UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Lies Mariani, Ritus Ruwatan ….

Ritus Ruwatan Murwakala di Surakarta

Lies Mariani Departemen Antropologi, Universitas Padjadjaran [email protected]

Abstract

This article discusses Ruwatan Murwakala as one part of rites of passage in . This sacred ritual associated with life cycle has been practiced and has been considered relevant among Javanese. This ritual has become part of tangible and intangible oral tradition in . Drawing from Van Gennep theory on rites of passage, this ritual consists of stages which represent life cycles such as separation in the first stage, marge or liminal (transition) in the second stage, and aggregation or rites of incorporation (recovery) in the third stage. This article also discusses the importance role of dalang or the ritual leader. Dalang is not merely play his role in the ritual but has become a mediator in the creation of a balance and harmonious relationship among beings in the cosmos; which has been characterized by a harmonious relationship between human beings and supernatural powers and the natural power.

Keywords: Ruwatan, Murwakala, Rites, Life cycle, Folklore

Abstrak

Artikel ini membahas Ruwatan Murwakala sebagai salah satu bentuk ritus peralihan di Jawa. Ritual sakral terkait daur hidup ini masih dilaksanakan oleh masyarakat Jawa dan masih dianggap relevan. Ritus ini juga menjadi bagian dari tradisi lisan dan tulisan yang bersifat tangible dan intangible. Merujuk pada konsep Van Gennep mengenai ritus peralihan, ritual ini memiliki tahapan sesuai tahapan dalam ritus peralihan manusia yaitu separations atau rites of separation (perpisahan) pada tahap pertama, marge atau rites of liminal (peralihan) pada tahap kedua, dan aggregation atau rites of incorporation (pemulihan) pada tahap ketiga. Artikel ini juga mendiskusikan peran penting dalang dalam prosesi ritual. Ia tidak hanya berperan memimpin ritual tetapi juga berperan sebagai mediator bagi terwujudnya keseimbangan tertib kosmos dalam masyarakat; yang ditandai adanya hubungan harmonis antara sesama manusia dengan kekuatan gaib dan alam semesta.

Kata kunci: Ritus, Ruwatan, Murwakala, Daur hidup, Tradisi lisan

Pendahuluan pipisan atau alat penggiling jejamuan yang terbuat dari batu (Poerwadarminta 1937: Upacara Ruwatan Murwakala adalah salah 328). Secara etimologis, ruwatan berasal satu ritual yang masih dilakukan oleh dari kata ruwat: dibuat tidak berdaya, masyarakat Jawa hingga saat ini. Upacara hancur, binasa, kejahatan, kutukan, dan ini dicirikan oleh pagelaran yang pengaruh jahat. Kata turunannya adalah memiliki tujuan khusus yaitu “wayangan aŋruwa, rumuwa, rinuwat artinya, dianggo srana nulak kacilakan kang bakal menghancurkan, membebaskan dari roh tumiba marang bocah mecahake pipisan” jahat, dan menyebabkan tidak berdaya yang artinya pagelaran wayang sebagai (Zoetmulder, 1995: 967). Sedangkan kata sarana menolak sial dan celaka yang akan terjadi pada anak-anak yang memecahkan

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 43

UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Lies Mariani, Ritus Ruwatan ….

Murwakala berakar dari kata murwa 1atau purwaning dumadi (awal mula ada atau pūrwa2 yang berarti awal mula; dan kala3 awal eksistensi sesuatu hal6. yang berarti waktu. Murwakala berarti awal mula sang waktu atau sangat4. Upacara Ruwatan Murwakala bertujuan Pūrwakala dalam bahasa Saņsekeṛta meruwat golongan sukěrta7. Sukěrta bermakna pada waktu dahulu5. Pengertian berakar dari kata sukěr , ěwuh, rěkasa lain dari Murwakala atau Pūrwakala angěl, reged-diregeti, jenes, sedih, susah- adalah awal mula sang waktu atau disusahake yang memiki arti ‘terhalang’, ‘terhambat’, ‘sedang susah’, ‘dalam

1 kesulitan’, dan ‘merasa gelisah’ Dalam Javaans-Nederlands Handwoordenboek, (Poerwadarminta, 1937: 570, Zoetmulder, moerwa (ni) artinya mulai pembuatan pertama kali, atau sebagai purwa (Pigeaud, 1937: 295). 1995: 1137). Golongan sukěrta adalah 2Pūrwa dari bahasa Saņsekṛta artinya permulaan, golongan manusia yang sepanjang pertama-tama, pada masa yang lalu, pada zaman perjalanan waktu (kala) hidupnya dahulu. Pūrwakala juga berarti waktu dahulu ditengarai akan mengalami gangguan atau (Zoetmulder 1995: 887—888). Dalam Baoesastra bencana atau kesengsaraan. Golongan ini Djawa berarti: (s) kw: 1. wiwitan, kang disik; 2 mula; 3 wetan. wayang poerwa, moerwa memiliki kriteria tertentu yang mereka (1939:504). Dalam Javaans-Nederlands dikategorikan sebagai golongan orang Handwoordenboek, poerwa artinya awal, pertama, dengan kondisi atau situasi yang dianggap dan kala artinya waktu (1937: 475). 3 berdosa atau kotor sehingga perlu diruwat Dalam buku Bausastra Djawa, kala mempunyai atau dibebaskan melalui sebuah ritual beberapa arti: 1. jiret, pasangan untuk menjirat burung, 2. piala, ala, kejahatan, Jahat, buta, (Herusatoto, 2012:46-47). raksasa, setan/jin, 3 bangsa hewan yang menyengat, kalajengking, kalamenthel, 4. waktu, Keluarga yang memiliki anak yang mangsa- musim itu, ketika(dek nalika), kala-kala, termasuk golongan sukěrta biasanya selalu tidak ajeg, tidak pasti (Poerwadarminta, 1939: 181 merasa khawatir dengan status anaknya. dan Pigeaud, 1937: 161). 4Dalam Javaans-Nederlands Handwoordenboek, Mereka percaya bahwa dengan kondisi Sangat memiliki arti: 1. bagian dari hari; 2. saat hari tersebut, anak mereka terancam dimangsa bahagia, hari untuk menikah, dihitung dengan , raksasa yang menyimbolkan ramalan (Pigeaud, 1937:509). Dalam Baoesastra marabahaya dalam kepercayaan Jawa. Djawa: 1. golongan peprincéning waktu ing Oleh karena itu setiap orang tua dari anak sadina-dinané (sadina dipérang dadi 2), sagolongane nganggo dijenengi asmane Nabi oet. sukerta berkeinginan membebaskan anak Malaekat); 2. waktu sing betjik déwé ing mereka dari bahaya itu dengan melalui sadjroning dina (kanggo ngijabaké pangantén) upacara ruwatan. Upacara Ruwatan (Poerwadarminta, 1939: 544). Dalam pengucapan Murwakala adalah ritual yang berfungsi Bahasa Jawa, kata ini mempunyai pengertian sebagai sarana pengentasan, pembebasan, perhitungan ‘tepat ketika itu’ yang didasarkan pada peredaran matahari (peredaran kalacakra) dipercaya dan penyucian bagi golongan sukěrta yang memiliki saat gangguan atau kala-bendu (benah, dianggap mempunyai keadaan tidak ideal. tulah, atau sebab-akibat), serta adanya pembagian empat saat: 1. pada saat terbit fajar atau sa’at gagat esuk, gagating raina; 2 tengah hari saat matahari tepat di atas kepala atau sa’atsurya tumumpang 6Mengutip Budiono Herusatoto dalam bukunya aksa; 3. saat matahari terbenam senjakala atau Mitologi Jawa, awal dimulainya kehidupan manusia sa’atsandyakala; 4. tengah malam saat bulan atau saat kelahiran awal mula keberadaan manusia purnama tepat di atas kepala atau sa’atcandra ke dunia” (2012:46). tumumpang aksa (Herusatoto 2012: 39). Sangat 7Dalam beberapa kitab cerita dan pedoman, jumlah dalam padanan pengucapan bahasa Indonesia ruwatan tidak sama jumlahnya. Ini terdapat antara mempunyai pengertian waktu (yang pendek sekali) lain dalam: kitab Centhini jumlah sukérta ada 60 atau waktu yang bertalian dengan baik-buruk orang, Serat Murwakala, karangan Citrakusuma, (untung-malang), saat yang naas atau saat yang jumlah sukérta ada 147 orang, dalam Serat sempurna (KBBI, 1995: 857). Sarasilah Wayang Purwa, karangan S. 5 Dalam naskah Ramayana: 8.148: kathācarita Padmosoekotjo jumlah sukérta ada 22 orang pūrwakāla (Zoetmulder, 1995: 888). (Subalidinata, 1985: 105-115). UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Lies Mariani, Ritus Ruwatan ….

Pentas lakon Murwakala8 diiringi dengan ruwatan ini. Selain itu, artikel ini juga akan nyanyian dari para sinden atau membahas peran dalang ruwat yang cukup waranggana serta alunan musik dari unik karena ia tidak hanya berperan seperangkat gamelan yang dimainkan oleh memainkan lakon wayang, tetapi ia juga nayaga atau pengrawit. Upacara dipimpin menjadi bagian dari lakon tersebut. oleh seorang dalang ruwat yang bertugas meruwat para sukěrta. Riasan dan busana Artikel ini didasarkan pada studi pustaka khusus dikenakan oleh dalang ruwat, mengenai literatur kebudayaan Jawa, golongan sukěrta, sinden, dan nayaga. terutama mengenai Ruwatan Murwakala; Sesaji (sajen) juga disiapkan. pengamatan terhadap salah satu Kelengkapan-kelengkapan dalam upacara pelaksanaan upacara Ruwatan Murwakala ini mengandung tujuan dan bermakna di Surakarta, dan juga wawancara dengan simbolis9. para pelaku tradisi, antara lain dalang, keluarga sukerta, dan para sukerta. Tradisi membersihkan atau mensucikan dosa, mala, klesa yang menimpa seseorang Asal usul Ruwatan Murwakala diduga telah dikenal sejak masa Singhasari-Majapahit. Tradisi upacara Cerita asal usul lakon Murwakala pembersihan diperkirakan telah ada sejak tercantum dalam teks naskah susastra abad 15 M, yang dikuatkan dengan bukti pakem Lampahan Pedalangan. Teks ini artefak. Upacara ini tertulis dalam teks menjadi pedoman para dalang yang akan sastra yang dikenal dengan sebutan melakonkan wayang kulit purwa dengan upacara lukat. Agar dapat bersatu dengan lakon Murwakala. Dalam Serat dewa atau işţadewata, seorang raja yang Pangroewatan, tjetjepenganipoen dalang telah meninggal biasanya melalui upacara ing padoesoenan10 R.Tanaja (1937) lukat. Abu jenazahnya diletakkan pada menyebutkan seorang dalang tua bernama sebuah candi yang pada dindingnya Gandakarya yang bertempat tinggal di kota dipahatkan hiasan relief bertemakan cerita Surakarta menggunakan teks ini sebagai lukat. pedoman. Pakem Pangruwatan ini konon ini dibuat Bapak Satina, pada bulan puasa Artikel ini membahas ruwatan Murwakala di hari Selasa pon, malam ke duapuluh sebagai sebuah tradisi lisan dan tulisan satu, tahun pembuatan tidak diketahui11. yang bersifat tangible dan intangible yang Pakem Pedalangan yang lain ditulis oleh bersifat simbolis yang masih dilakukan dan S.Probohardjono dan K.R.T. Mloyodipuro dianggap relevan oleh masyarakat Jawa hingga saat ini. Teori ritus peralihan yang dikemukakan Arnold van Gennep dalam The Rites of Passage (1960:44) digunakan sebagai lensa untuk menganalisis upacara 10 Th.Pigeaud (1937), pedoman meruwat dalang desa di sekitar Surakarta, pakem ruwatan ini milik 8Lakon Murwakala ini tidak bersumber dari cerita dalang Gandakarya yang usianya sudah 60 tahun , lakon ini merupakan cerita carangan yang sebelumnya, serta ditulis kembali oleh R.Tanaja (3- dikarang oleh dalang lokal, seperti dijelaskan oleh 20). Zoetmulder, cerita ini merupakan cerita asli Jawa 11 Di pakem tersebut, terdapat mantera-mantera walaupun dewa- dewa dari mitologi India dan yang dibaca oleh dalang ruwat. Mantra diawali tokoh-tokoh Mahabharata masih muncul (1985: dengan menyebut nama Allah swt, kemudian diikuti 540). dengan bacaan mantera Caraka balik, Kudangan 9 Lewis Spence,”Suatu perbuatan keagamaan atau Kala, Sastra Pinedati, dan Sastra Pawenangan. upacara, yang dengan bantuannya, manusia bekerja Dalang membaca mantera Gembalageni saat sama dengan dewa-dewa untuk kemajuan mereka memotong rambut anak yang diruwat. Mantra atau untuk keuntungan keduanya“ (1947: 2). kemudian ditutup dengan doa nabi Adam dan doa mohon keselamatan pada Allah swt.

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 45

UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Lies Mariani, Ritus Ruwatan ….

(1989)12, dan kemudian ditulis ulang oleh Batara Kala16, Batara Naradha17, Batara Mas’ud Thoyib Adiningrat (tt)13. Wisnu18, Batara 19, Jaka Jatusmati, 20dan Sapu jagad21 Lakon Murwakala adalah cerita simbolis yang berawal dari peristiwa perilaku 15Dewi Uma dalam lakon Murwakala adalah pelanggaran norma yang dilakukan oleh permaisuri dari Batara .Salah satu anak dari Batara Guru terhadap istrinya, Dewi Uma. Dewi Uma adalah Batara Kala. Di kalangan Tokoh-tokoh dalam lakon Murwakala penganut Hindu aliran Saiwa, seperti ditulis dalam adalah: Batara Guru14, Dewi Uma15, Kitab VayuPurăņa, Dewi Umadisebut dengan ‘sakti’.Ia memiliki dua aspek yakni aspek santa

atau saumya (tenang), dan aspek kroda atau raudra 12 Pakem Pedalangan Lampahan Wayang Purwa, (dahsyat). DewiUma ’menjelma’ menjadi dewi- jilid 1(7-25) 13 Murwakala Dan Ruwatan Gagrak Kraton dewi dengan aspek santa (saumya) sebagai Surakarta Hadiningrat (hal,13-32) (Uma), Sati, Gauri, dan sebagai aspek 14 Batara Guru atau Siwa pertama kali dituliskan krodha adalah sebagai , Kali, Karali, dalam kitab Tantu Panggelaran14 yang berasal Kausiki, Candika dan lain sebagainya (Kumar dari Jawa. Ia adalah seorang dewa yang bertempat 1974:231: dalam Santiko, 1992: 1, 297). Durgā, tinggal di gunung sebagai seorang dewi serta sebagai śảkti Ṥiwa dalam agama Hindu di India, selain digambarkan 14 Mahameru / Mandara (India. Tempat ini dengan dua aspeknya yaitu santa atau saumya diidentifikasikan sebagai gunung Semeru di (tenang), dan kroda atau raudra (dahsyat), dalam 14 Jawa(Pigeaud 1924: 96—7:Santiko 1992: 48) . beberapa naskah ia juga digambarkan sebagai Batara Guru adalah penguasa di kahyangan yang wujud yang cantik sekaligus menyeramkan15. dituliskan dalam naskah Pakem Pedalangan Durgā dalam naskah Viraṱaparwa (Mahabharata Lampahan Wayang Purwa. Lampahan Manik parwa IV) dilukiskan sangat cantik. Memiliki Maya (Jagad Ginelar) melukiskan ketika bentuk muka bagaikan bulan penuh, pinggul lebar Maha Kawasa menciptakan dunia yang masih dan buah dada besar, dan kulit kebiru-biruan kosong, ketika itu ada suara keras yang memenuhi bagaikan awan (Avalon, 1973:150). Durga dalam jagad, saat itulah muncul cahaya terang berbentuk naskah Vişņudharmottaram, dilukiskansebagai bulat yang berputar-putar, sebutir telur sosok berkulit kuning keemasan dansangat cantik menggantung dengan cepat dibawa oleh Hyang (Rao I/I 1968:67). Dalam naskah Vāmana Purāņa, Maha Kawasa dengan kesaktiannya. Kulit telur itu keseluruhan ciri fisik Durgā yang cantik dilukiskan berubah menjadi bumi dan langit, putih telurnya secara panjang lebar (Mukho padhyaya 1968:104, menjadi cahaya dan teja, kuning telurnya berubah 109). Namun, dalam naskah Rūpamaņḍana Durgā menjadi manik dan maya (Probohardjono, 1989: digambarkan sebagai sosok yang menyeramkan. Ia 1).Versi lain dari terciptanya Batara Guru adalah berambut kuning, perut sangat cekung, memakai cerita mengenai Dewi Rekatawati melahirkan anak pakaian kulit harimau dan berhiaskan ular serta berujud sebutir telur yang memancarkan cahaya berkalung tengkorak. Kulitnya tubuhnya hitam dan terang. Sang Hyang Tunggal dengan kesaktiannya ia mengendarai mayat (śavārūdha).Sosok Durgā mengubah wujud telur tersebut. Kulit telur berubah inidikenal sebagai Caņḍika atau muka yang wujud menjadi Hyang Maha Punggung sebagai menakutkan (krūrarūpā).Ia telah membinasakan anak sulung, putih telurnya menjadi Hyang Mahişāśuraserta Caņḍa dan Muņḍa (Srivastava Ismaya, ia dianggap sebagai anak nomor dua. 1978:68—9). Durgā adalah sosok dewi dengan Kuning telurnya menjadi Hyang Manikmaya yang peranan penting dalam agama Hindu Saiwa dan dianggap sebagai anak bungsu.Sang Hyang Śakta di India. Ia memiliki beberapa aspek, sebagai Manikmaya mendapat tugas untuk mengepalai para penguasa tanaman dan kesuburan, serta sebagai dewa di kahyangan penguasa penyakit menular seperti diuraikan dalam kitab Purāņa yaitu dalam Devi Māhātmya (11.43- 14(Senawangi, 1999: 258-259). Pada pakem 45:Agravala 1963: 139—41: Santiko, 1992: 199). Pedalangan Lampahan Wayang Purwa, dalam Lampahan Lahiripun Batara Kala diceritakan 16 Batara Kala dalam cerita wayang Murwakala bahwa Batara Guru adalah penguasa di Kahyangan merupakan salah-satu anak Batara Guru dengan Suralaya atau Jonggringsalak. Iamempunyai Dewi Uma yang keberadaanya di dunia tidak seorang istri bernama Bathari Uma diinginkan oleh ibunya, Dewi Uma. Semula ia pun (Probohardjono, 1989: 7-12: Tan Khoen Swie, tidak diakui oleh ayahnya, Batara Guru karena ia 1954:7-8: Senawangi, 1999: 258-259). berwujud raksasa. Sebelum memiliki nama, ia UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Lies Mariani, Ritus Ruwatan ….

disebut Kendhang Gumluntung atau kamasalah. Alkisah, Batara Guru sedang melakukan Saat Batara Guru mengakuinya sebagai anak, ia pun perjalanan melanglang buana bersama diberi nama Batara Kala yang berarti istrinya dengan mengendarai lembu Dewanyawaktu atau dewa yang berjalan sehari- Andini. Menjelang senja, Batara Guru hari). Kehadiran Batara Kala dalam cerita-cerita melakukan hubungan suami istri dengan Jawa Kuna dan Pakem pedalangan adalah sebagai Dewi Uma. Sang Dewi sebenarnya kurang berikut: Batara Kala dalam Kitab Tantu Panggelaran dilukiskan mendapat tugas dari berkenan dengan hal itu. Namun, Batara Guru sebagai penjaga gapura di sebelah perbuatan itu telah mengakibatkan lahirnya baratbersama raksasa Anungkala, gapura tersebut seorang bayi laki-laki berwujud raksasa. terletak di Pengawan. Gapura sebelah timur di Batara Guru tidak mengakui bayi tersebut Purnajiwa dijaga oleh sang hyang Gana. Gapura dan tidak memberinya nama. Si bayi disebelah selatan yang terletak di Padang dijaga berniat mencari orang tuanya. Ia bertapa oleh Resi Anggasti. Gapura disebelah utara dijaga sepanjang waktu agar niatnya bertemu oleh Bhatari Gori (Pigeaud 1924: 96—7:Santiko . orang tuanya terpenuhi. Kegiatan tapa si 1992: 48) Dalam Pakem Pedalangan, ‘Lampahan bayi sangat kuat hingga mengguncang LahiripunBatara Kala’ ia juga diceritakan sebagai anak Batara Guru dan Dewi Uma yang khayangan, tempat tinggal Batara Guru dan keberadaannya tidak direncanakan dan tak diduga. Dewi Uma. Batara Naradha mencari Batara Kala tercipta dari kama benih (sperma/air mani) Batara Guru yang keinginnannya tidak tersalurkan secara semestinya, dan jatuh ke bertempat tinggal di Kahyangan Marchukunda samudra ( Probohardjono, 1989:7-12; Mudaningrat Manik atau Marchukunda (KMS:5-BS:4). Dalam 1975: 24-25). lakon Murwakala BataraBrahma diminta oleh Narada untuk membantunya dan menjelma ke dunia 17 Batara Naradha adalah saudara tertua Batara menjadi panggender (KMS:21-BS:23) Guru. Di dalam cerita MurwakalaBatara Naradha 20 dilukiskan sebagai sosok kakak yang bijaksana Jaka Jatusmati adalah penggambaran salah satu dan selalu mengingatkan Batara Guru. Ia tokoh dalam lakon Murwakala. Jathusmempunyai menunjukkan pada Batara Guru bahwa arti sangat dekat danmati artinya meninggal perbuatannya di masa lalu telah mengakibatkan (Poerwadarminta, 1939:83).Jaka Jathusmati adalah lahirnya Batara Kala. penggambaran sosok seorang anak (sukérta). Ia terlahir ontang-anting(tanpa saudara kandung)dari 18 Batara Wisnu mendapat tugas dari Batara Nyai Randa Sumawidari desa Ngandong Naradha untuk turun ke bumi dan menjadi Ḑalang Dadapan.Setelah melaksanakan perintah ibunya Kanḑabuwana dalam upaya memberhentikaan berendam di danau Madirda namanya berubah perilaku Batara Kala yang akan memangsa menjadi Jatirasa atau Rasa Sinawur. manusia di bumi. Ḑalang Kanḑabuwana mempunyai pengertian dalang artinya orang yang 21 Sapu Jagat merupakan perwujudan dari Batara memainkan wayang, kandha berarti ceritera, criyos, Bayu adalah salah satu tokoh dalam cerita pangandika, dikandani (Poerwadarminta 1939: Murwakala yang diberi tugas untuk turun ke bumi 185) buwana adalah jagad atau tanah yang luas dan menjelma menjadi Sapu Jagat. Ia juga salahsatu (Poerwadarminta 1939: 55). Ḑalang Kanḑabuwana anak dari Batara Guru yang dalam cerita adalah simbol dari keberadaan Yang Maha Kuasa Murwakala diberi tugas oleh Narada untuk turun ke pada saat Jathusmati keluar dari kelir atau bumi dan menghalangi perbuatan BataraKala dalam panggung wayang. Dalang Kandabhuwanaadalah mencari makanannya yaitu anak-anak dari golongan perwujudan dari Batara Wisnu yang mendapat sukěrta. BataraBayu dalam lakon pedalangan tugas dari Batara Guru untuk meruwat sukerta adalah salah satu anak dari Sang Hyang Jagatnata dalam cerita lakon Murwakala.(kutipan:BS). dengan Dewi Umayi (Murdaningrat, 1975: 24)21.

19 Dalam lakon Murwakala Sapu jagad atau Bapa- Batara Brahma adalah putra kedua Batara Guru Tuna adalah anak tunggal dari Nyai Randa Sumawi dalam bahasa pedalangan wayang kulit purwa lebih yang sudah tidak mempunyai bapak, yang tinggal di sering diucapkan Brahma. Brahma bertempat desa Kraeng Pradesan Andong Dadapan. Ia tinggal di kahyangan Duksinageni atau disebut juga dikejar-kejar oleh Batara Kala karena sebagai Hargadahana atau Argadahana (Harsrinuksmo, salah satu mangsanya. 1999:331). Tetapi dalam lakon Murwakala, Brahma

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 47

UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Lies Mariani, Ritus Ruwatan ….

pertapa yang telah mengguncang sering menimpa kedua anaknya membuat Kahyangan, yang ternyata si bayi berwujud Agus dan istrinya merasa khawatir. Di raksasa. Si bayi kemudian dipanggil ke dalam kepercayaan Jawa, dua orang anak istana Marcukundha Manik di Kahyangan perempuan disebut kembar sepasang dan untuk bertemu dengan Batara Guru yang merupakan salah satu golongan sukerta22. ternyata ayah kandungnya. Si bayi minta Ia dan istrinya pun kemudian memutuskan diberi nama, diberi makanan, diberi untuk meruwat anak mereka. pakaian dan diberi tempat tinggal. Batara Guru memberinya nama: Batara Kala. Agus menghubungi Dalang Budi Suwarto Batara Guru juga memberinya pakaian dan yang kebetulan juga seorang dosen makanan. Batara Guru bersabda: bergelar Doktor di sebuah perguruan tinggi Negeri di Solo yang terkenal sebagai “manusia yang memang dapat menjadi dalang ruwat. Agus mengemukakan makananmu, yaitu ada 3 macam dosa manusia keinginannya pada Dalang Budi untuk yaitu :pertama dosa karena ucapan, kedua dosa melaksanakan upacara ruwatan bagi kedua karena kelahirannya sebagai golongan sukerta, putrinya. Selain itu, ia juga menyampaikan ketiga dosa karena kehendak Nya yang keinginan untuk mempunyai anak laki-laki. menjadi bawaan anak yang baru lahir di dunia,

itu mutlak menjadi makanan Kala.” Dalang Budi kemudian mencari waktu Sejak saat itu, makanan Batara Kala adalah yang tepat bagi pelaksanaan upacara segolongan sukérta. Sejak itu, Batara Kala ruwatan Murwakala bagi kedua anak Agus. pergi dari kayangan ke dunia untuk Pelaksanaan upacara ruwatan disesuaikan mencari makan berupa manusia yang dengan perhitungan waktu yang selama ini termasuk golongan sukěrta. Mengingat digunakan oleh masyarakat Jawa, yaitu Batara Kala akan memakan semua sukerta, Batara Guru segera meminta Kanekaputra 22 Golongan sukěrta menurut penuturan Dalang atau Batara Naradha untuk turun dan ruwat Budi Suwarto, sesuai dengan lakon menyamar ke dunia bersama Batara Wisnu. Murwakala, kriterianya disebutkan dalam dialog Mereka diminta oleh Batara Guru untuk tanya jawab antara Batara Guru dan Batara Kala. menjadi Dalang Kandhabuwana. Tugas Terdapat tiga macam kriteria yang termasuk dalam mereka adalah meruwat manusia agar golongan sukěrta sebagai jatah makan Batara Kala tidak menjadi makanan Batara Kala. yaitu: 1) manusia yang membawa dosa karena kelahirannya, 2) manusia yang memiliki dosa karena perbuatannya; 3) dosa karena sudah Prosesi ruwatan kehendak Nya. Kriteria pertama mutlak menjadi makanan Kala, yaitu :1) Ontang Anting atau Prosesi ruwatan yang dijadikan contoh seorang anak laki-laki yang terlahir tanpa saudara kasus dalam artikel ini adalah prosesi kandung, 2)unting – unting atau seorang anak ruwatan anak perempuan Agus Purwanto perempuan yang terlahir tanpa saudara kandung, 3) yang diselenggara-kan pada 8 September uger uger lawing atau dua anak laki-laki semua, 4) 2012. Agus Purwanto adalah seorang kembang sepasang ataudua anak perempuan , 5) sarjana seni yang bekerja sebagai dosen di Kedhana-Kedhini atau dua anak laki-laki dan salah satu perguruan tinggi seni di perempuan, 6) Kedhini-Kedhanaatau dua anak, perempuan, 7) Pandawa atau lima laki-laki semua, Surakarta. Ia dan istrinya memiliki dua 8) Ngayomiatau lima anak perempuan semua, 9) orang anak perempuan yang berumur lima Madhangake atau lima anak, empat laki laki dan tahun. Anak pertama yang bernama Rara satu perempuan, 10) apil-apilyaitu lima anak; Arum dan anak kedua bernama Haranu empat perempuan satu laki-laki, 11) Jisim Lumaku. Prabaningrat. Anak pertama sering sakit- : seorang anak yang berjalan sendiri saat tengah sakitan, dan anak kedua sering sekali hari sendirian. 12). Ontang-anting luminting mengalami kecelakaan, salah satunya tunggaking aren : orang yang hidup sebatang kara. tersiram air panas. Kejadian buruk yang UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Lies Mariani, Ritus Ruwatan …. dengan melihat waktu kelahiran dari akan menjalani upacara pengesahan kedua anak-anak perempuannya tersebut. sebagai dalang ruwat oleh para leluhurnya Anak pertama yang lahir pada hari Senin dan dalang-dalang tua sebanyak tujuh pon 23 Oktober 2004 dan anak kedua lahir orang (kakek, kakek buyut dan kerabat) pada Jumat Kliwon 18 Maret 2007. Sesuai sebagai dalang ruwat24. perhitungan Dalang, waktu penyelenggara- an upacara ruwatan yang terbaik bagi Dalang ruwat adalah orang biasa tetapi ia kedua anak tersebut jatuh hari Selasa dipercaya oleh masyarakat karena Kliwon. Di dalam kalender Masehi, dianggap memiliki kualifikasi keimanan perhitungan itu jatuh pada tanggal 8 tinggi, kecakapan, dan mempunyai banyak September 2012. Pada tanggal tersebut, pengalaman untuk melakukan ritual waktu atau sangat penyelenggaraan khususnya Ruwatan Murwakala. Dalang upacara ruwatan antara 9.00 pagi –sampai ruwat mempunyai kemampuan rohaniah jam 15.00 sore hari. Puncak waktu atau yang membuatnya mampu memimpin sangat jatuh pada jam 12 siang, saat Batara upacara. Ia mempunyai peran sosial dan Kala mulai mencari mangsa anak-anak tingkat kekuasaan yang tertinggi karena golongan sukěrta. memiliki otoritas untuk mensucikan golongan sukérta. Ia dengan cara dan Pada hari pelaksanaan, ritual dimulai doanya dapat berhubungan dengan Tuhan dengan menyiapkan aneka perlengkapan, YME sebagai wakil dari kedua orang tua yaitu seperangkat wayang kulit dengan sukérta serta dapat menyelamatkan sukérta tokoh-tokoh utama yang berperan dalam dari mangsa Batara Kala serta cerita Murwakala. Selain itu, sesaji atau mengentaskan golongan sukérta dan sajen juga disiapkan. Piranti inti bagi sesaji kembali menjadi suci. Oleh karena tugas ruwatan berupa makanan, tumbuh- beratnya, sebelum melaksanakan tugasnya tumbuhan, alat pertanian untuk laki-laki biasanya dalang ruwat akan dan perempuan, satu pasang binatang yang mempersiapkan diri secara mental dan hidup di air, tujuh pasang aneka jenis psikologis agar dapat melaksanakan ritual unggas, bokor berisi air dari tujuh sumber dengan lancar sampai akhir. (sumur), sekar setaman yaitu bunga aneka warna, gunting untuk memotong rambut, Orang yang diruwat atau orang sukerta klasa (tikar), bantal, dan payung, pengilon mengenakan baju putih (kopohan) selama (cermin), pupur (bedak), jungkat suri (sisir berlangsungnya acara ruwatan. Sebelum bergigi rapat), sapu sada mawi suh selaka upacara dimulai, mereka melakukan (sapu lidi), anglo (tungku tanah liat), sungkem pada kedua orang tua pertanda obong (dupa) 23. minta ijin mengikuti ruwatan. Di dalam pelaksanaan upacara ruwatan Murwakala, Dalang Ruwat bertugas memimpin seluruh dalang akan menceritakan lakon prosesi Ruwatan Murwakala. Seorang Murwakala. Adegan dimulai dengan dalang ruwat diperkenankan meruwat percakapan antara Batara Narada dan apabila ia adalah keturunan seorang Batara Guru. Berikut ini cuplikan dalang, telah menikah dan mempunyai transkripsi salah satu dialog dalam lakon anak serta telah memiliki anak yang Muwakala yang telah diterjemahkan dalam menikah. Sebelum meruwat, seorang Bahasa Indonesia. Di dalam lakon itu, dalang harus melakukan puasa mutih yaitu Batara Narada (NRD) mengingatkan hanya makan nasi putih dan air putih saja Batara Guru (BG) atas akibat dari selama 40 hari. Setelah selesai puasa, ia

23Wawancara dengan pembuat sesaji/sajen, pada 24Wawancara dengan seorwang dalang ruwat pada tanggal 10 November 2012 di Surakarta. tanggal 8 September 2012 di Surakarta.

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 49

UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Lies Mariani, Ritus Ruwatan ….

perbuatan yang ia lakukan bersama tidak menginginkannya. Kama di Ganjutalaya. istrinya, Dewi Uma. Kama telah jatuh ke samudera.

Batara Guru: Saya mohon bantuan kepada kakang Narada bagaimana caranya untuk membatasi perbuatan Batara Kala mencari makan di dunia dan bagaimana untuk membatasi perilaku Batara Kala untuk mencari makan di dunia.

Batara Narada: Hari ini, untuk diketahui ya Nak, bahwa untuk dapat membatasi tingkah laku Batara Kala di Madyapada, aku diperintahkan untuk menjadi pengawalnya dalang yang akan menjalankan proses peruwatan, meruwat sukěrta-nya manusia, karena banyak sekali Sesaji untuk pelengkap ruwatan sukěrta yang akan dijadikan makanan Batara Dokumentasi Foto: Lies Mariani Kala, yaitu orang yang memiliki dosa sukěrta yakni; orang yang memiliki dosa sarik yaitu dosa karena tinggal di tempat baru yang belum diruwat, tanah yang miring. Sang Hyang Jagad Giripati memberikan jatah makanan Batara Kala adalah orang yang memiliki dosa pengucap-ucap. Manusia dengan dosa pengucap-ucap yang harus jadi makanan Kala adalah anak tunggal laki laki atau disebut ontang-anting, anak tunggal perempuan disebut unting-unting, dua anak laki laki semua atau disebut uger-uger lawang, dua anak perempuan semua atau disebut kembang sepasang. Maka dari itu, untuk mengatasi ini akan segera diciptakan benih dalang pertama yang harus Anak sukerta kembang sepasang yang hendak tumbuh dari watak kedewataan, namun yang diruwat. Dokumentasi Lies Mariani bisa menjadi dalang ini hanya Jawata yang

disebut Nata Bawana (pemelihara alam), Batara Narada: permintaan Sang Hyang Jagad Giri Nata hanya Adhiguru, apakah Adhiguru lupa, bahwa kamu Wisnu, Wisnu kamu lah yang dipercaya adanya huru-hara di kahyangan yang mengemban tugas ini sebagai dalang Adhiguru maksud sebenarnya bermula dari permulaan. kepulangan Adhiguru setelah menjelajahi bumi, baik melalui sisi timur, sisi selatan, sisi utara dan seterusnya sisi barat. Pada saat itu Pada adegan selanjutnya, dikisahkan cerita adalah saat waktunya menjelang petang, mengenai seorang manusia yang bernama cahaya dari Hyang Bagaskara memancarkan Jatusmati. Ia anak lelaki satu-satunya dari waktu akan berganti, cahaya yang paling kuat seorang janda yang bernama Nyai Randha dan tajam yang melintas pada pergantian hari, Sumawi. Karakter Jatusmuti diceritakan menyiratkan prabawa cahaya diwajah Dewi mewakili golongan sukerta ontang-anting. Uma yang mendapatkan sinar cahaya, Ia rawan menjadi mangsa Batara Kala Adhiguru bersama didekatnya, mohon maaf sehingga ibunya memintanya untuk Adhiguru, saat itu muncul keinginan yang diruwat. Sumawi menyuruh anaknya untuk tidak tersampaikan Adhiguru dan sebagai priya berendam di Telaga Madirdha agar yang ingin melakukan hubungan satu rasa, tetapi istri paduka Bathari Uma memberi tanda terhindar dari bahaya.

UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Lies Mariani, Ritus Ruwatan ….

Inti acara ruwatan dimulai saat sang dalang kuning sebagai pertanda perginya Batar ruwat membacakan mantera yang Kala. ditujukan agar Batara Kala mengurungkan niatnya memakan anak-anak golongan sukěrta. Mantera-mantera yang dibaca oleh Dalang ruwat sebenarnya adalah mantera- mantera milik Batara Guru, ayah dari Batara Kala. Dikisahkan bahwa Batara Guru berpesan pada putranya bahwa saat ia mendengar matera itu dibacakan, ia mesti yakin bahwa siapapun yang membaca mantera-mantera itu pastilah saudara tua ayahnya. Dengan demikian Batara Kala harus menghormati si pembaca mantera. Batara Kala akan luluh hatinya setelah Dalang Kandhabuwana saat membacakan mantera- mendengar mantera-mantera tersebut manteranya kepada Batara Kala. (Foto dokumentasi diperdengarkan. Ia akan patuh serta Lies Mariani) mengikuti perintah si pembaca mantera. Di dalam lakon Murwakala, adegan luluhnya hati Batara Kala digambarkan dalam dialog antara Dalang Ruwat dan Batara Kala, saat sang dalang berupaya membujuk Batara Kala untuk kembali ke asalnya di Nusa Barong.

Dalang: Sekiranya Sang Hyang Kala mendengarkan dengan khusuk dan khidmat, niscaya tidak terasa air matamu akan menetes dalam alunan bacaan mantra atas sastra pusaka kedewataan

Bara Kala:

Ya ki dhalang, aku menerima dengan Dalang ruwat setelah selesai melakonkan cerita kerendahan hati, bahwa ki dhalang lebih tua Murwakala kemudian menarik kupat luar dan dari aku, sekarang apa yang akan ki dhalang menyebar beras kuning. (Foto dokumentasi Lies perbuat kepada saya? Mariani)

Dalang: Dalang ruwat melanjutkan ritual dengan Kala, kiranya kamu dengan ikhlas mau memotong rambut anak-anak sukerta dan menuruti ucapanku, mohon agar kamu pergi memandikan mereka dengan air yang dari tempat ini, dari rumah Agus Purwanto di Jalan Puncak Solo no 8. Juga dengan semua diambil dari tujuh sumber atau tujuh sumur pengikutmu dan pasangan hidupmu yang dilengkapi dengan bunga setaman (bunga dengan tujuh macam bunga- Batara Kala : bungaan). Setelah itu, dalang menyerahkan Ya Bapa, aku menurut atas titah dan para mantan sukěrta dikembalikan kepada perintahnya, mohon kiranya ki dhalang orang tuanya. Dengan demikian upacara berkenan menembangkan bagiku santi kukus, ruwatan yang berlangsung sekitar 90 menit sebagai tanda perjalanan pergi dari tempat ini. pun berakhir.

Setelah dialog selesai dalang ruwat Agus Purwanto menyatakan bahwa setelah menarik kupat luar dan menyebar beras ruwatan bagi putrinya dilakukan, beban

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 51

UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Lies Mariani, Ritus Ruwatan ….

psikologis yang selama ini terasa berat telah diupacarai, manusia tetap akan terasa hilang. Menurutnya, kedua anak menemui dan mengalami masa liminal perempuannya sudah sehat dan jarang sakit berikutnya sehingga ia perlu diupacarai setelah diruwat. Anak kedua juga sudah sepanjang daur hidupnya. Proses itu dapat tidak pernah mengalami kecelakaan seperti digambarkan sebagai diagram melingkar sebelumnya. Selain itu, dua tahun setelah sebagai berikut: upacara ruwatan, ia dan istrinya telah dikaruniai seorang anak laki-laki, sesuai SEPARATION keinginannya sebelum ruwatan untuk anaknya dilaksanakan. Agus merasa bahwa ruwatan yang ia lakukan untuk anaknya telah berdampak baik bagi kehidupan keluarganya.

Pembahasan AGRREGATION MARGE Arnold van Gennep (1977) dalam Rites of Passage menjelaskan bahwa manusia sejak lahir hingga mati mengalami perubahan- perubahan biologis yang berdampak pada status sosial budayanya. Situasi di mana seorang manusia berada pada masa Masyarakat Jawa juga memiliki ritus peralihan menuju tahap biologis peralihan seperti yang dikemukakan selanjutnya, disebut masa liminal. Masa ini Gennep. Sejak sebelum seorang manusia sangat berbahaya karena ketidakjelasan lahir, hingga mati, aneka ritus diterapkan status sosial budaya seorang manusia. padanya. Misal, ritus tujuh bulanan atau Keberadaan manusia pada situasi ini tingkeban pada wanita hamil saat berdampak pada jiwanya dan dapat kehamilan menginjak umur tujuh bulan. menimbulkan krisis mental. Oleh karena Ritus ini menandai kemunculan calon itu, setiap manusia yang berada pada tahap manusia. Pada saat bersamaan, ritus itu ini perlu mengikuti upacara inisiasi untuk juga menandai peralihan seorang manusia menandai dan mengantarkan peralihannya perempuan untuk menjadis eorang ibu. ke tahap kehidupan yang baru dan yang Contoh lain adalah ritus peralihan di Jawa lebih stabil. adalah upacara kelahiran bayi yang meliputi upacara puputan dan cukuran Manusia akan mengalami proses liminal, (muncukur rambut) upacara turun tanah inisiasi, dan stabil ini sepanjang daur tedak siten, upacara khitanan bagi anak hidupnya, sehingga digambarkan sebagai laki-laki maupun perempuan, upacara sebuah siklus melingkar sepanjang hidup. perkawinan, hingga upacara kematian. Gennep (1977) juga menyebut bahwa upacara terkait daur hidup manusia secara Upacara Ruwatan Murwakala adalah umum memiliki 3 tahapan, yaitu bagian dari ritus peralihan tetapi memiliki separations atau rites of separation karakteristik yang agak berbeda. Diagram (perpisahan) pada tahap pertama, marge Van Gennep berbentuk lingkaran atau rites of liminal (peralihan) pada tahap menggambarkan kesinambungan proses kedua, dan aggregation atau rites of peralihan sepanjang hidup manusia. incorporation (pemulihan) pada tahap Sedangkan ruwatan hanya menggambarkan ketiga. Proses ini berlangsung sepanjang salah satu bagian saja dari kisah hidup hidup sehingga meski manusia di dunia. Ritus Ruwatan Murwakala hanya dilakukan satu kali sepanjang hidup dan bertujuan untuk UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Lies Mariani, Ritus Ruwatan …. menghilangkan liminalitas seorang Tahap ini adalah tahap separasi atau manusia secara permanen. Namun perpisahan (separation) atau (rites of demikian, prosesi ruwatan tetap mengikuti separation) atau ritus praliminal konsep tiga tahapan upacara yang disebut (preliminal rites) yang menggambarkan oleh Van Gennep yaitu: tahapan manusia melepaskan diri dari kedudukannya semula. Pelaksanaan ‘ritus’ (1) proses perpisahan (separation) atau’ upacara’ biasanya terdiri dari sukěrta berada dalam kondisi tidak normal tindakan-tindakan yang melambangkan karena sebagai mangsa Batara Kala; (2) ‘perpisahan’. ‘Ritus’ yang mengandung proses pengentasan sukěrta dengan kondisi makna seolah individu yang bersangkutan kotor menuju ke kondisi suci kembali ‘dibunuh’ atau dibuang seperti ‘tidak ada’ dengan cara mengikuti upacara; (3) proses lagi. Ritus ini dimaksudkan untuk pemulihan dimana sukěrta sesudah diruwat membebaskan seseorang atau jabang bayi, akan terbebas dan kembali menjadi ‘suci’ bocah bajang dari ‘pengaruh jahat’ atau serta akan terhindar dari mangsa Batara ‘kutukan’. Seseorang yang akan diruwat Kala. Proses ini dapat digambarkan dalam dianggap dalam situasi dan kondisi ‘kotor’, diagram garis lurus sebagai berikut: disebut wong sukěrta. Oleh karena itu diupayakan untuk disucikan dengan jalan inisiasi, dengan cara ‘diasingkan atau 1 1 2 2 3 dibuang’.

1: perpisahan (separation): tokoh sukěrta sebagai Situasi golongan wong sukěrta’ di dalam kondisi/situasi ‘kotor’ atau berdosa’. 2: peralihan (marge): mengentaskan tokoh sukěrta lakon Murwakala digambarkan dengan untuk disucikan kembali, dengan munculnya Batara Kala sebagai anak dewa menjalani upacara RM. yang kehadirannya tidak diinginkan oleh 3: integrasi kembali (agregation): suatu keadaan kedua orang tuanya (Batara Guru dan Dewi sukěrta sesudah diruwat akan terbebas dari Uma). Setelah menjelang remaja, ia mangsa Bathara Kala. Dengan kondisi ‘suci’ kembali mencari tahu siapa kedua orang tuanya. Terpisahnya Batara Kala dengan orang Kotak berwarna hitam adalah gambaran tuanya melambangkan terpisahnya anak dari tahap pertama dalam ritus; kotak dan orang tuanya dan juga dari lingkungan kedua berwarna kuning menggambarkan sosial di dalam tahap kehidupan awalnya. proses pengentasan sukěrta dari kondisi Kisah manusia sukerta diwakili oleh kisah yang kotor upacara RM, dan kotak ketiga Jatusmati, anak yatim dari seorang janda berwarna hijau menggambarkan kondisi yang menetap di Desa Karang Pradesan. sukěrta yang kembali ke kondisi suci. Jatusmati disuruh ibunya untuk pergi ke danau Madirda untuk membersihkan dan Pada tahap pertama, para sukěrta dianggap mensucikan dirinya. Tahap kedua (marge) sedang berada dalam kondisi kotor’ atau adalah pagelaran wayang yang dilakukan berdosa’. Bagian dari prosesi ruwatan yang oleh dalang.Tahap ini adalah inti dari masuk dalam kotak ini adalah persiapan ruwatan yang bertujuan mengentaskan perpisahan dengan kondisi kotor, tokoh sukěrta untuk disucikan kembali. penyiapan sesaji disiapkan, dan pemilihan Upacara berlangsung selama 90 menit, waktu dan tempat pelaksanaan ruwatan. mulai dari awal prosesi pementasan Lakon Para Sukěrta berkumpul di tempat upacara Murwakala selesai sampai tancep kayon. dengan mengenakan pakaian putih Pada saat pagelaran selesai, dalang (kopohan). Para sukěrta melakukan menarik kupat luar dan menyebar beras sungkem kepada kedua orang tua mereka. kuning serta melepas merpati putih. Setelah sungkeman selesai, dalang pun memulai upacara ruwatan.

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 53

UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Lies Mariani, Ritus Ruwatan ….

Tahap ketiga yang melambangkan integrasi semesta. kembali (agregation) yang ditandai dengan adegan potong rambut sukerta dan siraman Kesimpulan dengan air dari tujuh sumber mata air atau sumur. Pada tahap ini para sukerta Ritus Ruwatan Murwakala adalah salah digambarkan kembali suci dan terbebas satu tradisi yang masih dianggap sakral dari mangsa Batara Kala. Menurut untuk meruwat golongan sukérta di penuturan Dalang ruwatan di Surakarta, Surakarta (pusat budaya). Ritus ini Budi Suwarto, lakon Murwakala pada merupakan salah satu kearifan lokal yang dasarnya menyimbolkan kehendak Tuhan sampai sekarang masih cukup relevan Yang Maha Esa dalam upaya untuk dilaksanakan, mengingat ritus menyelamatkan manusia. tersebut merupakan intangible cultural heritage yang dimiliki oleh bangsa Proses penyelamatan ini dilakukan dengan Indonesia serta perlu untuk dilindungi dan cara ruwatan dan dibantu oleh dhalang dilestarikan. kawitan yang berperan sebagai mediator, yaitu Dalang Kandhabuwana. Pertemuan Ritus ini adalah bagian dari ritus peralihan Batara Kala dengan Dalang yang mengikuti tiga tahapan peralihan Kandhabuwana dalam lakon Murwakala sesuai dengan teori Van Gennep tetapi merupakan simbol dari awal mula proses dengan karakteristik yang agak berbeda. pensucian manusia sukerta. Dialog antara Ritus peralihan Van Gennep dilakukan Dalang Kandhabuwana dengan Batara sepanjang hidup karena tidak mampu Kala adalah substansi ruwat itu sendiri. menangkal bahaya-bahaya selanjutnya Hal ini menggambarkan situasi manusia yang muncul akibat perubahan biologis, yang sedang berdialog dengan Sang Khalik sedangkan ritus Ruwatan Murwakal hanya melalui Dhalang kawitan atau Dalang dilakukan satu kali dan sanggup Kandabuwana. Lakon Murwakala menangkal bahaya sepanjang hidup. Ritus menggambarkan nilai dan hakikat Ruwatan Murwakala menggambarkan kehidupan manusia yang berisi hubungan pandangan mistis masyarakat Jawa, yaitu manusia dengan Tuhan, hubungan manusia adanya pemahaman bahwa Dalang ruwat dengan sesamanya, hubungan manusia merupakan penghubung antara manusia dengan alam semesta dan lingkungannya, dengan Tuhan YME serta antara manusia serta hubungan manusia dengan dirinya dengan sesamanya dan manusia dengan sendiri. alam semesta. Dalang ruwat dianggap menguasai pengetahuan gaib, serta mampu Dalang ruwat sebagai pemimpin ritus berhubungan dengan leluhurnya, yaitu merupakan tokoh yang memiliki peran dengan kekuatan-kekuatan yang tidak penting. Ia dmewakili orang tua golongan tampak tetapi masih menguasai kehidupan sukérta untuk memohon bantuan kepada masyarakat secara gaib. Dalang ruwat juga Tuhan YME untuk menyelamatkan merupakan perantara manusia dengan golongan sukérta dari mangsa Batara Tuhan YME untuk memohon karunianya Kala, serta mengentaskan golongan serta keselamatan di dunia. sukérta kembali menjadi suci. Kedudukan dalang sebagai orang terhormat dan Keinginan Agus Purwanto untuk meruwat dihormati dalam masyarakat pendukung- ke dua putrinya yang termasuk golongan nya, dianggap mampu menjadi mediator sukěrta kembang sepasang ini merupakan antara manusia dan Tuhan YME bagi salah satu bukti betapa ruwatan masih terwujudnya tertib kosmos yang ditandai dianggap sebagai ritus yang relevan bagi dengan adanya hubungan yang harmonis masyarakat Jawa masa kini. Agus antara manusia, kekuatan gaib dan alam memiliki tingkat pendidikan yang cukup UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Lies Mariani, Ritus Ruwatan …. tinggi sebagai akademisi, tetap masih Majapahit (Abad 13—5 Masehi): Suatu bersedia untuk melakukan ritus. Keluarga Ritus-Upacara Peralihan.(Tesis). FIB- Agus Purwanto ini merupakan salah satu UI.Depok. penggambaran dari salah satu karakteristik Mariani, Lies.2012.Ruwatan Di Taman Mini orang Jawa yang masih mempunyai suatu Indonesia Indah: Kajian Dinamika Ruwatan Murwakala.Makalah The4th. keyakinan serta kepercayaan dengan International Confernce on Indonesian tradisinya yaitu ritual RM. Studies(Bali, 9-10 Februari 2012). FIB.UI. Padmapuspita, Ki. Tt.Candi Sukuh Dan Daftar Pustaka Kidung Sudamala.Proyek Pengembangan Media Kebudayaan. Ditjen.Kebudayaan Atmodjo.K Sukarto. 1990. Ruwatan Dalam Dep Pendidikan dan Kebudayaan.RI. Pewayangan. dalam Catatan Singkat Pudentia MPSS. 2007. Hakikat kelisanan Ruwatan Di Bali. (seminarruwatan, 1 dalam tradisi Melayu Mak Yong. Depok: september 1990). Lembaga Javanologi. fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Yayasan Ilmu Pengetahuan dan (FIB)UI. Kebudayaan Panunggalan Bekerjasama Pudentia MPSS.2008 Metodologi Kajian dengan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisi Lisan. Penerbit Asosiasi Tradisi Tradisional.Yogyakarta. Lisan (ATL). Jakarta. Finnegan, Ruth. 1977. Oral Poetry. Its Nature, Pigeaud, Th. 1937. Serat Pangroewatan, Significance and Social Context. London: tjetjepenganipun Dalang ing padoesoenan Cambridge University Press. katedak. R. Tanaja ing Soerakarta. (PN. Finnegan, Ruth . 1977. Oral Poetry. Kode Koleksi. G.193). Bloomington and Indianapolis: First Pigeaud, Th 1937. Tjaranipoen Doekoen Bilih Midland Book Edition. Angroewat. (PN.Kode Finnegan, Ruth . 1992. Oral Tradition and The Koleksi.G.191)(hal;1-36). Verbal Art: a Guide to Research Roger Toll, dan Pudentia. 1995. Tradisi Lisan Practice.London: Routledge. Nusantara: Oral Traditions from The Finnegan, Ruth. 2012 Oral Literature In Indonesia Achipelago a Three- Directional Africa. World Oral Literature Series: Approach. Dalam Warta ATL Edisi Volume 1. Open Book Publishers CIC Ltd. Perdana. Jakarta:ATL United Kingdom. Santiko, Hariani, 1980 Ruwat: Tinjauan dari Gennep, Arnold van.1960. The Rites of sumber-sumber kitab Jawa Kuna dan Jawa Passage, translated by Monika B Visedom Tengahan. Seri Penerbitan Ilmiah. FSUI. Gabrielle L. Caffee, London: Routledge Sutarno. 1995 Ruwatan Di Daerah Surakarta. and Kegan Paul. Penerbit CV. Cendrawasih, IKAPI. Groenendael, Clara van. Victoria M. 1985 Surakarta The Dalang Behind The Sutarno. 2007. Sejarah Pedalangan. Penerbit Wayang.Dordrecht : Foris Publications Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta Holland.3300 AM. Subalidinata, R.S. 1990 Ruwatan Dalam Groenendael, Clara van. Victoria M. 1998 Pewayangan. Dalam Ruwatan Dan Tokoh Released From Kala’s Grip. A wayang Kala Dalam Cerita Pewayangan. Lembaga Exorcism Performance from East Java. Javanologi. Yayasan Ilmu Pengetahuan Series .Editor: Joan Suyenaga. The Lontar dan Kebudayaan Panunggalan Foundation, Jakarta. Bekerjasama dengan Balai Kajian Sejarah Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Dan Nilai Tradisional.Yogyakarta. Jakarta: Balai Pustaka. Sedyawati, Edi. 1981.Pertumbuhan Seni Koentjaraningrat. 1985.Ritus Peralihan di Pertunjukan. Penerbit Sinar Harapan. Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Jakarta. Lord, A.B. 1960. The Singer of Tales. Sedyawati, Edi. 1996.Kedudukan tradisi lisan Cambridge,Mass:Harvard University dalam ilmu-ilmu sosial dan ilmu-ilmu Press. budaya.dalam Warta ATL Edisi II/Maret. Mariani, Lies. 2004. Penggambaran Adegan Jakarta: Asosiasi Tradisi Lisan. Relief Cerita Bertemakan lukat Pada Sedyawati, Edi. 2008. Sastra dalam Kata, Bangunan Suci Masa Singhasari- Suara, Gerak, dan Rupa.Dalam

Volume 1 (1) Juli 2016 eISSN 2528-1569 pISSN 2528-2115 55

UMBARA : Indonesian Journal of Anthropology Lies Mariani, Ritus Ruwatan ….

Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Ed. Pudentia. Jakarta: Penerbit Asosiasi Sumber naskah-naskah dan Tulisan Tradisi Lisan (ATL). Upacara Ruwatan Murwakala berbahasa Tanaya.1937 Serat Pangroewatan. Jawa Tjetjepenga-nipoen Dalang ing padoesonan. “Lampahan Wayang Purwa” Jilid I. 1989. Tanaya.1937. Tjaranipoen Doekoen Bilih dalam Pakem Pedalangan R.S. Angroewat. Probohardjono. Surakarta: Penerbit CV. Thoyib,Adiningrat Mas’ud.tt. Murwakala & Ratna, 1989. Ruwatan gagrak Surakarta Hadiningrat.Penerbit Renaissance Sumber Kamus Jawa Nusantara Foundation. Zoetmulder. 1985. Kalangwan: Sastra Jawa Mardiwarsito.L 1990.Kamus Jawa Kuna Kuno Selayang Pandang. Jakarta: Penerbit Indonesia. Flores, Ende: Nusa Indah. Djambatan. Poerwadarminta, W.J.S. 1937. Baoesastra Djawa. Groningen: Kaetjap ing Pengetjapan J.B. Wolters’ uitgevers Sumber Surat Kabar dan Majalah Maatschappij. Batavia. Pigeaud.Th. 1937.Javaans Nederlands Jaya Baya: kalawarti minggon basa Djawa. Handwoordenboek. Groningen: Wolters- Yayasan Djojobojo, Surabaya. 2010 65.1- Noordhoff.Jogjakarta. 13No.08.Minggu IV Oktober 2010 ( hal Zoetmulder, P.J. & S.O. Robson. 1995. Kamus 18-19). Jawa Kuna-Indonesia I A-O, penerjemah Media Indonesia. 2012. Ruwatan Rambut Darusuprapto, Sumarti. Gimbal di Bumi Nirwana. Media Suprayitna. Old Javanese-English Dictionary,I Indonesia. Minggu, 15 Juli 2012 A-O) Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Cempala: Jagad Pedalangan Dan Pewayangan. Edisi: Murwakala Ruwatan. (Oktober-1995) PEPADI-TMII. Jakarta.