1

KELIMPAHAN EPIFAUNA DI PERAIRAN SENGGARANG KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU

Juniadi Futra Mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP-Universitas Maritim Raja Ali Haji

Risandi Dwirama Putra, ST., M.Eng. Dosen Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP-Universitas Maritim Raja Ali Haji

Ita Karlina, S.Pi., M.Si. Dosen Jurusan Ilmu Kelautan, FIKP-Universitas Maritim Raja Ali Haji

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2017 di perairan Senggarang Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau. Ditemukan sebanyak 8 spesies hanya pada kelas moluska yakni jenis Astralium calcar, interstriatum, Cerithium nesioticum, Cerithium salebrosum, Cerithium zonatum, Chanthorus fumosus, Clypeomorus concisus, dan Cypraea Errones. Indeks keaenaragaman spesies tergolong sedang, indeks keseragaman tergolong tinggi dan dominansi juga tergolong rendah. Kondisi ini mencirikan bahwa perairan masih cukup baik bagi kehidupan gastropoda.

Kata kunci : Kelimpahan, Gastropoda epifauna, Senggarang

2

Density of Gastropods Epifitic in Senggarang, Tanjungpinang City of Kepulauan Riau Province

Juniadi Futra Student of Marine Science, Faculty of Marine Science and Fisheries-UMRAH

Risandi Dwirama Putra, ST., M.Eng. Lecture of Marine Science, Faculty of Marine Science and Fisheries-UMRAH

Ita Karlina, S.Pi., M.Si. Lecture of Marine Science, Faculty of Marine Science and Fisheries-UMRAH

ABSTRACT

This research was conducted in May to June 2017 in Senggarang city of Tanjungpinang City, Kepulauan Riau Province. There were 8 species found only in Astralium calcar molluscs, Cerithium interstriatum, Cerithium nesioticum, Cerithium salebrosum, Cerithium zonatum, Chanthorus fumosus, Clypeomorus concisus, and Cypraea Errones. The species keaenaptasi index is moderate, uniformity index is high and dominance is also low. This condition characterizes it is still good enough for the life of gastropods.

Keywords: Seagrass Density. Abundance, Gastropoda epifauna, Senggarang

I. PENDAHULUAN II. METODE PENELITIAN

Gastropoda merupakan kelompok hewan 2.1. Waktu dan Tempat invertebrata yang hidup di dalam dasar atau Penelitian ini akan dilakukan pada bulan menempel pada substrat di dasar badan Mei hingga Juni 2017 yang berlokasi di perairan. Umumnya organisme ini relatif perairan Senggarang Kota Tanjungpinang menetap atau dapat berpindah tetapi sangat Provinsi Kepulauan Riau yang meliputi studi lambat Odum.(1971).gastropoda sering literatur, survei awal lokasi, pengambilan data dipakai untuk menduga ketidakseimbangan di lapangan, pengolahan dan analisis data, dan lingkungan fisik, kimia, dan biologi perairan. penyusunan laporan penelitian. Lokasi Perairan yang tercemar akan mempengaruhi penelitian dapat dilihat pada Gambar. kelangsungan hidup organisme gastropoda karena gastropoda merupakan biota air yang mudah terpengaruh oleh adanya bahan pencemar, baik bahan pencemaran kimia maupun fisik (Odum. 1971). Kelompok gastropoda epifauna merupakan kelompok hewan yang relatif menetap di dasar perairan dan kerap digunakan sebagai petunjuk biologis (indikator) kualitas perairan. Pada saat ini penggunaan bioindikator menjadi sangat penting untuk memperlihatkan hubungan antara lingkungan biotik dengan non-biotik. Gambar.Peta Lokasi Penelitian Bioindikator atau indikator ekologis merupakan taksa atau kelompok organisme 3.2. Metode Penelitian yang sensitif dan dapat dijadikan petunjuk 3.2.1. Jenis Penelitian bahwa mereka dipengaruhi oleh tekanan Jenis penelitian ini adalah penelitian lingkungan akibat dari kegiatan manusia survey yaitu penelitian yang dilakukan untuk (Zulkifliet al., 2009). mengumpulkan informasi mengenai variabel Senggarang merupakan daerah yang secara yang diambil dari sekelompok obyek atau administratif masuk kedalam bagian dari sampel yang ingin diteliti dan dilakukan secara kecamatan Tanjungpinang Kota yang langsung di lapangan.Pada penelitian ini wilayahnya berada pada wilayah pesisir. sampel yang diambil disesuaikan dengan Secara langsung pembangunan pemukiman kriteria yang juga merupakan variabel dalam tersebut memberikan pengaruhnya terhadap penelitian. ekosistem pesisir, salah satunya Data yang digunakan pada penelitian ini yaituperubahan komposisi biota-biota mikro yaitu data primer dan data sekunder. salah satunya adalah Gastropoda epifauna . Pengambilan data primer dilakukan Gastropoda epifauna merupakan organisme pengamatan secara langsung melalui dasar yang berukuran relatif besar yaitu lebih pengukuran komponen biofisik dan dari 1 mm. Keberadaan organisme ini di dasar identifikasi gastropoda yang ditemukan. Data perairan sangat dipengaruhi oleh perubahan sekunder merupakan data pendukung kondisi perairan. Perubahan-perubahan penelitian seperti studi literatur yang berkaitan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai dengan penelitian dan kondisi umum lokasi aktifitas baik secara alami seperti sedimentasi penelitian yang diperoleh dari instansi terkait. dan aktifitas non-alami seperti penambangan bauksit. Maka dari itu perlu dilakukan 3.2.4. Prosedur Penelitian penelitian ini adalah Untuk mengetahui 3.2.4.1. Metode Pengumpulan Data kelimpahan gastropoda epifauna yang ada 3.2.4.1.1. Penentuan Titik Sampling dikawasan Senggarang Kota Tanjungpinang Stasiun penelitian ditentukan dengan Kepulauan Riau. menggunakan metode acak (random sampling). Metode ini merupakan pengambilan sampel acak sederhana yang

4

digunakan untuk memilih sampel dari populasi 3.3. Analisis Data dengan cara sedemikian rupa sehingga setiap 3.3.1. Kelimpahan Jenis Gastropoda anggota populasi mempunyai peluang yang Perhitungan kelimpahan atau kepadatan sama besar untuk diambil sebagai sampel. Hal gastropoda menggunakan rumus (Brower et ini berarti semua anggota populasi menjadi al., 1977 in Utama, 2014). : anggota dari kerangka sampel (Fachrul. 2007). D = Ni / A Dengan menggunakan software Visual Dimana: Sampling Plan (VSP),sampling random D=Kelimpahan atau kepadatan gastropoda (Individu/m2) didapatkan 30 titik koordinat pengamatan yang Ni= Jumlah individu spesies gastropoda A= Luas total (m2) tersebar sepanjang Perairan Senggarang. 3.3.2. Indeks keanekaragaman 3.2.4.1.2. Pengambilan Sampel dan Indeks keanekaragaman dapat digunakan Identifikasi Gastropoda untuk mencirikan hubungan kelompok Pengambilan sampel gastropoda dilakukan dalam komunitas. Indeks keanekaragaman pada saat surut dengan cara mengambil yang dipergunakan adalah indeks Shannon- gastropoda yang ada di dalam kuadran dengan 2 Wiener Fachrul.(2007). Rumus yang ukuran 1x1 m . gastropoda yang diambil digunakan adalah. : adalahgastropoda yang berada di atas permukaan substrat perairan, baik yang menempel pada tumbuhan, batu/karang. gastropoda yang didapat langsung dimasukan ke kantong plastik dan diberi label. Identifikasi dilakukan dengan melihat bentuk. Untuk lebih jelas, berikut langkah-langkah Keterangan : pengambilan sampel gastropoda : Pi : ni/N 1) Dihitung jumlah spesies dan tiap-tiap ni : Jumlah spesies ke-i (ind) N : Jumlah Total Seluruh Spesies (ind) individu spesies yang didapat pada Log2: 3,321928 tiap-tiap kuadran. Sampel gastropoda yang diambil yaitubaik yang berada 3.3.3. Indeks Keseragaman di permukaan substrat sedimen dan Untuk mengetahui keseimbangan yang berada di bebatuan atau karang, komunitas digunakan indeks keseragaman, serta yang menempel pada tumbuhan. yaitu ukuran kesamaan jumlah individu antar 2) Selanjutnya masing-masing spesies spesies dalam suatu komunitas. Semakin mirip diambil 3 individu jenis yang sama jumlah individu antar spesies (semakin merata dan dimasukkan ke dalam kantong penyebarannya) maka semakin besar derajat sampel untuk bahan identifikasi serta keseimbangan. Rumus indeks keseragaman (e) dokumentasi. Identifikasi gastropoda diperoleh dari (Fachrul. 2007). : dilakukan dengan panduan dari World Register of Marine Species (WoRMS) dan Seashellhub.com.

3.2.4.1.3. Pengukuran Parameter Keterangan : Perairan H’ : Indeks keanekaragaman Parameter perairan dilakukan secara in S : Jumlah species situ. Pengukuran kualitas air dilakukan sebagai E : Indeks Keseragaman Evenness data pendukung dalam menggambarkan Log2 S: 3,321928 x (Log S) kondisi perairan pada lokasi penelitian. Parameter perairan yang diukur meliputi suhu, 3.3.4. Indeks Dominasi salinitas, pH, DO. Pengukuran kondisi Indeks dominansi (C) digunakan untuk perairan diambil pada setiap titik pengamatan. mengetahui sejauh mana suatu kelompok biota mendominansi kelompok lain. Dominansi yang cukup besar akan mengarah pada komunitas yang labil maupun tertekan.

5

Dominansi ini diperoleh dari rumus akan terjadinya alih fungsi kawasan hutan (Fachrul.2007). : mangrove menjadi daerah pemukiman penduduk sekitar.

4.2. Hasil Dan Pembahasan 4.2.1. Kualitas Air Keterangan: Kondisi parameter fisika dan kimia yang C : Indeks Dominansi diukur meliputi suhu, salinitas, derajat ni : Jumlah spesies ke-i (ind) keasaman (pH), dan oksigen terlarut (DO). N : Jumlah Total Seluruh Spesies (ind) Secara lengkap hasil pengukuran kualitas air dapat dilihat sebagai berikut ini. Semakin besar nilai indeks dominansi (C), maka semakin besar pula kecenderungan 4.2.1.1. Suhu adanya jenis tertentu yang Dari hasil pengukuran suhu di perairan mendominasi.Sampel gastropoda setelah Senggarang pada setiap transek pengamatan dilakukan pengolahan dan identifikasi jenis adalah dengan rata – rata 29,1. Mengacu pada dilakukan analisis secara deskriptif dan baku mutu menurut Wijayanti. (2007). bahwa disajikan dalam bentuk tabel atau grafik kisaran suhu optimum untuk mendukung dengan melakukan studi literatur. Sampel kehidupan gastropoda adalah kisaran 28 – 30 kualitas air disajikan dalam bentuk tabel dan 0C. Dengan demikian, kondisi suhu pada gambar dengan membandingkan pada perairan Senggarang lebih tinggi dari baku KepMen LH No. 51 Tahun 2004 terkait mutu yang ditetapkan, namun masih cukup dengan baku mutu kualitas air untuk biota. layak untuk mendukung kehidupan gastropoda. Hal tersebut dapat dilihat dari BAB IV hasil pengamatan yang menunjukkan bahwa HASIL DAN PEMBAHASAN masih ditemukannya 8 jenis gastropoda dengan tingkat keseragaman jenis yang tinggi, 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian dengan demikian kondisi perairan masih Dilihat dari letak geografis Kelurahan cukup layak untuk kehidupan gastropoda di Senggarang terletak pada 000 57’ 37,67” – perairan Senggarang . 000 57’ 16,19” LU dan 1040 24’ 06,21” – Kondisi suhu yang tinggi ini di akibatkan 1040 24’ 35,31” BT. Dilihat dari segi karena cuaca yang cukup terik dan musim topografi Kelurahan Senggarang Kecamatan panas pada saat penelitian, dengan kondisi ini Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang memungkinkan air laut mengalami paparan merupakan daratan rendah dan berbukit-bukit sinar matahari dalam waktu yang lama kecil dengan ketinggian mencapai 60 meter sehingga menyebabkan suhu diperairan lebih dari dasar laut. Sedangkan iklim di Kelurahan meningkat.Pendapat ini didukung oleh Senggarang sama halnya dengan daerah lain Effendi. (2003). Suhu merupakan salah satu yang terletak di lintang Khatulistiwa yang faktor yang sangat penting dalam proses memiliki 2 (dua) musim, yaitu; musim metabolisme organisme di perairan. Suhu di kemarau sekitar Februari sampai dengan perairan akan mengalami perubahan sesuai Agustus. Musim penghujan September sampai dengan musim, letak lintang suatu wilayah, dengan Januari. Batas wilayah Kelurahan ketinggian dari permukaan laut, letak tempat Senggarang adalah sebagai berikut: berdasarkan garis edar matahari, waktu dan  Sebelah Utara : Pemerintah Kabupaten Bintan kedalaman.  Sebelah Selatan : Kelurahan Tanjungpinang Kota  Sebelah Barat : Kelurahan Penyengat Diketahui bahwa suhu perairan masih baik  Sebelah Timur : Kelurahan Kampung Bugis bagi kehidupan gastropoda . Jika dibandingkan Penduduk Kelurahan Senggarang dengan penelitian Darojah. (2005). bahwa berdasarkan data yang diperoleh dari kantor suhu yang sesuai dengan kehidupan kelurahan pada akhir tahun 2011 sebanyak gastropoda yakni berkisar antara 25oC sampai 4042 jiwa yang terdiri dari laki-laki berjumlah 27oC. Dengan demikian nilai suhu perairan sebanyak 2111 jiwa dan perempuan berjumlah Senggarang melebihi ambang batas baku 1931 jiwa. Dengan bertambahnya jumlah mutu, kondisi ini disebabkan oleh paparan penduduk di kelurahan ini memungkinkan sinar matahari yang cukup lama sehingga

6

dapat merubah kondisi suhu hingga basa akan membahayakan kelangsungan hidup mengalami peningkatan. organisme akuatik, karena akan menyebabkan mobilitas berbagai senyawa logam berat yang 4.2.1.2. Salinitas bersifat toksik. Kondisi ini terjadi karena Hasil pengukuran salinitas menunjukkan aktifitas pemukiman yang terjadi di sekitar bahwa nilai salinitas pada perairan Senggarang perairan yang menghasilkan bahan organik o berada pada rata – rata 30,4 /oo.Menurut masuk ke perairan sehingga kondisi Derajat pendapat Wijayanti. (2007). bahwa kisaran Keasaman (pH) tinggi dan tidak stabil, serta nilai salinitas yang sesuai bagi kehidupan aktifitas mikrobiologi yang terjadi pada o gastropoda berada pada kisaran 30 – 34 /oo. perairan tersebut. Dengan demikian, kondisi salinitas pada perairan Senggarang masih sesuai dengan 4.2.1.4. Oksigen Terlarut ambang batas optimal yang dianjurkan, hal ini Hasil pengukuran kandungan Oksigen di dubuktikan dengan tidak adanya gastropoda terlarut (DO) mendapatkan hasil rata – rata yang mendominasi artinya semua jenis Oksigen terlarut (DO) yaitu sebesar 5,8 mg/L. gastropoda masih dapat mentoleransi kondisi Mengacu pada Kepmen LH (2004) kandungan perairan, terutama kondisi salinitas. Oksigen terlarut (DO) yang sesuai untuk Salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan kehidupan organisme akuatik adalah sebesar garam yang diperoleh dalam air laut. Salinitas > 5 mg/L. Dengan demikian kondisi Oksigen sangat berpengaruh terhadap tekanan osmotik terlarut (DO) melebihi kisaran optimal yang didalam air, semakin tinggi salinitasnya maka ditentukan sehingga layak untuk kehidupan akan semakin besar pula tekanan osmotiknya. organisme akuatik salah satunya adalah Biota di perairan memerlukan banyak energi gastropoda . dari makanannya untuk menyesuaikan diri Sedangkan menurut Effendi.(2003). terhadap tekanan osmotik tersebut (Kordi. kandungan oksigen terlarut minimal 2 mg/L 2007). sudah cukup mendukung kehidupan organisme perairan secara normal. Namun menurut 4.2.1.3. Derajat keasaman Kordi.(2007). meskipun beberapa jenis Kondisi derajat keasaman (pH) dari hasil organisme akuatik masih dapat hidup pada penelitian menunjukkan nilai rata – ratanya kondisi oksigen 2-3 mg/L, namun sebagian sebesar 7,7. Dengan demikian kondisi derajat besar biota akuatik hidup baik pada kadar keasaman (pH) ini sesuai dengan ambang baku oksigen minimal 5 mg/L. mutu yang dianjurkan untuk kehidupan optimal organisme gastropoda . Jika mengacu 4.3. Karakteristik Jenis Gastropoda pada ketetapan Kepmen LH (2004) yang 4.3.1. Jenis Gastropoda yang ditemukan menentukan bahwa nilai derajat keasaman Setelah melakukan identifikasi jenis (pH) yang optimum bagi kehidupan biota Gastropoda dengan mengamati bentuk perairan adalah pada kisaran 7 – 8,5. cangkang, corak cangkang, serta warna Kondisi derajat keasaman (pH) tidak cangkang Gastropoda , ditemukan sebanyak 8 begitu berpengaruh terhadap kondisi spesies yakni: Filum : gastropoda yang ada di perairan Senggarang, Kelas : Gastropoda dibuktikan dengan masih ditemukannya 8 jenis Ordo : Famili : Turbinidae gastropoda dengan keanekaragaman yang Genus : Astralium Spesies : Astralium calcar sedang serta keseragaman yang tinggi. Artinya kondisi perairan termasuk kondisi derajat Filum : Mollusca keasaman (pH) masih cukup layak untuk Kelas :Gastropoda kehidupan gastropoda pada perairan Ordo :Neogastropoda Famili : Buccinidea Senggarang . Genus : Cantharus Spesies : Cantharusfumosus Kondisi pH yang kurang stabil pada perairan merupakan pengaruh dari pemukiman yang ada di sekitar perairan Senggarang yang menghasilkan buangan sampah organik ke perairan. Menurut Mukhtasor. (2007). Kondisi perairan yang sangat asam maupun sangat

7

Filum : Mollusca Kelas :Gastropoda dangranuloreticulosea) masing-masing 4 %. Ordo Namun jika mengacu pada penelitian (Sarma : Famili : et al., 2013). bahwa komposisi hewan Genus : Cerithium Spesies : Cerithiumnesioticum gastropoda pada fillum moluska hanya mencapai 32% dibandingkan dengan Filum : Mollusca Kelas : Gastropoda komposisi pada fillum lainnya. Ordo : Caenogastropoda Penelitian Zulkifli et al., (2009). Famili : Cerithiidae menunjukkan bahwa kelas Gastropoda, Genus : Cerithium Spesies : Cerithiumzonatum Polychaeta, Pelecypoda merupakan kelas

Filum : Mollusca dengan jenis gastropoda dengan sebaran Kelas : Gastropoda tinggi. Fillum gastropoda pada penelitian yang Ordo : Caenogastropoda dilakukaanya mencapai nilai komposisi Famili : Cerithiidae Genus : Cerithium sebesar 48,42%. Dari penelitian-penelitian Spesies : Cerithiumsalebrosum diatas, menunjukkan bahwa komposisi

gastropoda dalam komunitas gastropoda Filum : Mollusca Kelas : Gastropoda memang cukup tinggi dibandingkan dengan Ordo : Caenogastropoda kelompok jenis lain, sehingga sejalan dengan Famili : Cerithiidae itu dilokasi penelitian yang hanya dijumpai Genus : Cerithium Spesies : Cerithiuminterstia pada kelas gastropoda kelompok fillum

moluska. Filum : Mollusca Kelas : Gastropoda Ordo : Neogastropoda 4.3.2. Komposisi jenis Gastropoda yang Famili : Cerithiidae Genus : Clypeomorus ditemukan Spesies : Clypeomorus concisus

Komposisi jenis gastropoda tertinggi

Filum : Mollusca diketahui pada jenis Cerithium interstiatum Kelas : Gastropoda Ordo : dengan komposisi mencapai 33%. Sedangkan Hypsogastropoda Famili : Cypraeidae terendah pada jenis Chantarus fumosus dan Genus : Cypraea Clypeomorus consicus masing-masing yakni Spesies : Cypraea errones sebesar 3%. Jenis gastropoda Cerithium interstiatumbanyak dijumpai di lokasi

penelitian di asumsikan bahwa tipe habitat

sangat cocok untuk kehidupan jenis tersebut Di ketahui bahwa keseluruhan jenis serta kaya akan unsur hara. gastropoda hanya terdiri atas kelas gastropoda. Mengacu pada penelitian menurut Gastropoda pada genus Cerithium sepertinya Syaffitri. (2003). bahwa jenis gastropoda pada mendominasi dengan jumlah sepesies dari kelas Cerithidae merupakan jenis yang paling genus ini sebanyak 4 spesies. Membandingkan banyak dijumpai serta jenis yang memiliki pada penelitian Fitriana. (2009). bahwa penyebaran paling luas di ekosistem perairan. kelompok makroogastropoda dari fillum Jenis ini adalah kelompok asli penghuni moluska yang umum dijumpai yakni jenis ekosisitem perairan laut dan memiliki intoleran (Telescopium sp.) dan jenis fakultatif kehidupan pada substrat pasir hingga lumpur (Littorina sp. dan Cerithium sp.). Dengan serta memiliki kelimpahan yang cukup tinggi. demikian, terlihat jelas bahwa umumnya

Cerihidae merupakan jenis yang dijumpai 4.3.3. Kelimpahan Gastropoda pada komunitas gastropoda . Kepadatan jenis gastropoda dalam Menurut Rani dan Arifin. penelitian ini dianalisis dengan menghitung (2006).Komposisi jenis gastropoda yang jumlah kepadatannya per satuan meter persegi tercatat selama penelitian maupunmenurut serta dalam satuan hektar. Kepadatan jenis dan periode sampling didominasi oleh klas kepadatan relatif gastropoda di perairan gastropoda dan bivalvia (filummoluska) yaitu Senggarang dapat dilihat pada Tabel berikut. masing-masing 39% dan 33%. Sedangkan kelas lainnya yakni (Scaphopoda, branchiopoda, ophiuradea, anopla, polychaeta

8

Tabel .Kepadatan Jenis Gastropoda di 4.3.4. Indeks Keanekragaman, Perairan Senggarang Keseragaman, dan Dominansi Jumlah Kelimpahan Indeks ekologi yang dilihat pada penelitian Jenis 2 (ind) (ind/m ) ini meliputi indeks keanekaragaman, Astralium calcar 17 0.57 keseragaman serta dominansi. Cerithium interstriatum 40 1.33 Cerithium nesioticum 61 2.03 Cerithium salebrosum 33 1.10 Indeks Ekologi Cerithium zonatum 14 0.47 Chanthorus fumosus 5 0.17 3.00 Clypeomorus concisus 6 0.20 Cypraea Errones 7 0.23 2.00 TOTAL 183 6.10 1.00 Jika melihat dari hasil penelitian diketahui 0.00 bahwa kepadatan organisme gastropoda di Keanekaragaman Keseragaman Dominansi perairan Senggarang yakni total mencapai 183 ind/m2. Membandingkan dengan penelitian Gambar.Indeks Keanekaragaman, AL-Yamaniet al., (2009). bahwa kepadatan Keseragaman, dan Dominansi organisme gastropoda dapat mencapai 796 Indeks keaenaragaman spesies tergolong ind/m2 dan umumnya hidup pada kedalaman sedang, indeks keseragaman tergolong tinggi antara 2 – 20 meter. Lebih lanjut Chalid. dan dominansi juga tergolong rendah. (2014). juga memperoleh nilai kelimpahan Mengacu dari kategori nilai indeks berkisar antara 77 – 596 ind/m2. Namun keanekaragaman, keseragaman serta penelitian Pamujiet al., (2015). mendapatkan dominansi yang telah disebutkan sebelumnya, hasil kelimpahan sebesar 154 ind/m2. Menurut nilai yang didapatkan memiliki arti yang penelitian Zulkifli et al., (2009). bahwa berbeda – beda. Nilai indeks Keanekaragaman kepadatan jenis gastropoda berkisar antara yang sedang menunjukkan bahwa kondisi 175 – 775 ind/m2. Kategori kepadatan perairan Senggarang masih dalam kondisi organisme gastropoda di lokasi penelitian yang cukup baik, dilihat dari keanekaragaman masih tergolong rendah. jenis/spesies gastropoda yang ditemukan Seperti yang di kemukakan oleh Mosbahiet tergolong cukup banyak yaitu 8 jenis/spesies. al., (2016). bahwa kelimpahan gastropoda di Demikian juga dengan nilai indeks pengaruhi oleh kandungan bahan organik serta keseragaman yang tinggi menunjukkan bahwa tipe substrat yang ada di suatu perairan. kondisi perairan dalam keadaan cukup baik Didukung oleh kajian oleh Pratiwi. (2017). bagi kehidupan gastropoda karena jumlah bahwa korelasi positif kelimpahan organisme antar spesiesnya cukup merat, perubahan gastropoda mengarah kepada kandungan kondisi – kondisi perairan pada saat penelitian, bahan organik total (BOT) serta kandungan yang diakibatkan karena aktifitas di sekitar nutrien di perairan. perairannya masih belum memberikan dampak Kepadatan organisme gastropoda yang besar bagi komunitas gastropoda . diperairan Senggarang juga didominasi oleh Melihat dari nilai indeks dominansi yang jenis Cerithium nesioticum. Dilihat dari grafik rendah mencirikan bahwa kondisi perairan jenis gastropoda memiliki kepadatan yang masih cukup baik, seperti diketahui berbeda – beda. Namun dari data tersebut, sebelumnya bahwa adanya jenis Cerithium diketahui bahwa jenis yang memiliki interstiatum yang memiliki kepadatan tertinggi kepadatan tertinggi adalah jenis Cerithium serta jumlah terbanyak yang ditemukan belum nesioticum. Dari kondisi tersebut berpengaruh terhadap tingginya nilai menunjukkan bahwa Cerithium nesioticum dominansi jenis gastropoda di perairan banyak dijumpai karena kesesuaian kondisi Senggarang . Artinya dominansi spesies perairan. tersebut masih dalam kategori yang rendah, Penelitian Chalid. (2014). menyebutkan bahwa semakin meningkatnya nilai keanekaragaman gastropoda di suatu perairan, akan sejalan dengan perbaikan kualitas perairan tersebut.

9

IV. KESIMPULAN DAN SARAN Darojah, Y. (2005). Keanekaragaman Jenis Gastropoda di Ekosistem Perairan 5.1. Kesimpulan Rawapening Kabupaten Semarang. Hasil kajian ini dapat ditarik [Skripsi]. Universitas Negeri Malang. kesimpulannya yakni: 1. Ditemukansebanyak 8 spesies hanya Effendi, H. 2003.Telaah Kualitas Air Bagi pada kelas moluska yakni jenis Pengelolaan Sumberdaya Dan Astralium calcar, Cerithium Lingkungan Perairan.Kanisius. 258 interstriatum, Cerithium nesioticum, hal. Cerithium salebrosum, Cerithium zonatum, Chanthorus fumosus, Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Clypeomorus concisus, dan Cypraea Bioekologi. Bumi Aksara. 198 hal. Errones. 2. Indeks keaenaragaman spesies Fitriana, Y. R. 2009. Keanekaragaman dan tergolong sedang, indeks Kemelimpahan Gastropoda di Hutan keseragaman tergolong tinggi dan Mangrove Hasil Rehabilitasi Taman dominansi juga tergolong rendah. Hutan Raya Ngurah Rai Bali. Kondisi ini mencirikan bahwa Biodiversitas, 7(1). 67-72. perairan masih cukup baik bagi kehidupan gastropoda . Hutabarat, S dan Stewart M. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. Universitas 5.2. Saran Indonesia, Press. 159 hal. Disarankan untuk penelitian selanjutnya terkait dengan: Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup 1. Kajian indeks pencemaran perairan (Kepmen LH). 2004. Baku Mutu Air dan hubungannya dengan komunitas Laut untuk Biota Laut Nomor. 51. gastropoda di perairan Senggarang. Jakarta. 2. Hubungan antara kandungan bahan organik pada substrat dengan Kordi, K. M. G. H dan Tancung, A. B. komunitas gastropoda di perairan 2007.Pengelolaan Kualitas Air Dalam Senggarang. Budidaya Perairan. Rineka Cipta. 224 3. Analisa beban pencemaran perairan hal. senggarang dikaitkan dengan kelimpahan gastropoda . Mann KH. 2000. Ecology of Coastal Water with Implication for Management. 2ndEdition. Blackwell Science Inc. DAFTAR PUSTAKA 321 hal.

Al-yamani, F. Natalya Boltachova, Nikolai Mosbahi. N, Jean-Philippe Pezy, Jean-Claude Revkov, Mikail Makarov, Vladimir Dauvin, Lassad Neifar. 2016. Spatial Grintsov, Elena Kolesnikova, and Temporal Structures of the Galyna-Vantsetti Murina. 2009. Macrozoobenthos from the Intertidal Winter species composition, diversity Zone of the Kneiss Islands (Central and abundance of macrozoobenthos Mediterranean Sea). Of Marine in Kuwait’s waters, Arabian Gulf. Science. 6(1). 223-237. Zookeys. 1(31). 17-38 Mukhtasor.2007. Pencemaran Pesisir dan Chalid. A. 2014. Keragaman Dan Distribusi Laut. PT. Pradnya Paramita. 322 hal. Gastropoda Pada Daerah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil Tanjung Buli, Nontji, A., 2007. Laut Nusantara. Djambatan. Halmahera Timur. [Skripsi]. 367 hal. Universitas Hasanuddin,

10

Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut; Suatu Wijayanti, H. 2007. Kajian Kualitas Perairan Pendekatan Ekologis. PT Gramedia. di Pantai Kota Bandar Lampung 459 hal. Berdasarkan Komunitas Hewan Gastropoda, [Tesis], Universitas Odum, E. P. 1971. Dasar-dasar Ekologi. Gajah Diponegoro. Mada University Press. 697 hal. Zulkifli. H, Zazili Hanafiah dan Dian Asih Pamuji. A, Max Rudolf Muskananfola dan Puspitawati. 2009. Struktur dan Churun A’in. 2015. The effects of Fungsi Komunitas Gastropoda di sedimentation on macrozoobenthos Peraian Sungai Musi Kota abundance in Betahlawang Estuary of Palembang: Telaah Indikator Demak. Saintek Perikanan, 10(2). Pencemaran Air. Seminar Nasional 129-135 Biologi. 586-595.

Pratiwi, I. 2017. Karakteristik Parameter Fisika Kimia Pada Berbagai Aktivitas Antropogenik Hubungannya Dengan Gastropoda Di Perairan Pantai Kota Makassar. [Skripsi]. Universitas Hasanuddin.

Romimohtarto. K dan Juwana. 2001. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut. Penebar Swadaya. 540 hal.

Rani.C , dan Arifin. 2006. Functional Response of Macrozoobenthic Communities as Indicator of Water Pollution of Losari Beach, Makassar: [skripsi]. Universitas Hasanuddin.

Sharma. R, Ankit Kumar, and Vipin Vyas. 2013. Diversity of Macrozoobenthos in Morand River- A Tributary of Ganjal River in Narmada Basin. International Advanced Fisheries and Aquatic Science. 1(1). 57-65.

Sukandarrumidi. 2009. Mari Kembali Kelaut Mengenal Potensi Bahari Yang Tak Habis Terkuras (Dengan Studi Kasus). Yayasan Pustaka Nusantara.

Syaffitri E. 2003. Struktur Komunitas Gastropoda (Molusca) Di Hutan Mangrove Muara Sungai Donan Kawasan BKPH Rawa Timur, KPH Banyumas Cilacap, Jawa Tengah. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.

Wibisono.M.S. 2005.Pengantar Ilmu Kelautan.PT Gramedia Widiasarana. 226 hal.