I RPI2-JM I Kabupaten Pulau I

04 PROFIL KABUPATEN PULAU MOROTAI

4.1 PROFIL GEOGRAFIS Dari aspek geografis pulau Morotai memiliki posisi strategis karena berada di bibir jalur perdagangan Asia Pasifik. Posisi geografis wilayah Kabupaten Pulau Morotai berada pada koordinat 2000' sampai 2040'LU dan 128015' sampai 128040‟ BT. Adapun batas- batas administrasi yang dimiliki oleh kabupaten ini adalah, sebagai berikut :

 Sebelah Utara : Samudera Pasifik  Sebelah Barat : Laut  Sebelah Timur : Laut  Sebelah Selatan : Selat Morotai

Kabupaten Pulau Morotai mempunyai luas wilayah 4.301,53 Km2, dengan luas daratan seluas 2.314,960 Km2 dan luas wilayah laut sejauh 4 mil seluas 1.970,93 Km2. Panjang garis pantai 311.217 Km. Jumlah pulau-pulau kecil yang terdapat di Kabupaten Pulau Morotai berjumlah 33 pulau dengan rincian pulau yang berpenghuni berjumlah 7 pulau dan yang tidak berpenghuni berjumlah 26 pulau.

Secara Administrasi Pulau Morotai sejak Tahun 2002 termasuk kedalam Pemerintahan Kabupaten Halmahera Utara yang beribukota di , hal ini berdasarkan persetujuan DPRD Kabupaten Utara dengan surat ketetapan nomor : 188.4/06/DPRD/MU/2002 tanggal 15 Februari 2002. Pada tahun 2009 berdasarkan UU Nomor 56 tahun 2009, tentang pendirian Kabupaten Morotai, Pulau Morotai memisahkan diri dari Kabupaten Halmahera menjadi Kabupaten Morotai. Kabupaten Morotai terbagi menjadi lima kecamatan yaitu: Kecamatan Morotai Selatan, Morotai Timur, Morotai Selatan Barat, Morotai Utara dan Morotai Jaya, yang terbagi dalam 64 Desa.

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 1 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

Tabel. 4.1 Luas Wilayah Kabupaten Pulau Morotai Menurut Kecamatan Kecamatan Luas Presentase Ibukota Morotai Selatan 363,10 15,69 Daruba Morotai Timur 731,80 31,61 Sangowo Morotai Selatan Barat 362,80 15,67 Wayabula Morotai Utara 448,70 19,58 Bere-bere Morotai Jaya 408,50 17,65 Sopi Jumlah 2.314,960 100 Sumber : Kab. Pulau Morotai Dalam Angka, 2013

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 2 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

Gambar 4.1 : Peta Administrasi Kab. Pulau Morotai

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 3 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

4.2 PROFIL DEMOGRAFI Penduduk adalah salah satu faktor utama yang menjadi kunci penting tercapainya keberhasilan pembangunan. Peranan penduduk dalam pembangunan adalah sebagai subyek sekaligus obyek yang akan memberikan dampak terhadap keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan. Jumlah Penduduk yang besar dapat menjadi modal pembangunan jika merupakan sumber daya manusia yang berkualitas, namun sebaliknya akan menjadi beban berat pembangunan jika kualitasnya rendah, sedangkan secara kewilayahan, jumlah penduduk harus didukung oleh ketersediaan lahan baik lahan sebagai tempat tinggal yang layak maupun sebagai tempat usaha yang mengutungkan.

Tabel. 4.2 Penduduk, Luas Daratan dan Kepadatan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012 Jumlah Kepadatan Luas Daratan Kecamatan Penduduk Penduduk (Km2) (Jiwa) (Jiwa/Km2) Morotai Selatan 18,304 363,1 45,56 Morotai Selatan Barat 11,556 362,8 27,36 Morotai Timur 8,115 731,8 7,42 Morotai Utara 7,372 448,77 46,94 Morotai Jaya 9,624 408,5 49,60 Jumlah 54.971 2.314,97 35,82 Sumber : Kab. Pulau Morotai Dalam Angka, 2013

Tabel. 4.3 Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Rasio Jenis Kelamin dan Kecamatan di Kabupaten Pulau Morotai Tahun 2012

Jenis Kelamin Jumlah Kecamatan Ratio Lai-laki Perempuan (org) (org) (org) Morotai Selatan 9,411 8,893 18,304 1.06 Morotai Timur 4,162 3,953 8,115 1.05 Morotai Selatan Barat 5,962 5,594 11,556 1.07 Morotai Utara 3,874 3,498 7,372 1.11 Morotai Jaya 5,034 4,590 9,624 1.10 Jumlah 28,444 26,527 54.971 1.07 Sumber : Kab. Pulau Morotai Dalam Angka, 2013

Tabel di atas menjelaskan bahwa jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Morotai Selatan yakni sebanyak 18.304 jiwa. Jumlah penduduk paling sedikit di Kecamatan Morotai Utara yakni sebanyak 7.372 jiwa. Kecamatan yang memiliki luas

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 4 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

darat terluas adalah Morotai Timur yakni 731,80 Km2 dan dengan jumlah penduduk 8.115 jiwa, kecamatan ini memiliki tingkat kepadatan penduduk terendah yakni sebanyak 7,42 jiwa/Km2. Sedangkan Morotai selatan barat memiliki luas lahan paling rendah yakni 362,80 Km2 memiliki tingkat kepadatan 27,36 jiwa/Km2, namun Kecamatan Morotai Selatan yang memiliki luas 363,10 Km2 adalah kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk paling tinggi yakni 45,56 jiwa/Km2, sehingga secara total, Kabupaten Pulau Morotai memiliki jumlah penduduk sebanyak 54.971 jiwa dengan luas daratan 2.314,97 Km2 memiliki tingkat kepadatan penduduk sebesar 35,82 jiwa/Km2.

4.3 GAMBARAN TOPOGRAFI Wilayah Kabupaten Pulau Morotai berada pada ketinggian 0-1000 m di atas permukaan laut yang meliputi wilayah datar, berombak, berbukit-bergelombang, curam dan terjal. Wilayah dataran rendah berada di bagian selatan dari Kabupaten Pulau Morotai dengan bentuk wilayah datar sampai berombak. Wilayah ini membentang sepanjang pantai dan tersebar dari Kecamatan Morotai Selatan Barat hingga Kecamatan Morotai Selatan dimana kedua Kecamatan tersebut berbatasan langsung dengan Selat Rao dan Selat Morotai. Dataran Rendah sepanjang pantai umumnya merupakan daerah yang dominan ditumbuhi oleh pohon kelapa. Wilayah dataran tinggi terdapat di Bagian Utara dan Selatan Kabupaten Pulau Morotai dengan kontur wilayah curam dan terjal. Wilayah ini tersebar dan dominan di Kecamatan Morotai Jaya dan Morotai Selatan Barat. Berdasarkan peta land sistem (RePPPRot, Tahun 1999), Kabupaten Pulau Morotai sebagian besar (51,7 %) merupakan wilayah dengan bentukan wilayah curam (40-60 %), sedangkan wilayah datar relatif kecil (9,27 %).

Tabel 4.4. Sebaran dan Luasan Kelas lereng, Bentuk Wilayah Kabupaten Pulau Morotai. Kelas Persentase No Bentuk Wilayah Luas (Ha) Lereng (%) 1 <2 Datar 21.818,99 9,27 2 2 - 8 % Berombak 9.983,26 4,24 16 - 25 Berbukit - 3 % Bergelombang 32.862,08 13,96 40 - 60 4 % Curam 121.696,66 51,70 5 >60 % Terjal 49.007,20 20,82 Sumber : RTRW Kab. Pulau Morotai, 2012

4.4 GAMBARAN GEOLOGI Deskripsi geologi Kabupaten Pulau Morotai diperoleh berdasarkan Peta Geologi Lembar Morotai, Maluku Utara dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, tahun 1980. Dari peta tersebut diketahui bahwa formasi-formasi utama yang menyususn Kabupaten Pulau Morotai terdiri dari formasi Aluvium (Qa/t), formasi Batu Gamping Terumbu (Qt), formasi Batuan Gunung Api Holosin (Qhva), formasi Bacan (tomb) dan formasi Weda Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 5 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

(Tmpw). Formasi Aluvium (Qa), tersusun dari kerakal, kerikil, pasir, lempung dan lumpur sebagai endapan sungai, rawa, pantai dan delta. Batu Gamping Terumbu (Qt) Terdiri dari batugamping terumbu bioherma dan biostroma, berwarna putih dan kelabu, berumur Plistosen – Holosen. Formasi Bacan (tomb), terdiri dari lava, breksi dan tufa dengan sisipan konglomerat dan batupasir. Breksi gunungapi, kelabu kehijauan dan coklat, umumnya terpecah, mengandung barik kuarsa yang sebagian berpirit. Lava bersusunan andesit hornblenda dan andesit piroksen, berwarna kelabu kehijauan dan coklat, umumnya sangat terpecah dan terubah, terpropilitkan dan termineralkan. Konglomerat, kelabu kehijauan dan coklat, kompak, mengandung barik kuarsa, komponennya basal, batugamping, rijang, batupasir dan setempat dengan batuan ultrabasa. Batupasir dari analisis fosil menunjukkan umur Oligosen – Miosen bawah dan lingkungan litoral (PT.Shell, 1976, komunikasi tertulis). Formasi Weda (Tmpw), Berupa batupasir berselingan dengan napal, tufa, konglomerat dan batugamping. Batupasir kelabu - coklat muda, - berbutir halus sampai kasar; - berselingan dengan serpih kelabu kehijauan. Napal, putih, kelabu dan coklat, getas; mengandung banyak foraminifora setempat sisipan batubara setebal 5 cm dan batugamping. Napal berumur Miosen Tengah – Awal Pliosen (Kadar, 1976, komunikasi tertulis) dan lingkungan neritik-batial

Tabel 4.5. Formasi Geologi Kabupaten Pulau Morotai No Kode Formasi Luas (Ha) % 1 Qa/t Aluvium 17.551,11 7,49 2 Qt Batu Gamping terumbu 34.727,04 14,81 Batuan Gunung Api 3 Qhva Holosin 248,23 0,11 4 tomb Formasi Bacan 83.345,66 35,55 5 Tmpw Formasi Weda 98.566,78 42,04 Sumber : RTRW Kab. Pulau Morotai, 2012

Kelompok tanah mineral di Kabupaten Pulau Morotai antara lain berkembang dari bahan aluvium dan berkembang dari bahan induknya. Dari Peta Tanah yang disajikan pada Gambar 1.15 dan Tabel 1.12, satuan peta tanah menunjukkan sebaran paling luas terdapat pada kelompok tanah Ultisol, Alfisol, Inceptisol dan Entisol yang meliputi 82,56 % dari luas total Kabupaten Pulau Morotai. Tanah Mineral ini terdapat pada hampir semua kelas kemiringan lereng yang meliputi bentuk wilayah datar (<2 %), berombak (2-8 %), berbukit-bergelombang (16-25 %), curam (40-60 %) dan terjal (>60 %).

Distribusi masing-masing satuan peta tanah berdasarkan kemiringan lereng adalah sebagai berikut: 1. Satuan Peta Tanah daerah Datar (<2 %) meliputi : SPT 6, SPT 10, SPT 11, SPT 12, SPT 13. 2. Satuan Peta Tanah daerah Berombak (2-8 %) meliputi : SPT 1, SPT 7, dan SPT 9.

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 6 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

3. Satuan Peta Tanah daerah Berbukit-Bergelombang (16-25 %) meliputi : SPT 2, SPT 8, dan SPT 14. 4. Satuan Peta Tanah daerah Curam (40-60 %) meliputi : SPT 4, SPT 5, SPT 15. 5. Satuan Peta Tanah daerah Terjal (>60 %) hanya meliputi : SPT 3.

Berdasarkan hal tersebut di atas, menunjukkan sebagian besar bentuk wilayah di Kabupaten Pulau Morotai didominasi daerah Curam (40-60 %) sebanyak 121.696,66 Ha atau 51,70 % dan daerah Terjal (>60 %) sebanyak 49.007,20 Ha atau 20,82 % dari total luas Kabupaten Pulau Morotai. Hal ini menunjukkan daerah yang sesuai untuk pengembangan pertanian adalah pada bentuk wilayah Datar (<2 %), Berombak (2-8 %), dan Berbukit-Bergelombang (16-25 %) yang meliputi 64.664,33 Ha atau 24,47 % dari luas total wilayah.

Tabel 4.6. Luasan Jenis Tanah (Asosiasi dan Kompleks) Kabupaten Pulau Morotai Jenis Tanah (Bappeda Luas SPT Satuan Lahan (RePPPRot Tahun 1999) % Tahun 2006) (Ha) Alluvial, Latosol, 1 Dystropepts, Dystrandepts, Tropaquepts Mediteran 537 0,23 2 Dystropepts, Eutropepts, Tropudults Mediteran 250 0,11 Renzina, Mediteran, 3 Dystropepts, Troporthents Litosol 49.007 20,82 Latosol, Mediteran, 4 Dystropepts, Tropudults, Troporthents Renzina 2.488 1,06 Latosol, Mediteran, 5 Eutropepts, Dystropepts Renzina 85.212 36,2 Alluvial, Mediteran, 6 Hydraquents, Sulfaquents Renzina 2.747 1,17 Alluvial, Latosol, 7 Rendolls, Eurotropepts, Tropudalfs * Mediteran 9.288 3,95 8 Rendolls, Tropudalfs, Eurotropepts * Mediteran 26.102 11,09 Alluvial, Latosol, 9 Tropaquents, Tropofluvents, Fluvaquents Mediteran 158 0,07 Alluvial, Mediteran, 10 Tropaquepts, Eutropepts, Tropudalf * Renzina 7.518 3,19 Alluvial, Mediteran, 11 Troppossaments, Tropaquents Renzina 1.683 0,72 Alluvial, Mediteran, 12 Tropaquepts, Eutropepts, Tropofluvents Renzina 5.455 2,32 Alluvial, Mediteran, 13 Troporthents, Tropudalf, Tropopsamments * Renzina 4.416 1,88 Latosol, Mediteran, 14 Tropudults, Dystropepts Renzina 33.996 14,44 Tropudults, Tropudalfs, Dystropepts, 15 Eutropepts Mediteran 6.51 2,77 Sumber : Peta Dasar Tematik Kehutanan, Dirjen Baplan 07/08 dan RePPPRot Tahun 1999

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 7 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

Gambar 4.2 : Peta Kelerengan Kab. Pulau Morotai

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 8 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

Gambar 4.3 : Peta Geologi Kab. Pulau Morotai

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 9 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

Gambar 4.4 : Peta Jenis Tanah Kab. Pulau Morotai

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 10 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

4.5 GAMBARAN SOSIAL DAN EKONOMI 4.5.1 Gambaran Sosial A. Kelembagaan Sosial Pemerintahan Kabupaten Morotai baru berdiri tahun 2009 yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Halmahera Utara, sampai saat ini semua instansi pemerintah di tingkat kabupaten belum memiliki kantor pemerintahan yang permanen, semuanya masih dalam status sewa. Belum terbentuknya kepemimpinan pemerintahan yang definitif, tersmasuk di dalamnya SKPD. Seluruh pimpinan/pejabat daerah yang ada di Kabupaten Morotai merupakan pejabat sementara. Kelengkapan kelembagaan seperti Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sejak awal tahun 2010 lalu, namun instansi vertikal seperti kejaksaan, Badan Pusat Statistik, dll belum ada. Belum adanya rencana pembangunan daerah baik dalam bentuk RPJMD dan RPJPD, semua masih mengacu pada Kabupaten Induk. Secara personalia kepegawaian di pemerintahan Kabupaten Morotai sudah ada. Begitu juga dengan produk kebijakan seperti Peraturan Daerah atau keputusan bupati, hingga kini belum ada.

Lokasi Pulau Morotai berada di ujung Utara Kabupaten Halmahera Utara dan merupakan bagian dari Provinsi Maluku Utara. Provinsi Maluku Utara merupakan salah satu provinsi kepulauan hasil pemekaran dari Provinsi Maluku, melalui pengesahan Undang-undang No. 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Maluku Utara, Kabupaten dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat. Dalam perkembangan selanjutnya, Undang-undang No. 46 Tahun 1999 diubah dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2003 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 46 Tahun 1999 tentang Pembentukan Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Buru dan Kabupaten Maluku Tenggara Barat.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2003, merupakan salah satu pulau dari 395 buah pulau di Wilayah Provinsi Maluku Utara, dengan luas wilayah 2.300 Km2, yang memiliki keunggulan tersendiri terkait dengan posisi yang strategis, dengan latar belakang sejarah serta potensi yang menjanjikan. Sementara itu, Kabupaten Halmahera Utara yang terletak di bagian utara Provinsi Maluku Utara mempunyai luas wilayah ± 24.983.32 Km², yang meliputi wilayah laut 19.536.02 Km2 (78%) dan wilayah daratan 5.447.30 Km2 (22 %) memiliki tripologi lingkungan yang khas dimana tidak hanya memiliki alam pegunungan tetapi juga memiliki areal pesisir pantai (coastal area) dengan berbagai sumberdaya yang prospektif untuk dikembangkan. Luas wilayah laut yang mencapai 78% dari daratan merupakan perbedaan yang sangat mencolok untuk dikembangkan. Artinya, wilayah pantai yang memiliki desa pesisir pantai perlu ditumbahkembangkan terutama peningkatan peran dan fungsi masyarakat pesisir di bidang infrastruktur ekonomi masyarakat maupun sosial budaya.

Berdasarkan istilah yang diperoleh dari masyarakat setempat, Morotai berasal dari kata Morotia yang artinya tempat tinggal orang-orang Moro. Menurut penduduk setempat, orang Moro adalah manusia misterius atau orang hilang yang sulit dilihat dengan mata biasa, namun memiliki kebudayaan sebagai kelompok manusia. Masyarakat Kabupaten Morotai memiliki hidup cenderung berkelompok, meski satu sama lainnya berbeda keyakinan.

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 11 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

Kegotongroyongan masih menjadi salah satu ciri masyarakat Kabupaten Morotai. Saling menghargai perbedaan keyakinan salah satu ciri masyarakat Kabupaten Morotai.

Sebagai pulau yang terlepas dari pulau besar Halmahera, Pulau Morotai tidak memiliki penduduk asli yang menetap secara turun temurun. Penduduk sekarang yang menetap dan beranak-pinak di Pulau Morotai merupakan berasal dari Suku dan Suku Tobelo di Pulau Halmahera, tepatnya di Halmahera Utara. Kedua suku (sub etnis) tersebut mendominasi manyoritas penduduk Morotai hingga kini. Migrasi penduduk dari kedua suku ini disebabkan oleh bencana alam yaitu meletusnya gurung berapi di pulau tersebut.

Selain terdapat kedua etnis di atas (Suku Galela dan Suku Tobelo), kelompok-kelompok etnik lain yang mendiami Pulau Morotai diantaranya adalah berasal dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Jawa, Sumatera, Cina Ambon dan lain-lain. Diantara mereka ada melakukan hubungan pernikahan dengan penduduk asli setempat dan ada yang tinggal sementara waktu untuk mencari nafkah. Sementara penduduk Pulau Morotai mayoritas beragama Islam dan Kristen, serta beberapa pemeluka agama lain seperti Konghucu, Hindu dan Budha meskipun dalam jumlah yang kecil.

B. Suku, Budaya dan Adat Istiadat Mayoritas mata pencaharian penduduk Pulau Morotai adalah Petani dan Nelayan (sebagian besar permukim di pesisir dan pulau-pulau kecil). Tidak mempunyai penduduk asli, pendatang dari Pulau Halmahera sebagian besar Suku Tobelo dan Galela. Karakteristik budaya masyarakat adalah perpaduan budaya Halmahera secara umum dan lebih khusus budaya dan adat Tobelo – Galela. Budaya yang sampai saat ini masih berkembang di masyarakat Pulau Morotai adalah gotong royong.

Bagi masyarakat Pulau Morotai, laut dianggap sebagai tempat memenuhi kebutuhan keluarga dan mencari nafkah ekonomi. Selain itu, laut juga dianggap sebagai warisan nenek moyang mereka yang harus dijaga dan penggunaannya untuk seluruh keturunan masyarakat Morotai. Masyarakat Morotai juga melakukan uparaca-upacara adat yang diperuntukkan agar terjadi keseimbangan alam atas dieksploitasi sumberdaya kelautan. Pemanfaatan kelautan Morotai sudah dilakukan secara turun-temurun oleh masyarakat Morotai untuk memenuhi kebutuhan subsisten mereka. Perkembangan masyarakat dan kebutuhan ekonomi sudah membuat mereka lebih berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan keluarga dan pasar, walaupun dalam skala yang masih sederhana. Kesederhanaannya masih dapat dilihat dari cara mereka menggunakan sumberdaya peralatan yang digunakan untuk menangkap ikan di lautan Morotai.

Suku Moro bukanlah suku terasing yang ada di Kepulauan Halmahera seperti halnya suku Togutil yang menyebar dan berdiam di hutan-hutan Kepulauan Halmahera seperti di Tobelo, Kao, Dodaga dan wilayah lain di Halmahera, keberadaan suku Togutil masih bisa dilacak hingga saat ini, walapun tentu saja tidak mudah bertemu mereka, karena layaknya suku terasing di wilayah lain suku Togutil tidak suka atau tidak mau bertemu dengan orang asing. Mengenai suku Moro sendiri ada beberapa tetua (pemuka adat atau orang yang dituakan di Morotai) yang mengatakan bahwa suku Moro adalah penduduk asli Pulau Morotai, suatu pulau yang berada diujung Halmahera Utara dan merupakan pulau paling Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 12 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

utara dari gugusan kepulauan Indonesia, tapi tidak pernah dijelaskan apakah ada hubungan antara suku Moro yang misterius dengan suku Moro di Filipina.

Selain itu, Suku Moro juga diyakini sebagai suku yang dahulu pernah berdiam di (Halmahera), dibawah kepemimpinan seorang raja yang adil dan bijaksana, kemudian sekitar abad ke lima belas saat Portugis masuk ke bumi Halmahera, menjajah dan mengambil rempah-rempah, menarik pajak yang sangat tinggi dari warga setempat, mengadu domba hingga terjadilah pergolakan dan perang saudara. Ditengah kecamuk perang saudara, Kerajaan Jailolo yang dihuni oleh suku Moro dibawah perintah sang raja memutuskan untuk melarikan diri ke hutan, setelah lama menghilang ke dalam hutan suku ini diyakini masyarakat halmahera telah gaib tapi kisah interaksi masyarakat setempat dengan suku Moro ini masih terdengar hingga saat ini.

C. Tarian dan Musik Tradisional. Jenis tarian yang ada di Kabupaten Pulau Morotai sebagian besar sama dengan budaya yang ada di Kabupaten Halmahera Utara, karena suku yang dominan di Kabupaten Pulau Morotai adalah suku Tobelo dan Suku Galela sebagaimana suku yang ada di Kabupaten Halmahera Utara. Adapun tarian dan musik tradisional yang masi hada hingga saat ini di Kabupaten Kepulauan Morotai antara lain: Tide-Tide, Cakalele, Denge-denge, Bobaso, Salumbe, Tokuwela, Yangere, Tari Kabata Talaga Lina, Togal. Sedangkan jenis musik tradisional meliputi Musik Bambu Tiup, Gala, Musik Bambu Hitadi, Musik Jangere, Upacara Adat Hibua Lamo, Adat Perkawinan, Sejarah Tona Malangi. Keanekaragaman seni budaya yang masih mengakar kuat di masyarakat Morotai. Hal ini bisa menjadi modal dalam pengembangan pariwisata yang potensial untuk dikembangkan. Berikut adalah berbagai macam tarian yang ada Kabupaten Pulau Morotai antara lain:

1. Tarian Tide-tide. Tidetide adalah tarian khas Halmahera Utara yang biasanya dipentaskan pada acara tertentu seperti pada pesta perkawinan adat atau pesta rakyat. Gerakan pada tarian Tidetide memiliki makna tertentu yang dapat diartikan sebagai bahasa pergaulan sehingga Tidetide juga dikenal sebagai tari pergaulan. Tarian ini dibawakan oleh kelompok penari pria dan wanita sambil diiringi tabuhan tifa, gong dan biola. Tarian ini diikuti oleh tiga kelompok tingkatan usia yaitu tingkat anak-anak remaja dan dewasa. Para pemusik berjumlah 6 orang baik laki-laki maupun perempuan sedangkan para penari minimal berjumlah 12 orang masing-masing 6 laki dan 6 perempuan.

Salah satu contoh para penari laki yang berhadapan dengan seorang gadis maka pada gerakan tangan yang diangkat keduanya dapat memberikan makna sangat berarti, disini bisa terjadi ikatan antara seorang pria dan seorang wanita sampai pada tingkat perkawinan atau keduanya memahami isyarat pada gerakan-gerakannya itu.

2. Tarian Cakalele Tarian Cakalele tidak hanya menjadi tarian masyarakat Maluku, tetapi tarian cakalele juga menjadi tarian khas masyarakat Pulau Morotai. Tarian Cakalele sendiri merupakan tarian perang yang saat ini lebih sering dipertunjukan untuk menyambut tamu agung yang datang Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 13 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

ke daerah ini maupun untuk acara yang bersifat adat. Para penari cakalele pria biasanya menggunakan parang dan salawaku sedangkan penari wanita menggunakan lenso (sapu tangan).

Tarian cakalele bisa dapat dilakukan sekelompok orang atau dua orang laki-laki dan perempuan. Para penari laki-laki biasanya menggunakan alat tari yang disebut parang dan salawaku, sedangkan perempuan menggunakan lenso tangan (saputangan) atau tangan kosong. Tarian ini biasanya seorang perempuan menari sambil berputar mengelilingi laki- laki yang disebut Basisi. Sementara para pemusik yang mengiringi cakalele berjumlah 4 oang dengan alat yang digunakan adalah gong dan tifa dilengkapi dengan alat pemukul yangdibuat dari kayu.

3. Denge-denge Denge-denge merupakan salah satu tarian pergaulan khas Pulau Morotai Halmahera Utara yang biasanya dilakukan oleh sekelompok baik orang laki-laki maupun perempuan ini diiringi dengan nyanyian-nyanyian yang sangat unik karena lantaran lagu memiliki makna yang sangat filosofis, dengan berbalas pantun baik laki maupun perempuan. Sebagai tarian pergaulan yang biasanya dibawakan oleh sekelompok penari pria dan wanita sambil diiringi nyanyian-nyanyian berupa syair pantun yang memiliki makna cinta dan harapan di masa depan, tarian ini memiliki gerakan yang sangat halus para penari sangat konsen dengan memaknai pukulan musik yang dimainkan oleh pemusik.

Tarian ini tidak dapat dieloborasikan dengan tarian lain karena bila terjadi elaborasi tarian maka akan terjadi perubahan makna. Lagu denge denge yang berbalas pantun dapat menyuarakan syair bahasa cinta dan bahasa dan masa depan sehingga ada makna tertentu pada saat beralas pantun diakhiri dengan sebuah kesepakatan bila para pelantun itu seorang pemuda dan seorang gadis maka diakhiri dengan sebuah perkawinan. Denge denge ini hanya terdapat pada suku Galela, Tobelo dan Loloda (hampir punah).

4. Bobaso Bobase adalah permainan tradisional muda-mudi tempo dulu. Pada permainan yang dimainkan oleh 8 orang penari ini dilantunkan syair-syair bertemakan cinta, termasuk penolakan bila tidak memenuhi persyaratan yang dilantunkan oleh seorang perempuan, serta juga harapan di masa depan. Permainan Bobaso diselingi dengan tarian yang gerakannya mengikuti irama musik yang sangat lambat dan bervariasi. Sebanyak 6 orang pemusik dengan menggunakan alat musik tifa, gong dan biola biasanya mengiringi tarian ini. Bobaso sepintas sangat mirip dengan tarian Dengedenge. Tarian ini hanya terdapat pada suku Tobelo, galela an Loloda.

5. Salumbe Salumbe adalah salah satu tarian tradisional berbalas sair versi Galela, Tobelo dan Loloda yang sampai saat ini masih tetap dilestarikan oleh masyarakat Halmahera Utara khususnya asyarakat Morotai Utara. Tarian ini juga dapat disebut tarian pergaulan. Para penari minimal 8 orang laki dan perempuan diiringi dengan alat tifa, gong dan biola (hampir punah).

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 14 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

6. Tokuwela Tokuwela adalah salah satu pertunjukan tadisional berbalas pantun yang membutuhkan personil lebih dari 20 orang yang diiringi dengan lagu Tokuwela laki-laki dan perempuan. Tokuwela mempunyai 2 pengertian yaitu :

Toku memberikan pengertian berjalan disebuah ketinggian yang memiliki jarak contoh seorang anak kecil yang berjalan diatas tangan yang saling berpegangan antara laki dan perempuan. Wela adalah para pemain tali dengan menyanyikan lagu-lagu tokowela. Karena seorang anak kecil akan berjalan diatas tangan. Acara ini dapat dilakuan oleh suku Galela, Tobelo, dan Loloda. Pada acara- acara tertentu (hampir punah).

7. Yangere Yangere adalah salah satu musik tradisional Pulau Morortai Halmahera Utara musik ini dimainkan oleh sekelompok orang baik laki-laki maupun perempuan dengan menggunakan gitar tradisional dari kayu dan basnya dibuat dari kas yang berbentuk 4 persegi. Musik ini sangat unik bila dibandingkan dengan alat yang digunakan para pemusik tradisional lainnya (Disbudpar Halut 2006).

8. Tarian Lelehe Tarian Lelehe dapat dibawakan oleh anak-anak maupun dewasa. Para penari biasanya menggunakan 2 alat dari bambu berukuran 2-3 meter sebagai perlengkapan tarian. Tarian ini dibawakan oleh seorang penari pria dan wanita. Tarian Lelehe merupakan tarian tradisional khas suku Tobelo dan biasanya dipertunjukan pada acara-acara adat, malam perkawinan dan acara pentas budaya.

9. Tarian Gumatere Tarian ini dimaksudkan untuk meminta petunjuk atas suatu persoalan ataupun fenomena alam yang sedang terjadi. Tarian ini dibawakan oleh 30 orang penari pria dan wanita. Penari pria menggunakan tombak dan pedang sedangkan penari wanita menggunakan lenso. Yang unik dari tarian ini adalah salah seorang penari akan menggunakan kain hitam, nyiru dan lilin untuk ritual meminta petunjuk atas suatu kejadian. Gumatere merupakan tarian tradisional rakyat Morotai.

10. Musik Bambu Hitadi Sesuai dengan namanya, alat musik bambu hitadi dibuat dari bambu dengan menggunakan pengaturan nada musik berdasarkan nada-nada yang dibutuhkan pada lagu yang diiringi. Musik bambu hitadi merupakan musik tradisional yang hanya terdapat di Halmahera utara dengan pemain dan penyanyi berjumlah 15 oang.

11. Musik Bambu Tiup Pertunjukan musik bambu tiup merupakan hiburan umum bagi masyarakat Halmahera Utara yang dimainkan dengan cara ditiup. Alat musik bambu tiup terbuat dari bambu dan dibawakan oleh sekelompok pemain musik yang terdiri dari 20-30 orang. Berbeda dengan

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 15 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

musik bambu hitadi, musik bambu tiup tidak membutuhkan penyanyi dan dapat dikolaborasikan dengan alat musik lain seperti seruling.

12. Upacara Adat Hibualamo Dilakukan untuk acara yang bersifat adat seperti pengukuhan seorang pemimpin adat. Upacara adat dimulai dengan arak-arakan keliling kota yang berakhir di Hibualamo. Pada arak-arakan ini sang pemimpin akan duduk di atas kursi kebesaran yang ditandu oleh 4-8 orang. Beragam kebudayaan daerah akan ditampilkan pada acara yang berpusat di rumah adat Hibualamo. Upacara ini biasanya diakhiri dengan acara makan bersama.

4.5.2 Gambaran Ekonomi 4.5.2.1 Perikanan A. Perikanan Tangkap 1. Potensi Potensi perikanan tangkap Kabupaten Morotai dapat diduga dari luas laut kabupaten ini, yang di dalamnya terkandung sumber daya ikan, baik ikan pelagis, ikan demersal, ikan karang dan biota laut ekonomis lainnya. Luas wilayah daratan Pulau Morotai sebesar 2.476 km2 atau sekitar 31,56% dari luas daratan Kabupaten Halmahera Utara (24.983,32 km2). Kemudian diketahui bahwa luas perairan laut Kabupaten Halmahera Utara dinyatakan sebesar 19.536,02 km2 atau 78% dari total luas wilayahnya (Dinas Perikanan dan Kelautan Halmahera Utara, 2004). Berdasarkan hal ini dan dengan pendekatan ratio luas daratan dari kedua wilayah ini, diperkirakan luas perairan laut Pulau Morotai adalah seluas 6.165,57 km2 (PKSPL-IPB, 2006). Menurut PKSPL-IPB (2006), perairan laut Pulau Morotai merupakan salah satu daerah penangkapan ikan yang potensial. Hal ini ditunjukkan dengan (1) masih sering terlihatnya kawanan ikan pelagis yang berenang dan berlompatan di sekitar perairan pantai Pulau Morotai dan (2) kehadiran armada asing yang banyak memasang rumpon dan melakukan kegiatan penangkapan ikan di perairan ini secara tidak sah (ilegal). Banyaknya ikan yang dikandung di perairan laut Pulau Morotai ini dihitung berdasarkan kepada perkiraan potensi produksi ikan laut di perairan Kabupaten Halmahera Utara. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Utara, potensi ikan di laut provinsi ini diperkirakan mencapai 828.180 ton/tahun (Tabel 6.8). Potensi perikanan yang terkandung di dalam perairan laut Kabupaten Halmahera Utara (dimana Pulau Morotai termasuk di dalalamnya) sendiri diperkirkan mencapai 119.771 ton/tahun, tertinggi kedua setelah Kabupaten Sula.

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 16 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

Tabel 4.7 Distribusi potensi sumberdaya ikan di perairan laut setiap kabupaten

Provinsi Maluku Utara (ton/tahun).

Kabupaten

/Kota

-

n n

Pelagis besar Pelagis Kecil demersa l Ika Karang Lobster Cuni cumi Udang Paneid Jumlah Halmahera Selatan 61.980 26.110 22.224 9.999 4.687 500 5.o34 30.536 Halmahera Utara 62.097 23.791 19.869 8.991 3.830 671 522 119.771 Halmahera Timur 59.891 19.361 10.644 9.961 1.201 6.261 6.254 113.575 Halmahera Barat 44.780 18.359 10.900 9.959 1.491 6.557 6.121 98.168 Halmahera Tengah 52.235 19.672 10.808 9.872 1.686 646 3.340 98.261 Kep. Sula 59.062 22.227 14.070 8.997 2.083 8.230 5.273 119.945 Kota 43.342 20.743 7.652 5.121 8 - - 76.868 Kota 40.870 19567 5.702 4.898 8 - - 71.047 Jumlah (ton/tahun) 424.260 169.834 101.872 67.801 14.998 22.867 26.545 828.180 Sumber: Laporan Tahunan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara (2005). Potensi stok ikan di perairan Kabupaten Halmahera tersebut di atas tidak berbeda jauh dengan pendugaan stok ikan yang dilakukan oleh Direktorat Jendral Perikanan, Departemen Pertania Republik Indonesia dan Balai Penelitian Perikanan Laut pada 1983. Mereka pernah menghitung potensi sumber daya ikan perairan laut kabupaten ini yang diperkirakan mencapai standing stock sebesar 148.473,8 ton/tahun.

Dinas Perikanan dan Kelautan Halmahera Utara (2005) telah menghitung biomasa ikan yang boleh ditangkapi tanpa menggangu keseimbangan stok ikan (maximum sustainable yield/MSY) atau yang disebut sebagai potensi lestari. Potensi lestari dari standing stock sebesar 148.473,8 ton/tahun tersebut diperkirakan sebanyak 86.660,6 ton/tahun, yang terdiri dari kelompok ikan pelagis sebanyak 48.946,4 ton/tahun dan kelompok ikan demersal sebanyak 32.664,2 ton/tahun.

Dengan pendekatan ratio antara luas perairan laut Pulau Morotai dengan Kabupaten Halmahera Utara dan asumsi ikan menyebar merata, PKSPL-IPB (2006) menduga potensi lestari sumberdaya ikan di perairan Morotai adalah 27.350,09 ton/tahun. Nilai ini tidak jauh berbeda dengan pendugaan yang dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara (2005), berdasarkan potensi sumberdaya ikan di Kabupaten Halmahera Utara sebesar 119.771 ton/tahun (Tabel 2.8), yang mendapatkan stok potensi lestari perairan laut Pulau Morotai sebesar 37.799,73 ton/tahun. Pendekatan yang dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara (2005) untuk menduga stok potensi lestari sumberdaya ikan Pulau Morotai ini sama dengan yang dilakukan oleh PKSPL-IPB (2006).

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 17 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

PKSPL-IPB (2006) juga telah mengestimasi secara kasar potensi sumberdaya ikan Pulau Morotai dengan pendekatan ratio luas wilayah pengelolaan perikanan (WPP) nya. Berdasarkan Departemen Kelautan dan Perikanan, wilayah perairan laut Morotai merupakan bagian dari WPP 6 (Laut Seram dan Teluk Tomini) dan WPP 7 (Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik). Kedua WPP ini menurut Komisi Nasional Stock Assessment memiliki total potensi perikanan laut sebesar 1.223.340 ton/tahun. Bila luas wilayah perairan laut Pulau Morotai diperkirakan sekitar 5% dari total luas WPP 6 dan 7 serta diasumsikan ikan menyebar merata, maka potensi sumberdaya ikan laut pulai ini diduga sebesar 61.170 ton/tahun. Stok tersebut terdiri dari kelompok ikan pelagis besar 14.090 ton/tahun, pelagis kecil 38.210 ton/tahun, demersal 6.940 ton/tahun dan lainnya (ikan karang, udang obster, dan sebagainya) sebesar 1.930 ton/tahun (Tabel 6.9).

Tabel 4.8. Potensi sumberdaya ikan laut di perairan Pulau Morotai dengan pendekatan ratio luas Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP)

Potensi (ton/tahun) Potensi Pulau Morotai Kelompok Ikan Total WPP 6 WPP 7 (ton/tahun) Pelagis Besar 106.510 175.260 281.770 14.089 Pelagis Kecil 379.440 384.750 764.190 38.210 Demersal 83.840 54.860 138.700 6.935 Lainnya *) 20.830 17.850 38.680 1.934 Total 590.620 632.720 1,223.340 61.167 *) ikan karang, cumi-cumi, udang lobster dan udang lainnya)

PKSPL-IPB (2006) juga melakukan pengamatan di lapangan dan wawancara dengan nelayan di Pulau Morotai mendapatkan bahwa perairan laut disekitar Pulau Morotai terdapat sekitar 200 rumpon (fish aggregation device) nelayan Phillipine. Jumlah rumpon ini diperkirakan lebih banyak lagi, karena umumnya rumpon dipasang dengan radius 10 mil laut (FAO, 1982). Bila 50% saja luas perairan laut Pulau Morotai yakni sekitar 3.082,79 km2 dipasang rumpon Phillipina, maka diperkirakan terdapat sekitar 308 rumpon (PKSPL-IPB, 2006).

Floyd dan Pauly (1984) menyatakan bahwa perikanan purse seine dengan rumpon di Phillipina selama 250 hari operasi sedikitnya mendaratkan hasil tangkapan ikan pelagis sebesar 1500 ton, atau dengan produktivitas sebesar 6 ton/hari. Bila setiap purse seine hanya memanfaatkan 2 unit rumpon dalam satu hari operasi penangkapan, maka produktivitas rata-rata rumpon adalah 3 ton/hari. Dengan pendekatan produktivitas rumpon ini dan dengan asumsi jumlah rumpon sebanyak 200 unit serta dalam satu tahun hanya dilakukan 200 hari operasi penangkapan, dapat diperkirakan potensi ikan pelagis di perairan Morotai adalah 120.000 ton/tahun (PKSPL-IPB, 2006).

Jenis ikan (dalam arti luas sehingga mencakup pula krustasea, moluska, ekinodermata dan alga, selain finfish) yang terdapat di perairan laut Pulau Morotai sangat beragam, dan sebagian besar bernilai ekonomi tinggi (PKSPL-IPB, 2006). Jenis ikan yang terdapat di

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 18 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

perairan laut Pulau Morotai, antara lain: ikan cakalang (Katsuwonus pelamis), madidihang (Thunnus albacores), mata besar (Thunnus obesus), albacore (Thunnus alalunga) dan komo/tongkol (Euthynnus affinis) untuk kelompok ikan pelagis besar; ikan layang (Decapterus spp), kembung (Rastrelliger spp), teri (Stolephorus spp), selar (Caranx spp.) dan julung-julung (Hyporhamphus spp.) untuk kelompok ikan pelagis kecil; dan ikan kakap merah (Lutjanus spp.), kuwe/bobara (Carangoides spp.), pisang-pisang (Caesio spp), kakatua (Scarus spp), biji nangka (Upeneus spp.), baronang (Siganus spp.) dan kerapu (Epinephelus spp.) untuk kelompok ikan demersal. Disamping itu, juga terdapat kelompok komoditas perikanan lainnya yang juga bernilai ekonomis tinggi, seperti: cumi-cumi (Chephalopoda sp.), kerang mutiara (Pinctada maxima), tapis-tapis (Pinctada margarititera), lola (Thodws nilotice), teripang (Holothuridae), Crustaceae, Echinodermata, lobster dan berbagai jenis ikan karang (PKSPL-IPB, 2006).

Beberapa nama daerah dari ikan yang terdapat di perairan laut Pulau Morotai, antara lain: ikan suwo, terusi, bubara, gora, lumba-lumba, paus, terbang, make, tude, kombong, botila, sikuda, kakatua, goropa (kerapu), golara, hiu, duyung, layar, kerapu merah (sunu), kerapu hitam, udang lobster, teripang, dan sebagainya. Di perairan payau dan tawar ditemukan pula ikan gomis, sembilang, lele, lebo (kobos), sugili (belut), goodo, dan sebagainya.

2. Armada Penangkapan Ikan Armada kapal atau perahu penangkapan ikan yang digunakan oleh masyarakat Kabupaten Pulau Morotai sebagian besar tanpa dilengkapi dengan motor, hanya mengandalkan tenaga manusia dan tenaga angin dengan bantuan layar , dan sebagian kecil saja yang sudah dilengkapi dengan motor , terutama motor tempel. Pada 2008 jumlah perhu tanpa motor yang digunakan oleh masyarakat kabupaten ini untuk menangkap ikan di laut mencapai 1.873 unit, sedangkan kapal atau perahu dengan motor tempel (< 5 GT, gross ton) hanya sebanyak 346 unit. Pada tahun yang sama, jumlah kapal bermotor dengan bobot > 5 GT yang digunakan nelayan Kabupaten Morotai lebih sedikit lagi, yakni hanya sebanyak 22 unit

Jumlah kapal penangkap ikan mengalami perkembangan sesuai dengan jenisnya dalam kurun waktu 2005-2008. Untuk perahu tanpa motor perkembangan jumlah tersebut bersifat fluktuatif, sedangkan untuk perahu dengan motor tempel memiliki kecenderungan menurun dan pada kapal motor > 5 GT cenderung meningkat. Nelayan di Kecamatan Morotai Utara lebih banyak menggunakan perahu tanpa motor, sedangkan perahu bermotor tempel < 5 GT dan kapal bermotor > 5GT banyak digunakan nelayan di Kecamatan Morotai Selatan Barat.

Dari uraian di atas memperlihatkan kemampuan jelajah nelayan dalam memanfaatkan potensi sumber daya ikan di perairan laut Pulau Morotai yang diperkirakan seluas 6.165,57 km2 masih sangat rendah. Mereka, sebagaian besar, hanya mampu menangkap ikan di sekitar perairan pantai di bawah 4 mil, dan hanya sebagian kecil saja yang memanfaatkan ruang laut > 4 mil atau > 12 mil hingga mencapai batas ZEE. Nelayan Filipina bahkan telah melewati batas ZEE dan masuk ke wilayah perairan Indonesia, bahkan sampai dekat sekali ke pantai Pulau Morotai mencapai < 4 mil.

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 19 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

3. Alat Penangkapan Ikan Jenis alat tangkap yang digunakan oleh nelayan Pulau Morotai untuk menangkap ikan di laut relatif tidak beragam, hanya meliputi kelompok purse seine (pajeko/mini purse seine), gill net (jaring layang dan giob), bagan, pancing (funai/huhate dan pancing ulur), dan kelompok lainnya (jubi/panah, bubu dan jala lempar). Pajeko, giob dan funai digunakan oleh nelayan dengan menggunakan perahu motor tempel dengan ukuran rata-rata 5 GT, dengan daerah penangkapan ikan (fishing ground) sekitar perairan pantai saja.

Alat tangkap yang paling banyak digunakan di setiap kecamatan di Kabupatem Morotai adalah pancing, terutama pancing ulur. Ini adalah alat tangkap dengan teknologi yang relatif rendah dan bersifat tradisional. Alat tangkap mini purse seine atau didaerah setempat dikenal dengan nama pajeko yang berteknologi paling maju di antara alat tangkap yang terdapat di kabupaten ini sudah digalakan pengembanganya oleh Pemerintah Daerah.

Sebagian nelayan Morotai telah mengenal teknologi rumpon sebagai alat bantu dalam operasi penangkapan ikan, utamanya adalah nelayan yang menggunakan alat tangkap pajeko. Dengan rumpon, kegiatan penangkapan ikan akan menjadi lebih efisien dan efektif, karena rumpon berfungsi untuk mengumpulkan atau sebagai tempat berlindung ikan, sehingga daerah penangkapan dan keberhasilan operasinya menjadi lebih pasti. Jenis rumpon yang digunakan nelayan Morotai masih termasuk rumpon sederhana, yg umumnya diletakkan di sekitar pantai dan menggunakan ponton atau pelampung tanda dari bambu (PKSPL-IPB, 2006).

4. Produksi Produksi perikanan tangkap kabupaten ini baru mencapai 4.016 ton pada 2008, meningkat sekitar 24% dari tahun sebelumnya yakni 3.227 ton/tahun. Produksi perikanan tangkap kabupaten ini masih jauh dibawah stok potensi lestari yang diperkirakan mencapai 27.350,09 ton/tahun (PKSPL-IPB, 2006) atau 37.799,73 ton/tahun (Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara, 2005). Tanpa memperhitungkan biomasa ikan yang dicuri dan tidak didaratkan di Kabupaten Morotai, tingkat pemanfaatan potensi lestari kabupaten ini pada 2008 hanya 10,62 hingga 14,68%. Perlu kajian lebih lanjut untuk memperkirakan biomasa ikan yang merembes (leakage) ke luar wilayah Kabupaten Morotai, untuk menghitung tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di kawasan ini.

Produksi perikanan tangkap meningkat tajam (96%) di Kecamatan Morotai Utara, sehingga menjadikan kecamatan ini sebagai producen terbesar perikanan laut pada 2008. Produksi perikanan tangkap menurun (21%) di Kecamatan Morotai Timur.

Menurut PKSPL-IPB (2006), penurunan produksi ini diduga disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah maraknya penangkapan ikan illegal oleh nelayan Phillipina, teknologi penangkapan ikan yang relatif sederhana yang sangat tergantung dengan kondisi alam/cuaca, dan tidak adanya akses pasar ikan, sehingga ikan sulit untuk dijual dengan harga yang layak.

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 20 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

5. Musim Musim penangkapan ikan di kawasan perairan laut Pulau Morotai bergantung kepada klimatologi dan oseanografi setempat, selain posisi geografis. Di pantai barat laut hingga utara Pulau Morotai (sekitar desa peisisr di Desa Sofi, Kecamatan Morotai Jaya) pada Desember hingga Januari terjadi Musim Barat dengan gelombang badai dan angin yang kuat, sehingga sebagian besar nelayan tidak melaut. Di kawasan tersebut, pada Mei hingga Oktober terjadi musim timur dan laut relatif tenang dengan gelombang tidak terlalu tinggi dan angin tidak terlalu kencang karena angin timur terhalang oleh Pulau Morotai.

Di pesisir timur laut Pulau Morotai, yakni di sekitar Desa Bere-bere Kecamatan Morotai Utara, Musim Selatan pada Agustus hingga Desember biasanya angin kuat (badai) dan gelombang besar, sehingga sebagian besar nelayan tidak melaut. Sebaliknya pada Mei, laut relatif tenang sehingga nelayan bisa ke laut dan menangkap ikan julung-julung, tuna (yellow fin) dan beberapa jenis ikan dasar.

Sebaliknya, di pesisir tenggara Pulau Morotai, yakni di sekitar Desa Sangowo Kecamatan Morotai Timur, musim ikan adalah pada saat Musim Selatan pada Agustus hingga Desember merupakan musim ikan. Musim ikan juga berlangsung pada saat Musim Utara yakni setelah Desember.

Hasil pengamatan PKSPL-IPB (2005) berdasarkan wawancara dengan nelayan diketahui bahwa puncak musim penangkapan ikan di perairan timur dan selatan Pulau Morotai adalah pada Maret – Juni, sedangkan di perairan sebelah utara Pulau Morotai adalah pada April – Agustus. Puncak musim penangkapan ikan di perairan sebelah barat Pulau Morotai adalah pada Juni – Desember.

6. Nelayan Kabupaten Morotai memiliki sekitar 45 desa pantai atau sekitar 90% dari jumlah keseluruhan desa. Namun demikian, hanya sebagian kecil saja (< 25%) penduduk desa pantai tersebut yang bermatapencaharian sebagai nelayan, sebagian besar bertani di di kebun di darat (PKSPL-IPB, 2006). Beberapa desa yang diketahui memiliki nelayan penangkap ikan di laut, antara lain Desa Daruba, Koloray, Galo-galo, Wawama, Totodoku, Momojiu, Sabatai Tua, Daeo dan Sambiki (di Kecamatan Morotai Selatan); Desa Sangowo (di Kecamatan Morotai Timur); Desa Wayabula, Aru Burung, Aru Irian, Cucumare, Tiley, Tutuhu, Waringin, Cio Gerong, Laomadaro, Leo-leo, Posi-posi, Ngele-ngele kecil dan Saminyamau (Kecamatan Morotai Barat); Desa Sopi, Bere-bere kecil, Titigogoli, Hapo dan Libano (di Kecamatan Morotai Jaya); dan Desa Wewemo, Buho-buho, Bere-bere, Gorua, Pangeo (di Kecamatan Morotai Utara).

Jumlah nelayan di Kabupaten Morotai pada 2005 diperkirakan mencapai 5.784 orang dan tersebar di 5 kecamatan yang ada, terbanyak berada di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Timur. Sebagian dari nelayan ini merupakan nelayan dengan kategori subsisten. Perkembangan jumlah nelayan di wilayah Morotai sampai tahun 2005 menunjukkan peningkatan sebesar 109% selama jangka waktu 5 tahun, namun demikian perkembangan jumlah nelayan ini bila tidak diikuti dengan pertambahan jumlah produksi perikanan tangkap,

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 21 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

hal ini mengindikasikan penurunan produktivitas nelayan. Implikasi dari indikasi tersebut adalah tingkat kesejahteraan nelayan yang juga menurun.

Di Desa Sangowo terdapat 4 kelompok nelayan masing-masing beranggota 25 orang, yakni: Kelompok Nelayan Cahaya Bahari, Bubu Guwaci, Tuna Bahari, dan Surya Pasik. Kelompok nelayan tersebut berdiri pada 2004 dengan armada penangkapan berupa kapal ketinting 5,5 PK berbahan bakar bensin dengan alat tangkap purse seine. Setiap kelompok memiliki armada ketinting sebanyak 10-12 unit yang dilengkapi dengan rumpon sebanyak 2-3 unit. Setiap unit rumpon terbuat dari bambu sepanjang 7-8 m sebanyak 25 batang dan dilengkapi dengan tambang jangkar (18-20 mm) terbuat dariplastik (PE). Rumpon ini dipasang pada lokasi 3 hingga 8 mil dari pantai. Setiap kelompok bisa memproduksi ikan tuna atau cakalang sebanyak 30-35 ton/bulan.

7. Prasarana dan Sarana Produksi Prasarana produksi seperti: pusat pendaratan/pelabuhan perikanan, tempat pelelangan ikan (TPI), bengkel, docking, stasiun pengisian bahan bakar nelayan (SPBN), dan industri pendinginan (cold storage) belum tersedia secara memadai di Kabupaten Morotai. Umumnya perahu/kapal penangkapan ikan mendarat di pantai dekat dengan tempat tinggal nelayan, walaupun ada sedikit (utamanya armada penangkapan pajeko dan giob) yang berlabuh di dermaga umum tempat sandarnya kapal angkut penumpang dan barang.

Hasil tangkapan biasanya langsung dijual di pasar ikan tradisonal setempat, walaupun ada juga yang ditampung atau dibeli oleh pedagang ataupun perusahaan untuk dipasarkan ke Tobelo. Khusus untuk ikan julung-julung, biasanya dipasarkan dalam bentuk olahan ikan asap. Sebagian besar produk perikanan tangkap dipasarkan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi lokal dan hanya sedikit yang dipasarkan ke Pulau Halmahera melalui Pelabuhan Tobelo. Kemudian, dari Tobelo ada yang didistribusikan untuk dikirim ke dan Jakarta, bahkan ada juga yang diekspor ke Jepang.

Tabel 4.9. Realisasi Pendapatan Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai Menurut Sumber Penerimaan Tahun 2011 (Ribu Rp)

Tahun Sumber Pendapatan Target 2011 Realisasi 2012 A. PendapatanAsli Daerah 3.199.288.800 3.943.000.826 Pajak daerah 817773.000 542.829.372 Retribusi Daerah 1.440.170.500 1.060.094.612 Bagi Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah - - Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah 941.345.300 2.340.076.842 B. Bagian Dana Perimbangan 336.093.074.624 282.400.979.778 Bagi Hasil Pajak 15.377.334.500 14.111.871.641 Bagi Hasil Bukan Pajak SDA 8.688.723.124 11.298.393.137 Dana Alokasi Umum (DAU) 241.796.020.000 203.956.615.000

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 22 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

Dana Alokasi Khusus (DAK) 66.920.400.000 53.034.100.000 C. Lain-Lain Pendapatan Yang Sah 3.310.597.000 28.429.840.308 Pendapatan Hibah - - Dana Darurat - - Bagi Hasil Pajak Dari Propinsi & Pemda 1.201.240.000 1.394.208.008 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 2.109.357.000 1.394.208.008 Bantuan Keuangan Dari Propinsi/pemda - - Lain - - Pendapatan Lain-lain - - Jumlah / Total 342.602.960.424 314.773.820.912 Sumber : Kab. Pulau Morotai Dalam Angka, 2013

Tabel 4.10. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Pulau Morotai Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rp) Tahun Lapangan Usaha 2011 2012 Pertanian 102,844.14 116,238.49 Pertambangan dan Penggalian 798.26 908.01 Industri Pengolahan 42,308.67 46,582.28 Listrik dan Air Bersih 1,202.00 1,451.42 Bangunan 3,699.33 4,873.46 Perdagangan, Restoran dan Hotel 49,149.80 60,066.24 Pengangkutan dan Komunikasi 14,947.80 17,086.34 Keuangan, Persewaan dan Perusahaan 5,990.06 6,850.13 Jasa-jasa 9,954.88 11,324.32 PDRB 230,894.93 265,380.69 Sumber : Kab. Pulau Morotai Dalam Angka, 2013

B. Perikanan Budidaya 1. Potensi Kawasan Potensi perikanan budidaya di Kabupaten Morotai mencakup perairan laut (marikultur), payau (budidaya air payau) dan perairan tawar (budidaya air tawar). Potensi marikultur kabupaten ini relatif besar dibanding budidaya air payau dan budidaya air tawar. Potensi marikultur terdapat di perairan laut yang relatif terlindung, yakni selat, telu dan perairan karang. Selat dan perairan karang lazim terdapat di kawasan pulua-pulau kecil, sedangkan teluk banyak terdapat di mainland Pulau Morotai. Di pesisir barat dan selatan Pulau Morotai terdapat banyak pulau-pulau kecil yang terlindung oleh kawasan terumbu karang di sekitarnya. Dengan demikian di kawasan tersebut terdapat banyak selat dan perairan terlindung berupa gosong (perairan laut dengan dominan kawasan terumbu karang).

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 23 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

Tabel 4.11. Lokasi Potensi Marikultur di Perairan Pulau Morotai No. Nama Pulau 1 Rube-rube (Ansae) 2 Lung-lung 3 Ruki-ruki 4 Bobongono (Pulau Babi) 5 Komandan 6 Loleba Kecil 7 Loleba Besar 8 Ngele-ngele Kecil 9 Ngele-ngele Besar 10 Kacuwawa 11 Tuna (Pulau Burung) 12 Saminyamau 13 Rao (Posiposi) 14 Galo-galo Kecil 15 Galo-galo Besar 16 Pelo 17 Dodola Besar 18 Dodola Kecil 19 Kolorai 20 Kokoya 21 Mitita 22 Kapakapa 23 Jujurum 24 Zum-zum Sumber: RTRW Kab. Pulau Morotai, 2012 potensi marikultur di kawasan terlindung perairan laut Pulau Morotai dan mendapatkan 9 zona pengembangan marikultur yang sebagian besar (6 zona) berlokasi di pesisir barat daya pulau ini. Di pesisir tersebut terdapat 24 pulau-pulau kecil yang terlindung. Selain di pesisir barat daya, Pulau Morotai juga menyimpan potensi marikultur di pesisir timur (3 zona).

2. Usaha Akuakultur Budidaya Rumput Laut Usaha budidaya rumput laut di lokasi kajian sudah mulai dicoba pada tahun 1995. Sedang pengembangan pada skala ekonomi mulai dilakukan pada tahun 1998. Para pembudidaya rumput laut memperoleh keterampilan teknis budidaya berdasarkan pengetahuan yang diberikan oleh pengusaha yang berperan sebagai pembeli hasil produksi mereka. Usaha ini sejak mulai diperkenalkan kepada masyarakat telah berkembang cukup pesat, karena usaha ini tidak menuntut keterampilan yang tinggi dan modal besar, sehingga dapat Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 24 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

dilakukan oleh sebagian besar penduduk. Namun sejak tahun 2002, usaha yang dilakukan oleh masyarakat di Pulau Kolorai, Kalo-kalo dan Ngele berhenti karena terjadi kerusuhan yang melanda daerah tersebut. Analisis usaha yang dilakukan dibawah ini dibuat berdasarkan kondisi usaha ketika usaha masyarakat masih berlangsung. Usaha budidaya rumput laut yang dilakukan penduduk berdasarkan aspek biaya, membutuhkan biaya investasi dan biaya operasi. Biaya investasi adalah biaya yang dibutuhkan untuk pengadaan sarana produksi, seperti pengadaan kayu atau bambu, tambang besar (untuk tali jangkar), tambang kecil (untuk tali ris), tali rafia, linggis, perahu, mesin/ketingting, para-para, jaring, dan lain-lain. Kebutuhan biaya investasi setiap pembudidaya tidak sama, hal ini dipengaruhi terutama oleh jumlah rakit yang dimiliki oleh masing-masing pembudidaya. Biaya investasi yang cukup besar dalam usaha budidaya rumput justru untuk pengadaan alat penunjang yaitu perahu dan mesin/ketingting. Namun tidak semua pembudidaya memiliki mesin/ketingting. Biaya operasi adalah biaya yang dibutuhkan untuk menjalankan usaha. Biaya operasi dibagi menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya variabel usaha budidaya rumput laut terdiri dari biaya pengadaan bibit, biaya bahan bakar (jika menggunakan mesin/ketingting), biaya panen. Biaya tetap terdiri dari biaya perawatan, biaya penyusutan. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden diperoleh data bahwa biaya investasi budidaya rumput laut per unit di lokasi kajian berkisar antara Rp 1.045.000 – Rp 4.600.000. Biaya operasi yang dikeluarkan pembudidaya per musim tanam berkisar antara Rp 212.500 – Rp 575.000.

Budidaya Ikan Kerapu Perairan sekitar Pulau Ngelengele Besar dan Ngelengele Kecil (Zona 4 dan 5) telah dimanfaatkan untuk budidaya ikan kerapu berbegai jenis, antara lain ikan kerapu batik, ikan kerapu macan, ikan kerapu sunu dan sebagainya. Pengguna kawasan tersebut di atas untuk budidaya ikan kerapu adalah sebuah perusahaan swasta yang juga mengusahakan budidaya kerang mutiara. Kegiatan usaha budidaya mencakup pembenihan, pendederan dan pembesaran. Pembenihan dan pendederan dilakukan dalam bak pada hatchery indoor. Pembesaran dan pemeliharaan induk ikan kerapu dilakukan dilakukan secara outdoor dalam karamba jaring tancap dan karamba jaring apung di laut. Lokasi pemeliharaan ikan kerapu secara outdoor ini adalah di perairan laut sekitar Pulau Ngelengele Besar, di pantai dan perairan selata antara pulau ini dengan Pulau Morotai dan Pulau Ngelengele Kecil. Benih ikan kerapu ukuran 9-13 cm yang dihasilkan dari proses pembenihan di hatchery indoor di Pulau Ngelengele Besar selankutnya dipelihara dalam karamba jaring apung atau karamba jaring tancap di laut. Ikan ini dipelihara selama 9-12 bulan hingga mencapai ukuran konsumsi yakni 0,5-0,8 kg per ekor, kemdian dipanen dan dijual ke Hongkong (ekspor). Pada 2010, perusahaan yang mengusahakan perairan laut Pulau Ngelengele Besar untuk budidaya ikan kerapu tersebut telah mengekspor ikan ini sebanyak 30 ton ke Hongkong. Budidaya Kerang Mutiara Budidaya kerang mutiara berlangsung di Pulau Ngelengele Besar dan perairan sekitarnya, dan dilakukan oleh sebuah perusahaan swasta nasional. Budidaya komoditas ini mencakup pembenihan, pembesaran dan penumbuhan mutiara dalam cangkan kerang. Pembenihan

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 25 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

kerang mutiara mencakup pengadaan dan pemeliharaan induk, pemijahan, penetasan, pemeliharaan larva dan pendederan benih. Pemeliharaan induk dilakukan di laut (outdoor) dalam keranjang (basket) yang digantung di tambang (longline) atau rakit, sedangkan pemijahan induk, penetasan telur dan pemeliharaan larva dan benih dilakukan dalam hatchery indoor yang berlokasi di Pulau Ngelengele Besar. Pemeliharaan secara outdoor dilakukan dengan menggunakan tambang yang dibentangkan dan diapungkan di laut dengan bantuan pelampung. Cara ini disebut sistem longline, kerang mutiara digantung dalam basket pada tambang tersebut. Cara lain yaitu dengan menggunakan rakit yang mengapung di laut, dan kerang dalam keranjang digantung pada rakit tersebut. Pemeliharaan outdoor di laut dilakukan di perairan laut di sekitar Pulau Ngelengele Besar, terutama antara pulau ini dengan Pulau Morotai. Kerang mutiara yang telah mencapai ukuran tertentu yang dipelihara di hatchery indoor selanjutnya dipelihara secara outdoor di laut, hingga mencapai ukuran diameter cangkang 15-17 cm dan siap untuk disuntik dengan inti (nuclei). Inti yang disuntikan ke dalam daging kerang mutiara akan tumbuh menjadi mutiara. Lama waktu pemeliharaan kerang mutiara hingga siap disuntik inti adalah sekitar 2 tahun, sedangkan penumbuhan mutiara hingga mencapai diameter butiran siap panen (1,0-1,5 cm) membutuhkan waktu sekitar 2 tahun. Dengan demikian lama waktu satu siklus produksi komoditas ini sekitar 4 tahun. Perusahaan yang mengusahakan budidaya kerang mutiara ini sampai kini belum panen sejak pertama kali beroperasi pada 2007.

4.5.2.2 Pariwisata A. Potensi Obyek dan Daya Tarik Wisata Kepulauan Morotai menyimpan kekayaan dan keelokan alam serta beragam tempat bersejarah yang sangat potensial untuk dikembangkan. Obyek wisata di Kabupaten Pulau Morotai ini sangat beragam, mulai dari wisata alam, wisata bahari, flora dan fauna, makanan tradisional serta keindahan pesisir yang cukup banyak dengan keunikan dan karateristik yang tak kalah menariknya dengan daerah lain

B. Obyek Wisata Alam Obyek wisata bahari di Pulau-pulau Kecil dan Pantai 1. Obyek Wisata Pulau Zum-zum Pulau Zum-zum terletak hanya 3 mil di depan Kota Daruba, Kecamatan Morotai Selatan. Pulau ini tergolong pulau kecil yang memiliki panorama pantai pasir putih dan keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias). Selain itu, pulau ini juga merupakan peninggalan sejarah Perang Dunia II (PD II), dimana pernah dijadikan sebagai pusat komando pasukan Amerika dalam PD II yang masih menyimpan peralatan perang, antara lain: Pistol, Rangka Pesawat, Mobil Perang dan merupakan markas Mc Arthur. Pulau Zum- zum juga sebagai tempat persembunyian ‘Nakamura’ yang merupakan pemimpin tentara Jepang. Secara fisik pulau ini relatif masih baik dan alami. Kedekatan wilayah dengan pusat kota Daruba, memudahkan Pulau Zum-zum ini dijangkau dengan speed boat dan long boat dari Pelabuhan Daruba, jarak tempuh sekitar 20 menit dari Kota Daruba. Sementara fasilitas yang terdapat di Pulau Zum-zum adalah dermaga. Namun,pulau ini masih memiliki kelemahan, yaitu belum tedapatnya pengelola dan ruang

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 26 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

pengelolaan, belum terdapat WC Umum, keterbatasan air tawar, dan pengunjung relatif kecil dan bersifat temporal

2. Obyek Wisata Pulau Dodala Besar dan Dodola Kecil Pulau lain yang jaraknya berdekatan dengan Pulau Zum-zum adalah Pulau Dodola Besar dan Pulau Dodola Kecil. Kedua pulau ini terletak di depan Kota Daruba, Kecamatan Morotai Selatan dengan jarak sekitar 5 mil. Kedua pulau ini memiliki panorama pantai pasir putih sepanjang 16 km dan keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias). Pulau Dodola terdiri dari 2 (dua) daratan yang dihubungkan dan dikelilingi hamparan pasir putih. Ketika air laut pasang, Pulau Dodola terbagi menjadi dua, yaitu Dodola kecil dan Dodola Besar. Ketika air laut surut, pasir putih yang ada menjadi "jembatan" indah yang membelah dua perairan. Sebagaimana Pulau Zum-zum yang berdekatan dengan pusat kota Daruba, kedua pulau ini mudah dijangkau dengan speed boat dan long boat dari Pelabuhan Daruba. Fasilitas yang terdapat di Pulau Dodola Besar dan Dodola Kecil adalah dermaga dan penginapan. Namun,pulau ini masih memiliki kelemahan, yaitu belum keterbatasan air tawar, dan pengunjung relatif sedikit dan bersifat temporal. Pasir putih di pulau Dodola juga memiliki keunikan, yaitu pasir putih yang halus pada bibir pantai yang menghadap ke Pulau Morotai dan pasir putih yang kasar pada bibir pantai yang menghadap ke Pulau Dodola. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan arus. Selain pesona alam pantainya, Dodola juga menyimpan sejarah pada masa perang kemerdekaan dahulu. Menurut pemandu setempat, Pulau Dodola digunakan sebagai tempat rekreasi oleh Douglas McArthur, seorang jenderal sekutu pada masa perang dunia II.

3. Obyek Wisata Pulau Galo-galo Kecil Pulau Galo-galo Kecil terletak di wilayah Kecamatan Morotai Selatan dengan jarak sekitar 8 mil. Sebagaimana yang terdapat di pulau-pulau kecil di Pulau Morotai, Pulau Galo-galo Kecil ini memiliki panorama pantai pasir putih dan keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias). Pulau ini mudah dijangkau dengan speed boat dan long boat dari Pelabuhan Daruba. Sementara fasilitas yang terdapat di Pulau Galo-galo Kecil hanya dermaga. Kelemahan pulau ini, yaitu belum tedapatnya pengelola dan ruang pengelolaan, belum terdapat WC Umum, keterbatasan air tawar, dan pengunjung relatif kecil dan bersifat temporal

4. Obyek Wisata Pulau Ngele-ngele Besar dan Ngele-ngele Kecil Pulau Ngele-ngele Besar dan Ngele-ngele Kecil terletak di wilayah Kecamatan Morotai Selatan Barat dengan jarak sekitar 5 mil. Sebagaimana yang terdapat di pulau-pulau kecil di Pulau Morotai, kedua pulau yang berdekatan ini memiliki panorama pantai pasir putih dan keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias). Pulau ini mudah dijangkau dengan speed boat dan long boat dari Dermaga Daruba sekitar 0,5 – 1 jam. Sementara fasilitas yang terdapat di kedua pulau ini hanya dermaga. Kelemahan kedua pulau ini, yaitu belum tedapatnya pengelola dan ruang pengelolaan, dan pengunjung relatif kecil dan bersifat temporal

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 27 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

5. Obyek Wisata Pulau Saminyamau Pulau Saminyamau terletak di depan Kota Wayabula, Kecamatan Morotai Selatan Barat dengan jarak sekitar 4 mil. Sebagaimana yang terdapat di pulau-pulau kecil di Pulau Morotai, Pulau Saminyamau ini memiliki panorama pantai pasir putih dan keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias). Pulau ini mudah dijangkau dengan speed boat dan long boat dari Dermaga Daruba sekitar 1 – 1,5 jam atau sekitar 0,5 jam dari Waybula. Sementara fasilitas yang terdapat di Pulau Saminyamau hanya dermaga. Kelemahan pulau ini, yaitu belum tedapatnya pengelola dan ruang pengelolaan, pulau berpenghuni (1 desa) dan potensial mengalami perusakan jika tidak dikelola dengan baik, pengunjung relatif sedikit, bersifat temporal dan pengunjung relatif kecil dan bersifat temporal

6. Obyek Wisata Pantai Batu Labung Selain obyek wisata pulau, di Pulau Morotai juga terdapat obyek wisata Pantai Batu Labung yang terletak di Desa Posi-posi, Kecamatan Morotai Timur. Daya tarik pantai ini adalah memiliki panorama pantai pasir putih dan keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias). Dikarenakan dekat dengan jalan lingkar Morotai, obyek wisata Pantai Batu Labung dapat dijangkau melalui jalan darat Daruba sekitar 3 – 4 jam. Namun demikian, kelemahan dari obyek wisata Pantai Batu Labung adalah belum tedapatnya pengelola dan ruang pengelolaan, kondisi prasarana jalan yang rusak, dan pengunjung relatif sedikit dan bersifat temporal

7. Obyek Wisata Goa Di Pulau Morotai juga terdapat obyek wisata gua. Goa dengan stalakmit dan stalaktit terdapat di Desa Leo-Leo, Pulau Rao, Kecamatan Morotai Selatan Barat. Goa Leo-Leo Rao ini dapat dijangkau dengan speed boat dan long boat dari Dermaga Waybula. Kelemahan dari obyek wisata Goa Leo-Leo Rao ini adalah belum terdapatnya pengelola dan ruang pengelolaan, dan pengunjung relatif sedikit dan bersifat temporal. Situs-situs Morotai mempunyai industri batu yang tidak berpola bentuknya. Pada umumnya terbuat dari serpihan kerakal pantai. Berbeda dengan situs Melanesia yang lain, di Morotai tidak ada bukti alat-alat batu dibawa dari pulau ke pulau. Alat-alat tersebut ditinggal begitu manusia pendukungnya meninggalkan gua-gua hunian di Morotai. Industri alat-alat batu yang ditemukan masih sangat sederhana seperti kebanyakan situs Melanesia lainnya. Selain alat batu, juga ditemukan adanya alat dari kerang.. alat-alat dari kerang mungkin menunjukkan sebuah tradisi local, suatu kelanjutan dari tradisi pratembikar beliung kerang yang terwakili di Maluku bagian Utara (Bellwood, 2000 : 326-327 dalam http://arkeologi.web.id/articles/arkeologi-prasejarah).

8. Obyek Wisata Sejarah Pulau Morotai tidak hanya memiliki keindahan alam, akan tetapi juga memiliki nilai sejarah. Hal ini dikarenakan, Pulau Morotai dijadikan pangkalan militer sekutu dalam Perang Dunia II. Beberapa obyek wisata sejarah di Pulau Morotai tersebar di beberapa desa, yaitu:

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 28 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

a) Desa Pilowo Obyek wisata sejarah di Desa Pilowo terdapat di empat lokasi, yaitu sekitar Sungai Pilowo, Goa (Air Senjata), Daerah Kokota, dan Daerah Kekera. Adapun daya tarik di empat lokasi ini adalah tempat persembunyian tentara Jepang, basis pertahanan Jepang, tempat penyimpanan senjata, dan air terjun, tempat tentara Jepang. b) Desa Cio Gerang Obyek wisata sejarah di Desa Cio Gerang terdapat di dua lokasi, yaitu Sungai Cio (Daerah Tetarno) dan Kokorunga. Adapun daya tarik di dua lokasi ini adalah tempat ditemukannya 9 Tentara Jepang dan tempat ditemukannya Wakil Panglima Jepang. c) Desa Sebatai Tua dan Sebatai Baru Obyek wisata sejarah di Desa Sebatai Tua dan Sebatai Baru terdapat di dua lokasi, yaitu Gunung Sebatai dan Sebatai Baru. Adapun daya tarik di dua lokasi ini adalah basis pertahanan Jepang dan benda-benda bersejarah. Potensi sosial ekonomi yang dapat dikelola oleh masyarakat untuk mendukung pariwisata adalah: a) Dukungan positif dari masyarakat atas rencana pengembangan pariwisata bahari di Kabupaten Pulau Morotai. b) Masyarakat bersedia menyediakan fasilitas pariwisata seperti jasa penginapan, jasa guide, serta jasa lain yang berbasis pada sumberdaya daya alam setempat, khususnya situs-situs sejarah perang dunia kedua (PD II) di Kabuupaten Pulau Morotai. c) Masyarakat mampu menyediakan produk-produk khas lokal baik dalam bentuk makanan maupun kerajinan yang menjadi cenderamata bagi pengunjung. d) Mempunyai potensi untuk mengembangkan usaha budidaya perikanan, sehingga bisa dikembangkan menjadi pariwisata bahari selain wisata sejarah dan ekowisata berbasis laut. Koneksitas yang bersifat ’history’ antara Jepang & Amerika Serikat dengan masyarakat Morotai. Dari hasil Focus Group Discussion (FGD) bersama masyarakat Kabupaten Pulau Morotai diketahui beberapa harapan masyarakat dalam rencana pengembangan kawasan pariwisata di Morotai adalah sebagai berikut: a) Adanya pembinaan mengenai pengembangan pariwisata bahari dari pemerintah terhadap masyarakat. b) Terbangunnya sarana pariwisata yang memadai untuk menunjang pembangunan pariwisata bahari di Kabupaten Pulau Morotai. c) Pembagunan sarana komunikasi, sehingga akses informasi lebih terbuka dan akses informasi akan semakin mendukung pergerakan ekonomi di desa-desa Morotai. d) Dibangunnya sarana penunjang kegiatan nelayan seperti cold storage, pelabuhan yang memadai, serta industry pengolahan hasil perikanan. e) Peningkatan mata pencaharian masyarakat antara lain dengan memberdayakan perempuan untuk usaha-usaha pengolahan dan kerajinan dan jasa-jasa wisata seperti, membuat hiasan (souvenir), kerang-kerangan menjadi guide wisata. f) Masyarakat mendukung dikembangkannya pariwisata di Morotai yang melibatkan potensi masyarakat setempat.

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 29 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014

I RPI2-JM I Kabupaten Pulau Morotai I

Gambar 4.5 : Peta Infrastruktur Dasar Kab. Pulau Morotai

Bantuan Teknis RPI2JM Dalam Implementasi Kebijakan Keterpaduan Program IV - 30 Bidang Cipta Karya – Provinsi Maluku Utara Tahun 2014