuan wisata, tetapi fungsi yang lebih penting
adalah agar wisatawan lebih banyak mengeluarkan atau membelanjakan uangnya
di tempat yang dikunjunginya seperti: Night Club,Steambaths dan Casinos.
Untuk sarana penunjang kepariwisataan Kabupaten Karo, tersedia Pasar
Tradisional seperti Pajak Buah Berastagi yang menyediakan berbagai aksesoris
dan barang-barang khas dari kota Berastagi. Dalam hal ini, kekhasan aksesoris
kota Berastagi mampu menumbuhkan keinginan wisatawan untuk
membelanjakan uangnya. Maka dari itu, pengelolaan barang-barang khas Kota
Berastagi dapat ditingkatkan dengan menciptakan aksesoris yang unik dan
menarik agar mampu menarik perhatian wisatawan untuk membelanjakan
uangnya.
2.3.2 Prasarana
Prasarana (infrastructure) adalah semua fasilitas yang dapat memungkinkan proses perekonomian berjalan dengan lancar sedemikian rupa, sehingga dapat memudahkan manusia untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Prasarana wisata adalah sumber daya alam dan sumber daya manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 19
dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata, seperti jalan, listrik, air, telekomunikasi, terminal, jembatan, dan lain sebagainya. Suwantoro (2004: 21).
Lother A. Kreck dalam bukunya International Tourism dalam Yoeti
(1996:186) membagi prasarana atas dua bagian yang penting, yaitu: a. Prasarana Perekonomian (economic infrastructures) yang dapat dibagi atas:
1. Pengangkutan (Transportation)
Pengangkutan di sini adalah pengangkutan yang dapat membawa para wisatawan dari negara dimana ia biasanya tinggal ketempat atau negara yang merupakan daerah tujuan wisata. Dalam prasarana pengangkutan, Kabupaten Karo telah tersedia berbagai kendaraan umum yang siap menghantarkan para wisatawan ke daerah objek wisata yang akan dikunjunginya. Sarana pengangkutan umumnya sudah baik dengan kondisi kendaraan yang masih layak untuk digunakan.
2. Komunikasi(Commication Infrastructures)
Tersedianya prasarana komunikasi akan dapat mendorong para wisatawan untuk mengadakan perjalanan jarak jauh. Dengan demikian wisatawan tidak akan ragu-ragu meninggalkan rumah dan anak-anaknya. Termasuk dalam kelompok ini diantaranya telepon, telegraph, radio, TV, surat kabar, internet, kantor pos.
Dalam sarana komunikasi, Kabupaten Karo juga telah menyediakan kebutuhan komunikasi untuk wisatawan diantaranya, tersedia alat telekomunikasi (wartel), surat kabar yang banyak dijumpai dikawasan Kabupaten Karo, intenet dan kantor pos.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 20
3. Kelompok yang termasuk UTILITIES
Sarana “UTILITIES” adalah penerangan listrik, persediaan air minum, sistem irigasi dan sumber energi. Kabupaten Karo merupakan kawasan yang berlokasi di dataran tinggi, sehingga dalam memenuhi kebutuhan air cukup memadai dan penerangan listrik dalam kondisi yang baik.
4. Sistem Perbankan
Adanya pelayanan bank bagi para wisatawan menunjukkan bahwa wisatawan mendapat jaminan mutu dengan mudah menerima atau mengirim uangnya dari dan negara asalnya tanpa mengalami birokrasi pelayanan. Sedangkan untuk pembayaran lokal, wisatawan dapat menukarkan uangnya pada money changer setempat.
Sistem perbankan di Kabupaten Karo telah memadai dan tidak sulit untuk dicapai menuju lokasi dengan akses jalan yang baik. Tersedia bank di kota-kota penting seperti Kota Kabanjahe dan Kota Berastagi yang umumya diketahui oleh wisatawan. Tersedianyan perbankan di Kabupaten Karo memudahkan wisatawan untuk melakukan kegiatan dalam hal pelayanan uang serta dalam untuk pembayaran lokal, tersedia money changer pada biro perjalanan wisata. b. Prasarana Sosial (Social Infrastructure)
Prasarana sosial adalah semua faktor yang menunjang kemajuan atau menjamin kelangsungan prasarana perekonomian yang ada. Termasuk dalam kelompok ini adalah:
1. Sistem Pendidikan (School System)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 21
Adanya lembaga-lembaga pendidikan yang mengkhususkan diri dalam,
pendidikan kepariwisataan merupakan suatu usaha untuk meningkatkan
pelayanan bagi para wisatawan, tetapi juga untuk memelihara dan mengawasi
suatu badan usaha yang bergerak dalam kepariwisataan.
2. Pelayanan Kesehatan (Health Service Facilities)
Harus ada jaminan bahwa di daerah tujuan wisata tersedia pelayanan bagi suatu
penyakit yang mungkin akan diderita dalam perjalanan.
3. Faktor Keamanan (Safety Factor)
Perasaan tidak aman (unsafe) dapat terjadi di suatu tempat yang baru saja
dikunjungi. Adanya perlakuan yang tidak wajar dari penduduk setempat
seakan-akan wisatawan yang datang mengganggu ketentraman.
4. Petugas yang langsung melayani wisatawan (Goverment Apparatus),
Termasuk dalam kelompok ini antara lain antara lain petugas imigrasi, petugas
bea cukai, petugas kesehatan, polisi, dan pejabat-pejabat lainnya yang berkaitan
dengan pelayanan para wisatawan. c. Prasarana kepariwisataan diantaranya adalah:
Receptive Tourist Plan
Receptive Tourist Plan adalah segala bentuk badan usaha tani atau organisasi
yang kegiatannya khusus untuk mempersiapkan kedatangan wisatawan pada
suatu daerah tujuan wisata.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 22
Residental Tourist Plan
Recidental Tourist Plan adalah semua fasilitas yang dapat menampung
kedatangan para wisatawan untuk menginap dan tinggal untuk sementara waktu
di daerah tujuan wisata.
Recreative and Sportive Plan
Recreative and Sportive Plan adalah semua fasilitas yang dapat digunakan
untuk tujuan rekreasi dan olahraga.
Prasarana pariwisata merupakan komponen terbesar dan paling menentukan dalam menyukseskan penyelenggaraan pariwisata. Komponen tersebut terdiri atas berbagai subsistem yang perlu menadapatkan perhatian dan penyediaan serta pemeliharaan yang seksama. Prasarana adalah semua fasilitas yang dapat memungkinkan proses perekonomian berjalan dengan lancar sedemikian rupa, sehingga dapat memudahkan manusia untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Fungsi prasarana adalah untuk melengkapi sarana kepariwisataan sehingga dapat memberikan pelayanan sebagaimana semestinya, yang termasuk prasarana ialah; a. Prasarana Umum
Prasarana yang menyangkut kebutuhan orang banyak bertujuan untuk membantu
kelancaran roda perekonomian, yang termasuk ke dalam kelompok ini adalah:
Penyediaan air bersih.
Sistem jaringan jalan raya dan kereta api.
Sistem irigasi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 23
Airport, pelabuhan laut, terminal, stasiun.
Telekomunikasi.
Pembangkit tenaga listrik dan sumber energi lainnya. b. Kebutuhan Masyarakat Banyak
Prasarana yang menyangkut kebutuhan orang banyak, yang termasuk ke dalam
kelompok ini adalah: Rumah Sakit, Apotek, Bank, Kantor Pos, Pompa Bensin,
Administrasi Pemerintahan(Polisi, Pengadilan, Pemerintahan Umum dan Badan
Legislatif lainnya).
Sarana dan prasarana pariwisata merupakan fasilitas utama yang menjadikan kepariwisataan dapat hidup dan berkembang dalam rangka memberikan pelayanan kepada wisatawan. Dengan tersedianya sarana dan prasarana yang baik serta sesuai dengan fungsinya, maka akan memberikan pelayanan yang baik bagi wisatawan.
2.4 Daya Tarik Wisata dan Jenis Daya Tarik Wisata
Suatu daerah pasti memiliki daya tarik yang menjadi magnet penyebab orang tertarik mengunjungi daerah tersebut. Daya tarik wisata yang dimiliki suatu daerah tujuan wisata yakni sesuatu yang dapat dilihat seperti peninggalan purbakala; atau sesuatu yang dapat dilakukan seperti meneliti; atau sesuatu yang dapat dibeli seperti cenderamata. Artinya, daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang memicu seseorang atau sekelompok orang untuk mengunjungi suatu tempat karena sesuatu itu memiliki makna tertentu. (Suwardjoko, 2007: 45).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 24
Daya tarik wisata sebagai magnet yang menjadi pemicu utama minat kunjungan wisatawan. Daya tarik wisata merupakan sesuatu yang ada di lokasi tujuan pariwisata yang tidak hanya menyediakan sesuatu bagi wisatawan untuk dilihat, tetapi juga menjadi magnet penarik seseorang untuk melakukan perjalanan [Gunn; 1988;
107]. Ciri utama daya tarik wisata adalah tidak dapat dipindahkan dan untuk menikmatinya wisatawan harus mengunjungi tempat tersebut.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.50 tahun 2011 tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional tahun 2010-2015, Daya Tarik
Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan dan nilai yang berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Daya tarik wisata harus dikelola dengan baik untuk menciptakan daya tarik wisata yang berkualitas, berdaya saing, serta mengembangkan upaya konservasi untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumber dayanya.Adapun jenis daya tarik wisatasebagai berikut:
1. Daya tarik wisata alam.
2. Daya tarik wisata budaya.
3. Daya tarik wisata hasil buatan manusia.
Objek dan daya tarik wisata menurut Direktoral Jenderal Pemerintah di bagi menjadi tiga macam, yaitu:
1. Daya Tarik Wisata Alam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 25
Objek wisata alam adalah sumber daya alam yang berpotensi serta memiliki daya tarik bagi pengunjung baik dalam keadaan alami maupun setelah ada usaha budi daya. Potensi objek wisata alam dapat dibagi menjadi empat kawasan, yaitu:
a. Flora dan fauna.
b. Keunikan dan kekhasan ekosistem.
c. Gejala alam.
d. Budidaya sumber daya alam.
2. Daya Tarik Wisata Sosial Budaya
Objek wisata sosial budaya dapat di manfaatkan dan dikembangkan sebagai objek dan daya tarik wisata meliputi museum, peninggalan sejarah, upacara adat, seni pertunjukan dan kerajinan.
3. Daya Tarik Wisata Minat Khusus
Objek wisata minat khusus merupakan jenis wisata yang baru dikembangkan di
Indonesia. Wisata ini lebih diutamakan pada wisatawan yang mempunyai motivasi khusus. Dengan demikian, biasanya para wisatawan harus memiliki keahlian.
Contohnya: berburu, mendaki gunung, arung jeram, tujuan pengobatan, agrowisata dan lain-lain.
Selain itu, pada umumnya daya tarik suatu objek wisata berdasarkan atas:
1. Adanya sumber daya yang dapat menimbulkan rasa senang, indah, nyaman dan
bersih.
2. Adanya aksesbilitas yang tinggi untuk dapat mengunjunginya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 26
3. Adanya ciri khusus atau spesifikasi yang bersifat langka.
4. Adanya sarana dan prasarana penunjang untuk melayani para wisatawan yang
hadir.
5. Objek wisata alam mempunyai daya tarik tinggi karena keindahan alam
pegunungan, sungai, pantai, pasir, hutan dan sebagainya.
6. Objek wisata budaya mempunyai daya tarik tinggi karena memiliki nilai khusus
dalam bentuk atraksi kesenian, upacara-upacara adat, nilai luhur yang
terkandung dalam suatu objek buah karya manusia pada masa lampau.
Daerah tujuan pariwisata yang selanjutnya disebut destinasi pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat daya tarik wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesbilitas, serta masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepriwisataan. (Ismayanti, 2010).
Beberapa elemen dari komponen sumber daya budaya yang dapat dikembangkan menjadi objek dan daya tarik wisata terdiri dari museum, peninggalan sejarah, upacara adat, seni pertunjukan, kesenian, bangunan arsitektural dan lain sebagainya. Kombinasi dari elemen sumber daya budaya tersebut dapat menjadi daya tarik wisata untuk mendatangkan wisatawan, daya tarik wisata merupakan kekuatan dalam mendatangkan wisatawan. Suatu objek memiliki potensi daya tarik, tetapi daya tarik tersebut terbentuk bila objek itu ditunjang oleh unsur-unsur lain seperti aksesbilitas dan fasilitas penunjang. Jadi, objek dan daya tarik wisata merupakan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 27
faktor utama yang mempengaruhi seseorang untuk meninggalkan daerah asal untuk mengunjungi suatu daerah.
Objek yang menjadi unsur daya tarik atau magnet kedatangan wisatawan di suatu daerah tujuan wisata dapat berupa potensi alam seperti pemandangan alam.
Selain itu, dapat pula berupa hasil akal budi manusia yaitu seni-budaya masyarakat yang unik salah satunya bangunan rumah tardisional karo yang berada di Desa
Lingga, Kabupaten Karo. Rumah adat tradisional karo yang merupakan hasil akal budi manusia serta atraksi budaya dan adat-istiadatyang dimiliki dapat menjadi daya tarik wisata yang kuat. Daya tarik wisata tersebut menempati ruang wilayah yang akan mempunyai makna khusus dalam pengelolaan prasarana pelayanan masyarakat pada umumnya dan wisatawan pada khususnya.
Kepariwisataan tidak dapat dipisahkan dari tata ruang wilayah, lingkungan hidup yang menjadi daya tarik pariwisata dan modal dasar suatu daerah tujuan wisata.
Oleh karena itu, disamping upaya menjual potensi pariwisata, harus dibarengi dengan upaya menjaga kelestarian objek tersebut agar potensi daya tarik tidak rusak karena kegiatan pariwisata itu sendiri. (Suwardjoko, 2007: 48).
2.5 Kebudayaan
Kebudayaan atau yang dapat disebut juga “peradaban” mengandung pengertian yang sangat luas dan mengandung pemahaman perasaan suatu bangsa yang sangat kompleks meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat-istiadat, kebiasaan dan pembawaan lainnya yang diperoleh dari anggota masyarakat. (Taylor,
1897).Apabila ditinjau dari asal katanya, maka ‘Kebudayaan’ berasal dari bahasa
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 28
sanskerta yaitu ‘Buddhayah’, yang merupakan bentuk jamak dari ‘Buddhi’ yang berarti budi atau akal. Dalam hal ini, ‘Kebudayaan’ dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi dan akal.
Selanjutnya, Koentjaraningrat (1980) mendefinisikan:
“kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia itu sendiri
dengan cara belajar”.
Kebudayaan sebagai “keseluruhan dari hasil budi dan karya”. Dengan kata lain,
“Kebudayaan adalah keseluruhan dari apa yang pernah dihasilkan oleh manusia karena pemikiran dan karyanya”. Jadi, kebudayaan merupakan produk dari budaya.Herkovits yang dikenal dengan bukunya yang berjudul “Man and His Work” telah memberikan dalil tentang teori kebudayaan, yaitu:
1. Kebudayaan dapat dipelajari.
2. Kebudayaan berasal atau bersumber dari segi biologis, lingkungan, psikologis,
dan komponen sejarah eksistensi manusia.
3. Kebudayaan mempunyai struktur.
4. Kebudayaan dapat dipecah-pecah ke dalam berbagai aspek.
5. Kebudayaan bersifat dinamis.
6. Kebudayaan mempunyai variabel.
7. Kebudayaan memperlihatkan keteraturan yang dapat dianalisis dengan metode
ilmiah.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 29
8. Kebudayaan merupakan alat bagi seseorang untuk mengatur keadaan totalnya
dan menambah arti bagi kesan kreatifnya.
Menurut dimensi wujudnya, maka kebudayaan mempunyai 3 wujud, yaitu:
1. Wujud Sistem Budaya
Sifatnya abstrak, tidak bisa dilihat.
Berupa kompleks gagasan, ide-ide, konsep, nilai-nilai, norma-norma,
peraturan dan sebagainya yang berfungsi untuk mengatur, mengendalikan dan
memberi arah kepada perilaku manusia serta perbuatannya dalam masyarakat.
Disebut juga sistem budaya karena gagasan, pikiran, konsep,norma dan
sebagainya tidak merupakan bagian-bagian yang terpisahkan, melainkan
saling berkaitan berdasarkan asas-asas yang erat hubungannya sehingga
menjadi sistem gagasan dan pikiran yang relatif mantap dan kontinyu.
2. Wujud Sistem Sosial
Bersifat konkret, dapat diamati atau diobservasi.
Berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi dan selalu mengikuti pola-
pola tertentu berdasarkan adat tata kelakuan yang ada dalam masyarakat.
Gotong royong, kerjasama, musyawarah dan sebagainya.
3. Wujud Kebudayaan Fisik
Aktivitas manusia yang saling berinteraksi tidak lepas dari berbagai
penggunaan peralatan sebagai hasil karya manusia untuk mencapai tujuannya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 30
Hasil karya manusia tersebut pada akhirnya menghasilkan sebuah benda
dalam bentuk yang konkret sehingga disebut dengan kebudayaan fisik.
Kebudayaan memang dimiliki oleh segenap masyarakat. Bangsa Indonesia memiliki kebudayaan yang beragam dan khusus atau subcultures yang apabila diteliti dan dipelajari, hanya mempunyai dasar-dasar yang sama. Sedangkan unsur-unsur dari kebudayaan itu adalah: a. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia seperti pakaian, perumahan, alat
rumah, senjata, alat transportasi dan lain-lain. b. Mata pencaharian dan sistem ekonomi, pertanian, peternakan, sistem produksi dan
sebagainya. c. Sistem kemasyarakatan, sistem kekerabatan, organisasi, politik, sistem hukum,
pewarisan dan lain-lain. d. Bahasa baik lisan maupun tulisan. e. Kesenian (seni rupa, tari, musik, gerak, seni suara). f. Sistem pengetahuan. g. Religi (sistem kepercayaan).
2.5.1 Wisata Budaya
Keanekaragaman budaya yang ada di suatu tempat dapat dijadikan sebagai objek wisata yang dapat dikunjungi oleh wisatawan. Wisata budaya adalah bepergian bersama-sama dengan tujuan mengenali hasil kebudayaan setempat (dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia, 2001: 1274). Wisata budaya menyangkut kekhasan dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 31
keunikan budaya yang dapat berupa kesenian, upacara maupun hasil karya seni masyarakat, salah satunya yaitu bangunan tradisional karo di Desa Lingga,
Kabupaten Karo. Desa Lingga memiliki potensi sebagai desa wisata budaya berupa rumah tradisional karo sebagai hasil karya seni masyarakat karo. Bangunan tradisional tersebut diantaranya Rumah Gerga, Rumah Belang Ayo, Sapo Ganjang dan Griten.Masing-masing bangunan tersebut memiliki struktur bangunan yang menjadi ciri khas bangunan rumah tradisional karo.
Wisata budaya menyangkut dengan kesenian, Desa Lingga juga memiliki kesenian yang dipertunjukkan dalam berbagai acara salah satunya yaitu Pesta
Tahunan Desa Lingga yang diselenggarakan pada bulan Oktober. Pesta tahunan tersebut diselenggarakan sebagai ajang pertemuan seluruh anggota keluarga jauh dan juga sebagai sarana mempertunjukkan kesenian tradisional karo khususnya yang masih dilestarikan oleh Desa Lingga sepeti Tari Lima Serangkai, Terang
Bulan,Ndikkar dan seni lainnya (Tersek Ginting, 2016).
Selain memiliki kesenian, di Desa Lingga juga terdapat Museum Karo
Lingga yang menyimpan berbagai benda-benda peninggalan di masa lalu yang masih dilestarikan. Benda-benda peninggalan masa lalu yang terdapat pada Museum Karo
Lingga sebagai cagar budaya yang harus dijaga kelestariannya, seperti yang tercantum pada Undang-Undang Benda Cagar Budaya No. 11 tahun 2010 pasal 3 menyebutkan bahwa: Pelestarian Cagar Budaya harus didukung oleh kegiatan pendokumentasian sebelum dilakukan kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan kelestariannya. Desa Lingga memiliki bangunan tradisional dan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 32
peninggalan-peninggalan sejarah yang menjadi objek penunjang Desa Lingga sebagai desa wisata budaya, pemanfaatan benda peninggalan sejarah dan purbakal sebagai kegiatan pariwisata juga diatur dalam kode etik pariwisata dunia (Global Code of
Ethics for Tourism) pada pasal 4 ayat 2 menyebutkan:
“Kebijakan kegiatan pariwisata harus diarahkan dalam rangka penghormatan terhadap warisan kekayaan seni, arkeologi dan budaya, yang harus dilindungi dan diserahkan kepada generasi penerus; pemeliharaan secara khusus diberikan guna pelestarian dan peningkatan monumen-monumen, tempat-tempat suci dan museum, demikian pula tempat-tempat bersejarah dan arkeologis, yang harus dibuka secara luas bagi kunjungan wisatawan umum harus didorong agar dapat masuk ke dalam kekayaan dan monumen-monumen budaya swasta (pribadi) dengan menghormati hak-hak pemiliknya, demikian pula ke dalam bangunan- bangunan keagamaan, tanpa merugikan norma-norma agama”.
Selain itu, dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Nasional tahun 2010-2025 juga menyatakan bahwa: Pembangunan Daya Tarik Wisata dilaksanakan berdasarkan prinsip menjunjung tinggi nilai agama dan budaya, serta keseimbangan antara upaya pengembangan manajemen atraksi untuk menciptakan daya tarik wisata berkualitas, berdaya saing serta mengembangkan upaya konservasi untuk menjaga kelestarian dan keberlanjutan sumber dayanya. desa Lingga sebagai kawasan wisata budaya dalam pengembangannya harus dilaksanakan berdasarkan prinsip yang tercantum pada
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2011 yaitu menjunjung nilai agama dan budaya serta keseimbangan dalam upaya pengembangan dan menciptakan daya tarik wisata yang berkualitas dengan tujuan menjaga dan melestarikan objek wisata budaya yang da di Desa Lingga agar mampu meningkatkan kunjungan wisatawan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 33
Pengembangan pariwisata budaya yang bersifat tangible atau duniawi adalah salah satu bentuk edukatif kultural yang bertujuan untuk mengenalkan kepada masyarakat tentang kehidupan masa lalu dan peradabannya untuk menata kehidupan masa kini dan menatap masa depan (Dodiet Aditya, dalam Pengertian dan Konsep
Dasar Kebudayaan). Keberadaan bangunan tradisional karo dan peninggalan- peninggalan benda di masa lalu menjadikan Desa Lingga sebagai salah satu desa yang memiliki potensi dalam wisata budaya untuk memperkenalkan kebudayaan suku karo.
2.6 Rumah Tradisional Karo di Desa Lingga
Suku karo memiliki rumah tradisional sebagaimana yang dimiliki oleh suku- suku lainnya di Sumatera Utara. Desa Lingga merupakan sebuah desa yang telah ditetapkan sebagai desa wisata oleh Direktur Jenderal Bapak M.G. Prayogo pada tahun 1974. Saat ini, Desa Lingga memiliki beberapa peninggalan sejarah dan budaya yang masih terjaga serta aset berharga yang harus dijaga kelestariannya, yaitu:
1. Rumah Gerga
Rumah Gerga merupakan rumah raja yang didirikan oleh marga Sinulingga pada tahun 1860 berdasarkan keterangan yang terdapat pada papan petunjuk yang berada pada bagian depanRumah Gerga. Menurut sejarah, rumah tersebut merupakan rumah Raja Urung dan Anak Beruna (Paun br Perangin-angin, 2016). Rumah Gerga berupa rumah panggung dapat menampung 12 keluarga dengan jumlah paraatau dapur berjumlah 6 buah dan setiap tungku dimiliki oleh 2 keluarga. Letak tungku raja
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 34
berada disamping pintu utama sehingga raja dapat mengetahui siapa saja tamu yang datang kerumah tersebut. Rumah Gerga termasuk rumah Sibayak yang dikelilingi dengan ukiran-ukiran.
2. Rumah Belang Ayo
Rumah Belang Ayo merupakan rumah yang didirikan pada tahun 1862 oleh merga Sinulingga dan anak berunya berdasarkan keterangan yang terdapat di depan rumah belang ayo dan memiliki kapasitas 8 jabu atau keluarga. Dinamakan rumah belang ayo karena dihuni oleh rakyat biasa berbeda dengan rumah gerga yang dihuni oleh Raja. Didalam rumah belang ayo terdapat 4 para yang setiap 1 tungku digunakan oleh 2 keluarga.
Arsitektur Bangunan tradisional karo memperlihatkan bahwa saat itu telah menggunakan konsep membangun yang menyesuaikan diri dengan iklim tropis lembab. Dapat dilihat dari sudut kemiringan atap yang cukup besar, teritisan yang lebar, dan lantai bangunan yang diangkat dari muka tanah. Bangunan rumah tradisional karo di desa Lingga memiliki ciri serta bentuk yang sangat khusus.
Didalamnya terdapat ruangan besar dan tidak memiliki kamar. Rumah tradisional karo berupa rumah panggung, dinding miring dan beratapkan ijuk dengan tinggi 2 meter dari tanah yang ditopang oleh tiang pada umumnya berjumlah 16 buah dari kayu berukuran besar. Rumah tradisional karo memiliki konstruksi yang tidak memerlukan penyambungan. Posisi rumah tradisional karo biasanya mengikuti aliran sungai yang ada di sekitar desa. Pada serambi muka terdapat teras dari bambu yang telah disusun disebut ture.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 35
3. Sapo Ganjang
Sapo Ganjang merupakan bangunan yang didirikan pada tahun 1870 dan difungsikan sebagai tempat pertemuan atau bermusyawarah. Sapo ganjang terdiri atas dua bagian, bagian atas sebagai tempat untuk menyimpan padi, sedangkan bagian bawah digunakan sebagai tempat beristirahat, bermusyawarah dan ruang tamu.
Bangunan Sapo Ganjang yang kini telah dialih fungsikan oleh masyarakat sebagai taman bacaan bagi anak-anak di Desa Lingga.
4. Griten
Griten merupakan bangunan yang difungsikan sebagai tempat penyimpanan kerangka atau tulang-belulang sanak keluarga pemilik griten yang telah meninggal dunia di bagian atasnya, sedangkan bagian bawah merupakan tempat berkumpul bagi warga terutama kaum muda. Lantai bawah tidak berdinding sedangkan bagian atas berdinding. Griten juga menjadi tempat bertemunya muda-mudi untuk dapat saling mengenal satu dengan yang lainnya.
5. Museum Karo Lingga
Museum Lingga atau disebut juga dengan Museum Karo Lingga, merupakan tempat yang banyak menyimpan benda-benda tradisional karo. Adapun benda-benda yang disimpan di museum ini seperti capah (piring besar untuk satu keluarga), tungkat/tongkat, alat-alat musik dan sebagainya. (Sumber:https://id.Wikipedia.org/ wiki/Lingga,_Simpang_Empat,_Karo).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 36
Dulunya, banyak bangunan rumah tradisional karo yang berdiri di desa
Lingga. Namun dengan kemajuan jaman, pendirian bangunan tradisonal karo menjadi sedikit bahkan tidak sedikit yang ditinggalkan bahkan dibiarkan rusak dengan sendirinya. Salah satu faktor utama penyebab punahnya beberapa bangunan rumah tradisional di desa Lingga karena kurangnya kesadaran masyarakat dalam menjaga dan merawat rumah tradisional. Dalam rumah tradisional, asap yang berasal dari dalam rumah membuat atap yang terbuat dari ijuk dapat kokoh, sehingga tidak jarang bila rumah tradisional ditinggalkan maka akan langsung rusak. (Paun br Perangin- angin, 2016).
Pada bangunan tradisional karo di Desa Lingga, terdapat beberapa ornamen- ornamen yang dijadikan sebagai ciri khas rumah tradisional karo. Adapun ornamen- ornamen yang terdapat pada rumah tradisional karo ialah:
1. Pengeret-ret (beraspati), ornamen yang diyakini memiliki kekuatan untuk
menolak bala dan ancaman roh jahat penghuni rumah.
2. Embun Sikawiten, fungsinya adalah sebagai petunjuk hubungan antara
kalimbubu (awan tebal diatas) dan anak beru (bayangan awan dibagian bawah).
3. Tapak Salah Silima-Lima, melambangkan wari sipitu atau hari yang tujuh
gunanya sebagai penolak bala.
4. Bindu Meteguh, berfungsi sebagai persilah silamehuli atau menyingkirkan yang
tidak baik.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 37
5. Tapak Raja Sulaiman, kekuatan yang ditakuti sekaligus dihormati agar terhindar
dari ancaman niat jahat.
6. Tutup Dadu (cimba lau), ragam hias cimba lau atau tutup dadu gunanya sebagai
hiasan.
7. Bendi-bendi (pengalo-ngalo),berfungsi untuk pegangan apabila memasuki rumah
tradisional.
8. Embun Merkabun-kabun, Motif ornamen ini merupakan motif alam fungsinya
sebagai hiasan.
9. Piseren Kambing, motif hewan yang dibuat pada anyaman ayo-ayorumah adat,
fungsinya sebagai penolak bala atau kesialan.
10. Mata-mata Lembu, motif hewan atau geometris yang dibuat pada anyaman ayo-
ayo rumah adat, gunanya sebagai penolak bala,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB III
GAMBARAN UMUM KABUPATEN KARO
3.1. Kabupaten Karo
3.1.1 Letak dan Keadaan Geografis
Kabupaten Karo merupakan salah satu daerah di Provinsi Sumatera Utara yang berpotensi sebagai daerah pertanian dan pariwisata. Terletak di dataran tinggi pegunungan bukit barisan dengan ketinggian 400-1600 m di atas permukaan laut.
Lokasinya berjarak 75 km dari kota Medan, ibu kota Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis, Kabupaten Karo terletak pada 0250’-3019’ Lintang Utara dan 9755’-
9838’ Bujur Timur. (Sumber: Booklet Pariwisata Karo, 2015)
Adapun batas-batas wilayahnya yaitu:
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Deli
Serdang.
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Toba Samosir.
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten
Simalungun.
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Nangroe Aceh Darusalam.
Ibukota Kabupaten Karo adalah Kabanjahe yang terletak ±76 km sebelah selatan kota Medan ibukota provinsi Sumatera Utara. Luas wilayah Kabupaten Karo
2.127.25 km² atau 2,97% dari luas provinsi Sumatera Utara dengan penduduk yang tersebar di 17 kecamatan.
38
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 39
Kabupaten Karo beriklim tropis dan mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan pertama mulai bulan Agustus sampai dengan bulan Januari dan musim kedua pada bulan Maret sampai dengan bulan Mei, sedangkan musim kemarau biasanya pada bulan Februari, Juni dan Juli.
Curah hujan di Kabupaten Karo tahun 2014 tertinggi pada bulan April sebesar 348 MM dan terendah pada bulan Juli sebesar 17 MM sedangkan jumlah hari hujan tertinggi pada bulan November sebanyak 23 hari dan terendah pada bulan
Januari dan Juni sebanyak 4 hari. Suhu udara berkisar antara 15,6ºC sampai dengan
23,0ºC dengan kelembaban udara rata-rata setinggi 89,12 persen. (Sumber: Karo
Dalam Angka 2015)
3.1.2 Sistem Pemerintahan Pemerintahan Karo dipimpin oleh seorang Bupati. Bupati Karo saat ini adalah Terkelin Brahmana, SH. Sejak terbentuknya Kabupaten Karo hingga saat ini, tercatat yang memimpin Kabupaten Karo adalah sebagai berikut:
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 40
Tabel 3.1 Daftar Nama Bupati Kabupaten Karo No Nama Bupati Masa Bakti 1. Ngerajai Meliala 1945-1946 2. Mhd. Kosim 1946-1947 3. Raja kelelong sinulingga 1947-1949 4. Rajin Peranginangin 1950 5. Rakutta Sembiring Berahmana 1950-1957 6. T. Raja Purba 1957 7. Abdullah Eteng 1957-1960 8. Mayor Matang Sitepu 1960-1966 9. Drs. Baharudin Siregar 1966-1969 10. Kol. Tampak Sebayang, SH 1969-1980 11. Drs. Rukun Sembiring 1980-1985 12. Ir. Menet Ginting, M. A. D. E 1985-1990 13. Drs. Rupai Perangin-angin 1990-1994 14. Kol. Drs. D.D. Sinulingga 1995-2000 15. Drs. IS. Sihotang (Pjs) 2000 16. Sinar Perangin-angin 2000-2005 17. Kol. (Pur) Drs. D.D. Sinulingga 2005-2010 18. Dr. (HC) Kena Ukur Karo Jambi Surbakti 2011-2014 19. Terkelin Brahmana, SH 2014-2019 Sumber: Karo Dalam Angka 2015
3.1.3 Demografi Kabupaten Karo Hasil sensus penduduk pada tahun 2013, penduduk Kabupaten Karo berjumlah 363,755 jiwa. Pada tahun 2020, diperkirakan jumlah penduduk sebesar
424.997 jiwayang mendiami wilayah seluas 2,127,25 km². Kepadatan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 41
pendudukdiperkirakan sebesar 171,00 jiwa/km² dan Laju pertumbuhan penduduk
Karo sebesar 1,17 %.
Pada tahun 2013 di Kabupaten Karo, penduduk laki-laki lebih sedikit dari perempuan. Dengan total Laki-laki berjumlah 180.535 jiwa dan perempuan berjumlah
183.220 jiwa. Dengan sex rasionya sebesar 98,53. Selanjutnya dengan melihat jumlah penduduk berusia di bawah 15 tahun dan 65 tahun keatas, maka diperoleh rasio ketergantungan sebesar 58,54.
3.1.4 Komposisi Penduduk berdasarkan Agama Penduduk di Kabupaten Karo semakin bertambah pendatang lain dengan sendirinya. Seperti Jawa, Simalungun, Cina dan lain sebagainya. Mayoritas penduduk di Kabupaten Karo sebagian besar memeluk agama Kristen Protestan.
Tabel 3.2 Data Pemeluk Agama di Kabupaten Karo Islam Protestan Katolik Hindu Buddha Lain-lain
No Tahun (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa) (Jiwa)
1 . 2014 87.492 224.578 66.304 212 2.673 1.363
2. 2013 92.908 204. 283 72.101 - - -
3. 2012 93.537 140.818 52.312 459 1.507 2.154
Sumber : Kantor Kementerian Agama Kabupaten Karo, Karo dalam Angka 2015. http://www.karokab.go.id
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 42
3.1.5 Mata Pencaharian Masyarakat Kabupaten Karo
Kabupaten Karo merupakan daerah yang memiliki tanah yang subur serta kekayaan alam yang luar biasa. Mulai dari sektor alam sampai dengan pertanian.
Hasil pertanian yang sering dihasilkan oleh penduduk tanah karo berupa hasil sayuran dan buah. Dengan kondisi tanah dan alam yang baik, membuat penduduk Tanah Karo mayoritas bekerja sebagai petani.
Tabel 3.3 Mata Pencaharian Masyarakat Kabupaten Karo No Mata Pencaharian Persentase 1. Pertanian 79,93 % 2. Pedagang 11, 49 % 3. Pegawai Negeri 9,17 % 4. Transportasi 1,13 % 5. Konstruksi 1,12 % 6. Industri 0,64 % 7. Pertambangan 0,32 % 8. Keuangan 0,09 % 9. Perusahaan air, listrik dan air mineral 0,87 % 10. Lain-lain 0,37 % Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011
3.2. Potensi Objek dan Daya Tarik Wisata Kabupaten Karo Kabupaten Karo merupakan salah satu daerah tujuan wisata yang memiliki potensi tidak kalah menarik dengan daerah tujuan wisata lainnya yang berada di
Sumatera Utara. Potensi yang dimiliki meski belum dimanfaatkan secara optimal karena keterbatasan dalam pembangunannya, tidak menghalangi wisatawan yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 43
ingin mengunjungi objek wisata seperti layaknya seorang petualang. Daya tarik wisata utama Kabupaten Karo ialah alam pegunungan, panorama, danau, sungai, peninggalan budaya dan atraksi seni budaya. Objek wisata tersebut tersebar di setiap wilayah yang ada di Kabupaten Karo. Potensi wisata yang dimiliki oleh Kabupaten
Karo, mampu menarik kunjungan wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Adapaun jumlah data kunjungan wisatawan ke Kabupaten Karo dapat dilihat pada tabel 3.4 pada tahun 2009-2014:
Tabel 3.4 Jumlah Kunjungan Wisatawan Ke Kabupaten Karo Periode Tahun 2009-2014
Tahun Domestik Mancanegara Jumlah
2009 136 171 19.774 155.945
2010 84 715 14.668 99.383
2011 132 306 33.020 165.326
2012 180 049 33.446 213.495
2013 183 469 29.502 212.971
2014 203 244 29.055 232.299
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Karo, 2014
Objek-objek wisata di Kabupaten Karo tersebar di setiap daerah. Adapun tinjauan kebijakan dan hasil survey lapangan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten Karo terdapat objek wisata alam, objek wisata budaya serta peninggalan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 44
sejarah yang menyebar di setiap Kecamatan di Kabupaten Karo. Penyebaran objek wisata di Kabupaten Karo dapat dilihat pada tabel 3.5 berikut:
Tabel 3.5 Objek dan Lokasi Wisata Kabupaten Karo
Jenis dan Nama Lokasi Objek Wisata
No Objek Wisata Desa Kecamatan
A. OBJEK WISATA ALAM
1. Air Terjun Sikulikap Doulu Berastagi
2. Panorama Doulu Doulu Berastagi
3. Lau Debuk-Debuk Semangat Gunung Merdeka
4. Gunung Sibayak Jaranguda Merdeka
5. Taman Hutan Raya Bukit Barisan Tongkoh Dolat rayat
6. Taman Mejuah-Juah Berastagi Gundaling II Berastagi
7. Bukit Gundaling Gundaling I Berastagi
8. Gunung Sinabung Sigarang-garang Naman teran
9. Gua Liang Dahar Lau buluh Kuta buluh
10. Deleng Kutu Gurusinga Berastagi
11. Air Terjun Sipiso-Piso Pengambatan Merek
12. Tongging Sikodon-Kodon Tongging Merek
13. Air Terjun Belingking Mburidi (DAS lau Kuta buluh
biang)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 45
14. Danau Lau Kawar Kuta gugung Naman teran
15. Air Panas Alam Semangat Gunung Semangat gunung Merdeka
16. Uruk Tuhan Bekerah Naman teran
17. Gunung Sipiso-Piso Situnggaling Merek
18. Gunung Barus Basam Barusjahe
19. Padang Pengembala Nodi Mbal-mbal petarum Lau baleng
20. Gua Roci Basam Barusjahe
21. Taman Simalem Tongging Merek
22. Gua Ling-Ling Gara Kuta pengkih Mardinding
B. AGROWISATA
1. Agrowisata Tanaman Pangan dan
Perkebunan (padi, kopi dan lain-lain).
2. Agrowisata Buah-Buahan(hamparan
kebun jeruk, markisa, dan lain-lain).
3. Agrowisata Sayur-Sayuran (hamparan Menyebar di setiap kecamatan
tanaman kol, kentang, tomat dan lain-
lain).
4. Agrowisata tanaman bunga-bungaan.
C. WISATA KULINER atau BELANJA
1. Pasar Buah Tradisional Berastagi Berastagi
2. Pasar Tradisional Berastagi Berastagi
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 46
3. Pasar Bunga Berastagi Kota Berastagi dan sepanjang jalan
menuju Berastagi dan Kabanjahe
4. Pasar Buah Dokan Dokan Merek
D. DESA WISATA BUDAYA
1. Desa Budaya Peceren Peceren/ Sempa Jaya Berastagi
2. Desa Budaya Lingga Lingga Simpang
empat
3. Desa Budaya Dokan Dokan Merek
4. Pakaian Adat (Uis Karo) Di Kabupaten Karo
5. Benda Budaya dan Situs Di Kabupaten Karo
E. PENINGGALAN SEJARAH
1. Puntungan meriam putri hijau Sukanalu Tiga panah
2. Legenda (cerita rakyat) Menyebar di seluruh kecamatan
F. WISATA MINAT KHUSUS
1. Arung Jeram / Rafting Aliran DAS Lau Biang (mulai dari
daerah Limang –Perbesi-Bintang
Meriah)
2. Gantole dan Paralayang Tongging
3. Lintas Alam atau Tracking Rute perjalanan Berastagi &
Bandar Baru melalui Gunung
Barus, dimulai dari Desa Basam
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 47
(6 km dari Berastagi).
Rute perjalanan Berastagi-Bukit
Lawang
Rute perjalanan Berastagi ke
Semangat Gunung (Pemandian
Air Panas) dimulai dari Desa Lau
Gumba.
4. Hiking Gunung Sibayak dan Gunung
Sinabung
G. ATRAKSI WISATA
1. Hari kemerdekaan
2. Tari Ndurung
3. Ndikar Dance
4. Tari Baka
5. Tari Tungkat Menyebar di seluruh Kecamatan
6. Erpangir Ku Lau
7. Upacara Perumah Begu
8. Erdemu Bayu
9. Ngampeken Tulan-Tulan
10. Pesta Tahunan
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karo, 2011
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 48
3.3. Gambaran Umum Desa Lingga
3.3.2 Demografi Desa Lingga Jarak Desa Lingga dari ibukota Kabupaten Karo yaitu Kabanjahe,
Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Karo lebih kurang 5 km dan 15 km dari kota
Berastagi. Desa Lingga terletak di dataran rendah dengan dikelilingi desa lain yang merupakan daerah pertanian. Adapun batas-batas wilayah desa lingga sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Surbakti.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kacaribu.
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kaban.
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Nang Belawan.
Luas keseluruhan Desa Lingga ialah 16,24 km yang terdiri dari area permukiman, ladang, hutan, dan lain-lain. Jika diibandingkan dengan desa desa yang ada pada Kecamatan Simpang Empat yang terdiri dari 40 desa, Desa Lingga merupakan desa yang paling luas. Desa Lingga terbagi menjadi 2 bagian yaitu Desa
Lingga Lama dan Lingga Baru.
Desa Lingga pada awalnya hanya satu bagian saja yaitu Desa Lingga Lama.
Tetapi, pada tahun 80’an ada kebijakan pemerintah untuk merestorasi Desa Lingga menjadi Desa Wisata sehingga semua rumah yang bukan rumah adat yang berada di
Desa Lingga direlokasi ke Desa Lingga Baru. Rencananya, desa Lingga Lama akan menjadi tempat bagi rumah adat yang masih tersisa dan sekelilingnya dibuat taman
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 49
dan jalan yang mengelilingi kampung Desa Lingga Baru di desain dengan rumah yang lebih modern dilengkapi dengan kamar mandi dan satu unit rumah untuk satu keluarga. Rencana yang awalnya tertata dengan baik tidak berjalan dengan rencana, hal ini dikarenakan tidak jujurnya panitia dalam mengelola pelaksanaan pembayaran ganti rugi tanah masyarakat di Desa Lingga Lama. Perlahan - lahan mereka yang telah pindah ke Desa Lingga Baru kembali menempati rumah mereka yang berada di
Desa Lingga Lama sehingga devisi Desa Lingga Lama sebagai tempat khusus rumah adat karo saja tidak dapat terlaksana dengan baik.
3.3.2.1 Kondisi Alam Desa Lingga terletak pada ketinggian 1300 m diatas permukaan laut. Jadi, secara umum Desa Lingga memiliki permukaan yang datar, dimana temperatur udara di desa tersebut ialah 18C sampai dengan 23C. Namun demikian, Desa Lingga juga memiliki daerah perbukitan, daerah dataran rendah yang dijadikan sebagai tempat pemukiman dan bercocok tanam. Keadaan tanah di desa ini dapat dikatakan sangat subur sehingga cocok dijadikan sebagai lahan pertanian, hal ini terlihat dengan adanya tanaman yang terdapat disana seperti jeruk, cabe, jagung, kentang, kol dan lain-lain sekitar 1.608 Ha.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 50
Tabel 3.6 Peruntukan Lahan No. Peruntukan lahan Luas
1. Pertanian / perladangan 1500 Ha
2. Perumahan/ permukiman 60 Ha
3. Kolam perikanan 20,1 Ha
Perkamaran/ sarana sosial:
a. Kantor/Balai Desa 0,01 Ha
b. Puskesmas 0,02 Ha
c. 1 unit Mesjid 0,05 Ha
d. 4 unit Gereja 1 Ha
e. 2 unit SD 0,8 Ha
f. 1 unit TK 0,01 Ha
g. 1 unit PAUD 0,01 Ha
TOTAL 1.600 Ha
Sumber : Kantor Kepala Desa Lingga, 2013
Sebagian besar lahan pertanian yang ada di Desa Lingga dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dan pemukiman.
3.3.2.2 Keadaan Tanah danStatus Kepemilikan Tanah
Tanah di Desa Lingga Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo merupakan tanah yang subur dan cocok untuk banyak jenis tanaman. Dengan demikian, sebagian besar lahan di Desa Lingga cocok untuk lahan pertanian seperti padi, jagung, tomat, kol dan tanaman hortikultura lainnya.Demikian pula tanah kering
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 51
perbukitan yang sedikit bergelombang yang sangat cocok dimanfaatkan sebagai area pertanian rakyat seperti kopi, jeruk, cacao, terong dan lain-lain.
Status kepemilikan lahan di Desa Lingga terbagi dalam 3 bagian yaitu :
i. Milik Rakyat :1500 Ha
ii. Milik Desa :10 Ha
iii. Milik Pemerintah :50 Ha
3.3.2.3 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama
Tabel 3. 7 Jumlah Perbandingan Keyakinan Penduduk
Nama Jumlah Penduduk Agama
No. Dusun Lk Pr Total Islam Protestan Katolik
1. Dusun I 458 462 930 90 800 30
2. Dusun II 378 382 700 80 640 40
3. Dusun III 463 467 930 80 800 50
4. Dusun IV 411 421 832 100 700 32
Sumber : Kantor Kepala Desa Lingga, 2013
3.3.2.4 Kondisi Sosial Ekonomi Desa Lingga, Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo merupakan desa pertanian. Maka, hasil ekonomi warga dan mata pencaharian warga sebahagian besar adalah bertani. Dari jumlah 905 KK yang penghasilan rata-rata Desa Lingga masyarakat Desa Lingga tergolong kedalam kategori menengah. Dari luas ±1.600 Ha, terdapat ±80% luasnya dimiliki oleh penduduk setempat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 52
Sementara kemampuan produksi pertanian di Desa Lingga minimal 6 ton/Ha per musim. Jika dalam 1 tahun 2x tanam, maka produksi padi menjadi 12 ton/Ha per tahun. Dengan harga yang ada, maka per hektarnya penduduk Desa
Lingga mendapat penghasilan rata-rata Rp. 2.000.000,-/bulan.
3.3.2.5 Kondisi Sosial Budaya Kehidupan masyarakat Desa Lingga sangat kental dengan tradisi-tradisi peninggalan leluhur seperti: upacara adat istiadat yang berhubungan dengan siklus hidup manusia/ rumah tangga. Seperti, upacara perkawinan dan upacara kematian, hampir selalu dilakukan oleh masyarakat yang diadakan di Balai Desa (Jambur).
Namun, tradisi sedekah bumi, bersih desa dan semacamnya seperti :Erpangir Kulau,
Erkiker, Ndilo Wari Udan, Cawir Burung dan lain-lain tidak pernah lagi dilakukan karena seluruh masyarakat Desa Lingga sudah beragama yang diakui oleh Negara
Indonesia.
Kegotong-royongan masyarakat desa masih sangat kuat. Kebiasaan menjenguk orang melahirkan dan setiap ada yang menjenguk pasti membawa buah tangan dan memberi ala kadarnya untuk menambah biaya pengobatan. Kebiasaan saling membantu tetangga yang mengadakan pesta adat atau kemalangan, masih kental dilakukan. Semua itu menggambarkan bahwa hubungan kekerabatan di Desa
Lingga masih sangat erat atau kuat.
Kesenian yang paling disukai oleh warga Desa Lingga dulunya adalah tari- tarian khas karo seperti Lima Serangkai, Roti Manis, Piso Surit, Terang Bulan,
Ndikar, Gundala-gundala, Perbalangen, Angke-angke, dan Mbuah Page.Namun
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 53
belakangan ini para pemuda cenderung lebih menyukai musik dangdut seperti keyboard dan musik-musik modern lainnya. Kelompok-kelompok kesenian tradisional mulai menghilang kegiatannya. Sedangkan kelompok-kelompok kesenian modern sudah membudaya pada masyarakat Karo dan meninggalkan kesenian peninggalan Nenek Moyang.
Kondisi kesehatan masyarakat tergolong cukup baik, terutama setelah adanya puskesmas dan bidan desa yang saat ini ada 3 di Desa Lingga. Namun demikian, pada musim-musim tertentu masyarakat sering mengalami gangguan kesehatan, terutama malaria, demam akibat perubahan cuaca, dan kurangnya kesadaran masyarakat akan kesehatan. Keberadaan balita kurang gizi sudah hampir bahkan tidak selaras dengan semakin baiknya perekonomian masyarakat. Balita mengalami kurang gizi hampir tidak pernah terjadi dibantu dengan peran aktif Bidan Desa Lingga.
Kegiatan pengamanan (Siskamling) desa secara bersama-samamasih tergolong baik, meski tampak mulai mengendor. Hal ini disebabkan karena semakin banyaknya waktu yang digunakan oleh warga untuk mencari nafkah (bekerja).
3.3.2.6 Pola Pemukiman Letak pemukiman di Desa Lingga kurang beraturan dan berlapis-lapis sehingga di Desa Lingga Lama terlihat padat sementara bila dilihat pada bagian Desa
Lingga Baru yang sudah cukup beraturan yaitu sejajar mengikuti jalan raya, sebagian lagi bertumpuk sehinggajarak antara satu rumah dengan rumah yang lainnya hanya kira-kra 2 m.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 54
Kondisi perumahan ditinjau dari segi bangunan maupun dari segi kesehatan sudah cukup baik, diantaranya adanya rumah yang permanen, semi permanen, papan dan ada juga yang tinggal di rumah kayu (hanya tinggal beberapa rumah saja). Sarana air bersih juga sudah didapatkan oleh penduduk Desa Lingga. Namun, air PDAM belum masuk hanya saja sebagian masyarakat setempat membuat sumur bor dan sebagiannya lagi pergi ke Tapin. Tapinmerupakan sebuah tempat pemandian umum yang bebas digunakan oleh masyarakat setempat.
Ketika rumah adat (Rumah Siwaluh jabu) masih banyak berdiri, persebaran penduduk Desa Lingga tergantung pada marga yang ia bawa. Misalnya Rumah Jahe, dihuni oleh marga Sinulingga, rumah Gerga yang dihuni oleh marga Sinulingga,
Rumah Bangun dihuni oleh Marga Bangun, kesain Tarigan dihuni oleh marga
Tarigan dan lain-lain. Namun, sejak rumah adat banyak yang runtuh dan masyarakat
Desa Lingga juga sudah membangun rumah masing-masing, maka persebaran penduduk berdasarkan lingkungan terdiri dari tiga lingkungan yakni, Rumah Lingga dimana perkampungan awal desa mulai didirikan dan jumlah penduduknya yang cukup padat, yang kedua Lingga Baru dimana bangunan rumah mulai sejajar dengan jalan dan lebih teratur, namun jumlah penduduknya masih lebih padat Rumah Lingga, dan yang ketiga yaitu Rumah Darat yang hanya terdiri dari 50 rumah tangga dan terletak di daerah jalan keluar desa. Dulunya, daerah pemukiman penduduk ini adalah ladang, namun karena pemukiman penduduk daerah rumah Lingga Lama dan daerah
Lingga Baru sudah padat maka pemukiman ditambahkan ke daerah Rumah Darat.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 55
3.3.2.7 Sarana dan Prasarana
Sarana wisata merupakan kelengkapan daerah tujuan wisata yang diperlukan untuk melayani kebutuhan wisatawan dalam meniikmati perjalanan wisatanya.
Suwantoro (2004: 22). Sarana kepariwisataan Kabupaten Karo umumnya sudah cukup memadai, baik dalam sarana aksesbilitas sampai dengan saranan penunjang lainnya. Sarana menuju Desa Lingga memiliki aksesbilitas dan alat pengangkutan yang baik dengan kondisi jalan yang mulai diperbaiki dan dapat dilewati baik kendaraan umum, bus besar dan kendaraan pribadi lainnya. Adapun sarana yang tersedia berkaitan dengan objek wisata Desa Lingga ialah:
1. Biro Perjalanan Wisata, terdapat beberapa di Kabupaten Karo yang
menyediakan paket wisatadan objek wisata budaya Lingga sebagai salah satu
objek yang akan dikunjungi yang disusun dalam sebuah paket perjalanan
wisata. Wisatawan dapat mengetahui dan melihat bagaimana suku karo yang
digambarkan melalui bangunan tradisional karo yang terdapat di Desa
Lingga.
2. Angkutan umum, untuk menuju Desa Lingga telah tersedia alat angkutan
yaitu Karya Transport dan Sigantang Sira yang siap menghantar wisatawan
menuju Desa Lingga. Biaya yang dikenakan menuju Desa Lingga yaitu Rp.
4.000 dari kota Kabanjahe dan Rp. 8.000 dari kota Berastagi. Kedua
angkutan tersebut umumnya tidak sulit untuk dicapai karena dapat ditemui di
terminal masing-masing kendaraan yang berada di Kota Kabanjahe dan Kota
Berastagi.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 56
3. Hotel, di Desa Lingga tidak tersedia hotel yang disediakan kepada
wisatawan. Namun, apabila ada kegiatan pengabdian maka digunakan rumah
warga yang siap menampung. Bila wisatawan ingin menginap ke hotel,
maka wisatawan dapat mencari hotel yang berada di Kota Berasatagi dan
Kota Kabanjahe.
4. Rumah makan, sebelum wisatawan menuju Desa Lingga biasanya mencari
makanan dari Kota Kabanjahe dan Kota Berastagi. Rumah makan banyak
tersedia baik yang berada di sepanjang jalan maupun yang berada pada pusat
Kota Kabanjahe dan Kota Berastagi.
Prasarana adalah sumber daya alam dan sumber daya budaya manusia yang mutlak dibutuhkan oleh wisatawan dalam perjalanannya di daerah tujuan wisata.
Suwantoro (2004: 21). Adapun prasarana yang tersedia di Desa Lingga yang merupakan salah satu objek wisata budaya yang ada di Kabupaten Karo antara lain:
1. Jalan raya dan menuju Desa Lingga menurut pandangan penulis cukup
memadai dan untuk mencapai Desa Lingga dapat ditempuh dengan alat
transportasi seperti angkutan umum, bus pariwisata dan kendaraan
pribadi. Di Desa Lingga walaupun wilayahnya luas, jalan antar desa ke
desa lainnya telah terhubung dengan daerah lain melalui jalan desa yang
keadaannya cukup baik.
2. Tersedia jaringan listrik dari PLN di Desa Lingga sehingga hampir semua
rumah tangga menggunakan tenaga listrik untuk memenuhi kebutuhan
penerangan dan kebutuhan rumah tangga lainnya.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 57
3. Diseluruh wilayah Desa Lingga, air bersih dapat diperoleh dari bak umum
dan pemandian tapin. Sementara dirumah lainnya sudah mulai
menggunakan sumur bor masing-masing.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB IV
POTENSI RUMAH TRADISIONAL KARO SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BUDAYA DI DESA LINGGA KABUPATEN KARO
4.1. Sejarah Desa Lingga
Desa Lingga merupakan bekas kerajaan Lingga di Tanah Karo, yang dipimpin oleh seorang raja bergelar Sibayak Lingga. Sibayak Lingga yang pertama masih memiliki hubungan keluarga dengan Raja Linge di Gayo (Aceh). Asal muasal marga Karo-Karo Lingga berasal dari kerajaan Lingga Raja (Dairi Buntul
Lingga/Aceh Gayo Lues). Pada suatu hari kerajaan Lingga mendapat bala yang menyedihkan sekali bagi keluarga dan penduduk karena raja Lingga sakit keras.
Karena keadaan penyakit Raja Lingga semakin parah, maka dengan petunjuk
Tuhan Yang Maha Esa dan petunjuk guru/dukun Mbelin Pak-Pak Pitu Sada Dalanen, raja Lingga dapat diobati dengan syarat anak yang termuda/ bungsu harus pergi dari kampung Lingga Raja untuk selamanya dan tidak akan kembali lagi (perselisihi dalam bahasa karo). Demi keselamatan kerajaan Lingga Raja, maka anak yang bungsu menerima persyaratan dari guru atau dukun Mbelin Pak-Pak Pitu Sada
Dalanen. Sebelum Raja Lingga melepaskan anaknya yang bungsu pergi, Raja Lingga memberi:
2. Satu genggam tanah Kerajaan Lingga Raja,
3. Satu tabu air Lingga Raja
4. Satu ekor kuda putih.
58
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 59
Kegunaan air dan tanah adalah sebagai ukuran yang pas sebagai tempat tinggal bagi anak bungsu Raja Lingga sehingga bila nantinya berat tanah dan air sama, maka itulah tempat tinggal yang cocok sebagai barung-barung (Desa). Sesampainya di perbatasan Karo dan Dairi, anak Raja Lingga berhenti, istirahat dan bermalam di Lau
Lingga. Sampai saaat ini kampung tersebut diberi nama Lau Lingga. Esok harinya dia melanjutkan perjalanan ke arah Tanah Karo selama beberapa hari dan sampailah dia di Tanah Sinuan Tanjung di sebelah barung-barung Kacaribu sebelah barat dari
Singa dan Lau Simomo. Disitulah pertama dia istirahat dan bermalam, ditimbangnya air dan tanah yang di bawa dari Kerajaan Lingga Raja. Tetapi, berat tanah dan air belum sama. Walaupun demikian, dia membuat gubuk sementara sebelum menemukan tanah dan air yang sama beratnya.
Pada suatu hari dia pergi berburu ke daerah Singgelem sebelah barat dari
Kabanjahe, dia menemukan mata air yang sama dengan mata air Lingga Raja di tempat itu, tetapi beratnya mendekati sama. Karena mendekati, maka anak bungsu
Lingga Raja menetap disitu dan menikah dengan Beru Ginting yang bertemu di pemandian sungai (Lau Biang). Dia dikaruniai lima anak, tiga laki-laki dan dua perempuan. Anak pertama pergi ke Surbakti, yang kedua pergi ke Kacaribu dan yang bungsu bernama Lingga tinggal di Singgelem (Kuta Suah) dengan orang tuanya. Pada suatu hari, pergilah si Lingga dan ayahnya ke uruk (Gungmbelin) untuk berburu. Dia membawa air dan tanah kemudian mengukurnya, tanah dan airnya sama. Maka si
Lingga menetaplah di tanah itu yang disebut Desa Lingga sekarang ini.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 60
Ketiga anak dari anak bungsu Lingga Raja disebut Sitelu Kuru (Surbakti,
Kacaribu, dan Lingga) yang berpusat di Desa Lingga. Karena perselisihan ketiga keturunan dari anak si bungsu Lingga Raja, maka dipanggillah juru damai dari
Lingga Raja bernama Sibayak Raja Natang Nageri Lingga yang akhirnya diangkat sebagai Raja Sibayak Lingga yang pertama. Dia memiliki tiga istri, dua anak laki-laki dan satu perempuan. Yang pertama Raja Kita, yang kedua Raja Kunina dan ketiga
Beru Lingga.
Sibayak Lingga Natang Nageri Lingga mangkat dan disemayamkan di uruk
Gungmbelin dengan upacara kebesaran adat karo selama satu minggu. Sebagai penggantinya Sibayak Raja Kita Lingga, yang memiliki 3 orang istri dan 10 anak, 5 laki-laki dan 5 perempuan. Anak laki-lakinya bernama:
1. Sarbanaman Lingga (Pa. Ningkep Lingga),
2. Ahat Lingga (Pa. Raja Gunung-gunung Lingga),
3. Raja Kin Lingga (Pa. Paksa Lingga),
4. Mbisa Lingga (Pa. Nggering Lingga),
5. Umbat Lingga (Pa. Terang Lingga).
Sibayak Raja Kita Lingga mangkat dan disemayamkan di uruk Ndaholi dengan upacara kebesaran adat karo selama satu minggu. Sebagai penggantinya Sibayak
Sabarnaman Lingga memiliki tiga orang istri. Setelah Sibayak Sarbanaman Lingga mangkat dan disemayamkan di Uruk Lingga dengan upacara kebesaran adat karo selama satu minggu. Penggantinya Sibayak Ahat Lingga (Pa. Raja Gunung-gunung
Lingga) dekat Rumah Gerga (Nini Galuh) dengan upacara kebesaran adat karo
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 61
selama satu minggu. Pada saaat pemerintahan Sibayak Ahat, datang seorang tokoh bernama Nini Tengku dari Aceh yang misinya menyebarkan agama Islam ke Tanah
Karo, khusunya Desa Lingga dan sekitarnya. Sang tokoh bermukim di perbatasan antara Desa Lingga dengan Desa Surbakti. Dikisahkan juga memiliki kemampuan supranatural yang tinggi. Kuburan Nini Tengku dikeramatkan oleh sebagian penduduk desa, bahkan beberapa generasi yang lalu kerap melakukan ritual pemanggilan hujan di makam sang tokoh.
Raja pengganti Sibayak Ahat Lingga adalah Sibayak Laksa Lingga (Pa. Kerong
Lingga) memiliki 3 istri. Disaat kepemimpinannya, Sibayak Laksa Lingga mendapat suatu keris bawar Aceh berhulu emas murni sebagai tanda kerajaan dan satu bendera kain putih sebagai ketua raja berempat serta kedatangan raja Us. XII ke Tanah Karo.
Sibayak Laksa Lingga mangkat dan disemayamkan di rumah gerga dengan upacara kebesaran adat karo selama satu minggu sebelum datangnya sultan. Penggantinya
Sibayak Pa Terang Lingga dan Pa Sendi Lingga. Dan tuan Sibolga diganti oleh tuan kok pada tahun 1924 pa. Terang lingga mangkat dan dimakamkan di uruk gungmbelin dengan upacara kebesaran adat karo selama satu minggu.
Pada tahun 1934, Sibayak Pa. Sendi Lingga mangkat dan dimakamkan di uruk gungmbelin dengan upacara adat karo selama satu minggu. Penggantinya Raja
Kelelong Lingga memiliki satu orang istri. Setelah Indonesia merdeka dari penjajahan
Belanda tahun 1945 maka pada tahun 1947 terjadi pengungsian penduduk di Desa
Lingga ke daerah lain karena penjajah Belanda ingin kembali menguasai Indonesia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 62
maka terjadi peperangan antara rakyat dan Belanda. Pada tahun yang sama, penduduk
Desa Lingga kembali pulang ke Lingga dari pengungsian.
Setelah masyarakat Desa Lingga pulang dari pengungsian, Desa Lingga tidak dipimpin oleh Sibayak Lingga tetapi dipimpin oleh pengulu (Kepala Desa):
2. Manis Tarigan Tahun 1947 s/d 1952
3. Nggeluh Sinulingga tahun 1952 s/d 1962
4. Nasip Purba tahun 1962 s/d 1967
5. Kenan Bangun tahun 1967 s/d 1972
6. A.R. Manik tahun 1972 s/d 1988
7. Suku Sinulingga (Karateker) tahun 1988 s/d 1989
8. Bakut Tarigan tahun 1989 s/d 1994
9. Tenang Ginting (Karateker) tahun 1994 s/d 1995
10. Poman Sinulingga tahun 1995 s/d 2003
11. Martin Luther Sinulingga tahun 2003 s/d 2008
12. Benyamin Ginting tahun 2008 s/d 2013
13. Serpis Ginting tahun 2013 s/d 2018
(Sumber :Teknik Jurusan Arsitektur. 2013. Makalah Kelompok Seminar Arsitektur Angkatan XI.III TA. 2012/2013. Eksplorasi Rumah Tradisional Karo Di Desa Lingga. Medan: Universitas Katolik Santo Thomas).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 63
4.2. Rumah Tradisional Karo di Desa Lingga
4.1.1 Rumah Gerga
Gambar 4.1.1.1 Rumah Gerga (Sumber : Tarigan, 2016)
Rumah Gerga didirikan sekitar tahun 1860 berdasarkan keterangan yang berada di depan rumah gerga. Rumah ini didirikan oleh marga Sinulingga. Rumah gerga merupakan rumah Raja Urung dan anak beruna (Paun Br Perangin-angin,
2016). Untuk membangun rumah ini membutuhkan waktu yang cukup lama kurang lebih dua tahun. Rumah ini dapat menampung 12 keluarga dengan jumlah para atau dapur sebanyak 6 buah, dimana satu tungku dimiliki oleh dua keluarga. Sekarang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 64
yang terlihat hanya ada 5 dapur, menurut cerita penduduk setempat, ditutupnya dapur ini supaya tersedia ruang untuk rapat didalam rumah.
Letak tungku Raja berada disamping pintu utama sehingga Raja dapat mengetahui tamu siap saja yang datang kedalam rumah tersebut. Dalam rumah ini terdapat anak beru, senina dan kalimbubu dan juga rumah gerga termasuk rumah
Sibayak yang dikelilingi dengan ornamen-ornamen. Adapun bentuk rumah gerga memiliki makna kepercayaan masyarakat karo pada zaman dahulu yaitu: kepercayaan animisme yang dimana memiliki tiga Tuhan yaitu pada atap sebagai dunia atas atau
Dibata idatas, badan rumah sebagai dunia tengah atau Dibata itengah, dan kaki sebagai dunia bawah atau Dibata iteruh. pertama sekali menginjakkan kaki pada tangga rumah adat, menandakan rasa hormat kepada Dibata idatas. Kemudian lanjut dengan memasuki rumah adat, saat memasuki rumah adat dengan posisi tubuh membungkuk menandakan rasa hormat kepada Dibata itengah, dan saat turun dari rumah adat dengan posisi tubuh membungkuk menandakan rasa hormat kepada
Dibata iteruh.
Rumah Gerga memiliki dua pintu yaitu pintu utama dan pintu belakang. Jika masuk kedalam rumah Gerga melalui pintu utama maka harus keluar melalui pintu belakang. Maksud dari hal itu adalah agar penghuni rumah gerga mengetahui tamu siapa saja yang datang kedalamnya. Laki-laki pada masyarakat karo yang sudah menginjak dewasa tidak diperkenankan tinggal dirumah tersebut selain makan. Laki- laki tersebut tinggal disebuah rumah yang disebut rumah ganjang alasannya karena pada rumah gerga kamar-kamar tidur tidak disekat dengan baik melainkan hanya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 65
dibuat pembatas yaitu berupa kain panjang. Tali persaudaraan yang tinggal dirumah gerga ini sangat kuat dan terbiasa dengan rasa saling berbagi.
4.1.2 Rumah Belang Ayo
Gambar 4.1.2.1 Rumah Belang Ayo Sumber: Tarigan, 2016
Rumah Belang Ayo adalah rumah adat merga Sinulingga. Di Desa Lingga dulunya terdapat 24 rumah adat yang berbeda pendiriannya dengan penentuan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 66
wilayah setiap pendiri rumah tersebut dengan menentukan daerah setiap merga yang bermukim didesa tersebut. Namun, hingga saat ini hanya tersisa 3 milik merga
Sinulingga yaitu Rumah Gerga sebagai Rumah Raja, Rumah Belang Ayo sebagai rumah rakyat biasa, dan Sapo Ganjang sebagai tempat bermusyawarah.
Rumah Belang Ayo berdiri pada tahun 1862 berdasarkan keterangan yang terdapat di depan rumah belang ayo dan didirikan oleh merga Sinulingga dan anak berunya. Rumah yang ditempati oleh 8 keluarga. Dikatakan Rumah Belang Ayo karena dihuni oleh rakyat biasa berbeda dengan Rumah Gerga yang dihuni oleh Raja dari merga Sinulingga. Didalam rumah Belang Ayo terdapat 4 para dan setiap 1 tungku dipakai oleh 2 keluarga sehingga didalam Rumah Belang Ayo terdapat 8 keluarga dengan 1 kepala atau yang dituakan oleh seluruh penghuni Rumah Belang
Ayo dan ditentukan berdasarkan umur.
Rumah Belang Ayo didirikan dalam jangka waktu 2 tahun dikarenakan bahan atau pohon kayu yang sulit untuk didapatkan dan membutuhkan proses ritual.
Proses ritual yang biasanya menggunakan cara dengan membawa kulit pohon kayu tersebut dan dimimpikan terlebih dahulu. Jika selama lebih kurang 4 hari tidak ada mimpi, maka pohon tersebut cocok untuk dijadikan bahan rumah tradisional dan boleh untuk ditebang. Terdapat ritual yang dilakukan setelah rumah tersebut selesai dibangun disebut dengan Mengket Rumah, dimana pihak kalimbubu harus membawa ayam kepada pihak pemilik rumah sebagai doa yang dipercayai oleh masyarakat karo sebagai pelancar mata pencaharian. Rumah adat Batak Karo dibangun dengan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 67
mengikuti arus sungai sebagai penentu arah pintu utama rumah dan masyarakat Batak
Karo juga mempercayai agar rumah adat dapat berdiri kokoh, alat yang digunakan untuk menebang pohon untuk menjadi bahan bangunan rumah adat adalah “Bayum” alat seperti kapak modern hanya sedikit lebih kecil.
Rumah Belang Ayo memiliki bentuk yang sama dengan rumah adat karo pada umumnya yang memiliki makna menyembah 3 Tuhan yang dibuat seperti rumah panggung untuk menghormati Tuhan yang dibawah dan bagian rumah ditengah untuk menghormati Tuhan yang ditengah dan memiliki atap yang tinggi untuk menghormati Tuhan yang diatas. Terdapat 2 tanduk kerbau pada bagian atap rumah yang fungsinya sebagai penolak bala. Tanduk kerbau tersebut didapat dari ritual permulaan pembangunan rumah tdan pada saat pembangunan atap rumah tersebut harus memotong seekor kerbau.
Sistem ruangan pada rumah adat belang ayo yakni kamar belakang dihuni oleh anak beru pemilik rumah, sedangkan kamar tengah dihuni oleh kalimbubu pemilik rumah dan di depan merupakan kamar pemilik rumah. Walaupun demikian, ketiganya tetap hidup rukun dan tenang. Dalam rumah tradisional ini rasa kekeluargaan sangat tinggi. Kehidupan sehari-hari dalam Rumah Belang Ayo selalu dipenuhi dengan rasa berbagi dan saling menutupi kekurangan satu dengan yang lainnya. (Sumber: Ikatan Mahasiswa Sastra Daerah. 2016. Laporan Kegiatan
Penelitian dan Pengabdian Budaya Batak X. Medan: IMSAD).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 68
4.1.3 Sapo Ganjang
Sapo ganjang didirikan pada tahun 1870. Sebuah bangunan yang difungsikan sebagai tempat untuk pertemuan atau musyawarah bagi masyarakat. Sapo Ganjang bentuknya hampir sama dengan kantur-kantur, tapi dalam ukuran sedikit lebih kecil lagi. Bentuk Sapo Page adalah seperti rumah adat. Tiap-tiap Sapo Page milik dari beberapa jambu atas rumah adat. Sama dengan Geriten, Sapo Page terdiri dari dua tingkat dan berdiri di atas tiang. Lantai bawah tidak berdinding. Ruang ini digunakan untuk tempat duduk-duduk, beristirahat dan sebagai ruang tamu. Lantai bagian atas mempunyai dinding untuk menyimpan padi. (Sumber: https://id. wikipedia.org/wiki
/Lingga,_Simpang_Empat,_Karo).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 69
Gambar 4.3.1.1 Sapo Ganjang Sumber: Tarigan, 2016
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 70
4.1.3 Griten
Gambar 4.1.4.1 Griten Sumber: Tarigan, 2016
Griten merupakan bangunan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan kerangka tulang-tulang sanak keluarga pemilik griten yang telah meninggal di bagian atasnya sedangkan bagian bawah merupakan tempat duduk atau tempat berkumpul bagi sebagian warga, terutama kaum muda. Griten memiliki 2 lantai. Lantai bawah
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 71
tidak berdinding sedangkan lantai lantai atasnya berdinding. Di lantai bawah terdapat sebuah pinu. Dan dari pintu tersebut dimasukkan kerangka orang yang telah meninggal. Griten juga menjadi tempat bertemunya muda-mudi untuk saling mengenal satu dengan yang lainnya. (Sumber: https://id.Wikipedia.Org/ wiki/Lingga,_Simpang_Empat,_Karo).
Selain bangunan rumah tradisional karo yang terdapat di Desa Lingga, juga terdapat beberapa objek penunjang lainnya yang berada di sekitar lokasi rumah tardisional karo yaitu Lesung. Lesung merupakan bangunan biasa yang digunakan oleh masyarakat Desa Lingga zaman dahulu untuk menumbuk padi dan juga menumbuk beras menjadi tepung karena pada zaman dahulu belum ada mesin penggilingan seperti saat ini. Bangunan lesung berbentuk panggung yang dipasangi dua buah kayu besar yang memanjang dari sisi utara sampai ke sisi selatan bangunan, dimana pada kedua sisi kayu tersebut telah dibuatkan lubang dengan jarak yang telah disesuaikan. (Sumber: Gunawan, Dian. 2015. Peran Pengelola dalam Pelestarian
Budaya di Daerah Tujuan Wisata Desa Lingga Kabupaten Karo). Namun saat ini, keberadaan lesung di Desa Lingga tidak dapat ditemui lagi. Namun keberadaan lesung dulunya menambah lengkapnya bangunan tradisional karo yang ada di Desa
Lingga.
Tidak hanya peninggalan berupa bangunan, di Desa Lingga juga terdapat
Museum Karo Lingga. Museum yang didirikan pada tahun 1977 dan dikelola oleh
Yayasan Museum Karo Lingga salah satu lokasi yang menjadi penyimpanan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 72
beberapa benda-benda bersejarah seperti capah (piring kayu besar untuk satu keluarga), kain tenun, mata uang, gundala-gundala, peralatan dapur, peralatan pertanian, alat musik, berburu dan sebagainya. Museum dengan bentuk bangunan museum yang khas dan berbentuk rumah panggung terbuat dari kayu yang menggambarkan dan menjelaskan bagaimana kebudayaan karo dimasa lalu. (Sumber: http://medan.panduanwisata.id/wisata-sejarah-dan-pendidikan/ratusan-benda-benda- kebudayaan-karo-di-museum-lingga/).
Selain memiliki Bangunan Tradisional Karo dan Museum Lingga, Desa
Lingga juga masih melestarikan salah satu kebudayaan khas karo yaitu atraksi kebudayaan ndikkar atau ermayan. Atraksi kebudayaan ndikkar dilestarikan oleh
Sanggar Seni Nggara Simbelin merupakan sanggar seni yang berada di Desa Lingga yang masih menjaga dan melestarikan seni kebudayaan karo seperti musik, tarian, gundala-gundala dan Ndikkar (Ermayan) merupakan bentuk pertahanan tradisional karo atau pencak silat yang tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan kebudayaan masyarakat karo. Ndikkar memiliki ciri-ciri gerakan yang sangat lambat dan lembut tetapi disaat-saat tertentu gerakan tarian ini akan terlihat keras dan cepat.
Ndikkar biasanya ditampilkan pada acara-acara tertentu seperti pesta tahunan dan kegiatan-kegiatan berbasis kebudayaan lainnya yang diiringi dengan iringan musik.
Khususnya masyarakat karo, mempelajari pencak silat hanya untuk pertahanan diri sendiri, tetapi sekarang sebagian besar telah menjadi tarian kebudayaan. (Sumber:
Booklet Pariwisata Karo, 2015).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 73
4.3. Jabu dalam Rumah Tardisional Karo
Rumah tradisional karo biasanya dihuni oleh empat atau delapan keluarga.
Penempatan keluarga-keluarga itu di dalam bagian rumah adat (jabu) dilakukan berdasarkan ketentuan adat Karo. Pada umumnya, rumah tradisional Karo lebih dikenal dengan sebutan Rumah Siwaluh Jabu (rumah berisi delapan keluarga).
Pembagian delapan Jabu tersebut adalah sebagai berikut:
Jabu Benana Kayu
Jabu benana kayu adalah rumah tangga pangkal kayu. Terletak di jabu jahe.
Jabu ini juga disebut Jabu Raja. Pada jabu ini tonggal keluarga raja, keluarga pemilik tanah atau penghuni utama rumah adat.
Jabu Ujung Kayu (Anak Beru)
Jabu ujung kayu adalah rumah tangga ujung kayu. Jabuini arahnya di arah kenjulu rumah adat. Bila memasuki rumah adat dari arah kenjulu, letaknya disebelah kiri atau diagonal dengan letak jabu benana kayu. Jabu ini ditempati oleh anak beru kuta atau anak beru dari jabu benana kayu. Fungsinya adalah sebagai juru bicara jabu bena kayu.
Jabu Lepar Benana Kayu (Sungkun Berita)
Jabu lepar benana kayu berarti jabu seberang benakayu. Jabu ini letaknya diarah kenjahe (hilir). Kalau memasuki rumah adat dari pintu kenjahe letaknya disebelah kanan. Penghuni jabu ini adalah Sembuyak dari jabu benana kayu.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 74
Fungsinya untuk mendengarkan berita-berita yang terjadi diluar rumah dan menyampaikan hal itu kepada jabu benana kayu. Oleh karena itu, jabu ini disebut juga jabu sungkun berita (sumber informasi).
Jabu Lepar Ujung Kayu (Mangan-Minem)
Letaknya dibagian kenjulu (hulu) rumah adat. Kalau memasuki rumah adat dari pintu kenjulu ke rumah adat, letaknya di sebelah kanan. Jabu ini ditempati oleh kalimbubu jabu benana kayu. Oleh karena itu, jabu ini disebut jabu si mangan- minem.
Keempat jabu inilah yang disebut jabu adat. Karena penempatannya harus sesuai dengan adat demikian juga yang menempatinya ditentukan menurut adat. Akan tetapi, adakalanya juga rumah adat itu terdiri dari delapan atau enam belas jabu.
Jabu Sedapuren Benana Kayu (Peninggel-Ninggel)
Jabu sedapuren benana kayu berarti jabu yang sedapur dengan jabu benakayu. Jabu ini ditempati oleh anak beru menteri dan simantek kuta (jabu benana kayu) dan sering pula disebut jabu peninggel-ninggel. Dan merupakan anak beru dari ujung kayu.
Jabu Sedapuren Ujung Kayu (Rinteneng)
Jabu sedapuren ujung kayu berarti jabu yang sedapur dengan jabu ujung
kayu.Ditempati oleh sembuyak dari ujung kayu, yang sering disebut jabu
arinteneng. Tugasnya adalah untuk engkapuri belo, menyerahkan belo kinapur
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 75
(persentabin) kepada tamu jabu benana kayu tersebut. Oleh karena itu, jabu ini
disebut juga jabu arinteneng.
Jabu Sedapuren Lepar Ujung Kayu (Bicara Guru).
Jabu Sedapuren Lepar Ujung Kayu adalah jabu yang sedapur dengan jabu seberang ujungkayu. Jabu ini biasa juga disebut jabu bicara guru. Dinamai begitu karena jabu ini biasa ditempati oleh orang-orang yang termasuk golongan guru atau dukun yang mengetahui berbagai pengobatan. Tugasnya mengobati anggota rumah yang sakit.
Jabu Sedapuren Lepar Benana Kayu
Jabu sedapuren lepar benana kayu adalah jabu yang sedapur dengan jabu seberang benakayu. Jabu ini disebut juga jabu si ngkapuri belo berarti jabu jabu yang menyediakan sekapur sirih. Dihuni oleh puang kalimbubu dari jabu benana kayudisebut juga jabu pendungi ranan. Karena biasanya dalam runggun adat Karo persetujuan terakhir diberikan oleh puang kalimbubu. ( Prinst, 2011).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 76
4.4. Ornamen-ornamen pada Rumah Tradisional Karo
Rumah adat tradisional karomemiliki ornamen-ornamen yang dijadikan sebagai ciri khas rumah adat tradisional karo. Adapun ornamen-ornamen yang terdapat pada rumah adat tradisional karo ialah sebagai berikut:
o Pengeret – ret (beraspati) Sumber motif : hewan / cikcak. Motif ornamen berupa gambar seekor cikcak yang diyakini memiliki kekuatan untuk menolak bala dan ancaman roh jahat penghuni rumah. Ornamen ini melambangkan suatu kekuatan, penagkal setan, kewaspadaan dan kesatuan keluarga. Ornamen ini terbuat dari tali ijuk yang diikatkan ke dinding rumah atau nderpih dibagian depan melalui lubang yang telah diatur sesuai dengan bentuknya dimaksudkan sebagai pengganti paku sehingga dinding tersebut menjadi kuat.
Keseluruhan ornamen dibuat atau diletakkan pada ayo-ayo atau bagian depan rumah, dapur-dapur atau bagian dapur, dan pada nderpih atau pada bagian dinding. Dan pada atap rumah diletakkan dua atau empat buah kepala kerbau lengkap dengan tanduknya yang dipercaya sebagai lambang kekuatan. Ornamen tersebut meliputi : Pengeret-Ret, Embun Sikawiten, Bindu Meteguh, Tupak Salah Silima-Lima
Dan Tapak Raja Sulaiman dan lain-lain.
o Bendi- Bendi (Pengalo-Ngalo) Bendi bendi berfungsi untuk pegangan apabila memasuki rumah adat. Selain itu juga dipergunakan untuk ibu-ibu yang mau melahirkan anak dengan cara memasukkan benang satu sangkilen atau kain untuk pegangan ibu yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 77
melahirkan tersebut. Bendi- bendi dibuat dengan cara dipasang pada bagian sebelah kiri dan kanan pintu (pintun) dari rumah adat.
o Embun Sikawiten
Sumber/motif: alam. Dibuat pada melmelen, gantang beru-beru, petak, hulu pisau, tumbuk lada dan lain-lain. Ornamen dengan motif alam ini merupakan tiruan dari rangkaian awan yang beriringan dibuat dengan menyerupai gambar bunga yang menjalar berbentuk segitiga. Fungsinya adalah sebagai petunjuk hubungan antara kalimbubu (awan tebal diatas) dan anak beru (bayangan awan dibagian bawah).
Kalimbubu adalah pelindung anak beru dalam sistem hubungan masyarakat karo.
Bayangan awan dibawahakan bergerak mengikuti iringan gumpalan awan tebal diatasnya bila awan dibagian atas bergerak, sesuai dengan fungsi kalimbubu.
o Tupak Salah Sipitu-Pitu
Sumber motif : alam/geometris. Melambangkan wari sipitu atau hari yang tujuh:
. Aditia
. Suma,
. Nggara,
. Budhaha.
. Beraspati pultak,
. Cukra enem berngi,
. Belah naik,
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 78
Gunanya sebagai penolak bala. Ragam hias ini terdapat pada melmelen atau dapur dapur rumah adat, gantang beru-beru, ukat, pustaka dan lain-lain.
o Bindu Meteguh Motif ornamen berupa garis yang menyilang diagonal dan membentuk persegi yang berfungsi sebagai persilah silamehuli atau menyingkirkan yang tidak baik. Selain itu, juga melambangkan keteguhan hati masyarakat karo yang untuk bertindak baik, adil, tidak melanggar aturan dan tidak merugikan orang atau ncikep simehuli. Nilai filosofis ncikep simehuli ialah sebagai penolak bala yang tidak akan datang melanda bila manusia berbuat baik dan jujur terhadap siapapun. Apabila memasuki hutan, supaya terhindar dari binatang buas seperti harimau, ular, lipan dan lain-lain dengan cara dilukiskan bindu meteguh di tanah dan diinjak dengan kaki kanan. Selain itu, juga digunakan sebagai ornamen pada melmelan rumah adat, jambur dan geriten.
o Tapak Raja Sulaiman Ornamen ini bermotif geometris berupa garis yang menyimpul dan membentuk jalinan motif bunga dan membentuk segiempat. Nama ornamen ini diambil dari nama raja yang dianggap sakti yang ditakuti oleh makhluk jahat mulai dari yang berukurana kecil hingga yang berukuran besar. Dengan status sebagai raja yang tinggi kedudukannya, Raja Sulaiman merupakan kekuatan yang dihormati sekaligus ditakuti. Masyarakat karo percaya bahwa ornamen tapak raja sulaiman akan menolong mereka agar terhindar dari ancaman niat jahat, penolak bala, anti racun, gatal-gatal dan berfungsi sebagai penunjuk jalan supaya jangan tersesat di
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 79
perjalanan terutama di hutan. Ragam hias Tapak Raja Sulaiman digunakan pada benda-benda pakai seperti gantang melmelan rumah adat dan jambur.
o Tutup Dadu atau Cimba Lau Ragam hias tutup dadu atau cimba lau gunanya sebagai hiasan.
Dibuat di bagian pinggir atas dan bawah pada melmelan rumah adat, jambur dan geriten.
o Piseren Kambing
Ornamen piseren kambing, motif hewan yang dibuat pada anyaman ayo-ayo rumah adat, jambur dan geriten. Gunanya sebagai penolak bala atau kesialan.
o Pakau – Pakau
Ornamen pakau-pakau merupakan motif geometris berbentuk ketupat yang fungsinya sebagai hiasan.
o Embun Merkabun-Kabun Motif ornamen ini merupakan motif alam fungsinya sebagai hiasan.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 80
4.5. Potensi Rumah Tradisional Karo sebagai Daya Tarik Wisata Budaya di
Desa Lingga Kabupaten Karo
Desa Lingga merupakan suatu kawasan wisata budaya yang terkenal dengan rumah tradisional karoyaitu Rumah Gerga, Rumah Belang Ayo dan bangunan tradisional karo seperti Sapo Ganjang dan Griten yang memiliki nilai budaya tinggi.
Rumah tradisional tersebut memiliki keunikan yaitu bangunan yang mampu bertahan hingga 250 tahun lebih dan dibangun tanpa menggunakan pakutetapi menggunakan kayu sebagai bahan untuk menyambung papan yang satu dengan yang lainnyadan rumah tradisional tersebut mempunyai keunikan lain yaitu memiliki ketahanan terhadap goncangan gempa bumi. Bangunan tradisional karo lainnya yaitu Sapo
Ganjang dan Griten merupakan bangunan tradisional yang ukurannya lebih kecil namun tidak jauh berbeda dengan rumah tradisional karo. Dibangun dengan menggunakan bahan kayu dan beratapkan ijuk seperti bangunan tradisional karo lainnya dan diberi tanduk pada bagian atap.
Rumah Tradisional Karo di Desa Lingga yaitu Rumah Gerga dan Rumah
Belang Ayo. Rumah tradisional karo tersebut memiliki keunikan yaitu bangunan yang mampu bertahan hingga 250 tahun lebih dan dibangun tanpa menggunakan pakutetapi menggunakan kayu sebagai bahan untuk menyambung papan yang satu dengan yang lainnyadan rumah tradisional tersebut mempunyai keunikan lain yaitu memiliki ketahanan terhadap goncangan gempa bumi. Selain itu, juga mempunyai nilai sosial budaya bagi masyarakat sekitar yaitu hidup berkelompok dalam satu
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 81
rumah yang dihuni oleh delapan sampai dengan dua belas keluarga tanpa ada sekat sebagai pemisah dalam ruangansehingga kebudayaan karomemberikan gambaran bahwa masyarakat karo memiliki rasa kesatuan, kekeluargaan dan sikap gotong- royong yang tinggi.
Bentuk dan keunikan rumah tradisional karo di Desa Lingga memiliki nilai kebudayaan tinggi sebagai salah satu daya tarik wisata seperti yang tercantum dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional tahun 2010-2025 menyatakan bahwa
Daya Tarik Wisata adalah segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai berupa keanekaragaman kekayaan alam, budaya dan hasil buatan manusia yang menjadi sasaran atau tujuan kunjungan wisatawan. Desa Lingga memiliki potensi sebagai salah satu objek daya tarik wisata berupa rumah tradisional karo merupakan salah satu hasil buatan manusia yang memiliki keunikan baik dari struktur bangunan serta ornamen-ornamen pada rumah tradisional karo yang memiliki nilai filosofis yang tinggi dan kaya akan makna. Ornamen yang menggambarkan kekerabatan suku karo dan setiap ornamen diperoleh berdasarkan apa yang ada di sekeliling masyarakat karo. Bangunan rumah tradisional karo memiliki potensi dalam menarik kunjungan wisatawan karena memiliki ciri khas tersendiri pada bangunan rumah tradisional tersebut sehingga mampu memberikan nilai ekonomi khusunya masyarakat Desa
Lingga.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 82
Daerah tujuan pariwisata atau Destinasi Pariwisata adalah kawasan geografis yang berada dalam satu atau lebih wilayah administratif yang di dalamnya terdapat
Daya Tarik Wisata, Fasilitas Umum, Fasilitas Pariwisata, Aksesbilitas, serta peran masyarakat yang saling terkait dan melengkapi terwujudnya kepariwisataan.
(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana
Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional tahun 2010-2025). Desa Lingga memiliki bangunan tradisional karo yang masih terjaga hingga saat ini merupakan kawasan objek daya tarik wisata budaya. Dalam menunjang peningkatan kunjungan wisatawan ke Desa Lingga, tersedia sarana dan prasarana yang memudahkan wisatawan menuju Desa Lingga diantaranya:
o Aksesbilitas menuju Desa Lingga dengan kondisi jalan yang baik dan
tersedia transportasi umum yaitu Karya Transport dan Sigantang Sira
memudahkan wisatawan untuk berkunjung ke desa ini.
o Tersedia tempat makan dan minum yang terdapat di sepanjang jalan
Kota penting di Tanah Karo yaitu Kota Berastagi dan Kota Kabanjahe.
o Tersedia hotel dan penginapan yang berada di Kota Berastagi dan Kota
Kabanjahe bila wisatawan ingin menginap mulai dari hotel berbintang
sampai dengan hotel melati namun, apabila wisatawan ingin menginap
di Desa Lingga dapat dilakukan dengan cara menggunakan rumah
masyarakat lokal Desa Lingga sebagai tempat wisatawan untuk
menginap dan melihat langsung kebiasaan-kebiasaan masyarakat karo di
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 83
Desa Lingga sehingga pemberdayaan masyarakat di Desa Lingga
dibutuhkan dalam menunjang kepariwisataan di desa tersebut.
Gambar 4.5.1 Akses menuju Desa Lingga Sumber: www.medanwisata.com
Dalam menunjang kepariwisataan yang lebih baik, diperlukan pemberdayaan masyarakat Desa Lingga dalam meningkatkan pengetahuan mengenai kepariwisataan agar mampu menjaga dan memperkenalkan potensi kebudayaan yang ada dalam upaya meningkatkan kunjungan wisatawan ke Desa Lingga sehingga mampu memberi nilai ekonomi masyarakat Desa Lingga khususnya. Pemberdayaan
Masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan kesadaran, kapasitas, akses dan peran
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 84
masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, dalam memajukan kualitas hidup, kemandirian, dan kesejahteraan melalui kegiatan kepariwisataan.
Desa Lingga juga memiliki peninggalan budaya yang masih terjaga, seperti; peninggalan-peninggalan berupa benda-benda tradisional di masa lalu. Museum Karo
Linggayang menyimpan berbagai koleksi benda-benda peninggalan dimasa lalu, dengan jumlah benda yang seadanya dapat memberikan gambaran terhadap masyarakat suku karo bagaimana melakukan kegiatannya dengan menggunakan benda-benda tersebut dimasa lalu. Tidak hanya nilai sosial budaya dan peninggalan bersejarah yang terdapat di Desa Lingga, tetapi atraksi kebudayaan pun terdapat di desa tersebut salah satunya yaitu Ndikkar, merupakan sebuah atraksi kebudayaan yang berasal dari Tanah Karo. Dengan gerakan yang lambat namun ada saat dimana gerakannya menjadi cepat dan diiringi dengan musik. Ndikkar merupakan salah satu bentuk pertahanan diri suku karo, atraksi ini yang ditampilkan pada saat-saat tertentu seperti pesta tahunan dan pergelaran seni kebudayaan Karo. Atraksi kebudayaan tersebut masih dijaga kelestariannya hingga saat ini, terutama Desa Lingga yang memiliki sebuah sangar seni bernama Nggara Simbelin masih menjaga dan melestarikan kebudayaan-kebudayaan tradisional karo seperti tari lima serangkai, gundala-gundala, ndikkar dan seni lainnya menambah lengkapnya situs budaya, peninggalan-peninggalan sejarah serta kesenian-kesenian tradisional karo yang masih dilestarikan sebagai potensi kebudayaan yang masih ada di Desa Lingga.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 85
Gambar 4.5.2 Ndikkar atau Ermayan Sumber : https://www.google.co.id/ndikkardesa+lingga
Desa Lingga sebagai desa wisata budaya memiliki potensi berupa bangunan tradisional, peninggalan sejarah dan atraksi serta seni budaya yang masih ada hingga kini. Potensi yang dimiliki bila dikelola dengan baik, maka akan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat Desa Lingga khususnya. Pengelolaan kawasan wisata budaya di Desa Lingga juga perlu adanya kerjasama antara Pemerintah dengan masyarakat lokal dalam menjaga, melestarikan dan memperkenalkan objek wisata budaya agar mampu menarik serta meningkatkan kunjungan wisatawan selain itu, diperlukan juga upaya pemasaran pariwisata Desa Lingga sebagai objek wisata budaya agar masyarakat umum mengetahui dan mengenal kebudayaan karo yang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 86
masih lengkap di Desa Lingga. Pemasaran pariwisata adalah serangkaian proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, menyampaikan produk wisata dan mengelola relasi dengan wisatawan untuk mengembangkan kepariwisataan dan seluruh pemangku kepentingannya. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 50 tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Nasional tahun 2010-2025).
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa
Pariwisata dapat menghasilkan manfaat ekonomi yang sangat besar bagi negara,
bagi wilayah setempat yang bersangkutan, maupun bagi negara asal dari para
wisatawan yang datang berkunjung. Kebudayaan Indonesia sebagai sebagai salah
satu daya tarik kepariwisataan yang terdapat di berbagai daerah di nusantara.
Sumatera Utara adalah salah satu provinsi di Indonesia yang penduduknya terdiri
dari berbagai kelompok etnik. Keanekaragaman budaya yang dimiliki menjadi
kekayaan dan keunikan masing-masing daerah merupakan potensi budaya yang unik
dan menarik.
Kabupaten Karo adalah salah satu daerah tujuan wisata yang memiliki objek wisata yang menarik. Rumah tradisional karo merupakan salah satu daya tarik wisata yang cukup potensial sebagai objek wisata budaya. Keunikan struktur bangunan dan ornamen-ornamen rumah tradisional yang mampu menambah daya tarik bangunan tersebut. Desa Lingga merupakan salah satu daerah di tanah karo yang memiliki empat bangunan tradisional karo. Potensi sumber daya budaya yang dimiliki bila dimanfaatkan dengan optimal maka akan mampu meningkatkan kunjungan wisatawan Kabupaten Karo dan memberi manfaat bagi masyarakat karo umumnya dan masyarakat Desa Lingga khususnya.
87
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 88
5.2. Saran
Rumah tradisional karo merupakan salah satu aset budaya yang perlu dijaga kelestariannya sebagai objek wisata budaya di Desa Lingga, Kabupaten Karo. Oleh karena itu, diharapkan pemerintah daerah Kabupaten Karo dan masyarakat Desa
Lingga dapat saling bekerjasama dalam upaya pelestarian rumah tradisional karo
Desa Lingga sebagai warisan budaya yang masih ada di Kabupaten Karo umumnya dan di Desa Lingga khususnya.
Potensi wisata Kabupaten Karo juga diharapkan dalam upaya pemberdayaan sumber daya manusia yang ada khususnya msayarakat Desa Lingga agar memiliki pengetahuan mengenai kepariwisataan dalam upaya pengembangan kepariwisataan dalam hal wisata budaya yang ada di Desa Lingga agar dapat berkembang dengan baik suatu saat nanti. Promosi merupakan salah satu cara dalam memperkenalkan suatu objek kepada khalayak ramai sebagai salah satu upaya dalam menarik wisatawan untuk berkunjung. Oleh karena itu, upaya promosi melalui berbagai media elektronik, media cetak maupun promosi lisan dari mulut ke mulut dilakukan dengan semaksimal mungkin sehingga Desa Lingga sebagai Desa Budaya dapat lebih diketahui oleh masyarakat umum. Dengan segala upaya-upaya tersebut, diharapkan
Desa Lingga sebagai desa budaya dapat lebih berkembang sebagai salah satu desa
Wisata Budaya yang ada di Kabupaten Karo.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA DAFTAR PUSTAKA Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karo. 2015. “Booklet Pariwisata Karo”. Kabupaten Karo: Disbudpar. Gunawan, Dian. 2015. Peran Pengelola dalam Pelestarian Budaya di Daerah Tujuan Wisata Desa Lingga Kabupaten Karo. Ikatan Mahasiswa Sastra Daerah. 2016. Laporan Kegiatan Penelitian dan Pengabdian Budaya Batak X. Medan: IMSAD. Ginting, Leo Joosten, Ginting ,Kriswanto. 2014. Tanah Karo Selayang Pandang. Medan: Bina Media Perintis. Madjid, Mukhtar. 2003. Geografi Pariwisata Indonesia. Medan: Bortang Jaya. Marpaung, Happy. 2000. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung: Alfabeta Prinst, Darwan. 2011. Adat Karo. Medan: Bina Media Perintis. Sugiantoro, Ronny. 2000. Pariwisata Antara Obsesi dan Realita. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. Soekadijo, R.G. 1996. Anatomi Pariwisata. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Yoeti, Oka A. 1983. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa. P.Wardani, Suwardjoko, P.Wardani, Indira. 2007. Pariwisata Dalam Tata Ruang Wilayah. Bandung: ITB. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 50 Tahun 2011 Tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional Tahun 2010 – 2025. Teknik Jurusan Arsitektur. 2013. Makalah Kelompok Seminar Arsitektur Angkatan XI.III TA. 2012/2013. Eksplorasi Rumah Tradisional Karo Di Desa Lingga. Medan: Universitas Katolik Santo Thomas. Undang-Undang RI No 10 tahun 2009 tentang Pariwisata. http://www.karokab.go.id. 18 agustus 2016 https://id.wikipedia.org/wiki/Lingga,_Simpang_Empat,_Karo. 23 Agustus 2016. http://galuh-purba.com/prasarana-dan-sarana-kepariwisataan/. 15 September 2016. https://www.selasar.com/ekonomi/menjadikan-indonesia-tujuan-wisata-dunia. 15 September 2016. http://pariwisatadanteknologi.blogspot.co.id/2010/04/sarana-dan-prasarana- pariwisata.html. 15 September 2016
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
http://medan.panduanwisata.id/wisata-sejarah-dan-pendidikan/ratusan-benda-benda- kebudayaan-karo-di-museum-lingga. 15 September 2015 https://dirarahimsyah.blogspot.co.id/2013/03/koentjaraningrat-3-wujud-dalam-7- unsur.html. 15 Sepetember 2016. http://hariannetral.com/2015/03/pengertian-kebudayaan-menurut-para-ahli.html#. 15 September 2016 http://medan.panduanwisata.id/wisata-sejarah-dan-pendidikan/ratusan-benda-benda- kebudayaan-karo-di-museum-lingga. 18 September 2016. http://www.kemenpar.go.id/LAKIP-KEMENPAR. 18 September 2016. http://datacenter.bappedakaltim.com/data/musrenbangreg/08%202016.03.10- Kebijakan-Pengembangan-Destinasi-Pariwisata-Indonesia-.pdf. 18 September 2016 http://www.Gobatak.com/mengenal-budaya-karo-lewat-museum-karo-lingga. 18 September 2016 www.medanwisata.com. 8 Oktober 2016 https://www.google.co.id/ ndikkardesa+lingga. 8 Oktober 2016
LAMPIRAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Nama : Roni Br Sinukaban
Umur : 43 Tahun
Alamat : Desa Lingga
Pekerjaan : Petani
2. Nama : Salmon Tarigan
Umur : 45 Tahun
Alamat : Desa Lingga
Pekerjaan : Wiraswasta
3. Nama : Riah Br Tarigan
Umur : 66 Tahun
Alamat : Desa Lingga
Pekerjaan : Petani
4. Nama : Tersek Ginting
Umur : 54 Tahun
Alamat : Desa Lingga
Pekerjaan : Wiraswasta
5. Nama : Paun Br Perangin-Angin
Umur : 64 Tahun
Alamat : Desa Lingga
Pekerjaan : Petani
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA