REPRESENTASI KONVERSI AGAMA (ANALISIS SEMIOTIKA SOSIAL DALAM BUKU MARKAS CAHAYA KARYA SALMAN AL-JUGJAWY)
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Sos)
Oleh: MOCH IKHWAN JULIANSYAH NIM: 1111051000083
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018M REPRESENTASI KONVERSI AGAMA (ANALISIS SEMIOTIKA SOSIAL DALAM BUKU MARKAS CAHAYA KARYA SALMAN AL-JUGJAWY)
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Sos)
Oleh: MOCH IKHWAN JULIANSYAH NIM: 1111051000083
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/2018M
ABSTRAK
Moch Ikhwan Juliansyah (NIM. 1111051000083) Representasi Konversi Agama (Analisis Semiotika Sosial dalam Buku Markas Cahaya Karya Salman Al-Jugjawy) Konversi agama adalah istilah yang pada umumnya diberikan untuk proses yang menjurus pada penerimaan suatu sikap keberagamaan, baik prosesnya terjadi secara bertahap maupun secara tiba-tiba. Konversi agama berarti tobat, berubah agama, berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau masuk ke dalam agama. Buku Markas Cahaya dipilih oleh peneliti dikarenakan buku ini mengungkap kisah perjalanan Salman Al- Jugjawy dalam proses dirinya berhijrah dari seseorang yang dulu jauh dari agama hingga dekat kembali dengan agama. Rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu bagaimanakah Konversi Agama di representasikan dalam buku “Markas Cahaya”? bagaimanakah semiotika sosial diwacanakan, apa saja medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacananya? Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan pendekatan kualitatif, dengan analisis semiotika sosial M.A.K Halliday. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi teks, dan dokumentasi dengan sumber utama yakni teks dalam buku Markas Cahaya. Analisis dilakukan dengan cara mengambil sampel pada setiap topik dalam buku, lalu ditelaah dari segi medan wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana-nya, serta representasi Konversi Agama yang terungkap didalamnya. Setelah dilakukan penelitian, diketahuilah bahwa Konversi Agama direpresentasikan melalui pengalaman pribadi pada medan wacana buku dengan topik kisah hidupnya, pentingnya ikhlas, kisah hikmah para shalihin, ujian dari Allah serta hakikat iman. Pelibat wacana dalam buku ini ialah Salman Al-Jugjawy dan tokoh Islam seperti Dr.Muhammad Abdul Hadi dan Ummu Mihjan. Sarana wacana menggunakan berbagai gaya bahasa, dengan dominasi majas perbandingan. Penulis merepresentasikan konversi agama melalui dengan cara implisit melalui pilihan kata yang persuasif namun lugas, yang dikemukakan bersandingan dengan data fakta konversi agama. Kata Kunci: konversi, agama, representasi, semiotika sosial
i KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahiim
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur Saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat iman, nikmat Islam, dan nikmat kesehatan sehingga Saya dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan target waktu yang Saya harapkan. Shalawat serta salam semoga tetap mengalir deras kepada nabi besar junjungan kita, Nabi
Muhammad SAW, juga bagi keluarga, sahabat, serta para umatnya hingga akhir zaman nanti. Amin.
Syukur Alhamdulillah akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, yang berjudul ”Representasi Konversi Agama (Analisis
Semiotika Sosial dalam buku Markas Cahaya karya Salman Al-
Jugjawy)”, yang disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Strata 1 (S1) di lingkungan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama masa penelitian, penyusunan, penulisan sampai masa penyelesaian skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik dari keluarga, sahabat, teman, dan
ii berbagai pihak lainnya yang telah banyak berjasa bagi penulis. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr. Arief Subhan MA, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, Dr. Suparto, M.Ed, Ph.D, sebagai Wakil
Dekan I, Dr. Roudhonah, MA, sebagai Wakil Dekan II, dan
Dr. Suhaimi, M.Si, sebagai Wakil Dekan III.
2. Drs. Masran, M.Ag, sebagai Ketua Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam, beserta Fita Fathurokhmah, M.Si, sebagai
Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.
3. Kalsum Minangsih M.A, sebagai dosen pembimbing akademik
KPI C 2011 yang telah memberikan bimbingan dan arahan
praskripsi.
4. Dra. Nasichah, MA, sebagai dosen pembimbing skripsi yang
telah berkenan meluangkan waktu untuk memberikan arahan
dan bimbingan kepada penulis dalam proses penulisan skripsi.
Terima kasih atas segala ilmu, perhatian, dan masukan bagi
penulis dalam menulis skripsi.
5. Seluruh Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang selama
ini telah memberikan ilmu pengetahuan. Semoga ilmu yang
diberikan bermanfaat.
iii
6. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Utama dan
Perpustakaan Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah melayani
penulis dalam mempergunakan buku-buku dan literatur yang
penulis butuhkan selama penyusunan skripsi ini.
7. Kedua orang tua saya Akhsanudin dan Siti Barokah yang
selalu mendoakan, memberikan kasih sayang, memberi
semangat, mendukung, menyokong, dan percaya pada penulis
bahwa penulis dapat menyelesaikan masa-masa kuliah S1
dengan baik dan menyelesaikan skripsi ini.
8. Kedua Adik saya, saudara Mochammad Rizki Maulidianysah
dan Mochammad Reifan Syawaliansyahyang turut andil dalam
memberi semangat dan menyokong saya semasa kuliah.
9. Seluruh teman-teman seperjuangan penulis dari semester awal
sampai akhir yang sekaligus menjadi saingan dan pemicu
semangat penulis dalam memperoleh nilai yang lebih baik.
10. Keluarga besar KPI 2011 dan sahabat perjuangan KPI C
angkatan 2011, Bustomi, Firdaus, Sonson, Ferdi, Abdul Fatah,
Said, Andika, Ozi, Dedi, Zulfikar, Aditya, Haikal, Burhani,
Ocid, Rezi, semoga silaturahmi kita akan tetap terjaga
iv
nantinya, dan suatu saat bisa bertemu dan berkumpul kembali
untuk mengenang kebersamaan kita. Amin.
11. Teman-teman satu kosan Abi, Abdul, Rudi, Jumadi, Dede,
Hilman, Taufan, Azis, Akbar, Yudho, Hendi, Fadli, Maftul,
terimakasih atas banyaknya kenangan, motivasi, maupun
inspirasi yang telah diberikan kepada penulis selama masa
kuliah hingga masa penulisan skripsi.
12. Keluarga KKN 069 ABATA yang banyak memberikan
pengalaman berharga kepada penulis
13. Salman A-Jugjawy selaku penulis buku “Markas Cahaya”
terima kasih buku ustadz telah mengantarkan saya menjadi
Sarjana
Mohon maaf untuk seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, namun tidak mengurangi rasa terima kasih penulis atas bantuannya selama ini.
Akhirnya penulis ucapkan syukur dan terima kasih sekali lagi, dan mohon maaf jika terjadi banyak kesalahan dan kekhilafan yang penulis pernah lakukan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak tanpa terkecuali.
v
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 12 Juli 2018
Moch Ikhwan Juliansyah
vi
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia pasti pernah mengalami sebuah perubahan
pada dirinya baik itu langsung atau tidak langsung, yang itu
meupakan tujuan untuk merubah hidupnya lebih baik kedepannya
hal inilah yang harus dilakukan oleh setiap manusia. Seperti yang
terjadi pada Teuku Wisnu, tentu kita sama tahu tentang Teuku
Wisnu ini, artis yang terkenal lewat sinetron “Cinta Fitri” yang
tayang disebuah stasiun televisi swasta, sebuah sinetron dengan
episode terpanjang di Indonesia. Sinetron tersebut diperankan
dengan lawan mainnya yaitu Shireen Sungkar yang kini telah
menjadi istrinya.
Jarang sekali terjadi seorang artis yang memilih untuk
merubah penampilanya agar lebih terlihat Islami, merubah
sikapnya agar lebih menjauhi kontroversi demi mendongkrak
popularitasnya yang sering dilakukan para artis yang mulai
kehilangan pekerjaan di TV.
Fenomena perubahan Teuku Wisnu mendapat respon positif
2 dari masyarakat, banyak yang memujinya terutama dari para fans.
Hal ini memberi isarat bahwa hidayah itu bisa menyentuh siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Sebagaimana firman Allah:
“Barangsiapa yang Allah kehendaki untuk mendapat petunjuk, Dia melapangkan dadanya untuk Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang- orang yang tidak beriman.” (QS. Al An’am 6: 125)
Hal senada telah lebih dulu dijalani seorang artis yang lebih dulu memilih jalan Islam, sebut saja Sakti yang dulu adalah seorang gitaris Sheila On 7, karena pilihanya untuk mendalami
Islam dan berhenti dari dunia musik, dia tidak lagi menjadi perbincangan dan kehilangan namanya di dunia hiburan tanah air.
Mereka yang tertolong atau segera menemukan pencerahan dari kekelaman jiwa ini akan bangkit dan memeluk suatu
3
keyakinan yang baru. Suatu keyakinan yang akan membuat
hidupnya terasa lebih berarti, hidup yang bertujuan, yaitu kembali
kepada Tuhannya. Terjadilah pembalikan arah, atau konversi
Agama.
Konversi agama adalah istilah yang pada umumnya
diberikan untuk proses yang menjurus pada penerimaan suatu
sikap keberagamaan, baik prosesnya terjadi secara bertahap
maupun secara tiba-tiba.1 Sangat boleh jadi ia mencakup
perubahan keyakinan terhadap beberapa persoalan agama tetapi hal
ini akan dibarengi dengan berbagai perubahan dalam motivasi
terhadap perilaku dan reaksi terhadap lingkungan sosial.
Menurut etimologi konversi berasal dari kata latin
“conversio” yang berarti tobat pindah, berubah (agama).
Selanjutnya kata tersebut dipakai dalam kata inggris “conversion”
yang mengandung pengertian: berubah dari suatu keadaan, atau
dari suatu agama ke agama lain (change from one state, or from
one religion, to another). Berdasarkan arti kata-kata tersebut dapat
1 Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama, (Bandung: Pustaka Setia,2008),h. 155.
4
disimpulkan bahwa konversi agama mengandung pengertian:
bertobat, berubah agama, berbalik pendirian (berlawanan arah)
terhadap ajaran agama atau masuk ke dalam agama2.
Konversi agama sebagai suatu macam pertumbuhan atau
perkembangan spiritual yang mengandung perubahan arah yang
cukup berarti, dalam sikap terhadap ajaran dan tindak agama.
Lebih jelas dan lebih tegas lagi, konversi agama menunjukkan
bahwa suatu perubahan emosi yang tiba-tiba ke arah mendapat
hidayah hidayah Allah secara mendadak, telah terjadi, yang
mungkin saja sangat mendalam atau dangkal. Dan mungkin pula
terjadi perubahan tersebut secara berangsur-angsur3.
Agama merupakan suatu hal yang sangat penting bagi
manusia pada titik tertentu, ia menjadi sebuah kebutuhan yang
mustahil dilepaskan dari segala partikel diri manusia, material
maupun non material. Dalam sebagian besar pada perjalanan
manusia, agama telah banyak memberikan kesejukan dan
kehangatan bagi jiwa manusia yang lapar dan haus akan
kesejahteraan, kemakmuran, dan ketenangan batin, maka dengan
2 Raharjo, Pengantar Ilmu Jiwa, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2012), h. 139. 3 Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: bulan bintang,1996), h. 137.
5
itu manusia kerap kali melakukan perbaikan- perbaikan dalam hal
keagamaannya. Contoh paling kongkrit adalah perbaikan kuantitas
dan kualitas ibadah, perbaikan sikap dalam bergaul dengan orang
lain dan sebagainya. Perbaikan-perbaikan yang demikian
senyatanya merupakan hal yang sangat manusiawi, sebab hati
manusia pada dasarnya selalu mengarah pada kebaikan.
Menurut gambaran Elizabeth K. Nottingham, agama adalah
gejala yang begitu sering ‟terdapat di mana-mana‟ dan agama
berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya
makna dari keberadaan diri sendiri dan keberadaan alam semesta.4
Oleh karena itu manusia terus berusaha mendekatkan dirinya
kepada Tuhan untuk mencari hakikat yang sebenarnya dalam
hidupnya, yang dapat membangkitkan kebahagian batin yang
paling sempurna dan perasaan takut. Meskipun perhatian tertuju
kepada adanya suatu dunia yang tak dapat dilihat (akhirat),
namun agama melibatkan dirinya dalam masalah-masalah
kehidupan sehari-hari di dunia, baik kehidupan individu maupun
kehidupan sosial.
4 Bambang Syamsul Arifin, Psikologi Agama (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h.142.
6
Agama dalam bentuk apapun, tetap merupakan kebutuhan
ideal manusia. Karena itu, peranan agama sangat menentukan
dalam setiap kehidupan. Tanpa agama manusia tidak akan hidup
dengan sempurna. Hal itu berkaitan secara mendasar dalam hakikat
kehidupan bahwa ada sesuatu yang sangat alami pada diri manusia
yang sering disebut naluri atau fitrah beragama. Karena agama
adalah fitrah yang sejalan dengan jati diri, maka ia pasti dianut
oleh manusia.
Perkembangan selanjutnya dalam sikap keagamaan pada
masing-masing individu berbeda antara yang satu dengan yang
lainnya, tergantung pada situasi dan kondisi yang dipengaruhi oleh
beberapa aspek dan akibat dengan keadaan lingkungan sekitarnya
atau karena perkembangan pemikiran dan perasaan. Pada dasarnya
manusia terlahir dalam sebuah kebersamaan dalam masyarakat
atau kelompok sosial tertentu, karena hidup dalam masyarakat
tentu adanya hubungan timbal balik yang bersifat dinamis antara
gerak atau dorongan spontan alamiah dalam dirinya, kelakuan dan
situasi atau lingkungan hidupnya.5
5 Robert H. Thoules, Pengantar Psikologi Agama, terj. Machnun Husein (Jakarta: CV. Rajawali, 1992), hlm. 189.
7
Hakikat pada diri manusia mempunyai naluri akan mencari dan menemukan hal yang lebih baik dalam hidupnya, sehingga akan terjadi peralihan yang melalui proses-proses pada perilaku
keagamaannya, peralihan tersebut dikenal dengan konversi agama.
Dalam buku Markas Cahaya merupakan sebuah buku yang diangkat dari kisah nyata Salman Al-Jugjawy alias Sakti Ari Seno mantan gitaris Band Sheila On 7. Mantan gitaris Sheila on 7 ini seperti mendapat teguran dari Sang Pemilik Hidup ketika ibu tercintanya tiba-tiba terbaring sakit. Sakti mulai merenungi sesuatu: apakah cita-cita yang dikejarnya saat ini sebanding dengan kewajibannya berbakti kepada orangtuanya, terlebih lagi kepada Allah
Berbekal kesadaran itulah, Sakti kemudian memutuskan membawa karier bermusiknya ke jalan dakwah. Melantunkan nada-nada indah tentang Islam sehingga bisa menginspirasi semua lapisan masyarakat. Niat hijrahnya dimulai dengan menyematkan nama baru: Salman Aljugjawy. Yang menarik dari buku ini yaitu ceritanya yang merupakan kisah nyata, Salman menuliskan perjalanannya mengenal kembali Islam yang rahmatan lil „alamin.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka
8
penelitian ini diberi judul “Representasi Konversi Agama
Analisis Semiotika Sosial Dalam Buku Markas Cahaya Karya
Salman Al-Jugjawy”
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Peneliti melakukan penelitian terhadap buku “Markas Cahaya”
karya Salman Al-Jugjawy, dibatasi dari Konversi Agama.
2. Rumusan Masalah
Rumusan penelitian ini yakni sebagai berikut :
1. Bagaimana Salman Al-Jugjawy merepresentasikan
Konversi Agama dalam buku “Markas Cahaya”?
2. Bagaimanakah Semiotika Sosial diwacanakan dalam buku
“Markas Cahaya”? apa saja Medan wacana, Pelibat
wacana, dan Sarana Wacananya?.
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan Rumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini
adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimanakah representasi Konversi
Agama dalam buku “Markas Cahaya”.
2. Untuk mengetahui bagaimana Semiotika Sosial
9
diwacanakan,untuk mengetahui Medan Wacana, Pelibat
Wacana dan Sarana Wacana yang ada didalam buku “Markas
Cahaya”
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis, yaitu:
1. Manfaat Teoritis
Dalam perkembangan ilmu komunikasi, diharapkan
penelitian ini dapat membantu sebagai tambahan referensi dan
peningkatan pengetahuan akademis, khususnya dalam meneliti
konversi agama yang dilakukan melalui buku.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan
masukan khususnya bagi aktivis dakwah supaya menjadikan
media cetak sebagai media dalam menyampaikan pesan-pesan
dakwah secara optimal melalui pesan yang menarik agar
mencapai tujuan pesan yang disampaikan.
E. Metodologi Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini merupakan
10
paradigma penelitian konstruktivisme. Paradigma ini
merupakan paradigma yang longgar, serta tidak terlalu
mementingkan tahap penelitian.6 Paradigma konstruktivis
melahirkan metode penelitian kualitiatif,7 sehingga penelitian
terhadap dakwah melalui sejarah Islam ini memiliki sifat
realitas yang relatif dan merupakan sebuah konstruksi mental
yang bermacam-macam dan tak dapat diindra. Pada penelitian
ini, realitas yang dikonstruk dalam buku “Markas Cahaya”
telah dibentuk oleh pengalaman Salman Jugjawy sebagai
penulis buku.
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan merupakan kualitatif.
Maka peneliti melakukan pendekatan dalam mengartikan data-
data deskriptif berupa kata-kata yang tertulis di buku Markas
Cahaya yang dituangkan oleh Salman Al-Jugjawy, yang dapat
diamati oleh peneliti. Dalam mengungkap dan memahami
sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun belum diketahui,
6 Deddy Mulyana dan Solatun, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008) h.341 7 Deddy Mulyana dan Solatun, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008) h.341.
11
kita dapat menggunakan metode kualitatif. Demikian pula
metode kualitatif dapat memberi rincian yang kompleks
tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode
kuantitatif.8
3. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis semiotika. Analisis semiotika digunakan untuk
dapat mengetahui makna yang terkandung dalam bentuk
verbal dan non verbal. Semiotika diterapkan pada tanda-
tanda simbol, lambang.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah analisis semiotika sosial terhadap buku “Markas
Cahaya”. Analisis semiotika sosial yang digunakan adalah
model M.A.K Halliday.
Menurut Halliday, bahasa merupakan semiotika sosial.
Hal ini berarti bahwa bentuk-bentuk bahasa mengodekan
(encode) representasi dunia yang dikonstruksikan secara
sosial. Halliday memberi tekanan pada keberadaan konteks
8 Anselm Strauss & Juliet Corbin, Dasar-dasar Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.5
12
sosial bahasa, yakni fungsi sosial yang menentukan bentuk
bahasa dan bagaimana perkembangannya.9
Analisis semiotika sosial tidak hanya bergerak
pada pengkajian hubungan antara penanda dan petanda serta
relasi antartanda, tetapi juga menyangkut interaksi berbagai
tanda di dalam medan tanda dengan sejumlah pelibatnya,
dalam sarana wacana. Hal tersebutlah yang diungkapkan
Halliday dalam buku-bukunya mengenai kajian bahasa,
khususnya mengenai semiotika sosial.
4. Teknik Pengumpulan Data
A. Observasi Teks
Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan
metode observasi teks atau document research. Observasi
teks terbagi menjadi dua bagian, yakni data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan sasaran utama dalam
analisis, sementara data sekunder guna memertajam,
melengkapi, atau sebagai pembanding atas analisis data
primer:
9 Anang Santoso, Bahasa dan Seni: Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis. Tahun 36,nomor 1 (Malang: Fakultas Sastra, 2008), h.2.
13
a) Data primer yaitu teks dalam buku “Markas Cahaya” karya
Salman Al-Jugjawy
b) Data sekunder yaitu berupa buku-buku, internet, ataupun
tulisan-tulisan lain yang berhubungan dengan masalah yang
diteliti.
B. Dokumentasi
Dokumentasi adalah metode pengumpulan data
dengan cara mencari fakta dan data mengenai hal-hal atau
variable yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar,
majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan sebagainya10,
bahkan juga data yang tersimpan di web site.11
5. Teknik Analisis Data
a. Proses Penafsiran data
Teks-teks dalam buku “Markas Cahaya” akan
ditafsirkan sedemikian rupa berdasarkan kerangka
analisis semiotika sosial M.A.K Halliday. Teks bacaan
dalam buku ditafsirkan berdasarkan menurut konsep
10 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Bina Usaha, 1989), h.62
11 Juliansyah Noor, Metode Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi, dan Karya Ilmiah (Jakarta: Kencana, 2011),h.141.
14
bahasan per bab atau topik.
Analisis semiotika sosial mengantarkan kita pada
suatu pendekatan umum terhadap kajian bahasa yang
memberi tekanan pada konteks sosial, yaitu pada
fungsi sosial yang menentukan bentuk bahasa dan
bagaimana perkembangannya.12
Dalam pandangan semiotika sosial M.A.K
Halliday, pengkajian dilakukan terhadap teks melalui
bahasa serta konteks situasi yang terdiri atas medan
wacana, pelibat wacana, dan sarana wacana. Dan
hubungan antar ketiganya dalam membentuk wacana
konstruktif dalam sebuah media massa.”
b. Penyimpulan Hasil Penelitian
Hasil pengamatan atas wacana dalam buku
“Markas Cahaya” akan disimpulkan setelah
melakukan analisis. Kesimpulan ini disimpulkan oleh
peneliti dan berisi jawaban atas permasalahan yang
12 M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks danTeks: Aspek-Aspek Bahasa dalam Pandangan Semiotik Sosial (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1994), h.3.
15
ada pada perumusan masalah.
6. Subjek dan Objek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah buku yang berjudul “Markas
Cahaya”. Kemudian, objek penelitiannya ialah representasi
konversi agama dalam hijrahnya Salman Al-Jugjawy.
F. Tinjauan Pustaka
Peneliti telah melakukan tinjauan pustaka pada penelitian-
penelitian sebelumnya untuk menghindari tindakan plagiat.
Penelitian tersebut memiliki beberapa persamaan dengan
penelitian yang peneliti buat, letak perbedaannya ada pada
objek dan judul. Berikut ini adalah penelitian yang peneliti
jadikan tinjauan pustaka, diantaranya:
Representasi Budaya Betawi dan Religiusitas Islam
dalam Bens Radio (Analisis Semiotika Sosial M.A.K Halliday
Program Acara Nasi Ulam [Nasihat Ulama] dan Batavian)
oleh Syifa Fauziah, mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi, Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam,
Konsentrasi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2012. Persamaannya yakni terletak pada pendekatan dan
metode penelitian yang digunakan, yakni pendekatan
16
kualitatif dan metode analisis semiotika sosial M.A.K
Halliday. Perbedaannya terletak pada objek dan judul
penelitian. Penelitian ini menggambarkan bagaimana
representasi budaya dan religiusitas Islam dalam Bens Radio
dalam program acara Nasi Ulam dan Batavian, ditinjau dari
metode analisis semiotika sosial.
Analisis Semiotika Sosial Pemberitaan Pernikahan
Beda Agama Pada Asmirandah Dengan Jonnas Rivano Di
Situs Tempo.co oleh Ika Suci Agustin, mahasiswa Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Jurusan Komunikasi dan
Penyiaran Islam, Konsentrasi Jurnalistik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2010. Persamaannya yakni terletak pada
pendekatan dan metode penelitian yang digunakan, yakni
pendekatan kualitatif dan metode analisis semiotika sosial
M.A.K Halliday. Perbedaannya terletak pada objek dan judul
penelitian. Penelitian ini menggambarkan bagaimana
pernikahan beda agama dalam pandangan islamyang terjadi
pada Asmirandah Dengan Jonnas Rivano Di Situs Tempo.co,
ditinjau dari metode analisis semiotika sosial.
17
Analisis Semiotika Sosial Program Acara Berita
Islami Masa Kini Episode “Kesalahpahaman dalam
Mengamalkan Surat Al-Fatihah” di Trans TV oleh Wulantari,
mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2011. Persamaannya yakni terletak pada
pendekatan dan metode penelitian yang digunakan, yakni
pendekatan kualitatif dan metode analisis semiotika sosial
M.A.K Halliday. Perbedaannya terletak pada objek dan judul
penelitian. Penelitian ini menggambarkan bagaimana dalam
sebuah acara Berita Islami Masa Kini Episode
“Kesalahpahaman dalam Mengamalkan Surat Al-Fatihah”
boleh atau tidaknya mengirimkan surat Al-Fatihah untuk
orang yang sudah meninggal. Hal ini kemudian menjadi
persoalan sosial, dimana hal tersebut menjadi perdebatan di
masyarakat tentang hukum yang memperbolehkan atau tidak
mengirimkan surat Al-Fatihah untuk orang yang sudah
meninggal.
G. Sistematika Penulisan
18
Penelitian yang dibahas dalam skripsi ini terdiri atas 5 (lima)
bab, yakni:
BAB I: Pendahuluan, yang meliputi Latar Belakang
Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan
Penelitian, Manfaat Penelitian, Metodologi
Penelitian, Tinjauan Pustaka, dan Sistematika
Penulisan
BAB II: Landasan Teoritis dan Kerangka Konsep, meliputi
Analisis Semiotika, Analisis Semiotika M.A.K
Halliday, Konversi Agama.
BAB III: Gambaran Umum Buku, meliputi Deskripsi
Tampilan Fisik Buku Markas Cahaya, Sinopsis
Buku, Biografi Salman Al-Jugjawy
BAB IV: Analisis Buku Markas cahaya, meliputi Analisis
Semiotik Sosial dalam Buku Markas Cahaya,
Analisis Representasi Konversi Agama melalui
Buku Markas Cahaya.
BAB V: Penutup, meliputi Kesimpulan dan Saran
19
BAB II
LANDASAN TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP
A. Analisis Semiotik
1. Pengertian Analisis
Analisis secara bahasa sepadan dengan kata analisys, yaitu
membuat atau menganalisa perancang alur, sehingga menjadi
mudah dan jelas untuk dibuat maupun dibaca, dapat berarti juga
menganalisa, pemisahan, pemeriksaan yang diteliti1. Secara istilah,
analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan
penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antara bagian untuk
memperoleh pemahaman dan pengertian arti keseluruhan.
Dalam penelitian selalu dikenal dengan istilah analisis. Menurut
Mattew B.Milles dan A. Michael Hubberman, mereka menganggap
bahwa analisis terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi secara
kebersamaan yaitu: reduksi data, yaitu proses penyajian data, dan
penarikan kesimpulan atau verifikasi. Pertama, reduksi data yaitu
proses pemilahan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
1 Jhon, M.Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris-Indonesia, (Jakarta: Gramedia,1990) h.28
20
pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari
temuan-temuan dilapangan. Kedua, penyajian data yaitu merupakan
menyajikan data dari sekumpulan temuan-temuan yang sekiranya
dapat memberikan kemungkinan menarik suatu kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Dan yang ketiga, penarikan kesimpulan yaitu
dari data-data yang telah terkumpul mulai dicari arti benda-benda,
mencatat keteraturan, pola- pola, penjelasan, alur sebab akibat dan
proporsinya, sehingga semua itu dapat ditarik kesimpulan2.
Sementara itu menurut Moeloeng, definisi analisis data ialah
sebagai kegiatan pengorganisasian sertamengurutkan data-data
kedalam pola, kategorisasi, dan satuan uraian dasar sehingga dapat
ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
disarankan oleh data3.
2. Semiotika
Secara etimologis, kata semiotika berasal dari bahasa Yunani,
semeion yang berarti tanda atau seme yang berarti penafsir tanda.
Semiotika berakar dari studi klasik dan skolastik atas seni logika,
retorika dan poetika. Pada masa itu, tanda masih bermakna sesuatu
3 Mattew B.Milles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif. Penerjemah Tjetjep Rohendi Rohidi (Jakarta: UI Press, 1992), h.16-19. 4Rahmat Kriyantono, Tehknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenata Media Group, 2007), Cet. Ke-2, h.163.
21
hal yang menunjuk pada adanya hal lain, seperti asap yang
menandai adanya api.4 Sedangkan secara terminologis, semiotika
merupakan ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek,
peristiwa-peristiwa dan seluruh kebudayaan sebagai tanda.5
Jika diterapkan pada tanda-tanda bahasa, maka huruf, kata,
kalimat, tidak memiliki arti pada dirinya sendiri. Tanda-tanda itu
hanya mengemban arti (significant) dalam kaitannya dengan
pembacanya. Pembaca itulah yang menghubungkan tanda dengan
apa yang ditandakan (signifie) sesuai dengan ketentuan dalam
sistem bahasa yang bersangkutan.6
Semiotika merupakan ilmu atau metode analisis yang digunakan
untuk mengkaji suatu tanda. Menurut Littlejohn, tanda- tanda
(signs) adalah basis dari seluruh komunikasi. Ketika berkomunikasi
satu sama lain, manusia menggunakan tanda-tanda sebagai
perantara.7 Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu informasi
sehingga bersifat komunikatif. Dalam kehidupan manusia tanda
dapat berupa gambar, kata atau gerak tubuh, seperti menggelengkan
5 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Rosda,2006), h. 17. 6 Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi: Aplikasi Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2014), h. 8. 7 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 17. 8 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 15.
22
kepala tanda tidak setuju atau rambu- rambu lalu lintas.
Terdapat dua jenis kajian semiotika, semiotika komunikasi dan
semiotika signifikasi. Semiotika komunikasi lebih menekankan pada
teori tentang produksi tanda yang salah satunya mengasumsikan
adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima
kode (sistem tanda), pesan, saluran komunikasi dan acuan (hal yang
dibicarakan). Tanda dalam semiotika komunikasi ditempatkan
dalam rantai komunikasi, sehingga tanda mempunyai peranan yang
penting dalam penyampaian pesan. Sedangkan semiotika signifikasi
memberikan tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam
suatu konteks tertentu.8
B. Analisis Semiotika Sosial M.A.K Halliday
Semiotika Sosial dijelaskan oleh M.A.K Halliday dalam
bukunya “Language Social Semiotic.” Semiotika sosial merupakan
cabang dari studi mengenai tanda yang khusus menelaah sistem
tanda yang dihasilkan oleh manusia yang berwujud lambang, baik
lambang berwujud kata maupun lambang berwujud kata dalam
satuan yang disebut kalimat. Dengan kata lain, semiotika sosial
9 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 15.
23
menelaah sistem tanda yang terdapat dalam bahasa.9
Istilah „semiotik sosial‟ dapat dipandang sebagai suatu
istilah yang memperjelas suatu ideologi umum atau sikap cendikia,
suatu sudut pandang yang konseptual tentang pokok masalahnya.
Halliday mengatakan bahwa semiotika sosial terdiri dari dua
konsep, yaitu konsep „semiotik‟ mulanya berasal dari konsep tanda,
dan kata modern ini ada hubungannya dengan istilah semainon
(penanda) dan semainomenon (petanda) yang digunakan dalam ilmu
bahasa Yunani kuno oleh para pakar filsafat Stoik. Semiotik dapat
dikatakan sebagai kajian umum tentang tanda-tanda. Tanda selalu
cenderung dilihat sebagai sesuatu yang terpisah, sesuatu yang
mandiri, yang berdiri sendiri sepenuhnya sebelum dihubungkan
dengan tanda-tanda lainnya. Oleh karena itu, Halliday mengubah
batasan semiotik ini dan mengemukakan bahwa semiotik bukan
sebagai kajian tentang tanda melainkan sebagai kajian tentang
sistem tanda. Dengan kata lain, sebagai suatu kajian tentang
„makna‟ dalam artian yang paling umum.10
Akar dari pandangan Halliday ialah bahasa sebagai
10 Alex Sobur, Analisis Teks Media,(Bandung:Remaja Rosda Karya,2001) h. 101. 11 M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek bahasa dalam pandangan semiotik sosial. Penerjemah Asruddin Barori Tou (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992), h. 3.
24
semiotika sosial. Formulasi “bahasa sebagai semiotik sosial” berarti
menafsirkan bahasa dalam konteks sosiokultural tempat kebudayaan
itu ditafsirkan dalam termonologis semiotis sebagai sebuah “sistem
informasi.” Dalam level yang amat konkret, bahasa itu tidak berisi
kalimat-kalimat, tetapi bahasa itu berisi “teks” atau “wacana”, yakni
pertukaran makna (exchange of meaning) dalam konteks
interpersonal. Mengkaji bahasa hakikatnya mengkaji teks atau
wacana. Hal ini berarti bahwa bentuk-bentuk bahasa mengodekan
(encode) representasi dunia yang dikonstruksikan secara sosial.11
Dengan demikian, ilmu bahasa merupakan jenis dari semiotik. Ilmu
bahasa adalah satu segi kajian tentang tanda. Bahasa sebagai salah
satu dari sejumlah sistem makna yang secara bersama-sama
membentuk budaya manusia.12
Kedua adalah istilah „sosial‟, yang dimaksudkan adalah
mengemukakan dua hal secara bersamaan. Pertama, „sosial‟ yang
digunakan dalam arti sistem sosial yang berarti kebudayaan. Dalam
pengertian yang pertama „semiotika sosial‟ berarti batasan sistem
sosial, atau kebudayaan, sebagai suatu sistem makna. Namun, dalam
12 Anang Santoso, “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Anlisis Wacana Kritis,” (Jurnal Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang, 2008), h. 2. 13 M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek bahasa dalam pandangan semiotik sosial. Penerjemah Asruddin Barori Tou, h. 5
25
hal ini Halliday juga menginginkan tafsiran yang lebih khusus
tentang kata „sosial‟, untuk menunjukkan perhatian terutama pada
hubungan antara bahasa dengan struktur sosial, dengan memandang
struktur sosial sebagai satu segi dari sistem sosial. Sedangkan
struktur sosial dapat dilihat melalui hubungan sosial manusia dalam
kehidupan sehari-hari ketika berkomunikasi dan bertukar makna,
maka kata-kata yang dipertukarkan dalam konteks tersebut
mendapatkan maknanya dari kegiatan-kegiatan yang mengandung
kata-kata yang merupakan kegiatan sosial dengan perantara dan
tujuan sosial.13 Semiotika sosial lebih cenderung melihat bahasa
sebagai sistem tanda atau simbol yang sedang mengekspresikan
nilai dan norma kultural dan sosial suatu masyarakat tertentu di
dalam suatu proses sosial kebahasaan.14 Dengan demikian, istilah
semiotika sosial merupakan hubungan setiap manusia dengan
lingkungan manusia yang memiliki arti, dan arti tersebut akan
dimaknai oleh orang-orang yang saling berinteraksi dengan
melibatkan lingkungan tersebut.
14 M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek bahasa dalam pandangan semiotik sosial. Penerjemah Asruddin Barori Tou, h. 4-5 15 Riyadi Santoso, Semiotika Sosial: Pandangan terhadap Bahasa (Surabaya: Pusraka Eureka dan JP Press, 2003), h. 6.
26
1. Teks
Menurut Halliday, teks adalah bahasa yang berfungsi. Yang
dimaksud dengan berfungsi ialah bahasa yang sedang melaksanakan
tugas tertentu dalam konteks situasi. Hal yang penting mengenai
sifat teks ialah bahwa meskipun teks itu dituliskan tampak seakan-
akan terdiri dari kata- kata atau kalimat-kalimat, namun
sesungguhnya terdiri dari makna-makna. Sebagai sesuatu yang
mandiri, teks itu pada dasarnya adalah satuan makna. Karena
sifatnya sebagai satuan makna, teks harus dipandang dari dua sudut
secara bersamaan, baik sebagai hasil atau produk maupun sebagai
proses.
Teks merupakan produk dalam arti bahwa teks itu
merupakan keluaran (output), sesuatu yang dapat direkam dan
dipelajari, karena mempunyai susunan tertentu yang dapat
diungkapkan dengan peristilahan yang sistematik. Sedangkan teks
merupakan proses sebagai peristiwa timbal balik, suatu pertukaran
makna yang bersifat sosial. Dengan demikian, teks itu sendiri
merupakan objek dan juga merupakan contoh makna sosial dalam
27
konteks situasi tertentu.15
Teks itu sendiri suatu objek dan contoh proses atas hasil
makna sosial dalam konteks situasi tertentu. Makna diciptakan oleh
sistem sosial dan dipertukarkan oleh anggota-anggota masyarakat
dalam bentuk teks. Makna tidak mungkin diciptakan begitu saha
dengan keadaan terisolasi dari lingkungannya. Halliday menegaskan
bahwa “makna adalah sistem sosial”. Perubahan yang terjadi dalam
sistem sosial akan direfleksikan dalam teks. Situasi akan
menentukan bentuk dan makna teks.16
2. Konteks
Semiotika sosial juga berkaitan dengan konteks, karena
pemahaman tentang bahasa terletak dalam kajian teks. Dalam kajian
sosial semiotik antara teks dan konteks tidak dapat dipisahkan.
Istilah konteks sendiri dan teks mengingat bahwa dua hal ini
merupakan aspek dari sebuah proses yang sama. Ada teks dan ada
teks lain yang menyertainya, dan teks yang menyertai inilah yang
disebut dengan konteks. Namun, pengertian mengenai hal yang
15 M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek bahasa dalam pandangan semiotik sosial. Penerjemah Asruddin Barori Tou (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992), h. 14-15 16 Anang Santoso, “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Anlisis Wacana Kritis,” (Jurnal Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang, 2008), h. 3
28
menyertai teks itu meliputi tidak hanya yang dilisankan dan ditulis,
melainkan termasuk pula kejadian-kejadian yang nirkata (non-
verbal) lainnya – keseluruhan lingkungan teks itu.17
Situasi adalah lingkungan tempat teks beroperasi. Konteks
situasi adalah keseluruhan lingkungan, baik lingkungan tutur
(verbal) maupun lingkuungan tempat teks itu diproduksi (diucapkan
atau di tulis). Dalam semiotika sosial model M.A.K Halliday ada
tiga unsur yang menjadi pusat perhatian penafsiran teks secara
kontektual, yaitu „medan‟ (field), „pelibat‟ (tenor), dan „sarana‟
(mode). Konsep-konsep ini digunakan untuk menafsirkan konteks
sosial teks, yaitu lingkungan terjadinya pertukaran makna.18
1. Medan Wacana (field of discource)
Menunjuk pada hal yang sedang terjadi, pada sifat
tindakan sosial yang sedang berlangsung: apa
sesungguhnya yang sedang disibukkan atau diwacanakan
oleh para pelibat, yang di dalamnya bahasa ikut serta
17 M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek bahasa dalam pandangan semiotik sosial. Penerjemah Asruddin Barori Tou (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992), h. 6 18 M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek bahasa dalam pandangan semiotik sosial. Penerjemah Asruddin Barori Tou, h. 16
29
sebagai unsur pokok tertentu.19 Untuk menganalisis
medan, kita dapat mengajukan pertanyaan what going on
(apa yang sedang terjadi), yang mencakup tiga hal, yakni
(1) Ranah pengalaman merujuk kepada ketransitifan
yang mempertanyakan apa yang terjadi dengan seluruh
“proses”, “partisipan”, dan “keadaan”. (2) Tujuan jangka
pendek merujuk pada tujuan yang harus segera di capai.
Tujuan itu bersifat konkret. (3) Tujuan jangka panjang
merukuk pada tempat teks dalam skema suatu persoalan
yang lebih besar. Tujuan tersebut tersebut bersifat lebih
abstrak.20
2. Pelibat Wacana ( tenor of discourse)
Menunjuk pada orang-orang yang mengambil bagian,
pada sifat para pelibat, kedudukan dan peranan mereka:
jenis-jenis hubungan peranan apa yang terdapat di antara
para pelibat, termasuk hubungan-hubungan tetap dan
sementara, baik jenis peranan tuturan yang mereka
lakukan dalam percakapan maupun rangkaian
19 M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek bahasa dalam pandangan semiotik sosial. Penerjemah Asruddin Barori Tou, h. 16 20 Anang Santoso, “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Anlisis Wacana Kritis,” (Jurnal Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang, 2008), h. 4
30
keseluruhan hubungan-hubungan yang secara kelompok
mempunyai arti penting yang melibatkan mereka.21
Untuk menganalisis pelibat, kita dapat mengajukan
pertanyaan who is taking part, yang mencakup tiga hal,
yakni (1) peran agen atau masyarakat terkait dengan
fungsi yang dijalankan individu atau masyarakat, (2)
status sosial terkait dengan tempat individu dalam
masyarakat sehubungan dengan orang-orang lain, sejajar
atau tidak, dan (3) jarak sosial terkait dengan tingkat
pengenalan partisipan terhadap partisipan lainnya, akrab
atau memiliki jarak. Ketiga hal tersebut dapat bersifat
sementara ataupun dapat bersifat permanen.22
3. Sarana Wacana (mode of discourse)
Menunjuk pada bagian yang diperankan oleh bahasa:
bagaimana komunikator (media massa) menggunakan
gaya bahasa untuk menggambarkan medan (situasi) dan
pelibat (orang-orang yang dikutip); apakah
21 M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek bahasa dalam pandangan semiotik sosial. Penerjemah Asruddin Barori Tou (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992), h. 16 22 Anang Santoso, “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Anlisis Wacana Kritis,” (Jurnal Fakultas Sastra, Universitas Negeri Malang, 2008), h. 4
31
menggunakan bahasa yang diperhalus atau hiperbolis,
eufemistis atau vulgar.23 Untuk menganalisis sarana,
pertanyaan yang dapat diajukan adalah what‟s role
assigned to language, yang mencakup lima hal, yakni
(1) Peran bahasa terkait dengan kedudukan
bahasa dalam aktivitas: bisa saja bahasa bersifat wajib
(konstitutif) atau tidak wajib/penyokong/tambahan.
Peran tambahan terjadi apabila bahasa membantu
aktivitas lainnya. (2) Tipe Interaksi merujuk pada jumlah
pelaku: monologis atau dialogis. (3) Medium terkait
dengan sarana yang digunakan: lisan, tulisan, atau
isyarat. (4) Saluran berkaitan dengan bagaimana teks itu
dapat diteruma: fonis, grafis, atau visual. (5) Modus
retoris merujuk pada “perasaan” teks secara keseluruhan,
yakni persuasif, kesastraan, akademis, edukatif, matra,
dan sebagainya.24
3. Fungsi Bahasa
23 Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h.174 24 Anang Santoso, “Jejak Halliday dalam Linguistik Kritis dan Anlisis Wacana Kritis”, h. 4
32
Bahasa memiliki kemampuan untuk menyatakan lebih
daripada apa yang disampaikan. “Bahasa lebih dari sekadar alat
mengkomunikasikan realitas; bahasa merupakan alat untuk
menyusun realitas.” Dalam pengertian yang populer, bahasa adalah
percakapan, sementara dalam wacana linguistik bahasa diartikan
sebagai sistem simbol bunyi bermakna dan berartikulasi (dihasilkan
oleh alat ucap), yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang
dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk
melahirkan perasaan dan pikiran. Dalam arti luas, bahasa dapat
ditafsirkan sebagai suatu pertukaran (komunikasi) tanda-tanda (dan
ini berlaku baik bagi bahasa menurut arti sempit: bahasa kata-kata,
maupun mengenai semua tanda lainnya).25
Kata „fungsi‟ dapat dipandang sebagai padanan kata
„penggunaan‟, sehingga dapat diartikan cara orang menggunakan
bahasa mereka, atau bahasa-bahasa mereka bila mereka berbahasa
lebih dari satu. Malinowski mengelompokkan fungsi bahasa ke
dalam dua kelompok besar, yaitu pragmatik dan yang magis.
Penggunaan bahasa pragmatik atau yang praktis kemudian dibagi
25 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 273.
33
lagi ke dalam penggunaan bahasa yang aktif dan bahasa yang
naratif, dan penggunaan bahasa yang ritual atau magis yang
berkaitan dengan kegiatan-kegiatan seremonial atau keagamaan
dalam kebudayaan.
Berbeda dengan Malinoski, Austria Karl Buhrel tertarik pada
fungsi bahasa dari sudut perseorangan. Buhler menerapkan
kerangka pemikiran yang diwariskan oleh Plato yaitu penggolangan
atau orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga. Ia membedakan
fungsi bahasa ke dalam bahasa ekspresif yaitu bahasa yang terararah
pada diri sendiri, si pembicara; bahasa konatif yaitu bahasa yang
terarah pada lawan bicara; dan bahasa representasional yaitu bahasa
yang terarah pada kenyataan lainnya – yaitu apa saja selain si
pembicara atau lawan bicara.26
Kemudian konsep Buhler diubah dikembangkan ke arah
yang berbeda olah James Britton seorang pendidik bangsa Inggris.
Ia tertarik pada perkembangan kemampuan menulis anak di sekolah,
dan mempunyai pandangan bahwa kemampuan menulis pertama-
tama berkembang dalam tautan dengan fungsi ekspresif.
26 M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek bahasa dalam pandangan semiotik sosial. Penerjemah Asruddin Barori Tou (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992), h. 20
34
Kemampuan itu kemudian dikembangkan „ke luar‟ ke arah
kemampuan menulis transaksional di satu pihak dan kemampuan
menulis poetik di lain pihak. Bahasa transaksional adalah bahasa
yang menekankan peran pelibat, sementara dalam bahasa poetik
peran menulis lebih banyak dibandingkan dengan peran yang lain
(pembaca atau pendengar).
Desmond Morris mengelompokkan fungsi bahasa, yaitu (1)
information talking yaitu pertukaran keterangan, morris tampaknya
menyiratkan bahwa fungsi ini muncul lebih dulu, meskipun dalam
sejarah manusia fungsi ini muncul paling akhir; (2) mood talking
sama dengan fungsi ekspresif yang dikemukakan oleh Buhler dan
Britton; (3) exploratory talking yaitu ujaran untuk kepentingan
ujaran, fungsi estetis, fungsi drama; dan (4) grooming talking yaitu
tuturan yang sopan dan tidak berarti dalam peristiwa-peristiwa
sosial.27
C. Gaya Bahasa/Majas
Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan pikiran dan
perasaan yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau
27 M.A.K Halliday dan Ruqaiya Hasan, Bahasa, Konteks, dan Teks: Aspek-aspek bahasa dalam pandangan semiotik sosial. Penerjemah Asruddin Barori Tou (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1992), h. 21
35 pembicara dengan memanfaatkan kekayaan bahasa untuk mencapai tujuan tertentu. Gaya bahasa disebut juga majas. Kekhasan gaya bahasa adalah pada mepilihan kata yang secara tidak langsung
menyatakan makna yang sebenarnya.
Gaya bahasa berfungsi untuk menjadikan pesan lebih berbobot, menghidupkan suasana teks, menimbulkan efek tertentu dan menimbulkan keindahan. Majas atau gaya bahasa dapat dibagi menjadi empat pengelompokkan, yakni gaya bahasa perbandingan, penegasan, pertentangan, dan gaya bahasa sindiran yang masing – masing memiliki sub-klasifikasi yang unik dan beragam, yakni:28
1. Gaya Bahasa Perbandingan
Merupakan jenis gaya bahasa yang menggunakan istilah
sebagai perbandingan dalam mengungkap kenyataan.
a. Metafora: gaya bahasa yang membandingkan
suatu benda dengan benda lain secara langsung.
(Usahanya bangkrut karena memiliki hutang
dengan lintah darat.).
b. Personifikasi: penyeolahan benda mati seperti
manusia. (Awan menari-nari di angkasa).
28 M. Isa Mulyoutomo, RAPET BINDO, (Jakarta: Limas, 2011) h.193.
36
c. Asosiasi atau Simile: gaya bahasa dengan kata
pembanding seperti bak, umpama, laksana, bagai,
bagaikan. (Wajahnya muram bagaikan bulan
kesiangan).
d. Alegori: perbandingan antara kejadian fakta
dengan penggunaan kiasan. (Suami adalah
nahkoda, istri adalah juru mudi dalam sebuah
bahtera rumah tangga.).
e. Metonimia: gaya bahasa dengan penyebutan
merek, walau bisa jadi yang dimaksud adalah
bendanya, bukan mereknya. (Ayah pergi ke kantor
naik Yamaha)
f. Litotes: penggunaan kiasan sebagai perbandingan
untuk merendahkan diri. (Ayo, mampir ke
gubukku).
g. Sinekdoke: gaya bahasa yang menyebutkan
sebagian atau keseluruhan,namun tidak bermakna
asli.
i. Pars Prototo: menyatakan sebagian
hal,yang padahal artinya adalah
37
keseluruhan. (Sudah lama Anton tak
terlihat batang hidungnya).
ii. Totem Pro Parte: penyebutan keseluruhan
padahal bermakna sebagian saja.
(Indonesia menjadi juara dalam Asean
Games).
h. Eufimisme: perbandingan menggunakan
kelompok kata atau kata penghalus. (Anak Anda
lamban menerima pelajaran).
i. Hiperbola: perbandingan dengan penggunaan kata
yang berlebihan dari aslinya. (Tangisnya
menyayat hati orang yang mendengarnya).
j. Alusio: perbandingan dengan penggunaan istilah,
pantun atau peribahasa secara tidak lazim.
(Penyanyi itu sekarang sedang naik daun).
k. Simbolik: penggunaan kata yang menyatakan
simbol atas sesuatu. (Warna putih lambang
kesucian).
l. Sinestesia: pernyataan dengan menggunakan kata
yang berhubungan dengan indera, padahal yang
38
dimaksud adalah untuk indera lainnya. (Enak
gadis itu dipandang).
m. Hipokorisme: penggunaan panggilan julukan
seseorang yang menandakan keakraban. (Adik
lelakiku dipanggil Tole).
n. Dipersonifikasi: pengungkapan seolah manusia
merupakan benda mati atau mahluk selain
manusia. (Kamulah nahkodaku).
o. Disfemisme: gaya bahasa perbandingan yang
menyatakan hal tabu, dipasangkan/dibandingkan
dengan pengungkapan yang halus. (Maaf ya,
ibumu germo).
p. Fabel: menyeolahkan perbuatan binatang seolah
diperbuat manusia. (Harimau marah setelah ditipu
kancil).
q. Parabel: gaya bahasa yang didalamnya terdapat
hikmah atau makna tersembunyi sebagai nilai-
nilai. (Cerita tentang orang suci, nabi, wali dalam
Injil)
2. Gaya Bahasa Penegasan
39
Gaya penyajian bahasa dengan sedemikian cara untuk
mempertegas makna yang terdapat didalamnya.
a. Pleonasme: penegasan dengan kata tambahan (makna
sama, kata yang berbeda) secara berlebihan atau tidak
diperlukan. (Turunlah ke bawah dengan hati-hati)
b. Repetisi: penegasan dengan penggunaan
pengulangan kata atau kelompok kata. (Selamat jalan
sayangku, selamat bekerja kekasihku)
c. Paralelisme: penegasan dengan menggunakan kata
atau kelompok kata yang sejajar.
i. Anafora: penegasan dengan pengulangan kata
pada awal tiap potongan bagian kalimat.
(Engkau pujaanku, engkau pelitaku, engkau
harapanku)
ii. Epipora: penegasan dengan pengulangan kata
pada akhir tiap potongan bagian kalimat. (Jika
ayah mau, ibu mau, maka aku pun mau).
d. Tautologi: penegasan dengan pengulangan kata,
kelompok kata atau sinonimnya. (Sekali kukatakan
tidak, ya tidak).
40
e. Klimaks: penegasan dengan penyebutan beberapa hal
yang berurut dari rendah ke tinggi. (Senyummu
membuat diriku terdiam, membisu, terpaku).
f. Anti-klimaks: penegasan dengan penyebutan beberapa
halyang berurut dari tinggi ke rendah. (Presiden,wakil
presiden dan menteri sedang menjenguk pengungsi) .
g. Retoris: penegasan dengan kalimat berisi pertanyaan
yang tak perlu dijawab karena dimaksudkan untuk
pernyataan. (Mana mungkin orang yang meninggal
dunia lalu hidup lagi?).
h. Koreksio: penegasan yang diungkapkan melalui
koreksi kata yang terdapat dalam sebuah kalimat.
(Mari berlari..eh..maaf, berdiri).
i. Sindenton: penegasan yang berusaha menjelaskan
beberapa hal secara berturut-turut dengan
menggunakan kata hubung (konjungsi).
i. Asindenton: menjelaskan beberapa hal tanpa
kata penghubung. (Kemeja, sepatu, kaos kaki
ini dibeli di toko sebelah).
ii. Polisindenton: penjelasan beberapa hal
41
sederajat dengan menggunakan kata hubung
berulangkali. (Dengan kamu, dengan Anda,
dengan kalian, kami bisa).
j. Interupsi: penggunaan kata untuk penjelasan sebagai
keteranganyang disispkan dalam suatu kalimat. (Tiba-
tiba ia – suami itu- direbut oleh perempuan lain).
3. Gaya Bahasa Pertentangan
Merupakan gaya bahasa yang memperlihatkan
pertentangan, dengan maksud dan tujuan tertentu,
tergantung jenis yang dipakainya.
a. Paradoks: menggunakan dua kata atau kelompok kata
yang bermakna pertentangan frontal dalam sebuah
kalimat. (Hatinya sunyi di kota Jakarta yang ramai
ini).
b. Antitesis: gaya bahasa yang menggunakan kata yang
bermakna perbedaan. (Orang bule maupun orang
negro sama-sama ciptaan Tuhan).
c. Okupasi: gaya bahasa pertentangan, tapi kemudian
diberi penjelasan. (Dulu adik pemalu, tetapi kini
pemberani sejak mondok di pesantren).
42
d. Kontradiksio: gaya bahasa pertentangan dengan
adanya pengecualian dan keseluruhan. (Semua
anakmu penurut, hanya Andi yang nakal).
e. Anakronisme: menggunakan pernyataan yang tidak
sesuai dengan kenyataan. (Majapahit runtuh karena
diserang teroris).
f. Oksimoron: gaya bahasa pertentangan yang
menggunakan kata atau kelompok kata berlawanan.
(Dia kaya harta, tetapi miskin ilmu).
4. Gaya Bahasa Sindiran
Gaya bahasa kata-kata kias yang memang tujuannya untuk
menyindir seseorang ataupun perilaku dan kondisi.
a. Ironi: sindiran dengan mengatakan kebalikan dari fakta
tersebut, menggunakan kelompok kata yang halus.
(Merdu benar suaramu hingga aku terbangun).
b. Sinisme: sindiran yang menggunakan kata atau
kelompok kata agak kasar. (Wangi benar bau mulutmu).
c. Sarkasme: sindiran yang menggunakan kata atau
kelompok kata kasar. (Hai anjing, pergi dari sini!)
d. Antifrasis: yakni gaya bahasa sindiran yang
43
menggunakan kata atau kelompok kata dengan makna
berlawanan. (Mana mungkin jatah untuk orang kaya dan
orang miskin disamakan??)
e. Innuedo: gaya bahasa sindiran yang menggunakan kata
atau sekelompok kata yang bersifat
f. Satir: ungkapan yang menggunakan kecaman atau
menertawakan seseorang atau keadaan. (Ya ampun, aku
muak mendengar pidato orang itu)
D. Konversi Agama
Konversi berasal dari kata Conversion yang berarti
“berlawanan arah” dengan sendirinya konversi agama berarti
terjadinya suatu perubahan keyakinan yang berlawanan arah dengan
keyakinan semula.29
Pengertian konversi agama secara etimologi berasal dari kata
lain “conversio” yang berarti: tobat, tindak, berubah (agama).
Berdasarkan arti kata-kata tersebut dapat disimpulkan bahwa
konversi agama mengandung pengertian : tobat, berubah agama,
berbalik pendirian terhadap ajaran agama atau masuk kedalam
agama ( menjadi raderi ).
29 Zakiah Darajad, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1970) h. 137.
44
Sedangkan konversi Agama menurut terminilogi
sebagaimana di kemukakan oleh Max Heirich adalah suatu tindakan
dimana seseorang atau sekelompok orang masuk atau berpindah
kesuatu sistem kepercayaan atau perilaku yang berlawanan dengan
kepercayaan sebelumnya.30
Konversi Agama menurut Walter Horston Clank dalam
bukunya ”The Psychology Of Religion” memberikan definisi
konvensi Agama sebagai berikut: Konvensi Agama sebagai suatu
macam pertumbuhan atau perkembangan spiritual yang
mengandung perubahan arah yang cukup berarti, dalam sikap dan
ajaran tindak Agama, lebih jelas dan lebih tegas lagi, Konvensi
Agama menunjukkan bahwa suatu perubahan emosi yang tiba-tiba
kearah mendapat hidayah Allah secara mendadak telah terjadi. Yang
mungkin sangat mendalam atau jangkal. Dan mungkin pula terjadi
perubahan tersebut secara berangsur-angsur.31
Beralih Agama menurut Weber dan Dirkheim ada tiga,
Pertama adalah kecenderungan masyarakat pada doktrin keagamaan
tertentu sangat dipengarui oleh kedudukan kelas penganutnya.
30 Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta : PT. Raja grafindo persada, 1998) h. 245- 246. 31 Zakiah Darajad, Ilmu Jiwa Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1970) h. 137.
45
Kedua adalah beberapa ide Agama mencerminkan karakteristik kondisi manusia yang sangat Universal dan karenanya mempunyai daya tarik luas menfrandensikan pembagian statifikasi sosial. Ketiga
adalah perubahan sosial, khusus di organisasi, yang mengakibatkan hilangnya consensus budaya dan solidaritas kelompok dan membuat manusia berada dalam situasi ”mencari komonitas” yakni pencarian nilai-nilai baru yang akan menjadi anutan mereka dan kelompok- kelompok dimana mereka akan bergabung.32
Konversi agama secara psikologis, agama sebagai kumpulan memerankan peranan penting proses konversi keseluruhannya. Hal ini merupakan sasaran menarik bagi sosiologi agama, seseorang yang mengalami pertobatan tidak akan tinggal diam. Ia didorong oleh keinginan untuk mencari komunitas keagamaan yang dianggap sanggup memberikan jawaban yang meredakan batinnya. Pada suatu ketika ia menjumpai suatu komunitas yang religius yang menawarkan diri sebagai tempat untuk membangun kehidupan baru dimana tesedia peranan-peranan baru yang memungkinkan pengembangan aspirasinya. Jikalau dalam kelompok baru itu segala sesuatunya dirasa sesuai dengan keinginannya, maka disitu ia meraa
32 O„ Dea Thomas F, Sosiologi Agama (Yogyakarta: CV Rajawali, 1987) h. 116.
46
menemukan suatu cara yang diyakini sebagai panggilan baru.33
Faktor-faktor pendorong orang melakukan konversi agama,
secara psikologis dipengaruhi faktor intern maupun ekstern. Apabila
faktor-faktor tersebut mempengaruhi seseorang maupun kelompok
sehingga menimbulkan semacam gejala tekanan batin akan
mendorong untuk mencari jalan keluar yaitu ketenangan batin 34.
a. Faktor Intern
Faktor intern yang mempengaruhi terjadinya konversi
agama adalah:
1. Kepribadian
Secara psikologis tipe kepribadian tertentu akan
mempengaruhi kepribadian jiwa seseorang. Dalam
kepribadian melankolis memliki kerentanan perasaan
lebih dapat menyebabkan terjadinya konversi agama
dalam dirinya.
2. Faktor Pembawaan
Menurut penelitian Guy E.Swanson bahwa ada
semacam kecendrungan urutan kelahiran
33 Hendro Puspito, Sosiologi Agama (Jakarta: Gunung Mulia, 1984) h.85. 34 Jamaludin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa (Jakarta: Kalam Mulia, 1993) h.53-58
47
mempengaruhi konversi agama. Anak sulung dan
anak yang bungsu biasanya tidak memiliki tekanan
batin, sedangkan anak-anak yang dilahirkan pada
antara urutan keduanya memiliki stres jiwa. Kondisi
yang dibawa berdasarkan urutan kelahiran itu banyak
mempengaruhi konversi agama35
b. Faktor ekstern
Diantara faktor luar yang mempengaruhi konversi agama
adalah:
1. Faktor Keluarga
Diantara faktor keluarga ini yang mempengaruhi
terjadinya konversi agama ialah keretakan keluarga,
ketidak serasian, berlainan agama, kesepian, kurang
mendapatkan pengakuan kaum kerabat dan lainnya.
Kondisi demikian menyebabkan seseorang akan
mengalami tekanan batin sehingga terjadi konversi
agama dalam usahanya untuk meredakan tekanan
batin yang menimpa dirinya.
2. Lingkungan Tempat Tinggal
35 Jalaluddin, Psikologi Agama (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa,1998) h.250
48
Orang yang merasa terlempar dari lingkungan tempat
tinggal atau tersingkir dari kehidupan suatu tempat
menyebabkan seseorang mendambakan ketenangan
dan mencari tempat untuk bergantung hingga
kegelisahan batinnya hilang.
3. Perubahan Status
Perubahan status terutama yang berlangsung secara
mendadak akan banyak mempengaruhi konversi
agama, misalnya perceraian, keluar dari sekolah atau
perkumpulan, perubahan pekerjaan, menikah dengan
orang yang berlainan agama dan sebagainya.
4. Kemiskinan
Kondisi ekonomi yang sulit juga merupakan faktor
yang mendorong dan mempengaruhi terjadinya
konversi agama. Masyarakat awam yang miskin
cenderung untuk memeluk agama yang menjanjikan
kehidupan dunia yang lebih baik. Kebutuhan
mendesak akan sandang dan pangan dapat
mempengaruhi terjadinya konversi agama
49
BAB III
GAMBARAN UMUM BUKU
A. Deskripsi tampilan fisik buku “Markas Cahaya”
Buku “Markas Cahaya” karya Salman Al-Jugjawy
Diterbitkan pada tahun 2016, berisi 220 halaman yg terdiri dari 5
pokok bahasan utama disertai kisah inspiratif Salman meraih
hidayah, kisah hikmah para shalihin, buku ini juga merangkum
pelajaran keimanan dan juga wirid al-Lathif yang diambil dari buku
Habib Umar bin Hafizh.
B. Sinopsis buku “Markas Cahaya”
Markas Cahaya merupakan buku karya pertama Salman Al-
Jugjawy, buku ini mengisahkan Band bernama Sheila On 7. Sebuah
Band asal Yogyakarta ini memang mengalami masa puncak di tahun
90an. Salah satu personelnya bernama Sakti, namun memilih
mundur dari Band ketika Sheila On 7 mendapatkan masa
kejayaannya. Semua ini menjadi pertanyaan banyak fans, mengapa?
Sakti yang memilih hijrah dari zona foya-foya yang jauh dari
agama menuju ke kehidupan yang lebih agamis. Meski hingga kini
sudah banyak yang mengetahui alasan Sakti keluar dari Sheila On 7,
baik dari media cetak, televisi dan online, dia ingin menginspirasi
50
lebih banyak orang lagi dengan perjalanan hijrahnya. Hingga
kemudian kisah perjalanan spritualnya ini dia tulis menjadi sebuah
buku yang berjudul, Markas Cahaya.
Buku ini diawali dengan tempat tingga masa kecil hingga
saat ini Sakti yang merubah namanya menjadi Salman Al-Jugjawy
di Yogyakarta. Dia menceritakan hidupnya sejak kecil, hingga
remaja dan menikah saat ini, banyak dihabiskan untuk mondar-
mandir di kawasan Jogja bagian utara. Lokasi tepatnya di sekitar
Jalan Kaliurang Km. 5. Dan saat ini, Salman menetap di Jalan
Kaliurang Km. 5,8, Sleman, Yogyakarta1.
Sejak kecil Salman Al-Jugjawy sudah terlihat meminati
dunia musik, dia sering mendengarkan soundtrack dari film anak-
anak seperti Gaban, Kamen Rider dan lain-lain. Waktu masuk SD,
sejak kelas V-IV Salman sudah menikmati lagu-lagu penyanyi
dalam negeri maupun luar negeri. Hobi itu terus berlanjut hingga
Salman Al-Jugjawy Kuliah.
Meski sibuk dengan kehidupan kampus, Salman dan teman-
teman akrabnya yang meminati musik sejak SMP dan SMA
membuat sebuah Band yang bernama Sheila Gank.. Berawal dari
1 Salman Al Jugjawy, Markas Cahaya, (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2016), h.2
51
Band W.H.Y Genk yang dibuat Salman dan temannya yang bernama
Adam. Kemudian mengajak Duta menjadi vokalis, Duta adalah vocalis di grup Adam kalau ada undangan acara 17-an. Mereka
kemudian mencari drummer dan menemukan Agung.
Vakum setahun karena Salman Al-Jugjawy pindah ke
Semarang, kemudian aktif lagi dan Salman Al-Jugjawy mengajak
Eross (yang kemudian megang lead gitar) bergabung. Karena
Agung pindah keluar kota, dicarilah penggantinya yang bernama
Anton. Akhirnya Salman, Adam, Duta, Eross dan Anton membuat band baru. Tepat 6 Mei 1996 lahirlah Sheila Gank atau teman- temanya Sheila, yang terinspirasi dari nama Sheila yang menjadi bunga sekolah di salah satu sekolah Islam swasta di Jogja.
Sheila Gank semakin menjadi, mereka populer di sekitar
Jawa Tengah dan Jogja. Tahun 1998 salah satu radio swasta di Jogja memfasilitasi karya musisi lokal. Lagu-lagu mereka selalu di- request sehinggga bertahan lama di chart (tangga lagu). Kemudian mereka mencoba menjajal Sony Music Indonesia dengan mengirim rekaman lagu mereka dan juga mengganti nama band mereka dengan nama Sheila On 7 atas usulan Eross.
Sony pun melamar Sheila On 7 di pertengahan 1998, sejak
52 itu Salman Al-Jugjawy mendapatkan pengalaman berharga.
Kecintaan terhadap musik tersalurkan juga mendapatkan banyak award. Selama 1996-2006 Salman Al-Jugjawy merasakan sekitar 70
penghargaan yang diraih Sheila On 7. Dari penjualan album terbanyak, album terbaik, soundtrack film terbaik, penghargaan versi festival musik, versi majalah dan tabloid anak muda, dan lain sebagainya.
Kemudian berlanjutlah kehidupan Salman Al-Jugjawy bersama Sheila On 7. Sejak tahun 2003 Salman Al-Jugjawy mulai mendapatkan pengalaman spritual yang menarik bagi dirinya, baik dari cerita orang maupun langsung dialaminya. Pengalaman yang bisa dibilang puncak adalah setelah konser Soundranaline A Mild
Live tahun 2004 di Surabaya.
Entah karena apa, Salman Al-Jugjawy merasa ingin segera pulang ke Jogja. Sesampainya di Jogja dia baru tahu kalau Ibunya sedang dirawat di rumah sakit. Dia pun merasa sedih sekaligus menyesal. Dia merasa terlalu sibuk dengan urusan lain, namun lupa dengan keadaan orang yang dicintainya.
Dari kejadian tersebut dia merenung dan mempertanyakan, apa sebenarnya yang dia cari di dunia ini? Mengapa untuk sebuah
53
cita-cita dia harus menyisihkan ibunya, bahkan juga Tuhannya.
Apakah ini yang dinamakan bakti? Dia semakin merenungi arti
kehidupan, ketika kala itu Tantenya membawa buku tentang kisah
nyata orang mati suri. Dia pun membaca buku tersebut dan berpikir
bahwa tidak semua orang akan berkesempatan mati suri, melihat
siksaan kepada wanita dan kemudian hidup lagi dan memperbaiki
diri. Karena itu, dia pun mulai berbenah dan semakin khusyuk
ketika shalat.
Semakin bertambah tahun dia pun sering mengikuti kajian
keislaman di masjid, membaca buku Islam, hingga dia belajar Islam
di India, Pakistan dan Bangladesh pada tahun 2006. Setelah hal
tersebut dia pun bersyukur atas hidayah yang dia dapatkan, sesuai
Sabda Nabi yang pernah dia baca, “Jika seseorang mendapatkan
hidayah karena engkau, itu lebih berharga daripada dunia dan
seisinya.”
C. Biografi Salman Al-Jugjawy
Salman Al-Jugjawy atau yang bernama asli Sakti Ari Seno,
lahir di Yogyakarta 14 Juni 1980. Anak kedua dari tiga bersudara,
dari pasangan Sapto Rusni Putra dan Hutarti. Kakaknya bernama
Adnin Setyawan dan adiknya bernama Wina Anggraini. Beristrikan
54
Miftahul Jannah dan sementara ini baru dikaruniai seorang putri
bernamakan Asiah Az-Zahro. Melalui masa kecil di Kota
Yogyakarta, Salman Al-Jugjawy pernah belajar di TK Bopkri, SD
Ungaran, SMP 5 Yogyakarta, SMA De Britto dan kuliah di STIE
YKPN Yogyakarta.
Sebelumnya dia adalah gitaris band Sheila on 7 bersama
Adam, Duta, Eross dan Anton. Pada 2006 Salman Al-Jugjawy
mengundurkan diri dari band yang diiringi tanya dari banyak orang,
karena saat itu Sheila on 7 tengah memasuki masa kejayaannya.
Jawabannya sederhana saja, “ingin lebih banyak meluangkan waktu
bersama Allah.”
Selama belajar agama, Salman Al-Jugjawy tidak serta merta
meninggalkan aktivitasnya. Boleh dibilang, saat mengenal Allah ini,
pahala didapat dan hobi tetap jalan ungkapnya. Dia masih setia
menyalurkan hobi menulis lirik dan syair hingga saat ini, diselingi
beberapa job silaturahmi di beberapa tempat di belahan dunia2
2 Salman Al Jugjawy, Markas Cahaya, (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2016), h.219
55
BAB IV
ANALISIS BUKU MARKAS CAHAYA
A. Analisis Semiotika sosial dalam buku “Markas Cahaya”
Penelitian ini menggunakan analisis semiotika sosial M.A.K
Halliday dalam menganalisis pemaknaan yang terdapat pada buku
“Markas Cahaya” Analisis semiotik sosial M.A.K Halliday menekankan teori semiotika sosial pada pengungkapan yang terdapat melalui medan wacana (field of discourse), pelibat wacana (tenor of discourse) dan sarana wacana (mode of discourse) dalam buku tersebut.
Buku Markas Cahaya yang terdiri dari 220 halaman ini berisi banyak data dan fakta yang dinarasikan dalam bentuk teks. Buku yang berisi kisah hijrah seorang Salman Al-Jugjawy yang didapat dari berbagai pengalaman yang telah ia jalani juga menyelipkan kutipan pendapat beberapa tokoh atas topik yang dibahas dalam halaman tersebut dan juga tentunya penjelasan atas data serta fakta historis dari sang penulis yakni Salman Al-Jugjawy.
Dalam penyusunan isi buku, Salman Al-jugjawy memilih bahasa yang lugas dalam menceritakan kisah perjalanannya bercengkrama terhadap Islam dan memahami kembali hakikat iman.
56
Medan wacana dalam buku ini yang terdiri atas lima topik, yakni kisah perjalanan hidup Salman Al-Jugjawy, pentingnya ikhlas, topik mengenai Para Kekasih Allah, Ujian dari Allah, dan topik terakhir adalah Hakikat Iman.
Secara keseluruhan, yang menjadi medan wacana dalam buku ini ialah kisah perjalanan hidup Salman Al-Jugjawy dari ia kecil hingga dewasa, hingga proses ia berkonversi..
Tidak hanya pendapat penulis buku yang terlibat dalam mengisi medan wacana, namun kutipan kisah para nabi,sahabat nabi,serta tokoh- tokoh islam pun digunakan dalam setiap topik yang dibahas sepanjang isi buku.
Sarana wacana yang terkandung dari segi penulisan dalam buku ini dapat dikatakan menarik. Tentunya cara penyajian konten buku ini menjadi salah satu faktor penyebab buku Markas Cahaya begitu menarik. Cara penyajian yang dimaksud ialah tutur bahasa yang lugas namun sopan, penuh penyampaian yang berpikiran positif serta penuh ketegasan yang objektif dalam setiap penjabaran. Gaya bahasa yang tersirat dalam teks tertulis (sarana wacana) pun dapat kita lihat mengandung banyak penegasan, penjelasan dan majas perbandingan
57
didalamnya yang bertujuan untuk memberi pengetahuan bagi para pembaca buku Markas Cahaya.
Analisis per-topik akan dijabarkan dengan mengambil sampel per bahasan utama yang menjadi topik berkelanjutan dalam buku
Markas Cahaya. Dikarenakan dalam buku ini sang penulis buku tidak membagi bahasan melalui klasifikasi bab, maka peneliti membagi tema bahasan sampel sesuai konten yang terdapat didalamnya.
1. Topik Kisah Perjalanan Hidup Salman Al-Jugjawy
Kategori Temuan Keterangan
Medan Selama melanglang Penjelasan
Wacana buana bersama tentang kiprah
Sheila on 7 ada Salman Al-
banyak pengalaman Jugjawy selama
yang saya dapetin. berada di Sheila
Hal yang pasti on 7
kecintaaan saya
terhadap musik jadi
tersalurkan. Dengan
lagu-lagu yang kami
58
susun, setidaknya
kami sudah memberi
sedikit warna pada
kanvas musik dalam
negeri. Tentu ada
bonusnya juga
bermain band bersma
sheila on 7 salah
satunya adalah
award alias
penghargaan.
Sependek ingatan
saya, selama
bergabung di Sheila
on 7 dari 1996
sampai 2006, ada
hampir 70
penghargaan yang
kami
59
dapatkan.(hal.9)
Pelibat Salman Al-Jugjawy Penulis buku
Wacana
Sarana setidaknya kami Majas litotes,
Wacana sudah memberi perbandingan
sedikit warna pada dengan
kanvas musik dalam merendahkan diri.
negeri. Sependek
ingatan saya (hal.9)
a. Medan Wacana
Dari tulisan Salman Al-Jugjawy pada halaman 9
buku Markas Cahaya tersebut, medan wacana merujuk
pada penjelasan mengenai kisah perjalanan Salman Al-
Jugjawy dari masa kecilnya hingga dia bergabung
dengan band Sheila on 7 hingga meraih kesuksesan.
Pembahasan ini terdapat sebanyak 10 (sepuluh) halaman
dalam buku, dari halaman 1 (satu) hingga halaman 10
(sepuluh) yang dikisahkan sesuai kronologisnya.
60
b. Pelibat Wacana
Dalam teks ini pelibat yakni Salman Al-Jugjawy,
yang berupaya memperjelas bahasan melalui bahasanya
kepada komunikannya yang ditujukan pada masyarakat
awam, mengenai kisah perjalanan dia dalam meraih
kesuksesan selama berada di Sheila on 7 dengan
penyampaian yang tegas dan tepat.
c. Sarana Wacana
Sarana wacana merujuk pada bagian bahasa yang
digunakan oleh Salman Al-Jugjawy sebagai pelibat
wacana. Dalam halaman-halaman bertema kisah
perjalanan hidup Salman Al-Jugjawy ini, peneliti
memberi contoh kalimat yang dapat dikaji dalam
penggunaan majas, yaitu dalam kalimat setidaknya kami
sudah memberi sedikit warna pada kanvas musik dalam
negeri dan Sependek ingatan saya, selama bergabung di
Sheila on 7 dari 1996 sampai 2006, ada hampir 70
penghargaan yang kami dapatkan50.
50 Salman Al Jugjawy, Markas Cahaya, (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2016), h.9
61
Kata-kata yang digunakan dalam sampel
menggunakan majas litotes. Majas litotes merupakan
majas yang menggunakan kiasan sebagai perbandingan
untuk merendahkan diri. Kata yang dipergunakan dalam
majas litotes adalah kata-kata yang bertujuan untuk
menurunkan derajat atau merendahkan diri terhadap
lawan bicara. Majas ini biasanya terdengar agak
berlebihan dan bertentangan dengan kenyataan si
pembicara yang sebenarnya, sebagai bentuk
perbandingan atas suatu pernyataan.
2. Topik Pentingnya Ikhlas
Kategori Temuan Keterangan
Medan Wacana Rasa ingin tahu Penjelasan tentang
saya terhadap pentingnya ikhlas
agama islam dalam beramal
seperti karena Allah.
membuncah sejak
saya memegang
62
buku itu. Salah
satu kutipan
penulisnya Dr.
Muhammad
Abdul Hadi, yang
paling saya ingat
dan maknai
hikmahnya
adalah: “Setiap
amal yang kita
lakukan dengan
ikhlas karena
Allah, pasti akan
menjadikan
cahaya hidayah
untuk orang lain.
(hal.18)
Pelibat Wacana Dr. Muhammad Penulis buku
Abdul Hadi “Menjemput
63
Sakaratul Maut
bersama
Rasulullah”
Sarana Wacana Rasa ingin tahu Kata membuncah
saya terhadap merupakan Majas
agama islam Hiperbola
seperti
membuncah sejak
saya memegang
buku itu. (hal.18)
a. Medan Wacana
Mengenai komponen medan wacana pada tema
pembahasan pentingnya ikhlas yang terdapat pada
halaman 14 (empat belas) hingga halaman 20 (dua
puluh), yang pada hakikatnya setiap lembarnya memiliki
topik pembahasan dan medan wacana tersendiri, namun
peneliti memilih sebuah teks yang dirasa kompatibel
dengan pembahasan dalam tema tersebut.
64
Dalam medan wacana dijelaskan dengan tegas
mengenai pentingnya ikhlas dalam beramal, karena jika
kita ikhlas maka itu akan menjadi cahaya bagi orang
lain. Seperti dikisahkan ketika sahabat Ali bin Abi
Thalib hendak memenggal kepala musuh. Kemudian
musuh tersebut meludahi Ali Bin Abi Thalib sehingga
mengenai pipinya. Tadinya, Ali Bin Abi Thalib hendak
memenggal musuh tersebut, namun urung memenggal
kepala musuh akibat diludahi. Ali Bin Abi Thalib Batal
Memenggal Kepala Musuh karena Diludahi, Lalu si
musuh bertanya kepada Ali, "Wahai Ali, kenapa engkau
tidak jadi memenggal kepalaku?".
Setelah itu, Ali bin Abi Thalib pun menjawab,
"Ketika aku menjatuhkanmu, aku ingin membunuhmu
karena Allah. Akan tetapi ketika engkau meludahiku,
maka niatku membunuhmu karena marahku kepadamu,
bukan karena Allah," kata Ali.
Siapa sangka , jawaban Ali bin Abi Thalib yang
penuh keikhlasan itu menyentuh hati sang musuh.
65
Kemudian setelah itu, musuh yang urung dipenggal oleh
Ali itu bersahadat dan masuk ke dalam agama Islam.
b. Pelibat Wacana
Pelibat yang berperan adalah Dr. Muhammad
Abdul Hadi, karena beliaulah yang oleh penulis buku
dikutip kata-katanya, yang kalimatnya terdapat dalam
medan wacana. Dr. Muhammad Abdul Hadi adalah
seorang penulis buku “Menjemput Sakaratul Maut
bersama Rasulullah” yang Salman Al-Jugjawy kutip
dalam buku tulisannya51.
c. Sarana Wacana
Kata „membuncah‟ yang terdapat dalam kalimat
Rasa ingin tahu saya terhadap agama islam seperti
membuncah sejak saya memegang buku itu.
menggunakan majas hiperbola. Majas hiperbola
merupakan sebuah gaya bahasa yang melebih-lebihkan
sesuatu. Kata yang menjadi majas hiperbola dalam
kalimat tersebut ialah kata „membuncah‟. Seperti majas-
51 Salman Al Jugjawy, Markas Cahaya, (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2016), h.18
66
majas lainnya, penggunaan kata dalam majas hiperbola
ini mengandung makna konotatif. „Membuncah‟ disini
bukan berarti Salman Al-Jugjawy kacau setelah
membaca buku itu , akan tetapi kata ini bermakna bahwa
kondisi Salman Al-Jugjawy setelah membaca buku itu
rasa ingin tahunya bertambah terhadap Islam.
3. Topik Para Kekasih Allah
Kategori Temuan Keterangan
Medan Besarnya Penjelasan tentang
Wacana keutamaan orang pahala orang yang
yang sering
memakmurkan memakmurkan
masjid, baik laki- masjid akan
laki maupun mendapatkan
perempuan. Kalau pahala yang
tukang sapunya berkali-kali lipat
saja sedemikian
dimuliakan hingga
nabi harus mencari
67
kuburannya dan
shalat (jenazah)
diatas kuburannya,
tentu mulia pula
siapa saja yang
meiliki peran yang
sangat baik
terhadap masjid.
Bukan hanya itu,
bahkan setiap
langkah kaki orang
yang menuju
masjid bisa
menghapus dosa
dan mengangkat
derajat seseorang
(hal.34)
Pelibat Ummu Mihjan Seorang Muslimah
Wacana tua berkulit hitam
68
itu membaktikan
sisa hidupnya
untuk Islam. Ia
selalu mendapat
perhatian dari
Rasulullah.
Sarana Wacana Bukan hanya itu, Majas Parabel
bahkan setiap
langkah kaki orang
yang menuju
masjid bisa
menghapus dosa
dan mengangkat
derajat seseorang
(hal.34)
a. Medan wacana
Topik mengenai Mengenai Para Kekasih Allah
yang terdapat pada halaman 22 (dua puluh dua) hingga
69
halaman 35 (tiga puluh lima), yang pada hakikatnya
setiap lembarnya memiliki topik pembahasan dan medan
wacana tersendiri, namun peneliti memilih sebuah teks
yang dirasa kompatibel dengan pembahasan dalam tema
tersebut.
Dalam medan wacana dijelaskan tentang
bagaimana kisah para kekasih Allah, menjalani
kehidupannya walaupun dalam keadaan susah senang,
kaya miskin mereka tetap menjunjung tinggi nilai-nilai
islam dalam setiap kehidupannya.
b. Pelibat wacana
Dalam teks ini pelibat Ummu Mihjan seorang
Muslimah tua berkulit hitam itu membaktikan sisa
hidupnya untuk Islam. Ia selalu mendapat perhatian dari
Rasulullah. Ia mengabdikan dirinya untuk Islam dengan
cara menjaga kebersihan tempat shalat kaum Muslim.
Setiap hari, ia membersihkan lingkungan masjid,
menyapunya, dan membuang sampah serta kotoran yang
berserakan di masjid.
70
Ummu Mihjan tahu benar bahwa masjid
memiliki peranan vital bagi umat Islam. Masjid adalah
tempat shalat lima waktu dan madrasah yang telah telah
menghasilkan banyak ulama dan para pahlawan islam.
Di dalamnya, parlemen Islam berkumpul lima kali setiap
harinya untuk mengadakan musyawarah, bertukar
fikiran, dan mempererat tali kasih sayang di antara
mereka.
Masjid bagi umat Islam, kala itu, layaknya
sebuah lembaga pendidikan yang mengajarkan dasar-
dasar pembinaan umat. Kesadaran inilah yang membuat
Ummu Mihjan tidak merasa rendah diri dengan apa yang
dilakukannya. Ia sadar bahwa inilah amal yang akan
mengantarkannya menuju Fidaus52.
c. Sarana wacana
Kata „Bukan hanya itu, bahkan setiap langkah
kaki orang yang menuju masjid bisa menghapus dosa
dan mengangkat derajat seseorang‟ yang terdapat dalam
52 Salman Al Jugjawy, Markas Cahaya, (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2016), h.34
71
kalimat Besarnya keutamaan orang yang memakmurkan
masjid, baik laki-laki maupun perempuan. Kalau tukang
sapunya saja sedemikian dimuliakan hingga nabi harus
mencari kuburannya dan shalat (jenazah) diatas
kuburannya, tentu mulia pula siapa saja yang meiliki
peran yang sangat baik terhadap masjid. Bukan hanya
itu, bahkan setiap langkah kaki orang yang menuju
masjid bisa menghapus dosa dan mengangkat derajat
seseorang. Majas Parabel merupakan majas yang gaya
bahasa didalamnya terdapat hikmah atau makna
tersembunyi sebagai nilai-nilai. Kata yang menjadi
majas parabel dalam kalimat tersebut ialah bermakna
bahwa seseorang setiap orang yang melangkahkan
kakinya di masjid akan terhapus dosanya terhitung di
setiap langkahnya dan akan mengangkat derajat orang
tersebut.
4. Topik Ujian dari Allah
Kategori Temuan Keterangan
72
Medan Wacana Guys, jalan yang Istilah yang
selalu sepi nggak disebutkan oleh
bakal Salman Al-
menghasilkan Jugjawy
sopir yang hebat.
Laut yang selalu
tenang nggak bisa
menciptakan
nakhoda yang
ulung. Langit yang
cerah nggak akan
menghasilkan pilot
yang tanggguh.
Hidup yang selalu
nyaman tanpa
masalah nggak
akan menghasilkan
manusia yang
sukses dan kuat.
73
(hal.47-48)
Pelibat Wacana Salman Al- Penulis buku
Jugjawy Markas Cahaya
Sarana Wacana Laut yang selalu Kata nakhoda
tenang nggak bisa yang ulung
menciptakan termasuk dalma
nakhoda yang Majas Alegori
ulung (hal.47)
a. Medan Wacana
Topik mengenai Mengenai pembahasan Ujian
dari Allah yang terdapat pada halaman 38 (tiga puluh
delapan) hingga halaman 48 (empat puluh delapan),
yang pada hakikatnya setiap lembarnya memiliki topik
pembahasan dan medan wacana tersendiri, namun
peneliti memilih sebuah teks yang dirasa kompatibel
dengan pembahasan dalam tema tersebut.
Dalam medan wacana dijelaskan dengan tegas
mengenai ujian dari Allah, bahwa kita harus
74
menyikapinya dengan bijak karena Allah itu menguji
hamba-Nya sesuai kemampuan hambanya jadi jika ada
sebuah masalah itu merupakan ujian dari Allah bahwa
kita akan mampu melewati masalah tersebut. Di sini kita
dapat lihat betapa sayang dan kasihnya Allah kepada kita
sebagai hambaNya.
Allah menguji seseorang bukan kerana Allah
benci kepada kita tetapi percayalah Allah menguji kita
karena DIA sangat sayang kepada kita. Cuma kita
sebagai hambaNya, kadang kala tidak mampu bertahan
dan bersabar dalam menghadapi ujianNya.
Hakikatnya saat ini, saat kita sedang mengecapi
bahagia, ada berjuta manusia di luar sana yang sedang
dihujani ujian atau dihimpit pelbagai derita. Ada di
kalangan manusia di luar sana yang saat ini sedang diuji
dengan kehilangan orang tersayang. Tidak kurang juga
ada manusia yang diuji apabila apa yang diingini dan
diharapkan tidak terjadi dan diberi.
“ Kenapa aku yang diuji ? “
75
“ Mengapa aku diuji sebegini ?”
“ Ujian ini sangat berat. Aku tak mampu…”
Mungkin ini adalah antara persoalan dan keluhan
yang terucap di bibir atau di fikiran kita sebagai seorang
hamba saat dihimpit dengan sebuah ujian.
Kadangkala tanpa sedar dan niat kita juga
terlanjur marah pada DIA karena menghujani kita
dengan berbagai ujian. Tetapi, apabila kita menenangkan
diri dan bermuhasabah kembali, tenyata sebenarnya
dengan ujian yang diberi kita adalah hamba yang
beruntung.
Karena ujian hanyalah diberi oleh Allah kepada
hamba-hambanya yang terpilih. Hamba-hambanya yang
dikasihi dan disayangiNya. Dan jangan kita lupa
bersama ujian itu juga ada pertolongan dari Allah
sebagaimana yang dinyatakan di dalam Al-Quran:
76
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam- macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang- orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.(QS.Al-Baqarah 2:214)
Jika direnungkan kembali, kita semua pastinya
pernah dan akan ditimpa ujian dari yang Maha Esa,
tetapi saat ujian itu tiba, mampukah kita menjadi
manusia yang bersyukur dengan ujian itu dan
memandangnya sebagai hadiah pemberian Allah?
Manusia itu sifatnya pelupa, Ada masanya dalam
menjalani kehidupan di dunia, kita lalai pada hakikat
yang nyata bahwa kita hanyalah hambaNYA yang Esa.
Allah Tuhan yang Maha Mengetahui. Mungkin
tanpa ujian-ujian dan dugaan yang dikirimkan khas oleh
Allah untuk kita, kita masih lagi menjadi seorang hamba
yang hanyut dan lemas dalam lautan kelalaian.
77
b. Pelibat Wacana
Dalam teks ini pelibat yakni Salman Al-Jugjawy
sang penulis buku Markas Cahaya dalam buku ini dia
berbicara sebagai seorang narasumber yang memang
sudah memiliki banyak pengalaman, kepada masyarakat
umum dengan tujuan memberikan perspektif baru dan
membuka pandangan orang tentang dirinya yang hijrah
dari kehidupan lamanya.
c. Sarana Wacana
Kata „Nakhoda yang ulung‟ yang terdapat dalam
kalimat Laut yang selalu tenang nggak bisa menciptakan
nakhoda yang ulung53. menggunakan majas Alegori.
Majas Alegori merupakan perbandingan antara kejadian
fakta dengan penggunaan kiasan. Kata yang menjadi
majas Alegori dalam kalimat tersebut ialah kata „ulung‟.
Seperti majas-majas lainnya, penggunaan kata dalam
majas alegori ini mengandung makna konotatif. „ulung‟
disini bermakna bahwa seseorang yang biasa-biasa saja
53 Salman Al Jugjawy, Markas Cahaya, (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2016), h.47
78
tidak akan menjadi hebat, karena orang hebat atau mahir
ialah orang telah mendapat berbagai ujian dan cobaan
tetapi ia dapat melewatinya.
5. Topik terakhir adalah hakikat iman.
Kategori Temuan Keterangan
Medan Wacana Iman harus Pernyataan Salman
dirawat seperti Al-Jugjawy dalam
kita merawat pandangannya
tumbuhan. mengenai iman
Nggak cukup
ditanam doang,
tapi harus rutin
disiram dan
dikasih pupuk
biar tumbuh
subur dan bisa
berbunga atau
berbuah. (hal.61)
79
Pelibat Wacana Salman Al- Penulis buku
Jugjawy Markas Cahaya
Sarana Wacana Iman harus Termasuk Majas
dirawat seperti Asosiasi atau
kita merawat simile
tumbuhan.
(hal.61)
a. Medan wacana
Topik mengenai Mengenai hakekat iman yang terdapat
pada halaman 55 (lima puluh lima) hingga halaman 154
(seratus lima puluh empat), yang pada hakikatnya setiap
lembarnya memiliki topik pembahasan dan medan wacana
tersendiri, namun peneliti memilih sebuah teks yang dirasa
kompatibel dengan pembahasan dalam tema tersebut.
Dalam medan wacana dijelaskan dengan tegas mengenai
hakekat iman, iman ialah persaksian kita dengan hati,
diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota
badan. Iman dihati akan terungkap melalui amalan jasmani.
80
Karenanya, iman yang belum masuk ke hati tidak akan
memberi pengaruh kebaikan pada tubuh.
Allah berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 14:
Orang-orang arab badui berkata,”kami telah beriman.” Katakanlah (kepada mereka)kamu belum beriman , tetapi katakanlah “Kamu telah islam, karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu. Dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun (pahala) amalmu, sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”(QS.Al-Hujurat 49:14)
Iman bersifat yakin dan bukan angan-angan,
sebagaimana sabda Nabi Salallahu alaihi wasallam
“Iman itu bukan angan-angan dan khayal, tetapi Iman adalah apa yang tersirat dalam hati dan dilaksanakan dengan amalan.” (HR. Ibnu Najjar)
Iman memiliki satu ciri yang sangat khas, yaitu dinamis.
Yang mayoritas ulama memandang Iman beriringan dengan
amal soleh, sehinga mereka menganggap keImanan akan
81
bertambah dengan bertambahnya amal soleh. Akan tetapi
ada sebagaian ulama yang melihat Iman berdasarkan sudut
pandang bahwa ia merupakan aqidah yang tidak menerima
pemilahan (dikotomi). Maka seseorang hanya memiliki dua
kemungkinan saja: mukmin atau kafir, tidak ada kedudukan
lain diantara keduanya. Karena itu mereka berpendapat Iman
tidak bertambah dan tidak berkurang.
Iman adakalanya bertambah dan adakalanya berkurang,
maka perlu diketahui kriteria bertambahnya Iman hingga
sempurnanya Iman, yaitu:
1. Diyakini dalam hati
2. Diucapkan dengan lisan
3. Diamalkan dengan anggota tubuh.
Sedangkan dalam Islam sendiri jika membahas mengenai
Iman tidak akan terlepas dari adanya rukun Iman yang
enam, yaitu:
1. Iman kepada Allah
2. Iman kepada MalaikatNya
3. Iman kepada KitabNya
82
4. Iman kepada RasulNya
5. Iman kepada Qada dan Qodar
6. Iman kepada hari akhir
Jika telah tertanam dalam hati seorang mukmin enam
keimanan itu maka akan secara otomatis tercermin dalam
prilakunya sehari-hari yang sinergi dengan kriteria
keImanan terhadap enam poin di atas.
Jika Iman adalah suatu keadaan yang bersifat dinamis,
maka sesekali didapati kelemahan Iman, maka yang harus
kita lakukan adalah memperkuat segala lini dari hal-hal
yang dapat memperkuat Iman kembali. Hal-hal yang dapat
dilakukan bisa kita mulai dengan memperkuat aqidah, serta
ibadah kita karena Iman bertambah karena taat dan
berkurang karena maksiat.
b. Pelibat wacaana
Dalam teks ini pelibat yakni Salman Al-Jugjawy sang
penulis buku Markas Cahaya. Ia adalah seorang mubaligh
yang kini mengabdikan dirinya untuk dakwah yang dulunya
seorang musisi dari band ternama Sheila on 7, yang
83
kemudian ia mundur dari dunia selebriti untuk hijrah di
bidang dakwah.
c. Sarana wacana
Kata “seperti” yang terdapat dalam kalimat Iman harus
dirawat seperti kita merawat tumbuhan54 menggunakan
majas Simile. Majas Simile merupakan majas yang
membandingkan sesuatu hal dengan hal yang lainnya
dengan menggunakan kata penghubung atau kata
pembanding. Kata penghubung yang
digunakan contohnya seperti, bagaikan, bak, layaknya,
laksana, dan sebagainya. Kata yang menjadi majas Simile
dalam kalimat tersebut ialah kata “seperti.” Siimile ialah
majas pertautan yang membandingkan dua hal yang secara
hakiki berbeda, tetapi dianggap mengandung segi yang
serupa, dinyatakan secara eksplisit dengan kata : seperti,
bagai, laksana. Perbandingan secara eksplisit pada majas
simile ini dapat diartikan sebagai pemberian makna pada
hal/sesuatu yang dibandingkan itu secara langsung dengan
54 Salman Al Jugjawy, Markas Cahaya, (Yogyakarta: Bentang Pustaka, 2016), h.61
84
kata-kata yang merupakan perumpamaannya.
B. Analisis Representasi Konversi Agama melalui Buku Markas
Cahaya.
Representasi adalah suatu hal yang tak terpisahkan ketika seseorang atau sekelompok orang berusaha menonjolkan citra dalam sudut pandangnya atas suatu objek tertentu, terutama melalui media.
Representasi melalui teks dapat dimaknai sebagai pencitraan suatu objek yang ditampilkan dan dijelaskan melalui bahasa. Maka, menurut
Stuart Hall dalam teori Representasi Media-nya, yang patut dikritisi adalah pemakaian bahasa yang ditampilkan oleh media yang mewadahinya.55
Begitupula dalam hal penyebaran kepercayaan, citra sebuah agama direpresentasikan oleh komunikan melalui bentuk ucapan, tulisan, dan perbuatan melalui media. Dalam hal dakwah pun sama saja seperti dalam mencitrakan hal lainnya. Hall menunjukkan bahwa sebuah citra akan mempunyai makna yang berbeda dan tidak ada garansi bahwa citra akan berfungsi atau bekerja sebagaimana mereka
55Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar analisis Teks Media, (Yogyakarta: LKIS, 2009) h. 113
85
dikreasi atau dicipta56.
Sebuah kebudayaan tentunya amat memerlukan representasi yang tepat dan benar dalam mencitrakan keberadaannya. Begitupula yang terjadi dengan konversi agama. Jika dalam proses representasinya diartikulasikan secara benar dengan aksen penulisan yang mudah dipahami, dalam konteks untuk kebaikan dan tujuan pencarian kebeneran,tentunya akan secara objektif dapat dipahami dengan tidak terlalu banyak kontroversi.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa media massa adalah jalan yang cocok untuk menyalurkan sebuah representasi. Dan dalam masa yang modern ini, merepresentasikan agama haruslah dengan cara yang menarik dan inspiratif seperti yang dilakukan oleh Salman Al-Jugjawy, yakni melalui buku dengan penyajian yang ringan. Teks-teksnya bermakna namun tidak terasa berat ketika dibaca, dikarenakan Salman
Al-Jugjawy menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan diselingi ilustrasi-ilustrasi lucu namun tetap menggugah selera keilmuwan.
Penulis buku Markas Cahaya berupaya untuk memberikan citra dan pemahaman yang baik mengenai Konversi Agama. Agar hal ini
56Eriyanto, Analisis Wacana: Pengantar analisis Teks Media, h. 113
86
terwujud, maka dibutuhkan pemakaian bahasa yang tepat dalam menuliskan realitas untuk dibaca oleh khalayak.
Menurut Stuart Hall, ada dua proses representasi. Proses pertama adalah representasi mental, yaitu konsep tentang sesuatu yang ada di kepala kita masing-masing (peta konseptual), representasi mental masih merupakan sesuatu yang abstrak. Dalam hal ini, yang dimaksud ialah proses ide yang berlangsung dalam benak penulis buku, dimana terciptanya latar belakang pembuatan isi buku dan tujuan yang ingin dicapainya, cara penulisan dan penyajian buku, serta konten yang ingin dimasukkan didalamnya.
Konsep ide yang ingin dicapai oleh Salman Al-Jugjawy adalah ia ingin buku ini membuat cinta pembaca kepada islam semakin bertambah dan menjadi asbab hidayah bagi dirinya maupun pembacanya dan asbab hidayah untuk seluruh umat.
Jelaslah sudah, bahwa tujuan utama Salman Al-Jugjawy dalam penulisan buku ini adalah berdakwah. Dalam mewujudkan hal tersebut,
Salman Al-Jugjawy sebagai penulis tentunya memiliki sebuah kerangka dalam penulisan buku yang berisikan cerita pengalaman pribadinya, serta kisah hikmah para shalihin yang inspiratif yang bisa memotivasi
87
para pembaca untuk mengikuti amalan mereka. Hal ini juga merupakan proses representasi tahap pertama dari dua tahap menurut teori dari
Stuart Hall.
Berdasarkan pernyataan Salman Al-Jugjawy dalam bukunya,tujuan utamanya adalah membuat cinta kita kepada islam semakin bertambah dan menjadi asbab hidayah bagi dirinya maupun pembacanya dan asbab hidayah untuk seluruh umat. Langkah kedua dari proses representasi, yakni „bahasa‟. Bahasa adalah suatu hal yang amat berperan dalam konstruksi makna. Konsep ide abstrak yang ada dalam benak penulis buku tentulah harus diterjemahkan dalam kebahasaan yang lazim dan tepat, agar konsep dan ide-ide dapat terhubungkan melaui tanda dan simbol yang dituangkan.
Dapat dikatakan bahwa „menjadi asbab hidayah bagi dirinya maupun pembacanya„ adalah istilah lain yang memiliki kesamaan arti dengan „dakwah‟. Yang dinamakan dakwah adalah penyebaran ilmu dan ajakan untuk ikut kedalam jalan Allah, jalan yang lurus membawa kebaikan. Dakwah merupakan representasi atas agama dan kebudayaannya. Maka, tidak dapat dipungkiri bahwa dakwah tidak bisa lepas dari bayangan representasi.
88
Memanglah Salman Al-Jugjawy tidak secara frontal mengatakan agar pembaca haruslah berubah atau berkonversi seperti dirinya,namun beliau secara implisit dalam konten dan penyajiannya, serta dari pemilihan tokoh yang beliau kutip menyiratkan bahwa
„hidayah itu dicari bukan ditunggu‟. Hal ini dapat dikatakan merupakan suatu bentuk sosialisasi nilai dan penyebaran agama Islam, yang bermakna dakwah.
Dalam mengungkap makna, teks adalah salah satu jalannya.
Namun haruslah memahami terlebih dahulu mengenai konteks situasi.
Hal ini dikarenakan kita akan dihadapkan dengan komunikasi yang terkait dengan hal tersebut. Bukan hanya secara tulisan, sebuah teks pun dapat mewakili makna lisan. Maka sangatlah cocok jika teks ini diteliti dari sisi konteks situasi (medan, pelibat dan sarana wacana).
Dengan adanya permintaan dan penjualan yang masih berlanjut dari pertama penerbitannya hingga kini, tentunya kita dapat katakan bahwa buku Markas Cahaya ini telah berhasil merepresentasikan
Konversi Agama.
89
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dalam penelitian ini buku sebagai media massa
memanglah sangat efektif dalam penyebaran informasi dan
representasi. Salman Al-Jugjawy yang memanglah seorang
penulis walaupun baru tentunya mengetahui hal itu, dan beliau
pun berusaha melakukan sebuah representasi positif mengenai
konversi agama yang telah ia jalani
Dikarenakan media representasi merupakan sebuah buku
berisikan kisah perjalanan hidup Salman Al-Jugjawy, maka
bahasa tentunya menjadi sebuah perantara utama dalam
menyampaikan pemikiran penulis dalam mencitrakan agama.
Secara teoretis, representasi merupakan suatu praktek
penting dalam memproduksi kebudayaan. Berdakwah, atau
dapat disebut dengan melakukan sebuah representasi positif
dengan cara sopan merupakan sebuah budaya dalam Islam,
setidaknya pada masa lampau. Dan hal ini ingin dibangkitkan
90
kembali oleh Salman Al-Jugjawy melalui tulisannya, bahwa
berdakwah tidaklah harus dengan perang, tidak juga dengan
teriakan penuh kecaman atau buku yang dipenuhi paksaan yang
kaku, tapi bisa dengan bacaan ringan sarat ilmu dan pemikiran
positif.
Dalam pembuatan buku, Salman Al-Jugjawy bercita-cita
untuk dapat mengajak semua orang kembali ke “Markas
Cahaya” dalam hal ini masjid yang sering kita tinggalkan karena
lebih mementingkan duniawi. Melalui bahasa yang diiringi
ilustrasi, Salman Al-Jugjawy berhasil menarik minat masyarakat
dunia untuk membaca buku yang penuh dengan pengalaman
dirinya dalam berjuang kembali ke jalan yang di ridhoi Allah.
Buku ini dapat dikatakan cukup berhasil dalam
merepresentasikan Konversi agama dengan menarik. Buktinya,
buku yang mulai ditulis pada tahun 2016 ini masihlah
diperjualbelikan dan laku terjual di berbagai toko buku baik
offline maupun online.. Maka representasi Konversi Agama
yang disebarluaskan oleh Salman Al-Jugjawy melalui media
buku dan dilakukan dengan jalan dakwah ini tentunya dapat
91
dikatakan cukup berhasil.
Dalam penelitian ini, terjawablah persoalan penelitian
dalam mengetahui bagaimana Konversi Agama diwacanakan
dalam buku Markas Cahaya pada medan wacana, pelibat
wacana dan sarana wacana. Pada medan wacana, buku ini
membahas mengenai kisah perjalanan Salman Al-Jugjawy untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan pertaubatan yang
sejati, meninggalkan sikap keberagamaan sebelumnya yang lalai
terhadap agamanya, namun memanglah dalam buku ini hanya
dijelaskan secara singkatnya saja sebagai perkenalan bagi
pembaca atas agama Islam.
Pelibat yang dikutip kata-katanya dalam buku ini
merupakan tokoh-tokoh dalam agama Islam, seperti dan
Dr.Muhammad Abdul Hadi Dan Ummu Mijhan, tentunya
Salman Al-Jugjawy sang penulis buku yang berperan sebagai
pelibat yang dominan dalam buku ini.
Secara kebahasaaan, sarana wacana yang dipergunakan
dalam buku tentunya menjadi medium tulisan, yang peranannya
amatlah penting dalam menafsirkan tujuan isi bacaan. Tipe
92
interaksi yang digunakan adalah monologis atau searah. Saluran
teks tersebut yakni metode visual, sedangkan modus retorisnya
adalah persuasif dengan dominasi penggunaan majas penegasan
dan perbandingan.
Setelah direpresentasikan dan dikaji makna serta
tujuannya, maka ditemukanlah bahwa penulis secara implisit
melalui buku berisi kisah perjalanan hidup Salman Al-Jugjawy
dalam melakukan representasi Konversi Agama.
B. SARAN
Dalam penelitian ini, peneliti memiliki beberapa saran
terkait buku arkas Cahaya. Menurut peneliti, untuk menguatkan
bahwa memang telah terjadi konversi agama, akan lebih baik
apabila Salman Al-Jugjawy mencantumkan data fakta yang
meyakinkan pembaca bahwa yang Salman Al-Jugjawy itu
benar-benar terjadi. Salman Al-Jugjawy memang telah
mencantumkan daftar bacaan rujukan di akhir buku agar
pembaca bisa mengetahui lebih lanjut, namun peneliti merasa
itu belum cukup.
Menurut peneliti, dalam buku ini juga kurang ditekankan
93
lebih tegas mengenai nilai-nilai didalam proses terjadinya
konversi agama yang dilalui Salman Al-Jugjawy. Juga
kurangnya Salman Al-Jugjawy buku menghimbau pembaca
untuk kembali pada Al-Qur‟an, akal, keterbukaan hati dan Hadis
Shahih dalam membentuk pemikiran untuk berubah menjadi diri
yang lebih baik. Beliau memanglah mengajak pembaca untuk
„sadar‟, namun kurang jelas dijabarkannya mengenai apa dan
bagaimana kesadaran itu harus berlangsung.
Saran peneliti bagi masyarakat adalah seharusnya
menyadari bahwa janganlah naif dalam mengonsumsi media.
Masyarakat harus mempraktekkan sikap kritis dan „mengunyah‟
informasi dengan teliti sebelum menjadikan informasi tersebut
sebagai acuan, apalagi jalan hidup. Sebab, perubahan baik tidak
akan terlaksana tanpa adanya usaha. Tidak akan tercipta
masyarakat yang cerdas jika orang-orang tersebut tidak memulai
bersikap cerdas.
94
DAFTAR PUSTAKA
Al Jugjawy, Salman. 2016. Markas Cahaya, Yogyakarta: Bentang Pustaka,
Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek. Jakarta: Bina Usaha
Bungin, M. Burhan. 2010. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana
Darajat,Zakiah. 1996 Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang
Eriyanto. 2009. Analisis Wacana: Pengantar analisis Teks Media.
Yogyakarta: LKIS
Halliday, M.A.K dan Ruqaiya Hasan. 1992. Bahasa, Konteks, dan Teks:
Aspek-aspek bahasa dalam pandangan semiotik sosial.
Penerjemah Asruddin Barori Tou. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Jalaluddin. 1998. Psikologi Agama. Jakarta : PT. Raja grafindo persada
Jhon, M.Echols dan Hasan Shadily. 1990. Kamus Inggris-Indonesia.
Jakarta: Gramedia
Kriyantono, Rahmat. 2007 Tehknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta:
Kencana Prenata Media Group, Cet. Ke-2
95
Milles,Mattew B. dan A. Michael Huberman.1992 Analisis Data
Kualitatif. Penerjemah Tjetjep Rohendi Rohidi Jakarta: UI Press
Mulyana, Deddy dan Solatun. 2008. Metode Penelitian
Komunika.,Bandung: Remaja R osdakarya
Mulyoutomo, M. Isa. 2011. RAPET BINDO. Jakarta: Limas
Noor, Juliansyah, 2011. Metode Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi,
dan Karya Ilmiah Jakarta: Kencana
Puspito, Hendro. 1984. Sosiologi Agama. Jakarta: Gunung Mulia
Raharjo. 2012Pengantar Ilmu Jiwa, Semarang: Pustaka Rizki Putra
Ramayulis dan Jamaludin. 1993. Pengantar Ilmu Jiwa Jakarta: Kalam
Mulia, 1993
Santoso,Anang. 2008. Bahasa dan Seni: Jejak Halliday dalam
Linguistik Kritis dan Analisis Wacana Kritis. Tahun 36,nomor
1 Malang: Fakultas Sastra
Santoso, Riyadi. 2003. Semiotika Sosial: Pandangan
terhadap Bahasa Surabaya: Pusraka Eureka dan
JP Press
Sobur, Alex.2001 Analisis Teks Media,(Bandung:Remaja Rosda Karya
96
Sobur, Alex. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Strauss, Anselm & Juliet Corbin. 2009. Dasar-dasar Penelitian
Kualitatif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Syamsul Arifin,Bambang.2008 Psikologi Agama, Bandung: Pustaka
Setia
Thomas.F, O„ Dea. 1987. Sosiologi Agama. Yogyakarta: CV Rajawali
Thoules, Robert H. 1992, Pengantar Psikologi Agama, terj. Machnun
Husein Jakarta: CV. Rajawali
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2005. Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Ed.3 Cet.Ke-3
Wibowo, Indiwan Seto Wahyu.2014. Semiotika Komunikasi: Aplikasi
Praktis Bagi Penelitian dan Skripsi Komunikasi, Jakarta: Mitra
Wacana Media
97
Penghargaan-penghargaan yang pernah Salman Al-Jugjawy raih:
1. Double Platinum Award (1st Album) - Sony
Music Asia ( agustus 1999)
2. Favorite Video Clip "DAN" - VMI Viewer's
Choice ( agustus 1999)
3. Video Favorite VIFA MTV Ampuh “Dan” (
september 1999)
4. Favorite Band - MUMU Reader's Choice (
september 1999)
5. Band Terpanjang - Kawanku Award 1999
(oktober 1999)
6. Video Favorite VIFA MTV Ampuh
“Anugerah Terindah Yang Pernah Kumiliki”(
Oktober 1999)
7. Best Song "DAN" of Pop Category -
Anugerah Musik Indonesia (November 1999)
8. Best Producer Sheila on 7-Anugerah Musik
Indonesia (november 1999)
9. Best Video Clip "DAN" - Panasonic Award
98
(November 1999)
10. Album Paling Berkilau “Sheila on 7” versi
tabloid Bintang Indonesia (November 1999)
11. 10 Bintang Potensial versi tabloid Bintang
Indonesia (November 1999)
12. Best Rock Group - HAI Magazine Music
Polling (Desember 1999)
13. Best New Comer Group - HAI Magazine
Music Polling (Desember 1999)
14. Best Song "DAN" - HAI Magazine Music
Polling (Desember 1999)
15. Best Album "Sheila On 7" - HAI Magazine
Music Polling (Desember 1999)
16. Best Model video “Anugrah Terindah yang
pernah Kumiliki” HAI Magazine Music
Polling (Desember 1999)
17. Song Of the Year Mtv Ampuh “Dan”
(Januari 2000)
18. Best New Artist - MTV VMA (Juni 2000)
99
19. Best New Artist - Kabar Kabari (Juli 2000)
20. 7 Platinum and Special Super Achievement
Award (1st Album) – Sony Music
Asia(Agustus 2000)
21. The Rocketeer Award - Clear Top 10 Award
(September 2000)
22. Band Terlalu - Kawanku Award 2000
(September 2000)
23. 23) The 10 Best Millenist - Bintang Millenia
(Desember 2000)
24. Bintang MUMU 2000 - Tabloid musik
MUMU (Desember 2000)
25. Song Of the Year Mtv Ampuh “Dan”
(Januari 2001)
26. Best Pop Group - HAI Magazine Music
Polling (Januari 2001)
27. Most Favorite Band - Musikamu Polling
(Januari 2001)
28. No.1 Hits of the World “Kisah klasik Untuk
100
Masa Depan” Billboard chart Malaysia
(Februari 2001)
29. Video klip terbaik Bulanan “Sephia” VMI
2001
30. Video klip favorit Bulanan “Sephia” VMI
2001
31. Platinum Award (2nd Album) - Sony Music
Malaysia (Maret 2001)
32. Best Pop Band - PAMI Award (Maret 2001)
33. Ten Times Platinum - Sony Music Indonesia
(Mei 2001)
34. Most Favorite Band or Group or Duo -
Penghargaan MTV Indonesia 2001 (Juni
2001)
35. Best Model Clip “Sephia” MTV Video Music
Awards 2001
36. Band Paling Ngetop - SCTV Award 2001
(Agustus 2001)
37. The Coolest Duo or Group - Clear Top 10
101
Award (September 2001)
38. The Fabulous Album "Kisah Klasik Untuk
Masa Depan" - Clear Top 10 Award
(September 2001)
39. Lagu Terbaik "SEPHIA" Kategori Pop
Progressive - AMI SHARP AWARD 2001
(Oktober 2001)
40. Lagu Terbaik "SEPHIA" Kategori Best Of
The Best - AMI SHARP AWARD 2001
(Oktober 2001)
41. Lagu anak-anak terbaik "Jangan takut gelap"
feat Tasya AMI SHARP AWARD 2001
(Oktober 2001)
42. Penyanyi anak-anak terbaik "Jangan takut
gelap" feat Tasya AMI SHARP AWARD
2001(Oktober 2001)
43. Anugerah Khas Bintang Popular - Anugerah
Bintang Popular Malaysia 2001 (November
2001)
102
44. Bintang Paling Berkilau 2001 Tabloid
Bintang Indonesia 2001
45. Album Paling Berkilau 2001 “Kisah klasik
untuk masa depan” Tabloid Bintang
Indonesia 2001
46. Band Terlempar - Kawanku Award 2001
(Desember 2001)
47. Duo/Kumpulan Paling Popular - Anugerah
Planet Music 2002 di Singapore (Januari
2002)
48. Penerima Royalty Tertinggi Di Indonesia dari
Yayasan Karya Cipta Indonesia (Juni 2002)
49. Tokoh Pengangkat Citra Yogya "Sheila On
7"Anugerah Andrawina Kedaulatan Rakyat
2002
50. Album Pop terbaik 07 des AMI AWARDS
2002
51. Album Rekaman Terbaik 07 des AMI
AWARDS 2002
103
52. Penata rekaman terbaik "Seberapa Pantas"
Sheila On 7 AMI AWARDS 2002
53. Produser Rekaman terbaik "Seberapa Pantas"
Sheila On 7 AMI AWARDS 2002
54. Album Paling Berkilau 2002 “07 des”
Tabloid Bintang Indonesia 2002
55. Vokal pilihan berkumpulan/Duo - Anugerah
Era Malaysia 2003 (Januari 2003)
56. Penyanyi/Band Paling Ngetop SCTV Music
Awards 2003 (April 2003)
57. Lagu Paling Ngetop "Seberapa Pantas"
SCTV Music Awards 2003 (April 2003)
58. Video Klip Paling Ngetop "Seberapa Pantas"
SCTV Music Awards 2003 (April 2003)
59. Kumpulan Paling Popular ANUGERAH
PLANET MUZIK MALAYSIA 2003
60. Duo/Kumpulan Terbaik ANUGERAH
PLANET MUZIK MALAYSIA 2003
61. Album terbaik (07 Des) ANUGERAH
104
PLANET MUZIK MALAYSIA 2003
62. Best Pop Act -Polling Musik Majalah HAI
2004
63. Best Album "07 Des" Polling Musik Majalah
HAI 2004
64. Lagu Pop Alternatif terbaik "Pejantan
Tangguh" AMI AWARDS 2004
65. Group Pop Alternatif Terbaik " Pejantan
Tangguh" AMI AWARDS 2004
66. Album Pop Alternatif terbaik" Pejantan
Tangguh" AMI AWARDS 2004
67. Album Terbaik (Best of the best)" Pejantan
Tangguh" AMI AWARDS 2004
68. Lagu Original Motion Picture Terbaik
“Melompat Lebih Tinggi” AMI AWARDS
2004
69. Peramu Rekaman Terbaik "Pejantan
Tangguh" AMI AWARDS 2004
70. Produser Rekaman Terbaik "Pejantan
105
Tangguh" AMI AWARDS 2004
71. Album Paling Berkilau 2004 “30 Hari
Mencari Cinta” Bintang Indonesia 2004
72. Best Video klip " Pejantan Tangguh" Polling
Majalah HAI 2005
73. Duo/Kumpulan Terbaik ANUGERAH
PLANET MUZIK SINGAPURA 2005
74. Lagu Terbaik (Berhenti Berharap)
ANUGERAH PLANET MUZIK
SINGAPURA 2005
75. Album Indonesia Terbaik (30 Hari Mencari
Cinta) Anugerah Industri Muzik
MALAYSIA 2005
76. Break the Record MURI Launching album
serentak di 100 radio di Indonesia 2006
106
FOTO PENELITIAN
1. Sakti sebelum konversi Agama bersama Band Sheila On7
2. Foto sebelum dan sesudah Konversi Agama
107
3. Foto Sakti Ari Seno pasca konversi agama
4. foto Sakti pasca Konversi bersama Band Sheila On 7
108
SAMPUL BUKU
109