1

KUALITAS PELAYANAN KRL COMMUTER LINE RUTE - BERDASARKAN PERSEPSI MAHASISWA UNIVERSITAS Norma Yuli Jayanti dan Rainingsih Hardjo Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Abstrak Skripsi ini membahas persepsi mahasiswa Universitas Indonesia terhadap kualitas pelayanan KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dimana peneliti berusaha untuk menggambarkan kualitas pelayanan KRL Commuter Line berdasarkan persepsi mahasiswa Universitas Indonesia. Hasil penelitian ini menggambarkan bahwa kualitas pelayanan KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor berdasarkan persepsi mahasiswa Universitas Indonesia dinilai baik. Dalam hasil penelitian disarankan bahwa pelayanan KRL Commuter Line perlu ditingkatkan dari segi frekuensi perjalanan, ketepatan waktu sesuai dengan jadwal yang ditentukan, jumlah gerbong, fasilitas pendukung termasuk fasilitas untuk penumpang dengan disabilitas, penyesuaian harga sesuai dengan jarak tempuh, papan informasi mengenai jadwal di stasiun, layanan informasi dalam gerbong, keamanan, kebersihan serta kenyamanan dalam gerbong KRL Commuter Line, kemampuan petugas termasuk ketelitian petugas loket dan ketegasan petugas menindak penumpang yang melanggar peraturan, penerapan standar prosedur pelayanan, meminimalisir gangguan perjalanan, dan penyesuaian jadwal dengan situasi dan kondisi penumpang, guna memberikan pelayanan maksimal kepada penumpang. Kata kunci: kualitas pelayanan; KRL Commuter Line; persepsi Abstract The focus of this study is about the student’s perceptions in University of Indonesia about service quality of the KRL Commuter Line especially in Jakarta-Bogor’s route. This is a descriptive’s research with the quantitative’s approach, in which researcher try to describe service quality of KRL Commuter Line based on student’s perception in University of Indonesia. The result of this research describe that student’s perceptions in University of Indonesia about service quality of the KRL Commuter Line especially in Jakarta-Bogor’s route is good. This research suggested that services of the KRL Commuter Line should be improve in many ways, such as the frequency of schedule, accuration of time based on schedule, amount of the cab, facilities include the facilities for people with disabilities, adequacy of the price based on distance, board’s information about the schedule in station, information service in the cab of KRL Commuter Line, security, cleanliness, and also comfortness in cab of the KRL Commuter Line, ability of the officer include precision of ticket’s officer and assertiveness of officer to crack down passenger that contravene the regulation, decrease the affliction en route, and synchronization schedule with situation and condition of passenger, for give a maximum service for the passenger. Key words: KRL Commuter Line; perception; service quality

LATAR BELAKANG MASALAH Transportasi merupakan bagian dari kehidupan masyarakat yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Rahardjo Adisasmita (2010), jasa transportasi publik diperlukan untuk membantu kegiatan sektor-sektor lain seperti sektor pertanian, sektor perindustrian, sektor

Universitas Indonesia

Kualitas pelayanan..., Norma Yuli Jayanti, FISIP UI, 2013. 2

pertambangan, sektor perdagangan, sektor keuangan, sektor pemerintahan, dan lainnya untuk mengangkut barang dan manusia dalam kegiatan masing-masing sektor tersebut. Oleh karena itu, transportasi publik merupakan salah satu pelayanan yang disediakan oleh pemerintah. Pelayanan jasa transportasi disediakan dengan mengedepankan kualitas pelayanan jasa transportasi yang efektif dan efisien. Menurut Schumer (1974), demi mendukung kualitas jasa pelayanan transportasi, pemerintah perlu memperhatikan berbagai aspek diantaranya kelancaran (speed), keamanan (safety), kecukupan (adequacy), frekuensi (frequency), teratur (regularity), bertanggung jawab (responsibility), murah (acceptable cost), dan kenyamanan (comfort). Dengan memperhatikan aspek-aspek tersebut, diharapkan pemerintah mampu menyediakan pelayanan jasa transportasi yang lebih baik dan memberikan solusi terhadap permasalahan transportasi yang terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, yaitu kemacetan yang diakibatkan peningkatan volume kendaraan, kualitas pelayanan transportasi publik yang masih kurang sehingga menyebabkan sebagian masyarakat lebih memilih untuk menggunakan kendaraan pribadi baik kendaraan roda empat hingga sepeda motor yang pada akhirnya berdampak terhadap kemacetan yang belum dapat terselesaikan oleh pemerintah. Melihat permasalahan kemacetan yang terjadi di kota-kota besar seperti Jakarta, dibutuhkan sarana/alat transportasi lain yang dapat mengatasi permasalahan tersebut. Salah satu alat transportasi yang dapat mendukung mobilitas masyarakat dan menjadi alternatif solusi permasalahan transportasi pada saat ini adalah kereta api. Kereta api merupakan alat transportasi yang memiliki berbagai keunggulan di antaranya bebas macet, hemat bahan bakar, rendah polusi dan bersifat massal. Kereta api memiliki peran strategis dalam mendukung perekonomian nasional khususnya terhadap mobilitas masyarakat yang mengharuskan mereka bekerja dan beraktivitas di luar daerah tempat tinggalnya dan terhadap distribusi barang antar daerah. Melihat berbagai keunggulan yang dimiliki oleh kereta api, diharapkan alat transportasi ini dapat menjadi solusi permasalahan transportasi perkotaan yang semakin kompleks dan dapat memenuhi harapan masyarakat akan alat transportasi yang cepat, aman, nyaman, murah, efisien dan efektif. Seiiring dengan peningkatan mobilitas penduduk dan permasalahan transportasi yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya berpengaruh terhadap jumlah penumpang kereta api per tahunnya. Hal tersebut terlihat pada Tabel 1 berikut ini.

Universitas Indonesia

Kualitas pelayanan..., Norma Yuli Jayanti, FISIP UI, 2013. 3

Tabel 1 Jumlah Penumpang Kereta Api Jabodetabek Tahun 2006-2012 (Ribu Orang) Tahun Jumlah Penumpang 2006 104.425 2007 118.095 2008 125.451 2009 130.508 2010 124.308 2011 121.105 2012 134.088 Sumber: www.bps.go.id. 2012 Dari Tabel 1, terlihat bahwa pada pada tahun 2012, jumlah penumpang kereta api di wilayah Jabodetabek mengalami peningkatan dan mencapai jumlah penumpang terbanyak dalam kurun waktu 7 (tujuh) tahun yaitu sebanyak 134,088 juta penumpang. Peningkatan jumlah pengguna jasa kereta api atau disebut dengan KRL (Kereta Rel Listrik) yang terjadi tentu seharusnya diikuti oleh peningkatan kualitas pelayanan dari penyedia jasa transportasi ini yaitu PT. KAI Commuter Jabodetabek, sebagaimana dalam misi perusahaan yaitu menyelenggarakan jasa angkutan kereta api komuter yang mengutamakan keselamatan, pelayanan, kenyamanan, dan ketepatan waktu, serta yang berwawasan lingkungan (PT. KAI Commuter Jabodetabek, www.krl.co.id. 2013). Peningkatan kualitas pelayanan yang dilakukan tidak hanya dalam hal pelayanan kepada pengguna jasa namun termasuk peningkatan jumlah unit KRL sebagaimana terdapat dalam Tabel 2 berikut ini. Tabel 2 Jumlah Gerbong Kereta Tahun 2009-2012 No Keterangan 2009 2010 2011 2012 1. Pembelian 8 110 100 90 2. Siap Operasi Total 366 358 330 412 3. Kereta Khusus Wanita - 62 80 94 Sumber: PT. KAI Commuter Jabodetabek, 2013 Dari Tabel 2 terlihat jumlah total gerbong kereta yang siap operasi pada tahun 2009 sebanyak 366 gerbong atau mencapai 45 rangkaian KRL. Pada tahun 2010 dan 2011 terjadi penurunan jumlah gerbong hingga mencapai 358 gerbong pada tahun 2010 dan 330 gerbong atau 41 rangkaian KRL. Penurunan yang terjadi disebabkan oleh beberapa gerbong kereta sudah tidak layak untuk beroperasi dan mengalami kerusakan sehingga dibutuhkan perbaikan hingga pemberhentian pengoperasian gerbong-gerbong tersebut. Akan tetapi, pada tahun 2012 terjadi peningkatan jumlah gerbong hingga mencapai 412 gerbong atau mencapai 51 rangkaian KRL. Jumlah tersebut terus meningkat setiap tahunnya karena PT. KAI berencana untuk memesan kembali 180 unit gerbong dari Jepang selama kurun waktu tahun 2013-2014,

Universitas Indonesia

Kualitas pelayanan..., Norma Yuli Jayanti, FISIP UI, 2013. 4

dengan rincian 150 unit akan mulai datang pada Juni 2013 dan sisanya sebanyak 30 unit akan datang pada awal tahun 2014 (Kontak Edisi No. 2 Tahun XL Februari 2013, Menggapai Cita 1,2 Juta Penumpang Sehari). Peningkatan jumlah gerbong KRL terus dilakukan guna mengakomodir jumlah penumpang KRL yang tentunya semakin bertambah setiap tahun, sebagaimana target untuk mencapai 1,2 juta penumpang dalam sehari dengan jumlah gerbong KRL sebanyak 1.440 unit pada tahun 2018. Peningkatan jumlah gerbong KRL dalam mengakomodir peningkatan jumlah penumpang tentunya membutuhkan dukungan sarana rel yang merupakan jalur yang digunakan KRL yang memadai sehingga nantinya KRL dapat mendukung mobilitas masyarakat maupun menjadi sarana dalam pengangkutan barang. Direktur Utama PT. (Persero), Ignasius Johan mengatakan bahwa rel di Pulau Jawa idealnya 4 (empat) jalur sehingga KRL dapat dimanfaatkan untuk pengangkutan barang selain untuk pengangkutan penumpang. Panjang rel di Pulau Jawa saat ini sekitar 4.000 kilometer apabila dibangun menjadi 4 (empat) jalur maka setidaknya dapat bertambah menjadi 7.000 kilometer (Mardani, www.merdeka.com, 2013). Dengan pertambahan panjang rel diharapkan dapat mengakomodir jumlah gerbong yang tersedia serta peningkatan jumlah penumpang yang terjadi setiap tahunnya. Salah satu rute layanan KRL yang diselenggarakan oleh PT. KAI Commuter Jabodetabek adalah rute Jakarta-Bogor. Penyediaan KRL rute Jakarta-Bogor bertujuan untuk mengakomodir kebutuhan masyarakat kota-kota besar seperti Jakarta, dan Bogor terhadap alat transportasi yang cepat, aman, nyaman, murah, tepat waktu dan efisien. KRL rute Jakarta-Bogor memiliki dua jenis kategori pelayanan yaitu KRL Commuter Line (CL) dan KRL ekonomi atau non-AC. KRL rute Jakarta-Bogor khususnya KRL Commuter Line memiliki peran yang signifikan dalam kehidupan mayarakat di daerah Jakarta, Depok, dan Bogor, terutama dalam hal mobilitas masyarakat yang beraktivitas di luar daerahnya dan sebagai alat transportasi yang dapat mengatasi masalah kemacetan yang dihadapi oleh masyarakat. Hal tersebut dapat terlihat pada jumlah perjalanan KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor yang mencapai 125 perjalanan. Jumlah tersebut lima kali lipat jika dibandingkan dengan jumlah perjalanan KRL Ekonomi rute Jakarta-Bogor yang hanya 26 perjalanan. Peranan tersebut semakin vital karena adanya pertumbuhan penduduk dan pengembangan pemukiman yang terjadi di Jakarta, Depok dan Bogor. Hal tersebut terlihat pada jumlah penumpang KRL Commuter Line rute Jakarta- Bogor yang besar setiap tahunnya, sebagaimana terdapat dalam Tabel 3 berikut ini.

Universitas Indonesia

Kualitas pelayanan..., Norma Yuli Jayanti, FISIP UI, 2013. 5

Tabel 3 Jumlah Penumpang KRL Commuter Line Rute Jakarta-Bogor Tahun 2009-2012

No. Stasiun (Juli-Desember) 2011 2012 Jakarta 2,770,846 5,421,814 1. 2. Jayakarta 253,674 556,344 3. Mangga Besar 292,840 678,563 4. Sawah Besar 416,449 951,460 5. Juanda 945,016 2,377,168 6. Gambir 751,408 1,269,472 7. Gondangdia 915,724 2,140,456 8. Cikini 627,192 1,621,935 9. Manggarai 1,122,853 2,667,316 10. Tebet 1,188,506 2,832,254 11. Cawang 714,176 1,599,940 12. Duren Kalibata 596,750 1,614,715 13. Pasar Minggu Baru 146,122 333,274 14. Pasar Minggu 525,880 1,396,483 15. Tanjung Barat 384,355 1,086,066 16. Lenteng Agung 442,540 1,167,910 17. Universitas Pancasila 299,195 399,461 18. Universitas Indonesia 628,690 1,923,135 19. Pondok Cina 855,938 2,246,228 20. Depok Baru 2,029,172 4,747,235 21. Depok 1,909,526 3,988,790 22. Citayam 1,110,761 3,000,819 23. Bojong Gede 1,635,172 4,367,684 24. Cilebut 707,732 1,841,030 25. Bogor 3,355,855 7,872,177 JUMLAH 24,626,372 58,101,729 Sumber: PT. KAI Commuter Jabodetabek, 2013 Dalam Tabel 3 terlihat pada tahun 2011 dari bulan Juli hingga Desember, jumlah pengguna KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor mencapai 24.626.372 penumpang. Pada tahun 2012, jumlahnya mencapai 58.101.729 penumpang. Data jumlah penumpang KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor pada tahun 2011 hanya didapatkan dari bulan Juli karena PT. KAI Commuter Jabodetabek mengubah kelas pelayanan KRL yang sebelumnya terdapat tiga kelas pelayanan yaitu KRL Ekspress, KRL Ekonomi AC, dan KRL Ekonomi menjadi dua kelas pelayanan yaitu KRL Commuter Line dan KRL Ekonomi. Akantetapi, faktanya jumlah penumpang yang besar belum diikuti oleh penyediaan pelayanan yang maksimal karena terdapat berbagai permasalahan yang masih dihadapi oleh para penumpang/pengguna jasa KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor antara lain; KRL yang mengalami keterlambatan; ketersediaan petugas keamanan di dalam gerbong KRL

Universitas Indonesia

Kualitas pelayanan..., Norma Yuli Jayanti, FISIP UI, 2013. 6

Commuter Line yang belum memadai; kenyamanan dan fasilitas KRL Commuter Line yang belum memadai; serta ketersediaan petugas dalam membantu pengguna jasa dalam memperoleh informasi dan pelayanan yang optimal belum memadai. Permasalahan lainnya yang masih terjadi, antara lain; terganggunya persinyalan elektronik dan wesel di lintas Jabodetabek khususnya saat turun hujan yang membuat perjalanan kereta terganggu; matinya AC kereta di saat jam-jam sibuk yang padat; rusaknya/anjloknya kereta; serta kurangnya rangkaian kereta dibandingkan dengan pertumbuhan penumpang (Agus Pambagio, news.detik.com, 2013). Berbagai permasalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor berpengaruh terhadap pelayanan yang diberikan oleh PT. KAI Commuter Jabodetabek yang kurang optimal. Kurang optimalnya pelayanan dirasakan oleh para pengguna KRL Commuter Line, termasuk mahasiswa sebagai salah satu pengguna rutin KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor khususnya mahasiswa Universitas Indonesia. Hal ini diperkuat oleh lokasi Universitas Indonesia yang dilewati oleh dua stasiun kereta yang masuk dalam rute Jakarta-Bogor yaitu Stasiun Universitas Indonesia dan Stasiun Pondok Cina, sehingga akses mahasiswa Universitas Indonesia dalam menggunakan jasa KRL Commuter Line semakin mudah. Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dirumuskan pokok permasalahan penelitian, yaitu bagaimana kualitas pelayanan KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor berdasarkan persepsi mahasiswa Universitas Indonesia. Adapun tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui kualitas pelayanan KRL Commuter Line rute Jakarta- Bogor berdasarkan persepsi mahasiswa Universitas Indonesia.

TINJAUAN TEORITIS Persepsi Persepsi, menurut Robbins (1999:124) adalah suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan-kesan indera mereka untuk memberikan makna terhadap lingkungannya. Menurut Robbins (1988:88) persepsi didefinisikan sebagai suatu proses dimana individu-individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Adapun Robbins mengemukakan faktor- faktor yang membentuk persepsi seseorang, yaitu: 1. Pelaku persepsi, yaitu karakteristik-karakteristik pribadi dari pelaku persepsi yang membentuk atau mempengaruhi persepsi seseorang. Karakteristik pribadi ini meliputi: sikap, motif, kepentingan, minat, pengalaman masa lalu dan pengharapan (ekspektasi).

Universitas Indonesia

Kualitas pelayanan..., Norma Yuli Jayanti, FISIP UI, 2013. 7

2. Target, yaitu faktor karakteristik-karakteristik dalam target yang diamati yang dapat mempengaruhi apa yang dipersepsikan. Faktor tersebut antara lain: gerakan, bunyi, ukuran dan atribut-atribut lainnya yang membentuk cara individu memandang sebuah objek. 3. Situasi, yaitu faktor konteks dimana individu melihat objek-objek atau peristiwa- peristiwa termasuk diantaranya, waktu lokasi dan keadilan sosial. 4. Komunikasi melalui iklan dan pemasaran.

Kualitas Pelayanan Menurut Sinambela, dkk (2006:13) kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers). Menurut Fandy Tjiptono (1995) dalam Hardiyansyah (2011:40), dalam menentukan kualitas pelayanan publik diperlukan ciri-ciri atau atribut-atribut, antara lain: (1) ketepatan waktu pelayanan, yang meliputi waktu tunggu dan waktu proses; (2) Akurasi pelayanan, yang meliputi bebas dari kesalahan; (3) Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan; (4) Kemudahan dalam mendapatkan pelayanan, misalnya banyaknya petugas yang melayani dan banyaknya fasilitas pendukung seperti komputer; (5) Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan, berkaitan dengan lokasi, ruang tempat pelayanan, tempat parkir, ketersediaan informasi, dan lain-lain; (6) Atribut pendukung pelayanan lainnya, seperti ruang tunggu ber-AC, kebersihan, dan lain-lain.

Dimensi Kualitas Pelayanan Menurut Michael K. Brady dan J. Joseph Cronin Jr. dalam ”Some New Thoughts on Conceptualizing Percieved Service Quality: A Hierarchical Approach” Journal of Marketing Vol. 65, kualitas jasa dapat diukur melalui tiga dimensi utama, yaitu kualitas interaksi (interaction quality), kualitas lingkungan fisik (physical environment quality), dan kualitas hasil (outcome quality). Masing-masing dimensi tersebut terdiri atas tiga sub-dimensi berbeda. Menurut Brady & Cronin (2001:38) dalam ”Some New Thoughts on Conceptualizing Percieved Service Quality: A Hierarchical Approach” Journal of Marketing Vol. 65: ”Because services are inherently intangible and characterized by inseparability, the interpersonal interactions that take place during service delivery often have a greatest effect on service quality perceptions” Dengan kata lain, karena pelayanan sifatnya tidak dapat diraba dan dipisahkan, maka interaksi interpersonal mengambil bagian selama proses penyampaian pelayanan dan seringkali

Universitas Indonesia

Kualitas pelayanan..., Norma Yuli Jayanti, FISIP UI, 2013. 8

memiliki efek yang paling besar dalam menentukan persepsi kualitas pelayanan. Dimensi kualitas interaksi meliputi sikap, perilaku dan keahlian karyawan dalam memberikan jasa pelayanan. Dimensi kualitas interaksi dipengaruhi oleh perilaku penyedia jasa pelayanan sesuai dengan pola pemikiran dan pola tindak yang disesuaikan dengan sikap yang ditunjukkan. Aspek perilaku merupakan suatu apresiasi tentang penilaian tindakan yang positif untuk menghasilkan image atau persepsi yang baik sehingga pelanggan melakukan interaksi secara aktif maupun proaktif. Selain sikap dan perilaku, dimensi kualitas interaksi dipengaruhi oleh tingkat keahlian dari penyedia jasa layanan. Setiap kualitas interaksi dari kualitas layanan akan menunjukkan adanya keahlian dalam mengembangkan bentuk-bentuk layanan hingga menjadi suatu produk layanan yang dapat diterima oleh pelanggan. Selanjutnya, kualitas jasa dapat diukur melalui dimensi kualitas lingkungan fisik, sebagaimana yang dipaparkan oleh Brady & Cronin (2001:38): ”... Because services are intangible and often require the customer to be present during the process, the surrounding environment can have significant influence on perceptions of the overall quality of the service encounter” Dengan kata lain, karena pelayanan sifatnya tidak dapat diraba dan seringkali mengharuskan keberadaan pengguna/pelanggannya pada saat proses pelayanan berlangsung, maka lingkungan yang melingkupi proses jasa pelayanan dapat berperan signifikan terhadap persepsi kualitas pelayanan secara keseluruhan. Dimensi kualitas lingkungan fisik terdiri dari ambient condition, desain fasilitas, dan faktor sosial. Dalam tulisannya ”Some New Thoughts on Conceptualizing Percieved Service Quality: A Hierarchical Approach”, Brady & Cronin (2001:39) menjelaskan bahwa: ”... Ambient conditions pertain to nonvisual aspects, such as temperature, scent, and music. Facility design refers to the layout or architecture of the environment and can be either fuctional (i.e., practical) or aesthetic (i.e., visually pleasing). And the last factor, social conditions, refers to the number and type of people evident in the service setting as well as their behaviors. ...” Ambient conditions mengacu pada aspek-aspek non-visual, seperti temperatur, aroma, dan musik. Desain fasilitas meliputi layout atau arsitektur lingkungan dan dapat berupa fungsional (praktikal) maupun estetis (menarik secara visual). Sedangkan faktor sosial meliputi jumlah dan tipe orang yang ada dalam setting jasa, beserta perilaku mereka. Kualitas lingkungan fisik perlu memperhatikan kondisi desain dan faktor sosial didalam memberikan suatu layanan kepada pelanggan sesuai dengan kondisi lingkungan fisik yang dihadapinya. Selanjutnya, kualitas jasa dapat diukur melalui dimensi kualitas hasil mencakup waktu tunggu, bukti fisik dan valensi (kesan). Dalam model yang dikemukakan oleh Brady &

Universitas Indonesia

Kualitas pelayanan..., Norma Yuli Jayanti, FISIP UI, 2013. 9

Cronin (2001), waktu tunggu yang diukur bukanlah waktu tunggu absolut, namun persepsi pelanggan terhadap lamanya waktu menunggu penyampaian jasa. Secara metodologis, pengukuran waktu absolut secara ketat membutuhkan desain riset eksperimental dan bukan sekedar survei pelanggan. Bukti fisik (tangibel evidence) mencerminkan fasilitas fisik yang relevan dalam jasa bersangkutan. Setiap pelanggan atau pengguna jasa akan menggunakan setiap bukti fisik dalam pelayanan sebagai pertimbangan dalam menilai suatu pelayanan. Valensi (valence) mengacu pada atribut-atribut yang mempengaruhi keyakinan pelanggan bahwa hasil suatu jasa itu baik atau buruk, terlepas dari evaluasi mereka terhadap aspek lain dari pengalamannya.

METODE PENELITIAN Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan menggunakan teori yang dikemukakan oleh Brady dan Cronin (2001). Jenis penelitian ini dapat diklasifikasikan berdasarkan; tujuan penelitian yaitu penelitian deskriptif; manfaat penelitian yaitu penelitian murni; dimensi waktu penelitian yaitu cross sestional yang dilakukan dalam kurun waktu 6 (enam) bulan dari bulan Januari hingga Juni 2013; dan teknik pengumpulan data yaitu data primer dengan observasi dan survei melalui penyebaran kuesioner, serta data sekunder dengan studi kepustakaan Lokasi penelitian yang dikunjungi oleh Peneliti, antara lain: Kantor PT. KAI Commuter Jabodetabek; KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor; Stasiun Universitas Indonesia; dan Stasiun Pondok Cina. Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Indonesia yang sedang menggunakan jasa pelayanan KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah penarikan sampel secara non-probablilita. Penarikan sampel dilakukan secara accidental sampling atau biasa disebut convenience sampling. Anggota sampel yang diambil tidak direncanakan terlebih dahulu tetapi didapatkan/dijumpai secara tiba-tiba (Sukandamumdi, 2004:63). Dalam penelitian ini, yang akan menjadi responden adalah Mahasiswa Universitas Indonesia yang minimal 2 kali dalam 7 hari menggunakan jasa KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor, dengan asumsi bahwa pengguna jasa yang rutin memakai layanan KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor diharapkan dapat menilai pelayanan yang diberikan lebih akurat. Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebanyak 100 responden.

Universitas Indonesia

Kualitas pelayanan..., Norma Yuli Jayanti, FISIP UI, 2013. 10

Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis data univariat dengan menggunakan skala likert yang didasarkan pada berbagai pertanyaan dalam kuesioner. Adapun nilai jawaban yang telah ditentukan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4 Kategori Jawaban Responden Jawaban Bobot Nilai Sangat Baik 1 Baik 2 Kurang Baik 3 Buruk 4 Sangat Buruk 5 Sumber: Data Peneliti, 2013 Hasil jawaban kuesioner yang diperoleh kemudian disusun dalam sebuah tabulasi yang berbentuk distribusi frekuensi dengan menyajikan jumlah frekuensi responden berdasarkan masing-masing kategori. Data yang telah diperoleh akan diolah dan dianalisis dengan program pengolahan data statistik SPSS (Statistical Product and Service Solutions) 17.

HASIL PENELITIAN Karakteristik Responden Dalam penelitian “Kualitas Pelayanan KRL Commuter Line Rute Jakarta-Bogor Berdasarkan Persepsi Mahasiswa Universitas Indonesia” melibatkan 100 responden, dimana keseluruhan responden tersebut merupakan mahasiswa Universitas Indonesia yang menggunakan KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui mengenai karakteristik dari keseluruhan responden yaitu; berdasarkan jenis kelamin diketahui bahwa dari 100 responden diperoleh sebanyak 76 dari 100 responden merupakan perempuan atau mahasiswi dan sisanya merupakan laki-laki sebanyak 24 responden; berdasarkan asal fakultas didapatkan hasil sebanyak 36 responden yang menjadi pengguna jasa layanan KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor berasal dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik; lalu diikuti Fakultas Hukum sebanyak 13 responden; sebanyak 11 responden berasal dari Pacasarjana; sebanyak 8 responden berasal dari Fakultas Vokasi; sebanyak 7 responden berasal dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya; sebanyak 5 responden berasal dari Fakultas Teknik; sebanyak 4 reponden berasal dari FIK; sebanyak 4 responden berasal dari Fakultas Psikologi; masing-masing sebanyak 3 responden berasal dari Fakultas Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu Komputer, dan Fakultas Ekonomi; sebanyak 2 responden berasal dari Fakultas Farmasi; dan sebanyak 1 responden berasal dari Fakultas Matematika & IPA; dan berdasarkan intensitas penggunaan KRL Commuter Line diketahui

Universitas Indonesia

Kualitas pelayanan..., Norma Yuli Jayanti, FISIP UI, 2013. 11

bahwa sebanyak 28 responden menggunakan KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor sebanyak 2 kali dalam satu minggu, sebanyak 25 responden menggunakan KRL Commuter Line sebanyak 3-4 kali dalam satu minggu, sebanyak 29 responden menggunakan KRL Commuter Line sebanyak 5-6 kali dalam satu minggu, dan sebanyak 18 responden menggunakan KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor lebih dari 7 kali dalam satu minggu.

Kualitas Pelayanan KRL Commuter Line Rute Jakarta-Bogor Berdasarkan Persepsi Mahasiswa Universitas Indonesia Dalam mengukur kualitas pelayanan KRL Commuter Line digunakan tiga dimensi utama menurut Michael K. Brady dan J. Joseph Cronin (2001), yaitu kualitas interaksi (interaction quality), kualitas lingkungan fisik (physical environment quality), dan kualitas hasil (outcome quality) dimana ketiga dimensi tersebut memiliki berbagai indikator yang diturunkan kedalam berbagai subindikator yang kemudian menghasilkan penilaian mengenai kualitas pelayanan KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor berdasarkan persepsi mahasiswa Universitas Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan tiga dimensi kualitas jasa yaitu dimensi kualitas interaksi, dimensi kualitas lingkungan fisik dan dimensi kualitas hasil, maka diketahui bahwa persepsi responden yang merupakan mahasiswa Universitas Indonesia terhadap kualitas pelayanan KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor dinilai sudah baik. Sebanyak 68% dari keseluruhan responden menilai baik terhadap kualitas pelayanan KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor, namun terdapat sebanyak 23% yang menilai kurang baik, masing-masing 4% menilai sangat baik, dan buruk serta 1% menilai sangat buruk.

Dimensi Kualitas Interaksi Dalam melakukan suatu pelayanan terdapat hubungan langsung antara petugas pemberi layanan dengan pelanggan atau pengguna jasa layanan. Interaksi antarkeduanya tidak dapat dipisahkan dari suatu rangkaian penyediaan pelayanan. Interaksi tersebut berupa sikap, perilaku dan keahlian dari petugas gerbong KRL Commuter Line dan stasiun dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa layanan KRL Commuter Line rute Jakarta- Bogor. Berdasarkan hasil penelitian dengan mempergunakan pengukuran tiga indikator dari dimensi kualitas interaksi yaitu indikator sikap, indikator perilaku, dan indikator keahlian, maka diketahui bahwa penilaian responden terhadap dimensi kualitas interaksi dari pelayanan KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor sudah baik. Sebanyak 62% dari keseluruhan

Universitas Indonesia

Kualitas pelayanan..., Norma Yuli Jayanti, FISIP UI, 2013. 12

responden menilai sudah baik. Dan sisanya sebanyak 30% menilai kurang baik, masing- masing sebanyak 3% menilai sangat baik dan buruk, serta 2% menilai sangat buruk. Penilaian tersebut didasarkan pada pengukuran 3 (tiga) indikator yang saling mendukung dalam menilai dimensi kualitas interaksi. Ketiga indikator tersebut yaitu indikator sikap, perilaku, dan keahlian. Adapun penilaian terhadap ketiga indikator tersebut, yaitu sebagai berikut.

Indikator Sikap Dari hasil penelitian dengan menggunakan pengukuran 4 (empat) subindikator dari indikator sikap, yaitu; daya tanggap petugas dalam menjawab pertanyaan penumpang; ketegasan petugas dalam menindak penumpang yang tidak membeli tiket; keramahan petugas dalam melakukan pelayanan; dan kesopanan petugas dalam melakukan pelayanan, maka diketahui bahwa sikap petugas dalam melakukan pelayanan sudah baik. Hal ini didukung oleh 52% dari keseluruhan responden yang menilai bahwa indikator sikap petugas dalam melakukan pelayanan sudah baik. Dan sisanya sebanyak 39% yang menilai kurang baik, sebanyak 5% menilai buruk, sebanyak 3% menilai sangat baik, dan hanya 1% yang menilai sangat buruk. Penilaian baik dari sebagian responden terkait indikator sikap didukung oleh penilaian 100 responden terhadap 4 (empat) subindikator yang saling terkait dalam mengukur indikator sikap tersebut. Hasil penilaian keempat subindikator tersebut, yaitu: Tabel 5 Subindikator Dalam Indikator Sikap Subindikator Jawaban Responden Sangat Baik Kurang Buruk Sangat Baik Baik Buruk Daya tanggap petugas dalam menjawab 6 63 27 3 1 semua pertanyaan penumpang Ketegasan petugas dalam menindak 14 45 28 12 0 penumpang yang tidak membeli tiket Keramahan petugas dalam melakukan 6 53 35 4 1 pelayanan Kesopanan petugas dalam melakukan 3 68 25 4 0 pelayanan Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan SPSS 17.0, 2013

Indikator Perilaku Dari hasil penelitian dengan menggunakan pengukuran 3 (tiga) subindikator dari indikator perilaku, yaitu; perilaku baik petugas dalam melakukan pelayanan kepada semua penumpang; tindakan petugas dalam mengatasi bertambahnya penumpang yang masuk dan

Universitas Indonesia

Kualitas pelayanan..., Norma Yuli Jayanti, FISIP UI, 2013. 13

keluar ke dalam gerbong KRL Commuter Line; dan tindakan petugas dalam melakukan pemeriksaan tiket secara ruti. Diketahui bahwa sikap petugas dalam melakukan pelayanan masih kurang baik. Hal ini disebabkan oleh 67% dari keseluruhan responden yang menilai bahwa perilaku petugas dalam melakukan pelayanan masih kurang baik. Dan sisanya sebanyak 17% menilai buruk, sebanyak 13% menilai baik, dan 3% menilai sangat buruk. Penilaian kurang baik dari sebagian responden terkait indikator perilaku didasarkan pada penilaian 3 (tiga) subindikator, yaitu: Tabel 6 Subindikator Dalam Indikator Perilaku Subindikator Jawaban Responden Sangat Baik Kurang Buruk Sangat Baik Baik Buruk Petugas berperilaku baik dalam melakukan 2 69 23 6 0 pelayanan kepada semua penumpang Tindakan petugas dalam mengatasi 0 18 47 26 9 bertambahnya penumpang yang masuk ke dalam gerbong yang sudah penuh Tindakan petugas dalam melakukan 4 52 28 14 2 pemeriksaan tiket secara rutin Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan SPSS 17.0, 2013

Indikator Keahlian Dari hasil penelitian dengan menggunakan pengukuran 6 (enam) subindikator dari indikator perilaku, yaitu; kemampuan petugas dalam menanggapi keluhan penumpang; kemampuan petugas memberikan informasi jadwal KRL Commuter Line yang tepat kepada penumpang; kemampuan petugas memberikan informasi mengenai keterlambatan kepada penumpang; kemampuan berkomunikasi; kecepatan dari petugas loket dalam melayani penjualan tiket; dan ketelitian petugas dalam melayani pembelian tiket. Diketahui bahwa keahlian petugas dalam melakukan pelayanan sudah baik. Hal ini didukung oleh 48% responden yang menilai baik. Dan sisanya sebanyak 41% menilai kurang baik, 8% menilai buruk, 2% menilai sangat buruk dan 1% menilai sangat baik. Penilaian tersebut didapatkan berdasarkan keseluruhan jawaban responden terhadap 6 (enam) subindikator, yaitu: Tabel 7 Subindikator Dalam Indikator Keahlian Subindikator Jawaban Responden Sangat Baik Kurang Buruk Sangat Baik Baik Buruk Kemampuan petugas dalam menanggapi 1 30 54 13 2 keluhan penumpang Kemampuan petugas memberikan 2 36 40 18 4 informasi jadwal KRL Commuter Line

Universitas Indonesia

Kualitas pelayanan..., Norma Yuli Jayanti, FISIP UI, 2013. 14

yang tepat kepada penumpang Kemampuan petugas dalam memberikan 0 24 43 24 9 informasi mengenai keterlambatan KRL Commuter Line Kemampuan petugas berkomunikasi 1 64 28 6 1 dengan penumpang Kecepatan petugas loket dalam melayani 5 61 28 4 2 penjualan tiket kepada penumpang Ketelitian petugas dalam melayani 3 49 33 12 3 pembelian tiket Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan SPSS 17.0, 2013

Dimensi Kualitas Lingkungan Fisik Dalam suatu pelayanan seringkali mengharuskan keberadaan pengguna/pelanggannya dalam proses pelayanan sehingga lingkungan yang melingkupi proses pelayanan berperan signifikan dalam mengukur suatu kualitas pelayanan. Dari hasil penelitian, dengan melakukan pengukuran dengan menggunakan tiga indikator yaitu ambient conditions, desain, dan faktor sosial, maka dapat diketahui bahwa penilaian responden terhadap dimensi kualitas lingkungan fisik dalam hal pelayanan KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor sudah baik. Sebanyak 52% dari keseluruhan 100 responden memiliki persepsi yang baik. Dan sisanya sebanyak 36% menilai kurang baik, sebanyak 6% menilai buruk, sebanyak 4% menilai sangat baik, dan hanya 1% yang menilai sangat buruk. Penilaian yang baik terhadap dimensi kualitas lingkungan fisik, didukung tiga indikator, yaitu indikator ambient conditions, indikator desain, dan indikator faktor sosial. Adapun penilaian dari ketiga indikator tersebut, yakni sebagai berikut:

Indikator Ambient Conditions

Dari hasil penelitian, dengan mempergunakan pengukuran 4 subindikator dari ambient conditions yaitu ketersediaan jumlah gerbong KRL Commuter Line yang memadai; ketersediaan fasilitas; kebersihan gerbong; serta kenyamanan tempat duduk dalam gerbong KRL Commuter Line, maka diketahui bahwa persepsi responden terhadap indikator ambient conditions sudah baik. Hal tersebut didukung oleh sebanyak 43% dari keseluruhan responden yang menilai baik. Sisanya sebanyak 40% menilai kurang baik, 11% menilai buruk, 4% menilai sangat baik dan hanya 2% yang menilai sangat buruk. Penilaian indikator ambient conditions didasarkan 4 subindikator yang mendukung penilaian tersebut, yaitu:

Universitas Indonesia

Kualitas pelayanan..., Norma Yuli Jayanti, FISIP UI, 2013. 15

Tabel 8 Subindikator Dalam Indikator Ambient Conditions Subindikator Jawaban Responden Sangat Baik Kurang Buruk Sangat Baik Baik Buruk Ketersediaan jumlah gerbong KRL 0 38 39 17 6 Commuter Line yang memadai Ketersediaan fasilitas dalam gerbong KRL 6 34 44 11 5 Commuter Line Kebersihan dalam gerbong KRL 5 75 17 3 0 Commuter Line Kenyamanan tempat duduk dalam gerbong 7 76 11 4 2 KRL Commuter Line Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan SPSS 17.0, 2013

Indikator Desain Berdasarkan hasil penelitian dengan menpergunakan 3 (tiga) subindikator dari indikator desain yaitu: ketersediaan informasi mengenai rute perjalanan yang mudah dipahami; ketersediaan informasi mengenai jadwal KRL yang mudah terlihat; dan desain gerbong yang memudahkan penumpang, maka diketahui penilaian responden terhadap indikator desain masih kurang baik. Hal tersebut disebabkan sebanyak 53% dari keseluruhan responden menilai kurang baik. Dan sisanya sebanyak 30% menilai baik, sebanyak 14% menilai buruk, sebanyak 2% menilai sangat baik, dan hanya 1% menilai sangat buruk. Penilaian tersebut didasarkan pada 3 subindikator yang terkait kedalam pengukuran indikator desain. Adapun penilaian ketiga indikator tersebut, yaitu: Tabel 9 Subindikator Dalam Indikator Desain Subindikator Jawaban Responden Sangat Baik Kurang Buruk Sangat Baik Baik Buruk Ketersediaan informasi mengenai rute 3 57 32 5 3 perjalanan yang mudah dipahami Ketersediaan informasi mengenai jadwal 4 40 43 9 4 KRL yang mudah terlihat Desain gerbong memudahkan penumpang 2 62 30 6 0 dalam menggunakan KRL Commuter Line Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan SPSS 17.0, 2013

Indikator Faktor Sosial

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan pengukuran 5 subindikator yang termasuk kedalam indikator faktor sosial, yaitu pengawasan gerbong KRL Commuter Line; ketersediaan tempat duduk prioritas; pengawasan tempat duduk prioritas; kesesuaian jumlah tempat duduk; dan kesesuaian jumlah petugas, maka diketahui bahwa penilaian responden

Universitas Indonesia

Kualitas pelayanan..., Norma Yuli Jayanti, FISIP UI, 2013. 16

terhadap indikator faktor sosial kurang baik. Sebanyak 48% dari keseluruhan responden menilai kurang baik, dan sisanya sebanyak 25% menilai baik, sebanyak 20% menilai buruk, sebanyak 4% menilai sangat buruk, dan sebanyak 3% menilai sangat baik. Penilaian kurang baik terhadap indikator faktor sosial didasarkan pada penilaian kelima subindikator tersebut. Adapun penilaian kelima subindikator tersebut, antara lain: Tabel 10 Subindikator Dalam Indikator Faktor Sosial Subindikator Jawaban Responden Sangat Baik Kurang Buruk Sangat Baik Baik Buruk Pengawasan gerbong KRL Commuter Line 1 50 46 3 0 oleh petugas Ketersediaan tempat duduk prioritas dalam 5 52 24 13 6 gerbong KRL Commuter Line Pengawasan petugas terhadap tempat 4 27 38 17 14 duduk prioritas dalam KRL Commuter Line Kesesuaian jumlah tempat duduk dalam 4 18 43 21 14 gerbong KRL Commuter Line

Kesesuaian jumlah petugas dalam gerbong 1 33 44 14 8 KRL Commuter Line dengan kebutuhan penumpang Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan SPSS 17.0, 2013

Dimensi Kualitas Hasil Dalam mengukur suatu kualitas pelayanan, tidak hanya menggunakan dimensi kualitas interaksi dan kualitas lingkungan fisik namun terdapat pula dimensi kualitas hasil. Dari hasil penelitian dengan menggunakan ketiga indikator yang termasuk kedalam dimensi kualitas hasil, yaitu indikator waktu tunggu, bukti fisik, dan indikator valensi, maka diketahui bahwa penilaian responden mengenai dimensi kualitas hasil dari pelayanan KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor masih kurang baik. Sebanyak 51% dari keseluruhan responden menilai kurang baik, sebanyak 37% menilai baik, sebanyak 8% menilai buruk, sebanyak 3% menilai sangat buruk dan 1% menilai sangat baik. Penilaian yang kurang baik terhadap dimensi kualitas hasil dari pelayanan KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor, didasarkan dari penilaian responden terhadap ketiga indikator yang termasuk kedalam dimensi kualitas hasil. Ketiga indikator tersebut yaitu:

Indikator Waktu Tunggu Berdasarkan hasil penelitian, dengan menggunakan 3 (tiga) subindikator yaitu lamanya waktu tunggu penumpang dalam menggunakan KRL Commuter Line; lamanya

Universitas Indonesia

Kualitas pelayanan..., Norma Yuli Jayanti, FISIP UI, 2013. 17

waktu antri dalam pembelian tiket; dan kecepatan pintu otomatis yang sesuai dengan kondisi penumpang, maka diketahui bahwa penilaian responden terhadap indikator waktu tunggu dinilai kurang baik. Sebanyak 66% responden menilai kurang baik, sebanyak 15% responden menilai baik, sebanyak 14% menilai buruk, dan 5% menilai sangat buruk. Penilaian kurang baik terhadap indikator waktu tunggu, didasarkan pada penilaian yang dilakukan terhadap tiga subindikator. Ketiga subindikator tersebut, adalah sebagai berikut: Tabel 11 Subindikator Dalam Indikator Waktu Tunggu Subindikator Jawaban Responden Sangat Baik Kurang Buruk Sangat Baik Baik Buruk Lamanya waktu tunggu penumpang dalam 1 25 48 17 9 menggunakan KRL Commuter Line Lamanya waktu tunggu antri penumpang 2 48 39 10 1 dalam pembelian tiket Kecepatan pintu otomatis terbuka dan 2 42 41 12 3 tertutup sesuai dengan kondisi penumpang Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan SPSS 17.0, 2013

Indikator Bukti Fisik Berdasarkan hasil penelitian, yang diukur berdasarkan dua subindikator yaitu penempatan pusat informasi dan kondisi fasilitas dalam gerbong KRL Commuter Line, diketahui bahwa penilaian responden terhadap indikator bukti fisik kurang baik. Sebanyak 60% dari keseluruhan responden menilai kurang baik, 21% menilai baik, 16% menilai buruk, dan 3% menilai sangat buruk. Penilaian tersebut didasarkan pada kedua penilaian subindikator, yaitu: Tabel 12 Subindikator Dalam Indikator Bukti Fisik Subindikator Jawaban Responden Sangat Baik Kurang Buruk Sangat Baik Baik Buruk Penempatan pusat informasi mengenai 0 35 50 11 4 jadwal KRL yang memudahkan penumpang Kondisi fasilitas dalam gerbong KRL 2 44 39 12 3 Commuter Line Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan SPSS 17.0, 2013

Indikator Valensi Berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan lima subindikator sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, maka diperoleh hasil bahwa penilaian responden terhadap indikator valensi masih kurang baik. Hal tersebut terlihat bahwa 51% dari keseluruhan responden

Universitas Indonesia

Kualitas pelayanan..., Norma Yuli Jayanti, FISIP UI, 2013. 18

menilai kurang baik, 26 responden menilai baik, 19% menilai buruk, dan 3% menilai sangat buruk. Penilaian tersebut didasarkan hasil penilaian lima subindikator, yaitu: Tabel 13 Subindikator Dalam Indikator Valensi Subindikator Jawaban Responden Sangat Baik Kurang Buruk Sangat Baik Baik Buruk Keyakinan penumpang terhadap keamanan 4 54 29 11 2 dalam gerbong KRL Commuter Line Keyakinan penumpang terhadap 6 63 23 7 1 kemudahan dalam menggunakan jasa KRL Commuter Line Keyakinan penumpang terhadap ketepatan 1 20 45 26 8 waktu KRL Commuter Line sesuai dengan jadwal Keyakinan penumpang terhadap 2 24 44 23 7 kesesuaian tarif KRL Commuter Line dengan pelayanan yang diberikan Kapasitas jumlah gerbong KRL Commuter 1 25 34 29 11 Line sesuai dengan jumlah penumpang setiap harinya Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan SPSS 17.0, 2013

SIMPULAN Dalam mengukur kualitas pelayanan KRL Commuter Line berdasarkan teori kualitas jasa menurut Michael K. Brady dan J. Joseph Cronin (2001) didukung oleh tiga dimensi yaitu dimensi kualitas interaksi, dimensi kualitas lingkungan fisik dan dimensi kualitas hasil. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa kualitas pelayanan KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor berdasarkan persepsi mahasiswa Universitas Indonesia dinilai baik.

SARAN Berdasarkan hasil analisis dari keseluruhan jawaban responden, diketahui bahwa kualitas pelayanan KRL Commuter Line rute Jakarta-Bogor berdasarkan persepsi mahasiswa Universitas Indonesia dinilai baik namun masih terdapat kekurangan dalam pelayanan yang diberikan oleh PT. KAI Commuter Jabodetabek. Berbagai kekurangan tersebut didukung oleh saran-saran yang dikemukakan oleh para penumpang terkait dengan pelayanan KRL Commuter Line, yaitu sebagai berikut: 1. Meningkatkan frekuensi jadwal KRL Commuter Line; 2. Meningkatkan ketepatan waktu sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan; 3. Menambah jumlah gerbong dalam satu rangkaian KRL Commuter Line;

Universitas Indonesia

Kualitas pelayanan..., Norma Yuli Jayanti, FISIP UI, 2013. 19

4. Meningkatkan fasilitas dalam gerbong KRL Commuter Line termasuk fasilitas untuk penumpang dengan disabilitas misalnya penumpang yang menggunakan kursi roda; 5. Melakukan penyesuaian harga tiket KRL Commuter Line sesuai dengan jarak tempuh; 6. Menambahkan papan informasi mengenai jadwal KRL di stasiun; 7. Meningkatkan layanan informasi dalam gerbong KRL Commuter Line; 8. Meningkatkan keamanan, kebersihan dan kenyamanan dalam gerbong KRL Commuter Line; 9. Meningkatkan ketelitian petugas loket tiket; 10. Meningkatkan ketegasan petugas dalam menindak penumpang yang melanggar peraturan; 11. Meningkatkan pelayanan melalui penerapan standar prosedur pelayanan petugas kepada penumpang; 12. Meminimalisir gangguan perjalanan; dan 13. Penyesuaian jadwal KRL dengan situasi dan kondisi penumpang.

Dengan berbagai saran yang dikemukakan oleh para penumpang terkait dengan pelayanan KRL Commuter Line, diharapkan dapat menjadi masukan yang konstruktif bagi PT. KAI Commuter Jabodetabek dalam melakukan peningkatan kualitas pelayanan KRL Commuter Line.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Adisasmitha, Rahardjo. 2010. Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang. Jakarta: PT. Graha Ilmu.

Hardiyansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik: Konsep, Dimensi, Indikator dan Implementasinya. : Gava Media.

Robbins, Stephen P, and Davis A. 1988. Fundamental of Management. New Jersey: Prencite Hall International Inc.

. 1999. Human Resource Management: Concept and Applications. New York: John Wiley and Sons.

Sinambela, Lijan Poltak, dkk. 2006. Reformasi Pelayanan Publik, Teori, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: Bumi Aksara.

Universitas Indonesia

Kualitas pelayanan..., Norma Yuli Jayanti, FISIP UI, 2013. 20

Sumber Lainnya:

Jurnal

Brady, M.K. and J.J. Cronin, Jr. 2001. Some New Thoughts on Conceptualizing Perceived Sevice Quality: A Hierarchical Approach, Journal of Marketing, Vol. 65 (July).

Publikasi Ilmiah

Badan Pusat Statistik. 2013. Jumlah Penumpang Kereta Api 2006-2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik Republik Indonesia.

http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=17& notab=16.

Kontak Edisi No. 2 Tahun XL Februari 2013. Menggapai Cita 1,2 Juta Penumpang Sehari. . Humas Kantor Pusat PT. KAI (Persero).

PT. KAI Commuter Jabodetabek. Jumlah Armada Tahun 2009-2012. Jakarta. PT. KAI Commuter Jabodetabek.

Volume Penumpang KRL Jabodetabek Tahun 2006-2012. Jakarta. PT. KAI Commuter Jabodetabek.

Internet

Portal Berita Detik. 4 Maret 2013. Problem Tersisa di KRL Jabodetabek Yang Harus Dibereskan, www.news.detik.com, diunduh pada 14 Maret 2013.

Portal Berita Merdeka. 14 Juni 2013. Dirut PT. KAI: Rel di Jawa Harusnya 4 Jalur, www.merdeka.com, diunduh pada 2 Juli 2013.

Portal PT. KAI Commuter Jabodetabek. Visi dan Misi Perusahaan, www.krl.co.id, diunduh pada 6 Februari 2013.

Universitas Indonesia

Kualitas pelayanan..., Norma Yuli Jayanti, FISIP UI, 2013.