RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page i JURNAL RISTEK VOLUME2NOMOR 2

JURNAL ILMIAH KABUPATEN BATANG

SUSUNAN REDAKSI

Pemimpin Redaksi : Drs. Y. Anggoro T., M.Eng Sekretaris Redaksi : Dwi Yanti, S.IP., M.A.P. Dewan Editor : - Atikah Setiwati, S.E. - Puji Setiyowati, S.H. - Endang Setiawati, S.H. - Bambang Supriyanto, SH, M.Hum - Siti Ismuzaroh, S.Pd., M.Pd. - Taufik Ikhsanudin, S.Pt. - M. Haryanto, S.Pd, M.Hum. - Hari Agung Budijanto, M.Kom. - Dra. Agustina Djati W. - Ikfi Maryama Ulfa, S.T. - Sigit Prasetyo, S.Pd. - Lukman Hadi Lukito, S.Kom. - Trisno Suhito Reviewer : - Dr. Ir. Ananto Aji, M.S. - Dr. Drs. Retno Dwi Irianto, M.M. - Dr. Sudiman, MN

DEWAN RISET DAERAH KABUPATEN BATANG

Jl. R.A. Kartini No. 1, Batang - 51215 Telp. (0285) 391131, 392131, Fax. (0285) 391131 Homepage: http://www.drd.batangkab.go.id Web Jurnal: http://ristek.batangkab.go.id Email: [email protected]

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page ii

PENGANTAR REDAKSI

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas perkenaan serta ridho-Nya majalah ilmiah “RISTEK” tetap dapat eksis dan bisa terbit pada Volume 2 Nomor 2 Periode Januari-Juni 2018 dengan lancar. Jurnal RISTEK meskipun masih dengan sifat bunga rampaikami tetap berupaya secara konsistenmenyajikan kajian strategis, permasalahan dan isu di Kabupaten Batang termasuk dana desa, destinasi wisata, kesehatan dan pendidikan. Jurnal ilmiah RISTEK diyakini dapat menjadi sumber informasi dan masukan bagi Pemerintah Kabupaten Batang dalam mengambil kebijakan dan program yang akan diaplikasikan dalam pembangunan. Disamping itu diharapkan “RISTEK” menjadi sarana olah pikir ilmiah bagi kalangan cerdik pandai di Kabupaten Batang. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Batang, Bapak H. Wihaji, S.Ag.,M.Pd selaku Bupati Batang yang senantiasa mendukung sepenuhnya majalah Ilmiah “RISTEK”. Hasil kerja sama Pemerintah Kabupaten Batang dengan Dewan Riset Daerah (DRD) Kabupaten Batang dapat terwujud. Majalah RISTEK terbit 2 kali dalam 1 tahun dan kali ini adalah terbitan yang ke-4 (empat), dengan tema kajian dan penelitian yang disajikan lebih tajam dan memenuhi kebutuhan data pada saat ini. Tim Redaksi menyadari masih begitu banyak kekurangan dalam terbitan perdana ini, untuk itu dengan tangan terbuka kami menerima kritik dan saran membangun dari pembaca.

Selamat membaca..

Tim Redaksi

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page iii DAFTAR ISI

• REAKTUALISASI CITRA WISATA KABUPATEN BATANG MELALUI FILM TEASER PROMOSI BERBASIS TRI HITA KIRANA (SEBUAH PENELITIAN R&D) (Bambang Supriyanto, M. Haryanto dan Danang Satrio - Dewan Riset Daerah Kabupaten Batang) ...... 1

• KAJIAN TENTANG DANA DESA DI KABUPATEN BATANG (Retno Dwi Irianto, Siti Ismuzaroh, Sigit Prasetyo dan Ikfi Maryama Ulfa - Dewan Riset Daerah Kabupaten Batang) ...... 11

• PENGEMBANGAN MODEL PROMOSI WISATA KABUPATEN BATANG DENGAN MOBILE AUGMANTED REALITY (Much. Rifqi Maulana dan Ichwan Kurniawan - STMIK Widya Pratama) ...... 21

• MODEL PENGELOLAAN DANA DESA: IDENTIFIKASI PROBLEM, TANTANGAN, DAN SOLUSI STRATEGIS (Dani Muhtada, Ayon Diniyanto, dan Ganang Qory Alfana - Universitas Negeri ) ...... 29

• PELATIHAN PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) TERHADAP PRAKTIK SADARI PADA WANITA USIA MENOPAUSE (Sumarni, Hartati, dan Rr Sri Sedjati - Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang) ...... 45

• STRATEGI PENINGKATAN STATUS GIZI BALITA DI KABUPATEN BATANG (UPAYA MENURUNKAN ANGKA KEJADIAN GIZI BURUK) (Wahyuningsih dan Teguh Irawan - Universitas ) ...... 53

• ANALISIS KETERIKATAN KERJA DITINJAU DARI HARDINES PADA APARAT PEMERINTAH DESA KABUPATEN BATANG (Woro Inten Sayekti dan Nuralina Septiani - Universitas Diponegoro) ...... 67

• ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECENDERUNGANRADIKALISME PADA SISWA SMA NEGERI DI KABUPATEN BATANG (Rokhaniyah dan Ida Ariningsih - Universitas Negeri Semarang) ...... 75

• PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SEJARAH PADA KOMPETENSI KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA PESERTA DIDIK KELAS X IPS 2 SMA N 2 BATANG SEMESTER 2 TAHUN PELAJARAN 2015/2016 (Nurrochim - SMA N 2 Batang) ...... 83

• TOPI SOLAR CHARGER SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI POWERBANK (Laili Nadriyah, Ratna Watiningsih, Zedna Herry Irama - SMA N 1 Wonotunggal) ...... 99

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page iv REAKTUALISASI CITRA WISATA KABUPATEN BATANG MELALUI FILM TEASER PROMOSI BERBASIS TRI HITA KIRANA (SEBUAH PENELITIAN R&D)

Bambang Supriyanto, M. Haryanto dan Danang Satrio Dewan Riset Daerah Kabupaten Batang

SARI Dalam mengembangkan promosi wisata, patut diperhatikan bahwa dimensi modern didominasi dimensi audio visual. Pada era ini, wisata dimanapun tempatnya selalu dipopulerkan anak muda. Sementara anak muda suka sesuatu yang ekspresif, berkesan, dan viral. Selain mampu mengakomodasi dimensi tersebut, perlu ada sentuhan Tri Hita Kirana. Penelitian ini menggunakan pendekatan research and development (R&D). Adapun ruang lingkupnya adalah pengembangan teaser promosi wisata berbasis Tri Hita Kirana dalam rangka meningkatkan citra wisata di Kabupaten Batang. Bentuk instrumen dalam penelitian ini menggunakan instrumen nontes. Instrumen nontes yang digunakan dalam penelitian ini berupa wawancara. Wawancara untuk mencari asumsi, persepsi, dan fakta lapangan, seleras masyarakat terhadap film, fenomena budaya, dan informasi lain terkait promosi wisata Batang berbasis THK. Hasil akhir penelitian ini adalah diciptakannya sebuah film teaser promosi yang mampu menceritakan keunggulan dan potensi destinasi wisata di Kabupaten Batang.

Kata kunci : Pariwista, Tri Hita Kirana, Promosi.

ABSTRACT In developing the promotion of tourism, it should be noted that the modern dimension dominated the audio visual dimension. In this era, the tour wherever the place is always popularized young people. While young people like something expressive, memorable, and viral. In addition to accommodate these dimensions, there should be a touch tri hita kirana. This research uses a research and development (R&D) approach. The scope is the development of promotional teaser based Tri Hita Kirana tourism in order to improve the image of tourism in Batang District. Form of instrument in this research using instrument nontes. Nontest instrument used in this research in the form of interview. Interviews to look for field assumptions, perceptions, and facts, people's hype towards movies, cultural phenomena, and other information related to THK-based Traffic promotion. The final result of this research is the creation of a promotional teaser film that is able to tell the advantages and potential tourist destinations in Batang .

Keywords: Tourism, Tri Hita Karana, Promotion.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 1 PENDAHULUAN Kondisi wilayah Kabupaten Batang Pada era ini, wisata merupakan merupakan kombinasi antara daerah pantai, kebutuhan dasar setiap manusia. Sebagai dataran rendah dan pegunungan. Sejarah suatu kebutuhan dasar setiap manusia, menyebutkan bahwa Kabupaten Batang tuntutan akan keberadaan kegiatan wisata merupakan kawasan pemukiman kuno terus mengalami peningkatan. Keberadaan yang ditandai dengan Prasasti Sojomerto sektor pariwisata memberikan dampak (akhir abad VII) yang menyebutkan nama positif bagi suatu daerah. Kedatangan Syailendra untuk pertama kalinya wisatawan akan meningkatkan angka (berdasarkan umur prasasti diantara perputaran uang yang berasal dari luar prasasti lainnya). Kondisi tersebut daerah, sehingga turut berdampak membuat Kabupaten Batang mempunyai terhadap peningkatan pendapatan daerah. potensi yang sangat besar di bidang Hal tersebut selaras dengan pendapat pariwisata dan budaya. Argumen- Pitana dan Diarta (2009) yang menyatakan argumenbahwa Kabupaten Batang perlu bahwa dalam kehidupan modern, sektor melakukan reaktualisasi promosi berbasis pariwisata telah menjadi salah satu Tri Hita Kirana dapat dirujuk pada kekuatan sosial dan ekonomi yang penting pendapat ahli yang telah mapan. Secara bagi suatu wilayah. Sektor pariwisata di teori, Koentjaraningrat (1993) berbagai daerah berkembang sesuai dengan menyebutkan bahwa kebudayaan sebagai ketersediaan potensi wisata serta daya suatu sistem memiliki elemen/subsistem: tarik wisata yang dimilikinya. (i) pola pikir/konsep/nilai, (ii) sosial, dan Jika diamati dengan saksama, tempat- (iii) artefak. Sementara itu, Tri Hita tempat wisata yang populer dan mampu Kirana memiliki elemen/subsistem tumbuh besar adalah tempat wisata yang Parhyangan, Pawongan, dan menganut “falsafah 3in1” (tiga dalam Pelemahan. Pada dasarnya, elemen pola satu). Di dalam konsep tersebut pikir/konsep/nilai adalah sama dengan menyediakan tiga hal, pemenuhan unsur Parahyangan. Sementara itu, elemen ketuhanan, kemanusian, dan alam. Jika sosial adalah sama dengan Pawongan. berkaca pada nilai nusantara, maka Elemen artefak adalah sama dengan ditemukan konsep istimewa bernama “Tri Palemahan.Kembali pada sinergi ketiga Hita Kirana”. Tri Hita Kirana terdiri atas hal tersebut, maka suatu kebudayaan dan tiga kata yaitu tri, artinya, tiga, hita artinya citra suatau daerah dapat meningkat. kesejahteraan dan Kirana artinya, sebab. Media promosi perlu di reaktualisasi Jadi Tri Hita Kirana (THK) berarti tiga agar lebih bisa mendukung kemajuan komponen atau unsur yang menyebabkan wisata di Kabupaten Batang. Media kesejahteraan. Ketiga komponen THK itu promosi yang baik adalah yang mampu berkaitan erat antara yang satu dengan memberikan informasi produk secara luas yang lainnya. Ketiga komponen THK dengan biaya sekecil mungkin. Selain itu, menurut Sudarta (2008: 84) yakni meliputi promosi yang baik juga adalah promosi Parahyangan (hubungan yang harmonis yang memiliki segmentasi yang jelas. antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Segmentasi adalah suatu aktivitas Esa), Pawongan (hubungan yang harmonis membagi atau mengelompokkan pasar antara manusia dengan manusia), dan yang heterogen menjadi pasar yang Palemahan (hubungan yang harmonis homogen atau memiliki kesamaan dalam antara mnusia dengan alam dan hal minat, daya beli, geografi, perilaku peninggalan nenek moyang). pembelian maupun gaya hidup (Kotler RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 2 dalam Wardhani 2003: 5) Melihat besarnya Pariwisata merupakan sebuah industri potensi yang dimiliki oleh Kabupaten besar yang melibatkan berbagai sektor Batang dari tiga unsur tersebut menjadi dalam mendukung kegiatan di dalamnya. tantangan tersendiri bagi peneliti agar Hal tersebut sejalan dengan konsep wisata mampu membuat film dengan konsep Tri dalam undang-undang bahwa berbagai Hita Kirana. Hal tersebut menjadi penting macam kegiatan wisata akan didukung agar Kabupaten Batang bisa menampilkan oleh berbagai fasilitas serta layanan yang potensi yang dimiliki dalam sebuah media disediakan masyarakat, pengusaha, berbentuk audio visual yang dapat pemerintah dan pemerintah daerah ditayangkan yang dapat dinikmati publik. (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009). Berdasarkan latar belakang masalah Film dapat menjadi salah satu alat tersebut, maka dapat dirumuskan promosi pemasaran yang efektif dalam permasalahan sebagai berikut: (1) membuat strategi promosi untuk Bagaimanakah kebutuhan reaktualiasi citra memasarkan sebuah pariwisata. Pada saat wisata Kabupaten Batang melalui Film ini tempat pariwisata yang dijadikan Promosi Wisata berbasis Tri Hita Kirana? tempat pembuatan film menjadi (2) Bagaimanakah produk (desain dan fenomena unik di dunia (Hudson & wujud) film promosi wisata Kabupaten Ritchie, 2006). Film adalah salah satu Batang berdasarkan konsep Tri Hita faktor yang mengekspose bagian yang Kirana? Apabila dijabarkan maka tujuan memperlihatkan karakteristik dan atraksi utama dalam penelitian ini, yaitu menjadi dari sebuah destinasi. Oleh sebab itu, salah satu alternatif untuk mempromosikan film menjadi salah satu faktor yang dapat dan mengembangkan pariwisata mempengaruhi kunjungan. Lebih lanjut, Kabupaten Batang dari sudut pandang Butler dalam Vagionis & Louminoti yang komprehensif (Tri Hita Kirana, yakni (2011) orang sering kali melihat destinasi sinergi parahyangan, pawongan, dari apa yang mereka lihat secara palemahan). Segenap potensi destinasi audiovisual seperti film. Proses tersebut dikemas dalam bentuk film teaser mempengaruhi dengan sengaja, tidak wisata. Film secara komprehensif akan sengaja, sadar dan tidak sadar. Film adalah mensinergikan kekuatan wisata religi, bagian dari budaya yang mampu menarik wisata budaya (human interest, tradisi, kesan dan ketertarikan. batik, sarana prasarana, dan ekonomi) dan Menurut Wardahani, dkk (2009:16) kekuatan wisata alam. media promosi terbagi atas dua jenis, yaitu: (1) Above the Line (ATL) seperti iklan Kajian Pustaka TV, Radio, Koran, Billboard; dan (2) Pariwisata merupakan sebuah industri Below The Line (BTL) seperti pameran, besar yang melibatkan berbagai sektor event, dan sebagainya. dalam mendukung kegiatan di dalamnya. Media promosi yang baik adalah yang Hal tersebut sejalan dengan konsep wisata yang mampu memberikan informasi dalam undang-undang bahwa berbagai produk secara luas dengan biaya sekecil macam kegiatan wisata akan didukung mungkin (re-ikonkawan-i.blogspot.com). oleh berbagai fasilitas serta layanan yang Selain itu, promosi yang baik juga adalah disediakan masyarakat, pengusaha, promosi yang memiliki segmentasi yang pemerintah dan pemerintah daerah jelas. Segmentasi adalah suatu aktivitas (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009). membagi atau mengelompokkan pasar yang heterogen menjadi pasar yang RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 3 homogen atau memiliki kesamaan dalam (Palemahan). Meskipun konsep THK pada hal minat, daya beli, geografi, perilaku dasarnya adalah sebuah landasan yang pembelian maupun gaya hidup (Kotler bersumber dari agama Hindu, sejatinya dalam wardhani, 2009:16) THK adalah konsep universal yang ada Tri Hita Kirana terdiri atas tiga kata pada semua ajaran agama di dunia (Windia yaitu Tri, artinya tiga, Hitaartinya dan Dewi, 2011). kebahagiaan atau kesejahteraan dan Terkait dengan THK, Butler Kirana artinya sebab. Jadi Tri Hita Kirana menyatakan bahwa suatu daerah wisata (THK) berarti tiga komponen atau unsur akan mengalami suatu siklus yang yang menyebabkan kesejahtraan atau terbagi dalam 4 bagian yaitu Discovery, kebahagiaan. Ketiga komponen THK itu Local Control, Intitutionalism, dan berkaitan erat antara yang satu dengan Stagnation, Rejuvenation or Decline. yang lainnya. Sudarta (2008:84) Keempat bagian ini akan dialami oleh menyampaikan bahwa ketiga komponen sebuah area wisata sejalan dengan THK itu meliputi hubungan yang harmonis berlalunya waktu dan hal ini akan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha mempengaruhi jumlah kunjungan Esa (Parhyangan), hubungan yang wisatawan ke area wisata tersebut. Lebih harmonis antara manusia dengan manusia lengkapnya dapat dilihat dalam 7 tahapan (Pawongan), dan hubungan yang harmonis yang dapat dilihat pada tabel berikut: antara manusia dengan alam lingkungan

Tabel 1. Tahapan Pengembangan Wisata No Tahapan Ciri Eksplorasi Sebuah area wisata baru ditemukan oleh (Exploration) seseorang (seperti penjelajah, wisatawan, pelaku pariwisata, masyarakat lokal, atau pemerintah). Area wisata ini umumnya masih alami dan belum ada fasilitas wisata bagi wisatawan Keterlibatan Jumlah kunjungan wisatawan mulai (Involvement) memperlihatkan peningkatan terutama pada hari-hari libur. Pemerintah dan masyarakat lokal mulai ikut terlibat dalam menunjang kegiatan kepariwisataan di area wisata tersebut. Pembangunan Jumlah kunjungan wisatawan semakin (Development) meningkat. Banyak investor asing dan lokal dari luar yang berlomba-lomba menanamkan modalnya. Konsolidasi Jumlah kunjungan wisatawan masih naik (Consolidation) walau tidak terlalu signifikan. Kegiatan ekonomi diambil alih oleh perusahaan- perusahaan jaringan internasional. Stagnasi Jumlah kunjungan wisatawan telah mencapai (Stagnation) puncak tertingginya. Atraksi wisata alami sudah disesaki dengan atraksi wisatabuatan yang berdampak pada berubahnya citra awal area wisata tersebut.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 4 Penurunan Wisatawan mulai jenuh dengan atraksi wisata (Decline) yang ada Peremajaan Area wisata di tata ulang sehingga memberikan (Rejuvenation) warna baru.

METODE PENELITIAN ini menggunakan instrumen nontes. Penelitian ini menggunakan Instrumen nontes yang digunakan dalam pendekatan research and development penelitian ini berupa wawancara. (R&D). Adapun ruang lingkupnya adalah Wawancara untuk mencari asumsi, pengembangan teaser promosi wisata persepsi, dan fakta lapangan, seleras berbasis Tri Hita Kirana dalam rangka masyarakat terhadap film, fenomena meningkatkan citra wisata di Kabupaten budaya, dan informasi lain terkait promosi Batang. Penelitian ini dilaksanakan dalam wisata Batang berbasis THK. enam tahap penelitian. Adapun rincian Untuk menjaring data kebutuhan teaser tahapannya sebagai berikut. Tahap I: digunakan angket yang ditujukan kepada Survey pendahuluan, yaitu mendefinisikan anggota masyarakat dengan segementasi tujuan produk dan analisis kebutuhan, yang berbeda-beda, misalnya mahasiswa, meliputi kegiatan yaitu: (a) mencari pelajar, tokoh masyarakat, akademisi, dan sumber pustaka dan hasil penelitian yang institusi agar bisa mewakili segala elemen. relevan; dan (b) menganalisis kebutuhan Teknik analisis data dalam penelitian media pengenalan wisata di Kabupaten ini menggunakan analisis deskriptif Batang. Tahap II: Awal pengembangan kualitatif, yaitu melalui pemaparan data, prototipe teaser, meliputi survey dan verifikasi/simpulan data. Teknik ini pendahuluan; penyusunan rancangan digunakan untuk mengetahui kebutuhan tema-tema serta isi sesuai konteks serta terhadap Teaser reaktualisasi citra Wisata kebutuhan; (c) penyusunan skenario Kabupaten Batang berbasis Tri Hita Teaser. Tahap III: Desain produk, yaitu Kirana sebagai media pengenalan wisata kegiatan pembuatan Teaser Tahap IV: dan sejarah di Kabupaten Batang. Teknik Penayangan terbatas. Tahap V: Revisi dan yang digunakan dalam menganalisis peta perbaikan desain, merupakan proses kebutuhan prototipe teaser dilakukan mengoreksi kembali dan memperbaiki dengan mengarah pada proses menyeleksi, kekurangan-kekurangan setelah melakukan memfokuskan, menyederhanakan, penilaian produk atau prototipe. Tahap VI: mentransformasikan data, dan merespon Deskripsi hasil penelitian, yaitu produk data mentah yang ada di lapangan. Setelah final dari penelitian yang telah teaser jadi dan siap dipertontonkan, disempurnakan. dilakukanlah uji penialian atau validasi Objek penelitian ini meliputi generasi terhadap teaser. Analisis data saran muda Kabupaten Batang, sedangkan perbaikan dan uji penilaian dilakukan subjek uji penilaian prototipe teaser adalah secara kualitatif. Data kualitatif diperoleh dinas pariwisata, pengelola wisata, dari angket. Dari analisis data yang masyarakat, dan dinas/lembaga terkait. dikumpulkan memungkinkan peneliti Sementara itu, sasaran uji coba terbatas untuk mengambil simpulan. Penarikan adalah sampel dari anggota masyarakat simpulan dari paparan data yang berupa khususnya generasi muda, Dewan Riset hasil temuan yang menonjol serta koreksi Daeah Kabupaten Batang, dan Bupati dari para validator atau penilai. Batang. Bentuk instrumen dalam penelitian

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 5 HASIL DAN PEMBAHASAN kliwon, adanya berbagai makam aulia dan Hasil akhir penelitian ini adalah ulama serta suasana religius lainya. diciptakannya sebuah film teaser promosi Adapun tempat-tempat yang sering yang mampu menceritakan keunggulan dikunjungi untuk melakukan Khaul antara dan potensi destinasi wisata di Kabupaten lain, Khaul para wali yang ada di beberapa Batang. Oleh karena itu, sebelum desa wiasata religi seperti Wonobodro, melakukan pembuatan film, peneliti Bismo, dan Ujungnegoro. Sementara itu, terlebih dahulu melakukan wawancara Pawongan di Kabupaten Batang, meliputi kepada berbagai pihak yang dapat batik khas Batang, tradisi, kesenian, mewakili masyarakat Kota Batang untuk bahkan kuliner. Sarana prasarana seperti memberikan informasi tentang kebutuhan kolam pemancingan, hotel, kolam renang, pembuatan film promosi wisata. rest area jatisari, tempat mancing, rumah Wawancara tersebut dilakukan kepada makan, pusat belanja batik, souvenir, dan pelajar, mahasiswa, pengelola pariwisata, lain sebagainya juga masuk dalam potensi dinas terkait, unsur pimpinan daerah dan pawongan. Selanjutnya di ranah perwakilan masyarakat. Palemahan, Kabupaten Batang memiliki Berdasarkan hasil wawancara tersebut, potensi besar yakni wisata alam dan peneliti menyimpulkan bahwa dalam artefak sejarah (cagar budaya). Potensi mengembangkan promosi wisata, patut wisata alam di Batang anatara lain Curug diperhatikan bahwa dimensi modern Gombong, Curug Genting, Pantai Sigandu, didominasi dimensi audio visual. Wisata Pantai Ujungnegoro, Curug Sodong, dimanapun tempatnya selalu dipopulerkan Kebun Teh, situs budaya (artefak) meliputi anak muda. Maka pengembanganya harus Lingga/Yoni (tersebar di beberapa tempat). bisa mengakomodasi berbagai dimensi Berdasarkan deskripsi tersebut psikologis dan selera anak muda. Anak diketahui bahwa Kabupaten Batang dapat muda cenderung menyukai sesuatu yang dikelompokkan menjadi tiga bagian besar ekspresif, unik, romantis, dan viral. yakni wisata alam, wisata religi, dan wisata Mempromosikan pariwisata melalui film budaya. Jika dilihat dalam konsep THK, dirasa lebih efektif karena film dapat disimpulkan Kabupaten Batang memungkinkan untuk dijangkau dan memiliki potensi wisata yang besar apabila ditonton oleh khalayak ramai. Melalui mampu disinergikan. Terkait dengan perkembangan media sosial yang pesat kegiatan promosi, beragam upaya telah juga merupakan peluang yang besar untuk dilakukan oleh pemerintah Kabupaten mempublikasikan dengan mudah dan Batang dan masyarakat (simpatisan) untuk murah. terus memajukan pariwisata dan Kabupaten Batang mempunyai potensi kebudayaan di Kabupaten Batang, salah yang sangat besar di bidang pariwisata dan satunya adalah dengan memperkaya skrip budaya. Argumen-argumen bahwa informasi tertulis tentang objek-objek Kabupaten Batang perlu melakukan wisata terkait. Informasi, data-data, dan reaktualisasi promosi berbasis THK dapat skrip tersebut pada akhirnya di bukukan, dirujuk pada pendapat ahli yang telah dibuat leflet, atau di unggah ke situs-situs mapan. Adapun potensi Kabupaten Batang internet. jika ditinjau dari sudut pandang konsep Tri Penyebaran video yang telah dibuat Hita Kirana akan menjadi sangat menarik. oleh peneliti kepada publik dilakukan Parahyangan di Kabupaten Batang, dengan memanfaatkan beberapa media meliputi Khaul, tradisi malam jumat seperti pesan (story) watshap, instagram, RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 6 youtube, dan facebook. Dari media-media mengunduh file memungkinkan situs ini tersebut informasi cukup cepat ramai diakses oleh pengguna internet baik menyebarkan. Hal itu dilakukan mengingat di Indonesia maupun di seluruh dunia. teknologi internet dan mobile phone makin Youtube selama dimanfaatkan oleh maju maka media sosial juga tumbuh perusahaan-perusahaan rekaman dan film dengan pesat. Demikian cepatnya orang yang ingin melakukan promosi bagi artis- bisa mengakses media sosial artisnya. Juga bagi perusahaan-perusahaan mengakibatkan terjadinya fenomena besar periklanan yang ingin mempromosikan terhadap arus. Melalui posisi tersebut, suatu produk. Slogan broadcast yourself, media sosial mulai tampak menggantikan Youtube memungkinkan sekaligus peranan media masa konvensional dalam memudahkan siapapun untuk berkarya menyebarkan berita-berita. Argumen- dalam bentuk video dan argumen itulah yang membuat peneliti dan mempublikasikannya sehingga bisa diakses tim lebih fokus untuk menyebarkan teaser masyarakat luas dan mendapatkan yang telah dibuat melalui media sosial. komentarhingga kritik-kritik yang Pertama, penyebaran film teaser beragam. Melalui penggunaan media melalui youtube. Youtube merupakan situs tersebut peneliti dapat menangkap respon, yang memudahkan pengguna internet penilaian, dan testimoni jujur dari publik untuk berbagi file. Kemudahan yang tanpa ada rasa unsur subjektifitas. Hal itu diberikan youtube untuk mengunggah dan terlihat pada gambar screenshoot berikut:

Gambar 1. Jumlah Viewer dan Subscriber (Youtube) dalam Satu Bulan

Gambar 2. Respon dan Penilaian Publik (Penonton Youtube)

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 7 Berdasarkan screenshoot publikasi di “Bangga dadi wong Batang (City youtube tersebut diketahui bahwa respon Mountain)” dan penilaian publik terhadap karya film Dari komentar-komentar tersebut dapat teaser yang telah dihasilkan mendapatkan disimpulkan bahwa film teaser yang telah apresiasi yang bagus. Dalam waktu satu dibuat mampu meraih simpati dan bulan sejak peluncuran telah ditonton lebih perhatian masyarakat. Beberapa pujian dari 5.372 viewer dan 280 subscriber. ditujukan terhadap karya yang dibuat Jumlah viewer tersebut jika dilihat dari karena mampu mempromosikan keindahan sudut pandang sebagai film indie atau lokal Kabupaten Batang dengan sangat baik. adalah capaian yang bagus. Hal itu Selain itu, muncul kebanggaan dan rasa semakin dimantapkan dengan banyaknya cinta terhadap batang sebagai tanah penilaian atau komentar positif terhadap kelahiran film tersebut. Seperti halnya yang Ke dua, promosi melalui instagram dan ditunjukkan kutipan komentar berikut: media sosial sejenis. Media sosial seakan “What amazing this one! Keep going (White Lab Studio) sudah menjadi candu bagi masyarakat Indonesia khususnya kalangan remaja. “Bangga jadi anak bangsa, Tanggapan positif sangat cepat diraih bangga punya Indonesia, dan melalui instagram. Ramai-ramai remaja bangga jadi warga Batang ... berkomentar dan memberikan tanda “suka” Begitu indah pesona Batang bukan pada postingan promosi wisata. Selain dari pantai pegunungan dan perbukitan pun begitu memukau, melalui postingan akun IG (instragram) rasa syukur terus mengalir karena peneliti, tanggapan ramai juga dapat dilihat nikmat keindahan alam yang Allah pada postingan akun “instabatang” dan berikan ... Semoga Batang terus “mahasiswa pekalongan”. Hal itu dapat berkembang menjadi destinasi dilihat pada screenshot instagram gambar wisata yang paling di cari ... Maju berikut ini: terus Batang ... Aku bangga dadi wong Batang (Inna Nadya)”

Gambar 3. Screenshoot Tanda Suka dan Komentar Pujian Postingan “Instabatang”

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 8 Gambar 4. Screenshoot ‘Like and Comment’ Pujian Postingan “MahasiswaPekalongan”

Dari gambar tersebut diketahui bahwa anak muda suka sesuatu yang ekspresif, publik memiliki kepuasan dan kebanggan berkesan, dan viral. Selain mampu terhadap film teaser wisata yang dibuat. mengakomodasi dimensi tersebut, perlu Konsep Tri Hita Kirana yang menjadi ada sentuhan Tri Hita Kirana. Melalui film dimensi film tersebut sangat informatif, berbasis Tri Hita Kirana segala potensi persuasif dan mengena emosi remaja dan wisata dapat bersinergi dengan baik dan masyarakat. Musik yang merdu, dinamis, mampu meningglakan kesan lebih kuat pop rock sekaligus bernuansa etnis sangat bagi yang menonton. Oleh karena itu, film sesuai dengan karakter kebudayaan teaser berbasis Tri Hita Kirana sebagai masyarakat populer. Suara dari penyanyi dimensi audio visual adalah strategi yang dan pengisi suaranya juga mampu akurat dan tepat. Publik memiliki kepuasan menyentuh perasaan dan imajinasi anak dan kebanggan terhadap film teaser wisata muda. Pada salah satu postingan bahkan yang dibuat. Konsep Tri Hita Kirana yang memuji bahwa karya yang dibuat belum menjadi dimensi film tersebut sangat pernah mampu diproduksi Kabupaten informatif, persuasif, dan mengena emosi Batang sebelumnya, sebab dalam karya remaja, dan masyarakat. Film yang telah tersebut memiliki imajinasi yang kuat dan disebarkan melalui smarth dan konsep yang menarik. Maka dapat mendapatkan apresiasi positif dari segenap disimpulkan bahwa promosi wisata dengan elememen masyarakat. membuat teaser wisata berbasis Tri Hita Saran yang dapat diberikan oleh Kirana sangat efektif. peneliti setelah melakukan penelitian ini adalah: apabila dilihat dari perspektif yang SARAN lebih multi dimensional, pembangunan dan Dalam mengembangkan promosi pengembangan pariwisata akan dapat wisata, patut diperhatikan bahwa dimensi berkembang dengan pesat apabila terjadi modern didominasi dimensi audio visual. kemitraan kolaboratif antara pemerintah, Pada era ini, wisata dimanapun tempatnya dunia usaha, dan masyarakat, termasuk selalu dipopulerkan anak muda. Sementara juga dalam hal promosi. Setiap destinasi RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 9 harus memiliki corak khas pengembanya Sudarta, W. 2008. Penerapan Tri Hita tersendiri “tematik” yang unik dan Karana di Subak Kawasan berkarakter khusus. Maka, setiap destinasi Perkotaan (Kasus Subak Anggabaya, Kota Denpasar), Jurnal SOCA, Vol. akan memiliki kesan yang kuat dan ikonik. 9, No.2, Juli 2012, Fakultas Pertanian, Unud, Denpasar. DAFTAR PUSTAKA Hudson, Simon and Brent J.R., Ritchie. Undang-Undang Nomor10 Tahun 2009 2006. A Promoting Destination via Tentang Kepariwisataan. Film Tourism: An Empirical Identification of Supporting Wardhani, Mawar Kharisma, dkk. 2009. Marketing Initiatives. Journal of Film sebagai Media Alternatif Travel Research,Vol 44 pp 387-396. Pengembangan Pariwisata Indonesia. Karya Tulis. IPB Koentjaraningrat. 1993. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT. Windia, W. dan R.K. Dewi. 2011. Gramedia Pustaka Utama. Analisis bisnis yang berlandaskan Tri Hita Karana, Udayana University Pitana, I Gde. dan Surya Diarta, I Ketut. Press, Denpasar. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata.Yogyakarta : Penerbit Andi.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 10 KAJIAN TENTANG DANA DESA DI KABUPATEN BATANG

Retno Dwi Irianto, Siti Ismuzaroh, Sigit Prasetyo dan Ikfi Maryama Ulfa Dewan Riset Daerah Kabupaten Batang

SARI Dana desa diharapkan mampu membuat desa di Indonesia lebih maju dan sejahtera. Jumlah dana yang besar membuat sebagian aparatur desa terkadang kesulitan dalam hal pengelolaan, apalagi dalam hal pertanggungjawaban. Diperlukan sinergi antara pemerintah daerah dan desa agar terjadi pemerataan pembangunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui problem dan tantangan, serta kesiapan aparatur desa dalam mengelola dana desa. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif. Lokasi penelitian dilaksanakan di 5 desa di Kabupaten Batang. Metode yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian diperoleh bahwa problem dan tantangan pelaksanaan dana desa di Kabupaten Batang adalah keterbatasan sumber daya manusia, yaitu kualitas sumber daya aparatur yang dimiliki desa masih rendah. Kesiapan aparatur desa pada dasarnya sudah siap dengan adanya program dana desa, ditunjukkan dengan kepala desa mempersiapkan atau menyediakan staf yang menguasai teknologi informasi untuk mengelola dana desa. Saran, bagi pemerintah desa, terus berupaya meningkatkan kapasitas aparatur pemerintah desa untuk meningkatkan kualitas pengelolaan dana desa sesuai dengan misi dan harapan pemerintah terhadap pengelolaan dana desa. Perubahan paradigma mengenai perilaku dan pola pikir bagi setiap aparatur desa secara terus berkelanjutan dari pamong desa menjadi pelayan publik/masyarakat desa. Bagi pemerintah kabupaten, menyediakan tenaga pendamping desa yang profesional dan memadai sesuai jumlah desa, untuk mendorong percepatan alih teknologi dan meningkatkan tata kelola keuangan desa. Terus mengintensifkanpenyelenggaraan pelatihan bagi aparatur desa secara komprehensif dan berkelanjutan dengan substansi materi yang tepat sasaran untuk pembenahan dan peningkatan tata kelola dana desa. Kata Kunci : Dana Desa, Problem dan Tantangan, Kesiapan Aparatur Desa.

ABSTRACT Village fund is expected to make villages in Indonesia more advanced and prosperous. Sometimes, the large amount of funds make some of the village apparatus difficult in managing moreover in giving responsibility. Consequently, the synergy between district and village government is required in order to make equitable development happen. The purpose of this study is to find out the problem and challenge, and also readiness of village apparatus in managing village funds. The approach used in this study was qualitative approach. The research locations were 5 villages in Batang Regency. The data was collected through observation, interview, and documentation. The result showed that the problem and challenge in managing village fund in Batang Regency was the lack of human resources which means the quality of village apparatus was low.Village apparatus was basically ready for the village fund program. The readiness was proved by the village chief which provided the staffs who master information technology to manage village fund. Suggestion for village government is to improve capacity of village apparatus in order to improve the quality of village fund management based on the government’s mission and expectation to village fund management. Besides, there should be a paradigm shift in behaviour and mindset for every village apparatus, from village government become public/ villagers servant. For district government, it is expected to provide professional escort personnel which is sufficient based on the number of villages to encourage the acceleration of technology transfer and improve village fund management. Beside that, the district government is also expected to organize training for village apparatus with material which is appropriate for correction and improvement of village fund management comprehensively and continuously. Keywords : Village Fund, Problem and Challenge, Readiness of the Village Apparatus.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 11 PENDAHULUAN besar tersebut juga dapat membentuk Desa adalah kesatuan masyarakat pemerintahan desa yang profesional, hukum yang memiliki batas wilayah yang efisien dan efektif, terbuka, serta berwenang untuk mengatur dan mengurus bertanggungjawab, yang pada akhirnya urusan pemerintahan, kepentingan akan membawa kesejahteraan pada masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat desa itu sendiri. masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak Dana desa yang besar membuat tradisional yang diakui dan dihormati aparatur desa terkadang kesulitan dalam dalam sistem pemerintahan Negara hal pengelolaannya. Apalagi dalam hal Kesatuan Republik Indonesia (Undang- pengadministrasian atau Undang Nomor 6 Tahun 2014). Kini pertanggungjawaban, desa masih sering pemerintah sedang gencar dalam upaya kesulitan jika harus berkutat dengan pembangunan nasional dengan fokus masalah tersebut. Perlu kesiapan aparatur pemerataan pembangunan yakni salah desa dengan besarnya dana yang diberikan satunya melalui penguatan desa. apalagi dana tersebut tidak hanya sekadar Paradigma baru di era pemerintahan saat diberikan, tetapi juga harus ada tanggung ini bahwa desa tidak lagi menjadi objek jawab dari yang sudah diberikan tersebut. pembangunan, tetapi subjek pembangunan. Program yang dilaksanakan tidak hanya Disahkannya Undang-Undang Nomor sebagai sekadar proyek, akan tetapi 6 Tahun 2014 tentang Desa membuat terdapat manfaat nyata bagi masyarakat kedudukan desa semakin tegas. Aturan yang akhirnya membawa dampak dibuat lebih spesifik agar peran desa lebih kesejahteraan pada desa-desa di Indonesia. optimal. Beberapa hal yang perlu dicatat Jangan sampai karena ketidaktahuan dari diberlakukannya aturan tersebut di pertanggungjawaban administrasi antaranya adalah desa memiliki visi dan pelaksanaan dana desa akan terganggu dan kewenangan yang luas di bidang justru akan membawa aparatur desa ke penyelenggaraan pemerintahan desa, arah mal-administrasi hingga korupsi. pelaksanaan pembangunan desa, Selain itu, kurangnya sosialisasi dan pembinaan kemasyarakatan desa, dan bimbingan juga dapat mengakibatkan pemberdayaan masyarakat desa. ketidaktahuan aparatur desa tentang Konsekuensi dari besarnya kewenangan bagaimana mengelola dana desa tersebut. tersebut adalah anggaran yang diberikan Permasalahan yang dihadapi selama ini juga bertambah jika dibandingkan dengan adalah rendahnya kualitas sumber daya sebelum disahkannya undang-undang manusia aparatur desa yang ada. tersebut. Rendahnya kualitas sumber daya manusia Besarnya jumlah dana untuk desa tersebut tentunya sedikit banyak dapat diharapkan mampu membuat desa-desa di mempengaruhi jalannya pemerintahan Indonesia lebih maju dan sejahtera karena khususnya di desa masing-masing. desa adalah subjek pembangunan. Pemerintah khususnya pemerintah Dikemukakan oleh Hoesada dalam Ismail, kabupaten/kota harus senantiasa dkk (2016:325), Undang-Undang Nomor 6 membimbing dan memberi arahan kepada Tahun 2014 mengangkat desa menjadi aparatur desa guna mendukung kebijakan subjek kepemerintahan, yaitu dari sekadar tersebut yang pada akhirnya berjalannya objek pembangunan sekarang menjadi pemerataan pembangunan di daerah. subjek pembangunan. Selain itu, dengan Termasuk desa-desa di Kabupaten adanya dana desa dengan jumlah yang Batang, setelah disahkannya undang- RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 12 undang desa tersebut aparatur desa di Program baru, regulasi baru, dan Kabupaten Batang harus siap dalam seperangkatnya tentu terdapat mengelola dana desa tersebut. Harus permasalahan dari program dana desa terdapat sinergi antara pemerintah tersebut. Apalagi gambaran aparatur desa kabupaten/kota dan desa agar terjadi selama ini yang masih lemah dalam hal pemerataan pembangunan khususnya di sumber daya manusia. Peneliti pun Kabupaten Batang. Pemerintah melakukan penelitian pada beberapa desa kabupaten/kota dan desa harus berjalan di wilayah Kabupaten Batang terkait beriringan, bersinergi, dan mempunyai visi dengan problem dan tantangan yang sama agar terjadi pemerataan pelaksanaan dana desa guna menjembatani pembangunan di Kabupaten Batang permasalahan yang timbul dari program dana desa tersebut. METODE PENELITIAN Dari penelitian yang dilakukan Pendekatan yang digunakan adalah ditemukan bahwa problem atau masalah metode penelitian dengan pendekatan yang dihadapi pemerintah desa sebagian kualitatif. Lokasi penelitian ini besar adalah keterbatasan sumber daya dilaksanakan di 5 (lima) desa di Kabupaten manusia, yaitu kualitas sumber daya Batang. Fokus penelitian ini adalah: (1) aparatur yang dimiliki desa masih rendah. problem dan tantangan pelaksanaan dana Masih sedikitnya aparatur desa yang desa, dengan indikator: (a) Rendahnya ‘melek’ teknologi sehingga mengakibatkan kualitas sumber daya manusia aparatur beberapa aparatur desa harus merangkap desa; dan (b) Regulasi baru dengan pekerjaan. Kurangnya pemahaman terkait anggaran besar; (2) kesiapan aparatur desa pengelolaan dana desa khususnya dalam dalam mengelola dana desa, dengan hal pengadministrasian atau laporan indikator: (a) Peningkatan kualitas sumber pertanggungjawaban menjadi kendala daya manusia aparatur desa; dan (b) dalam pelaksanaan program dana desa Sosialisasi dan bimbingan pengelolaan tersebut. dana desa. Metode yang digunakan untuk Adapun kendala terkait penyaluran mengumpulkan data dalam penelitian ini dana desa sampai dengan saat ini adalah adalah observasi, wawancara, dan waktu pencairan dana tidak dilakukan pada dokumentasi. awal tahun, seperti yang diungkapkan oleh Kepala Desa Wonotunggal, Bapak Rohani HASIL DAN PEMBAHASAN sebagai berikut: Problem dan Tantangan Pelaksanaan “Kendala penyaluran dana desa Dana Desa di Kabupaten Batang adalah pencairannya yang tidak Tidak dapat dipungkiri bahwa program awal tahun sehingga antara pelaksanaan pembangunan dan dana desa adalah sesuatu yang baru bagi pembuatan laporan pemerintah desa. Hal tersebut adalah salah pertanggungjawaban saling kejar- satu bentuk penghargaan negara kepada kejaran/tumpang tindih, sehingga desa-desa di seluruh wilayah Negara desa selalu dikejar-kejar laporan Kesatuan Republik Indonesia. Sifatnya pertanggungjawaban.” yang menyeluruh dan nasional membuat program dana desa disertai dengan regulasi Problematika di atas adalah gambaran yang cukup ketat dan rumit, khususnya kecil dari pelaksanaan dana desa di bagi pemerintah desa. Kabupaten Batang. Peneliti menemukan dampak positif dari adanya problematika

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 13 tersebut di antaranya terjalin koordinasi Tantangan lain yang dihadapi oleh dan tukar ilmu antara aparatur desa dengan pemerintah desa adalah laporan pendamping desa, adanya komunikasi yang pertanggungjawaban. Hasil penelitian lebih intens antara pemerintah desa dengan diperoleh bahwa pemerintah desa masih warganya, dan pemerintah desa lebih solid mengalami kesulitan dalam hal karena mengemban tanggung jawab yang administrasi pelaporan. Adanya bentuk besar, serta adanya tukar pikiran dengan laporan pertanggungjawaban yang masih desa di sekitarnya kemudian membentuk belum sederhana, banyaknya pengulangan forum kerja sekretaris desa dan bendahara laporan atau isi sehingga menimbulkan desa seperti yang terjadi di Desa Tersono. kurang efisiensi waktu dan pembengkakan Setelah mengetahui problematika yang pada belanja alat tulis kantor. Walau pun dihadapi oleh pemerintah desa, Peneliti pada dasarnya dengan adanya Siskeudes melakukan penelitian lebih lanjut terkait pemerintah desa sudah terbantu, akan dengan tantangan yang dihadapi oleh tetapi sumber daya manusia yang dimiliki pemerintah desa dalam kaitannya dengan dan mumpuni terbatas sehingga pengelolaan dana desa. Faktanya, saat ini mengakibatkan pekerjaan tidak dapat perkembangan teknologi telah berkembang optimal karena terdapat rangkap pekerjaan pesat, segala sesuatu menggunakan dan sebagainya. Selain itu, pencairan dana teknologi dan selalu diperbarui. Hasil dilakukan tidak pada awal tahun sehingga penelitian terkait dengan tantangan yang tenaga administrasi selalu dikejar dengan dihadapi dalam pengelolaan dana desa syarat pengajuan pencairan, pelaksanaan mayoritas adalah semua pengolahan data pembangunan dan pembuatan laporan menggunakan perangkat komputer dan pertanggungjawaban. berbasis teknologi informasi, walaupun di Desa-desa yang notabene berada di sisi lain pemerintah desa cukup terbantu bawah pemerintah daerah kabupaten dalam dengan adanya Siskeudes (Sistem hal ini adalah Dinas Pemberdayaan Keuangan Desa). Adapun satu informan Masyarakat dan Desa (Dispermades) tentu mengemukakan bahwa tantangan yang mendapat perhatian khusus terlebih dengan dihadapi adalah dalam menyusun RAB dan adanya dana desa. Peneliti menggali gambar kerja secara tepat, hasil pekerjaan informasi terkait dengan sejauh mana sesuai rencana kerja/rencana kerja harus intensitas pemerintah dalam hal ini Dinas matang, dan penggalian potensi dan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa gagasan harus sesuai dengan kemauan (Dispermades) dalam pembinaan masyarakat dan sudah tertuang dalam pengelolaan dana desa di Kabupaten RPJMDes. Batang. Hasil penelitian diperoleh bahwa Kemudian terkait dengan sejauh mana pemerintah daerah kabupaten dalam hal ini pemerintah desa memahami pengelolaan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa dana desa berdasarkan regulasi atau (Dispermades) sudah baik dalam peraturan perundang-undangan yang ada, pelaksanaan pembinaan dengan pemerintah desa selalu mengikuti regulasi memberikan bantuan tenaga pendamping yang ada agar dana desa dapat ke desa. Terdapat fokus yang harus dilaksanakan dengan baik dan ditingkatkan seperti yang diungkapkan berkoordinasi dengan kecamatan dan oleh Kepala Desa Wonotunggal, Bapak Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Rohani sebagai berikut: (Dispermades). “Intensitas pemerintah dalam pembinaan dana desa sudah cukup RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 14 bagus namun alangkah baiknya kualitas sumber daya aparatur yang apabila pendampingan pemerintah dimiliki desa masih rendah. Masih dilakukan secara intens baik dalam sedikitnya aparatur desa yang ‘melek’ pelaksanaan pembangunan dan teknologi sehingga mengakibatkan pembuatan laporan sehingga periodisasinya terkontrol dan beberapa aparatur desa harus merangkap terpantau, harapannya dalam pekerjaan. Kurangnya pemahaman terkait pembuatan SPJ nya tidak salah dan pengelolaan dana desa khususnya dalam menghemat waktu.” hal pengadministrasian atau laporan pertanggungjawaban menjadi kendala Lebih daripada itu, Dinas dalam pelaksanaan program dana desa Pemberdayaan Masyarakat dan Desa tersebut, sedangkan tantangan yang (Dispermades) Kabupaten Batang sudah dihadapi adalah semua pengolahan data sangat kooperatif apabila ada kendala dan menggunakan perangkat komputer dan selalu memberi solusi dan arahan ke desa. berbasis teknologi informasi, walaupun di Roh pelaksanaan dana desa adalah sisi lain pemerintah desa cukup terbantu swakelola, masyarakat harus terlibat aktif dengan adanya Siskeudes (Sistem sehingga perekonomian masyarakat akan Keuangan Desa). lebih baik. Peneliti juga mencoba menggali informasi terkait sejauh mana keterlibatan Kesiapan Aparatur Desa di Kabupaten masyarakat dalam pemanfaatan dana desa, Batang Dalam Mengelola Dana Desa dan hasil penelitian diperoleh bahwa Data yang diperoleh bahwa rata-rata masyarakat sudah terlibat aktif dalam desa di Kabupaten Batang mendapatkan pelaksanaan dana desa. Diungkapkan oleh dana desa sebesar lebih dari Rp Kepala Desa Subah, Bapak Kisriyanto 700.000.000,- (tujuh ratus juta rupiah). sebagai berikut: Dana tersebut tidaklah sedikit, tetapi dalam “Bersama-sama masyarakat ikut fakta yang diperoleh bahwa dana desa mengawal dan ikut mengawasi yang digelontorkan sejumlah tersebut jalannya pemanfaatan dana desa, dirasa masih kurang. Pada dasarnya memberdayakan tenaga (pekerja) memang target yang dipasang pemerintah lokal, dan ikut mengusulkan rencana untuk desa di seluruh Indonesia adalah pemanfaatan dana desa.” kurang lebih satu milyar rupiah. Pertanyaannya adalah dapatkah pemerintah Kemudian oleh Kepala Desa desa mengelola dana tersebut? Dapatkah Wonotunggal, Bapak Rohani sebagai aparatur desa membuat laporan berikut: pertanggungjawabannya dengan segala “Sangat besar baik dari problematika yang ada? Dan lain pemberdayaan gotong royong dan sebagainya. Aparatur desa adalah kunci pemanfaatan dari tenaga dari program dana desa. Semakin kerjanya/padat karya, masyarakat juga banyak membantu dengan kompeten aparat desa yang ada, maka akan swadaya.” semakin cepat pembangunan desa terjadi. Hasil penelitian terkait dengan Dari uraian di atas dapat disimpulkan kesiapan aparatur desa dalam pelaksanaan bahwa problem dan tantangan pelaksanaan dana desa diperoleh bahwa aparatur desa dana desa di Kabupaten Batang adalah sudah siap dengan adanya program dana keterbatasan sumber daya manusia yaitu desa, ditunjukkan dengan kepala desa mempersiapkan atau menyediakan staf RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 15 yang menguasai teknologi informasi untuk Kepala Desa Pasekaran, Bapak Niti Suwito mengelola dana desa. Adapun program sebagai berikut: pengembangan dan peningkatan kapasitas “Sistem pengalokasian dana desa ke aparatur desa terus dilakukan guna masing-masing dusun kami lakukan kelancaran pelaksanaan dana desa. Di dengan skala prioritas karena belum antaranya adalah dengan mengikutsertakan tentu semua usulan dari masing- aparatur desa dalam pelatihan-pelatihan masing RT maupun RW bisa yang berkaitan dengan pengelolaan dana dilaksanakan dengan biaya dana desa. Ungkap Kepala Desa Reban, Bapak desa.” Didiek Sutamaji sebagai berikut: “Tiap tahun kita selalu Sehubungan dengan hal di atas, skala menyelenggarakan bintek siskeudes prioritas penggunaan dana desa mayoritas bagi aparat desa, pemkab juga adalah untuk pembangunan infrastruktur mengadakan sosialisasi terkait penunjang perekonomian dan program dana desa.” pemberdayaan masyarakat. Nampaknya Kepala Desa Wonotunggal, Bapak pemerintah desa sudah paham betul Rohani mengungkapkan strateginya dalam bagaimana dana desa dilaksanakan agar mengatasi keterbatasan SDM aparatur desa terjadi perputaran uang di desanya dan guna mendukung dan kelancaran terjadi kesejahteraan di desa masing- pelaksanaan dana desa adalah dengan masing. pelatihan-pelatihan terkait pengelolaan Tiap desa pun sudah memiliki dana desa, menjadi anggota forum tenaga dokumen RPJMDes, RKPDes, dan administrasi, dan konsultasi dengan dokumen penunjang lain guna kelancaran pendamping desa. pelaksanaan dana desa. Secara keseluruhan Peneliti mencoba menggali lebih jauh program yang dilaksanakan sudah sesuai terkait pelaksanaan dana desa di desa dengan rencana pembangunan desa. Dalam masing-masing. Fakta diperoleh bahwa hal ini, pemerintah desa selalu aktif secara keseluruhan kegiatan yang didanai memberikan informasi dan sosialisasi dari dana desa dilaksanakan dengan terkait penggunaan dan pengelolaan dana swakelola, baik perencanaan, pelaksanaan desa ke masyarakat. Caranya adalah dan pengawasan dikerjakan secara mandiri melalui rapat desa, sosialisasi di masing- dengan melibatkan dinas terkait. Dalam masing Rukun Tetangga (RT), dalam pelaksanaan proyek di lapangan juga kegiatan tahlil keliling, banner yang menggunakan pekerja dari desa atau dipasang di beberapa lokasi, dan melalui masyarakat sekitar, dengan begitu akan perkumpulan lain yang bisa dimanfaatkan timbul perputaran uang di desa yang pada untuk sosialisasi ke masyarakat. akhirnya akan mensejahterakan desa Dari uraian di atas dapat disimpulkan tersebut. bahwa kesiapan aparatur desa dalam Kemudian terkait dengan bagaimana pelaksanaan dana desa adalah aparatur pengalokasian dana desa ke masing- desa sudah siap dengan adanya program masing dusun/Rukun Tetangga/Rukun dana desa, ditunjukkan dengan kepala desa Warga di desa masing-masing adalah mempersiapkan atau menyediakan staf dengan skala prioritas dan diselaraskan yang menguasai teknologi informasi untuk dengan RPJMDes. Diungkapkan oleh mengelola dana desa. Adapun program pengembangan dan peningkatan kapasitas aparatur desa terus dilakukan guna RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 16 kelancaran pelaksanaan dana desa. Di daya aparatur desa tentu akan membuat antaranya adalah dengan mengikutsertakan ketimpangan dalam pelaksanaannya. aparatur desa dalam pelatihan-pelatihan Apalagi di era saat ini semuanya berbasis yang berkaitan dengan pengelolaan dana data teknologi, poin tersebut harus menjadi desa. titik perhatian bagi pemerintah daerah khususnya pemerintah kabupaten untuk PEMBAHASAN meningkatkan kapasitas kelembagaan dan Problem dan tantangan pelaksanaan individu pemerintah desa. dana desa di Kabupaten Batang adalah Masih sedikitnya aparatur desa yang keterbatasan sumber daya manusia, yaitu ‘melek’ teknologi sehingga mengakibatkan kualitas sumber daya aparatur yang beberapa aparatur desa harus merangkap dimiliki desa masih rendah. Masih pekerjaan. Nyatanya, aparatur desa yang sedikitnya aparatur desa yang ‘melek’ menguasai teknologi informasi diberi tugas teknologi sehingga mengakibatkan untuk mengelola dana desa. Hal tersebut beberapa aparatur desa harus merangkap adalah konsekuensi dari program dana desa pekerjaan. Kurangnya pemahaman terkait yang mengharuskan semua data baik pengelolaan dana desa khususnya dalam perencanaan hingga laporan hal pengadministrasian atau laporan pertanggungjawaban berbasis teknologi. pertanggungjawaban menjadi kendala Dampaknya adalah seringkali aparatur dalam pelaksanaan program dana desa desa merangkap pekerjaan yang pada tersebut, sedangkan tantangan yang akhirnya menimbulkan tidak efektif dan dihadapi adalah semua pengolahan data efisien pada kinerja lembaga pemerintah menggunakan perangkat komputer dan desa. berbasis teknologi informasi, walaupun di Kurangnya pemahaman terkait sisi lain pemerintah desa cukup terbantu pengelolaan dana desa khususnya dalam dengan adanya Siskeudes (Sistem hal pengadministrasian atau laporan Keuangan Desa). pertanggungjawaban juga menjadi kendala Wasistiono dan Tahir dalam Tempati, dalam pelaksanaan program dana desa. dkk (2017:1441) menyatakan bahwa unsur Dikemukakan oleh Subroto (2009:91) kelemahan/keterbatasan yang dimiliki oleh dalam penelitian Tesisnya yang berjudul pemerintahan desa salah satunya adalah “Akuntabilitas Pengelolaan Dana Desa kualitas sumber daya aparatur yang (Studi Kasus Pengelolaan Alokasi Dana dimiliki desa pada umumnya masih Desa di Desa-Desa Dalam Wilayah rendah. Hal tersebut sesuai dengan fakta di Kecamatan Tlogomulyo Kabupaten lapangan bahwa sampai saat ini masalah Temanggung Tahun 2008)” bahwa dalam yang dihadapi pemerintah desa adalah hal pertanggungjawaban administrasi terkait dengan kualitas sumber daya keuangan, kompetensi sumber daya manusia yang masih rendah. Kualitas manusia pengelola merupakan kendala sumber daya manusia yang rendah dari utama. aparatur desa akan mengganggu kinerja Hasil penelitian memang dari pemerintah desa itu sendiri. mengungkapkan bahwa tidak banyak Dana desa yang notabene program aparatur desa yang memahami pengelolaan nasional dengan jumlah dana yang besar dana desa, terlebih dalam hal membuat pemerintah desa harus bekerja pengadministrasian atau laporan lebih optimal. Jumlah dana besar yang pertanggungjawaban. Fakta yang diperoleh tidak dibarengi dengan kualitas sumber adalah walaupun hanya sebagian saja RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 17 aparatur desa yang memahami pengelolaan Pemerintah desa akan lebih sering bertemu dana desa dan menguasai teknologi dengan warganya, bermusyawarah, dan informasi, pemerintah desa tetap konsisten berjalan beriringan guna mewujudkan dan optimis melaksanakan program dana kesejahteraan di desa masing-masing. Tak desa dengan sistem gotong royong, mulai dapat dipungkiri bahwa dengan adanya dari membuat perencanaan hingga laporan jumlah dana yang besar, desa berbondong- pertanggungjawaban. bondong dan berlomba-lomba untuk Tantangan ke depan yang dihadapi membuat desanya lebih maju. Mulai dari pemerintah desa adalah semua pengolahan membangun infrastruktur penunjang data menggunakan perangkat komputer perekonomian hingga pemberdayaan dan berbasis teknologi informasi. masyarakat. Pemerintah desa tentu tidak menutup mata Berikutnya adalah pemerintah desa dengan fakta yang ada bahwa hanya satu sama lain lebih solid dengan adanya sebagian saja aparatur desa yang mampu program dana desa karena mengemban atau menguasai perangkat komputer dan tanggung jawab yang besar. Walaupun teknologi informasi. Melihat kelemahan hanya satu atau dua perangkat yang dapat tersebut, pemerintah desa selalu berupaya mengoperasikan perangkat komputer dan agar pelaksanaan dana desa terus berjalan teknologi informasi, perangkat yang lain guna mensejahterakan masyarakatnya tidak serta merta hanya melihat saja. dengan mengikutsertakan aparatur desa Tanggung jawab justru timbul karena pada pelatihan-pelatihan terkait diberi amanah yang lebih besar sehingga pengelolaan dana desa sekaligus pelatihan menimbulkan kesadaran dari setiap teknologi informasi sebagai penunjang aparatur desa bahwa dana desa adalah pelaksanaan dana desa tersebut. Upaya- tanggung jawab bersama dan harus upaya yang demikianlah yang harus dikerjakan secara bersama. dilakukan agar pemerataan pembangunan Lebih daripada hal tersebut di atas, tidak terhambat hanya karena masalah dampak poistif berikutnya adalah adanya sumber daya aparatur desanya. tukar pikiran dengan desa di sekitarnya Fakta lain yang merupakan dampak kemudian membentuk forum kerja positif adalah terjalinnya koordinasi dan sekretaris desa dan bendahara desa seperti tukar ilmu antara aparatur desa dengan yang terjadi di Desa Tersono. Forum- pendamping desa. Hal tersebut secara tidak forum atas kesadaran sendiri seperti inilah langsung akan memberikan ilmu baru bagi yang akan membuat desa akan lebih cepat aparatur desa berkaitan dengan bagaimana pertumbuhannya, baik dalam infrastruktur seharusnya pelaksanaan dana desa menurut maupun perekonomian. Selain itu, peraturan perundang-undangan yang Koordinasi dengan Dinas Pemberdayaan berlaku serta mengimplementasikannya di Masyarakat dan Desa (Dispermades) juga lapangan. Dari sisi pendamping desa pun selalu dilakukan agar pelaksanaan dana demikian, pendamping desa dituntut lebih desa dapat terus berlanjut dan sensitif dan peka terhadap pelaksanaan mendapatkan output atau luaran yang dana desa khususnya implementasi di bermanfaat bagi masyarakat. lapangan dengan berbagai problem dan Kesiapan aparatur desa dalam tantangannya. pelaksanaan dana desa adalah aparatur Dampak positif berikutnya adalah desa sudah siap dengan adanya program adanya komunikasi yang lebih intens dana desa, ditunjukkan dengan kepala desa antara pemerintah desa dengan warganya. mempersiapkan atau menyediakan staf RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 18 yang menguasai teknologi informasi untuk juga dilakukan pemerintah kabupaten mengelola dana desa. Hasil penelitian sebagai upaya peningkatan kualitas sumber tersebut mementahkan anggapan tahun daya aparatur desa yang ada di Kabupaten sebelumnya oleh Basri dalam Ismail, dkk Batang. (2016:326) bahwa Kementerian keuangan Ada atau tidak adanya program dana juga menilai perangkat desa masih belum desa, peningkatan kapasitas dan kualitas siap untuk menerima anggaran dana desa aparatur desa harus selalu dilakukan saat ini. sehubungan dengan perkembangan Memang jika bandingkan korelasi teknologi yang semakin cepat. Terlebih antara jumlah dana desa yang besar dengan sekarang ini transparansi anggaran sudah kualitas sumber daya aparatur desa yang menjadi tren yang notabene sistem tersebut mayoritas masih rendah maka secara berbasis online atau internet. Bahwa di era mentah akan beranggapan bahwa sekarang semua data menggunakan pemerintah desa tidak akan siap dengan perangkat komputer dan berbasis adanya program dana desa tersebut. Di sisi teknologi, maka dari itu aparatur desa lain, pemerintah desa dipaksa untuk harus dapat meningkatkan kualitasnya mengelola dan melaksanakan dana desa masing-masing sesuai dengan yang begitu besar, maka dengan sumber perkembangan zaman. daya manusia yang ada yang mampu dan Kesiapan aparatur desa dalam menguasai perangkat komputer dan melaksanakan program dana desa juga teknologi informasi, dana desa tetap ditunjukkan dengan sudah memilikinya berjalan hingga saat ini. Pemerintah desa dokumen seperti RPJMDes, RKPDes, dan pun siap dengan konsekuensi terus belajar dokumen penunjang lain sehubungan dan mengembangkan potensi dari tiap-tiap dengan dana desa. Program yang aparaturnya. dilaksanakan juga sudah sesuai dengan Untuk saat ini, berkaitan dengan rencana pembangunan desa. Pemerintah pengelolaan dan pelaksanaan dana desa, desa selalu aktif memberikan informasi kepala desa mempersiapkan atau dan sosialisasi terkait penggunaan dan menyediakan staf yang menguasai pengelolaan dana desa ke masyarakat, baik teknologi informasi untuk mengelola dana melalui rapat desa, sosialisasi di masing- tersebut. Tentu dampaknya adalah staf masing Rukun Tetangga (RT), dalam yang menguasai teknologi informasi kegiatan tahlil keliling, banner yang tersebut akan merangkap pekerjaan. dipasang di beberapa lokasi, dan melalui Pemerintah desa khususnya kepala desa perkumpulan lain yang bisa dimanfaatkan menyadari betul bahwa perlu adanya untuk sosialisasi ke masyarakat. peningkatan kualitas bagi perangkatnya. Dari beberapa desa yang dijadikan objek SARAN penelitian, ditemukan bahwa tiap tahun Bagi pemerintah desa, terus berupaya terdapat pelatihan-pelatihan bagi aparatur meningkatkan kapasitas aparatur desa guna meningkatkan kualitasnya dan pemerintah desa untuk meningkatkan sebagai penunjang dalam kelancaran kualitas pengelolaan dana desa sesuai program dana desa. Selain itu juga dengan dengan misi dan harapan pemerintah menjadi anggota forum tenaga terhadap pengelolaan dana desa. Perubahan administrasi, dan konsultasi dengan paradigma mengenai perilaku dan pola pendamping desa. Bintek terkait Siskeudes pikir bagi setiap aparatur desa secara terus dan sosialisasi terkait program dana desa berkelanjutan dari pamong desa menjadi RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 19 pelayan publik/masyarakat desa. Bagi Subroto, Agus. 2009. Akuntabilitas pemerintah kabupaten, menyediakan Pengelolaan Dana Desa (Studi Kasus tenaga pendamping desa yang profesional Pengelolaan Alokasi Dana Desa di Desa-Desa Dalam Wilayah dan memadai sesuai jumlah desa, untuk Kecamatan Tlogomulyo Kabupaten mendorong percepatan alih teknologi dan Temanggung Tahun 2008). Tesis. meningkatkan tata kelola keuangan desa. Semarang: Universitas Diponegoro. Terus mengintensifkanpenyelenggaraan pelatihan bagi aparatur desa secara Tempati, Riko, Rita Kala Linggi dan komprehensif dan berkelanjutan dengan Budiman. 2017. ‘Implementasi substansi materi yang tepat sasaran untuk Kebijakan Alokasi Dana Desa (ADD) Dalam Pembangunan di Desa pembenahan dan peningkatan tata kelola Tengku Dacing Kecamatan Tana Lia dana desa. Kabupaten Tana Tidung’. eJournal Ilmu Pemerintahan, Volume 5 DAFTAR PUSTAKA Nomor 4 Hal. 1435-1446. Ismail, Muhammad, Ari Kuncara Widagdo Samarinda: Universitas dan Agus Widodo. 2016. ‘Sistem Mulawarman. Akuntansi Pengelolaan Dana Desa’. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Volume Undang-Undang Republik Indonesia. XIX No. 2, Agustus 2016 Hal. 323- 2014. Undang-Undang Republik 340. ISSN 1979-6471. Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 20 PENGEMBANGAN MODEL PROMOSI WISATA KABUPATEN BATANG DENGAN MOBILE AUGMANTED REALITY

Much. Rifqi Maulana dan Ichwan Kurniawan STMIK Widya Pratama

SARI Penyajian informasi objek wisata di Kabupaten Batang saat ini dilakukan dengan media brosur, spanduk, reklame dan website. Selain website, media promosi tersebut hanya bisa dilihat ketika wisatawan sudah berada di lokasi wisata. Belum adanya media informasi tersebut tentunya menjadi permasalahan bagi wisatawan untuk mendapatkan informasi yang akurat, tepat waktu dan relevan tentang objek wisata yang akan dikunjungi. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model promosi wisata di Kabupaten Batang dengan memanfaatkan Mobile Augmented Reality. Metode penelitian yang digunakan meliputi, metode pengumpulan data yang dilakukan dengan observasi dan pengamatan, metode pengembangan sistem dan metode pengujian. Metode pengembangan sistem yang digunakan adalah metode waterfall dengan tahapan: communication, planning, modeling, construction dan deployment. Sedangkan metode pengujian yang dilakukan adalah dengan graphical user interface (GUI) testing. Hasil dari penelitian ini adalah terbetuknya sebuah aplikasi promosi wisata Kabupaten Batang dengan memanfaatkan teknologi Mobile Augmented Reality. Dari hasil pengujian yang dilakukan di alun-alun Kabupaten Batang, didapatkan hasil 9 (Sembilan) objek wsiata terdeteksi dan 6 (enam) objek wsiata tidak terdeteksi. Beberapa objek wisata tidak terdeteksi karena jarak dari lokasi pengujian terlalu jauh (lebih dari 20 km). Perlu dilakukan penambahan lokasi wisata yang lebih banyak dan pengujian terhadap aplikasi promosi wisata Kabupaten Batang dengan memanfaatkan teknologi Mobile Augmented Reality dengan menggunakan beberapa perangkan mobile android yang memiliki spesifikasi dan koneksi jaringan internet yang berbeda.

Kata Kunci: Wisata, Aplikasi Mobile, Augmented Reality, Kabupaten Batang.

ABSTRACT The information media about tourism object at Barang Regency has been doing by brochure, banner, advertisement, and website. Other than website, other media can only be seen when the tourist is on the tourism object location. The condition cause such problem for the tourist in gaining accurate information, time, and the relevance about the tourism object destination. This research aimed at building the tourism promotion model at Batang Regency by using Mobile Augmented Reality. The research method used were data collecttion method that has been doing by observation and monitoring, system development method and testing method. The system development method used was waterfall method with the stages are : communication, planning, modeling, construction and deployment. Whereas the testing method used was graphical user interface (GUI) testing. The result of the reasearch is a tourism promotion application in Batang Regency by using a Mobile Augmented Reality technology. The testing result that has been done at Batang Regency square yielded that 9 (nine) tourism object was detected and 6 (six) tourism object was not detected. Some of the tourism object was not detected due to the long distance from the testing location (more than 20km) It is necessary to add more tourism location and the testing upon the tourism promotion application at Batang Regency by using Mobile Augmented Reality with some android mobile equipment in its specification and with different internet connection. Keywords: Tourism, Mobile, Augmented Reality Application, Batang Regency.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 21 PENDAHULUAN mencapai 561.282 orang, dengan total Kabupaten Batang berada di jalur pendapatan Rp. 1.463.820.400. pantura dengan luas wilayah 78.864,16 Ha. Kondisi saat ini, penyajian informasi Kabupaten Batang memiliki 15 Kecamatan tentang potensi wisata Kabupaten Batang dengan 248 desa. Banyak kendaraan yang dilakukan dengan media brosur, spanduk, transit atau singgah di Kabupaten Batang reklame dan website. Media promosi sehingga sangat berpotensi menjadikan brosur, spanduk dan reklame hanya bisa Kabupaten Batang sebagai wilayah bisnis dilihat ketika wisatawan sudah berada di dan wisata. Banyaknya kendaraan yang lokasi wisata. transit, secara otomatis banyak pengunjung Dengan menyajikan sebuah model yang menikmati produk dan jasa yang ada promosi wisata di Kabupaten Batang di Kabupaten Batang. dengan menggunakan mobile augmented Sesuai kondisi alam dan budayanya, reality diharapkan akan dapat memberikan Kabupaten Batang memiliki beragam dampak yang positif terhadap sektor potensi wisata, antara lain wisata alam, pariwisata di Kabupaten Batang. Apabila wisata rekreasi dan pertunjukan, wisata sektor pariwisata meningkat, secara agro dan cagar budaya. Selain potensi otomatis Pendapatan Asli Daerah (PAD) wisata yang ada, daya tarik Kabupaten Kabupaten Batang juga meningkat dan Batang juga ditunjang dengan fasilitas perekonomian masyarakat sekitar lokasi transportasi dan akomodasi yang cukup wisata juga akan meningkat. memadai. Sektor pariwista di Kabupaten Batang semakin dikembangkan oleh Landasan Teori pemerintah daerah. Tidak hanya Augmented Reality adalah kombinasi pemerintah daerah, masyarakat pun turut dari lingkup nyata dan virtual, yang isinya andil serta dengan munculnya obyek lebih nyata dibandingkan dengan virtual. wisata baru yang dikelola swadaya. Obyek Hal ini akan menjadikan lingkungan wisata tersebut seperti Rumah Pohon dimana seseorang berfikir mengenai Bandar, Desa Wisata Pandansari, Obyek penambahan elemen virtual ke dalam Wisata Sikembang, Rumah Bunga di lingkungan yang nyata. Augmented Reality Wonobodro, Pantai Jodo, Pantai Celong adalah sebuah tempat transisi antara dan lain-lain. Obyek wisata ini melengkapi realitas virtual dan realitas nyata. Menutur obyek wisata yang sudah ada seperti Barfield & Caudell pada tahun 2001, Kolam Renang Bandar, THR Kramat, sebuah konsep yang mensimulasikan Pantai Ujungnegoro, Pantai Sigandu, bagian dari dunia di sebuah lingkup virtual Kebun Teh Pagilaran, Pemandian Air reality komputer namun sekaligus tetap Panas Sangubanyu (Batang 2017) mempertahankan aspek perangkat yang Terdapat 9 objek wisata yang dikelola nyata (Risty 2012). Perkembangan oleh Pemkab Batang, yaitu Kolam Renang augmented reality yang diterpakan dalam Bandar, THR Kramat, Pantai Jodo, Pantai perangkat bergerak, dapat memberikan Ujung Negoro, Pantai Sigandu, Pagilaran, informasi kepada pengguna tentang dunia Pantai Celong dan Pemandian Air Panas nyata. Dengan menggunakan augmented Sangubanyu. Berdasarkan data Badan reality aplikasi khusus, seperti permainan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Batang, dan simulasi penerbangan dapat disajikan pada tahun 2016 jumlah pengunjung objek lebih menarik dan interaktif antara wisata yang dikelola oleh Pemkab Batang pengguna dengan perangkat yang mendukung. RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 22 Di dalam teknologi Augmented Reality mobile device dengan mengunakan mobile tidak terpisah dari Augmented Reality network, yang dilengkapi kemampuan Display. Augmented Reality Display untuk memanfaatkan lokasi dari mobile adalah image pembentukan sistem yang device tersebut. Location Based Service menggunakan seperangkat komponen memberikan kemungkinan komunikasi dan optik, elektronik, dan mekanik untuk interaksi dua arah, oleh karena itu menghasilkan gambar suatu tempat pada pengguna memberitahu penyedia layanan jalur optik di antara mata pengamat dan untuk mendapatkan informasi yang benda fisik untuk dapat ditambah (Oliver dibutuhkan, dengan referensi posisi and Ramesh 2005). Hal ini menunjukkan pengguna tersebut (Imaniar, Arifin and bahwa dengan menggunakan augmented Khalillullah 2012). reality pandangan pengguna seolah-olah Point of Interest (POI) dapat dihasilkan ditambahkan lingkungan virtual ke dalam relatif terhadap lokasi pengguna berada. dunia nyata. Hal ini berarti POI adalah lokasi yang Location Based Service adalah layanan dinamis dan berubah berdasarkan lokasi informasi yang dapat diakses melalui pengguna (Satoto & Rahmanita, 2013).

Gambar 1.Point of Interest (POI)

Pada gambar 1 di atas menunjukkan dan informasi real time tentang objek POI diletakkan di sekitar pengguna yang wisata tersebut, sehingga dibutuhkan dianggap sebagai pusat lingkaran. Jarak aplikasi yang dapat memberikan informasi antara POI dan lokasi pengguna tergantung navigasi interaktif dengan teknologi pada rentang pencarian dan jarak antara augmented reality (AR) yang dapat keduanya digunakan sebagai jari-jari atau mengetahui arah dari posisi lokasi yang radius. dituju. Informasi di dalam aplikasi dapat diakses secara real time dan up to date, METODE PENELITIAN semua data informasi yang banyak dapat Berdasarkan hasil observasi tersebut dijadikan satu dalam satu aplikasi. dapat disimpulkan saat ini objek wisata di Sedangkan data terkait potensi wisata Kabupaten Batang belum memiliki media yang ada di Kabupaten Batang dapat yang dapat memberikan gambaran profil dilihat pada tabel 1 berikut:

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 23 Tabel 1. Potensi Wisata di Kabupaten Batang No Potensi Wisata Latitude Longitude 1 Pantai Ujungnegoro -6.891230446 109.7973656 2 Pantai Jodo -6.92221 109.998761 3 Pantai Celong -6.915508185 109.9335188 4 Pantai Sigandu -6.880372473 109.752148 5 Batang Dolphin Center -6.882423 109.754862 6 Tempat Hiburan Rakyat (THR) Kramat -6.924879469 109.733744 7 Deswita Pandansari -6.980311 109.719756 8 Bandar Eco Park -7.035306833 109.8024598 9 Pemandian Air Hangat Sangubanyu -7.099416224 109.9633444 10 Wisata Agro Selopajang Timur (WAST) -7.067691 109.854562 11 Agrowisata Pagilaran -7.11091239 109.8548253 12 Prasasti Sojomerto -7.041789517 109.8995882 13 Stasiun Batang -6.906175484 109.7322881 14 Panjara Kolonial Belanda -6.908376 109.730989 15 Makam Syaikh Tholabuddin -6.950618 109.689567

Metode pengembangan sistem yang dilakukan perancangan desain input yang digunakan adalah metode waterfall yang digunakan untuk memasukkan lokasi dan meliputi tahap-tahap antara lain informasi potensi wisata ke dalam sistem communication, planning, modeling, oleh admin dan desain output berupa construction dan deployment. Pada tahap informasi terpadu yang dapat diakses oleh communication, dilakukan pengumpulan aplikasi android. Perancangan user data melalui observasi. Pada tahap interface aplikasi menggunakan Lembar planning, dilakukan identifikasi terhadap Kerja Tampilan (LKT). kebutuhan sistem yang diperoleh dari Construction merupakan tahap proses kegiatan pengumpulan data yang sudah pengkodean sistem, menerjemakan dilakukan pada tahap communication yang pecancangan desain sistem dalam bahasa meliputi kebutuhan fungsional dan yang bisa dikenali oleh komputer. Pada kebutuhan nonfungsional serta membuat pembuatan aplikasi web (POI Server), penjadwalan rencana yang akan dilakukan akan menggunakan bahasa pemrograman dalam pembuatan sistem. Dalam tahapan PHP untuk server side, HTML, Javascript modeling dilakukan perancangan desain dan CSS untuk tampilan client side-nya. sistem secara umum untuk memberikan Sedangkan untuk aplikasi android akan gambaran secara umum tentang sistem menggunakan bahasa pemrograman Java, yang dibangun agar pengembangan atau library Layar SDK 8.4.1 untuk augmented perancangan aplikasi ini dapat memenuhi reality-nya dan menggunakan IDE Eclipse semua kebutuhan pengguna (user) dengan Juno 4.2. Pembuatan aplikasi POI Server, lengkap dan tepat dengan menggunakan yang digunakan untuk mengelola data POI. alat bantu UML. Dalam tahap ini juga Adapun hasilnya adalah sebagai berikut:

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 24 Gambar 2. Halaman Login PO

Gambar 3. Halaman Beranda

Gambar 4. Halaman Tambah Data Wisata

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 25 Tahap berikutnya adalah mencoba mengunduh melaui aplikasi google play. aplikasi pada Augmented Reality (AR) Dalam tahap construction, juga terdapat browser, untuk melihat POI melalui pengujian sistem, dengan menggunakan perangkat mobile berbasis Android. metode graphical user interface (GUI) Caranya adalah dengan mengunjungi testing. http://get.layar.com/ atau dapat

Gambar 5. Tampilan AR Browser (Layar Vision)

Tahap terakhir adalah deployment, communication, planning, modelling, yaitu penyerahan atau distribusi sistem construction dan deployment. Aplikasi aplikasi yang sudah jadi kepada Badan tersebut sudah dapat diunduh di play store. Perencanaan, Penelitian dan Aplikasi promosi wisata Kabupaten Pengembangan Kabupaten Batang. Batang dengan memanfaatkan teknologi Mobile Augmented Reality sudah dibangun HASIL DAN PEMBAHASAN dan dilakukan pengujian. Tahap berikutnya Hasil dari penelitian ini adalah adalah melakukan pengujian secara terbetuknya sebuah aplikasi promosi langsung dengan menggunakan perangkat wisata Kabupaten Batang dengan mobile android (Samsung Grand Neo) memanfaatkan teknologi Mobile untuk mengakses aplikasi tersebut. Adapun Augmented Reality. Aplikasi tersebut spesifikasi perangkat mobile android yang dibangun dengan metode pengembangan digunakan dapat dilihat pada tabel 2 sistem waterfall, dengan tahapan berikut:

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 26 Tabel 2. Spesifikasi Perangkat Mobile Android Samsung Grand Neo Display Type TFT Capacitive touchscreen, 16 juta warna Size 5.01 inch, 480 x 800 pixels (186 ppi) Memory Card slot MicroSD, hingga 64 GB Internal 8 GB, 1 GB RAM Data GPRS Yes EDGE Yes 2G GSM 850, 900, 1800, 1900 3G HSDPA 900, 2100 Speed HSDPA, 21 Mbps; HSUPA, 5.76 Mbps WLAN Wi-Fi 802.11 b/g/n, Wi-Fi Hot spot, DLNA, WiFi Direct Camera Primary 5 MP, 2592 x 1944 pixels Features Geo-tagging, autofocus, touch focus, face and smile detection Secondary Ya, VGA Features Os Android OS v4.2 (Jelly Bean) Chipset Broadcom Capri BCM23550 CPU Quad Core 1.2 GHz, Cortex-A7 GPU Broadcom VideoCore® IV Sensor Accelerometer, proximity, compass GPS GPS Built-in, A-GPS, GLONASS

Pengujian untuk jarak POI objek longitude 109.73019410000006. Dari titik wisata di Kabupaten Batang dengan awal tersebut akan diukur berapa kilometer menggunakan perangkat mobile android jarak lurus dengan koordinat POI objek dilakukan di Alun-alun Batang, dengan wisata di Kabupaten Batang. Hasil koordinat latitude -6.9078556 dan penentuan jarak dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil Penentuan Jarak Dengan Perangkat Mobile Android No Objek Wisata Jarak POI (Km) 1 Pantai Ujungnegoro 9.2 2 Pantai Jodo undetected 3 Pantai Celong undetected 4 Pantai Sigandu 4.8 5 Batang Dolphin Center 4.9 6 Tempat Hiburan Rakyat (THR) Kramat 2.9 7 Deswita Pandansari 9.8 8 Bandar Eco Park 19.5 9 Pemandian Air Hangat Sangubanyu undetected 10 Wisata Agro Selopajang Timur (WAST) undetected 11 Agrowisata Pagilaran undetected 12 Prasasti Sojomerto undetected 13 Stasiun Batang 0.3 14 Panjara Kolonial Belanda 0.2 15 Makam Syaikh Tholabuddin 8.0

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 27 Dari hasil pengujian yang dilakukan di Imaniar, Juwita, Arifin, and Ahmad Alun-Alun Kabupaten Batang, didapatkan Subhan Khalillullah. 2012. "Aplikasi hasil 9 (sembilan) objek wsiata terdeteksi Location Based Service untuk Sistem Informasi Publikasi Acara pada dan 6 (enam) objek wsiata tidak terdeteksi. Platform Android." Jurnal ITS. Beberapa objek wisata tidak terdeteksi karena jarak dari lokasi pengujian terlalu Oliver, Bimber, and Raskar Ramesh. 2005. jauh (lebih dari 20 km). Spatial Augmented Reality. Mitsubishi Electric Research SARAN Laboratory. Perlu dilakukan penambahan lokasi Risty, Ammatia. 2012. "Augmented wisata yang lebih banyak dan pengujian Reality." Institut Tekonologi Telkom terhadap aplikasi promosi wisata (Institut Tekonologi Telkom). Kabupaten Batang dengan memanfaatkan teknologi Mobile Augmented Reality Satoto, Budi Dwi, and Eza Rahmanita. dengan menggunakan beberapa perangkan 2013. "Integrasi Augmented Reality mobileandroid yang memiliki spesifikasi pada Mobile Virtual Tour berbasis dan koneksi jaringan internet yang Android untuk pencarian lokasi dan rute terdekat." Mikrotek 1: 59-66. berbeda.

DAFTAR PUSTAKA Batang, BPS Kabupaten. 2017. Kabupaten Batang Dalam Angka 2017. Batang: Badan Pusat Statistik Kabupaten Batang.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 28 MODEL PENGELOLAAN DANA DESA: IDENTIFIKASI PROBLEM, TANTANGAN, DAN SOLUSI STRATEGIS

Dani Muhtada, Ayon Diniyanto, dan Ganang Qory Alfana Universitas Negeri Semarang

SARI Pengelolaan dana desa masih menimbulkan berbagai problem dan tantangan. Tujuan dari artikel ini adalah mengidentifikasi problem dan tantangan dalam pengelolaan dana desa dan merumuskan model pengelolaan dana desa yang efektif dan efisien bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat desa. Artikel ini didasarkan pada penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif. Fokus penelitiannya adalah mengidentifikasi problem dan tantangan pengelolaan dana desa di beberapa desa di Kabupaten Batang. Problem dan tantangan pengelolaan dana desa harus segera diselesaikan dan dihadapi agar pengelolaan dana desa efektif dan efisien sehingga mampu menciptakan kesejahteraan masyarakat. Artikel ini telah berhasil mengidentifikasi problem dan tantangan pengelolaan dana desa. Setelah mencari dan menemukan solusi, artikel ini merumuskan model yang tepat untuk mengelola dana desa agar tercipta pengelolaan dana desa yang efektif dan efisien demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat desa. Artikel ini menyarankan kepada pemerintah daerah dan pemerintah desa untuk menerapkan model tersebut dalam rangka mengatasi problem dan tantangan pengelolaan dana desa. Kerjasama dari berbagai pihak diharapkan agar dapat menerapkan model tersebut secara sinergis.

Kata Kunci : Problem; Tantangan; Dana Desa; Pemerintahan Desa.

ABSTRACT The management of village funds still shows several problems and challenges. The purpose of this article is to identify problems and challenges in the process of managing village funds and to formulate effective and efficient village fund management models for improving the welfare of rural communities. This article is based on field research using a qualitative approach. The focus of his research is to identify the problems and challenges of managing village funds in several villages in the Batang District. The problems and challenges of village fund management must be solved and faced so that village fund management can be more effective and efficient so as to create community welfare. This article has identified the problems and challenges of village fund management. After searching and finding solutions, this article formulates the proper model for managing village funds in order to reach effective and efficient village fund management for the sake of the welfare of rural communities. This article suggests that the Local Government and Village Governments apply this model in order to address the problems and challenges of village fund management. Cooperation from various parties is expected to apply the model synergistically.

Keywords : Problems, Challenges, Village Fund, Village Governments.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 29 PENDAHULUAN Undang-undang No. 6 Tahun 2014 Keberadaan dana desa, yang muncul Tentang Desa mengamanatkan bahwa sebagai konsekuensi dari dikeluarkannya belanja desa diprioritaskan untuk Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 memenuhi kebutuhan pembangunan yang tentang Desa, telah membawa pengaruh disepakati dalam musyawarah desa dan yang cukup signifikan bagi pendapatan, sesuai dengan prioritas pemerintah daerah anggaran, serta belanja desa. Lahirnya kabupaten/kota, pemerintah daerah Undang-Undang Desa tersebut membuat provinsi, dan pemerintah pusat. Kebutuhan desa mempunyai sumber pendapatan yang pembangunan sebagaimana dimaksud pada cukup signifikan. Keadaan tersebut juga ayat (1) meliputi, namun tidak terbatas menjadikan setiap desa mempunyai pada, kebutuhan primer, pelayanan dasar, perencanaan dan anggaran yang mandiri lingkungan, dan kegiatan pemberdayaan (Eko, dkk, 2014). masyarakat desa. Artinya tujuan Sebagaimana diketahui menurut UU penggunaan dana desa tidak lain adalah Desa tersebut, pendapatan desa dapat untuk pembangunan desa. berasal dari berbagai macam sumber, Pembangunan desa yang dimaksud antara lain: (1) Pendapatan Asli Desa atau adalah sesuai dengan Undang-undang PADesa; (2) Alokasi Anggaran Pendapatan Desa,yang meliputi pembangunan fisik dan dan Belanja Negara; (3) Bagian dari hasil nonfisik. Selain itu, pembangunan juga pajak daerah dan retribusi daerah tidak terbatas pada kebutuhan primer dan Kabupaten/Kota; (4) Alokasi dana desa pelayanan dasar saja, melainkan juga yang merupakan bagian dari dana kebutuhan sekunder dan pelayanan non perimbangan yang diterima dasar, dengan tidak menghilangkan dan Kabupaten/Kota; (5) Bantuan keuangan mengurangi pembangunan kenutuhan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja primer dan pelayanan dasar (Pasal 74 UU Daerah Provinsi dan Anggaran Pendapatan Nomor 6 Tahun 2014). dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota; (6) Dalam satu tahun, jumlah dana desa Hibah dan sumbangan yang tidak mengikat untuk satu desa rata-rata dapat mencapai dari pihak ketiga; dan (7) Lain-lain lebih dari Rp. 1 miliar. Artinya desa-desa pendapatan desa yang sah (Pasal 72 [1] di Indonesia pada umumnya mendapatkan UU No. 6/2014). pendapatan yang cukup tinggi dari sumber Sebagai salah satu sumber pendapatan dana desa. Pendapatan desa dari dana desa desa, dana desa memiliki tujuan yang jelas. ini disesuaikan dengan kondisi dan kultur Penggunaannya pun sudah diatur oleh dari masing-masing desa. Indonesia peraturan perundang-undangan yang sampai tahun 2014 mempunyai 73.707 berlaku karena merupakan sumber penting desa termasuk nagari (BPS, 2014). dalam pendapatan desa, maka pengelolaan Penggunaan dana desa yang relatif dan penggunaan dana desa pun merupakan besar harus benar-benar digunakan dan bagian yang tidak terpisahkan dalam dikelola secara hati-hati agar tepat sasaran. struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Selain itu penggunaan dan pengelolaan Desa, atau yang biasa disingkat dengan dana desa harus berdasarkan pada prinsip APBDesa (Pasal 73 [1] UU No. 6/2014). efektifitas dan efisiensi anggaaran, serta Dapat dikatakan bahwa tujuan penggunaan akuntabel. Dana desa yang relatif besar dana desa tidak lain adalah tujuan tersebut dapat membuat penggunaan dan APBDesa itu sendiri. pengelolannya tidak tepat sasaran yang dapat menyebabkan adanya RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 30 penyalahgunaan kewenangan penggunaan desa tersebut berhubungan dengan dan pengelolaan dana desa. pembangunan PLTU sehingga dapat Penyalahgunaan wewenang dalam menghambat proses pembangunan PLTU penggunaan dana desa terjadi di beberapa Batang (Mahmudah, 2016). daearah. Kabupaten Batang Provinsi Jawa Berbagai kasus korupsi yang Tengah misalnya, juga terdapat beberapa disangkakan tehadap beberapa kepala desa dugaan kasus terkait penyimpangan dana yang ada di Kabupaten Batang tersebut desa. Sebagaimana diberitakan, seorang merupakan salah satu bukti nyata adanya kepala desa di wilayah Kalipucang Kulon potensi penyimpangan kewenangan dalam Kecamatan Batang dilaporkan oleh Badan pengelolaan keuangan dan kekayaan desa Permusyawaratan Desa Kalipucang Kulon yang cukup besar. Penyimpangan tersebut atas dugaan tindak pidana penyelewenagan tidak sebatas pada penyalahgunaan dana desa, baik pada tahap satu maupun kewenangan tetapi sudah masuk pada tahap dua untuk Tahun Anggaran 2016. tindak pidana korupsi yang terkait dengan Kepala desa tersebut diduga menyalahi penyimpangan dana atau keuangan desa. aturan dalam proyek pembangunan desa Sehingga, yang ingin digarisbawahi di sini dan diduga menyimpangkan dana desa adalah bahwa bergulirnya dana desa setiap untuk keperluan pribadi (Asyari, 2016). tahun tidak hanya membawa berkah bagi Kasus serupa juga menimpa di wilayah masyarakat desa, namun juga Gringsing. Salah seorang kepala desa di memunculkan potensi penyalahgunaan Desa Yosorejo Kecamatan Gringsing yang justru berakibat buruk bagi Kabupaten Batangditetapkan sebagai kesejahteraan masyarakat di desa tersebut, tersangka oleh Kejaksaan Negeri Batang. baik secara langsung maupun secara tidak Kepala desa tersebut diduga terlibat dalam langsung. Keadaan tersebut tentu menjadi korupsi penjualan tanah bengkok Desa permasalahan bagi pemerintahan daerah Yosorejo. Pada tahun 2015, sang kepala dan terutama bagi aparatur pemerintahan desa bersama salah satu kepala dusun desa dan masyarakat desa setempat. setempat disangka telah merugikan negara Artikel ini membahas tentang problem sebesar Rp 807.384.615,00. Kejaksaan dan tantangan yang dihadapi oleh Negeri Batang telah melakukan penahanan pemerintah desa di Kabupaten Batang terhadap para tersangka pada tanggal 20 dalam mengelola dana desa. Secara Juli 2017 (Kejari, 2017). khusus, artikel ini mengidentifikasi Walaupun kasus korupsi yang berbagai problem dan tantangan dalam disangkakan terhadap kepala desa ini tidak proses pengelolaan dana desa dan mencoba berkaitan secara langsung dengan dana menawarkan model yang tepat untuk desa, tetapi hal tersebut merupakan bagian mengelola dana desa secara lebih efektif dari pengelolaan keuangan desa yang tidak dan efisien. pada tempatnya dan tidak seharusnya. Selain itu hal tersebut juga merupakan METODE PENELITIAN bagian dari penyalahgunaan kewenangan Artikel ini ditulis berdasarkan kepala desa. Tidak berhenti sampai di sini, penelitian yang penulis lakukan di kasus korupsi lain juga terjadi pada Kepala beberapa desa di Kabupaten Batang. Desa Ponowareng Kabupaten Batang. Dalam Penelitian tersebut, peneliti Kepala Desa Ponowareng tersebut diduga menggunakan pendekatan kualitatif. Para telah melakukan penyimpangan terhadap peneliti secara langsung terjun ke lapangan uang kas desa. Penyimpangan uang kas dan ke masyarakat untuk mengidentifikasi RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 31 problem dan tantangan pengelolaan dana kepustakaan. Validitas data pada penelitian desa. Adapun pengertian pendekatan ini menggunakan triangulasi. Teknik kualitatif menurut Soerjono Soekanto analisis data dilakukan pengumpulan data, adalah pendekatan penelitian yang reduksi data, penyajian data, dan penarikan menghasilkan data secara deskriptif kesimpulan (Bachir, 2010:54). analitis yang artinya apa yang dinyatakan oleh responden baik secara lisan maupun HASIL DAN PEMBAHASAN tertulis serta dengan perilaku yang nyata Problem yang Dihadapi oleh Aparatur (Soekanto, 1984:250). Pemerintahan Desa dalam Mengelola Artinya data yang dihasilkan Dana Desa menuturkan dan menggambarkan apa Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 adanya sesuai dengan permasalahan yang Tentang Desa merupakan salah satu diteliti (Soetopo, 1998:37). Pendekatan produk hukum yang berhasil mengubah kualitatif penelitian yang bermaksud untuk tatanan di tingkat desa. Lahirnya Undang- memahami fenomena tentang apa yang undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang dialami oleh subyek penelitian (Moleong, Desa telah membawa desa mempunyai 2009:6). otonomi tersendiri yang berada dalam Jenis penelitian yang dilakukan oleh bingkai Negara Kesatuan Republik peneliti bersifat sosiologis karena yang Indonesia. Desa yang mempunyai dilihat adalah dari aspek masyarakat yaitu kewenangan luas dan mendapat suplai berkaitan dengan mengidentifikasi anggaran yang meningkat signifikan problem dan tantangan pengelolaan dana membuat desa harus berlomba-lomba desa (Soemitro, 1990:10). Selain itu untuk meningkatkan kesejahteraan penelitian hukum juga menggunakan jenis masyarakat desa. penelitian secara yuridis yakni suatu Pembangunan fisik dan non fisik yang prosedur penelitian ilmiah untuk dilakukan desa merupakan bagian dari menemukan kebenaran berdasarkan logika pelaksanaan Undang-undang Nomor 6 keilmuan hukum dari sisi normatifnya Tahun 2014 Tentang Desa. Suntikan (Ibrahim, 2009:57). keuangan desa yang diberikan oleh Penelitian ini berfokus pada pemerintah baik berupa dana desa, alokasi identifikasi problem dan tantangan dana desa, bantuan keuangan, hibah, dan pengelolaan dana desa dengan lokasi sumber dana lainnya yang sah membuat penelitian meliputi Pemerintah Daerah desa harus memutar otak agar dapat Kabupaten Batang, dan desa yang ada di mengelola keuangan desa dengan baik. Kabupaten Batang dengan mengambil Adanya dana desa atau DD yang beberapa desa sebagai sampel dari 239 digelontorkan oleh pemerintah pusat desa di Kabupaten Batang. Adapun desa kepada desa membuat desa harus pandai yang diteliti meliputi Desa Limpung, Desa untuk mengelola dana desa agar tidak Bawang, Desa Kluwih, Desa Kalipucang menjadi bumerang bagi desa dan aparatur Kulon, dan Desa Klidang Wetan.Desa-desa desa. Problem dan tantangan pengelolaan ini dipilih karena dianggap mewakili dana desa harus dihadapi baik oleh karakteristik desa-desa di Kabupaten aparatur desa secara khusus maupun oleh Batang (BPS, 2016). desa secara umum. Banyak problem dan Teknik pengumpulan data pada tantangan yang harus dihadapi oleh penelitian ini menggunakan wawancara, aparatur desa khusunya dalam mengelola observasi, dan dokumentasi atau penelitian dana desa. Problem dan tantangan yang RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 32 harus dihadapi oleh aparatur desa dapat horisontal juga akan menimbulkan berupa problem dan tantangan dalam permasalahan. Misalnya, ketika mengelola dana desa secara umum maupun pemerintah desa atau kepala desa tidak secara teknis. Penelitian ini berhasil bisa berkomunikasi dan berkoordinasi mendapatkan hasil penelitian terkait secara vertikal, baik dengan Bupati sebagai dengan problem dan tantangan pengelolaan instansi vertikal ke atas atau dengan dana desa. Penelitian yang dilakukan di aparatur desa sebagai hubungan vertikal ke lima desa yang ada di Kabupaten Batang, bawah, hal ini akan menyebabkan yaitu Desa Limpung, Desa Bawang, Desa pengelolaan dana desa terganggu. Kluwih, Desa Kalipucang Kulon, dan Desa Jika hubungan antara desa dengan Klidang Wetan telah berhasil pemerintah daerah terganggu akibat mengidentifikasi problem dan tantangan adanya permasalahan yang bersifat umum terkait dengan pengelolaan dana desa. seperti menyalahi aturan umum dan secara Problem terberat yang harus dihadapi teknis (misalnya terlambat membuat oleh aparatur desa dalam mengelola dana laporan) dapat menyebabkan desa secara umum yaitu berkaitan dengan terkendalanya proses pencairan dana desa. sumber daya manusia aparatur desa. Keadaan tersebut sangat tidak Penelitian yang dilakukan oleh peneliti menguntungkan bagi desa, melihat desa menunjukkan bahwa hampir semua desa harus berpacu dengan waktu dalam yang diteliti merasa memiliki problem mengelola dan melaksanakan dana desa terkait keterbatasan sumber daya manusia, (Muhtada, Diniyanto, & Alfana, 2017). khususnya kualitas sumber daya manusia. Begitu juga komunikasi dan koordinasi Problem sumber daya manusia merupakan yang dilakukan oleh kepala desa secara problem umum dan sekaligus problem horisontal. Kepala desa yang tidak bisa klasik yang harus dihadapi oleh desa dalam melakukan komunikasi dan koordinasi mengelola dana desa. Banyak aparatur secara horisontal, misalnya dengan Badan desa yang masih mempunyai kualitas Permusyawaratan Desa, maka akan dengan tingkat rendah. Keadaan tersebut menimbulkan terganggunya proses menyebabkan terjadinya permasalahan lain jalannya pemerintahan desa. Selain itu juga yang akan mengikuti dan tentu akan menyebabkan permasalahan dalam mengganggu jalannya roda pemerintahan pengelolaan dana desa, baik secara desa (Muhtada, Diniyanto, & Alfana, langsung maupun secara tidak langsung. 2017). Problem umum selanjutnya yang juga Problem umum selanjutnya yang dialami desa dalam proses pengelolaan dihadapi oleh aparatur desa dalam dana desa adalah keterlambatan sampainya mengelola dana desa yaitu komunikasi dan dana desa ke desa. Terlambatnya dana desa koordinasi dari pemerintah desa, dalam hal ke desa, yang merupakan kesalahan dari ini komunikasi kepala desa. Kepala desa pemerintah pusat atau daerah, adalah suatu yang kurang baik dalam menjalin problem yang sifatnya umum (Muhtada, komunikasi dan koordinasi baik secara Diniyanto, & Alfana, 2017). Keadaan vertikal maupun secara horisontal dapat tersebut karena disebabkan oleh pihak menyebabkan pengelolaan dan yang mempunyai kewenangan lebih luas pelaksanaan dana desa terganggu. Kepala bukan dari pihak desa sendiri, sehingga desa yang salah dalam melakukan jelas permasalahan tersebut merupakan komunikasi dan koordinasi baik secara problem yang sifatnya umum. Dana desa vertikal keatas dan kebawah, serta secara yang terlambat turun jelas akan RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 33 menyebabkan problem berkelanjutan Permusyawaratan Desa tidak sebanding kepada desa. Rencana penggunaan dengan tugas dan kewajiban dalam anggaran yang sudah ditetapkan oleh desa mengelola dana desa. Mereka tidak akan terealisasi dengan tepat secara mengeluhkan insentif yang rendah dan waktu dan juga dapat merubah hasil yang menganggap hal tersebut sebagai salah telah direncanakan sebelumnya. Kondisi satu problem dalam mengelola dana desa. tersebut merupakan kondisi yang Mereka berharap bias diberikan insentif dikeluhkan, baik oleh pemerintah desa yang layak dan sebanding dengan tugas maupun oleh tim pelaksana kegiatan atau dan kewajiban dalam mengelola dana desa TPK di desa. sehingga pengelolaan dana desa tidak Problem umum selanjutnya yang dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya dihadapi oleh desa dalam rangka pribadi (Muhtada, Diniyanto, & Alfana, pengelolaan dana desa yaitu terkait dengan 2017). pengawasan dana desa (Muhtada, Itulah beberapa problem umum yang Diniyanto, & Alfana, 2017). Kewenangan dihadapi oleh pemerintah desa dalam yang diberikan oleh lembaga pengawas mengelola dana desa yang jumlahnya dana desa dalam hal ini Badan relatif besar. Problem umum tersebut harus Permusyawaratan Desa yang dirasa masih secepatnya diselesaikan agar secara kurang menyebabkan problem tersendiri mutatis mutandis dapat menyelesaikan dalam pengelolaan dana desa. Badan problem yang sifatnya teknis, karena Permusyawaratan Desa yang merupakan problem umum dapat menyebabkan lembaga aspirasi dari masyarakat dan juga terjadinya problem teknis dalam mengelola lembaga mitra pemerintah desa dirasa dana desa. Walaupun keadaan tersebut masih belum cukup kuat kewenangannya belum sepenuhnya benar karena kita dalam mengawasi dana desa yang ketahui juga bahwa problem teknis juga jumlahnya relatif besar. dapat membuat terjadinya problem besar Walaupun dalam pengawasan dana dalam mengelola dana desa. Setelah desa juga terdapat banyak pihak yang ikut menjabarkan problem umum yang terlibat mengawasi, seperti dari pihak dihadapi oleh pemerintah desa atau pemerintah daerah, lembaga swadaya aparatur desa, penjelasan selanjutnya masyarakat, dan juga masyarakat sendiri, terkait dengan problem teknis yang namun penguatan fungsi Badan dihadapi oleh pemerintah desa atau Permusyawaratan Desa dalam mengawasi aparatur desa dalam pelaksanaan atau dana desa sangat penting secara pengelolaan dana desa. kelembagaan. Hal ini penting agar Problem teknis yang dihadapi oleh pengawasan dana desa tidak hanya pemerintah desa atau aparatur desa jika dilakukan secara vertikal yang formal dan dikelompokan dapat dibagi menjadi dua kuat ke atas saja, melainkan juga ada kelompok. Kelompok pertama yaitu terkait pengawasan secara horisontal yang formal dengan problem teknis yang sifatnya dan kuat. internal di pemerintahan desa. Problem Problem umum selanjutnya terkait teknis ke dua adalah problem teknis yang pengelolaan dana desa yaitu berkaitan sifatnya eksternal bagi pemerintah desa. dengan insentif atau remunerasi. Insentif Kedua permasalahan tersebut merupakan yang diberikan kepada pemerintah desa problem yang harus diselesaikan dan baik kepala desa, aparatur desa, tim membutuhkan solusi. pelaksana kegiatan dan Badan RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 34 Problem-problem teknis yang dihadapi dengan tugas dan fungsi pokok merupakan oleh desa atau aparatur desa dalam problem teknis yang sangat klasik. mengelola dana desa relatif banyak. Problem tersebut merupakan bagian dari Problem teknis yang sering dikeluhkan budaya kerja yang belum profesional. oleh pemerintah desa atau aparatur desa Banyak aparatur desa yang dalam dalam mengelola dana desa yaitu terkait pelaksanaan kerja merangkap pekerjaan dengan masalah pembuatan Rencana yang lain dengan alasan aparatur desa yang Anggaran Belanja (RAB), desain lain tidak bisa melaksanakan pekerjaan konstruksi, pembuatan SPJ, dan pembuatan sesuai tugas dan fungsi pokok yang laporan penggunaan dana desa. Hampir dimiliki. Aparatur desa yang melaksanakan mayoritas desa yang diteliti menyatakan pekerjaan aparatur lain merupakan bahwa pada saat pembuatan Rencana permasalahan teknis yang serius. Keadaan Anggaran Belanja (RAB), desain tersebut dapat menimbulkan dampak yang konstruksi, pembuatan Surat negatif, diantaranya: (1) kecemburuan Pertanggungjawaban atau SPJ, dan antar aparatur; (2) koordinasi serta tugas pembuatan laporan mengalami dan fungsi pokok menjadi tidak jelas; (3) permasalahan (Muhtada, Diniyanto, & hilangnya profesionalitas apartur desa; dan Alfana, 2017). Dalam pembuatan Rencana beban kerja yang tidak sesuai (Muhtada, Anggaran Belanja dan desain konstruksi Diniyanto, & Alfana, 2017). juga terdapat masalah karena sumber daya Problem teknis yang terkait dengan manusia relatif belum memadai. Walaupun pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai sudah ada pendamping desa dan tim dari dengan tugas dan fungsi pokok ini tidak pemerintah kabupaten yang turut hanya berpengaruh kepada pelaksanaan membantu, tetapi tetap dirasa masih belum pemerintahan desa secara umum. Problem memuaskan. tersebut juga dapat berpengaruh secara Ada banyak alasan terkait hal tersebut. spesifik terhadap pengelolaan dan Secara kuantitas, pendamping desa atau pelaksanaan dana desa. Jika dilihat dari tim pembantu dari pemerintah kabupaten aspek kerjasama tim atau kerjasama dalam masih relatif sedikit dan masih belum pemerintahan desa untuk mewujudkan fokus pada satu desa sehingga belum bisa birokrasi pemerintahan desa yang secara all out membantu aparatur desa akuntabel, keadaan tersebut sebenarnya dalam menyelesaian masalah tersebut. bisa tidak menjadi masalah karena Secara kualitas, banyak pendamping desa mencerminkan kerja sama yang saling yang tidak mempunyai spesifikasi di membantu di antara aparatur desa agar bidang yang terdapat permasalahan pemerintah desa tidak mengalami kendala sehingga menyebabkan problem atau hambatan, khususnya dalam permasalahan di desa yang sifatnya teknis pembuatan laporan pertanggungjawaban tersebut tidak bisa diselesaikan secara pengelolaan dan pelaksanaan dana desa. Di tuntas (Muhtada, Diniyanto, & Alfana, sisi lain, keadaan tersebut mencerminkan 2017). kondisi yang kurang baik dalam Problem teknis selanjutnya terkait pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dengan pelaksanaan kerja yang tidak aparatur pemerintahan. sesuai dengan tugas dan fungsi pokok dari Seperti yang telah disinggung aparatur desa. Banyak aparatur desa yang sebelumnya bahwa keadaan tersebut akan mengeluhkan problem tersebut. menyebabkan aparatur desa bertindak tidak Pelaksanaan kerja yang tidak sesuai profesional dan menghilangkan sikap RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 35 profesionalitas dari aparatur desa selaku atas dalam mengelola dana desa, yaitu pelayan masyarakat desa. Selain itu, berkaitan dengan komunikasi dan akuntabilitas atau pertanggungjawaban koordinasi serta konsultasi dengan pihak aparatur desa tidak bisa diterima secara pemerintah daerah kabupaten. Aparatur objektif karena pertanggungjawaban yang desa merasa mengalami permasalahan diberikan bukanlah merupakan hasil dan ketika melakukan komunikasi dan kerja secara keseluruhan dari masing- koordinasi dengan pihak pemerintah masing aparatur desa (Muhtada, Diniyanto, daerah kabupaten. & Alfana, 2017). Banyak aparatur desa yang belum Problem tersebut merupakan problem paham dan belum memahami terkait yang harus dselesaikan oleh masing- bidang atau instansi yang menangani desa masing desa secara internal dan secara secara khusus dan secara komperhensif di teknis. Peran kepala desa dalam wilayah pemerintah daerah kabupaten. menyelesaikan problem tersebut sangat Sebagai contoh ketika pemerintah desa besar dan sangat dibutuhkan karena atau aparatur desa berkomunikasi, menyangkut pemerintahan desa dan berkoordinasi atau berkonsultasi dengan aparatur desa secara teknis. Kapasitas pihak kecamatan, mereka bias kepala desa sebagai pemimpin mungkin mendapatkan jawaban yang berbeda akan dipertaruhkan dalam menyelesaikan dengan ketika aparatur desa persmasalahan tersebut. Hal demikian berkomunikasi, berkoordinasi atau menyangkut dengan leadership atau berkonsultasi dengan Dinas Pemberdayaan kepemimpinan yang dimiliki oleh kepala Masyarakat Desa Kabupaten. Jawaban desa sebagai nahkoda pemerintahan desa, yang berbeda dari instansi yang berbeda walaupun tidak semua permasalahan tersebut menyebabkan aparatur desa terkait rendahnya profesionalitas aparatur merasa bingung, tidak tahu harus desa menjadi tanggung jawab kepala desa. mengikuti instansi yang mana. Hal ini Diperlukan adanya upaya untuk terjadi karena masih banyak aparatur desa memperbaiki dan meningkatkan kualitas yang belum paham tugas dan kewenangan dari masing-masing aparatur desa melalui dari masing-masing instansi dalam berbagai cara yang positif. kerangka penyelenggaraan pemerintahan Problem atau permsalahan teknis yang desa, khususnya pengelolaan dana desa. telah diuraikan diatas merupakan problem Pemasalahan teknis eksternal tersebut teknis yang sifatnya internal di harus segera diselesaikan dan dicarikan pemerintahan desa dalam mengelola dana jalan keluar apalagi permasalahan tersebut desa. Selain problem teknis yang sifatnya menyangkut dengan hubungan antara internal dalam mengelola dana desa, juga Pemerintah desa dengan Pemerintah terdapat problem teknis yang sifatnya daerah kabupaten yang merupakan eksternal oleh pemerintahan desa. Problem hubungan secara vertikal ke atas (Muhtada, teknis ekternal yang dihadapi oleh Diniyanto, & Alfana, 2017). pemerintahan desa atau aparatur desa Problem teknis lain yang sifatnya diantaranya berkaitan dengan komunikasi eksternal terkait hubungan secara dan koordinasi serta konsultasi dengan horisontal antara pemerintah desa dengan pihak eksternal pemerintahan desa baik Badan Permusyawaratan Desa. Badan secara vertikal maupun secara horisontal. Permusyawaratan Desa merupakan mitra Problem teknis eksternal yang dihadapi dari pemerintah desa dan juga sebagai oleh pemerintah desa secara vertikal ke penyalur aspirasi masyarakat. Dalam RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 36 pelaksanaan dana desa, banyak Badan Permusyawaratan Desa adalah mitra bagi Permusyawaratan Desa yang masih belum pemerintah desa. dilibatkan secara substansi dalam Kondisi yang lebih parah jika pelaksanaan dana desa khususnya dalam hubungan antara pemerintah desa dan pengawasan dana desa. Terdapat Badan Badan Permusyawaratan Desa buruk maka Permusyawaratan Desa yang hanya bisa terjadi saling menjatuhkan dan tentu dilibatkan sebagai formalitas saja dan akan menghambat jalannya pemerintahan sesungguhnya tidak substansi berkaitan desa. Jika jalannya pemerintahan desa dengan tugas dan fungsi Badan terhambat maka sudah pasti pelaksanaan Permusyawaratan Desa. Problem tersebut atau pengelolaan dana desa juga dapat sebenarnya merupakan problem yang terhambat. Oleh karena itu dibutuhkan sederhana karena berkaitan dengan solusi strategis dalam menyelesaikan komunikasi dan koordinasi antara problem tersebut agar hubungan antara Pemrrintah Desa dengan Badan pemerintah desa dengan Badan Permusyawaratan Desa (Muhtada, Permusyawaratan Desa tetap harmonis dan Diniyanto, & Alfana, 2017). dapat meningkatkan kualitas pelaksanaan Walaupun problem tersebut merupakan pemerintahan desa, khususnya pengelolaan problem yang sederhana, karena pangkal dana desa. Kedua problem tersebut masalah terletak pada komunikasi dan merupakan problem teknis eksternal yang koordinasi, namun problem tersebut dapat dihadapi oleh pemerintah desa dalam menjadi permasalahan yang serius.Adanya mengelola dana desa. Dua problem komunikasi yang kurang baik atau konflik tersebut merupakan problem yang antara kepala desa dengan Badan sederhana dalam penyelesaiannya, tetapi Permusyawaratan Desa merupakan isu penyelesaian dari problem tersebut tidak klasik. Komunikasi dan konflik yang hanya dapat dilakukan oleh pemerintah kurang baik tersbut dulu pernah menjadi desa atau kepala desa semata. Problem salah satu alasan revisi UU Nomor 22 tersebut harus diselesaikan secara bersama- Tahun 1999 menjadi UU Nomor 32 Tahun sama. Penyelesaian problem tersebut 2004 (Eko, 2015:184). merupakan bagian untuk mengefektifkan Komunikasi dan koordinasi yang tidak pelaksanaan pemerintahan desa dan juga baik secara horisontal antara pemerintah mengefektifkan pengelolaan atau desa dengan Badan Permusyawaratan Desa pelaksanaan dana desa. khususnya dalam pengelolaan dana desa Problem-problem diatas merupakan akan menyebabkan terjadinya hubungan permasalahan yang nyata dan sedang yang tidak baik antara pemerintah desa dihadapi oleh aparatur desa, khususnya dengan Badan Permusyawaratan Desa. dalam mengelola atau melaksanakan dana Keadaan tersebut tentu akan kurang baik desa. Problem-problem tersebut harus dan jelas akan mengganggu segera diselesaikan dan dicarikan solusi ketatalembagaan dalam desa. Hubungan strategis agar pengelolaan dana desa dapat antara pemerintah desa dengan Badan berjalan dengan efektif dan efisien. Semua Permusyawaratan Desa yang tidak baik permasalahan, baik yang dalam skala juga dapat menyebabkan terjadinya saling umum dan teknis, maupun permasalahan tidak percaya atau distrust antar lembaga. yang sifatnya internal atau eksternal, harus Kondisi tersebut tentu bukan kondisi dicarikan solusi strategis guna yuang diharapkan mengingat Badan menyelesaikan semua permasalahan tersebut. Solusi strategis yang diberikan RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 37 harus berdasarkan data-data permasalahan dengan maksimal karena dapat memenuhi yang diperoleh seperti pada data kebutuhan dan berguna bagi masyarakat permasalahan pengelolaan dana desa yang desa. Pendirian BUMDes bukan hanya telah diuraikan sebelumnya. Sebelum terpaku pada sentimen atau persaingan membahas mengenai solusi strategis dalam antar desa yang telah mendirikan BUMDes menyelesaikan problem pengelolaan dana terlebih dahulu. Mendirikan BUMDes desa, maka terlebih dahulu perlu penulis adalah berdasarkan pada perencanaan dan identifikasi dan jelaskan tantangan kebutuhan desa, sehingga usaha yang pengelolaan dana desa. dilakukan oleh BUMDes dapat berjalan dengan maksimal dan berkelanjutan. Tantangan yang Dihadapi oleh Selain itu mencari pengelola BUMDes Aparatur Pemerintahan Desa dalam yang idealis dan berkualitas juga sulit Mengelola Dana Desa didapatkan oleh desa (Muhtada, Diniyanto, Penelitian yang dilakukan oleh penulis & Alfana, 2017). di Kabupaten Batang berhasil Tantangan selanjutnya yang mengidentifikasi tantangan yang dihadapi dikemukakan oleh aparatur desa dalam oleh aparatur desa dalam mengelola dana mengelola dana desa yaitu terkait dengan desa. Tantangan tersebut merupakan banyaknya pengawasan yang dilakukan. tantangan kedepan yang harus dihadapi Bagi sebagian aparatur desa, pengawasan oleh aparatur desa dalam menjalankan dan yang terlalu banyak menimbulkan mengelola dana desa. Ada beberapa kecurigaan seolah-olah desa merupakan tantangan yang harus dihadapi oleh desa lumbung korupsi karena terdapat banyak kedepan dalam pelaksanaan dan dana. Selain itu banyak pihak yang mulai pengelolaan dana desa. Tantangan ke tertuju dan fokus ke desa. Pengawasan depan yang dihadapi oleh aparatur desa yang terlalu banyak membuat aparatur yaitu terkait Badan Usaha Milik Desa atau desa mendapatkan tantangan serius dalam BUMDes. BUMDes merupakan tantangan mengelola dana desa (Muhtada, Diniyanto, tersendiri bagi aparatur desa dan bagi desa & Alfana, 2017). Sebenarnya sejak awal secara umum. Undang-Undang Nomor 6 diterapkannya UU Desa sudah banyak Tahun 2014 Tentang Desa mengamanatkan dikhawatirkan akan menjadi lumbung agar desa mempunyai Badan Usaha Milik korupsi (Kurniawan, 2015:26). Desa. Amanat tersebut tentu merupakan Keadaan tersebut merupakan tantangan tantangan bagi desa dan aparatur desa bagi aparatur desa agar tetap konsisten berkaitan dengan dana desa. Tantangan dalam mengelola dan melaksanakan dana desa dalam mendirikan BUMDes adalah desa dengan sebenar-benarnya dan sebaik- adanya musyawarah desa yang merupakan baiknya. Selain tantangan terkait instrumen demokratisasi desa (Putra, 2015: pengawasan juga terdapat tantangan yang 41). dikemukakan oleh Badan Membuat BUMDes bukan merupakan Permusyawaratan Desa (Muhtada, perkara yang mudah. Disamping butuh Diniyanto, & Alfana, 2017). Badan dana yang relatif cukup besar, pendirian Permusyawaratan Desa juga merasakan BUMDes juga harus berdasarkan pada kurangnya atau lemahnya fungsi Badan perencanaan yang matang. Membuat Permusyawaratan Desa terkait dengan BUMDes harus berdasarkan pada pengawasan dana desa. Badan perencanaan dan potensi desa masing- Permusyawaratan Desa berharap kedepan masing, sehingga BUMDes bisa berjalan lembagaBadan Permusyawaratan Desa RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 38 diperkuat, khususnya terkait fungsi pembangunan infrastruktur dengan pengawasan. Masih lemahnya fungsi pembangunan manusia. Hal tersebut agar Badan Permusyawaratan Desa dalam desa tidak hanya maju secara infrastrukur mengawasi dana desa merupakan bagian saja, melainkan juga maju secara dari tantangan yang dihadapi oleh Badan sumberdaya masyarakat, sehingga dana Permusyawaratan Desa dalam mengawasi desa yang dikelola dapat bermanfaat juga dana desa. Badan Permusyawaratan Desa bagi masyarakat desa baik secara langsung harus menjadi mitra yang konstruktif dan maupun secara tidak langsung (Muhtada, saling bersinergi untuk ikut mensukseskan Diniyanto, & Alfana, 2017). Tantangan pengelolaan dana desa agar berjalan tersebut merupakan tantangan umum yang dengan benar dan baik (Muhtada, harus dihadapi oleh aparatur desa dan desa Diniyanto, & Alfana, 2017). kedepan. Komitmen dan sinergi antara Tantangan kedepan berikutnya yaitu aparatur desa dengan masyarakat desa berkaitan dengan pola pembangunan. Hasil harus dilakukan agar dapat menghadapi penelitian yang diperoleh dalam penelitian tantangan-tantangan tersebut. di Kabupaten Batang menunjukkan bahwa Adapun tantangan secara teknis dalam hampir semua desa yang diteliti pengelolaan dana desa juga ada beberapa mengalokasikan sebagian besar dana desa tantangan. Tantangan secara teknis atau untuk pembangunan fisik berupa setidaknya terdapat beberapa poin yaitu pembangunan infrastruktur seperti jalan, berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut. pamsimas, saluran drainase, dan lain-lain. Pertama, ketakutan terkait laporan Pola pembangunan seperti ini merupakan pertanggungjawaban. Ke dua, yang juga bagian dasar dalam membangun desa merupakan tantangan teknis kedepan secara fisik. Pola pembangunan fisik yang dalam mengelola dana desa yaitu kesulitan marak terjadi merupakan bagian dari pembuatan SPJ. Hampir sama dengan aspirasi mayoritas masyarakat desa. tantangan yang pertama. Ke tiga, yang Mayoritas masyarakat desa yang penulis perlu diperhatikan sebagai tantangan dalam teliti menginginkan adanya pembangunan mengelola dana desa yaitu berkaitan fisik. Kondisi tersebut sebenarnya bagus, dengan sifat subjektif manusia sebagai disisi lain kondisi tersebut juga merupakan aparatur desa. Artinya bahwa bisa saja tantangan yang harus dihadapi oleh terjadi dalam sifat manusia khususnya aparatur desa dan masyarakat desa. Dana yang menjadi aparatur desa ketika mereka desa yang turun setiap tahun sebenarnya mendapatkan kewenangan untuk tidak hanya dialokasikan secara mutlak mengelola dan melaksanakan dana yang untuk pembangunan fisik dalam bentuk banyak maka pikiran-pikiran lain misalnya infrastruktur saja. Melainkan juga pikiran negatif akan muncul. Walaupun dialokasikan untuk pembangunan manusia tidak semua aparatur desa berpikiran dan atau pemberdayaan masyarakat. Hal ini bertindak demikian, tetapi hal tersebut agar pengalokasian dana desa dapat perlu diantisipasi dan diberikan warning seimbang, antara pembangunan atau perhatian (Muhtada, Diniyanto, & infrastruktur dengan pembangunan Alfana, 2017). Ke empat, tantangan manusia. kedepan yang harus dihadapi oleh Tantangan kedepan bagi aparatur desa pemerintah desa dalam mengelola dana dan masyarakat desa yaitu bagaimana desa yaitu berkaitan dengan profesionalitas mengelola dana desa agar dapat aparatur desa. Masih banyak aparatur desa dialokasikan secara seimbang antara untuk yang belum profesional dalam mengelola RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 39 dana desa (Muhtada, Diniyanto, & Alfana, Sembilan solusi tersebut merupakan 2017). alternatif untuk menyelesaikan dan menghadapi problem dan tantangan dalam Solusi Pengelolaan Dana Desa yang mengelola dana desa. Solusi tersebut harus Efektif dan Efisien Bagi Peningkatan dilaksanakan dengan menggunakan model Kesejahteraan Masyarakat Desa agar mampu menyelesaikan problem dan Banyaknya problem dan tantangan tantangan pengelolaan dana desa secara yang didapat oleh pemerintah desa atau efektif dan efisien. aparatur desa sesungguhnya memerlukan sebuah terobosan atau solusi untuk Model Pengelolaan Dana Desa yang menyelesaikan berbagai problem dan Efektif dan Efisien Bagi Peningkatan tantangan dalam mengelola dana desa. Kesejahteraan Masyarakat Desa Solusi tersebut merupakan solusi yang Solusi strategis yang telah dijelaskan strategis untuk menjadikan pengelolaan sebelumnya merupakan bagian untuk dana desa agar lebih efektif dan efisien. meweujudkan pengelolaan dana desa yang Problem dan tantangan yang telah efektif dan efisien. Solusi strategis dalam dijelaskan sebelumnya dapat diselesaikan menciptakan pengelolaan dana desa yang dengan solusi strategis. Pertama, efektif dan efisien tersebut bertujuan untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia meningkatkan kesejahteraan masyarakat aparatur desa khususnya kepala desa, desa. Solusi tersebut dapat mewujudkan kepala urusan keuangan desa, dan tim kesejahteraan masyarakat jika dilakukan pelaksana kegiatan. Selain itu juga perlu dengan memberikan model yang tepat dilakukan peningkatan kualitas sumber untuk mengelola dana desa agar efektif dan daya manusia terhadap Badan efisien sehingga mampu meningkatkan Permusyawaratan Desa. Ke dua, kesejahteraan masyarakat desa. pembentukan Forum Komunikasi dan Model pengelolaan dana desa yang Koordinasi Pimpinan Desa (Forkopimdes). efektif dan efisien tentunya berdasarkan Ke tiga, pemerintah daerah harus pada data terkait problem dan tantangan menyampaikan aspirasi pemerintah desa ke pengelolaan dana desa yang kemudian pemerintah pusat terkait dengan dana desa diberikan solusi. Solusi yang telah yang turun terlambat. Ke empat melibatkan ditemukan sebelumnya dijadikan sebagai Badan Permusyawaratan Desa secara rumus untuk membuat model pengelolaan intens dalam pengawasan pengelolaan dan dana desa yang efektif dan efisien. pelaksananan dana desa. Ke lima, Berdasarkan hasil identifikasi problem dan peningkatan kesejahteraan aparatur desa tantangan pengelolaan dana desa yang dan anggota Badan permusyawaratan desa. hasilnya telah diuraikan diatas maka Ke enam, pendampingan desa secara intens peneliti merumuskan model terkait untuk dan terfokus. Ke tujuh, perbaikan dan menciptakan pengelolaan dana desa yang pengembangan Simkudes yang otomatis efektif dan efisien. Perumusan model dan terintegrasi agar lebih mudah pengelolaan dana desa yang efektif dan dioperasikan. Ke delapan, peningkatan efisien perlu diidentifikasi dan profesionalitas kinerja aparatur desa. didefinisikan terlebih dahulu. Bahan Kesembilan, penyediaan layanan satu pintu pembuatan model pengelolaan dana desa terkait konsultasi dana desa oleh yang efektif dan efisien pertama yaitu pemerintah daerah. dasar hukum tentang pengelolaan dana desa, kedua solusi untuk menangani RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 40 problem dana desa, dan ketiga produk Tentang Pengelolaan Keuangan Desa; (9) yang dihasilkan dana desa. Bahan tersebut Permendagri Nomor 114 Tahun 2014 merupakan variabel yang berpengaruh dan Tentang Pedoman Pembangunan Desa; dan dipengaruhi dalam pengelolaan dana desa. (10) Permendes PDTT Nomor 22 Tahun Dasar hukum dan solusi merupakan 2016 Tentang Penetapan Prioritas variabel yang mempengaruhi pengelolaan Penggunaan Dana Desa Tahun 2017. dana desa. Produk dana desa merupakan Aturan tersebut merupakan aturan yang variabel yang dipengaruhi oleh dana desa. setidaknya dijadikan sebagai landasan Tiga bahan tersebut nantinya akan saling hukum dalam mengelola dan berpengaruh dan terpengaruh terhadap melaksanakan dana desa, walaupun masih pengelolaan dana desa yang efektif dan ada aturan-aturan lain, baik yang setingkat efisien. undang-undang, peraturan dari pemerintah Setelah adanya variabel yang pusat, dan peraturan dari pemerintah mempengaruhi dan dipengaruhi oleh daerah. Setelah menjabarkan dasar hukum pengelolaan dana desa yang efektif dan pengelolaan dana desa sebagai rumus efisien maka akan terwujud kesejahteraan pertama dalam membuat model masyarakat desa. Tiga bahan yang menjadi pengelolaan dana desa yang efektif dan rumus untuk model pengelolaan dana desa efisien, rumus ke dua yang perlu dapat dijabarkan sebagai berikut. Pertama, dijabarkan adalah terkait pembuatan model dasar hukum pengelolaan dana desa pengelolaan dana desa yang efektif dan merupakan hal yang wajib, karena didalam efisien adalah solusi. Solusi merupakan mengelola dana desa, pengelola harus rumus ke dua yang perlu dijabarkan. Solusi mendasarkan pada aturan yang sah tersebut merupakan jawaban terhadap sehingga pengelolaan dana desa dapat problem dan tantangan dalam pengelolaan dipertanggungjawabkan secara hukum. dana desa. Selain itu pengelolaan dana desa yang Solusi pengelolaan dana desa terdiri berdasar pada hukum yang benar akan dari: (1) Peningkatan kualitas sumber daya menghasilkan pengelolaan dana desa yang manusia aparatur desa khususnya kepala sah. Dasar hukum pengelolaan dana desa desa, Kepala Urusan Keuanagn Desa, dan diantaranya adalah: (1) UU Nomor 6 Tim Pelaksana Kegiatan. Selain itu juga Tahun 2014 Tentang Desa; (2) PP Nomor perlu dilakukan peningkatan kualitas 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan sumber daya manusia terhadap Badan Pelaksanaan UU Nomor 6 Tahun 2014 ; Permusyawaratan Desa; (2) Pembentukan (3) PP Nomor 47 Tahun 2015 Tentang Forum Komunikasi dan Koordinasi Perubahan atas PP Nomor 43 Tahun 2014; Pimpinan Desa (Forkopimdes); (3) (4) PP Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Pemerintah daerah harus menyampaikan Dana Desa yang Bersumber dari APBN; aspirasi pemerintah desa ke pemerintah (5) PP Nomor 22 Tahun 2015 Tentang pusat terkait dengan dana desa yang turun Perubahan atas PP Nomor 60 Tahun 2014. terlambat; (4) Melibatkan Badan Selanjutnya (6) Permendagri Nomor 66 Permusyawaratan Desa secara intens Tahun 2007 Tentang Perencanaan dalam pengawasan pengelolaan dan Pembangunan Desa; (7) Permendagri pelaksananan dana desa; (5) Peningkatan Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman kesejahteraan aparatur desa dan anggota Tata Cara Pengawasan atas Badan permusyawaratan Desa; (6) Penyelenggaraan Pemerintahan Desa; (8) Pendampingan desa secara intens dan Permendagri Nomor 113 Tahun 2014 terfokus; (7) Perbaikan dan pengembangan RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 41 Simkudes yang otomatis dan terintegrasi sangat mungkin tercipta kesejahteraan bagi agar lebih mudah dioperasikan; (8) masyarakat desa. Peningkatan profesionalitas kinerja BUMDes yang didirikan harus aparatur desa; dan (9) Penyediaan layanan berdasarkan pada perencanaan yang satu pintu terkait konsultasi dana desa oleh matang dan sesuai kebutuhan masyarakat pemerintah daerah. desa. BUMDes yang didirikan juga Sembilan solusi tersebut merupakan dikelola secara profesional, transparan, dan solusi untuk mewujudkan pengelolaan akuntabel serta berkelanjutan. Sehingga dana desa yang efektif dan efisien. pendirian BUMDes dapat bersaing dengan Sehingga sembilan solusi tersebut usaha lain dan mampu memenuhi merupakan variabel-variabel yang kebutuhan masyarakat desa. Ke tiga, mempengaruhi pengelolaan dana desa. bahwa pengelolaan dana desa yang efektif Rumus ketiga adalah produk dana desa. dan efisien dapat dilihat dari terciptanya Produk dana desa merupakan variabel pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu yang terpengaruh dari pengelolaan dana desa harus mengalokasikan lebih banyak desa yang efektif dan efisien. Pengelolaan dana desa untuk pemberdayaan. Keadaan dana desa yang efektif dan efisien paling tersebut dengan catatan setelah kebutuhan tidak akan menghasilkan produk. Pertama, pokok pembangunan infrastruktur fisik pembangunan infrastruktur yang merata terpenuhi. Peningkatan program dan berdasarkan pada kebutuhan serta pembangunan atau pemberdayaan aspirasi dari masyarakat desa. masyarakat desa diperlukan agar desa Dana Desa yang dikelola secara efektif dapat menciptakan sumber daya manusia dan efisien akan mampu menghasilkan masyarakat desa yang berkualitas. pembangunan infrastruktur yang merata Peningkatan sumber daya masyarakat dan sesuai kebutuhan. Pembangunan desa akan berpengaruh terhadap daya infrastruktur harus sesuai dengan saing. Jika kualitas sumberdaya perencanaan yang didasarkan pada masyarakat desa tinggi maka daya saing kebutuhan dan aspirasi masyarakat desa, juga akan tinggi. Kondisi demikian tentu sehingga pembangunan infrastruktur dapat akan berpengaruh terhadap kesejahteraan bermanfaat dan digunakan oleh masyarakat masyarakat desa. Ketika masyarakat desa desa secara umum. Pembangunan mempunyai kualitas dan daya saing yang infrastrukur yang baik akan ikut membantu tinggi maka akan dapat memenuhi pertumbuhan ekonomi desa dan tentunya kebutuhan hidup. Ketika kebutuhan hidup dapat meningkatkan kesejahteraan manusia sudah terpenuhi, artinya masyarakat desa. Ke dua, produk yang kesejahteraan masyarakat desa dapat dihasilkan dari pengelolaan dana desa yang dikatakan telah terwujud. Itulah tiga efektif dan efisien yaitu berdirinya produk yang paling tidak harus dilahirkan BUMDes oleh desa. Desa perlu memiliki dari dana desa. Ketiga produk tersebut BUMDes dan berkewajiban untuk dikelola dapat diwujudkan maka dapat dipastikan agar mampu meningkatkan kesejahteraan pengelolaan dana desa telah berjalan masyarakat desa. Hal tersebut mengingat dengan efektif dan efisien. Berikut ini BUMDes merupakan lokomotif dapat dilihat model pengelolaan dana desa perekonomian desa. Ketika BUMDes yang efektif dan efisien. dapat berjalamn dengan baik dan dapat menopang perekonomian desa maka akan

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 42 SARAN Eko, Sutoro. 2015. Regulasi Baru, Desa Problem dan tantangan yang muncul Baru: Ide, Misi, dan Semangat UU dalam pengelolaan dana desa masih relatif Desa. Jakarta: Kemendesa PDTT RI. banyak dan harus diselesaikan dengan Eko, Sutoro, dkk. 2014. Desa Membangun tepat dan baik. Solusi dan model yang Indonesia Yogyakarta: Forum dirumuskan oleh penulis bisa dijalankan Pengembangan Pembaharuan Desa agar dapat menciptakan pengelolaan dana (FPPD). desa yang efektif dan efisien. Oleh karena itu, disarankan kepada pemerintah daerah Ibrahim, J. 2009. Teori Dan Metodologi dan pemerintah desa untuk menerapkan Penelitian Hukum Normatif. Malang: Bayumedia Publishing. model tersebut dalam rangka mengatasi problem dan tantangan pengelolaan dana Kejari. 2017. Kades & Kadus Desa desa, serta untuk menciptakan pengelolaan Yosorejo, Kec. Gringsing Ditahan. dana desa yang efektif dan efisien. Diakses dari http://kajari- Diperlukan kerja sama dari berbagai batang.go.id pada tanggal 04 pihakantara lain pemerintah pusat, September 2017. pemerintah daerah, pemerintah desa serta Kurniawan, Boni. 2015. Desa Mandiri, para pihak lainnya yang berkepentingan Desa Membangun. Jakarta: dan terkait untuk bersama-sama saling Kemendesa PDTT RI. bersinergi menerapkan model pengelolaan dana desa yang telah dijelaskan Mahmudah. 2016. Penyimpangan Uang sebelumnya. Kas Desa di Batang SegeraDiproses. Diakses dari http://www.antarajateng.com/detail/p DAFTAR PUSTAKA enyimpangan-uang-kas-desa-di- Asyari, Yusuf. 2017. Diduga Tilep Dana batang-segera-diproses.html pada Pembangunan, Kepala Desa tanggal 04 September 2017. Dilaporkan. Diakses dari https://www.jawapos.com/read/2017/ Moleong, Lexy J. 2009. Metodologi 08/03/148568/diduga-tilep-dana- Penelitian Kualitatif. Bandung : PT pembangunan-kepala-desa- Remaja Rosdakarya.

dilaporkan pada tanggal 04 Muhtada, D., Diniyanto, A., & Alfana, G. September 2017. Q. 2017.Model Pengelolaan Dana Desa Di Kabupaten Batang: Bachir, Bachtiar. 2010. Meyakinkan Identifikasi Problem, Tantangan, Validitas Data melalui Triangulasi Dan Solusi Strategis. Laporan pada Penelitian Kualitatif. Jurnal Penelitian DRD Kabupaten Batang Teknologi Pendidikan. Vol 10. No. 2017. 1. April: 46-62. Putra, Anom Surya. 2015. Badan Usaha BPS. 2014. Statistik Potensi Desa Milik Desa: Spirit Usaha Kolektif Indonesia Jakarta: Badan Pusat Desa. Jakarta: Kemendesa PDTT RI. Statistik. Soekanto, Soerjono. 1984. Pengantar BPS. 2016. Statistik Daerah Kabupaten Penelitian Hukum. Jakarta: Batang 2016. Batang: Badan Pusat Universitas Indonesia. Statistik Kabupaten Batang.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 43 Soemitro, Ronny H. 1990. Metodologi Undang-Undang Republik Indonesia Penelitian Hukum dan Jurimetri. Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Soetopo, HB. 1998. Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif Bagian II. : UNS Press.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 44 PELATIHAN PEMERIKSAAN PAYUDARA SENDIRI (SADARI) TERHADAP PRAKTIK SADARI PADA WANITA USIA MENOPAUSE

Sumarni, Hartati, dan Rr Sri Sedjati Politeknik Kesehatan Kemenkes Semarang

ABSTRAK Menopause merupakan perubahan normal yang terjadi pada kehidupan seorang wanita ketika periode menstruasinya berhenti dimana wanita mengalami penurunan fungsi indung telur sehingga produksi hormone estrogen berkurang yang berakibat terhentinya haid untuk selamanya (mati haid). Akibatnya wanita menopause rentan terhadap penyakit kanker, diantaranya kanker payudara. Salah satu cara mendeteksi dini kejadian kanker payudara dengan melakukan Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI) secara rutin. Menurut penelitian penderita kanker payudara yang terdeteksi secara dini yaitu pada stadium 0 memiliki harapan hidup sebesar 93% sementara kanker payudara yang terdeteksi pada stadium IV memiliki harapan hidup hanya 15%. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh pelatihan SADARI terhadap praktik SADARI pada wanita menopause. Metode penelitian ini menggunakan quasi eksperimen dengan rancangan pre test – post test design with control group. Populasi penelitian ini adalah seluruh wanita usia menopause (45 – 55 tahun) di Desa Wates Kecamatan Wonotunggal Kabupaten Batang. Hasil penelitian terdapat pengaruh pemberian pelatihan SADARI pada kelompok intervensi terhadap pengetahuan, sikap dan praktik SADARI dengan nilai p < 0.05. Saran diberikan untuk peningkatan pengetahuhan masyarakat khususnya wanita usia menopause tentang pemeriksaan payudara sendiri (SADARI), dan pembentukan sikap yang baik serta kemampuan praktik SADARI melalui kegiatan pelatihan kesehatan .

Kata Kunci: Wanita Usia Menopause, Pelatihan SADARI, Praktik.

ABSTRACT Menopause is a normal changes that occur in a woman's life when menstrual periods stop where women decreased ovarian function resulting in the production of estrogen hormone is reduced resulting in cessation of menstruation for all (menopause) .Keadaan This resulted in menopausal women vulnerable to cancer, among which cancer payudara.Salah a way that can be done to detect early breast cancer incidence by doing breast Self Examination (BSE) in rutin.Menurut study of breast cancer patients are detected early in stage 0 has a life expectancy of 93% while breast cancer detected in stage IV have a life expectancy of only 15%.The purpose of the study to research purposes to determine the effect of BSE training for the practice of BSE in menopausal women. This study design using quasi-experimental design with pre test - post test design with control group.Populasi in this study were all women of menopausal age (45-55 years) in the District Wonotunggal Wates village, Batang. Result: there is the effect of BSE in the intervention group training on knowledge, attitude and practice of breast self-examination with a value of p <0.05. The suggestion is need to increase knowledge of society, especially women menopausal age on breast self-examination (BSE), and the formation of a good attitude and the ability to practice breast self-examination through medical training.

Keywords: Female Menopause, BSE Training, Practice.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 45 PENDAHULUAN harapan hidup hanya 15% (Pamungkas, Indonesia pada Tahun 2000 jumlah 2011:63). Penelitian yang dilakukan oleh perempuan yang berusia diatas 50 tahun Dewi Seftiani menunjukan bahwa 56,25% dan diperkirakan telah memasuki usia responden melakukan SADARI dengan menopause sebanyak 15,5 juta jiwa dan sesuai dan 43,75% melakukan SADARI pada Tahun 2020 diperkirakan jumlah secara tidak sesuai. Pada wanita perempuan yg hidup dalam usia menopause, untuk dapat melakukan menopause adalah 30,3 juta. Menopause pemeriksaan SADARI secara rutin dalam merupakan perubahan normal yang terjadi rangka deteksi dini kanker payudara, pada kehidupan seorang wanita ketika diperlukan pengetahuan tentang SADARI periode menstruasinya berhenti dan yang memadai. Pengetahuan atau disebut merupakan bentuk transisi dari masa kognitif, merupakan bagian yang sangat produktif menuju non-produktif dimana penting agar terbentuknya tindakan (overt wanita mengalami penurunan fungsi behavior), karena perilaku yang indung telur sehingga produksi berdasarkan pengetahuan akan lebih hormoneestrogen berkurang yang bertahan dan tetap dipertahankan daripada berakibat terhentinya haid untuk perilaku atau tindakan yang tidak didasari selamanya (Baziad, 2003). Ada beberapa oleh pengetahuan (Novita dan Franciska, penyakit yang seringkali dialami oleh 2011:82). Sesuai dengan hasil penelitian wanita menopause. Salah satu yaitu yang dilakukan oleh Arini Estetia Putri penyakit kanker. Misalnya kanker pada Tahun 2011 tentang hubungan tingkat payudara. Kanker payudara lebih umum pengetahuan dan sikap remaja putri terjadi pada wanita yang telah melampaui tentang SADARI terhadap perilaku masa menopause. Kanker payudara salah SADARI didapatkan data bahwa sebanyak satu jenis kanker umum yang terjadi pada 53% responden memiliki pengetahuan wanita, kemungkinan terkena kanker yang kurang tentang SADARI. Selain payudara pada wanita 100 kali lipat pengetahuan, untuk dapat secara rutin dibandingkan pria (Pamungkas, 2011:51). melakukan pemeriksaan SADARI, seorang Salah satu cara yang dapat dilakukan wanita menopause harus mempunyai sikap untuk mendeteksi dini kejadian kanker yang baik terhadap SADARI. payudara dengan melakukan Pemeriksaan Sikap merupakan reaksi atau respon Payudara Sendiri (SADARI) secara rutin. yang diberikan oleh seseorang yang masih Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) tertutup terhadap stimulus atau benda. secara rutin sangat dianjurkan bagi setiap Sikap adalah kesiapan atau ketersediaan wanita. Dapat diterima bahwa perempuan untuk bertindak dan bukan merupakan yang secara cermat memeriksa sendiri suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi payudaranya 12-13 kali setahun akan merupakan predisposisi tindakan atau mampu mendeteksi lesi lebih dini dari perilaku (Novita dan Franciska, 2011:84). pada hanya mengandalkan pemeriksaan Sesuai dengan hasil penelitian yang dokter yang dilakukan sekali dalam satu dilakukan oleh Arini Estetia Putri pada tahun. (Cuningham, 2011:119-120). Tahun 2011 tentang hubungan tingkat Menurut penelitian penderita kanker pengetahuan dan sikap remaja putri payudara yang terdeteksi secara dini yaitu tentang SADARI terhadap perilaku pada stadium 0 memiliki harapan hidup SADARI didapatkan data bahwa sebanyak sebesar 93% sementara kanker payudara 68,7% responden memiliki sikap yang yang terdeteksi pada stadium IV memiliki kurang tentang SADARI dan 97,4% RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 46 memiliki perilaku kurang untuk melakukan dilaksanakan pre-test untuk mengukur SADARI. Salah satu upaya yang dapat pengetahuan, sikap dan praktik SADARI. dilakukan untuk meningkatkan Setelah dilakukan pre test, untuk kelompok pengetahuan, sikap dan praktik deteksi dini perlakuan selanjutnya dilakukan pelatihan kanker payudara pada ibu menopause sehari tentang SADARI dengan metode dengan dilakukan pelatihan SADARI. ceramah, tanya jawab, diskusi dan Bedasarkan kondisi diatas, peneliti tertarik demontrasi dengan maniqin dan untuk melakukan penelitian tentang selanjutnya praktika langsung cara pengaruh pelatihan SADARI terhadap melakukan SADARI dengan bimbingan praktik SADARI pada wanita usia secara one by one yang artinya setiap menopause. responden dibimbing satu persatu oleh pelatih. Seletah dilakukan pelatihan METODE PENELITIAN SADARI, pada kelompok perlakuan Jenis penelitian yang dilakukan adalah langsung dilakukan postes pertama untuk quasi eksperimen dengan rancanganpre mengukur pengetahuan, sikap dan praktik test – post test design with control SADARI responden. Pada kelompok groupyaitu dengan melakukan pengukuran kontrol tanpa dilakukan pelatihan, pagi kemampuan praktik SADARI sebelum dan hari dilakukan tes pertama dan siang sesudah perlakuan (pemberian pelatihan dilakukan tes ke dua untuk mengukur SADARI dengan metode demontrasi, variabel pengetahuan, sikap dan praktik ceramah, bimbingan one by one) dan SADARI. Pengambilan data ke dua dibandingkan dengan kelompok kontrol dilakukan pada hari Jumat tanggal 28 yang tidak diberikan perlakuan. Populasi Oktober 2016, pada kelompok perlakuan pada penelitian ini adalah seluruh wanita maupun kontrol dilakukan pengukuran usia menopause yang berusia 45-55 tahun untuk variabel pengetahuan, sikap dan di Desa Wates Kecamatan Wonotunggal praktik SADARI. Kabupaten Batang. Sampel yang diambil Uji statistik yang digunakan untuk dalam penelitian ini adalah sebagian dari mengetahui perbedaan nilai pre test, populasi wanita usia menopause. Teknik pengamatan pertama dan pengamatan pengambilan sampel dilakukan secara acak kedua setiap kelompok menggunakan uji sederhana (simple ramdom sampling). Wilcoxon sedangkan uji statistik yang Jumlah sampel terdiri dari 30 orang digunakan untuk mengetahui perbedaan kelompok intervensi dan 30 orang pengetahuan, sikap dan praktik SADARI kelompok kontrol. Pengambilan data antara kelompok intervensi dengan penelitian dilakukan melalui dua kali kelompok kontrol menggunakan uji pengukuran. Pengukuran pertama Friedman. Untuk menguji normalitas data dilakukan pada hari Sabtu, 1 Oktober digunakan uji statistik non parametrik 2016. Prosedur yang dipakai yaitu pada Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji normalitas kelompok perlakuan sebelum diberikan data, didapatkan data berdistribusi tidak pelatihan SADARI terlebih dahulu normal dengan nilai p = 0.000.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 47 HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Umur Responden Statistik Kelompok Kelompok Intervensi Perlakuan Rerata 51.30 51.27 Simpangan 3.659 3.895 Baku Besar 30 30 Sampel

Tabel 1 menunjukkan karakteristik dan kelompok kontrol 51.27. Data ini responden penelitian berdasarkan umur. menunjukan kedua kelompok Hasil penelitian menunjukan rerata umur mempunyai rerata hampir sama. responden kelompok intervensi 51.30

Tabel 2. Pendidikan Responden Karakteristik Kelompok Kelompok Responden Intervensi Kontrol Pendidikan Frek % SD 15 50.0 SMP 15 50.0 Total 30 100

Tabel 2 menunjukkan karakteristik masing-masing 15 orang (50%), subjek penelitian berdasarkan sedangkan pada kelompok kontrol, pendidikan. Terlihat bahwa kelompok sebanyak 17 orang (56.7%) intervensi, jumlahnya sama antara yang berpendidikan SMP, sisanya berpendidikan SD dengan SMP yaitu berpendidikan SD.

Tabel 3. Hasil Pre Test pada Kedua Kelompok Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol Variabel Simpangan Simpangan Rerata Rerata Baku Baku Pengetahuan 48.07 3.532 48.03 3.518 Sikap 53.33 9.760 52.83 9.105 Praktik 49.10 6.994 49.73 8.634 Besar Sampel 30 30

Berdasarkan Tabel 3 rata-rata sikap 52.83 dan praktik 49.73. Kedua pengetahuan kelompok intervensi kelompok mempunyai nilai rata – rata sebelum perlakuan yaitu 48.07, sikap yang hampir sama untuk variabel 53.33 dan preaktek 49.10. Pada kelompok pengetahuan, sikap maupun praktik. kontrol, rata-rata pengetahuan 48.03,

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 48 Tabel 4.Hasil Pengamatan Pertama Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol Variabel Rerata Simpangan Rerata Simpangan Baku Baku Pengetahuan 68.20 3.527 48.13 3.530 Sikap 63.50 9.920 53.53 8.799 Praktik 78.83 3.687 50.43 8.799 Besar 30 30 Sampel

Berdasarkan Tabel 4 rata-rata 63.50 dan praktik 78.83. Pada kelompok pengetahuan kelompok intervensi pada kontrol, rata-rata pengetahuan 48.13, sikap pengamatan pertama yaitu 68.27, sikap 53.53 dan praktik 50.43.

Tabel 5.Hasil Pengamatan ke-2 Kelompok Intervensi Kelompok Kontrol Variabel Rerata Simpangan Rerata Simpang Baku an Baku Pengetahuan 83.17 3.514 48.27 3.493 Sikap 68.80 9.732 53.60 8.787 Praktik 80.83 3.687 50.63 8.499 Besar Sampel 30 30

Berdasarkan Tabel 5 rata-rata praktik 50.63. Untuk mengetahui pengetahuan kelompok intervensi pada perbedaan nilai pengetahuan, sikap dan pengamatan kedua yaitu 83.17, sikap 68.80 praktik sebelum dilakukan perlakuan dan praktik 80.83. Pada kelompok kontrol dengan setelah dilakukan perlakuan pada hasil pengamatan kedua yaitu rata-rata kelompok intervensi dilakukan uji pengetahuan 48.27, sikap 53.60 dan Wilcoxon.

Tabel6.Hasil Analisis Uji Wilcoxon pada Kelompok Intervensi p Pengetahuan Sikap Praktik Pretest dengan 0.000 0.000 0.000 pengamatan pertama setelah intervensi Pengamatan pertama 0.000 0.000 0.000 dengan pengamatan ke dua Pretest dengan 0.000 0.000 0.000 pengamatan ke dua

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 49 Hasil uji Wilcoxon diperoleh nilai dan praktik pada kelompok intervensi significancy 0.000 (p<0.05), hal ini dapat antara sebelum pelatihan dengan sesudah disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pelatihan. yang bermakna untuk pengetahuan, sikap

Tabel 7.Hasil Uji Wilcoxon p Pengeta Sikap Praktik huan Pretest dengan pengamatan 0.317 0.109 0.109 pertama Pengamatan pertama dengan 0.180 0.655 0.317 pengamatan ke dua Pretest dengan pengamatan 0.102 0.080 0.068 ke dua

Hasil uji Wilcoxon diperoleh nilai rata pengetahuan, sikap dan praktik pada significancy p>0.05, hal ini dapat kelompok intervensi antara sebelum disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan dilakukan perlakuan, hasil pengukuran pengetahuan, sikap, praktik antara hasil pertama setelah perlakuan, pengukuran ke pretest dengan pengamatan pertama dan dua satu bulan setelah perlakuan, dan juga pengamatan ke dua pada kelompok pada kelompok kontrol dilakukan uji kontrol. Untuk mengetahui perbedaan rata- Friedman.

Tabel 8. Hasil analisis uji Friedman Kelompok p value Pengetahuan Sikap Praktik Kelompok 0.000 0.000 0.000 Intervensi Kelompok 0.097 0.165 0.039 Intervensi

Dari Tabel 8 diketahui bahwa, dari perlakuan, pengukuran ke dua satu bulan hasil uji beda menggunakan uji Friedman, setelah perlakuan. Pada kelompok kontrol pada kelompok intervensi atau kelompok yang tidak mendapat perlakuan hasil uji yang mendapatkan perlakuan berupa Friedman didapatkan nilai p value untuk pemberian pelatihan, didapatkan nilai p variabel pengetahuan p=0.097, sikap value untuk variabel pengetahuan p=0.000, p=0.165 dan praktik p=0.039 .Hal ini sikap p=0.000 dan praktik p=0.000.Hal ini berarti nilai p>0.05, maka dapat berarti nilai p<0.05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan perbedaan antara pengetahuan, sikap dan yang bermakna antara pengetahuan, sikap praktik pada pre-test dengan hasil dan praktik sebelum dilakukan perlakuan pengukuran pertama dan pengukuran ke dengan setelah dilakukan perlakuan yaitu dua setelah satu bulan pada kelompok hasil pengukuran pertama setelah kontrol.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 50 Sebelum dilakukan pelatihan pada Bandura (1973) yang didasarkan pada ide kedua kelompok mempunyai rerata bahwa orang belajar dengan mengamati pengetahuan, sikap dan praktik yang apa yang orang lain lakukan dan bahwa hampir sama. Hal ini menunjukan bahwa proses berfikir manusia adalah pusat untuk pengetahuan, sikap dan praktik pada kedua memahami kepribadian dan proses kognisi kelompok datanya homogen, hal ini kekuatan aktif yang konstruktif, selektif, dikarenakan persamaan karakteristik melakukan perilaku atas dasar-dasar nilai responden yaitu semua responden dalam dan harapan. Hasil penelitian sejalan rentang usia menopause yaitu 45 – 55 dengan penelitian yang dilakukan oleh Edy tahun, mempunyai latar belakang Sukiarjo (2007) tentang pengaruh pelatihan pendidikan dasar sampai setingkat SMP dengan metode belajar berdasarkan serta tidak bekerja atau sebagai ibu rumah masalah terhadap pengetahuan dan tangga. Setelah dilakukan perlakuan ketrampilan kader gizi dalam kegiatan melalui pemberian pelatihan SADARI posyandu, didapatkan hasil bahwa selama sehari pada kelompok pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan perlakuan,didapatkan data yaitu terjadi dan mempertahankan pengetahuan lebih peningkatan rerata baik pengetahuhan, lama. sikap maupun praktik. Hasil uji Wilcoxon Menurut Azwar Saefudin (2009), sikap dengan membandingkan nilai pengetahuan, seseorang terhadap suatu obyek adalah sikap dan praktik pada pengukuran pre-test perasaan mendukung (favourable) maupun dengan pengamatan pertama, hasil perasaan tidak mendukung atau tidak pengamatan pertama dengan pengamatan memihak (unfavourable). Sikap belum ke dua, dan hasil pre-test dengan merupakan tindakan atau aktivitas, akan pengamatan ke dua, didapatkan nilai tetapi merupakan predisposisi tindakan p=0.000 (p<0.05). Hal ini dapat suatu perilaku. Hasil penelitian ini sejalan disimpulkan bahwa terdapat perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh yang bermakna antara pengetahuan, sikap Triono (2013) tentang pengaruh motivasi dan praktik sebelum pelatihan dengan dan pelatihan terhadap sikap setelah pelatihan. Hal ini menunjukan ada kewirausahaan peserta program pengaruh yang bermakna pemberian penanggulangan pengangguran pekerja pelatihan SADARI terhadap pengetahuan, terampil di Jawa Tengah, didapatkan hasil sikap dan praktik SADARI. bahwa pemberian pelatihan berpengaruh Pengetahuan merupakan hasil tahu terhadap sikap kewirausahaan yang setelah orang melakukan pengindraan tercermin pada kinerja. terhadap suatu objek tertentu yang terjadi Hasil penelitian ini sesuai dengan melalui panca indra manusia, yaitu: pendapat Strauss dan Syaless di dalam penglihatan, pendengaran, penciuman, Notoatmodjo, bahwa pelatihan berarti pengecapan dan perabaan. Sebagian besar mengubah pola perilaku, karena dengan pengetahuan manusia diperoleh melalui pelatihan maka akhirnya akan mata dan telinga. Pengetahuan merupakan menimbulkan perubahan perilaku. Hasil domain yang sangat penting untuk penelitian sejalan dengan penelitian yang terbentuknya tindakan seseorang, karena dilakukan oleh Edy Sukiarjo (2007) perilaku yang didasari oleh pengetahuan tentang pengaruh pelatihan dengan metode akan lebih bertahan lama dari pada tidak belajar berdasarkan masalah terhadap didasari oleh pengetahuan. Hasil penelitian pengetahuan dan ketrampilan kader gizi juga sesuai dengan pendapat Alber dalam kegiatan posyandu, didapatkan hasil RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 51 bahwa pelatihan dapat meningkatkan SADARI melalui kegiatan pelatihan ketrampilan kader gizi dalam kegiatan kesehatan yang dilakukan secara posyandu. komprehensif dan intensif sehingga dapat Hasil analisis menggunakan uji meningkatkan pengetahuan, sikap dan Friedman didapatkan data pada kelompok praktik masyarakat tentang SADARI intervensi atau kelompok yang sebagai salah satu upaya deteksi dini mendapatkan perlakuan berupa pemberian kanker payudara. pelatihan, didapatkan nilaip value untuk variabel pengetahuan, sikap, dan praktik DAFTAR PUSTAKA p=0.000 (p<0.05), maka dapat disimpulkan Arikunto, 2010. Prosedur Penelitian Suatu bahwa terdapat perbedaan yang bermakna Pendekatan Praktik. Jakarta : PT Rineka Cipta antara pengetahuan, sikap dan praktik sebelum dilakukan perlakuan dengan Azwar, Saifudin. 2009. Sikap Manusia. setelah dilakukan perlakuan. Pada Edisi: 2.Yogyakarta: Pustaka Pelajar. kelompok kontrol yang tidak mendapat perlakuan hasil uji Friedman didapatkan Bandura, A. Aggresion. 1973. A social nilaip value untuk variabel pengetahuan, Learning Analysis. Englewod Cliffs. sikap dan praktik didapatkan nilai p>0.05, NJ. Prentice Hall. maka dapat disimpulkan bahwa tidak Cuningham, F. Gary dan Norman F. Gant. terdapat perbedaan antara pengetahuan, 2011. Dasar-dasar Ginekologi & sikap dan praktik pada pre-test dengan Obstetri. Jakarta EGC. hasil pengukuran pertama dan pengukuran kedua pada kelompok kontrol. Dewi Seftiani, Hubungan Tingkat Hasil penelitian ini sejalan dengan pengetahuan dengan perilaku penelitian yang dilakukan oleh Rita Sari SADARI pada mahasiswa http://jurnal.unpad.ac.id/ejournal/arti Dewi (2009) tentang pengaruh pelatihan cle/viewFile/729/775 Diunduh terhadap pengetahuan, sikap dan tanggal 25 Juli 2016. ketrampilan petugas dalam pengelolaan vaksin program imunisasi di Unit Dinkes Kabupaten Batang.2013.Data Pelayanan Kesehatan Kabupaten penderita kanker payudara tahun Karanganyar, hasil penelitian menunjukan 2011 dan tahun 2012. Batang terdapat perbedaan yang signifikan Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan variabel pengetahuan, sikap dan Teori dan Aplikasi, Penerbit Rineka ketrampilan antara petugas vaksinasi yang Cipta, Jakarta. belum mengikuti pelatihan dengan petugas vaksinasi yang sudah mengikuti pelatihan. Novita, Nesi dan Franciska, Yunetra, 2011, Promosi Kesehatan Dalam SARAN Pelayanan Kebidanan. Jakarta : Salemba Medika Perlunya peningkatan pengetahuhan masyarakat khususnya wanita usia Pamungkas, Zaviera. 2011. Deteksi dini menopause tentang pemeriksaan payudara kanker payudara. Jogjakarta : Buku sendiri (SADARI) dan pembentukan sikap Biru. yang baik serta kemampuan praktik

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 52 STRATEGI PENINGKATAN STATUS GIZI BALITA DI KABUPATEN BATANG (UPAYA MENURUNKAN ANGKA KEJADIAN GIZI BURUK)

Wahyuningsih dan Teguh Irawan Universitas Pekalongan

SARI Masalah gizi balita di Indonesia sampai saat ini masih menjadi masalah utama yang sulit untuk dipecahkan. Pada Tahun 2016 jumlah balita yang ditimbang sebanyak 48.737 (81,75%) dari jumlah balita yang ada (59.238) terdapat 798 Balita Gizi Buruk. (1,64%), meningkat bila dibandingkan dengan Tahun 2015 sebanyak 233 balita gizi buruk. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan strategi peningkatan status gizi balita dalam upaya penanggulangan Gizi buruk pada balita di Kabupaten Batang. Jenis penelitian exploratory research dengan pendekatan kualitatif yang didukung dengan data statistik dengan triangulasi sumber melalui indepth interview pada informan utama, dan informan pendamping. Instrumen penelitian menggunakan guidence interviewing. Strategi prioritas yang dapat dirumuskan untuk meningkatkan status gizi pada balita adalah pelatihan pengolahan PMT berbasis pangan lokal kepada kader dan ibu balita, melibatkan peran serta aktif tokoh masyarakat, tokoh agama, dan kelompok potensial lainnya, penguatan ekonomi berbasis keluarga, kerja sama dengan lintas sektor (perguruan tinggi dalam memberikan pelatihan atau penyuluhan), penambahan petugas gizi terutama pada puskesmas rawat inap. Berdasarkan hasil kajian hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah daerah selaku pengambil kebijakan adalah meningkatkan komitmen pemerintah bersama masyarakat dengan bekerjasama dan membangun komunikasi efektif dalam upaya penanggulangan gizi buruk di Kabupaten Batang.

Kata Kunci: Strategi, Balita, Gizi Buruk, PMT, Program.

ABSTRACT Nutrition problems in Indonesia are still a major problem that is difficult to solve. In 2016, the number of children under five who were weighed as many as 48,737 (81,75%) from the number of children under five (59,238) were 798 Balita.(1.64%), increasing when compared to 2015 as many as 233 severely underweight balita.. This study aims to develop strategies to improve the nutritional status of children under five in the effort to overcome severely underweight Balita in Batang Regency. Type of research is exploratory research with qualitative approach supported by statistical data with triangulation of source through indepth interview on main informant, and counter informant. The research instrument used Guidence interviewing. Priority strategies that can be formulated to improve the nutritional status of children under five are local food-based PMT treatment training for Kader and mothers, involving the active participation of community leaders, religious leaders and other potential groups, strengthening family-based economy, cooperation with cross-sectoral (College in providing training or counseling), addition of Nutrition officer especially at puskesmas Inpatient. Based on the result of the study, the local government should consider the government's commitment to work together and build effective communication in the effort to overcome malnutrition in Batang Regency.

Keywords: Strategy, Balita, Severely Underweight, PMT, Program.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 53 PENDAHULUAN pada tahun 2016 jumlah balita yang Dewasa ini negara Indonesia ditimbang sebanyak 48.737 (81,75%) dari dikejutkan dengan adanya data terbaru dari jumlah balita yang ada (59.238) terdapat Administrator United Nations 798 Balita Gizi Buruk (Bawah Garis Development Programme (UNDP) yang Merah/BGM) (1,64%), meningkat bila menyatakan bahwa peringkat IPM negara dibandingkan dengan tahun 2015 sebanyak Indonesia menurun 3 poin dari tahun lalu. 233 balita BGM (Dinkes Batang, 2016). Tahun 2015 pada peringkat 110 menjadi Data Pemantauan Status Gizi (PSG) peringkat 113 pada Tahun 2016. Hal ini 2016, pada kategori balita kurus, dengan menjadi miris ketika pemerintah selama ini prevalensi yang seharusnya <5%, telah membuat kebijakan-kebijakan yang presentase Balita kurus Provinsi Jawa mendukung menaikkan indeks Tengah adalah 9,6% yang didalamnya pembangunan manusia saja, tetapi juga termasuk Kabupaten Batang yang memiliki memastikan bahwa setiap kenaikan IPM angka persentase cukup tinggi yaitu mampu menjangkau seluruh penduduk dan sebesar 8,8%. Kasus gizi buruk di Batang keluarga Indonesia benar-benar mengalami melebihi rata-rata Provinsi Jawa Tengah. peningkatan kualitas dan merasakan Angka rata-rata di Kabupaten Batang yang manfaat pembangunan manusia. Masalah kurang gizi sebesar 19 persen, sedangkan gizi di Indonesia sampai saat ini masih angka rata-rata di Jawa Tengah 16 persen. menjadi masalah utama yang sulit untuk Dari semua kasus BGM dan 2T yang dipecahkan karena masalah tesebut tidak dikonfirmasi ststus gizi dengan berat badan hanya dipengaruhi oleh beberapa faktor menurut tinggi badan, maka gizi buruk saja melainkan multidimensional faktor. dengan indikator berat badan menurut Masalah ini merupakan masalah kesehatan tinggi badan sebanyak 120 balita (0,25%), yang tersembunyi dan mempengaruhi meningkat bila dibandingkan Tahun 2015 tingginya angka kematian bayi dan balita sebanyak 117 balita (0,25%). Kajian di Indonesia (Jaringan informasi pangan mengenai upaya penanggulangan gizi dan gizi, 2005). Menurut Profil Indonesia buruk dianggap diperlukan mengingat Tahun 2015-2016 persentase balita kurus masih banyaknya penderita gizi buruk BB/TB di Jawa Tengah meningkat yang yang ada di Kabupaten Batang. Oleh tadinya 7,7% menjadi 8,1% di Tahun karena itu sangatlah penting diteliti terkait 2016, dimana angka ini hampir diangka program penanggulangan yang telah rata-rata Indonesia sebesar 8,7%. (Pusat dilakukan untuk ikut serta menanggulangi Data Informasi Gizi, 2015). Tercatat dan memperkecil resiko dampak yang sebanyak 1074 balita terkena gizi buruk ditimbulkan akibat dari gizi buruk balita (BB/TB) di Jawa Tengah pada tri wulan ke ini sehingga peneliti tertarik mengambil 2 Tahun 2016 ini, angka ini masih judul “Strategi Peningkatan Status Gizi dimungkinkan bertambah apabila Balita di Kabupaten Batang: Upaya penyebabnya tidak segera diatasi. Menurunkan Angka Kejadian Gizi Buruk ” Menurut data dari dinas kesehatan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk provinsi jawa tengah sebanyak 1074 kasus mengembangkan strategi peningkatan balita menderita gizi buruk. Salah satunya status gizi balita dalam upaya Kabupaten Batang masuk dalam 10 besar penanggulangan Gizi buruk pada balita di kabupaten yang memiliki balita gizi buruk Kabupaten Batang. terbanyak selain Pekalongan dan . Berdasarkan hasil penimbangan bulanan RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 54 Landasan Teori pada biopsi hati ditemukan perlemakan; (c) Gizi buruk adalah kekurangan gizi Marasmiks-Kwashiorkor gejala klinisnya tingkat berat yang disebabkan oleh merupakan campuran dari beberapa gejala rendahnya konsumsi energi dan protein klinis antara kwashiorkor dan marasmus dari makanan sehari–hari dibanding dengan Berat Badan (BB) menurut umur kebutuhan dan terjadi dalam jangka waktu (U) <60% baku median WHO-NCHS yang yang lama. Gizi buruk diketahui dengan disertai oedema yang tidak mencolok. cara pengukuran antropometri yaitu berat Masa balita merupakan salah satu badan (BB) menurut tinggi badan (TB) kelompok yang beresiko tinggi terkena atau umur dibanding dengan standar, suatu penyakit. Gangguan gizi pada masa dengan atau tanpa tanda–tanda klinis balita merupakan dampak komulatif dari (marasmus, kwarshiorkor, dan marasmus- berbagai faktor yang berpengaruh langsung kwarshiorkor). Batas gizi buruk ada balita ataupun tidak langsung terhadap gizi adalah kurang dari -3,0 SD standar baku balita. Keadaan gizi buruk pada balita WHO (Persagi, 2009). dapat mempengaruhi pertumbuhan dan Klasifikasi gizi buruk dilihat perkembangannya yang akan sulit berdasarkan gejala klinisnya gizi buruk disembuhkan. Oleh karena itu, balita yang dapat dibagi menjadi 3 yaitu sebagai menderita gizi buruk kemampuan untuk berikut: (a) Marasmus, merupakan salah belajar dan beraktifitas akan lebih terbatas satu bentuk gizi buruk yang paling sering dibandingkan anak yang normal. Menurut ditemukan pada balita. Hal ini merupakan penelitian bahwa anak yang memiliki hasil akhir dari tingkat keparahan gizi status gizi kurang atau buruk buruk. Gejala marasmus antara lain anak (underweight) berdasarkan pengukuran tampak kurus, rambut tipis dan jarang, berat badan menurut umur (BB/U) dan kulit keriput yang disebabkan karena berdasarkan (TB/U) yang sangat rendah lemak di bawah kulit berkurang, muka dibanding standar WHO mempunyai seperti orang tua (berkerut), balita cengeng resiko kehilangan tingkat kecerdasan atau dan rewel meskipun setelah makan, IQ sebesar 10-15 point (Depkes RI, 2009). bokong baggy pant dan iga gambang; (b) Penyebab gizi buruk salah satunya Kwashiorkor adalah suatu bentuk adalah ketidakmampuan memenuhi malnutrisi protein yang berat disebabkan kebutuhan pangan dalam rumahtangga oleh asupan karbohidrat yang normal atau terutama pada ibu hamil dan anak balita tinggi dan asupan protein yang adekuat. akan berakibat pada kekurangan gizi yang Hal ini seperti marasmus, kwashiorkor berdampak pada lahirnya generasi muda juga merupakan hasil akhir dari tingkat yang tidak berkualitas. Apabila masalah ini keparahan gizi buruk. Tanda khas tidak diatasi maka dalam jangka menengah kwashiorkor antara lain pertumbuhan dan panjang akan terjadi kehilangan terganggu, perubahan mental,pada generasi (lost generation) yang dapat sebagian besar penderita ditemukan mengganggu kelangsungan berbagai oedema baik ringan maupun berat, gejala kepentingan bangsa dan negara. Gizi gastrointestinal, rambut kepala mudah kurang/gizi buruk pada balita dapat dicabut, kulit penderita biasanya kering disebabkan oleh beberapa faktor yang dengan menunjukkan garis-garis kulit yang kemudian diklasifikasikan sebagai lebih mendalam dan lebar, sering penyebab langsung (determinan dekat) dan ditemukan hiperpigmentasi dan persikan penyebab tidak langsung (determinan kulit, pembesaran hati, anemia ringan, jauh). Gizi kurang secara langsung RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 55 disebabkan oleh kurangnya konsumsi saling berhubungan. Makin tersedia air makanan (intake zat gizi) dan adanya bersih yang cukup untuk keluarga serta penyakit infeksi. Makin bertambah usia makin dekat jangkauan keluarga terhadap anak maka makin bertambah pula pelayanan dan sarana kesehatan, ditambah kebutuhannya. dengan pemahaman ibu tentang kesehatan, Penyebab tidak langsung (determinan makin kecil resiko anak terkena penyakit jauh) yaitu ketahanan pangan di keluarga, dan kekurangan gizi. Sedangkan penyebab pola pengasuhan anak, serta pelayanan mendasar atau akar masalah gizi di atas kesehatan dan kesehatan lingkungan. adalah terjadinya krisis ekonomi, politik Rendahnya ketahanan pangan rumah dan sosial termasuk bencana alam, yang tangga, pola asuh anak yang tidak mempengaruhi ketidakseimbangan antara memadai, kurangnya sanitasi lingkungan asupan makanan dan adanya penyakit serta pelayanan kesehatan yang tidak infeksi, yang pada akhirnya mempengaruhi memadai merupakan tiga faktor yang status gizi balita (Soekirman, 2000)

Gambar 1. Kerangka Teori Jaring-Jaring Penyebab Masalah (UNICEF)

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 56 METODE PENELITIAN Batang dalam upaya penanggulangan gizi Kerangka konsep penelitian strategi buruk yang diformulasikan dalam peningkatan status gizi balita di Kabupaten kerangka konsep sebagai berikut:

Gambar 2. Input, Proses dan Output.

Input Proses Output

Sumber Daya Implementasi program Strategi Peningkatan Pendukung (SDM, penanggulangan gizi Status Gizi Balita Di Dana, Sarpras) buruk Kabupaten Batang -Perencanaan Pengorganisasian Penggerakan -Evaluasi

Feedback

Fokus penelitian ini memuat variable HASIL DAN PEMBAHASAN Input (sumber daya pendukung), Variabel Gambaran Umum Program Gizi di Proses, memuat: perencanaan, Puskesmas Kabupaten Batang pengorganisasian, penggerakan dan Puskesmas adalah Fasilitas Kesehatan evaluasi, sedangkan variable output berupa Tingkat Pertama (FKTP) yang Strategi peningkatan status gizi balita dan bertanggungjawab atas kesehatan outcome berupa menurunkan angka gizi masyarakat di wilayah kerjanya pada satu buruk. atau bagian wilayah kecamatan. Fungsi Subyek penelitian mencakup informan puskesmas adalah sebagai pusat penggerak utama dan pendamping. Informan utama: pembangunan berwawasan kesehatan, pemegang program gizi di Dinas pusat pemberdayaan masyarakat dan pusat Kesehatan Kabupaten Batang, petugas gizi pelayanan kesehatan strata pertama. di puskemas terpilih dan Informan Puskesmas di wilayah Kabupaten Batang triangulasi adalah masyarakat yang sudah berstatus BLUD mandiri dari segi terpapar program. perencanaan, implementasi utamanya Desain penelitian ini menggunakan dalam pola pengelolaan keuangan yang desain penelitian exploratory research diharapkan dengan status BLUD mandiri dengan pendekatan kualitatif yang ini puskesmas dapat secara maksimal didukung dengan data statistik dengan memberikan pelayanan kepada triangulasi sumber melalui indepth masyarakat. Puskesmas yang tersebar di interview. Instrumen penelitian wilayah kabupaten Batang ini terbagi menggunakan guidence interviewing. menjadi 21 puskesmas yang terdiri dari 17 puskesmas non perawatan dan 4 puskesmas perawatan.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 57 Skema 1. Analisis Existing Berdasarkan Indikator Input A. Analisis Existing Berdasarkan Indikator Input 1. Pemenuhan SDM Berdasarkan jawaban informan utama pada pertanyaan indikator input, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a. Kualifikasi Kualifikasi pemegang program gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten Batang memiliki basic keilmuan gizi, sedangkan 4 dari 7 tenaga gizi puskesmas juga memiliki kualifikasi yang linear (ahli madya gizi), sisanya sebanyak 3 tenaga gizi puskesmas. berasal dari keilmuan yang berbeda yakni bidan. Dalam mendukung terlaksananya program di puskesmas harus memiliki SDM yang sesuai dengan kualifikasi yang dipersayaratkan pemerintah sesuai bidangnya. Untuk tenaga gizi dipuskesmas, menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2013 menyatakan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan gizi harus dilaksanakan oleh tenaga gizi dalam melaksanakan pelayanan dan praktik pelayanan gizi berdasarkan kualifikasinya.

b. Rasio Berdasarkan analisis pencocokan pola jawaban (pattern matching), didapatkan kesimpulan, bahwa dari 7 informan utama secara umum rasio pemenuhan tenaga gizi 1 petugas membawahi 6 sampai 20 Desa dengan 27 hingga 89 Posyandu. Pada puskesmas dengan 2 tipe yakni, non rawat inap dan rawat inap juga memiliki hanya satu petugas gizi. Menurut Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat menjelaskan bahwa standar ketenagaan puskesmas tipe rawat inap perkotaan 31 orang, dengan tenaga gizi sebanyak 2 orang. Untuk yang di pedesaan 27 orang dengan tenaga gizi 2 orang, untuk puskesmas terpencil dan sangat terpencil 27 orang, tenaga gizi 2 orang.

c. Hambatan Berdasarkan analisis pencocokan pola jawaban (pattern matching), didapatkan kesimpulan bahwa kendala secara umum yang dialami terkait pemenuhan SDM adalah kekurangan tenaga untuk menjalankan program gizi dikarenakan satu petugas membawahi sampai 20 desa dengan 89 posyandu, adanya double job karena menjalankan 2 tupoksi ganda.

2. Dana Berdasarkan jawaban informan utama dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a. Potensi Pembiayaan Berdasarkan analisis pencocokan pola jawaban (pattern matching), didapatkan kesimpulan bahwa potensi pembiayaan program gizi diperoleh dari APBN, APBD dan BOK dan adapun potensi lain pemenuhan gizi balita diperoleh dari swadaya masyarakat melalui PMT bulanan di Posyandu.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 58 Dalam potensi pembiayaan program terutama program gizi bersumber dari dana APBN, APBD 1, APBD 2, BOK, namun dalam implementasi dan efektifitasnya perlu dibenahi. Terkadang yang menjadi permasalahan adalah pencairan dana sering telat karena masalah birokrasi yang juga berimbas pada pelaksanaan program serta pendistribusian bantuan penanggulangan kasus gizi buruk.

b. Prosedur Utilisasi Anggaran Berdasarkan analisis pencocokan pola jawaban (pattern matching), didapatkan kesimpulan bahwa perencanaan penggunaan anggaran dirumuskan di akhir tahun yang akan diimplementasikan di awal tahun berikutnya, untuk utilisasi anggaran ke puskesmas yang bersumber dari dana APBN diwujudkan dalam bentuk MP ASI kepada balita kurus dan sangat kurus, sedangkan APBD diwujudkan dalam bentuk biskuit, serta BOK dalam utilisasi dilapangan menyesuaikan kebutuhan sasaran (balita). Mekanisme utilisasi anggaran untuk program di puskesmas dirumuskan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Batang diakhir tahun yang kemudian diimplementasikan di awal tahun berikutnya. Khusus untuk program penanggulangan gizi buruk utilisasi anggaran yang dikucurkan langsung oleh APBN sudah dalam bentuk bantuan PMT yakni biskuit dan susu, sedangkan untuk dana yang bersumber dari BOK, BOK turun dari APBN melalui Kementrian Kesehatan untuk dialokasikan kepada pemda kota/kabupaten. Selanjutnya pemda meneruskan ke dinkes kabupaten/kota selaku kuasa pengguna anggaran untuk kemudian diteruskan ke puskesmas.

c. Hambatan Berdasarkan analisis pencocokan pola jawaban (pattern matching), didapatkan kesimpulan bahwa kendala yang dialami berkaitan dengan penyediaan/dropping MP ASI tidak bisa diperkirakan waktunya, sedangkan untuk distribusi kepada sasaran tidak diperbolehkan bersamaan dengan dana BOK.

3. Sarana Prasarana Berdasarkan jawaban informan utama dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: Berdasarkan analisis pencocokan pola jawaban (pattern matching), didapatkan kesimpulan bahwa sarana prasarana yang difasilitasi dinas melalui posyandu dan beberapa peralatan pengukuran antropometri.

B. Analisis Existing Berdasarkan Indikator Proses Analisis kondisi saat ini berdasarkan indikator proses meliputi empat indikator, dari empat indikator diatas tersaji dalam tabel dibawah ini: 1. Perencanaan a. Pola perencanaan Berdasarkan analisis pencocokan pola jawaban (pattern matching), didapatkan kesimpulan dari semua informan, perumusan Plan of Action program gizi dilakukan di akhir tahun yang kemudian POA tersebut disosialisasikan ke masing-masing puskesmas di awal tahun yang kemudian puskesmas mengembangkan perencanaan untuk

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 59 teknis pelaksanaan kegiatan dilapangan yang selanjutnya dilaporkan ke dinas kesehatan untuk setujui. Perancanaan Tingkat Puskesmas (PTP) atau disebut perencanaan mikro (micro planning) merupakan salah satu fungsi manajemen puskesmas. Bersama dengan mini lokakarya dan stratifikasi puskesmas, ketiganya sebagai alat melaksanakan fungsi pengelolaan manajemen puskesmas. Ditingkat puskesmas dalam melakukan perencanaan yang memasuki tahap Pelaksanaan Kegiatan (RPK) adalah adanya POA. POA ini disusun setelah diterimanya alokasi dana yang diberikan oleh pemerintah daerah ke puskesmas. Baru setelah itu puskesmas menelaah ulang tentang usulan kegiatan dalam memantapkan pengecekan pelaksanaan kegiatan atau penjadwalan teknis kegiatan.

b. Pihak yang Terlibat Berdasarkan analisis pencocokan pola jawaban (pattern matching), didapatkan kesimpulan dari semua informan, bahwa dalam perencanaan kegiatan terutama program gizi melibatkan seluruh jajaran puskesmas dengan kepala puskesmas sebagai pengambil keputusan akhir yang akan didelegasikan kepada pemegang program gizi di puskesmas. Dalam penyusunan perencanaan tingkat puskesmas, pihak yang terlibat dalam proses ini adalah seluruh elemen puskesmas termasuk pemegang program yang ada di puskesmas dengan kepala puskesmas sebagai pengambil keputusan akhir yang akan didelegasikan kepada pemegang program gizi di puskesmas.

c. Kendala Berdasarkan analisis pencocokan pola jawaban (pattern matching), didapatkan kesimpulan dari semua informan, bahwa terkadang terdapat program baru dari pemerintah yang harus dilaksanakan padahal tidak direncanakan dari awal dan permasalahan tersebut bersifat general, meskipun diwilayah kerja puskesmas tertentu tidak menjadi permasalahan.

2. Pengorganisasian a. Struktur Pelaksana Program Berdasarkan analisis pencocokan pola jawaban (pattern matching), didapatkan kesimpulan dari semua informan, bahwa kepala puskesmas sebagai penanggungjawab dan pengambil keputusan utama, pelaksanaan program terutama gizi dilakukan dengan berkoordinasi dengan lintas program lain seperti program KIA dan UKM. Dalam pelaksanaan program gizi di puskesmas, pelaksana utama adalah tenaga gizi yang berkoordinasi dengan petugas lintas program yang lain seperti Bidan Desa, petugas UKM/Promkes, Sanitarian dengan kepala puskesmas sebagai penanggungjawab.

b. Pengaturan Job Description Berdasarkan analisis pencocokan pola jawaban (pattern matching), didapatkan kesimpulan bahwa dalam pengaturan jobdesk secara teknis diatur sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 60 program serta analisis jabatan sesuai keahlian masing-masing personil dan dibahas kembali dalam lokakarya mini yang dilakukan setiap satu bulan sekali. Untuk tugas pokok dan fungsi tenaga gizi di puskesmas tidak jarang atau bahkan sering adanya double job minimal 2 peran. Seperti tenaga gizi merangkap bendahara BOK, tenaga gizi merangkap bidan pelaksana tugas. Dalam pengaturan job deskripsi pada masing-masing pemegang program disesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing dan analisis jabatan sesuai keahlian individu begitu pula tenaga gizi di puskesmas, tetapi tak jarang atau bahkan sering tenaga tenaga gizi memiliki peran ganda dalam menjalankan tugasnya. Seperti tenaga gizi merangkap bendahara BOK, tenaga gizi merangkap bidan pelaksana tugas. Keadaan ini memungkinkan tenaga gizi tersebut beresiko tidak menjalankan tugas secara maksimal dikarenakan banyak tugas yang dibebankan yang juga akan berdampak pada keberhasilan program tidak optimal.

c. Kendala Berdasarkan analisis pencocokan pola jawaban (pattern matching), didapatkan kesimpulan bahwa secara umum kendala dalam pengorganisasian adalah adanya peran ganda petugas sehingga pencapaian program tidak berjalan dengan optimal. serta akses wilayah kerja terlalu luas sehingga pengorganisasian antar petugas menjadi sulit.

3. Penggerakan a. Implementasi Program Berdasarkan analisis pencocokan pola jawaban (pattern matching), didapatkan kesimpulan bahwa dalam mengimplementasikan program gizi buruk dilakukan dengan berkolaborasi dengan lintas program yang lain (KIA, UKM, Kesling). Khusus program penanggulangan gizi buruk (PMT) kepada balita diberikan 3 bulan berturut-turut. Secara umum dari 6 informan dalam teknis pendistribusian MP ASI dilakukan oleh tenaga gizi secara langsung ke sasaran akan tetapi ada beberapa desa dalam pendistribusian hanya dilakukan lewat bidan desa saja tidak secara langsung. Dalam implementasi program khususnya program penanggulangan gizi buruk disini berkolaborasi dengan lintas program yang lain (KIA, UKM, Kesling). Dimana gambaran program untuk menanggulangi gizi buruk ini adalah pemberian makanan tambahan bagi balita berupa MP Asi maupun susu yang diberikan 3 bulan secara berturut-turut. Alur pendistribusian bantuan seharusnya langsung diberikan kepada sasaran, akan tetapi di beberapa tempat dikarenakan kondisi geografis yang cukup sulit dilalui bantuan dititipkan saja kepada bidan desa tidak secara langsung diberikan oleh petugas gizi. Dikarenakan alasan akses itu pula, petugas gizi dalam melakukan pemantauan tidak optimal sehingga kasus terkadang berulang.

b. Kesesuaian Job Description Berdasarkan analisis pencocokan pola jawaban (pattern matching), didapatkan kesimpulan 4 dari 7 informan utama sudah

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 61 sesuai jobdesk yakni memiliki basic keilmuan gizi dan ditempatkan menjadi pemegang gizi puskesmas namun 3 dari 7 informan terdapat yang non linear gizi yang mengakibatkan adanya peran ganda dalam menjalankan tupoksi yang berbeda. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2013 menyatakan bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan gizi harus dilaksanakan oleh tenaga gizi dalam melaksanakan peleayanan dan praktik pelayanan gizi berdasarkan kualifikasinya. Sebagian besar dari informan utama, untuk kesesuaian jobdesk sudah baik. Sudah sesuai dengan basic keilmuan yang dimiliki, akan tetapi ada juga di beberapa puskesmas dalam pemberian jobdesk tidak sesuai keilmuan dan itu yang mengakibatkan terdapat kekurangpahaman dalam menjalankan program. Meskipun memang dalam perjalanannya, selalu diberi pelatihan agar skill yang dimiliki setidaknya sesuai dengan tupoksi yang dibebankan.

c. Kendala Berdasarkan analisis pencocokan pola jawaban (pattern matching), didapatkan kesimpulan untuk tenaga gizi yang bertugas didaerah dataran tinggi didominasi oleh cukup sulitnya akses dalam pendistribusian program, dikarenakan kondisi geografis dari daerah tersebut cukup sulit dijangkau dan lokasi jauh. Terlebih lagi bentuk MP ASI yang cukup besar juga menyulitkan petugas dalam pendistribusiannya.

4. Evaluasi a. Proses Evaluasi dan Pelaporan Berdasarkan analisis pencocokan pola jawaban (pattern matching), didapatkan kesimpulan bahwa montoring program dilakukan setiap bulan melalui forum lokakarya mini puskesmas, sedangkan monitoring dari dinas kesehatan dilakukan setiap 3 bulan sekali. Untuk pelaporan, baik itu bersumber dari APBN ataupun APBD/BOK tetap menyertakan daftar penerimaan PMT dan diperkuat dengan foto, akan tetapi pelaporan hanya terbatas pada kuantitas saja (by name dan jumlah) tidak disertai analisis lebih mendetail jika terdapat kasus. Evaluasi adalah mutu suatu kegiatan yang penting untuk menilai kualitas, rasional, efektifitas, efisiensi dan equity pada pelayanan kesehatan. Proses evaluasi yang komprehensif adalah evaluasi yang dilakukan terhadap tiga komponen yaitu input, proses, output. Puskesmas selama ini sudah mulai meningkatkan monitoring dan evaluasinya yakni sudah dilakukan secara rutin setiap satu bulan sekali yakni dalam forum lokakarya mini. Forum lokakarya mini ini tidak hanya sebagai pertemuan rutin membahas planning program tetapi juga sebagai forum kepala puskesmas untuk bisa memantau progress program yang berjalan.

C. Analisis Existing Berdasarkan Indikator Output Analisis kondisi saat ini berdasarkan indikator output tersaji dalam tabel dibawah ini:

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 62 Berdasarkan analisis pencocokan pola jawaban (pattern matching), didapatkan kesimpulan bahwa program gizi merupakan program yang tidak berdiri sendiri dan dalam pelaksanaanya melibatkan lintas program. Secara spesifik, program penanggulangan gizi buruk dimulai tidak hanya terjadi kasus akan tetapi juga mempersiapkan remaja dan WUS dalam menjalani kehamilan yang tentunya diharapkan lancar tidak ada kekurangan. Beberapa program gizi yang ada adalah sebagai berikut: Kadarzi, Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD), Pemberian Makanan Tambahan Balita (PMT Penyuluhan maupun Pemulihan), PMT ibu hamil KEK, Deteksi Penggunaan Garam Yodium, Penimbangan serentak, Pemberian Vitamin A, Penyuluhan diposyandu, Kelas Ibu, Kelas Balita. Secara umum, program penanggulangan gizi buruk sudah berjalan sesuai rencana akan tetapi masih belum optimal dalam menyelesaikan permasalahan gizi buruk di Kabupaten Batang. Oleh karena itu masih memerlukan strategi-strategi efektif yang bisa mengoptimalkan program penanggulangan gizi buruk.

D. Perumusan Strategi Program Peningkatan Gizi Balita Tahap selanjutnya dalam perumusan strategi peningkatan status gizi balita di Kabupaten Batang adalah analisis matrik SWOT. Tujuan matrik ini adalah untuk memperoleh alternatif strategi peningkatan status gizi balita di Kabupaten Batang. Alternatif strategi peningkatan status gizi balita di Kabupaten Batang berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang berpengaruh terhadap peran dan pelaksanaan kegiatan peningkatan status gizi balita di Kabupaten Batang.

Rumusan strategi yang dihasilkan dari analisis disajikan dalam Matrik SWOT dibawah ini: Matrik SWOT Peningkatan Status Gizi Balita Kekuatan (Strength) Kelemahan(Weakness) Faktor Internal S1: Adanya dana dari W1: Rasio petugas gizi APBN, APBD dan belum memenuhi. BOK. W2: Adanya double job. S2: Adanya kerja sama W3: Waktu dropping lintas program (KIA, bantuan dari APBN UKM, Kesling). tidak tepat waktu. S3: Petugas gizi yang W4: Jenis PMT kurang memiliki kualifikasi bervariasi. sesuai keahlian. W5: Rendahnya Faktor S4: Keterlibatan kader ketelatenan ibu Eksternal dalam pelaksanaan dalam. program. memvariasikan S5: Adanya posyandu dan PMT. puskesling.

Peluang (oportunity) S - O W – O

O1: Kerjasama 1. Pelatihan pengolahan PMT 1. Melibatkan peran serta lintas sektor berbasis pangan lokal kepada aktif toko masyarakat, kader (S1, S3, S4, O3) toko agama, dan

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 63 O2: Komitmen 2. Revitalisasi Posyandu untuk kelompok potensial Pemerintah mendukung pemantauan lainnya (W1, O1). dalam rangka Tumbuh kembang Balita menanggulangi (S3, S5, O1,O2). 2. Penambahan petugas Gizi gizi buruk terutama pada puskesmas 3. Meningkatkan anggaran Rawat inap (W1, W3, O3 : Potensi bahan untuk program prningkatan O2). makanan lokal status gizi (S1, O2). 3. Pelatihan pengolahan PMT berbasis pangan lokal kepada Ibu Balita (W4,W5, O1,O3).

4. Kerjasama dengan lintas sektor (PT dalam memberikan pelatihan atau penyuluhan). (W1, W2, O1).

5. Koordinasi dengan dinas kesehatan (provinsi/kab/kot) dalam pengalokasian jadwal pendistribusian PMT. (W3,O2).

Ancaman (Threat) S – T W-T

T1: Akses yang sulit 1. Menyediakan tranportasi 1. Penguatan Ekonomi dan luas dalam khusus untuk pendistribusian berbasis Keluarga. pendistribusian PMT (S1, T1). PMT. 2. Melibatkan peran serta kader T2: Anggapan dalam pendistribusian PMT masyarakat (S4, S5, T1). terhadap rendahnya 3. Meningkatkan peran petugas kualitas PMT gizi dan kader posyandu yang diberikan dalam memberikan edukasi pemerintah. kepada masyarakat. (S1, S3, T2). T3: Balita cenderung bosan terhadap 4. Pemberian PMT yang PMT yang bervariasi. ((S1 , T3). diberikan.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 64 E. Alternatif Prioritas Strategi Peningkatan Status Gizi di Kabupaten Batang Analisis SWOT menghasilkan 12 rumusan strategi yang harus ditentukan strategi mana yang menjadi strategi prioritas peningkatan status gizi balita di Kabupaten Batang. Penelitian strategi peningkatan status gizi balita merupakan tahap selanjutnya dari perumusan strategi dengan menggunakan analisis PAHO. Analisis ini ditujukan untuk menentukan strategi peningkatan status gizi balita di Kabupaten Batang.Analisis yang digunakan adalah analisis PAHO. Analisis PAHO adalah analisis yang dibuat oleh Pan American Health Organization dan dilakukan dengan cara memberikan skor pada masing-masing indikator efisiensi kemudian indikator efisiensi (MxIxV) di bagi dengan C (cost), rumusnya dapat dilihat dibawah ini:

푀푥퐼푥푉 푃 = 퐶 Keterangan : M : Magnitude (Besarnya masalah yang dihadapi) I : Important (Pentingnya jalan keluar menyelesaikan masalah) V : Vulnerability (Ketepatan jalan keluar untuk menyelesaikan masalah) C : Cost (Biaya yang dikeluarkan)

Penentuan Prioritas Alternatif Strategi Peningkatan Status Gizi Efisiensi No Rumusan Strategi Skor Rangking M I V C 1 Pelatihan pengolahan PMT berbasis 4 5 5 2 50 1 pangan lokal kepada kader dan ibu balita 2 Revitalisasi Posyandu untuk 3 4 3 4 9 9 mendukung pemantauan tumbuh kembang Balita 3 Meningkatkan anggaran untuk 3 4 4 5 9,6 6 program prningkatan status gizi 4 Melibatkan peran serta aktif toko 4 5 4 2 40 2 masyarakat, toko agama, dan kelompok potensial lainnya 5 Penambahan petugas gizi terutama 4 4 3 4 12 5 pada puskesmas Rawat inap 6 Kerjasama dengan lintas sektor (PT 3 4 4 3 16 4 dalam memberikan pelatihan atau penyuluhan). 7 Koordinasi dengan dinas kesehatan 2 2 2 3 2,7 12 (provinsi/kab/kota) dalam alokasi jadwal pendistribusian PMT. 8 Menyediakan tranportasi Khusus 3 5 3 5 9 8 untuk pendistribusian PMT 9 Melibatkan peran serta kader dalam 3 2 3 2 9 7 pendistribusian PMT 10 Meningkatkan peran petugas gizi dan 2 3 3 3 6 10 kader posyandu dalam memberikan edukasi kepada masyarakat 11 Pemberian PMT yang bervariasi. 4 2 3 3 6 11 12 Penguatan ekonomi berbasis keluarga 5 4 3 2 30 3

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 65 Hasil prioritas alternatif strategi peningkatan status gizi balita adalah sebagai berikut: 1. Pelatihan pengolahan PMT berbasis pangan lokal kepada kader dan ibu balita 2. Melibatkan peran serta aktif tokoh masyarakat, tokoh agama, dan kelompok potensial lainnya 3. Penguatan ekonomi berbasis keluarga 4. Kerjasama dengan lintas sektor (PT dalam memberikan pelatihan atau penyuluhan). 5. Penambahan petugas gizi terutama pada puskesmas rawat inap 6. Meningkatkan anggaran untuk program prningkatan status gizi 7. Melibatkan peran serta kader dalam pendistribusian PMT 8. Menyediakan tranportasi khusus untuk pendistribusian PMT 9. Revitalisasi posyandu untuk mendukung pemantauan tumbuh kembang balita 10. Meningkatkan peran petugas gizi dan kader posyandu dalam memberikan edukasi kepada masyarakat 11. Pemberian PMT yang bervariasi 12. Koordinasi dengan dinas kesehatan (provinsi/kab/kota) dalam alokasi jadwal pendistribusian PMT. Keseluruhan strategi yang dihasilkan dari analisis prioritas strategi PAHO diatas dapat diimplementasikan secara tidak berurutan maupun pada waktu yang berbeda karena semua strategi tersebut mempunyai kepentingan yang sama yaitu dalam rangka peningkatan status gizi balita di Kabupaten Batang. Strategi-strategi tersebut merupakan strategi alternatif yang dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Batang dalam rangka melengkapi strategi peningkatan status gizi balita yang sudah ada. Strategi tersebut merupakan sarang yang dapat diaplikasikan dalam bentuk program peningkatan status gizi balita di Kabupaten Batang.

SARAN Departemen Pendidikan Nasional, p : Berdasarkan hasil kajian maka 66-73, 82-93. beberapa hal yang harus diperhatikan oleh Suhardjo. 2003. Perencanaan Pangan dan pemerintah daerah selaku pengambil Gizi. Jakarta: PT. Bumi Aksara. kebijakan untuk meningkatkan status gizi balita adalah: (1) pelatihan pengolahan Supariasa, I. 2001. Penilaian Status Gizi. PMT berbasis pangan lokal kepada kader Penerbit Buku Kedokteran: EGC. dan ibu balita; (2) melibatkan peran serta Jakarta. aktif tokoh masyarakat, tokoh agama, dan kelompok potensial lainnya; (3) penguatan UNICEF Indonesia. 2011. Laporan Tahunan 2012. UNICEF Indonesia. ekonomi berbasis keluarga; (4) kerjasama Jakarta. dengan lintas sektor (PT dalam memberikan pelatihan atau penyuluhan); https://finance.detik.com/berita-ekonomi- dan (5) penambahan petugas gizi terutama bisnis/3455970/peringkat-indeks- pada puskesmas rawat inap. pembangunan-manusia-ri-turun-ini- kata-pemerintah Edisi 24 Maret 2017 DAFTAR PUSTAKA diakses 02 oktober 2017 00.05 WIB. Soekirman. 2000. Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk keluarga dan http://radarpekalongan.com/67569/penderit Masyarakat. Jakarta. Direktorat a-gizi-buruk-di-kabupaten-batang- Jendral Pendidikan Tinggi meningkat/ Edisi 10 Januari 2017 diakses 02 Oktober 01.00 WIB.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 66 ANALISIS KETERIKATAN KERJADITINJAU DARI HARDINESPADA APARATPEMERINTAH DESA KABUPATEN BATANG

Woro Inten Sayekti dan Nuralina Septiani Universitas Diponegoro

SARI SDM aparatur pemerintah desa berperan menggerakkan dan menyinergikan sumber daya lainnya dalam mencapai tujuan organisasi. Aparat pemerintah desa harus mencurahkan energi lebih dalam pekerjaannya dengan tanggungjawab terhadap situasi dan kondisi di desanya. Karakteristik tersebut lekat dengan konsep keterikatan kerja, yaitu memiliki semangat tinggi dalam bekerja. Hardines salah satu cara memberikan efek positif pada kondisi psikologis aparatur pemerintah desa. Individu yang bekerja dengan perasaan positif dapat terikat terhadap pekerjaan dan menghasilkan keuntungan bagi organisasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui tingkat hardinessdan keterikatan kerja pada aparatur pemerintah Kabupaten Batang serta untuk mengetahui hubungan antara hardiness dan keterikatan kerja. Penelitian berfokus pada aparat pemerintah desa di Kabupaten Batang. Teknik sampling yang digunakan yaitu dengan convenience sampling. Hasil analisis menunjukan mayoritas aparat pemerintah desa di Kabupaten Batang berada pada kategori tinggi pada variabel hardines dan keterikatan kerja. Analisis data menunjukan angka korelasi (rxy = 0.62; p = 0,000). Koefisien korelasi tersebut menunjukan adanya hubungan signifikan positif antara hardines dengan keterikatan kerja aparat pemerintah desa. Saran, bagi subjek dengan hardines dan keterikatan kerja tinggi agar mempertahankan dengan bersikap positif dan memberikan dukungan penuh untuk organisasi, sedangkan bagi pemerintah daerah melalui kecamatan untuk dapat memberi pengetahuan yang berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi aparat pemerintah desa.

Kata kunci: Aparat pemerintah desa, keterikatan kerja, hardines.

ABSTRACT Human resources apparatus has an important role, because human resources (village government apparatus) play a role in mobilizing and aligning other resources in achieving organizational goals. Village government apparatus should devote more energy in carrying out their work tasks relating to the great responsibility of the situation and conditions that occur in the village. The characteristics are closely related to the concept of work engagement, which has a high spirit of work and a full identification of the work within. Hardines is one way to have a positive effect on the psychological condition of members of the working village government apparatus. Individuals who work with positive feelings can become attached to the job and make a profit for the organization. The purpose of this study is to determine the level of hardiness and work engagement to the government apparatus of Batang Regency and to know the relationship between hardiness and work engagement. The study focuses on village government apparatus in Batang Regency. The sampling technique used is with convenience sampling. The result of data analysis shows majority of government aparatus of Batang Regency are in high category in hardiness variable and work engagement. Data analysis also shows correlation number (rxy = 0.62; p = 0,000), the correlation coefficient indicates a positive significant relationship between hardiness with work engagement to village government apparatus. Suggestions in this study are, for subjects with hardiness and high work engagement to maintain by being positive and giving full support to the organization. As for the local government through the sub-district to be able to provide knowledge related to the main tasks and functions of village government apparatus.

Keywords: Village government apparatus, work engagement, hardines.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 67 PENDAHULUAN masyarakat Indonesia yang sejahtera Desa merupakan organisasi paling secara merata harus dilakukan oleh seluruh bawah pada struktur pemerintahan di aparat pemerintah desa yang ada di Indonesia. Selama ini citra desa identik berbagai wilayah di Indonesia dengan dengan ketertinggalan, oleh sebab itu mengacu pada aturan yang berlaku, tanpa pemerintah pusat berupaya mengatasi terkecuali di Kabupaten Batang. berbagai persoalan yang ada di desa Kabupaten Batang memiliki 15 wilayah dengan disahkannya Undang-undang kecamatan yaitu Kecamatan Batang, Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Wonotunggal, Bandar, Blado, Reban, Tentunya hal ini semakin memperkuat Bawang, Gringsing, Limpung, Subah, eksistensi desa untuk menumbuhkan Tulis, Tersono, Kandeman, Warungasem, budaya membangun secara menyeluruh Pecalungan, dan Banyuputih, serta 239 yang akhirnya dapat meningkatkan desa/ 9 kelurahan. kemajuan suatu negara. Beban kerja aparatur pemerintah desa Desa yang otonom dapat terwujud Kabupaten Batang semakin bertambah apabila segenap potensi desa seperti dengan adanya dana desa sesuai dengan kelembagaan, sumber daya alam, dan adanya UU Nomor 6 Tahun 2014. Belum sumber daya manusianya dapat semua aparat pemerintah desa bisa dioptimalkan. Penyelenggaran melakukan pekerjaan sesuai dengan pemerintahan desa sebagai unit terdepan tuntutan saat ini. Hal itu menyebabkan dalam pelayanan masyarakat, maka upaya masih banyak pekerjaan yang belum memperkuat desa dalam hal ini aparat selesai secara tuntas karena masih adanya pemerintah desa merupakan langkah tumpang tindih dalam pelaksanaan tugas. strategis dalam mewujudkan kesejahteraan Desa diberi wewenang penuh dari mulai masyarakat (Widjaja, 2010). perencanaan hingga pelaporan. SDM Menurut Undang-undang Nomor 6 menjadi faktor utama dalam menggerakkan Tahun 2014 aparat pemerintah desa terdiri pemerintahan desa. Kesiapan para aparat atas kepala desa dan perangkat desa. untuk berubah masih kurang dengan Perangkat desa yang dimaksud adalah semakin banyaknya tuntutan baru dalam sekretaris desa, kepala urusan, kepala pekerjaan. Permasalahan lain yang terjadi seksi, dan kepala dusun. Semua itu adalah aparat pemerintah desa sering tergabung dalam satu organisasi yaitu menjadi sasaran kritik publik terkait organisasi pemerintahan desa. dengan pelayanan yang diberikan. Penyelenggaraan pemerintahan desa Melihat hal itu, maka aparat menurut BAB V Pasal 24 Undang-undang pemerintah desa di Kabupaten Batang Nomor 6 Tahun 2014 yaitu berdasarkan harus memiliki mental sebagai sang pada asas kepastian hukum, tertib pamong yang dapat melayani dengan penyelenggaraan pemerintahan, tertib penuh pengabdian terhadap masyarakat. kepentingan umum, keterbukaan, Pemaparan tersebut memberi arti bahwa proporsionalitas, profesionalitas, profesi sebagai penyelenggara akuntabilitas, efektivitas dan efisiensi, pemerintahan di tingkat desa cukup kearifan lokal, keberagaman, dan menantang, yaitu bagaimana aparatur partisipatif. memiliki sikap profesional, etos kerja Adanya aturan undang-undang tinggi dan etika birokrasi yang baik serta tersebut, maka penyelenggaraan memiliki fungsi dalam menyalurkan pemerintahan desa guna mewujudkan aspirasi masyarakat. Aparat pemerintah RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 68 desa memiliki tanggung jawab besar kepuasan kerja dan kehidupan (Albrecht, terhadap situasi dan kondisi yang terjadi di 2010). wilayah desanya, sehingga dibutuhkan Lebih lanjut, Individu akan cenderung pemikiran, tenaga, dan waktu yang besar untuk terlibat ketika merasa bahwa itu pula dalam pekerjaannya. Berkaitan adalah bermakna untuk dilakukan, aman dengan hal itu, aparat pemerintah desa untuk dilakukan, dan ketika siap untuk harus mencurahkan energi lebih dalam melakukannya (Albrecht, 2010). Oleh melaksanakan tugas pekerjaannya. karena itu, meningkatkan keterikatan kerja Karakteristik tersebut lekat dengan konsep dapat dimulai dari diri individu keterikatan kerja, yaitu memiliki semangat aparaturnya (personal resources). Personal yang tinggi dalam bekerja dan resources berasal dari diri individu yang mengidentifikasi penuh pekerjaan dalam terkait dengan pertumbuhan dan dirinya (Bakker & Leiter, 2010). perkembangan personal, salah satunya Individu yang memiliki keterikatan adalah dengan memiliki hardines. kerja akan menunjukkan peran yang lebih Hardines menurut Kobasa (dalam dalam bekerja. Keterbukaan pikiran juga Judkins & Rind, 2005) adalah suatu mempengaruhi pekerja untuk terlibat lebih karakteristik kepribadian dalam dalam pekerjaan, ditandai dengan menghadapi stres yang membuat individu kesediaan dan termotivasi untuk kuat, tahan, stabil dan optimis terhadap melakukan pekerjaan dengan baik, selain permasalahan yang dihadapi. Schultz dan itu juga memiliki perasaan senang dalam Schultz (2010) mengemukakan bahwa pekerjaannya (Reijseger, Peeters, Taris & individu yang memiliki tingkat hardines Schaufeli, 2016).Lebih lanjut, Marciano yang tinggi lebih mampu menghadapi (2010), mengungkapkan tentang manfaat permasalahan dalam hidupnya. Sebaliknya, individu yang memiliki engagement, yaitu individu yang memiliki tingkat memiliki kualitas kerja yang tinggi, hardinesrendah memandang dirinya tidak sehingga dapat meningkatkan mampu mengatasi permasalahannya, produktifitas, profitabilitas dan efisiensi dalam artian menyerah terhadap masalah kerja. Manfaat lainnya yaitu, mengurangi yang dihadapinya. Delahaij, Gaillard & absensi, mengurangi tindakan negatif Dam (2010), dalam penelitiannya dalam bekerja dan meningkatkan kepuasan menyebutkan bahwa kepribadian hardines kerja. dapat dijadikan sebagai kriteria individu Bakker & Demerouti (2008), melihat yang profesional dalam bekerja, terutama bahwa terdapat faktor lain yang ketika dihadapkan pada situasi yang mempengaruhi keterikatan kerja yaitu menimbulkan stres. Penelitian ini juga personal resource (sumber daya pribadi). dijelaskan bahwa individu yang memiliki Personal resource memainkan peran yang strategi coping dan efikasi diri yang baik penting dalam menjelaskan keterikatan merupakan individu yang lekat dengan kerja, yaitu bahwa individu yang memiliki kepribadian hardines. keyakinan diri, optimis dan memiliki Tejedor, Beltran, Grau & Mangas kepercayaan pada organisasi akan (2015), melihat bahwa kepribadian mengalami tingkat keterikatan kerja yang hardines berperan dalam meningkatkan tinggi. Personal resource juga menjadi usaha, artinya bahwa individu dengan prediktor berbagai aspek terkait dengan tingkat hardines yang tinggi akan kesejahteraan dalam pekerjaan, seperti memperlihatkan usaha yang lebih banyak pengaturan tujuan, motivasi, kinerja, serta dalam pekerjaannya. Nayyeri & Aubi RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 69 (2011), menyatakan bahwa kepribadian menggunakan skala psikologi. Terdapat hardines dapat memprediksi tingkat dua buah skala yang digunakan dalam kesejahteraan pada individu yang bekerja, penelitian ini, yaitu Skala Hardines dan dengan kata lain penurunan atau Skala Keterikatan Kerja. Kedua skala peningkatan hardines dipengaruhi oleh tersebut menggunakan model skala Likert, kontrol diri sehingga berdampak pada dengan modifikasi alternatif jawaban kesejahteraan individu. menjadi empat respon terdiri dari Fenomena yang telah dipaparkan pernyataan yang favorable (mendukung) diatas, menunjukkan bahwa hardines dan unfavorable (tidak mendukung). merupakan salah satu cara untuk Fungsi skala Likert adalah untuk mengukur memberikan efek positif pada kondisi persepsi, pendapat, dan sikap seseorang psikologis anggotanya yang bekerja. atau sekelompok orang mengenai suatu Individu yang bekerja dengan perasaan fenomena sosial (Sugiyono, 2012). yang positif dapat menjadi terikat terhadap Penelitian ini menggunakan dua skala pekerjaan dan menghasilkan keuntungan psikologi, yaitu skala hardines dan skala bagi organisasi. Hardines dan keterikatan keterikatan kerja. Skala hardines kerja wajib dimiliki oleh aparat pemerintah dimodifikasi dari skala psikologi yang desa di Kabupaten Batang dalam telah digunakan dalam penelitian melaksanakan tugas pekerjaannya. sebelumnya. Metode analisis data digunakan untuk menjawab rumusan METODE PENELITIAN masalah dan uji hipotesis dalam penelitian Pendekatan penelitian dalam penelitian dengan tujuan mendapatkan kesimpulan ini dengan menggunakan pendekatan dari hasil penelitian. Analisis data pertama metode kuantitatif. Metode kuantitatif adalah dengan melakukan kategorisasi adalah penelitian ilmiah yang empiris, pada respon jawaban subjek, sehingga objektif, terukur, rasional, dan sistematis dapat diketahui tingkat hardiness dan dengan data penelitian berupa angka-angka keterikatan kerjapada aparatur pemerintah dan analisis menggunakan analisis statistik desa.Analisis kedua menggunakan analisis (Sugiyono, 2012). Penelitian ini korelasi Product Moment Pearson pada dilaksanakan di wilayah Kabupaten program SPSS (Statistical Package for Batang. Fokus penelitian ini adalah Service Solution) 21.0. aparatur pemerintah desa di Kabupaten Batang. Metode sampling yang digunakan HASIL DAN PEMBAHASAN dalam penelitian ini adalah convenience Tujuan dari penelitian ini adalah untuk sampling. Convenience sampling adalah mengetahui tingkat keterikatan kerja dan penarikan sampel dengan berdasarkan hardines yang dimiliki oleh aparat ketersediaan dan kesediaan subjek untuk pemerintah desa di Kabupaten Batang. memberikan respon (Shaughnessy, Hasil yang didapatkan dari pengujian Zechmeister & Zechmeister, 2012). hipotesis menggunakan analisis korelasi Sumber data (data primer) diperoleh product moment pearson menunjukkan dari penyebaran skala kepada perangkat bahwa variabel hardines memiliki desa di Kabupaten Batang. Sumber data hubungan yang positif dan signifikan lainnya (data sekunder) diperoleh dari studi terhadap variabel keterikatan kerjapada pustaka sebelumnya berupa buku, jurnal aparat pemerintah desa. Hasil uji hipotesis serta publikasi terkait. Teknik menunjukan angka korelasi (rxy = 0.62; p = pengumpulan data pada penelitian ini 0,000). RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 70 Koefisien korelasi tersebut Bakker (2003), bahwa keterikatan kerja menunjukan adanya hubungan signifikan akan meningkat seiring dengan positif antara hardines dengan keterikatan meningkatnya usia. Selanjutnya bila dilihat kerjapada aparat pemerintah desa. Nilai berdasarkan jenis kelamin, keterikatan positif pada koefisien korelasi menunjukan kerja pada pria maupun wanita tidak ada bahwa semakin tinggi tingkat hardines perbedaan yang signifikan, meskipun pria maka semakin tinggi pula keterikatan memiliki nilai skor rata-rata lebih tinggi kerja. Begitu pula sebaliknya, semakin dibandingkan wanita. Hal tersebut rendah tingkat hardines maka semakin didukung penelitian oleh Garg (2014), rendah tingkat keterikatan kerja. Hasil pada konteks pegawai di India dilihat penelitian menunjukkan bahwa hardines bahwa keterikatan kerja pada pria lebih yang dimiliki oleh subjek sebagian besar tinggi dibanding wanita, karena wanita masuk kategori tinggi sebanyak 144 subjek memiliki peran lebih atau peran ganda (66,7%), kemudian hardines kategori meskipun hal tersebut tidak memiliki sangat tinggi sebanyak 66 (30,6%), dan perbedaan yang signifikan. terakhir hardines kategori rendah sebanyak Melihat fenomena tersebut, maka dapat 6 subjek (2,8%). Jadi, hardines para aparat dikatakan bahwa individu yang terikat pemerintah desa di Kabupaten Batang dengan pekerjaan akan memiliki emosi tergolong tinggi. positif, termasuk kebahagiaan, sukacita, Hasil penelitian mengenai keterikatan dan antusiasme, juga memiliki kesehatan kerja pada aparat pemerintah desa di yang lebih baik. Selain itu, juga Kabupaten Batang menunjukkan bahwa ditunjukkan dengan sikap yang lebih subjek penelitian berada dalam kategori kreatif, lebih produktif, dan bersedia keterikatan kerja rendah, tinggi dan sangat bekerja ekstra, sehingga mampu tinggi. Sebagian besar masuk kategori menyelesaikan pekerjaan di tempat kerja. tinggi sebanyak 157 subjek (72,7%), Keterikatan kerja dibutuhkan karena dapat keterikatan kerja kategori sangat tinggi 53 mengurangi efek negatif dari job demands sebanyak subjek (24,5%), dan terakhir (tuntutan kerja), dengan begitu maka dapat keterikatan kerja kategori rendah sebanyak menciptakan kembali kinerja yang positif 6 subjek (2,8%). Secara keseluruhan maka (Bakker & Demerouti, 2008). dapat disimpulkan bahwa keterikatan kerja para aparat pemerintah desa di Kabupaten SARAN Batang tergolong tinggi. Bagi subjek dengan hardines dan Analisis lain yang dilakukan adalah uji keterikatan kerja tinggi agar perbedaan berdasarkan gender, usia, letak mempertahankan dengan bersikap positif geografis wilayah. Adapun hasil uji beda dan memberikan dukungan penuh untuk menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan organisasi. Bagi subjek dengan hardines yang signifikan apabila ditinjau dari usia, dan keterikatan kerja rendah diharapkan jenis kelamin maupun letak geografis. meningkatkan kemampuan dan aktif Meskipun demikian, uji beda yang telah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan dilakukan berdasarkan usia dapat dilihat oleh pemerintah daerah setempat untuk bahwa rata-rata usia generasi Y (dibawah meningkatkan kemampuan dan usia 36 tahun) lebih rendah keterikatan ketrampilan. kerjanya daripada generasi X (diatas usia Bagi instansi pemerintahan yaitu 36 tahun). Hasil tersebut telah dibuktikan pemberian pembekalan mengenai ilmu sebelumnya oleh penelitian Schaufeli dan pemerintahan dan etika dalam RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 71 pemerintahan, serta pendidikan karakter Garg, N. 2014. ‘Employee Engagement sebelum memangku jabatan sebagai aparat and Individual Differences : A Study pemerintah desa. Hal ini bertujuan untuk in Indian Context’. Jurnal. Management Studies and Economic memberikan bekal dalam menghadapi Systems. tugas dan tanggung jawab ke depan sebagai aparat pemerintah desa. Judkins, S., & Rind, R. 2005. ‘Hardiness, Peningkatan keterampilan hard skill dan Job Satisfaction, and Stress Among soft skill aparat pemerintah desa guna Home Health Nurses’. Jurnal. doi: meningkatkan kualitas sumber daya 10.1177/1084822304270020. manusia. Marciano, P.L. 2010. Carrots and Sticks Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik don’t Work Build a Culture of untuk meneliti keterikatan kerja, Employee Engagement with the diharapkan dapat meneliti dengan populasi Principle of RESPECT. Mexico City yang berbeda dan mempertimbangkan : Mc Graw-Hill. variabel-variabel lain dari faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja, Nayyeri, M & Aubi, S. 2011. ‘Prediction yaitubudaya organisasi maupun beban Well-Being on Basic Components of Hardiness’. Jurnal. kerja. doi:10.1016/j.sbspro.2011.10.305

DAFTAR PUSTAKA Reijseger,G., Peeters, M.C.W., Taris, Albrecht, Simon. L. 2010. Handbook of T.W., & Schaufeli, W.B. 2016. Employee Engagement: Perspective, ‘From Motivation to Activation: Issues, Practice & Research. (Eds). Why Engaged Workers are Better UK: Edward Elgar Publishing Performers’. Jurnal. Doi: Limited. 10.1007/s10869-016-9435-z

Bakker, A.B. & Demerouti, E. 2008. Schaufeli, W. B. & Bakker, A. B. ‘’Towards a model of work 2003.UWES Utrecht Work engagement. Career Development Engagement Scale.Preliminary International’. Jurnal. Doi : Manual (Version 1, Novemeber 10.1108/13620430810870476. 2003). Utrecht University : Occupational Health Psychology Bakker, A.B. & Leiter, M.P. 2010. Work Unit. Diunduh dari Engagement : A Handbook of http://www.beanmanaged.eu Essential Theory and Research. New York : Psychology Press. Schultz, D., & Schultz, S. E. 2010. Psychology & Work Today. Tenth Delahaij, R., Gaillard, A.W.K & Dam, Edition. Upper Saddle River: K.V. 2010. ‘Hardiness and the Pretince Hall. response to stressful situations: Investigating mediating processes’. Shaughnessy, J.J., Zechmeister, E. B., & Jurnal. Zechmeister, J. S. (2012).Research doi:10.1016/j.paid.2010.04.002 methods in psychology. New York: McGraw Hill.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 72 Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Undang-Undang Republik Indonesia. Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. 2014. Undang-undang republik Bandung: Alfabeta. indonesia no. 6 tahun 2014 tentang desa. Jakarta. Tejedor, E.M., Beltran, P.M.H., Grau, J.B & Mangas, S.L. 2015. ‘Hardiness as Widjaja, HAW. 2010. Otonomi Desa a Moderator Variable Between The Merupakan Otonomi yang Asli, Big-Five Model and Work Effort’. Bulat, dan Utuh. Jakarta : Raja Jurnal.http://dx.doi.org/10.1016/j.pai Grafindo Persada. d.2015.04.044

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 73

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 74 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KECENDERUNGAN RADIKALISME PADA SISWA SMA NEGERI DI KABUPATEN BATANG

Rokhaniyah dan Ida Ariningsih Universitas Negeri Semarang

SARI Radikalisme merupakan paham yang menginginkan perubahan dengan cara kekerasan yang sasarannya adalah pelajar. Langkah yang dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Batang adalah penyelenggaraan pendidikan karakter. Salah satu yang menjadi programnya adalah pembiasaan pemutaran lagu kebangsaan dan shalat dhuha. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kebiasaan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan kebiasaan shalat dhuha terhadap kecenderungan radikalisme pada Siswa SMA Negeri di Kabupaten Batang. Penelitian ini menggunakan studi sampel dengan metode convenience sampling. Responden dalam penelitian ini berjumlah 416 siswa. Pengumpulan data menggunakan kuesioner. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan menggunakan softaware SPSS V.17. Hasil peneitian ini menunjukkan bahwa kebiasaan menyanyikan lagu Indonesia Raya berpengaruh negatif terhadap kecenderungan radikalisme dan kebiasaan shalat dhuha tidak berpengaruh terhadap kecenderungan radikalisme. Berdasarkan hasil penelitian tersebut diharapkan sekolah untuk mengadakan seminar mengenai bahaya radikalismeuntuk terciptanya pendidikan di Kabupaten Batang yang bebas radikalisme.

KataKunci: KecenderunganRadikalisme, Kebiasaan menyanyikan lagu Indonesia Raya, Kebiasaan shalat dhuha.

ABSTRACT Radicalism is a notion that wants change by means of violence whose target is students. The step taken by thegovernment of Batang Regency is the organization of character education. One of the programs is the habituation of the national anthem and the dhuha prayer. This study aims to analyze the influence of the singing habits of Indonesia Raya songs and dhuha prayer habits against the tendency of radicalism at the State Senior Students in Batang Regency. This study uses sample study with convenience sampling method. Respondents in this study amounted to 416 students. Data collection using questionnaires. Data analysis in this study used multiple regression analysis using SPSS V.17 softaware. The results of this study be conclude that the habit of singing Indonesian Raya songs negatively affect the tendency of radicalism and dhuha prayer habits do not affect the tendency of radicalism. Based on the results of the study is expected to hold a seminar on the dangers of radicalism for the creation of education in Batang regency free radicalism.

Keywords: Tendency of Radicalism,Habit of Singing Indonesian Songs, habit of dhuha prayer.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 75 PENDAHULUAN anggota teroris. Jika seseorang telah Kecenderungan radikalisme diartikan tergabung dalam kelompok radikal, maka sebagai kecenderungan paham atau kelompok radikal tersebut akan dengan aliranyang menginginkan perubahan dan mudah mempengaruhi cara peserta didik pembaharuan sosial serta politik dengan dalam beragama. Itulah problem cara kekerasan. Fenomena radikalisme perkembangan keagamaan siswa SMA agama Islam yang transformasinya melalui yang harus diperhatikan oleh berbagai ideologi keagamaan sasaran utamanya pihak. adalah kalangan pemuda Islam, khususnya Radikalisme berasal dari kata radikal pelajar. yang berarti akar. Radikalisasi sebenarnya Sekolah Menengah Atas merupakan tidak ada dalam sejarah Islam. Sebab institusi pendidikan menengah yang bukan selama ini Islam tidak menggunakan berbasis keagamaan, bukan tidak mungkin radikalisasi untuk berinteraksi dengan siswa SMA telah disusupi paham dunia lain. Harus diakui bahwa salah satu radikalisme Islam melalui modus penyebab gerakan radikalisme adalah pembelajaran agama maupun kegiatan- faktor sentimen keagamaan, termasuk di kegiatan intra/ekstra sekolah. Menurut dalamnya adalah solidaritas keagamaan Survei Lembaga Kajian Islam dan untuk melawan yang tertindas oleh Perdamaian (LaKIP), yang dipimpin oleh kekuatan tertentu, tetapi hal ini lebih tepat Prof. Dr. Bambang Pranowo, guru besar dikatakan sebagai faktor emosi Sosiologi Islam di UIN Jakarta pada keagamaannya. Dalam konteks ini yang Oktober 2010 hingga Januari 2011 dimaksud dengan emosi keagamaan adalah mengungkapkan hampir 50% pelajar setuju agama sebagai pemahaman realitas. tindakan radikal. Data ini menyebutkan Langkah yang sudah dilakukan oleh 25% siswa dan 21% guru menyatakan pemerintah Kabupaten Batang salah Pancasila tidak relevan lagi. Sementara satunya adalah dengan dikeluarkannya 84,8% siswa dan 76,2% guru setuju Peraturan Bupati Batang Nomor 52 Tahun dengan penerapan syariat Islam di 2015 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Indonesia. Karakter. Salah satu poin yang ada di James W. Fowler (1981) dalam dalamnya adalah diterapkan pembiasaan bukunya yang berjudul Stages of faith-The pemutaran lagu-lagu kebangsaan setiap Psychology of Human Development and sekolah sebelum jam belajar yaitu pukul the quest for meaning mengembangkan 06.30 sampai dengan 07.00 dan setelah teori tentang tahap perkembangan dalam jam belajar selesai, serta pembiasaan keyakinan seseorang (stages of faith melaksanakan shalat dhuha bagi peserta development). Dalam teorinya terungkap didik maupun pendidik yang beragama bahwa siswa SMA berada dalam Islamdiatur bergiliran setiap kelas atau kepercayaan sintetik-konvensional. Pada sesuai dengan jam pelajaran agama selama tahapan ini siswa SMA patuh terhadap 15 menit serta tidak mengganggu jam pendapat dan kepercayaan orang lain. pelajaran lainnya. Peraturan ini seharusnya Siswa SMA cenderung mempelajari sistem sudah diterapkan pada tahun ajaran kepercayaan dari orang lain dan menerima 2015/2016, tetapi pada kenyataannya sistem kepercayaan tersebut tanpa diikuti belum semua sekolah mentaati peraturan dengan sikap kritis. tersebut sehingga belum sepenuhnya Itulah sebab para siswa SMA sering program pendidikan karakter yang dibuat dijadikan sebagai target rekruitmen oleh pemerintah diketahui RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 76 keberhasilannya. Kenyataan yang terjadi di kecerdasan yang berkenaan dengan hati lapangan yaitu menyanyikan lagu dan kepedulian antar sesama manusia, Indonesia raya hanya pada saat Hari Senin makhluk lain, dan alam sekitar berdasarkan dan hari-hari besar saja. Penerapan shalat keyakinan akan adanya Tuhan Yang Maha dhuha juga hanya dilakukan oleh sebagian Esa. Dalam perkembangan pertumbuhan siswa, itupun tidak diwajibkan oleh kepribadian manusia, kecerdasan sekolah melainkan hanya inisiatif siswa. emosional tidaklah cukup, khususnya bagi Lagu kebangsaan adalah lagu yang pengembangan kejiwaan yang berdimensi menjadi simbol suatu negara atau daerah. ketuhanan. Beberapa ciri orang yang Perbedaan antara lagu kebangsaan dengan mempunyai kecerdasan spritual yang lagu patriotik adalah bahwa lagu tinggi yaitu: memiliki prinsip dan visi kebangsaan ditetapkan secara resmi yangkuat, memiliki kesatuan dan sebagai simbol suatu bangsa. Selain itu, keragaman (Seorang dengan spiritualitas lagu kebangsaan biasanya merupakan satu- yang tinggi mampu melihat ketunggalan satunya lagu resmi suatu negara atau dalam keragaman). Seorang yang memiliki daerah yang menjadi ciri khasnya. Lagu SQ tinggi mampu memaknai atau kebangsaan itu bukanlah sekedar lagu menemukan makna terdalam dari segala untuk keindahan belaka, tetapi merupakan sisi kehidupan, baik karunia Tuhan yang cita-cita nasional bangsa yang berupa kenikmatan atau ujian dari-Nya, ia bersangkutan. Lagu kebangsaan juga merupakan manifestasi kasih sayang merupakan perjuangan bangsa dalam dari-Nya. mencapai cita-cita nasional, Studi kebiasaan menyanyikan lagu mempertahankan kemerdekaan dan kebangsaan Indonesia Raya dan sikap kehormatan bangsa. Hendarsana (2009) nasionalisme siswa SMA Negeri pernah dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya diteliti oleh Maraliana dan Sumaryati terdapat makna dan tujuan menyanyikan (2013) yang menunjukkan hasil penelitian, lagu kebangsaan Indonesia Raya, tanpa bahwa kebiasaan menyanyikan lagu mengerti arti dan maknanya maka akan Indonesia Raya berpengaruh positif menghilangkan arti dan makna lagu signifikan terhadap sikap nasionalisme, kebangsaan Indonesia Raya tersebut. Hal artinya jika intensitas menyanyikan lagu ini bisa berakibat memperlemah jiwa Indonesia Raya meningkat maka sikap kebangsaan dan menurunnya sikap nasionalisme juga akan meningkat. Maka nasionalisme. Menurut Soeprapto (1996) apabila rasa nasionalisme pada siswa rasa nasionalisme akan nampak pada meningkat maka kecenderungan kesadaran, kebanggaan, kecintaan, radikalisme akan menurun. Berdasarkan kesetiaan dan ketaatan seseorang terhadap uraian tersebut maka hipotesis pertama negaranya sendiri, perjuangan seseorang yang diajukan adalah: bagi kepentingan Negara bangsanya, serta 퐻1 : Kebiasaan menyanyikan lagu kerelaan berkorban bagi Negara Indonesia Raya berpengaruh negatif bangsanya. terhadap kecenderungan radikalisme. Menurut Ubaid Ibnu Abdillah yang Studi penelitian pengaruh implementasi dimaksud dengan shalat dhuha adalah shalat dhuha terhadap kecerdasan spiritual shalat sunnah yang dikerjakan ketika pagi siswa pernah diteliti oleh Anwar (2011) hari pada saat matahari sedang naik. Dalam yang menunjukkan hasil penelitian, bahwa Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan kebiasaan shalat dhuha berpengaruh bahwa kecerdasan spiritual adalah positif signifikan terhadap kecerdasan RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 77 spiritual, artinya jika intensitas shalat 퐻2 : Kebiasaan shalat dhuha berpengaruh dhuha meningkat maka kecerdasan negatif terhadap kecenderungan spiritual akan meningkat. Maka jika siswa radikalisme. memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi Berdasarkan kerangka pemikiran di maka kecenderungan radikalisme akan atas, model penelitian dapat dilihat pada menurun. Berdasarkan uraian tersebut Gambar 1 berikut ini: maka hipotesis kedua yang diajukan adalah:

Gambar1.Model Penelitian

Kebiasaan menyanyikan lagu Indonesia Raya 퐻1

Kecenderungan

radikalisme

Kebiasaan shalat dhuha 퐻 2

METODE PENELITIAN Oktober 2017 sampai dengan 10 Penelitian ini menggunakan November 2017. Kuesioner yang dikirim pendekatan kuantitatif dengan desain dalam penelitian ini sebanyak 490 penelitian studi pengujian hipotesis. Desain kuesioner. Sebelum kuesioner digunakan penelitian studi pengujian hipotesis untuk pengambilan data penelitian, maka bertujuan untuk menganalisis, kuesioner perlu dilakukan pengujian mendeskripsikan, dan mendapatkan bukti terlebih dahulu, agar data yang terkumpul empiris pola hubungan antara dua variabel berkualitas dan sesuai dengan tujuan atau lebih, baik yang bersifat korelasional, penelitian. Penelitian ini meliputi ke kausalitas maupun komparatif. Lokasi sahihan atau validitas (validity) dan penelitian ini adalah semua SMA Negeri di pengujian reliabilitas (reliability) kuesioner Kabupaten Batang yang terdiri dari 7 SMA yang bersangkutan.Analisis deskriptif yaitu SMA Negeri 1 Batang, SMA Negeri variabel adalah analisis yang digunakan 2 Batang, SMA Negeri 1 Subah, SMA untuk mendeskripsikan profil variabel Negeri 1 Bawang, SMA Negeri 1 Bandar, penelitian secara individual. Analisis data SMA Negeri 1 Gringsing dan SMA Negeri dalam penelitian ini menggunakan analisis 1 Wonotunggal. Pengumpulan data regresi berganda dengan menggunakan dilaksanakan melalui penyebaran softaware SPSS V.17. Variabel independen kuesioner secara langsung oleh peneliti adalah kebiasaan menyanyikan lagu kepada para siswa. Penyebaran kuesioner Indonesia raya dan kebiasaan shalat dhuha. penelitian dilakukan mulai tanggal 25

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 78 Tabel1.Definisi Operasional Variabel Variabel Definisi Indikator Kecenderungan Kecenderungan Memahami teks keagamaan Radikalisme Radikalismemerupakan suatu yang tekstual, intoleran sikap yang mendambakan terhadap yang berbeda, perubahan secara total dan menolak modernitas bersifat revolusioner dengan khususnya konsep-konsep menjungkir balikkan nilai-nilai yang terkait dengan yang ada secara drastis lewat penghargaan keragaman, kekerasan (violence) dan aksi- melakukan gerakan politik aksi yang ekstrem kekuasaan, tidak meyakini (BNPT:2016). konsep Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila sebagai dasar negara.

Kebiasaan Kebiasaan menyanyikan lagu Pengetahuan, keinginan, menyanyikan lagu Indonesia Raya adalah keahlian. Indonesia Raya kegiatan yang dilakukan secara berulang-ulang menyanyikan lagu yang menjadi simbol suatu negara atau daerah yang diharapkan dapat menumbuhkan sikap nasionalisme dan semangat kebangsaan (Wikipedia:2012).

Shalat Dhuha Shalat dhuha adalah Keikutsertaan melaksanakan shalatsunnah yang dikerjakan shalat dhuha, kesadaran ketika pagi hari pada saat melaksanakan shalat dhuha, matahari sedang naik. Dalam perasaan tenang dan damai, kamus Besar Bahasa Indonesia menambah motivasi belajar, yang dimaksud dengan waktu membangkitkan Dhuha adalah waktu harapan,rezeki ilmu menjelang tengah hari (kurang pengetahuan, mengatasi rasa lebih pukul 10.00) gelisah, danmengusir (KBBI:1994:79). kegundahan.

Sumber: Rangkuman Penulis, 2017.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari statistik deskriptif seluruh variabel disajikan dalam tabel berikut:

Tabel 2. Deskriptif Variabel Penelitian Variabel N Min Maks Rata-rata Standar Deviasi Kecenderungan Radikalisme 416 16.00 43.00 32.2957 4.03737 Kebiasaan Menyanyikan 416 11.00 30.00 26.5745 2.58060 Lagu Indonesia Raya Kebiasaan shalat dhuha 416 7.00 35.00 30.5312 3.00826 Sumber: Output SPSS, 2017.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 79 Tabel 2 menunjukkan bahwa secara dengan menggunakan uji glejser umum siswa SMA Negeri di Kabupaten menghasilkan bahwa nilai signifikansi Batang memiliki nilai rata-rata untuk semua variabel di atas 0,05. kecenderungan radikalisme sebesar Uji hipotesis dalam penelitian ini 32,2957 yang artinya berada dalam menggunakan analisis regresi berganda kategori kadang-kadang terjadi. Nilai rata- yang meliputi tiga pengujian yaitu uji rata kebiasaan menyanyikan lagu koefisien determinasi (R2), Uji F dan Uji t. Indonesia Raya sebesar 26.5745 yang Hasil Uji koefisien determinasi (R2) berada dalam kategori sangat berperan diperoleh nilai Adjusted RSquare sebesar pada siswa. Kebiasaan shalat dhuha 0,059 dengan demikian kebiasaan memiliki nilai rata-rata 30.5312 kategori menyanyikan lagu Indonesia Raya dan sangat berperan pada siswa. Sebelum kebiasaan shalat dhuha mampu melakukan uji hipotesis, perlu dilakukan menjelaskan kecenderungan radikalisme uji asumsi klasik sebagai prasyarat regresi. sebesar 5,9% dan sisanya sebesar 94,1% di Uji asumsi klasik yang digunakan dalam jelaskan oleh variasi lain di luar model. penelitian ini adalah normalitas, multi Berdasarkan uji F dapat diketahui bahwa kolonieritas, dan heteroskedastisitas. Hasil Fhitungsebesar 13,970 dengan tingkat dari uji normalitas dengan menggunakan signifikansi 0,000<0,05 maka model one sample kolmogrov-smirnov regresi dinyatakan fit atau layak dan menunjukkan nilai unstandardizedresidual dapat digunakan untuk memprediksi di atas 0,05. Output dari hasil kecenderungan radikalisme. Hasil multikolonieritas memiliki nilai Pengujian analisis Regresi Berganda dapat tolerance>0,01 dan nilai VIF<10, dilihat pada tabel 3: sedangkan hasil dari uji heteroskedastisitas

Tabel 3.Hasil Pengujian analisis Regresi Berganda

Sumber:OutputSPSS, 2017

Berdasarkan tabel 3 diperoleh kecenderungan radikalisme (Y) sebesar persamaan regresi linear berganda sebagai 23.064 satuan. Hal ini berarti ketika siswa berikut: tidak dipengaruhi oleh kebiasaan

푌 = 23.064 − 0,436푋1 − 0,077푋2 + 휀 menyanyikan lagu Indonesia Raya dan kebiasaan shalat dhuha maka Konstanta (constant) sebesar 23,064 kecenderungan radikalisme sebesar 23.064 yang menunjukan tanda positif memiliki yang termasuk kategori rendah, koefisen arti bahwa jika variabel kebiasaan regresi variabel kebiasaan menyanyikan menyanyikan lagu Indonesia Raya (푋1) lagu Indonesia raya bernilai -0,436 yang dan kebiasaan shalat dhuha (푋2 ) berarti bahwa setiap kenaikan kebiasaan diasumsikan bernilai 0, maka variabel menyanyikan lagu Indonesia Raya sebesar

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 80 satu satuan dan faktor lain dianggap sebesar satu satuan dan faktor lain konstan, maka kecenderungan radikalisme dianggap konstan, maka kecenderungan akan mengalami penurunan sebesar 0,436. radikalisme akan mengalami penurunan Sehingga semakin terbiasa siswa sebesar 0,077. Sehingga semakin terbiasa menyanyikan lagu Indonesia Raya akan siswa melakukan shalat dhuha akan semakin rendah kecenderungan semakin rendah kecenderungan radikalisme, koefisen regresi variabel radikalisme. kebiasaan menyanyikan lagu Indonesia Hasil pengujian hipotesis dapat dilihat raya bernilai -0,077 yang berarti bahwa padatabel berikut ini: setiap kenaikan kebiasaan shalat dhuha

Tabel 4. Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis Hipotesis Pernyataan Output Hasil 퐻1 Kebiasaan menyanyikan lagu Sig. Diterima Indonesia Raya berpengaruh 0,000 <0,05 negatif terhadap kecenderungan radikalisme 퐻2 Kebiasaan shalat dhuha Sig. Ditolak berpengaruh negatif terhadap 0,313>0,05 kecenderungan radikalisme Sumber: Output SPSS, 2017

Tabel 4 diperoleh hasil persamaan (2013) yang menunjukkan hasil penelitian regresilinier berganda sebagai berikut: bahwa kebiasaan menyanyikan lagu signifikan terhadap sikap nasionalisme, Pengaruh Kebiasaan Menyanyikan artinya jika intensitas menyanyikan lagu Lagu Indonesia Raya terhadap Indonesia Raya berpengaruh positif. Kecenderungan Radikalisme. Hipotesis pertama yang diajukan dalam Pengaruh Kebiasaan Shalat Dhuha penelitian ini adalah peranan kebiasaan terhadap Kecenderungan Radikalisme menyanyikan lagu Indonesia Raya Hipotesis kedua yang diajukan dalam berpengaruh negatif terhadap penelitian ini adalah peranan kebiasaan kecenderungan radikalisme. Dengan kata shalat dhuha berpengaruh negatif terhadap lain semakin sering siswa dibiasakan kecenderungan radikalisme. Dengan kata menyanyikan lagu Indonesia Raya maka lain semakin sering siswa dibiasakan semakin rendah kemungkinan terjadinya shalat dhuha maka semakin rendah radikalisme. Hasil pengujian hipotesis satu kemungkinan terjadinya radikalisme. Hasil

( 퐻1) menunjukkan bahwa kebiasaan pengujian hipotesis dua (퐻2) menunjukkan menyanyikan lagu Indonesia Raya bahwa kebiasaan shalat dhuha tidak berpengaruh negatif terhadap berpengaruh negatif terhadap kecenderungan radikalisme. Hal ini dapat kecenderungan radikalisme. Hal ini dapat dibuktikan dengan hasil uji signifikansi dibuktikan dengan hasil uji signifikansi parsial diperoleh nilai yang lebih kecil dari parsial diperoleh nilai yang lebih besar dari 훼 , dengan demikian maka hipotesis satu 훼 , dengan demikian maka hipotesis satu

(퐻1)diterima. (퐻2) ditolak. Hal ini sesuai dengan penelitian yang Hal ini tidak sesuai dengan penelitian dilakukan oleh Maraliana dan Sumaryati yang dilakukan oleh Anwar (2011) yang

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 81 menunjukkan hasil penelitian bahwa semakin tinggi atau semakin rendah kebiasaan shalat dhuha berpengaruh intensitas kebiasaan shalat dhuha tidak positif signifikanterhadap kecerdasan akan merubah kecenderungan radikalisme. spiritual, artinya jika intensitas shalat Berdasarkan hasil penelitian diharapkan dhuha meningkat maka kecerdasan sekolah SMA Negeri di Kabupaten Batang spiritual akan meningkat. Salah satu mengadakan seminar mengenai bahaya indikator kecerdasan spiritual adalah radikalisme, bagi pembuat adanya toleransi dan menghargai kebijakanmenjadi bahan pertimbangan keanekaragaman, maka dengan toleransi dalam pengambilan keputusan untuk antar umat beragama, menghargai serta terciptanya pendidikan di Kabupaten mensyukuri keberagaman di Indonesia Batang yang bebas radikalisme. sehingga radikalisme dapat di tepis dengan mudah. Indonesia Raya meningkat maka DAFTAR PUSTAKA sikap nasionalisme juga akan meningkat, Abdillah, Ubaid Ibnu. Tth. Keutamaan dan Keistimewaan; Shalat Tahajud, dengan demikian apabila rasa nasionalisme Shalat Hajat, Shalat Istikharah, pada siswa tinggi maka kecenderungan Shalat Dhuha. Surabaya: Pustaka radikalisme akan menurun. Media.

SARAN Anwar, Khoirul. 2011. ‘Pengaruh Berdasarkan hasil pengujian dan Implementasi Shalat Dhuha pembahasan yang telah disajikan dapat Terhadap Kecerdasan Spiritual Siswa MA Sunan Gunung Jati Gesing disimpulkan bahwa kebiasaan Kismantoro Wonogiri 2011’. Skripsi. menyanyikan lagu Indonesia Raya Semarang: Institut Agama Islam berpengaruh negatif terhadap Negeri Walisongo Semarang. kecenderungan radikalisme, maka semakin tinggi intensitas kebiasaan menyanyikan Fowler, James W. 1981. Stages of Faith- lagu Indonesia Raya akan semakin rendah The Psychology of Human kecenderungan radikalisme dan kebiasaan Development and the quest for meaning.San Fransisco: Harper and shalat dhuha tidak berpengaruh negatif Row Publisher. terhadap kecenderungan radikalisme, maka

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 82

PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SEJARAH INDONESIA PADA KOMPETENSI KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA MELALUI MODEL PROBLEM BASED LEARNING PADA PESERTA DIDIK KELAS X IPS 2 SMA N 2 BATANG SEMESTER 2 TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Nurrochim SMA N 2 Batang

SARI Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah ada peningkatan aktivitas dan hasil belajar Sejarah Indonesia Kompetensi Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia yang pembelajarannya menggunakan model Problem Based Learning. Penelitian menggunakan metode penelitian tindakan kelas dengan 2 siklus. Hasil penelitian menunjukkan: (1) aktivitas belajar peserta didik pada Siklus I persentasenya83,75% pada Siklus II persentasenya 91,66%, (2) hasil belajar peserta didik pada Siklus I mengalami ketuntasan klasikal sebesar 78,94%, Siklus II mengalami ketuntasan klasikal sebesar 84,97%.

Kata kunci: Aktivitas Belajar; Kerajaan-Kerajaan Islam Indonesia,Problem Based Learning.

ABSTRACT The formulation of this research problem is whether there is an increase in activity and learning outcomes History of Indonesia Competence of Islamic Kingdoms in Indonesia which learning using Problem Based Learning model. The research used classroom action research method with 2 cycles. The results showed: (1) the learning activity of the students in the first cycle percentage of 83.75% in cycle II percentage 91.66%, (2) the learning outcomes of learners in the first cycle had classical completeness of 78.94%, cycle II experienced classical mastery of 84.97%.

Keywords: Learning Activity; Islamic Kingdoms in Indonesia, Problem Based Learning.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 83

PENDAHULUAN peserta didik rendah. Aktivitas belajar Pembelajaran berbasis masalah peserta didik yang rendah ini dapat merupakan suatu metode pembelajaran diketahui dari: (1) perhatian peserta didik yang menantang peserta didik untuk pada waktu belajar yang rendah, hal ini “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara terlihat dari masih banyak peserta didik berkelompok untuk mencari solusi dari yang mengobrol dengan peserta didik atau permasalahan dunia nyata.Masalah yang teman sebangku, peserta didik diberikan ini digunakan untuk mengikat mengerjakan pekerjaan lain pada saat guru peserta didik pada rasa ingin tahu pada mengajar, peserta didik tidak membawa pembelajaran yang dimaksud. Masalah buku penunjang pelajaran, peserta didik diberikan kepada peserta didik, sebelum tidak memperhatikan dan mendengar peserta didik mempelajari konsep atau penjelasan guru; (2) respon peserta didik materi yang berkenaan dengan masalah dalam belajar, masih dijumpai peserta yang harus dipecahkan. didik tidak mencatat hal-hal penting dari Mata pelajaran Sejarah Indonesia penjelasan guru, peserta didik rendah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam bertanya, peserta didik kurang dengan pendidikan sejarah. Mata pelajaran berani dalam mengungkapkan pendapat; Sejarah Indonesia merupakan mata (3) kedisiplinan peserta didik dalam belajar pelajaran wajib di jenjang pendidikan juga rendah, hal ini dapat dilihat dari menengah (SMA/MA, SMK/MAK). indikator: peserta didik kurang dalam Sejarah memiliki makna dan posisi yang mengerjakan tugas yang diberikan, ada strategis, mengingat: Manusia hidup masa peserta didik yang tidak mengumpulkan kini sebagai kelanjutan dari masa lampau tugas tepat waktu, juga masih terlihat sehingga pelajaran sejarah memberikan peserta didik keluar masuk kelas, dan dasar pengetahuan untuk memahami masih ada peserta didik yang membuat kehidupan masa kini, dan membangun keributan saat guru menjelaskan materi. kehidupan masa depan; sejarah Selian aktivitas belajar peserta didik yang mengandung peristiwa kehidupan manusia rendah, pada kondisi awal juga di masa lampau untuk dijadikan guru memperlihatkan bahwa hasil belajar kehidupan: Historia Magistra Vitae; peserta didik rata-rata 59,87 dengan pelajaran sejarah adalah untuk membangun persentase ketuntasan 18,42% hanya 7 memori kolektif sebagai bangsa untuk peserta didik yang mencapai KKM dari 38 mengenal bangsanya dan membangun rasa peserta didik. persatuan dan kesatuan; sejarah memiliki Berdasarkan pengalaman empiris arti strategis dalam pembentukan watak tersebut di atas, peneliti memandang perlu dan peradaban bangsa yang bermartabat untuk melakukan penelitian tindakan kelas serta dalam pembentukan manusia dengan memberikan tindakan berupa Indonesia yang memiliki rasa kebangsaan penggunaan model Problem Based dan cinta tanah air (Permendiknas No. 22 Learning. Penggunaan model Problem Tahun 2006 tentang Standar Isi). Based Learning dalam pembelajaran Berdasarkan pengalaman peneliti Sejarah Indonesia kompetensi Kerajaan- sebagai guru Mata Pelajaran Sejarah Kerajaan Islam di Indonesia, diharapkan Indonesia Kelas X IPS 2 di SMA Negeri 2 mampu meningkatkan aktivitas dan hasil Batang Tahun Pelajaran 2015/2016 belajar Peserta Didik Kelas X IPS 2 SMA menunjukkan bahwa aktivitas belajar

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 84

Negeri 2 Batang semester 2 Tahun dilakukan dalam proses interaksi (guru dan Pelajaran 2015/2016. peserta didik) dalam rangka mencapai Rumusan masalah dalam penelitian ini tujuan belajar. Kualitas pembelajaran akan adalah: (1) apakah ada peningkatan meningkat jika para peserta didik dalam aktivitas belajar Sejarah Indonesia proses pembelajaran memperoleh Kompetensi Kerajaan-Kerajaan Islam di kesempatan yang luas untuk bertanya, Indonesia yang pembelajarannya berdiskusi, berlatih, dan menggunakan menggunakan model Problem Based secara aktif pengetahuan baru yang Learningpada Peserta Didik Kelas X IPS 2 diperoleh, dengan pengertian-pengertian SMA Negeri 2 Batang semester 2 Tahun tersebut, maka peserta didik perlu Pelajaran 2015/2016, (2) apakah ada dikondisikan agar aktif untuk memperoleh peningkatan hasil belajar Sejarah Indonesia pengetahuan maupun keterampilan. kompetensi Kerajaan-Kerajaan Islam di Partadjaja dan Sulastri (2007:68) Indonesia yang pembelajarannya mengemukakan bahwa aktivitas belajar menggunakan model Problem Based adalah kegiatan peserta didik untuk Learningpada Peserta Didik Kelas X IPS 2 berperan secara aktif mencari dan memberi SMA Negeri 2 Batang semester 2 Tahun informasi, keberanian mengemukakan Pelajaran 2015/2016. pendapat, keberanian bertanya, keberanian Adapun tujuan penelitian ini adalah: menanggapi pendapat atau pernyataan (1) Untuk meningkatkan aktivitas belajar teman atau guru yang diukur melalui Sejarah Indonesia Kompetensi Kerajaan- observasi. Belajar menuntut keterlibatan Kerajaan Islam di Indonesia yang langsung peserta didik dalam pembelajarannya menggunakan model pembelajaran. Problem Based Learning pada Peserta Menurut Sudjana (1989), hal-hal yang Didik Kelas X IPS 2 SMA Negeri 2 perlu diamati untuk mengetahui keaktifan Batang Semester 2 Tahun Pelajaran peserta didik pada waktu belajar meliputi: 2015/2016; dan (2) untuk meningkatan aspek Perhatian peserta didik pada waktu hasil belajar Sejarah Indonesia kompetensi belajar: (1) Peserta didik tidak mengobrol Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia yang dengan peserta didik sebangku; (2) Peserta pembelajarannya menggunakan model didik tidak mengerjakan pekerjaan lain Problem Based Learning pada Peserta pada saat guru mengajar; (3) Peserta didik Didik Kelas X IPS 2 Semester 2 Tahun membawa buku penunjang pelajaran; (4) Pelajaran 2015/2016. peserta didik memperhatikan dan mendengarkan penjelasan guru. Aspek LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS respon peserta didik dalam belajar: (1) TINDAKAN peserta didik mencatat hal – hal penting Aktivitas Belajar dari penjelasan guru; (2) peserta didik Sardiman (2010:97) mengemukakan berani bertanya kepada guru; (3) peserta dalam kegiatan belajar, peserta didik harus didik berani mengungkapkan pendapat; (4) aktif berbuat, dengan kata lain bahwa peserta didik menjawab pertanyaan guru. dalam belajar sangat diperlukan adanya Aspek kedisiplinan peserta didik dalam aktivitas. Tanpa aktivitas, proses belajar belajar meliputi: (1) Peserta didik tidak mungkin berlangsung dengan baik. mengerjakan tugas yang diberikan; (2) Menurut Hamalik (2010:28) aktivitas Peserta didik mengumpulkan tugas tepat belajar merupakan segala kegiatan yang waktu; (3) Peserta didik tidak keluar

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 85

masuk kelas; (4) Peserta didik tidak alat bantu; (6) mengarah ke berbagai membuat keributan saat guru menjelaskan macam sumber belajar; dan (7) menuntut materi perubahan kebiasaan guru dalam cara pembelajaran. Hasil Belajar Keaktifan erat hubungannya dengan Belajar dipandang sebagai hasil, dapat hasil belajar. Secara prinsip, belajar adalah dilihat pada saat pembelajaran, guru berbuat untuk mengubah tingkah laku. melihat bentuk terakhir dari berbagai Oleh sebab itu, aktivitas merupakan prinsip pengalaman interaksi edukatif, yang atau asas yang sangat penting di dalam diperhatikan adalah munculnya sifat dan interaksi belajar mengajar (Sardiman tanda-tanda tingkah lakuyang dipelajari. 2010:95). Dari itu timbulah klasifikasi yang dimilki peserta didik seperti hasil dalam bentuk Model Problem Based Learning sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Problem Based Learning (PBL) Kegiatan belajar-mengajar yang dirancang merupakan suatu model pembelajaran yang dalam bentuk rencana mengajar yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai disusun oleh guru mengacu pada hasil suatu konteks bagi peserta didik untuk yang hendak dicapai. Menurut Arikunto belajar tentang cara berpikir kritis dan (2002:274) tidak ada tujuan yang lebih keterampilan pemecahan masalah, serta penting dalam proses belajar mengajar untuk memperoleh pengetahuan dan kecuali mengusahakan agar perkembangan konsep yang esensial dari materi kuliah dan belajar peserta didik mencapai atau materi pelajaran (Sudarman, 2007). optimal. Nurhadi (dalam Putra, 2013:65) Sudjana (1989:50) menyatakan hasil pembelajaran berbasis Problem Based belajar tidak hanya bergantung pada faktor Learning adalah suatu model pembelajaran dari dalam diri peserta didik tetapi juga yang menggunakan masalahdunia nyata dipengaruhi faktor dari guru, di antaranya sebagai suatu konteks bagi peserta didik pemilihan metode mengajar yang tepat untuk belajar tentang cara berpikirkritis untuk meningkatkan aktifitas belajar dan keterampilan pemecahan masalah, peserta didik, sehingga hasil belajarnya serta memperoleh pengetahuan dankonsep lebih baik. Menurut Sudjana (1989:76) yang esensial dari materi pelajaran, agar aktif belajar maka diperlukan secara sedangkan pengertian pembelajaran terpadu, berkeseimbangan dari berbagai berbasis masalah adalah proses kegiatan hal, antara lain: (1) mengarah pada jenis pembelajaran dengan cara menggunakan interaksi yang optimal dalam arti atau memunculkan masalah dunia nyata menggunakan komunikasi interaksi sebagai bahan pemikiran bagi peserta optimal bukan hanya komunikasi satu arah; didikdalam memecahakan masalah untuk (2) menurut berbagai jenis aktivitas peserta memperoleh pengetahauan dari suatu didik, misalnya keberanian memberikan materi pelajaran. urun pendapat, mencari alat dan sumber Jadi Problem Based Learning (PBL) dan sebagainya; (3) strategi pembelajaran adalah model dalam proses pendekatan yang sesuai dengan tujuan yang hendak pembelajaran yang menyajikan masalah dicapai; (4) menggunakan berbagai metode yang sesuai kenyataan dan bermakna dan teknik; (5) menggunakan berbagai kepada peserta didik untuk belajar di macam atau variasi media, alat peraga atau lingkungan belajarnya, tentang cara

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 86

berpikir kritis, keterampilan pemecahan solving) merupakan teknik yang cukup masalah, memperoleh pengetahuan, dan bagus untuk lebih memahami isi pelajaran; konsep yang esensial dari materi pelajaran (2) Pemecahan masalah (problem solving) yang di pelajari. dapat menantang kemampuan peserta didik Sintak operasional Problem Based serta memberikan kepuasan untuk Learning menurut Huda (2013:272) menemukan pengetahuan baru bagi peserta mencakup: (1) pertama-tama peserta didik didik; (3) Pemecahan masalah (problem disajikan suatu masalah; (2) peserta didik solving) dapat meningkatkan aktivitas mendiskusikan msalah dalam tutorial pembelajaran peserta didik; (4) Pemecahan Problem Based Learning dalam sebuah masalah (problem solving) dapat kelompok kecil. Mereka mengklarifikasi membantu peserta didik bagaimana fakta-fakta suatu kasus kemudian mentransfer pengetahuan mereka untuk mengidentifikasi sebuah masalah. Mereka memahami masalah dalam kehidupan membrainstorming gagasan-gagasannya nyata; (5) Pemecahan masalah (problem dengan berpijak pada pengetahuan solving) dapat membantu peserta didik sebelumnya. Kemudian, mereka untuk mengembangkan pengetahuan mengidentifikasi apa yangmereka barunya dan bertanggung jawab dalam butuhkan untuk menyelesaikan masalah pembelajaran yang mereka lakukan. serta apa yangmereka tidak ketahui. Disamping itu, pemecahan masalah itu Mereka menelaah masalah tersebut. juga dapat mendorong untuk melakukan Mereka juga mendesain suatu rencana evaluasi sendiri baik terhadap hasil tindakan untuk menggarap masalah; (3) maupun proses belajarnya; (6) Melalui peserta didik terlibat dalam studi (problem solving) bisa memperlihatkan independen untuk menyelesaikan masalah kepada peserta didik bahwa setiap mata diluar bimbingan guru. Hal ini bisa pelajaran (matematika,IPA,Sejarah,dan mencakup: perpustakaan, database, lain sebagainya), pada dasarnya merupakan website, masyarakat, dan observasi; (4) cara berpikir, dan sesuatu yang harus peserta didik kembali pada tutorial dimengerti oleh peserta didik, bukan hanya Problem Based Learning, lalu saling sekedar belajar dari guru atau dari buku- sharing informasi, melalui peer teaching buku saja; (7) Pemecahan masalah atau cooperative learning atas masalah (problem solving) dianggap lebih tertentu; (5) peserta didik menyajikan menyenangkan dan disukai peserta didik; solusi atas masalah; (6) peserta didik (8) Pemecahan masalah (problem solving) mereview apa yang mereka pelajari selama dapat mengembangkan kemampuan proses pengajaran selama ini. Semua yang peserta didik untuk berpikir kritis dan berpartisipasi dalam proses tersebut terlibat mengembangkan kemampuan dalam review pribadi, review berpasangan, merekauntuk menyesuaikan dengan dan review berdasarkan bimbingan guru, pengetahuan baru; (9) Pemecahan masalah sekaligus melakukan refleksi atas (problem solving) dapat memberikan kontribusinya terhadap proses tersebut. kesempatan pada peserta didik untuk Sebagai suatu model pembelajaran, mengaplikasikan pengetahuan yang model pembelajaran berbasis masalah mereka miliki dalam dunia nyata; (10) memiliki beberapa keunggulan (Sanjaya, Pemecahan masalah (problem solving) 2011:220), diantaranya adalah sebagai dapat mengembangkan minat peserta didik berikut: (1) Pemecahan masalah (problem untuk secara terus-menerus belajar

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 87

sekalipun belajar pada pendidikan formal peserta didik dalam belajar, masih telah berakhir. dijumpai peserta didik tidak mencatat hal- Selain memiliki keunggulan, Problem hal penting dari penjelasan guru, peserta Based Learning juga memiliki kelemahan, didik rendah dalam bertanya, peserta didik diantaranya: (1) Manakala peserta didik kurang berani dalam mengungkapkan tidak memiliki minat atau mempunyai pendapat; (3) kedisiplinan peserta didik kepercayaan bahwa masalah yang dalam belajar juga rendah, hal ini dapat dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka dilihat dari indikator: peserta didik kurang mereka akan merasa enggan untuk dalam mengerjakan tugas yang diberikan, menyelesaikan masalah tersebut; (2) ada peserta didik yang tidak Keberhasilan strategi pembelajaran mengumpulkan tugas tepat waktu, juga berbasis masalah membutuhkan waktu masih terlihat peserta didik keluar masuk cukup untuk persiapan; (3) Tanpa kelas, dan masih ada peserta didik yang pemahaman mengapa mereka berusaha membuat keributan saat guru menjelaskan untuk memecahkan masalah yang sedang materi. Hasil belajar peserta didik juga dipelajari, maka mereka tidak akan belajar rendah hanya 7 peserta didik yang apa yang mereka ingin pelajari. mencapai KKM dari 38 siswa. Untuk meningkatkan aktivitas dan hasil Penelitian yang Relevan belajar peserta didik, diberikan tindakan Menurut Sri Sudarwati (2014) hasil dengan menggunakan model Problem belajar peserta didik dapat ditingkatkan Based Learning dalam pembelajarn melalui model Problem Based Learning Sejarah Indonesia materi Kerajaan- pada peserta didik kelas X TKJ 2 SMK Kerajaan Islam di Indonesia, dengan Kedungwuni Tahun Pelajaran 2014/2015. langkah-langkah pembelajaran: guru Machfudi (2014) menyimpulkan menampilkan masalah, peserta didik di pembelajaran dengan model Problem buat kelompok-kelompok kecil yang diberi Based Learning memiliki dampak positif tugas untuk menyelesaikan masalah, dalam meningkatkan hasil belajar Peserta kemudian setiap kelompok Didik Kelas XI-IIS 2 SMA Negeri 1 Mijen mempresentasikan hasil penyelesaian Kabupaten Demak Semester 1 Tahun masalah yang sudah didiskusikan dengan Pelajaran 2014/2015. kelompoknya dan kelompok lain menanggapi, selanjutnya guru memberikan Kerangka Berpikir penguatan dan pembahasan terhadap Kondisi awal menunjukkan bahwa masalah yang dipresentasikan peserta aktivitas belajar peserta didik masih didik. rendah, hal ini terlihat pada: (1) perhatian Penggunaan model Problem Based peserta didik pada waktu belajar yang Learningdalam pembelajaran Sejarah rendah, hal ini terlihat dari masih banyak Indonesia pada materi Kerajaan-Kerajaan peserta didik yang mengobrol dengan Islam di Indonesia diharapkan dapat peserta didik atau teman sebangku, peserta meningkatkan aktivitas dan hasil belajar didik mengerjakan pekerjaan lain pada saat Peserta Didik Kelas XI IPS 2 SMA Negeri guru mengajar, peserta didik tidak 2 Batang Semester 2 Tahun Pelajaran membawa buku penunjang pelajaran, 2015/2016. peserta didik tidak memperhatikan dan mendengar penjelasan guru; (2) respon

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 88

Hipotesis Tindakan pelaksanaan tindakan (acting), pengamatan Berdasarkan tinjauan teori dirumuskan (obseving) dan refleksi (reflecting). hipotesis tindakan dalam penelitian Keempat tahapan dalam siklus pelaksanaan tindakan kelas ini adalah penggunaan penelitian tindakan kelas ini mengikuti model Problem Based Learning dapat model yang dikemukakan oleh Suharsimi meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Arikunto (2010:16). Peserta Didik SMA Negeri 2 Batang kelas Pada tahap perencanaan ini peneliti X IPS 2 Semester 2 Tahun Pelajaran membuat perencanaan sebagai berikut: (1) 2015/2016. Mengidentifikasi KI, KD, indikator, dan materi pembelajaran Sejarah Indonesia METODE PENELITIAN tentang Kerajaan-kerajaan Islam di Penelitian tindakan kelas yang berjudul Indonesia; (2) Menyusun RPP sesuai Peningkatan aktivitas dan hasil belajar indikator yang telah ditetapkan dan Sejarah Indonesia pada kompetensi skenario pembelajaran dengan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia yang menggunakan model Problem Based pembelajarannya menggunakan model Learning; (3) Menyiapkan bahan ajar Problem Based Learning pada Peserta tentang kerajaan – kerajaan Islam di Didik Kelas X IPS 2 SMA Negeri 2 Indonesia berbentuk Power Point; (4) Batang Semester 2 Tahun Pelajaran Menyiapkan lembar pengamatan kegiatan 2015/2016, dilakukan selama empat bulan, peserta didik saat kegiatan belajar yaitu mulai Bulan Maret 2016 sampai mengajar. dengan Bulan Juni 2016. Adapun Pelaksanaan tindakan penelitian ini perinciannya adalah sebagai berikut: (1) dilaksanakan dalam 2 siklus, masing- Bulan Maret 2016 digunakan untuk masing siklus terdiri dari 3 kali pertemuan penyusunan proposal penelitian tindakan dengan alokasi waktu 2x45 menit. Siklus kelas; (2) Bulan April - Juni 2016 pertama dilaksanakan pada pembelajaran digunakan oleh peneliti untuk melakukan Sejarah Indonesia materi Kerajaan penelitian; dan (3) Bulan Juli - Agustus Samudera Pasai dan Kerajaan Aceh dengan 2016 digunakan oleh peneliti untuk menggunakan model Problem Based penyusunan laporan penelitian tindakan Learningsesuai dengan RPP yang telah kelas. dipersiapkan, Indikator pada siklus I Penelitian ini dilaksanakan di SMA adalah: (1) Menganalisis proses lahirnya Negeri 2 Batang, yang beralamat di Jalan Kerajaan Samudra Pasai; (2) Menganalisis Pemuda KM 3 Rowobelang Batang, pada perkembangan Kerajaan Samudra Pasai; Peserta Didik Kelas X IPS 2 semester 2 (3) Menganalisis perkembangan Tahun Pelajaran 2015/2016, yang Kesultanan Aceh Darussalam; (4). berjumlah 38 orang dengan rincian peserta Menganalisis hasil-hasil kebudayaan didik laki-laki berjumlah 20 anak dan Kerajaan-Kerajaan Islam di Sumatra dan peserta didik perempuan berjumlah 18 menghargai hasil kebudayaan masa Islam; anak. (5) Menyajikan perkembangan Kerajaan- Desain penelitian dalam penelitian kerajaan Islam di Sumatra dalam bentuk tindakan kelas ini, peneliti menggunakan tulisan.Siklus kedua dilaksanakan pada metode penelitian tindakan kelas dua pembelajaran Sejarah Indonesia materi siklus. Masing-masing siklus ada empat Kerajaan Demak dan kerajaan Mataram tahapan yaitu perencanaan (planning), Islam dengan menggunakan model

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 89

Problem Based Learning sesuai dengan yang terjadi pada siswa, suasana kelas, dan RPP yang telah dipersiapkan, Indikator guru. pada siklus II adalah: (1) Menjelaskan Penelitian mengkaji proses peranan Wali Sanga dalam proses pembelajaran yang meliputi aktivitas Islamisasi di Jawa; (2) Menganalisis peserta didik dan hasil belajar dalam perkembangan Kerajaan Demak; (3) pembelajaran Sejarah Indonesia pada Menganalisis perkembangan Kerajaan kompetensi Kerajaan-Kerajaan Islam di Mataram; (4) Menganalissis hubungan Indonesia dengan menggunakan model Kerajaan Demak dengan Kerajaan pembelajaran Problem Based Learning, Mataram; dan (5) menjelaskan dan melihat ketercapaian dalam indikator perkembangan sosial ekonomi zaman keberhasilan di Siklus I. Peneliti juga kerajaan Islam di Jawa. mengkaji kekurangan dan permasalahan Observasi adalah kegiatan pengamatan yang terjadi di Siklus I, apabila indikator yang dilakukan untuk melihat seberapa belum tercapai, maka perlu dilanjutkan ke jauh efek tindakan yang telah mencapai siklus berikutnya. Jadi dalam refleksi akan sasaran (Arikunto, 2010:127). Pada ditentukan apakah penelitian sudah bisa langkah ini, peneliti menguraikan jenis- dihentikan atau dilanjutkan. jenis data dan alat koneksi data tentang Teknik pengumpulan data yang fenomena kelas.Untuk mendapatkan data digunakan dalam penelitian ini adalah yang akurat perlu disusun suatu instrumen obsevasi, dokumentasi dan tes tertulis. yang valid dan reliable. Kolaborator dan Observasi dalam penelitian ini adalah obsever melakukan pengamatan yang lembar pengamatan observasi peserta bertujuan untuk mengetahui aktivitas didik. Lembar pengamatan observasi peserta didik selama proses pembelajaran peserta didik, merupakan instrumen yang Sejarah Indonesia pada Kompetensi digunakan untuk mengetahui keaktifan Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia peserta didik selama proses belajar dengan menggunakan instrumen yang telah mengajar. Teknik pengumpulan data yang disediakan, sedangkan guru melakukan tes kedua adalah dokumentasi, dengan terhadap hasil belajar peserta didik untuk menggunakan foto untuk mendapatkan mengetahui tingkat keberhasilan gambaran aktivitas belajar mengajar pembelajaran. selama Siklus I dan Siklus II yang Menurut Sukardi (2013:6) refleksi dilakukan oleh teman sejawat peneliti. merupakan sarana untuk melakukan Teknik pengumpulan data yang ketiga pengkajian kembali tindakan yang telah adalah tes tertulis untuk mendapatkan data dilakukan terhadap subjek penelitian dan hasil belajar Sejarah Indonesia pada telah dicatat dalam observasi. Langkah kompetensi Kerajaan-Kerajaan Islam di reflektif juga berguna untuk melakukan Indonesia. peninjauan kembali (reconnaissance), Data yang sudah diperoleh, dinalisis membuat gambaran kerja yang hidup dengan analisis kuantitatif dan deskriptif dalam situasi proses penelitian, hambatan kualitatif. Data kuantitatif dalam bentuk yang muncul dalam tindakan, dan angka sebagai data statistik dianalisis kemungkinan lain yang muncul selama secara deskriptif dalam bentuk persentase, proses penelitian. Arikunto (2010:133) tabel, dan grafik. Data kualitatif yang menjelaskan kegiatan yang dilakukan yaitu berupa kata-kata dan tindakan, mengulas secara kritis tentang perubahan menggambarkan keaktifan peserta didik

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 90

dalam kegiatan pembelajaran di kelas. rata pada hasil ulangan harian peserta didik Teknik analisis data dalam penelitian ini telah memenuhi nilai KKM 75; (2) adalah membandingkan data aktivitas dan ketuntasan belajar klasikal mencapai 75%; hasil belajar peserta didik pada kondisi dan (3) aktivitas belajar peserta didik yang awal dengan data aktivitas dan hasil belajar dapat diamati adalah jika rata-rata tiap peserta didik pada Siklus I dan Siklus II. indikator aktivitas belajar peserta didik Akhirnya dijadikan dasar untuk menarik adalah baik atau sangat baik dan terjadinya kesimpulan. peningkatan di tiap siklus.

Indikator Kinerja HASIL PENELITIAN DAN Indikator keberhasilan dalam Siklus I PEMBAHASAN dan Siklus II adalah tercapainya target Dari data pengamatan aktivitas belajar keberhasilan peserta didik dalam peserta didik pada kondisi awal peserta peningkatan hasil belajar kompetensi didik belum terbiasa terlibat secara aktif Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia dalam pembelajaran Sejarah Indonesia. dengan model Problem Based Learning. Kondisi ini dapat di lihat pada gambar Dalam hal ini peneliti menargetkan berikut. indikator keberhasilan antara lain: (1) rata-

Gambar 1. Aktivitas Belajar Peserta Didik pada Kondisi Awal Kelas XI IPS 2 (Dokumentasi Peneliti Tahun 2016)

Gambar 1 memperlihatkan sebagian Siklus I besar perta didik belum menunjukkan Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I aktivitas belajar Sejarah Indonesia pada dilaksanakan sesuai dengan skenario yang kondisi awal sebelum mennggunakan ada pada rencana pembelajaran yang telah model Problem Based Learning dan dibuat. Tindakan berbeda dan merupakan pembelajaran belum berkelompok aktivitas pengembangan pembelajaran dari kondisi belajar peserta didik pada kondisi awal awal dilakukan peneliti pada Siklus I ini masih rendah yaitu 57% peserta didik adalah dengan menggunakan model kurang aktif dalam pembelajaran Sejarah Problem Based Learning. Pada Siklus I ini Indonesia. peserta didik membentuk kelompok, Hasil belajar peserta didik pada kondisi menyelesaikan masalah dalam awal 7 anak (18,42%) mencapai KKM 75 kelompoknya, mempresentasikan hasil dengan nilai rata-rata 59,87. penyelesaian masalah, pembahasan oleh guru, membuat kesimpulan dan evaluasi. Aktivitas belajar peserta didik pada Siklus I dapat dilihat pada gambar berikut.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 91

Gambar 2. Aktivitas Belajar Peserta Didik pada Siklus I Kelas XI IPS 2 (Dokumentasi Peneliti Tahun 2016)

Pada gambar 2 memperlihatkan Hasil pengamatan aktivitas belajar aktivitas belajar peserta didik cukup tinggi peserta didik pada Siklus I berdasarkan dalam menyelesaikan masalah di dalam obsevasi teman sejawat adalah 83, 57%. kelompoknya dan mempresentasikannya Hasil belajar peserta didik pada Siklus kepada kelompok lain. I terlihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Hasil Belajar Sejarah Indonesia Peserta Didik Siklus I No Uraian Nilai 1 Nilai Terendah 40 2 Nilai Tertingi 90 3 Nilai Rerata 76,53 4 Prosentase Ketuntasan 78,94 %

Dari Tabel 1 memperlihatkan hasil didik masih merasa malu untuk bertanya belajar Sejarah Indonesia pada Siklus I mengemukakan pendapat/berargumen; (3) yang dicapai peserta didik nilai terendah Masih ada beberapa peserta didik yang 40, nilai tertinggi 90, nilai rerata 76,53, mengumpulkan tugas, tidak tepat waktu; prosentase ketuntasan 78, 94% dari 38 (4) Masih ada beberapa peserta didik yang siswa. berbicara dengan teman sebelahnya ketika Berdasarkan hasil pengamatan pada guru menjelaskan materi. Siklus 1 ini, peneliti melihat adanya permasalahan antara lain sebagai berikut: Siklus II (1) Peserta didik belum mencatat hal-hal Berdasarkan hasil refleksi Siklus I penting dari penjelasan guru; (2) Peserta terdapat permasalahan yang muncul

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 92

setelah dilakukan tindakan. Peneliti Islam di Indonesia; (2) Menyusun RPP melakukan berbagai perbaikan terhadap sesuai indikator yang telah ditetapkan dan langkah-langkah yang dianggap kurang skenario pembelajaran dengan berhasil dalam tindakan Siklus I. Hasil menggunakan model Problem Based Siklus I manjadikan dasar untuk Learning; (3)Menyiapkan bahan tentang perencanaan Siklus II agar berhasil. kerajaan - kerajaan Islam di Indonesia Beberapa persiapan yang dilakukan oleh berbentuk power point; (4) Menyiapkan peneliti sebelum melakukan tindakan lembar pengamatan kegiatan peserta didik yaitu: (1) Mengidentifikasi KI, KD, saat kegiatan belajar mengajar. indikator, dan materi pembelajaran Sejarah Aktivitas belajar peserta didik pada Indonesia tentang Kerajaan-Kerajaan Siklus II dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 3. Aktivitas Belajar Peserta Didikpada Siklus II Kelas XI IPS 2 (Dokumentasi Peneliti Tahun 2016)

Kegiatan pendahuluan pada siklus II ini berdasarkan bukti-bukti kebenaran secara dimulai dengan peserta didik sebelum nyata. diberi materi, guru perlu memotivasi Kegiatan inti pada Siklus II berupa: terlebih dahulu agar semangat dan sadar setelah peserta didik mengamati gambar- pentingnya belajar Kerajaan-Kerajaan gambar tersebut, peserta didik diberi Islam di Indonesia.Setelah mereka kesempatan untuk bertanya, guru juga termotivasi, guru menunjukan gambar memberikan pertanyaan untuk ditanggapi tokoh Wali Songo, gambar Masjid Demak peserta didik. Langkah berikutnya peserta dan Keraton Yogyakarta. Hal tersebut, agar didik di bagi dalam 8 kelompok, setiap mereka menyadari peristiwa itu benar- kelompoknya berjumlah 4-5 peserta didik, benar terjadi dan berkesan di hatinya. Hal kemudian guru memberikan masalah ini membuat peserta didik semakin percaya berupa bahan untuk didiskusikan dengan Guru Sejarah Indonesia dapat menjelaskan anggota kelompoknya masing-masing,

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 93

setelah masing-masing kelompok selesai melakukan evaluasi dari hasil tes dan menyelesaikan masalah yang ditugaskan observasi. Hasil observasi pada Siklus II, guru untuk didiskusikan, tahapan dapat dikatakan bahwa penggunaan model berikutnya adalah presentasi yang Problem Based Learning dapat dilanjutkan dengan tanggapan dari meningkatkan aktifitas dan hasil belajar kelompok lain. Sebelum penutup guru Peserta didik. memberikan umpan balik dan penguatan Berdasarkan hasil pengamatan yang berupa pembahasan terhadap presentasi dilakukan oleh teman sejawat peneliti, yang dilakukan oleh masing-masing keaktifan belajar peserta didik adalah kelompok. Kegiatan penutup pada Siklus II 91,66%. berupa simpulan dan evaluasi serta Setelah pemberian materi penyampaian materi pada pertemuan pembelajaran, selanjutnya peneliti berikutnya, guru dan peserta didik mengadakan tes hasil belajar. Berdasarkan menutup kegiatan pembelajaran pada tes hasil belajar pada Peserta Didik Kelas Siklus II ini dengan doa bersama-sama. X IPS 2 di dapat seperti pada tabel berikut. Setelah selesai melakukan tindakan, hal yang kemudian dilakukan peneliti yaitu

Tabel 2. Hasil Belajar Sejarah Indonesia Peserta Didik Siklus II No Uraian Nilai 1 Nilai Terendah 65 2 Nilai Tertingi 95 3 Nilai Rerata 82,76 4 Prosentase Ketuntasan 89,47 %

PEMBAHASAN pembelajaran dengan lancar sesuai dengan Pada penelitian tindakan kelas ini, apa yang diharapkan. peneliti menggunakan model pembelajaran Problem Based Learningdalam Aktivitas Belajar Peserta Didik pembelajaranpada mata pelajaran Sejarah Pada proses pembelajaran Sejarah Indonesia Kelas X IPS 2 SMA Negeri 2 Indonesia dengan menggunakan model Batang semester 2 Tahun Pelajaran Problem Based Learning terjadi 2015/2016 materi Kerajaan-Kerajaan peningkatan aktivitas belajar Sejarah Islam di Indonesia. Pembahasan dalam Indonesia. Aktiviatas belajar peserta didik penelitian tindakan kelas ini didasarkan dari kondisi awal atau pra siklus adalah atas hasil penelitian yang dilanjutkan 57%, pada Siklus I aktivitas belajar peserta dengan hasil refleksi pada akhir siklus. didik meningkat menjadi 83,75%. Ini Penelitian tindakan kelas ini dilakukan artinya bahwa setelah diberikan tindakan selama dua siklus, di mana masing- dengan menggunakan model Problem masing siklus dilakukan dengan prosedur Based Learningterjadi peningkatan sebesar Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yaitu 26,75%. Pada Siklus II aktivitas belajar perencanaan, pengamatan, tindakan dan peserta didik adalah 91,66%, jika di refleksi. Secara umum proses bandingan dengan Siklus I, telah terjadi peningkatan sebesar 7, 91%.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 94

Aktivitas belajar peserta didik pada pra ditunjukkan dalam grafik berikut. siklus, Siklus I dan Siklus II dapat

Grafik 1. Aktivitas Belajar Peserta Didik pada Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II

Persentase Keaktifan Belajar 91.66 100.00 83.75 80.00 57.00 60.00 40.00 Persentase 20.00 Keaktifan Belajar 0.00 Pra Siklus Siklus I Siklus II

Dari Grafik 1 terlihat antarsiklus dengan menggunakan model pembelajaran terjadi peningkatan aktivitas belajar. Problem Based Learning dapat dilihat dari Hipotesis yang diajukan diterima, yaitu perolehan rata-rata hasil belajar pada pra penggunaan model Problem Based Siklus, Siklus I dan Siklus II. Pada pra Learningdapat meningkatkan aktivitas siklus hasil belajar rata-rata peserta didik belajar Peserta Didik SMA Negeri 2 adalah 59,87, sedangakan pada Siklus I Batang Kelas X IPS 2 Semester 2 Tahun diperoleh nilai rata-rata 76,53 dan Pelajaran 2015/2016 pada materi perolehan nilai rata-rata peserta didik pada Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. Siklus II adalah 82,76. Rata-rata hasil belajar peserta didik dapat di lihat pada Hasil Belajar Belajar Peserta Didik grafik 2 berikut. Peningkatan hasil belajar peserta didik

Grafik 2. Rata-Rata Hasil Belajar Peserta Didik pada Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II

Hasil Belajar Nilai RataRata Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II

100 82.76 76.53 80 59.87 60 40 Nilai Rata- 20 Rata 0 Pra Siklus I Siklus II Siklus

Peningkatan hasil belajar kognitif mata Siklus I dan 34 peserta didik (89,47%) pelajaran Sejarah Indonesia terlihat pada pada Siklus II. Persentase hasil belajar kondisi awal hanya 7 peserta didik yang peserta didik dapat di lihat pada grafik 3 mencapai KKM (18,42%) meningkat berikut. menjadi 30 peserta didik (78,94%) pada

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 95

Grafik 3. Persentase Ketuntasan Hasil Belajar Peserta Didik pada Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II

Persentase ketuntasan Hasil Belajar Pada Pra Siklus, Siklus I dan Siklus II 89.47 100 78.94 80 60 40 18.42 Persentase 20 ketuntasan

0 Pra Siklus I Siklus II Siklus

Dari uraian di atas terlihat bahwa antar dan sekaligus meningkatkan siklus terjadi peningkatan aktivitas profesionalitasnya serta menjaga danhasil belajar peserta didik, komunikasi dengan peserta didik-peserta sebagaimana penelitian yang dilakukan didiknya. Bagi Sekolah, memberikan oleh Sri Sudarwati (2014) hasil belajar fasilitas untuk peningkatan kualitas peserta didik dapat ditingkatkan melalui pembelajaran dengan menyediakan sarana Problem Based Learning, penelitian dan prasarana yang mendukung dalam sejenis juga dilakukan oleh Machfudi proses pembelajaran. Selain itu fasilitas (2014) pembelajaran dengan model yang ada harus dimanfaatkan dengan Problem Based Learningmemiliki dampak maksimal untuk mendukung penggunaan positif dalam meningkatkan hasil belajar model pembelajaran Problem Based peserta didik, hipotesis yang diajukan Learning. diterima yaitu penggunaan model Problem Based Learningdapat meningkatkan hasil DAFTAR PUSTAKA belajar Peserta Didik SMA Negeri 2 Arikunto, Suharsimi. 2002. Dasar-Dasar Batang kelas X IPS 2 semester 2 Tahun Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Pelajaran 2015/2016 pada materi

Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia. Arikunto, Suharsimi. 2010. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi SARAN Aksara. Bagi Peserta didik dalam proses belajar mengajar hendaknya turut aktif mengolah Huda, Miftahul. 2013. Model-Model informasi atau materi pelajaran yang Pembelajaran dan Pengajaran. Pustaka Pelajar: Yogyakarta. disampaikan oleh guru dengan lebih aktif mengolah informasi, bertanya, Hamalik, Oemar.2010.Kurikulum dan mengemukakan pendapat dan argumen- Pembelajaran.Jakarta: Bumi Aksara. argumen maka otak akan lebih banyak menyimpan informasi dan nantinya akan Machfudi, 2014.Meningkatkan Aktivitas berkorelasi dengan hasil belajar yang akan dan Hasil Belajar Sosiologi Materi dicapai. Bagi guru, sebagai pemimpin di Permasalahan Sosial dengan Menerapkan Model Problem Based kelas hendaknya selalu mengolah Learning pada peserta didik kelas kreativitasnya, meningkatkan kinerjanya, XI-IIS.2 SMA Negeri 1 Mijen

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 96

Kabupaten Demak Semester 1 Tahun Sardiman. 2010. Interaksi dan Motivasi Pelajaran 2014/2015. Semarang: Belajar Mengajar. Jakarta: PT Jurnal Didaktika. Rajagrafindo Persada.

Partadjaja, Tjok Rai Sulastri Made. 2007. Sudarwati, Sri. 2014. Model Problem “Penerapan Model Pembelajaran Based Learning dengan Variasi Kooperatif Jigsaw untuk Diskusi Bertamu untuk Meningkatkan Aktivitas dan meningkatkan Kompetensi Penalaran Mahapeserta didik pada Trigonometri Peserta Didik Kelas X Mata Kuliah Ilmu Budaya Dasar”. TKJ 2 SMK 1 Kedungwuni Semester JPPP. Lembaga Penelitian Genap Tahun Pelajaran Undiksha. 2014/2015.Semarang: Jurnal Didaktika. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 22 tahun 2006 tentang standar Sudjana, Nana. 1989. CBSA dalam Proses isi untuk satuan pendidikan dasar dan Belajar Mengajar. Bandung. Sinar menengah. Baru.

Putra, Stitava Rizema. 2013. Desain Sukardi, 2013. Metode Penelitian Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Pendidikan Tindakan Kelas Sains. Jogyakarta: Diva Press. Implementasi dan Pengembangannya. Jakarta: Bumi Sanjaya, Wina. 2011. Strategi Aksara. Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 97

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 98

TOPI SOLAR CHARGER SEBAGAI ALTERNATIF PENGGANTI POWERBANK

Laili Nadriyah, Ratna Watiningsih, dan Zedna Herry Irama SMA N 1 Wonotunggal

SARI Penulis tertarik memanfaatkan teknologi panel surya yang berguna untuk alat-alat elektronik yang sering digunakan. Alasan mengapa diwujudkan dalam media topi karena dapat dipakai dan dibawa ke mana saja dengan fungsi sebuah pengisi daya handphoneportabel. Penelitian dilaksanakan dengan tujuan menciptakan inovasi pengisi daya handphoneportabel dalam media topi. Pendekatan penelitian dengan menggunakan metode eksperimen. Metode eksperimen merupakan bagian dari metode kuantitatif dan memiliki ciri terutama dengan adanya kelompok kontrol. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Sampel rangkaian Tolgher yang memiliki kualitas dan potensi untuk dijadikan Tolgher yang hemat daya dan berarus listrik besar yaitu sampel nomor 4; (2) Lampu kontrol merah menyala apabila menggunakan Tolgher di luar ruangan yang terkena cahaya matahari. Dikemukakan saran yang dapat dipertimbangkan adalah untuk dapat memaksimalkan lagi dalam memenuhi kebutuhan akan pengisi daya dalam ponsel tanpa membeli dengan harga tinggi.

Kata kunci: Topi Solar Charger, Powerbank.

ABSTRACT The authors are interested in utilizing the technology of solar panels that are useful for electronic devices are often used. The reason why is embodied in hat media as it can be used and taken to anywhere with the function of a portable mobile phone charger. Research carried out with the aim among others:creating innovative mobile portable chargers in hat media. Research approach by using experimental method. The experimental method is part of the quantitative method and is characterized primarily by the presence of a control group. Based on the research results can be concluded: 1. Samples of Tolgher series that have the quality and potential to be used as Tolgher that saving power and large electric current that is sample number 4. 2. The red control lamp lights up when using Tolgher outdoors in the sun. Some suggestions may be considered, among others: to be able to maximize again in meeting the need for chargers in the phone without buying at a high price.

Keywords: Solar Charger Hat, Powerbank.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 99 PENDAHULUAN dengan membuat sebuah alat pengisi daya Menurut KBBI, topiadalah suatu jenis handphone portable dalam wujud topi. penutup kepala. Penggunaan topi Penulis melakukan penerapan dan dimaksudkan untuk beberapa pengembangan dengan tujuan alasan.Umumnya digunakan sebagai mengoptimalkan cahaya matahari terhadap aksesoris pakaian. Dalam beberapa fungsi sebuah topi dalam melindungi upacara seremonial dan keagamaan kepala dari terik cahaya matahari. Alat ini penggunaan topi dapat menjadi keharusan. memiliki nilai multifungsi dalam kegunaan Dalam dunia militer topi dapat menyatakan sebuah topi. Selain untuk melindungi tingkat dan kepangkatan seorang pasukan. kepala, juga dapat menghasilkan energi Manusia sering menggunakan topi di luar listrik yang berguna untuk pengisian daya ruangan untuk melindungi kepala dari sebuah handphone. Alasan mengapa panasnya terik matahari. Sayangnya diwujudkan dalam media topi karena dapat manusia kurang peka terhadap terhadap dipakai dan dibawa kemana saja dengan sesuatu yang dapat membantu fungsi sebuah pengisi daya handphone kehidupannya. Seperti cahaya matahari portabel. yang dapat menghasilkan sumber energi listrik. Energi listrik ini dapat digunakan Landasan Teori pada beberapa peralatan modern yang Topi adalah penutup kepala. Topi dapat menggunakan energi listrik seperti pengisi dipakai untuk perlindungan terhadap daya pada handphone. unsur-unsur cuaca, untuk keamanan, atau Kabupaten Batang adalah kabupaten di sebagai aksesoris fashion. Pada masa lalu, Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten ini topi merupakan indikator status berbatasan dengan Laut Jawa di utara, sosial.Dalam militer, mereka mungkin Kabupaten Kendal di timur, Kabupaten menunjukkan kebangsaan, cabang Banjarnegara di selatan, serta Kota pelayanan, pangkat atau resimen. Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan di Topi merupakan aksesoris yang kadang sebelah barat. Kabupaten Batang terletak dilewatkan. Tidak seperti sepatu atau tas pada 6° 51' 46" sampai 7° 11' 47" Lintang yang wajib dikenakan atau dibawa, topi Selatan dan antara 109° 40' 19" sampai adalah aksesoris pelengkap yang tidak 110° 03' 06" Bujur Timur di Pantai Utara masalah jika tidak dikenakan. Tapi, bukan Jawa Tengah. Luas daerah 78.864,16 berarti topi layak dilupakan, karena Ha.Hal inilah yang membuat Kabupaten bagaimanapun juga, topi tetap bisa Batang terkena sinar matahari lebih kuat membuat penampilan menjadi lebih karena berada di dekat Pantai Utara Laut lengkap, bahkan lebih menarik. Lagipula, Jawa. Melalui pemanfaatan teknologi topi juga berfungsi melindungi kepala dan panel surya yang dapat menyerap cahaya rambut dari sinar matahari yang matahari menjadi sumber energi listrki menyengat. Sebuah topi bisa dipakai oleh yang berguna dalam kehidupan pria maupun wanita asalkan model, warna, masyarakat. dan motifnya sesuai. Melihat hal tersebut penulis tertarik Topi merupakan salah satu barang untuk memanfaatkan teknologi panel surya yang bisa digunakan oleh siapa saja dengan menyerap cahaya matahari dan dengan harganya yang relatif murah menjadikan sumber energi listrik yang sampai mahal tersedia banyak.Selain berguna untuk alat alat elektronik yang sebagai aksesoris, topi dirancang untuk sering digunakan seperti handphone kehangatan dan sebagai penahan atau RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 100

penghalang silau sinar matahari terhadap macam tergantung dengan spesifikasi mata. Bermacam-macam topi dibuat oleh baterai yang digunakan. Charger dan produsen dan disesuaikan dengan baterai menjadi dua sejoli yang tidak keperluan tertentu. Semakin terpisahkan. berkembangnya zaman, topi tersedia Charger bisa dibeli dan didapatkan dengan berbagai macam seperti topi rimba, dengan harga relatif murah, tapi tentu topi kupluk, topi olahraga, dan lain- tergantung pada kualitas dan lain.Bentuk umum sebuah topimemiliki kebutuhannya. Kualitas charger akan penutup kepala bagian atas, memiliki berefek pada kualitas baterai, jika charger bagian tepi. Tepi topi dapat berjumlah satu yang digunakan berkualitas dengan kata atau lebih. lain mampu mentransfer listrik dengan Topi digunakan sebagai pelindung baik, maka kualitas dan daya tahan baterai kepala, bagi orang yang tidak percaya diri pun akan ikut terjaga dan sebaliknya jika bisa menggunakan topi sebagai pelengkap charger yang digunakan tidak penampilan, bisa digunakan ketika mengirimkan listrik dengan baik, maka berkendara untuk melindungi rambut dari bisa berakibat pada kerusakan baterai, debu. Tidak hanya itu, topi juga digunakan terutama baterai yang dapat diisi ulang, untuk melindungi rambut ketika hujan, seperti baterai lithium dan sejenisnya. agar air hujan yang turun tidak langsung Powerbank merupakan sebuah piranti menyentuh kulit kepala. Topi digunakan yang digunakan untuk memasukkan energi untuk melengkapi penampilan, yang listrik kedalam baterai yang bisa diisi tadinya biasa saja dan menjadi luar biasa ulang tanpa harus menghubungkan piranti ketika mengenakan topi. Menambah tersebut pada outlet listrik.Pengisi baterai penampilan kasual dengan berbagai bentuk ini disebut portabel karena berbeda dengan topi yang disesuaikan dengan kegiatan atau pengisi baterai yang harus dihubungkan acara tertentu. Tampilan akan semakin pada outlet listrik, namun pengisi baterai terlihat bagus ketika topi dipadukan portabel ini memiliki daya tampung energi dengan pakaian yang dipakai. listrik sehingga ketika daya tersebut telah Pengisi baterai (bahasa Inggris: battery habis terpakai, energi listrik harus kembali charger) adalah peranti yang digunakan diisi kembali dengan cara menghubungkan untuk mengisi energi ke dalam baterai (isi kabel dengan outlet listrik. Pengisi baterai ulang) dengan memasukkan arus listrik portabel ini tidak hanya bisa untuk mengisi melaluinya. Arus listrik yang dimasukkan ulang baterai handphone tetapi juga dapat tergantung pada teknologi dan kapasitas mengisi ulang baterai pada perangkat lain baterai yang diisi ulang tersebut. seperti ipode, ipade, MP3, tablet, dan Contohnya, arus yang diterapkan pada perangkat lainnya. baterai mobil 12 V akan sangat berbeda Cara menggunakan pengisi baterai dengan arus untuk baterai ponsel. Charger portabel dengan menghubungkan kabel merupakan alat untuk mengisi baterai, konektor perangkat dengan pengisi baterai misalnya pada baterai ponsel dan portabel. Kabel konektor menghubungkan sejenisnya. Melalui charger, energi listrik perangkat dengan pengisi baterai untuk baterai dialirkan, mengingat tidak portabelpada satu ujung kabel pengisi mungkin listrik secara langsung ditransfer baterai portabel seperti penghubung USB ke baterai tanpa alat perantara bernama yang dicolokkan pada pengisi baterai charger. Jenis charger sendiri bermacam- portabel dan ujung yang lain berbentuk

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 101

sesuai dengan tempat pengisi perangkat steker/colokan pengisi daya charger, dan yang disesuaikan. topi solar charger dengan steker/colokan pengisi daya charger. METODE PENELITIAN Variabel Terikat: daya hemat topi solar Pendekatan penelitian yang dibutuhkan charger. Variabel Kontrol: sumber energi adalah dengan menggunakan metode listrik charger. Variabel Operasional: topi eksperimen. Metode eksperimen solar charger yang sumber energi listrik merupakan bagian dari metode kuantitatif dari panel surya, topi solar charger yang dan memiliki ciri khas tersendiri terutama sumber energi listrik dari listrik AC. dengan adanya kelompok kontrol. Dalam bidang sains, penelitian-penelitian dapat Sumber Data Penelitian menggunakan desain eksperimen karena Sumber data penelitian yaitu sumber variabel-variabel dapat dipilih dan subjek dari tempat data tersebut bisa variabel-variabel lain yang memengaruhi didapatkan. Data Primer: Data yang proses eksperimen itu dapat dikontrol digunakan adalah data kuantitatif. Menurut secara ketat. Sehingga dalam metode ini, S. Nasution, data primer adalah data yang peneliti memanipulasi paling sedikit satu dapat diperoleh langsung dari lapangan variabel, mengontrol variabel lain yang atau tempat penelitian. Dalam hal ini data relevan, dan mengobservasi pengaruhnya yang diperoleh dari responden melalui terhadap variabel terikat. Manipulasi kuesioner atau angket. variabel bebas inilah yang merupakan Data Sekunder: Data sekunder yaitu salah satu karakteristik yang membedakan data yang diperoleh peneliti dari sumber penelitian eksperimental dari penelitian- yang sudah ada dari data pendukung penelitian lain. berupa catatan atau dokumen, hasil studi Wiersma (1991) dalam Emzir (2009) pustaka literatur, atau foto yang berkaitan mendefinisikan eksperimen sebagai suatu dengan masalah penelitian. Jadi, data yang situasi penelitian yang sekurang-kurangnya didapat tidak secara langsung dari satu variabel bebas, yang disebut sebagai responden atau bisa juga didapatkan variabel eksperimental, sengaja melalui dokumen. dimanipulasi oleh peneliti. Arikunto (2006) mendefinisikan eksperimen adalah Teknik Pengumpulan Data suatu cara untuk mencari hubungan sebab Teknik pengumpulan data merupakan akibat (hubungan kausal) antara dua faktor faktor penting demi keberhasilan yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti penelitian. Hal ini berkaitan dengan dengan mengeliminasi atau mengurangi bagaimana cara mengumpulkan data, siapa atau menyisihkan faktor-faktor lain yang sumbernya, dan alat yang digunakan. mengganggu. Penelitian ini dilaksanakan Teknik pengumpulan data yang biasa di Desa Wonotunggal, Wonotunggal, digunakan antara lain. Batang. Observasi: Melakukan penelitian langsung ke lapangan yang dilakukan Fokus Penelitian secara terarah dan sistematis di dalam Variabel Bebas: topi solar charger melakukan pengumpulan data. tanpa pengisi daya dan batu baterai, topi Studi Pustaka: Melakukan pengkajian solar charger dengan pengisi daya dan batu terhadap sumber-sumber yang autentik baterai, topi solar charger tanpa

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 102

seperti dengan membaca buku-buku, serta PEMBAHASAN literatur dari internet. Berdasarkan tabel hasil responden, Dokumentasi: Mengambil data berupa diperoleh pembahasan sebagai berikut. gambar/foto dan video atau sejenisnya Pada percobaan topi solar charger guna melengkapi data. tanpa pengisi daya dan batu baterai, diperoleh: hemat daya dengan 1 nilai (tidak Keabsahan Data pasti hemat daya), tidak hemat daya Keabsahan data dimaksud untuk dengan 8 nilai (pasti tidak hemat daya), memperoleh tingkat kepercayaan yang arus listrik besar dengan 1 nilai (tidak pasti berkaitan dengan seberapa jauh kebenaran arus listrik besar), dan arus listrik kecil hasil penelitian, mengungkapkan, dan dengan 8 nilai (pasti arus listrik kecil). memperjelas data dengan fakta-fakta Pada percobaan topi solar charger aktual di lapangan. Uji keabsahan data dengan pengisi daya dan batu baterai dalam penelitian sering hanya diperoleh: hemat daya dengan 7 nilai menggunakan atau ditekankan pada uji (cukup pasti hemat daya), tidak hemat validitas dan reliabilitas. Dalam penelitian daya dengan 3 nilai (kurang pasti tidak kuantitatif, kriteria utama terhadap data hemat daya), arus listrik besar dengan 7 hasil penelitian adalah valid, reliabel, dan nilai (cukup pasti arus listrik besar), dan objektif. Validitas merupakan derajat arus listrik kecil dengan 4 nilai (kurang ketepatan antara data yang terjadi pada pasti arus listrik kecil). objek penelitian dengan data yang dapat Pada percobaan topi solar charger dilaporkan oleh peneliti. Maka, pentingnya tanpa steker/colokan pengisi daya charger validitas dalam sebuah penelitian dari listrik AC diperoleh: hemat daya menentukan kebenaran dari objek yang dengan 4 nilai (kurang pasti hemat daya), diteliti. tidak hemat daya dengan 5 nilai (kurang pasti tidak hemat daya), arus listrik besar Metode Analisis Data dengan 4 nilai (kurang pasti arus listrik Analisis merupakan proses besar), dan arus listrik kecil dengan 3 nilai berkelanjutan dalam penelitian, dengan (kurang pasti arus listrik kecil). analisis awal menginformasikan data yang Pada percobaan topi solar charger kemudian dikumpulkan. Ketika peneliti dengan colokan pengisi daya charger dari selesai dalam mengumpulkan data, maka listrik AC diperoleh: hemat daya dengan 9 langkah berikutnya ialah menganalisis data nilai (pasti hemat daya), tidak hemat daya yang telah diperoleh. Dalam penelitian ini dengan 2 nilai (tidak pasti tidak hemat yang peneliti gunakan dalam menganalisis daya), arus listrik besar dengan 8 nilai data adalah metode analisis data kuantitatif (pasti arus listrik besar), dan arus listrik dan kualitatif. Untuk analisis data kecil dengan 2 nilai (tidak pasti arus listrik kuantitatif dalam penelitian ini adalah kecil). untuk menentukan jumlah sampel yang Dari hasil penelitian di atas sampel akan diteliti, sedangkan metode analisis rangkaian Tolgher yang memiliki kualitas data kualitatif dalam penelitian ini untuk dan potensi untuk dijadikan Tolgher yang menguraikan atau memaparkan data yang hemat daya dan berarus listrik besar yaitu diperoleh dari dokumen, wawancara, serta sampel nomor 4 (topi solar charger data hasil pengamatan. dengan steker/colokan pengisi daya charger dari listrik AC). Keuntungan

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 103

menjadikan sampel nomor 4 adalah pasti pada sirkuit PCB s+ dan kabel biru panel hemat daya dan pasti berarus listrik besar. surya dengan sirkuit PCB s-. Solder kabel Berdasarkan hasil penelitian dapat merah pada kutub pertama USB output dan disimpulkan sebagai berikut: (1) Sampel kabel putih pada kutub keempat USB rangkaian Tolgher yang memiliki kualitas output. Lalu solder kabel merah USBoutput dan potensi untuk dijadikan Tolgher yang pada sirkuit positif PCB mini dan kabel hemat daya dan berarus listrik besar yaitu putih USB output pada sirkuit negatif PCB sampel nomor 4 (topi solar charger dengan mini. Pasang dan solder lampu kontrol steker/colokan pengisi daya charger dari merah pada PCB mini. Terakhir terapkan listrik AC). Keuntungan menjadikan solar charger pada topi dengan lem sampel nomor 4 secara langsung adalah tembak. pasti hemat daya dan pasti berarus listrik Topi solar charger dengan pengisi besar; (2) Lampu kontrol merah akan daya dan batu baterai: Siapkan seluruh menyala apabila menggunakan Tolgher di bahan dan alat. Solder jalur positif pada luar ruangan yang terkena cahaya solar panel dengan kabel merah dan jalur matahari. Panel surya dan seluruh negatif panel surya dengan kabel biru. komponennya bekerja dengan baik;(3) Begitu pula PCB mini, solder kabel merah Lampu kontrol merah akan menyala panel surya pada sirkuit PCB s+ dan kabel apabila melakukan pengisian daya pada biru panel surya dengan sirkuit PCB s-. Tolgher dengan menyalurkannya pada arus Solder kabel merah pada 3 kutub positif 3 listrik AC. Itu artinya seluruh komponen batu baterai dan kabel biru pada 3 kutub pada Tolgher bekerja dengan baik. negatif 3 batu baterai. Lalu solder kabel merah batu baterai pada sirkuit positif PCB Alat dan Bahan mini dan kabel biru batu baterai pada Alat: solder, tenol/timah, double tape, sirkuit negatif PCB mini. Solder kabel lem tembak, kabel USB handphone, kabel merah pada kutub pertama USB output dan pengisi daya charger dengan listrik AC. kabel putih pada kutub ke empat USB Bahan: mini panel surya (6V 1W 200 output. Lalu solder kabel merah USB mA), USB output, steker mini pengisi daya output pada sirkuit positif PCB mini dan charger, rakitan PCB mini dengan resistor kabel putih USB output pada sirkuit (1K, 47R, 10R, 47R), kapasitor (105J negatif PCB mini. Solder kabel putih pada 400V dan 220µF 16 V), dioda (1N4007 satu kutub di steker output dan kabel putih dan 1N4007), diode bridge, tiga batu berbeda pada kutub kedua steker output. baterai ukuran 1,5 V, lampu kontrol warna Solder kabel putih steker output satu pada merah, tiga kabel merah kecil panjang 10 sirkuit positf PCB mini dan kabel putih cm, dua kabel biru kecil panjang 10 cm, steker output kedua pada sirkuit negatif tiga kabel putih kecil panjang 10 cm. PCB mini. Pasang dan solder lampu kontrol merah pada PCB mini. Terakhir Proses Pembuatan terapkan solar charger pada topi dengan Topi solar charger tanpa pengisi daya lem tembak. dan batu baterai: Siapkan seluruh bahan Topi solar charger tanpa colokan dan alat. Solder jalur positif pada solar pengisi daya charger dari listrik AC: panel dengan kabel merah dan jalur negatif Siapkan seluruh bahan dan alat. Solder panel surya dengan kabel biru. Begitu pula jalur positif pada solar panel dengan kabel PCB mini, solder kabel merah panel surya merah dan jalur negatif panel surya dengan

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 104

kabel biru. Begitu pula PCB mini, solder mini. Terakhir terapkan solarcharger pada kabel merah panel surya pada sirkuit PCB topi dengan lem tembak. s+ dan kabel biru panel surya dengan sirkuit PCB s-. Solder kabel merah pada 3 Proses Pengujian kutub positif 3 batu baterai dan kabel biru Dengan menggunakan Tolgher di luar pada 3 kutub negatif 3 batu baterai. Lalu ruangan yang terkena cahaya matahari. solder kabel merah batu baterai pada Lalu amati apakah lampu kontrol merah sirkuit positif PCB mini dan kabel biru menyala. Apabila menyala, maka panel batu baterai pada sirkuit negatif PCB mini. surya dan seluruh komponennya bekerja Solder kabel merah pada kutub pertama dengan baik. USB output dan kabel putih pada kutub Dengan melakukan pengisisan daya keempat USB output. Lalu solder kabel pada Tolgherdengan menyalurkannya pada merah USB output pada sirkuit positif PCB arus listrik AC. Lalu amati apakah lampu mini dan kabel putih USB output pada kontrol merah menyala. Apabila menyala, sirkuit negatif PCB mini. Pasang dan maka seluruh komponen pada Tolgher solder lampu kontrol merah pada PCB bekerja dengan baik. mini. Terakhir terapkan solar charger pada topi dengan lem tembak. PEMBAHASAN Topi solar charger dengan colokan Berdasarkan tabel hasil responden, pengisi daya charger dari listrik AC: diperoleh pembahasan sebagai berikut. Siapkan seluruh bahan dan alat. Solder Pada percobaan topi solar charger jalur positif pada solar panel dengan kabel tanpa pengisi daya dan batu baterai, merah dan jalur negatif panel surya dengan diperoleh: hemat daya dengan 1 nilai (tidak kabel biru. Begitu pula PCB mini, solder pasti hemat daya), tidak hemat daya kabel merah panel surya pada sirkuit PCB dengan 8 nilai (pasti tidak hemat daya), s+ dan kabel biru panel surya dengan arus listrik besar dengan 1 nilai (tidak pasti sirkuit PCB s-. Solder kabel merah pada 3 arus listrik besar), dan arus listrik kecil kutub positif 3 batu baterai dan kabel biru dengan 8 nilai (pasti arus listrik kecil). pada 3 kutub negatif 3 batu baterai. Lalu Pada percobaan topi solar charger solder kabel merah batu baterai pada dengan pengisi daya dan batu baterai sirkuit positif PCB mini dan kabel biru diperoleh: hemat daya dengan 7 nilai batu baterai pada sirkuit negatif PCB mini. (cukup pasti hemat daya), tidak hemat Solder kabel merah pada kutub pertama daya dengan 3 nilai (kurang pasti tidak USBoutput dan kabel putih pada kutub hemat daya), arus listrik besar dengan 7 keempat USBoutput. Lalu solder kabel nilai (cukup pasti arus listrik besar), dan merah USBoutput pada sirkuit positif PCB arus listrik kecil dengan 4 nilai (kurang mini dan kabel putih USB output pada pasti arus listrik kecil). sirkuit negatif PCB mini. Solder kabel Pada percobaan topi solar charger putih pada satu kutub di steker output dan tanpa steker/colokan pengisi daya charger kabel putih berbeda pada kutub kedua dari listrik AC diperoleh: hemat daya steker output. Solder kabel putih steker dengan 4 nilai (kurang pasti hemat daya), output satu pada sirkuit positf PCB mini tidak hemat daya dengan 5 nilai (kurang dan kabel putih steker output kedua pada pasti tidak hemat daya), arus listrik besar sirkuit negatif PCB mini. Pasang dan dengan 4 nilai (kurang pasti arus listrik solder lampu kontrol merah pada PCB

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 105

besar), dan arus listrik kecil dengan 3 nilai dipertimbangkan menyangkut hasil (kurang pasti arus listrik kecil). penelitian dan menjadi masukan bagi Pada percobaan topi solar charger beberapa pihak yang bersangkutan, antara dengan colokan pengisi daya charger dari lain: Untuk dapat lebih memaksimalkan listrik AC diperoleh: hemat daya dengan 9 lagi dalam memenuhi kebutuhan akan nilai (pasti hemat daya), tidak hemat daya pengisi daya dalam ponsel tanpa membeli dengan 2 nilai (tidak pasti tidak hemat dengan harga tinggi. daya), arus listrik besar dengan 8 nilai Dengan adanya beberapa keterbatasan (pasti arus listrik besar), dan arus listrik dalam penelitian, kepada peneliti lain kecil dengan 2 nilai (tidak pasti arus listrik diharapkan mengadakan penelitian sejenis kecil). lebih lanjut dengan sampel yang lebih Dari hasil penelitian di atas sampel banyak dan menggunakan rancangan rangkaian Tolgher yang memiliki kualitas penelitian yang lebih kompleks, sehingga dan potensi untuk dijadikan Tolgher yang dapat ditemukan hasil yang lebih optimal hemat daya dan berarus listrik besar yaitu dan perbaikan secara berkesinambungan sampel nomor 4 (topi solar charger dengan pada penelitian berikutnya. steker/colokan pengisi daya charger dari Diharapkan untuk tidak hanya para listrik AC). Keuntungan menjadikan siswa dan guru saja yang dapat sampel nomor 4 adalah pasti hemat daya menggunakan Tolgher, tetapi juga dan pasti berarus listrik besar. masyarakat agar dapat menggunakan Berdasarkan hasil penelitian dapat Tolgher yang diusulkan sesuai kebutuhan disimpulkan sebagai berikut: (1) Sampel agar lebih efektif dan efisien. rangkaian Tolgher yang memiliki kualitas dan potensi untuk dijadikan Tolgher yang DAFTAR PUSTAKA hemat daya dan berarus listrik besar yaitu http://blognya- sampel nomor 4 (topi solar charger dengan gadget.blogspot.co.id/2011/04/fungsi -charger-dan-jenis-jenis- steker/colokan pengisi daya charger dari charger.html. Diunduh 1 Desember listrik AC). Keuntungan menjadikan 2017, pukul 14.26 WIB. sampel nomor 4 secara langsung adalah pasti hemat daya dan pasti berarus listrik http://dawimansyur.blogspot.co.id/2016/08 besar; (2) Lampu kontrol merah akan /pengertian-topi.html. Diunduh 28 menyala apabila menggunakan Tolgher di November 2017, pukul 19.18 WIB. luar ruangan yang terkena cahaya http://pabriktopimurah.com/news/180/MA matahari. Panel surya dan seluruh NFAAT-TOPI-DAN- komponennya bekerja dengan baik; (3) KEGUNAANNYA. Diunduh 26 Lampu kontrol merah akan menyala November 2017, pukul 15.34 WIB. apabila melakukan pengisian daya pada Tolgher dengan menyalurkannya pada arus http://topiku- listrik AC. Itu artinya seluruh komponen topi.blogspot.co.id/2012/03/jenis- pada Tolgher bekerja dengan baik. jenis-topi.html. Diunduh 28 November 2017, pukul 19.05 WIB.

SARAN http://trietigha.blogspot.co.id/2012/01/pen Berdasarkan data yang diperoleh gertian-metode-penelitian- selama penelitian, maka dikemukakan eksperimen.html. Diunduh 1 beberapa saran yang dapat Desember 2017, pukul 14.02 WIB.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 106 http://www.bintangtop.com/2016/07/charg https://id.wikipedia.org/wiki/Pengisi_bater er-tenaga-surya-bikin-sendiri.html. ai_portabel. Diunduh 26 November Diunduh 26 November 2017, pukul 2017, pukul 15.46 WIB. 15.26 WIB. https://id.wikipedia.org/wiki/Topi. https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_B Diunduh 23 November 2017, pukul atang. Diunduh 23 November 2017, 14.23 WIB. pukul 14.11 WIB. https://reswaraku.blogspot.co.id/2015/05/t https://id.wikipedia.org/wiki/Pengisi_bater utorial-membuat-charger- ai. Diunduh 28 November 2017, handphone-atau.html. Diunduh 26 pukul 19. 27 WIB. November, pukul 15.15 WIB.

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 107

RISTEK: Jurnal Riset, Inovasi dan Teknologi Page 108