BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebudayaan adalah merupakan bagian dari keseluruhan yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat serta kemampuan dan kebiasaan lainnya yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.1Kebudayaan sebagai bagian dari unsur-unsur yang terdiri dari; sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi masyarakat, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian, dan sistem teknologi serta peralatan. 2 Manusia dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan yang banyak sekali. Adanya kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam rangka pemenuhan kebutuhan tersebut.

Menurut Ashley Montagu, kebudayaan mencerminkan tanggapan manusia terhadap dasar hidupnya.3 Manusia berbeda dengan binatang bukan saja dalam banyaknya kebutuhan namun juga dalam cara memenuhi kebutuhan tersebut. Kebudayaanlah, dalam konteks ini, yang memberikan garis pemisah antara manusia dan binatang. Maslow mengidentifikasi kebutuhan manusia kedalam lima kelompok yakni; kebutuhan fisiologi, rasa aman, afiliasi, harga diri dan pengembangan potensi.4Binatang kebutuhannya terpusat kepada dua kelompok, yakni fisiologis dan rasa aman serta memenuhi kebutuhannya secara instinktif. Sedangkan manusia tidak mempunyai kemampuan bertindak secara otomatis yang berdasarkan instink tersebut dan oleh sebab itu dia berpaling kepada kebudayaan

1E.B. Taylor, Primitive Culture. John Murray: London, 1871., 2Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitet dan Pembangunan. Jakarta, Gramedia, 1974, h. 12 3Ashley Montagu, Man His First Million Years. New York: Mentor, 1961, h.85 4Abraham H.Maslow, Motivation and Per H.Maslow, Motivation and Personality. New York, Harper, 1945

1

yang mengajarkan cara hidup. Pada hakikatnya, kebudayaan merupakan alat penyelamat

(survival kit) kemanusiaan di muka bumi.5

Ketidakmampuan manusia untuk bertindak instinktif ini diimbangi oleh kemampuan lain yakni; kemampuan untuk belajar, berkomunikasi dan menguasai obyek- obyek yang bersifat fisik. Kemampuan untuk belajar ini dimungkinkan oleh perkembangan inteligensi dan berpikir secara simbolik. Terlebih lagi manusia mempunyai budi yang merupakan pola kejiwaan yang di dalamnya terkandung dorongan-dorongan hidup yang berdasarkan insting, perasaan, dengan pikiran, kemauan dan fantasi.6 Budi inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan alam sekitarnya melalui penilaian terhadap obyek dan kejadian, pilihan nilai inilah yang menjadi tujuan dan isi kebudayaan7.

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, nilai-nilai budaya ini adalah jiwa dari kebudayaan, dan menjadi dasar dari segenap wujud kebudayaan. Di samping nilai-nilai ini, kebudayaan dapat diwujudkan dalam bentuk tata hidup yang merupakan kegiatan manusia, dan mencerminkan nilai budaya yang ada didalamnya. Pada dasarnya tata hidup merupakan pencerminan yang konkret dari nilai budaya yang bersifat abstrak; karena kegiatan manusia dapat ditangkap oleh pancaindera, sedangkan nilai budaya hanya tertangguk oleh manusia. Disamping itu maka, nilai budaya dan tata hidup manusia ditopang oleh perwujudan yang ketiga yaitu berupa sarana kebudayaan. Sarana kebudayaan ini pada dasarnya merupakan perwujudan yang bersifat fisik yang merupakan

5Mavies L. Biesanz dan John Biesanz, Introduction to Sociology. Englewood Cliffs, N.J, Prentice-Hall, 1973, h. 113 6Sutan Takdir Alisjahbana, Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia, Jakarta, Yayasan Idayu, 1975, h. 6 7Sutan Takdir Alisjahbana, Perkembangan Sejarah Kebudayaan Indonesia, Jakarta,Yayasan Idayu, 1975, h.9

2

produk dari kebudayaan, atau alat yang dapat memberikan kemudahan dalam berkehidupan.

Dalam sejarah orang Tionghoa, ramalan adalah tradisi budaya yang sudah diwarisi sejak ribuan tahun oleh para leluhur. Apabila catatan kitab Shu jing-(Wu jing) kitab lima klasik Tiongkok bagian-bagiannya dapat ditemukan kembali, semua catatan peristiwa yang terjadi pada masa itu setidaknya dapat dipercaya. Dimana, bentuk tradisi yang ada dalam catatan kitab Shu jing sangat berkaitan dengan kehidupan saat ini, khususnya hal- hal yang berkaitan dengan almanak.

Penanggalan atau bagian yang berhubungan dengan almanak dari kalender yang ada sekarang ini, telah dipublikasikan selama lebih dari 5000 tahun lalu oleh raja-raja suci purba pada masa itu. Peristiwa-peristiwa yang tercatat dalam kitab Shu jing adalah menggambarkan perjalanan sejarah panjang peradaban manusia, khususnya tradisi budaya orang Tionghoa. Selama masa pemerintahan Kaisar Yao, Kaisar telah memerintahkan Xi dan He untuk menghitung dan melukiskan peredaran matahari, bulan, bintang, dan rasi bintang, serta menyampaikan hasil observasinya ke seluruh negeri. Kaisar memerintahkan

Xi zhong untuk mengamati peredaran matahari di wilayah Timur ke negeri Yu yi, di lembah yang disebut Yang Gu atau lembah terang untuk menyambut terbitnya matahari, dan menetapkan secara tepat musim semi. Selanjutnya, kaisar memerintahkan Xi Shu agar ia pergi ke Nan jiao, untuk mengatur perubahan di Selatan (musim panas) dan mengamati saat banyangan paling terbatas. Saat itu, hari adalah terpanjang, bintangnya di Huo dan saat itulah ditetapkan secara tepat pertengahan musim panas.8

Selanjutnya, kaisar menugaskan He Zhong untuk pergi ke wilayah Barat, ke negeri

Mei Gu, atau lembah gelap, dan disana ia diminta untuk mengamati matahari terbenam,

8Shu jing-Kitab Dokumen Sejarah I. II: 3-4.5, terjemahan MATAKIN, h.2 *MATAKIN singkatan dari; “Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia”

3

saat itu malam memiliki panjang menengah, bintangnya di Xi, dan menetapkan secara tepat pertengahan musim rontok. Kaisar kemudian memerintahkan He Shu, agar ia pergi ke wilayah Utara, ke ibukota yang bernama You Du, ibukota “SURAM” untuk mengamati perubahan di Utara, dan menyesuaikan perubahan musim dingin.9

Dari peristiwa-peristiwa inilah secara tradisional dianggap sebagai konstruksi

(bentuk ramalan) pertama secara formal yang tercatat di dalam kitab Shu jing. Catatan kitab Shu jing bukan kitab biasa, ini sudah ditetapkan oleh kaisar dengan memiliki otoritas kekaisaran, oleh sebab itu kitab Shu jing dianggap sebagai simbol dari penguasa.

Dalam kitab ji bagian dari Wu jing – kitab lima klasik, cara ini banyak ditemukan pada materi dinasti Chou dan Shang, dimana sebagian dari ritual yang dilakukan oleh Yueh ling dianggap sangat menakjubkan. Dalam catatan kitab Li ji di jelaskan, bagaimana cara yang dilakukan Yueh ling dalam menetapkan musim semi bulan pertama. “Meng chun (musim semi bulan pertama)”,matahari ada di“shi” (markab pegasi), bintang yang mencapai puncaknya pada senja hari adalah bintang“can” (rasi bintang di wilayah Orion), dan yang mencapai puncaknya pada fajar“ wei (sekitar

Scorpion), harinya adalah“jia”dan“yi”.Saat“meng xia” (bulan pertama musim panas), matahari ada di“bi” (enam bintang Hydes rasi Taurus), bintang mencapai puncaknya pada senja hari adalah bintang“yi” (Crater) dan yang mencapai puncaknya pada fajar hari adalah bintang“wu ni”. Saat“meng chiu” (bulan pertama musim rontok), matahari ada di“yi” (crater), bintang mencapai puncaknya pada senja hari adalah “jian xing” (rasi

Sagitarius), dan yang mencapai pada fajar hari adalah bintang“bi” (Hyades). Saat“meng dong” (bulan pertama musim dingin), matahari ada diwilayah bintang“wei” (Scorpio).

Bintang yang mencapai puncaknya pada senja hari adalah“wei” (antara Aquarius dan

9Shu jing,Kitab Dokumen Sejarah, Bagian I. II: 5,6, terjemahan MATAKIN, h. 2-3

4

Pegagus), dan yang mencapai puncaknya pada fajar hari adalah bintang “ji xing”(bintang tujuh, rasi Hydra).10 Dari peristiwa inilah dianggap lengkap untuk perhitungan dua belas bulan, seperti yang ada pada perhitungan kalender sekarang. Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa, penanggalan yang ada saat ini sudah ditemukan raja-raja purba berdasarkan pengetahuan mereka melalui observasi/ramalan.

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang penulis kemukakan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang ramalan Pwa Pwee, yang sampai saat ini masih dinyakini oleh masyarakat Tionghoa untuk memperoleh petunjuk. Ramalan Pwa

Pwee adalah salah satu bentuk ramalan yang sangat berkaitan dengan tradisi budaya orang

Tionghoa.

Dalam penulisan tesis ini, penulis berupaya untuk mengetahui seluk beluk ramalan

Pwa Pwee, dan alasan mengapa sampai saat ini ramalan Pwa Pwee masih di percaya sebagian masyarakat Tionghoa. Karena bentuk ramalan ini memiliki nilai sajarah yang sangat panjang, maka penulis tertarik untuk mengetahui sejarah Pwa Pwee. Untuk itu, penulisan tesis ini diberi judul “Pengaruh Pwa Pwee Pada Pengambilan Keputusan

Masyarakat Tionghoa di Jakarta”. Inti di dalam penulisan tesis ini, penulis akan mengulas tentang hal-hal yang berkaitan dengan ramalan yang menggunakan media Pwa

Pwee, serta mitos-mitos yang berkembang di kalangan masyarakat, khususnya masyarakat

Tionghoa di Jakarta.

Dalam era globalisasi sekarang ini, ternyata kepercayaan pada ramalan masih sangat melakat didalam kehidupan orang Tionghoa. Berdasarkan keimanan dan pengetahuan yang penulis miliki, ramalan sangatlah bertentangan dengan ajaran agama

10James Legge, Li ki, The Sacred Books of the East, Yueh Ling, Oxford University Press, 1855,vol XXVII-XXVIII. Li ji, terjemahan Matakin. IV, h.153-165-176-186

5

dan ilmu pengetahuan modern, karena ramalan sangat erat kaitannya dengan hal-hal bersifat mistik/takhayul, dan cara ini sangat bertentangan dengan akal sehat kita.

B. Batasandan rumusan masalah

Penelitian ini dibatasi hanya tentang cara-cara penggunaan Pwa Pwee sebagai media ramalan, yaitu mengenai proses yang harus dipersiapkan seseorang dalam melakukan ramalan Pwa Pwee, seperti; mempersiapkan diri, sikap mereka dalam melaksanakan ritual Pwa Pwee, serta nilai tradisi yang telah diwariskan oleh leluhur sejak ribuan tahun lalu.

Adapun alasan penulis melakukan penelitian ramalan Pwa Pwee, karena nilai-nilai tradisi budaya ini semakin lama semakin ditingalkan orang Tionghoa, khususnya orang

Tionghoa yang berdomisili di Jakarta, terutama para generasi muda, hal ini disebabkan faktor modernisasi maupun westernisasi, dan sebagian besar mereka sudah beralih iman.

Sebagian dari orang Tionghoa di Jakarta sudah memeluk agama Kristen Protestan maupun

Khatolik. Pada umumnya orang Tionghoa yang sudah beralih kepercayaannya mereka meninggalkan tradisi ini, karena dianggap sebagai hal yang bersifat mistik/takhayul, atau dianggap menyembah berhala.

Berdasarkan latar belakang masalah yang penulis kemukakan di atas, maka penulis membuat suatu rumusan dari permasalahan sebagai berikut“ apa yang membuat orang

Tionghoa menyakini ramalan Pwa Pwee“

6

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mengkaji tentang kenyakinan orang Tionghoa yang berkaitan dengan tradsi dan budaya Tionghoa,yaitu tentang Pwa Pwee yang masih dipercaya dapat meramal nasib seseorang. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui sejarah perkembangan ramalan

2. Untuk mengetahui apa sebenarnya ramalan Pwa Pwee

3. Untuk mengetahui apa kaitannya antara kepercayaan orang Tionghoa dan

ramalan

4. Untuk mengetahui apa yang membuat orang Tionghoa masih percaya pada tradisi

ramalan

5. Untuk mengetahui apa manfaat ramalan bagi kehidupan orang Tionghoa

6. Untuk mengetahui apa tujuan orang Tionghoa bersembahyang di kelenteng

D. Manfaat penelitian

1. Manfaat secara teoretis

Secara teoretis, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memperluas wawasan, khususnya dalam hal kepercayaan seseorang terhadap ramalan Pwa Pwee, dan untuk melihat faktor apa yang membuat orang menjadi percaya pada hasil ramalan Pwa

Pwee.

2. Manfaat secara praktis

Penulis berharap, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam memberikan informasi, dan dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya, khususnya yang berkaitan dengan kepercayaan atau tradisi Tionghoa terhadap hasil ramalan Pwa

Pwee.

7

E. Tinjauan Pustaka

Bila berbicara tentang “ Ramalan Pwa Pwee, hal ini tidak terlepas dari tradisi dan budaya yang berkaitan dengan sejarah ramalan Tionghoa. Bagi orang Tionghoa ramalan merupakan praktik yang sudah ada dalam tradisi mereka, dan sudah dilakukan sejak alam semesta terbentuk, yang merupakan awal dari sejarah peradaban manusia.

Ramalan merupakan warisan dari para leluhur yang sudah berusia ribuan tahun dari fenomena-fenomena tradisional. Ini adalah praktik yang menyatukan beberapa aspek kebudayaan, kebutuhan, dan keinginan hidup manusia. Pada jaman raja-raja purba, dimana raja sangat menghargai pengetahuan untuk memperoleh keselamatan dan keberkahan dari alam/langit. Pada jaman dinasti Shang, para kaisar sebelum membuat keputusan diawali dengan sembahyang/ritual untuk memperoleh petunjuk Tian/langit dengan menggunakan cangkang -kura sebagai media ritual.

Dalam pemikiran tradisional orang Tionghoa pada masa lalu bahwa, dinasti itu merupakan lapisan tanggung jawab pada saluran yang lebih penting. Bagian dari lapisan ini adalah almanak. Untuk dapat mengontrol langit dan musim berarti menjadi bagian dari kekuatan yang seimbang antara yin dan yang. Pada jaman raja-raja purba, peran almanak menjadi hak seorang raja sebagai penguasa untuk menjalankan pemerintahan.

Dalam penulisan tesis ini, tinjauan pustaka yang penulis gunakan adalah kitab suci wu jing, atau Kitab Lima Klasik. Kitab-kitab ini sebagai sumber pokok keimanan yang paling utama dalam agama Khonghucu. Hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan manusia atau dengan semesta alam, merupakan inti ajaran agama Khonghucu. Di dalam ajaran agama Khonghucu, pengembangan diri tidak hanya pada satu dimensi saja,

8

pengembangan diri perlu melibatkan pengalaman dan refleksi terhadap banyak hal yang berkaitan dengan kehidupan manusia/alam.

Kitab-kitab ini terdiri dari Wu Jing (kitab yang lima) dan Si Shu (Kitab yang

Empat). Kitab Wu jing merupakan dasar dari keimanan agama Khonghucu di dalam memahami ajaran agama yang sesungguhnya. Wu jing merupakan kumpulan kitab-kitab yang berasal dari raja-raja suci purba. Kitab Wu jing ini telah melalui proses yang sangat panjang dalam sejarah peradaban manusia maupun keberadaan alam semesta.

Kitab Shu jing atau dokumen sejarah. Kitab ini berisikan catatan peristiwa- peristiwa besar yang terjadi dalam sejarah Tiongkok, sejak awal kekaisaran Yao 2350 -

2250 s.M, hingga dinasti Chou sebelum masa Kongzi (Confucius), yang diperkirakan tanggalnya 100 s.M, dan dianggap sebagai awal terbentuknya almanak Tionghoa. Kitab

Shu jing atau kitab dokumen sejarah, merupakan kumpulan catatan yang berisikan pengetahuan tentang asal-muasal terjadinya suatu peristiwa pada masa itu11.

Kitab Li ji atau catatan kesusilaan, merupakan salinan dari penanggalan kaisar yang sulit diperkirakan tanggal maupun salinannya. Catatan kitab Li ji merupakan kumpulan catatan pendek yang dibukukan oleh murid atau cucu murid Confusius, kemudian disusun oleh tokoh-tokoh Confusian dinasti Han awal 207 s.M sampai 9 s.M.

Semua catatan yang ada di dalam kitab ini isinya menceritakan peristiwa-peristiwa pada

600 s.M. Bagian yang paling penting di dalam kitab Li ji adalah Yueh Ling yang berisikan amanat bulan, ini merupakan salinan secara lengkap tentang kalender kaisar sekitar 250 s.M.

11James Legge, Shu ching /The Book of Historical Documents.The Sacred Book of the East,Oxford University Press, 1879,vol.III. Shoo King, terjemahan 1871,vol.III, dicetak ulang oleh Southern Material Inc.,Taipai, 1983

9

Di dalam catatan kitab Li ji banyak terdapat simbol-simbol arah, langit, bumi dan warna yang ditemukan pada dinasti Zhou dan Shang, sehingga sebagian besar ritual yang dilakukan Yueh Ling dianggap antik. Dalam pemahaman Rujiao (agama Khonghucu) kitab ini sangat penting. Kitab Li ji merupakan himpunan catatan pendek yang berhubungan dengan nilai-nilai moral Konfucian, juga merupakan kitab tafsir atau babaran dari dua kitab, yaitu; kitab Zhou li atau kesusilaan dinasti Zhou dan Yi li atau kumpulan catatan mengenai tata peribadahan.12

Kitab Shi jing atau kitab sanjak, berisikan kumpulan nyanyian-nyanyian rakyat berbagai negara, seperti; nyayian-nyanyian pujian untuk upacara di istana, dan nyanyian- nyanyian pujian untuk mengiringi upacara ibadah. Catatan yang terdapat di dalam kitab shi jing diperkirakan abad ke 6 s.M, dan mengisahkan keadaan- keadaan yang terjadi pada masa 900 s.M. Pada jaman Dinasti Zhou, tiap-tiap negeri bagian mempunyai tugas untuk menghimpun nyanyian-nyanyian. Kitab shi jing merupakan kumpulan puisi-puisi kuno.

Kitab Shi jing atau Kitab sanjak, dalam arti seni dan musik. Dalam catatan shi jing menggambarkan bahwa, manusia tidak seketika memperoleh sesuatu dengan cara praktis.

Manusia harus terlibat dalam sebuah konteks budaya yang lebih luas. Melalui ekspresi seni atau sanjak, akan muncul resonansi internal seseorang berupa getaran yang timbul dari dalam diri seseorang dengan alam sekitarnya. Semua bentuk puisi yang terdapat di dalam shi jing memberikan gambaran yang jelas ke dalam dunia filosofi, dan struktur masyarakat pada masa itu serta kehidupan emosional masyarakat.

Untuk memahami sebuah sanjak/nyanyian, memerlukan pemahaman secara mendalam terhadap bagaimana perasaan itu muncul. Oleh karena itu, kemampuan

12James Legge, Li -The Record of Rites,The Sacred Books of the East, Oxford University Press, 1855,vol.XXVII-XXVIII.

10

merespons alam/dunia dalam bentuk sanjak dianggap penting bagi pengembangan diri seseorang. 13

Kitab Yi Jing atau catatan kejadian-kejadian dengan berbagai perubahan dan peristiwa alam. Untuk memahami Yi Jing adalah, bagaimana menempatkan kitab ini sebagai pelengkap bagi sanjak yang terdapat dalam kitab sanjak, pandangan sosial dalam kitab ritual/Li ji, pandangan sejarah dalam catatan Shu Jing yang memiliki pandangan kosmologi. Yi Jing mempresentasikan masalah ekologi, dalam arti lingkungan maupun spiritual. Manusia tidak hanya ada dalam dunia manusia secara antropologis, di balik manusia terdapat dunia yang lebih luas lagi. Oleh sebab itu, manusia membutuhkan pandangan kosmos secara ekologis.

Yi Jing merupakan catatan yang berisikan firman-firman Tian, Tuhan Yang Maha

Esa yang diturunkan lewat raja-raja purba berisikan pesan-pesan suci. Yi Jing bukan kitab ramalan, meskipun kitab ini banyak dipergunakan oleh para peramal yang menggunakan prinsip-prinsip yang terkandung di dalam simbol-simbol Yi Jing, untuk melakukan pengkajian/peramalan. Yi Jing membuka pintu gerbang lewat bagian terdalam bathin manusia, alam bawah sadar manusia untuk melakukan intropeksi diri kepada Tian/Tuhan melalui pesan suci yang diwahyukan melalui raja-raja purba.

Yi Jing merupakan catatan yang paling tertua dari Wu Jing. Semua yang ada di dalam Yi Jing berisikan metode-metode difinisi berdasarkan enam puluh empat hexagram.

Materi yang terdapat di dalam Yi Jing diperkirakan akhir dari dinasti Chou, pra 1000 s.M.14

13James Legge, Shi jing-The Book of Odes atau Poetry, The Chinese Classic, Oxford University Press, 1871,vol.IV, cetak ulang oleh Southern Material Center Inc, Taipai, 1983. The Book of songs,terjemahan Arthur Waley, Allen & Unwin, 1937. 14James Legge, Yi Jing- The Book of Chenges, The Sacred Books of the East, Oxford University Press,1882,vol.XVI

11

Ch‟un ch‟iu Jing, berisikan catatan-catatan musim semi dan musim gugur. Catatan

Ch‟un ch‟iu menceritakan peristiwa-peristiwa yang amat kering pada 722 sampai 481 s.M, yang terjadi di negara Lu. Semua catatan yang terdapat di dalam kitab ini merupakan catatan yang ditulis langsung oleh Confusius.15

Si Shu atau Kitab Yang Empat, kitab ini terdiri dari: Da Xue, Lun Yu, Zhong Yong, dan Meng Zi.

Ta Hsueh/Da Xue, buku ini diperkirakan di tulis 250 s.M oleh Tseng shen salah seorang murid Confusius, tetapi banyak para sarjana yang mengatakan bahwa buku ini di tulis oleh Mencius16.

Lun Yu (The analects of Confusius), atau yang biasa diterjemahkan Conversations and Discourse, yang di dalamnya berisikan percakapan-percakapan antara Confusius yang dibuat oleh murid-muridnya sekitar 450 s.M.17

Zong Yong, atau The Doctrine of the Mean atau The State of Equilibirium and

Harmony, yang diperkirakan ditulis pada abad ke 4 atau ke 3 s.M oleh cucu Confusius, dalam kitab ini mengajarkan kita untuk mengembangkan diri, dan bagaimana cara berperilaku agar kita dapat menjalankan kehidupan ini dengan benar/chung18.

Meng Zi-Master Meng, tulisan ini diperkirakan pada abad ke 4 s.M. Di dalam kitab ini banyak menggambarkan tentang ekspresi dan ketahanan yang lengkap dari

15James Legge, Ch‟un Ch‟iu-Record or Annals of Spring and Autumn,, The Chinese Classic, Oxford Universiy Press, 1871,vol.V, cetak ulang oleh Southern Material Center Inc,1983 16James Legge, Ta Hsueh-The Great Learning, The Chinese Classic, Oxford University Press,1871,vol.I. The Great Learning, terjemahan E.R.Hughes, Dent,1942. Dicetak ulang oleh Southern Material Center Inc,.Taipai,1983 17James Legge, Lun yu, The Analects of Confusius, The Chinese Classic, Oxford Univesity Press, 1871,vol.I, cetak ulang Southern Material Center Inc,.Taipai,1983 18James Legge, Chung yung, The Chinese Classic, Oxford University Press,1871,vol.II, cetak ulang Southern Material Center Inc,.Taipai,1983

12

ajaran-ajaran Confusius, yang berisikan ajaran moral, baik di dalam hidup bermasyarakat maupun dalam diri pribadi19.

F. Kerangka Teori

Untuk mengkaji dan melengkapi hasil penelitian tentang pengaruh ramalan Pwa

Pwee pada pengambilan keputusan masyarakat Tionghoa di Jakarta, maka diperlukan suatu kerangka teori yang mendukung untuk dapat menjelaskan tentang ritual ramalan

Pwa Pwee yang dilakukan masyarakat Tionghoa berdasarkan budaya dan tradisi apakah sudah sesuai dengan kenyakinan agama yang diimaninya. Dalam melaksanakan ramalan

Pwa Pwee sangat berkaitan sekali dengan ritual. Dalam tradisi dan budaya Tionghoa untuk melakukan kegiatan-kegiatan atau melakukan ramalan, ritual biasanya sudah diatur dan ditentukan oleh pemimpin upacara ritual (To Kong/ Tai Pak), karena ritual tidak dapat dilaksanakan secara sembarangan.

Ritual sangat berkaitan dengan li (tata cara upacara, ritual atau aturan-aturan perilaku masyarakat). Manusia harus hidup dan mengikuti li dalam memenuhi keinginannya, hal ini untuk mencegah terjadinya pertikaian dan kekacauan. Fungsi dari li adalah untuk menentukan batasan itu. Ketika ada li, maka ada moralitas. Bila orang bertindak sesuai dengan li, berarti ia akan bertindak secara moral. Sebaliknya bila orang bertindak tidak sesuai li, berarti tindakannya juga akan bertentangan dengan moralitas.20

Ritual merupakan tata cara dalam upacara atau suatu perbuatan keramat yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama, yang ditandai dengan adanya berbagai

19James Legge, Meng Tzu, The Chinese Classic, Oxford University Press,1871,vol.I. Mencius, terjemahan L.A.Lyall, Longmans Green, 1932, dan Meng Tzu, terjemahan D.C.Lau, Penguin Books, 1961. Dicetak ulang oleh Southern Material Center Inc, Taipai,1983. 20Fung Yu Lan, Short History of Chinese Philosophy, Pustaka Pelajar, 2007,h.190-191

13

macam unsur dan komponen, yaitu adanya waktu, tempat-tempat dimana upacara

dilakukan, alat-alat upacara, serta orang-orang yang menjalankan upacara.21Begitu halnya

dalam ritual kematian, banyak perlengkapan, benda-benda yang dipersiapkan dan dipakai.

Pada dasarnya ritual adalah rangkaian kata, tindakan pemeluk agama dengan

menggunakan benda-benda, peralatan dan perlengkapan tertentu, ditempat tertentu dan

memakai pakaian tertentu pula22. Begitu halnya dalam pelaksanaan ritual ramalan Pwa

Pwee, banyak perlengkapan, benda-benda yang harus dipersiapkan untuk keperluan ritual.

Ritual atau ritus dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan berkah atau rezeki

yang banyak dari suatu pekerjaan. Seperti upacara menolak balak dan upacara karena

perubahan atau siklus dalam kehidupan manusia seperti kelahiran, pernikahan dan

kematian.23

Salah satu tokoh antropologi yang membahas ritual adalah Victor Turner. Ia

meneliti tentang proses ritual pada masyarakat Ndembu di Afrika Tengah. Menurut

Turner, 24ritus-ritus yang diadakan oleh suatu masyarakat merupakan penampakan dari

kenyakinan religius. Ritus-ritus yang dilakukan itu mendorong orang-orang untuk

melakukan dan mentaati tatanan sosial tertentu. 25Ritus-ritus tersebut juga memberikan

21Koentjaraningrat, Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta, Dian Rakyat,1985,h.56 22Imam Suprayogo, Metodologi Penelitian Sosial-Agama. Bandung: Remaja Rosda Karya, 2001,h.41 23Bustanuddin Agus, Agama Dalam Kehidupan Manusia. Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2007, h.95 24Victor Turner lahir di Gloslow Skotlandia tahun 1920, wafat tahun 1983. Ia seorang ahli Antropologi Sosial yang mempelajari fenomena-fenomena religius masyarakat suku dan modern dalam dimensi sosial dan cultural. Lihat Y.W.Wartajaya Winangun, Masyarakat Struktur, Liminitas dan komunitas menurut Turner, Yogyakarta, Kanisius,1990,h.11 25 Y.W.Wartajaya Winangun, Mayarakat Struktur, Liminitas dan komunitas menurut Turner, Yogyakarta, Kanisius,1990,h .67

14

motivasi dan nilai-nilai pada tingkat yang paling dalam. Dari penelitiannya ia dapat menggolongkan ritus ke dalam dua bagian, yaitu ritus krisis hidup dan ritus gangguan26.

Pertama, ritus krisis hidup, yaitu ritus-ritus yang diadakan untuk mengiringi krisis-krisis hidup yang dialami manusia. Mengalami krisis karena ia beralih dari satu tahap ke tahap berikutnya. Ritus ini meliputi kelahiran, pubertas, perkawinan dan kematian. Ritus-ritus ini tidak hanya berpusat pada individu, melainkan juga tanda adanya perubahan dalam relasi sosial diantaranya orang yang berhubungan dengan mereka, dengan ikatan darah, perkawinan, kontrol sosial dan sebagainya.

Kedua, ritus gangguan. Pada ritus gangguan ini masyarakat Ndembu menghubungkan nasib sial dalam berburu, ketidak teraturan reproduksi pada para wanita dan lain sebagainya dengan tindakan roh orang yang mati. Roh leluhur mengganggu orang sehingga membawa nasib sial.

Ritual adalah segala sesuatu yang diperoleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistik, kebiasaan, keahlian yang diperoleh bukan karena kreatifitasnya sendiri, melainkan warisan masa lampau yang didapat melalui pendidikan formal dan informal.

Dalam pandangan antropologi, upacara ritual dikenal dengan istilah ritus. Ritus dilakukan ada yang untuk mendapatkan berkah atau rezeki yang banyak dari suatu pekerjaan, seperti upacara sakral ketika akan turun ke sawah, ada juga yang untuk menolak bahaya yang telah atau diperkirakan akan datang. Ritus sangat berhubungan dengan kekuatan yang supranatural dan kesakralan tertentu. Ritual sama dengan ibadat dalam artian yang sempit. Sedangkan agama pada prinsipnya tidaklah mengatur cara

26Y.W.Wartajaya Winangun, Masyarakat Struktur, Liminitas dan komunitas menurut Turner,Yogyakarta, Kanisius, 1990, h,21

15

melakukan ritual saja, ia juga memberikan aturan dan pedoman dalam hubungan dengan sesama manusia dan dengan alam sekitarnya.

Senada yang dikemukakan oleh R. Otto, “semua sistem religi, kepercayaan dan agama di dunia berpusat kepada suatu konsep tentang hal yang gaib (mysterium) yang dianggap maha dahsyat (tremendum) dan keramat (sacer) oleh manusia. Sifat dari hal yang gaib serta keramat itu adalah maha abadi, maha dahsyat, maha baik, maha adil, maha bijaksana, tak terlihat, tak berubah, tak terbatas, dan sebagainya. Intinya, sifatnya pada azasnya sulit dilukiskan dengan bahasa manusia manapun juga, karena hal yang gaib serta keramat itu memang memiliki sifat-sifat yang sebenarnya tak mungkin dapat dicakup oleh pikiran dan akal manusia. Namun demikian, dalam semua masyarakat dan kebudayaan di dunia, hal yang gaib dan keramat tadi, menimbulkan sikap kagum terpesona, selalu akan menarik perhatian manusia dan mendorong timbulnya hasrat untuk menghayati rasa bersatu dengannya.27

Sejalan dengan Otto, Robert Smith juga menjelaskan tentang upacara bersaji dan ia mengemukakan tiga alasan mengenai azas-azas religi dan agama,28antara lain:

Pertama, disamping sistem kenyakinan dan doktrin, sistem upacara juga merupakan suatu perwujudan dari religi atau agama yang memerlukan studi dan analisis yang khusus. Menurut Smith, hal yang menarik perhatian adalah bahwa dalam banyak agama upacaranya itu tetap, tetapi latar belakang, kenyakinan, maksud atau doktrinnya berubah.

Kedua, Robert Smith juga mengatakan bahwa, upacara religi atau agama, yang biasanya dilaksanakan oleh banyak warga masyarakat pemeluk religi atau agama yang

27 R.Otto, Das Heilige,1917,Lihat Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I Jakarta; Universitas Indonesia, 1987,h.65 28W.Robert Smith, Lectures on Religion of Smith, 1889. Lihat Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi, Jakarta: Universitas Indonesia,1987,h.67

16

bersangkutan bersama-sama mempunyai fungsi sosial untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat. Para pemeluk suatu religi atau agama memang ada menjalankan kewajiban mereka untuk melakukan upacara dengan sungguh-sungguh, tetapi tidak sedikit pula yang hanya melakukannya setengah-setengah saja. Motivasi mereka tidak terutama untuk berbakti kepada dewa atau Tuhannya, atau untuk mengalami kepuasan keagamaan secara pribadi, tetapi juga karena mereka menganggap bahwa melakukan upacara adalah suatu kewajiban sosial.

Ketiga; pada pokoknya upacara seperti itu, dimana manusia menyajikan sebagian dari seekor binatang, terutama darahnya kepada dewa, kemudian memakan sendiri sisa daging dan darahnya.

Sejalan dengan Otto dan Smith, N. Soderblom, juga berpendapat bahwa kenyakinan yang paling awal yang menyebabkan terjadinya religi dalam masyarakat manusia adalah kenyakinan akan adanya kekuatan sakti (mana) dalam hal-hal yang luar biasa dan yang gaib. Kenyakinan kepada kekuatan sakti yang bersifat kabur itu kemudian meluas menjadi kenyakinan bahwa segala hal, tidak hanya hal-hal yang luar biasa dan gaib, tetapi banyak benda, tumbuh-tumbuhan sekeliling manusia yang diperlukannya dalam hidupnya sehari-hari, dianggap seakan-akan berjiwa dan dapat berpikir seperti manusia (animatisme). Satu langkah lebih jauh lagi, dalam proses perkembangan kenyakinan manusia adalah kenyakinan tentang adanya berbagai macam roh yang seakan- akan mempunyai identitas serta kepribadian sendiri-sendiri, tetapi yang sebagian menempati berbagai hal tertentu di sekeliling tempat kediaman manusia, dan sebagian lagi menempati dunia gaib. Akhirnya perkembangan yang paling jauh ialah kenyakinan akan adanya dewa-dewa, yaitu kenyakinan kepada makhluk-makhluk halus, yang seperti halnya roh, mempunyai kepribadian dan identitas sendiri tetapi mempunyai wujud yang lebih nyata dan mantap dalam pikiran manusia. Kenyataan dan kemantapan wujud itu

17

disebabkan karena pengalaman dan tingkah laku dewa-dewa itu seringkali, berulangkali dilukiskan dalam mitologi serta himpunan dongeng suci lain dari kebudayaan yang bersangkutan.29

Dari uraian yang dikemukakan oleh Soderblom, ia memecah konsep religi menjadi lima komponen yang masing-masing memiliki perannya sendiri-sendiri, tetapi yang sebagai bagian dari suatu sistem berkaitan erat dengan yang lainnya30. Kelima komponen itu terdiri dari ;

1. Emosi agama: emosi keagamaan menyebabkan, bahwa manusia mempunyai

sikap serba religi, merupakan suatu getaran yang menggerakkan jiwa manusia.

2. Sistem kenyakinan: sistem kenyakinan dalam suatu religi berwujud pikiran dan

gagasan manusia, yang menyangkut kenyakinan dan konsepsi manusia tentang

sifat-sifat Tuhan, tentang wujud dari alam gaib (kosmologi), tentang terjadinya

alam dan dunia (kosmogoni), tentang jaman akhirat (esyatologi), tentang wujud

dan ciri-ciri kekuatan sakti, roh nenek moyang, roh alam, dewa-dewa, roh jahat,

hantu, dan makhluk-makhluk halus lainnya. Kecuali itu sistem kenyakinan juga

menyangkut sistem nilai dan sistem norma keagamaan, ajaran kesusilaan, dan

ajaran doktrin lainnya yang mengatur tingkah laku manusia.

3. Sistem ritus dan upacara: sistem ritus dan upacara dalam suatu religi berwujud

aktivitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap

Tuhan, dewa-dewa, roh nenek moyang, atau makhluk halus lain, dalam usahanya

untuk berkomunikasi dengan Tuhan dan penghuni dunia gaib lainnya. Ritus atau

29 N. Soderblom (1866-1931), Ia seorang ahli teologi dan dosen sejarah agama di Universitas Leipzig Jerman, dalam bukunya” Das Werden des Gottes-Glauben, 1916. Lihat Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I. Jakarta, Universitas Indonesia, 1987,h. 78-79 30Koentjaraningrat,Sejarah Teori Antropologi I, Jakarta, Universitas Indonesia, 1987, h.80-81

18

upacara religi itu biasanya berlangsung berulang-ulang, baik setiap hari, setiap

musim, atau kadang-kadang saja. Tergantung dari isi acaranya, suatu ritus atau

upacara religi biasanya terdiri dari suatu kombinasi yang merangkaikan satu-dua

atau beberapa tindakan, seperti: berdoa, bersujud, bersaji, berkorban, makan

bersama, menari dan menyanyi, berprosesi, berseni drama suci, berpuasa

intoxikasi, bertapa dan bersaji.

4. Peralatan ritus dan upacara: dalam ritus dan upacara religi biasanya

dipergunakan bermacam-macam sarana dan peralatan, seperti, tempat atau

gedung pemujaan (masjid, langgar, gereja, pagoda, stupa, dan lain-lain), patung

dewa, patung orang suci, alat bunyi-bunyian suci, (orgel, genderang suci, bedug,

gong, seruling suci, gamelan suci, lonceng dan lain-lain), dan para pelaku

upacara seringkali harus mengenakan pakaian yang juga dianggap mempunyai

sifat suci (jubah pendeta, jubah biksu, mukenah dan lain sebagainya).

5. Umat agama: yang dimaksud umat agama adalah kesatuan sosial yang menganut

sistem kenyakinan dan yang melaksanakan sistem ritus dan upacara itu.

Dalam pandangan agama Khonghucu ritual adalah pendisplinan raga. Ritual bertujuan untuk mentransformasikan raga ke dalam ekspresi diri secara benar dalam kehidupan sehari-hari. Praktik ritual tradisi Tionghoa terkait dengan aktivitas-aktivitas sederhana, seperti membersihkan lantai, menjawab pertanyaan, berjalan dan duduk secara wajar. Ritual terkait dengan komunikasi verbal maupun nonverbal. Orang-orang diajari bagaimana berprilaku baik sehingga tingkah lakunya dapat dihargai. Seseorang seharusnya belajar dan menetapkan ritual bukan untuk disenangi masyarakat, tetapi sebagai respons terhadap standar yang menginsprasi seseorang untuk menjadi bagian

19

integral dari masyarakat. Karena itu, cara duduk, makan, dan berdiri dengan baik merupakan bentuk simbolik partisipasi dalam komunikasi manusia.

Dalam hal ini, ritual bukanlah sebuah bingkai isyarat yang kosong dan tanpa makna yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,agar berada dalam kontrol dogmatis dalam berprilaku. Ritual merupakan suatu sistem yang saling mengerti dalam komunikasi verbal maupun nonverbal. Ritual sebagai sesuatu yang sudah dikenal dalam masyarakat, ritual merupakan bingkai sekaligus transmisi bagi pedoman dalam berinteraksi.

Bagaimana kita dapat saling mengenal dengan orang lain, bagaimana memberikan penghormatan kepada orang lain. Semua itu merupakan perilaku manusia sehari-hari.

Satu konsep yang membedakan pendekatan Konfusian dalam pembelajaran dari bentuk pelatihan mental yang lain atau semata-mata teknik psikologis adalah apa yang disebut xin, yang mencakup hati sekaligus pikiran. Xin ini menggabungkan antara suara hati dan keasadaran. Teodore de Bary, lebih mengartikan kata xin sebagai pikiran dan hati.Walaupun canggung mengartikan xin dengan hati dan pikiran, tetapi hal ini tetap penting karena xin baik sebagai pusat perasaan dan sensitivitas maupun sebagai keinginan kuat dan kognisi.31Berbicara tentang “pikiran” dalam konteks agama Khonghucu selalu terkait dengan dimensi hati. Keinginan, pengetahuan, dan perasaan semua berfungsi secara bersama-sama sebagai bagian yang integral di dalamnya.

Bagian dari pelatihan hati dan pikiran memerlukan pengembangan, yang disebut

Mencius dengan ketidakmampuan merasakan penderitaan orang lain. Tidak adanya rasa prihatin terhadap orang lain berarti mati rasa. Tanpa perasaan sama saja dengan bukan manusia. Menggali sensitivitas seseorang terhadap penderitaan orang lain mengajarkan

31de Bary, Wm. T.,et al.,comps., Sources of Chinese Tradition,vol.2.New York, Columbia University Press,1960. Lihat Tu Wei-Ming., Etika Konfusianisme. Jakarta, PT. Mizan Publika, 2005, h.66

20

kita untuk memberikan makna setiap hubungan dengan orang lain. Disini harus dibedakan, antara ketidakmampuan dengan ketidakmauan. Mencius mengatakan “ Apakah yang bapak maksudkan dengan istilah tidak mau dan tidak mampu itu ? Kalau ada orang berkata, ia tidak dapat mengempit Gunung Thai melompati laut utara, ia sesungguhnya tidak mampu. Kalau ada orang berkata, ia tidak dapat membantu seorang tua mematahkan ranting-ranting pohon, ia sesungguhnya tidak mau, bukan karena tidak mampu. Maka kalau baginda tidak dapat menjadi raja besar, itu bukan semacam orang yang harus mengapit gunung Thai melompat laut utara, melainkan semacam orang yang mematahkan ranting-ranting pohon itu.”32

Dari uraian di atas dapat diambil makna yang sangat luas, terkadang dalam situasi moral yang lebih kompleks, kita tidak dapat melakukan hal itu. Dengan alasan ini, kita menggali rasa malu yang lebih dalam, yang mendorong seseorang menutupi kekurangan yang ada di dalam dirinya.

Selain pelatihan hati, ada dimensi lain yang disebut dengan spiritual. Disini orang akan belajar membuka diri lebih luas lagi untuk memahami alam dan dunia akhirat, demikian juga dengan dunia manusia. Spiritual atau dimensi agama dari pemikiran

Konfusian ini mengingatkan kembali pada latihan sensitivitas. Sensitivitas tidak sekedar sesuatu yang digerakkan oleh stimulasi dari luar, ia mencakup kemampuan seseorang untuk masuk dalam kelompok dan komunikasi dengan struktur manusia yang berbeda.33

Seperti yang dikemukakan Fung Yu Lan, bahwa; jiwa manusia mempunyai dua aspek yaitu; aspek intelektual yang menyangkut kecerdasan, dan aspek emosional. Pada waktu orang yang kita cintai meninggal dunia, kita mengetahuinya melalui aspek

32Mencius I.A, 7.11, terjemahan MATAKIN, h.362-363 33 Tu Wei-Ming, Etika Konfusian Modern, Confusian Ethic Today, The Singapore Challenge, 1984, by Tu Wei-Ming, h.68

21

intelektual semata bahwa orang yang sudah meninggal tidak ada, dan tidak ada dasar rasional untuk mempercayai bahwa nyawa itu bersifat abadi. Apabila kita bertindak berdasarkan intelektual saja, maka tidak perlu adanya upacara-upacara atau ritual. Karena jiwa manusia memiliki aspek emosional, maka hal inilah menyebabkan ketika ada orang yang kita cintai meninggal dunia, maka kita berharap agar yang meninggal itu bisa hidup kembali dan terdapat nyawa yang akan tetap hidup di dunia lain34.

Dengan demikian terdapat perbedaan antara yang kita ketahui dengan yang kita harapkan. Pengetahuan ini penting, tetapi kita tidak bisa hanya hidup dengan pengetahuan saja. Kita memerlukan kepuasan emosional yang baik. Dalam memperlakukan orang yang sudah meninggal dunia, kita perlu mempertimbangkan kedua aspek tersebut. Oleh karena itu ritus-ritus perkabungan dan pengorbanan yang dilakukan oleh penganut agama

Khonghucu itulah yang paling tepat.

Dari berbagai teori ritual yang telah dikemukakan di atas, selanjutnya penulis rangkum sebagai landasan teori dalam penelitian. Dari teori-teori ritual yang menjadi landasan penulisan tesis ini, maka penulis akan meneliti berdasarkan landasan teori yang ada untuk mendapatkan hasil penelitian baru yang bisa bermanfaat bagi dunia akademik sebagai landasan teori dalam melakukan penelitian.

G. Metodologi Penelitian

1. Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif lebih menekankan pada analisisnya, pada proses penyimpulan deduktif dan induktif serta pada analisis terhadap dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dengan menggunakan logika ilmiah.

34 Fung Yu Lan, A History of Chinese Philosophy, vol.2,trans.,Derk Bodde. Princeton University Press,1953, h. 190

22

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang masalah-masalah manusia dan sosial, bukan mendeskripsikan bagian permukaan dari suatu realitas sebagaimana dilakukan penelitian kualitatif dengan positifismenya. Peneliti menginterpretasikan bagaimana subjek memperoleh makna dari lingkungan sekeliling, dan bagaimana makna tersebut mempengaruhi perilaku mereka. Penelitian dilakukan dalam latar (setting) yang alamiah

(naturalistik) bukan hasil perlakuan (treatment) atau manipulasi variabel yang dilibatkan35.

Hal senada diungkapkan oleh Kirk dan Miller, mereka mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai suatu tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan manusia, baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya36. Menurut pandangan Robert Bogdan dan Steven J. Taylor dalam bukunya “ Introduction to Qualitative Research Methods ” yang diterjemahkan oleh Arif

Furchan, penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, ucapan atau tulisan yang dapat diamati dari orang-orang atau subjek itu sendiri.37

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Di dalam pendekatan deskriptif kualitatif, dimana data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan- kutipan data untuk memberi gambaran penyampaian laporan tersebut. Data tersebut

35Basuki Heru, Seri Diktat Kuliah Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Kemanusiaan dan Budaya. Jakarta, Universitas Gunadarma, 2006,h.75-77 36Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung, Remaja Rosda Karya, 2006,h.4 37Arif Furchan, Pengantar Metodologi Penelitian Kualitatif. Surabaya, Usaha Nasional, 1992,h.21

23

mungkin berasal dari naskah, wawancara, catatan lapangan, photo, video, tape, dokumen pribadi atau memo, dan dokumen lainnya.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan fakta, keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan menyajikan data apa adanya. Penelitian deskriptif kualitatif menafsirkan dan menuturkan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam masyarakat, pertentangan-pertentangan keadaan dan lain sebagainya.

24

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data diperoleh sehubungan dengan lokasi yang dijadikan sebagai tempat penelitian. Adapun yang menjadi subjek sebagai informan dalam penelitian ini adalah, para pengurus Kelenteng,

To Kong atau ahli Tai Pak (ahli ramal) yang ada di empat kelenteng penelitian, para pengunjung kelenteng Kim Tek Ji (Vihara Dharma Bhakti), Kelenteng Hok Tek Tjen Sin, kelenteng Hian Tian Siang Tee, dan kelenteng Lu Pan Bio berdasarkan jenis kelamin, baik dari kelompok usia remaja, kelompok dewasa, dan kelompok orang tua.

Dalam proses pengumpulan data, keberadaan peneliti disamping sebagai instrumen sekaligus juga menjadi pengumpul data yang mana keberadaannya mutlak diperlukan. Berdasarkan azas kredibilitas, peneliti menentukan sumber data,dan informan sebagai berikut :

NAMA USIA JABATAN Pengurus kelenteng Mulia Soenardi 67 Tahun Kim Tek Ji(Vihara Dharma Bhakti) Pengurus Kelenteng Cacan 65 Tahun Hok Tek Cheng Sin Pengurus kelenteng Roy 55 Tahun Hian Tian Siang Tee Pengurus Kelenteng Kekeng 60 Tahun Lu Pan Bio Pengunjung Kelenteng Tiniawaty 37 Tahun Kim Tek Ji (Vihara Dharma Bhakti)

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan bagian yang terpenting dalam suatu penelitian. Hal ini dikarenakan pengumpulan data akan menentukan keabsahan dari suatu

25

penelitian. Untuk pengumpulan data dalam penelitian ini, dimana peneliti melakukan pengamatan (observasi) langsung ke lokasi yang dijadikan tempat penelitian, dengan melakukan wawancara kepada informan, memberikan daftar pertanyaan baik dilakukan secara terbuka maupun secara tertutup.

1. Observasi

Metode observasi dalam penelitian ini digunakan untuk mengamati serta mencatat seluruh pelaksanaan atau kegiatan yang dilakukuan oleh para pengunjung yang melakukan ramalan Pwa Pwee di empat kelenteng penelitian, serta mengamati secara langsung data-data yang diperlukan. Dengan demikian data yang diperoleh oleh penulis selama observasi dapat menjadi masukan untuk penulisan penelitian ini.

2. Wawancara Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data yang berupa tanya jawab antara peneliti dengan informan. Peneliti memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada informan, dan informan diharapkan dapat memberikan jawaban dari pertanyaan- pertanyaan tersebut dengan sejujur-jujurnya berdasarkan informasi yang dimilikinya.

Peneliti menggunakan cara ini dengan tujuan untuk menggali informasi yang sebenar-benarnya dari informan yang diwawancarai. Informasi ini menyangkut bagaimana pengunjung percaya dengan hasil ramalan Pwa Pwee. Yang peneliti wawancarai dalam penelitian ini adalah terdiri pengurus-pengurus Kelenteng dan para pengunjung yang berada di Empat Kelenteng yang dijadikan lokasi penelitian.

Dalam penulisan ini, dimana penulis mempersiapkan sejumlah daftar pertanyaan baik secara terbuka maupun tertutup yang berkaitan dengan objek penelitian yang dibagikan kepada informan. Dari hasil jawaban yang diberikan informan tersebut, selanjutnya dijadikan sebagai bahan kajian dari penelitian ini.

26

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan suatu cara yang dilakukan untuk menyediakan dokumen dengan menggunakan bukti yang akurat. Dalam penelitian ini penulis menggunakan peralatan berupa camera handphone yang dipergunakan untuk memperoleh gambar dari objek yang diteliti dan merekam segala kegiatan yang berkaitan dengan penelitian. Selain itu, penulis mencari dan mengumpulkan berbagai sumber literatur dan kitab-kitab suci agama Khonghucu yang berkaitan dengan penelitian ini.

Teknik Penulisan

Penelitian tentang “Pengaruh Ramalan Pwa Pwee Pada Pengambilan Keputusan

Masyarakat Tionghoa Di Jakarta,” dalam penulisan tesis ini merujuk pada teknik penulisan dari Pedoman Akademik Program Magister 2012 tentang Pedoman Penulisan

Karya Ilmiah yang diterbitkan oleh Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Empat Kelenteng studi kasus yang ada diwilayah

Jakarta, antara lain;

1. Kelenteng Kim Tek Ji (Vihara Dharma Bhakti). Jl. Kemenangan III/No.13,

Glodok Petak Sembilan, Jakarta Barat

2. Kelenteng Hok Tek Tjen Sin. Jl. Prof. Dr. Satrio No.2 Casablanca, Setiabudi,

Jakarta Selatan (Karet Tengsin)

3. Kelenteng Tian Hian Siang Tee. Jl. Palmerah Barat 5, disamping Pasar

Palmerah Jakarta Pusat

4. Kelenteng Lu Pan Bio. Jl. Pinangsia I / No.47. Jakarta Barat

27

Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan mulai dari bulan Oktober

2015 sampai dengan bulan Febuari 2016, tepatnya setiap menjelang malam Ce It (tanggal

1 penanggalan Imlek) dan malam Cap Go(tanggal 15 penanggalan Imlek), karena setiap menyambut malam Cet It dan malam Cap Go orang Tionghoa khususnya mereka yang penganut agama Tao, Khonghucu dan Buddha mengunjungi Kelenteng untuk melakukan persembahyangan.

H. Sistematika Penulisan

Dalam laporan penulisan ini terdiri dari :

Bab I. Pendahuluan, A. Latar belakang, B. Batasan Dan Rumusan Masalah. C. Tujuan

Penelitian, D. Manfaat Penelitian, E. Tinjauan Pustaka, F. Kerangka Teori, G. Metodologi

Penelitian, yang terdiri: 1. Metode penelitian, 2. Sumber Data, 3. Teknik Pengumpulan

Data, 4. Teknik Penulisan, 5. Tempat dan Waktu Penelitian. H. Sistematika Penulisan.

Bab. II Sejarah Ramalan

2.2.1 Latar budaya ramalan 2.2.2 Awal berkembangnya ramalan. 2.2.3 Asal Mula

Ramalan Pwa Pwee. 2.2.4 Kaitan kepercayaan orang Tionghoa dan ramalan. 2.2.5 Yi Jing

Sebagai Dasar Petunjuk Ramalan Tionghoa 2.2.6. Manfaat ramalan bagi kehidupan orang

Tionghoa.2.2.7 Kelenteng sebagai Tempat ritual keagamaan dan sarana ramalan

Bab. III. Konsep Tradisi Ramalan Menurut Agama Khonghucu.

3.3.1Pengertian Agama.

3.3.2 Makna Agama Dalam Perspektif Khonghucu

3.3.3 Konsep Tuhan Dalam Agama Khonghucu

3.3.4 Ramalan Dalam Konteks Agama Khonghucu

28

3.3.5 Yi Jing Sebagai Dasar Keimanan Agama Khonghucu. 3.3.6 Hubungan Manusia

Dengan Tian/Tuhan.

3.3.7 Ramalan Dalam Perspektif Islam

Bab IV Pengaruh Pwa Pwee pada pengambilan keputusan masyarakat Tionghoa di

Jakarta.

4.4.1 Pembahasan

4.4.2 Cara Pengkajian dengan menggunakan bilah suci/Ciamsie.

4.4.3 Cara Pengkajian dengan menggunakan Pwa Pwee

4.4.4 Analisis Data

4.4.5 Dampak positif dan negatif ramalan Pwa Pwee.

4.4.6 Empat Kelenteng studi kasus

Bab V Penutup

A. Kesimpulan

B. Saran

29

BAB II

SEJARAH RAMALAN

2.2.1 Latar budaya ramalan

Budaya ramalan ternyata lebih luas dari apa yang ada di dalam pikiran manusia.

Masalah ini tidak hanya mencerminkan mentalitas seseorang, tetapi merupakan sistem yang kompleks sejak 5.000 tahun lalu, yang meliputi pemikiran-pemikiran budaya tradisional, serta didukung oleh filsafat maupun budaya yang sudah mengakar dalam kehidupan orang Tionghoa.

Pada jaman raja-raja purba, ze ji juga dikenal sebagai juan ji, dan sering disebut

“mencari hari atau tanggal yang dapat membawa keberuntungan/kan ri zi”, atau memeriksa hari yang membawa keberuntungan/cha ri zi.38Biasanya, memilih hari bagus berarti memilih hari sesuai dengan hari keberuntungan di jalur kuning (Huang Dao ji ri).

Huang Dao adalah alat astronomi kuno yang dapat menunjukkan lintasan orbit bumi terhadap matahari. Karena perlu waktu setahun bagi bumi untuk mengelilingi matahari.

Raja-raja purba pada jaman dahulu membagi setahun menjadi 24 segmen solar selama 12 bulan berdasarkan posisi matahari dan urutan musim.

Tubuh manusia dianggap sebagai mikrokosmos dengan 12 saluran energi (zheng ji), dan 365 titik utama (zheng xue). Oleh karena itu, benda langit yang berpusat pada 12 posisi bintang dianggap memiliki pengaruh pada setiap hari keberuntungan (ji) muncul ketika bumi berputar dalam orbitnya. Karena sering dicari tanggal-tanggal tersebut disebut

38Evy Wong, dkk. Chinese Auspicious Culture. Jakarta, PT. Elex Media Komputindo,2014,h.2

30

huang dao, sedangkan tanggal sebaliknya, atau yang dianggap tanggal jelek disebut hei dao39.

Fase hari atau tanggal keberuntungan huang dao biasa dipergunakan dalam kebudayaan orang Tionghoa. Bagi sebagian besar orang Tionghoa sangatlah penting untuk memilih hari atau tanggal bagus untuk melakukan aktivitas, seperti; membuka usaha, melakukan perjalanan jauh, pindah rumah, melakukan pemakaman, atau melaksanakan pesta pernikahan.

Pada umumnya, latar budaya ini merupakan kegiatan yang melibatkan pencarian dan memilih pesan-pesan penting. Dalam kepercayaan orang Tionghoa ada beberapa metode ramalan yang sangat dinyakini, seperti; Delapan Trigram/Yi Jing, horoskop, Jian

Chu, dan ramalan angin. Unsur utama dari berbagai metode ramalan ini adalah, memberikan pengetahuan mengenai keberuntungan seseorang. Dampak dari pemilihan hari atau benda yang dapat membawa keberuntungan bersifat psikologis, karena ia bisa memberikan kepuasan dan kenyakinan diri pada seseorang, tanpa merugikan orang lain yang ada disekitarnya.

Dasar dari kebudayaan ini adalah mengharapkan kehidupan yang lebih baik. Bagi orang

Tionghoa, ramalan ini memuat unsur yang tidak merugikan dari kepercayaan yang berhubungan dengan takhayul, meskipun cara ini berasal dari sumber yang sama. Orang

Tionghoa sangat percaya, bahwa kesempatan dapat diperoleh bila ada keselarasan antara manusia dan alam.

Ramalan mungkin selalu dikaitkan dengan kepercayaan animisme, yaitu percaya bahwa segala benda yang ada dimuka bumi memiliki roh. Pada jaman dahulu, para leluhur hidupnya hanya bergantung pada alam, dan sulit bagi mereka untuk menghindari diri

39Evy Wong,dkk. Chinese Auspicious Culture. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo, 2014,h.2

31

dari berbagai bencana maupun wabah penyakit. Mereka tidak memiliki pengetahuan untuk mengatasi bencana, dan bagaimana cara mereka berpikir untuk mempertahankan hidup. Akibatnya, yang dapat mereka lakukan hanyalah ha-hal bersifat acak, sehingga mereka menjadi semakin percaya dengan hal-hal yang bersifat takhayul untuk memperoleh keselamatan.

Selama mereka mencari nafkah untuk mempertahankan hidup, berbagai praktikpun mereka lakukan agar dapat terhindar dari berbagai ancaman. Orang Tionghoa pada jaman dahulu selalu mempersembahkan kurban, doa, lagu dan tarian, bahkan rela mengorbankan dirinya pada leluhur/dewa-dewa dengan tujuan untuk mendapatkan berkah,maupun keselamatan. Dengan bersusah payah, untuk mencari pertanda baik, maka praktik ritual dan peramalan pun mereka lakukan.

Memilih hari atau benda keberuntungan dalam kepercayaan orang Tionghoa kuno, dianggap sebagai bentuk ramalan yang memiliki dampak positif terhadap keberlangsungan hidup dan perkembangan orang Tionghoa pada masa itu. Bentuk ramalan yang paling awal dilakukan pada masa lalu adalah dengan membunuh hewan, kemudian mencari pertanda dari darah, tulang, empedu, paru-paru, dan hati hewan tersebut.

2.2.2 Awal berkembangnya ramalan a. Dinasti Yuan / Mongol 1260-1368 M

Ilmu Astrologi mulai diminati oleh sarjana-sarjana di Tiongkok. Pada saat itu terjadi peperangan di negara-negara bagian. Dalam perjalanan Marco Polo, yang mengunjungi dan berkerja di Tiongkok (1275. M -1293. M), ia menjelaskan dua kesempatan tentang peran dan fungsi penanggalan (almanak). Ia mengatakan bahwa” mereka menggunakan

32

penanggalan (almanak), seperti halnya kita, menurut peraturan selama lima, empat, atau tiga hari dalam sebulan mereka tidak mencucurkan darah, atau makan daging atau unggas".

Polo mengatakan, di kota Kambalu, di antara orang Kristen dan Cathaian, sekitar lima ribu ahli astrologi dan peramal berkumpul, dengan peralatan astrolabe untuk mengamati tanda-tanda di langit, dalam menentukan waktu satu tahun. Setiap tahun ahli astrologi dari tiap mahzab melakukan pengujian dari daftar mereka masing-masing untuk memastikan bagian dari bintang di langit, berdasarkan posisinya. Dari garis peredaran planet dengan petunjuk yang berbeda, mereka menemukan keadaan cuaca, serta ramalan dari fenomena ganjil tiap bulannya. Contoh; mereka akan memprediksi terjadinya guntur dan badai pada bulan tertentu, gempa bumi, kilat, hujan, pada bulan selanjutnya.40

Bila mereka dapat menentukan peristiwa yang akan terjadi berdasarkan astrolabenya, mereka akan mengumumkan keseluruh rakyat, bahwa Tian/Tuhan, mungkin akan melakukan sesuatu yang lebih atau kurang dari yang telah mereka tetapkan. Mereka kemudian mencatat hasil prediksi untuk tahun yang akan datang berbentuk persegi empat kecil, yang disebut Tacuin dan dijual degan hasil panen bagi mereka yang mau mengetahui keadaan masa yang akan datang. Bagi orang yang dapat menggunakan Tacuin dengan benar, ia akan dianggap sebagai ahli (peramal) dan dihormati.

Pentingnya almanak yang di gambarkan Marco Polo, dalam menentukan peristiwa besar dan hari yang menguntungkan merefleksikan kegunaannya. Sekarang bukan saja ada daftar hari/bulan yang berdasarkan penemuan Yueh Ling, tapi ada juga versi lain,

40Shu Jing , (Su King, Kitab Yang Lima/dokumen sejarah), terjemahan MATAKIN, Yuan 1260-1368.M (MATAKIN; Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia). tanda * berarti judul tersebut sudah tidak ada teksnya, musnah pada jaman dinasti Chien/Qin (abad III.s.M

33

yang berdasarkan pada daftar hari/bulan yang dibuat kaisar, untuk merefleksikan minat khusus dari kelompok lain.

Marco Polo menemukan almanak milik seorang Lama Buddha di Kambalu, yang mana di dalamnya ada larangan memakan daging. Polo mencatat karya orang Kristen,

Tao, dan Confusius. Masing-masing membuat penanggalan sendiri, para bangsawan serta pusat religi yang sangat kuat pengaruhnya juga membuat daftar penanggalan sendiri.

Ketika Polo menetap di Tiongkok, salah seorang ahli matematika dari dinasti Yuan (1260-

1368.M), Kuo Shou Ching (1290.M), mengumpulkan semua daftar penanggalan yang ia temukan dan membuat percobaan dengan sistem menyeluruh. Kemudian ia menerbitkan buku “A System of Divination”. Dengan dipublikasikannya penemuan ini,maka terbentuklah pola penanggalan.Daftar hari/bulan, teologi, cerita, fheng shui, dan lainnya saling berkaitan, yang mana salah satunya merupakan koleksi yang paling penting tentang kenyakinan religius, baik yang diakui atau tidak.

Masuknya astronomi muslim di Tiongkok ( Dinasti Ming 1368-1644 M )

Pada tahun 1267 M, tibalah ahli astronomi muslim Persia di Peking dengan alat astronominya. Timbullah perdebatan besar antara ilmu pengetahuan Islam dengan Kuo

Shou Ching mengenai daftar hari/bulan (kalender), yang hanya mengobservasi tahun komariah berdasarkan observasi tahun komariah Tiongkok yang dipertahankan oleh Kuo

Shou Ching, maka dari perdebatan besar tersebut terjadilah kompromi. Kaisar Yuan menunjuk astronomi muslim untuk mengembangkan alat astronomi yang lebih canggih yang dibuat pada tahun 1300 Masehi.

Ahli astronomi muslim mempunyai peran sangat penting dalam Biro Astronomi dan Departemen Penyelidikan sampai pada abad ke 17, Islam dan penanggalan (kalender)

34

sangat berkaitan, sehingga sejarah menempatkan masuknya ahli astronomi Islam pada awal Islam. Pada tahun 1657, Wu Ming Sun, seorang ahli astronomi Islam yang amat berpengaruh, menyatakan,” 1058 tahun yang lalu, delapan belas ahli dari Barat telah datang ke Tiongkok membawa ilmu pengetahuan kalender Islam. Di bawah pimpinan

Islam, sebagian orang berharap aspek ajaib dari penanggalan akan semakin berkurang.

Dengan bangkitnya dinasti Ming (1368-1644 M) maka ini dikonsolidasikan lebih detail lagi. Kitab penanggalan ini dipublikasikan dibawah perintah Kaisar dengan judul Ta

T‟ung- Official Almanak. Dari Ming inilah kitab penanggalan popular kembali dan diberi judul T‟ung Shu (amanat Pangeran Chao dari negeri Lu)41 Selama periode Tang banyak terjadi pertentangan terhadap T‟ung Shu, terutama dari Lu Tsai, menteri agama dibawah pemerintahan kaisar Tai Sung (627-650 M), dimana ia mendesak rakyat untuk menghentikan kebiasaan mempercayai hari keberuntungan, dan kembali pada cara-cara yang lama.42

Dalam periode Yuan, Hsieh Ying Fang (sekitar 1350) mengikuti penetrasi kritik mengenai astrologi, teologi, feng shui, physiognomy serta hari keberuntungan. Di bawah dinasti Ming, kegiatan ini dilanjutkan oleh Tao Tuan (sekitar 1400) dan Wang Cuan Shan

(1650). Dalam hal ini hanya para sarjana Confusius yang menolak hal-hal yang bersifat takhayul, namun penganut aliran Tao dan Buddha tetap mempertahankannya.

b. Periode Kaum Jesuit (1629-1664 M dan 1669-1687 M)

Dalam perjalanan sejarah yang panjang ini, masuklah kaum Jesuit yang menjabat sebagai Direktur Biro Astronomi, yang diberi tanggung jawab untuk memprediksi

41Shu jing-Tang shu, (Kitab Almanak Cina Kuno),h.13 42Shu jing-Tang shu,(Su King, Kitab Yang Lima),terjemahan MATAKIN, h.13. Note: tanda * berarti judul tersebut sudah tidak ada teksnya, musnah pada jaman Dinasti Qin abad ke III s.M. (MATAKIN, Majelis Tinggi Agama Khnghucu Indonesia)

35

gerhana, mencatat tanggal dan hal-hal yang sudah dilakukan sebelumnya, tetapi mereka juga menentukan hari-hari menguntungkan, bintang mujur, hari besar Tao, Confusius, dan

Buddha.

Matteo Ricci, orang yang mempelopori kaum Jesuit di Tiongkok, meskipun kaum

Kristen Nestorian sudah datang ke Tiongkok pada abad ke 7 dan bertahan sampai abad ke

14, ternyata pemikiran Kristen tidak begitu berpengaruh pada pemikiran rakyat Tiongkok.

Pada tahun 1570-an, ketika hubungan perdagangan dengan Portugis sudah berlangsung, gereja Khatolik Roma mulai mengarahkan perhatiannya ke Tiongkok dan Jepang. Di antara misionaris yang didatangkan adalah para Jesuit,dan mereka sudah terlatih serta memiliki pengetahuan tinggi, mereka membawa ajaran Kristen ke dalam kebudayaan dan kepercayaan yang mereka temui.43

Pada tahun 1599, lima belas tahun setelah menetap di Tiongkok, Ricci menetap di

Nanking, ibu kota Tiongkok Selatan. Ia diundang untuk mengunjungi observatori astronomi Universitas Imperial. Di sini Ricci menemukan astrolabe yang luar biasa dan jembalang besi yang sudah ditempa dengan halus. Alat itu merupakan misteri bagi para penguasa, tetapi mereka tidak dapat menggunakannya. Ricci segera menemukan alasannya. Alat tersebut harus diluruskan untuk menentukan garis 360, Nanking berada

320. Alat ini merupakan peninggalan Islam Ping Yang dari dinasti Yuan, yang dibawa ke

Selatan tetapi tidak pernah diluruskan.

Ketika Ricci ditugaskan untuk bekerja di Peking pada tahun 1602, ia mulai menterjemahkan karya astronomi dan menyerahkan hasilnya ke istana, ia diijinkan untuk membuat kembali daftar hari/bulan, maka ia bisa menghapuskan praktik-praktik takhayul yang selama ini dinyakini rakyat, dan mendeskreditkan ajaran Tao dan Buddha.

43T‟ung shu (Almanak Cina Kuno), h.13

36

Pada tahun 1610 Ricci wafat dan tidak dapat mewjudkan impiannya. Pada tahun

1613, seorang mualaf Tiongkok, Leo Li merevisi kalender yang dijalankan oleh asisten

Ricci, Sabatino de Ursis, hal ini dilakukan karena kegagalan Biro untuk memprediksi gerhana dengan tepat pada tahun 1610. Namun, terjadi perdebatan di dalam Biro mencegah adanya penggunaan kalender yang sudah dibuat sebelumnya. Pada tahun 1629 seorang misionaris Kristen Hsu Kuang Chi, menjadi direktur Biro, namun pertentangan tetap berlanjut44.

Pada tahun 1644, dinasti Ming jatuh ke tangan Manchu yang menyapu bersih tembok besar dan menjajah Tiongkok. Pasukan Manchu mendirikan dinasti Ching, dinasti terakhir Tiongkok dibawah kepemimpinan Kaisar Kang Shi (1661-1722), dan ia memberikan kemakmuran bagi rakyat Tiongkok. Pada awal abad ke 20, tembok Cina di buka oleh imperialisme Inggris, sehingga terjadilah revolusi yang dilakukan oleh rakyat

(petani) dan dikenal dengan pemberontakan Tai Ping tahun 1848-1868 yang merupakan sejarah terbesar Tiongkok. Revolusi ini hampir meruntuhkan dinasti Ching.

Misi Protestan ke Tiongkok sudah dimulai pada dekade abad ke 19. Di akhir abad ini, banyak misionaris Protestan di Tiongkok dibandingkan di negara-negara lainnya.

Pengaruh mereka amatlah besar, tidak hanya di bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan, mereka melihat penanggalan (kalender) secara keseluruhan sangat kuat dengan kehidupan religi di Tiongkok, sebagai takhayul. Dengan melakukan reformasi dan westernisasi, hal- hal yang bersifat takhayul mulai mendapat tantangan yang lebih besar lagi, baik dari penganut Confusius, modernis, republik dan Kristen muncul melawan pemikiran tradisional Tiongkok.

44T‟ung Shu (Almanak Cina Kuno),h.14

37

c. Masa Pemerintahan Republik (1911-1949)

Pada tahun 1911, dinasti Ching runtuh dan digantikan oleh pemerintahan republik yang dipimpin Sun Yat Sen. Pada pemerintahan Sun Yat Sen, ia mulai memberlakukan penanggalan Barat, dan sistem penanggalan lama semakin di tinggalkan.

Para ahli astrologi terus diberdayakan menjadi pimpinan militer untuk mengontrol Peking.

Pada tahun 1927, pemerintahan Nasionalis melarang menggunakan penanggalan lama, namun tidak diindahkan oleh rakyat. Selanjutnya, pemerintah mengesahkan penanggalan petani, yang disebut “ Nang Li” / Kalender Petani45.

Pada bulan Maret 1927, Mao Tse Tung menerbitkan analisis politiknya yang berjudul, “Report on an Investigation of the Peasant Movement in Hunan”. Pada bagian analisisnya, ia menulis judul, “Penggulingan Kaum Penguasa dari Kuil Leluhur dan

Kaum Tertua, Otorita Agama dari dewa-dewa Kota dan Desa, serta kekuasaan maskulin dari para suami”. Petunjuk pertama dari apa yang tersimpan dalam kenyakinan tradisional Tiongkok mulai terurai.

Mao Tse Tung di dalam propagandanya mengatakan; “Bila kalian percaya pada

Delapan Karakter, kalian mengharapkan keberuntungan, jika kalian percaya pada geomancy, kalian mengharapkan keuntungan dari makam leluhur kalian. Tahun ini, hanya ada dalam waktu beberapa bulan tiran lokal, orang kaya yang jahat dan pegawai yang korup jatuh. Mungkin beberapa bulan yang lalu mereka masih beruntung, dan menikmati keuntungan dari lokasi makam leluhur yang baik, tiba-tiba beberapa bulan terakhir keberuntungan telah berpaling, dan makam leluhur telah berhenti memberikan pengaruh yang menguntungkan. Tirani lokal dan orang kaya yang jahat mencemooh asosiasi petani kalian dan mengatakan,‟Betapa anehnya, saat ini dunia adalah dunia

45T‟ung Shu (Almanak Cina Kuno),h.16

38

anggota komite. Kalian bahkan tidak bisa menyuguhkan air tanpa bertemu anggota komite. Benar, kota dan desa, serikat perdagangan serta asosiasi petani, Kuomintang dan partai komunis, semua memiliki anggota komite eksekutif, ini benar-benar dunia anggota komite. Tapi apakah ini karena Delapan Karakter dan lokasi makam leluhur? Aneh sekali, Delapan Karakter dari semua orang miskin yang sial di desa tiba-tiba berbalik menguntungkan?, serta makam leluhur mereka mulai memberikan pengaruh yang menguntungkan! Dewa-dewa ? pujalah mereka. Tetapi, jika kalian hanya memiliki Lord

Kwan dan Dewi kemurahan, dan tidak ada asosiasi petani, dapatkah kalian menggulingkan tirani lokal dan orang kaya yang jahat? Dewa-dewi jelas obyek yang menyedihkan. Kalian telah memuja mereka berabad-abad, dan mereka tidak pernah sekalipun menggulingkan tirani lokal atau orang kaya yang jahat bagi kalian. Sekarang kalian ingin uang sewa kalian dihapus. Coba saya tanya, bagaimana kalian akan melakukannya ? apakah kalian akan mempercayai para dewa atau asosiasi petani ? “46

Selama tahun 1930 dan 1940-an, kepercayaan masyarakat Tiongkok terhadap cara tradisional semakin berkurang, hal ini dikarenakan pengaruh modernisasi dan westernisasi. Namun, masih banyak petani yang mengikuti cara penanggalan lama, tetapi mereka sering dikritik dan didesak untuk mengikuti perencanaan dan produksi yang lebih modern. d. Masa Pemerintahan Republik Rakyat Tiongkok (1949-sekarang)

Pada tahun 1949, partai komunis memenangkan perang saudara, dan mendirikan

Republik Rakyat Tiongkok. Kebebasan beragama dijamin, begitu juga hak untuk berpropaganda melawan agama. Hal ini, dikombinasikan dengan pendekatan ilmiah pada pertanian, mengiring upaya besar untuk menghapus penanggalan kuno. Dr Joseph

46T‟ung Shu (Almanak Cina Kuno) h. 17

39

Needham dalam tulisannya pada tahun 1950 di Academica Sinicia mengatakan “ Tidak sampai baru-baru ini, kalender yang di buat di daerah-daerah pedalaman selalu mencatumkan hari keberuntungan dan tidak, dan belum lama Academica Sinicia mempublikasikan penanggalan pedesaan untuk menyerang takhayul dan untuk menanamkan informasi astronomi dasar. Sulit dijelaskan, kapan pencetakan penanggalan di daratan Tiongkok berhenti. Pada titik tertentu, kita melihat pandangan sekilas dari kaum petani yang tidak dapat melupakan praktik-praktik lama.

Dalam sebuah artikel yang diterbitkan People‟s Daily pada tahun 1963, Ya Han Chang dalam tulisannya mengatakan “Di antara orang di negara kita, terutama yang berkebangsaan Han, aktivitas takhayul seperti ramalan, physiognomi, dan geomancy sangat lazim di masa lalu. Semua ini, tentu saja takhayul.Mereka tidak bersifat keagamaan, atau aktivitas dari satu agama atau agama itu sendiri. Di antara orang berkebangsaan Han di negara kita, mereka yang benar-benar percaya pada salah satu agama dan pengikut dari sebuah agama hanyalah minoritas. Tapi, terutama di antara petani, mereka yang percaya adanya spirit dan dewa, pada takdir, dan hal-hal takhayul seperti ramalan, physiognomi, dan geomancy masih cukup banyak. Melihat hal ini, kita bukan saja harus berjuang melawan takhayul agama, tapi juga melawan semua jenis aktivitas takhayul lainnya”.

Pada tahun 1977, ada upaya yang dilakukan penguasa untuk menghapuskan penanggalan kuno dan penanggalan Barat di Koran-koan Tiongkok. Namun, hal ini mengalami kegagalan, dan pada pertengahan tahun 1980-an penanggalan lama dan kalender muncul kembali sampai saat ini.

2.2.3 Asal muasal ramalan Pwa Pwee

Seperti yang sudah penulis uraiankan dalam bab sebelumnya bahwa, ramalan merupakan bagian dari tradisi budaya Tionghoa, yang sudah berlangsung sejak 5.000 tahun lalu, yang sampai saat ini masih tetap dipertahankan. Ramalan merupakan suatu pengetahuan yang sudah ada sejak ribuan tahun, peristiwa ini merupakan awal sejarah dari peradaban manusia.

40

Pada jaman dahulu, raja-raja purba di dalam melakukan pengkajian tentang hari keberuntungan dengan menggunakan batok kura-kura (bo) atau batang pengkaji (shi), bila diluar 10 hari, dikatakan,“Pada hari yang masih jauh, bila di dalam sepuluh hari dikatakan hari itu masih jauh, bila sepuluh hari dikatakan dekat.”Untuk hal perkabungan didahulukan hari yang jauh, untuk hal kebahagiaan didahulukan hari yang dekat. Pada hari itu kami bersandar kepada batok kura-kura besar (da gui) yang akan memberi petunjuk yang lazim! Pada hari itu kami bersandar kepadamu, batang pengkaji besar (da shi) yang memberi petunjuk yang lazim.47

Walaupun tradisi-tradisi kekaisaran sudah lama dilupakan oleh orang Tionghoa, namun peninggalan ini masih dapat ditemukan dalam kehidupan orang Tionghoa sehari- hari, seperti; “ramalan”. Dalam kenyakinan orang Tionghoa, banyak cara-cara ramalan yang masih mereka nyakini, antara lain; Feng Shui, ramalan garis tangan, ramalan wajah, dan lain-lain. Salah satu dari ramalan yang masih dinyakini orang Tionghoa saat ini adalah Pwa Pwee.

Pwa Pwee dalam ilmu metafisika Tiongkok, termasuk bagian dari “Bu” atau yang dikenal dengan ilmu ramal. Pwa Pwee bukan alat atau sarana berkomunikasi dengan mahluk lain, tetapi lebih ke arah membaca tanda-tanda alam. Pwa Pwee berawal dari peramalan yang dilakukan raja-raja purba Tiongkok untuk mengamati perubahan alam.

Metode ramalan Pwa Pwee pada dasarnya dari Yi Jing. Yi Jing, dapat dipahami dalam arti “tiga tradisi” yang saling berkaitan. Pertama; Yi Jing lebih dikenal sebagai pedoman untuk meramalkan sesuatu secara menyakinkan. Kedua;Yi Jing merupakan catatan tentang kebijaksanaan, sebagai sebuah teks dalam hubungan manusia dengan transformasi

47Li Ji (Li ji,Kitab Yang Lima) I.A: 23-24, terjemahan MATAKIN, 2014, h. 27,28

41

kosmos.Yang ketiga; Yi Jing dianggap sebagai buku catatan, dimana materi-materinya

tentang ramalan, dengan simbol-simbolnya semacam pemikiran kosmologis.

Pwa Pwee sudah dipergunakan sebagai media konsultasi sejak jaman dinasti Tang,

sekitar 618-906 s.M, dimana istilah yang dipergunakan orang Tionghoa dinegara bagian

Utara, Pwa Pwee biasa disebut dengan istilah “Chiao”, namun di istilah

mandarinnya disebut “Bei” yang berarti mengangkat atau memutar kerang. Karena

memiliki pemahaman dan kenyakinan yang sama, maka istilah Pwa Pwee disepakati

dengan kata “Cup“ atau “Piala”.

Pada tahun 768-824 s.M, seorang penyair dari dinasti Tang yang sangat terkenal Han Yu

mengidentikkan Pwa Pwee dengan istilah Cup. 48 Hal senada juga dikemukakan oleh

Cheng Dachang dari dinasti Song, ia mengatakan, pada awalnya raja-raja purba

menggunakan kerang sebagai media ramalan. Alasan yang dikemukakan Chang, karena

kerang memiliki shell yang sangat kuat dan memiliki tujuan yang ganda, selain dapat

menahan air kerang juga bisa dipergunakan untuk meramal. Namun, dilihat dari sisi lain

kerang memiliki kerapuhan, maka fungsi kerang sebagai alat ramalan diganti dengan dua

balok kayu yang diukir menyerupai bentuk kerang asli, dari sinilah kata“Cup” mulai

populer.49 Menurut Alder, Pwa Pwee adalah bentuk ramalan yang sudah umum dilakukan

orang Tionghoa di Taiwan, ramalan ini selalu dikaitkan dengan kertas syair

ramalan/ciamsie.50

Cara-cara melakukan ritual ramalan Pwa Pwee

Sebelum melakukan ramalan Pwa Pwee, si penanya diwajibkan untuk berpuasa terlebih dahulu, seperti yang di sabdakan Nabi Khongzi.“ Di dalam melaksanakan

48Jordan. David K, Taiwan Poe Divination. Journal for the Scientific Study of Religion. Cited at: http://anthro.used.edu/~dkjordan/scriptorium/taipoe-main.html June 2004 49Citedathttp://www.bonny.idv.tw/egibin/ib5000/topic.egi?forum=32&topic=28repylum=l ast#botton Nopember 2006 50Alder,Josep,(Chinese Religion: Routlege, 2002),h.118

42

kewajiban puasa tiga hari, bila hari pertama orang itu masih harus kwatir kalau tidak sungguh-sungguh hormat, pada hari kedua ia menabuh tambur, apa jadinya ?” 51 Janganlah tidak hormat (sungguh-sungguh), berlakulah khidmat bagai berfikir, ungkapkanlah kata-kata dengan batin yang mantap. 52 Di dalam melakukan doa dan sembahyang syukur dan meyampaikan persembahan kepada Gui Shen / yang maha roh, tanpa kesusilaan tidak akan terbentuk ketulusan dan kekhidmatan53 . Pada saat melakukan Pwa Pwee, penanya harus benar-benar tulus dan penuh konsentrasi, diwajibkan untuk berpuasa selama tiga hari, dan tidak diperbolehkan memakan daging atau hewan-hewan yang bernyawa, membersihkan diri, dan menggunakan pakaian yang layak.

Altar Sheming/dewa-dewi suci adalah sarana untuk melakukan sembahyang kepada malaikat bumi, altar sembahyang menjadi pemegang peranan karena memberikan hawa yin (negatif). Penanya pada saat melakukan sembahyang wajahnya menghadap ke arah Selatan, dan berdiri di kaki tembok Utara menunjukkan dasar kebenaran tentang adanya pengaruh sifat yin. Hari Chia sebagai pijakan melaksanakan sembahyang, yakni untuk menggunakan hitungan hari yang pertama.54

Alat yang dipergunakan adalah dua potong kayu yang dibentuk seperti bulan sabit.

Panjang Pwa Pwee sekitar 4 inci, dengan masing-masing sisi lurus dan melengkung membentuk lambang yin-yang. Dalam penulisan tesis ini, penulis akan memberikan ilustrasi penggunaan Pwa Pwee .

Pwa Pwee dapat dilihat oleh dewa tanah/dewa bumi, bila Pwa Pwee dilontarkan ke udara, sisi-sisinya diinterprestasikan sebagi yin-yang, tergantung saat Pwa Pwee berada di lantai, dari sini penanya akan menemukan jawaban yang diinginkan. Ramalan ini biasanya dilakukan di Kelenteng dihadapan altar Shenming/dewa.

51Li jing-Li ji,Kitab Yang Lima.IX: I.18, terjemahan MATAKIN,2014, h.282 52Li jing-Li ji,Kitab Yang Lima. I.A-1,terjemahan MATAKIN, 2014, h.1 53Li jing-Li ji,Kitab Yang Lima. I.A-19,terjemahan MATAKIN,2014, h.3 54Li jing-Li ji,Kitab Yang Lima. IX: 1-20,terjemahan MATAKIN, 2014,IX:, h.282

43

Lihat gambar dibawah.

Gambar 1. Pwa Pwee

Keterangan :

1. Apabila pada saat Pwa Pwee dilontarkan ke lantai dengan posisi keduanya

tertutup, berarti pertanyaan yang disampaikan penanya tidak dipahami oleh

Shenming/dewa

Gambar.2

2. Apabila posisi Pwa Pwee pada posisi saat dilontarkan dan jatuh ke lantai yang

satu tertutup dan satunya terbuka, berarti Shenming /dewa memahami atau

merestui permohonan yang disampaikan penanya.

44

Gambar.3

3. Apabila posisi Pwa Pwee kedua-duanya pada posisi terlentang/terbuka, berarti

Shenming/dewa marah/tidak menyetujui pertanyaan yang diajukan oleh penanya.

Dibawah ini penulis memberikan ilustrasi penggunaanPwa Pwee yang berhubungan dengan ramalanCiam Sie;.

Penanya harus sembahyang dan berdoa dihadapan Shenming/dewa terlebih dahulu.

Setelah selesai sembahyang, penanya mengambil tabung yang berisikan bilah-bilah bambu yang ada di atas altar sembahyang. Selanjutnya, penanya melakukan pengocokan bilah-bilah bambu, hingga salah satu bilah bambu jatuh di lantai. Penanya kemudian mengambil bilah bambu tersebut dan melihat nomor yang ada pada bilah bambu itu.

Selanjutnya, penanya mengambilkertas syair yang terdapat di rak khusus yang tersedia di ruang kelenteng berdasarkan nomor yang terdapat pada bilah bambu.

Setelah semua proses selesai dilakukan, penanya menancapkan bilah bambu di atas hio lo,dan meletakkan kertas syair di altar sembahyang. Proses selanjutnya, penanya mengambil Pwa Pwee yang ada di altar sembahyang, sambil berdoa memohon petunjuk kepada Shenming/dewa, apakah syair yang ada di kertas tersebut boleh dilaksanakan.

45

Sebagian besar orang Tionghoa,khususnya penganut ajaran Tao, Khonghucu, dan

Buddha masih percaya tradisi-tradisi ini. Dalam kenyakinan orang Tionghoa, ramalan dapat menuntun mereka kearah yang lebih baik, terutama dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, seperti; memulai usaha, peningkatan karier, melakukan perjalanan jauh, pernikahan, dan pindah rumah.

Dibawah ini penulis memberikan contoh penggunaan Pwa Pwee dalam kaiatannya dengan Ciamsie;

Pwa Pwee dilontarkan sekali ke atas, sekali ke bawah disebut Sheng; dua kali kebawah yin, dan dua kali ke atas disebut yang.55 a. Sheng, Sheng, Yin

Anda terlalu mencemaskan diri tak ada salju jatuh, namun anda merasa dingin.

Jangan terlalu cemas, semua orang akan baik-baik.

Keterangan: Seorang terhormat akan mendukung alasan anda. Masa depan anda

cerah, dan anda serta pasangan anda akan terus berjalan dengan baik. b. Sheng, Sheng, Yang

Saat ini tidak baik untuk melakukan apapun, karena bintang naga kurang bagus. Anda

jangan melakukan kegiatan apapun.

Keterangan: Bulan tidak penuh, pohon-pohon akan mati. Bila anda menunggu pohon

itu tumbuh kembali, maka anda akan menunggu lama. Anda akan bekerja keras

dengan hasil sedikit. c. Yin, Yin, Yang

Anda akan memandang orang yang anda cintai dengan menyamping, tidak melihat

wajahnya. Seorang yang anda cintai akan selalu dalam hati anda. Anda bisa meminta

55Andrey Ming, T‟ung Shu. Almanak Cina Kuno, Jakarta: P.T.Dinastindo Adiperkasa Internasional, 2000, h.133

46

seseorang untuk mengatakan hal-hal yang manis pada pasangan anda, tetapi

perkawinan tetap akan gagal.

Keterangan:Walau anda bekerja keras, anda tidak akan menerima hasilnya. Bila anda

berdoa meminta kekayaan, anda tidak akan mendapatkannya, bila anda bertanya pada

shenming/dewa bagaimana keluarga keluarga anda akan berlangsung baik,

jawabannya buruk. Anda akan selalu kelaparan dan membutuhkan tempat untuk

hidup, tak akan ada kemewahan dalam hidup anda.56

2.2.4 Hubungan antara Kepercayaan orang Tionghoa dan Ramalan

Dalam kenyakinan orang Tionghoa ada tiga ajaran pokok yang disebut dengan San

Jiau atau Sam Kauw. Ketiga ajaran ini lebih dikenal dengan istilah “Tridharma”. Ketiga ajaran tersebut terdiri dari Taoisme, Konfusianisme, dan Buddhisme.

Sebagian besar agama atau kepercayaan orang Tionghoa bersumber dari ketiga ajaran tersebut. Penggabungan ketiga ajaran tersebut dapat terlihat dari cara ritual yang dilakukan orang Tionghoa pada penghormatan kepada leluhur.

Taoisme

Taoisme memandang kemanusiaan dan habit of nature sebagai satu entitas yang tidak dapat dipisahkan. Dalam pemahaman Lao Tzu, usaha untuk mengendalikan hawa nafsu dan emosi tampaknya artifisial dan cenderung mencampuri keharmonisan alam.

Dalam menata dan mengatur hal-hal itu untuk mancapai kesempurnaan, Lao Tzu justru menawarkan jalan untuk membiarkan hal-hal itu bekerja secara alamiah menuju

56Andrey Ming,T‟ung shu-Almanak Cina Kuno,Jakarta, P.T. Dinastindo Adiperkasa,2000, h.113

47

kesempurnaan.57Hal ini berarti, semua proses kehidupan dalam keadaan ilmiah dengan membiarkan mereka bertransformasi secara natural. Dengan jalan ini, tidak dibutuhkan peraturan, dengan demikian setiap hal terlaksana dan segala sesuatu teratur berdasar kehendak kosmos.

Dasar kemanusiaan bukan diciptakan sendiri, tetapi termuat dalam keberadaan dan fungsi keseluruhan kosmos berupa hukum alam. Hidup yang selaras dengan Dao adalah hidup yang ideal, karena manusia adalah bagian dari alam, bukan sebaliknya, alam adalah bagian dari manusia.

Sembilan prinsip yang harus diperhatikandi dalam ajaran Dao De Jing, yakni;

1. Manusia secara kodrati bertindak untuk memenuhi hasrat hatinya.

2. Akibat dari usaha memuaskan hasrat hati, lahirlah persaingan dan

konflik

3. Agar tercipta kedamaian dan harmoni, dirancanglah standar kebenaran

dan moralitas manusia guna mengatasi konflik dan percekcokan

4. Persoalannya adalah, standar moral tidak sepenuhnya mengatasi

persoalan, karena persaingan kian memanas dan konflik kian meninggi.

Peraturan-peraturan dilanggar, bahkan peraturan baru yang dirancang

sebagai back up bagi peraturan lama juga dilanggar. Konsekuensinya,

konflik lama tetap ada, hasrat hati tak terpuaskan, dan kajahatan

merajalela.

5. Karena pembentukan institusi bagi standar moral dan peraturan tidak

memecahkan persoalan, mengapa orang tidak mengabaikannya dan

keluar dari lingkaran setan dengan bantuan nalar kritisnya,

57Fung Yu Lan, History of Chinese Philosophy, Princenton, NJ: Princenton University Press, 1952, h.92

48

6. Jika akar persoalannya adalah hasrat hati dan kehendak diri, mengapa

keduanya tidak disingkirkan,

7. Tindakan yang keluar dari hasrat hati dan kehendak diri dapat

disingkirkan, hanya apabila manusia mengadopsi “Dao” alam dalam

semua hal,

8. Mengikuti jalan alam akan membawa hidup yang selaras dengan alam,

dan bertindak sesuai dengan “Dao”

9. Karena itu, rakyat mesti dipimpin oleh penguasa yang berpikir, merasa,

bertindak dan mengabdi berdasarkan Dao alam semesta.

Dao adalah Agung, atau Dao secara universal harus diinternalisasi ke dalam diri manusia, masyarakat, dan bangsa. Seperti yang disampaikan Lao Tzu,” ketika Dao Agung menyusut, maka lahirlah ajaran kemanusiaan dan kebenaran.”58Lao Tzu menyikapkan pandangannya yang melihat moralitas sebagai satu jalan pemecahan yang tidak memadai, karena moralitas ada hanya sebagai akibat dari merosotnya Dao Agung kodrat alam.

Dalam pemahaman Dao, aturan moral hanya mengatasi konflik di permukaan, tetapi akarnya semakin kokoh. Jalan yang terbaik mesti ditempuh adalah kembali dan merevitalisasi alam. Apa yang ditegaskan Lao Tzu bahwa; Ketika Dao hilang, maka hanya akan muncul ajaran yang kaku mengenai kebajikan. Ketika kebajikan hilang, maka hanya akan muncul ajaran kemanusiaan yang juga membelenggu. 59 Moralitas tidak mampu membawa damai dan kebahagiaan, maka ia harus dipandang sebagai jalan pemecahan yang gagal, dan harus diabaikan demi satu alternatif yang lain. Namun, moralitas tidak dapat diabaikan tanpa mengubah kondisi-kondisi yang secara tidak

58Wing Tsit Chan, Dao De Jing, Bab 18, A Source Book in Chinese Philosophy, Princenton, NJ. Princenton University Press, 1969, h. 148 59 DC. Lau, Dao De Jing, The Classic Book of Integrity and the Way. Diterjemahkan oleh Victor H. Mair, New York: Bantam Books, 1990,h.18

49

terelakkan mengantarkan manusia untuk menciptakan peraturan-peraturan moral dan tindakan manusia.

Daoisme didasarkan ajaran Dao, yaitu suatu jalan yang seharusnya atau jalan yang benar. Dalam ajaran Dao, manusia pada hakikatnya dalam keadaan suci dan baik. Jalan yang ditempuh mempertahankan dan memelihara kesucian dan keadaan baik ini, manusia harus hidup di jalan Dao. Jalan Dao ini suatu cara untuk menuju perbuatan baik. Dao telah menciptakan langit dan bumi/alam semesta (Tian dan Di), beserta segala isinya. Dao adalah Maha Agung, Maha Mulia, dan Maha Pencipta.60Dao sepertinya kosong tanpa wujud, namun fungsinya Maha Besar dan tanpa batas. Dao, Maha Besar, Maha Dalam serta Maha Luas dan unik. Dao merupakan Tuan/Pemilik/Pencipta dari segala yang ada.61Dao mengikis tonjolan ketajaman segala makhluk, supaya mereka dapat hidup lebih damai, mengatur pancaran cahaya mereka supaya tidak menyilaukan mata, sehingga mudah hidup di dunia ini.

Oleh karena itu, Dao adaah dasar inti, inti dari De, sementara De adalah wujud nyata dari Dao. Maka, manusia yang belum memilik Dao pasti tidak bisa melakukan perbuatan De, hanya yang memiliki Dao yang bisa berprilaku De/De Xing (yang baik).

Dao selalu berada dan terkandung dalam segala benda yang ada di alam semesta, atau kebenaran absolut alam semesta. Dengan demikian, manusia akan menyadari roh sesungguhnya dari Da De, sehingga dapat menyadari pola pandang berprilaku kehidupan yang benar dan harmonis. Nilai standard dan pola pandang hidup yang benar dan harmonis inilah yang sangat berharga, dan sangat didambakan untuk menjamin kelangsungan hidup manusia.

60Dao De Jing, Tian Di Zhi Shi, Asal mula langit dan bumi/Alam Semesta. Bab I, h.1 61Dao De Jing, h.10

50

Pada dasarnya penganut ajaran Dao menginginkan kebahagiaan duniawi dan memperoleh umur panjang. Mereka sangat percaya kepada leluhur/dewa-dewa yang dapat memberikan keberkahan. Di dalam Daoisme, banyak dewa-dewa yang mereka hormati hampir di seluruh daratan Tiongkok. Beberapa dewa yang mereka puja antara lain; Guan Yin Niang Niang, Guan Gong, Zao Jun Gong, Chiang Ziwen.

Khonghucu

Ajaran pokok Confusius adalah, bagaimana kita menjadi manusia yang sebenarnya. Pada dasarnya pemikiran Confusius berorientasi humanistik dan mengajarkan pandangan hidup yang humanis. Inti ajaran Confusius adalah, belajar menjadi manusia tidak dapat terjadi dengan sendiri, dan perlu proses yang panjang, dan proses tersebut bersifat holistik. Dalam pandangan Confusius, manusia adalah bagian dari konstitutif dari alam semesta. Manusia harus menjalin hubungan indah dan harmonis terhadap sesama manusia, dan alam di luarnya.

Dalam Zhong Yong dijelaskan,” Demikianlah yang dinamai pangkal dan demikian pulalah yang dinamai memperoleh pengetahuan yang sempurna. Adapun yang dinamai meluaskan pengetahuan dengan meneliti hakikat tiap perkara itu ialah; bila kita hendak meluaskan pengetahuan, kita harus meneliti hukum sembarang hal sampai sedalam- dalamnya. Oleh karena itu mempunyai kekuatan bathin, sudah selayaknya tidak ada hal yang tidak dapat diketahui, selain itu juga karena tiap hal di dunia ini sudah mempunyai hukum tertentu. Namun kalau kita belum dapat mengetahui hukum itu sedalam-dalamnya, itulah karena kita belum sekuat tenaga menggunakan kecerdasan.

Kitab Da Xue mula-mula mengajarkan kita yang hendak belajar, supaya dapat menyelami dalam-dalam segala hal ikhwal di dunia ini. Seorang yang mempunyai

51

pengetahuan hukum itu sedalam-dalamnya, akan menjadikan ia dapat mencapai kesempurnaan. Bila kita dengan sepenuh tenaga mempelajarinya, niscaya pada suatu pagi walaupun mungkin lama, kita akan memperoleh kesadaran bathin yang menjalin dan menembusi segala-galanya. Di situ kita melihat luar dan dalamnya, halus dan kasar, sehingga tiada satupun yang tidak terjangkau. Demikianlah bathin kita telah sepenuhnya digunakan sehingga tiada sesuatu yang tidak terang. Demikianlah yang dinamai mengetahui pangkal, dan demikianlah yang dinamai memperoleh pengetahuan yang sempurna.62

Untuk menjadi manusia yang seutuhnya didalam pandangan Confusius adalah, kita harus masuk ke dalam suatu dialog dengan orang-orang secara berkesinambungan dalam struktur hubungan antar manusia. Berhubungan dengan orang lain, merupakan hal yang paling terpenting dalam tradisi Confusian.

Jen merupakan basis nilai dan harkat manusia, jen yang pada akhirnya membuat hidup manusia bernilai. Pedoman yang lebih efektif dan konkret bagi manusia dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari adalah li, yang meliputi; tradisi, upacara, sembahyang, serta hubungan yang dibentuk manusia dalam menjalankan kehidupan. Li merunjuk pada arti seremonial dan ritual, dengan li potensi kemanusiaan (jen) dapat terwujudkan.

Li yang sesungguhnya adalah, bagaimana melakukan tata cara yang sesungguhnya yang diwujudkan manusia untuk dapat dikembangkan. Kontinuitas li terus melekat dalam hati Confusius. Pada suatu hari, selesai melakukan upacara sembahyang, Confusius menarik nafasnya dalam-dalam. Ketika ditanya mengapa dan sedang apa, ia menjawab,”Oh, saya sementara sedang berpikir tentang jaman keemasan dan menyesal,

62Chung yung-Zhong Yong, Kitab Yang Empat.V:1,terjemahan MATAKIN,h.13

52

bahwa saya tidak bisa lahir pada saat itu dan tidak bisa bergabung dengan para penguasa dan para bijaksana dari tiga dinasti.63Confusius menjelaskan bahwa, jaman keemasan lahir oleh penekanan jen dan li. Ia mengatakan, bahwa para raja pendiri dinasti besar sangat peduli akan prinsip li. Li merupakan prinsip yang digunakan oleh raja-raja kuno untuk mewujudkan hukum dari langit, dan mengatur ekspresi kodrat manusia. Karena itu, ia yang berhasil mewujudkan li akan hidup, dan ia yang kehilangkan li akan mati.64

Dari ungkapan Confusius dapat disimpulkan bahwa; li bukan saja berarti religius atau spiritual, tetapi li juga dapat diterima secara rasional dan sosial. Oleh karena itu, perlu dipahami, bahwa untuk memperoleh pengertian yang benar tentang keimanan dan ajaran-Nya, umat Konfusiani wajib dan perlu mempelajari dan menghayati dengan seteguh hati apa yang terdapat di dalam kitab-kitab suci Konfusiani.

Untuk memahami seluruh ajaran dan ungkapan-ungkapan Confusius tidak dapat dilepaskan dari dasar-dasar keimanan Konfusiani atau Rujiao terhadap Tian atau Shang

Di, tentang hakikat hidup manusia, maupun tentang alam semesta ini.

Oleh karena itu, harus memahami ajaran tentang lima hubungan kemasyarakatan /

Wu Lun ; pemimpin dengan pembantu, orang tua dan anak, suami dan istri, kakak adik, kawan dan teman sebagai Jalan Suci yang harus ditempuh dalam kehidupan sehari-hari, serta menghayati Tripusaka; bijaksana, cinta kasih, dan berani sebagai sarana untuk suksesnya menempuh jalan suci, yang tidak dapat dilepaskan dari keimanan terhadap

Tian.

Buddhisme

Buddhisme bukanlah agama asli Tiongkok melainkan berasal dari India. Daratan

Tiongkok pada abad ke- 1 M, sudah mulai diinvasi oleh Buddhisme untuk diterima dan

63Lin Yutang, The Wisdom of Confusius, New York, MacMilan, 1978, h.227 64Lin Yutang, The Wisdom of Confusius, h.225

53

dilegalkan oleh dinasti Sui dan Tang (589 – 906 s.M) sampai-sampai ajaran Buddhisme menjadi satu cara berpikir yang dominan bagi orang-orang Tionghoa dalam dinasti Sui dan Tang sebelum datangnya pengaruh Confusianisme dan Daoisme.65

Meskipun ajaran Buddhisme India sudah diterima di Tiongkok, tetapi hanya tradisi Madhyamaka dan Yogacara Mahayana yang berhasil mentransformasi Buddhisme ke dalam lembaga pendidikanTiongkok, seperti; Huan Yen, Fa-shiang, T‟ent Tai, dan

Ch‟an. Pemikiran Jalan Tengah yang dikembangkan di Tiongkok oleh Ku-marajiva, yang berasal dari Kucha dan tiba di Ch‟ang-an pada tahun 402. Ku-marajiva, yang dibantu oleh kaum terpelajar menterjemahkan kitab Mahayana dari bahasa sansekerta ke dalam bahasa

Tiongkok.

Banyak ajaran sang Buddha yang diwariskan kepada umat manusia, namun sedikit yang dapat menjalani ajaran tersebut sebagai pedoman dalam kehidupan. Sebelum manusia bisa mengurai itu, manusia tidak akan pernah mencapai nirvana, selama terjebak dalam duhkha dan terjerembab oleh avidya.

Manusia ada, tapi tidak mengada dengan sendirinya, itulah kenapa eksistensinya harus tunduk pada hukum ruang dan waktu. Seperti yang diungkapkan di dalam empat pernyataan dasar dalam kitab Samyutta Nikaya 228, dikatakan,”Ketika ini ada, maka itu juga ada, ketika itu muncul, maka itu juga muncul, ketika ini tidak muncul, maka itu juga tidak muncul, dan ketika ini berakhir, maka itu juga akan berakhir.66

Selanjutnya di dalam kitab Samyutta Nikaya dijelaskan bahwa, “ketidak tahuan mengkondisikan keinginan; selanjutnya keinginan mengkondisikan kesadaran, kesadaran mengkondisikan tubuh dan pikiran, tubuh dan pikiran mengkondisikan enam indera, enam

65 Ach. Dhofir Zuhry/Filsafat Timur, Sebuah Pergulatan Menuju Manusia Paripurna, Malang: Madani, 2013, h. 85 66Marice Walse, The Long Discourses of the Buddha: a Translation of the Digha Nikaya, Dehli, Munshiram Munohar lal,1986, h.333-4

54

indera mengkondisikan kontak yang mengarah perasaan, perasaan mengkondisikan hasrat, hasrat mengkondisikan proses menggenggam, proses menggenggam mengkondisikan proses menjadi, proses menjadi mengkondisikan kelahiran, kelahiran mengkondisikan usia tua dan kematian.” Dari proses ini lahirlah segala bentuk penderitaan.67

Inti ajaran Buddha adalah, bagaimana manusia menghindarkan diri dari penderitaan (samsara). Kejahatan adalah pangkal dari semua penderitaan. Manusia yang lemah, tidak memahami ajaran Buddha akan mudah terkena kejahatan, dan sulit untuk membebaskan diri dari penderitaan.

Ajaran Buddha yang sangat menonjol dalam kepercayaan orang Tionghoa adalah hidup setelah mati dan reinkarnasi. Buddhisme sangat terfokus pada penghormatan kepada leluhur, dan dewa-dewa yang dianggap suci yang dapat memberikan keberkahan dan keselamatan, maka banyak dewa-dewa yang dihormati masyarakat Tionghoa yang ada di

Kelenteng.

2.2.5 Yi Jingsebagai buku petunjuk ramalan Tionghoa

Pada bab sebelumnya sudah penulis kemukakan bahwa, ramalan merupakan warisan budaya yang sudah ada sejak ribuan tahun lalu, yang dipraktikkan dalam kehidupan orang Tionghoa sejak bumi ini terbentuk. Orang Tionghoa sangat dikenal kaya akan tradisi dan budaya yang sampai saat ini masih melekat dalam kehidupan mereka.

Pada masa dinasti Chou 1100 s.M, Yi Jing mulai dikembangkan oleh Chou wen wang dan puteranya, sehingga Yi Jing sangat dikenal luas oleh orang Tionghoa. Kitab Yi

Jing yang dikembangkan oleh Chou adalah, untuk mengaplikasikan Xian Tian Ba Gua menjadi Hou Tian Ba Gua yang dipergunakan sampai saat ini. Yi Jing merupakan salah

67Thict Nhat Hanh & Annabel Laity, Transformation and Healing, The Sutra on the Four Establishment of Mindfulness, Bakerley, Parallax Press, 1990

55

satu dari kitab klasik Tiongkok berdasarkan delapan trigram. Delapan trigram menunjukkan delapan titik yang digambarkan dengan sistem garis utuh dan terputus yang sangat sederhana. Masing-masing garis memiliki makna tersendiri secara utuh, sifat maupun lambang menurut cara yang dapat mempertemukan garis-garis tersebut, kemudian digabungkan dan dipergunakan pada seluruh hubungan yang memungkinkan pada kehidupan seluruh makhluk maupun benda-benda. Jika kedua trigram digabungkan menjadi satu, maka akan membentuk hexagram yang berjumlah 64 hexagram.

Dalam perkembangan sejarahnya, kitab Yi Jing dapat dilihat dari dua sisi, yaitu ; pertama; dari pemahaman agama yang dikembangkan oleh Confusius, dan kedua, sebagai ilmu metafisika Tiongkok yang dikembangkan oleh para ahli ramal/fheng shui. Sejak masa dinasti Han (200 s.M dan 200 Masehi) yang dimotori oleh Gui Gu Zi, Kue Po, Zhu

Ge Liang, Yang Yung Song, Shao Yung, dan terakhir oleh Liu Bo Wen pada tahun 1486.

Di dalam penerapannya, kedua aliran ini digabung menjadi satu, hanya tinggal bagaimana cara mengembangkannya, baik dari sudut pandang teologi/agama atau berdasarkan ilmu metafisika Tiongkok/Fheng shui.

Sebagian besar orang Tionghoa memahami Yi Jing sebagai ilmu metafisika

Tiongkok, Yi Jing selalu dikaitkan dengan ramalan/divination. Orang Tionghoa selalu menggunakan Yi Jing untuk meramal/mencari jawaban dari alam semesta/universe, maka

Yi Jing dianggap sebagai kitab ramalan. Di dalam praktiknya, kitab Yi Jing dipercaya orang Tionghoa untuk memperoleh jawaban dari alam semesta dengan membaca tanda- tanda alam, dan dikaitkan pada 10 konsep dasar, menganalisa, mempertimbangkan, dan menarik suatu kesimpulan.

Dalam Yi Jing dijelaskan, alam pada mulanya adalah kosong (wu), belum ada susunan maupun sistem galaksi, konstelasi tata surya, planet dan gugusan bintang. Alam

56

hanya terdiri dari uap yang dalam sekian juta tahun dalam keadaan hampa, kosong, sehingga tidak mengherankan jika ada yang menyebut masa itu sebagai “dunia alam pikiran/ide” (the axial world). Keberadaan langit beserta segala isinya hanya dapat dibayangkan atau diimpikan. Dengan demikian, meski suci dan agung, langit bersifat immaterial, hampa. Setelah sekian lama menghampa, terjadilah kekacauan atau “chaos” yang berimplikasi pada ketidak teraturan. Kehampaan yang berganti kekacauan kian meningkat, kekacauan pun menjadi pusaran energi yang terus membesar, lalu terjadilah letusan alam semesta 68 yang dalam istlah ilmu pengetahuan modern disebut dengan peristiwa big-bang (dentuman besar).

Dengan terjadinya peristiwa perubahan di langit, muncullah gas dan udara, tak lama kemudian timbullah energi dan materi-materi (qi) seakan melebur membentuk gugusan jagad raya. Jagad raya belum memiliki bentuk dan struktur yang teratur, benda- benda langit terus bergerak, sampai suatu saat muncullah titah Tian yang disebut hukum alam (li) yang mengatur gugus materi dan rotasinya meski belum sempurna. Seiring dengan peredaran waktu, terjadilah berbagai perubahan (yi) untuk menyempurnakan kosmos, yang menyebabkan terjadinya pergeseran alam untuk mendapatkan bentuk yang sempurna.

Di dalam Wu Jing (kitab Yang Lima), bagian Li ji dikatakan,”Sesungguhnya, adanya manusia adalah oleh kuasa kebajikan Tian dan Bumi, oleh jalinan sifat yin

(negatif) dan yang (positif), karena berkumpulnya nyawa dan roh (gui dan shen), dari sari semangat ke lima unsur/wu xing, yaitu; kayu, api, logam, tanah, dan air. Tian mengendalikan sifat yang, menggantung matahari dan bintang-bintang. Bumi mengendalikan sifat yin, memberi jalur di gunung-gunung dan sungai-sungai. Ditaburkan

68Confusius and the Analects, New Essays, New York, Oxford University Press, 2000,h. 69

57

ke lima unsur itu melalui empat musim, dan oleh geraknya yang harmonis kemudian tumbuhlah bulan, tiga kali lima hari menuju penuh (ying), dan tiga kali lima hari menuju punah (que). Gerak dari lima unsur saling mengganti dan menghabiskan. Lima unsur itu menjadi pokok beredarnya empat musim yang dua belas bulan. 69 Manusia itu adalah hati/hakikat batin daripada Tian dan Bumi, dan menjadi perwujudan dari lima unsur.

Manusia hidup menikmati barbagai rasa, memilahkan berbagai nada dan mengenakan berbagai warna. Oleh karena itu, Nabi di dalam membentuk peraturan mesti berpokok kepada Tian dan Bumi, sifat yin dan yang sebagai pangkal, ke empat musim sebagai pegangan, matahari dan bintang-bintang sebagai catatan/waktu, bulan sebagai ukuran

(dalam berkerja), nyawa dan rokh sebagai penyerta, lima unsur sebagai bahan, kesusilaan dan kebenaran sebagai sarana, perasaan orang sebagai ladangnya, dan empat makhluk cerdas (si ling) itulah yang dirawat. Dengan berpokok kepada Tian dan Bumi, maka berbagai benda dapat diangkat daripadanya. Dengan berpangkal pada sifat yin dan yang, maka segala perasaan dan kecenderungannya dapat terlihat. Dengan berpegang pada empat musim, maka perkerjaan dapat disaksikan. Dengan matahari dan bintang sebagai catatan/waktu, maka segala pekerjaan dapat dipilah. Dengan bulan sebagai ukuran, maka pekerjaan itu dapat berhasil sempurna. Dengan nyawa dan rokh sebagai penyerta, maka semua pekerjaan dapat lestari. Dengan lima unsur sebagai bahan, maka semua pekerjaan dapat didaur ulang. Dengan kesusilaan dan kebenaran sebagai sarana, maka segala pekerjaan dapat berjalan sepenuhnya. Dengan menjadikan perasaan orang sebagai ladang, maka akan menjadikan Nabi sebagai penjunjungnya. Dengan empat makhluk cerdas yang dirawat, maka akan dapat minuman dan makanan yang berkesinambungan.70

Dalam pemahaman orang Tionghoa, bahwa manusia adalah bagian dari kosmos

69Li jing-Li ji, Kitab Yang Lima. III: 1,2 dan 3, terjemahan MATAKIN, 2014, h.250-1 70Li jing –Li ji, Kitab Yang Lima. III.A:7,8,dan 9, terjemahan MATAKIN, 2014, h.251-2

58

yang bertujuan konstelasi kebudayaan pada galaksi. Kebudayaan galaksi dalam konteks ini merunjuk pada posisi dan fungsi alam, menyatu dan berhubungan dengan alam berdasarkan pada prinsip lima unsur. Kombinasi dari kekuatan-kekuatan inilah menentukan kemampuan manusia dan alam. Dari dasar sejarah dan pengetahuan inilah orang Tionghoa yakin dan percaya pada Yi Jing memiliki kekuatan yang luar biasa, maka

Yi Jing dianggap sebagai kitab petunjuk ramalan.

2.2.6 Manfaat ramalan bagi kehidupan orang Tionghoa

Ramalan adalah suatu ilmu atau pengetahuan yang sudah ada sejak ribuan tahun silam. Ramalan atau ramal adalah, suatu cara untuk memprediksi peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, baik masa sekarang maupun akan datang71. Dalam pengertian lain, ramalan berasal dari kata ramal, yang berarti suatu ilmu untuk menafsir, menilik, melihat, atau memprediksi nasib seseorang, atau apa yang akan terjadi di masa depan. 72 Di dalam pengkotbah: 7: 14 tertulis bahwa, dalam hidup ini Tuhan merencanakan atau mendesain manusia untuk tidak tahu masa depannya, dengan tujuan agar manusia memiliki gairah dalam hidup serta mengandalkan Tuhan. Ramalan adalah, usaha-usaha untuk memperoleh pengetahuan atas pertanyaan atau situasi melalui cara-cara akultisme atau ritual tertentu.

Ramalan digunakan juga untuk mengetahui masa depan melalui cara-cara yang umum dipandang tidak rasional. Orang yang melakukan ramalan biasa disebut tukang/juru ramal, atau ahi nujum.

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa, ramalan adalah suatu kegiatan/aktivitas, yang dilakukan oleh seseorang untuk memprediksi keadaan-keadaan

71Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka, 1991, h. 813 72Christalexsan.blog sport.com/…/definisi…

59

yang akan terjadi baik di masa sekarang, atau masa yang akan datang dengan tujuan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.

Dalam sejarah tradisi budaya orang Tionghoa pada jaman dahulu,sebelum melakukan perjalanan atau pekerjaan, mereka melakukan ritual kepada Tian untuk memperoleh perlindungan dan memperoleh berkah. Di dalam Li Ji tersurat,‟Raja yang telah mendahulu menggunakan rumput qi dan tempurung kura-kura untuk melakukan pengkajian, menyelenggarakan ibadah dan sembahyang, menanam sutera yang disajikan, mengucapkan kalimat-kalimat do‟a syukur dan permohonan pemberkatan (zhu gu), dan disusun perundangan dan ukuran. Demikianlah negara mempunyai li (kesusilaan), jawatan mempunyai petugas, tiap-tiap perkara mempunyai peranan dan kesusilaan mempunyai dasar. Kalau-kalau li itu tidak dipahami sampai ke bawah, maka dengan dilakukan ibadah kepada DI, Tuhan Yang Maha Kuasa dihadapan altar Jiao, dengan demikian ditetapkan tempat bersujud kepada Tian, dilakukan sembahyang kapada malaikat bumi di altar she, dengan demikian mendapatkan berkah bumi. Melakukan sembahyang di kuil leluhur (zu miao), dengan demikian di dapat pokok cinta kasih. Di gunung dan di sungai dibangun altar untuk penyambutan tamu kepada gui shen (para malaikat bumi), dan dihadapan lima altar dalam keluarga, sehingga di dapat pokok kegiatan keluarga. Ada petugas do‟a (zong zhu) di kuil (miao), ada tiga pangeran (san gong) di istana, dan ada tiga tua-tua (san lo) di sekolah. Mengkaji masalah dengan menggunakan rumput qi dan tempurung kura-kura.73

Ramalan-ramalan yang dilakukan orang Tionghoa bertujuan, untuk menambah kenyakinan serta semangat diri di dalam melakukan aktivitas sehari-hari, seperti; melakukan perjalanan jauh (merantau), membuka usaha, membangun rumah,

73Li jing-bagian Li Yun. Li ji, Kitab Yang Lima. IV: 1-2, terjemahan MATAIN, 2014, h.253

60

melaksanakan hari pernikahan, pemakaman, maupun hal-hal yang berkaitan dengan kelangsungan hidup mereka.

Meskipun kegiatan ramalan dianggap sesuatu yang bersifat takhayul oleh sebagian orang Tionghoa, khususnya mereka yang sudah berlainan iman, karena hal ini dianggap tidak logis dan bertentangan dengan agama yang mereka nyakini. Namun, bagi orang

Tionghoa yang percaya dengan tradisi budaya yang diwarisi oleh para leluhur, dasar budaya ini adalah harapan akan mendapatkan kehidupan yang makmur. Karena budaya ini dianggap memuat unsur yang tidak merugikan mereka, dan budaya ini juga sudah dipraktikan oleh para leluhur sebelumnya, juga mencirikan khas kesukuan yang kuat, serta mencerminkan pandangan sosial dan budaya umum orang Tionghoa.

Meskipun banyak dari adat istiadat ini berdasarkan sains, perlu juga waspada pada adat yang tidak berdasarkan sains. Dengan demikian, ketika budaya ini akan terus tetap dipertahankan, hendaknya cukup mengambil intinya saja dan melepaskan hal-hal yang dianggap tidak ada manfaatnya. Tujuan dari budaya ini adalah, untuk mengungkapkan harapan akan kebahagiaan. Ramalan bagi orang Tionghoa, dapat membantu menenangkan pikiran, mengejar perbuatan baik, dan menstabilkan lingkungan sosial mereka.

2.2.7 Kelenteng sebagai tempat ritual keagamaan dan sarana ramalan

Kelenteng sabagai tempat ibadah orang Tionghoa, khususnya bagi pemeluk agama

Khonghucu, Dao dan Buddha. Pada umumnya kelenteng didominasi warna merah dan dihiasi ukiran hurup Tionghoa dengan arsitekturnya bercita rasa oriental. Sebagian besar masyarakat Tionghoa pemeluk agama Khonghucu, Dao dan Buddhis melaksanakan ibadahnya di kelenteng. Di dalam kelenteng banyak terdapat altar shenming/dewa-dewa suci yang dinyakini orang Tionghoa dapat membantu mereka dalam menghadapi

61

berbagai persoalan hidup, sehingga mereka percaya bahwa doa/permohonan yang mereka panjatkan bisa terkabulkan.

Kelenteng sebagai tempat ibadah masyarakat Tionghoa memang sudah ada sejak jaman raja-raja purba. Raja-raja purba membangun zongmiao atau kuil leluhur untuk melakukan sembahyang di hadapan Tian atau para leluhur. Seperti yang tersurat di dalam kitab Li jing, “Di dalam sembahyang musim semi dan sembahyang musim rontok hendaklah dibangun kembali zu miao–co bio (miao-bio leluhur), diatur rapi barang-barang warisannya, diatur rapi pakaian-pakaiannya dan disajikan makanan sesuai dengan musimnya. Di dalam upacara di zong miao, orang-orang yang sama (marga) diatur kiri dan kanan, sehingga dapat dibedakan jauh dekat hubungan kekeluargaannya. Orang-orang dari marga lain dibagi menurut tingkat kedudukannya, sehingga dapat dibedakan tinggi rendahnya kedudukannya. Bagi para petugas diatur menurut tugasnya, sehingga dapat kecakapannya. Para pengunjung saling memberi selamat, orang yang lebih muda menyediakan minuman kepada yang lebih tua. Dengan demikian pihak muda mendapat berkah. Apabila upacara telah selesai, kemudian dibagilah tempat duduk menurut warna rambutnya, sehingga dapat dibedakan tingkat usianya.74

Kelenteng merupakan bangunan keagamaan orang Tionghoa, khususnya

Khonghucu. Kelenteng dibangun dalam bentuk dan model sama halnya dengan bangunan rumah. Hal ini dipengaruhi pola berpikir orang Tionghoa yang menganggap bahwa kelenteng sebagai tempat untuk penghormatan kepada shenming/dewa, dan para leluhur mereka, sehingga memiliki elemen-elemen sama halnya dengan rumah.

Pada jaman dahulu, orang Tionghoa melakukan berbagai upacara sembahyang kepada Tian dan Bumi ciptaannya, melakukan sembahyang di berbagai gunung dan

74Chung Yung-Zhong Yong, Kitab Yang Empat. XVIII: 3-4, terjemahan MATAKIN, 2012, h. 53

62

sungai, dan melakukan upacara sembahyang di lima altar leluhur yang menjadi junjungan keluarga. Di dalam bangunan kelenteng banyak terdapat ruang dan altar shenming/dewa yang dianggap suci. Ruangan-ruang ini berfungsi sebagai tempat untuk berdoa memohon berkah kepada para leluhur dan shenming/dewa suci yang di hormati.

Dalam Li Ji tersurat,” Seorang Tianzi mempunyai tujuh altar miao. Tiga buah dinamai zhao, dua mu, dan satu altar miao untuk kakek besarnya, seluruhnya berjumlah lima altar. Seorang pembesar/dafu mempunyai tiga altar miao, satu zhao, satu mu, dan satu miao untuk kakek besarnya, semua berjumlah tiga altar. Pejabat-pejabat lain/shi hanya mempunyai satu altar miao, dan rakyat biasa melakukan upacara sembahyang diruang utama rumahnya.75

Orang Tionghoa yang datang berkunjung ke Kelenteng, selain melakukan sembahyang kepada Tian, Tuhan Yang Maha Esa, mereka juga bersembahyang di hadapan altar shenming/dewa untuk memohon petunjuk maupun keberkahan.Oleh karena itu, terselenggaranya li di altar jiao (kepada Tuhan), beratus bo shen(malaikat) menerima tugasnya. Terselenggaranya li di altar she (malaikat bumi), menjadikan beratus barang berlimpah. Terselenggaranya li di zu miao (altar leluhur), menjadikan beratus orang taat laku bakti dan kasih sayang. Terselenggaranya li di lima altar dalam keluarga, menjadikan berbagai peraturan dan perundangan terselenggara lurus. Terbinanya kebenaran menyelenggarakan upacara di sembahyang dari altar jiao, she, zu miao, shan chuan

(gunung dan sungai), sampai wu si (lima altar keluarga) itulah yang terkandung di dalam li.76

Dalam tradisi orang Tionghoa sejak dahulu hingga saat ini, mereka masih menghormati rokh arwah para leluhur. Rokh-rokh yang dihormati itu awalnya arwah para

75Li jing, Li ji, Kitab Yang Lima.III: 4, terjemahan MATAKIN, 2014, h. 131-2 76Li jing-Liji, Kitab Yang Lima.VII: 3, terjemahan MATAKIN, 2014, h. 254

63

leluhur yang biasa di sebut shenming/dewa suci, seperti; Hok Tek Ceng Sin, Hian Tian

Shang Di, Kong Tek Cun Ong, Kwan Im Nio-Nio, Kwan I atau yang di kenal dengan sebuatan Kwan Kong, Tian Siang Seng Bo,Coo Kun Kong, dan Pek Houw Sin.

Orang Tionghoa percaya bahwa shenming/dewa suci itu dapat membantu mereka dalam menghadapi berbagai persoalan hidupnya. Namun, bagi sebagian orang Tionghoa yang menganut agama Kristen Protestan, hal ini dianggap sebagai menyembah berhala dan bertentangan dengan ajaran agama mereka. Selain itu, hal ini juga disebabkan cara berpikir mereka yang lebih modern, karena pengaruh modernisasi dan westernisasi inilah maka mereka menganggap ramalan sebagai kegiatan yang berkaitan dengan animisme dan dinamisme, maka mereka tidak percaya dengan praktik-praktik yang dilakukan orang

Tionghoa tradsional.

Di dalam penulisan tesis ini, penulis menyajikan beberapa Shenming/dewa yang didalam tradisional masyarakat Tionghoa dapat melindungi mereka. Diantara Shenming

/dewa rejeki yang paling terkenal adalah Hok TekCeng Sin.

Nama Hok Tek Ceng Sin berarti malaikat sejati yang membawakan kebahagiaan bagi orang yang berkebajikan. Nama tersebut sebenarnya diberikan untuk Hoo Tho,

Malaikat Bumi, tetapi dalam perkembangan jaman muncul berbagai riwayat tentang malaikat tersebut. Hok Tek Ceng Sin dan sering diidentikkan dengan Tu Di Gong, keduanya menunjukkan kaitan dengan karunia Tian melalui hasil atau manfaat bumi.

Penghormatan kepada Malaikat Bumi sudah dilakukan raja-raja sejak jaman dahulu (lihatShu jing V.XII.I: 5) dan beliau juga disebut Hou Tu. Hingga saat ini pada setiap sisi kiri makam umat Khonghucu dibuat altar kecil untuk menghormati Hok Tek

Ceng Sin atau Tho Sin, (Li jing. II. B.I; 36), dimana sejak jaman dinasti Xia (He, 2202

64

s.M – 1776 s.M), dinasi Yin Shang, 1766 s.M – 1122 s.M, dan dinasti Zhou, 1122 s.M –

225 s.M,77.

Sebutan Da Bo Gong atau Toa Peh Kong, dan Tu Di Gong/Tho Tee Kong berawal dari personifikasi Hok Tek Ceng Sin sebagai Zhang Fude/Thio Hok Tek yang dalam usia

36 tahun menjadi pejabat yang sangat bijaksana, dalam mengamalkan kebajikannya membantu rakyat, terutama bagi rakyat miskin, ia berusaha untuk memakmurkan dan mensejahterakan kehidupan rakyat, maka ia sangat dicintai rakyat. Hok Tek Ceng Sin wafat dalam usia 102 tahun, dan penggantinya seorang yang serakah dan haus akan kekuasaan, dan tidak memiliki rasa perikemanusiaan, sehingga rakyat yang sebelumnya makmur menjadi menderita78.

Untuk megenang kebajikan Hok Tek Ceng Sin,rakyat membuat altar kecil yang disusun dari batu untuk bersembahyang seraya berharap agar kemakmuran yang penah mereka rasakan dapat pulih kembali. Untuk memperoleh kemakmuran, maka rakyat membangun altar Hok Tek Ceng Sin di kelenteng.

Gambar Hok Tek Ceng Sin

77Sekapur Sirih Kelenteng Khongmiao Taman Mini Indonesia Indah,h.3 78Sekapur Sirih Kelenteng Khongmiao Taman Mini Indonesia Indah, h.3

65

Hian Tian Siang Tee

HianTianSiang Tee, yang berarti malaikat pembantu Khalik Semesta

Alam yang berada di langit hitam (Kutub Utara). Shenming/dewa ini merupakan

lambang untuk Bei Chen/Pak Sin. Rasi bintang kutub Utara. Dalam hikayat

kelahiran Nabi Kongzi dikisahkan Hian Tian Siang Di sebagai sosok malaikat

yang dinamakan Hei De(Hek Tee) yang memberitakan kepada ibunda Yan

Zhengzai(Gan Tin Cai) ibunda Nabi Kongzi mengenai kelahiran Khongzi.

Terkisah, pernghormatan kepada HianTian Siang Di telah dikenal sejak jaman dinasti Zhou, 1112 s.M – 255 s.M. Di kisahkan bahwa; Hian Tian Siang Di pernah menyelamatkan Zhu Yuanzhang sebagai pendiri dinasti Ming 1368 M –

1644. Mhingga selamat dari kejaran tentara Mongol di gunung Wudang Shan.

Beliau juga dikisahkan telah menaklukan sekawanan siluman yang dipimpin oleh siluman kura-kura dan siluman ular yang sering mengganggu para nelayan yang mencari nafkah di laut. Kedua pimpinan siluman itu menyerah di bawah pijakan

66

kaki HianTianSiang Di dan takluk menjadi pengiring setianya. 79 .

Untukmemperingatan Hian Tian Siang Di, masyarakat Tionghoa khususnya yang

penganut agama Khonghucu, Dao, dan Buddha melakukan persembahyangan

setiap tanggal 03 Sanyue sebagai hari kehadirannya di bumi, dan setiap tanggal 09

Chiuyuedilakukan sembahyang untuk memperingati kenaikan beliau.

Gambar HianTian Siang Di

Bi Gan dan Fan Li

Bi Gan dan Fan Li dihormati sebagai dewa kekayaan karena karakternya yang tak tercela. Bi Gan adalah seorang yang jujur dan setia yang merupakan paman dari raja Zhou penguasa terakhir dari dinasti Shang. Dibandingkan dengannya, raja Zhou adalah orang yang tidak bisa menahan nafsu dan sangat kejam. Bi Gan dengan terus terang mengancam keponakannya tetapi nasehatnya tida di indahkan, dan bahkan ia dibunuh dengan cara sadis. Generasi berikutnya menganggap sebagai dewa kekayaan karena mereka sangat menghormati hatinya yang murni, keterus terangannya, dan karakternya yang tidak mementingkan diri sendiri. Fan Li sebaliknya adalah pejabat raja Gao Chian dari Negara

Yue. Fan Li yang sangat cerdik dan licik membantu penguasa Yue mengalahkan Negara

79Sekapur Sirih Kelenteng Khongmiao Taman Mini Indonesia Indah, h.3

67

Wu, tetapi tidak mendapat pengakuan atau menerima jasa. Malahan ia mengganti identitasnya menjadi Tian Taozhu dan pindah ke Negara Qi menjadi usahawan dan mengumpulkan harta. Dengan menggunakan kekayaannya ia membantu orang miskin, rakyat kemudian mengangkatnya sebagai dewa kekayaan sipil80.

Dewa kekayaan manapun yang dipuja, gambaran mereka akan ditemani dengan nama “Pejabat Abadi keuntungan Pasar” (Li Shi Xian Guan). Li ShiXian Guan adalah dewa kekayaan kecil diantara rakyat. Menurut novel Ming“Karmanisasi Dewa”, ia dikenal sebagai Yao Shaosi, seorang murid Marsal Zhao, kemudian ia dijadikan pejabat abadi kekayaan perdagangan oleh Chiang Ziya yang membantu mendirikan dinasti Zhao. Pada hari ke lima bulan pertama, rakyat berdoa pada dewa ini untuk setahun penuh memperoleh nasib baik dan kekayaan melimpah.81

Kong Tek Cun Ong

Guan Ze Zun Wang adalah tokoh yang sangat berbakti dan mencapai kesucian sebagai seorang Shen Ming. Beliau mendapat gelar sebagai raja muda pemberi berkah, ia juga disebut sebagai raja Pemberi Perlindungan Keselamatan/Bao An Zun Wang, Poo An

Cun Ong ).82

Ketika lahir beliau diberi nama Guo Hong f /Kwee AngHok, ada juga yangmenyebutnya Guo Zhongfu, Kwee Tiong Hok. Beliau adalah seorang anak yatim dari keluarga yang miskin, dalam bakti kepada ibunya, Hongfu kecil bekerja sebagai

80Evy Wong,dkk. Chinese Auspicious Culture. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo, 2014, h.241 81Evy Wong, dkk. Chinese Auspicious Culture, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2014, h.241 82Sekapur Sirih Kelenteng Khongmiao Taman Mini Indonesia Indah,h.3-4

68

pengembala kambing milik seorang hartawan yang kikir. Sambil bekerja Hongfu tidak lupa untuk merawat makam ayahnya.83

Pada suatu waktu rumah majikannya dirampok lalu dibakar oleh sekawanan perampok. Guo Hongfu yang sedang tidur, kemudian terbangun lalu melompat dari jendela untuk menyelamatkan diri. Kawanan perampok, entah mengapa segera melarikan diri setelah melihat Guo Hongfu, sedangkan api yang sedang berkobarpun mengecil lalu padam.84

Ketika penduduk sekitar yang ada, terutama majikan Hongfu melihat kejadian itu mereka sadar, bahwa anak yang satu ini bukan manusia biasa. Sejak itu Guo Hongfu tidak lagi dipekerjakan majikannya tapi tetap mendapat jaminan untuk kebutuhan hidupnya.

Saat beliau telah beranjak dewasa, suatu hari ibu Hongfu merasa heran, mengapa puteranya sejak pagi tidak keluar dari kamarnya. Pintu kamar dibuka, betapa terkejutnya sang ibu karena mendapatkan puteranya terapung di langit-langit kamarnya dengan posisi bersila. Segera sang ibu mengangkat tangan untuk memegang kedua kaki puteranya itu, tapi hanya sebuah kaki yang dapat dipegang lalu terlepas kembali. Sang ibu merasakan sebelah kaki yang berhasil dipegangnya tadi itu amat dingin, ia sadar bahwa puteranya sudah berpulang keharibaan Tian. Itulah awal Guo Hongfu disebut sebagai Gu Sheng

Wang/Kwee Seng Ong. 85 Kemudian hari penduduk sekitar yang menghormati dan mengenang beliau mulai mendirikan kelenteng sebagai tempat penghormatan beliau, sebutan yang lebih dikenal adalah Guang Ze Zun Wang/Kong Tek Cun Ong dengan kaki sebelah bersila dan satu kakinya terjulur ke bawah. Untuk memperingati hari kelahiran

Guang Ze Zun Wang, masyarakat Tionghoa, khususnya yang memeluk agama

83Sekapur Sirih Kelenteng Khongmiao Taman Mini Indonesia Indah,h.4 84Sekapur Sirih Kelenteng Khongmiao Taman Mini Indonesia Indah 85Sekapaur Sirih Kelenteng Khonmiao Taman Mini Idonesia Indah

69

Khonghucu, Dao, dan Buddha setiap tanggal 22 Eryue melakukan sembahyang di altar

Guan Ze Zun Wang, dan setiap tanggal 22 Bayue sebagai hari wafatnya.

Guan Tek Jun Ong- Rajamuda pemberi berkah

Guan Yin Niang Niang

Guan Yin Nian Niang merupakan Sheng Ming yang secara luas dihormati masyarakat Tionghoa karena bakti serta kewelas asihanya. Guan berarti memperhatikan.Yin berarti suara,Niang Niang berarti dewi yang memperhatian/mendengar suara-suara yang menderita, yang memerlukan pertolongan.

Dengan sifat welas asihnya beliau memberikan pertolongan kepada mereka yang membutuhkan. Sebutan Niang Niang sudah dikenal sejak jaman Xian Qin (Sian Chin, sekitar abad ke 3 s.M).86

Pada setiap tanggal 19 Eryue, masyarakat Tionghoa pemeluk agama Khonghucu,

Tao, dan Buddha bersembahyang dihadapan altar Shen Ming Guan Yin Niang Niang sebagai hari kelahirannya, dan mejelang tanggal 19 Liuyue diperingati hari pencapaian kesempurnaannya.

Kwan Im atau yang dikenal dalam penganut Buddhisme disebut Bodhisatwa, adalah dewi kesuburan yang memberi dampak terbesar di dunia manusia, sehingga

86Sekapur Sirih Kelenteng Khongmiao Taman Mini Indonesia Indah

70

banyak kuil dibangun untuk menghormatinya. Orang Tionghoa kuno percaya bahwa setelah seorang wanita berdoa padanya dan membawa pulang sepasang sepatu, ia akan segera mengandung seorang putra87.

Kwan Im biasanya digambarkan sebagai seorang dewi yang cantik, berwibawa, dan pengasih yang membawa anak atau memegang vas dengan cabang berdadu. Ini melambangkan tugasnya menganugerahkan putra dan menyebarkan cinta kasih.

Bi Xia Yuan Jun

Bi Xia Yuan Jun, atau dewi gunung Tai yang paling dihormati di Tiongkok Utara.

Yuan Jun merupakan gelar kehormatan bagi dewi wanita dalam Taoisme. Padajaman dahulu, banyak kuil dibangun untuk menghormatinya, di Tiongkok ada banyak versi tentang sejarah dan legenda serta latar belakangnya.

Versi yang popular menyebutkan ia seorang putri dewa gunung Tai, dan kepercayaan ini masih ada hingga sekarang, dimana orang akan mendaki ke puncak gunung Tai untuk berdoa dan memohon . Kata‟ Tai‟ seperti yang di kisahkan dalam Yi

Jing–dalam Delapan Trigram sebagai tempat dimana langit dan bumi bertemu dan semua ciptaan berkembang”. Oleh karena itu, orang mengasosiasikan ini sebagai wanita yang melahirkan bayi.

Kuil yang dibangun bukan saja di gunung Tai, tapi banyak juga di tempat yang lain. Ia juga sering ditemani oleh empat dewi lainnya, seperti; dewi pengantar anak, dewi kelahiran, dewi penglihatan baik, dan dewi pembasmi cacar.88

Dewa Zhang – Pelindung Anak

87Evy Wong, dkk. Chinese Auspicious Culture. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2014, h.242 88Evy Wong,dkk,Chinese Auspicious Culture. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo, 2014, h. 242

71

Ada banyak aula dan kuil dibangun untuk menghormati dewa Zhang, dewa yang melindungi anak. Konon dalam kehidupan sebelumnya, ia adalahMeng Chang seorang penguasa Shu akhir dari periode lima dinasti dan merupakan suami dari Hua Rui. Selama tahun ke tiga pemerintahan kaisar Taizu dari dinasti Song, pasukan Meng Chang dikalahkan dan jatuh ketangan kaisar Song. Ia wafat tujuh hari setelah kekalahan dari selirnya, nyonya Hua Rui dikirim ke istana Song.89

Karena tidak bisa melupakan mantan suaminya, Hua Rui melukis potret Meng

Chang sedang berburu dengan busur dan panah dan memujanya di istana. Untuk menghindari kecurigaan, ia menjelaskan kepada orang-orang yang melihat potret bahwa,” ini adalah pembawa anak, pujalah dia dan ia akan memberimu anak”. Suatu hari, Zhao

Kuangyin/Kaisar Taizu melihat lukisan itu dan menanyakannya. Tanpa berpikir panjang, nyonya Hua Rui memberikan penjelasan yang sama. Ia kemudian menanyakan nama dewa itu, ia cepat menjawab,” Ia disebut dewa Zhang dan rakyatku dapat memujanya.”

Jawaban nyonya Rui mulai menyebar dikalangan rakyat90.

Gambar dewa Zhang biasanya berupa seorang pria yang berpakaian bagus dengan wajah berbedak, bibir merah tua, dan berambut panjang mengkilap yang jatuh di depan dadanya. Busur berada ditangan kirinya, panah di tangan kanan, dengan pandangan ke depan dengan posisi siap memanah. Panah (dan) yang dipegang oleh dewa Zhang sama bunyinya dengan kelahiran (dan) dalam bahasa mandarin. Rakyat menganggap hal itu menyiratkan kelahiran dan mempercayai dewa Zhang sebagai pelindung dan pembawa anak.91

89Evy Wong,dkk. Chinese Auspicious Culture. Jakarta; PT.Elex Media Komputindo, 2014, h.243 90Evy Wong.dkk, Chinese Auspicious Culture. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2014, h.243 91Evy Wong.dkk, Chinese Auspicious Culture. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2014

72

Zhong Kui dan Shi Gan Dang

Zhong Kui adalah salah sau dewa pintu yang berpengaruh paling penting dan yang merupakan terpopuler. Zhong Kui biasa digambarkan seperti pria jelek dan bertampang galak dengan jenggot kasar, mata melotot, hidung berbentuk paruh, dan telinga besar. Ia memakai ikat kepala pejabat, sepatu istana hitam dan berjubah merah. Dengan tatapan galak, pedang di tangan kanan dan arwah di tangan kiri, ia adalah gambaran kekuasaan dan keadilan.92

Zhong Kui dipercaya berasal dari gunung Zhongnan di propinsi Shanxi. Ia cerdas dan telah mengikuti ujian di ibu kota. Namun, karena wajahnya yang buruk, ia tidak terpilih sebagai pelajar terbaik. Karena marah, Zhong Kui bunuh diri di tangga istana.

Setelah mendengar hal ini, kaisar Xuanzong menganugerahkan jubah merah kepada

Zhong Kui untuk pemakamannya. Kemudian kaisar Xuanzong terkena penyakit limpa yang tidak dapat disembuhkan.93

Suatu malam, kaisar memimpikan ada hantu kecil mencuri harta di istana. Sosok besar berlari, menangkap hantu kecil mengambil matanya, dan memakannya. Ketika ditanya, sosok itu menjawab bahwa dia “Zhong Kui” yang tidak terpilih. Ketika kaisar terbangun esok harinya, ia merasakan penyakitnya sembuh. Kaisar memerintahkan Wu

Daozi seorang ahli lukis untuk membuat potret Zhong Kui. Hasil dari gambar tersebut

92Evy Wong,dkk. Chinese Auspicious Culture. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo, 2014, h.244 93Evy Wong, dkk. Chinese Auspicious Culture. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo, 2014, h.244

73

ternyata tidak lengkap dari mimpinya. Ia kemudian menggantungkan potret itu di pintu istana untuk menjadi dewa pintu.94

Shi Gan Dang digunakan oleh orang Tionghoa untuk mengusir roh jahat. Ia sebenarnya berbentuk monumen batu dengan tulisan “ Shi Gan Dang” yang berarti “ Batu

Gan Dang dari gunung Tai”. Benda ini pertama kali dicatat dalam Tulisan Mendadak dari Han Barat.Pada jaman dulu, orang Tionghoatidak membangun rumah dimana pintu menghadap pintu lain, atau atap menghadap pintu, karena dianggap tidak bagus. Dalam situasi ini, orang akan menempatkan Shi Gan Dang kecil di sisi yang berlawanan dari tembok yang tidak baik atau menulis kata “ Shi Gan Dang” dibingkai pintu untuk mengusir roh jahat95.

Guan Yin Niang Niang- Dewi Pengasih

94Evy Wong,dkk. Chinese Auspicious Culture. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo,2014, h.244 95Evy Wong,dkk. Chinese Auspicious Culture. Jakarta: PT.Elex Media Komputindo, 2014, h.245

74

Guan Yu (Kwan I)

Ia lebih dikenal sebagai Kwan Kong diberi gelar Xie Tian Shang Di (HianTian

Siang Di) yang berarti “Yang Beserta dan Pembantu Tuhan”. Pada altarnya terdapat tulisan Tiong Gi Chian Chiu yang berarti satya dan kebenaran beribu musim rontok.

Beliau adalah pahlawan yang sangat terkenal akan kesetiaan dan sikap menjunjung tinggi kebenaran (Zhong Yi). Beliau setiap saat membaca kitab Ch‟un Ch‟iu kitab buah kalam yang ditulis Kongzi sebagai pedoman sikap hidupnya. Hidup pada jaman San Guo 221 s.M – 263 M96

Kwan Kong, dan Zhong Fei adalahsaudara angkat. Mereka bertiga bersujud dan bersumpah sehidup semati di kebun Persik. Peristiwa itu dikenal dengan

“Taoyuan Chieyi” atau sumpah persaudaraan di kebun Persik. Ketiganya bersumpah kehadirat Tian “ Kami bertiga, meski berlainan marga dan keluarga, dengan ini terkait sebagai kakak-beradik, bersatu hati, berpadu tenaga, kami berusaha menolong masyarakat dari penderitaan dan membebaskan mereka dari bahaya. Ke atas melindungi negeri dan ke bawah menyelamatkan rakyat banyak. Kami tidak mempermasalahkan bahwa kami lahir tidak pada tahun, bulan, dan hari yang sama, namun mengharapkan dapat mati pada tahun, bulan, dan hari yang sama. Huang Tian, Tuhan yang Maha

Besar, Yang Maha Esa, serta HouTu, Malaikat Bumi menyaksikan ketulusan hati kami.

96Sekapur Sirih Kelenteng Khongmiao Taman Mini Indonesia Indah

75

Apabila kami mengingkar kebenaran, melupakan kasih, maka Tian, Tuhan Yang Maha

Esa dan manusia akan menghukum kami”.97

Dari perbedaan usia, Liu Bei menjadi kakak pertama, Kwan Kong kedua dan

Zhong Fei termuda. Tiga bersaudara ini seia-sekata, mengabdi berjuang, satya menegakkan kebenaran dan keadilan membela Negara.

Dengan semangat dan tekad beriman, berbekal ajaran Nabi dan landasan bijaksana yang bersumber dari kitab Ch‟un ch‟iu, disertai Golok Naga Hijau berbentuk bulan sabit

(Qinglong Yanyue Dao, Cheng Liong Yan Gwat To) yang bergagang panjang, Kwan Kong menumpas perusuh, kaum pemberontak, dan orang-orang durhaka pengkhianat bangsa.

Pada masa lalu pengambilan sumpah di pengadilan-pengadilan di Indonesia bagi masyarakat Tionghoa umumnya dilakukan dihadapan altar Kwan Kong. Kitab Ch‟un

Ch‟iu, adalah salah satu kitab dari kitab Wu Jing, yang disusun oleh Nabi Kongzi. Dapat dilihat dalam Mengzi III.B: 9,8 dan IV.B: 21.98

Untuk mengenang kelahiran Shen Ming Kwan Kong, setiap tanggal 24 Liuyue dilakukan persembahyangan di altar Kwan Kong, dan pada tanggal 9 Chiuyue dilakukan persembahyangan Kwan Kong mencapai kesempurnaan, pada tanggal 13 Zhengyue dilakukan sembahyang untuk memperingati hari wafat Kwan Kong.

Dalam dunia bisnisTionghoa, ada budaya unik dimasa Kwan Kong, ia dihormati sebagai dewa kekayaan. Secara logis, Kwan Kong tidak ada kaitannya dengan dewa kekayaan, maka bagaimana ini bisa terjadi. Ini karena rasa hormat rakyat pada kesatriaan dari kejujuran Kwan Kong.

97Sekapur Sirih Kelenteng Khongmiao Taman Mini Indonesia Indah 98Sekapur Sirih Kelenteng Khongmiao Taman Mini Indonesia Indah

76

Kwan Kong-Dewa Perang

Tian Siang Seng Bo

Tian SIang SengBo yang disebut Bunda Suci yang bersifat Nabi dan berkedudukan di langit atas. Terkisah pada tahun 1293 bulan 03 Yinli di pulau Meizhou, distrik Pu Tian propinsi Fujian (Hok Kian) lahir seorang anak perempuan dari keluarga Lin. Oleh ayahnya dia diberi nama Mo Niang, karena sejak lahirnya jarang menangis.

Kecerdasannya sudah terlihat sejak balita. Pada usia 5 tahun Mo Niang sudah pandai membaca99.

Suatu ketika, pada tengah malam, Mo Niang kejang-kejang saat tidur dan mengigau. Orang tuanya merasa cemas dan berusaha memberikan pertolongan. Sekian lamanya, Mo Niang berada dalam kondisi demikian. Akhirnya orang tuanya berhasil menyadarkannya, namun begitu terbangun Mo Niang berkata bahwa orang tuanya telah

99Sekapur Sirih Kelenteng Khongmiao Taman Mini Indonesia Indah

77

terburu nafsu menyadarkan dirinya sehingga ia tidak dapat menolong adiknya yang terancam di tengah laut.100

Penduduk di Selatan pulau kecil itu, termasuk keluarga MoNiangadalah keluarga nelayan. Pada malam itu kedua kakaknya dan seorang adiknya sedang menjaring ikan.

Gelombang besar hampir saja menenggelamkan perahu mereka. Pada saat kritis itu mereka melihat bayangan seorang gadis mengendalikan layar perahu dan menariknya sehingga perahu mereka dapat keluar dari pusaran gelombang yang menakutkan itu.

Sayang sekali adiknya tidak tertolong, karena saat adiknya ingin ditolong oleh bayangan gadis tersebut, Mo Niang berhasil disadarkan oleh orang tuanya dari tidurnya.

Setelah peristiwa itu, Mo Niang banyak menolong para nelayan yang hampir direnggut oleh maut di tengah laut. Keluarganya dan para nelayan di sekitar menyadari bahwa Mo Niang bukanlah gadis biasa, namun Mo Niang tidak berusia lanjut.

Sepeninggalan Mo Niang, para nelayan sepakat membangun tempat persembahyangan untuk mengenang dan menghormati MoNiang. Setiap kali mereka akan melaut, terlebih dahulu bersembahyang di tempat itu. Ada yang menyebut Mo Niang sebagai Ling Nu atau gadis penuh mukzijat. Umat Khonghucu, Dao, dan Buddha setiap tanggal 23 Sanyue mengunjungi Kelenteng untuk bersembahyang di altar Tian SIang Se

Bo.

100Sekapur Sirih Kelenteng Khongmiao Taman Mini Indonesia Indah

78

Tian Siang Se Bo -Dewi Penolong kaum Nelayan

Zao Jun Gong

Shen Ming ini disebut-sebut dalam kitab Lun Yu.III: 13 dan Li Ji. XX: 7. Dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa, Zou Jun Gong dinyakini sebagai malaikat yang bertugas untuk menilik dan mencatat segala kejadian dalam rumah tangga. Tujuh hari sebelum menjelang tahun baru imlek (Xinnian, Sin Nian) atau tepatnya tanggal 24 bulan

Shieryue, Shenming ini naik untuk melaporkan hasil penilikannya kepada Tian, Tuhan

Yang Maha Esa, kemudian 3 hari setelah Xinnian, tepatnya tanggal 04 Zhengyue,

Shenming ini turun kembali dengan hasil laporan berbentuk berkah atau hukuman bagi keluarga yang bersangkutan.101

Dalam salah satu buku “Upacara dari negeri Zhou” terdapat catatan dari kerajaan

Zhou Barat (476 s.M – 221 s.M), bahwa Zhou Rong putra dari Zhuan Xu selalu menagani kegiatan yang berhubungan dengan api. Setelah wafat ZhuRong dikenal sebagai dewa pengawas dapur yang dihormati.

101Sekapur Sirih Kelenteng Khongmiao Taman Mini Indonesia Indah,h.5-6

79

Untuk memperingati hari kenaikan Zoa Jun Gong ke surga/langit ke tujuh, masyarakat Tionghoa penganut agama Khonghucu, Dao, dan Buddha pada tangga 24

Shieryue melakukan persembahyangan di altar Zao Jun Gong, dan pada tanggal 04

Zhengyue memperingati kembalinya Zao Jun Gong ke bumi.

Zao Jun Gong- Dewa Pejaga Dapur/ rumah

Bai Shen

Bai Hu Shen, atau yang dikenal sebagai Macan Putih yang di dalam dunia Fheng

Shui posisinya dicari untuk berdampinan dengan Naga Hijau.Di dalam kitab Li Ji.VB: 8 antara lain disebutkan:” bendera bergambar Burung Merah diletakkan di depan, yang bergambar Naga Hijau diletakkan di kiri, dan yang bergambar Macan Putih diletakkan di kanan”102

Dalam sejarahnyaBai Hu Shen adalah pengawal setia dari Fu De Zheng Shen, sebagai sosok dewa yang sangat bijaksana dan suka menolong mereka yang mendapatkan kesusahan, apalagi akibat gangguan yang disengaja oleh orang. Maka berkembang

102Li jing-Li Ji,Kitab Yang Lima.V: 8, terjemahan MATAKIN, 2014, h. 201

80

kepercayaan, bahwa bagi mereka yang ciong atau konflik shio pada pergantian tahun perlu bersembahyang di altar Bai Hu Shen.

Bai Hu Shen / Macan Putih

81

BAB III

PANDANGAN AGAMA KHONGHUCU PADA RAMALAN

3.3.1 Pengertian Agama

Banyak terjadi perbedaan di kalangan ahli agama dalam mengartikan “agama”, sehingga kata agama hingga saat ini masih menjadi suatu pertanyaan, apa yang dimaksud dengan agama?

Ada tiga alasan mengapa istilah agama sulit diartikan. Pertama, karena pengalaman agama itu adalah soal batin dan subyektif, yang juga individualis, kedua, barang kali tidak ada orang yang begitu bersemangat dan emosional daripada membicarakan agama, dan membahas arti agama itu, dan ketiga, konsepsi tentang agama dan mempengaruhi oleh tujuan orang pengertian itu.103Selain itu M.Natsir juga pernah berpendapat bahwa”,… telah diakui oleh para sarjana bahwa agama adalah hal yang disebut sebagai “Problem of ultimate concern”, suatu problem yang mengenai kepentingan mutlak, yang berarti seseorang membicarakan agamanya, maka ia tidak tawar menawar…”104

Kata agama yang berasal dari bahasa sansekerta ternyata memiliki beberapa makna. Satu pendapat yang mengatakan bahwa kata tersebut berasal dari dua suku kata, yaitu a dangam. Hanya saja ada yang mengartikan a = tidak, sedangkan gam = kacau,

103A. Mukti Ali, Ilmu Perbandingan Agama di Indonesia, IAIN Sunan Kalijaga Press, Yogyakarta, 1988, h. 47-49 104Muhaimin,op. cit, h.1

82

sehingga berarti tidak kacau (teratur).105Ada juga yang mengartikan a = tidak, sedangkan gam = pergi, berarti tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi turun temurun.106

Apabila ditinjau dari segi perkembangan bahasa, kata gam itulah yang menjadi go dalam bahasa Inggris dan gaan dalam bahasa Belanda. Ada pendapat yang mengatakan bahwa agama berarti teks atau kitab suci, agama biasanya memang mempunyai kitab suci.107

Di dalam penulisan tesis ini, penulis akan menyajikan beberapa definisi atau pendapat mengenai agama berdasarkan istilahnya.

Agama adalah jalan hidup dengan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa berpedoman kepada kitab suci dan dipimpin oleh seorang nabi.108Ada 4 unsur yang harus pada definisi agama, yaitu;

1. Agama merupakan jalan/alas hidup

2. Mengajarkan kepercayaan adanya Tuhan Yang Maha Esa

3. Mempunyai kitab suci/wahyu

4. Dipimpin oleh seorang nabi atau rasul

Agama ialah kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa dan hukum, yang diwahyukan kepada utusan-utusan-Nya untuk kebahagiaan hidup manusiadi dunia dan akhirat.109Dengan cirri-cirinya sebagi berikut;

1. Mempercayai adanya Tuhan Yang Maha Esa

105Taib Thahir Abdul Mu‟in, Ilmu Kalam II. Penterjemah Windjaja, Jakarta, 1973, h.5 106Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid III, Universitas Indonesia, Jakarta, 1985,h.5 107Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid III, Universitas Indonesia, Jakarta, 1985,h.5 108M. As‟ad El-Hafidy, Aliran Kepercayaan dan Kebatinan di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1977,h. 15 109Mukti Ali, Etika Agama Dalam Pembentukan Kepribadian Nasional, Yayasan Nida, Yogyakarta, 1969,h.9

83

2. Mempunyai kitab suci dari Tuhan Yang Maha Esa

3. Mempercayai rasul/utusan dari Tuhan Yang Esa

4. Memiliki rumah ibadah

5. Mempunyai hukum sendiri bagi kehidupan penganutnya berupa perintah dan

petunjuk

Din dalam bahasa Semit berarti undang-undang atau hukum. Dalam bahasa Arab kata ini mengandung arti menguasai, mendudukan, patuh, utang, balasan, kebiasaan. 110 Bila lafal din disebutkan dalam rangkaian din Allah, maka dipandang datangnya agama itu dari Allah, bila disebut din al-Nabi dipandang nabilah yang melahirkan dan menyiarkan, bila disebut din al-Ummah, karena dipandang bahwa manusialah yang diwajibkan memeluk dan menjalankan. 111 Ad-din bisa juga berarti syari‟ah; yaitu nama peraturan-peraturan dan hukum-hukum yang telah disya‟riatkan oleh

Allah selengkapnya atau prinsip-prinsip saja, dan diperintahkan kepada kaum muslimin untuk melaksanakannya, dalam mengikat hubungan mereka dengan Allah dan dengan manusia.112

Emile Durkheim salah seorang sarjana Perancis memberikan definisi agama sebagai berikut;Religion is an interdependent whole composed of beliefs and rites (faith and practices) related to sacred things, unites adherents in a single community known as a church. Agama itu adalah suatu keseluruhan yang bagian-bagiannya saling bersandar yang satu pada lain, terdiri dari kepercayaan dan ibadat-ibadat semuanya dihubungkan

110Harun Nasution, op,cit.,h.9 111Taib Thahir Abdul Mu‟in, op,cit.,h, 6-12 112Mahmud Syaltut, Al-Islam „Aqidah wa Syari‟ah, Darul-Qalam,Qahirah, cetakan ketiga, 1966, h.74

84

dengan hal-hal yang suci, mengikat pengikutnya dalam suatu masyarakat yang disebut gereja.113

Agama sangat berkaitan dengan hubungan manusia dengan sesuatu yang bersifat mutlak dan gaib, sedangkan kemampuan manusia dengan akalnya terbatas. Selain itu, agama juga merupakan sesuatu yang melekat dalam kehidupan manusia dan masyarakat, yang gejala-gejalanya sangat bervariasi antara masyarakat yang satu dan lainnya, sehingga sulit untuk memberikan pengertian secara umum, dan oleh setiap pemegang kenyakinan.

3.3.2 Makna agama dalam perspektif Khonghucu/Rujiao

Berdasarkan Kosmologi Confusius, bahwa hukum alam mengikuti dasar dari yin dan yang, hal ini sangat jelas bahwa, dalam mengarungi kehidupan ini manusia sangat berhubungan dengan alam.

Dalam ajaran agama Khonghucu/Rujiao, memiliki daya hidup rohani dan jasmani berarti, kehidupan umat manusia dipengaruhi oleh yin dan yang, dan untuk mencapai kehidupan yang ideal seperti apa yang dibimbing oleh agama Khonghucu/Rujiao, yaitu keharmonisan antara daya hidup rohani dan jasmani menjadi sangat penting.Dalam kenyataannya, banyak orang yang keliru dalam memahami kehidupan ini. Sebagian orang hanya berusaha untuk mencari kehidupan yang berkaitan dengan duniawi, tanpa memikirkan kehidupan rohaninya, atau sebaliknya.

Duncan Greenless dalam pendapatnya mengatakan,, Man have called it a philosophy,...; yet it is now, as it has always been, a religion in the truest and highest sence. It is a way of life, it points to the straight path of Goodness which brings us back to

113H.M. Rasyidi, Empat Kuliah Agama Islam pada Perguruan Tinggi, Penterjemah, Bulan Bintang, Jakarta, 1974, h. 49

85

the Divinity where by our very nature we belong, it tells us how to live and how to act towards one another. Lastly, it holds out to us the way of self-perfection, so that we may learn how to live in the Eternal, to abide in that undying Poise, which is the final secret that nature has for us to learn. What more than this can any Religion do for us ?sebagian orang telah menyebutnya filsafat, tetapi Confusianism adalah agama, dalam arti agama yang paling benar dan paling tinggi. Ia adalah jalan hidup, ia menunjukkan jalan lurus daripada kebaikan yang membawa kita kembali kepada ketuhanan (divinity) tempat hakikat diri kita berpulang. Akhirnya, ia memberi/membimbing kita menuju jalan penyempurnaan diri, sehingga kita boleh belajar bagaimana hidup di alam abadi, mendiami atau bersemayam di dalam keseimbangan yang tanpa kematian, yang merupakan rahasia terakhir (final Secret) yang wajib kita pelajari dari alam. Apa yang diberikan agama bagi kita lebih dari pada itu.114

Berkaitan dengan pernyataan diatas , D. Howard Smith juga mengungkapkan pendapatnya,It is equally curious that so many modern Chinese scholars try to divorce

Confucian ethics altogether from religion. They regard the ethical system of Confusius as purely humanistic and fail to see that his whole ethical philosophy stems from a pure yet humble faith in the essential "rightness" of the universe, and in a full assurance that above man there is a cosmic will which is ever working for righteousness and peace" sama anehnya, begitu banyak sarjana Tiongkok modern yang berusaha memisahkan sama sekali etika Konfusiani dari agama. Mereka beranggapan bahwa, sistem etika itu murni hanya bersifat manusia dan gagal melihat bahwa seluruh filosofi etik Confusius itu merupakan cabang dari keimanan yang murni, dan penuh kerendahan hati terhadap

114Duncan Greenless, M.A. The Gospel of .

86

hakikat kebenaran alam semesta, dan dipenuhi kenyakinan bahwa di atas manusia ada kehendak kosmik yang senantiasa bekerja untuk kebenaran dan perdamaian.115

Lebih lanjut Smith mengatakan,“The fact Confusius exhibited scepticism as regards the superstitious beliefs of the general populace in the activities of ghosts and spirits is on argument that he was anti religious,....There is really not of real evidence to show that Confusius was anti-religious. All the evidence points the other way. He always spoke of Tien with profound reverence. He claimed that he prayed to Tien, enjoyed Tien's protection, and was himself commissioned to his task by Tien,...he was a deeply religious man. The assurance that his own 'power virtue' (Te) was born of Heaven-sent task to perform gave him strength to triumph over his disappointments and face with equanimity both hostility and neglect. One Chinese scholar has suggested that Confusius's thaought begins with human life and reaches up to the Way of Heaven (Tien Tao). I would suggest, rather, that the Way of Heaven is fundamental to Confusius;s ethical thought and fondation of his ethical system in which the works out the basic principles for his Way of

Men (Jen Tao)”kenyataan bahwa Confusius menunjukkankeraguannya terhadap ketakhayulan yang menjadi kepercayaan rakyat banyak tentang berbagai hantu dan peri, hal itu bukan alasan untuk mengatakan Confusius anti keagamaan. Tidak ada bukti nyata yang mengatakan bahwa Confusius anti terhadap agama, justru sebaliknya. Beliau senantiasa berbicara tentang Tian, Tuhan Yang Maha Esa, dengan rasa hormat yang mendalam. Beliau mengatakan bahwa ia berdoa kepada Tian, menikmati perlindungan

Tian, dan dirinya telah menerima firman sebagai utusan Tian. Beliau sungguh-sungguh seorang yang sangat dalam perasaan keagamaannya. Kenyakinan beliau bahwa, kekuatan kebajikannya adalah diturunkan oleh Tian, dan bahwa beliau telah menerima tugas yang

115D. Howard Smith, Confusius, 1974, h. 60

87

harus dilaksanakan sebagai utusan Tian itulah yang menjadikannya kuat dan mampu mengalahkan keputusannya, dan menghadapi dengan tenang terhadap orang-orang yang memusuhi maupun yang mengabaikannya .116

Senada dengan pendapat Smith, Wu K‟ing seorang sarjana Tiongkok modern juga mengatakan, bahwa pemikiran Confusius itu dimulai dengan kehidupan manusia dan mengarah tinggi kepada jalan Ketuhanan/Tian Dao. Justru ia berkenyakinan bahwa jalan

Ketuhanan adalah dasar pemikiran etik Confusius dan yang menjadi dasar sistem etikanya, yang didalamnya ia membangun prinsip dasar “Jalan Manusia” atau “Jien

Dao”.117

Dari uraian yang penulis kemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa, umat

Konghucu/Rujiao menyakini, dan mengimani bahwa, agama itu adalah bimbingan suci karunia Tian, yang akan memberikan kebahagiaan, dan jalan yang lurus bagi kehidupan dan penghidupannya, baik batin maupun lahir di dunia dan akhirat. Melalui Jalan Suci yang diajarkan agama, manusia akan mendapatkan kemampuan membina dirinya untuk menempuh jalan suci, memperoleh jalinan yang indah kepada Tian, maupun kepada sesama manusia, mahluk, dan lingkungannya.

3.3.3Konsep Tuhan dalam Agama Konghucu

Umat Khonghucu menyebut kata Tuhan berdasarkan kitab sucinya disebut dengan kata “Tian”atau Shang Di. Apa yang diutarakan oleh James Legge, More than twenty five years ago I came to the conclusion that "TI" was the term corresponding to our "God", and that SHANG TI was the same, with the addition of SHANG, equal to "Supreme". In this view I have never wavered, and I have rendered both the names by "God". kata

116D. Howard Smith, Confusius, 1974, h.63 117Wu K‟ing, K‟ing-tzu Lun Chi, Peking, vol.I,1957, h.68

88

“Di”sama dengan “God”. Shang Di adalah istilah yang sama untuk menyebut Tuhan, hanya ditambah dengan kata Shang berarti “Supreme” atau Maha.118Ia menggabungkan kedua kata tersebut sama dengan istilah “God” atau Allah.Di atau Shang Disama dengan sebutan “God”, sedangkan kata Jen untuk sebutan “manusia”. 119 Selanjutnya Legge mengatakan,; I can no more translate Di or Shang Di by any other word but God than can translate zan ( ) by anything else but "man" ( aku tidak menterjemahkan istilah DI atau SIANG DI dengan istilah lain kecuali “God”, seperti aku hanya dapat menterjemahkan kata "Jien" lain daripada “manusia”. ( hlm.XXV) Legge menjelaskan;

The term Heaven ( , pronounced Thien ) is used everywhere in the Chinese Classics for the "Supreme Power, ruling and governing all the affairs of men with an omnipotent and omniscient righteousness and goodness; and this vague term is constantly interchanged in the same paragraph, not to say the same sentense, with the personal names DI and SHANG DI. ( Istilah Surga/Tian dipergunakan di mana pun di dalam Kitab

Klasik Tiongkok untuk menyebut Yang Maha Kuasa, yang berkuasa dan mengatur segenap masalah manusia dengan sifat yang Maha Kuasa, Maha Tahu, Maha Adil, dan

Maha Baik”, dan istilah yang samar ini sering ditemukan di dalam satu bab, bahkan di dalam satu kalimat dengan istilah DI, dan Shang Di .hlm.XXIV)

According to the oldest Chinese dictionary, the SHWO WAN (A.D.100), THIEN is formed, by association of ideas, from "YI" ( ), 'one', and "TA" ( ), "Great", meaning- what is one undivided, and Great ( menurut kamus Tiongkok yang tertua “

Swat Bun-(100 M), kata Tian itu dibentuk dengan menghubungkan pengertian dari kata

IET, berarti “ SATU”, dan kata DA, yang mengandung arti “MAHA BESAR”, berarti Yang

118James Legge, The Texts of Confusianism, vol.2. Oxford University Press, 1889,h. 23 119James Legge, The Texts of Confusianism, vol.2. Oxford University Press, 1889, h. 25

89

Esa dan tidak dapat dibagi dan Maha Besar. Dengan demikian, cukup jelas bahwa Legge dengan tidak ragu dan dengan tegas membuktikan bahwa kata Tian, Di atau Shang Di adalah untuk menyebut Tuhan Yang Maha Esa di dalam kitab suci Konfuciani

Senada dengan Legge, Chang Chi-yun Senada dengan Legge, Prof. Chang Chi- yun seorang Guru besar di Harvard University mengatakan; Confusianism may be summarized in six words: "follow Heaven's Tao; establish man's Tao" (Konfusianisme kiranya dapat diringkas dalam enam kata; mengikuti Jalan suci Tian, dan menegakkan

Jalan suci Manusia). The word Tien was originally the word for God. It was written like a man with a big head on the oracle bones of the Shang periode; ; and the bronze ritual vessels of the early Chou period; . It was sometime later, perhaps toward the end of the early Chou, that this word Tien acquired the meaning of "Sky". It retained, however, its old meaning of "God", whith being concurrently used as "sky". A new word for God, TI (

), came into being, as if to fill a need after the word Tien had been assigned ( though not exclusively ) to mean "sky". But word TI was never used as frequently as Tien.

Sometimes another word word, shang ( ), went together with TI ( ) to mean "the God above", ( Kata Tian sebenarnya adalah kata untuk menyebut Tuhan/God. Kata itu ditulis mirip gambar “Seorang dengan kepala besar” di dalam tulang-tulang untuk ramalan pada jaman dinasti Siang (1766–1122 s.M) ditulis ( ) dan di dalam bejana perunggu untuk upacara pada awal dinasti Ciu (abad 12 s.M) ditulis ( ) Kemudian, pada kira-kira awal dinasti Ciu, huruf Tian juga diartikan sebagai “langit”. Istilah baru sebutan God/Tuhan/DI

( ), kiranya muncul adalah untuk kebutuhan setelah kata Tian digunakan (mesti tidak semata-mata) untuk menyebut “langit”. Tetapi kata "DI” jarang dipergunakan sesering kata Tian. Kadang-kadang Siang/atas ( ), dirangkaikan dengan kata "DI' atau God yang bermakna Tuhan Yang di tempat Maha Tinggi.

90

It has similarities with the principal religions of the word. It shares with

Christianity and Islam acceptance of a God, the supreme being. It shares with Buddhism in emphasis on mercy or love. A Good Confucianist, like Buddhist, a Christianity, or a

Moslem, practices praying and believes in its efficacy. ( Konfusian ) memiliki kesamaan dengan agama-agama besar di dunia, seperti; agama Kristen dan Islam dalam menerima

Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Ada. Seperti Buddhisme dalam mengutamakan welas asih dan cinta kasih. Seorang Konfusian yang baik, seperti juga seorang Buddhis, seorang

Muslim, atau Kristen, melakukan doa dan percaya akan keperluannya).

Meskipun terdapat perbedaan analisis yang dikemukakan oleh Prof, Chang Chi

Yun dan Legge tentang asal usul kata Tian dan Siang Di, namun keduanya meneguhkan dan menyakinkan kebenaran tentang bagaimana umat Khonghucu memperoleh bimbingan keimanan terhadap Tuhan Yang Maha Esa oleh ajaran agama dan Kitab sucinya.

3.3.4 Ramalan dalam konteks agama Khonghucu

Dalam pandangan agama Khonghucu, Yi Jing bukanlah kitab ramalan, namun banyak peramal menggunakan Yi Jinguntuk meramalkehidupan seseorang berdasarkan pada simbol-simbol yang terdapat di dalamYi Jing.Yi Jing dalam kenyakinan ajaran agama Khonghucu sebagai pintu gerbang melalui bagian dalam batin, alam bawah sadar manusia untuk melakukan konsultasi atau berkomunikasi tentang kehidupan kepada

Tian/Tuhan, melalui pesan-pesan suci yang telah diturunkan-Nya kepada raja-raja suci purba. Di bagian terdalam batin manusia itu memiliki watak sejati yang merupakan firman

Tian yang hidup, tumbuh, dan bersemayam di dalam diri manusia, dan menjadikan sumber kekuatan, kemampuan, dan kebijaksanaan dalam menjalankan kehidupan ini.

Ayat-ayat yang terdapat dalam Yi Jing, mengajarkan manusia agar mampu untuk

91

mengikuti watak sejatinya dalam mengarungi kehidupan yang dibimbing agama, baik untuk membangun kehidupan secara pribadi, keluarga, bermasyarakat, dan bernegara secara tepat dan harmonis, hidup yang dapat mencerminkan kebesaran serta kemuliaan

Tian/Tuhan.120

Berbicara tentang ramalan, hal ini berkaitan dengan keimanan seseorang. Di dalam ajaran agama Khonghucu/Rujiao, kata imanberasal dari kata xing, yang berarti “ sempurnanya kata, batin, dan perbuatan”. Iman itu adalah jalan suci Tian, berusaha beroleh iman, itulah dinamakan jalan suci manusia. Orang memperoleh iman itu ialah orang yang setelah memilih kepada yang terbaik kemudian dinyakini dengan keteguhan hatinya. Iman itu harus disempurnakan sendiri dan jalan suci itu harus dijalani sendiri.

Karena iman merupakan pangkal dan ujung segenap wujud, tanpa imansatupun tiada, maka seorang Junzitetap teguh di dalam memuliakan iman.

Manusia itu wajib beriman, firman Tian, Tuhan Yang Maha Esa itulah yang dinamai watak sejati, hidup mengikuti watak sejati itulah dinamai menempuh jalan suci, bimbingan jalan suci itulah yang dinamai agama. 121”Sungguh Maha Besar Kebajikan

Tuhan Yang Maha roh, dilihat tiada tampak, didengar tiada terdengar, namun tiap wujud tiada yang tanpa Dia.” Demikianlah yang menjadikan manusia di dunia berpuasa membersihkan hati dan menggunakan pakaian lengkap sujud bersembah kepada-Nya.

Sungguh Maha Besar Dia, dirasakan di atas dan di kanan kiri kita. Adapun kesunyataan

Tuhan Yang Maha roh itu tidak boleh diperkirakan, lebih-lebih tidak boleh ditetapkan”.

Dari ayat tersebutsangatlah jelasbahwa; Tian dikatakan Maha besar, Maha agung dan Maha gaib, yang jauh melampaui kemampuan pancaindera dan segala pengindraan

120Yi Jing, (Yak King, Kitab Yang Lima), Babaran Agung, B: 55, terjemahan MATAKIN, cetakan ke II, 2005,h.160 121Chung Yung-Zhong Yong, Kitab Yang Empat. XV: 1-4, terjemahan MATAKIN,2014, h.56

92

yang ada di dalam diri manusia. Oleh karena itu, manusia sama sekali tidak dapat melukiskan warnanya, meniru bunyinya, atau menetapkan bentuknya. Namun, meskipun sepertinya tidak berwujud, kenyataannya Tian itu berwujud, meskipun samar dan berkilaunya sampai tidak bisa diketahui ujung awal dan akhirnya, Dia tetap bisa disambut dan diikuti oleh manusia.

Sebenarnya Tiandapat dirasakan keberadaan dan peraturan hukum mulia-Nya.

Dengan kata lain, Tian, Tuhan yang maha besar adalah zat agung yang tidak bisa dilihat, tidak bisa didengar, dan tidak bisa diraba oleh pancaindera manusia. Itulah zat yang maha agung dan maha satu yang kekal abadi. “ Tian atau Khian itu memiliki sifat-sifat sebagai

Khalik yang maha sempurna, maka menjalin menembusi, Maha besar penuh rahmat dan berkah dan maha abadi hukum-Nya ”122.

Pada mula pertama adalah maha tiada/kosong, yang juga maha ada, yang adalah firman-Nya telah menjadikan hukum-Nya dua prinsip, yang berwujud yin-yang itu, diciptakan Empat rangkaian yang masing-masing mengandung dua unsur, dari empat rangkaian ini, maka diciptakanlah delapan rangkaian (BaGua), yang masing-masing mengandung tiga unsur merupakan trigram. Dari Ba Gua inilah diciptakan alam semesta beserta segala isi mahluknya. Pada intinya ramalan dalam pemahaman agama

Khonghucu/Rujiao adalah, bagaimana cara kita untuk mendekatkan diri kepada Tian, dengan berkomunikasi melalui batin berdasarkan petunjuk kitab Yi Jing, agar kita dapat memaknai arti kehidupan yang sesungguhnya sesuai dengan watak sejati yang kita peroleh sejak lahir.

122Yi jing,(Yak King, Kitab Yang Lima)terjemahan MATAKIN, 2005, h.XII-XXV

93

3.3.5 Kitab Yi Jingsebagai dasar keimanan agama Khonghucu

KitabYi Jing atau kitab wahyu kejadian alam semesta beserta segala perubahan dan peristiwanya ini disebutCiu ikatau kitab perubahan dinasti Ciu, karena kitab ini ditulis oleh Ki chiang menjelang bangkitnya dinasti Ciu dan runtuhnya dinasti Siang atau

Yin. Kitab ini juga disebut Hi king atau kitab suci baginda Hok Hi. Raja suci Hok Hi atau

Pau hi yang memerintah dari tahun 2953 s.M. – 2838 s.M, beliau disebut Sing chien atau

Nabi yang pertama kali menerima wahyu ini yang kemudian dilukiskan sebagai Diagram

Ba Gua /Delapan Trigram, sebagai simbol-simbol pusat atau inti daripada Yi Jing.123

Baginda Hok Hi menerima wahyu ini tatkala beliau sedang melakukan perjalanan dan sampai di tepi Sungai Kuning (lo), dari dasar sungai itu mendadak muncul hewan ajaib berwujud kuda tetapi berkepala naga, maka disebut Long ma atau Kuda Naga, dan di punggungnya terlihat benda yang berlukiskan titik-titik yang berjumlah gasal dan genap. Gasal adalah lambang yang/positif, dan genap adalah lambang yin/negatif, titik satu dan enam terletak di Utara, titik dua dan tujuh terletak di Selatan, titik tiga dan delapan terletak di Timur, titik empat dan Sembilan terletak di Barat, dan titik lima dan sepuluh terletak di Tengah, semuanya berjumlah 55 titik. Titik-titik yang membentuk Peta ini dinamai Hoo Tho atau Peta Bengawan, yang oleh pemahaman baginda Hok Hi terhadap Hoo Tho ini adalah Tian, yang telah mengaruniakan kecerahan batin kepada beliau sehingga mampu mengungkapkannya dalam bentuk Ba Gua atau Delapan Diagram yang masing-masing terdiri atas tiga garis. Trigram Ba Gua baginda Hok Hi ini disebut

Sian Tian Ba Gua atau Delapan Trigram Surgawi/Sebelum Kelahiran.124 Atas Trigram Ba

Gua ini mula-mula tidak ada teks yang menjelaskan secara tertulis sampai diketemukannya cara menuliskan hurup-hurup oleh Chong Kiat yang diperkirakan hidup

123Yi Jing, (Yak king, Kitab Yang Lima),terjemahan MATAKIN, 2005, h.XII-XXV 124Yi Jing,Yak king, Kitab Yang Lima,terjemahan MATAKIN, 2005, h. XII-XXV

94

pada jaman raja Ui Tee atau Hian Wan 2698 s.M – 2598 s.M, yang mana masing-masing

Trigramdinamai.

1. Khian = melambangkan Langit 5. Shun = Angin

2. Twee = lambang Paya-Paya 6. Kham = Air

3. Li = melambangkan Api 7. Kien = Gunung

4. Chien = lambang Petir 8. Khun = Bumi

Susunan Trigram Ba Gua yang dikaruniakan Tian kepada baginda Bun atau Ki

Chiang yang dinamai Ho Tian Ba Guaatau Delapan Trigram manusiawi/setelah kelahiran.

Dari Trigram Ba Gua inilah yang kemudian dilipatkan sehingga berbentuk hexagram (bergaris enam) berjumlah 64 buah. Enam puluh empat hexagram ini berturutan yang menjadi bagian inti dari pada Yi Jing. Kepada baginda Bun atau Ki Chiang, Tian telah mengaruniakan firman untuk mengungkapkan makna tiap-tiap hexagram secara keseluruhan, itulah yang disebut Thoan atau Kwatsu (Teks atas masing-masing hexagram secara keseluruhan).

Kepada Ki Tan atau pengeran Ciu (Ciu Kong), Tian telah mengaruniakan kecerahan batin untuk mampu mengungkapkan makna yang tersirat atas masing-masing garis atau kalam hexagram, itulah yang disebut Siang (Peta) atau Ngau Su (Teks masing- masing garis / kalam hexagram).

Kepada Nabi Agung Khongzi,Tian/Tuhan Yang Maha Besar telah mengaruniakan wahyu-Nya untuk mampu mengungkapkan penjelasan dan penegasan hal-hal yang berkaitan dengan Yi Jingitu dalam sepuluh kitab yang dinamai “Shi Yi” atau “ Sepuluh

Sayap” (Babaran); yakni:

95

1. Thoan Thwan (A dan B) : Sabda yang menegaskan makna seluruh hexagram secara

keseluruhan, yang berkaitan dengan ayat-ayat yang diungkapkan di dalam firman atau

Kwatsu.

2. Siang Thwan (A dan B) : Babaran Peta atau jabaran, yang terdiri;

a. Menjelaskan makna seluruh hexagram berlandas hubungan atau jalinan trigram

atas dan trigram bawah.

b. Lebih menjelaskan dan menegaskan makna masing-masing garis (Siang atau

Ngau Su) atau Kalam pada tiap hexagram.

3. He Su atau Tai Thwan (A dan B) : Babaran Agung, yang memberikan uraian dan

penjelasan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan Yi Jing maupun penafsiran

tentang makna yang tersirat dari ayat-ayat Yi Jing.

4. Bun Gan atau Babaran Rohani, yang memberikan tinjauan dan penjelasan hal-hal

yang berkaitan dengan hexagram Khian dan Khun (1 dan 2) secara lebih mendalam

dan luas.

5. Swat Kwa atau pembahasan tentang berbagai hexagram ditinjau sebagai wahyu Tian,

dari segi hukum watak sejati dan firman, bagaimana saling berhubungan hexagram

yang satu dengan lainnya.

6. Si Kwa atau susunan urutan berbagai hexagram, diurutkan jalinan hexagram 1 sampai

hexagram 64, bagaimana hexagram 1 diterima oleh hexagram selanjutya dengan

pertimbangan yang logis.

7. Cak Kwa atau paduan berbagai hexagram, yang menunjukkan adanya hubungan-

hubungan khusus antara hexagram-hexagram tertentu.

96

Gambar dibawah ini merupakan simbul-simbul yang terdapat di dalam kitabYi

Jing, mengenai proses Kejadian Semesta Alam Beserta Segala Perubahan Dan

Peristiwanya.

1. . : Bu Kik; Tiada Kutub, yang melambangkan Tian, Tuhan Yang

: Maha Esa dalam sifat hakekat-Nya yang di luar jangkauan

kemampuan pengertian maupun pemikiran manusia, yang hanya

dapat dihayati di dalam iman dan kenyakinan atau kepercayaan

manusia sebagai mahluk ciptaan-Nya.

2. Thai Kik; Maha Kutub, yang melambangkan Tian, Yang Maha

Ada, yang menjadi awal dan kembalinya seluruh alam dan

segenap mahluk ciptaannya.

3. Liang Gi; dua unsur dan dua prinsip, Yin negatif dan Yang

positif yang melambangkan Tian atau Sang maha pecipta, yang yin yang dengan Li atau hukum dan Tik atau kebajikan dari Kuasa-Nya

yang berprinsip yin-yang, menciptakan seluruh alam semesta,

bumi dan segenap mahluk yang ada di bumi.

1. Su Siang; empat peta yang-melambangkan Tian, Tuhan yang (6) (7) maha roh dengan firman dan kebajikan/kuasa-Nya yang (8) (9) bersifat;

- Gwan : Maha besar, Maha sempurna, Maha Esa.

- Hing : Maha menembusi, Maha menjalin,

- Li : Maha pemberkah, maha adil, dan

- Cing : Maha benar atau Maha Abadi

melaksanakan penciptaan-Nya.

(6) dinamai Thai Yin, atau negatif tua

97

(7) dinamai Siau Yang atau positif muda,

(8) dinamai Siau yin atau negatifmuda, dan

(9) dinamai Thai yang atau positif tua.

Garis tua dinamai juga garis bergerak, karena dapat memberi

alternatif menjadi sebaliknya.

Untuk memudahkan penulisan simbul, dapat dilihat;

(6) ═ ─ χ ─ (7) ═ ───

(8) ═ ─ ─ (9) ═ ───

Catatan : - angka 2 ialah simbul yin, negatif ── ──

- angka 3 ialah simbul yang, positif ────

2. Trigram Ba Gua atau Trigram yangberjumlah delapan,

Khian Khun melambangkan alam ciptaan dan segenap mahluknya,

Khian melambangkan langit atau ayah, dan

Khun melambangkan ibu.

3. Hexagram 64 Gua ini melambangkan berbagai kejadian dan

perubahan yang berlangsung di dalam kehidupan ini. Khian Khun Khian, hexagram 1, melambangkan proses penciptaan, dan

Khun, hexagram 2, melambangkan proses penanggapan atau

pengelolaan

Perubahan Hexagram dalam alternatif penafsiran:

Hexagram Asli Hexagram Perubahan Hexagram Nuklir

6. ── ── 6. ── ── 5. ── ──

5. ── ── 5. ── ── 4. ─────

4. ───── 4. ───── 3. ── ──

98

3. ── χ ── 3. ───── 4. ─────

2. ───── 2. ───── 3. ── ──

1. ───── 1. ── ── 2. ─────

Hexagram 54: Hexagram 32: Hexagram 64:

Kwi Moi Hin Bi Cee 125

Dari uraian-uraian yang dikembangkan oleh nabi Kongzi inilah maka, umat

Khonghucu dapat memahami proses terjadinya perubahan alam semesta beserta segala makhluk yang ada di dalamnya, dalam meneruskan dan membangkitkan kembali Rujiao, yang dasar-dasarnya telah diletakkan oleh para nabi dan raja-raja purba sebagai pengemban firman Tian/Tuhan untuk membimbing manusia dalam memahami kehidupan yang sesungguhnya.

Nabi Kongzi memiliki penghayatan yang sangat dalam terhadap ajaran yang diwariskan nabinabi purba, tentang jalinan rohaninya terhadap Ciu Kong Tan atau Nabi

KiTan yang tercemin dalam ucapannya, „Ah, kiranya sudah tua dan lemah Aku, sudah lama Aku tidak bermimpikan Pangeran Ciu.”(Lun yu. VII: 5)

3.3.6Hubungan manusia danTian/Tuhan

Seperti yang sudah penulis uraikan pada bab sebelumnya, nama untuk sebutan

Tuhan Yang Maha Esa di dalam kitab suci agama Khonghucu/Rujiao, yaitu dengan kata

Tian.Secara estimologis istilah ini mengandung makna “ Satu Yang Maha Besar “, dan kata Shang Di yang berarti “ Yang Maha Besar “, yang menciptakan langit dan bumi, beserta segala makhluk yang ada di dalamnya.

125 Yi Jing-Yak king,KitabYang Lima,Wahyu Kejadian Semesta Alam Beserta Segala Perubahan Dan Peristiwa”.

99

Pada awalnya adalah maha kosong, yang adalah juga maha ada, demikianlah

Tuhan dengan kebajikannya, yang adalah firman-Nya telah menjadikan di dalam hukum-

Nya yang berwujud unsur yin-yang, menciptakan empat rangkaian/su siang yang masing-masing mengandung dua unsur. Dari empat rangkaian ini, diciptakan delapan rangkaian (ba gua) masing-masing rangkaian mengandung tiga unsur merpakan trigram.

Dari Ba Gua ini telah diciptakan alam semesta beserta segala isi dan makhluknya.

Berdasarkan pengakuan iman yang pokok ini, umat Khonghucu wajib beriman, percaya, satya, bertaqwa dan sujud kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan Yang Maha Esa adalah Khalik semesta alam dengan segala benda dan mahluknya. Hidup manusia berdasarkan firman Tuhan, maka manusia mengemban tugas suci sebagai manusia, makhluk yang berbudi ciptaan Tuhan, yang wajibbertanggung jawab atas hidupnya kepada Tuhan, firman Tuhan itu sekaligus merupakan watak sejati manusia.

Hakikat kemanusiaan yang menjadikan manusia memiliki kemampuan melaksanakan tugas sucinya sebagai manusia, menggemilangkan atau mengembangkan benih-benih kebajikan yang hidup di dalam diri manusia, yang di dalamnya mengandung sifat-sifat cinta kasih, kecerdasan, kejujuran serta menjunjung kebenaran, keadilan, kewajiban, memiliki rasa keindahan dan kesusilaan, atau memiliki kebijaksanaan, itulah tugas suci yang di jalani manusia, sekaligus sebagai tujuan hidup manusia yang menjalain hubungannya kepadaTian/Tuhan.

Hidup dan mati adalah firman Tuhan, kaya dan mulia kepada Tuhan, maka seorang Junzi harus bersikap sungguh-sungguh, maka tiada khilaf.126Tiada sesuatu yang bukan karena firman, maka terimalah itu dengan taat di dalam kelurusan, maka orang yang mengenal firman tidak akan berdiri di bawah tembok yang sudah miring retak.

126Lun Yu-Lun Gi/Sabda Suci, Kitab Yang Empat), XII: 5, terjemahan MATAKIN 2014, h. 224

100

Orang yang sungguh-sungguh sepenuh hati menempuh jalan suci lalu meninggal, dia lurus di dalam firman.127Demikianlah manusia wajib menghadapi takdirnya, usia pendek atau panjang, jangan dibimbangkan, tetapi siaplah membina diri, demikianlah seorang

Junzi menegakkan firman.128

Hidup manusia oleh firman Tuhan, maka tugas sucinya sebagai manusia, makhluk yang berbudi sebagai ciptaan Tuhan, yang wajib bertanggung jawab atas hidupnya kepada

Tuhan. Firman Tuhan itu sekaligus menjadikan watak sejati manusia, hakikat sebagai manusia, dan menjadikan manusia memiliki kemampuan melaksanakan tugas sucinya sebagai manusia, untuk mengembangkan benih-benih kebajikan yang hidup di dalam hatinya, yang di dalamnya mengandung sifat-sifat cinta kasih, kesadaran menjunjung kebenaran, keadilan, perasaan, keindahan dan kesusilaan, maupun kecerdasan, itulah tugas suci daripada manusia, sekaligus menjadi tujuan hidup di dalam menjalin hubungan dengan Tuhan.

Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa melalui ayah bunda dengan memiliki nyawa dan roh, semangat (Qi), itulah perwujudan tentang adanya nyawa dan roh, kehidupan jasad, itulah perwujudan tentang adanya nyawa. Bersatu harmonisnya nyawa dan roh dalam kehidupan ini, itulah tujuan dari pengajaran agama. Semua yang dilahirkan, tumbuh, mesti mengalami kematian, yang mati itu kembali ke tanah, inilah yang berhubungan dengan nyawa. Semangat itu mengembang naik ke atas, dan memancar cemerlang diantara semerbaknya wangi dupa, itulah sari beratus benda dan mahluk, itulah kenyataan daripada roh.129

127Mengzi-Mencius,VII.A:2,terjemahan MATAKIN,2014, h. 749-750 128Mengzi-Mencius, terjemahan MATAKIN, 2014, h.749 129Li jing, Li ji.XXIV: 13

101

Yi, perubahan itu menempati hukum langit dan bumi, maka mampu menunjukkan tanpa cacat atau kacau tentang jalan suci langit dan bumi. Dengan menengadah memeriksa kecermelangan tanda-tanda di langit, dengan menunduk memeriksa hukum- hukum dan hal-hal yang berkaitan dengan bumi, maka seorang Nabi memahami sebab daripada gelap dan terang, melacak semua asal muasal dan akhir pulangnya. Oleh karena itu, dipahami tentang mati dan hidup, betapa sari dan semangat menjadikan benda/mahluk dan bagaimana mengembaranya Hun, arwah menjadikan perubahan. Demikianlah diketahui bagaimana sifat hakikat daripada nyawa dan roh (Kwi Sien-anima dan animus).130

Dia serasi dengan langit dan bumi, maka tidak melanggar. Pengetahuan-Nya mencakup berlaksa benda, dan jalan suci-Nya membereskan bawah langit ini, maka tidak berkesalahan. Berjalan berdamping dengan apapun tidak hanyut. Bahagia di dalam Tuhan, dan mengerti akan firman, maka tiada sedih atau cemas.Ia selamat di tanahnya, sentosa di dalam kedudukannya dan murnilah cinta kasihnya. Dengan demikian benar-benar mampu mencinta.131

Hidup manusia mengemban firman Tuhan, hidup ini di dukung oleh adanya nyawa dan roh, seperti yang penulis uraikan di atas, menunjukkan bahwa, iman Konfusiani percaya adanya hidup dan roh yang kekal, percaya adanya hidup akhirat. “Seorang susilawan mempunyai tiga kesukaan, dan hal menjadi raja dunia tidak termasuk di dalamnya. Ayah bunda dalam keadaan sehat, kakak adik tiada perselisihan, itulah kesukaan yang pertama. Perbuatannya, menengadah tidak malu kepada Tuhan, menunduk

130Yi Jing, (Yak king)Babaran Agung.A. IV: 20-21,h.138 131Yi Jing.A.IV: 22,h.138-139

102

tidak perlu merah muka kepada manusia, itulah kesukaan yang kedua. Mendapatkan orang rajin pandai untuk dididik, itulah kesukaan yang ketiga.”132

3.3.7 Ramalan dalam Perspektif Islam

Seperti yang sudah penulis kemukakan pada bab-bab sebelumnya, bahwa ramalan adalah prediksi mengenai peristiwa-peristiwa yang terjadi baik dimasa sekarang maupun akan datang. Dalam pemahaman agama Islam, kata ramal diambil dari bahasa Arab yaitu

“raml” yang berarti menafsir, menilik, melihat atau memprediksi nasib seseorang, atau memprediksi peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang.

Sejarah ramalan sudah ada di dunia ini sejak jaman raja-raja purba. Raja Fir‟aun telah diberi peringatan oleh seorang ahli ramal bahwa akan lahir seorang anak laki-laki

(Mesias) yang akan menyelamatkan umat manusia. Dengan sigapFir‟aun merespon perkataan peramal tersebut dan memerintahkan seluruh prajuritnya untuk membunuh setiap anak laki-laki yang baru lahir.

Dalam ajaran Islam, segala bentuk ramalan dilarang dalam sya‟riatIslam, karena ramalan sangat berkaitan dengan hal-hal gaib.Manusia adalah makhluk yang paling mulia di hadapan Allah. Allah berfirman; “ Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak

Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan.”(Qs.Al-Isra,17.70)

Nabi Muhammad shallallahu „alaihi wassallam dengan kecermelangan rohaninya dan rohani para sahabat yang dibinanya dengan iman yang kuat, telah merubah bangsa

Arab yang senang mengubur anak perempuan hidup-hidup, senang berperang saudara,

132Mengzi, Kitab Yang Empat, VII.A: 20

103

mabuk-mabukan, berjudi dan berbuat kejahatan-kejahatan lainnya, telah berubah menjadi bangsa yang membawa umat manusia kepada peradaban jasmani dan rohani yang pernah terjadi di dunia ini.

Kekuatan iman dan taq‟wa yang terdapat dalam pribadi Nabi Muhammad shallallahu „alaihi wasallam dan para pengikutnya itulah yang menjadikan generasi itu kuat dan baik, Allah pun menunaikan janji-Nya “ Kalaulah penduduk negeri-negeri itu beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi; tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”(Surah al-A‟raf, 7,96)

Dalam Islam, melakukan ramalan astrologi atau ilmu falak adalah tindakan kekufuran. Mempelajari ilmu ramal sama saja dengan menjadi seorang ahli nujum, semakin kita mempelajari ilmu nujum, maka manusia tidak memiliki iman dan tidak percaya dengan kuasa Allah.

Rasulluah shallalahu alaihi wasallam bersabda,”Barang siapa mempelajari sebagian dari ilmu nujum, maka sesungguhnya ia telah mempelajari cabang dari ilmu sihir, semakin bertambah ilmunya semakin bertambah pula dosanya.”(Musnad

Ahmad,2697, Ibnu Majah,3716 &Abu Daud,3406)

Kesadaran manusia untuk berintrospeksi sangatlah penting. Semuanya mencari dan mengkaji kelemahan masing-masing dalam berinteraksi dengan Sang Pencipta yaitu

Allah subhanahu wa Ta‟ala, berinteraksi dengan sesama manusia dan lingkungan di mana mereka berada. Semua kegagalan pada masa lalu akan semakin sangat berharga untuk memperoleh kesuksesan, karena setiap mukmin tidak pantas terjerumus dalam lubang yang sama.

104

Kaum muslimin diwajibkan untuk meneladani Rasulullah Shallallahu „alaihi

Wassalam, terutama dalam kepribadiannya dan perjuangannya. Firman Allah Subhanahu wa Ta‟ala dalam Al-Qur‟an,” Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang-orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.”(Qs.al-Ahzab,32,21). Rasulullah mengatakan “Barang siapa yang mendatangi dukun atau peramal kemudian membenarkan apa yang dia katakan, maka dia telah kafir terhadap apa (Al‟qur‟an) yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu alaihi wassallam.”(HR. Ahmad no.9171, Sunan Darimin no.1116)

Meramal nasib, atau hal-hal yang berkaitan dengan ilmu gaib sangat jelas dilarang dalam ajaran Islam, karena ramalan sangat berhubungan dengan hal-hal yang bersifat mistik.Keberkahan maupun keberuntungan hidup seseorang hanya Allah lah yang akan menentukan.

” Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.”(Qs.An-

Nami). Yang mengetahui yang gaib, maka dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu, kecuali kepada rasul yang di ridoi-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan belakangnya.(Qs Al-Jin [72]: 26-27.

Hendaklah kaum muslimin, baik wanita maupun lelaki tidak mempercayai hal-hal gaib yang disampaikan peramal maupun dukun. “Barang siapa yang mendatangi dukun lalu dia bertanya kepadanya tentang suatu hal, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh malam. (HR.Muslimin no.2230). Percaya terhadap hal-hal yang gaib atau falak untuk meramal nasib merupakan tindakan kekufuran, tujuan penciptaan alam semesta (benda-benda di langit) bukan ditujukan untuk mengatahui hal-hal gaib,

105

melainkan petunjuk sebagaimana Allah katakan, “Dan (Dia ciptakan) tanda-tanda

(petunjuk jalan). Dan dengan bintang-bintang itulah mereka mendapat petunjuk. (Qs An-

Nahl [16]: 16).

Kekuatan iman dan taq‟waseseorang tergantung pada pendidikan agama sejak dini di dalam keluarga, baikitu kesejahteraan jasmani maupun rohani. Memenuhi keperluan jasmani dan harmoni tergantung bagaimana kekuatan ekonomi keluarga masing-masing.

Apabila kebutuhan jasmani dan rohani sudah terpenuhi, kehidupan seseorang akan lebih baik.

Dalam penulisan tesis ini, penulis memberikan beberapa bentuk ramalan yang sampai saat ini masih dipercaya masyarakat Tionghoa di dalam mencari peruntungan.

Ramalan memang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan masyarakat Tionghoa, khususnya mereka yang masih mempertahankan budaya dan tradisi leluhur. Dalam kenyakinan masyarakat Tionghoa tanpa melakukan ramalan ibaratkan tubuh tanpa pakaian.

Li Chun / Horoskop/ Astrologi Tionghoa

Kekuatan dan budaya manusia dipengaruhi oleh kekuatan alam dan rasi-rasi bintang yang dilambangkan dalam bentuk binatang-binatang. Seperti lambang sapi yang dituntun oleh seorang gembala, ini berarti menunjukkan tahun sapi, ini sebenarnya menunjukkan festival sapi musim semi. Figur utama yang dihubungkan dengan Li Chun,

106

yaitu awal musim semi. Tiap tahun, beberapa rincian kecil dari gambar tersebut akan berubah, karena gambar tersebut merefleksikan cuaca tahun tersebut.133

Simbul sapi ini berhubungan dengan ritual asli musim semi ketika selama dinasti

Shang, sapi-sapi dipersembahkan. Sampai tahun-tahun belakangan ini di sebagian daerah

Tiongkok model sapi dari kertas dibakar, dan sampai sekarang ini, propinsi Fukkien masih mempersembahkan sapi atau kerbau hidup. Almanak memberikan instruksi yang rinci untuk membuat model kertas, termasuk panjang dan warnanya.

Di sekitar gambar dan di bawahnya ada rincian tentang panen dan kesehatan untuk tahun tersebut. Dewa-dewa kuno, seperti Ibu atau Ratu Tanah diminta pertolongannya, karena dalam bagian inilah masyarakat Tionghoa kembali pada tradisi religius awal di

Tiongkok.

T’ien Kang – Perhitungan hari melalui telapak tangan

Sistem prediksi ini membutuhkan waktu dan tanggal. Bila peristiwa yang diminta melibatkan waktu dan tanggal, ini dapat digunakan. Jika tidak, waktu dan tanggal digunakan ketika si penanya berkonsultasi dengan peramal.

Tangan ditandai dengan karakter yang berhubungan dengan jam, hari, ini adalah

Cabang Bumi. Pertama posisi awal yang benar ditemukan dengan menggunakan tabel dibawah diagram:

- Bulan pertama dari ke -9---- mulai Ch‟ou

- Bulan ke-2 dan 8----- mulai Tzu

- Bulan ke-3 dan 7 ----- mulai Hai

- Bulan ke-4 dan 6 ---- mulai Hai

- Bulan ke-5 mulai Yu

133Andrey Ming, AlmanakCina Kuno, Jakarta: PT.Dinastindo Adiperkasa Internasional, 2000. h.35

107

- Bulan ke – 10 dan 12 ---- mulai Shen

- Bulan ke 11 ---- mulai Mao

Dengan menggunakan tangan, peramal menghitung searah putaran jarum jam dimulai pada karakter untuk bulan yang diminta. Contoh; bulan ke-5 ia akan mulai pada

Yu. Termasuk karakter pertama, ia membagi jumlah hari dalam bagian yang sama, hari ke

4 untuk bulan ke -5 ia akan menghitung empat karakter dimulai dengan Yu, ini menghasilkan Tzu. Peramal kemudian melihat pada jam yang bersangkutan, ia mulai dari posisi baru yang sudah dicapai, dalam contoh ini adalah Tzu. Kemudian merunjuk pada daftar cabang bumi, mendapatkan kembali karakter untuk bulan, kemudian menghitung mulai dari karakter tersebut sampai karakter untuk jam yang diminta. Bila jamnya, misalnya, 08.00, ini akan jatuh pada jam ke 5 pada jam Cina, yaitu Ch‟en.

Karakter awal untuk menghitung adalah Yu, karakter untuk bulan ke-5, yang juga karakter untuk jam ke-10. Dari Yu (ke-10) sampai Ch;en (ke-5) ada tujuh karakter jam.

Oleh karenanya, peramal akan menghitung tujuh posisi pada telapak tangan, dimulai pada

Tzu, yang membawanya ke Wu.134

Fheng Shui/Ramalan Angin

Secara harafiah, Fheng Shui berarti angin dan air. Angin dan air bersama-sama menyatakan kekuatan unsur alam yang mengalir dan mempengauhi permukaan bumi.

Fheng Shui mengakui bahwa permukaan tanah diliputi oleh angin dan air. Fheng Shui menekankan bahwa manusia perlu hidup dalam keselarasan dengan angin dan air di tanah,

Jika kita menginginkan unsur inimenciptakan aliran energi positif yang menyebabkan kita mendapat keuntungan.

134Andrey Ming, T‟ung Shu, Almanak Cina Kuno,Jakarta: PT.Dinastindo Adiperkasa Internasional, 2000.h. 125

108

Fheng Shui bertujuan untuk mencari hubungan harmonis antara ke dua unsur kekuatan anasir Yin dan Yang. Fheng Shui sangat penting dalam menentukan letak arah bangunan yang menguntungkan. Arah dan letak bangunan, ditentukan oleh fheng shui akan mendapat berkah dan terhindar dari bencana atau malapetaka. Dalam menentukan arah dan letak bangunan yang menguntungkan ini, para ahli Fheng Shui menetapkan arah dan letak bangunan yang selaras dengan alam.

Para ahli Fheng Shui berusaha menata permukaan tubuh tanah dengan meneliti sitematika saluran energi vital tanah yang mengalir di bawah dan selanjutnya mengadakan perubahan seperlunya agar saluran Chi135dapat dialihkan dengan baik. Di dalam ilmu

Fheng Shui, saluran-saluran energi vital pertanahan atau Chi disebut garis-garis naga, oleh karena itu seorang ahli Fheng Shui lazimnya Lung Kia Tau, orang yang dapat mengekang atau mengendarai garis-garis naga, sampai di lereng-lereng bawah yang merupakan tempat bermukimnya manusia. Garis-garis naga ini dianggap mempunyai pengaruh yang besar terhadap orang-orang yang bertempat tinggal di tempat itu maupun terhadap daerah sekitarnya.

Dalam sebuah pembangunan rumah yang mempunyai hubungan erat dengan ahli

Fheng Shui adalah penataan rumah, pemborong bangunan dan perencana bangunan, mereka percaya bahwa faktor keberuntungan Fheng Shui diwujudkan dalam ukuran ruangan, warna dan urutan rangkaian pembangunan akan membawa berkah.

135Chi / Energi, Too,1994,h.17

109

BAB IV

PENGARUHPWA PWEE PADA PENGAMBILANKEPUTUSAN

MASYARAKAT TIONGHOA DI JAKARTA

4.4.1 Pembahasan

Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara langsung atau tidak langsung telah memperkaya kehidupan manusia.Sulit dibayangkan seandainya kita tidak memiliki pengetahuan. Pengetahuan merupakan sumber jawaban dari berbagai permasalahan yang timbul di dalam diri kita. Oleh sebab itu kita harus memanfaatkan pengetahuan yang kita miliki secara maksimal agar dapat membawa hidup kita ke arah yang lebih baik.

Tradisi dan takhayul, terutama yang berkaitan dengan ramalan memang sulit dipisahkan dalam kehidupan orang Tionghoa, karena budaya ini sudah mengakardalam kehidupan orang Tionghoa. Ramalan merupakan bagian dari tradisi budaya orang

Tionghoa sejak ribuan tahun dalam sejarah peradaban manusia. Manusia dalam menjalankan hidupnya mempunyai tujuan tertentu yang lebih tinggi lagi dari sekedar kelangsungan hidupnya. Hal inilah yang menyebabkan manusia mengembangkan pengetahuannya, dan dari pengetahuan inilah yang mendorong manusia menjadi makhluk yang memiliki khas sendiri di muka bumi.

Pada bagian ini, penulis akanmenguraikan tentang ramalan Pwa Pwee yang dipercaya orang Tionghoa untuk membuat keputusan dengan menggunakan media Pwa

Pwee. Keputusan yang diambil inidilakukan dengan kekuatan supranatural,berdasarkan ramalan yang dinyakini orang Tionghoa melalui mediaPwa Pwee. Namun, bagi sebagian

110

orang beranggapan, bahwa kegiatan ini merupakan tradisiorang Tionghoa yang berkaitan dengan hal-hal gaib (bantuan shenmning/dewa).

Hal ini dapat penulis jelaskan, namun dengan pengecualian tidak ada kaitannya dengan animisme, sebab ramalan lebih dahulu ada didalam tradisi orang Tionghoa. Oleh sebab itu, untuk mengetahui seluk beluk tradisi budaya ini, kita perlu memahami mekanisme dari sistem kepercayaan dan ritual itu sendiri. Selanjutnya untuk memahami perilaku dalam suatu budaya, maka perlu memahami bagaimana seseorang membuat keputusan yang penting. Pengambilan keputusan sering dilakukan orangTionghoa di kelenteng-kelenteng, karena kelenteng memiliki pengaruh yang besar, dan mempunyai nilai kesakralan bagi kepercayaan orang Tionghoa.

Inti dalam penulisan tesis ini adalah ramalan dengan menggunakan Pwa Pwee, yaitu ramalan yang menggunakan dua balok kayu yangberbentuk seperti bulan sabit.Ramalan ini bertujuan untuk memperoleh jawaban “Ya”atau “Tidak” melalui bantuanShenming/dewa, dan leluhur.

Di dalam bab ini, penulis akan menjelaskan bagaimana cara pengambilan keputusan yang dilakukan masyarakat Tionghoa di Jakarta. Model pengambilan keputusan yang dilakukan ini tidak menggunakan teori rasional komprehensif yang umum dilakukan oleh seseorang maupun kelompok di dalam membuat suatu keputusan.

Di dalam membuat suatu keputusan yang dilakukan oleh individu/kelompok dengan menggunakan teori rasional komprehensif, dimana keputusan yang diambil akan dilakukan dengan beberapa tahapan136, antara lain;

1. Pembuat keputusan akan dihadapkan pada suatu masalah tertentu, dimana masalah

tersebut dapat dibedakan dari masalah-masalah lain atau merupakan suatu masalah

136http://id.m.wikipedia.org>wiki>teorikeputusan

111

yang dapat nilai sebagai masalah lain, atau merupakan suatu masalah yang dapat

dinilai sebagai masalah yang bisa dibandingkan antara satu dengan yang lain.

2. Tujuan nilai dan sasaran yang mendasari pembuat keputusan harus jelas, dan bisa

ditetapkan prioritasnya sesuai dengan urutan kepentingan.

3. Berbagai alternatif untuk memecahkan masalah tersebut diteliti secara seksama.

4. Akibat-akibat (biaya dan manfaat) yang dapat ditimbulkan oleh setiap alternatif yang

dipilih harus diteliti terlebih dahulu.

5. Segala alternatif dan akibat yang menyertainya dapat dipertimbangkan dengan

beberapa alternatif lainnya.

6. Pembuat keputusan akan memilih alternatif dan akibat-akibatnya, yang dinilai

mampu memaksimalkan tercapainya tujuan, nilai, atau sasaran yang telah ditetapkan.

Pada bagian ini, penulis akan menjelaskan bagaimana cara pengambilan keputusan yang dilakukan oleh masyarakat Tionghoa, melalui kekuatan supranatural dengan bantuan

Shenming/dewa, berdasarkan tingkat kepercayaan dan kenyakinan ditinjau dari konteks budaya dan agama. Ramalan yang dilakukan masyarakat Tionghoa, merupakan faktor terpenting dalam menentukan keputusan, karena cara yang dilakukan dengan menggunakan media Pwa Pwee, dan cara melakukannya harus melalui proses ritual terlebih dahulu.

4.4.2 Cara pengkajiandenganmenggunakan bilah suci/ Ciam sie137

Sebelum melakukan ramalan/konsultasi, Pwa Pwee diambil terlebih dahulu dari tempanya dan diletakkan di altar Shenming/dewa dan memutarkannya diatashio lo,

137Yi Jing-Yak king, Kitab Yang Lima/Kitab Perubahan, terjemahan MATAKIN, 2005, h.180

112

berserta bilah-bilah suci, sambil mengajukan pertanyaan yang sudah dirumuskan terlebih dahulu secara benar.

1. Pertanyaan harus jelas dan bersifat tunggal, tidak boleh dua pertanyaan. Kalau ada

dua problem, harus bertanya atau dikonsultasikan dua kali. Sebaiknya, waktu yang

menyangkut problem itu dibatasi atau ditetapkan sehingga akan memberikan

kemudahan.

2. Penanya yang berkonsultasi menghadap ke altar, dan punggungnya menghadap ke

selatan, sambil membongkokkan diri tiga kali, menyalakan dupa, menaikkan dupa

dengan penuh hormat, kemudian dupa ditancapkan pada hio lo, dengan suasana batin

dan penuh rasa sujud ke hadirat Tian, Shenming/dewa, dan pikiran harus

terkonsentrasi penuh. Penanya mengambil bilah-bilah suci dengan dua tangan dan

memutarkan tiga kali di atas dupa searah jarum jam.

3. Selanjutnya, penanya mengembalikan bilah-bilah suci ke tempat asalnya dengan

tangan kiri, sisanya 49 batang diletakkan di atas baki sebelah kanan tangan, lalu

dengan cepat ke dua tangan membagi bilah-bilah suci itu menjadi dua tumpukan.

4. Untuk membentuk garis pertama atau garis dasar hexagram jawaban, penanya harus

melakukan tiga tahap;138

a. Dari tumpukan kanan, penanya mengambil satu bilah suci dengan tangan kanan

dan melatakkannya di antara jari kelingking dan jari manis tangan kiri. Kemudian

dari tumpukan kiri, penanya mengambil atau memindahkan bilah-bilah suci itu

masing-masing empat bilahhingga tersisa 1, 2, 3 atau 4 bilah. Sisanya diletakkan

antara jari manis dan jari tengah tangan kiri. Selanjutnya, dari tumpukan kanan,

penanya mengambil atau memindahkan bilah suci itu empat-empat sampai tersisa

138Yi Jing-Yak king, Kitab Yang Lima/Kitab Perubahan, terjemahan MATAKIN,2005, h.180

113

1, 2, 3, atau 4 bilah. Sisa itu diletakkan di antara jari tengah dan jari telunjuk.

Bilah-bilah yang ada di antara jari-jari tangan kiri itu dikumpulkan menjadi satu,

ternyata jumlahnya ada 5 atau 9. Jumlah 5 atau 9 bilah suci selanjutnya di

letakkan di atas baki ke dua yang ada di kiri tangan, dan diletakkan ditengah-

tengah. b. Ke 44 atau 40 bilah suci yang tinggal di baki pertama (kanan) dijadikan satu, dan

penanya melakukan lagi seperti semula; hasilnya ternyata berjumlah 4 atau 8

bilah suci itu ditempatkan pada baki ke dua bagian kanan yang tidak jauh dari

tumpukan 5 atau 9 bilah yang sudah ada. c. Atas bilah suci yang masih ada di baki pertama (yang berjumlah 40, 36 atau 32

bilah), penanya harus melakukan seperti semula (sekali lagi), dan akan

mendapatkan jumlah 4 atau 8 lagi. Kemudian ditempatkan di bagian kiri baki ke

dua sehingga akan ada 3 tumpukan bilah suci, yakni :

1. Tumpukan pertama : 5 atau 9

2. Tumpukan ke dua : 4 atau 8

3. Tumpukan ke tiga : 4 atau 8

Tumpukan 5 atau 4 akan menunjukkan sifat yang, positif = dicatat dengan angka

3. Tumpukan 8 atau 9 menunjukkan sifat yin, negatif = dicatat dengan angka 2.

Bila ke tiga angka yang tercatat itu ;

- Berjumlah 6 : Thai yin, negatif tua ---x--- bisa beralih

- Berjumlah 7 : Siau yang, positif muda ------

- Berjumlah 8 : Siau yin, negatif muda ------

- Berjumla 9 : Thai yang, positif tua ------bisa beralih

Jika proses ini berhasil, maka akan diperoleh garis dasar hexagram asli.

114

5. Selanjutnya, untuk memperoleh lima garis hexagram berikutnya, lakukan dari awal,

penanya mengumpulkan kembali ke 49 bilah suci itu dan melakukan proses seperti

yang dijelaskan pada nomor 5 di atas untuk setiap garis.

6. Bila hexagram asli telah terbentuk, dan dalam hexagram itu terdapat garis Thai

yinatau Thai yang, maka dapat dibentuk garis baru sebagai alternatif penafsiran, yaitu

mengubah garis Thai yin menjadi garis yang, dan garis Thai yang menjadi garis yin.

Jika masih diperlukan alternatif lebih lanjut, dapat dibentuk hexagram baru yang

merupakan perwujudan hexagram nuklir (hexagram pertama). Hexagram nuklir itu

trigram bawahnya berasal dari garis ke 2, 3, 4 dan trigram atasnya berasal dari garis

3, 4, 5 hexagram asli.139

4.4.3 Cara Pengkajiandengan menggunakanPwa Pwee

Didalam melakukan peramalan/konsultasi dengan menggunakan media Pwa Pwee, untuk mengetahui pertanyaan yang disampaikan penanya dihadapan Shenming/dewa diterima atau tidaknya, dapat diketahui pada saat posisi Pwa Pwee berada di lantai.

Dibawah ini penulis memberikan contoh posisi Pwa Pwee saat penanya melakukan ramalan/konsultasi, antara lain;

1. posisi Pwa Pweesaat dilontarkan dan berada di lantai apabila, kedua-duanya dalam

keadaan tertutup, berarti pertanyaan yang disampaikan penanya tidak diterima

Shenming/dewa.

2. Apabila salah satu dari Pwa Pweedalam posisi terbuka dan tertutup berarti

pertanyaan yang disampaikan penanya dipahamiShenming/dewa.

139Yi Jing -Yak king, Kitab Yang Lima/Kitab Perubahan, terjemahan MATAKIN, h.10

115

3. Jika posisi Pwa Pweekedua-duanya dalam posisi terbuka berarti shenming/dewa tidak

memahami pertanyaan yang diajukanpenanya.

Lihat gambarPwa Pwee pada halaman sebelumnya.

Ketika Pwa Pwee dipergunakan untuk ramalan Ciam Sie, penanya terlebih dahulu harus mengocok bilah bambu yang bernomor hingga jatuh ke lantai, setelah itu harus mengikuti cara seperti yang dilakukan diatas. Jumlah batang bambu yang tersedia sama dengan jumlah kertas syair yang tersedia pada rak yang tersedia di dalam ruang

Kelenteng. Pada kertas yang tersedia tersebut terdapat pesan-pesan atau syair-syair, dan harus ditafsirkan oleh orang yang benar-benar mengerti atau ahli ramal maksud dari kalimat tersebut.

Dari hasil survey yang peneliti lakukan di empat Kelenteng yang menjadi studi kasus penelitian ini, ternyata sebagian besar informan mengatakan, bahwa jawaban yang mereka peroleh setelah melakukan Pwa Pwee,apakah hasil ramalan tersebut dapat mereka pergunakan sebagai langkah dalam membuat keputusan.

Gambar Bilah-bilahbambu

116

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang peneliti perolehdilapangan, ternyata hasil ramalan Pwa Pwee sering dipergunakan para pengunjung didalam membuat keputusan, terutama untuk mejalankan aktivitas mereka seperti; menjalankan bisnis, investasi, pekerjaan, kesehatan, masalah keluarga, maupun hal-hal yang menyangkut keberuntungan mereka, faktor inilah yang menjadi alasan mereka percaya pada ramalanPwa Pwee. Meskipun praktik ramalan ini harus dilakukan dengan proses yang sangat rumit dan panjang, ramalan Pwa Pweemenjadi salah satu solusi yang dapat membantu mereka untuk memperoleh peunjuk dalam mengambil suatu keputusan.

Ramalan Pwa Pwee jarang dipergunakan untuk hal-hal yang menyangkut masalah duniawi, ataumasalah-masalah yang dianggap tidak begitu penting yang masih dapat diselesaikan sendiri. Ramalan Pwa Pweepada umumnya dilakukan masyarakat Tonghoa untuk menghadapi masalah yang sangat kompleks/penting yang tidak dapat diselesaikan tanpa bantuan pihak ke tiga.

Untuk menggali informasi yang lebih dalam tentang ramalan Pwa Pwee yang dinyakini orang Tionghoa dapat mempengaruhi keputusan seseorang, berikut ini penulis memberikan satu narasiberdasarkan pengalaman yang dialami langsung oleh salah seorang informan, mengapa ia menggunakan Pwa Pweesaat mau membuka usaha/toko baru.

Salah seorang informan yang peneliti temui di kelenteng Kim Tek Ji (Vihara

Dharma Bhakti) menceritakan pengalamannya, yang sangat luar biasa. “Waktu ia ingin memulai usaha/membuka toko, ia masih ragu,dan tidak tahu dimana harus mencari tempat/lokasi yang cocok agar usahanya dapat terus berkembang. Karena ia tidak mempunyai rasa keyakinan dalam dirinya. Oleh karena itu, pada suatu hari ia bersama istrinyapergi ke kelenteng untuk bersembahyang. Dengan penuh kenyakinan, ia

117

berdoakepada Tian/Tuhan, dan sujud dihadapanShenming/dewa sambil memohon untuk memperoleh petunjuk.

Dengan menggunakanPwa Pweedan penuh rasa sujud, ia memohon kepada

Shenming/dewa agar diberikan petunjuk/pencerahan. Di dalam permohonannya, ia menyampaikan keinginannya apakah mereka boleh membuka toko di kota Tangerang?

Pada saat ia melakukan Pwa Pwee, ternyata pertanyaan/permohonannyatidak memperoleh jawaban yang memuasakan dari shenming/dewa. Selanjutnya, ia mengajukan permohonankembali dihadapan shenming/dewa, apakah ia diperbolehkan membuka tokodi Jakarta?hasil jawaban yang ia terima sama dengan jawaban sebelumnya.

Kemudian, untuk ketiga kalinya ia mengajukan permohonan kembali dihadapan shenming/dewa, apakah ia bolehmembuka toko di kota Bekasi?Setelah selesai melakukanPwa Pwee, posisi Pwa Pweesaat berada di lantai menunjukkan hasil yang positif, berarti shenming/dewa merestui permohonnya membuka toko di Bekasi.

Saat pertama melakukanPwa Pwee, rasa ragu-ragu di dalam dirinya masih sangat besar sekali, dan tingkat kenyakinannya pada ramalan Pwa Pwee, boleh dikatakan sangat kurang sekitar 15%. Pada pertanyaan kedua, hasil jawaban yang diperoleh juga tidak memuaskan, namun kenyakinan beliau pada Pwa Pweeagak sedikit meningkat dibandingkan dengan yang pertama, sekitar 25,5%.Untuk ketiga kalinya ia melakukan

Pwa Pwee, dan hasil jawaban yang diperoleh sangat memuaskan hatinya. Pada saat ia mengajukan permohonan yang ketiga kalinya, ia benar-benar penuh kenyakinan bahwa shenming/dewa akan memberikan petunjuk kepadanya, karena tingkat kenyakinan yang dimilikinya teradap Pwa Pweesemakin meningkat, 75.5%, maka permohonan yang disampaikannya untuk membuka di Bekasi direstui oleh shenming/dewa, dan hingga sampai sekarang usahanya tetap berjalan, dan sudah memiliki beberapa cabang.

118

4.4.4 AnalisisData

Data dalam suatu penelitian sangat mutlak diperlukan. Data sangat bermanfaat sebagai informasi yang sangat penting untuk mengemukakan apa yang sebenarnya terjadi, dan untuk menjelaskan hasil dari suatu penelitian secara akurat dan tepat, serta dapat dipertanggung jawabkan keabsahannya.

Dalam menggali informasi yang lebih mendalam tentang pengaruh ramalan Pwa

Pwee dalam pengambilan keputusan masyarakat Tionghoa di Jakarta, penulis melakukan wawancara secara pribadi dengan beberapa orang informan yang ada di lokasi penelitian.

Informan yang penulis wawancarai adalah para pengurus kelenteng, yang dianggap dapat memberikan jawaban yang sebenar-benarnya, di antaranya adalah;

- Mulia Soenardi, usia 67 tahun, sebagai pengurus yang sudah cukup mumpuni di

kelenteng Kim Tek Ji ( Vihara Dharma Bhakti), yang beralamat di Jl. Kemenangan

III, Petak Sembilan Jakarta Barat

- Cacan, usia 65 tahun, sebagai pengurus harian di kelenteng Hok Tek Cheng Sin,

yang beralamat di Jl.Dr. Satrio Jakarta Selatan, yang dikenal dengan nama Karet

Tengsin.

- Roy, usia 55 tahun, sebagai pengurus kelentengHian Tian Siang Tee, Jl. Palmerah

Barat, tepatnya belakang pasar Palmerah

- Kekeng/Hartono, usia 60 tahun, sebagai ketua pengurus kelenteng Lu Pan Bio,

yang beralamat di Jl. Pinangsia I, Jakarta Kota.

- Tiniawaty, usia 37 tahun, pengunjung kelenteng Kim Tek Ji/Vihara Dharma Bhakti

Selain melakukan wawancara dengan para pengurus kelenteng, penulis juga mengajukan wawancara dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada para pengunjung ditemui empat kelentengstudi kasus dalam penelitian ini.Dalam penelitian ini, dimana penulis mengajukan beberapa pertayaan yang berkaitan dengan

119

kenyakinaninformanterhadap Pwa Pwee,dengan memberikan obsi jawaban; selalu, biasanya, beberapa kali, tidak terlalu sering dan tidak pernah.

Dari hasil penelitian ini,ada beberapa catatan penting yang penulis dapatkan dari tiga kelompok yang berbeda terhadap kenyakinan mereka pada Pwa Pwee.

(1). Kelompok usia 0 -24 tahun

(2). Kelompok usia 25 – 40 tahun

(3) Kelompok usia orang dari 41 – 60 tahun

(4) Kelompok usia 60 tahun ke atas

Kelenteng Lu Pan Bio

Berdasarkan data yang penulis perolehsaat melakukan penelitian di Kelenteng Lu

Pan Bio ternyata informasi yang ditemukan sangat luar biasa. Dimana, informan yang kurang percaya pada Pwa Pweeterjadi pada kelompok “pria”yaitu pada usia 60 tahun ke atas. Mereka mengatakanbahwa mereka sama sekali belum pernah melakukan Pwa Pwee, hal ini di dianggap tidak menarik dan tidak ada hubungannya dengan keberhasilan mereka, dan tidak dapat diterima secara akal sehat.

Dari data yang penulis peroleh berdasarkan hasil jawaban pertanyaan yang diajukan kepada informan di Kelenteng Lu Pan Bio, hanya berkhisar 33,3% informan yang memberikan menjawab bahwa, permohonan yang mereka peroleh saat melakukan

Pwa Pwee hanya beberapa kali saja benar yang diberikan oleh shenming/dewa, sedangkan

33.3%informan memberikan jawabanbahwa,mereka tidak terlalu sering menggunakanPwa Pwee, tetapi mereka percaya dengan Pwa Pwee. Kemudian33.3% informan lainnya mengatakan bahwa saat menggunakan Pwa Pwee, mereka tidak pernah memperoleh petunjuk/jawaban dari shenming/dewa.

Pada kelompok wanita usia 60 tahun ke atas, ternyatamereka sangat memiliki kenyakinanpada Pwa Pweedibandingkan kelompok pria, dan kaum wanita ternyata lebih

120

sering menggunakan Pwa Pweedibandingkan kelompok pria. Hal yang sangat mengejutkan terjadi pada anak-anakmuda, khususnya kaum wanita, ternyata, yang kurang percaya pada Pwa Pwee sangatsignifikan sekali, yaitu mencapai angka70,6%. Rata-rata mereka mengatakanmereka tidak tahu tentang Pwa Pwee, dan tidak pernah menggunakan

Pwa Pwee.

Pengunjungkelenteng Lu Pa Bio yang memiliki kenyakinan pada Pwa Pwee adalah pada kelompok laki-laki usia 41–60 tahun, dimana rata-rata mereka mengatakan sering menggunakan Pwa Pwee, dan mereka beranggapan bahwa Pwa Pwee sangat bermanfaat bagi mereka, karena ini sangat berkaitan dengan tradisi lelehur mereka, dan kenyakinan iman mereka. Menurut mereka, Pwa Pwee bukan saja untuk meramal nasib,

Pwa Pwee memiliki sejarah yang panjang dalam tradisi budaya mereka. (lihat tabel 1)

Pertanyaan:

Jika anda berkunjung ke kelenteng apakah andamenggunakan Pwa Pwee ? apakah anda percaya bahwa permohonanyang anda sampaikan dijawab dengan benar oleh shenming/dewa?

Tabel 1

120 100 Sering 80 Selalu 60 Tidak Pernah 40 Tidak Terlalu Sering 20 Terkadang 0 P L P L P L P L

0 – 24 25 – 4041 – 60 60+

121

Keterangan;

P = Wanita

L = Laki-laki

Dari penelitian yang dilakukan di empat kelenteng, ternyata di kelenteng Kim Tek

Ji (Vihara Dharma Bhakti) rata-rata pengunjungyang diwawancarai memiliki kenyakinan pada Pwa Pweecukup besar,yaitu mencapai angka 65%. Darisemua pengunjung yang peneliti wawancaraimengatakanmereka sering menggunakan Pwa Pwee, dan permohonanmereka selalu dijawab dengan benar. (lihat tabel.2

Keleteng Kim Tek Ji (Vihara Dharma Bhakti)

Pertayaan

Ketika anda berkunjung ke kelenteng ini, seberapa sering anda menggunakan Pwa Pwee ?

Tabel 2.

120 100 Sering 80 Selalu 60 Tidak Pernah 40 Tidak Terlalu Sering 20 Terkadang 0 P L P L P L P L

0 – 24 25 – 40 41 – 6060+

Kelenteng Hok Tek Cheng Sin

Berbeda halnya dengan pengunjung ditemui di kelenteng Ho Tek ChengSin, dimana 45% pengunjung masih percaya padaPwa Pwee, karena mereka salalu menggunakan Pwa Pwee, dan permohonan/pertanyaan yang mereka sampaikan selalu

122

dijawab dengan benar oleh shenming/dewa saat mereka melakukan ramalan Pwa

Pwee.(lihat tabel.3)

120

100

80 Terkadang Tidak Terlalu Sering 60 Tidak Pernah

40 Selalu Sering 20

0 P L P L P L P L

0 – 24 25 – 40 41 – 60 60+

Pengunjung yang bersembahyang dan melakukan Pwa Pwee di kelentengKim Tek

Ji, mengatakan selama mereka menggunakan Pwa Pwee permohonan yang mereka ajukanselalu mendapatkan petunjuk, berkisar 65% dari hasil wawancara dengan informan.

Jawaban ini sangat berbeda jauh dengan pengunjungyang ada di kelenteng Ho Tek Cheng

Sin. Dari semua pengunjung yang peneliti wawancarai, rata-ratamengatakan bahwa permohonan mereka selalu dijawab dengan benar.Berdasarkan data yang peneliti peroleh dapat dilihat yaitu; sekitar 41% informanmengatakan bahwapermohonan mereka saat melakukan Pwa Pweeselalu dijawab dengan benar.

KelentengHianTian Shang Tee

Pertanyaan

Jika anda datang ke kelenteng apakah anda melakukan Pwa Pwee, dan apakah anda nyakin dewa akan menjawab pertanyaan anda dengan benar ?

123

Tabel.4

120

100

80 Terkadang Tidak Terlalu Sering 60 Tidak Pernah

40 Selalu Sering 20

0 P L P L P L P L

0 – 24 25 – 40 41 – 60 60+

Pada waktu peneliti melakukan penelitian di Kelenteng HianTian Shang Tee, ternyataPwa Pwee lebih banyak dinyakini oleh orang-orang tua. Dimana, mereka sangat percaya bahwa, selama mereka menggunakan Pwa Pwee,permohonan yang mereka ajukan dihadapan shenming/dewa selalu memperoleh petunjuk yang benar. Tingkat kenyakinanyang terlihat di kelenteng HianTian Shang Teetinggi sekali, hal ini dapat terlihat pada kelompok pria usia 41 tahun sampai 60 tahun, sebaliknya pada kelompok wanita yang memiliki tingkat kenyakinan yang tinggi adalah di atas usia 60 tahun, karena mereka sangat yakin pada ramalan Pwa Pwee, maupunShenming/dewa yang ada di

Kelenteng ini, yang dapat membantu mereka, serta bisa memberikan petunjuk untuk menentukan keputusan mereka. (lihat Tabel.4 ).

Pada bagian selanjutnya,peneliti ingin mengetahui seberapa besar tingkat keseringan pengunjung menggunakan Pwa Pweeketika mereka berkunjungke kelenteng.

Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan kepada pengunjung Kelenteng Lu Pan

124

Bio,ternyata, mereka yang kurang yakin dan tidak pernah menggunakan Pwa Pwee untuk menentukan keputusannya adalah, rata-rata berusia 60 tahun. Hampir 50% informan mengatakan bahwa mereka tidak pernah menggunakan Pwa Pwee sama sekali. Pertayaan yang sama juga peneliti ajukan kepada kelompok usia 24 tahun, sekitar 50% informan mengatakankalau mereka tidak pernah atau tidak terlalu sering menggunakan Pwa Pwee.

Sedangkan informan yang sering berkunjungke Kelenteng Kim Tek Ji adalah kaum laki- laki yang rata-rata berusia 41-60 tahun,dari hasil wawancara yang peneliti lakukan dengan informan, semuanya mengatakan bahwa mereka sudah biasa menggunakan Pwa Pwee saat berkunjung Kelenteng (100%). ( lihat table.5 )

Lihat pada Tabel.5

Ketika anda mengunjungi kelenteng seberapa sering anda melakukan ramalan Pwa

Pwee ?

120

100

80 SERING SELALU 60 TERKADANG 40 TIDAK TERLALU SERING TIDAK PERNAH 20

0 P L P L P L P L

0 – 24 25 – 40 41 – 60 60+

Dalam hasil penelitian yang peneliti lakukan di empat Kelenteng, penelitijuga

125

ingin mengetahui tingkat keseringan para pengunjung dalam menggunakan Pwa Pwee.

Dari data yang peneliti perolehdilapangan, baik melalui wawancara maupun jawaban kuesioner yang disebarkan kepada informan, rata-rata mengatakan bahwa mereka sudah biasa menggunakan Pwa Pwee, ternyata hasilnya sangat tinggi, dimana orang Tionghoa yang masih percaya pada ramalan Pwa Pwee dalam membuat keputusan masih tinggi. Ini dapat dilihat berdasarkan data-data yang peneliti peroleh berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan secara terbuka maupun secara tertutup. Dimana dari semua informasi yang peneliti diperoleh dilapangan menunjukkan angka 65% dari jawaban informan yang mengatakan bahwa, mereka kadang-kadang, sudah terbiasa biasa, dan sering menggunakanPwa Pwee sebagai petunjuk untuk membuat keputusan. Namun, ada juga informan yang datang ke Kelenteng ingin mengetahui keberuntungan nasibnya melalui ramalan fheng shui, yaitusekitar 25% dari jawaban informan yang percaya pada ramalan fheng shui. ( lihat table. 6 )

Pertanyaan;

Ketika anda berkunjung ke kelenteng, seberapa sering anda melakukan Pwa Pwee?

120 100 80 TERKADANG 60 TIDAK TERLALU SERING 40 TIDAK PERNAH 20 0 P L P L P L P L

0 – 24 25 – 40 41 – 60 60+

Berdasarkan data yang penulis kemukan diatas, baik yang diperoleh dari hasil wawancara maupun jawaban kuesioner,setelah data-data tersebut dianalisis, ternyata

126

tingkat kepercayaan orang Tionghoa, khususnya masyarakat Tionghoa yang tinggal di

Jakartaterhadap Pwa Pwee masih sangat tinggi, hal ini dapat terlihat pada tabel 3, bahwa,masyarakat Tionghoa yang percaya pada ramalan Pwa Pwee masih tinggi, sekitar

45%. Hal ini menunjukkan bahwa;Pwa Pweemasih dipercaya oleh orang Tionghoa dikarenakan bentuk ramalan ini memiliki nilai sejarahnya, dalam tradisi Tionghoa, cara- cara yang dilakukan dalam ritual Pwa Pweedianggap memiliki kesakralannya, sehingga mereka selalu menggunakan pwa pwe untuk memperoleh petunjuk shenming/dewa, agar memperoleh jawaban yang benar.

Dengan kata lain bahwa, tingkat kenyakinan masyarakat Tionghoa terhadap Pwa

Pweemasih sangat dominan. Masyarakat Tionghoa yang sering berkunjung ke kelenteng cenderung untuk melakukan Pwa Pweedibandingkan dengan mereka yang jarang berkunjung ke kelenteng.

Berdasarkan data-data diatas dapat diambil kesimpulan, bahwa tidak semua keputusan yang dilakukan masyarakat Tionghoa Jakarta berdasarkan petunjuk dari Pwa

Pwee. Dari semua pengunjung yang penulis ditemui ada sekitar 25% yang mengatakan; bahwa keputusan yang mereka ambil tidak pernah di pengaruhi oleh Pwa Pwee, bahkan mereka tidak percaya dengan ramalan Pwa Pwee. Hal ini disebabkan mereka juga menggunakan cara-cara lain berdasarkan kenyakinannya masing-masing(lihat tabel 3).

Pada pertanyaan selanjutnya adalah; Apakah informan menganggapbahwa keputusan yang mereka lakukan itu dipengaruhi olehPwa Pwee ?

Dari hasil jawaban yang diperoleh dariinformanternyata ramalan Pwa Pwee yang mereka lakukan „selalu‟ atau „biasanya‟ dijadikan sabagai dasar untuk mengambil keputusan. Dari semua semua jawaban yang penulis peroleh ternyata sangatlah bervariasi, di masing-masing kelenteng, mulai 12% sampai 24%. Rata-rata jawaban yang

127

peneliti peroleh dalampenelitian di empat kelenteng jumlahnya hampir setara, yaitu

26,5%., selanjutnya 41,5%jawaban informanmengatakan, keputusan yang mereka lakukan

„kadang-kadang‟juga dipengaruhi oleh Pwa Pwee, sedangkan informan yang memberikan jawaban kalau keputusan mereka tidak pernah dipengaruhi Pwa Pweeadalah sekitar19,5%

,dan 12.5% informan ada juga yang mengatakan bahwa keputusan yang mereka lakukan

„tidak pernah‟ di pengaruhi oleh Pwa Pwee.

Dari penelitian yang penulis lakukan di Empat kelenteng ini, ternyata masyarakat

Tionghoa yang keputusannya tidak dipengaruhi oleh Pwa Pwee adalah para pengunjung kelenteng Lu Pan Bio. Hal ini disebabkan karena pengunjung di kelenteng Lu Pan

Biolebih banyak menggunakan ramalan Fheng Shui dalam membuat keputusan. Adapun alasan yang dilakukan oleh pengunjung ialah, ramalan fheng shui lebih mudah dan praktis dilakukan dari pada menggunakan Pwa Pwee, ramalan Pwa Pwee dianggap terlalu sulit, dan mereka merasa ragu hasil yang diperoleh dari ramalan Pwa Pwee. Para pengunjung lebih banyak menggunakan jasa ahli ramal yang menggunakan ilmu astrologi, seperti Kwa

Mia,atau ramalan yang dilakukan dengan melihatraut wajah seseorang melalui garis tangan, dan bentuk wajah.

Ramalan adalah sesuatuyang sudah biasadilakukan orang Tionghoa, dan sulit ditinggalkan, karena tradisi inisangat bersifat universal dalam kehidupan masyarakat

Tionghoa. Para antropolog mengatakan bahwa ramalan yang dinyakini oleh masyarakat

Tionghoa sudah ada, dan selalu dipergunakan baik didalam kegiatan keagamaan, juga budaya orang Tionghoa dimasa lalu maupun masa sekarang.

128

4.4.5 Dampak Positif dan Negatif dari ramalan Pwa Pwee

Seperti yang sudah diuraikandalam bab-bab sebelumnya, bahwa ramalan adalah sebagai usaha yang dilakukan seseorang untuk mengetahui keadaan yang akan terjadi, baik di masa sekarang maupun akan datang, untuk memperoleh keselamatan dan kehidupan yang lebih baik lagi.Walaupun ramalan tidak dapat dibuktikan kebenarannya, namun banyak hal-hal yang positif maupun negatif yang mendominir keberadaan ramalan.

Bila ditinjau dari segi positifnya, orang yang melakukan ramalan, ia akan lebih termotivasi lagi untuk berusaha, hal ini seakan-akan dirinya telah mengetahui bahwa ia semakin nyakin dan percaya, bahwa ia akan memperoleh keberhasilan yang lebih baik lagi di masa akan datang. Sedangkan dampak negatifnya, ia akan terbelenggu oleh hal-hal yang membuatnya menjadi kurang percaya diri pada kemampuan yang ada di dalam dirinya, dan selalu mengharapkan bantuan atau pertolongan dari pihak ketiga (ramalan), dan ini akan membuat seseorang semakin kurang bersemangat, atau kehilangan motivasi untuk memperbaiki dirinya dalam meraih keberhasilan/keberuntungan.Orang yang tersugesti dan percaya pada ramalan, atau dukun,dapat membuat kehilangan percaya dirinya, sehinggasegala tindakan yang dilakukan selaludihantui rasa keraguan, dan ia semakin merasa takut dan menghambat.

4.4.6 Empat Kelenteng Studi Kasus

1. Kelenteng Kim Tek Ie-Vihara Dharma Bhakti

Kelenteng Kim Tek Ji merupakan salah satu kelenteng tertua di Jakarta,

didirikan pertama kali pada 1650 oleh seorang Letnan keturunan Tionghoa bernama

Kwee Hoen. Kelenteng Kim Tek Ji berada di Jl. Kemenangan III No. 13 (Petak 9)

129

Glodok, dan karena kelenteng Tri Dharma maka ia memiliki altar untuk penganut

Tao, Confucius dan Buddha.140

Di sekitar Kelenteng Kim Tek Ji terdapat dua kelenteng lain yang letaknya bersebelahan dan berusia lebih muda. Pada jalan lingkungan menuju Kelenteng Kim

TekJiterlihat ada cukup banyak pengemis yang tengah duduk di lantai menunggu derma.

Tampaknya hanya pada hari tertentu derma itu dibagikan oleh pengurus kelenteng.

Sebelum memasuki halaman kelenteng harus melewati gapura utama dengan atap berbentuk pelana kuda susun tiga yang bertuliskan “Vihara Dharma Bhakti”, nama lokal bagi kelenteng ini yang dipakai sejak jaman orde baru, serta tulisan tiga huruf Tionghoa.

Di halaman Kelenteng Kim Tek Ji terdapat sepasang patung macan putih (Bao-gu shi) yang dibuat pada abad ke-18, berasal dari propinsi Kwangtung di Tiongkok Selatan.

Macan putih, yang di dalam dunia fheng shui posisinya dicari untuk berdampingan dengan Naga hijau.

Bangunan kelenteng berdasarkan arsitektur Tionghoa purba dengan aspek “Yin” dan “Yang”. Hal ini terlihat pada sepasang macan batu berukir yang mengapit kiri dan kanan jalan masuk kelenteng. Shi atau macan putih digambarkan kaki depan memegang uang gobok logam Tiongkok kuno, melambangkan sifat “Yang” seorang laki-laki memiliki kewajiban dan tanggung jawab mencari nafkah. Ada macan batu kiri ini di beberapa kelenteng memegang bola.

Shi atau Macan batu sebelah kanan digambarkan menjaga anaknya, yang melambangkan “Yin” seorang perempuan memiliki kewajiban dan tanggung jawab merawat anak-anaknya dengan penuh kasih141.

140Sejarah Kelenteng, Vihara, Lithang dan Tempat Ibadah se-Jawa 141Riwayat Kelenteng, Vihara, Lithang, tempat ibadah Tridharma,se-Jawa, Surabaya, Sidoyoso,1980

130

Dominasi warna merah kuning terlihat di Kelenteng Kim Tek Ji. Di kiri kanan ada lubang angin bundar yang dipenuhi ukiran serta binatang Qi-Lin yang melambangkan keberuntungan besar. Menggantung di depannya ada lampion bergambar macan dan naga.

Pada dinding lainnya ada relief burung dengan kepala berjengger seperti ayam serta seekor naga.

Pada papan di sebelah kiri kanan pintu utama terdapat tulisan: “KimTeng Kiat

Siang In, Pian Khay Hoat Kay” yang berarti “Pedupaan Emas membentuk Awan

Kebahagiaan, semua tempat terbuka demikian pula Alam Dharma”, dan “Tek Bun Theng

Sui Khi, Kong Pho Chin Khan” atau “Gerbang Kebajikan menampakkan atmosfir

Kejayaan, menyebar luas di alam semesta.”

Lorong kelenteng ini dihias lidah api lilin merah berukuran besar. Bagi orang

Tionghoa, lilin adalah perlengkapan penting dalam sembahyang di kelenteng. Sebuah lilin dengan tinggi 2 m dan diameter 50 cm bisa berharga sampai sembilan juta rupiah. Selain sebagai penerang, lilin-lilin itu juga diberi aroma agar lebih sedap tercium ketika dibakar.142

Tambur tua dan genta terlihat menggantung di blandar Kelenteng Kim Tek Ji.

Masjid di Jawa umumnya juga menggunakan bedug sebagai penanda masuk waktu sholat.

Masuknya bedug ke masjid mungkin karena sebagian Wali Songo merupakan keturunan

Tionghoa. Di kelenteng ini ada pula lonceng tertua di Jakarta bertahun 1825, dan lonceng asal Fu Shou bertahun 1890.

Arca Giok Hong Siong Te di Kelenteng Chin De Yuan, dewa tertinggi penguasa alam semesta. Giok Hong Tai Teeadalah putra Raja Ching De dan Ratu Bao Yue Guang dari negeri Guang Yan Miao Le. Ia melepaskan kedudukan raja dan pergi ke gunung

142Riwayat Kelenteng, Vihara, Lithang, tempat ibadah Tridharma, se-Jawa, Surabaya, Sidoyoso, 1980

131

untuk menjadi Maha Dewa. Giok Hong Tai Tee bertahta di langit ke-33 di Ling Xiao

BaoDian atau istana Halimun Mukjizat.143

Seorang pria, dua orang wanita, terlihat bersembahyang di altar Chien Chiu Kwan

Im. Kwan Im dikenal rakyat Tiongkok purba sebagai Pek Ie Tai Su, dewi berjubah putih welas asih. Setelah agama Buddha masuk Tiongkok di akhir masa Dinasti Han, Kwan Im dipercaya sebagai perwujudan Buddha Avalokitesvara. Kwan Sie Im Pho Sat adalah perwujudannya sebagai pria.

Pada altar Cay Sin Ya di Kelenteng Kim Tek Ji ada sepasang naga emas dengan ekor tegak lurus. Semasa hidupnya, Cay Sin Ya adalah menteri bijaksana yang menjabat di akhir masa Dinasti Siang (1766 – 1123 SM). Ia dipercaya sebagai titisan Dewa Bintang

Sastra Bun KhiokSeng, dan sebagai Dewa Harta Sipil, kekuasaannya adalah menjaga harta kekayaan.

Altar Er Lang Shen dan Thien Kou agak mirip dengan altar sebelumnya. Er Lang

Shenadalah Malaikat Pelindung Kota Sungai, yang hidup di zaman dinasti Qin, dan merupakan putra Li Bing, Gubernur dari propinsi Xi Chuan. Di bawah papan nama Thien

Kou ada tulisan “Dog of Heaven” atau Anging Surga, mungkin dimaksudkan sebagai penjaga surga.

Altar Sam Koan Tay Teedi Kelenteng Kim Tek Ji. Sam GoanKong, sebagai Tri

Murti Taomerupakan wakil Tuhan dalam wujud Kaisar Tiga Dunia (Langit, Bumi dan

Air), yaitu Kaisar Giauw (2275 – 2258 SM, memberi rahmat), Kaisar Sun (2225 – 2208

SM, memberi pengampunan dosa), dan Kaisar Ie (2205 – 2197 SM, menjaga bumi dari

143Sejarah Kelenteng, Vihara, Lithang tempat ibadah Tridharma se-Jawa, Surabaya, Sidoyoso, 1980

132

bencana alam).Gambar dibawah ini memperlihatkan dimana seseorang sedang melakukan ritual PwaPwee di altar Shenming Kwan Im.144

Gambar.13. Melakukan Ritual Pwa Pwee

Altar Hian Tian Siang Tee(Giok Hong Tai Te) dan Hian TianKong. Giok Hong Tai

Telahir beberapa kali sebagai putra mahkota yang meninggalkan kehidupan dunia untuk menjadi pertapa. Ia akhirnya mencapai tingkatan dewa bergelar Hian Tian Siang Te, dan berkuasa di Langit Utara, menaklukan berbagai siluman, termasuk siluman ular dan siluman kura-kura.

Hian Tian Kong adalah titisan Dewa Bintang Harta (Cay PekSeng Kun), yang memberi berkah dan rezeki. Hian Tian Kong biasanya digambarkan menunggang harimau hitam (Hek Houw), memegang ruyung dan emas lantakan. Altar lainnya di Kelenteng Kim

144Sejarah Kelenteng, Vihara, Litahang, Tempat Ibadah Tridharma se-Jawa,Surabaya, Sidoyoso, 1980

133

Tek Ji adalah altar Seng Hong Ya, Thay Swee Yadan Kong Tek Cun Ongyang berada di sayap kanan.145

Seng Hong Yaadalah penguasa alam baka. Ia dipuja karena jujur dan idealis. Thay

Swee Yaadalah salah satu dari 60 Dewa Bintang. Bila shioseseorang sama dengan shio pada tahun berjalan, maka kondisinya dinamakan Ciong Thay Swee (kurang harmonis), dan harus lebih banyak bersembahyang kepada Thay Swee Ya agar terhindar dari hal yang merugikan.

Kong Tek Cun Ong, yang hidup di jaman Dinasti Song, adalah Dewa Pelindung dari malapetaka yang ditimbulkan oleh air, api, perampokan dan lain-lain. Ada juga altar

Cu Sin Nio Nio, Hwa Kong, dan Hwa Pho, Dewa Perjodohan/Rumah Tangga, yang berada di sayap kanan KelentengKim Tek Ji, bagi yang ingin meminta perjodohan dan meminta keturunan.

Ketika usia Kelenteng Kim Tek Ji ini mencapai hampir seabad, tepatnya pada 9 –

12 Oktober 1740, terjadi peristiwa pembantaian sekitar 10.000 orang etnis Tionghoa di

Jakarta oleh penjajah Belanda, yang kemudian dikenal sebagai Tragedi Pembantaian

Angke. Kelenteng Kim Tek Ji ikut pula dirusak dan dibakar dalam peristiwa ini.146

Kelenteng Kim Tek Ji dipugar pada tahun 1755 oleh Kapitein Oei Tjhie dan diberi nama Kim Tek Ji, yang merupakan penyebutan nama kelenteng dalam dialek Hok

Kian. Kelenteng yang dibangun di atas tanah seluas 3.000 m2 ini termasuk biara besar

(Tay Bio). Sayangnya pada 2 Maret 2015 dinihari, terjadi kebakaran yang menghanguskan sekitar 40 rupang.

145Sejarah Kelenteng, Vihara, Lithang tempat ibadah Tridharma se-Jawa,Surabaya, Sidoyoso, 1980 146Sejarah Kelenteng, Vihara, Lithang tempat ibadah Tridharma se-Jawa, Surabaya, Sidoyoso, 1980

134

Photo Kelenteng Kim Tek Ji Jakarta selengkapnya: 4.Dewa Langit 5.Bunga 6.Bao- gu shi 7.Mengawasi 8.Hio 9.Kertas Sembahyang 10.Kebajikan 11.Gerbang Kebajikan

12.Kepala Gajah 13.Harimau 14.Tambur 15.Lilin 16.Kwan Im 17.Hiolo 18.Keberanian

19.Er Lang Shen 20.Cay Sin Ya147

Gambar.14

Kelenteng Kim Tek Ji/Vihara Dharma Bhakti

Jl. Kemenangan III No. 13 , Glodok, Petak Sembilan .Jakarta Barat

2. Kelenteng Hok Tek Ceng Sin

Vihara Amurva Bhumi, atau Hok Tek Ceng Sin, adalah Vihara dan Kelenteng

yang terletak di Jl. Prof. Dr. Satrio N0.2Casablanca, Setiabudi Jakarta Selatan. Secara

umum luas Kelenteng ini agak kecil dan koleksi arca-arcanya juga terbatas. Pada

bangunan sebelah kiri bangunan utama Kelenteng terdapat ruangan dimana

147 Sejarah Kelenteng,Vihara, Lithang, dan Tempat Ibadah Tridharma, Surabaya, Sidoyoso, 1980.

135

diletakkan arca-arca Buddha dan Bodhi di belakangnya. Kelenteng ini memang

bercirikan kelenteng Tridharma, yang menyediakan altar sembahyang bagi penganut

Tridharma: Khonghucu, Tao, dan Buddhis.

Altar Hok Tek Ceng Sin (Fu De Djen Sin) atau Dewa bumi, yang merupakan

tuan rumah dari kelenteng ini. Hok Tek Ceng Sin adalah dewa yang paling terkenal

bagi petani dan pedagang. Petani menyayanginya sebagai pelindung Bumi, para

pedagang memujanya sebagai sumber rezeki, dan masyarakat umum menganggapnya

sebagai dewa kemakmuran. Hok Tek Ceng Sin mengajarkan bahwa rejeki dan bahagia

adalah perbuatan kita sendiri, bilamana berbuat kejahatan tentu mendapat kecelakaan

seperti sebuah bayangan yang selalu mengikuti pemiliknya. Fu (rejeki) berasal dari

Tuhan, Tek (moral) yang timbul dari sanubari manusia.148

Gambar

148www.thearoengbinangproject.com/vihara...

136

3. Kelenteng Hian Tian Siang Tee

Kelentengini berdiri selama 200 tahun silam dan dipergunakan sebagai tempat berlindung dari kejaran tentara penjajah. Hian Tian Shang Tee, salah satu kelenteng tua di

Jakarta. Kelenteng ini kadang sulit ditemukan masyarakat, karena lokasinya sangat terhimpit pasar Palmerah. Meski demikian kelenteng ini tetap ramai dikunjungi. Menurut sejarah, lokasi kelenteng berdekatan dengan pasar karena pada jaman dahulu orang

Tionghoa yang masuk ke wilayah Nusantara pada umumnya berprofesi sebagai pedagang.

149Selain itu, Kelenteng Hian Tian Siang Tee ternyata sempat menjadi tempat perlindungan masyarakat sekitar dari kejaran tentara penjajah pada masa itu. Masyarakat merasa aman berlindung karena konon katanya, para penjajah takut masuk ke dalam kelenteng.

149http://m.money.id/fresh/mengenal-sejarah-dan-budaya

137

4. Gambar.Kelenteng Lu Pan Bio

Ada sebuah ungkapan Tionghoa "Memainkan kampak didepan Lu Ban", Ban Men

Nong Fu. Ban merujuk pada Lu Ban, seorang ahli kayu yang sangat terkenal di masa dinasti Zhou. Berasal dari negara Lu sehingga sering disebut Lu Ban. Men berarti pintu atau pintu rumah, Nong berarti memainkan dan Fu artinya kapak. Arti harafiahnya adalah memainkan kapak didepan Lu Ban, yaitu menunjukkan keahlian didepan orang yang benar-benar ahli.

Gambar dibawah menunjukkan ritual besar pada acara ulang tahun Kongco LuPan.

Untuk menyampaikan rasa syukur dan terima kasih atas segala berkah yang telah diberikan oleh Kongco Lu Pan.

Gambar.Acara ritual dihadapan Khongco Lu Pan

Lu Pan atau Lu Ban Bio ini adalah kelenteng yang didedikasikan untuk Lu Pan, pelindung tukang kayu. Didirikan pada tahun 1794. Lu Ban diberi gelar "Marquis of

Beicheng" yang juga ditemukan dalam panel kayu. Hal ini menunjukkan bahwa Lu Ban

Ching juga diketahui oleh orang Tionghoa di Indonesia pada masa itu.150

150http://web.budaya-tionghoa.net/indek.php/item/2301-dokumentasi-foto--lu-pan-bio-- jakarta

138

Kelenteng Lu Pan Bio

139

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, yang penulis lakukan di empat kelenteng yang ada di

Jakarta seperti yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan bahwa; ramalan merupakan tradisi budaya orang Tionghoa yang sudah dilakukan sejak 5000 tahun yang lalu. Ramalan Pwa Pwee merupakan salah satu bentuk ramalan yang ada di dalam tradisi Tionghoa, yang sampai saat ini masih dinyakini.

Bagi masyarakat Tionghoa tradisional, ramalan masih tetap dipercaya, karena tujuan dari budaya ini adalah mengungkapkan harapan akan kebahagiaan, dan dapat menenangkan pikiran untuk berbuat kebaikan, serta dapat menstabilkan kehidupan lingkungan sosial mereka.

Ramalan dalam tradisi dan kepercayaan orang Tionghoa digunakan untuk memperoleh petunjuk agar mereka lebih percaya diri di dalam membuat keputusan.

Ramalan dengan mengunakan media Pwa Pwee, hanya dilakukan dihadapan shenming/dewa yang dinyakini oleh masyarakat Tionghoa memberikan manfaat yaitu dapat membantu mereka didalam memecahkan berbagai permasalahan yang mereka hadapi. Disamping itu ramalan dalam kenyakinan masyarakat Tionghoa adalah untuk menambah rasa percaya diri agar tidak salah dalam membuat keputusan, terutama untuk melakukan aktivitas/usaha agar dapat berjalan dengan baik.

Sebagian besar orang Tionghoa yang datang berkunjung ke Kelenteng, selain melakukan sembahyang kepada Tian, Tuhan Yang Maha Esa, mereka juga bersembahyang di hadapan altar shenming/dewa untuk memohon petunjuk maupun

140

keberkahan. Disamping untuk menggunakan Pwa Pwee sebagai media ramalan.

Kelenteng juga dipergunakan dalam acara besar kegamaan, seperti; perayaan Tahun Baru,

Cap Goh Meh, perkawinan, dan hal-hal yang berkaitan dengan ritual lainnya.

B. Saran

Setelah penulis melakukan penelitian, dan mempelajari dari berbagai literatur yang berkaitan dalam penulisan tesis ini, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

Meskipun produktivitas dan kemajuan teknologi semakin berkembang, orang

Tionghoa tidak mengurangi kebergantungan pada ramalan. Karena melihat perjalanan sejarah budaya ini sangat panjang, dan alasan lainnya, hendaknya tradisi ini tidak ditinggalkan begitu saja dan tetap dipertahankan.

Ramalan adalah budaya yang bersifat universal, ramalan ada dalam agama dan kebudayaan masa lalu maupun pada masa sekarang. Meskipun berisikan praktik-praktik pemujaan pada shenming/dewa, ramalan mencerminkan budaya Tionghoa pada masa itu.

Karena itu ramalan memiliki pengaruh yang penting terhadap pengetahuan budaya

Tionghoa bagi generasi muda, maka keberadaan ramalan khususnya melalui media Pwa

Pwee di Kelenteng tetap dilestarikan.

141