Hak cipta dan penggunaan kembali: Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan bukan untuk kepentingan komersial, selama anda mencantumkan nama penulis dan melisensikan ciptaan turunan dengan syarat yang serupa dengan ciptaan asli.

Copyright and reuse: This license lets you remix, tweak, and build upon work non-commercially, as long as you credit the origin creator and license it on your new creations under the identical terms.

Team project ©2017 Dony Pratidana S. Hum | Bima Agus Setyawan S. IIP

LAMPIRAN

Representasi Ketertinggalan..., Elisabeth Novina Anggraini, FIKOM UMN, 2015 Representasi Ketertinggalan..., Elisabeth Novina Anggraini, FIKOM UMN, 2015 Representasi Ketertinggalan..., Elisabeth Novina Anggraini, FIKOM UMN, 2015 Representasi Ketertinggalan..., Elisabeth Novina Anggraini, FIKOM UMN, 2015 Wawancara: Redaksi National Geographic diwakili Yunaidi, selaku fotografer dan Pejabat Sementara Photo Editor National Geographic Indonesia)

1. Bagaimana proses alur kerja fotografer di redaksi NGI dari awal penugasan hingga majalah siap dicetak? Proses penugasan di redaksi National Geographic Indonesia adalah bermula dari ide. Ide-lah yang mendasari semua cerita yang ditulis oleh penulis dan dibuat fotonya oleh fotografer. Ide cerita bisa datang dari penulis atau pun dari fotografer, dan bisa pula ide datang secara kolaboratif. Ide ini nantinya akan dilanjutkan ke rapat redaksi apakah cerita ini bisa dikerjakan atau tidak. Ada dua jenis penugasan yang berlaku di National Geographic Indonesia. Penugasan oleh staf redaksi dan penugasan yang dilakukan oleh penulis dan fotografer yang kredibilitas sudah diakui dalam penulisan serta membuat cerita foto. Untuk penugasan bukan dari staf, editor sangat selektif untuk memilih penulis dan fotografer agar tetap menjaga kualitas tulisan dan foto pada National Geographic Indonesia. Setelah ide ditentukan serta sudah diputuskan fotografer yang akan mengerjakan cerita tersebut. Barulah editor foto dan fotografer berdiskusi untuk mengembangkan kemungkinan visual akan cerita yang akan dibuat tersebut. Proses diskusi ini dilakukan intens sebelum penugasan dan selama penugasan bahkan hingga selesai penugasan. Diskusi ini bisa berupa pengembangan ide cerita, kemungkinan visual saat dilapangan, hingga sampai hal-hal detail berkaitan dengan alur foto, pembuatan tema sebuah foto dan hal-hal yang berkaitan dengan visual storytelling ala National Geographic.

2. Pada penugasan foto tentang Sang Naga di Barat Jakarta, apakah yang ingin ditonjolkan NGI melalui foto-fotonya? National Geographic indonesia ingin menunjukkan bahwa eksistensi Cina Benteng baik itu berupa masyarakat, kebudayaan, serta tatanan kehidupan

Representasi Ketertinggalan..., Elisabeth Novina Anggraini, FIKOM UMN, 2015 mereka sudah mulai bergeser akibat perubahan zaman. Hal-hal ini penting disampaikan dalam setiap pembuatan cerita yang berkaitan dengan melunturnya sebuah kebudayaan dalam suatu kelompok masyarakat. Kami ingin menggambarkan bagaimana perubahan lambat laun menggerus mereka. Visual yang ditampilkan berupa budaya yang masih ada hingga saat ini meskipun peminatnya sudah tak seperti dulu, kegelisahan akan modernisasi, lanskap kota, transportasi sederhana, mata pencaharian, hingga seniman dan beberapa sosok lainnya yang dianggap penting dalam menunjang visual Cina Benteng.

3. Adakah batasan pengeditan foto di redaksi NGI oleh foto editor? Untuk foto pada fitur Sang Naga di Barat Jakarta, sejauh apa proses pengeditan foto yang dilakukan?

Dalam National Geographic, editing foto tak melulu mengenai editing di perangkat lunak (photoshop ataupun lightroom). Editing awal adalah editing untuk memilih foto yang secara teknik layak untuk dipilih. Dalam hal ini, foto yang masuk ke dalam database National Geographic sudah harus lulus kualitas teknik foto. Tak ada kesalahan minor apalagi mayor. Jadi editing pada tahap ini adalah memastikan dari ratusan hingga ribuan frame foto yang dibuat tak ada satupun frame yang underexposure, overexposure, blur, shake, tidak fokus, tidak jelas mau foto apa. Saya bisa mengkategorikan editing tahap ini dengan sebutan editing teknik dasar. National Geographic Indonesia tidak mengenal dan tidak boleh melakukan digital imaging terhadap foto yang akan dimuat di majalah. Proses editing yang wajar berlaku adalah penyesuaian colour profile serta penyesuaian warna di software photoshop untuk kebutuhan percetakan yang disesuiakan dengan mesin cetak tempat majalah ini dicetak. Penyesuaian ini penting dilakukan agar warna alami ditampilkan dengan benar saat majalah sudah beredar.

Representasi Ketertinggalan..., Elisabeth Novina Anggraini, FIKOM UMN, 2015 Kami ingin memastikan bahwa semua foto yang ada dimajalah ini seperti adanya. Warna biru tetaplah biru, hijau tetaplah hijau, merah tetaplah merah tanpa ada kelebihan saturasi. Inilah yang kami tetap jaga sampai kapanpun. Kami tidak melakukan croping di photoshop. Cropping terhadap foto dilakukan di software untuk mendesign majalah yang nantinya ini menjadi wewenang tim designer.

4. Dari sekian banyak foto yang dihasilkan, apa dasar pertimbangan pemilihan foto yang akhirnya ditampilkan dalam fitur Sang Naga di Barat Jakarta? Hal yang paling mendasar dalam memilih foto ini adalah kesesuaian dan kekuatan dalam setiap frame dalam menyusun cerita hingga menjadi sebuah benang merah yang penting dalam cerita ini. Foto-foto yang ditampilkan dipilih untuk menggambarkan bagaiman eksistensi Cina Benteng tetap bertahan dalam dunia yang sudah berubah, menampilkan permasalahan apa yang menjadikan Cina Benteng berubah, tak lupa pula kami menampilkan foto yang menggambarkan suasana yang sangat dekat dengan individu-individu nan gelisah dengan perubahan akan tradisi ini. !

Representasi Ketertinggalan..., Elisabeth Novina Anggraini, FIKOM UMN, 2015 Sang Naga di Barat Jakarta Tepian Sungai Cisadane, simbol pertalian budaya yang berkelindan di bekas hamparan tanah pertikelir tinggalan para opsir Cina.

Sekawanan pemuda berlatih kungfu pada malam hari di Klenteng Tjo Su Bio, Sewan. Semakin Representasi Ketertinggalan..., Elisabeth Novina Anggraini, FIKOM UMN, 2015 sedikit yang menekuni seni bela diri kungfu di tengah godaan bersosialisasi di warnet atau mal. Suasana senja yang membalut Jembatan Jalan Merdeka, Sungai Cisadane, dan Kota Tangerang. Representasi Ketertinggalan..., Elisabeth Novina Anggraini, FIKOM UMN, 2015 Di sekitar kawasan ini pernah berdiri benteng VOC yang kini telah berganti permukiman. OLEH MAHANDIS Y. THAMRIN FOTO OLEH YUNAIDI

umei bangun kesiangan. telah diadopsi sebagai budaya Cina Benteng. Perempuan muda dengan Maknanya ‘menjalin rambut ke atas’, sebuah pergelangan tangan kiri bertoreh rajah beraksara ritual inisiasi perubahan dari sosok lajang Tibet itu bergegas keluar dari kamarnya. Dia menjadi pasangan yang telah menikah. Cmenyungging senyuman. Matanya yang sipit Sesungguhnya, mereka berdua telah menikah tampak kian sipit lantaran kurang tidur. Sanak secara Buddha dua bulan sebelumnya di wihara saudara yang sejak tadi menunggunya di luar Padumuttara yang menjadi bagian Boen Tek Bio, segera bergantian menyampaikan selamat atas klenteng tertua di Tangerang. Dahulu, setiap hari jadinya: kado pelukan dan kecupan mesra. pasangan yang menikah harus melewati ritual Hari itu Cumei berusia 29 tahun. ciotau. Namun, kini tidak ada batasan kapan Semenjak dua hari lalu, rumahnya berhias harus melaksanakan tradisi ini, utamanya hanya tenda merah hati dengan semarak bunga-bunga. dilakukan sekali seumur hidup. Lukisan dengan sapuan tinta Cina karya Johannes Rach pada akhir abad ke-18 yang Kedamaian rumahnya itu berpadu dengan deru Upacara ini merupakan salah satu ritual menampil kan Benteng Tangerang di tepi timur Sungai Cisadane. Keberadaan kubu VOC ini truk-truk pengangkut pasir dan batu gunung terpenting dalam kehidupan orang Konghucu. telah menahbiskan julukan “Cina Benteng” kepada penghuni pecinan di sisi selatannya. yang menghamburkan debu akhir musim Meskipun Cumei merupakan satu-satunya kemarau yang menyesakkan. penganut Buddha Mahayana dalam keluarga Nama Cumei bermakna ‘adik perempuan Konghucu yang teguh, dia tidak canggung menghadap bangku yang berisi gantang bercat meninggal bisa ketemu lagi dengan pasangan terakhir’. Dia tinggal tak jauh dari perempatan melakukan ritual itu. Hal yang harus selalu dia merah berlukis naga. Gantang itu berisi beras kita di sana.” Dia bertekad atas keinginan sendiri Pasar Prumpung, Desa Gunungsindur, sekitar ingat: cara hormat tradisi Konghucu—berbeda yang di atasnya ditancapkan cermin, sisir, untuk menggunakan upacara yang mulai jarang dua kilometer lepas dari perbatasan dengan dengan kebiasaannya berhormat dalam Buddha. gunting, benang, penggaris, timbangan antik, dipakai orang, meskipun sejatinya dia tidak Kota Tangerang Selatan, . Sekitar Aroma setanggi ladan yang terbakar mulai primbon lawas beraksara Cina, dan dua lilin mengerti benar flosof di setiap rangkaiannya. sepertiga penduduk desa itu dinaungi oleh satu menyeruak di ruang tamu. Cumei duduk di merah yang menyala. Semuanya bermakna, Pada awalnya, keluarga besar justru me- klenteng di belakang pasar. Meskipun desanya kursi menghadap pelataran depan rumahnya. laksana pesan leluhur kepada mempelai. ragukan kesungguhan Cumei karena tidak merupakan bagian dari wilayah Bogor-Jawa Berbusana panjang warna putih dan bawahan Setelah menyisir dan menggelung rambutnya mudah menjalani ritual sakral ini. Namun, Barat, tampaknya masyarakat di sini lebih kain hijau berlanggam bunga dan burung ke atas, juru rias menusukkan 25 bunga konde pada akhirnya mereka mendukungnya karena dekat pertaliannya dengan Tangerang-Banten, phoenix, dia membelakangi meja abu leluhur goyang dari besi tempa—yang jelas terbayang orang tua Cumei dan Candra pun dulu menikah khususnya soal ekonomi dan budaya. yang memajang foto hitam-putih almarhum beratnya. Rona wajah Cumei pun tampak tulus dengan upacara ini. Tiga pemusik udik mulai menguarkan ayahnya. Layaknya seorang pengantin, pagi itu menikmati beban di kepalanya itu. Di desanya, upacara ini nyaris punah karena suara kendang, gong, dan tehyan (rebab Cina). Cumei bertabur perhiasan klasik. Alas kakinya, Sebelum prosesi ini berlangsung, saya sulitnya mendapatkan juru rias yang memahami Semalam, juga malam nanti, mereka mengiringi selop warna merah berhias manik-manik yang teringat Cumei pernah bercerita kepada saya. urutan sakralnya. Selain masyarakat Cina gambang kromong dan cokek yang melantunkan membentuk pola naga. “Rangkaian bunga itu ada artinya, kayak beban Benteng di Tangerang dan pinggiran Bogor, kidung stambul lawas di teras rumahnya. Mama, encek (paman), dan seorang berat,” ujar Cumei. “Katanya sih, semakin kita upacara ini diperkirakan masih bertahan juga Ini bukan pesta biasa. Hari ini Cumei dan keponakan yang belia secara bersama-sama bilang berat, maka dia semakin berat.” di Tambun, Karawang, hingga Cikampek. Pun, Candra, suaminya, akan melangsungkan ciotau, mulai menjalin dan menyisir rambut Cumei “Ingin ciotau karena adat,” ujar Cumei. kecenderungannya kian langka. Di kota-kota pernikahan dalam tradisi Konghucu yang yang panjangnya sepunggung. Dia duduk “Bagi yang ciotau mungkin kelak kalau sudah lain, tradisi ini nyaris tak lagi dijumpai.

t PERPUSTAKAAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 26 national geographic februari 2014 Representasi Ketertinggalan..., Elisabeth Novina Anggraini, FIKOM UMN, 2015 cina benteng 27 1950-an 2013

Laut Jawa Laut Jawa

Inilah warisan tradisi agraris orang-orang putih, teh pahit, teh manis, rujak buah tujuh Hokkian dari Cina Selatan, yang di negeri rupa, kue, telor ayam, cabe, garam, bawang, Benteng Tanjungpasir Tanjungpasir asalnya sudah punah. Pesta pernikahan digelar ayam bekakak, pisang, dan pelita yang tidak Sang Naga usai panen—waktu bersantai dan bersuka cita. boleh mati. Juga, anglo kecil untuk membakar Bagi leluhur warga Pada abad ke-15, hunian mereka telah menyebar kemenyan. “Ini akulturasi budaya,” ujarnya Cina Benteng, Sungai Cisadane Lontar Lontar di kota-kota sepanjang pantai utara Jawa. sembari terkekeh, “tidak ada di Cina.” ibarat urat naga Teluknaga Teluknaga Saya menghadiri upacara pernikahan ini Kemudian, di depan rumah Cumei, kami yang melambangkan Kabupaten Tangerang Kabupaten Tangerang atas undangan Oey Tjin Eng, seorang berdarah mengamati ancak yang berisi sesajian aneka kue, kesuburan dan Kosambi Kosambi Cina Benteng yang meneladani kearifan ajaran nasi tumpeng plus lauk, rokok, dan duit receh. kemudahan berniaga. Konfusius. Usianya 70 tahun, rambutnya “Sesajen ini ditempatkan di empat penjuru Pembangunan telah mengubah lanskap beruban, dan berkulit sawo matang. Sehari- rumah supaya pernikahan ini lancar,” ujar Tjin Rawagempol Rawagempol kawasan udik menjadi Benda Benda hari, dia mengabdi sebagai pengurus Boen Eng. “Orang Tionghoa saat datang ke Indonesia kota-kota mandiri, dan Tek Bio, dan turut berupaya melestarikan tidak bawa istri,” ujarnya. “Mereka kawin dengan menggeser kebiasaan Bandara Soekarno-Hatta kebudayaan ini. Bagi Cumei, Tjin Eng ibarat penduduk lokal. Akulturasi budaya pun terjadi.” hidup bertani mereka. engkongnya sendiri, seorang sesepuh yang turut Tibalah puncak ritual, Cumei dan Candra Namun, tiga klenteng Kota Tangerang tertua yang bertautan, Batuceper Kota Tangerang Batuceper membimbing pribadinya sejak remaja. bersanding dengan busana bak kaisar dan diyakini telah menjaga PROVINSI BANTEN PROVINSI BANTEN Tjin Eng bercerita, ketika dia dan istrinya per maisuri Dinasti Qing, sebuah wangsa denyut budaya. Bagi Boen San Bio Boen San Bio menikah sekitar empat dekade silam, tradisi yang berkuasa pada 1644–1911 di Cina. peradaban Cina Benteng, Poris Poris pertahanan budaya TANGERANG TANGERANG ini urutannya lebih lengkap dan waktunya lebih Cumei berbusana kain panjang warna merah, Boen Tek Bio Boen Tek Bio panjang. Saat itu, orang masih menganggap bermahkota, dengan wajah tersamar tirai mereka adalah klenteng. Karawaci Cipondoh Karawaci “pernikahan agama” lebih penting ketimbang manik-manik. Sedangkan Candra berbusana Cipondoh “pernikahan negara”. Kini, tradisi ini jauh lebih berjubah hitam, bermahkota caping merah. Kebonnanas Kebonnanas ringkas demi mengikuti masyarakat yang kian Usai santap sajian 12 mangkuk dan aneka bergaya praktis. Setelah ciotau yang hanya ritual nan rumit, juru rias yang merangkap memakan waktu dua jam, kedua mempelai pun sebagai saman menebarkan sepiring rajangan Pakulonan Pakulonan Dongkal Dongkal buru-buru bersalin dengan busana pengantin bunga, uang logam, serta beras kuning kepada WAJAH YANG BERUBAH dua mempelai. Semua yang ditunjukkan Tjin Sebagian perkebunan dan Barat, lalu siap menerima tetamu. Pondokjagung Pondokjagung Namun, Tjin Eng berusaha supaya sisi Eng kepada saya tadi merupakan bagian tradisi persawahan Tangerang Cihuni Cihuni menjelma sebagai flosofnya tidak lenyap. “Tidak semua sesuai Cina Benteng, budaya Cina rasa Tangerang. permukiman. Sebagian Kampungsawah Kampungsawah Buaran Buaran asalnya, namun disesuaikan dengan masyarakat Semua tradisi itu telah berkembang dan hutan mangrove dan rawa Kabupaten Tangerang Kabupaten Tangerang sekarang,” ujarnya. “Agama yang berkembang dipelihara oleh klenteng. “Benteng budaya orang di pesisir berganti menjadi Kota Tangerang Kota Tangerang empang dan tambak. Selatan Selatan dan bisa mengikuti perkembangan zaman, bakal Tionghoa itu ada di klenteng,” ungkapnya. a und Laut Jawa Cilenggang Cilenggang tidak punah.” S t Boen Hay Bio Boen Hay Bio la e Serpong Sejatinya siapa pun dapat menggunakan adat sebuah benteng voc di tepian timur S Jakarta Serpong Cisauk ini tanpa harus bersembahyang ala Konghucu, Cisadane telah mengukuhkan sebuah identitas Banten Cicayur Cicayur S Jawa Barat demikian hematnya, demi melestarikan budaya. pecinan di sisi selatannya, dengan julukan Cina am ud Ibarat tahun baru Imlek, kini semua keturunan Benteng. Sebutan itu meluas ke pedalaman, ra Hindia Cina merayakannya, tanpa memandang agama. seiring meluasnya permukiman Tangerang. Tjin Eng mengajak saya ke sudut dapur Garda pertahanan terdepan di barat Batavia Permukiman Sawah dan Ladang Parigi Parigi rumah Cumei. Dia menunjukkan salah satu itu dibangun sekitar 1683-1685 tatkala Perkebunan Rumpin Rumpin Gunungsindur Gunungsindur budaya Cina Benteng dalam hal sesajen. menegangnya hubungan antara VOC dan Perairan Darat PROVINSI JAWA BARAT Pendaringan, kopi pahit, kopi manis, susu, air Banten. Kemudian diperbesar dan diperkuat Mangrove PROVINSI JAWA BARAT sekitar 1730-an. Sayangnya, penanda peradaban Rawa Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor Bandara Ciaul Mahandis Y. Tamrin, editor teks, dan Yunaidi, kota itu telah lenyap. Beberapa ruas jalan yang Lainnya Ciaul Kuripan Kuripan fotografer National Geographic Indonesia. Karya membelah permukiman di sekitar bekas lokasi Lokasi Klenteng mereka soal kisah bencana luap laut di Jakarta benteng itu bertoponimi “Benteng Makasar”— Kampungkandang Kampungkandang 0 31.5Km Cibentang Cibentang terbit pada edisi September 2013. nama kubu pertahanan VOC itu.

28 national geographic t februari 2014 PETA: ZULFIQ ARDI NUGROHO. KARTOGRAFI: WARSONO. SUMBER: AMS MAP SB 48-12, DJAKARTA, Representasi Ketertinggalan..., Elisabeth Novina Anggraini, FIKOM UMN, 2015 EDITION-1 AMS, SCALE 1:250.000, ARMY MAPS SERVICE, CORP OF ENGINEERS; PETA TUTUPAN LAHAN TAHUN 2011, KEMENTERIAN KEHUTANAN; CITRA LANDSAT 8, PATH 122 ROW 64, 25 AGUSTUS 2013. “Intensitas penjualan tanah-tanah itu memang terjadi di masa Daendels, karena butuh dana,” ungkap Mona Lohanda kepada saya.

Seorang warga bersembahyang di Boen Tek Bio. Klenteng yang diperkirakan dibangun Cucu dari salah satu Kapitan Cina di Bogor, kini tinggal di Belanda, berpose dengan pada 1684 ini merupakan klenteng tertua yang menemani peradaban Kota Tangerang. Dua busana tradisi Cina di Museum Benteng Heritage, Tangerang. Museum yang menampilkan klenteng yang berdiri kemudian: Boen San Bio di Pasar Baru dan Boen Hay Bio di Serpong. kelindan budaya Indonesia-Cina itu dimiliki oleh Udaya Halim, warga Cina Benteng.

Sekitar enam dasawarsa sebelum benteng itu Republik Indonesia, seorang prominen berdarah Tanjungburung, Rawakidang, Kramat, dan sebuah sekolah anak-anak di Mauk. Setahun dibangun, VOC telah mengerahkan berbagai Cina Benteng asal Benteng Makasar. Kapuk dimiliki Mayor Tan Eng Goan yang sebelumnya, koran itu mengabarkan tentang kelompok suku untuk menghuni Kota Batavia “Intensitas penjualan tanah-tanah itu kemudian—karena bangkrut—berpindah ke Tan Tjeng Po, asisten residen dan tuan tanah, dan kawasan sekitarnya. Mereka ditempatkan di memang terjadi di masa Daendels, karena butuh penerusnya, Mayor Tan Tjoen Tiat. Daerah yang mendirikan sekolah untuk anak-anak di pinggiran untuk menggarap tanah milik kongsi dana,” ungkap Mona kepada saya. Daendels , Karang Serang Laut, Karang Serang tanah miliknya di Batu Ceper. dagang itu, dan alasan menjaga keamanan di menghadapi kas yang kocar-kacir lantaran Dalam, dan dikuasai oleh Kapiten Lie Tjoe Hasil pertanian utama tanah partikelir milik perbatasan. Sejarah mencatat, orang-orang Cina Negeri Belanda tengah menghadapi Perang Tjiang. Dan, masih ada sederet nama opsir Cina para opsir Cina di Tangerang adalah beras, turut menjadi bagian utamanya. Kala industri Napoleon. Dialah yang merencanakan penjualan lainnya hingga awal abad ke-20. Tampaknya yang mencukupi kebutuhan Batavia. Tebu dan gula menuai manisnya tebu pada akhir abad tanah-tanah sekitar Batavia kepada publik sejarah itu menjadi salah satu alasan, menurut indigo juga merupakan tanaman perkebunan ke-17 hingga awal abad ke-18, diduga terjadi demi mendapatkan likuiditas bagi program Mona, sampai pada akhir abad ke-19 Tangerang primadona sampai awal abad ke-20. migrasi akbar orang-orang Cina ke Tangerang. pertahanan Hindia Belanda. Dalam kesempatan merupakan kawasan dengan populasi warga Namun, perluasan permukiman dan pabrik Penjualan tanah partikelir yang turut penjualan itu, menurut Mona, segelintir orang Cina terbanyak seantero Batavia dan sekitarnya. ke arah barat Jakarta dalam tiga dekade ini membuka pedalaman sisi barat Batavia rupanya Cina turut membeli tanah di sekitar Tangerang. Para tuan tanah Tangerang itu tidak telah menghilangkan perkebunan dan sebagian justru berpangkal pada masa Gubernur Jenderal Dan, sejak saat itu berangsur-angsur banyak bekerja untuk menumpuk harta belaka. Saya persawahan di Tangerang. Pusat pertumbuhan Herman Willem Daendels pada 1809 sampai pemukim Cina merambahi kawasan tersebut. menemukan sebuah tumpukan koran Bintang ekonomi baru itu telah menggeser struktur 1811. Demikian pemerian Mona Lohanda Liuk lampai Sungai Cisadane membelah Timoer terbitan 29 Mei 1875 yang berdebu ekonomi warga. Juga, melunturkan ingatan dalam tesisnya seputar sejarah keberadaan hamparan tanah subur yang pernah dimiliki dan merepih di Perpustakaan Nasional. Koran mereka tentang sejarah kota sendiri. orang-orang Cina dalam masyarakat kolonial. oleh sebagian besar opsir Cina pada abad ke- itu menyebutkan Souw Siauw Tjong, seorang Di Karawaci, bantaran barat Sungai Cisadane, Mona merupakan ahli arsip di Arsip Nasional 19. Bertumpu pada catatan Mona, kawasan filantropi dan letnan tituler, mendirikan sekitar lima tahun silam saya mengunjungi

t 30 national geographic februari 2014 Representasi Ketertinggalan..., Elisabeth Novina Anggraini, FIKOM UMN, 2015 cina benteng 31 Jo Soei Jin (62) berdiri di pintu rumaht tradisi Cina Benteng warisan leluhur. Saat ini, dia mem- Rini Kumalasari (21) berbusana pernikahan tradisi Konghucu, ciotao. Langkanya juru rias yang 32 national geographic februari 2014 Representasi Ketertinggalan..., Elisabeth Novina Anggraini, FIKOM UMN, 2015 cina benteng 33 bangun ruko di pekarangan depan, yang disadarinya akan menghalangi keelokan rumah itu. mumpuni dan pengaruh pernikahan modern merupakan faktor penyebab melunturnya tradisi ini. “Kamu beragama apa pun silakan. Namun, sebagai orang Tionghoa kamu harus pertahankan budaya itu,” ujar Oey Tjin Eng. keelokan dua rumah perkebunan yang diduga Museum Benteng Heritage, yang buka seusai dibangun pada awal abad ke-19, atau akhir jam berjualan pasar, mengabadikan kelindan abad sebelumnya. Satu rumah bergaya indis budaya Indonesia-Cina. yang berhias belasan pilar dan lantai dekoratif. Di ujung pasar itu, saya memasuki gerbang Sedangkan rumah lainnya bergaya bangunan halaman Boen Tek Bio untuk menemui Tjin Eng Cina dengan paseban—pengaruh budaya kembali. Dia dilahirkan di pecinan ini, namun lokal—yang menghadap pemandangan sungai dia mengakui baru sekitar 35 tahun mengenal itu. Akan tetapi, ketika saya datang, paseban dan kehidupan beragama. Sebelumnya, sikapnya dua patung kilin telah amblas. Kedua rumah apatis terhadap agama. “Orang Tionghoa bukan tadi saling berpunggungan, tinggalan keluarga disatukan oleh agama, namun oleh budaya,” Kapitan Oey Djie San, tuan tanah perkebunan demikian ungkapnya. “Kamu beragama apa pun Karawaci-Cilongok awal abad ke-20. silakan. Namun, sebagai orang Tionghoa kamu Beberapa bulan kemudian, rumah yang harus pertahankan budaya itu.” menjadi bagian penanda sejarah pembukaan Ketika saya bertanya soal penggunaan tanah-tanah partikelir di Tangerang itu pun di- sebutan Cina dan Tionghoa, dia menjawab bongkar. Lalu, berganti jadi restoran siap saji dengan tegas, “Saya lebih menyukai sebutan dan kompleks perkantoran bergaya minimalis. Tionghoa.” Meskipun demikian, dia tidak Saya pun teringat pemeo lama: Kota tanpa menolak sebutan Cina dalam konteks tertentu. bangunan tua ibarat orang yang hilang ingatan. Penggunaan kata Tionghoa untuk orang- orang Cina di Hindia Belanda diperkenalkan seruas gang di pecinan Pasar Lama pertama kali oleh perkumpulan Tiong Hoa Tangerang mendedahkan gebyarnya sebagai Hwe Koan (THHK) yang didirikan di Batavia pasar becek pagi itu. Di tepian timur Sungai pada 1900. Kata“Tionghoa” sejatinya berasal Cisadane inilah warga Cina Benteng dari ilir dari dialek Hokkian untuk kata “Chung Hwa” Oen Sin Yang (62), seniman gambang kromong dan pembuat tehyan yang sehari-hari hingga udik melebur sejak zaman VOC. Dahulu yang mengacu ke bangsa Tiongkok. Kini, mencari nafkah sebagai pemulung di tepian Sungai Cisadane. Kurangnya minat dari kala, pemukim pedalaman mengangkut hasil menjadi alternatif sebutan untuk warga Cina generasi muda Cina Benteng menjadi salah satu masalah dalam pelestarian budaya ini. kebun dengan rakit bambu lonjoran lewat sungai di Indonesia. Perkumpulan THHK bertujuan itu. Di Tangerang, mereka menjual semuanya, mengembangkan ajaran Konghucu dan ilmu lalu kembali ke hulu dengan jalan kaki. pengetahuan. Inilah dasar semangat Tjin Eng bangga dia memamerkan kepada saya sebuah masjid dengan sukarela membantu keamanan Pada awal sejarahnya, mayoritas warga Cina dalam melestarikan tradisi Cina Benteng. Kartu Tanda Penduduk yang menunjuk identitas dalam kemeriahan Cap Go Meh. Benteng mempunyai penghidupan agraris, “Secara historis, pada zaman dahulu peng- agamanya: Konghucu. “Dulu agama di KTP saya Pertengahan tahun lalu, Agni Malagina, bukan berdagang. Mereka berbaur dengan guna an istilah Cina itu tidak ada masalah,” hanya simbol ‘kurung-strip-kurung.’’’ Sambil ahli sinologi dari Universitas Indonesia, dan warga setempat sehingga selayang tak dapat kata Tjin Eng. “Di zaman Soeharto konotasinya terkekeh dia berujar, “Sekarang, siapa takut?” para mahasiswanya menyelisik denyut pecinan dikenali lagi perbedaan ragawinya. Beberapa merendahkan.” Saat itu, menurutnya, terjadi Menurutnya, orang cenderung berhubungan Tangerang. Pendiri pecinan itu, menurutnya, dekade terakhir ini, mereka beralih menjadi pengekangan ekspresi budaya Cina, dan sederet dengan sesama suku. “Itu tidak akan hilang sama telah memperhitungkan secara saksama lokasi pengusaha, pedagang, pemilik pabrik, buruh perlakuan diskriminatif lainnya. Lalu dia sekali, namun pendidikan akan mengurangi sifat yang kelak menjadi permukiman lestari bagi angkut, tukang becak—hingga pengemis. memberikan ungkapan yang kerap meluncur primordialisme tadi,” ujarnya. Lalu, Tjin Eng kehidupan mereka dan penerusnya . Saya terimpit aroma sayuran basah yang setiap kali mengenang kekelaman Orde Baru. mengutip pepatah konfusius yang dirindukan “Sungai itu ibarat urat naga,” ungkap Agni, berbaur dengan amisnya ikan laut segar, asap “Pada zaman Soeharto, orang Tionghoa hanya negeri ini, “Ada pendidikan tiada perbedaan.” “Semakin banyak urat naga, semakin baik untuk babi panggang yang menguar, dan semerbak punya tiga shio: Sapi, Kambing, Kelinci,” Pecinan itu memberi teladan dalam permukiman.” Naga, dalam mitologi Cina, parfum oplosan yang terpapar. Dalam silang ungkapnya. Dia melanjutkan, “Sapi perahan, memandang perbedaan. Klenteng Boen Tek memang kerap dihubungkan dengan simbol selimpat itu, tampak sederet rumah berlantai kambing hitam, dan kelinci percobaan!” Bio telah bersanding bersama Masjid Jami kemakmuran atau kejayaan. Soal simbol naga dua yang berlanggam Cina, diduga tinggalan Namun, sejak Presiden Abdurrahman Wahid Kalipasir, menurut tradisi lisan sejak awal abad yang dikaitkan dengan arti pentingnya sungai, sebuah perkumpulan cendekiawan sekitar atau Gus Dur (1999-2001), warga Cina boleh ke-18. Seorang warga muslim yang tinggal di Agni mengatakan, “Wilayah sungai itu subur abad ke-18. Seorang warga setempat membeli mengekspresikan kesenian, budaya, dan agama pecinan itu berkisah kepada saya, klenteng dan akses untuk perdagangan mudah.” sebagian dan melestarikannya. Sejak dua tahun mereka. Tiba-tiba Tjin Eng mengeluarkan selalu menyumbang beberapa karung beras ke Terdapat tiga klenteng di sepanjang aliran silam, rumah itu diresmikan menjadi museum. dompet dari saku belakang celananya. Dengan masjid jelang Idul Fitri. Sementara, pemuda Cisadane, yang menurut tradisi telah ada sejak

t 34 national geographic februari 2014 Representasi Ketertinggalan..., Elisabeth Novina Anggraini, FIKOM UMN, 2015 cina benteng 35 Petugas di Klenteng Bun San Bio, Pasar Baru, mengganti lampion untuk menyambut perayaan tahun baru Imlek 2014—kembalinya ekspresi gempita budaya Cina sejak pemerintahan Gus Dur. akhir abad ke-17. Selain karena meningkatnya pemukim, apakah ada alasan lain di balik pembangunan dua klenteng tambahan itu? Beberapa aspek yang kerap menjadi perhatian dalam fengsui adalah gunung dan laut. “Gunung adalah sumber air yang mengalirkan sungai- sungai,” kata Agni. “Laut adalah berkah karena kumpulan urat-urat naga.” Lantaran Pasar Lama jauh dari sosok gunung dan laut, dibuatlah sosok imaji gunung dan sosok imaji laut. “Boen San Bio melambangkan gunung, Boen Hay Bio melambangkan laut,” ujarnya. “Nah, [di tengah- tengah] Boen Tek Bio adalah naganya.” “Kalau daerah itu ideal dan sesuai dengan kaidah fengsui, berarti aman untuk ditinggali.” Para pendiri sangat sadar, klenteng harus berada di tempat ideal. “Klenteng menyatukan banyak komunitas,” kata Agni. “Dan, stabilitas daerah itu ada di klenteng.” Saya menyaksikan repihan berbagai hunian awal berdirinya masyarakat pinggiran Sungai Cisadane itu telah dijangkiti rumah modern, sarang walet, dan perniagaan berdinding beton. jalanan beton mulus memaruh permukiman padat dan pergudangan rapat di Dadap, pesisir Tangerang. Salah satu tuan tanah terakhir di Dadap adalah Khouw Oen Giok, wafat pada awal abad ke-20. Mausoleum mewahnya ada di permakaman Jatipetamburan, Jakarta Pusat. Sekitar setengah abad yang lalu, seorang sosiolog muda yang bernama Go Gien Tjwan bertanam padi dan menangkap ikan laut atau silat di Dadap yang beken hingga Tangerang baru saja menghabiskan butir salak terakhir di berjejak di daerah ini. Saat itu, jalanan beton budi daya empang. Kala itu sawah mereka udik. Singkat kata, Djie Tong adalah fenomena. teras rumah gedongannya. Percakapan yang yang kami lewati masih berupa jalan tanah yang sekitar 250 hektare lebih. Sementara hari ini Djie Tong, kini berusia 92 tahun, tetap tegap awalnya mencekam itu akhirnya melumer memaruh persawahan. “Pada musim hujan,” kami kesulitan untuk menemukan sepetak dan gagah. Dia melakukan ciotau bersama istri dengan ledakan tawa. Djie Tong ternyata demikian tulisnya, “jalanan desa ini berubah empang atau sawah di desa itu. pertama pada 1945, lalu menikah lagi dengan seorang jenaka dengan tutur melayu pasar yang menjadi genangan lumpur, yang hanya dapat Di Dadap, siapa yang tak kenal dengan Lie perempuan Muslim pada 1965. Kini, cucunya lantang. “Sedikit-sedikit punya juga. Mau jajal?” dilalui mobil jip [...] atau dokar yang selalu Djie Tong: Jagoan silat. Dia anak dari Lie Tong ada 50 lebih, cicitnya ada belasan—dia sendiri ujarnya sambil pasang kuda-kuda menonjolkan berisiko patah salah satu porosnya.” San dan cucu dari Lie Tjeng Hok. Mereka lupa angka pastinya. Bahkan, beberapa anak cincin batu akik di kedua jari manisnya. “Kalau Saat Gien Tjwan menyelisik Dadap, bertiga legenda běkshi, seni bela diri Tangerang, mereka telah berhaji. mau jajal ayo jalanin gitu, nanti saya timpa.” penghidupan utama masyarakatnya adalah yang sohor lantaran pernah punya perguruan Sore itu, ketika saya menjumpainya, Djie Tong “Tidak ada perguruan lagi di sini,” ujarnya

t 36 national geographic februari 2014 Representasi Ketertinggalan..., Elisabeth Novina Anggraini, FIKOM UMN, 2015 cina benteng 37 “Turunan saya tidak ada yang diizinin jadi pegawai kepolisian yang nangkepin orang. Nggak ada!” ujar Lie Djie Tong dengan lantang. gamblang. “Banyak yang masih minta dilatih. pun teringat ujaran-ujarannya kala muda—yang paling senior dan dihormati di perguruan itu. “Kakek saya dan orang tua saya meninggal di Gua ngga mau, gua udah tua, gua ogah.” Sejak membuat orang lain mengira dirinya setengah Saya mendengar jawabannya yang meluapkan rumah ini,” ungkap Oen San. Rupanya, hunian Lie Tjeng Hok wafat pada 1951 dalam usia sinting. “Nanti tanah hitam dan tanah merah ekspresi tentang jati diri budaya Tangerang. berdinding kayu yang ditautkan tanpa paku itu 97 tahun dan dimakamkan di Kebon Besar, pada kawin; orang mati pada bangun dan “Kalau mau ngomong jujur, memang betul kita juga menautkan dia dan sebundel kenangan perguruan silatnya pun meredup. Namun, pindah; Indonesia jadi tapak jalak.” Kini, dia masih ada darah Cinanya, tetapi kita tidak tentang leluhurnya. Sembari mengusap-usap semangat dan ilmu sang guru itu telah menyebar pun takjub dengan ujarannya sendiri. Semuanya bisa ngomong Mandarin,” ujar Charles sambil dinding kayu beranda rumahnya, dia berkata, dan berkembang ke pelosok Tangerang. sahih: hamparan sawah di desanya diuruk tersenyum. Lalu dia berujar dengan bangga, “Makanya saya berasa sayang.” Sampai hari ini, para pesilat penerus ilmu dengan tanah daerah lain untuk pembangunan “Inilah orang Tangerang, Cina Benteng!” Rumah kayu itu dibuat oleh engkongnya engkongnya sangat menghormati Djie Tong. perumahan, penggusuran makam untuk jelang pernikahan papa dan mamanya. Setiap tahun baru Imlek rumahnya selalu jalan, dan jalan tol yang malang-melintang di hampir setiap lima menit sekali terdengar Arsitektunya merupakan perpaduan budaya kebanjiran tetamu dari pelosok Tangerang. Jakarta—bahkan melintasi Tangerang. gemuruh pesawat lepas landas yang melintasi lokal dan budaya Cina pedesaan. Sebuah “Orang Slam [Islam] tahun baru kemari. Mereka Biar kata rupa bumi Dadap sudah berubah, angkasa Kedaung Wetan. Seserius apa pun goresan cat hitam pada kuda-kuda menyingkap masih tahun baruan sama empek.” ada satu tradisi yang tetap dipegang teguh dan pembicaraan saya dengan warga, jarang sekali tahun pendiriannya. Hunian ini dibangun pada Semasa muda, seperti yang dituturkan telah turun-temurun diwariskan oleh sang mereka menghentikan percakapan meski mesin 1927, sepuluh tahun sebelum Oen San lahir. Di Djie Tong, setiap tahun dia menumbangkan engkong. “Turunan saya tidak ada yang diizinin jet menggelegar di atas kepala—barangkali rumah ini pula dia dilahirkan, dibesarkan, dan setidaknya empat guru silat. Dia bukan jadi pegawai kepolisian yang nangkepin orang. sudah adatnya. Ujungnya, saya kerap mengalami kini bersuka cita di hari tuanya.“Apa kata dunia mencari ketenaran, namun ada saja orang yang Nggak ada!” ujarnya dengan lantang. “Gua ‘gagal paham’. kalau sampai ditelantarin?” katanya. mengajaknya untuk adu pukul. “Saya mau kata jagoan. Suruh nangkep temen. Kagak mau!” Pada paruh kedua abad ke-19, Kedaung Sejatinya, rumah itu baru mendiami Kedaung ogah, saya malu. Saya kata iya, lha elo sama gua “Biar pinter sekolah jangan jadi orang yang Wetan merupakan salah satu tanah milik Wetan sekitar 40 tahun silam. Sebelumnya, emang kagak ada apa-apanya,” kenangnya. “Kan, nangkep-nangkep temen,” demikian wasiat Djie Letnan tituler Souw Siauw Tjong. Sang Letnan keluarga Oen San menghuni Rawagelagah, běkshi di Dadap yang megang bapak gua.” Tong kepada anak-anaknya. Dia juga beramanat merupakan seorang tuan tanah terkaya di sebuah dusun di Desa Pajang. Toponimi itu telah Entah berkah atau musibah bagi lelaki untuk selalu mengenal preman di sekitar tempat Batavia pada masanya, menaruh perhatian lenyap pada peta masa sekarang. Pada kurun sepuh itu, namun kini nama “Djie Tong” yang kerja mereka. “Lu cari macannya. Kalau ngga soal pendidikan anak-anak di tanah miliknya, 1974 hingga 1980, pembangunan bandar udara melegenda itu telah menjadi kata kunci bagi ada, lu cari tikusnya. Kudu ada!” serunya. “Itu seorang rendah hati yang menyokong merambah beberapa desa di pesisir Tangerang— siapa saja yang merindukan keselamatan. Dia teori juara.” pemugaran Boen Tek Bio. Rumah tinggalannya termasuk desanya. Bekas Desa Pajang itu kini berkisah kepada kami, banyak pengendara Jika di Dadap perguruan silat telah lama sirna yang berlanggam Cina masih lestari di kawasan berada di sekitar kawasan terminal bandara dan sepeda motor di jalanan Dadap yang dikeroyok dan sang legenda tengah menikmati rihat, di pecinan Glodok, Jakarta Kota. parkir pesawat. “Kalau seperti gelas yang pecah, massa karena mengakibatkan orang lain— Sewan sekawanan remaja bersemangat berlatih Siang itu, saya terkesima menyaksikan Pajang ada di tengah-tengah. Sekitar tower dan ternak—celaka. Namun, banyak pula kungfu dalam naungan malam nan pekat. rumah pasangan Jo Oen San dan Tjia Wi Lie itu sawah saya,” kenangnya merujuk menara pengendara yang diampuni massa lantaran Kala rembulan dan gemintang berselubung yang berjarak sekitar satu kilometer dari pagar pemandu lalu lintas bandara. “Dari tower kira- mereka mengaku sebagai cucunya. Sambil awan, saya menyaksikan mereka berlatih kungfu bandara: Hunian dari bilah-bilah kayu nangka kira sekilo [ke timur] baru pekarangan rumah.” menyeringai, dia berkata dengan ekspresi antara di Klenteng Tjo Su Bio, Sewan. Busana mereka dan beratap genting itu masih tampak asri. Luas Mereka menyebar ke berbagai kawasan bangga dan getir, “Sekarang kalau kenal Empek tidak dibedakan: setelan kaos putih, celana pekarangannya sekitar delapan kali lapangan sekitar luar bandara yang saat itu masih terkucil Djie Tong ngga jadi dipukul.” panjang hitam, dan ikat pinggang merah. Tidak bola basket NBA. dan berupa kebun. Rumah-rumah leluhur pun Tradisi keguyuban beragama boleh dibilang ada guru-murid, yang ada kakak-adik. Para Di beranda rumah yang dinaungi jalinan berdiri kembali di tempat yang baru.“Pindah sudah menjadi karakter masyarakat Cina senior pun melatih tanpa dibayar. daun nipah, tampak penolak bala berupa dari sono, layu duluan kalau ibarat pohon,” Benteng, demikian juga dengan keluarganya. Seni Olah Raga Tju Su Bio, demikian nama bakcang dan rajah beraksara Cina menjuntai ujarnya getir. “Apa boleh buat. Ceritanya Tuhan Meskipun seorang Cina dan Konghucu, dia perguruan kungfu tersebut, telah menjadi pintu depan. Saya menjumpai Oen San duduk punya gerakan, pemerintah punya mau.” mengakui ada darah pribumi Muslim mengalir bagian klenteng itu sejak lima tahun silam. Kini, di bangku teras seraya bercengkerama bersama Apakah keberadaan masyarakat Cina Benteng di dalam tubuhnya. Ketika Djie Tong mendapat perguruan itu merupakan satu-satunya seni empat cucunya dan Si Beki, anjing berbulu putih telah terdesak? Sampai batas tertentu barangkali dana ganti rugi atas penggusuran makam bela diri yang berada dalam naungan klenteng kucel kesayangannya. jawabannya adalah tidak. Ibarat rumah leluhur mertuanya, dia justru menyumbangkan dana di Tangerang. Bagi mereka, berlatih kungfu “Rumah kebaya” demikian sejak dahulu Oen Oen San yang sebagian pekarangannya itu kepada sebuah masjid. “Lie Tjeng Hok itu tidak sekadar olah raga, tetapi juga suatu upaya San dan warga setempat menyebut rumah tradisi terpangkas pelebaran jalan. Beberapa jengkal bininya orang udik, orang Slam,” ungkapnya melestarikan budaya barongsai dan liong. Cina Benteng yang bisa dibongkar pasang itu. tanahnya lenyap, namun rumah dan meja abu tentang sang engkong. “Makanya yang ngelahirin Sepanjang yang saya tahu, biasanya Namun, beberapa anak muda yang saya tanya leluhurnya tetap lestari. Baginya, keduanya bapak saya itu orang Slam.” perguruan kungfu menggunakan nama Cina. soal sebutan untuk hunian itu, ternyata mereka merupakan simbol asal-usul keluarga dan Zaman juga telah mengubah segalanya. Dia Saya pun menanyakannya kepada Charles, orang lebih mengenal dengan julukan “rumah kayu”. denyut budaya yang mengayomi penghuninya.

t 38 national geographic februari 2014 Representasi Ketertinggalan..., Elisabeth Novina Anggraini, FIKOM UMN, 2015 cina benteng 39 “Setiap Bulan Maulud manggil penghulu masjid buat doain dan potong ayam dua,” ujar Jo Oen San menjelaskan cara merawat pusaka tersebut.

Pembangunan Bandara Soekarno-Hatta melenyapkan kawasan desa dan sawah milik Di Rawa Kucing, kawasan hilir, warga masih memanfaatkan eretan untuk menyeberang warga Cina Benteng yang akhirnya menghuni sekitar bandara itu. Kini, sebagian dari Sungai Cisadane. Bagi warga Cina Benteng, sungai ini diyakini sebagai jalur utama mereka menjual tanahnya untuk gudang atau menyewakannya sebagai lahan pertanian. kedatangan leluhur mereka asal Hokkian untuk singgah dan menetap di Tangerang.

Dari catatan lusuh yang terselip di papan meja ke orang karena itu isinya adalah ‘penunggu’ karisma tiga klenteng itulah yang membawa dia setelah pembangunan perumahan itu sekarang abu, dia bercerita bahwa dirinya merupakan rumah ini.” dan warga di desanya cenderung berkelindan tidak lagi,” ujarnya. “Positifnya,” sambung generasi ketujuh dari Jo Hoei Tjin, lelaki dengan budaya Cina Benteng. Cumei,“menambah lapangan kerja. Mau ke asal Negeri Cina yang datang dan menikahi awal tahun ini, saya berkunjung ke rumah Cumei masih ingat betapa dia harus melewati mana-mana jadi gampang.” perempuan Tangerang. Sebab itulah, Oen San Cumei, menjumpai perempuan itu tersenyum jalanan yang mengupas perkebunan karet nan Sebagai seorang ibu, Cumei punya keinginan kadang bingung apabila seseorang menanyakan semringah. Dia bersyukur bisa menikah dengan senyap sepanjang tepi timur Cisadane untuk untuk selalu memberikan teladan pada setiap apakah dia pribumi atau nonpribumi. “Kagak tradisi Cina Benteng. “Kata orang dulu, kalau menuju klenteng tertua itu. Kini, hamparan perayaan tradisi leluhur kepada anaknya kelak. tahu deh,” ujarnya.“Saya tahunya kecrutnya di belum ciotau belum married,” ujarnya. “Siapa sih kebun karet itu telah menjadi bagian perumahan Selama masih ada meja abu di rumahnya, sini dah, boro-boro ke sono [Cina].” yang ngga mau ngerasain sekali seumur hidup?” modern seluas 6.000 hektare di Serpong. demikian menurut Cumei, masih ada harapan Satu malam sebelum perayaan Tang Cie, Benteng budaya warga Cina Benteng adalah Kawasan yang dahulu dikenal sebagai Tangerang untuk mengikat tradisi keluarga. “Buddha sambil menyantap onde bersama, dia bercerita klenteng, barangkali ungkapan itu benar udik itu menjelma sebagai kota mandiri, hanya Mahayana masih pakai meja abu,” katanya. kepada saya tentang tinggalan engkongnya adanya. Sejak awal remaja, dia kerap mengikuti dalam tempo sekitar dua dekade. Bulevar “Di situlah aku bisa mengajarkan tradisi, yang masih dia rawat: beberapa bilah golok dan kebaktian Buddha di Boen Tek Bio Tangerang meranggitkan berbagai klaster perumahan kepercayaan, dan menghormati leluhur.” senjata lainnya. “Setiap Bulan Maulud manggil yang berada sekitar 27 kilometer ke arah utara dengan pusat perbelanjaan, hiburan, olah raga, Ketika hendak berpamitan untuk pulang, penghulu masjid buat doain dan potong ayam rumahnya. Klenteng di desanya pun lebih erat rumah sakit internasional, hingga perkantoran. saya bertanya kepadanya tentang makna rajah di dua,” ujar Oen San menjelaskan cara merawat hubungan persaudaraannya dengan sebuah Sebelum Cumei menikah, dia bekerja sebagai pergelangan tangan kirinya. “Ini Om Ah Hum,” barang pusaka tersebut. klenteng paling selatan dari tiga klenteng tadi. akuntan sebuah supermarket bangunan di ujar Cumei sembari menjelaskan bahwa mantra “Seperti orang pribumi kalau punya pusaka Dia memang pernah mendengar kisah tautan perumahan itu. “Dulu di Gunungsindur ini kerap diucapkan para pendeta Buddha di dirawat betul-betul. Saya ngga berani kasih tiga klenteng tertua di Tangerang. Dia meyakini, hawanya dingin, masih berbau Bogor. Tetapi, Tibet. “Apa yang baik semoga tercapai!”

t 40 national geographic februari 2014 Representasi Ketertinggalan..., Elisabeth Novina Anggraini, FIKOM UMN, 2015 cina benteng 41 Tan Lanioyh (51) bersama cucu. Anaknya, Maulana Setiawan, tampak di kaca spion. Sebelum masuk Representasi Ketertinggalan..., Elisabeth Novina Anggraini, FIKOM UMN, 2015 Islam, Maulana bernama Tan Ivan Setiawan. Mereka menghuni rumah bersahaja di Tanjungburung. RIWAYAT HIDUP

Data Diri Nama lengkap Elisabeth Novina Anggraini Tempat, tanggal lahir Jakarta, 5 November 1992 Kewarganegaraan Indonesia Agama Katolik Alamat rumah Taman Pinang Indah blok C/ 29, Cipondoh, Tangerang Nomor HP 0878-8788-3048/ 0812-1079-5109 E-mail [email protected] Jenis Kelamin Perempuan Tinggi/ Berat Badan 160 cm/ 45 kg Golongan darah O Status marital Belum Menikah

Pendidikan Nama institusi dan tahun 2011 – 2015 Universitas Multimedia Nusantara S1, Komunikasi 2008 – 2011 SMAK Sang Timur Jakarta IPS 2005 – 2008 SMPK Sang Timur Ciledug - 1999 – 2005 SDK Sang Timur Ciledug -

IPK 3,69

Seminar dan Workshop - Workshop “Konvergensi Media Menuju Era Digital” oleh SCTV - Seminar “Menjadi Penerobos” oleh Agung Adiprasetyo - Workshop Fashion Editorial oleh Raja Siregar, UMN

Skill dan Kualifikasi Bahasa yang dikuasai Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris Komputer/ IT Microsoft Office, Adobe Photoshop CS5, Adobe Illustrator CS5, Adobe InDesign CS5, Final Cut Pro X

Beasiswa Nama dan tahun Beasiswa Prestasi Semester Genap 2013/ 2014

Representasi Ketertinggalan..., Elisabeth Novina Anggraini, FIKOM UMN, 2015 Pengalaman Organisasi 2014 Panitia Commpress UMN 2014 Anggota Panitia Dokumentasi Paskah St. Bernadet 2013 PIC Masa Orientasi Mahasiswa Baru UMN 2012 Panitia Communication Festival UMN 2012 Panitia Fikom Night “Carnival” UMN 2011 Panitia Fikom Night “Broadway” UMN 2009/2010 OSIS SMAK Sang Timur

Pengalaman Kerja 2014 Harian Kompas, desk Pendidikan dan Kebudayaan 2014 Redaksi National Geographic Indonesia

Representasi Ketertinggalan..., Elisabeth Novina Anggraini, FIKOM UMN, 2015