Ikonografi dan Ikonologi Lukisan Djoko Pekik: ‘Tuan Tanah Kawin Muda’

M. Agus Burhan Institut Seni (ISI) Jl. Parangtritis Km. 6,5 Yogyakarta, 371233

ABSTRACT

This research talked about ‘Tuan Tanah Kawin Muda’, painted by Djoko Pekik, with art history as the basic approach and therefore using Erwin Panofsky’s iconography and iconology theory. Hi- story research method followed with fi eld data investigation, literature data, selection and critic, ana- lysis and source interpretation purposing to get the synthesis, continue with historiography framing. The result of this research contains; Preiconography descriptions explained the early textual aspect idea, reveals communication and confl ict between the two fi gures. Iconography analysis explained about theme and concept, it tells about the oppression through economy asset, social, and cultural. The creator thought about how to defend among the confl ict. Iconology interpretation, explained the art work symbolic value. Through the psychology experience and his social also cultural background, conclude that this painting is a crystallization symbol of deprivation and defense from the suff ering poor people’s right.

Keywords: Social realism, social confl ict, oppression symbol

ABSTRAK

Penelitian ini tentang lukisan Djoko Pekik yang berjudul ‘Tuan Tanah Kawin Muda’ yang dianalisis dengan pendekatan sejarah seni dan memakai teori ikonografi dan ikonolo- gi Erwin Panofsky. Metode yang dipakai adalah metode sejarah dengan langkah pencarian sumber di lapangan dan pustaka (heuristik), seleksi dan kritik, analisis dan interpretasi sumber untuk menghasilkan sintesis, dan penyusunan historiografi . Hasil penelitian ini berupa: Deskripsi pra ikonografi berisi tanggapan awal aspek tekstual, mengungkap ko- munikasi dan konfl ik antara dua fi gur. Analisis ikonografi s yaitu tentang tema dan konsep penindasan kaum laki-laki pada perempuan lewat kekuasaan modal ekonomi, sosial dan kultural. Konsep dasar penciptaannya tentang konfl ik antara kekuasaan yang menindas dan hak yang harus dipertahankan. Interpretasi ikonologis yaitu tentang nilai simbolik yang diungkap dalam lukisan. Lewat pengalaman psikologis pelukis dengan berbagai ke- kerasan dan penderitaan, serta pandangan hidup dari latar belakang sosial dan kultural- nya, maka lukisan ini merupakan kristalisasi simbol dari perampasan dan pertahanan hak rakyat bawah yang menderita..

Kata kunci: realisme sosial, konfl ik sosial, simbol ketertindasan

PENDAHULUAN dang demikian, melihat keberadaan suatu Keberadaan seni lukis tidak bisa seke- karya dalam konteks sejarah tentu juga dar dilihat sebagai ungkapan artistik saja, melibatkan berbagai konteks sosiokultural tetapi seharusnya juga dipandang sebagai yang membangunnya. Dalam sejarah seni produk sosiokultural. Dengan cara pan- lukis modern Indonesia, pengkajian ten- Panggung Vol. 23 No. 3, September 2013 237 tang periode Lekra masih sangat jarang problem-problem kemiskinan rakyat. Wa- mendapat perhatian dari para sejarawan laupun ia bukan seorang ahli yang bisa dan peneliti. Apalagi pada masa pemerin- menganalisis dengan ketat, tetapi kekuat- tah Orde Baru sumber-sumber tentang an intuisi bersama empatinya membuka Lekra sangat sulit didapatkan, karena se- kepekaan secara kritis pada makna-makna lain banyak tokoh dan dokumennya yang di balik penderitaan rakyat yang menjadi hilang, sumber di Arsip Nasional memang objek-objek yang diamati. Sejarah seni rupa tidak dibuka oleh pemerintah. Dengan ber- Indonesia, bisa dilihat alur berkembangnya bagai kondisi tersebut, pada masa sekarang ideologi kerakyatan mulai muncul pada sangat sulit didapatkan adanya berbagai masa Persagi dan mencapai titik kulmi- dokumentasi dan artefak seni lukis dari nasinya pada masa Lekra. Pada masa Orde masa Lekra yang dapat diteliti atau dikaji. Baru ideologi tersebut melemah karena Di antara kelangkaannya itu, lukisan mendapatkan stigma kiri, disusul pelarang- Djoko Pekik dengan judul ‘Tuan Tanah an dan pembubaran PKI bersama Lekra Kawin Muda’ (1964) menjadi penting ke- oleh pemerintah. Belakangan, pada akhir beradaannya karena mewakili periode tahun 1970-an muncul lagi komitmen yang tersebut. Lukisan ini diciptakan Djoko Pe- kuat terhadap isu kerakyatan, tetapi telah kik, salah seorang anggota Sanggar Bumi menjadi isu sosial yang lebih kritis dalam Tarung yang berada dalam naungan Lem- perspektif yang multidimensional pada seni baga Seni Rupa di bawah Lekra yang pada rupa kontemporer. Menjadi menarik bahwa pada masa itu tengah memperjuangkan Pekik sebagai pelukis yang berempati pada paradigma estetik kerakyatan revolusioner. penderitaan rakyat ternyata mampu men- Jika dilihat dari latar belakang pelukis dan transformasikan ide-ide kerakyatan tersebut kurun waktu pembuatannya, maka lukisan pada zaman yang terus berubah. itu bisa diduga tidak hanya sekedar meng- Setelah mengamati perjalanan itu, per- ungkapkan berbagai simtom pelukisnya, lu adanya pengamatan atas fondasi ideolo- tetapi dimungkinkan kepekatannya diwar- gi dan konteks-konteks yang membangun nai pemikiran ideologis Lekra dan refl eksi ‘Pekik’ pada masa mudanya, yaitu pada kontekstual kondisi sosial pada waktu itu. masa pertama kali ia bersentuhan dengan Djoko Pekik sebagai pelukis senior Indone- nilai-nilai artistik dan konsep-konsep yang sia saat ini memang tetap konsisten dengan membentuknya, sehingga ia memiliki kon- visi dan tema-tema kerakyatan yang tentu sistensi sampai pada masa tuanya. Meng- tidak lepas dari masalah sosial politik yang amati problematika bahasa artistik, berba- menjadi latar belakangnya. Dalam perjalan- gai konteks yang membangunnya, dan annya sebagai seniman, visi dan tema-tema nilai simbolik yang merefl eksikannya pada tersebut diperjuangkan dalam tiga periode masa itu, dapat ditelaah karyanya yang zaman, yaitu masa Orde Lama, Orde Baru, bertajuk ‘Tuan Tanah Kawin Muda’ (1964). dan masa Reformasi yang mempunyai se- Karya ini menarik karena dari judulnya mangat politik yang berbeda-beda. Sebagai telah menyiratkan pertanyaan atas fenome- pelukis yang aktif dalam Sanggar Bumi na pertarungan kekuasaan, antara pemilik Tarung di bawah Lekra, Djoko Pekik pada modal ekonomi dan kultural dengan sosok masa Orde Baru akhirnya tetap mendapat wanita muda yang harus mau dinikahi. Se- stigma politik kiri. cara visual karya ini memperlihatkan teka- Djoko Pekik sebagai seniman yang teki bagaimana hubungan konsep dan mempunyai empati kuat pada kehidup- penanda-penanda visual yang dibangun an rakyat bawah tentu tidak lepas dari dalam lukisan itu. pengamatan struktur yang membentuk Dari latar belakang tersebut, dapat diru- Burhan: Ikonografi dan Ikonologi Lukisan Djoko Pekik 238 muskan permasalahan yang diteliti dalam No. Objek Interpretasi Aksi Interpretasi lukisan ‘Tuan Tanah Kawin Muda’ (1964) I. Pokok bahasan primer Deskripsi pra- sebagai berikut. Pertama, bagaimana se- atau alami (A) faktual, ikonografi (anali- cara visual lukisan itu memuat penanda- (B) ekspresional, menyu- sis pseudo-formal) penanda visual yang bersifat faktual dan sun dunia motif artistik. ekspresional? Kedua, tema dan konsep apa II. Pokok bahasan sekunder Analisis ikono- atau konvensional, me- grafi s saja yang membangun lukisan itu? Ketiga, nyusun dunia gambar, nilai-nilai simbolik apa yang ingin diung- cerita dan alegori. kapkan dalam lukisan tersebut? Adapun III. Makna intrinsik atau isi, Interpretasi iko- menyusun dunia nilai nologis tujuan penelitian ini yang pertama, adalah ‘simbolis’ untuk mengetahui berbagai penanda visu- Tabel 1 al dalam lukisan ‘Tuan Tanah Kawin Muda’ Tahapan kajian Ikonografi dan Ikonologi yang bersifat faktual dan ekspresional. Kedua, untuk mengetahui tema dan kon- sep apa yang membangun lukisan tersebut. Prinsip Korektif dari Alat Interpretasi Ketiga, untuk mengetahui nilai-nilai sim- Interpretasi (Sejarah Tradisi) bolik apa yang ingin diungkapkan dalam Pengalaman prak- Sejarah seni (pandangan ke lukisan tersebut. tis (rasa familier dalam cara di mana, menurut dengan objek dan kondisi sejarah yang berva- Landasan Teori dalam penelitian ini peristiwa) riasi, objek dan peristiwa di- menganalisis permasalahan karya ‘Tuan nyatakan alam bentuk Tanah Kawin Muda’ (1964), yang terkait Pengetahuan ten- Sejarah tipe/jenis (pandangan dengan penafsiran makna dan keterkaitan- tang sumber liter- terhadap cara di mana, di nya dengan sejarah seni serta kebudayaan al (rasa familier bawah kondisi sejarah yang dengan tema dan bervariasi, tema dan konsep yang relevan, maka digunakan pendekatan konsep khusus) khusus dinyatakan melalui Ikonografi dan ikonologi Erwin Panofsky. objek dan peristiwa) Dalam bukunya Meaning in The Visual Arts Intuisi sintetis Sejarah gejala kultural (pan- (1955), diungkapkan bahwa untuk mema- (rasa familier de- dangan ke dalam cara di mana hami dan mengkaji makna suatu karya ngan tendensi di bawah kondisi sejarah yang seni, tidak terlepas dari tiga tahapan atau esensial dari pi- bervariasi, tendensi umum kiran manusia); dan esensial dari pikiran ma- tingkatan yang harus dikaji. Tahap yang dikondisikan oleh nusia dinyatakan melalui pertama adalah deskripsi pra-ikonografi psikologi personal tema dan konsep khusus) dan “weltanschau- (pre iconographical description), tahap yang ung” kedua adalah analisis ikonografi s (icono- graphical analysis), dan tahap yang ketiga Tabel 2 adalah interpretasi ikonologis (iconological Kerangka Konfi rmasi interpretation) (1955: 26-40). Ketiga tahapan tersebut memiliki pertautan yang bersifat setiap fase analisis, seperti yang dipapar- prerequisite atau merupakan prasyarat dari kan dalam tabel 2 (1955: 41). tahapan satu terhadap tahapan selanjutnya. Tahap pra-ikonografi berisi tanggapan Perangkat dan tahapan-tahapan kajian iko- awal pada aspek tekstual yang ada dalam nografi dan ikonologi tersebut terangkum batasan motif artistik. Motif artistik adalah dalam tabel 1 (Ibid, 1955: 40). makna primer yang terbentuk dari makna Pencapaian ketajaman analisis, Panofsky faktual dan ekspresional. Makna faktual juga merumuskan kerangka konfi rmasi dipahami dengan mengidentifi kasi bentuk yang dapat menjadi prinsip korektif dari yang tampak pada objek maupun perubah- Panggung Vol. 23 No. 3, September 2013 239 annya melalui aksi dan peristiwa tertentu. serta konsepnya dalam kebiasaan penga- Hal itu dapat dilakukan dengan mengi- laman praktis. Lebih dari itu, diperlukan dentifi kasi konfi gurasi unsur-unsur bentuk kebiasaan pengalaman melihat hubungan murni atau membaca yang tampak seperti konsep dan tema dari karya seni yang di- garis, bentuk, warna, material dan teknik, peroleh dari berbagai imaji, sumber literer, serta objek-objek representasi alami seperti dan alegori (Panofsky, 1955: 35). Untuk manusia, binatang, tumbuhan, dan benda mencapai ketajaman analisis ikonografi ini peralatan. Makna ekspresional dipahami diperlukan kerangka konfi rmasi dengan dengan cara mengungkap empati dari ke- prinsip korektif interpretasi sejarah tipe. mampuan mengamati kebiasaan dan rasa Yang dimaksud sejarah tipe yaitu kondisi- familier terhadap objek dan peristiwa. kondisi sejarah yang mempengaruhi kon- Mengidentifi kasi hubungan antara bentuk- vensi suatu tema atau konsep yang dieks- bentuk dan peristiwa-peristiwa yang dapat presikan dalam objek-objek dan peristiwa menjadikan kualitas ekspresional sebagai spesifi k dan berlaku pada suatu masa dan karakter atau bahasa tubuh objek (Panof- wilayah tertentu (Panofsky, 1955: 40). sky, 1955: 33-34). Tahap yang ketiga adalah tahap in- Pencapaian ketajaman deskripsi teks- terpretasi ikonologis, yaitu tahapan yang tual ini diperlukan kerangka konfi rmasi paling esensial untuk memahami makna dengan prinsip korektif interpretasi se- intrinsik atau isi dari sebuah karya seni. jarah gaya. Pemahaman mengenai gaya Setelah melalui pemahaman lewat deskrip- lukisan merupakan syarat mutlak dalam si pra-ikonografi dan analisis ikonografi , sejarah seni rupa, sehingga memerlukan maka dalam tahap ini dibutuhkan kemam- teori pendukung tentang gaya. Menurut puan mental yang disebut dengan intuisi Feldman gaya lukisan dapat diklasifi kasi- sintesis dalam memahami simbol. Intuisi kan berdasarkan waktu, wilayah, teknik, sintesis menyangkut tendensi esensial subject matt er, dan sebagainya. Dalam teo- pemikiran psikologi personal dan weltan- rinya, gaya bisa dibagi dalam empat sifat, schauung (pandangan hidup) pencipta karya yaitu gaya ketepatan objektif, gaya su- (Ibid, 1955: 41). Sebagai teori bantunya sunan formal, gaya emosi, dan gaya fan- dapat dipakai teori simbol seni Suzanne K. tasi. Gaya ketepatan objektif mengungkap Langer. Simbol Seni yaitu bentuk ekspresi, bentuk-bentuk yang cenderung merujuk sebagai jalinan antara sensibilitas, emosi, pada fenomena alam (Feldman, 1967: 138- perasaan, dan kognisi impersonal, yang 204). Dalam penggambaran objek-objek merupakan ciri utama karya seni (Sudiarja, dan peristiwa yang menyangkut masalah 1982: 75-78). Pencapaian ketajaman inter- ketimpangan sosial, perbedaan kaya dan pretasi ikonologis ini diperlukan kerangka miskin, serta politik, dalam sejarah seni konfi rmasi dengan prinsip korektif inter- rupa modern dapat dicermati dalam gaya pretasi sejarah kebudayaan yang memben- realism sosial (Janson, 1977: 718). tuk simbol-simbol tersebut. Untuk itu perlu Dalam tahap kedua, yaitu analisis iko- ditinjau melalui berbagai simtom yang ada nografi , adalah tahap untuk mengidenti- di sekitar objek maupun penciptanya, yang fi kasi makna sekunder. Proses ini meru- merujuk pada psikologi dan pandangan pakan pembacaan arti dari aspek-aspek hidup masyarakat penyangga-nya (Panof- tekstual sebelumnya yang pada tahap ini sky, 1955: 41). dihubungkan dengan tema dan konsep. Penelitian ini adalah penelitian kuali- Untuk melihat itu, diperlukan pengamatan tatif dengan pendekatan sejarah seni. Teori dengan melihat hubungan bentuk dan tema utamanya yaitu ikonografi dan ikonologi Burhan: Ikonografi dan Ikonologi Lukisan Djoko Pekik 240

tertentu. Hal itu dapat dilakukan dengan melihat lukisan ini yang menyajikan suatu adegan, seorang kakek yang terbujur ti- dur ditunggui seorang gadis yang duduk di tepi tempat tidurnya yang terbuat dari ranjang besi dengan motif berukir. Di meja dekat tempat tidur ada buah pisang dan botol minuman; juga di sisi tempat tidur ada bakul yang di atasnya penuh dengan makanan. Di sisi tempat tidur sebelahnya, terdapat seperangkat gamelan Jawa, de- Gambar 1 ngan perangkat gong yang paling domi- Djoko Pekik, ‘Tuan Tanah Kawin Muda’, (1964), nan. Sosok kakek itu tiduran tidak me- Cat minyak pada Kanvas, 89 x 170 Cm (Nihil Pakuril, 2013) makai baju, dengan dada telanjang, tetapi memakai selimut kain jarit dengan motif yang telah diuraikan, dengan metode pene- ‘parang rusak’, dan memakai jam tangan. litian sejarah. Oleh karena itu dalam dalam Wajah sang kakek tegang, dan memperli- kajian ini metode sejarah merupakan alat hatkan gerak tangan menghitung dengan utama untuk membedah fenomena lukisan jari-jarinya yang besar. Sosok kakek ini juga ‘Tuan Tanah Kawin Muda’ (1964). Ciri uta- memiliki jari kaki yang besar-besar, sebagai ma studi sejarah adalah pada pencarian layaknya kaki para pekerja kasar atau fi gur sumber (heuristic). Pencarian sumber itu di- dari desa. Sementara itu, gadis dengan lakukan di lapangan, di pusat-pusat doku- kebaya dan kain hij au tersebut duduknya mentasi dengan sumber perpustakaan, dan tampak kaku dan geraknya menghindar, narasumber pelaku sejarah sebagai bahan serta menunduk membuang muka. Rang- data penelitian. Tahap berikutnya adalah kaian adegan itu adalah konstruksi drama seleksi dan kritik sumber, dilanjutkan dengan kemanusiaan yang dihadirkan Djoko Pe- analisis dan interpretasi sumber-sumber kik dalam lukisannya ‘Tuan Tanah kawin yang digunakan untuk menghasilkan sin- Muda’ (1964). tesis. Tahap terakhir adalah penyusunan Makna ekspresional dipahami dengan historiografi (Lichtman and French, 1979: 18). cara mengungkap empati dari kemampuan mengamati kebiasaan dan rasa familier terhadap objek dan peristiwa. Mengiden- tifi kasi hubungan antara bentuk-bentuk PEMBAHASAN dan peristiwa-peristiwa dapat menjadikan Deskripsi Pra-Ikonografi kualitas ekspresional sebagai karakter atau bahasa tubuh objek. Adegan lukisan ini Dalam pembahasan tahap pra-ikono- memperlihatkan proses komunikasi yang grafi ini berisi tanggapan awal pada aspek buntu, karena gadis itu duduk kepalanya tekstual yang ada dalam batasan motif menunduk membuang muka, dan terkesan artistik, yang merupakan makna primer gerak tubuhnya menghindar dari sosok ka- yang terbentuk dari makna faktual dan kek yang tidur di sebelahnya. Sosok kakek ekspresional (Panofsky, 1955: 33-34). Mak- yang tiduran dan menghitung dengan jari, na faktual dipahami dengan mengidentifi - mungkin sebagai bentuk ekspresi mengi- kasi bentuk yang tampak pada objek dan ngatkan tentang hutang yang menjadi tang- perubahannya melalui aksi dan peristiwa gungan sang gadis atau keluarganya, se- Panggung Vol. 23 No. 3, September 2013 241 hingga sebagai gantinya sang kakek merasa objek dan peristiwa yang menyangkut ma- bisa memiliki gadis itu. Dalam ekspresinya salah ketimpangan sosial, perbedaan kaya gadis itu tampak tertekan, sehingga gesture dan miskin, serta politik, dalam sejarah tubuhnya memperlihatkan gerak menghin- seni rupa modern dapat dicermati dalam dar. Mungkin ia mengekspresikan kekha- gaya realisme sosial (Janson, 1977: 718). Se- watiran pada semua haknya yang akan di- bagai pelukis yang hidup dalam semangat rampas. Dalam lukisan ini walaupun gadis dan jiwa zaman dengan spirit kerakyatan itu tampak berdandan dan memakai kain maka Djoko Pekik juga merasa relevan un- kebaya hij au dan stagen merah yang me- tuk mengekspresikan jiwanya dalam karya- narik, tetapi seluruh objek yang didominasi karya realisme sosial. Seperti halnya pada dengan warna muram kecoklatan, menjadi- karya-karya Agus Djaja, Ott o Djaja, dan kan suasana dalam lukisan ini menjadi be- Djoni Sutrisno pada masa itu, Djoko Pekik rat. Dalam karya lukisan cat minyak pada juga mengembangkan varian realisme so- kanvas, dan ekspresi dari penguasaan ana- sial dengan ungkapan bentuk-bentuk realis tomi yang terbatas serta naif, Djoko Pekik bercampur unsur naif. mengungkapkan proses komunikasi yang Lukisan ‘Tuan Tanah kawin Muda’ terasa rawan dan mengandung konfl ik an- (1964) dengan adegan objek-objek dan situ- tara sang kakek yang renta dan gadis muda asinya bisa dipandang sebagai peristiwa belia itu. Ketegangan komunikasi tersebut yang diekspresikan dengan dipengaruhi bisa dirasakan dari masing-masing ekspre- oleh kondisi sejarah. Dalam kesenian, kon- si mereka. disi tersebut memperlihatkan munculnya Pencapaian ketajaman deskripsi teks- sejarah gaya, atau kecenderungan gaya tual ini diperlukan kerangka konfi rmasi yang dianut banyak seniman. Dalam real- dengan prinsip korektif interpretasi sejarah isme sosial ini berbagai objek yang meng- gaya. Gaya ketepatan objektif mengung- ungkap kehidupan sehari-hari masyarakat kap bentuk-bentuk yang cenderung meru- bawah, dalam penggambaran suka duka juk pada fenomena alam (Feldman, 1967: yang bersifat satiris merupakan refl eksi 138-204). Gaya ketepatan objektif meng- realitas sosial dalam sejarahnya. Berbagai ungkap bentuk-bentuk repesentasional bentuk ekspresi itu bisa dilihat pada pe- atau cenderung fi guratif dalam seni rupa. lukisan para petani, nelayan, dan buruh Walaupun tidak dengan bentuk dan teknik yang bekerja keras. Hal yang sering juga realis, lukisan ini termasuk dalam gaya muncul adalah ekspresi bentuk-bentuk pe- ketepatan objektif, dan mencampurkannya kerja perempuan baik dalam aktivitasnya dengan unsur-unsur dekoratif serta pem- pada keluarga dengan anak-anaknya, baik bentukan yang naif. Pelukis-pelukis Indo- sebagai buruh maupun sebagai pekerja nesia pada periode tersebut mempunyai seks komersial. kecenderungan gaya ungkap demikian. Dalam sejarah seni lukis Indonesia, Dalam sejarah seni lukis Indonesia, dari pada masa Lekra perkembangan gaya munculnya Persagi hingga tahun 1960-an, realisme sosial ini menjadi realisme so- dunia seni lukis berkembang dengan para- sialis, karena untuk kepentingan mem- digma estetik kerakyatan, yang mencari propagandakan ide-ide kaum sosialis. idiom-idiom bentuk lewat realitas kehi- Dalam konteks Lekra penyebutan yang dupan rakyat. Realisme sosial dengan ber- lebih populer adalah gaya realisme sosial bagai variannya menjadi aliran dan gaya yang bersifat revolusioner. Tentu saja pada yang menjadi pilihan dan dikembangkan masa ini tema-tema kerakyatan sebagian para pelukis. Dalam penggambaran objek- berkembang menjadi revolusioner. Imple- Burhan: Ikonografi dan Ikonologi Lukisan Djoko Pekik 242 mentasi paradigma kerakyatan revolusion- seperti Jayaprana dan Layonsari, Tumeng- er dalam seni lukis memperlihatkan idiom gung Wiroguno dan Roro Mendut, Datuk visual yang menggambarkan kondisi ben- Maringgih dan Siti Nurbaya menggam- tuk atau objek-objek yang bisa diarahkan barkan pertikaian kekuasaan laki-laki dan untuk membangkitkan semangat rakyat perempuan, sang penguasa dan rakyat je- dan sekaligus memberi kesadaran pada lata, apalagi laki-laki tersebut merupakan perlawanan terhadap para borjuis penin- pemegang kekuasaan dalam budaya feo- das. Ciri visual yang bisa ditandai dalam dal yang mendukungnya. Lewat beberapa gaya ini, yaitu mengungkapkan konfl ik risalah sejarah ekonomi dan kebudayaan atau menghadapkan rakyat jelata yang ter- Jawa, di daerah-daerah pantai dan peda- tindas dengan kelompok penguasa. Pelukis laman yang masyarakatnya hidup dalam dengan karya-karya yang mengungkapkan kemiskinan, dengan alasan ekonomi ba- semangat kerakyatan revolusioner ini bisa nyak terjadi perkawinan paksa gadis muda dilihat pada Itji Tarmizi, Kusmulyo, Delsy dengan para feodal dan tuan tanah. Peris- Sjamsumar, Amrus Natalsya, Djoko Pekik, tiwa-peristiwa demikian bisa dilihat lewat dan Misbach Tamrin. Dalam lukisan ‘Tuan novel Gadis Pantai (Toer, 2007), dan juga Tanah kawin Muda’ (1964) ini Djoko Pekik dari catatan Kartini, pejuang harkat perem- menggambarkan fi gur-fi gur yang berha- puan Indonesia, yang ditulis Pramoedya dapan dalam konfl ik, yaitu peristiwa me- Ananta Toer dalam Panggil Aku Kartini Saja rampas dan mempertahankan hak antara (Toer, 2012). tuan tanah dan gadis muda yang dikawini. Dalam narasi mitologi dan sejarah tersebut, latar belakang tematik perem- puan sebagai korban kekuasaan laki-laki Analisis Ikonografi s juga pernah digambarkan pelukis Sudjo- jono dalam lukisannya ‘Di Depan Kelambu Pembahasan tahap ke dua merupa- Terbuka’ (1939). Figur perempuan dalam kan analisis ikonografi . Langkah ini men- lukisan tersebut sebenarnya adalah seorang jadi tahap untuk mengidentifi kasi makna gadis bernama Adhesi yang melarikan diri sekunder yang dihubungkan dengan tema dari suatu desa di wilayah Cirebon. Dalam dan konsep. Oleh karena itu, diperlukan pelarian, ia nekat terdampar di wilayah pe- pengamatan dengan melihat hubungan lacuran Senen karena menghindari bentuk-bentuk dan tema serta konsepnya kawin paksa dengan seorang haji tua se- dalam kebiasaan pengalaman praktis. Di bagai tebusan utang keluarga (Bustam, samping itu juga dibutuhkan kebiasaan 1998). Dalam karya tersebut digambarkan pengalaman melihat hubungan konsep dan fi gur perempuan muda itu dalam wajah tema dari karya seni yang diperoleh dari yang dingin dan galau. Dengan latar be- berbagai imaji, sumber literer, dan alegori lakang suasana sosial ekonomi yang berat (Panofsky, 1955: 35). melanda masyarakat akibat krisis malaise Tema lukisan ‘Tuan Tanah Kawin tahun 1930-an, penderitaan batin gadis itu Muda’ ini mengungkap penindasan kaum diungkapkan Sudjojono dengan empati laki-laki pada perempuan lewat kekua- yang dalam sesuai dengan suasana zaman. saan yang dimiliki lewat modal ekonomi, Lewat majalah Poedjangga Baroe, diung- sosial, dan kultural. Tema ini juga banyak kapkan kesan dalam tulisan Sanoesi Pane, muncul dalam sumber literer yang berupa “Biarpun tubuh itu dilukis tenang, tetapi mitologi, sastra lama, dan sejarah Indo- tidak demikian jiwanya. Gelora kehidupan nesia. Beberapa ceritera sastra dan sejarah, yang kalut berkobar dalam mukanya yang Panggung Vol. 23 No. 3, September 2013 243 pucat dan mengungkapkan kesedihan, ce- baru yang membawa citra sebagai seorang laan, pertanyaan, serta kebencian. Secara feodal dan borjuis. Dalam seting ekonomi keseluruhan lukisan ini mengekspresikan masyarakat desa yang miskin dan ma- kemanusiaan yang dalam, sehingga bagai sih bercokolnya kebudayaan feodal, fi gur buku penghidupan bagi yang membaca- semacam sang kakek sangat mudah mene- nya” (Pane, 1941). barkan kekuasaannya di desa-desa. Lewat Tema lukisan yang diusung Pekik ini perkawinannya yang banyak, kemewahan bisa menimbulkan interpretasi ganda. Ka- dunia seks dan kenaikan derajat status so- kek tua dengan wajah tegang, berbaring sialnya menjadi terpenuhi. sambil menghitung jari bisa ditafsirkan Pemaparan tema lukisan Djoko Pekik dengan makna dia menghitung hari penan- ‘Tuan tanah Kawin Muda’ (1964) yang telah tian untuk dilayani, tetapi ditanggapi de- dirunut dari berbagai sumber mitologi, se- ngan penolakan gadis muda dengan mem- jarah, dan berbagai alegori, dapat disim- buang mukanya. Interpretasi berikutnya pulkan konsep yang dij adikan penciptaan, yaitu kakek tua itu sedang sakit dan meng- sebenarnya mengungkap konsep dasar ten- hitung hari dekat ajalnya. Dalam kekece- tang konfl ik atau pergulatan antara kekua- waannya, mukanya tampak tegang karena saan yang menindas dan hak yang harus sang gadis juga membuang muka dan ber- dipertahankan. sikap tidak manis. Dalam seting lukisan Pencapaian ketajaman analisis ikono- ini barang-barang yang menyertai sosok grafi ini diperlukan kerangka konfi rmasi kakek menunjukkan berbagai alegori dan dengan prinsip korektif interpretasi sejarah status sosialnya. Meskipun bertubuh tinggi tipe. Yang dimaksud sejarah tipe yaitu kon- kasar yang menampakkan sebagai orang disi-kondisi sejarah yang mempengaruhi desa atau bekas pekerja, tetapi dengan jam tentang konvensi suatu tema atau konsep tangan dan kain parang rusak yang dipakai yang diekspresikan dalam objek-objek dan menunjukkan status sosial baru yang di- peristiwa spesifi k dan berlaku pada suatu milikinya. Demikian juga seting ruangnya masa dan wilayah (Panofsky, 1955: 40). yang berisi ranjang besi berukir dan sepe- Konvensi tema dan konsep tentang kon- rangkat gamelan, serta berbagai makanan fl ik, serta kekuasaan yang menindas pada di meja menunjukkan kemampuannya se- masyarakat bawah seperti dalam lukisan bagai tuan tanah di desa dengan dukungan Djoko Pekik, dalam perkembangan seni modal ekonomi, sosial, dan budaya. Keme- lukis modern Indonesia paling banyak di- wahan demikian hanya mampu dimiliki praktikkan di Yogyakarta pada tahun 1960- sekaligus sebagai simbol masyarakat kaya, an. Berbagai tema dan konsep demikian terlebih-lebih yang memuja kebudayaan sebenarnya merupakan pengembangan feodal. Kepemilikan barang-barang seperti yang lebih tajam dari tema-tema kerakyat- itu menjadikan adanya kondisi yang kon- an dari masa Persagi. Sampai pada masa tras dengan masyarakat bawah di desa- kemerdekaan pelukis-pelukis yang banyak desa, yang pada tahun 1960-an keadaan tergabung dalam sanggar, terutama sang- ekonominya terpuruk sedemikian parah. gar Peloekis Rakjat dan Seniman Indonesia Berbagai alegori yang menunjukkan status Muda mempraktikkan tema dan konsep feodal sosok kakek menjadi kontras jika di- ini. Dalam perkembangannya tema dan hubungkan dengan penanda fi sik tubuhnya konsep kerakyatan ini tidak sekedar seba- yang kasar dari masyarakat bawah. Oleh gai realisme sosial, tetapi dalam praktik- karena itu, dalam kondisi ini fi gur terse- praktik tertentu menjadi realisme sosialis, but justru ditampilkan sebagai orang kaya atau dikalangan pelukis sering disebut se- Burhan: Ikonografi dan Ikonologi Lukisan Djoko Pekik 244 bagai kerakyatan revolusioner. Berbagai paradigma estetik kerakyatan, tetapi masih tema kerakyatan tersebut, dengan muatan bersifat komentar sosial yang netral, tanpa isu yang membakar semangat rakyat dan harus menghadapkannya pada elemen sekaligus menghadapkan mereka pada struktur yang menindasnya. para borjuis penindas dapat dilihat pada karya-karya anggota Sanggar Peloekis Rak- jat dan Sanggar Bumi tarung pada tahun Interpretasi Ikonologis 1960-an di Yogyakarta. Karya Amrus Na- talsya, ‘Petani yang Diusir dari Tanah Ga- Pembahasan tahap ketiga merupakan rapannya’ (1960) menggambarkan drama interpretasi ikonologis. Tahapan ini paling dan penderitaan sosok-sosok petani dalam esensial untuk memahami makna intrinsik perlawanan menghadapi penggusuran ten- atau isi suatu karya seni. Setelah melalui tara. Tema dan konsep sejenis dapat dilihat pemahaman lewat deskripsi pra-ikonografi pada karya Itji Tarmizi ‘Lelang Ikan’ (1964) dan analisis ikonografi , maka dalam tahap yang menggambarkan pertentangan antara ini dibutuhkan kemampuan mental yang buruh nelayan dan juragan dalam bagi ha- disebut dengan intuisi sintesis untuk me- sil tangkapan ikan. Karya-karya dengan mahami simbol. Intuisi sintesis menyang- tipe sejenis dapat pula dilihat pada lukisan kut tendensi esensial pemikiran psikologi Misbach Tamrin ‘Gejolak’ (1960/1961) dan personal dan weltanschauung (pandangan Batara Lubis ‘Mengganyang Macan Kertas’ hidup) pencipta karya (Panofsky, 1955: 41). (1960/1961). Berbagai tendensi psikologis dan pandang- Setelah dicermati, lukisan Djoko Pekik an penciptaan seni tersebut, dapat dilihat ‘Tuan Tanah Kawin Muda’ (1964), memang dari para pelukis yang berkembang pada memberikan gambaran bahwa karya terse- masa itu, lebih-lebih pada pelukis-pelukis but membawa ciri-ciri visual, tema, dan muda. Pada masa itu kehidupan seni lu- konsep yang menunjukkan komitmen kuat kis modern Indonesia yang baru tumbuh pada gaya kerakyatan yang revolusioner ini. berada pada masa strum und drang (masa Ciri-ciri tersebut identik dengan ciri sejarah muda yang penuh semangat dan kege- tipe dalam seni lukis Indonesia pada tahun lisahan). Mengulangi suasana di sekitar 1960-an terutama di Yogyakarta. Dalam kemerdekaan dengan semangat yang revo- karya tersebut dapat terbaca bagaimana lusioner, seniman-seniman Sanggar Bumi Djoko Pekik dengan sadar mempertentang- Tarung dengan dorongan psikologi yang kan antara gadis muda yang tertindas de- meluap juga menjadi pendukung kuat ngan kakek juragan yang menguasainya. dalam berperan melaksanakan ideologi be- Walaupun tidak segamblang karya-karya sar masa itu, yaitu berjuang mengentaskan Amrus Natalsya, Itji Tarmizi, Misbach penderitaan rakyat dari kapitalisme dan Tamrin, dan Kusmuljo, tetapi tetap terlihat borjuasi dalam karya-karya seninya. ada konfl ik dan perlawanan yang digam- Dalam vitalitas dan semangat muda, barkan dalam karya tersebut. Prinsip per- para pelukis yang rata-rata berusia 30 ta- bedaan karya Djoko Pekik dan para pelu- hun seperti Amrus Natalsya, Sutopo, Nga- kis kerakyatan revolusioner dengan tema jarbana Sembiring, Misbach Tamrin, Kus- sejenis, dapat dibandingkan dengan karya lan Budiman, Isa Asanda, dan Djoko Pekik Sudjojono, yaitu ‘Di Depan Kelamboe Ter- pada tahun 1959 mendirikan Sanggar Bumi boeka’ (1939) dan karya Ott o Djaja, yaitu Tarung. Sanggar Bumi Tarung menjadi ba- ‘Pertemoean’ (1947). Karya Sudjojono dan gian dari Lembaga Seni Rupa, yaitu cabang Ott o Djaja tersebut juga menggambarkan organisasi Lekra yang secara aktif men- Panggung Vol. 23 No. 3, September 2013 245 dukung ideologi politik kebudayaan yang manusia, atau rakyat bawah. Sebagaimana revolusioner. Walaupun kesadaran politik dalam teori simbol seni Suzanne K. Langer, seperti yang menjadi visi sanggar itu in- simbol seni merupakan bentuk ekspresi, tensitas meresapnya tidak sama pada se- sebagai jalinan antara sensibilitas, emosi, tiap anggota, namun semua anggota mem- perasaan, dan kognisi impersonal, yang praktikkan konsep dan berbagai metode merupakan ciri utama karya seni (Sudiarja, kerjanya. Selain kegiatan melukis bersama, 1982: 75-78), maka penghayatan atas real- dalam sanggar banyak mendapat masukan itas dan empati pada penderitaan tersebut, dari tokoh-tokoh Lekra. Salah satu metode pada suatu ketika memicu dorongan yang kerjanya, yaitu ‘turun ke bawah’ merupa- kuat untuk melahirkan lukisan ‘Tuan Tanah kan kegiatan nyata yang mengimplementa- Kawin Muda’ (1964). Terbangunnya kon- sikan berbagai wacana revolusioner dalam sep dasar tentang konfl ik atau pergulatan memahami kehidupan nyata rakyat jelata antara kekuasaan yang menindas dan hak (Wawancara dengan Pekik, 1 September yang harus dipertahankan, Djoko Pekik 2013; Zaman Baru, 1961, Foulcher, 1986: 106- terpicu oleh peristiwa yang dilihatnya di 113). Brosot, seorang tuan tanah yang bernama Amrus Natalsya dan Djoko Pekik mem- Haji Dawam Roji mengawini perempuan praktikkan ‘turun ke bawah’ lewat mera- muda untuk menebus hutang keluarganya. sakan langsung hidup bersama dengan ke- Kekerasan dengan perspektif patriarkhi itu sulitan dan kesengsaraan para transmigran mendapatkan perlindungan juga dari aparat di Lampung dalam waktu yang lama. De- kepolisian. Berdasarkan pengamatannya ngan semangat yang sama, dan didorong pula, tuan tanah itu mempunyai banyak is- pemikiran psikologi personal maupun tri muda dengan modus memberikan jerat pandangan hidup yang dibutuhkan seba- pertolongan lewat kapital ekonomi, sosial, gai dasar penciptaan karya, maka Djoko dan kultural yang dimilikinya (Wawancara Pekik dan para anggota Sanggar Bumi Ta- dengan Pekik, 1 September 2013). rung lainnya juga banyak mempraktikkan Pencapaian ketajaman interpretasi iko- ‘turun ke bawah’. Mereka menerapkan nologis ini diperlukan kerangka konfi rmasi jiwa dan pandangan hidup tersebut lewat dengan prinsip korektif interpretasi sejarah bergabung dan menyatunya mereka dalam kebudayaan yang membentuk simbol-sim- kehidupan dengan buruh petani di pantai bol tersebut. Dalam kerangka konfi rmasi Trisik, Brosot, Yogyakarta. Dalam meng- tersebut, lukisan ‘Tuan Tanah Kawin Muda’ hayati kemiskinan dan semangat hidup (1964), merupakan ekspresi Djoko Pekik para buruh tani itulah, mereka juga sering yang juga merefl eksikan nilai dan sejarah melihat kesewenangan para juragan dan kebudayaan pada zamannya, maupun pan- tuan tanah yang menguasai kehidupan dangan ideologis serta pengalamannya masyarakat bawah tersebut (Wawancara semasa bergulat di sanggar Bumi Tarung. dengan Pekik, 1 September 2013; Bintang Sanggar-sanggar yang tumbuh bagai jamur Timur, 1964). di Yogyakarta pada masa itu, sarat dipe- Dengan berbagai latar gejala sosial dan ngaruhi oleh berbagai kebij akan ekonomi kultural, serta pengalaman pelukis berte- politik dan kebudayaan sebagaimana ma- mu dengan peristiwa-peristiwa kekerasan tra kehidupan yang lain. Pada tahun 1946, dan penderitaan yang menyentuh perasa- setahun setelah proklamasi kemerdekaan, annya itu, maka lukisan yang dihasilkan ibukota Republik Indonesia pindah ke Yog- merupakan kristalisasi simbol dari peram- yakarta karena Jakarta telah semakin berat pasan dan upaya mempertahankan hak menahan serangan pendudukan kembali Burhan: Ikonografi dan Ikonologi Lukisan Djoko Pekik 246 pasukan Belanda (Ricklefs, 1981: 203 dan cul sanggar lain, yaitu Pelukis Indonesia 208). Dalam kepindahan ibukota tersebut, (PI), Pelukis Indonesia Muda (PIM), Sang- para pejabat, pemimpin politik, intelektual, gar Bambu, dan Sanggar Bumi Tarung. budayawan dan aktivis pergerakan, serta Sanggar-sanggar tersebut relatif kecil teta- seniman-seniman juga pindah ke Yogya- pi mempunyai pengaruh yang kuat dalam karta. Dalam perpindahan itu pelukis-pe- kehidupan seni lukis, termasuk berbagai lukis sebagian besar juga pindah ke Yogya- pergulatan pemikiran ideologis politik dan karta, Solo, bahkan sampai ke Madiun. Di kesenian yang sedang menguat. Pada pasca kota-kota tersebut mereka mulai memben- kemerdekaan, yaitu dari tahun 1950 sam- tuk sanggar-sanggar untuk melanjutkan pai tahun 1960 upaya pencarian kepriba- kehidupan, kreatifi tas, dan perjuangan dian nasional dan penolakan kebudayaan eksistensi mereka. Dalam kehidupan serba Barat dalam kesenian Indonesia terjadi terbatas, suasana romantika perjuangan sangat intens. Pengaruh kebudayaan Barat dan kebersamaan kebutuhan untuk saling tetap berlangsung tetapi terbelah menjadi belajar, sanggar-sanggar pelukis menjadi dua azas, yaitu azas ‘seni untuk rakyat’ ruang sosial yang hidup dan menjadi ruang dan ‘seni untuk seni’ (Lombard, 1996: 187). untuk mengaktualisasikan peran mereka. Berbeda dengan di yang lebih Pada masa itu kehidupan seni lukis mendapat pengaruh azas seni untuk seni, modern Indonesia yang masih sangat muda di Yogyakarta pelukis-pelukis tetap domi- juga berada pada masa strum und drang. nan mempraktikkan seni untuk rakyat, Dalam catatan kritikus Trisno Sumardjo, dengan aliran realisme. Dalam praktik ini- para pelukis terdorong semangat muda lah paham seni untuk rakyat tersebut se- dan keinginan yang besar untuk berperan bagian berkembang lagi dengan kekuatan dan terlibat langsung pada perjuangan yang lebih revolusioner. Pelukis-pelukis rakyat dan bangsa. Namun demikian, me- dari sanggar SIM dan Peloekis Rakjat, wa- reka kebanyakan belum mempunyai pe- laupun tidak semua, kebanyakan berkarya ngetahuan yang cukup, sehingga lebih me- dengan napas kerakyatan dalam aliran re- nonjolkan kekuatan sebagai orang muda alisme sosial. dan besarnya ekspresi (Sumardjo, 1953 dan Kehidupan politik di Indonesia semen- Yuliman, 1976: 13). Sungguhpun demikian, jak tahun 1960-1965 menunjukkan persete- dari para senior lahir juga karya-karya yang ruan antarpartai yang keras dan cenderung sangat kuat menampilkan semangat nasi- semakin tidak bisa bersatu. Partai Komunis onalisme kerakyatan, seperti Sudjojono le- Indonesia (PKI) berkembang menjadi par- wat karya ‘Kawan-kawan Revolusi’ (1947), tai yang populis, dan mempunyai kekuatan Aff andi lewat Karya ‘Laskar Rakyat Meng- besar dalam bidang politik, kebudayaan atur Siasat’ (1946), Dullah dalam karya dan kesenian, serta komunikasi di media ‘Persiapan Gerilya’, dan Hendra Gunawan massa, dibandingkan dengan partai-partai dalam ‘Pengantin Revolusi’ (Burhan, 2013: lain. Dalam persaingan mendekati Presi- 23 dan 25). den Soekarno yang telah menggulirkan ke- Pada perkembangan di akhir tahun bij akan politik Demokrasi Terpimpin dan 1950, kekuatan yang menghidupkan seni Manifestasi Politik (Manipol), PKI dengan lukis Indonesia tetap bertumpu dan di- ide-ide revolusionernya lebih mempunyai sangga oleh kehidupan sanggar-sanggar. kedekatan dan pengaruh yang besar dari- Di Yogyakarta selain ada sanggar besar, pada partai-partai lainnya. Apalagi lewat yaitu sanggar Peloekis Rakjat dan Seni- Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) yang man Indonesia Muda, masih banyak mun- merupakan sub organisasi kebudayaannya, Panggung Vol. 23 No. 3, September 2013 247 implementasi ide Manipol dalam lapangan gi politik kebudayaan yang revolusioner. kebudayaan itu bisa terlaksana. Isi ajaran Dengan latar belakang sejarah kebudaya- Manipol di bidang kebudayaan yang men- an tersebut, dan melihat berbagai simtom jadi alat politik yaitu ajaran Bung Karno psikologis serta pandangan hidup Djoko bahwa dalam membangun dan menyusun Pekik dalam pergulatannya di sanggar kebudayaan rakyat, bangsa Indonesia se- Bumi Tarung, maka lukisan ‘Tuan Tanah harusnya kembali kepada kebudayaan dan Kawin Muda’ menjadi simbol dari ungkap- kepribadian nasional. Selanjutnya Bung an ketertindasan masyarakat bawah, dari Karno dengan tegas mengingatkan bahwa struktur kekuasaan para tuan tanah dan kebudayaan Barat sebenarnya merupakan kelompok borjuis feodal. pengaruh negatif dari imperialisme Barat. Pencelaan tersebut terjadi pada beberapa kesenian Barat, seperti pada tari-tarian dan PENUTUP musik. Selanjutnya berbagai tulisan dan buku-buku Barat juga dilarang karena di- Kesimpulan penelitian ini yang per- anggap racun kebudayaan imperialisme. tama, adalah tentang berbagai penanda Demikian juga disusul dengan pelarangan visual dalam lukisan ‘Tuan Tanah Kawin pemutaran musik The Beatles dan Koes Muda’ yang bersifat faktual dan ekspre- Plus (Feith, 1964: 234-235; Ismail, 1972: 37; sional. Penanda visual faktual lukisan ini, dan Lombard, 1996: 187). yaitu adegan sosok kakek yang tiduran di- Pelaksanaan ajaran Manipol di bidang tunggui seorang gadis muda. Gayanya bisa kebudayaan tersebut sejalan dengan garis dikategorikan ketepatan objektif, tetapi politik PKI yang bertujuan untuk mem- mencampurkan dengan unsur-unsur de- bangun masyarakat sosialis Indonesia. koratif serta pembentukan yang naif. Djoko Seluruh elemen partai, termasuk Lekra Pekik sebagaimana pelukis Indonesia yang menyiapkan potensinya menjadi alat pro- berkarya pada periode Persagi sampai seki- paganda ide kebudayaan yang revolusioner tar tahun 1960-an, mempunyai ungkapan tersebut. Dengan kesadaran ideologi dan dalam paradigma estetik kerakyatan, yang mencermati kenyataan bahwa sesungguh- mencari idiom-idiom bentuk lewat realitas nya Indonesia telah dij ajah kembali oleh kehidupan rakyat, atau bisa juga disebut imperialisme Barat, maka para seniman re- dalam gaya realisme sosial dengan berba- volusioner Lekra harus merebut kembali le- gai variannya. Penggambaran ekpresional wat front perjuangan kebudayaan. Sebagai dalam lukisan ini mengungkapkan proses panduan perjuangan itu, dalam Mukadimah komunikasi yang mengandung konfl ik an- Lekra digariskan bahwa seniman harus me- tara sang kakek yang renta dan gadis muda mahami dan menguasai berbagai ben- belia, yang bisa dirasakan dari masing- tuk pertentangan yang berlangsung dalam masing ekspresi mereka. masyarakat (Mukadimah Lekra, 1956; Zaman Kesimpulan kedua adalah tentang te- Baru, 1957; Zaman Baru, 1961). Dalam sua- ma dan konsep yang membangun lukisan sana dinamika sosial politik yang demiki- ‘Tuan Tanah Kawin Muda’. Karya tersebut an, para pelukis yang bergabung dalam mengungkap penindasan kaum laki-laki Sanggar Bumi Tarung muncul dan aktif pada perempuan lewat kekuasaan yang di- merespons isi dan jiwa ideologi tersebut. miliki lewat modal ekonomi, sosial, dan kul- Sanggar Bumi Tarung menjadi bagian dari tural. Lebih spesifi k lagi, pertikaian kekua- Lembaga Seni Rupa, yaitu cabang organisasi saan laki-laki penguasa dengan perempuan Lekra yang secara aktif mendukung ideolo- rakyat jelata, dalam seting budaya feodal Burhan: Ikonografi dan Ikonologi Lukisan Djoko Pekik 248 yang mendukungnya. Dari pemaparan Foulcher, Keith tema lukisan Djoko Pekik yang telah diru- 1986 Social Commitment in Literature and nut dari berbagai sumber mitologi, sejarah, The Arts: The Indonesian Institute of maupun imaji dan berbagai alegori, dapat People’s Culture 1950-1965. Clayton disimpulkan konsep yang dij adikan pen- Victoria: Southeast Asian Studies. ciptaan, sebenarnya mengungkap konsep dasar tentang konfl ik atau pergulatan anta- Janson, H.W. ra kekuasaan yang menindas dan hak yang 1986 Hystory of Art. London: Thames harus dipertahankan. and Hudson Ltd. Kesimpulan yang ketiga, adalah ten- tang nilai-nilai simbolik yang diungkapkan Lichtman, Allan J. & Valerie French dalam lukisan tersebut. Proses simbolisasi 1979 Historians and The Living Past: The Theory and Practice of Historical Stu- diperoleh lewat intuisi sintesis yang me- dy. Arlington Heights: Harlan Da- nyangkut tendensi esensial pemikiran psi- vidson. kologi personal dan weltanschauung (pan- dangan hidup) Djoko Pekik. Oleh karena Lombard, Denys itu, setelah dicermati dari pengalaman 1996 ‘Nusa Jawa Silang Budaya I, Batas- pelukis bertemu dengan peristiwa-peris- batas Pembaratan’. Terj. dari LE tiwa kekerasan dan penderitaan yang me- CARREFOUR JAVANAIS Essai d’his- nyentuh perasaannya, serta berbagai latar toire globale I. Le limited de l’occiden- belakang sosial dan kultural, maka lukisan talisation oleh Winarsih Arifi n et.al. ‘Tuan Tanah Kawin Muda’ yang dihasil- Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Uta- kan merupakan kristalisasi simbol dari pe- ma. rampasan dan upaya mempertahankan hak manusia, atau rakyat bawah. Lekra 1959 ‘Mukadimah Lembaga Kebudayaan Rakjat dan Peraturan Dasar Lekra, La- Daft ar Pustaka poran Kebudayaan Rakjat ‘ Dokumen I. Jakarta: Lekra. A. Sudiarja 1982 ‘Suzanne K. Langer: Pendekatan Baru M. Agus Burhan dalam Estetika’ dalam M. Sastra- 2013 Seni Lukis Indonesia Masa Jepang pratedja, Manusia Multi Dimensi- sampai Lekra. Surakarta: UNS Press. onal, Sebuah Renungan Filsafat. Ja- karta: Penerbit PT. Gramedia. Mia Bustam 1992 ‘Sudjojono dan Aku’ Memoar Priba- Feith, Herbert di [Tidak diterbitkan]. 1964 ‘Governments and Politics of South east Asia in George McTurnan Ka- Panofsky, Erwin hin’ dalam Indonesia. Ithaca, New 1955 Meaning of The Visual Arts. New York: Cornell University Press. York: Doubleday Anchor Books.

Feldman, Edmund Burke Pramoedya Ananta Toer 1967 Art as Image and Idea. New Jersey: 2007 Gadis Pantai. Jakarta: Lentera Di- Prentice Hall, Inc. pantara. Panggung Vol. 23 No. 3, September 2013 249

------, (7 sampai 30 Mei 1941), Poedjangga 2012 Panggil Aku Kartini Saja. Jakarta: Baroe, Jaarg VIII, No. 11, Mei. Lentera Dipantara. Trisno Sumardjo Ricklef, M.C. 1953 ‘Kedudukan Seni Lukis Kita’, Ze- 1981 A History of Modern Indonesia.Hamp- nith, III, No. 9, September. shire: Macmillan Education Ltd. Yahaya Ismail Sanento Yuliman 1972 Pertumbuhan, Perkembangan, dan Ke- 1976 Seni Lukis Indonesia Baru. Jakarta: jatuhan Lekra. Kuala Lumpur: De- Dewan Kesenian Jakarta. wan Bahasa dan Pustaka.

Sanoesi Pane Sumber Lainnya: 1941 ‘Pertoendjoekan Loekisan-Loekisan Djoko Pekik, Wawancara di Yogyakarta, 1 Indonesia di Kunstkring Djakarta’ September 2013.